Pendahuluan, Isi, Penutup

Embed Size (px)

DESCRIPTION

w

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hidup sehat sudah pasti menjadi dambaan setiap orang. Derajat kesehatan dapat dijaga dengan cara mengkonsumsi makanan yang sehat dan cukup nutrisi atau zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh serta dengan berolahraga secara teratur dan tidur dengan cukup. Nutrisi adalah seluruh interaksi antara organisme dengan makanan yang dikonsumsinya, dengan kata lain sesuai dengan tubuh yang menggunakannya. Nutrien adalah zat penyusun bahan makanan protein, lemak, vitamin dan mineral. Makanan cukup gizi sangat penting untuk menjaga fungsi organ-organ tubuh kita. Asupan gizi yang kita konsumsi haruslah dalam keadaan tepat, sehingga tidak kekurangan atau kelebihan karena asupan gizi yang tidak tepat dapat menimbulkan kerusakan organ atau penyakit. Jumlah zat makanan yang dipergunakan tidaklah sama bagi setiap orang karena jumlah zat makanan yang diperlukan tergantung pada jumlah tenaga yang dikeluarkan dan kuantitas proses pembentukan jaringan di dalam tubuh, sebenarnya masih banyak faktor lain yang memengaruhi kebutuhan akan jumlah berbagai zat makanan yang belum diketahui. Begitupun jumlah nutrisi pada setiap orang pasti berbeda dan juga bagi setiap tingkatan usia. Mulai dari kebutuhan nutrisi untuk usia bayi dan balita, untuk usia pra sekolah dan sekolah, untuk usia remaja,untuk usia dewasa, untuk lansia, serta pada ibu hamil. Kebutuhan nutrisi untuk masing-masing tingkatan tentu berbeda begitupun dengan kebutuhan nutrisi pada usia lansia.

Menurut UU No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia pada Pasal 1 Ayat 2 yang berbunyi lanjut usia adalah seorang yang mencakup usia 60 tahun ke atas. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sampai tidak dapat melakukan tugasnya sehari-hari lagi, hingga bagi kebanyakan orang masa tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan. Manusia lansia dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan oleh berbagai faktor. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul Kebutuhan Nutrisi untuk Usia Lansia. 1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah tujuan pemberian nutrisi untuk usia lansia?

2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan nutrisi pada usia lansia?

3. Bagaimanakah kebutuhan energi dan zat nutrisi pada usia lansia?

1.3 TUJUAN

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui tujuan pemberian nutrisi untuk usia lansia

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan nutrisi pada usia lansia

3. Untuk mengetahui kebetuhan energi dan zat nutrisi pada usia lansia yang meliputi perhitungan BB ideal dan perhitungan kebutuhan energi

1.4 MANFAAT

Menambah wawasan penulis mengenai ilmu gizi, khususnya kebutuhan nutrisi pada usia lansia.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 TUJUAN PEMBERIAN NUTRISI UNTUK USIA LANSIA1. Mempertahankan gizi yang seimbang dalam kaitannya untuk menunda atau mencegah kemunduran fungsi organ.

2. Gizi diharapkan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan tubuh pada lansia.

3. Membiasakan makan yang cukup dan teratur.

4. Menghindari kebiasan makan yang buruk, seperti mengkonsumsi makaan yang berkolesterol, minum minuman keras, dan lain-lain.

5. Mempertahankan kesehatan dan menunda lahirnya penyakit degeneratif

6. Menjelaskan faktor resiko penyakit karena konsumsi bahan makanan tertentu. (Mubarak, dkk, 2006: 199)2.2 FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP KEADAAN NUTRISI PADA USIA LANSIA1. Aktivitas FisikPada umumnya, para lansia akan mengalami penurunan aktivitas fisik. Salah satu faktor penyebabnya adalah pertambahan usia yang dapat menyebabkan terjadinya kemunduran biologis. Kondisi ini setidaknya akan membatasi aktivitas yang menuntut ketangkasan fisik. Penurunan aktivitas fisik pada lansia harus diimbangi dengan penurunan asupan kalori, hal tersebut dilakukan untuk mencegah timbulnya penyakit degeneratif.

2. Kemunduran BiologisSeperti yang sudah diuraikan tadi bahwa memasuki usia senja, sesorang akan mengalami beberapa perubahan, baik secara fisik maupun biologis, misalnya tanggalnya gigi, kulit keriput, penglihatan berkurang, keropos tulang, rambut beruban, pikun, depresi, sensitivitas indera berkurang, metabolisme basal tubuh berkurang, dan kurang lancarnya proses pencernaan. Oleh karena itu asupan gizi untuk lansia harus disesuaikan dengan perubahan kemampuan organ-organ tubuh lansia sehingga dapat mencapai kecukupan gizi lansia yang optimal.

3. PengobatanBertambahnya usia identik dengan ketergantungan obat. Pada dasarnya, pengobatan dapat memperbaiki kondisi kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi di lain pihak pengobatan pun dapat mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia, efek ini timbul karena obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyerapan zat gizi. Oleh karena itu bagi lansia yang harus menggunakan beberapa jenis obat dianjurkan untuk selalu mengkonsultasikan kepada dokter mengenai kemungkinan terjadinya efek samping obat yang sedang dan akan digunakan, selain itu pasien juga dianjurkan untuk meminta saran dari dokter atau ahli gizi tentang pilihan makanan yang sebaiknya dikonsumsi.

4. Depresi dan Kondisi MentalDepresi hampir dialami 12 14% populasi lansia. Perubahan lingkungan sosial, kondisi yang terisolasi, kesepian, dan berkurangnya aktivitas menjadikan para lansia mengalami rasa frustasi dan kurang bersemangat. Akibatnya, selera makan terganggu sehingga secara tidak langsung dapat memicu terjadinya status gizi buruk.

5. PenyakitMeningkatnya usia menyebabkan seseorang menjadi rentan terserang penyakit. Penyakit-penyakit tertentu sering menyebabkan keadaan gizi buruk misalnya penderita diabetes mellitus umumnya mempunyai berat badan di bawah normal, hal tersebut disebabkan karena karena defisiensi insulin kondisi ini akan menyebabkan sedikitnya glukosa yang dapat diserap tubuh untuk diubah menjadi glukogen (energi), dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan energi, tubuh akan merombak lemak (lipolisis) dan protein (proteolisis) untuk dijadikan sumber energi. Jika kondisi ini terjadi secara terus menerus akan menyebabkan cadangan lemak dan protein di dalam tubuh berkurang. Akibatnya berat badan akan menurun.6. Pola Makan

Pola makan yang tepat dapat memengaruhi kualitas hidup lanjut usia (lansia), mulai dari kesehatan, produktivitas dan semangatnya. Namun mengingat kondisi fisik dan biologis yang mengalami penurunan, membuat lansia harus mengatur pola makannya secara khusus. Penurunan kondisi ini misalnya, lansia sering mengeluh sulit mengonsumsi daging dan makanan keras akibat gangguan gigi dan gusinya. Selain itu mereka juga sering merasa tak nyaman saat mengonsumsi susu, karena laktose intoleran ditambah kehilangan selera makan akibat menurunnya indra perasa. Begitu pula dengan sensivitas penciuman yang juga menurun. Exton-Smith dalam Encyclopaedia of Food Science, Food Technology and Nutrition mengatakan, lansia umumnya mengalami kerawanan gizi. Ini terjadi karena beberapa faktor penyebab seperti fisiknya melemah, kebingungan mental dan depresi, konsumsi obat, gangguan kesehatan gigi, sulit menyerap makanan, kesepian, depresi dan masih banyak lagi. Beranjak dari kondisi itulah lansia memerlukan perencanaan menu khusus. Diet khusus ini amat penting untuk mengurangi risiko kekurangan gizi atau sebaliknya kelebihan gizi. Tanda fisik lansia yang kekurangan gizi bisa dilihat dari tubuhnya yang kurus atau lebih rendah dari berat badan baku. Sebaliknya kelebihan gizi pada lansia menyebabkan kegemukan (obesitas) yang memicu berbagai penyakit degeneratif. Kondisi ini banyak terjadi di perkotaan dimana mereka menerapkan pola diet tinggi lemak, tapi rendah serat (Ririn Indriani, 2011).

2.3 KEBUTUHAN ENERGI DAN ZAT NUTRISI PADA USIA LANSIA2.3.1 Kebutuhan Energi

Kebutuhan energi secara umum menurun seiring bertambahnya usia karena terjadinya perubahan komposisi tubuh, penurunan angka metabolisme basal, dan pengurangan aktivitas fisik. Kebutuhan energi seseorang dapat diketahui dengan menghitung kebutuhan energi sehari, atau menghitung persentase peningkatan dari kebutuhan energi untuk metabolisme basal (Frary & Johnson 2004).

Berat badan ideal biasanya lebih sering digunakan dalam perhitungan kebutuhan energi daripada berat badan aktual karena perhitungan menggunakan berat badan aktual dapat menimbulkan kesalahan perhitungan kebutuhan pada kasus gizi kurang atau gizi lebih. Perhitungan menggunakan berat badan aktual untuk kasus salah gizi yang sangat ekstrim adalah sebuah pengecualian (Frary & Johnson 2004).

Kebutuhan energi pada pasien gagal jantung kongestif tergantung pada berat badan aktual, pembatasan aktivitas, dan tingkat keparahan. Pasien gagal jantung parah yang kurang gizi kebutuhan energinya meningkat sebesar 30 50% di atas energi metabolisme basal, atau sebesar 35 kkal/kg BB (Krummel 2004). Asupan energi yang dianjurkan bagi pasien gagal ginjal kronik adalah sebesar 3035 kkal/kg BB/hari (Hartono 2006).

Optimalisasi asupan energi adalah prinsip utama dalam terapi gizi dalam penyakit paru-paru. Keadaan overfeeding atau underfeeding seharusnya dicegah. Secara umum kebutuhan energi pada pasien penyakit paru-paru adalah sebesar 1,2 sampai 1,5 kali dari energi metabolisme basal (Heimburger & Weinsler 1997). Faktor stres pada keadaan infeksi ringan hingga sedang ialah sebesar 1,21,4 (Hartono 2006). Secara praktis, perhitungan kebutuhan energi total dalam keadaan akut dapat menggunakan estimasi kebutuhan energi yaitu 2535 kkal/kg BB/hari (PDGKI 2008).

2.3.2 Kebutuhan Zat Nutrisi1. Protein

Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intraseluler dan sebagainya adalah protein. Salah satu fungsi khas protein adalah membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh (Almatsier 2006).

Asupan protein sebanyak 1 sampai 1,25 g/kg berat badan umumnya aman bagi lansia. Kebutuhan protein meningkat sehubungan dengan adanya penyakit infeksi dan kronis. Stres fisik dan psikologis dapat merangsang keadaan keseimbangan nitrogen negatif. Infeksi, penurunan fungsi saluran pencernaan, dan perubahan metabolisme yang disebabkan karena penyakit kronis dapat mengurangi efisiensi penggunaan nitrogen dari makanan dan meningkatkan ekskresi nitrogen (Harris 2004).

Menurut Adult Treatment Panel (ATP) III, konsumsi protein yang disarankan adalah 15% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Perencanaan makan bagi penyandang diabetes di Indonesia adalah hidangan dengan asupanprotein sekitar 1015% dari total kebutuhan energi (PERKENI 2002 dalam Hartono 2006). Asupan protein pada pasien paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah sebesar 1520% dari total kebutuhan energi (Heimburger & Weinsler 1997). Dorfman (2004) menyatakan konsumsi protein sedang atau sebesar 1520% dari total kebutuhan energi dianjurkan bagi penderita asam urat. Kebutuhan protein dalam situasi stres, seperti alcoholic hepatitis, sepsis, infeksi, perdarahan pada gastrointestinal, dan asites yang parah dapat diberikan minimal 1,5 g protein perkilogram berat badan perhari (Hasse & Matarese 2004).Asupan protein sehari untuk pasien gagal ginjal yang belum mengalami dialisis (predialisis) adalah 0,60,8 g/kg BB/hari (PDGKI 2008). Konsumsi diet tinggi protein sebesar 1,5 g/kg BB/hari dalam keadaan anemia digunakan dalam regenerasi sel darah dan menjaga fungsi hati (Stopler 2004).

2. KarbohidratAsupan karbohidrat diperlukan untuk mencegah penggunaan protein sebagai sumber energi. Kontribusi karbohidrat terhadap kebutuhan energi total pada lansia secara umum adalah sekitar 45% sampai 65% (Harris 2004). Selain jumlah, kebutuhan karbohidrat dalam keadaan sakit sering dinyatakan dalam bentuk karbohidrat yang dianjurkan. Contoh pada kasus diabetes melitus dan dislipidemia dengan trigliserida darah tinggi, tidak dianjurkan penggunaan gula sederhana (Almatsier 2005). Sumber karbohidrat kompleks supaya ditingkatkan, seperti sayuran, serealia, kacang-kacangan, serta buah-buahan yang mengandung serat, phytochemicals, vitamin, dan mineral (Harris 2004).Menurut ATP III, konsumsi karbohidrat yang disarankan adalah 50-60% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Persentase kontribusi karbohidrat terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien penyakit paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah 5060% (Heimburger & Weinsler 1997).

3. Lemak Kontribusi lemak terhadap total kebutuhan energi yang disarankan adalah sebesar 25% - 35%, serta meningkatkan asupan lemak tak jenuh ganda dan tunggal, serta mengurangi asupan lemak jenuh (Harris 2004). Kebutuhan lemak dalam keadaan sakit bergantung jenis penyakit. Penyakit tertentu seperti dislipidemia membutuhkan modifikasi jenis lemak (Almatsier 2005). Pembatasan asupan lemak pada makanan bermanfaat dalam mengontrol berat badan dan pencegahan kanker. Pembatasan lemak sampai dengan kurang dari 20% total kebutuhan energi dapat mempengaruhi kualitas diet dan memberikan efek yang negatif dari segi cita rasa, rasa kenyang, dan asupan (Harris 2004). Menurut ATP III, konsumsi lemak yang disarankan adalah 25 35% dari total kebutuhan energi (NCEP 2002). Asupan lemak pada penderita asam urat harus lebih sedikit, sedangkan asupan karbohidrat harus mengandung lebih banyak untuk membantu pengeluaran asam urat yang lebih mudah larut dalam urin yang alkalis (Hartono 2006). Perbandingan komposisi zat gizi makro dalam menyumbang kebutuhan energi pada penderita asam urat ialah 50 55% dari karbohidrat, dan lemak tidak lebih dari 30% (Dorfman 2004). Persentase kontribusi lemak terhadap pemenuhan kebutuhan energi total pada pasien penyakit paru-paru yang tidak mengalami hypercapnia adalah 20 30% (Heimburger & Weinsler 1997).Persentase pemenuhan kebutuhan energi total dalam diet rendah sisa adalah 10 - 25% dari lemak, dan 60 - 80% dipenuhi dari karbohidrat. Diet rendah sisa diberikan kepada pasien diare berat, peradangan saluran cerna akut, serta pada pra dan pascabedah saluran cerna (Hartono 2005).4. Vitamin dan MineralHasil penelitian menyimpulkan bahwa umumnya lansia kurang mengkonsumsi vitamin A, B1, B2, B6, niasin, asam folat, vitamin C, D, dan E umumnya kekurangan ini terutama disebabkan dibatasinya konsumsi makanan, khususnya buah-buahan dan sayuran, kekurangan mineral yang paling banyak diderita lansia adalah kurang mineral kalsium yang menyebabkan kerapuhan tulang dan kekurangan zat besi menyebabkan anemia. Kebutuhan vitamin dan mineral bagi lansia menjadi penting untuk membantu metabolisme zat-zat gizi yang lain. Sayuran dan buah hendaknya dikonsumsi secara teratur sebagai sumber vitamin, mineral dan serat.5. AirCairan dalam bentuk air dalam minuman dan makanan sangat diperlukan tubuh untuk mengganti yang hilang (dalam bentuk keringat dan urine), membantu pencernaan makanan dan membersihkan ginjal (membantu fungsi kerja ginjal). Pada lansia dianjurkan minum lebih dari 6-8 gelas per hari.

2.3.3 Perhitungan BB IdealPenimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu sekali, waspadai peningkatan BB atau penurunan BBlebih dari 0.5 kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 kg dalam 1 minggu berisiko terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan lebih dari 0.5 kg /minggu menunjukkan kekurangan berat badan. Rumus menghitung berat badan ideal pada dewasa :

Catatan : untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria dengan TB kurang dari 160 cm, digunakan rumus :

Jika BB lebih dari ideal artinyagizi berlebih. Jika BB kurang dari ideal artinya gizikurang.

1. Kekurangan kalori proteinWaspadai lansia dengan riwayat : pendapatan yang kurang, kurang bersosialisasi, hidup sendirian, kehilangan pasangan hidup atau teman, kesulitan mengunyah, pemasangan gigi palsu yang kurang tepat, sulit untuk menyiapkan makanan, sering mengonsumsi obat-obatan yang mangganggu nafsu makan, nafsu makan berkurang, makanan yang ditawarkan tidak mengundang selera. Karena hal ini dapat menurunkan asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan tidak bersemangat.2. Kekurangan vitamin DBiasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang mengonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu dan produk olahannya.2.3.4 Perhitungan Kebutuhan EnergiSebelum mengetahui kebutuhan kalori dalam suatu aktivitas, Anda harus menemukan berapabasal metabolic rate (BMR)Anda. BMR adalah jumlah energi yang dikeluarkan selama sehari dalam kondisi istirahat. Dalam artikel ini, rumus estimasi untuk BMR yang digunakan adalah Persamaan Harris Benedict yang direvisi Roza dan Shizgal pada 1984 karena memiliki tingkat akurasi perhitungan yang baik. BMR Laki-laki = 88,362 + (13,397 x berat dalam kg) + (4,799 x tinggi dalam cm) - (5,677 x umur tahun) BMR Perempuan = 447,593 + (9,247 x berat dalam kg) + (3,098 x tinggi dalam cm) - (4,33 x umur tahun)

Setelah menghitung besar BMR, hasilnya kemudian dikalikan dengan level aktivitas fisik untuk memperoleh kebutuhan kalori harian (TEE). Level Aktivitas Fisik: TIDAK AKTIF --> TEE= BMR x 1.2 CUKUP AKTIF (Berolahraga 13 kali/minggu) --> TEE = BMR x 1.375 AKTIF (Berolahraga 35 kali/minggu) --> TEE = BMR x 1.55 SANGAT AKTIF (Berolahraga 67 kali/minggu) --> TEE = BMR x 1.725Contoh Perhitungan :1. Erwin adalah seorang pendaki yang memiliki tinggi 180 sentimeter, berat 74 kilogram, usia 30 tahun, dan sangat aktif.BMR LAKI-LAKI :88,362 + (13,397 x 74) + (4,799 x 180) - (5,677 x 30) = 1.773,25 KcalTEE (SANGAT AKTIF) :1773,25 x 1,725 = 3.059 Kcal atau 3.059 kaloriDengan mengacu dari hasilTotal Energy Expenditure (TEE), minimal si Erwin harus mengonsumsi 3.059 Kcal tiap hari saat melakukan pendakian. TEE tentunya akan lebih besar disesuaikan dengan kondisi di medan. Bahkan, kebutuhan kalori bisa meningkat hingga dua kali lipat dari TEE normal apabila medannya benar-benar ekstrem seperti pendakian di gunung salju atau es.BAB III

PENUTUP3.1 KESIMPULANMakanan cukup gizi sangat penting untuk menjaga fungsi organ-organ tubuh kita. Asupan gizi yang kita konsumsi haruslah dalam keadaan tepat, sehingga tidak kekurangan atau kelebihan karena asupan gizi yang tidak tepat dapat menimbulkan kerusakan organ atau penyakit. Manusia lansia dimasukkan ke dalam kelompok rentan gizi. Timbulnya kerentanan terhadap kondisi gizi disebabkan oleh berbagai faktor seperti aktivitas fisik, kemunduran biologis, pengobatan, depresi dan kondisi mental, penyakit, dan pola makan. Kebutuhan energi dan zat nutrisi yang cukup sangat diperlukan oleh tubuh seperti zat protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, air. Perhitungan berat badan ideal pada usia lansia dapat dihitung dengan rumus BBI. Sedangkan, perhitungan kebutuhan energi dapat dihitung dengan mengalikan BMR dengan level aktivitas fisik. 3.2 SARAN

Disarankan kepada calon profesional kesehatan, khususnya perawat agar lebih mendalami mengenai ilmu gizi terutama kebutuhan nutrisi bagi tubuh pada berbagai usia karena asupan nutrisi setiap usia berbeda-beda sehingga asupan nutrisi pun dapat terpenuhi sesuai takaran.

BBI = 0,9 x (Tinggi badan (cm) 100)

BBI = Tinggi badan (cm) 100

11