Upload
lelien
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENAFSIRAN OLOK-OLOK TERHADAP AL-QUR’AN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DOUBLE MOVEMENT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh
Badru Zaman
NIM: 1112034000057
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
PENAFSIRAN OLOK-OLOK TERHADAP AL-QUR’AN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DOUBLE MOVEMENT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Agama (S. Ag)
Oleh:
Badru Zaman
NIM: 1112034000057
Pembimbing:
Eva Nugraha, MA.
NIP: 19710217 199803 1 002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’ĀN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul PENAFSIRAN OLOK-OLOK TERHADAP AL-
QUR’AN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DOUBLE MOVEMENT telah
diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 23 May 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Agama (S.Ag) pada Program Studi Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir.
Jakarta, 23 Mei 2018
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekertaris Merangkap Anggota,
Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA NIP. 19711003 199903 2 001
NIP. 19680618 199903 2
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
Ahmad Rifki Muchtar, MA M. Anwar Syarifuddin, MA
NIP. 1969 0822 0822 199703 NP. 19720518 199803 1 003
Pembimbing,
Eva Nugraha, MA
NIP. 19710217 199803 1 002
LEMBAR PERNYATAAN
Yang Bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Badru Zaman
NIM : 1112034000047
Program Studi : Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata satu (S1) di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua Sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, April 2018
Badru Zaman
i
ABSTRAK
BADRU ZAMAN
PENAFSIRAN OLOK-OLOK TERHADAP AL-QUR’AN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DOUBLE MOVEMENT
Perbuatan olok-olok di dalam al-Qur‟an banyak menggunakan asal kata
yakhūdhu dan yastahziū yang mengartika olok-olok, memasuki pembicaraan yang
batil, mengejek mencemooh dan menjadikan bahan tertawaan. Allah di dalam al-
Qur‟an melakukan olok-olok terhadap orang-orang Kafir dan Munafik dengan
membiarkan mereka dalam kesesatan. Olok-olok di dalam al-Qur‟an banyak
jenisnya dan tujuan yang diolok-olok pun sama banyaknya, baik olok-olok kepada
Allah, olok-olok yang dilakukakan kepada Nabi terdahulu, olok-olok terhadap
azab, olok-olok terhadap Nabi Muhammad dan olok-olok terhadap ayat al-Qur‟an.
Perbuatan yang dilakukan sebagai olokkan pada saat dahulu berbentuk perkataan
dengan cara ejekan dan senda gurau.
Al-Qur‟an telah banyak memberikan penjelasan bagaimana seorang Muslim
harus bersikap baik secara implisit dan explisit ketika terjadi olok-olok terhadap
al-Qur‟an dan tidak secara jelas memaparkan bagaimana situasi dan kondisi pada
saat terjadinya olok-olok saat itu. Maka diperlukan untuk menyusun ayat-ayat
yang berkaitan tentang olok-olok sesuai dengan tartib nuzūl ayat, agar dapat
menemukan makna dari ayat tersebut dan dilihat pula asbābun nuzūl dari masing-
masing ayat agar terlihat subjek, predikat, objek dan kodisi saat ayat itu turun.
Penulis menggunakan metode Double Movement untuk memahami teks
secara menyeluruh dengan melihat latar belakang historis dari ayat-ayat tersebut,
dengan gerakan pertama yakni mengumpulkan ayat-ayat tentang olok-olok
terhadap al-Qur‟an dan melihat kondisi saat ayat tersebut turun, langkah
selanjutnya ialah dengan menggeneralisasikan dari masing-masing ayat tersebut
agar menemukan makna idea moral dari masing-masing ayat dan setelah itu baru
menggeneralisasikan semua ayat untuk mendapatkan makna universal. Pada
gerakan kedua ialah dengan mengaplikasikan hasil dari makna universal yang
didapat dari gerakan pertama ke masa sekarang dengan melihat situasi dan kondisi
yang terjadi pada masa saat ini.
ii
KATA PENGANTAR
AlhamdulillahirrabilA‟lamin
Segala puji penulis sampaikan kehadiirat Allah SWT pencipta alam
semesta yang telah memberikan berjuta-juta nikmat. Kepada-Nya penulis
mengadu di saat hati dan pikiran mulai lelah, bingung dan bimbang ketika
menyelesaikan penelitian ini.
Shalawat Ma‟a Sallam penulis haturkan kepada Manusia Sempurna
Muhammad SAW, sang pencerah ilmu pengetahuan, semoga kita termasuk
umatnya yang istiqamah mengikuti perintahnya, dan mendapatkan syata‟at
darinya pada hari kiamat kelak.
Penulisan skripsi ini menjadi awal dari langkah untuk melanjutkan
ketingkat yang lebih tinggi. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada
Bapak dan Mamah tercinta, H. Saibih Marzuki dan Hj. Mulyani Mukhlis, orang
tua yang selalu mendoakan, memberikan motivasi, semangat, materi dan
mendukung anak-anaknya untuk terus semangat dalam menggapai cita-cita dan
memberikan kasih sayangnya selama ini kepada penulis. Anak yang hebat terlahir
dari ibu dan bapak yang hebat pula. Semoga Allah memberikan nikmat sehat,
nikmat panjang umur, serta keberkahan di dalamnya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini, masih
banyak kekurangan dan keluhan yang di miliki pada diri penulis. Namun berkat
bantuan dan dorongan dari semua pihak, baik secara langsung maupun secara
tidak langsung, besar atau kecil dan tidak ada kata lain untuk mereka selain
ucapan “terimakasih” semoga Allah SWT membalas semua jasa-jasa mereka
sehingga tercapailah penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Penulis
mengungkapkan ucapan Terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajaranya.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur‟an
dan Tafsir dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku Sekertar
Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Eva Nugraha, MA, selaku dosen pembimbing kedua yang telah
bersedia meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengoreksi
skripsi ini di saat penulis sedang kebingunan dalam pembahasan skripsi
ini. Dan terimakasih pula kepada Bapak Anwar Syarifuddin, MA, yang
iii
telah banyak memberikan masukan dan motivasi kepada penulis agar
terselesaikannya skripsi ini.
5. Bapak Harun Rasyid M.A, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
banyak membimbing penulis dari semester satu hingga selesai. Juga
kepada bapak Muhammad Zuhdi Zaini M selaku dosen hadis yang banyak
meluangkan waktunya untuk berdiskusi.
6. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu al-Qur‟an dan Tafsir yang telah mengajarkan
dan memberikan ilmunya kepada penulis selama proses perkuliahan
berlangsung. Semoga Allah SWT memberikan imbalan serta pahala yang
berlipat ganda atas ilmu yang telah di berikan selama ini.
7. Para teman-teman dan sahabat satu jurusan Tafsir Hadis 2012, terutama
kepada TH B angkatan 2012, dan teman-teman kosan Bunin yang telah
mewarnai kehidupan penulis selama kuliah, terimakasih atas
kebersamaannya selama di dunia perkuliahan. Semoga kita selalu di
berikan kesehatan, dan kesuksesan, amin.
8. Kepada keluarga yang selalu men-suport penulis agar ticiptanya karya ini,
Adik Makbullah S.SoS, dan Adik Badriyah serta Kakek, Nenek, Ncang,
Ncing, juga sepupu-sepupu yang telah banyak memberikan semangat,
motivasi. Semoga Allah memberikan nikmat panjang umur, nikmat
kesehatan dan keberkahan selalu kepada mereka semua. Aamiin.
Akhirnya penulis menyadari dengan keterbatasan wawasan yang penulis
miliki, dengan referensi dan rujukan-rujukan lainya yang belum terbaca dan
menjadikan skripsi ini jauh dari kesempurnan. Namun, penulis telah berupaya
dengan semaksimal mungkin untuk menyelesaikan tugas akhir ini sesuai dengan
kemampuan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca daik sedikit banyaknya. Semoga Allah SWT selalu melimpahkan
keberkahan dan membalas semua kebaikan pihak-pihak yang turut serta
membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Āmīn
Jakarta,17 April 2018
Hormat saya
Badru Zaman
NIM. 1112034000057
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
PEDOMAN TRANSLITASI ....................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.............................................................1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah...........................................6
C. Tujuan Penelitian......................................................................7
D. Manfaat Penelitian....................................................................7
E. Kajian Pustaka..........................................................................8
F. Metode Penelitian.....................................................................9
G. Metode Penulisan……………………………………….........…..10
H. Sistematika Penulisan..............................................................11
BAB II BIOGRAFI FAZLUR RAHMAN DAN TEORI DOUBLE
MOVEMENT.............................................................................................. 13
A. Biografi Fazlur Rahman.......................................................... 13
1. Riwayat Hidup............................................................ 13
2. Pemikiran Keagamaan Fazlur Rahman.......................... 16
a. Periode Awal.................................................... 16
b. Periode Tengah................................................. 17
c. Periode Akhir.................................................... 18
B. Kara-karya Fazlur Rahman...................................................... 20
C. Teori Double Movement Fazlur Rahman................................... 23
D. Contoh Aplikasi Teori Dobele Movement.................................. 27
v
BAB III AYAT-AYAT OLOK-OLOK DALAM AL-QUR’AN.........… 31
A. Pengertian Olok-Olok............................................................. 31
B. Ayat Olok-Olok...................................................................... 32
C. Klasifikasi Ayat Olok-Olok...................................................... 34
D. Asbab an-Nuzul Ayat Olok-Olok dalam al-Qur‟an..................... 38
E. Bentuk Perolok-Olokkan......................................................... 41
F. Sikap Terhadap Tindakan Olok-Olok........................................ 43
G. Pengertian Majelis................................................................... 44
BAB IV PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG
OLOK-OLOK DALAM AL-QUR’AN DENGAN MENGUNAKAN
METODE DOUBLE MOVEMENT.............................................................. 47
A. Aplikasi Penafsiran Metode Double Movement.......................... 47
a) Langkah Pertama dari Gerakan Kedua...................................... 47
Ayat Olok-Olok dalam al-Qur‟an............................................. 48
b) Langkah Kedua dari Gerakan Pertama....................................... 53
B. Gerakan Kedua Pada Masa Saat Ini.......................................... 56
a. Kondisi Saat Ini dan Jenis Olok-Olok Saat Ini........................... 56
C. Tabel Perbandingan dan Persamaan Penafsiran Olok-Olok..........61
BAB V PENUTUP.............................................................................. 69
A. Kesimpulan............................................................................... 69
B. Saran ........................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
vi
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini berpedoman
pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam buku Pedoman
Akademik Program Strata 1 tahun 2013-2014 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
a. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H ha dengan garis di bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
D de dengan garis di bawah ض
T te dengan garis di bawah ط
vii
Z zet dengan garis di bawah ظ
koma terbalik di atas hadap ´ ع
kanan
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ه
Apostrof ء
Y Ye ي
b. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal dalam bahasa Indonesia,
terdiri dari vocal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau
diftong. Untuk vocal tunggal, ketentuan alihaksaranya adalah sebagai
berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah
viii
I Kasrah
U Dammah
Ada pun untuk vokal rangkap, ketentuan alihaksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal Latin Keterangan
ي Ai a dan i
و Au a dan u
Vokal Panjang
Ketentuan alihaksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa
Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
TandaVokal Arab TandaVokal Latin Keterangan
â a dengantopi di atas ى ا
î i dengantopi di atas ى ي
û u dengantopi di atas ىو
Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam system aksara Arab dilambangkan
dengan huruf, yaitu ال, dialihaksarakan menjadi hurup /l/, baik diikuti
huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijâl bukan ar-
rijâl, al-diwân bukan ad-diwân.
Syaddah(Tasydîd)
ix
Syaddah atau tasydîd yang dalam system tulisan Arab
dilambangkan dengan sebuah tanda ( ), dalam alihaksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang
diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang
menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata الضرورة tidak ditulis ad-darûrah
melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
Ta Marbûtah
Berkaitan dengan alihaksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat
pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan
menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku
jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‟t) (lihat contoh 2).
Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka
huruf tersebut dialihaksarakan menja dihuruf /t/ (lihat contoh 3).
Contoh:
No TandaVokal Latin Keterangan
Tarîqah طريقة 1
al-Jâmi‟ah al-Islâmiyyah اجلامعة اإلسالمية 2
Wahdat al-wujûd وحدة الوجود 3
Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam alihaksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan
mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
x
(EYD) bahasa Indonesia, antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat,
huruf awal, nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Penting
diperhatikan, jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang
ditulis dengan huruf capital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan
huruf awal atau kata sandangnya. (Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan
Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al-Kindi).
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat
diterapkan dalam alihaksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak
miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu
ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alihaksaranya.
Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang
berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan
meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis
Abdussamad al-Palimbani, tidak „Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin
al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânirî.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur‟an merupakan kalam Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW, untuk semua umat manusia di bumi dan bertujuan untuk
mengatur kehidupan manusia serta menjadi sebuah pedoman yang harus diikuti.
Al-Qur‟an diyakini mempunyai nilai sakralitas yang sangat tinggi bagi
pemeluknya dan juga difahami sebagai kitab yang sangat suci karena Allah yang
menurunkan dan memeliharanya maka tidak ada keraguan di dalamnya, hal ini
sebagaimana terekam dalam al-Qur‟an surat al-Hijr[15]: 9:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya
Kami benar-benar memeliharanya
Selain dijaga akan kemurnian isinya, Al-Qur‟an mengokohkan ajaran-
ajaran terdahulu yang dibawa oleh agama-agama samawi, seperti iman kepada
Allah SWT, iman kepada Rasul, membenarkan adanya hari pembalasan, dan
berkewajiban untuk menegakkan kebenaran dengan berakhlak mulia. Senada
dengan itu, Prof. Dr. A. Baiquni menyatakan bahwa al-Qur‟an ialah wahyu Allah
dan bukanlah buatan manusia yang isinya dengan tepat menyatakan apa-apa yang
ada di bumi, walaupun sudah melewati berabad-abad sesudahnya, kebenarannya
tetaplah benar baik melalui pengembangan sains dan teknologi sekalipun.1
1A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Moderen (Bandung: Pustaka, 1983), h. 78.
2
Penyembahan (ibadah) kepada Allah, merupakan sikap ketaatan manusia
terhadap ajaran-Nya dan Al-Qur‟an mengajarkan kepada manusia untuk menjaga
hubungan kepada Allah maupun kepada sesama manusia. Karena Allah
mengetahui bahwa sifat manusia selalu berkaitan dengan kebutuhan, baik bersifat
jasmani ataupun bersifat rohani.2
Manusia adalah makhluk sosial yang tak dapat terlepas dari kehidupan
bersama manusia lainya. Karena dengan sendirinya, manusia tersebut selalu
memasyarakatkan dirinya melebur dalam kehidupan bersama. Maka apapun yang
dibuatnya akan dapat mempengaruhi dan mempunyai makna bagi masyarakat
pada umumnya. Dan sebaliknya apapun yang terjadi di masyarakat akan dapat
mempengaruhi terhadap perkembangan pribadi setiap individu yang ada di
dalamnya.3
Agama Islam sebagai ajaran universal tidak menafikkan kepada
penganutnya untuk menjalin hubungan kemanusiaan dengan agama lain. Islam
mengajarkan untuk menjunjung tinggi hak-hak terhadap manusia, bahkan
terhadap hak-hak non-Muslim,4 yang berada di dalam kekuasaan Islam sekalipun.
5
Karenanya, hubungan yang dianjurkan kepada setiap muslim terhadap non-
Muslim pada dasarnya adalah cinta damai, terkecuali saat munculnya pemaksaan
dan pelanggaran yang dapat memicu kontroversi pada kedua belah pihak.
2Hudzaifah Ismail, Tadabbur Ayat-Ayat Motivasi (Jakarta: PT Elek Media Komputindo
Kelompok Gramedia, 2010), h. 4. 3Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994) h.51.
4Dalam kajian sosiologi, non-Muslim adalah mereka yang berada di luar agama Islam.
Termasuk kategori ini adalah mereka yang memeluk agama Katolik, Hindu, Budha, Yahudi,
Konghucu, Sinto dan agama-agama lainya. Dapat dilihat pada Makalah Nikah Beda Agama, h. 4.
Dari Skripsi Ai Popon Fatimah, “Salam Terhadap non-Muslim Persepektif Hadis”, h. 3 5Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi politik di
Indonesia Pasca-Orde Baru (Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,tt) h.159.
3
Saling menghargai dan menghormati atas kepercayaan orang lain yang
menyambah selain Allah dan ini sangat dianjurkan dalam semua agama.
Sebagaimana Allah memerintahkan dalam QS. al-An‟ām[6]: 108:
Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui
batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat
menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah
kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu
mereka kerjakan.
Sebelum ayat ini turun, orang-orang muslim memiliki kebiasaan mencaci-
maki berhala yang disembah kaum kafir, sehingga membuat orang-orang kafir
kemudian menampakkan reaksi balasan dengan mencaci-maki Allah sebagai
Tuhan kaum muslim. Maka turunlah ayat ini yang memberikan perintah larangan
kaum muslim untuk mencaci-maki sesembahan orang-orang kafir.6
Al-Rāzī menjelaskan bahwa sesungguhnya menghormati pilihan
keyakinan golongan lain terhadap tuhan mereka adalah bagian dari dasar-dasar
ketaatan seorang muslim terhadap tuhannya. Hal ini berlaku juga sebaliknya
ketika orang-orang non-Muslim memperolok-olokkan ayat-ayat Allah, maka di
situlah bentuk ketaatan seorang muslim terhadap tuhannya dengan bentuk
pembelaanya.7
Islam menekankan kapada umatnya untuk menghargai agama lain dan
tidak membolehkan mencaci-maki sesembahan agama lain. Wahbah al-Zuhailī
6A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2002), h. 381-382. 7Fakhr al-Dīn al-Rāzī, Bi Tafsir al-Kabīr Mafatih al-Ghaib, Juz 12, h. 148.
4
menambahkan, sekalipun dalam makian tersebut mengandung maslahat, namun
itu hanya saja akan mengakibatkan mafsadat (kerusakan) yang lebih besar dari
itu.8 Kerusakan yang dimaksud ialah balasan makian yang di lakukan oleh orang-
orang musyrik terhadap Tuhan kaum mukmin.9 Jadi, maslahat dari larangan
memaki Tuhan orang lain adalah terhindarnya makian terhadap Tuhan kaum
muslim.
Al-Qur‟an telah melarang untuk mencaci sesembahan agama lain, karena
sesungguhnya ketika mereka akan membalasnya melebihi dari apa yang kaum
muslim katakan terhadap mereka. Namun bagaimana jika sebaliknya, yakni jika
ayat-ayat al-Qur‟an yang diperolok-olokkan oleh kelompok non-Muslim, maka
yang harus dilakukan ialah harus adanya sikap pembelaan kaum muslim terhadap
sikap mereka.
Namun ketika non-Muslim menegaskan pendapatnya terhadap al-Qur‟an
dan mencoba untuk menafsirkan untuk membarengkan (menyamakan) teori
filsafat dengan al-Qur‟an dan tidak menemukannya, banyak dari mereka ketika
mendengar ayat-ayat al-Qur‟an dibacakan kepada mereka, namun sebagian dari
mereka memperolok-olokkan ayat-ayat al-Qur‟an.10
Perbuatan olok-olok telah terjadi sejak masa turunnya ayat al-Qur‟an
bahkan sebelumnya pun terdapat olok-olokkan terhadap Nabi-Nabi terdahulu dan
perbuatan olok-olok terhadap al-Qur‟an terus berlanjut hingga pada masa saat
sekarang ini selalu berbagai bentuk ucapan atau tindakan.
8Wahbah al-Zuhailī, Tafsir al-Munīr: Aqidah, Syariah, Manhaj, Juz 5, h. 325.
9 Abu al-Fida Isma‟il Ibn Kasīr ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir, Juz 7, h. 472.
10Ignaz Goldziher,Mazhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Moderen (Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2006), Cet. III, h. 84.
5
Beberapa contoh yang terjadi pada masa sekarang, seperti pernyataan Ade
armando yang dikutip merdeka.com dari madinaonline, selasa (7/7/2018), Ade
menyebut tidak ada satupun ayat al-Qur‟an yang mengharamkan LGBT, lewat
akun Twitter @adearmando1 berkata “ Ayat-ayat yang selama ini digunakan
sebagai rujukan pengharaman LGBT adalah ayat-ayat al-Qur‟an yang bercerita
tentag azab Allah terhadap umat Nabi Luth (al-Naml[27]: 54-58; Hud[11]: 77-83;
al-A‟raf[7]: 80-81; al-Syurā[26]: 160-175). Kaum tersebut digambarkan sebagai
kaum yang melakukan pembangkangan dan kedurhakaan, termasuk prilaku seks
yang di luar batas dan keji, memang ada ayat yang menjelaskan bahwa salah satu
perilaku seks yang dihujat oleh Nabi Luth adalah perilaku seks gay. Namun sangat
mungkin yang sebetulnya dihujat sabagai perbuatan keji bukanlah perilaku seks
sesama jenis melainkan praktek sodomi (yang diwakili oleh misalnya istilah al-
fihāsyah atau ta‟hisyah dalam al-A‟raf[7]: 8).”11
Melalui permasalahan yang terjadi, maka penulis akan mencoba
memaparkan macam-macam olok-olok yang dilakukan oleh kaum Quraisy
terdapat di dalam al-Qur‟an. Fokus skripsi ini bagaimana cara menyikapinya dan
analisis yang dilakukan penulis dalam skripsi ini mencoba untuk menariknya ke
konteks kekinian, ketika perbuatan olok-olok itu seoloh-oloh terjadi pada masa
sekarang. Penarikan analisis kekinian dilakukan dengan menggunakan metode
Double Movement12
hasil pemikiran Fazlur Rahman.13
Maka dari permasalahan di
11
M. Agil Aliansyah, “Ade Armando 2 kali tersandung kasus penistaan agama”, diakses
pada 19 Januari 2018 dari https://m.merdeka.com/peristiwa/ade-armando-2-kali-tersendung-kasus-
penistaan-agama.html.
12 Metode Double Movement atau yang di kenal dengan metodologi tafsir sistematis,
sebuah rumusan metodik yang menggabungkan pendekatan sosio-historis dan menekankan
perbedaan antara tujuan atau “ideal moral” al-Qur‟an dengan ketentuan legal spesifiknya. “Ideal
moral” yang dituju oleh al-Qur‟an lebih pantas untuk diterapkan ketimbang ketentuan legal
spesifiknya. Atau disebut juga sebagai metode interpretasi gerak ganda yang dimaksud di mulai
dari situasi sekarang ke masa al-Qur‟an diturunkan dan kembali lagi ke masa kini. Lihat
6
atas, penulis tertarik untuk mengajukannya ke dalam skripsi dengan judul
“PENAFSIRAN OLOK-OLOK TERHADAP AL-QUR’AN DENGAN
MENGGUNAKAN METODE DOUBLE MOVEMENT”
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Seiring dengan perkembangan zaman perbuatan olok-olok terhadap ayat-
ayat al-Qur‟an dari masa ketika diturunkanya hingga saat sekarang ini olok-olok
sering terjadi baik dari kalangan Kafir ataupun kalangan Muslim sendiri, maka
dari itu penulis ingin menggali lebih dalam makna arti sesungguhnya dari
perbuatan olok-olok tersebut. Sebagaimana dijelaskan di atas, maka penulis
mempunyai keinginan untuk mencoba mencari makna sesungguhnya dari
tindakan olok-olok yang terdapat di dalam al-Qur‟an khususnya olok-olok
terhadap ayat al-Qur‟an dan bagaimana menyikapinya ketika itu terjadi pada masa
sekarang. Tujuan penggunaan kata diperolok-olok dan senda gurau di dalam al-
Qur‟an dan mencoba untuk melihat tujuan dari turunnya ayat-ayat tersebut dengan
kembali ke masa turunya ayat dan dikembalikan lagi ke masa sekarang. Karena
dari beberapa jenis penelitian yang penulis lihat, belum ditemukan penelitian yang
membahas tentang penafsiran olok-olok terhadap al-Qur‟an menggunakan metode
double movement. Alasan penulis menulis skripsi ini ialah karena ingin
mengetahui makna dan perintah sesungguhnya dari tindakan olok-olok terhadap
ayat-ayat al-Qur‟an, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana penggunaan
kata olok-olok ketika turunnya ayat al-Qur‟an dan apa saja yang diperolok-olok
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur‟an Fazlur Rahman, cet. Ke-1 (Yogyakarta dan Bandung:
Jalasutra, 2007), h.52. 13
Fazlur Rahman merupakan tokoh intelektual Muslim kontemporer asal Pakistan yang
berkontribusi dalam khazanah pemikiran Islam. Salah satu karyanya ialah mencetuskan metode
baru dalam menafsirkan ayat al-Qur‟an dan hadis, yaitu metode double movement, Lihat Taufik
Adnan Amal, Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur Rahman (Bandung: Mizan,
1994), h. 13.
7
ketika itu dan bagaimana cara menyikapinya, baik pada masa turunya al-Qur‟an
sampai pada masa saat ini.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan skripsi ini untuk :
1. Menguraikan ayat-ayat yang berkaitang tentang olok-olok dan senda gurau
dalam al-Qur‟an dengan melihat tujuan dari ayat tersebut.
2. Menjelaskan pengertian makna olok-olok pada masa turunnya al-Qur‟an
dan merealisasikannya masa saat ini.
3. Memberikan penjelasan sikap Muslim saat ini ketika terjadinya olok-olok
terhadap ayat-ayat al-Qur‟an seharusnya sama dengan sikap yang tertera di
dalam al-Qur‟an dengan melihat situasi dan kondisinya masing-masing,
agar tercipta tindakan terhadap pengolok-olok yang sesuai dengan
ketentuan al-Qur‟an.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Menjadi bahan informasi bagi kaum muslim, mengenai olok-olok yang
terdapat di dalam al-Qur‟an dengan melihat tujuan pada masa Qur‟an dan
pada masa saat ini.
2. Menambah khazanah keilmuan, khususnya dalam bidang tafsir dengan
menerapkan metode double movement terhadap ayat olok-olok untuk
mengetahui dan menunjukkan bahwa olok-olok tidak hanya dilakukan oleh
orang Kafir namun pada saat ini umat Muslim lebih banyak melakukan
olok-olok.
8
E. Kajian Pustaka
Untuk mencapai suatu hasil penelitian ilmiah, diharapkan data-data yang
digunakan dalam penyusunan skripsi ini dapat menjawab secara komprehensif
terhadap masalah yang ada. Untuk menghindari kesamaan penulisan dari karya
tulis lain, maka penulis melakukan tinjauan pustaka atas beberapa karya tulis yang
membahas tema yang sama atau mempunyai kemiripan dengan yang dibahas
penulis, di antaranya:
1. Tesis, Faridah (NIM:12.402.1.005) IAIN Surakarta, 2016. Berjudul
“Konsepsi Pelecehan Terhadap Ayat dalam Surat Al-Jatsiyah:7-11 dan
Surat At-Taubah: 64-66 (Studi Komparatif Antara Fi Zhilalil Qur‟an dan
al-Azhar)”. Dalam Tesis ini menjelaskan konsepsi pelecehan terhadap ayat
menurut Sayyid Quthb dan Buya Hamka dan perbedaan dari keduanya
dalam membahas lafal pelecehan terhadap ayat termasuk pelanggaran
akidah. 14
2. Jurnal lain yang di tulis oleh Harda Armayanto, “ Etika Al-Qur‟an
Terhadap Non-muslim,” Jurnal Tsaqafah Vol 9. No. 2, November 2013.
Jurnal ini berisi menjelaskan etika al-Qur‟an terhadap non-Muslim, ketika
agama Islam di tuduh dan dilecehkan oleh para orientalis. Sebagaimana
yang dilakukan oleh Robert Morey dalam karyanya Islamic Invasion yang
ditunjukkan untuk melecehkan agama Islam.15
14
Faridah, Konsepsi Pelecehan Terhadap Ayat dalam Surat Al-Jatsiyah:7-11 dan Surat
At-Taubah: 64-66 (Studi Komperatif Antara Fi Zhilalil Qur‟an dan al-Azhar) (Surakarta: Tesis
IAIN Surakarta, 2016). 15
Harda Armayanto Etika Al-Qur‟an Terhadap Non-Muslim (Jurnal TSAQAFAH,
November, 2013), vol. 9. No. 2.
9
Sepanjang pengetahuan penulis, belum ada penelitian yang menulis secara
khusus tentang penafsiran mufasir terhadap ayat-ayat al-Qur‟an yang berkaitan
dengan pengolok-olok dan senda gurau terhadap ayat-ayat al-Qur‟an dengan
menggunakan pendekatan metode Double Movement Fazlur Rahman. Dengan
demikian, apa yang diupayakan oleh penulis ini bukan merupakan suatu
pengulangan dari apa yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh penulis lain.
F. Metode Penelitian
Pembahasan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan model penelitian
kualitatif yaitu metode penelitian dengan teknik pengumpulan data secara
gabungan dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan kepada data yang
sebenarnya dan pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.16
Adapun dalam pengumpulan data, penulis menggunakan jenis penelitian
kepustakaan (Library Research), dengan mengumpulkan data-data dan menelaah
sejumlah referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas.
Adapun data primernya penulis menggunkan al-Qur‟an dan terjemahnya, buku
karya Fazlur Rahman Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual,
terjemahan oleh Ahsin Muhammad yang membahas metode double movement
secara meyeluruh dan buku-buku lainya yang berkaitan membahas metode double
movement. Dan kitab-kitab tafsir seperti: Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an karya
at-Thabari,17
al-Tafsīs al-Kabir wa Mafātih al-Gaib karya Fakhr al-Dīn ar-Rāzi,18
16
Prof. Dr. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung:
Alfabeta, 2013) ,h. 9.
17 Tafsir Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an merupakan karya yang di anggap oleh
mayoritas ulama sebagai kitab tafsir pertama dalam sejarah penulisan kitab-kitab tafsir. Kitab tafsir
ini terdiri dari 30 juz, aslinya lebih dari 30.000 halaman. Lihat: Departemen Agama, Muqaddimah
al-Qur‟an, Op, Cit, h. 165.
10
Fi Zhilalil Qur‟an karya Sayyid Quthb,19
tafsir al-Azhar karya Buya Hamka, 20 al-
Misbah karya M. Quraish Shihab,21
untuk membandingkan dengan penafsiran
menggunakan metode double movement.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitik yakni dengan
mendeskripsikan data-data yang ada kemudian menganalisanya secara
proposional, dan komprehensif dengan pendekatan komparatif, sehingga akan
menampakkan perbedaan yang ada dan jawaban atas persoalan yang berhubungan
dengan inti dari permasalahan serta menghasilkan hasil yang valid.
G. Metode Penulisan
Adapun metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kritik melalui pendekatan hermeneutik, dengan cara mengumpulkan data
yang berkaitan dengan masalah yang di teliti, kemudian mendeskriptifkan
sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas yang ada.
Dengan penelitian kepustakaan (Library Research), sehingga data yang diperoleh
adalah berasal dari kejadian teks atau buku-buku yang relevan dengan pokok atau
18
Tafsir ini menggunakan metode tahlilī yakni menafsirkan ayat perayat dan surat demi
surat secara beruntun sesuai mushaf „Usmāni. Lihat Faizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy,
Membahas Kitab Tafsir Klasik-Modern (Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2011), h. 59 19
Tafsir Fi Zhilāl al-Qur‟an merupakan suatu kitab tabsir yang kuat akan gambaran
artistik di dalamnya dan ini merupakan ciri khas utama uslub (ungkapan) al-Qur‟an. Lihat: Sayyid
Quthb, Tafsir fi Zhilāl al-Qur‟an, jilid 1(Jakarta: Gema Insani Press, 2005), h. 15. 20
Tafsir al-Azhar dilihat dari urutan suratnya menggunakan tartib nuzul atau bisa disebut
juga menggunakan metode tahlilī. Sumber penafsirannya menggunakan sumber bi al-ra‟yi, karena
beliau menggunakan pendapat-pendapat beliau sendiri dalam tafsir ini dan corak yang di gunakan
ialah adabi ijtima‟i. Lihat: Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia (Ciputat: Mazhab Ciputat,
2013), h. 186-188. 21
Tafsir al-Mishbah menggunakan motode tahlilī, selain itu penafsiran yang dilakukan
M. Quraish Shihab berdasarkan pada pemikiran beliau. Sehingga tafsir ini merupakan karya
tafsirbi al-ra‟yi dengan corak adabi ijtima‟i. Lihat: Mafri Amir, Literatur Tafsir Indonesia, h. 278-
282.
11
rumusan masalah di atas.22
Saya mengacu kepaa buku pedoman Akademik
Program Stara 1 2012/2013 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan menggunakan
translitasi Romanisasi Standar Arab (Romanization of Arabic) yang pertama kali
diterbitkan tahun 1991 dari America Library Association (ALA) dan Library
Congress (LC).
H. Sistematika Penulisan
Adapun penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang saling keterkaitan bab
yang satu dengan yang lainya.
Bab I adalah pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah
munculnya penelitian ini beserta perdebatan akademik seputar perubahan sosial,
setelah itu permasalahan itu diidentifikasi, dibatasi serta dirumuskan, kemudian
disrtakan pula tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Selain itu tinjauan pustaka
dilakukan dengan tujuan mengetahui posisi penelitian, ini diantara studi-studi
lainya, begitupun dengan penjelasan mengenai metode penelitian yang dipakai
untuk menyelesaikan penelitian ini. Dan pembahasan terakhir, yaitu penjelasan
mengenai sistematika pembahasanya.
Bab II mendeskripsikan biografi Fazlur Rahman dan pemikirannya dalam
lintas sejarah kehidupanya dan menjelaskan metode double movement.
Bab III memaparkan tentang ayat-ayat olok-olok dalam al-Qur‟an dengan
menjelaskan pengertian olok-olok dan memaparkan bentuk perolok-olokkan dan
sedikit pengertian majelis.
22
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Jilid I (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), h. 9
12
Bab IV penerapan aplikasi metode double movement Fazlur Rahman
dalam penafsiran olok-olok terhadap al-Qur‟an, dengan menjelaskan langkah
pertama dari gerkan pertama dan langhak kedua dari gerkan pertama, dilanjutkan
dengan aplikasi gerakan kedua dan membandingkan dengan penafsiran para
mufasir.
Bab V bab ini adalah bab penutup, yang terdiri dari kesimpulan yang
menjawab dari rumusan masalah yang telah penulis sebutkan di belakang dan di
akhiri dengan saran-saran.
13
BAB II
BIOGRAFI FAZLUR RAHMAN DAN TEORI DOUBLE MOVEMENT
A. Biografi Fazlur Rahman
1. Riwayat Hidup
Fazlur Rahman dilahirkan pada 12 September 1919, di sebuah daerah
bernama Hazara ketika India belum pecah menjadi dua negara, daerah tersebut
sekarang terletak disebelah barat laut Pakistan, dan ia meninggal pada tanggal 26
Juni 1998 M di Chicago, Ilinois.1 Rahman terlahir dalam keluarga „alim dan
tergolong taat beragama. Rahman dibesarkan dalam keluarga dengan tradisi
madzhab Hanāfi, sebuah madzhab Sunnī yang bercorak rasional dibandingkan
dengan tiga madzhab Sunnī lainya yaitu Syāfi‟ī, Mālikī dan Hanbalī.2
Pada tahun 1933, ketika genap berusia 14 tahun, Fazlur Rahman dibawa ke
Lahore dan memasuki sekolah moderen, namun malamnya tetap mendapat
pelajaran agama Islam secara tradisional di rumahnya, di bawah bimbingan sang
ayah. Pada tahun 1940, Rahman mendapatkan gelar Bachelor of Arts (B.A) dalam
bidang bahasa Arab pada Universitas Punjab. Dua tahun kemudian yakni pada
tahun 1942 ia memperoleh gelar Master of Arts (M.A) dalam bidang dan di
universitas yang sama dengan memperoleh penghargaan yang tinggi.3
Pengembaraan intelektualnya tidak hanya berhenti sampai disini. Baginya,
Perguruan tinggi di Anak Benua India masih bersifat formalistik- akademik,
1 Ebrahim Moosa, “Introduction,” dalam Fazlur Rahman, Revival and Reform in Islam: A
Study of Islamic Fundamentalism (Oxford: Oneworld, 2003), h.1. 2 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1996), h.79. 3 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1996), h. 80.
14
sehingga kurang berbobot secara intelektual. Demikian pula dengan perguruan
tinggi di Timur Tengah, menurutnya, sama dengan perguruan tinggi di Anak
Benua India yang dalam kajian Islam, semangat kritisnya amat rendah.4 Akhirnya
ia memutuskan melanjutkan studinya ke Inggris. Langkah ini merupakan
keputusan yang sangat berani, karena pada saat itu hingga dewasa ini terdapat
anggapan umum jika seorang Muslim pergi ke Barat untuk belajar Islam itu
dianggap hal yang aneh, dan jika memang ada yang mengambil langkah semacam
itu; maka ia tidak akan diterima kembali di negri asalnya.5
Pada tahun 1946, Fazlur Rahman melanjutkan studinya di Universitas
Oxford. Di Universitas terkenal ini, selain mengambil dan mengikuti kuliah-
kuliah formal, ia giat dalam mempelajari bahasa Inggris. Penguasaannya terhadap
bahasa tersebut sangat mambantu dalam upayanya memperdalam dan memperluas
wawasan keilmuannya, khususnya dalam bidang studi-studi Islam.6
Rahman menyelesaikan program doktoralnya pada tahun 1949 dengan
disertasi yang berjudul: Avicenna‟s Psychology: An English Translation of Kitāb
al-Najāt, Book II, Chapter VI With Historico-Philosophical Notes and Textual
Improvements on The Cairo Edition di bawah bimbingan Profesor S. Van den
Bergh dan H .A.R Gibb.7
4 Hal ini ia ungkapkan dala m bukunya Islam and Modernity: Transformation of an
Intellectual (Chicago: The University of Chicago Press, 1982), h. 117-139. 5 Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum
Fazlur Rahman (Bandung: Mizan, 1996), h.80. 6 Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, h. 81-82.
7 Disertasi ini diterbitkan pertama kali di London pada tahun 1952 oleh penerbit Oxford
University Press, dan dicetak ulang pada tahun 1981 oleh Hyperion Press.
15
Setelah meraih Doctor of Philosophy (Ph.D) dari Oxford University,
Rahman tidak langsung kembali ke Pakistan yang baru merdeka beberapa tahun
pada saat itu. Akhirnya ia mengajar selama beberapa tahun di Durham University,
Inggris, kemudian di Institute of islamic Studies, McGill University, Kanada, di
mana ia menjabat sebagai Associate Professor of Philoshophy. Di Kanada inilah
Rahman menjalin persahabatan yang erat dengan orientalis kenamaan, W.C Smith
yang saat itu menjabat sebagai Direktur Institute of Islamic Studies University.8
Pada tahun 1960, Fazlur Rahman kembali ke Pakistan membawa misi
memajukan bangsanya di pakistan. Ia pun bergabung dengan lembaga riset Islam
Institute of Islamic research di Karachi yang didirikan oleh presiden Ayyub Khan.
Kemudian pada tahun 1962, Rahman ditunjuk sebagai direktur lembaga riset
tersebut untuk menggantikan Qureshi. Lembaga tersebut bertugas menafsirkan
Islam dalam term-term rasional dan ilmiah untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat medern yang progresif.9
Pada tahun 1964, Rahman diangkat sebagai anggota Advisory Council of
Islamic Ideology (Dewan penasehat Ideologi Islam) Pemerintah Pakistan. Dewan
tersebut bertugas sebagai meninjau seluruh hukum baik yang sudah ada maupun
yang belum ditetapkan, dengan tujuan menyelaraskannya dengan al-Qur‟an dan
Sunnah. Akan tetapi penunjukkan Rahman sebagai pemimpin lembaga tersebut
kurang mendapat respon dari ulama tradisional, mereka menganggap Rahman
sebagai kelompok modernis dan telah banyak terkontaminasi oleh pemikiran-
pemikiran Barat. Namun beberapa pengamat menilai bahwa penolakan kalangan
8 Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, h. 82-83.
9 Fazlur Rahman, “Some Islamic Issues in Ayyub Khan Era”, dalam Dr. Abdul
Mustaqim, Epistemologi Tafsir Kontemporer (Yogyakarta: LkiS, 2012), h. 91.
16
ulama tradisional terhadap pemikiran Rahman bersifat politis dimana penolakan
itu sebenarnya ditunjukkan kepada rezim Ayyub Khan yang dipandang sengat
otoriter.10
Melihat kondisi seperti itu, Rahman akhirnya hijrah dari Pakistan. Pada
tahun 1968, Rahman hijrah ke Barat Amerika Serikat, menjadi tenaga pengajar di
Universitas California, Los Angeles pada tahun 1968. Rahman diangkat menjadi
profesor dalam bidang pemikiran Islam di Universitas Chicago pada tahun 1969
dan menetap disana hingga wafat pada 1988.11
2. Pemikiran Keagamaan Fazlur Rahman
a. Periode Awal
Pada era 1950-an, pemikiran Rahman lebih difokuskan pada kajian Islam
historis, belum memberikan perhatian pada kajian Islam normatif. Sebagai contoh
ketika Rahman menyelesaikan program doktoralnya di Oxford University, yaitu
Avicenna‟s Pyschology (1952) dan Avicenna‟s De Anima (1959).
Kajian historis Rahman pada periode ini bisa dikatakan seluruhnya
berkaitan dengan filsafat. Namun, dari beberapa hasil karyanya pada periode ini,
buku Propechy in Islam; Philosophy and Orthodoxy (1958), merupakan karya
orisinil Rahman yang paling penting dalam periode awal ini. 12
10
Ihsan Ali Fauzi, “Mempertimbangkan Neo-Modernisme”, dalam Jurnal Dialog
Pemikiran Islam,Islamika, No. 2, (Oktober-Desember 1993), h. 3. 11
Amiruddin M. Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman (Yogyakarta:UII
Press 2000), h. 12. 12
Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, h. 113.
17
b. Periode Tengah
Tahapan kedua dari perkembangan pemikiran Rahman pada tahun 1960-an
di tandai dengan perbuatan yang radikal. Pada masa ini lebih menanpakkan
dirinya sebagai seorang "orientalis Muslim”, maka pada periode kedua ini
Rahman terlibat secara intens dalam upayanya untuk merumuskan kembali Islam
dalam rangka menjawab tantangan-tantangan dan kebutuhan masyarakat Muslim
kontemporer.
Keterlibatan Rahman dalam arus pemikiran Islam ditandai dengan
dipublikasikan artikelnya dalam jurnal Islamic Studies mulai Maret 1962 hingga
Juni 1963, dan diterbitkan menjadi bentuk buku: Islamic Methodology in History
(1965).
Sebagaimna kalangan modernis pada umumnya, Rahman tampaknya tidak
menyenangi format Islam yang berurat dan berakar di masa lampau sehingga
menafikan kemungkinannya untuk tumbuh dan berkembang. Menurutnya
kebutuhan mengulang perumusan gagasan politik moral, dan cita-cita spiritual
Islam sangat bergantung pada penilaian ulang hadis.
Perhatian utama Rahman dalam periode pertengahan ini adalah
memberikan definisi “Islam” bagi Pakistan. Karena baginya, tujuan Islam adalah
menciptakan suatu tata sosio-moral yang sehat dan progresif. Rahman akhirnya
mengemukakan saranya tentang rekontruksi masyarakat Muslim Pakistan dari
18
dalam bidang pertahanan, bidang pembangunan, bidang pendidikan, Tugas ulama
dan Teori kenegaraan, dll.13
c. Periode Akhir
Kepindahan Rahman karena mendapat hambatan yang cukup kuat dari
para ulama tradisionalis di Pakistan maka dia memutuskan untuk meninggalkan
negrinya sendiri. Ancaman yang sudah sampai pada tahap sangat
menghawatirkan, Rahman memang tidak dapat menyatakannya secara terbuka.
Namun, ketika “ekspresi kekuatan” telah menggantikan “kekuatan berekspresi”
maka kewajibanya adalah menolak bergabung dan bersepakat dengan situasi
disekitarnya.
Karya-karya intelektual Rahman sejak 1970, yakni sejak kepindahanya ke
Chicago, hampir keseluruhannya kajian Islam normatif ataupun historis
sebagaimana dengan karya-karyanya pada saat berada di Pakistan. Pada periode
ini Rahman berhasil menyusun tiga karya utamanya, yakni:
Pertama: Philosophy of Mullā Shadrā (1975) merupakan kajian historis Rahman
terhadap pemikiran religio-filosofis Shadr Al-Din Al-Syirazi, yang lebih dikenal
sebagai Mullā Shadrā. Di samping itu, tujuan penulisan buku ini adalah untuk
memperkenalkan pemikiran Mulla Shadra secara kritis dan analitis dengan
berpijak pada karya monumental Shadra, Al-Asfār Al-Arba‟ah.
13
Fazlur Rahman, “Some Reflection on the Reconstruction of Muslim Society in
Pakistan”, Islamic Studies, vol.6, no. 2, (1967), h. 103-118.
19
Kedua: Major Themes of The Qur‟an (1980)14
sebagian isi buku ini merupakan
hasil penulisan ulang Rahman yang di tulisnya ketika menetap di Pakistan dan
setelah kepindahanya ke Chicago.
Pada bagian dalam pendahuluanya, Rahman mengungkapkan bahwa
penulis Muslim dan non-Muslim telah banyak menggeluti bidang penafsiran al-
Qur‟an. Tepati sebagian dari karya-karya mereka, disamping gagal dalam
mengungkapkan pandangan al-Qur‟an yang padu dan melekat tentang alam
semesta dan kehidupan dan tidak mendapatkan manfaatnya bagi orang-orang yang
ingin memahami pandangan al-Qur‟an tentang Tuhan, manusia ataupun
masyarakat. Oleh karena itu tujuan penulisan Major Themes of The Qur‟an adalah
memenuhi kebutuhan yang mendesak akan sebuah pengantar tentang tema-tema
pokok al-Qur‟an.15
Buku ini mencoba menampilkan secara sistematis delapan tema pokok al-
Qur‟an yang ditata dalam urutan berikut ini: Tuhan, Manusia sebagai Individu,
Manusia Anggota Masyarakat, Alam Semesta, Kenabian dan Wahyu, Eskatologi,
Setan dan Kejahatan, serta Lahirnya Masyarakat Muslim. Pada bagian akhir buku
tersebut juga terdapan apendiks tentang situasi religius yang dihadapi oleh
masyarakat muslim di Makkah, Kaum Ahli Kitab, dan mengenai keanekaragaman
agama-agama.
14
Buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Anas Mahyudin dan
diterbitkan pertama kali pada 1930 oleh penerbit Pustaka Bandung 15
Rahman, Major Themes, h. 11.
20
Ketiga: Islam and Modernity; Transformation of an Intellectual Tradition (1982),
merupakan sebuah karya dari proyek riset Universitas Chicago. Penulisanya
dimulai pada tahun 1977 dan selesai pada tahun 1978.
Islam and Modernity dengan jelas menanpakkan betapa hebatnya
pergulatan Rahman dalam menata masa depan Islam dan umatnya. Melihat bahwa
dunia Islam sekarang ini sedang menghadapi krisis dan memiliki implikasi serius
terhadap masa depan Islam, maka Rahman berupaya menelaah kembali akar
kesejarahan krisis tersebut dan menawarkan suatu catak biru bagi transformasi
kehidupan intelaktual Islam kedalam suatu kekuatan kreatif dan vital.16
Inti dari karya kontroversial Rahman ini terletak pada pernyataanya bahwa
para mufasir, sejak abad keemasan Islam hingga sekarang ini, telah keliru dalam
memahami al-Qur‟an dan ajar Nabi yang merupakan respon Ilahi terhadap situasi
kesejarahan yang konkrit dan spesifik. Baginya, jika kaum muslim hendak ingin
keluar dari krisisnya, maka mereka harus kembali pada kedua sumber Islam itu.
Melalui penafsiran yang harus digeneralisasi sebagai prinsip moral yang mampu
menghadapi kondisi masa yang selalu berubah.17
B. Karya-Karya Fazlur Rahman
Karya- karya intelektual Rahaman selama hidupnya menghasilkan karya
yang sangat monumental. Berikut buku-buku yang ditulisnya:
1. Avicenna‟s Psychology (1952) terjemahan Inggris dan suntingan karya
Ibn Sῑnā.
16
Taufiq Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, h. 146. 17
Rahman,Islam and Modernity, h. 1.
21
2. Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy (1958), teori kenabian
dalam Islam dalam ruang lingkup filsafat dan ortodoks, telah
diterjemahkan dengan judul Kontroversi Kenabian dalam Islam:
Antara Filsafat dan Ortodoksi, terj. Ahsin Muhamad. Bandung,
Penerbit Mizan, 2003.
3. Avicenna‟s De Anima (1959) terjemahan Inggris dan suntingan karya
Ibn Sῑnā.
4. Islamic Metodology in History (1965), membahas tentang peninjauan
kembali Hadῑts secara konstruktif.
5. Islam (1966), menyungguhkan perkembangan umum agama Islam
selama empat belas abad, telah diterjemahkan dengan judul Islam, terj.
Ahsin Muhammad. Bandung, Penerbit Pustaka, 1984.
6. The Philosophy of Mullā Sadrā (1975), merupakan kajian historis
Rahman terhadap pemikiran religio-filosofis Sadr al-Dῑn al-Syῑrāzi,
yang lebih dikenal dengan Mullā Sadrā.
7. Major Themes of the Qur‟an (1980), menguraikan tema-tema pokok
dalam al-Qur‟ān, telah diterjemahkan dengan judul Tema pokok al-
Qur‟an, terj, Anas Mahyudin. Bandung, Penerbit Pustaka, 1983.
8. Islam & Modernty: Transformation of an Intellectual Tradition:
Change and Identity (1987), telaah kritis Rahman terhadap sejarah
intelektual dan pendidikan Islam sejak periode klasik hingga dewasa
ini, telah diterjemahkan denagn judul Islam dan Modernitas: Tentang
22
Transformasi Intelaktual, terj. Anas Mahyudin. Bandung, Penerbit
Pustaka, 1984.
9. Revival and Reform in Islam (2000), mengulas tentang kebangkitan
umat Islam.18
Pada Agustus 1965 – September 1968, Rahman diangkat menjadi direktur
di Central Institute of Islamic Research, sebuah lembaga riset mengenai keislaman
yang dibiayai oleh pemerintah. Ketika itu Rahman menerbitkan karyanya yang
berjudul Islamic Methodology in History.19
Buku ini bersumber dari artikel-artikel
Rahman yang ditulisnya di Central Institute of Islamic Research. Karya ini
merupakan rumusan awal menyangkut metodologi tafsir yang ia rumuskan di
kemudian hari. Tujuan penulisan buku ini untuk menunjukkan: a) evolusi historis
terhadap aplikasi prinsip-prinsip dasar pemikiran Islam yaitu: al-Qur‟an, Sunnah,
Ijtihad dan ijma‟ yang menjadi kerangka bagi seluruh pemikiran Islam, dan b)
peran aktualnya terhadap perkembangan Islam itu sendiri.20
Dalam buku ini, Rahman memperkenalkan metode alternatif untuk studi
keislaman: double movment. Selain itu, Rahman juga menawarkan penggunaan
18
Ghufron A. Mas‟adi, Metodologi Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1997), h. 6. 19
Buku ini merupakan kumpulan artikel berseri yang ditulis oleh Rahman dalam Jurnal
Islamic Studies, sejak Maret 1962 – Juni 1963. Dan diterbitkan pertama kali oleh Islamic Research
Institute pada tahun 1965 (edisi pertama), edisi kedua tahun 1976, dan edisi ketiga tahun 1984.
Namun jurnal ini kehilangan ruhnya dalam kajian Islam yang kritis dan mendalam. Hingga pada
akhirnya kehilangan daya tarik atau apresiasi dari para penikmat kajian Islamic Studies. Semenjak
saat Rahman mengundurkan diri dari Derektur Lembaga Riset Islam tersebut. 20
Fazlur Rahman, Islamic Methodology in History (India: Adnan Publishers and
Distributors,1994), h. 5.
23
hermeneutika dalam metodenya untuk membaca teks-teks klasik (al-Qur‟an dan
hadis).21
C. Teori Double Movement Fazlur Rahman
Metodelogi yang diajukan oleh Rahamn dalam menafsirkan al-Qur‟an
didasarkan kepada keyakinannya terhadap al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi
manusia “hudan li al-nās” (QS. al-Baqarah [2]:185). Ia meyakini, bahwa
pemahaman dapat diperoleh secara objektif dengan merumuskan sebuah
metodologi baru dalam menafsirkan al-Qur‟an. Baginya, kesadaran historis
melibatkan dua hal yang harus dipisahkan, yaitu: kepastian objektif terhadap masa
lalu di mana fakta-fakta historis dapat ditemukan dan respon terhadapnya meliputi
nilai-nilai yang dideterminasi oleh situasi saat ini.
Sama halnya seperti mayoritas umat Islam, Rahman mengungkapkan
keyakinannya secara mutlak bahwa al-Qur‟an merupakan Kalam Allah yang
diwahyukan kepada Nabi muhammad. Sebab tanpa adanya kepercayaan semacam
ini, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai seorang muslim, meskipun hanya
terhitung secara nominal.22
Rahman dapat dikategorikan sebagai pemikir aliran objektivis. Ia
tampaknya terpengaruh oleh hermeneutika model Emilio Betti yang masih
mengakui original meaning (makna otentik), berbeda dengan aliran hermeneutika
Hans-Georg Gadamer yang sudah tidak percaya lagi pada original meaning. Bagi
21
Penjelasan ini dapat dilihat pada bab pendahuluan buku Islam and Modernity:
Transformation of an Intellectual, cet 1 (Chicago: The University of Chicago Press, 1982) 22
Fazlur Rahman, Islam, Op.cit., h. 32. Fazlur Rahman, “Divene Revelation and the
Prophet”, dalam Taufik Adnan Amal (terj. & ed), Op.cit., h. 44.
24
Gadamer, setiap penafsiran pasti sudah memiliki prejudice sebelum berhadapan
dengan teks. Maka, sebuah penafsiran pasti melibatkan subjektivitas penafsir.
Meskipun Rahman sependapat dengan Emilio Betti yang mempercayai makna
objektif dan juga masih mengakui adanya original meaning (makna otentik),
namun di antara keduanya ada perbedaan mengenai konsep the original meaning.
Jika Betti meyakini bahwa makna asli suatu teks terletak pada akal pengarang, di
mana dalam proses interpretasinya, teks harus dibawa kepada pikiran pengarang,23
berbeda dengan hal itu, Rahman beranggapan bahwa makna asli teks dapat
dipahami memalui konteks sejarah ketika teks itu ditulis atau diturunkan.24
Sebab,
seorang mufassir tidak mungkin dapat masuk ke dalam “pikiran” Tuhan. Maka
yang paling mungkin ialah memahami konteks environmental di saat teks al-
Qur‟an diturunkan.
Fazlur Rahman menawarkan penetapan keputusan hukum Islam yang
terdiri dari gerak ganda (double movement) yaitu, bertitik tolak dari situasi
sekarang ke masa turunya al-Qur‟an, lalu dari turunnya al-Qur‟an itu kembali
kepada masa kini.25
Untuk memahami al-Qur‟an dengan double movementnya
adalah dengan menelusuri adanya aspek ideal moral dan legal spesifik. Dalam
kaitan ini, Rahman beranggapan sesungguhnya al-Qur‟an memberikan semangat
juang untuk menciptakan tata sosial-moral yang bermuara pada terciptanya
kondisi yang egalitarian dan berkeadilan.26
23
Hans-Georg Gadamer, Truth and Method, h. 465. 24
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, h. 8-9. Lihat pula Ugi Suharto, “Apakah al-
Qur‟an Memerlukan Hermeneutika?”, h. 5. 25
Fazlur Rahman, Islam and Modernity Transformation of an Intellectual Tradition
(Chicago: The University of Chicago Press, 1984), h. 6-7. 26
Fazlur Rahman, Major Themes of The Quran, h. 62-63.
25
Double Movement yang dirumuskan oleh Fazlur Rahman sesungguhnya
merupakan penafsiran hukum atas aspek sosial (peristiwa-peristiwa spesifik)
ajaran yang terdapat dalam al-Qur‟an. Hal ini, menurut Rahman karena
kepentingan utama metodologi tersebut adalah memahami al-Qur‟an dan aktifitas
Nabi dalam latar sosio-historisnya. Maka itu, Rahman dalam merumuskan suatu
keputusan hukum perlu dibedakan secara tegas antara ideal moral yang bersifat
universal dan wilayah legal spesifik yang bersifat partikular.
Metodologi ini terdiri dari gerakan ganda yang diyakini Rahman dapat
menjadi solusi ampuh untuk menghubungkan kesenjangan yang terjadi antara
Islam dan modernitas. Gerakan tersebut terdiri dari: Pertama, berawal dari masa
kini menuju kondisi sosio-historis di mana al-Qur‟an diturunkan untuk
menemukan jawaban spesifik terhadap situasi spesifik. Kedua, menggeneralisir
jawaban-jawaban spesifik tersebut menjadi prinsip umum untuk dihidupkan
kembali di masa kini.
Pada gerakan pertama terdapat dua langkah yang harus diikuti, yaitu:
1) Seseorang harus memahami arti atau makna suatu pernyataan dengan
mempelajari situasi atau problem historis di mana pernyataan tersebut
merupakan jawabannya. Tentu saja, dengan mempelajari teks-teks spesifik
dalam situasi makro dalam batasan-batasan masyarakat, agama, adat-
istiadat, pranata-pranata, bahkan sampai ke kehidupan secara menyeluruh
26
di Arabia pada saat kehadiran Islam khususnya di sekitar Makkah dengan
tidak mengesampingkan peperangan antara Persia dan Bizantium.27
2) Menggeneralisasikan tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan
menyatakannya sebagai pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan
moral-sosial umum yang dapat “disarikan” teks al-Qur‟an dalam latar
belakang sosio-historis, atau dengan maksud lain “ berfikir dari aturan-
aturan legal spesifik menuju pada moral sosial yang bersifat umum di
dalamnya.28
Gerakan kedua dari metode ini adalah mengkontekstualisasikan pandangan
umum (yaitu yang telah disistematisasikan melalui gerakan pertama) menjadi
pandangan spesifik yang harus dirumuskan dan direalisasikan pada masa
sekarang. Maksudnya, makna-makna yang umum harus dirumuskan ke dalam
konteks sosio-historis yang konkrit pada masa sekarang ini.29
Dengan demikian, gerakan pertama secara langsung membawa kepada
terjadinya gerakan kedua, dan selama kedua proses itu berlangsung, mufassir
harus mewanti-wanti agar selalu memperhatikan koherensi al-Qur‟an, sehingga
setiap makna yang difahami, hukum yang ditetapkan dan tujuan yang
diformulasikan secara padu, tidak bertentangan satu dengan yang lainya. Sebab al-
Qur‟an memiliki hubungan secara keseluruhan dan tidak mengandung kontradiksi
antara satu dengan yang lain di dalamnya.
27
Fazlur Rahman, Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual, Terj.
Ahsin Muhammad (Bandung: Pustaka, 1995) h.7. 28
Rahman, Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual,h.7. 29
Rahman, Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual,h.8.
27
Mengimplikasikan jihad intelektual, tambah Rahman, diperlukan karena
untuk menguasai tradisi dan pengetahuan kontemporer secara bersamaan. Jihad
dan upaya intelektual dalam gerakan ganda ini disebut Ijtihād. Bagi Rahman,
Ijtihād adalah upaya untuk memahami makna suatu teks (preseden) di masa lalu,
yang memuat suatu aturan untuk mengubah aturan itu dengan memperluas,
membatasi ataupun memodifikasi sedemikian rupa sehingga dapat dicocokkan
dengan situasi baru dalam rangka mendapatkan solusi yang baru.30
Namun demikian, harus dipahami bahwa metode hermeneutika double
movement hanya efektif diterapkan dalam ayat-ayat hukum, bukan ayat-ayat yang
membahas ketuhanan, Seperti, ketika mengkaji ayat-ayat yang terkait dengan hal-
hal metafisik, seperti konsep Tuhan, malaikat, setan dan sebagainya.
Jadi, melalui metode double movement ini, Rahman bertujuan untuk
mengangkat nilai-nilai Islam secara seutuhnya. Kemudian, dari nilai-nilai tersebut
akan diketahui misi dan perhatian dari tujuan yang sebenarnya, serta fungsinya
bagi umat Islam dan umat manusia secara keseluruhan.
D. Contoh Aplikasi Teori Double Movement
Salah satu persoalan dalam hukum keluarga ialah poligami, sorotan
Rahman terhadap poligami lantaran menjadi pembahasan aktual saat itu di
negaranya. Rahman mencoba untuk merespon pandangan ulama di masa awal
terbentuknya sebuah negara yang menggagaskan diri sebagai Negara Islam
Pakistan. Ulama Pakistan saat itu secara umum menyakini bahwa praktek beristri
30
Rahman, Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual, h.8.
28
lebih dari satu dibolehkan dalam Islam dan ini merupakan justifikasi al-Qur‟an,
bahkan diberi toleransi sampai memiliki empat istri.31
Al-Qur‟an menyatakan bahwa suami istri dinyatakan sebagai libās
(pakaian) bagi satu sama lainya. Perempuan diberikan hak-hak yang sama atas
kaum laki-laki sebagaimana hak laki-laki dan perempuan, dengan pengecualian
bahwa kaum laki-laki sebagai yang mencari nafkah dan memiliki kedudukan satu
tingkat lebih tinggi dibandingkan perempuan.32
Ayat yang berbicara tentang poligami di dalam al-Qur‟an sebenarnya
hanya ada satu ayat, yakni QS. an-Nisā [4]: 3:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian
jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang
saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih
dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Untuk memahami pesan sebenarnya dari al-Qur‟an, penelusuran sosio
historis hendaknya dilakukan. Masalah ini muncul sebenarnya berkait dengan para
gadis yatim. Pada ayat sebelumnya QS.an-Nisā [4]: 2 dikatakan:
31
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur‟an Fazlur Rahman (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), h.
75 32
Sibawaihi, Hermeneutika al-Qur‟an Fazlur Rahman, h. 43.
29
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka,
jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu Makan
harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan
memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Al-Qur‟an telah melarang keras para wali untuk memakan harta anak
yatim. Tema seperti ini sudah disampaikan di dalam al-Qur‟an sejak di Makkah
(QS. al-An‟ām[6]: 152, QS. al-Isrā[17]: 34) dan ditegaskan lagi ketika di Madinah
(QS. al-Baqarah[1]: 220), (QS. an-Nisā[4]: ayat 2, 6, 10, dan 127). Setelah
penekanan tidak dibenarkannya memakan harta para gadis yatim, al-Qur‟an
kemudian membolehkan para wali umtuk mengawini mereka sampai empat orang.
Tetapi Rahman berpendapat ada satu prinsip yang sering diabaikan oleh Ulama
dalam hal ini.33
Yaitu QS. an-Nisā[4]: 129
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah
kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang
lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara
diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” 34
Karenanya,“jika kamu takut akan dapat berlaku adil, maka
(kawinlah)seorang saja”. (QS. an-Nisā[4]: 3)
Dari ayat-ayat tersebut ditunjukkan suatu makna bahwa sikap adil itu
mustahil untuk dijalankan oleh seorang laki-laki (suami) terhadap masing-masing
isterinya. Maka dalam kasus ini, perihal tentang berlaku adil harus mendapat
perhatian dan niscaya punya kepentingan lebih mendasar ketimbang perihal
33
Fazlur Rahman, Tema Pokok al-Qur‟an..., h. 68. 34
Qs. an-Nisā[4]:129, Yayasan Penyelenggara penerjemah dan Penafsir al-Qur‟an, al-
Qur‟an dan terjemahanya (Jakarta: Depag RI, 1997), h. 144.
30
spesifik yang membolehkan poligami. Tuntutan untuk berlaku adil dan wajar
adalah salah satu tuntutan dasar keseluruhan ajaran al-Qur‟an.
Jadi, maksud yang sebenarnya dalam al-Qur‟an tidak menganjurkan poligami, Ia
justru memerintahkan sebaliknya, yakni monogami dan itulah ideal moral yang
hendak dituju al-Qur‟an.
31
BAB III
AYAT-AYAT OLOK-OLOK DALAM AL-QUR’AN
A. Pengertian Olok-olok
Olok-olok dalam kamus besar bahasa Indonesia ialah perkataan yang
mengandung sindiran (ejekan, lelucon) atau perkataan untuk bermain-main saja,
senda gurau.1 Sedangkan dalam kamus umum bahasa Indonesia olok-olok ialah
perkataan yang mengandung sindiran atau bermain-main saja, bersenda gurau,
gambar-gambar atau karikatur yang mengandung ejekan atau merendahkan,
mempermainkan (mengolok-olok); menghina.2 Sedangkan lafal istahza‟ secara
bahasa berarti sukhriyah, yaitu melecehkan.3 Al-Qurtubi berkata “al-Istahza‟
adalah pelecehan dan penghinaan sekaligus atas perbuatan mereka.4 Kata olok-
olok (istahza‟) dibedakan menjadi dua. Pertama yakni pengolok-olokkan secara
terang-terangan yaitu dilakukan dengan jelas menghina baik secara ucapan atau
perbuatan yang sengaja merendahkan, menghina, mempermainkan atau
mencemooh.5 Kedua pengolok-olokkan secara tidak terang-terangan atau ghairu
shorih yakni ucapan, perbuatan atau berbuat sesuatu yang secara tidak langsung
1 Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta; Balai Pustaka, 2007), h. 797
2 W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka,
1986), h. 577.
3 Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an „Azhim, Dar Ibn Hazm, juz 2, 1998, h. 454.
4 Abi Abdullah Al-Qurthubi, Al-Jami‟ Li ahkam al-Qur‟an, Juz 1, h. 207.
5 W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 685.
32
menghina namun berisi merendahkan, menghina, mempermainkan dan bersenda
gurau di dalamnya.6
B. Ayat-Ayat Olok-olok
Pada pembahasan ini penulis mengumpulkan kata olok-olok di dalam al-
Qur‟an dengan menggunakan kata هزء dan خاض , maka itu, penulis melakukan
pencarian kata tersebut dengan menggunakan kitab al-Mu‟jam al-Mufahras li
Alfāẕ al-Qur‟ān al-Karῑm untuk mengumpulkan berapa kali kata ini disebutkan di
dalam al-Qur‟an dan menemukan maksud tujuan ayat-ayat tersebut. Hasil dari
kata هزء penulis menemukan sebanyak 23 kali penyebutan dan dari kata خاض
penulis menemukan sebanyak 12 kali, sebagai berikut:
1. Pencarian kata هزء dalam kamus al-Mūjam al-Mufahraz lī al-Fazīl al-
Qur‟ān. 7
Tabel 3.1: Hasil pencarian dalam kamus
No Surah TN8 T S
9 Ayat Potongan Ayat
Mk/Md10
1 Ya-Sin 41 36 30 يستهزءون Mk
2 Asy-Syu‟ara 47 26 6 يستهزءون Mk
3 Hūd 52 11 8 يستهزءون Mk
6 W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 685.
7 Muhammad Fuād „Abdul BāqI, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Qur‟ān al-Karῑm
(Kairo: Dār al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H), h. 736
8 Tartib Nuzul, Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2005),h. 106
9 Tartib Surah
10 Mk: Makkah, Md: Madinah
33
4 Al-Hijr 54 15 11 يستهزءون Mk
5 Al-Hijr 54 15 95 المستهزءيه Mk
6 Al-An‟ām 55 6 5 يستهزءون Mk
7 Al-An‟ām 55 6 10 ون يستهزء Mk
8 Al-An‟am 55 6 10 استهزئ Mk
9 Az-Zumar 59 39 48 يستهزءون Mk
10 Ghafir 60 40 83 يستهزءون Mk
11 Al- Baqarah 87 2 15 يستهزئ Md
12 Az-Zukhruf 63 43 7 يستهزءون Mk
13 Al-Jatsiyah 65 45 33 يستهزءون Mk
14 Al-Ahqaf 66 46 26 يستهزءون Mk
15 An-Nahl 70 16 34 يستهزءون Mk
16 Al-Anbiya‟ 73 21 41 استهزئ Mk
17 Al-Anbiya‟ 73 21 41 يستهزءون Mk
18 Ar-Rum 84 30 10 يستهزءون Mk
19 Al-Baqarah 87 2 14 مستهزءون Md
20 An-Nisa 92 4 140 يستهزا Md
21 Ar-Ra‟ad 96 13 32 استهزئ Md
22 At-Taubah 113 9 64 استهزءوا Md
23 At-Taubah 113 9 65 تستهزءون Md
2. Pencarian kata خاض dalam kamus al-Mūjam al-Mufahraz lī al-Fazīl al-
Qur‟ān. 11
11
Muhammad Fuād „Abdul BāqI, al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Qur‟ān al-Karῑm
(Kairo: Dār al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H), h. 246
34
Tabel 3.2: Hasil pencarian dalam kamus
No Surah TN12
T S13
Ayat Potongan Ayat Mk/Md
14
1 Al-Muddatstsir 4 74 45 وخىض Mk
2 Al-Muddatstsir 4 74 45 الخائضيه Mk
3 Al-An‟am 55 6 68 يخىضىن Mk
4 Al-An‟am 55 6 68 يخىضىا Mk
5 Al-An‟am 55 6 91 خىضهم Mk
6 Az-Zukhruf 63 43 83 يخىضىا Mk
7 Ath-Thur 76 52 12 خىض Mk
8 Al-Ma‟arij 79 70 42 يخىضىا Mk
9 An-Nisa 92 4 140 يخىضىا Md
10 At-Taubah 113 9 65 وخىض Md
11 At-Taubah 113 9 69 خاضىا Md
12 At-Taubah 113 9 69 خضتم Md
C. Klasifikasi Ayat Olok-olok
Kata olok-olok dalam posisi sebagai predikat di dalam al-Qur‟an memiliki
tiga subjek (pelaku), di antaranya 1). Allah, 2). Munafik, 3). Kafir. Maksudnya
12
Tartib Nuzul, Taufik Adnan Amal, Rekontruksi Sejarah al-Qur‟an (Jakarta: Pustaka
Alvabet, 2005),h. 106
13 Tartib Surah
14 Mk: Makkah, Md: Madinah
35
perbuatan olok-olok di dalam al-Qur‟an hanya dilakukan oleh tiga subjek (pelaku)
tersebut.
a. Allah sebagai subjek olok-olok di dalam al-Qur‟an, yakni Allah mengolok-
olok orang Kafir dan Munafik dengan membiarkan mereka tenggelam
dalam kesesatan. Berikut perinciannnya:
Tabel 3.3: Pemaparan Allah sebagai Subjek
No Surat Subjek Predikat Objek Tempat Kondisi
1 Yasin: 30 Allah Membinasakan orang-orang
yang memperolok-olok
Kafir Makkah
2 Az-
Zukhruf: 83
Allah Memperolok-olok (dengan
cara membiarkan mereka
dalam kesesatan).
Kafir Makkah
3 Al-Ma‟arij:
42
Allah Membiarkan tenggelam
dalam kesesatan dan
bermain-main
Orang-orang
Kafir
Makkah
4 Al-
Baqarah: 15
Allah Memperolok-olok Orang-orang
Munafik
Madinah
5 Ar-Ra‟ad:
32
Allah Akan membinasakan orang
yang Memperolok-olok
Kafir Madinah
6 At-Taubah:
64
Allah Teruskan olok-olokkan mu Orang-orang
Munafik
Madinah
b. Orang-orang Munafik sebagai subjek olok-olok di dalam al-Qur‟an,
mereka bersama kamu Muslim dengan mengambil keuntungan saja di
dalamnya dan memperolok-olok al-Qur‟an dengan lebih memilih di siksa
sratus kali agar tidak diturunkan ayat al-Qur‟an. Berikut perinciannya:
36
Tabel 3.4: Pemaparan Munafik sebagai Subjek
No Surat Subjek Predikat Objek Tempat Kondisi
1 AL-
Baqarah: 14
Anzz
Munafik Memperolok-olok (Orang
Munafik mengatakan bahwa
kami telah beriman, namun ketika
kembali ke kaum musyrik mereka
berkata “sesunguhnya kami
bersamamu, kami melakukan hal
itu untuk bebrolok-olok).
Orang
Mukmin
Madina
h
2 At-Taubah:
65
Anz
Munafik Memperolok-olok (dengan
berkata: ”lebih baik aku di
cambuk seratus kali dengan syarat
tidak diturunkannya al-Qur‟an ).
Ayat-ayat
al-Qur‟an,
Allah dan
Nabi
Majelis Dalam
peperan
gan
tabuk
c. Orang-orang Kafir sebagai subjek olok-olok di dalam al-Qur‟an, mereka
senantiasa mencoba untuk mengolok-olok Nabi, ayat al-Qur‟an dengan
mengatakan bahwa al-Qur‟an adalah kitab syair dan sihir, dan yang
menerima di sebut orang gila. Berikut perinciannya:
Tabel 3.5: Pemaparan Kafir sebagai Subjek
No Surat Subjek Predikat Objek Tempat Kondisi
1 Al-
Muddatstsir
: 45
Kafir Mengolok-olok (dengan
mendustakan hari pembalasan,
tidak memberi makan orang
miskin dan tidak mengerjakan
shalat).
Allah Makkah
2 Asy-
Syu‟ara: 6
Kafir Memperolok-olok (mendustakan
al-Quran)
Ayat-ayat
al-Qur‟an
Makkah
3 Huid: 8
Anz
Kafir Memperolok-olok dengan
menyepelekan azab
Allah Makkah
4 Al-Hijr: 11 Kafir Memperolok-olok (Orang Kafir
mengatakan;”orang yang
mengaku diturunkan al-Qur‟an
dan mengakuinya, maka ia adalah
orang gila (Nabi).)
Nabi Makkah Ketika
Nabi
berdakw
ah
37
5 Al-Hijr: 95
Anz
Kafir Memperolok-olok ayat-ayat al-
Qur‟an (dengan mengatakan al-
Qur‟an adalah sihir, peramal dan
syair)
Nabi Perbatasan
Makkah
Ketika
Nabi
dalam
sebuah
perjalan
an.
6 Al-An‟am:
5
Kafir Memperolok-olok (Orang Kafir
mengatakan bahwa lembaran al-
Qur‟an hanyalah sihir yang
nyata. Orang Kafir mengatakan
bahwa lembaran al-Qur‟an
hanyalah sihir yang nyata.)
Ayat-ayat
al-Qur‟an
Makkah
7 Al-An‟am:
10
Kafir Memperolok-olok Nabi
terdahulu
Makkah
8 Al-an‟an:
68
Kafir Memperolok-olok Ayat-ayat
al-Qur‟an
Majelis
9 Al-An‟am:
91
Anz
Kafir Mempermainkan (Quraisy
Makkah mengatakan Allah tidak
menurunkan satu kitab pun
kepada manusiav)
Kitab-
kitab
Allah
Makkah
10 Az-Zumar:
48
Musyrik Memperolok-olok (dengan cara
mereka tidak beriman)
Allah Majelis di
Makkah
Ketika
Nabi
berdoa
di
Ka‟bah
11 Ghaffir: 83 Kafir Memperolok-olok ajaran para
Nabi tersebut dengan mengetakan
bahwa kami sudah cukup dengan
ilmu yang kami punya.
Nabi-nabi Makkah
12 Az-
Zukhruf: 7
Kafir Memperolok-olok (dengan cara
melampaui batas)
Nabi Makkah
13 Al-
Jatsiyah:33
Kafir Memperolok-olok (ketika
dibacakan ayat al-Qur‟an mereka
menyombongkan diri dan
bersikap takabur).
Ayat-ayat
al-Qur‟an
Makkah
14 Al-Ahqaf:
26
Kaum
„AD
Memperolok-olok (dengan
meminta di datangkan azab
kepada mereka).
Azab Makkah
15 An-Nahl: 34 Kafir Memperolok-olok (Kaum pada
masa Nabi Nuh yang berbuat
thagut dan syirik kepada Allah).
Nabi
terdahulu
Makkah
16 Al-Anbiya‟:
41
Kafir Memperolok-olok (Al-Walid bin
al-Mughirah, Umayyah bin
Khalaf dan Abbu Jahal, mereka
Nabi
terdahulu
Makkah
38
mencemooh Nabi).
17 Ath-Thur:
12
Kafir Memperolok-olok (dengan cara
mendustakan azab Allah)
Allah Makkah
18 Ar-Rum: 10 Kafir Memperolok-olok Ayat-ayat
al-Qur‟an
Majelis di
Madinah
19 An-
Nisa:140
Kafir Memperolok-olok Ayat-ayat
al-Qur‟an
Madinah
20 At-Taubah:
69
Kafir Membicarakan hal yang batil Allah Madinah
Dari penelusuran penulis dengan Allah sebagai subjek atas predikat
memperolok-olok mereka, dengan membinasakan mereka dan membiarkan
mereka tenggelam dalam kesesatan, yakni orang Munafik dan orang Kafir.
Ketika subjeknya orang-orang Munafik, maka jenis pengolok-olokkan
mereka ialah dengan mengaku telah beriman kepada umat Muslim dan ketika
bersama kaum musyrik mereka berkata “sesungguhnya kami bersamamu, kami
melakukan itu hanya untuk berolok-olok”, dan sebagian mereka ada yang berkata
“lebih baik aku di cambuk seratus kali agar tidak diturunkannya al-Qur‟an kepada
kita” sebagai sikap olok-olok mereka terhadap ayat al-Qur‟an dalam suatu majelis
di dalam peperangan Tabuk. Tindakan Muslim ketika itu ialah dengan berkata
kepada mereka “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?.”15
Sebagai penunjukkan sikap penyanggahan atas olok-olokkan
mereka.
Ketika subjeknya orang-orang Kafir, banyak ayat yang menerangkan bahwa
mereka telah mengolok-olok baik kepada Nabi, Allah, azab dan ayat-ayat al-
15
QS. At-Taubah[9]: 65.
39
Qur‟an itu sebagai penjelas bahwa Allah memberikan peringatan kepada pelaku
olok-olok.
D. Asbab An-Nuzul Ayat-Ayat Olok-Olok dalam Al-Qur’an
1. Diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim dari Qatadah, diriwayatkan pula oleh Ibn
Jarir dari Ibn Juraij mengemukakan: ketika turunnnya ayat “telah dekat
kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka”(QS. al-
Anbiyā[21]: 1), berkatalah orang-orang: “sesungguhnya saat (kiamat)
sudah dekat, maka berhentilah kalian dari melakukan tipu dayanya lebih
jahat lagi, maka turunlah ayat ini (QS. Hūd[11]:8) sebagai ancaman
terhadap perbuatan mereka.16
2. Diriwayatkan oleh al-Bazzar dan ath-Thabarani yang bersumber dari Anas
bin Malik mengemukakan: ketika nabi lewat di hadapan orang-orang Kafir
Makkah, mereka saling mengedipkan mata tanpa setahu Nabi, mereka
mengejek sambil berkata kepada sesamanya: “Inikah orangnya yang
menganggap dirinya Nabi.” Pada waktu itu ada malaikat Jibril menyertai
Nabi, maka Jibril menusuk punggung mereka dengan jarinya sehingga
berbekas di badan mereka sebesar kuku yang kemudian menjadi luka-luku
dan berbau busuk. Ayat ini (QS. al-Hijr[15]:95) turun berkenaan dengan
pristiwa tersebut yang menegaskan bahwa Allah selalu melindungi Nabi
dari gangguan mereka.17
16
Qamaruddin Shaleh, Asbāb Nuzūl (Bandung: CV P Diponegoro, 2007), h. 292.
17 Qamaruddin Shaleh, Asbāb Nuzūl (Bandung: CV P Diponegoro, 2007), h. 308.
40
3. Diriwayatkan oleh Ibn Jarir dan Ibn Abi Thalhah yang bersumber dari Ibn
„Abbas mengemukakan: bahwa seorang Yahudi berkata: “Demi Allah,
Allah tidak menurunkan kitab dari langit.” Maka turunlah ayat ini (QS. al-
An‟ām[6]:91) sebagai bantahan terhadap orang-orang yang mengingkari
diturunkannya kitab suci.18
4. Diriwayatkan oleh al-Wahidi dan ats-Tsa‟labi dari Muhammad bin
Marwan yang bersumber dari Ibn „Abbas mengemukakan: firman Allah
“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman”(QS. al-
Baqarah[2]: 14) diturunkan berkenaan dengan „Abdullah bin Ubay dan
kawan-kawannya, pada suatu hari di saat mereka bertemu dengan beberapa
sahabat Nabi, Abdullah bin Ubay berkata kepada teman-temannya:
“Lihatlah, bagaiman caraku mempermainkan mereka yang bodoh-bodoh
itu!, ia pun mendekat dan menjabat tangan Abu Bakr sambil berkata:
“Selamat penghuni Bani Taim dan Syaikhul Islam, orang kedua beserta
Nabi di Gua (Tsaur) yang mengorbankan jiwa dan harta bendanya untuk
Nabi.” Kemudian ia menjabat tangan „Umar sambil berkata: “Selamat
penghulu Bani „Adi bin Ka‟b dan yang mendapat gelar al-Fārūq, yang
kuat memegang Agama Allah dengan mengorbankan jiwa dan harta
bendanya untuk Nabi.” Kemudian ia menjabat tangan „Ali bin Abi Thalib
sambil berkata: “Selamat saudar sepupu Nabi, mantunya dan penghulu
Bani Hasyim sesudah Nabi.” Setelah itu mereka berpisah dan berkatalah
„Abdullah bin Ubay kepada kawan-kawannya: “Sebagaiman kamu lihat
perbuaatanku tadi, jika kamu bertemu dengan mereka, erbuatlah seperti
18
Qamaruddin Shaleh, Asbāb Nuzūl (Bandung: CV P Diponegoro, 2007), h. 220.
41
apa yang telah kulakukan.” Kawan-kawanya pun memuji-mujinya.
Setibanya kaum Muslim(Abu Bakr, „Umar dan „Ali) di hadapan Nabi dan
memberitahukan peristiwa tadi, maka turunlah ayat ini (QS. al-Baqarah[2]:
14), untuk membeberkan kepalsuan golongan Munafik dalam menghadapi
kaum Muslim.19
5. Diriwayatkan dari Ibbn Abi Hatim yang bersumber dari Ibn Umar
mengemukakan: pada peperangan Tabuk ada seorang laki-laki berkata
dalam sebauh majelis:”Kami tidak pernah mendapat kitab seperti al-
Qur‟an mereka, tidak pernah melihat orang yang lebih mementingkan
perut, lebih pembohong, dan lebih pengecut waktu berhadapan dengan
musuh dari pada mereka.” Berkatalah yang lainnya:”Engkau dusta!
Engkau benar-benar orang Munafik, akan kukatakan lah ini kepada Nabi.
Berita ini sampai kepada Nabi dan turunlah ayat ini (QS.at-Taubah[9]:65)
sebagai larangan memperolok-olok Allah, ayat-ayat al-Qur‟an dan Nabi-
Nya. Selanjutnya Ibn Umar mengemukakan ia melihat orang itu
bergantung pada ikat pinggang unta Nabi sehingga kakinya tersandung
batu, sambil berkata:” Ya Rasulullah! Saya hanya bergurau dan bermain-
main saja.” Nabi bersabda:” Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan
Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?.” Selanjutnya pada riwayat lain yang
diriwayatkan oleh Ibn Abi Hatim yang bersumber dari Ka‟b bin Malik
mengemukakan: Makhsyi bin Humair berkata:”Aku bersedia dihukum
oleh kain dengan dipukul saratus kali sebagai penebus agar tidak
diturunkanya ayat-ayat al-Qur‟an kepada kita.” Berita ini sampai ke Nabi,
19
Qamaruddin Shaleh, Asbāb Nuzūl (Bandung: CV P Diponegoro, 2007), h. 14.
42
tetapi kemudian mereka datang menghadap Nabi dengan mengemukakan
berbagai dalih, maka turunlah ayat ini(QS. at-Taubbah[9]:66).20
E. Bentuk-Bentuk Perolok-Olok
Pada masa turunnya al-Qur‟an telah banyak olok-olokkan yang dilakukan
baik dari golongan Kafir atau pun golongan Munafik dengan bentuk-bentuk
sebagai berikut:
1. Orang Munafik mengatakan bahwa kami telah beriman, namun ketika
kembali ke kaum musyrik mereka berkata “sesunguhnya kami bersamamu,
kami melakukan hal itu untuk bebrolok-olok.” (QS. al-Baqarah[2]: 14)
2. Dalam asbab An-nuzul, Orang Munafik berkata: ”lebih baik aku di
cambuk seratus kali dengan syarat tidak diturunkannya al-Qur‟an.” (QS.
at-Taubah[9]: 65, 66)
3. Orang Kafir dengan mendustakan hari pembalasan, tidak memberi makan
orang miskin dan tidak mengerjakan shalat. (QS. al-Muddatstsir[74]: 45)
4. Orang Kafir mengatakan;”orang yang mengaku diturunkan al-Qur‟an dan
mengakuinya, maka ia adalah orang gila (Nabi).” (QS. al-Hijr[15]: 11)
5. Orang Kafir mengatakan al-Qur‟an adalah sihir, peramal dan syair. ( QS.
al-Hijr[15]: 95)
20
Qamaruddin Shaleh, Asbāb Nuzūl (Bandung: CV P Diponegoro, 2007), h. 268.
43
6. Orang Kafir mengatakan bahwa lembaran al-Qur‟an hanyalah sihir yang
nyata. Orang Kafir mengatakan bahwa lembaran al-Qur‟an hanyalah sihir
yang nyata. (al-An‟am[6]: 5).
7. Orang Kafir Quraisy Makkah mengatakan Allah tidak menurunkan satu
kitab pun kepada manusia (QS. al-An‟am[6]: 91).
8. Orang Kafir mengatakan bahwa “kami sudah cukup akan ilmu yang kami
sudah punya, kami tidak membutuhkan ilmu yang kau berikan (Nabi).”
(QS. Ghaffir[40]: 83).
9. Orang Kafir, ketika dibacakan ayat al-Qur‟an mereka menyombongkan
diri dan bersikap takabur.(al-Jatsiyah[45]:33)
10. Kaum „AD dengan meminta di datangkan azab kepada mereka.(QS. al-
Ahqaf[46]: 26).
F. Sikap Terhadap Tindakan Olok-olok
Ketika terjadi olok-olokkan yang dilakukan oleh orang-orang Kafir maupun
Munafik pada ayat-ayat al-Qur‟an, sesungguhnya Allah telah memberikan
perintah untuk bertindakan secara explisit tertera dalam al-Qur‟an ketika terjadi
olok-olokkan yakni dengan sikap sebagai berikut:
1. Menyanggah ketika terjadi pengolok-olokkan terhadap ayat al-Qur‟an.
“Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu
berolok-olok?.” (QS. at-Taubah[9]: 65).
44
2. Menghindar dengan cara berpaling atau pergi meninggalkan mereka,
seperti pada:
QS. al-An‟ām[6]: 68
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan
pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang
zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
QS. an-Nisā[4]: 140
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam
Al Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu
duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang
lain. karena Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah
kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan
semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.
Al-Qur‟an sebagian besar di dalamnya dari yang penulis temukan tentang
olok-olok adalah ayat-ayat yang berkaitan tentang peringatan Allah kepada pelaku
perolok-olokkan baik itu dari orang-orang kafir atau dari orang-orang munafik.
G. Pengertian Majelis
Dilihat dari segi bahasa Arab kata majelis berasal dari kata يجلس -جلس–
yang berarti duduk. Kata majelis merupakan bentuk isim makan yang مجلسا
45
mengandung arti tempat duduk.21
Dalam kamus besar bahasa Indonesia majelis
ialah pertemuan (kumpulan) orang banyak dalam rapat, kerapatan dan sidang
dalam tempat.22
Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia, pengertian majelis
senada dengan pengerian di atas, yaitu pertemuan atau perkumpulan orang banyak
atau sebuah bangunan tempat orang-orang berkumpul.23
Menurut Zuhairini dalam
buku Sejarah Pendidikan Islam majelis ialah tempat berkumpulnya sekelompok
orang yang di dalamnya melakukan sesuatu kegiatan, diskusi atau obrolan
sehingga dikenal berbagai majelis seperti halnya majelis syura, majelis hakim dan
lain sebagainya.24
Suatu tempat berkumpul pada masa Nabi biasa disebut sebagai halaqah
seperti berkumpulnya Nabi dengan para sahabat dalam suatu tempat untuk
berdakwah atau saling berdiskusi merupakan cakupan majlis. Ketika duduk, Nabi
dikelilingi para sahabat dari segala sisi, dengan berposisi melingkar dalam bentuk
bundaran (halaqah) laksana bintang-bintang mengelilingi bulan di malam
purnama.25
21
Muhammad Yunus, Kamus Arab Indonesia, cet-8 (Jakarta: PT.Hilda Karya Agung,
1990), h. 90. 22
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia, 2008), h. 859. 23
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, cet-1 (Jakarta: Bali Pustaka), h. 29. 24
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, cet-2 (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h. 76. 25
Al-Hafidz al-Haitsami menulis bab dalam karyanya Majma‟ al-Zawaid; Bab Duduk di
Sisi Orang Alim dan berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW, bila duduk, maka duduklah para
sahabat di dekatnya dengan berhalaqah-halaqah.” (HR. Al-Bazzar). Yazid al-Raqqsy berkata
bahwa Anas bin Malik r.a. berkata kala menceritakan kepada kami hadis ini, “Demi Allah, tidaklah
apa yang dilakukan Nabi SAW, seperti kamu lakukan ini. Seseorang diantara kamu duduk dan
berceramah lalu kamu berkumpul di sekitarnya. Sesungguhnya yang dilakukan para sahabat usai
shalat subuh mereka duduk berhalaqah-halaqah.” Al- Bukhari dalam Shahih-nya menulis bab
duduk bersama secara halaqah (membentuk lingkaran) di masjid, maksudnya memperbolehkan
duduk secara halaqah di masjid untuk mempelajari ilmu, membaca al-Qur‟an, zikir, dan
sebagainya. Walaupun duduk bersama membentuk lingkaran, harus memposisikan sebagian orang
46
Namun penyebutan tempat atau majelis pada masa sekarang sudah meluas
baik bersifat formal atau non-formal seperti Majelis MPR, Majelis DPR, Majelis
MUI sampai Majelis Tak‟lim pada saat ini dan pada masa sekarang sudah ada
penambahan tempat atau wadah ketika terjadinya olok-olok, yakni dengan adanya
dunia maya (cyberspace) memudahkan bagi para penggunanya untuk saling
berkomunikasi satu dengan yang lainnya tanpa dibutuhkanya lagi tempat atau
wadah berkumpul untuk saling bertemu fisik secara langsung. Dengan adanya
suatu wadah (grup) yakni tempat berkumpul yang di dalamnya terdiri dari para
pengguna dunia maya maka tebentuklah perkumpulan (association) di dalamnya.
Karena dengan adanya wadah tersebut dapat terjadilah percakapan antara satu
orang dengan yang lain melalui jaringan yang difasilitasi internet, sehingga semua
orang bisa terhubung seperti halnya pembicaraan orang-orang yang berkumpul di
dalam suatu wadah berkumpul.
yang membelakangi kiblat. Dapat dilihat pada Jurnal Kependidikan Islam, Nasrul HS,
Transformasi Sebuah Tradisi Intelektual, POTENSIA, Vol. 2, No. 2, Desember 2016, h. 217.
47
BAB IV
PENAFSIRAN AYAT-AYAT AL-QUR’AN TENTANG OLOK-OLOK
DALAM AL-QUR’AN DENGAN MENGGUNAKAN METODE DOUBLE
MOVEMENT
A. Aplikasi Penafsiran Menggunakan Metode Double Movement
Sebagaiman yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya yang berisi tentang
kumpulan ayat-ayat yang terkait dengan olok-olok akan dianalisis dengan
menggunakan metode double movement, metode ini meniscayakan dua hal yakni,
langkah pertama dari gerakan pertama ialah mengumpulkan ayat-ayat terkait olok-
olok terhadap al-Qur‟an, asbābun nuzūl, riwayat dan kondisi saat ayat tersebut
turun. Langkah kedua dari gerakan pertama ialah menggeneralisasikan ayat-ayat
tersebut dengan melihat tujuan dan sikap muslim ketia itu seperti apa. Oleh karena
itu pada bab ini diawali dengan pemaparan pada gerakan pertama.
a) Langkah Pertama dari Gerakan Pertama
Pada gerakan pertama dari metode ini, memiliki dua langkah yang harus
dikuti. Langkah Pertama, berawal dari masa kini menuju kondisi sosio-historis di
mana al-Qur‟an diturunkan untuk menemukan jawaban spesifik terhadap situasi
spesifik untuk melihat legal spesifik dari ayat-ayat tersebut.
Pada subbab ini penulis akan memaparkan ayat-ayat al-Qur‟an, asbab an-
Nuzul ayat tersebut dan situasi global ketika saat itu untuk menemukan legal
48
spesifik pada ayat tersebut. Berikut beberapa ayat terkait olok-olok terhadap al-
Qur‟an:
a. Ayat Olok-Olok dalam Al-Qur‟an
QS. asy-Syu‟ara‟[26]: 6
Sungguh mereka telah mendustakan (Al Quran), Maka kelak akan datang
kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-
olokkan.
Ayat ini turun di Makkah dan situasi umat Muslim ketika itu masih dalam
keadaan lemah, maka sikap Muslim ketika itu ialah diperintahkan untuk
memberitahukan kepada mereka orang-orang Kafir untuk tidak mengolok-olok al-
Qur‟an dengan cara berpaling darinya, seperti diterangkan pada QS. Asy-
Syu‟ara‟[26]: 5 ”ketika disampaikan peringatan kepada mereka, mereka selalu
berpaling darinya ”.
QS. al-An‟ām[6]: 5
Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang haq (Al-Quran) tatkala
sampai kepada mereka, Maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan
dari) berita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan.
Ayat ini turun di Makkah ketika situasi umat Muslim masih dalam keadaan
lemah, dan ketika orang-orang Kafir memegang lembaran al-Qur‟an mereka
berkata bahwa “ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata” seperti terdapat dalam
QS. al-An‟ām[6]: 7, maka sikap Muslim ketika itu ialah dengan memberi
peringatan kepada mereka akan azab yang akan datang kepada mereka ketika
mengolok-olok al-Qur‟an.
QS. al-An‟ām[6]: 68
49
Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat
Kami, Maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan
pembicaraan yang lain. dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan
larangan ini), Maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang
zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).
Ayat ini turun di Makkah ketika dalam suatu majelis dan mereka orang-
orang Munafik mengolok-olok akan azab seperti yang tertera dalam QS. al-
An‟ām[6]: 66 dan sikap umat Muslim saat itu ialah dengan meninggalkan mereka
yang memperolok-olok ayat al-Qur‟an sebagaimana riwayat dari Ibn Jarir berkata:
“Ada orang-orang Musyrikin duduk bersama Nabi SAW, mereka senang
mendengarkan (ayat-ayat) dari beliau, akan tetapi jika mereka mendengarkan
maka mereka kemudian mengolok-olok, maka turunlah ayat QS. al-An‟ām[6]: 68:
“Jika engkau melihat orang-orang memperolok-olok ayat-ayat Kami, maka
tinggalkanlah mereka,,”1. Situasi global saat itu ialah ketika berada di Makkah
Nabi diperintahkan hanya sebatas untuk mennyampaikan dakwah dan Nabi belum
diperintahkan untuk berperang. Perintah ini searah agar tidak terjadinya benturan
bagi kaum Muslim dari kaum Musyrikin yang ketika itu umat Muslim masih
lemah dan minoritas.
QS. al-Jatsiyah[45]: 33
Dan nyatalah bagi mereka keburukan-keburukan dari apa yang mereka
kerjakan dan mereka diliputi oleh (azab) yang mereka selalu memperolok-
olokkannya.
Ayat ini turun di Makkah ketika ayat-ayat al-Qur‟an dibacakan kepada
orang-orang Kafir, mereka bersikap sombong ketika dikatakan “Hari kiamat tidak
1 Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr At-Thabarī, Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an, jilid
8, h. 438
50
diragukan lagi adanya, namun mereka berkata kami tidak tahu apa hari Kiamat itu
dan kami hanya menduga-duga saja dan tidak meyakini” seperti dijelaskan dalam
QS. al-Jatsiyah[45]: 31-32, maka sikap Muslim ketika itu ialah dengan memberi
peringatan bahwa mereka tidak akan keluar dari Neraka seperti dijelaskan pada
QS. al-Jatsiyah[45]: 34.
QS. ar-Rum[30]: 10
Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan adalah (azab)
yang lebih buruk, karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah dan mereka
selalu memperolok-oloknya.
Ayat ini turun di Madinah yang tertuju kepada orang-rang Kafir yang
mengolok-olok akan ayat-ayat Allah dengan cara mengejek bukti kebenaran dari
Allah dan para Nabi. Sikap Muslim ketika itu ialah dengan menanyakan kepada
mereka, kenapa mereka tidak memikirkan kejadian tentang diri mereka seperti
dijelaskan pada QS. ar-Rum[30]: 8.
QS. an-Nisā[4]: 140
Dan sungguh Allah telah menurunkan kekuatan kepada kamu di dalam Al
Quran bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan
diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), Maka janganlah kamu duduk
beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. karena
Sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa
dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-
orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam.
51
Ayat ini turun di Madinah yang tertuju kepada orang-orang Munafik yang
berbuat mencari keuntungan baik dari kalangan Kafir dan Muslim, pada situasi
saat itu umat Muslim sudah dalam keadaan kuat dan mayoritas maka sikap
muslim yang dilakukan ketika saat itu ialah dengan berpaling meninggalkan
mereka dikarenakan ketika saat itu umat Muslim yang berkumpul bersama mereka
dan itu menjadikan orang Muslim tersebut dalam keadaan lemah karena sedang
bersama mereka orang Kafir dan Munafik. Riwayat dari Abu Wa‟il berkata:
terdapat seseorang mengucapkan sebuah perkataan dusta ketika di dalam sebuah
majelis agar teman-temanya menertawai atas perkataanya, membuat Allah murka
kepada mereka atas tindakan memperolok-olok ayat-ayat Allah. Perkataan ini
dibenarkan oleh Ibrahim An-Nakhai‟ yang berkomentar: bukankah hal tersebut
telah dijelaskan dalam al-Qur‟an “Bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat
Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir) maka janganlah
duduk bersama mereka hingga mereka membicarakan hal lain, karena jika kalian
tetap berada di majelis tersebut tanpa melakukan pengingkaran atau ketidak
setujuan akan perbuatan mereka, maka kamu serupa dengan mereka.2
QS. at-Taubah[9]: 65
Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan
itu), tentulah mereka akan manjawab, "Sesungguhnya Kami hanyalah
bersenda gurau dan bermain-main saja." Katakanlah: "Apakah dengan
Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?".
2 Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr At-Thabarī, Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an, jilid
10 (Bairūr: Dārul Fikr, 1978), h.3.
52
Ayat ini turun di Madinah ketika saat perjalan pada perang Tabuk dalam
suatu majelis, seperti dikemukakan oleh Yunus bin Abi Hatim dari Abdullah bin
Umar berkata: Ada seorang laki-laki pada waktu perang Tabuk dalam sebuah
majelis berkata “Kami tidak pernah melihat al-Qur‟an mereka yang senantiasa
kami cintai di dalam hati kami dan tidak mendustakannya, tidak pernah melihat
orang yang lebih mementingkan perutnya, tidak pernah melihat pembohong
mulutnya dan lebih pengecut ketika berhadapan dengan musuh dari pada mereka.”
Seorang laki-laki dalam majelis itu lalu berkata “Engkau bohong dan kamu itu
benar-benar seorang munafik, sungguh akan ku kabarkan kepada Rasulullah
SAW. Abdullah bin Umar berkata: Aku melihat laki-laki itu bergelantung pada
sabuk pengikat unta Nabi, lalu laki-laki berkata: “Sesungguhnya kami hanyalah
bersenda-gurau dan bermain-main saja”, Nabi SAW lalu bersabda: وءي ٱاب ته لله
Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu“ ورسىله كىتم تستهزءون
selalu berolok-olok?.” Kedua kakinya tersandung bebatuan dan Nabi tidak
menaruh perhatian kepadanya, sedangkan pada saat itu ia bergantungan pada tali
pengikat pelana unta Nabi.
Dari riwayat di atas dapat dilihat bahwa ketika ayat-ayat al-Qur‟an dijadikan
olok-olokkan baik hanya dengan niatan senda gurau dan bermain-main saja, maka
itu tidak diperbolehkan dengan alasan dalil “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya
dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?.” Sebagai sikap menyanggah atas
perbuatan mereka yang melakukan olok-olok terhadap al-Qur‟an.
Dari uraian ayat-ayat di atas penulis mendapatkan bahwa olok-olokkan yang
dilakukan dahulu terhadap al-Qur‟an ialah dengan mengejek, menuduh sihir,
53
bersikap sombong terhadap al-Qur‟an. Sikap Muslim di ambil dari situasi dan
kondisi saat ayat tersebut, seperti ketika berada di Makkah umat Muslim ketika itu
dalam kondisi lemah dikarenakan masih sedikit dan masih lemhanya keimanan
umat Muslim saat itu, namun ketika di Madinah kondisi umat Muslim sudah kuat
karena sudah banyak dan kuat akan keimanannya. Maka dari situasi dan kondisi
saat ayat tersebut turun penulis mendapatkan sikap yakni:
1. Madinah, dengan cara menyanggah dan memberikan peringatan melalui
teguran terhadap mereka yang mengolok-olok ayat-ayat al-Qur‟an.
2. Makkah, dengan cara meninggalkan dengan sikap berpaling dan pergi
menginggalkan mereka yang mengolok-olok ayat-ayat al-Qur‟an.
b) Langkah Kedua dari Gerakan Pertama
Langkah kedua dari gerakan pertama ialah mengeneralisasikan tujuan-
tujuan dari ayat-ayat tersebut dan melihat ayat dan asbab an-Nuzul tersebut
membicarakan tentang apa. Maka dari hasil itu didapatlah idea moral yang
bersifat universal. Langkah yang dilakukan untuk mendapatkan idea moral,
pertama penulis akan memaparkan idea moral dari masing-masing ayat tersebut
yang berisi tujuan dan bagaimana menyikapinya, kedua ialah dengan
menggeneralisasikan idea moral dari masing-masing ayat tersebut agar
mendapatkan makna universal dari tujuan ayat-ayat tersebut. Pemaparan idea
moral dari masing-masing ayat, sebagai berikut:
Asy-Syu‟ara‟[26]: 6
54
Ayat ini berisi tentang larangan olok-olok terhadap al-Qur‟an dengan cara
berpaling ketika dibacakan kepadanya, tertera dalam Asy-Syu‟ara‟ [26]:5,
Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka suatu peringatan baru dari
Tuhan yang Maha pemurah, melainkan mereka selalu berpaling
daripadanya.
Sikap umat Muslim pada ayat ini bersifat implisit, yakni dengan cara
memberi peringatan kepada mereka.
Al-An‟ām[6]: 5
Ayat ini berisi tentang larangan olok-olok terhadap al-Qur‟an dengan
menilai bahwa al-Qur‟an adalah sihir, tertera pada Al-An‟ām[6]: 7, sikap pada
ayat ini bersifat implisit dengan memberikan peringatan kepada mereka yang
memperolok-olok seperti dijelaskan pada Al-An‟ām[6]: 6-7.
Al-An‟ām[6]: 68
Ayat ini berisi tentang larangan olok-olok terhadap ayat al-Qur‟an dengan
cara pergi meninggalkan mereka yang memperolok-olok ayat-ayat al-Qur‟an.
Sikap Muslim pada ayat ini bersifat explisit yakni langsung tertera dalam
potongan ayat, perintahnya yakni agar berpaling dari mereka yang memperolok-
olok ayat al-Qur‟an.
Al-Jatsiyah[45]: 33
Ayat ini bersi tentang larangan olok-olok terhadap ayat al-Qur‟an dengan
cara bersikap sombong terhadap al-Qur‟an ketika dibacakan ayat al-Qur‟an
kepadanya, sikap Muslim yang ditunjukkan pada ayat ini ialah dengan memberi
peringatan kepada mereka dan sikap ini bersifat implisit yakni dengan melihat
pada ayat QS. al-Jatsiyah[45]: 34.
55
Ar-Rum[30]:10
Ayat ini berisi tentang larangan mengejek ciptaan Allah yang perbuatan
tersebut sama saja dengan mengolok-olok ayat al-Qur‟an. Sikap Muslim pada ayat
ini bersifat implisit dengan cara menanyakan kepada mereka yang mengolok-olok
dengan berkata mengapa mereka tidak berfikir akan asal-usul mereka?, seperti
tertera dalam Ar-Rum[30]:8.
An-Nisā[4]: 140
Ayat ini berisi tentang larangan mencari keuntungan dengan berpihak ke
orang-orang Kafir ketika mereka dalam keadaaan menang dan meninggalkan
kaum Muslim, sikap Muslim pada ayat ini bersifat explisit yakni dengan pergi
meninggalkan mereka yang mengolok-olok ayat al-Qur‟an. Ayat ini turun di
Madinah yang kondisi umat Muslim saat itu sudah mayoritas dan kuat, namun
pada ayat ini kondisi umat Muslim sedang berkumpul bersama mereka orang-
orang Kafir dan Munafik yang menjadikan ia minoritas walaupun saat itu umat
Muslim sudah banyak ketika di Madinah.
At-Taubah[9]: 65
Ayat ini berisi tentang larangan bersenda gurau dan bermain-main terhadap
ayat al-Qur‟an, sikap Muslim pada ayat ini bersifat explisit dengan tegas
dipaparkan pada ayat ini dengan menegur terhadap mereka yang memperolok-
olok, "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-
olok?" At-Taubah[9]: 65.
56
Setelah menggeneralisasikan idea moral dari ayat-ayat tersebut, maka
penulis menemukan makna historis saat itu yang bersifat universal, yakni:
1. Perbuatan olok-olok dilarang oleh agama baik itu dilakukan dengan niat
bercanda atau sunguh-sungguh dan dalam bentuk ucapan maupun tindakan.
2. Sikap terhadap pengolok-olok dan dalam menyikapinya terbagi menjadi dua
sikap
a. Menyanggahnya melalui perbuatan memberi peringatan dan
menegurnya.
b. Meninggalkan dengan cara pergi meninggalkan mereka yang
melakukan olok-olokkan.
B. Gerakan Kedua Pada Masa Saat Ini
Gerakan Kedua pada metode ini ialah mengkontekstualisasiakan ideal moral
yang bersifat universal dari gerakan pertama di atas dan dibawa ke masa sekarang
dengan konteks ke kinian dan direalisasikan penggunaanya pada masa sekarang.
a) Kondisi Saat Ini dan Jenis Olok-Olok Saat Ini
Pada saat ini ternyata perbuatan olok-olok masih ada pada masa sekarang
dan sudah mengalami perluasan makna, namun dengan tujuan yang sama yakni
adanya olok-olokkan, senda gurau dan pembicaraan yang batil terhadap ayat-ayat
al-Qur‟an. Olok-olok ialah mempermainkan kebenaran dan siapapun pelakunya
baik ia Muslim, Munafik dan Kafir, melakukannya dengan sengaja ataupun tidak
maka itu sama saja dengan tindakan olok-olok.Pada kondisi saat ini khususnya
57
umat Islam di Indonesia sudah dikatakan sebagai umat Islam yang kuat karena
dengan mayoritasnya umat Islam di Indonesia saat ini dan sudah adanya UUD
yang mengatur tentang Pelecehan Agama, maka kondisi saat ini umat Muslim
sudah Kuat.
Olok-olokkan yang terjadi pada saat ini ialah banyak yang dilakukan dengan
tindakan, baik secara sengaja ataupun tidak sengaja, pada pembahasan ini penulis
akan mencontohkan olok-olok dalam beberapa kasus saat ini:
1. Hukum
a. Kasus Seorang Gubernur (non-Muslim) Menistakan Agama
Kasus penistaan Agama yang dilakukan oleh seorang Gubernur non-
Muslim dengan membawa ayat al-Qur‟an ketika masa kampanye untuk
kepentingannya sendiri dengan mengatakan “Jangan mau dibohongi dengan al-
Maidah ayat 51”3 dan ini sudah menyalahi penafsiran dari Allah dan para mufasir,
apa yang telah disampaikan tersebut sama saja dengan mengejek bukti kebenaran
di dalam al-Qur‟an dan itu sama dengan perbuatan olok-olok yang terdapat dalam
QS. ar-Rum[30]: 10 yakni dengan mengejek bukti kebenaran dari Allah dan para
Nabi. Sikap Muslim yang dilakukan saat ini ialah dengan memberikan peringatan
kepadanya agar tidak menafsirkan ayat dengan keinginan sendiri dan
melaporkannya ke pihak hukum.
2. Politik
a. Kasus Seorang Gubernur non-Muslim Mempermainkan Ayat
3 https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surat-al-maidah-51
58
Kasus mempermainkan ayat al-Qur‟an yang dilakukan oleh seorang
Gubernur non-Muslim yakni dengan menjadikan salah satu surah al-Qur‟an
sebagai pasword wifi dengan mengatakan “ pasangin wifi dengan nama surat al-
Maidah: 51 dengan kata Kafir sebagai pasword nya,”4 perkataan tersebut sama
saja dengan mempermainkan ayat al-Qur‟an yang sama saja pada QS. ar-
Rum[30]: 10 dan QS. at-Taubah[9]: 65.
3. Budaya
a. Kasus Seorang Membaca Puisi dengan Mejelekkan Agama
Ketika seseorang membaca puisi di depan banyak orang dengan
membacakan puisi yang sebagian isinya membandingkan agama dan budaya
dengan menjelekkan kegiatan keagamaan, perbuatan tersebut sama saja
mengolok-olok al-Qur‟an dengan mengejek kebenaran dar Allah dan Nabi yang
tertera dalam QS. ar-Rum[30]: 10 dengan berkata “suara kidung Indonesia
sangatlah elok, lebih merdu dari alunan Adzanmu”5. Maka sikap Muslim saat ini
ialah dengan memberi penerangan lebih dalam tentang agama atau dengan
memberi peringatan agar tidak mengulanginya lagi, sikap tersebut sama sedengan
at-Taubah[9]:65 dengan menegur dan memberi peringatan terhadap yang
melakukan olok-olok.
b. Kasus Seorang Menginjak al-Qur‟an
4 http://www.negerinews.com/2017/02/menggemparkan-al-maidah-51-dijadikan.html
5 https://news.detik.com/berita/d-4012791/bareskrim-panggil-ahli-agama-mui-terkait-
kasus-puisi-sukmawati?_ga=2.45933292.932777318.1526787163-679731855.1526629350
59
Terdapat foto yang tersebar luas dalam akun facebook dengan foto sedang
menginjak kitab suci al-Qur‟an di dalam Mushollah dan di up-loud nya ke akun
facebook,6 ini menjadikan siapa pun menjdi kesal atas tindakannya. Perbuatan
pemuda tersebut dengan foto dengang menginjak al-Qur‟an dan dimasukkan
kedalam facebook sama saja dengan mengejek bukti kebenaran Allah dan
bersikap sombong sama seperti QS. ar-Rum[30]: 10. Maka sikap Muslim saaat ini
ialah dengan menegur dan menghukumnya atau dengan melapoprkannya ke pihak
berwajib agar tindakannya tersebut di hukum.
c. Kasus Seorang Stand Up Comedy Mempermainkan Ayat
Kasus seoang stand Up comedy yang melucu dengan menggunakan ayat al-
Qur‟an sebagai bahan lucuannya dan ini sama saja dengan menggunakan ayat
untuk kepentingan dirinya agar para penontonnya tertawa, perbuatan tersebut
sama saja melakukan olok-olok seperti dalam QS. at-Taubah[9]: 65 dengan
menjadikan ayat al-Qur‟an sebagai bahan candaan dan senda gurau dengan
mengatakan ”Allah akan menguji hambaNya yang dicintaiNya, Cintai
apaan?!!!”.7 Sikap Muslim ialah dengan menegurnya agar tidak melakukan hal
tersebut lagi dan tidak menjadikan ia sebagai contoh yang baik.
Contoh lain, ketika seorang politik mempermainkan satu ayat untuk
kepentingan pribadi dengan bertindak menafsirkan salah satu kitab suci agama
lain tanpa landasan ilmu yang cukup dan sebarangan dalam menafsirkan. Maka itu
6 Dengan akun Kapry Nanda,
https://news.okezone.com/read/2016/06/15/340/1415525/polisi-amankan-pemuda-yang-berpose-
injak-alquran
7 https://hot.detik.com/celeb/3806260/ge-pamungkas-juga-terancam-dilaporkan-atas-
dugaan-penistaan-agama
60
termasuk tindakan olok-olok dan sikap yang harus dilakukan ialah dengan
menurunkannya dari jabatan yang ia pegang sebagai sikap penyanggah, dan tidak
memilihnya ketia ia mencalonkan dirinya sebagai sikap menghindar ketika ada
perbuatan olok-olok.
Sama lahnya ketika seseorang menyebarkan olok-olokkan terhadap ayat-
ayat al-Qur‟an di media dunia maya, dengan mengatakan bahwa hubungan
sesama jenis itu diperbolehkanya seperti yang dikatakan oleh seseorang dalam
twitter . Atau ketika seseorang mengatakan dalam wadah dunia maya di Facebook
“al-Qur‟an ialah benda mati, yang lebih spesifiknya lagi ia adalah sebuah entitas
firman yang sudah pingsan.” Maka ini sama saja dengan ia mengolok-olok akan
ayat-ayat al-Qur‟an dan sikap yang harus dilakukan pada saat sekarang ini ialah
dengan melaporkannya ke pihak berwajib sebagai tindakan penyalahgunaan UU
ITE. Sikap ini sama saja dengan sikap menyanggah ketika terdapat olok-olokkan
pada masa Nabi dahulu dan di realisasikan menjadi sikap tegas terhadap orang-
orang yang melakukan tindakan olok-olokaan tersebut.
Perbuatan olok-olok yang dilakukan pada masa al-Qur‟an tertuju kepada
Allah, Nabi terdahulu, Nabi Muhammad, Kitab suci sebelumnya dan al-Qur‟an.
Namun pada masa saat ini perbuatan olok-olok sudah lebih general, karena ketika
dahulu perbuatan olok-olok terhadap Allah, al-Qur‟an dan lainnya itu dilarang,
maka pada masa saat ini sesungguhnya yang tidak boleh untuk diolok-olok ialah
kebenaran yang berlaku kepada Allah atau sesama manusia.
61
C. Tabel Perbandingan dan Persamaan Penafsiran Olok-Olok
Tabel 3.6: Perbandingan dan Persamaan Penafsiran
No Mufasir Manhaj Ayat Tafsir
1 At-Thabari Tahlili Qs. at-
Taubah[9]:
65
Orang-orang Munafik
ketika ditanyakan
kepada mereka,
mengapa mereka
memperolok-olok ayat
al-Qur‟an, maka mereka
menjawab ”kami
mengatakan hal itu
hanya untuk bercanda
bersenda gurau” namun
olok-olok terhadap al-
Qur‟an dilarang baik itu
secara sengaja ataupun
dengan bercanda.8
2 Sayyid Quthb Tahlili Qs. at-
Taubah[9]:
65
Salah seorang yang
melakukan olok-olok
terhadap al-Qur‟an ialah
Muhsyi bin Humaira
dengan berkata ” Demi
Allah, saya senang
kalau setiap orang dari
kita dipukul seratus kali
cambukan dan kita
terselamat dari
diturunkannya al-
Qur‟an” dan ia pun
memminta maaf dengan
mempertaruhkan
namanya dan nama
bapaknya, ia berganti
nama menjadi Abdur
Rahman dan mati
syahid pada perang
8 Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr At-Thabarī, Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an, jilid
10 (Bairūr: Dārul Fikr, 1978), h. 923.
62
Yamamah yang tidak
diketahui orang lain.9
3 Buya Hamka Tahlili Qs. at-
Taubah[9]:
65
Ayat ini merupakan
tuguran keras kepada
orang Munafik bahwa
ayat Allah, Allah dan
Rasul-Nya tidak boleh
untuk diperolok-
olokkan.10
4 M. Quraish
Shihab
Tahlili Qs. at-
Taubah[9]:
65
Penggunaan kata
nakhūdhu merupakan
penjelasan bahwa
pembicaraan mereka
tidak memiliki dasar
atau pijakan yakni
pembicaraan yang tidak
serius namun tidak
berarti tidak perlu
diperhatikan.11
5 Penulis Double Movement Qs. at-
Taubah[9]:
65
Ayat ini memiliki
makna olok-olok
dengan cara bersenda
gurau dan bermain-main
terhadap ayat al-Qur‟an,
sikap Muslim saat itu
diperintahkan untuk
menegur terhadap orang
yang melakukan olok-
olok. Pengaplikasiannya
pada saat ini ialah
dengan adannya
tindakan dengan
menegur atau
melaporkan ketika
terjadi olok-olokkan
terhadap al-Qur‟an baik
dengan perkataan
9 Sayyid Quthb, “Fi Zhilalil Qur‟an”, Jilid 5 (Jakarta: Gema Insani Press, 2003), h. 374.
10 Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 10 (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983), h. 267.
11 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, ,Vol. 5
(Jakarta: Lentera hati, 2002), h. 156.
63
ataupun dengan
perbuatan.
Perbandingan penfsiran para mufasir dengan penafsiran menggunakan
metode double movement pada penafsiran mufasir tidak sampai ke masa sekarang
yang mengkontekstualisasikan ayat pada masa saat ini, namun dengan metode
double movement ayat olok-olok dapat direalisasikan pada masa saat ini dengan
mengaplikasikan idea moral. Adanya makan saat ini merupakan suatu tambahan
dalam memahami satu ayat, salah satunya dengan melihat situsi dan kondisi pada
ayat tersebut diturunkan dan diaplikasikan pada masa kini.
Semua peristiwa diatas yang telah penulis sebutkan melalui metode dalam
tabel di bawah dan tabel aplikasi doublel movement.
Tabel Teori Double Movement (Gerak Ganda)
Tabel 3.7: Tabel Penggunaan Metode
Gerakan Teori
Gerakan Pertama: Langkah Pertama Melihat kondisi sosio-historis di mana
al-Qur‟an diturunkan dengan melihat
teks ayat al-Qur‟an dan asbab an-Nuzul
ayat dan melihat juga situasi global
saat itu untuk melihat makna spesifik.
Gerakan Pertama: Langkah Kedua Menggeneralisasikan makna-makna
universal yang bersifat khusus untuk
64
mendapatkan idea moral dan
menghasilkan makna general saat itu.
Gerakan Kedua Mengkontekstualisasikan idea moral
pada hasil dari makna historis ke
konteks detail saat ini melalui
spesifikasi makna (penggunaanya)
pada saat ini.
65
Gerakan Pertama Gerakan Kedua
Langkah Pertama Langkah Kedua Kondisi Saat Ini Makna Saat Ini
Redaksi Makna Asbab an-Nuzul/
Riwayat
Idea Moral
Arti Jenis Sikap
Jenis Sikap
Asy-
Syu‟ara‟[2
6]: 6
Memperolok
-olok
Berpaling
dari al-
Qur‟an
Beritahu
resiko
ancaman
pada orang
yang
berolok-olok
Tidak ada 1. Larangan olok-
olok dengan
berpaling ketika
al-Qur‟an
dibaca.
2.Sikap (mplisit)
beri peringatan.
1. Hukum
A. Kasus seorang
calon Gubernur
non-Muslim
ketika
berkampanye
membawa ayat
al-Qur‟an untuk
kepentingan
sendiri. (al-
An‟ām[6]: 68
dan ar-Rum
[30]: 10).
a.Memperolok-
olok terhadap
al-Qur‟an
dengan
mengatakan
bahwa al-
Qur‟an adalah
sihir dan
mengejek bukti
kebenaran al-
Qur‟an. (al-
An‟ām [6]: 68
dan ar-Rum
[30]: 10).
a.Ketika kuat
dengan
memberikan
peringatan agar
tidak
mempermainkan
ayat ketika
berkampanye
dan ketika lemah
dengan
melaporkanya
kepihak hukum.
(al-An‟ām[6]:5
dan ar-Rum [30]:
10).
Al-
An‟ām[6]:
5
Memperolok
-olok
Mengatakan
al-Qur‟an
hanyalah
sihir
Beritahu
resiko azab
pada orang
yang berlaku
olok-olok
Tidak ada 1.Larangan
menilai al-
Qur‟an adalah
sihir.
2.Sikap (implisit)
beri peringatan.
Al-
An‟ām[6]:
68
Memperolok
-olok
Olok-olok
tentag
mendustakan
terhadap
azab
Tinggalkan Ibn Jarir berkata: “Ada
orang-orang Musyrikin
duduk bersama Nabi,
mereka senang
mendengarkan (ayat-
ayat) dari beliau, namun
ketika mereka
mendengarkan maka
mereka mengolok-olok,”
turunlah ayat ini.
1. Larangan olok-
olok terhadap
azab
2. Sikap
tinggalkan
2. Politik
a.Kasus seorang
Gubernur non-
Muslim
mempermainkan
al-Qur‟an dengan
menjadikan salah
satu surah dalam
al-Qur‟an
a.Memperolok-
olok al-Qur‟an
dengan
mengatakan akan
menjadikan al-
Maidah ayat 51
sebagai pasword
wifi. (ar-Rum[30]:
a.Ketika kuat
dengan
memberikan
peringatan
kepadanya dan
melaporkan agar
dihukum dan
kerika lemah
66
Al-
Jatsiyah[45
]: 33
Memperolok
-olok
Bersikap
sombong
ketika
dibacakan
al-Qur‟an
Beritahu
bahwa
mereka tidak
akan keluar
dari Neraka
Tidak ada 1. Larangan
bersikap
sombong
terhadap al-
Qur‟an.
2. Sikap (implisit)
beri peringatan.
dijadikan pasword
wifi yakni al-
Maidah[5]: 51.
(ar-Rum[30]: 10
dan at-Taubah[9]:
65).
10 dan at-
Taubah[9]: 65).
dengan tidak
menjadikan ia
panutan dalam
hal politik dan
menggantinya
dengan yang lain.
(ar-Rum [30]: 10
dan at-Taubah[9]:
65).
Ar-
Rum[30]:
10
Memperolok
-olok
Mengejek
bukti
kebenaran
dari Allah
dan para
Nabi
Menanyakan
mengapa
mereka tidak
berfikir
tentang diri
mereka
Tidak ada 1.Larangan
mengejek
ciptaan Allah.
2.Sikap bertanya,
mengapa
mereka tidak
berfikir asal-
muasal mereka?
3. Budaya
a. Ketika
seseorang
membaca puisi
dengan
membandingka
n agama dan
budaya dan
dengan
menjelekkan
agama. (ar-Rum
[30]: 10).
b.Seseorang
pemuda asal
Padang yang
a.Memperolok-
olok al-Qur‟an
dengan
membaca puisi
namun dengan
membandingka
n antara al-
Qur‟an dan
budaya, dengan
menjelekkan
kegiatan
keagamaan di
dalamnya. (ar-
Rum [30]: 10).
b.Memperolok-
olok al-Qur‟an
dengan
a.Ketika kuat
dengan
memberinya
penerangan
lebih dalam
tentang syariat
Islam dan al-
Qur‟an lebih
dalam dan
ketika lemah
dengan
memberinya
peringatan agar
tidak
mengulaginya
dan tidak
menjadikkanya
panutan. (ar-
Rum [30]: 10
dan at-Taubah
[9]: 65).
b. Ketika kuat
dengan
menegurnya
An-
Nīsa[4]:
140
Memperolok
-olok
Mencari
keuntungan
dari Kafir
dan Muslim
Tinggalkan Abu Wa‟il berkata:
“sesungguhnya
seseorang mengucapkan
sebuah perkataan dusta
didalam majelis agar
teman-temannya
menertawainya, lalu
Allah murka kepada
mereka semua”
1. Larangan
mencari
keuntungan
dengan
berpihak ke
orang Kafir.
2. Sikap
tinggalkan
At-
Taubah[9]:
65
Memperolok
-olok
Senda gurau
dan
bermain-
main
terhadap
Menegur
terhadap
orang yang
memperolok
Ada seorang laki-laki
berkata dalam satu
majelis: “Kami tidak
pernah mendapat kitab
seperti Qur‟an mereka,
1. Larangan
sendagurau
dan bemain-
main terhadap
67
ayat al-
Qur‟an
-olok tidak pernah melihat
orang yang lebih
mementingkan perut,
lebih pembohong dan
lebih pengecut waktu
berhadap dengan musuh
dari pada mereka”, “Aku
bersedia dihukum oleh
kalian dengan dipukul
seratus kali sebagai
penebus agar tidak
diturunkan ayat-ayat al-
Qur‟an yang ditunjukkan
kepada kita”
ayat al-Qur‟an
2. Sikapnya
menegur dan
memberi
peringatan
mengunggah
fotonya dalam
akun Facebook
sedang
menginjak al-
Qur‟an di
dalam
Mushallah.
(ar-Rum [30] : 10
dan al-Jatsiyah
[45]: 33).
c.Seorang Stand
Up Comedy
melucu dengan
menggunakan
ayat al-Qur‟an
untuk
kepentingan
dirinya. (al-
An‟ām [6]:68
dan an-Nisā [4]:
140).
tindakan yakni
menginjak al-
Qur‟an lalu di
sebar luaskan
pada akun
Facebooknya.
(al-Jatsiyah[45]:
33 dan ar-Rum
[30]: 10).
c.Memperolok-
olok al-Qur‟an
dengan
menggunakan
ayat al-Qur‟an
sebagai bahan
candaan dan
senda gurau.
(al-An‟ām [6]: 68
dan an-Nisā [4]:
140)
dan
menghukumny
a agar ia tidak
ada yang
melakukan hal
tersebut lagi
dan ketika
lemah dengan
melaporkan ke
pihak berwajib
agar dihukum.
(al-Jatsiyah
[45]: 33 dan
dan at-Taubah
[9]: 65).
c. Ketika kuat
dengan
menegur dan
memberi
peringatan agar
ayat al-Qur‟an
tidak dijadikan
bahan candaan
dan senda
gurau dan
ketika lemah
dengan tidak
menjadikan ia
sebagai contoh
atau panutan
yang baik. (at-
Taubah [9]: 65)
68
Tabel3.8:Tabel aplikasi Metode Double Movement
Makna: konteks dahulu olok-olokkan
dilakukan oleh golongan kafir dan munafik
dengan mengejek, menuduh sihir, bersikap
sombong terhadap al-Qur‟an. sikap yang
dilakukukan oleh seorang Muslim ialah
dengan menegur, memberitahu dan
meninggalkannya.
Makna: Perbuatan
olok-olok dilarang
oleh agama baik
dari segi ucapan
atau tindakan.
Sikap Muslim
ketika terjadi
olok-olok ialah
dengan
menyanggah,
meninggalkan dan
memberi
peringatan.
Makna: Perbuatan olok-olok saat ini sudah tidak lagi
dilakukan dengan ucapan namun dengan tindakan, ketika
dahulu olok-olok ditunjukkan kepada Allah dan al-Qur‟an
dan untuk saat ini yang diolok-olok ialah kebenaran baik
kepada Allah atau sesama manusia. Pada saat ini sudah ada
UU No. 1/PNPS tahun 1965 tentang Pencegahan
Penyalahgunaan dan atau Penodaan Agama dan dengan
adanya UUD ini menjadikan kondisi saat ini sudah dalam
kondisi kuat.
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kesimpulan skripsi ini ialah menunjukkan bahwa memahami suatu makna
tidak didapat hanya dengan melihat dari yang tertulis secara eksplisit saja, namun
kita harus melihatnya dari keseluruhan makna tersebut. Olok-olok memiliki
banyak makna di dalam al-Qur‟an, baik dari segi makna arti, makna jenis dan
makna sikap, karena dengan melihat makna dari ayat-ayat yang berkaitan dengan
olok-olok sebagian besar kita dapat melihat bahwa sesungguhnya al-Qur‟an telah
menunjukkan maknanya sendiri melalui situasi dan kondisi saat ayat itu turun.
Melalui metode double movement kita bisa melihat makna olok-olok
sesungguhnya dalam al-Qur‟an.
Makna sesunggunhnya olok-olok ialah dengan diawali ketidak percayaan
akan sesuatu dan menimbulkan ke tidak terimaan, maka ia akan mulai mengolok-
olok agar yang mempercayai itu goyah akan kepercayaannya, tindakan olok-olok
merupakan tindakan yang dilarang oleh Agama baik ia dari golongan Kafir,
Munafik dan Muslim. Karena akan menimbulkan keresahan bagi umat manusia.
Jika dahulu olok-olok tertuju kepada Allah dan al-Qur‟an, maka pada saat ini
tindakkan olok-olok akan merugikan umat Manusia dengan cara berpaling dari al-
Qur‟an dan menggunakan ayat untuk kepentingan pribadi.
70
Saran
Penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, karena sebuah penelitian
pasti akan menyisikan masalah yang masih belum tuntas. Penulis berharap
semoga skripsi ini dapat menjadi refrensi dalam memberikan penjelasan tentang
penafsiran olok-olok di dalam al-Qur‟an dan bagaimana cara menyikapi orang-
orang yang mengolok-olok. Karena dalam skripsi ini penulis hanya menafsirkan
hanya dari segi bagaimana menyikapi orang yang melakukan olok-olok.
Maka, perlu adanya penelitian lebih lanjut yang penulis tidak bahas, seperti
ayat-ayat yang berkaitan tentang pengolok-olokkan terhadap Nabi. Tentunya
dengan pendekatan dan metode yang berbeda dari yang penulis lakukan. Akhir
kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan para pembaca pada
umumnya. Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
A. Baiquni, Islam dan Ilmu Pengetahuan Moderen. Bandung: Pustaka, 1983
Abdul BāqI, Muhammad Fuād. al-Mu‟jam al-Mufahras li Alfāẕ al-Qur‟ān al-
Karῑm. Kairo: Dār al-Kutub al-Misriyyah, 1364 H
Amal, Taufik Adnan. Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran
Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1996
Amal, Taufik Adnan. Metode dan Alternatif Neomodernisme Islam Fazlur
Rahman. Bandung: Mizan, 1994
Amal, Taufik Adnan. Rekontruksi Sejarah al-Qur‟an. Jakarta: Pustaka Alvabet,
2005
Armayanto, Harda. Etika Al-Qur‟an Terhadap Non-Muslim. Jurnal TSAQAFAH,
November, 2013
Amir, Mafri. Literatur Tafsir Indonesia. Ciputat: Mazhab Ciputat, 2013
Amiruddin M. Hasbi, Konsep Negara Islam menurut Fazlur Rahman.
Yogyakarta:UII Press 2000
A. Mudjab Mahali, Asbabun Nuzul: Studi Pendalaman Al-Qur‟an. Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2002
Abū Ja‟far Muhammad bin Jarīr At-Thabarī, Jāmi‟ Al-Bayān fi Ta‟wīl Al-Qur‟an,
jilid 10. Bairūr: Dārul Fikr, 1978
Al-Zuhailī, Wahbah. Tafsir al-Munīr: Aqidah, Syariah, Manhaj, Juz 5
Asmaran As, Pengantar Studi Akhlak Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994
Depdikbud, Kamus Besar Indonesia, cet-1. Jakarta: Bali Pustaka.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 2008
Faridah, Konsepsi Pelecehan Terhadap Ayat dalam Surat Al-Jatsiyah:7-11 dan
Surat At-Taubah: 64-66 (Studi Komperatif Antara Fi Zhilalil Qur‟an dan al-
Azhar). Surakarta: Tesis IAIN Surakarta, 2016
Fauzi, Ihsan, Ali. “Mempertimbangkan Neo-Modernisme”, dalam Jurnal Dialog
Pemikiran Islam,Islamika, No. 2. Oktober-Desember 1993
Goldziher, Ignaz. Mazhab Tafsir dari Aliran Klasik Hingga Moderen Yogyakarta:
eLSAQ Press, 2006
Hadi, Sutrisno. Metodologi Research, Jilid I. Yogyakarta: Andi Offset, 1995
Hamka, Tafsir al-Azhar, juz 10 Jakarta: Pustaka Panjimas, 1983
Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur‟an „Azhim. Dar Ibn Hazm, juz 2, 1998
Ismail, Hudzaifah. Tadabbur Ayat-Ayat Motivasi. Jakarta: PT Elek Media
Komputindo Kelompok Gramedia, 2010
Jurnal Kependidikan Islam, Nasrul HS, Transformasi Sebuah Tradisi Intelektual,
POTENSIA, Vol. 2, No. 2, Desember 2016
Mas‟adi, Ghufron A. Metodologi Pembaharuan Hukum Islam (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1997
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2013
Pusat bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta; Balai Pustaka, 2007
Quthb, Sayyid. Tafsir fi Zhilāl al-Qur‟an, jilid 1. Jakarta: Gema Insani Press, 2005
Rahman, Islam dan Modernitas: Tantangan Transformasi Intelektual,h.7.
Saiful Mujani, Muslim Demokrat: Islam, Budaya Demokrasi, dan partisipasi
politik di Indonesia Pasca-Orde Baru. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama,tt
Shaleh, Qamaruddin. Asbāb Nuzūl. Bandung: CV P Diponegoro, 2007
Shihab, Muhammad Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-
Qur‟an, ,Vol. 5. Jakarta: Lentera hati, 2002
Sibawaihi, Hermeneutika Al-Qur‟an Fazlur Rahman, cet. Ke-1. Yogyakarta dan
Bandung: Jalasutra, 2007
Syibromalisi, Faizah, Ali dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir Klasik-
Modern. Ciputat: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2011
W. J. S. Poerwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka, 1986
Yunus, Muhammad. Kamus Arab Indonesia, cet-8. Jakarta: PT.Hilda Karya
Agung, 1990
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, cet-2. Jakarta: Bumi Aksara, 1995
Dari Web
https://m.merdeka.com/peristiwa/ade-armando-2-kali-tersendung-kasus-penistaan-
agama.html.diakses pada 25 Februari 2018
http://www.negerinews.com/2017/02/menggemparkan-al-maidah-51-
dijadikan.html diakses pada 26 Februari 2018
https://hot.detik.com/celeb/3806260/ge-pamungkas-juga-terancam-dilaporkan-
atas-dugaan-penistaan-agama diakses pada 3 April 2018
https://news.detik.com/berita/d-3496149/hakim-ahok-merendahkan-surat-al-
maidah-51 diakses pada 3 April 2018
https://news.detik.com/berita/d-3768317/setya-novanto-didakwa-terima-duit-
korupsi-e-ktp-usd-73-juta diakses pada 4 April 2018
https://news.detik.com/berita/d-4012791/bareskrim-panggil-ahli-agama-mui-
terkait-kasus-puisi-sukmawati?_ga=2.45933292.932777318.1526787163-
679731855.1526629350 diakses pada 4 April 2018
https://news.okezone.com/read/2016/06/15/340/1415525/polisi-amankan-pemuda-
yang-berpose-injak-alquran diakses pada 4 April 2018