37
TUGAS TERSTRUKTUR TEKNOLOGI BAKERY Pengembangan Crackers dari Tepung Ubi Kayu dan Tepung Ubi Jalar dengan Fortifikasi Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Disusun Oleh: Dina Putri Pratami A1M013004 Trimardiyah Ningsih A1M013005 Nikmatul Khoeriyah A1M013006 Tety Heryanti A1M013021 Laraswati A1M013056 Amarilla Tri Winjareni A1M013057 KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Pendahuluan Crackermakalahs

Embed Size (px)

DESCRIPTION

penyelesainna tugas

Citation preview

Page 1: Pendahuluan Crackermakalahs

TUGAS TERSTRUKTUR

TEKNOLOGI BAKERY

Pengembangan Crackers dari Tepung Ubi Kayu dan Tepung Ubi Jalar dengan

Fortifikasi Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

Disusun Oleh:

Dina Putri Pratami A1M013004

Trimardiyah Ningsih A1M013005

Nikmatul Khoeriyah A1M013006

Tety Heryanti A1M013021

Laraswati A1M013056

Amarilla Tri Winjareni A1M013057

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS PERTANIAN

PURWOKERTO

2015

Page 2: Pendahuluan Crackermakalahs

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Biskuit Crackers merupakan makanan kecil ringan yang sudah memasyarakat

dan banyak dijumpai di pasaran. Hal ini setidaknya dapat dibuktikan dengan

tersedianya biscuit crackers di hampir semua toko yang menjual makanan kecil di

perkotaan maupun hingga warung-warung di pelosok desa. Gambaran tersebut diatas

menandakan bahwa hampir semua lapisan masyarakat sudah terbiasa menikmati

biscuit crackers.

Seiring perkembangan zaman yang pesat dan tingkat pendidikan yang terus

meningkat maka terjadi pula perubahan pada gaya hidup dan pola makan. Sebagian

masyarakat di kota-kota besar cenderung menyukai makanan siap santap yang pada

umumnya mengandung karbohidrat, garam, protein dan lemak tinggi Namun, tidak

dipungkiri juga bahwa sebagian masyarakat sudah peduli dengan kualitas gizi

makanan sehingga masyarakat lebih selektif dalam menentukan jenis

makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

Salah satu produk lokal yang dapat diolah menjadi tepung untuk subtitusi

tepung terigu adalah ubi jalar dan singkong.

Ubi jalar merupakan komoditi pangan penting di Indonesia yang dapat diolah

menjadi aneka makanan dan diusahakan penduduk mulai dari daerah dataran rendah

sampai dataran tinggi. Ubi jalar mempunyai kandungan vitamin dan mineral yang

cukup tinggi. Tanaman ini mampu beradaptasi di daerah yang kurang subur dan

kering. Dengan demikian tanaman ini dapat diusahakan sepanjang tahun. Di

Indonesia, pemanfaatan ubi jalar masih terbatas untuk bahan pangan dan sedikit

untuk bahan baku industri pangan. Umur simpan ubi jalar yang terbatas juga menjadi

kendala dalam pengolahannya. Akhir-akhir ini telah ada upaya untuk mengolah ubi

jalar menjadi tepung untuk lebih memperpanjang umur simpannya. Penggunaan

tepung ubi jalar dan produk olahannya masih terbatas pada penelitian. Berdasarkan

hasil pene litian, tepung ubi jalar dapat dimanfaatkan menjadi bermacam-macam

Page 3: Pendahuluan Crackermakalahs

produk pangan seper ti roti, mie, biscuit dan lain lain. Tepung ubi jalar berpotensi

sebagai pengganti tepung terigu terutama karena bahan bakunya banyak terdapat di

Indonesia dan rasa nya manis sehingga dapat mengurangi penggunaan gula pada

pengolahannya.

Singkong merupakan salah satu makanan yang kaya karbohidrat, selain itu

terdapat kandungan gizi seperti protein, vitamin C, kalsium, posfor, kalori, lemak, zat

besi dan vitamin B1 Dengan berbagai kandungan gizi yang terdapat pada singkong

maka singkong baik dikonsumsi oleh masyarakat. Umbi singkong merupakan sumber

energi yang kaya serat dan karbohidrat namun miskin protein. Sumber protein yang

bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionin.

B. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan crackers dengan subtitusi

tepung ubi kayu dan ubu jalar dengan penambahan daun Moringa oleifera dan

Ipomoea batatas.

C. Rumusan masalah

1. Bagaimana mengetahui pengaruh penggunaan tepung ubi kayu dan ubi

jalar terhadap atribut sensori crackers yang diperkaya dengan daun

Moringa oleifera dan Ipomea batatas?

2. Bagaimana mempengaruhi pengaruh penggunaan tepung ubi kayu dan ubi

jalar terhadap komposisi kimia crackers yang diperkaya dengan daun

Moringa oleifera dan Ipomea batatas?

Page 4: Pendahuluan Crackermakalahs

TINJAUAN PUSTAKA

Biskuit Crackers

Dalam Standar Nasional Indonesia (1992) biskuit adalah produk makanan

kering yang dibuat dengan memanggang adonan yang mengandung bahan dasar

terigu, lemak, dan bahan pengembang dengan atau tanpa penambahan bahan

makanan tambahan lain yang di ijinkan.

Biskuit dapat dikelompokkan menjadi 4 yaitu:

1. Biskuit Keras Biskuit keras adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras,

berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat, dapat

berkadar lemak tinggi atau rendah.

2. Biskuit Crackers Crackers adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras,

melalaui proses fermentasi atau pemeraman, berbentuk pipih yang rasanya

mengarah ke asin dan renyah, serta bila dipatahkan penampang potongannya

berlapis-lapis.

3. Cookies Cookies adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan lunak, berkadar

lemak tinggi dan bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang

padat.

4. Wafer Wafer adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori

kasar, renyah dan bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga.

Bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers dan

fungsinya antara lain:

1. Tepung Terigu

Untuk menghasilkan biscuit crackers yang bermutu tinggi, yang sangat

ideal atau cocok digunakan adalah tepung terigu keras atau hard wheat. Tepung

terigu keras mempunyai kadar protein 10%-11%, dihasilkan dari penggilingan

100% gandum hard. Jenis tepung ini digolongkan sebagai tepung terigu yang

mengandung protein tinggi, mudah dicampur dan diragikan, dapat menyesuaikan

Page 5: Pendahuluan Crackermakalahs

dengan suhu yang diperlukan, berkemampuan menahan udara atau gas dan

mempunyai daya serap tinggi (Munandar,1995). Tepung terigu keras dapat

membentuk adonan yang mengembang karena adanya pembentukan gluten pada

saat proses fermentasi atau pemeraman yang dibutuhkan dalam proses

pembuatan biskuit crackers. Tepung terigu dalam pembuatan biskuit crackers

berfungsi sebagai pembentuk adonan, memberi Universitas Sumatera

Utarakualitas dan rasa yang enak dari hasil produknya serta warna dan tekstur

yang bagus.

2. Ragi

Fungsi ragi dalam pembuatan biskuit crackers yaitu sebagai pembentuk gas

dalam adonan sehingga adonan mengembang, memperkuat gluten, menambah

rasa dan aroma. Pada saat adonan diistirahatkan, ragi tumbuh baik pada kondisi

lembab dan sedikit udara sehingga pada waktu diistirahatkan adonan harus

ditutup rapat (Munandar, 1995).

3. Gula

Gula dapat mempercepat proses peragian adonan yaitu sebagai sumber

energi bagi kegiatan ragi sehingga adonan akan cepat mengembang.

4. Lemak

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit crackers,

karena berfungsi sebagai bahan untuk menimbulkan rasa gurih, manambah

aroma dan menghasilkan tekstur produk yang renyah. Ada dua jenis lemak yang

biasa digunakan dalam pembuatan biskuit crackers yaitu dapat berasal dari lemak

susu (butter) atau dari lemak nabati (margarine) atau campuran dari keduanya.

5. Air

Biskuit keras memerlukan air sekitar 20% dari berat tepung. Air dalam

pembuatan biskuit crackers berfungsi sebagai pelarut bahan secara merata,

memperkuat gluten, mengatur kekenyalan adonan dan mengatur suhu adonan

(Munandar,1995).

6. Bahan Pengembang

Page 6: Pendahuluan Crackermakalahs

Bahan pengembang merupakan bahan pengembang hasil reaksi asam

dengan natrium bicarbonat. Ketika pemanggangan berlangsung baking powder

menghasilkan gas CO2 dan residu yang tidak bersifat merugikan pada biskuit

crackers. Fungsi baking powder dalam pembuatan biskuit crackers adalah

mengembangkan adonan dengan sempurna (Munandar, 1995).

7. Garam

Pada pembuatan biskuit crackers penambahan garam berfungsi memberi

rasa dan aroma, mengatur kadar peragian, memperkuat gluten dan memberi

warna lebih putih pada remahan (Munandar,1995).

8. Susu Skim

Susu yang digunakan dalam pembuatan biskuit crackers adalah susu skim

yang merupakan hasil pengeringan (dengan spray dryer) dari susu segar. Susu ini

memiliki reaksi mengikat terhadap protein tepung. Pada pembuatan biskuit

crackers susu berfungsi untuk meningkatkan cita rasa dan aroma biskuit serta

menambah nilai gizi produk.

Tepung Ubi Jalar Dan Tepung Singkong

Pembuatan tepung dan pati ubi jalar adalah sejenis pengolahan yang berguna

untuk memperpanjang umur simpan ubi jalar. Pati ubi jalar merupakan starch dari ubi

jalar yang mempunyai sifat diantara pati singkong dan patikentang. Berbagai jenis

produk yang dapat diproduksi dari pati ubi jalar adalahgula dan sirup (Syarief dan

irawati, 1988).

Menurut penelitian Antarlina (1994) tepung ubi jalar mempunyai kadar

protein yang rendah. Untuk meningkatkan kadar protein tepung ubi jalar dalam

pembutan kue, perlu substitusi dengan tepung yang mempunyai kadar proteinyang

lebih tinggi. Tepung ubi jalar mempunyai kandungan karbohidrat palingtinggi

dibandingkan tetapi mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah dan kandungan

abu lebih tinggi dari pada tepung jagung.Makin tinggi kandungan abu,warna tepung

menjadi gelap.Tepung dengan kandungan lemak tinggi lebih cepat mengalami

kerusakan. Kadar serat yang lebih tinggi pada tepung ubi jalar menyebabkan warna

tepung tidak putih (Zuraida dan Supriati, 2001)

Page 7: Pendahuluan Crackermakalahs

Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung

ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan tepung tapioka

(tapoica starch). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika

dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kayu

mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan

terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu

menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan

tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak

membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).

Tepung yang berasal dari umbi-umbian khususnya ubi kayu umumnya

memiliki kandungan pati yang tinggi, karenanya cocok untuk mengatasi kebutuhan

kalori di dalam makanan. Tetapi umumnya memiliki kandungan protein yang rendah

(Muharam, 1992). Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan tepung kasava

adanya komponen toksik. Komponen toksik yang terdapat pada umbi ubi kayu adalah

asam sianida (HCN). Menurut Soekarto (1990), kandungan HCN dalam umbi ubi

kayu tergantung pada varietas, lokasi, dan kondisi pertanian. Dalam bidang pertanian,

dikenal umbi manis, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN relatif

rendah dan umbi pahit, yaitu umbi ubi kayu yang memiliki kandungan HCN yang

tinggi.

Daun Kelor (Moringa oleifera) dan Daun Ubi Jalar (Ipomoea batatas)

Daun kelor (Moringa oleifera) mengandung nutrisi dan senyawa kimia, antara

lain: protein (27%), kaya vitamin A dan C, zat besi, kalsium, fosfor, alkaloid,

flavonoid, alkaloid, glikosida, saponin/triterpenoid, polisakarida, asam amino, serta

kandungan polifenol lainnya. Selain itu, daun kelor juga mengandung nitril glikosida,

yaitu niazirin dan niazirinin; three mustard oil glycosides, seperti 4 [(4'-O-acetyl-α-

Lrhamnosyloxy) benzyl] isotiosianat, niaziminin A ,dan niaziminin B; asam-asam

fenolik, seperti asam gallat, klorogenik, asam ferulat, dan asam ellagat; flavonoid

(kaempferol, quercetin dan rutin) dan karotenoid (terutama lutein and β-karoten)

(Pandey, et al., 2012).

Page 8: Pendahuluan Crackermakalahs

Daun kelor (Moringa oleifera) terdapat senyawa benzil isotiosianat dan dari

hasil studi fitokimia daun kelor (Moringa oleifera) juga mengandung senyawa

metabolit sekunder flavonoid, alkaloid, phenols yang juga dapat menghambat

aktivitas. Komposisi dan konsentrasi senyawa fitokimia mengalami perubahan selama

pertumbuhan tanaman. Daun yang lebih muda mempunyai kandungan fitokimia

paling tinggi hal ini terkait dengan fungsi dari senyawa metabolit sekunder tersebut,

yaitu untuk pertahanan melawan herbivora, patogen, insekta, bakteri, jamur dan virus.

Selain itu senyawa fitokimia dalam daun biasanya ditemukan dalam struktur bebas

atau terikat secara glikosida, dengan bertambahnya tingkat ketuaan daun banyak

ditemukan dalam struktur glikosida yang terdapat pada membran sel. Senyawa ini

membentuk struktur yang kompleks dengan karbohidrat (glukosa, xilosa dan

arabinosa) (Boukes et al., 2008).

Daun ubi jalar (Ipomoea batatas) berbentuk bulat, menyerupai jantung (hati)

atau jari tangan, ditopang tangkai yang tegak. Tipe daun bervariasi yaitu rata,

berlekuk dangkal dan menjari, sedangkan ujung runcing atau tumpul. Warna daun

dari hijau tua sampai kekuningan, sedangkan warna tangkai daun dan tulang daun

antara hijau sampai ungu, sesuai warna batangnya (Sarwono, 2005).

Daun ubi jalar sudah digunakan di daerah tropis sebagai sumber protein yang

murah untuk bahan pakan ternak ruminansia dan daun ubi jalar dapat dipanen

berulang-ulang sepanjang tahun. Menurut Preston (2006), daun ubi jalar mengandung

protein kasar 10,4% dan serat kasar 11,1%, total kandungan asam amino esensial

dalam protein lebih tinggi dibanding protein kedelai, vitamin A, B2, C, dan E.

Evaluasi Sensori

Uji organoleptik adalah penilaian penggunaan indera, penilaian menggunakan

kemampuan sensorik, tidak dapat diturunkan pada orang lain. Salah satu cara

pengujian organoleptik adalah dengan metode uji pencicipan yang disebut juga

dengan “Acceptance Tests”. Uji pencicipan menyangkut penilaian seseorang akan

suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Pada uji

pencicipan dapat dilakukan menggunakan panelis yang belum berpengalaman. Dalam

kelompok uji pencicipan termasuk uji kesukaan (hedonik).

Page 9: Pendahuluan Crackermakalahs

1. Warna

Faktor - faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain

tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor - faktor yang lain

dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadang

kadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan

teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak

dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya

(Winarno.,1995).

2. Aroma

Aroma dapat didefenisikan sebagai suatu yang dapat diamati dengan indera

pembau untuk data menghasilkan aroma, zat harus dapat menguap, sedikit larut

dalam air dan sedikit larut dalam lemak. Senyawa berbau sampai ke jaringan

pembau dalam hidung bersama - sama dengan udara. Penginderaan cara ini

memasyarakatkan bahwa senyawa berbau bersifat atsiri.

3. Tekstur

Tekstur adalah faktor kualitas makanan yang paling penting, sehingga

memberikan kepuasan terhadap kebutuhan kita. Oleh karena itu kita

menghendaki makanan yang mempunyai rasa dan tekstur yang sesuai dengan

selera yang kita Universitas Sumatera Utara22 harapkan, sehingga bila kita

membeli makanan, maka pentingnya nilai gizi biasanya ditempatkan pada mutu

setelah harga, tekstur, dan rasa.

4. Rasa

Rasa merupakan faktor yang cukup penting dari suatu produk makanan.

Komponen yang dapat menimbulkan rasa yang diinginkan tergantung senyawa

penyusunnya. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari satu macam rasa

yang terpadu sehingga menimbulkan cita rasa makanan yang utuh. Perbedaan

penilaian panelis terhadap rasa dapat diartikan sebagai penerimaan terhadap

flavour atau cita rasa yang dihasilkan oleh kombinasi bahan yang digunakan.

Page 10: Pendahuluan Crackermakalahs

BAHAN DAN METODE

Persiapan bahan baku:

Varietas baru dari daun Ipomoea batatas (Sauti, Ogyefo, Apomuden, Otoo, Hi

Pati, Okumkom, dan Santom Pona) (sekitar 15 cm dari puncak yang halus) dan daun

Moringa oleifera dipanen, disortir dan dicuci. Seratus gram (100 g) daun di

blanching dengan metode steam blanching selama lima menit, didinginkan dan

dikeringkan di bawah naungan hingga berat konstan. Mereka kemudian digiling dan

dikemas di dalam plastik polypropylene. Daun tersebut dikemas ditempatkan di

plastic polietilen berwarna hitam dan disimpan dalam freezer sebelum analisis.

Apomuden ditambahkan ke daun Moringa oleifera dalam perbandingan 1-1 rasio dan

digunakan untuk persiapan cracker karena tinggi total fenolat, kalsium, serat dan

protein yang cukup tinggi, zat besi dan beta karoten (Oduro et al., 2008).

Persiapan Butter Crackers:

Empat ratus lima puluh gram (450 g) tepung (singkong, ubi jalar dan gandum),

28,35 g gula, 4,77 g garam, dan 2 g masing-masing ubi jalar dan daun Moringa

oleifera diayak bersama-sama di dalam mangkuk besar. Butter (56,25 g)

ditambahkan dan dicampur sampai membentuk pasta yang seragam. Lalu 237 ml susu

ditambahkan dan diaduk sampai adonan membentuk bola yang kaku, dengan bantuan

ringan dari papan penggilingan dan rolling pin, adonan digulung hingga ketebelannya

sekitar 1/8 inci. Dengan pemotong 2 inch berbentuk persegi, cookie dicelupkan ke

dalam tepung. Lembaran cookie yang tidak berlemak ini ditempatkan dan ditusuk di

bagian atas di beberapa tempat dengan garpu. Bagian atas setiap cracker diolesi

dengan susu. Crackers dipanggang di oven dipanaskan sampai 218,3 ° C selama 15-

20 menit, atau sampai mereka berwarna keemasan, kemudian didinginkan pada rak

dan kondisi kedap udara disimpan pada suhu kamar dalam botol kaca (Hodgman,

1995).

Persiapan Cream Crackers:

Page 11: Pendahuluan Crackermakalahs

Cream creakers dibuat dari tepung singkong dan ubi jalar menggunakan tepung

terigu sebagai kontrol. Dua ratus dua puluh lima gram (225 g) tepung (singkong,

kentang manis dan gandum), 4,77 g garam, 7.16 g gula, 4,77 g baking powder dan 2

g masing-masing sampel yang dikombinasikan dalam mangkuk. Krim (158,79 ml)

adalah perlahan ditambahkan sesekali diaduk hingga adonan menyatu dan rata.

Adonan itu digulirkan untuk ketebalan sekitar 1/8 inci dan dipotong dengan cookie

cutter dengan ukuran 3 inci. Kemudian dipanggang di satu sisi selama delapan menit,

kemuian dibalik dan dipanggang lagi selama 6-8 menit dalam oven yang dipanaskan

sampai suhu 176,7 ° C. Crackers kemudian diambil dari oven dan ditempatkan pada

rak untuk mendinginkan (Cream Crackers, 2005).

Evaluasi sensorik Produk:

Tiga puluh (30) panelis terlatih mengevaluasi setiap produk (butter crackers dan

cream creakers) untuk warna, aroma, mouthfeel, tekstur, rasa, dan penerimaan

keseluruhan produk menggunakan skala hedonik 5 titik. Berdasarkan hasil sensorik,

crackers terbaik yang dipilih dilakukan evaluasi sensorik lanjut. Lima belas (15)

panelis terlatih mengevaluasi setiap produk untuk warna, penampilan, aroma,

kerenyahan, firmness, chewiness, rasa, bitter after taste, dan secara keseluruhan

penilaian pilihan, intensitas setiap atributnya pada skala garis dari 10 cm (Stone dan

Sidel, 1996). Panjangnya kemudian diukur dari awal baris ke titik ditandai dengan

panelis dan nilai dicatat.

Jumlah Analisis fenolat:

Total fenolat yang ditentukan oleh modifikasi prosedur dijelaskan oleh Makkar

et al., (1993). Empat ratus miligram (400 mg) dari Moringa oleifera dan Ipomoea

batatas (dikeringkan dan ditumbuk halus) ditimbang ke 50 mL tabung centrifuge.

Dua puluh (20) mL 70% cairan aseton (dengan pH disesuaikan dengan asam asetat

yakni 3) ditambahkan ke sampel dan didiamkan pada suhu kamar selama 20 menit.

Tabung akan disentrifugasi selama 10 menit pada sekitar 3000 rpm pada suhu 4 ° C.

Supernatan (mengandung polifenol) dikumpulkan dan disimpan di es. Sebuah alikuot

0,1 mililiter polyphenol- yang mengandung ekstrak dimasukkan ke dalam tabung

reaksi dan Volume dibuat hingga 2 ml dengan air suling. Satu mililiter (1 ml) dari

Page 12: Pendahuluan Crackermakalahs

Folin-Ciocalteau reagen (1N) dan 5 ml 20% larutan natrium karbonat ditambahkan.

Tabung di vortex dan absorbansi dibaca pada pajang gelombang 725 nm setelah 40

menit. Jumlah total fenol ditentukan sebagai setara asam tanat dari kurva kalibrasi

disusun dengan menggunakan larutan standar asam tanat (0.1mg / ml). Jumlah

konten fenolik dinyatakan dalam bahan kering.

Beta-karoten Analisis:

Sebanyak 0,05 g sampel ditimbang dan dihaluskan permukaannya dengan

menggunakan celite, mortar dan pestle. Lima puluh mililiter (50 ml) aseton

ditambahkan, sementara penggilingan dilakukan untuk mengekstrak karoten. Ekstrak

tersebut disaring dengan menggunakan hand aspirator dan filtrat ditambahkan ke 20

mL petroleum eter dalam corong pisah. Air dengan perlahan ditambahkan pada sisi

corong dengan setiap penambahan yang dilakukan secara terpisah dan sisa aseton,

dikeringkan di atas natrium sulfat anhidrat. Seratus mililiter (100 ml) dari konsentrasi

diuapkan untukdi evaporasi dengan gas nitrogen dan dilarutkan lagi dalam berbagai

volume pada fase mobile tergantung batas konsentrasi. Absorbansi tersebut

kemudian ditentukan oleh spektrofotometer dan HPLC seperti yang dijelaskan oleh

Rodriguez-Amaya dan Kimura (2004).

Analisis Statistik:

Data untuk semua penentuan menjadi sasaran analisis varians (ANOVA)

menggunakan SPSS versi 15. Fisher paling signifikan Perbedaan (LSD) test

digunakan untuk mengidentifikasi signifikan perbedaan antara perlakuan (p <0,05).

Page 13: Pendahuluan Crackermakalahs

PEMBAHASAN

Evaluasi Sensori Pendahuluan

Penilaian terhadap atribut sensoris terdiri dari dua bagian. Pertama perlakuan

evaluasi sensoris pendahuluan dan evaluasi sensoris lanjutan. Pada evaluasi sensoris

pendahuluan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui sampel terbaik mana yang

digunakan untuk evaluasi selanjutnya.

Pada grafik terlihat hasil evaluasi sensoris terhadap warna, aroma, mothfeel,

tekstur rasa dan secara keseluruhan.

Untuk semua sampel, warna dari cream crackers yang terbuat dari gandum

merupakan sampel yang paling disukai dibandingkan sampel lain. Hal ini terlihat dari

nilai rata ratanya yang paling tinggi yaitu 2.53. Nilai ini lebih tinggi dibanding

dengan cream crackers yang terbuat dari ubi kayu dan ubi jalar. Analisis statistik data

menunjukkan perbedaan yang signifikan (p <0,05) antara cream cackers yang terbuat

dari tepung terigu dan butter crackers yang terbuat dari tepung singkong. Hal ini

Page 14: Pendahuluan Crackermakalahs

menunjukan bahwa penggunaan tepung ubi kayu memengaruhi warna butter crackers

dan cream crackers serta penggunaan tepung ubi jalar memengaruhi warna dari

cream crackers. Namun, warna yang diamati antara butter crackers terbuat dari

gandum dan tepung ubi jalar menunjukan hampir serupa ditunjukan dengan nilai rata

ratanya yang hampir sama. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan tepung ubi jalar

tidak terlalu memengaruhi perubahan warna yang signifikan pada butter crackers.

Dalam penilaian aroma, menunjukan perbedaan yang signifikan (p<0,05)

antara cream crackers dan butter crackers. Hal ini terlihat nilai rata rata cream

crackers antara 2.0-2.5 sedangkan butter crackers memiliki nilai rata-rata antara 3.0-

3.5. Namun, aroma butter crackers yang terbuat dari tepung ubi kayu maupun ubi

jalar dibanding butter crackers yang terbuat dari tepung terigu tidak ada perbedaan

yang signifikan. Begitupun dengan cream crackers. Hal ini terlihat dari nilai rata-rata

sampel yang hampir sama. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan tepung ubi kayu

dan ubi jalar dalam pembuatan cream crackers maupun btter crackers tidak terlalu

memengaruhi aroma produk.

Nilai rata-rata mouthfeel dari cream crackers yang terbuat dari tepung terigu

dan tepung ubi jalar masing-masing memiliki skor rata-rata 2,40 dan 2,70. Nilai ini

merupakan nilai tertinggi dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal ini menunjukan

bahwa dari segi mouthfeel, kedua crackers tersebut yang paling disukai. Sedangkan

sampel lainnya tidak terlalu disukai. Hal ini ditunjukan dengan nilai rata – ratanya

yang berbeda jauh dengan kedua crackers tersebut.

Analisis statistik menunnjukan ada perbedaan yang siginifikan antara butter

crackers yang terbuat dari tepung ubi kayu, ubi jalar, dan terigu , serta cream

crackers dari tepung ubi kayu deibandingkan dengan cream crackers dari tepung

terigu. Dari semua sampel kecuali cream crackers dari tepung ubi jalar,cream

crackers dari tepung terigu memiliki nilai yang paling baik hal ini dikarenakan

tepung terigu memiliki gluten yang dapat bereaksi dengan baking powder yang

membuat crackers lebih flaky dan crispy. Penjelasan diatas menunjukan bahwa

tepung ubi kayu berpengaruh signifikan terhadap mouthfeel cream crackers dan

Page 15: Pendahuluan Crackermakalahs

butter crackers sedangkan tepung ubi jalar berpengaruh signifikan terhadap mouthfeel

butter crackers namun tidak terlalu berpengaruh pada mouthfeel cream crackers.

Selanjutnya, nilai rata rata tekstur hampir sama untuk semua sampel kecuali

sampel butter crakers yang terbuat dari tepung terigu. Butter crakers yang terbuat

dari tepung terigu memiliki nilai rata rata terendah yaitu 3,20 dibanding sampel lain

yang memiliki nilai rata-rata antara 2.5-2.8. Analisis statistic juga menunjukan hasil

yang signifikan antara butter cream yang terbuat dari tepung terigu dengan semua

sampel. Hal ini dapat dikarenakan kurangnya baking powder pada waktu persiapan.

Baking powder akan membantu pembentukan tekstur cracker menjadi lebih renyah.

Diantara semua sampel, cream crackers yang terbuat dari tepung terigu

merupakan sampel yang paling disukai dari segi rasanya dilihat dari nilai rata-ratanya

paling tinggi yaitu 2,37dan kemudian cream crackers dari tepung ubi jalar dengan

skor 2,63. Analisis statistik menunjukan ada signifikan perbedaan (p <0,05) antara

semua sampel cream crackers dan semua sampel butter crackers kecuali sampel yang

terbuat dari tepung ubi jalar. Perbedaan yang signifikan ini dapat dikaitkan dengan

krim kental yang dipakai dalam pembuatan crackers. Lemak pada makanan mampu

mempertahankan dan mengeluarkan flavor makanan..

Dalam penilaian penerimaan keseluruhan atribut sensoris sampel, semua

cream crackers cukup disukai dengan skor rata-rata2,03 (tepung terigu), 2,07 (tepung

ubi jalar) dan 2,40 (tepung singkong). Di sisi lain, butter cream yang terbuat dari

tepung terigu, tepung gandum dan tepung ubi jalar tidak terlalu disukai dilihat dari

nilai rata ratanya yang rendah antara 3.0-3.1. Analisis statistik data menunjukkan

perbedaan yang signifikan (p <0,05) antara semua sampel cream crackers dan butter

crackers. Ini berarti bahwa sampel cream crackers yang paling disukai.

Komposisi Kimia Produk

Dari evaluasi sensori pendahuluan, crackers yang dibuat dari cream lebih disukai,

oleh karena itu analisis proksimat dilakukan pada cream crackers. Analisis proksimat

dari cream crackers dan kontrol (Tabel 2), menunjukkan crackers yang dibuat dari

tepung gandum (kontrol) memiliki kelembapan sebanyak 5,08% dan pada crackers

dari tepung ubi kayu memiliki kelembapan terendah (3,14%). Secara statistik,

Page 16: Pendahuluan Crackermakalahs

terdapat perbedaan signifikan (p<0,05) pada kelembapan dari semua tipe produk.

Kelembapan tepung gandum yang secara relatif lebih tinggi, menunjukkan bahwa

akan ada kecenderungan pada kemunduran dan pertumbuhan jamur dibandingkan

dengan tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar (Fennema dan Tannenbaum, 1996).

Akan tetapi kelembapan tidak melampaui 6,0%, yang merupakan level yang

direkomendasikan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat (1998) untuk

crackers.

Kadar abu berkisar dari 2,75% (crackers tepung gandum) sampai 3,31 %

(crackers tepung ubi jalar). Kadar abu produk berbeda secara signifikan (p<0.05).

Kandungan abu tepung ubi kayu dan ubi jalar secara relatif lebih rendah

dibandingkan kadar abu crackersnya. Hal ini dapat dikaitkan dengan penggabungan

dau`n moringa dan ubi jalar. Kadar abu dari crackers tepung gandum lebih tinggi

dibandingkan kadar abu crackers komersial yang ada di toko. Kadar abu

menunjukkan kadar mineral total dari produk (Pomeraz dan Meloan, 1987; Haard,

1996) dan hal ini berarti bahwa crackers yang dibuat dari tepung ubi jalar memiliki

kadar mineral total yang lebih tinggi. Crackers tepung ubi kayu memiliki kadar serat

yang paling tinggi yaitu 1,92%, dan kadar serat terendah yaitu pada crackers tepung

gandum, sebesar 0,55%, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Hasil analisis

statistik menunjukkan perbedaan signifikan (p<0.05) antar crackers. Kadar serat yang

Page 17: Pendahuluan Crackermakalahs

tinggi pada crackers tepung ubi kayu membuat crackers ubi kayu cocok untuk

pencegahan konstipasi, dan kanker kolon pada manusia (IWES, 1971; Saldanha,

1995; UICC/WHO, 2005). Kadar serat yang tinggi pada crackers tepung ubi jalar dan

ubi kayu dibandingkan kadar serat tepungnya dapat dikaitkan dengan penggabungan

daun Moringa dan ubi jalar.

Analisis protein kasar menunjukkan crackers yang dibuat dari tepung

gandum memiliki kadar tertinggi (15,69 %), dan yang terendah pada crackers tepung

ubi kayu (3,29%) diantara produk yang dikembangkan, sebagian besar dikarenakan

adanya protein, dan gluten dalam akar umbi (Sheasby, 2001). Dapat dikatakan bahwa

sampel berdaun turut menambah kadar protein dari semua crackers yang

dikembangkan karena kadar proteinnya lebih tinggi dibandingkan tepung dan

crackers komersial. Studi menunjukkan bahwa ubi jalar dan daun Moringa memiliki

kadar protein yang cara relatif lebih tinggi (Oduro et al, 2008; Fuglie, 2001) sehingga

berpengaruh pada kadar protein produk.

Kadar lemak kasar berkisar dari 10,31% (ubi jalar) hingga 16,47 %

(gandum). Kadar protein dari semua produk kecuali crackers tepung gandum (16,47

%) turun pada kisaran (5,00% - 15,00%) yang diberikan oleh Departemen Pertanian

Amerika Serikat (1998) untuk kadar lemak kasar crackers. Terdapat perbedaan

signifikan (p<0.05) pada produk. Karena lemak berkontribusi besar pada total diet

kalori, para peduli kesehatan dan penderita anorexia dapat memilih crackers dengan

kadar lemak yang rendah (crackers ubi kayu) untuk dikonsumsi. Peningkatan kadar

lemak produk dapat dikaitkan dengan krim kental yang digunakan pada persiapan

produk.

Kadar karbohidrat total produk tinggi, yaitu berkisar dari 65,08% sampai

81,28 %. Ada perbedaan signifian (p<0,05) antar produk. Kadar karbohidrat yang

tinggi membuat crackers menjadi sumber energi yang bagus untuk semua orang.

Akan tetapi, bagi penderita obesitas dan bagi orang-orang yang tidak ingin

menambah berat badan sebaiknya mempertimbangkan nilai kalori produk ketika

mengonsumsinya. Nilai kalori (p<0.05) berkisar dari 431,02 kal/g untuk crackers

tepung ubi kayu hingga 471,33 cal/g crackers tepung gandum.

Page 18: Pendahuluan Crackermakalahs

Evaluasi Sensori oleh Panelis Terlatih

Warna dari kontrol, crackers tepung gandum (2.97), dipilih sebagai warna

yang paling mendekati tipikal warna crackers yang berwarna krem cerah tanpa bagian

terbakar (Gambar 2). Hal ini tercermin pada hasil yang diberikan oleh panelis-panelis

terlatih dimana mereka memilih warna krem crackers yang dibuat dari gandum

sebagai yang terbaik. Warna crackers tepung ubi kayu jauh dari warna tipikal

crackers (2.28). Akan tetapi analisis statistik menunjukkan tidak ada perbedaan

signifikan (p<0.05) diantara produk yang dikembangkan.

Cream crackers yang dibuat dari tepung ubi kayu lebih kasar dibanding

sampel yang lainnya dengan rata-rata 5,51 yang diikuti oleh tepung ubi jalar dengan

skor rata-rata 5,35. Diantara semua sampel, crackers tepung gandum adalah yang

paling kasar dengan skor rata-rata 3,87 (Gambar 2). Analisis statistik dari sampel

menunjukkan tidak ada perbedaan sgnifikan (p<0.05). Cream crackers akan memiliki

permukaan yang bergelombang atau kasar karena berkaitan dengan keluarnya

karbondioksida dari leavening agent yang digunakan (Leavening, 1996). Keluarnya

karbondioksida akan mengembangkan adonan sehingga meningkatkan volume

crackers dan juga membuat crackers menjadi flaky atau berlapis-lapis. Adonan harus

cocok untuk mempertahankan bentuk yang mengembang, sebelum, selama, dan

sesudah pemasakan. Crackers yang dibuat dari tepung ubi kayu dan ubi jalar

Page 19: Pendahuluan Crackermakalahs

permukaannya mendekati halus karena kurangnya gluten yang membantu

mempertahankan volume crackers bahkan setelah pendinginan.

Skor rata-rata aroma pada semua sampel, yang ditunjukkan pada Gambar 3,

lebih tinggu dari 5.0. Aroma dari kontrol memiliki skor rata-rata 5,79, diikuti oleh

crackers tepung ubi kayu (5,48), dan crackers tepung singkong (5,33). Perbedaan

signifikan tidak ditemukan antar produk. Hasil ini menunjukkan bahwa aroma

creamy dapat disebabkan karena penambahan krim kental pada saat persiapan. Aroma

creamy meningkat berkaitan dengan lemak dalam krim (Lindsay, 1996a; Pomeranz

dan Meloan, 1987).

Rasa dari crackers tepung gandum (Gambar 3) dideskripsikan creamy, yang

mana merupakan tipikal rasa dari cream crackers (5,89). Crackers yang dibuat dari

tepung gandum memiliki rasa after-taste pahit yang paling sedikit diantara ketiga

produk. Crackers yang dibuat dari tepung ubi kayu memiliki rasa yang paling kecil

dari tipikal cream crackers (5,48) dan memiliki after-taste pahit yang paling tinggi.

Analisis menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (p<0.05) diantara produk, baik

Page 20: Pendahuluan Crackermakalahs

rasa maupun after-taste pahit. Rasa after-taste yang sedikit pahit dari produk dapat

dikaitkan dengan adanya sampel daun Moringa dan ubi jalar.

Untuk tekstur (Gambar 4), semua sampel dideskripsikan dengan tekstur

renyah dan kokoh. Sampel kontrol, yaitu crackers tepung gandum, adalah yang paling

renyah (6,58), diikuti dengan crackers tepung ubi kayu (6,21) dan crackers tepung ubi

jalar (5,36). Crackers yang dibuat dari tepung cassava lebih kokoh (7,55)

dibandingkan yang lainnya (crackers tepung ubi jalar: 7,21; crackers tepung gandum:

6,42). Tidak ada perbedaan signifikan (p<0,05) diantara produk. Hal ini berarti

penggunaan tepung ubi kayu maupun ubi jalar tidak memengaruhi firmness dari

crackers.

Tingkat kekenyalan crackers yang terbuat dari tepung singkong (5,24) lebih

tinggi dari semua sampel seperti yang ditunjukkan pada grafik. Rata-rata untuk

chewiness crackers yang terbuat dari tepung terigu adalah yang terendah. Namun

tidak ada perbedaan yang signifikan antar produk. Chewiness ini digambarkan

sebagai berapa panjang crackers yang harus dikunyah sebelum ditelan. Crackers tidak

harus dikunyah lama karena sifat flaky yang dimilikinya yang diakibatkan reaksi

leavening agent pada gluten. Crackers yang terbuat dari tepung terigu kurang kenyal

Page 21: Pendahuluan Crackermakalahs

dan ini berkorelasi dengan tingkat kerenyahan dan firmness dari produk. Crackers

yang terbuat dari tepung terigu lebih crispy dan kurang kokoh sehingga produk

diharapkan kurang kenyal.

Dari semua produk, crackers yang terbuat dari tepung singkong adalah yang

paling disukai dengan skor rata-rata 5,81, sedangkan crackers yang terbuat dari

tepung ubi jalar memiliki skor 5.29. Analisis statistik menunjukan tidak ada

perbedaan yang signifikan antara produk yang dikembangkan. Ini berarti bahwa

orang-orang dengan intoleransi gluten dapat memilih crackers yang terbuat dari

singkong atau tepung ubi jalar dan diperkaya dengan daun Ipomoea batatas dan

Moringa oleifera tanpa takut akan penyakit celiac karena produk tidak mengandung

gluten.

Page 22: Pendahuluan Crackermakalahs

PENUTUP

Kesimpulan

1. Pengaruh penggunaan tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar terhadap mutu sensori

yang paling banyak diterima adalah bentuk cream crackers, penggunaan tepung

ubi kayu paling banyak diterima atribut sensori nya dalam pembuatan cream

crackers, dan penambahan daun Ipomoea batatas dan Moringa oleifera dapat

memberikan ketidaktakutan seseorang akan penyakit celiac karena produk tidak

mengandung gluten.

2. Pengaruh penggunaan tepung ubi kayu dan tepung ubi jalar dan penambahan daun

Ipomoea batatas dan Moringa oleifera terhadap komposisi kimia adalah memiliki

komposisi kima yg lebih baik dibandingkan dengan penggunaan tepung gandum

dan kontrol ada pembuatan cream crackers.

Page 23: Pendahuluan Crackermakalahs

DAFTAR PUSTAKA

Antarlina, S.S. 1994. Peningkatan kandungan protein tepung ubi jalar serta

pengaruhnya terhadap kue yang dihasilkan. Dalam Winarto, A., Y.Widodo,

S.S. Antarlina, H. Pudjsantosa, dan Sumarno (Eds.). Risalah Seminar

Penerapan Teknologi Produksi dan Pascapanen Ubi Jalar Mendukung

Agroindustri. Balittan Malang. hlm. 120-135.

Boukes, G.J. Venter, M.V.D. and Oosthuizen, V. 2008. Quantitative and qualitative

analysis of sterols/sterolins and hypoxoside contents of three Hypoxis

(African potato) spp. African Journal of Biotechnology 7 (11): 1624-

1629.

Febriyanti, T., 1990. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional beberapa

Varietas Tepung Singkong. Skripsi. IPB-Press, Bogor.

Muharam, S., 1992. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Tepung

Singkong (Manihot esculenta crantz) dengan Modifikasi Pengukusan,

Penyangraian, dan Penambahan GMS, serta Aplikasinya dalam Pembuatan

Roti tawar. Skripsi. IPB- Press, Bogor.

Munandar, A.K. 1995. Teori Pastry. Akademi Kesejahteraan Sosial Tarakanita.

Yogyakarta.

Pandey, A., R.D. Pandey., P. Tripathi., P.P. Gupta., J. Haider., S. Bhatt and A.V

Singh. 2012. Moringa Oleifera Lam. (Sahijan) - A Plant with a Plethora of

Diverse Therapeutic Benefits: An Updated Retrospection. Pandeyet al.

Medicinal Aromatic Plants 2012.

Preston TR. 2006. Forages as protein sources for pigs in the tropics. Workshop-

Seminar: Forages for Pigs and Rabbits. MEKARN- CelAgrid, Phnom

Penh, Cambodia, 22-24 August, 2006.

Sarwono. 2005. Ubi Jalar. Penebar Swadaya. Jakarta

Page 24: Pendahuluan Crackermakalahs

[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1992. Mutu dan Cara Uji Biskuit. Jakarta:

Dewan Standarisasi Nasional.

Soekarto, S.T., 1990. Dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. IPB-

Press, Bogor.

Syarief. R dan A. Irawati, 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian.

Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta.

Winarno, F.G., 1995. Enzim Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Zuraida, N dan Supriati, Y. 2001. Usaha Tani Ubi Jalar Sebagai Bahan Baku

Pangan Alternatif dan Diversivikasi Sumber Karbohidrat. Buletin Agrobio.

Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan. Bogor.