84
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN METODE PENGUAPAN PELARUT SKRIPSI EVI NURUL HIDAYATI 1111102000131 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015

PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

i

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMBUATAN MIKROPARTIKEL

DILTIAZEM HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN

METODE PENGUAPAN PELARUT

SKRIPSI

EVI NURUL HIDAYATI

1111102000131

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 2: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

PEMBUATAN MIKROPARTIKEL

DILTIAZEM HIDROKLORIDA MENGGUNAKAN

METODE PENGUAPAN PELARUT

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

EVI NURUL HIDAYATI

1111102000131

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JULI 2015

Page 3: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya
Page 4: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya
Page 5: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya
Page 6: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

vi

ABSTRAK

Nama : Evi Nurul Hidayati

Program Studi : Farmasi

Judul Penelitian : Pembuatan Mikopartikel Diltiazem Hidroklorida

Menggunakan Metode Penguapan Pelarut

Mikropartikel merupakan salah satu sistem penghantaran obat yang berpotensi

untuk dikembangkan karena sistem ini dapat menjadi alternatif penghantaran

beberapa sediaan konvensional. Metode penguapan pelarut adalah metode

pembuatan mikropartikel yang sederhana dan efektif untuk menghasilkan

mikropartikel. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode

penguapan pelarut menggunakan sistem emulsi minyak/air. Tujuan penelitian ini

adalah formulasi dan karakterisasi mikropartikel diltiazem hidroklorida. Bahan

yang digunakan adalah etil selulosa, diltiazem hidroklorida dan polivinil alkohol.

Mikropartikel dibuat dalam dua formula yaitu F1 dan F2 dengan variasi pada

konsentrasi surfaktan. Konsentrasi surfaktan yang digunakan untuk F1 dan F2

berturut-turut adalah 0,8% dan 1%. Mikropartikel yang terbentuk dianalisa apakah

berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya dilakukan

karakterisasi mikropartikel, yaitu ukuran mikropartikel, kadar obat, efisiensi

penjerapan, perolehan kembali, dan pelepasan obat. Hasil karakterisasi

mikropartikel F1 dan F2 berturut-turut yaitu perolehan kembali 77,51% dan

57,51%. Rentang ukuran yaitu sebesar 0,680-159,740 µm dan 0,340-117,674 µm.

Kadar obat yaitu 3,51±0,02 % dan 3,91±0,01 %. Efisiensi penjerapan yaitu

9,57±0,02 % dan 7,87±0,01 %. Hasil disolusi selama 8 jam mencapai 7,44±0,32%

pada F1 dan 6,94±0,05% pada F2. Apabila dianalisa dari hasil karakterisasi

mikropartikel, metode ini belum bisa menghasilkan mikropartikel yang sesuai

untuk sistem penghantaran obat melalui paru-paru.

Kata kunci : mikropartikel, metode penguapan pelarut, etil selulosa, diltiazem

hidroklorida, polivinil alkohol

Page 7: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

vii

ABSTRACT

Name : Evi Nurul Hidayati

Major : Pharmacy

Title : Formulation Microparticle of Diltiazem Hydrochloride

using Solvent Evaporation Methode

Microparticle is a drug delivery system that has potential to be developed

because this system can be an alternative to deliver some conventional dosages.

Solvent evaporation method is a microparticle preparation method that is simple

and effective to produce microparticles. The method that was used for this study is

solvent evaporation method using o/w system. The purpose of this study is to

formulate and characterize diltiazem hydrochloride microparticles. Materials used

in this study are ethyl cellulose, diltiazem hydrochloride and polyvinyl alcohol.

Microparticle were formulated in two formulas termed F1 and F2 with variation in

surfactant concentration. Surfactant concentration used for F1 and F2 respectively

0,8% and 1%. Microparticles from this method is analyzed whether it has

potential to be delivered through the pulmonary drug delivery system.

Microparticles was characterized with various parameters such us, the

microparticle size, drug loading, drug entrapment efficiency, % yield, and drug

release. The characterization results of microparticle F1 and F2 were respectively

77.51% and 57.51%. The size range was 0.680 to 159.740 μm and 0.340 to

117.674 μm. The drug contentwas3.51 and 3.91 ± 0.02% ± 0.01%. The drug

entrapment efficiency was 0.02% ± 9.57 and 7.87 ± 0.01%. The dissolution results

for 8 hours reached 7.44 ± 0.32%for F1 and 6.94 ± 0.05% for F2. If its analyzed

from the microparticle characterization, this method can not produce sufficient

microparticle for pulmonary drug delivery system.

Keywords : microparticles, solvent evaporation method, ethyl cellulose

diltiazem hydrochloride, polyvinyl alcohol

Page 8: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

viii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis ucapkan kepada

Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, ridho dan hidayah-Nya sehingga

penulis dapaat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan

skripsi berjudul “Pembuatan Mikropartikel Diltiazem Hidroklorida Menggunakan

Metode Penguapan Pelarut” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna

mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi

ini, sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karna itu,

penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt, selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, wakt, tenaga,

saran, dan dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM.,M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan Uiniversitas Isalam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua program studi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Uiniversitas Isalam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu

pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.

5. Kedua orang tua, ayahanda Drs. Abd. Rochim dan ibunda Dra. Elik

Zunniaroh yang senantiasa memberikan doa, semangat dan kasih sayang yang

tidak pernah putus, serta dukungan moril maupun materil. Sungguh besar jasa

beliau, tidak ada apapun di dunia ini yang mampu membalas pengorbanan

beliau. Semoga Allah selalu memberikan keberkahan, kesehatan,

keselamatan, perlindungan, rahmat kepada kedua orang tua hamba.

6. Kedua kakak saya, Muhammad Syaifuddin Zuhri dan Nurur Rahmawati yang

telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan moril maupun

materil sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar

Page 9: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

ix

7. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan

kesempatan, kemudahan dan dukungan dalam melakukan penelitian

8. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Eris, kak Rahmadi, mba Rani, kak Tiwi, kak

Lisna atas dukungan dan kerjasamanya selama kegiatan penelitian

9. Lela Laelatu R, Athiyah, Silvia Aryani, Annisa Tiana S.P, Annisa Nurul

Azzahra serta teman-teman seperjuangan yang telah memberikan semangat

dan kebersamaannya, terima kasih atas kerjasama dalam penelitian ini

10. Teman-teman seperjuangan farmasi angkatan 2011 atas dukungan dan

kebersamaannya

11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah

memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, namun

penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengehtahuan pada umumnya, dan ilmu farmasi pada khususnya. Akhir kata

penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak

yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

Ciputat, 2 Juli 2015

Penulis

Page 10: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya
Page 11: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................ 3

1.3 Hipotesis ........................................................................................... 3

1.4 Tujuan ............................................................................................... 3

1.5 Manfaat ............................................................................................. 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5

2.1 Mikropartikel .................................................................................... 5

2.2 Metode Pembuatan Mikropartikel .................................................... 8

2.2.1 Presipitasi Partikel dengan Penambahan

Bukan Pelarut (Koaservasi) .................................................... 8

2.2 2 Presipitasi Partikel dengan Partisis Pelarut ............................. 9

2.2 3 Semprot Kering (Spray Drying) .............................................. 10

2.2 4 Metode Ekstraksi Cairan Superkritis....................................... 11

2.2 5 Metode Penguapan Pelarut ...................................................... 12

2.2 5.1 Proses Emulsi Tunggal ............................................... 13

2 5.1.2 Proses Emulsi Ganda .................................................. 16

2.3 Pembuatan Mikropartikel Menggunakan Metode

Penguapan Pelarut ............................................................................ 18

2.3 1 Material ................................................................................... 18

2.3 1.1 Fase Dispersi ............................................................... 18

2.3 1.1 Fase Kontinyu ............................................................. 22

2.3.2 Kondisi dalam Pembuatan Mikropartikel Menggunakan

Metode Penguapan Pelarut ..................................................... 23

2.3 2.1 Agitasi dan Prediksi Ukuran ....................................... 23

Page 12: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

xii

2.3 2.2 Suhu dan Tekanan ....................................................... 24

2.4 Penghantaran Obat Melalui Paru-Paru ............................................. 26

2.5 Diltiazem Hidroklorida .................................................................... 28

2.6 Etil Selulosa ...................................................................................... 29

2.9 Polivinil Alkohol .............................................................................. 30

BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 32

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 32

3.2 Alat dan Bahan ................................................................................ 32

3.2.1 Alat .......................................................................................... 32

3.2.2 Bahan ...................................................................................... 32

3.3 Prosedur Kerja .................................................................................. 32

3.3.1 Formula Mikropartikel ............................................................ 32

3.3.2 Pembuatan Mikropartikel ........................................................ 33

3.3.3 Penentuan Perolehan Kembali ................................................ 33

3.3.4 Penentuan Ukuran Partikel Mikropartikel .............................. 34

3.3 5 Pembuatan Panjang Gelombang Maksimum dan

Kurva Kalibrasi ....................................................................... 34

3.3 6 Penentuan Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan .................... 34

3.3 7 Pelepasan Obat Secara In Vitro ............................................... 35

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 36

4.1 Formulasi Mikropartikel .................................................................. 36

4.2 Perolehan Kembali ........................................................................... 36

4.3 Ukuran Mikropartikel ....................................................................... 37

4.4 Pembuatan Panjang Gelombang Maksimum dan

Kurva Kalibrasi ............................................................................... 41

4.5 Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan ............................................... 41

4.6 Pelepasan Obat ................................................................................. 42

BAB 5 . KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 45

5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 45

5.2 Saran ................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 47

LAMPIRAN ........................................................................................................ 58

Page 13: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Variasi Formula Mikropartikel ...................................................... 5

Gambar 2.2. Skema Empat Prinsip Proses Dalam Pembuatan Mikrosfer

Menggunakan Penguapan Pelarut (Minyak/Air) .......................... 14

Gambar 2.3. Enkapsulasi Menggunakan Teknik Emulsi Minyak Dalam Air ..... 14

Gambar 2.4. Skema empat proses utama pada proses penguapan/ekstraksi

pelarut (Air/Minyak/Air) ............................................................... 18

Gambar 2.5. Struktur Kimia Diltiazem Hidroklorida ......................................... 28

Gambar 2.6. Stuktur Kimia Etil Selulosa ........................................................... 29

Gambar 2.7. Stuktur Kimia Polivinil Alkohol .................................................... 31

Gambar 4.1. Diagram Distribusi Frekuensi Mikropartikel F1 ........................... 39

Gambar 4.2. Diagram Distribusi Frekuensi Mikropartikel F2 ........................... 40

Gambar 4.3. Kurva kalibrasi Diltiazem Hidroklorida dalam

Dapar Fosfat pH 7,4 ...................................................................... 41

Gambar 4.4. Profil Pelepasan Mikropartikel Diltiazem HCl ............................. 43

Page 14: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Formula Mikropartikel Diltiazem Hidroklorida ............................... 33

Tabel 4.1. Efek Variabel Konsentrasi Surfaktan pada Mikropartikel

Diltiazem Hidroklorida ..................................................................... 37

Tabel 4.2. Efek Variabel Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Mikropartikel ... 37

Tabel 4.3. Distribusi Ukuran Mikropartikel F1 ................................................. 39

Tabel 4.4. Distribusi Ukuran Mikropartikel F2 ................................................. 40

Tabel 4.5 Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat Mikropartikel ........................ 42

Tabel 4.6. Persen Pelepasan Obat Mikropartikel Diltiazem HCl....................... 43

Page 15: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Alur Penelitian .............................................................................. 58

Lampiran 2. Pembuatan Dapar Fosfat ............................................................... 58

Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum DIltiazem

Hidroklorida Medium Dapar Fosfat pH 7,4 ................................. 59

Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem Hidroklorida

Medium Dapar Fosfat pH 7,4 ....................................................... 59

Lampiran 5. Hasil Mikropartikel Diltiazem Hidroklorida ................................ 60

Lampiran 6. Hasil Uji Perolehan Kembali (PK) ............................................... 60

Lampiran 7. Hasil Uji Disolusi pada Mikropartikel.......................................... 60

Lampiran 8. Bobot dan Persentase Terdisolusi F1 ........................................... 61

Lampiran 9. Bobot dan Persentase Terdisolusi F2 ........................................... 61

Lampiran 10. Gambar Alat .................................................................................. 62

Lampiran 11. Contoh Perhitungan Nilai Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat . 62

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi ...................................... 62

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi ...................................... 64

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Volume Mikropartikel ................................. 66

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Etil Selulosa .................................................... 67

Lampiran 16. SertifikatAnalisis Poli Vinil Alkohol ........................................... 68

Lampiran 17. Sertifikat Analisis Diltiazem Hidroklorida ................................... 69

Page 16: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

1

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sediaan mikropartikel adalah sediaan dengan ukuran partikel sebesar 1-

1000 µm. Mikropartikel dapat menjadi penghantaran obat yang akurat,

mengurangi konsentrasi obat pada target dan memberikan sistem penghantaran

yang efektif untuk zat aktif yang sedikit larut dalam air. Selain itu sediaan

mikropartikel dapat melepaskan lebih dari 80% zat aktif dalam waktu 10 menit.

Mikropartikel dapat digunakan untuk memproduksi obat amorf dengan karakter

fisik yang diinginkan dan dapat mengurangi efek samping lokal, misalnya iritasi

saluran pencernaan pada pemberian oral (Parida, K et al., 2013). Mikropartikel

merupakan salah satu sistem penghantaran yang dapat diberikan melalui oral,

transdermal, intramuskular, intraperitonial, dan paru-paru.

Salah satu syarat penghantaran obat melalui paru-paru adalah ukuran

partikel sediaan tidak boleh lebih dari 10 µm (Hillery, A.M et al., 2005). Apabila

ukuran sediaan melebihi 10 µm, sediaan akan terdeposit pada saluran nafas atas

dan dapat dengan cepat terlepas karena batuk, tertelan dan proses pembersihan

mukus. Partikel dengan ukuran lebih kecil dari 0,5 µm akan dikeluarkan dari paru-

paru melalui proses ekspirasi sebelum terjadi sedimentasi (Taylor, G., Kellawa, I.,

2001).

Obat yang dapat dihantarkan melalui paru-paru dapat berupa obat dengan

efek lokal atau efek sistemik. Karakteristik obat dengan efek sistemik yang dapat

dihantarkan melalui paru-paru di antaranya obat yang memiliki kekurangan

apabila diberikan melalui oral, misalnya obat yang memiliki bioavaibilitas rendah

dan memiliki efek samping terkait saluran pencernaan ketika diberikan melalui

oral. Salah satu obat tersebut adalah diltiazem hidroklorida.

Terdapat beberapa metode pembuatan mikropartikel, diantaranya

penguapan pelarut (solvent evaporation), gelasi ionik, semprot kering, koaservasi,

ekstraksi cairan superkritis (Muhaimin, 2013). Adapun metode yang digunakan

pada penelitian ini adalah metode penguapan pelarut. Metode ini memiliki

1

Page 17: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

beberapa keunggulan diantaranya reprodusibilitas bagus, waktu pembuatan yang

tidak lama dan alat yang digunakan mudah digunakan (Tiwari, S., P, Verma.,

2011). Beberapa hal yang dapat mempengaruhi ukuran mikropartikel

menggunakan metode penguapan pelarut adalah kecepatan pengadukan, volume

fase encer eksternal dan konsentrasi polimer. Pada faktor konsentrasi surfaktan,

semakin besar konsentrasinya maka dihasilkan ukuran mikropartikel yang lebih

kecil (Muhaimin, 2013).

Berdasarkan uraian di atas, maka dalam penelitian ini akan dibuat

mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan metode penguapan pelarut.

Bahan yang digunakan pada metode penguapan pelarut ini diantaranya polimer,

pelarut yang mudah menguap, surfaktan dan zat aktif. Polimer yang digunakan

pada penelitian ini adalah etil selulosa. Etil selulosa adalah polimer hidrofilik

yang pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa mikropartikel etil selulosa

dengan zat aktif natrium diklofenak menunjukan pola pelepasan lepas lambat

(Giri, T.K et al., 2012). Adapun pelarut yang digunakan pada formulasi diltiazem

hidroklorida ini adalah diklorometan. Diklorometan adalah pelarut yang paling

banyak digunakan untuk enkapsulasi menggunakan metode penguapan pelarut

karena volatilitas yang tinggi, titik didih rendah dan ketidakbercampuran dengan

air yang tinggi (Li et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013). Bahan selanjutnya adalah

poli vinil alkohol (PVA) sebagai surfaktan. Fungsi surfaktan disini untuk

menurunkan tegangan permukaan antara dua fase (Li et al., 2008 dalam

Muhaimin, 2013). Berdasarkan penelitian Pandav, S., A, Lokhande., J, Naikk

(2013), PVA terbukti lebih mampu menghasilkan mikropartikel dengan stabilitas

lebih baik daripada Tween 80. Komponen berikutnya adalah zat aktif. Zat aktif

yang digunakan sebagai sampel dalam pembuatan mikropartikel ini adalah

diltiazem hidroklorida. Tujuan penggunaan zat aktif ini dalam pembuatan

mirkopartikel untuk meningkatkan bioavaibilitas zat aktif melalui sistem lepas

lambat.

Pada penelitian ini akan dibuat dua formula mikropartikel dengan variasi

pada konsentrasi surfaktan. Adapaun evaluasi yang akan dilakukan adalah

perolehan kembali, ukuran mikropartikel, efisiensi penjerapan, kadar obat, dan

pelepasan obat secara in vitro.

Page 18: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana karakteristik mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan

metode penguapan pelarut?

b. Berapa nilai perolehan kembali, efisiensi penjerapan, kadar obat, dan pelepasan

obat secera in vitro dari mikropartikel diltiazem hidroklorida yang telah

diformulasi?

c. Apakah ukuran mikropartikel diltiazem hidroklorida yang terbentuk sudah

memenuhi syarat untuk sediaan penghantaran obat melalui paru-paru?

1.3. Tujuan

a. Mengetahui karakteristik mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan

metode penguapan pelarut

b. Mengetahui nilai perolehan kembali, efisiensi penjerapan, kadar obat, dan

pelepasan obat secera in vitro mikropartikel diltiazem hidroklorida

c. Mengetahui apakah mikropartikel yang dihasilkan memenuhi syarat sediaan

penghantaran obat melalui paru-paru

1.4. Manfaat

Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang formulasi dan

karakteristik mikropartikel diltiazem hidroklorida menggunakan metode

penguapan pelarut yang berguna untuk pengobatan angina pektoris, hipertensi dan

aritmia.

Page 19: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mikropartikel

Mikropartikel adalah sediaan dengan ukuran partikel antara 1-1000 µm.

Mikropartikel umumnya diberikan melalui intraperitonial, intramuskular,

subkutan atau langsung ke organ target. Mikropartikel merupakan sistem

penghantaran yang dapat digunakan untuk lepas lambat. Obat dilepaskan secara

perlahan melalui mekanisme erosi dan difusi dari partikel. Kecepatan pelepasan

dapat ditingkatkan dengan menurunkan berat molekul polimer, ukuran partikel

dan mengontrol polimer alam (Parida et al., 2013). Mikropartikel diklasifikasi

menjadi dua, yaitu mikropkapsul dan mikrosfer. Mikrokapsul adalah sistem

reservoir mikrometik. Pada mikrokapsul obat terpusat dalam kulit polimer dengan

ketebalan tertentu dan pelepasannya dikontrol melalui proses disolusi, difusi atau

keduanya. Mikrokapsul dengan dinding tebal umumnya melepas obat dengan

mengikuti orde nol. Mikrosfer berbentuk padat dan hampir berbentuk sistem

matriks mikrometik sferis (Parida et al., 2013). Selain itu, menurut Muhaimin

(2013), mikrosfer adalah mikropartikel sferis sedangkan mikropkapsul adalah

mikropartikel dengan inti yang dikelilingi oleh material berbeda secara nyata dari

inti tersebut. Inti dapat bersifat padatan, cairan ataupun gas. Mikropartikel juga

dideskripsikan sebagai sediaan yang terdiri dari campuran homogen dari polimer

dan zat aktif.

Gambar 2.1. Varasi Formula Mikropartikel

[sumber : Birnbaum and Peppas, 2004]

4

Page 20: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mikrosfer dapat menjaga konsentrasi obat dalam darah untuk tetap konstan

sehingga dapat meningkatkan kepatuhan pasien, menurunkan dosis dan

menurunkan kemungkinan terjadinya toksisitas. Selain itu mikrosfer juga dapat

melindungi obat dari reaksi enzimatik dan pemutusan fotolitik sehingga bentuk

sediaan ini dapat digunakan untuk penghantaran protein (Tiwari, S., P, Verma.,

2012). Mekanisme pelepasan obat dari sediaan mikrosfer menurut Tiwari, S., P,

Verma (2012) adalah sebagai berikut:

a. Sistem monolitik degradasi terkontrol

Pada sistem ini, obat larut dalam matriks dan pelepasannya tergantung pada

degradasi matriks polimer. Difusi obat lebih pelan apabila dibandingkan

dengan degradasi matriks.

b. Sistem monolitik difusi terkontrol

Obat dilepaskan melalui proses difusi sebelum atau saat degradasi matriks

polimer.

c. Sistem reservoir difusi terkontrol

Disini zat aktif dienkapsulasi dengan membran pengontrol kecepatan pelepasan

dimana obat akan berdifusi melewati membran ini. Membran polimer akan

terkikis hanya jika penghantaran obat sudah sempurna.

d. Erosi

Bahan polimer pelapis seperti beeswax dan stearil alkohol dipengaruhi oleh

hidrolisisi enzimatik dan pH.

Alasan pemilihan mikroenkapsulasi diantaranya dapat menutupi rasa dan

bau obat, obat dalam bentuk cairan dapat dirubah menjadi bentuk serbuk yang

mengalir bebas, mencegah inkompatibilitas antar obat, dan dapat mengubah

tempat absorpsi protein (Tiwari, S., P, Verma., 2012).

Mikropartikel dibuat dari polimer biocompatable dan biodegradable

misalnya Polylactic acid (PLA), dan Polylactid-co-glycolic (PLGA). Polimer

alam seperti gelatin dan albumin juga digunakan dalam pembuatan mikrosfer.

Mikropartikel memberikan penghantaran akurat untuk obat poten, mengurangi

konsentrasi obat pada target dan menjadi sistem penghantaran yang efektif untuk

zat aktif yang sedikit larut dalam air. Selain itu mikropartikel dapat

memperlihatkan karakteristik pelepasan dipercepat (immediate release) dan

Page 21: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menghantarkan lebih dari 80% zat aktif dalam 10 menit. Misalnya nimesulid

(Parida et al., 2013).

Menurut Muhaimin (2013), sistem penghantaran obat dengan pelepasan

terkontrol telah dikembangkan untuk mengatasi kesulitan pemberian obat secara

tradisional. Penghantaran obat dengan pelepasan terkontrol menggunakan device

(alat) seperti piringan berbasis polimer, rod, pil atau mikropartikel yang

mengenkapsulasi obat dan pelepasan obat ini terjadi dengan kecepatan terkontrol

selama periode waktu tertentu. Sistem ini memberikan beberapa keuntungan

apabila dibandingkan dengan pemberian obat dengan metode tradisional. Adapun

keuntungan itu adalah sebagai berikut:

a. Kecepatan pelepasan obat dapat digunakan untuk aplikasi spesifik

b. Sistem pelepasan terkontrol dapat melindungi obat, terutama protein yang

mudah rusak ketika berada di tubuh

c. Sistem pelepasan terkontrol dapat meningkatkan kepatuhan pasien.

Ketika berbagai alat digunakan untuk penghantaran obat dengan pelepasan

terkontrol, mikropartikel berbasis polimer adalah tipe yang paling umum

digunakan karena memiliki beberapa keuntungan. Mikropartikel dapat

mengenkapsulasi berbagai obat dengan molekul kecil, vaksin, protein, dan asam

nukleat (Azevedo., et al, 2006; Feng., et a.l, 2006; Little., et al, 2005 dalam

Muhaimin, 2013). Mikropartikel dapat menghantarkan makromolekul, berbagai

faktor diantaranya tipe polimer, berat molekul polimer, komposisi kopolimer, sifat

eksipien yang ditambahkan pada formula mikropartikel, dan ukuran mikropartikel

dapat memberikan efek pada kecepatan penghantaran (Muhaimin, 2013).

Polimer dapat digunakan untuk mengontrol kecepatan pelepasan obat dari

formulasi. Polimer dapat mengikat partikel dari bentuk sediaan dan mengubah

sifat aliran. Aplikasi polimer pada penghantaran obat telah meningkat karena

polimer memberikan sifat unik yang saat ini masih belum dimiliki oleh material

lain. Polimer adalah makromolekul yang memiliki ikatan yang besar, memiliki

berbagai gugus fungsi, dapat dicampur dengan material dengan berat molekul

yang besar atau kecil. Pemahaman mengenai konsep dasar polimer diperlukan

untuk pemahaman lebih jauh mengenai produk obat dan model sistem

penghantaran yang lebih baik. Kemajuan ilmu tentang polimer telah membuka

Page 22: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

peluang untuk penggunaan berbagai polimer sebagai sistem penghantaran obat

(Leong and Langer, 1988; Wang et al., 2002 dalam Muhaimin, 2013).

Pelepasan terkontrol teofilin telah berhasil dibuat dengan pengembangan

formula untuk penghantaran chronotherapeutic menggunakan guar gum,

mikrosfer teofilin dibuat dengan teknik emulsifikasi. Pelapisan mikrosfer

menggunakan metode penguapan pelarut dengan polimer Eudragit®

yang sensitif

dengn pH. Chronotherapeutic berbasis sistem penghantaran obat teofilin dengan

target usus besar memanfaatkan sifat sensitif pH enzim dibuat untuk menghindari

serangan asma episodik pada pagi hari. Kelarutan bergantung pH dai Eudragit dan

sifat gel guar gum berperan dalam penundaan pelepasan (Soni et al., 2011).

Chronotherapeutic adalah metode pengobatan dimana ketersediaan obat secara in

vivo diberikan batas waktu untuk menyesuaikan dengan ritme penyakit sehingga

dapat mengoptimalkan hasil terapi dan meminimalisir efek samping (Sajan, J et

al., 2009).

2.2. Metode Pembuatan Mikropartikel

Terdapat banyak metode dalam pembuatan mikropartikel yang digunakan

dalam berbagai aplikasi. Metode ini digunakan untuk mengenkapsulasi obat

dalam polimer (Jalil and Nixon, 1990a, 1990b dalam Muhaimin, 2013). Metode

pembuatan ini harus memiliki syarat tertentu, diantaranya stabilitas dan aktivitas

biologi obat tidak boleh terpengaruh oleh parameter proses yang digunakan dalam

produksi mikropartikel yang mengandung obat. Selain itu hasil mikropartikel

harus memiliki ukuran partikel yang diinginkan dan efisiensi enkapsulasi obat

harus tinggi. Syarat berikutnya adalah kualitas partikel dan profil pelepasan obat

harus reprodusibel (Muhaimin, 2013).

2.2.1. Presipitasi Partikel dengen Penambahan Bukan Pelarut (Koaservasi)

Pada metode ini mikropartikel dibuat dengan mendispersikan partikel

kristal padat atau larutan encer obat dalam larutan organik yang mengandung

polimer, diikuti dengan pemisahan fase dengan penambahan pelarut organik

kedua dimana polimer tidak larut (yang didefinisikan disini sebagai bukan

pelarut). Obat larut air misalnya naferalin asetat, dimasukan dalam mikropartikel

Page 23: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DL-PLG menggunakan metode ini (Sanders et al., 1984, 1985 dalam Muhaimin,

2013). Larutan encer obat diemulsifikasi dalam larutan polimer DL-PLG dan

diklorometan untuk memproduksi emulsi air/minyak. Penambahan bukan pelarut

menghasilkan presipitasi polimer di sekitar larutan encer obat untuk membentuk

mikropartikel. Penambahan bukan pelarut dalam volume besar melengkapi proses

ekstraksi pelarut polimer dan pengerasan mikrosfer. Metode yang sama telah

digunakan pada obat oksitetrasiklin, tetapi pada proses ini partikel obat padat

dicampurkan pada larutan polimer organik (Vidmar et al., 1984 dalam Muhaimin,

2013). Partikel yang diproduksi dengan metode ini memiliki distribusi ukuran

yang luas dimana hal ini tidak diinginkan untuk penggunaan klinis. Mikropartikel

yang diproduksi dengan metode ini juga memiliki kecenderungan besar untuk

teragregasi. Hasil dari metode ini dapat dirubah dengan perubahan parameter

penyiapan misalnya obat, rasio polimer, pelarut polimer, kecepatan pengadukan,

suhu, volume bukan pelarut, dan tipe bukan pelarut (Muhaimin, 2013).

2.2.2. Presipitasi Partikel dengan Partisi Pelarut

Pada metode ini, larutan atau suspensi obat dalam larutan polimer/pelarut

organik dimasukan pada aliran minyak mineral secara perlahan. Pelarut organik

larut dalam minyak, tetapi obat dan polimer tidak larut dalam minyak,

kopresipitasi obat dan polimer terjadi sebagai partisi campuran dalam minyak.

Hasil pada metode ini tergantung pada kelarutan obat. Apabila obat larut dalam

larutan polimer, obat dan polimer akan terpresipitasi bersama. Apabila obat

dicampurkan dalam larutan polimer, polimer akan terpresipitasi mengelilingi

partikel obat padat (Muhaimin, 2013).

Hidrokortison telah berhasil diformulasi dalam mikropartikel polimer

polilaktida menggunakan metode ini. Namun mikropartikel yang terbentuk relatif

lebih besar. Ukuran partikel berkisar antara 144 µm-412 µm, bergantung pada

kecepatan aliran dan diameter jarum suntik dimana campuran obat/polimer

dimasukan (Leelarasamee et al., 1988 dalam Muhaimin, 2013). Dengan metode

ini, parameter penyiapan yang memberikan efek terhadap ukuran mikropartikel

adalah diameter jarum suntik, rasio obat:polimer, kecepatan aliran minyak

mineral, dan pilihan pelarut polimer (Muhaimin, 2013).

Page 24: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3. Semprot Kering (Spray Drying)

Semprot kering adalah perubahan bentuk emulsi, suspensi atau suatu

dispersi menjadi bentuk kering melalui atomisasi produk dan pendispersian bahan

pada udara panas. Teknik ini merubah cairan menjadi serbuk kering dalam satu

langkah. Selain itu metode ini mudah dilakukan untuk proses scale up

mikroenkapsulasi. Akhir-akhir ini di dunia industri, metode ini digunakan

memproduksi berbagai macam makanan, kosmetik dan industi farmasi untuk

memproduksi serbuk obat dan sediaan kering lainnya. Bahan yang larut air atau

larut dalam pelarut organik dapat dikeringkan melalui proses semprot kering.

Proses semprot kering terdiri dari tiga tahap, yaitu atomisasi, pengeringan, dan

pengumpulan serbuk. Mula-mula cairan didispersikan ke dalam atomizer dan

akan terdispersi menjadi droplet dalam udara hangat atau gas inert dalam

chamber kering. Hal ini menyebabkan luas permukaan partikel besar sehingga

tahapan penguapan pelarut terjadi dengan cepat. Setelah itu partikel kering

melewati putaran udara dan terjadi pemisahan partikel berdasarkan energi

sentrifugasi. Partikel yang terbentuk umumnya memiliki rentang distribusi ukuran

yang sempit antara satu dan beberapa mikron tergantung pada kondisi proses dan

formula awal. Obat hidrofobik dan hidrofilik dapat dienkapsulasi ke dalam

polimer melalui semprot kering (Patel, H.V. et al., 2013).

Pada pembuatan mikropartikel menggunakan metode ini, parameter yang

harus dipertimbangkan adalah suhu inlet, kapasitas aspirator dan kapasitas pompa.

Suhu inlet adalah parameter penting yang mempengaruhi dimensi dan hasil

partikel. Suhu inlet yang digunakan harus sesuai dengan bahan (obat dan polimer)

dan pelarut. Aspirator udara dapat mempengaruhi pengubahan droplet nebulizer

menjadi partikel padat. Pompa peristaltik mempengaruhi waktu dan efikasi proses

pengeringan (Patel, A.S., T. Soni., V. Thakkar., T Gandhi., 2012)

Keuntungan teknik ini adalah senyawa larut air dan senyawa tidak larut air

dapat dimasukan pada bulatan mikropartikel. Hal ini berbeda dengan sistem

penguapan dengan emulsi tunggal minyak/air dimana metode ini tidak cocok

untuk senyawa yang larut air. Progesteron dan teofilin telah berhasil dimasukan

dalam mikropartikel polilaktida menggunakan metode semprot kering (Bodmeier

and Chen, 1988 dalam Muhaimin 2013).

Page 25: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Akan tetapi sistem ini memiliki beberapa kekurangan, misalnya kristal

berbentuk jarum dibentuk ketika kafein dimasukan menggunakan metode ini ke

dalam polimer polilaktida. Hal ini memungkinkan terjadinya inkompatibilitas

antara obat dan polimer (Bodmeier and Chen, 1988 dalam Muhaimin, 2013).

Begitu pula pada serat yang dapat terbentuk karena kekuatan dispersi yang tidak

cukup untuk memtuskan larutan polimer. Pemilihan pelarut organik menjadi

penting, polimer harus larut dalam pelarut, misalnya metilen klorida, etil asetat

atau hexafluoroisopropanol, karena pelarut dapat menguap dengan cepat dalam

udara panas pada fase pengeringan. Selain itu polimer yang digunakan juga

biasanya tidak larut dalam pelarut organik (Muhaimin, 2013).

Pada metode ini, selama tahap ekstraksi partikel dipaparkan pada udara

panas dengan volume besar sehingga stabilitas obat termolabil atau obat sensitif

oksidasi dapat berubah. Meskipun nitrogen akan mencegah proses oksidasi obat

apabila digunakan untuk menggantikan udara pada fase ini, kemampuan konduksi

nitrogen lebih kecil dari udara sehingga akan mempengaruhi hasil mikropartikel

yang terbentuk. Pembuatan mikroparikel dengan metode ini mengasilkan partikel

dengan ukuran diameter 5 sampai 125 µm (Muhaimin, 2013).

2.2.4. Metode Ekstraksi Cairan Superkritis

Mikronisasi dan pengurangan ukuran partikel adalah hal menarik dalam

teknologi farmasetik yang telah digunakan untuk menyelesaikan masalah

kelarutan atau penargetan obat. Metode pengurangan ukuran partikel

konvensional memerlukan proses kirstalisasi substansi sebelum proses dimulai.

Selama fase ini, ukuran kristal tidak terkontrol. Ketika tenaga mekanis digunakan

untuk mengurangi ukuran kristal, partikel yang terbentuk sering memiliki muatan

permukaan dan menjadi lebih kohesif. Kekurangan lain yang berhubungan dengan

kristalisasi diantaranya memerlukan biaya dan waktu yang besar, distribusi ukuran

partikel bersifat polidispersi dengan jarak ukuran yang besar, dan pelarut organik

yang bersifat toksik digunakna pada proses kristalisasi serta residu pelarut dalam

proses rekristalisasi obat mungkin dapat melebihi batas yang diizinkan

(Muhaimin, 2013).

Page 26: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Penggunaan cairan superkritis sebagai media ekstraksi merupakan

alternatif dalam pembuatan mikropartikel obat dan eksipien farmasi (Eckert et

al., 1996; Fredriksen et al., 1997; Hanna et al., 1995; Marr and Gamse, 1999;

McHugh and Krukonis, 1994; Subramaniam et al., 1997; York, 1999 dalam

Muhaimin 2013). Penelitian yang memelopori pembuatan mikropartikel dari

polimer biodegradabel menggunakan metode ekstraksi cairan superkritis sudah

dilaporkan (Bleich et al., 1993, 1996; Bodmeier et al., 1995; Pablo et al., 1993;

Thies and Müller, 1998; Tom et al., 1993 dalam Muhaimin 2013). Terdapat dua

alasan utama dalam penggunaan teknik ini. Alasan pertama adalah cairan

superkritis mampu melarutkan secara selektif sehingga dapat memungkinkan

untuk memisahkan komponen tertentu dari campuran multikomponen. Alasan

berikutnya adalah sifat perpindahan massa yang mneguntungkan dan kelarutan

pelarut yang tinggi dalam cairan superkritis membuat proses pengeringan

mikropartikel lebih cepat dan efisien dengan jumlah residu pelarut yang rendah

(Folker et al., 1996 ; Shariati and Peters, 2003 dalam Muhaimin 2013).

CO2 superkritis adalah cairan superkritis yang banyak digunakan karena

memiliki kondisi kritis yang rendah (Tc = 31,1oC, Pc = 7,38 MPa), nontoksik,

tidak mudah terbakar, dan memiliki hargayang murah. Teknik yang digunakan

untuk pembentukan partikel menggunakan CO2 superkritis diantaranya

penyebaran cepat larutan superkritis, berbagai macam proses antipelarut misalnya

antipelarut gas, sistem ekstraksi pelarut, partikel dari larutan gas jenuh, proses

antipelarut superkritis, dan disperse peningkat kelarutan melalui cairan superkritis

(Kang,Yunqing et al., 2008)

2.2.5. Metode Penguapan Pelarut

Metode penguapan pelarut banyak digunakan pada pebuatan mikropartikel

polimer yang mengandung obat yang berbeda (Jalil and Nixon, 1990a; Lewis

et al., 1984; Suzuki and Price, 1985; Wang et al., 1999 dalam Muhaimin, 2013).

Beberapa variable yang dapat mempengaruhi mikropartikel telah diteliti

diantaranya kelarutan obat, morfologi internal, tipe pelarut, kecepatan difusi,

suhu, komposisi polimer, viskositas polimer, dan muatan obat (Benoit et al., 1996;

Bodmeier and McGinity, 1988a, 1988b; Bodmeier et al.,1994; Jalil and Nixon,

Page 27: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1990a, 1990b; Jaraswekin et al., 2007 dalam Muhaimin, 2013). Efektivitas

metode penguapan pelarut untuk memproduksi mikrosfer tergantung pada

keberhasilan penjerapan zat aktif dalam mikropartikel. Proses ini paling berhasil

pada obat yang tidak larut atau sulit larut dalam medium cairan yang mengandung

fase kontinyu (Bodmeier and McGinity, 1987 dalam Muhaimin, 2013).

Berbagai tipe obat dengan sifat fisika dan kimia yang berbeda dapat diformulasi

menggunakan sistem polimer, termasuk obat antikanker (Abraham et al., 2010;

Boisdron-Celle et al., 1995; Verrijk et al., 1992 dalam Muhaimin, 2013), zat

narkotik (Mason et al., 1976), anastesi lokal (Lalla and Sapna, 1993 dalam

Muhaimin, 2013), steroid (Cowsar et al., 1985; Giunchedi et al., 1995 dalam

Muhaimin, 2013), zat pengontrol fertilitas (Beck et al., 1981; O’Hern et al.,

1993 dalam Muhaimin, 2013). Terdapat perbedaan metode dalam membuat

mikropartikel menggunakan metode penguapan pelarut. Peningkatan efisiensi

enkapsulasi obat bergantung pada hidrofilisitas dan hidrofobisitas obat

(Muhaimin, 2013).

2.2.5.1. Proses Emulsi Tunggal

Menurut Muhaimim (2013), proses ini melibatkan emulsifikasi minyak

dalam air (minyak/air). Sistem emulsi minyak/air terdiri dari fase organik yang

mengandung pelarut mudah menguap dengan polimer terlarut dan obat yang telah

terenkapsulasi, kemudian diemulsifikasi dalam fase cairan yang mengandung

larutan surfaktan. Untuk obat yang tidak larut atau sulit larut dalam air, sering

digunakan metode minyak dalam air. Metode ini adalah metode paling sederhana

daripada metode lain. Metode ini terdiri dari 4 tahapan utama, yaitu:

a. Disolusi obat hidrofobik dalam pelarut organik yang mengandung polimer

b. Emulsifikasi fase organik, yang disebut fase dispersi, dalam fase encer yang

disebut fase kontinyu

c. Ekstraksi pelarut dari fase dispersi menggunakan fase kontinyu, diiringi

penguapan pelarut, proses perubahan droplet dari fase dispersi menjadi partikel

padat

d. Proses recovery (perolehan kembali) dan pengerinagn mikrosfer untuk

menghilangkan residu pelarut.

Page 28: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.2. Skema Empat Prinsip Proses Dalam Pembuatan Mikrosfer

Menggunakan Penguapan Pelarut (Minyak/Air) (sumber : Muhamin, 2013)

Sebagian besar sistem emulsi minyak dalam air digunakan untuk

pembuatan mikropartikel yang mengandung fase organik yang terdiri dari pelarut

mudah menguap dengan polimer terlarut dan obat yang terenkapsulasi kemudian

diemulsifikasi dalam fase encer yang mengandung surfaktan terlarut (gambar 2.3).

Surfaktan dimasukan pada fase kontinyu untuk mencegah koalesen droplet

organik ketika terbentuk droplet (Muhamimin, 2013).

Gambar 2.3. Enkapsulasi Menggunakan Teknik Emulsi Minyak Dalam Air (sumber : Birnbaum and Peppas, 2004)

Larutan polimer-pelarut-obat diemulsifikasi (dengan kecepatan dan suhu

tertentu) untuk menghasilkan emulsi minyak/air. Emulsi ini terbentuk dengan

menggunakan baling-baling atau bar magnetic untuk mencampur fase organik dan

fase kontinyu. Seperti yang terlihat pada gambar 3, surfaktan digunakan untuk

menstabilkan pembentukan droplet fase dispersi selama proses emulsifikasi dan

Page 29: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

mencegah terjadinya koalesen. Surfaktan besifat ampifatik di alam dan akan

mengelilingi permukaan droplet untuk menstabilkan pembentukan droplet melalui

pengurangan energi bebas pada interfase diantara dua fase. Surfaktan juga

menyebabkan resistensi untuk terjadinya koalesen dan flokulasi mikrosfer. PVA

adalah salah satu surfaktan yang banyak digunakan untuk memproduksi

mikropartikel polimer biodegradabel dan non biodegradabel. Ketika emulsi

terbentuk, kemudian dilakukan penghilangan pelarut melalui penguapan dan

ekstraksi untuk memadatkan droplet polimer. Pada proses penghilangan pelarut

melalui penguapan, emulsi dijaga pada tekanan rendah atau tekanan asmosfer dan

kecepatan pengadukan dikurangi sehingga pelarut volatil dapat menguap

(Muhaimin, 2013).

Pelarut organik larut dari droplet menuju fase kontinyu eksternal sebelum

menguap pada interfase air-udara. Pada proses ekstraksi, emulsi berpindah

menuju air dalam jumlah besar atau medium lain, dimana pelarut dapat

dikeluarkan dari droplet minyak. Kecepatan penghilangan pelarut melalui

ekstraksi tergantung pada suhu medium, rasio volume emulsi dengan medium dan

sifat kelarutan polimer, pelarut, dan medium dispersi. Hasil ekstraksi yang tinggi

akan menyebabkan pembentukan partikel dengan porositas yang tinggi sehingga

dapat menimbulkan profil pelepasan obat yang tidak dikehendaki (Arshady, 1991;

Jeyanthi, 1996 dalam Muhaimin, 2013). Metode penghilangan pelarut melalui

ekstraksi lebih cepat terjadi (umumnya kurang dari 30 menit) daripada proses

penguapan dan hasil mikrosfer yang terbentuk dengan metode ekstraksi sering

lebih berpori daripada menggunakan metode penguapan pelarut. Salah satu

kekurangan proses emulsi minyak/air adalah efisiensi enkapsulasi yang rendah

pada obat dengan kelarutan sedang dalam air. Obat berdifusi atau memisah dari

fase terdispersi minyak menuju fase kontinyu dan fragmen mikrokristalin obat

hidrofilik terdeposit pada permukaan mikrosfer (Cavalier et al., 1986 Muhaimin,

2013) serta terdispersi dalam matriks polimer. Hal ini menyebakan rendahnya

penjerapan obat hidrofilik dan pelepasan awal obat yang cepat (efek ledakan/burst

effect) (Jalil and Nixon, 1990b; Jones et al., 1995 Muhaimin, 2013). Proses

emulsifikasi minyak/air banyak digunakan untuk enkapsulasi obat larut lemak.

Untuk meningkatkan efisiensi enkapsulasi obat larut air, digunakan metode emulsi

Page 30: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

minyak dalam minyak (Tsai, 1986). Pada metode ini, obat dapat terlarut atau

bercampur pada fase minyak sebelum didispersikan dalam fase minyak lainnya.

Pelarut organik yang dapat bercampur dengan air, seperti asetonitril digunakan

untuk melarutkan obat dalam PLGA atau PLA. Kemudian larutan ini

didispersikan dalam minyak seperti minyak mineral ringan dengan ditambahkan

surfaktan larut lemak seperti sorvitan oleat (Span) untuk menghasilkan emulsi

minyak/minyak. Setelah itu mikropartikel didapatkan dengan penguapan atau

ekstraksi pelarut organik dari droplet minyak terdispersi dan minyak yang dicuci

dengan pelarut seperti n-heksan. Proses ini juga disebut metode emulsi air dalam

minyak (Jalil and Nixon, 1990a; O’Hagan et al., 1994 Muhaimin, 2013).

2.2.5.1.Proses Emulsi Ganda

Metode minyak dalam air sesuai untuk enkapsulasi obat hidrofilik tinggi

karena terdapat dua alasan utama. Alasan pertama adalah obat hidrofilik tidak

larut dalam pelarut organik. Alasan berikutnya adalah obat akan berdifusi menuju

fase kontinyu selama proses emulsi yang dapat menyebabkan kehilangan obat

yang tinggi. Terdapat empat alternatif untuk membuat obat hidrofilik dapat

dienkapsulasi adalah:

a. Metode emulsi ganda air/minyak/air: larutan encer obat hidrofilik

diemulsifikasi dengan fase organik (emulsi air/minyak) kemudian emulsi ini

terdispersi menuju larutan encer kedua untuk membentuk emulsi kedua.

b. Metode kosolven minyak/air: ketika obat tidak larut dalam pelarut organik

utama, pelarut kedua atau yang disebut kosolven diperlukan untuk melarutkan

obat.

c. Metode dispersi minyak/air: obat didispersikan pada serbuk padat dalam

larutan polimer dan pelarut organik

d. Metode penguapan pelarut bukan kontinyu minyak/minyak: fase kontinyu

digantikan dengan bukan air (misalnya minyak mineral) (Li et al., 2008 dalam

Muhaimin, 2013)

Proses emulsi ganda biasa digunakan untuk obat yang tidak larut dalam

pelarut organik. Proses emulsi padat minyak/air dapat digunakan untuk

mengenkapsulasi obat yang dapat menghasilkan bentuk dengan ukuran kecil.

Page 31: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kristal dengan ukuran yang lebih kecil dapat disitribusikan secara homogen

selama pembentukan droplet organik pada emulsi. Obat hidrofilik (cisplatin,

doxorubicin) telah dienkapsulasi menggunakan metode ini. Masalah dalam

enkapsulasi obat hidrofilik adalah kehilangan obat pada fase kontinyu eksternal

selama pembentukan mikropartikel. Adanya kehilangan obat pada fase eksternal

menyebabkan sisa obat akan bermigrasi ke permukaan droplet sebelum proses

pemadatan. Untuk meminimalisisr masalah ini, droplet organik perlu dipadatkan

menjadi mirkopartikel secepat mungkin (Thies, 1992 dalam Muhaimin, 2013).

Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan larutan organik polimer yang kental

dan meningkatkan volume sekunder air sehingga dapat menarik pelarut organik

menuju fase encer dengan cepat. Setelah itu terbentuk mikropartikel dengan obat

yang telah terenkapsulasi di dalamnya. Fase dispersi yang kental dapat

mengurangi volume pelarut organik, memfasilitasi penghilangan pelarut organik

secara cepat dari droplet, juga dapat menghalangi partikel/kristal obat padat untuk

berpindah ke permukaan. Hal ini mengakibatkan distribusi obat dalam partikel

menjadi lebih homogen (Muhaimin, 2013).

Alternatif lain untuk mengenkapsulasi obat hidrofilik adalah dengan

menggunakan proses emulsi air-minyak-air (gambar 4). Larutan encer obat

ditambahkan pada fase organik yang mengandung polimer dan pelarut organik

dengan pengadukan untuk membentuk emulsi pertama yaitu emulsi minyak dalam

air. Emulsi ini kemudian didispersikan ke fase kontinyu yang mengandung

surfaktan untuk membentuk emulsi kedua yaitu emulsi air/minyak/air. Beberapa

obat hidrofilik seperti peptida leuprolida asetat (Okada, 1994; Toguchi, 1992),

vaksin (Azevedo et al., 2006; Feng et al., 2006; Little et al., 2005; O'Hagan et

al., 1991; Singh, 1995;), protein/peptida dan molekul konvensional telah

berhasil dienkapsulasi menggunakan metode ini. Masalah dalam tipe emulsi ini

terjadi ketika emulsi dalam tidak stabil sehingga menyebabkan kehilangan droplet

encer yang mengandung obat menuju fase kontinyu. Pemilihan surfaktan yang

dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi terbatas pada material yang akan

terlarut dalam pelarut organik. Biasanya ester asam lemak dari polioksietilen atau

sorbiton digunakan untuk obat dengan kelarutan tinggi pada pelarut organik dan

memiliki kompatibilitas biologi yang baik (Muhaimin, 2013).

Page 32: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Gambar 2.4. Skema empat proses utama pada proses penguapan/ekstraksi pelarut

(Air/Minyak/Air) (sumber : Muhaimin, 2013)

2.3. Pembuatan Mikropartikel Menggunakan Metode Penguapan Pelarut

Pembuatan mikropartikel menggunakan metode penguapan pelarut

memerlukan beberapa bahan dan kondisi agar mikropartikel yang dihasilkan

memiliki karakteristik yang ditargetkan.

2.3.1. Material

Material yang digunakan pada pembuatan mikropartikel menggunakan

metode ini terdiri dari dua fase, yaitu fase dispersi dan fase kontinyu.

2.3.1.1. Fase Dispersi

Fase disperse pada metode ini terdiri dari polimer, pelarut dan komponen

lain yang perlu diperhatikan oleh peneliti agar mikropartikel yang terbentuk sesuai

dengan yang ditargetkan.

a. Polimer

Metode pembuatan mikropartikel adalah faktor penting dalam enkapsulasi

dan pelepasan obat. Penyiapan bahan termasuk tipe polimer, berat polimer,

komposisi kopolimer, sifat eksipien yang ditambahkan pada formula

mikropartikel, dan ukuran mikropartikel dapat berpengaruh besar pada kecepatan

penghantaran obat (Muhaimin, 2013).

Tipe dan mekanisme polimer degradasi dapat mempengaruhi kecepatan

pelepasan. Berdasarkan kecepatan terhidrolisis pada gugus fungsional, polimer

dapat dikategorikan menjadi dua tipe, yaitu surface eroding (pengikisan

permukaan) dan bulk eroding (pengikisan bulk) (Burkersroda et al., 2002; Kang et

al., 2012; Kumar et al., 2002; Tabata et al., 1993; Tamada and Langer, 1993;

Page 33: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Wagdare et al., 2011 dalam Muhaimin, 2013). Polimer tipe pengikisan bulk

seperti PLG, dapat menyebar pada air kemudian menjadi matriks polimer dan

terdegradasi pada seluruh matriks mikropartikel. Berbeda dengan polimer

pengikisan permukaan seperti polianhidrida yang mengandung monomer

hidrofobik dengan ikatan lemah. Tipe polimer ini mencegah agar air tidak

berpenetrasi ke dalam polimer bulk, dimana akan terdegradasi secara cepat

menjadi oligomer dan monomer pada interfase polimer/air melalui proses

hidrolisis (Saltzman, 2001 Muhaimin, 2013).

Mikropartikel polimer pengikisan bulk sering terjadi obat pecah sebesar

50% dari total obat yang terdapat dalam mikropartikel tersebut (O’Donnell and

McGinity, 1997 dalam Muhaimin, 2013). Pelepasan obat terjadi selama inkubasi

pada beberapa jam pertama, diikuti dengan difusi pelepasan obat terkontrol secara

pelan dan kadang-kadang fase ketiga dimana obat tersisa akan dilepaskan secara

cepat. Hal ini terjadi akibat degradasi matriks polimer yang parah. Pada

mikropartikel yang mengandung polimer pengikisan permukaan, obat dilepaskan

pada permukaan ketika polimer pecah. Erosi pada polimer ini umumnya terjadi

dengan kecepatan konstan (Gopferich and Langer, 1993; Kanjickal et al., 2004

Muhaimin, 2013). Apabila obat yang diinginkan terdispersi secara homogen

dalam mikropartikel, kecepatan pelepasan yang tinggi akan terjadi pada awalnya.

Seiring berjalannya waktu, area permukaan sferis dan kecepatan pelepasan akan

menurun secara asimtomatis (Muhaimin, 2013).

Polimer dengan berat molekul besar dapat mempengaruhi degradasi

polimer dan kecepatan pelepasan obat. Peningkatan berat molekul dapat

menurunkan kemampuan difusi dan mengurangi kecepatan pelepasan obat

(Alonso et al., 1994; Katou et al., 2008; Le Corre et al., 1994; Liggins and Burt,

2001; Mabuchi et al., 1994; Yang et al., 2001dalam Muhaimin, 2013).

Mekanisme utama pelepasan obat adalah difusi melalui pori yang terisi air.

Degradasi polimer menghasilkan monomer dan oligomer yang larut sehingga

dapat berdifusi keluar dari partikel. Produk yang lebih kecil akan dihasilkan oleh

degradasi cepat dari polimer dengan berat molekul yang lebih rendah. Penurunan

kecepatan pelepasan yang sejalan dengan kenaikan berat molekul polimer

digunakan untuk molekul kecil, peptida dan protein (Blanco and Alonso, 1998;

Page 34: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mehta et al., 1996 dalam Muhaimin, 2013). Akan tetapi pada mikrosfer

polianhidrida (polimer tipe pengikisan permukaan), berat molekul hanya

memberikan efek kecil pada pelepasan obat (Hanes et al., 1996; Tabata and

Langer, 1993dalam Muhaimin, 2013). Rasio kopolimer pada berbagai kopolimer

juga dapat memberikan efek pada kecepatan pelepasan. Selain itu peningkatan

bahan yang dapat mempercepat degradasi monomer dapat meningkatkan

kecepatan pelepasan (Lin et al., 2000; Shen et al., 2002; Spenlehauer et al., 1989

dalam Muhaimin, 2013). Ketika pelepasan obat dikontrol dengan polimer

pengikis, kecepatan pelepasan dapat meningkat sejalan dengan tingginya

konsentrasi monomer yang larut atau monomer yang lebih kecil (Tabata and

Langer, 1993 dalam Muhaimin, 2013). Efek komposisi polimer dapat menjadi

kompleks dengan adanya perbedaan fase polimer atau termodinamik obat yang

terenkapsulasi (Kipper et al., 2002 dalam Muhaimin, 2013).

b. Pelarut

Sifat pelarut yang sesuai digunakan dalam pembuatan mikropartikel

menggunakan metode penguapan pelarut adalah dapat melarutkan polimer yang

digunakan, sedikit larut pada fase kontinyu, volatilitas tinggi, titik didih rendah,

dan toksisitas rendah (Li et al., 2008 dalam Muhaimin, 2013)

Sebelumnya kloroform sering digunakan, akan tetapi karena toksisitas dan

tekanan uap yang rendah, pelarut ini digantikan oleh diklorometan. Diklorometan

(metilen klorida) adalah pelarut yang paling banyak digunakan untuk enkapsulasi

menggunakan metode penguapan pelarut karena volatilitas yang tinggi, titik didih

rendah dan ketidakbercampuran dengan air yang tinggi (Li et al., 2008 dalam

Muhaimin, 2013).

Selain itu etil asetat juga berpotensi digunakan karena memiliki toksisitas

yang lebih rendah dari diklorometan. Akan tetapi kebercampuran parsial etil asetat

dalam air (4,5 kali lebih tinggi dari diklorometan), mikrosfer tidak dapat terbentuk

apabila fase terdispersi dikenali secara langsung oleh fase kontinyu. Ekstraksi

mendadak etil asetat dari fase terdispersi menyebabkan polimer terpresipitasi

menjadi serat seperti aglomerat (Freytag et al, 2000 dalam Muhaimin, 2013).

Guna menyelesaikan masalah ketercampuran pelarut dengan air dapat

Page 35: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan tiga metode,yaitu larutan encer dijenuhkan terlebih dahulu dengan

pelarut (Bahl and Sah, 2000 dalam Muhaimin, 2013). Metode kedua dengan

mengemulsifikasikan fase dispersi dengan sedikit larutan encer. Setelah

pembentukan droplet, emulsi ini dimasukan ke dalam larutan encer dalam jumlah

besar (Freytag et al, 2000 dalam Muhaimin, 2013). Metode terakhir adalah

mengemulsikan fase dispersi dengan sedikit larutan encer kemudian larutan

diagitasi dan pelarut menguap sehingga terjadi pemadatan mikrosfer (Sah, 1997

dalam Muhaimin, 2013).

Kesimpulannya, pelarut dengan toksisitas rendah telah diuji dan

menunjukan bahwa pelarut tersebut dapat digunakan untuk pembuatan

mikropartikel. Akan tetapi belum ada hasil yang cukup untuk membandingkan

kualitas mikrosfer dengan pelarut yang berbeda. Diklorometan masih menjadi

pelarut yang paling banyak digunakan karena cepat menguap, efisiensi

enkapsulasi obat tinggi, menghasilkan bentuk mikrosfer yang sferis dan lebih

seragam (Muhaimin, 2013).

c. Komponen Lain

Pada beberapa kasus, bahan lain yang ditambahkan pada fase dispersi

seperti kosolven dan generator penyerap (Muhaimin, 2013). Kosolven digunakan

untuk melarutkan obat yang tidak larut dalam pelarut pada fase dispersi (Graves et

al., 2006; Hsu and Lin, 2005; Li et al., 2008; Luan et al., 2006; Reithmeier et

al., 2001 dalam Muhaimin, 2013).

Generator penyerap atau yang disebut porosigen atau porogen digunakan

untuk menghasilkan pori di dalam mikropartikel sehingga dapat meningkatkan

kecepatan degradasi polimer dan meningkatkan kecepatan pelepasan obat (Li et

al, 2008 dalam Muhaimin, 2013). Pelarut organik seperti heksan yang tidak

melarutkan poli asam laktat dan poli asam laktat koglikol dapat dicampurkan ke

dalam mikrosfer untuk membentuk pori (Li et al., 2008; Spenlehauer et al,

1986 dalam Muhaimin, 2013). Penggabungan Sephadex (sambung silang gel

dekstran) dalam mikrosfer insulin-PLA dapat meningkatkan porositas mikrosfer

secara signifikan (Li et al, 2008; Watts et al, 1990 dalam Muhaimin, 2013).

Sejumlah n-heptan dengan volume tertentu ditambahkan pada emulsi

Page 36: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

etilselulosa/diklorometan untuk enkapsulasi aspirin, juga untuk meningkatkan

porositas obat. Akan tetapi pemberian n-heptan yang berlebihan menyebabkan

mikrosfer memiliki porositas tinggi sehingga menyebabkan efisiensi enkapsulasi

obat rendah (Li et al, 2008; Yang et al, 2000a dalam Muhaimin, 2013).

2.3.1.2. Fase Kontinyu

a. Surfaktan

Surfaktan atau juga disebut agen tensioaktif sering digunakan untuk

mendispersikan satu fase ke fase lain yang tidak bercampur dan menstablikan

emulsi. Surfaktan dapat mengurangi tegangan permukaan fase kontinyu,

menghindari koalesen dan aglomerasi droplet dan menstabilkan emulsi. Surfaktan

yang sesuai dapat menghasilkan mikropartikel dengan ukuran umum dan

distribusi ukuran partikel yang kecil. Selain itu surfaktan dapat menjamin

pelepasan obat untuk menjadi lebih terprediksi dan stabil. Sebelum memilih tipe

dan konsentrasi surfaktan, perlu terlebih dahulu mengetahui polaritas kedua fase

tidak bercampur, ukuran mikropartikel yang diinginkan dan sferisitas

mikropartikel. Surfaktan untuk emulsi bersifat ampifilik. Salah satu bagian

molekul memiliki afinitas untuk menjadi zat terlarut yang polar seperti air dan

bagian lain memiliki afinitas menjadi zat tidak polar seperti hidrokarbon

(hidrofobik). Ketika surfaktan dicampurkan dalam emulsi, surfaktan akan

menutupi permukaan droplet dengan bagian hidrofobiknya dalam droplet dan

bagian hidrofilik terdapat dalam air (Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013).

Terdapat empat klasifikasi surfaktan berdasarkan bagian hidrofilik dalam

molekulnya, yaitu anionik, kationik, amfoterik, dan non ionik. Surfaktan anioik

menghasilkan muatan negatif pada larutan kontinyu. Surfaktan ini memiliki HLB

atau hydrophilic-lipophile balance (keseimbangan hidrofilikk-lipofilik) tinggi

karena surfaktan jenis ini memiliki kecenderungan bersifat hidrofil. Tipe kedua

adalah surfaktan kationik. Surfaktan ini memberikan muatan positif pada larutan

encer. Tipe selanjutnya adalah surfaktan amfoterik. Surfaktan amfoterik bersifat

anionik pada pH basa dan bersifat kationik pada pH asam. Tipe terakhir adalah

surfaktan non ionik. Surfaktan non ionik tidak memiliki muatan (Li et al., 2008

dalam Muhaimin, 2013)

Page 37: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagian besar emulsi diklorometan/air, menggunakan beberapa tipe

surfaktan. Pertama adalah tipe non ionik misalnya PVA (Polivinil Alkohol)

terhidrolisis sebagian, metil selulosa (Berchane et al., 2006; Lee et al., 1999

dalam Muhaimin, 2013), tweenn (Yang et al., 2000 dalam Muhaimin, 2013)

dan span (Jalil and Nixon., 1990a dalam Muhaimin, 2013). Tipe kedua adalah

tipe anionik, misalnya SDS atau sodiun dodecyl sulphate (natrium dodesil sulfat)

(Muhaimin, 2013). Tipe selanjutnya adalah tipe kationik: CTAB atau

cetyltrimethyl ammonium bromide (setiltrimetil amonium bromida) (Muhaimin,

2013)

Dari kesekian surfaktan ini, yang paling umum digunakan adalah PVA

karena PVA dapat menghasilkan ukuran mikrosfer yang paling kecil (Jeffery et

al., 1991 dalam Muhaimin, 2013). Peningkatan konsentrasi surfaktan dapat

mengurangi ukuran mikropartikel (Pachuau, L., B, Mazumder, 2009).

Penambahan surfaktan dapat menurunkan tegangan permukaan fase kontinyu

sehingga dapat mengurangi ukuran partikel. Akan tetapi selama konsentrasi misel

kritis atau critical micelle concentration (CMC), tegangan permukaan tidak dapat

menurun. Ketika konsentrasi surfaktan mencapai level tertentu, permukaan larutan

dapat diisi secara sempurna. Penambahan surfaktan lebih lanjut dapat

menyebabkan terbentuknya misel dan tegangan permukaan fase encer tidak akan

menurun lagi (Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013).

b. Antifoam (Antibusa)

Selain surfaktan, antibusa terkadang ditambahkan pada fase kontinyu

ketika dilakukan agitasi yang kuat karena busa dapat mengganggu pembentukan

mikrosfer. Ketika kecepatan pengadukan ditingkatkan, udara akan banyak masuk

dan membentuk busa. Antibusa yang digunakan dapat berupa silika atau nonsilika

dan digunakan saat kecepatan dinaikan dimana gelembung udara sudah tidak

teratur (Berchane et al, 2006; Li et al, 2008; Torres et al, 1998 dalam Muhaimin,

2013).

Page 38: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.3.2. Kondisi dalam Pembuatan Mikropartikel Menggunakan Metode

Penguapan Pelarut

Faktor lain yang perlu diperhatikan oleh peneliti pada pembuatan

mikropartikel menggunakan metode penguapan pelarut adalah kondisi dalam

pembuatan mikropartikel. Kondisi tersebut adalah agitasi, prediksi ukuran, suhu,

dan tekanan.

2.3.2.1. Agitasi dan Prediksi Ukuran

Agitasi adalah salah satu parameter paling penting untuk mengontrol

ukuran mikropartikel selain sifat fisikokimia material yang digunakan. Banyak

faktor yang berhubungan dengan agitasi yang dapat memberikan efek pada ukuran

mikropartikel, misalnya geometri wadah, dorongan, posisi dorongan, dan rasio

diameter dorongan apabila dibandingkan dengan diameter wadah (Li et al, 2008;

Maa and Hsu, 1996 dalam Muhaimin, 2013). Terdapat beberapa korelasi yang

dapat memprediksi ukuran dan distribusi droplet dalam emulsi dua cairan tidak

bercampur (Maa and Hsu, 1996 dalam Muhaimin, 2013). Korelasi ini memiliki

dua aspek, yaitu:

a. Sifat fisik bahan, seperti masa jenis fase kontinyu dan tegangan antarmuka

b. Faktor yang berhubungan dengan agitasi (Li et al. 2008 dalam Muhaimin,

2013)

Peningkatan kecepatan agitasi dapat menurunkan rata-rata ukuran

mikropartikel (Mateovic et al., 2002; Yang et al.,2000b dalam Muhaimin,

2013). Disisi lain dilaporkan bahwa peningakatan volume fase dispersi dapat

menurunkan ukuran mikropartikel (Jeffery et a., 1991, 1993; Jeyanthi et al, 1997;

Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013), namun pada studi lain tidak ada pengaruh

yang diteliti (Sansdrap and Moës, 1993 dalam Muhaimin, 2013).

2.3.2.2. Suhu dan tekanan

Kecepatan penguapan pelarut dapat dipercepat dengan peningkatan suhu

fase kontinyu (Li, 1994; Li et al., 2008; Miyazaki et al., 2006 dalam Muhaimin,

2013) atau dengan mengurangi tekanan wadah atau reaktor (Izumikawa et al.,

1991; Chung et al., 2001, 2002; Meng et al., 2004 dalam Muhaimin, 2013).

Akan tetapi terdapat kekurangan saat suhu dinaikan, yaitu terjadi penurunan

Page 39: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

massa total perolehan kembali, perubahan distribusi ukuran menjadi lebih besar,

penurunan efisiensi enkapsulasi obat, dan morfologi menjadi lebih kasar (Freitas

et al., 2005 dalam Muhaimin, 2013). Suhu yang digunakan tidak boleh terlalu

tiggi supaya obat tetap bersifat alami dan agar pelarut dapat mencapai titik didih.

Oleh karena itu pengurangan tekanan menjadi pilihan yang lebih baik (Li et al,

2008 dalam Muhaimin, 2013).

Studi yang dilakukan oleh Meng et al (2004), pengisian hemoglobin bovin

pada mikrosfer PELA atau poly(d,l-lactic acid)-co-poly(ethylene glycol) (poli

asam laktat kopolietilen glikol) dibuat menggunakan metode emulsi

air/minyak/air dengan kondisi tekanan atmosfir dan kondisi penurunan tekanan

(30 kPa). Waktu pemadatan mikropartikel menurun dari 240 menit menjadi 40

menit akibat penurunan tekanan. Pengurangan tekanan dapat meningkatkan

efisiensi enkapsulasi pada beberapa kasus (Li et al., 2008 dalam Muhaimin,

2013). Progesteron yang dimasukan pada mikrosfer polilaktida menggunakan

teknik penguapan pelarut minyak/air, didapatkan hasil bahwa efisensi enkapsulasi

lebih besar pada mikrosfer yang dibuat menggukan metode penguapan pelarut

dengan penurunan tekanan, yaitu 200 mmHg lebih rendah daripada tekanan

atmosfir mula-mula yaitu 760 mmHg. Akan tetapi penelitian lain menunjukan

hasil yang berbeda (Izumikawa et al., 1991 dalam Muhaimin, 2013). Efisiensi

enkapsulasi lidokain (Chung et al., 2001 dalam Muhaimin, 2013) atau albumin

(Chung et al., 2002 dalam Muhaimin, 2013) pada mikrosfer PLA yang dibuat

dengan penurunan tekanan lebih rendah daripada mikropartikel yang dibuat

menggunakan tekanan atmosfir. Morfologi permukaan mikrosfer yang diukur

menggunakan scanning electron microscopy pada mikrosfer yang dibuat

menggunakan metode tekanan atmosfir menunjukan permukaan yang berpori dan

keras (Izumikawa et al., 1991 dalam Muhaimin, 2013). Sementara mikrosfer yang

dibuat menggunakan metode pengurangan tekanan memiliki permukaan yang

halus. Mikrosfer yang dibuat dengan tekanan yang berbeda memiliki ukuran yang

mirip dengan penelitian Meng et al (2004). Hasil ini berbeda dengan hasil

penelitian Chung et al (2001, 2002) dimana mikrosfer yang dibuat menggunakan

metode penurunan tekanan memiliki ukuran yang lebih kecil daripada yang dibuat

Page 40: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

menggunakan tekanan atmosfir. Pengaruh tekanan pada ukuran mikrosfer masih

belum jelas karena penelitian yang masih kurang (Muhaimin, 2013).

Penurunan tekanan dapat meningkatkan kecepatan penguapan sehingga

tekanan yang digunakan sebaiknya serendah mungkin. Namun apabila tekanan

lebih rendah dari tekanan uap jenuh pelarut pada suhu tertentu, pelarut akan

mendidih. Pembentukan gelembung dapat merusak droplet fase dispersi, jadi

pengurangan tekanan perlu dijaga agar tidak melebihi tekanan uap jenuh pelarut

pada suhu tertentu. Analisi lain menunjukan bahwa suhu harus dijaga pada titik

didih saat dilakukan pengurangan tekanan (Li et al, 2008 dalam Muhaimin, 2013).

2.4. Penghantaran Obat Melalui Paru-Paru

Pengembangan terapi inhalasi yang memiliki efikasi dan keamanan yang

tinggi tidak hanya dipengaruhi oleh sifat farmakologi zat aktif, tetapi juga sistem

penghantaran dengan desain dan formulasi yang baik. Optimasi keseluruhan

sistem, yaitu obat, formulasi obat dan device (alat) perlu dilakukan untuk

mengembangkan terapi inhalasi, baik untuk terapi penyakit lokal maupun

penyakit sistemik. Kombinasi obat-alat harus dapat membuat kondisi aerosol obat

dengan distribusi ukuran partikel yang tepat dan konsentrasi untuk meningkatkan

optimasi deposisi serta dosis pada area paru-paru yang diinginkan (Labiris, N.R.,

MB, Dolovich., 2003).

Penghantaran obat melalui paru-paru sudah digunakan semenjak ribuat

tahun yang lalu. Awal mula terapi inhalasi adalah 4000 tahun yang lalu dimana

masyarakat India menghirup asap tanaman Atropa belladonna untuk mengobati

batuk. Pada abad ke 19 dan ke 20, sigaret asma yang mengandung serbuk

stramonium dengan campuran rokok untuk mengobati penyakit asma

dikembangkan. Pengembangan alat inhalasi modern dapat dibagi menjadi tiga

kategori yaitu nebulizer, MDI (Metered Dose Inhaler), dan DPI (Dry Powder

Inhaler) (Labiris,N.R.,MB, Dolovich., 2003).

a. Nebulizer

Nebulizer telah digunakan selama beberapa tahun yang lalu untuk

mengobati asma dan penyakit pernafasan lainnya. Terdapat dua tipe dasar

Page 41: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

nebulizer yaitu jet nebulizer dan ultrasonik (Labiris,N.R.,MB, Dolovich.,

2003).

b. MDI (Metered Dose Inhaler)

MDI adalah alat inhalasi yang mudah dibawa dan saat ini paling banyak

digunakan untuk penghantaran aerosol. MDI hanya menghantarkan dosis

obat fraksi kecil pada paru-paru. Hanya 10-20% dosis obat yang terdeposit

di paru-paru. Efisiensi penghantaran MDI bergantung pada pola pernafasan

pasien, kecepatan aliran pernafasan dan koordinasi tangan-mulut. Menurut

penelitian Bernnett et al dan Dolvich et al, untuk partikel dengan ukuran

partikel 1 dan 5 µm pada mass median aerodynamic diameter (MMAD),

deposisi lebih tergantung pada kecepatan aliran pernafasan daripada variabel

lain. Peningkatan kecepatan aliran pernafasan dapat menurunkan deposisi

dosis obat pada paru-paru dan penetrasi ke aliran (Labiris,N.R.,MB,

Dolovich., 2003).

c. DPI (Dry Powder Inhaler).

DPI digunakan untuk menyelesaikan kesulitan koordinasi yang

berhubungan dengan MDI. Deposisi paru-paru dapat bermacam-macam

pada DPI yang berbeda. Sekitar 12-40% dosis dihantarkan ke paru-paru

sementara 20-25% obat akan tertinggal pada alat (Labiris,N.R.,MB,

Dolovich., 2003).

Formulasi obat memberikan peranan penting dalam produksi inhalasi yang

efektif. Pengobatan dengan inhalasi tidak hanya penting dari segi farmakologi zat

aktif tetapi juga harus bisa dihantarkan secara efisien, tepat target dan tertinggal di

paru-paru sampai terjadi efek farmakologi yang diinginkan. Obat yang didesain

untuk mengobati penyakit sistemik misalnya insulin untuk diabetes, harus

terdeposit pada perifer paru-paru untuk memastikan bioavaibilitas sistemiknya

maksimum. Untuk terapi gen atau pengobatan antibiotik di cairan serebrospinal,

obat perlu dikondisikan untuk tertinggal di paru-paru agar tercapai efek terapi

optimal. Oleh karena itu diperlukan formula yang dapat membuat obat tertinggal

di paru-paru sesuai dengan waktu yang diinginkan dan menghindari mekanisme

pembersihan paru-paru. Formulasi serbuk kering untuk inhalasi melibatkan

mikronisasi melalui pencampuran jet, presipitasi, freeze dryng (pembekuan

Page 42: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

kering), atau semprot kering menggunakan berbagai eksipien misalnya lipid,

polimer, atau sistem pembawa seperti laktosa. Masing-masing sistem ini memiliki

keunggulan dan kekurangan bergantung pada agen terapetik yang diformulasikan

(Labiris, N.R., MB, Dolovich, 2003).

Salah satu formulasi serbuk kering untuk produk inhalasi adalah

menggunakan polimer biodegradabel. Mikrosfer polimer biodegradabel telah

diteliti sebagai pembawa dalam penghantaran obat lepas lambat melalui paru-

paru. Polimer seperti poli asam laktat (PLA) digunakan pada aplikasi medis

seperti benang bedah. Implan ortopedi dan pembalut medis. Namun poli asam

laktat tidak cocok digunakan sebagai penghantaran obat melalui paru-paru karena

waktu paruh biologi yang lama dengan dosis satu kali selama beberapa minggu.

Penelitan tentang pelepasan BDP lepas lambat yang dimuat dalam mikrosfer PLA

bertahan selama 6 hari. Asam oligolaktat, oligomer dari asam laktat memiliki

waktu paruh biologis yang lebih pendek dari PLA sehingga lebih sesuai

digunakan untuk penghantaran obat melalui paru-paru. Polimer mukoadhesif

seperti hydroxypropyl cellulose (HPC) dapat memperlama farmakokinetik dan

farmakodinamik kristal BDP dengan menghindari pembersihan mukus (Labiris,

N.R., MB, Dolovich, 2003).

2.5. Diltiazem Hidroklorida

Diltiazem hidroklorida adalah antagonis saluran kalsium yang banyak

digunakan untuk pengobatan angina pektoris, hipertensi dan aritmia (Gilman,

A.G., 2012). Kelarutan diltiazem menurun secara signifikan seiring dengan

peningkatan pH saluran pencernaan (Gowda D.V, 2010).

Gambar 2.5. Struktur Diltiazem Hidroklorida (sumber : Kelly,J.G., O’Malley,K, 1992 dalam Sweetman, Sean C., 2009)

Page 43: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemberian diltiazem hidroklorida melalui oral menyebabkan beberapa

efek samping, misalnya sakit kepala, bengkak pada pergelangan kaki, mual,

muntah, anoreksia, konstipasi, diare, dan gangguan gastrountestinal lainnya

(Kelly, J.G., O’Malley,K., 1992 dalam Sweetman, Sean C., 2009).

Diltiazem diabsorpsi dengan baik melalui saluran pencernaan setelah

pemberian oral, namun obat ini akan mengalami metabolisme hepatik lintas

pertama (first pass metabolism) yang berlebih sehingga menyebabkan

bioavaibilitas dilttiazem dalam plasma sebesar 40% meskipun terdapat variasi

individual pada konsentrasi plasma. Diltiazem terikat 80% dengan protein plasma.

Obat ini dimetabolisme di hati, terutama oleh Sitokrom P450 isoenzim CYP3A4.

Salah satu hasil metabolitnya, yaitu desasetildiltiazem telah dilaporkan memiliki

aktivitas lebih besar 25 sampai 50% dari senyawa utamanya (parent compound).

Diltiazem hidroklorida berbentk serbuk kristal dengan warna putih atau hampir

putih. Obat ini mudah larut dalam air, diklorometan dan metil alkohol, namun

sedikit larut dalam alkohol terdehidrasi. Diltiazem hidroklorida memiliki waktu

paru 3 sampai 5 jam. Sedangkan waktu puncaknya (Tmax) terjadi pada 3 sampai 4

jam setelah pemberian oral. Obat ini harus disimpan dalam wadah tertutp rapat

dan terlindung dari cahaya (Kelly,J.G., O’Malley,K., 1992 dalam Sweetman, Sean

C., 2009).

2.6. Etil Selulosa

Etil selulosa dengan nama lain Aquacoat ECD; Aqualon; Ashacel;

E426; Ethocel, Ethylcellulosum; Surelease memiliki berbagai berat molekul

(Rowe, Paul., Marian, 2009).

Gambar 2.6. Struktur Kimia Etil Selulosa [sumber : Rowe, Paul., Marian, 2009]

Page 44: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

29

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Etil selulosa berbentuk serbuk, tidak berasa, mudah mengalir, bewarna

putih sampai coklat muda. Praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol dan

air. Etil sellosa yang mengandung gugus etoksi kurang dari 46,5% bersifat mudah

larut dalam kloroform, metil asetat, tetrahidrofuran, dan campuran hidrokarbon

aromatik dengan etanol (95%). Sedangkan etil selulosa yang mengandung tidak

kurang dari 46,5% gugus etoksi bersifat mudah larut dalam kloroform, etanol

(95%), etil asetat, metanol, dan toluen. Berbagai macam jenis viskositas tersedia

secara komersial, mulai dari 7 sampai 100 mPa s (7-100 cP) (Rowe, Paul.,

Marian, 2009).

Etil selulosa banyak digunakan dalam sediaaan oral dan topikal. Fungsi

utama polimer ini dalam sediaan oral adalah sebagai agen penyalut untuk tablet

dan granul. Pelapis etil selulosa digunakan untuk obat dengan pelepasan

termodifikasi; menghilangkan rasa tidak enak; meningkatkan stabilitas sediaan,

misalnya granul yang dilapisis dengan etil selulosa akan terhindar dari reaksi

oksidasi. Selain itu etil selulosa yang dilarutkan dalam pelarut organik atau

campuran pelarut dapat digunakan untuk membuat film yang tidak larut dalam air.

Etil selulosa dengan viskositas tinggi cenderung menghasilkan film yang kuat dan

dapat tahan lebih lama. Pelepasan obat melalui sediaan yang dilapisis dengan etil

selulosa dapat dikontrol dengan difusi melalui pelapis film. Etil selulosa dengan

viskositas tinggi digunakan untuk enkapsulasi obat. Pelepasan obat dari

mikrokapsul etil selulosa tergantung pada ketebalan dinding dan luas

permukaannya. Pada sediaan topikal, etil selulosa digunakan sebagai agen penebal

(thickening agent) dalam krim, losion atau gel. Selain itu etil selulosa juga

digunakan sebagai agen penstabil pada emulsi. Etil selulosa juga digunakan pada

kosmetik dan produk makanan (Rowe,Paul., Marian, 2009).

Etil selulosa bersifat stabil dan sedikit higroskopis. Degradasi etil selulosa

terjadi ketika polimer ini terpapar sinar matahari atau sinar UV saat suhu naik.

Selain itu etil selulosa tidak bercampur dengan lilin parafin dan lilin

mikrokristalin. Etil selulsa harus disimpan dalam wadah kering yang terhindar

dari sumber panas dan disimpan pada suhu tidak lebih dari 32oC. Polimer ini

harus dijauhkan dai agen peroksida atau agen pengoksidasi (Rowe, Paul., Marian,

2009).

Page 45: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.9 Polivinil Alkohol (PVA)

Polivinil alkohol adalah polimer sintetis yag larut air dengan rumus

(C2H3O)n. Nilai n secara komersial berkisar antara 500 dan 5000 yang ekuivalen

dengan berat molekul yaitu 20.000-200.000. Polimer ini berbentuk serbuk granul

tidak bewarna, putih sampai bewarna krem (Rowe,Paul., Marian, 2009).

Gambar 2.7. Rumus Struktur Polivinil Alkohol [sumber : Rowe, Paul., Marian, 2009]

Polimer ini sering digunakan pada sediaan topikal dan optalmik. Selain itu

digunakan pula sebagai agen penstabil pada emulsi (0,25-3,0% b/v). PVA

digunakan sebagai agen peningkat viskositas pada sediaan optalmik. Polimer ini

digunakan pula pada formulasi lepas lambat untuk pemberian oral. PVA dibuat

menjadi mikrosfer ketika dicampur dengan larutan glutaraldehida. Polimer ini

dapat larut dalam air, sedikit larut dalam etanol (95%), tidak larut dalam pelarut

organik. Pada proses pelarutan PVA dalam air, PVA dicampur dengan air pada

suhu 90oC selama sekitar 5 menit. Proses pencampuran harus tetap dillanjutkan

ketika larutan sudan menjadi dingin kembali (pada suhu ruang) (Rowe, Paul.,

Marian, 2009).

PVA akan stabil apabila disimpan dalam wadah tertutup rapat pada tempat

yang sejuk dan kering. Polimer ini akan stabil pada wadah korosif. Selain itu

material ini akan terdegradasi secara perlahan pada suhu 100oC dan akan cepat

terdegradasi pada suhu 200oC. Polimer ini bersifat stabil terhadap paparan cahaya.

Selain itu, materal ini akan mengalami reaksi spesifik pda senyawa yang memiliki

gugus hidroksi sekunder, misalnya reaksi esterifikasi. Bahan ini akan menjadi

rusak apabila terpapar asam kuat. Kemudian akan larut pada asam lemah dan

basa. Polimer ini berifat inkompatibel dengan garam anorganik khususnya sulfat

dan fosfat pada konsentrasi tinggi. Presipitasi PVA 5% b.v dapat terjadi akibat

Page 46: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

adanya fosfat. Selain itu akan terbentuk gel polivinilalkohol apabila terdapat

boraks (Rowe,Paul., Marian, 2009).

.

Page 47: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1,

Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Farmakologi, Laboratorium Kesehatan

Lingkungan, Laboratorium Farmakognosi dan Fitkimia, dan Laboratorium

Sediaan Padat Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung 6 bulan, dari bulan

Januari hingga Juni 2015.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Homogenizer (Ace Homogenizer), timbangan analitik (AND GH-202),

hotplate (Thermo Scientific), desikator, sentrifugator (Hettich Zentrifugen EBA

20), mikroskop optik (Olympus TH4 200), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi

U2910), shaking bath (Advantex), pH meter (Horiba), gunting, spuit, kaca arloji,

spuit, vial, dan alat-alat gelas yang sering dipakai di laboratoirum.

3.2.2. Bahan

Diltiazem hidroklorida (PT. Indofarma), akuades, etil selulosa N10

(Ashland), diklorometan, polivinil alkohol (Shadong Bio-technologi), metanol,

KH2PO4, NaOH, air deionisasi, aluminium foil, lem sianoakrilat, kertas Sartorius

0,45 µm, kertas penyaring hidrofilik 0,45 µm, dan plastik wrap.

3.3. Prosedur Kerja

3.3.1. Formula Mikropartikel

Melalui perhitungan, maka setiap formula mikropartikel diltiazem

hidroklorida mengandung komponen seperti yang ada dalam tabel 3.1.

32

Page 48: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.2. Pembuatan Mikropartikel

Mikropartikel diltiazem hidroklorida berbasis etil selulosa dibuat

menggunakan metode penguapan pelarut dengan sistem emulsi minyak/air. Pada

penelitian ini dibuat 2 formulasi. Mula-mula diltiazem hidroklorida dilarutkan

menggunakan 6 ml diklorometan. Kemudian etil selulosa dilarutkan dalam 20 ml

diklorometan dan ditambahkan sampai diklorometan mencapai volume 120 ml.

Disisi lain poli vinil alkohol (PVA) dilarutkan dalam air panas. Setelah itu larutan

PVA didispersikan ke dalam larutan diltiazem hidroklorida dan etil selulosa.

Proses pembentukan emulsi minyak/air dilakukan dengan homogenizer dengan

kecepatan 8000 rpm selama 4 jam. Setelah 4 jam mikropartikel dipisahkan dari

fase cairan eksternal dengan sentrifugasi dan dilanjutkan dengan mencuci

mikropartikel dengan air deionisasi. Kemudian sampel disimpan pada desikator

selama 24 jam setelah itu dilakukan evaluasi (Muhaimin, 2013, dengan

modifikasi).

Tabel 3.1. Formula Mikropartikel Diltiazem Hidroklorida

BAHAN FORMULA

F1 F2

Diltiazem hidroklorida 120 mg 120 mg

Etil selulosa 300 mg 300 mg

Larutan PVA 8% 400 ml -

Larutan PVA 1% - 400ml

Diklorometan 120 ml 120 ml

[sumber: Muhaimin, 2013, dengan modifikasi]

3.3.3. Penentuan Perolehan Kembali

Perolehan kembali ditentukan dengan menghitung persentasi mikropartikel

terhadap semua bahan yang digunakan

Keterangan : %PK = faktor perolehan kembali, Wm = bobot mikropartikel yang

diperoleh (mg), Wt= bobot bahan pembentuk mikropartikel (mg).

(sumber: Jelvehgari, M., S,Dastmalch., N,Derafshi., 2010)

Page 49: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.3.4. Penentuan Ukuran Mikropartikel

Penentuan ukuran mikropartikel dilakukan menggunakan mikroskop optik.

Sejumlah mikropartikel didispersikan ke dalam olive oil kemudian diletakan di

kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali dan 200

kali (Weerakody, R., Fragan, P., Kosaraju, A.L., 2008 dikutip dalam Kasih,

Nirmala., 2014).

3.3.5. Penetuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva

Kalibrasi

Dibuat satu seri konsentrasi larutan diltiazem hidroklorida dengan cara

ditimbang saksama 5 mg bahan baku diltiazem hidroklorida kemudian dilarutkan

di dalam 50 ml dapar fosfat pH 7,4. Setelah itu dibuat seri konsentrasi 1, 3, 5, 7,

9, 11, 13, dan 15 ppm. Pada sampel dengan konsentrasi 10 ppm dilakukan

pengukuran panjang gelombang maksimum yaitu sampel diukur serapannya pada

panjang gelombang 400-200 nm menggunakan spektrofotometer UV. Setelah itu

dilakukan pengukuran pada sampel dengan konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15

ppm (Sofiah, S., Faizatun, Y, Riyana., 2007; Nadia, A., Al-Assady., 2011; dengan

modifikasi).

3.3.6. Penentuan Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan

Sebanyak 10 mg mikropartikel diekstraksi dalam 2 ml metanol kemudian

diagitasi dalam shaking bath selama 2 jam. Setelah itu dilakukan pengenceran 100

kali dalam dapar fosfat pH 7,4 (Muhaimin, 2013).

Polimer yang tidak larut di dapar fosfat dipisahkan dari larutan encer

dengan filtrasi menggunakan kertas penyaring hidrofilik 0,45 µm. Konsentrasi

diltiazem HCl dalam larutan encer diukur dengan spektrofotometer UV dengan

panjang gelombang gelombang maksimum (Muhaimin, 2013 dengan modifikasi).

Kadar obat dan efisiensi penjerapan dihitung menggunakan rumus:

Page 50: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Keterangan : Wm = Massa obat dalam mikropartikel

Wp = Massa mikropartikel

Co = Kadar obat

Ct = Kadar obat secara teori

(sumber: Muhaimin, 2013 dengan modifikasi)

3.3.7. Pelepasan Obat secara In Vitro

Pelepasan obat secara in vitro dari mikropartikel dilakukan menggunakan

alat uji disolusi modifikasi. Ditimbang 50 mg mikropartikel kemudian

mikropartikel dibungkus dalam membran sartorius dengan pori 0,45 µm dan

diameter 4,7 cm. Setelah itu membran dilem menggunakan lem sianoakrilat.

Berikutnya membran yang berisi mikropartikel dimasukan ke dalam medium

disolusi, yaitu 50 ml dapar fosfat pH 7,4. Kecepatan pengadukan yang digunakan

sebesar 100 rpm dan suhu dijaga konstan 37±2oC. Selanjutnya sampel diambil

sebanyak 4 ml pada menit ke 5, 15, 30, 60, 90, 120, 150, 180, 240, 300, 360, 420,

480. Untuk menjaga volumenya tetap,ditambahkan 4 ml medium disolusi dengan

menggunakan spuit. Penyuplikan sampel dilakukan dengan menggunakan spuit

yang telah dikalibrasi. Kemudian spuit disolusi dipasangkan kertas penyaring

hidrofilik 0,45 μm setelah itu sampel disaring. Larutan sampel diukur serapannya

dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum. Percobaan

dilakukan duplo (Shah, N et al., 2011, dengan modifikasi).

Kadar Obat (%)= (Wm/Wp) x 100%

Efisiensi Penjerapan= (Co/Ct) x 100%

Page 51: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Formulasi Mikropartikel

Pada penelitian ini diformulasikan mikropartikel diltiazem HCl

menggunakan metode penguapan pelarut. Tipe emulsi yang digunakan pada

penelitian ini adalah tipe emulsi tunggal minyak dalam air dimana fase minyak

disini adalah larutan diklorometan.

Pada metode ini, emulsi droplet yang mengandung diltiazem hidroklorida

berubah menjadi bentuk padat disebabkan sifat hidrofobisitas etil selulosa dan

penguapan diklorometan ketika dilakukan pengadukan (Giri, Tapan Kumar et al,

2012). Lambatnya kecepatan pengerasan droplet dapat menyebabkan obat

berdifusi keluar dari droplet sehingga mengakibatkan kecilnya efisiensi

penjerapan (Jeyanthi, et al., 1997; Maa and Hsu, 1997; Mehta et al., 1994,

1996; Sansdrap and Moes, 1993 dikutip dalam Muhaimin. 2013 ). Proses

pengerasan droplet juga dipengaruhi oleh ukuran mikropartikel. Semakin besar

ukuran mikropartikel maka waktu yang dibutuhkan untuk mengeraskan droplet

lebih lama. Oleh karena itu diperlukan waktu yang tepat dalam mengeraskan

droplet agar efisiensi penjerapan mikropartikel tidak rendah. Mikropartikel yang

terbentuk menggunakan metode ini memiliki berupa serbuk putih dan memiliki

bentuk asimetris.

4.2. Perolehan Kembali

Hasil perolehan kembali F1 dan F2 berturut-turut adalah 77,81% dan

57,51%. Persentase hasil F1 lebih besar dari F2. Hasil perolehan kembali

mikropartikel pada kedua formula tersebut berbeda. Pada penelitian Pandav, S.,

Lokhande, A., Naik, J. (2013), didapatkan hasil bahwa pada dua formula dengan

variasi pada konsentrasi surfaktan, mikropartikel yang mengandung konsentrasi

surfaktan lebih tinggi memiliki nilai perolehan kembali yang lebih kecil.

Pada proses pembuatan mikropartikel dengan konsentrasi surfaktan lebih

besar memiliki nilai perolehan kembali yang lebih kecil karena saat proses

homogenisasi terjadi peningkatan jumlah partikel yang menempel pada dinding

36

Page 52: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

wadah. Menurut Patel, B., V, Modi., K, Patel., M, Patel. (2012), faktor lain yang

dapat mempengaruhi perolehan kembali mikropartikel adalah konsentrasi polimer

dan kecepatan pengadukan.

Tabel 4.1. Efek Variabel Konsentrasi Surfaktan pada Mikropartikel Diltiazem

Hidroklorida

Kode Formula Konsentrasi Surfaktan (%) Perolehan Kembali (%)

F1 0,8 77,81%

F2 1 57,51%

4.2. Ukuran Mikropartikel

Banyak metode yang tersedia untuk menentukan ukuran partikel,

diantaranya metode pengayakan, mikroskop, sedimentasi, penentuan volume

partikel (coulter counter), dan penyebaran sinar laser (Aulton, M.E., 2002). Tidak

ada satu pun cara pengukuran yang benar-benar merupakan metode langsung.

Walaupun dengan mikroskop dapat dilihat gambaran partikel yang sesungguhnya,

namun hasil yang didapat kemungkinan besar tidak lebih langsung daripada

menggunakan metode lain karena hanya dua dari tiga dimensi partikel yang

biasanya terlihat (Martin, A., J, Swarbrick., A, Cammarata., 2008). Metode

mikroskop dibagi menjadi tiga, yaitu mikroskop cahaya, scanning electron

microscopy dan transmission electron microscopy (Aulton, M.E., 2002). Pada

penelitian ini metode yang digunakan adalah metode mikroskop optik. Menurut

Aulton M.E (2008), jumlah partikel yang harus dihitung adalah 300 sampai

dengan 500 partikel agar didapatkan suatu perkiraan yang baik.

Tabel 4.2. Efek Variabel Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Mikropartikel.

Kode

Formula

Rentang Ukuran

Mikropartikel (µm)

Modus Ukuran

Mikropartikel (µm)

F1 0,680-159,740 1-10

F2 0,340-117,674 1-10

Rentang ukuran mikropartikel pada F1 dan F2 berturut-turut adalah 0,680-

159,740 µm dan 0,340-117,674 µm. Penyebab kecilnya ukuran mikropartikel ini

Page 53: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

salah satunya karena tingginya kecepatan pengadukan. Kecepatan pengadukan

yang digunakan pada pembuatan mikropartikel diltiazem hidroklorida ini adalah

8000 rpm. Penentuan penggunaan kecepatan pengadukan sebesar 8000 rpm

adalah hasil dari optimasi metode. Tingginya kecepatan pengadukan dapat

menurunkan ukuran mikropartikel karena kecepatan tinggi dapat mencegah

koalesen droplet dalam fase kontinyu (Jelvehgar, M., S, Dastmalch., Derafshi.

2010).

Formula dengan konsentrasi surfaktan lebih besar (F2) memiliki ukuran

lebih kecil. Apabila dianalisa dari segi jumlah mikropartikel yang terbentuk,

ukuran dominan pada kedua formula adalah 1-10 µm. Distribusi ukuran

mikropartikel pada kedua formula dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4.

Jumlah mikropartikel dengan ukuran 1-10 µm pada F2 lebih banyak dihasilkan

daripada F1. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan konsentrasi surfaktan

menyebabkan penurunan ukuran mikropartikel dan peningkatan jumlah

mikropartikel dengan ukuran 1-10 µm. Pada penelitian yang dilakukan Patel, B.,

V, Modi., K, Patel., M, Patel. (2012) disimpulkan bahwa peningkatan konsentrasi

surfaktan menyebabkan penurunan energi antarmuka kedua fase (fase air dan fase

minyak) sehingga menyebabkan penurunan ukuran partikel. Adapun faktor lain

penyebab penurunan ukuran mikropartikel adalah adanya peningkatan kecepatan

pengadukan dan penurunan konsentrasi polimer. Pada pembuatan mikropartikel

ini kecepatan pengadukan yang digunakan sebesar 8000 rpm. Penentuan

penggunaan kecepatan pengadukan ini berdasarkan hasil optimasi metode.

Kecepatn pengadukan yang digunakan ini cukup tinggi sehingga dimungkinkan

dengan tingginya kecepatan pengadukan ini maka dapat dihasilkan ukuran

mikropartikel yang lebih kecil.

Page 54: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.3. Distribusi Ukuran Mikropartikel F1

Rentang

Ukuran

(µm)

Diameter

Rata-

Rata (µm)

Jumlah

Mikropartikel

(buah)

%

Jumlah

Partikel

Volume

Mikropartikel

(µm3)

% Volume

Mikropartikel

< 1 1 1 0,23 0,52 0,00

1-5 3 99 22,86 1398,87 0,01

6-10 8 78 18,01 20899,84 0,13

11-15 13 22 5,08 25294,79 0,16

16-20 18 20 4,62 61041,60 0,39

21-25 23 16 3,70 101878,35 0,65

26-30 28 11 2,54 126370,35 0,80

31-35 33 16 3,70 300912,48 1,91

36-40 38 15 3,46 430745,20 2,73

41-45 43 14 3,23 582521,29 3,70

46-50 48 18 4,16 1041776,64 6,61

51-55 53 19 4,39 1480333,64 9,40

56-60 58 16 3,70 1633737,81 10,37

> 60 60 88 20,32 9947520,00 63,14

Gambar 4.1. Diagram Distribusi Frekuensi Mikropartikel F1

Page 55: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.4. Distribusi Ukuran Mikropartikel F2

Rentang

Ukuran

(µm)

Diameter

Rata-

Rata (µm)

Jumlah

Mikropartikel

(buah)

%

Jumlah

Partikel

Volume

Mikropartikel

(µm3)

%Volume

Mikropartikel

< 1 1 12 3,2 6,28 0,00

1-5 3 299 79,5 4224,87 0,25

6-10 8 29 7,7 7770,45 0,46

11-15 13 6 1,6 6898,58 0,41

16-20 18 7 1,9 21364,56 1,28

21-25 23 5 1,3 31836,98 1,90

26-30 28 0 0 0,00 0,00

31-35 33 1 00,3 18807,03 1,12

36-40 38 1 00,3 28716,35 1,72

41-45 43 2 00,5 83217,33 4,97

46-50 48 1 00,3 57876,48 3,46

51-55 53 1 00,3 77912,30 4,66

56-60 58 2 00,5 204217,23 12,20

> 60 60 10 2,7 1130400,00 67,56

Gambar 4.2.Diagram Distribusi Frekuensi Mikropartikel F2

Persen volume menunjukan efisiensi metode untuk menghasilkan

mikropartikel dengan ukuran sesuai target yang ingin dicapai. Persen volume

mikropartikel dengan ukuran 1-10 µm pada F1 dan F2 berturut-turut adalah

0,14% dan 0,71%. Hal ini menunjukan bahwa nilai persen volume untuk ukuran

mikropartikel dengan ukuran 1-10 µm cukup kecil, dengan kata lain bahan baku

Page 56: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang digunakan dalam pembuatan mikropartikel menggunakan metode ini lebih

banyak menghasilkan mikropartikel dengan ukuran lebih dari 10 µm.

4.4. Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Kurva Kalibrasi

Panjang gelombang diltiazem hidroklorida diukur menggunakan

spektrofotometer UV Vis. Panjang gelombang yang didapatkan adalah 236,4 nm.

Standar panjang gelombang maksimum diltiazem hidroklorida adalah 240 nm

(British Pharmacopoiea, 2009)

Gambar 4.3. Kurva Kalibrasi Diltiazem Hidroklorida dalam Dapar Fosfat pH 7,4

4.5. Kadar Obat dan Efisiensi Penjerapan

Evaluasi kadar obat dan efisiensi penjerapan dilakukan untuk mengamati

efisiensi metode dalam enkapsulasi zat aktif. Efisiensi penjerapan menunjukan

efisiensi metode dalam mengenkapsulasi zat aktif sedangkan kadar obat

menunjukan jumlah kadar obat yang terkandung dalam mikropartikel yang

terbentuk. Kadar obat pada F1 dan F2 berturut-turut adalah 3,51±0,02 % dan

3,91±0,01 %. Nilai kadar pada kedua formula ini mirip akan tetapi kadar obat

pada F2 lebih besar dari F1. Pada proses pembentukan mikropartikel,

mikropartikel dengan ukuran lebih besar (F1) memerlukan waktu pengerasan

lebih lama sehingga obat akan cenderung berdifusi menuju fase kontinyu dan

menyebabkan penurunan nilai kadar obat (Chella, N., K,K Yada., R, Vempati.,

2010).

Page 57: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Nilai efisiensi penjerapan F1 dan F2 berturut-turut adalah 9,57±0,01% dan

7,87±0,02%. Nilai efisiensi kedua formula ini mirip, akan tetapi nilai efisiensi

penjerapan F2 lebih besar dari F1.

Nilai efisiensi penjerapan dan kadar obat pada kedua formula tersebut

rendah karena sifat hidrofilisitas diltiazem hidroklorida pada fase kontinyu serta

terjadinya proses difusi diltiazem hidroklorida melewati matriks polimer menuju

fase kontinyu sesaat setelah terjadi penguapan pelarut dan pembentukan

mikropartikel (Perez et al., 2000, 2003 dalam Muhaimin 2013).

Apabila dibandingkan, nilai kadar obat F2 lebih kecil dari F1 sedangkan

efisiensi penjerapan F1 lebih besar dari F2. Faktor lain penyebab rendahnya nilai

efisiensi penjerapan dan kadar obat adalah ukuran mikropartikel. Semakin kecil

ukuran mikropartikel maka kapasitas penjerapan obat di dalam mikropartikel juga

semakin kecil.

Efisiensi penjerapan berbanding lurus dengan konsentrasi polimer dan

surfaktan. Hal ini disebabkan konsentrasi polimer dapat meningkatkan kapasitas

penjerapan obat sedangkan surfaktan menurunkan tegangan permukaan antara

fase dispersi dan fase kontinyu. Hal ini menyebabkan droplet mikropartikel akan

lebih stabil dan mengurangi terjadinya difusi obat menuju fase kontinyu (Giri,

T.K. et al., 2012).

Tabel 4.5. Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat Mikropartikel

Kode

Formula

Konsentrasi

Surfaktan (%) Efisiensi Penjerapan (%) Kadar Obat (%)

F1 0,8 9,57±0,02 3,51±0,02

F2 1 7,87±0,01 3,91±0,01

4.5. Pelepasan Obat

Disolusi adalah proses di mana suatu zat padat menjadi terlarut dalam suatu

pelarut (Shargel, Wu-Pong & Yu, 2004). Evaluasi pelepasan obat secara in vitro

ini dilakukan dengan cara modifikasi disolusi.

Page 58: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 4.6. Persen Pelepasan Obat Mikropartikel Diltiazem HCl

Menit Ke- % Pelepasan Obat

F1 F2

5 7,17±2,23 2,53±0,01

15 6,53±1,19 1,25±0,01

30 6,68±0,47 3,84±0,01

60 6,59±1,58 4,75±0,03

90 7,33±1,31 4,77±0,04

120 7,28±0,04 4,19±0,04

180 7,53±0,29 4,53±0,03

240 8,09±1,02 4,70±0,02

300 7,24±0,04 5,62±0,04

360 7,12±0,06 6,08±0,05

420 7,32±0,09 6,49±0,05

480 7,44±0,32 6,94±0,05

Gambar 4.4.Profil Pelepasan Mikropartikel Diltiazem HCl

Pelepasan obat melibatkan penetrasi cairan di sekeliling mikropartikel

kemudian obat akan terlarut. Setelah itu obat akan keluar melalui kanal interstitial

atau pori (Higuchi WI. 1967). Setelah menit ke 480, obat yang terlepas dari

F1dan F2 berturut-turut adalah 7,44±0,32% dan 6,94±0,05%. F2 melepaskan obat

lebih lama dari F1 namun kedua data ini mirip. Berdasarkan penelitian Chella,

Page 59: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N., KK, Yada., R, Vempati (2010), etil selulosa dengan viskositas 25 cps

memerlukan waktu 10 jam untuk melepaskan 90% obat. Dapat disimpulkan

bahwa etil selulosa memerlukan waktu yang cukup lama untuk melepaskan obat.

Pada 5 menit pertama, pelepasan obat pada F1 dan F2 cukup besar. Hal ini

dimungkinkan terjadi karena obat tidak terenkapsulasi di inti, melainkan

teradsorpsi di permukaan mikropartikel. Salah satu penyebabnya adalah

konsentrasi PVA yang kurang tepat. Konsentrasi PVA pada mikropartikel ini

kurang dapat menstabilkan partikel, hal ini menyebabkan obat tidak

terenkapsulasi di inti partikel melainkan teradsorpsi pada permukaan partikel

(Giri, TK et al, 2012).

Salah satu faktor yang mempengaruhi pelepasan obat adalah ukuran

mikropartikel. Semakin kecil ukuran mikropartikel, maka obat akan semakin

cepat dilepaskan (Maji, R., S,Ray., B, Das., AK, Nayak., 2012). Pada uji disolusi

kedua formula, terjadi fluktuasi persen pelepasan obat setiap menitnya. Selain itu

kadar obat yang terukur di setiap rentang waktu mirip satu sama lain. Hal ini

terjadi karena kadar obat pada sampel terlalu kecil dan sensitivitas alat

spektrofotometer tidak dapat mendeteksi perubahan kadar yang terlalu kecil

tersebut. Apabila dilihat dari pelepasan obat pada menit-menit awal, formula yang

lebih tepat untuk dijadikan sistem lepas lambat adalah F2 karena pada menit-

menit awal persen pelepasan obat lebih kecil dari F1.

Page 60: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Rentang ukuran mikropartikel F1 dan F2 berturut-turut sebesar 0,680-

159,740 µm dan 0,340-117,674 µm dengan modus ukuran kedua formula

sebesar 1-10 µm.

3. Nilai efisiensi penjerapan F1 dan F2 berturut-turut adalah 9,57±0,02 % dan

7,87±0,01 %.

4. Nilai kadar obat F1 dan F2 berturut-turut adalah 3,51±0,02 % dan

3,91±0,01 %.

5. Hasil Uji Perolehan Kembali F1 dan F2 berturut-turut adalah 77,51% dan

57,51%.

6. Nilai pelepasan obat F1 dan F2 berturut-turut adalah 7,44±0,32% dan

6,94±0,05%.

7. Berdasarkan nilai ukuran mikropartikel, efisiensi penjerapan, kadar obat

dan pelepasan obat, F2 lebih baik daripada F1.

8. Metode ini masih belum bisa menghasilkan mikropartikel yang sesuai

untuk penghantaran obat melalui paru-paru

5.2. Saran

1. Diperlukan optimasi metode untuk meningkatkan nilai perolehan kembali,

efisiensi penjerapan, kadar obat, dan pelepasan obat.

2. Pada proses emulsifikasi minyak/air disarankan untuk menggunakan zat

aktif hidrofobik.

3. Menggunakan tipe emulsi air/minyak/air apabila zat aktif yang digunakan

bersifat hidrofilik.

4. Digunakan polimer etil selulosa yang memiliki viskositas lebih rendah dan

gugus etoksi yang lebih besar.

5. Mengganti polimer etil selulosa dengan polimer lain yang dapat

melepaskan obat lebih cepat.

45

Page 61: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Pembuatan mikropartikel dengan metode lain, misalnya gelasi ionik,

semprot kering, koaservasi, atau ekstraksi cairan superkritis.

Page 62: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Abraham, M.H., Smith. R.E., Luchtefeld. R., Boorem. A.J., Luo. R., Acree. W.E.

2010. Prediction of Solubility of Drugs and Other Compounds in Organic

Solvents. J. Pharm. Sci. 99. 1500-1515.

Alonso, M.J., Gupta, R.K., Min, C., Siber, G.R., Langer, R. 1994. Biodegradable

Microspheres as Controlled Release Tetanus Toxoid Delivery Systems.

Vaccine 12. 299-306.

Arshady, R. 1991. Preparation of Biodegradable Microspheres and

Microcapsules: 2. Polyactides and related polyesters. J. Control. Rel. 17. 1-22

Aulton, M.E. 2002. Pharmaceutics: The Science of Dosage Form Design second

edition. Chemical Livingstone.

Azevedo, A.F., Galhardas, J., Cunha, A., Cruz, P., Goncalves, L.M.D., Almeida,

A.J. 2006. Microencapsulation of Streptococcus Equi Antigens in

Biodegradable Microspheres and Preliminary Immunisation Studies. Eur. J.

Pharm. Biopharm. 64. 131-137.

Beck, L.R., Ramos, R.A., Flowers, C.E., Lopez, G.Z., Lewis, D.H. 1981.

Clinical Evaluation of Injectable Biodegradable Contraceptive System. Am. J.

Obstet. Gynecol. 140. 799-806.

Benoit, J.P., Painbeni, T., Venier-Julienne, M.C. 1996. Internal Morphology of

Biodegradable BCNU-Loaded Microspheres. Proc. Int. Symp. Control. Rel.

Bioact. Mater. 23. 379-380.

Berchane,N.S., Jebrail, F.F.,,Carson, K.H., Rice-Ficht, A.C., Andrews. M.J. 2006.

About Mean Diameter and Size Distributions of Poly(lactide-co-glycolide)

(PLG) Microspheres. J. Microencap. 23. 539-552.

Birnaum, D.T., Peppas, L.B. 2004. Microparticle Drug Ddelivery Ssystems. In:

Brown. D.. (Editor). Drug delivery systems in cancer therapy. Humana Press.

Totowa N.J.

Blanco, D., Alonso, M.J. 1998. Protein Encapsulation and Release From

Poly(lactide-coglycolide) Microspheres: Effect of The Protein and Polymer

Properties and of Coencapsulation of Surfactants. Eur. J. Pharm. Biopharm. 45.

285-294.

Bleich J., Müller, B.W. 1996. Production of Drug Loaded Microparticles by

The Use of Supercritical Gases with The Aerosol Solvent Extraction System

(ASES) Process. J. Microencap. 13. 131-139.

Page 63: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Bleich, J., Müller, B.W., Waβmus, W. 1993. Aerosol Solvent Extraction System–

a New Microparticle Production Technique. Int. J. Pharm. 97. 111-117.

Bodmeier, R., Wang, H., Dixon, D.J., Mawson, S., Johnston, K.P., 1995.

Polymeric microspheres prepared by spraying into compressed carbon dioxide.

Pharm. Res. 12, 1211-1217

Bodmeier, R., Wang, H., Herrmann, J., 1994. Microencapsulation of

chlorpheniramine maleate, a drug with intermediate solubility properties, by a

non-aqueous solvent evaporation technique, STP Pharma. Sci. 4, 275-281.

Bodmeier, R., Chen, H. 1988. Preparation of Biodegradable Poly(±)lactide

Microparticles using A Spray-Drying Technique. J. Pharm. Pharmacol. 40. 754-

757

Boisdron-Celle, M., Menei, P., Benoit. J.P. 1995. Preparation and

Characterization of 5-Fluorouracil Loaded Microparticles as A Biodegradable

Anticancer Drug Carrier. J. Pharm. Pharmacol. 47. 108-114.

Cavalier, M., Benoit, J.P., Thies, C. 1986. The Formation and Characterization

of Hydrocortisone-Loaded Poly((+/-)-lactide) Microspheres. J. Pharm.

Pharmacol. 38. 249-253.

Chella, Naveen., K.K. Yada., R Vempati. 2010. Preparation and Evaluation

ofEthyl Cellulose Microsphere Containing Diclofenac Sodium by Novel W/o/o

Emulsion Method. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Hal: 884-

888.

Chung, T.-W., Huang, Y.-Y., Liu, Y.-Z. 2001. Effects of The Rate of Solvent

Evaporation on The Characteristics of Drug Loaded PLLA and PDLLA

Microspheres. Int. J. Pharm. 212. 161-169.

Chung, T.-W., Huang, Y.-Y., Tsai, Y.-L., Liu. Y.-Z. 2002. Effects of Solvent

Evaporation Rate on The Properties of Protein-Loaded PLLA and PDLLA

Microspheres Fabricated by Emulsion Solvent Evaporation Process. J.

Microencap. 19. 463-471.

Cowsar, D.R., Tice, T.R., Gilley, R.M., English, J.P. 1985. Poly(lactide-co-

glycolide) Microcapsules for Controlled Release of Steroids. Methods Enzymol.

112. 101-116.

Departemen Kesehatan. 1979. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta:

Deparemen Kesehatan Republik Indonesia.

Eckert, C.A., Knutson, B.L., Denbenedetti, P.G. 1996. Supercritical fluids as

Solvents for Chemical and Materials Processing. Nature 383. 313-318.

Page 64: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Feng, L., Qi, X.R., Zhou, X.J., Maitani, Y., Cong Wang, S., Jiang, Y., Nagai, T.

2006. Pharmaceutical and Immunological Evaluation of A Single-Dose Hepatitis

B Vaccine using PLGA Microspheres. J. Control. Rel. 112. 35-42

Folker, R., Kleinebudde, P., Müller, B.W. 1996. Residual Solvent in

Biodegradable Microparticles. Influence of Process Parameter on The

Residual Solvent in Microparticles Produced by The Aerosol Solvent Extraction

System (ASES) process. J. Pharm. Sci. 86. 101-105.

Fredriksen, L., Anton, K., Hoogevest, P.V., Keller, H.R., Leuenberger, H. 1997.

Preparation of Liposomes Encapsulating Water-Soluble Compounds using

Supercritical Carbon Dioxide. J. Pharm. Sci. 86. 921-928.

Freitas, S., Merkle, H.P., Gander, B. 2005. Microencapsulation by Solvent

Extraction/Evaporation: Reviewing The State of The Art of Microsphere

Preparation Process Technology. J. Control. Rel. 102. 313–332.

Gilman, AG. 2012. Goodman & Gilman Dasar Farmakologi Terapi. Jakarta:

EGC.

Giri, Tapan Kumar., C, Choudhary., Ajazuddin., A, Alexander., H, Badwaik., D.K

Tripathi. 2012. Prospect of Pharmaceuticals and Biopharmaceuticals Loaded

Microparticles Prepared By Double Emulsion Technique for Controlled Delivery.

Saudi Pharmaceutical Journal (2013)21. 125-141.

Giunchedi, P., Benvenga, A., Alpar, H.O., Conte, U. 1995. PDLLA Microspheres

Containing Steroids: Spray-Drying and w/o/w Emulsification as Preparation

Methods. World Meet. Pharm. Biopharm. Pharm. Technol. 1. 389-390.

Göpferich, A., Langer, R. 1993. Modeling of Polymer Erosion. Macromolecules

26. 4105-4112.

Gowda, D.V., M.S. Khan., Venkatesh M.P., Sowjaya A.S., Shivakumar H.G.

2010. Preparation and Evaluation of HPMC and Eudragit Microparticle Loaded

with Diltiazem Hidroklorida untuk Penghantaran Terkontrol. Scholar Research

Library ISSN 0975-5071.

Graves, R.A., Freeman, T., Pamajula, S., Praetorius, N., Moiseyev, R., Mandal,

T.K. 2006. Effects of Co-Solvents on The Characteristics of Enkephalin

Microcapsules. J. Biomater. Sci. Polym. Edit. 17. 709-720

Giri, Tapan Kumar et al. 2012. Prospect of Pharmaceuticals and

Biopharmaceuticals Loaded Microparticles Prepared by Double Emulsion

Technique for Controlled Delivery. Saudi Pharmaceutical Journal (2013) 21.

125-141.

Higuchi, WI. Diffusional models useful in biopharmaceutics drug release rate

processes. J Pharm Sci 1967; 56: 315-324.

Page 65: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hanes, J., Chiba, M., Langer, R. 1996. Synthesis and Characterization of

Degradable Anhydride-co-imide Terpolymers Containing Trimellitylimido-L-

typrosine: Novel Polymers for Drug Delivery. Macromolecules 29. 5279-5287

Hanna, M.H., York, P., Rudd, D., Beach, S. 1995. A Novel Apparatus for

Controlled Particle Formation using Supercritical Fluids. Pharm. Res. 12. 141-

146.

Hsu, J.P., Lin, S.H. 2005. Diffusivity of Solvent in A Polymer Solution-Expansive

Free Volume Effect. Eur. Polym. J. 41. 1036-1042

Izumikawa, S., Yoshioka, S., Aso, Y., Takeda, Y. 1991. Preparation of Poly(l-

lactide) Microspheres of Different Crystalline Morphology and Effect of

Crystalline Morphology on Drug Release Rate. J. Control. Rel. 15. 133-140.

Jalil, R., Nixon, J.R. 1990a. Microencapsulation using Poly(dl-lactic acid) I:

Effect of Preparative Variables on The Microcapsule Characteristics and

Release Kinetics. J.Microencap. 7. 229-244.

Jalil,R., Nixon, J.R. 1990b. Biodegradable Poly(lactic acid) and Poly(lactide-

coglycolide) Microcapsules: Problems Associated with Preparative Techniques

and Release Properties. J. Microencap. 7. 297-325.

Jaraswekin, S., Prakongpan, S., Bodmeier, R. 2007. Effect of Poly(lactide-co-

glycolide) Molecular Weight on The Release of Dexamethasone Sodium

Phosphate from Microparticles. J. Microencap. 24. 117-128.

Jeffery, H., Davis, S.S., O’Hagan, D.T. 1993. The Preparation and

Characterization of Poly(lactide-co-glycolide) Microparticles: II. The

Entrapment of A Model Protein using A (water-in-oil)-in Water Emulsion

Solvent Evaporation Technique. Pharm. Res.10. 417-423.

Jeffery, H., Davis, S.S. O’Hagan, D.T. 1991. Preparation and Degradation of

Poly(lactideco-glycolide) Microspheres. J. Control. Rel. 77. 169-175.

Jelvehgari, Mitra., Siavosh Dastmalch., Nazira Derafshi. 2010. Theopylline-

Ethylcellulose Microparticles: Screaning of the Process and Formulation

Variables for Preparation of USstained Release Particles. Iranian Journal of Basic

Medical Sciences. Hal 608-622

Jeyanthi, R., Metha, R.C., Thanoo, B.C., Deluca, P.P. 1997. Effect of Processing

Parameters on The Properties of Peptide Containing PLGA Microspheres. J.

Microencap. 14. 163-174.

Jeyanthi, R., Thanoo, B.C., Metha, R.C., Deluca, P.P. 1996. Effect of Solvent

Removal Technique on The Matrix Characteristics of Polylactide/glycolide

Microspheres for Peptide Delivery. J. Control. Rel. 38. 235–244.

Page 66: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kang, M.K., Dai, J., Kim, J.C. 2012. Ethylcellulose microparticles containing

chitosan and gelatin: pH-dependent release caused by complex coacervation.

J. Ind. Eng. Chem. 18. 355-359.

Kang, Yunqing et al. 2008. Preparation of PLLA/PLGA Microparticles using

Solution Enhanced DIspersionby Supercritical Fluid (SEDS). Journal of Colloid

and Interface Science. Hal: 87-94.

Kanjickal, D.G., Lopina, S.T. 2004. Modeling of drug release from polymeric

delivery systems - a review. Crit. Rev. Ther. Drug Carrier Syst. 21. 345-386.

Kasih, Nirmala. 2014. Formulasi dan Karakterisasi Mikropartikel EKstrak Etanol

50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana K.,) dengan Metode Semprot

Kering (Spray Drying). Skripsi. Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan.

Katou, H., Wandrey, A.J., Gander, B. 2008. Kinetics of solvent

extraction/evaporation process for PLGA microparticle fabrication. Int. J. Pharm.

364. 45-53.

Kelly, JG., O’Malley K. Clinical Pharmacokinetics Calcium Antagonist. Clin

Pharmacokinet. Hal: 416-33

Kumar, N.L., Robert, S., Abraham, D.J. 2002. Polyanhydrides: an overview.

Adv. Drug Del. Rev. 54. 889-910.

Labiris, N.R., M.B Dolovich. 2003. Pulmonary Drug Delivery. Part II: The Role

of Inhalant Delivery Devices and Drug Frmulation In Therapeutic Effectiveness

of Aerosolized Medication. J Clin Pharmacol. 56. 600-612. DOI:10.1046/j.1365-

2125.2003.01893.x

Lalla, J.K., Sapna, K. 1993. Biodegradable microspheres of poly(dl-lactic acid)

containing piroxicam as a model drug for controlled release via the

parenteral route. J. Microencap. 10. 449-460.

Le Corre, P., Le Guevello, P., Gajan, V., Chevanne, F., Le Verge, R. 1994.

Preparation and characterization of bupivacaine-loaded polylactide and

poly(lactide-glycolide) microspheres. Int. J. Pharm. 107. 41-49.

Leelarasamee, N., Howard, S.A., Malanga, C.J., Ma, J.K. ., 1988. A method for

the preparation of poly(lactic acid) microcapsules of controlled particle size and

drug loading. J. Microencap. 52, 147-157.

Leong, K.W., Langer, R. 1988. Polymeric controlled drug delivery. Adv.Drug

Deliv.Rev. 1. 199-233.

Page 67: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lewis, D.H., Tice, T.R., Zatuchni, G.I., 1984. Polymeric considerations in the

design of microencapsulation of contraceptive steroids. Long Acting Contracept.

Delivery Syst. 1, 77-95.

Li, M., Rouaud, O., Poncelet, D. 2008. Microencapsulation by solvent

evaporation: State of the art for process engineering approaches. Int. J. Pharm.

363. 26-39.

Liggins, R.T., Burt, H.M. 2001. Paclitaxel loaded poly(L-lactic acid)

microspheres: properties of microspheres made with low molecular weight

polymers. Int. J. Pharm. 222. 19-33.

Lin, S.Y., Chen, K.S., Teng, H.H., Li, M.J. 2000. In vitro degradation and

dissolution behaviours of microspheres prepared by three low molecular weight

polyesters. J. Microencap. 17. 577-586.

Little, S.R., Lynn, D.M., Puram, S.V., Langer, R.. 2005. Formulation and

characterization of poly (beta amino ester) microparticles for genetic vaccine

delivery. J. Control. Rel. 107. 449-462.

Luan, X., Skupin, M., Siepmann, J., Bodmeier, R., 2006. Key parameters

affecting the initial release (burst) and encapsulation efficiency of peptide-

containing poly(lactide-co-glycolide) microparticles. Int. J. Pharm. 324, 168-175.

Martin, Alfred. James Swarbrick., Arthur Cammarata. 2008. Farmasi Fisik:

Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam Ilmu Farmasetika. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia.

Maji,Ruma., Somasree Ray., Biswarup Das. Amit Kumar Nayak. 2012. Ethyl

Cellulose Microparticle Containing Metformin HCl by Emulsification-Solvent

Evaporation Technique: Effect of Formulation Variables. International Scholarly

Research Network volume 2012. Article ID 801827. 7 pages.

Maa, Y.F., Hsu, C. 1996. Microencapsulation reactor scale-up by dimensional

analysis. J. Microencap. 13. 53-66.

Mabuchi, K., Nakayama, A., Iwamoto, K. 1994. Preparation and in vitro

evaluation of poly(lactic acid) microspheres containing carmofur. Yakuzaigaku

54. 42-48.

Marr, R., Gamse, T. 1999. Use of supercritical fluids for different processes

including new developments-A review. Chem. Eng. Process. 39. 19-28

Mason, N., Thies, C., Cicero, T.J. 1976. In vivo and in vitro evaluation of a

microencapsulated narcotic antagonist. J. Pharm. Sci. 65. 847-850

Page 68: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mateovic, T., Kriznar, B., Bogataj, M., Mrhar, A. 2002. The influence of stirring

rate on biopharmaceutical properties of Eudragit RS microspheres. J.

Microencap. 19. 29-36.

McHugh, M.A., Krukonis, V.J. 1994. Supercritical fluid extraction. Butterworth

Heinemann. Boston.

Mehta, R.C., Thanoo, B.C., DeLuca., P.P. 1996. Peptide containing microspheres

from low molecular weight and hydrophilic poly(D.L-lactide-co-glycolide). J.

Control. Rel. 41. 249-257.

Meng, F.T., Ma, G.H., Liu. Y.D., Qiu, W., Su, Z.G. 2004. Microencapsulation of

bovine hemoglobin with high bio-activity and high entrapment efficiency using a

W/O/W double emulsion technique. Colloids Surf. B: Biointerf. 33. 177-183.

Miyazaki, Y., Onuki, Y., Yakou. S., Takayama, K. 2006. Effect of temperature-

increase rate on drug release characteristics of dextran microspheres prepared by

emulsion solvent evaporation process. Int. J. Pharm. 324. 144-151

Muhaimin. 2013. Study of Microparticle Preparation By The Solvent Evaporation

Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (FBRM) Disertation.

University Berlin

Nadia A. Al-Assady. 2011. Preparation. Characterization. and Diltiazem Release

Study of Chtosan/ poly (vinyil alcohol) Microspheres. National Journal of

Chemystry. Volume 41. 113-126.

O’Donell., P.B., McGinity, J.W. 1997. Preparation of microspheres by the

solvent evaporation technique. Adv. Drug Delivery Rev. 28. 25-42

O’Hagan, D. T., Jeffery, H., Davis, S. S. 1994. The preparation and

characterization of PLGA microspheres: III. Microparticle/polymer degradation

rates and the in vitro release of a model protein. Int. J. Pharm. 103. 37-45.

O’Hern, P.A., Goldberg, E., Roseman. T.J., Peppas, N.A., Gabelnick, H.L.

1993. Development of a contraceptive peptide vaccine for use with PGAL

microspheres. Proc. Int. Symp. Control. Rel. Bioact. Mater. 20th. 394-395.

Okada, H. 1994. Preparation of three-month depot injectable microspheres of

leuprorelin acetate using biodegradable polymers. Pharm. Res. 11. 1143-1147.

Pablo, G., Debenedetti, J.W., Tom, S-D., Yeo, G-B.L. 1993. Application of

supercritical fluids for the production of sustained delivery devices. J. Control.

Rel. 24. 27-44.

Pachuau, Lalduhsanga., Bhaskar, Mazumder. 2009. A Study on The Effectc of

DIfferent Surfactants on Ethylcellulose Microspheres. International Journal of

PharmTech Research.Vol.1.No.4. Hal: 966-971

Page 69: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pandav, S., Lokhande, A., Naik, J. 2013. Assessment of Microparticulate Drug

Delivery System of Propanolol Hydrochloride Prepared by Multiple Solvent

Emulsion Technique. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences. Hal: 831-835.

Pérez, M.H., Siepmann, J., Zinutti, C., Lamprecht, A., Ubrich, N., Hoffman, M.,

Bodmeier, R., Maincent, P., 2003. Non-degradable microparticles containing a

hydrophilic and/or a lipophilic drug: preparation, characterization and drug release

modeling. J. Control. Rel. 88, 413-428.

Pérez, M.H., Zinutti, C., Lamprecht, A., Ubrich, N., Astier, A., Hoffman, M.,

Bodmeier, R., Maincent, P., 2000. The preparation and evaluation of poly(є-

caprolactone) microparticles containing both a lipophilic and a hydrophilic drug.

J. Control. Rel. 65, 429-438.

Patel, Hemul., V, Mangesh., R, Shah., Sanjay. B., Kapadlya., Naynika, K., Patel.

2013. Spray Dried Microparticles for Controlled Delivery of Fluconazole using

Factorial Design. International Journal of Research in Pharmaceutical and

Biomedical Sciences. Hal: 582-589.

Pandav, Satish., Jitendra, Naik. 2014. Preparation and In Vitro Evaluation of

Ethylcellulose and Polymethacrylate Resins Loaded Microparticles Containing

Hydrophilic Drug. Journal of Pharmaceutics Volume 2014. Article ID 904036. 5

pages.

Patel, Balkrushna., Vidhi, Modi., Komal, Patel., Manisha, Patel. 2012. Preparation

and Evaluation of Ethyl Cellulose Microspheres Prepared by Emulsification-

Solvent Evaporation Method. International Journal for Research in Management

and Pharmacy (IJRMP) Volume 1. Hal: 82-91.

Parida, K., Panda, S., Ravanan, P., Roy, H., Manickam, M., Talwar, P. 2013.

Microparticles Based Drug Delivery Systes: Preparation and Application in

Cancer Therapeutics. International Archieve of Applied Science and Technology.

Vol 4 (3) September 2013: 68-75 ISSN 2277-1565

Patel, A.S., T.Soni., V, Thakkar., T, Gandhi. 2012. Efect of Spray Drying

Condition on the Physicochemical Properties of the Tramadol-HCl Microparticles

Containing Eudragit RS and RL. Journalof Pharmacy & Bioallied Sciences.

Reithmeier, H., Herrmann, J., Göpferich, A. 2001. Lipid microparticles as a

parenteral controlled release device for peptide. J. Control. Rel. 73. 339-350

Rowe, R.C., Paul, J.S., Marian, E.Q. 2009. Handbook of Pharmaceutical

.Excipient Sixth Edition. Chicago. London : Pharmaceutical Press.

Page 70: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sah, H. 1997. Microencapsulation techniques using ethyl acetate as a dispersed

solvent: effects of its extraction rate on the characteristics of PLGA

microspheres. J. Control. Rel. 47. 233-245.

Sajan, J et al. 2009. Chronotherapeutics and Chronotheraupetic Drug Delivery

Systems. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. October 2009; 8 (5); 467-

475.

Saltzman, W.M. 2001. Drug Delivery: Engineering Principles for Drug Therapy.

Oxford University Press. New York.

Sanders, L.M., McRae, G.I., Vitale, K.M., Kell, B.A. 1985. Microencapsulation of

LHRH analogue using biodegradable polymers. J. Control. Rel. 2. 187-195.

Shah, Nutan et al. 2011. Sustained Release of Spray-Dried Combination Dry

Powder Inhaler Formulation For Pulmonar Delivery. Asian Journal of

Pharmaceutical and Clinical Research Vol.4. Issue 4. 2011. ISSN -0974-2441.

Shariati, A., Peters, C.J. 2003. Recent developments in particle design using

supercritical fluids. Curr. Opin. Solid State Mater. Sci. 7. 371-383.

Shargel, L., Wu-Pong, Susanna, Yu., B.C, Andrew. (2004). Biofarmasetika dan

Farmakoknetika Terapan Edisi Kelima. Alih Bahasa: Fasich. Budi Suprapti. Pusat

penerbitan dan Percetakan Universitas Airlangga: Surabaya.

Shen, E., Kipper, M.J., Dziadul, B., Lim, M.-K., Narasimhan, B. 2002.

Mechanistic relationships between polymer microstructure and drug release

kinetics in bioerodible polyanhydrides. J. Control. Rel. 82. 115-125

Singh, M. 1995. Biodegradable delivery system for a birth control vaccine:

immunogenicity studies in rats and monkeys. Pharm. Res. 12. 1796-1800

Sofiah., Siti, Faizatun., Yulia, Riyana. 2007. Formulasi Tablet Matriks

Mukoadhesif Diltiazem Hidroklorida Menggunakan Hidroksi Propil Metil

Selulosa dan Carbopol 940. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. September 2007.

hal 53-58 Vol. 5. No.2. ISSN 1693-1831.

Soni, M.L., Namdeo, K.P., Jain, S.K., Gupta, M., Dangi, J.S., Kumar, M. 2011.

pHenzyme di-dependent chronotherapeutic drug delivery system of

theophylline for nocturnal asthma. Chem. Pharm. Bull. 59. 191–195

Spenlehauer, G., Veillard, M., Benoit, J.P. 1986. Formation and characterization

of cisplatin loaded poly(d.l-lactide) microspheres for chemoembolization. J.

Pharm. Sci. 75. 750-755

Spenlehauer, G., Vert, M., Benoit, J.P., Boddaert, A. 1989. In vitro and in vivo

degradation of poly(DL-lactide/glycolide) type microspheres made by solvent

evaporation method. Biomaterials 10. 557-563.

Page 71: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

56

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Subramaniam, B., Rajewski, R.A., Snavely, K. 1997. Pharmaceutical processing

with supercritical carbon dioxide. J. Pharm. Sci. 86. 885-890

Suzuki, K., Price, J.C. 1985. Microencapsulation and dissolution properties of

a neuroleptic in a biodegradable polymer. poly(dl-lactide). J. Pharm. Sci. 74. 21-

24.

Sweetman, Sean C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference Thirty Sixth

Edition. Pharmaceutical Press.

Tabata,Y.S., Gutta, Langer R. 1993. Controlled delivery systems for proteins

using polyanhydride microspheres. Pharm. Res. 10. 487-495.

Tamada, J.A., Langer, R. 1993. Erosion kinetics of hydrolytically degradable

polymers. Proc. Natl. Acad. Sci. 90. 552-556.

Taylor, G., Kellaway, I. 2001. Drug Delivery and Targeting. London: Taylor &

Francis.

The Department of Health Social Services and Public Safety. 2009.British

Pharmacopoiea. London: British Pharmacopoeia Commision Office

Thies, C. 1992. Formation of degradable drug-loaded microparticles by in-

liquid drying processes. In: Dunbrow. M.. (Editor). Microcapsules and

nanoparticles in medicine and pharmacy. CRC. Boca Raton

Thies, J., Müller, B.W. 1998. Size controlled production of biodegradable

microparticles with supercritical gases. Eur. J. Pharm. Biopharm. 45. 67-74.

Tiwari, Shashank., Prerana, Verma. 2012. Microencapsulation Technique By

Solvent Evaporation Method (Study Of Effect Of Process Variables).

International Journal of Pharmasy and Life Sciences ISSN: 0976-7126.

Toguchi, H. 1992. Formulation study of leuprorelin acetate to improve

clinical performance. Clin. Ther. 14. 121-130.

Tom, J.W., Lim, G.B., Denbenedetti, P.G., Prudhomme, R.K. 1993. Applications

of supercritical Fluids in the Controlled Released of Drugs. In: Brennecke. J.F..

Kiran. E.. (Editors). Supercritical Fluid Engineering Science. ACS Symp.

Ser. 514. American Chemical Society. Washington DC. 238-257.

Torres, D., Boado, L., Blanco, D., Vila-Jato, J.L. 1998. Comparison between

aqueous and non-aqueous solvent evaporation methods for

microencapsulation of drug-resin complexes. Int. J. Pharm. 173. 171-182

Tsai, D.C. 1986. Preparation and in vitro evaluation of polylactic acid mitomycin

C microcapsules. J. Microencap. 3. 181-193.

Page 72: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

57

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Verrijk, R., Smolders, I.J.H., Bosnie, N., Begg, A.C. 1992. Reduction of systemic

exposure and toxicity of cisplatin by encapsulation in poly(lactide-co-glycolide).

Cancer Res. 52. 6653-6656.

Vidmar, V., Smolcic-Bubalo, A., Jalsenjak, I. 1984. Poly(lactic)

microencapsulated oxytetracycline: in vitro and in vivo evaluation. J. Microencap.

1. 131-136.

Wagdare, N.A., Baggerman, J., Marcelis, A.T.M., Boom, R.M., Rijn, C.J.M.

2011. Polymer microspheres with structured surfaces. Chem. Eng. J. 175. 561-

568.

Wang, J., Schwendeman, S.P. 1999. Mechanisms of solvent evaporation

encapsulation processes: prediction of solvent evaporation rate. J. Pharm. Sci. 88.

1090-1099.

Watts, P.J., Davies, M.C., Melia, C.D. 1990. Microencapsulation using

emulsification/solvent evaporation: an overview of techniques and applications.

Int. J. Pharm. 7. 235-250.

Weerakody, R., Fagan, P., Kosaraju, S.L. (2008). Chitosan Microspheres For

Encapsulation Of α-Lipoic Acid. Australia : Food Science Australia.

Yang, C.Y., Tsay, S.Y., Tsiang, R.C.C. 2000a. An enhanced process for

encapsulating aspirin in ethylcellulose microcapsules by solvent evaporation in an

O/W emulsion. J. Microencap. 17. 269-277.

Yang, Y.Y., Chung, T.S., Bai, X.L., Chan, W.K., 2000b. Effect of preparation

conditions on morphology and release profiles of biodegradable polymeric

microspheres containing protein fabricated by double-emulsion method. Chem.

Eng. Sci. 55, 2223-2236.

Page 73: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1. Alur Penelitian

Lampiran 2. Pembuatan Dapar Fosfat

Dapar fosfat dibuat dengan cara memasukan 50 ml kalium fosfat monobasa

0.2 M ke dalam labu ukur 200 ml. tambahkan NaOH 0.2 M sebanyak 39.1 ml

kemudian tambahkan akuades sampai tanda batas (Depkes. 1979).

Penentuan

panjang

gelombang

maksimum dan

kurva kalibrasi

Pelepasan

obat

secara in

vitro

Penentuan

kadar obat

dan

Efisiensi

Penjerapan

Penentuan

Perolehan

Kembali dan

Ukuran

Mikropartikel

Analisis data

Pembahasan

Kesimpulan

Pembuatan Mikropartikel

Penentuan Ukuran Mikropartikel

Setelah ukuran partikel 0,5-10 µm

Page 74: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3. Scanning Panjang Gelombang Maksimum DIltiazem Hidroklorida

Medium Dapar Fosfat pH 7,4 (λ maks = 236,4 nm)

Lampiran 4. Data Absorbansi Kurva Standar Diltiazem Hidroklorida Medium

Dapar Fosfat pH 7,4

C (ppm) Absorbansi

1 0,057

3 0,161

5 0,273

7 0,374

9 0,480

11 0,573

13 0,687

15 0,787

Page 75: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6. Hasil Mikropartikel Diltiazem Hidroklorida

Formula 1

Formula 2

Lampiran 7. Hasil Uji Perolehan Kembali (PK)

Formula Wm (mg) Wt (mg) % PK

F1 420 326,8 77,81%

F2 420 241,55 57,51%

Lampiran 8. Hasil Uji Disolusi pada Mikropartikel

Menit Ke Bobot Terdisolusi (mg) Persen Terdisolusi (%)

F1 FII F1 FII

0 0 0 0 0

5 0,116±0,04 0,046±0,01 7,17±2,23 2,53±0,60

15 0,105±0,02 0,023±0,01 6,53±1,19 1,25±0,49

30 0,108±0,01 0,070±0,01 6,68±0,47 3,84±0,79

60 0,106±0,03 0,087±0,03 6,59±1,58 4,75±1,38

90 0,118±0,02 0,087±0,04 7,33±1,31 4,77±2,46

120 0,118±0,00 0,077±0,04 7,28±0,04 4,19±2,42

180 0,122±0,00 0,083±0,03 7,53±0,29 4,53±1,48

240 0,131±0,02 0,086±0,02 8,09±1,02 4,70±1,30

300 0,117±0,00 0,103±0,04 7,24±0,04 5,62±1,95

360 0,115±0,00 0,111±0,05 7,12±0,06 6,08±2,58

420 0,118±0,00 0,119±0,05 7,32±0,09 6,49±2,66

480 0,120±0,01 0,127±0,05 7,44±0,32 6,94±2,76

Page 76: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 9. Bobot dan Persentase Terdisolusi F1

Menit

Ke

Bobot Terdisolusi

(mg)

Rata-

Rata±SD

Persen Terdisolusi

(%)

Rata-

Rata±SD

0 0 0 0 0 0 0

5 0,090 0,141 0,116±0,04 5,60 8,75 7,17±2,23

15 0,092 0,119 0,105±0,02 5,69 7,37 6,53±1,19

30 0,102 0,113 0,108±0,01 6,34 7,01 6,68±0,47

60 0,088 0,125 0,106±0,03 5,47 7,71 6,59±1,58

90 0,103 0,133 0,118±0,02 6,40 8,25 7,33±1,31

120 0,117 0,118 0,118±0,00 7,26 7,31 7,28±0,04

180 0,125 0,118 0,122±0,00 7,74 7,32 7,53±0,29

240 0,142 0,119 0,131±0,02 8,82 7,37 8,09±1,02

300 0,117 0,116 0,117±0,00 7,27 7,21 7,24±0,04

360 0,116 0,114 0,115±0,00 7,17 7,07 7,12±0,06

420 0,119 0,117 0,118±0,00 7,39 7,26 7,32±0,09

480 0,124 0,116 0,120±0,01 7,66 7,21 7,44±0,32

Lampiran 10. Bobot dan Persentase Terdisolusi F2

Menit

Ke

Bobot Terdisolusi

(mg)

Rata-

Rata±SD

Persen Terdisolusi

(%)

Rata-

Rata±SD

0 0 0 0 0 0 0

5 0,0385 0,054 0,046±0,01 2,11 2,95 2,53±0,60

15 0,0165 0,029 0,023±0,01 0,91 1,60 1,25±0,49

30 0,0599 0,080 0,070±0,01 3,28 4,40 3,84±0,79

60 0,0673 0,106 0,087±0,03 3,68 5,83 4,75±1,38

90 0,0537 0,121 0,087±0,04 2,94 6,61 4,77±2,46

120 0,0435 0,110 0,077±0,04 2,38 6,00 4,19±2,42

180 0,0620 0,104 0,083±0,03 3,39 5,67 4,53±1,48

240 0,0673 0,104 0,086±0,02 3,69 5,71 4,70±1,30

300 0,0758 0,130 0,103±0,04 4,15 7,10 5,62±1,95

360 0,0759 0,146 0,111±0,05 4,16 8,00 6,08±2,58

420 0,0825 0,155 0,119±0,05 4,52 8,46 6,49±2,66

480 0,0893 0,164 0,127±0,05 4,89 8,98 6,94±2,76

Page 77: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 11. Gambar Alat Penelitian

Modifikasi Disolusi

Mikroskop IX-71

Ace Homogenizer

pH Meter

Lampiran 12. Contoh Perhitungan Nilai Efisiensi Penjerapan dan Kadar Obat

Formula 1 (F1)

Diketahui : Absorbansi zat aktif (y)= 0,091

Bobot total mikropartikel : 326,8 mg

Persamaan Kurva Kalibrasi: y= 0,0556x -0,0067

Jawaban :

y= 0,0556x -0,0067

0,091= 0,0556x – 0,0067

x = 1,757 ppm

Konsentrasi= 1,757 µg/ml x 2 ml x Faktor Pengenceran

= 1,757 x 2 x 100

= 351,4 µg (dalam 10 mg mikropartikel)

Page 78: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

63

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Formula 2

Diketahui : Absorbansi zat aktif (y)= 0,102

Bobot total mikropartikel : 241,55 mg

Persamaan Kurva Kalibrasi: y= 0,0556x -0,0067

Jawaban :

y= 0,0556x -0,0067

0,102= 0,0556x – 0,0067

x = 1,955 ppm

Konsentrasi= 1,955 µg/ml x 2 ml x Faktor Pengenceran

= 1,955 x 2 x 100

= 391 µg (dalam 10 mg mikropartikel)

Page 79: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

64

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 13. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi

Formula 1 (F1)

Diketajui : y = 0,052x+ 0,007

y0 = 0,000

y5 = 0,128

y15 = 0,107

Kadar zat aktif untuk F1 tiap 50 mg = 1,615 mg

Ditanya: a. C0 = ? d. % disolusi zat aktif pada t0 = ?

b.C5 = ? e. % disolusi zat aktif pada t5 = ?

c. C15 = ? f. % disolusi zat aktif pada t15 = ?

Jawaban:

a. Mencari nilai x pada menit ke-0

y = 0,052x+ 0,007

0,000 = 0,052x – 0,001

Co = 0,000 ppm

Bobot dalam 4 ml = C0 x 50 ml

= 0,000 µg /ml x 4 ml

= 0,000 µg

b. Mencari nilai x pada menit ke-5

y = 0,052x+ 0,007

0,128 = 0,052x – 0,001

C5 = 2,317 ppm

c. Mencari nilai x pada menit ke-5

y = 0,052x+ 0,007

0,107 = 0,052x – 0,001

C15 = 1,923 ppm

Page 80: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

65

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. % disolusi zat aktif pada t0

Faktor koreksi = Bobot t0 dalam 4 ml = C0 x 4 ml

= 0,000 µg /ml x 4 ml

= 0,000 µg

= 0 mg

Bobot terdisolusi = (C0 x 50 ml) + Faktor koreksi

= (0 µg /ml x 50 ml) + 0,000 mg

= 0 µg + 0,000 mg

= 0 mg + 0,000 mg

= 0 mg

e. % disolusi zat aktif pada t0

Faktor koreksi (FK) = Bobot t0 dalam 4 ml = C0 x 4 ml

= 0,000 µg /ml x 4 ml

= 0,000 µg

= 0 mg

Bobot terdisolusi = (C5 x 50 ml) + FK C0

= (2,317 µg /ml x 50 ml) + 0,000 mg

= 115,865 µg + 0,000 mg

= 0,115865 mg + 0,000 mg

= 0,116 mg

Page 81: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

66

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

= 7,17%

f. % disolusi zat aktif pada t15

Faktor koreksi (FK) = Bobot t5 dalam 4 ml = C5 x 4 ml

= 2,317 µg /ml x 4 ml

= 9,269 µg

= 0,009269 mg

Bobot terdisolusi = (C15 x 50 ml) + FK C0 + FK C5

= (1,923 µg /ml x 50 ml) + 0,000 mg + 0,009269 mg

= 96,154 µg + 0,000 mg + 0,009269 mg

= 0,096154 mg + 0,009269 mg

= 0,105 mg

= 6,53%

Lampiran 14. Contoh Perhitungan Volume Mikropartikel

Diketahui : Diameter mikropartikel = 8 µm

Jumlah mikopartikel berdiameter 3 µm = 31

Jawaban :

Page 82: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

67

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 15. Sertifikat Analisis Etil Selulosa

Page 83: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

68

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 16. Sertifikat Analisis Poli Vinil Alkohol

Page 84: PEMBUATAN MIKROPARTIKEL DILTIAZEM HIDROKLORIDA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/30442... · 2016. 2. 10. · berpotensi untuk dihantarkan melalui paru-paru. Berikutnya

69

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 17. Sertifikat Analisis Diltiazem Hidroklorida