29
PERALIHAN KATA KERJA: KAJIAN PRAGMATIK ‘UDUL AL-FI‘L DALAM AL-QUR’AN TESIS Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Agama dalam Bidang Sastra Arab Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA Muhammad Miftakhur Risal 13.2.00.1.06.01.0011 SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017

Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

PERALIHAN KATA KERJA: KAJIAN PRAGMATIK ‘UDUL AL-FI‘L DALAM AL-QUR’AN

TESIS

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh

Gelar Magister Agama dalam Bidang Sastra Arab

Pembimbing:

Dr. Ahmad Dardiri, MA

Muhammad Miftakhur Risal 13.2.00.1.06.01.0011

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2017

Page 2: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

ii

Kata Pengantar

Puji sukur ke hadirat Allah Swt, yang atas berkat rahmat-Nya, penelitian ini dapat

diselesaikan. S}alawat serta salam kepaada Rasulullah Saw, sebagai suri tauladan

sekaligus inspirasi bagi seluruh umat manusia pada umumnya, dan saya pribadi

pada khususnya.

Dalam penelitian berjudul “Peralihan Kata kerja dalam al-Qur’a>n: Kajian

Pragmatik terhadap Asumsi Penyimpangan Kebahasaan dalam al-Qur’a>n” ini,

penulis tidak mampu menyelesaikannya tanpa bantuan dan dukungan berbagai

pihak. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih

setinggi-tingginya kepada semua pihak tersebut. Secara khusus, penghargaan dan

ucapan terima kasih saya sampaikan kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof.

Dr. Dede Rosyada, MA.

2. Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr.

Masykuri Abdillah beserta wakil direktur dan ketua program S2, Dr. JM.

Muslimin.

3. Dr. Ahmad Dardiri, MA, sebagai pembimbing tesis yang penuh dedikasi

dalam membimbing penelitian ini.

4. Direktur Utama LPDP, Eko Prasetyo yang telah memberikan beasiswa

pendidikan dan penelitian ini.

5. Seluruh guru besar, dosen, dan staf SPs. UIN Syarif Hidayatullah yang

telah memberikan ilmu dan pelayanan dengan tulus ikhlas.

6. Kedua orang tua, Bapak Mahmud Salim S.Ag dan Ibu Siti Qodriyah, yang

ikhlas mendorong dan mendoakan dalam menyelesaikan pendidikan ini.

7. Istri tercinta, Hafshah Nurlaila, yang senantiasa menemani, mendorong,

membantu, dan mendukung upaya penyelesaian jenjang pendidikan ini.

8. Seluruh teman sejawat yang ikut terlibat dalam diskusi maupun

sumbangsih ide dalam penelitian ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu per

satu.

Semoga Allah Swt memberi pahala dan balasan yang setimpal atas bantuan dan

jerih payah semua pihak tersebut. Semoga tesis ini dapat memberi manfaat

terutama dalam ruang lingkup pembelajaran bahasa dan sastra Arab.

Jakarta, 28 Maret 2017

M.Miftakhur Risal

Page 3: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

vi

Abstrak

Kesimpulan besar penelitian ini adalah pembuktian bahwa kajian pragmatik secara efektif mampu memecahkan persoalan peralihan atau ‘udul dalam Al Qur’a>n, khususnya aspek kata kerja. Pragmatik digunakan untuk mengkaji peralihan kata kerja dalam al Qur’a>n karena keterbacaannya yang luas dan akomodatif terhadap teori-teori linguistik umum. Dalam praktek operasionalnya, pendekatan pragmatik mengoptimalkan unsur-unsur pembentuk konteks, seperti: partisipan, tempat, waktu, topik, nada, saluran, dan tujuan. Di samping itu pragmatik dijalankan dengan memperhatikan obyek-obyek yang terdapat dalam suatu wacana yang meliputi, antara lain: presuposisi, deiksis, implikatur, dan tindak tutur.

Penelitian ini mengkritisi pandangan John Burton (1988), Ali Dasthi (1994) Abdullah Abdul Fa>di (2001), dan James A. Bellamy (2003) dan sejumlah sarjana lainnya. Secara umum, mereka berpendapat bahwa terdapat kesalahan kebahasaan pada sejumlah tempat dalam al Qur’a>n karena bertentangan dengan kaidah kebahasaan standar, disamping alasan-alasan ilmiah lainnya.

Di sisi lain, penelitian ini mendukung kesimpulan M.A.S Abdel Haleem (1992) M. Quraish Shihab (2006), ), Hussein Abdul-Raof (2008) dan Ghayyas Baboo (2013) dan sarjana lainnya. Mereka berpandangan bahwa sejumlah ayat yang diasumsikan sebagai bentuk kesalahan kebahasaan dalam al Qur’a>n bukanlah kesalahan itu sendiri melainkan salah satu bentuk gaya bahasa al Qur’a>n. Mereka menjelaskan hal tersebut dengan menggunakan pendekatan-pendekatan yang relevan, khususnya bala>ghah.

Penelitian dilakukan secara library research dengan data primer diambil dari al Qur’a>n khususnya yang berpola ‘udul. Pendekatan yang digunakan adalah pragmatik yang dikembangkan oleh Levinson, Carl James, Halliday, Mas’ud Sahrawi dan lain-lain. Dengan teori-teori bantu seperti ilmu bala>ghah, khususnya pola iltifa>t, dan sejumlah teori gramatika Arab sesuai konteks yang relevan.

Kata kunci : peralihan,‘udul, pragmatik

Page 4: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

vii

لبحث ملخص

لكريم. فالنتيجة لبحث يهد لقر لفعل في للغوية حو عد لمشكلا لى كشف

لية بإمكانهلرئيسية منه لتد لقر عن كشف ت ا لفعل في للغوية حو عد لمشكلا

لبحث،لكريم. عد هذ لبلاغة في لية بدلا من لتد بة لمقا لمحضة تستخد لعربية لأنها للغة

جمع بين تشتهر لعالم للغويين في للغوية من لغة لعلماء لنصو لى كونها ملائمة مع بالإضافة

ئها لسر من لعد كشف لباحث في تمييز لبلاغة نفسها تساعد لك فإ كانت. بالرغم من

لعربية. لنصو باللغة مت لبما لية، يهتم لتد لنظرية لسيا مقوماتها، في تطبيق حث بعناصر

غيرها. لكلامية، لأفعا ، لحو لاستلز لسابق، لافتر : لمثا على سبيل

، لفا لله عبد شطي، عبد علي مثا جو برطن، لعلماء من ء لبحث ينتقد

لذين ير ثمة جامس لكريم من بينهابلامي، لقر . خطاء لغوية في لانحر لك لعد

يهم فة. ببناء على عد مطابقتها على لمعر لعربية للغة عد ، قو خر لبحث ما يؤمن جهة كد

خطاء لغوية ليس لذين تيقنو ما ظاهر غيرهم غيا بابو ، لر عبد لحليم، ليه عبد هب

ل نما من ضمن جماليا للغوية، لأخطاء نيةمن با لقر لمستخدمة لغة للغة لتي قد تختلف مع

يوميا.

لمكتبيي لبحث لبحث طريقة لمصا نتهج نية. حيث معظم لقر لآيا خذ من

لبحث ي لية لستخد لتد غيرهم، مسنظرية ، لصحر مسعو ، كر جامس، تعينا في يفنسو

لبلاغة، خصوصا ما يتعلق فق بأسلو لك بمباحث علم لعربي ما يو لنحو عد بعض قو ، لالتفا

لبحث. موضو

لية،لكلم لتد ، لعد لمفتاحية: لفعل ا

Page 5: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

viii

Abstract

This research will prove that pragmatics study can solve effectively the 'udul matter in al-Qur'an, especially in the verb aspect. The pragmatics is used to study verb shift in al-Qur'an because its wide and accomodative readability of general linguistics theories. This used Levinson, Carl James, Halliday, and Mas‘u>d Sahrawi’s pragmatics approach theory.

This research critisized John Burton, Ali Dasthi, Abdullah Abdul Fadi, James A bellamy and other academicians' point of view. Generally, they stated that AlQur'an have language error in some places which has grammatical contradiction, beside other scientific reasons.Otherwise, this research supported M.A.S Abdel.Haleem, M. Quraish Shihab, Husein Abdul-Raof, Ghayyas Babo and other academicians' conclucion. They stated that some verses which assumed to have errors are not fault but those are the language style of Qur'an. They explained it through relevant approaches, that is balaghah.

This study is library research wich the primary data was taken from al-Qur'an, especially that have 'udul pattern.

Keywords: 'udul, pragmatic, verb shift.

Page 6: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

ix

Pedoman Transliterasi Arab-Latin

Sesuai dengan pedoman penulisan tesis di lingkungan Sekolah Pasca Sarjana

UIN Syarif Hidayatullah, maka pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan

oleh penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

A. Konsonan

Huruf Arab Nama Huruf Latin

Alif Tidak dilambangkan

Ba B

Ta T

Tha Th

Jim J

H}a H}

Kha Kh

Dal D

Dhal Dh

Ra R

Za Z

Sin S

Shin Sh

S}ad S}

D}ad} D}

T}a T}

Z}a Z}

‘Ain ‘

Ghain Gh

Fa F

Qaf Q

Kaf K

Lam L

Mim M

Nun N

Wau W

Ha H

Lam Alif La لا

Page 7: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

x

‘ Hamzah ء

Ya y

B. Vokal

Tanda Nama Huruf Latin Nama

� Fath}ah A A

� Kasrah I I

� D}ammah U U

...� Fath}ah dan Ya Ai A dan i

...� Fath}ah dan Wau au A dan u

C. Maddah

Tanda Nama Huruf Latin Nama

� Fathah dan alif a> A dan garis di atas

� Kasrah dan Ya’ i> I dan garis di atas

� Dhammah dan wau

u> U dan garis di atas

D. Ta’ Marbut}ah

Ta’ marbut}ah yang digunakan dalam penelitian ini dimatikan atau sukun

dengan transliterasi /h/.

E. Shaddah

Shaddah/Tashdi>d diberi transliterasi dengan huruf yang sama.

Contoh: (nabba’a) نب�أ ,(nazzala) نز�

F. Kata Sandang

Kata sandang dilambangkan dengan “al-”, baik yang qamariyah maupun

shamsiyah. Contoh :

لقمر al-qamar

لشمس al-syams

G. Pengecualian

Yang dimaksud dengan pengecualian transliterasi adalah kata-kata bahasa

Arab yang telah lazim digunakan dalam bahasa Indonesia dan menjadi bagian

dalam bahasa Indonesia.

Page 8: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

xi

Daftar Isi

Halaman Judul Ucapan Terima Kasih.......................................................................... ii Pernyataan Bebas Plagiasi................................................................... iii Lembar Persetujuan Pembimbing........................................................ iv Persetujuan Hasil Ujian Pendahuluan ............................................... v Abstrak................................................................................................ vi Pedoman Transliterasi.................................................................. ......... ix Daftar Isi.............................................................................................. xi Daftar Isi tabel..................................................................................... xii Bab I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.................................................... 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah.................................................... 12

2. Rumusan Masalah........................................................ 12

3. Batasan Masalah....................................................... 13

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan.................................... 13

D. Tujuan Penelitian............................................................... 16

E. Manfaat Penelitian.............................................................. 16

F. Metodologi Penelitian......................................................... 16

G. Sistematika Pembahasan.................................................... 19

Bab II : PRAGMATIK DAN POLA PERALIHAN DALAM AL QUR’A>N

A. Pendekatan Pragmatik

1. Pragmatik dan Pemahaman Konteks............................. 21

2. Tahapan Pragmatik....................................................... 29

3. Pragmatik dalam Memahami Bahasa Al Qur’a>n............ 35

B. Pola Peralihan dalam al-Qur’a>n

1. Batasan dan Ragam Pola Peralihan..................................... 38

2. Identifikasi Pola Peralihan .................................................. 41

3. Kontroversi Pola Peralihan dalam Al-Qur’a>n...................... 42

Bab III : POLA PERALIHAN DALAM KATA KERJA SEJENIS: ANALISIS PRAGMATIK

A. Pola Peralihan dalam Kata Kerja Bentuk Ma>d}i ............. .......... 48 B. Pola Peralihan dalam Kata Kerja Mud}a>ri‘............................... 62 C. Pola Peralihan dalam Kata Kerja Amr........................................ 74

Page 9: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

xii

Bab IV : POLA ‘UDUL ANTAR DUA JENIS KATA KERJA: ANALISIS

PRAGMATIK

A. Pola Peralihan dari Bentuk Ma>d}i menjadi Mudha>ri‘................ 79 B. Pola Peralihan dari Bentuk Ma>d}i menjadi Amr......................... 100 C. Pola Peralihan dari Bentuk Mud}a>ri‘ menjadi Ma>d}i ....... 104 D. Pola Peralihan dari Bentuk Mud}a>ri‘ menjadi Amr.................... 114 E. Pola Peralihan dari Bentuk Amr menjadi Ma>d}i......................... 116 F. Pola Peralihan dari Bentuk Amr menjadi Mudha>ri‘ .................. 118

Bab V : Penutup

A. Kesimpulan.......................................................................... 123

B. Saran.................................................................................... 124

Daftar Pustaka.................................................................................... 125

Lampiran............................................................................................ 132

Glosarium............................................................................................ 138

Indeks.................................................................................................. 140

Page 10: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Penggunaan bahasa Arab dalam Al-Qur’a>n memunculkan beragam realitas

estetika kebahasaan. Begitu pula dengan bahasa sastrawi yang digunakan oleh Al-Qur’a>n juga mengetengahkan ragam struktur teks yang sarat dengan fenomena linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun linguistik umum dalam ruang lingkup yang lebih luas. Fenomena-fenomena tersebut disertai dengan gejala kebahasaan yang juga variatif. Kedudukan Al-Qur’an di mata umat Islam yang dipandang sebagai wahyu dan kitab suci tidak menjadikannya terlepas sepenuhnya dari unsur, fenomena, dan gejala kebahasaan yang beragam.

Kitab suci, yang secara fisik berwujud teks, mengharuskan pembacanya untuk, sebagaimana pendapat Hussein Abdul-Raof, menemukan makna teks dan keterkaitan antar teks. Tujuannya agar maksud yang dikehendaki dapat ditangkap secara utuh.1 Quraish Shihab menjelaskan bahwa tidak ada satupun bacaan yang diperlakukan seperti Al-Qur’an dalam hal dikaji redaksinya, bukan hanya dari aspek penetapan kata dan pemilihan kata (diksi) tersebut, melainkan juga arti kandungan baik tersurat maupun tersirat, serta kesan yang ditimbulkan.2 Artinya, selain aspek teologis sebagai wahyu dan kitab suci, Al-Qur’an juga dipandang sebagai perwujudan nilai-nilai linguistik dan sastra.

Kaitan dengan nilai sastrawi tersebut, Hassan R. Haftador mengatakan, bahwa diantara aspek kemukjizatan al Qur’a>n adalah adalah literary miracle atau i‘jaz lughawi. Menurutnya, perwujudan dari i‘ja>z lughawi setidaknya dalam lima hal: pemilihan kata (diksi), gaya dan ekspresi, ritme, unit yang tematik, dan kehalusan bahasa.3 Kelima hal tersebut cukup untuk menjaga superioritas retorik al-Qur’a>n dibanding produk sastra yang banyak muncul pada masa itu.

Al Qur’a>n didefinisikan sebagai media interaksi antara Tuhan dan hamba-Nya oleh Yusuf Al Qarad}a>wi.4 Dalam interaksi ini, bahasa Arab terpilih sebagai sebagai medianya. Hal ini mengharuskan siapapun yang hendak menafsirkan Al Qur’a>n, untuk memiliki pengetahuan yang memadai terhadap bahasa Arab. Di

1 Selengkapnya di Hussein Abdul-Raof, “Conceptual and Textual Chaining in Quranic Discourse”, Journal of Qur’anic Studies, Vol. 5, No. 2 (2003) 72-94. Bandingkan dengan Rachel Friedman, “Interrogating Structural Interpretation of the Qur’a>n”, Der Islam 87. (2012) hal 130-156. 2 M. Quraish Shihab, Lentera Hati, (Bandung : Mizan. 1997) Cet VIII, hal 25. 3 Hassan R. Haftador, An Investigation of Basic Aspects of the Quranic Miracle, Asian Social Science, Vol. 11 No. 07 (2015) hal 38-42. Bandingkan dengan M. Nahar al Ali dan M. Qasem al Zoubi, “Different Pausing, Different Meaning: Translating Qur’anic Verses Containing Syntactic Ambiguity”, Perspectives: Studies in Translatology, Vol. 17, No. 04 (2009) hal 227-241. 4 Yusuf Qarad}a>wi, Berinteraksi dengan Al Quràn, Terjemahan Abdul Hayye’ Al Kattani, (Jakarta : Gema Insani Press, 1997) hal: 5.

Page 11: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

2

antara cabang bahasa Arab adalah bala>ghah, yang menurut Wansbrough, dianggap memegang peran penting dalam menafsirkan Al Qur’a>n.5

Menurut penulis, pendapat Wansbrough di atas sangat relevan mengingat bahasa Arab memiliki situasi kebahasaan yang disebut dengan diglossia, yaitu situasi kebahasaan dimana ada perbedaan antara ragam formal atau resmi dengan yang non formal atau tidak resmi.6 Situasi ini membuat penutur bahasa Arab sekalipun tetap harus juga memiliki pemahaman yang cukup mengenai pola sastrawi dari bahasa Arab. Jika kurang optimal dalam memahami situasi ini, tidak menutup kemungkinan untuk memunculkan asumsi bahwa bahasa Al Qur’a>n, dengan bahasanya yang luhur, bukanlah bahasa yang efektif untuk media interaksi dan komunikasi antara sang Kha>liq dan makhluk.

Lebih jelasnya, ketika al-Qur’a>n menggunakan pilihan kata (diksi) yang luhur dan dimengerti oleh masyarakat umum saat al-Qur’an tersebut diturunkan, pembacanya di kemudian hari tidak menggunakan diksi yang sama dalam percakapan sehari-hari. Padahal al Qur’a>n tidak hanya dibaca oleh orang Arab atau muslim saat itu. Bahkan tidak hanya dibaca oleh muslim saja. Pada titik inilah bala>ghah dapat menutupi celah tersebut. Dengan demikian, pembaca al Qur’a>n dewasa ini tidak sampai menjadi, sebagaimana istilah Whitney Bodman, resident alien yaitu pihak yang dituntut menyatu dengan al Qur’a>n namun kenyatannya tetap terasa asing dan terpisah.7

Bahasa Arab yang digunakan oleh Al Qur’a>n sebagai media interaksi ini, secara struktur formal, resmi, lazim atau rutinnya menggunakan tiga jenis kata, yaitu: fi‘l (verba/kata kerja), ism (nomina), dan harf (huruf)8 adalah tiga kategori kata umum yang digunakan dalam Al Qur’an. Selanjutnya kategori kata kata kerja bisa berupa mad}i, mud}ari‘, dan amr, sedangkan isim bisa berupa z}ahir maupun d}amir (kata ganti/pronomina), sedangkan harf juga berbagai macam bentuk.9

5 Selengkapnya mengenai bagaimana bala>ghah memegang perang penting dalam tafsir dapat dilihat di John Wansbrough, “Arabic Rhetoric and Qur’anic Exegesis”, Bulletin of SOAS, Vol. 31, No 3 (1968) 32-50. 6 Istilah diglossia pertamakali digunakan dalam bahasa Perancis diglossie, yang kemudian populer untuk dunia Arab berkat jasa William Marcais pada tahun 1930. Selengkapnya di Karin C. Ryding, “Proficiency Despite Diglossia: A New Approach for Arabic”, The Modern Language Journal, Vol. 75, No. 2 (1991) 212-218. Bandingkan dengan Elinor Saiegh-Haddad, “Linguistic Distance and Initial Reading Acquisition: The Case of Arabic Diglossia, Applied Psycholinguistics, 24.3, (2003) hal 431-451. 7 Istilah ini dikemukakan oleh Whitney Bodman, “Reading the Qur’a>n as a Resident Alien”, The Muslim World 99.4 (2009) hal 689-706. Merujuk pada posisi non-Muslim ketika membaca al Qur’a>n yang merasa asing di tengah-tengah dialog al Qur’a>n. 8 Menghadirkan padanan harf dalam bahasa Arab dengan “huruf” dalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak sepenuhnya tepat karena sejumlah huru>f dalam bahasa Arab memiliki makna yang melampaui huruf dalam bahasa Indonesia. 9 Pembagian kategori dan kelas kata yang demikian dapat ditemukan di buku-buku nahw, seperti Alfiyah karangan Ibnu Malik (tt), An Nahwu al-‘As}ri karangan Sulaiman Fayyad (1995), Musthafa al Ghala>yaini, Ja>mi‘ al-Durus al ‘Arabiyyah, (Beirut: Al Maktabah al ‘Ashriyyah, 1994).

Page 12: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

3

Jenis kata yang digunakan dalam mengawali suatu kalimat memunculkan dua jenis kalimat (jumlah) : ismiyyah dan fi‘liyyah. Kalimat tersebut memiliki unsur-unsur yang harus bersesuaian dalam berbagai aspek. Untuk jumlah ismiyyah kesesuaian atau mut}a>baqah10 tersebut terwakili dalam dua hal pokok : aspek gender (muz\akkar-muannats), dan aspek jumlah (mufrod, tatsniah, dan jam‘). Sedangkan jumlah fi‘liyah di samping terwakili dalam kesesuaian antara fi‘l dan fa>‘il, mut}abaqah juga dapat diukur dari konsistensi penggunaan kategori verba yang sama dalam satu kalimat.

Ada kalanya dalam suatu kalimat, persesuaian tersebut tidak terpenuhi. Jika demikian, maka kalimat tersebut bisa diasumsikan11 mengalami inkonsistensi. Persoalannya adalah bagaimana jika pola inkonsistensi tersebut terjadi dalam Al Qur’a>n. Kitab suci yang diyakini terpelihara oleh Allah Sawt.12 Umat Islam mempercayainya sebagai kitab yang tidak mampu ditiru oleh karya lain atau yang oleh Stowasser, disebut dengan dogma Qur’a>n’s Miraculous and Inimitable Nature.13 Tentunya, akan menjadi masalah bagi sebagian besar umat Islam jika pola yang demikian diterima sebagai bentuk kekurangan bahasa al Qur’a>n.

Fenomena yang demikian inilah yang disebut dengan ‘udu>l (العدول) . Secara etimologi ‘udul sendiri berarti melenceng, beralih, atau menyimpang14. Sedangkan secara terminologi nahw dipahami sebagai bentuk peralihan atau perubahan susunan bahasa dari bentuknya yang formal, lazim, rutin.15 Dalam penelitian ini, penulis akan lebih sering menggunakan kata peralihan. Realitas estetika ini telah menarik perhatian sejumlah sarjana untuk mendiskusikannya. Pada akhirnya dialektika dalam topik ini ikut menambah ramai perdebatan mengenai otentisitas Al Qur’a>n yang sejatinya sudah cukup ramai pada perdebatan seputar tafsir ilmi,

10 Pembahasan mendalam mengenai aspek muthabaqah atau persesuaian dalam bahasa Arab ini lihat tesis Farid Al Samara>i, “Al Muthabaqah fi An Nahw al ‘Araby”, Tesis Ja>miah Al Basrah, (2005). 11 Penulis mengatakan “diasumsikan” karena tidak semua kalimat yang tidak tercapai mutha>baqah-nya bisa dianggap tidak konsisten. Beberapa ada yang dikategorikan dengan pola ‘udul yang menjadi topik kajian dalam tulisan ini. 12 Sebagaimana ayat 9 dari surat Al Hijr إنا نحن نزلنا الذكر وإنا ل لحافظون 13 Penjelasan mengenai ini lihat Barbara Stowasser, “The Qur’a>n and Its Meaning” dalam The Arab Studies Journal, Vol.3, No. 1, ( 1995), 4-8. 14 Lihat Ibnu Manz{ur, Lisa>n Al ‘Arab, (Beirut: Da>r S}adir, 1997) jilid 11 hal. 430-437. Lihat juga Murtad{a Al Zabi>di, Ta>j Al Arush, ( Beirut: Da>r Al Hida>yah, tth) jilid 15 hal 471-476. Pembahasan secara lebih mendalam mengenai ‘udul secara etimologi akan penulis lakukan di bab selanjutnya. 15 Lihat Tammam Hasan, Al Us{u>l: Dira>sat Istimulujiyah Li al-Fikr al-Lughawi ( Kairo: ‘A>lam al Kutub, 2000) 127-130. Lihat juga Ghayyath Ba>boo, “Dila>lat Al ‘Udu<l” dalam jurnal Dira>sa>t fi al-Lughah al ‘Arabiyah wa A>da>biha (2013) 18-37. Pembahasan secara lebih mendalam mengenai ‘udul secara terminology akan penulis hadirkan di bab selanjutnya.

Page 13: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

4

yaitu menyoal ayat al-Qur’a>n yang sesuai dengan temuan-temuan ilmu pengetahuan modern .16

Penulis mencatat dua arus utama pemikiran dalam mengapresiasi pola ‘udul dalam Al Qur’a>n ini. Pertama, kelompok yang menilai pola ‘udul adalah bentuk inkonsistensi dan penyimpangan al-Qur’a>n dari kaidah kebahasaan. Kelompok ini terwakili oleh sejumlah sarjana yang salah satunya adalah Abdullah Abdul Fa>di. Dia berkeyakinan bahwa al-Qur’a>n memiliki sejumlah kesalahan ilmiah yang kemudiaan membuatnya bertanya secara sinis apakah Al Qur’a>n benar-benar ma‘s{um atau tidak. Dalam buku berjudul Is the Qur’a>n Infallible?, Abdullah Abdul-Fadi memang tidak secara khusus membahas kesalahan gramatik dalam Al Qur’a>n, namun dia menilai jika kesalahan gramatik tersebut adalah salah satu bukti bahwa Al Qur’a>n mengandung hal-hal yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan.17

Sarjana selanjutnya yang berada pada kelompok adalah James A. Bellamy. Bellamy tidak menilai struktur gramatika, melainkan pilihan kata al-Qur’a>n. Dalam melakukan apa yang dia sebut sebagai textual criticism terhadap al Qur’a>n, Bellamy mengatakan bahwa terdapat sejumlah kata dalam al Qur’a>n yang hingga saat ini tidak bisa diidentifikasi secara memuaskan karena berbeda dengan konvensi kebahasaan yang berlaku saat itu. Kata-kata tersebut antara lain: T{uwan, al-Jibt, A>za>r, ‘Uzayr, ‘Isa>, dan lain sebagainya. Bellamy mensinyalir bahwa terjadi kekeliruan dalam penulisan dan penyebutan nama-nama tersebut oleh komite penulis wahyu. Bagi Bellamy, hal ini menjadi bukti bahwa al Qur’a>n tidaklah lolos dari kesalahan penulisan dan periwayatan. Secara eksplisit Bellamy bahkan menggagas untuk mengganti kata-kata tersebut dengan hal yang lebih dekat dengan orisinalitas sejarah dan bahasa.18 Meski yang menjadi fokus kajiannya adalah kata, bukan kalimat, namun pendapat Bellamy penulis singgung karena menggambarkan kritik sekaligus keraguan seorang sarjana terhadap keotentikan al-Qur’an.

Jika nama-nama di atas menyinggung soal kesalahan al Qur’a>n secara umum, maka John Burton secara spesifik mengemukakan kesalahan gramatikal dalam al Qur’a>n. Ia membawa sejumlah bukti dan meyakini bahwa sejumlah ayat yang ia kumpulkan bertentangan dengan kaidah kebahasaan. Ia memaparkan hal itu dalam sebuah artikel berjudul Linguistic Errors in The Qur’a>n19. Hal yang sama juga dilakukan oleh Ali Dasthi. Dia menganggap bahwa Al Qur’a>n menggunakan sejumlah kalimat yang tidak sempurna, adanya bahasa yang tidak dikenal oleh Arab, inkonsistensi antara fa>‘il dan fi‘l, dan sebagainya.20

16 Uraian lebih lengkap mengenai perdebatan mengenai tafsir ilmy ini dapat dilihat di Bustami Muhamed Khir, The Qur’a>n and Science: “The Debate on the Validity of Scientific Interpretation”, Journal of Quranic Studies, Vol.2 No.2 (2000) 19-35. 17 Sejumlah persoalan yang diasumsikan sebagai kesalahan ilmiah Al Qur’a>n dapat dilihat dalam Abdullah Abdul Fàdi, Is The Quran Infallible? ( Austria: Light of Life, 2001) 18 James A. Bellamy, “Textual Criticism of The Koran”, Journal of American Oriental Society, 121. 1 (2003) hal 1-7. 19 John Burton, “Linguistic Errors in the Qur’a>n”, Journal of Semitic Studies, Vol. 33, No. 2 (1988) 181-196 20 Ali Dashti, 23 Years: a Study of the Prophetic Career of Muhammad, translated into English by F.R.C. Bagley (Costa Mesa : Mazda Publisher, 1994) 48-50.

Page 14: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

5

Kelompok pertama ini seringkali menjadikan sejumlah ayat sebagai pembenar argumen mereka. Ayat-ayat yang dikuti seperti pada surat Al Baqarah ayat ke 17,

öNßgè=sVtB È@sVyJx. ìÏ%©!$# yâs%öqtGóô$# Rt$ëY# ùs=nJ£$! &rÊ|$!äuNô Bt$ myqö!s&ã¼ åsdy=| #$!ª /ÎZãqëÍdÏNö ru?sçt.xgßNö ûÎí

;M»yJè=àß ûw tbrçéÅÇö6ãÉ ÇÊÐÈ Perumpamaan mereka seperti orang-orang yang menyalakan api, setelah api itu

menerangi sekelilingnya Allah melenyapkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.21

Kata ganti dalam ayat tersebut dianggap tidak konsisten karena berubah dari bentuk plural menjadi tunggal dan kembali lagi ke plural. Ayat lain yang dianggap menunjukkan inkonsistensi adalah surat Hu>d ayat ke 74 berikut :

ùs=nJ£$ åsdy=| ãt`ô )Î/öçtºdÏìLt #$9ç§r÷íä ru`y%!äu?ømç #$9ø6ç³ôéuì3 Üägp»âÏ9äZu$

íÎû ÏQöqs% >Þqä9 ÇÐÍÈ Maka tatkala rasa takut hilang dari Ibrahim dan kabar gembira telah datang

kepadanya, dia pun bersoal jawab dengan (para malaikat) Kami tentang kaum Lut. terjadi perubahan fi‘l atau kata kerja dari ma>d}i ke mud}a>ri‘ meski dalam kerangka dan situasi waktu yang sama22. Ayat semacam ini dan sejumlah ayat lain sering dijadikan bahan kritikan untuk memperkuat argumen mereka.

Sedangkan kelompok kedua meyakini bahwa Al Qur’a>n terpelihara dari kesalahan. Oleh sebab itu, peralihan atau ‘udul mereka anggap tidak menyalahi kaidah bahasa (grammatical errors). Kelompok ini meyakini bahwa Al Qur’a>n memang cukup sering menggunakan pola-pola kalimat yang secara lahiriah tidak sesuai dengan kaidah umum kebahasaan, namun sebenarnya tidak menyimpang darinya.

Termasuk kelompok kedua adalah M.A.S Abdel Haleem yang berpendapat bahwa perubahan grammar (grammatical shift) dalam Al Qur’a>n adalah untuk tujuan bala>ghi atau sastrawi23. Tujuan sastrawi tersebut diantaranya

21 Terjemah al-Qur‘an yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang diterbitkan oleh Forum Pelayan al-Qur‘a>n (cetakan VII/2016) dengan tashih dari Lajnah Pentashih al-Qur‘a>n Kementrian Agama RI dengan nomor: P.VI/1/TL.02.1/432/2016, kode: A1Z-II/U/10/III/2016. 22 Secara formal, mad}i digunakan untuk mengungkapkan peristiwa yang terjadi di masa lampau, sedangkan mud}ori’ untuk masa akan datang dan yang terjadi saat ini. Keduanya memang sering bertukar fungsi, namun jika terjadi dalam satu konteks kalimat/ayat di situlah pola udul menjadi muncul. Lihat Ghayyats Ba>boo, Dila>lat Al ‘Udu<l, hal 23-30 23 M.A.S Abdul Haleem, :Grammatical Shift for Rhetorical Purpose: “Iltifa>t” and Related Features in The Qur’a>n”, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, Vol. 55 (1992) hal. 407-432. Baca juga Najat Ali Al Badani, Norsimah Mat Awal, dan Intan Safinaz Zainudin, “Translation Strategies for Reference Switching (Iltifa>t) in Surah Al Baqarah, Asian Social Science, Vol 10, No 16 (2014) 176-187.

Page 15: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

6

direpresentasikan dalam apa yang disebut dengan pola iltifa>t.24 Dalam pandangannya, peralihan atau perubahan grammar dari bentuknya yang baku bukanlah suatau kesalahan kebahasaan.

Abdul Haleem memaparkan beragam tipe iltifa>t yang diantaranya adalah change in person dan change in the tense of the verb.25 Meskipun Abdul Haleem menitikberatkan kajiannya pada aspek pronomina (d}ami>r) saja, namun menurut penulis hal itu cukup mewakili pemikirannya yang tidak setuju jika pola peralihan seperti iltifa>t dan ‘udul dianggap sebagai bentuk kesalahan gramatikal.

Apresiasi positif terhadap fenomena ‘udu>l juga dikemukakan oleh Ghayyas Baboo. Ia menganggap ‘udu>l sebagai fenomena sastrawi (z{a>hirah bala>ghiyyah). Lebih lanjut pola-pola peralihan yang ditemukan dalam al-Qur’a>n adalah cerminan salah satu aspek keindahan bahasa Arab (jamaliyya>t al-‘arabiyyah) itu sendiri26. Hal yang sama dikemukakan oleh Hussein Abdul-Raof. Abdul-Raof mengatakan bahwa bentuk perubahan gramatika yang demikian, merupakan kelihaian serta teknik penyampaian yang khas dan karakter unik dari gaya bahasa Al Qur’a>n27. M. Quraish Syihab menuturkan bahwa hal-hal semacam fenomena ‘udul dalam al Qur’a>n sejatinya menggambarkan keterbatasan kaidah standar bahasa Arab. Untuk mengakomodir hal tersebut para ulama nahw memperkenalkan istilah sha>z ( jarang terjadi) atau istitsna>’ (pengecualian).28

Lebih jauh ke belakang, ulama-ulama Islam seperti Al-Sakka>ki dan Al-Zamakhsyari juga menangkap bahwa perubahan dari tarkib lughawi satu ke yang lainnya memiliki nilai stilistik yang justru akan terungkap manakala dikeluarkan dari hal-hal yang lazim. Fenomena peralihan ini dapat dipahami dengan menyelami maknanya yang terdalam.29 Jika merujuk ke dalam buku-buku tafsir, juga akan selalu ditemukan justifikasi linguistik mengenai fenomena kebahasaan tersebut.

Problem teks al Qur’a>n sebenarnya sudah ada bahkan di awal abad pertama hijriyah. Hal itu terlihat misalnya dalam suatu riwayat penah terjadi kesalahan dari seseorang yang membaca surat at Taubah (9) ayat 3. Semestinya dibaca rafa‘ 24 Iltifat juga memiliki arti yang hampir sama dengan údul yaitu perpindahan dari satu pola ke pola lain untuk menarik perhatian. Lihat Abdurrahma>n Al Akhkha>ri, Syarh Jauhar al Maknu>n ( Beirut: Da>r Ihya al Kutub al A>rabiyah, tth) h. 88 25 Abdul Haleem membagi iltifa>t menjadi enam tipe: change in person, change in number, change in addresse, change in the tense of the verb, change in case marker, using noun in place of pronoun. Abdul Haleem menggunakan kata change dan bukan deviation atau inhira>f (penyimpangan). Hal ini semakin mempertegas pandangannya bahwa hal yang demikian adalah perubahan yang wajar dan bukan grammatical errors maupun penyimpangan bahasa. 26 Ghayyats Ba>boo, “Dila>lat Al ‘Udu<l fi Siyagh al Af‘a>l” dalam jurnal Dira>sa>t fi al Lughah al ‘Arabiyah wa A>da>biha ,Vol.12 (2013) 18-37. 27 Hussen Abdul-Raof, “Style of the Qur’a>n” dalam Oliver Leaman, The Qur’a>n : an Encyclopedia, ( Abingdon & New York: Routledge, 2008) 595-597. 28 M. Quraish Shihab, “Orientalisme” dalam Jurnal Studi al Qur’a>n, Vol. , No.2, 2006, hal. 32. 29 Lihat Al-Sakka>ki, Mifta<h al ‘Ulu>m, (Beirut: Da>r al Kutub al ‘Ilmiyyah, 1987) hal 323, bandingkan dengan Al-Zamakhshari, Al Kasysya>f, (Beirut: Da>r Ihya’ al-Turats, 1986) hal 382 ketika menafsirkan grammatical shift pada Hud: 54.

Page 16: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

7

namun dibaca nas{b.30 Hanya saja kesalahan seperti ini dapat segera diluruskan mengingat jumlah orang yang otoritatif baik dalam kefasihan bahasa Arab maupun dalam hafalan al Qur’a>n masih banyak. Ketika jumlah mereka semakin berkurang, gagasan untuk menuliskan al Qur’a>n menjadi satu mus{h{af muncul.

Menurut Muhammad Qabi>si, penulisan aksara Arab (khat) juga ikut berkembang seiring dengan perkembangan kodifikasi al-Qur’a>n tersebut.31 Pada akhirnya hal itu juga yang menurut sebagian kalangan ikut menjadi penyebab disusunnya ilmu nah{w melalui tokoh-tokoh seperti Abu Aswad al Du’ali (67 H), Kholil bin Ahmad (170 H), dan Sibawaih (180 H)32.

Dengan memperhatikan linimasa tersebut, al-Qur’an telah ada sebelum ilmu gramatika Arab disusun. Konsekuensi logisnya adalah bahwa nahwu mengikuti dan menyesuaikan fenomena kebahasaan yang ada dalam al-Qur’an. Jika ada beberapa kasus dalam al-Qur’an yang di kemudian hari dianggap bertentangan dengan kaidah gramatika, sejatinya rumusan kaidah itulah yang penulis anggap mengalami keterbatasan. Maka diperlukan model pendekatan yang dapat mengakomodir perbedaan-perbedaan kebahasaan tersebut.

Mengenai bahwa al Qur’a>n mengandung ayat-ayat yang problematik, adalah bagian dari gaya bahasa al Qur’a>n yang khas. Gaya bahasa ini menurut al-Zarqani, terwujud dalam penyusunan ungkapan serta ketepatan dalam memilih kata-katanya.33 Sejalan dengan itu, jika berbicara mengenai gaya bahasa, perlu kiranya merujuk pada pendapat sarjana Barat seperti Leech dan Short. Mereka mengemukakan soal cara penggunaan dalam konteks tertentu oleh pengarang untuk tujuan tertentu pula34. Penulis bisa katakan bahwa dalam kerangka yang dibuat oleh Leech dan Short ini, berarti ketika Allah Swt memilih penggunaan gaya bahasa yang demikian, pasti ada tujuan tertentu yang hendak dicapai.

Bahasa al Qur’a>n adalah bahasa yang puitik dan sastrawi. Meski al Qur’a>n sendiri sudah menafikan bahwa al Qur’a>n bukanlah shi’r (puisi Arab)35, namun menurut Achmed Achratie gaya bahasa yang digunakan mirip dengan puisi Arab.

30 Maksudnya pada ayat berikut :

¨br& ©!$# ÖäüìÌçt/ z`ÏiB tûüÏ.Îéô³ßJø9$#   ¼ã&è!qßôuëur 4

Riwayat ini dapat dicermati dalam Ibn Jinni|, Khasha>ish, (Kairo: Da>r al Kutub al Mishriyah, 1955) halaman 8 31 Lebih lengkap mengenai penulisan mush{af lihat Muhammad Qabi>si, Kaifa Jumi’a al Qur’a>n al Kari>m, Mara>h{il al Tadwi>n wa tat{awwur al-Khat}, ( Beirut: Dar> al Fikr al Lubna>ni, 2007) hal 30-43. Bandingkan dengan Estelle Whellan, “Forgotten Witness: Evidence for the Early Codification of the Qur’a>n”, Journal of the American Oriental Society, 118, (1998) hal 1-14 32 Lebih lengkap mengenai perkembangan nahw lihat Shauqi D}ayyif, al Mada>ris al Nahwiyyah, (Kairo: Da>r al Ma’a>rif, 1968) cetakan ke VII. Bandingkan dengan Muhammad T{ant{a>wi, Nash’at al-Nahw wa Ta>rikh Ashhur al-Nuh{a>t, ( Kairo: Da>r al Mana>r, 1991). 33 Al Zarqa>ni, Mana>hil al ‘Irfa>n fi ‘Ulu>m al Qur’a>n, (Kairo: Da>r Ihya> al Kutub al ‘Arabiyyah, tth) hal 199 34 Geofry N. Leech dan Michael H. Short, Style in Fiction : A Linguistic Introduction to English Fictional Prose (London: Longman, 1981) hal 10 35 Misalnya al Ha>qqah : 41

Page 17: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

8

Hal ini terbukti dengan adanya similaritas dalam sejumlah ayat metaforis antara pengalaman religi dengan pengalaman estetik dimana yang terakhir identik dengan topic-topik pada puisi Arab36. Upaya penolakan terhadap klaim bahwa al-Qur’a>n adalah puisi, hanyalah dalam rangka mengukuhkan superioritas retorik al Qur’a>n atas puisi-puisi Arab.

Dengan demikian, penulis beranggapan bahwa adalah lumrah, jika meneliti bahasa al Qur’a>n dalam kerangka yang sama seperti meneliti bahasa sastra secara umum. Hal ini pula yang ditangkap oleh Abdul Muqsith Ghazali dan kawan-kawan saat mengulas perdebatan seputar asumsi kesalahan gramatika dalam al-Qur’a>n. Menurut mereka, para sarjana al-Qur’a>n telah banyak yang memperlakukan teks suci dalam agama Islam sebagai teks kebahasaan yang harus dianalisis berdasarkan piranti-piranti kesarjanaan yang ada.37 Cara pandang yang demikian tidak berarti meragukan konsep bahwa al-Qur‘a>n adalah wahyu. Menempatkan al-Qur’a> untuk dikaji secara linguistik dan sastra di satu sisi, dan tetap meyakininya sebagai wahyu adalah hal yang tidak perlu dibenturkan.

Sejalan dengan kerangka berpikir di atas, jika bahasa Al Qur’a>n tersebut ditarik ke ruang lingkup yang lebih besar yaitu sastra secara umum, maka ‘udul bukan sesuatu yang aneh atau menyimpang sama sekali. Kalangan formalis Rusia misalnya menganggap bahasa sastra yang sering hadir dengan gaya bahasa yang berbeda dari bahasa sehari-hari dengan istilah defamiliarisasi38 yang secara singkatnya adalah the device of making it strange atau cara untuk membuat sesuatu terdengar tidak familiar karena dengan sifatnya yang asing, pendengar dan pembaca akan tertarik untuk lebih jauh menghayatinya. 39

Dengan pengungkapan fakta di atas, setidaknya kita sadari bahwa gaya bahasa Al Qur’a>n yang terkadang menghadirkan pola ‘udul di dalamnya tidaklah satu-satunya di dunia ini. Terdapat sejumlah produk sastra dalam bahasa lain yang juga menghadirkan hal yang sama meski dengan istilah berbeda. Defamiliarisasi atau deotomatisasi adalah salah satu contohyna. Meski demikian, defamiliarisasi ini hanyalah sebuah fenomena kebahasaan. Defamiliarisasi sulit untuk dijadikan landasan teori mengingat dia bukanlah cabang ilmu ataupun pendekatan yang jelas teori, batasan, dan tahapannya.

Dalam konteks sastra Arab sendiri, peneliti studi gaya bahasa Al Qur’a>n disediakan suatu pendekatan yang bernama bala>ghah. Sukron Kamil berpendapat bahwa karena bala>ghah lahir dipengaruhi Al Qur’a>n, maka pendekatan bala>ghah

36 Achmed Achratie, “Arabic, Quranic Speech, and Post Modern Language” dalam Arabica, 55 (2008) hal 161. Bandingkan dengan Irfan Shahid, “The Sura of the Poets: Final Conclusion”, Journal of Arabic Literature, Vol. 35, No. 02 (2004) hal 175-220. 37 Abdul Moqsith Ghazali, dkk, Metodologi Studi al-Qur’a>n, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009) hal 134. 38 sebagian menyebutnya dengan deotomisasi dirumuskan oleh aliran formalis Rusia seperti Viktor Shklovskij pada 1915. Lihat A. Teuuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 2003) h. 107 , Lihat juga Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, ( Jakarta: Rajawali Pers, 2012) h 133-134 39 A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, h. 109

Page 18: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

9

sungguh tepat untuk digunakan sebagai kajian keagungan sastra Al Qur’a>n40. Sarjana barat semisal John Wansbrough juga mengaplikasikan pendekatan bala>ghah ini khususnya soal al-laff wa an nashr41 untuk membahas keunikan bahasa Al Qur’an. Dalam konteks persoalan ‘udul ini, pendekatan balaghah juga dimungkinkan sebagai jalan keluar mengenai asumsi inkonsistensi kebahasaan Al Qur’a>n.

Dengan pendekatan bala>ghah tersebut, maka pola peralihan ini mendapatkan justifikasinya. Misalnya ketika diaplikasikan dalam menilai peralihan kata kerja dalam ayat 9 surat Fa>t}ir berikut :

ru#$!ª #$!©%Ïìü &rëöôy@ü #$9çhÌÉt»xy ùsFçWÏçéç ûxtp$/\$ ùs¡Ý)øYo»mç )Î<ní4 /t#s$7 B¨ãhÍM; ùs'rmôãuè÷Zu$ /ÎmÏ #${FëöÚu /tè÷ây

$pkÌEöqtB “Dan Allah-lah yang mengirimkan angin; lalu (angin itu) menggerakkan awan,

maka Kami arahkan awan itu ke suatu negeri yang mati (tandus) lalu dengan hujan itu Kami hidupkan bumi setelah mati (kering)”

Al-Zamakhshari memperkenalkan istilah hikaya>t al-h}a>l sebagai jalan keluar perubahan aspek waktu dari kata kerja di atas. Maksud dari hikaya>t al-h}a>l adalah gaya bahasa Arab dalam menceritakan suatu hal secara lebih hidup, seolah-olah sedang terjadi di hadapan pendengarnya meski peristiwanya sudah lampau.42 Sama dengan pendapat Ibn al-Athi>r yang meski tidak memiliki istilah sendiri, namun mengatakan bahwa pemilihan fi‘l mud}ari’ untuk mengungkapkan peristiwa masa lalu memberi kesan seolah-olah pendengar melihatnya secara langsung.43 Jawaban-jawaban seperti inilah yang dipilih dan dipergunakan oleh kelompok kedua di atas.

Ulama-ulama muslim, yang cenderung keberatan terhadap kritik beberapa kalangan soal adanya beberapa ayat dalam al Qur’a>n yang tidak sesuai dengan kaidah bahasa Arab, memiliki pemikiran yang sama seperti al-Zamakhshari. Mereka mendatangkan kajian bala>ghah sebagai solusi. Bagi kalangan Islam jalan keluar yang demikian sebenarnya cukup karena bala>ghah juga menghadirkan shawa>hid atau bukti-bukti dari puisi-puisi Arab yang sama-sama memiliki pola ‘udul.

Hanya saja keterbacaan balaghah tidaklah universal. Ia terbatas pada mereka yang mendalami bahasa Arab. Jika ingin keterbacaannya lebih universal, problematika kebahasaan dalam Al Qur’a>n hendaknya terus diupayakan untuk dikaji dengan pendekatan yang cenderung lebih diterima oleh masyarakat linguistik secara umum.

Berangkat dari fenomena di atas, penulis mengusulkan pendekatan pragmatik. Dengan pragmatik, makna dari suatu wacana atau teks yang dalam wujud formalnya menyimpang tersebut dapat ditentukan secara lebih akurat.

40 Sukron Kamil, Teori Kritik Sastra Arab Klasik dan Modern, hal 145 41 John Wansbrough, “Arabic Rhetoric and Qur’anic Exegesis”, 32-50 42 Al-Zamakhshari, Al Kashsha>f, Jilid 3, hal 301. 43 D{iya>’ al Di>n ibn al Athi>r, Al Mathal al Sa>ir fi Adab al Ka>tib wa al Sha>‘ir, (Beirut: Mat}ba’ah Must}afa al Ba>bi, 1939) jilid 2 hal 194.

Page 19: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

10

Menurut Stephen C. Levinson, pragmatik adalah the study of the relation between language and context that are basic to an account of language understanding.44 Pengertian ini menunjukkan bahwa untuk memahami makna bahasa, maka seseorang dituntut bukan saja untuk mengetahui makna kata dan hubungan gramatikalnya tetapi juga menghubungkannya dengan konteks.

George Yule mengatakan bahwa pendekatan pragmatik ini dapat mengeskplorasi sesuatu yang sebenarnya tidak dikatakan atau di luar teks. Meski tidak dikatakan, namun disepakati ada oleh pembicara maupun pendengarnya sebagai bagian dari lingkup komunikasi tersebut.45 Dengan demikian, pragmatik akan menangkap hal yang membuat suatu ujaran memiliki makna yang lebih luas dari kelihatannya.

Di kalangan Arab pragmatik biasa dikenal dengan istilah لية لتد (al-

tada>wuliyyah)46 yang merupakan derivasi dari dal, wawu, dan la>m د، و، ل yang diantara maknanya adalah al-intiqa>l (perpindahan).47 Mas‘ud Al-Sah}ra>wi menjelaskan tada>wuliyah sebagai studi penggunaan bahasa yang tidak terbatas pada bentuk formalnya, tetapi mengungkap aspek lain dibalik penggunaan ungkapan oleh pembicara kepada pendengar dalam konteks pembicaraan tertentu48. Teori serupa juga dihadirkan oleh H}amou Dehbia, bahwa untuk mengungkap problematika teks yang tidak selesai dalam wujud formalnya diperlukan hal yang ia sebut al-mura>‘ah ‘ala al wa>qi‘ al-kha>riji atau memperhatikan faktor di luat teks tersebut.49 Faktor di luar teks inilah yang akan terungkap dengan tadawuliyah atau pragmatik tersebut.

Pragmatik juga mengambil peran yang penting dalam usaha penerjemahan teks berbahasa Arab ke berbagai bahasa. Kadhim M. Sulthon mengatakan bahwa bentuk formal teks arab ketika dialihbahasakan secara tekstual tanpa memperhatikan konteks akan alami reduksi makna50. Tanpa melangkah lebih jauh soal penerjemahan Al Qur’a>n, penulis meyakini bahwa pragmatik adalah cara efektif untuk memecahkan problem reduksi makna tersebut.

Dalam kaitan dengan pola ‘udul dalam Al Qur’an, khususnya peralihan dalam kategori kata kerja (fi‘l), pemahaman atas konteks ayat sangat diperlukan. Hal-hal

44 Hanya satu dari setidaknya tujuh pengertian pragmatik yang dikemukakan Levinson. Lihat selengkapnya, Stephen C. Levinson, Pragmatics, (Cambridge: Cambridge University Press, 1983) hal. 21-24. 45 George Yule, Pragmatics, (Oxford: Oxford University Press, 1996) hal. 3 46 Satu diantara setidaknya enam istilah lain dalam bahasa Arab untuk pragmatik. Istilah lainnya adalah : al dhira>’iah, al maqs}adiah, al maqa>miah, al takha>tubiah, dan al wadha>ifiyyah. Lihat Yasmina Abd as-Sala>m, “Naz}ariyyah al-Af’a>l al Kala>miah”, dalam al Makhbar, Vol. No. 10 ( 2014) hal 99 47 Ibnu Mandzu>r, Lisa>n al Arab, Jilid 11, hal 252-253 48 Mas’u>d Sahra>wi, Al Tada>wuliyyah ‘Inda ‘Ulama> al ‘Arab, ( Beirut: Da>r al Tholi>’ah, 2005) hal. 26 49 Hamou Dehbia, “Problematic of Text in Pragmatics Linguistics”, Journal Semat, Vol 3, No. 01, (2015) hal 34-49 50 Kadhim M. Sulthon, “The Semantics, Pragmatics, and Translation of Speech Acts”, Journal of College of Basic Education, No. 50 (2007) hal 23-40

Page 20: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

11

di luar wujud teks secara formal perlu dikaji agar asumsi penyimpangan tersebut bisa dipatahkan sekaligus menangkap pesan yang terdapat dalam Al Qur’an< secara utuh. Menurut Komarudin Hidayat, pesan utuh tersebut harus dicapai melalui cara-cara yang benar dalam bentuk pemahaman yang tidak terbatas pada aspek formalnya melainkan juga aspek fungsionalnya.51

Cara kerja pragmatik dalam menganalisis teks Al Qur’a>n tidak jauh berbeda dengan cara kerjanya dalam menganalisis wacana secara umum. Yang membedakan barangkali hanyalah pijakan atau landasannya. Al Qur’a>n mengenal istilah asba>b al-nuzu>l atau sebab turunnya ayat. Tentu tidak menafikan fakta bahwa tidak semua ayat diketahui asba>b al-nuzulnya.52

Adapun aplikasi pragmatik dalam menngungkap makna ayat bisa diambil contoh ayat 17 surat al-Baqarah yang dibahas sebelumnya. Ketika deiksis, khususnya person deixis53 yang berkenaan dengan kata ganti dikaji terlebih dahulu, maka perubahan d}ami>r pada ayat tersebut dapat dicarikan jalan keluarnya. Sedangkan khusus untuk penggunaan pragmatik dalam mengkaji pola perubahan verba misalnya dalam surat Fa>thir ayat 29 berikut:

¨bÎ) tûïÏ%©!$# öcqè=÷GtÉ |=»tGÏ. «!$# (#qãB$s%r&ur no4qn=¢Á9$#

(#qà)xÿRr&ur $£JÏB öNßg»uZø%yóuë #uéÅ  ZpuäÏRüxtãur öcqã_öçtÉ Zotç»pgÏB

`©9 uëqç7s? “Sungguh orang-orang yang selalu membaca kitab Allah (al-Qur’an) dan

melaksanakan salat dan menginfakkan sebagian rezeki yang Kami anugerahkan kepadanya dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perdagangan yang tidak akan rugi”

Udul al-fi‘l atau peralihan kata kerja dalam ayat di atas dapat dikaji dengan pragmatik. Hal itu karena di antara objek kajian pragmatik adalah implikatur percakapan (conversational implicature) yaitu apa yang mungkin diartikan, disarankan, atau dimaksudkan oleh penutur yang berbeda dengan yang sebenarnya dikatakan54 ; dan pra-anggapan (presupposition) atau dasar asumsi bersama bagi peserta percakapan.55 Implikatur dan pra-anggapan tersebut digunakan untuk

51 Lihat Komarudin Hidayat, Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeneutik, (Jakarta: Paramadina, 1996) hal.5. 52 Lebih lengkap mengenai asba>b al-nuzul dapat dilihat Al-Wa>h}idy, Asba>b al-Nuzu>l, (Beirut: Da>r al Kutub al ‘Ilmiyyah, 1980) . Bandingkan dengan Jalaluddin al Suyu>t}i, Asba>b Al Nuzu>l : Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al Qur’a>n. Terjemahan Shaleh, dkk, (Bandung: CV. Diponegoro, 1995). 53 Deiksis adalah gejala semantik yang terdapat pada kata atau konstruksi yang ditafsirkan acuannya dengan mempertimbangkan konteks pembicaraan. Lihat Stephen C. Levinson, Pragmatics, hal 68-89. Bandingkan dengan Hasan Alwi dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1998). 54 Stephen C. Levinson, Pragmatics, hal 97-100, bandingkan dengan Gillian Brown dan George Yule, Discourse Analysis ( Cambridge: Cambridge University Press, 1985) hal. 27-35. 55 Stephen C. Levinson, Pragmatics, hal 167-177.

Page 21: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

12

menyingkap bahwa meski dalam bentuk deklaratif, namun ada maksud imperatif (perintah dan anjuran) agar pembaca melaksanakan amalan-amalan yang terdapat pada ayat tersebut yaitu membaca Al Qur’a>n, shalat, dan sedekah.

Lebih dari itu, amalan-amalan ini pada dasarnya berbeda tingkatan, ada yang sifatnya wajib dan ada yang sifatnya anjuran atau sunnah yang juga berbeda level. Karena perbedaan tingkatan tersebut, maka kata kerja yang digunakan menyesuaikan, ma>d}i untuk tingkat ibadah yang lebih ditekankan, sedangkan mud}a>>ri’ untuk tingkat di bawahnya.

Cara lain untuk menemukan relevansi pragmatik dalam mengkaji ayat tersebut adalah dengan mengoptimalkan sisi dan aspek semantik, yang juga merupakan tahapan analisis pragmatik56. Semantik digunakan untuk mengungkap kecenderungan makna (dila>lah) dari penggunaan ma>d}i dan mud}ari‘.57 Kendati demikian, semantik dan pragmatik, menurut Robyn Carston, memiliki domain yang berbeda. Semantik menitikberatkan pada peguraian linguistic meaning , sementara pragmatik menitikberatkan pada speaker meaning. Pada prakteknya, keduanya beriringan ketika digunakan dalam mengkaji suatu wacana.58

Dari paparan di atas, penulis berpendapat bahwa pragmatik mampu menjangkau dengan jangkauan yang lebih jauh. Pragmatik memberi gambaran jelas mengenai keterkaitan antara teks dengan kontek. Lebih dari itu, keterbacaan pragmatik lebih luas dari teori-teori bahasa Arab pada umumnya. Dari latar belakang tersebut, perlu kiranya dikaji dan diteliti tentang pendekatan pragmatik dalam pola peralihan dalam Al Qur’a>n, khususnya mengenai asumsi inkonsistensi kata kerja, dengan mengambil judul “Peralihan Kata Kerja: Kajian Pragmatik ‘Udul al-Fi’l dalam Al-Qur’an”.

B. Permasalahan Penelitian 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan data yang penulis kumpulkan dan berdasarkan paparan di atas, penulis menemukan beberapa masalah dalam penelitian ini, antara lain: bentuk bahasa yang menjadi ciri khas al-Qur’a>n, fenomena asumsi penyimpangan kebahasaan, pola peralihan atau ‘udul, peran bala>ghah dalam menguraikan pola peralihan, dan cara kerja pragmatik dalam memecahkan pola peralihan dalam al-Qur’an.

2. Rumusan Masalah

56Penjelasan mengenai semantik sebagai bagian dari pragmatik ini bisa dilihat Stephen C. Levinson, Pragmatics, hal 199-203 dan akan dibahas pada bab selanjutnya. 57 Di antara makna tersebut adalah bahwa ma>d}i memiliki kecenderungan pasti terlaksana dan sifatnya mutlak , sementara mud}oari’ sifatnya tidak mutlak untuk terealisasi. Lihat Mahmud Zaqzu>q, H}aqa>iq al Isla>m fi Muwa>jahat Subuha>t al Mushakkiki>n, (Kairo: al Majlis al A’la>, 2004) hal 224. Bandingkan dengan Jalal Abdulla>h, “Dilala>t al ‘Udu>l fi Siyagh al Mushtaqqa>t fi al-Qur’a>n al-Kari>m”, Tesis di Taiz University, (2007), hal 179-181. 58 Robyn Carston, “Linguistic Communication and Semantic/Pragmatic Distinction”, Synthese ,165, (2008) hal 321-340.

Page 22: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

13

Dengan demikian, berdasarkan identifikasi masalah di atas, penulis merangkum sebuah rumusan masalah secara umum sebagai berikut: “Bagaimana menggunakan pendekatan pragmatik dalam menganalisis pola peralihan dalam Al Qur’a>n khususnya dalam kata kerja?”. Rumusan masalah tersebut dapat diturunkan menjadi rumusan-rumusan yang lebih detail, yaitu:

1. Bagaimana pola ‘udul atau peralihan dalam Al Qur’a>n? 2. Bagaimana cara kerja pragmatik dalam menganalisis pola peralihan dalam

Al Qur’a>n? 3. Batasan Masalah

Kajian mengenai ‘udul atau pola peralihan dalam Al Qur’a>n adalah kajian yang luas karena meliputi berbagai aspek dan berbagai pendekatan. Demi efektifitas dan agar menghasilkan kajian yang fokus, tidak semua jenis peralihan akan penulis bahas. Penulis membatasi masalah di atas hanya pada kata kerja atau fi‘l dalam Al Qur’a>n yang diasumsikan mengalami inkonsistensi dari yang seharusnya. Dengan demikian secara umum penulis akan fokus pada peralihan dalam tiga jenis kata kerja berikut: ma>d}i, mud}ari’, dan amr yang akan dibagi kembali menjadi beberapa kategori yang lebih detail.

C. Penelitian Terdahulu yang Relevan Kajian pokok penelitian ini adalah pendekatan pragmatik dalam menganalisis

pola peralihan atau ‘udul dalam Al Qur’a>n. Sedangkan objek utamanya adalah fenomena peralihan kata kerja atau ‘udul al-fi’l dalam Al Qur’a>n. Kesimpulan awal penulis adalah bahwa pola peralihan tersebut apabila dikaji dengan pendekatan pragmatik, maka tidak ada penyimpangan kata kerja dalam Al Qur’a>n. Berdasarkan objek yang dikaji tersebut, penulis menemukan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian yang penulis lakukan, antara lain:

Penelitian berbahasa Arab dari Jalal Abdullah berjudul “Al ‘Udul fi Siyagh al Mushtaqqa>t fi al-Qur’a>n al-Kari>m: Dirasah Dila>liyah” ( tesis) tahun 2007.59 Penelitian ini membahasa secara deskriptif pola udul yang terdapat pada kata-kata derivatif (mushtaqqat) dalam Al Qur’a>n. Penulis tesis tersebut menggunakan analisis dari sejumlah ahli tafsir pada kasus demi kasus yang diteliti. Analisis yang dilakukan adalah pada aspek dilalah atau makna.

Jalal Abdullah tidak mengemukakan pendekatan atau teori linguistik umum. Bahkan teori-teori bahasa Arab juga tidak digunakan secara maksimal. Hal ini menurut penulis karena luasnya medan kajian yang dibahas yaitu seluruh mushtaqqa>t yang membuat pembahasan tidak fokus pada satu titik. Di samping itu, banyaknya pandangan dari sejumlah ahli tafsir di seluruh kasus yang diteliti membuat penelitian ini lebih bersifat tafsir daripada kebahasaan. Adapun relevansinya dengan penelitian ini adalah pada objek kajiannya yaitu ‘udul dalam Al Qur’a>n meskipun dengan ruang lingkup dan batasan yang berbeda.

59 Jalal Abdulla>h, “Dilala>t al ‘Udu>l fi Siyagh al Mushtaqqa>t fi al Qur’a>n al Kari>m: Dirasah Dilaliyyah”, Tesis Taiz University, 2007.

Page 23: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

14

Penelitian Mahdi dengan judul “ Gaya Bahasa Al Qur’a>n : Kajian Fenomena ‘Udul” (tesis) tahun 2008.60 Dari hasil bacaan penulis, penelitian ini menitikberatkan pada ‘udul sebagai bagian dari gaya bahasa Al Qur’an yang khas dengan fokus kajian pada aspek pronomina/kata ganti (d}ami>r). Mahdi mengemukakan sejumlah ayat yang memiliki potensi untuk diasumsikan terjadi penyimpangan kata ganti. Kesimpulan besarnya adalah, ayat-ayat dengan kata ganti yang diasumsikan menyimpang tersebut adalah bagian dari gaya bahasa Al Qur’>an yang indah dan dapat dicarikan jalan keluarnya dengan teori-teori bala>ghah.

Adapun distingsi penelitiaan tersebut dengan yang penulis lakukan adalah dalam dua hal: pertama, objek kajian. Mahdi menitikberatkan pada pronomina/kata ganti/d}amir>. Tidak ada aspek lain yang dibahas selain hal itu. Sementara yang penulis kaji adalah verba/kata kerja/fi‘l. Sehingga obyek kajian antara penelitian Mahdi dan yang penulis lakukan berbeda. Kedua, teori dan pendekatan. Mahdi tidak mengemukakan pendekatan atau teori linguistik umum, hanya fokus pada aspek bala>ghah dengan beberapa kali mengutip argumen semantik atau dila>lah, sedangkan penulis menggunakan pendekatan pragmatik, namun tetap menjadikan bala>ghah sebagai teori bantu dan pembanding.

Penelitian selanjutnya yang cukup relevan adalah penelitian Mas’u>d Sahra>wi dalam bentuk buku berjudul “Al-Tada>wuliyyah ‘Inda ‘Ulama>‘ al-‘Arab” (2005). Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian penulis karena memaparkan bagaimana pragmatik beredar dalam turath atau karya-karya kebahasaan dalam ruang lingkup bahasa Arab.61 Mas’ud memaparkan bagaimana ulama Arab memandang pragmatik sekaligus melakukan upaya perbandingan pragmatik dengan teori-teori linguistik Arab yang sebelumnya sudah dikenal oleh kalangan Arab. Dalam meneliti bagaimana Arab memandang pragmatik tersebut, Mas’ud tidak menyinggung persoalan ‘udul dalam aspek manapun. Bahkan gaya bahasa Al Qur’a>n juga tidak dibahas secara mendalam dalam memaparkan dasar-dasar pragmatik tersebut.

Langkah yang hampir serupa dilakukan Hussein Abdul-Raof melalui tulisannya dalam jurnal Language berjudul “Arabic Rhetoric: A Pragmatic Analysis” (2009).62 Dalam penelitian tersebut dipaparkan bagaimana Abdul-Rauf melakukan analisis pada disiplin ilmu bala>ghah dengan pendekatan pragmatik. Hanya saja analisis bersifat umum pada bala>ghah atau stilistika Arab, tidak spesifik mengkaji bahasa al Qur’a>n apalagi pola peralihan dalam al Qur’a>n.

Pengoperasian pragmatik dalam penelitian bahasa Al Qur’a>n pernah dilakukan oleh Ali Ma’shum melalui tesisnya berjudul “ Istifha>m dalam Al Qur’a>n: Kajian Pragmatik Terhadap Penggunaan Kata Tanya Hamzah” (2007).63 Ali

60 Mahdi, “Gaya Bahasa Al Qur’a>n: Kajian Fenomena ‘Udul”, Tesis SPS UIN Syarif Hidayatullah (2008). 61 Mas’u>d Sahra>wi, Al Tada>wuliyyah ‘Inda ‘Ulama> al ‘Arab, ( Beirut: Da>r al T}ali>’ah, 2005). 62 Hussein Abdul-Raof, “Arabic Rhetoric: A Pragmatic Analysis” dalam Language Vol. 85 No. 04 (2009) hal. 908-912. 63 Ali Ma’shum, “Istifha>m dalam Al Qur’a>n: Kajian Pragmatik Terhadap Penggunaan Kata Tanya Hamzah”, Tesis SPS UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. (2007).

Page 24: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

15

Ma’shum memaparkan bagaimana pragmatik bersama ilmu ma‘a>ni bekerja dalam menganalisis wacana. Objek kajian Ali adalah istifha>m khususnya hamzah. Hal hampir serupa juga dilakukan oleh M. Ainin dalam tulisannya yang dimuat di al Had}a>rah berjudul “ Pertanyaan dalam Al Qur’a>n: Suatu Tinjauan Pragmatik” (2001).64

Dua penelitian tersebut memberikan gambaran bagaimana pendekatan pragmatik digunakan dalam mengkaji bahasa Al Qur’a>n. Distingsi kedua penelitian tersebut dengan yang penulis lakukan adalah pada objek dimana keduanya mengkaji istifha>m atau kata tanya sedangkan penulis mengkaji kata kerja.

Pragmatik untuk mengkaji Al Qur’a>n juga dilakukan oleh Amir El-Said dan Othman Abdulaziz al-Misned dalam tulisan berjudul “Pragmatic Losses of Qur’a>n Translation: A Linguistic Approach” (2012).65 Hanya saja penelitian tersebut fokus pada hilangnya beberapa aspek pragmatik ketika teks al Qur’a>n diterjemahkan ke bahasa selain Arab. Aspek yang hilang tersebut antara lain: genre, texture, referential versatility, culture-specific terms, dan lain lain. Relevansi dengan yang penulis teliti adalah mengenai aspek pragmatik yang mutlak ada pada teks-teks Al Qur’a>n.

Penelitian lainnya yang relevan adalah tesis Firas ‘Is}a>m berjudul “Al Mut}a>baqah fi al Nahw al ‘Arabi wa Tat}biqa>tiha fi al-Qur’a>n al-Kari>m ” (2005).66 Sebenarnya penelitian ini membahas mengenai mut}a>baqah atau persesuaian dalam bahasa Al Qur’a>n dengan mengaplikasikan pada bahasa Al Qur’a>n. Menjadi relevaan dengan penelitian yang penulis lakukan karena Firas ‘Is}a>m turut pula menghadirkan sejumlah hal yang diasumsikan mengalami inkonsistensi atau ketidaksesuaian dengan kaidah bahasa Arab formal. Di antara hal tersebut adalah soal kata kerja. Meski demikian, data yang dihadirkan tidak dianalisis dengan komprehensif karena bukan fokus dari penelitiannya. Penulis tesis tersebut menitikberatkan pada persesuaian dan hanya memberi porsi sedikit untuk pola-pola peralihan ini.

Secara spesifik ‘udul dalam kategori kata verba dibahas oleh Ghayya>ts Ba>boo melalui tulisannya dalam jurnal Dira>sa>t fi al-Lughah al ‘Arabiyah wa A>da>biha berjudul Dila>lat Al ‘Udu<l fi Siyagh al Af‘a>l (2013).67 Ghayya>ts menghadirkan pendekatan ilmu dila>lah dalam penelitiannya dengan mengutip sejumlah ayat sebagai aplikasi dari pola ‘udul tersebut. Hanya saja penelitian tersebut berhenti pada aspek dila>lah dan tidak mengemukakan pendekatan pragmatik. Penelitian tersebut juga tidak dilengkapi dengan langkah-langkah pengoperasianya sehingga dapat relevan untuk digunakan pada ayat-ayat lain yang serupa. Di samping itu, penelitian tersebut berlandaskan pada teori-teori balaghah

64 M. Ainin, “Pertanyaan dalam Al Qur’a>n: Suatu Tinjauan Pragmatik” dalam Al Had}a>rah (Yogyakarta : UGM Press, 2001). 65 Amir El Said dan Othman Abdulaziz al Misned, “Pragmatic Losses of Qur’a>n Translation: A Linguistic Approach”, dalam English Language and Literature Studies, Vol. 2, N0. 3 (2012) hal 42-49. 66 Firas ‘Is}a>m, “Al Mut}a>baqah fi al-Nahw al-‘Arabi wa Tat}biqa>tiha fi al-Qur’a>n al-Kari>m”, Tesis Ja>mi’ah al Bashrah, 2005. 67 Ghayya>ts Ba>boo, “Dila>lat Al ‘Udu<l fi Siyagh al Af’a>l”, hal 17-39.

Page 25: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

16

saja dan tidak menggunakan kajian linguistik umum sehingga keterbacaannya menjadi terbatas.

Selain kepustakaan yang sifatnya penelitian di atas, sejumlah buku yang sifatnya konseptual juga memiliki relevansi dengan penelitian ini. Di antara buku tersebut seperti kitab-kitab tafsir, linguistik secara umum, sastra Arab maupun sastra umum, buku-buku ulu>m al-Qur’a>n, dan karya-karya lain yang relevan. Namun sekali lagi, buku-buku tersebut tidak fokus pada kajian pragmatik dalam pola peralihan kata kerja di dalam al Qur’a>n.

Dari penelurusan penulis di atas, dapat dikatakan bahwa analisis pragmatik terhadap pola perubahan verba khususnya dalam Al Qur’a>n belum sepenuhnya dilakukan. Dengan demikian, penelitian ini akan menganalisis salah satu fenomena kebahasaan Al Qur’a>n tersebut dengan pendekatan linguistik modern dipadukan dengan teori-teori bala>ghah dan teori bahasa Arab lainnya.

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengungkap pola ‘udul atau peralihan yang terdapat dalam al-Qur’a>n. 2. Menawarkan pendekatan pragmatik untuk mengungkap pola peralihan dalam

al-Qur’a>n.

E. Manfaat Penelitian Secara akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangsih

keilmuwan dalam meneliti gaya bahasa Al Qur’a>n seacara umum dan mengurai pola ‘udul atau peralihan dalam Al Qur’an secara khusus. Dengan pendekatan pragmatik dan dikomparasikan dengan teori-teori bahasa Arab maka akan dapat memperkaya kajian kebahasaan dan dapat memperluas keterbacaannya.

Secara praktis, penelitian ini bermanfaat bagi siapa saja yang ingin ikut andil dalam mengungkap makna Al Qur’a>n. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat dijadikan acuan dalam membaca fenomena-fenomena kebahasaan khususnya ‘udul dalam al Qur’a>n. Manfaat praktis lainnya adalah memudahkan para penerjemah al Qur’a>n untuk bisa memetakan konteks dalam alih bahasa al Qur’a>n.

F. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini hendak meneliti pola peralihan kata kerja dalam al Qur’a>n

dengan menggunakan kajian pragmatik. Dengan demikian penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang nantinya menghasilkan argumentasi yang kritis.68 Hal itu tercapai dengan langkah-langkah yang akan penulis kemukakan dalam metode analisis data. Kualitatif menjadi relevan karena sifat masalah itu sendiri yaitu penelitian yang bertujuan mengkaji makna, penghayatan, keberagaman, serta bertujuan untuk memahami apa yang tersembunyi di balik fenomena.69

68 Lexy L. Moeleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Roasda Karya, 2001) hal. 6. 69 Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, ( Jakarta: GP Press, 2009) hal. 37.

Page 26: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

17

Penelitian ini menekankan pada kepustakaan murni (library research) atau riset non reaktif. Artinya data-data yang dibutuhkan dalam penelitian berasal dari sumber kepustakaan atau dokumentatif70, baik sebagai sumber primer maupun sekunder. Sumber kepustakaan tersebut seperti : buku, dokumen resmi, naskah, dan literatur-literatur lain71.

2. Sumber, Instrumen dan Metode Pengumpulan Data Sumber data penelitian ini adalah tulisan-tulisan yang terkait dengan pola

peralihan kata kerja dalam Al Qur’a>n. Penulis mengklasifikannya menjadi dua: primer dan sekunder. Sumber primer berupa dokumen, yaitu al-Qur’a>n al-Kari>m, khususnya ayat-ayat yang berpola ‘udul. Sementara sumber sekunder adalah buku-buku nah}w, balaghah dan tafsir.

Sebagai penelitian kualitatif, instrumen kunci dalam penelitian adalah penulis sendiri atau human instrument72, artinya bahwa penelitilah yang mengumpulkan data, menyajikan data, mereduksi data dan menyimpulkan hasil penelitian.

Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, maka penulis memilih salah satu metode pengumpulan data yang relevan yaitu metode dokumentasi. Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen yang didapatkan dari kepustakaan.73 Tekhnik dokumentasi ini dapat dijabarkan dengan pencarian data mengenai hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, prasasti, dan sebagainya.74

3. Metode Analisis Data Dengan mengadopsi metode analisis data penelitian kualitatif Miles dan

Huberman75, model analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Reduksi data. Penulis mengumpulkan data penelitian dari al Qur’a>n dan menyeleksi masing-masing data yang relevan dengan fokus masalah yang diteliti.

b. Menentukan unit. Penulis membuat klasifikasi dan memisahkan data menjadi bagian-bagian yang selanjutnya dapat dianalisis.

70 Iskandar, Metodologi Penelitian Kualitatif, hal. 64. 71 Dalam hal ini termasuk al Qur’a>n dan diwa>n al syi’r (kumpulan puisi Arab). 72 Robert C. Bogdan dan Sari Knopp Bicklen, Qualitative Research for Education : An Introduction to Theory and Methods, (London: Allyn and Bacon Inc, 1982) hal 10. Bandingkan juga dengan Kinayanti Djojosuroto, Prinsip-prinsip Dasar Penelitian Bahasa, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendikia, 2000) hal 28. 73 Metode-metode pengumpulan data lain dalam penelitian kualitatif antara lain: wawancara, observasi, dokumenter, bahan visual, dan penelusuran secara online. Lihat misalnya H. M Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana, 2012) hal 110-130. 74 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) hal 132. 75 Mathew Miles dan Michael Humberman, Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods, (London: Sage Publications, 1984) hal. 94-132

Page 27: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

18

c. Melaksanakan display atau penyajian data. Data yang telah didapatkan dan telah diunitisasi akan disampaikan dalam bentuk naratif secara sistematis.

d. Mengambil kesimpulan sementara. Dalam hal ini penulis masih berpeluang untuk menerima masukan dan masih dapat diuji kembali dengan data yang diperoleh.

e. Melakukan analisis data. Dilakukan dengan cara : 1. Menguraikan bentuk udul verba dalam al Qur’a>n 2. Menganilisis data tersebut dengan kajian pragmatik yang juga

meliputi aspek sintaksis, semantik, dan pragmatik. f. Mendiskusikan hasil analisis, baik dalam forum resmi perkuliahan (WIP)

atau dengan teman sejawat, dosen pembimbing, dan guru. g. Menyimpulkan hasil penelitian.

4. Pendekatan Mengingat objek utama penelitian ini adalah pola peralihan kata kerja dalam

al-Qur’a>n, penulis menggunakan pendekataan pragmatik. Pada prakteknya pendekatan pragmatik akan memadukan tinjauan bala>ghah, nah}w, sastra secara umum, dan pragmatik itu sendiri.

Ilmu bala>ghah penulis gunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan relevansi ‘udul dengan pola iltifa>t. Hal itu terwujud dalam argumen-argumen ulama bala>ghah dalam ayat-ayat problematik dan retorika umum lainnya yang dirumuskan dalam ilmu bala>ghah. Secara spesifik penulis menggunakan teori-teori bala>ghah yang berkaitan langsung dengan iltifa>t , seperti yang dirumuskan oleh Hasan Tibl dalam bukunya Uslu>b al-Iltifa>t fi al-Bala>ghah al-Qur’a>niyyah (1998).76

Nahw berfungsi untuk mencari kedudukan kata dalam suatu kalimat, bagaimana suatu kata kerja menjadi ma’t}uf bagi kata kerja lain, mencari bagian kalimat yang menjadi fa>‘il-maf‘ul bih, dan sebagainya. Nahw menjadi penting karena saat diketahui posisi kata dalam kalimat, maka bentuk peralihan akan mudah diidentifikasi.

Sastra menjadi pegangan penulis khususnya dalam pembahasan mengenai pola penyimpangan kata atau kalimat dalam produk sastra. Dalam hal ini penulis menggunakan argumen-argumen defamiliarisasi atau deotomatisasi yang dipopulerkan oleh aliran formalis di Rusia.77 Penulis juga menggunakan teori-teori dalam kritik sastra Arab kontempores khususnya dalam aspek-aspek yang berkaitan dengan pragmatik dalam dunia Arab (tada>wuliyah) seperti buku karangan Mas’u>d

76 Hasan Tibl, Uslu>b al Iltifa>t fi al Bala>ghah al Qur’a>niyyah, (Nasr City : Da>r al Fikr al ‘Arabi, 1998) 77 Lawrence Crawford, “Victor Shklovskij: Differance in Defamiliarization”, Comparative Literature, Vol. 36, No. 3, (1984) hal 209-230. Lihat juga A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, hal 107-109.

Page 28: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

19

Sahra>wi berjudul Al-Tadawuliyah ‘Inda ‘Ulama>’ al-‘Arab (2005)78 dan Mahmud Ahmad Nahlah berjudul A>fa>q Jadi>dah fi al Bah}s al Lughawi al-Mu‘ashir, (2002).79

Sedangkan pragmatik akan mengelaborasi temuan-temuan yang menggunakan kajian-kajian tersebut, kemudian dikaitkan dengan konteks ayat yang terdiri dari beberapa dimensi yang membentuknya seperti, partisipan, waktu, tempat, tujuan, topik, dan faktor-faktor di luar teks lainnya. Pragmatik akan dijalankan sebagai konsep dasar memahami konteks tuturan tersebut. Dalam hal ini penulis menggunakan teori pragmatik Stephen C. Levinson dalam bukunya Pragmatics (1983)80 George Yule (1985)81, Carl James (1980)82, dan sebagainya.

Dengan pendekatan ini diharapkan dapat menjadikan kajian ini lebih akomodatif dan progresif, serta mampu menjembatani antara analisis yang bebas tanpa kerangka dan analisis yang terjebak dan terkungkung oleh teologi atau keyakinan akan kesucian al Qur’a>n semata. Sekali lagi perlu ditekankan, bahwa mengkaji al-Qur’a>n dengan piranti kesarjanaan linguistik maupun sastra tidak berarti meragukan kedudukannya sebagai wahyu.

G. Sistematika Pembahasan Tesis ini disusun dalam lima bab yang terdiri atas : pendahuluan, pragmatik

dan pola peralihan dalam al Qur’a>n, pola peralihan dalam kata kerja sejenis, pola peralihan antar dua jenis kata kerja, dan penutup.

Bab pertama berjudul pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, permasalahan yang terdiri dari identifikasi masalah, batasan masalah, dan rumusan masalah; penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua berjudul Pragmatik dan Pola Peralihan dalam al Qur’a>n. Bab ini akan terbagi menjadi dua sub-bab utama yaitu: pendekatan pragmatik dan pola peralihan dalam al-Qur’a>n. Dalam sub-bab pendekatan pragmatik akan dibahas kerangka teoritis mengenai pragmatik yang meliputi: pragmatik dan pemahaman konteks, tahapan pragmatik, dan pragmatik dalam mengkaji al-Qur’a>n. Sedangkan dalam sub-bab pola peralihan dalam al-Qur’a>n akan dibahas soal batasan dan ragam pola peralihan, identifikasi pola peralihan, dan kotroversi ragam peralihan dalam al-Qur’a>n.

Bab ketiga berjudul Pola Peralihan dalam Kata Kerja Sejenis: Analisis Pragmatik. Bab ini merinci dan mengklasifikasi data yang penulis kumpulkan mengenai poa peralihan dalam satu jenis kata kerja. Penulis membaginya menjadi beberapa sub-bab sesuai kategori kata kerja itu sendiri yaitu: pola peralihan dalam

78 Mas’u>d Sahra>wi,, Al Tada>wuliyyah ‘Inda ‘Ulama> al ‘Arab, (Beirut: Da>r al Tholi>’ah, 2005). 79 Mahmud Ahmad Nahlah, A>fa>q Jadi>dah fi al Bah}s al-Lughawi al-Mu‘ashir, ( Iskandariah: Da>r al Ma’rifah, 2002) 80 Stephen C. Levinson, Pragmatics, (Cambridge: Cambridge University Press, 1983). 81 George Yule, Pragmatics, (Oxford: Oxford University Press, 1996). 82 Carl James, Contrastive Analysis, (London : Longman, 1980).

Page 29: Pembimbing: Dr. Ahmad Dardiri, MA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/38669/1/Muhammad... · linguistik, baik linguistik Arab itu sendiri maupun

20

kata kerja bentuk ma>d}i, pola peralihan dalam kata kerja bentuk mud}a>ri’, dan pola peralihan dalam kata kerja bentuk amr.

Bab empat berjudul Pola Peralihan Antar Dua Jenis Kata Kerja: Analisis Pragmatik. Bab empat terbagi menjadi enam sub-bab yaitu: pola peralihan dari bentuk ma>d}i menjadi mud}a>ri’, ma>d}i menjadi amr, mud}a>ri’ menjadi ma>d}i, mud}a>ri’ menjadi amr, amr menjadi ma>d}i, dan amr menjadi mud}a>ri’. Masing masing kategori akan dianalisis aspek sintaksis, semantik, dan pragmatisnya.

Bab kelima adalah Penutup dan Kesimpulan. Di dalamnya dilakukan pembahasan mengenai kesimpulan atas penelitian tentang pola peralihan kata kerja dalam al-Qur’a>n dengan disertai saran-saran yang penulis anggap perlu untuk dilakukan pada penelitian-penelitian lanjutan dengan topik atau tema yang serupa.