14
1 PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL (STUDI KASUS MASYARAKAT MULTIKULTURAL DI KECAMATAN BASARANG) I Kade Teja Suastika Magister Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana Universitas Islam Kalimantan (Uniska) Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin E-mail: [email protected] ABSTRAK Kecamatan Basarang merupakan salah satu kecamatan di Indonesia yang masyarakatnya multikultural. Secara historis, di Kecamatan Basarang pernah terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi antara masyarakat beda suku maupun pada pasangan beda suku hingga menyebabkan perceraian. Tujuan penelitian ini adalah: 1)Untuk mengetahui bagaimana pemodelan pola komunikasi antar masyarakat beda suku yang ada di Kecamatan Basarang; 2)Untuk mengetahui bagaimana pemodelan pola komunikasi pasangan beda suku yang ada di Kecamatan Basarang; 3)Untuk mengetahui bagaimana pengamalan nilai-nilai Multikulturalisme oleh masyarakat multikultural di Kecamatan Basarang ditinjau dari perspektif tokoh masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori interaksi simbolik dan teori multikulturalisme. Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif, dengan Metode pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang terjadi proses komunikasi verbal dan non verbal secara timbal balik antara 2 orang dari suku yang berbeda. Encoding dan Decoding merupakan proses yang dipengaruhi oleh 4 lapisan/filter konseptual yaitu: 1.Filter Pergaulan Sehari-hari, 2.Filter Geografis, 3.Filter Agama dan Budaya, dan 4.Filter Nilai-Nilai Filosofis. Pada Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku diperoleh model yang sama, namun filter konseptualnya yang berbeda yaitu: 1.Filter keterbukaan antarpribadi 2.Filter Pengaruh Keluarga 3.Filter Prinsip Hidup 4.Filter Nilai-Nilai Filosofis yang dianut. Adapun faktor Integrasi dan Disintegrasi dari kedua model itu antara lain: 1.Etika, 2.Toleransi, 3.Sikap Saling Menghargai, 4.Empati. Pengamalan nilai multikulturalisme di Kecamatan Basarang dapat dilihat dari: 1.Pelaksanaan acara keagamaan semua agama yang kondusif, saling menghadiri dan membantu, 2.Pelaksanaan adat semua suku dan agama selalu lancar, 3.Program bantuan Desa Basarang Jaya merata kepada semua suku penderita disabilitas, 4.Terjalin dengan hangatnya hubungan interaksi dan komunikasi antar masyarakat beda suku. Kata Kunci: Pola Komunikasi, Model Komunikasi, Masyarakat Multikultural, Multikulturalisme ABSTRACT Basarang is one of sub-districts in Indonesia where the communities are multicultural. Historically, there happened a conflict in Basarang Sub-district caused by communication variances between societies or mates with different tribes which led to divorces. Hence, this study aimed: 1)To identify the communication patterns modeling between different tribe communities in Basarang, 2)To identify the communication patterns modeling between different tribe mates in Basarang, and 3)To investigate the practice of multiculturalism values by multicultural communities in Basarang Sub-district viewed from the perspective of public figures. This study employed the theories of symbolic interaction and multiculturalism. Qualitative research design was adopted in this study by utilizing several data collection techniques such as observation, interview, and documentation. The results showed that there mutually occured verbal and non-verbal communications between two people from different tribes within the communication patterns modeling of multicultural communities in Basarang Sub-district. Encoding and Decoding are the process affected by the four layers or conceptual filters, namely: 1.Filter of Everyday Intercommunication, 2.Filter of Geography, 3.Filter of Religion and Culture, and 4.Filter of Philosophical Values. In communication patterns modeling of different tribe mates, the same model was obtained but with different conceptual filters, they are: 1.Filter of Interpersonal Openness, 2.Filter of Family Influences, 3.Filter of Life Principles, and 4.Filter of Adopted Philosophical Values. Meanwhile, the integration and disintegration factors of both models included: 1.Ethics, 2.Tolerance, 3.Mutual Respect, and 4.Empathy. The practice of multiculturalism values in Basarang Sub-district could be viewed from: 1.The events of every religion which were conducively carried out and where everyone attended and assisted each other, 2.The implementation of all tribal and religious customs which always went peacefully, 3.The assistance program of Basarang Jaya Village which was provided equally to all tribe communities with disabilities, and 4.The establishment of warmhearted interaction and communication relationship between different tribe communities. Keywords: Communication Patterns, Communication Models, Multicultural Communities, Multiculturalism

PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

1

PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL

(STUDI KASUS MASYARAKAT MULTIKULTURAL

DI KECAMATAN BASARANG)

I Kade Teja Suastika

Magister Ilmu Komunikasi Program Pasca Sarjana

Universitas Islam Kalimantan (Uniska)

Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kecamatan Basarang merupakan salah satu kecamatan di Indonesia yang masyarakatnya multikultural.

Secara historis, di Kecamatan Basarang pernah terjadi konflik yang disebabkan oleh perbedaan komunikasi

antara masyarakat beda suku maupun pada pasangan beda suku hingga menyebabkan perceraian. Tujuan

penelitian ini adalah: 1)Untuk mengetahui bagaimana pemodelan pola komunikasi antar masyarakat beda suku

yang ada di Kecamatan Basarang; 2)Untuk mengetahui bagaimana pemodelan pola komunikasi pasangan beda

suku yang ada di Kecamatan Basarang; 3)Untuk mengetahui bagaimana pengamalan nilai-nilai

Multikulturalisme oleh masyarakat multikultural di Kecamatan Basarang ditinjau dari perspektif tokoh

masyarakat. Penelitian ini menggunakan teori interaksi simbolik dan teori multikulturalisme. Jenis penelitian

adalah penelitian kualitatif, dengan Metode pengumpulan data yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan

Basarang terjadi proses komunikasi verbal dan non verbal secara timbal balik antara 2 orang dari suku yang

berbeda. Encoding dan Decoding merupakan proses yang dipengaruhi oleh 4 lapisan/filter konseptual yaitu:

1.Filter Pergaulan Sehari-hari, 2.Filter Geografis, 3.Filter Agama dan Budaya, dan 4.Filter Nilai-Nilai Filosofis.

Pada Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku diperoleh model yang sama, namun filter

konseptualnya yang berbeda yaitu: 1.Filter keterbukaan antarpribadi 2.Filter Pengaruh Keluarga 3.Filter Prinsip

Hidup 4.Filter Nilai-Nilai Filosofis yang dianut. Adapun faktor Integrasi dan Disintegrasi dari kedua model itu

antara lain: 1.Etika, 2.Toleransi, 3.Sikap Saling Menghargai, 4.Empati. Pengamalan nilai multikulturalisme di

Kecamatan Basarang dapat dilihat dari: 1.Pelaksanaan acara keagamaan semua agama yang kondusif, saling

menghadiri dan membantu, 2.Pelaksanaan adat semua suku dan agama selalu lancar, 3.Program bantuan Desa

Basarang Jaya merata kepada semua suku penderita disabilitas, 4.Terjalin dengan hangatnya hubungan interaksi

dan komunikasi antar masyarakat beda suku.

Kata Kunci: Pola Komunikasi, Model Komunikasi, Masyarakat Multikultural, Multikulturalisme

ABSTRACT

Basarang is one of sub-districts in Indonesia where the communities are multicultural. Historically,

there happened a conflict in Basarang Sub-district caused by communication variances between societies or

mates with different tribes which led to divorces. Hence, this study aimed: 1)To identify the communication

patterns modeling between different tribe communities in Basarang, 2)To identify the communication patterns

modeling between different tribe mates in Basarang, and 3)To investigate the practice of multiculturalism

values by multicultural communities in Basarang Sub-district viewed from the perspective of public figures. This

study employed the theories of symbolic interaction and multiculturalism. Qualitative research design was

adopted in this study by utilizing several data collection techniques such as observation, interview, and

documentation. The results showed that there mutually occured verbal and non-verbal communications between

two people from different tribes within the communication patterns modeling of multicultural communities in

Basarang Sub-district. Encoding and Decoding are the process affected by the four layers or conceptual filters,

namely: 1.Filter of Everyday Intercommunication, 2.Filter of Geography, 3.Filter of Religion and Culture, and

4.Filter of Philosophical Values. In communication patterns modeling of different tribe mates, the same model

was obtained but with different conceptual filters, they are: 1.Filter of Interpersonal Openness, 2.Filter of

Family Influences, 3.Filter of Life Principles, and 4.Filter of Adopted Philosophical Values. Meanwhile, the

integration and disintegration factors of both models included: 1.Ethics, 2.Tolerance, 3.Mutual Respect, and

4.Empathy. The practice of multiculturalism values in Basarang Sub-district could be viewed from: 1.The events

of every religion which were conducively carried out and where everyone attended and assisted each other,

2.The implementation of all tribal and religious customs which always went peacefully, 3.The assistance

program of Basarang Jaya Village which was provided equally to all tribe communities with disabilities, and

4.The establishment of warmhearted interaction and communication relationship between different tribe

communities.

Keywords: Communication Patterns, Communication Models, Multicultural Communities, Multiculturalism

Page 2: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

2

PENDAHULUAN

Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan pisau bermata dua, yang di satu sisi dapat

memberikan dampak positif karena dapat memperkaya khazanah budaya yang beragam, tetapi di sisi lain dapat

menimbulkan dampak negatif karena kadang-kadang keragaman ini dapat memicu konflik antar kelompok

masyarakat yang dapat menimbulkan instabilitas, baik secara keamanan, sosial, politik, maupun ekonomi.

Beberapa konflik yang terjadi di Indonesia yang di latar belakangi oleh perbedaan budaya antara lain konflik

yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah tahun 2001 serta konflik di Poso, Sulawesi Tengah tahun 1998 dan

2000. (Rosarina, 2015:2)

Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu kecamatan

yang ada di Kabupaten Kapuas yang masyarakatnya multikultural. Di Kecamatan Basarang terdapat 14 Desa

yang dihuni oleh masyarakat/penduduk yang multikultur, yang dapat dilihat dari keanekaragaman suku/etnik,

agama, bahasa dan budayanya. Kecamatan Basarang dihuni oleh masyarakat suku Jawa, Banjar, Bali, Dayak,

Batak, Madura, dan Aceh dengan agama yang juga berbeda yaitu Islam, Kristen, Hindu, dan Kaharingan.

Mayoritas orang Jawa dan Banjar beragama Islam, orang Bali beragama Hindu, dan orang Dayak umumnya

adalah beragama Kristen dan penganut kepercayaan (Kaharingan). (Makmur et al., 2015:50).

Dengan kemultikulturan yang ada di Kecamatan Basarang, selain melahirkan suatu pola komunikasi

yang unik antara suku yang satu dan lainnya, berdasarkan survey diperoleh informasi tentang rentannya

perbedaan suku/multikultural yang ada di Kecamatan Basarang ini. Seperti yang diungkapkan Bapak FG yang

merupakan salah satu tokoh masyarakat dari suku Bali yang ada di Kecamatan Basarang:

"Memang dulu pernah ada konflik antara suku Bali yang beragama Hindu dengan suku Jawa dan Banjar

yang beragama Islam yang terjadi di Desa Batu Nindan, dimana pemicunya adalah karena tempat

ibadah." (Wawancara dengan MG, tanggal 1 Desember 2019).

Hal itu dikuatkan juga oleh pernyataan yang terungkap dari YH yang merupakan salah satu tokoh

masyarakat dari suku Jawa yang ada di Kecamatan Basarang:

“Pada tahun 1962-1964 Suku Bali dan Jawa jadi satu, jika ada salah satu yg disakiti maka yang lain akan

membantu. Yang seumuran saya dan masih hidup pasti tau.

Masalahnya dulu tahun 1962 masyarakat trans dianggap menjajah, sampe antem-anteman, kejadiannya di

pal 9 sini dulu pas malam-malam kan banyak tontonan Bali kaya legong,joged,dll itu pasti ribut dulu.

Penyebab masalahnya dulu macam-macam mulai dari saling sindir menyindir, kemudian penarinya itu

kan dulu cantik-cantik mau dilecehkan oleh orang Banjar...Orang Jawa ga terima. Rame itu dulu sampai

ke polisi malam itu dulu. Itu terjadi sering tiap ada kesenian ditahun 1962-1964 itu.” (Wawancara dengan

YH, tanggal 1 Desember 2019).

Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa secara historis di Kecamatan Basarang pernah terjadi

masalah dan konflik terkait perbedaan budaya dan komunikasi antara masyarakat beda suku yang terjadi di

kalangan masyarakat beda suku di Kecamatan Basarang.

Selain itu, di Kecamatan Basarang juga tidak sedikit munculnya pasangan beda suku, baik pasangan

muda mudi yang melakukan cinta lokasi sesama 1 desa/1 kecamatan maupun ada juga yang menemukan jodoh

beda sukunya dari daerah luar Kecamatan Basarang namun mereka akhirnya berdomisili di Kecamatan

Basarang. Pasangan beda suku yang ada di Kecamatan Basarang ini, misalnya: pasangan suku Bali dan Dayak,

suku Bali dan Banjar, suku Bali dan Jawa, serta suku Jawa dan Dayak. Namun pernikahan beda suku yang

banyak terjadi di Kecamatan Basarang, tidak hanya menciptakan pasangan beda suku yang langgeng sampai tua

namun ada juga yang hanya bertahan sebentar dengan berbagai masalah yang mengiringinya.

Secara umum, masing-masing suku juga tentu memiliki persepsi diri yang berbeda-beda yang

dipengaruhi oleh falsafah hidup yang telah di internalisasikan kepada mereka sejak lahir dan diwariskan secara

turun temurun. Hal itu semua membentuk mereka dan akan mempengaruhi nilai-nilai yang dimilikinya yang

pada akhirnya akan mempengaruhi caranya dalam berinteraksi dan berkomunikasi. Nilai-nilai antara masyarakat

yang satu dan yang lainnya tentu akan berbeda-beda dan tak jarang kontras atau bertentangan satu dengan

lainnya. Misalnya orang suku Dayak yang beragama kaharingan tentu saja menginginkan jika memiliki anak

maka akan mengadakan ritual atau upacara Kaharingan. Namun, beda halnya dengan orang Bali jika memiliki

anak maka tentu saja ia akan mengupacarai anaknya dengan acara manusa yadnya misalnya: Upacara

nyambutin, dan masih banyak hal-hal kontras lainnya.

Jadi, ada 2 tema permasalahan yang akan menjadi fokus penulis dalam penelitian ini, yaitu: pertama;

mengenai pola komunikasi antar masyarakat beda suku dan kedua; mengenai pola komunikasi pasangan beda

suku. Kemudian, Hal inilah yang mendorong penulis untuk membuat pemodelan pola komunikasi masyarakat

multikultural khususnya pemodelan pola komunikasi antar masyarakat beda suku dan pola komunikasi pasangan

beda suku menjadi sebuah topik yang menarik, unik, dan krusial terjadi dalam kehidupan masyarakat

multikultural di Kecamatan Basarang. Dari latar belakang diatas, penulis mengangkat sebuah judul:

Page 3: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

3

“Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural (Studi Kasus Masyarakat Multikultural di Kecamatan

Basarang)”.

Adapun Tujuan dilakukannya Penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana pemodelan pola komunikasi antar masyarakat beda suku yang ada di

Kecamatan Basarang.

2. Untuk mengetahui Bagaimana pemodelan pola komunikasi pasangan beda suku yang ada di Kecamatan

Basarang.

3. Untuk mengetahui Bagaimana pengamalan nilai-nilai Multikulturalisme oleh masyarakat multikultural di

Kecamatan Basarang ditinjau dari perspektif tokoh masyarakat.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Subjek dari penelitian

ini adalah para masyarakat beda suku, pasangan beda suku, tokoh masyarakat dan tokoh agama yang ada di

Kecamatan Basarang. Tehnik penentuan Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

kategorisasi sesuai kriteria yang ditetapkan peneliti. Metode dalam pengumpulan data adalah: observasi,

wawancara, dan dokumentasi. Metode analisis data adalah analisis data kualitatif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Filter Konseptual dan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang

Dalam meneliti dan mengungkapkan tentang pola komunikasi masyarakat multikultural di Kecamatan

Basarang, terlebih dahulu penulis melakukan pengklasifikasian secara kualitatif tentang bagaimana pola dan

kedekatan komunikasi yang terjadi antara suku satu dengan lainnya. Adapun konsep yang penulis gunakan

dalam melakukan klasifikasi tersebut yaitu dengan membuat beberapa lapisan yang penulis sebut sebagai filter

konseptual. Adapun lapisan/filter konseptual tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 1

Konsep Klasifikasi Dengan Lapisan/Filter Konseptual Pola Komunikasi

Masyarakat Multikultural Di Kecamatan Basarang

Dalam gambar tersebut dapat dilihat bahwa ada 4 filter konseptual yang penulis gunakan untuk

mengklasifikasikan dan memvisualisasikan pola dan kedekatan komunikasi antara suku satu dengan lainnya. 4

Filter ini juga merupakan 4 tahapan yang berurutan dan harus dilewati/ditembus oleh masing-masing individu

masyarakat beda suku untuk menentukan bagaimana pola komunikasi dan kedekatan individu satu dengan

lainnya tersebut. 4 Filter ini penulis temukan dan susun berdasarkan hasil wawancara dengan semua narasumber

dalam penelitian ini, karena dari semua hasil wawancara yang penulis lakukan pada semua narasumber, hampir

seluruh narasumber menyatakan bahwa 4 konsep ini merupakan suatu hal yang signifikan. 4 lapisan/filter ini penulis bedakan dengan 4 macam warna yang berbeda-beda yaitu mulai dari yang

terluar sampai yang terdalam adalah warna hijau, kuning, merah, dan ungu. 4 urutan warna ini melambangkan

dan memiliki arti/makna tersendiri secara beurutan dari yang terluar sampai yang terdalam, yaitu sebagai

berikut:

1. Warna Hijau, merupakan warna terluar dari lingkaran filter. alasan penulis memilih warna hijau sebagai

filter terluar adalah karena warna hijau merupakan warna yang melambangkan kebebasan, keamanan, dan

juga menyegarkan di mata. (https://sains.me/filosofi-warna-lampu-lalu-lintas/)

Dalam konteks ini, jadi warna hijau merupakan filter terluar yang merupakan filter yang paling bebas dan

aman untuk saling menembus dan berpotongan dengan filter lainnya. Selain itu, karena posisinya yang

memang paling terluar sehingga ia merupakan bagian/lapisan yang paling bebas, aman, dan pertama serta

paling sering untuk terjadi kontak/persinggungan dengan filter lainnya.

Page 4: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

4

2. Warna Kuning, merupakan warna yang penulis pilih sebagai warna yang mewakili filter kedua, makna dari

warna kuning adalah melambangkan kehati-hatian, bersiap-siap, dan kewaspadaan. Dalam konteks ini yaitu

warna kuning merupakan warna yang mewakili filter kedua yang bermakna hati-hati, siap-siap, mulai

waspada, dan juga melambangkan peralihan/transisi(https://sains.me/filosofi-warna-lampu-lalu-lintas/),

karena telah tertembusnya filter pertama yang berarti akan berpotensi untuk tertembusnya filter selanjutnya.

Selain itu, warna kuning juga melambangkan transisi dan peralihan yaitu suatu moment transisi/peralihan

dari tembusnya filter pertama ke filter kedua dan kemungkinan akan menembus filter selanjutnya yaitu filter

yang berwarna merah dan ungu.

3. Warna Merah, adalah warna yang penulis pilih sebagai warna yang mewakili filter ketiga, adapun pengertian

atau makna dari warna merah adalah bahwa warna merah melambangkan

‘peringatan’(https://salamadian.com/arti-warna/), adapun peringatan yang dimaksud disini adalah peringatan

bahwa telah tertembusnya 2 filter sebelumnya yaitu filter hijau dan kuning. Selain itu, tembusnya 2 filter

sebelumnya juga berarti peringatan bahwa akan tembusnya filter terakhir.

4. Warna Ungu, adalah warna yang penulis pilih sebagai warna yang mewakili filter keempat atau terakhir,

adapun pengertian atau makna dari warna ungu itu sendiri adalah warna ungu adalah warna yang

melambangkan spiritualitas, kemisteriusan, dan kemewahan.(https://salamadian.com/arti-warna/) Dalam

konteks ini, dapat diartikan bahwa warna ungu yang merupakan warna dari filter terakhir adalah

menyimbolkan bahwa filter terakhir ini merupakan filter yang paling misterius karena posisinya yang berada

paling dalam diselimuti oleh filter-filter lain sehingga menjadi filter yang paling sulit untuk untuk ditembus.

Hal itu tentu menciptakan simbol kemewahan pada filter berwarna ungu ini. Selain itu, konsep dari filter ini

memang merupakan lapisan/filter tentang nilai-nilai filosofis yang linier dengan makna simbol warna ungu

yang juga berarti/melambangkan spiritualitas.

Setelah mendapatkan visualisasi dan makna ideal dari masing-masing lapisan/filter konseptual

berdasarkan perbedaan warnanya, selanjutnya konsep warna masing-masing filter tersebut penulis aplikasikan

ke dalam 4 lapisan konsep lapisan/filter konseptual pola komunikasi masyarakat multikultural di kecamatan

basarang, sebagai berikut:

1. Filter Pergaulan Sehari-hari, filter ini dilambangkan dengan warna hijau yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan terluar yang relatif lebih mudah untuk ditembus. orang lain, dan tentu saja berpotensi

untuk tembusnya filter kedua. 2. Filter Geografis, filter ini dilambangkan dengan warna kuning yang menunjukkan bahwa itu merupakan

lapisan kedua yang mulai agak sulit ditembus. 3. Filter Agama dan Budaya, filter ini dilambangkan dengan warna merah yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan ketiga yang cukup dalam dan sulit untuk ditembus. 4. Filter Nilai Filosofis, filter ini dilambangkan dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa itu merupakan

lapisan keempat yang merupakan lapisan paling dalam, terakhir dan paling sulit untuk ditembus.

Perpotongan yang terjadi antara filter yang dimiliki suku satu dan suku lainnya tersebut menentukan

bagaimana pola dan kedekatan komunikasi yang terjalin antara suku-suku tersebut. Semakin besar perpotongan

yang terjadi atau semakin banyak filter yang tertembus, maka menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin

antar suku tergolong pada klasifikasi pola komunikasi yang akrab dan mendalam.Namun begitu juga sebaliknya,

semakin sedikit perpotongan yang terjadi atau semakin sedikit filter yang tertembus, maka menunjukkan bahwa

komunikasi yang terjalin antar suku tersebut tergolong pada klasifikasi pola komunikasi yang kurang akrab dan

renggang.

Proses pengklasifikasian pola dan kedekatan komunikasi antara suku satu dan lainnya ini merupakan

tahap awal untuk menuju proses selanjutnya.Tahap selanjutnya yaitu penulis membuat sebuah Pemodelan Pola

Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang yang merupakan sebuah generalisasi yang dapat

merepresentasikan dan memvisualisasikan secara umum bagaimana proses komunikasi multikultural yang

sesungguhnya terjadi dalam masyarakat multikultural di Kecamatan Basarang ini.

Adapun visualisasi/gambaran pola komunikasi antara suku satu dengan lainnya di Kecamatan Basarang

ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2

Visualisasi Dan Generalisasi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Bali

Terhadap Suku Dayak, Jawa, Dan Banjar

Page 5: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

5

Gambar 3

Visualisasi Dan Generalisasi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Dayak

Terhadap Suku Bali, Jawa, Dan Banjar

Gambar 4

Visualisasi Dan Generalisasi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Jawa

Terhadap Suku Bali, Dayak, Dan Banjar

Gambar 5

Visualisasi Dan Generalisasi Pola Komunikasi Masyarakat Suku Banjar

Terhadap Suku Bali, Dayak, Dan Jawa

2. Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang

Dari semua visualisasi pola komunikasi antar suku Bali, Dayak, Jawa, dan Banjar secara silang yang

digambarkan satu persatu di atas, maka penulis mencoba merangkumnya ke dalam satu grand model yang

merupakan generalisasi dan visualisasi dari Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang

secara umum. Adapun model tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar 6

Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural Di Kecamatan Basarang

Page 6: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

6

Dari model diatas dapat dilihat bahwa pada model ini mengasumsikan dua orang yang setara dari 2 suku

yang berbeda yang sedang berkomunikasi yang ditandai dengan lingkaran bertuliskan masing-masing Suku X

dan Suku Y. Masing-masing sebagai pengirim dan sekaligus sebagai penerima, atau keduanya sekaligus

melakukan penyandian (encoding) dan penyandian-Balik (decoding), pesan suatu pihak sekaligus juga adalah

umpan Balik bagi pihak lainnya.

Hubungan timbal balik dalam pengiriman pesan antara kedua orang itu ditandai dengan tanda panah dua

arah yang berada ditengah dari 2 lingkaran. Dalam hubungan timbal Balik tersebut terdiri dari komunikasi

verbal dan non verbal, dimana verbal berupa kata-kata baik lisan maupun tulisan.sedangkan nonverbal berupa

simbol-simbol yang bukan kata-kata, seperti ekspresi wajah, gerak-gerik/tingkah laku, dan lain-lain.

Garis umpan Balik (panah 2 arah) menunjukkan bahwa komunikasi terjadi 2 arah timbal Balik dan

setiap kita berkomunikasi, secara serentak kita menyandi dan menyandi-Balik pesan. Dengan kata lain,

komunikasi tidak statis; kita tidak menyandi suatu pesan dan tidak melakukan apa-apa hingga kita menerima

umpan Balik. Alih-alih, kita memproses rangsangan yang datang (menyandi-Balik) pada saat kita juga

menyandi pesan.

Penyandian pesan dan penyandian-Balik pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-

filter konseptual yang dikategorikan menjadi 4 lapisan faktor-faktor, yaitu: Filter Pergaulan Sehari-hari, Filter

Geografis, Filter Agama dan Budaya, dan Filter Filosofis. Lingkaran paling dalam, yang mengandung interaksi

antara penyandian pesan dan penyandian-Balik pesan, dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang mempresentasikan

pengaruh Filter Pergaulan Sehari-hari, Filter Geografis, Filter Agama dan Budaya, dan Filter Filosofis.

Masing-masing peserta komunikasi, yakni orang suku X dan orang Suku Y, dipengaruhi oleh Filter

Pergaulan Sehari-hari, Filter Geografis, Filter Agama dan Budaya, dan Filter Nilai Filosofis berupa lingkaran-

lingkaran dengan garis yang tegas dan warna yang berbeda-beda,itu menunjukkan bahwa Filter yang terluar

harus mampu dilewati terlebih dahulu agar bisa menyentuh bahkan menembus filter selanjutnya, jadi hubungan

ke-4 filter saling mempengaruhi dalam artian filter terluar melindungi filter selanjutnya sampai akhirnya

menembus filter terdalam/terakhir.

Seperti ditunjukkan di atas, Filter Pergaulan Sehari-hari, Filter Geografis, Filter Agama dan Budaya, dan

Filter Nilai Filosofis itu berfungsi sebagai filter konseptual untuk menyandi dan menyandi-Balik pesan. Filter

tersebut adalah mekanisme yang membatasi jumlah alternatif yang memungkinkan kita memilih ketika kita

menyandi dan menyandi-Balik pesan. Lebih khusus lagi, filter tersebut membatasi prediksi yang kita buat

mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi kita. Pada gilirannya, sifat prediksi

yang kita buat mempengaruhi cara kita menyandi pesan. Lebih jauh lagi, filter itu membatasi rangsangan apa

yang kita perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan tersebut ketika kita menyandi-Balik pesan

yang datang. (Mulyana, 2008:170)

Adapun penjelasan masing-masing filter tersebut yaitu:

1. Filter Pergaulan Sehari-hari, filter ini dilambangkan dengan warna hijau yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan terluar yang relatif lebih mudah untuk ditembus. Filter ini merupakan area yang

menentukan dan membatasi apakah seorang individu berkenan untuk bergaul atau berkomunikasi dengan

orang/individulain yang berbeda suku atau tidak. Jika area ini tertembus dan berpotongan satu sama lain,

maka individu tersebut akan berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain beda suku, sehingga

komunikasi dan interaksi mereka tergolong pada klasifikasi level pergaulan sehari-hari dan ini merupakan

langkah awal/berpotensi untuk menuju tembusnya filter kedua. Namun sebaliknya, jika filter ini tidak bisa

tertembus, maka itu berarti orang tersebut memutuskan untuk tidak ingin berinteraksi dan berkomunikasi

dengan orang lain, dan tentu saja menutup potensi untuk tembusnya filter kedua.

2. Filter Geografis, filter ini dilambangkan dengan warna kuning yang menunjukkan bahwa itu merupakan

lapisan kedua yang mulai agak sulit ditembus. Filter ini merupakan aspek yang menentukan dan membatasi

seseorang berkomunikasi dengan orang lainnya yang ditentukan oleh aspek lingkungan/geografisnya.

Semakin dekat dan semakin membaur tempat tinggal seseorang dengan orang lainnya, maka akan semakin

besar kesempatan orang tersebut untuk berinteraksi dan berkomunikasi sehingga meningkatkan level filter

dari lapisan terluar; filter pergaulan sehari-hari menjadi filter geografis. Jika filter ini saling berpotongan satu

sama lain, maka komunikasi antara individu beda suku satu dan lainnya tersebut tergolong pada klasifikasi

komunikasi tahap/level kedua yang menembus filter geografis, begitu juga sebaliknya. Tembusnya filter

geografis tentu akan berpotensi untuk meningkat pada tembusnya filter selanjutnya.

3. Filter Agama dan Budaya, filter ini dilambangkan dengan warna merah yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan ketiga yang cukup dalam dan sulit untuk ditembus. Filter ini merupakan aspek yang

menentukan dan membatasi seseorang berkomunikasi dengan orang lainnya yang ditentukan dari kesamaan

agama dan budayanya, jika seseorang memiliki agama yang sama dengan orang lainnya maka ia akan lebih

mudah dalam berinteraksi dengan orang lainnya, namun walaupun agamanya berbeda tapi jika unsur-unsur

kebudayaan yang dimilikinya mirip atau identik maka akan memilki efek yang sama juga, karena itu filter

ini memiliki 2 opsi yaitu agama maupun budaya.Jika filter ini saling berpotongan satu sama lain, maka

komunikasi antara individu beda suku satu dan lainnya tersebut tergolong pada klasifikasi komunikasi yang

menembus level/tahap ketiga yaitu pada filter Agama dan Budayadan tentu akan berpotensi untuk meningkat

pada tembusnya filter terakhir, namun begitu juga sebaliknya.

Page 7: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

7

4. Filter Nilai Filosofis, filter ini dilambangkan dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa itu merupakan

lapisan keempat yang merupakan lapisan paling dalam, terakhir dan paling sulit untuk ditembus. Filter ini

merupakan aspek yang menentukan dan membatasi seseorang berkomunikasi dengan orang lainnya yang

ditentukan oleh kesamaan aspek nilai-nilai filosofis yang dimiliki seseorang dengan orang lainnya. Jika filter

ini saling berpotongan satu sama lain, maka komunikasi antara individu beda suku satu dan lainnya tersebut

tergolong pada klasifikasi komunikasi yang paling dalam yaitu pada level/tahap Filter Nilai-Nilai

Filosofis.Filterini merupakan lapisan terdalam dan terakhir,yang baru akan tertembus jika 3 filter

sebelumnya sudah tertembus.

Keempat filter ini merupakan filter yang berurutan dan lapisan terluar melindungi lapisan didalamnya

demikian seterusnya sampai lapisan terdalam yang terakhir. Jadi untuk menembus lapisan selanjutnya maka

harus menembus lapisan sebelumnya terlebih dahulu.

Selanjutnya selain filter, ada tenaga penggerak lingkaran person suku X dan suku Y yang menentukan

saling mendekat dan berpotongan atau saling bertolakan atau menjauhi satu dengan lainnya. Tenaga penggerak

ini penulis namakan dengan Faktor Integrasi dan disintegrasi. Faktor Integrasi adalah faktor penggerak yang

bisa membuat person suku X dan suku Y saling mendekat hingga tercipta perpotongan dan tembusnya filter-

filter yang ada, sedangkan sebaliknya Faktor Disintegrasi adalah faktor penggerak yang bisa membuat person

suku X dan suku Y saling menjauh atau bertolak belakang hingga tercipta kondisi yang tidak memungkinan

terjadinya perpotongan dan terlebih mustahil tembusnya filter-filter yang ada.

Perbedaan Filter dengan tenaga penggerak itu sendiri adalah: jika filter merupakan lapisan-lapisan

konseptual yang secara bertahap menjadi suatu mekanisme yang membatasi jumlah alternatif yang

memungkinkan kita memilih ketika kita menyandi dan menyandi-balik pesan. Lebih khusus lagi, filter tersebut

membatasi prediksi yang kita buat mengenai bagaimana orang lain mungkin menanggapi perilaku komunikasi

kita dan filter itu membatasi rangsangan apa yang kita perhatikan dan bagaimana kita menafsirkan rangsangan

tersebut ketika kita menyandi-Balik pesan yang datang. Sedangkan tenaga penggerak adalah suatu

daya/kekuatan yang bisa menjadi pemicu bagi lingkaran person suku X dan suku Y untuk saling mendekat dan

berpotongan atau saling bertolakan atau menjauhi satu dengan lainnya. Tenaga penggerak ini penulis namakan

dengan Faktor Integrasi(daya tarik menarik) dan Disintegrasi(daya tolak menolak). Jadi pada intinya, filter

merupakan sesuatu yang pasif dan bawaan alamiah dari setiap individu suku X yang harus ditembus tahap demi

tahapnya untuk dapat mencapai komunikasi yang maksimal, sedangkan tenaga penggerak merupakan sesuatu

daya yang aktif yang menjadi bahan bakar penggerak yang menentukan lingkaran suku X dan lingkaran suku Y

saling menarik/mendekat atau saling menolak/menjauh. Jika dianalogikan, maka filter merupakan sebuah

jalan/rute, tenaga penggerak adalah bahan bakar mesin mobil, sedangkan mobilnya adalah lingkaran person

suku X dan suku Y.

Adapun faktor integrasi dan disintegrasi ini antara lain: Etika, Toleransi, Sikap Saling Menghargai dan

Empati, penjelasan masing-masing faktor yaitu:

1) Etika, Pengertian Etika adalah suatu norma atau aturan yang dipakai sebagai pedoman dalam berperilaku di

masyarakat bagi seseorang terkait dengan sifat baik dan buruk.Dengan kata lain, etika adalah kewaijban dan

tanggungjawab moral setiap orang dalam berperilaku di masyarakat. Etika yang dimaksud disini adalah tata

krama atau sopan santun yang dimiliki seorang individu, semakin seorang menjaga etika dalam pergaulan

maka semakin besar tenaga penggerak integrasi antar person suku X dan Y yang terjadi, begitu pula

sebaliknya.

2) Toleransi, Toleransi secara bahasa berasal dari bahasa latin “tolerare”, toleransi berarti sabar dan menahan

diri. Toleransi juga dapat berarti suatu sikap saling menghormati dan menghargai antarkelompok atau

antarindividu dalam masyarakat atau dalam lingkup lainnya. Sikap toleransi dapat menghindari terjadinya

diskriminasi, walaupun banyak terdapat kelompok atau golongan yang berbeda dalam suatu kelompok

masyarakat. Toleransi yang dimaksud disini adalah sikap sabar dan menahan diri yang dimiliki seorang

individu, semakin seorang sabar dan bisa menahan diri dalam pergaulan maka semakin besar tenaga

penggerak integrasi antar person suku X dan Y yang terjadi, begitu pula sebaliknya.

3) Sikap Saling Menghargai, yang dimaksud disini adalah sikap menghargai satu dengan lainnya dan sikap

saling memahami antar infdividu suku X dan individu suku Y sehingga terjadi/terciptanya suatu kondisi

saling mengerti antara 2 individu. Semakin seseorang saling menghargai dalam pergaulan maka semakin

besar tenaga penggerak integrasi antar person suku X dan Y yang terjadi, begitu pula sebaliknya.

4) Empati, adalah suatu kemampuan seseorang untuk memahami dan berbagi perasaan, mengambil perspektif

orang lain, dan mencoba menyelesaikan masalah orang lain. Empati merupakan kondisi mental seseorang

yang cukup mendalam sehingga mampu mengetahui dan merasakan perasaan atau pikiran orang lain.

Semakin seseorang memiliki empatii dalam pergaulan maka semakin besar tenaga penggerak integrasi antar

person suku X dan Y yang terjadi, begitu pula sebaliknya.

Page 8: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

8

3. Filter Konseptual dan Pola komunikasi Pasangan Beda Suku Yang Berpisah dan Langgeng di

Kecamatan Basarang

Adapun konsep yang penulis gunakan dalam melakukan klasifikasi tersebut yaitu dengan membuat

beberapa lapisan yang penulis sebut sebagai filter konseptual yang dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 7

Konsep Klasifikasi Dengan Lapisan/Filter Konseptual

Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku Di Kecamatan Basarang

Sama seperti sebelumnya pada model komunikasi masyarakat multikultural di Kecamatan Basarang,

dalam gambar tersebut juga dapat dilihat bahwa ada 4 lapis atau filter yang akan membatasi suku satu dan suku

lainnya dalam berkomunikasi. Namun konsep masing-masing filter yang digunakan disini berbeda. 4 filter ini

mulai dari yang terluar sampai yang paling dalam yaitu terdiri dari: 1.Filter Keterbukaan Antar Pribadi 2.Filter

Pengaruh Keluarga 3.Filter Prinsip Hidup 4.Filter Nilai-Nilai Filosofis Yang di anut.

Perpotongan yang terjadi antara filter yang dimiliki pasangan beda suku satu dan suku lainnya tersebut

menentukan bagaimana pola dan kedekatan komunikasi yang terjalin antara suku-suku tersebut. Semakin besar

perpotongan yang terjadi atau semakin banyak filter yang tertembus, maka menunjukkan bahwa komunikasi

yang terjalin antar pasangan beda suku tergolong pada klasifikasi pola komunikasi yang langgeng dan

mendalam. Namun begitu juga sebaliknya, semakin sedikit perpotongan yang terjadi atau semakin sedikit filter

yang tertembus, maka menunjukkan bahwa komunikasi yang terjalin antar suku tersebut tergolong pada

klasifikasi pola komunikasi yangkurang akrab dan renggang atau bercerai

Adapun pemodelan pola komunikasi antara pasangan beda suku ini akan penulis jelaskan satu persatu

sebagai berikut:

a. Pola komunikasi Pasangan Beda Suku yang Berpisah

Jika divisualisasikan dan digeneralisasikan secara umum tentang Pola Komunikasi pasangan beda suku

yang berpisah, khususnya yang terjadi pada pasangan beda suku; Bali dan Dayak yang berpisah, maka akan

didapatkan pemodelan sebagai berikut:

Gambar 8

Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan

Beda Suku Yang Berpisah

Dari model diatas dapat dilihat bahwa pasangan beda suku yang berpisah, khususnya yang terjadi pada

pasangan beda suku; Bali dan Dayak yang berpisah cenderung saling menjauhi satu dan lainnya. Tentang

pasangan yang berpisah ini menurut interaksi simbolik:

Dalam konteks identitas etnik, Mead berpendapat bahwa konsepsi-diri seorang bersumber dari

partisipasinya dalam budaya dimana ia dilahirkan atau yang ia terima. Budaya diperoleh individu lewat

simbol-simbol dan simbol-simbol ini bermakna baginya lewat ekperimentasi dan akhirnya familiarity

dengan berbagai situasi (dalam Palakshappa, 1971:41). Dalam kaitan ini, identitas etnik juga suatu

proses. Ia terbentuk lewat interpretasi realisasi fisik dan sosial sebagai memiliki atribut-atribut etnik.

(Mulyana, 2008:230).

Page 9: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

9

Berdasarkan fakta dilapangan diketahui pasangan yang bercerai yaitu AB menyatakan bahwa memang

keterbukaan dan perselingkuhan merupakan penyebab utamanya, namun ia tidak menampik bahwa ada unsur

fanatisme dari mantan istri sebagai faktor lain. Adapun fanatisme dari sang mantan istri, jika merujuk pada teori

interaksi simbolik maka itu merupakan konsepsi-dirinya yang bersumber dari partisipasinya dalam budaya

dimana ia dilahirkan atau yang ia terima sejak bayi yaitu tentu saja dilingkungan budaya suku Dayak. Budaya

itu diperoleh individu lewat simbol-simbol dan simbol-simbol ini bermakna baginya lewat ekperimentasi dan

akhirnya familiarity dengan berbagai situasi. Sehingga dalam situasi saat menikahpun nilai-nilai itu tetap dibawa

oleh sang mantan istri.

Namun nilai tersebut dalam persepsi AB merupakan sesuatu yang fanatisme dan cenderung hedonis,

misalnya karena sang mantan istri pemilih sekali dengan makanan yaitu mau makan babi, ayam, dan ikan nila

atau patin saja, sedangkan makanan seperti ikan kering dia tidak mau. Namun biar bagaimanapun mungkin

sikap yang dinilai sebagai "fanatis" Itu merupakan nilai budaya yang ditanamkan kepadanya sejak lahir.

Hal serupa berlaku dengan penyebab perceraian CD yang menurutnya karena terlalu ikut campurnya

sang mertua dalam biduk rumah tangganya dan ketidak berdayaan sang istri untuk tidak mau menuruti dia

melainkn dikontrol sepenuhnya oleh orang tuanya dan ia seakan dipaksa menjadi tulang punggung keluarga

sang istri. Jadi nilai yang ditanamkan kepada sang istri sejak lahir adalah bahwa suaminya kelak harus menjadi

tulang punggung keluarga dan dalam budaya suku Dayak kebanyakan yang berlaku memang seperti itu, maka

itu tentu saja bertentangan dengan nilai yang tertanam pada diri CD sejak kecil dalam budaya suku Bali bahwa

orang tua tidak akan menjadikan anak atau menantunya sebagai tulang punggung selama orang tuanya masih

sanggup bekerja dan sehat. Benturan dua persepi budaya yang ditanamkan dimasing-masing individu ini sejak

lahir tentu saja mengakibatkan kontradiksi dan dinamika bahkan konflik yang mustahil bagi keduanya untuk

bersatu (jika tanpa treatment khusus), hingga akhirnya mereka memilih jalan untuk berpisah.

b. Pola komunikasi Pasangan Beda Suku yang Langgeng

Jika divisualisasikan dan digeneralisasikan secara umum tentang Pola Komunikasi Pasangan beda suku

yang langgeng, khususnya Suku Bali dan Dayak dan pasangan Suku Bali dan Jawa yang langgeng, maka akan

didapatkan pemodelan sebagai berikut:

Gambar 9

Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan

Beda Suku Yang Langgeng

Dari model di atas, dapat dilihat bahwa Kedekatan pasangan beda suku yang langgeng cenderung saling

berpotongan dan saling menembus filter satu dan lainnya hingga mencapai lapisan filter terakhir. Kontras

dengan Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan beda suku yang berpisah, Pemodelan Pola komunikasi Pasangan

Suku Bali dan Dayak yang langgeng secara faktual membuktikan bahwa penyatuan dua pasangan yang berbeda

suku bukanlah hal yang mustahil dan bisa menjadi sebuah kebahagiaan hidup yang luar biasa bagi yang

menjalaninya.

Namun pernikahan beda suku yang langgeng ini bukannya tanpa dinamika sama sekali, tetapi

berdasarkan data yang penulis dapatkan, justru dinamika dalam hubungan mereka banyak sekali, bahkan lebih

banyak dari dinamika dalam kehidupan pasangan beda suku yang berpisah dan juga sangat mendalam sampai

menimbulkan benturan-benturan dilevel filter nilai filosofis. Tetapi justru perbedaannya dengan pasangan yang

bercerai adalah bahwa semua dinamika yang dihadapi pasangan beda suku yang langgeng tersebut mereka

jadikan sebagai suatu proses pembelajaran dan sebuah tahapan yang mengasah dan membentuk mereka menjadi

individu yang semakin dewasa dalam menjalani proses hubungan satu sama lainnya. Hal itu sejalan dengan teori

interaksi simbolik bahwa:

Karena makna adalah produk interaksi sosial, makna ini mungkin berubah lewat interpretasi individu

ketika situasi yang ditentukan dalam interaksi sosial juga berubah. Konsekuensinya, Perilaku mungkin

berubah, karena makna, sebagai basis perilaku, juga berubah. (Mulyana, 2008:230)

Jadi interpretasi mereka tentang suku satu sama lain yang didapatkannya dari hasil proses pendewasan

dan pembelajarannya bersama tadi berubah dari yang sebelumya mungkin negatif namun setelah proses

dinamika dan pendewasaan, interpretasi tersebut berkembang menjadi makna yang lebih positif karena makna

adalah produk dari interaksi mereka sendiri yang mana proses pembelajaran dan pendewasaan itu dilakukan

Page 10: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

10

berulang-ulang bagaikan siklus namun terus berkembang/berevolusi ke arah yang positif. Konsekuensi dari

perubahan makna tadi adalah bahwa perilaku merekapun menjadi berubah dan tentu berubah kearah yang

positif, dimana menciptakan standar perilaku ideal yang bisa menyatukan satu sama lainnya dalam hubungan

suami istri yang ideal hingga selama mungkin.

4. Pemodelan Pola komunikasi Pasangan Beda Suku di Kecamatan Basarang

Dari semua pemodelan pola komunikasi diatas, maka penulis mencoba merangkumnya dalam satu grand

model yang merupakan generalisasi dan visualisasi dari Pola komunikasi Pasangan Suku Bali dan Dayak di

Kecamatan Basarang. Model komunikasi Pasangan Suku Bali dan Dayak di Kecamatan Basarang memiliki pola

yang hampir sama dengan model pola komunikasi masyarakat multikultural di Kecamatan Basarang yang sudah

dijelaskan sebelumnya, hanya saja memiliki perbedaan pada konsep filternya saja. Adapun model tersebut

adalah sebagai berikut:

Gambar 10

Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku

Di Kecamatan Basarang

Pada dasarnya pada Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku di Kecamatan Basarang diperoleh

model yang sama saja dengan Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang

yang sudah dijelaskan sebelumnya, namun filter konseptualnya saja yang berbeda yaitu: 1.Filter keterbukaan

antar pribadi 2.Filter Pengaruh Keluarga 3.Filter Prinsip Hidup 4.Filter Nilai Filosofis yang dianut. Adapun

faktor Integrasi dan Disintegrasinya antara lain: 1.Etika, 2.Toleransi, 3.Sikap Saling Menghargai, 4.Empati.

Adapun penjelasan masing-masing filter dalam Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku di

Kecamatan Basarang ini yaitu:

1) Filter Keterbukaan Antar pribadi, filter ini dilambangkan dengan warna hijau yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan terluar yang relatif lebih mudah untuk ditembus. Filter ini merupakan area yang

menentukan dan membatasi apakah pasangan beda suku berkenan untuk berkomunikasi secara saling

terbuka atau tidak. Jika area ini tertembus, maka pasangan beda suku akan saling berinteraksi dan

berkomunikasi secara terbuka dan ini merupakan langkah awal/berpotensi untuk menuju tembusnya filter

kedua. Namun sebaliknya, jika filter ini tidak bisa tertembus, maka itu berarti orang tersebut memutuskan

untuk tidak ingin berinteraksi dan berkomunikasi dengan pasangannya lebih jauh (menutupi sesuatu), dan

tentu saja menutup potensi untuk tembusnya filter kedua.

2) Filter Pengaruh Keluarga, Filter ini dilambangkan dengan warna kuning yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan kedua yang mulai agak sulit ditembus. Filter ini merupakan aspek yang menentukan dan

membatasi pasangan berkomunikasi yang ditentukan oleh aspek pengaruh keluarga. Semakin besar pengaruh

keluarga terhadap kehidupan pasangan, maka akan semakin besar potensi masalah yang dialami pasangan

dalam berinteraksi dan berkomunikasi dan begitu juga sebaliknya. Jadi cara untuk meningkatkan level filter

dari lapisan terluar menjadi filter pengaruh keluarga adalah jika semakin sedikit terjadinya pengaruh

keluarga terhadap kehidupan pasangan tersebut. Tembusnya filter pengaruh keluarga tentu akan berpotensi

untuk meningkatkan tembusnya filter selanjutnya.

3) Filter prinsip hidup, Filter ini dilambangkan dengan warna merah yang menunjukkan bahwa itu merupakan

lapisan ketiga yang cukup dalam dan sulit untuk ditembus. Filter ini merupakan aspek yang menentukan dan

membatasi pasangan berkomunikasi yang ditentukan oleh kesamaan aspek prinsip hidup yang dimilikinya,

jika pasangan memiliki prinsip hidup yang sama dengan orang lainnya maka ia akan lebih mudah dalam

berinteraksi dengan pasangannya.

4) Filter Nilai Filosofis yang dianut, filter ini dilambangkan dengan warna ungu yang menunjukkan bahwa itu

merupakan lapisan keempat yang merupakan lapisan paling dalam/terakhir dan paling sulit untuk ditembus.

Filter ini merupakan aspek yang menentukan dan membatasi seseorang berkomunikasi dengan pasangannya

yang ditentukan oleh kesamaan aspek nilai-nilai filosofis yang dimiliki seseorang dengan orang lainnya.

Filter terakhir ini baru akan tertembus jika 3 filter sebelumnya sudah tertembus.

Page 11: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

11

5. Pengamalan Nilai-Nilai Multikulturalisme dalam Perspektif Tokoh-Tokoh Masyrakat di Kecamatan

Basarang

Pandangan tokoh masyarakat tentang masyarakat multikultur yang ada di Indonesia umumnya dan yang

ada di Kecamatan Basarang khususnya, diungkapkan oleh Camat Basarang yang menyatakan bahwa:

"Pandangan saya tentang masyarakat multikultural yang ada di Indonesia yaitu di Indonesia ini memang

masyarakatnya multikultural dan beraneka ragam budaya suku dan agama, tetapi kalau menurut saya dan

saya melihat ya inilah Indonesia, jati diri Indonesia dengan kemajemukannya dengan slogan Bhinneka

Tunggal Ika nya yang kita pegang itulah yang menjadi identitas bangsa kita.

Adapun di desa atau Kecamatan Basarang sendiri, kalau menurut saya ya inilah salah satu dari

miniaturnya Indonesia, multikultur yang ada di Indonesia memang beragam juga dari agama, budaya,

dari suku nya juga ada; Banjar ada, Bali ada, Jawa ada, Dayak ada." (Wawancara dengan Camat

Basarang; Bapak Saiful Fajri tanggal 25 November Tahun 2019).

Adapun sudah ideal atau tidaknya pengamalan nilai multikulturalisme yang dilaksanakan di Kecamatan

Basarang, diungkapkan oleh Camat Basarang bahwa:

"Ideal atau tidaknya pelaksanaan nilai-nilai multikulturalisme yang dilaksanakan di Kecamatan Basarang

menurut saya relatif ya, karena ideal itu relatif tergantung kita sudut pandangnya tapi kalau dari kita

pribadi melihat kondisi sekarang dengan berbagai macam kondisi masyarakatnya yang majemuk dan

juga saat mereka menjalankan ibadahnya itu luar biasa menurut saya karena ketenangan beribadah Bagi

siapapun dan apapun agamanya dapat melaksanakan ibadahnya dengan kondusif." (Wawancara dengan

Camat Basarang; Bapak Saiful Fajri tanggal 25 November Tahun 2019).

Jadi secara relatif menurut Camat Basarang, pengamalan nilai multikulturalisme yang dilaksanakan di

Kecamatan Basarang sudah ideal karena melihat dari ketenangan menjalankan ibadah yang dilaksanakan oleh

setiap lapisan masyarakat. Selain soal acara keagamaan seperti itu, langkah nyata pengamalan nilai

multikulturalisme yang dilaksanakan di Kecamatan Basarang juga dilaksanakan oleh Kepala Desa Basarang

Jaya melalui terobosan pelaksanan suatu program baru yang dilakukan selama kepemimpinannya yaitu:

"Jadi suku satu diberi bantuan suku lain pun harus diberi bantuan bantuan dalam bentuk uang memang

sudah ada programnya, misalnya acara hari besar keagamaan, maka Desa memberikan bantuan kepada

panitia pelaksana hari besar kegiatan keagamaan tersebut misalnya seperti perayaan hari Maulid Nabi

maka Desa memberikan bantuan. Jadi tidak boleh membedakan maka itu kan nanti akan kelihatan rukun

misalnya kita orang Bali jadi tidak boleh kalau membantu itu hanya kepada sesama sukunya saja orang

Bali melainkan kita harus membantu semua agama semua suku yang ada di desa basarang Jaya ini.

Seperti contohnya misalkan desa memberi bantuan kepada orang cacat atau disabilitas itu kan ada 8

penyandang disabilitas yang bisa dibantu jadi ada dari orang Jawa ada dari orang Bali ada, jadi ini bukan

program dari dinas sosial melainkan program dari desa-desa, yang lain belum ada yang melaksanakan

seperti ini dan Desa Basarang Jaya yang pertama dan Sudah 2 tahun memberikan bantuan semenjak

Bapak jadi Kades Sudah 2 tahun memberikan bantuan kepada penyandang disabilitas ini bantuannya

yaitu berupa uang tunai yang diberikan per tahun, nama programnya yaitu memberikan bantuan sosial

kepada penyandang disabilitas bantuannya berupa uang sejumlah Rp500.000 per 1 tahun kepada masing-

masing penyandang disabilitas, selama ini yang diberikan bantuan baru 8 orang setahun dan rencananya

mungkin tahun depan akan diberikan kepada 10 orang, komposisi orangnya kemaren yaitu 6 orang Bali

dan 2 orang Jawa."(Wawancara dengan Kepala Desa Basarang Jaya; Pak Nyoman Salop Tanggal 5

November 2019)

Hal yang dilakukan oleh Kepala Desa Basarang Jaya tersebut patut diapresiasi karena dari 14 Desa yang

ada di Kecamatan Basarang beliau mengakui bahwa hanya di Desa yang dipimpinnya lah yang melaksanakan

program bantuan sosial seperti itu. Jadi dengan adanya program itu bukan hanya membantu masyarakat yang

disabilitas namun juga secara tidak langsung merupakan upaya pengamalan nilai multikulturalisme mengingat

penyaluran bantuan merata pada semua suku. Adapun komunikasi yang idealnya dilaksanakan oleh masyarakat

di Kecamatan Basarang menurut Camat Basarang adalah:

"Kalau pola komunikasi yang ideal menurut saya yaitu selalu kedepankan etika, dalam beretika selalu

adat istiadat dan sopan santun harus selalu kita hormati, misalnya jika kita masuk ke dalam kampung

yang mayoritas Bali maka kita harus menjunjung adat-istiadat dan etika budaya lokal dan juga yang lain,

dan di sini juga ada pepatah kan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung, itu selalu dijadikan prinsip

hidup di Basarang ini.."(Wawancara dengan Camat Basarang; Bapak Saiful Fajri tanggal 25 November

Tahun 2019)

Page 12: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

12

Terakhir penulis menanyakan kepada mereka mengenai bagaimana seharusnya aplikasi praktis dari nilai-

nilai multikulturalisme yang harus diterapkan masyarakat di Kecamatan Basarang agar tercapainya harmonisasi,

maka menurut Camat Basarang adalah:

"Aplikasi praktis dari pengamalan nilai multikulturalisme yang ada di Kecamatan Basarang menurut saya

yaitu artinya yang ada saat ini harus saling menjaga toleransi dan selalu menjaga kerukunan antar

masyarakat yang berbeda suku, saling menghargai antar masyarakat yang multikultural di Kecamatan

Basarang ini. Itu saja yang konsisten harus kita jaga dengan cara, yaitu dengan melaksanakan kegiatan-

kegiatan yang ada harus kita laksanakan, misalkan dengan gotong royong di tengah

masyarakat."(Wawancara dengan Camat Basarang; Bapak Saiful Fajri tanggal 25 November Tahun

2019)

Dan menurut Kepala Desa Basarang Jaya sendiri adalah:

"Yang secara nyata harus dilakukan untuk menjaga harmonisasi masyarakat beda suku di Kecamatan

Basarang yaitu yang pertama yang pasti kan harus saling menghormati dan menghargai serta empati,

yang kedua jangan saling menyinggung baik dari segi tingkah laku cara bicara itu jangan sampai

menyinggung perasaan. Asalkan kita berperilaku saling menghormati dan tidak menyinggung perasaan

orang lain kan kita pasti aman." (Wawancara dengan Kepala Desa Basarang Jaya; Pak Nyoman Salop

Tanggal 5 November 2019)

Linier dengan pendapat tokoh masyarakat tersebut, menurut teori multikulturalisme dalam perspektif

Bikhu Parekh, seperti yang diungkapkan berikut ini:

Tidak ada kebudayaan yang sempurna dan memiliki hak untuk menghadirkan diri pada pihak lain Dan

bahwa kebudayaan paling mungkin dapat diubah dari dalam.

Karena setiap kebudayaan terbatas sifatnya maka dialog di antara mereka akan saling menguntungkan

dialog tersebut menyadarkan atas bias-bias yang ada dalam diri mereka satu perolehan diri dan kemudian

memungkinkan untuk mengurangi dan memperluas Cakrawala pemikiran mereka.

Dialog mungkin terjadi jika masing-masing kebudayaan menerima kebudayaan lain sebagai Mitra

percakapan yang sederajat yang perlu di anggap serius sebagai sumber gagasan baru dan yang kepadanya

diberi kewajiban untuk menjelaskan dirinya dan dialog merealisasikan tujuannya hanya jika para peserta

menikmati kesetaraan yang luas mengenai kepercayaan diri kekuatan ekonomi dan politik dan akses

menuju ruang publik. (Parekh, 2008:441)

Jadi, kebudayaan apapun di dunia ini tidak ada yang sempurna dan komunikasi dalam bentuk dialog

antar suku yang berbeda budaya sangatlah penting untuk dilakukan, adapun nilai-nilai yang sangat perlu

dieprhatikan sebagai perekat komunikasi antar suku dari semua pembahasan di atas yaitu: Etika, Toleransi,

Sikap Saling Menghargai, dan Empati.

KESIMPULAN

1) Pada Pemodelan Pola Komunikasi Masyarakat Multikultural di Kecamatan Basarang mengasumsikan 2

orang dari 2 suku yang berbedayang sedang berkomunikasi. Komunikasi verbal dan non verbal terjadi 2 arah

dan timbal balik.Encoding dan Decoding merupakan proses yang dipengaruhi oleh 4 lapisan/filter-filter

konseptual yaitu: 1.Filter Pergaulan Sehari-hari, 2.Filter Geografis, 3.Filter Agama dan Budaya, dan 4.Filter

Filosofis.Adapun faktor Integrasi dan Disintegrasinya antara lain: 1.Etika, 2.Toleransi, 3.Sikap Saling

Menghargai, 4.Empati.

2) Pada Pemodelan Pola Komunikasi Pasangan Beda Suku di Kecamatan Basarang diperoleh model yang sama,

namun filter konseptualnya saja yang berbeda yaitu: 1.Filter keterbukaan antar pribadi 2.Filter Pengaruh

Keluarga 3.Filter Prinsip Hidup 4.Filter Nilai Filosofis yang dianut. Adapun faktor Integrasi dan

Disintegrasinya antara lain: 1.Etika, 2.Toleransi, 3.Sikap Saling Menghargai, 4.Empati.

3) Pengamalan nilai multikulturalisme di Kecamatan Basarang dapat dilihat dari: 1.Pelaksanaan acara

keagamaan masing-masing agama yang berlangsung kondusif dan lancar, bahkan tidak jarang saling

menghadiri dan membantu baik moril maupun materiil, 2.Pelaksanaan adat budaya agama Hindu Bali

maupun acara keagamaan Umat Islam dan kristen yang selalu lancar, 3.Program bantuan dari kepala Desa

Basarang Jaya kepada semua suku penderita disabilitas, 4.Terjalin dengan hangatnya hubungan interaksi dan

komunikasi antar masyarakat beda suku.

Page 13: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

13

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal/Skripsi/Tesis : Darmadi, Hamid. (2016). Dayak Asal-Usul dan Penyebarannya di Bumi Borneo (1). Sosial Horizon: Jurnal

Pendidikan Sosial Vol.3, No.2, Desember 2016 Halaman 322-340. Diakses dari:

https://journal.ikippgriptk.ac.id/index.php/sosial/article/view/376/365.

Hadawiyah. (2016). Komunikasi Antarbudaya Pasangan Beda Etnis (Studi Fenomenologi Pasangan Beda Etnis

Suku Sulawesi – Jawa). Jurnal Lentera Komunikasi vol 2 No. 1. 2016, Halaman 17-28. Diakses dari:

https://plj.ac.id/ojs/index.php/jrksi/article/view/47/36.

Hidayat, Syarif. (2019). Implementasi Pendidikan Multikulturalisme Dalam Pembelajaran Sejarah Indonesia.

Jurnal Artefak Vol. 6 No. 2 September 2019, Halaman 59-70. Diakses dari:

https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/artefak/article/view/2582/Indonesia.

Makmur, Ahdi dkk. (2016). Relasi Antarumat beragama di perdesaan multikultural (Studi di Kecamatan

Basarang Kabupaten Kuala Kapuas Kalimantan Tengah dan di kecamatan upau kabupaten tabalong

kalimantan selatan. (Penelitian Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Penerbitan (PPP) LP2M, IAIN

Antasari Banjarmasin). Diakses dari: https://idr.uin-antasari.ac.id/6956/.

Maryati, Tuty. (2012). Tesis AJEG BALI: Politik Identitas Dan Implementasinya Pada Berbagai Agen

Sosialisasi Di Desa Pakraman Ubud, Gianyar, Bali. (Tesis, Pascasarjana Universitas Pendidikan

Indonesia, Bandung). Diakses dari: http://repository.upi.edu/7673/.

Minxsetiani, Erlinda. (2018). Komunikasi Antarbudaya Dalam Menjalin Kerukunan Antar Umat Beragama

Suku Jawa Dan Bali Di Desa Sidoreno Kecamatan Way Panji Kabupaten Lampung Selatan. (Skripsi,

Universitas Islam Negeri Raden Intan, Lampung). Diakses dari:

http://repository.radenintan.ac.id/5342/.

Nugroho, Adi Bagus, Lestari, Puji, &Wiendijarti, Ida. (2012). Pola Komunikasi Antarbudaya Batak dan Jawa di

Yogyakarta. Jurnal Komunikasi, Volume 1, Nomor 5, Juli 2012 Halaman 403-418. Diakses dari:

http://jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/view/44/219.

Parthami, Putu Wisudantari. (2009). Konstruksi Identitas Jender Laki-Laki Pada Pemuda Desa Adat Tenganan

Pegringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali. (Skripsi, Universitas Indonesia, Jakarta). Diakses dari:

https://docplayer.info/73768698-Bab-1-pendahuluan-konstruksi-identitas-jender-putu-wisudantari-

parthami-1-fpsi-ui-universitas-indonesia.html.

Rosarina, Maria & Adiputra, Wisnu Martha. (2015). Representase Multikulturalisme Dalam Film Indonesia

(Analisis Semiotik Film Pendek Cheng Cheng Po). (Tesis, Pascasarjana Universitas Gadjah Mada

Yogyakarta). Diakses dari: http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/78798.

Suparlan, Pasurdi. (2002). Menuju Masyarakat Indonesia Yang Multikultural. Jurnal Antropologi Indonesia Vol.

69 Halaman 98-105. Diakses dari: http://www.ijil.ui.ac.id/index.php/jai/article/view/3448/2729.

Wulandari, Bernadet. (2009). Pola Komunikasi Melalui Blog (Studi Fenomenologi Terhadap Blogger di Jakarta

(Tesis Tidak Terpublikasi). Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Jakarta.

Buku : DeVito, A. Joseph. (2010). Komunikasi Antarmanusia (Edisi Ke-5). Jakarta: Karisma Publishing.

Effendy, Onong Uchjana. (2000). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Effendy, Onong Uchjana. (1989). Kamus Komunikasi. Bandung: PT. Mandar Maju.

Effendy, Onong Uchajana. (1993). Komunikasi Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Effendy, Onong Uchajana. (1992). Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Handoyo, Eko. (2015). Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hoetomo. (2005). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Penerbit Mitra Pelajar.

Netra, Ida Bagus, (1974). Metode penelitian. Singaraja: Biro Penerbit dan pelatihan Fakultas Ilmu Pendidikan

Udayana.

Subagyo, Joko. (2004). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Bandung: Penerbit Tarsito.

Kaelan. (2005). Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Penerbit Paradigma.

Kaler, I.G.K. (1982). Butir-Butir Tercecer Tentang Adat Bali 2. Denpasar: Bali Agung.

Krisyantono, Rachmat. (2010). Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.

Lawrence W. Neumen, Social Research Methods, Qualitative and Quantitative Approach. 2003. A.B Boston

New York.

Littlejohn, W. Stephen & Foss, A. Karen. (2010). Theories Of Human Communication (12th ed.). (Mohammad

Yusuf Amdan, Trans.). Jakarta: Penerbit Salemba Humanika.

Margono, S. (1997). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Morissan, dan Dr. Andy Corry Wardhany. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.

Mulyana, Deddy. (2001). Prinsip prinsip Dasar Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Mulyana, Ph.D., Prof. Dedy. (2004). Komunikasi Efektif: Suatu Pendekatan Lintasbudaya. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Mulyana, M.A, Dr. Dedy. (2008). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Page 14: PEMODELAN POLA KOMUNIKASI MASYARAKAT MULTIKULTURAL …eprints.uniska-bjm.ac.id/323/1/Artikel Ilmiah I Kade Teja Suastika.pdf · Fenomena Multikultural yang ada di Indonesia bagaikan

14

Mulyana, Ph.D., Prof. Dedy. (2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (2005). Komunikasi Antar Budaya. Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya.

Narboku, Cholied dan Achmadi, H. Abu. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Penerbit PT. Bumi Aksara.

Nurul Zuriah, Dra. (2009). Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.

Rogers, Mary. (1996b). “Theory-What?Why?How?” in Mary F. Rogers(ed). Multicultural Experiences,

Multicultural Theories. New York: McGraw-Hill:11-16.

Parekh, Bhikhu. (2008). Rethinking Multiculturalism. (Bambang Kukuh Adi, Trans.). Yogyakarta: Penerbit

Kanisius.

Rakhmat, Jalaludin. (2008). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ridwan. (2004). Metode Dan Tehnik Menyusun Tesis. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Ritzer, George dan Goodman, Douglas J. (2004). Teori Sosiologi Modern (Edisi Ke-6). (Alimandan; Trans.).

Jakarta: Kencana.

Ritzer, George dan Smart, Barry. (2012). Handbook Teori Sosial (Edisi ke-2). (Imam Mutaqin, dkk., Trans.).

Jakarta: Nusa Media.

Sugiono, Prof. Dr. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&S. Bandung: Penerbit cv. Alfabeta

Bandung.

Sugiono, Prof. Dr. (2007). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Penerbit cv. Alfabeta

Bandung.

Supatra, I.N.K. (2006). Sigug, Karakter Bali Modern & Pudarnya Identitas Orang Bali. Denpasar: Pustaka Bali

Post.

Suryadinata, Leo. (2003). Penduduk Indonesia Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik. Jakarta: Pustaka

LP3ES.

Winarno, Surachmad. (1982). Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Penerbit Tarsito.

Rujukan Elektronik : Badan Pusat Statistik. (2011). Suku Bali. Diakses dari: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali

Budiman, Aditya. (2012). Pemicu Bentrokan Lampung Versi Penduduk. Diakses dari:

https://nasional.tempo.co/read/439069/pemicu-bentrokan-lampung-versi-penduduk/full?view=ok

Jurnalis Fase Berita. (2019). Sejarah Suku Dayak di Indonesia. Diakses dari:

https://faseberita.id/riwayat/sejarah-suku-dayak-di-indonesia

Koten, Thomas. (2017). Mengenal Orang-orang Suku Banjar, Kalimantan Selatan. Diakses dari:

https://www.netralnews.com/news/rsn/read/99382/mengenal-orang-orang-suku-banjar-kalimantan-

selatan

Ras, Johannes Jacobus. (1990). Suku Banjar; Etimologis. Diakses dari: (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar)

Sahriansyah. (2015). Suku Banjar; Filsafat Hidup dan Nilai Budaya Suku Banjar. Diakses dari: (https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar)

Syefi Fitriana. (2016). Filosofi Warna Lampu Lalu Lintas. Diakses dari: https://sains.me/filosofi-warna-lampu-

lalu-lintas/

Salamadian. (2017). 13 Arti Warna dan Psikologi Warna, Terlengkap! (Merah, Ungu, Kuning, Hijau, Coklat,

Biru dll). Diakses dari: (https://salamadian.com/arti-warna/)

Smith. (1987). Kelompok Etnik. Diakses dari:

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kelompok_etnik#CITEREFSmith1987

Silalahi, Rossiana. (2001). Dan Kepala Bocah Pun Dipenggal. Diakses dari:

https://m.liputan6.com/news/read/9010/dan-kepala-bocah-pun-dipenggal.

Sadaniang, Alipius. (2012). Filsafat Dayak. Diakses dari:

(https://www.kompasiana.com/loyok/551123778133115a3bbc76f9/filsafat-dayak)

Webmaster. (2019). Asal-Usul Suku Jawa, Orang Wajib Tau Nih. Diakses dari: (https://mtbfm.co.id/asal-usul-

suku-jawa-orang-jawa-wajib-tau-nih/)

Wikipedia. (2019). Suku Jawa. diakses dari: https://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Jawa

Wilhelminus, Ola Rongan. (2017). Pendidikan Multikulturalisme Sebagai Strategi Pengembangan Potensi

Manusia Untuk Menghargai Pluralitas. Diakses dari:

https://www.widyayuwana.ac.id/2017/02/21/260/

Yayasan Bali Galang. (2019). Tri Hita Karana Dalam Agama Hindu. Diakses dari:

http://www.babadBali.com/canangsari/trihitakarana.htm.

Perda : Pemerintah Daerah Provinsi Bali. (2001). Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Desa

Pakraman. Bali: Sekretariat Daerah Provinsi Bali.