Upload
irvan-arfian-maulana
View
11
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
korosi
Citation preview
1
PEMETAAN KOROSI PADA STASIUN GILINGAN DI PABRIK GULA
WATOE TOELIS
Sita Diantini Kusuma Wardani (2)
Prof.Dr.Ir. Sulistijono, DEA (1)
, Budi Agung Kurniawan, ST, MSc (1)
1. Dosen Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, FTI – ITS Surabaya
2. Mahasiswa Jurusan Teknik Material dan Metalurgi, FTI – ITS Surabaya
Abstrak
Pada stasiun gilingan yang terdapat pada pabrik gula Watoe Toelis di krian, Sidoarjo
banyak ditemukan peralatan-peralatan yang telah mengalami korosi. Hal ini disebabkan
karena larutan nira yang melewati peralatan-peralatan di stasiun gilingan ini memiliki pH
yang asam yakni 5,6 dan kandungan senyawa kimia yang mampu mempercepat terjadinya
proses korosi. Untuk mengklasifikan laju korosi yang terjadi maka dilakukan uji potensiostat.
Dan dari hasil uji potensiostat didapatkan hasil bahwa laju korosi yang terjadi pada Stasiun
Gilingan berada pada klasifikasi Medium Severity Corrosion sampai High Severity Corrosion
dengan laju korosi antar 4,59 pada cane cutter dan hammer head unigrator mmpy, 5,97 mmpy
pada roll gilingan 1 dan 5,12 mmpy pada roll gilingan 2.
Kata kunci : nira, laju korosi, pemetaan korosi.
1. Pendahuluan
Oleh sebagian industri,korosi yang
diartikan sebagai karat, yakni sesuatu yang
hampir dianggap sebagai musuh umum di
sebagian industri-industri yang ada saat
ini.Karat (rust), tentu saja adalah sebutan
yang belakangan ini hanya dikhususkan
bagi korosi pada besi, sedangkan korosi
sendiri adalah perusakan suatu material
karena bereaksi dengan lingkungannya
atau bisa disebut sebagai gejala destruktif
yang mempengaruhi hampir semua logam.
Terutama karena hampir semua pabrik-
pabrik di bidang industri banyak
menggunakan logam baik
besi,baja,alumunium dan banyak jenis
logam dan paduan lainnya. Karena itu
tidak bisa diingkari bahwa permasalahan
korosi ada disetiap industri tersebut. Dan
tanpa disadari permasalahan korosi bisa
membuat dampak-dampak yang
merugikan baik dari segi biaya,sumber
daya alam dan juga sumber daya manusia.
Namun sayangnya masih terdapat
beberapa industri di Indonesia, yang masih
belum sadar mengenai betapa besar
kerugian akibat korosi. Sehingga masalah-
masalah mengenai korosi mulai ini masih
belum terlalu diperhatikan dan dibahas
secara mendalam. Hal ini jugalah yang
terjadi pada industri perkebunan yang ada
di Indonesia. Salah satunya adalah industri
gula yang berada di Pabrik Gula Watoe
Toelis. Pabrik gula yang terletak di Krian,
Mojokerto ini masih belum mempelajari
dan membahas lebih dalam mengenai
proses korosi yang ada di pabrik tersebut.
Sedangkan dalam proses pembuatan dari
gula itu sendiri banyak menggunakan
peralatan-peralatan yang terbuat dari
logam dan juga banyak menggunakan
unsur yang bersifat korosif seperti Sulfur.
Dan juga masih belum diketahuinya
2
apakah nira yang merupakan bahan utama
dari pembuatan gula bisa mengakibatkan
terjadinya proses korosi atau tidak.
2. METODOLOGI
2.1 Alat
Alat :
Alat polarisasi potensiodinamik yang
digunakan adalah autolab yang
digunakan untuk mengukur laju korosi
dalam skala mmpy.
Prinsip kerja :
1. Mengontrol potensial yang
diberikan antara elektroda kerja
(working electrode) dan elektrode
pembanding (reference electrode).
Potensial ini merupakan potensial
yang dipakai (Eapp).
2. Mengukur besarnya arus yang
mengalir antara elektroda kerja
dan elektroda pembantu (counter
electrode) yang merupakan arus
total (I Total ).
Sel korosi yang juga dikenal dengan
sel tiga elektroda yang digunakan
disini, merupakan peralatan yang
digunakan untuk pengukuran baik
secara kualitatif maupun kuantitatif
pengujian korosi suatu spesimen.
Gambar 3.1 Prinsip Kerja Potensiostat
3. ANALISA DATA DAN
PEMBAHASAN
3.1 Komposisi Nira
Senyawa-senyawa yang terkandung dalam
nira adalah sebagai berikut :
Tabel 3.1 Tabel Komposisi Nira
Kode Sakarosa
(%)
Gula
Reduksi
(%)
Sulfur
(%)
Asam
Asetat
(%)
1 12,81 0,22 0,11 0,12
2 8,64 0,36 0,05 0,09
Pada tabel 4.1 didapatkan hasil bahwa di
dalam larutan nira terdapat 3 senyawa
utama yang menyebabkan rasa manis
dalam nira yaitu : sakarosa,fraktosa dan
glukosa. Fraktosa dan glukosa bisa juga
disebut dengan gula reduksi. Sakarosa
pada nira tidak mempengaruhi korosivitas
pada peralatan-peralatan di pabrik gula
karena Sakarosa merupakan senyawa yang
sangat stabil sehingga tidak mudah
berikatan dengan O2. Sedangkan gula
reduksi yang terdiri dari fraktosa dan
glukosa merupakan gula hasil kerusakan
Sakarosa oleh mikroba. Guka reduksi ini
tidak stabil karena apabila teroksidasi akan
menjadi asam. Asam inilah yang bisa
menjadi katalis dalam proses korosi yang
terjadi pada logam-logam di stasiun
gilingan.
Selain itu terdapat beberapa
senyawa yang terkandung di dalam nira
yang memiliki pengaruh besar terhadap
korosi yaitu Sulfur dan Asam Asetat.
Sulfur memiliki pengaruh yang besar
terhadap proses terjadinya korosi karena
Sulfur memiliki sifat reduktif. Hal ini
disebabkan karena Sulfur mudah sekali
mengikat Oksigen (O2) sehingga mudah
sekali membentuk senyawa SO2.
3
Sedangkan Asam Asetat merupakan asam
organik yang terbentuk secara alami dari
hasil proses fermentasi atau proses
pengrusakan gula yang tereduksi menjadi
asam yang dikenal dengan nama Asam
Asetat atau Asam Cuka. Asam Asetat
sangat mempengaruhi proses korosi karena
senyawa ini memiliki efek sebagai
katalisator dalam proses korosi yang
terjadi pada logam.
Dari hasil uji polarisasi potensiodinamik
didapatkan hasil sebagai berikut :
Gambar 3.1 Hasil Uji Polarisasi Pada
Peralatan High Carbon Steel Yang
Dilewati Oleh Nira Kode 1.
Gambar 3.2 Hasil Uji Polarisasi Pada
Peralatan Cast Iron Yang Dilewati Nira
Kode 1
Gambar 3.3 Hasil Uji Polarisasi Pada
Peralatan Cast Iron Yang Dilewati Nira
Kode 2
Dari hasil pengujian di aats dapat
ditabelkan sebagai berikut :
Tabel 3.2 Tabel Hasil Uji Potensiostat
No Nama Alat Material Nira
Laju
Korosi
(mmpy)
1 Cane Cutter High Carbon
Steel 1 4,59
2 Hammer Head
Unigrator
High Carbon
Steel 1 4,59
3 Roll Gilingan 1 Medium
Carbon Steel 1 5,97
4 Roll Gilingan 2 Medium
Carbon Steel 2 5,12
4. Kesimpulan dan Saran
4.1 Kesimpulan
Dari hasil corrosion mapping yang telah
dilakukan berdasarkan laju korosi maka dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Potensi korosi pada peralatan di pabrik
gula dimulai dari range Medium
Severity Corrosion pada cane cutter
dan hammer head unigrator dengan
laju korosi 4,59 mmpy sampai High
Severity Corrosion pada roll gilingan
1 dan roll gilingan 2 dengan laju
korosi 5,97 dan 5,12 mmpy.
2. Larutan nira yang ada pabrik gula
berpengaruh terhadap laju korosi pad
peralatn-peralatn di Stasiun Gilingan
karena memiliki pH yang asam yakni
4
antara 5,6 sampai 5,8. Dan juga karena
terdapatnya kandungan Sulfur yang
bersifat reduktif. Dan adanya senyawa
Asam Asetat yang bersifat sebagai
katalis apabila terjadi proses korosi.
4.2 Saran
Saran uang bisa diajukan pada proses
corrosion mapping ini adalah sebagai berikut :
1. Di setiap masa akhir musim giling
sebaiknya dilakukan pencatatan untuk
mengetahui reduksi area yang terjadi
pada setiap peralatan yang ada.
2. Sebaiknya diberikan perhatian yang
lebih untuk masalah korosi pada tiap
peralatan di stasiun gilingan terutama
pada komponen yang termasuk dalam
High Severity Corrosion.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mars, G. Fontana. Corrosion
Engineering, 3rd
edition.1967. New
York: Mc Graw-Hill Book Company.
2. Trethewey, K.R. dan J. Chamberlain.
1991. Korosi untuk Mahasiswa dan
Rekayasawan. Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama.
3. Roberge, Pierre R. Handbook of
Corrosion Engineering, 1999. New
York: Mc Graw-Hill Book Company
4. Sulistijono. Diktat Kuliah Korosi, 1999.
Surabaya: Fakultas Teknologi Industri ITS
5. A.Sulaiman, Karyanto H.1992
“Corrosion control dan Monitoring”,
Jakarta: Workshop Pertamina.