Upload
truongkhanh
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perusahaan manufaktur membagi biaya produksi ke dalam tiga kategori
besar: bahan baku langsung (direct material), tenaga kerja langsung (direct
labor), dan biaya overhead pabrik (manufacturing overhead) (Garrison, 2006).
Salah satu tujuan pokok dari perusahaan adalah mendapatkan keuntungan yang
optimal dengan pengorbanan tertentu dan dapat berkembang serta
mempertahankan kelangsungan hidup dari perusahaan tersebut. Keuntungan itu
didapat dari kelebihan total pendapatan dari total biaya. Hal itu mengakibatkan
pengukuran biaya produksi menjadi sangat penting bagi perusahaan manufaktur.
Sebelum melakukan kegiatan produksi, perusahaan biasanya membuat
anggaran yang merupakan alat pengendalian / pengawasan (controlling) yaitu
melakukan evaluasi atas pelaksanaan pekerjaan dengan cara membandingkan
realisasi dengan rencana (anggaran) dan melakukan tindakan perbaikan apabila
dipandang perlu (Nafarin, 2004). Salah satu cara untuk mengendalikan biaya
produksi adalah dengan menggunakan analisis selisih. Analisis selisih dilakukan
untuk mencari penyebab terjadinya selisih antara biaya standar dengan biaya
produksi yang sesungguhnya. Analisis selisih penting dilakukan agar manajemen
dapat menilai kembali penetapan biaya standar yang berkaitan dengan biaya yang
dikeluarkan pada saat proses produksi berlangsung.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiyanto (2008) di PT. Batam
Textile Industri Ungaran tentang analisis selisih anggaran biaya produksi,
penelitian oleh Gama (2004) tentang analisis selisih biaya produksi atas kemasan
produk air minum dalam kemasan Java di PT. Bayuadji Nusantara Industries dan
penelitian yang dilakukan oleh Widhiarto (2005) tentang analisis selisih biaya
produksi pada PT. Cali Plast Surakarta diperoleh kesimpulan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi selisih anggaran biaya produksi antara lain karena perubahan
volume produksi, perubahan bahan baku, jumlah jam kerja yang berbeda tiap
bulannya, dan biaya overhead tidak terduga.
Selain perusahaan berskala besar, salah satu kelompok pelaku ekonomi
yang lain adalah usaha kecil menengah (UKM). Data dari Badan Pusat Statistik
2
(BPS) menunjukkan bahwa presentase jumlah UKM dibanding total perusahaan
pada tahun 2001 adalah sebesar 99,9% dengan jumlah tenaga yang terserap
mencapai 99,4% dari total tenaga kerja. UKM juga menambah jumlah Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dalam jumlah lebih dari separuh
perekonomian di Indonesia didukung oleh produksi dari UKM, yaitu sebanyak
59,3% (Krisdiartiwi, 2008). Data tersebut menunjukkan besarnya peranan UKM
dalam menunjang kestabilan perekonomian Indonesia. Namun pengembangan
usaha yang dilakukan oleh usaha kecil dan menengah banyak memiliki
kelemahan, antara lain dalam bidang pemasaran, keuangan, keorganisasian,
administrasi dan pembukuan, maka banyak dijumpai usaha-usaha kecil yang
sedang berkembang gagal dalam usahanya dan gulung tikar.
UKM Abon Cap Monggo Mas yang berlokasi di Ngepos Tingkir Salatiga
adalah UKM yang memproduksi abon sejak tahun 1983. UKM Abon Cap
Monggo Mas merupakan salah satu pelaku usaha yang memiliki kelemahan yang
berhubungan dengan biaya produksi yaitu perencanaan biaya yang dianggarkan
sering kali tidak mutlak benar atau sesuai dengan pelaksanaannya, sehingga perlu
dianalisis dengan menggunakan analisis selisih biaya produksi.
Pada Tahun 1987, UKM Abon Cap Monggo Mas pernah mengalami
kerugian yang jumlahnya sangat banyak. Hal tersebut disebabkan karena
terjadinya gagal panen kacang koro yang merupakan bahan baku dalam
pembuatan abon. Pengalaman pahit kembali terulang pada masa krisis moneter
yaitu tahun 1998. Seluruh harga bahan yang dibutuhkan untuk proses produksi
melonjak. Perusahaan tidak memprediksi hal tersebut akan terjadi. Akibatnya
UKM Abon Cap Monggo Mas mengalami kerugian mencapai Rp 35.000.000,00.
3
Grafik 1
Total Biaya Produksi UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Sumber: UKM Abon Cap Monggo Mas
Grafik 2
Total Biaya Produksi UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Sumber: UKM Abon Cap Monggo Mas
Dari grafik tersebut tampak bahwa produksi abon di UKM Abon Cap
Monggo Mas periode 2009 dan 2010 selalu terjadi selisih biaya produksi
antara anggaran dan aktual. Hal tersebut tentunya disebabkan faktor-faktor
4
dari dalam perusahaan maupun dari luar. Maka dari itu penulis tertarik untuk
melakukan analisis selisih biaya produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas
serta mengkaji ulang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi terjadinya
selisih antara biaya standar dan biaya produksi sesungguhnya dibandingkan
dengan penelitian terdahulu.
Untuk mempertegas dan memperjelas masalah penelitian yang ada,
pertanyaan dari penelitian ini adalah:
1. Apakah selisih yang terjadi pada biaya bahan baku, tenaga kerja langsung,
dan overhead pabrik antara biaya standar dan biaya sesungguhnya di UKM
Abon Cap Monggo Mas periode tahun 2009 sampai dengan 2010 merupakan
selisih yang favorable atau unfavorable?
2. Apakah penyebab terjadinya selisih antara biaya standar dan biaya
sesungguhnya di UKM Abon Cap Monggo Mas periode tahun 2009 sampai
dengan 2010?
5
LANDASAN TEORITIS
Biaya Produksi
Menurut Hansen & Mowen (2004) biaya produksi merupakan biaya-biaya
yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap dijual.
Biaya produksi menurut Mulyadi (1993) dapat dibagi menjadi 3 unsur, yaitu:
1. Biaya bahan baku, yaitu biaya atas bahan yang digunakan dalam proses
produksi. Biaya bahan baku ini sendiri masih terbagi lagi menjadi biaya
bahan baku langsung atau direct material, yaitu biaya atas semua bahan yang
membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan
langsung dalam kualifikasi biaya produksi dan biaya bahan baku tidak
langsung atau indirect material, yaitu biaya bahan atas semua bahan-bahan
yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu produk, tetapi pemakaiannya
sedemikian kecil atau sedemikian rumit sehingga tidak dianggap sebagai
bahan langsung.
2. Biaya tenaga kerja, yang terdiri dari biaya tenaga kerja langsung atau direct
labor, yaitu biaya yang terdiri atas karyawan dikerahkan untuk mengubah
bahan baku langsung menjadi barang jadi dimana biaya ini meliputi gaji
karyawan yang dapat dibebankan pada produk tertentu dan biaya tenaga kerja
tidak langsung atau indirect labor, yaitu biaya yang terjadi atas para
karyawan yang dikerahkan dan tidak secara langsung mempengaruhi
pembuatan dan pembentukan barang jadi.
3. Biaya overhead pabrik atau factory overhaed / overhead pabrikasi, yaitu
biaya dari bahan tidak langsung, pekerja tidak langsung dan semua biaya
pabrikasi lainnya yang tidak dapat dibedakan langsung ke produk tertentu.
Biaya ini meliputi semua biaya-biaya yang keluar dari perusahaan kecuali
bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung.
Ditinjau dari perilaku unsur-unsur biaya overhead pabrik dalam
hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya overhead pabrik dapat
dibagi menjadi 3 golongan, yaitu:
1. Biaya overhead pabrik tetap, yaitu biaya overhead pabrik yang tidak berubah
dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.
6
2. Biaya overhead pabrik variabel, yaitu biaya overhead pabrik yang berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
3. Biaya overhead pabrik semivariabel, yaitu biaya overhead pabrik berubah
tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan. Biaya overhead pabrik
yang bersifat semivariabel dipecah menjadi dua unsur, yaitu biaya tetap dan
biaya variabel. Pemecahan biaya overhead pabrik semivariabel ini dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa metode yaitu High and Low Point
Method, Scattergraph Method dan Least Square Method.
Biaya Standar
Menurut Matz & Usry (1989) biaya standar adalah biaya yang ditetapkan
terlebih dahulu untuk memproduksi satu unit atau sejumlah unit produk selama
periode tertentu di masa mendatang.
Biaya standar digunakan untuk:
1. Menetapkan anggaran.
2. Mengendalikan biaya dengan cara memotivasi karyawan dan mengukur
efisiensi operasi.
3. Menyederhanakan prosedur perhitungan biaya dan mempercepat laporan
biaya.
4. Membebankan biaya ke persediaan bahan baku, barang dalam proses, dan
barang jadi.
5. Menetapkan tawaran kontrak dan harga jual.
Menurut Nafarin (2003), penentuan biaya standar dibagi dalam tiga bagian,
yaitu biaya bahan baku langsung standar, biaya tenaga kerja langsung standar, dan
biaya overhead pabrik standar.
1. Biaya Bahan Baku Langsung Standar
Biaya bahan baku langsung standar terdiri atas harga bahan baku langsung
standar dan kuantitas bahan baku langsung standar.
a. Harga Bahan Baku Langsung Standar
Harga bahan baku langsung standar adalah taksiran harga bahan baku per
unit. Harga bahan baku langsung standar biasanya ditentukan dari daftar
7
harga pemasok (supplier), katalog, atau informasi lain yang berhubungan
dengan kemungkinan perubahan harga di masa akan datang.
b. Kuantitas Bahan Baku Langsung Standar
Kuantitas bahan baku langsung standar adalah taksiran sejumlah unit
bahan baku yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk tertentu.
Kuantitas bahan baku langsung standar dapat ditentukan dengan
menggunakan penyelidikan teknis dan analisis catatan masa lalu.
Penyelidikan teknis misalnya dengan mengadakan taksiran yang wajar
terhadap bahan baku yang diperlukan untuk satu unit produk atau
membuat percobaan operasi produksi. Analisis catatan masa lalu misalnya
dengan menghitung rata-rata pemakaian bahan baku untuk produk
(pekerjaan) yang sama dalam periode tertentu pada masa lalu.
c. Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar
Biaya tenaga kerja langsung standar terdiri atas tarif upah tenaga kerja
langsung dan jam tenaga kerja langsung standar.
i. Tarif Upah Tenaga Kerja Langsung Standar
Tarif upah tenaga kerja langsung standar adalah taksiran tarif upah
tenaga kerja langsung per jam. Tarif upah tenaga kerja langsung
standar dapat ditentukan atas dasar perjanjian dengan karyawan dan
data upah masa lalu yang dihitung secara rata-rata.
ii. Jam Tenaga Kerja Langsung Standar
Jam tenaga kerja langsung standar adalah taksiran sejumlah satuan
waktu yang diperlukan untuk membuat satu unit produk tertentu. Jam
tenaga kerja langsung standar dapat ditentukan dengan cara
penyelidikan teknis dan analisis catatan masa lalu. Penyelidikan teknis
misalnya dengan mengadakan penyelidikan gerak dan waktu,
mengadakan taksiran yang wajar, memperhitungkan kelonggaran
waktu untuk istirahat, memperhitungkan faktor kelelahan, dan
memperhitungkan penundaan kerja yang tidak bisa dihindari. Analisis
catatan masa lalu misalnya menghitung rata-rata jam kerja yang
8
dikonsumsi dalam satu pekerjaan dari kartu harga pokok periode yang
lalu.
iii. Biaya Overhead Pabrik Standar
Biaya overhead pabrik standar dapat ditaksir atas dasar kapasitas
normal. Misalnya dengan menghitung kapasitas normal dalam satu
tahun x unit atau y jam kerja langsung dan biaya overhead pabrik satu
tahun yang terdiri atas biaya overhead pabrik variabel dan biaya
overhead pabrik tetap. Jam kerja normal atau kapasitas normal adalah
jam kerja yang digunakan untuk menentukan standar tarif
pembebanan biaya overhead pabrik. Kapasitas normal merupakan
suatu tingkat kapasitas operasi yang dapat dicapai dengan
pemanfaatan secara maksimal semua input atas fasilitas sarana dan
prasarana yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga pada akhirnya
tercapai biaya per unit produk yang serendah mungkin.
Anggaran dan biaya standar merupakan dua penentuan biaya yang
ditentukan di muka yang mempunyai perbedaan pada cara penentuannya.
Anggaran digunakan untuk menentukan seluruh biaya yang akan terjadi selama
periode tertentu. Sedangkan biaya standar digunakan untuk menentukan biaya
dalam satu unit atau sejumlah unit tertentu.
Menghitung biaya standar memerlukan standar fisik (Usry, 2005):
1. Standar dasar (basic standard) adalah tolok ukur yang digunakan untuk
membandingkan kinerja yang diperkirakan dengan kinerja aktual.
2. Standar sekarang (current standard) terdiri atas tiga jenis:
a. Standar aktual yang diperkirakan (expcted actual standard) mencerminkan
tingkat aktivitas dan efisiensi yang diperkirakan. Standar ini merupakan
estimasi yang paling dekat dengan hasil aktual.
b. Standar normal (normal standard) mencerminkan tingkat aktivitas dan
efisiensi normal. Standar ini mencerminkan hasil yang menantang namun
dapat dicapai.
9
c. Standar teoritis (theoritical standard) mencerminkan tingkat aktivitas dan
efisiensi yang maksimum atau ideal. Standar ini lebih merupakan cita-cita
yang dituju dan bukannya kinerja yang dapat dicapai sekarang.
Analisis Selisih Biaya Produksi
Heitger dan Matulich (2005) mendefinisikan analisis selisih sebagai suatu
proses membandingkan antara harga pokok sesungguhnya dengan harga pokok
standar, mengidentifikasi selisih dan menginterpretasikan sebab-sebab terjadinya
selisih yang dilakukan secara sistematis. Analisis selisih biaya produksi meliputi:
1. Selisih Biaya Bahan Baku
Selisih biaya bahan baku terjadi karena perbedaan biaya bahan baku standar
dengan biaya bahan baku sesungguhnya.
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung
Selisih biaya tenaga kerja langsung terjadi karena perbedaan biaya tenaga
kerja langsung standar dengan biaya tenaga kerja langsung sesungguhnya.
3. Selisih Biaya Overhead Pabrik
Selisih biaya overhead pabrik terjadi karena perbedaan biaya overhead pabrik
standar dengan biaya overhead pabrik sesungguhnya.
Analisis selisih bisa lebih efektif bila standar ditetapkan secara realistis
artinya telah disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Penyimpangan yang
tidak signifikan merupakan penyimpangan yang terdapat dalam batas-batas yang
masih dapat diterima, sedangkan penyimpangan signifikan adalah penyimpangan
yang berada di luar batas toleransi yang ditetapkan. Penyimpangan inilah yang
akan dicari apa penyebabnya.
Fakor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Varians
Batty dalam Winata (1997) mengemukakan sebab-sebab terjadinya
varians, yaitu sebagai berikut:
10
Tabel 1
Sebab-sebab Terjadinya Varians
Varians Sebab terjadinya
Efisiensi
Tenaga
Kerja
1. Pemakaian tenaga kerja yang kurang memenuhi
standar.
2. Kegagalan mendapatkan hasil yang paling baikdari
pekerja.
Upah Tenaga Kerja 1. Perubahan tarif dasar upah buruh.
2. Penempatan tenaga kerja yang tidak tepat.
3. Upah lembur yang dibayarkan lebih besar daripada
standar yang ditetapkan.
Pemakaian Bahan Baku 1. Pemborosan karena metode produksi yang tidak
efisien atau pegawai yang kurang ahli.
2. Mutu bahan baku yang tidak sesuai dengan
spesifikasinya.
3. Kombinasi pemakaina bahan baku yang tidak
memenuhi standar.
Harga Bahan Baku 1. Perubahan harga bahan baku
2. Kegagalan pembelian bahan baku sejumlah yang
diantisipasikan oleh yang menyebabkan harganya
nai karena tidak mendapat potongan jumlah.
3. Tidak mengambil potongan tunai sebagaimana
yang diperhitungkan dalam penetapan standar.
4. Perubahan dalam ongkos-ongkos transport,
pembelian, dan penyimpanan.
5. Kegagalan membeli bahan baku yang memnuhi
mutu standar.
Budget Overhead Pabrik 1. Perubahan harga.
2. Perubahan efisiensi pemakaian jasa.
3. Kurangnya pengendalian atas pengeluaran.
11
4. Kenaikan harga atas jasa dari luar perusahaan,
misal: listrik, suransi, dll.
Volume Overhead
Pabrik
1. Kegagalan bagian penjualan mendapatkan pesanan
yang cukup besar.
2. Pengehentian mesin.
3. Bahan baku yang rusak.
4. Adanya persoalan dengan buruh
5. Kegagalan dalam bagian jasa pabrik.
6. Perencanaan yang tidak efisien, misalnya urutan
pekerjaan atau kesalahan instruksi.
Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardiyanto pada tahun 2008
mengenai analisa selisih anggaran biaya produksi studi PT. Batam Textile Industri
Ungaran, Antonius Donny Widhiarto (2005) mengenai analisis selisih biaya
produksi pada PT. Cali Plast Surakarta, dan penelitian oleh Lois Gama (2004)
tentang analisis selisih biaya produksi atas kemasan produksi air minum dalam
kemasan Java (PT. Bayuadji Nusantara Industries) didapatkan beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya varians yang disajikan dalam tabel.
Tabel 2
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Selisih Biaya Produksi
Berdasarkan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul
Penelitian
Konsep Kesimpulan
Ardiyanto
(2008)
Analisa
Selisih
Anggaran
Biaya
Produksi
Studi PT.
Biaya Standar
Biaya Standar adalah
harga pokok yang
ditentukan di muka atas
sumber-sumber yang
diperlukan untuk
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
selisih anggaran
biaya produksi:
1. Perubahan
volume
12
Batam Textile
Industri
Ungaran
memproduksi satu unit
atau sejumlah unit
produk atau jasa pada
tingkat efisiensi periode
tertentu di waktu
mendatang (Winata,
1997)
Biaya Produksi
Biaya Produksi adalah
biaya yang dikeluarkan
oleh fungsi produksi
untuk mengolah bahan
baku menjadi barang
jadi (Mulyadi, 1993)
Analisis Selisih Biaya
Produksi
Analisis selisih biya
produksi sebagai suatu
proses membandingkan
antara harga pokok
sesungguhnya dengan
harga pokok standar
(Winata, 1997)
produksi
2. Perubahan
harga bahan
baku
3. Jumlah jam
kerja yang
berbeda tiap
bulannya
4. Kenaikan BOP
melebihi dari
yang
diperkirakan.
Antonius
Donny
Widhiarto
(2005)
Analisis
Selisih Biaya
Produksi Pada
PT. Cali Plast
Surakarta
Biaya Standar
Biaya Standar sebagai
harga pokok yang
ditentukan di muka
secara teliti atas
sumber-sumber yang
diperlukan untuk
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
selisih anggaran
biaya produksi:
1. Perubahan
volume
produksi
13
membuat beberapa
produk atau jasa
(Winata, 1997)
Biaya Produksi
Biaya Produksi adalah
biaya yang dikeluarkan
oleh fungsi produksi
untuk mengolah bahan
baku menjadi barang
jadi (Mulyadi, 1993)
Analisis selisih biya
produksi sebagai suatu
proses membandingkan
antara harga pokok
sesungguhnya dengan
harga pokok standar
(Winata, 1997)
2. Perubahan
harga bahan
baku
3. Jumlah jam
kerja yang
berbeda tiap
bulannya
4. Kenaikan BOP
melebihi dari
yang
diperkirakan.
Lois Gama
(2004)
Analisis
Selisih Biaya
Produksi Atas
Kemasan
Produksi Air
Minum Dalam
Kemasan Java
(PT. Bayuadji
Nusantara
Industries)
Biaya Standar
Biaya Standar sebagai
harga pokok yang
ditentukan di muka
secara teliti atas
sumber-sumber yang
diperlukan untuk
membuat beberapa
produk atau jasa
(Winata, 1997)
Biaya Produksi
Biaya Produksi
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
selisih biaya
produksi:
1. Perubahan
volume
produksi.
2. Perubahan
harga bahan
baku
3. Jumlah jam
kerja yang
14
meliputi semua biaya
yang berhubungan
dengan fasilitas
produksi yaitu semua
biaya dalam rangka
pengolahan bahan baku
menjadi produk selesai
yang siap untuk dijual
(Supriyono, 1987)
berbeda tiap
bulannya
4. Kenaikan BOP
melebihi dari
yang
diperkirakan.
Dari ketiga penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya selisih anggaran biaya produksi adalah perubahan
volume produksi yang tidak direncanakan, perubahan harga bahan baku akibat
dari keadaan perekonomian yang terkadang tidak dapat diprediksi, jumlah jam
kerja yang berbeda tiap bulannya akibat dari meningkat atau menurunnya
permintaan produksi, dan kenaikan BOP melebihi dari yang diperkirakan.
15
METODE PENELITIAN
Metode penelitian digunakan untuk memahami objek penelitian dan dapat
mengarahkan peneliti dalam melakukan analisis, sehingga dapat memberikan
solusi dalam menjawab persoalan penelitian yang dihadapi.
Jenis Data
1. Data Primer
Data primer dalam penelitian ini adalah informasi mengenai gambaran umum
perusahaan serta proses produksi abon yang diperoleh dengan melakukan
wawancara dan pengamatan langsung di UKM Abon Cap Monggo Mas.
2. Data sekunder diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara, seperti arsip- arsip perusahaan, serta diperoleh dan dicatat oleh
pihak lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah laporan biaya produksi
dari pemilik UKM Abon Cap Monggo Mas meliputi data mengenai biaya
standar dan biaya sesungguhnya baik untuk biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja dan biaya overhead pabrik.
Prosedur Pengumpulan Data
Guna memperoleh serta mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa
teknik, yaitu:
1. Wawancara
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara bertanya langsung dengan
pemilik UKM mengenai proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas.
2. Dokumentasi
Data diambil dari arsip-arsip berupa laporan biaya standar dan biaya aktual
pada proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas, yang meliputi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik periode 2009 dan
2010.
3. Observasi
Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan
langsung pada proses produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas.
16
Teknik dan langkah analisis
Teknik analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis deskriptif kuantitatif dengan menggunakan alat analisis varians yaitu
membandingkan biaya sesungguhnya dengan yang dianggarkan, mengidentifikasi
selisih dan menginterpretasikan sebab-sebab terjadinya selisih yang dilakukan
secara sistematis (Winata, 1997). Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai
berikut:
Tabel 3
Langkah-Langkah Perhitungan Selisih Biaya Produksi
Variabel Operasional
1. Penghitungan Varians
Bahan Baku
a. Penghitungan Varians
Harga Bahan Baku
Langsung
b. Penghitungan Varians
Efisiensi Bahan Baku
Langsung
Varians harga bahan baku = (Harga aktual per unit – Harga
standar per unit) x Kuantitas aktual bahan baku yang
digunakan
Varians efisiensi bahan baku langsung = (Kuantitas aktual
bahan baku yang digunakan – Kuantitas standar bahan baku
yang diperbolehkan untuk output oktual) x Harga standar
per unit
2. Penghitungan Varians
Tenaga Kerja Langsung
a. Penghitungan Varians
Tenaga Kerja
Langsung
b. Penghitungan Varians
Varians tarif tenaga kerja langsung = (Tarif upah aktual per
jam – Tarif upah standar per jam) x Jam tenaga kerja
langsung aktual yang digunakan
Varians efisiensi tenaga kerja langsung = (Jam aktual
tenaga kerja langsung yang digunakan – Jam standar
tenaga kerja langsung yang seharusnya digunakan) x Tarif
17
Efisiensi Tenaga
Kerja Langsung
upah standar per jam
3. Penghitungan Varians
Overhead
a. Penghitungan Varians
Overhead Variabel
i. Penghitungan
Varians
Pengeluaran
Overhead Variabel
ii. Penghitungan
Varians Efisiensi
Overhead Variabel
b. Penghitungan Varians
Overhead Tetap
i. Penghitungan
Varians Volume
Overhead Tetap
Varians pengeluaran overhead variabel = (Tarif aktual
overhead variabel – Tarif standar overhead variabel) x Jam
aktual tenaga kerja langsung yang digunakan
Varians efisiensi overhead variabel = (Jam aktual tenaga
kerja langsung yang digunakan – Jam standar tenaga kerja
langsung yang seharusnya digunakan) x Tarif standar
overhead variabel
Varians total overhead tetap = Overhead tetap yang
dibebankan – (Tarif standar overhead tetap x Jam standar)
Varians volume overhead tetap = Overhead tetap yang
dianggarkan – Overhead tetap yang dibebankan
Sumber: Hansen & Mowen (2006)
18
1. Untuk menjawab persoalan penelitian pertama yaitu dengan menghitung
terlebih dahulu berapa selisih yang menguntungkan (favorable) dan selisih
yang tidak menguntungkan (unfavorable) dari biaya produksi antara biaya
standar dan sesungguhnya.
2. Untuk menjawab persoalan kedua yaitu dengan menganalisis selisih yang
melebihi batas toleransi yang ditetapkan untuk mencari penyebab terjadinya
selisih tersebut.
19
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Penggerak utama perekonomian di Indonesia selama ini pada dasarnya
adalah sektor UKM. Munculnya UKM di berbagai pelosok Indonesia memiliki
beberapa kelebihan dan kelemahan. Salah satu kota yang terkena imbas dari
merebaknya UKM adalah Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan salah satu kota
yang kaya akan kulinernya. Kota Salatiga tidak hanya dikenal dengan ronde,
enting-enting gepuk, dan dendeng, tetapi juga dengan abon. Abon merupakan
makanan khas yang terkenal di Kota Salatiga yang berbahan utama daging sapi.
Salah satu perusahaan yang memproduksi abon di Kota Salatiga adalaha UKM
Abon Cap Monggo Mas.
UKM Abon Cap Monggo Mas didirikan oleh Bapak Kukuh Suwanto pada
tahun 1983 di rumah tinggalnya Jalan Joko Tingkir, Kota Salatiga. Usaha ini
berawal dari kejelian Bapak Kukuh Suwanto dalam melihat peluang pasar abon
yang masih terbuka lebar. Bapak Kukuh Suwanto melihat peluang bahwa abon
merupakan makanan tradisional khas Kota Salatiga yang akan selalu dicari oleh
wisatawan sebagai oleh-oleh. Selain itu, bahan baku yang digunakan untuk
membuat abon mudah didapatkan.
Bapak Kukuh Suwanto awalnya memproduksi abon dengan menggunakan
bahan baku daging sapi sebanyak 5 kg yang diproduksi sendiri dan dibantu oleh
istri serta anak-anaknya. Abon ini dijual secara eceran tanpa menggunakan merk.
Abon dijual dengan cara dititipkan di warung-warung. Awal tahun 1985, Bapak
Kukuh Suwanto memberi merk abon buatannya dengan merk Monggo Mas.
Bapak Kukuh Suwanto melakukan inovasi pada abon dengan menambahkan
kacang koro. Abon ini menggunakan bahan baku asli tanpa menggunakan
pengawet. Abon dikemas dengan kemasan baru menggunakan kertas yang sudah
bermerk dan dikemas dalam plastik dan toples, dengan berbagai ukuran.
Sekitar tahun 1987, pemasaran Abon Monggo Mas mulai merambah ke
luar kota dengan dibantu para sales. Saat ini proses produksi tetap dilakukan oleh
Bapak Kukuh Suwanto, istri, anak, dan enam orang pegawai. Pada hari biasa abon
yang diproduksi membutuhkan daging sapi 25 kg. Sedangkan pada hari libur,
20
terlebih saat hari raya, abon yang diproduksi dapat mencapai dua kali lipat dari
jumlah produksi saat hari biasa.
Tujuan UKM Abon Cap Monggo Mas yaitu mengembangkan usaha agar
menjadi lebih besar dan mampu bersaing di pasar. Struktur organisasi yang
diterapkan pada UKM Abon Cap Monggo Mas masih sangat sederhana. Bagian
dalam struktur organisasi UKM Abon Cap Monggo Mas yaitu pemilik dan tenaga
kerja.
a. Pemilik
Bertanggung jawab sepenuhnya terhadap aktivitas usaha, baik itu aktivitas
produksi, keuangan, pemasaran, maupun yang berkaitan dengan tenga kerja.
b. Tenaga kerja
Mengerjakan proses produksi dari awal sampai produk jadi dan siap dijual.
Proses Produksi Abon Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Tahapan yang dilakukan untuk memproduksi abon dimulai dari bahan
baku menjadi produk jadi. Pengolahan abon dimulai dengan merebus daging yang
merupakan bahan baku utama sampai lunak, kemudian diiris tipis-tipis. Kacang
koro dicuci, ditimbang, lalu direbus sampai lunak kemudian digiling. Kacang
yang telah digiling dicampur dengan bumbu yang telah ditumbuk, serta daging
yang telah diiris tipis-tipis, kemudian diaduk sampai merata. Setelah bahan
tercampur merata kemudian digoreng hingga ± 1,5 jam. Setelah matang, dipress
supaya kering dan minyak sisa penggorengan terbuang. Setelah abon benar-benar
kering, kemudian abon didinginkan agar tidak menggumpal. Sebelum dipasarkan,
abon dikemas dalam plastik atau toples tergantung dari permintaan konsumen.
Biaya Produksi Abon Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Data mengenai biaya produksi di UKM Abon Cap Monggo Mas meliputi
biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik.
1. Bahan Baku Langsung
Bahan baku langsung yang dipergunakan untuk memproduksi abon antara
lain: daging sapi, kacang koro, gula pasir, minyak, gula jawa, kelapa, dan
21
bumbu rempah-rempah. Dalam satu kali produksi dibutuhkan 25 kg daging
sapi, 80 kg kacang koro, 15 kg gula pasir, 15 kg gula jawa, 34 kg minyak, 3
kg kelapa, dan 9 kg bumbu rempah-rempah.
2. Tenaga Kerja Langsung
Tenaga kerja dalam produksi abon UKM Abon Cap Monggo Mas berjumlah
enam orang yang terdiri dari tetangga Bapak Kukuh Suwanto. Tenaga kerja
tersebut dibagi dalam 3 bagian, yaitu bagian penggorengan dengan jumlah
tenaga kerja 3 orang, bagian pengepressan dengan jumlah tenaga kerja 1
orang, dan bagian pembungkusan dengan jumlah tenaga kerja 2 orang. Satu
kali produksi membutuhkan waktu selama kurang lebih 1,5 jam. Produksi
abon melalui proses yang saling berkaitan antara bagian penggorengan,
pengepressan dan pembungkusan. Produksi berlangsung dari jam 6 pagi
hingga jam 2 siang. Tarif tenaga kerja berdasarkan upah harian. Upah harian
yaitu upah yang diterima oleh tenaga kerja setiap selesai produksi dalam satu
hari. Upah harian standar yang diterima berbeda-beda tiap bagian. Tenaga
kerja bagian penggorengan menerima upah harian sebesar sebesar Rp
20.000,00 / orang / hari. Tenaga kerja bagian pengepressan menerima upah
harian sebesar Rp 17.500,00 / orang / hari. Upah harian ini termasuk dalam
upah tenaga kerja langsung.
Selain upah harian, pemilik UKM juga memberikan upah lembur kepada
setiap tenaga kerja apabila kuantitas produksi abon meningkat. Pemilik
membatasi jam lembur tiap tenaga kerja hanya dari jam 2 siang sampai
dengan jam 4 sore. Tarif upah lembur dihitung per 2 jam dan berbeda-beda
tiap bagian. Tenaga kerja bagian penggorengan menerima upah lembur Rp
10.000,00 / orang / lembur. Tenaga kerja bagian pengepressan menerima
upah lembur sebesar Rp 15.000,00 / orang / lembur. Tenaga kerja bagian
pengemasan menerima upah lembur sebesar Rp 7.500,00 / orang / lembur.
3. Overhead Pabrik
Overhead pabrik terdiri dari overhead tetap dan overhead variabel. Overhead
tetap dalam produksi abon yaitu biaya penyusutan pompa air. Penggunaan
pompa air untuk mengambil air sumur yang juga digunakan sebagai bahan
22
dalm proses produksi. Menghitung tarif penyusutan pompa air menggunakan
metode garis lurus sebagai berikut (Horngren, 2008):
Tarif Penyusutan = Nilai Perolehan – Nilai Sisa
Umur Ekonomis
Nilai perolehan pompa air sebesar Rp 650.000,00 yang memiliki umur
ekonomis 5 tahun. Tarif penyusutan pompa air sebesar Rp 130.000,00 per
tahun, sedangkan penyusutan per hari sebesar Rp 433,33.
Overhead variabel dalam produksi abon terdiri dari biaya listrik yang juga
mencakup biaya air karena air yang digunakan dalam proses produksi
menggunakan sumber mata air dari sumur pompa, bahan bakar kayu untuk
proses penggorengan, dan paket kemasan yang meliputi biaya pembelian
kemasan plastik dan toples serta biaya cetak kertas dan sablon logo dalam
kemasan.
Penetapan Biaya Standar Pada UKM Abon Cap Monggo Mas
Penentuan biaya standar pada UKM Abon Cap Monggo Mas dibagi dalam
tiga bagian, yaitu bahan baku langsung standar, biaya tenaga kerja langsung, dan
biaya overhead pabrik standar.
1. Biaya Bahan Baku Langsung Standar
Biaya bahan baku langsung standar terdiri atas harga bahan baku langsung
standar dan kuantitas bahan baku langsung standar.
a. Harga Bahan Baku Langsung Standar
Harga bahan baku langsung standar ditetapkan berdasarkan tingkat harga
rata-rata dari harga toko grosir, tingkat harga yang telah ditetapkan oleh
Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Salatiga, dan informasi lain
yang berhubungan dengan perubahan harga bahan baku.
b. Kuantitas Bahan Baku langsung Standar
Kuantitas bahan baku langsung standar ditetapkan sendiri oleh pemilik
dengan menghitung pemakaian standar jumlah bahan baku per produksi
abon.
23
2. Biaya Tenaga Kerja Langsung Standar
Biaya tenaga kerja langsung standar terdiri dari tarif upah tenaga kerja
langsung standar dan jam tenaga kerja langsung standar.
a. Tarif Upah Tenaga Kerja Langsung Standar
Tarif upah tenaga kerja langsung standar ditetapkan berdasarkan tarif
upah yang distandarkan oleh pemilik UKM Abon Cap Monggo Mas.
b. Jam Tenaga Kerja Langsung Standar
UKM Abon Cap Monggo Mas dalam pembuatan abon memerlukan
waktu kira-kira 1,5 jam setiap kali penggorengan. Proses produksi
dilakukan mulai pukul 06.00 hingga pukul 14.00 dengan waktu istirahat
bergantian tiap karyawan setiap harinya. Apabila kuantitas produksi
meningkat maka diberlakukan jam kerja lembur yaitu mulai dari jam 2
siang sampai dengan jam 4 sore.
3. Biaya Overhead Pabrik Standar
Biaya overhead pabrik standar terdiri dari biaya overhead pabrik tetap dan
biaya overhead variabel.
a. Biaya Overhead Pabrik Tetap Standar
Biaya overhead pabrik tetap standar terdiri atas:
- Biaya penyusutan pompa air
b. Biaya Overhead Pabrik Variabel Standar
Biaya overhead pabrik variabel standar terdiri atas:
- Biaya listrik
- Biaya bahan bakar kayu
- Biaya paket kemasan
Analisis Varians
Varians antara standar yang telah ditetapkan dengan keadaan aktual yang
sebenarnya terjadi dapat diukur dengan menggunakan analisis varians. Berikut
hasil analisis varians untuk masing-masing bahan baku langsung, tenaga kerja
langsung, dan overhead pabrik.
24
a. Analisis Varians Bahan Baku
Analisis varians bahan baku terdiri dari varians harga dan varians efisiensi
penggunaan.
a. Analisis Varians Harga Bahan Baku Langsung
Tabel 4
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku Tahun 2009
Standar
Harga
(Rp/kg)
Realisasi
Harga
(Rp/kg)
Kuantitas
Aktual
(kg)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 60.000 61.004,33 685,42 688.386,81 U -1,67%
Kacang Koro 5.000 4.883 2.193,33 -256.620 F 2,34%
Gula Pasir 8.000 7.950 411,25 -20.562,50 F 0,63%
Gula Jawa 8.000 7.290 411,25 -291.987,50 F 8,88%
Minyak 10.000 10.358,33 930,58 333.457,21 U -3,58%
Kelapa 1.500 1.533,33 82,25 2.741,67 U -2,22%
Bumbu Rempah-rempah 79.000 78.482 246,72 -127.802,01 F 0,66%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 5
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Rata-Rata Harga Bahan Baku Tahun 2010
Standar
Harga
(Rp/kg)
Realisasi
Harga
(Rp/kg)
Kuantitas
Aktual
(kg)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 70.000 66.209 714,58 -2.708.688 F 5,42%
Kacang Koro 5.500 5.225 2.858,33 -786.042 F 5,00%
Gula Pasir 9.000 8.729 428,75 -116.120 F 3,01%
Gula Jawa 8.000 7.829 428,75 -73.245 F 2,14%
Minyak 12.000 11.583 1.110,78 -462.826 F 3,47%
Kelapa 1.600 1.700 85,75 8.575 U -6,25%
Bumbu Rempah-rempah 82.000 81.821 294,50 -52.617 F 0,22%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Pihak yang bertugas membeli bahan baku di UKM Abon Cap Monggo Mas
adalah Ibu Yati. Anak dari pemilik UKM. Berdasarkan analisis varians rata-rata
harga bahan baku tahun 2009 – 2010 di UKM Abon Cap Monggo Mas dapat
diuraikan sebagai berikut:
25
1. Bahan Baku Daging Sapi
Standar harga bahan baku daging sapi selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar
Rp 60.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 61.004,33. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 688.386,81 yang dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 1,67%.
Sedangkan standar harga bahan baku daging sapi selama tahun 2010 memiliki
rataan sebesar Rp 70.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 66.209. Berdasarkan
hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 2.708.688 yang dapat
dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 5,42%.
Setiap pagi Ibu Yati membeli daging sapi di pasar tradisional Kota Salatiga. Di
pasar tradisional Kota Salatiga terdapat banyak jenis bahan-bahan makanan yang
dijual serta terdapat los penjual bermacam daging, termasuk daging sapi. Ibu Yati
telah memiliki langganan penjual daging sapi. Setiap hari Ibu Yati membeli
daging sapi di tempat penjual langganan. Karena telah memiliki langganan
penjual daging, maka apabila Ibu Yati membeli daging dalam jumlah banyak akan
memperoleh potongan harga. Apabila stok daging sapi yang diinginkan tidak
tersedia, Ibu Yati membeli daging sapi di tempat penjual lain dengan memilih
kualitas yang sama sesuai kriteria daging sapi yang diinginkan oleh Ibu Yati dan
mencari harga termurah di antara para penjual selain penjual langganannya sebab
semakin bagus kualitas daging sapi, harga daging tersebut semakin mahal.
Pada tahun 2009 rataan realisasi harga beli daging sapi lebih tinggi dibandingkan
rataan standar dan menyebabkan varians unfavorable. Hal ini disebabkan karena
rata-rata harga beli daging sapi dari bulan ke bulan semakin meningkat, terutama
pada waktu menjelang lebaran, yaitu mulai Bulan September, rata-rata harga beli
daging sapi melebihi standar yang ditetapkan.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini dipengaruhi oleh faktor siapa yang
melakukan pembelian bahan baku daging sapi, kemudahan dalam memperoleh
daging sapi, diskon yang diberikan, dan kualitas daging sapi. Pihak yang bertugas
dalam melakukan pembelian bertanggung jawab pada realisasi harga beli dengan
mencari harga termurah namun kualitas daging sapi yang sesuai. Pembelian
26
daging sapi pada saat menjelang hari raya juga mempengaruhi varians sebab
permintaan pasar meningkat.
2. Bahan Baku Kacang Koro
Harga bahan baku kacang koro pada tahun 2009 memiliki rataan sebesar Rp 5.000
dan rataan realisasi harga beli sebesar Rp 4.883. Berdasarkan hasil analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 256.620 yang dapat dikategorikan
Favorable (F) dengan persentasi varians sebesar 2,34%. Sedangkan pada tahun
2010 memiliki rataan sebesar Rp 5.500 dengan rataan realisasi sebesar Rp 5.225.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 786.042 yang
dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentasi varians sebesar 5%.
Ibu Yati membeli kacang koro di Pasar Legi, Kota Solo yang merupakan tempat
grosir bahan baku. Pembelian di grosir menyebabkan harga beli lebih murah dan
apabila pembelian kacang koro dalam jumlah banyak akan mendapatkan potongan
harga.
Jadi varians dapat terjadi karena kacang koro dibeli di grosir bahan baku yang
menjual kacang koro dengan harga yang lebih murah.
3. Bahan Baku Gula Pasir
Pada tahun 2009 standar harga beli bahan baku gula pasir memiliki rataan sebesar
Rp 8.000 dan rataan realisasi sebesar Rp 7.950. Varians yang terjadi sebesar Rp
20.562,50 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians
sebesar 0,63%. Sedangkan pada tahun 2010 standar harga bahan baku gula pasir
memiliki rataan sebesar Rp 9.000 dan rataan realisasi sebesar Rp 8.729.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 116.120 yang
dapat dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 3,01%.
Gula pasir dibeli di toko grosir langganan yang masih berlokasi di Kota Salatiga.
Harga gula pasir di toko grosir lebih murah dibandingkan di toko-toko yang lain.
Apabila Ibu Yati membeli dalam kuantitas banyak, maka akan mendapatkan
potongan harga.
Varians yang favorable dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 terjadi karena
gula pasir dibeli di toko grosir langganan yang menjual gula pasir dengan harga
yang lebih murah daripada grosir bahan baku lainnya.
27
4. Bahan Baku Gula Jawa
Rataan standar harga bahan baku gula jawa selama tahun 2009 sebesar Rp 8.000
dan rataan realisasi sebesar Rp 7.290. Dari selisih rataan tersebut varians yang
terjadi sebesar Rp 291.987,50 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan
persentase varians sebesar 8,88%. Sedangkan selama tahun 2010 memiliki rataan
standar sebesar Rp 8.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 7.829. Varians yang
terjadi sebesar Rp 73.245 yang dapat dikategorikan Favorable (F) dengan
persentase varians sebesar 2,14%.
Gula jawa dibeli langsung dari petani gula, sehingga harga beli lebih murah
dibandingkan di toko atau di pasar karena langsung dari produsen.
Dapat disimpulkan bahwa varians terjadi karena rata-rata harga realisasi lebih
rendah dari rata-rata harga standar, sebab bahan baku dibeli langsung dari
produsen.
5. Bahan Baku Minyak
Standar harga bahan baku minyak selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar Rp
10.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 10.358,33. Berdasarkan hasil analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 333.457,21 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 3,58%. Sedangkan standar
harga bahan baku minyak selama tahun 2010 memiliki rataan sebesar Rp 12.000
dengan rataan realisasi sebesar Rp 11.583. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 462.826 yang dapat dikategorikan Favorable (F)
dengan persentase varians sebesar 3,47%.
Bahan baku minyak dibeli di toko grosir langganan yang berlokasi di Kota
Salatiga. Karena telah sering membeli minyak di toko tersebut dalam kurun waktu
yang lama, menyebabkan apabila Ibu Yati membeli minyak dalam kuantitas yang
banyak akan mendapatkan potongan harga. Ibu Yati memilih toko grosir tersebut
karena menjual minyak dengan harga yang relatif lebh murah dibandingkan toko
yang lain.
Pada tahun 2009, selisih antara rata-rata harga realisasi dan rata-rata harga standar
adalah selisih yang Unfavorable. Hal ini terjadi karena penetapan harga beli
standar minyak kurang ditingkatkan, sebab pada 3 bulan pertama, harga realisasi
28
bahan baku minyak sama dengan harga standar, dan pada bulan April sampai
dengan Bulan Desember rata-rata harga realisasi bahan baku minyak melebihi
standar harga. Dari data harga pembelian minyak di pasar, tampak bahwa apabila
harga minyak telah merangkak naik, sangat minimal sekali kemungkinan harga
akan turun kembali atau bahkan stabil.
Dapat disimpulkan bahwa varians terjadi karena pembelian di toko grosir
langganan sehingga harga realisasi lebih rendah dibandingkan harga beli standar.
Selain itu faktor kenaikan harga bahan baku yang sulit untuk ditekan juga
mempengaruhi varians.
6. Bahan Baku Kelapa
Bahan baku kelapa selama tahun 2009 memiliki rataan standar sebesar Rp 1.500
dengan rataan realisasi sebesar Rp 1.533,33. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 2.741,67 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 2,22%. Selama tahun 2010 memiliki rataan
standar harga bahan baku kelapa sebesar Rp 1.600 dengan rataan realisasi sebesar
Rp 1.700. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
8.575 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians
sebesar 6,25%.
Kelapa dibeli di pasar tradisional Kota Salatiga. Penjual kelapa di pasar
jumlahnya sangat terbatas, sehingga mempengaruhi persediaan kelapa di pasaran.
Jumlah kelapa yang terbatas namun permintaan konsumen yang berfluktuasi
menyebabkan harga kelapa juga berubah-ubah hampir setiap hari. Akibat dari hal
tersebut, harga yang didapat Ibu Yati saat membeli kelapa setiap hari juga
berubah-ubah dan menyebabkan rata-rata realisasi harga lebih besar dari rata-rata
harga standar.
Varians Unfavorable dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2010 dapat
disimpulkan terjadi karena faktor kesulitan dalam mendapatkan bahan baku
kelapa dan pihak yang melakukan pembelian harus mencari harga yang termurah
dengan kualitas kelapa yang sesuai.
7. Bahan Baku Bumbu Rempah-Rempah
29
Selama tahun 2009 standar harga bahan baku bumbu rempah-rempah memiliki
rataan sebesar Rp 79.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 78.842. Berdasarkan
hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 127.802,01 yang dapat
dikategorikan Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 0,66%. Sedangkan
selama tahun 2010 rataan standar harga beli bahan baku bumbu rempah-rempah
sebesar Rp 82.000 dengan rataan realisasi sebesar Rp 81.821. Dari selisih tersebut
varians yang terjadi sebesar Rp 52.617 yang dapat dikategorikan Favorable (F)
dengan persentase varians sebesar 0,22%.
Ibu Yati membeli bumbu rempah-rempah di pasar tradisional di Kota Salatiga.
Jumlah pedagang bumbu rempah-rempah di pasar sangat tidak terbatas, karena
hampir setiap tempat ada penjual bumbu rempah-rempah dalam persediaan yang
banyak maupun sedikit, sehingga banyak pilihan bagi Ibu Yati untuk menentukan
tempat pembelian bumbu rempah-rempah. Penentuan tempat pembelian bumbu
rempah-rempah juga dipengaruhi oleh faktor harga yang termurah dengan kualitas
tetap sesuai seperti yang diinginkan. Pembelian dalam jumlah banyak dan
dilakukan setiap hari akan memunculkan diskon pembelian yang hal itu
merupakan keuntungan bagi pembeli.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi karena kemudahan dalam
memperoleh bumbu rempah-rempah di pasar tradisional Kota salatiga, diskon
yang diberikan oleh penjual karena pembelian dalam jumlah banyak, serta
kejelian agen pembelian dalam mencari harga yang termurah dengan kualitas
yang sesuai keinginan.
30
b. Analisis Varians Efisiensi Bahan Baku
Tabel 6
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku Tahun 2009
Standar
Kuantitas
(kg)
Realisasi
Kuantitas
(kg)
Standar
Harga
(Rp/kg)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 625 685,42 60.000 3.625.000 U -9,67%
Kacang Koro 2.000 2.193,33 5.000 966.666,67 U -9,67%
Gula Pasir 375 411,25 8.000 290.000 U -9,67%
Gula Jawa 375 411,25 8.000 290.000 U -9,67%
Minyak 850 930,58 10.000 805.782,68 U -9,48%
Kelapa 75 82,25 1.500 10.875 U -9,67%
Bumbu Rempah-rempah 225 246,72 79.000 1.716.040,77 U -9,65%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 7
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Bahan Baku Tahun 2010
Standar
Kuantitas
(kg)
Realisasi
Kuantitas
(kg)
Standar
Harga
(Rp/kg)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 650 714,58 70.000 4.520.833,33 U -9,94%
Kacang Koro 2.600 2.858,33 5.500 1.420.833,33 U -9,94%
Gula Pasir 390 428,75 9.000 348.750 U -9,94%
Gula Jawa 390 428,75 8.000 310.000 U -9,94%
Minyak 1.010,39 1.110,78 12.000 1.204.697,33 U -9,94%
Kelapa 78 85,75 1.600 12.400 U -9,94%
Bumbu Rempah-rempah 267,88 294,50 82.000 2.182.556,96 U -9,94%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Di UKM Abon Cap Monggo Mas, pihak yang bertugas melakukan pengawasan
terhadap kuantitas bahan baku adalah Bapak Kukuh Suwanto. Pemakaian bahan
baku harus berdasarkan perbandingan kuantitas yang telah ditetapkan oleh UKM.
Apabila salah satu kuantitas bahan baku meningkat, maka akan mempengaruhi
meningkatnya kuantitas bahan baku yang lain. Setiap hari, kuantitas bahan baku
yang dibeli oleh Ibu Yati berdasarkan kebutuhan untuk proses produksi. Bahan
Baku tersebut adalah:
31
1. Bahan Baku Daging Sapi
Standar efisiensi bahan baku langsung daging sapi selama tahun 2009 memiliki
rataan sebesar 625kg dengan rataan realisasi sebesar 685,42kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 3.625.000 yang dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%.
Sedangkan standar efisiensi bahan baku langsung daging sapi selama tahun 2010
memiliki rataan sebesar 650kg dengan rataan realisasi sebesar 714,58kg.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 4.520.833,33
yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
9,94%.
Varians yang unfavorable tersebut terjadi karena rata-rata kuantitas realisasi bahan
baku daging sapi selama tahun 2009 hingga tahun 2010 meningkat tiap bulan,
khususnya pada saat menjelang hari raya karena meningkatnya permintaan pasar.
Selain itu UKM juga meningkatkan produksi untuk menambah persediaan abon.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi karena realisasi penggunaan daging
sapi yang melebihi standar. Sedangkan standar yang digunakan selalu konstan
dalam setiap produksi, tidak menyesuaikan dengan perubahan kondisi permintaan
pasar.
2. Bahan Baku Kacang Koro
Bahan baku kacang koro selama tahun 2009 memiliki rataan standar sebesar
2000kg dengan rataan realisasi sebesar 2.193,33kg. Berdasarkan hasil analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 966.666,67 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan pada tahun
2010 standar efisiensi bahan baku kacang koro memiliki rataan sebesar 2.600kg
dengan rataan realisasi sebesar 2.858,33kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 1.420.833,33 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,94%.
Meningkatnya kuantitas bahan baku daging sapi dalam proses produksi juga
meningkatkan kuantitas bahan baku kacang koro. Dengan perbandingan tiap 1kg
daging sapi, membutuhkan 4kg kacang koro sebagai bahan campuran.
32
Perbandingan kuantitas bahan baku tersebut berlaku pada tahun 2009 sampai
dengan tahun 2010 dengan tujuan untuk menjaga kualitas hasil produksi abon.
Varians ini dipengaruhi oleh meningkatnya kuantitas bahan baku daging sapi yang
mempengaruhi kuantitas bahan baku kacang koro berdasarkan perbandingan
kuantitas.
3. Bahan Baku Gula Pasir
Selama tahun 2009 bahan baku langsung gula pasir memiliki rataan sebesar 375kg
dengan rataan realisasi sebesar 411,25kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 290.000 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan selama tahun 2010
standar efisiensi bahan baku langsung gula pasir memiliki rataan sebesar 390kg
dengan rataan realisasi sebesar 428,75kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 348.750 yang dapat dikategorikan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 9,94%.
Dalam proses produksi abon di UKM Abon Cap Monggo Mas, meningkatnya
kuantitas bahan baku daging sapi dan kacang koro juga meningkatkan kebutuhan
bahan baku gula pasir yang merupakan bahan baku untuk memberi rasa manis.
Perbandingan kuantitas antara bahan baku daging sapi dengan gula pasir adalah
setiap 1kg daging sapi membutuhkan 0,75kg gula pasir.
Varians ini terjadi karena meningkatnya kuantitas pemakaian bahan baku gula
pasir yang disesuaikan dengan meningkatnya kuantitas bahan baku yang lain agar
tetap menjaga kualitas rasa manis pada hasil produksi abon.
4. Bahan Baku Gula Jawa
Standar efisiensi bahan baku langsung gula jawa selama tahun 2009 memiliki
rataan sebesar 375kg dengan rataan realisasi sebesar 411,25kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 290.000 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan standar
efisiensi bahan baku langsung gula jawa selama tahun 2010 memiliki rataan
sebesar 390kg dengan rataan realisasi sebesar 428,75kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 310.000 yang dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,94%.
33
Realisasi kuantitas bahan baku gula jawa yang lebih tinggi dari standar kuantitas
dipengaruhi oleh meningkatnya kuantitas bahan baku yang lain. Perbandingan
kebutuhan kuantitas bahan baku gula jawa sama dengan perbandingan kebutuhan
kuantitas gula pasir. Namun pada tahuun 2010, kebutuhan daging sapi yang
merupakan acuan perbandingan kuantitas lebih tinggi dari realisasi kuantitas pada
tahun 2010, maka realisasi kuantitas gula jawa pada tahun 2010 juga lebih tinggi
dari tahun 2009.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi karena meningkatnya kuantitas bahan
baku gula jawa yang menyesuaikan dengan meningkatnya kuantitas bahan baku
yang lain dengan tujuan agar menjaga kualitas warna coklat pada abon.
5. Bahan Baku Minyak
Bahan baku minyak selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar 850kg dengan
rataan realisasi sebesar 930,58kg. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang
terjadi sebesar Rp 805.782,68 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 9,48%. Sedangkan standar efisiensi bahan baku minyak
selama tahun 2010 memiliki rataan sebesar 1.010,39kg dengan rataan realisasi
sebesar 1.110,78kg. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi
sebesar Rp 1.204.697,33 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 9,94%.
Kebutuhan kuantitas realisasi bahan baku minyak yang lebih tinggi dari standar
kuantitas dipengaruhi oleh meningkatnya bahan baku daging sapi, kacang koro,
gula pasir, gula jawa, kelapa, dan bumbu rempah-rempah, dengan perbandingan
setiap 1kg campuran dari daging sapi, kacang koro, gula pasir, gula jawa, kelapa,
dan bumbu rempah-rempah, memerlukan kuantitas minyak sebesar 0,2309kg.
Varians ini terjadi disebabkan oleh peningkatan takaran minyak goreng untuk
proses penggorengan seiring dengan meningkatnya proses produksi untuk
menghasilkan abon dengan kualitas yang maksimal dan tidak merubah tekstur
hasil akhir produksi.
6. Bahan Baku Kelapa
Standar efisiensi bahan baku kelapa selama tahun 2009 memiliki rataan sebesar
75kg dengan rataan realisasi sebesar 82,25kg. Berdasarkan hasil analisis varians,
34
varians yang terjadi sebesar Rp 10.875 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U)
dengna persentase varians sebesar 9,67%. Sedangkan standar efisiensi bahan baku
kelapa selama tahun 2010 memiliki rataan sebesar 78kg dengan rataan realisasi
sebesar 85,75kg. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar
Rp 12.400 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians
sebesar 9,94%.
Meningkatnya kuantitas bahan baku kelapa tiap produksi selama tahun 2009 dan
2010 juga menyesuaikan dengan perbandingan takaran kuantitas bahan baku yang
lain. Setiap 1kg daging sapi memerlukan kuantitas kelapa sebesar 0,12kg. Standar
yang selalu konstan tiap proses produksi selama tahun 2009 hingga tahun 2010
menyebabkan rata-rata realisasi kauntitas bahan baku kelapa lebih tinggi.
Dapat disimpulkan bahwa varians ini terjadi dipengaruhi oleh peningkatan
komposisi kelapa dalam proses produksi abon untuk mendapatkan tekstur abon
yang tepat, dengan menyesuaikan takaran kuantitas bahan baku yang lain.
7. Bahan Baku Bumbu Rempah-Rempah
Pada tahun 2009 standar efisiensi bahan baku bumbu rempah-rempah memiliki
rataan sebesar 225kg dengan rataan realisasi sebesar 246,72kg. Berdasarkan hasil
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 1.716.040,77 yang dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,65%.
Sedangkan standar efisiensi bahan baku langsung bumbu rempah-rempah selama
tahun 2010 memiliki rataan sebesar 267,88kg dengan rataan realisasi sebesar
294,50kg. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
2.182.556,96 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase
varians sebesar 9,94%.
Takaran bahan baku rempah-rempah berbanding lurus dengan kuantitas bahan
baku yang lain. Setiap 1kg campuran dari daging sapi, kacang koro, gula pasir,
gula jawa, dan kelapa memerlukan bumbu rempah-rempah sebanyak 0,06521kg.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor penyesuaian komposisi bumbu rempah-rempah
dalam proses roduksi abon untuk menentukan cita rasa hasil akhir produksi.
35
c. Analisis Varians Total Bahan Baku
Analisis varians total bahan baku langsung menggabungkan antara
varians harga dan efisiensi dari bahan baku. Analisis varians total bahan
baku dalam produksi periode 2009 dan 2010 disajikan dalam tabel:
Tabel 8
Analisis Varians Total Rata-Rata Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Total Rata-Rata Bahan Baku Langsung
Tahun 2009
Biaya
Standar
(Rp)
Biaya
Aktual
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 37.500.000 41.813.387 4.313.387 U -11,50%
Kacang Koro 10.000.000 10.710.047 710.047 U -7,10%
Gula Pasir 3.000.000 3.269.438 269.438 U -8,98%
Gula Jawa 3.000.000 2.998.013 -1.988 F 0,07%
Minyak 8.500.000 9.639.240 1.139.240 U -13,40%
Kelapa 112.500 126.117 13.617 U -12,10%
Bumbu Rempah-rempah 17.775.000 19.363.239 1.588.239 U -8,94%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 9
Analisis Varians Total Rata-Rata Bahan Baku
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Nama Bahan Baku
Analisis Varians Total Rata-Rata Bahan Baku Langsung
Tahun 2010
Biaya
Standar
(Rp)
Biaya
Aktual
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Daging Sapi 45.500.000 47.312.146 1.812.146 U -3,98%
Kacang Koro 14.300.000 14.934.792 634.792 U -4,44%
Gula Pasir 3.510.000 3.742.630 232.630 U -6,63%
Gula Jawa 3.120.000 3.356.755 236.755 U -7,59%
Minyak 12.124.696 12.866.567 741.871 U -6,12%
Kelapa 124.800 145.775 20.975 U -16,81%
Bumbu Rempah-rempah 21.966.380 24.096.320 2.129.940 U -9,70%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Berdasarkan analisis varians rata-rata harga bahan baku dan rata-rata efisiensi
bahan baku selama tahun 2009 dan tahun 2010 diperoleh varians total rata-rata
bahan baku. Varians tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
36
1. Bahan Baku Daging sapi
Biaya standar rata-rata bahan baku daging sapi selama tahun 2009 sebesar Rp
37.500.000 dengan realisasi sebesar Rp 41.813.387. Berdasarkan analisis varians
total yang menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians
yang terjadi sebesar Rp 4.313.387. Varians total ini dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 11,50%. Sedangkan pada
tahun 2010 biaya standar rata-rata bahan baku daging sapi sebesar Rp 45.500.000
dengan realisasi sebesar Rp 47.312.146. Berdasarkan analisis varians total yang
menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi
sebesar Rp 1.812.146. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (U)
dengan persentase varians sebesar 3,98%.
Pada tahun 2009 varians Unfavorable terjadi karena realisasi harga dan realisasi
kuantitas yang lebih tinggi dari standar yang ditetapkan UKM, sehingga hasil
perkalian realisasi harga dan kuantitas lebih tinggi dari standar. Sedangkan pada
tahun 2010, walaupun rata-rata realisasi harga lebih rendah dari standar yang
ditetapkan, namun apabila dikalikan dengan realisasi kuantitas, hasilnya tetap
lebih tinggi dibandingkan standar, sehingga menyebabkan total rata-rata bahan
baku unfavorable.
2. Bahan Baku Kacang Koro
Bahan baku kacang koro selama tahun memiliki standar rata-rata sebesar Rp
10.000.000 dengan realisasi sebesar Rp 10.710.047. Berdasarkan analisis varians
total yang menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians
yang terjadi sebesar Rp 710.047. Varians total ini dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 7,10%. Sedangkan pada tahun
2010 biaya standar rata-rata bahan baku kacang koro sebesar Rp 14.300.000
dengan realisasi sebesar Rp 14.934.792. Berdasarkan analisis varians total yang
menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi
sebesar Rp 634.792. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 4,44%.
Perkalian realisasi kuantitas dengan realisasi harga yang lebih tinggi dari hasil
perkalian standar kuantitas dan harga menyebabkan varians yang unfavorable.
37
Walaupun hasil varians rata-rata harga pada tahun 2009 dan 2010 menghasilkan
varians yang favorable, namun nilai tersebut tidak signifikan jika dibandingkan
dengan jumlah varians yang unfavorable pada rata-rata efisiensi bahan baku
kacang koro.
3. Bahan Baku Gula Pasir
Biaya standar rata-rata bahan baku gula pasir selama tahun 2009 sebesar Rp
3.000.000 dengan realisasi sebesar Rp 3.269.438. Berdasarkan analisis varians
total yang menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians
yang terjadi sebesar Rp 269.438. Varians total ini dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 8,98%. Sedangkan pada tahun
2010 biaya standar rata-rata bahan baku gula pasir sebesar Rp 3.510.000 dengan
realisasi sebesar Rp 3.742.630. Berdasarkan analisis varians total yang
menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi
sebesar Rp 232.630. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 6,63%.
Varians ini terjadi karena faktor kuantitas realisasi gula pasir yang lebih tinggi
dari standar yang ditetapkan oleh UKM selama tahun 2009 sampai dengan tahun
2010. Walaupun rata-rata realisasi harga gula pasir lebih rendah dari standar yang
ditetapkan, namun selisih tersebut tidak signifikan.
4. Bahan Baku Gula Jawa
Bahan baku gula jawa selama tahun 2009 memiliki biaya standar sebesar Rp
3.000.000 dengan realisasi sebesar Rp 2.998.013. Berdasarkan analisis varians
total yang menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians
yang terjadi sebesar Rp 1.988. Varians total ini dapat dikategorikan Favorable (F)
dengan persentase varians sebesar 0,07%. Sedangkan pada tahun 2010 biaya
standar rata-rata bahan baku gula jawa sebesar Rp 3.120.000 dengan realisasi
sebesar Rp 3.356.755. Berdasarkan analisis varians total yang menggabungkan
antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi sebesar Rp
236.755. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 7,59%.
38
Varians yang unfavorable pada tahun 2010 terjadi karena varians rata-rata harga
bahan baku yang lebih rendah dari standar harga, walaupun varians tersebut
favorable. Sehingga selisih realisasi harga dengan standar yang ditetapkan tidak
signifikan. Sedangkan pada tahun 2009 varians rata-rata harga bahan baku gula
jawa melebihi standar harga, sehingga varians tersebut dapat menguatkan hasil
total rata-rata bahan baku menjadi favorable.
5. Bahan Baku Minyak
Selama tahun 2009 bahan baku minyak memiliki biaya standar rata-rata sebesar
Rp 8.500.000 dengan realisasi sebesar Rp 9.639.240. Berdasarkan analisis
varians total yang menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi,
varians yang terjadi sebesar Rp 1.139.240. Varians total ini dapat dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 13,40%. Sedangkan pada
tahun 2010 biaya standar rata-rata bahan baku minyak sebesar Rp 12.124.696
dengan realisasi sebesar Rp 12.866.567. Berdasarkan analisis varians total yang
menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi
sebesar Rp 741.871. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (U)
dengan persentase varians sebesar 6,12%.
Varians ini terjadi disebabkan oleh realisasi harga dan kuantitas minyak pada
tahun 2009 melebihi standar yang ditetapkan. Walaupun pada tahun 2010,
realisasi rata-rata harga minyak dibandingkan standar menghasilkan varians yang
Favorable, namun hasil varian tersebut tidak signifikan sebab tidak melebihi
standar yang ditetapkan.
6. Bahan Baku Kelapa
Biaya standar rata-rata bahan baku kelapa selama tahun 2009 sebesar Rp 112.500
dengan realisasi sebesar Rp 126.117. Berdasarkan analisis varians total yang
menggabungkan antara varians harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi
sebesar Rp 13.617. Varians total ini dapat dikategorikan Unfavorable (F) dengan
persentase varians sebesar 12,10%. Sedangkan pada tahun 2010 biaya standar
rata-rata bahan baku kelapa sebesar Rp 124.800 dengan realisasi sebesar Rp
145.775. Berdasarkan analisis varians total yang menggabungkan antara varians
harga dan varians efisiensi, varians yang terjadi sebesar Rp 20.975. Varians total
39
ini dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
16,81%.
Varians tersebut terjadi karena varians rata-rata harga dan kuantitas bahan baku
kelapa pada tahun 2009 dan 2010 menghasilkan varians yang unfavorable,
sehingga hasil perkalian antara realisasi harga dan kuantitas lebih tinggi dari
standar yang ditetapkan oleh UKM.
7. Bahan Baku Bumbu Rempah-Rempah
Bahan baku bumbu rempah-rempah selama tahun 2009 smemiliki biaya standar
sebesar Rp 17.775.000 dengan realisasi sebesar Rp 19.363.239. Berdasarkan
analisis varians total yang menggabungkan antara varians harga dan varians
efisiensi, varians yang terjadi sebesar Rp 1.588.239. Varians total ini dapat
dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 8,94%.
Sedangkan pada tahun 2010 biaya standar rata-rata bahan baku bumbu rempah-
rempah sebesar Rp 21.966.380 dengan realisasi sebesar Rp 24.096.320.
Berdasarkan analisis varians total yang menggabungkan antara varians harga dan
varians efisiensi, varians yang terjadi sebesar Rp 2.129.940. Varians total ini
dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 9,70%.
Hal ini terjadi karena hasil perkalian antara realisasi harga dan kuantitas bahan
baku rempah-rempah pada tahun 2009 dan 2010 lebih tinggi dibandingkan
perkalian biaya standar yang ditetapkan oleh UKM. Walaupun pada tahun 2009
dan 2010 terjadi varians rata-rata harga bumbu rempah-rempah yang favorable,
namun keuntungan tersebut tidak signifikan, sebab tidak lebih besar dari standar
harga.
40
4.2 Analisis Varians Tenaga Kerja Langsung
Analisis varians tenaga kerja langsung terdiri dari varians tarif tenaga kerja
langsung dan varians efisiensi tenaga kerja langsung.
a. Analisis Varians Tarif Tenaga Kerja Langsung
Tabel 10
Analisis Varians Rata-Rata Tarif Tenaga Kerja Langsung
UKM Abon Cap Monggo Mas tahun 2009
Jenis Varians
Analisis Varians Tarif Tenaga Kerja Langsung Tahun 2009
Tarif Upah
Standar
per Jam
(Rp)
Tarif Upah
Aktual per
Jam
(Rp)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Analisis
Varians
(LRV)
U / F Varians
Tenaga Kerja Bagian
Penggorengan 2.500
2.830,66 209,67 69.329,05 U -13,23%
Tenaga Kerja Bagian
Pengepressan 3.125
3.648,55 209,67 109.771 U -16,75%
Tenaga Kerja Bagian
Pengemasan 2.187,50
2.421,72 209,67 49.108,08 U -10,71%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 11
Analisis Varians Rata-Rata Tarif Tenaga Kerja Langsung
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Jenis Varians
Analisis Varians Tarif Tenaga Kerja Langsung Tahun 2010
Tarif Upah
Standar
per Jam
(Rp)
Tarif Upah
Aktual per
Jam
(Rp)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Analisis
Varians U / F Varians
Tenaga Kerja Bagian
Penggorengan 2.500,00
2.838,74 210,00 71.136,38 U -13,55%
Tenaga Kerja Bagian
Pengepressan 3.125,00
3.661,35 210,00 112.632,61 U -17,16%
Tenaga Kerja Bagian
Pengemasan 2.187,50
2.427,44 210,00 50.388,27 U -10,97%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Pihak yang menentukan tarif tenaga kerja di UKM Abon Cap Monggo Mas adalah
Bapak Kukuh Suwanto. Dari analisis varians rata-rata tarif tenaga kerja tersebut,
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tenaga Kerja Bagian Penggorengan
Pada tahun 2009 tenaga kerja langsung bagian penggorengan memiliki tarif upah
standar per jam sebesar Rp 2.500, dan rata-rata tarif upah aktual per jam sebesar
41
Rp 2.838,74. Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
69.329,05 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians
sebesar 13,23%. Hal ini terjadi karena pada bulan April dan Mei produksi abon
meningkat, yang memerlukan waktu lembur untuk penyelesaian sehingga tarif
bertambah sebesar Rp 80.000. Selain itu pada Bulan Agustus, September, dan
Oktober, jam kerja tenaga kerja langsung bagian penggorengan bertambah dan
meningkatkan biaya lembur sebesar Rp 200.000. Pada Bulan November,
tambahan jam kerja lembur karena proses produksi meningkat menyebabkan upah
tenaga kerja bertambah sebesar Rp 280.000, dan pada Bulan Desember tenaga
kerja bagian penggorengan menerima upah lembur sebesar Rp 120.000.
Pada Tahun 2010 tenaga kerja langsung bagian penggorengan memiliki tarif upah
sebesar Rp 2.500 per jam, dan rata-rata tarif upah sebesar Rp 2.838,74 per jam.
Berdasarkan hasil analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 71.136,38 yang
dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 13,55%.
Hal ini terjadi karena pada tahun 2010 terjadi jam kerja lembur untuk tenaga kerja
bagian penggorengan pada bulan-bulan tertentu, yaitu pada Bulan Mei dan Juni
yang menyebabkan bertambahnya upah tenaga kerja sebesar Rp 40.000. Pada
Bulan Juli dan Agustus menyebabkan upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp
80.000. Pada Bulan September, jam kerja lembur menyebabkan upah tenaga kerja
bertambah sebesar Rp 160.000. Pada Bulan Oktober dan November upah tenaga
kerja bagian penggorengan bertambah sebesar Rp 300.000, sedangkan pada Bulan
Desember upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 200.000.
2. Tenaga Kerja Bagian Pengepressan
Tenaga kerja bagian pengepressan memiliki rata-rata tarif upah standar sebesar Rp
3.125 pada tahun 2009, dan rata-rata tarif upah aktual sebesar Rp 3.648,55.
Berdasarkan analisisi varians tarif tenaga kerja langsung, varians yang terjadi
sebesar Rp 109.771, yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase
varians sebesar 16,75%. Hal ini terjadi karena pada Bulan April dan Mei terjadi
peningkatan upah tenaga kerja bagian pngepressan sebesar Rp 120.000 untuk jam
kerja lembur. Selain itu pada Bulan Agustus, September, dan Oktober, upah jam
kerja lembur bertambah masing-masing sebesar Rp 300.000. Pada Bulan
42
November terjadi penambahan upah tenaga kerja karena jam kerja lembur sebesar
Rp 420.000, dan pada Bulan Desember upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp
180.000 untuk jam kerja lembur.
Pada tahun 2010, tenaga kerja langsung bagian pengepressan memeiliki rata-rata
tarif upah standar sebesar Rp 3.125 per jam dan rata-rata tarif upah aktual sebesar
Rp 3.661,35 per jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar
Rp 112.632,61 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase
varians sebesar 17,16%. Hal ini terjadi karena peningkatan jam kerja lembur tiap
tenaga kerja bagian pengpressan akibat dari produksi abon yang meningkat.
Peningkatan jam kerja tersebut terjadi pada Bulan Mei dan juni yang
menyebabkan upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 60.000. Pada Bulan Juli
dan Agustus upah tenaga kerja untuk jam kerja lembur bertambah sebesar Rp
120.000. Upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 240.000 pada Bulan
September. Bulan Oktober dan November, upah tenaga kerja bertambah sebesar
Rp 450.000, dan pada Bulan Desember jam kerja lembur menyebabkan upah
bertambah sebesar Rp 300.000.
3. Tenaga Kerja Bagian Pengemasan
Pada Tahun 2009, tenaga kerja langsung bagian pengemasan memiliki rata-rata
tarif upah standar sebesar Rp 2.187,5 per jam dan rata-rata tarif upah aktual
sebesar Rp 2.421,72 per jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi
sebesar Rp 49.108,08 yang dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar 10,71%. Varians tersebut terjadi karena pada Bulan
April dan Mei upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 60.000. Pada Bulan
Agustus, September, dan Oktober upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp
150.000. Sedangkan pada Bulan November upah tenaga kerja bertambah sebesar
Rp 210.000 dan Bulan Desember upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 90.000
untuk upah jam kerja lembur.
Tahun 2010, tenaga kerja langsung bagian pengemasan memiliki rata-rata tarif
upah standar per jam sebesar Rp 2.187,5 dan rata-rata tarif upah aktual per jam
sebesar Rp 2.427,44. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
50.388,27 yang dapat dikategorikan varians yang Unfavorable (U) dengan
43
persentase varians sebesar 10,97%. Hal ini terjadi karena pada Bulan Mei dan Juni
terjadi peningkatatn upah untuk jam kerja lembur sebesar Rp 30.000. Pada Bulan
Juli dan Agustus upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 60.000. Sedangkan
pada Bulan September upah tenaga kerja bertambah sebesar Rp 120.000. Upah
tenaga kerja untuk Bulan Oktober dan November juga bertambah masing-masing
sebesar Rp 225.000. Pada Bulan Desember upah tenaga kerja juga meningkat
sebesar Rp 150.000.
b. Analisis Varians Efisiensi Tenaga Kerja Langsung
Tabel 12
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Tenaga Kerja Langsung
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Jenis Varians
Analisis Varians Efisiensi Tenaga Kerja Langsung Tahun 2009
Jam TKL
Standar
(jam)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Tarif Upah
Standar per
Jam
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Tenaga Kerja Bagian
Penggorengan 200
209,67 2.500
24.166,67 U -4,83%
Tenaga Kerja Bagian
Pengepressan 200
209,67 3.125
30.208,33 U -4,83%
Tenaga Kerja Bagian
Pengemasan 200
209,67 2.187,50
21.145,83 U -4,83%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 13
Analisis Varians Rata-Rata Efisiensi Tenaga Kerja Langsung
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2010
Jenis Varians
Analisis Varians Efisiensi Tenaga Kerja Langsung Tahun 2010
Jam TKL
Standar
(jam)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Tarif Upah
Standar per
Jam
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Tenaga Kerja Bagian
Penggorengan 200
210 2.500
25.000 U -5%
Tenaga Kerja Bagian
Pengepressan 200
210 3.125
31.250 U -5%
Tenaga Kerja Bagian
Pembungkusan 200
210 2.187,50
21.875 U -5%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
44
Berdasarkan analisis varians rata-rata efisiensi tenaga kerja langsung, dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Tenaga Kerja Bagian Penggorengan
Selama tahun 2009, tenaga kerja bagian penggorengan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual
sebesar 209,67 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang etrjadi sebesar Rp
24.166,67 yang dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
4,83%. Hal ini terjadi karena pada Bulan April dan Mei jam kerja tenaga kerja
bagian penggorengan bertambah sebanyak 8 jam. Pada Bulan Agustus hingga
Oktober terjadi jam kerja lembur sebanyak 20 jam. Sedangkan pada Bulan
November jam kerja lembur sebanyak 28 jam, dan pada Bulan Desember
peningkatan jam kerja sebanyak 12 jam.
Tahun 2010, tenaga kerja bagian penggorengan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam, dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual
sebesar 210 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
25.000 yang dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
5%. Varians ini terjadi karena pada Bulan Mei dan juni terjadi peningkatan jam
kerja sebanyak 4 jam. Sedangkan pada bulan Juli dan Agustus terjadi peningkatan
jam kerja sebanyak 8 jam. Pada Bulan September, jam kerja meningkat sebanyak
16 jam. Bulan Oktober dan November, jam kerja lembur sebnayak masing-masing
30 jam, dan pada Bulan Desember terjadi jam kerja lembur sebanyak 20 jam.
2. Tenaga Kerja Bagian Pengepressan
Selama tahun 2009, tenaga kerja langsung bagian pengepressan memiliki jam
tenaga kerja langsung standar sebesar 200 jam dan rata-rata jam tenaga kerja
langsung aktual sebesar 209,67 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang
terjadi sebesar Rp 30.208,33 yang dikategorikan varians Unfavorable (U) dengan
persentase varians sebesar . Varians ini terjadi karena terjadi jam kerja lembur
pada bulan-bulan tertentu, yaitu Bulan April dan Mei masing-masing sebanyak 8
jam. Bulan Agustus hingga Oktober jam kerja lembur sebanyak 20 jam. Pada
Bulan November jam kerja lembur sebanyak 28 jam, dan pada Bulan Desember
jam kerja bertambah sebanyak 12 jam.
45
Tahun 2010, tenaga kerja bagian pengepressan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam, dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual
sebesar 210 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
31.250 yang dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase sebesar 5%. Hal
ini terjadi karena pada Bulan Mei dan Juni terjadi jam kerja lembur sebanyak 4
jam. Pada bulan Juli dan Agustus terjadi peningkatan jam kerja sebanyak 8 jam.
Bulan September, jam kerja meningkat sebanyak 16 jam. Bulan Oktober dan
November, terjadi jam kerja lembur sebnyak masing-masing 30 jam, dan pada
Bulan Desember jam kerja meningkat sebanyak 20 jam.
3. Tenaga Kerja Bagian Pengemasan
Tahun 2009, tenaga kerja langsung bagian pengemasan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual
sebesar 209,67 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
21.145,83 dan dapat dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians
sebesar 4,83%. Hal ini disebabkan karena adanya jam kerja lembur yaitu Bulan
April dan Mei masing-masing sebanyak 8 jam. Pada Bulan Agustus sampai
dengan Oktober jam kerja lembur sebanyak 20 jam. Pada Bulan November jam
kerja lembur sebanyak 28 jam, dan pada Bulan Desember jam kerja bertambah
sebanyak 12 jam.
Selama Tahun 2010, tenaga kerja bagian pengemasan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam, dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual
sebesar 210 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
21.875 yang dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
5%. Varians ini karena Bulan Mei dan Juni terjadi jam kerja lembur sebanyak 4
jam. Bulan Juli dan Agustus terjadi peningkatan jam kerja sebanyak 8 jam. Bulan
September, jam kerja bertambah sebanyak 16 jam. Bulan Oktober dan November,
terjadi jam kerja lembur sebnyak masing-masing 30 jam, dan pada Bulan
Desember jam kerja meningkat sebanyak 20 jam.
46
4.3 Analisis Varians Overhead
Analisis varians overhead terbagi menjadi varians overhead variabel dan
varians overhead tetap.
a. Varians Overhead Variabel
Overhead variabel yang digunakan yaitu listrik, bahan bakar kayu dan
paket kemasan. Paket kemasan terdiri dari plastik pembungkus, toples dan
cetak kertas serta sablon logo UKM. Analisis varians overhead variabel
terdiri dari varians pengeluaran overhead variabel dan varians efisiensi
overhead variabel.
1) Varians Pengeluaran Overhead Variabel
Tabel 14
Analisis Varians Pengeluaran Overhead Variabel Produksi
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Jenis
Analisis Varians Pengeluaran Overhead Variabel Tahun 2009
Tarif
Standar
Overhead
Variabel
(Rp)
Tarif Aktual
Overhead
Variabel
(Rp)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Analisis
Varians U / F Varians
Listrik 90.000 93.189 209,67 668.714 U -3,54%
Bahan Bakar Kayu 2.250.000 2.291.344 209,67 8.668.406 U -1,84%
Paket Kemasan 2.241.000 2.299.208 209,67 12.204.347 U -2,60%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Tabel 15
Analisis Varians Pengeluaran Overhead Variabel Produksi
UKM Abon Cap Monggo Mas Tahun 2009
Jenis
Analisis Varians Pengeluaran Overhead Variabel Tahun 2010
Tarif
Standar
Overhead
Variabel
(Rp)
Tarif Aktual
Overhead
Variabel
(Rp)
Jam TKL
Aktual
(jam)
Analisis
Varians U / F Varians
Listrik 110.000 105.223 210 -1.003.083 F 4,34%
Bahan Bakar Kayu 2.275.000 2.202.083 210 -15.312.500 F 3,21%
Paket Kemasan 2.241.000 2.279.333 210 8.050.000 U -1,71%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Berdasarkan analisis varians pengeluaran overhead variabel produksi, dapat
diuraikan sebagai berikut:
47
1. Overhead Variabel Listrik
Selama tahun 2009, overhead variabel listrik memiliki tarif standar sebesar Rp
90.000 dan rata-rata tarif aktul overhead sebesar Rp 93.189. Berdasarkan analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 668.714 yang dikategorikan varians
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 3,54%. Hal ini terjadi karena
peningkatan produksi abon yang menyebabkan peningkatan penggunaan overhead
listrik. Standar yang ditetapkan oleh UKM terhadap biaya listrik selalu konstan
setiap bulan sehingga sering terjadi realisasi biaya overhead listrik lebih tinggi
dari standar yang ditetapkan. Selain itu tenaga kerja sering melakukan
pemborosan terhadap overhead listrik, misalnya menyalakan lampu pada siang
hari, pemakaian air berlebihan yang meningkatkan tarif listrik dari sumur pompa,
dan pemakaian alat press yang tidak terkontrol.
Tahun 2010, overhead variabel listrik memiliki tarif standar sebesar Rp 110.000
dan rata-rata tarif aktual overhead sebesar Rp 105.223. Berdasarkan analisis
varians varians yang terjadi sebesar Rp 1.003.083 yang dikategorkan Unfavorable
(U) dengan persentase varians sebesar 4,34%.
Dapat disimpulkan bahwa varians pengeluaran yang terjadi pada overhead listrik
disebabkan oleh faktor penetapan standar yang tidak menyesuaikan dengan
kebutuhan overhead listrik setiap produksi.
2. Overhead Variabel Bahan Bakar Kayu
Selama tahun 2009, tarif standar pada overhead bahan bakar kayu sebesar Rp
2.250.000 dan rata-rata tarif aktual sebesar Rp 2.291.344. Berdasarkan analisis
varians, varians yang terjadi sebesar Rp 8.668.406 yang dikategorikan varians
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 1,84%. Hal ini terjadi karena
peningkatan produksi abon yang menyebabkan kebutuhan bahan bakar kayu juga
meningkat. Kurangnya pengawasan pada pemakaian bahan bakar kayu
menyebabkan terjadinya pemborosan, selain itu sering diperoleh kayu yang belum
kering sehingga kebutuhan bahan bakar kayu bertambah.
Tahun 2010, tarif upah standar pada overhead bahan bakar kayu sebesar Rp
2.275.000 dan rata-rata tarif aktual overhead sebesar Rp 2.202.083. Berdasarkan
48
analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 15.312.500 yang diktegorikan
varians Favorable (F) dengan persentase varians sebesar 3.21%.
Dapat disimpulkan bahwa varians yang terjadi pada overhead bahan bakar kayu
terjadi karena sistem pengawasan dari pemilik UKM terhadap pemakaina bahan
bakar kayu, dan faktor pemilihan kualitas kayu bakar.
3. Overhead variabel Paket Kemasan
Selama tahun 2009 tarif standar overhead variabel peket kemasan sebesar Rp
2.241.000 dan rata-rata tarif aktual overhead sebesar Rp 2.299.208. Berdasarkan
analisis varians, varians yang terjadi sebesar 12.204.347 yang dikategorikan
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 2,6%. Sedangkan pada tahun
2010, tarif standar overhead variabel paket kemasan sebesar Rp 2.241.000 dan
rata-rata tarif aktual overhead sebesar Rp 2.279.333. Berdasarkan analisis varians,
varians yang terjadi sebesar Rp 8.050.000 yang dikategorikan varians
Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar 1,71%.
Hal ini terjadi karena paket kemasan dibeli dari distributor langganan yang setiap
bulan selalu menyediakan paket kemasan berupa plastik pembungkus, toples,
serta cetak logo UKM dalam jumlah yang tetap. Jadi berapa pun kebutuhan paket
kemasan setiap bulan, UKM tetap melakukan pembayaran atas jumlah yang sama.
Namun apabila persediaan paket kemasan habis karena peningkatan produksi,
maka UKM melakukan pemesanan lebih sesuai kebutuhan.
2) Varians Efisiensi Overhead Variabel
Tabel 16
Analisis Varians Efisiensi Overhead Variabel Produksi
UKM Abon Cap Monggo Mas tahun 2009
Jenis
Analisis Varians Efisiensi Overhead Variabel Tahun 2009
Jam
TKL
Standar
(jam)
Jam
TKL
Aktual
(jam)
Tarif Standar
Overhead
Variabel
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Listrik 200 209,67 90.000 870.000 U -4,83%
Bahan Bakar Kayu 200 209,67 2.250.000 21.750.000 U -4,83%
Paket Kemasan 200 209,67 2.241.000 21.663.000 U -4,83%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
49
Tabel 17
Analisis Variansi Efisiensi Overhead Variabel Produksi
UKM Abon Cap Monggo Mas tahun 2010
Jenis
Analisis Varians Efisiensi Overhead Variabel Tahun 2010
Jam
TKL
Standar
(jam)
Jam
TKL
Aktual
(jam)
Tarif Standar
Overhead
Variabel
(Rp)
Analisis
Varians U / F Varians
Listrik 200 210 110.000 1.100.000 U -5%
Bahan Bakar Kayu 200 210 2.275.000 22.750.000 U -5%
Paket Kemasan 200 200 2.241.000 22.410.000 U -5%
Sumber: Data UKM Abon Cap Monggo Mas yang diolah, 2012
Berdasarkan hasil analisis varians efisiensi overhead variabel produksi tersebut,
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Overhead Variabel Listrik
Selama tahun 2009, overhead variabel listrik memiliki jam tenaga kerja langsung
standar sebesar 200 jam, dan rata-rata jam tenaga kerja langsung aktual sebesar
209,67 jam. Berdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 870.000
yang dikategorikan varians Unfavorable (U) dengan persentase varians sebesar
4,83%. Sedangkan pada tahun 2010, overhead variable listrik memiliki jam tenaga
kerja langsung standar sebesar 200 jam dengan rata-rata jam tenaga kerja
langsung aktual sebesar 210 jam. Berdasarkan analisis varians yang terjadi
sebesar Rp 1.100.000 yang dikategorikan Unfavorable (U) dengan persentase
varians sebesar 5%.
Varuans Unfavorable tersebut terjadi karena rata-rata jam tenaga kerja aktual
lebih besar daripada standar jam kerja, sebab peningkatan produksi yang
mengharuskan adanya jam kerja lembur, sehingga pemakaian overhead variabel
listrik meningkat untuk proses produksi.
2. Overhead Variabel Bahan Bakar kayu
Tahun 2009 overhead variabel bahan bakar kayu memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam dan jam tenaga kerja langsung aktual sebesar
209,67. Baerdasarkan analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp 21.750.000
dengan persentase varians sebesar 4,83% yang dikategorikan varians Unfavorable
50
(U). Sedangkan tahun 2010 overhead variabel bahan bakar kayu memiliki jam
tenaga kerja langsung standar sebesar 200 jam dan jam tenaga kerja langsung
aktual sebesar 210 jam. Varians yang terjadi sebesar Rp 22.750.000 dengan
persentase varians sebesar 5% dan dikategorikan varians Unfavorable (U).
Varians Unfavorable tersebut terjadi karena peningkatan jam kerja tenaga kerja
langsung berkaitan dengan peningkatan kuantitas produksi, sehingga pemakaian
bahan bakar kayu juga meningkat.
3. Overhead Variabel Paket Kemasan
Selama tahun 2009, overhead variabel paket kemasan memiliki jam tenaga kerja
langsung standar sebesar 200 jam dan jam tenaga kerja langsung aktual sebesar
209,67 jam. Berdasarkana analisis varians, varians yang terjadi sebesar Rp
21.663.000 dan persentase varians sebesar 4,83% yang dikategorikan varians
Unfavorable (U). Sedangkan selama tahun 2010, overhead variabel paket
kemasan memiliki jam tenaga kerja langsung standar sebesar 200 jam dan jam
tenaga kerja langsung aktual sebesar 210 jam. Varians yang terjadi sebesar Rp
22.410.000 dengan persentase sebesar 5% dan dikategorikan varians Unfavorable
(U).
Varians tersebut terjadi karena meningkatnya proses produksi abon selama tahun
2009 dan 2010, sehingga jam tenaga kerja langsung juga bertambah. Pemakaian
kemasan untuk abon juga meningkat seiring dengan meningkatnya hasil akhir
produksi abon.
b. Varians Overhead Tetap
Overhead tetap yang digunakan yaitu berupa biaya penyusutan pompa air.
Pada perhitungan overhead tetap menggunakan metode garis lurus
didapatkan tarif penyusutan wajan sebesar Rp 433,33 per hari. Hasil
analisis varians dari overhead tetap yaitu sebesar 0 atau tidak ada varians
yang terjadi, sebab tidak diperoleh data mengenai besarnya overhead tetap
yang dibebankan dan tarif standar overhead tetap.
51
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di UKM Abon Cap
Monggo Mas terhadap standar yang seharusnya terjdi dengan realisasi yang
sebenarnya terjadi, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Selisih bahan baku pada Tahun 2009 dan 2010 terjadi varians yang
Unfavorable, kecuali varians bahan baku gula jawa pada tahun 2009 yang
menghasilkan varians Favorable.
Selisih tenaga kerja langsung pada Tahun 2009 dan 2010 menghasilkan
varians Unfavorable.
Selisih efisiensi overhead variabel pabrik pada Tahun 2009 dan 2010
menghasilkan varians yang Unfavorable. Selisih pengeluaran overhead
variabel pabrik pada tahun 2009 juga mengahsilkan varians yang
Unfavorable, namun pada tahun 2010 varians overhead variabel listrik dan
bahan bakar kayu menghasilkan varians yang Favorable.
2. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya selisih biaya produksi di UKM
Abon Cap Monggo Mas pada Tahun 2009 dan 2010 adalah:
a. Perubahan volume produksi yang meningkat karena permintaan pasar
khususnya pada saat menjelang hari raya. Perubahan tersebut
mengakibatkan UKM harus menambah kuantitas bahan baku melebihi
standar yang telah ditetapkan.
b. Perubahan harga bahan baku yang bergantung pada keadaan pasar dan
ketersediaan barang.
c. Jumlah jam kerja yang berbeda tiap produksi. Tiap bulan dalam dua tahun
jumlah jam kerja tidak sama. Apabila produksi abon meningkat,
mengakibatkan terjadinya jam kerje lembur.
d. Kenaikan biaya overhead pabrik yang disebabkan oleh meningkatnya
produksi serta kurangnya pengawasan dalam proses produksi yang
menimbulkan terjadinya pemborosan.
52
Implikasi Teoritis
Penelitian Analisis Selisih Biaya Produksi pada UKM Abon Cap Monggo
Mas jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Ardiyanto (2008) mengenai Analisa Selisih Anggaran Biaya Produksi Studi PT.
Batam Textile Industri Ungaran, penelitian oleh Lois Gama (2004) tentang
Analisis Selisih Biaya Produksi Atas Kemasan Produksi Air Minum Dalam
Kemasan Java (PT. Bayuadji Nusantara Industries) dan penelitian yang dilakukan
oleh Antonius Donny Widhiarto (2005) di PT. Indo Cali Plast Surabaya tentang
Analisis Selsih Biaya Produksi diperoleh kesimpulan yang sama mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya varians, yaitu perubahan volume produksi,
perubahan harga bahan baku, jumlah jam kerja yang berbeda tiap produksi dan
kenaikan biaya overhead pabrik.
Implikasi Terapan
Hasil penelitian mengenai analisis selisih biaya produksi pada UKM Abon
Cap Monggo Mas menunjukkan terjadi varians antara biaya standar dan biaya
aktual dari bahan baku, tenaga kerja langsung, dan overhead pabrik. Hal tersebut
terjadi karena peningkatan produksi abon yang menyebabkan peningkatan
kebutuhan bahan baku, peningkatan jam kerja serta upah tenaga kerja langsung,
serta peningkatan kebutuhan overhead. Namun standar yang ditetapkan oleh
UKM tidak menyesuaikan dengan perubahan tersebut.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memberikan saran bagi UKM,
yaitu:
1. Mempertimbangkan masalah pengendalian biaya produksi, yaitu dengan
membuat standar harga serta kuantitas bahan baku yang sesuai dengan
keadaan pasar dan permintaan konsumen.
2. Melakukan perhitungan biaya standar per unit.
3. Melakukan kontrak kerja antara pemilik UKM Abon Cap Monggo Mas
dengan suplier bahan baku agar diperoleh harga bahan baku yang murah.
53
4. Membuat persediaan bahan baku untuk beberapa proses produksi dalam
menghindari kelangkaan bahan baku dan agar tidak terpengaruh dengan
lonjakkan harga.
5. Melakukan pengawasan terhadap kinerja tenaga kerja langsung, untuk
mengefisienkan jam kerja tenaga kerja langsung di seluruh bagian.
6. Melakukan pengawasan dalam pemakaian overhead pabrik khususnya
overhead variabel, untuk mencegah terjadinya pemborosan.
Keterbatasan Penelitian
Penulis menyadari keterbatasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Kurangnya informasi mengenai overhead tetap. Perusahaan tidak pernah
menganggarkan tarif standar overhead tetap dan jam standar overhead tetap
sehingga penulis tidak dapat melakukan analisis varians pada overhead tetap.
2. Dalam menentukan besarnya biaya standar, perusahaan tidak melakukan
perhitungan biaya standar per unit.
3. Perusahaan tidak menetapkan batas toleransi untuk selisih antara biaya
standar dan biaya aktual pada proses produksi.
Agenda Penelitian Mendatang
Adanya penelitian Analisis Selisih Biaya Produksi di UKM Abon Cap Monggo
Mas diharapkan dapat dilanjutkan dengan melakukan kritisi terhadap penetapan
biaya standar pada proses produksi.
68
DAFTAR PUSTAKA
Ardiyanto. 2008. Analisa Selisih Anggaran Biaya Produksi Studi PT. Batam
Textile Industri Ungaran. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas
Kristen Satya Wacana (tidak dipublikasikan
Batty, J., 1974. Advanced Cost Accounting, Mac Donald & Evans Ltd.
Garrison, Noreen & Brewer. 2006. Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba
Empat.
Heitger, Lester E. & Serge Matulich. 1985. Cost Accounting. McGaw Hill Inc.
Horngren, C. T., Srikant M. Datar, George Foster. 2008. Akuntansi Biaya;
Penekanan Manajerial Edisi Sebelas. Desi Adhariani, penerjemah. Jakarta:
Indeks. Terjemahan dari: Cost Accounting; A Managerial Emphasis
Eleventh Edition.
Irawan, Andi & Bayu Airlangga Putra. 2007. Kewirausahaan UKM: Pemikiran
dan Pengalaman/FE Ubaya dan Forda UKM Jawa Timur. Yogyakart: Graha
Ilmu.
Krisdiartiwi, Mamik. 2008. Pembukuan Sederhana Untuk UKM. Yogyakarta:
Media Pressindo.
Lois, Gama. 2004. Analisis Selisih Biaya Produksi Atas Kemasan Produk Air
Minum Dalam Kemasan Java (PT. Bayuadji Nusantara Industries). Skripsi
Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Satya Wacana (tidak
dipublikasikan)
Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya. STIE YKPN.
Nafarin. 2003. Akuntansi; Pendekatan Siklus dan Pajak untuk Perusahaan
Industri dan Dagang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Jakarta
Usry, Milton F. & Adolph Matz. 1989. Akuntansi Biaya: Perencaaan dan
Pengendalian. Jakarta: Erlangga.
Usry, Milton F. & William K. Carter. 2005. Akuntansi Biaya. Krista, penerjemah.
Jakarta: Salemba Empat. Terjemahan dari: Cost Accounting 13th Edition
69
Widiarto, Antonius Donny. 2005. Analisisis Selisih Biaya Produksi Pada PT.
Cali Plast Surakarta. Skripsi Program S1 Fakultas Ekonomi Universitas Kristen
Satya Wacana (tidak dipublikasikan)
Winata, Lanita. 1997.Standard Costing. UKSW, Salatiga.