33
PRESENTASI KASUS Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

PRESENTASI KASUS

Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Page 2: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS

Nama : Sdr. Sulaiman

No CM : 818734

Umur : 21 Tahun

Jenis kelamin : Laki-Laki

BB : 52

Agama : Islam

Alamat : Tonjong RT 3/RW 3

Tanggal masuk : 5 Oktober 2010

B. ANAMNESIS

Riwayat penyakit

1. Keluhan utama : Benjolan di selangkangan kanan

2. Keluhan tambahan : -

3. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke IGD RSMS tanggal 3 OKtober 2010

dengan keluhan terdapat benjolan pada selangkangan kanan. Benjolan ini tidak balik lagi

dalam 6 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan sedikit nyeri apabila melakukan posisi

jongkok saat buang air besar, buang air kecil lancar. Tidak ada gangguan lain yang

menyangkut keluhan pasien.

4. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat penyakit alergi obat disangkal

Riwayat penyakit diabetes melitus disangkal

Riwayat penyakit hipertensi disangkal

Riwayat operasi dan pembiusan disangkal

Page 3: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

C. PEMERIKSAAN FISIK

1. Status Generalis

Keadaan umum : Sedang

Kesadaran : Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6

Vital sign : TD 120/70 mmhg

Nadi 92 x/menit reguler, isi dan tegangan cukup

RR 28 x/menit

Suhu 36, 8 C

Primary survey :

A : clear, MP I

B : spontan, SD vesikuler Rbk -/-, Rbh -/-, Wh -/-, RR 28 x/menit

C : N : 92 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup, TD : 120/70 mmHg, S1>S2 murmur

(-) gallop (-)

D : GCS E4M6V5

2. Pemeriksaan kepala : Mesochepal, simetris, tumor(-), tanda radang (-)., rambut

warna hitam, tersebar merata, dan tidak mudah dicabut

Mata : Conjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-. RC +/+

Pupil isokor, Ǿ 3mm

Telinga : NCH ( - ), discharge ( - )

Hidung : Discharge (-), epistaksis (-), deviasi septum (-).

Mulut : Sianosis ( - ), bibir kering (-),pembesaran tonsil (-),

Mallampati I

3. Pemeriksaan leher : Simetris, tidak ada deviasi trakea, pembesaran KGB (-)

Tiroid : Tidak Ada Kelainan

4. Pemeriksaan dada

Paru : SD.vesikuler , wheezing -/- , rhonki -/-

Jantung : S1>S2.reguler , murmur ( - ) , gallop ( - )

Dinding dada : simetris , destruksi ( - )

Page 4: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

5. Pemeriksaan abdomen

Dinding perut : Supel, datar

Hepar/lien : Tidak teraba

Usus : Bising usus ( + ) Normal

6. Pemeriksaan punggung

Columna vertebra : Tidak Ada Kelainan

Ginjal : Tidak Ada Kelainan

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium tanggal :

Darah lengkap

Hb : 17,0 gr/dl

Leukosit : 10730 /l

Hematokrit : 49 %

Trombosit : 230000 / mm³

PT : 13 dtk

APTT : 32 dtk

GDS : 121 uI/L

E. KESIMPULAN KONSUL ANESTESI

- Status fisik ASA I

- Acc. Anestesi

F. LAPORAN ANESTESI PASIEN

a) Diagnosis pra-bedah : Hernia Inguinalis Lateralis dextra acreta

b) Diagnosis post-bedah : Hernia Inguinalis Lateralis dextra acreta

c) Jenis pembedahan : Hernioraphy

Persiapan Anestesi : Informed concent

Puasa ± 8 jam sebelum Operasi

Page 5: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Jenis anestesi : Regional Anestesi

Premedikasi anestesi : Ondansentron 4 mg

Medikasi : Bupivacain Spinal 20 mg

Fortanest

Ketalar

Dexamethason

Ketorolac 30 mg

Pemeliharaan anestesi : O2 2,0 L/mnt

Teknik anestesi : Spinal ; SAB L3 / L4

Pasien dalam posisi duduk dan kepala menunduk.

Desinfeksi di sekitar daerah tusukan yaitu di regio L3-

L4.

Blok dengan jarum spinal no.27 pada regio L3-L4.

LCS keluar (+) jernih.

Barbotage (+).

Respirasi : Spontan

Posisi : Supine

Infus durante operasi : RL

Status fisik : ASA I

Induksi mulai : 09.20 WIB

Operasi mulai : 09.30 WIB

Operasi Selesai : 10.30 WIB

Berat Badan : 52 Kg

Lama Operasi : 1 jam

Pasien puasa : 8 jam

Input durante operasi

RL ( Ringer Laktat ) = III Plabot (± 1500 cc)

Tekanan darah dan frekuensi nadi :

Page 6: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

09.20 126/70 88

09.30 120/74 85

09.45 128/78 85

10.00 125/72 90

10.15 120/68 82

10.30 125/78 83

Monitoring Post Operatif (Ruang Pemulihan)

Pukul (WIB) Tekanan Darah (mmHg) Nadi (kali/menit)

10.40 119/82 86

10.50 125/85 85

G. PENATALAKSANAAN PASCA PEMBEDAHAN

Perawatan bangsal

Masuk Tanggal : 5 Oktober 2010

Jam : 12.00 WIB

Airway : Clear, MP I

Breathing : Spontan, SD vesikuler Rh -/- , Wh -/-

Circulation : S1 > S2; Reguler, murmur ( - ), gallop ( - )

Disability : GCS ; E4 V5 M6

Instruksi post operasi observasi : Selama 24 jam

1. Monitoring Kesadaran, tanda vital, dan keseimbangan cairan

2. Bed rest total 24 jam post op dengan bantal tinggi. Boleh miring kanan kiri, tak boleh

duduk

3. Ukur TD dan N tiap 15 menit selama 1 jam pertama. Bila TD < 90 beri efedrin 10 mg,

bila N<60 beri SA 0,5 mg

4. bila tidak ada mual muntah boleh minum sedikit-sedikit dengan sendok

5. bila nyeri kepala hebat, konsul anestesi

Prognosis : Dubia ad Bonam

Page 7: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

H. PEMANTAUAN ANESTESI

1. Preoperatif

Pasien datang dengan keluhan terdapat benjolan pada selangkangan kanan.

Benjolan ini tidak balik lagi dalam 6 bulan yang lalu. Pasien diputuskan dirawat di

bangsal Kenanga. Setelah keadaan umum pasien membaik, pasien dipersiapkan untuk

operasi tanggal 05 Oktober 2010.

Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pemeriksaan pre-op yang meliputi

anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang untuk menentukan status fisik

ASA & risk. Diputuskan kondisi fisik pasien termasuk ASA I, serta ditentukan rencana

jenis anestesi yang dilakukan yaitu regional anestesi dengan teknik SubArachoid Block.

Jenis anastesi yang dipilih adalah regional anastesi cara spinal. Anastesi

regional baik spinal maupun epidural dengan blok saraf setinggi L3-L4 memberikan

efek anastesi yang memuaskan dan kondisi operasi yang optimal bagi Hernioraphy.

Dibanding dengan general anastesi, regional anastesi dapat menurunkan insidens

terjadinya post-operative venous trombosis.

2. Durante operatif

Teknik anastesi yang digunakan adalah spinal anastesi dengan alasan operasi

yang dilakukan pada bagian tubuh inferior, sehingga cukup memblok bagian tubuh

inferior saja.

Obat anastesi yang diberikan pada pasien ini adalah Buvanest spinal 20 mg

(berisi bupivakain Hcl 20 mg), Buvanest spinal dipilih karena durasi kerja yang lama.

Bupivakain Hcl merupakan anastesi lokal golongan amida. Bupivakain Hcl mencegah

konduksi rangsang saraf dengan menghambat aliran ion, meningkatkan ambang eksitasi

elekton, memperlambat perambatan rangsang saraf dan menurunkan kenaikan potensial

aksi. Durasi analgetik pada L3-L4 selama 2-3 jam, dan Bupivakain Hcl spinal

menghasilkan relaksasi muskular yang cukup pada ekstremitas bawah selama 2- 2,5

jam. Selain itu Bupivakain Hcl juga dapat ditoleransi dengan baik pada semua jaringan

yang terkena.

Sebagai analgetik digunakan torasic (berisi 30 mg/ml ketorolac tromethamine)

sebanyak 1 ampul (1 ml) disuntikan iv. Ketorolac merupakan nonsteroid anti inflamasi

Page 8: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

(AINS) yang bekerja menghambat sintesis prostaglandin sehingga dapat menghilangkan

rasa nyeri/analgetik efek. Torasic 30 mg mempunyai efek analgetik yang setara dengan

50 mg pethidin atau 12 mg morphin, tetapi memiliki durasi kerja yang lebih lama serta

lebih aman daripada analgetik opioid karena tidak ada evidence depresi nafas pada

clinicaal trial pemberian ketorolac dosis pakai ketorolac untuk pasien giatri (> 65 tahun)

adalah titik lebih dari 60 mg/hari dipakai 30 mg karena ternyata bahwa 30 mg mrp dosis

yang tepat dan memberikan terapeutik index yang lebih baik.

Semua pasien yang menghadapi pembedahan harus dimonitor secara ketat 4 aspek

yakni : monitoring tanda vital, monitoring tanda anestesi, monitoring lapangan operasi,

dan monitoring lingkungan operasi.

3. Postoperatif

Perawatan pasien post operasi dilakukan di RR, setelah dipastikan pasien pulih

dari anestesi dan keadaan umum, kesadaran, serta vital sign stabil pasien dipindahkan

ke bangsal, dengan anjuran untuk bed rest 24 jam, tidur terlentang dengan 1 bantal,

minum banyak air putih serta tetap diawasi vital sign selama 24 jam post operasi.

BAB II

PENDAHULUAN

Page 9: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

A. HERNIA

Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau

bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan / Locus Minoris Resistentiae

(LMR). Bagian-bagian hernia meliputi pintu hernia, kantong hernia, leher hernia dan isi

hernia.

Sedangkan dikatakan hernia inguinalis lateral apabila hernia tersebut melalui

annulus inguinalis abdominalis (lateralis/internus) dan mengikuti jalannya spermatid cord

di canalis inguinalis serta dapat melalui annulus inguinalis subcutan (externus) sampai

scrotum. Hernia inguinalis disebut juga hernia scrotalis bila isi hernia sampai ke scrotum.

Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau kongenital dan

hernia didapat atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya seperti diafragma,

inguinal, umbilikal, femoral.

Menurut sifatnya, hernia dapat disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat

keluar masuk. Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga disebut

hernia ireponibel. Hernia eksterna adalah hernia yang menonjol ke luar melalui dinding

perut, pinggang atau perineum. Hernia interna adalah tonjolan usus tanpa kantong hernia

melalui suatu lobang dalam rongga perut seperti Foramen Winslow, resesus rektosekalis

atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya setelah anastomosis usus.

Hernia disebut hernia inkarserata atau hernia strangulata bila isinya terjepit oleh

cincin hernia sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga

perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara klinis hernia

inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel dengan gangguan pasase,

sedangkan gangguan vaskularisasi disebut sebagai hernia strangulate.

Hernia yang melalui annulus inguinalis abdominalis (lateral/internus) dan

mengikuti jalannya spermatic cord di canalis inguinalis serta dapat melalui anulus

inguinalis subcutan (externus), sampai scrotum

Hernia yang paling sering terjadi (sekitar 75% dari hernia abdominalis) adalah

hernia inguinalis. Hernia inguinalis dibagi menjadi: hernia inguinalis indirek (lateralis), di

mana isi hernia masuk ke dalam kanalis inguinalis melalui locus minoris resistence

(annulus inguinalis internus); dan hernia inguinalis direk (medialis), di mana isi hernia

Page 10: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

masuk melalui titik yang lemah pada dinding belakang kanalis inguinalis. Hernia

inguinalis lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, sementara hernia femoralis

lebih sering terjadi pada wanita.

Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang

didapat. Faktor yang dipandang berperan kausal adalah prosesus vaginalis yang terbuka,

peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia.

Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik seperti batuk kronik, hipertrofi

prostat, konstipasi dan asites sering disertai hernia inguinalis.

 

 

Gambar. Hernia Inguinalis

 

Hernia juga mudah terjadi pada individu yang kelebihan berat badan, sering

mengangkat benda berat, atau mengedan. Jika kantong hernia inguinalis lateralis

mencapai scrotum maka disebut hernia skrotalis. Hernia ini harus dibedakan dari hidrokel

Page 11: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

atau elefantiasis skrotum. Testis yang teraba dapat dipakai sebagai pegangan untuk

membedakannya.

 

Gambar . Hernia scrotalis yang berasal dari hernia inguinalis indirek

B. PENYEBAB

Masih menjadi kontroversi mengenai apa yang sesungguhnya menjadi penyebab

timbulnya hernia inguinalis. Disepakati adanya 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya

hernia inguinalis yaitu meliputi:

1. Processus vaginalis persistent

Hernia mungkin sudah tampak sejak bayi tapi kebanyakan baru terdiagnosis

sebelum pasien mencapai usia 50 tahun. Sebuah analisis dari statistik menunjukkan

bahwa 20% laki-laki yang masih mempunyai processus vaginalis hingga saat

dewasanya merupakan predisposisi hernia inguinalis

2. Naiknya tekanan intra abdominal secara berulang

Naiknya tekanan intra abdominal biasa disebabkan karena batuk atau tertawa

terbahak-bahak, partus, prostat hipertrofi, vesiculolitiasis, carcinoma kolon, sirosis

dengan asites, splenomegali massif merupakan factor resiko terjadinya hernia

inguinalis.

Page 12: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Pada asites, keganasan hepar, kegagalan fungsi jantung, penderita yang

menjalani peritoneal dialisa menyebabkan peningkatan tekanan intra abdominal

sehingga membuka kembali processus vaginalis sehingga terjadi hernia indirect.

3. Lemahnya otot-otot dinding abdomen

C. PEMERIKSAAN HERNIA

Inspeksi Daerah Inguinal dan Femoral

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus, atau

sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90% dari semua hernia

ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia lebih jelas dilihat daripada diraba.

Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau mengejan.

Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat timbulnya benjolan

mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan hernia. Jika terlihat benjolan

mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi dan bandingkan impuls ini dengan impuls

pada sisi lainnya. Jika pasien mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan

periksalah kembali daerah itu.

 

Pemeriksaan Hernia Inguinalis

Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di dalam

skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam. Harus ada kulit skrotum

yang cukup banyak untuk mencapai cincin inguinal eksterna. Jari harus diletakkan

dengan kuku menghadap ke luar dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat

diletakkan pada pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.

  Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral masuk ke

dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis dan digerakkan ke atas ke

arah cincin inguinal eksterna, yang terletak superior dan lateral dari tuberkulum pubikum.

Cincin eksterna dapat diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.

  Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam kanalis

inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping dan batuk atau

mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-tiba yang menyentuh ujung

atau bantal jari penderita. Jika ada hernia, suruh pasien berbaring terlentang dan

Page 13: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

perhatikanlah apakah hernia itu dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-

menerus pada massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan,

tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.

  Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari telunjuk

kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih suka memakai jari telunjuk

kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri

pasien. Cobalah kedua teknik ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.

  Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya, suatu hernia

inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi massa itu dapat dipakai untuk

menentukan apakah ada bunyi usus di dalam skrotum, suatu tanda yang berguna untuk

menegakkan diagnosis hernia inguinal indirek.

 

Transluminasi Massa Skrotum

  Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di dalam suatu

ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum. Struktur

vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi

cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa,

seperti hidrokel atau spermatokel.

D. PENATALAKSANAAN PADA HERNIA

Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang

rasional. Tujuan dari operasi adalah reposisi isi hernia, menutup pintu hernia untuk

menghilangkan LMR, dan mencegah residif dengan memperkuat dinding perut. Prinsip

dasar operasi hernia terdiri dari herniotomy, hernioraphy, dan hernioplasty.

Pada herniotomy dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya,

kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian direposisi ke

cavum abdomen seperti semula. Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu

dipotong. Pada hernioraphy leher hernia diikat dan digantungkan pada conjoint tendon

(pertemuan m. transverses internus abdominis dan m. obliqus intenus abdominis). Pada

hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus dan

memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.

Page 14: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

            Pada bayi dan anak-anak dengan hernia kongenital lateral yang faktor penyebab

adanya prosesus vaginalis yang tidak menutup sedangkan anulus inguinalis internus

cukup elastis dan dinding belakang kanalis cukup kuat, hanya dilakukan herniotomi tanpa

hernioplastik.

            Pada operasi hernia inguinalis, ada 3 prinsip yang harus diperhatikan, yaitu eksisi

kantong hernia, ligasi tinggi kantong hernia, dan repair dinding kanalis inguinalis.

Tehnik operasi

Insisi inguinal 2 jari medial SIAS sejajar ligamentum inguinal ke tuberculum

pubicum

Insisi diperdalam sampai tampak aponeurosis MOE → tampak crus medial dan lateral

yg merupakan annulus eksternus

Aponeurosis MOE dibuka kecil dengan pisau, dengan bantuan pinset anatomis dan

gunting dibuka lebih lanjut ke cranial sampai annulus internus dan ke kaudal sampai

membuka annulus inguinal eksternus.

Funiculus dibersihkan, kemudian digantung dengan kain kasa dibawa ke medial,

sehingga tampak kantong peritoneum

Peritoneum dijepit dengan 2 pinset → dibuka → usus didorong ke cavum abdomen

dengan melebarkan irisan ke proksimal sampai leher hernia. Kantong sebelah distal

dibiarkan

Leher hernia dijahit dengan kromik   → ditanamkan di bawah conjoint tendon dan

digantungkan.

Selanjutnya dilakukan hernioplasty secara:

Ferguson

         Funiculus spermaticus ditaruh disebelah dorsal MOE dan MOI abdominis MOI dan

transverses dijahitkan pada ligamentum inguinale dan meletakkan funiculus di dorsalnya,

kemudian aponeurosis MOE dijahit kembali, sehingga tidak ada lagi kanalis inguinalis.

Bassini

         MOI dan transverus abdominis dijahitkan pada ligamentum inguinal, funiculus

diletakkan disebelah ventral → aponeurosis MOE tidak dijahit, sehingga kanalis

inguinalis tetap ada. Kedua musculus berfungsi memperkuat dinding belakang canalis

sehingga LMR hilang

Page 15: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

Halsted

         Dilakukan penjahitan MOE, MOI dan m. transverses abdominis, untuk memperkuat

/ menghilangkan LMR. Funiculus spermaticus diletakkan di subkutis.

Tehnik operasi terbaru pada hernia inguinalis adalah menggunakan mesh, suatu

materi prostese yang digunakan untuk memperkuat otot-otot di region inguinalis sehingga

mengurangi timbulnya residif.

Keuntungan pemakaian mesh antara lain:

Aman, terutama pada pasien dengan penyakit penyerta kronik

Efektif dan kuat

Penyembuhan berlangsung lebih cepat

Nyeri pasca operasi minimal

Jarang menimbulkan komplikasi

E. ANESTESI PADA HERNIORAPHY

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal /

subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal.

Anestesi spinal dapat diberikan pada tindakan yang melibatkan tungkai bawah, panggul,

dan perineum. Hernia pada dinding perut merupakan penyakit yang sering dijumpai dan

memerlukan suatu tindakan pembedahan. Hernia inguinalis lateralis sering dijumpai pada

pria.  Pada kasus ini seorang pria 21 tahun datang dengan keluhan timbul benjolan di

selangkangan sejak 1 tahun yang lalu, sejak 6 bulan tidak bisa dimasukkan dan terasa

sedikit nyeri. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis menderita hernia

inguinalis lateralis dextra acreta dan akan dilakukan hernioraphy dengan anestesi spinal.

Berikut langkah-langkah dalam melakukan anestesi spinal, antara lain:

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalnya dalam posisi dekubitus lateral. Beri

bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat

pasien membungkuk maksimal agar prosesus spinosus mudah teraba. Posisi lain

adalah duduk.

Page 16: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua krista iliaka dengan tulang

punggung ialah L4 atau L4-5. Tentukan tempat tusukan misalnya L2-3, L3-4 atau L4-

5. Tusukan pada L1-2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadin atau alkohol.

4. Beri anestetik lokal pada tempat tusukan , misalnya dengan lidokain 1-2 % 2-3 ml.

5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22 G, 23 G atau 25

G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk kecil 27 G atau 29 G, dianjurkan

menggunakan penuntun jarum (introducer), yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc.

Tusukkan introducer sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit kearah sefal, kemudian

masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika

menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar

dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau

kebawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri

kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandrin jarum spinal dicabut dan

keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5

ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik.

Kalau anda yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar,

putar arah jarum 900 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal kontinyu dapat

dimasukkan kateter.

6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid

(wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6 cm.

 

Pada tindakan anestesi diberikan premedikasi berupa ondansetron 4 mg i.v dan

antrain 1000 mgr i.v, pada induksi anastesi disuntikan secara SAB pada vertebra lumbal

3-4 obat yang digunakan adalah bupivacain 20mg, kemudian untuk menjaga oksigenasi

diberikan O2 3L/m. Ondancentron adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan

tujuan mencegah mual dan muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak

nyaman. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan menggunakan anastesi lokal yaitu

bupivacain 20 mg , bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya adalah

mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat

tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga

Page 17: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini

menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf  tersebut berhenti sehingga segala

macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan

parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah

pada daerah yang terblock. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi

pasien.

Pada anestesi regional seharusnya pasien tidak perlu lagi diberikan obat-obatan

induksi intra Vena seperti ketamin, propovol, dan tiopental, tetapi pada pasien ini tetap

diberikan ketamin intavena dikarenakan pasien masi tampak gelisah dan kesakitan. Hal

ini kemungkinan dikarenakan kegagalan dalam tindakan anestesi Sub Araknoid Blok

( SAB).  

Komplikasi tindakan pada analgesia spinal berupa hipotensi berat akibat blok

simpatis sehingga terjadi venous pooling, bradikardia, hipoventilasi akibat paralisis saraf

frenikus atau hipoperfusi pusat kendali napas, trauma pembuluh darah

F. PENGAWASAN SELAMA DAN SETELAH PEMBEDAHAN

Kemajuan dalam bidang mikro-elektronik dan bio-enjinering memungkinkan

pengawasan lebih efektif dan dapat mengetahui peringatan awal dari masalah potensial,

sehingga dapat dengan cepat mengerjakan hal-hal yang perlu untuk mengembalikan

fungsi organ vital sefisiologis mungkin. Pengawasan selama operasi merupakan hal yang

bertujuan untuk meniadakan atau mengurangi efek samping dari obat atau tindakan

anestesi.

Selain itu, dengan melakukan pengawasan yang legeartis juga memiliki tujuan untuk

memperoleh informasi mengenai fungsi organ selama anestesi berlangsung. Pengawasan

yang lengkap dan baik meningkatkan mutu pelayanan terhadap penderita, akan tetapi

tidak menjamin tidak akan terjadi sesuatu. Perlengkapan dalam pengawasan minimal

yaitu meliputi stetoskop, manset tekanan darah, EKG, oksimeter, dan termometer.

Sedangkan hal-hal minimal yang harus diawasi antara lain meliputi:

1. Tekanan Darah

2. Nadi

3. Jantung

Page 18: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

4. Keadaan cairan

5. Suhu tubuh

Pada pengawasan pasca operasi sebenarnya memiliki prinsip-prinsip:

Mencegah kekurangan oksigen

Memberikan antidotum, apabila ada kemungkinan masih adanya pengaruh obat-obat

relaksasi otot

Pipa endotrakea masih terpasang apabila dinilai pernapasan masih belum cukup baik

Posisi penderita harus diperhatikan misalnya penderita dimiringkan untuk mencegah

terjadinya sumbatan oleh lidah atau muntahan

Perdarahan selama operasi haru segera diganti terutama apabila perdarahan melebihi

10%

Usahakan menjaga temperatur penderita

Page 19: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

BAB III

PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, kondisi penderita tersebut termasuk dalam ASA I karena

penderita berusia 21 tahun dan kondisi pasien tersebut sehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan

biokimia. Rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu anestesi regional dengan blok

spinal.

Ondansetron 4 mg/2 ml diberikan sebagai premedikasi. Ondansetron merupakan suatu

antagonis reseptor serotonin 5-HT3 selektif yang diindikasikan sebagai pencegahan dan

pengobatan mual dan muntah pasca bedah. Pelepasan 5HT3 ke dalam usus dapat merangsang

refleks muntah dengan mengaktifkan serabut aferen vagal lewat reseptornya. Ondansetron

diberikan pada pasien ini untuk mencegah mual dan muntah yang bisa menyebabkan aspirasi

Induksi anestesi pada kasus ini menggunakan anestesi lokal yaitu bupivacaine sebanyak 1

ampul. Kerja bupivacain adalah dengan menghambat konduksi saraf yang menghantarkan impuls

dari saraf sensoris. Kebanyakan obat anestesi lokal tidak memiliki efek samping maupun efek

toksik secara berarti. Pemilihan obat anestesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi

yang akan dilakukan.

Analgetika yang diberikan untuk mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri tanpa

mempengaruhi susunan saraf pusat atau menurunkan kesadaran juga tidak menimbulkan

ketagihan. Obat yang digunakan ketorolac, merupakan anti inflamasi non steroid (AINS) bekerja

pada jalur oksigenasi menghambat biosintesis prostaglandin dengan analgesic yang kuat secara

perifer atau sentral. Juga memiliki efek anti inflamasi dan antipiretik. Ketorolac dapat mengatasi

rasa nyeri ringan sampai berat pada kasus emergensi seperti pada pasien ini. Mula kerja efek

analgesia ketorolac mungkin sedikit lebih lambat namun lama kerjanya lebih panjang dibanding

opioid. Efek analgesianya akan mulai terasa dalam pemberian IV/IM, lama efek analgesic adalah

4-6 jam.

Pada pengelolaan cairan selama 1 jam operasi, pasien diberikan cairan sebanyak 1500 cc

yang terdiri dari 3 RL. Menurut perhitungan teoritis, pemberian cairan dilakukan berdasarkan

perhitungan pengeluaran cairan dan maintanance cairan. Berikut perincian pada 1 jam pertama :

1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam = 52 x 2 cc = 104 cc

2. Pengganti Puasa = 8 x 104 = 832 cc

Page 20: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

3. Stress operasi 6 cc/kgBB/jam = 52 x 6 cc = 312 cc

Jadi kebutuhan cairan jam I : = ½x832 +104+312= 832 cc à2 flab RL

Operasi berlangsung selama 1 jam, sehingga kebutuhan cairan pasien adalah sebanyak

832 cc. Kemudian setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada kasus ini yaitu

sebanyak 100 cc. Menurut perhitungan, perdarahan yang lebih dari 20 % Estimated Blood

Volume (EBV) harus dilakukan tindakan pemberian transfusi darah. Pada pasien ini, perkiraan

perdarahan adalah 100 cc, dimana EBV-nya adalah 3640 cc.

EBV laki-laki dewasa = 70 cc/kgBB

= 52 x 70 cc = 3640 cc

Sehingga didapatkan jumlah perdarahan (% EBV) adalah 2,75 %

% EBV = 100/3640 x 100 % = 6,6 %

Oleh karena perdarahan pada kasus ini kurang dari 20% EBV maka tidak diperlukan

tranfusi darah. Dengan pemberian cairan rumatan (koloid 1flab) sudah cukup untuk menangani

banyaknya perdarahan.

Untuk kebutuhan cairan di bangsal, perhitungannya adalah sebagai berikut :

1. Maintenance 2 cc/kgBB/jam = 52 x 2 cc = 104 cc/jam

2. Sehingga jumlah tetesan yang diperlukan jika mengunakan infuse 1 cc ~ 20 tetes adalah

104/60 x 20 tetes = 34,67 tetes/menit

Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik.

Hingga kondisi penderita stabil dan tidak terdapat kendala-kendala yang berarti, penderita

kemudian dibawa ke bangsal Kenanga untuk dirawat dengan lebih baik. Yang harus diperhatikan

adalah :

a. Pasien tidur terlentang dengan bantal tinggi selama minimal 12 jam pasca operasi

b. Jika pasien sadar penuh dan peristaltic (+) boleh minum / makan sedikit-sedikit setelah

operasi

c. Kontrol tekanan darah, nadi, dan respirasi setiap 1 jam

d. O2 2 liter/menit dengan menggunakan canul O2

e. Cairan infuse RL 30 tetes/menit

f. Jika ada mual muntah diberikan ondansetron 4 mg intravena

g. Jika pasien kesakitan diberikan ketorolac 30 mg intravena

Page 21: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

h. Jika nadi < 60 kali/menit diberikan sulfas atropine 0,25 mg intravena

i. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg diberikan efedrin 10 mg intravena

j. Monitor balance cairan

Page 22: Penatalaksanaan Anestesi Spinal Pada Hernioraphy

BAB IV

KESIMPULAN

1. Penderita usia tahun 21 tahun dengan Herni Inguinalis Lateralis Dextra dan kondisi pasien

tersebut sehat organik, fisiologik, psikiatrik, dan biokimia oleh karena itu digolongkan seagai

ASA I.

2. Premedikasi yang digunakan adalah ondansentron 1 ampul untuk mencegah mual dan

muntah

3. Induksi anestesi menggunakan buvanest dengan dosis 1 ampul diberikan secara bolus

intravena

4. Selama perjalanan anestesi, pasien diberikan analgetik berupa ketorolac sebagai anti nyeri

5. Pemberian cairan saat operasi berjumlah 832 cc dan cairan di bangsal diberikan 34

tetes/menit

6. Pasca operasi, penderita dibawa ke ruang pulih untuk diawasi secara lengkap dan baik dan

diberikan instruksi paska operasi, sebagai penanganan jika terjadi efek anestesi yang masih

tersisa.