Upload
others
View
12
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENELITIAN
PENANGGUHAN PENAHANAN DI TINGKAT
PENYIDIKAN
OLEH
I KETUT SUDJANA, SH. MH
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2016
DAFTARISI
JUDUL. .i
KATA PENGANTAR i
BAB I PENDAHULUAN .1
I. Permasalahan .1
a. Latar Belakang Masalah ,.' 1
b. Rumusan Masalah .11
c. Ruang Lingkup Masalah 12
2. Landasan Tioritis .
3. Tujuan Penelitian .19
1. Tujuan Umum 19
2. Tujuan Khusus 19
4. Metode Penelitian , 20
a. lenis Penelitian 20
b. Sumber Data 21
c. Pengumpulan data '" , ." 20
d. Teknik Studi Dokumen 22
e. Pengolahan dan Analisis Data 23
BAB II. PENAHANAN DAN PENANGGUHAN PENAHANAN 24
I. Pengertian Penahanan 24
2. Pengertian Penangguhan Penahanan 36
3. Proses/Tata Cara Penangguhan Penahanan .41
4. lenis-jenis Penahanan .45
BAB III. PENERAPAN PENANGGUHAN PENAHANAN DAN HAMBATAN
HAMBATAN PENANGGUHAN PENAHANAN DI POLTABES DENPASAR .48
1. Syarat - Syarat Penanguhan Penahanan .48
2. Proses PeIaksanaan Penangguhan Penahanan di Poltabes Denpasar 55
3. Hambatan yang Dihadapi oIeh Penyidik daIam
Pelaksanaan Penangguhan Penahanan 64
BAB IV. DASAR HUKUM PENANGGUHAN PENAHANAN 76
1. KendaIa-KendaIa Yang Dihadapi OIeh Penyidik DaIam Penangguhan
Penahanan ·.76
2. Dasar Hukum Penanguhan Penahanan 77
BAB V PENUTUP
1. SimpuIan 79
2. Saran 80
DAFTAR BACAAN
PENDAHULUAN
1. Permasalahan
a. Latar Belakang Masalah
Di dalam Penjelasan Undang-undang Dasar 1945 secara jelas diterangkan
bahwa Indonesia ialah negara yang berdasarkan atas hukwn (Rechtstaat) dan
tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (Machstaat). Hal ini dapat diartikan
bahwa pemerintah dan lembaga negara hams dapa! dipertanggungjawabkan
secara hukwn..
01eh karena Indonesia adalah merupakan Negara hukwn maka tersangka
dalam kasus tindak kriminal harus diperlakukan sebagai "subjek" tidak boleh
dipaksa untuk menerangkan suatu hal baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan
oIeh pihak kepolisian atau penyidik maupun pada tahap pra penuntutan oleh pihak
Kejaksaan atau Penuntut Umwn ataupun pada tahap pemeriksaan di depan
persidangan pengadilan oleh hakim.1
Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak
seseorang. Disini ada dua asas yang bertentangan, yaitu hak bergerak seseorang
yang merupakan hak asasi manusia yang hams dihormati disatu pihak dan
kepentingan ketertiban umwn di lain pihak yang hams dipertahankan untuk orang
banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat tersangka.2 Dalam KUHAP diatur
tentang ganti rugi dalam Pasal 95 disamping kemungkinan digugat pada
praperadilan. Ganti rugi dalam masalah salah menahan juga !elah menjadi
ketentuan universal.3 Masalah Penahanan merupakan persoalan yang esensial
(hal-hal yang pokoklprinsip utama) dalam sejarah kehidupan manusia, Setiap
yang namanya penahanan dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna antara
• Perampasan kebebasan dan kelperedekaan orang lain yang ditahan.
• Menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan
• Juga menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri
pribadi atau tegasnya .
Penjelasan Pasal I butir 21 KUHAP, menerangkan: "penahanan adalah
penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penempatannya, dalam hal serta menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini".5 Dalam KUHAP sudah diragarnkan
istilah tindakan penahanan. KUHAP telah menyederhanakan sehingga tidak
terdapat kekacauan antara pengertian penangkapan dengan penahanan sementara
atau tahanan sementara. Juga tidak lagi ada kekacauan masalah wewenang
penahanan yang wewenangnya diberikan kepada semua instansi penegak hukum
dan masing-masing mempunyai batas waktu yang ditentukan secara limitatif.
Pasal20 KUHAP. menentukan:
... t.1.V="'::l H~~ 2009. P'embatm:m-P~.uasaJabaJt DaD Penerapat1 Kt!H.i\P Penyitfilaft ~i.f.llU}lI.WQn. .~ k~~ 1l.4:2.
- ---j" u f: "": rl_ ""~4 \.. c:..,
I. Untuk kepentingan penyelidikan, penyidik atau penyidik pembantu alas
perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam PasaI II berwenang
meIakukan penahanan.
2. Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan
penahanan lanjutan.
3. Untuk kepentingan pemeriksaan hakim disidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan.
Sementara itu dalam BAB I Pasa! I ayat 21 Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana, pengertian penahanan adaIah penempatan tersangka atau terdakwa
di tempat tertentu oIeh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya dalam hal serta menurut cara yang diatur undang-undang. Untuk
melakukan penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa maka harus
memenuhi syarat penahanan yaitu:
I. Syarat Objektif, adaIah :
a. Tindak pidana itu diancam dengan pidana penjara 5 taIlun atau lebih.
b. Bagi tindak pidana yang disebutkan daIam PasaI 21 ayat 4 meskipun
ancaman kurang dari 5 tahunjuga dapat dikenakan penahanan.
c. Percobaan dan pembantuan dari tindak pidana di atas.
2. Syarat Subjektif, adalah :
a. Pada syarat ini yang ditekankan adaIah peIakunyaJtersangka.
b. AIasannya menurut Pasal 21 ayat I KUHAP bila penyidik hendak menahan
tersangka maka penyidik hams mempunyai 3 kekhawatiran yaitu:
I) Tersangka akan melarikan diri
2) Tersangka akan mengulangi meIakukan tindak pidana.
3) Tersangka akan menghilangkan barang bukti
Syarat subjektifpertama terdapat dalam Pasal2l ayat 4 KUHAP, dan untuk
syarat subjektif kedua sarnpai keempat terdapat dalam Pasal 20 ayat l, 2 dan 3
KUHAP. KUHAP yang merupakan pelaksanaan dari UU No 4/ 2004 tentang
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman bagi peradilan umum dan Mahkamah
Agung dalam menyelesaikan perkara pidana lebih memberikan perlindungan hak
asa si manusia, hal ini dapat kita lihat dari sejak dimulainya pemeriksaan
terhadap seorang tersangka misalnya hams dipenuhinya syarat penangkapan
oleh Polisi. Sesuai dengan asas yang dianut dalam KUHAP dalam proses
peradilan pidana digunakan asas legalitas yang tercantum dalam konsideran
KUHAP huruf a, asas praduga tak bersalah (Presumtion of Innocent), asas ini
dapat dijumpai dalam pepjelasan umum butir huruf c, bahwa seseorang wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan yang dikeluarkan
oleh hakim yang menyatakan tentang kesalahan yang telah dilakukannya dan
putusan tersebnt telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Hal tersebut
bertujuan agar kepentingan orang yang disangka atau didakwa jangan sampai
dirugikan, karena belum tentu bersalah maka KUHAP memberikan hak bagi
tersangka untuk mengajukan permohonan penangguhan penahana... kepada
penyidik penuntut umum dan hakim sesuai pada tingkat pemeriksaannya, asas
keseimbangan asas ini terdapat pada konsideran huruf c, asas ganti rugi dan
rehabilitasi. Dan asas unifikasi yaitu asas yang dianut KUHAP yang ditegaskan
dalam konsideran huruf b bahwa demi pembangunan di bidang hukum
sebagaimana termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor (MPR/l978)),
Dalam pemeriksaan pendahuluan dimaksudkan untuk menyiapkan hasil interograsi secara tertulis dari tersangka dan pengumpu1an bahan yang menjadi barang bukti da1am suatu rangkajan berbs perkara, serta kelengkapan pemeriksaan lainnya. Penyelidikan mernpakan awal wewenang pemeriksaan perkara dan upaya lainnya yang mendahului daripada tugas penyidikan. Bertitik tolak pada hal-hal yang penulis sebutkan diatas, POLRI dalam melaksanakan tindakkan penegakan hulrum, bemnnber dari cita-cita negara hukum yang menjujung tinggi supremasi hukum (the law is supreme). Polri dalam melaksanakan fimgsi dan kewenangan penyidikan hams berpatokan dan berpegang pada ketentuan khusus (special rule) yang diatur dalam Kitab Undangundang Hukum Acara Pidana (Undang-undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana). Penerapan hukum pidana hams sesuai dengan konstitusianal dan hams menaati hukum, KUHAP tidak membo1ehkan pelanggaran terhadap suatu bagian yang menjadi ketentuannya dengan dalih guna menegakkan bagian hukum yang lain. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memuat ketentuanketentuan yang mengatur secara rinei tugas dan kewenangan pejabat kepolisian selaku penyelidiklpenyidik. Penyelidikan bukanlah merupakan fungsi yang berdiri sendiri, terpisah dari fungsi penyidikan, melainkan hanya merupakan salah satu cara atau metode atau sub dari fungsi penyidikan, yang mendahuli tindakan lain, yaitu tindakan berupa penangkapan, penahanan, pemggeledahan, penyitaan, pemeriksaan sural, pemanggilan, tindakan perneriksaan, penyelesaian, dan penyerahan berbs kepada penuntut wnum. 6
Adapun maksud dan tujuandilakukannya penyelidikan adalah untuk mencari
dan menernukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Kewenangan ini diberikan
.'oleh KUHAP sebagai dasar pejabat polisi Negara Republik Indonesia untuk
melakukan penyelidikan, hal iui diatur pada Pasal 1 butir 4. Se1anjutnya sesuai
Pasal 4 yang berwenang me1akukan penyelidikan adalah setiap pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia. Sedangkan Jaksa atau pejabat lain tidak berwenang
melakukan penyelidikan. Hal iui untuk menyederhanakan dan memberikan
kepastian kepada rnasyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan
penye1idikan sehingga tidak terdapat tumpang tindih jika ditangani oleh beberapa
instasi.
Di dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, jika teIjadi pelanggaran
terhadap norma-norma hukum, polisi mempunyai wewenang untuk melakukan
penyelidikan. Jika hasil penyelidikan menunjukkan adanya dugaan keras yang
didasarkan dengan bukti permulaan yang cukup, maka oleh penyidik akan
dilanjutkan dengan langkah penyidikan. Ini menunjukkan bahwa tersangka
memang bersalah melakukan kejahatan (untuk sementara) yang ancaman
hukmnnya lebih dari 5 tahun penjara, maka kepada tersangka akan dikenakan
penahanan (Pasal I butir 21 KUHAP).
Yang menentukan "penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau oleh hakim dengan
penetapannya, dalam hal menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini "
Dengan melihat ketentuan pasal I butir 21 ini jika seorang tersangka yang
melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman lebih dari 5 tahun penjara,
oleh undang-undang dia hams ditahan. Penahanan ini sangat penting untuk
dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut :
I. Untuk mempermudah atau memperlancar pemeriksaan perkara.
2. Untuk mencegah agar tersangka/atau terdakwa tidak melarikan diri.
3. Agar tersangka/terdakwa tidak menghilangkan barang bukti.
4. Agar tersangkalterdakwa tidak mempengaruhi saksi7
Berdasarkan pada latar belakang masalah seperti diatas, penuls tertarik untk
mrmbahasnya dalam enelitian ini dengan judul "Penangguhan .Penahanan
di Tingkat penyidikan.
, Anson Sabuan dkk, 1990, Hukum Acara Pidana, Angkasa, Bandung, h.87
b. Rumusan Masalah
Berdasarkan deskripsi latar belakang masalah telah penulis uraikan di atas,
maka dapat di indentifikasi permasalahan yang dapat penulis rumuskan yaitu:
I. Penerapan penangguhan penahanan terhadap tersangka dalam proses
penyidikan
2. Kriteria permohonan penangguhan penahanan .
2. Landasan Tioritis
Bbeberapa batasan atau pengertian istilah, konsep-konsep hukum, asas-asas
hukum, doktrin hukum, ulasan-ulasan pakar hukum pidana yang relevan
digunakan dalam tulisan ini, sebagaimana secara explisit tampak dalam judul
tulisan ini yaitu "Penangguban Penahanan Dalam Penyidikan " .
Keberadaan POLRI pada umumnya selalu dikaitkan dalam melaksanakan
fungsi dan peran (function and role) penegakan hukum (law enforcement) yang
dilakukan di tengah-tengah kehidupan masyarakat8 Seperti yang dikatakan,
bahwa Polri menduduki posisi sebagai aparat "penegak hukum" sesuai dengan
prinsip "deferensiasi fimgsional" yang digariskan KUHAP. Kepada Polri
diberikan "peran" (role) berupa " kekuasaan umum menangani kriminal"
(general policing authority in criminal matter) di seluruh wilayah negara.
Didalam melaksanakan kewenangan tersebut, Polri berperan melakukan
"kontrol kriminal" (crime control) dalam bentuk investigasi, penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan. Polisi dalam melaksanakan fungsi
'M.Yahya Harahap, 2009, Pembahasan Pennasalahan Dan Peneraoan KUHAP. Penyidikan Dan Penuntutan. Sinar Grames, Jakarta, h. 89.
,
law enlacement sesuai dengan doktrin ''ketertiban masyarakat" (public order)
tanggung jawabnya terletak pada POLRI sendiri. Oleh karena itu, POLRI
bertanggung jawab independenlmandiri, polisi bebas mengambil "desisi" dan
"deskresi" meskipun hal itu mendatangkan konsekwensi dramatik terhadap
masyarakat. Berdasarkan ketentuan Pasal I angka 14 KUHAP, tersangka
adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti
permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
Sedangkan istilah " Penahanan" adalah hal, cara, hasil, atau proses keIja
menahan. Hakikat daripada " penahanan" adalah penghambatan atas kebebasan
seseorang. Hal ini memang telah tercantum dalam pengertian "Penahanan
adalah penempatan tersangkalterdakwa di tempat tertentu oleh penyidik, atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapannya dalam hal serta menurut cara
yang diatur oleh Undang-undang ini" ( Pasal I dalam angka 20 KUHAP).
POLRI sebagai alat negara penegak Hukum, pelindung dan pengayom
masyarakat berkewajiban lilltuk memelihara tegaknya hukum, keadilan dan
perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia, serta ketertiban dan
kepastian hukum. Dalam rangka penegakan hukum, POLRI melakukan tugas
tugas penyidikan tindak pidana yang diemban oleh PenyidikIPenyidik Pembantu
baik oleh fungsi Reserse maupun fungsi operasional POLRI lain dan PPNS
yang diberi wewenang untuk me1akukan penyidikan, dan pelaksanaannya hams
dapat dilaksanakan secara profesional. Penyidikan tindak pidana pada
hakekatnya merupakan wujud penegakan hukum yang diatur dalam perundang
undangan, mengingat tugas-tugas penyidikan tindak pidana banyak berkaitan
dengan hal-hal yang menyangkut hak-hak asasi manusia. Pengertian penyidikan
didalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (8) menyebutkan
pengertian penyidik adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang khusus oIeh undang-undang untuk melakukan penyidikan,
kemudian pada ayat (9) menyatakan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang dapat
disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri SipiI tertentu yang berdasarkan
undang-undang ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk
melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang
menjadi dasar hukumnya masing-masing. Perlu dibedakan antara penyidik dan
penyelidik di dalam Pasal 1 ayat (4) menyebutkan bahwa penyidik adalah
pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang
undang ini untuk melakukan penyelidikan. Jadi perbedaannya yaitu penyidik itu
terdiri dari polisi negara dan Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang, sedangkan penyelidik itu hanya terdiri
dari polisi negara (POLRI). Berkaitan dengan kewajiban POLRI tersebut di alas,
maka KUHAP memberi wewenang kepada POLRI ( penangkapan, penahanan.
Tindakan Penahanan oleh penyidik dengan pertimbangan bahwa
penahanan dUakukan terhadap tersangka dalam hal adanya keadaan yang
mengkhawatikan bahwa tersangka melarikan did atau menghilangkan barang
bukti. Untuk dapat dilakukan penahanan, hams memenuhi syarat - syarat :
a) Unsur Stjbyektif:.
Akan melarikan diri
Akan merusak atau menghilangkan barang bukti atau
Akan mengulangi tindak pidana
- Akan mempengaruhi atau menghilangkan saksi:
b) Unsur Objektif:
Penahanan hanya dapat dilakukan atau dikenakan dalam hal tindak
pidana yang diacamdengan hukuman penjara 5 tahun atau lebih.
. Tindak pidana terhadap pasal-pasal tertentu sebagaimana diatur dalam
Pasal21 ayat (4) KUHAP. 9
.. Untuk tindakan penahan\l11, pengalihan jenis penahanan, penangguhan
penahanan, pengeluaran penahanan harus dengan surat perintah yang sah.
Penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik terhadap tersangka/terdakwa
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Penahanan tersangka dilakukan dengan pemberian surat perintah penahanan
dan tembusannya pada keluarganya.
b. Dalam hal adanya alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena
tersangka menderita gangguan fisik atau mental ,berat yang dibuktikan
dengan surat keterangan dokter atau tersangka diperiksa dalam perkara dalam
ancaman 9 tahun atau lebih maka penahanan terhadapnya dapat diperpanjang
lagi paling lama 2 x 30 hari oleh Pengadilan Negeri atas permintaan dan
Iaporan dari penyidik yang bersangkutari:
c. 'Jenis-jenis Penahanan penahanan tercllIltum pada Pasal22 ayat(1) KUHAP
jenis penahanan dapat bempa sebagai berikut :
• Penahanan rurnah tahanan Negara L , ,.
• Penahanan rumah
• Penahanan kota
9 Ansori Sabuan dkk, 1990, Hukum Acarn Pidana, Angkasa, Bandung, h.98.
l
Mengenai penangguhan penahanan dapat dilihat dalam pasal 31 ayat I dan 2
KUHAP sebagai berikut :
(1) Atas pennintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan' masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanPil jaminan uang atau jaminan oran~" berd~ar syarat yang ditentukan.
\ (2) Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu
waktu dapat mencabut penllngguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (I)."
Supaya penangguhan penahanan dikabulkan, hal ini telah ditentukan dalam PP
No27/1983 pada Bilb X pasal 35 yang menyebutkan bahwa :
(I) Uang jaminan penangguhan penahanan yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, disimpan di kepaniteraan
pengadilan negeri.
(2) Apabila tersangka atau terdakwa melarikan diri dan setelah lewat waktu 3
(tiga) bulan tidak diketemukan, uang jaminan tersebut menjadi milik Negara
dan akan disetor ke Kas Negara,
Mengenai uang jaminan, penjamin menyerahkan uang jaminan tersebut kepada
Panitera Pengadilan Negeri secara pribadi dengan meminta tanda terima.
Sedangkan meJ;lgenai jaminan orang, dapat dilihat dalam pasal 36 PP No.
27/1983 sebagai berikut :
(I) Dalam hal jaminan itu adalah orang dan tetsangka' atau terdakwa melarikan
diri, maka setelah lewat 3 bulan tidak diketemukan, penjamin waj ib
membayar uang yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang ses~i dengan tingkat pemeriksaan.
r.r
(2) Uang yang dimaksud dalam ayat (1) harus disetor ke kas Negara melalui
Panitera Pengadilan Negen.
(3) Apabila penjamin tidak dapat membayar sejumlah uang dimaksud ayat (I,),
jurusita rnenyita hak miliknya untuk dijual Ielang dan hasilnya disetor ke kas
Negara melalui Panitera Pengadilan Negeri".
Mengenai uang jaminan ini di Indonesia ditentukan besarnya dan ditetapk~ oleh
pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaannya. Syarat dalam
peIjanjian penangguhan penahanan ditetapkan oJeh pejabat yangberwenang
memberikan penangguhan tersebut. Oleh sebab itu sekalipun dalam KUHAP
penangguhan penahanan bisa dimintakan dengan atau tanpa jaminan, namun
dalam praktek hampir semua penangguhan penahanan harus desertai dengan
jaminan. 1O
Penangguhan penahanan dapat dilakukan pada setiap tingkat pemeriksaan.
Penagguhan penahanan di tingkat penyidikan dapat dilanjutkan atau dicabut pada
pemeriksaan selanjutnya. Hal ini sangat ditentukan oleh lembaga yang
memeriksanya. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 3I ayat 2 KUHAP yang
menentukan " Karena jabatannya penyidik atau penuntut umum atau hakim
sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan.
5. Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Berkenaan dengan ruang lingkup bidang kajian ini, maka metode penelitian
yang digunakan untuk karya tulis ini adalah metode Penelitian Hukum Yuridis
ro A L Wibisono dan G Widiartana, 1990, Pembaharuan Hukum Acara Pid!!!ll!, Citra Aditya Bakti, Bandung, h.4S.
adalah metode yang mengumpulkan data dari norma-norma hukum yang
berkaitan dengan pennasalahan hukum yang dihadapi .
b. Sumber Data
Data yang digunakan dalam Penelitian ini menggunakan dua sumber datal
bahan hukum yaitu :
I) Sumber Data Primer, yaitu data yang bersumber dari hasil penelitian
kepustakaan/library research yakni data yang diperoleh dari buku
buku, majalah, Undang-undang dan lain-lain yang ada kaitannya
dengan penelitian ini dan penelitian ini bersumber pada :
Undang-undang , yakni :
Undang-undang No. 8/1981 tentang Hukum Acara
Pidana
Undang-undang No. 4/2004 tentang Undang-undang
Kekuasaan Kehakiman
Undang-undang No. 2/ 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia .
PP No. 27/1983 tentangPelaksanaan Kitab Undang
undang Hukum Acara Pidana
Peraturan Menteri Kehakiman No. M.04
UM.01.06/83
c. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan teknik sturn dokumen,
metode pengumpulan data dilakukan dengan mempelajari, mengidentifikasi dan
c.r
mengkaji peraturan perundang-undangan, buku pustaka maupun dokumen
dokumen lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
1) Teknik Studi Dokumen
Data yang diperoleh dari hasil penel itian dengan menggunakan
metode diskriptif evaluasi, yaitu dengan menjabarkan dan menggambarkan
data yang diperoleh dari penelitian yang kemudian diadakan pemilihan
bobot dari data yang ada. Kesimpulan yang diambil dengan logika deduktif
yaitu menarik kesimpulan dari yang bersifat umum ke arah kesimpulan yang
khusus.
d. Pengolahan Dan Analisis Data.
Dalam pengolahan dan menganalisis data penulis dua model yaitu:
1) Analisis Kualitatif
Yaitu data yang terkumpul mengenai bentuk-bentuk berita acara
pemeriksaan penangguhan penahanan diolah dengan cara sistimatisasi
bahan-bahan hukum yang dimaksud, yaitu membuat klasifikasi terhadap
bahan-bahan hukum.
2) Analisis DeskI1ptif
Yaitu data yg diolah tersebut diintreprestasikan dengan menggunakan
cara penafsiran hukum dan konstruksi hukum yang lazim dalam ilmu
hukum dan selanjutnya dianalisa secara yuridis kualitatif dalam bentuk
penyajian yang bersifat yuridis noanrmatif.
BABII
PEMBAHASAN
PENAHANANDANPENANGGUHANPENAHANAN
1. Pengertian Penabanan
Sebelum dilakukan penahanan sudah barang tentu hal ini didahului dengan
adanya suatu proses penangkapan, kecuali tersangkanya dengan rasa yang penuh
kesadaran dan berbaik hati secara sukarela menyerahkan diri ke hadapan
penyidik.
Pasal I butir 20 KUHAP. menentukan : "Penangkapan adalah suatu tindakan
penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangkka atau
terdakwa, apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau
penuntutan dan atau peradilan dalarn hal serta menurut earn yang diatur dalam
undang-undang ini" Jadi unsur penangkapan adalah :
I. Pengekangan / pencabutan hak asasi manusia
2. Jangka waktunya sangat terbatas
3. Dugaan telah terjadi suatu tindak pidana
4. Dilakukan oleh penyidik
5. Untuk kepentingan pemeriksaan.
Dengan demikian terdapat unsur pengekangan hak individu seseorang, maka hal.
ini berarti penyidik merarnpas hak asasi manusia seseorang derni kepentingan
pemeriksaan, lalu siapapun tidak berhak melakukan pelanggaran hak asasi
manusia seseorang termasuk Negara (aparat kepolisian) kecuali berdasarkan
ketentuan undang-undang yang berlaku (dalam hal ini KUHAP).
Dasar untuk melakukan penangkapan terhadap seseorang adalah adanya
dugaan yang keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang
eukup artinya adalah bukti permulaan ini untuk menduga adanya atau telah
teJjadi suatu tindak pidana. 11
Hal ini merupakan hal prinsip dalam hukwn acara pidana, karena jika
dikemudian hari terpy!1ta polisi salah atau keliru menangkap seseorang, sudah
barang tentu akan berakibat yakni tersangka berhak menuntut ganti rugi karena
teJjadi salah tangkap lewat lembaga pra peradilan . Dalam asall butir 21
KUHAP. ditrntukan Penahanan adalah penempaan tersangkaJ terdakwa ditempat
tertentu oleh penyidik atau rnuntut wnwn atau oleh hakim dengan
penetapannya,dalam hal serta menurut eara yang diatur dalam undang - undang .
Menurut Martiman Pridjoharnidjojo merurnuskan penahanan adalah :
''Tindakan untuk menghentikan kemerdekaan tersangka atau terdakwa dan
menempatkannya di tempat tertentu " 12
Pada prinsipnya penahanan dilaksanakan untuk mempermudah kepentingan
pemeriksaan dengan ditahannya tersangka atau terdakwa kiranya sudah jelas,
agar pemeriksaan lebih mudah dan lanear jika dibandingkan apabila tersangka
atau terdakwa dilepas atau tidak ditahan, ada kemungkinan tersangka atau
terdakwa dapat rnelarikan diri dari proses perneriksaan. Disamping itu penahanan
dilaksanakan untuk menghindari agar tersangka atau terdakwa tidak mengulangi
tindak pidana yang diperbuat, atau menghilangkan barang bukti, atau
~ Wayan Tangun Susila, I Ketut Sudjana, 2008, Sari Kuliah Hukum Acara Pidana, , Khuss 1DIem" h . 42.
12 Martiman Prodjohamidjojo, 1984, Penangkapan dan Penahanan, Ghalia Indonesia, Jatana, h.21.
mempengaruhi saksi-saksi, kemungkinan sebagai faktor yang paling penting
maksud dilakukannya penahanan, yaitu menjaga tersangka atau terdakwa tidak
melarikan diri. Sebab tidak jarang terjadi pemeriksaan menjadi terhambat atau
tertundanya perkara hanya karena seorang tersangka atau terdakwa melarikan
diri atau tidak memenuhi panggilan .
Menurut M Yahya Harahap pada dasarnya ~da 3- ( tiga) landasan yang perlu
diperhalikan dalam suatu penahanan, yaitu :
I. Landasan Dasar atau Unsur Yuridis Disebut dasar hukurn atau objektif, karena undang-undang sendiri telah menentukan jenis-jenis lindak pidana yang dapat dikenakan penahanan. Jadi tidak semua tindak pidana dapat dilakukan penahanan terhadap pelakunya. Dasar unsur yuridis atau obyeklif ditentukan dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP yang menetapkan: penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana : - Yang diancam dengan pidana penjara "Iima tahoo atau lebih" - Terhadap pelaku tindak pidana yang diatur dalam KUHAP dan Undang-
Undang Pidana Khusus, sekalipun ancaman pidananya kurang dari lima tahun
2. Landasan Keperluan Landasan unsur keadaan ini menitikberatkan kepada keadaan atau keperluan penahanan ditinjal! dari segi subyektivitas si tersangka atau terdakwa. Unsur keadaan atau keperluan penahanan ditentukan dalam pasaI 21 ayat (I) KUHAP yaitu sebagai dasar untuk kepentingan yang mendesak yang merupakan syarat altematif, karena dikhawatirkan tersangka atau terdakwa akan: - MeIarikan diri - Merusak atan menghiIangkan barang bukti - MenguIangi tindak pidana.
3. Landasan Unsur Syarat PasaI 21 ayat (1) KUHAr disamping mengatur mengenai periunya dilakukan penahanan juga menentukan syarat-syarat sehingga dapat diIakukan penahanan gtma menghindari adanya kekeliruan penahanan dan syarat ini harus dipenuhi. Syarat-syarat yang dirnaksud adalah : - Tersangka atau terdakwa "diduga kerns" sebagai peIaku lindak pidana
yang bersangkutan. • Dugaan keras itu didasarkan pada "bukti yang cukup". D
Yang berwenang melakukan penahanan diatur dalam pasal20 KUHAP yaitu
"(1) Bagi kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik pembantu atas
perintah penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berwenang
melakukan penahanan.
(2) Bagi kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang melakukan
penahanan atau penahanan lanjutan.
(3) Bagi kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan dengan
penetapannya berwenang melakukan penahanan"
Penahanan merupakan tindakan yang membatasi dan mengambil kebebasan
bergerak seseorang. Kebebasan atau kemerdekaan disini dapat diartikan sebagai
dapat berdiri di tempat mana dan pergi kemana saja yang orang kehendaki. Hal
ini adalah merupakan salah satu hak asasi yang paling didambakan oleh setiap
insan. Dalam hal melakukan penahanan, penyidik, penuntut umum, hakim
dalam menggunakan wewenang penahanan harus berhati-hati dan penuh
tanggung jawab, baik sari segi yuridis maupun dari segi moral. Dalam hubungan
dengan penahanan ini oleh Van Bemmelen mengingatkan bahwa penahanan
dikatakan sebagai pedang yang memenggal kedua belah pihak, karena
tindakannya yang bengis ini dapat dikenaka.' kepada orang-orang yang belum
menerima putusan pengadilan, jadi mungkin juga kepada orang-orang yang
tidak bersalah. 14
Wewenang untuk menetapkan jangka waktu penahanan terhadap tersangka
atau terdakwa, tergantung pada :
-. Ansari Sabuan, op.cit., h. 85.
I) Penyidik
Polisi sebagai penyidik karena jabatannya memiliki wewenang melakukan
penahanan. Hal ini diatur dalam Pasal 20 ayat (1) KUHAP. Ketentuan
perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik dapat dilihat dalam Pasal
24 ayat (1), (2), (3) dan (4) KUHAP yaitu:
(I) Perintah penahanan yang diberikan oleh penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal20, hanya berlaku paling lama dna puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimaua tersebut pada ayat (I) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum yang berwenang untuk paling lama empat puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana tersebut ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
(4) Setelah waktulima puluh hari tersebut, penyidik hams sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
Dari ketentuan di atas, perintah penahanan yang diberikan penyidik hanya
berlaku paling lama dna puluh hari. Apabila diperlukan guna kepentingan
pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut urnum
dan berwenang untuk paling lama empat puluh hari, Penyidik berhak
melakukan penahanan terhadap tersangka selama enam puluh hari lamanya.
Kewenangan melakukan penahanan selain dimiliki penyidik juga dapat
dilakukan oleh penyidik pembantu, hal ini sesnai dengan Pasal II KUHAP
yaitu : " Penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti tersebut dalam
Pasal 7 ayat (I), kecuali mengenai penahanan yang wajib diberikan dengan
pelimpahan wewenang dari penyidik". Pelimpahan kepada penyidik
pembantu tersebut hanya diberikan apabila perintah penanganan dari
penyidik tidak dimungkinkan sesuai dengan keterangan berikut :
Pelimpahan wewenang kepada penyidik pembantu hanya diberikan apabila
perintah dari penyidik tidak dimungkinkan karena hal dan keadaan yang
sangat diperlukan atau dimana terdapat hambatan perhubungan di daerah
terpencil atau di tempat yang belum ada petugas penyidik dan atau dalam hal
lain yang dapat diterima menurut kewajaran IS
2) Penuntut Umum
Jaksa sebagai penuntut umum juga dapat melakukan penahanan terhadap
seorang tersangkalterdakwa sesuai dengan Pasal 20 (2) KUHAP. Perintah
penahanan yang diberikan oleh penuntut umum ditentukan dalam Pasal 25 ayat
(I), (2), (3), dan (4) yaitu :
(I) Perintah penahanan yang diberikan oleh penuntut umum sebagaimana
dimaksud dalam pasal 20, hanya berIaku paling lama dua puluh hari.
(2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (I) apabila diperIukan
guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat
diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang untuk
paling lama tiga puluh hari.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud tersebut pada ayat (I) dan ayat (2)
tidak menutup kemungkinan dikeluarkan tersangka dari tahanan
sebelum masa tahanannya berakhir waktu penahanan, juka
kepentingan pemeriksaan sudah dipenuhi.
(4) Setelah waktu lima puluh hari tersebut, penuntut umum harus sudah
mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum.
16 CST Kansil, op.cit., h. 357.
----
untuk paling lama tiga puluh hari. Penuntut umum berhak melakukan
penahan .
3). Hakim
Dalam proses pemeriksaan di pengadilan, hakim diberi wewenang
melakukan penahanan :
a. Hakim Pengadilan Negeri
Hakim Pengadilan Negeri guna kepentingan pemeriksaan berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan, sesuai dengan pasal26 ayat (1), (2), (3), (4)
KUHAP yaitu :
1) Hakim Pengadilan Negeri yang mengadili pekara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 , guna kepentingan pemeriksaan berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (I) apabila diperlukan guna kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (I) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwlJJJlJJZIS sudWdil'd.!W.%&'p.!tdJM&'.MPC'&)R&'l'ldw.
----~.
3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelurn berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4) Setelah waktu sembilan puluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa hams sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.
c. Hakim Mahkamah Agung
Hakim Mahkamah Agung, guna kepentingan pemeriksaan kasasi berwenang
mengeluarkan surat perintah penahanan, sesuai dengan pasal 28 ayat (1),(2),(3) dan
(4) yaitu:
I) Hakim Mahkamah Agung yang mengadili perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, guna kepentingan perneriksaan banding berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan untuk paling lama tiga puluh hari.
2) Jangka waktu sebagaimana tersebut pada ayat (1) apabila diperlukan guna kepentinganpemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung yang bersangkutan untuk paling lama enam puluh hari.
3) Ketentuan sebagaimana tersebut pada ayat (I) dan ayat (2) tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya terdakwa dari tahanan sebelurn berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.
4) Setelah waktu seratus sepuluh hari walaupun perkara tersebut belum diputus, terdakwa hams sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum. Batas garis wewenang antara Hakim Pengadilan Negeri dan Hakim Pengadilan
Tinggi dan Mahkamah Agung, semua jelas dan tegas diatur, dimana pengaturan
batas wewenang itu sederhana dan tidak berbelit-belit namun memenuhi kepentingan
perlindungan harkat dan martabat dan hak asasi manusia. Dan dalam pelaksanaan
dapat diterapkan secara praktis, jika dibanding dengan sistem penahanan yang diatur
dalam HIR.16
Prosedur diatr dalam Pasal 21 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP yaitu :
2) Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum
terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan
atau penetapan hakim yang mencanturnkan identitas tersangka atau terdakwa dan
]6. M. Yahya Harahap, op.cil, h. 190.
menyebutkan alasan penahanan serta uraian singkal perkara kejahatan yang
disangkakan alau didakwakan serta ia dilahan.
3) Tembusan sural perintah penahanan alau penahanan lanjulan atau penetapan
hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harns diberikan kepada keluarganya.
Pasal21 ayat (2) dan ayat (3) KUHAP tersebut diatas menegaskan bahwa prosedur
penahanan adalah :
I. Dengan surat perintah penahanan atau Surat Penetapan
Penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan oleh penyidik atau penuntut umum terhadap tersangka atau terdakwa dengan memberikan surat perintah penahanan atau penetapan hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau terdakwa seperti nama, amur, pekeIjaan, jenis kelamin dan tempat tinggal, menyebutkan alasan penahanan umpamanya untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan sidang pengadilan, menyebutkan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan atau didakwakan dimana maksudnya agar yang bersangkutan mempersiapkan diri melakukan pembelaan dan juga untuk kepastian hukum serta menyebutkan dengan jelas di lempat mana ia ditahan yang berfungsi untuk memberikan kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya. Dalam ketentuan ini terdapat perbedaan sebutan, " kalau penyidik atau penuntut umum yang melakukan penahanan dilakukan dengan mengeluarkan alau memberikan surat perintah penahanan apabila yang melakukan penhanan ilu adalah hakim, maka perintah penahanan berbentuk surat penetapan". 17
2. Tembusan wajib diberikan kepada keluarga
Mengenai tembusan sural perintah penahanan atau penahanan lanjutan atau penetapan hakim wajib diberikan kepada keluarganya, sebagaimana dimaksud dalarn Pasa! 21 ayat (3) KUHAP. Hal ini dimaksudkan di sarnping memberikan kepastian kepada keluarga, "juga sebagai usaha kontrol dari pihak keluarga untuk menilai apakah tffidakan penahanan tersebut sah atau tidak dan pihak keluarga diberikan hak oIeh undang-undang untuk meminta kepada Praperadilan memen"ksa sah atau tidaknya penahanan:.Js
n. M. Yahya Harahap, op.cit, h. 168. Ii. M. Yahya Harahap, op.ch, h. 169.
3. Penangguhan Penahanan
" Penangguhan tahanan tersangka atau terdakwa dari penahanan, berarti mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum batas waktu penahanannya berakhir". ,.
Kalau diperhatikan antara ketentuan Pasal 31 KUHAP dengan pengertian tersebut diatas memang terdapat suatu persesuaian. Sehingga dari pengertian penangguhan penahanan dapat diartikan bahwa masa penahanan yang resmi dan sah masih ada dan belum habis, namun penahanan terhadap tersangka atau terdakwa yang harus dijalankan dapat ditangguhkan, sekafipun masa penahanan yang diperintahkan kepadanya belum habis. Dengan adanya penangguhan penahanan dimungldnkan seorang tersangka atau terdakwa dikeluarkan dari tahanan pada saat masa penahanan yang sah dan resmi sedang berjalan.
Penangguhan penahanan tidak sarna dengan pembebasan dari tahanan.
Perbedaannyaakan terlihat baik dari segi hukum maupun dari segi alasan dan
persyaratan yang mengikuti tindakan pelaksanaan penangguhan pelaksanan
dengan pembebasan dari tahanan. Menurut Taufiq Makaro dan Suhasril
mengatakan terlihat adanya perbedaan seperti :
I. Pada penangguhan penahanan masih sah dan resmi serta masih berada dalam batas waktu pcnahanan yang dibenarkan undang-undang. Namun pelaksanaan penahanan dihentikan dengan jalan mengeluarkan tahanan setelah instansi yang menahan menetapkan syarat-syarat penangguhan yang hams dipenuhi oleh tahanan atau orang lain yang bertindak menjamin penangguhan.
2. Sedangkan pOOa pembebasan dari tahanan harus berdasarkan ketentuan undang-undang, tanpa dipenuhinya unsur-unsur yang ditetapkan undangundang, pembebasan dari tahanan tidak dapat dilakukan. Umpamanya, oleh brena pemeriksaan telah selesai tidak lagi diperlukan penahanan. Atau oleh karena penahanan yang dilakukan tidak sab dan bertentangan dengan undang-undang maupun karena batas waktu penahanan yang dikenakan sudah habis, sehingga tahanan harus dibebaskan derni hukum. Dan bisa juga oIeh karena lamanya penahanan yang dijalani sudah sesuai dengan hukuman pidana yang dijatuhkan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Disamping itu, dari segi pelaksanaan pernbebasan tahanan dilakukan tanpa syarat jaminan. 20
". M. Yahya Harahap, op.cit, h. 213. 2ll. M. Taufik Marl<ao dan Suhasril, 2004, Hukum Acara Pidan. DaJam Teori dan Praktell,
Ghalia Indonesia, Jakarta, h.46.
Penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 KUHAP tentunya bisa
menjadi suatu ketentuan yang baku dan tidak lengkap, yang dapat menimbulkan
perbedaan penafsiran terutarna tentang hal jaminan. Sebab penjelasan Pasal 31
KUHAP tersebut masih memerlukan peraturan pelaksana. Peraturan pelaksana
inilah yang belakangan ditetapkan dalam berbagai peraturan seperti :
Mengenai jaminan Pt<nangguhan penahanan diatur dalam Bab :;\ Pasal 35
dan 36 PP No. 27 Tahun 1983.
Tata cara pengeluaran tahanan karena adanya penangguhan penahanan diatur
dalam Bab IV Pasal 25 Peraturan Memeri Kehakiman No. M.04-UM. 01.06
Tahun 1983 Tanggal 16 Desember 1983, menentukan :
I. Pengeluaran tahanan karena penangguhan penahanan harus berdasarkan sural perintah pengeluaran tahanan dari instansi yang menahan.
2. Dalam pembebasan tahanan yang dimaksud, petugas RUTAN harus : a. Meneliti surat perintah pengeluaran tahanan dari instansi yang menahan. b. Membuat berita acara pengeluaran tahanan dari rotan, dan
menyampaikan tembusan kepada instansi yang menahan. c. Mencatat surat-surat penangguhan penahanan dan mengambil cap sidik
jari, tiga jari tengabdari tangan kiri tahanan yang bersangkutan ke dalam register yang disediakan.
d. Memberikan kesehatan tahanan kepada dokter rotan -dan menyampaikannya kepada instansi yang menaban kepada tahanan itu sendiri.
e. Menyerahkan barang-barang milik tahanan yang ada dan dititipkan kepada rotan dengan berita acara dan mencatat daIam register yang disediakan.
- Tata cara penangguhan penahanan secara rinci diatur dalam Lampiran
Keputusan Menteri Kehakiman Nomor : M.l4-PW.07.03 Tabun 1983
Tanggal 10 Desember 1983 pada butir 8, menentukan:
a. Dalam hal ada permintaan untuk penangguhan yang dikabulkan, maka diadakan petjanjian antara pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, dengan tersangka atau penasehat hukurnnya beserta syarat-syaratnya.
b. Apabila jaminan itu bempa uang, maka uang jaminan hams seeara jelas disebutkan dalam perjanjian dan besarnya ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 35 ayat (I) Peraturan Pemerintah Nomor 27 rahun 1983).
e. Dalam hal jaminan itu adalah orang, maka identitas orang yang menjamin seeara je1as dieantumkan dalam perjanjian dan juga ditetapkan besamya uang yang hams dijamin oleh penanggung tersebut (Pasa136 ayat (10) PP. Nomor. 27 tahun 1983)
d. Uang jaminan dimaksud butir b, disetorkan sendiri oleh pemohon atau penasehat hukumnya atau keluarga ke panitera pengadilan negeri, dengan formulir yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan.
e. Bukti setoran dibuat rangkap 3, sehe1ai sebagai arsip panitera, sehelai dibawa oleh yang menyetorkan untuk digunakan sebagai bukti telah melaksanakan isi perjanjian dan yang sehelai lagi dikirimkan oleh panitera kepada pejabat yang berwenangmelalui kurir, tetapi tidak dititipkan kepada yang menyetorkan, untuk digunakan sebagai alat kontrol.
f. Berdasarkan tanda bukti penyetoran yang diperhatikan oleh keluarga atau kuasanya, atau berdasarkan tanda bukti penyetoran uang jaminan yang telah diterima oleh panitera pengadilan atau surat jaminan dari penjamin dalam hal jaminan adalah orang, rnaka pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan mengeluarkan surat perintahlpenetapan penangguhan penanganan.
g. Apabila berkas perkara telah diserahkan kepada penuntut umum dan penuntut umum berpendapat bahwa berkas sudah lengkap, sedangkan tersangka masih dalam status penangguban penahanan dengan jaminan, maka sebelum penyidik mengeluarkan perintah penghentian penangguhan penahanan, agar dikonsultasikan dengan pihak penuntut urnurn guna mempertimbangkan kelanjutan di tingkat penuntutan.
h. Demikian pula halnya apabila berkas perkara oleh penuntut umum telah dilimpahkan kepada pengadilan, sedangkan terdakwa masih dalarn status penangguhan penahanan dengan jaminan maka penuntut urnum dalam surat limpahannya meminta kepada Ketua Pengadilan Negeri agar penangguhan penahanan dengan jaminan tetap dilanjutkan.
I. Dalam hal tersangkalterdakwa melarikan diri dan tidak dapat diketemukan lagi, maka diperlukan penetapan pengadilan tentang pengambilalihan uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan memerintah kepada panitera untuk menyetorkan uang tersebut ke kas negara.
j. Da1am hal tersangkalterdakwa melarikan diri seperti yang dimaksud dalam butir i, jaminan adalah orang, dan ternyata penjamin tidak dapat membayar uang yang menjadi tanggung jawabnya, maka untuk memenuhinya barang-barang milik penjamin disita dan dilelang menurut hukum aeara perdata, perlu penetapan pengadilan untuk melakukan penyitaan terhadap barang-barang tersebut
2&
Untuk memperoleh gambaran tujuan daripada penangguhan penahanan, maka
sebelumnya perlu diketahui kedudukan tersangka atau terdakwa sebelum adanya
keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 8 Undang-undang No. 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan
kehakiman, sebagai berikut :" setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan,
dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah
sebelum adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah
memperoleh kekuatan hukum yang tetap".
Dalam rangka penegakan hak-hak tersangka atau terdakwa yang telah ditahan,
maka penangguhan penahanan merupakan suatu hak yang dimiliki oleh setiap
tersangka atau terdakwa. Mengekang kebebasan seseorang adalah suatu yang
melanggar hak asasi manusia. Penahanan merupakan suatu proses sebelum tersangka
atau terdakwa mendapat suatu putusan dan yang bersifat tetap dari pengadilan. Hal
ini senantiasa bersentuhan dengan masalah hak asasi manusia yang mana pada
perlindungan dan jaminan terhadap hak asasi manusia sudah merupakan hal yang
bersifat universal dalam setiap negara hukum. Untuk melindungi hak-hak tersangka
atau terdakwa dalam proses penahanan maka tersangka atau terdakwa berhak
merngajukan permohonan penangguhan penahanan sehubungan dengan
perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Menurut Van Bemmelen :" Penahanan adalah sebagai satu pedang yang memenggal
kedua belah pihak karena tindakan yang bengis itu, dapat dikenakan kepada orang
orang yang belum menerima keputusail dari hakim, jadi mungkin juga kepada orang-
orang yang tidak bersalah" 21
Berdasarkan asas praduga tak bersalah (presumption of innocent), telah memberi
perisai kepada tersangka atau terdakwa berupa seperangkat hak-hak kemanusiaan
yang wajib dihormati dan dilindungi pihak aparat penegak hukum.
3. Prosestrata Cara PenangguhanPenabanan
Proses atau tata cara penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31 ayat (1) dan
(2) KUHAP, dalam pasal ini disebutkan suatu penangguhan penahanan diawali
dengan adanya permohonan tersangka atau terdakwa. Ketentuan Pasal 31 ayat (I)
KUHAP, bila ditinjau dari pejabat yang dapat memberi penangguhan penahanan
maka hanya dapat diadakan atas permohonan tersangka atau terdakwa. Mengenai
proses permohonan penangguhan penahanan Goenawan Goetomo dalam r Made
Widnyana membedakan penangguhan penahanan menjadi 2 yaitu :
I. Schorsing " Dalam hal ini terdakwa sedang ditahan. Kemudian atas permintaan terdakwa, hakim mernerintahkan agar penahanannya ditangguhkan. Dimana pengangguhan itu mempunyai 2 syarat yaitu : Syarat Mutlak ialah : 1. Terdakwa harus bersedia ditahanRalau perintah penundaannya dicabut. 2. Terdakwa harus beJsedia ditahan kalau ia dalam waktu penangguhan penahanan itu, melakuk,u{sfutu perbuaiui pidana. Syarat Fakultatif ; ,'. > • '.,X' Terdakwa harus menyei-ahkan, liang ~~gan atau barang berharga kepada pengadilan yang mengadilinya. Penan~ penahanan dapat dicabut sewaktuwaktu, jika ada petunjUk-petunjuk terdakwa akan melarikan diri atau terdakwa mengingkati janjinya, tidak lopiJt:.:aan seb~gaiaya.
2. Up Schorsing
", Sudibyo Triatmojo, 1982. Perlaksanaan Penahanan dan Kemungkinan yang ada dalam KlJHAP, Alumni, Handung, h. 3.
....~.<-
Dalarn hal ini terdakwa belum ditahan. Kemudian hakim memandang perlu menaban terdakwa itu, sehingga dikeluarkan penetapan untuk menahan terdakwa Tetapi terhadap penetapan itu, terdakwa memohon kepada hakim supaya penahanan terhadap dirinya ditangguhkan dengan alasan yang Iayak. Dan syarat~arat yang harns dipenuhi sarna dengan syarat yang ditentukan dalarn schorsing.
Wewenang penangguhan penahanan dapat diberikan pada semua instansi penegak
hukum. Pasal 31 ayat (1) tidak membatasi kewenangan penangguhan penahanan
terhadap instansi tertentu saja,
Dimana masing-masing instansi penegak hukum yang berwenang memerintahkan penahanan, sarna-sarna mempunyai wewenang untuk menangguhkan penahanan. Baik penyidik, penuntul umum, maupun hakim mempunyai kewenangan untuk menangguhkan penahanan, selarna tahanan yang bersangkutan masih berada dalarn lingkungan tanggung jawab yuridis mereka. Kewenangan menangguhkan penahanan dengan sendirinya tanggal apabila tahanan sudah beralih menjadi tanggung jawab yuridis instansi lain. Z3
Penyidik hanya berwenang menangguhkan' penahanan selarna tahanan berada
dalarn tanggung jawab yuridisnya, yakni hanya pada tingkat penyidikan saja.
'Sedangkan jika penahanan beralih sarnpai ditingkat penuntutan atau di tingkat proses
. persidangan, maka wewenang penangguhan penahanan bukan Iagi haklwewenang
",i .
.penyidik, tapi merupakan wewenang instansi yang bersangkutan.
Jika tanggungjawab yuridis atas penahanan sudah beralih ke tangan penuntut urnum, tanggal kewenangan penyidik terhitung sejak saat terjadi peralihan penahanan kepada instansi penuntut umum. Sebaliknya selarna tahanan berada daIam tanggung jawab yuridis penyidik, penuntut umum belum mempunyai kewenangan .Untuk; Dienc3mpuri tlndakan' penangguhan penahanan. Demikian juga pengadilan negeri, tidak dapat mencarnpuri
.penan~ penahanan selama tahanan masih berada daIam tanggungjawab yuridis penuntut umum. Begitu pula seterusnya, tahanan yang berada dalarn
'tanggung jawab yuridis pengadilan negeri, penangguhan penahanan
23 I Made Widnyana, 197(),Penahanan Sementara di lndonesi!!, Majalah Fakultas Hukum dan PengetalmanMasyarakat UNUD, Denpasar ,h. 40. .
". M. Yahya Harahap, op.cit, h. 21S.
sepen~ya rnenjadi kewenangannya. P~n~adilan Tinggi atau Mahkarnah Agoog tidak berwenang ootuk mencampun. 4
Syarnt penangguhan penahanan dapat dilakukan dengan jarninan berupa
j~: \IllIl&,iI.WMil?rang, bahkan dirnungkinkan tanpa jarninan. Hal tersebut telah
Qi\'e~~kan'flasRl~":l'I'aYii'i' t1r1a.JHl<\P yang rnenentukan : " atas perrnintaan
;"H)y.rHU llili,,;~~-r:""'Hj~'~l
tersangkalterdakwa' penyidik atau penuntut urnurn atau hakirn sesuai dengan '1!~:" 'jI, ~~Il)J ':' "nJf ."'<~,' T :i~'fi~ ,.~!",~ru f:li!tr;I...,-Hj r'(,p!fi::'f~ iNI ;":'n='\ '·!,<l!.~',~f i;!:.l!; ,
~~~~J;lAAg<l/},;im-I\~i1;l~~im~ p'~,ti!A~,g~flll<f.l'l'lggp,!JfI!ll P!iltapa.PlIn .Aepgan
atllu'taripii'jiliHiriiili'iran~ atliil' jli'iil6mlli< 'tlrlirig;' l)eidillSiJk:an:syatlit 'yan~'altciituKan".
Menurut M. Yahya Harahap :" unsur jarninan tidaklah bersifat rnutlak dirnana unsur ;.,,":": :1; ! " :q :', .... ('·.1.1 :~":;;J :j"."il."i I:w>'t 'H.~lfi iA.H(!::~;I::rr'" ~. ~;( .... .:'.',' :'i':'
jan}ina,n.te~sel>ul;.\~!Iflllt,9i~~piIJ~~,j\gar,sY-ara!,·I?F~ggp.j:taI1Jlepa)}anan
befuit~benatditaatiada baiknya penangguhan dibarengi denganjarninan". 25 . - . .
':i-ll<. i.'.~(,r~l!·~;~7ll!.1 ;;- ~t-···-;<:.-"} y ", ' 'ltf;:1H l.1i1f':.0r j.iH(OV.l . :~r";!)j~'~-:'T ~
t1",ng~nlli"dlr;mg. ,~mgl'i_tl.:·~~'i\~~,§l1~b;p'enjarnin adalah orang yang.' -' . . .
'in~nipunyiiil! hubungan dengan tersangka rnisalnya ke1uarga, penasehat :,C U".U';.!. ;;U~K;!.i:
hJ.!kurnnya"ternan atau orang yang bersedia rnenjadi penjarnin" dan disini penjarnin 0" U",Uq,:'.H; f:1:!~
:b~~g~Jll'rY~Am~l)\IlJ.,m~sangkaatau terd3kwa rnelarikan diri. Mengenai tata
,citCil:C :~imiUlgguhM; pe'ffamnllli ' lrii" li6'c1tr'a' 'turdU diiltill' 'OIiifl" lIJiiifipiflin': ~tuSiln
';Jf~~i~ri"I2~hilirr:~;'N6~~~'~!'M~'i4~PW~h7~8jr.fJ;~!T9g3UT~~~~ ':10 :b~~~:rl~~ :.~,-:,'~:q ;';; T' "r'":'.f I~V!~. ii 'J!,"., i n ~:t:;.o.i;!:~:U ,,-;: :~';f;::j~ :WI'.J~: 'ii n.ny ··:nq rl~!lm; i h~;~1! .:. J; f', ,-.;. P
1983 p,~~:ql.Hif':'~ i~IJ' .;(.. L~'jJ::U ~;i10P L(,iJnnJ~~ br'·;J:-;~iI·l!i~';: j p~~ \IW:Ir.:! If ltlu!"('~:'I"
berwenang rnernberiki\ll penangguhan penahanan, berdasarkan syarnt yang - Uif,!!; 'f"F!j1r,~r; ~I";,cm.:; lmT?;!( mmr~t.iWIr- qm.! rr.-l0H?~tJr ff'·'.((",WO l' t~, r;.ji,[f.1lfJ;.' .:'"U'
:jlj~!}mkan.,!?~pgertiansyarnt yang ditentukan dapat dilihat pada penje1asan Pasal 31 ;I
a1enia (1) KUHAP :"yang dimaksud dengan syarat yang ditentukan ialah wajib
lapor, tidak keluar kota atau tidak keluar rumah".
K'¢'l'eHtilifu wajib lapor dilakukan tersangka atau terdakwa pada hari yang telah
:;" ,J!t;nf:~jnF;ICjiJ'::.):~'; ... ';:u, l;~ >-', (;'r:. lnrUi:I1 r;H~R' j..<!'!j r"~IJ.j'l·:·'~ ;wL. ,," 'f~',' -j'
ditetapkan oleh pejabat yang telah'memberikan penanggunan penahanan tersebut, . U1"'·\ , !:, "';_~t'ii' <,oJ:; .,' ,;-j ;-; ..:1 ))j](.:+'
~1i!4!!'!gk.~; ketentuan tidak keluar kota berarti tersangka atau terdakwa tidak
t1iperbbleliklil'i' Ici::liiiirfkbtli'!selaina:;masa'pcif8ftggmiafi' peilanamilil1ya,:begitu pula , '
j/.:.~'F,i;t; ,·.~n!;: 'T~r(W~iL; i;:'L1. '~~~ I.', :~.;..::.,'1 ;n:FJV HJC.!lhiT.!J"-~:tr~;> W;i; .1:!~1;J;··,·:U,(;51'···)
pa~ kete~tuan tidak 'keluar rumah berarti tersangka' atau terdakwa dilarang untuk F ;"j'<." •• ~.{;·r :C" ...... ;~'. ". -:j": :):Y·;:!\!';(>'!'i\ ':;1~::_:~ b~'i' '" '''- ": '3r;T:i.~\J ':Of" .
menin~kilI} pun~JwYll' d~llP~W~ ~ete~4\i tid\lk dit;lfti,lDfJ-1ca peja\)at yang
memberikliri'pehatiggunatipenilharian Wi dapat mencabut penangguhan tersebut. , ··r ' ..•. '.. . ,. "',' : 7,' , ... '! :.~ - j';' , ..; j !~ ;. c':, i .
4. Je~is ::. je~is'P;en~ha~~~'
"~:L' Peiiilh"anan RumilhTammliliNegam'(piiSiif'22"ayilnT"""'" :;r i I
", ~~,~.'·;L ;;,tl>::rl) ( .• ;-:;!~;:: :', ;.- '~;',~f:U;. ,;,'ldbni' n;'nn;<,l: . >~n"". H.J(.;;: .:(i! ·:lIr:·;! Penahanan yang dilakukan di rumah tahanan negara. Dalam liar sebe1um
.if~.'if':!; !I,''(I;-' :l~'T;'.i:r ~;L<" li~"'FU.·!! "r'1~n~--,f K~j.!);" ., (!;:~-n~;lL:~ !!,~[. 'Jt' ~):!"l:U;'i
Menurut penjelasan pasal 22 KUHAP, sebelum ada Rumah Tahanan V>·!·I;;:'J~m.f 1, -'~F6U;:~~'~! :.:n: H '<.//,1 BM.!H
Negara di tempat yang bersangkutan, penahanan dapat dilakukan di
kantor polisi, di kantor kejaksaan, di LP (Lembaga Pemasyarakatan), di
rumah sakit dan dalam keadaan memaksa di tempat lain yang dinilai lebih :,·~uf.:Hi (:;.~_%(·ni::"!:l:.J =H::Jfi ;.-'-:.br;un'r,j:rprwH ~!:;Jj~fL'fH: TIll ~H~id br;"!~JVi: i nf';lj'
;, ,
Rutan dikelola oleh Departemen Kehakiman. Tanggung jawab yuridis
atas tahanan ada pada pejabat yang menahan sesuai dengan tingkat
pemeriksaan dan tanggung jawab secara fisik atas tahanan ada pada UV~iJlii);':j;!""il 1'!,-''I ,,~~.;:~ ,::"''1 LI'.l.il·y.t~pnu i,tllir. )(f-:~i!' p:ti!~ ::T/tL:"~:: ~;r~~;i;;r:l.!
i,cl;~Bal~ ~~~lapIS~~m\l-~~i" ~~gi~'V~ ;:~~r:~,b,! !1~;kyera~~~. ker,~~,~tm,t
tahanan ada pada dokter yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman.
i «(:l i'~' ", 'll·',·li·'if~; ~ ii1'"I.F;': (''TI~'II) ',rnfl"'? ;'fH'fP" '-J..·{)~1')HJ" toni. 'j"" :;'(-;2' l'',' ., '" ' ..... ". .''': : .";,,, : ':'," 'V,;' . ; ',' '.'" I " '>J -' -!"i.I-.J,J
!/ .' ",r~~~!!Vap.,,~ar~, diIak!~~at~('i,~i,~~,m~w;at)mp;~~\~~~ji~an tersangka dengan'menga_l1;pengl!M'asan:atali'~nipatl<an;penjagaan
"'Unhik:inengfiiridiirk£I's~g~h;:'~esh~ili Y~ligfdapli!lJfu~iiirilbiiikan kesulitan
i''' "dalaII!,!?::I~s.an~y~nyi;di~~." ,'i; 1;0''-, :,;;1\H,/' )",'" i! , , ,
Penahanan kota dilakukan di kota tempat tinggallkediaman tersangka i..f,: ::;;"1\1,<,'f1.: r:'T ;'~ (\ .~. 'U'P.-';;iJ~:i iJ..1,r, " r!,,!rf~
,"'."; ;ff.~ntJm~r,~~ibap, ,p~~i,)~~~§~a,)IT.TlaR,?~~~. i~!~;j ~~~a ,~a,ktu-waktu ..'. .• • ..·r
.. j :'~f' · __f;!ff~: /;'.'q i':"~~j !IT];:iU ,r.~y.:;-;if;i"<; i ';"; "; !h:' :~"'f("-(:r! I,·;;: J )J~lrf/~'! ~i'::;','
penahanan sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Dalam hal tersangka
i!"!;MJfui{tnb~&ht .peH(\iiJfatrta\)MH"!pi!f1\i'] IilfliWiii'&it1iffiiM':silit"dengan 'H~Jr( ',/(;I(lluI.Jnr Lt·;!,';": -·~IJ.if, :'\lIUWlll ~.'i~·IJ r' ;Frr ': ;J1)fHlUf; ,1P" rmlJ flrf"L
• ., ". > !. " ,
'jl~iJr~~f!~~~:Wl;I~!~~~~qf!~~X},W~,~~~~!,'~~~!~, g~!}J~m~'ik;,:,~~~~;lolri 'iM;yang iierd~lqtt!"dengan;,:r.u.mM 'lIlIf!i}djjry>~pm!J JPengoo,,@mikian jika
!' c, II'tegah~~rdMtz;;,ai, 'irt~ii\'an~'(~b~hl.f-b'e"n"afC'd~lIith' ;'kIekdlliiliq'~ilit yang
I ~"lll;::·r'~~'·'·I' I""" (- -'I '0' 1 -""1''>1'" "" ,.-,". r· ·(,/'1 ; -, -'><-. '-"CI ,"I; _<t .. ,,;-i I., ''1. _,If", ...... , },;I .roO .. ' ',,-'1':1 ," ,.'. _ 'J'.',IJHdl. tJ Ir,~·\.L.';;"~ ~lf'ln
dibuktikan dengan sunit keterangan dokter, maka penyidik karena
proses pengobatan.
III
PENERAPAN DAN KENDALA DALAM PENANGGUHAN PENAHANAN
1. Syarat-syarat Penangguhan Penahanan
Untuk sahnya suatu penangguhan penahanan oleh R. Atang Ranoemihardja
mengatakan :
a. Syarat mutlak I) Si tertuduh harus menyatakan kesanggupannya bila dikemudian hari surat
perintah penangguhan penahanan itu dicabut sewaktu-waktu, si tertuduh bersedia ditahan kembali.
2) Si tertuduh selama dalam kurun waktu penangguhan, kemudian ia dipersalahkan lagi terhadap tindak pidana lain, ia harns bersedia ditahan bila terhadap tindak pidana lain tersebut ia perlu ditahan.
b. Syarat Altematif Si tertuduh harns menyediakan sejumlah uang sebagai uang tanggungan (coutie) yang dimintakan sebagai syarat oleh hakim. 26
Penyidik atau penuntut umwn atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut
penangguhan penahanan dalam hal tersangka/terdakwa melanggar syarat yang telah
disepakati antara tersangka/ terdakwa dengan yang menahannya. Jika penyidik,
penuntut umwn dan hakim berwenang memberikan penangguhan penahanan,
sebaliknya berwenang sewaktu-waktu mencabut kembali penangguhan penahanan.
Akan tetapi harus diingat, pencabutan kembali penagguhan tidaklah dapat dilakukan
sewenang-wenang. Harus ada dasar atau a1asan yang layak untuk mencabut
r-7U? 1(}1 (!i!j:I/::.,. q; Lj:'lt',1 ~fr,V;i~!~;;~H ,«,'. ·.~r ;i\":; (rf(.':"'~}> ·-·w:;; !i'~:-'/"~)!jj:,
kembali penimggUhan.· ... ! "( v~,~ r:,: . ::,', r.n~!.;: i F'l ; nu ·'t"nr.~ ~:'.tU
Dalam Pasal 31 KUHAP ditentukan syarat penangguhan dapat dibaca pada
kalimafii'emrriYaJig'b8'btibHyi ""oeifBliShfIalh'Js"ylftill ~a:ng ditet!tilkan .. Dari kalimat ..,:" /,i'i.- v~U1J -.Jr!u··)~.;, ': ( j1!::::iQPH
1errebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penetapan syarat-syarat oleh instansi yang
!,f(i )'·':1.;;H·l}:ij (r''ltq:_p;r!;~;l~~:;i:'r;io(-' ,,-:-;,:,q I' ~:",i<'f-' II ;:; ,,,,'t ~
,,~~~c~~~~a:~e8~~,~~t,5e,r~e~~~:~~~~~t:1i:~e~p'~d~~se_ti~~;R:~,Ilf,~rian penagguhan" :IIIIIJlun, dppat.juga,~li,b. ,sq.!ap.,$lItt! a~u ,<lIIa;dari ketiga :syarat yang
dilakuk~iC~''yilng tbii~ 'adaliili p{b~ilit,ruhitiA ~yifrlif ~j'~ ~fu' yang p~itilirti1 adalah ? '/;.- ..~ >'f}lj Kqi: .". '"~;-,,,.
syarat wajib lapor dan selanjutnya dapat memilih salah satu antara syarat tidak keluar "
I i, I
I
,.,
akan memberikan penangguhan adalah merupakan faktor yang menjadi dasar dalam
pemberian penangguhan Penahanan.
Tanpa adanya syarat-syarat yang ditetapkan lebih dahulu, penagguhan ~A4*.f~A,i"F.IkaH1YWi berarti bahwa instansi yang menahan wajib mementukan syarat terlebih'dahulu, yang kemudian tersangka/terdakwa menyatakan kesediaannya untuk mentaati. Atas kesediaanya untuk mentaati. Atas kesediaannya
untuk ~~" ~~~~t~~!!h,~,~apg;~ffl'Pg!iwemberikan penangguhan penahanan.
. ' "'"J nOli );,fi)WH I "
Syarat penangguhan penahanan dijelaskan lebih lanjut dalam penjelasan Pasal
31 KUflAP'yalig'irl6lientukan syrat - syarat penangguhan penahanan antara lain: . " ,'.. '. .~. ;', , .. , " .
Wajib lapor. ', ..
Tidak keluar rumah
27 • M.Yahya Harahap, op. Cit.h.216.
Kesanggupan ini biasanya ditulis diatas segel atau materai dan ditandatangani olrh tersangka dan diserahkan kepada pejabat yang memberikan perintOO penangguhan penahanan yang dirnaksudkan. 28
'~~'JfW~lJ q.... llJ :;::-!';jJ'l::'.fluf,rj' Penangguhan penOOanan hanya dapat diberikan oleh penyidik atau oleh "'j"\'<'·:prnr:·· ....:·H)J~·I rp"'l~,L:;i i:~;f"'f1!;.: l~iilL~j li "!n:)O'!~J~~~!l~ ".:!!yr." ~j ;.',<1 :-tl;;~~;'_'~'
penuntu~,wp~y,fltiipplp,':~Jf;Jb Jnalfjm, ffrf%'jar~.WtiJ?IJ,a~,!,Pe,rI1]if1fMn; oleh si
teniangk'aI!ii :tetlJil1{wl! ;[~"~h r l{eliiit'fga' 'ti!tYahg'kiilteitl!ill.wit. 'JaIH·laiI}¥.i iadanya
permintaan yang diajukan, penyidik atupun penuntut umum demikian halnya dengan i "":;' '::Yi!;~H qq:IY11r'ln ;/;rH.o ;~!f1~;; ;. i "H;:', j'f"'1 ;;';:- 'f Il:Jlfrf ;IIJ;d;-r
hakim,!"~kiputh,~j,!bl;\!'p.ej,,,J;li\biRi:. ,fll-!1jJ1l!\ffi¥:W F}\W-tu, .k.:e.~<mwwani,¥J1tuk
melakukim"sUatu penanggtiliail ;penalllinan, 'iila1a'ICewenangan itu tidal, dapat . . ,.I ,\ •.".;; .r":>:' ". "_ /, "::"'-.il·T . , ':I'Tn~r, J, ",
dilakukim,
Dari uraian diatas dapat diketOOui dengan jelas bOOwa faktor pennintaan
merupakaii' faktor penentu bagi sOO atau tidaknya suatu penangguhan penOOanan.
Sebab '~~~j,~ri~' ~eri~~~~~H'o:le{~~~;r~~ci?s?~~p~ :ili~~~dt~i'~~~~~t, itu ,' .... \.: ;JVil·i:;!·',r~,;' ";:'!' ;,:".:npc;.! I,'C<'/"",;j',Hr: r)~!'T1 L':-',~.';(iJiil. !l:JJritJJ fiUi!::
befllrtifUl;Il~~~k!;\mtuanyang terdapat dalam suatu perundang-undangan dan
akibat penangguhan penahanan menjadi tidak sab.
:·:/.;.ri1~w:w :'iCH<iHJi .'.j ;fJ'
Penetapan janlinan dalam penangguhan penOOanan ini bersifat fakultatif yaitu ~r:!J.!n;;: q!l;:·\~,nr;;!" I..';"·i.p-'(::I ":,(,p !if,,r-'~Ii; ~ ..r:J/f;:I,'PF'~j /'l';.'~ </ '" d~~ji,!brp;i.':'
bebas '1,AA"bf,~jf\W;#~ ?}l;l',gi}4!-Q!r!1 il}i;,:>'i:~~Af~"k~t!i~J11ffi ~lIr1al)!l~>;~t 1
KUHAP~;;j;(fu.hrin 'idUfiiilltif.Utg:mtrliiliijl'iR!rlgan 'aWn tahpdJiuninan uang atau orang.
Ini berarti WlSur jaminan dapat dikesampingkan dalam pemberian penangguhan ;,~~;~(:.~.: q~q:1L''1"f l':(/b;L'!'!':'F~ prqanH
"tanpadl!jTIi~f,P~f!ller~w;iMtlJ~1!i\!lgllPbt!nv.pryni!kRf~lJ~\llP,~~!\PdA~nurut
hukum!fefapi i agat,r~yfuo!!l"peiiaflfguhaiiJ pellah'a'iullil1'ienlit4beilaVditaiitij Mit 'baiknya
'~·JH·l. \,/.i.{"v,ni~ {.r,\.)t·,~ "i' {\i:.~>\Y·"jl,\ .', :~·~l; \1\'\1.~· ~n'ri.'\\;
penangguhan dib~engl dengari plmetapari jamirian," ··/~r,·' l U{:;;~': ~:<1.ftrl~~~W
./.,,!p.-. ,~.:~.~ >'J ;.rHH 'HIYFoJJ :~UH,~-f h.M,~H.pl.~,tr ~~·l ,j 29 Prodjohamidjojo, Martlman : mLcil, h, 21. ..' .
~ JlWtttiftnriQrj'I*~T'~ •.cL '
I
Dengan eara seperti inilah yang dapat dipertanggung jawabkan sebagai upaya
memperkeeil tahanan melarikan diri.
Dalam KUHAP dikenal dua bentuk jaminan penangguhan yaitu :
I. Jaminan penangguhan berupa uang ! .,'.~ i \
Dalam peraturan Pemerintah JU)No'nleilV'18.hun 1983 bab X Pasal 35 ayat
(I )telah diatur tentang ulmi{. jafn\iJlIr'peh~i'gdhlhl Pebi•. Dimana disebutkan
daIam Pasal 35 ayat (I) blm"k/(jwh1.ili i uklg'!jartlmallh sebagaimana dimaksud
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan, pada
waktu menerima permohonan penangguhan dengan jaminan uang.
Surat perintah atau penetapan penangguhan dikeluarkan apabila si pemohon telah
menyetorkan sejumlah uang kepada panitera pengadilan dan disini dilakukan
dengan suatu pembayaran seketik;a.'}/,(; turn: /. ;,i :!·i;;:l;.~
M. Yahya Harahap jarninan penangguhan penahanan berupa uang ini
disebutkan mirip dengan perjanjian p~~~ Seolah-olah merupakan perjanjian
bersyarat yang dibarengi dengan prestasi dan tegen prestasi, yaitu suatu bentuk
perjanjian antara tersangka atau
instansi yang bertanggung jawab
jarninan dari penitipan dapat dirnintakan dan harus dikembalikan apabila
HCKf1V'I/CVlSV !) l/: b!{1K lEY hL({'!l)!//;' it 1/1
'!':\:I• .1 • '
.,-':'
penangguhan penahanan dicabut kembali dan adanya putusan pengadilan yang te1ah
mempooyai kekuatan hukum tetap. 30
2. Jaminan penangguhan berupa orang
Jaminan dengan orang mempooyai arti dimana seseorang bertindak dan
menyediakan diri dengan sukarela sebagai penjarnin, memberi pernyataan dan
kepastian kepada instansi yang menahan bahwa dia bersedia dan bertanggungjawab
memikul segala resiko dan akibat yang timbul apabila tahanan melarikan diri, " dan
yang dapat dikatakan sebagai penjamin adalah keluarga dan kuasa hukum tersangka
atau terdakwa atau orang lain yang tidak mempunyai huboogan apapun dengan
tahanan".31
Berdasarkan ketentuan Pasal 36 PP No. 27 tahoo 1983, pejabat atau instansi
yang menahan menetapkan besarnya nang tanggoogan secara jelas disebutkan dalam
surat perjanjian jika tersangka atau terdakwa melarikan diri,
Bedanya nang jarninan dengan uang, tanggungan terletak pada penyetorannya. Pada penangguhan penahanan yang berbentuk jaminan uang,uang jaminan segera disetor pada kepaniteraan pengadilan negeri. Penyetoran inilah yang menentukan saat berlakooya perjanjian penangguhan. Tidak demikian dengan bentuk jaminan OIang, nang tanggungan tidak segera disetor. Penyetorannya dilakukan apabila tersimgka atau terdakwa melarikan diri. Selama tersangka atau terdakwa
, ti~ mel~ diri serta. belum lewat waktu 3 bulan, tidak ada kewajiban hukum ootuk menyetorkan nang tanggungan 32. . .
Dalarn pasal36 PP No. 27/1983 menentukan sebagai berikut :
(I) Dalam hal jarninan itu adalah orang dan tersangka atau terdakwa melarikan diri,
maka sete1ah lewat 3 bulan tidak diketemukan, penjarnin wajib membayar uang
.c,' • M.Yahya Halllhap, "p. Cil.b.211L -"z. _I<.LWL-A __A..ufi4L.2.riiiL .i.~~-.Ya'iit _pena"!..",k:Cfnan...rT1i:.vyrlrthfr,n..d.iw ~ ilMW.:
n-.._ ......1_... "'· .. 0
yang jumlahnya telah ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan
tingkat pemeriksaan.
(2) Uang yang dimaksud dalarn ayat (I) hams disetor ke kas Negara melalui
Panitera Pengadilan Negeri.
(3) Apabila penjarnin tidak dapat membayar sejumlah uang dimaksud ayat (I,), juru
sita menyita hak miliknya untuk dijual lelang dan hasilnya disetor ke kas
Negara melalui Panitera Pengadilan Negeri".
Pasal 31 ayat (1) tidak membatasi kewenangan penagguhan penahanan terhadap
instansi tertentu saja. Masing-masing instansi penegak hukum yang berwenang
memerintahkan upaya paksa penahanan, sarna-sama mempunyai wewenang untuk
menangguhkan penahanan. Baik penyidik, penuntut umum maupun hakim
mempunyai kewenangan untuk memberi penangguhan penahanan, selarna tahanan
yang bersangkutan masih berada dalarn lingkungan tanggung jawab yuridis mereka.
Sesuai dengan pasal I angka (I) KUHAP penyidik adalah Pejabat Polisi
Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan. Polisi sebagai
penyidik karena kewajibannya mempunyai wewenang untuk melakukan
penangkapan, penahanan, pengeledahan dan penyitaan sesuai dengan ketentuan pasal
7 ayat (I) huruf di KUHAP. Selain itu polisi sebagai penyidik juga diberikan
kewenangan untuk mengadakan penangguhan penahanan dan berwenang
menetapkan jarninan dan memberikan penangguhan adalah pejabat polisi yang
melakukan penahanan.
Meskipun setiap instansi atau pejabat penegak hukum mempunyai kewenangan
sendiri, tetapi ada kalanya diperlukan konsultasi antar instansi dalarn pemberian
penangguhan. Misalnya sebelurn penyidik mengeluarkan perintah penghentian
penangguhan penahanan, agar dikonsultasikan lebih dulu dengan pihak penunnn
urnurn guna mempertimbangkan kelanjutan penangguhan penahanan dalam tingkat
penuntutan. Dari konsultasi inilah diambil sikap dan keputusan tentang status
penangguhan penahanan selanjutnya. Dengan melihat contoh ini sudah barang tentu
kita melihat hubungan koordinasi antara pe~yidik dan penuntut umurn dalam hal
penangguhan penahanan ataupun pencabutan penangguhan tersebut.
2. Hambatan Yang Dibadapi Oleh Penyidik Dalam Pelaksanaan Penagguhan Penahanan
Dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, khususnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa "Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukurn, secta memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dahlm negeri". Dalam Pasal 13 disebutkan bahwa tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah : (I) "memelihara keamanan
. dan ketertiban masyarakat; (2) menegakkan hukurn dan; (3) memberikan
perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai penegak
hukum, Polisi masuk dalam jajaran sistem peradilan pidana, sebagai salah satu
subsistem.
Dalam sistem peradilan pidana, Polisi merupakan "pintu gerbang" bagi para
pencari keadilan. Dari sinilah segala sesuatunya dimulai. Posisi awal ini
menempatkan Polisi pada posisi yang tidak menguntungkan. Sebagai penyidik Polisi
harns melakukan penangkapan dan (bila perlu) penahanan, yang berarti Polisi harns
memiliki dugaan yang kuat bahwa orang tersebut adalah pelaku kejahatan. Dari
rangkaian tugas penegakan hukum dapat diketahui bahwa tugas Kepolisian bukan
merupakan tugas yang ringan. Dengan segala keterbatasan, ketrampilan dalam
melakukan penyidikan masih tetap harns ditingkatkan guna "mengejar" modus
kriminalitas yang semakin kompleks. Sering teIjadi keluhan dalam masyarakat,
bahwa tugas yang dilakukan oleh Kepolisian dalam rangka penegakan hukum,
acapkali melanggar aturan-aturan yang telah ditentukan. Kekuasaan yang dimiliki
oleh penyidik, masih menjadi faktor penentu dalam melakukan penegakan hukum,
sehingga terdapat kecenderungan ketidakpercayaan pada lembaga Kepolisian. Hal
ini tentunya sangat merugikan pihak Kepolisian serta proses peradilan pidana secara
keseluruhan.
Jika ditelaah ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelidikan dan
penyidikan, nampak bahwa tugas-tugas yang dilakukan sudah cukup terperinci.
Selain apa yang tercantum dalam KUHAP, tugas Kepolisian dalam rangka
penegakan hukum juga harns mengacu pada UU No.2 Tahun 2002 .Tugas dan
kewenangan yang dimiliki Polri dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum,
yang perlu mendapatkan perhatian adalah pasal 19 UU No.2 Tahun 2002, yang
menyatakan bahwa "dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Polri
senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dengan mengindahkan norma
agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia". Dari
ketentuan tersebut, penghormatan terhadap hak asasi manusia telah mendapatkan
penekanan khusus dalam rangka pelaksanaan tugas Polri. Penghormatan hak asasi
manusia dalam peradilan pidana telah dimulai dengan memberikan serangkaian hak
kepada tersangkalterdakwa. Dalam pelaksanaan upaya paksa Hukwn Acara Pidana
diciptakan untuk memudahkan aparat untuk melakukan penegakan hukum, dalam hal
ini adalah hukum pidana. Salah satu dari kewenangan yang diberikan dalam KUHAP
adalah melakukan upaya paksa salah satunya meliputi penahanan. Sifat dari
pelaksanaan upaya paksa disatu sisi adalah sebagai upaya untuk menciptakan
ketentraman di masyarakat, Akan tetapi di sisi lain, apabila upaya paksa
dilaksanakan telah teJjadi apa yang dinamakan dengan pelanggaran terhadap hak
asasi manusia (HAM).
Seringkali pemberian hak kepada tersangkalterdakwa temyata tidak dibarengi
dengan kewajiban dari aparat penegak hukum, sehingga serangkaian hak tersebut
hanyalah sebagai ketentuan nonnatif yang tidak memiliki kekuatan hukum. Selain
itu pelanggaran terhadap ketentuan hukum yang berkaitan dengan hak-hak tersangka
juga tidak dibarengi sanksi, sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak
yang telah diberikan KUHAP masih tetap berlangsung. Pennasalahan yang berkaitan
dengan tugas Kepolisian· dalam melaksanakan penegakan hukum, juga hams
berpedoman pada ketentuan-ketentuan intemasional.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, aparat Kepolisian baik sebagai
penyelidik maupun sebagai penyidik, merupakan "pintu gerbang" proses peradilan
pidana. Semuanya berawal dari suatu proses penyelidikan atau penyidikan, yang
merupakan tuga~ dan wewenang aparat. Kepolisian. Dalam lingkup tugas dan
wewenang ini, pihak Kepolisian dihadapkan pada beberapa hak tersangka antara lain
hak untuk mengajukan pennohonan penangguhan penahanan sebagai bentuk
penghonnatan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh tersangkalterdakwa berkenaan
dengan hak asasi manusia sebagaimana yang dirumuskan dalam perundang
undangan yang ada. apa yang menjadi dasar, tujuan dan manfaat dari suatu
penahanan.
Hak seorang tersangka atau terdakwa antara Ian
I. Hak untuk dengan segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik, diajukan ke
penuntut umum dan perkaranya dilimpahkan pengadilan untuk diadiIi
2. Hak agar diberutahukan secara jelas dengan bahasa yang dimengerti olehnya
tentang apa yang disangkakan kepadanya dan didakwa pada waktu pemeriksaan
3. Hak untuk memberi keterangan secara bebas kepada penyidik dan hakim pada
waktu di tingkat penyidikan dan ditingkat pemeriksaan di pengadilan negeri
4. Hak untuk mendapat juru bahasa
5. Hall untuk mendapat bantuan hukum
6. Hak untuk memilih penasehat hukum sendiri dan mendapat bantuan hukum secara
cuma-cuma
7. Hak untuk menghubungi penasehat hukum setiap saat
8. Hak untuk menerima tamu
. 9. Hak agar diberitahu kepada keluarga atau orang lain yang serumah dengan
tersangka atau terdakwa apabila ditahan untuk memperoleh bantuan hukum atau
jaminan bagi penangguhannya dan hak untuk berhubungan dengan keluarganya
10. Hak untuk menerima kunjungan sanak saudaranya guna kepentingan pekeJjaan
atau kekeluargaan
11. Hak untuk m,engiriJIld!\ll menerima surat dengan penasehat hukurnnya
12. Hak untuk mendapat kunjungan rohaniawan. . ,
13. Hak untuk diadili dalam sidang terbuka untuk umum
14. Hak untuk mengajukan saksi dan ahli ade charge
15. Hak untuk menuntut ganti rugi dan rehabilitasi
16. Hak untuk mengajukan keberatan tentang tidak berwenang mengadili perkaranya
atau dakwaan itu tidak dapat diterima atau dakwaan hams dibatalkan
17. Hak untuk mengajukan upaya kasasi dan Peninjauan kembali
3. Dasar Hukum Penangguhan Penahanan
Pengaturan tentang penangguhan penahanan diatur dalam Pasal 31
KUHAP,mengenai pengertian penangguhan tahanan tersangka atau terdakwa
dari penahanan, mengeluarkan tersangka atau terdakwa dari penahanan sebelum
batas waktu penahanannya berakhir.
Masalah penagguhan penahanan yang diatur dalam Pasal 31 KUHAP,
belum secara keseluruhan mengatur bagaimana tata cara pelaksanaannya, serta
bagaimana syarat dan jaminan yang dapat dikenakan kepada tersangka/terdakwa
atau kepada orang yang menjamin. Pasal ini hanya menyinggung mengenai
masalah jaminan dalam penangguhan penahanan dan menentukan bentuk
"jaminan uang" atau "jaminan orang", tetapi tidak secara lebih jauh mengatur
bagaimana tata cam pe1aksanaan pemberianjaminan.
Oleh karenanya, Pasa! 31 tersebut masih memerlukan peraturan pelaksana,
yang belakangan ditetapkan balam berbagal'peraturan :
Mengenai tata cara pelaksanaan jaminan penangguhan penahanan
diatur da!am Bab X, Pasal 35 dan Pasa! 36 PP No. 27 / 1983 yang
dikeluarkan I Agustus 1983.
Petunjuk Pelaksanaan jaminan penangguhan penahanan diatur
dalam Bab IV, Pasal 25 Peraturan Menteri Kehakiman No.
04.UM.OI.06 /1983 yang ditetapkan pada tangal16 Desember 1983
serta angka 8 Lampiran Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14
PW.07.0311983 tanggall0 Desember 1983.
Dengan adanya berbagai peraturan tersebut, masalah penangguhan
penahanan tidak mengalami hambatan yuridis lagi dalam pelaksanaannya.
IV
PENUTUP
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
a. Penerapan penangguhan penahanan terhadap tersangka dalam proses
penyidikan karena adanya permintaan oleh tersangka/terdakwa,
permintaan tersebut selanjutnya disetujui oleh instansi yang menahan atau
yang bertanggungjawab secara yuridis atas penahanan dengan syarat dan
jaminan yang telah ditetapkan dan adanya persetujuan dari tahanan untuk
mematuhi syarat yang ditetapkan serta memenuhi JamlDan yang
ditentukan.
b. Ukuran atau kri~eria, yang digUfUl)can, oleh penyidik dalam
mengabulkan permohonan penangguhan penahanan adalah adanya
jaminan oleh pihak keluarga tersangka atau kuasanya dan dampak
yang ditirnbulkan atas perkara yang dilakukan oleh tersangka baik
dalam masyarakat maupun pihak yang menjadi korban . KUHAP
" ",' ,"
tidak menje1askan dengan tegas tentang jwnlah jaminan berupa uang,
hal ini diserahkan kepada penyidik untuk menentukannya.
2. Saran
a. Dalam hal pelaksanaan penangguhan penahanan, seharusnya Penyidik
tidak keluar atau menggunakan peraturan yang berlaku yaitu KUHAP
dan mempertimbangkan nilai-nilai keJ!lanusiaan, memperhitungkan I
pihak penjamin penangguhan penahanan tersangka, dan masa depan
pemohon.
b. Penyidik seharusnya mempunyai pedoman atau guideline yang jelas
sebagai ukuran atau kriteria dalam menetapkan suatu permohonan
penangguhan penahanan dapat dikabulkan atau tidak, sehingga
dikabulkannya suatu permohonan penangguhan penahanan tidak
didasarkan pada adanya penilaian subjektif semata.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, 1971, Hukum Acara Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta
~di Hamzah, 2008, Hukum Acora Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta.
Bambang Marhiyanto, Kamus Hukum. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Bambang Poemomo, 1982, Seri Hukum Acora Pidana Pandangan Terhadap AsasAsar Umum HWmm Acora Pidana. Liberty, Yogyakarta.,
, 1984, Orientasi Hufrum Amra Pidana Indonesia. Amarta Buku, Yogyakarta.
Bulsak, 2002, Kebijakon Dan Strategi POlRI Profesionalisme POlRI Dan Tantangan Musa Devan Perubahan SUmp Dan Perilaku POlRI. Buletin Staf AhIi Kapolri, Jakarta.
Departemen Pertahanan Keamanaan, 1982, Markos Besar Kepolisian Republik Indonesia, Himpunan Juldak dan Juldis Proses Pel1Yidilcan Tindak Pit:kl71o, Banyubiru.
Friedman, Lawrence M, 2002, law in America A Short History, Modem Library Chronicles Book, New York.
H.R.Abdulsalarn dan DPM Sitompul, Sistem Peradilan Pidana. 2007, Restu Agung, Jalrnna.
Hartanto dan Murofiqudin, 2001, Undang-undang Hukum Acora Pidana Indonesia, Universitas Mubamadiyah Sw:akata, SlIIlIkarta
Himpunan BUJUKLAK, BUJUKLAP, BUJUKMIN, 2001, Proses Penyidikan Tindak Pidana. Cetakan Kedua, Jakarta.
HMA Kuffal, 2002, Penerapan KUHAP Dalam Praktek Hukllm, Press Universitas Mubammadiyah, ~g.
J$ Badudu dan Sutan Mohammad Zain, 1996, Kamus Umum Bahasa lndonesia. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta
Utik Mulyadi, 2002, Hukum Acora Pidana SlIIau finjauan Khusus Terhadap Surat Dakwmm. Ebepsi dan Putusan Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung.
, 2007, Hukum Acara Pir/ana Normatif. Teoritetis. Praktik dan---=-PermasaJahamrya, Alumni, Bandling.
~. r W vtr fl {~~ f~
f-~~'~.2:;:~~ ~, fA{ ~ t~
M. Multarom, 1997, Pengantar Hukum Acara Pidana , Universitas Muhamadiyah Surakarta, Surakarta.
~.Yahya Harahap, 2009, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP. Penvidikkan Dan Pemmtlltan, Sinar Grafika, Jakarta.
Mardjono Reksodipoetro, 1994, Hak Asasi Manusia Dalam Sistim Peradilan Pidana Kumpulan, Lembaga Kriminologi UI, Jakarta.
Mucfuunrnad Zaidun, 2006, Kauita Selekta Tantangan Dan Kendala Keuastian Hukum Di Indonesia. doiam Penegatlam Hukum Di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta.
O.C. Kaligis, 2006, Perlindungan Hukum atas Hak Asasi Tersangaka, Terdakwa Dan Terpidana, Alwnni, Bandung.
Oemar Senoadji,1973, Hukum Acara Pidana Dalam Prospeksi, Erlangga, Jakarta.
Peraturan Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 8 Tahun 2009.
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 .
Prinst, Darwan, 2002, Hukum Acara Pidana Dalam Praktek. Djambatan Yayasan Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta.
R. Soesilo, 198&, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Dengan Penielasan Resmi dan Komentar, Politiea, Bogor .
Redaksi Sinar Grafika, 2002, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta.
Romli Atmasasmita, 1996, Sistim Peradilan Perpekti( Eksistensialisme dan Abolisionisme, Bina Cipta, Bandung.
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Sidik Sunaryo, 2005, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, UMM Press, MaIang.
Sudikno Mertokusumo, 1986, Mengenal Hukum rsuatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta
Sutan Remi Sjahdeini et AI. 2006, Kapita Selekta Penegakan Hukum di Indonesia, Prestasi Pustaka,Jakarta.
Tanu Subroto, 1984, Peranan dan Pra Peradilan Dalam Hukum Acara Pidana, Alumni, Bandung.
Trisno Raharjo, MakaJah Peradi/an Umum Bagi Polisi Sipi/o
Undang·Undang No.2 Tahun 2002 Ten/ang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Wresmwiro, 2000, Membangun Polisi ProfesionaJ, Mitra Bintibmas, Jakarta.
Zainuddin Ali, 2009, Me/ode Penelilian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta
UNDANG - UNDANG
UU NO.8 Tahun 1981 tentang KUHAP.
00 NO 2/2002 tentang Kepolisian RI.
Uu. NO 3/2003 tentang Pertahanan Negara.
00. NO 4/2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
PP. NO. 27/1983 tentang Pelaksana KUHAP.
Peraturan Men. Keh. NO. M. 04.UM. 01. 06/1983.
Kep. Men. Keh. NO. M. 14 - PW. 07. 03. 11983. .~
'f