Upload
herman-liem
View
558
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi yang cukup sering diderita oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit
Tuberkulosis (TB) paru. Penyakit ini dapat menyerang semua umur dan terutama pada usia
produktif (dewasa muda). Dalam menentukan adanya penyakit ini pada seorang penderita
seringkali seorang dokter memerlukan pemeriksaan penunjang selain
pemeriksaan fisik yang dilakukannya. Hal ini dilakukan karena seringkali gejala penyakit TBC
yang timbul tidak khas dan menyerupai penyakit lainnya sehingga seringkali disebut sebagai the
great imitator.
Pemeriksaan penunjang ini juga bertujuan untuk menentukan klasifikasi TB (jika
terbukti) yang akan berdampak pada jenis pengobatan yang dilakukan. Pemeriksaan yang cukup
penting adalah pemeriksaan radiologik, pemeriksaan bakteriologik (dari sputum/dahak),
pemeriksaan darah dan pemeriksaan uji kulit. Dalam referat ini saya akan membahas lebih
kepada pemeriksaan uji kulit ( tes tuberkulin) dan pemeriksaan darah.
Pemeriksaan tes tuberkulin ini sangat berarti dalam usaha mendeteksi infeksi TB di
daerah dengan prevalensi (kasus) tuberkulosis rendah. Di Indonesia karena angka prevalensi TB
paru yang tinggi maka test tuberkulin sebagai alat bantu diagnosis
kurang berarti terutama pada orang dewasa. Test dilakukan dengan
penyuntikan ke kulit dengan bahan inaktif kuman tersebut yang kemudian akan dinilai dalam 2
hari.
Test dianggap positif bila terjadi pembengkakan atau kemerahan melebihi ukuran 15 mm.
Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan sebelumnya
atau bila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Test yang positif tidak
selalu diikuti dengan penyakit, sebaliknya test yang negatif tidak dapat menyingkirkan diagnosis
TB paru.
Pemeriksaan yang lebih mutakhir yaitu dengan meneliti darah (pemeriksaan serologi)
penderita dan memeriksanya dengan berbagai metoda yaitu, ELISA, Mycodot, test PAP, Dot –
EIA, TB PCR dan BACTEC.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 1
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Biasanya akan dijumpai peningkatan Laju Endap Darah (LED) namun nilai LED
yang normal tidak menyingkirkan diagnosis. Selain itu dapat dijumpai limfositosis
(tingginya kadar limfosit) pada hitung jenis leukosit.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Uji Tuberkulin
Sebetulnya tes ini bertujuan untuk memeriksa kemampuan reaksi hipersensitivitas tipe
lambat (tipe IV), yang dianggap dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang,
khususnya terhadap basil TB. Pada seorang yang belum terinfeksi basil TB, tentunya system
imunitas selulernya belum terangsang untuk melawan basil TB. Dengan demikian tes tuberculin
akan negative. Sebaliknya bila seseorang pernah terinfeksi basil TB, dalam keadaan normal
system ini sudah akan terangsang secara efektif 3-8 minggu setelah infeksi primer dan tes
tuberculin akan positif.1
Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan
sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering digunakan dalam "Screening
TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.
Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji tuberkulin positif 100%,
umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan umur 6–12 tahun 51%. Dari
persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar usia anak maka hasil uji tuberkulin
semakin kurang spesifik. Uji tuberculin pada orang dewasa di Indonesia kurang berarti
mengingat indeks tuberculin yang tinggi.2
Teknik standar (Tes Mantoux) adalah dengan menyuntikkan derivate protein tuberculin
yang telah dimurnikan (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit (TU) tuberculin secara
intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar lengan bawah setelah kulit dibersihkan dengan
alcohol. Biasanya dianjurkan memakai spuit tuberculin sekali pakai dengan ukuran jarum suntik
26-27 G. jarum yang pendek ini dipegang dengan permukaan yang miring diarahkan ke atas dan
ujungnya dimasukkan ke bawah permukaan kulit. Akan terbentuk satu gelembung berdiameter 6-
10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk bila dosis 0,1 ml disuntikkan dengan tepat dan cermat.
Untuk memperoleh reaksi kulit yang maksimum diperlukan waktu antara 48-72 jam
sesudah penyuntikan dan reaksi harus dibaca dalam periode tersebut, yaitu dalam cahaya yang
Pemeriksaan Penunjang TB Page 3
terang dan posisi lengan bawah sedikit ditekuk. Yang harus dicatat dari reaksi ini adalah
diameter indurasi dalam satuan millimeter, pengukuran harus dilakukan melintang terhadap
sumbu panjang lengan bawah. Hanya indurasi (pembengkakan yang teraba) dan bukan eritema
yang bernilai. Indurasi dapat ditentukan dengan inspeksi dan palpasi (meraba daerah tersebut
dengan jari tangan). Tidak adanya indurasi sebaiknya dicatat sebagai “0 mm” bukan negative. 3
1
.
Pembengkakan (Indurasi) : 0–4mm, uji mantoux negative.
Arti klinis : tidak ada
infeksiMikobakterium tuberkulosa.
2
.
Pembengkakan (Indurasi) : 3–9mm, uji mantoux meragukan.
Hal ini bisa karena kesalahan teknik,
reaksi silang denganMikobakterium
atipik atau setelah vaksinasi BCG.
3
.
Pembengkakan (Indurasi) : ≥10mm, uji mantoux positif.
Arti klinis : sedang atau pernah
terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa.
Interpretasi tes kulit menunjukkan adanya berbagai tipe reaksi. Daerah indurasi sebesar 5
mm atau lebih bisa dianggap sebagai reaksi positif pada kelompok tertentu, dan mencerminkan
adanya sensitivitas yang berasal dari infeksi dengan basil. Daerah indurasi yang diameternya
sebesar 10 mm atau lebih juga diklasifikasikan positif pada kelompok tertentu, sedangkan
indurasi sebesar 15 mm atau lebih adalah positif pada semua orang dengan factor risiko TB tidak
diketahui.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 4
Klasifikasi Tes Mantoux Intradermal Reaksi Tuberkulin (Tuberkulin dengan TU PPD)
1. Indurasi >5mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
Orang dengan HIV positif
Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB
Orang dengan perubahan fibrotic pada radiografi dada yang sesuai degan
gambaran TB lama yang sudah sembuh.
Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami penekanan
imunitas (menerima setara dengan >15 mg/hari prednisone selama >1 bulan)
2. Indurasi >10 m diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
Baru tiba (<5 tahun) dari negara yang berprevalensi tinggi
Pemakai obat-obatan yang disuntikkan
Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi:
Penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, dan fasilitas
perawatan lain, fasilitas yang disiapkan untuk pasien dengan AIDS, dan
penampungan untuk tuna wisma
Pegawai laboratorium mikrobakteriologi
Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi
Anak di bawah usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpajan orang
dewasa kelompok risiko tinggi
3. Indurasi >15 mm diklasifikasikan positif dalam kelompok berikut ini:
Orang dengan factor risiko TB yang tidak diketahui
Target program-program tes kulit seharusnya hanya dilakukan di antara kelompok
berisiko tinggi.
Interpretasi tuberkulin dapat berupa reaksi positif dan negatif palsu. Keadaan ini
berhubungan dengan sensitivitas dan spesifisitas sebagai nilai duga bagi uji tuberkulin.
Sensitivitas adalah persentase orang–orang yang mendapatkan hasil uji positif, ataupun
kemampuan untuk mengenali secara benar orang yang terinfeksi. Spesifisitas adalah persentase
orang–orang yang mendapatkan hasil uji negatif ataupun kemampuan mengenali secara benar
Pemeriksaan Penunjang TB Page 5
orang yang tidak terinfeksi. Sensitivitas tinggi bila hasil negatif semunya rendah, sedangkan hasil
positif semu mengurangi spesifitas dari uji tersebut.
Reaksi positif palsu dapat terjadi pada:
a) Individu yang terinfeksi oleh mikobakteria lain seperti vaksinasi dengan BCG
b) Infeksi silang dengan mikobakteria atipik
c) Terjadi hematoma atau luka memar akibat pecahnya vena kecil
d) Tuberkulin terkontaminasi kuman permukaan kulit sehingga menyebabkan peradangan yang
menyerupai reaksi posistif lemah
e) Konsentrasi PPD yang terlalu tinggi akibat kesalahan pabrik
Reaksi negatif palsu dapat terjadi pada:
a. Faktor yang bergantung pada kondisi individu saat dilakukan uji kulit:
1.Infeksi:
1.1. Virus : Mumps, Varicella, Rubella (1–3 minggu), Morbilli (selama 10 hari–6 minggu),
HIV
1.2. Bakteri : Typhus abdominalis ,Pertusis, Bruselosis
1.3. Jamur : Blastomycosis
1.4. Gangguan metabolisme (gagal ginjal kronik)
1.5. Penyakit yang berhubungan dengan organ limfoid (penyakit Hodgkin, limfoma,
leukemia kronik, sarkoidosis)
1.6. Obat–obatan (kortikosteroid, obat imunosupresif), usia (baru lahir), bedah, luka bakar,
penyakit mental, reaksi graft-versus-host)
1.7. Malnutrisi berat
2. Vaksinasi dengan virus hidup morbilli (10 hari–6 minggu), polio.
b. Faktor yang berhubungan dengan tuberkulin yang dipakai :
Penyimpanan yang tidak memadai (terpapar pada sinar dan panas), pengenceran yang tidak
tepat, kontaminasi bakteri, absorpsi tuberkuloprotein ke dinding wadah.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 6
c. Faktor yang berhubungan dengan metode pemberian:
Penyuntikan antigen yang terlalu sedikit, suntikan diberikan subkutan, menunda pemberian
terlalu lama sesudah dimasukkan ke semprit.
d. Faktor yang berhubungan dengan pembacaan uji kulit dan pencatatan hasil:
Pembacaan hasil uji tuberkulin oleh orang yang belum berpengalaman, bias yang disadari
atau tidak, kesalahan pada pencatatan.
Dalam setiap populasi keberadaan suatu hasil uji yang positif apakah mewakili true infection
atau tidak dihubungkan dengan prevalens infeksi dengan M.tuberculosis. Uji kulit tuberkulin
mempunyai spesifisitas 99% dalam populasi yang tidak ada paparan dengan mikobakterial yang
lain atau vaksinasi BCG, tetapi spesifisitas menurun sampai 95% pada populasi yang memiliki
reaksi silang dengan mikobakteria lain.
Hasil interpretasi uji tuberkulin yang layak diterima membutuhkan pengetahuan yang
cukup mengenai faktor–faktor perancu seperti vaksinasi BCG yang sudah dilakukan sebelumnya.
Hal ini penting difikirkan terutama pada negara–negara yang tinggi prevalens tuberkulosisnya
dan dimana BCG masih merupakan vaksinasi yang rutin diberikan. Telah dilaporkan proporsi
individual dengan vaksinasi BCG sebelumnya dan memiliki hasil uji kulit tuberkulin positif
bervariasi dari 0% sampai 90%. Beberapa laporan terakhir menyatakan bahwa vaksinasi BCG
yang dilakukan pada masa bayi tidak memberi kontribusi pada respon PPD yang positif sedang
bila diberikan pada masa anak atau usia yang lebih besar bisa menghasilkan uji kulit tuberkulin
yang positif.
Hasil tes yang negative dapat berarti bahwa anda belum pernah terpajan dengan TB,
bahwa system imun anda tidak memberikan respon terhadap tes, atau terlalu dini untuk
mendeteksi pemajanan. Memerlukan waktu sekitar 6 minggu setelah infeksi sebelum seseorang
menunjukkan suatu reaksi positif terhadap PPD. Jika dokter anda ingin memastikan hasil
negative, dia dapat mengulangi uji tuberkulin tersebut.
Hasil yang positif bisa karena infeksi TB laten maupun aktif, atau kadang-kadang karena
false positif. Hasil positif juga dapat terlihat pada orang yang menerima vaksinasi BCG. BCG
Pemeriksaan Penunjang TB Page 7
adalah suatu vaksin yang tidak digunakan di AS tapi sering digunakan secara rutin di Negara-
negara lain yang memiliki insiden TB yang lebih tinggi.
Hasil positif harus ditindaklanjuti dengan tes-tes yang lain seperti foto thorak untuk
mencari tanda-tanda penyakit TB aktif. Jika penyakit TB aktif dicurigai, kultur dapat dilakukan
untuk memastikan diagnosis.
Sekali anda mendapatkan hasil uji tuberculin positif, tidak perlu lagi untuk melakukan uji
tuberculin kembali di masa yang akan datang. Reaksi anda terhadap PPD biasanya akan tetap
positif, dan reaksi kulit terhadap uji tuberculin dapat menjadi lebih parah. Jadi, setelah diobati
TB dan dinyatakan sembuh, reaksi tuberculin akan tetap positif.
Uji tuberculin yang negative dapat menyebabkan rasa gatal yang ringan atau tidak enak
pada daerah injeksi. Anda mungkin tidak memberikan respon terhadap uji tuberculin (walaupun
anda menderita TB) jika anda baru-baru ini terkena infeksi viral, suatu vaksin “hidup” ( seperti
campak, gondongan, cacar, influenza), atau jika anda telah menderita TB yang luas, disertai
infeksi bakteri lain, atau sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan daya tahan tubuh seperti
kortikosteroid.
Reaksi positif terhadap tes tuberculin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu
terdapat penyakit secara klinis. Namun, tes ini adalah alat diagnostic penting dalam
mengevaluasi seorang pasien dan juga berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada
masyarakat.
Pemeriksaan radiologis dapat memperkuat diagnosis, karena lebih 95% infeksi primer
terjadi di paru-paru maka secara rutin foto thorax harus dilakukan. Ditemukannya
kuman Mikobakterium tuberkulosa dari kultur merupakan diagnostik TBC yang positif, namun
tidak mudah untuk menemukannya.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 8
2. Pemeriksaan Darah
2.1. Laju Endap Darah
Laju endap darah (LED) bertujuan untuk mengukur seberapa cepat sel-sel darah merah
(eritrosit) menetap dalam tabung uji dalam satu jam. Semakin banyak sel-sel yang jatuh ke
bagian bawah tabung uji dalam satu jam, semakin tinggi tingkat LED.4
Ketika peradangan ada di dalam tubuh, protein menyebabkan sel darah merah untuk tetap
bersatu dan jatuh lebih cepat dari biasanya ke bagian bawah tabung. Protein ini diproduksi oleh
hati dan sistem kekebalan tubuh dalam kondisi normal, seperti infeksi, suatu penyakit autoimun ,
atau kanker.
Ada banyak kemungkinan penyebab laju endap darah tinggi. Untuk alasan ini, tingkat
LED dilakukan dengan kombinasi tes lainnya untuk mengkonfirmasikan diagnosis.Setelah
diagnosis telah dibuat, tingkat LED dapat dilakukan untuk membantu memeriksa penyakit atau
melihat seberapa efektif pengobatan bekerja.
LED meningkat dalam keadaan aktif atau exaserbasi, kemudian menurun dalam keadaan
sembuh atau regresi. Jadi bila pengobatan berhasil, LED akan turun.
Pada Spondylitis TB (TB extra paru), terjadi peningkatan LED dan mungkin disertai
leukositosis, tetapi hal ini tidak dapat digunakan untuk uji tapis. Al-marri melaporkan 144 anak
dengan spondilitis tuberkulosis didapatkan 33 % anak dengan laju endap darah yang normal.
Tujuan pemeriksaan LED
Pemeriksaan LED dilakukan untuk:
Mengetahui apakah ada infeksi.
Memeriksa tingkat perkembangan penyakit.
Melihat seberapa baik pengobatan bekerja.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 9
Normal
Nilai normal dapat bervariasi dari lab ke lab. Hasil biasanya tersedia segera.
Laju endap darah
Pria 0-15 milimeter per jam (mm / jam)
Perempuan 0-20 mm / jam
Anak-anak 0-10 mm / jam
Bayi yang baru lahir 0-2 mm / jam
Nilai tinggi
Laju endap darah tinggi dapat disebabkan oleh:
Penyakit autoimun, seperti sistemik lupus eritematosus atau rheumatoid arthritis.
Kanker, seperti limfoma atau multiple myeloma .
Penyakit ginjal kronis .
Infeksi, seperti TB , penyakit radang panggul , atau usus buntu .
Peradangan sendi (seperti rheumatica polymyalgia ) dan pembuluh darah
(seperti arteritis sel raksasa ).
Peradangan kelenjar tiroid ( 'penyakit Graves ).
Infeksi ginjal, tulang, sendi, kulit, atau infeksi katup jantung.
Kehamilan dan preeklampsia (toksemia kehamilan).
Viral infeksi.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 10
Nilai rendah
nilai rendah dapat disebabkan oleh:
gula darah tingkat tinggi.
Polisitemia .
Sickle cell anemia.
Penyakit hati berat.
Hal-hal yang Dapat Mempengaruhi Hasil Tes
Alasan tidak dilakukan tes atau hasilnya mungkin tidak membantu pada:
Kehamilan.
Anemia .
Setelah periode menstruasi Anda.
Umur. Tingkat LED biasanya meningkat dengan meningkatnya umur.
Obat-obatan. Banyak obat-obatan dapat mengubah hasil tes ini. Jangan lupa untuk
memberitahu dokter Anda tentang semua nonprescription dan obat-obatan resep
yang Anda ambil.
Manfaat pemeriksaan LED
Meskipun beberapa masalah, seperti arteritis sel raksasa, hampir selalu menyebabkan laju
endap darah tinggi (tingkat LED), tes tidak dapat digunakan dengan sendirinya untuk
mengidentifikasi penyakit tertentu. Hasil tes tingkat LED dianggap bersama dengan gejala, hasil
tes lain, dan informasi medis.
LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan penyakit
terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Bila pengobatan yang
diberikan efektif, maka LED akan turun. Peninggian LED biasanya terjadi akibat peningkatan
kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal maupun sistemis atau trauma, kehamilan,
infeksi kronis,dan infeksi terselubung yang berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi
pada polisitemia vera, gagal jantung kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi
faktor V pembekuan, dll.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 11
Beberapa penyakit yang menyebabkan inflamasi tidak meningkatkan tingkat LED,
sehingga tingkat LED normal tidak selalu menyingkirkan penyakit.
Beberapa dokter menggunakan protein C-reaktif (CRP) tes darah, bukan tes tingkat LED
untuk membantu mengidentifikasi kondisi peradangan. Untuk informasi lebih lanjut, lihat tes
medis C-Reaktif Protein (CRP) .
2.2. Serologi TB
Diagnosis tuberkulosis (TB) paru ditegakkan berdasarkan gambaran klinik, pemeriksaan
fisik, gambaran radiologik, pemeriksaan laboratorium dan uji tuberkulin. Rangkaian pemeriksaan
tersebut, identifikasi mikroorganisme dalam sekret atau jaringan pasien merupakan hal utama
dalam mendiagnosis tuberkulosis, tetapi proses tersebut agak sulit dan mempunyai keterbatasan.
Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah mikroskop memerlukan kurang lebih
5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan
diagnosis pasti, dibutuhkan sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Pulasan BTA sputum mempunyai
sensitivitas yang rendah, terutama tuberkulosis nonkavitas, akan memberikan kepositivan 10%
pada pasien dengan gambaran klinis TB paru dan 40% penyandang TB paru dewasa mempunyai
hasil negatif pada pulasan sputumnya. 5
Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan 6 - 8 minggu dengan angka sensitivitas
18-30%. Foto polos toraks memberi hasil dengan perkiraan tak lebih dan 30% pada negara
berkembang. Bila terdapat gambaran infiltrat di lobus atas dan kavitas pada foto polos toraks,
maka kemungkinan TB paru 80-85%. Oleh karena terdapat beberapa kekurangan dan
membutuhkan waktu yang lama dalam menentukan diagnosis pasti TB paru, maka dibutuhkan
alat diagnostik yang cepat dan mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
memperbaiki metode diagnostik yang konvensional.
Beberapa teknik telah dikembangkan untuk mempermudah dalam mendiagnosis TB paru
diantaranya polymerase chain reaction (PCR), becton dickinson diagnostic instrument system
(BACTEC), kromatografi asam mikolik, restrictive fragment length polymorphism (RFLP) dan
uji serologik.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 12
Uji serologik berdasarkan deteksi respons humoral, berupa proses interaksi antara antigen
dan antibodi yang digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Beberapa teknik pada uji serologik
diantaranya adalah dengan menggunakan teknik enzyme linked immunosorbent assay (ELISA),
mycodot, uji peroksidase anti peroksidase (PAP) dan immunochromatographic assay (ICT).
Dasar pada pemeriksaan serologi adalah interaksi antara antigen dan antibodi dapat
menimbulkan berbagai akibat, diantaranya :
1. Presipitasi bila antigen merupakan bahan larut dalam cairan garam fisiologik, terjadi
bila antibodi dan antigen dicampur dengan perbandingan yang seimbang, selain itu dapat terjadi
pula dalam medium setengah padat seperti gel agar.
2. Aglutinasi bila antigen merupakan bahan tidak larut atau partikel-partikel kecil, pada
umumnya aglutinasi tidak terjadi bila kadar antibodi sangat tinggi.
3. Netralisasi toksin dan akitivasi komplemen.
Beberapa pemeriksaan serologik terdahulu diantaranya adalah uji serologik TB paru
pertama tahun 1898 oleh Arloing (Perancis), dengan menggunakan uji aglutinasi, yakni
terjadinya aglutinasi pada serum penyandang TB paru yang diberikan Mycobacterium
tuberculosis (M.tuberculosis). Uji aglutinasi tersebut kemudian berkembang menjadi uji
aglutinasi tak langsung (hemaglutinasi), uji fiksasi komplemen, uji difusi ganda dan hasil
kesemuanya tidak memuaskan.
Tahun 1963 Shepard dan Kirss menggunakan teknik imunofloresen, yaitu ikatan antigen
antibodi didapatkan fluoresensi pada mikroskop fluoresen. Berbagai antigen digunakan terhadap
serum kelinci, menghasilkan sensitivitas yang cukup baik tetapi reaksi silang tak dapat dihindari
sehingga spesifisitasnya rendah. Tahun 1970 Nassau dan Merrick menggunakan uji
imunofluoresen untuk mendeteksi kuman tuberkulosis, M.tuberculosis strain H37Rv merupakan
antigen. Dari 248 serum penyandang TB (paru dan luar paru) didapatkan sensitivitas 89% pada
titer 1/50 dan spesifisitas 97% pada nontuberkulosis. Sensitivitas TB paru 90 % sedangkan di
luar paru 85,4%. Penelitian ini didukung oleh Mahfouz dan Fraser tahun 1980, menggunakan uji
imunofluoresen dengan antigen old tuberculin yang dipolimerasi. Hasil tersebut dapat
membedakan antara sehat (uji tuberkulin negatif), infeksi (uji tuberkulin positif) dan sakit. Uji
imunofluoresen dapat menilai efek pengobatan, walau dinilai sangat spesifik dan sensitif, namun
kelemahan uji ini sulit digunakan secara luas karena membutuhkan peralatan khusus yang
canggih dan mahal serta membutuhkan tenaga terlatih dalam pelaksanaannya.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 13
Uji radioimmunoassay (RIA) menggunakan antigen M.tuberculosis H37Rv yang berlabel
radioisotop. Antibodi dapat ditemukan dengan menggunakan benda padat yang disensitisasi
dengan antigen. Antibodi yang dicari akan diikat oleh antigen dan selanjutnya dapat
diperlihatkan dengan perantaraan konjugat (anti-antibodi) yang bertanda zat radioaktif. Pada
penelitian menghasilkan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, akan tetapi sulit digunakan
secara luas karena membutuhkan peralatan dan tempat khusus untuk pemeriksaan serta
pembuangan sisa radioaktif, sehingga uji ini tak disukai.
Gambar 1. Pemeriksaan RIA
Pemeriksaan serologik pada masa kini diantaranya :
1. Enzyme Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Pemeriksaan enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) adalah salah satu uji
serologik yang dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigen-antibodi. Pada
pemeriksaan ini diukur titer antibodi IgG serum penderita.2 Radin dkk melaporkan bahwa
penyandang tuberkulosis aktif mempunyai IgG yang lebih tinggi daripada imunoglobulin
lainnya, dalam melawan antigen aktif purified protein derivate (PPD) tuberculin, sehingga
mendeteksi IgG spesifik aktif melawan antigen campuran (the mixed antigens) merupakan dasar
Pemeriksaan Penunjang TB Page 14
dan banyak uji.9 Keadaan ini memungkinkan karena antibodi dapat menetap dalam waktu lama,
sedangkan penggunaan antigen merupakan hal penting, sebab ketidakmurnian antigen dapat
menimbulkan reaksi silang yang mengganggu diagnosis. Penggunaan antibodi monoclonal
sangat membantu, kini dikembangkan antigen 38 kilo Dalton (kD) untuk mendiagnosis TB paru.
Uji ini menggunakan label enzim sehingga ikatan antibodi ditunjukkan dengan perubahan
warna yang dapat dinilai dengan mata biasa secara kualitatif dan spektophotometer secara
kuantitatif. Sensitivitas tergantung pada prevalensi tuberkulosis, daerah dengan prevalensi yang
tinggi misalnya negara berkembang, diharapkan uji ini memiliki sensitivitas 70-80% sedangkan
daerah dengan prevalensi rendah diharapkan mempunyai sensitivitas 60-70%. Spesifisitas
tergantung pada antigen yang digunakan, beberapa laporan mengatakan bahwa spesifisitas 97-98
% bila menggunakan antigen crude bacillary. Penggunaan PPD menghasilkan spesifisitas
bervariasi, dilaporkan uji ini menghasilkan spesifisitas yang tinggi bila menggunakan antigen
yang telah dimurnikan (highly purified).
Gambar 2. Pemeriksaan ELISA
2. Mycodot
Merupakan uji untuk mendeteksi secara kualitatif antibodi IgG dalam tubuh manusia
secara langsung, melawan antigen lipoarabinomannan (LAM), merupakan glikolipid yang umum
pada mikobakterium, juga merupakan komponen dinding sel kuman10,11 direkatkan pada suatu
Pemeriksaan Penunjang TB Page 15
alat berbentuk sisir plastik dan dicelupkan ke serum penderita. Bila serum pasien mengandung
antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai dan sesuai dengan aktivitas penyakit,
maka akan timbul perubahan warna pada sisir tersebut.
3. Uji Peroksidase Anti Peroksidase (PAP)
Digunakan untuk menentukan IgG spesifik terhadap M. tuberculosis. Uji tersebut
mengembangkan teknik serodiagnostik dengan cara uji imunoperoksidase tak langsung,
menggunakan BCG sebagai antigen. Sensitivitas uji ini 98,3% dan spesifisitas 94,7%, penelitian
dilakukan pada kelompok dengan prevalensi 49,4%. Teknik imunoperoksidase-antiperoksidase
(PAP) menggunakan label enzim peroksidase dalam bentuk ikatan imunologik. Negatif palsu
terjadi bila antigen berlebih, pengguna obat imunosupresif, malnutrisi berat dan diabetes
mellitus, sedangkan positif palsu terdapat pada faktor rematoid.
4. Imunocromatografi ( I C T)
Merupakan uji imunodiagnostik invitro yang digunakan untuk mendeteksi antibodi M.
tuberculosis dalam serum atau plasma, dengan menggunakan 5 antigen hasil sekresi M.
tuberculosis selama infeksi aktif. Ke-5 antigen ini diimobilisasikan membentuk 4 garis melintang
pada membran test, 2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis. Ketika 30μl serum atau
plasma diteteskan ke bantalan biru, serum atau plasma akan berdifusi melewati garis-garis
antigen, bila ada antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, antibodi itu akan berikatan dengan
antigen pada garis. Setelah penutupan kartu test, anti human IgG yang terikat pada partikel
colloidal gold akan mengikat human IgG menghasilkan satu atau lebih garis warna merah muda.
Apabila tidak terdapat human IgG dalam sampel, maka tak terlihat garis warna merah muda
Pemeriksaan Penunjang TB Page 16
dalam daerah pengujian, waktu yang dibutuhkan 5 - 15 menit. Sejumlah penelitian menunjukan
bahwa pemeriksaan ini dapat membedakan komplek tuberkulosis dengan mikobakterium lain.
Rini Sundani, dkk meneliti 30 serum yang telah didiagnosis TB paru terdiri dan 20 BTA
(-), 10 BTA (+) serta kontrol 30 serum nontuberkulosis terdiri atas 16 kasus PPOK, 7 asma
bronkial, 6 bronkitis kronik dan 1 bronkopneumonia. Hasil ICT (+) pada 26 penyandang
tuberkulosis, 2 PPOK, 1 asma bronkial, 1 bronkitis kronik. Sensitivitas terhadap tuberkulosis
paru 90 % dan spesifisitas 86,67%.
Negatif palsu (10%) ditemukan pada pasien dengan BTA (-) yakni 1 TB milier dalam
keadaan malnutrisi, 1 tuberkulosis paru reaktif, 1 tuberkulosis paru. Positif palsu 4 (13,3%)
diantaranya (+) lemah terdapat pada 2 PPOK, 1 asma bronkial, sedang (+) kuat pada
bronkiektasis. Keadaan ini perlu penelitian lebih lanjut apakah pasien tersebut penyandang
tuberkulosis paru maupun di luar paru.6
Selanjutnya diteliti hubungannya dengan pengobatan, yang dikelompokkan berdasarkan
lama pengobatan / ditegakkannya diagnosis, terdiri atas 3 bagian yakni 5 penyandang baru
rencana terapi OAT, 18 diterapi OAT kurang dari 1 bulan dan 7 telah diterapi 1-2 bulan. Dari
hasil tersebut tampak persentase hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis menurun sejalan dengan
lamanya terapi OAT, sesuai dengan tabel di bawah ini, tetapi apakah dapat digunakan untuk
evaluasi terapi belum diketahui.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 17
Gambar 3. Persentase hasil pemeriksaan ICT Tuberkulosis
Grafik di atas merupakan hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis terhadap 30 penyandang
tuberkulosis dengan 10 BTA sputum positif, 20 BTA sputum negatif dan 30 kontrol terdiri atas
penyandang PPOK, asma bronkial, bronkitis kronik, bronkopneumonia. Hasil pemeriksaan ICT
tuberkulosis pada penyandang tuberkulosis paru dengan sediaan dahak langsung BTA positif
sebanyak 10 (100%), pada BTA negatif sebanyak 17 (85%) sedangkan pada penyandang nonTB
2 diantaranya penyandang PPOK, 1 penyandang asma, 1 bronkopneumonia dengan jumlah total
4 (86,7%). Penelitian ini menyatakan bahwa ICT tuberkulosis dapat menggambarkan keadaan
yang sebenarnya, karena baku emas yang digunakan adalah diagnosis yang telah ditetapkan oleh
Pemeriksaan Penunjang TB Page 18
klinisi. Penurunan persentase hasil pemeriksaan ICT tuberkulosis sejalan dengan lamanya terapi
OAT, walaupun masih diperlukan penelitian yang lebih lanjut. Pemeriksaan ICT tuberkulosis
tidak membutuhkan peralatan lain, mudah pelaksanaannya dan hanya membutuhkan waktu yang
singkat, sehingga pemeriksaan ini dapat menunjang diagnosis secara cepat.
5. Uji serologi yang baru/ IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi antibody IgG
dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan antigen
mikobakterial rekombinan seperti 38kDa dan 16 kDa dan kombinasi lainnya akan memberikan
tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang dapat diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode
imunodiagnosis ini lebih sering digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu. 7
2.3. CRP
Protein C-reactif (C-reactive protein, CRP) dibuat oleh hati dan dikeluarkan ke dalam
aliran darah. CRP beredar dalam darah selama 6-10 jam setelah proses inflamasi akut dan
destruksi jaringan. Kadarnya memuncak dalam 48-72 jam. Seperti halnya uji laju endap darah
(erithrocyte sedimentation rate, ESR), CRP merupakan uji non-spesifik tetapi keberadaan CRP
mendahului peningkatan LED selama inflamasi dan nekrosis lalu segera kembali ke kadar
normalnya. Peningkatan CRP dalam darah menunjukkan bahwa telah terjadi peradangan atau
infeksi bakteri yang akut. Tingkat CRP tidak selalu berubah dengan infeksi virus. 8
CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase
akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang
dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana
CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang paru-paru, radang sendi (rheumatoid arthritis),
demam rematik, TBC, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic
inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada
kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi
oral.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 19
Nilai rujukan normal CRP adalah < 5 mg/L. Nilai rujukan ini tentu akan berbeda di setiap
laboratorium tergantung reagen dan metode yang digunakan. CRP pada orang yang sehat
biasanya kurang dari 10 miligram per liter (mg / L). Kebanyakan infeksi dan radang
menghasilkan tingkat CRP lebih dari 100 mg / L.
Pada Spondylitis TB (TB ekstra paru), terjadi peningkatan CRP ( C-Reaktif Protein )
pada 66 % dari 35 pasien spondilitis tuberkulosis yang berhubungan dengan pembentukan
abses.8
Tes CRP seringkali dilakukan berulang-ulang untuk mengevaluasi dan menentukan
apakah pengobatan yang dilakukan efektif. CRP juga digunakan untuk memantau penyembuhan
luka dan untuk memantau pasien paska bedah, transplantasi organ, atau luka bakar sebagai
sistem deteksi dini untuk kemungkinan infeksi. Bila proses infeksi mereda dan pasien masuk ke
masa penyembuhan, CRP akan turun, menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan efektif.8
Penelitian Terbaru
Pada penelitian tentang hubungan CRP dengan bacterial load serta stadium penyakit TB
yang dilakukan oleh Sukesh dan Bernhardt September 2009, tingkat protein reaktif-C ditemukan
secara signifikan lebih tinggi pada kelompok BTA positif dibandingkan dengan kelompok
smear-negatif, nilai-nilai yang 37,598 ± 23,195 dan masing-masing 5,40 ± 1,88 (P<0,0005). Di
antara pasien BTA-positif, tingkat CRP tertinggi di kelompok + Smear3 (60,00 ± 15,69)
dibandingkan dengan pasien + Smear2 (35,83 ± 8,9) dan Smear1 + (5 ± 7,86). Secara statistik,
perbedaan itu sangat signifikan (P <0,0005). Korelasi tingkat CRP dengan tingkat penyakit juga
mengungkapkan bahwa nilai-nilai ini jauh lebih tinggi pada penyakit tahap III (52,44 ± 17,78)
dibandingkan dengan tahap II (13,19 ± 13,03) dan tahap penyakit (9,5 ± 9,01). 9
Dari penelitian tersebut, CRP Serum mungkin memiliki peran dalam mengidentifikasi
pasien penyakit lanjut dan luas sehingga secara tidak langsung membantu para pekerja kesehatan
untuk mengambil convertors tertunda / lalai potensial, sehingga dapat membimbing mereka
untuk dimasukkan ke dalam upaya-upaya ekstra pada kelompok ini, dalam program
pengendalian TB. 9
Pemeriksaan Penunjang TB Page 20
BAB III
KESIMPULAN
Dasar tes tuberculin adalah reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV), yang dianggap
dapat mencerminkan potensi system imunitas seluler seseorang, khususnya terhadap basil TB.
Reaksi positif terhadap tes tuberculin mengindikasikan adanya infeksi tetapi belum tentu terdapat
penyakit secara klinis. Tes ini tidak berhubungan dengan efektifitas pengobatan. Sekali tes
tuberculin positif, maka akan tetap positif walaupun sudah dinyatakan sembuh. Namun, tes ini
adalah alat diagnostic penting dan berguna untuk menentukan prevalensi infeksi TB pada
masyarakat.
Ada banyak kemungkinan penyebab laju endap darah tinggi. Untuk alasan ini, tingkat
LED dilakukan dengan kombinasi tes lainnya untuk mengkonfirmasikan diagnosis.Setelah
diagnosis telah dibuat, tingkat LED dapat dilakukan untuk membantu memeriksa penyakit atau
melihat seberapa efektif pengobatan bekerja. Bila terapi yang diberikan berhasil, tingkat LED
akan turun.
Uji serologik berdasarkan deteksi respons humoral, berupa proses interaksi antara antigen
dan antibodi yang digunakan in vitro untuk tujuan diagnostik. Pemeriksaan yang dikenal di
antaranya ELISA, mycodot, PAP, ICT dan IgG TB. Uji ini masih memiliki kelemahan sehingga
belum dapat dijadikan pegangan klinik. Berbagai faktor dapat mempengaruhi uji serologik,
diantaranya spesifisitas uji serologik yang bergantung pada spesifisitas antigen atau antibodi,
yang digunakan untuk menghindari reaksi silang. Dibutuhkan pula pembuatan antigen spesifik
yang sederhana sehingga mudah dikerjakan dan dapat digunakan secara luas.
CRP merupakan salah satu dari beberapa protein yang sering disebut sebagai protein fase
akut dan digunakan untuk memantau perubahan-perubahan dalam fase inflamasi akut yang
dihubungkan dengan banyak penyakit infeksi dan penyakit autoimun. Beberapa keadaan dimana
CRP dapat dijumpai meningkat adalah radang paru-paru, radang sendi (rheumatoid arthritis),
demam rematik, TBC, kanker payudara, radang usus, penyakit radang panggung (pelvic
inflammatory disease, PID), penyakit Hodgkin, SLE, infeksi bakterial. CRP juga meningkat pada
Pemeriksaan Penunjang TB Page 21
kehamilan trimester akhir, pemakaian alat kontrasepsi intrauterus dan pengaruh obat kontrasepsi
oral. Bila proses infeksi mereda dan pasien masuk ke masa penyembuhan, CRP akan turun,
menunjukkan bahwa pengobatan yang dilakukan efektif.
Walaupun beragam jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan yang
bertujuan untuk menemukan adanya penyakit TB paru sedini mungkin, namun tanpa
kewaspadaan kita semua untuk mengenali adanya gejala TB pada orang di dekat kita atau bahkan
kita sendiri dan memeriksakannya ke dokter, maka semua itu tidaklah berarti. Oleh karena itu
jagalah kesehatan anda sebab dengan daya tahan tubuh yang baik kuman ini tidak akan tumbuh
dan yang juga cukup penting adalah periksakan diri anda ke dokter secara
teratur.
Pemeriksaan Penunjang TB Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Danusantoso, halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Cetakan ke-1, hal 93-151. 2000. Jakarta: Penerbit Hipokrates.
2. Medicastore. Informasi Lengkap Uji Tuberkulin dan Klasifikasi TBCDi-download tanggal 13 September 2010 dari : http://medicastore.com/tbc/uji_tbc.htm
3. Price, Sylvia and Lorraine M. Wilson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, edisi 6, vol 2. 2006. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4. Erstad, Shannon. Tingkat Sedimentasi.Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://www.webmd.com/a-to-z-guides/sedimentation-rate
5. Retno. Diagnosis Serologik pada Tuberkulosis Paru.Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://members.fortunecity.com/bheru/referat/0101/retn1000.htm
6. Sundari R, Noormartany. Pemeriksaan uji serap imun-rapid imunokromatografi pada penderita yang telah didiagnosis tuberkulosis paru di Poliklinik Paru RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Dalam: Pekan Ilmiah FKUP, 1998; 1-9
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberculosis di Indonesia. 2006. Jakarta: Indah Offset Citra Grafika
8. Riswanto. Protein C-ReaktifDi-download tanggal 13 September 2010 dari : http://labkesehatan.blogspot.com/2009/11/protein-c-reaktif.html
9. Rao, Sukesh; Bernhardt, Vidya. Serum C-Reactive Protein in Pulmonary Tuberculosis: Correlation With Bacteriological Load and Extent of Disesase. Di-download tanggal 13 September 2010 dari : http://journals.lww.com/infectdis/Abstract/2009/09000/Serum_C_Reactive_Protein_in_Pulmonary.7.aspx
Pemeriksaan Penunjang TB Page 23