22
J:\kumpulan perda\PERDA TAHUN 2003\PERDA No. 5 tentang Pelayanan Pemakaman Pasar.doc PEMERINTAH KABUPATEN MALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PELAYANAN PEMAKAMAN JENAZAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MALANG, Menimbang : a. bahwa Peristiwa kematian pasti terjadi dalam kehidupan manusia, maka setiap orang wajib mendapat perlakuan yang sama dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang, termasuk Tempat Pemakaman Bukan Umum yang oleh Pemerintah Kabupaten Malang pengelolaannya dapat dilakukan oleh badan sosial atau badan keagamaan ; b. bahwa dengan semakin langkanya tanah, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan, maka penggunaan tanah untuk pemakaman perlu ditingkatkan penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah menjadi hak pakai, karena pengaturan tempat pemakaman umum menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang, maka perlu menetapkan Pelayanan Pemakaman Jenazah yang diatur dengan Peraturan Daerah. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) ; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104) ; 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG - Biro Hukum · tentang Susunan Organisasi dan Tata ... digunakan untuk keperluan pemakaman yang karena faktor ... mendapatkan layanan perijinan sesuai

  • Upload
    ngodien

  • View
    264

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

J:\kumpulan perda\PERDA TAHUN 2003\PERDA No. 5 tentang Pelayanan Pemakaman Pasar.doc

PEMERINTAH KABUPATEN MALANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG

NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG

PELAYANAN PEMAKAMAN JENAZAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG,

Menimbang : a. bahwa Peristiwa kematian pasti terjadi dalam kehidupan manusia, maka setiap orang wajib mendapat perlakuan yang sama dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang, termasuk Tempat Pemakaman Bukan Umum yang oleh Pemerintah Kabupaten Malang pengelolaannya dapat dilakukan oleh badan sosial atau badan keagamaan ;

b. bahwa dengan semakin langkanya tanah, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan, maka penggunaan tanah untuk pemakaman perlu ditingkatkan penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah menjadi hak pakai, karena pengaturan tempat pemakaman umum menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang, maka perlu menetapkan Pelayanan Pemakaman Jenazah yang diatur dengan Peraturan Daerah.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan

Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950 Nomor 41) ;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104) ;

3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) ;

4. Undang–undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) ;

5. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3839) ;

6. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3848) ;

7. Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 6) ;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk keperluan Pemakaman Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1987 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3350) ;

10. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54) ;

11. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 119 ) ;

12. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70) ;

13. Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Pewakafan Tanah Milik ;

14. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 1989 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman ;

15. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 5 Tahun 2001 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kebersihan dan Pertamanan (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2001 Nomor 5/D) ;

16. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Daerah Kabupaten Malang Tahun 2002 Nomor 4/E).

Dengan persetujuan

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN MALANG

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG TENTANG PELAYANAN PEMAKAMAN JENAZAH

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Kabupaten Malang ; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Malang ; 3. Bupati adalah Bupati Malang ; 4. Dinas adalah aparat pelaksana Daerah yang salah satu tugas

pokok dan fungsinya melaksanakan pelayanan pemakaman jenazah ;

5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas yang yang salah satu tugas pokok dan fungsinya melaksanakan pelayanan pemakaman jenazah ;

6. Kantor Kas Daerah adalah Kantor Kas Daerah Kabupaten Malang ;

7. Pejabat yang ditunjuk adalah Pegawai yang diberi tugas tertentu di bidang Retribusi Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ;

8. Makam adalah tempat untuk menguburkan jenazah ;

9. Tempat Pemakaman Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang pelayanannya dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah ;

10. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah areal tanah milik Pemerintah Daerah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang dikelola oleh Badan Sosial dan atau Badan Keagamaan ;

11. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk keperluan pemakaman yang karena faktor sejarah kebudayaan mempunyai arti khusus ;

12. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan, Organisasi Massa, Organisasi Sosial Politik atau organisasi yang sejenis, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap dan Bentuk Badan lainnya ;

13. Retribusi Pelayanan Pemakaman Jenazah yang selanjutnya dapat disebut Retribusi adalah pembayaran atas pelayanan pemakaman jenazah yang meliputi pelayanan pemakaman jenazah dan sewa tempat pemakaman jenazah yang diberikan oleh Pemerintah Daerah ;

14. Jasa adalah kegiatan Pemerintah Daerah berupa usaha dan pelayanan yang menyebabkan barang, fasilitas, atau kemanfaatan lainnya yang dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan ;

15. Jasa Umum adalah jasa yang disediakan atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan ;

16. Wajib Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan jenazah yang selanjutnya disebut Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan Retribusi diwajibkan untuk melakukan pembayaran Retribusi, termasuk pemungut atau pemotong Retribusi tertentu ;

17. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan jasa dan perijinan tertentu dari Pemerintah Daerah yang bersangkutan ;

18. Surat Setoran Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SSRD, adalah surat yang oleh Wajib Retribusi digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran Retribusi yang terutang ke Kas Daerah atau ke tempat pembayaran lain yang ditetapkan oleh Kepala Daerah ;

19. Surat Ketetapan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat SKRD, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan besarnya pokok Retribusi ;

20. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKRDLB, adalah surat ketetapan Retribusi yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran Retribusi karena jumlah kredit Retribusi lebih besar daripada Retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang ;

21. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan Retribusi dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda ;

22. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan Daerah dan Retribusi dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan Daerah dan Retribusi ;

23. Penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang Retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.

BAB II

PENYELENGGARAAN PELAYANAN PEMAKAMAN JENAZAH

Pasal 2

(1) Bupati berwenang mengatur Tempat Pemakaman Jenazah ; (2) Tempat Pemakaman Jenazah sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) meliputi : a. Tempat Pemakaman Umum ; b. Tempat Pemakaman Bukan Umum ; c. Tempat Penyimpanan Jenazah.

(3) Untuk keperluan Tempat Pemakaman Jenazah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), Bupati bertanggung jawab terhadap : a. pembangunan lokasi tempat pemakaman jenazah ; b. pembatasan pemakaian tanah bagi pemakaman jenazah

seseorang ; c. keselarasan dan keserasian lingkungan hidup.

(4) Bupati dapat menunjuk Orang atau Badan sebagai Pengelola Makam.

Pasal 3

(1) Pengelola Makam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) Peraturan Daerah ini wajib memiliki Ijin Pengelolaan Makam dari Bupati ;

(2) Tata cara dan persyaratan untuk memperoleh Ijin Pengelolaan Makam sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. proposal kegiatan pengelolaan makam dari pengelola ; b. salinan Akta Pendirian Badan ; c. salinan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) ; d. salinan Surat Pembayaran Pajak dan Retribusi untuk tahun

yang lalu dan atau tahun berjalan ; e. pernyataan dari pemohon atas kesanggupan untuk

mengelola luasan lahan makam yang akan dan atau telah dikelola ;

f. mengisi daftar isian yang telah ditetapkan ; g. salinan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Pemohon atau

Penanggung jawab Badan.

(3) Khusus tata cara dan persyaratan Tempat Penyimpanan Jenazah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 4

Setiap Pemegang Ijin Pengelolaan Makam memiliki hak mendapatkan layanan perijinan sesuai kaidah-kaidah layanan prima serta kepastian dalam pengelolaan makam.

Pasal 5

(1) Setiap Pemegang Ijin dalam Pengelolaan Makam berkewajiban untuk : a. setiap akhir tahun memberikan data makam dalam

pengelolaan Pemegang Ijin ; b. melaporkan makam-makam yang telah habis masa sewa

tanah makamnya ; c. mentaati segala peraturan perundang-undangan yang

berlaku ; d. memelihara kebersihan dan kelestarian lingkungan

makam ; e. mencegah penggundulan dan erosi yang mengakibatkan

rusaknya lingkungan ; f. membantu Pemerintah Daerah memungut Retribusi

Pemakaman baru dan perpanjangan ;

g. menciptakan lingkungan yang nyaman, asri dan indah dengan penanaman pohon / bunga hias ;

h. memasang papan pengumuman sebagai sarana sosialisasi tentang Peraturan Daerah yang berlaku.

(2) Setiap Pemegang Ijin dalam pengelolaannya dilarang : a. memindahtangankan Ijin Pengelolaan Makam kepada pihak

lain ; b. mengadakan perluasan tanah/lahan makam tanpa ijin

Bupati ; c. memakamkan jenazah di atas tanah/lahan yang belum

memiliki ijin dari instansi yang berwenang.

BAB III PEMBINAAN

Pasal 6

(1) Bupati berwenang melakukan pembinaan terhadap Pemegang Ijin Pengelolaan Makam dan/atau Subyek Retribusi ;

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. pemberian Ijin Pengelolaan ; b. pengendalian dan pengawasan pengelolaan ; c. pembinaan teknis pengelolaan ; d. pembinaan peningkatan kemampuan tenaga kerja ; e. pembinaan teknis.

BAB IV SANKSI ADMINISTRASI

Pasal 7

(1) Setiap orang atau Badan yang tidak memiliki Ijin Pengelolaan

Makam maka Bupati berwenang menutup dan menghentikan kegiatannya ;

(2) Setelah mendapat peringatan dalam waktu yang cukup, setiap orang atau Badan yang memiliki ijin melakukan pelanggaran kewajiban Ijin Pengelolaan Makam, Bupati dapat mencabut Ijin Pengelolaan Makam ;

(3) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dijatuhi denda administrasi sebanyak-banyaknya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) yang merupakan penerimaan Pemerintah Daerah.

BAB V NAMA, OBYEK DAN SUBYEK RETRIBUSI

Pasal 8

Setiap orang atau badan yang memanfaatkan pelayanan pemakaman jenazah yang diselenggarakan oleh Pemerintah wajib membayar retibusi dengan nama Retribusi Pelayanan Pemakaman Jenazah.

Pasal 9

(1) Obyek Retribusi meliputi pelayanan :

a. penguburan/pemakaman ;

b. sewa tempat pemakaman jenazah.

(2) Tidak termasuk Obyek Retribusi adalah :

a. pemakaman jenazah secara masal ;

b. pemakaman jenazah oleh pihak Rumah Sakit dalam hal jenazah tidak ada yang bertanggung jawab ;

c. pemakaman Jenazah karena mendapat dispensasi dari Bupati ;

(3) Ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 10

Subyek Retribusi adalah ahli waris atau orang yang bertanggung jawab terhadap pemakaman jenazah.

BAB VI

GOLONGAN RETRIBUSI

Pasal 11

Retribusi Pelayanan Pemakaman Jenazah digolongkan sebagai Retribusi Jasa Umum.

BAB VII

CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA

Pasal 12

Tingkat penggunaan jasa dihitung berdasarkan jumlah jenazah yang

dimakamkan.

BAB VIII

PRINSIP DAN SASARAN DALAM PENETAPAN

STRUKTUR DAN BESARNNYA TARIF RETRIBUSI

Pasal 13

(1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya

Tarif Retribusi dimaksudkan untuk menutup biaya pelayanan

pemakaman jenazah dengan mempertimbangkan kemampuan

masyarakat dan aspek keadilan ;

(2) Biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi biaya

penggunaan tanah, biaya operasional dan pemeliharaan.

BAB IX

STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF

Pasal 14

(1) Struktur Tarif digolongkan berdasarkan jenis pelayanan ;

(2) Struktur dan besarnya Tarif pemakaman jenazah dan

Perpanjangan Penggunaan Tanah Makam ditetapkan dengan

Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Malang.

BAB XX WILAYAH PEMUNGUTAN

Pasal 15

Retribusi yang terutang dipungut di wilayah Daerah.

BAB XI

MASA RETRIBUSI DAN SAAT RETRIBUSI TERUTANG

Pasal 16

Masa Retribusi terutang adalah pada saat ditetapkannya SKRD.

BAB XII

TATA CARA PEMUNGUTAN

Pasal 17

Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.

Pasal 18

(1) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD ;

(2) Dalam hal Wajib Retribusi tertentu tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) setiap bulan dari retribusi yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan ditagih dengan menggunakan STRD.

BAB XIII

KETENTUAN DISPENSASI RETRIBUSI

Pasal 19

(1) Retribusi yang terutang harus dibayar sekaligus sejak diterbitkannya SKRD ;

(2) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi diatur tersendiri dengan Keputusan Bupati ;

(3) Wajib retribusi perpanjangan penggunaan tanah makam yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan keringanan dan atau pembebasan retribusi kepada Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dengan membawa surat keterangan tidak mampu dari RT/RW dimana wajib retribusi bertempat tinggal.

BAB XIV

KEBERATAN

Pasal 20

(1) Wajib Retribusi perpanjangan penggunaan tanah makam dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD ;

(2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas ;

(3) Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya;

(4) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.

Pasal 21

(1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak

tanggal Surat Keberatan diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan ;

(2) Keputusan Bupati atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau sebagian, menolak, atau menambah besarnya retribusi yang terutang ;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat dan Bupati tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan.

BAB XV

PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN

Pasal 22

(1) Atas kelebihan pembayaran pajak atau retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati ;

(2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memberikan keputusan ;

(3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) telah dilampaui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian pembayaran Retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan ;

(4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi tersebut ;

(5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB ;

(6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Bupati memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran retribusi.

Pasal 23

(1) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan : a. nama dan alamat Wajib Retribusi ; b. masa Retribusi ; c. besarnya kelebihan pembayaran ; d. alasan yang singkat dan jelas.

(2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat ;

(3) Bukti penerimaan oleh pejabat Daerah atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Buapti .

BAB XVI

KADALUWARSA PENAGIHAN

Pasal 24

(1) Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa setelah melampui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang retribusi ;

(2) Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tertangguh apabila :

a. diterbitkan Surat Teguran, atau ;

b. ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung.

BAB XVII TATA CARA PENGHAPUSAN PIUTANG

RETRIBUSI YANG KADALUWARSA

Pasal 25

(1) Piutang Retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan ;

(2) Bupati menetapkan Keputusan Penghapusan Piutang Retribusi Daerah Kabupaten yang sudah kadaluwarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ;

(3) Tata cara penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB XVIII

PEMERIKSAAN

Pasal 26

(1) Bupati berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan Retribusi Daerah ;

(2) Wajib Retribusi yang diperiksa wajib :

a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek retribusi yang terutang ;

b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang dianggap perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;

c. memberikan keterangan yang diperlukan.

(3) Tata cara pemeriksaan retribusi diatur dengan Keputusan Bupati.

BAB XIX KETENTUAN PIDANA

Pasal 27

(1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga

merugikan keuangan daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) ;

(2) Denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan Penerimaan Daerah.

BAB XX

KETENTUAN PENYIDIKAN

Pasal 28

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku ;

(2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti

keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas ;

b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ;

f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah ;

g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e ;

h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana Retribusi Daerah ;

i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;

j. menghentikan penyidikan ;

k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah menurut hukum yang bertanggung jawab.

(3) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.

BAB XXI KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 29

Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Malang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat di Kabupaten Daerah Tingkat II Malang, dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi.

BAB XXII KETENTUAN PENUTUP

Pasal 30

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.

Pasal 31

Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Malang.

Ditetapkan di Malang pada tanggal 26 Mei 2003

BUPATI MALANG

SUJUD PRIBADI

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALANG NOMOR 5 TAHUN 2003

TENTANG PELAYANAN PEMAKAMAN JENAZAH

I. PENJELASAN UMUM

Peristiwa kematian pasti terjadi dalam kehidupan manusia, maka setiap orang wajib mendapat perlakuan yang sama dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Malang. Disamping Tempat Pemakaman Umum, diselenggarakan pula Tempat Pemakaman Bukan Umum yang oleh Pemerintah Kabupaten Malang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial atau badan keagamaan. Sehubungan dengan semakin langkanya tanah, sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan, maka penggunaan tanah untuk pemakaman perlu ditingkatkan penataan penggunaan, penguasaan dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah menjadi hak pakai, karena kewenangan pengaturan tempat pemakaman umum menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang, maka perlu mengatur Pelayanan Pemakaman Jenazah.

Kewenangan Pemerintah Kabupaten Malang di bidang pemakaman jenazah meliputi :

a. penetapan Lokasi tanah tempat pemakaman, dengan menghindari atau menolak tempat pemakaman terletak di tengah-tengah kota atau berada dalam daerah pemukiman yang padat penduduknya, sehingga tidak sesuai lagi dengan perencanaan pembangunan daerah atau Rencana Tata Kota ;

b. pemborosan pemakaian tanah untuk keperluan tempat pemakaman dengan mengatur mengenai pembatasan tanah bagi pemakaman jenazah seseorang ;

c. tidak menggunakan tanah-tanah subur untuk keperluan pemakaman ; d. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup ; e. berupaya mencegah terjadi pengrusakan tanah.

Dengan pengaturan tersebut diharapkan penggunaan tanah tidak menjurus pada pemborosan yang mengakibatkan kerusakan pada sumber daya alam dan terganggunya keseimbangan hidup, sehingga pemenuhan kebutuhan tanah untuk keperluan tempat pemakaman dapat dicukupi secara serasi dan seimbang, mengingat persediaan tanah yang ada pada kenyataannya terbatas.

Penggolongan tanah tempat pemakaman di Indonesia dewasa ini kenyataannya dapat dibedakan dalam beberapa macam, yaitu :

a. Tempat Pemakam Umum : Tempat Pemakam Umum dilaksanakan oLeh Pemerintah Daerah dan/atau Pemerintah Desa, dimana areal tanah tersebut disediakan untuk pemakaman jenazah bagi seluruh anggota masyarakat dengan tidak membedakan agama, bangsa atau kewarganegaraannya. Bagi jenazah yang tidak jelas identitasnya maupun agamanya, penguburannya ditempatkan dalam lingkungan tertentu di Tempat Pemakaman Umum tersebut. Pengaturan atas Tempat Pemakam Umum dilakukan oleh Pemerintah Daerah setempat dengan memperhatikan situasi dan kondisi daerah dan sesuai dengan Rencana Pembangunan Daerah serta sesuai adat istiadat masyarakat setempat ;

b. Tempat Pemakam Bukan Umum : Tempat Pemakam Bukan Umum yang juga disebut Tempat Pemakam Partikelir pengelolaannya dilakukan oleh swasta dan hanya dimungkinkan oleh suatu badan hukum / yayasan yang bergerak di bidang sosial dan/atau keagamaan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh Pemerintah daerah Pemerintah Kabupaten Malang dalam menentukan Ijin Lokasi Tempat Pemakaman Bukan Umum selalu diserasikan dengan Rencana Pembangunan Daerah dan ketertiban lingkungan.

c. Tempat Pemakam Khusus : Disamping Tempat Pemakaman Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum tersebut diatas, terdapat tempat-tempat pemakaman yang mempunyai nilai sejarah dan budaya seperti pemakaman para Wali (Makam Wali Songo), Raja-raja (Pemakaman Imogiri), tempat pemakaman para pahlawan dan pejuang bangsa (Taman Makam Pahlawan) serta tempat pemakaman perang Belanda di 7 (tujuh) kota sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 30 Tahun 1971 ;

d. Tempat Penyimpanan Jenazah : Menurut adat yang masih berlaku di berbagai tempat di Indonesia, dikenal beberapa masyarakat hukum adat yang tidak mengubur jenazah di dalam tanah melainkan menyimpan jenazah-jenazah di dalam lubang-lubvang atau gua-gua ataupun menempatkan jenazah di tempat-tempat yang terbuka, yang karena keadaan alamnya mempunyai sifat-sifat khusus dibandingkan dengan tempat lain. Sepanjang adat tersebut masih ada dan berlaku pada suatu kelompok masyarakat, maka Pemerintah Daerah menentukan lokasinya.

Dalam rangka penyerahan urusan kepada Pemerintah Daerah di lingkungan Pekerjaan Umum dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 diserahkan beberapa urusan diantaranya termasuk urusan tempat pemakaman, dan Surat Edaran Menteri Agraria tanggal 28 Agustus 1957 Nomor Ka.023/2/2 dan tanggal 3

2

Maret 1959 diatur mengenai Tempat Pemakaman Partikelir yang harus disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Daerah. Atas dasar Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tersebut maka Pemerintah Kabupaten Malang menyelenggarakan pelayanan pemakaman jenazah. Mengingat Retribusi Pelayanan Pemakaman Jenazah termasuk Objek Retribusi Daerah, dengan berlakunya Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Malang Nomor 10 Tahun 1999 tentang Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat di Kabupaten Daerah Tingkat II Malang, tidak sesuai lagi dan perlu dicabut.

II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1

Pasal ini memuat pengertian istilah yang dipergunakan dalam Peraturan Daerah ini. Dengan adanya pengertian tentang istilah tersebut dimaksudkan untuk mencegah timbulnya salah tafsir dan salah pengertian dalam memahami dan melaksanakan pasal-pasal yang bersangkutan, sehingga bagi Wajib Retribusi dan aparatur dalam menjalankan hak dan kewajibannya dapat berjalan dengan lancar dan akhirnya dapat dicapai tertib administrasi. Pengertian ini diperlukan karena istilah-istilah tersebut mengandung pengertian yang baku dan teknis dalam bidang Retribusi Daerah.

Pasal 2 dan Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4

Yang dimaksud dengan kaidah-kaidah layanan prima adalah pelayanan yang sangat baik berdasarkan peraturan yang berlaku.

Pasal 5 dan Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 ayat (1) Cukup jelas Pasal 7 ayat (2)

Yang dimaksud dalam waktu yang cukup adalah dalam kesempatan yang diberikan untuk menyelesaikan segala sesuatu yang berkaitan dengan pelanggaran yang telah dilaksanakan dianggap telah dapat memenuhi kebutuhannya.

3

Pasal 7 ayat (3) Cukup jelas Pasal 8 sampai dengan Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17

Yang dimaksud dengan tidak dapat diborongkan adalah bahwa seluruh proses kegiatan pemungutan retribusi tidak dapat diserahkan kepada pihak ketiga. Namun, dalam pengertian ini bukan berarti bahwa Pemerintah Daerah tidak boleh bekerja sama dengan pihak ketiga. Dengan sangat selektif dalam proses pemungutan retribusi, Pemerintah Daerah dapat mengajak bekerja sama badan-badan tertentu yang karena profesionalismenya layak dipercaya untuk ikut melaksanakan sebagian tugas pemungutan jenis retribusi secara efisien. Kegiatan pemungutan retribusi yang tidak dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga adalah kegiatan penghitungan besarnya retribusi terutang, pengawasan penyetoran retribusi dan penagihan retribusi.

Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas

Pasal 18 Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (2)

Ketentuan dalam ayat (2) ini termasuk mengatur tentang penentuan pembayaran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan pembayaran.

Pasal 19 Ayat (3) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) dan (2)

Cukup jelas Pasal 20 Ayat (3)

Yang dimaksud dengan keadaan di luar kekuasaannya adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak/kekuasaan Wajib Retribusi, misalnya, karena Wajib Retribusi sakit atau terkena musibah bencana alam.

4

Pasal 20 Ayat (4) Cukup jelas

Pasal 21 Ayat (1)

Ayat ini mencerminkan adanya kepastian hukum bagi Wajib Retribusi, bahwa keberatan yang diajukan harus diberi keputusan oleh Bupati dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keberatan diterima.

Pasal 21 Ayat (2)

Cukup jelas Pasal 21 Ayat (3)

Ayat ini memberi suatu kepastian hukum kepada Wajib Retribusi bahwa dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat Keberatan diterima harus sudah ada keputusan.

Pasal 22 Ayat (1)

Cukup jelas

Pasal 22 Ayat (2) Bupati sebelum memberikan keputusan dalam hal kelebihan pembayaran

retribusi harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Pasal 22 Ayat (3) dan (4)

Cukup jelas Pasal 22 Ayat (5)

Besarnya imbalan bunga atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi dihitung dari batas waktu 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB sampai dengan saat dilakukannya pembayaran kelebihan.

Pasal 22 Ayat (6)

Cukup jelas Pasal 23

Cukup jelas Pasal 24 Ayat (1)

Saat kadaluwarsa penagihan retribusi ini perlu ditetapkan untuk memberi kepastian hukum kapan utang retribusi tersebut tidak dapat ditagih lagi.

5

Pasal 24 Ayat (2) Huruf a Dalam hal diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa, kadaluwarsa penagihan dihitung sejak tanggal penyampaian Surat Paksa tersebut.

Pasal 24 Ayat (2) Huruf b

Yang dimaksud dengan pengakuan utang retribusi secara langsung adalah Wajib retribusi dengan kesadarannya menyatakan masih mempunyai utang retribusi dan belum melunasinya kepada Pemerintah Kabupaten Malang. Yang dimaksud dengan pengakuan utang secara tidak langsung adalah Wajib retribusi tidak secara nyata-nyata langsung menyatakan bahwa ia mengakui mempunyai utang retribusi kepada Pemerintah Kabupaten Malang. Contoh : - Wajib Retribusi mengajukan permohonan angsuran/penundaan pembayaran; - Wajib Retribusi mengajukan permohonan keberatan.

Pasal 25 sampai dengan Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1)

Penyidik di bidang retribusi daerah adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi daerah dilaksanakan menurut ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana dan peraturan pelaksanaannya.

Pasal 28 Ayat (2) dan (3)

Cukup jelas Pasal 29 sampai dengan Pasal 31 Cukup jelas

6