118
i PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA PENYIDIKAN DI SIDANG PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.) SKRIPSI Oleh: ARDI MULYO SAYEKTI E1A008233 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

  • Upload
    lecong

  • View
    221

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

i

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA

PENYIDIKAN DI SIDANG PENGADILAN TERHADAP TINDAK

PIDANA NARKOTIKA

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.)

SKRIPSI

Oleh:

ARDI MULYO SAYEKTI

E1A008233

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS HUKUM

PURWOKERTO

2012

Page 2: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

ii

Lembar Pengesahan Skripsi

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA

PENYIDIKAN DI SIDANG PENGADILAN TERHADAP TINDAK

PIDANA NARKOTIKA

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.)

Oleh:

ARDI MULYO SAYEKTI

E1A008233

Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum

pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman

Diterima dan disahkan

Pada Tanggal 26 Juli 2012

Menyetujui,

Pembimbing I

Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H.

NIP. 19581019 198702 2 001

Pembimbing II

Pranoto, S.H., M.H.

NIP. 19540305 198601 1 001

Penguji

Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H.

NIP. 19640724 199002 1 001

Mengetahui,

Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman

Hj. Rochani Urip Salami, S.H.,M.S.

NIP. 19520603 198003 2 001

Page 3: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya :

Nama : ARDI MULYO SAYEKTI

NIM : E1A008233

Judul Skripsi : PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI

DALAM BERITA ACARA PENYIDIKAN DI

SIDANG PENGADILAN TERHADAP

TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Tinjauan

Yuridis Terhadap Putusan Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.)

Menyatakan bahwa Skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil karya saya

sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh orang

lain.

Apabila ternyata terbukti saya melakukan pelanggaran sebagaimana tersebut di

atas, maka saya bersedia dikenakan sanksi apapun dari fakultas.

Purwokerto, 19 Juli 2012

ARDI MULYO SAYEKTI

E1A008233

Page 4: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

iv

ABSTRAKSI

PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA

PENYIDIKAN DI SIDANG PENGADILAN TERHADAP TINDAK

PIDANA NARKOTIKA

(Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.)

Oleh :

ARDI MULYO SAYEKTI

E1A008233

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat

bukti yang berhasil di hadirkan dalam pembuktian di sidang peradilan, terutama

yang berkaitan dengan saksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam Berita Acara Penyidikan terhadap

tindak pidana narkotika di sidang pengadilan dan mengetahui pertimbangan

hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.

Keterangan saksi yang dapat menjadi alat bukti dalam pembuktian adalah

keterangan saksi yang telah memenuhi syarat formiil dan syarat materiil. Apabila

suatu keterangan saksi tidak memenuhi syarat formiil dan syarat materiil maka

keterangan tersebut tidak memiliki nilai pembuktian sebagai alat bukti. Suatu

pembuktian sangat erat hubungannya dengan pertimbangan hukum hakim dalam

memutus suatu perkara yang di sidangkan. Hakim di dalam menjatuhkan suatu

putusan harus mendasarkan pertimbangannya pada fakta-fakta hukum yang

muncul dalam persidangan baik fakta yuridis maupun fakta non yuridis yang

didapatkan dari alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan. Berdasarkan

penelitian, keterangan saksi dalam Berita Acara Penyidikan yang dibacakan di

depan persidangan memiliki kesesuaian dengan alat bukti yang ada, sehingga

dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti yang dapat menguatkan

keyakinan hakim. Hakim dalam menjatuhkan Putusan nomor 108/

Pid.Sus/2010/PN.Pwt sudah mendasarkan pertimbangannya pada fakta-fakta

hukum yang muncul dalam persidangan baik fakta yuridis maupun fakta non

yuridis yang didapatkan dari alat bukti yang dihadirkan dalam persidangan.

Kata kunci: Pembuktian, Saksi, Pengadilan, Tindak Pidana Narkotika.

Page 5: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

v

ABSTRACT

The success of the criminal justice process is highly dependent on the

evidence that is successful in presenting the evidence in the trial court, especially

relating to the witness. The purpose of this study was to determine the strength of

evidence witness statements in the Minutes of Investigation on criminal trial

against narcotics and to know the legal considerations of judges in imposing

Putusan nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt. The Witness statements that can be

used as evidence in proving is statements that are qualified formiil and material

requirements. If those witness statement are not qualified the requirements then

the statements have no evidentiary value as evidence. The evidence is closely

related to the legal considerations of the judge in deciding a case on trial. Judge

at the verdict should base its consideration on the facts that appear in the court of

law whether the juridical and non juridical facts obtained from the evidence

presented at trial. Based on research, witness statements in the Minutes of

Investigation which is read before the court has compliance with existing

evidence, so it can be used to additional evidence may strengthen the confidence

of judges. Judge in imposing Putusan nomor 108/ Pid.Sus/2010/PN.Pwt was

basing its consideration on the facts that appear in a court of law whether the

juridical and non juridical facts obtained from the evidence presented at trial.

Keyword: Evidence, Witness, Trial, Narcotics Crimes.

Page 6: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

vi

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang

telah melimpahkan rahmat, nikmat, karunia-NYA sehingga penulis dapat

menyelesaikan SKRIPSI yang berjudul “PEMBUKTIAN KETERANGAN

SAKSI DALAM BERITA ACARA PENYIDIKAN DI SIDANG

PENGADILAN TERHADAP TINDAK PIDANA NARKOTIKA (Tinjauan

Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.)”. Skripsi ini

disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

(S.H.) pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Penulis menyadari

sepenuhnya, bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat

keterbatasan pengetahuan dan waktu. Oleh karena itu semua kritik dan saran yang

sifatnya membangun akan diterima dengan ketulusan hati.

Dalam proses penulisan ini, penulis banyak menerima bantuan dari

berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu dalam

kesempatan ini penulis akan menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan

yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Hj.Rochani Urip Salami, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Jenderal Soedirman.

2. Handri Wirastuti Sawitri, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing I sekaligus

Dosen Penguji I yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan

penuh kesabaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Page 7: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

vii

3. Pranoto, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing II sekaligus Dosen Penguji II

yang telah memberikan pengarahan dan bimbingan dengan penuh kesabaran

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Dr. Hibnu Nugroho, S.H., M.H. selaku Dosen Penguji dalam seminar skripsi

dan ujian skripsi, yang telah memberikan masukan bagi Penulis demi

perbaikan skripsi ini.

5. Kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Sarwono dan ibunda Wagirah

yang telah melahirkan, mendidik, menyayangi, membesarkan dan mendoakan

dalam setiap langkah penulis. Ayahanda dan Ibunda adalah motivasi terbesar

penulis dalam menjalani kehidupan.

Semoga segala kebaikan yang telah mereka berikan kepada penulis,

mendapatkan balasan pahala dari ALLAH SWT. Penulis juga memohon maaf

kepada semua pihak apabila terdapat kesalahan dalam ucapan maupun tingkah

laku selama berproses di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Akhir

kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi yang

membacanya.

Purwokerto, 19 Juli 2012

ARDI MULYO SAYEKTI

E1A008233

Page 8: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

viii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................... ii

SURAT PERNYATAAN ............................................................................... iii

ABSTRAK ...................................................................................................... iv

ABSTRACT ..................................................................................................... v

PRAKATA ...................................................................................................... vi

DAFTAR ISI .................................................................................................. viii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Perumusan Masalah .......................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6

D. Kegunaan Penelitian ......................................................................... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Asas Hukum Acara Pidana ...................................... 7

1. Pengertian Hukum Acara Pidana ................................................ 7

2. Asas-Asas Hukum Acara Pidana ............................................... 11

B. Pembuktian ...................................................................................... 20

1. Pengertian Pembuktian dan Alat Bukti dalam Hukum Acara

Pidana ......................................................................................... 20

2. Teori Pembuktian ....................................................................... 36

Page 9: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

ix

3. Teori Pembuktian yang Dianut KUHAP .................................... 42

C. Penyidikan ....................................................................................... 44

1. Pengertian Penyidikan ................................................................ 44

2. Kewenangan Penyidikan ............................................................ 45

3. Berita Acara Penyidikan ............................................................ 48

D. Narkotika ......................................................................................... 49

1. Pengertian dan Jenis-Jenis Narkotika.......................................... 49

2. Tindak Pidana Narkotika ............................................................ 53

3. Unsur Tindak Pidana Narkotika ................................................. 56

BAB III. METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan ......................................................................... 60

B. Spesifikasi Penelitian ....................................................................... 60

C. Sumber Data .................................................................................... 61

D. Metode Pengumpulan Data ............................................................. 62

E. Metode Penyajian Data .................................................................... 62

F. Metode Analisis Data ....................................................................... 62

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ............................................................................... 63

B. Pembahasan ..................................................................................... 84

BAB V. PENUTUP

A. Simpulan ......................................................................................... 105

B. Saran ............................................................................................... 107

DAFTAR PUSTAKA

Page 10: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum acara pidana merupakan hukum formil yang digunakan dalam

mempertahankan berlakunya hukum pidana materiil. Suatu perbuatan yang

melanggar hukum pidana haruslah ditindak oleh penegak hukum agar selanjutnya

diproses menggunakan hukum acara pidana. Salah satu proses pembuktian dalam

hukum acara pidana adalah pemeriksaan terdakwa dan pemeriksaan saksi dalam

persidangan. Hal tersebut dimaksudkan untuk membuktikan apakah benar

terdakwa benar-benar bersalah dalam perkara yang sedang disidangkan.

Pemeriksaan suatu perkara pidana dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya

adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid) terhadap

perkara tersebut. Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan

oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan

untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan

seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara

tersebut.

Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat

bukti yang berhasil diungkapkan atau dimunculkan di tingkat sidang pengadilan,

terutama yang berkaitan dengan saksi. Tidak sedikit kasus yang pembuktiannya

sulit dilakukan karena tidak adanya saksi. Saksi merupakan unsur penting dalam

pembuktian suatu proses peradilan pidana. Pengertian saksi menurut Pasal 1 butir

Page 11: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

2

26 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), merumuskan sebagai berikut:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan

penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang

ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.”

Alat bukti yang digunakan dalam hukum acara pidana menurut Pasal 184

KUHAP, adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Berkaitan dengan hal tersebut hakim di dalam memutus

suatu perkara haruslah didasarkan minimal dua alat bukti beserta keyakinan

hakim. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP. Dengan

demikian apabila suatu perkara yang disidangkan hanya memiliki satu alat bukti

maka dalam hal tersebut hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap

terdakwa.

Pada dasarnya hampir tidak ada perbedaan antara pemeriksaan saksi

dengan tersangka. Baik mengenai tata cara pemanggilan maupun mengenai cara

pemeriksaan, sama-sama dilandasi oleh peraturan dan prinsip yang serupa.

Bahkan pengaturanya dalam KUHAP hampir seluruhnya diatur dalam pasal-pasal

yang bersamaan, tidak dipisahkan dalam aturan pasal yang berbeda.1

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kecuali menjadi saksi

yang tercantum dalam Pasal 186 KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

1) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau kebawah

sampai derajad ketiga dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai

terdakwa;

2) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga meraka yang mempunyai

1 M. Yahya Harahap. 2008. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyidikan dan Penuntutan. Sinar Grafika. Jakarta. hlm 138.

Page 12: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

3

hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa sampai

derajad ketiga;

3) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa.

Selain karena hubungan keluarga (sedarah atau semenda), ditentukan oleh

Pasal 170 KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya

diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari kewajiban

memberi keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal yang dipercayakan

kepada mereka.”

Menurut penjelasan pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang

menentukan adanya kewajiban menyimpan rahasia ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa jika tidak ada ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau pekerjaan

yang dimaksud, maka seperti yang ditentukan oleh ayat ini, hakim yang

menentukan sah atau tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapat

kebebasan tersebut.

Terkait dengan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, pembuktian dalam persidangan perkara tindak pidana

narkotika, pada pemeriksaan saksi terdapat keterangan saksi yang hanya

dibacakan di depan persidangan oleh penuntut umum dengan persetujuan dari

terdakwa dan majelis hakim. Keterangan tersebut merupakan keterangan saksi di

dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) yang di dalam memberikan keterangan

tersebut tidak disumpah terlebih dahulu. Pembuktian perkara tersebut dalam

persidangan juga diajukan alat bukti lain selain keterangan saksi dalam berita

acara pemeriksaan yang dibacakan tersebut. Keterangan saksi di dalam berita

Page 13: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

4

acara penyidikan tersebut dibacakan oleh penuntut umum di depan persidangan

karena saksi tidak hadir dengan alasan yang dapat diterima. Walaupun saksi sudah

dipanggil secara patut.

Menurut Pasal 185 KUHAP, keterangan saksi sebagai alat bukti adalah

keterangan yang saksi sampaikan di dalam persidangan. Kemudian jika

keterangan saksi tersebut hanya dibacakan di depan persidangan, memiliki

kedudukan sebagai alat bukti atau tidak. Keterangan saksi yang dibacakan tersebut

merupakan ketarangan saksi dalam Berita Acara Penyidikan (BAP). Suatu berita

acara dapat menjadi alat bukti surat ketika berita acara tersebut dibuat atas

sumpah jabatan atau dilakukan dengan sumpah. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 187 huruf a KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“ Surat sebagaimana dimaksud Pasal 184 ayat (1) huruf c KUHAP, dibuat

atas sumpah jabatan atau dilakukan dengan sumpah, yaitu berita acara dan

surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang

berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan

tentang kejadian atau keadaan yang didengar, dilihat atau dialami sendiri,

disertai dengan alas an yang jelas dan tegas tentang keterangan itu.”

Berkaitan dengan perkara tersebut, pada saat saksi memberikan keterangan

di depan penyidik disumpah terlebih dahulu ataukah tidak. Selain itu keterangan

saksi tersebut harus diberikan di depan penyidik, sebagai pihak yang memiliki

wewenang untuk menyidik dan sudah melakukan sumpah jabatan sebelumnya

sebagai penyidik. Keterangan saksi yang seperti itu dapat dikategorikan ke dalam

alat bukti surat. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 187 ayat (1) KUHAP.

Proses penyidikan menurut KUHAP merupakan serangkaian tindakan

penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam kitab undang-undang

hukum acara pidana (KUHAP), untuk mencari serta mengumpulkan bukti itu

Page 14: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

5

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan

tersangkanya. Berkaitan dengan keterangan saksi dalam berita acara penyidikan

yang dibacakan di depan persidangan pada putusan Pengadilan Negeri Purwokerto

Nomor 108/ Pid.Sus/2010/PN.Pwt, berdasarkan pasal 116 ayat (1) KUHAP yang

merumuskan sebagai berikut:

“Saksi pada saat diperiksa dan memberikan keterangan dihadapan

penyidik tidak disumpah kecuali apabila cukup alasan untuk diduga bahwa

saksi tidak dapat hadir dalam pemeriksaan di persidangan.”

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis bermaksud untuk mengkaji

persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pembuktian saksi dalam Berita Acara

Penyidikan (BAP) yang tidak disumpah terlebih dahulu yang dibacakan di depan

persidangan, serta pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan putusan pada

perkara tersebut dengan melakukan suatu penelitian hukum dan nantinya akan

dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “ PEMBUKTIAN KETERANGAN

SAKSI DALAM BERITA ACARA PENYIDIKAN (BAP) TERHADAP

TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI SIDANG PENGADILAN (Tinjauan

Yuridis Terhadap Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.) ”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah,

maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam Berita Acara

Penyidikan (BAP) di sidang pengadilan terhadap tindak pidana narkotika,

pada Putusan nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt?

Page 15: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

6

2. Bagaimanakah pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan

nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, dalam perkara tindak pidana narkotika?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam Berita Acara

Penyidikan (BAP) di sidang pengadilan terhadap tindak pidana narkotika,

pada Putusan nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.

2. Mengetahui pertimbangan hukum hakim dalam menjatuhkan Putusan nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, dalam perkara tindak pidana narkotika.

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada

khususnya terutama ilmu hukum acara pidana.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai nilai kemanfaatan di dalam

penegakan hukum acara khususnya hukum acara pidana tentang penegakan

hukum tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

Page 16: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian dan Asas Hukum Acara Pidana

1. Pengertian Hukum Acara Pidana

Sebagaimana diketahui penegakan hukum merupakan salah satu usaha

untuk menciptakan tata tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik

itu merupakan usaha pencegahan maupun merupakan pemberantasan atau

penindakan setelah terjadinya pelanggaran hukum. Apabila undang-undang yang

menjadi dasar hukum bagi gerak langkah serta tindakan dari para penegak hukum

kurang sesuai dengan dasar falsafah dan pandangan hidup bangsa kita sudah

barang tentu penegakan hukum tidak akan mencapai sasarannya.

Istilah hukum acara pidana jarang sekali diperkenalkan secara umum.

Hukum acara pidana sering dianggap sebagai ilmu hukum yang sempit dan

menjadi bagian dari ilmu pengetahuan hukum positif. Bahkan ada suatu pendapat

bahwa hukum acara pidana tidak dapat dipelajari sebagaimana lazimnya sebagai

ilmu karena berkedudukan sebagai hukum pelengkap terhadap hukum pidana

materiil. Hukum acara pidana memiliki ruang lingkup yang sempit yaitu hanya

mulai dari mencari kebenaran, penyelidikan penyidikan, penuntutan, dan berakhir

pada pelaksanaan pidana (eksekusi). Pembinaan narapidana tidak termasuk hukum

acara pidana. Apalagi yang menyangkut perencanaan undang-undang pidana.2

2 Andi Hamzah. 2010. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 1.

Page 17: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

8

KUHAP tidak menjelaskan pengertian hukum acara pidana, melainkan

hanya memberikan beberapa definisi yang merupakan dari bagian hukum acara

pidana seperti penyidikan, penuntutan, mengadili, praperadilan, putusan

pengadilan, upaya hukum, penyitaan, penangkapan, penahanan, dan lain-lain yang

semuanya merupakan satu kesatuan dalam proses berlakunya hukum acara pidana.

Hukum acara pidana menurut Sudarto3 sebagaimana dikutip dalam bukunya

Suryono Soetarto sebagai berikut:

“Hukum acara pidana ialah aturan-aturan yang memberikan petujuk apa

yang harus diperlakukan oleh aparat penegak hukum dan pihak-pihak atau

orang lain yang terlibat di dalamnya, apabila ada persangkaan bahwa

hukum pidana dilanggar”.

Sedangkan menurut D. Simons4 sebagaimana dikutip dalam bukunya Andi

Hamzah sebagai berikut:

“Hukum pidana formal (hukum acara pidana) mengatur tentang bagaimana

Negara melalui alat-alatnya melaksanakan haknya untuk memidanakan

dan menjatuhkan pidana.”

Pengertian hukum acara pidana dari para sarjana yang hampir lengkap dan

tepat adalah pengertian yang diberikan oleh Van Bemmelen, karena merinci pula

substansi hukum acara pidana itu, bukan permulaan dan akhirnya saja. Pengertian

hukum acara pidana menurut Van Bemmelen 5 sebagaimana dikutip dalam

bukunya Andi Hamzah, adalah sebagai berikut:

“Ilmu hukum acara pidana mempelajari peraturan-perauran yang

diciptakan oleh Negara, karena adanya pelanggaran undang-undang

pidana, yaitu sebagai berikut:

3 Suryono Sutarto. 1987. Sari Hukum Acara Pidana I. Jakarat: Yayasan Cendikia Purna

Dharma. hlm. 5. 4 Andi hamzah. Op. Cit. hlm. 4.

5 Ibid., hlm. 6.

Page 18: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

9

1. Negara melalui alatnya yang menyidik kebenaran.

2. Sedapat mungkin menyidik pelaku yang melakukan perbuatan itu.

3. Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat

dan kalau perlu menahannya.

4. Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah

diperoleh pada penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim

dan membawa terdakwa ke depan hakim tersebut.

5. Hakim member keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang

dituduhkan kepada terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau

tindakan tata tertib.

6. Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut.

7. Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata

tertib.”

Jika diperhatikan rumusan pengertian dari Van Bemmelen tersebut dapat

ditunjukan bahwa yang terdapat pada poin 1 sampai denga poin 4 adalah tahap

penyelidikan, dan penuntutan. Oleh karena itu, batas penyidikan dan penuntutan

menjadi kabur, karena memang Van Bammelen dapat digolongkan pada golongan

pakar yang memandang penyidikan sebagai bagian penuntutan dalam arti luas.

Terlihat yang jelas terpisah adalah pemeriksaan dan putusan hakim yang

disebutkan pada poin 5. Begitu pula upaya hukum yang disebutkan pada poin 6

dan eksekusi pada poin 7. Adapun peninjauan kembali (herzeining) adalah hal

khusus yang merupakan upaya hukum luar biasa, yang mestinya jarang terjadi

dalam peradilan pidana yang normal.

Perlu dilihat lagi juga pengertian tentang hukum acara pidana yang

diberikan oleh pakar Indonesia, diambil dari sarjana senior yaitu Wirjono

Prodjodikoro, yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Agung. Sebagaimana

dikutip dalam bukunya Andi Hamzah, pengertian hukum acara pidana menurut

Wirjono Prodjodikoro6 adalah sebagai berikut:

6 Ibid., hlm. 7.

Page 19: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

10

“Hukum acara pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana,

maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan yang memuat cara

bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu kepolisian,

kejaksaan, dan pengadilan harus bertindak gena mencapai tujuan Negara

dengan mengadakan hukum pidana.”

Pengertian tersebut jelas sangat menggantungkan fungsi hukum acara

pidana pada menjalankan hukum pidana (materiil). Dapat dijabarkan bahwa

tujuan Negara dalam menciptakan hukum pidana (materiil) yaitu tata tertib, aman,

sejahtera, dan damai dalam masyarakat.

Tujuan hukum acara pidana dalam Pedoman Pelaksanaan KUHAP yang

dikeluarkan oleh Menteri Kehakiman adalah sebagai berikut:

“Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan

atau setidak-tidaknya mendekati kebenaran materiil, ialah kebenaran yang

selangkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana dengan menerapkan suatu

ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat, dengan tujuan untuk

mencari siapakah pelaku yang dapat didakwakan melakukan suatu

pelanggaran hukum, dan selanjutnya meminta pemeriksaan dan putusan

dari pengadilan guna menentukan apakah terbukti bahwa suatu tindak

pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwakan itu dapat

dipersalahkan.”

Pengertian tersebut merupakan kalimat yang terlalu panjang, yang

mestinya dapat disingkat. Kebenaran itu harus didapatkan dalam menjalankan

hukum acara pidana. Umumnya disebut “mencari kebenaran materiil”, merupakan

tujuan hukum acara pidana. Akan tetapi usaha hakim untuk menemukan

kebenaran materiil itu dibatasi oleh surat dakwaan jaksa. Hakim tidak dapat

menuntut agar jaksa mendakwa terdakwa dengan dakwaan yang lain atau

menambah perbuatan yang didakwakan.

Berkaitan dengan batas surat dakwaan, hakim harus benar-benar tidak

boleh puas dengan kebenaran formal. Agar dapat memperkuat keyakinannya,

Page 20: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

11

hakim dapat meminta bukti-bukti dari kedua pihak yaitu terdakwa dan penuntut

umum, begitu pula dengan saksi-saksi yang diajukan oleh kedua belah pihak.

Van Bammelen7 mengemukakan tiga fungsi hukum acara pidana,

sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam bukunya, sebagai berikut:

a. Mencari dan menemukan kebenaran.

b. Pemberian keputusan oleh hakim.

c. Pelaksanaan keputusan.

Dari ketiga fungsi di atas, yang paling penting karena menjadi tumpuan

kedua fungsi berikutnya, ialah “mencari kebenaran”. Setelah menemukan

kebenaran yang diperoleh melalui alat bukti dan bahan bukti itulah, hakim akan

sampai pada putusan (yang seharusnya adil dan tepat untuk terdakwa), yang

kemudian dilaksanakan oleh jaksa. Tujuan akhir hukum acara pidana yang

sebenarnya adalah mencapai suatu ketertiban, ketentraman, kedamaian, keadilan,

dan kesejahteraan dalam masyarakat.

2. Asas-asas Hukum Acara Pidana

Asas- asas hukum acara pidana adalah:

a. Peradilan Cepat, Sederhana, dan Biaya Ringan

Sebenarnya hal ini bukan merupakan hal baru dengan lahirnya

KUHAP, dari dulu sejak adanya HIR, sudah tersirat asas ini dengan kata-kata

yang lebih konkret daripada yang dipakai di dalam KUHAP. Untuk

7 Ibid., hlm. 8.

Page 21: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

12

menunjukkan sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP

yang memakai istilah “segera”.8

Pasal 71 HIR menyatakan bahwa jika hulp magistraat melakukan

penahanan, maka dalam waktu satu kali dua puluh empat jam memberitahu

jaksa. Arti dari kata peradilan cepat dan sederhana adalah bahwa peradilan

dilaksanakan dengan proses yang jelas dan tidak berbelit-belit, sehingga

peradilan dapat berjalan dengan cepat, selain itu tidak merugikan terdakwa.

Selain hal tersebut dengan peradilan yang berjalan dengan cepat dan

sederhana diharapkan tidak mengeluarkan biaya yang besar, sehingga

peradilannya memiliki sifat biaya ringan.

Tentulah istilah “satu kali dua puluh empat jam” lebih pasti dari pada

istilah segera. Demikianlah sehingga ketentuan yang sangat bagus ini perlu

diwujudkan dalam praktik oleh penegak hukum.

Bambang Poernomo9 dalam bukunya berpendapat sebagai berikut:

“Proses perkara pidana dengan biaya yang murah diartikan

menghindarkan sistem administrasi perkara dan mekanisme

bekerjannya para petugas yang mengakibatkan beban biaya bagi yang

berkepentingan atau masyarakat (social cost) yang tidak sebanding

karena biaya yang dikeluarkan lebih besar dan hasil yang diharapkan

lebih kecil.”

Pencantuman peradilan cepat (contante justitie; speedy trial) di dalam

KUHAP cukup banyak yang diwujudkan dengan istilah “segera” itu. Asas

peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan yang dianut dalam KUHAP

8 Ibid., hlm. 12.

9Bambang Poernomo. 1993. Pola-Pola Dasar Teori Asas Umun Hukum Acara Pidana

dan Penegakan Hukum Pidana. Yogyakarta: Liberty. Hlm. 66.

Page 22: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

13

sebenarnya merupakan penjabaran Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman.

Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang lama

sebelum ada keputusan hakim) merupakan bagian dari hak asasi manusia.

Begitu pula peradilan yang bebas, jujur, dan tidak memihak salah satu pihak

yang diutamakan dalam KUHAP.

b. Praduga Tidak Bersalah

Inti dari asas ini adalah setiap orang wajib dianggap tidak bersalah

dalam suatu proses hukum selama belum ada putusan yang berkekuatan

hukum tetap yang menyatakan bahwa dirinya bersalah. Asas ini disebut dalam

Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman dan juga dalam Penjelasan Umum butir 3c KUHAP yang

merumuskan sebagai berikut:

“Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut,

dan/dihadapkan dimuka sidang pengadilan wajib dianggap tidak

bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan

kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap”.

M. Yahya Harahap10

dalam bukunya berpendapar sebagai berikut:

“Dapat disimpulkan pembuat undang-undang telah menetapkannya

sebagai asas hukum yang melandasi KUHAP dan penegakan hukum

(law enforce). Dengan asas praduga tak bersalah yang dianut KUHAP

memberi pedoman kepada aparat penegak hukum untuk menggunakan

prinsip akusatur dalam setiap pemeriksaan”.

c. Asas Oportunitas

10

M Yahya Harahap. 2001. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Penyelidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 40.

Page 23: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

14

Hukum acara pidana mengenal suatu badan yang khusus diberi

wewenang untuk melakukan penuntutan pidana ke pengadilan yang disebut

penuntut umum. Di Indonesia penuntut umum itu disebut juga jaksa.

Wewenang penuntutan dipegang oleh penuntut umum sebagai

monopili, artinya tidak ada badan lain yang boleh melakukan penuntutan. Hal

ini disebut dominus litis di tangan penuntut umum atau jaksa. Dominus berasal

dari bahasa latin yang artinya pemilik. Hakim tidak dapat meminta supaya

delik diajukan kepadanya. Jadi, hakim hanya menunggu saja penuntutan dari

penuntut umum.

Pengertian asas oportunitas menurut A.Z. Abidin Farid11

sebagaimana dikutip dalam bukunya Andi Hamzah adalah sebagai berikut:

“Asas hukum yang emberikan wewenang kepada penuntut umum

untuk menuntu atau tidak menuntut dengan atau tanpa syarat seseorang

atau korporasi yang telah mewujudkan delik demi kepentingan

umum.”

Pasal 35c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan

Republik Indonesia dengan tegas menyatakan asas oportunitas itu dianut di

Indonesia. Pasal tersebut merumuskan sebagai berikut:

“Jaksa Agung dapat menyampingkan perkara berdasarkan kepentingan

umum”.

Perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan “demi kepentingan

umum” dalam sebuah perkara. Pedoman Pelaksanaan KUHAP memberikan

penjelasan sebagai berikut:

“…Dengan demikian, kriteria demi kepentingan umum dalam

penerapan asa oportunitas di Negara kita adalah didasarkan untuk

11

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 17.

Page 24: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

15

kepentingan Negara dan masyarakat dan bukan untuk kepentingan

masyarakat”.

Hal tersebut mirip dengan pendapat Supomo12

yang dikutip dalam

bukunya Andi Hamzah sebagai berikut:

“Baik di negeri Belanda maupun di “Hindia Belanda” berlaku yang

disebut asas “oportunitas” dalam tuntutan pidana itu artinya Badan

Penuntut Umum wewenang tidak melakukan suatu penuntutan, jikalau

adanya tuntutan itu dianggap tidak “opportuun”, tidak guna

kepentingan masyarakat”.

d. Pemeriksaan Pengadilan Terbuka untuk Umum

Asas ini dapat diperhatikan dalam Pasal 153 ayat (3) dan ayat (4)

KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

(3) Untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua sidang membuka

sidang dan menyatakan terbuka untuk umum kecuali dalam perkara

mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.

(4) Tidak terpenuhinya ketentuan dalam ayat (2) dan ayat (3)

mengakibatkan batalnya putusan demi hukum.”

Pada penjelasan ayat (3) dikatakan cukup jelas, sedangkan untuk ayat

(4) lebih dipertegas lagi, yaitu sebagai berikut:

“Jaminan yang diatur dalam ayat (3) di atas diperkuat berlakunya,

terbukti dengan timbulnya akibat hukum jika asas peradilan tersebut

tidak terpenuhi”.

Berkaitan dengan hal tersebut kemudian ada masalah adalah karena

masih ada pengecualian yang lain dari pada yang disebut di atas, yaitu delik

yang berhubungan dengan rahasia militer atau yang menyangkut ketertiban

umum (openbare orde). Jika hakim menyatakan sidang tertutup untuk umum

untuk menjaga rahasia, menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mengatur hal tersebut, dalam pasal

12

Ibid.,hlm. 20.

Page 25: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

16

tersebut tidak menyebutkan secara limitatif pengecualian seperti KUHAP.

Akan tetapi, dengan KUHAP, hal seperti itu menjadikan putusan batal demi

hukum.

Sebenarnya hakim dapat menyatakan suatu sidang dinyatakan

seluruhnya atau sebagiannya tertutup untuk umum yang artinya persidangan

dilakukan di belakang pintu tertutup. Pertimbangan tersebut sepenuhnya

diserahkan kepada hakim. Hakim melakukan hal itu berdasarkan jabatannya

atau atas permintaan penuntut umum dan terdakwa. Saksi pun dapat

mengajukan permohonan agar sidang tertutup unutk umum dengan alasan

demi nama baik keluarganya.13

Sebagaimana menurut D. Simons14

yang dikutip Andi Hamzah dalam

bukunya, sebagai berikut:

“HR dengan arrestnya tanggal 30 Agustus 1909 W. 8903 memutuskan

bahwa hakim berdasarkan keadaan persidangan dapat menentukan

suatu persidangan tertutup untuk umum”.

Penetapan hakim bahwa persidangan tertutup untuk umum itu tidak

dapat dibanding. Walaupun sidang dinyatakan tertutup untuk umum, namun

dalam putusan hakim dinyatakan dalam sidang yang terbuka untuk umum.

Bahkan Pasal 13 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan

Kehakiman dan Pasal 195 KUHAP tegas merumuskan sebagai berikut:

“Semua putusan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila

diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum”.

13

Ibid., hlm. 21. 14

Ibid.

Page 26: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

17

e. Semua Orang Diperlakukan Sama di Depan Hukum

Asas yang umum dianut di negara-negara yang berdasarkan hukum ini

tegas tercantum pula dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009

tentang Kekuasaan Kehakiman dan dalam penjelasan umum butir 3a

KUHAP. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman, merumuskan sebagai berikut:

“Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-

bedakan orang”.

Selain itu dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 juga

menyinggung tentang asas perlakuan yang sama di muka hukum terhadap

setiap orang. Pasal tersebut merumuskannya sebagai berikut:

“Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan

pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu

dengan tidak ada kecualinya.”

f. Peradilan Dilakukan oleh Hakim Karena Jabatannya dan Tetap

Asas ini berarti pengambilan putusan salah tidaknya terdakwa

dilakukan oleh hakim karena jabatannya dan bersifat tetap. Untuk jabatan ini

diangkat hakim-hakim yang tetap oleh kepala Negara. Hal tersebut sesuai

dengan ketentuan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang

Kekuasaan Kehakiman. Berkaitan dengan sistem lain, yaitu sistem juri yang

menentukan salah tidaknya terdakwa ialah suatu dewan yang mewakili

golongan-golongan dalam masyarakat. Pada umumnya mereka adalah awam

Page 27: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

18

tentang ilmu hukum. Menurut D. Simons15

sebagaimana dikutip dalam

bukunya Andi Hamzah, menyatakan sebagai berikut:

“Sistem hakim yang tetap di Indonesia mengikuti sistem di Negara

Belanda yang dahulu juga menganut sistem juri pula, tetapi sejak tahun

1813 dihapuskan. Sebaliknya Perancis sejak revolusi meniru sistem itu

dari Inggris. Karena banyaknya kelemahan-kelemahan sistem tersebut

maka Jerman juga tidak menganutnya.”

g. Tersangka/Terdakwa Berhak Mendapat Bantuan Hukum

Asas tersebut sesuai dengan Pasal 69 sampai dengan Pasal 74 KUHAP

yang mengatur tentang bantuan hukum, dimana tersangka/terdakwa mendapat

kebebasan yang sangat luas. Kebebasan itu antara lain sebagai berikut:

1. Bantuan hukum dapat diberikan sejak saat tersangka ditangkap atau

ditahan.

2. Bantuan hukum dapat diberikan pada semua tingkat pemeriksaan.

3. Penasihat hukum dapat menghubungi tersangka/terdakwa pada semua

tingkat pemeriksaan pada setiap waktu.

4. Pembicaraan penasihat hukum dan tersangka tidak didengar oleh penyidik

atau penuntut umum kecuali pada delik yang menyangkut keamanan

Negara.

5. Turunan berita acara diberikan kepada tersangka atau penasihat hukum

guna kepentingan pembelaan.

6. Penasihat hukum berhak mengirim atau menerima surat dari

tersangka/terdakwa.

Andi Hamzah16

dalam bukunya berpendapat sebagai berikut:

15

Ibid. hlm. 22.

Page 28: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

19

“Pembatasan hanya dikenakan jika penasihat hukum menyalahgunakan

hak-haknya tersebut. Kebebasan-kebebasan dan kelonggaran-

kelonggaran ini hanya dari segi yuridis semata-mata, bukan dari segi

politis, sosial, dan ekonomis. Segi-segi yang disebut terakhir ini juga

menjadi penghambat pelaksanaan bantuan hukum secara merata.”

Adnan Buyung Nasution17

, sebagaimana dikutip dalam buku Andi

Hamzah berpendapat sebagai berikut:

“…Setiap periode sejarah dengan sistem politiknya tersendiri, telah

banyak memberikan pengaruh atas masalah ini, persoalannya

bertambah rumit apabila kita melihat dari sudut ekonomi, disebabkan

oleh kemiskinan yang merembes luas, tingkat tuna huruf yang tinggi

dan keadaan kesehatan yang buruk”.

h. Asas Akusator dan Inkisitor

Asas inkisitoir adalah suatu sistem pemeriksaan yang memandang

seseorang tertuduh sebagai objek dalam pemeriksaan yang berhadapan dengan

para pemeriksa dengan kedudukan yang lebih tinggi dalam suatu pemeriksaan

yang dilakukan secara tertutup. Sedangkan asas akusator adalah kebalikan dari

prinsip inkisitor. Prinsip dalam acara pidana, pendakwa (penuntut umum) dan

terdakwa berhadapan sebagai pihak yang sama haknya, yang melakukan

pertarungan hukum (rectsstrijd) di muka hakim yang hendak memihak.

Kebebasan memberi dan mendapatkan penasihat hukum menunjukkan

bahwa dengan KUHAP telah dianut asas akusator. Ini berarti perbedaa antara

pemeriksaan pendahuluan dan pemeriksaan sidang pengadilan pada asasnya

telah dihilangkan.

Andi Hamzah18

berpendapat dalam bukunya sebagai berikut:

16

Ibid. hlm. 24. 17

Ibid. 18

Ibid. hlm. 25.

Page 29: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

20

“Menyangkut untuk mengimbangi perubahan sistem pemeriksaan dan

pembuktian dalam sistem akusator, maka para penegak hukum makin

dituntut untuk menguasai segi-segi teknis hukum dan ilmu-ilmu

pembantu untuk acara pidana, seperti kriminalistik, kriminologi,

kedokteran forensik, antropologi, psikologi, dan lain-lain.”

i. Pemeriksaan Hakim yang Langsung dan Lisan

Pemeriksaan di sidang pengadilan dilakukan oleh hakim secara

langsung, artinya langsung kepada terdakwa dan para saksi. Ini berbeda

dengan acara perdata di mana tergugat ataupun penggugat dapat diwakili

kuasanya. Pemeriksaan hakim secara lisan artinya bukan tertulis antara hakim

dengan terdakwa.19

Ketentuan mengenai pemeriksaan hakim secara langsung dan lisan

diatur dalam Pasal 154, 155 KUHAP, dan seterusnya. Pengecualian dari asas

langsung ialah kemungkinan tidak hadirnya terdakwa, yaitu putusan verstek

atau in absentia. Pasal 213 KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Terdakwa dapat menunjuk seseorang dengan surat untuk mewakilinya

di sidang”.

Begitu pula ketentuan dalam Pasal 214 KUHAP yang mengatur acara

pemeriksaan verstek dalam hukum acara pidana.

B. Pembuktian

1. Pengertian Pembuktian dan Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana

a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang

pengadilan. Pembuktian menurut M. Yahya Harahap 20

sebagai berikut:

19

Ibid., hlm. 25. 20

M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi. Jakarta: Sinar Grafika. hlm. 273.

Page 30: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

21

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang dalam

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian

juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang

dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim dalam

membuktikan kesalahan yang didakwakan.”

Dari uraian singkat di atas arti pembuktian ditinjau dari segi hukum

acara Pidana, antara lain:

1. Ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha mencari dan

mempertahankan kebenaran. Baik hakim, penuntut umum, terdakwa, atau

penasihat hukum, semua terikat pada ketentuan tata cara dan penilaian alat

bukti yang ditentukan undang-undang. Tidak boleh bertindak leluasa dengan

caranya sendiri dalam menilai pembuktian. Dalam mempergunakan alat

bukti, tidak boleh bertebtangan dengan undang-undang. Terdakwa tidak bisa

mempertahankan sesuatu yang dianggapnya benar di luar ketentuan yang

telah digariskan undang-undang. Terutama bagi majelis hakim harus benar-

benar sadar dan cermat menilai dan mempertimbangkan kekuatan

pembuktian yang ditemukan selama pemeriksaan persidangan. Jika majelis

hakim akan meletakkan kebenaran yang ditemukan dalam putusan yang

akan dijatuhkan, kebenaran itu harus diuji dengan alat bukti, dengan cara

dan dengan kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti yang

ditemukan.kalau tidak demikian bisa saja orang yang jahat lepas, dan orang

yang tak bersalah mendapat ganjaran hukuman.21

2. Berhubungan dengan pengertian di atas, majelis hakim dalam mencari dan

meletakkan kebenaran yang akan dijatuhkan dalam putusan, harus

21

Ibid., hlm 274.

Page 31: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

22

berdasarkan alat-alat bukti yang sudah ditentukan oleh undang-undang

secara “limitatif”, sebagaimana yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP.22

Begitu pula dalam cara mempergunakan dan menilai kekuatan

pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas

yang dibenarkan undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang

hendak dijatuhkan, majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang

harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan

berdasarkan hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang

dibenarkan sistem pembuktian. Tidak berbau dan diwarnai oleh perasaan dan

pendapat subjektif hakim.23

Pengakuan dalam hukum acara pidana tidak melenyapkan kewajiban

pembuktian. Penerapan pembuktian perkara pidana yang diatur dalam hukum

acara pidana “selamanya” tetap diperlukan sekalipun terdakwa “mengakui”

tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Apabila terdakwa mengakui

kesalahan yang didakwakan kepadanya, penuntut umum dan persidangan tetap

berkewajiban membuktikan kesalahan terdakwa dengan alat bukti yang lain.

Pengakuan “bersalah” (guilty) dari terdakwa, sama sekali tidak melenyapkan

kewajiban penuuntut umum dan persidangan utuk menambah dan

menyempurnakan pengakuan itu dengan alat bukti yang lain. Baik berupa alat

bukti keterangan saksi, keterangan ahli atau surat maupun dengan alat bukti

petunjuk. Hal tersebut sesuai dengan penegasan Pasal 189 ayat (4) KUHAP

yang merumuskan sebagai berikut:

22

Ibid. 23

Ibid.

Page 32: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

23

“Keterangan terdakwa saja atau pengakuan dari terdakwa saja tidak

cukup untuk membuktikan bahwa ia bersalah telah melakukan perbuatan

yang didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai dengan alat bukti

yang lain”.

Ketentuan itu sama dengan apa yang diatur dalam Pasal 308 HIR yang

menegaskan untuk dapat menghukum terdakwa selain daripada pengakuannya

harus dikuatkan pula dengan alat-alat bukti bukti yang lain.24

Hal yang secara umum diketahui tidak perlu dibuktikan. Hal tersebut

sesuai dengan ketentuan Pasal 184 ayat (2) KUHAP, yang merumuskan sebagai

berikut:

“Hal yang secara umum diketahui tidak perlu dibuktikan”.

Rumusan pasal tersebut selalu disebut dengan istilah notoire feiten notorious

(generally known).25

b. Alat Bukti dalam Hukum Acara Pidana

Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menetukan secara “limitatif” alat bukti

yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan

dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penuntut

umum, dan penasihat hukum terikat dan terbatas hanya diperbolehkan

mempergunakan alat-alat bukti itu saja. Para pihak di atas tidak memiliki

keleluasaan untuk mempergunakan alat bukti sesuai dengan kehendaki di luar

alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Bukti yang dinilai

sebagai alat bukti dan yang dibenarkan mempunyai “kekuatan pembuktian”

hanya terbatas pada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian dengan alat bukti di luar

24

Ibid., hlm. 175. 25

Ibid., hlm. 176.

Page 33: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

24

alat bukti yang ditentukan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak mempunyai

nilai serta tidak memiliki kekuatan pembuktian yang mengikat.

Adapun alat bukti menurut undang-undang sesuai dengan apa yang

disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-alat bukti adalah:

a. Keterangan Saksi;

b. Keterangan Ahli;

c. Surat;

d. Petunjuk;

e. Keterangan Terdakwa.

Jika dibandingkan dengan alat bukti dalam HIR, maka ada penambahan

alat bukti baru, yaitu keterangan ahli. Selain dari pada itu ada perubahan nama

alat bukti yang dengan sendirinya maknanya menjadi lain, yaitu “pengakuan

terdakwa” menjadi keterangan terdakwa.26

a. Keterangan Saksi

Pada umumnya semua orang dapat menjadi saksi. Kecuali menjadi

saksi yang tercantum dalam Pasal 186 KUHAP yang merumuskan sebagai

berikut:

4) Keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus ke atas atau

kebawah sampai derajad ketiga dari terdakwa atau yang bersama-

sama sebagai terdakwa;

5) Saudara dari terdakwa atau yang bersama-sama sebagai terdakwa,

saudara ibu atau saudara bapak, juga meraka yang mempunyai

hubungan karena perkawinan, dan anak-anak saudara terdakwa

sampai derajad ketiga;

6) Suami atau istri terdakwa meskipun sudah bercerai atau yang

bersama-sama sebagai terdakwa.

26

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 259.

Page 34: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

25

Selain karena hubungan kekeluargaan (sedarah atau semenda), ada

ketentuan lain yaitu Pasal 170 ayat (1) KUHAP, yang merumuskan sebagai

berikut:

“Mereka yang karena pekerjaan, harkat martabat atau jabatannya

diwajibkan menyimpan rahasia, dapat minta dibebaskan dari

kewajiban untuk member keterangan sebagai saksi, yaitu tentang hal

yang dipercayakan kepadanya”.

Menurut penjelasan pasal tersebut, pekerjaan atau jabatan yang

menentukan adanya kewajiban untuk menyimpan rahasia ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dijelaskan bahwa jika tidak ada

ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang jabatan atau

pekerjaan yang dimaksud, maka seperti ditentukan oleh ayat ini, hakim yang

menentukan sak tidaknya alasan yang dikemukakan untuk mendapatkan

kebebasan tersebut.

Pasal 170 ayat (1) KUHAP yang mengatur tentang hal tersebut di atas

mengatakan “…dapat minta dibebaskan dari kewajiban untuk memberikan

keterangan sebagai saksi…”, hal tersebut berarti jika yang bersangkutan

bersedia untuk menjadi saksi, dapat diperiksa oleh hakim. Oleh karena itulah,

maka pengecualiaan menjadi saksi karena harus menyimpan rahasia jabatan

atau karena martabatnya merupakan pengecualian relatif.

Selain Pasal 170 ayat (1) KUHAP ada pengecualian untuk

memberikan kesaksian di bawah sumpah yaitu Pasal 171 KUHAP yang

merumuskan sebagai berikut:

“Yang boleh diperiksa untuk memberikan keterangan tanpa sumpah

ialah.

Page 35: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

26

a. Anak yang umurnya belum cukup lima belas tahun dan belum

pernah kawin;

b. Orang sakit ingatan atau sakit jiwa meskipun kadang-kadang

ingatanya baik kembali.”

Penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa anak yang belum

berumur lima belas tahun, demikian juga orang yang sakit ingatan, sakit jiwa,

sakit gila meskipun kadang-kadang saja, yang dalam ilmu penyakit jiwa

disebut psychopaat, mereka ini tidak dapat dipertanggungjawabkan secara

sempurna dalam hukum pidana maka mereka tidak dapat diambil sumpah

atau janji dalam memberikan keterangan, karena itu keterangan mereka

hanya dipakai sebagai petunjuk saja.

Pasal 160 ayat (3) KUHAP merumuskan bahwa sebelum memberikan

keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara

agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang

sebenarnya dan tidak lain dari pada yang sebenarnya. Pengucapan sumpah itu

merupakan syarat mutlak.27

Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Keterangan saksi yang mempunyai nilai ialah keterangan yang sesuai dengan

apa yang ditentukan dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana

yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana

yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”

27

Ibid., hlm 263.

Page 36: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

27

Agar supaya keterangan saksi dapat diniai sebagai alat bukti,

keterangan itu harus yang “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal tersebut

sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan demikian

keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya

sendiri, dilihatnya sendiri, atau dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa

pidana, baru bernilai sebagai alat bukti apabila keterangan saksi itu

dinyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang dinyatakan di luar sidang

pengadilan (outside the court) bukan sebagai alat bukti, sehingga tidak dapat

digunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.28

Salah satu proses dalam pembuktian adalah pemeriksaan saksi.

Pengertian saksi menurut ketentuan Pasal 1 butir 26 KUHAP, merumuskan

sebagai berikut:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu

perkara pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami

sendiri.”

Pada umumnya, alat bukti keterangan saksi dalam pemeriksaan saksi

merupakan hal yang paling penting dalam persidangan suatu perkara pidana.

Boleh dikatakan tidak ada perkara pidana yang luput dari pembuktian alat

bukti keterangan saksi. Hampir semua pembuktian perkara pidana, selalu

bersandar kepada pemeriksaan keterangan saksi. Sekurang-kurangnya di

samping pembuktian dengan alat bukti yang lain, masih selalu diperlukan

pembuktian dengan alat bukti keterangan saksi.

28

M. Yahya harahap. Op. Cit. hlm. 288.

Page 37: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

28

Beberapa syarat sahnya keterangan saksi agar keterangan saksi

tersebut dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan

pembuktian, adalah sebagai berikut:

1. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji.

Hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP. Menurut rumusan

pasal tersebut, sebelum saksi memberikan keterangan wajib mengucapkan

sumpah atau janji. Adapun sumpah atau janji tersebut dilakukan menurut

cara agamanya masing-masing, lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi

akan memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain

daripadaa yang sebenarnya.

Menurut rumusan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, pada prinsipnya

sumpah atau janji wajib diucapkan sebelum saksi memberikan keterangan.

Akan tetapi pada Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberi kemungkinan untuk

mengucapkan sumpah atau janji setelah saksi memberikan keterangan.

Berkaitan dengan hal tersebut maka saat mengucapkan sumpah atau janji

pada prinsipnya wajib mengucapkan “sebelum” saksi memberikan

keterangan, akan tetapi dalam hal yang dianggap perlu oleh pengadilan,

sumpah atau janji dapat diucapkan “sesudah” saksi memberikan

keterangan.29

Mengenai saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau

janji,sudah ditentukan dalam Pasal 161 KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut:

29

Ibid., hlm. 286.

Page 38: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

29

(1) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk

bersumpah atau berjanji sebagai mana dimaksud dalam Pasal

160 ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap

dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua

sudang dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan

Negara paling lama empat belas hari.

(2) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau

dan saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau

mengucapkan janji, maka keterangan yang telah diberikan

merupakan keterangan yang dapat menguatkan keyakinan

hakim.

2. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti.

Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti adalah

keterangan yang sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka

27 KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara

pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa

pidana yang ia dengar sendiri, ia liat sendiri dan ia alami sendiri

dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu”.

Penegasan rumusan Pasal 1 butir 27 KUHAP jika dihubungkan

dengan bunyi penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP maka dapat diterik

kesimpulan sebagai berikut:

a. Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengarnya sendiri dalam

peristiwa pidana yang terjadi atau di luar yang dilihat atau dialaminya

dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan di luar

pendengaran, pengelihatan, atau pengalaman sendiri mengenai suatu

peristiwa pidana yang terjadi, “tidak dapat dijadikan dan dinilai

sebagai alat bukti”. Keterangan semacam itu tidak mempunyai

kekuatan nilai pembuktian.

Page 39: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

30

b. Testimonium de auditu atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagai

hasil pendengaran dari orang lain, “tidak mempunyai nilai sebagai alat

bukti”. Keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan

ulangan dari apa yang didengarnya dari orang lain, tidak dapat

dianggap sebagai alat bukti.

c. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran, bukan

merupakan keterangan saksi. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan

Pasal 185 ayat (5) KUHAP. Oleh karena itu, setiap keterangan saksi

yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus

dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan

terdakwa.

3. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.

Supaya keterangan saksi dapat mempunyai nilai sebagai alat bukti,

keterangan tersebut harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal tersebut

sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan

di sidang pengadilan”.

Mengenai hal tersebut, keterangan saksi yang berisi penjelasan

tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, dan dialaminya

sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat

bukti apabila keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan.

Keterangan yang dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the court)

Page 40: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

31

bukan alat bukti, sehingga tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan

kesalahan terdakwa.

4. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup.

Supaya keterangan saksi dapat dianggap dapat dianggap cukup

membuktikan kesalahan terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau

sekurang-kurangnya dengan dua alat bukti. Dengan demikian keterangan

seorang saksi saja barulah bernilai sebagai satu alat bukti saja dan haus

dicukupi dengan alat bukti yang lainnya. Bertitik tolak Pasal 185 ayat (2)

KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan

kepadanya”.

Mengenai hal tersebut, keterangan seorang saksi saja belum dapat

dianggap sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan

dakwa, atau “ unus testis nullus testis”.30

Hal tersebut berarti jika alat bukti

yang dikemukakan penuntut umum adalah kesaksian tunggal, maka

keterangan yang demikian tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang

cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak

pidana yang didakwakan kepadanya.

Kembali lagi pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP, dan berdasarkan hal

yang dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus

didukung oleh dua orang saksi.

30

Ibid., hlm. 288.

Page 41: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

32

b. Jika saksi yang ada hanya seorang saja maka kesaksian tunggal itu

harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti lainnya, alat

bukti lainnya yaitu yang dinyatakan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

5. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.

Sering terdapat kekeliruan pendapat orang yang beranggapan

dengan adanya beberapa saksi dianggap keterangan saksi yang banyak itu

telah cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Padahal pendapat yang

seperti itu adalah keliru. Tidak ada gunanya menghadirkan saksi yang

banyak, jika keterangan para saksi berdiri sendiri tanpa adanya hubungan

antara yang satu dengan yang lainnya, yang dapat mewujudkan suatu

kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu. Hal tersebut sesuai

dengan ketentuan Pasal 185 ayat (4) KUHAP, yang merumuskan sebagai

berikut:

“Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sndiri tentang

suatu kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat

bukti yang sah, dengan syarat apabila keterangan saksi itu ada

hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa. Sehingga

dapat membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu”.

Dengan ketentuan pasal tersebut, jelaslah bahwa keterangan

beberapa orang saksi baru dapat dinilai sebagai alat bukti serta mempunyai

kekuatan pembuktian, apabila keterangan saksi tersebut mempunyai saling

hubungan serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau

kejadian tertentu. Jika keterangan saksi yang banyak saling bertentangan

satu dengan yang lainnya, maka keterangan tersebut harus disingkirkan

Page 42: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

33

menjadi alat bukti, sebab ditinjau dari segi hukum keterangan seperti itu

tidak mempunyai nilai pembuktian maupun kekuatan pembuktian.31

b. Keterangan Ahli

Keterangan seorang ahli disebut sebagai alat bukti pada urutan kedua

oleh Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Dalam ketentuan Pasal 186 KUHAP,

merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan ahli ialah apa yang seorang ahli nyatakan di depan

persidangan pengadilan”.

Pasal tersebut tidak menjawab apa itu yang disebut ahli dan keterangan

ahli. Pada penjelasan pasal tersebut juga tidak menjelaskan hal ini. Pasal 343

Ned. Sv. Memberikan definisi tentang apa yang dimaksud dengan keterangan

ahli sebagai berikut:

“Pendapat seorang ahli yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan

yang telah dipelajarinya, tentang sesuatu apa yang dimintai

pertimbangannya”.

Menurut Wirjono Prodjodikoro32

sebagaimana dikutip oleh Andi

Hamzah dalam bukunya, yang menyatakan sebagai berikut:

“Isi keterangan seorang saksi dan seorang ahli berbeda. Keterangan

seorang saksi mengenai apa yang dialami saksi itu sendiri sedangkan

keterangan seorang ahli adalah mengenai suatu penilaian mengenai

hal-hal yang sudah nyata ada dan mengambil kesimpulan dari hal-hal

itu.”

KUHAP membedakan keterangan seorang ahli dipersidangan sebagai

alat bukti “keterangan ahli”, yaitu yang dinyatakan dalam Pasal 186 KUHAP

dengan keterangan seorang ahliyang diberikan secara tertulis di luar sidang

31

Ibid., hlm. 290. 32

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 274.

Page 43: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

34

pengadilan sebagai alat bukti “surat”, yaitu yang dinyatakan dalam Pasal 187

butir c KUHAP.33

c. Alat Bukti Surat

Pasal dalam KUHAP yang mengatur mengenai alat bukti surat hanya

satu pasal yaitu Pasal 187 KUHAP yang terdiri dari empat ayat sebagai

berikut:

(1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang

didengar, dilihat atau dialami sendiri, dosertai dengan alasan yang

jelas dan tegas tentang keterangan itu;

(2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat pejabat mengenai hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggungjawabnya dan

yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu

keadaan;

(3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau keadaan yang

diminta secara resmi daripadanya;

(4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian yang lain.

d. Alat Bukti Petunjuk

Dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP merumuskan definisi petunjuk

sebagai berikut:

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian dan keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”.

Menurut KUHAP yang dapat dijadikan sebagai alat bukti petunjuk

adalah keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Hal tersebut sesuai

33

Ibid., hlm. 274.

Page 44: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

35

dengan ketentuan pada Pasal 188 ayat (2) KUHAP. Jika dilihat Pasal 188 ayat

(3) KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

“Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap

keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi bijaksana,

setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan

keseksamaan berdasarkan hati nuraninya”.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, tercermin bahwa pada akhirnya

persoalannya diserahkan kepada hakim. Dengan demikian menjadi sama

dengan pengamatan hakim sebagai alat bukti. Disebut pengamatan oleh hakim

(eigen warrneming van de rechter) yaitu harus dilakukan selama sidang, apa

yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak dapat

dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau peristiwa itu telah

diketahui oleh umum.34

e. Alat Bukti Keterangan Terdakwa

KUHAP dengan jelas mencantumkan “keterangan terdakwa” sebagai

alat bukti dalam Pasal 184 butir c. Pengertian keterangan terdakwa terdapat

pada ketentuan Pasal 189 ayat (1) KUHAP, yang merumuskan sebagai

berikut:

“Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa menyatakan di sidang

tentang perbuatanyang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau

alami sendiri”.

Dapat dilihat dengan jelas bahwa keterangan terdakwa sebagai alat

bukti tidak perlu sama atau berbentuk pengakuan. Semua keterangan terdakwa

hendaknya didengar.

34

Ibid., hlm. 278.

Page 45: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

36

Ditinjau dari segi pengertian bahasa, jelas terasa terdapat perbedaan

makna antara pengakuan dan keterangan. Pada pengakuan, terasa benar

mengandung perntataan tentang apa yang dilakukan seseorang. Sedangkan

pada kata keterangan lebih bersifat suatu penjelasan akan apa yang telah

dilakukan seseorang. Berdasarkan ketentuan Pasal 189 KUHAP dapat

disimpulkan bahwa apa yang terdakwa nyatakan atau jelaskan di sidang

pengadilan, dan apa yang dinyatakan dan dijelaskan itu ialah tentang

perbuatan yang terdakwa lakukan atau mengenai yang ia ketahui atau yang

berhubungan dengan apa yang terdakwa alami sendiri dalam peristiwa pidana

yang sedang diperiksa.35

2. Teori Pembuktian

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang

didakwakan, merupakan bagian yang terpenting acara pidana. Dalam hal ini pun

hak asasi manusia dipertaruhkan. Bagaimana akibatnya jika seseorang yang

didakwa dinyatakan terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan berdasarkan

alat bukti yang ada disertai keyakinan hakim, padahal tidak benar. Untuk inilah

maka hukum acara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiil. Berbeda

dengan hukum acara perdata yang cukup puas dengan kebenaran formal.36

Sejarah perkembangan hukum acara pidana menunjukan bahwa ada

beberapa sistem atau teori untuk membuktikan perbuatan yang didakwakan.

Sistem pembuktian ini bervariasi menurut waktu dan tempat (negara).37

35

M. Yahya Harahap. Op. Cit. hlm. 319. 36

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 249. 37

Ibid.

Page 46: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

37

Berkaitan dalam menilai kekuatan pembuktian alat-alat bukti yang ada,

ada beberapa sistem atau teori pembuktian, yaitu:

a. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Secara

Positif (Positive Wettelijk Bewijstheorie)

Menurut teori ini pembuktian yang didasarkan melulu kepada alat-alat

pembuktian yang disebut undang-undang. Dikatakan secara positif karena

hanya didasarkan kepada undang-undang saja. Artinya jika telah terbukti suatu

perbuatan sesuai dengan alat-alat bukti yang disebut oleh undang-undang,

maka keyakinan hakim tidak diperlukan sama sekali. Sistem ini disebut juga

teori pembuktian formal (formele bewijstheorie).

Menurut D. Simons 38

sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam

bukunya, menyatakan sebagai berikut:

“Sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang secara

positif (positief wettellijk) ini berusaha untuk menyingkirkan semua

pertiimbangan subyektif hakim secara ketat menurut peraturan-

peraturan pembuktian yang keras. Dianut di Eropa pada waktu

berlakunya asas inkisitor (inquisitoir) dalam acara pidana”.

Teori pembuktian ini ditolak oleh Wirjono Prodjodikoro untuk dianut

di Indonesia. Pendapat Wirjono Prodjodikoro39

sebagaimana dikutip dalam

buku Andi Hamzah adalah sebagai berikut:

“Bagaimana hakim akan menetapkan kebenaran selain dengan cara

menyatakan kepada keyakinannya tentang hal kebenaran itu, lagi pula

keyakinan seorang hakim yang jujur dan berpengalaman mungkin

sekali adalah sesuai denan keyakinan masyarakat.”

38

Ibid., hlm. 251. 39

Ibid.

Page 47: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

38

Pembuktian menurut undang-undang secara positif merupakan

pembuktian yang bertolak belakang dengan sistem pembuktian menurut

keyakinan atau conviction intime. Menurut sistem ini keyakinan hakim tidak

ikut ambil bagian dalam membuktikan kesalahan terdakwa. Untuk

membuktikan salah tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang. Asal sudah dipenuhi syarat-

syarat dan ketentuan pembuktian menurut undang-undang, sudah cukup untuk

menentukan kesalahan terdakwa tanpa mempersoalkan keyakinan hakim.

b. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu

(Conviction in Time)

Berhadap-hadapan secara berlawanan dengan teori pembuktian

menurut undang-undang secara positif, adalah teori pembuktian menurut

keyakinan hakim melulu. Teori ini disebut juga conviction intime.40

Disadari

bahwa alat bukti berupa pengakuan terdakwa sendiri pun tidak selalu

membuktikan kebenaran. Pengakuan pun kadang-kadang tidak menjamin

terdakwa benar-benar telah melakukan perbuatan yang didakwakan.

Bertolak pangkal dari pemikiran itulah, maka teori berdasar keyakinan

hakim melulu didasarkan pada keyakinan hati nuraninya sendiri ditetapkan

bahwa terdakwa telah melakukan perbuatan yang didakwakan. Menurut

Wirjono Prodjodikoro, sistem pembuktian yang demikian pernah dianut di

Indonesia, yaitu pada pengadilan distrik dan pengadilan kabupaten. Sistem ini

40

Andi Hamzah. op. cit. hlm. 252.

Page 48: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

39

katanya memungkinkan hakim menyebut apa saja yang menjadi

keyakinannya.41

Berdasarkan teori ini hakim dapat menjatuhkan hukuman pada seorang

terdakwa semata-mata atas dasar keyakinan hakim belaka tanpa didukung oleh

alat bukti yang cukup. Sebaliknya, hakim leluasa membebaskan terdakwa dari

tindak pidana yang dilakukan walaupun kesalahan terdakwa sudah cukup

terbukti dengan alat-alat bukti yang lengkap, selama hakim tidak yakin atas

kesalahan terdakwa.

c. Sistem atau Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Atas

Alasan yang Logis (Laconviction Raisonnee)

Sebagai jalan tengah, muncul sistem atau teori yang disebut

pembuktian yang berdasar keyakinan hakim sampai batas tertentu

(Laconvictian Raisonee). Menurut teori ini hakim dapat memutuskan

seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan

kepada dasar-dasar pembuktian disertai dengan suatu kesimpulan (conclusive)

yang berlandaskan kepada peraturan-peraturan pembuktian tertentu. Jadi

putusan hakim dijatuhkan dengan suatu motivasi. Sistem atau teori

pembuktian ini disebut juga pembuktian bebas karena hakim bebas untuk

menyebut alasan-alasan keyakinannya (vrijebewijstheorie).42

Sistem ini pun dapat dikatakan “keyakinan hakim” tetap memeggang

peranan penting dalam menentukan salah tidaknya terdakwa. Akan tetapi,

faktor keyakinan hakim dibatasi. Jika dalam sistem pembuktian conviction-in

41

Wirjono Prodjodikoro. Op Cit. hlm. 72. 42

Andi hamzah. Op. Cit. hlm. 253.

Page 49: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

40

time peran “keyakinan hakim” leluasa tanpa batas maka pada sistem

conviction raisonee, keyakinan hakim harus didukung dengan alasan-alasan

yang jelas. Hakim wajib menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan apa yang

mendasari keyakinannya atas kesalahan terdakwa. Selain itu keyakinan hakim

harus memiliki dasar-dasar alasan yang logis dan benar-benar dapat diterima

akal. Bukan semata-mata atas dasar keyakinan yang tertutup tanpa uraian

alasan yang masuk akal.43

d. Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Secara Negatif

Sistem atau teori pembuktian menurut undang-undang secara negatif

merupakan teori antara sistem pembuktian menurut undang-undang secara

positif dengan sistem pembuktian menurut keyakinan atau conviction-in

time.44

Menurut Wirjono Prodjodikoro45

sebagaimana dikutip oleh Andi

Hamzah dalam bukunya, yang menyatakan sebagai berikut:

“Sistem pembuktian berdasarkan undang-undang secara negatif

(negatitief wettelijk) sebaiknya dipertahankan berdasarkan dua alasan,

pertama memang sudah selayaknya harus ada keyakinan hakim tentang

kesalahan terdakwa untuk dapat menjatuhkan suatu hukuman pidana,

janganlah hakim terpaksa memidana orang sedangkan hakim tidak

yakin atas kesalahan terdakwa. Kedua ialah berfaedah jika ada aturan

yang mengikat hakim dalam menyusun keyakinannya, agar ada

patokan-patokan tertentu yang harus diturut oleh hakim dalam

melakukan peradilan.”

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif merupakan

keseimbangan antara kedua sistem yang saling bertolak belakang secara

ekstrim. Dari keseimbangan tersebut, sistem pembuktian menurut undang-

43

M. Yahya harahap. Op. Cit. hlm. 278. 44

Ibid. 45

Andi Hamzah. Op. Cit. hlm. 257.

Page 50: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

41

undang secara negatif “menggabungkan” ke dalam dirinya secara terpadu

sistem pembuktian menurut keyakinan hakim dengan sistem pembuktian

menurut undang-undang secara positif. Dari hasil penggabungan kedua sistem

yang saling bertolak belakang tersebut, terwujud suatu “sistem pembuktian

menurut undang-undang secara negatif”. Rumusannya berbunyi salah tidaknya

seorang terdakwa ditentukan oleh keyakinan hakimyang didasarkan kepada

cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.46

Berdasarkan rumusan di atas, untuk menyatakan salah atau tidaknya

seorang terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim semata. Atau

hanya semata-mata didasarkan atas keterbuktian menurut ketetuan dan cara

pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang.

Seorang terdakwa baru bisa dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang

didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat

bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan

itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Bertitik tolak dari uraian tersebut,

untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa menurut sistem

pembuktian menurut undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen:

1. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang

sah menurut undang-undang,

2. Dan keyakinan hakim yang harus didasarkan atas cara dan dengan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang.47

46

M. Yahya harahap. Op. Cit. hlm. 279. 47

Ibid.

Page 51: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

42

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negatif ini

memadukan unsur “obyektif” dan “subyektif” dalam menetukan salah dan

tidaknya terdakwa. Tidak ada yang paling dominan diantara unsur tersebut.

Jika salah satu diantara dua unsur itu tidak ada, tidak cukup mendukung

keterbuktian kesalahan terdakwa.48

Misalnya ditinjau dari segi cara dan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang, kesalahan terdakwa cukup

terbukti, tetapi walaupun sudah cukup terbukti, hakim “tidak yakin” dengan

kesalahan terdakwa, dalam hal tersebut maka terdakwa tidak dapat dinyatakan

bersalah. Sebaliknya jika hakim benar-benar yakin akan kesalahan terdakwa

melakukan kejahatan yang didakwakan. Akan tetapi keyakinan tersebut tidak

didukung dengan pembuktian yang cukup menurut cara dan dengan alat bukti

yang sah menurut undang-undang. Dalam hal seperti itupun terdakwa tidak

dapat dinyatakan bersalah. Oleh karena itu, diantara kedua unsur atau

komponen tersebut harus saling mendukung.49

3. Teori Pembuktian yang Dianut KUHAP

HIR maupun KUHAP, begitu pula Ned. Sv. Yang lama dan yang baru,

semuanya menganut sistem atau teori pembuktian berdasarkan undang-undang

negatif (negatief wettelijk).50

Hal tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 183

KUHAP, dahulu Pasal 394 HIR.

Pasal 183 KUHAP merumuskan sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

48

Ibid. 49

Ibid. 50

Andi Hamzah. Op.Cit. hlm. 254.

Page 52: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

43

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut mengantur untuk

menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana

kepada terdakwa, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah,

b. Dan atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,

hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.

Berdasarkan kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus

didasarkan kepada undang-undang (KUHAP), yaitu alat bukti yang sah

tersebut dalam Pasal 184 KUHAP, disertai dengan keyakinan hakim yang

diperoleh dari alat-alat bukti tersebut. Dari pasal tersebut juga dapat

disimpulkan bahwa negara Indonesia menganut teori pembuktian berdasarkan

undang-undang secara negatif.

Mengetahui alasan pembuat undang-undang merumuskan Pasal 183

KUHAP, yang ditujukan untuk mewujudkan suatu ketentuan yang seminimal

mungkin dapat menjamin “tegaknya kebenaran sejati” serta “tegaknya

keadilan dan kepastian hukum”. Pendapat ini dapat diambil dari makna

penjelasan Pasal 183 KUHAP. Dari penjelasan Pasal 183 KUHAP tersebut

pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem pembuktian

yang paling tepat dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia adalah

sistem pembuktian menurut udang-undang secara negatif, demi tegaknya

Page 53: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

44

keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum. Sistem pembuktian ini, terpadu

kesatuan pengabungan antara sistem conviction-in time dengan sistem

pembuktian menurut undang-undang secara positif (positief wettelijk stelsel).

Hakim dalam suatu pembuktian tidak boleh menjatuhkan pidana

kepada seorang kecuali dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah

dan diperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan

bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 183 KUHAP

C. Penyidikan

1. Pengertian Penyidikan

Penyidikan merupakan salah satu bentuk proses dalam hukum acara

pidana. Penyidikan merupakan suati istilah yang dimaksudkan sejajar dengan

pengertian opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau

siasat (Malaysia).51

Pengertian penyidikan menurut Pasal 1 butir 2 KUHAP, merumuskan

sebagai berikut:

“Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal atau menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta

mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang

tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”

Menurut de Pinto 52

sebagaimana dikutip dalam bukunya Andi Hamzah,

menyatakan sebagai berikut:

“Menyidik (opsporing) berarti pemeriksaan permulaan oleh pejabat-

pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera setelah mereka

51

Ibid. hlm. 120. 52

Ibid.

Page 54: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

45

dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar beralasan, bahwa ada

terjadi suatu pelanggaran hukum”.

Pengetahuan dan pengertian penyidikan perlu dinyatakan dengan pasti dan

jelas, karena hal itu langsung menyinggung dan menbatasi hak-hak manusia.

Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah sebagai

berikut 53

:

a. Ketentuan tentang alat-alat penyidik.

b. Ketentuan tentang diketahui terjadinya delik.

c. Pemeriksaan ditempat kejadian.

d. Pemanggilan tersangka atau terdakwa.

e. Penahanan sementara.

f. Penggeledahan.

g. Pemeriksaan atau interogasi.

h. Berita acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat).

i. Penyitaan.

j. Penyampingan perkara.

k. Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada

penyidik untuk disempurnakan.

2. Kewenangan Penyidikan

Pengertian penyidik menurut Pasal 1 butir 1 KUHAP,dirumuskan sebagai

berikut:

“Penyidik adalah pejabat Polisi negara Republik Indonesia atau pegawai

negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang

untuk melakukan penyelidikan.”

53

Ibid.

Page 55: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

46

Berdasarkan isi pasal tersebut berarti dapat diketahui bahwa yang memiliki

kewenangan dalam proses penyidikan adalah pejabat polisi negara Republik

Indonesia dan pegawai negeri sipil yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk melakukan penyidikan. Dengan demikian undang-undang telah menentukan

secara limitatif mengenai siapa yang memiliki wewenang melaksanakan proses

penyidikan.

Pasal 6 ayat (1) KUHAP menentukan dua macam badan yang dibebani

wewenang penyidikan, pasal tersebut merumuskan sebagai berikut:

Penyidik adalah:

a. Pejabat polisi Negara Republik Indonesia;

b. Pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus

oleh undang-undang.

Pasal 2A Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan

atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yang merumuskan sebagai berikut:

(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat penyidik Kepolisian Negara

Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a,

calon harus memenuhi persyaratan:

a. Berpangkat paling rendah Inspektur Dua Polisi dan berpendidikan

paling rendah sarjana strata satu atau yang setara;

b. Bertugas di bidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;

c. Mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi

reserse kriminal;

d. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter; dan

e. Memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

(3) Wewenang pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat

dilimpahkan kepada pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Page 56: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

47

Pasal 3A Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan

atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana, menentukan pejabat pegawai negeri sipil

yang dapat menjadi penyidik, pasal tersebut merumuskan sebagai berikut:

(1) Untuk dapat diangkat sebagai pejabat PPNS, calon harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. Masa kerja sebagai pegawai negeri sipil paling singkat 2 (dua)

tahun;

b. Berpangkat paling rendah Penata Muda/golongan III/a;

c. Berpendidikan paling rendah sarjana hukum atau sarjana lain yang

setara;

d. Bertugas di bidang teknis operasional penegakan hukum;

e. Sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter pada rumah sakit pemerintah;

f. Setiap unsur penilaian pelaksanaan pekerjaan dalam Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan pegawai negeri sipil paling sedikit

bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir; dan

g. Mengikuti dan lulus pendidikan dan pelatihan di bidang penyidikan.

(2) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai

dengan huruf f diajukan kepada Menteri oleh pimpinan kementerian

atau lembaga pemerintah nonkementerian yang membawahi pegawai

negeri sipil yang bersangkutan.

(3) Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g

diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bekerja

sama dengan instansi terkait.

Syarat kepangkatan pejabat penyidik diatur dalam peraturan pemerintah.

Kedudukan dan kepangkatan penyidik diselaraskan dan diseimbangkan dengan

kedudukan dan kepangkatan penuntut umum dan hakim peradilan. Berkaitan

dengan penyidik pembantu diatur dalam Pasal 10 (1) KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut:

(1) Penyidik pembantu adalah pejabat kepolisian Negara Republik

Indonesia yang diangkat oleh kepala kepolisian Negara Republik

Indonesia berdasarkan syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

(2) Syarat kepangkatan sebagaimana dalam ayat (1) diatur dengan

peraturan pemerintah.

Page 57: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

48

Penyidik pembantu dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,

merumuskan sebagai berikut:

Penyidik pembantu adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia

yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berpangkat paling rendah Brigadir Dua Polisi;

b. mengikuti dan lulus pendidikan pengembangan spesialisasi fungsi

reserse kriminal;

c. bertugas dibidang fungsi penyidikan paling singkat 2 (dua) tahun;

d. sehat jasmani dan rohani yang dibuktikan dengan surat keterangan

dokter; dan

e. memiliki kemampuan dan integritas moral yang tinggi.

Mengenai kewenangan yang dimiliki oleh penyidik, di dalam KUHAP

sudah menentukan kewenangan-kewenangan penyidik, yaitu dalam Pasal 7 ayat

(1) KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a karena

kewajibannya mempunyai wewenang:

a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak

pidana;

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;

c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal

diri tersangka;

d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan;

e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

f. Mengambil sidik jari dan memotret seorang;

g. Memanggil orang untuk didengar atau diperiksa sebagai tersangka atau

saksi;

h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan

pemeriksaan perkara;

i. Mengadakan penghentian penyidikan;

j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab.

3. Berita Acara Penyidikan (BAP)

Sebagai bukti adanya proses penyidikan maka ada yang disebut dengan

Berita Acara Penyidikan (BAP). Berita acara penyidikan dibuat oleh penyidik

Page 58: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

49

sebagai bukti adanya proses penyidikan. Berita acara penyidikan tersebut berisi

semua proses yang berjalan dalam melakukan penyidikan berisi mulai dari

keterangan para saksi sampai keterangan dari tersangka. Berita acara penyidikan

berfungsi sebagai syarat dalam mengajukan proses yang lebih lanjut yaitu proses

penuntutan oleh penuntut umum.

Ditinjau dari segi hukum, berita acara adalah “akta resmi”, yang

mempunyai nilai autentik. Autentifikasinya terletak pada cara dan bentuk

pembuatanya:

a. Dibuat oleh pejabat resmi yang berwenang untuk itu, yaitu penyidik.

b. Berita acara itu ditandatangani oleh penyidik dan pihak yang diperiksa.

c. Penyidik membuat berita acara berdasarkan sumpah jabatan atau keterangan

yang didapatkan diperoleh dibawah sumpah.

Autentifikasi berita acara ditinjau dari segi hukum adalah tulisan yang

berisi keterangan resmi dan sah, sepanjang keterangan itu tidak dapat dibuktikan

palsu atau dipalsukan. Keabsahan dan keresmiannya sangat penting melekat pada

berita acara, demi untuk kepastian hukum.

Ketentuan mengenai pembuatan berita acara penyidikan oleh penyidik

sudah dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) KUHAP, yang merumuskan sebagai

berikut:

“Penyidik membuat berita acara tentang pelaksanaan tindakan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dengan tidak mengurangi

ketentuan lain dalam undang-undang ini.”

D. Narkotika

1. Pengertian dan Jenis-jenis Narkotika

Page 59: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

50

a. Pengertian Narkotika

Secara umum, yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat yang

dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi orang-orang yang

menggunakannya, yaitu dengan cara memasukan ke dalam tubuh. Istilah narkotika

yang dipergunakan bukanlah “narcotics” pada farmacologie (farmasi), mwlainkan

sama artinya dengan “drug”, yaitu sejenis zat yang apabila dipergunakan akan

membawa efek dan pengaruh-pengaruh tertentu pada tubuh pemakai,54

yaitu:

a. Mempengaruhi kesadaran;

b. Member dorongan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku manusia;

c. Pengaruh-pengaruh tersebut dapat berupa:

1) Penenang;

2) Perangsang (bukan rangsangan seks);

3) Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu membedakan antara

khayalan dengan kenyataan, kehilangan kesadaran akan waktu dan

tempat).

Pengertian narkotika menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 35

tahun 2009 tentang Narkotika, merumuskan sebagai berikut:

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan

tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang

dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam

undang-undang ini.”

54

Taufik Makaro dkk. 2005. Tindak Pidana Narkotika. Bogor: Ghalia Indonesia. hlm. 17.

Page 60: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

51

Menurut Sudarto55

sebagaimana dikutip oleh Andi Hamzah dalam

bukunya, yang menyatakan sebagai berikut:

“Perkataan narkotika berasal dari bahasa Yunani “Narke”, yang berarti

terbius sehingga tidak merasa apa-apa.”

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan obat-obatan

semacam narkotika berkembang pula cara pengolahannya. Namun belakangan

diketahui pula bahwa zat-zat narkotika tersebut memiliki daya kecanduan yang

bias menimbulkan pemakai bergantung hidupnya terus menerus pada obat-obat

narkotika itu. Dengan demikian, maka untuk jangka waktu yang mungkin agak

panjang pemakai memerlukan pengobatan, pengawasan, dan pengendalian guna

bisa disembuhkan.

b. Jenis-jenis Narkotika

Jenis-jenis narkotika digolongkan di dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang merumuskan sebagai

berikut:

1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan ke

dalam:

a. Narkotika Golongan I;

b. Narkotika Golongan II; dan

c. Narkotika Golongan III.

2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk

pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I dan

merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotika sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

55

Ibid.

Page 61: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

52

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, rincian jenis-jenis narkotika secara

jelas dalam golongannya sudah tercantum dalam Lampiran I Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Berikut ini adalah beberapa jenis-jenis dari narkotika:

a. Candu atau disebut juga dengan opium

Candu berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan yang dinamakan Papaver

Somniferum, nama lain dari candu selain opium adalah madat. Candu ini

terbagi atas dua jenis, yaitu candu mentah dan candu matang. Untuk candu

mentah dapat ditemukan dalam kulit buah,daun, dan bagian-bagian lainnya

yang terbawa sewaktu pengumpulan getah yang mongering pada kulit buah,

bentuk candu mentah berupa adonan yang membeku seperti aspal lunak.

Sedangkan candu masak merupakan hasil olahan dari candu mentah.56

b. Heroin

Berasal dari tumbuhan Papaver Somniferum. Heroin disebut juga

dengan sebutan putau, zat ini sangat berbahaya bila dikonsumsi secara

berlebihan.

c. Ganja

Ganja berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan rumput bernama

Cannabis Sativa. Sebutan lain dari ganja yaitu mariyuana, sejenis mariyuana

adalah hashis yang dibuat dari damar tumbuhan Cannabis Sativa, efek dari

hashis lebih kuat dari pada ganja.

d. Metamfetamina

56

Ibid. hlm. 22.

Page 62: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

53

Metamfetamina (metilamfetamina atau desoksiefedrin), disingkat met, dan

dikenal di Indonesia sebagai sabu-sabu. metamfetamina adalah obat

psikostimulansia dan simpatomimetik. Efek dari sabu yaitu menciptakan

kebahagiaan dan kenyamanan kepercayaan diri hiperaktif dan bertenaga. Zat

yang terkandung di dalam sabu-sabu sangat berbahaya bagi tubuh dan

merusak organ, dan yang menjadikan sabu-sabu disebutkan menjadi narkoba.

2. Tindak Pidana Narkotika

Perkembangan kehidupan masyarakat memunculkan suatu permasalahan-

permasalahan baru di dalam masyarakat itu sendiri. Permasalahan tersebut salah

satunya berkaitan dengan hukum. Zat-zat kimia alami ataupun buatan yang

dahulunya ditemukan untuk kepentingan medis sekarang disalahgunakan. Salah

satunya yaitu penyalahgunaan narkotika yang dapat menyebabkan rusaknya

generasi muda suatu bangsa. Pengaturan mengenai narkotika di Indonesia diatur

dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Undang-undang

tersebut di samping mengatur penggunaan narkotika, menetapkan perbuatan-

perbuatan yang dilarang berhubungan dengan narkotika, yang bilamana dilakukan

merupakan perbuatan penyalahgunaan narkotika yang tergolong tindak

kejahatan.57

Pengertian penyalahguna menurut Pasal 1 butir 15 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, merumuskan sebagai berikut:

“Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa hak

atau melawan hukum.”

57

Ibid. hlm. 28.

Page 63: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

54

Bentuk tindak pidana narkotika yang umum dikenal antara lain sebagai

berikut ini:

a. Penyalahgunaan atau melebihi dosis penggunaan narkotika.

b. Pengedaran narkotika.

Berkaitan dengan suatu mata rantai peredaran narkotika, baik nasional

maupun internasional.

c. Jual beli narkotika

Hal ini pada umumnya dilatabelakangi oleh motivasi mencari keuntungan

materiil, namun ada juga karena motivasi untuk kepuasan.

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika memiliki

kencederuangan mengkriminalisasi orang, baik produsen, distributor, konsumen

dan masyarakat dengan mencantumkan ketentuan pidana sebanyak 39 pasal dari

150 pasal yang diatur dalam Undang-undang tersebut. Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 Tentang Narkotika menggunakan pendekatan pidana untuk

melakukan pengawasan dan pencegahan terhadap penyalahgunaan narkotika.

Penggunaan pidana masih dianggap sebagai suatu upaya untuk menakut-nakuti

agar tidak terjadinya penggunaan narkotika.

Lebih jauh, ketentuan pidana dalam tindak pidana narkotika sebagaimana

yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika

sebagai berikut:

a. Tidak mementingkan unsur kesengajaan dalam Tindak Pidana narkotika.

Penggunaan kata ”Setiap orang tanpa hak dan melawan hukum” dalam

beberapa pasal Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Page 64: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

55

dengan tidak memperdulikan unsur kesengajaan, dapat menjerat orang-orang

yang memang sebenarnya tidak mempunyai niat untuk melakukan tindak

pidana narkotika, baik karena adanya paksaan, desakan, ataupun

ketidaktahuaan.

b. Penggunaan sistem pidana minimal. Penggunaan sistem ini dalam Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika memperkuat asumsi bahwa

Undang-undang tersebut memang diberlakukan untuk memidanakan

masyarakat yang berhubungan dengan narkotika. Penggunaan pidana minimal

juga akan menutup hakim dalam menjatuhkan putusan.

c. Kriminalisasi bagi orang tua dan masyarakat Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika memberikan ancaman hukuman pidana (6

bulan kurungan) bagi orang tua yang sengaja tidak melaporkan anaknya yang

menggunakan narkotika untuk mendapatkan rehabilitasi. Meskipun unsur

’kesengajaan tidak melapor’ tersebut harus dibuktikan terlebih dahulu, unsur

tersebut tidak mengecualikan orang tua yang tidak mengetahui bahwa zat yang

dikonsumsi anaknya adalah narkotika.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juga menuntut agar

setiap orang melaporkan tindak pidana narkotika. Undang-Undang ini

memberikan ancaman pidana maksimal 1 tahun bagi orang yang tidak

melaporkan adanya tindak pidana narkotika. Penerapan pasal ini akan sangat

sulit diterapkan karena biasanya pasal ini digunakan bagi pihak-pihak yang

ditangkap ketika berkumpul dengan para pengguna narkotika. Orang tersebut

juga dapat dipergunakan sebagai saksi mahkota untuk memberatkan suatu

Page 65: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

56

tindak pidana narkotika. Pasal ini juga mengancam para pihak yang

mendampingi komunitas pecandu narkotika.

Pada ketentuaan peran serta masyarakat dalam BAB XIII masyarakat tidak

diwajibkan untuk melaporkan jika mengetahui adanya penyalahgunaan

narkotika atau peredaran gelap narkotika. Ketentuan ini menunjukan ketidak

singkronan antara delik formal dengan delik materiil.

d. Persamaan hukuman bagi percobaan dan tindak pidana selesai

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyamakan

hukuman pidana bagi pelaku tidak pidana selesai dengan pelaku tidak pidana

percobaan. Tindak Pidana Narkotika adalah suatu kejahatan karena perbuatan

tersebut memiliki efek yang buruk. Delik percobaan mensyaratkan suatu

tindak pidana tersebjut terjadi, sehingga akibat tindak pidana tersebut tidak

selesai, sehingga seharusnya pemidanaan antara pelaku tidak pidana

percobaan dan pelaku tidak pidana selesai harus dibedakan.

3. Unsur Tindak Pidana Narkotika

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika mengatur

tentang penggunaan narkotika dan menetapkan perbuatan-perbuatan yang dilarang

berhubungan dengan narkotika. Salah satu perbuatan yang dilarang dalam

undang-undang tersebut adalah penyalahgunaan narkotika untuk diri sendiri. Hal

tersebut diatur dalam Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, yang merumuskan sebagai berikut:

1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 4 (empat) tahun;

Page 66: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

57

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun.

2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim

wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

54, Pasal 55, dan Pasal 103.

3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaan Narkotika,

Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasi medis dan

rehabilitasi sosial.

Unsur-unsur tindak pidana narkotika untuk diri sendiri berdasarkan

ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Unsur Setiap Penyalahguna.

Berkaitan dengan hal ini, setiap penyalahguna dapat juga dikatakan

setiap orang yang menggunakan narkotika tanpa hak dan atau melawan

hukum. Ketentuan tersebut sesuai dengan Pasal 1 butir 15 Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Berarti setiap orang tanpa

terkecuali, yang menggunakan narkotika tanpa ada izin dari instansi atau pihak

yang berwenang, telah memenuhi unsur “setiap penyalahguna”. Unsur setiap

penyalahguna atau setiap orang dalam pasal tersebut hanya ditujukan kepada

orang atau manusia. Selain itu unsur tersebut hanya ditujukan kepada orang

perorangan.

2. Unsur Menyalahgunakan Narkotika Golongan I, II, dan III.

Kata “menyalahgunakan” tidak didefinisikan secara jelas di dalam

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Akan tetapi di

dalam pasal-pasal undang-undang tersebut telah dijelaskan mengenai

Page 67: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

58

pengklasifikasian penggunaan narkotika. Seperti pada ketentuan Pasal 7 dan

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang

mengklasifikasikan peruntukan narkotika golongan I.

Menyalahgunakan narkotika yang dimaksud dalam unsur ini adalah

menggunakan narkotika tanpa hak dan atau melawan hukum. Narkotika yang

dimaksud di dalam unsur tersebut yaitu narkotika golongan I, II, dan golongan

III. Golongan tersebut terdapat secara lengkap dalam Lampiran I Undang-

Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Menyalahgunakan

narkotika juga dapat diartikan menggunakan narkotika tidak sesuai dengan

peruntukannya. Peruntukan narkotika sudah terdapat dalam ketentuan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Salah satunya

yaitu Pasal 9 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yang

merumuskan sebagai berikut:

1) Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan

pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

2) Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), disusun rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

3) Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud

pada ayat (2) disusun berdasarkan data pencatatan dan pelaporan

rencana dan realisasi produksi tahunan yang diaudit secara

komprehensif dan menjadi pedoman pengadaan, pengendalian, dan

pengawasan Narkotika secara nasional.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencana kebutuhan

tahunan Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal tersebut menjelaskan tentang salah satu peruntukan narkotika di

Indonesia. Apabila narkotika digunakan bertentangan dengan pasal tersebut

maka perbuatan tersebut telah melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika.

Page 68: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

59

Apabila kedua unsur tersebut sudah terpenuhi, maka seseorang yang telah

memenuhi dua unsur tersebut dapat dikenakan pasal 127 Undang-Undang Nomor

35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dan dapat terancam pidana yang berbeda,

sesuai dengan golongan narkotika yang disalahgunakan untuk dirinya sendiri

tersebut.

Page 69: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

60

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Pendekatan

Penelitian ini akan disusun dengan menggunakan tipe penelitian yuridis

normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-

kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.58

Penulisan ini digunakan dua pendekatan masalah yang meliputi

pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case

approach). Pendekatan perundang-undangan digunakan untuk mengetahui

keseluruhan peraturan hukum khususnya hukum acara pidana di Indonesia.

Pendekatan kasus digunakan untuk memperoleh gambaran terhadap dampak

dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam paktik hukum, serta

menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam penerapan

hukum.

B. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesifikasi

penelitian deskriptif yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk memberikan

gambaran atau penjelasan secara konkrit tentang keadaan objek atau masalah yang

diteliti tanpa mengambil kesimpulan secara umum. Spesifikasi penelitian

58

Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Malang:

Bayumedia Publishing. hlm. 295.

Page 70: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

61

deskriptif menurut Soerjono Soekanto59

dalam bukunya Pengantar Penelitian

Hukum dijelaskan sebagai berikut :

“Penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang dimaksudkan untuk

memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau

gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya

tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.”

C. Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penulisan ini adalah data sekunder, yang

terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.

Bahan-bahan hukum dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritif

artinya memiliki suatu otoritas, mutlak dan mengikat. Bahan hukum primer

yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari peraturan perundang-

undangan yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang

Narkotika, serta peraturan perundang-undangan lainnya yang dapat

mendukung dalam penelitian ini.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan terhadap bahan hukum primer yang terdiri dari pustaka di bidang

ilmu hukum seperti buku-buku literatur yang berkaitan dengan hukum acara

pidana.

59

Soerjono Soekanto. 1981. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press. hlm. 10.

Page 71: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

62

c. Bahan Hukum Tertier

Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap

bahan hukum primer dan sekunder, terdiri dari kamus hukum dan

ensiklopedia.

D. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode

kepustakaan, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan melakukan penelusuran

terhadap bahan pustaka (literatur, hasil penelitian, majalah ilmiah, jurnal ilmiah,

dll).

E. Metode Penyajian Data

Hasil penelitian disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang tersusun secara

sistematis, artinya data sekunder yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan

yang lain disesuaikan dengan permasalahan yang diteliti, sehingga secara

keseluruhan merupakan satu kesatuan yang utuh sesuai dengan kebutuhan

penelitian.

F. Metode Analisis Data

Menganalisis data yang diperoleh, dengan menggunakan metode analisis

normatif, yang merupakan cara menginterpretasikan dan mendiskusikan bahan

hasil penelitian berdasarkan pada pengertian hukum, norma hukum, teori-teori

hukum serta doktrin yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Norma hukum

diperlukan sebagai premis mayor, kemudian dikorelasikan dengan fakta-fakta

yang relevan (legal facts) yang dipakai sebagai premis minor dan melalui proses

silogisme akan diperoleh kesimpulan (conclution) terhadap permasalahannya.

Page 72: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

63

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN

1. Duduk Perkara

a. Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : Khaerudin alias Rudin bin Suripto

Tempat Lahir : Banyumas

Umur/Tanggal Lahir : 45 Tahun / 17 September 1965

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Kelurahan Teluk RT 01 RW 01, Kecamatan

Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas

Agama : Islam

Pekerjaan : Buruh

Pendidikan : SMK (Tidak Tamat)

b. Perbuatan Terdakwa

Berawal pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 04.45 WIB,

terdakwa pergi ke Stasiun Purwokerto untuk menjemput saudara Intanto yang

habis pulang dari Jakarta untuk membeli Narkoba jenis sabu-sabu. Sewaktu

datang ternyata Intanto ditemani oleh Elkana Efraim Pangalila yang sebelumnya

terdakwa juga telah mengenal Elkana. Elkana pernah datang ke rumah terdakwa

sekitar bulan Mei 2010 dalam urusan jual beli ekstasi.

Page 73: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

64

Terdakwa setelah bertemu dengan saudara Intanto dan Elkana, kemudian

mereka bertiga membeli sarapan terlebih dahulu dan kemudian menuju ke rumah

terdakwa. Sesampainya di rumah terdakwa, Intanto langsung pergi keluar untuk

membeli peralatan yang akan digunakan untuk memakai sabu-sabu diantaranya

berupa sedotan, pipet, dan bong yang dibuat dari botol bekas minuman kemasan.

Selanjutnya terdakwa dan Intanto langsung menyiapkan alat-alat tersebut yang

akan digunakan untuk mengkonsumsi sabu, sedangkan Elkana tidur disalah satu

kamar rumah terdakwa. Intanto mulai memasukan sabu-sabu ke dalam bong

kemudian mengkonsumsi sabu-sabu tersebut secara bergantian dengan terdakwa

sampai sebanyak tiga kali. Intanto menghubungi Didi Setiawan dan setelah Didi

datang, mereka bertiga bersama-sama mengkonsumsi sabu-sabu tersebut. Setelah

selesai mengkonsumsi sabu-sabu tersebut kemudian alat-alat yang digunakan

untuk mengkonsumsi sabu-sabu tersebut dibuang ke sebuah sungai yang berada

di belakang rumah terdakwa.

Masyarakat ada yang mengetahui perbuatan terdakwa dan teman-

temannya saat mengkonsumsi sabu-sabu, yang kemudian melaporkan kepada

petugas Polwil Banyumas. Susanto dan Wiwid Priambodo selaku anggota

Reskrim Polwil Banyumas langsung menuju rumah terdakwa. Setelah

mengumpulkan informasi dan melihat situasi di sekitar rumah terdakwa,

kemudian Susanto dan Wiwid Priambodo melakukan penangkapan,

penggledahan dan penyitaan di rumah terdakwa. Saat penggledahan ditemukan

barang bukti berupa satu buah tas pinggang warna biru berlogo B, satu buah tas

ransel berwarna hitam dan satu bungkus rokok sampoerna mild yang berisi

Page 74: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

65

sepuluh batang rokok dan dua paket sabu-sabu. Kemudian terdakwa dan barang

bukti tersebut diamankan oleh pihak kepolisian untuk dilakukan pemeriksaan

lebih lanjut.

2. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum

Terdakwa didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan yang disusun

secara alternatif, yaitu sebagai berikut:

a. Dakwaan Pertama

Terdakwa pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB,

bertempat di rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01, Kecamatan

Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, yang merupakan daerah hukum

Pengadilan Negeri Purwokerto, tanpa hak atau melawan hukum memiliki,

menyimpan, menguasai atau menyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman.

Atas perbuatan tersebut, terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto

didakwa telah melanggar Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tentang Narkotika. Atau,

b. Dakwaan Kedua

Terdakwa pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB,

bertempat di rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01, Kecamatan

Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, yang merupakan daerah hukum

Pengadilan Negeri Purwokerto, tanpa hak atau melawan hukum telah

menyalahgunakan Narkotika Golongan I bagi diri sendiri.

Atas perbuatan tersebut, terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 127

ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Atau,

Page 75: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

66

c. Dakwaan Ketiga

Terdakwa pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB,

bertempat di rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01, Kecamatan

Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, yang merupakan daerah hukum

Pengadilan Negeri Purwokerto, dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindak

pidana sebagai dimaksud dalam Pasal 112, Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Atas perbuatan tersebut, terdakwa didakwa telah melanggar Pasal 131

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Pembuktian

Di persidangan hakim memeriksa beberapa alat bukti, yakni:

a. Keterangan Saksi

1. Saksi Susanto, S.H.

Saksi Susanto memberikan keterangan di bawah sumpah di depan

persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Saksi dalam persidangan menyatakan tidak kenal dan tidak ada

hubungan keluarga sedarah maupun semenda dengan terdakwa. Saksi juga

menyatakan sudah pernah diperiksa oleh Penyidik dan keterangan yang

diberikan benar dan saksi masih tetap pada keterangannya. Saksi adalah

seorang petugas Polisi, di mana pada hari rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar

pukul 10.00 WIB telah melakukan penangkapan terhadap seorang yang diduga

telah menyimpan atau memiliki sabu-sabu dan menggunakannya, yaitu

terdakwa, Elkana Efraim Pangalila bin Ferry Pangalila (terdakwa dalam

Page 76: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

67

perkara lain) dan Didi Setiawan (tidak dijadikan tersangka sebab urine negatif)

di rumah terdakwa yang beralamat di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01

Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten Banyumas. Penangkapan itu dapat

dilakukan karena sebelumnya sekitar pukul 08.00 WIB saksi mendapatkan

informasi melalui pesan singkat dari masyarakat bahwa di rumah terdakwa

sedang diadakan pesta narkoba, kemudian atas informasi tersebut saksi

bersama timnya yang dipimpim oleh Aiptu Subagyo langsung bergerak

kesasaran sesuai informasi yang didapat dan saat dilakukan penggrebekan

tersebut terdakwa sedang duduk bersama saksi Didi Setiawan dan Tanto

terlihat baru saja habis memakai sabu, sementara Elkana Efraim sedang tidur

di kamar belakang, lalu kemudian saksi bersama rekan saksi Wiwit melakukan

penangkapan terhadap terdakwa, Elkana Efraim, Didi Setiawan sedangkan

Tanto berhasil melarikan diri.

Saksi dan rekan melakukan pula penggeledahan di rumah terdakwa

dengan disaksikan istri terdakwa yaitu Sunarti dan ketua RT setempat yaitu

Hartono. Penggeledahan tersebut berhasil menemukan barang bukti berupa 1

buah tas pinggang warna biru hitam berlogo B, 1 buah tas ransel warna hitam

berisi baju, 1 bungkus rokok sampoerna mild yang berisi 10 batang rokok dan

2 paket serbuk kristal warna putih sabu-sabu. Menurut pengakuan terdakwa 2

(dua) paket sabu-sabu yang disimpan dalam tas kecil yang dibungkus dengan

rokok sampoerna mild tersebut asalnya dari Jakarta yang dibawa oleh Tanto

(DPO) dan Elkana Efraim ke Purwokerto atas suruhan Iwan untuk diberikan

kepada Tanto. Harga sabu-sabu di daerah Purwokerto lebih mahal dari pada di

Page 77: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

68

Jakarta yaitu di Purwokerto sekitar Rp. 1.500.00,- sedangkan di Jakarta Rp.

1.300.000,-. Saksi mengetahui dan membenarkan barang bukti yang

diperlihatkan di persidangan;

2. Saksi Hartono

Saksi Hartono memberikan keterangan di bawah sumpah di depan

persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Saksi di dalam persidangan menyatakan tidak kenal dan tidak ada

hubungan keluarga, sedarah maupun semenda dengan terdakwa. Saksi adalah

ketua RT di lingkungan tempat tinggal terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01

RW 01 Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas. Saksi pernah

memberikan keterangan di hadapan penyidik dan masih tetap dengan

keterangannya. Pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB

pihak kepolisian telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa, Elkana

Efraim, dan saksi Didi, sedangkan Tanto melarikan diri di rumah terdakwa di

Kelurahan Teluk RT 01 RW 01 Kecamatan Purwokerto Selatan Kabupaten

Banyumas. Saksi mengetahui kejadian tersebut karena saksi sebagai ketua RT

dimintai tolong oleh petugas kepolisian untuk menjadi saksi dalam

penggeledahan dan penyitaan di rumah terdakwa.

Pada saat penggledahan tersebut saksi melihat petugas berhasil

menemukan barang bukti berupa dua paket/plastik kecil yang berisi serbuk

putih yang diduga sabu-sabu dalam bungkus rokok sampoerna mild yang

disimpan dalam tas kecil warna biru hitam. Tas biru hitam tersebut ditemukan

oleh petugas kepolisian di kamar belakang rumah terdakwa di tempat

Page 78: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

69

terdakwa tidur. Saksi menyatakan mengetahui dan membenarkan barang bukti

yang diperlihatkan di persidangan.

3. Saksi Wiwid Priambodo

Saksi Wiwid Priambodo memberikan keterangan di bawah sumpah di

depan persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Saksi dalam persidangan menyatakan tidak kenal dan tidak ada

hubungan keluarga, sedarah, maupun semenda dengan terdakwa. Saksi pernah

diperiksa oleh Penyidik dan keterangan yang diberikan benar dan saksi masih

tetap pada keterangannya. Saksi adalah petugas kepolisian yang bersama

rekannya yang lain dari Subbag Reskrim yaitu Subagyo, Susanto, Beny

Rudianto dan Ardi Widianto pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul

10.00 WIB telah melakukan penangkapan terhadap terdakwa, Didi Setiawan

dan saksi Elkana Efraim Pangalila. Sementara Tanto berhasil melarikan diri di

rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01 Kecamatan Purwokerto

Selatan, Kabupaten Banyumas.

Penangkapan dilakukan karena sebelumnya sekitar pukul 08.00 WIB

mereka telah mendapatkan informasi melalui pesan singkat dari masyarakat

bahwa di rumah terdakwa sedang diadakan pesta narkoba, kemudian atas

informasi tersebut bersama timnya yang dipimpin oleh Aiptu Subagyo

bergerak ke sasaran sesuai dengan informasi yang didapat dan berhasil

menangkap terdakwa yang sedang duduk bersama Didi Setiawan dan Tanto

(melarikan diri) yang terlihat baru saja memakai sabu, serta Elkana Efraim

yang sedang tidur di kamar belakang di rumah terdakwa. Setelah dilakukan

Page 79: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

70

penggledahan di rumah terdakwa berhasil ditemukan satu buah tas pinggang

warna biru hitam berlogo B, satu buah tas ransel warna hitam berisi baju, satu

bungkus rokok sampoerna mild yang berisi 10 batang rokok dang dua paket

serbuk kristal warna putih yang diduga sabu-sabu.

Menurut pengakuan Elkana Efraim, dua paket sabu-sabu yang

disimpan dalam tas kecil yang dibungkus dengan rokok sampoerna mild

tersebut asalnya dari Jakarata dan Tanto (DPO) dan saksi Elkana Efraim yang

membawanya ke Purwokerto atas suruhan Iwan dan rencananya akan dijual

oleh Tanto karena sabu-sabu di daerah Purwokerto lebih mahal dari pada di

Jakarta. Jika di Jakarta seharga Rp. 1.300.000,- , sedangkan di Purwokerto Rp.

1.500.00,-. Tanto mendapatkan sabu tersebut dari Iwan di Jakarta dan Elkana

Efraim yang disuruh oleh Iwan untuk mengantar sabu tersebut kepada Tanto

di rumah terdakwa. Pekerjaan Elkana Efraim adalah seniman dan tidak

mempunyai ijin untuk membawa dan menyerahkan sabu tersebut kepada

Tanto. Pada saat saksi datang ke rumah terdakwa untuk melakukan upaya

penangkapan posisinya ketika itu terdakwa, Tanto (melarikan diri) dan Didi

sedang berada di ruang depan televisi sedangkan Elkana Efraim tidur di kamar

belakang rumah terdakwa. Saksi mengetahui dan membenarkan barang bukti

yang diperlihatkan di persidangan.

4. Saksi Elkana Efraim bin Ferry Pangalila

Saksi Elkana Efraim bin Ferry Pangalila memberikan keterangan di

bawah sumpah di depan persidangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Page 80: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

71

Pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi

bersama dengan terdakwa dan Didi Setiawan telah ditangkap oleh saksi

Susanto, Wiwid dan rekan-rekannya yang tergabung sebagai petugas Polisi

dari tim Subbag Reskrim Polwil Banyumas dalam suatu penggrebekaan di

rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01 Kecamatan Purwokerto

Selatan Kabupaten Banyumas. Pada saat petugas datang melakukan

penggrebekan di rumah terdakwa, saksi Didi Setiawan, dan Tanto (melarikan

diri) yang sedang mengobrol di ruang depan televisi, sedangkan saksi sendiri

tidur di kamar belakang.

Saksi sebelum tidur sempat melihat terdakwa dan Tanto

mempersiapkan alat semacam bong untuk mengkonsumsi sabu, akan tetapi

saksi tidak tahu saat mereka mengkonsumsinya karena saksi tidur, dan inisiatif

memakai sabu tersebut setahu saksi datangnya dari Tanto. Saksi telah

mengenal terdakwa dua minggu sebelumnya yaitu pada sekitar bulan Mei

2010 di rumah terdakwa, ketika itu saksi dikenalkan oleh Tanto setelah saksi

memberikan paket ekstasi kepada tanto di sebuah hotel di Baturaden lalu saksi

diajak ke rumah terdakwa.

Kronologis kejadian menurut saksi adalah berawal pada hari Selasa 8

Juni 2010 sekitar pukul 20.00 WIB saksi bertemu dengan Tanto di terminal

bus Bekasi untuk menyerahkan barang (sabu-sabu) pesanannya, tetapi Tanto

tidak mau diserahkan di tempat itu. Tanto meminta saksi untuk membawa

barang tersebut sampai ke Purwokerto dan akan diberi imbalan, sehingga

kemudian sekitar pukul 21.00 WIB, saksi bersama Tanto berangkat ke

Page 81: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

72

Purwokerto dengan menggunakan kereta api. Saksi dan Tanto sampai di

Purwokerto pagi hari, dan kemudian sudah dijemput oleh terdakwa di stasiun

kereta api, dan selanjutya dengan menggunakan sepeda motor berboncengan

bertiga pergi ke rumah terdakwa dan sempat mampir ke warung makan

membeli nasi bungkus kemudian dilanjutkan ke rumah terdakwa lagi.

Sesampai di rumah terdakwa, saksi langsung tidur di kamar belakang

terdakwa.

Pada saat petugas kepolisian menggerebek pada hari Rabu tanggal 9

Juni 2010 saksi sedang tidur dan sewaktu dilakukan penggledahan sabu-sabu

ditemukan di dalam kamar terdakwa, di tempat saksi tidur dalam bungkus

rokok sampoerna mild yang disimpan dalam tas kecil warna biru milik Tanto.

Sabu-sabu yang ditemukan di rumah terdakwa saksi yang membawa dari

Jakarta karena disuruh oleh iwan untuk diserahkan kepada Tanto. Saksi telah

dua kali mengantar barang terlarang tersebut itu kepada Tanto atas suruhan

Iwan, yaitu yang pertama berupa ekstasi sekitar bulan Mei tahun 2010 di

sebuah hotel di kawasan Baturaden dengan mendapatkan upah sebesar Rp

200.000,- sedangkan kedua pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 berupa sabu-

sabu sebanyak dua paket yang saksi tidak tahu beratnya di rumah terdakwa

tersebut tetapi sebelum mendapatkan upah yang dijanjikan sebesar

Rp.300.000,- itu baru akan diberikan saat saksi akan pulang ke Jakarta.

Mengenai bagaimana prosesnya Tanto memesan narkotika kepada Iwan

tersebut saksi tidak tahu, yang saksi ketahui hanya bila ada pemesanan dari

Page 82: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

73

Tanto pasti saksi yang disuruh mengantar oleh Iwan. Saksi mengetahui dan

membenarkan barang bukti yang diperlihatkan di persidangan.

Keterangan saksi dalam Berita Acara Penyidikan (BAP) yang dibacakan di

depan persidangan:

5. Saksi Stefanus Dwi Yohanan, dalam Berita Acara Penyidikan memberikan

keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 06.30 WIB saksi

sedang tidur di rumah dan terbangun karena mendengar suara telepon dari

terdakwa, namun saksi tidak mengangkat panggilan tersebut. Sekitar jam

07.01 WIB saksi mendapat pesan singkat dari terdakwa yang isinya saksi

ditawari film baru dan bagus, maksud dari pada itu adalah “sabu-sabu”, dan

saksi balas pesan singkat terdakwa sekitar pukul 10.34 WIB dengan kata-kata

“tidak punya uang dan mungkin lusa saksi akan ke tempat terdakwa.

Sekitar pukul 12.00 WIB, saksi pergi ke Purwokerto untuk mencari

teman bernama saudara Aji, karena tidak ketemu saksi beristirahat di toko

Aroma Purwokerto. Pada saat itu pula saksi menelpon terdakwa untuk

memesan sabu-sabu sebanyak satu paket namun tidak diangkat oleh terdakwa,

dan yang datang adalah petugas Kepolisian. Kemudian saksi dibawa ke kantor

Polisi untuk dimintai keterangan. Saksi kenal dengan terdakwa sekitar bulan

November tahun 2009 bertempat di rumah terdakwa sendiri karena dikenalkan

oleh teman dengan keperluan untuk membeli sabu-sabu kepada terdakwa.

Setelah kejadian itu hampir sebulan sekali saksi membeli sabu-sabu kepada

terdakwa. Saksi pernah membeli sabu-sabu kepada terdakwa sebanyak tujuh

Page 83: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

74

kali dengan jumlah masing-masing sebanyak satu paket dengan harga Rp.

1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah). Saksi mengetahui dari terdakwa

bahwa sabu-sabu yang terdakwa jual kepada saksi sebelumnya diperoleh

terdakwa dari orang di Kebumen.

6. Saksi Didi Setiawan bin Yanto Setiawan, dalam Berita Acara Penyidikan

memberikan keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Pada hari rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 10.00 WIB saksi

bersama terdakwa ditangkap oleh petugas pada saat dilakukan penggrebekan

di rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01, Kecaman Purwokerto

Selatan, Kabupaten Banyumas. Saksi datang ke rumah terdakwa sekitar pukul

08.30 WIB karena sebelumnya sudah ditelepon oleh Tanto. Pada saat saksi

sampai di rumah terdakwa, saksi melihat terdakwa dan Tanto sedang duduk di

ruang tamu. Saksi ditawari oleh Tanto untuk menghisap sabu-sabu yang sudah

siap untuk dihisap karena sudah sudah dibakar di atas pipet kaca, kemudian

saksi menerima tawaran Tanto. Saksi menghisab sabu-sabu dengan

menggunakan bong yang dibuat dari botol kecil dimana pada tutupnya ditaruh

dua buah sedotan untuk menghisab sabu-sabu. Saksi tidak mengetahui pemilik

dari sabu-sabu dan bong yang sedang dikonsumsi tersebut, dan saksi juga

tidak mengetahui dari mana sabu-sabu itu berasal. Saksi menyatakan bahwa

saksi dan terdakwa tidak memiliki ijin pada waktu menggunakan sabu-sabu

tersebut.

b. Surat

Page 84: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

75

Alat bukti surat pada perkara ini adalah Berita Acara Pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik dari Laboratorium Forensik Cabang Semarang Nomor

Lab: 650/KNF/VI/2010 tanggal 14 Juni 2010, yang menerangkan bahwa urine

milik terdakwa mengangdung Metamfetamina terdaftar dalam Golongan I nomor

urut 61 Lampiran Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika.

c. Petunjuk

Berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, merumuskan

pengertian petunjuk sebagai berikut:

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan

tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak

pidana dan siapa pelakunya.”

Selanjutnya dalam ayat (2) nya menyatakan bahwa petunjuk dapat

diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan

ketentuan KUHAP tersebut di atas dikaitkan dengan fakta-fakta yang terungkap

dalam pemeriksaan di persidangan baik dari keterangan para saksi maupun dari

keterangan terdakwa sendiri, maka telah terdapat adanya persesuaian keadaan

baik antara keterangan saksi yang satu dengan keterangan saksi yang lainnya

maupun adanya persesuaian antara keterangan saksi dengan keterangaan

terdakwa serta persesuaian antara keterangan saksi, keterangan terdakwa dan alat

bukti surat yang ada. Oleh karena itu, berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat (1)

dan ayat (2) KUHAP tersebut telah diperoleh alat bukti petunjuk yang

menandakan telah terjadinya tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa

Khaerudin alias Rudin bin Suripto sebagai pelakunya.

Page 85: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

76

d. Keterangan Terdakwa

Terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto, di persidangan memberikan

keterangan yang pada pokoknya sebagai berikut:

Terdakwa di dalam persidangan menyatakan mengerti dan tidak keberatan

atas dakwaan dari Penuntut Umum. Terdakwa dalam perkara yang sedang

disidangkan benar didampingi oleh seorang Penasihat Hukum. Terdakwa pernah

memberikan keterangan di hadapan Penyidik dan keterangan yang terdakwa

berikan tersebut sudah benar semua.

Pada hari Senin tanggal 7 Juni 2010 sekitar pukul 13.00 WIB terdakwa

mengantarkan saudara Intanto yang akan pergi ke Jakarta di Terminal Bus

Purwokerto. Pada hari Selasa 8 Juni 2010 sekitar pukul 11.00 WIB saudara

Intanto mengirim pesan singkat kepada terdakwa dengan menanyakan kepada

terdakwa, apakah terdakwa akan ikut untuk mentrasnfer uang untuk membeli

sabu-sabu atau tidak, dan kemudian dibalas oleh terdakwa tidak, karena terdakwa

tidak memiliki uang.

Pada hari Rabu tanggal 9 Juni 2010 sekitar pukul 04.45 WIB saudara

Intanto menelpon terdakwa dan meminta terdakwa untuk menjemputnya di

Stasiun Purwokerto. Kemudian terdakwa menuju stasiun dan setelah sekitar 10

menit kemudian saudara Intanto sampai di stasiun, dan ternyata datang bersama

dengan saksi Elkana. Terdakwa, Intanto dan Elkana bersama-sama berboncengan

bersepeda motor menuju ke rumah terdakwa di Kelurahan Teluk RT 01 RW 01,

Kecamatan Purwokerto Selatan, Kabupaten Banyumas, dan sebelumnya bertiga

sempat mampir untuk membeli sarapan. Setelah sampai kemudian mereka bertiga

Page 86: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

77

sarapan. Setelah selesai sarapan kemudian Tanto pergi keluar dari rumah terdakwa

untuk membeli peralatan sabu-sabu sedangkan saksi Elkana tidur di kamar

belakang rumah terdakwa. Setengah jam kemudian Tanto kembali ke rumah

terdakwa dengan membawa minuman kemasan botol, 3 sedotan warna putih dan

pipet. Tanto dan terdakwa selanjutnya menyiapkan peralatan untuk

mengkonsumsi sabu-sabu. Terdakwa bertugas untuk membuat bong dari botol

minuman kemasan dengan cara dilubangi kecil dengan gunting dan dimasukkan

dua buah sedotan, yang satu untuk disedot sedangkan yang lain untuk

disambungkan ke pipet. Tanto bertugas untuk membuat alat untuk membakar

dengan menggunakan korek api yang dibuka tutupnya dan disambungkan dengan

grenjeng rokok yang sudah digulung kecil dan selanjutnya diatur apinya agar

nyalanya kecil.

Ketika peralatan untuk mengkonsumsi sabu-sabu sudah siap, kemudian

terdakwa dan Tanto mulai menggunakan sabu-sabu tersebut dengan

disedot/dihisap, dimana yang pertama memakai adalah Tanto kemudian barulah

terdakwa. Setelah terdakwa menghisap tiga kali hisapan saksi Didi Setiawan

datang ke rumah terdakwa setelah sebelumnya ditelpon oleh Tanto, kemudian

mereka bertiga secara bergantian memakai sabu tersebut. Setelah selesai memakai

sabu-sabu tersebut, kemudian peralatan berupa bong dibuang ke sungai oleh

terdakwa. Sungai tersebut berada tepat di belakang rumah terdakwa. Selanjutnya

petugas datang untuk menangkap terdakwa. Terdakwa menyatakan memang

sudah lama memakai sabu-sabu, dan memang benar pernah dihukum dalam

masalah narkoba pada tahun 2009 dengan hukuman selama satu tahun penjara.

Page 87: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

78

e. Barang bukti

Barang bukti yang diajukan di persidangan dalam perkara ini adalah:

1. 1 (satu) buah tas pinggang warna biru berlogo B.

2. 1 (satu) buah tas ransel warna hitam berisi baju.

3. 1 (satu) bungkus rokok Sampoerna Mild berisi 10 batang rokok dan 2 (dua)

paket serbuk Kristal warna putih (satu paket sisa pemakaian).

4. 1 (satu) buah gunting.

5. 1 (satu) korek api warna kuning merk Tokai.

6. 1 (satu) buah tube plastik berisi urine Khaerudin alias Rudin bin Suripto.

7. 1 (satu) buah tube plastik berisi urine Elkana Efraim Pangalila.

8. 1 (satu) buah tube plastik berisi urine Didi Setiawan bin Yanto Setiawan.

Barang bukti tersebut telah disita secara sah menurut hukum, oleh

karenanya dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian. Majelis hakim telah

memperhatikan pula barang bukti tersebut baik kapada para saksi maupun

kepada terdakwa, dimana mereka telah membenarkannya. Oleh karena itu,

berdasarkan ketentuan Pasal 181 jo Pasal 184 ayat (1) d jo Pasal 188 ayat (1) dan

(2) KUHAP merupakan alat bukti yang berupa petunjuk.

4. Tuntutan Penuntut Umum

Penuntut Umum dalam perkara Putusan nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt,

menuntut agar Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto yang memeriksa dan

mengadili perkara memutuskan bahwa terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto

terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri”, sebagaimana tertuang

Page 88: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

79

dalam Pasal 127 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika. Kemudian menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Khaerudin

alias Rudin bin Suripto selama 2 (dua) tahun, dengan permintaan agar terdakwa

tetap ditahan.

5. Putusan Pengadilan

a. Dasar Pertimbangan Hukum Hakim

Menimbang, berdasarkan keterangan para saksi dan keterangan terdakwa

yang saling bersesuaian, dihubungkan dengan alat bukti surat berupa Berita

Acara Labolatoris Kriminalistik dan barang bukti yang diajukan dalam perkara

ini, yang kemudian memunculkan fakta-fakta hukum dalam persidangan.

Rumusan Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika, mengandung dua unsur, yaitu:

1. Setiap Orang;

Menimbang, unsur “setiap orang” dalam perkara ini ditujukan kepada

orang perorangan, hal ini sesuai sebagaimana dari fakta-fakta di persidangan

bahwa yang diajukan oleh Penuntut Umum sebagai terdakwa dalam perkara ini

adalah Khaerudin alias Rudin bin Suripto, dan terdakwa tersebut dapat

mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri

(pertanggungjawaban pribadi). Terdakwa di dalam persidangan telah

membenarkan identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan Penuntut

Umum, sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar ditujukan kepada

terdakwa tersebut di atas, sehingga tidak salah orang (error in persona). Guna

menentukan apakah terdakwa dapat dikatakan sebagai orang yang melakukan

Page 89: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

80

tindak pidana atau sebagai pelaku tindak pidana ini tentunya akan dibuktikan

dalam persidangan;

2. Menyalahgunakan Narkotika Golongan I.

Menimbang, maksud dari “penyalahguna” adalah orang yang

menyalahgunakan narkotika tanpa hak dan atau melawan hukum. Sesuai fakta-

fakta hukum dalam persidangan, terdakwa telah mengkonsumsi sabu-sabu

bersama Intanto alias Tanto dan Didi Setiawan bin Yanto Setiawan adalah milik

Tanto yang dibeli dari Jakarta, dan terdakwa mengkonsumsi sabu-sabu tersebut

atas ajakan Intanto. Sabu-sabu yang terdakwa konsumsi adalah termasuk

Narkotika Golongan I sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaaan Labolatoris

Kriminaistik. Narkotika tersebut dilarang untuk dikonsumsi.

Menimbang, berdasarkan pertimbangan hukum di atas, majelis hakim

berpendapat unsur “Menyalahgunakan Narkotika Golongan I” ini telah terpenuhi.

Unsur dari Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tetang

Narkotika telah terpenuhi, maka perbuatan terdakwa telah terdbukti secara sah

dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam

dakwaan kedua Penuntut Umum yang kualifikasinya akan dirumuskan dalam

amar putusan. Oleh karena dalam perkara ini tidak memenuhi persyaratan yang

ditentukan Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 04 Tahun 2010, maka

majelis hakim tidak menempatkan terdakwa dalam rehabilitasi medis maupun

rehabilitasi sosial.

Menimbang, majelis hakim selanjutnya mempertimbangkan apakah

terhadap pribadi dan perbuatan terdakwa ada alasan penghapus atau peniadaan

Page 90: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

81

pidana baik alasan pemaaf atau alasan pembenar, sehingga berakibat dapat atau

tidaknya terdakwa mempertanggungjawabkan perbuatannya. Alasan pemaaf

(schuld uitsluitings gronden) adalah bersifat subyektif dan melekat pada diri

terdakwa/pelaku, khususnya mengenai sikap batin sebelum atau pada saat akan

berbuat, dan telah diatur dalam Pasal 44 ayat (1),48, 49 ayat (2), dan 51 ayat (2)

KUHP. Selama proses persidangan majelis hakim tidak menemukan keadaan-

keadaan sebagaimana ketentuan pasal-pasal di atas, sehingga terdakwa

dikategorikan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Menimbang, berkaitan dengan alasan pembenar (rechtvaardingungs

gronden) adalah bersifat obyektif dan melekat pada perbuatan atau hal-hal lain di

luar batin pembuat, sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1), 50, dan Pasal 51

ayat (1) KUHP. Selama proses persidangan majelis hakim tidak menemukan

fakta-fakta yang membuktikan adanya keadaan-keadaan yang dirumuskan dalam

pasal-pasal tersebut di atas, sehingga tidak menghilangkan/menghapuskan sifat

melawan hukum dari perbuatan terdakwa. Pada saat persidangan juga tidak

ditemukan alasan-alasan penghapus pidana terhadap terdakwa, maka terdakwa

harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, dan telah terpenuhi syarat-syarat

penjatuhan pidana terhadap terdakwa;

Menimbang, majelis hakim sebelum menjatuhkan pidana pada diri

terdakwa tersebut, telah memperlihatkan sifat yang baik dan sifat yang jahat dari

terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta hal-hal yang memberatkan dan

Page 91: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

82

hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 197

ayat (1) KUHP;

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka

memberantas penyalahgunaan narkotika;

- Perbuatan terdakwa dapat dan berpotensi merusak generasi muda sebagai

harapan bangsa;

- Terdakwa sudah pernah dihukum dalam perkara narkotika;

Hal-hal yang meringankan:

- Terdakwa berlaku sopan di persidangan dan berterus terang sehingga

memperlancar proses persidangan;

- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi

perbuatan melawan hukum, sebagai wujud niat baik terdakwa;

- Terdakwa mempunyai tanggungjawab nafkah atas keluarga;

Oleh karenanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa telah setimpal

dengan perbuatan dan berat serta sifat kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa,

serta telah sesuai dengan rasa keadilan, baik keadilan hukum (legal justice)

maupun keadilan masyarakat (social justice), sehingga dengan pidana yang

dijatuhkan kepada terdakwa diharapkan akan menimbulkan efek jera (deterrent

effect) khususnya bagi terdakwa.

b. Amar Putusan

Page 92: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

83

1. Menyatakan terdakwa Khaeruddin alias Rudin bin Suripto telah terbukti

secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri”;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut di atas dengan pidana penjara

selama 1 tahun 6 bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa akan dikurangkan

seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;

5. Memerintahkan barang bukti berupa :

a. 1 (satu) buah gunting warna hitam;

b. 1 (satu) buah korek api warna kuning merk tokai;

c. 1 (satu) buah tube plastik berisi urine milik terdakwa Khaerudin alias

Rudin bin Suripto;

Dirampas untuk dimusnahkan;

d. 1 (satu) bungkus sampoerna mild berisi sepuluh batang rokok dan dua

paket sabu-sabu;

e. 1 (satu) buah tas pinggang warna biru berlogo B;

f. 1 (satu) buah tas ransel berwarna hitam berisi baju;

g. 1 (satu) tube plastik berisi urine milik Elkana Efraim Pangalila;

h. 1 (satu) tube plastik berisi urine Didi Setiawan bn Yanto Setiawan;

Dikembalikan kepada penuntut umum untuk dijadikan barang bukti

dalam perkara atas nama Elkana Efraim Pangalila bin Fery Pangalila;

Page 93: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

84

6. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

1.000,- (seribu rupiah)

Putusan tersebut diputuskan dalam Rapat Musyawarah Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Purwokerto pada hari Jumat, tanggal 29 Oktober 2010, oleh:

SOHE, S.H. M.H., sebagai Hakim Ketua Majelis, dengan ELLY TRI

PANGESTUTI, S.H., dan JULI HANDAYANI, S.H. M.H., masing-masing

sebagai Hakim Anggota. Putusan diucapkan pada hari Kamis, tanggal 4

Nopember 2010 oleh Hakim Ketua Majelis di atas, dengan didampingi hakim-

hakim anggota, dalam sidang yang terbuka untuk umum, dibantu oleh WAHID

HASYIM, S.H., sebagai Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut

serta dihadiri AGUS FIKRI, S.H., Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri

Purwokerto dan terdakwa dengan didampingi penasihat hukumnya.

B. PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang Putusan Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, maka dapat dianalisis sebagai berikut:

1. Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi dalam Berita Acara Penyidikan

Terhadap Tindak Pidana Narkotika di Sidang Pengadilan pada Perkara

Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.

Berkaitan dengan pembuktian di pengadilan, salah satu proses dalam

pembuktian adalah pemeriksaan saksi. Pengertian saksi menurut ketentuan Pasal

1 butir 26 KUHAP, merumuskan sebagai berikut:

“Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna

kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara

pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.”

Page 94: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

85

Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Keterangan saksi yang mempunyai nilai pembuktian ialah keterangan yang

sesuai dengan apa yang ditentukan dalam Pasal 1 butir 27 KUHAP, yang

merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang

berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia

dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut

alasan dari pengetahuannya itu.”

Pasal 160 ayat (3) KUHAP menyatakan bahwa sebelum memberikan

keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya

masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan

tidak lain dari pada yang sebenarnya. Pengucapan sumpah itu merupakan syarat

mutlak.60

Agar keterangan saksi dapat dinilai sebagai alat bukti, keterangan itu

harus yang “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal tersebut sesuai dengan

penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan demikian keterangan saksi yang

berisi penjelasan tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, atau

dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru bernilai sebagai alat

bukti apabila keterangan saksi itu dinyatakan di sidang pengadilan.

Beberapa syarat sahnya keterangan saksi agar keterangan saksi tersebut

dapat dianggap sah sebagai alat bukti yang memiliki nilai kekuatan pembuktian,

adalah sebagai berikut:

60

Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Jakarta:

Sinar Grafika., hlm 263.

Page 95: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

86

6. Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji.

Hal ini diatur dalam Pasal 160 ayat (3) KUHAP. Menurut rumusan

pasal tersebut, sebelum saksi memberikan keterangan wajib mengucapkan

sumpah atau janji. Adapun sumpah atau janji tersebut dilakukan menurut cara

agamanya masing-masing, lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan

memberikan keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain dari pada yang

sebenarnya.

Menurut rumusan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, pada prinsipnya sumpah

atau janji wajib diucapkan sebelum saksi memberikan keterangan. Akan tetapi

pada Pasal 160 ayat (4) KUHAP memberi kemungkinan untuk mengucapkan

sumpah atau janji setelah saksi memberikan keterangan. Berkaitan dengan hal

tersebut maka saat mengucapkan sumpah atau janji pada prinsipnya wajib

mengucapkan “sebelum” saksi memberikan keterangan, akan tetapi dalam hal

yang dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah atau janji dapat diucapkan

“sesudah” saksi memberikan keterangan.61

Mengenai saksi yang menolak mengucapkan sumpah atau janji,sudah

ditentukan dalam Pasal 161 KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

(3) Dalam hal saksi atau ahli tanpa alasan yang sah menolak untuk

bersumpah atau berjanji sebagai mana dimaksud dalam Pasal 160

ayat (3) dan ayat (4), maka pemeriksaan terhadapnya tetap

dilakukan, sedang ia dengan surat penetapan hakim ketua sidang

dapat dikenakan sandera di tempat rumah tahanan negara paling

lama empat belas hari.

(4) Dalam hal tenggang waktu penyanderaan tersebut telah lampau dan

saksi atau ahli tetap tidak mau disumpah atau mengucapkan janji,

maka keterangan yang telah diberikan merupakan keterangan yang

dapat menguatkan keyakinan hakim.

61

Ibid., hlm. 286.

Page 96: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

87

7. Keterangan saksi yang bernilai sebagai alat bukti.

Tidak semua keterangan saksi mempunyai nilai sebagai alat bukti.

Keterangan saksi yang mempunyai nilai sebagai alat bukti adalah keterangan

yang sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Pasal 1 angka 27 KUHAP yang

merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana

yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana

yang ia dengar sendiri, ia liat sendiri dan ia alami sendiri dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya itu”.

Penegasan rumusan Pasal 1 butir 27 KUHAP jika dihubungkan dengan

bunyi penjelasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

d. Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengarnya sendiri dalam

peristiwa pidana yang terjadi atau di luar yang dilihat atau dialaminya

dalam peristiwa pidana yang terjadi, keterangan yang diberikan di luar

pendengaran, pengelihatan, atau pengalaman sendiri mengenai suatu

peristiwa pidana yang terjadi, “tidak dapat dijadikan dan dinilai sebagai

alat bukti”. Keterangan semacam itu tidak mempunyai kekuatan nilai

pembuktian.

e. Testimonium de auditu atau keterangan saksi yang ia peroleh sebagai hasil

pendengaran dari orang lain, “tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti”.

Keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulangan dari apa

yang didengarnya dari orang lain, tidak dapat dianggap sebagai alat bukti.

Page 97: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

88

f. Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran, bukan

merupakan keterangan saksi. Penegasan ini sesuai dengan ketentuan Pasal

185 ayat (5) KUHAP. Oleh karena itu, setiap keterangan saksi yang

bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus dikesampingkan dari

pembuktian dalam membuktikan kesalahan terdakwa.

8. Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.

Supaya keterangan saksi dapat mempunyai nilai sebagai alat bukti,

keterangan tersebut harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal tersebut

sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, yang merumuskan

sebagai berikut:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di

sidang pengadilan”.

Mengenai hal tersebut, keterangan saksi yang berisi penjelasan tentang

apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, dan dialaminya sendiri

mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat bernilai sebagai alat bukti apabila

keterangan itu saksi nyatakan di sidang pengadilan. Keterangan yang

dinyatakan di luar sidang pengadilan (outside the court) bukan alat bukti,

sehingga tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan kesalahan terdakwa.

9. Keterangan seorang saksi saja dianggap tidak cukup.

Supaya keterangan saksi dapat dianggap cukup membuktikan kesalahan

terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya dengan dua

alat bukti. Dengan demikian keterangan seorang saksi saja barulah bernilai

sebagai satu alat bukti saja dan haus dicukupi dengan alat bukti yang lainnya.

Bertitik tolak Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang merumuskan sebagai berikut:

Page 98: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

89

“Keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa

terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya”.

Mengenai hal tersebut, keterangan seorang saksi saja belum dapat

dianggap sebagai alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan

terdakwa, atau “ unus testis nullus testis”.62

Hal tersebut berarti jika alat bukti

yang dikemukakan penuntut umum adalah kesaksian tunggal, maka keterangan

yang demikian tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang cukup untuk

membuktikan kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya.

Kembali lagi pada Pasal 185 ayat (2) KUHAP, dan berdasarkan hal

yang dijelaskan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

c. Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit harus

didukung oleh dua orang saksi.

d. Jika saksi yang ada hanya seorang saja maka kesaksian tunggal itu harus

dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat bukti lainnya, alat bukti

lainnya yaitu yang dinyatakan dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP.

10. Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.

Sering terdapat kekeliruan pendapat orang yang beranggapan dengan

adanya beberapa saksi dianggap keterangan saksi yang banyak itu telah cukup

membuktikan kesalahan terdakwa. Padahal pendapat yang seperti itu adalah

keliru. Tidak ada gunanya menghadirkan saksi yang banyak, jika keterangan

para saksi berdiri sendiri tanpa adanya hubungan antara yang satu dengan yang

lainnya, yang dapat mewujudkan suatu kebenaran akan adanya kejadian atau

62

Ibid., hlm. 288.

Page 99: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

90

keadaan tertentu. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (4)

KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri-sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai suatu alat bukti yang

sah, dengan syarat apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu

dengan yang lain sedemikian rupa. Sehingga dapat membenarkan

adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu”.

Dengan ketentuan pasal tersebut, jelaslah bahwa keterangan beberapa

orang saksi baru dapat dinilai sebagai alat bukti serta mempunyai kekuatan

pembuktian, apabila keterangan saksi tersebut mempunyai saling hubungan

serta saling menguatkan tentang kebenaran suatu keadaan atau kejadian

tertentu. Jika keterangan saksi yang banyak saling bertentangan satu dengan

yang lainnya, maka keterangan tersebut harus disingkirkan menjadi alat bukti,

sebab ditinjau dari segi hukum keterangan seperti itu tidak mempunyai nilai

pembuktian maupun kekuatan pembuktian.63

Dikaitkan dengan keterangan saksi dalam berita acara penyidikan yang

dibacakan oleh penuntut umum di persidangan pada Putusan Perkara Nomor

108/Pid,Sus/2010/PN.Pwt, bahwa menurut ketentuan Pasal 116 KUHAP

pemeriksaan saksi pada tingkat penyidikan tidak disumpah terlebih dahulu.

Begitu pula dengan keterangan saksi dalam perkara tersebut di atas yang tidak

disumpah terlebih dahulu. Pasal 116 ayat (1) KUHAP merumuskan sebagai

berikut:

“Saksi diperiksa dengan tidak disumpah kecuali apabila cukup alasan

untuk diduga bahwa ia tidak akan dapat hadir dalam pemeriksaan di

pengadilan”.

63

Ibid., hlm. 290.

Page 100: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

91

Keterangan saksi dalam berita acara penyidikan boleh dibacakan dalam

persidangan, ketika saksi yang bersangkutan tidak dapat hadir dalam persidangan

dengan memberikan alasan yang sah dan dapat diterima. Keterangan saksi yang

dibacakan dalam persidangan perkara tersebut yaitu keterangan dari saksi

Stefanus Dwi Yohanan dan saksi Didi Setiawan bin Yanto Setiawan. Ketentuan

mengenai hal tersebut di atas sesuai dengan ketentuan Pasal 162 ayat (1)

KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

“Jika saksi sudah memberikan keterangan dalam penyidikan meninggal

dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau

tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya atau

karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara , maka

keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan”.

Berkaitan dengan perkara tersebut di atas, kemudian apakah majelis

hakim terikat terhadap keterangan saksi yang dibacakan dalam persidangan

tersebut. Keterangan saksi yang seperti itu termasuk ke dalam alat bukti ataukah

tidak. Berdasarkan Pasal 185 ayat (1) KUHAP yang merumuskan sebagai

berikut:

“Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di

sidang pengadilan.”

Menurut pasal tersebut maka keterangan saksi dalam berita acara

penyidikan yang dibacakan di sidang pengadilan bukan merupakan alat bukti

menurut KUHAP. Namun, jika keterangan saksi yang dibacakan tersebut pada

saat memberikan keterangan ditingkat penyidikan disumpah terlebih dahulu,

maka keterangan saksi tersebut dapat dipersamakan nilainya dengan keterangan

saksi yang disampaikan di sidang pengadilan. Hal tersebut sesuai dengan Pasal

162 ayat (2) KUHAP, yang merumuskan sebagai berikut:

Page 101: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

92

“Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka

keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah

sumpah yang diucapkan di sidang.”

Keterangan saksi yang dibacakan dalam perkara di atas, pada saat

memberikan keterangan di tingkat penyidikan saksi tidak disumpah terlebih

dahulu. Jadi keterangan saksi tersebut tidak diberikan di bawah sumpah.

Berdasarkan ketentuan Pasal 162 ayat (2) di atas, maka keterangan saksi dalam

perkara tersebut tidak dapat dipersamakan nilainya dengan keterangan saksi yang

diucapkan di sidang pengadilan di bawah sumpah. Dengan demikian kekuatan

pembuktian keterangan saksi yang dibacakan tersebut tidak sama dengan

kekuatan pembuktian keterangan saksi yang disampaikan di sidang pengadilan di

bawah sumpah. Kedudukan keterangan saksi yang dibacakan tersebut juga tidak

memiliki kekuatan sebagai alat bukti. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal

185 ayat (1) KUHAP, yang sudah dijelaskan di atas.

Keterangan saksi yang tidak disumpah memang bukan merupakan alat

bukti, tetapi apabila keterangan tersebut memiliki kesesuaian dengan keterangan

dari saksi yang disumpah dapat digunakan sebagai tambahan alat bukti yang sah

lainnya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 185 ayat (7) KUHAP, yang

merumuskan sebagai berikut:

“Keterangan dari saksi yang tidak disumpah meskipun sesuai satu dengan

yang lain, tidak merupakan alat bukti, namun apabila keterangan itu

sesuai keterangan saksi yang disumpah dapat dipergunakan sebagai

tambahan alat bukti sah yang lain.”

Pasal tersebut jika dikaitkan dengan keterangan saksi yang dibacakan di

sidang pengadilan pada perkara nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, maka

keterangan yang dibacakan tersebut dapat sebagai tambahan alat bukti yang sah

Page 102: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

93

lainnya dalam pemeriksaan di sidang pengadilan tersebut. Dengan syarat bahwa

keterangan saksi yang dibacakan tersebut memiliki kesesuaian dengan

keterangan saksi lainnya yang memberikan keterangan di bawah sumpah. Hal

tersebut menunjukkan bahwa keterangan saksi yang dibacakan di depan

persidangan dapat menjadi salah satu tambahan alat bukti yang dapat

menguatkan keyakinan hakim dalam suatu pembuktian tindak pidana, dalam

perkara ini tindak pidana narkotika. Tambahan alat bukti tersebut tentunya hanya

sebagai pelengkap dalam pemeriksaan dipengadilan, maksudnya adalah harus

sudah memenuhi minimal alat bukti pembuktian dalam hukum acara pidana,

yang juga sudah ditentukan di dalam KUHAP yaitu pada Pasal 183 KUHAP.

Berkaitan dengan perkara tersebut, saksi yang telah memberikan

keterangan dalam pemeriksaan penyidikan dengan tidak disumpah, ternyata

kemudian ”tidak dapat dihadirkan” dalam persidangan dengan alasan yang sah

dan dapat diterima. Kemudian keterangan saksi yang terdapat dalam berita acara

penyidikan dibacakan di sidang pengadilan. Keterangan saksi dalam perkara

tersebut yang dibacakan adalah keterangan dari saksi Stefanus Dwi Yohanan dan

saksi Didi Setiawan bin Yanto Setiawan. Jika bertitik tolak dari ketentuan Pasal

162 ayat (2) dihubungkan dengan Pasal 185 ayat (7) KUHAP, nilai kekuatan

pembuktian yang melekat pada keterangan saksi yang dibacakan di sidang

pengadilan, sekurang-kurangnya dapat “dipersamakan” dengan keterangan saksi

yang diberikan di persidangan pengadilan tanpa sumpah.64

Jadi, sifatnya tetap

64

Op Cit. hlm. 292.

Page 103: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

94

tidak merupakan alat bukti, tetapi nilai kekuatan pembuktian yang melekat

padanya adalah:

I. Keterangan saksi dalam berita acara penyidikan yang dibacakan dalam

persidangan tersebut dapat diperguanakan untuk “menguatkan”

keyakinan hakim,

II. Keterangan saksi yang dibacakan tersebut dapat bernilai dan

dipergunakan sebagai “tambahan alat bukti” yang sah lainnya, sepanjang

keterangan saksi yang dibacakan mempunyai “saling kesesuaian”

dengan alat bukti yang sah tersebut dan alat bukti yang telah ada telah

memenuhi batas minimum pembuktian. Hal tersebut sesuai dengan

ketentuan Pasal 185 ayat (7) KUHAP.

2. Pertimbangan Hukum Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, tentang Tindak Pidana Narkotika.

Pembuktian merupakan salah satu proses yang sangat penting di dalam

pemeriksaan sidang suatu perkara. Pembuktian menurut M. Yahya Harahap 65

sebagai berikut:

“Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang dalam

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian

juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang

dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim dalam

membuktikan kesalahan yang didakwakan.”

Hakim dalam menjatuhkan putusan terhadap suatu perkara didasarkan

atas pertimbangan-pertimbangan hukum yang muncul di dalam persidangan.

Pertimbangan hukum hakim tersebut muncul dari fakta-fakta hukum yang

65

Ibid.. hlm. 273.

Page 104: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

95

muncul di persidangan dan mendasarkan pada alat-alat bukti yang diajukan

dalam persidangan. Semua hal tersebut muncul dalam proses pemeriksaan

khususnya pada saat pembuktian.

Hakim dalam menjatuhkan suatu putusan memenuhi syarat minimal

pembuktian yaitu sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah dan adanya

keyakinan hakim. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP,

yang merumuskan sebagai berikut:

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang, kecuali

apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia

memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi

dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 KUHAP tersebut mengantur untuk

menentukan salah tidaknya seorang terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana

kepada terdakwa, harus memenuhi syarat sebagai berikut:

c. Kesalahannya terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah. Jika pada saat pembuktian alat bukti yang sah kurang dari dua alat

bukti, maka majelis hakim tidak dapat menjatuhkan pidana kepada seorang

terdakwa.

d. Atas keterbuktian dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah,

majelis hakim memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar-benar

terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan suatu tindak

pidana. Apabila dengan dua alat bukti yang sah tersebut mejelis hakim

tidak memperoleh keyakinan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak

pidana yang didakwakan, maka dengan demikian majelis hakim juga tidak

Page 105: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

96

dapat menjatuhkan pidana kepada seorang terdakwa, walaupun sudah

memenuhi dua alat bukti.

Berkaitan dengan alat bukti yang sah sudah ditentukan secara limitatif

yaitu sesuai dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat-

alat bukti adalah:

f. Keterangan Saksi;

g. Keterangan Ahli;

h. Surat;

i. Petunjuk;

j. Keterangan Terdakwa.

Berdasarkan ketentuan Pasal 183 dan Pasal 184 ayat (1) KUHAP

tersebut di atas, maka hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap suatu perkara

sudah ditentukan bahwa harus sukurang-kurangnya mendasarkan dengan dua

alat bukti yang sah, dan dengan dua alat bukti yang sah tersebut hakim

memperoleh keyakinan bahwa seorang terdakwa telah bersalah melakukan

tindak pidana. Apabila hakim dengan dua alat bukti yang sah tersebut tidak

memperoleh keyakinan bahwa seorang terdakwa bersalah melakukan tindak

pidana, maka hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap terdakwa

tersebut. Alat bukti yang sah tersebut sudah ditentukan secara limitatif oleh

undang-undang, sehingga hakim tidak dapat secara bebas menentukan alat bukti

di luar yang sudah ditentukan oleh undang-undang.

Berkaitan dengan Putusan Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, bahwa

pertimbangan-pertimbangan hukum hakim didasarkan atas beberapa alat bukti

sebagai berikut:

1. Keterangan saksi

Page 106: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

97

Saksi yang dihadirkan dalam persidangan Perkara Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, sebanyak 4 orang saksi, yaitu saksi Susanto, saksi

Hartono, saksi Wiwit Priambodo, dan saksi Elkana Efraim Pangalila. Selain

keterangan saksi yang disampaikan di persidangan, ada juga keterangan saksi

di dalam berita acara penyidikan yang dibacakan oleh penuntut umum di

depan persidangan atas persetujuan terdakwa dan majelis hakim. Keterangan

saksi tersebut dibacakan karena saksi tidak dapat hadir dalam persidangan

dengan alasan yang sah dan dapat diterima. Walaupun keterangannya hanya

dibacakan di depan persidangan, akan tetapi keterangan tersebut memiliki

kesesuaian dan mendukung dengan keterangan saksi yang disampaikan

dipersidangan, sehingga dapat juga menjadi salah satu pertimbangan hakim,

walaupun sifatnya tidak mengikat. Keterangan saksi yang disampaikan di

depan persidangan antara saksi yang satu dengan saksi yang lain pun juga

saling bersesuaian dan saling mendukung sehingga keterangan para saksi

dapat dipergunakan sebagai salah satu dasar pertimbangaan hukum hakim

dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Khaerudin alias Rudin bin

Suripto.

2. Surat

Alat bukti surat dalam perkara ini adalah Berita Acara Pemeriksaan

Laboratoris Kriminalistik dari Laboratorium Forensik Cabang Semarang

Nomor Lab : 650/KNF/VI/2010 tanggal 14 Juni 2010, yang menerangkan

bahwa urine milik terdakwa mengandung Metamfetamina yang terdaftar

Page 107: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

98

dalam Golongan I nomor urut 61 Lampiran Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

3. Petunjuk

Berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat (1) KUHAP, merumuskan

pengertian petunjuk sebagai berikut:

“Petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana dan siapa pelakunya.

Selanjutnya dalam ayat (2) nya menyatakan bahwa petunjuk dapat

diperoleh dari keterangan saksi, surat, dan keterangan terdakwa. Berdasarkan

ketentuan KUHAP tersebut diatas dikaitkan dengan fakta-fakta yang

terungkap dalam pemeriksaan di persidangan baik dari keterangan para saksi

maupun dari keterangan terdakwa sendiri, maka telah terdapat adanya

persesuaian keadaan baik antara keterangan saksi yang satu dengan

keterangan saksi yang lainnya maupun adanya persesuaian antara keterangan

saksi dengan keterangaan terdakwa serta persesuaian antara keterangan saksi,

keterangan terdakwa dan alat bukti surat yang ada. Oleh karena itu,

berdasarkan ketentuan Pasal 188 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP tersebut telah

diperoleh alat bukti petunjuk yang menandakan telah terjadinya tindak pidana

yang didakwakan kepada terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto

sebagai pelakunya.

4. Keterangan Terdakwa

Terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto dalam persidangan juga

memberikan keterangan berkaitan dengan tindak pidana yang didakwakan

Page 108: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

99

kepadanya. Terdakwa dalam perkara ini mengakui bahwa telah melakukan

salah satu tindak pidana yang didakwakan oleh penuntut umum kepadanya.

Keterangan terdakwa juga memiliki kesesuaian dengan keterangan para saksi.

Hal tersebut dapat digunakan oleh hakim sebagai salah satu pertimbangan

dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa.

Selain alat bukti tersebut di atas majelis hakim juga memiliki

pertimbangan-pertimbangan non yuridis yaitu hal-hal yang meringankan dan

hal-hal yang memberatkan. Sebelum menjatuhkan pidana pada diri terdakwa

tersebut, majelis hakim akan memperlihatkan sifat yang baik dan sifat yang

jahat dari terdakwa sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta hal-hal yang

memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi diri terdakwa sesuai dengan

ketentuan Pasal 197 ayat (1) KUHP;

Hal-hal yang memberatkan:

- Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka

memberantas penyalahgunaan narkotika;

- Perbuatan terdakwa dapat dan berpotensi merusak generasi muda sebagai

harapan bangsa;

- Terdakwa sudah pernah dihukum dalam perkara narkotika;

Hal-hal yang meringankan:

- Terdakwa berlaku sopan dipersidangan dan berterus terang sehingga

memperlancar proses persidangan;

Page 109: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

100

- Terdakwa menyesali perbuatannya dan berjanji tidak mengulangi lagi

perbuatan melawan hukum, sebagai wujud niat baik terdakwa;

- Terdakwa mempunyai tanggungjawab nafkah atas keluarga;

Oleh karenanya pidana yang akan dijatuhkan kepada terdakwa telah setimpal

dengan perbuatan dan berat serta sifat kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa,

serta telah sesuai dengan rasa keadilan, baik keadilan hukum (legal justice)

maupun keadilan masyarakat (social justice), sehingga dengan pidana yang

dijatuhkan kepada terdakwa diharapkan akan menimbulkan efek jera (deterrent

effect) khususnya bagi terdakwa.

Terdakwa dalam perkara ini dituntut dengan tuntutan Pasal 127 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal tersebut

mengandung dua unsur-unsur yang harus terpenuhi agar seorang terdakwa dapat

dipidanakan dengan menggunakan pasal tersebut. Jika dilihat dari unsur-unsur

Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

tersebut, maka berdasarkan fakta-fakta yang muncul dipersidangan, hakim

memiliki pertimbangan hukum terhadap unsur-unsur pasal tersebut sebagai

berikut:

1. Setiap Orang;

Unsur “setiap orang” dalam perkara ini ditujukan kepada orang

perorangan, hal ini sesuai sebagaimana dari fakta-fakta di persidangan

bahwa yang diajukan oleh Penuntut Umum sebagai terdakwa dalam perkara

ini adalah Khaerudin alias Rudin bin Suripto, dan terdakwa tersebut dapat

mempertanggungjawabkan terhadap perbuatan yang dilakukannya sendiri

Page 110: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

101

(pertanggungjawaban pribadi). Terdakwa di dalam persidangan telah

membenarkan identitas dirinya sebagaimana termuat dalam dakwaan

Penuntut Umum, sehingga orang yang dimaksud dalam perkara ini benar

ditujukan kepada terdakwa tersebut di atas, sehingga tidak salah orang

(error in persona). Untuk menentukan apakah terdakwa dapat dikatakan

sebagai orang yang melakukan tindak pidana atau sebagai pelaku tindak

pidana ini tentunya akan dibuktikan dalam persidangan.

2. Menyalahgunakan Narkotika Golongan I.

Maksud dari “penyalahguna” adalah orang yang menyalahgunakan

narkotika tanpa hak dan atau melawan hukum. Sesuai fakta-fakta hukum

dalam persidangan, terdakwa telah mengkonsumsi sabu-sabu bersama

Intanto alias Tanto dan Didi Setiawan bin Yanto Setiawan adalah milik

Tanto yang dibeli dari Jakarta, dan terdakwa mengkonsumsi sabu-sabu

tersebut atas ajakan Intanto. Sabu-sabu yang terdakwa konsumsi adalah

termasuk Narkotika Golongan I sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaaan

Labolatoris Kriminaistik. Narkotika tersebut dilarang untuk dikonsumsi.

Berdasarkan pertimbangan hukum di atas, majelis hakim

berpendapat unsur “Menyalahgunakan Narkotika Golongan I” ini telah

terpenuhi. Unsur dari Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun

2009 tetang Narkotika telah terpenuhi, maka perbuatan terdakwa telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

sebagaimana dalam dakwaan kedua Penuntut Umum yang kualifikasinya

akan dirumuskan dalam amar putusan. Di samping itu dalam perkara ini

Page 111: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

102

tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan Surat Edaran Mahkamah

Agung RI Nomor 04 Tahun 2010, maka majelis hakim tidak menempatkan

terdakwa dalam rehabilitasi medis maupun rehabilitasi sosial.

Selain pertimbangan pertimbangan majelis hakim di atas, masih ada

pertimbangan yang lainnya yaitu majelis hakim akan mempertimbangkan

berkaitan dengan pribadi dan perbuatan terdakwa ada alasan penghapus atau

peniadaan pidana baik alasan pemaaf atau alasan pembenar, yang akan berakibat

terhadap dapat atau tidaknya terdakwa mempertanggungjawabkan

perbuatannya.

Pertimbangan majelis hakim berkaitan dengan alasan pemaaf. Alasan

pemaaf (schuld uitsluitings gronden) adalah bersifat subyektif dan melekat pada

diri terdakwa/pelaku, khususnya mengenai sikap batin sebelum atau pada saat

akan berbuat, dan telah diatur dalam Pasal 44 ayat (1),48, 49 ayat (2), dan 51

ayat (2) KUHP. Selama proses persidangan majelis hakim tidak menemukan

keadaan-keadaan sebagaimana ketentuan pasal-pasal di atas, sehingga terdakwa

dikategorikan dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Pertimbangan majelis hakim berkaitan dengan alasan pembenar. Alasan

pembenar (rechtvaardingungs gronden) adalah bersifat obyektif dan melekat

pada perbuatan atau hal-hal lain di luar batin pembuat, sebagaimana diatur

dalam Pasal 49 ayat (1), 50, dan Pasal 51 ayat (1) KUHP. Selama proses

persidangan majelis hakim tidak menemukan fakta-fakta yang membuktikan

adanya keadaan-keadaan yang dirumuskan dalam pasal-pasal tersebut di atas,

Page 112: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

103

sehingga tidak menghilangkan/menghapuskan sifat melawan hukum dari

perbuatan terdakwa.

Majelis hakim memberi pertimbangan, karena pada saat dipersidangan

tidak ditemukan alasan-alasan penghapus pidana terhadap terdakwa Khaerudin

alias Rudin bin Suripto, maka terdakwa harus mempertanggungjawabkan

perbuatannya, dan telah terpenuhi syarat-syarat penjatuhan pidana terhadap

terdakwa.

Berdasarkan semua pertimbangan-pertimbangan majelis hakim di atas,

maka majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa sebagai berikut:

1. Menyatakan terdakwa Khaeruddin alias Rudin bin Suripto telah terbukti

secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

“menyalahgunakan narkotika golongan I bagi diri sendiri”;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa tersebut di atas dengan pidana

penjara selama 1 tahun 6 bulan;

3. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa akan

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4. Menetapkan terdakwa tetap dalam tahanan;Memerintahkan barang bukti

berupa :

a. 1 (satu) buah gunting warna hitam;

b. 1 (satu) buah korek api warna kuning merk tokai;

c. 1 (satu) buah tube plastik berisi urine milik terdakwa Khaerudin alias

Rudin bin Suripto;

Dirampas untuk dimusnahkan;

Page 113: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

104

d. 1 (satu) bungkus sampoerna mild berisi sepuluh batang rokok dan dua

paket sabu-sabu;

e. 1 (satu) buah tas pinggang warna biru berlogo B;

f. 1 (satu) buah tas ransel berwarna hitam berisi baju;

g. 1 (satu) tube plastik berisi urine milik Elkana Efraim Pangalila;

h. 1 (satu) tube plastik berisi urine Didi Setiawan bn Yanto Setiawan;

Dikembalikan kepada penuntut umum untuk dijadikan barang bukti

dalam perkara atas nama Elkana Efraim Pangalila bin Fery Pangalila;

5. Membebankan kepada terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar

Rp. 1.000,- (seribu rupiah)

Hakim dalam menjatuhkan putusan dalam Perkara nomor 108/

Pid.Sus/2010/PN.Pwt. tersebut telah mendasarkan pada fakta-fakta yuridis dan

non yuridis yang ada dalam persidangan, dan mendasarkan pada alat-alat bukti

yang sah yang diajukan dalam persidangan. Berdasarkan pertimbangan-

pertimbangan hakim tersebut, perbuatan terdakwa telah memenuhi rumusan Pasal

127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika,

sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan

tindak pidana penyalahgunaan narkotika Golongan I bagi diri sendiri.

Page 114: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

105

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan serta telaah terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor 108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam berita acara penyidikan (BAP)

terhadap tindak pidana narkotika di sidang pengadilan, pada putusan nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt.

Saksi yang telah memberikan keterangan dalam pemeriksaan

penyidikan dengan tidak disumpah dalam BAP, ternyata kemudian ”tidak

dapat dihadirkan” dalam persidangan dengan alasan yang sah dan dapat

diterima. Kemudian keterangan saksi yang terdapat dalam berita acara

penyidikan tersebut dibacakan di depan sidang pengadilan. Keterangan saksi

yang dibacakan dalam perkara tersebut adalah keterangan dari saksi Stefanus

Dwi Yohanan dan saksi Didi Setiawan bin Yanto Setiawan. Jika bertitik tolak

dari ketentuan Pasal 162 ayat (2) dihubungkan dengan Pasal 185 ayat (7)

KUHAP, nilai kekuatan pembuktian yang melekat pada keterangan saksi yang

dibacakan di sidang pengadilan, sekurang-kurangnya dapat “dipersamakan”

dengan keterangan saksi yang diberikan di persidangan pengadilan tanpa

sumpah. Jadi, sifatnya tetap tidak merupakan alat bukti, tetapi nilai kekuatan

pembuktian yang melekat padanya adalah:

Page 115: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

106

a. Keterangan saksi dalam berita acara penyidikan yang dibacakan dalam

persidangan tersebut dapat diperguanakan untuk “menguatkan”

keyakinan hakim.

b. Keterangan saksi yang dibacakan tersebut dapat bernilai dan

dipergunakan sebagai “tambahan alat bukti” yang sah lainnya, sepanjang

keterangan saksi yang dibacakan mempunyai “saling kesesuaian” dengan

alat bukti yang sah tersebut dan alat bukti yang telah ada telah memenuhi

batas minimum pembuktian. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal

185 ayat (7) KUHAP.

2. Pertimbangan-pertimbangan hukum hakim yang digunakan sebagai dasar

untuk menjatuhkan Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor

108/Pid.Sus/2010/PN.Pwt tentang perkara tindak pidana narkotika.

Hakim dalam menjatuhkan putusan tersebut telah mendasarkan pada

fakta-fakta yuridis dan non yuridis yang ada dalam persidangan, dan

mendasarkan pada alat-alat bukti yang sah yang diajukan dalam persidangan.

Alat bukti tersebut antara lain keterangan saksi, surat, petunjuk, dan

keterangan terdakwa. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan hukum hakim,

perbuatan terdakwa Khaerudin alias Rudin bin Suripto telah memenuhi

rumusan Pasal 127 ayat (1) huruf (a) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika, sehingga terdakwa telah terbukti secara sah dan

meyakinkan telah melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika

golongan I bagi diri sendiri, dan kemudian dijatuhi pidana penjara selama 1

(satu) tahun 6 (enam) bulan.

Page 116: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

107

B. Saran

1. Penuntut Umum diharapkan lebih teliti kembali pada saat menerima berkas

dari penyidik berkaitan dengan pemeriksaan saksi pada tingkat penyidikan.

Terutama berkaitan dengan dapat diduganya saksi tidak dapat hadir dalam

persidangan, sehingga apabila hal tersebut terjadi, penyidik dapat

memerintahkan agar saksi tersebut untuk memberikan keterangan di hadapan

penyidik di bawah sumpah.

2. Hakim pada saat menjatuhkan suatu putusan diharapkan agar lebih teliti dalam

mempertimbangkan semua alat-alat bukti yang diajukan dalam persidangan,

serta fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan baik yuridis maupun non

yuridis.

Page 117: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

108

Daftar Pustaka

Buku Literatur:

Hamzah, Andi. 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.

Harahap, M. Yahya. 2009. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP

Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan

Kembali. Jakarta: Sinar Grafika.

_______. 2010. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Penyidikan

dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika.

Ibrahim, Johnny. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.

Malang: Bayumedia Publishing.

Makaro, Taufik dkk. 2005. Tindak Pidana Narkotika. Bogor: Ghalia Indonesia.

Marzuki, Peter Mahmud. 2010. Penelitian hukum, Jakarta: Kencana.

Poernomo, Bambang. 1993. Pola Dasar Teori – Asas Umum Hukum Acara

Pidana dan Penegakan Hukum Pidana. Yogjakarta: Liberty.

Salam, Moch. Faisal.2001. Hukum Acara Pidana Dalam Teori Dan Praktek.

Bandung: Mandar Maju.

Soekanto, Soerjono 1981. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. 2011. Penelitian Hukum Normatif Suatu

Tinjauan Singkat. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sunarso, Siswanto. 2004. Penegakan Hukum Psikotropika Dalam Kajian

Sosiologi Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sutarto, Suryono. 1987. Sari Hukum Acara Pidana I. Jakarat: Yayasan Cendikia

Purna Dharma.

Wisnubroto, AL. 2002. Praktek Peradilan Pidana Proses Persidangan Perkara

Pidana. Jakarta. Galaxy Puspa Mega.

Peraturan Perundang-undangan:

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

________, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Page 118: PEMBUKTIAN KETERANGAN SAKSI DALAM BERITA ACARA …fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/bibliofile/ARDI MULYO SAYEKTI.pdf · ii lembar pengesahan skripsi pembuktian keterangan saksi

109

________, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

________,Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman.

________, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.