26
SEKOLAH TINGGI TEOLOGIAMANAT AGUNG PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN METODE TIGA SAJA DAN STORYTELLING Skripsi Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh GelarSai jana Teologi Oleh Julius Lie 1011111084 035174 Jakarta 2015 . AMA/vJAI Au. i.v

PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

  • Upload
    others

  • View
    9

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIAMANAT AGUNG

PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN METODE TIGA SAJADAN STORYTELLING

Skripsi

Diajukan KepadaSekolah Tinggi Teologi Amanat AgungUntuk Memenuhi Sebagian PersyaratanGuna Memperoleh GelarSai jana Teologi

Oleh

Julius Lie1011111084

035174

Jakarta

2015

. AMA/vJAI Au. i.v

Page 2: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

SEKOLAH TINGGITEOLOGIAMANAT AGUNG

JAKARTA

Ketua Sekolah Tinggi Teologi Amanat Agung menyatakan bahwa skripsi yangberjudul PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWI DENGAN METODE TIGASAJA DAN STORYTELLING dinyatakan lulus setelah diuji oleh Tim Dosen Pengujipada tanggal 14 Juli 2015.

Dosen Penguji Tanda Tangan

1- Jurgen Markus Nickel, Ph. D.

2. Lotnatigor Sihombing, Th. M.

3. Rosyeline Tinggi, M. Th.

Jakart; i 2015^f^^G,

Andreas iHimawan. D< Th.--.. v--

Ketua

Page 3: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sebenarnyabahwa skripsi yang berjudul PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWl DENGANMETODE TIGA SAJA DAN STORYTELLING, sepenuhnya adalah basil karya tubs sayasendiri dan bebas dari plagiarisme.

Jika di kemudian hari terbukti babwa saya telab melakukan tindakanplagiarisme dalam penulisan skripsi ini, saya akan bertanggungjawab dan slapmenerima sanksi apapun yang dijatuhkan oleh Sekolab Tinggi Teologi AmanatAgung.

Jakarta, 14 Juli2015

sTE'H.a;i^ PEL,

J729342

Julius Lie

(;i011111084)

Page 4: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

ABSTRAK

SEKOLAH TINGGI TEOLOGIAMANAT AGUNG

JAKARTA

(A) Julius Lie (1011111084)

(B) PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN METODE TIGA SAJADAN STORYTELLING

(C) ix + 101 him; 2015; 1 Lampiran

(D) Teologi/Pengembalaan

(E) Suku Betawi berada di tengah kota dan gereja, meskipun demikian suku inimasih tergolong suku terabaikan. Skripsi ini memfasilitasi gereja, penginjil,dan misionaris untuk bisa menjangkau suku Betawi. Dalam skripsi inidipaparkan mengenai konteks suku Betawi, metode yang bisa digunakanuntuk menginjili suku Betawi, serta menawarkan pertimbangan-pertimbangan yang patut dipikirkan ketika ingin menginjili suku Betawi.Adapun langkah yang ditempuh oleh penulis di dalam kepenulisan skripsi iniadalah memaparkan terlebih dahulu konteks suku Betawi. Pemaparanmengenai konteks ini terbagi dalam empat aspek, yakni sejarah, budaya,agama, dan pahlawan-pahlawan suku Betawi. Setelah membahas mengenaikonteks, penulis membahas mengenai kedua metode penginjilan, yaknimetode Tiga Saja yang menekankan pengijilan secara individual yangmemakai pendekatan relasional dan metode Storytelling yang menekankanpenginjilan dengan sasaran utama kelompok serta memakai pendekatancerita. Kemudian penulis merelasikan (menerapkan) antara konteks sukuBetawi dengan kedua metode penginjilan (Tiga Saja dan Storytelling). Ketikapenerapan dilakukan, maka di dapati bahwa dalam aspek sejarah, agama,dan pahlawan suku Betawi kedua metode sama-sama mendapat keuntungan.Tetapi ketika aspek budaya diterapkan dengan kedua metode, hanya metodeStorytelling yang mendapat keuntungan, sedangkan metode Tiga Sajamengalami hambatan. Kiranya pengguna.metode dapat mempertimbangkanakan memakai metode mana ketika sedang ingin melakukan penginjilan.

(F) BlBLIOGRAFl 52 (1983-2015)

(G) Jurgen Markus Nickel, Ph. D.

Page 5: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

DAFTAR TABEL vi

UCAPAN TERIMA KASIH vii

BAB SATU: PENDAHULUAN 1

Latar Belakang Permasalahan 1

Pokok Permasalahan 11

Tujuan Penelitian 12

Batasan Penelitian 13

Metodologi Penelitiann 13

Sistimatika Penulisan 14

BAB DUA: KONTEKS SUKU BETAWI 17

Sejarah Suku Betawi 17

Analisis Sejarah 21

Budaya Suku Betawi 21

Kesenian sebagai Budaya Suku Betawi 22

Teater merupakan Cerminan dari Budaya Betawi 24

Sistem Kemasyarakatan sebagai Cerminan Budaya Betawi 27

Budaya Betawi Dilihat dari Makna Upacara Nujuh Bulanin 28

ii

Page 6: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

Ill

Analisis Kebudayaan 29

Agama Suku Betawi 31

Analisis Agama 33

Pahlawan-pahlawan Suku Betawi 34

Rama Ratu Jaya 34

Pitung 35

Entong Gendut 36

Analisis Pahlawan 37

Kesimpulan 37

BAB TIGA: PEMAPARAN DUA METODE PENGINJILAN 38

Metode Tiga Saja 39

Sengaja 41

Sehari-hari 43

Saling Tukar Pendapat 45

Setir 48

Sampaikan Mesias 50

Kesimpulan 52

Metode Storytelling 52

Membuat Peta Cara Pandang Pendengar 56

Memilih Cerita yang Menantang Keiiercayaan 58

Page 7: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

IV

Memilih Cerita Yang Menyatakan Kemuliaan Allah 59

Cerita Yang Tidak Panjang dan Tidak Fendek, Tetapl Benar 60

Penginjilan Melalui Storytelling 62

Kesimpulan 64

Perbandingan Antara Metode Tiga Saja Dan Metode Storytelling 65

Kesimpulan 67

BAB EMPAT: PENERAPAN KEDUA METODE PEN(ilNJILAN 68

Penerapan Metode Tiga Saja dan Metode Storytelling Di Dalam Konteks

Betawi 69

Relasi Antara Sejarah Terbentuknya Suku Betawi dengan Metode Tiga

Saja dan Metode Storytelling 69

Relasi Antara Budaya Betawi Dengan Metode Tiga Saja dan Metode

Storytelling 75

Relasi antara Pahlawan Betawi dengan Metode Tiga Saja Dan Metode

Storytelling 80

Relasi antara Agama Suku Betawi Dengan Metode Tiga Saja dan

Metode Storytelling 83

Perbandingan Metode Tiga Saja dan Metode Storytelling 87

Kesimpulan 93

BAB LIMA: PENUTUP 94

Page 8: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

DAFTAR PUSTAKA 96

BUKU 96

Jurnal 98

Kamus 98

Internet 99

Page 9: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

BAB SATU

PENDAHULUAN

Latar Belakang Pcrmasalahan

Tanggung jawab orang percaya di dalam penginjilan bukanlah sebuah hal

yang patut diremehkan. Tanggung jawab manusia dalam memberitakan Injil

merupakan tugas penting, karena Tuhan yang memberikan perintah kepada

manusia untuk memberitakan Injil. Tuhan memberikan tanggung jawab untuk

setiap orang percaya agar bisa berperan dalam mewujudnyatakan kasih-Nya kepada

dunia ini. J.I. Packer dalam bukunya Evangelism and the Sovereignty of God

(Penginjilan dan Kedaulatan Allah) memberikan penjelasan dengan baik mengenai

tanggung jawab manusia dalam memberitakan Injil, ia berkata:

... penginjilan adalah tugas yang diembankan pada seluruh umat Allahdimanapun mereka berada, yaitu tugas untuk mengkomunikasikan suatuberita dari Pencipta kepada manusia yang memberontak. Berita ini dimulaidengan informasi dan diakhiri dengan undangan. Yang diinformasikanadalah karya Allah yang menjadikan Anak-Nya Juruselamat pribadi bagiorang berdosa, dan undangannya adalah untuk datang kepada Juruselamatdan beroleh hidup... UmatKristen diutus ke dalam dunia sebagai bentaraAllah dan utusan Kristus untuk memberitakan kabar baik ini semaksimalyang ia bisa. Ini merupakan tugas (karena perintah oleh Allah dandiisyaratkan oleh kasih pada sesama) sekaligus hak istimewa (karenaberbicara bagi Allah dan membawakan kesembuhan bagi sesama yangterancam kematian Rohani merupakan peikara yang besarj.i

Bila pemberitaan Injil merupakan sebuah keharusan bagi umat Kristen, maka

seorang Kristen yang tidak menginjili sebenarnya sedang berdosa di hadapan

1. J.I. Packer, Evangelism and the Sovereignty of God (Peginj'ilan Dan Kedaulatan Allah) terj.Helda Siahaan, (Surabaya; Momentum, 2010), 73.

Page 10: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

Tuhan, karena tidak menaati perintah Tuhan dan tidak peduli dengan sesama (yang

menunjukkan keegoisan diri sendiri).

Untuk melakukan penginjilan dengan baik, maka dibutuhkan sarana

berkomukasi yang baik (metode) di dalam penginjilan. Sebelum mengulas mengenai

sarana berkomunikasi yang baik, maka akan dibahas terlebih dahulu mengenai

konteks.2 Memahami sebuah konteks merupakan sebuah hal yang penting sebelum

menjalin sebuah komunikasi, terlebih di dalam pemberitaan Injil. Tanpa adanya

pemahaman, pengenalan, dan penerapan berita Injil itu di dalam sebuah konteks,

maka berita Injil itu akan menjadi sebuah hal yang tidak akan tersampaikan

(terkomunikasikan) dengan baik di masyarakat yang ada [pendengar). Dedy

Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat di dalam buku yang diedit olehnya, menjelaskan

mengenai pentingnya sebuah konteks (penjelasan lebih mengarah kepada budaya,

tetapi tidak menjadi sebuah masalah, karena budaya merupakan bagian dari

konteks) terhadap proses komunikasi, mereka m<mgatakan:

Budaya mempengaruhi komunikasi dalam banyak hal. Budayalah yangmenentukan waktu dan jadwal peristiwa-peristiwa antarpersona, tempat-tempat untuk membicarakan topik-topik tertentu, jarak fisik, yangmemisahkan antara seorang pembicara dengan orang lainnya, nada suarayang sesual untuk pembicaraan tertentu. Budaya, dalam hal ini melukiskankadar dan tipe kontak fisikyang dituntut oleh adat kebiasaan dan intensitasemosi yang menyertainya. Budaya meliputi hubungan antara apa yangdikatakan dan apa yang dimaksudkan, seperti "tidak" maksudnya "mungkin"dan "besok" maksudnya "tidak pernah". Budaya juga menentukan apakahsuatu hal, misalnya suatu kontrak tertentu, harus pertama-tamadidiskusikan antara dua orang atau didiskusikan dalam suatu pertemanseharian penuh yang mengikutsertakan enipat atau lima orang dari setiap

2. Konteks berkaitan dengan bahasa, budaya, agatna, lingkungan sosial, nilai dankepercayaandi dalam suatu kumpulan masyarakat.

Page 11: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

pihak, dan mungkin dengan bantuan seorang pelayan yang menyuguhkankopi.^

Setelah mengetahui pentingnya sebuah konteks, maka perlu juga memahami

konteks itu sendiri. Dalam upaya memahami sebuah konteks, Andrew Kirk dalam

bukunya Apa itu Misi? Suatu Penelusuran teologis menjelaskan bahwa seorang .

misionarls harus memperhatikan komponen-komponen kebudayaan, yakni

kepercayaan-kepercayaan, nilai, dan bentuk lahiriah dari kebudayaan itu.'^ Andrew

Kirk menjelaskan mengenai kepercayaan-kepercayaan yang ia maksudkan. Kirk

berkata:

Kepercayaan-kepercayaan yang sering disebut sebagai pandangan duniayang dimiliki oleh suatu kebudayaan atau masyarakat. Kepercayaan-kepercayaan itu meliputi suatu penafsiaran yang kurang lebih koherenmengenai keberadaan manusia dan berusaha untuk menemukan arti daripengaiaman, tradisi, sejarah, dan hubungan dengan alam. Secara khususkepercayaan-kepercayaan berhubungan.dt-mgan perhatian-perhatian utamadari kehidupan: Kemanusiaan yang sama, ])erbedaan-perbedaan manusia,penderitaan, keberhasilan dan kegagalan, dan makna hidup s

Kepercayaan merupakan sebuah dasar dari komponen masyarakat, yang mana

tanpa memahami kepercayaan yang dianut oleh sebuah masyarakat, maka upaya

untuk memberitakan Injil akan mengalami sebuah benturan yang keras dengan

kepercayaan yang ada, sehingga mengakibatkan penginjilan menjadi tidak efektif.

Kirk menjelaskan pula apa yang dimaksud dengan nilai. Krik menjelaskan

bahwa "nilai merupakan patokan dan asas moral yang diterima atau yang tidak

ditoleransi oleh individu atau masyarakat."® Lebih lanjut lagi Kirk menjelaskan

3. Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rahkmat, ed„ Komunikasi Antarbudaya(Bandung-. RemajaRosdakarya, 1993), 40.

4. J. Andrew Kirk, Apa itu Misi?Suatu Penelusuran Teologis terj. Pericles Katopo (Jakarta:Gunung Mulia, 2012}, 116,

5. Kirk, Apa itu Misi?Suatu Penelusuran Teologis, 166-167.6. Kirk, Apa itu Misi?Suatu Penelusuran Teologis, 118.

Page 12: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

mengenai fiingsi nilai, Kirk berkata "Fungsi nilai adalah untuk membenarkan cara-

cara bertingkah laku atau gaya hidup yang khusus."^ Kebudayaan melahirkan nilai

bagi individu atau kelompok, yang mana melalui nilai itu seseorang bisa

menentukan prinsip moral untuk kehidupan orang itu.® Tanpa memahami nilai,

memperhatikan secara seksama nilai apa yang dimiliki oleh sebuah kelompok atau

individu, maka upaya memahami sebuah konteks tidak mungkin untuk dilakukan.

Pengenalan akan nilai dari sebuah kelompok atau individu di dalam masyarakat,

memungkinkan seorang penginjil memahami sebuah konteks. Seorang penginjil

akan bisa melihat kesamaan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu atau kelompok

dengan berita Injil yang akan diberitakan, lalu seorang penginjil akan bisa

memanfaatkan l^esamaan untuk menjadi sebuah peluang untuk penginjilan

dilakukan.

Selain kepercayaan dan nilai, Andrew Kirk menjelaskan pula mengenai

bentuk lahiriah. Krik menjelaskan bahwa bentuk lahiriah adalah "semua ungkapan

dari kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai kita yang mengelilingi kita dan yang

kita terima begitu saja sebab kita terbenam di dalamnya."® Bentuk-bentuk lahiriah

ini merupakan sebuah praksis yang muncul karena adanya kepercayaan yang

melahirkan nilai, dan nilai yang melahirkan praksis-praksis yakni bentuk lahiriah

itu sendiri. Bentuk lahiriah nilai merupakan tindakan, tingkah laku, pola pikir, dan

7. Kirk, Apa itu Misi?Suatv Peneiusuran Teologis, llfi.8. Kirk,j4pa itu Misi?Suatu Peneiusuran Teologis, 111).9. Kirk Apa itu Misi?Suatu Peneiusuran Teologis, 119.

Page 13: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

pemakaian bahasa yang terefleksi dari kepercayaan dan nilai yang anut oleh

individu atau suatu kelompok masyarakati"

Pemahaman akan komponen-komponen kebudayaan inilah yang pada

akhirnya membuat berita Injil akan tepat sasaran dengan pendengar yang ada.

Pemahaman akan kepercayaan, nilai, dan bentuk lahiriah menjadi sebuah hal yang

perlu diperhatikan pada saatpenginjilan akan dilakukan. Ketidaktelitian di dalam

mengamat-amati komponen-komponen kebudayaan ini menjadikan pekabaran Injil

akan mengalami kesalahpahaman, percekcokan, dan perselisihan dengan pendengar

yang ada. Apabila hal ini terjadi, maka pemberitaan Injil akan menghadapi sebuah

tembok penghalangyang terpasang secara otomatis di dalam diri pendengar, yang

mana akan mengakibatkan penginjilan akan sulit dilakukan. Jadi memahami

komponen-komponen kebudayaan merupakan sebuah hal yang harus diperhatikan

dan harus dipahami dengan baik.

Dalam skripsi ini yang akan menjadi konteks yang akan ditelusuri adalah

suku Betawi. Suku Betawi adalah penduduk asli Jakarta, diketahui bahwa mereka

sudah tinggal di daerah pelabuhan kota (Sunda Kolapa] sejak abad ke-15."

Walaupun orang Betawi merupakan penduduk asli, tetapi mereka bukanlah yang

terbanyak di Jakarta. Pada tahun 2002 dilakukan sensus mengenai jumlah

penduduk berdasarkan suku yang berada di Jakarta, di mana dari sensus ini

10. Kirk,>lpa itu Misi?Suatu Penelusuran Teologis, 119.11. Tim Penults Persekutuan Jaringan Riset Nasional (PRJRN), Indonesia ProfilDoa Suku-suku

yang terabaikan (Jakarta: Persekutuan Jaringan Riset Nasional, 2003), 76.

Page 14: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

6

diketahui bahwa jumlah penduduk untuk suku Betawi yang berada di Jakarta tidak

lebih banyak dari suku Jawa, berikut adalah tabel yang menunjukkan datanya.^^

Suku Bangsa Jumlah

Jawa 3.453.453

Betawi 2.700.722

Sunda 1.395.025

Tionghoa 632.372

Batak 362.645

Tabel 1. Survei Penduduk Jakarta pada Tahun 2002 Berdasarkan Suku.

Suku Betawi ini beragama Islam, dan kurang dari 100 orangyang beragama

Kristen, suku ini dikatagorikan sebagai suku yang terabaikan.^^ pari kelima suku

bangsa terbesar yang ada di Jakarta, satu-satunya yang penjangkauannya paling

minim adalah kepada suku Betawi. Hal inilah yang menjadi alasan kuat mengapa

suku Betawi yang akan menjadi fokus untuk ditelusuri di dalam skripsi ini.

Untuk berita Injil bisa disampaikan dengan baik, bukan hanya upaya

memahami sebuah konteks saja yang diperlukan (walaupun upaya memahami

konteks dengan cara memperhatikan dan memahami komponen-komponen

kebudayaan diperlukan), namun penguasaan akan suatu metode penginjilan sebagai

sebuah sarana berkomunikasi terhadap sebuah konteks juga merupakan sebuah hal

12. Ika Yanuarizki. "Partisipasi Masyarakat Pendatang Dalam Pelestarian Budaya Betawi DiPerkampungan Setu Babakan Kelurahan Srengseng Sawah Kecamatan Jagakarsa KotaJakarta."http://repositoiy.upi.edU/465/4/S_GEO_0905997_CHAPTERl.pdf (diakses 23 Desember 2014J.

13. Tim Fenulis Fersekutuan Jaringan Riset Nasional (FRJRN), Indonesia Profil Doa Suku-sukuyang terabaikan, 76. "Suku terabaikan" diartikan sebagai Suku-suku yang belum bisa (memilikicukup kemampuan) untuk menjangkau sukunya sendiri. Lih. "Michael Shipman, Dalam Artikel yangberjudul Suku-suku terabai, siapayang akan peduli?, (Crescendo, Edisl 321, Tahun 40,2005), hal 40-43. Artikel ini dikutip dari http://misi.sabda.org/book/export/html/2534, pada tanggal 1 Januari2014.

Page 15: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

yang penting. Dalam Kamus besar bahasa Indonesia "metode" memiliki art! "cara

teraturyang dlgunakan untukmelaksanakan suaiu pekerjaan agar tercapai sesuai

dengan yang dikehendaki; cara kerja yang bersistim untuk memudahkan

pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.''^^ Dari

pengertian ini, maka arti metode dapat ditarik ke dalam aspek penginjilan, yakni

bahwa metode penginjilan merupakan sebuah cai a atau strategi untuk melakukan

penginjilan sehingga tujuan penginjilan (pemberitaan Injil] dapat tercapai.

Metode penginjilan merupakan sebuah "refleksi dari teologi dan misi^^ itu

sendiri."^® Hal serupa juga dikemukakan oleh Ronald Allen, ia berkata bahwa

"metode terdiri dari dua hal, yakni teori (teologi] dan perbuatan (pelayanan]."^^

Dengan adanya metode penginjilan, maka penginjilan bukanlah sebuah aksi

pemberitaan dogma-dogma gereja, bukan juga sebuah wacana mengenai

pemberitaan injil, melainkan sebuah pemberitaan Injil dengan sebuah cara atau

"kemasan" yang baik (tanpa menghilangkan esensi dari Injil tersebut], dan sebuah

tindakan yang penuh strategi untuk melakukan pcmginjilan itu sendiri. Dengan

adanya metode dalam pemberitaan Injil, maka pemberitaan Injil bisa dilakukan

dengan baik.

14. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-4 s.v. "Metode."15. Misi diartikan sebagai "total undertaking God has assigned the church for the salvation of

the word. The end of mission is God, though the church and beyond, reaching across barriers ofculture, language, geography, ideology, and action. Evangelism may be defined as the activity of thechurch's mission, through which people are offered the gospel to accept Christ by faith as Savior andserve him in his kingdom community." Lih. Graig QTT dan J.D. PAYNE, Missionary Methods: Research,Reflection, and Realities (Pasadena: William Carey Library, 2013), 4.

16. Graig OTT dan J.D. PAYNE, Missionary Methods: Research, Reflection, and Realities, xvi.17. Robert L. Plummer dan John Mark Terry, Paul's Missionary Methods: in His Time and Ours

(Illinois, IVP Academic, 2012), 128.

Page 16: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

8

Ada banyak metode penginjilan yang ditawarkan sebagai sarana dalam

pemberitaan Injil. Ada yang melakukan penginjilan dengan metode Pendalaman

Alkitab, metode Evangelism Expiation, metode Tiga Saja, metode Storytelling,

metode Friendship Evangelism, metode Penginjilan Tanpa Kata, dll. Metode-metode

penginjilan yang ada menawarkan keunikan masing-masing dalam penginjilan.

Kendati-pun ada banyak metode yang ditawarkan untuk melakukan sebuah

penginjilan, tetapi penulis memilih dua metode saja untuk diterapkan kepada suku

Betawi. Adapun alasan mengapa penulis memilih dua metode adalah faktor

keterbatasan tempat sehingga tidak semua metode bisa dibahas, dua metode

dianggap cukup dibahas, karena kedua metode ini hampir memiliki pola yangmirip

dengan metode lain. Adapun dua metode yang akan dibahas adalah metode Tiga

Saja dan metode storytelling.^^ Metode Tiga Saja merupakan singkatan dari kapan

saja, di mana saja, dan siapa saja.^^ Karena metode Tiga Saja mengedepankan moto

bahwa penginjilan dapat dilakukan di mana saja, kapan saja dan kepada siapa saja,

maka metode Tiga Saja tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menyampaikan

18. Metode Tiga Saja dan metode Storytelling, memiliki kemiripan dengan metode lain,misalnya metode Tiga Saja memiliki kemiripan dengan metode Evangelism Expiation. Kemiripanmetode Tiga Saja dan metode Evangelism Expiation terletak pada gaya penginjilian yangmementingkan penginjilan secara individual dan memakai pendekatan relasional. Sedangkan metodeStorytelling memiliki kemiripan dengan metode DMM (Disciple Making Movement). Kemiripanmetode kedua metode ini terletak kepada penginjilan yang mengutamakan penjangkauan kelompokserta memakai sistem pemuridan belajar melalui pertanyaan untuk mendalami Alkitab. Keduametode, yakni Tiga Saja dan Storytelling merupakan reprensentasi dari beberapa metode. Dapatdikatakan representasi karena kebanyakan metode memiliki karakteristikyang tidak jauh berbeda,yakni berfokus kepada individual dan mementingkan pendekatan relasional (Tiga Saja) sertaberfokus kepada sekelompok orang dan mementingkan pembelajaran melalui Alkitab sebagaipenemuan kebenaran dan sebagai sarana pemuridan. Jadi bisa dikatakan metode Tiga Saja danmetode Storytelling merupakan representasi dari beberapa metode yang mirip dengannya.

19 Michael K. Shipman, Amat Karya Kerasuhin Kuno dan Kini (Semarang; RahayuGroup, 2011), 252. Metode Tiga Saja sudah dipakai untuk memberitakan Injil oleh misioanris dariAmerika yang berinisial A W.

Page 17: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

kabar baik. Metode Tiga Saja memulai sebuah percakapan dengan mengenali

masalah kehidupan, setelah itu menjawab masalah kehidupan orang yang yang

ingin diinjili. Hal ini serupa dengan yang dilakukan Yesus ketika menjumpai

perempuan Samaria. Yesus mencoba menjawab permasalahan yang dialami oleh

perempuan Samaria, permasalahan itulah yang menjadi titik berangkat Injil

diberitakan (Yoh 4:39-42).2o Inilah yang coba diterapkan di dalam metode Tiga

Saja, yakni berangkat dari permasalahan yang ada, kemudian menjadikan Injil

sebagai solusi permasalahan itu.

Berbeda dengan metode Storytelling, metode ini mengedepankan proses di

dalam penyampaian Injil. Dalam penyampaian Injil membutuhkan waktu yang tidak

singkatyang ditujukan sebagai masa persiapan untuk Injil diproklamasikan. Metode

ini memulai dengan cerita-cerita yang ada di dalam Perjanjian Lama sebagai masa

persiapan, sehingga setelah persiapan dilakukan cerita mengenai Yesus sebagai

Juruselamat diproklamasikan (Perjanjian Baru).^^

Kedua metode yang berbeda ini, diasumsikan bisa dipakai sebagai sarana

penginjilan kepada suku Betawi. Kedua metode dengan kedua karakteristik ini

memiliki keunggulan masing-masing ketika diterapkan kepada konteks suku

Betawi. Metode Tiga Saja misalnya, memiliki kelebihan tersendiri ketika dipakai

untuk menginjili suku Betawi. Metode Tiga Saja memakai persoalan kehidupan

sebagai jembatan untuk berita Injil disampaikan. Ini merupakan sebuah hal yang

sesuai bila diterapkan di dalam kehidupan masyarakat Betawi yang penuh dengan

20. Shipman, Amat Agung; Karya Kerasulan Kuno dan Kini, 252.21. Christine Dillon, Telling The Gospel Through Story: Evangelism that Keeps Hearers

Wanting More (Illinois: InterVarsity Press, 2012), 36.

Page 18: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

10

persoalan kehidupan (pendidikan, keuangan, keluarga, dll]. Metode Strorytelling

juga memiliki keunggulan ketika diterapkan unfuk masyarakat Betawi, mengingat

bahwa metode Storytelling sesuai bila diterapkan di dalam masyarakat yang sulit

untuk terbuka terhadap pemahaman baru dalam waktu dekat, maka ini merupakan

keuntungan bila diterapkan di dalam masyarakat Betawi yang menjaga nilai-nilai

budaya dan nilai-nilai agamanya (agama Islam} dengan baik. Butuh waktu yang

lama dan butuh penanaman nilai-nilai sehingga pada akhirnya Injil berakar kuat di

dalam kehidupan masyarakat Betawi. Ditambah lagi metode Storytelling merupakan

metode yang mementingkan pendekatan cerita, hal ini selaras dengan budaya suku

Betawi yang erat kaitannya dengan budaya cerita. Dalam hal ini penggunaan metode

Storytelling menjadi tepat, karena menekankan pcmanaman pengetahuan terlebih

dahulu sebagai dasar beriman dan pendekatan metode ini selaras dengan budaya

Betawi. Kedua metode yang diusulkan oleh Penulis, yakni metode Tiga Saja dan

metode Storytelling memiliki keuntungannya masing-masing ketika diterapkan di

dalam masyarakat Betawi. Karena kedua metode ini sama-sama memiliki

keuntungan dan dinilai baik bila dipakai sebagai sarana untuk menginjili suku

Betawi, maka kedua metode ini dipilih sebagai sebuah sarana untuk dilakukannya

penginjilan kepada suku Betawi.

Metode-metode ini tidak akan memiliki fungsi yang maksimal bila tidak

disertai dengan upaya pengenalan dan pemahaman akan sebuah konteks yang tepat

dengan keadaan pendengar Injil yang ada. Metode penginjilan dan pengenalan akan

sebuah konteks merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Metode saja tidak

akan cukup dalam upaya penginjilan, dan pengenalan akan sebuah konteks juga

Page 19: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

11

tidaklah cukup untuk melakukan upaya penginjilan. Dua hal inilah yang merupakan

sebuah sarana yang diperlukan untuk menyampaikan berita Injil dengan baik.

Pokok Permasalahan

1. Walaupun Jakarta sudah dapat dikatakan kota yang memiliki perkembangan

yang baik, tetapi di kota ini masih terdapat suku yang terabaikan, yakni suku

Betawl yang merupakan penduduk asli Jakarta tersebuL Ini merupakan

sebuah hal yang begitu ironi, di kota yang iDerkembang masih terdapat suku

yang terabaikan atau yang belum terjangkau dengan Injil. Melihat hal ini,

perlu dilakukan usaha untuk menjangkau suku Betawi ini. Untuk

menjangkau suku Betawi diperlukan pengenalan akan konteks yang tepat

terhadap suku Betawi. Ketika meninjau mengenai konteks suku Betawi,

maka ada permasalahan yang muncul, yakni apa yang bisa direfleksikan dari

konteks suku Betawi ini? Apakah ada ciri khas yang akan ditemukan di dalam

suku Betawi? Yang mana melalui ciri khas ini bisa ditemukan kesempatan

dan ancaman untuk dilakukannya sebuah i)enginjilan.

2. Selain konteks, metode penginjilan juga di])erlukan untuk melakukan

penjangkauan terhadap suku Betawi. Dalam hal ini Penulis mengusulkan dua

metode sebagai sarana pemberitaan Injil kepada suku Betawi. Dua metode

itu adalah metode Tiga Saja dan metode Storytelling, kedua metode ini

Page 20: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

12

memiliki karakteristikyangberbeda.22 Kedua metode ini diusulkan dengan

maksud melihat metode kekurangan dan kelebihan setiap metode, dengan

demikian akan terlihat metode mana yang memiliki kekurangan dan

keuntungan yang lebih banyak ketika digunakan untuk memberitakan Injil

kepada suku Betawi? Dengan melihat kekurangan dan kelebihan dari setiap

metode, penginjil bisa mempertimbangkan sendiri metode mana yang akan

dipakai ketika ingin melakukan penginjilan kepada suku Betawi.

Tujuan Penelitian

Kepenulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut:

1. Memaparkan konteks suku Betawi, sehingga melalui pemaparan konteks

suku Betawi dapat ditemukan sifat-sifat dan segmen-segmen yang dapat

menjadi .konteks untuk penjangkauan atau penginjilan kepada suku Betawi.

22. Menurut Penulis perbedaan karakteristik antara metode Tiga Saja dan metodeStorytelling, yakni terletak pada cara untuk mengkomunikasikan Injil itu sendiri. Dalampenyampaiannya metode Tiga Saja lebih berorientasi kepada bagaimana seseorang bisa percaya,sedangkan metode Storytelling berorientasi kepada proses ketaatan. Lib. "Disciple-makingMovements, What are they_Who are they" http://www.youtube.com/watch7vsaBLht5mH2WE, menit03:11 - 03: 50, (diakses 25 Desember 2014). Dalam hal ini yang dimaksud dengan proses ketaatanadalah seseorang yang diinjili melalui metode Storytelling diajarkan terlebih dahulu mengenai dasar-dasar Firman Tuhdn sebagai fondasi agar orang itu siap ketika mendengarkan injil, dan menjadiorang percaya yang taat ketika sudah menerima injil. Kedua karakteristik yang berbeda di antarametode Tiga Saja dan metode Storytelling setara dengan karakteristik yang berbeda antara T4T danDMM. Metode Tiga Saja merupakan turunan dan refleksi dari T4T, maka karakteristik antara T4T danmetode Tiga Saja adalah sebuah hal yang mirip. Sedangkan Storytelling bukanlah turunan dari DMM(Disciple Making Movement), tetapi keduanya memiliki karakteristik yang sama atau mirip. MetodeStorytelling mementingkan penanaman Firman Tuhan sebagai fondsi awal yang akan digunakansebagai masa persiapau untuk Injil diproklamasikan, begitu juga dengan DMM mementingkanpengajaran Friman Tuhan sebagai fondasi awal untuk membangun iman kepada Tuhan sehinggaorang bisa percaya melalui pembelajaran yang membawanya kepada iman itu. Jadi karakteristikperbandingan yang dipakai oleh T4T dan DMM bisa juga dipakai untuk sebagai karaktereistikperbandingan metode Tiga Saja dan metode Storytelling.

Page 21: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

13

Pemaparan konteks ini juga untuk memudahkan metode penginjilan yang

ada menemukan bagian-bagian yang bisa dijangkau dengan efektif.

2. Mendeskripsikan dua metode yang akan dipakai nantinya dalam penginjilan

kepada suku Betawi. Adapun metode yang dipakai, yakni metode Tiga Saja

dan Stroytelling.

3. Melakukan penerapan kedua metode penginjilan, yakni metode Tiga Saja dan

Storytelling kepada konteks suku Betawi. Dalam penerapan ini akan terlihat

metode mana yang sesuai dan memiliki keuntungan yang banyak bila

diterapkan kepada suku Betawi.

Batasan Penelitian

Seperti yang sudah dipaparkan di bagian latar belakang, ada banyak metode-

metode yang digunakan di dalam penginjilan. Dalam skripsi ini, tidak semua metode

dapat dideskripsikan. Hanya ada dua metode saja yang akan dideskripsikan dan

diterapkan di dalam skripsi ini, yakni metode Tiga Saja dan Storytelling. Hal kedua

yang perlu untuk dibatasi adalah konteks dari penerapan metode penginjilan. Dalam

skripsi ini yang akan menjadi konteks adalah suku Betawi saja.

Metodologi Penelitiann

Skripsi ini akan ditulis menggunakan metode penelitian kualitatif.

Kepenulisan dari skripsi ini akan bersifat pendeskripsian dan penerapan. Untuk

Page 22: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

14

membantu di dalam menerapkan dua metode penginjilan dengan konteks suku

Betawi, maka penulis memakai SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, dan

Threats') analisis. Analisis SWOT diambil dari dunia bisnis, analisis ini bisa tepat

digunakan untuk merefleksikan kesesuaian. Dikatakan tepat karena analisi SWOT

memperhatikan faktor internal dan eksternal. Dalam ha! ini analisis SWOT dapat

dipakai untuk merefleksikan kesesuaian dalam metode penginjilan, yang mana

dapat memperhatikan faktor internal (metode penginjilan) dan faktor eksternal

(konteks suku Betawi di Jakarta). Analisis SWOT bukan untuk menggantikan

metode penelitian kualitatif, tetapi sebagai sarana mempermudah penelitian yang

bersifat perbandingan. Penelitian ini akan dilakukan melalui studi perpustakaan/

literatur, yang dilakukan memakai buku, ensiklopedia, kamus, situs internet, artikel,

jurnal, dan berbagai bahan lainnya yang berkaitan dengan penginjilan.

Sistimatika Penulisan

Skripsi ini akan ditulis dalam lima bab. Bab yang pertama akan membahas

mengenai latar belakang dan pokok permasalahan, yakni mengenai latar belakang

bahwa setiap manusia yang sudah diselamatkan memiliki tanggung jawab untuk

memberitakan Injil kepada orang yang belum percaya. Untuk memberitakan Injil

tersebut butuh pemahaman akan sebuah konteks dengan jelas dan metode

penginjilan yang efektif. Pokok permasalahan mernbahas mengenai permasalahan

konteks Betawi yang belum direfleksikan dan mengenai kesesuaian metode

penginjilan yang akan diterapkan bila di dalam konteks Betawi.

Page 23: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

15

Dalam bab yang kedua, akan dibahas mengenai konteks suku Betawi.

Pembahasan ini mencangkup agama, kebudayaan, pola pikir, pendidikan, dan

tingkatan sosial dari suku Betawi. Semaksimal mungkin konteks suku Betawi akan

dipaparkan di dalam bab yang kedua ini, yang mana konteks ini akan menonjolkan

kesempatan [opportunities] dan bahaya [threats) sehingga memungkinkan

penginjilan dilakukan atasnya. Dalam melakukan penyelidikan terhadap suku

Betawi guna ditemukannya kesempatan dan bahaya, maka dalam skripsi ini Penulis

akan menyelidiki sejarah terbentuknya suku Betawi, budaya yang dimiliki suku

Betawi, agama yang dianut oleh Suku Betawi. dan pahlawan-pahlawan yang dimiliki

oleh suku Betawi. Sehubungan dengan pembahasan Penulis di dalam latar belakang

permasalahan mengenai pentingnya melihat dan memperhatikan komponen-

komponen kebudayaan, maka di dalam bagian pembahasan mengenai konteks suku

Betawi juga akan dibahas mengenai komponen-komponen kebudayaan.

Pembahasan mengenai Komponen-komponen kebudayaan akan dilebur di dalam

pembahasan mengenai konteks suku Betawi. Komponen-komponen kebudayaan

terdiri dari kepercayaan, nilai, dan bentuk lahiriah akan dibahas di dalam konteks

suku Betawi. Dalam pembahasan mengenai budaya suku Betawi akan dibahas juga

mengenai agama yang dianut dan penderitaan yang dialami oleh suku Betawi,

karena ini akan berkaitan dengan kepercayaan dan pemakanaan hidup dari orang-

orang Betawi. Dalam Pembahasan mengenai sejarah terbentuknya suku Betawi

akan membahas nilai yang akan dimiliki oleh suku Betawi. Dan dalam pembahasan

mengenai pahlawan-pahlawan suku Betawi akan muncul bentuk-bentuk lahiriah

yang akan bisa dibahas nantinya.

Page 24: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

16

Dalam bab yang ketiga, akan dibahas mengenai Pemaparan dua metode

penginjilan. Pemaparan ini bersifat deskriptif. Dalam pemaparan ini akan

ditampilkan mengenai ciri khas atau keunikan, tijje, dan karakteristik dari masing-

masing metode penginjilan. Pemaparan ini dibuat untuk memahami lebih jauh

mengenai kedua metode penginjilan, yakni metode Tiga Saja dan metode

Storytelling. Dalam bab ini metode akan diteliti, schingga dapat mengenali kekuatan

dan kelemahannya. Penelitian ini akan mempermudah penerapan kepada suku

Betawi.

Dalam bab yang keempat, akan dibahas mtmgenai penerapan metode-

metode penginjilan yang ada di dalam konteks sukii Betawi. Dalam penerapan ini,

akan ditemukan mengenai keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode

ketika diterapkan di dalam konteks suku Betawi. Keuntungannya dan

kekurangannya dinilai dari apakah konteks suku Betawi sesuai dengan karakteristik

metode yang menekankan individu atau kelompok, percaya atau ketaatan,

menginjili untuk percaya atau pemuridan, menekankan keselamatan atau gaya

hidup kerajaan Allah, berkhotbah/pengajaran atau memfasilitasi, dan persuasi atau

penemuan.23 Penerapan ini tidak akan dilakukan secara langsung, melainkan hanya

penerapan berdasarkan hasll riset kepustakaan saja, yakni sebuah kombinasi

metode penginjilan [Strength, Weakness,) dan konteks [Opportunities, dan Threats).

Lalu dalam bab kelima Penulis akan membuat kesimpulan berdasarkan

pembahasan skripsi ini.

23. "Disciple-making Movements, What are they_Who are they"http://www.youtube.com/watch7vsaBLht5mH2WE, menit 03:11-03: 50, (diakses 25 Desember2014).

Page 25: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

PENUTUP

Sebuah ironi jika melihat suku Betawi yang masih terabaikan, padahal suku

ini berada di Jakarta yang notabennya ada banyak gereja dan penginjil di dalamnya.

Artinya gereja-gereja yang ada di Jakarta belum berupaya untuk menjangkau suku

ini. Sebagai upaya menggerakan gerja dan penginjil, maka dalam tulisan ini, saya

mencoba menyuguhkan dua metode penginjilan untuk menginjili suku Betawi,

yakni metode Tiga Saja dan Metode Storytellling. Penelitian saya dimulai dengan

membahas mengenai konteks suku Betawi. Ada empat aspek yang menjadi

perhatian ketika membahas konteks suku Betawi, yakni sejarah, budaya, agama, dan

pahlawan-pahlwan suku Betawi. Saya meneliti dan menganalisa keempat aspektersebut. Pertama, dari aspek sejarah saya mendapati bahwa suku Betawi terbentuk

dan hasil peleburan yang memerlukan sikap terbuka dan tolerasi terhadap suku

lam, karena suku Betawi dari hasil peleburan, maka suku Betawi memiliki kedua

sikap ini. Kedua, dari aspek budaya saya menemul^an bahwa suku Betawi erat

dengan budaya cerita dan erat juga dengan dunia gaib. Ketiga, dari analisa terhadap

aspek agama ditemukanlah Islam sudah menjadi agama yang mengakarkuat di

dalam suku Betawi, bahkan sudah menjadi budaya di dalam suku ini. Keempat, dari

analisa terhadap aspek pahlawan ditemukanlah adanya pengharapan yang besar

dan suku Betawi akan adanya sosok pembebas yang bisa membebaskan mereka

dari ketertindasân dan permasalahan yang mereka hadapi.

Setelah meneliti mengenai konteks, selanjutnya saya mendeskrispsikan

kedua metode penginjilan, yakni metode Tiga Saja dan metpde Storytelîing. Metode

94

Page 26: PEMBERITAAN INJIL KEPADA SUKU BETAWIDENGAN …

95

Tiga saja merupakan metode yang berfokus kepada individual. Penginjilan secara

relasional merupakan sebuah hal yang diterapkan di dalam metode ini. Sedangkan

metode Storytelling merupakan metode yang berl'okus untuk penginjilan secara

kelompok. Yang diterapkan di dalam metode Storytelling ketika ingin menginjili

adalah penginjilan dengan memakai cerita. Metode Tiga saja dan metode Storytelling

memiliki keunikannya masing-masing. Namun keunikan dari sebuah metode belum

tentu sesual bila diterapkan di dalam sebuah konteks, maka selanjutnya saya akan

membahas mengenai relasi antara kedua metode dengan konteks suku Betawi. Dari

hal ini akan dilihat kelebihan dan kekurangan dari kedua metode bila diterapakan.

Metode Tiga Saja dan metode Storytelling sama-sama beradaptasi dan mengalami

keuntungan bila diterapakan di dalam aspek sejarah, agama, dan pahlawan-

pahlawan suku Betawi. Mengenai aspek budaya hanya metode Storytelling saja yang

mengalami keuntungan oleh karena pendekatan metode selaras dengan budaya

cerita, sedangkan metode Tiga Saja mengalami hambatan. Saya berharap skripsi ini

dapat memfasilitasi setiap penginjil atau misionaris yang ingin menjangkau suku

Betawi. Dalam tulisan ini sudah dipaparkan dan dianalisa mengenai konteks suku

Betawi. Hasil pemaparan dan analisa ini diharapkan berguna untuk setiap penginjil

dan misionari dalam hal mengobservasi dan melakukan pendekatan kepada suku

Betawi. Kemudian, kedua metode yang dideskripsikan dan direlasikan dengan

konteks di dalam tulisan ini juga diharapkan bermanfaat bagi setiap penginjil,

sehingga mereka bisa mempertimbangkan metode mana sesuai ketika diterapkan

kepada suku Betawi. Yang terakhir, tulisan juga mendorong setiap gereja dan orang

percaya agar mulai melakukan upaya penjangkauan terhadap suku Betawi.