pemeliharaan ternak studi kasus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

studi kasus pemeliharaan ternak di kecamatan ciemas

Citation preview

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    84

    PEMELIHARAAN TERNAK KERBAU DALAM SISTEM USAHATANI TERHADAP PENDAPATAN KELUARGA DI

    KECAMATAN CIEMAS, KABUPATEN SUKABUMI S.RUSDIANA dan TATI HERAWATI

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Pajajaran Kav.E59 Bogor

    ABSTRAK

    Peranan usahaternak kerbau (Bubalus bubalus) dalam struktur pendapatan merupakan potensi yang besar terutama dalam pemanfaatan hamparan pertanian, lahan kosong perkebunan karet dan perkebunan kelapa. Suatu penelitian telah dilakukan di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat sesuai dengan informasi Dinas Peternakan setempat dan kriteria populasi ternak kerbau. Penetapan responden adalah secara acak sederhana. Lokasi yang dipilih adalah Desa Dampit dan Desa Mekarjaya yang mewakili hamparan pertanian (lahan kosong), perkebunan karet dan perkebunan kelapa. Wawancara dilakukan terhadap 20 petani responden di setiap desa. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi secara deskritif serta analisis ekonomi. Hasil penerimaan dari penjualan ternak kerbau selama satu tahun di tingkat petani di Desa Dampit rata-rata Rp 11.685.000/tahun, dan Desa Mekarjaya rata-rata Rp 13.485.000 keuntungan Rp 7.455.000/tahun dan Rp 7.725.000/tahun. Perhitungan tenaga kerja (Rp/HOK/tahun) Desa Dampit Rp 4.230.000/tahun (423/HOK/thn) dan Desa Mekarjaya Rp 5.760.000/thn (576/HOK/tahun). Berdasarkan perhitungan analisis B/C ratio usaha ternak kerbau memberikan keuntungan, di Desa Dampit 2,7% dan Desa Mekarjaya 2,4%. Penjualan ternak tertinggi di dua lokasi adalah dari hasil kontribusi penjualan kerbau jantan dewasa yang mencapai 36,4% dan 44,0%, jantan muda 18,2% dan 32,0% lebih menguntungkan usaha ternak kerbau di Desa Dampit cenderung diakibatkan alokasi tenaga kerja yang lebih rendah di banding di Desa Mekarjaya (digembalakan) yakni sebesar 144 Hok dan 445,5 Hok.

    Kata kunci: Pemeliharan kerbau, petani ternak, pendapatan keluarga

    PENDAHULUAN

    Populasi ternak kerbau (Bubalus bubalus) di Indonesia tercatat mencapai 2.246.607 ekor (DITJENAK, 2007) yang tersebar di beberapa wilayah dan di Propinsi Jawa Barat 152.884 ekor (3,9%) dan yang terbanyak terdapat di Kabupaten Sukabumi mencapai 69.347 ekor (DISNAK DATI I JAWA BARAT, 2007). Sistem pemeliharaan ternak kerbau di Indonesia masih diusahakan oleh petani kecil (peternakan rakyat) di wilayah pedesaan. Usaha ternak kerbau merupakan komponen penting dalam usahatani penduduk pedesaan karena pemeliharaan ternak kerbau dapat membantu pendapatan rakyat di pedesaan dengan pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia di sekitarnya (KUSNADI, 2004). Ternak kerbau adalah salah satu komoditas yang berfungsi sebagai sumber protein hewani bagi masyarakat, sebagai tabungan, tambahan penghasilan, sebagai tenaga kerja dan kotorannya bisa dijadikan sebagai sumber pupuk, dan sekaligus memberikan pendapatan

    bagi petani. (DEVENDRA, 1993) dan (SOEHARTO et al., 1981). Hal ini sesuai dengan pendapat SOEAHADJI (1992), bahwa ternak kerbau sebagai cabang usahatani dengan tingkat pendapatan 30-70% cabang usaha yang mengarah ke usaha semi komersial.

    Tantangan terbesar dalam produksi ternak adalah pakan, sedangkan faktor utama dalam menentukan produktivitas ternak kerbau adalah terjaminnya ketersediaan hijauan pakan yang bermutu. Untuk memenuhi kebutuhan hijauan pakan berbagai usaha telah banyak dilakukan seperti integrasi padi ternak atau pemanfaatan lahan perkebunan kelapa, perkebunan karet dan tanaman pangan (SUNARSO et al., 2005). Pada sistem tersebut dilakukan dengan memanfaatkan vegetasi alami yang tumbuh atau limbah tanaman sebagai sumber pakan (MANSYUR et al., 2005). Pada komoditas tanaman pangan biasanya yang dapat digunakan sebagai sumber pakan adalah sisa-sisa panen yang mempunyai nilai ekonomi, yang cukup baik, disamping jerami padi, limbah tanaman jagung, kedelai, kacang tanah,

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    85

    8360 jam

    ubi kayu, ubi jalar dan sebangsa kacang-kacangan.

    Sampai saat ini usaha ternak kerbau di pedesaan belum banyak mempertimbangkan aspek keuntungan di tingkat petani karena belum dipertimbangkan alokasi tenaga kerja keluarga melakukan analisis usaha. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dari usaha pemeliharaan ternak kerbau dalam pemanfaatan potensi lahan di kawasan perkebunan kelapa, perkebunan karet, lahan tegalan, dan lahan pertanian tanaman pangan untuk menghasilkan rekomendasi dalam upaya meningkatkan pendapatan keluarga.

    MATERI DAN METODE

    Penelitian ini dilakukan di dua desa yaitu Desa Dampit dan Desa Mekarjaya, Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi pada bulan September 2008. Pemilihan lokasi penelitian di Kecamatan Ciemas dilakukan sesuai dengan informasi Dinas Peternakan setempat dan sesuai dengan kriteria populasi ternak kerbau. Lokasi tersebut mewakili hamparan pertanian, perkebunan karet dan perkebunan kelapa. Survai dilakukan melalui wawancara berstruktur terhadap 20 petani responden dengan mengisi daftar pertanyaan (masing-masing 10 responden) Desa. Data yang terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan tabulasi secara deskritif serta analisis ekonomi R/C ratio dan analisis pendapatan. (SOEKARWATI, 1996; BOEDIONO, 1983); GITTINGER, 1986) dan biaya tenaga kerja keluarga (PRIYANTO, 2000) yang dapat dihitung dengan rumuskan:

    = TR TC Dimana : = Keuntungan (benefit)

    TR = Penerimaan total (Total Revenue)

    TC = Biaya total (Total Cost)

    B/C rasio TR TC

    Dimana: R/C = Imbangan Penerimaan dan Biaya

    TR = Penerimaan Total (Total Revenue)

    TC = Biaya Total (TotalCost)

    BTK = HOK x PBR

    Dimana: HOK = / tahun

    BTK = Biaya Tenaga Kerja/tahun HOK= Curahan tenaga kerja/tahun

    jam = Jumlah jam kerja yang dibutuhkan/hari

    8 = 8 jam kerja /hari (konversi tani) 360 = konversi ke 1 tahun (360 hari)

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Kondisi Umum Lokasi Penelitian

    Kabupaten Sukabumi terletak di wilayah Jawa Barat dengan luas wilayah 6.673.519 ha, suhu udara rata-rata berkisar antara 20 27oC. Kepadatan penduduk mencapai 850 jiwa/km2 dengan sebaran yang tidak merata pada setiap kecamatan. Tataguna lahan menunjukkan bahwa perkebunan merupakan bagian terbesar di daerah Sukabumi, dan menyusul kebun campuran dan lahan sawah. Keadaan ini menggambarkan bahwa daerah Sukabumi memiliki prospek pengembangan usahatani ternak, tanaman pangan, sayur, palawija dan perkebunan. Sebagian besar penduduk mempunyai mata pencaharian sebagai buruh tani dan petani. Usaha ternak merupakan usaha yang banyak digeluti penduduk, dengan jenis ternak yang diusahakan adalah kerbau, sapi, kambing, domba, ayam buras, ayam ras dan itik. Penggunaan lahan di Kecamatan Ciemas terlihat pada Tabel.1.

    Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi, merupakan daerah pertanian, lahan kosong perkebunan karet dan kelapa yang merupakan sumber pakan ternak ruminansia, seperti rumput gajah, brachiaria, glirisidia, lamtoro, kaliandra, rumput sawah, rumput raja, rumput lapangan, rumput raket, rumput jampang, alang-alang dan sisa limbah pertanian (tanaman jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, ubi kayu, dan jerami padi).

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    86

    Tabel 1. Penggunaan lahan di lokasi penelitian

    Lokasi Kecamatan Ciemas

    Desa Dampit (%) Desa Mekarjaya (%)

    Uraian

    Luas (ha) % Luas (ha) %

    Pertanian/sawah 76,35 9,21 89,55 10,47 Ladang 53,81 6,50 69,42 8,12 Pekarang/darat 58,93 7,11 56,99 6,67 Lahan kosong 85,75 10.35 89,83 10,51 Perkebunan karet 164,87 19,90 169,77 19,86 Perkebunan kelapa 167,31 20.20 171,05 20,09 Perkebunan teh 158,76 19,17 162,82 19,04 Hutan 32,54 3.93 45,63 5,34 Jumlah 828,32 100 855,06 100

    Desa Dampit dan Desa Mekarjaya mempunyai agroekosistem yang sama yakni agroekosistem lahan kering dataran tinggi. Penggunaan lahan di desa penelitian menunjukkan bahwa di Desa Dampit sebagian besar lahan didominasi oleh perkebunan (kelapa 20,2%, karet 19,9% dan teh 19,17%), sedangkan lahan pertanian berupa sawah sekitar 9,21%. Demikian halnya Desa Mekarjaya juga didominasi oleh lahan perkebunan (kelapa 20,20%, karet 19,86% dan teh 19,04%), dan lahan sawah hanya 10,47%. (Tabel 1). Lahan kosong yang belum dibudidayakan cukup luas yakni mencapai 85,75 ha (10,35%) dan 89,83 ha (10,51%) masing-masing di Desa Dampit dan Mekarjaya. Lahan tersebut yang potensi sebagai areal pengembangan usaha ternak sebagai dukungan sumber pakan.

    Pemeliharaan Ternak Kerbau di Petani

    Hamparan pertanian, lahan kosong (tegalan), perkebunan karet dan perkebunan kelapa banyak berkembang rumput lapangan dan limbah pertanian yang dapat mendukung perkembangan usaha ternak kerbau. Hal ini dicerminkan oleh adanya populasi ternak yang ada. Skala usaha ternak kerbau yang dipelihara

    oleh petani ternak mencapai rataan 4,2 ekor di Desa Dampit dan 4,3 ekor/KK di Desa Mekarjaya. Rataan penguasaan ternak kerbau yang dipelihara oleh petani responden terlihat pada Tabel 2.

    Tampak bahwa pada Desa Dampit status betina dewasa menduduki posisi teratas dalam jumlah mencapai 1,7 ekor (39,5%) dan Desa Mekarjaya dengan jumlah rata-rata 1,6 ekor (37,2%). Hal ini menunjukkan bahwa usaha yang di lakukan adalah pola usaha pembibitan walaupun masih dikembangkan secara tradisional. Sebagai suatu pola usaha pembibitan, penentu sumber pendapatan utama adalah hasil penjualan keturunannya, yang tergantung pada faktor pemeliharaan induk Peluang untuk memperbesar usaha ternak kerbau antara lain adalah dengan memperbesar jumlah induk.

    Alokasi Tenaga Kerja Keluarga

    Hasil survai menunjukkan besaran tenaga kerja keluarga yang dicurahkan untuk pemeliharaan ternak kerbau di dua lokasi dengan jumlah ternak yang dipelihara dapat dilihat pada Tabel 3.

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    87

    Tabel 2. Rata-rata pemeliharaan ternak kerbau di lokasi penelitian

    Lokasi Uraian

    Desa Dampit n-10 Desa Mekarjaya n-10

    Jumlah Rataan (ekor) %

    Jumlah Rataan (ekor)

    %

    Jantan dewasa 15 1,5 35,7 16 1,6 37,2 Betina dewasa 16 1,6 37.2 17 1,7 39,5 Jantan muda 6 0,6 13,9 5 0,5 11,6 Betina muda 5 0,5 11,6 5 0,5 9,6 Jumlah 42 4,2 100 43 4,3 100

    Curahan tenaga kerja usaha ternak kerbau

    di 2 lokasi cukup berbeda, masing-masing sebesar 423 HOK dan 576 HOK di Desa Dampit dan Desa Mekarjaya. Alokasi tenaga kerja tertinggi di Desa Dampit pengambilan rumput (279 HOK), sebaliknya di Desa Mekarjaya penggembalaan ternak (445,5 HOK). Hal ini menggambarkan sistem usaha yang berbeda, dimana di Desa Dampit ternak cenderung kandangkan, sedangkan di Desa Mekarjaya cenderung digembalakan, yang alokasi tenaga kerja penggembalaan relatif lebih tinggi karena lebih lama dibanding alokasi tenaga kerja untuk mengambil rumput.

    Hasil perhitungan tenaga kerja (Rp/HOK/tahun) menunjukkan total biaya

    tenaga kerja tertinggi di Desa Dampit Rp.4.230.000/tahun dan Desa Mekarjaya Rp.5.760.000/tahun. Sedangkan jenis pekerjaan yang banyak digunakan untuk memelihara kerbau di Desa Dampit waktu untuk mencari rumput dan di Desa Mekarjaya Rp.1.305.000/tahun (130,5/HOK/tahun) lebih banyak waktu yang digunakan untuk menggembalakan ternak kerbau. Petani ternak tersebut merasa untung, karena mempunyai alasan yaitu, mudah mencari rumput, mudah memelihara ternaknya karena daya dukung pakan tersedia, mudah menjual ternak dan kotoran bermanfaat untuk kesuburan tanaman.

    Tabel 3. Rata-rata alokasi tenaga kerja keluarga petani ternak di lokasi penelitian

    Desa Dampit (n =10) Jenis pekerjaan % Rata-rata

    (jam/hari) Tahun/hari

    (360) HOK/tahun Rp/tahun

    Mengambil hijauan 65,2 6,2 2.232 279 2.790.000 Digembalakan 34,8 3,2 1.152 144 1.440.000 Jumlah 100 9,4 3.384 423 4.230.000

    Desa Mekarjaya (n=10) Jenis pekerjaan % Rata-rata

    (jam/hari) Tahun/hari

    (360) HOK/tahun Rp/tahun

    Mengambil hijauan 22,4 2,9 1.044 130,5 1.305.000,- Digembalakan 77,6 9,9 3.564 445,5 4.455.000,-

    Jumlah 100 12,8 2.608 576 5.760.000,-

    Keterangan 8 jam kerja dihitung 1 (HOK) Rp 10.000,-

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    88

    Penjualan Ternak Kerbau

    Hasil survai di Desa Dampit bahwa penerimaan dari hasil pemeliharaan ternak kerbau dengan rataan pemilikan (4,2 ekor) dengan rataan penjualan mencapai 2,2 ekor/tahun, dengan nilai penjualan mencapai Rp.11.685.000/tahun/peternak. Dilihat dari status fisiologis terdiri dari jantan dewasa rata-rata 0,8 ekor (36,4%) dengan nilai Rp.5.400.000/tahun, betina dewasa rata-rata 0,7 ekor (31,8%) dengan nilai Rp.3.675.000/tahun, jantan muda rata-rata 0,4 ekor 18,2%) Rp.1.680.000/tahun, betina muda rata-rata 0,3 ekor (13,6%) dengan nilai Rp.120.000/tahun, Proporsi penjualan tertinggi terjadi pada ternak jantan dewasa.

    Penerimaan dari hasil penjualan ternak kerbau Desa Mekarjaya menyumbang total pendapatan sebesar Rp.14.365.000/ tahun/peternak, dengan rataan penjualan mencapai 2,5 ekor/tahun/peternak meliputi: jantan dewasa (1,1 ekor) senilai Rp.7.095.000/tahun (44,0%), betina dewasa (0,8 ekor) senilai Rp.4.200.000/tahun (32,0%),

    jantan muda (0,3 ekor) senilai Rp.1.245.000,-/tahun (12,0%), betina muda rata-rata 0,3 ekor Rp.945.000/tahun (12,0%), Sama halnya yang terjadi di Desa Dampit penjualan ternak tersebut terjadi pada ternak jantan dewasa, yakni mencapai Rp.5.400.000.

    Di lokasi penjualan ternak tertinggi relatif sama yakni pada ternak kerbau jantan masing-masing jantan dewasa (36,4%) dan 44,0%, jantan muda (18,2% dan 32,0%) masing-masing di Desa Dampit dan Mekarjaya. Kerbau jantan terlihat sebagai proporsi tertinggi yang dapat mendukung pendapatan usaha ternak (Tabel 4).

    Analisis Usaha Ternak Kerbau

    Hasil penerimaan dari penjualan ternak kerbau selama satu tahun di tingkat petani di Desa Dampit rata-rata Rp.11.685.000/tahun, dan di Desa Mekarjaya rata-rata Rp.13.485.000/tahun. Dibanding dengan hasil penelitian KUSNADI et al. (2005) yang menyatakan bahwa pendapatan dari hasil usaha

    Tabel 4. Rata-rata jumlah penjualan ternak kerbau selama satu tahun di lokasi penelitian

    Lokasi

    Desa Dampit (n = 10) Uraian Jumlah/(ekor) Rata-rata

    (ekor) Harga rata-rata

    (Rp/ekor) Hasil

    (Rp/tahun) %

    Jantan dewasa 8 0,8 6.750.000 5.400.000 36,4 Betina dewasa 7 0,7 5.250.000 3.675.000 31,8 Jantan muda 4 0,4 4.200.000 1.680.000 18,2 Betina muda 3 0,3 3.100.000 930.000 13.6 Jumlah 22 2,2 - 11.685.000 100

    Desa Mekarjaya (n = 10) Uraian Jumlah (ekor) Rata-rata

    (ekor) Harga rata-rata

    (Rp/ekor) Hasil

    (Rp/tahun) %

    Jantan dewasa 11 1.1 6.450.000,- 7.095.000 44,0 Betina dewasa 8 0,8 5.250.000.- 4.200.000 32,0 Jantan muda 3 0,3 4.150.000,- 1.245.000 12,0 Betina muda 3 0,3 3.150.000,- 945.000 12,0 Jumlah 25 2.5 - 13.485.000 100

    Sumber data diolah 2008

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    89

    pemeliharaan ternak kerbau di Propinsi Banten, Kabupaten Lebak Rp 2.730.000/tahun/peternak dan Kabupaten Paneglang Rp.1.050.000/tahun peternak. Hasil usaha pemeliharaan kerbau secara tradisional di daerah penelitian dinyatakan oleh petani masih menguntungkan, karena petani selama ini tidak pernah menghitung biaya tenaga kerja akibat masih memanfaatkan tenaga kerja keluarga. Penerimaan tunai hanya terkonsentrasi pada penjualan ternak per tahun dan tidak dialokasikan penjualan pupuk kandang, karena semuanya dimanfaatkan untuk pupuk di lahan petani. Untuk melihat hasil analisis usaha pemeliharaan kerbau di Kecamatan Ciemas disajikan pada Tabel 5.

    Hasil analisis menunjukkan bahwa keuntungan usaha ternak kerbau sebesar Rp.11.685.000/peternak/tahun dan Rp.13.485.000/peternak/tahun masing-masing di Desa Dampit dan Desa Mekarjaya. Lebih tingginya keuntungan usaha ternak di Desa Dampit sebagai akibat alokasi tenaga kerja yang lebih rendah, karena peternak cenderung mengambil pakan dibanding menggembalakan

    yang membutuhkan curahan tenaga kerja lebih lama.

    Jika ditelaah lebih jauh ternyata usaha pemeliharaan ternak kerbau di Desa Dampit diperoleh nilai R/C ratio mencapai 2,7% yang lebih tinggi, sedangkan Desa Mekarjaya R/C ratio 2,4% lebih rendah, karena alokasi waktu menggembalakan ternak kerbaunya lebih tinggi selama satu tahun. Nilai R/C ratio menunjukkan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya alokasi tenaga kerja yang dikeluarkan. Jika nilai R/C > 1 maka usaha pemeliharaan ternak kerbau dikatakan layak untuk dilanjutkan bila menurut perhitungan dan apabila nilai B/C < 1 maka usaha tersebut tidak layak (tidak feasible).

    Semakin tinggi nilai R/C maka usaha tersebut makin mendatangkan keuntungan. Dengan demikian pemeliharaan ternak kerbau yang di lakukan oleh petani ternak di Kecamatan Ciemas kabupaten Sukabumi layak untuk di dikembangkan atau dipertahankan keberadaan ternaknya.

    Tabel 5. Analisis pendapatan usaha pemeliharaan ternak kerbau di lokasi penelitian.

    No Uraian Desa Dampit (Rp/tahun)

    Desa Mekarjaya (Rp)/thn

    1. A. Biaya Produksi: - Alokasi tenaga kerja 423 jam/tahun

    - Alokasi tenaga kerja 476 jam/tahun 4.230.000 -

    5.760.000,-

    Total Biaya Alokasi Tenaga Kerja 4.230.000 5.760.000,- 2 B. Pendapatan: - Penjualan ternak kerbau 22 ekor/tahun

    Rata-rata 2,2 ekor/tahun - Penjualan ternak kerbau 25 ekor/tahun rata-rata 2,5 ekor/tahun

    11.685.000

    13.486.000,-

    Total Pendapatan 11.685.000 13.485.000,- 3. - Keuntungan (B-A) 7.455.000 7.725.000 4. - Keuntungan R/C 2,8 2,3

    Sumber data diolah (2008)

  • Seminar dan Lokakarya Nasional Usaha Ternak Kerbau 2008

    90

    KESIMPULAN

    Hasil penelitian di Kecamatan Ciemas, Kabupaten Sukabumi (Desa Dampit dan Desa Mekarjaya) menunjukkan adanya potensi untuk pemeliharaan ternak kerbau tradisional karena daya dukung lahan yang potensial, disamping usaha pokok tanaman pangan. Pemeliharaan ternak kerbau secara ekonomi memberikan keuntungan sebesar Rp 7.455.000/tahun Desa Dampit dan sebesar Rp 7.725.000/tahun Desa Mekarjaya dengan nilai R/C ratio masing-masing sebesar 2,8% dan 2,3% di Desa Dampit dan Desa Mekarjaya, dengan skala usaha 2,2 ekor dan 2,5 ekor/peternak. Hasil keuntungan tersebut sudah diperhitungkan tenaga kerja petani keluarga.

    Penjualan ternak tertinggi di dua lokasi adalah dari hasil kontribusi penjualan kerbau jantan dewasa yang mencapai 36,4% dan 44,0%, sedangkan jantan muda mencapai 18,2% dan 32,0%. Lebih menguntungkan usaha ternak kerbau di Desa Dampit diakibatkan alokasi tenaga kerja yang lebih rendah dibanding di Desa Mekarjaya (di gembalakan) yakni sebesar 423 Hok/tahun dan 576 HOK/tahun.

    DAFTAR PUSTAKA

    BOEDIONO. 1983. Ekonomi Mikro. BPFE. Jakarta.

    DITJENNAK. 2007. Buku Statistik Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan, Jakarta.

    DISNAK DATI I JABAR. 2007. Peternakan Jawa Barat dalam Angka. Dinas Peternakan Propinsi Jawa Barat Bandung.

    DEVENDRA, C. 1993. Kambing dan Domba (Ruminansia) di Asia. Dalam: WOSZIKA-TAMANSZWSKA, I.M. MASTIKA, A. DJAJANEGARA,S. GARNINER DAN. T.R.WIRADARYA (cd). Produksi Kambing dan Domba di Indonesia Sebelas Maret University Press. Surakarta.

    GITTINGER, J.P. 1986. Analisis ekonomi proyek-proyek pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia. Jakarta.

    MANSYUR, NYIMAS, P. INDRANI dan I. SUSILOWATI. 2005. Peran leguminosa tanaman penutup pada sistem pertanian jagung untuk penyediaan hijauan pakan ternak. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Bogor.

    KUSNADI,U. 2004. Kontribusi ternak dalam meningkatkan pendapatan petani di lahan marginal Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten. J. Pembangunan Peternakan Tropis Special Edition Oktober 2004. Seminar Nasional Ruminansia buku 3.

    KUSNADI,.U., D.A. KUSUMANINGRUM, RIASARI GAIL, SIANTURI dan E. TRIWUKANINGSIH. 2005. Pungsi dan Peranan Kerbau dalm Sistem Ushatani di Propinsi Banten. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Vetriner. Bogor, 12-13 September 2005.

    PRIYANTO, D. B., SETIADI dan D. YULIASTINI. 2000. Potensi Kambing Peranakan Etawah (PE) dan Upaya Pola Konservasi di Daerah Sumber Bibit. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner, Bogor.

    SOEKARWATI, A.SOEHARDJO, J.L. DILLON and J.B. HHARDAKER. 1994. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press. Jakarta

    SUNARSO, WIDIYONO, SUMARSO, E.PANGESTU, F.WAHYONO dan J. ACHMADI. 1989. Pemanfaatan Rumput Setaria Sphacelata sebagai Konservasi Tanah dan Manfaatnya Bagi Peningkatan Usaha Produksi Ternak Ruminansia. Laporan Penelitian DP3M Ditjen Dikti Jakarta.

    SOEHADJI. 1992. Usaha Peternakan sekarang dan dimasa depan. Prosiding Agro-Industri Peternakan di Pedesaan Balai Penelitian Ternak, Puslitbang Peternakan, Bogor.