64
i PEMIKIRAN POLITIK BUNG HATTA DALAM BUKU TIGA JILID BERJUDUL: UNTUK NEGERIKU SEBUAH OTOBIOGRAFI (STUDI MENGENAI NASIONALISME DAN DEMOKRASI) SKRIPSI Diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos) OLEH: Farid Luthfi Assidiqi 3312413044 JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2017

PEMIKIRAN POLITIK BUNG HATTA DALAM BUKU TIGA JILID ...lib.unnes.ac.id/31905/1/3312413044.pdf · Moh. Aris Munandar, ... hasil karya saya sendiri. bukan plagiat dari karya tulis orang

  • Upload
    lenga

  • View
    237

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

PEMIKIRAN POLITIK BUNG HATTA DALAM BUKU TIGA JILID BERJUDUL: UNTUK NEGERIKU SEBUAH

OTOBIOGRAFI

(STUDI MENGENAI NASIONALISME DAN DEMOKRASI)

SKRIPSI

Diajukan untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S.Sos)

OLEH:

Farid Luthfi Assidiqi

3312413044

JURUSAN POLITIK DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2017

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Kamis

Tanggal : 31 Agustus 2017

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Moh. Aris Munandar, S.Sos, MM Noorochmat Isdaryanto, S.S., M.Si NIP.197207242000031001 NIP.197112042010121001

Mengetahui,

Ketua Jurusan PKn

Drs.Tijan, M.Si NIP. 196211201987021001

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Rabu

Tanggal : 27 September 2017

Menyetujui,

Penguji I

Penguji II Penguji III

Moh. Aris Munandar, S.Sos, MM Noorochmat Isdaryanto, S.S., M.Si NIP.197207242000031001 NIP.197112042010121001

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa tulisan yang ada di dalam skripsi ini benar – benar

hasil karya saya sendiri. bukan plagiat dari karya tulis orang lain, baik sebagian

maupun keseluruhannya. Jika ada pendapat ataupun temuan orang lain yang

terdapat di dalam skripsi ini di kutip atau di rujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 21 Agustus 2017

Farid Luthfi Assidiqi

NIM. 3312413044

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

� Kepada pemuda Indonesia yang ingat sumpah dan janjinya: Indonesia

tanah pusaka, pusaka kita semuanya, mari kita berjanji, Indonesia abadi.

� Jangan menginginkan suatu ilmu jika tidak mau bersusah payah untuk

mendapatkannya

� Barangsiapa melayani dengan ikhlas maka kelak dia akan dilayani

� Belajar berjuang bertaqwa

PERSEMBAHAN

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat-Nya dalam

kelancaran penyusunan Skripsi ini.

2. Kedua orang tua saya tercinta yang tiada henti-hentinya mengirimkan doa

dan bimbingan kepada saya dalam tiap-tiap kehidupan yang saya lalui.

3. Guru-guru saya yang mulia, Habib Luthfi bin Yahya, Drs. KH. Chabib

Makki, KH. Almamnuhin Kholid, dan Drs. KH. Muhammad Masroni yang

selalu saya harapkan doa restu dan keberkahan ilmu dari beliau-beliau

yang saya muliakan.

4. Rekan-rekan seperjuangan dari Pondok Pesantren Al Amien Purwokerto,

Pondok Pesantren Al Asror Semarang, dan Pondok Pesantren Sunan

Gunungjati Ba’alawy Semarang yang tidak bisa saya sebutkan satu

persatu.

vi

5. Rekan-rekanita seperjuangan di PKPT IPNU-IPPNU Unnes terkhusus

kepada rekan yang telah turut berjuang bersama saya mempertahankan dan

mengembangkan islam Nahdliyin di lingkungan Universitas Negeri

Semarang.

6. Rekan-rekanita Pengurus Wilayah IPNU-IPPNU Jawa Tengah dan rekan-

rekanita Pengurus Cabang IPNU-IPPNU Kota Semarang yang telah

memberikan tambahan pengalaman kepada saya dalam berorganisasi.

7. Dosen pembimbing saya bapak Moh. Aris Munandar, S.Sos, MM dan

bapak Noorochmat Isdaryanto, S.S., M.Si.

8. Teman-Teman Program Studi Ilmu Politik UNNES

9. Almamaterku “UNNES” tercinta

vii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan petunjuk-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan

Skripsi yang berjudul “Pemikiran Politik Bung Hatta dalam Buku Tiga Jilid

Berjudul: Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi" dapat diselesaikan baik dan tepat

waktu. Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penulisan skripsi ini, banyak

pihak yang ikut membantu. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin

menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. Allah Subhanahu Wata’ala atas segala nikmat yang diberikan untuk

penulis sehingga tiada alasan untuk penulis kecuali bersyukur kepadanya.

2. Nabi Muhammad Shollallohu ‘alaihi wasallam yang memberikan teladan

kepada penulis.

3. Drs. Mohammad Hatta yang telah memberikan sumbangsih pemikirannya

bagi bangsa Indonesia dan menjadi sumber inspirasi penulis dalam

menyusun skripsi ini.

4. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dalam menuntut ilmu

dengan segala kebijakannya.

5. Drs. Moh.Solehatul Mustofa, MA., Dekan Fakultas Ilmu Sosial yang

dengan kebijaksanaannya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi

dengan baik.

viii

6. Moh. Aris Munandar, S.Sos, MM Dosen pembimbing pertama yang telah

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan kemudahan kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

7. Noorochmat Isdaryanto, S.S., M.Si, Dosen pembimbing kedua yang telah

memberikan bimbingan, arahan, motivasi, dan kemudahan kepada penulis

sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan PKn Fakultas Ilmu Sosial atas

ilmu yang telah diberikan selama menempuh perkuliahan serta bantuan

dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

9. Keluarga penulis, khususnya orang tua tercinta yang telah memberikan

doa dan dukungan kepada penulis dengan tulus.

10. Semua pihak yang telah membantu dalam kelancaran penulisan Skripsi ini

yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Demikian skripsi ini disusun, semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan

balasan yang melimpah atas kebaikan yang diberikan kepada penulis dan

semoga kelak dikemudian hari Skripsi ini dapat bermanfaat.

Semarang, 21 Juli 2017

Penyusun

ix

SARI

Farid Luthfi Assidiqi. 2017. Pemikiran Politik Bung Hatta dalam Buku Tiga Jilid Berjudul: Untuk Negeriku Sebuah Otobiogrfafi. Skripsi, Jurusan PKN.

Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Moh. Aris

Munandar, S.Sos, MM dan Pembimbing II Noorochmat Isdaryanto, S.S., M.Si.

Kata kunci: Pemikiran, Politik, Bung Hatta, Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi

Drs. Mohammad Hatta merupakan salah satu founding fathers bangsa

Indonesia, sekaligus pemikir yang menguasai berbagai disiplin ilmu Barat, namun

tetap berpegang pada nilai-nilai ke-indonesiaan. Karya-karyanya sangat banyak

dan mewakili identitas bangsa indonesia, Bung Hatta pernah mengenyam

pendidikan di Belanda namun karena nasionalisme dan pemahamannya tentang

Indonesia membuat karyanya sangat layak untuk dikaji secara teoritis. Bung Hatta

mencurahkan pemikirannya dengan menulis berbagai buku dan menulis kolom-

kolom di berbagai surat kabar baik dalam maupun luar negeri. Buku Untuk

Negeriku: Sebuah Otobiografi sangat menarik untuk dijadikan sumber dalam

mengupas pemikiran politik Bung Hatta dalam kurun waktu 1908-1949, dari

peristiwa yang menjadi latar belakang, hingga proses pengembangan dari

pemikiran politik tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari

penelitian penulis adalah: Pertama, mengetahui tema pemikiran Politik Bung

Hatta semasa Sekolah. Kedua, mengetahui tema pemikiran politik Bung Hatta

semasa Pergerakan Nasional. Ketiga, mengetahui tema pemikiran politik Bung

Hatta semasa Revolusi Fisik.

Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan pendekatan analisis

wacana kualitatif dengan mengidentifikasi pemikiran politik Bung Hatta dalam

buku tiga jilid berjudul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. Dengan fokus ini,

maka penelitian pemikiran politik Bung Hatta akan mengambil intisari dari

pemikiran politik Bung Hatta yang terdapat dalam buku Untuk Negeriku: Sebuah

Otobiografi.

Hasil penelitian dari penulis, Tema Pemikiran politik Bung Hatta pada masa

sekolah adalah mulai muncul dan berkembangnya pemikiran Bung Hatta

mengenai nasionalisme, ekonomi politik dan sosialisme. Sedangkan tema

pemikiran politik Bung Hatta pada masa pergerakan nasional meliputi

nasionalisme, ekonomi politik, demokrasi, dan kepemimpinan. Pada masa

Revolusi Fisik, tema pemikiran politik Bung Hatta meliputi kepemimpinan,

demokrasi, dan ekonomi politik. Berdasarkan tema-tema politik tersebut, tema

utama pemikiran politik Bung Hatta adalah mengenai jiwa nasionalisme dan

pemikirannya tentang demokrasi.

Saran dalam penelitian ini kepada para pemimpin bangsa saat ini adalah

supaya melestarikan cita-cita Bung Hatta untuk menciptakan negara Indonesia

yang demokratis serta menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Kepada para

akademisi, penelitian ini merupakan langkah awal terhadap kajian pemikiran para

founding fathers kita. Kepada masyarakat umum, agar perlu mengenal para tokoh

pendiri bangsa agar kita tidak kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.

x

DAFTAR ISI Halaman Judul ......................................................................................... i

Persetujuan Pembimbing .......................................................................... ii

Pengesahan Kelulusan.............................................................................. iii

Pernyataan ............................................................................................... iv

Motto dan Persembahan ........................................................................... v

Prakata ..................................................................................................... vii

Sari .......................................................................................................... ix

Daftar Isi .................................................................................................. x

Bab I: Pendahuluan .................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 6

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6

D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 6

E. Batasan Istilah ................................................................................... 7

Bab II: Tinjauan Pustaka dan Kerangka Berpikir ...................................... 10

A. Deskripsi Teoritis.............................................................................. 10

1. Analisis Wacana ......................................................................... 10

a. Bahasa, Analisis Teks, dan Wacana ........................................ 10

b. Pengertian Analisis Wacana ................................................... 15

c. Metode Analisis Wacana Deskriptif........................................ 16

d. Hermeneutika ......................................................................... 17

2. Pemikiran Politik ........................................................................ 20

a. Pemikiran ............................................................................... 20

b. Pemikiran Politik ................................................................... 23

c. Pemikiran Politik Bung Hatta ................................................. 39

B. Kerangka Berpikir ............................................................................. 43

Bab III: Metode Penelitian ....................................................................... 44

A. Latar Penelitian ................................................................................. 44

B. Fokus Penelitian ................................................................................ 44

C. Sumber Data ..................................................................................... 44

D. Alat dan Teknik Pengumpulan Data .................................................. 45

E. Uji Keabsahan Data ........................................................................... 45

F. Teknik Analisis Data ......................................................................... 46

Bab IV: Hasil Penelitian dan Pembahasan ................................................ 48

A. Hasil Penelitian ................................................................................. 48

1. Gambaran Umum Drs. Mohammad Hatta .................................. 48

2. Perkembangan Pemikiran Politik Bung Hatta Semasa Sekolah

(1908-1921).............................................................................. 53

3. Pemikiran Politik Bung Hatta Pada Masa Pergerakan Nasional

(1921-1945).............................................................................. 69

4. Pemikiran Politik Bung Hatta Masa Revolusi Fisik

(1945-1949).............................................................................. 112

B. Pembahasan ...................................................................................... 119

1. Tema Pemikiran Politik Bung Hatta pada Masa Sekolah ............. 119

xi

a. Perkembangan Pemikiran tentang Nasionalisme ..................... 119

b. Ekonomi Politik dan Sosialisme ............................................. 126

2. Tema Pemikiran Politik Bung Hatta Masa Pergerakan Nasional .. 128

a. Nasionalisme .......................................................................... 128

b. Kepemimpinan ....................................................................... 136

c. Ekonomi Politik ...................................................................... 140

d. Demokrasi ............................................................................. 141

3. Tema Pemikiran Politik Bung Hatta Masa Revolusi Fisik ........... 143

a. Kepemimpinan ....................................................................... 143

b. Demokrasi .............................................................................. 145

c. Ekonomi Politik ...................................................................... 149

Tabel 1.1 Pemikiran Politik Bung Hatta pada Masa

Sekolah (1908-1921) .............................................................. 151

Tabel 1.2 Pemikiran Politik Bung Hatta pada Masa

Pergerakan Nasional (1921-1942) .......................................... 152

Tabel 1.3 Pemikiran Politik Bung Hatta pada Masa

Revolusi Fisik (1945-1949) ................................................... 155

4. Sistematisasi Relevansi Pemikiran Politik Bung Hatta terhadap

Indonesia Masa Kini................................................................... 157

BAB V: Penutup ...................................................................................... 164

1. Simpulan..................................................................................... 164

2. Saran........................................................................................... 167

Daftar Pustaka ....................................................................................... 169

Lampiran ............................................................................................... 174

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Drs. Mohammad Hatta merupakan salah satu founding fathers bangsa

Indonesia sekaligus pemikir yang menguasai berbagai disiplin ilmu Barat

namun tetap berpegang pada nilai-nilai ke-indonesiaan. Karya-karyanya sangat

banyak dan mewakili identitas bangsa Indonesia, Bung Hatta pernah

mengenyam pendidikan di Belanda, namun karena Nasionalisme dan

pemahamannya tentang Indonesia membuat karyanya sangat layak untuk dikaji

secara teoritis. Bung Hatta mencurahkan pemikirannya dengan menulis

berbagai buku dan menulis kolom-kolom di berbagai surat kabar baik dalam

maupun luar negeri. Melalui tulisan-tulisannya itulah nama Hatta menjadi

dikenal luas di kalangan masyarakat, baik itu masyarakat pribumi maupun

masyarakat di Negeri Belanda. Berbagai macam buku pernah ditulis Hatta

mulai dari Filsafat, Ekonomi, Politik, dan Kebangsaan.

Buku Bung Hatta yang menarik perhatian penulis adalah buku Otobiografi

Bung Hatta berjudul Mohammad Hatta: Memoir yang diterbitkan pada tahun

1979 . Buku tersebut diterbitkan ulang dalam tiga jilid pada tahun 2011 dengan

judul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. Buku ini menceritakan perjalanan

hidup Bung Hatta sejak tahun 1902 hingga pegakuan kedaulatan Republik

Indonesia Serikat pada 27 Desember 1949. Bung Hatta merekontruksi

pemikiran politiknya sejak awal mula perkenalan dengan dunia pergerakan

2

nasional dengan segala yang melatar belakanginya sampai proses meraih dan

mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Buku otobiografi tiga jilid berjudul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi

terbagi menjadi beberapa fase kehidupan Bung Hatta. Pada jilid pertama ditulis

dengan periode 1902-1929 berjudul Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi berisi

perjalanan hidup Bung Hatta dari masa kecilnya sampai masa kuliahnya di

Belanda tahun 1929. Jilid kedua dengan jangka waktu 1929-1942 berjudul

Berjuang dan Dibuang berisi masa akhir kuliah Hatta di Jakarta hingga akhir

masa pembuangan di Banda Neira. Sedangkan pada jilid ketiga yang yang

diberi judul Menuju Gerbang Kemerdekaan ditulis dengan latar waktu 1942-

1949. Bung Hatta menuliskan mengenai masuknya Jepang ke Banda Neira

hingga pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat pada 27 Desember

1949 pada jilid ketiga ini.

Pemikiran politik dalam Contemporary Political Science, A Survey of

Methods, Research and Teaching terbitan UNESCO tahun 1950 halaman 4

menjadikan teori politik sebagai bidang pertama dari empat bidang ilmu

politik. Miriam Budiardjo mengemukakan bahwa teori politik adalah bahasan

sistematis dan generalisasi dari fenomena politik. Menurut Leo Strauss

(Suyahmo,2015:44) kajian tentang teori politik merupakan upaya untuk

memperoleh pengetahuan murni mengenai dasar-dasar politik. Teori-teori yang

masuk dalam kelompok teori politik dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

filsafat politik, teori politik, dan ideologi politik. Filsafat politik mencari

penjelasan berdasarkan rasio adanya hubungan antara sifat dan hakikat dari

3

alam semesta dengan sikap dan hakikat dari kehidupan politik. Dari filsafat

politik inilah lahir pemikiran politik.

Pemikiran politik mengkhususkan diri dalam penyelidikan tentang

pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam bidang politik. Pemikiran politik

sangat erat hubungannya dengan filsafat dan sejarah. Pemikiran politik

berkembang dan berubah sesuai dengan waktu dan tempat dimana tiap waktu

dan tempat memiliki ciri tersendiri yang mempengaruhi pemikiran politik

seseorang.

Munculnya kajian mengenai pemikiran politik sejak era Yunani kuno terus

berkembang hingga saat ini, termasuk indonesia. Sejak berdirinya Negara

Kesatuan Republik Indonesia disertai dengan adanya ideologi, tujuan negara,

dan Undang-Undang Dasar 1945 tidak terlepas dari pemikiran politik para

pendiri bangsa. Masing-masing tokoh memiliki pandangan yang berbeda

tergantung dari latar belakang sosial, budaya, dan keilmuan dari tokoh-tokoh

tersebut. Namun setidaknya pemikiran politik para pendiri bangsa dapat

dijadikan landasan berfikir generasi penerus mengenai konsep berbangsa dan

bernegara di indonesia.

Mengembangkan kajian tentang pemikiran politik Indonesia lama

merupakan tugas dan tanggung jawab yang seharusnya diemban oleh ilmuwan

politik Indonesia sendiri. Hal ini sudah dirasakan sejak beberapa dekade

belakangan ini. Miriam Budiardjo mengemukakan sejak pertangahan tahun

1980-an otoritas ilmu-ilmu sosial di Indonesia amat mendorong usaha oleh

ilmuwan Indonesia untuk mengembangkan konsep-konsep politik dari

4

khazanah kebudayaan Indonesia sendiri. Konsep-konsep tentang kekuasaan,

negara, dan kepemimpinan yang terkandung dalam berbagai tradisi dan

kebudayaan daerah di Indonesia perlu digali, diwacanakan, dan

didokumentasikan sehingga bisa memperkaya pemahaman kita tentang

kekayaan kehidupan dan peradaban masyarakat Indonesia di masa lalu. Di

samping itu, untuk keperluan empiris, konsep-konsep politik tradisional ini

dapat dipilih dan dicari relevansinya dengan kebutuhan pembinaan kehidupan

berbangsa dan bernegara di masa sekarang ini. Di samping itu, penggalian

konsep-konsep politik Indonesia lama oleh ilmuwan Indonesia sendiri dapat

dijadikan sebagai pengimbang terhadap kuatnya dominasi barat dalam

pengembangan konsep-konsep ilmu sosial pada umumnya dan konsep-konsep

ilmu politik khususnya (Suleman, 2010: 4).

Menurut Sartono Kartodihardjo (1990: xv), identitas dan kepribadian suatu

bangsa terkubur dalam sejarah masa lalu bangsa tersebut, khususnya dalam

bentuk pemikiran sikap dan perilaku kejuangan yang sudah dirintis oleh para

pendiri bangsa. Dengan demikian proses penemuan identitas bangsa hanya

dapat dilakukan dengan pemahaman yang baik tentang sejarah perjuangan

bangsa, khususnya dengan memahami dan menghayati pemikiran dan perilaku

kejuangan para perintis kemerdekaan. Terutama dimaksudkan untuk

mengingatkan setiap warga negara Indonesia tentang pentingnya menggali

kembali momen-momen sejarah perjuangan nasional agar proses penemuan

kembali identitas nasional dan kepribadian bangsa dapat terwujud. Terutama

5

mengingat pada awal abad 20 merupakan fajar bangkitnya nasionalisme

negara-negara asia terutama Indonesia

Penelitian mengenai Bung Hatta ini, penulis menggunakan Buku Untuk

Negeriku: Sebuah Otobiografi sebagai sumber utama dalam mengupas

pemikiran politik Bung Hatta dari peristiwa yang menjadi latar belakang

hingga proses pengembangan dari pemikiran politik tersebut. Hal ini dilakukan

karena buku otobiografi ini ditulis beberapa tahun sebelum wafatnya Bung

Hatta sedangkan isi buku ditulis hanya sampai tahun 1949.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan kajian

teoritis mengenai pemikiran politik Bung Hatta dalam buku otobiografi tiga

jilid yang ditulisnya sendiri untuk menjadikan referensi bagi para pembaca

dalam mengkaji pemikiran seorang tokoh nasional. Hasil analisisnya

dimaksudkan untuk mendorong berbagai kalangan agar semakin tertantang

dalam menyampaikan paradigmanya dalam menilai atau mengkritisi suatu

filosofis seseorang ataupun peristiwa sejarah yang menyertainya. Selain itu,

keteladanan seorang Hatta diharapkan dapat dijadikan tauladan untuk bertindak

secara bijaksana, terutama dalam mengambil segala tindakan dan keputusan

secara makro maupun mikro. Judul penelitian tersebut adalah Pemikiran

Politik Bung Hatta dalam Buku Tiga Jilid Berjudul: Untuk Negeriku

Sebuah Otobiografi (Studi Mengenai Nasionalisme dan Demokrasi).

6

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini bermaksud untuk mengkaji pemikiran politik Bung Hatta

dalam buku yang ditulisnya. Berdasarkan latar belakang di atas rumusan

masalah yang dapat dituliskan adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran Politik Bung Hatta semasa sekolah?

2. Bagaimana pemikiran politik Bung Hatta semasa Pergerakan Nasional ?

3. Bagaimana pemikiran politik Bung Hatta semasa Revolusi Fisik?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pemikiran Politik Bung Hatta semasa Sekolah.

2. Untuk mengetahui pemikiran politik Bung Hatta semasa Pergerakan

Nasional.

3. Untuk mengetahui pemikiran politik Bung Hatta semasa Revolusi Fisik.

D. Manfaat Penelitian

Terdapat dua manfaat yang bisa diperoleh dari hasil peneitian ini, yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan memperkaya

khazanah ilmu pengetahuan mengenai pemikiran politik para tokoh

bangsa.

7

b. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi langkah awal untuk mengkaji

pemikiran politik para tokoh bangsa Indonesia khususnya pemikiran

politik Bung Hatta.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan menjadi pendorong bagi penulis untuk

mengkaji pemikiran politik para tokoh politik lainnya.

b. Bagi Pihak Lain

Penelitian ini diharapkan bisa menjadi referensi berbagai pihak

mengenai pemikiran politik Bung Hatta dalam buku tiga jilid berjudul

Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi.

E. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi perbedaan penafsiran terhadap beberapa istilah yang

digunakan dalam penelitian ini, maka perlu ditetapkan batasan istilah sebagai

berikut:

1. Pemikiran

Pemikiran adalah yang menyebabkan pikiran mendapatkan pengertian

baru dengan perantara hal yang sudah diketahui. Yang beraksi dalam

pemikiran bukan hanya dalam akal pikiran saja melainkan manusia secara

keseluruhan. Proses pemikiran adalah suatu pergerakan mental dari satu

8

hal menuju hal lain, dari proposisi ke proposisi lainnya dari apa yang

sudah diketahui kepada hal yang belum diketahui. Pemikiran masing-

masing orang memiliki perbedaan dengan segala ciri khasnya yang juga

berbeda-beda sehingga dengan sendirinya terwujud hasil pemikiran dalam

berbagai bidang dan timbulnya pemikiran seseorang sebagai reaksi atas

pemikiran orang lain.

2. Politik

Politik adalah usaha yang dilakukan warga negara untuk mewujudkan

kebaikan bersama. Jika ditinjau dari sudut pandang yang berbeda politik

adalah cara yang digunakan untuk meraih dan mempertahankan

kekuasaan. Jika merujuk pada pengaturan masyarakat politik berarti hal

yang berkaitan dengan pemerintahan dan negara serta perumusan

kebijakan publik. Politik diuraikan menjadi sepuluh konsep dasar yaitu

Negara, Kekuasaan, Pengambilan Keputusan, Kebijakan, Pembagian atau

Alokasi, Sistem Politik, Partai Politik, Perilaku Politik, Partisipasi Politik,

serta Politik dan Ekonomi.

3. Pemikiran Politik

Pemikiran politik adalah bagian dari ilmu politik yang mengkhususkan diri

dalam penyelidikan tentang pemikiran-pemikiran yang terdapat dalam

bidang politik. Pemikiran Politik sangat erat hubungannya dengan filsafat

dan sejarah. Pemikiran Politik berkembang dan berubah sesuai dengan

waktu dan tempat dimana tiap waktu dan tempat memiliki ciri tersendiri

yang mempengaruhi pemikiran politik seseorang. Pemikiran Politik yang

9

akan dikaji dalam penelitian ini adalah pemikiran yang ditulis dari buku

otobiografi yang ditulis sendiri oleh Bung Hatta sebagai tokoh yang akan

diteliti sehingga dapat diketahui pemikian politiknya berdasarkan waktu

dan tempat yang ada dalam tulisan tersebut, juga berdasarkan waktu

dibuatnya tulisan tersebut.

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Deskripsi Teoritis

1. Analisis Wacana

a. Bahasa, Analisis Teks, dan Wacana

Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi

antara satu dengan lainnya. Adanya bahasa menjadikan informasi yang

disampaikan kepada orang lain menjadi lebih efektif. Bahasa baik pemilihan

kata maupun unsur gramatika, dipahami sebagai pilihan, mana yang dipilih

oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna dan ideologi tertentu.

Bahasa adalah suatu sistem kategorisasi, dimana kosakata tertentu dapat dipilih

yang akan menyebabkan makna tertentu. Lahirnya makna tidak terlepas dari

pemilihan dan penggunaan bahasa yang digunakan penulis untuk

mempengaruhi pembacanya (Eriyanto,2005:15).

Halliday (Sobur,2004:17) menyatakan, bahasa memiliki fungsi-fungsi

seperti berikut:

1. Fungsi ideasional: Untuk membentuk, mempertahankan, dan memperjelas

hubungan di antara anggota masyarakat.

2. Fungsi interpersonal: untuk menyampaikan informasi di antara anggota

masyarakat.

11

3. Fungsi tekstual: untuk menyediakan kerangka, pengorganisasian diskursus

atau wacana yang relevan dengan situasi.

Bahasa juga merupakan pandu realitas dunia. Pandangan seseorang tentang

dunia dibentuk oleh bahasa dan karena setiap orang memiliki kemampuan

berbahasa yang berbeda-beda, maka pandangannya tentang dunia pun berbeda

pula. Sobur (2004:88) menyatakan bahwa bahasa mempunyai kekuatan yang

begitu dahsyat dan lebih tajam dari sebuah pisau. Bahasa di mulut orang yang

tidak beretika merupakan tiran yang sulit diacak dimana dalam bahasa itu

sendiri, yang hanya berbunyi grafis atau tanda grafis, membuat orang kejatuhan

atau bahkan bunuh diri.

Selain bahasa terdapat pula istilah teks dan wacana. Dede Oetomo

(Mulyana,2005:9), istilah teks lebih dekat pemaknaannya dengan bahasa tulis

dan wacana pada bahasa lisan. Van Dyk (PWJ Nababan,1987:64) menyatakan,

teks lebih bersifat konseptual. Dalam pandangan Halliday (Santoso, 2008: 2),

teks dimaknai secara dinamis. Teks adalah bahasa yang sedang melaksanakan

tugas tertentu dalam konteks situasi. Kemudian berkembang pemahaman

mengenai teks lisan dan teks tulis, istilah-istilah yang sama persis dengan

wacana lisan dan wacana tulisan. Sedangkan Wodak (Titscher dkk, 2000:39)

teks dibagi menjadi empat ragam yaitu, a) Ragam Teks Naratif (kisah, cerita,

dan sebagainya), b) Ragam Teks Argumentatif (penjelasan, artikel ilmiah, dan

sebagainya), c) Ragam Deskriptif Kebanyakan Menggunakan Unsur Lokal, d)

Ragam Teks Instruktif Seperti Buku yang Bersifat Argumentatif dan

Numeratif.

12

Pengertian teks dan wacana yang masih tumpang tindih kemudian

dijabarkan oleh Van Dyk (Badara,2012:17) yang mengemukakan bahwa

wacana sebenarnya adalah bangun teoritis yang abstrak, adapun perwujudan

bahasa adalah teks. Pengertian mengenai wacana sendiri sangat beragam,

karena wacana sendiri digunakan di berbagai disiplim ilmu seperti wacana

politik, sosial, ekonomi, budaya, sastra, dan sebagainya.

Stefan Titscher dkk (2000: 55) membagi teks dalam dua fungsi. Pertama,

fungsi teks sebagai teks dan kedua fungsi teks sebagai representasi. Fungsi

kedua ini kemudian dibagi menjadi dua yaitu dari ciri kelompok yang diteliti

dan dari situasi yang diteliti. Berdasarkan penjelasan Titscher di atas terdapat

perbedaan antara teks dengan materi penelitian. Pada fungsi pertama dapat

disimpulkan bahwa teks itu sendiri merupakan obyek penelitian. Sedangkan

fungsi kedua poin pertama, teks disusun berdasarkan beberapa proposisi ciri

kelompok yang diteliti yang kemudian dianalisis dan menjadi sebuah wacana.

Berdasarkan fungsi kedua poin kedua, teks bisa didekati sebagai sebuah

refleksi komunikasi yang kentara dan menjadi indikator yang memungkinkan

dilakukannya analisis terhadap situasi komunikatif yang ada yang kemudian

bisa menimbulkan wacana.

Anton M. Moeliono (Mulyana,2005:5) mendefinisikan wacana sebagai

rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu

dengan lainnya dalam kesatuan makna. Wacana juga berarti satuan bahasa

terlengkap yang dalam hirearki kebahasaan merupakan satuan gramatikal

tertinggi dan terbesar. Definisi lain dikemukakan Cook (1989:6-7) yang

13

menyatakan wacana adalah suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi baik

secara lisan maupun tulisan.

Guy Cook (Eriyanto,2005:9) menyebut tiga hal yang menjadi sentral dalam

pengertian wacana, yaitu teks, konteks, dan wacana. Teks adalah semua bentuk

bahasa, bukan hanya kata-kata yang tercetak di kertas, tetapi juga semua jenis

ekspresi komunikasi, ucapan, musik, gambar, suara, dan lain-lain. Konteks

memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi

pemakaian bahasa, seperti partisan dalam bahasa, situasi dimana teks tersebut

diproduksi, fungsi yang dimaksudkan, dan lain sebagainya. Wacana kemudian

dimaknai sebagai teks dan konteks secara bersama-sama dalam suatu proses

komunikasi.

Mulyana (2005: 25) membagi wacana dalam dua aspek, yaitu aspek kohesi

dan koherensi. Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang

secara struktural membentuk ikatan sintaktikal. Halliday (Sobur, 2014)

membagi kohesi wacana menjadi dua yaitu: a) kohesi gramatikal yang berisi

referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, dan b) kohesi lestikal yang berisi

sinonim, repetisi, dan kolokasi. Koherensi mengandung makna ‘pertalian’ yang

dalam konsep kewacanaan berarti pertalian makna atau isi kalimat. HS

Wahjudi (Mulyana, 2005: 30) berpendapat bahwa hubungan koherensi ialah

keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya, sehingga kalimat

memiliki kesatuan makna yang utuh. Berdasarkan dua aspek tersebut, wacana

akan menjadi utuh apabila terdapat aspek kohesi dan koherensi. Perbedaan

diantara dua aspek tersebut adalah pada sisi titik dukung terhadap struktur

14

wacana. Artinya dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan wacana. Bila

dari dalam maka disebut kohesi. Sedangkan bila aspek tersebut berasal dari

luar maka disebut dengan koherensi.

Interpretasi terhadap wacana dan teks menurut Triyuwono (Bungin,

2015:161) memiliki kepentingan sejajar, yaitu tidak ada superioritas antara satu

dengan yang lain. Artinya bukan benar tidaknya tafsiran yang diberikan, tetapi

argumentasi yang dijadikan landasan dalam memberikan penafsiran serta

kedekatannya dengan fenomena yang berkaitan dengan teks tersebut yang

menjadi titik perhatian interpretasi. Interpretasi terhadap teks ditekankan pada

bagaimana peneliti melihat keajegan isi komunikasi, membaca simbol-simbol,

memaknakan isi interaksi simbolik yang terjadi dalam komunikasi (Bungin,

2015: 161).

Pada teori independensi teks dikemukakan Karl Popper (Al-zastrow,

1999:3) menyatakan bahwa setiap monopoli pengarang dan penggagas sebuah

teks, lalu masuk ke dalam dunia pengetahuan obyektik, maka teks itu menjadi

otonom dan tidak lagi bergantung pada orang yang semula menggagas dan

mengeluarkannya. Tafsiran terhadap sesuatu yang diumumkan dapat saja

berbeda dari apa yang semula diniatkan dan dimaksudkan oleh penggagasnya.

Berdasarkan beberapa pengertian yang telah diuraikan di atas dapat

disimpulkan bahwa bahasa, teks, dan wacana memiliki hubungan yang tidak

dapat dipisahkan. Bahasa dapat diwujudkan dalam teks dan wacana. Teks

adalah setiap bentuk bahasa yang dituliskan. Sedangkan wacana adalah suatu

15

penggunaan bahasa dalam komunikasi yang melibatkan teks dan konteks yang

disusun secara kohesi dan koheren. Kaitannya dalam penelitian ini, teks dalam

suatu wacana dapat melahirkan interpretasi dan makna yang berbeda-beda dari

setiap pembaca. Teks dalam buku tiga jilid berjudul Untuk Negeriku: Sebuah

Otobiografi dapat membentuk pemikiran dan pandangan dari Muhammad

Hatta, walaupaun dalam analisis yang dibuat akan berbeda-beda bergantung

siapa yang melakukan analisis tersebut.

b. Pengertian Analisis Wacana

Penafsiran sebuah teks pada dasarnya adalah untuk mendapatkan makna-

makna dalam materi teks tersebut, penelitian yang mengkaji teks semestinya

mampu mengungkap makna yang terkandung pada teks tersebut. Salah satu

metode yang dapat digunakan adalah analisis wacana.

Sebelum munculnya analisis wacana sebagai disiplin ilmu, tercatat kajian

tata bahasa masih berkutat di seputar kalimat dengan menggunakan analisis isi.

Analisis isi konvensional pada umumnya hanya dapat digunakan untuk

membedah muatan teks yang sifatnya nyata. Masih banyak persoalan dalam

analisis teks yang tersembunyi pada muatan teks tersebut. Penggunaan dalam

penelitian kualitatif, analisis isi lebih ditekankan pada bagaimana simbol-

simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dan dianalisis oleh peneliti.

Kekurangannya, analisis isi hanya mempertimbangkan apa yang dikatakan

seseorang tetapi tidak menyelidiki bagaimana orang itu mengatakannya. Dalam

16

kenyataannya yang penting bukan apa yang dikatakan seseorang tetapi

bagaimana dan dengan cara apa dikatakan (Bungin, 2015:164).

Analisis Wacana adalah ilmu baru yang muncul beberapa puluh tahun

belakangan ini. Aliran-aliran linguistik selama ini membatasi penganalisisnya

hanya pada soal kalimat dan baru belakangan ini sebagian ahli memalingkan

perhatiannya pada analisis wacana (Lubis, 1993:12). Menurut Stubs dan Cook

(Badara, 2012: 18), analisis wacana adalah sebagai suatu kajian yang meneliti

atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk

lisan maupun tulisan. Selanjutnya, Stubs menjelaskan analisis wacana

menekankan kajian penggunaan bahasa dalam konteks. Berdasarkan

pernyataan-pernyataan para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa analisis

wacana dalam penelitian ini adalah kajian mengenai berbagai simbol bahasa

yang ditulis oleh pembuat teks dan ditafsirkan dari berbagai sudut pandang.

c. Metode Analisis Wacana Deskriptif

Menurut Arikunto (Mulyana, 2005: 83), Metode deskriptif dapat digunakan

untuk memberikan, menggambarkan, menguraikan, dan menjelaskan fenomena

objek penelitian. Berdasarkan kajiannya, metode ini menjelaskan data atau

objek secara natural, objektif, dan faktual.

Wacana deskriptif berupa rangkaian tuturan yang memaparkan sesuatu atau

melukiskan sesuatu baik berdasarkan pengalaman maupun pengetahuan

penuturnya. Tujuan yang ingin dicapai oleh wacana ini adalah tercapainya

penghayatan yang agak imajinatif terhadap sesuatu, sehingga pendengar atau

17

pembaca merasa seolah-olah dia sendiri mengalami atau mengetahuinya secara

langsung. Beberapa peneliti deskriptif umumnya akan mencari, memutuskan,

dan kemudian mengumpulkan wacana-wacana yang ada dalam teks.

Mulyana (2005: 84) memberikan langkah-langkah analisis deskriptif yang

dapat dilakukan untuk menganalisis wacana dalam teks yaitu:

a) Memilih dan menentukan jenis wacana yang akan diteliti.

b) Menentukan unit analisis, jenis wacana yang telah ditetapkan untuk

diteliti, segera dipilah dan ditentukan satuan data yang akan dijadikan

dasar analisis.

c) Mendeskripsikan satuan data.

d. Hermeneutika

Kata hermeneutika (hermeneutics) berasal dari bahasa yunani, hermeneutice

atau hermeneuticos. Kata hermeneutikos sendiri dibentuk dari perkataan

hermeneuin yang harfiahnya ialah penafsiran (W.M.,2008-26), Rahardjo

(2012:12) menyatakan bahwa istilah tersebut dalam berbagai bentuknya dapat

dibaca disejumlah literatur peninggalan yunani kuno, seperti yang digunakan

oleh aristoteles dalam sebuah risalahnya Peri Hermeneias (Tentang

Penafsiran). Ebiling (Rahardjo,2012:27) lebih lanjut mengemukakan bahwa

interpretasi yang banyak dikutip mengenai proses penerjemahaan dilakukan

oleh Hermes. Hermes adalah tokoh mitologi dari yunani yag dititahkan oleh

Zeus untuk menyampaikan pesan para dewa dikayangan kepada mansia di

bumi. Tugas Hermes sebagai utusan dewa sangat penting dan berat. Jika saja

18

terjadi kesalahan dalam menerjemahkan atau menafsirkan pesan dewa dalam

bahasa manusia,akibatnya akan fatal.salah arti akan timbul menyebabkan

manusia akan pula hidup di jalan sesat.untuk dapat melakukan tugasnya

dengan baik, hermes dituntut menguasai pesan para dewa, maksud dan tujuan

dari pesan itu, dan untuk keperluan apa itu disampaikan, serta dalam situasi apa

.agar dapat menyampaikan.pesan dewa dengan baik. Hermes harus menguasai

bahasa manusia dan mampu mengurai pesan yang harus disampaikan secara

artikulatif melalui bahasa yang dikuasainya.(W.M., 2008:27) Tugas Hermes

tersebut menurut Ebeling mengandung tiga makna hermeneutis yang mendasar,

yaitu a) Mengungkapkan sesuatu yang tadinya masih dalam pikiran melalui

kata-kata sebagai media penyampaian; b) Menjelaskan secara rasional secara

yang masih samar-samar sehingga maknanya dapat dimengerti; c)

Menerjemahkan suatu bahasa yang asing ke dalam bahasa lain yang lebih

dikuasai oleh pemirsa.Tiga pengertian tersebut terangkum dalam pengertian

“Menafsirkan” (interpreting understanding). Segala sesuatu yang masih

membutuhkan pengungkapan secara lisan,penjelasan yang masuk akal, dan

penerjemah bahasa, pada dasarnya mengandung proses memberi pemahaman

atau dengan kata lain menafsirkan (W.M.,2008:27).

Hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau situasi

ketidaktahuan menjadi mengerti (Sumaryono,1992:24) dalam definisi yang

agak berbeda, dapat dikatakan bahwa hermeneutika sebagai sebuah metode

atau cara untuk menafsirkan simbol berupa teks atau sesuai yang diperlukan

sebagai teks untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode ini mensyaratkan

19

adanya kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami,

kemudian dibawa ke masa sekarang (Faiz :2003:9).

Hermenutika sebagai sebuah metode penafsiran tidak hanya memandang

teks, tetapi hal yang tidak dapat ditinggalkan adalah juga berusaha menyelami

kandungan makna literalnya. Lebih dari itu, ia berusaha menggali makna

dengan mempertimbangkan horizon-horizon yang melingkupi teks tersebut,

baik-baik horizon pengarang, horizon pembaca, maupun dari horizon itu

sendiri. Memperhatikan ketiga horizon tersebut diharapkan upaya pemahaman

dan penafsiran yang dilakukan akan menjadi kegiatan rekonstruksi dan

reproduksi makna teks, selain melacak bagaimana suatu teks dimunculkan oleh

pengarangnya dan muatan apa yang masuk dan ingin dimasukan pengarang

kedalam teks, sebuah aktivitas penafsiran sesungguhnya berusaha melahirkan

kembali makna sesuai dengan situasi dan kondisi saat teks dibaca dan

dipahami. Hal ini dengan kata lain, sebagai sebuah metode penafsiran, yaitu

teks, konteks, dan kontekstualisasi (W.M.,2008:28).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kaitannya dengan

penelitian adalah hermeneutika dipahami sebagai suatu metode untuk

menafsirkan teks dengan memperhatikan konteks dan kontekstualisasi.

Konteks akan sangat berpengaruh untuk menghasilkan makna, sebab

kontekslah yang menentukan makna teks,bagaimana teks tersebut harus dibaca

dan seberapa jauh teks tersebut harus dipahami.

20

2. Pemikiran Politik

a. Pemikiran

Pemikiran dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Inference, yang

berarti mengeluarkan suatu hasil berupa kesimpulan dimana yang beraksi

dalam pemikiran, bukan hanya pikiran atau akal budi saja tetapi sesungguhnya

manusia secara keseluruhan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:

1073) pemikiran adalah proses perbuatan memikirkan yang memerlukan

pemecahan. Sedangkan menurut Suyahmo (2014: 4), proses pemikiran adalah

suatu pergerakan mental dari satu hal menuju hal lain, dari proposisi satu ke

proposisi ke proposisi lainnya dari apa yang sudah diketahui kepada hal yang

yang belum diketahui.

Semua manusia hidup yang normal senantiasa ditandai dengan kegiatan-

kegiatannya yang sangat khas yaitu kegiatan berfikir. Maka kegiatan berfikir

inilah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk lain. Menurut

Kaelan (2002: 11), berfikir yang senantiasa berkaitan dengan masalah-masalah

manusia yang bersifat aktual dan hakiki disebut berfikir secara kefilsafatan.

Maka tidak semua pemikiran manusia merupakan hasil pemikiran kefilsafatan.

Berfikir kefilsafatan bukan hanya merenung yang tidak ada kaitannya dengan

realitas kehidupan, namun pemikiran kefilsafatan mengacu pada peristiwa-

peristiwa kongkrit. Pemikiran masing-masing orang memiliki perbedaan

dengan segala ciri khasnya yang juga berbeda-beda sehingga dengan

sendirinya terwujud hasil pemikiran dalam berbagai bidang dan timbulnya

pemikiran seseorang sebagai reaksi atas pemikiran orang lain.

21

Pemikiran sangat erat kaitannya dengan logika. Munculnya pemikiran

seseorang dipengaruhi oleh logika pemikiran dari orang tersebut yang

dipengaruhi dua faktor. Faktor pertama, pemikiran seseorang terhadap suatu

obyek tertentu dapat muncul atas interpretasinya sendiri tanpa adanya

pemikiran orang lain yang mempengaruhinya. Faktor kedua, pemikiran

seseorang terhadap suatu obyek tertentu dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal

ini penafsiran seseorang atas obyek tertentu dipengaruhi oleh faktor-faktor lain

yang bisa saja lebih dari satu orang yang memberi pengaruh baik langsung

maupun tidak langsung.

Menurut Kaelan (2002: 12-19) terdapat 10 ciri kegiatan berfikir secara

kefilsafatan sebagai berikut:

� Bersifat kritis, yaitu senantiasa mempertanyakan segala sesuatu, problema-

problema, atau hal-hal lain yang sedang dihadapi oleh manusia sehingga

ciri berfikir kefilsafatan bersifat diamis.

� Bersifat mendalam, yaitu pemikiran bukan hanya sampai fakta-fakta yang

sifatnya sangat khusus dan empiris belaka namun sampai intinya yang

terdalam yaitu substansinya secara universal.

� Bersifat konseptual, yaitu pemikiran yang berkaitan dengan masalah-

masalah yang kongkrit yang dihadapi oleh manusia, kemudian dengan

generalisasi dan abstraksi maka sampailah pada suatu kesimpulan yang

bersifat konseptual.

� Koheren, yaitu berfikir secara kefilsafatan bukanklah merupakan suatu

pemikiran yang acak, kacau, dan fragmentaris. Pemikiran kefilsafatan

22

berusaha menyusun suatu bagan yang konseptual dan runtut atau koheren.

Tidak terdapat pertentangan dan terdapat suatu hubungan.

� Bersifat Rasional, yaitu ciri pemikiran yang berusaha menyusun bagan

konsepsional yang rasional, yaitu bagan yang bagian-bagiannya

berhubungan secara logis diantara satu dengan lainnya. Namun, rasional

dalam pemikiran kefilsafatan adalah terbuka terhadap kritik.

� Bersifat Komprehensif, yaitu pemikiran kefilsafatan bukan hanya

berdasarkan pada suatu fakta yang khusus dan individual saja, yang

kemudian sampai pada keismpulan yang khusus dan individual juga,

namun pemikiran harus sampai pada kesimpulan yang sifatnya paling

umum, artinya tidak ada sesuatupun yang berada di luar jangkauannya.

� Bersifat Universal, yaitu pemikiran yang telah sampai pada suatu

keismpulan yang bersifat umum bagi seluruh umat manusia dimanapun,

kapanpun, dan dalam keadaan apapun.

� Bersifat Spekulatif, yaitu pengajuan dugaan-dugaan yang masuk akal yang

melampaui batas-batas fakta. Tujuannya adalah penyatupaduan dari semua

pengetahuan, pemikiran, dan pengalaman manusia menjadi suatu

pandangan yang komprehensif.

� Bersifat Sistematis, yaitu pemikiran kefilsafatan senantiasa memiliki

bagian-bagian dan diantara bagian-bagian tersebut senantiasa berhubungan

antara satu dengan lainnya. Hubungan tersebut terjalin dalm suatu

kerjasama yang saling ketergantungan.

23

� Bersifat Bebas, yaitu berfikir secara bebas untuk sampai pada hakikat yang

terdalam dan universal sehingga ciri kreativitas senantiasa ada dalm cara

berfikir kefilsafatan.

b. Pemikiran Politik

Secara etimologi Politik dalam bahasa Arabnya disebut Siyasah yang

kemudian diterjemahkan menjadi siasat dan dalam Bahasa Inggrisnya disebut

Politics. Politik secara bahasa berarti cerdik dan bijaksana (Kencana, 2010: 9).

Hussein Munaf dalam ensiklopedia Indonesia (Putra, 2008: 109) menyatakan

bahwa perkataan politik dikenal dalam bahasa Latin sebagai polhica, dalam

bahasa yunani politikus, dalam bahasa Belanda politiek, dalam bahasa Perancis

sebagai politique, dalam bahasa Inggris sebagai politics dan dalam bahasa arab

sebagai siyasah. Jika perkatan politik sudah muncul sejak zaman Yunani, maka

istilah siyasah dalam bahasa Arab juga muncul serentak dengan kelahiran

negara Islam di Madinah. Sedangkan kata siyasah pada mulanya diartikan

sebagai usaha dan ikhtiar untuk mencapai atau menyelesaikan suatu maslalah.

Dan juga bermaksud pengurusan pemerintahan.

Menurut Miriam Budiardjo (2008:15) Politik adalah usaha untuk

menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar

warga untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis.

Usaha menggapai the good life ini menyangkut bermacam-macam kegiatan

yang antara lain menyangkut proses penentuan tujuan dari sistem, serta cara-

cara melaksanakan tujuan itu. Masyarakat mengambil keputusan mengenai

24

apakah yang menjadi tujuan dari sistem, serta cara-cara melakanakan tujuan itu

diantara beberapa alternatif dari tujuan-tujuan yang telah ditentukan tersebut.

Sedangkan Ramlan Surbakti (1999:1) menyatakan bahwa politik adalah

interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan

dan pelaksanaan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama

masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.

Berdasarkan definisi-definisi mengenai politik di atas, maka politik dapat

dibagi menjadi beberapa konsep-konsep dasar sebagai berikut:

� Negara

Menurut Miriam Budiardjo (2008:17), negara merupakan suatu

organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang

sah dan ditaati oleh rakyatnya. Negara sendiri memiliki unsur-unsur yang

menjadi syarat berdirinya negara tersebut. Unsur-unsur tersebut adalah

wilayah, rakyat, adanya pemerintahan yang berdaulat, dan pengakuan dari

negara lain.

� Kekuasaan

Merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang untuk

mempengaruhi perilkau individu atau kelompok lain agar sesuai dengan

keinginan para pelaku. Berdasarkan konteks politik, kekuasaan adalah

segala sesuatu yang berhubungan dengan meraih dan mempertahankan

25

kekuasaan. Kekuasaan dipengaruhi oleh tujuan bersama antara pemegang

kekuasaan dengan rakyat atau kelompoknya.

� Pengambilan Keputusan

Menurut Miriam Budiardjo (2008:17), keputusan merupakan hasil akhir

pilihan dari beberapa alternatif. Pengambilan keputusan menunjuk pada

proses yang terjadi sampai keputusan itu tercapai. Pengambilan keputusan

sebagai konsep pokok dari politik menyangkut keputusan-keputusan yang

diambil secara kolektif dan mengikat seluruh masyarakat. Pengambilan

keputusan dapat diambil melalui voting ataupun musyawarah mufakat.

Keputusan yang diambil tersebut dapat menyangkut tujuan masyarakat dan

dapat pula menyangkut kebijakan untuk mencapai tujuan itu.

� Kebijakan Umum

Merupakan kumpulan keputusan yang diambil oleh pelaku politik baik

individu ataupun kelompok. Kebijakan ini diambil sesuai dengan

keinginan pihak-pihak yang membuat kebijakan tersebut. Para pembuat

kebijakan sendiri merupakan para pemegang kekuasaan yang memiliki

wewenang untuk mengeluarkan kebijakan.

� Pembagian atau Alokasi

Merupakan pembagian dan penjatahan dari nilai-nilai dalam

masyarakat. Berdasarkan konteks politik menurut Harold Laswell (1972),

nilai-nilai ini terkait dengan who, get, what, when, how. Sehingga

seringkali nilai atau alokasi dalam masyarakat tidak merata.

� Sistem Politik

26

Suatu sistem selalu terkait dengan keadaan dimana bagiannya satu sama

lain bergantung secara fungsional, yang mempunyai batas batas tertentu

tapi merupakan komponen daripada suatu keutuhan yang bulat. Jika salah

satu komponen itu berubah maka bagian-bagian lainya pasti berubah.

Menurut Rahman (2002: 2), Suatu sitem politik terdiri dari interaksi

peranan para warga negara. Orang yang sama dalam sistem politik dapat

sekaligus memainkan peranan lain seperti dalam sistem ekonomi, sosial

dam lainnya. Sistem juga selalu dimulai dari satu tempat dan diakhiri

ditempat lain. Kalau dikaitkan langsung dengan sistem politik bukanlah

pekerjaan gampang, sebab sistem politik bukan diatur oleh

perorangan melainkan peranan yang telah melembaga. Pada setiap

sistem politik akan ditemui berbagai struktur politik. Struktur politik

adalah suatu cara bagaimana sesuatu itu disusun atau dibangun yang saling

berhubungan antara orang seorang dan organsisasi.

Fungsi sistem politik terbagi menjadi fungsi input dan output. Menurut

Antonius Sitepu (Simbolon, 2008: 26), fungsi input sistem politik adalah

sebagai suatu yang menunjukkan berbagai efektifitas yang memungkinkan

suatu sistem berjalan yang pada umumnya dimanifestasikan melalui

dukungan dan tuntutan demi kelangsungan sistem politik itu sendiri.

Sedangkan fungsi output sistem politik adalah pembuatan-pembuatan

peraturan dan kebijakan dalam sistem politik.

Ramlan Surbakti (1999: 221-232) membagi sistem politik menjadi lima

model yaitu Sistem Politik Otokrasi Tradisional, Sistem Politik Totaliter,

27

Sistem Politik Komunis, Sistem Politik Demokrasi, dan Sistem Politik

Negara Berkembang.

� Partai Politik

Partai politik merupakan organisasi politik yang memberikan jalan bagi

anggota atau kadernya untuk berkompetisi memperoleh suara rakyat guna

mengisi jabatan-jabatan politik. Pihak yang dipinang oleh partai untuk

mengisi jabatan-jabatan politik, publik, administratif dapat berasal dari

kalangan partai maupaun dari luar partai yang berkomitmen terhadap

partai atau setidaknya yang dapat menguntungkan masa depan partai

(Handoyo, 2010: 143).

Partai Politik memiliki fungsi utama yaitu meraih dan mempertahankan

kekuasaan agar dapat menjalankan program-program partai sesuai dengan

ideologi partai. Selain itu menurut Surbakti (1999: 144-154), terdapat pula

fungsi-fungsi lain yaitu:

Pertama, Sosialisasi Politik, yaitu proses pembentukan sikap dan

orientasi politik para anggota masyarakat sehingga anggota masyarakat

memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang

berlangsung dalam masyarakat.

Kedua, Rekrutmen Politik yaitu pemilihan dan pengangkatan seseorang

atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam siste

politik pada umumnya dan pemerintah pada khususnya.

28

Ketiga, Partisipasi Politik, yaitu kegiatan warga negara biasa dalam

mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijakan umum dan

ikut dalam menentukan pemimpin pemerintahan.

Keempat, Pemandu Kepentingan, yaitu menampung, menganalisis, dan

memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan

menjadi alternatif kebijakan umum untuk diperjuangkan dalam proses

pembuatan keputusan politik.

Kelima, Komunikasi Politik, yaitu fungsi partai politik dalam proses

penyampaian keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat

sekaligus menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok

masyarakat kepada pemerintah.

Keenam, Pengendali Konflik, yaitu fungsi Partai Politik dalam

menyelaesaikan konflik dari berbagai pihak yang berkonflik dengan

memadukan dan menampung berbagai aspirasi dan kepentingan kepada

Lembaga Perwakilan Rakyat untuk dijadikan keputusan politik.

Ketujuh, Kontrol Politik, yaitu fungsi Partai Politik untuk menunjukkan

kesalahan, kelemahan, dan penyimpangan dari suatu kebijakan yang

dibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah.

Tipologi Partai Politik terdapat bermacam-macam diantaranya otoriter

dan demokrasi; integratif dan representatif; ideologis dan pragmatis;

agamis dan sekuler; demokratis dan revolusioneris; massa dan elit;

deokratis dan oligarki. Dalam hal kepartaian klasifikasi yang paling umum

berdasarkan pada banyaknya partai politik; sifat kenaggotaan tertutup atau

29

kompetitif; majemuk atau monopolistik; dan orientasi pada isu atau pada

klien (Amal, 1988: 29).

� Perilaku Politik

Menurut Surbakti (1999: 167), Perilaku Politik dirumuskan sebagai

kegiatan yang berkenaan dengan proses pembuatan dan pelaksanaan

keputusan politik. Terdapat tiga bagian dari individu yang melakukan

perilaku politik, yaitu individu sebagai aktor politik, individu sebagai

aktivis politik, dan individu sebagai warga negara biasa. Menurut Smith

(Surbakti, 1991: 169), terdapat empat faktor yang mempengaruhi perilaku

politik seorang aktor politik yaitu:

Pertama, Lingkungan sosial politik tak langsung seperti sistem politik,

sistem ekonomi, sistem budaya, dan media massa.

Kedua, Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan

membentuk kepribadian seorang aktor politik seperti keluarga, agama,

sekolah, dan kelompok pergaulan.

Ketiga, Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. Hal

ini dipengaruhi oleh fungsi kepentingan yaitu penilaian seseorang terhadap

suatu obyek ditentukan oleh minat dan kebutuhan terhadap obyek tersebut,

fungsi penyesuaian diri yaitu penilaian terhadap suatu obyek ditentukan

oleh keinginan yang sesuai dengan obyek tersebut, dan fungsi

eksternalisasi dan pertahanan diri yaitu penilaian seseorang atas suatu

obyek dipengaruhi oleh keinginan mengatasi tekanan dalam batin yang

berwujud pada eksternalisasi diri dan pertahanan diri.

30

Keempat, Faktor lingkungan yang dibagi menjadi dua yaitu faktor

lingkungan sosial politik langsung berupa situasi yang mempengaruhi

aktor politik secara langsung untuk melakukan suatu kegiatan seperti

keadaan keliuarga, suasana kelompok, dan ancaman. Sedangkan faktor

lingkungan politik sosial tidak langsung mempengaruhi lingkungan sosial

politik berupa sosialisasi, internalisasi, dan politisasi.

� Partisipasi Politik

Menurut Faulks (Handoyo, 2010: 227) Partisipasi Politik adalah

keterlibatan aktif individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan

yang berdampak pada kehidupan mereka. Hal ini mencakup keterlibatan

warga negara dalam pembuatan keputusan politik baik langsung maupun

tidak langsung. Partisipasi Politik ini merupakan proses aktif, di mana

seseorang dapat saja menjadi anggota sebuah partai atau pressure group

namun tidak memainkan peran aktif dalam organisasi.

Partisipasi Politik sangat erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik.

Semakin sadar bahwa warga negara diperintah maka semakin besar pula

warga negara menuntut diberikan hak suara dalam pemerintahan

(Budiarjo, 2008: 369).

Gabriel Almond membagi bentuk Partisipasi Politik menjadi dua bagian

yaitu konvensional dan non konvensional. Bentuk partisipasi politik

konvensional adalah voting, diskusi politik, kelompok kepentingan,

komunikasi individual, dan lain sebagainya. Sedangkan partisipasi politik

31

non konvensional meliputi pengajuan petisi, demonstrasi, mogok, kudeta,

perang, kekerasan politik, dan lain sebagainya ( Handoyo, 2010: 233).

Negara Demokrasi menjadikan Partisipasi Politik sebagai hak warga

negara. kenyataannya tingkat Partisipasi Politik warga negara berbeda-

beda di tiap negara. hal ini didorong oleh 4 tipe seperti yang dijelaskan

Ramlan Surbakti (1999: 184-185). Empat faktor tersebut adalah tingkat

kepercayaan tinggi aktif, tingkat kepercayaan rendah, tipe militan radikal,

dan tipe partisipasi pasif.

� Politik dan Ekonomi

Setiap individu dan masyarakat berupaya mendapatkan sumber-sumber

guna memenuhi kebutuhan hidup sehingga dapat hidup secara layak.

Kegiatan ekonomi masyarakat yaitu kegiatan memenuhi kebutuhan rumah

tangga bagi individu dan memenuhi kebutuhan nasional bagi masyarakat.

kegiatan ekonomi pada dasarnya berkisar pada kegiatan memproduksi dan

mendistribusikan barang dan jasa. Menurut Ramlan (1999: 212), negara

berkaitan erat dengan ekonomi dalam hal peranan negara pada

perencanaan dan koordinasi ekonomi serta kepemilikan barang dan jasa

dalam berbagai sistem ekonomi baik itu sosialis, komunis, sistem ekonomi

pasar, ataupun sistem kapitalisme. Peranan besar negara terhadap jalannya

ekonomi membuat negara sebagai bagian dari politik membuat kebijakan

ekonomi. Kebijakan ekonomi merupakan keputusan politik yang

mempengaruhi distribusi kekayaan dan pendapatan dalam masyarakat.

32

Berdasarkan uaraian di atas, jika dilihat dari dua pengertian politik dan

pemikiran maka dapat disimpulkan bahwa pemikiran politik adalah konsep

penyelidikan yang mengkhususkan diri pada pencarian solusi dari

permasalahan politik yang mencakup konsep-konsep tentang politik untuk

mencapai tujuan dari politik itu sendiri.

Pemikiran politik yang berkembang sampai saat ini sebenarnya diilhami

oleh pemikiran Yunani Kuno. Sebagaimana yang terekam dalam sejarah bahwa

konsepsi politik dan sosial yang berkembang di dunia barat itu sebagai warisan

dari pemikiran dan kebudayaan Yunani Kuno. Warisan itu berupa ide

pemerintahan demokratis yang berisi nilai-nilai kebebasan manusia, keadilan,

hak-hak individu, yang semuanya itu berupaya untuk ditanamkan dan

dipelihara dalam peradaban Barat (Suyahmo, 2014: 54). Kajian pemikiran

politik sendiri terbagi menjadi beberapa masa, yaitu masa klasik, masa

pertengahan, dan masa modern.

� Pemikiran Politik Klasik

Yunani merupakan salah satu bangsa yang mempunyai peradaban tinggi

dan para pemikir ulung yang telah memberikan berbagai pemahaman di

bidang politik maupun pengetahuan lainnya dengan mengembangkan

berbagai bentuk pemikiran sehingga menghasilkan pemahaman yang

dibutuhkan oleh para pemikir politik lain. Para pemikir politik yunani

lebih sering menggunakan filsafat sebagai pedoman pembahasan

pemikiran politiknya. Pemikiran Politik Yunani secara sitematis

menyelidiki watak dari jalannya institusi politik. Pada masa selanjutnya

33

hasil Pemikiran Politik Yunani sangat berpengaruh terhadap bagi

kebudayaan dan intelektual dunia barat maupun islam.

Tokoh pemikir politik terkemuka era Yunani Kuno adalah Socrates.

Doktrin politik Socrates bahwa kebijakan adalah pengetahuan merupakan

dasar pemikiran politik Socrates mengenai negara. Socrates tidak terlalu

banyak menulis mengenai pandangan politiknya namun dengan konsep

pemikiran Socrates tersebut telah melahirkan banyak pemikir yunani lain,

diantaranya adalah Plato. Socrates mencurahkan perhatiannya secara

sungguh-sungguh pada perkembangan metodologi untuk mencapai

kebenaran. Bagi Socrates (Rapar, 1996: 100), prinsip politik juga

mendasarkan pada etika yang disimpulkan kebajikan pengetahuan.

Menurut Socrates terdapat prinsip-prinsip moralitas yang tidak berubah

dan universal yang terdapat pada hukum-hukum dan tradisi-tradisi yang

beragam di berbagai belahan dunia. Socrates menegaskan bahwa norma-

norma kebenaran itu bebas dan penting untuk opini individu. Mengenai

negara menurut Socrates, negara adalah memajukan kebahagiaan para

warga negaranya dan membuat jiwa mereka menjadi sebaik mungkin.

Socrates juga tidak menyetujui konsep Demokrasi yang didasarkan pada

suara mayoritas karena menurutnya tidak semua orang dalam mayoritas

memiliki pengetahuan baik.

Setelah kematian Socrates yang terkenal dengan pemikirannya tentang

suatu kebajikan (virtue). Pemikiran Socrates diturunkan oleh seorang

muridnya yang bernama Plato. Plato merupakan murid setia Socrates yang

34

banyak mewarisi keilmuan dan filsafat Socrates. Menurut Plato Negara

ideal menganut prinsip mementingkan kebajikan. Karena kebajikan

menurut plato sebuah pengetahuan. Segala hal yang dilakukan atas nama

Negara haruslah dimaksudkan untuk mencapai kebajikan itu. Berdasarkan

karyanya yang berjudul Republic (Osborne, 2001: 15), Plato menggariskan

mengenai negara kota idealnya, Plato menggabungkan kekuasaan absolut

dengan kekuasaan orang banyak, yang merupakan campuran antara

monarki dengan demokrasi. Terdapat empat konsep fundamental yang

menjadi dasar pemikiran politik Plato, yaitu, 1) kebajikan adalah

pengetahuan, 2) Manusia mempunyai bakat, kecerdasan, dan kemampuan

yang tidak sama, 3) Negara adalah lembaga yang alami dan 4) Tujuan

masyarakat Politik adalah kebaikan bersama.

Pemikiran Politik Plato kemudian dikembangkan lagi oleh Aristoteles.

Kemunculan negara menurut Aristoteles tidak dapat dipisahkan dari watak

manusia sendiri atau ini merupakan insting sosial seseorang. Karena itu

penyebutan manusia adalah zoon politikon atau makhluk berpolitik.

Dengan definisi seperti ini, sebuah negara merupakan kepastian, karena

merupakan sebuah sarana agar makhluk berpolitik tersebut dapat

berinteraksi dan beraktualisasi (Osborne, 2001: 17). Negara ideal menurut

Aristoteles (Suhelmi, 2001: 45) adalah polis atau negara kota. Negara

bentuk polis memiliki bayangan sebuah negara yang tidak terlalu besar

dan kecil. Tentang kekuasaan negara polis, Aristoteles berpendapat bahwa

karena negara merupakan tingkat tertingi maka ia memiliki kekuasaan

35

mutlak atau absolut. Dalam karyanya yang berjudul Politics (Oxford

University, 1995), menetapkan beberapa bentuk negara yaitu: Negara

monarki, apabila kekuasaan di tangan satu orang, bertujuan untuk

kebaikan dan kesejahteraan semua. Kedua, adalah bentuk aristokrasi di

mana kekuasaan negara dipegang oleh beberapa orang dan bertujuan baik

demi kepentingan umum. Ketiga adalah oligarki di mana kekuasan

kelompok kaya menjadi dominan dan penyaluran pada masyarakat umum

menjadi terhambat.

� Pemikiran Politik Abad Pertengahan

Pemikiran politik abad pertengahan pada awalnya sangat dipengaruhi

oleh agama, banyak muncul pemikiran politik dari pemikir-pemikir

Nasrani seperti Thomas Aquinas dan dari islam seperti Al Mawardi. Pada

akhir abad pertengahan mulai muncul pemikiran politik yang menolak

tradisi politik abad pertengahan seperti Machiavelli dan marthin Luther.

Sejak abad keempat pemikiran kristiani di Eropa Barat sangat

dipengaruhi sosok Agustinus dengan konsep Negara Tuhan. Negara

sekuler dianggap sebagai penyelewengan oleh para penguasa yang arif dan

bijaksana sehingga kekuasaan bagaikan keangkuhan dengan berbagai

kejahatan. Negara Tuhan menghargai segala sesuatu yang baik dan

mengutamakan nilai kebenaran. Kemudian muncul pemikiran Thomas

Aquinas yang mengungkapkan tentang pembagian negara baik dan negara

buruk yang menerapkan sumber teori politik. Menurut Thomas Aquinas

(Suhelmi, 2001: 90), Tujuan negara yang diidentik dengan tujuan manusia

36

dalam hidup yakni mencapai kemuliaan abadi dalam hidup. Untuk

mencapai kemuliaan abadi maka diperlukan pemerintah yang berbentuk

Monarkhi. Negara memerlukan adanya hukum abadi yang berakar dari

jiwa Tuhan yang mengatur alam semesta dan hukum alam manusia untuk

merasionalkan manusia mentaati hukum. Hukum Positif yang merupakan

pelaksanaan hukum alam dan untuk menyempurnakan pikiran manusia

maka diperlukan Hukum Tuhan.

Abad Pertengahan juga merupakan perkembangan yang pesat dari dunia

islam. dalam konsep politik islam, Ibnu Khaldun (Satori, 2016: 122)

berpendapat Teori tentang negara yang dikategorikan atas pengertian

pemerintah manusia dan keterbatasan manusia dalam negara yang disebut

negara modern. Setiap warga negara perlu memiliki Askabiyah untuk

menumbuhkan kesatuan dalam negara. Untuk itu dikembangkan Teori

Politik Askabiyah dan rasa keagamaan oleh pemimpin negara.

Perkembangan negara harus didasarkan pada solidaritas dengan keyakinan

agama untuk dapat menstabilkan negara. Hal ini perlu didukung oleh

penguasa yang memiliki perangkat dominasi pemerintah dan kekuasaan

untuk mengatasi manusia-manusia yang memiliki sifat-sifat kebinatangan.

Tokoh lain yang adalah Al-Mawardi yang di kemudian hari terkenal

dengan karena pemikiran politik melalui bukunya yang berjudul Al-

Ahkam as-Sulthaniyyah yang dianggap sebagai buku pertama yang

disusun khusus tentang pemikiran politik Islam. Karya ini antara lain telah

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Perancis. Selain dari Al-

37

Ahkam as-Sulthaniyyah, terdapat beberapa karyanya tentang politik Islam,

antara lain: Qawanin al-Wizarah (ketentuan-ketentuan kewaziran atau

kementerian), Siyasah al-Mulk (strategi kepemimpinan raja), Adab ad-

Dunya wa ad-Din (kata krama kehidupan politik duniawi dan agamawi).

Pada akhir periode abad pertengahan muncul pemikiran politik

Machiavelli. Machiavelli adalah sebagai ahli teori dan figur utama dalam

realitas teori politik, ia sangat disegani di Eropa pada masa renaissance.

Dua buku yang terkenalnya adalah Discorsi sopra la prima deca di tito

livio (Diskursus tentang Livio) dan II Principe (Sang Pangeran). Secara

umum pemikiran politik Machiavelli adalah mengenai kekuasaan.

Berdasarkan bukunya berjudul Sang Penguasa (1991), Machiavelli

menyatakan bahwa aja atau pimpinan negara boleh berbuat apa saja

asalkan tujuan bisa tercapai maka negara perlu dapat menindak

kepentingan individu.

� Pemikiran Politik Modern

Thomas Hobbes, salah satu pemikir politik era kontrak sosial (1992, 32)

menyatakan, pada dasarnya manusia itu mementingkan dirinya sendiri dan

bersifat rasional. Oleh karena itu, secara alamiah manusia cenderung

berkonflik dengan sesamanya. Sifat mementingkan diri sendiri tampak

dalam persaingan memperebutkan kekayaan, ketidakberanian demi

keselamatan, kemuliaan demi reputasi.

Hobbes menegaskan pula bahwa hasrat manusia itu tidaklah terbatas.

Untuk memenuhi hasrat atau nafsu yang tidak terbatas itu, manusia

38

mempunyai kekuasaan. Oleh karena setiap manusia berusaha untuk

memenuhi hasrat dan keinginannya dengan menggunakan kekuasaannya,

maka yang terjadi adalah benturan kekuasaan antarsesama manusia.

kondisi alamiah terdapat perjuangan untuk kekuasaan dari manusia atas

manusia yang lain. Dalam kondisi alamiah seperti itu manusia menjadi

tidak aman dan ancaman konflik yang terus berlangsung. Untuk

menghindari konflik yang terus berlangsung maka dibentuklah

pemerintahan yang absolut dalam masyarakat yang berada dalam

pemerintah yang berdaulat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa menurut

pandangan Hobbes kebebasan individu hanya dapat dipelihara oleh suatu

pemerintahan yang memiliki kewenangan mutlak.

Pada hakikatnya teori-teori kontrak sosial yang ada di masa pencerahan

ini merupakan usaha untuk mendobrak dasar dari pemerintahan absolut

dan menetapkan hak-hak politik rakyat. Tokoh yang mencetuskan gagasan

ini adalah John Locke dan Montesquieu. Menurut John Locke hak-hak

politik meliputi hak hidup, hak atas kebebasan, dan hak milik. Sedangkan

Montesquieu mencoba menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-

hak politik itu, yang kemudian dikenal dengan istilah trias politika yaitu

legislatif, eksekutif, yudikatif. Ide-ide bahwa manusia mempunyai hak-hak

politik menimbulkan revolusi Prancis pada akhir abad ke 18 serta revolusi

Amerika melawan Inggris (Budiardjo, 2008: 111).

Sedangkan JJ Rousseau berpendapat negara adalah berasal dari kontrak

sosial antara individu jadi negara merupakan representasi kepentingan

39

individu-individu di dalamnya, negara harus berusaha mewujudkan

kehendak umum bila kehendak itu diabaikan oleh negara, rakyat dapat

mencabut mandatnya terhadap penguasa. Rousseau mendambakan suatu

sistem pemerintahan yang bersifat demokrasi langsung di mana rakyat

menentukan penguasa atau pemimpin mereka, membuat tata negara dan

peraturan secara langsung. Demokrasi langsung hanya dapat dilaksanakan

pada wilayah yang tidak terlalu luas (Suhelmi, 2001: 237).

c. Pemikiran Politik Bung Hatta

Jika ada pemimpin Indonesia yang hampir sempurna dalam karakter dan

integritas pribadi, maka Mohammad Hatta (Hatta) adalah salah satu yang

paling menonjol. Wawasan intelektualnya sangat jauh ke depan, sementara

etika politiknya yang baik banyak diakui oleh kawan dan lawan politik Bung

Hatta.

Dalam buku otobiografi Bung Hatta berjudul Untuk Negeriku jilid pertama

(2011) menjelaskan, Bung Hatta keturunan dari keluarga ulama Minangkabau,

Sumatera Barat. Pada masa kecilnya hingga menjelang remaja, Bung Hatta

mengenyam pendidikan formal Hindia Belanda di Bukittinggi dan Padang

sekaligus mendapatkan pendidikan agama yang kuat dari keluarganya

membuat Bung Hatta memiliki bekal untuk memperoleh pendidikan hingga ke

negeri Belanda tanpa kehilangan identitas budaya dan agamanya. Awal

perkenalan Bung Hatta dengan dunia pergerakan nasional ketika Bung Hatta

berkenalan dengan tokoh-tokoh Sarikat Usaha dan Jong Sumateranen Bond.

40

Setelah melanjutkan sekolah ke Batavia lalu dilanjutkan ke Belanda, jiwa

pergerakan dan anti kolonial Bung Hatta semakin kuat melalui tulisan-

tulisannya yang dimuat surat kabar di Indonesia maupun Belanda. Kemudian

pergerakannya di Perhimpunan Indonesia dan Pendidikan Nasional Indonesia

jelas menunjukkan sikap Hatta yang anti terhadap Kolonial Belanda.

Pengalaman Hatta studi di Eropa khususnya di Belanda, serta buku-buku

bacaannya, membawa pemikiran Hatta sangat maju dengan mendapatkan

banyak inspirasi dari para intelektual dunia, termasuk pemikiran para filsuf dari

Barat dan Timur. Bahkan keluasan pengetahuan Hatta juga meliputi bidang

politik, ekonomi, hingga filsafat, seperti terlihat dalam karyanya yang berjudul

Alam Pikiran Yunani (1963) dan Pengantar Ke Djalan Ilmu dan Pengetahuan

(1953) (Zubaidi, 2011). Pemikiran politik Bung Hatta sangat dipengaruhi oleh

para pemikir barat, namun Bung Hatta tidak larut dalam paradigma Barat

karena beliau sangat menentang Liberalisme dan Hatta tetap berpijak pada

nilai-nilai asli Indonesia dalam merumuskan konsep-konsep Negara Indonesia.

Selama masa pergerakan, Perhimpunan Indonesia pimpinan Hatta

merupakan garda terdepan perjuangan melawan kolonialisme di tanah air

meskipun perjuangan Perhimpunan Indonesia dilaksanakan di Belanda. Bung

Hatta berpendapat (Noer: 37) bahwa cara non-koperasi dengan pihak Belanda

merupakan langkah dalam berjuang, yang bisa berubah sesuai perkembangan.

Sikap non-koperasi Hatta dengan Belanda diperlihatkan saat beliau berada

dalam masa pembuangan di Boven Digul. Dalam buku Untuk Negeriku:

Sebuah Otobiografi jilid kedua dijelaskan, bahwa Bung Hatta tidak mau

41

menjadi pegawai Belanda di Boven Digul meskipun dijanjikan mendapat gaji

bulanan. Bung Hatta tetap menulis kritikannya terhadap pemerintah Kolonial

melalui surat kabar seperti Daulat Rakjat. Sikap koperatif juga dilakukan Hatta,

saat pendudukan Jepang di Indonesia, Bung Hatta dan Bung Karno bersedia

bekerjasama dengan Jepang diantaranya melalui organisasi PUTERA.

Bung Hatta sangat berperan penting bagi pembentukan Negara Indonesia.

Pemikiran politik Bung Hatta mengenai demokrasi menunjukkan Cita-cita

tentang keadilan sosial adalah sari pati dari nilai-nilai timur dan barat yang

mengkristal dan membentuk visi Hatta mengenai masalah-masalah politik

kenegaraan. Hatta sangat percaya bahwa demokrasi adalah hari depan sistem

politik Indonesia. Kepercayaan yang mendalam kepada prinsip demokrasi

inilah yang pernah menempatkan Hatta pada posisi yang berseberangan dengan

Bung Karno ketika masa Demokrasi Terpimpin (1959-1966). Dalam tulisannya

yang berjudul Demokrasi Kita (2015), Bung Hatta menilai Demokrasi

Terpimpin Bung Karno sebagai sistem otoriter yang menindas demokrasi.

Sedangkan pada ekonomi politik, Bung Hatta mencetuskan Demokrasi

Ekonomi melalui ekonomi sosialis, yang disebut politik perekonomian.

Menurut Hatta (2015), negara diberi hak untuk mengatur sektor-sektor

ekonomi yang besar dan strategis tanpa mengabaikan peran swasta. Kemudian

dibentuknya koperasi yang dijadikan sektor produksi yang bersifat kolektif.

Dari sekian banyak pemikiran politik Bung Hatta. Penelitian ini mengkaji

pemikiran politik Bung Hatta yang terdapat dalam buku tiga jilid berjudul

Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. Kajian historis-filosofis ini dimaksudkan

42

untuk mengungkap secara bermakna pemikiran Hatta yang dituangkan dalam

buku Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi. Adapun wilayah kajian dari

pembahasan ini adalah mengungkap pemikiran politik berdasarkan latar

belakang pribadi Hatta sampai kiprahnya dalam panggung kekuasaan hingga

pengakuan kedaulatan Indonesia oleh Belanda pada 27 Desember 1949 melalui

konsep-konsep politik seperti yang telah disampaikan pada sub bab

sebelumnya.

43

B. Kerangka Berpikir

Pemikiran Politik Tokoh Nasional

Muhammad Hatta

Pemikiran Politik

Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi

Bukittinggi-Rotterdam

Lewat Betawi Berjuang Dan Dibuang

Menuju Gerbang

Kemerdekaan

Pemikiran Politik Bung Hatta

Tema Pemikiran Politik Bung Hatta

164

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pembahasan dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Tema Pemikiran politik Bung Hatta pada masa sekolah adalah

perkembangan pemikiran Bung Hatta khususnya mengenai nasionalisme,

ekonomi politik dan sosialisme. Hatta mulai membuka pemikirannya

tentang nasionalisme melalui pandangannya tentang nilai-nilai kemanusiaan

yang akhirnya berkembang menjadi sikap anti kolonialisme dan muncul rasa

nasionalisme. Awalnya masih sebatas nasionalisme sebagai orang Sumatera,

lalu berkembang menjadi nasionalisme secara luas meliputi seluruh wilayah

Hindia Belanda. Dengan demikian, tema pemikiran politik Bung Hatta pada

masa sekolah berpokok pada perkembangan nasionalisme dari Bung Hatta.

Dalam ekonomi politik, masa sekolah merupakan masa perkembangan

pemikiran Hatta mengenai ekonomi. Pemikiran Hatta mengenai ekonomi

dipengaruhi oleh latar belakang keluarganya yang merupakan saudagar. Ciri

utama pemikiran ekonomi Bung Hatta pada masa sekolah adalah ia mulai

mendalami ekonomi politik setelah membaca Bellamy dan NG Pierson

tentang ekonomi. Pemikiran Hatta mengenai sosialisme adalah perkenalan

Hatta dengan sosialisme melalui buku karya Quack berjudul De Socialisten

yang kemudian membuat Hatta mempelajari sosialisme dengan lebih

165

mendalam. Dengan demikian tema utama pemikiran politik Bung Hatta pada

masa sekolah dalam kurun waktu 1908-1921 adalah mulai muncul dan

berkembangnya pemikiran Hatta mengenai nasionalisme yang kemudian

diikuti dengan perkembangan pemikiran mengenai ekonomi politik dan

sosialisme.

2. Tema pemikiran politik Bung Hatta pada masa Pergerakan Nasional adalah

mengenai nasionalisme, ekonomi politik, demokrasi, dan kepemimpinan.

Pemikirannya mengenai nasionalisme, Hatta mengimplementasikan gagasan

nasionalisme yang telah timbul sejak masa sekolah melalui politik

pergerakan dan kepemimpinannya dalam organisasi pergerakan di

Perhimpunan Indonesia dan Pendidikan Nasional Indonesia. Dalam

ekonomi politik, pada masa pergerakan nasional Hatta menemukan gagasan

ekonomi kerakyatan melalui kooperasi. Pemikiran Hatta mengenai

demokrasi pada masa pergerakan nasional adalah memunculkan gagasan

kedaulatan rakyat. Pemikiran Hatta mengenai kepemimpinan memiliki ciri

penekanan pada kaderisasi terhadap anggota organisasinya sehingga

perjuangan akan terus berjalan tanpa tergantung pada seorang pimpinan.

Tema utama pemikiran Bung Hatta pada masa pergerakan nasional dalam

kurun waktu 1921-1942 adalah implementasi gagasan nasionalisme Bung

Hatta yang telah timbul sejak masa sekolah melalui politik pergerakan dan

kepemimpinannya dalam organisasi pergerakan. Melalui sepak terjangnya

dalam pergerakan nasional, Hatta melahirkan konsep demokrasi ekonomi

yang kemudian berkembang lebih luas menjadi gagasan kedaulatan rakyat.

166

3. Tema Pemikiran Politik Bung Hatta pada masa revolusi fisik meliputi

kepemimpinan, demokrasi, dan ekonomi politik. Dalam pemikirannya

mengenai kepemimpinan, Pada masa revolusi fisik Hatta telah menjabat

sebagai Wakil Presiden dan Perdana Menteri merangkap Menteri

Pertahanan. Hatta menjalankan wewenangnya sebagai Wakil Presiden dan

Perdana Menteri dengan melakukan kebijakan yang dapat memuluskan cita-

cita Republik Indonesia untuk mendapat pengakuan kedaulatan dari Belanda

dan negara lain di dunia pada umumnya. Mengenai demokrasi, melalui

kewenangannya sebagai wakil presiden dan Perdana Menteri, Hatta

mengeluarkan aturan-aturan yang melandasi berdirinya Republik Indonesia

sebagai negara demokrasi yaitu Maklumat Wakil Presiden Nomor X 1945

dan Maklumat Wakil Presiden tanggal 3 November 1945. Ciri utama

pemikiran Bung Hatta mengenai ekonomi politik pada masa ini adalah

peranan Hatta dalam membuat landasan ekonomi Republik Indonesia

dengan ekonomi kerakyatan berdasarkan asas koperasi yang tercantum

dalam pasal 33 Undang-Undang Dassar 1945. Dengan demikian, tema

pemikiran politik Bung Hatta pada masa revolusi fisik adalah pemikirannya

mengenai demokrasi dan ekonomi politik dimana Hatta menjalankan

pemikirannya tentang demokrasi dan ekonomi politik melalui

kewenangannya sebagai Wakil Presiden dan Perdana Menteri. Dengan

demikian tema utama pemikiran politik Bung Hatta pada masa revolusi fisik

dalam kurun waktu 1945-1949 adalah pemikirannya mengenai demokrasi

dan ekonomi politik dimana Hatta menjalankan pemikirannya tentang

167

demokrasi dan ekonomi politik melalui kewenangannya sebagai Wakil

Presiden dan Perdana Menteri.

4. Tema Utama pemikiran politik Bung Hatta yang tertulis dalam buku

berjudul Untuk Negeriku: Sebuah Otobiografi adalah mengenai

nasionalisme dan demokrasi. Nasionalisme adalah pemikiran pertama yang

muncul dalam diri Bung Hatta yang didasari persamaan sebagai sesama

manusia, melalui nasionalisme inilah kemudian melahirkan wacana

persatuan nasional dan akhirnya muncul pemikiran tentang demokrasi

dengan cita-cita kedaulatan rakyat. Cita-cita demokrasi berdasarkan

kedaulatan rakyat ini kemudian melahirkan konsepsi Ekonomi Kerakyatan

melalui koperasi serta kepemimpinan yang berasaskan kaderisasi dan

pendidikan kepada rakyat Indonesia.

B. Saran

1. Kepada para pemimpin bangsa saat ini, supaya melestarikan cita-cita

Bung Hatta untuk menciptakan negara Indonesia yang demokratis serta

menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. Para pemimpin bangsa saat ini

juga perlu meneladani keikhlasan dan ketulusan Bung Hatta dalam

berjuang membangun Indonesia tanpa menghiraukan resiko yang akan

diterima sebagai akibat daripada perjuangan itu.

2. Kepada para akademisi, penelitian ini merupakan langkah awal dalam

mengkaji pemikiran politik Bung Hatta. Sehingga diharapkan para

168

akademisi dapat memperdalam kajian-kajian mengenai pemikiran

politik Bung Hatta pada masa yang akan datang.

3. Kepada masyarakat, perlu adanya peningkatan dalam mengenal para

tokoh pendiri bangsa agar kita tidak kehilangan identitas sebagai bangsa

Indonesia.

169

Daftar Pustaka

Buku

Abdul Hadi, W.M. 2008. Hermeneutika Sastra Barat dan Timur. Jakarta: Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Amal, Ichsanul. 1988. Teori-Teori Mutakhir Partai Politik. Yogyakarta: Tiara

Wacana.

Al-Zastrow. 1999. Gus Dur Siapa Sih Sampeyan. Jakarta: Erlangga.

Badara, Aris. 2012. Analisis Wacana: Teori, Metode, dan Penerapannya pada

Wacana Media. Jakarta: Prenada Media Group.

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.

Bungin, Burhan. 2015. Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis

dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Jakarta: Rajawali

Press.

Busroh, Abu Daud. 2001. Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara

Caparaso, James A dan Levine, David. 1992. Teori-Teori Ekonomi Politik.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cook, Guy. 1989. Discourse. Oxford: Oxford University Press.

Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama

Eriyanto. 2005. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta:

Lkis.Tical Linguistics. Dalam Cald.

Handoyo, Eko. 2010. Etika Politik dan Pembangunan. Semarang: Widya Karya.

Hatta, Mohammad. 2011. Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi Jilid satu,

Bukittinggi-Rotterdam Lewat Betawi. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

170

Hatta, Mohammad. 2011. Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi Jilid Dua,

Berjuang dan Dibuang. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Hatta, Mohammad. 2011. Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi Jilid Tiga, Menuju

Gerbang Kemerdekaan. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Hatta, Mohammad. 2015. Karya Lengkap Bung Hatta Buku 4, Keadilan dan

Kemakmuran. Jakarta: LP3ES.

Hatta, Mohammad. 2015. Mohammad Hatta Politik, Kebangsaan, Ekonomi

(1926-1977). Jakarta: Kompas.

Ingelson, John. 1993. Perhimpunan Indonesia dan Pergerakan Kebangsaan.

Jakarta: Grafiti.

Kartodihardjo, Sartono. 1990. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah

Pergerakan Nasional, dari Kolonialisme sampai Nasionalisme Jilid dua.

Jakarta: Gramedia.

Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

Yogyakarta: Paradigma.

Kartono, Kartini. 2009. Pendidikan Politik. Bandung: Mandar Maju.

Kolip, Usman dan Setiadi, Elly M. 2013. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta:

Prenadamedia

Kukathas, Chandran dan Gaus, F Gerald. 2012. Handbook Teori Politik. Jakarta:

Nusa Media.

Kencana, Inu. 2010. Ilmu Politik. Jakarta: Rineka Cipta.

Laswell, Harold D. 1972 Politics: Who, Get, What, When, How. New York:

Meridian Books Inc.

Lubis, Ahmad Hasan. 1993. Analisis Wacana Pragmatik. Bandung: Angkasa.

171

MK, Romadhon, M. 2015. Soekarno Hatta Syahrir Kisah dan Memoar Tiga

Macan Asia di Tengah Hiruk Pikuk Perjuangan. Yogyakarta: Araska

Mulyana. 2005. Kajian Wacana Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-Prinsip

Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Nababan, PWJ. 1987. Ilmu Pragmatik (Teori dan Penerapannya). Jakarta: Proyek

Pengembangan Lembaga Tenaga Kependidikan.

Nasiwan, M.Si. 2007. Teori-Teori Politik. Yogyakarta: Ombak.

Noer, Deliar. 2012. Mohammad Hatta, Hati Nurani Bangsa. Jakarta: Kompas.

Osborne, Richard. 2001. Filsafat Untuk Pemula. Jakarta: Binarupa Aksara.

Rahardjo, Mudjia. 2012. Dasar-Dasar Hermeneutika: Antara Internasionalisme

dan Gadamerian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Rahman, Arifin. 2002. Sistem politik Indonesia dalam Persfektif Fungsi dan

Struktur. Surabaya: SIC

Rapar. Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.

Sahid, Komarudin. 2011. Memahami Sosiologi Politik. Bogor: Ghalia Indonesia

Santosa, Riyadi. 2011. Logika Wacana: Hubungan Konjungtif dengan

Pendekatan Linguistik Sistemik Fungsional. Surakarta: UNS Press.

Satori, Ahmad dan Kurdi, Sulaiman. 2016. Sketsa Pemikiran Politik Islam.

Jogjakarta: Deepublish.

Sobur, Alex. 2004. Analisis Analisis Teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis

Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Soegito, dkk. 2007. Pendidikan Pancasila. Semarang: Pusat Pengembangan

MKDK Unnes.

172

Soehino. 1998. Ilmu Negara. Yogyakarta: Liberty.

Sorensen, Georg. 1993. Demokrasi dan Demokratisasi. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Suhelmi, Ahmad. 2007. Pemikiran Politik Barat. Kajian Sejarah Perkembangan

Pemikiran Negara, Masyarakat, dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia.

Suleman, Zulkifli. 2010. Demokrasi Untuk Indonesia, Pemikiran Politik Bung

Hatta. Jakarta: Kompas Media Nusantara.

Sumaryono, E. 1999. Hermeuneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta:

Kanisius.

Surbakti, Ramlan. 1999. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.

Suyahmo. 2014. Filsafat Pancasila. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.

Suyahmo. 2014. Logika. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama.

Titscher, Stefan, Mayer, Michael, Wodak, Ruth, dan Vetter, Eva. 2000. Metode

Analisis teks dan Wacana. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Jurnal, Skripsi, Tesis

Aman. 2015. Pemikiran Hatta Tentang Demokrasi, Kebangsaan Dan Hak Azasi

Manusia. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.

Hidayatullah, Yusuf. 2014. Nasionalisme dalam Novel (Analisis Wacana tentang

Nasionalisme dalam Novel Bumi dan Manusia Karya Pramoedya Ananta

Toer). Skripsi. Solo: Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Putra, Okrisal Eka. 2008. Politik dan Kekuasaan dalam Islam (Pengantar Studi

Politik dalam Aspek Manajemen Dakwah). Vol.1 No.1.

Santoso, Anang. 2008. Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis. Vol.1 No.1.

dan Analisis Wacana Kritis. No. 1. Hal 2.

173

Simbolon, Marudut. 2008. Partai Politik dan Sistem Politik (Suatu Studi

Transformasi Pemikiran dan Teori Analisis Sistem Politik Gabriel A

Almond dalam Perspektif Politik Pemerintahan SBY-JK). Skripsi.

Medan:Universitas Sumatera Utara.

Suwardi, Eddy. 2007. Jong Sumatranen Bond: Dari Nasionalisme Etnik Menuju

Nasionalisme Indonesia. Tesis. Depok: Universitas Indonesia.

Zain, Muhammad Adib. 2015. Politik Hukum Koperasi di Indonesia (Tinjauan

Yuridis Historis Pengaturan Perkoperasian di Indonesia). Vol 2. No. 3.

Zubaidi, Ahmad. 2011. Landasan Aksiologis Pemikiran Bung Hatta tentang

Demokrasi. Vol. 21. No. 2.