13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas ) RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Menengah, menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, berisi penguasaan kumpulan pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA pada dasarnya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA disebut juga dengan istilah sains. Secara etimologi, Fisher menyatakan sains berasal dari bahasa Latin yaitu scientia yang artinya adalah pengetahuan. Kata sains mungkin juga berasal dari bahasa Jerman yaitu wissenchaft yang artinya sistematis, pengetahuan yang terorganisasi. Dari makna etimologi tersebut sains diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis tersusun (assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi. Misalnya pengetahuan tentang fisika, biologi, dan kimia. Menurut Mariana istilah sains secara umum mengacu pada masalah alam yang dapat diinterpretasikan dan diuji. Dengan demikian keadaan alam merupakan keadaan materi yaitu atom, molekul dan senyawa, segala sesuatu yang mempunyai ruang dan massa, sepanjang menyangkut natural law yang memperlihatkan behavior materi, merupakan pengertian dari sains, yaitu : fisika, kimia, dan biologi. Menelusuri definisi yang dikemukakan para ahli ditemukan penekanannya. Misalnya definisi sains menurut Jenkins dan Whitefield

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional ( Permendiknas )

RI Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar

Menengah, menjelaskan bahwa IPA berhubungan dengan cara mencari

tahu tentang alam secara sistematis, berisi penguasaan kumpulan

pengetahuan berupa fakta, konsep, prinsip, proses penemuan. Pendidikan

IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar serta prospek pengembangan

lebih lanjut dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Proses

pembelajaran IPA pada dasarnya menekankan pada pemberian

pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar

menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah.

Istilah Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA disebut juga dengan

istilah sains. Secara etimologi, Fisher menyatakan sains berasal dari

bahasa Latin yaitu scientia yang artinya adalah pengetahuan. Kata sains

mungkin juga berasal dari bahasa Jerman yaitu wissenchaft yang artinya

sistematis, pengetahuan yang terorganisasi. Dari makna etimologi tersebut

sains diartikan sebagai pengetahuan yang secara sistematis tersusun

(assembled) dan bersama-sama dalam suatu urutan terorganisasi.

Misalnya pengetahuan tentang fisika, biologi, dan kimia.

Menurut Mariana istilah sains secara umum mengacu pada

masalah alam yang dapat diinterpretasikan dan diuji. Dengan demikian

keadaan alam merupakan keadaan materi yaitu atom, molekul dan

senyawa, segala sesuatu yang mempunyai ruang dan massa, sepanjang

menyangkut natural law yang memperlihatkan behavior materi,

merupakan pengertian dari sains, yaitu : fisika, kimia, dan biologi.

Menelusuri definisi yang dikemukakan para ahli ditemukan

penekanannya. Misalnya definisi sains menurut Jenkins dan Whitefield

Page 2: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

2

yang menyatakan bahwa sains merupakan rangkaian konsep dan skema

konseptual yang saling berhubungan yang dikembangkan dari hasil

eksperimentasi dan observasi serta sesuai untuk eksperimentasi dan

observasi berikutnya.

Davis di dalam bukunya On The Scientific Methods menyatakan

sains adalah suatu struktur yang dibangun dari fakta-fakta. Bronowski,

seorang saintis dan juga filosof tentang sains, menyatakan sains

merupakan organisasi pengetahuan dengan suatu cara tertentu dengan

penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal tersembunyi yang ada di alam.

Batasan yang dikemukakan para ahli sains sepertinya masih

berkisar kepada kumpulan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang

diperoleh para ahli sains. Tetapi cara yang digunakan untuk memperoleh

konsep-konsep itu masih belum jelas-jelas dikatakan sebagai sains, hanya

dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis. Dengan demikian,

lingkupnya hanya sebatas kumpulan konsep-konsep atau prinsip-prinsip.

Proses kretif untuk memperoleh konsep-konsep dan prinsip-prinsip masih

belum termasuk dalam batasan di atas.

Para ahli mencoba mengungkapkan gagasannya tentang batasan

sains lebih luas. Fisher menyatakan batasan sains adalah body of

knowledge obtained by methods based upon observation. Suatu batang

tubuh pengetahuan yang diperoleh melalui suatu metode yang

berdasarkan observasi. Cambbell menyatakan sains sebagai sesuatu yang

memiliki dua bentuk, 1) sains sebagai batang tubuh ilmu pengetahuan

yang berguna, pengetahuan praktis, metode memperolehnya dan 2) sains

sebagai hal yang murni aktivitas intelektual. Bube menyatakan sains

sebagai pengetahuan tentang alam yang diperoleh melalui interaksi antara

akal dan dunia.

Definisi yang diajukan oleh Fisher dan Campbell telah

memasukkan bersama-sama pengetahuan dan metode. Definisi yang

diajukan oleh Bube meliputi 1) observasi terhadap fenomena alam, 2)

Page 3: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

3

proses observasi merupakan interaksi satu arah dari yang melakukan

observasi dari ke observasi.

Benyamin menyatakan sains sebagai suatu pertanyaan yang

berusaha sampai kepada pengetahuan tentang alam melalui metode

observasi dan metode mencocokkan hipotesis dengan yang diperoleh dari

observasi. Benyamin menekankan kepada metode dan pengetahuan yang

diakumulasikannya, sedangkan sains dapat berkembang secara revolusi.

Suatu batasan sains yang lebih lengkap dikemukakan oleh Sund.

Sund, dkk menyatakan sains sebagai tubuh dari pengetahuan (body of

knowledge) yang dibentuk melalui proses inkuiri yang terus-menerus,

diarahkan oleh masyarakat yang bergerak dalam bidang sains. Sains lebih

dari sekedar pengetahuan (knowledge). Sains merupakan upaya manusia

yang meliputi operasi mental, keterampilan dan strategi memanipulasi

dan menghitung, keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage),

ketekunan (persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap

rahasia alam semesta. Sains juga dikatakan sebagai hal-hal yang

dilakukan ahli sains ketika melakukan kegiatan penyelidikan ilmiah.

Batasan yang dikemukakan Sund ini paling lengkap jika

dibandingkan dengan definisi yang lain. Sund tidak hanya melibatkan

kumpulan pengetahuan yang diperoleh dengan metode inkuiri, tetapi

memasukkan unsur operasi mental yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh penjelasan tentang fenomena alam baik secara induktif

maupun deduktif (Mariana dan Praginda, 2009: 14-18).

Berdasarkan penulusuran berbagai pandangan para ahli dalam

bidang sains dan memperhatikan hakikat sains, dapat ditarik kesimpulan

bahwa sains atau IPA adalah ilmu pengetahuan atau kumpulan konsep,

prinsip, hukum, dan teori yang dibentuk melalui proses kreatif yang

sistematis melalui inkuiri yang dilanjutkan dengan proses observasi

(empiris) secara terus menerus, merupakan suatu upaya manusia yang

meliputi operasi mental, keterampilan, dan strategi memanipulasi dan

menghitung, yang dapat diuji kembali kebenarannya dengan dilandasi

Page 4: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

4

sikap keingintahuan (curiosity), keteguhan hati (courage), ketekunan

(persistence) yang dilakukan oleh individu untuk menyingkap rahasia

alam semesta.

Dengan demikian paling sedikit ada tiga komponen dalam

rumusan atau batasan tentang IPA, yaitu 1) kumpulan konsep, prinsip

hukum, dan teori, 2) proses ilmiah fisik dan mental dalam mencermati

fenomena alam, termasuk juga penerapannya, dan 3) sikap keteguhan

hati, keingintahuan, dan ketekunan untuk menyingkap rahasia alam.

Ketiga komponen inilah yang menjadi dasar dalam penerapan

pembelajaran IPA. Komponen IPA pertama yang menyatakan IPA

sebagai kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori menjadi fokus

pertama karena dengan begitu siswa dapat memiliki pengetahuan tentang

IPA. Untuk itu perlu adanya pendekatan khusus dalam pembelajaran IPA

salah satunya terdapat dalam pendekatan CTL ( Contextual Teaching and

Learning ).

Menurut US Dapartement of Education, pendekatan CTL

merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan materi yang

diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan

penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat,

keluarga, kelompok dan organisasi, bahkan pertemuan di antara sesama

anak sehari-hari.

Penerapan pendekatan CTL dalam pembelajaran di dalam kelas

menurut Depdiknas memiliki tujuh komponen utama yaitu

konstruktivisme (contructivism), menemukan (inquiry), bertanya

(quetioning), masyarakat belajar (learning comunity), pemodelan

(modeling), refleksi (reflection), dan penilaian yang sebenarnya

(autehentic).

Menurut Siswandono, ciri-ciri pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL adalah 1) adanya kerjasama, 2) menekankan pentingnya

problem, 3) bermuara pada keragaman konteks kehidupan murid yang

Page 5: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

5

berbeda-beda, 4) Saling menunjang, 5) menyenangkan tidak

membosankan, 6) belajar dengan bergairah, 7) pembelajaran terintegrasi,

8) menggunakan berbagai sumber, 9) murid aktif, 10) sharing dengan

teman, 11) murid kritis, guru kreatif, 12) dinding kelas dan lorong-lorong

penuh dengan hasil karya murid, 13) laporan kepada orang tua bukan

hanya rapor, tetapi hasil karya murid, laporan hasil praktikum, karangan

murid dan sebagainya.

Melihat penerapan dan ciri-ciri pembelajaran dengan menerapkan

pendekatan CTL tentu terlintas dalam pikiran kita bahwa pendekatan CTL

adalah integrasi dari berbagai model-model pembelajaran. Banyak model

dan strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pendekatan CTL

diantaranya yaitu CBSA, pendekatan keterampilan proses, life skill

education, pembelajaran berbasis nyata (authention instructional),

pembelajaran berbasis penemuan (inquiry), pembelajaran berbasis

masalah (problem based learning), pembelajaran kooperatif (cooperative

learning), pembelajaran layanan (service learning) (dalam Fedeli, 2010:

3-9).

Salah satu model pembelajaran yang perlu dicermati adalah model

pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif

atau cooperative learning merupakan model pembelajaran dengan

menggunakan sistem pengelompokan/tim kecil, yaitu antara empat

sampai enam orang yang mempunyai latar belakang kemampuan

akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem

penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan

memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan

prestasi yang dipersyaratkan. Dengan demikian, setiap anggota kelompok

akan mempunyai ketergantungan positif. Ketergantungan semacam itulah

yang selanjutnya akan memunculkan tanggung jawab individu terhadap

kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap anggota kelompok.

Setiap individu akan saling membantu, mereka akan mempunyai motivasi

untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan memiliki

Page 6: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

6

kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi demi keberhasilan

kelompok (Sanjaya, 2007: 240).

Model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

kelompok yang akhir-akhir ini menjadi perhatian dan dianjurkan para ahli

pendidikan untuk digunakan. Slavin mengemukakan dua alasan. Pertama,

beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan pembelajaran

kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa sekaligus dapat

meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap

menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat meningkatkan harga

diri. Kedua, pembelajaran kooperatif dapat merealisasikan kebutuhan

siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan

mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Dari dua alasan

tersebut, maka pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran

yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran yang selama ini memiliki

kelemahan (Sanjaya, 2007: 240).

Model pembelajaran kooperatif mempunyai manfaat-manfaat

yang positif apabila diterapkan di ruang kelas. Beberapa keunggulannya

antara lain: mengajarkan siswa untuk tidak terlalu menggantungkan pada

guru, kemampuan untuk berfikir, mencari informasi dari sumber lain dan

belajar dari siswa lain, mendorong siswa untuk mengungkapkan idenya

secara verbal dan membandingkan dengan ide temannya, meningkatkan

motivasi, dan membantu siswa belajar menghormati siswa yang pintar

dan siswa yang lemah, juga menerima perbedaan ini. Pembelajaran

kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan

tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan

kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai

tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan bahan

pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi

tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari

pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif di antaranya dengan

menggunakan model make a match (Sanjaya, 2007: 247).

Page 7: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

7

Selain itu dalam memperkuat komponen IPA terutama pada

komponen kumpulan konsep, prinsip, hukum dan teori dapat pula

menggunakan metode pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan

cara yang digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa

pada saat berlangsungnya pengajaran (Sudjana,2016: 76). Sedangkan

menurut M. Sobri Sutikno (2009: 88), metode pembelajaran adalah cara-

cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik agar

terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya mencapai tujuan.

Motede pembelajaran memiliki banyak macamnya, salah satunya yaitu

metode pembelajaran mind mapping.

Metode pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran

make a match banyak dicobakan dalam beberapa penelitian. Salah

satunya penelitian yang dilakukan oleh Ni Putu Stya Prahita, I Nyoman

Jampel, I Gde Wawan Sudatha pada hasil belajar IPA siswa kelas 4 SD

tahun pelajaran 2013/2014 di Desa Yahembang Gugus IV Diponegoro

Kecamatan Mendoyo. Dalam penelitian ini kelompok siswa yang

mengikuti pembelajaran mind mapping hasil belajarnya lebih tinggi

dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran

menggunakan konvensional. Ini menjadi bukti bahwa metode

pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar. Adanya

perbedaan yang signifikan pada hasil penelitian menunjukkan bahwa

penerapan menggunakan metode mind mapping berpengaruh positif

terhadap hasil belajar IPA siswa dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional.

Selanjutnya penelitian tentang model pembelajaran make a match

yang dilakukan oleh Ni Made Suandayani Ari Putri, Ni Wayan Suniasih, I

Wayan Wiarta pada mata pelajaran IPA siswa kela 4 SD. Penelitian ini

merupakan penelitian eksperimen semu. Sampel penelitian terdiri dari 78

siswa yang dibagi ke dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Kelompok eksperimen dalam pembelajaran menggunakan model

pembelajaran make a match sementara kelas kontrol dalam pembelajaran

Page 8: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

8

menggunakan model pembelajaran konvensional. Setelah dilakukan uji t

diperoleh hasil bahwa H0 ditolak dan Ha diterima ini artinya bahwa terjadi

perbedaan signifikan hasil belajar IPA menggunakan model make a match

dengan hasil belajar IPA menggunakan model konvensional. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe

make-a match berbasis media lingkungan berpengaruh terhadap hasil

belajar IPA siswa kelas IV Sekolah Dasar Gugus II Kecamatan Kuta

Utara Tahun pelajaran 2012/2013.

Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa metode pembelajaran

mind mapping dan model make a match dapat meningkatkan

pembelajaran IPA. Namun kemudian muncul keragu-raguan tentang

kebenaran metode mind mapping dan model make a match dapat

meningkatkan hasil belajar IPA. Untuk itu perlu kajian lebih lanjut

tentang metode pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran

make a match.

Pertama yang akan dikaji yaitu metode pembelajaran mind

mapping. Metode pembelajaran mind mapping pada dasarnya merupakan

teknik pencatatan yang dikembangkan pada 1970-an oleh Tony Buzan

dan didasarkan pada riset yentang bagaimana cara kerja otak manusia

yang sebenarnya. Setiap manusia lahir dengan segala potensi yang

dimiliki, termasuk potensi pikiran. Namun, pada praktik pembelajaran,

penggunaannya masih jauh dari optimal. Hal ini tercermin dari berbagai

kesulitan yang muncul pada pembelajaran, seperti kesulitan dalam

memusatkan perhatian atau mengingat, yang berujung pada rendahnya

hasil pembelajaran. Pembelajaran seharusnya tidak hanya terbatas pada

membaca buku atau mendengar pengajaran yang tidak memberi

pemahaman.

Yovan berpendapat bahwa pembelajaran itu melibatkan pemikiran

yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi

penghubungan antar satu informasi dengan informasi yang lain.

Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai

Page 9: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

9

pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemrosesan, hingga

penyimpulan informasi. Dengan demikian, pembelajaran merupakan

proses sinergisme antara otak, pikiran dan pemikiran untuk menghasilkan

daya guna yang optimal (Mahmuddin, 2009: 1).

Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, maka proses

pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Menurut

(DePorter, 2003: 150), ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata,

otak pada saat yang sama harus mencari, memilah, merumuskan,

merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara

gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat

dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar,

simbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang

bercampur aduk tak berangkai di dalam otak, keluar secara satu demi

satu, dihubungkan oleh logika, di atur oleh tata bahasa, dan menghasilkan

arti yang dapat dipahami.

Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam membuat citra

visual dan perangkat grafis lainnya sehingga dapat memberikan kesan

mendalam adalah peta pikiran. Peta Pikiran merupakan metode

pembelajaran yang dikembangkan oleh Tony Buzan dan didasarkan pada

riset tentang cara kerja otak. Peta Pikiran menggunakan pengingat visual

dan sensorik alam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta ini dapat

membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan yang mudah. Oleh

karena itu, proses pembelajaran seharusnya dapat menggunakan metode

peta pikiran sebagai salah satu cara belajar yang dapat dilatihkan kepada

siswa. Penggunaan peta pikiran (mind mapping) dalam pembelajaran

diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa.

Untuk membuat Mind Mapping, menurut Buzan menyatakan

bahwa seorang biasanya memulainya dengan menulis gagasan utama di

tengah halaman dan dari situlah, ia bisa membentangkannya keseluruh

arah untuk menciptakan semacam diagram yang terdiri dari kata kunci-

kata kunci, frasa-frasa, konsep-konsep, fakta-fakta, dan gambar-gambar

Page 10: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

10

(Buzan, 2012: 15-16). Mind mapping merupakan sistem penyimpanan,

penarikan data dan akses yang luar biasa dalam perpustakaan raksasa,

yang sebenarnya ada dalam otak yang menakajubkan (Buzan, 2012: 12).

Menurut Buzan (2004: 164), metode pembelajaran mind mapping dapat

mempermudah untuk senang hati masuk ke dunia pengetahuan dengan

mendorong otak belajar lebih banyak lagi dan membuat seseorang

menjadi rajin belajar.

Model pembelajaran selanjutnya yang perlu dikaji adalah make a

match. Make a match dikembangkan oleh Lorna Curran (Dalam Huda,

2011: 135), mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau

topik tertentu dalam suasana menyenangkan. Model make a match bisa

diterapkan untuk semua mata pelajaran di tingkatan kelas. Make a match

merupakan salah satu pembelajaran kooperatif, yang dikembangkan oleh

Lorna Curran pada tahun 1994. Salah satu keunggulan model ini adalah

siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik

dalam suasana yang menyenangkan. Model ini bisa digunakan dalam

semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia peserta didik.

Make a match adalah sistem pembelajaran yang mengutamakan

penanaman kemampuan sosial terutama kemampuan bekerja sama,

kemampuan berinteraksi disamping kemampuan berpikir cepat melalui

permainan mencari pasangan dengan dibantu kartu (Wahab, 2009: 59).

Model make a match atau mencari pasangan merupakan salah

satu alternatif yang dapat diterapkan kepada siswa. Penerapan model pada

intinya terletak pada kegiatan siswa disuruh mencari pasangan kartu yang

merupakan jawaban/soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat

mencocokkan kartunya diberi poin. Model pembelajaran make a match

atau mencari pasangan dikembangkan oleh Lorna Curran. Salah satu

keunggulan model ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar

mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan

Suyatno (2009: 72) mengungkapkan bahwa model make a match

adalah model pembelajaran dimana guru menyiapkan kartu yang berisi

Page 11: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

11

soal atau permasalahan dan menyiapkan kartu jawaban kemudian siswa

mencari pasangan kartunya. Model pembelajaran make a match

merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran

kooperatif didasarkan atas falsafah homo homini socius, falsafah ini

menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial (Dari Lie, 2003: 27).

Model make a match melatih siswa untuk memiliki sikap sosial yang baik

dan melatih kemampuan siswa dalam bekerja sama disamping melatih

kecepatan berpikir siswa.

Model pembelajaran make a match adalah salah satu model

pembelajaran yang berorientasi pada permainan. Menurut (Suyatno, 2009:

102) prinsip-prinsip model make a match yaitu anak belajar melalui

berbuat, anak belajar melalui panca indera, anak belajar melalui bahasa

dan anak belajar melalui bergerak.

Tujuan dari pembelajaran dengan model make a match adalah

untuk melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat

pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Fachrudin, 2009: 168).

Siswa dilatih berpikir cepat dan menghafal cepat sambil menganalisis dan

berinteraksi sosial.

Model make a match dikembangkan secara khusus meningkatkan

proses pembelajaran siswa karena mempunyai beberapa kelebihan: (1)

dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun

fisik; (2) karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan; (3)

meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari; (4)

dapat meningkatkan motivasi belajar siswa; (5) efektif sebagai sarana

melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi; (6) efektif melatih

kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Sedangkan, hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dikuasai siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Sudjana,

2016: 2).

Dengan uraian latar belakang tersebut dan keragu-raguan penulis

tentang pembelajaran yang lebih unggul maka penulis bermaksud

Page 12: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

12

melaksanakan penelitian mengenai “Perbedaan Hasil Belajar IPA

Menggunakan Metode Pembelajaran Mind Mapping dan Model

Pembelajaran Make a match Pada Siswa Kelas 4 SD Gugus Murai

Tuntang Kabupaten Semarang”.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang, maka perlu adanya

rumusan masalah sebagai batasan ruang lingkup masalah yang akan

diteliti, rumusan masalah tersebut yaitu “Apakah ada perbedaan hasil

belajar IPA yang signifikan menggunakan metode pembelajaran mind

mapping dan model pembelajaran make a match pada siswa kelas 4

Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang ?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan apa yang ingin dicapai oleh peneliti

dalam melakukan penelitiannya. Ada dua tujuan dalam penelitian ini

yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui

perbedaan hasil belajar IPA menggunakan metode pembelajaran

mind mapping dan model pembelajaran make a match pada siswa

kelas 4 SD Gugus Murai Tuntang Kabupaten Semarang.

1.4.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu :

a. Mengetahui perbedaan hasil belajar IPA siswa kelas IV SD

dengan menggunakan metode mind mapping dan model make

a match.

Page 13: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitianrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/11009/1/T1_292012242_BAB I.pdf · dinyatakan sebagai cara-cara terstruktur dan sistematis

13

1.4 Manfaat Penelitian

1.5.1 Bagi Guru

Manfaat penelitian ini bagi guru yaitu :

a. Memberikan wawasan baru mengenai metode pembelajaran

mind mapping dan model pembelajaran make a match.

b. Memperoleh gambaran tentang pengaruh penggunaan metode

pembelajaran mind mapping dan model pembelajaran make a

match terhadap hasil belajar siswa.

c. Memotivasi guru untuk menerapkan model pembelajaran

yang tepat dan menyenangkan.

1.5.2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Manfaat penelitian ini bagi peneliti selanjutnya yaitu :

a. Penelitian ini sebagai pijakan penelitian selanjutnya agar

dapat membuat penelitian yang jauh lebih baik.

b. Penelitian ini sebagai pembanding hasil penelitian lain.

c. Penelitian ini sebagai antisipasi kendala dan keterbatasan

penelitian yang akan dilakukan selanjutnya.