Upload
vanthien
View
231
Download
11
Embed Size (px)
Citation preview
PEMBERIAN KOMBINASI
LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
ASUHAN KEPE
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
1
KOMBINASI MUSIK GAMELAN SERTA
RHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
BAKTI WONOGIRI
DISUSUN OLEH
SINGGIH ARIS RUWANTO
NIM. P.13049
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
1
SERTA SENAM
RHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
RAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
PEMBERIAN KOMBINASI
LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
i
KOMBINASI MUSIK GAMELAN SERTA
LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
BAKTI WONOGIRI
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH :
SINGGIH ARIS RUWANTO
NIM. P.13049
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2016
SERTA SENAM
LANSIA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PADA
ASUHAN KEPERAWATAN NY.S DENGAN HIPERTENSI
DI PANTI SASANA TRESNA WREDA DARMA
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
ii
iii
iv
LEMBAR PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan untuk bapak dan Karya tulis ini saya persembahkan untuk bapak dan Karya tulis ini saya persembahkan untuk bapak dan Karya tulis ini saya persembahkan untuk bapak dan ibu, bapak ibu, bapak ibu, bapak ibu, bapak
bandi kasdono dan ibu ratmi yang selalu mendoakan dan memberikan bandi kasdono dan ibu ratmi yang selalu mendoakan dan memberikan bandi kasdono dan ibu ratmi yang selalu mendoakan dan memberikan bandi kasdono dan ibu ratmi yang selalu mendoakan dan memberikan
semangat yang luar biasa demi kelancaran, kesuksesan dan semangat yang luar biasa demi kelancaran, kesuksesan dan semangat yang luar biasa demi kelancaran, kesuksesan dan semangat yang luar biasa demi kelancaran, kesuksesan dan
kemudahan untuk menyelesaikan pendidikankemudahan untuk menyelesaikan pendidikankemudahan untuk menyelesaikan pendidikankemudahan untuk menyelesaikan pendidikan
Saya persembahkan juga kepada ida wahyuningsih yang selalu Saya persembahkan juga kepada ida wahyuningsih yang selalu Saya persembahkan juga kepada ida wahyuningsih yang selalu Saya persembahkan juga kepada ida wahyuningsih yang selalu
membantu, memberikan smembantu, memberikan smembantu, memberikan smembantu, memberikan semangat dan motivasi dalam menyelesaikan emangat dan motivasi dalam menyelesaikan emangat dan motivasi dalam menyelesaikan emangat dan motivasi dalam menyelesaikan
karya tulis ilmiah inikarya tulis ilmiah inikarya tulis ilmiah inikarya tulis ilmiah ini
Saya persembahkan juga kepada adik saya tercinta anggit estiantok Saya persembahkan juga kepada adik saya tercinta anggit estiantok Saya persembahkan juga kepada adik saya tercinta anggit estiantok Saya persembahkan juga kepada adik saya tercinta anggit estiantok
yang membantu dalam menyelesaiakan karya tulis ilmiah iniyang membantu dalam menyelesaiakan karya tulis ilmiah iniyang membantu dalam menyelesaiakan karya tulis ilmiah iniyang membantu dalam menyelesaiakan karya tulis ilmiah ini
Saya persemSaya persemSaya persemSaya persembahkan juga kepada temanbahkan juga kepada temanbahkan juga kepada temanbahkan juga kepada teman----teman semua atas semangat dan teman semua atas semangat dan teman semua atas semangat dan teman semua atas semangat dan
dukungan memberikan semangat untuk menyelesaiakan tugas karya dukungan memberikan semangat untuk menyelesaiakan tugas karya dukungan memberikan semangat untuk menyelesaiakan tugas karya dukungan memberikan semangat untuk menyelesaiakan tugas karya
tulis ilmiah initulis ilmiah initulis ilmiah initulis ilmiah ini
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena
berkat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya
Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Kombinasi Musik Gamelan Serta Senam
v
Terhadap Penurunan Tekanan Darah Pada Asuhan Keperawatan Ny.S Dengan
Hipertensi Di Panti Sasana Tresna Wreda Darma Bakti Wonogiri”
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat:
1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.kep selaku Ketua STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di
STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ns. Meri Oktariani, M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan
yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu di STIKes
Kusuma Husada Surakarta.
3. Ns. Alfyana Nadya R. M.Kep, selaku dosen pembimbing sekaligus sebagai
penguji yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-
masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi
demi sempurnanya studi kasus ini.
4. Ns. Fakhrudin Nasrul Sani, M. Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
studi kasus ini.
5. Ns. Amalia Senja, M. Kep, selaku dosen penguji yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini
vi
6. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma Husada
Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya
serta ilmu yang bermanfaat.
7. Kedua orang tuaku, yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat
untuk menyelesaikan pendidikan.
8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan STIKes Kusuma
Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual.
Semoga laporan studi kasus ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Mei 2016
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ............................................................................................. i
LEMBAR KEASLIAN TULISAN ...................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERSEMBAHAN .............................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
a. Latar belakang .............................................................................................. 1
b. Tujuan penulisan .......................................................................................... 6
c. Manfaat penulisan ........................................................................................ 6
BAB II TINJUAN PUSTAKA
A. Tinjauan pustaka
1. Definisi Hipertensi ....................................................................................... 8
2. Pengertian lansia ........................................................................................ 28
3. Senam lansia............................................................................................... 32
4. Pengertian music ........................................................................................ 37
B. Kerangka Teori
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
a. Subjek aplikasi riset (berdasarkan jurnal yang dipakai) ………………. 39
b. Tempat dan waktu ……………………………………………………… 39
viii
c. Media dan alat ukur yang digunakan ………………………………….. 39
d. Prosedur tindakan berdasarkan aplikasi riset ……………………………39
e. Alat ukur evaluasi dari aplikasi tindakan berdasarkan riset…………….. 40
BAB IV LAPORAN KASUS
a. Identitas pasien ........................................................................................... 41
b. Pengkajian .................................................................................................. 41
c. Analisa Data ............................................................................................... 47
d. Intervensi .................................................................................................... 48
e. Implementasi .............................................................................................. 50
f. Evaluasi ...................................................................................................... 54
BAB V PEMBAHASAN
a. Pengkajian .................................................................................................. 59
b. Perumusan Masalah ................................................................................... 62
c. Rencana Keperawatan ................................................................................ 65
d. Tindakan Keperawatan............................................................................... 67
e. Evaluasi ...................................................................................................... 71
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................................ 74
B. Saran ........................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Log Book
Lampiran 2 Format Pedelegasian Pasien
Lampiran 3 Lembar Konsultasi
Lampiran 4 Asuhan Keperawatan
Lampiran 5 Lembar Observasi
Lampiran 6 Jurnal
Lampiran 7 Usulan Judul
Lampiran 8 Surat Pernyataan
Lampiran 9 Daftar Riwayat Hidup
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pathway ...................................................................................................... 16
2. Kerangka teori ............................................................................................ 38
3. Lembar Observasi ...................................................................................... 40
4. Gambar genogram ..................................................................................... 43
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hipertensi seringkali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer),
karena termasuk penyakit yang mematikan, tanpa disertai dengan gejala-
gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Kalaupun muncul,
gejala tersebut seringkali dianggap gangguan biasa, sehingga korbannya
terlambat menyadari akan datangnya penyakit (Sustrani, 2006). Hipertensi
menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, karena jika tidak akan
berkembang dan menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Akibatnya bisa
fatal karena sering timbul komplikasi, misalnya stroke (perdarahan otak),
penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Gunawan, 2001).
Hipertensi pada lanjut usia sebagian besar merupakan hipertensi sistolik
terisolasi (HST), meningkatnya tekanan sistolik menyebabkan besarnya
kemungkinan timbulnya kejadian stroke dan infark myocard bahkan walaupun
tekanan diastoliknya dalam batas normal (isolated systolic hypertension).
Isolated systolic hypertension adalah bentuk hipertensi yang paling sering
terjadi pada lansia. Pada suatu penelitian, hipertensi menempati 87% kasus
pada orang yang berumur 50 sampai 59 tahun. Adanya hipertensi, baik HST
maupun kombinasi sistolik dan diastolik merupakan faktor risiko morbiditas
dan mortalitas untuk orang lanjut usia. Hipertensi masih merupakan faktor
risiko utama untuk stroke, gagal jantung penyakit koroner, dimana peranannya
2
diperkirakan lebih besar dibandingkan pada orang yang lebih muda
(Kuswardhani, 2007).
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar
95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila
tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mm Hg, hipertensi sedang jika tekanan
diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mm Hg atau lebih. Hipertensi adalah keadaan menetap
tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi
dari 90 mmHg (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO (2012) dalam Kartikasari (2012) menyatakan bahwa
terdapat prevalensi penderita hipertensi sebanyak 839 juta orang dengan
kenaikan presentase 18% pada tahun 2009 menjadi 80% pada tahun 2012 yang
penderitannya lebih banyak pada wanita 30% dibanding pria 29%. Hasil riset
kesehatan dasar (Riskesdas, 2008) mencatat bahwa prevalensi penderita
hipertensi diindonesia meningkat 31,7% menjadi 33,24% pada tahun 2008
dimana usia 55 tahun sampai dengan 74 tahun wanita beresiko lebih tinggi dari
pada laki-laki.
Prevalensi di Jawa tengah terdapat hipertensi sebesar 7,9% yang
diklasifikasikan menurut hasil pengukuran tekanan darah sebesar 34,9%
riwayat hipertensi sebesar 7,6% dan 0,3% menurut pengobatan farmakologi.
Kabupaten Surakarta tercatat sebagai daerah dengan prevalensi tertinggi di
Jawa tengah dengan angka kejadian penyakit sebesar 13,4%. Berdasarkan hasil
3
survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 2001, di kalangan penduduk
umur 25 tahun ke atas menunjukkan bahwa 27% laki-laki dan 29% wanita
menderita hipertensi, 0,3% mengalami penyakit jantung iskemik dan stroke,
1,2% diabetes, 1,3% laki-laki dan 4,6% wanita mengalami kelebihan berat
badan (obesitas), dan yang melakukan olah raga 3 kali atau lebih per minggu
hanya 14,3%. Laki-laki umur 25-65 tahun yang mengkonsumsi rokok sangat
tinggi yaitu sebesar 54,5%, dan wanita sebesar 1,2%.
Penanganan hipertensi dapat dilakukan dengan terapi farmakologis
namun juga penting untuk mempertimbangkan terapi komplementer atau terapi
pelengkap sebagai terapi non farmakologis (Sudoyo, 2006). Penangganan non
farmakologis yang dimaksud antara lain penurunan berat badan, pembatasan
alkohol, natrium dan tembakau, latiahan atau olahraga dan relaksasi (Smeltzer
& Bare). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa olah raga dan latihan fisik
dapat mengeliminasi berbagai resiko penyakit seperti peningkatan tekanan
darah, diabetes mellitus, penyakit arteri coroner (Darmojo, 2006).
Salah satu bentuk olah raga atau latihan fisik yang sesuai dengan lansia
adalah senam lansia. Senam lansia memiliki gerakan yang dinamis mudah
dilakukan menimbulkan rasa gembira dan semangat serta beban yang rendah
serta merupakan olah raga yang ringan mudah dilakukan dan tidak
memberatkan. Senam lansia termasuk senam dengan intensitas ringan sampai
sedang, bersifat menyeluruh dengan sebagian besar otot tubuh serasi sesuai
gerak sehari-hari. Manfaat gerakan-gerakan dalam senam lansia yang
diterapkan dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi,kekuatan dan
4
ketahan otot,kelenturan dan komposisi badan yang seimbang (Suhardo, 2001).
Selain dengan senam lansia penanganan hipertensi menurut Smeltzer & Bare
(2002) juga dapat dilakukan dengan penanganan non farmakologis atau terapi
komplementer lainnya yaitu relaksasi. Relaksasi dapat diberikan salah satunya
dengan menggunakan terapi musik karena musik dapat memberikan efek
antara lain mengurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri,
menurunkan tekanan darah, dan menurunkan frekuensi denyut jantung. Dengan
mendengarkan musik sistim limbic teraktivitasi dan individu menjadi rileks
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Sebuah penelitian pada konferensi
ke 62 Amerika Heart Association (2008) juga mengemukakan bahwa
mendengarkan musik dapat menurunkan tekanan darah penderita hipertensi
(Martha, 2012).
Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik melalui energi
yang dihasilkan dari musik itu sendiri (Natalina, 2013). Semua jenis musik
sebenarnya biasa digunakan sebagai terapi musik seperti lagu-lagu relaksasi
ataupun lagu popular. Namun yang perlu diperhatiakan adalah memilih lagu
dengan tempo 60 ketukan/Menit yang bersifat rileks karena apabila terlalu
cepat stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut
sehingga efek relaksasi yang optimal tidak tercapai (Nurahmani, 2012). Tujuan
dari pemberian terapi pada hipertensi adalah mempertahankan tekanan darah
dalam batas normal dengan cara termurah dan teraman dengan efek samping
sekecil mungkin (Smeltzer & Bare). Untuk itu peran perawat dalam
keperawatan dipandang perlu untuk menerapakan terapi komplementer
5
keperawatan sebagai terapi non farmakologis seperti senam lansia dan terapi
musik untuk dapat memberikan manfaat terapi tanpa efek samping bagi lansia
penderita hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan tekanan
darah sistol dan diastol yang signifikan yaitu dari 163,25 mmHg menjadi
146,75 mmHg dan dari 100,50 mmHg menjadi 89,25 mmHg. Kombinasi musik
gamelan laras pelog dan slendro serta senam lansia efektif terhadap penurunan
tekanan darah pada lansia dengan hipertensi.
Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk
mengkombinasiakan terapi musik dan senam lansia terhadap penurunan
tekanan darah pada penderita hipertensi di Panti sosial tresna wreda dharma
bakti Wonogiri.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum untuk mengaplikasikan tindakan pemberian
kombinasi musik gamelan serta senam lansia terhadap penurunan tekanan
darah pada lansia hipertensi di Panti sosial tresna wreda dharma bakti
Wonogiri.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada pasien hipertensi
b. Penulis mampu merumuskan diagnose keperawatan pada pasien
hipertensi.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada pasien dengan hipertensi.
6
d. Penulis mampu melakukan implementasi pada pasien dengan
hipertensi.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan hipertensi.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kombinasi musik
gamelan dan senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada
Ny. X dengan hipertensi.
C. Manfaat Penulis
1. Manfaat secara praktisi
a. Bagi rumah sakit
Hasil aplikasi riset diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi para pasien penderita hipertensi mengenai manfaat
pemberian musik dan senam lansia terhadap tekanan darah.
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Dengan mengaplikasikan tindakan ini diharapkan dapat memberikan
terhadap kualitas asuahan keperawatan untuk memberikan terapi
komplementer tentang penanganan lansia hipertensi. Selain itu
diharapkan dapat membantu memberikan informasi awal bagi
pembangun tentang senam lansia dan terapi music serta dapat
dijadikan sebagaai motivasi dan acuan selanjutnya.
7
c. Bagi pasien
Dapat membantu dalam menurunkan tekanan darah dan memberikan
pilihan dalam penanganan hipertensi dengan menerapkan intervensi
pemberian senam lansia dan pemberian terapi musik dalam kehidupan
sehari-hari.
d. Bagi penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam
penanganan alami penderita hipertensi.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan teori
1. Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah
persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan
tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg. (Smith Tom, 1995) Menurut
WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan
diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg (Kodim Nasrin, 2003).
Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara
95 – 104 mm Hg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya
antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan
diastoliknya 115 mm Hg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik
karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik (Smith Tom,
1995). Hipertensi adalah tekanan darah tinggi atau istilah
kedokteran menjelaskan hipertensi adalah suatu keadaan dimana
terjadi gangguan pada mekanisme pengaturan tekanan darah
(Mansjoer, 2000)
9
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik
melebih dari 140 mmHg atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90
mmHg. Diagnostik ini dapat dipastikan dengan mengukur rata-rata
tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI, 2001) Patologi
utama pada hipertensi adalah peningkatan tekanan vesikalis perifer
arterior (Mansjoer, 2000). Hipertensi heart disease (HHD) adalah
istilah yang diterapkan untuk menyebutkan penyakit jantung secara
keseluruhan, mulai dari left ventricle hyperthrophy (LVH), aritmia
jantung, penyakit jantung koroner, dan penyakit jantung kronis,
yang disebabkan karena peningkatan tekanan darah, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Menurut World Health
Organization (WHO) ,batas tekanan darah yang masih dianggap
normal adalah kurang dari 130/85 mmHg. Bila tekanan darah
sudah lebih dari 140/90 mmHg dinyatakan hipertensi (batasan
tersebut untuk orang dewasa di atas 18 tahun (Adib, 2011).
b. Etiologi
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang
dengan lanjut usia adalah terjadinya perubahan – perubahan pada:
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap
tahun sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung
10
memompa darah menurun menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer
Tekanan darah diklasifikasikan berdasarkan pengukuran rata–
rata 2 kali pengukuran pada masing–masing kunjungan. Perbandingan
klasifikasi tekanan darah menurut JNC VII dan JNC VIII dapat dilihat
di tabel berikut:
Kategori
Tekanan
Darah
(JNC VII)
Kategori
Tekanan
Darah
(JNC VII)
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmHg)
Dan/atau
Tekanan
Darah
Sistolik
(mmHg)
Normal Optimal
<
120mmH
g
Dan < 80 mmHg
Pre
Hipertens
i
_ 120 – 139
mmHg Atau
80 – 89
mmHg
_ Normal < 130
mmHg Dan < 85mmHg
_ Normal
Tinggi
130 – 139
mmHg Atau
85 – 89
mmHg
Hipertens
i
Hipertens
i
Derajat I Derajat 1 140 – 159
mmHg Atau
90 – 99
mmHg
Derajat II _ >160
mmHg Atau > 100 mmHg
_ Derajat 2 160 – 179
mmHg Atau
100 – 109
mmHg
_ Derajat 3 >180
mmHg Atau > 110 mmHg
(Sumber : Irza, 2009).
11
Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Health Organization)
dalam Rohaendi (2008).
1) Tekanan darah normal, yakni tekanan sistolik kurang atau sama
dengan 140 mmHg dan tekanan diastoliknya kurang atau sama
dengan 90 mmHg.
2) Tekanan darah borderline (perbatasan), yakni tekanan sistolik
140-159 mmHg dan tekanan diastoliknya 90-94 mmHg.
3) Tekanan darah tinggi atau hipertensi, yakni sistolik 1ebih besar
atau sama dengan 160 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih
besar atau sama dengan 95mmHg.
Jenis Hipertensi dikenal juga keadaan yang disebut krisis hipertensi.
Keadaan ini terbagi 2 jenis :
a) Hipertensi emergensi, merupakan hipertensi gawat darurat,
takanan darah melebihi 180/120 mmHg disertai salah satu
ancaman gangguan fungsi organ, seperti otak, jantung, paru, dan
eklamsia atau lebih rendah dari 180/120mmHg, tetapi dengan
salah satu gejala gangguan organ atas yang sudah nyata timbul.
b) Hipertensi urgensi : tekanan darah sangat tinggi (>
180/120mmHg) tetapi belum ada gejala seperti diatas. TD tidak
harus diturunkan dalam hitungan menit, tetapi dalam hitungan
jam bahkan hitungan hari dengan obat oral.
12
Sementara itu, hipertensi dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan
penyebabnya :
1) Hipertensi Primer adalah hipertensi yang tidak diketahui
penyebabnya (hipertensi essensial). Hal ini ditandai dengan
peningkatan kerja jantung akibat penyempitan pembuluh darah
tepi. Sebagian besar (90 – 95%) .penderita termasuk hipertensi
primer. Hipertensi primer juga didapat terjadi karena adanya
faktor keturunan, usia dan jenis kelamin.
2) Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh
penyakit sistemik lainnya, misalnya seperti kelainan hormon,
penyempitan pembuluh darah utama ginjal, dan penyakit
sistemik lainnya (Dewi dan Familia, 2010). Sekitar 5 – 10%
penderita hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit ginjal
dan sekitar 1 – 2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau
pemakaian obat tertentu misalnya pil KB (Elsanti, 2009).
c. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hipertensi menurut Pudiastuti (2011) antara lain:
1) Penglihatan kabur karena kerusakan retina
2) Nyeri pada kepala
3) Mual dan muntah akibat meningkatnya tekanan intra kranial
4) Adanya pembengkakan karena meningkatnya tekanan kapiler
5) Lemas, kelelahan
6) Sesak nafas
13
7) Gelisah
8) Epistaksis
9) Kesadaran menurun akibat komplikasi hipertensi seperti
gangguan penglihatan, neurologi, gejala payah jantung dan
gejala lain akibat gangguan fungsi ginjal.
d. Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak.
Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia
simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh
darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat
mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang
vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi.Pada saat bersamaan dimana sistem saraf
simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang
14
emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin,
yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi
kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke
ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Renin merangsang
pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi sebagai pertimbangan
gerontologis dimana terjadi perubahan struktural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan
distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta
dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi
volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
15
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan
perifer (Rohaendi, 2008).
16
e. Pathway
HIPERTENSI
Otak Ginjal Retina pembuluh
darah
Vasokontriksi Spasme arteriole Sistemik
Pembuluh darah ginjal Diplopia Vasokontriksi
Blood flow Afterload
Resistensi Retensi Na
Pembulu darah Oedema
Otak
Pembuluh darah Koroner jantung
Otak naik Infark miokard
Nyeri kepala
Suplai O2 otak
Kesadaran menurun
Gambar. Pathway 2.1
( Sumber : Price, Silvia A, 2005)
Umur, jenis kelamin, gaya hidup, obesitas
Intoleran
aktivitas
Resiko
injuri
gg.keseimbangan
cairan
Nyeri dada
Gg.rasa nyaman
nyeri
Resiko injuri
17
f. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Pengobatan non farmakologi
a) Diet rendah garam / kolesterol / lemak jenuh
b) Melakukan relaksasi dan olahraga teratur
c) Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol
d) Kembali pada alam yaitu mengkonsumsi buah seperti :
mentimun, semangka, seledri, anggur, bawang putih,
mengkudu, cokelat, leci, dan kentang.
e) Elektroakupuntur. Prinsipnya pada penderita hipertensi
yaitu menurunkan hiperaktivitas dari Yang lever,
memperkuat Yin ginjal dan mengurangi lembab serta
memperlancar sirkulasi cairan. (Sumber : Dewi dan
Familia, 2010).
2) Farmakologi
a) Tiazid terdiri dari bendroflumetiazid, klorazid, klortalidon,
hidroklorotiazid, metiklotiazid, indapamid, metolazon dan
politiazid. Yang sering digunakan hidroklorotiazid (HCT)
dengan dosis yang dianjurkan adalah 25 – 50 mg, 1- 2x
per hari.
b) Loop terdiri dari bumetanid, asam etakrinik, furosemid
dan torsemid. Golongan ini lebih kuat dari golongan tiazid
dan di pakai apabila kurang efektif pada terapi tiazid atau
terdapat gagal ginjal.
18
c) Hemat kalium terdiri dari amilorid, eplerenon,
spironilakton dan triamteren.
g. Komplikasi
Menurut Sustrani (2006), membiarkan hipertensi membiarkan
jantung bekerja lebih keras dan membiarkan proses perusakan
dinding pembuluh darah berlangsung dengan lebih cepat.
Hipertensi meningkatkan resiko penyakit jantung dua kali dan
meningkatkan resiko stroke delapan kalindibanding dengan orang
yang tidak mengalami hipertensi. Selain itu hipertensi juga
menyebabkan terjadinya payah jantung, gangguan pada ginjal dan
kebutaan. Penelitian juga menunjukkan bahwa hipertensi dapat
mengecilkan volume otak, sehingga mengakibatkan penurunan
fungsi kognitif dan intelektual. Yang paling parah adalah efek
jangka panjangnya yang berupa kematian mendadak:
a. Penyakit jantung koroner dan arteri
Ketika usia bertambah lanjut, seluruh pembuluh darah di tubuh
akan semakin mengeras, terutama di jantung, otak dan ginjal.
Hipertensi sering diasosiasikan dengan kondisi arteri yang
mengeras ini.
b. Payah jantung
Payah jantung (Congestive heart failure) adalah kondisi dimana
jantung tidak mampu lagi memompa darah yang dibutuhkan
19
tubuh. Kondisi ini terjadi karena kerusakan otot jantung atau
system listrik jantung.
c. Stroke
Hipertensi adalah faktor penyebab utama terjadinya stroke,
karena tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini
terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi perdarahan
otak yang dapat berakibat kematian. Stroke juga dapat terjadi
akibat sumbatan dari gumpalan darah yang macet di pembuluh
yang sudah menyempit.
d. Kerusakan ginjal
Hipertensi dapat menyempitkan dan menebalkan aliran darah
yang menuju ginjal, yang berfungsi sebagai penyaring kotoran
tubuh. Dengan adanya gangguan tersebut, ginjal menyaring
lebih sedikit cairan dan membuangnya kembali kedarah. Gagal
ginjal dapat terjadi dan diperlukan cangkok ginjal baru.
e. Kerusakan penglihatan
Hipertensi dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah di
mata, sehingga mengakibatkan mata menjadi kabur atau
kebutaan.
h. Asuhan keperawatan
1. Pengkajian
2. Identitas
20
Identitas klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem
kardiovaskuler adalah usia, kare na ada beberapa penyakit
kardiovaskuler banyak terjadi pada klien di atas usia 60 tahun.
3. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering di temukan pada klien dengan
penyakit kardiovaskuler seperti: gagal jantung kongestif,
penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung valvular,
maupun penyakit cor pulmonar adalah klien mengeluh nyeri
dada sebelah kiri, disertai sesak nafas dan ketidakmampuan
untuk beraktivitas.
4. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian mengenai penyakit
yang di derita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan yang di
rasakan sampai klien di bawa ke Rumah Sakit, dan apakah
pernah memeriksakan diri ke tempat lain selain Rumah Sakit
Umum serta pengobatan apa yang pernah di berikan dan
bagaimana perubahanya dan data yang di dapatkan saat
pengkajian.
5. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat penyakit
kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja
yang berhubungan dengan peningkatan aktivitas, riwayat
21
penggunaan obat-obatan, riwayat mengkonsumsi alcohol dan
merokok.
6. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu di kaji apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit yang sama karena faktor genetik/keturunan.
7. Pola kebiasaan sehari-hari
Yang perlu di kaji adalah aktivitas apa saja yang biasa di
lakukan sehubungan dengan adanya nyeri dada sebelah kiri dan
sesak nafas.
8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
kardiovaskuler biasanya lemah.
b. Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis, apatis sampai
somnolen.
c. Tanda-tanda vital:
a. Terdiri dari pemeriksaan: suhu normalnya (37°C).
b. Nadi meningkat (Nadi: 70-82x/menit).
c. Tekanan darah meningkat atau menurun.
d. Pernafasan biasanya mengalami peningkatan.
e. Pemeriksaan Review of system (ROS).
22
1) Sistem pernafasan (B1 : Breating).
Dapat di temukan sesak nafas, sesak waktu beraktivitas,
peningkatan frekuensi pernafasan, adanya penggunaan
otot bantu pernafasan, adanya gangguan pernafasan.
2) Sistem sirkulasi (B2 : Bleeding).
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apical,
sirkulasi perifer, warna, dan kehangatan, periksa
adanya distensi vena jugularis.
3) Sistem pernafasan (B3 : Brain).
Kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot,
terlihat kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan
mata/kejelasan melihat, dilatasi pupil. Agitasi (mungkin
berhubungan dengan nyeri/ansietas).
4) Sistem perkemihan (B4 : Bleder).
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensial urine,
disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urine,
dan kebersihanya.
5) Sistem pencernaan (B5: Bowel). Konstipasi, konsisten
feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,
anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
23
6) Sistem muskuloskeletal (B6 : Bone).
Nyeri berat tiba-tiba/ mungkin terlokalisasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur
atrofi otot, laserasi kulit dan perubahan warna.
i. Diagnosa keperawatan
1) Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan
denyut jantung /irama, perubahan preload, perubahan afterload,
perubahan kontraktilitas di tandai dengan: adanya perubahan
irama/denyut jantung (takikardi/bradikardi), palpitasi,
perubahan EKG, distensi vena jugularis, sesak nafas, kelelahan,
edema, bunyi jantung murmur, kulit dingin dan lembab.
Intervensi:
a. Evaluasi adanya nyeri dada (intensitas, lokasi, durasi,dan
faktor yang pencetus nyeri).
b. Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
(misalnya : cek nadi perifer ,edema,pengisian perifer,edema
pengisian kapiler dan suhu exstremitas).
c. Catat adanya disritmia jantung
d. Catat tanda dan gejala penurunan curah jantung
e. Monitor vital sign
f. Monitor status kardiovaskuler
g. Monitor disritmia jantung termasuk gangguan irama dan
konduksi.
24
h. Monitor keseimbangan cairan ( intake output dan bb harian)
i. Kenali adanya perubahan tekanan darah
j. Kenali pengaruh psikologis yang mendasari kondisi klien
k. Evaluasi respon klien terhadap disritmia
l. Kolaborasi dalam pemberian terapi anti aritmia sesuai
kebutuhan
m. Monitor respon klien terhadap pemberian terapi anti aritmia
n. Instruksikan klien dan keluarga tentang pembatasan
aktivitas
o. Tentukan periode latihan dan istirahat untuk menghindari
kelelahan
p. Monitor toleransi klien terhadap aktivitas
q. Monitor adanya dyspneu kelelahan, takypneu dan orthopneu
r. Anjurkan untuk menggurangi stress
s. Ciptakan hubungan yang saling mendukung antara klien
dan keluarga
t. Anjurkan klien untuk melaporkan adanya ketidaknyamanan
dada.
u. Tawarkan support spiritual untuk klien dan keluarganya.
2) Nyeri akut berhubungan dengan aliran darah coroner, iskemia
jantung ditandai dengan klien melaporkan adanya nyeri dada
sebelah kiri, seperti di remas-remas, perubahan TD, nadi
25
meningkat, keringat dingin, klien tampak gelisah, merintih
kesakitan.
Intervensi:
a. Kaji secara komprehensif tentang nyeri, meliputi:
lokasi,karakteristik,onset,durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas/beratnya nyeri, dan faktor-faktor presipitasi.
b. Observasi isyarat-isyarat non verbal dari ketidaknyamanan,
khususnya dalam ketidakmampuan untuk komunikasi
secara efektif.
c. Gunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat
mengexpresikan nyeri.
d. Kaji latar belakang budaya klein.
e. Tentukan dampak dari ekspresi nyeri terhadap kualitas
hidup pola tidur , nafsu makan, aktivitas kognisi, mood,
pekerjaan, tanggung jawab peran.
f. Kaji pengalaman individu terhadap nyeri, keluarga dengan
nyeri kronis
g. Evaluasi tentang keefektifan dan tindakan mengontrol nyeri
yang telah digunakan
h. Beri dukungan terhadap klien dan keluarga
i. Beri informasi tentang nyeri, seperti: penyebab, berapa
lama terjadi, dan keluarga
26
j. Berikan informasi tentang nyeri, seperti: penyebab berapa
lama terjadi, dan tindakan pencegahan
k. Control faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
respon klien terhadap kenyaman temperature ruangan
penyinaran
3) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan perfusi ventilasi, perubahan membrane
kapiler alveolar ditandai dengan penurunan CO2, takhikardi,
kelelahan, iritabilitas, dyspnue, agd, abnormal, sakit kepala
ketika bangun.
Intervensi:
Manajemen pola nafas:
a) Atur posisi klien untuk memaksimalkan ventilasi
b) Lakukan fisioterapi dada sesuai kebutuhan
c) Dorong klien untuk bernafas pelan dan dalam
d) Auskultasi bunyi nafas, area penurunan ventilasi atau
tidak adanya ventilasi dan adanya bunyi nafas tambahan
e) Kelola pemberian bronkodilator sesuai kebutuhan
f) Ajarkan klien begaimana menggunakan inhaler
g) Atur posisi klien untuk menggurangi dyspnea
h) Monitor status respirasi dan oksigan sesuai kebutuhan
27
Terapi oksigen
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas
b. Siapkan perlengkapan O2 dan atur sistem humidifikasi
c. Berikan tambahan O2 sesuai permintaan
d. Monitor aliran oksigen berikakan O2 sesuai kebutuhan
e. Monitor posisi pemberian oksigen
f. Berikan O2 sesuai kebutuhan
g. Monitor keefektifan terapi oksigen
h. Monitor tingkat kecemasan klien berhubungan dengan
kebutuhan terapi oksigen
Monitor respirasi:
a. Monitor kecepatan irama kedalaman respirasi
b. Catat pergerakan dada kesimetrisan penggunaan otot nafas
tambahan dan adanya retraksi otot interkosta
c. Monitor pola nafas: bradypneu, tacypneu, hiperventilasi,
pernafasan kusmaul, chrynes stokes, biot, dan apneu.
d. Palpasi ekspansi paru
e. Perkusi thorax anterior dan posterior bagian apeks dan
dasar kedua paru-paru
f. Auskultasi bunyi paru setelah pemberian pengobatan
g. Monitor peningkatan kegelisahan dan kecemasan
h. Monitor kemampuan klien untuk batuk efektif
i. Monitor hasil pemeriksaan foto thorak
28
4) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dengan kebutuhan kelemahan menyeluruh
ditandai dengan klien menunjukkan perubahan nadi dan
tekanan darah setelah aktivitas klien tampak lemah klien
mengatakan tambah sesak setelah beraktifitas terdapat
perubahan ekg menunjukkan iskemia.
Intervensi:
Manajemen energi:
Tentukan keterbatasan klien terhadap aktivitas
a) Tentukan penyebab lain kelelahan
b) Motivasi klien untuk mengungkapkan perasaan tentang
keterbatasannya
c) Monitor intake nutrisi sebagai sumber energy yang
adekuat
d) Monitor cardio respiratory terhadap aktivitas ( misalnya:
takhikardi, disritmia, dyspneu, diaoreses, pucat, tekanan
hemodinamik dan frekuensi pernafasan)
e) Batasi stimulus lingkungan (misalnya: pencahayaan, dan
kegaduhan)
f) Dorong untuk melakukan periode istirahat dan aktivitas.
g) Rencanakan periode aktifitas saat klien memiliki banyak
tenaga
h) Hindari aktifitas selama periode istirahat.
29
i) Bantu klien untuk bangun dari tempat tidur atau duduk
disamping tempat tidur atau berjalan.
2. Pengertian lansia
a. Definisi lansia
Menurut Jubaidi (2008) ada beberapa perubahan fisik pada
lansia yang dapat menjadi suatu kondisi lansia terserang penyakit,
seperti perubahan kardiovaskuler. Terdapat beberapa macam
penyakit yang biasa menimpa para lansia antara lain hipertensi,
diabetes mellitus, jatung koroner, stroke, katarak, dan lain
sebagainya. Macam-macam masalah kesehatan tersebut yang sering
menimpa lansia yaitu hipertensi yang bisa menjadi awitan dari
berbagai masalah kardiovaskuler lainnya yang lebih gawat.
b. Klasifikasi lansia
Menurut WHO, Lansia di golongkan menjadi 4, yaitu :
1). Usia pertengahan 45-59 tahun.
2). Lanjut Usia 60-74 tahun
3). Lanjut Usia Tua 75-90 tahun
4). Lansia sangat tua >90 tahun
c. Perubahan Fisik Lansia
Ada perubahan yang terjadi pada fisik yang dialami oleh
lansia akibat proses menua. Menurut Nugroho (2008) adalah sebagai
berikut:
30
1) Perubahan fisik dan fungsi
Penurunan fisik dan fungsi pada lansia berkaitan dengan
penurunan fungsi sel, sistem syaraf,sistem pendengaran, sistem
penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem pengaturan suhu
tubuh, sistem pernafasan, sistem pencernaan, sistem reproduksi,
sistem endokrin, dll.
2) Perubahan mental
Terjadi perubahan yang dapat berupa sikap yang semakin
egosentrik, mudah curiga, bertambah pelit bila memiliki sesuatu.
Sikap yang semakin umum ditemukan pada lansia adalah
mengharapkan tetapi diberi peran dalam masyarakat, ingin
mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa.
Faktor yang mempengaruhi perubahan mental pada lansia
diantaranya :
a) Perubahan anatomi
b) Perubahan fisiologi
c) Kesehatan umum
d) Tingkat pendidikan
e) Keturunan
f) Lingkungan
Perubahan mental pada lansia juga terjadi pada ketenangan dan
juga Intelegensi Quotion (IQ).
31
3) Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur dari produktivitasnya dan
identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Lansia
yang mengalami kehilangan antara lain :
a). Kehilangan fungsional
b). Pada umumnya setelah seseorang memasuki Lansia maka ia
akan mengalami penurunan fungsi kognitif meliputi
belajar, persepsi, pengertian, pemahaman,dll. Sehingga
dapat mengakibatkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
lambat.
Sementara fungsi psikomotor meliputi hal-hal yang
berhubungan dengan gerak:
a) Kehilangan yang berkaitan dengan pekerjaan. Perubahan
dapat diawali dengan masa pension. Meskipun tujuan ideal
pension adalah agar para lansia menikmati hari tua, namun
dalam kenyataannya sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, jabatan, peran, kegiatan, dll.
b) Perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Berkurangnya
fungsi indera, gerak fisik, dan sebagainya maka muncul
gangguan fungsional pada lansia. Tindakan untuk
mengurangi fungsional pada lansia sebaiknya di cegah
dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas,
32
selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak
merasa dipisahkan (Nugroho, 2008).
3. Senam lansia
a. Definisi
Senam adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan
terarah serta terencana yang dilakukan secara tersendiri atau
berkelompok dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional
raga untuk mencapai tujuan tersebut.Dalam bahasa Inggris terdapat
istilah exercise atau aerobic yang merupakan suatu aktifitas fisik
yang dapat memacu jantung dan peredaran darah serta pernafasan
yang dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga
menghasilkan perbaikan dan manfaat kepada tubuh. Bukti-bukti
yang ada menunjukkan bahwa latihan dan olah raga pada usia lanjut
dapat mencegah atau melambatkan kehilangan fungsional, bahkan
latihan yang teratur dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler. Penelitian yang telah
dilakukan di Jepang memberikan salah satu bukti bahwa olahraga
yang teratur sangat efektif untuk menurunkan tekanan darah
(Williams & Wilkins, 2001). Senam berasal dari bahasa yunani yaitu
gymnastic (gymnos) yang berarti telanjang, dimana pada zaman
tersebut orang yang melakukan senam harus telanjang, dengan
maksud agar keleluasaan gerak dan pertumbuhan badan yang dilatih
dapat terpantau (Suroto, 2004).
33
Senam merupakan bentuk latihan-latihan tubuh dan anggota
tubuh untuk mendapatkan kekuatan otot, kelentukan persendian,
kelincahan gerak, keseimbangan gerak, daya tahan, kesegaran
jasmani dan stamina. Dalam latihan senam semua anggota tubuh
(otot-otot) mendapat suatu perlakuan. Otot-otot tersebut adalah gross
muscle (otot untuk melakukan tugas berat) dan fine muscle (otot
untuk melakukan tugas ringan). Senam lansia yang dibuat oleh
Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (MENPORA) merupakan
upaya peningkatan kesegaran jasmani kelompok lansia yang
jumlahnya semakin bertambah. Senam lansia sekarang sudah
diberdayakan diberbagai tempat seperti di panti wredha, posyandu,
klinik kesehatan, dan puskesmas. (Suroto, 2004). Senam lansia
adalah olahraga ringan dan mudah dilakukan, tidak memberatkan
yang diterapkan pada lansia. Aktifitas olahraga ini akan membantu
tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap
kuat, memdorong jantung bekerja optimal dan membantu
menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh. Jadi
senam lansia adalah serangkaian gerak nada yang teratur dan terarah
serta terencana yang diikuti oleh orang lanjut usia yang dilakukan
dengan maksud meningkatkan kemampuan fungsional raga untuk
mencapai tujuan tersebut.Semua senam dan aktifitas olahraga ringan
tersebut sangat bermanfaat untuk menghambat proses
degeneratif/penuaan. Senam ini sangat dianjurkan untuk mereka
34
yang memasuki usia pralansia (45 tahun) dan usia lansia (65 tahun
ke atas).Orang melakukan senam secara teratur akan mendapatkan
kesegaran jasmani yang baik yang terdiri dari unsur kekuatan otot,
kelentukan persendian, kelincahan gerak, keluwesan, cardiovascular
fitness dan neuromuscular fitness. Apabila orang melakukan senam,
peredarah darah akan lancar dan meningkatkan jumlah volume
darah. Selain itu 20% darah terdapat di otak, sehingga akan terjadi
proses indorfin hingga terbentuk hormon norepinefrin yang dapat
menimbulkan rasa gembira, rasa sakit hilang, adiksi (kecanduan
gerak) dan menghilangkan depresi. Dengan mengikuti senam lansia
efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia, senantiasa
bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar.
b. Manfaat senam
Senam lansia disamping memiliki dampak positif terhadap
peningkatan fungsi organ tubuh juga berpengaruh dalam
meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia setelah latihan teratur.
Tingkat kebugaran dievaluasi dengan mengawasi kecepatan denyut
jantung waktu istirahat yaitu kecepatan denyut nadi sewaktu
istirahat. Jadi supaya lebih bugar, kecepatan denyut jantung sewaktu
istirahat harus menurun. Manfaat senam lainnya yaitu terjadi
keseimbangan antara osteoblast dan osteoclast. Apabila senam
terhenti maka pembentukan osteoblast berkurang sehingga
pembentukan tulang berkurang dan dapat berakibat pada
35
pengeroposan tulang. Senam yang diiringi dengan latihan stretching
dapat memberi efek otot yang tetap kenyal karena ditengah-tengah
serabut otot ada impuls saraf yang dinamakan muscle spindle, bila
otot diulur (recking) maka muscle spindle akan bertahan atau
mengatur sehingga terjadi tarik-menarik, akibatnya otot menjadi
kenyal. Orang yang melakukan stretching akan menambah cairan
sinoval sehingga persendian akan licin dan mencegah cedera
(Suroto, 2004).
Olahraga yang bersifat aerobik seperti senam merupakan
usaha-usaha yang akan memberikan perbaikan pada fisik atau
psikologis. Faktor fisiologi dan metabolic yang dikalkulasi termasuk
penambahan sel-sel darah merah dan enzim fosforilase (proses
masuknya gugus fosfat kedalam senyawa organik), bertambahnya
aliran darah sewaktu latihan, bertambahnya sel-sel otot yang
mengandung mioglobin dan mitokondria serta meningkatnya enzim-
enzim untuk proses oksigenasi jaringan (Kusmana, 2006).
Sedangkan menurut Depkes (2003) olahraga dapat memberi
beberapa manfaat, yaitu: meningkatkan peredaran darah, menambah
kekuatan otot, dan merangsang pernafasan dalam. Selain itu dengan
olahraga dapat membantu pencernaan, menolong ginjal, membantu
kelancaran pembuangan bahan sisa, meningkatkan fungsi jaringan,
menjernihkan dan melenturkan kulit, merangsang kesegaran mental,
36
membantu mempertahankan berat badan, memberikan tidur
nyenyak, memberikan kesegaran jasmani.
c. Gerakan Senam Lansia
Tahapan latihan kebugaran jasmani adalah rangkaian proses
dalam setiap latihan, meliputi pemanasan, kondisioning (inti), dan
penenangan (pendinginan) (Sumintarsih, 2006).
1) Pemanasan
Pemanasan dilakukan sebelum latihan. Pemanasan bertujuan
menyiapkan fungsi organ tubuh agar mampu menerima
pembebanan yang lebih berat pada saat latihan sebenarnya.
Penanda bahwa tubuh siap menerima pembebanan antara lain
detak jantung telah mencapai 60% detak jantung maksimal, suhu
tubuh naik 1ºC - 2ºC dan badan berkeringat. Pemanasan yang
dilakukan dengan benar akan mengurangi cidera atau kelelahan.
2) Kondisioning
Setelah pemansan cukup dilanjutkan tahap kondisioning atau
gerakan inti yakni melakukan berbagai rangkaian gerak dengan
model latihan yang sesuai dengan tujuan program latihan.
3) Penenangan
Penenangan merupakan periode yang sangat penting dan
esensial. Tahap ini bertujuan mengembalikan kodisi tubuh
seperti sebelum berlatih dengan melakukan serangkaian gerakan
berupa stretching. Tahapan ini ditandai dengan menurunnya
37
frekuensi detak jantung, menurunnya suhu tubuh, dan semakin
berkurangnya keringat. Tahap ini juga bertujuan mengembalikan
darah ke jantung untuk reoksigenasi sehingga mencegah
genangan darah diotot kaki dan tangan.
4. Musik gamelan
a. Definisi
Selain dengan senam lansia penanganan hipertensi menurut
Smeltzer & Bare (2002) juga dapat dilakukan dengan penanganan
non farmakologis atau terapi komplementer lainnya yaitu relaksasi.
Relaksasi dapat diberikan salah satunya dengan menggunakan terapi
musik karena musik dapat memberikan efek antara lain menggurangi
kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri, menurunkan tekanan
darah, dan menurunkan frekuensi denyut jantung. Dengan
mendengarkan music sistim limbic teraktivitasi dan individu menjadi
rileks sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Sebuah penelitian
pada konferensi ke 62 amerika heart association 2008 juga
mengemukakan bahwa mendengarkan music dapat menurunkan
tekanan darah penderita hipertensi (Martha, 2012).
Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik
melalui energi yang dihasilkan dari musik itu sendiri (Natalina,
2013). Semua jenis musik sebenarnya biasa digunakan sebagai terapi
musik seperti lagu-lagu relaksasi ataupun lagu popular. Namun yang
perlu diperhatiakan adalah memilih lagu dengan tempo 60
38
ketukan/Menit yang bersifat rileks karena apabila terlalu cepat
stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti irama tersebut
sehingga efek relaksasi yang optimal tidak tercapai (Nurahmani,
2012).
B. Kerangka Teori
Gambar. Kerangka Teori 2.2
(Sumber : Dewi dan Familia, 2010, Pudiastuti, 2011)
Faktor yang mempengaruhi
hipertensi:
Jenis kelamin
Umur
Keturunan
Obesitas
Kurang olahraga
Mengkonsumsi garam
berlebih
Minum kopi
Stress
Tekanan darah dalam batas
normal
Hipertensi
Penatalaksanaan
Non farmakologi:
Aktivitas fisik (senam)
Terapi musik
Farmakologi :
Obat-obatan (kimia dan herbal)
39
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek aplikasi riset
Subjek dari aplikasi riset ini adalah lansia dengan hipertensi
B. Tempat dan waktu
Aplikasi riset ini dilakukan di PSTW Wonogiri mulai tanggal 4
januari sampai 16 januari selama 2 minggu.
C. Media dan Alat
1. Headphone
2. Musik gamelan
3. Sphygmomanometer
4. Stetoskop
5. Lembar pencatatan tekanan darah
D. Prosedur tindakan berdasarkan riset
1. Fase Orientasi
a. Memberi salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menjelaskan tujuan
d. Kontrak waktu
40
2. Fase Kerja
a. Mengatur posisi pasien
b. Melakukan pengukuran tekanan darah
c. Memberikan terapi musik dan senam
d. Mencatat hasil observasi
3. Fase terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan rencana tindak lanjut
c. Berpamitan
E. Alat ukur evaluasi dari aplikasi berdasarkan riset
Lembar observasi
No Hari/Tanggal/Jam
Pengukuran tekanan
darah sebelum senam
Pengukuran tekanan darah
sesudah senam
1.
2.
3.
4.
5.
41
BAB IV
LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien
Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 januari 2016 pada pukul 10.00
WIB, pasien mengatakan sudah lama tinggal di Panti Sasana Tresna Wreda
Darma Bakti Wonogiri , tepatnya tanggal 24 Agustus 2014 pasien masuk di
Panti Sasana Tresna Wreda Bakti Wonogiri. Metode pengkajian
alloanamnesa, observasi langsung, pemeriksaan fisik, serta menelaah catatan
petugas panti. Hasil pengkajian identitas klien, bahwa klien bernama Ny. S,
umur 76 tahun, agama islam, alamat Sukoharjo. Nama penanggung jawab Ny.
S umur 72 tahun, pendididkan S1, pekerjaaan kepala panti, alamat Wonogiri.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 04 Januari 2016 pada pukul 10.00
WIB. Ketika dilakukan pengkajian terhadap klien tentang riwayat
keperawatan, keluhan utama yang dirasakan klien adalah pusing, dan
dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan hasil sebagai berikut:
tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87
kali/menit dan suhu 36,8º C.
Pengkajian kesehatan atau penyakit saat ini yaitu gejala awal yang
dirasakan klien adalah klien mengatakan nyeri tengkuk, pusing dibagian
kepala depan biasanya nyeri timbul 3-5 menit, untuk mengurangi nyeri
42
biasanya klien tiduran, pasien juga mengatakan penglihatannya berkurang
atau kabur (faktor usia). Klien juga mengatakan kaki sebelah kiri terasa berat
karena post stroke dan klien juga mengatakan mempunyai riwayat penyakit
jantung 4 tahun yang lalu. Klien mengatakan mudah letih disetiap beraktivitas
dan nafas sering terengah-engah, cara berjalan klien juga nampak lambat dan
menggukan tongkat kayu. Klien juga mengatakan kaki sebelah kiri merasakan
gatal dan sering tak menyadarinya menggaruknya hingga lecet-lecet, warna
kulit klien disekitar gatal juga nampak menghitam.
Pada pengakajian penyakit dan pengobatan, klien mengatakan tidak
memiliki penyakit menular lainnya. Pengkajian riwayat alergi, klien
mengatakan tidak memiliki alergi obat-obatan dan makanan lainnya. Klien
mengatakan sebelumnya pernah menjalani rawat inap 2 kali karena sakit
stroke. Klien juga mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan dan
operasi sebelumnya.
Pengkajian perilaku yang beresiko, klien mengatakan dahulu
mempunyai gaya hidup sehat , klien mengatakan waktu mudanya mempunyai
aktivitas jualan jamu gendong keliling setiap harinya. Klien juga mengatakan
suka mengkonsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan, tidak pernah merokok,
tidak suka minum alkohol, tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami kekerasan maupun penganiayaan
fisik lainnya.
43
Klien mengatakan didalam keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit menurun ataupun menular seperti hipertensi, diabetus militus,
hepatitis, HIV AIDS, alergi dan sebagainya.
Kilen mengatakan didalam keluarganya tidak ada yang sedang
mengalami sakit dan harus dirawat di rumah sakit. Klien mengatakan bahwa
di dalam keluarganya tidak ada yang memiliki riwayat penyakit jiwa.
Genogram:
Ny.S 74Th
Keterangan:
: perempuan
: laki-laki
: pasien
: meninggal
: meninggal
44
Pola kesehatan fungsional pada pola persepsi dan pemeliharaan
kesehatan pasien mengatakan bahwa kesehatan itu mahal dan penting, jika
pasien sakit pasien di periksakan ke dokter yang di Panti Wreda dan pasien
taat minum obatnya. Pada pola aktivitas dan latihan kemampuan pasien
sebelum sakit makan minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,
berpindah, ambulasi/ ROM secara mandiri, pada saat pasien sakit makan
minum secara mandiri, toileting di bantu orang lain, berpakaian dan mobilitas
di tempat tidur secara mandiri, berpindah di bantu dengan alat bantu, dan
ambulasi/ ROM mandiri. Pola istirahat sebelum sakit tidur siang 2 jam dan
tidur malam 7-8 jam pasien tidurnya pulas dan nyenyak tetapi selama sakit
pasien terbangun karena merasakan pusing pasien tidur 6-5 jam.
Pola kognitif perseptual sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada
gangguan penglihatan, pendengaran, penciuman, maupun alat indera lainnya
selama sakit pasien mengatakan pusing : P: Pasien mengatakan pusing dan
’’pegal’’, Q: Pusing terasa cenut-cenut nyeri dirasakan 3-5 menit, R:
Dibagian kepala, S: Skala nyeri 6, T: Hilang timbul.
Pada pola persepsi konsep diri gambaran diri pasien memandang
dirinya seorang perempuan berkulit sawo matang rambutnya sudah beruban
pasien juga mengatakan bahwa dia mengetahui kalau diriya membutuhkan
pengobatan agar cepat sembuh, ideal diri pasien mengatakan ingin cepat
sembuh dan tetap mensyukuri, harga diri pasien mengatakan merasa
diperlakukan dengan baik oleh penggurus panti, peran diri pasien mengatakan
kegiatan sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, identitas diri pasien bernama
45
Ny.S, umur 76 tahun, tinggal di sukoharjo. Pola hubungan peran pasien
mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan keluarga maupun orang
lain selama sakit pasien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan
penggurus panti maupun teman di panti. Pola sexualitas reproduksi pasien
mengatakan sudah menikah tetapi belum memiliki anak. Pola mekanisme
koping pasien mengatakan jika ada masalah selalu bercerita dengan
keluarganya . pola nilai keyakinan pasien mengatakan beragama islam dan
selalu menjalankan sholat 5 waktu dan tidak lupa selalu berdoa.
Pada pengkajian pemeriksaan fisik keadaan umum klien
composmentis (kesadaran penuh). Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
didapatkan hasil tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22
kali/menit, heart rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C, Capillary refill >
2detik. Pada pemeriksaan kepala didapatkan hasil bentuk kepala mesochepal
(lonjong), rambut beruban dan panjang. Pada pemeriksaan mata didapatkan
konjungtiva tidak anemis, seclera tidak ikterik, pupil mata kanan dan kiri
isokor, penglihatan berkurang (kabur), tidak menggunakan alat bantu
penglihatan. Pada pemeriksaan hidung didapatkan hasil hidung kanan dan kiri
simetris, tidak terdapat polip, bersih tidak ada secret. Pada pemeriksaan mulut
didapatkan hasil mulut bersih, tidak terdapat stomatitis, mukosa bibir lembab,
sudah tidak memiliki gigi. Pada pemeriksaan telinga didapatkan hasil telinga
kanan dan kiri simetris, bersih, terdapat serumen, tidak ada gangguan
pendengaran. Pada pemeriksaan leher didapatkan hasil tdak terdapat
pembesaran kelenjar tiroid dan limfe, merasakan nyeri tengkuk.
46
Pada pemeriksaan fisik paru didapatkan hasil, inspeksi bentuk dada
simetris, ekspansi paru-paru kanan dan kiri sama, tidak ada jejas, tidak
menggunakan otot bantu pernafasan. Palpasi didapatkan hasil vocal premitus
kanan dan kiri sama. Perkusi didapatkan hasil suara paru kanan dan kiri
sonor. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan hasil tidak terdapat suara
nafas tambahan. Pada pemeriksaan jantung, inspeksi didapatkan hasil bentuk
dada simetris, ictus cordis tidak nampak. Palpasi didapatkan hasil ictus
cordis teraba disela intercosta ke lima, perkusi pekak dan batas jantung tidak
melebar, auskultasi bunyi jantung I-II murni, suara reguler.
Pada pemeriksaan abdomen, inspeksi didapatkan hasil perut buncit
terdapat lipatan lemak. Auskultasi didapatkan hasil bising usus 18 kali/menit.
Perkusi didapatkan hasil suara pada kuadran I pekak, kuadran II-IV timpani.
Palpasi didapatkan hasil hati teraba, tidak terdapat masa pada semua kuadran,
tidak ada nyeri tekan.
Pada pemeriksaan genitalia dan rektum, didapatkan hasil bersih tidak
ada lesi, tidak terpasang selang Dower Cateter (DC), tidak ada hemoroid.
Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan hasil ektremitas kanan atas kanan
bawah kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan
penahanan penuh), sedangkan ektremitas kiri atas kiri bawah kekuatan otot 4
(gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedukit penahanan),
capilary refile kurang dari 3 detik, perabaan akral hangat. Ektremitas bawah
sebelah kiri terdapat luka lecet bekas garukan, warna kulit area gatal
menghitam.
47
Terapi Farmakologi
Terapi yang pernah didapatkan klien di Panti Sasana Tresna Wreda
Darma Bakti Wongiri adalah terapi obat topical antiinflamasi miconazole 10
gram/ 12 jam. Terapi obat oral antihipertensi captopril 25 mg / 8 jam.
C. Analis data
Pada tanggal 4 januari 2016 pertama didapatkan data subyektif klien
mengatakan P: Pasien mengatakan pusing dan ‘’pegal’’, Q: Pusing terasa
cenut-cenut nyeri dirasakan 3-5 menit, R: Dibagian kepala, S: Skala nyeri 6,
T: Hilang timbul. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 180/100
mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart rate 87 kali/menit dan suhu
36,8º, sehingga ditegakkan untuk masalah keperawatan nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis (00132).
Pada tanggal 4 januari 2016 kedua didapatkan data subyektif subjektif
klien mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat semenjak post stroke,
klien juga mengatakan memiliki riwayat jantung 4 tahun yang lalu, data
obyektif didapatkan hasil nafas klien tampak terengah-engah disetiap habis
beraktivitas, klien juga menggunakan tongkat kayu disaat berjalan, jalan klien
juga nampak lambat,toileting dibantu penggurus panti, hasil pemeriksaan
kekuatan otot ektremitas kanan atas dan kanan bawah 5 (gerakan normal
penuh menentang gravitasi dengan penahanan penuh), sedangkan kekuatan
otot ektremitas kiri atas dan kiri bawah 4 (gerakan normal penuh menentang
48
gravitasi dengan sedukit penahanan), sehingga ditegakkan untuk masalah
keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan etiologi kelemahan
umum(00092).
Pada tanggal 4 januari 2016 ketiga didapatkan data subyektif klien
mengatakan kaki sebelah kiri merasakan gatal dan tidak disadari sering
menggaruknya, data obyektif didapatkan kaki klien tampak lecet-lecet bekas
garukan, lecet berwarna merah segar, warna kulit diarea gatal hitam, sehingga
ditegakkan untuk masalah keperawatan kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan turgor(00046).
D. Intervensi
Tujuan yang dibuat penulis berdasarkan masalah keperawatan adalah
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan
masalah keperawatan dapat teratasi dengan kriteria hasil menggunakan
metode SMART (Specifc, Measurable, Achievable, Rasional, Timing) dan
intervensi keperawatan ONEC (Observation, Nursing needed, Education and
Colaboration), intervensi keperawatan pada NY. S adalah:
Intervensi untuk diagnosa pertama nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis(00132), Mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah keperawatan nyeri akut
dapat berkurang atau tidak dirasakan kembali dengan kriteria hasil tekanan
darah dalam angka normal 120-140/80-90 mmHg, mampu mengontrol nyeri
(dengan tehnik non farmakologi), mengatakan rasa nyaman setelah nyeri
49
berkurang, Intervensi yang disusun antara lain yaitu kaji karakteristik
P,Q,R,S,T, aplikasi pemberian senam, ajarkan tehnik non farmakologi (
pemberian musik), kolaborasi pemberian diit makanan (rendah garam)
dengan rasional untuk mengetahui karakteristik nyeri, data dasar untuk
mengetahui perkembangan pasien, untuk mengurangi nyeri secara non
farmakologi, untuk mengurangi tekanan darah tinggi.
Intervensi untuk diagnosa kedua intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum(00092), mempunyai tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah keperawatan
intoleran aktivitas dapat teratasi dengan kriteria hasil klien dapat menentukan
aktivitas yang sesuai dengan peningkatan nadi, tekanan darah dalam batas
normal, melaporkan adanya peningkatan aktivitas yang sesuai dengan
peningkatan vital sign, mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan alat,
Intervensi yang disusun antara lain observasi keadaan umum klien, bantu
klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, ajarkan klien
senam, kolaborasi dengan petugas panti dalam pemberian aktivitas dengan
rasional mengetahahui perkembangan keadaan umum klien, untuk
mengurangi keletihan klien, untuk membantu menggerakkan otot-otot klien,
melatih kekuatan otot klien.
Intervensi untuk diagnosa ketiga kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan turgor(00046) mempunyai tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah
keperawatan kerusakan integritas kulit dapat teratasi dengan kriteria hasil
50
tidak ada lesi atau luka dikulit, mampu melindungi kulit dan mempertahankan
kelembaban kulit dan perawatan alami, menunjukan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang, Intervensi
yang disusun antara lain monitor kulit akan adanya kemerahan, jaga
kebersihan kulit klien agar tetap kering dan bersih, oleskan lotion atau
minyak baby oil pada daerah yang tertekan, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat topical antiinflamasi miconazole 10 gram/ 12 jam dengan
rasional untuk mengetahui perkembangan luka klien, untuk menghindari
terjadinya infeksi, untuk mengurangi kekakuan kulit klien, mempercepat
penyembuhan.
E. Implementasi
Implementasi untuk diagnosa pertama dilakukan tanggal 04 Januari
2016 pada pukul 10.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien
dengan respon subjektif klien mengatakan P: Pasien mengatakan pusing dan
‘’pegal’’, Q: Pusing terasa cenut-cenut biasanya nyeri dirasakan 3-5 menit, R:
Dibagian kepala, S: Skala nyeri 6, T: Hilang timbul, pemeriksaan tanda-tanda
vital didapat tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit,
heart rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C Jam 10.30 WIB, yaitu Senam
dengan diiringi musik dengan respon subjektif klien mengatakan semangat
melakukan senam dan respon objektif klien Nampak semangat mengikuti
senam, senam dilakukan sambil duduk. Jam 11.00 WIB melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon subjektif klien mengatakan mau
51
ditensi dan respon objektif hasil tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 80 kali /
menit, repirasi 20 kali / menit, suhu 36,5º C.
Implementasi untuk diagnosa pertama dilakukan pada tanggal 05
januari 2016 pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum
klien dengan respon subjektif klien mengatakan mengatakan P: Pasien
mengatakan pusing dan ‘’pegal’’ berkurang, Q: Pusing terasa cenut-cenut
biasanya nyeri dirasakan 3-5 menit, R: Dibagian kepala, S: Skala nyeri 5, T:
Hilang timbul,hasil pemeriksaaan tanda-tanda vital tekanan darah 170/100
mmHg, nadi 82 kali / menit, respirasi 21 kali / menit, suhu 36º C. Jam 16.00
WIB senam diiringi music dengan respon subjektif klien mengatakan mau
senam dan respon objektif klien Nampak menggerakkan tangannya sebisanya,
klien melakukan senam sambil duduk. Jam 17.00 WIB melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon subjektif klien mengatakan mau
diperiksa dan respon objektif klien Nampak lebih bersemangat dari hari
sebelumnya, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 160/90
mmHg, nadi 79 kali / menit. Respirassi 20 kali / menit, suhu 36,3ºC.
Implementasi untuk diagnosa pertama dilakukan pada tanggal 06
januari 2016 pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum
klien dengan respon subjektif mengatakan P: Pasien mengatakan pusing dan
‘’pegal’’ berkurang, Q: Pusing terasa cenut-cenut biasanya nyeri dirasakan 3-
5 menit, R: Dibagian kepala, S: Skala nyeri 4, T: Hilang timbul, Hasil
pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 kali /
menit, respirasi 22 kali / menit, suhu 37 ºC. Jam 14.00 WIB senam dengan
52
respon subjektif klien mengatakan mau mengikuti senam dan respon objektif
klien nampak bersemangat menggerakkan tangan walaupun senam dilakukan
sambil duduk. Jam 17.00 WIB pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon
subjektif klien mengatakan mau diperiksa dan respon objektif klien nampak
bersemangat dengan hasil pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah
150/90 mmHg, nadi 80 kali / menit, respirasi 22 kali / menit, suhu 36,5 ºC.
Implementasi untuk diagnosa kedua pada tanggal 04 januari 2016 7.10
WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan respon subjektif
klien mengatakan kaki kiri terasa berat semenjak habis stroke, klien juga
mengatakan mempunyai riwayat jantung sudah 4 tahun yang lalu klien juga
menggunakan tongkat kayu disaat berjalan, toileting dibantu jalan klien juga
nampak lambat, kekuatan otot ekstremitas kanan atas dan kanan bawah 5
sedangkan yang kiri atas dan kiri bawah 4 pemeriksaan tanda-tanda vital
didapat tekanan darah 180/100 mmHg, respiratory rate 22 kali/menit, heart
rate 87 kali/menit dan suhu 36,8º C, capillary refill > 2 detik. Jam 8.30 WIB.
yaitu Senam dengan diiringi musik dengan respon subjektif klien mengatakan
semangat melakukan senam dan respon objektif klien Nampak semangat
mengikuti senam, senam dilakukan sambil duduk. Jam 13.00 WIB melakukan
pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon subjektif klien mengatakan mau
ditensi dan respon objektif hasil tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 80 kali /
menit, repirasi 20 kali / menit, suhu 36,5º C, capillary refill > 2 detik.
Implementasi untuk diagnosa kedua pada tanggal 05 januari 2016
pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan
53
respon subyektif Nampak lebih segar dari hari yang kemarin, respon obyektif
klien namapak beraktivitas ringan (mandi, berjalan jarak dekat, dan lain-lain),
klien berjalan masih menggunakan tongkat kayu, , hasil pemeriksaaan tanda-
tanda vital tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82 kali / menit, respirasi 21
kali / menit, suhu 36º C. Jam 16.00 WIB senam diiringi music dengan respon
subjektif klien mengatakan mau senam dan respon objektif klien Nampak
menggerakkan tangannya sebisanya, klien melakukan senam sambil duduk.
Jam 17.00 WIB melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon
subjektif klien mengatakan mau diperiksa dan respon objektif klien Nampak
lebih bersemangat dari hari sebelumnya, hasil pemeriksaan tanda-tanda vital
tekanan darah 160/90 mmHg, nadi 79 kali / menit. Respirassi 20 kali / menit,
suhu 36,3ºC.
Implementasi untuk diagnosa kedua pada tanggal 06 januari 2016
pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan
respon subjektif klien mengatakan sudah lebih segar dari hari sebelumnya dan
respon objektif klien Nampak lebih segar dari hari sebelumnya, klien juga
Nampak beraktivitas ringan dengan bantuan tongkat kayu disaat berjalan,
nafas terengah-engah jarang terlihat sehabis beraktivitas hasil pemeriksaan
tanda-tanda vital tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 kali / menit, respirasi
22 kali / menit, suhu 37 ºC. Jam 14.00 WIB senam dengan respon subjektif
klien mengatakan mau mengikuti senam dan respon objektif klien nampak
bersemangat menggerakkan tangan walaupun senam dilakukan sambil duduk.
Jam 17.00 WIB pemeriksaan tanda-tanda vital dengan respon subjektif klien
54
mengatakan mau diperiksa dan respon objektif klien nampak bersemangat
dengan hasil pemeriksaan tanda-tanda vital tekanan darah 150/90 mmHg,
nadi 80 kali / menit, respirasi 22 kali / menit, suhu 36,5 ºC.
Implementasi untuk diagnosa ketiga pada tanggal 04 januari 2016
pada pukul 7.10 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan
respon subyektif klien mengatakan kaki sebelah kiri gatal-gatal tanpa disadari
klien menggaruknya data obyektif nampak menutupi dengan luka dengan
kain terdapat luka lecet-lecet, merah segar, warna kulit diarea luka hitam. Jam
10.00 WIB yaitu membersihkan area luka dengan air hangat dan
mengerigkannya dengan handuk kering, mengoleskan obat topical
antiinflamasi miconazole 10 gram/12 jam
Implementasi untuk diagnosa ketiga pada tanggal 05 januari 2016
pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan
respon subyektif klien mengatakan gatal berkurang, selalu menjaga gatal
dengan kain dan respon obyektif luka lecet pada area gatal berwarna merah
muda, kulit hitam sedikit mengelupas. Jam 17.15 WIB memberikan obat
topical antiinflamasi miconazole 10 gram/ 12 jam. dengan respon subyektif
klien mengatakan gatal berkurang, selalu menjaga gatal dengan kain dan
respon obyektif luka lecet pada area gatal berwarna merah muda, kulit hitam
sedikit mengelupas.
Implementasi untuk diagnosa ketiga pada tanggal 06 januari 2016
pada pukul 13.15 WIB yaitu mengobservasi keadaan umum klien dengan
respon subjektif klien mengatakan gatal jarang dirasakan dan respon objektif
55
luka lecet klien mengering, warna kulit keputihan karena banyak yang
mengelupas. Jam 17.25 WIB memberikan obat topical antiinflamsi
miconazole 10 gram/12 jam. dengan respon subjektif klien mengatakan gatal
jarang dirasakan dan respon objektif luka lecet klien mengering, warna kulit
keputihan karena banyak yang mengelupas.
F. Evaluasi
Evaluasi keperawatan dilakukan setelah tindakan pada hari itu juga,
penulis melakukan evaluasi dengan metode wawancara dan observasi
terhadap klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
Evaluasi diagnosa pertama tanggal 04 januari 2016 jam 13.00 WIB
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
menggunakan metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subyektif klien
mengatakan mengatakan P: Pasien mengatakan pusing dan ‘’pegal’’, Q:
Pusing terasa cenut-cenut biasanya nyeri dirasakan 3-5 menit, R: Dibagian
kepala, S: Skala nyeri 6, T: Hilang timbul, Hasil tanda-tanda vital tekanan
darah 180/100 mmHg, nadi 87 kali/ menit, respirasi 22 kali / menit, suhu
36,8° C, hasil pemeriksaan pukul 11:00 WIB, darah 170/100 mmHg, nadi 82
kali/ menit, respirasi 21 kali / menit, suhu 36,8° C Analisa masalah belum
teratasi. Planning intervensi dilanjutkan yaitu kaji karakteristik nyeri
P,Q,R,S,T, aplikasi pemberian senam, ajarkan tehnik non farmakologi,
kolaborasi pemberian diit makanan.
56
Evaluasi diagnosa pertama tanggal 05 Januari 2016 jam 18.00 WIB
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
menggunakan metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subyektif klien
mengatakan mengatakan P: Pasien mengatakan pusing berkurang, Q: Pusing
terasa cenut-cenut biasanya nyeri dirasakan 3-5 menit, R: Dibagian kepala, S:
Skala nyeri 5, T: Hilang timbul, Hasil tanda-tanda vital tekanan darah pada
jam 13:15 WIB 170/100 mmHg, nadi 82 kali/ menit, respirasi 21 kali / menit,
suhu 36,8° C, Vital sign jam 17:00 darah 160/100 mmHg, nadi 79 kali/ menit,
respirasi 20 kali / menit, suhu 36,3° C Analisa masalah teratasi sebagian.
Planning pertahankan intervensi
Evaluasi diagnosa pertama tanggal 06 Januari 2016 jam 18.20 WIB
diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis
menggunakan metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subyektif klien
mengatakan mengatakan P: Pasien mengatakan pusing berkurang dari hari
kemarin, Q: Pusing terasa cenut-cenut biasanya nyeri dirasakan 3-5 menit, R:
Dibagian kepala, S: Skala nyeri 4, T: Hilang timbul, Hasil tanda-tanda vital
tekanan darah pada jam 13:15 WIB 160/100 mmHg, nadi 80 kali/ menit,
respirasi 22 kali / menit, suhu 36,5° C, Vital sign jam 17:00 darah 150/90
mmHg, nadi 80 kali/ menit, respirasi 22 kali / menit, suhu 36,5° C Analisa
masalah teratasi sebagian. Planning pertahankan intervensi
Evaluasi diagnosa kedua tanggal 04 january 2016 Jam 13.15 WIB
diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum dengan menggunakan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
57
subyektif klien mengatakan mudah lelah, klien juga mengatakan kaki kiri
terasa berat semenjak habis stroke, klien juga mengatakan mempunyai
riwayat jantung sudah 4 tahun yang lalu. Obyektif nafas klien nanmpak
terengah-engah disetiap habis beraktivitas, klien juga menggunakan tongkat
kayu disaat berjalan,toileting dibantu orang jalan klien nampak lambat karena
kekuatan otot ektremitas kanan atas dan kanan bawah 5 sedangkan kiri atas
dan kiri bawah 4, hasil tanda-tanda vital jam 7.10 WIB vital tekanan darah
180/100 mmHg, nadi 87 kali/ menit, respirasi 22 kali / menit, suhu 36,8° C.
Hasil tanda-tanda vital jam 13.00 WIB tekanan darah 170/100 mmHg, nadi
80 kali / menit, repirasi 20 kali / menit, suhu 36,5º C. Analisa masalah belum
teratasi. Planning intervensi dilanjutkan observasi keadaan umum klien,
bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, ajarkan klien
senam.
Evaluasi kedua Tanggal 05 Jam 18.15 WIB diagnosa intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dengan meenggunakan
metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subjektif klien mengatakan
lebih segar dari hari sebelumnya. Obyektif klien nampak melakukan aktivitas
ringan menggunakan tongkat kayu, hasil tanda-tanda vital jam 13.15 WIB
tekanan darah 170/100 mmHg, nadi 82 kali/menit, respirasi 21 kali/menit,
suhu 36°C. Hasil tanda-tanda vital jam 17.00 WIB tekanan darah 160/90
mmHg, nadi 79 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu 36,3°C. Analisa
masalah teratasi sebagaian.Planning pertahankan intervensi observasi
58
keadaan umum klien, bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan, ajarkan klien senam.
Evaluasi kedua Tanggal 06 januari 2016 Jam 18.25 WIB diagnosa
intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dengan
menggunakan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut subjektif klien
mengatakan sudah lebih segar dari hari sebelumnya. Obyektif klien nampak
beraktivitas ringan dengan menggunakan tongkat kayu, nafas terengah-engah
klien jarang terlihat sehabis beraktivitas, hasil tanda-tanda vital jam 13.15
WIB tekanan darah 160/100 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 22
kali/menit, suhu 37°C. Hasil tanda-tanda vital jam 17.00 WIB tekanan darah
150/90 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu 36,5°C.
Analisa masalah teratasi. Planning pertahankan intervensi observasi keadaan
umum klien, bantu klien mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan,
ajarkan klien senam.
Evaluasi ketiga tanggal 04 januari 2016 Jam 13.20 WIB diagnosa
keperawatan kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor
dengan menggunakan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut
subyektif klien mengatakan kaki sebelah kiri terasa gatal dan tanpa
disadarinya klien sering menggaruknya. Obyektif kaki klien tampak terdapat
luka lecet, warna lecet merah segar, kulit pada area gatal hitam. Analisa
masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi monitor kulit akan
danya kemerahan, jaga kebersihan agar tetap kering dan bersih, kolaborasi
dengan dokter pemberian obat topical antiinflamasi.
59
Evaluasi ketiga tanggal 05 januari 2016 Jam 18.25 WIB diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor dengan
menggunakan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut subyektif klien
mengatakan gatal berkurang, klien selalu menjaga area gatal dengan kain.
Obyektif luka lecet pada area gatal klien nampak berwana merah muda, kulit
hitam sedikit mengelupas. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning
pertahankan intervensi monitor kulit akan adanya kemerahan, jaga kebersihan
agar tetap kering dan bersih, kolaborasi dengan dokter pemberian obat topical
antiinflamasi.
Evaluasi ketiga tanggal 06 januari 206 Jam 18.30 WIB diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor dengan
menggunakan metode SOAP didapatkan hasil sebagai berikut subjektif klien
mengatakan gatal jarang dirasakan. Obyektif luka lecet pada kaki sebelah kiri
klien mengering, kulit berwarna hitam keputihan karena sudah banyak yang
mengelupas. Analisa masalah teratasi. Planning pertahankan intervensi
monitor kulit akan adanya kemerahan, jaga kebersihan agar tetap kering dan
bersih, kolaborasi dengan dokter pemberian obat topical antiinflamasi.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai pemberian kombinasi musik
gamelan serta senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada asuhan
keperawatan Ny. S di Panti Sasana Tresna Wreda Darma Bakti Wonogiri.
Pembahasan pada bab ini terutama membahas adanya kesenjangan antara kasus
kelolaan dengan teori. Proses asuhan keperawatan seperti pemenuhan kebutuhan
dasar manusia yang komprehensif meliputi biologis, psikologis, social, dan
spiritual melalui tahap pengkajian, perumusan masalah, rencana tindakan,
tindakan keperawatan, dan evaluasi.
A. Pengkajian
Tahap pengkajian adalah tahap proses mengumpulkan data yang
relevan dan kontinyu tentang respon manusia, status kesehatan, kekuatan, dan
masalah klien. Tujuan dari pengkajian adalah untuk memperoleh informasi
tentang keadaan kesehatan klien, menentukan masalah keperawatan dan
kesehatan klien, menilai keadaan kesehatan klien, membuat keputusan yang
tepat dalam menentukan langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012).
Pengkjian terhadap Ny. S yang dilakuan dengan metode yang
digunakan adalah alloanamnesa, dimulai dari biodata pasien, riwayat
kesehatan, pola Gordon, pengkajian fisik, dan hasil pemeriksaan penunjang
didapatkan hasil tekanan darah 180/100 mmHg (Darmawan, 2012:3).
61
Hipertensi yang dialami pada Ny. S yaitu hipertensi grade 2 180/209
mmHg dan 100/109 mmHg. Menurut Joint National Comitte atau JNC VII
derajat hipertensi dapat dikelompokkan yaitu high normal sistolik 130-139
mmHg dan diastolic 85-89 mmHg, grade 1 atau ringan sistolik 140-159
mmHg dan diastolic 90-99 mmHg, grade 3 atau berat sistolik 180-209 mmHg
dan diastolik 100-119 mmHg, grade 4 atau sangat berat sistolik >210
mmHgdan diastolik >120 mmHg (Triyanto, 2014).
Gejala awal yang dirasakan klien mengatakan nyeri tengkuk, nyeri
pada kasus Ny. S disebabkan karena meningkatnya tekanan darah didalam
arteri dimana jantung memompa darah lebih kuat, sehingga mengalirkan lebih
banyak cairan pada setiap detiknya. Arteri besar kehilangan kelenturannya
dan menjadi kaku serta tidak bisa mengembang saat jantung memompa darah
melalui arteri tersebut (Triyanto, 2014).
Penentuan skala nyeri pada Ny. S didasarkan pada skala nyeri
menurut Hayward (2013) dilakukan dengan meminta penderita untuk
memilih salah satu bilangan (0-10) yang menurutnya paling
menggambarkann pengalaman nyeri yang dirasakan. Skala nyeri menurut
Hayward dapat dituliskan sebagai berikut : 0= tidak ada nyeri, 1-3= nyeri
ringan, 4-6= nyeri sedang, 7-9 = sangat nyeri tetapi masih dapat dikendalikan
dengan aktivitas yang biasa dilakukan, 10 = sangat nyeri dan tidak bias
dikendalikan (Sapura, 2013).
Pada pengkajian pola aktivitas dan latihan kemampuan pasien
sebelum sakit makan minum, toileting, berpakaian, mobilitas di tempat tidur,
62
berpindah, ambulasi/ ROM secara mandiri, pada saat pasien sakit makan
minum secara mandiri, toileting di bantu orang lain, berpakaian dan mobilitas
di tempat tidur secara mandiri, berpindah di bantu dengan alat bantu, dan
ambulasi/ ROM mandiri, Menurut Tarwoto (2011) dalam Ambarwati (2013)
nyeri kepala pada pasien hipertensi menimbulkan perasaan yang tidak
nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya, bahkan dapat berdampak pada kebutuhan psikologisnya
seperti, menarik diri, menghindari percakapan, dan menghindari kontak
dengan orang lain.
Pada pemeriksaan ektremitas didapatkan hasil ektremitas kanan atas
kanan bawah kekuatan otot 5 (gerakan normal penuh menentang gravitasi
dengan penahanan penuh), sedangkan ektremitas kiri atas kiri bawah
kekuatan otot 4 (gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedukit
penahanan), capilary refile kurang dari 3 detik, perabaan akral hangat.
Ektremitas bawah sebelah kiri terdapat luka lecet bekas garukan, warna kulit
area gatal menghitam.
Menurut Corwin (2009); dalam Kristmas, et al (2013) menyatakan
bahwa ada beberapa tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita
hipertensi bertahun-tahun, yaitu seperti sakit kepala saat terjaga (terkadang
disertai mual dan muntah akibat peningkatan intrakranium), penglihatan
kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina, cara berjalan mulai terganggu
karena mulai adanya kerusakan susunan saraf pusat, nokturia yang
63
disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema
dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.
B. Perumusan masalah
Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan oleh penulis pada
tanggal 4 Januari 2016 dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan utama
yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
Perumusan diagnosa keperawatan yang pertama dengan hasil
pengkajian yang didapat keluhan utama yaitu nyeri akut berhubungan dengan
agen cidera biologis berdasarkan data subyektif klien mengatakan pusing dan
‘’cenggeng’’ dengan skala 6 terjadi hilang timbul. Data Obyektif tampak
menahan nyeri hasil pemeriksaan TD : 180/100 mmHg, Nadi : 87X/ Menit,
Respirasi Rate : 22X/ Menit, Suhu : 36,8 C. Nyeri adalah pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual, potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (Internasional Association for study of pain) : awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang
dapat diantisipasi dan berlangsun < 6 bulan. Batasan karakteristik perubahan
selera makan, perubahan tekanan darah, perubahan frekuensi jantung,
perubahan frekuensi pernafasan, mengekspresikan perilaku (mialnya gelisah,
merengek, menangis, gangguan tidur) (Nanda, 2013).
Sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa nyeri akut berhubungan
dengan agen cidera biologis dengan batasan karakteristik melaporkan dengan
64
isyarat, gerakan melindungi nyeri, perubahan tekanan darah, perubahan
frekuensi jantung, perubahan frekuensi pernafasan, mata kurang bercahaya
(Nurarif & Kusuma 2013). Penentuan etiologi dari diagnosa nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera biologis didasarkan pada pengkajian hasil
perubahan tekanan darah tinggi.
Diagnosa keperawatan yang kedua yang ditegakkan penulis pada
kasus Ny. S adalah intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
Data subyektif pasien mengatakan mudah letih, kaki kiri terasa berat
semenjak post stroke, mempunyai riwayat jantung 4 tahun yang lalu. Data
Obyektif pasien tampak terengah-engah setelah beraktivitas, toileting dibantu,
jalan menggunakan alat. Menurut Tarwoto (2011) dalam Ambarwati (2013)
nyeri kepala pada pasien hipertensi menimbulkan perasaan yang tidak
nyaman dan hal ini dapat berpengaruh pada aktifitasnya, tidak terpenuhi
kebutuhan dasarnya, bahkan dapat berdampak pada kebutuhan psikologisnya
seperti, menarik diri, menghindari percakapan, dan menghindari kontak
dengan orang lain.
Intoleransi aktivitas merupakan ketidakcukupan energi psikologis atau
fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-
hari yang harus atau yang ingin dilakukan (Herdman, T. Heather, 2012).
Sehingga penulis dapat menegakkan diagnosa keperawatan Intoleransi
aktivitas penentuan etiologi dari diagnosa Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum didapatkan batasan karakteristik dari hasil
pengkajian pasien menyatakan letih, lemah, memiliki riwayat penyakit
65
jantung 4 tahun yang lalu, ketidaknyamanan setelah beraktivitas, respon
tekanan darah abnormal terhadap aktivitas (Herdman, T. Heather, 2012).
Diagnosa keperawatan yang ketiga yang ditegakkan penulis pada
kasus Ny. S adalah kerusakan integtitas kulit berhubungan dengan perubahan
turgor Data subyektif pasien mengatakan kaki kiri gatal-gatal, tanpa disadari
pasien menggaruknya. Data Obyektif kaki pasien tampak lecet merah, warna
kulit hitam. Kerusakan integritas kulit adalah perubahan atau gangguan
epidermis dan atau dermis (Herdman,2010). Sehingga penulis mengambil
diagnosa sesuai dengan batasan karakteristik dari diagnosa yang ditegakkan
yaitu kerusakan lapisan kulit (dermis), gangguan permukaan kulit
(epidermis), (Nurarif dan Kusuma, 2013). Penentuan etiologi dari diagnosa
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor didasarkan
pada pengkajian kulit tampak lecet-lecet bekas garukan, berwarna merah
segar, warna diarea gatal hitam.
Penulis menetapkan prioritas masalah keperawatan menggunakan
teori Abraham Maslow yaitu manusia mempunyai kebutuhan yang
membentuk tingkatan, adapun kebutuhan yang dimaksud yaitu kebutuhan
fisiologis kebutuhan rasa cinta, memiliki dan dimiliki, kebutuhan harga diri
dan kebutuhan aktualisasi diri (Mubarrak dan Chayatin, 2008).
Nyeri akut merupakan rasa aman yang memiliki prioritas kedua
setelah fisiologis dalam hirarki maslow dimana seseorang yang memiliki
beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi akan dulu memenuhi kebutuhan
yang lebih penting dibandingkan kebutuhan lainnya. Menurut stevens dkk
66
(2000) dalam Mubarrak dan Chayatin (2008), jika kebutuhan fisiologis
sesorang belum terpenuhi tidak mungkin baginya untuk memenuhi kebutuhan
harga diri atau aktualisasi diri dengan mengesampingkan kebutuhan yang
pertama. Maka penulis menetapkan nyeri akut sebagai masalah keperawatan
yang pertama.
C. Rencana Tindakan
Rencana keperawatan adalah semua tindakan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien beralih dari status kesehatan saat ini ke status
kesehatan yang diuraikan yang diharapkan (Potter and Perry, 2005).
Pembahasan dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan
yaitu pada diagnosa keperawatan. Rencana asuhan keperawatan dilakukan
pada tanggal 4 january 2016 pada pukul 10:00 WIB.
Diagnosa keperawatan nyeri akut dengan tujuan setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, diharapkan masalah keperawatan
nyeri akut dapat berkurang atau tidak dirasakan kembali dengan kriteria hasil
nyeri hilang atau berkurang dengan kriteria hasil 6-4, pasien tidk tampak
kesakitan dan tanda-tanda vital dalam batas normal (tekanan darah 100-
120/60-80 mmHg, nadi 60-100 kali permenit, pernafasan 16-20 kali permenit)
(Wilkinson, 2007). Intervensi atau rencana tindakan keperawatan yang akan
dilakukan pada diagnosa keperawatan nyeri akut berdasarkan kriteria hasil
NIC (Nursing Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma,
(2013) adalah dilakukan pengkajian PQRST secara komprehensif,
67
rasionalnya mengurangi nyeri yang dirasakan pasien, Observasi reaksi non
verbal dari ketidaknyamanan, rasionalnya mengetahui berapa besar skala
nyeri pasien,. Kaji keadaan umum dan vital sign, rasionalnya mengetahui
status kesehatan. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi( pemberian musik
dan senam) rasionalnya mengalihkan nyeri yang dirasakan pasien. Kolaborasi
dengan dokter pemberian diit makanan ( rendah garam) (Nurarif,2013).
Alasan penulis memilih rencana keperawatan pemberian musik dan
senam lansia adalah tehnik ini merupakan metode yang mudah sangat mudah
dalam pelaksanaannya dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa harus berfikir
ragu. Tehnik ini diyakini mampu menurunkan nyeri dan tekanan darah
apabila dilakukan secara teratur.
Diagnosa keperawatan kedua intoleran aktivitas dapat teratasi dengan
tujuan setelah yaitu setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24
jam diharapkan masalah intoleransi aktivitas dapat teratasi dengan kriteria
hasil pasien melaporkan adanya peningkatan aktifitas yang sesuai dengan
vital sign normal ( Tekanan darah 120/80mmHg, Nadi 60-100 x/menit,
pernafasan 16-20 x/menit) (Aspiani, 2012). Intervensi sesuai dengan kriteria
NIC (Nursing Intervension Clacification) menurut Nurarif & Kusuma, (2013)
berdasarkan diagnosa intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
umum, perencanaannya antara lain observasi ku pasien dengan rasional untuk
mengetahui perkembangan ku pasien, berikan exercise ( senam) dengan
rasional untuk membantu menggerakkan anggota gerak pasien, sediakan
penguatan yang positif bagi aktif beraktifitas dengan rasional untuk
68
memberikan semangat pasien, kolaborasi dengan petugas panti ( beraktivitas)
dengan rasional untuk mempermudah pasien beraktivitas.
Pada diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kerusakan integritas
kulit mempunyai tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x
24 jam, diharapkan masalah keperawatan kerusakan integritas kulit dapat
teratasi dengan kriteria hasil tidak ada lesi atau luka dikulit, mampu
melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan
alami, menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang, Intervensi yang disusun antara lain monitor kulit
akan adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit klien agar tetap kering dan
bersih, oleskan lotion atau minyak baby oil pada daerah yang tertekan,
kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat topical antiinflamasi
miconazole 10 gram/ 12 jam dengan rasional untuk mengetahui
perkembangan luka klien, untuk menghindari terjadinya infeksi, untuk
mengurangi kekakuan kulit klien, mempercepat penyembuhan. Penulis tidak
merumuskan semua diagnosa dikarenakan penulis menegakkan diagnosa
sesuai dengan hasil pengkajian dan observasi yang dilakukan selama 3 hari
pengelolaan kasus. Selain itu dengan keterbatasan waktu pengelolaan kasus.
Karena itu penulis hanya mampu mengelola dan merumuskan masalah yang
mungkin untuk dikelola.
69
D. Implementasi
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan,
kategori dari perilaku keperawatan diman tindakan yang akan diperlukan
untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan
dilakukan dan diselesaiakan(Potter and Perry, 2005).
Diagnosa yang pertama nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
biologis. Dalam melakukan tindakan keperawatan penulis tidak mengalami
hambatan, penulis melakukan implementasi berdasarkan intervensi yang telah
dibuat pada tanggal 4 januari 2016 pada pukul 10:15 WIB adalah memonitor
adanya perubahan tekanan darah , nadi, respirasi dan setelah aktivitas secara
teratur (Nanda NIC NOC, 2013).
Pukul 10:30 penulis menerangkan implementasi tentang pemberian
musik serta senam sesuai dengan hasil riset yang terdapat dalam jurnal.
Berdasarkan pengelolaan kasus, pada pukul 10:30 WIB memberikan tehnik
pemberian musik serta senam. Penulis memberikan tehnik pemberian musik
serta senam pada Ny. S dengan prosedur yang diajarkan dalam jurnal yaitu
selama 15 menit. Sebelum melakukan pemberian musik gamelan serta senam
lansia hal pertama yang dilakukan adalah mengukur tekanan darah pasien.
Didapatkan hasil tekanan darah pasien 180/100 mmHg. Memberikan musik
gamelan serta senam lansia selama 15 menit, mengukur kembali tekanan
darah setelah dilakukan tindakan pemberian musik gamelan serta senam
lansia, didapatkan hasil pemeriksaan 170/100 mmHg. Respon subyektif
70
pasien mengatakan bersedia untuk diberikan pemberian musik gamelan serta
senam. Respon obyektif pasien tampak kooperatif senam sambil duduk.
Implementasi pada tanggal 6 januari 2016 pada pukul 14:00 WIB
memberikan tehnik pemberian musik serta senam. Penulis memberikan tehnik
pemberian musik serta senam pada Ny. S dengan prosedur yang diajarkan
dalam jurnal yaitu selama 15 menit. Sebelum melakukan pemberian musik
gamelan serta senam lansia hal pertama yang dilakukan adalah mengukur
tekanan darah pasien. Didapatkan hasil tekanan darah pasien 160/100 mmHg.
Memberikan musik gamelan serta senam lansia selama 15 menit . mengukur
kembali tekanan darah setelah dilakukan tindakan pemberian musik gamelan
serta senam lansia, didapatkan hasil pemeriksaan 150/90 mmHg. Respon
subyektif pasien mengatakan bersedia untuk diberikan pemberian musik
gamelan serta senam. Respon obyektif pasien tampak kooperatif senam
sambil duduk.
Senam lansia penanganan hipertensi menurut Smeltzer & Bare (2002)
juga dapat dilakukan dengan penanganan non farmakologis atau terapi
komplementer lainnya yaitu relaksasi. Relaksasi dapat diberikan salah
satunya dengan menggunakan terapi musik karena musik dapat memberikan
efek antara lain menggurangi kecemasan dan depresi, menghilangkan nyeri,
menurunkan tekanan darah, dan menurunkan frekuensi denyut jantung.
Dengan mendengarkan musik sistim limbik teraktivitasi dan individu menjadi
rileks sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Sebuah penelitian pada
konferensi ke 62 Amerika Heart Association 2008 juga mengemukakan
71
bahwa mendengarkan musik dapat menurunkan tekanan darah penderita
hipertensi (Martha, 2012).
Boedhi dan Hadi (2004) dalam bukunya mengatakan bahwa senam
lansia jika dilakukan secara teratur dapat mencegah atau melambatkan
kehilangan fungsional yang diakibatkan oleh penyakit kardiovaskuler,
manfaat lain dari senam lansia yaitu dapat mengurangi stress, menurunkan
tekanan darah (Arifah, 2007).
Terapi musik adalah metode penyembuhan dengan musik melalui
energi yang dihasilkan dari musik itu sendiri (Natalina,2013). Semua jenis
musik sebenarnya biasa digunakan sebagai terapi musik seperti lagu-lagu
relaksasi ataupun lagu popular. Namun yang perlu diperhatiakan adalah
memilih lagu dengan tempo 60 ketukan/Menit yang bersifat rileks karena
apabila terlalu cepat stimulus yang masuk akan membuat kita mengikuti
irama tersebut sehingga efek relaksasi yang optimal tidak tercapai
(Nurahmani, 2012).
Musik gamelan menurut Bodman dan DeArment pada tahun 2009
dalam penelitian Suhartini (2011), dikarakteristikkan sebagai musik yang
memiliki harmoni yang lambat, warna nada yang konsisten dan pitch yang
rendah.
Implementasi untuk diagnosa kedua intoleran aktivitas berhubungan
dengan kelemahan umum, implementasi yang dilakukan pada tanggal 4, 5, 6
Januari 2016 adalah memberikan atau mengajarkan latihan exercise, dimana
latihan fisik dan olahraga untuk hipertensi merupakan bagian dari usaha
72
untuk mengurangi berat badan dan mengelola stress (Hadibroto, dkk 2006;
dalam Fadil, 2012). Manfaat latihan fisik atau olahraga secara umum adalah
meningkatkan daya tahan kardiovaskuler, kekuatan otot rangka, kelenturan,
keseimbangan dan koordinasi gerak sehingga dapat mencegah terjadinya
kecelakaan. Manfaat psikologis dari latihan fisik adalah membantu
memberikan perasaan santai, mengurangi ketegangan, kecemasan, dan
meningkatkan perasaan senang (Maryam, 2008; dalam Fatarona, 2010; dalam
Fadil 2012).
Implementasi untuk diagnosa yang ketiga kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan faktor mekanik. Monitor kulit akan adanya kemerahan,
jaga kebersihan kulit agar tetap kering dan bersih, oleskan lotion atau baby oil
pada daerah yang tertekan, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat.
Luka bersih adalah luka tidak terinfeksi yang memiliki inflamasi minimal dan
tidak sampai mengenai saluran pernafasan, pencernaan, genital dan
perkemihan. Perawatan luka bersih yang dilakukan tanpa ada pus dan necroce
termasuk didalamnya mengganti balutan (Perry dan Potter, 2005).
E. Evaluasi
Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuahan keperawatan antara
dasar tujuan keperawatan pasien yang telah ditetapakan dengan respon klien
yang tampil. Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan
kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat
73
dilaksanakan dengan SOAP, Subyective, Obyective, Analisa,
Planning(Deden,2012).
Evaluasi pada tanggal 4 january 2016 pada pukul 13:00 WIB. Hasil
evaluasi untuk diagnosa nyeri akut secara subyektif pasien mengatakan
pusing dan ‘’pegal’’ sedikit berkurang, P (Provocate) nyeri kepala (pusing
dan terasa ‘’pegal’’), Q (Quality) pusing terasa cenut cenut dirasakan 3-5
menit, R (Region) dirasakan dibagian kepala, S (Scale) skala 6 dan T (Time)
nyeri hilang timbul. Obyektif pasien tampak menahan sakit. Tekanan darah
170/100 mmHg, nadi 80X/ Menit, pernafasan 20X/ Menit, dan suhu 36,5 C.
hasil analisa masalah nyeri pada Ny. S belum teratasi karena kriteria hasil
dalam tujuan ada belum yang tercapai yaitu mampu mengenali nyeri (skala,
frekuensi, dan tanda nyeri) dan vital sign dalam batas normal. Tindakan
keperawatan dilanjutkan yaitu kaji nyeri PQRST secara komprehensif dan
observasi tanda-tanda vital.
Evaluasi pada tanggal 6 januari 2016 jam 18:20 WIB. Hasil evaluasi
untuk diagnosa nyeri akut secara subyektif pasien mengatakan pusing dan
‘’pegal’’ sedikit berkurang, P (Provocate) nyeri kepala (pusing dan terasa
‘’pegal’’) berkurang dari hari kemarin, Q (Quality) pusing terasa cenut cenut
dirasakan 3-5 menit, R (Region) dirasakan dibagian kepala, S (Scale) skala 4
dan T (Time) nyeri hilang timbul. Obyektif pasien tampak menahan sakit.
Tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80X/ Menit, pernafasan 22X/ Menit, dan
suhu 36,5 C. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning pertahankan
intervensi.
74
Hasil evaluasi untuk diagnosa kedua data subyektif pasien
mengatakan mudah letih kaki kiri teras berat. Obyektif pasien tampak
toileting dibantu berjalan menggunakan alat. Hasil analisa intoleran aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum belum teratasi karena kriteria hasil
dalam tujuan ada yang belum tercapai yaitu observasi ku pasien. Tindakan
keperawatan dilanjutkan yaitu berikan pengguatan yang positif bagi yang
aktif beraktifitas.
Hasil evaluasi untuk diagnosa ketiga, data subyektif pasien mengataka
kaki kiri gatal-gatal. Obyektif kaki kiri pasien tampak lecet. Hasil analisa
masalah kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan turgor
belum teratasi karena kriteria hasil dalam tujuan ada yang belum tercapai
yaitu monitor keadaan kulit. Tindakan keperawatan dilanjutkan yaitu monitor
kulit, jaga kebersihan kulit, kolaborasi pemberian obat.
Berdasarkan aplikasi riset yang dilakukan dipanti sasana tresna wreda
dharma bakti wonogiri penulis tidak mengalami kendala dimana hasil
pengelolaan kasus dengan riset tentang pemberian musik gamelan serta
senam lansia terhadap penurunan tekanan darah pada Ny. S dengan hipertensi
sudah maksimal.
75
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan pengkajian, analisa data, penentuan
diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi tentang asuhan
keperawatan nyeri akut pada Ny. S dengan hipertensi di panti sasana tresna
wreda dharma bakti wonogiri dengan mengaplikasian pemberian kombinasi
musik gamelan serta senam lansia terhadap penurunan tekanan darah, maka
dapat ditarik kesimpulan :
1. Pengkajian
Hasil pengkajian pada Ny. S yaitu data subyektif pasien
mengatakan pusing dan ‘’pegal’’, pusing terasa cenut-cenut, dibagian
kepala, skala nyeri 6, nyeri hilang timbul. Data obyektif tampak menahan
sakit,tekanan darah 180/100mmHg, nadi 87 kali permenit, pernafasan 22
kali permenit, suhu 36, 8 derajat celcius. Pasien mengatakan mudah letih,
lelah, tampak terengah-engah setelah beraktivitas, toileting dibantu.
Pasien mengatakan kaki sebelah kiri gatal tanpa disadari pasien sering
menggaruknya, kaki pasien tampak lecet, merah segar, warna sekitar luka
menghitam.
76
2. Diagnosa
Hasil perumusan diagnosa keperawatan pada Ny. S adalah nyeri
akut berhububungan dengan agen cidera biologis, Intoleran aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum, Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan perubahan turgor.
3. Intervensi
Intervensi yang dibuat oleh penulis untuk diagnose nyeri akut :
nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis adalah observasi
nyeri PQRST reaksi non farmakologi (Pemberian kombinasi musik
gamelan serta senam lansia, observasi tanda-tanda vital pasien. Intervensi
kedua intoleran aktivitas mengobservasi keaadan pasien, pasien dapat
menentukan aktivitas yang disukai, sediakan penguatan yang bagi aktif
beraktifitas, kolaborasi dalam pemberian aktivitas. Intervensi ketiga
monitoring kulit adanya kemerahan, jaga kebersihan kulit, oleskan lotion
atau minyak baby oil, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
topical.
4. Implementasi
Implementasi pada Ny. S pada tanggal 4 january 2016 sampai 6
january 2016 dengan gangguan nyeri akut berhubungan dengan agen
cidera biologis yaitu mengkaji skala nyeri. Memberikan posisi yang
nyaman, memberikan kombinasi musik gamelan serta senam lansia,
kolaborasi pemberian diit makanan (rendah garam).
77
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 6 januari 2016
Ny. S data subyektif mengatakan nyeri yang dirasaka jarang dirasakan
sudah berkurang, P : pusing dan ‘’cenggeng’’ berkurang, Q : seperti
ditusuk jarum. R : dikepala, S : skala 4, T : hilang timbul. Data obyektik
hasil pemeriksaan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali permenit,
pernafasan 22 kali permenit. Suhu 36,5 C. Pasien tampak rileks. Analisa
masalah nyeri sudah teratasi, Intervensi dihentikan.
Sebelum dilakukan pemberian kombinasi musik serta senam
lansia pada tanggal 4 januari 2016 mendapatkan hasil pemeriksaan data
subyektif mengatakan nyeri kepala dan cenggeng, nyeri cenut-cenut,
skala nyeri 6, nyeri hilang timbul, data obyektif pasien tampak menahan
sakit tekanan darah 180/100, nadi 87 kali permenit, pernafasan 22 kali
permenit, suhu 36,8 derajat celcius. Sesudah dilakukan pemberian
kombinasi musik serta senam lansia pada tanggal 4-6 januari 2016
didapatkan data subyektif pasien mengatakan nyeri jarang dirasakan,
skala nyeri 4, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 80 kali permenit,
pernafasan 22 kali permenit, suhu 36,5 derajat celcius.
6. Analisa tindakan kombinasi musik serta senam lansia
Tehnik pemberian kombinasi musik serta senam lansia dalam
menurunkan tekanan darah pada Ny. S sesuai dengan jurnal pemberian
kombinasi musik gamelan serta senam lansia terhadap penurunan
tekanan darah pada hipertensi di panti sasana tresna wredha darma bakti
78
wonogiri. Pada tanggal 4 januari 2016 hasil pemeriksaan tekanan darah
180/100 mmHg setelah dilakukan tindakan pemberian musik gamelan
serta senam pada tanggal 6 januari 2016 menjadi 150/90 mmHg.
B. Saran
a. Bagi rumah sakit
Hasil aplikasi riset diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan bagi para pasien penderita hipertensi mengenai manfaat
pemberian musik dan senam lansia terhadap tekanan darah.
b. Bagi institusi pendidikan keperawatan
Dengan mengaplikasikan tindakan ini diharapkan dapat memberikan
terhadap kualitas asuahan keperawatan untuk memberikan terapi
komplementer tentang penanganan lansia hipertensi. Selain itu
diharapkan dapat membantu memberikan informasi awal bagi
pembangun tentang senam lansia dan terapi music serta dapat dijadikan
sebagaai motivasi dan acuan selanjutnya.
c. Bagi pasien
Dapat membantu dalam menurunkan tekanan darah dan memberikan
pilihan dalam penanganan hipertensi dengan menerapkan intervensi
pemberian senam lansia dan pemberian terapi musik dalam kehidupan
sehari-hari.
79
d. Bagi penulis
Dapat menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam penanganan
alami penderita hipertensi.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. 2011. Pengetahuan Praktis Program Penyakit Yang Paling Sering
Menyerang Kita. Cetakan Pertama. Buku Biru. Jogjakarta
Brunner Dn Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2.
Edisi 8. Buku Kedokteran EGC : Jakarta
Darmojo dan Martono. (2006). Geriatri. Jakarta : Yudistira
Dermawan, Deden, 2012, Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka
Kerja. Gosyen Publishing. Jakarta
Dewi, Sofia dan Digi Familia (2010). Hidup Bahagia Dengan Hipertensi. A plus
Books, Yogyakarta
Elsanti, Salma (2009). Panduan Hidup Sehat : Bebas Kolesterol, Stroke,
Hipertensi & Serangan Jantung. Araska, Yogyakarta
Gunawan, Lanny. 2001.Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Kanisius.
Herdman T. Heather. 2010. Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi
2009-2011. EGC. Jakarta
ISO. 2013. Informasi Spesialite Obat. Jakarta Barat: Penerbit PT.IFSEL
Junaidi. 1. 2010. Hipertensi. Buana Ilmu Popular: Jakarta
Jubaidi, (2008). Hipertensi Buana Ilmu Popular: Jakarta
Kodim Nasrin, 2003. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @
tempointeraktif.com
Kuswardhani T. 2007. “Penatalaksaan Hipertensi Pada Lanjut Usia”. Jurnal.
Denpasar : Unud.
Kusmana, D. (2006). Olahraga Untuk Orang Sehat dan Penderita Penyakit
Jantung Trias Sok & Senam 10 Menit Edisi 2. Jakarta: FKUI
Mansjoer, Arif, 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapius FKUI,
Jakarta
Martha, Karnia.(2012).Panduan Cerdas Mengatasi HipertensiHal.
39.Jogyakarta:Araska.
Mubarak, Wahit Iqbal, Chayatin, Nurul. (2008). Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia Teori & Aplikasi dalam Praktik. EGC : Jakarta
Muttaqin, Arif. 2012. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Salemba Medika : Jakarta.
Nanda. 2011. Diagnosis Keperawatan Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC
Nanda International 2013. Diagnosis Definisi Dan Klasifikasi Jakarta: EGC
Natalina. (2013). Terapi Musik (Bidang Keperawatan). Jakarta: Mitra Wacana
Media.
Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta. EGC
Nurrahmani, 2012. Stop Hipertensi. Yogyakarta : Familia
Nurarif, AH dan Kusuma, H. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Media Action : Jakarta
Potter & Perry.(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Volume I. Ed 4.
Jakarta : EGC.
Price, Silvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed. 6.
Volume 1. Jakarta : EGC
Rohaendi, 2008. Hipertensi. Jakarta . PT Buana Ilmu Populer
Smeltzer,C Suzanne dan Bare,Brenda G.Buku ajar Keperawatan Medikal
Bedah,Edisi 8,vol.2,Jakarta:EGC.
Smith Tom, 1995. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana
mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan.
Suhartini. (2011). Music and music intervention for terapeutik purposes in
patients with ventilator support : gamelan music perspective. Nurse media
journal of nursing. 1.
Suhardo, M, 2001. Senam Bugar Lansia AWARA 2004: Perwosi DIY.FK UGM.
Yogyakarta.
Sumintarsih, 2006. Kebugaran Jasmani Untuk Lansia. 147-160.
Suroto. (2004). Buku Pegangan Kuliah Pengertian Senam, Manfaat Senam dan
Urutan Gerakan. Semarang: Unit Pelaksana Teknis Mata Kuliah Umum
Olahraga Undip.
Sutanto. 2009.Awas 7 Penyakit Degeneratif, Paradigma Indonesia,Yogyakarta
Sustrani L. 2006. Hipertensi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Triyanto, E. 2014. Pelayanan Keperawatan Bagi Penderita Hipertensi Secara
Terpadu. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Wilkinson, Judith. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan NIC NOC edisi 7.
EGC. Jakarta.