Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENAMAAN GELAR ADAT TOKOH MASYARAKAT
MELAYU JAMBI DI KOTA JAMBI : KAJIAN ETNOLINGUISTIK
SKRIPSI
OLEH:
DITA CAHYANI
I1B116017
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
ii
PENAMAAN GELAR ADAT TOKOH MASYARAKAT
MELAYU JAMBI DI KOTA JAMBI : KAJIAN ETNOLINGUISTIK
SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Jambi Untuk Memenuhi Sebagai Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Oleh:
Dita Cahyani
I1B116017
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SEJARAH, SENI DAN ARKEOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
iii
iv
HALAMAN PENGESAHAN
v
vi
MOTTO
Kedamaian, kesehatan, keluarga yang rukun dan nama baik adalah kekayaan
yang sesungguhnya…….
Jangan menjual nama baik demi uang karena nama baik tidak dapat dibeli
kembali dengan memakai mata uang apapun juga……
(Dita Cahyani)
vii
ABSTRAK
Cahyani, Dita. 2020. Penamaan Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi Di
Kota Jambi : Kajian Etnolinguistik. Skripsi, Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi. Pembimbing (I)
Rustam, S.Pd., M.Hum, Pembimbing (II) Rengki Afria, S.Pd.,M.Hum
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan gelar adat berserta makna dan
fungsi gelar adat tokoh masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota Jambi. Metode
penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data dalam
penelitian ini adalah gelar adat yang ada di Kota Jambi. pengummpulan data
dilakukan dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data
dalam penelitian ini menggunakan metode agih (bentuk bahasa) dan metode padan.
Selanjutnya penyajian hasil analisis data secara deskriptif kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian gelar adat yang diberikan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi ada 28 nama yaitu Datuk Bandar Adipati Anom, Datuk
Bandar Adipati Agung, Datuk Tumenggung Putro Joyo Diningrat, Adipati Bangun
Negeri, Adipati Setia Derajo, Datuk Tumenggung Dubalang Sakti, Datuk Bandar
Paduko Betuah, Datuk Tumenggung Setio Nyato, Datuk Alim Agung Setio Agamo,
Datuk Tumenggung Pengimbang Adat Pseko Negeri, Datuk Tumenggung Dalam
Tuah Tobo Peseko, Datuk Ngebi Palunan Jayo, Datuk Tumenggung Joyo Negoro,
Datuk Bandar Dubalang Mudo, Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya, Datuk
Penghulu Mangku Puro, Datuk Tumenggung Salam Buku, Datuk Mangku Suko
Setio, Datuk Setio Manggalo Agomo, Datuk Depati Setio Alam, Datuk Rio Suko
Negeri, Datuk Penghulu Setio Agamo, Datuk Setio Junjung Pseko, Mangku Setyo
Penggembiro, Rio Tanum Setio Negeri, Datuk Penghulu Pasak Negeri, Datuk
Penghulu Pemangko Rajo dan Rio Setio Negeri.Gelar adat yang diberikan kepada
tokoh masyarakat Melayu Jambi masing-masing memiliki makna leksikal dan
kultural dengan fungsi sebagai pewarisan kebudayaan Melayu Jambi, membantu
dan mendukung pembangunan negeri Melayu Jambi, wujud penghormatan
kehormatan kepada tokoh masyarakat, penghargaan atas jasa dan pengabdian tokoh
masyarakat serta pembeda status dan tanggung jawab tokoh masyarakat. selama
memimpin negeri Tanah Pilih Pusako Betuah.
Dari hasil penelitian tersebut pemberian gelar adat tersebut merupakan
diberikan melalui upacara pemberian gelar adat. Pemberian gelar ini akan
disesuaikan dengan perilaku penerima gelar, karena gelar akan mencerminkan
kepribadian penerima gelar.
Kata Kunci : Gelar Adat Tokoh Masyarakat, Makna dan Fungsi Gelar Adat Tokoh
Masyarakat
KATA PENGANTAR
viii
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, berkat rahmat
dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi untuk memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi, dengan judul
“Penamaan Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi : Kajian
Etnolinguistik”.
Penulis menyadari bahwa dalam proses kegiatan penulisan, mulai dari
penyusunan proposal penelitian, hingga penyusunan Skripsi ini tidak lepas dari
bimbingan, pengarahan, bantuan, dan doa dari berbagai pihak. Terimakasih kepada
Bapak Rustam, S.Pd., M.Hum, sebagai pembimbing I dan Bapak Rengki Afria,
S.Pd., M.Hum sebagai pembimbing II yang telah membimbing, dan memberi
bantuan serta meluangkan waktunya kepada penulismulai dari penyusunan
proposal sampai penyusunan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh tim penguji yang telah
mengarahkan, memberikan saran dan meluangkan waktunya untuk menguji
penulis. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada seluruh Tim Lembaga Adat
Melayu Jambi yang telah bersedia memberikan informasi mengenai penamaan
gelar adat Melayu Jambi kepada penulis.
Terimakasih mendalam penulis sampaikan kepada kedua orangtua tercinta
yaitu ayahanda Sarwin dan Ibunda Sumartiyang telah memberikan kasih sayang,
nasehat, pengorbanan dan doa demi keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
perkuliahan. Kepada kakakku Didi Purnomo terimakasih atas doa dan semangat
yang diberikaan kepada penulis.
ix
Selanjutnya kepada teman-temanku Naomi, Septiyani, Khairul Ni’mah,
Imanda, Margaretha(Alm), Ahmad Azhari dan Mustakim yang telah bersedia
membantu dan menjadi tempat bertukar pikiran dengan penulis beserta teman
seperjuangan sastra Indonesia angkatan 2016.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moril maupun, semoga
mendapatkan balasan dari Allah SWT., dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita semua. Amin
Jambi, November 2020
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................ii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................................iv
MOTTO .............................................................................................................v
ABSTRAK .........................................................................................................vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................ix
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................6
1.3 Batasan Masalah............................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian .........................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian .......................................................................................7
1.5.1 Manfaat Teoretis ...................................................................................7
1.5.2 Manfaat Praktis .....................................................................................7
BAB II KAJIAN TEORETIS
2.1 Etnolinguistik ................................................................................................8
2.2 Konsep Kebudayaan .....................................................................................9
2.3 Konsep Adat ..................................................................................................11
2.4 Penamaan Gelar Adat ....................................................................................12
2.5 Suku Melayu Jambi .......................................................................................16
2.6 Kedudukan dan Fungsi Gelar Adat ............................................................... 17
2.7 Penelitian Relevan ......................................................................................... 18
2.8 Bagan Alur Penelitian ................................................................................... 21
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian .............................................................................................23
3.2 Lokasi Penelitian ..........................................................................................23
3.3 Data dan Sumber Data .................................................................................24
xi
3.4 Teknik Pengumpulan Data ...........................................................................24
3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................................25
3.6 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data...........................................................27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi Yang Ada di Kota Jambi .....29
4.2 Makna dan Fungsi Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi Yang Ada
di Kota Jambi ...............................................................................................32
4.2.1 Makna Gelar Adat ...............................................................................32
4.2.2 Fungsi Gelar Adat ...............................................................................58
4.3 Pembahasan ...................................................................................................61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan ...................................................................................................68
4.2 Saran ..............................................................................................................69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................71
LAMPIRAN .......................................................................................................74
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Surat Keterangan Penelitian ...........................................................................74
2. Pedoman Wawancara .....................................................................................75
3. Biodata Informan ............................................................................................76
4. Nama-Nama Penerima Gelar Adat Melayu Jambi .........................................77
5. Dokumentasi Penelitian ..................................................................................78
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang kaya adat dan budaya yang dihuni oleh
berbagai suku bangsa yang menjadi satu kesatuan, yaitu bangsa
Indonesia.Secara antropologis, kebudayaan merupakan "alam manusia" dan
semua manusia memiliki kemampuan untuk menyusun pengalaman dan
menterjemahkannya secara simbolis berkat kemampuan berbicara dan
mengajarkan pemahaman kepada manusia lain (Hidayat, 2010: 2).
Linguistik kebudayaan merupakan bidang ilmu interdisipliner yang
mempelajari hubungan antara bahasa dan kebudayaan di dalam suatu
masyarakat, dimana bahasa dan kebudayaan bagaikan dua sisi mata uang
yang saling terkait satu sama lain (Tobin, 1990:4). Hal ini dikarenakan bahasa
dari perspektif antropologi merupakan bagian dari kebudayaan. Sebaliknya,
kebudayaan pada umumnya diwariskan secara lebih seksama melalui
bahasa, artinya bahasa merupakan wahana utama bagi pewarisan, sekaligus
pengembangan kebudayaan.
Sumatera merupakan salah satu pulau yang ada di Indonesia. Salah satu
daerah yang tempatnya berada ditengah-tengah atau di pinggang Pulau
Sumatera, Provinsi kecil yang sampai sekarang masih sangat menjunjung
tinggi adat dan kebudayaan di dalamnya dan selalu menghormati adat istiadat
dan hukum melayunya tepatnya di bumi “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah”
yaitu Provinsi Jambi.
2
Salah satu keanekaragaman adat yang dimiliki oleh Provinsi Jambi
adalah keanekaragaman suku. Hal ini dikarenakan masyarakat Provinsi Jambi
merupakan masyarakat yang terdiri dari masyarakat asli Jambi. Menurut
Zulfikar (2013:135) suku asli di Provinsi Jambi yakni Suku Melayu yang
menjadi mayoritas. Selain itu juga ada Suku Kerinci, suku Batin, Suku
Penghulu, Suku Anak Dalam (Kubu), Suku Bajau, dan Suku Pindah. Serta
ada pula suku pendatang yang berasal dari Minangkabau, Batak, Jawa, Sunda,
Cina, India dan lain sebagainya (. Keanekaragaman suku itulah yang
menimbulkan anekaragam gelar adat yang dipakai oleh orang-orang tertentu
di masing-masing suku tersebut.
Masyarakat Melayu Jambi menjadi suku mayoritas masih
menggunakan pelapisan sosial lama yang ditandai oleh adanya golongan
bangsawan yang berasal dari keturunan raja-raja pada zaman dahulu serta
orang-orang yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan menjadi panutan
masyarakat. Hal ini ditandai dengan adanya gelar pada sebagian besar nama
masyarakat suku Melayu Jambi. Gelar yang ada pada suku Melayu Jambi
berbeda dengan marga, dimana gelar merupakan wilayah adat yang diberikan
kepada orang-orang yang memiliki golongan atau status sosial, sedangkan
marga adalah wilayah adat dari orang-orang yang merasa masih satu asal
nenek moyang atau karena adanya ikatan persekutuan kekerabatan pada masa
lalu.
Secara etnologis, penamaan gelar adat merupakan salah satu kajian
yang berhubungan dengan budaya suatu suku bangsa. Oleh karena itu,
sebagai bagian dari suatu budaya nama-nama gelar sebagai produk budaya
3
bagi masyarakat pendukungnya akan terus dijaga dan dilestarikan masyarakat
pendukungnya dengan pewarisan baik secara langsung maupun tidak
langsung (Muhidin, 2017).
Pewarisan hasil kebudayaan dari generasi ke generasi berikutnya
tercermin juga dalam penamaan gelar adat yang dilakukan oleh masyarakat
Melayu Jambi. Hal ini dikarenakan sistem penamaan gelar adat tersebut
terdapat perpaduan sistem pengetahuan dan kepercayaan sebagai dasar
tingkah laku budaya dan sarana transmisi pengetahuan dan kepercayaan
masyarakat Melayu Jambi dalam mewariskan dan memberikan nama gelar
pada keturunan atau tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap memiliki peran
penting.
Penamaan gelar adat merupakan salah satu bentuk kebudayaan
nonbendawi (intangible) atau kebudayaan yang tidak berwujud dan tidak
dapat dilihat secara langsung oleh alat indera (non visual). Oleh karena itu,
pemberian gelar adat ini penting untuk dilakukan, karena selain sebagai
bentuk penghormatan, pemberian gelar adat juga merupakan salah satu cara
untuk menjaga dan melestarikan salah satu khasanah kebudayaan
nonbendawi (intangible) yang ada di Provinsi Jambi. Hal ini dilakukan
karena sebagian besar masyarakat yang ada di Provinsi Jambi saat ini kurang
memahami bahwa penamaan gelar adat sebagai salah satu kebudayaan yang
perlu dijaga.
Selain itu, tradisi ini semakin berkurang karena banyak masyarakatnya
yang tidak lagi rutin melaksanakannya, misalnya prosedur penamaan gelar
adat dalam acara. Prosedur penamaan gelar adat tidak lagi lengkap atau
4
sebagiannya menghilang seperti yang seharusnya ada dalam setiap proses
penamaan gelar adat.
Berdasarkan hasil survei awal ada beberapa penamaan gelar adat yang
diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi sebagai wujud
penghargaan (Karang Setio). Salah satunya adalah penamaan gelar adat yang
diberikan kepada Bapak H. Zumi Zola Zulkifli selaku Gubernur Provinsi
Jambi saat itu. Penamaan gelar tersebut adalah Sri Paduko Anum Setio Negeri
melalui penamaan gelar ini maka jadilah beliau “Kalau Bekato Dulu Sepatah,
Kalau Bejalan Dulu Selangkah, Pegi Tempat Betanyo, Balek Tempat
Beberito”. Makna penamaan gelar tersebut adalah Bapak H. Zumi Zola
Zulkifli selaku Gubernur Provinsi Jambi saat itu memiliki kedudukan yang
lebih tinggi, diutamakan setiap ucapan dan perintahnya, diutamakan setiap
langkahnya sebagai bentuk panutan bagi masyarakat, dijadikan sebagai
tempat untuk bertanya dan berkeluh kesah serta menjadi tempat untuk
memberitahu mengenai suatu hal yang berguna bagi masyarakatnya.
Penamaan gelar adat Melayu Jambi ini sebagai bentuk lambang
terhadap suatu konsep kebudayaan Melayu Jambi berdasarkan ciri atau khas
yang menonjol dari penerima gelar dan telah diketahui secara umum. Hal ini
sesuai teori yang yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa pemberian nama
adalah soal konvensi atau perjanjian belaka antara sesama anggota suatu
masyarakat sehingga nama merupakan bentuk lambang dari suatu benda yang
bersifat arbitrer dan tidak ada hubungan wajib sama sekali serta didasarkan
pada ciri yang menonjol dari benda tersebut dan diketahui secara umum
(Chaer, 1990).
5
Penamaan gelar adat masyarakat Melayu Jambi memiliki beberapa
keistimewaan, karena setiap gelar adat yang disandang memiliki makna yang
berbeda-beda. Keistimewaan gelar adat tersebut diantaranya dapat
meningkatkan status sosial, menjadi panutan, menjadi orang yang disegani,
dan menjadi orang yang terpandang di lingkungan masyarakat Melayu Jambi.
Akan tetapi tidak semua masyarakat khususnya masyarakat Melayu Jambi
mengetahui keistimewaan dibalik penamaan gelar adat tersebut. Padahal
dengan mengetahui makna gelar adat, seseorang dapat mengetahui status
sosial penyandang gelar, latar belakang penyandang gelar, dan sejauh mana
peran penyandang gelar di dalam adat Melayu Jambi.
Selain itu, penamaan gelar adat dilakukan dengan cara melihat fisik dan
perilaku dari calon penerima gelar. Namun, hal ini terkadang justru
mengakibatkan ketidaksesuaian antara gelar yang dipilih dengan latar
belakang pemilik gelar sehingga kriteria penamaan gelar adat menjadi bias.
Penelitian mengenai penamaan gelar adat ini perlu dilakukan karena gelar
adat merupakan salah satu kebudayaan yang perlu diwariskan kepada
masyarakat Melayu Jambi sehingga masyarakat menjadi tahu makna dari
gelar adat tersebut. Selain itu, pemberian gelar adat ini juga sebagai bentuk
penguatan dan tauladan karakter dari budaya Melayu yang melekat pada
masyarakat di Kota Jambi.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Penamaan Gelar Adat Tokoh Masyarakat
Melayu Jambi : Kajian Etnolinguistik”.
6
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apa saja gelar adat tokoh masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota
Jambi?
2. Bagaimana makna dan fungsi gelar adat yang diberikan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota Jambi?
1.3 Batasan Masalah
Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya
penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian tersebut
lebih terarah dan memudahkan dalam pembahasan sehingga tujuan penelitian
tercapai. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Luas lingkup hanya meliputi penamaan gelar adat kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi dan bukan gelar adat secara umum yang ada
di Kota Jambi.
2. Informasi yang disajikan mengenai penamaan gelar adat yang telah
diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi yang meliputi nama
gelar yang diberikan, makna, proses pemberian, kedudukan dan fungsi
dari gelar adat tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mendeskripsikan gelar adat tokoh masyarakat Melayu Jambi
yang ada di Kota Jambi.
7
2. Untuk mendeskripsikan makna dan fungsi gelar adat yang diberikan
kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota Jambi.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
pengembangan khasanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam kajian
etnolinguistik sebagai bahan informasi dan referensi mengenai gelar
adat tokoh masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota Jambi.
1.5.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna sumber referensi bagi pihak-
pihak terkait atau peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji tentang gelar
adat tokoh masyarakat Melayu Jambi di Kota Jambi.
8
BAB II
KAJIAN TEORETIS
2.1. Etnolinguistik
Istilah etnolinguistik berasal dari kata etimologi yang berarti ilmu yang
mempelajari tentang suku-suku dan linguistik berarti ilmu yang mengkaji
tentang seluk beluk bahasa keseharian manusia atau disebut juga ilmu bahasa
(Sudaryanto, 2015: 9). Menurut Putra (1997: 3) etnolinguistik lahir karena
adanya penggabungan antara pendekatan yang biasa dilakukan oleh para ahli
etnologi dengan pendekatan linguistik. Menurut Kridalaksana (1983: 42)
etnolinguistik adalah:
1. Cabang linguistik yang menyelediki hubungan antara bahasa dan
masyarakat pedesaan atau masyarakat yang belum mempunyai
tulisan, bidang ini disebut juga linguistik antropologi.
2. Cabang linguistik antropologi yang menyelediki hubungan bahasa dan
sikap kebahasawan terhadap bahasa, salah satu aspek etnolinguistik
yang sangat menonjol adalah masalah relativitas bahasa.
Etnolinguistik merupakan ilmu menelaah bahasa bukan hanya dari
struktur semata, tapi lebih pada fungsi dan pemakaiannya dalam konteks
situasi sosial budaya (Habibburahman, 2014: 4). Sementara menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, etnolinguistik merupakan cabang linguistik yang
menyelidiki hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau
masyarakat yang belum mempunyai tulisan (Yuniasih, 2017:6).
Menurut Abdullah (2013: 10) etnolinguistik adalah jenis linguistik yang
menaruh perhatian pada dimensi bahasa (kosakata, frasa, klausa, wacana,
9
unit-unit lingual lainnya) yang lebih luas untuk memajukan dan
mempertahankan praktik-praktik budaya dan struktur sosial masyarakat.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
etnolinguistik merupakan suatu ilmu yang mempelajari bahasa manusia dari
keanekaragaman kebudayaan yang dihasilkan.
2.2. Konsep Kebudayaan
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta “ buddhayah” yaitu bentuk
jamak dari “budhi” yang berarti akal atau budi. Sehingga kebudayaan dapat
diartikan sebagai hal yang bersangkutan dengan budi atau akal (Widaghdo,
1999 : 18). Prasetya (2004:29) juga menjelaskan bahwa “kebudayaan atau
budaya adalah keseluruhan yang kompleks yang didalamnya terkandung ilmu
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota
masyarakat”. Kebudayaan ini bersifat menyeluruh, mencakup aspek-aspek
kehidupan manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Djojodiguno (1999: 20) dalam bukunya “Asas-asas sosiologi”
mengatakan bahwa kebudayaan atau budaya adalah daya dari budi, yang
berupa cipta, karsa dan rasa. Cipta yang berarti kerinduan manusia untuk
mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam pengalamannya, yang meliputi
pengalaman lahir dan batin. Hasil cipta berupa berbagai ilmu pengetahuan.
Karsa yang berarti kerinduan manusia untuk menginsyafi tentang hal
“sangkan paran”. Dari mana manusia sebelum lahir (sangkan) dan kemana
manusia sesudah mati (paran). Hasilnya berupa norma-norma keagamaan
atau kepercayaan. Timbulah bermacam-macam agama karena kesimpulan
10
manusiapun bermacam-macam pula. Rasa berarti kerinduan manusia akan
keindahan, sehingga menimbulkan dorongan untuk menikmati keindahan.
Manusia merindukan keindahan dan menolak keburukan atau kejelekan.
Buah perkembangan rasa ini terjelma dalam bentuk berbagai norma
keindahan yang kemudian menghasilkan macam kesenian.
Dalam arti sempit, kebudayaan adalah pikiran, karya dan hasil karya
manusia yang memenuhi hasrat akan keindahan sedangkan dalam pengertian
yang luas, kebudayaan adalah total dari pikiran, karya dan hasil karya
manusia yang tidak berakar pada nalurinya dan karena itu hanya bisa
dicetuskan oleh manusia melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 1974 : 1).
Ada tiga tingkatan oleh Malinowski yang harus terekayasa dalam
kebudayaan yakni (Yusuf, 2015:3) :
1. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan biologis, seperti kebutuhan
akan pangan dan prokreasi
2. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan instrumental, seperti
kebutuhan akan hukum dan pendidikan.
3. Kebudayaan harus memenuhi kebutuhan integratif, seperti agama dan
kesenian.
Selanjutnya menurut Azizah (2013) berdasarkan teori Malinowski
kebudayaan memiliki fungsi seperti:
1. Saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya terhadap
aspek lain.
2. Konsep yang timbul oleh masyarakat yang bersangkutan.
11
3. Unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi
secara fungsional.
4. Inti dari seluruh kegiatan/aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan dasar
biologi manusia.
Melalui tingkatan abstraksi tersebut Malinowski kemudian
mempertegas inti dari teorinya dengan mengasumsikan bahwa segala
kegiatan/aktifitas manusia dalam unsur-unsur kebudayaan itu sebenarnya
bermaksud memuaskan suatu rangkaian dari sejumlah kebutuhan naluri
mahluk manusia yang berhubungan dengan seluruh kehidupannya.
Kelompok sosial atau organisasi sebagai contoh, awalnya merupakan
kebutuahn manusia yang suka berkumpul dan berinteraksi, perilaku ini
berkembang dalam bentuk yang lebih solid dalam artian perkumpulan
tersebut dilembagakan melalui rekayasa manusia (Yusuf, 2015 : 4).
2.3. Konsep Adat
Pengertian adat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah aturan
yang lazim diturut sejak dahulu dan berlaku turun temurun (Ali, 1998 : 2).
Adat istiadat merupakan komponen awal adanya tertib sosial di tengah-
tengah masyarakat. Adat merupakan salah satu wujud kebudayaan
masyarakat. Kebudayaan adalah segala perbuatan tingkah laku dan tata
kelakuan aturan-aturan yang merupakan kebiasaan sejak dahulu kala telah
dilakukan turun-temurun dan sampai sekarang masih dilaksanakan
(Koentjaraningrat, 1980 : 204).
Sedangkan pengertian lain adat dalam buku pengantar hukum adat
Indonesia adalah segala bentuk kesusilaan dan kebiasaan orang Indonesia
12
yang menjadi tingkah laku sehari-hari antara satu sama lain (Roelof Van Djik,
1979: 5). Adat dalam gambaran secara gamblang memang sulit diungkapkan,
karena adat bersifat abstrak. Namun ketika berbicara mengenai adat, pasti
dapat diingat kembali tentang kekhasan suku bangsa yang ada di Indonesia.
Adat bisa berarti segala tingkah laku, kebiasaan dan tata cara hidup yang khas
yang didapat dari proses pembelajaran dan sosialisasi secara turun temurun.
Nilai-nilai adat sangat dihargai oleh masyarakatnya, bahkan jika ada yang
melanggarpun sanksi akan diterima oleh si pelanggar. Masing-masing nilai
adat suku yang satu dengan suku yang lain tidak sama, namun sebagai bangsa
yang ber ”Bhineka Tunggal Ika” mereka tetap saling menghargai.
2.4. Penamaan Gelar Adat
Gelar merupakan sebutan untuk menunjukkan kedudukan seseorang
dan bagaimana cara menghargainya. Gelar adat yang diberikan memiliki
makna tersendiri bagi masyarakat sehingga dalam pelaksanaan pemberian
gelar harus dengan upacara adat.Upacara pemberian gelar adat ini
dilaksanakan oleh masyarakat sebagai wujud penghormatan terhadap budaya
leluhur yang sudah sejak turun temurun dilaksanakan (Wulandari, 2015:7).
Gelar adat merupakan suatu simbol yang diberikan suatu kelompok
kepada seseorang atau kelompok sebagai tanda seseorang atau kelompok
tersebut diakui keberadaannya dalam masyarakat. Gelar adat yang diberikan
memiliki makna tesendiri bagi masyarakat sehingga dalam pelaksanaan
pemberian gelar harus dengan upacara adat. Upacara pemberian gelar adat ini
dilaksanakan oleh masyarakat sebagai wujud penghormatan terhadap budaya
leluhur yang sudah sejak turun temurun dilaksanakan (Saputra, 2015: 15).
13
Peran tokoh adat dalam melestarikan adat melestarikan budaya kebudayaan
yang sudah turun temurun dilakukan khususnya dalam hal pernikahan yang
masih terus dilaksanakan yakni pemberian gelar adat (Fadilah, 2018: 8).
Menurut Nurani (2016:21) gelar adat memiliki serangkaian tradisi yang
merupakan tanda bagi masyarakat untuk memberikan kehormatan pada
seseorang yang dianggap pantas atau sudah berjasa kepada masyarakat
dilingkungan sekitarnya. Menurut Fadilah (2018:2) Fungsi penamaan gelar
adat ini tidak jauh dari makna pemberian gelar adat, yang merupakan silsilah
dari keturuan yaitu untuk menetapkan gelar pada garis keturunan, misalnya
Sunan maka pemberian gelar ini menjadikannya tanda sebagai seseorang
yang dianggap pantas atau sudah berjasa kepada masyarakat adat Lampung
tersebut. Mereka yang bergelar Sunan wajib menjadi contoh teladan, berbudi
pekerti baik, tokoh masyarakat, tokoh yang menjadi panutan di lingkungan
masyarakat dan lingkungan desa sehari-hari.
Menurut Chaer (1990) pemberian nama atau gelar sama dengan
lambang untuk sesuatu yang dilambangkan maka berarti pemberian nama itu
pun bersifat arbitrer, tidak ada hubungan wajib sama sekali. Berdasarkan teori
Aristoteles mengatakan bahwa pemberian nama adalah soal konvensi atau
perjanjian belaka diantara sesame anggota suatu masyarakat bahasa.
Penamaan suatu benda atau konsep juga berdasarkan bagian dari benda itu
biasanya berdasarkan ciri yang khas atau yang menonjol dari benda itu dan
sudah diketahui secara umum.
14
Penamaan gelar adat secara linguistik dapat dilihat berdasarkan makna
leksikal dan kultural. Hal ini sesuai dengan pendapat Tarigan (2009:10)
bahwa makna leksikal dan kultural adalah sebagai berikut :
a. Makna Leksikal
Makna leksikal adalah makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang
benda, peristiwa. Selain itu, makna leksikal juga disebut makna leksem.
Ketika leksem tersebut berdiri sendiri dalam bentuk dasar maupun
leksem turunan dan maknanya. Leksem yang berdiri sendiri karena
makna sebuah leksem dapat berubah apabila leksem tersebut berada di
dalam kalimat. Adapun porsedur dalam menganalisa pemaknaan atau
komponen makna leksikal adalah:
Penyebutan atau penamaan yang berhubungan dengan rujukan.
Rujukan itu bisa saja benda, tingkah laku, peristiwa, gejala, proses,
dan sistem. Alasan mengapa rujukan seperti itu dikarenakan suatu
benda yang kita namai seolah bersifat otomatis tanpa harus melalui
proses analisis makna. Maksudnya hal ini seseorang menggunakan
pengalaman dan pengetahuan untuk penamaan sebuah dalam
benda atau yang lain. Penyebutan atau penamaan pada umumnya
menggunakan lambang yang berwujud satu leksem, meskipun da
rujukan yang memerlukan nama lebih dari satu lambang.
Memparafrase dimana Lambang mempunyai obyek dan
interpretasi. Interpretasi itu merupakan kapasitas pada sistem untuk
menspesifikasi setiap bagian dari sitem supaya lebih analisis lagi.
Untuk menganalisis komponen makna menjadi lebih terinci
15
dengan menggunakan parafrase. Parafrase bertitik-tolak dari
deskripsi secara pendek tentang sesuatu.
Mendefinisikan merupakan usaha untuk menjelaskan sesuatu.
Mengklasifikasikan merupakan proses menghubungkan sebuah
leksem dengan genus atau kelas.
b. Makna kultural
Makna kultural adalah makna mengenai sesuatu hal yang berkaitan
dengan kebudayaan kelompok tertentu serta kebiasaan mereka yang
meliputi kepercayaan dan tradisi. Makna kultural lebih menekankan
kepada nilai-nilai kebudayaan bangsa yaitu suatu kultur budaya yang
menjadi jati diri bangsa yang telah ada sejak jaman dahulu dan tidak
terpengaruh oleh unsur bangsa lain.
Berdasarkan teori makna tersebut, maka model yang digunakan untuk
pemaknaan leksikal adalah menguraikan makna leksikal dari penamaan gelar
adat Melayu Jambi dengan cara menyebutkan nama-nama gelar adat yang
diberikan kepada tokoh masyarakat, proses pemberian gelar adat, kedudukan
serta fungsi dari gelar adat yang diberikan tersebut, sedangkan dari
pemaknaan secara kultural adalah menguraikan makna cultural atau
kebudayaan yang terkandung dalam penamaan gelar adat kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi.
2.5. Suku Melayu Jambi
Suku Jambi atau Melayu Jambi (Jawi: ملايو جامبي) merupakan suku
yang berasal dari Jambi. Mereka tinggal di sekitar Kota Jambi, Kabupaten
Tanjung Jabung, Kabupaten Batanghari dan Kabupaten Bungo Tebo. Dusun-
16
dusun mereka saling berjauhan dengan rumah-rumah yang dibangun di
pinggiran sungai besar atau sungai kecil (Zulfikar, 2013).
Kehidupan orang Melayu Jambi sekarang masih dapat dilihat dari
pengelompokan suku atau kalbu, yaitu pengelompokan sosial yang erat
hubungannya dengan Kesultanan Jambi dulu.Lingkungan kesatuan hidup
setempatnya yang terkecil disebut dusun, sekarang setingkat dengan desa.
Setiap dusun mempunyai nama berdasarkan ciri-ciri fisiknya. Ada dusun
yang bernama Teluk Leban, karena terletak di teluk yang ditumbuhi pohon
kayu leban. Ada yang dinamakan Rantau Panjang karena terletak di sebuah
rantau (daratan) yang panjang. Pemimpinnya disebut penghulu dusun.
Selanjutnya masing-masing dusun dikendalikan oleh marga yang dipimpin
oleh seorang pesirah. Marga adalah wilayah adat dari orang-orang yang
merasa masih satu asal nenek moyang, atau karena adanya ikatan persekutuan
kekerabatan pada masa dulu (Zulfikar, 2013 : 139).
Dalam masyarakat Suku Melayu Jambi masih tampak sisa-sisa
pelapisan sosial lama, ditandai oleh adanya golongan bangsawan yang berasal
dari keturunan raja-raja zaman dulu, yaitu mereka yang
bergelar Raden, Sayid, atau Kemas. Golongan menengah adalah para
saudagar besar, pemilik perkebunan. Rakyat banyak biasanya menyebut diri
orang kecik (orang kecil). Sistem pelapisan sosial seperti ini semakin lama
makin berubah. Orang Melayu Jambi hidup dalam rumah tangga keluarga inti
monogami dengan prinsip garis keturunan yang bilateral. Pilihan jodoh
cenderung untuk endogami dusun (Zulyani, 2015: 470).
17
Suku Melayu Jambi dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar
menggunakan Bahasa Melayu Jambi atau masyarakat Jambi sering menyebut
dengan Baso Jambi, yang masih satu rumpun dengan bahasa melayu lainnya
di nusantara yakni rumpun bahasa Austronesia. bahasa melayu jambi sendiri
terkenal dengan dialek "O" nya mirip dengan Bahasa Melayu
Palembang dan Bahasa Bengkulu yang sama-sama berdialek "O". Bahasa
Jambi memiliki beberapa bahasa turunan seperti bahasa Melayu Kuala
Tungkal (berakhiran e), bahasa Kubu/Rimba (Suku Anak Dalam) dan bahasa
Kerinci.Bahasa-bahasa tersebut masih terbagi lagi atas berbagai dialek
(Zulyani, 2015: 472).
2.6. Kedudukan dan Fungsi Gelar Adat
Pada dasarnya gelar adat diberikan kepada orang-orang yang dianggap
memiliki pengaruh penting terhadap sistem pemerintahan di suatu
wilayah.Selain itu, gelar adat juga diterima mereka yang masih berada dalam
silsilah bangsawan dari para raja dan juga hasil aklamasi dari seluruh tokoh
masyarakat setempat.Fungsi gelar adat ini dapat didasarkan pada teori
Malinowski yaitu sebagai keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan
efeknya terhadap aspek lain, konsep yang timbul oleh masyarakat yang
bersangkutan, unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang
terintegrasi secara fungsional serta inti dari seluruh kegiatan/aktivitas untuk
pemenuhan kebutuhan dasar bilogi manusia (Azizah, 2013).
Selanjutnya menurut Fadilah (2018) gelar adat memiliki fungsi sebagai:
18
a. Sebagai pembeda status tanggung jawab seorang tokoh masyarakat. Bagi
kaum tertinggi gelar didapat dari turun temurun dan menjadi suatu
kehormatan bagi orang-orang yang mendapatkan gelar tertinggi.
b. Sebagai bentuk atau wujud dari nama (gelar) yang yang diberikan untuk
menentukan dan menyalurkan fungsi dari satu gelar kebesaran
masyarakat dalam kedududkan pergaulan dan status sosial seorang tokoh
masyarakat.
c. Sebagai unsur didalam perjalanan sejarah kebudayaan suatu daerah.
Fungsi gelar adat sendiri merupakan simbol dari bertahannya tradisi
masyarakat. Pelaksanaan pemberian gelar adat sendiri merupakan suatu
cerminan adat yang dimiliki oleh daerah tersebut.
2.7. Penelitian Relevan
Beberapa penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan dasar
pengembangan dari penelitian ini, antara lain:
Penelitian Umi Kholifatun (2016) dengan judul “Makna Gelar Adat
Terhadap Status Sosial Pada Masyarakat Desa Tanjung Aji Keratung
Melinting”.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prosesi
pemberian gelar adat pada masyarakat Lampung Saibatin, mengetahui
masyarakat Tanjung Aji Keratuan Melinting dalam memaknai pemberian
gelar adat, mengetahui implikasi pemberian gelar adat terhadap status sosial
masyarakat Tanjung Aji. Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Subjek penelitian adalah masyarakat masyarakat Desa Tanjung Aji.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan
19
dokumentasi. Teknik analisis data meliputi reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi.
Hasil penelitian mengenai makna Gelar Adat pada Masyarakat Desa
Tanjung Aji menunjukkan bahwa prosesi pemberian gelar adat (bejeneng)
melalui beberapa proses diantaranya membayar uang adat dan memiliki
makna sebagai wujud dari penghormatan dan status sosial dalam upacara
adat, pengaturan relasi dalam kekerabatan, serta dilakukan secara turun
temurun. Berdasarkan hal tersebut, maka perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti adalah jika penelitian yang dilakukan oleh Umi
Kholifatun gelar adat diberikan berdasarkan sistem kekerabatan dengan cara
pemberian harus membayar uang adat, maka penelitian yang dilakukan oleh
peneliti adalah gelar adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu
Jambi yang dianggap memiliki peran penting terhadap sistem pemerintahan
Melayu Jambi dengan cara pemberian melalui upacara adat.
Selanjutnya penelitian Misyuraidah (2017) dengan judul “Gelar Adat
dalam Upacara Perkawinan Adat Masyarakat Komering di Sukarami Ogan
Komering Ilir Sumatera Selatan”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui tradisi dan sistem pemberian gelar adat dalam upacara
perkawinan adat masyarakat Komering di Sukarami Ogan Komering Ilir
Sumatera Selatan. Hasil dari penelitian ini adalah Prosesi upacaranya adalah
pertama, tahap pra perkawinan, tahap perkawinan, tahap pasca perkawinan,
Bagi masyarakat, gelar adat ini bermakna sebagai penghormatan terhadap
leluhur, sebagai doa dan harapan, sebagai media musyawarah serta sebagai
makna silaturahmi dan taaruf.
20
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pemberian gelar
adat pada masyarakat Komering di Sukarami Ogan Komering Ilir Sumatera
Selatan dilakukan melalui proses upacara perkawinan dan diberikan kepada
kedua mempelai sebagai wujud doa dan harapan serta penghormatan kepada
leluhur. Sedangkan penelitian yang akan peneili lakukan adalah pemberian
gelar adat sebagai wujud penghormatan (karang setio) kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi atas jasa dan kinerja yang telah dilakukan untuk
masyarakat Jambi.
Hasil penelitian Yula Fadilah (2018) dengan judul “Pemberian Gelar
Adat (Studi Tentang Prosedur, Makna, Fungsi Pemberian Gelar Adat, Pada
Masyarakat Lampung Pepadun Sungkai Di Desa Gedung Ketapang,
Kecamatan Sungkai Selatan, Kabupaten Lampung Utara)”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prosedur pemberian gelar adat, makna
pemberian gelar adat dan fungsi pemberian gelar adat.Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif.Tehnik pengumpulan data pada
penelitian ini terdiri dari wawancara mendalam, dokumentasi, dan observasi.
Hasil penelitian didapatkan bahwa prosedur pemberian Gelar Adat
meliputi: (1) Ruyang-Ruyang Mandi Pagi Serag Sepi (2) Gawi Nguruk Di
Way (3) Gawi Nyuntan Pepadun. Makna dari pemberian gelar adat pada
masyarakat Lampung Pepadun adalah dimana seseorang telah mendapatkan
kedudukan didalam suatu kebuaian, mendapatkan status yang jelas dalam
adat supaya teratur dalam mengatur adat dan tersusun sehingga akan
berlangsung secara tertib. Fungsi pemberian adat adalah sebagai suatu
21
perbedaan status, baik itu status yang diberikan oleh keluarga secara turun
temurun atau status yang diraih dengan cara membeli.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka pemberian gelar adat pada
masyarakat Lampung Pepadun diberikan secara turun temurun atau dengan
cara membeli sebagai bukti perbedaan status sosial. Penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti mengenai pemberian gelar adat yang akan diberikan
kepada tokoh masyarakat yang dianggap memiliki peran penting dalam
sistem sosial dan sistem pemerintahan di Kota Jambi meskipun tokoh
masyarakat tersebut tidak memiliki silsilah keturunan bangsawan atau raja-
raja pada zaman dahulu.
2.5. Bagan Alur Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka tersebut, maka alur penelitian ini sebagai
berikut.
Gelar Adat Tokoh
Masyarakat Melayu
Jambi
Sebagai bentuk penghargaan
(Karang Setio) yang diberikan
berdasarkan ciri fisik dan
perilaku penerima gelar
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Gelar Adat yang
telah diberikan
kepada Tokoh
Masyarakat Melayu
Jambi
Analisis Data
Hasil Penelitian
Teknik Pengumpulan
Data
(Observasi,
Wawancara dan
Dokumentasi)
Penamaan Gelar Adat
Kepada Tokoh
Masyarakat Melayu
Jambi
23
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif merupakan penelitian
yang bertujuan untuk menggambarkan dan mendeskripsikan peristiwa
maupun fenomena yang terjadi di lapangan dan menyajikan data secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fenomena-fenomena yang ada di
lapangan (Sugiyono, 2014:1).
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah
sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara
trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dengan hasil yang
lebih menekankan makna daripada generalisasi.
Peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan
tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan penamaan gelar adat Melayu
Jambi di Kota Jambi. Penelitian tersebut dilakukan dengan cara peneliti turun
kelapangan secara langsung untuk mengumpulkan data mengenai pemberian
gelar adat kepada tokoh masyarakat di Provinsi Jambi khususnya di Kota
Jambi.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Jambi. Lokasi ini dipilih sebagai
lokasi penelitian karena Kota Jambi umumnya merupakan kawasan campuran
persukuan sehingga gelar adat yang ada di Kota Jambi beragam. Secara
administratif juga pusat lembaga adat ada di Kota Jambi serta sebagai lokasi
upacara penamaan gelar adat kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi.
3.3. Data dan Sumber Data
24
Data dalam penelitian ini adalah gelar adat yang ada di Kota Jambi.
Sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang telah memiliki
informasi dan pengetahuan mengenai pemberian gelar adat yang ada di Kota
Jambi. Informan merupakan orang yang memberikan informasi guna dapat
memecahkan masalah yang diajukan. Informan dalam penelitian ini adalah
ketua lembaga adat Melayu Jambi serta data dari dokumen-dokumen yang
tersimpan di Lembaga Adat dan Perpustakaan Kota Jambi.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
data (Creswell, 2017: 253). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan tiga langkah, yaitu:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian manusia
dengan menggunakan panca indera mata sebagai alat bantu utamanya
selain panca indera lainnya seperti telinga, penciuman, mulut dan kulit.
Observasi hakikatnya merupakan kegiatan dengan menggunakan panca
indera untuk memperoleh informasi yang diperlukan untuk menjawab
masalah penelitian (Yusuf, 2017: 332).
Metode observasi dilakukan dengan cara mengamati secara
langsung kegiatan-kegiatan dalam upacara penamaan gelar adat kepada
tokoh masyarakat di Kota Jambi. Akan tetapi, karena upacara
pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat Jambi belum bisa
dilaksanakan akibat pandemic covid-19, sehingga peneliti hanya
25
melakukan pengamatan berdasarkan dokumen-dokumen pemberian
gelar adat kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi yang ada di Balai
Adat Kota Jambi.
2. Teknik Wawancara
Metode wawancara dapat dilakukan dengan bertatap muka secara
langsung dengan informan atau bisa melalui jejaring telepon..
Wawancara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh informasi
mendalam mengenai pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat di
Kota Jambi. Pada wawancara ini peneliti melakukan wawancara
terbuka dengan Ketua Lembaga Adat dan Seksi Pengembangan Adat,
Seni dan Budaya Lembaga Adat kota Jambi.
3. Dokumentasi
Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data
menggunakan dokumen, catatan-catatan, laporan, foto, serta sumber-
sumber yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
3.6. Teknik Analisis Data
Penelitian ini berjenis penelitian deskriptif, yang bertujuan
menganalisis penamaan gelar adat kepada Tokoh Masyarakat Melayu Jambi.
Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode agih (bentuk
bahasa). Metode agih menggunakan alat penentu dasar bahasa yang diteliti.
Dasar penentu didalam kerja metode agih adalah teknik pemilihan data
berdasarkan kategori atau kriteria tertentu dari segi kegramatikalan sesuai
dengan ciri-ciri alami yang dimiliki oleh data penelitian (Sudaryanto, 2015:
19).
26
Alat penentu dalam rangka kerja agih itu, jelas, selalu berupa bagian
atau unsur dari bahasa objek sasaran penelitian itu sendiri, seperti kata (kata
ingkar, preposisi, adverbial, dsb), fungsi sintaksis (subjek, objek, predikat,
dsb.), klausa, silabe kata, titinada, dan yang lai (Sudaryanto, 2015: 19)
Metode agih dipilih sebab kesesuainnya dengan keperluan peneliti
dalam menganalisis bentuk dan fungsi deiksis sosial pada penamaan gelar
adat kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi. Terutama karena metode agih
memfokuskan objek sasaran pada bentuk-bentuk fungsi sintaksis.
Selanjutnya teknik analisis data dalam penelitian ini juga menggunakan
metode padan dengan teknik lanjutan berupa teknik pilah unsur penentu atau
dikenal dengan sebutan PUP dan teknik lanjutan berupa teknik hubung
banding menyamakan hal pokok (atau teknik HBSP), yang sebagai alatnya
masing-masing menggunakan daya banding menyamakan, daya banding
memperbedakan, dan daya banding menyamakan hal pokok. Sudaryanto
(2015) menyatakan bahwa teknik dasar yang disebut “teknik pilah unsur
penentu atau teknik PUP”. Dalam Teknik HBSP, Sudaryanto (2015)
menyatakan bahwa hubungan padan itu berupa hubungan banding antara
semua unsur penentu yang relevan dengan semua unsur data yang ditentukan.
Adapun alatnya ialah daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki seorang
peneliti.
Teknik yang digunakan dalam metode padan ini adalah teknik ganti.
Teknik ganti adalah teknik untuk menganalisis bahasa dengan satuan bahasa
yang lain diluar kontruksi. Teknik ini digunakan untuk mengetahui tingkat
kesamaan suatu kata atau kategori. Metode padan dengan teknik dasar PUP
27
dan teknik lanjutan HBSP pada penelitian ini digunakan untuk menganalisis
data secara semantik.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam menganalisis:
1. Mengumpulkan data mengenai penamaan gelar adat tokoh masyarakat
Melayu Jambi yang ditemukan dari hasil wawancara yang mencakup
makna dan fungsi gelar adat.
2. Mengelompokkan data yang telah dikumpulkan sesuai dengan kategori
masing-masing.
3. Menganalisis data yang berupa hasil wawancara dengan kajian
etnolinguistik.
4. Menganalisis nama-nama gelar adat berdasarkan makna (makna
leksikal dan kultural) serta fungsi secara umum
5. Menyimpulkan hasil analisis.
3.7. Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Tahapan selanjutnya setelah menganalisis data, yakni penyajian data.
Pada tahap ini, peneliti merujuk pada penyajian hasil analisis data secara
deskriptif kualitatif. Menurut Sutedi (2011) penelitian deskriptif yaitu
penelitian yang dilakukan untuk menggambarkan, menjabarkan suatu
fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk
menjawab masalah secara aktual. Sedangkan penelitian kualitatif menurut
Mahsun (2005) adalah penelitian yang memfokuskan pada penunjukkan
makna, deskripsi, penjernihan dan penempatan data pada konteksnya masing-
masing dan sering kali melukiskannya dalam bentuk kata-kata daripada
dalam angka-angka. Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk
28
memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan dalam gelar adat
yang tengah diteliti.
Keputusan ini disebabkan sifat dari analisis data yang merupakan
terjemahan dari deiksis sosial berupa satuan fungsi sintaksis ditulis untuk
menerjemahkan wacana dengan menggunakan bahasa tulisan biasa, bukan
berupa simbol. Bahasa yang dipilih adalah bahasa baku yang telah
disesuaikan dengan kaidah penulisan yang ada. Menurut Sudaryono (2015)
mengemukakan bahwa penyajian hasil analisis data secara informal adalah
hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata yang biasa.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini mencakup dua hal yang sesuai dengan tujuan penelitian
yaitu untuk mengetahui dan mendeskripsikan gelar adat tokoh masyarakat Melayu
Jambi dan penamaan gelar adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu
Jambi yang ada di Kota Jambi. Data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil
29
wawancara dengan ketua Lembaga Adat Melayu Jambi dan dokumen-dokumen
yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini. Penamaan gelar adat Melayu
Jambi dalam penelitian ini dilihat dari makna leksikal dan makna kultural. Adapun
hasil dari penelitian ini sebagai berikut:
5.1. Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi Yang Ada di Kota Jambi
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. H. Azrai Al-Basyari
selaku ketua Lembaga Adat Melayu Jambi bahwa ada 28 nama gelar adat
Melayu Jambi yang telah diberikan kepada tokoh masyarakat di Kota Jambi
sebagai wujud penghormatan atau dedikasi atas kepemimpinan tokoh
masyarakat tersebut. Pemberian gelar adat sebagai wujud penghormatan
tersebut dilakukan melalui upacara pemberian gelar adat sebagai suatu bentuk
penghargaan atau Karang Setio. Karang Setio atau penghargaan merupakan
suatu perbuatan atau ungkapan sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa,
perhatian, bantuan, dorongan dan lain sebagainya yang telah diberikan oleh
seorang tokoh masyarakat kepada Negeri Jambi.
Pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat Melayu di Kota Jambi
tersebut telah diatur dalam Anggaran Dasar Anggaran Rumah Tangga
(ADART) Lembaga Adat yang di atur dalam Peraturan Daerah Nomor 4
Tahun 2014 tentang Lembaga Adat Melayu Tanah Pilih Pusako Batuah Kota
Jambi. Adapun nama-nama gelar adat Melayu Jambi yang telah diberikan
kepada tokoh masyarakat di Kota Jambi selama periode tahun 1998-2012
sebagai berikut.
1. Datuk Bandar Adipati Anom
2. Datuk Bandar Adipati Agung
30
3. Datuk Tumenggung Putro Joyo Diningrat
4. Adipati Bangun Negeri
5. Adipati Setia Derajo
6. Datuk Tumenggung Dubalang Sakti
7. Datuk Bandar Paduko Betuah
8. Datuk Tumenggung Setio Nyato
9. Datuk Alim Agung Setio Agamo
10. Datuk Tumenggung Pengimbang Adat Pseko Negeri
11. Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo Peseko
12. Datuk Ngebi Palunan Jayo
13. Datuk Tumenggung Joyo Negoro
14. Datuk Bandar Dubalang Mudo
15. Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya
16. Datuk Penghulu Mangku Puro
17. Datuk Tumenggung Salam Buku
18. Datuk Mangku Suko Setio
19. Datuk Setio Manggalo Agomo
20. Datuk Depati Setio Alam
21. Datuk Rio Suko Negeri
22. Datuk Penghulu Setio Agamo
23. Datuk Setio Junjung Pseko
24. Mangku Setyo Penggembiro
25. Rio Tanum Setio Negeri
26. Datuk Penghulu Pasak Negeri
31
27. Datuk Penghulu Pemangko Rajo
28. Rio Setio Negeri
Berdasarkan hasil tersebut, maka ada 28 nama gelar adat yang telah
diberikan kepada tokoh masyarakat di Kota Jambi. Pemberian gelar adat
tersebut merupakan wujud penghargaan dan dedikasi kepada tokoh
masyarakat karena pertimbangan jasa-jasa dan pengabdian atau kedudukan
sdalam lingkungan masyarakatnya. Pemberian gelar ini akan disesuaikan
dengan perilaku penerima gelar, karena gelar akan mencerminkan
kepribadian penerima gelar.
Peemberian gelar adat ini dilakukan oleh masyarakat suku Melayu
Jambi, karena masyarakat Melayu Jambi masih ada pelapisan sosial lama
yang ditandai oleh adanya golongan bangsawan yang berasal dari keturunan
raja-raja pada zaman dahulu. Gelar adat yang ada pada suku Melayu Jambi
berbeda dengan marga, dimana gelar merupakan wilayah adat yang diberikan
kepada orang-orang yang memiliki golongan atau status sosial, sedangkan
marga adalah wilayah adat dari orang-orang yang merasa masih satu asal
nenek moyang atau karena adanya ikatan persekutuan kekerabatan pada masa
lalu.
5.2. Makna dan Fungsi Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi Yang
Ada di Kota Jambi
5.2.1. Makna Gelar Adat
Penamaan gelar adat kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi dilihat
berdasarkan makna leksikal dan makna cultural dari masing-masing gelar
32
adat yang telah diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi.
Berdasarkan nama-nama gelar adat yang telah diberikan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jmabi, maka makna dari masing-masing gelar adat
tersebut sebagai berikut.
1. Datuk Bandar Adipati Anom
Secara leksikal, kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan. Datuk dalam KBBI (2018) artinya adalah orang yang tertua
dalam keluarga atau dapat juga diartikan sebaga gelar kehormatan bagi
orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi martabatnya). Selanjutnya
“Bandar” dalam bahasa melayu berarti nama lain dari kota. Kota dalam
KBBI (2018) berarti daerah permukiman yang terdiri atas bangunan
rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan
masyarakat. Dalam bahasa melayu Jambi “Adipati” artinya adalah gelar
kebesaran adat terhadap rajo atau pemimpin sesuai dengan tingkat
kepemimpinannya, sedangkan “Anom” dalam bahasa melayu artinya
adalah muda. Muda menurut KBBI (2018) adalah belum sampai setengah
umur. “Datuk Bandar Adipati Anom” memiliki makna seorang
pemimpin muda yang dihormati dan memimpin Kota Jambi Tanah Pilih
Pesako Batuah.
Secara kultural, tokoh masyarakat yang menerima gelar “Datuk
Bandar Adipati Anom” harus menjadi pemimpin muda dapat memimpin
Kota Jambi Tanah Pilih Pesako Batuah dengan baik. Tanah Pilih Pesako
Batuah merupakan motto dari Kota Jambi yang tertera pada sehelai pita
33
emas di bawah lambang Kota Jambi yang memiliki arti menggambarkan
bahwa Kota Jambi sebagai Pusat Pemerintahan Kota sekaligus sebagai
Pusat Sosial Ekonomi serta Kebudayaan juga mencerminkan jiwa
masyarakatnya sebagai duta kesatuan baik individu, keluarga dan
kelompok maupun secara institusional yang lebih luas, berpegang teguh
dan terikat pada nilai-nilai adat istiadat dan hukum adat serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Oleh sebab itu, tokoh masyarakat
yang mendapat gelar adat ini harus mampu memimpin Kota Jambi agar
tetap menjadi Kota yang mencerminkan kebudayaan dan jiwa
masyarakatnya untuk selalu rukun, bergotong royong dan taat kepada
nilai adat istiadat serta norma-norma yang berlaku.
2. Datuk Bandar Adipati Agung
Makna leksikal “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata penghargaan
terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan, sedangkan “Bandar”
dalam bahasa melayu berarti nama lain dari kota. Kota dalam KBBI
(2018) berarti daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah
yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan
masyarakat. “Adipati” dalam bahasa adalah gelar kebesaran adat
terhadap rajo atau pemimpin sesuai dengan tingkat kepemimpinannya.
Pemimpin dalam KBBI (2018) artinya orang yang memimpin dan
“Agung” dalam bahasa melayu adalah besar atau mulia. Mulia dalam
KBBI (2018) artinya tinggi (kedudukan, pangkat). “Datuk Bandar
Adipati Agung” adalah pemimpin besar dan mulia yang sangat dihormati
di Kota Jambi Tanah Pilih Pesako Batuah.
34
Secara kultural, gelar adat “Datuk Bandar Adipati Agung” yang
diberikan kepada mantan walikota Jambi Bapak Drs. H. Arifin Manap,
M.M sebagai wujud penghormatan atas kepemimpinan beliau sebagai
walikota yang hebat dalam memimpin Kota Jambi. Sebagai walikota,
beliau sangat dihormati oleh seluruh kalangan masyarakat, khususnya
masyarakat Kota Jambi. Sebagai seorang pemimpin besar di Kota Jambi,
maka beliau harus memiliki sikap mulia kepada seluruh kalangan
masyarakat tanpa membedakan status sosial dari masyarakat tersebut.
3. Datuk Tumenggung Putro Joyo Diningrat
Makna leksikal “Datuk” dalam bahasa melayu Jambi merupakan
kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan,
“Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran, “Putro”
dalam bahasa melayu artinya adalah putra dalam KBBI (2018) laki-laki
dan “Joyo Diningrat” dalam bahasa adat artinya pribadi yang kuat,
berani dan tangguh, sehingga gelar adat “Datuk Tumenggung Joyo
Diningrat” memiliki makna sebagai seorang pemimpin yang memiliki
pribadi yang kuat, berani dan tangguh dalam memimpin wilayah Tanah
Pilih Pesako Batuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Tumenggung Joyo Diningrat”
diberikan kepada seorang pemimpin yang kuat, berani dan tangguh. Hal
ini dikarenakan bagi masyarakat Melayu Jambi seorang pemimpin harus
memiliki kepribadian yang kuat, baik kuat secara fisik maupun iman.
Fisik dan iman yang kuat diperlukan dalam memimpin negeri Jambi,
karena sebagai pemimpin segala godaan yang dapat merusak moral dan
35
iman pasti akan muncul, sehingga jika pemimpin memiliki kekuatan
iman yang baik maka segala bentuk kemungkaran akan dapat dihindari.
Gelar adat ini diberikan kepada tokoh masyarakat atau pemimpin
yang berani dan tangguh, artinya bagi masyarakat Melayu Jambi seorang
pemimpin harus berani untuk melebur dan menghancurkan segala bentuk
kemungkaran dan berani untuk mengungkap kebenaran, sehingga
kebajikan dan kebenaran di Tanah Pilih Pusako Betuah dapat terjaga.
Masyarakat Melayu Jambi memiliki tradisi yang menjunjung tinggi adat
dan syarak, sehingga mereka akan memberikanenghormatan kepada
pemimpin yang memang kuat, berani dan tangguh dalam memimpin
Kota Jambi sehingga sistem pemerintahan dapat dilakuakn sesuai adat
dan syarak yang berlaku di Kota Jambi.
4. Adipati Bangun Negeri
Makna leksikal, dari kata “Adipati” merupakan gelar kebesaran adat
terhadap rajo atau pimpinan sesuai dengan tingkat kepemimpinannya.
Bahasa adat “Bangun” artinya adalah membangun dan “Negeri” adalah
suatu daerah tempat masyarakat tinggal. Berdasarkan hal tersebut, maka
makna leksikal dari gelar adat “Adipati Bangun Negeri” adalah seorang
pemimpin yang dipercaya dapat membangun wilayah Tanah Pilih
Pesako Batuah Kota Jambi.
Budaya masyarakat Melayu Jambi pada zaman dahulu sangat
percaya kepada raja sebagai pemimpin yang dapat membangun wilayah
kerajaan mereka dan mensejahterakan kehidupan rakyat. Budaya
tersebut masih berlaku sampai saat ini, dimana saat ini sistem
36
pemerintahan di Kota Jambi sudah dipimpin oleh walikota dan
jajarannya. Akan tetapi, masyarakat Melayu Jambi tidak melupakan
tradisi bahwa seorang pemimpin adalah raja bagi mereka yang harus
mereka hormati. Salah satu wujud penghormatan yang diberikan adalah
gelar adat Melayu jmabi yaitu “Adipati Bangun Negeri”, melalui gelar
adat ini masyarakat percaya bahwa pemimpin yang memimpin sistem
pemerintaha di Kota Jambi dapat membangun dan mensejahterakan
kehidupan masyarakat di Kota Jambi.
5. Adipati Setio Derajo
Makna leksikal dari kata “Adipati” adalah gelar kebesaran adat
terhadap rajo atau pemimpin, “Setio” patuh dan taat dan “Derajo” dalam
bahasa adat artinya adalah derajat. Derajat dalam KBBI (2018) artinya
adalah tingkatan. Berdasarkan hal tersebut, maka gelar adat “Adipati
Setio Derajo” adalah seorang pemimpin yang patuh dan taat dalam
memimpin Kota Jambi dan ditinggikan oleh masyarakat dalam wilayah
Tanah Pilih Pesako Batuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Adipati Setio Derajo” diberikan
kepada tokoh masyarakat yang patuh terhadap agama dan adat dalam
memimpin Kota Jambi, karena adat dan syarak sangat dijunjung tinggi
dalam masyarakat Melayu Jambi. Budaya melayu Jambi sangat
menghormati pemimpin yang patuh, sebagaimana sloko yang dimiliki
“Disuruh pergi diimbau tibo”, arinya masyarakat Melayu Jambi sangat
menghargai pemimpin yang patuh bukan yang ingkar terhadap “Adat
bersendikan syarak, syarak bersendi kitabullah”, sehingga seorang
37
tokoh msyarakat yang dijadikan sebagai pemimpin harus selalu patuh
terhadap nilai budaya, adat istiadat serta agama yang ada di Kota Jambi.
6. Datuk Tumenggung Dubalang Sakti
Makna leksikal dari kata kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu
yang merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua
atau dituakan. Sedangkan “Tumenggung” adalah sebuah nama berupa
gelar kebesaran dan “Dubalang Sakti” dalam bahasa adat artinya adalah
kepala suku yang memiliki kesaktian tinggi. Berdasarkan hal tersebut,
maka makna leksikal dari gelar adat “Datuk Tumenggung Dubalang
Sakti” artinya adalah seorang pemimpin yang dijadikan sebagai tokoh
masyarakat dan memiliki kesaktian yang tinggi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Tumenggung Dubalang
Sakti” diberikan kepada tokoh masyarakat yang memiliki ilmu atau
tenaga dalam yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat biasa. Hal
ini dikarenakan dalam masyarakat melayu Kota Jambi salah satu budaya
yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah budaya “Pencak Silat”,
biasanya acara “Pencak Silat” dihadirkan dalam acara-acara adat, seperti
upacara adat, upacara hari kebesaran, hari pernikahan dan lain
sebagainya. Ketika acara tersbeut ditampilkan, terutama dalam acara
upacara adat, maka ada salah satu tokoh masyarakat yang memimpin
acara “Pencak Silat” tersebut, tokoh masyarakat ini dipilih karena beliau
memiliki ilmu atau kesaktian yang lebih tinggi dari masyarakat biasa
sehingga mereka diberi gelar penghormatan dan ditinggikan selangkah
lebih tinggi dibanding masyarakat biasa.
38
7. Datuk Bandar Paduko Betuah
Makna leksikal dari kata kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu
yang merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua
atau dituakan. Datuk dalam KBBI (2018) artinya adalah orang yang
tertua dalam keluarga atau dapat juga diartikan sebaga gelar kehormatan
bagi orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi martabatnya),
sedangkan “Bandar” dalam bahasa melayu berarti nama lain dari kota.
Kota dalam KBBI (2018) berarti daerah permukiman yang terdiri atas
bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai
lapisan masyarakat, “Paduko” artinya adalah raja dan “Betuah” artinya
adalah member nasihat, sehingga “Datuk Bandar Paduko Betuah”
memiliki makna sebagai seorang pemimpin yang dihormati dan dituakan
karena sering memberikan nasihat yang baik untuk rakyat di wilayah
Tanah Pilih Pesako Batuah Kota Jambi.
Makna kultural, gelar “Datuk Bandar Paduko Betuah” diberikan
kepada orang-orang yang dituakan di Kota Jambi. Tokoh masyarakat
yang menerima gelar ini biasanya memiliki pengetahuan adat yang lebih
tinggi dibanding masyarakat biasa dan mampu memberikan “Petuah”
atau nasihat yang baik kepada masyarakat, sehingga beliau mendapat
gelar “Datuk Bandar Paduko Betuah”. Masyarakat Melayu Jambi masih
menjunjung tinggi adat istiadat dari para leluhur, sehingga ketika ada
tokoh masyarakat yang benar-benar paham mengenai adat istiadat
Melayu Jambi, maka masyarakat setempat akan menghormati tokoh
39
masyarakat tersebut dan menganggap beliau pantas menerima gelar adat
sebagai wujud penghormatan.
8. Datuk Tumenggung Setio Nyato
Makna leksikal “Datuk” dalam bahasa melayu Jambi merupakan
kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan,
“Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran, “Setio”
patuh dan taat dan “Nyato” dalam bahasa melayu artinya adalah nyata
atau benar, sehingga gelar adat “Datuk Tumenggung Setio Nyato”
memiliki makna sebagai seorang pemimpin yang memiliki ketaatan dan
mengutamakan kebenaran dalam memimpin wilayah Tanah Pilih Pesako
Batuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Tumenggung Setio Nyato”
memang diberikan kepada tokoh masyarakat yang sangat dihormati
dalam wilayah masyarakat Melayu Jambi. Bagi masyarakat Melayu
Jambi kebenaran, kejujuran dan kesetiaan merupakan syarat utama yang
harus dimiliki oleh seorang tokoh masyarakat. Hal ini dikarenakan tokoh
masyarakat adalah panutan dan pemimpin bagi masyarakat, apapun yang
diucapkan dan dilakukan oleh tokoh masyarakat, maka menjadi panutan
bagi seluruh masyarakat Melayu Jambi. Sehingga pemberian gelar adat
“Datuk Tumenggung Setio Nyato” memang diberikan kepada tokoh
masyarakat atau pemimpin yang benar-benar jujur, menjunjung tinggi
kebenaran dan setia terhadap aturan adat-istiadat maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Kota Jambi.
9. Datuk Alim Agung Setio Agamo
40
Secara leksikal, kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan, “Alim” memiliki kata pandai dalam hal agama, “Agung”
memiliki makna besar dan “Setio Agamo”dalam bahasa adat artinya
adalah patuh terhadap agama, sehingga gelar adat “Datuk Alim Agung
Setio Agamo” memiliki makna seornag pemimpin yang dihormati karena
pandai dan taat kepada agama.
Secara kultual, gelar adat “Datuk Alim Agung Setio Agamo” tidak
diberikan kepada semua tokoh masyarakat, tetapi hanya tokoh
masyarakat tertentu yang diberi gelar ini. Tokoh masyarakat yang
menerima gelar ini adlaah tokoh masyarakat yang benar-benar paham
dan pandai dalam ilmu agama dan adat istiadat Melayu Jambi. Hal ini
dikarenakan dalam budaya Melayu Jambi masih menjunjung tinggi sloko
“Adat bersendikan syarak, syarak bersendi kitabullah”, sehingga
seorang tokoh msyarakat yang dijadikan sebagai pemimpin harus selalu
patuh terhadap nilai budaya, adat istiadat serta agama yang ada di Kota
Jambi. Tokoh masyarakat yang memiliki sifat demikian, secara otomatis
akan selalu dijunjung tinggi dan dihormati oleh masyarakat Melayu
jambi yang mayoritas beragama islam dan memiliki silsilah
kesultanan/kerajaan.
10. Datuk TumenggungPengimbang Adat Pseko Negeri
Secara leksikal, kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan. Datuk dalam KBBI (2018) artinya adalah orang yang tertua
41
dalam keluarga atau dapat juga diartikan sebaga gelar kehormatan bagi
orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi martabatnya), sedangkan
“Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran,
“Pengimbang Adat” artinya mampu menyeimbangkan adat Melayu
dengan adat lain yang ada di Kota Jambi dan “Pseko Negeri” artinya
hukum negeri, . Berdasarkan hal tersebut, maka makna leksikal dari gelar
“Datuk Tumenggung Pengimbang Adat Pseko Negeri” adalah seorang
pemimpin yang dihormati yang dapat menjunjung tinggi adat dan
bersikap adil dnegan adat lain yang ada di wilayah Tanah Pilih Pesako
Batuah Kota Jambi.
Secara kultural, gelar adat “Datuk Tumenggung Pengimbang Adat
Pseko Negeri” diberikan kepada tokoh masyarakat yang memimpin
wilayah Kota Jambi. Hal ini dilakukan sebagai wujud penghormatan dan
pelestarian adat Melayu Jambi. Masyarakat Melayu Jambi sangat
menghormati pemimpin mereka, bagi mereka pemimpin adalah tokoh
masyarakat yang menjadi panutan, baik panutan bagi sikap dan sifat, cara
berbicara serta cara tokoh masyarakat tersebut melestarikan adat istiadat
Melayu Jambi.
Selain itu, Kota Jambi merupakan wilayah yang telah dihuni dengan
beberapa suku lain seperti suku batak, jawa, minang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin di Kota Jambi maka
diwajibkan dapat memimpin seluruh lapisan masyarakat tanpa
membedakan suku/ras sehingga mampu menjadi pemimpin yang adil
tanpa menghilangkan adat istiadat Melayu Jambi. Oleh karena itu,
42
masyarakat sangat menghormati tokoh masyarakat yang memimpin
mereka dengan harapan tokoh masyarakat tersebut dapat menjadi
panutan yang baik.
11. Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo Peseko
Makna leksikal kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan dan “Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar
kebesaran. Selanjutnya kata “Dalam Tuah” dalam bahasa adat artinya
adalah dalam kesaktian, keramat atau yang mendatangkan keuntungan
dan “Tobo Peseko” dalam bahasa adat Melayu Jambi artinya adalah
kaum hukum adat, sehingga gelar adat “Datuk Tumenggung Dalam Tuah
Tobo Peseko” artinya adalah seorang pemimpin yang memiliki
kekuasaan dan kesaktian terhadap hukum adat sehingga mendatangkan
keuntungan bagi wilayah Tanah Pilih Pesako Batuah Kota Jambi.
Makna kultural, gelar adat “Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo
Peseko” hanya akan diberikan kepada tokoh masyarakat yang memiliki
kekuatan dan pemahaman terhadap hukum-hukum adat. Hal ini
dikarenakan, sebagian besar masyarakat Melayu Jambi masih
mempercayai tentang “Mitos” atau kepercayaan jika memiliki pemimpin
yang tidak paham akan adat istiadat leluhur, maka “beserak” atau
hancurlah sistem pemerintahan dalam Kota Jambi. Tujuan dari
diberikannya gelar adat “Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo Peseko”
adalah sebagai wujud penghormatan masyarakat kepada tokoh
43
masyarakat tersebut agar beliau berkenan dan selalu menjaga adat-
istiadat leluhur Melayu Jambi.
12. DatukNgebi Palunan Jayo
Secara leksikal, kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan. Datuk dalam KBBI (2018) artinya adalah orang yang tertua
dalam keluarga atau dapat juga diartikan sebaga gelar kehormatan bagi
orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi martabatnya), “Ngebi”
artinya tidak buruk dan “Palunan Jayo” memiliki makna sebagai pantan
yang berjaya atau sukses. Berdasarkan hal tersebut, maka makna leksikal
dari DatukNgebi Palunan Jayo” artinya adalah seorang pemimpin yang
Berjaya pada masanya dan menjadi panutan yang baik bagi masyarakat
di wilayah Tanah Pilih Pusako Betuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “DatukNgebi Palunan Jayo”
diberikan kepada orang-orang yang lebih tua. Masyarakat Melayu Jambi
memiliki tradisi memanggil orang yang lebih “Tuo” atau tua itu dengan
sebutan datuk. Datuk sama artinya dengan kakek. Masyarakat Melayu
Jambi selalu menjunjung tinggi sopan santun terhadap orang yang lebih
tua maupun memiliki pemahaman adat yang lebih dari orang biasa
sehingga tokoh masyarakat yang seperti ini mereka jadikan sebagai
panutan yang baik dalam kehidupan sosial dan masyarakat Melayu Jambi
memberinya gelar “DatukNgebi Palunan Jayo” sebagai rujud
penghormatan kepada yang lebih tua atau kepada cerdik pandai.
13. Datuk Tumenggung Joyo Negoro
44
Makna leksikal kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu yang
merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau
dituakan, “Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran
dan “Joyo Negoro” dalam bahasa adat artinyay adalah sehat dan rukun,
pengasih dan penyayang. Berdasarkan hal tersebut, maka makna leksikal
dari gelar adat “Datuk Tumenggung Joyo Negoro” adalah seorang
pemimpin yang memiliki sifat pengasih dan penyayang untuk
memberikan hidup rukun bagi rakyatnya dalam wilayah Tanah Pilih
Pesako Batuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Tumenggung Joyo Negoro”
sebagai wujud pengharapan dan penghormatan masyarakat Melayu
Jambi kepada tokoh masyarakat yang memimpin Kota Jambi. Kehidupan
masyarakat Melayu Jambi masih menjunjung tinggi asas gotong royong
dan kerukunan. Hal ini ditandai dengan adanya sebagian besar
masyarakat Melayu Jambi yang masih melakukan tradisi “Tukar Nasi
Lemang” disaat hari raya idul adha ataupun hari raya idul fitri. Hal ini
dilakukan sebagai wujud simbolis atas kerukunan dalam kehidupan
sosial. Selain itu, sebagian besar masyarakat Melayu Jambi yang masih
melakukan acara-acara adat seperti upacara adat saat panen berlimpah,
upacara adat pernikahan Melayu, upacara adat ulang tahun Kota Jambi
maupun Provinsi Jambi dan acara upacara adat lainnya yang dalam acara
tersebut dihadiri oleh seluruh lapisan masyarakat termasuk tokoh-tokoh
masyarakat.
45
Tokoh masyarakat yang memiliki gelar ini adalah beliau yang
memiliki sikap penyanyang dan pengasih kepada seluruh masyarakat,
tanpa membedakan suku, bahasa maupuan kehidupan sosial. Tokoh
masyarakat tersebut dapat berbaur dengan masyarakat ketika mereka
dikumpulkan dalam satu acara adat, tidak bersikap sombong dan
meninggikan jabatan yang dimiliki, serta dapat membangun dan menjaga
kehidupan yang rukun dalam wilayah Kota Jambi. Sehingga seluruh
masyarakat sangat menghormati beliau dan diberikan gelar adat sebagai
wujud dedikasi atas perilaku yang dilakukan.
14. Datuk Bandar Dubalang Mudo
Makna leksikal dari kata kata “Datuk” berasal dari bahasa melayu
yang merupakan kata penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua
atau dituakan. Datuk dalam KBBI (2018) artinya adalah orang yang
tertua dalam keluarga atau dapat juga diartikan sebaga gelar kehormatan
bagi orang yang dituakan (berpangkat tinggi, tinggi martabatnya),
sedangkan “Bandar” dalam bahasa melayu berarti nama lain dari kota.
Kota dalam KBBI (2018) berarti daerah permukiman yang terdiri atas
bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai
lapisan masyarakat. “Dubalang Mudo” dalam bahasa adat artinya adalah
kepala suku yang muda, sehingga makna leksikal dari gelar “Datuk
Bandar Dubalang Mudo” adalah seorang pemimpin muda yang
dihormati dan memimpin wilayah Tanah Pilih Pesako Betuah Kota
Jambi.
46
Makna kultural dari gelar “Datuk Bandar Dubalang Mudo”
diberikan kepada seorang tokoh masyarakat Kota Jambi yang masih
muda tetapi sudah memiliki jbatan dan mampu untuk memimpin
pemerintahan Kota Jambi. Hal ini dikarenakan dalam tradisi masyarakat
Melayu Jambi “Putra Daerah” memiliki keistimewaan dalam sistem
pemerintahan, sehingga ketika ada pemuda yang memiliki jiwa
pemimpin dan mampu mengelola tata pemerintahan di Kota Jambi
dnegan baik maka masyarakat akan sangat menghormati beliau dan
menjadikan beliau sebagai panutan.
15. Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya
Secara leksikal, “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. Sedangkan
“Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran dan
“Wiratana Adijaya” dalam bahasa adat memiliki makna laki-laki yang
berkarakter dan berjiwa suci, sehingga makna leksikal dari gelar adat
“Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya” artinya adalah seorang
pemimpin yang memiliki karakter dan berjiwa suci dalam memimpin
wilayah Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi.
Makna kultural, gelar adat “Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya”
diberikan kepada tokoh masyarakat yang berjiwa suci dalam memimpin,
tidak melakukan korupsi, suap, jual beli jabatan yang melanggar aturan
hukum negara, hukum adat dan hukum agama. Hal ini dikarenakan
masyarakat Melayu Jambi memiliki budaya Adat bersendikan syarak,
47
syarak bersendi kitabullah” dimana pemimpin harus mampu bersikap
dalam memimpin sesuai dnegan hukum adat, negara dan agama.
16. Datuk Penghulu Mangko Puro
Makna leksikal dari kata “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. Bahasa
melayu “Penghulu” artinya sebutan kebesarab adat terhadap seornag rajo
atau pemimpin sesuai tingkat kepemimpinannya. Selanjutnya “Mangku”
dalam bahasa adat yang berarti menjabat atau memegang sesuatu jabatan
yang diembannya yang sangat penting dalam pandangan adat dan “Puro”
artinya adalah merengkuh dayung duo tigo pulau terlampaui, sekali
membuka puro duo tigo utang selesai. Berdasarkan hal tersebut, maka
“Datuk Penghulu Mangko Puro” artinya adalah seorang pemimpin/ketua
DPRD yang memegang peran penting dalam kebijakan pembiayaan
pembangunan dalam wilayah/daerah Tanah Pilih Pesako Betuah Kota
Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Penghulu Mangko Puro”
yang diberikan kepada tokoh masyarakat dalam hal ini adalah ketua
DPRD Kota Jambi diharapkan menjadi seorang pemimpin yang
“bijaksano” atau bijaksana dalam membuat seluruh kebijakan keuangan
guna membangun Kota Jambi. Selain itu, tokoh masyarakat yang
mendapat gelar ini juga harus memiliki kewajiban moral guna
menyelesaikan tugas mulia. Beliau harus mampu bersikap layaknya
“Puro” atau dalam bahasa melayu adalah tempat penyimpanan uang,
artinya seorang pemimpin/ketua DPRD harus mampu mengelola kas
48
daerah untuk penggunaan/pengeluaran dengan tepat dan tidak
melakukan kegiatan tercela seperti korupsi, suap dan lain sebagainya
serta seluruh kebijakan keuangan harus atas persetujuan DPRD dan
bersifat secara terbuka.
17. Datuk Tumenggung Salam Buku
Secara leksikal, “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. Sedangkan
“Tumenggung” adalah sebuah nama berupa gelar kebesaran dan “Salam
Buku” dalam bahasa melayu artinya seseornag yang memimpin
manajemen dan administrasi. Berdasarkan hal etrsebut, maka “Datuk
Tumenggung Salam Buku” artinya adalah seorang pimpinan yang
menguasai ilmu manajemen dan administrasi dalam pemerintahan Tanah
Pilih Pesako Betuah Kota Jambi.
Secara kultural, gelar adat “Datuk Tumenggung Salam Buku”
diberikan kepada pimpinan yang memiliki keahlian “Salam Buku” atau
disebut juga “Salin Buku”. Keahlian yang dimiliki tersebut berupa
kemampuan dalam hal pengelolaan administrasi daerah karena
pemimpin tersebut menguasai ilmu manajemen dan administrasi yang
cukup baik sehingga memiliki peran penting dalam pembangunan Kota
Jambi. Tokoh masyarakat yang mendapat gelar ini juga diharapkan
mampu memberikan contoh yang baik kepada masyarakat, khususnya
masyarakat Kota Jambi dalam melakukan administrasi pemerintahan,
seperti memberikan contoh kepada pegawai untuk selalu memberikan
pelayanan terbaik dan setulus hati kepada masyarakat sehingga
49
masyarakat dapat merasakan dampak secara langsung dari
kepemimpinan mereka.
18. Datuk Mangku Suko Setio
Makna leksikal dari kata “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. “Mangku”
dalam bahasa melayu berarti menjabat atau memegang sesuatu, “Suko”
dalam bahasa melayu berarti senang atau setuju dan “Setio” adalah patuh
dan taat. Sehingga “Datuk Mangku Suko Setio” memiliki makna seorang
pimpinan adat yang senantiasa menunjukkan loyalitas yang tinggi
terhadap pimpinan dan lembaga dalam wilayah Tanah Pilih Pesako
Betuah Kota Jambi.
Makna kultural dari gelar adat yang diberikan kepada wakil ketua
lembaga adat Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi adalah beliau
merupakan seorang pemimpin yang sangat rajin dan patuh terhadap
perintah atasan atau dalam bahasa adat Jambi dikenal dengan istilah
“Disuruh pergi diimbau tibo”. Sebagaiwakil ketua lembaga adat Tanah
Pilih Pesako Betuah Kota Jambi. beliau merupakan seorang pimpinan
yang memiliki loyalitas atau “setio” dengan pekerjaan dan tugas yang
diembannya yang sangat penting dalam pandangan adat melayu Jambi.
Tokoh masyarakat yang menerima gelar ini memiliki pengabdian
yang tulus kepada pimpinan dan lembaga adat Tanah Pilih Pesako
Betuah Kota Jambi untuk mewujudkan Kota Jmabi menjadi Kota yang
beradat dan berbudaya serta mewujudkan masyarakat Jambi menjadi
masyarakat yang menjunjung tinggi adat-istiadat dan budaya.
50
19. Datuk Setio Manggalo Agamo
Secara leksikal, “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan dan “Setio”
patuh dan taat. Sedangkan “Manggalo Agamo” dalam bahasa adat orang
yang memberi pendidikan agama, sehingga “Datuk Setio Manggalo
Agamo” adalah seorang pimpinan adat yang senantiasa member
pengabdiannya dibidang adat dan agama dalam wilayah Tanah Pilih
Pesako Betuah Kota Jambi.
Secara kultural, tokoh masyarakat yang menerima gelar “Datuk
Setio Manggalo Agamo” adalah seorang pemimpin yang senantiasa
mengabdikan hidupnya untuk kepentingan umat beragama dan adat
istiadat di Kota Jambi. Hal ini dikarenakan “Adat bersendikan syarak,
syarak bersendi kitabullah”. Seorang pemimpin yang menerima gelar ini
harus mampu menjadikan Kota Jambi menjadi kota yang menjunjung
tinggi adat dan tetap mengacu kepada hukum islam dan Al-Quran karena
sebagian besar masyarakat Melayu Jambi beragama muslim.
20. Datuk Depati Setio Alam
Makna leksikal dari “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan, “Depati”
adalah gelar kebesaran terhadap wakil rajo dengan tingkat kepemimpinan
tersebut. “Setio” patuh dan taat dan “Alam” dalam bahasa melayu adalah
ruang lingkung kehidupn kita. Dengan demikian “Datuk Depati Setio
Alam” adalah seorang pimpinan yang senantiasa peduli dan setio
51
terhadap masyarakat dalam wilayah Tanah Pilih Pesako Betuah Kota
Jambi.
Makna kultural dari gelar adat “Datuk Depati Setio Alam”
merupakan seorang pemimpin yang sangat peduli dan dihormati oleh
masyarakat di Kota Jambi, dimana Kota Jambi merupakan
wilayah/lingkungan yang masih percaya dengan “Alam Sekato Rajo dan
lain-lain” artinya Kota Jambi masih menjunjung tinggi dan percaya
dengan segala perintah dan arahan dari pemimpin. Oleh karena itu, tokoh
masyarakat yang menerima gelar ini harus senantiasa untuk peduli dan
mengarahkan masyarakat agar tidak meninggalkan adat-istiadat yang ada
di Kota Jambi.
21. Datuk Rio Suko Negeri
Secara leksikal, kata “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan, “Rio”
adalah seseorang yang diberi pimpinan dalam satu wilayah adat/rajo,
“Suko” berarti senang/setuju dan “Negeri” adalah suatu daerah tempat
masyarakat tinggal. Oleh karena itu “Datuk Rio Suko Negeri” memiliki
makna seorang pimpinan adat dalam negeri yang disenangi dan disayangi
oleh masyarakat dalam wilayah lingkungan Tanah Pilih Pesako Betuah
Kota Jambi.
Secara kultural, tokoh masyarakat yang menerima gelar ini memang
sangat disenangi dan disayangi oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan
sebagian besar masyarakat di Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi
masih menghargai, menyayangi dan merasa senang kepada seseorang
52
yang memimpin mereka. Sebagian besar masyarakat di Kota Jambi
memiliki anggapan bahwa seorang pemimpin wajib untuk disayangi
karena pemimpin tersebut yang akan menyampaikan segala aspirasi dan
harapan rakyat guna pembangunan wilayah tempat tinggal mereka dan
kesejahteraan mereka. Ketika masyarakat sudah senang dan sayang
dengan kepemimpinannya, maka gelar adat layak untuk diberikan
sebagai wujud penghormatan atas peran tokoh masyarakat dalam
memimpin Kota Jambi.
22. Datuk Penghulu Setio Agamo
Makna leksikal dari kata “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. Bahasa
melayu “Penghulu” artinya sebutan kebesarab adat terhadap seorang rajo
atau pemimpin sesuai tingkat kepemimpinannya. Bahasa Melayu Jambi
“Setio Agamo” artinyapatuh dan taat serta rajin untuk kepentingan
agama, sehingga gelar adat “Datuk Penghulu Setio Agamo” memiliki arti
seorang pimpinan adat yang sangat menjunjung tinggi nilai adat dan
budaya.
Secara kultural, gelar adat “Datuk Penghulu Setio Agamo”
diberikan kepada tokoh masyarakat di Kota Jambi yang benar-benar
paham terhadap budaya dan agama dalam lingkungan Kota Jambi. Hal
ini dikarenakan sebagian besar masyarakat di Kota Jambi masih
menjunjung tinggi adat istiadat serta kehidupan beragama. Tokoh
masyarakat yang mendapat gelar ini harus mampu melaksanakan tugas
dengan “Mulyo untuk Kepentingan Agamo” atau melaksanakan tugas
53
dengan mulia demi kepentingan agama. Tokoh masyarakat yang
menerima gelar ini juga harus memahami bahwa Kota Jambi memiliki
budaya “Adat bersendikan syarak, syarak bersendi kitabullah”, sehingga
seorang tokoh msyarakat yang dijadikan sebagai pemimpin harus selalu
menjunjung tinggi nilai budaya, adat istiadat serta agama yang ada di
Kota Jambi.
23. Datuk Setio Junjung Peseko
Secara leksikal, dalam bahasa adat “Datuk” artinay adalah kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan.“Setio”
artinya patuh dan taat, “Junjung” artinay menjunjung atau mengangkat
dan “Peseko” adalah hukum adat, sehingga “Datuk Setio Junjung
Peseko” artinya adalah seorang pemimpin yang menjunjung tinggi
hukum adat dalam wilayah Tanah Pilih Pesako Betuah Kota Jambi.
Secara kultural, rakyat Jambi memiliki adat “Mati di Kandung
Tanah, Hidup di Kandung Peseko”. Dalam hal ini masyarakat Melayu
Jambi dilindungi oleh hukum adat dan agama. Oleh karena itu, tokoh
masyarakat yang menajdi pemimpin di wilayah Kota Jambi harus selalu
menjunjung tinggi hukum adat dan agama dalam kepemimpinannya.
Seorang tokoh masyarakat yang menjadi pemimpin tidak boleh terlena
dan melakukan hal-hal yang melanggar agama dan hukum adat di Kota
Jambi. Tokoh masyarakat tersebut harus “Setio” atau patuh terhadap
hukum adat dan aturan agama yang ada di Kota Jambi.
24. Mangku Setyo Penggembiro
54
Makna leksikal dari “Mangku” dalam bahasa adat artinya menjabat,
“Setio” artinya patuh dan taatsedangkan “Penggembiro” adalah
memberikan kegembiraan, sehingga “Mangku Setyo Penggembiro”
adalah seorang pimpinan adat yang disukai oleh negeri karena senantiasa
memberikan kegembiraan dan keceriaan dalam wilayah Tanah Pilih
Pesako Betuah Kota Jambi.
Makna kultural, dari gelar adat Mangku Setyo Penggembiro” adalah
seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan dengan budaya yang ada
di sekitar masyarakat di Kota Jambi. Sebagian besar masyarakat di Kota
ambi memiliki sikap yang “Gembiro” atau senang/bahagia jika mereka
memiliki seorang pemimpin yang memberikan hiburan sesuai dengan
karakternya. Artinya pemimpin yang diinginkan oleh masyarakat Kota
Jambi adalah pemimpin yang periang, ramah, sopan dan santun,
menjunjung tinggi adat istiadat dari leluhur, bukan seorang pemimpin
yang sombong dan keras terhadap masyarakat.
25. Rio Tanum Setio Negeri
Secara leksikal, kata “Rio” dalam bahasa melayu adalah seseorang
yang diberi pimpinan dalam satu wilayah adat/rajo, “Tanum” dalam
bahasa adat adalah tanam artinya kuat atau kokoh tertancap ke bumi,
Setio” berarti senang/setuju dan “Negeri” adalah suatu daerah tempat
masyarakat tinggal, sehingga gelar adat “Rio Tanum Setio Negeri”
memiliki makna leksikal sebagai seorang pimpinan adat yang senantiasa
untuk memperkuat jajaran lembaga adat Melayu Tanah Pilih Pesako
Betuah Kota Jambi.
55
Secara kultural, tokoh masyarakat yang mendapat gelar adat “Rio
Tanum Setio Negeri” harus memilikikepribadian yang “Tanum” atau
kuat dan bersifat menyatukan bukan mencerai beraikan jajaran adat yang
dijunjung tinggi di Tanah Pilih Pesako Betua. Selain itu, tokoh
masyarakat yang mendapat gelar ini juga harus memiliki sikap yang
rendah hati dan menerima segala masukan dari orang lain guna
mempertahankan budaya dan adat istiadat yang ada di Kota Jambi ini.
26. Datuk Penghulu Pasak Negeri
Makna leksikal dari kata “Datuk” dalam bahasa melayu ada kata
penghargaan terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan. Bahasa
melayu “Penghulu” artinya sebutan kebesarab adat terhadap seorang rajo
atau pemimpin sesuai tingkat kepemimpinannya, “Pasak” dalam bahasa
adat sesuatu benda yang terdiri dari besi dan “Negeri” adalah suatu
daerah tempat masyarakat tinggal, sehingga “Datuk Penghulu Pasak
Negeri” dalam bahasa melayu Jambi artinya adalah seorang pemimpin
adat yang mengabdi untuk membentengi Tanah Pilih Pesako Betua Kota
Jambi.
Secara kultural, tokoh masyarakat yang menerima gelar adat ini
harus mampu untuk membentengi dan melindungi Kota Jambi dari
segala ancaman, seperti ancaman dari budaya asing yang dapat
menggeser budaya melayu Jambi. Sebagai seorang tokoh masyarakat
yang dipercaya dapat melindungi Kota Jambi dari segala macam
ancaman budaya asing, seorang pemimpin yang memiliki gelar ini harus
mampu menerapkan sloko adat “Gedang Pasak Dari Tiang”, dimana
56
seorang pemimpin harus memiliki pendirian yang kuat dan kokoh dalam
melestarikan adat-istiadat yang ada di Kota Jambi.
27. Datuk Penghulu Pemangko Rajo
Secara leksikal, Datuk” dalam bahasa melayu ada kata penghargaan
terhadap seseorang yang lebih tua atau dituakan dan “Penghulu” artinya
sebutan kebesaran adat terhadap seorang rajo atau pemimpin sesuai
tingkat kepemimpinannya. “Pemangko” dalam bahasa melayu berarti
pemegang sesuatu dan “Rajo” dalam bahasa melayu bearti raja dalam
KBBI (2018) berarti adalah pemimpin kerajaan. Berdasarkan hal
tersebut, “Datuk Penghulu Pemangku Rajo” dalam bahasa adat adalah
seorang pemimpin harus memegang tugas dan jabatan dengan bijaksana.
Secara kultural, tokoh masyarakat yang menerima gelar adat “Datuk
Penghulu Pemangku Rajo” harus mampu memimpin Kota Jmabi dengan
arif dan bijaksana selayaknya seorang raja yang sedang memimpin
kerajaaannya. Hal ini dikarenakan Kota Jambi dahulunya menggunakan
sistem kerajaan, sehingga sampai saat ini masyarakat melayu jambi
masih menjunjung adat-istiadat dari sistem tersebut, sehingga setiap
pemimpin yang mereka tuakan harus memiliki sikap yang arif dan
bijaksana.
28. Rio Setio Negeri
Secara leksikal, kata “Rio” dalam bahasa melayu adalah seseorang
yang diberi pimpinan dalam satu wilayah adat/rajo, “Setio” berarti
senang/setuju dan “Negeri” adalah suatu daerah tempat masyarakat
tinggal. Oleh karena itu “Rio Suko Negeri” memiliki makna seorang
57
pimpinan adat dalam negeri yang disenangi dan disayangi oleh
masyarakat dalam wilayah lingkungan Tanah Pilih Pesako Betuah Kota
Jambi.
Secara kultural, gelar adat “Rio” dalam budaya melayu Jambi
biasanya merupakan sebutan bagi pemimpin dalam suatu lingkungan
masyarakat, seperti kepala desa, ketua RT dan lain sebagainya. Tokoh
masyarakat yang mendapat gelar “Rio Suko Negeri” memang benar-
benar orang yang dipilih dan disenangi oleh masyarakat itu sendiri.
Masyarakat melayu Jambi memberikan gelar tersebut, karena mereka
percaya bahwa tokoh masyarakat yang akan menerima gelar tersebut
memang benar-benar layak dijadikan sebagai seorang pemimpin yang
akan menjadikan Kota Jambi sebagai Kota pusat sosial ekonomi serta
kebudayaan dengan masyarakat yang berpegang teguh dan terikat pada
nilai-nilai adat istiadat dan hukum adat serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka setiap nama gelar adat yang
diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi masing-masing memiliki
makna leksikal dan kultural. Pada umumnya gelar adat tersebut diberikan
sesuai dengan makna yang tertanam dalam diri tokoh masyarakat tersebut.
Secara umum, pemberian gelar adat ini memiliki makna sebagai bentuk atau
simbol yang diberikan masyarakat Melayu Jambi kepada tokoh masyarakat
sebagai tanda tokoh masyarakat tersebut diakui keberadaannya dalam
masyarakat. Gelar adat yang diberikan memiliki makna tersendiri bagi
masyarakat Melayu Jambi sehingga dalam pelaksanaan pemberian gelar
58
harus dilakukan dengan upacara adat. Upacara pemberian gelar adat ini
dilaksanakan oleh masyarakat Melayu Jambi sebagai wujud penghormatan
terhadap budaya leluhur yang sudah sejak turun temurun dilaksanakan.
5.2.2. Fungsi Gelar Adat
Selain memiliki makna, penamaan gelar adat kepada tokoh masyarakat
Melayu Jambi juga memiliki fungsi yang penting bagi masyarakat Melayu
Jambi. Adapun fungsi dari penamaan gelar adat yang diberikan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi sebagai berikut.
1. Pewarisan kebudayaan Melayu Jambi
Penamaan gelar adat kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi
meupakan salah satu upaya untuk mempertahankan, membangun dan
mewariskan kebudayaan Melayu Jambi. Hal ini dikarenakan
kebudayaan Melayu Jambi merupakan potensi budaya yang sangat
tinggi nilainya dan jika dipelajari secara mendalam akan dijumpai
falsafah sangat indah serta mengandung makna yang mendalam. Selain
itu, filsafah dan kearifan yang terkandung dalam adat istiadat Melayu
Jambi dapat menjadi pemandu masyarakat dalam menjalankan
kehidupan sosial.
2. Membantu dan mendukung pembangunan negeri Melayu Jambi
Fungsi dari penamaan gelar adat Melayu Jambi salah satunya
adalah membantu dan mendukung pembangunan negeri Tanah Piluh
Pusako Betuah karena dari fakta yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, nilai-nilai budaya lokal memiliki
59
berbagai kearifan yang dapat digunakan sebagai pemersatu dan
mendukung berbagai program pembangunan di Kota Jambi.
3. Wujud penghormatan kehormatan kepada tokoh masyarakat
Penamaan gelar adat Melayu Jambi berfungsi sebagai wujud
penghormatan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi. Hal ini
dikarenakan gelar adat Melayu Jambi merupakan tonggak spiritual bagi
masyarakat Melayu Jambi yang menjunjung tinggi kepemimpinan
negeri dan kepemerintahan yang tangguh serta menjadi teladan bagi
masyarakat. Sehingga setiap tokoh masyarakat harus diberikan gelar
adat sebagai wujud penghormatan atas masa kepemimpinannya.
4. Penghargaan atas jasa dan pengabdian tokoh masyarakat
Penamaan gelar adat Melayu Jambi sebagai wujud penghargaan
diberikan kepada seseorang karena pertimbangan jasa-jasa dan
pengabdian atau kedudukan seseorang dalam lingkungan
masyarakatnya. Misalnya seperti gelar Depati dan Rio dilekatkan
karena status seseorang itu sebagai pimpinan adat, pemerintah desa,
memegang jabatan utama ditengah tokoh masyarakat serta memiliki
pengaruh besar terhadap Jambi, lebih kepada pemimpin Jambi dan
orang-orang yang dianggap dapat menjaga dan membangun Tanah
Piluh Pusako Betuah.
5. Pembeda status dan tanggung jawab tokoh masyarakat
Pemberian gelar adat Melayu Jambi ini juga memiliki fungsi
sebagai pembeda status tanggung jawab seorang tokoh masyarakat.
Bagi kaum tertinggi gelar adat menjadi suatu kehormatan bagi orang-
60
orang yang mendapatkan gelar tertinggi dalam kedudukan pergaulan
dan status sosial seorang tokoh masyarakat Melayu Jambi, serta sebagai
unsur didalam perjalanan sejarah kebudayaan Melayu Jambi.
Berdasarkan hal tersebut, maka pada dasarnya fungsi dari penamaan
gelar adat Melayu Jambi ini sebagai wujud pewarisan budaya Melayu Jambi
agar tidak dipunah oleh budaya modern. Selain itu, penamaan gelar adat ini
juga berfungsi sebagai wujud pengormatan dan penghargaan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi atas jasa-jasa yang telah dilakukan selama
memimpin negeri Tanah Pilih Pusako Betuah.
5.3. Pembahasan
Hasil temuan dari penelitian menunjukkan bahwa ada 28 nama gelar
adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi. Gelar adat
tersebut diberikan sebagai wujud dedikasi atau “karang setio” kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi. Penamaan gelar berdasarkan dedikasi biasanya
diberikan kepada orang-orang yang dianggap memiliki peran atau pengaruh
terhadap kehidupan sosial masyarakat Melayu Jambi. Penamaan gelar
berdasarkan dedikasi ini biasanya diberikan kepada para kyai, guru dan lain
sebagainya. Untuk para Kyai, Ulama atau pemuka agama biasanya disebut
dengan Tuan Guru, para pedagang besar disebut Saudagar, para bilal, khatib,
dan imam disebut pegawai syara dan para pendidik atau guru disebut Cikgu.
61
Selanjutnya penamaan gelar adat berdasarkan penghormatan yang
diberikan melalui upacara pemberian gelar adat sebagai suatu bentuk
penghargaan atau “Karang Setio” merupakan suatu perbuatan atau ungkapan
sebagai bentuk penghormatan terhadap jasa, perhatian, bantuan, dorongan
dan lain sebagainya yang telah diberikan oleh seorang tokoh masyarakat
kepada Negeri Jambi.
Pemberian gelar penghormatan di Jambi di atur dalam Anggaran Dasar
Anggaran Rumah Tangga (ADART) Lembaga Adat yang berbunyi
“Lembaga adat wajib memberikan gelar minimal 3 tahun dan maksimal 5
tahun kepada kepala daerah, Gubernur, Walikota, Bupati, Ketua DPR, Tokoh
Adat, Tokoh Masyarakat, dan Alim Ulama. Pemberian gelar adat ini
tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Lembaga
Adat Melayu Tanah Pilih Pusako Batuah Kota Jambi
Pada pemberian gelar tokoh mayarakat atau tokoh adat berdasarkan dari
ADART Lembaga Adat akan mengadakan musyawarah dan dibentuk tim 9.
Tim 9 merupakan tim untuk pencari gelar bisa juga disebut dengan tim
perumus dan tim penilai, di tunjuk beberapa orang dari tokoh adat, tokoh
masyarakat, alim ulama yang di rasa Alur Makan Patut isilah untuk
menyebutkan orang yang berhak atau layak untuk diberi gelar.
Tim 9 akan turun ke lapangan untuk memcari fakta integritas dedikasi
dari calon si penerima gelar. Di mulai dari kalangan masyarakat, Ketua RT,
Kelurahan, Kecamatan, untuk menanyakan apa, bagaimana, seperti apa
peranannya pada masyarakat dalam kemajuan adat, pengembangan adat dan
pengembangan budaya. Apabila calon penerima gelar pernah memiliki atau
62
dalam menjalankan amanah setelah diberi gelar melakukan kasus dan asusila
maka gelar tersebut akan hilang atau gugur. Ketika calon penerima gelar
bersih dari kasus maka orang tersebut bisa mendapatkan gelar itu.
Adapun persyaratan pemberian gelar adat Melayu Jambi adalah:
a. Tokoh masyarakat di Lembaga Adat Tanah Pilih Pusako Batuah
kata yang diusulkan secara selektif.
b. Telah mencapai usia minimal 55 tahun.
c. Aktif dalam pembinaan dan pengembangan nilai adat istiadat dalam
masyarakat.
d. Mempunyai dan menguasai pengetahuan dasar tentang adat Jambi
e. Mempunyai nama baik ditengah masyarakat.
f. Setia dan memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Kota Jambi.
g. Bersedia mempertahankan nama baik atas gelar adat yang
disandang
h. Gelar yang diberikan bersifat pribadi sehingga tidak dapat
diwariskan.
Selanjutnya gelar adat Melayu Jambi yang telah diberikan dapat dicabut
kembali, apabila penerima gelar melakukan beberapa keselahan, yaitu:
a. Merugikan nama baik lembaga adat dan nama daerah.
b. Tidak menunjukkan kesetiaan dan loyalitas terhadap lembaga adat
dan Kota Jambi.
c. Berprilaku tidak baik ditengah-tengah masyarakat.
Setelah didapatkan calon penerima gelar dan gelarnya, maka akan
dilakukan upacara pemberian gelar. Tidak ada satupun orang yang tahu apa
63
gelar yang akan diberikan termasuk calon pemberi gelar kecuali si pemberi
adatnya atau tim 9, itu merupakan rahasia. Sebelum upacara di lakukan
seluruh masyarakat anak negeri, daging negeri, cepak negeri. Seluruh
kecamatan dan seluruh kelurahan di kota Jambi membawa Puteh Hate, Puteh
Hate merupakan ungkapan rasa senang dan bantuan dari masyarakat untuk
proses upacara pemberian gelar, dalam bahasa Jawa bisa disebut rewangan.
Setelah proses penyerahan Puteh Hate, keesokan harinya upacara pemberian
gelar diawali dengan menjemput calon penerima gelar di rumahnya oleh
orang adat dan tokoh adat menunggu di Lembaga Adat.
Setalah pemberi gelar datang disambut dengan membaca kitab suci Al-
Quran dan Tamboran. Setelah itu pembacaan SK pemberian gelar,
pengumuman Iwa labulekdisertai dengan penabuhan gong, kemudian
dilakukan pengukuhan calon penerima gelar berdiri dengan dipakaikan lacak
dan diselipkan keris, kemudian di Ba’iat dengan mengucapkan “saya
selipkan keris nan seketik untuk mengayomi, melindungi dan mengurus anak
negeri, telintang layut tebujur mati” artinya setelah diberi gelar harus mau
dan tak kenal waktu untuk mengemban amanah karena seseorang diberi gelar
itu tidak mudah, memiliki tanggungjawab yang besar dengan gelarnya.
Tujuan dari pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat di Kota
Jambi adalah sebagai bentuk pewarisan hasil kebudayaan dari generasi ke
generasi berikutnya. Hal ini dikarenakan sistem pemberian adat tersebut
terdapat perpaduan sistem pengetahuan dan kepercayaan sebagai dasar
tingkah laku budaya dan sarana transmisi pengetahuan dan kepercayaan
masyarakat Melayu Jambi dalam mewariskan dan memberikan nama gelar
64
pada keturunan atau tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap memiliki peran
penting.
Penamaan gelar adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu
Jambi tentu memiliki makna yang cukup dalam, baik makna secara leksikal
maupun secara kultural. Secara leksikal, gelar adat yang diberikan kepada
tokoh masyarakat Melayu Jambi rata-rata menggunakan nama “Datuk” yang
artinya adalah pemimpin yang dituakan atau dihormati, sedangkan secara
kultural gelar “Datuk” maknanya adalah pemimpin daerah yang dicintai oleh
seluruh rakyatnya. Melalui gelar tersebut, mencerminkan bahwa sipenerima
gelar merupakan seorang pemimpin yang mampu mengambil hati dan
mengayomi seluruh rakyatnya sehingga ia begitu dicintai oleh rakyatnya.
Selanjutnya adalah “Rio Tanum Setio Negeri” dengan makna bahwa
pemimpin yang menerima gelar tersebut adalah seorang pemimpin yang
cerdas dan muda serta amat dimuliakan dan dicintai oleh masyarakat dan
tidak pernah lari dari tanggungjawab untuk membangun Negeri Jambi.
Bagi masyarakat Melayu Jambi gelar adat memiliki makna sebagai
identitas diri seseorang dengan seloko “nan kecik idak besebut namo nan
gedang idak dihimbau gelarnyo”. Pengertian “Kecik benamo, gedang
begelar” menunjukkan arti bahwa waktu kecil diberi nama dan sesudah besar
diberi gelar oleh orang-orang/kerabat, lingkungan persekutuan atau oleh
komitmen masyarakat yang bersangkutan. Pemberian gelar ini akan
disesuaikan dengan perilaku si penerima gelar, karena gelar akan
mencerminkan kepribadian dari calon penerimanya.
65
Pemberian atau penamaan gelar adat Melayu Jambi ini juga termasuk
salah satu bentuk kebudayaan nonbendawi (intangible) atau kebudayaan yang
tidak berwujud dan tidak dapat dilihat secara langsung oleh alat indera (non
visual). Oleh karena itu, pemberian gelar adat ini penting untuk dilakukan,
karena selain sebagai bentuk penghormatan, pemberian gelar adat juga
merupakan salah satu cara untuk menjaga dan melestarikan salah satu
khasanah kebudayaan nonbendawi (intengible) yang ada di Provinsi Jambi.
Hal ini dilakukan karena sebagian besar masyarakat yang ada di Provinsi
Jambi saat ini kurang memahami makna dan fungsi pemberian gelar adat
sebagai salah satu kebudayaan yang perlu dijaga.
Pemberian gelar adat menjadi salah satu kebudayaan yang perlu
diwariskan kepada masyarakat Melayu Jambi terutama diera modern ini.
Selain itu, pemberian gelar adat ini juga sebagai bentuk penguatan, tanda dan
karakter dari budaya Melayu yang melekat pada masyarakat di Kota Jambi.
Menurut Azizah (2013) berdasarkan teori Malinowski kebudayaan memiliki
fungsi seperti saling keterkaitannya secara otomatis, pengaruh dan efeknya
terhadap aspek lain, konsep yang timbul oleh masyarakat yang bersangkutan,
unsur-unsur dalam kehidupan sosial masyarakat yang terintegrasi secara
fungsional serta inti dari seluruh kegiatan/aktivitas untuk pemenuhan
kebutuhan dasar bilogi manusia.
Fungsi gelar adat sendiri merupakan symbol dari bertahannya tradasi
masyarakat di Provinsi Jambi. Hal ini sesuai dengan pendapat Fadilah (2018:
8) dalam pelaksanaan upacara pemberian gelar adat peran tokoh adat sangat
penting dalam melestarikan adat dan kebudayaan yang sudah turun temurun
66
dilakukan khususnya dalam upacara adat yang masih terus dilaksanakan
yakni pemberian gelar adat. Menurut Nurani (2016:21) gelar adat memiliki
serangkaian tradisi yang merupakan tanda bagi masyarakat untuk
memberikan kehormatan pada seseorang yang dianggap pantas atau sudah
berjasa kepada masyarakat dilingkungan sekitarnya.
Oleh sebab itu, setiap orang yang menerima gelar adat sebagai bentuk
penghormatan harus mampu untuk mengendalikan diri dan bertindak sesuai
dengan makna gelar adat yang ada pada dirinya. Selain itu, mereka juga harus
menghindari sifat-sifat dan tingkah laku buruk yang menjadi pantangan atau
larangan yang telah ditetapkan ketika proses pemberian gelar adat tersebut.
67
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Penamaan
Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi : Kajian Etnolinguistik dapat
disimpulkan bahwa:
1. Gelar adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi ada
28 nama yaitu Datuk Bandar Adipati Anom, Datuk Bandar Adipati
Agung, Datuk Tumenggung Putro Joyo Diningrat, Adipati Bangun
Negeri, Adipati Setia Derajo, Datuk Tumenggung Dubalang Sakti,
Datuk Bandar Paduko Betuah, Datuk Tumenggung Setio Nyato, Datuk
Alim Agung Setio Agamo, Datuk Tumenggung Pengimbang Adat
Pseko Negeri, Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo Peseko, Datuk
Ngebi Palunan Jayo, Datuk Tumenggung Joyo Negoro, Datuk Bandar
Dubalang Mudo, Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya, Datuk
Penghulu Mangku Puro, Datuk Tumenggung Salam Buku, Datuk
Mangku Suko Setio, Datuk Setio Manggalo Agomo, Datuk Depati
68
Setio Alam, Datuk Rio Suko Negeri, Datuk Penghulu Setio Agamo,
Datuk Setio Junjung Pseko, Mangku Setyo Penggembiro, Rio Tanum
Setio Negeri, Datuk Penghulu Pasak Negeri, Datuk Penghulu
Pemangko Rajo dan Rio Setio Negeri. Pemberian gelar adat tersebut
merupakan diberikan melalui upacara pemberian gelar adat. Pemberian
gelar ini akan disesuaikan dengan perilaku penerima gelar, karena gelar
akan mencerminkan kepribadian penerima gelar.
2. Gelar adat yang diberikan kepada tokoh masyarakat Melayu Jambi
masing-masing memiliki makna leksikal dan kultural. Secara umum,
pemberian gelar adat ini memiliki makna sebagai bentuk atau simbol
yang diberikan masyarakat Melayu Jambi kepada tokoh masyarakat
sebagai tanda tokoh masyarakat tersebut diakui keberadaannya dalam
masyarakat. Selanjutnya fungsi dari penamaan gelar adat Melayu Jambi
ini adalah sebagai pewarisan kebudayaan Melayu Jambi, membantu
dan mendukung pembangunan negeri Melayu Jambi, wujud
penghormatan kehormatan kepada tokoh masyarakat, penghargaan atas
jasa dan pengabdian tokoh masyarakat serta pembeda status dan
tanggung jawab tokoh masyarakat. selama memimpin negeri Tanah
Pilih Pusako Betuah.
5.2. Saran
Pemberian gelar adat merupakan salah satu kebudayaan Melayu Jambi
yang memiliki ciri khas dan sangat kental dalam penggambaran karakter dan
cara berpikir tokoh masyarakat dan masyarakat Melayu Jambi. Oleh karena
itu, sangat disayangkan jika tradisi atau kebudayaan pemberian gelar adat
69
kepada tokoh masyarakat ini dibiarkan hilang begitu saja karena terganti oleh
budaya modern. Dengan demikian penulis menyarankan kepada pembaca
khususnya masyarakat Kota Jambi untuk dapat mempertahankan pewarisan
kebudayaan tersebut. Adapun beberapa saran lainnya ingin penulis jabarkan,
yaitu:
1. Diharapkan kepada masyarakat Kota Jambi, khususnya masyarakat
Melayu Jambi agar tetap mempertahankan pemberian gelar adat, baik
dari segi upacara pemberian adat maupaun makna yang terkandung
dalam gelar adat sebagai pewarisan budaya yang perlu untuk dilestarikan.
2. Diharapkan kepada generasi muda Kota Jambi untuk lebih
memperhatikan dan peduli terhadap kebudayaan Melayu Jambi terutama
budaya pemberian gelar adat sehingga dapat dijadikan sebagai warisan
budaya secara turun-temurun dan tidak punah karena tergeser oleh
budaya modern.
3. Kepada peneliti selanjutnya, untuk dapat melihat sisi lain yang dapat
diteliti dari pemberian gelar adat dalam budaya Melayu Jambi.
70
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Ali, M. 1998. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pustaka Amani.
Azizah, P.S.N. 2013.Teori Fungsionalisme Malinowski.
http://blog.unnes.ac.id/prestia/2015/12/03/teori-funsionalisme-malinowski.
diakses 3 Desember 2019.
Chaer, A. 1990.Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta.
Creswell, J.W. 2017. Research Design : Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif
dan Campuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Djojodiguno. 1999. Kedudukan dan Peran Hukum Adat dalam Pembinaan Hukum.
Jakarta: Bina Cipta.
Fadilah, Y. 2018. Pemberian Gelar Adat (Studi Tentang Prosedur, Makna, Fungsi
Pemberian Gelar Adat, Pada Masyarakat Lampung Pepadun Sungkai Di
Desa Gedung Ketapang, Kecamatan Sungkai Selatan, Kabupaten Lampung
Utara). Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung,
Bandar Lampung.
Habibburrahman. 2014. Antropolinguistik dan Pengertian Antropologi.
Yogyakarta: Graha Pustaka.
Hidayat, N. 2010. Sistem Kebudayaan Masyarakat Indonesia. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
KBBI. 2018. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).Online, diakses pada 8 Mei
2018
71
Kholifatun, U. 2016. Makna Gelar Adat Terhadap Status Sosial Pada Masyarakat
Desa Tanjung Aji Keratung Melinting.Skripsi. Fakultas Ilmu Sosial,
Universitas Negeri Semarang.
Koentjaraningrat.1980. Pengantar Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Koentjaraningrat.1974. Kebudayaan Mentaliet dan Pembangunan. Jakarta:
Gramedia.
Kridalaksana, H. 1983. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo.
Misyuraidah. 2017. Gelar Adat dalam Upacara Perkawinan Adat Masyarakat
Komering di Sukarami Ogan Komering Ilir Sumatera Selatan. Intizar.23 (2).
Muhidin, R. 2017. Penamaan Marga dan Gelar Adat Etnik Minangkabau di
Provinsi Sumatera Barat: Kajian Etnolinguistik. Jurnal Kebudayaan. 12
(2).https://www.researchgate.net/publication/335746178_Penamaan_Marga
_dan_Gelar_Adat_Etnik_Minangkabau_di_Provinsi_Sumatera_Barat_Kajia
n_Etnolinguistik
Nurani. 2016. Upaya Pelestarian Adat Melinting Lampung Timur. Artikel Ilmiah.
Prasetya, A. 2004.Ilmu Kebudayaan. Jakarta: Kawan Pustaka.
Putra, S. 1997. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Roelof Van Djik. 1979. Pengantar Hukum Adat Indonesia. Bandung: Raja
Grafindo.
Saputra.2015. Peranan Tokoh Adat dalam Melestarikan Adat Mego Pak Tulang
Bawang.Skripsi.Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.
Sudaryanto. 2015. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sugiyono. 2014. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suhardi. 2015. Dasar-Dasar Ilmu Semantik. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Sutedi, D. 2011. Penelitian Pendidikan Bahasa Jepang. Bandung : Humaniora.
Tarigan, H.G. 2009. Pengajaran Semantik. Bandung: Penerbit Angkasa.
Tobin, K. 1990. Strategi Belajar Mengajar Keterampilan Berbahasa. Jakarta:
Gramedia.
72
Widaghdo, D. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Indeks.
Wierzbicka, A. 1991. Cros-cultural pragmatics: the semantics of human
interaction. Berlin, New York: Mouton de Gruyter.
Wulandari.2015. Mengenal Adat Istiadat Sastra dan Bahasa Lampung.Jakarta :
Pustaka Lama
Yuniasih. 2017. Pengertian Sosiolinguistik, Dialektologi dan etnolinguistik.
Jakarta: Jenderal Sastra.
Yusuf, A. 2015.Fungsionalisme Malinowski. Artikel Ilmiah, Anthropology Mind.
Zulfikar. 2013. Suku Bangsa di Indonesia. Bandung : Yudistira.
Zulyani, H. 2015. Suku Bangsa di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
73
Lampiran 1.
74
Lampiran 2.
75
PEDOMAN WAWANCARA
Kegiatan : Penamaan Gelar Adat Tokoh Masyarakat Melayu Jambi : Kajian
Etnolinguistik
Tujuan :Untuk mengetahui dan mendeskripsikan gelar adat tokoh
masyarakat dan penamaan gelar adat yang diberikan kepada tokoh
masyarakat Melayu Jambi yang ada di Kota Jambi
1. Apasaja gelar adat yang telah diberikan kepada tokoh masyarakat di Kota
Jambi.....................................................................................?
2. Siapa saja penerima gelar adat tersebut ........................................................?
3. Apa makna dari masing-masing gelar yang diberikan tersebut?
a. Makna leksikal
b. Makna kultural
4. Apa syarat atau ciri khusus yang harus dimiliki oleh tokoh masyarakat agar
memperoleh gelar adat? ............................................................................
5. Bagaimana fungsi dari masing-masing gelar adat yang diberikan kepada
tokoh masyarakat?......................................................................................
6. Bagaimana kedudukan dari masing-masing gelar adat yang diberikan kepada
tokoh masyarakat? .............................................................................
7. Kapan gelar adat tersebut diberikan kepada tokoh
masyarakat?.................................................................................................
8. Apakah ada penentuan hari/tanggal khusus untuk melakukan upacar
pemberian gelar?.........................................................................................
9. Jika ada, bagaimana cara menentukan hari/tanggal
tersebut?......................................................................................................
10. Bagaimana tatacara atau upacara adat untuk memberikan gelar kepada tokoh
masyarakat?................................................................................................
IDENTITAS INFORMAN
1. Nama Informan : ................................
2. Instansi : ................................
3. Umur :………….. Tahun
4. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b.
Perempuan
5. PendidikanTerakhir :
6. Jabatan :................................
7. No. Telpon/HP : ................................
76
Lampiran 3.
BIODATA INFORMAN I
Nama : Drs. H. Azrai Al-Basyari (Depati Setio Junjung Peseko)
Nama Instansi : Lembaga Adat Melayu Jambi
Umur : 69 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pendidikan : S-1
Jabatan : Ketua Lembaga Adat
Alamat : Jalan Pipa, Lorong Depati Setio Rt.16 Kelurahan Beliung
Kecamatan Alam Barajo Kota Jambi.
BIODATA INFORMAN II
Nama : Supardi
Tempat Tanggal Lahir : Jambi, 01 Januari 1975
Umur : 45 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
NamaInstansi : Lembaga Adat Kota Jambi
Jabatan : Pengembangan Adat, Seni dan Budaya
Alamat : Kantor Balai Adat
77
Lampiran 4.
NAMA-NAMA PENERIMA GELAR ADAT MELAYU JAMBI
TAHUN 1998-2012
No. NamaTokohMasyarakat GelarAdat
1 Drs. H. M. Sabki Datuk Bandar Adipati Anom
2 Drs. H. ArifinManap, M.M Datuk Bandar Adipati Agung
3 Drs. HasanBasriAgus Datuk Tumenggung Putro Joyo Diningrat
4 H. BambangPrianto Adipati BangunNegeri
5 H. Turimin, S.E Adipati Setia Derajo
6 Drs. M. Asnawi, AB, M.M Datuk Tumenggung Dubalang Sakti
7 H. SulaimanHasan Datuk Bandar Paduko Betuah
8 H. Zainudin, Z.A Datuk Tumenggung Setio Nyato
9 Kyai. Kms. M. Yusuf Arifin Datuk Alim Agung Setio Agamo
10 H. M. Zaini Said Datuk Tumenggung Pengimbang Adat Pseko
Negeri
11 MukhlisinSyukur Datuk Tumenggung Dalam Tuah Tobo Peseko
12 H. Idrus Ibrahim Datuk Ngebi Palunan Jayo
13 Prof.H. Kms. Muhammad Saleh, S.E Datuk Tumenggung Joyo Negoro
14 Drs.H.BambangSudarisman,S.H, M.M Datuk Bandar Dubalang Mudo
15 Kemas Anwar Nawawi Datuk Tumenggung Wiratana Adijaya
16 H. ZainalAbidin, S.E Datuk Penghulu MangkuPuro
17 Ir. DaruPratomo Datuk Tumenggung Salam Buku
18 TabraniKasmin, S.H Datuk Mangku Suko Setio
19 Ibrahim Tahir, BA Datuk Setio Manggalo Agomo
20 Datuk M. SarnubiDamay Datuk Depati Setio Alam
21 Agustiar Datuk Rio Suko Negeri
22 Tarmizi Datuk Penghulu Setio Agamo
23 Drs. H. Azrai Al-Basyari Datuk Setio Junjung Peseko
24 Nawawi Ismail Mangku Setyo Penggembiro
25 Drs. FauziKadir, S.E Rio Tanum Setio Negeri
26 M. Nasir Umar Datuk Penghulu Pasak Negeri
27 Drs. Mukhlis Al-Muis, S.Sos Datuk Penghulu Pemangko Rajo
28 AgusTiar Rio Setio Negeri
78
Lampiran 5.
DOKUMENTASI PENELITIAN
Wawancara dengan Bapak Drs. H. Azrai Al-Basyari Ketua Lembaga Adat
Wawancara dengan Datuk Supardi
79
Pemberian Gelar Adat kepada Bapak Hasan Basri Agus (sumber :
Jambi.Tribunnews.com)
80
Pengukuhan Gelar Adat kepada Pengurus LAM Kota Jambi (sumber:
Jambionline.com dan Metro Jambi)
81
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Dita Cahyani, lahir pada tanggal 20 Desember 1998 di
Butang Baru. Anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan
Sarwin S.Pd dan Sumarti. Pernah menempuh pendidikan di
TK Tunas Harapan, SD Negeri 176/VII Butang Baru I,
kemudian melanjutkan di SMP Negeri 16 SAROLANGUN,
melanjutkan di SMA Negeri 11 SAROLANGUN. Penulis
mengambil program studi Sastra Indonesia S1 di Universitas Jambi. Penulis juga
melakukan kegiatan magang di Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan
Jakarta.