98
PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN METODE ENERGY SPECTRAL ANALYSIS MULTI WINDOW TEST (ESA MWT) DATA GRAVITASI PADA SUB CEKUNGAN SAKALA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Oleh: NANDA RIDKI PERMANA NIM: 1116097000031 PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

  • Upload
    others

  • View
    20

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR

MENGGUNAKAN METODE ENERGY SPECTRAL

ANALYSIS – MULTI WINDOW TEST (ESA – MWT) DATA

GRAVITASI PADA SUB CEKUNGAN SAKALA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

NANDA RIDKI PERMANA

NIM: 1116097000031

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 2: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

i

PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR

MENGGUNAKAN METODE ENERGY SPECTRAL

ANALYSIS – MULTI WINDOW TEST (ESA – MWT) DATA

GRAVITASI PADA SUB CEKUNGAN SAKALA

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Oleh:

NANDA RIDKI PERMANA

NIM 1116097000031

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2020 M / 1441 H

Page 3: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR

MENGGUNAKAN METODE ENERGY SPECTRAL

ANALYSIS – MULTI WINDOW TEST (ESA – MWT) DATA

GRAVITASI PADA SUB CEKUNGAN SAKALA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Sains (S.Si)

Menyetujui.

Pembimbing 1 Pembimbing 2

Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si. Ario Budi Wicaksono, S.T., M.Sc.

NIP. 197704162005012008 NIP. 198003142006041002

Mengetahui,

Kepala Program Studi Fisika

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tati Zera, M.Si.

NIP. 196906082005012002

Page 4: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …
Page 5: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …
Page 6: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

v

Untuk semua orang yang ku sayangi….

Terimakasih atas bantuan, doa dan motivasi

yang telah diberikan

Page 7: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

vi

“Selalu Tebarkan Kebaikan Atau Hal

Positif Kepada Orang Lain

Sampai Kita Lupa Apa itu

Kejahatan (?)”

(Penulis)

Page 8: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas

nikmat dan karunia-Nya Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat

kepada Nabi Muhammad SAW, semoga kita memperoleh syafa’at Beliau di hari

akhir kelak, aamiin.

Skripsi yang berjudul “Pemetaan Struktur Batuan Dasar Menggunakan

Metode Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA-MWT) Data

Gravitasi Pada Sub Cekungan Sakala” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Topik

kajian skripsi ini berada di dalam ranah metode gravitasi. Penulis berharap dapat

memberikan suatu kontribusi bagi dunia geofisika melalui karya ini.

Selama masa perkuliahan maupun masa penulisan skripsi yang penulis

lalui, sangat banyak pihak yang telah berjasa. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada:

1. Keluarga besar penulis yang telah memberikan bantuan dan semangat

sejak awal masa kuliah hingga sekarang, terutama Ibu dan Ayah.

2. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku dosen pembimbing 1 yang

telah membimbing, memberikan ilmu, waktu, saran, tata cara penulisan

skripsi ini dan banyak lagi memberikan wawasan lainnya untuk penulis

selama masa perkuliahan.

3. Bapak Humbang Purba, M.Si (dari LEMIGAS) selaku dosen

pembimbing teknis yang telah membimbing dan mengarahkan penelitian

penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian.

Page 9: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

viii

4. Bapak Ario Budi Wicaksono, S.T., M.Sc. (dari LEMIGAS) selaku dosen

pembimbing kedua yang telah membimbing dan mengarahkan penelitian

penulis dengan penuh kesabaran dan perhatian.

5. Ibu Tati Zera, M.Si selaku kepala prodi (kaprodi) jurusan Fisika UIN

Syrafi Hidayatullah Jakarta dan peguji kedua sidang, yang selalu

membimbing dan mengarahkan penulis untuk lebih giat lagi dalam

menggarap skripsi.

6. Bapak Dr. Sutrisno, Dipl. Seis. Selaku penguji pertama sidang yang

memberikan masukan/saran untuk penulis.

7. Seluruh dosen Jurusan Fisika FST UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah banyak memberikan ilmu selama penulis melakukan studi di

Jurusan Fisika.

8. Farah Syuraih Muchtar, terimakasih telah menjadi partner selama PKL

dan TA, yang selalu memberikan support dan semangat kepada penulis.

9. Teman Kontrakan; Ahmad Mustadi (Mus/Kang Mus), Ali Nurdin

Raharjo (Yonglek), Mohammad Eka Saputra (Mekas), Reza

Rahmansyah, Ade Kurniawan, Muhammad Fauzan Zarkashie (Jo), Fajri,

Ihya, Rizki (Mentol), Septian (Ancol), yang telah melalui berbagai suka

duka bersama penulis selama 4 tahun, dan memberikan support yang

sangat luar biasa di masa-masa sulit.

10. Kak Lawrence Pattersons, terimakasih atas nasehat dan saran-saran yang

sangat membantu penulis agar terus semangat dalam penelitian dan

penggarapan skripsi.

11. Teman-teman Universitas Pertamina, terutama Fairuz, Isti, Wildi, Darma

dan yang lainnya yang tidak saya bisa sebutkan satu-persatu terimakasih

Page 10: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

ix

atas bantuan-nya kepada penulis dalam membantu, memberikan saran

serta ilmu yang bermanfaat selama penelitian di LEMIGAS.

12. Teman-Teman LI (Lingga Indah), terutama kepada Jabar, Reza, Ayo,

Dimas, Firman dan lain-lain, penulis sangat berterimakasih atas segala

hiburan yang ada disaat penulis sedang jenuh saat pembuatan skripsi.

13. Keluarga Besar Fisika 2016 UIN Jakarta (Zestien), terimakasih atas

kebersamaan selama ini, tanpa hadirnya kalian diriku tak berarti apa-apa.

14. Seluruh keluarga besar Fisika UIN Jakarta, terimakasih atas kerja sama

dan ilmu yang diberikan selama penulis studi di jurusan fisika.

15. KSGF (Kelompok Studi Geofisika) UIN Jakarta, terimakasih atas ilmu

dan informasi yang berkaitan dengan ilmu geofisika kepada penulis.

16. Keluarga peminatan Geofisika 2016, terimakasih atas kebersamaann

selama di peminatan geofisika.

17. Keluarga Besar HMGI (Himpunan Mahasiswa Geofisika) Wilayah II

maupun Pusat, yang telah memberikan ilmu dan pengalaman di bidang

geofisika yang sangat luas.

18. Theoretical Physicist UIN Jakarta; Bang Deden, Bang Nizar, Bang Ryan,

Bang Alvin, Bang Agung Sedayu, Bang Agung Beny Saputra, Bang

Bayu, Bang Redho, Bang Tedi, Bang Fajri, Bang Oyen, Bang Habib,

Bang Syaiful, Pak Azhar, Fajri, Kharismawan, Lamin, Naufal dan Fajrin.

Terimakasih atas diskusi-diskusi yang memperluas wawasan fisika

teoritik bagi penulis.

19. Semua pihak yang telah berjasa sangat besar, dan tidak bisa penulis

sebutkan satu-persatu.

Page 11: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

x

Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala jasa dari segala

pihak yang telah membantu. Penulis meminta permohonan maaf jika terdapat

kekurangan pada tugas akhir ini. Penulis mengharapkan masukan berupa kritik

atau pun saran yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang

(email: [email protected]). Akhir kata penulis berharap agar hasil Tugas

Akhir ini dapat berguna bagi pihak yang memerlukan dan perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya di bidang geofisika.

Jakarta, 15 Juli 2020

Penulis

Nanda Ridki Permana

Page 12: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xi

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................................. ii

PENGESAHAN UJIAN.................................................................................................... iii

LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................................. iv

LEMBAR PERSEMBAHAN………………………………………………….………..v

LEMBAR MOTTO………………………………………………………….………......vi

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... vii

DAFTAR ISI...................................................................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….…………....xv

ABSTRAK ......................................................................................................................... xvi

ABSTRACT ....................................................................................................................... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 3

1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4

1.4. Batasan Penelitian ..................................................................................... 4

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................................... 4

1.6. Sistematika Penulisan ............................................................................... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 6

2.1. Metode Gravitasi ....................................................................................... 6

2.2. Hukum Gravitasi Newton ......................................................................... 8

2.3. Potensial Gravitasi .................................................................................... 9

2.4. Anomali Gravitasi ..................................................................................... 10

2.5. Koreksi-Koreksi Metode Gravitasi ........................................................... 10

2.5.1. Koreksi Baca Alat/Skala ............................................................... 10

2.5.2. Koreksi Pasang Surut Bumi (Tidal) .............................................. 11

2.5.3. Koreksi Apungan (Drift) ............................................................... 11

2.5.4. Koreksi Lintang (Latitude Correction) ......................................... 13

2.5.5. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction) ................................. 13

2.5.6. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction) ....................................... 14

2.5.7. Koreksi Medan (Terrain Correction)............................................ 15

2.6. Anomali Bouguer Lengkap / Complete Bouguer Anomaly ...................... 17

2.7. Penentuan Densitas Wilayah Pengukuran ................................................ 18

2.8. Analisa Energi Spektrum .......................................................................... 19

2.9. Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA – MWT) ............... 21

2.10. Bandpass Filter ......................................................................................... 21

2.11. Analisa Derivative .................................................................................... 22

2.11.1. First Horizontal Derivative (FHD) ............................................. 22

2.11.2. Second Vertical Derivative (SVD) ............................................. 23

2.12. Patahan…………………………………………………………………...24

2.12.1 Jenis-Jenis Patahan……..……….…………………..………......24

2.13 Geologi Regional dan Stratigrafi ............................................................... 25

2.13.1 Geologi Regional ......................................................................... 25

2.13.2 Stratigrafi ..................................................................................... 30

Page 13: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xii

2.14 Basic Petroleum System ............................................................................ 31

2.14.1 Elemen-elemen dalam Petroleum System .................................. 32

2.14.2 Proses-proses dalam Petroleum System ...................................... 33

BAB III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 35

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 35

3.2. Perangkat yang Digunakan ....................................................................... 35

3.2.1. Perangkat Keras ............................................................................ 35

3.2.2. Perangkat Lunak ........................................................................... 35

3.3. Diagram Alir Penelitian ............................................................................ 36

3.4. Reduksi Data Gravitasi ............................................................................. 37

3.5. Analisa Energi Spektrum Data Gravitasi .................................................. 37

3.6. Pemetaan Horizon Menggunakan Metode ESA-MWT ............................ 39

3.7. Analisa Patahan Menggunakan FHD vs. SVD ......................................... 41

3.7.1. Metode First Horizontal Derivative (FHD) .................................. 42

3.7.2. Metode Second Vertical Derivative (SVD)................................... 43

3.7.3. Korelasi Grafik FHD dan SVD ..................................................... 43

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 46

4.1. Complete Bouguer Anomaly (CBA) ........................................................ 46

4.2. Pemisahan Anomali Regional dan Anomali Residual .............................. 46

4.3. Analisis Energi Spektrum ......................................................................... 50

4.4. Hasil Analisa ESA-MWT ......................................................................... 52

4.5. Hasil Pemetaan Horizon ........................................................................... 60

4.6. Hasil Analisa Patahan ............................................................................... 65

4.7. Implikasi Petroleum System……..…………………………...…………..71

BAB V. PENUTUP ......................................................................................................... 74

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 75

Page 14: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta daerah Cekungan Jawa Timur Utara 3

Gambar 2.1. Pengaruh struktur geologi, adanya penambahan dan pengurangan

massa di bawah permukaan terhadap medan gravitasi di permukaan.

7

Gambar 2.2. Alat gravitymeter La Coste & Romberg 8

Gambar 2.3. Pengukuran dengan nilai berbeda pada base station pada waktu yang

berbeda

12

Gambar 2.4. Metode Looping 12

Gambar 2.5. Relasi antara geoid dan elevation of observation 14

Gambar 2.6. Massa yang terletak diantara titik pengukuran dengan datum yang

diperhitungkan

15

Gambar 2.7. Efek dari sebuah bukit (A) dan sebuah lembah (B) pada pengukuran

gravitasi sehingga membutuhkan koreksi terrain untuk mereduksi

deviasi gravitasi vertical sebesar δg yang ditimbulkan

16

Gambar 2.8. Hammer Chart 17

Gambar 2.9. Grafik ln A vs k 21

Gambar 2.10. Bandpass filter 22

Gambar 2.11.

Gambar 2.12.

Gambar 2.13.

Gambar 2.14.

Gambar 2.15.

Nilai Gradien Horizontal Pada Model Tabular

Sesar Sumatra

Patahan Normal

Patahan Naik

Patahan Geser

23

24

25

25

26

Gambar 2.16. Peta Isopach dan sebaran sumur di Cekungan Jawa Timur Utara 27

Gambar 2.17. Peta anomali gaya berat di daerah Cekungan Jawa Timur Utara 27

Gambar 2.18. Model Geologi Regional Utara-Selatan Cekungan Jawa Timur Utara 29

Gambar 2.19. Model Geologi Regional Utara-Selatan Cekungan Jawa Timur Utara 29

Gambar 2.20.

Gambar 2.21.

Gambar 2.22.

Gambar 2.23.

Gambar 2.24.

Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara

Petroleum System

Jenis-jenis Jebakan

Pemetaan Kedalaman Lapisan Sumber

Proses Migrasi Hidrokarbon

30

31

33

33

34

Gambar 3.1. Peta Daerah Penelitian 35

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Penelitian 36

Gambar 3.3. Hasil reduksi data gravitasi menjadi CBA 37

Gambar 3.4. Kurva RAPS 37

Gambar 3.5. Kurva RAPS untuk komponen utama dari peta CBA 38

Gambar 3.6. Peta Regional 39

Gambar 3.7. Peta Residual 40

Gambar 3.8. Pe-window-an pada CBA untuk sebuah titik pusat pengamatan (test

point)

40

Gambar 3.9. Grafik multi window test (MWT) untuk sebuah test point 41

Gambar 3.10. FHD 42

Gambar 3.11. SVD 43

Gambar 3.12. Arah Lintasan Digitasi Pada Peta CBA 44

Gambar 3.13. Korelasi Grafik FHD dan SVD (lintasan 1 (Y) Vertikal) (test point) 45

Gambar 4.1. Matriks Moving Average (MVA) 5x5 47

Gambar 4.2.

Gambar 4.3.

Gambar 4.4.

Digitasi Peta CBA

Data Digitasi Peta CBA

Proses Perhitungan FFT (Test Point) (Line 1)

47

48

48

Page 15: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xiv

Gambar 4.5.

Gambar 4.6.

Gambar 4.7.

Kurva RAPS (Test Point) (Line 1)

Proses Penentuan Lebar Jendela (N)

Proses Grid Math

49

49

50

Gambar 4.8.

Gambar 4.9.

Slicing Peta CBA

Kurva RAPS (Test Point) (Line 1 Window 35000 titik 4 dan 5)

51

51

Gambar 4.10.

Gambar 4.11.

Data Kedalaman Setiap Window (Test Point) (Line 1 titik 4 dan 5)

Penarikan Batasa Kontras Densitas

52

53

Gambar 4.12. Model Struktur Basement (Line 1) 53

Gambar 4.13. Model Struktur Basement (Excel) (Line 1) 54

Gambar 4.14. Model Struktur Basement (Line 2) 54

Gambar 4.15. Model Struktur Basement (Excel) (Line 2) 55

Gambar 4.16. Model Struktur Basement (Line 3) 55

Gambar 4.17. Model Struktur Basement (Excel) (Line 3) 56

Gambar 4.18. Model Struktur Basement (Line 4) 56

Gambar 4.19. Model Struktur Basement (Excel) (Line 4) 57

Gambar 4.20. Model Struktur Basement (Line 5) 57

Gambar 4.21. Model Struktur Basement (Excel) (Line 5) 58

Gambar 4.22. Model Struktur Basement (Line 6) 58

Gambar 4.23. Model Struktur Basement (Excel) (Line 6) 59

Gambar 4.24. Horizon 1 2D 60

Gambar 4.25. Horizon 1 3D 60

Gambar 4.26. Horizon 2 2D 61

Gambar 4.27. Horizon 2 3D 61

Gambar 4.28. Horizon 3 2D 62

Gambar 4.29. Horizon 3 3D 62

Gambar 4.30. Horizon 4 2D 63

Gambar 4.31. Horizon 4 3D 63

Gambar 4.32. Struktur Basement (Overlay Horizon 1 – 4) 3D 64

Gambar 4.33. Lintasan Digitasi pada Grid CBA 65

Gambar 4.34. LINE 1 (Y) FHD VS SVD 66

Gambar 4.35. Patahan pada struktur basement (Line 1) 66

Gambar 4.36. LINE 2 (Y) FHD VS SVD 67

Gambar 4.37. Patahan pada struktur basement (Line 2) 67

Gambar 4.38. LINE 3 (Y) FHD VS SVD 68

Gambar 4.39. Patahan pada struktur basement (Line 3) 68

Gambar 4.40. LINE 4 (X) FHD VS SVD 69

Gambar 4.41. Patahan pada struktur basement (Line 4) 69

Gambar 4.42. Plot patahan grafik FHD VS SVD 70

Gambar 4.43. Peta Sesar Grid FHD 71

Gambar 4.44. Peta Lintasan 5 (Dugaan Hidrokarbon) 72

Gambar 4.45. Petroleum System pada lintasan 5 72

Page 16: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data CBA (Complete Bouguer Anomaly) daerah penelitian.

Lampiran 2. Proses Windowing data dengan lebar window 35x35 km2 – 49x49 km

2

Page 17: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xvi

ABSTRAK

Konfigurasi batuan dasar sangat diperlukan untuk menentukan posisi batuan

sumbernya. Struktur batuan yang kompleks dan diperlukan estimasi kedalaman

yang akurat pula. Data gravitasi yang diperoleh pada salah satu bagian dari

wilayah Cekungan Sakala, Jawa Timur, telah digunakan untuk mengestimasi

kedalaman multipel horizon dari batas muka densitas. Dengan mengaplikasikan

metode Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA – MWT), horizon

tersebut diperoleh. Estimasi kedalaman dihitung dari analisa energi spektrum

sebagai transformasi dari data gravitasi yang telah di-grid menjadi transformasi

Fourier 2D (Fast Fourier Transform). Analisa energi spektrum dilakukan pada

sebuah titik uji dengan melakukan proses windowing peta Complete Bouguer

Anomaly (CBA) pada titik uji tersebut dengan ukuran window persegi yang

bertambah secara konstan dengan pertambahan lebar 2 km dari ukuran window

sebelumnya. Jarak antar titik uji adalah sekitar 4 km pada masing-masing lintasan

pengukuran gravitasi. Kemudian diperoleh kedalaman plateau yang

merepresentasikan batas-muka densitas dari hasil plot antara kedalaman benda

anomali terhadap ukuran window. Pemetaan struktur patahan dan jenis patahan

dilakukan dengan menggunakan metode First Horizontal Derivative (FHD) dan

Second Vertical Derivative (SVD). Lokasi patahan yang direpresentasikan oleh

nilai SVD nol dan FHD puncak, untuk menentukan jenis patahan dilakukan

perbandingan nilai maksimum SVD dan minimum SVD. Hasil pemetaan horizon

batas-muka densitas berkorelasi dengan struktur basement geologi regional,

Didapatkan 4 Horizon dengan kedalaman berkisar 5000 m hingga 11000 m, untuk

horizon 4 merupakan horizon basement dengan kedalaman berkisar 8400 – 11.000

m. Hasil korelasi grafik FHD dan SVD didapatkan didapat 7 sebaran titik patahan

yang menghasilkan 2 jalur sesar dengan arah timur ke barat dengan jenis patahan

normal.

Kata kunci: metode Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA – MWT),

Complete Bouguer Anomaly (CBA), metode FHD SVD.

Page 18: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

xvii

ABSTRACT

The bedrock configuration is very necessary to determine the position of the source

rock. Rock structures are complex and accurate depth estimate are also required.

Gravity data obtained in one part of the Sakala Basin region, East Java, have been

used to estimate the depth of multiple horizons from the density face limit. by

applying the Energy Spectral Analysis - Multi Window Test (ESA - MWT) method,

the horizon is obtained. Depth estimation is calculated using spectrum energy

analysis to transform the CBA profile to frequency or wavelength domain.

Spectrum energy analysis is performed at a test point by completing the Complete

Bouguer Anomaly (CBA) windowing process at that test point with a square

window size that is constantly increasing with an increase of 2 km in width from the

previous window size. The distance between the test points is about 4 km on each

gravity measurement trajectory. Then the depth of plateau is obtained which

represents the density limit of the plot between the depth of the anomalous object

and the window size. Mapping of fault structures and types of faults is carried out

using the First Horizontal Derivative (FHD) and Second Vertical Derivative (SVD)

methods. The fault location is represented by a zero SVD value and peak FHD, to

determine the fault type the SVD maximum and SVD minimum values are

compared. The results of density boundary horizon mapping correlate with regional

geological basement structures, obtained 4 Horizons with depths ranging from 5000

m to 11000 m, for horizon 4 is a basement horizon with depths ranging from 8400-

11,000 m. The results of FHD and SVD graph correlation obtained obtained 7

distribution of fault points that produce 2 fault lines with east to west direction with

normal fault type.

Keywords: Energy Spectral Analysis - Multi Window Test (ESA - MWT) method,

Complete Bouguer Anomaly (CBA), FHD SVD method.

Page 19: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat luas yang memiliki ribuan pulau juga kaya

akan sumber daya alamnya. Sumber daya alam yang terkandung di Indonesia sangatlah

beragam dan bervariasi juga banyak sekali manfaatnya di segala bidang. Banyak sumber daya

dan kekayaan alam indonesia tersimpan jauh di bawah permukaan bumi. Untuk mencarinya,

dibutuhkan suatu ilmu khusus dan menggunakan teknologi atau instrumentasi yang canggih

yang dapat menghemat biaya kegiatan eksplorasi dan produksi yang tinggi.

Ilmu geofisika memegang peranan penting dalam kegiatan eksplorasi sumber daya

alam. Secara umum, geofisika adalah ilmu yang mempelajari karakteristik struktur bawah

permukaan bumi dengan menggunakan prinsip-prinsip fisika. Salah satu metode geofisika

yang sering digunakan adalah metode gravitasi. Metode gravitasi merupakan metode yang

paling diminati dan efektif untuk mencari sumber energi dibawah permukaan bumi, karena

alat nya tidak berat juga sangat ekonomis dalam survey. [1]

Metode gravitasi merupakan salah satu metode geofisika yang memiliki kemampuan

yang cukup baik dalam menggambarkan struktur bawah permukaan bumi berdasarkan

perbedaan medan gravitasi bumi yang dapat dilihat dari distribusi atau sebaran densitas

(massa jenis) batuan atau mineral yang dikandungnya. Dalam eksplorasi sumber daya alam

bumi dengan metode gravitasi dibagi menjadi tiga kegiatan, yaitu akuisisi data gravitasi

(pengambilan data gravitasi), pengolahan data gravitasi, dan interpretasi data gravitasi.

Pengolahan data gravitasi merupakan salah satu tahapan yang sangat penting dalam metode

gravitasi karena pada tahapan ini data mentah hasil akuisisi dilapangan pertama kali diolah.

Apabila pengolahan data yang dilakukan baik maka akan meningkatkan kualitas data

sehingga lebih mudah untuk di interpretasikan. [2]

Pengolahan data gravitasi ini pada dasarnya dilakukan untuk menghasikan penampang

bawah permukaan gravitasi dengan distribusi densitas (massa Jenis) batuan atau mineral yang

dikandungnya. Pengolahan data gravitasi ini tentunya juga harus berdasarkan konsep dasar

geofisika agar memenuhi tujuan dari pengolahan data gravitasi. Oleh karena itu, untuk bisa

memahami konsep – konsep dasar geofisika dan penerapannya di dalam pengolahan data

Page 20: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

2

gravitasi, maka pada Tugas Akhir (TA) Skripsi ini penulis melakukan pemodelan struktur

basement (batuan dasar) yang diduga memiliki potensi hidrokarbon di dalamnya dengan

menggunakan metode Energy Spectral Analysis – Multi Widow Test (ESA-MWT) dan juga

penulis memetakan jalur patahan pada daerah penelitian ini dengan menggunakan metode

FHD dan SVD, yang nantinya akan dikorelasikan antara struktur basement dengan jalur

patahannya. Pada penelitian sebelumnya pernah dilakukan pemodelan struktur basement

dengan metode yang sama dimana pada penelitian sebelumnya memiliki konfigurasi

basement yang kurang cocok dengan model basement geologi regionalnya dikarenakan hanya

dilakukan 1 slicing saja dan juga belum dilakukannya pemetaan jalur patahan menggunakan

metode FHD SVD, maka dari itu disini penulis melakukan sebuah penelitian yang sama

dengan penelitian sebelumnya untuk melakukan pemodelan struktur basement yang lebih

akurat dari pada penelitian sebelumnya dan juga menambahkan pemetaan jalur patahan di

daerah penelitian dengan menggunakan metode FHD SVD.

Teknik interpretasi dengan analisa energi spektrum pada data anomali gravitasi ini

dapat mengestimasi nilai kedalaman suatu body anomali di bawah permukaan bahkan hingga

mancapai kedalaman basement. Informasi berupa estimasi nilai kedalaman ini sangat

membantu dalam analisa data gravitasi untuk menhitung kedalaman basement, dikarenakan

tidak ada teknik interpretasi lain yang dapat menganalisa nilai kedalaman dari generator

anomali gravitasi di bawah permukaan bumi.

Analisa energi spektrum yang dikombinasikan dengan teknik multi-window pada data

gravitasi dapat mendeteksi kedalaman basement yang kita inginkan dengan melakukan

windowing pada CBA dan mengambil trend regional pada kurva RAPS. Metode ini disebut

sebagai metode Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA – MWT), juga pada

penelitian ini dilakukan pemetaan persebaran patahan di daerah sakala dengan menggunakan

metode FHD SVD, dapat dilihat sebaran patahan dari korelasi antara grafik FHD dan SVD.

Pada kasus ini, daerah yang menjadi fokus penelitian adalah daerah Sub Cekungan

Sakala yang berada di Jawa Timur bagian utara..Cekungan ini ke arah Utara dibatasi oleh

Lengkung Karimunjawa (Karimun Java Arch), ke Utara oleh tinggian Meratus (Meratus

high), ke arah Timur oleh Tinggian Masalembo-Doang, ke arah Selatan oleh jalur

Pegunungan Selatan (Gambar 1.1).

Page 21: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

3

Gambar 1.1 Peta daerah Cekungan Jawa Timur Utara (ESDM op.cit, Sirait 2007)

Daerah Cekungan Jawa Timur Utara kemungkinan besar terdiri dari berbagai batuan

induk dan secara lokal masing-masing daerah menunjukkan karakteristik batuan induk yang

berbeda-beda. Endapan klastik Formasi Pra-Ngimbang terdiri dari perselingan pasir tipis dan

serpih, dengan sedikit batubara, ketebalannya berkisar antara 36 sampai 136 m. Hasil studi

geologi dan geokimia daerah Paparan Utara dan Tinggian Tengah menunjukkan hidrokarbon

daerah ini berasal dari batuan induk Pra-Eosen sampai Eosen seperti yang teramati di Sumur

JS-53 dan di lapangan gas dan kondensat Pagerungan.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka adapun rumusan masalah pada

penelitian ini, sebagai berikut :

1. Bagaimana model struktur batuan dasar (basement) di Daerah Sub Cekungan Sakala

dengan menggunakan metode ESA-MWT ?

2. Berapakah kedalaman struktur batuan dasar (basement) di Daerah Sub Cekungan

Sakala dengan menggunakan metode ESA-MWT ?

3. Bagaimakah persebaran dan jenis patahan di Daerah Sub Cekungan Sakala dengan

menggunakan metode FHD SVD ?

4. Bagaimakah implikasinya terhadap petroleum system di Daerah Sub Cekungan

Sakala ?

Page 22: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

4

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Membuat pemodelan dan Mengetahui estimasi kedalaman struktur batuan dasar

(basement).

2. Mengetahui persebaran dan jenis tektonik patahan yang terjadi pada batuan dasar

(basement) menggunakan metode FHD SVD.

3. Mengetahui implikasi terhadap petroleum system di Daerah Sub Cekungan Sakala.

1.4 Batasan Penelitian

Adapun batasan yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi :

1. Daerah penelitian terbatas hanya di Sub Cekungan Sakala.

2. Pemetaan struktur batuan dasar menggunakan metode Energy Spectral Analysis –

Multi Window Test (ESA – MWT).

3. Data gravitasi hasil observasi (observed gravity data) yang telah di lakukan koreksi

hingga didapatkan anomali bouguer dari LEMIGAS.

4. Pemetaan persebaran dan jenis patahan menggunakan metode FHD SVD.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat penelitian ini adalah :

1. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai pemetaan

struktur batuan dasar (Basement) di daerah Sub Cekungan Sakala dengan

menggunakan metode ESA-MWT.

2. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai estimasi

kedalaman struktur batuan dasar (Basement) di daerah Sub Cekungan Sakala dengan

menggunakan metode ESA-MWT.

3. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai persebaran

dan jenis patahan di daerah Sub Cekungan Sakala dengan menggunakan metode FHD

SVD.

4. Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai implikasi

terhadap petroleum system di Daerah Sub Cekungan Sakala.

5. Selain itu diharapkan dapat memberikan referensi bagi peneliti lain yang memiliki

tema yang sama.

Page 23: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

5

1.6 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi terbagi dalam 6 bagian, dengan perincian sebagai berikut:

1. BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi tentang latar belakang penulisan, rumusan masalah, tujuan

penelitian. manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.

2. BAB II TINAJUAN PUSTAKA

Pada bab ini berisi tentang konsep dasar gravitasi, koreksi-koreksi dan anomali metode

gravitasi, teori Analisa spektrum energi metode ESA-MWT dan Analisa patahan, serta

kondisi geologi regional daerah penelitian.

3. BAB III METODE PENELITIAN

Pada bab ini berisi metodologi penelitian dan pembahasan tahapan-tahapan yang

dilakukan dalam proses pengolahan data dan tujuan dilakukan tahapan tersebut.

4. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini berisi hasil dari proses pengolahan data serta analisa dan pembahasan

mengenai hasil tersebut.

5. BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran mengenai hasil penelitian yang dilakukan.

Page 24: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metode Gravitasi

Metode gravitasi adalah salah satu metode geofisika yang didasarkan pada

pengukuran medan gravitasi. Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, di kapal

maupun di udara. Dalam metode ini yang dipelajari adalah variasi medan gravitasi akibat

variasi rapat massa batuan di bawah permukaan sehingga dalam pelaksanaannya yang

diselidiki adalah perbedaan medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik observasi

lainnya. Metode gravitasi umumnya digunakan dalam eksplorasi jebakan minyak (oil trap).

Disamping itu metode ini juga banyak dipakai dalam eksplorasi mineral dan lainnya.[1]

Pada kenyataannya, medan gravitasi bumi di permukaan tidaklah homogen. Gravitasi

sangat dipengaruhi oleh densitas (massa jenis) benda, seperti batuan penyusun permukaan

bumi/ kerak bumi dan batuan penyusun di bawah kerak bumi. Batuan-batuan dengan densitas

(massa jenis) nya yang bervariasi tersebut akan mempengaruhi medan gravitasi bumi di

bumi. Jadi sebenarnya di bumi ini memiliki gravitasi yang berbeda-beda di tiap daerah,

karena penyusun lapisan-lapisan di bawah permukaan bumi sangatlah beragam jenis

batuannya.[2]

Variasi medan gravitasi di permukaan pun dapat dipengaruhi oleh adanya struktur

geologi di bawah permukaan, termasuk tidak meratanya kondisi topografi/relief permukaan

bumi. Sehingga, posisi pengamatan juga memiliki pengaruh terhadap pengukuran. Pada

dasarnya, segala kondisi geologis di bawah maupun di permukaan dapat mempengaruhi

medan gravitasi bumi yang terukur.

Page 25: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

7

Gambar 2.1 Pengaruh struktur geologi, adanya penambahan dan pengurangan massa di bawah

permukaan terhadap medan gravitasi di permukaan. (Reynolds, 1997)

Variasi medan gravitasi di permukaan bumi, apabila dibandingkan dengan nilai

gravitasi absolut sangatlah kecil. Namun, dengan teknologi alat ukur yang sangat sensitif dan

presisi, perbedaan tersebut dapat diketahui. Teknologi ukur pengukuran gravitasi

menggunakan alat Gravitymeter, yang memiliki komponen utama berupa pegas dengan

kontruksi tertentu. Pengukurannya di lapangan, biasanya dilakukan pada titik-titik

pengukuran di sepanjang lintasan pengukuran dalam suatu luasan area pengukuran. Biasanya

juga diperlukan satu titik acuan bebas gangguan/noise (base station) yang akan digunakan

sebagai unsur koreksi dalam analisa data (koreksi drift). Selain pengukuran di darat,

pengukuran juga dapat dilakukan di laut dengan kapal, maupun di udara dengan pesawat.

Page 26: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

8

Gambar 2.2. Alat Gravitymeter La Coste & Romberg (Mouscatt, 2009)

Satuan pengukuran dalam metode gravitasi biasanya dinyatakan dalam gal (Galileo),

jadi nilai yang terbaca pada alat adalah dalam satuan gal (Galileo), dalam satuan SI (Satuan

Internasional), g dinyatakan dalam m/s2, dimana 1 gal = 1 cm/s

2 = 0,01 m/s

2. Gravitasi rata-

rata di permukaan bumi sekitar 980 gal.

Data pengukuran medan gravitasi yang diperoleh akan mengandung anomali yang

terdiri dari efek lokal dan efek regional. Efek lokal merupakan sasaran dari pengukuran

mikro-gravitasi, dimana pengukuran ini dilakukan pada ketelitian pengukuran hingga satuan

mikrogal (10-6

gal). Efek lokal ini membawa anomali medan gravitasi yang sangat dekat

dengan permukaan.[3]

2.2 Hukum Gravitasi Newton

Pada awalnya Hukum Gravitasi ini ditemukan oleh Sir Isaac Newton yang secara

tidak sengaja melihat apel jatuh dari pohon. Pada dasarnya gravitasi adalah gaya tarik-

menarik antara dua buah benda yang memiliki rapat massa (densitas) yang berbeda, gaya

tarik-menarik ini dipengaruhi juga oleh jarak kuadrat kedua buiah dan massa kedua benda

uji. Pada keadaan secara riil seharusnya percepatan gravitasi di tiap tempat selalu berbeda-

beda karena bentuk bumi yang berbentuk ellipsoid , yang dimana jari-jari pada kutub bumi

lebih pendek dibandingkan jari-jari di equator, maka dapat disimpulkan bahwa percepatan

gravitasi di daerah kutub lebih besar dibandingkan di daerah ekuator. Dalam hal ini dapat

diekspresikan oleh rumus hukum Newton sederhana sebagai berikut :

F = G

(2.1)

Page 27: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

9

Dimana :

F = Gaya gravitasi antara dua titik massa yang ada (N)

G = Konstanta gravitasi Newton ( 6,673 x 10-11

Nm2/Kg

2)

m1 = Massa benda 1 (Kg)

m2 = Massa benda 2 (Kg)

r = Jarak antara benda 1 dan benda 2 (m)

dan Hukum Gerak Newton, yang menyatakan gaya yang bekerja F dipengaruhi oleh

massa m dan percepatan gravitas g :

F = m . g (2.2)

Dimana :

F = Gaya gravitasi (N)

m = Massa benda (Kg)

g = Percepatan gravitasi ( m/s2)

Dari kedua persamaan tersebut, kemudian dapat diperoleh persamaan Percepatan

Gravitasi di permukaan bumi g (dengan M merupakan massa bumi)

g =

(2.3)

2.3 Potensial Gravitasi

Medan gravitasi merupakan medan konservatif, yang merupakan gradien dari suatu

fungsi potensial skalar U. Mengingat g sebagai medan vektor :

g =

r1 (2.4)

Page 28: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

10

dan potensial gravitasi merupakan besaran skalar, sebagai U :

U =

(2.5)

Dimana U adalah potensial gravitasi, yang merupakan usaha yang dilakukan gravitasi

dalam perpindahan suatu massa m ke posisi r.

2.4 Anomali Gravitasi

Sebagaimana tujuan metode ini adalah untuk mendeteksi adanya suatu anomali medan

gravitasi yang dapat mengindikasikan sesuatu. Secara matematis, dapat didefinisikan bahwa

anomali medan gravitasi di topografi atau di posisi (x,y,z), (Δg (x,y,z)) merupakan selisih

dari medan gravitasi terukur (gobs(x,y,z)) terhadap medan gravitasi teoritis (gTeoritis(x, y, z)).

Medan gravitasi teoritis adalah medan yang diakibatkan oleh faktor-faktor non-geologi dan

nilainya dihitung berdasarkan persamaan yang dijabarkan secara teoritis. Nilai medan ini

dipengaruhi oleh letak lintang, ketinggian, dan massa topografi di sekitar titik tersebut.[4]

Δg(x,y,z) = gobs (x,y,z) – gteoritis (x,y,z) (2.6)

2.5 Koreksi- koreksi metode gravitasi

Data gravitasi yang terukur pada alat ukur tidak dapat langsung dilakukan pengolahan

tanpa melakukan koreksi terlebih dahulu. Bahkan keberadaan sesungguhnya akan terlihat

setelah dilakukan koreksi data gravitasi. Koreksi dalam metode gaya berat adalah sebagai

berikut :

2.5.1 Koreksi baca alat/skala

Koreksi baca alat adalah koreksi yang dilakukan jika terjadi kesalahan dalam

pembacaaan alat metode gravitasi yang digunakan untuk survey gravitasi. Rumus umum

dalam pembacaan alat dapat ditulis sebagai berikut : [5]

Read (mGal) = ((Read (scale)-Interval) x Counter Reading) + Value in mGal

Page 29: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

11

2.5.2 Koreksi pasang surut bumi (tidal)

Koreksi ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh gravitasi benda-benda di luar

bumi seperti bulan dan matahari, pengaruh keduanya dapat mencapai 0,3 mgal, yang berubah

terhadap lintang dan waktu, Hal ini disebabkan oleh tarikan gravitasi Matahari dan Bulan

yang memiliki amplitudo yang cukup untuk dideteksi oleh gravimeter. Pada metoode

gravitasi, koreksi tidal dilakukan bersamaan dengan koreksi drift. Untuk mendapatkan nilai

pasang surut ini maka, dilihatlah perbedaan nilai gravitasi stasiun dari waktu ke waktu

terhadap base. [6]

Efek pasang surut menyebabkan perubahan hasil pengamatan percepatan gravitasi

yang disebabkan oleh interaksi gravitasi bulan dan matahari terhadap bumi maupun terhadap

gravimeter. Efek ini menyebabkan variasi percepatan gravitasi yang bergantung waktu

sehingga termasuk ke dalam koreksi Temporal Based Variation. Gravitasi terkoreksi tidal

dapat ditulis sebagai berikut [7] :

gst = gs + t (2.7)

dimana :

gst = Gravitasi terkoreksi pasang surut bumi (tidal) (mgal)

gs = Gravitasi pada pembacaan alat (mgal)

t = Nilai koreksi pasang surut bumi (tidal) (mgal)

2.5.3 Koreksi Apungan (drift)

Pada dasarnya, semua alat ukur jika dipakai terus-menerus akan mengalami

“kelelahan”. Kelelahan alat akan menyebabkan pembacaan nilai besaran yang diukur akan

mengalami perbedaan. Pada alat gravimeter, pemakaian alat yang dilakukan terus-menerus

akan menyebabkan elastisitas pegas pada gravimeter mengalami kemuluran (Gambar 2.3).[8]

Page 30: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

12

Gambar 2.3. Pengukuran dengan nilai berbeda pada base station

pada waktu yang berbeda (Reynolds, 1997).

Untuk melakukan koreksi apungan, akuisisi data gravitasi dilakukan dengan metode

looping. Metode looping merupakan pengukuran yang menetapkan satu titik sebagai titik

base untuk diukur sebelum dan sesudah melakukan pengukuran di stasiun pengukuran

seperti yang dijelaskan pada (Gambar 2.4). Tujuan dari metode looping adalah untuk

mengetahui besarnya drift yang dialami alat setelah melakukan pengukuran.[8]

Gambar 2.4. Metode Looping (Reynolds, 1997)

Secara matematis koreksi drift dapat dihitung dengan formulasi sebagai berikut :

Driftsn =

(Gb’ – Gb) (2.8)

Dimana :

Driftsn = Koreksi drift stasiun-n (mgal)

tsn = Waktu pembacaan stasiun-n (s)

tb = Waktu pembacaan stasiun base pada awal loop (s)

tb’ = Waktu pembacaan stasiun base pada akhir loop (s)

Gb = Nilai pembacaan stasiun base pada awal loop (mgal)

Gb’ = Nilai pembacaan stasiun base pada akhir loop (mgal)

Koreksi drift selalu dikurangkan terhadap pembacaan gravimeter.

Page 31: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

13

Gtd = Gt – Drift (2.9)

Dimana :

Gtd = Gaya berat koreksi pasang surut dan drift (mgal)

Gt = Gaya berat terkoreksi pasang surut (mgal)

2.5.4 Koreksi Lintang (Latitude Correction)

Bumi yang berotasi menyebabkan adanya percepatan sentrifugal yang mengarah

keluar dari sumbu rotasi. Adanya percepatan sentrifugal akibat rotasi bumi akan

menyebabkan terjadinya gaya sentifugal. Gaya sentrifugal ini akan menarik massa keluar

menjauhi sumbu rotasi bergantung pada besar sudut dari sumbu rotasi. Gaya sentrifugal

terbesar berada di khatulistiwa.[8]

Koreksi ini dilakukan karena bentuk bumi yang tidak sepenuhnya bulat sempurna,

tetapi pepat pada daerah ekuator dan juga karena rotasi bumi. Hal tersebut membuat adanya

perbedaan nilai gravitasi karena pengaruh lintang yang ada di bumi. [9]

Gayaberat normal adalah harga gayaberat teoritis yang mengacu pada permukaan

laut rata-rata sebagai titik awal ketinggian dan merupakan fungsi dari lintang geografi.

Medan gayaberat teoritis diperoleh berdasarkan rumusan-rumusan secara teoritis, maka untuk

koreksi ini menggunakan rumusan medan gayaberat teoris pada speroid referensi (z = 0) yang

ditetapkan oleh The International of Geodesy (IAG) yang diberi nama Geodetic Reference

System 1967 (GRS 67) sebagai fungsi lintang.

Secara teoritis spheroid referensi (G lintang) diberikan oleh persamaan GRS

(geodetic reference system) 1980, gravitasi normal ini adalah :

Gn = 978032.7 ( 1 + 0,0053024 sin2 θ – 0,0000058 sin

2 θ) (2.10)

Dimana :

Gn = Koreksi Lintang (mgal)

Θ = Sudut Lintang (derajat)

2.5.5 Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Secara definisi, koreksi udara bebas adalah perbedaan gravitasi yang diukur pada

mean sea level (geoid) dengan gravitasi yang diukur pada ketinggian h meter dengan tidak

Page 32: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

14

ada batuan di antaranya (Gambar 2.5). Dengan mengasumsikan bahwa bumi bulat, tidak

berotasi, spheroid, dan pusat massa berada di inti bumi.[10]

Gambar 2.5. Relasi antara geoid dan elevation of observation (Long & Kaufmann, 2013)

Untuk mengatasi masalah tersebut maka dilakukan koreksi Udara-Bebas (CF), yang

dinyatakan dengan persamaan (h sebagai ketinggian posisi pengukuran) :

CF = 3,086 h (2.11)

Dimana :

CF = Koreksi Udara-Bebas (Free Air Correction) (mgal)

h = Ketinggian posisi pengukuran (m)

Hasil koreksi tersebut kemudian dapat diterapkan untuk memperoleh nilai anomali Udara-

Bebas (GF) :

GF = gobs + CF - gθ (2.12)

Dimana :

GF = Anomali Udara-Bebas (mgal)

CF = Koreksi Udara-Bebas (Free Air Correction) (mgal)

gθ = Gravitasi Normal (mgal)

2.5.6 Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Pada penghitungan anomali Udara-Bebas, adanya massa yang terletak di antara titik

pengukuran dengan datum tidak diperhitungkan, padahal keberadaan massa ini sangat

mempengaruhi nilai anomali medan gravitasi (Gambar 2.6). [11]

Page 33: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

15

Gambar 2.6. Massa yang terletak diantara titik pengukuran dengan datum yang diperhitungkan.

(Reynolds, 1997)

Koreksi Bouguer digunakan untuk mereduksi nilai gravitasi akibat kehadiran massa batuan

antara titik pengukuran pada ketinggian h meter terhadap MSL. Sehingga nilai gravitasi yang

terukur lebih besar dibandingkan nilai gravitasi yang seharusnya pada permukaan

equipotensial.[12]

CB = 0.000419Δhp (2.13)

Dimana :

CB = Koreksi Bouguer (mgal)

Δh = Perbedaan ketinggian titik pengukuran dengan datum (m)

p = Massa jenis (kg/m3)

2.5.7 Koreksi Medan (Terrain Correction)

Pada koreksi Bouger dianggap bahwa topografi adalah rata. Kenyataanya di

lapangan tidak demikian melainkan berlembah dan bergunung-gunung, sehingga

mempengaruhi harga gayaberat pengamatan. Akibat adanya gaya tarik massa gunung atau

kekurangan massa pada lembah menyebabkan efek gayaberat pengamatan menjadi

berkurang, sehingga akan mengurangi harga koreksi bouguer (Gambar 2.7). [13]

Page 34: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

16

Gambar 2.7. Efek dari sebuah bukit (A) dan sebuah lembah (B) pada pengukuran gravitasi

sehingga membutuhkan koreksi terrain untuk mereduksi deviasi gravitasi vertical

sebesar δg yang ditimbulkan (Reynolds, 2011).

Dari kenyataan di atas, pengaruh material yang berada di sekitar baik material yang

berada di atas maupun di bawah titik pengukuran turut memberi sumbangan terhadap hasil

pengukuran di titik pengukuran tersebut sehingga harus dilakukan koreksi topografi terlebih

jika di medan pengukuran memiliki topografi yang tidak beraturan seperti rangkaian

pengunungan, ataupun bukit.[14]

Untuk mempermudah koreksi di lapangan telah dibuat hammer chart yaitu dengan

membagi daerah penelitian menjadi daerah-daerah dibatasi oleh lengkungan (kompartemen)

(Gambar 2.8). Kompartemen ini kemudian disebut terrain chart. Tinggi stasiun yang

dimaksud dalam tabel adalah perbedaan tinggi pada setiap kompartemen. Teknik ini disebut

juga Hammer Chart yang terbagi menjadi zona dalam dan zona luar bergantung pada wilayah

cakupannya sebagai berikut:

1. Zona dalam

• Zona B: radius 6.56 – 54.6 ft, 4 kompartemen

• Zona C: radius 54.6 – 175 ft, 6 kompartemen

2. Zona luar

• Zona D: radius 175 – 558 ft, 6 kompartemen

• Zona E: radius 558 – 1280 ft, 8 kompartemen

• Zona F: radius 1280 – 2936 ft, 8 kompartemen

• Zona G: radius 2936 – 5018 ft, 12 kompartemen

Page 35: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

17

• Zona H: radius 5018 – 8578 ft, 12 kompartemen

• Zona I: radius 8578 – 14662 ft, 12 kompartemen

• Zona J: radius 14662 – 21826 ft, 16 kompartemen

• Zona K – M: masing-masing dibagi menjadi 16 kompartemen

Gambar 2.8 Hammer Chart (Reynolds, 1997)

Efek gaya berat pada suatu sektor dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TC = Gpθ [ ( r2 – r1 ) + √ 𝑧 - √

𝑧 ] (2.14)

Dimana :

TC = Terrain Correction (mgal)

G = Konstanta Universal

p = Rapat massa batuan (kg/m3)

θ = Sudut yang dibentuk oleh kompartemen (derajat)

r = Jari-jari lingkaran dalam (m) 1

r = Jari-jari lingkaran luar (m) 2

z = Ketinggian bukit / kedalaman lembah (m)

= zstasiun pengamatan

– zrata-rata

2.6 Anomali Bouguer Lengkap/Complete Bouguer Anomaly (CBA)

Dengan mereduksi nilai gravitasi hasil observasi (Observed Gravity/ Gobs) dengan

koreksi-koreksi gravitasi di atas, maka didapatkan nilai anomali gravitasi yang biasa disebut

Complete Bouguer Anomaly (CBA). [12]

Page 36: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

18

Anomali Bouguer Lengkap adalah nilai anomali gravitasi yang didapatkan setelah

melakukan pengkoreksian pada nilai gravitasi observasi. Koreksi-koreksi tersebut adalah

koreksi lintang, koreksi udara bebas, koreksi Bouguer, dan koreksi terrain. Nilai CBA

merupakan gabungan dari anomali regional dan anomali residual (lokal). Nilai dari CBA

didapatkan dari persamaan berikut:

CBA = Gobs - Gn + GF - CB + TC (2.15)

Keterangan:

CBA = Anomali Bouguer Lengkap (mgal)

Gobs = nilai gravitasi observasi (mgal)

Gn = nilai koreksi lintang (mgal)

GF = nilai koreksi udara bebas (free-air) (mgal)

CB = nilai koreksi Bouguer (mgal)

TC = nilai koreksi terrain (mgal)

2.7 Penentuan Densitas Wilayah Pengukuran

Metode Parasnis dapat digunakan untuk menentukan estimasi densitas rata-rata

batuan daerah penelitian, d engan memanfaatkan persamaan CBA (2.15) yang diubah

menjadi persamaan linear sebagai berikut:

(𝐺𝑜𝑏𝑠 – 𝐺n + GF) = 𝜌 (0.04192𝑕 + 𝑇)

𝑦 = 𝑚 𝑥 𝑇 𝑐𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡 (2.16)

dimana:

ρ = Densitas rata-rata wilayah (gr/cc)

h = Elevasi pengukuran terhadap MSL (m)

T = Faktor geometri dari koreksi terrain (mgal cm3gr-1)

Persamaan linear (2.16) memberikan variabel bebas x sebagai (0.04192h+T), variabel

terikat y sebagai (Gobs – Gn + GF), dan gradient persamaan garis lurus m sebagai ρ.

Page 37: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

19

2.8 Analisa Energi Spektrum

Analisis energi spektrum merupakan salah satu tools dari metode gravitasi yang

memanfaatkan persamaan transformasi fourier. Transformasi fourier digunakan untuk

mengubah data secara matematis dari fungsi amplitudo anomali gravitasi secara spasial

menjadi fungsi amplitudo anomali gravitasi dalam domain frekuensi atau dalam artian

menentukan kedalaman anomali dibawah permukaan berbasis transformasi fourier. Analisis

energi spektrum dikerjakan secara orisinil oleh Bhattacharyya (1966) dengan tujuan

mengestimasi kedalaman batas muka magnetik atau densitas. [12]

Secara matematis, persamaan Transformasi Fourier dua dimensi suatu fungsi g(x,y)

didefinisikan sebagai berikut :

𝐺 𝑢 𝑣 = ∫ ∫ 𝑔 𝑥 𝑦 𝑒

𝑑𝑥 𝑑𝑦 (2.17)

hubungan resiprokalnya adalah

𝑔 𝑢 𝑣 =

∫ ∫ 𝐺 𝑢 𝑣 𝑒

𝑑𝑢 𝑑𝑣 (2.18)

dimana u dan v adalah frekuensi angular r (wavenumber) pada arah x dan y. Frekuensi

tersebut dihitung dalam radian per meter, dimana hubungannya dengan frekuensi spasial (f)

yaitu, fx dan fy dalam siklus per meter adalah

𝑓 =

dan 𝑓 =

(2.19)

G(u,v) berisi informasi pada amplitudo dan hubungan fase dari semua frekuensi yang

membentuk fungsi dua dimensi g(x,y). G(u,v) terdiri atas komponen real dan imaginer

sebagai berikut.

𝐺 𝑢 𝑣 𝑢 𝑣 𝑢 𝑣 (2.20)

densitas amplitudo spektrum (the amplitude density spectrum) atau amplitudo spektrum dari

G(u,v) adalah

𝑢 𝑣 |𝐺 𝑢 𝑣 | √ (2.21)

dan densitas fase spektrum (the phase density spectrum) atau fase spektrum adalah

` 𝑢 𝑣

(2.22)

Page 38: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

20

serta, densitas energi spektrum (the energy density spectrum) atau energi spektrum adalah

𝑢 𝑣 |𝐺 𝑢 𝑣 | (2.23)

Pada penelitian ini proses transformasi Fourier dilakukan dengan menggunakan software

Geosoft Inc. Oasis Montaj. Sebuah grid dalam domain spasial ditransformasi menjadi domain

frekuensi menggunakan fast fourier transform (FFT). Grid tersebut disampling sebagai fungsi

domain spasial pada kenaikan jarak tetap yaitu 1/(grid size) (siklus/meter) di antara 0 dan

frekuensi nyquist (1/[2*cell size]). Kemudian data ditampilkan dalam nilai logaritmik dari

energi spektrum Ln E(f) yang sudah dinormalisasi (proses pengurangan terhadap nilai energi

spektrum rata-rata) pada setiap nilai f (frekuensi radial), selanjutnya disebut sebagai kurva

RAPS (the radially averaged power spectrum). Dimana hubungan f dan r adalah

√𝑢 𝑣 𝑓 (2.24)

Sebuah batas muka magnetik atau densitas dimodelkan pada sebuah lapisan dari multiprisma

dengan supceptibilitas atau densitas yang seragam. Logaritma energi spektrum bisa

diinterpretasikan untuk menentukan elevasi ensembel statistikal dari bodi kausatif menurut

hubungan

𝑓 𝑕𝑓 (2.25)

sehingga,

𝑠 𝑕 (2.26)

maka kedalaman ensembel statistikal dari benda anomali gravitasi dapat ditentukan oleh

persamaan (2.23) dengan s sebagai kemiringan (slope) dari log energi (power) spektrum.

𝑒𝑝𝑡𝑕

(2.27)

Pada proses penghitungan kurva RAPS grid anomali harus bersifat periodik. Sehingga

sebelum proses FFT, dilakukan proses ekspansi (secara default minimum 10%) dan pengisian

nilai dummi untuk menjamin periodisitas dari grid yang akan ditransformasi.

Page 39: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

21

2.9 Energy Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA – MWT)

Tenik Energy Spectral Analysis Multi Window Test (ESA-MWT) digunakan untuk

proses pengolahan pemetaan horizon. Multi window test (MWT) dilakukan untuk

mendapatkan kedalaman suatu horizon yang merepresentasikan batas suseptibilitas atau

densitas. MWT dilakukan dengan cara menghitung spectrum energi pada deretan window

pada titik pusat pengamatan yang sama (point of interest), dengan memvariasikan besar

window bertambah secara konstan. Sehingga ketika kedalaman ensembel dari suatu sumber

tidak berubah secara siginifikan antara dua atau lebih ukuran window maka diperoleh

kdalaman plateau (depth plateau) yang digunakan untuk mengaproksimasi antar-muka

densitas. Poin penting dalam MWT adalah mengatur ukuran window. Hal ini dikarenakan

jika window terlalu kecil maka anomali yang termuat tidak cukup untuk menentukan horizon

densitas, dan sebaliknya jika window terlalu besar maka yang data yang didapat akan

didominasi oleh sumber yang dalam. Penentuan horizon dapat dilihat di gambar 2.9. [10]

.

Gambar 2.9 Grafik ln A vs k (Blakely,1995)

2.10 Bandpass Filter

Bandpass filter merupakan filter yang melewatkan frekuensi di antara frekuansi cut-off

bawah dan frekuensi cut-off atas. Fungsi dari bandpass filter menghilangkan komponen

frekuensi yang menggangu (noise) pada data seismik dan meloloskan data yang diinginkan

dengan analisis spektrum (Gambar 2.10). Bandpass filter ini digunakan untuk pemisahan

anomali residual dan anomali regional melalaui frekuensi.[15]

Page 40: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

22

Gambar 2.10. Bandpass filter (A. Abdullah, 2008)

2.11 Analisa Derivative

Analisa Derivative digunakan untuk menentukan batas dan mengetahui jenis sesar

atau patahan. Untuk mendapatkan hal tersebut maka dilakukan korelasi antara grafik First

Horizontal Derivative (FHD) dan Second Vertical Derivative (SVD) dari lintasan yang dibuat

dalam peta anomali bouger atau peta anomali regional atau peta anomali residual yang

selanjutnya dibuat penampangnya.

2.11.1 First Horizontal Derivative (FHD)

First Horizontal Derivative (FHD) atau Horizontal gradient dari anomali gravitasi

yang disebabkan oleh suatu penampang yang cenderung untuk menunjukkan tepian dari

penampang-nya tersebut (Gambar 2.11). Jadi metode FHD dapat digunakan untuk

menentukan lokasi batas kontak kontras densitas horisontal dari data gravitasi. Untuk

menghitung nilai FHD dapat dilakukan dengan persamaan :

(2.28)

dengan :

g = nilai anomali (mgal)

Δx = Selisih antara jarak pada lintasan (m)

FHD = First Horizontal Derivative

Page 41: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

23

Gambar 2.11. Nilai Gradien Horizontal Pada Model Tabular (Blakely,1996)

2.11.2 Second Vertical Derivative (SVD)

SVD atau Second Vertical Derivative dapat menggambarkan anomali residual yang

berasosiasi dengan struktur dangkal yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis

patahan turun atau patahan naik. Dalam penentuan nilai SVD maka digunakan turunan kedua

atau dilakukan dengan persamaan :

(2.29)

dengan :

g = nilai anomali (mgal)

Δx = Selisih antara jarak pada lintasan (m)

SVD = Second Vertical Derivative

Dalam penentuan patahan normal ataupun patahan naik, maka dapat dilihat pada harga

mutlak nilai SVDmin dan harga mutlak SVDmax. Dalam penentuannya dapat dilihat pada

ketentuan berikut:

|SVD|min < |SVD|max = Patahan Normal

|SVD|min > |SVD|max = Patahan Naik

|SVD|min = |SVD|max = Patahan Mendatar

Page 42: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

24

2.12 Patahan

Patahan merupakan kondisi dimana terjadi pergerakan atau pergeseran batuan akibat

adanya gaya geologi dari bawah permukaan. Dalam patahan, bidang yang mengalami patahan

disebut dengan sesar. Di Indonesia sendiri patahan yang paling terkenal adalah patahan

semangko yang berada di pulau sumatera yaitu dari sumatera utara hingga lampung atau

hampir seluruh pulau sumatera. Patahan semangko ini terbentuk karena lempeng Eurasia

terdesak oleh lempeng indo Australia dan hal ini menyebabkan terjadinya patahan serta

membuat pulau sumatera terbelah. [16]

Gambar 2.12. Sesar Sumatra (Sumber: http://en.wikibooks.org/wiki/File:Sumatra_map.jpg)

2.12.1 Jenis-Jenis Patahan

Jenis Sesar dapat dikategorikan menjadi beberapa macam berdasarkan gerakannya

yaitu :

a. Patahan Normal

Patahan Normal merupakan patahan yang memungkinkan satu blok (footwall) lapisan

batuan bergerak dengan arah relatif naik terhadap blok lainnya (hanging wall) (Gambar

2.13). Ciri dari patahan ini adalah sudut kemiringan besar hingga mendekati 90

derajat.[17]

Page 43: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

25

Gambar 2.13. Patahan Normal (Sumber: https://geograph88.blogspot.com)

b. Patahan Naik

Patahan Naik merupakan patahan dengan arah footwall yang relatif turun dibanding

hanging wall (Gambar 2.14). Ciri dari patahan ini adalah sudut kemiringan yang relatif

kecil yaitu kurang dari 45 derajat.[18]

Gambar 2.14. Patahan Naik (Sumber: https://geograph88.blogspot.com)

Page 44: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

26

c. Patahan Geser

Patahan Geser merupakan patahan yang arahnya relatif mendatar ke kiri atau ke kanan.

Arah patahan mendatar ini tidak sepenuhnya seluruh lapisan batuan bergerak dengan arah

mendatar namun sebagian ada yang bergerak dengan arah vertical (Gambar 2.15). Bila

gerakan patahan ke kanan di sebut sesar geser sinistrial dan bila ke kiri dinamakan sesar

geser dekstral. [19]

Gambar 2.15. Patahan Geser (Sumber: https://geograph88.blogspot.com)

2.13 Geologi Regional dan Stratigrafi

2.13.1 Geologi Regional

Cekungan Jawa Timur Utara adalah salah satu dari cekungan-cekungan lepas pantai

di Indonesia yang menghasilkan hidrokarbon. Cekungan ini terdapat di ujung tenggara

Paparan Sunda yang stabil, pada koordinat 110° – 118° BT dan 4° – 8° LS dan meliputi

daerah sekitar 190.300 km2

(Gambar 2.16).[20]

Page 45: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

27

Gambar 2.16. Peta Isopach dan sebaran sumur di Cekungan Jawa Timur Utara. (Pusat Survei Geologi

2000).

Gambar 2.17. Peta anomali gaya berat di daerah Cekungan Jawa Timur Utara (Pusat Survei

Geologi, 2000).

Page 46: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

28

Kegiatan eksplorasi besar-besaran di daerah daratan dan lepas pantai Jawa Timur

berlangsung selama 20 tahun terakhir. Penemuan hidrokarbon terakhir adalah Lapangan

Banyu Urip di daerah Cepu dan Wunut di wilayah Sub-Cekungan Selat Madura. Dari sudut

pandang eksplorasi, Cekungan Pati dianggap sebagai suatu cekungan matang. Hidrokarbon

dijumpai dan diproduksi dari level stratigrafi yang berbeda-beda, dan tersebar secara luas dari

barat ke timur.

Beberapa potensi batuan induk baik di daerah Jawa Timur umumnya berasal dari

serpih dan batubara kaya material organik dari Formasi Ngimbang dan Kujung, dan Anggota

Cepu Formasi Tawun. Di daerah Paparan Utara batuan induk dapat dijumpai di bagian barat

yang meliputi Palung Muria, Palung Bawean Timur, Depresi Tuban-Camar bagian tengah,

Cekungan Masalembo. Di bagian timur meliputi daerah Pagerungan. Di daerah Tinggian

Tengah, batuan induk terdapat di sebagian besar daerah yang sebelumnya merupakan suatu

deposenter. Di daerah Cekungan Selatan batuan induk meliputi hampir seluruh daerah

cekungannya (peta isopach Cekungan Jawa Timur Utara) ada pada Gambar 2.16. Kontras

densitas yang sangat baik juga ditunjukan oleh peta anomali gaya berat di cekungan ini pada

Gambar 2.17. [21]

Pada bagian sebelah barat, Cekungan Jawa Timur Utara terdiri dari sejumlah struktur

tinggian dan rendahan dengan arah timurlaut-baratdaya atau Arah Meratus sebagai terlihat

pada konfigurasi batuan dasarnya seperti Busur Karimun Jawa, Palung Muria, Busur Bawean,

Palung Tuban – Camar, Bukit JS-1, Depresi Masalembo Doang dan Paparan Madura

Utara.[22]

Bagian tengah Cekungan Jawa Timur Utara didominasi oleh pola struktur berarah

timur-barat seperti yang berkembang di Paparan Madura Utara, Tinggian Madura, dan Sub-

Cekungan Selat Madura. Ke timur, pola timur-barat lebih berkembang yang diperlihatkan

oleh Sub-Cekungan Sakala, Kangean Sub-Cekungan Lombok (Gambar 2.18).

Mandala Cekungan Selatan terbentuk oleh pensesaran ekstensional mulai Eosen

sampai Oligosen Akhir dan kemudian dilanjutkan oleh periode struktur inversi yang

berhubungan dengan periode kompresi Miosen Awal sampai Resen. Cekungan Selatan

termasuk Zona Rembang yang menerus sampai lepas pantai sebagai sesar mendatar (wrench

fault) berasosiasi dengan pengangkatan Kujung, Madura, Kangean dan Sepanjang ke arah

utara, dan ke selatan cekungan dibatasi oleh jalur volkanik Jawa. Pembalikan struktur

mengakibatkan pengangkatan bagian utara sedangkan bagian selatan tetap pada lingkungan

batial dalam (Gambar 2.19).[23]

Page 47: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

29

Mandala Tinggian Tengah merupakan daerah terangkat (graben) dan terbentuk oleh

pensesaran ekstensional mulai Eosen sampai Oligosen Akhir, kemudian diikuti oleh

pembalikan struktur sepanjang Miosen sampai Resen.[24]

Umumnya, mandala Paparan Utara merupakan sisa struktur sutura yang berkembang

pada zaman Kapur (Sutura Meratus). Selama Eosen, Oligosen sampai Miosen daerah ini

berubah menjadi tempat berkembangnya terumbu dan pada zaman Tersier Akhir berkembang

menjadi lingkungan fasies karbonat paparan. [25]

Gambar 2.18. Model Geologi Regional Utara-Selatan Cekungan Jawa Timur Utara. (Pusat Survei Geologi,

2000).

Gambar 2.19. Model Geologi Regional Utara-Selatan Cekungan Jawa Timur Utara. (Pusat Survei Geologi,

2000).

Page 48: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

30

2.13.2 Stratigrafi Regional

Adanya perbedaan penamaan formasi batuan yang menyusun stratigrafi regional Jawa

Timur menimbulkan kesulitan dalam penafsiran sejarah geologi Cekungan Jawa Timur secara

keseluruhan (Gambar 2.20). Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh ITB-Migas,

dilakukan penyederhanaan penamaan formasi batuan tersebut. [7]

Gambar 2.20. Stratigrafi Cekungan Jawa Timur Utara . (Pusat Survei Geologi, 2000)

Batuan dasar yang mengalasi semua batuan sedimen di cekungan ini terdiri dari

gabro, ofiolit, metasedimen dan batuan metamorf berumur Pra-Tersier. Batuan sedimen tertua

yang terbentuk pada cekungan ini adalah batupasir polimik sisipan serpih, konglomerat dan

batubara yang termasuk ke dalam Formasi Pra-Ngimbang. Formasi ini merupakan sedimen

“syn-rift” yang terbentuk pada bagian yang lebih dalam dari suatu graben. Untuk Cekungan

Jawa Timur Utara, batuan ini hanya dijumpai pada bagian timur saja, yaitu pada daerah lepas

pantai Bali Utara dan Kangean Timur. Sedangkan di bagian barat, Formasi Pra-Ngimbang ini

tidak pernah dijumpai. Berdasarkan literatur formasi ini berumur Paleosen (P1 – P5).

Page 49: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

31

Pembedaan formasi ini dengan Formasi Ngimbang yang ada diatasnya dilakukan hanya

berdasarkan perbedaan litologinya saja. Pada Formasi Pra-Ngimbang, litologi berwarna

merah kecoklatan sedangkan pada Formasi Ngimbang, berwarna lebih gelap (abu-abu).

Berdasarkan studi biostratigrafi kedua formasi memiliki umur yang menerus, namun

demikian, pada awal pengendapan Formasi Ngimbang selalu terdapat “undetermined zone”

yaitu zona yang umurnya tidak dapat ditentukan. [26]

Zona ini dianggap sebagai hiatus yang memisahkan Formasi Pra-Ngimbang dan

Formasi Ngimbang. Hadirnya Formasi Pra-Ngimbang pada bagian timur menunjukkan

bahwa pada kala Paleosen – Eosen Awal di bagian timur (Daerah Lepas Pantai Bali Utara

dan Daerah Lepas Pantai Kangean Timur) terbentuk daerah dalaman adanya blok graben

tektonik yang terjadi pada waktu tersebut. Pada bagian barat dan tengah Cekungan Jawa

Timur, pada kala Paleosen dan Eosen Awal masih berupa tinggian sehingga Formasi Pra-

Ngimbang tidak terendapkan. [27]

2.14 Basic Petroleum System

Dalam kegiatan eksplorasi minyak dan gas di dalam suatu cekungan, biasanya

dibutuhkan beberapa elemen-elemen dan proses-proses pada suatu sistem yang diduga

mengandung suatu hidrokarbon, sistem ini biasanya disebut Petroleum System. Dimana

dalam petroleum system meliputi beberapa elemen penting yaitu, Source Rock (Batuan

Induk), Reservoir Rock, Trap dan Cap Rock (Batuan Pelindung) (Gambar 2.21).

Gambar 2.21. Petroleum System (SKK MIGAS, 2016)

Page 50: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

32

2.14.1 Elemen-Elemen Dalam Petroleum System

A. Source Rock (Batuan Induk)

Source Rock merupakan endapan batuan sedimen yang mengandung bahan-bahan

organik yang cukup untuk dapat menghasilkan minyak dan gas bumi ketika endapan tersebut

tertimbun dan terpanaskan, biasanya batuan yang termasuk ke dalam batuan induk adalah

batuan shale atau batuan karbonat.

B. Reservoir Rock

Reservoir Rock adalah batuan yang memiliki sifat porositas dan permeabilitas yang

tinggi yang dapat menyimpan dan megalirkan hidrokarbon ke tempat terakumulasinya suatu

hidrokarbon , umumnya batuan yang termasuk reservoir rock adalah batuan pasir

(Sandstone).

C. Trap (Jebakan)

Trap adalah suatu kondisi geometri lapisan yang menjebak suatu hidrokarbon di

dalam reservoir rock agar hidrokarbon tersebut tidak keluar/bermigrasi dari reservoir rock

dan terakumulasi di dalam reservoir rock (Gambar 2.22). Terdapat beberapa jenis jebakan

hidrokarbon yaitu,

1) Jebakan Struktural

Jebakan Struktural adalah jebakan yang terjadi karena adanya deformasi pada suatu

lapisan hingga terbentuk suatu lipatan yang disebabkan karena adanya peristiwa tektonik,

jebakan ini adalah jebakan yang paling sering ditemukan.

2) Jebakan Stratigrafi

Jebakan Stratigrafi adalah jebakan yang dipengaruhi oleh lapisan secara vertical dan

lateral dan juga dikarenakan ketidakselarasan dalam litologi suatu lapisan reservoir.

3) Jebakan Kombinasi

Jebakan Kombinasi adalah jebakan campuran antara jebakan struktural dan jebakan

stratigrafi.

Page 51: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

33

Gambar 2.22. Jenis-Jenis Jebakan (SKK MIGAS, 2016)

D. Cap Rock (Batuan Pelindung)

Cap Rock adalah suatu jenis batuan yang memiliki sifat porositas dan permeabilitas

yang kecil atau berbanding terbalik dengan sifat reservoir rock, batuan pelindung ini

memiliki fungsi agar hidrokarbon yang berada di dalam reservoir rock tidak bermigrasi lagi

ke bagian permukaan tanah, peritiwa migrasinya hidrokarbon ke permukaan tanah biasa

disebut dengan oil seep.

2.14.2 Proses-Proses Dalam Petroleum System

A. Maturation

Maturation adalah proses pematangan atau perubahan dari kerogen menjadi minyak

dan gas (oil generation). Kerogen yang masih immature berubah menjadi minyak pada

temperatur diatas 50 – 70o C dan sekitar temperatur 120 – 150

o C minyak menghasilkan wet

gas lalu dry gas (Gambar 2.23).

Gambar 2.23. Penampang Kedalaman Lapisan Sumber (Courtesy Fettes College, 2010)

Page 52: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

34

B. Migration (Perpindahan)

Migrasi adalah proses transportasi atau perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke

batuan reservoir (Gambar 2.24), dalam transportasi hidrokarbon terdapat beberapa proses

yaitu,

1). Migrasi Primer

Migrasi Primer adalah proses transportasi/perpindahan hidrokarbon dari batuan induk ke

batuan reservoir.

2). Migrasi Sekunder

Migrasi Sekunder adalag proses transportasi/perpindahan hidrokarbon dari carried bed ke

trap.

Gambar 2.24. Proses Migrasi Hidrokarbon (Learning Space, 2010)

Page 53: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

35

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2019 sampai dengan Maret 2020.

Adapun proses pelaksanakan penelitian berlokasi di LEMIGAS Cipulir, Jakarta Selatan dan

Data Penelitian berupa data sekunder anomali gravitasi pada Daerah Sub Cekungan Sakala,

Jawa Timur (Gambar 3.1.) yang diperoleh dari LEMIGAS Cipulir, Jakarta Selatan.

Gambar 3.1. Peta Daerah Penelitian

3.2 Perangkat yang Digunakan

3.2.1 Perangkat Keras

a. Satu buah laptop Acer RAM 4 GB

3.2.2 Perangkat Lunak

a. Microsoft Excel

b. Geosoft Oasis Montaj

c. Sufer v13

Page 54: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

36

3.3 Diagram Alir Penelitian

Proses penelitian yang dilakukan dapat dijelaskan melalui diagram alir berikut,

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Penelitian

Koreksi Gravitasi

Anomali Bouguer

Lengkap (ABL)

Window Grid (Multiple

Window per Test Point)

Forward Fast Fourier

Transform (FFT)

Menghitung Radially

Average Power Spectrum

Menghitung Kedalaman

Batasan Kerapatan

Anomali Residual

FHD VS SVD

Estimasi Posisi dan

Klasifikasi Patahan

Anomali Regional

Data Gravitasi

Analisa Mapping Horizon

Mapping Horizon

Page 55: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

37

3.4 Reduksi Data Gravitasi

Data gravitasi hasil dari lapangan akan direduksi dengan persamaan (2.15), kemudian

akan menghasilkan peta CBA pada Gambar 3.3.

Gambar 3.3. Hasil reduksi data gravitasi menjadi CBA

3.5 Analisa Energi Spektrum Data Gravitasi

Berdasarkan peta CBA pada Gambar 3.3,, selanjutnya proses penghitungan kurva

RAPS (the radially averaged power spectrum) pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4. Kurva RAPS.

Reg-Res Cut-off

Noise Cut-off

Noise Component

Main Component

Page 56: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

38

Kurva RAPS pada Gambar 3.4 terdiri dari beberapa komponen utama yaitu komponen

anomali regional, anomali residual, dan komponen noise (gangguan). Komponen-komponen

tersebut dapat dianalisa kedalaman suatu ensembel sumber nya (causative body) dapat

diperkirakan melalui kemiringan masing-masing garis pada kurva RAPS, didapatkan

kedalaman regional, residual dan noise dengan menggunakan rumus nya yaitu depth dibagi

dengan 4π. Sehingga diperoleh beberapa kedalaman ensembel sumber seperti Tabel 3.1.[28]

Gambar 3.5. Kurva RAPS untuk komponen utama dari peta CBA

Tabel 3.1. Kedalaman berupa ensambel sumber dari kurva RAPS.

Pada Tabel 3.1 dapat ditentukan kedalaman anomali regional dengan kedalaman

11.52 km, residual dengan kedalaman 2.68 km, dan noise dengan kedalaman 0.98. Proses

pemisahan anomali regional dan residual dilakukan dengan filter band pass saat di aplikasi

Oasis Montaj yang akan membatasi komponen-komponen frekuensi berdasarkan slope energi

spektrum terhadap frekuensi radialnya.[29]

Component Slope Depth (km)

Regional 144.73 11.52

Residual 33.669 2.68

Noise 12.411 0.98

Page 57: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

39

3.6 Pemetaan Horizon Menggunakan Metode ESA-MWT

Penghitungan kurva RPAS dilakukan pada setiap window dari data CBA untuk suatu

titik pusat pengamatan, ukuran window divariasikan bertambah secara konstan dengan

bentuk window persegi (Gambar 3.8). Pada penelitian ini ukuran pe-window-an dilakukan

mulai dengan ukuran 35x35 km2, selanjutnya setiap pertambahan lebar sisi window sebesar 2

km hingga ukuran window 49x49 km2. Kemudian dihitung kedalaman dari ensembel sumber

nya. Selanjutnya ditentukan kedalaman dari plateau sebagai batas-muka densitas (horizon)

seperti Gambar 3.9. .Jarak antar titik pengamatan sekitar 4 km berdasarkan stasiun pada tiap-

tiap line pengukuran. [30]

Gambar 3.6. Peta Regional

Page 58: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

40

Gambar 3.7. Peta Residual

Gambar 3.8. Pe-window-an pada CBA untuk sebuah titik pusat pengamatan (test point)

Dapat dilihat pada CBA diatas terdapat 6 lintasan yang terdiri dari 3 lintasan arah utara-

selatan dan 3 lintasan arah barat-timur yang akan dilakukan proses windowing untuk melihat

struktur basement di bawah permukaan.

Window 35 x 35 km2

Window 45 x 45 km2

Window 49 x 49 km2

Page 59: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

41

Gambar 3.9. Grafik multi window test (MWT) untuk sebuah test point

window berkorelasi dengan sebuah kedalaman, dimana dengan bertambahnya ukuran

window kedalaman akan semakin bertambah atau semakin dalam seiring bertambahnya

ukuran window. Penentuan kedalaman benda anomali pada masing-masing window mengacu

pada kemiringan (slope) pada kurva RAPS masing-masing window, dimana slope yang

dipilih adalah yang memiliki trend kelurusan pada kurva RAPS. Pengambilan slope pada

kurva RAPS dipilih slope yang memiliki nilai paling besar (trend regional) karena tujuan

dari penelitian ini untuk melihat dan menganalisis struktur basement di bawah permukaan.

Slope yang besar akan sebanding dengan kedalaman sumber. Meskipun slope yang dipilih

merupakan komponen regional dari kurva RAPS tiap window. Akan tetapi, anomali yang

dimuat didalam window merupakan anomali yang sudah terlokalisasi sesuai ukuran

windownya. [12]

Sebuah plateau diidentifikasi melalui trend regional kedalaman tiap window. Jika

pada window yang memiliki ukuran lebih besar dari window sebelumnya memiliki

kedalaman yang tidak berubah signifikan (bahkan flat), maka diperoleh kedalaman plateau

yang bekorelasi dengan sebuah batas-muka densitas (interface). Secara geologi batas-muka

densitas ini merupakan horizon pembatas antara dua litologi batuan yang berbeda (memiliki

densitas yang berbeda). [12]

3.7 Analisa Patahan Menggunakan Metode FHD SVD

Analisa patahan mengunakan metode FHD SVD adalah analisa Korelasi grafik FHD

dan SVD bertujuan untuk menentukan letak suatu patahan dengan melihat nilai tinggi atau

Page 60: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

42

maksimum pada grafik FHD dan nilai nol pada grafik SVD. Analisa ini terbilang cukup

mudah dikarenakan langkah yang dilakukan cukup simple.[31]

3.7.1 Metode First Horizontal Derivative (FHD)

Metode FHD dilakukan untuk menentukan keberadaan dari suatu patahan. Pada

metode ini, nilai FHD yang tinggi pada suatu daerah menandakan adanya struktur yang

menjadi batas antara dua anomali. Pada penelitian ini, struktur tersebut diestimasikan sebagai

struktur patahan. Peta FHD yang diturunkan dari peta CBA , dapat diturunkan secara vertical

(FHD Y) dan juga secara horizontal (FHD X) , yang digunakan dalam proses penentuan sesar

adalah FHD Z (Resultan antara FHD X dan FHD Y) pada gambar 3.10, FHD Z dapat

ditentukan melalui tools grid math pada aplikasi osis montaj, dimana telihat bahwa nilai FHD

Z bervariasi antara 0.000117800 hingga 0.003561799 mGal. Pada peta ini, keberadaan suatu

struktur dapat ditunjukan dengan nilai FHD Z yang tinggi, dimana salah satu nilai FHD Z

tinggi terdapat pada bagian 9230000 UTM (Y) dan melintang dengan arah Timur-Barat.[32]

Gambar 3.10. FHD

Page 61: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

43

3.7.2 Metode Second Vertical Derivative (SVD)

Metode SVD dilakukan juga untuk menentukan keberadaan suatu patahan. Metode ini

dilakukan pada peta CBA dengan menurunkan nilai CBA terhadap sumbu z pada orde 2.

Pada metode ini, nilai SVD menunjukan batas antara dua bodi anomali. Batas antara dua bodi

anomali tersebut dapat diindikasikan sebagai struktur patahan. Pada peta SVD ini (Gambar

3.11), batas antara dua anomali ditunjukan dengan adanya kontras antara anomali tinggi dan

anomali rendah pada jarak yang pendek.[33]

Gambar 3.11. SVD

3.7.3 Korelasi Grafik FHD dan SVD

Proses awal dari korelasi grafik FHD dan FHD adalah melakukan digitasi pada grid

FHD dan SVD secara vertical (Y) dan horizontal (X), setelah itu dikorelasikan grafik FHD

dan SVD nya sesuai dengan arah digitasi nya, jika didapat grafik puncak FHD dan titik 0

pada grafik SVD pada satu titik yang sama, maka dapat diduga adanya suatu patahan atau

sesar di titik terebut. [34]

Kedua grafik ini akan saling mengkonfirmasi letak dari patahan. Grafik-grafik ini

dibuat berdasarkan lintasan yang telah dibuat pada Gambar 3.12 . pada grafik ini, sumbu x

Page 62: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

44

merupakan letak koordinat pada UTM (y) atau UTM (x) sesuai arah digitasi sedangkan

sumbu y merupakan nilai SVD dan FHD yang telah dinormalisasi. Nilai pada setiap grafik

dinormalisasi agar memudahkan dalam pembacaannya. Normalisasi dilakukan dengan cara

membagi semua nilai dengan nilai maksimal keseluruhan dari masing-masing nilai mutlak

pada grafik. Gambar 3.13, merupakan hasil korelasi grafik FHD dan SVD pada lintasan (Y) 1

Vertikal.

Gambar 3.12. Arah Lintasan Digitasi Pada Peta CBA

LINE 2 (Y) LINE 3 (Y)

LINE 4 (X)

LINE 5 (X)

LINE 6 (X)

LINE 1 (Y)

Page 63: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

45

Gambar 3.13. Korelasi Grafik FHD dan SVD (lintasan 1 (Y) Vertikal) (Test Point)

Pada lintasan 1 Y (Test Point) terdapat dua patahan yang ditemukan berdasarkan korelasi

antara kedua grafik pada lintasan 1 Y, keberadaan dari patahan 1 di lintasan 1 Y dapat

ditunjukkan pada sekitar 9242637.18 UTM (Y) dan untuk patahan 2 sekitar 9187252.1 UTM

(Y).

Patahan 2 Patahan 1

Page 64: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Complete Bouguer Anomaly (CBA)

Peta anomali bouguer lengkap menunjukan bahwa anomali yang dihasilkan pada data

berkorelasi dengan baik terhadap topografi wilayah penelitian. Berdasarkan persamaan

percepatan gravitasi Newton pada persamaan (2.1), dimana massa benda sebanding dengan

densitasnya. Maka, nilai gravitasi sebanding dengan densitas batuan di bawah permukaan.

Oleh karenanya, anomali gravitasi tinggi sebanding dengan densitas wilayahnya. Begitu pun

sebaliknya, anomali gravitasi rendah menunjukkan densitas wilayah yang lebih rendah. Dapat

dilihat dari peta CBA window terlihat rentang anomali nya berkisar 11.2 – 73.8 mgal.

Anomali tinggi (Warna Ungu) diduga adanya patahan (Barat-Timur) [7]

4.2 Pemisahan Anomali Regional dan Anomali Residual

Pada proses pemisahan anomali regional dan anomali residual, dilakukan dengan

menggunakan matriks moving average 5x5 (Gambar 4.1.) dan dibantu dengan metode

moving average yang berfungsi untuk menghasilkan output anomali regional, untuk

mendapatkan anomali regional, pertama dilakuakan digitasi pada peta CBA sebanyak 3

digitasi yang melalui semua cakupan anomali (Gambar 4.2.), setelah dilakukan digitasi akan

di dapatkan koordinat UTM X, UTM Y dan nilai CBA (Gambar 4.3.), selanjutnya akan

dilakukan proses FFT (Fast Fourier Tranform) untuk didapatkan nilai k (bilangan

gelombang) dan ln A (Gambar 4.4.) untuk diplot menjadi kurva RAPS (Radially Average

Power Spectrum) dan menrntukan zona regional (dalam) dan zona residual (dangkal), juga

menentukan kedalaman tiap zona dengan gradient grafik (Gambar 4.5.). Setelah dilakukan itu

semua pada tahapan terakhir dilakukan perhingan untuk mencari batas frekuensi cut-off,

panjang gelombang dan lebar jendelanya (Gambar 4.6.). setelah didapat anomali regional,

dilakukan proses grid math pada tools oasis montaj untuk mendapatkan anomali residual

dengan cara mengurangi CBA dengan anomali regional (Gambar 4.7.).

Peta anomali regional merupakan peta yang menunjukan sebaran nilai gravitasi yang

hanya dipengaruhi oleh anomali zona dalam (regional). Pada umumnya, anomali regional

bersifat homogen sehingga pada peta anomali regional akan terlihat anomali yang homogen

dengan tidak adanya kontur-kontur tertutup. Sedangkan peta anomali residual merupakan

peta yang menunjukan sebaran nilai gravitasi yang hanya dipengaruhi oleh anomali zona

Page 65: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

47

dangkal (residual). Pada umumnya, anomali residual bersifat heterogen dengan ditandai

banyak kontur-kontur tertutup. [35]

Gambar 4.1. Matriks Moving Average (MVA) 5x5

Gambar 4.2. Digitasi Peta CBA

Page 66: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

48

Gambar 4.3. Data Digitasi Peta CBA

Gambar 4.4. Proses Perhitungan FFT (Test Point) (Line 1)

Page 67: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

49

Gambar 4.5. Kurva RAPS (Test Point) (Line 1)

Gambar 4.6. Proses Penentuan Lebar Jendala (N)

y = -14175x + 8.7728 R² = 0.6966

y = -265.94x + 4.1191 R² = 0.7899

0

2

4

6

8

10

12

0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01

ln A

K

RAPS LINE 1

Regional

Residual

Linear (Regional)

Linear (Residual)

Kedalaman Regional Kedalaman Residual C1 C2 X (Cut off) Lamdha N

-14175 -265.94 8.7728 4.1191 0.00033458 18779.2942 93.89647

-12918 -265.91 8.8771 4.4464 0.000350195 17941.95635 89.70978

-11616 -266.75 8.4689 4.3663 0.000361486 17381.52412 86.90762

90.17129

90

Page 68: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

50

Gambar 4.7. Proses Grid Math

4.3 Analisis energi spektrum

Analisis energi spektrum yang dilakukan akan menghasilkan nilai kedalaman yang

didapat dari proses window-ing pada setiap titik pengamatan (Gambar 4.8.). Nilai kedalaman

yang dihasilkan akan berbanding lurus dengan bertambahnya gradient kemiringan dari

spektrum energi, jadi semakin besar window semakin besar juga nilai kedalaman yang

didapat. Bertambahnya nilai kedalaman dapat dilihat dengan bertambahnya nilai gradient

yang dihasilkan dari kurva RAPS (radially averaged power spectrum) (Gambar 4.9.). Data

kedalaman setiap titik kemudian diplot terhadap lebar window dan dilakukan penarikan batas

kontras densitas yang menggambarkan batas horizon. Batas kontras densitas yang dipilih

merupakan data kedalaman window yang memiliki perbedaan yang tidak terlalu jauh. Nilai

kedalaman horizon pada daerah Sub Cekungan Sakala yang didapat berdasarkan hasil analisis

energi spektrum berkisar antara 5000 – 11000 meter. [36]

Page 69: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

51

Gambar 4.8. Slicing CBA

Gambar 4.9. Kurva RAPS (Test Point) (Line 1 Window 35000 titik 4 dan 5)

LINE 1 LINE 2

LINE 3

LINE 4

LINE 5

LINE 6

Page 70: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

52

Dapat dilihat dari kurva RAPS diatas didapat dua kuva yaitu kurva CBA dan kurva trend

regional, dapat dilihat juga kedalaman pada kurva CBA di titik 4 dan 5 berturut-turut adalah

1.75 km dan 1.8 km, dan kedalaman pada kurva trend regional di titik 4 dan 5 berturut – turut

adalah 6.9 km dan 6.88 km.

4.4 Hasil Analisa ESA-MWT

Pemetaan horizon dilakukan dengan menggunakan metode ESA – MWT sesuai

prosedur yang ditunjukkan oleh Gambar 3.8 dan Gambar 3.9. Hasil pemetaan berupa 4

horizon (Gambar 4.10.). Hasil kedalaman horizon diperoleh berundulasi dan diperkirakan

berkorelasi dengan peta anomali regional. Hingga pemetaan pada ukuran window 49x49 km2

diperoleh kedalaman maksimum mencapai 11 km pada horizon paling bawah yaitu Horizon

4, dengan kedalaman paling dangkal pada Horizon 1 sekitar 5 km.

Gambar 4.10.. Data Kedalaman Setiap Window (Test Point) (Line 1 titik 4 dan 5)

Pada proses ini dapat dilihat pada setiap titik yang sama dikelompokkan menjadi satu pada

setiap window nya mulai dari window 35000 hingga 49000, jika dilihat setiap pertambahan

window mulai dari 35000 hingga 49000 dapat disimpulkan bahwa semakin besar window

maka akan semakin dalam, namun ada juga yang semakin besar window mengalami

kenaikan, maka jika terdapat kenaikan kedalam dapat dikatakan bahwa kedalaman

sebelumnya dan kedalaman yang mengalami kenaikan itu mengalami kontras densitas (satu

lapisan), dapat dilihat juga jika terjadi kenaikan kedalaman maka kedalaman sebelumnya dan

kedalaman yang mengalami kenaikan akan di rata rata kan. [37]

Page 71: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

53

Gambar 4.11. Penarikan Batas Kontras Densitas

Pada gambar 4.11. diatas dapat dilihat jika kedalaman yang memiliki kontras densitas adalah

kedalaman yang mengalami kenaikan dari kedalaman sebelumnya, maka dianggap satu

lapisan (plateau), jika dilihat pada titik 4 dan 5 memiliki titik kontras densitas yang sama

maka dapat dilakukan penarikan batas kontras densitas, pada titik selanjutnya akan dilakukan

seperti itu jika memiliki titik-titik kontras densitas yang sama agar nantinya dapat

menggambarkan struktur basement bawah permukaan dari 6 line tersebut.[38]

Gambar 4.12. Model Struktur Basement (Line 1)

Line 1

Utara Selatan

Page 72: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

54

Gambar 4.13. Model Struktur Basement (Excel) (Line 1)

Dapat dilihat pada gambar 4.12. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 1

terlihat terdapat pada Horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 7.92 , jika dilihat pada

gambar 4.13. untuk Horizon 1 line 1 memiliki kedalaman sekitar 6200 m hingga 7500 m,

untuk Horizon 2 line 1 memiliki kedalaman sekitar 6400 m hingga 7700 m, untuk Horizon 3

line 1 memiliki kedalaman sekitar 6700 m hingga 8500 m dan untuk Horizon 4 line 1

memiliki kedalaman sekitar 9300 m hingga 10700 m, maka dapat disimpulkan pada line 1 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 6200 m hingga 10700 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Gambar 4.14. Model Struktur Basement (Line 2)

Line 2

Utara Selatan

Utara Selatan

Page 73: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

55

Gambar 4.15. Model Struktur Basement (Excel) (Line 2)

Dapat dilihat pada gambar 4.14. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 2

terlihat terdapat pada horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 8.99 , jika dilihat pada

gambar 4.15. untuk Horizon 1 line 2 memiliki kedalaman sekitar 5700 m hingga 6700 m,

untuk Horizon 2 line 2 memiliki kedalaman sekitar 6000 m hingga 7300 m, untuk Horizon 3

line 2 memiliki kedalaman sekitar 6400 m hingga 7400 m dan untuk Horizon 4 line 2

memiliki kedalaman sekitar 7700 m hingga 9400 m, maka dapat disimpulkan pada line 2 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 5700 m hingga 9400 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Gambar 4.16. Model Struktur Basement (Line 3)

Line 3

Selatan Utara

Selatan Utara

Page 74: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

56

Gambar 4.17. Model Struktur Basement (Excel) (Line 3)

Dapat dilihat pada gambar 4.16. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 3

terlihat terdapat pada horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 4.3 , jika dilihat pada

gambar 4.17. untuk Horizon 1 line 3 memiliki kedalaman sekitar 6300 m hingga 8300 m,

untuk Horizon 2 line 3 memiliki kedalaman sekitar 6500 m hingga 8500 m, untuk Horizon 3

line 3 memiliki kedalaman sekitar 7000 m hingga 9000 m dan untuk Horizon 4 line 3

memiliki kedalaman sekitar 9000 m hingga 10700 m, maka dapat disimpulkan pada line 3 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 6300 m hingga 10700 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Gambar 4.18. Model Struktur Basement (Line 4)

Line 4

Utara Selatan

Timur Barat

Page 75: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

57

Gambar 4.19. Model Struktur Basement (Excel) (Line 4)

Dapat dilihat pada gambar 4.18. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 4

terlihat terdapat pada horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 2.8 , jika dilihat pada

gambar 4.19. untuk Horizon 1 line 4 memiliki kedalaman sekitar 5600 m hingga 6700 m,

untuk Horizon 2 line 4 memiliki kedalaman sekitar 5700 m hingga 7000 m, untuk Horizon 3

line 4 memiliki kedalaman sekitar 6500 m hingga 7700 m dan untuk Horizon 4 line 4

memiliki kedalaman sekitar 9000 m hingga 10000 m, maka dapat disimpulkan pada line 4 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 5600 m hingga 10000 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Gambar 4.20. Model Struktur Basement (Line 5)

Line 5

Timur Barat

Timur Barat

Page 76: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

58

Gambar 4.21. Model Struktur Basement (Excel) (Line 5)

Dapat dilihat pada gambar 4.20. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 5

terlihat terdapat pada horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 2.4 , jika dilihat pada

gambar 4.21. untuk Horizon 1 line 5 memiliki kedalaman sekitar 5600 m hingga 8500 m,

untuk Horizon 2 line 5 memiliki kedalaman sekitar 5700 m hingga 8700 m, untuk Horizon 3

line 5 memiliki kedalaman sekitar 6400 m hingga 9500 m dan untuk Horizon 4 line 5

memiliki kedalaman sekitar 8500 m hingga 11000 m, maka dapat disimpulkan pada line 5 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 5600 m hingga 11000 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Gambar 4.22. Model Struktur Basement (Line 6)

Line 6

Timur Barat

Timur Barat

Page 77: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

59

Gambar 4.23. Model Struktur Basement (Excel) (Line 6)

Dapat dilihat pada gambar 4.22. struktur basement bagian bawah permukaan pada line 6

terlihat terdapat pada horizon ke 4 dan memiliki RMS eror sekitar 8.8 , jika dilihat pada

gambar 4.23. untuk Horizon 1 line 6 memiliki kedalaman sekitar 6000 m hingga 8000 m,

untuk Horizon 2 line 6 memiliki kedalaman sekitar 6200 m hingga 8400 m, untuk Horizon 3

line 6 memiliki kedalaman sekitar 6700 m hingga 8700 m dan untuk Horizon 4 line 6

memiliki kedalaman sekitar 8700 m hingga 11000 m, maka dapat disimpulkan pada line 6 ini

memiliki kedalaman horizon bawah permukaan sekitar 6000 m hingga 11000 m. Bentuk dari

struktur basement ini sesuai dengan model geologi regional nya.

Timur Barat

Page 78: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

60

4.5 Hasil Pemetaan Horizon

Pemetaan horizon dilakukan untuk melihat pemetaan masing-masing horizon pada

seluruh line, yang nantinya akan di lakukan penggabungan dari horizon 1 sampai horizon 4

dsalam bentuk 3D yang bertujuan untuk melihat struktur basement di bawah permukaan

secara detail, proses bentuk 3D pada struktur basement di bawah permukaan ini dilakukan

menggunakan aplikasi surfer v.13.

Gambar 4.24. Horizon 1 2D

Gambar 4.25. Horizon 1 3D

Page 79: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

61

Dapat dilihat pada gambar 4.24. Horizon 1 2D dari ke 6 line digabungkan dan di dibuat peta

kedalamannya dapat dilihat pada legenda bar bahwa kedalaman horizon 1 kira-kira memiliki

kedaman sekitar 5800 m hingga 8000 m dan pada gambar 4.25. adalah gambar Horizon 1 3D

dimana terlihat lebih jelas dimana bagian yang terdalam dan terdangkal pada struktur horizon

1.

Gambar 4.26. Horizon 2 2D

Gambar 4.27. Horizon 2 3D

Page 80: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

62

Dapat dilihat pada gambar 4.26. Horizon 2 2D dari ke 6 line digabungkan dan di dibuat peta

kedalamannya dapat dilihat pada legenda bar bahwa kedalaman horizon 2 kira-kira memiliki

kedaman sekitar 6000 m hingga 8500 m dan pada gambar 4.27. adalah gambar Horizon 2 3D

dimana terlihat lebih jelas dimana bagian yang terdalam dan terdangkal pada struktur horizon

2.

Gambar 4.28. Horizon 3 2D

Gambar 4.29. Horizon 3 3D

Page 81: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

63

Dapat dilihat pada gambar 4.28. Horizon 3 2D dari ke 6 line digabungkan dan di dibuat peta

kedalamannya dapat dilihat pada legenda bar bahwa kedalaman horizon 3 kira-kira memiliki

kedaman sekitar 6400 m hingga 9000 m dan pada gambar 4.29 adalah gambar Horizon 3 3D

dimana terlihat lebih jelas dimana bagian yang terdalam dan terdangkal pada struktur horizon

3.

Gambar 4.30. Horizon 4 2D

Gambar 4.31. Horizon 4 3D

Page 82: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

64

Dapat dilihat pada gambar 4.30. Horizon 4 2D dari ke 6 line digabungkan dan di dibuat peta

kedalamannya dapat dilihat pada legenda bar bahwa kedalaman horizon 4 kira-kira memiliki

kedaman sekitar 8400 m hingga 11000 m dan pada gambar 4.31. adalah gambar Horizon 4

3D dimana terlihat lebih jelas dimana bagian yang terdalam dan terdangkal pada struktur

horizon 4.

Gambar 4.32. Struktur Basement (Overlay Horizon 1 – 4) 3D

Dapat dilihat pada gambar 4.32. adalah gambaran struktur basement menurut horizon-

horizon, dan di overlay atau di gabung dari horizon 1-4 dan di dapatkan gambar struktur

basement 3D yang diolah pada aplikasi surfer v.13. Pada struktur basement bawah

permukaan diatas dapat dilihat bahwa kedalaman dari basement kira-kira sekitar 8400 m

hingga 11000 m.

Page 83: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

65

4.6 Hasil Analisa Patahan

Korelasi grafik FHD dan SVD bertujuan untuk menentukan letak suatu patahan

dengan melihat nilai tinggi atau maksimum pada grafik FHD dan nilai nol pada grafik SVD.

Kedua grafik ini akan saling mengkonfirmasi letak dari patahan. Grafik-grafik ini dibuat

berdasarkan lintasan yang telah di digitasi pada grid FHD, SVD dan CBA pada Gambar

4.37.[39]

Gambar 4.33. Lintasan Digitasi pada Grid CBA

Dapat dilihat dari gambar 4.33. diatas bahwa dilakukan 6 lintasan digitasi pada grid CBA,

FHD , dan SVD terdiri dari 3 lintasan digitasi arah utara-selatan dan 3 lintasan digitasi arah

barat-timur, saat dilakukan digitasi di dapatkan koordinat UTM X. UTM Y dan nilai anomali

gravitasi tiap-tiap grid CBA, FHD dan SVD.

Page 84: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

66

Gambar 4.34. LINE 1 (Y) FHD VS SVD

Gambar 4.35. Patahan pada struktur basement (Line 2)

Pada gambar 4.34. dapat dilihat bahwa korelasi antara grafik FHD dan SVD terdapat satu

patahan yang ditemukann pada lintasan 1 (Y), keberadaan dari patahan di lintasan 1 (Y)

dapat ditunjukkan pada sekitar 9242637.18 UTM (Y) untuk patahan pertama yang berada di

titik ke 4 pada lintasan 2, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada patahan

pertama ini adalah jenis patahan mendatar karena jika dilihat pada grafik SVD menunjukkan

bahwa SVD minimum = SVD maksimum dan sekitar 9187252.1 UTM (Y) untuk patahan

kedua yang berada di titik ke 16 pada lintasan 2, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat

bahwa pada patahan kedua ini adalah jenis patahan naik karena jika dilihat pada grafik SVD

menunjukkan bahwa SVD minimum > SVD maksimum.

Patahan 2

Patahan 1

Patahan 2

Patahan 1

Utara Selatan

Utara Selatan

Page 85: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

67

Gambar 4.36. LINE 2 (Y) FHD VS SVD

Gambar 4.37. Patahan pada struktur basement (Line 1)

Pada gambar 4.36. dapat dilihat bahwa korelasi antara grafik FHD dan SVD terdapat dua

patahan yang ditemukann pada lintasan 2 (Y), keberadaan dari patahan di lintasan 2 (Y)

dapat ditunjukkan pada sekitar 9200564.8 UTM (Y) untuk patahan pertama yang berada di

titik ke 7 pada lintasan 1, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada patahan

pertama ini adalah jenis patahan normal karena jika dilihat pada grafik SVD menunjukkan

bahwa SVD minimum < SVD maksimum dan sekitar 9236365 UTM (Y) untuk patahan

kedua yang berada di titik ke 18 pada lintasan 1, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat

bahwa pada patahan kedua ini adalah jenis patahan normal karena jika dilihat pada grafik

SVD menunjukkan bahwa SVD minimum < SVD maksimum.

Patahan 2

Patahan 2

Utara Selatan

Utara

Patahan 1

Patahan 1

Selatan

Page 86: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

68

Gambar 4.38. LINE 3 (Y) FHD VS SVD

Gambar 4.39. Patahan pada struktur basement (Line 3)

Pada gambar 4.38. dapat dilihat bahwa korelasi antara grafik FHD dan SVD terdapat dua

patahan yang ditemukann pada lintasan 3 (Y), keberadaan dari patahan di lintasan 3 (Y)

dapat ditunjukkan pada sekitar 9239365.7 UTM (Y) untuk patahan pertama yang berada di

titik ke 8 pada lintasan 3, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada patahan

pertama ini adalah jenis patahan normal karena jika dilihat pada grafik SVD menunjukkan

bahwa SVD minimum < SVD maksimum dan sekitar 9203657 UTM (Y) untuk patahan

kedua yang berada di titik ke 17 pada lintasan 3, jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat

bahwa pada patahan kedua ini adalah jenis patahan normal karena jika dilihat pada grafik

SVD menunjukkan bahwa SVD minimum < SVD maksimum.

Patahan 1

Patahan 1

Selatan

Patahan 2

Utara

Utara

Patahan 2

Selatan

Page 87: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

69

Gambar 4.40. LINE 4 (X) FHD VS SVD

Gambar 4.41. Patahan pada struktur basement (Line 4)

Pada gambar 4.40. dapat dilihat bahwa korelasi antara grafik FHD dan SVD terdapat satu

patahan yang ditemukann pada lintasan 4 (X), keberadaan dari patahan di lintasan 4 (X)

dapat ditunjukkan pada sekitar 460499 UTM (X) yang berada di titik ke 6 pada lintasan 4,

jika dianalisis lebih lanjut dapat dilihat bahwa pada patahan ini adalah jenis patahan naik

karena jika dilihat pada grafik SVD menunjukkan bahwa SVD minimum > SVD maksimum.

Patahan 1

Patahan 1

Timur

Barat Timur

Barat

Page 88: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

70

pada seluruh grafik diatas, sumbu x merupakan letak koordinat pada UTM (y) sedangkan

sumbu y merupakan nilai SVD atau FHD yang telah dinormalisasi. Nilai pada setiap grafik

dinormalisasi agar memudahkan dalam pembacaannya. Normalisasi dilakukan dengan cara

membagi semua nilai dengan nilai maksimal keseluruhan dari masing-masing nilai mutlak

pada grafik. [40]

Gambar 4.42. Plot patahan grafik FHD VS SVD

Dapat dilihat pada Gambar 4.42 diatas adalah gambaran hasil plot sesar pada grafik FHD VS

SVD pada grid CBA, pada gambar tersebut terlihat bahwa didapat 7 sebarah patahan yang

diberi simbol bulat hitam dan disambungkan dengan garis warna coklat tebal yang

menandakan jalur patahan, dapat dilihat bahwa terdapat dua sesar yang berarah timur ke

barat. Menurut analisis patahan menggunakan metode FHD SVD ini dapat dilihat memiliki

jalur sesar yang sesuai dengan peta sesar pada grid FHD (Gambar 4.45).

Sesar 1

Sesar 2

Page 89: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

71

Gambar 4.43. Peta Sesar Grid FHD

4.7 Implikasi Petroleum System

Dengan dipetakannya model konfigurasi basement ternyata dapat diimplikasikan

dengan petroleum system di daerah sub cekungan sakala. Dari 6 model konfigurasi

basement (3 arah utara-selatan dan 3 arah barat-timur) jika dianalisa lebih lanjut dari ke

6 model tersebut yang cocok untuk diduga memiliki kandungan hidrokarbon yaitu pada

line 5 (arah barat-timur) (Gambar 4.44) dikarenakan memiliki cekungan yang sangat

dalam yang biasanya diduga memiliki kandungan hidrokarbon yang bagus, jika

dikorelasikan dengan peta regionalnya dapat dilihat bahwa line 5 terdapat di bagian

Tinggian Tengah (Central High) yang merupakan sebagian besar daerahnya adalah

pusat-pusat endapan batuan sedimen. Jika dipetakan bagian petroleum systemnya pada

model konfigurasi basement line 5 dapat dilihat pada gambar 4.45.

Sesar 2

Sesar 1

Page 90: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

72

Gambar 4.44. Peta Lintasan 5 (Dugaan Hidrokarbon)

Gambar 4.45. Petroleum System Pada Lintasan 5

Jika dilihat pada model konfigurasi basement pada lintasan 5 diatas (Gambar 4.45) dapat

dilihat pada petroleum system nya terdiri dari beberapa elemen penting yaitu,

A. Batuan Induk (Source Rock)

Jika dilihat pada model diatas, batuan induk diduga terdapat pada lapisan keempat

(abu-abu), jika mengacu pada geologi regional lintasan 5 ini berada pada formasi kujung,

batuan induk disini biasanya adalah batuan perselingan antara batuan sedimen klastik dan

karbonat. Batuan induk pada formasi ini terbatas pada interval klastik perselingan batu

lempung, serpih dan batu pasir dengan sisipan tipis batu gamping dan batu bara,

Page 91: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

73

B. Batuan Reservoir

Jika dilihat pada model diatas, batuan reservoir diduga terdapat pada lapisan ketiga

(kuning), Jika mengacu pada formasi kujung, maka litologi pada batuan reservoir tidak lain

dan tidak bukann adalah batuan gamping poleng, yang memiliki nilai permeabilitas dan

porositas yang rendah untuk mengalirkan hidrokarbon pada trap (jebakan).

C. Migrasi

Pada daerah tinggian tengah (central high) mempunyai sistem migrasi-akumulasi

yang mirip dengan bagian utara cekungan selatan yang sangat dipengaruhi proses inversi.

D. Trap (Jebakan)

Pada daerah ini memiliki jenis jebakan struktur, dimana jebakan struktur disini

berasosiasi pada patahan naik, pada zona tinggian tengah ini jebakan dikontrol oleh sesar

mendatar berarah barat timur (Zona Sesar Sakala). Antiklin dan tutupan four way dip

berasosiasi dengan patahan naik yang teramati hampir di seluruh bagian daerah ini.

E. Batuan Pelindung (Cap Rock)

Jika dilihat pada model diatas, batuan pelindung diduga pada lapisan kedua (Hijau

Tua) Batuan penyekat/batuan pelindung pada daerah ini berumur Eosen diwakili oleh batu

lempung laut dalam/batial (interval serpih ngimbang) merupakan batuan pelindung yang

baik untuk menahan laju nya hidrokabron ke atas permukaan.

Page 92: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

74

BAB V

PENUTUP

Berdasarkan hasil penelitian pada daerah Cekungan Sakala, Jawa Timur menggunakan

metode ESA – MWT yang didukung oleh analisa energi spektrum, analisis patahan dengan

metode FHD VS SVD, serta data geologi, dapat disimpulkan bahwa:

1. Berdasarkan model struktur basement yang terdiri dari 4 Horizon dengan kedalaman

horizon diperkirakan berada pada kedalaman sekitar 5 km hingga 11 km dan sesuai

dengan model basement geologi regional.

2. Metode ESA – MWT dapat memetakan horizon batas-muka densitas (density interface).

Batas-muka densitas yang diperoleh diantaranya Horizon 1-4. Horizon 1 diperkirakan

memiliki kedalaman 5800 m – 8000 m , Horizon 2 diperkirakan memiliki kedalaman 6000

m – 8500 m, Horizon 3 diperkirakan memiliki kedalaman 6400 m – 9000 m, serta

Horizon 4 diperkiran memiliki kedalaman 8400 m - 11000 m sebagai lapisan basement.

3. Berdasarkan hasil plot sesar pada grafik FHD VS SVD pada grid CBA, didapatkan 7

sebarah patahan yang tersebar pada 4 lintasan, dan hubungan antara semua titik patahan

menghasilkan 2 jalur patahan menurut data pendukung sesar, sesar pertama berada di utara

dengan arah sesar dari barat ke timur dan sesar kedua berada di selatan dengan arah sesar

dari barat ke timur, kedua sesar ini memiliki jenis sesar normal karena adanya sesar naik

dan turun pada beberapa titik yang dilalui sesar maka sesar pertama dan kedua mengalami

reaktivasi.

4. Berdasarkan hasil konfigurasi model basement pada lintasan 5 didapatkan implikasi

dengan petroleum system daerah tersebut, lintasan ini berkorelasi dengan tinggian tengah

(central high) dan formasi kujung, dengan beberapa elemen pentingnya yaitu, batuan

induk pada daerah ini adalah batuan sedimen klastik, batuan reservoir pada daeah ini

adalah batuan gamping pelong, juga memiliki proses migrasi yang mirip dengan bagian

utara cekungan selatan yang disebabkan oleh proses inversi, jenis trap pada daerah ini

adalah jebakan struktural yang dikontrol oleh sesar mendatar berarah barat-timur (zona

sesar sakala) dan batuan penutup pada daerah ini adalah batu lempung laut/batial.

Page 93: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

75

DAFTAR PUSTAKA

[1]. Istiqomah (2019). Pemodelan Bawah Permukaan Menggunakan Metode Energy Spectral

Analysis-Multi Window Test (ESA-MWT) Data Gayaberat Area West Timor Bagian

Barat , Nusa Tenggara Timur. Universitas Pertamina.

[2]. Abdul Basid, N. H. (2012). Analisis Anomali Gravitasi Sebagai Acuan Dalam Penentuan

Struktur Geologi Bawah Permukaan Dan Potensi Geothermal (Studi Kasus Di Daerah

Songgoriti Kota Batu). Jurnal Neutrino, (10), 35–47.

[3]. Alim, M. I., & Minarto, E. (2018). Pengolahan Data Geofisika Metode Gravity,

(September), 0–4.

[4]. Ramadhani, W., Si, S. S. M., Wasis, D., & Ab, M. (2010). Identifikasi Struktur Bawah

Permukaan Dengan Menggunakan Metode Gravity Di Desa Sumbermanjingwetan dan

Desa Druju – Malang Selatan. Universitas Brawijaya.

[5]. Taufiquddin. (2014). Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi

Dengan Metode Gravitasi (Studi Kasus di Daerah Sumber Air Panas Desa Lombang

Kecamatan Batang-Batang Kabupaten Sumenep.

[6]. Malang, I. (2015). Analisis Data Anomali Gravitasi Untuk Permukaan Ranu Segaran

(Desa Segaran , Kecamatan Tiris , Kabupaten Probolinggo).

[7]. Fairuz (2019). Pemodelan Bawah Permukaan Menggunakan Metode Energy Spectral

Analysis-Multi Window Test (ESA-MWT) Data Gayaberat Area Cekungan Sakala.

Universitas Pertamina.

[8]. Jaidi, Fadhil (2019). Identifikasi Patahan Baribis Di Kota Bekasi Menggunakan Metode

Multi Scale - Second Vertical Derivative (MS-SVD) Data Gravitasi. Universitas

Indonesia.

[9]. Francisco, A. R. L. (2013). Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Daerah Panas Bumi

TG-II dengan Menggunakan Metode Gaya Berat. Journal of Chemical Information and

Modeling, 53(9), 1689–1699.

Page 94: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

72

[10]. Fakhruddin, Syamil (2018). Identifikasi Struktur Bawah Permukaan Daerah Yogyakrta

Menggunakan Metode Energy Spectral Analysis Multi Window Test (ESA-MWT) Dan

Multiscale Second Vertical Derivative (Ms-Svd) Data Gravitasi. Universitas Indonesia.

[11]. Fisika, P. S., Oleh, D., & Sargiyanto, A. (2017). Identifikasi sesar menggunakan

metode gravitasi di desa margoyoso, kecamatan salaman, kabupaten magelang.

[12]. Andrian, Jefri (2018). Pemetaan Struktur Basemen Menggunakan Metode Energy

Spectral Analysis – Multi Window Test (ESA-MWT) Data Gravitasi Pada Cekungan

Sumatera Utara. Universitas Indonesia.

[13]. Naulia, A. R., & Jaenal, E. (n.d.). Pendugaan Anomali Bawah Permukaan Daerah

Gunung Tangkuban Parahu dan Sekitarnya Berdasarkan Data Gaya Berat, 45–51.

[14]. Suhadiyatno. (2008). Pemodelan Metode Gravitasi Tiga Dimensi Dengan

Menggunakan Matlab.

[15]. Sari, I. P. (2012). Studi Komparasi Metode Filtering Untuk Pemisahan Anomali

Regional dan Residual Dari Data Anomali Bouguer.

[16]. J. F. Genrich, Y. Bock, R. McCaffrey, L. Prawirodirdjo, C. W. Stevens, S. S. .

Puntodewo, C. Subarya, and S. Wdowinsky, “Distribution of Slip at the Northern

Sumatran Fault System,” J. Geophys. Res., vol. 105, no. B12, pp. 28327–28341, 2000.

[17]. Howell, Jr., B. F., Introduction to Geophysics, New York, USA, McGraw-Hill, 1950.

[18]. Telford, W.M., Goldrat, L.P., and Sheriff, R.P., Applied Geophysics, 2nd ed,

Cambridge, Cambridge University Pres, 1990.

[19]. Hadi Suntoko, Ari Nugroho, “Analisis Gradien Horizontal (Graviti) Untuk Konformasi

Awal Sesar Permukaan di Banten”. Jurnal Pengembangan energi Nuklir Vol.13, No.2,

Desember 2011, Hal. 72-80.

[20]. Wiiayanti, D., Tony, R., & Nurwidyanto, M. I. (2009). Cekungan Jawa Timur Utara.

[21]. Pandoyo, S.H., 2W4, In HouseTraining Gravity, Pusat Pendidikandan Pelatihan Minyak

tlari Gas Bumi,Cepu.

[22]. Mudjiono, R and Pireno, G.K. 2002. Exploration of the North Madura

platform.offshore, East Java, Indonesia. Proc. 28th Ann. Conv Indon. Petroleum Assoc.

Page 95: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

77

[23]. Panjaitan, S. 2010. Prospek Migas Pada Cekungan Jawa Timur dengan Pengamatan

Metode Gayaberat. Buletin Sumber Daya Geologi Vol. 5, No.3.

[24]. Satyana, A.H. 2002. Oligo-Miocene Reefs : East Java’s Giant Field. IAGI Giant Field

and New Exploration Concepts Seminar. Jakarta.

[25]. Satyana, A.H., Margareth. E.M., Perwaningsih. 2003. Geochemistry of The East Java

Basin: New Observation On Oil Grouping, Genetic Gas Types and Trends of

Hydrocarbon Habitats. Proc. 29th Ann. Conv Indon. Petroleum Assoc.

[26]. Tim Atlas Cekungan Survei Geologi. 2009. Peta Cekungan Sedimen Indonesia

Berdasarkan Data Gayaberat dan Geologi. Bandung: Badan Geologi Departemen

ESDM.

[27]. Bhattacharyya, B. K. (1966). Continous spectrum of the total-magnetic-field anomaly

due to a rectangular prismatic body. Geophysics, 31(1), 97-121

[28]. Bracewell, R. N. (2000). The Fourier Transform and Its Applications (3rd ed.), Mc

Graw- Hill, Boston.

[29]. Kivior, I., Chandola, S. K, Markham, S. L., Chong, L. B., Keong, E.B., Nordin, A. B.

M.,and Hagos, F. T. (2012). Regional Mapping of Basement and Sedimentary

Interfaces in the Andaman Sea Basin Using Marine Magnetic and Gravity Data. In 74th

EAGE Conference and Exhibition incorporating EUROPEC 2012.

[30]. Rosid, M.S., J Andrian. (2018). Mapping of Basement Layer in Field Petroleum System

"X" using ESA-MWT technique Gravity Data. In Padjajaran Earth Dialogues:

International Symposium on Geophysical Issues

[31]. Soengkono, S., and Tosha, T. (2017). Identifying Faults and Fractures at Different

Depths from Airborne Gravity Gradient Surveys over Kujyu and Kirishima Geothermal

Areas , Japan. In Proceedings 39th New Zealand Geothermal Workshop.

[32]. Dahrin D., and Grandis H., 2016. The use (and mis-use) of the Second Vertical

Derivative (SVD) of Gravity Data, with the Emphasis of Indonesian Cases, PIT HAGI

2016, Bandung.

Page 96: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

78

[33]. Rahmania, M., Niyartama, T.F., Sungkowo, A. 2010. Penentuan Jenis Sesar Pada

Gempabumi Sukabumi 2 September 2009 Berdasarkan Gerak Awal Gelombang P.

Yogyakarta: STTN-BATAN dan Fak. Saintek UIN SUKA.

[34]. Reynolds, J. M., 1997. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.

Geophysics (Vol. I).

[35]. Whitehead, N., and Musselman, C. (2011). montaj MAGMAP Filtering. Toronto:

Geosoft Incorporated.

[36]. Markham, S., Damte, S., Kivior, I., Randle, S., Shimada, M., Jong, J., Kusaka, H, and

Tan, T. Q. (2011). Mapping Regional Sedimentary Horizons in the Onshore Baram

Delta, Sarawak, from Magnetic and Gravity Data Using Energy Spectral Analysis. In

12th International Congress of the Brazilian Geophysical Society & EXPOGEF, Rio de

Janeiro, Brazil, 15–18 August 2011 (pp. 715–718). Rio de Janeiro: Society of

Exploration Geophysicists and Brazilian Geophysical Society.

[37]. Kivior, I., Markham, S., Hagos, F., Baigent, M., Rudge, T., and Devereux, M. (2018).

Improved Imaging of the Subsurface Geology in the Mowla Terrace, Canning Basin

using Gravity Gradiometry Data. In ASEG 2018: Sydney. Clayton: CSIRO.

[38]. Sota, I., 2011. Pendugaan Struktur Patahan dengan Metode Gayaberat. Banjarmasin:

POSITRON, Vol. I, No. 1 (2011), UNLAM.

[39]. Rosid, S., and Rosa, E. (2012). Fault Determination Using Gravity Anomaly Data

Singkarak Area, West Sumatra. In 2nd Basic Science International Conference,

FMIPA-UB. Malang.

[40]. Rosid, S. 2005. Gravity Method in Exploration Geophysics. Depok: Universitas

Indonesia.

Page 97: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

79

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data CBA (Complete Bouguer Anomaly) daerah penelitian.

Page 98: PEMETAAN STRUKTUR BATUAN DASAR MENGGUNAKAN …

80

Lampiran 2. Proses Windowing data dengan lebar window 35x35 km2 – 49x49 km

2