PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

Embed Size (px)

DESCRIPTION

PENDAHULUAN ADALAH AWAL SEBUAH TULISAN

Citation preview

MKPD II

21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perusahaan sebagai entitas ekonomi lazimnya mempunyai suatu tujuan jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek perusahaan bertujuan memperoleh laba secara maksimal dengan menggunakan sumberdaya yang ada, sementara dalam jangka panjang tujuan perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan (Fama and French,1978). Optimalisasi nilai perusahaan yang merupakan tujuan perusahaan dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan dengan hati-hati dan tepat, mengingat setiap keputusan keuangan yang diambil akan mempengaruhi kinerja umum perusahaan. Kebijakan keuangan berperan penting bagi kelangsungan hidup perusahaan. Pemegang saham yang merupakan investor jangka panjang kebijakan keuangan menjadi penting untuk dicermati. .

Tujuan perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau pemegang saham (Bringham dan Gapenski,1996). Perusahaan harus mempertimbangkan setiap keputusan strategis yang akan diambil yang berhubungan dengan kegiatan bisnis perusahaan karena akan berdampak pada pemegang saham. Kesejahteraan pemegang saham meningkat apabila harga saham perusahaan juga meningkat. Peningkatan tersebut dapat tercapai apabila perusahaan mampu memberikan tingkat pengembalian yang lebih besar dari biaya modal investasi yang dikeluarkan. Oleh karena itu perusahaan harus mampu mengelola sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk meningkatkan nilai perusahaan.Peningkatan nilai perusahaan sebagai tujuan perusahaan yang merupakan gambaran dari peningkatan kesejahteraan para pemegang saham melalui dividen yang dibayarkan diikuti dengan peningkatan harga saham, kemampuan membayar dividen merupakan gambaran kinerja perusahaan selama periode berjalan. Pihak manajemen memutuskan pembayaran dividen tinggi apabila kinerja perusahaan baik yang ditunjukkan dari laba perusahaan selanjutnya dapat ditentukan jumlah dividen per share (DPS) pada periode tersebut. Menurut Husnan (2010) Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan dijual. Nilai perusahaan diindikasikan dengan price to book value. (PBV) . PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut yang menjadi keinginan para pemegang saham sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. ( Mareta dkk,2014) Telah diketahui secara umum bahwa tujuan investor investasi di pasar modal untuk mendapatkan keuntungan. Investor tidak mengetahui dengan pasti hasil yang akan diperoleh. Oleh karena itu investor dalam menginvestasikan dana di pasar modal dihadapkan pada risiko.

Dua hal yang perlu dipertimbangkan investasi saham yaitu risiko dan return. Suatu kondisi yang realistis yang dihadapi oleh para investor adalah risiko sedangkan return merupakan laba atau net cash flow yang diterima karena melakukan investasi di pasar modal. Jika risiko tinggi maka investor akan mengharapkan return yang tinggi, dan sebaliknya jika risiko rendah maka return yang diterima juga rendah. Informasi pokok dalam laporan keuangan adalah informasi laba. karena dengan laba yang diperoleh perusahaan dapat melakukan kebijakan- kebijakan yang diambil untuk pengembangan perusahaan. dan dapat memberikan suatu informasi yang positif kepada investor maupun calon investor. Disisi lain informasi laba memainkan peranan penting dalam proses pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Laba yang dilaporkan oleh manajemen merupakan signal bagi pengguna laporan keuangan untuk memperkirakan keuntungan dimasa yang datang. Hal tersebut merupakan fokus perhatian investor dan calon investor dalam melihat laba perusahaan sehingga manajemen berusaha untuk mengelola laba perusahaan dengan sebaik-baiknya secara finansial. Manajemen laba merupakan suatu keadaan yang perlu diperhatikan karena potensi melibatkan pelanggaran, kejahatan dan konflik yang dibuat pihak manajemen perusahaan dalam rangka menarik minat investor. Manajemen laba timbul diawali dari pendekatan agency theory dan signallilng theory. Kedua teori ini yang menjelaskan tentang perilaku manusia yang memiliki keterbatasan rasional (Bounded rationality) dan menolak risiko (risk averse). Teori keagenan menurut David F.Scoot.(2011) menyatakan bahwa praktik manajemen laba dipengaruhi adanya konflik kepentingan antara agen (manajemen) dengan principal (pemilik) yang timbul ketika setiap pihak berusaha mencapai atau mempertahankan tingkat kemakmuran yang dikehendaki. Sedangkan Agency Theory yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling (1976) banyak mengalami perkembang. Teori ini menjelaskan persoalan yang timbul dalam perusahaan berkenaan dengan pemisahan kepemilikan, pengawasan, dan pengelolaan di dalam perusahaan sehingga menimbulkan perjanjian kontrak antara manajer dan pemilik. Manajer sebagai pemegang amanat dari para pemilik modal atau pemegang saham perusahaan seharusnya di dalam mengambil keputusan dan kebijakan yang terbaik untuk pemegang saham yaitu dengan mewujutkan peningkatan nilai perusahaan.

Teori signal menjelaskan bagaimana seharusnya signal-signal keberhasilan atau kegagalan manajemen disampaikan kepada pemilik. Penyampaian laporan keuangan dapat dianggap sebagai signal apakah agen telah berbuat sesuai dengan kontrak. Dalam hubungan dengan keagenan manajer, manajer memiliki asimetri informasi terhadap pihak eksternal perusahaan seperti investor dan kreditor. Asimetri informasi terjadi ketika manajer memiliki informasi internal perusahaan yang relatif lebih banyak dan mengetahui informasi tersebut relatif lebih cepat dibanding pihak eksternal. Kondisi ini yang memberikan kesempatan kepada manajer untuk menggunakan informasi yang diketahui untuk memanipulasi pelaporan keuangan sebagai usaha untuk memaksimalkan kemakmuran.Menurut Bagnoli dan Watts (2000) praktik manajemen laba banyak dilakukan karena menganggap bahwa perusahaan lain juga melakukan hal yang sama. Dengan demikian kinerja kompetitor juga dapat menjadi pemicu untuk melakukan praktik manajemen laba karena investor dan kreditor akan melakukan komparasi untuk menentukan perusahaan mana yang mempunyai rating yang baik (favorable). Jika investor menyadari bahwa praktik manajemen laba banyak dilakukan oleh emiten maka investor akan melakukan antisipasi risiko dengan cara menaikkan imbal hasil saham yang disyaratkan. Namun yang diungkapkan oleh Sloan (1996) dan Xie (2001) menunjukkan bahwa pasar tidak mengantisipasi dengan baik informasi yang terkait dengan akrual (mispraicing accrual). Investor cenderung overestimate terhadap presistensi akrual serta underestimate presistensi arus kas. Disisi lain juga terdapat bukti empirik bahwa informasi akrual relevan untuk penilaian perusahaan (Dechow 1994) dalam Subramanyam (1996) .

Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan kebijakan (policy) pelaporan keuangan dan menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan yang menyesatkan stakeholders mengenai kinerja perusahaan atau untuk mempengaruhi contractual outcomes yang tergantung pada akuntansi yang dilaporkan (Healy dan Wahlen:1998) dalam Rahmawati (2007). investor memperhitungkan peningkatkan laba yang diharapkan tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko. perusahaan yang melakukan tindakan memanipulasi angka-angka akuntansi dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi karena informasi yang disampaikan ke pihak eksternal bukan menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya tetapi ada motif lain. Disisi lain jika perusahaan memanipulasi angka- angka akuntansi untuk menggambar kondisi keuangan yang baik dimana laba yang diperoleh tidak sesuai dengan yang ada dalam laporan keuangan .Penelitian Dul Muid dan Nanang Catur P. (2005) yang meneliti hubungan antara manajemen laba dan risiko investasi dimana hasil penelitian adalah terdapat perbedaan antara perusahaan yang melakukan manajemen laba dengan perusahaan yang tidak melakukan manajemen laba . Sedangkan Achmad Solechan ( 2009 ) yang meneliti pengaruh manajemen laba terhadap risiko sistimatis dimana hasil penelitiannya tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap return perusahaan . Jensen (1986) dalam Akhmad Bakhrudin dan Trijatmiko WP (2010) berargumen bahwa manajer memiliki incentif untuk memperbesar perusahaan melebihi ukuran optimalnya sehingga mereka tetap melakukan investasi meskipun memberi nilai perusahaan yang negatif. Investasi seperti ini dinamakan investasi berlebih (overinvesment). Untuk menentukan manajemen laba banyak peneliti menggunakan Modified Jones Model (MJM) yang dikembangkan oleh Dechow dkk. (2005) dengan memperhitungkan akrual diskresioner. Dari beberapa penelitian ini peneliti perlu untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut.Free cash flow sebagai kas perusahaan yang dapat didistribusikan kepada kreditur atau pemegang saham yang tidak digunakan untuk modal kerja atau investasi aktiva tetap.( Ross et al,2000 ). Perusahaan dengan Free cash Flow yang berlebih akan memiliki kinerja yang lebih baik karena mereka dapat memperoleh keuntungan atas berbagai kesempatan untuk melakukan investasi yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain. Disamping itu dapat juga untuk menghindari pengawasan yang berhubungan dengan penambahan modal dari luar perusahaan. Dana semacam ini seharusnya dibayarkan kepada pemegang saham dalam bentuk peningkatan dividen atau pembelian kembali saham perusahaan (Rosdini :2009) dalam Akhmad Bakhrudin dan Trijatmiko (2010) . Free Cash Flow merupakan jumlah uang tunai yang tersedia dari operasi setelah investasi pada modal kerja operasional bersih dan aktiva tetap. Uang tunai ini tersedia untuk didistribusikan pada pemilik perusahaan dan kreditor.(David F Scott :2011) .Free cash flow merupakan sumber konflik bagi pihak stakeholders dan pihak shareholders, karena perbedaan kepentingan antara kedua pihak tersebut. Pemegang saham menginginkan sisa dana dibagikan untuk meningkatkan kemakmuran melalui pembayaran dividen sedangkan pihak manajemen menginginkan free cash flow digunakan untuk investasi proyek-proyek yang menguntungkan masa yang akan datang dan menambah incentif bagi manajer (Tarjo dan Jogiyanto,2003) dalam Achmad Fauz (2007). Moristown (2002) mengemukakan bahwa free cash flow telah menjadi fokus perhatian utama atas suatu laporan keuangan dan diduga secara langsung berhubungan dengan current market valuations untuk menentukan apakah free cash flow saat ini mendukung current market valuaes. Tujuan fundamental suatu bisnis adalah meningkatkan nilai pemegang saham . Ini berarti peningkatan nilai sekarang neto aliran kas dimasa yang akan datang . Fokus analisis perusahaan pada laba dapat memberikan pengaruh yang berbeda dibandingkan kalau juga memperhatikan faktor free cash flow.

Pengelolaan free cash flow dan penciptaan nilai pemegang saham merupakan tanggungjawab fundamental manajemen yaitu meningkatkan nilai sekarang bersih dari kas dimasa mendatang. Sehingga dalam pengelolaan free cash flow merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak manajemen karena dapat menimbulkan konflik kepentingan antara manajemen dan pemegang saham. Jadi dalam penggunaan dana free cash flow harus memberikan keuntungan dimasa yang akan datang dan memberikan manfaat baik bagi perusahaan maupun investor, jika terjadi kesalahan dalam mengelola free cash flow akan mengakibatkan risiko kegagalan yang berdampak pada nilai perusahaan.Peneliti Ni Putu Putriani dan I Made Sukartha (2014) yang meneliti pengaruh Free cash Flow terhadap return perusahaan dimana hasil penelitian bahwa free cash flow tidak berpengaruh terhadap return saham. Sedangkan peneliti yang meneliti pengaruh free cash flow terhadap Dividen payout rasio Jurica Lucyanda dan Lilyana (2012) dengan hasil free cash flow berpengaruh positif terhadap Dividen payout rasio , Dini Rosdini (2009) dengan hasil free cash flow berpengaruh positif terhadap Dividen payout rasio, Jefry .F dan Pratama (2011), dengan hasil free cash flow berpengaruh positif terhadap return, sedangkan Meta Arieska dan Barbara Gunawan (2011) free cash flow berpengaruh negatif terhadap nilai pemegang saham. Dari beberapa hasil penelian tersebut peneliti perlu mengembangkan penelitian lebih lanjut. Invesment Opportunity Set ( IOS ) merupakan kesempatan perusahaan untuk tumbuh, pilihan kesempatan investasi masa depan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan aktiva perusahaan atau proyek yang memiliki net present value positif. Myers (1977) memperkenalkan Invesment opportunity set (IOS) merupakan keputusan investasi dalam bentuk kombinasi aktiva yang dimiliki (assets in place) dan opsi investasi dimasa yang akan datang. dimana IOS tersebut berpengaruh terhadap Nilai perusahaan. IOS memberikan petunjuk yang lebih luas dimana nilai perusahaan sebagai tujuan utama tergantung pada pengeluaran perusahaan dimasa yang akan datang. IOS suatu perusahaan mempengaruhi cara pandang manajer, investor dan kreditor terhadap perusahaan tersebut. Menurut Gaver dan Gaver (1993) pilihan-pilihan pertumbuhan (growth option) bagi perusahaan merupakan sesuatu yang melekat dan tidak dapat diobservasi, sehingga diperlukan suatu proksi untuk menghitung IOS. Adam dan Goyal (2008) menjelaskan bahwa IOS memainkan peranan yang penting dalam keuangan perusahaan yang nantinya berhubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan.Gaver dan Gaver (1993) yang mengutip dari Kole (1991) yang menyatakan IOS merupakan nilai invesment options ini tergantung pada discretionary expenditures yang dikeluarkan manajer dimasa depan, sedangkan asset in place tidak memerlukan investasi semacam itu. Apabila kondisi perusahaan sangat baik, manajemen cenderung lebih memilih investasi baru dari pada membayar dividen yang tinggi. Dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham akan digunakan untuk pembelian investasi yang menguntungkan bahkan untuk mengatasi masalah underinvesment. Sebaliknya perusahaan yang mengalami pertumbuhan lambat cenderung membagikan dividen lebih tinggi untuk mengatasi masalah overinvestment (Michell:2007) dalam Dedeh Sri Sudaryanti ( 2009 ). Jaggi dan Gul ( 1999 ) menyatakan bahwa invesment opportunity set suatu perusahaan bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga untuk mengetahuinya diperlukan suatu proksi. Terdapat beberapa proksi yang digunakan dalam bidang keuangan untuk mengukur invesment opportunity set . karena IOS tidak dapat diobservasi sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan.

Proksi IOS dapat diklasifikasikan ke dalam empat tipe (Kallapur dan Trombley.(2001), Gagalung,(2003), Tri Ratnawati (2004), Rima Agustina dan Baldric Siregar,(2009). Proksi IOS berdasar harga (price-based proxies), proksi IOS berdasar investasi (investment-based proxies),proksi IOS berdasar pada varian (variance measures). proksi gabungan dari proksi individual ( Composit Measures ) Perusahaan yang mendapatkan kesempatan untuk melakukan investasi dan mengharapkan keuntungan masa yang akan datang harus diperhitungkan dengan cermat, karena jangka waktu investasi tersebut jangka panjang tentunya menanggung risiko kemungkinan yang terjadi dalam masa kurun waktu tersebut. Yang berdampak pada peningkatan nilai perusahaan.

Investasi yang dilakukan oleh para investor dalam situasi keadaan pasti atau dalam keadaan dimana stabilitas nasional baik ekonomi maupun politik terjamin, besarnya dana yang dibutuhkan, tingkat suku bunga, masa pengembalian investasi dan tingkat keuntungan dapat direncanakan dengan pasti. Sedangkan investasi dalam situasi tidak pasti seperti terjadinya krisis ekonomi, krisis politik dan tidak adanya kepercayaan kepada pemerintah akan menuntut investor untuk berhati-hati. Jika tidak kemungkinan keuntungan yang diharapkan untuk diperoleh akan berubah menjadi kerugian (Khalwaty, 2000) dalam Lisa kartika (2007). Peneliti Achmad Solechan (2009) yang meneliti pengaruh IOS terhadap Return saham dengan hasil IOS tidak berpengaruh terhadap return, Agustina M.V. Norpratiwi (2004) dan peneliti Khairunnisa Indah Ningrum (2011) dengan hasil penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara IOS dengan return saham. Sri Hasnawati (2005) dan Hanif Prahita Pramana (2013) Irma Andriani (2011) memeberikan hasil IOS berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Sedangkan Yuliani et al,(2012) yang melakukan penelitian dengan hasil IOS yang diproksi oleh MKTBA dan MKTBE berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Adanya ketidak konsistenan hasil penelitian dari beberapa peneliti maka perlu dilakukan penelitian dan pengujian lebih lanjut.Rasio hutang atau leverage yaitu rasio untuk menghitung seberapa besar dana disediakan kreditur .Penggunaan leverage yang tinggi dapat meningkatkan modal perusahaan dengan cepat tetapi sebaliknya apabila penjualan menurun, modal perusahaan juga menurun dengan cepat (Hanafi dan Halim 2000.75). semakin tinggi rasio leverage atau rasio hutang maka perusahaan akan memiliki pengembalian yang lebih tinggi dalam situasi ekonomi yang normal. Tetapi pada masa resesi perusahaan yang memiliki hutang akan menanggung risiko kerugian yang lebih tinggi, sebaliknya jika perusahaan memiliki rasio hutang atau leverage yang rendah maka akan menanggung beban risiko kerugian rendah. Oleh karena itu keputusan penggunaan hutang mengharuskan perusahaan untuk bisa menyeimbangkan pengembalian yang lebih tinggi terhadap risiko. Ratio leverage untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pembayaran hutang (pokok dan bunga pinjaman) disamping itu perusahaan dapat menentukan jumlah hutang yang optimal., karena perusahaan yang menggunakan hutang tentunya mempunyai suatu tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Apabila perusahaan dapat menggunakan dana hutang dengan baik maka tujuan perusahaan bisa tercapai yaitu dapat meningkatkan harga pasar saham, atau memaksimalkan kekayaan pemegang saham yang berdampak pada meningkatnya nilai perusahaan. sebaliknya penggunaan dana hutang hanya untuk menarik para investor untuk berdalih seolah-oleh kinerja perusahaan baik telah melakukan investasi dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. hal tersebut akan membuat suatu konflik kepentingan.

Menurut Brigham dan Houston (1997.59) perusahaan menganalisis sejumlah faktor dan kemudian menetapkan struktur pendanaan yang ditargetkan. Target ini yang selalu berubah sesuai dengan perubahan kondisi, tetapi pada setiap saat dibenak manajemen perusahaan terdapat bayangan dari struktur dana yang ditargetkan. Jika tingkat hutang yang sesungguhnya berada dibawah target mungkin perlu dilakukan ekspansi dengan melakukan pinjaman, sementara jika rasio hutang sudah melampaui target barangkali saham perlu dijual. Dalam penggunaan rasio leverage tinggi berarti perusahaan menggunakan hutang (financial Leverage) juga tinggi. Penggunaan hutang yang tinggi akan meningkatkan profitabilitas, dilain pihak hutang yang tinggi juga akan meningkatkan risiko. (Mamduh Hanafi. 2005).

Penelitian Homonagan Siallagan (2009) menunjukkan leverage secara positife dan signifikan mempengaruhi nilai perusahaan, artinya bahwa penggunaan aktiva perusahaan yang sebagian besar dibiayai dengan hutang secara efektif. Penggunaan secara efektif ini yang akan menghasilkan keuntungan akhirnya akan berdampak pada peningkatan nilai perusahaan. Yuyetta (2009) Allazy (2013), dan Sari (2009) menunjukkan leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. artinya bahwa penggunaan aktiva perusahaan yang sebagian besar dibiayai dengan hutang. Penggunaan hutang ini tidak dikelola secara baik akan berdampak pada penurunan nilai perusahaan. sementara peneliti Chowdhury dan Chowdury (2010) yang menunjukkan bahwa penggunaan hutang dalam struktur modal perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Dengan hasil penelitian yang tidak konsisten maka peneliti perlu melakukan penelitian dengan menguji dan menganalisis lebih lanjut. Menurut Husnan (2010) risiko terbagi menjadi dua yaitu : 1 ) Risiko Tidak Sistimatis (unsystematic risk) adalah risiko yang disebabkan faktor-faktor unik pada suatu sekuritas yang dapat dihilangkan dengan cara diversifikasi. Seperti misalnya : kemampuan manajemen, kebijakan investasi kondisi dan lingkungan kerja. 2) Risiko Sistimatis (systimatic risk) risiko yang disebabkan faktor-faktor makro yang mempengaruhi semua sekuritas sehingga tidak dapat dihilangkan dengan diversifikasi. Seperti misalnya : kondisi perekonomian, perubahan tingkat suku bunga, inflasi, dan kebijakan pajak.Risiko Sistimatis atau risiko yang tidak dapat dideversifikasikan, disebut juga risiko pasar yang berkaitan dengan perekonomian secara makro.Risiko pasar merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam pengambilan keputusan investasi dipasar modal dan sangat penting diperhitungkan oleh perusahaan. Hal ini karena risiko pasar memiliki pengaruh langsung terhadap harga saham perusahaan. Besarnya risiko saham akan mempengaruhi tingkat pengembalian investasi saham sedangkan besarnya tingkat pengembalian investasi saham tersebut akan mempengaruhi harga saham. Semakin besar tingkat pengembalian saham maka semakin tinggi pula harga sahamnya (Martono 2005.168) dalam M.Arief Budiman (2010).

Menurut Jogiyanto (2013) Beta merupakan suatu pengukur volatilitas (volatility) return suatu sekuritas atau return portofolio terhadap return pasar. Beta sekuritas periode pertama mengukur volatilitas return sekuritas periode pertama dengan return pasar. Dengan demikian beta merupakan pengukur risiko sistimatis suatu sekuritas . Risiko sistimatis yang diproksi dengan beta . dan untuk mengukur beta saham digunakan single index model (Elton and Gruber :1995 ).Penelitian Suadnyana (2012) yang menyatakan bahwa risiko bisnis berpengaruh negatif signifikan terhadap struktur modal maupun nilai perusahaan , Sari (2009) menyatakan bahwa risiko sistimatis tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan, sedangkan Sudiyanto (2010) hasil penelitian risiko sistimatis berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahan. Optimalisasi nilai perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan fungsi manajemen keuangan, dimana satu keputusan diambil akan mempengaruhi keputusan yang lain dan berdampak pada nilai perusahaan (Fama dan French. 1998). Memaksimumkan nilai perusahaan dapat dicapai dengan perencanaan untuk memperoleh dana dan menggunakan dana tersebut (Weston & Copeland, 1997). Nilai saham akan meningkat apabila nilai perusahaan yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Nilai perusahaan diyakini tidak hanya mencerminkan kinerja perusahaan saat ini tetapi juga menggambarkan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek, salah satunya adalah harga pasar saham perusahaan karena harga pasar saham perusahaan mencerminkan penilaian investor keseluruhan atas setiap ekuitas yang dimiliki. Meurut Keown et al, (2005:4) the preferable goal of the firm should be the maximization of shareholder wealth, by wich mean maximization of the price of the existing common stcck.

Myers (1977) menyatakan bahwa nilai perusahaan merupakan nilai sekarang aktiva yang tersedia ditempat dan nilai kesempatan investasi untuk masa yang akan datang, sehingga tujuan dari perusahaan adalah mengoptimalkan nilai perusahaan . Peningkatan nilai perusahaan dapat menggambarkan kesejahteraan pemilik perusahaan dan pemilik perusahaan akan mendorong manajer agar bekerja lebih keras dengan berbagai insentif untuk memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai pemegang saham meningkat jika nilai perusahaan meningkat yang ditandai dengan tingkat pengembalian investasi yang tinggi kepada pemegang saham. Nilai Perusahaan diukur dari nilai pasar wajar dari harga saham. Perusahaan go public nilai pasar wajar ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran di bursa yang tercermin dalam listing price. Harga pasar merupakan cerminan berbagai keputusan dan kebijakan manajemen. Menurut Fama (1978) dalam Wahyudi et.al, (2006), nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Menurut Husnan (2000,7) Nilai perusahaan adalah harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli apabila perusahaan dijual. Nilai perusahaan diindikasikan dengan price to book value. PBV yang tinggi akan membuat pasar percaya atas prospek perusahaan ke depan. Hal tersebut yang menjadi keinginan para pemegang saham sebab nilai perusahaan yang tinggi mengindikasikan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. (Mareta dkk,2014)

Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator, nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluang-peluang investasi. Proksi yang digunakan dalam menilai nilai perusahaan adalah Price Earning Ratio (PER), Price Book Value (PBV) dan Deviden Per Share (DPS) PER yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham. Usman, (2001) dalam Bahagia, (2008). PBV Rasio ini mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham, 1999: 92) Sedangkan DPS menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi mengejar dividen sebagai target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi PER.Berdasarkan kajian empiris dan teoritis diatas , peneliti menggunakan variabel yang akan diuji lebih lanjut dalam penelitian adalah : manajemen laba, free cash flow investment opportunity set, leverage, risiko dan nilai perusahaan. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan peneliti-peneliti menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai variabel yang mempengaruhi nilai perusahaan. Peneliti bermaksud untuk mengembangkan penelitian dari peneliti terdahulu yang didukung dengan studi teoritik, yang membedakan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah peneliti mengkaji pengaruh manajemen laba, free cash flow, IOS, dan leverage terhadap nilai perusahaan melalui risiko sistimatis sebagai variabel intervening.Untuk mengkonfirmasi ketidak konsistennya dengan hasil penelian sebelumnya. Peneliti perlu mengembangkan penelitian sebelumnya seperti yang dijelaskan diatas, yang membedakan penelitian peneliti dengan peneliti sebelumnya adalah :

1. Pada penelitian sebelumnya menggunakan variabel yang sama dengan peneliti namun yang membedakan adalah peneliti menggunakan 4 variabel yaitu manajemen laba, free cash flow, investment opportunity set dan leverage melalui variabel risiko mempengaruhi nilai perusahaan.

2. Peneliti menggunakan 17 indikator dari 6 variabel yang digunakan dalam penelitian,3. Tahun pengamatan yang digunakan 3 tahun dari tahun 2010-2012 dan memenuhi kriteria penelitian, yang berbeda penentuan kriteria dengan peneliti sebelumnya. Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian disertasi dengan mengambil judul penelitian sebagai berikut : Pengaruh Manajemen Laba, Free Cash Flow, Invesment Opportunity Set,dan Leverage melalui Risiko terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia 1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah penelitian tersebut diatas maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apakah Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

2. Apakah Free Cash Flow berpengaruh signifikan terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

3. Apakah Invesment Opportunity Set berpengaruh signifikan terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

4. Apakah Leverage berpengaruh signifikan terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

5. Apakah Manajemen Laba berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

6. Apakah Free Cash Flow berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

7. Apakah Invesment Opportunity Set berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

8. Apakah Leverage berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?

9. Apakah Risiko berpengaruh signifikan terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI ?1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah, maka tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Manajemen Laba terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

2. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Free Cash Flow terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

3. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Invesment Opportunity Set terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

4. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Leverage terhadap risiko pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

5. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Manajemen Laba terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

6. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Free Cash Flow terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

7. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Invesment Opportunity Set terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

8. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI

9. Menganalisis dan membuktikan hasil secara empirik pengaruh Risiko terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang tercatat di BEI1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat meliputi 3 ( tiga ) dimensi yaitu manfaat teoritis, manfaat praktis dan peneliti perikutnya.1.4.1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dihasilkan dari penelitian ini adalah :

1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori keagenan teori signaling yang mampu membatasi peluang manajer perusahaan dalam penggunana manajemen laba. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori free cash flow, IOS dan leverage yang mempengaruhi nilai perusahaan . 3. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap teori manajemen laba, free cash flow, IOS dan leverage melalui risiko mempengaruhi nilai perusahaan.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Perusahaan memperoleh bukti empiris bahwa manajemen laba , free cash flow, invesment opportunity set dan leverage merupakan sumber konflik antara pemegang saham dan pihak manajemen, maka hal ini dapat digunakan sebagai cerminan bahwa konflik dapat diminimalisir

2. Perusahaan memperoleh bukti empiris bahwa manajemen laba , free cash flow,invesment opportunity set dan leverage melalui risiko terhadap nilai perusahaan.3. Dapat menjadi kontribusi pada BEI untuk membuat kebijakan tentang penguangkapan terjadinya konflik kepentingan di perusahaan.

1.4.3. Manfaat Peneliti Berikutnya

1. Secara metodologi memberikan kontribusi tentang penyampelan dan kriteria yang digunakan dalam penelitian terbatas pada perusahaan manufaktur.

2. Memberikan kontribusi dalam pengukuran-pengukuran yang digunakan dalam penelitian seperti manajemen laba, free cash flow, invesment opportunity set dan leverage.

3. Memberikan kontribusi dalam pengukuran manajemen laba, free cash flow, invesment opportunity set dan leverage melalui risiko terhadap nilai perusahaan pada perusahaan manufaktur.

1