34
BAB I PENDAHULUAN Penyakit infeksi yang cukup sering diderita oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit Tuberkulosis (TB) paru. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan terutama pada usia produktif (dewasa muda). Dalam menentukan adanya penyakit ini pada seorang penderita seringkali seorang dokter memerlukan pemeriksaan penunjang selain pemeriksaan fisik yang dilakukannya. Hal ini dilakukan karena seringkali gejala penyakit TBC yang timbul tidak khas dan menyerupai penyakit lainnya sehingga seringkali disebut sebagai the great imitator. Pemeriksaan penunjang ini juga bertujuan untuk menentukan klasifikasi TB (jika terbukti) yang akan berdampak pada jenis pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan yang cukup penting adalah pemeriksaan radiologik, pemeriksaan bakteriologik (dari sputum/dahak), pemeriksaan darah dan pemeriksaan uji kulit. Dalam referat ini saya akan membahas lebih kepada pemeriksaan uji kulit ( tes tuberkulin) dan pemeriksaan darah. Pemeriksaan tes tuberkulin ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di daerah dengan prevalensi (kasus) tuberkulosis rendah. Di Indonesia karena angka prevalensi TB paru Pemeriksaan Penunjang TB Page 1

Pemeriksaan Penunjang TB

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pemeriksaan Penunjang TB

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit infeksi yang cukup sering diderita oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit

Tuberkulosis (TB) paru. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan terutama pada usia

produktif (dewasa muda). Dalam menentukan adanya penyakit ini pada seorang penderita

seringkali seorang dokter memerlukan pemeriksaan penunjang selain 

pemeriksaan fisik yang dilakukannya. Hal ini dilakukan karena  seringkali gejala penyakit TBC

yang timbul tidak khas dan menyerupai penyakit lainnya sehingga seringkali disebut sebagai the

great imitator.  

Pemeriksaan penunjang ini juga bertujuan untuk menentukan klasifikasi TB (jika

terbukti) yang akan berdampak pada jenis pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan yang cukup

penting adalah pemeriksaan radiologik, pemeriksaan bakteriologik (dari sputum/dahak),

pemeriksaan darah dan pemeriksaan uji kulit.   Dalam referat ini saya akan membahas lebih

kepada pemeriksaan uji kulit ( tes tuberkulin) dan pemeriksaan darah.

Pemeriksaan tes tuberkulin ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di

daerah dengan prevalensi (kasus) tuberkulosis rendah. Di Indonesia karena angka prevalensi TB

paru yang tinggi maka test tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis 

kurang berarti terutama pada orang dewasa. Test dilakukan dengan 

penyuntikan ke kulit dengan bahan inaktif kuman tersebut yang kemudian akan dinilai dalam 2

hari. 

Test dianggap positif bila terjadi pembengkakan atau kemerahan melebihi ukuran 15 mm.

Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya

atau bila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Test yang positif tidak 

selalu diikuti dengan penyakit, sebaliknya test yang negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis

TB paru.    

Pemeriksaan yang lebih mutakhir yaitu dengan meneliti darah (pemeriksaan serologi)

penderita dan memeriksanya dengan berbagai metoda yaitu, ELISA, Mycodot, test PAP, Dot –

EIA, TB PCR dan BACTEC.    

Pemeriksaan Penunjang TB Page 1

Page 2: Pemeriksaan Penunjang TB

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk

tuberkulosis. Biasanya akan dijumpai peningkatan Laju Endap Darah (LED) namun nilai LED

yang normal tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu dapat dijumpai limfositosis 

(tingginya kadar limfosit) pada hitung jenis leukosit.    

Pemeriksaan Penunjang TB Page 2

Page 3: Pemeriksaan Penunjang TB

BAB II

PEMBAHASAN

1. Uji Tuberkulin

Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang,

khususnya terhadap basil TB. Pada seorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya system

imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberculin

akan negative. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal

system ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes

tuberculin akan positif.1

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan

sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening

TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%,

umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari

persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin

semakin kurang spesifik. Uji tuberculin pada orang dewasa di Indonesia kurang berarti

mengingat indeks tuberculin yang tinggi.2

Teknik standar (Tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan derivate protein tuberculin

yang telah dimurnikan (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara

intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan

alcohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberculin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik

26-27 G. jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas dan

ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung berdiameter 6-

10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.

Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam

sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang

Pemeriksaan Penunjang TB Page 3

Page 4: Pemeriksaan Penunjang TB

terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah

diameter indurasi dalam satuan millimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap

sumbu panjang lengan bawah. Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema

yang bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut

dengan jari tangan). Tidak adanya indurasi sebaiknya dicatat sebagai “0 mm” bukan negative. 3

1

.

Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negative.

Arti klinis : tidak ada

infeksiMikobakterium tuberkulosa.

2

.

Pembengkakan (Indurasi) : 3–9mm, uji mantoux meragukan.

Hal ini bisa karena kesalahan teknik,

reaksi silang denganMikobakterium

atipik atau setelah vaksinasi BCG.

3

.

Pembengkakan (Indurasi) : ≥10mm, uji mantoux positif.

Arti klinis : sedang atau pernah

terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.

Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5

mm atau lebih bisa dianggap sebagai reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan

adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang diameternya

sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok tertentu, sedangkan

indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang dengan factor risiko TB tidak

diketahui.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 4

Page 5: Pemeriksaan Penunjang TB

Klasifikasi Tes Mantoux Intradermal Reaksi Tuberkulin (Tuberkulin dengan TU PPD)

1. Indurasi >5mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:

Orang dengan HIV positif

Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB

Orang dengan perubahan fibrotic pada radiografi dada yang sesuai degan

gambaran TB lama yang sudah sembuh.

Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami penekanan

imunitas (menerima setara dengan >15 mg/hari prednisone selama >1 bulan)

2. Indurasi >10 m diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:

Baru tiba (<5 tahun) dari negara yang berprevalensi tinggi

Pemakai obat-obatan yang disuntikkan

Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi:

Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, dan fasilitas

perawatan lain, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan

penampungan untuk tuna wisma

Pegawai laboratorium mikrobakteriologi

Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi

Anak di bawah usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang

dewasa kelompok risiko tinggi

3. Indurasi >15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:

Orang dengan factor risiko TB yang tidak diketahui

Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di antara kelompok

berisiko tinggi.

Interpretasi tuberkulin dapat berupa reaksi positif dan negatif palsu. Keadaan ini

berhubungan dengan sensitivitas dan spesifisitas sebagai nilai duga bagi uji tuberkulin.

Sensitivitas adalah persentase orang–orang yang mendapatkan hasil uji positif, ataupun

kemampuan untuk mengenali secara benar orang yang terinfeksi. Spesifisitas adalah persentase

orang–orang yang mendapatkan hasil uji negatif ataupun kemampuan mengenali secara benar

Pemeriksaan Penunjang TB Page 5

Page 6: Pemeriksaan Penunjang TB

orang yang tidak terinfeksi. Sensitivitas tinggi bila hasil negatif semunya rendah, sedangkan hasil

positif semu mengurangi spesifitas dari uji tersebut.

Reaksi positif palsu dapat terjadi pada:

a) Individu yang terinfeksi oleh mikobakteria lain seperti vaksinasi dengan BCG

b) Infeksi silang dengan mikobakteria atipik

c) Terjadi hematoma atau luka memar akibat pecahnya vena kecil

d) Tuberkulin terkontaminasi kuman permukaan kulit sehingga menyebabkan peradangan yang

menyerupai reaksi posistif lemah

e) Konsentrasi PPD yang terlalu tinggi akibat kesalahan pabrik

Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada:

a. Faktor yang bergantung pada kondisi individu saat dilakukan uji kulit:

1.Infeksi:

1.1. Virus : Mumps, Varicella, Rubella (1–3 minggu), Morbilli (selama 10 hari–6 minggu),

HIV

1.2. Bakteri : Typhus abdominalis ,Pertusis, Bruselosis

1.3. Jamur : Blastomycosis

1.4. Gangguan metabolisme (gagal ginjal kronik)

1.5. Penyakit yang berhubungan dengan organ limfoid (penyakit Hodgkin, limfoma,

leukemia kronik, sarkoidosis)

1.6. Obat–obatan (kortikosteroid, obat imunosupresif), usia (baru lahir), bedah, luka bakar,

penyakit mental, reaksi graft-versus-host)

1.7. Malnutrisi berat

2. Vaksinasi dengan virus hidup morbilli (10 hari–6 minggu), polio.

b. Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang dipakai :

Penyimpanan yang tidak memadai (terpapar pada sinar dan panas), pengenceran yang tidak

tepat, kontaminasi bakteri, absorpsi tuberkuloprotein ke dinding wadah.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 6

Page 7: Pemeriksaan Penunjang TB

c. Faktor yang berhubungan dengan metode pemberian:

Penyuntikan antigen yang terlalu sedikit, suntikan diberikan subkutan, menunda pemberian

terlalu lama sesudah dimasukkan ke semprit.

d. Faktor yang berhubungan dengan pembacaan uji kulit dan pencatatan hasil:

Pembacaan hasil uji tuberkulin oleh orang yang belum berpengalaman, bias yang disadari

atau tidak, kesalahan pada pencatatan.

Dalam setiap populasi keberadaan suatu hasil uji yang positif apakah mewakili true infection

atau tidak dihubungkan dengan prevalens infeksi dengan M.tuberculosis. Uji kulit tuberkulin

mempunyai spesifisitas 99% dalam populasi yang tidak ada paparan dengan mikobakterial yang

lain atau vaksinasi BCG, tetapi spesifisitas menurun sampai 95% pada populasi yang memiliki

reaksi silang dengan mikobakteria lain.

Hasil interpretasi uji tuberkulin yang layak diterima membutuhkan pengetahuan yang

cukup mengenai faktor–faktor perancu seperti vaksinasi BCG yang sudah dilakukan sebelumnya.

Hal ini penting difikirkan terutama pada negara–negara yang tinggi prevalens tuberkulosisnya

dan dimana BCG masih merupakan vaksinasi yang rutin diberikan. Telah dilaporkan proporsi

individual dengan vaksinasi BCG sebelumnya dan memiliki hasil uji kulit tuberkulin positif

bervariasi dari 0% sampai 90%. Beberapa laporan terakhir menyatakan bahwa vaksinasi BCG

yang dilakukan pada masa bayi tidak memberi kontribusi pada respon PPD yang positif sedang

bila diberikan pada masa anak atau usia yang lebih besar bisa menghasilkan uji kulit tuberkulin

yang positif.

Hasil tes yang negative dapat berarti bahwa anda belum pernah terpajan dengan TB,

bahwa system imun anda tidak memberikan respon terhadap tes, atau terlalu dini untuk

mendeteksi pemajanan. Memerlukan waktu sekitar 6 minggu setelah infeksi sebelum seseorang

menunjukkan suatu reaksi positif terhadap PPD. Jika dokter anda ingin memastikan hasil

negative, dia dapat mengulangi uji tuberkulin tersebut.

Hasil yang positif bisa karena infeksi TB laten maupun aktif, atau kadang-kadang karena

false positif. Hasil positif juga dapat terlihat pada orang yang menerima vaksinasi BCG. BCG

Pemeriksaan Penunjang TB Page 7

Page 8: Pemeriksaan Penunjang TB

adalah suatu vaksin yang tidak digunakan di AS tapi sering digunakan secara rutin di Negara-

negara lain yang memiliki insiden TB yang lebih tinggi.

Hasil positif harus ditindaklanjuti dengan tes-tes yang lain seperti foto thorak untuk

mencari tanda-tanda penyakit TB aktif. Jika penyakit TB aktif dicurigai, kultur dapat dilakukan

untuk memastikan diagnosis.

Sekali anda mendapatkan hasil uji tuberculin positif, tidak perlu lagi untuk melakukan uji

tuberculin kembali di masa yang akan datang. Reaksi anda terhadap PPD biasanya akan tetap

positif, dan reaksi kulit terhadap uji tuberculin dapat menjadi lebih parah. Jadi, setelah diobati

TB dan dinyatakan sembuh, reaksi tuberculin akan tetap positif.

Uji tuberculin yang negative dapat menyebabkan rasa gatal yang ringan atau tidak enak

pada daerah injeksi. Anda mungkin tidak memberikan respon terhadap uji tuberculin (walaupun

anda menderita TB) jika anda baru-baru ini terkena infeksi viral, suatu vaksin “hidup” ( seperti

campak, gondongan, cacar, influenza), atau jika anda telah menderita TB yang luas, disertai

infeksi bakteri lain, atau sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan daya tahan tubuh seperti

kortikosteroid.

Reaksi positif terhadap tes tuberculin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu

terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostic penting dalam

mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada

masyarakat.

Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer

terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya

kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun

tidak mudah untuk menemukannya.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 8

Page 9: Pemeriksaan Penunjang TB

2. Pemeriksaan Darah

2.1. Laju Endap Darah

Laju endap darah (LED) bertujuan untuk mengukur seberapa cepat sel-sel darah merah

(eritrosit) menetap dalam tabung uji dalam satu jam. Semakin banyak sel-sel yang jatuh ke

bagian bawah tabung uji dalam satu jam, semakin tinggi tingkat LED.4

Ketika peradangan ada di dalam tubuh, protein menyebabkan sel darah merah untuk tetap

bersatu dan jatuh lebih cepat dari biasanya ke bagian bawah tabung. Protein ini diproduksi oleh

hati dan sistem kekebalan tubuh dalam kondisi normal, seperti infeksi, suatu penyakit autoimun ,

atau kanker.

Ada banyak kemungkinan penyebab laju endap darah tinggi. Untuk alasan ini, tingkat

LED dilakukan dengan kombinasi tes lainnya untuk mengkonfirmasikan diagnosis.Setelah

diagnosis telah dibuat, tingkat LED dapat dilakukan untuk membantu memeriksa penyakit atau

melihat seberapa efektif pengobatan bekerja.

LED meningkat dalam keadaan aktif atau exaserbasi, kemudian menurun dalam keadaan

sembuh atau regresi. Jadi bila pengobatan berhasil, LED akan turun.

Pada Spondylitis TB (TB extra paru), terjadi peningkatan LED dan mungkin disertai

leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak

dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.

Tujuan pemeriksaan LED

Pemeriksaan LED dilakukan untuk:

Mengetahui apakah ada infeksi.

Memeriksa tingkat perkembangan penyakit.

Melihat seberapa baik pengobatan bekerja.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 9

Page 10: Pemeriksaan Penunjang TB

Normal

Nilai normal dapat bervariasi dari lab ke lab. Hasil biasanya tersedia segera.

Laju endap darah

Pria 0-15 milimeter per jam (mm / jam)

Perempuan 0-20 mm / jam

Anak-anak 0-10 mm / jam

Bayi yang baru lahir 0-2 mm / jam

Nilai tinggi

Laju endap darah tinggi dapat disebabkan oleh:

Penyakit autoimun, seperti sistemik lupus eritematosus atau rheumatoid arthritis.

Kanker, seperti limfoma atau multiple myeloma .

Penyakit ginjal kronis .

Infeksi, seperti TB , penyakit radang panggul , atau usus buntu .

Peradangan sendi (seperti rheumatica polymyalgia ) dan pembuluh darah

(seperti arteritis sel raksasa ).

Peradangan kelenjar tiroid ( 'penyakit Graves ).

Infeksi ginjal, tulang, sendi, kulit, atau infeksi katup jantung.

Kehamilan dan preeklampsia (toksemia kehamilan).

Viral infeksi.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 10

Page 11: Pemeriksaan Penunjang TB

Nilai rendah

nilai rendah dapat disebabkan oleh:

gula darah tingkat tinggi.

Polisitemia .

Sickle cell anemia.

Penyakit hati berat.

Hal-hal yang Dapat Mempengaruhi Hasil Tes

Alasan tidak dilakukan tes atau hasilnya mungkin tidak membantu pada:

Kehamilan.

Anemia .

Setelah periode menstruasi Anda.

Umur. Tingkat LED biasanya meningkat dengan meningkatnya umur.

Obat-obatan. Banyak obat-obatan dapat mengubah hasil tes ini. Jangan lupa untuk

memberitahu dokter Anda tentang semua nonprescription dan obat-obatan resep

yang Anda ambil.

Manfaat pemeriksaan LED

Meskipun beberapa masalah, seperti arteritis sel raksasa, hampir selalu menyebabkan laju

endap darah tinggi (tingkat LED), tes tidak dapat digunakan dengan sendirinya untuk

mengidentifikasi penyakit tertentu. Hasil tes tingkat LED dianggap bersama dengan gejala, hasil

tes lain, dan informasi medis.

LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit

terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Bila pengobatan yang

diberikan efektif, maka LED akan turun. Peninggian LED biasanya terjadi akibat peningkatan

kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis atau trauma, kehamilan,

infeksi kronis,dan infeksi terselubung yang berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi

pada polisitemia vera, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi

faktor V pembekuan, dll.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 11

Page 12: Pemeriksaan Penunjang TB

Beberapa penyakit yang menyebabkan inflamasi tidak meningkatkan tingkat LED,

sehingga tingkat LED normal tidak selalu menyingkirkan penyakit.

Beberapa dokter menggunakan protein C-reaktif (CRP) tes darah, bukan tes tingkat LED

untuk membantu mengidentifikasi kondisi peradangan. Untuk informasi lebih lanjut, lihat tes

medis C-Reaktif Protein (CRP) .

2.2. Serologi TB

Diagnosis tuberkulosis (TB) paru ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan

fisik, gambaran radiologik, pemeriksaan laboratorium dan uji tuberkulin. Rangkaian pemeriksaan

tersebut, identifikasi mikroorganisme dalam sekret atau jaringan pasien merupakan hal utama

dalam mendiagnosis tuberkulosis, tetapi proses tersebut agak sulit dan mempunyai keterbatasan.

Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih

5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan

diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Pulasan BTA sputum mempunyai

sensitivitas yang rendah, terutama tuberkulosis nonkavitas, akan memberikan kepositivan 10%

pada pasien dengan gambaran klinis TB paru dan 40% penyandang TB paru dewasa mempunyai

hasil negatif pada pulasan sputumnya. 5

Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitivitas

18-30%. Foto polos toraks memberi hasil dengan perkiraan tak lebih dan 30% pada negara

berkembang. Bila terdapat gambaran infiltrat di lobus atas dan kavitas pada foto polos toraks,

maka kemungkinan TB paru 80-85%. Oleh karena terdapat beberapa kekurangan dan

membutuhkan waktu yang lama dalam menentukan diagnosis pasti TB paru, maka dibutuhkan

alat diagnostik yang cepat dan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk

memperbaiki metode diagnostik yang konvensional.

Beberapa teknik telah dikembangkan untuk mempermudah dalam mendiagnosis TB paru

diantaranya polymerase chain reaction (PCR), becton dickinson diagnostic instrument system

(BACTEC), kromatografi asam mikolik, restrictive fragment length polymorphism (RFLP) dan

uji serologik.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 12

Page 13: Pemeriksaan Penunjang TB

Uji serologik berdasarkan deteksi respons humoral, berupa proses interaksi antara antigen

dan antibodi yang digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Beberapa teknik pada uji serologik

diantaranya adalah dengan menggunakan teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA),

mycodot, uji peroksidase anti peroksidase (PAP) dan immunochromatographic assay (ICT).

Dasar pada pemeriksaan serologi adalah interaksi antara antigen dan antibodi dapat

menimbulkan berbagai akibat, diantaranya :

1.    Presipitasi bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik, terjadi

bila antibodi dan antigen dicampur dengan perbandingan yang seimbang, selain itu dapat terjadi

pula dalam medium setengah padat seperti gel agar.

2.    Aglutinasi bila antigen merupakan bahan tidak larut atau partikel-partikel kecil, pada

umumnya aglutinasi tidak terjadi bila kadar antibodi sangat tinggi.

3.    Netralisasi toksin dan akitivasi komplemen.

Beberapa pemeriksaan serologik terdahulu diantaranya adalah uji serologik TB paru

pertama tahun 1898 oleh Arloing (Perancis), dengan menggunakan uji aglutinasi, yakni

terjadinya aglutinasi pada serum penyandang TB paru yang diberikan Mycobacterium

tuberculosis (M.tuberculosis). Uji aglutinasi tersebut kemudian berkembang menjadi uji

aglutinasi tak langsung (hemaglutinasi), uji fiksasi komplemen, uji difusi ganda dan hasil

kesemuanya tidak memuaskan.

Tahun 1963 Shepard dan Kirss menggunakan teknik imunofloresen, yaitu ikatan antigen

antibodi didapatkan fluoresensi pada mikroskop fluoresen. Berbagai antigen digunakan terhadap

serum kelinci, menghasilkan sensitivitas yang cukup baik tetapi reaksi silang tak dapat dihindari

sehingga spesifisitasnya rendah. Tahun 1970 Nassau dan Merrick menggunakan uji

imunofluoresen untuk mendeteksi kuman tuberkulosis, M.tuberculosis strain H37Rv merupakan

antigen. Dari 248 serum penyandang TB (paru dan luar paru) didapatkan sensitivitas 89% pada

titer 1/50 dan spesifisitas 97% pada nontuberkulosis. Sensitivitas TB paru 90 % sedangkan di

luar paru 85,4%. Penelitian ini didukung oleh Mahfouz dan Fraser tahun 1980, menggunakan uji

imunofluoresen dengan antigen old tuberculin yang dipolimerasi. Hasil tersebut dapat

membedakan antara sehat (uji tuberkulin negatif), infeksi (uji tuberkulin positif) dan sakit. Uji

imunofluoresen dapat menilai efek pengobatan, walau dinilai sangat spesifik dan sensitif, namun

kelemahan uji ini sulit digunakan secara luas karena membutuhkan peralatan khusus yang

canggih dan mahal serta membutuhkan tenaga terlatih dalam pelaksanaannya.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 13

Page 14: Pemeriksaan Penunjang TB

Uji radioimmunoassay (RIA) menggunakan antigen M.tuberculosis H37Rv yang berlabel

radioisotop. Antibodi dapat ditemukan dengan menggunakan benda padat yang disensitisasi

dengan antigen. Antibodi yang dicari akan diikat oleh antigen dan selanjutnya dapat

diperlihatkan dengan perantaraan konjugat (anti-antibodi) yang bertanda zat radioaktif. Pada

penelitian menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, akan tetapi sulit digunakan

secara luas karena membutuhkan peralatan dan tempat khusus untuk pemeriksaan serta

pembuangan sisa radioaktif, sehingga uji ini tak disukai.

Gambar 1. Pemeriksaan RIA

Pemeriksaan serologik pada masa kini diantaranya :

1.    Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) adalah salah satu uji

serologik yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi. Pada

pemeriksaan ini diukur titer antibodi IgG serum penderita.2 Radin dkk melaporkan bahwa

penyandang tuberkulosis aktif mempunyai IgG yang lebih tinggi daripada imunoglobulin

lainnya, dalam melawan antigen aktif purified protein derivate (PPD) tuberculin, sehingga

mendeteksi IgG spesifik aktif melawan antigen campuran (the mixed antigens) merupakan dasar

Pemeriksaan Penunjang TB Page 14

Page 15: Pemeriksaan Penunjang TB

dan banyak uji.9 Keadaan ini memungkinkan karena antibodi dapat menetap dalam waktu lama,

sedangkan penggunaan antigen merupakan hal penting, sebab ketidakmurnian antigen dapat

menimbulkan reaksi silang yang mengganggu diagnosis. Penggunaan antibodi monoclonal

sangat membantu, kini dikembangkan antigen 38 kilo Dalton (kD) untuk mendiagnosis TB paru.

Uji ini menggunakan label enzim sehingga ikatan antibodi ditunjukkan dengan perubahan

warna yang dapat dinilai dengan mata biasa secara kualitatif dan spektophotometer secara

kuantitatif. Sensitivitas tergantung pada prevalensi tuberkulosis, daerah dengan prevalensi yang

tinggi misalnya negara berkembang, diharapkan uji ini memiliki sensitivitas 70-80% sedangkan

daerah dengan prevalensi rendah diharapkan mempunyai sensitivitas 60-70%. Spesifisitas

tergantung pada antigen yang digunakan, beberapa laporan mengatakan bahwa spesifisitas 97-98

% bila menggunakan antigen crude bacillary. Penggunaan PPD menghasilkan spesifisitas

bervariasi, dilaporkan uji ini menghasilkan spesifisitas yang tinggi bila menggunakan antigen

yang telah dimurnikan (highly purified).

Gambar 2. Pemeriksaan ELISA

2.  Mycodot

Merupakan uji untuk mendeteksi secara kualitatif antibodi IgG dalam tubuh manusia

secara langsung, melawan antigen lipoarabinomannan (LAM), merupakan glikolipid yang umum

pada mikobakterium, juga merupakan komponen dinding sel kuman10,11 direkatkan pada suatu

Pemeriksaan Penunjang TB Page 15

Page 16: Pemeriksaan Penunjang TB

alat berbentuk sisir plastik dan dicelupkan ke serum penderita. Bila serum pasien mengandung

antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan aktivitas penyakit,

maka akan timbul perubahan warna pada sisir tersebut.

3.  Uji Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)

Digunakan untuk menentukan IgG spesifik terhadap M. tuberculosis. Uji tersebut

mengembangkan teknik serodiagnostik dengan cara uji imunoperoksidase tak langsung,

menggunakan BCG sebagai antigen. Sensitivitas uji ini 98,3% dan spesifisitas 94,7%, penelitian

dilakukan pada kelompok dengan prevalensi 49,4%. Teknik imunoperoksidase-antiperoksidase

(PAP) menggunakan label enzim peroksidase dalam bentuk ikatan imunologik. Negatif palsu

terjadi bila antigen berlebih, pengguna obat imunosupresif, malnutrisi berat dan diabetes

mellitus, sedangkan positif palsu terdapat pada faktor rematoid.

4.    Imunocromatografi ( I C T)

Merupakan uji imunodiagnostik invitro yang digunakan untuk mendeteksi antibodi M.

tuberculosis dalam serum atau plasma, dengan menggunakan 5 antigen hasil sekresi M.

tuberculosis selama infeksi aktif. Ke-5 antigen ini diimobilisasikan membentuk 4 garis melintang

pada membran test, 2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis. Ketika 30μl serum atau

plasma diteteskan ke bantalan biru, serum atau plasma akan berdifusi melewati garis-garis

antigen, bila ada antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, antibodi itu akan berikatan dengan

antigen pada garis. Setelah penutupan kartu test, anti human IgG yang terikat pada partikel

colloidal gold akan mengikat human IgG menghasilkan satu atau lebih garis warna merah muda.

Apabila tidak terdapat human IgG dalam sampel, maka tak terlihat garis warna merah muda

Pemeriksaan Penunjang TB Page 16

Page 17: Pemeriksaan Penunjang TB

dalam daerah pengujian, waktu yang dibutuhkan 5 - 15 menit. Sejumlah penelitian menunjukan

bahwa pemeriksaan ini dapat membedakan komplek tuberkulosis dengan mikobakterium lain.

Rini Sundani, dkk meneliti 30 serum yang telah didiagnosis TB paru terdiri dan 20 BTA

(-), 10 BTA (+) serta kontrol 30 serum nontuberkulosis terdiri atas 16 kasus PPOK, 7 asma

bronkial, 6 bronkitis kronik dan 1 bronkopneumonia. Hasil ICT (+) pada 26 penyandang

tuberkulosis, 2 PPOK, 1 asma bronkial, 1 bronkitis kronik. Sensitivitas terhadap tuberkulosis

paru 90 % dan spesifisitas 86,67%.

Negatif palsu (10%) ditemukan pada pasien dengan BTA (-) yakni 1 TB milier dalam

keadaan malnutrisi, 1 tuberkulosis paru reaktif, 1 tuberkulosis paru. Positif palsu 4 (13,3%)

diantaranya (+) lemah terdapat pada 2 PPOK, 1 asma bronkial, sedang (+) kuat pada

bronkiektasis. Keadaan ini perlu penelitian lebih lanjut apakah pasien tersebut penyandang

tuberkulosis paru maupun di luar paru.6

Selanjutnya diteliti hubungannya dengan pengobatan, yang dikelompokkan berdasarkan

lama pengobatan / ditegakkannya diagnosis, terdiri atas 3 bagian yakni 5 penyandang baru

rencana terapi OAT, 18 diterapi OAT kurang dari 1 bulan dan 7 telah diterapi 1-2 bulan. Dari

hasil tersebut tampak persentase hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis menurun sejalan dengan

lamanya terapi OAT, sesuai dengan tabel di bawah ini, tetapi apakah dapat digunakan untuk

evaluasi terapi belum diketahui.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 17

Page 18: Pemeriksaan Penunjang TB

Gambar 3. Persentase hasil pemeriksaan ICT Tuberkulosis

Grafik di atas merupakan hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis terhadap 30 penyandang

tuberkulosis dengan 10 BTA sputum positif, 20 BTA sputum negatif dan 30 kontrol terdiri atas

penyandang PPOK, asma bronkial, bronkitis kronik, bronkopneumonia. Hasil pemeriksaan ICT

tuberkulosis pada penyandang tuberkulosis paru dengan sediaan dahak langsung BTA positif

sebanyak 10 (100%), pada BTA negatif sebanyak 17 (85%) sedangkan pada penyandang nonTB

2 diantaranya penyandang PPOK, 1 penyandang asma, 1 bronkopneumonia dengan jumlah total

4 (86,7%). Penelitian ini menyatakan bahwa ICT tuberkulosis dapat menggambarkan keadaan

yang sebenarnya, karena baku emas yang digunakan adalah diagnosis yang telah ditetapkan oleh

Pemeriksaan Penunjang TB Page 18

Page 19: Pemeriksaan Penunjang TB

klinisi. Penurunan persentase hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis sejalan dengan lamanya terapi

OAT, walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Pemeriksaan ICT tuberkulosis

tidak membutuhkan peralatan lain, mudah pelaksanaannya dan hanya membutuhkan waktu yang

singkat, sehingga pemeriksaan ini dapat menunjang diagnosis secara cepat.

5. Uji serologi yang baru/ IgG TB

Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibody IgG

dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen

mikobakterial rekombinan seperti 38kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan memberikan

tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode

imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu. 7

2.3. CRP

Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam

aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan

destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya uji laju endap darah

(erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP

mendahului peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar

normalnya. Peningkatan CRP dalam darah menunjukkan bahwa telah terjadi peradangan atau

infeksi bakteri yang akut. Tingkat CRP tidak selalu berubah dengan infeksi virus. 8

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase

akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang

dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana

CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang paru-paru, radang sendi (rheumatoid arthritis),

demam rematik, TBC, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic

inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada

kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi

oral.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 19

Page 20: Pemeriksaan Penunjang TB

Nilai rujukan normal CRP adalah < 5 mg/L. Nilai rujukan ini tentu akan berbeda di setiap

laboratorium tergantung reagen dan metode yang digunakan. CRP pada orang yang sehat

biasanya kurang dari 10 miligram per liter (mg / L). Kebanyakan infeksi dan radang

menghasilkan tingkat CRP lebih dari 100 mg / L.

Pada Spondylitis TB (TB ekstra paru), terjadi peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein )

pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan

abses.8

Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan menentukan

apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan untuk memantau penyembuhan

luka dan untuk memantau pasien paska bedah, transplantasi organ, atau luka bakar sebagai

sistem deteksi dini untuk kemungkinan infeksi. Bila proses infeksi mereda dan pasien masuk ke

masa penyembuhan, CRP akan turun, menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan efektif.8

Penelitian Terbaru

Pada penelitian tentang hubungan CRP dengan bacterial load serta stadium penyakit TB

yang dilakukan oleh Sukesh dan Bernhardt September 2009, tingkat protein reaktif-C ditemukan

secara signifikan lebih tinggi pada kelompok BTA positif dibandingkan dengan kelompok

smear-negatif, nilai-nilai yang 37,598 ± 23,195 dan masing-masing 5,40 ± 1,88 (P<0,0005). Di

antara pasien BTA-positif, tingkat CRP tertinggi di kelompok + Smear3 (60,00 ± 15,69)

dibandingkan dengan pasien + Smear2 (35,83 ± 8,9) dan Smear1 + (5 ± 7,86). Secara statistik,

perbedaan itu sangat signifikan (P <0,0005). Korelasi tingkat CRP dengan tingkat penyakit juga

mengungkapkan bahwa nilai-nilai ini jauh lebih tinggi pada penyakit tahap III (52,44 ± 17,78)

dibandingkan dengan tahap II (13,19 ± 13,03) dan tahap penyakit (9,5 ± 9,01). 9

Dari penelitian tersebut, CRP Serum mungkin memiliki peran dalam mengidentifikasi

pasien penyakit lanjut dan luas sehingga secara tidak langsung membantu para pekerja kesehatan

untuk mengambil convertors tertunda / lalai potensial, sehingga dapat membimbing mereka

untuk dimasukkan ke dalam upaya-upaya ekstra pada kelompok ini, dalam program

pengendalian TB. 9

Pemeriksaan Penunjang TB Page 20

Page 21: Pemeriksaan Penunjang TB

BAB III

KESIMPULAN

Dasar tes tuberculin adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap

dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang, khususnya terhadap basil TB.

Reaksi positif terhadap tes tuberculin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat

penyakit secara klinis. Tes ini tidak berhubungan dengan efektifitas pengobatan. Sekali tes

tuberculin positif, maka akan tetap positif walaupun sudah dinyatakan sembuh. Namun, tes ini

adalah alat diagnostic penting dan berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada

masyarakat.

Ada banyak kemungkinan penyebab laju endap darah tinggi. Untuk alasan ini, tingkat

LED dilakukan dengan kombinasi tes lainnya untuk mengkonfirmasikan diagnosis.Setelah

diagnosis telah dibuat, tingkat LED dapat dilakukan untuk membantu memeriksa penyakit atau

melihat seberapa efektif pengobatan bekerja. Bila terapi yang diberikan berhasil, tingkat LED

akan turun.

Uji serologik berdasarkan deteksi respons humoral, berupa proses interaksi antara antigen

dan antibodi yang digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Pemeriksaan yang dikenal di

antaranya ELISA, mycodot, PAP, ICT dan IgG TB. Uji ini masih memiliki kelemahan sehingga

belum dapat dijadikan pegangan klinik. Berbagai faktor dapat mempengaruhi uji serologik,

diantaranya spesifisitas uji serologik yang bergantung pada spesifisitas antigen atau antibodi,

yang digunakan untuk menghindari reaksi silang. Dibutuhkan pula pembuatan antigen spesifik

yang sederhana sehingga mudah dikerjakan dan dapat digunakan secara luas.

CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase

akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang

dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana

CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang paru-paru, radang sendi (rheumatoid arthritis),

demam rematik, TBC, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic

inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada

Pemeriksaan Penunjang TB Page 21

Page 22: Pemeriksaan Penunjang TB

kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi

oral. Bila proses infeksi mereda dan pasien masuk ke masa penyembuhan, CRP akan turun,

menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan efektif.

Walaupun beragam jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan yang 

bertujuan untuk menemukan adanya penyakit TB paru sedini mungkin, namun tanpa

kewaspadaan kita semua untuk mengenali adanya gejala TB pada orang di dekat kita atau bahkan

kita sendiri dan memeriksakannya ke dokter, maka semua itu tidaklah berarti. Oleh karena itu

jagalah kesehatan anda sebab dengan daya tahan tubuh yang baik kuman ini tidak akan tumbuh

dan yang juga cukup penting adalah periksakan diri anda ke dokter secara 

teratur.

Pemeriksaan Penunjang TB Page 22

Page 23: Pemeriksaan Penunjang TB

DAFTAR PUSTAKA

1. Danusantoso, halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-1, hal 93-151. 2000. Jakarta: Penerbit Hipokrates.

2. Medicastore. Informasi Lengkap Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBCDi-download tanggal 13 September 2010 dari : http://medicastore.com/tbc/uji_tbc.htm

3. Price, Sylvia and Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, vol 2. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

4. Erstad, Shannon. Tingkat Sedimentasi.Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://www.webmd.com/a-to-z-guides/sedimentation-rate

5. Retno. Diagnosis Serologik pada Tuberkulosis Paru.Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0101/retn1000.htm

6. Sundari R, Noormartany. Pemeriksaan uji serap imun-rapid imunokromatografi pada penderita yang telah didiagnosis tuberkulosis paru di Poliklinik Paru RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Dalam: Pekan Ilmiah FKUP, 1998; 1-9

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia. 2006. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika

8. Riswanto. Protein C-ReaktifDi-download tanggal 13 September 2010 dari : http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/protein-c-reaktif.html

9. Rao, Sukesh; Bernhardt, Vidya. Serum C-Reactive Protein in Pulmonary Tuberculosis: Correlation With Bacteriological Load and Extent of Disesase. Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://journals.lww.com/infectdis/Abstract/2009/09000/Serum_C_Reactive_Protein_in_Pulmonary.7.aspx

Pemeriksaan Penunjang TB Page 23