54
PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan ketelitian dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik, dari kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang dapat dilaksanakan secara rasional dan objektif. 1 Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1,2,3 - Pemeriksaan tingkat kesadaran - Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal - Pemeriksaan saraf kranial - Pemeriksaan fungsi motorik - Pemeriksaan fungsi sensorik - Pemeriksaan fungsi luhur - Pemeriksaan fungsi otonom - Pemeriksaan fungsi koordinasi - Pemeriksaan reflek fisiologis - Pemeriksaan reflek patologis Pada makalah ini akan dibahas pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda rangsangan meningeal, saraf kranial dan fungsi motorik. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu berorientasi secara wajar terhadap waktu, tempat dan orang. Kesadaran adalah 1

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Neurologi

Citation preview

Page 1: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Pemeriksaan fisik neurologi merupakan pemeriksaan yang memerlukan ketelitian

dan sistimatik sehingga dapat menentukan diagnosis klinis dan topik, dari

kemungkinan diagnosis ini maka perencanaan pemeriksaan penunjang dapat

dilaksanakan secara rasional dan objektif.1

Pemeriksaan fisik neurologi mencakup hal-hal sebagai berikut : 1,2,3

- Pemeriksaan tingkat kesadaran

- Pemeriksaan tanda rangsangan meningeal

- Pemeriksaan saraf kranial

- Pemeriksaan fungsi motorik

- Pemeriksaan fungsi sensorik

- Pemeriksaan fungsi luhur

- Pemeriksaan fungsi otonom

- Pemeriksaan fungsi koordinasi

- Pemeriksaan reflek fisiologis

- Pemeriksaan reflek patologis

Pada makalah ini akan dibahas pemeriksaan tingkat kesadaran, tanda rangsangan

meningeal, saraf kranial dan fungsi motorik.

PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN

Kesadaran adalah produk neurofisiologik dimana seorang individu mampu

berorientasi secara wajar terhadap waktu, tempat dan orang. Kesadaran adalah

keadaan sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan. Keadaan sadar adalah

keadaan terjaga dan waspada dimana sipenderita akan bereaksi sepenuhnya dan

adekuat terhadap rangsangan visual, auditoris dan sensibel.4

Koma adalah suatu keadaan tidak sadar total terhadap diri sendiri dan lingkungan

meskipun distimulasi dengan kuat. Diantara keadaan sadar dan koma terdapat

berbagai variasi keadaan/status gangguan kesadaran.4

1

Page 2: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Anatomi Kesadaran4

Keadaan sadar ditentukan oleh 2 komponen, yaitu:

a. Aspek “on‐off quality” atau “Arousibility”

Formasio retikularis terletak di rostral mid pons, midbrain

(mesencephalon) dan thalamus ke korteks serebri ARAS

(= Ascending Reticular Activating System)

b. Aspek “Content” ( isi kesadaran) : Korteks Serebri

Pendekatan Diagnostik pada Pasien Tidak Sadar

Berbagai proses intrakranial maupun ekstrakranial dapat disertai gangguan

kesadaran. Dalam hal ini naik turunnya tingkat kesadaran dan lamanya gangguan

kesadaran merupakan salah satu petunjuk penting dari maju mundurnya suatu

penyakit.4

Komponen yang harus diperiksa pada pasien tidak sadar adalah:4

- Tingkat kesadaran (kualitatif dan kuantitatif)

- Pola pernafasan

- Ukuran dan reaksi pupil

- Pergerakan mata

- Respon dari okulovestibuler

Pemeriksaan kesadaran dapat dinyatakan secara kualitatif maupun kuantitatif.

Cara Pemeriksaan Kualitatif1,2

Tingkat kesadaran kualitatif yaitu :

Composmentis : Keadaan sisitim sensorik utuh, ada waktu tidur dan sadar

penuh serta aktivitas yang teratur.

Somnolen :Pasien dapat bangun spontan pada waktunya atau sesudah

dirangsang tapi kembali tidur setelah stimulasi dihilangkan.

2

Page 3: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Sopor : Pasien terlihat tertidur tapi dapat dibangunkan dengan rangsang

verbal yang kuat, dapat spontan hanya waktu singkat, sistem sensorik

berkabut, dapat mengikuti beberapa perintah sederhana.

Soporokoma : Pasien tidak ada respon dengan rangsang verbal, dengan

rangsang nyeri masih ada gerakan, reflek‐reflek (cornea, pupil dll) masih

baik dan nafas masih adekuat.

Koma : Gerakan spontan negatif, reflek‐reflek negatif, fungsi nafas

terganggu atau negatif.

Tingkat kesadaran kualitatif kurang akurat karena merupakan hasil pemeriksaan

individual.

Cara Pemeriksaan Kuantitatif (Metoda Glasgow Coma Scale)

Aspek-aspek kesadaran yang dinilai secara kualitatif kurang seragam, kriterinya

sering kurang tegas sehingga bila digunakan untuk memonitor tingkat kesadaran

seseorang seringkali dilakukan oleh beberapa orang dengan hasil yang tidak

konsisten. Untuk mengatasi hal ini Prof. Dr. Bryan Jennet dan Teasdale, ahli

bedah saraf dari universitas Glasgow pada tahun 1974 menilai tingkat kesadaran

secara objektif dari tiga aspek, yaitu kemampuan membuka mata, kemampuan

motorikdankemampuanberkomunikasi.1,5

Pemeriksaan fungsi membuka mata, respon verbal dan respon motorik terhadap

rangsangan yang diberikan. Rangsangan berupa suara atau rangsangan nyeri.

Rangsangan nyeri dapat diberikan pada supra orbita, ujung kuku, manubrium

sternum, prosesus stilomastoideus dan papilla mamae.1

Penilaian Glasgow Coma Scale (GCS)

Eye (Mata)1,2,4,5

Membuka mata spontan = 4

Membuka mata dengan stimulus suara (panggilan) = 3

Membuka mata dengan stimulus nyeri = 2

Tidak membuka mata dengan stimulus apapun = 1

3

Page 4: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Lokasi memberikan rangsangan nyeri.1

Motor (Reaksi Motorik)1,2,4,5

Mengikuti perintah , dapat melakukan gerak sesuai perintah = 6

Reaksi setempat, ada gerakan menghindar terhadap rangsangan yang

diberikan di beberapa tempat = 5

Menghindari nyeri, reaksi fleksi cepat disertai abduksi bahu = 4

Reaksi fleksi abnormal, fleksi lengan disertai adduksi bahu = 3

Reaksi ekstensi terhadap nyeri, ekstensi lengan disertai adduksi,

endorotasi bahu dan pronasi lengan bawah = 2

Tak ada reaksi, tak ada gerakan dengan rangsangan cukup kuat = 1

4

Page 5: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Verbal4,5

Orientasi baik, berorientasi baik terhadap tempat, waktu dan orang = 5

Gelisah (confused), jawaban yang kacau terhadap pertanyaan = 4

5

Page 6: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Kata tak jelas (inappropriate), seperti berteriak dan tidak menanggapi

pembicaraan orang lain = 3

Suara yang tidak jelas artinya (unintelligible‐sounds), selalu ada suara

rintihan dan erangan = 2

Tak ada suara = 1

Cara kwantitatif dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) dipandang

lebih baik karena beberapa hal, yaitu :1

Dapat dipercaya

Sangat teliti dan dapat membedakan kelainannya hingga tidak terdapat

banyak perbedaan antara dua penilai (obyektif )

Dengan sedikit latihan dapat juga digunakan oleh perawat sehingga

observasi mereka lebih cermat

Hal-hal yang perlu diingat :1,4

Nilai maksimum E4M6V5 = 15, nilai minimum E1MV1 = 3

Hati- hati bila ada disfasia (untuk menilai verbal) dan kelumpuhan motorik

(untuk menilai motorik)

Penilaian GCS untuk anak-anak berumur < 5 tahun berbeda nilainya dari

dewasa, terutama untuk penilaian verbal dan motorik, mengingat fungsi

otak belum maksimum.

PITTSBURGH BRAIN STEM SCORE1

Cara ini dapat digunakan untuk menilai refleks brainstem pada pasien koma.

Brainstem reflex

1. Refleks bulu mata positif kedua sisi: 2

Negative : 1

2. Refleks kornea positif kedua sisi : 2

6

Page 7: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Negative : 1

3. Doll’s eye movement/ice water calories positif kedua sisi : 2

negatif : 1

4. Reaksi pupil kanan terhadap cahaya positif : 2

negatif : 1

5. Reaksi pupil kiri terhadap cahaya positif : 2

negatif : 1

6. Refleks muntah atau batuk positif : 2

negatif : 1

Interpretasi:

Nilai minimum : 6

Nilai maksimum : 12 ( nilai /skor makin tinggi makin baik )

PEMERIKSAAN TANDA RANGSANG MENINGEAL

Mekanisme perangsangan selaput otak disebabkan oleh pergeseran struktur-

struktur intrakranial atau oleh ketegangan saraf spinal yang hipersensitif dan

meradang. Tanda-tanda perangsangan selaput otak dan gejalanya ini bervariasi

bergantung pada berat ringan proses yang terjadi.5

KAKU KUDUK2,3,5

Jangan dikerjakan pada pasien dengan cervical tidak stabil seperti pada

trauma.

Cara : Pasien tidur telentang tanpa bantal.

Tangan pemeriksa ditempatkan dibawah kepala pasien yang sedang

berbaring, kemudian kepala ditekukan ( fleksi) dan diusahakan agar dagu

mencapai dada. Selama penekukan diperhatikan adanya tahanan. Bila

terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai

dada. Kaku kuduk dapat bersifat ringan atau berat.

Hasil pemeriksaan:

Leher dapat bergerak dengan mudah, dagu dapat menyentuh sternum,

atau fleksi leher normal

7

Page 8: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Adanya rigiditas leher dan keterbatasan gerakan fleksi leher kaku

kuduk

Arti klinis: Meningitis, meningoensefalitis, SAH, Karsinomameningeal

KERNIG SIGN2,3,5

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada

persendian panggul sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah

diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135

derajat terhadap paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang

dari sudut 135 derajat, maka dikatakan kernig sign positif.

8

A.Sewaktu mengangkat kepala, badan ikut terangkat.

B.Gerakan leher ke kanan atau kiri tidak ada gangguan.

C.Gerakan dorsofleksi tidak ada tahanan

Page 9: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

BRUDZINSKI I (Tanda Leher menurut Brudzinski)2,3,5

Pasien berbaring dalam sikap terlentang, dengan tangan yang ditempatkan

dibawah kepala pasien yang sedang berbaring , tangan pemeriksa yang satu lagi

sebaiknya ditempatkan didada pasien untuk mencegah diangkatnya badan

kemudian kepala pasien difleksikan sehingga dagu menyentuh dada.

Test ini adalah positif bila gerakan fleksi kepala disusul dengan gerakan fleksi di

sendi lutut dan panggul kedua tungkai secara reflektorik.

BRUDZINSKI II (Tanda tungkai kontra lateral menurut Brudzinski)2,3,5

Pasien berbaring terlentang. Tungkai yang akan dirangsang difleksikan pada sendi

lutut,kemudian tungkai atas diekstensikan pada sendi panggul. Bila timbul

gerakan secara reflektorik berupa fleksi tungkai kontralateral pada sendi lutut dan

panggul ini menandakan test ini postif.

9

Page 10: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

PEMERIKSAAN SARAF KRANIAL

Pemeriksaan saraf otak dapat membantu kita menentukan lokasi lesi dan

jenis penyakit. Tiap saraf otak harus diperiksa dengan teliti, karena itu perlu

pemahaman anatomi,fungsi dan hubungannya dengan struktur lainnya. Lesi dapat

terjadi pada serabut atau bagian perifer (infranuklir, pada inti (nuklir) atau

hubungan ke sentral (supranuklir). Bila inti rusak hal ini diikuti oleh degerasi

saraf perifernya. Saraf perifer dapat pula terganggu tersendiri. 2,4

Saraf otak terbagi atas saraf otak I-XII (Nervus cranialis I-XII). Saraf otak

I & II merupakan jaras-jaras berupa tonjolan otak. Saraf otak XI berasal dari

segmen servical atas medula spinalis. Saraf otak III-X dan XII berhubungan

dengan batang otak. Nervus cranial yang mempunyai fungsi motorik berasal dari

kelompok-kelompok sel yang terbenam di batang otak yang analog dengan sel-sel

pada cornu anterior medula spinalis, sedangkan saraf cranial sensorik berasal dari

kumpulan sel di batang otak, biasanya dalam ganglion-ganglion yang dianggap

aanalog dengan ganglion radiks dorsals saraf spinalis.6,7,8

10

Page 11: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

SARAF OTAK I ( NERVUS OLFAKTORIUS )2,4,5,6,7

Anatomi:

Istilah umumnya ditujukan pada traktus olfaktorius, yang muncul dari bulbus

olfaktorius pada bagian ventral lobus frontalis dan dilanjutkan ke posterior untuk

berakhir tepat di sebelah lateral kiasma optikum, tempat dimana jaras tersebut

menembus cerebrum.

Persiapan : Pasien harus sadar dan kooperatif

Bahan :kopi,teh,tembakau,jeruk,

11

Page 12: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

pepperminth,kamper,aq.rosarum

Pemeriksaan :

1.Subyektif : Keluhan pasien

2.Obyektif

Tujuan pemeriksaan : untuk mendeteksi adanya gangguan menghidu, selain itu

untuk mengetahui apakah gangguan tersebut disebabkan oleh gangguan saraf atau

penyakit hidung lokal.

Cara pemeriksaan:

Salah satu hidung pasien ditutup, dan pasien diminta untuk mencium bau-bauan

tertentu yang tidak merangsang .Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan

jalan menutup lubang hidung yang lainnya dengan tangan. Sebelumnya periksa

lubang hidung apakah ada sumbatan atau kelainan setempat, misalnya ingus atau

polip.

Interpretasi :

• Anosmia adalah hilangnya daya penghiduan

• Hiposmia adalah bila daya ini kurang tajam

• Hiperosmia adalah daya penghiduan yang terlalu peka

• Parosmia adalah gangguan penghiduan bilamana tercium bau yang tidak

sesuai misalnya minyak kayu putih tercium sebagai bau bawang goreng.

• Jika parosmia dicirikan oleh modalitas olfaktorik yang tidak menyenangkan

atau yang memuakan seperti bacin , pesing dsb, maka digunakan istilah lain

yaitu kakosmia.

• Baik dalam hal parosmia maupun kakosmia adanya perangsangan olfaktorik

merupakan suatu kenyataan, hanya pengenalan nya saja tidak sesuai, tetapi

bila tercium suatu modalitas olfaktorik tanpa adanya perangsangan maka

kesadaran akan suatu jenis bau ini adalah halusinasi, yaitu halusinasi

olfaktorik.

SARAF OTAK II ( NERVUS OPTIKUS)3,5,6,7

Anatomi :

Nervus optikum berisi serabut-serabut saraf yang timbul dari permukaan dalam

retina dan diteruskan ke posterior memasuki rongga cranium melalui foramen

12

Page 13: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

optikum. Sebagian serabutnya menyilang ke sisi yang lain melalui kiasma

optikum.

Tujuan pemeriksaan : untuk mengukur tajam penglihatan (visus), pengenalan

warna, lapangan pandang dan pemeriksaan fundus (funduskopi) serta untuk

menentukan apakah kelainan pada penglihatan disebabkan oleh kelainan okuler

lokal atau oleh kelainan saraf.

1. Pemeriksaan Tajam Penglihatan ( Visus )

Persiapan : Yakinkan tidak ada gangguan visus oleh karena penyakit mata.

Tabel Snellen

Pasien berdiri 6 m dari kartu snellen.

Mata kiri ditutup dengan tangan kiri

dan visus mata kanan diperiksa.

Dengan mata kanannya membaca

huruf-huruf dalam tabel snellen.

Begitu juga sebaliknya untuk mata kiri.

Interpretasi

Visus normal : 6/6

x : jarak penderita dengan snellen

y : jarak dimana orang normal dapat melihat

tulisan dalam snellen

Jari-jari Tangan

13

Page 14: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

• Visus pasien menurun →< 6/60,visus diperiksa dengan menghitung jari-jari.

• Pasien memberitahukan berapa jari dokter yang diperlihatkan kepadanya.

• Jika sejauh 6 m,tidak dilihat, jarak diperpendek sampai dapat dilihat.

Interpretasi

• Normal:menghitung jari tangan jarak 60 m,

• jika hanya dapat menghitung jari-jari tangan dari jarak 5 m→ visus: 5/60

Gerakan Tangan

– Pasien menentukan arah gerakan tangan pemeriksaan.

– Jarak berapa pasien dengan jelas dapat menentukan arah gerakan tangan

pemeriksa.

Interpretasi

Normal : Gerakan tangan dari jarak 300 m

Hanya melihat arah gerakan tangan dari 3 m→visus 3/300

Lampu / Cahaya

Memakai rangsangan cahaya.

Mata pasien disinari dengan cahaya lampu lalu pasien disuruh menentukan gelap

atau terang.

Interpretasi

Normal : Jarak tak terhingga

Jika dpt melihat cahaya dr jarak 1 m→ visus 1/~.

Cahaya tidak dilihat→visus: nol (nol light perseption)

2. Pemeriksaan & Interpretasi Pengenalan Warna

Pemeriksaan :

– Menggunakan kartu test istihara dan stiling / benang wol berwarna.

– Pasien membaca angka berwarna dlm kartu istihara atau stiling.

– Mengambil wol yang berwarna sesuai perintah.

Interpretasi: Normal atau Buta Warna

3. pemeriksaan Lapang Pandang

Metode test :

Tanpa alat : Test konfrontasi.

Dengan alat : Test kampimeter dan Test perimeter

Persiapan :

14

Page 15: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

– Pasien kooperatif.

– Pasien diberi penjelasan test yang akan dilakukan

Test konfrontasi

Interpretasi: Normal atau menyempit

Test Kampimeter & Test Perimeter

• Papan hitam diletakan di depan pasien jarak 1 atau 2 m.

• Benda penguji (test objek) berupa bundaran kecil berdiameter 1-3 mm.

• Mata pasien difiksasi di tengah & benda penguji digerakan dari perifer ke tengah

dari segala jurusan

• Ada bagian bagian visual field yang buta dimana pasien tidak dapat melihatnya,

ini disebut dengan SKOTOMA.

• Skotoma positif : tanpa diperiksa pasien sudah merasa adanya skotoma.

• Skotoma negatif: dengan diperiksa pasien baru merasa adanya skotoma.

• Macam macam gangguan ”visual field” antara lain :

- hemianopsia ( temporal; nasal ; bitemporalis ; binasal )

- homonymous hemianopsia

- homonymous quadrantanopsia

- total blindness dsb

4. Pemeriksaan Funduskopi

o Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.

o Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien.

o Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus tangan kiri yang

memegang dahi pasien.

o Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa,begitu

sebaliknya.

o Pemeriksa menilai retina & papil nervi optisi.

15

Page 16: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Interpretasi Funduskopi:

1. Gambaran retina

Normal :

_ Latar belakang :merah jingga

_ Papil nervus optikus : lebih muda

_ Pembuluh darah berpangkal pada pusat papil memancarkan cabang-

cabangnya ke seluruh retina

_ Arteri berwarna jernih dan vena berwarna merah tua

_ Reflek sinar hanya tampak pada arteri

_ Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelokdibandingkan arteri

_ Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan penekanan bola

mata → pulsasi lebih jelas

2.Gambaran Nervus Optikus

Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal sedikit pucat,

batas tegas, bagian nasal agak kabur, fisiologik cupping, vena:arteri

3 : 2

Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur, cupping menghilang

Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas, cupping (+)

Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas cupping (-)

SARAF OTAK III,IV,VI

(OKULOMOTORIUS,TROKLEARIS,ABDUSENS)2,4,5,6,7,8

Anatomi :

16

Page 17: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Nervus III (okulomotorius) meninggalkan otak pada sisi medial pedunkulus

serebri dimana serabut saraf ini terletak di sebelah posterior arteri serebri

posterior, di sebelah anterior arteri cerebelaris superior dan di sebelah lateral

arteeri basilaris. Kemudian nervus okulomotorius berjalan ke anterior, disebelah

lateral arteri carotis intern dalam sinus kavernosus, dan meninggalkan rongga

tengkorak melalui fisura orbitalis superior.

Nervus IV (trokhlearis) mempunyai tempat asal superfisial pada dorsal batang

otak, lalu melengkung ke ventral diantara arteri cerebri posterior dan arteri

cerebelaris superior (disebelah lateral nervus okulomotorius). Nervus ini terus

berjalan ke anterior di dalam dinding lateral sinus kavernosus, diantara nervus

okulomotorius dan cabang opthalmika nervus trigeminus, dan memasuki orbita

melalui fisura orbitalis superior.

Nervus VI (abdusen) keluar dari permukaan ventral batang otak di dalam alur

antara piramis medulla dan ujung caudal pons, serta kemudian berjalan sepanjang

sinus kavernosus untuk keluar dari rongga cranium melalui fisura orbitalis

superior.

Fungsi N III,IV,VI saling berkaitan dan diperiksa bersama-sama . Fungsinya ialah

menggerakkan otot mata ekstraokuler dan mengangkat kelopak mata. Serabut

otonom N III mengatur otot pupil.

Pemeriksaan nervi III,IV,VI:

1.Inspeksi saat istirahat :

17

Page 18: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

• Kedudukan bola mata

• Observasi celah kelopak mata

2.Inspeksi saat bergerak :

Observasi gerakan mata sesuai perintah

3.Pemeriksaan fungsi & reaksi pupil

1.Inspeksi saat istirahat

A.Kedudukan bola mata

Pemeriksaan

– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak

– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik

– Eksoptalmus / endoftalmus

Interpretasi

Normal : Kedudukan bola mata simetris

Kelainan : Stabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik, eksoptalmus

/endoftalmus

B.Observasi celah kelopak mata

Pemeriksaan :

Penderita memandang lurus kedepan

Perhatikan kedudukan kelopak mata thd pupil & iris.

Interpretasi

Normal : simetris kanan-kiri

Kelainan : 1.Celah kelopak mata menyempit : Ptosis, Enoftalmus dan

blefarospasmus

2.Celah kelopak mata melebar : Eksoftalmus & proptosis

2. Pemeriksaan gerakan bola mata

Penilaian gerakan monokular

Penilaian gerakan kedua bola mata atas perintah

Penilaian gerakan bola mata mengikuti obyek bergerak

Pemeriksaan gerakan konjungat reflektorik (doll’s eye movement)

18

Page 19: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Interpretasi gerakan bola mata :

• Normal :

o Gerakan konjungat

o Gerakan diskonjungat/gerakan konversion

o Dolls eye movement (+)

• Kelainan :

o Tanda parinaud (+) (paralisis lirikan ketas)

o Stabismus

o Gerakan okulogirik

o Diplopia

o Gangguan gerakan bola mata kesamping

o Gangguan gerakan bola mata adduksi, kebawah

3.Pemeriksaan & Interpretasi Pupil-Reaksi pupil

Pemeriksaan :

Observasi bentuk, ukuran pupil & posisi pupil

Perbandingan pupil kanan dan kiri

Pemeriksaan reflek pupil :

Reflek cahaya langsung

Reflek cahaya tidak langsung atau konsensuil

Reflek pupil akomodatif /reflek pupil konvergensi

19

Page 20: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Interpretasi :

Normal :

• Bentuk pupil : bulat reguler

• Ukuran pupil : 2 mm – 5 mm

• Posisi pupil : ditengah-tengah

• Isokor

• Reflek cahaya langsung (+)

• Reflek cahaya konsensuil (+)

• Reflek akomodasi/konvergensi (+)

Kelainan :

– Pintpoin pupil

– Bentuk ireguler

– Anisokor dengan kelainan reflek cahaya

– Pupil marcus gunn

– Pupil argyll robertson

– Pupil adie

SARAF OTAK V ( NERVUS TRIGEMINUS )3,6,7,8

Anatomi :

Nervu V (trigeminus) berisi radiks sensoris yang besar dan radiks motorik yang

lebih kecil. Bagian sensorik berasal dari sel-sel pada ganglion semilunaris

(gasseri) yang besar di bagian lateral sinus kavernosus, berjalan ke posterior di

antara sinus petrosus superior dan tentorium, serta menembus pedunkulus

cerebelaris medius untuk memasuki pons. Serabut-serabut bagian opthalmika

masuk ke dalam tengkorak melalui fisura orbitalis superior. Serabut-serabut

sensorik bgian mndibularis, bersatu dengan bagian motorik atau masticator yang

meninggalkan pons di bagian ventromedial sensory rootlets dan meninggalkan

rongga cranium melalui foramen ovale.

20

Page 21: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Pemeriksaan:

1. Fungsi motorik N. Trigeminus

2. Fungsi sensorik N.Trigeminus

3. Reflek Trigeminal

1. Fungsi Motorik N. Trigeminus

• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi m.maseter & temporalis

•Pasien membuka mulutnya,perhatikan deviasi rahang bawah (m.pterigoideus

lateralis)

•Kayu tong spatel digigit bergantian, bandingkan bekas gigitan (M.Pterigoideus

Medialis)

Interpretasi

Normal:

– Kontraksi m.masseter & m.temporalis simetris

– Rahang bawah berada ditengah tengah

– Kekuatan gigitan kayu tong spatel, sama dalam pada gigitan kanan dan kiri

Kelainan :

– Kontraksi m.masseter & m.temporalis kanan dan kiri (-) / melemah.

– Deviasi rahang bawah saat membuka mulut ke sisi m.pterigoideus lateralis

yg lumpuh.

– Bekas gigitan pada sisi m.pterigoideus medialis yang lumpuh lebih dangkal.

2.Fungsi Sensorik N.Trigeminus

Cara pemeriksaan :

Dengan kapas dan jarum dapat diperiksa rasa nyeri dan suhu,

kemudian lakukan pemeriksaan pada dahi, pipi dan rahang bawah.

21

Page 22: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Interpretasi :

Normal : gangguan sensibilitas(-)

Kelainan :

•Analgesi : tidak merasakan rangsang nyeri

•Termanestesi : tidak merasakan rangsangan suhu

•Anestesi : tidak merasakan rangsangan raba

3.Reflek Trigeminal

a. Refleks kornea ( berasal dari sensorik Nervus V)

Kornea disentuh dengan kapas, bila normal pasien akan menutup

matanya atau Lalu menanyakan apakah pasien dapat merasakan.

b. Refleks masseter / Jaw reflex ( berasal dari motorik Nervus V)

Dengan menempatkan satu jari pemeriksa melintang pada bagian tengah dagu,

lalu pasien dalam keadaan mulut setengah membuka dipukul dengan ”hammer

refleks”. Normalnya didapatkan sedikit saja gerakan, malah kadang kadang tidak

ada. Bila ada gerakan nya hebat yaitu kontraksi m.masseter, m. temporalis, m.

pterygoideus medialis yang menyebabkan mulut menutup ini disebut reflex

meninggi.

c. Refleks supraorbital

Dengan mengetuk jari pada daerah supraorbital, normalnya akan menyebabkan

mata menutup homolateral (tetapi sering diikuti dengan menutupnya mata yang

lain).

SARAF OTAK VII (NERVUS FASIALIS)3,5,6,7,8

Anatomi :

Radiks motorik nervus fasialis muncul dari batas posterior pons tepat di sebelah

lateral olive inferior sepanjang sisi medial sudut serebelopontin dan meninggalkan

cranium melalui meatus akustikus internus. Radiks sensorik berasal dari sel-sel

pada ganglion genikulatum dan berjalan sepanjang meatus akustikus intrnus untuk

menembus medulla oblongata melalui bagian yang berada disebelah dorsal

(nervus dari wrisberg).

22

Page 23: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Pemeriksaan:

1. Fungsi motorik N.Fasialis

2. Fungsi sensorik N.Fasialis

3. Parasimpatis N.Fasialis

1.Pemeriksaan dan Interpretasi fungsi motorik

a.Observasi otot wajah dalam keadaan istirahat

Pemeriksaan :

Pasien diperiksa dalam keadaan istirahat. Perhatikan wajah pasien kiri dan

kanan apakah simetris atau tidak. Perhatikan juga lipatan dahi, tinggi alis,

lebarnya celah mata, lipatan kulit nasolabial dan sudut mulut.

b.Observasi otot wajah saat digerakkan

– Mengerutkan dahi, dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam.

– Mengangkat alis

– Menutup mata dengan rapat dan coba buka dengan tangan pemeriksa.

– Moncongkan bibir atau menyengir.

– Suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi mengembung tekan kiri dan kanan

apakah sama kuat . Bila ada kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi

yang lumpuh.

2.Pemeriksaan fungsi Pengecapan

Persiapan :

Bahan : larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), kinine (rasa pahit), cuka (rasa

asam)

Pemeriksaan:

1.Mintalah pasien untuk menjulurkan lidahnya

23

Page 24: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

2.Bersihkan lidah sebelum pemeriksaan

3.Berilah rangsangan pada indera pengecapnya 2/3 bagian depan

4. Pasien cukup menuliskan apa yang terasa diatas secarik kertas

Interpretasi : Ageusia, Pargeusia, Hipoageusia dan Hemiageusia

3.Pemeriksaan fungsi parasimpatis

Pemeriksaan :

1. Inspeksi lakrimasi dan sekresi kelenjar ludah

2. Gunakan kertas lakmus untuk memeriksa sekresi glandula lakrimasi, glandula

submaxilaris dan glandula sublingualis

Bahannya adalah: Glukosa 5 %, Nacl 2,5 %, Asam sitrat 1 %, Kinine 0,075 %.

Cara :

• Sekresi air mata.

• Dengan menggunakan Schirmer test ( lakmus merah )

• Ukuran : 0,5 cm x 1,5 cm

• Warna berubah menjadi Biru : Normal: 10 – 15 mm ( lama 5 menit ).

Interpretasi :

Normal : Lakrimasi dan sekresi glandula submasilaris dan sublingualis baik

Kelainan : Hiperlakrimasi dan Hiposekresi gl.submaxilaris dan sublingualis

SARAF OTAK VIII (NERVUS KOKHLEARIS, NERVUS

VESTIBULARIS)2,3,5,6,7,8

Antomi :

Nervus akustikus atau statoakustikus memasuki rongga cranium melalui meatus

akustikus internus dan masuk kedalam batang otak di belakang tepi posterior

pedunkulus serebelaris medius. Bagian vestibuler timbul dari sel-sel dalam

ganglion vestibularis (ganglion dari scarpa) yang terletak di dalam bagian dorsal

meatus auditori inteernus. Bagian koklear timbul dari ganglion spiralis.

24

Page 25: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Pemeriksaan N. Kokhlearis

Fungsi N. Kokhlearis adalah untuk pendengaran.

a. Pemeriksaan Weber.

Maksud nya membandingkan transportasi melalui tulang ditelinga kanan dan

kiri pasien. Garpu tala ditempatkan didahi pasien, pada keadaan normal kiri dan

kanan sama keras ( pasien tidak dapat menentukan dimana yang lebih keras ).

Pendengaran tulang mengeras bila pendengaran udara terganggu, misal: otitis

media kiri, pada test weber terdengar kiri lebih keras. Bila terdapat ” nerve

deafness ” disebelah kiri , pada test weber dikanan terdengar lebih keras .

b. Pemeriksaan Rinne.

Maksudnya membandingakn pendengaran melalui tulang dan udara dari

pasien. Pada telinga yang sehat, pendengaran melalui udara didengar lebih lama

dari pada melalui tulang. Garpu tala ditempatkan pada planum mastoid sampai

pasien tidak dapat mendengarnya lagi. Kemudian garpu tala dipindahkan kedepan

meatus eksternus. Jika pada posisi yang kedua ini masih terdengar dikatakan test

positip. Pada orang normal test Rinne ini positif. Pada ” Conduction deafness ”

test Rinne negatif.

c. Pemesiksaan Schwabach.

Pada test ini pendengaran pasien dibandingkan dengan pendengaran pemeriksa

yang dianggap normal. Garpu tala dibunyikan dan kemudian ditempatkan didekat

telinga pasien. Setelah pasien tidak mendengarkan bunyi lagi, garpu tala

ditempatkan didekat telinga pemeriksa. Bila masih terdengar bunyi oleh

pemeriksa, maka dikatakan bahwa Schwabach lebih pendek (untuk konduksi

udara). Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya ditekankan pada

tulang mastoid pasien. Dirusuh ia mendengarkan bunyinya. Bila sudah tidak

mendengar lagi maka garpu tala diletakkan ditulang mastoid pemeriksa. Bila

25

Page 26: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

pemeriksa masih mendengarkan bunyinya maka dikatakan Schwabach (untuk

konduksi tulang) lebih pendek.

Pemeriksaan N. Vestibularis

a. Pemeriksaan dengan test kalori

Bila telinga kiri didinginkan ( diberi air dingin ) timbul nystagmus kekanan.

Bila telinga kiri dipanaskan ( diberi air panas ) timbul nystagmus kekiri.

Nystagmus ini disebut sesuai dengan fasenya yaitu : fase cepat dan fase pelan,

misalnya nystagmus kekiri berarti fase cepat kekiri. Bila ada gangguan

keseimbangan maka perubahan temperatur dingin dan panas memberikan reaksi.

b. Pemeriksaan “past pointing test”

Pasien diminta menyentuh ujung jari pemeriksa dengan jari telunjuknya,

kemudian dengan mata tertutup pasien diminta untuk mengulangi. Normalnya

pasien harus dapat melakukannya.

c. Test Romberg

Pada pemeriksaan ini pasien berdiri dengan kaki yang satu didepan kaki yang

lainnya. Tumit kaki yang satu berada didepan jari kaki yang lainnya, lengan

dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup. Orang yang normal mampu berdiri

dalam sikap Romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebih.

d. Test melangkah ditempat ( Stepping test )

Pasien disuruh berjalan ditempat, dengan mata tertutup , sebanyak 50 langkah

dengan kecepatan seperti jalan biasa.Selama test ini pasien diminta untuk

berusaha agar tetap ditempat dan tidak beranjak dari tempatnya selama test

26

Page 27: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

berlangsung. Dikatakan abnormal bila kedudukan akhir pasien beranjak lebih dari

1 meter dari tempatnya semula, atau badan terputar lebih dari 30 derajat.

SARAF OTAK IX & X (NERVUS GLOSOFARINGEUS & NERVUS

VAGUS)2,3,5,6,7,8

Anatomi :

Nervus glosofaringeus berisi serabut-serabut sensorik yang berasal dari sel-sel

dalam ganglion superior dan petrosus, lalu berjalan melewati foramen jugulare

dan memasuli medulla oblongata pada sisi lateral oliva inferior tepat di belakang

nervus fasialis. Bagian motorik muncul pada nucleus ambigus dan meninggalkan

lateral medulla oblongata untuk bersatu dengan bagian sensorik.

Nervus vagus berisi serabut-serabut aferen yang berasal dari sel-sel dalam

ganglion jugularis dan ganglion nodosum tepat di bawah foramen jugulare, dan

berjalan memalui foramen jugulare untuk memasuki medulla tepat di belakang

nervus glosofaringeus . Serabut-serabut motoriknya meninggalkan medulla

oblongata dan bersatu dengan bagian sensorik saraf tersebut.

Nervus IX Nervus X

27

Page 28: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

1. Pemeriksaan Fungsi Motorik

A. Inspeksi lengkung langit-langit

Minta penderita membuka mulut dan suruh ucapkan “Ah,Ah”. Perhatikan

lengkung langit-langit dan posisi uvula.

Interpretasi :

Normal : Simetris lengkung langit-langit

Kelainan : Lengkung langit-langit yg sehat bergerak keatas.

Lengkung langit-langit yg lumpuh tertinggal.

B. Pemeriksaan fungsi menelan

Minta penderita minum air, lalu perhatikan apakah pasien mampu minum air

atau air masuk ke hidung.

Interpretasi:

Normal : mampu minum air dg baik.

Kelainan : air akan masuk ke hidung pd lesi n.IX bilateral

C.Pemeriksaan Fonasi suara

Minta penderita mengucapkan “ a.a.a.a.a.”

Interpretasi :

Normal : tidak ada kelainan

Kelainan : gangguan fonasi suara “sengau”

2.Pemeriksaan fungsi parasimpatis

Inspeksi sekresi kelenjar ludah

Interpretasi :

Normal : sekresi kelenjar ludah ada

Kelainan : sekresi kelenjar ludah (-)

3.Pemeriksaan Fungsi Sensorik

A.Reflek muntah

Sentuh bagian atas faring/palatum molle

Interpretasi : Reflek muntah +/ -

B. Pemeriksaan Fungsi pengecapan

28

Page 29: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Minta pasien menjulurkan lidahnya.

Bersihkan lidah penderita pada 1/3 bagian belakang.

Berilah rangsangan pengecapan pada lidah 1/3 belakang.

Interpretasi : Ageusia, Hipoageusia, Parageusia dan Hemiageusia

SARAF OTAK XI ( NERVUS AKSESORIUS)2,3,5,6,7,8

Anatomi :

Nervus aksesorius timbul superficial dari suatu rangkaian filamen yang berada di

belakang filamen-filamen radiks nervus vagus, dari permukaan lateral medulla

oblongata dan medulla spinalis servikal atas serta meninggalkan cranium melalui

foramen jugulare.

1.Pemeriksaan Fungsi M.Sterno Kleidomastodius

Pasien diminta untuk menoleh kekanan dan kekiri dan ditahan oleh pemeriksa,

kemudian dilihat dan diraba tonus dari m. Sternocleidomastoideus.

Interpretasi :

Normal : Kontraksi +

Kelainan : Kontkaksi -

2.Pemeriksaan Fungsi M.Trapezius

Memeriksa tonus dari m. Trapezius. Dengan menekan pundak pasien dan pasien

diminta untuk mengangkat pundaknya.

A.Saat Istirahat

B.Saat bahu digerakkan

Interpretasi :

29

Page 30: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Normal : simetris

Kelainan : Asimetris : kelemahan pada bahu yg sakit

SARAF OTAK XII ( NERVUS HIPOGLOSUS ) 2,3,5,6,7,8

Anatomi :

Nervus hipoglosus berjalan dari tempat asal superficial melalui filament di dalam

sulkus ventrolateralis medulla oblongata diantara oliva inferior dan piramis,

filament-filamen ini kemudian menyatu dan meninggalkan fossa posterior tulang

tengkorak melalui canalis hipoglosus.

Cara pemeriksaan.

• Dengan adanya gangguan pergerakan lidah, maka perkataan perkataan tidak

dapat diucapkan dengan baik hal demikian disebut: dysarthri.

• Dalam keadaan diam lidah tidak simetris, biasanya tergeser ke daerah lumpuh

karena tonus disini menurun.

• Bila lidah dijulurkan maka lidah akan membelok kesisi yang sakit.

• Melihat apakah ada atrofi atau fasikulasi pada otot lidah .

• Kekuatan otot lidah dapat diperiksa dengan menekan lidah ke samping pada pipi

dan dibandingkan kekuatannya pada kedua sisi pipi.

30

Page 31: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

PEMERIKSAAN SISTIM MOTORIK.

Pemeriksaan sistim motorik sebaiknya dilakukan dengan urutan urutan tertentu

untuk menjamin kelengkapan dan ketelitian pemeriksaan.3

1. Pengamatan

• Gaya berjalan dan tingkah laku.

• Simetri tubuh dan ektremitas.

• Kelumpuhan badan dan anggota gerak dan lain-lain.

2. Gerakan Volunter

Yang diperiksa adalah gerakan pasien atas permintaan pemeriksa, misalnya:

– Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.

– Fleksi dan ekstensi artikulus kubiti.

– Mengepal dan membuka jari-jari tangan.

– Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.

– Fleksi dan ekstensi artikulus genu.

– Plantar fleksi dan dorso fleksi kaki.

– Gerakan jari- jari kaki.

3. Palpasi otot

• Pengukuran besar otot

• Nyeri tekan

• Kontraktur

• Konsistensi (kekenyalan)

• Konsistensi otot yang meningkat terdapat pada :

– Spasmus otot akibat iritasi radix saraf spinalis, misal: meningitis, HNP.

– Kelumpuhan jenis UMN ( spastisitas ).

– Gangguan UMN ekstrapiramidal ( rigiditas ).

– Kontraktur otot.

• Konsistensi otot yang menurun terdapat pada:

– Kelumpuhan jenis LMN akibat denervasi otot.

31

Page 32: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

– Kelumpuhan jenis LMN akibat lesi di ”motor end plate”.

4. Perkusi otot.

• Normal : otot yang diperkusi akan berkontraksi yang bersifat setempat dan

berlangsung hanya 1 atau 2 detik saja.

• Miodema : penimbunan sejenak tempat yang telah diperkusi (biasanya terdapat

pada pasien mixedema, pasien dengan gizi buruk).

• Miotonik : tempat yang diperkusi menjadi cekung untuk beberapa detik oleh

karena kontraksi otot yang bersangkutan lebih lama dari pada biasa.

5. Tonus otot.

• Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang hendak diperiksa kemudian

ekstremitas tersebut kita gerak-gerakkan fleksi dan ekstensi pada sendi siku dan

lutut . Pada orang normal terdapat tahanan yang wajar.

• Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali (dijumpai pada kelumpuhan LMN).

• Hipotoni : tahanan berkurang.

• Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada awal gerakan , ini dijumpai pada

kelumpuhan UMN.

• Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan misalnya pada Parkinson.

6. Kekuatan otot.

• Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot, untuk memeriksa kekuatan otot ada dua

cara:

– Pasien disuruh menggerakkan bagian ekstremitas atau badannya dan

pemeriksa menahan gerakan ini.

– Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan ia

disuruh menahan.

Untuk memeriksa kekuatan otot maka sebaiknya dilakukan satu arah gerakan pada

satu sendi saja dan otot atau kelompok otot tersebut langsung dinilai. Gerakan

dapat pula dilakukan dengan menyuruh pasien membuat gerakan tersebut.5

Cara menilai kekuatan otot dengan menggunakan angka dari 0-5, yaitu :5

Derajat 5 : kekuatan normal. Seluruh gerakan dapat dilakukan

otot tersebut dengan tahanan maksimal dari pemeriksa yang

dilakukan berulang-ulang tanpa terlihat adanya kelelahan.

32

Page 33: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

Derajat 4 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan

gaya berat dan juga melawan tahanan ringan dan sedang dari

pemeriksa.

Derajat 3 : seluruh gerakan otot dapat dilakukan melawan

gaya berat, tetapi tidak dapat melawan tahanan dari pemeriksa.

Derajat 2 : otot hanya dapat bergerak bila gaya berat

dihilangkan.

Derajat 1 : kontraksi otot minimal dapat terasa pada otot

bersangkutan tanpa mengakibatkan gerakan.

Derajat 0 : tidak ada kontraksi sama sekali, paralisis total.

Cara pemeriksaan otot :

Pasien disuruh menggerakkan otot menurut fungsinya dan pemeriksa memberikan

perlawanan terhadap gerakan tersebut, atau sebaliknya pemeriksa melakukan

gerakan pasif pada anggota gerak pasien dan pasien disuruh melawan gerakan

tersebut.

Anggota gerak atas,yaitu :3

• Pemeriksaan otot oponens digiti kuinti ( C7,C8,T1,saraf ulnaris)

• Pemeriksaan otot aduktor policis ( C8,T1 , saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan otot interosei palmaris ( C8,T1,saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan otot interosei dorsalis ( C8,T1, saraf ulnaris ).

• Pemeriksaan abduksi ibu jari.

• Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7,8,saraf radialis ).

• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas ( C5-C8).

• Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah ( C5-C8).

• Pemeriksaan otot latisimus dorsi ( C5-C8, saraf subskapularis).

• Pemeriksaan otot seratus aterior ( C5-C7,saraf torakalis ).

• Pemeriksaan otot deltoid ( C5,C5, saraf aksilaris ).

• Pemeriksaan otot biseps ( C5,C6, saraf muskulokutaneus ).

• Pemeriksaan otot triseps ( C6-C8, saraf radialis ).

Anggota gerak bawah, yaitu ;3

• Pemeriksaan otot kuadriseps femoris ( L2-L4,saraf femoralis ).

• Pemeriksaan otot aduktor ( L2-L4, saraf obturatorius).

33

Page 34: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

• Pemeriksaan otot kelompok ” hamstring ” ( L4,L5,S1,S2,saraf siatika ).

• Pemeriksaan otot gastroknemius ( L5,S1, S2,saraf tibialis ).

• Pemeriksaan otot fleksor digitorum longus ( S1, S2, saraf tibialis

7. Gerakan involunter.

• Gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif,

yaitu dikeluarkan aktivitas oleh suatu nukleus tertentu dalam susunan

ekstrapiramidalis yang kehilangan kontrol akibat lesi pada nukleus

pengontrolnya. Susunan ekstrapiramidal ini mencakup kortex

ekstrapiramidalis, nuklues kaudatus, globus pallidus, putamen, corpus luysi,

substansia nigra, nucleus ruber, nukleus ventrolateralis thalami substansia

retikularis dan serebelum.

• Tremor saat istirahat : disebut juga tremol striatal, disebabkan lesi pada

corpus striatum ( nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan

lintasan penghubungnya ) misalnya kerusakan substansia nigra pada

sindroma Parkinson.

• Tremor saat bergerak ( intensional ) : disebut juga tremor serebellar,

disebabkan gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap

aktivitas kortes piramidalis dan ekstrapiramidal hingga timbul kekacauan

gerakan volunter.

• Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan,

eksplosif, cepat berganti sifat dan arah gerakan secara tidak teratur, yang

hanya terhenti pada waktu tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus

striataum, substansia nigra dan corpus subthalamicus.

• Athetose : gerakan involenter pada ektremitas, terutama lengan atau tangan

atau tangan yang agak lambat dan menunjukkan pada gerakan melilit lilit ,

torsi ekstensi atau torsi fleksi pada sendi bahu, siku dan pergelangan tangan.

Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi lesi di nucleus kaudatus.

• Ballismus: gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebra,

hingga menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerakan ini

dihubungkan dengan lesi di corpus subthalamicus, corpus luysi, area

prerubral dan berkas porel.

34

Page 35: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

• Fasikulasi: kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot

yang masih sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron.

Kontraksi nampak sebagai keduten keduten dibawah kulit. keduten tidak

secepat fasikulasi dan berlangsung lebih lama dari fasikulasi.

• Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba tiba cepat, berlangsung

sejenak, aritmik, dapat timbul sekali saja atau berkali kali ditiap bagian otot

skelet dan pada setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.

8. Fungsi koordinasi.

• Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah

pusat yang paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motorik dari kortex,

basal ganglia, vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik

dan lintasan – lintasan yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada

serebelum dapat mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “

Cerebellar sign “.

• Macam-macam pemeriksaan “ Cerebellar sign”

– Test telunjuk hidung.

– Test jari – jari tangan.

– Test tumit – lutut.

– Test diadokinesia berupa: pronasi – supinasi, tapping jari tangan.

– Test fenomena rebound.

– Test mempertahankan sikap.

– Test nistagmus.

– Test disgrafia.

– Test romberg.

• Test romberg positif: baik dengan mata terbuka maupun dengan mata

tertutup , pasien akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan

kestabilan ( bergoyang – goyang ).

• Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan

menunjukkan gejala jalan yang khas yang disebut “ celebellar gait “

35

Page 36: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

• Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan,lengan atau

tungkai dengan halus. Gerakan nya kaku dan terpatah-patah. Gait dan

Station.

• Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasein memungkinkan untuk

itu. Harus diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interpretasi hasil

pemeriksaan pada orang orang tua atau penyandang cacat non neurologis.

Pada saat pasien berdiri dan berjalan perhatikan posture, keseimbangan ,

ayunan tangan dan gerakan kaki dan mintalah pasien untuk melakukan.

• Jalan diatas tumit.

• Jalan diatas jari kaki.

• Tandem walking.

• Jalan lurus lalu putar.

• Jalan mundur.

• Hopping.

• Berdiri dengan satu kaki.

Macam macam Gait:

• Hemiplegik gait: gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara

sirkumduksi.

• Spastik ( scissors gait ): gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya

spastik paraparese.

• Tabetic gait: gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.

• Steppage gait: gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau

paralisis n. Peroneus.

• Waddling gait: gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan,

khas untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.

• Parkinsonian gait: gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua

tungkai berfleksi sedikit pada sendi lutut dan panggul. Langkah dilakukan

setengah diseret dengan jangkauan yang pendek-pendek.

36

Page 37: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

DAFTAR PUSTAKA

1. Cambell W, DeJong’s The Neurologic Examination Sixth edition,

Lippincott Williams and Wilkins, Philadelpia, 2005;19-20,37-40,97-277

2. Lumbantobing SM, Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental,

FKUI, Jakarta, 2004; 7-111

3. Juwono T, Pemeriksaan Klinik Neurologi dalam Praktek. EGC, Jakarta; 5-

53

37

Page 38: PEMERIKSAAN FISIK NEUROLOGI

4. Posner JB, Schiff ND, Saper CB, Plum F, Plum and Posner Diagnosis of

Stupor and Coma fourth edition, Oxford University Press, Oxford, 2007;

38-42

5. Markam S, Penuntun Neurologi, Binarupa Aksara, Jakarta; 18-50

6. Chusid JG, Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional Bagian

Satu, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1990; 150-190

7. Duus Peter, Diagnosis Topik Neurologi Anatomi, Fisiologi, Tanda dan

Gejala edisi II, EGC, Jakarta; 78-127

8. Fitzgerald MJ, Gruener G, Mtui E, Clinical Neuroanatomy and

Neuroscience Fifth edition International edition, Saunders Elsevier,

British, 2007; 225-257

38