Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
' ,
..
BAB!
PENDAHULVAN
A. Latar Belakaog Masalah.
Ubi Soc.ietes ibi ius (di mana ada masyarakat, di situ ada hukum).
Pendapat yang dikemukakan oleh Marcus Tulius Cicero (1 06-43 MS) tersebut
sampai sekaranr; tidak seorangpun dapat membantahnya. Tanpa hukum tidak
akan ada ketertiban dan tanpa ketertiban manusia kerulangan pedoman. Sudah
menja<li kodrat babwa manusia mempunyai hasrat untuk hidup secara teratur.
Hasrat ini akan selalu terns berkernbang didalam pergaulan hidup, namun yang
dianggap teratur oleh seseorang b~lum tentu teratur menurut pihak-pihak lain.
Man usia sejak awal lahirnya adalah sebagai makhluk sosial ( ditengah
keluarganya). Makhluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang
lain. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak
bagi kemanusiaan. Aristoteles (384-322 sebelum maseru), seorang ahli fikir
Yunani menyatakan dalam ajaranya, bahwa manusia adalah Zoon Politicon,
artinya pada dasarnya rnanusia adalab makhluk yang ingin selalu bergaul
dengan berkumpul dengan manusia, jadi makhluk yang bermasyarakat. dari
sifat suka bergaul dan bermasyarakat itulah manusia dikenal sebagai makhluk
sosial (Homo Socius). Manusia sebagai mahluk yang senantiasa hidup
berdampingan dengan sesamanya, memerlukan perangkat atau patokan agar
tidak terja<li perte1;_ngan kepentingan, sebagai akibat dari pendapat yang
berbeda-beda mengenai ketentuan tersebut. Di dalam kerangka suatu negara
berdasarkan hokum, sudab seharusnya hukum menja<li panglima sehingga
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
semua tindakan termasuk tindakan apa.ratur nega:ra harus senantiasa
berlandaskan pada ketentuan hukum yang berlaku di Irdonesi.<'i 1•
Di dalam proses hukum yang berlaku dinegara kita untuk menghukum
seseorang yang bersalah harus melalui proses hukum dan hams melalui proses
pembuktian dipersidangan, atas kesalahan orang yang disangkakan telah
melakukan suatu tindak pidana tertentu atau perbuatan yang diancam oleh
bukuman. Keterangan saksi dan pelapor merupakan faktor penting dalam
membuktikan kebenaran dalam suatu proses persidangan, hal ini tergambar
jelas dengan menempatkan keterangan saksi di urutan pertama di atas alat
bukti lainnya. Mengingat kedudukan saksi sangat penting dalam proses
peradilan, baik peradilan pidana maupun peradilan yang lain, maka
.. dibutuhkan suatu perangkat hukum khusus yang mengatur tentang
perlindungan terhadap saksi .
Persoalan yang utama adalah banyaknya saksi yang tidak bersedia
menjadi saksi ataupun tidak berani mengungkapkan kesaksian yang sebenarnya
karena tidak ada jaminan yang memadai. Terutama jaminan atas hak-hak
tertentu ataupun mekanisme tertentu lmtuk bersaksi. Ketiadaan jaminan ini
mengakibatkan saksi enggan untuk memberi keterangan di pengadilan,
terutama dalam kasus-kasus seperti, korupsi, tindak pidana pencucian uang,
terorisme, Narkoba, perdagangan manusia, serta banyak lagi contoh tindak
pidana yang ter~rganisasi lainnya. Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP telah
menempatkan pentingnya kedudukan saksi sebagai alat bukti yang utama
1 Boy Nurdin "Kedudukan dan Fungsi Hakim dalam Penegakan Hukum di Indonesia" (PT. Alumni, Bandung 2012) hlm. I.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
3
dalam perkara pidana, oleh karena keutamaan peranan saksi di dahm pe::l:ara
pidana sangat wajar kedudukan saksi dan korba~ harusla.h dilindungi.
Dengan lahimya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 7.006 tentang
Perlindungan Saksi dan Korban dan dibentuknya pula Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK) adalah jelas dimaksudkan untuk itu. Selama ini
banyak kasus kejahatan tidak pemah tersentuh proses huk'lJm untuk
disidangkan karena tidak ada satupun saksi maupun pelapor yang berani
mengungkapkannya, sementara bukti lain yang didapat penyidik amatlah
kurang rnemadai, untuk itu maka perlindungan terhadap saksi pelapor maupun
terhadap saksi pelaku yang bekerja sama seperti " Whistleblower " dan "Justice
Collaborator", untuk mengungkap tindak pidana yang terorganisasi sangat
dibutuhkan, termasuk untuk mengungkap tindak pidana peredaran Narkoba di
Indonesia.
Ancarnan pengamayaan, penculikan saksi atau anggota keluarganya
hingga pembunuhan menjadi alasan utama yang membuat nyali rnereka
menciut untuk terlibat dalam memberikan kesaksian. Dalam praktik memang
tidak sedikit ancaman atau intimidasi yang diterima korban, saksi atau
keluarganya baik dalam ancaman bentuk fisik, maupun psikis. Bahkan tidak
jarang pula para saksi yang rnencoba berani akan rnernberikan keterangan di
persidangan terancam dihilangkan nyawanya oleh pelaku atau suruhannya.
Kondisi i=yi,..tentu akan rnernicu ketakutan luar biasa baik bagi saksi korban
maupun bagi saksi pelaku seperti "Whistleblower " dan "Justice
Collaborator", untuk mengungkap tindak pidana, akibatnya penyidik
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
4
seringkali kesulitan untuk mengungkap kejahatan yang terjadi untuk
meneruskan proses hukumnya sampai ke Per.gadilan. PerL ndungan saksi
seharusnya selaras dengan keamanan dan kenyamanan fisi k, psikologis,
identitas dan relokasi bagi saksi sebagai korban rnaupun saksi pelapor, dari
orang lain yang berkenaan dengan kesaksian yang akan diberikan atau telab
diberikannya atas suatu perkara pidana.
Dalam kenyataan di lapangan, tidak tertutup kemungkinan bahwa
pelapor/saksi pelapor adalah pelaku atau orang yang terlibat dalam aktifitas
yang dilaporkan seperti "Justice Collaborator ". Selain itu kegiatan
penyelidikan yang dilakukan oleh petugas sering tidak memberikan basil yang
optimal, karena para petugas penegak hukum belum menguasai sepenuhnya
Janngan-Janngan kejabatan serta modus operandi dari setiap kejahatan.
Membahas dan mengkaji masalah perlindungan hukum terhadap
"Whist/eblower" dan "Justice Collaborator", dalam upaya mengungkap
Jaringan peredaran narkoba di Indonesia, kita perlu menganalisa sejauh mana
efektifitas Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan
Korban, serta Undang-Undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, dalam
melindungi saksi pelapor sebagai alat pembuktian tindak pidana
penyalahgunaan Narkotika dan Psikotropika.
1 ,._ Untuk mengungkap tindak pidana peredaran Narkoba, dimana pelaku
tindak pidana yang biasanya sindikat jaringan peredaran Narkoba, baik
nasional maupun intemasional jauh mempunyai kedudukan ekonomi dan
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
•
5
pengaruh yang kuat, untuk melancadcan 1.1saha dan hi';ni:; haramnya yang
sangat menguntungkan itu. Dalam hal untuk m~: • \:S?.In!!, 1 '.':"P. l ja:ingan peredaran
Narkoba tersebut, tentunya mernbutuhkan keben'niar: d~\ri saksi yang secara
langsung mengetahui tentang perbuatan tindak p;dm:" veredaran ·Narkoba
tersebut. Saksi yang mengetahui secara !angsung j s.ring:::. :1 p~redaran Nakobo.
tersebut, baik terlibat secara langsung di dalamnya at~u tidak, dan harus!ah
saksi yang berani melaporkan kejadian tersebut. Baik saksi pelapor ataupun
saksi pelaku yang bekeija sarna dalam mengungkap tindak pidana yang di sebut
sebagai "Whistleblower" atau "Justice Collaborator ", menjadi suatu
pemberitaan gembira atau harapan tersendiri bagi upaya penegakan hukum,
tentu nilai kejujuran dari seseorang "Whistleblower " perlu dicontoh dan tetap
dijunjung tinggi, mengingat kemauan berkata jujur sangat susah didapat saat
ini . Semangat seperti inilah yang sebenarnnya harus dipacu pertumbuhannya,
sehingga dapat dijadikan r.wal untuk menekan dan membrantas peredaran
Narkoba., yang dapat merusak generasi muda sebagai penerus bangsa.
Dalam hal untuk mengungkap jaringan peredaran Nakoba tersebut,
tentunya membutuhkan, peran serta dari masyarakat misalnya dalarn bentuk
memberikan laporan kepada aparat penegak hukum, terhadap adanya penyalah
gunaan Psikotropika secara tidak sah, karena dengan pelaporan dari
masyarakat ini pula yang sangat menentukan, atas keberhasilan
1 ~ngungkapan kasus tindak pidana Psikotropika atau .. tindakan penyalahgunaan
Narkoba tersebut. Melalui pelaporan dari masyarakat tcrsebut, akan diperoleh
informasi mengenai sarana penyimpangan, persediaan pemerintah, apotik,
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
6
rumah sakit, puskesmas, balai p~ngobatan , dokter, ]embaga penelitian dan
lembaga pendidikan, melalui kecNajiban mr.::mbuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan rnasing-masing yang berhubungan dengan Psikotropika.
Sedangkan atas peran serta dari rnasyarakat dalam bentuk mernberikan Japoran
kepada aparat penegak hukum, atas penyimpangan dan penyalahgunaan
Narkoba tersebut, timbulnya tuntutan sikap dari aparat penegak hukum ialah,
wajib rnemberikan jaminan perlindungan dan keamanan bagi saksi yang
disebut " Whistleb/ower" dan "Justice Collaborator". yang telah melaporkan
adanya penyalahgunaan Psikotropika tersebut. Beberapa contoh kasus yang
mengakibatkan berubahnya keberanian dan keterangan saksi dihadapan
penyidik maupun pengadilan, adalah atas kasus penyalahgunaan Psikotropika
yang diduga dilakukan oleh seorang caJon Ketua Dewan Pimpinan Cabang
(DPC), sebuah partai yang mempunyai massa/anak buah yang cukup banyak,
sehingga penyidik tidak dapat rnemperoleh keterangan dari saksi yang
memberatkan tersangka atas kasus penyalahgunaan psikotropika tersebut, dan
akhimya kasus itu dinyatakan tidak cukup bukti oleh pengadilan dan
tersangkanya-pun dibebaskan.
Begitu pula pada kasus Tahun 2008 seorang saksi pelapor bemama
Daud Sinaga, merasa terancam dan terintimidasi selama 3 jam dalam
keterangan penyidikan terkait perkara penyalahgunaan Psikotropika yang
ditangani Pengadilan Negeri (PN) Sibolga dalam Perkara
No.l71/Pid.B/2008/PN-SBG agar terdakwa M. Arif (23) yang kemudian
akhirnya dinyatakan bebas dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). dari
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
\ ,.._
7
tahanan di Lapas kelas II/A ,:::.i(,r:,lga yang sebe1ur~mya menjadi tahanan kota
sejak 17 Juni 2008, karen?. sak~ i pelap<)r yang kita sebut sebagai seorang
"Whistleblower" tidak mau memberikan kesaksiannya, karena merasa
terancam keselamatannya apubila tdap memberikan kesaksian dipersidangan,
yang akan memberatkan tersangka.
"Whistleblower" sebenamya adalah tindakan yang mulia. Bagaimanapun pemahamnn k:ita tentang keberadaannya bisa saja berbeda-beda. " Whist feb/ower" bisa saja disebut seseorang yang hanya sok-sok-an, mencari sensasi, maling teriak maling. Umumnya para pengedar Narkoba tidak senang atas keberadaan seorang "Whistleblower", karena keberadaannya akan menjadi duri dalam daging, yang sewaktu-waktu dapat menusuk baik dari depan maupun dari belakang dan juga bisa mengancam keamanan dan keselamatannya. Inilah fakta yang telah terjadi .2
Kehadiran "Whistleblower" perlu mendapatkan perlindungan agar
kasus-kasus peredaran Narkoba bisa diendus dan dibongkar. Tetapi dalam
prakteknya, kondisi tersebut buk:anlah persoalan yang mudah, dikarenakan oleh
banyak hal yang perlu dikaji serta bagaimana sebenamya mendudukan
"Whistleblower" dalam upaya memberantas praktek peredaran Narkoba di
Indonesia.
Secara yuridis normatif, berdasarkan UU No.l3 Tahun 2006, Pasal 10 Ayat (2) tentang Pelindungan Saksi dan Korban (LPSK), keberadaan "Whistleblower" tidak ada tempat untuk mendapatkan perlindtmgan secara hukum. Bahkan, seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana, apabila ia temyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya paling hanya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringaiLkan pi dana yang akan dijatuhkan. 3 Menurut Komariah E. Sapardjaja, peran "Whistleblower" sangat penting dan
2 Syahrin Lumbantoruan, Menyema:1gati Peranan Sang Whistleblower, Medan Bisnis Senin 27 Juni 2011.
3 Anwar Usman dan Mujahidin, Makalah Whistleblower Dalam Perdebatan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. www.pn-purworejo.go.id. Diakses pada tanggal19 April2014.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
\ ,._
8
diperlukan dalam ra;1gka proses pemberantasan iindak pidana atas kasus penyalahgunaan Narkoba. Namun walaupun demikian yang harus diperhatikan, bukanlah semacam suatu gosip bagi pengungka.pan kasus peredaran Narkoba, yang dapat dikatakan informasi atau laporan dari seonmg "Whistleblower" itu benar -benar kcterangan yang didukung oleh fakta konkrit, bukan semacam surat kaleng atau rumor saja. Bagi penyidikan atau penuntut umum kalau ada laporan seorang "Whistleblower" harus hati-hati menerimannya, tidak sembarangan apa yang dilaporkan itu langsung diterima dan harus diuji dahulu.4
Menjadi seorang "Whistleblower" dan "Justice Collaborator" bukanlah pilihan yang mudah dan mampu dilakukan setiap orang. Oleh karena itH seseorang yang mau mengungkap kejahatan !entulah orang yang mampu mengendalikan rasa takut dan berani mengambil resiko sebagai pembocor/pembongkar rahasia. Dalam praktek banyak saksi dan korban tindak pidana rentan terhadap teror dan intimidasi .5
Beberapa saksi dan korban memilih tidak hadir dari proses hukum
karena jiwanya sangat terancam, baik teror maupun intimidasi dari pelaku
kejahatan. Begitu juga bagi "Whistleblower" dan "Justice Collaborator"
resiko yang ditempuh sangat tinggi yaitu :6
Resiko Internal
a. Whistleblower dan Justice Collaborator akan dimusuhi oleh rekan-rekannya
sendiri karena dianggap pembuka aib.
b. Whistelblower dan Justice Collaborator serta keluarganya akan terancam baik
secara pisik maupun secara psikologis.
c. Para Whistleblower dan Justice Collaborator akan dibabisi kariemya dan mata
pencabariannya, (pemecatan dari jabatan, mutasi, atau penurunan pangkat.
4 Ibid, him. 3. 5 Ibid., hlm. l4. 6 Ibid. , hlm.l5.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
\ ,...
9
R.es F. ko EksternaJ.
Whistleblower dan Justice Collaborator akan berhadapan dengan
kerumitan dan berbelit-belitnya rententan proses hukum yang harus dilewati :
a. Whistleblower dan Justice Collaborator akan mendapat resiko hukum
ditetapkan status hukumnya sebagai tersangka, terdakwa, bahkan dilakukan
upaya paksa penangkapan dan penahanan, dituntut dan diadili serta divonis
hukuman berikut ganti rugi dan denda yang beratnya sama dengan pelaku
lainnya.
b. Whistleblower dan Justice Collaborator akan mendapat ancaman gugatan
pencemaran nama baik dari tersangka (dilaporkan balik). Whsitleblower juga
akan mendapatkan pembalasan oleh pelaku dengan melaporkan kasus lainnya
yang mungkin pernah dilakukan oleh Whistleblower.
c. Whistleblower dan Justice Collaborator dan keluarganya akan mendapat
ancamanlpembunuhan dari suruhanltersangka jaringan pengedar Narkoba.
Atas dasar dan fakta tersebut dalam kondisi peredaran Narkoba yang
merajalela disemua sektor dan suasana pemberantasan peredaran Narkoba
dihadapkan pada suatu jaringan terorgainsir yang begitu sulit dijangkau dan
semakin canggih serta sulit untuk dibuktikan, kehadiran "Whistleblower " dan
"Justice Collaborator" merupakan harapan baru dalam upaya pembrantasan
tindak pidana peredaran Narkoba di lndoensia. Sedangkan apabila peredaran
Narkoba ini tidak dapat dikendalikan paling tidak ditekan, maka bahaya dan
dampaknya sangat membahayakan, bukan saja pada diri penggunanya tetapi juga
pada keselamatan orang lain apabila pengunaan Narkoba di tempat umum, seperti
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
10
mengendarai mobil dalam keadaan rnahu_k karena pengaruh Narkoba, salah satu
contoh pada kasus Afriyani, Minggu 22 Januari 2012, yang terbukti bersalah
melakukan tindak pidana mengemudikan kendaraan dalarn kcadaan mabuk karena
pengaruh Narkoba yang membahayakan nyawa orang lain. Afi1yani yang
mengendarai mobil Daihatsu Xenia menabrak sejumlah pejalan kaki di Jalan
M.Ridwan Rais, Gambir, Jakarta Pusat, akibat kecelakaan itu 9 orang tewas dan
beberapa lainnya Juka-luka.
Yang jadi persoaalan yang mendasar, adalah sampai sekarang belum ada Peraturan Perundang-Undangan yang secara khusus mengatur mengenai "Whistleblower" dan "Justice Collaborator" di Indonesia. Pengaturannya secara implisit termaktub dalam UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perhndungan Saksi dan Korban. Peraturan lainnya adaJab Surat Edaran Mahkamah Agung Nom or 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Terhadap Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan saksi pelaku yang bekerja sama (Justice collaborator).7 Kedua Peraturan tersebut dalam implementasinya masih jauh dari harapan untuk dapat melindungi keberadaan "Whistleblower" dan "Justice Collaborator". Karena belum adanya peraturan yang mengatur secara tegas tentang "Whistleblower " dan "Justice Collaborator". Sedangkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak menyebutkan secara tegas adanya perlindungan hukum terhadap "Whist feb/ower" atau saksi pengungkap fakta. 8
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan
Saksi dan Korban terse but men1ang ada kemiripan antara istilah "Whistleblower"
dan saksi pelapor, babkan ayat (2) menyebutkan bahwa saksi yang mempakan
bagian dari pelaku tidak mendapat perlindungan. Padahal umumnya "Justice
Collaborator" biasanya merupakan bagian dari pelaku tindak pi dana yang
7 Abdul Baris Sernendawai, et al, Memahami Whistleblower. Lernbaga Perlindungan Sak:si dan Karban (LPSK), Desember 2011, hal. X.
8 Ibid., him. 14.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
11
bekerja sama dengan penyidik, dengan mengharapkar: imbdan pr~t.lgm : >.tigan mas<•-
hukuman. Ma.hkarnah Agung secara tegas mengeluarkan SEMI\ l' k> . · ~· Talmn 2011
tentang bagaimana perlakuan terhadap "!1--'histleblower " dan "Justice
Collaborator" dalam tindak pi dana tertentu. SEMA No. 4 Tahun 2006 menjadi
landasan hukum dan acuan bagi pengadilan untuk rnemberikan perli ndungan
kepada "Whist/eblower" dan "Justice Collaborator ". Kehadiran SEMA ini
hanya berJaku intern \vilayah pengadilan belum dapat rnengingkat penegak hukurn
yang lain, seltingga bel urn melindungi keberadaan "Whistleblower" dan "Justice
Collaborator" secara keseluruhan dalam proses peradilan.
Konsep Membentuk Undang-Undang Perlindungan "Whistleblower " dan "Justice Collaborator". Seorang " Whistleblower" seharusnya secan. yuridis normatif mendapat perlindungan Karena hal ini telah diatur secara tegas dalam Pasal 33 "United Nations Convention Againt Corruption" ( UNCAC). Konvensi ini telah diratifikasi Indonesia melalui UndangUndang No.7 Tahun 2006, berdasarkan Pasal 15 butir (a) Undang-Undang No. 30 Tahun 2002, KPK berkewajiban untuk memberikan perlindungan terhadap Saksi atau Pelapor.
Undang-Undang yang kornprehensif mengenai "Whistleblower" pada
umurnnya memiliki definisi yang luas mengenai "kesalahan". Jenis
kesalahan yang umurnnya diatur dalam Undang-Undang meliputi mal-
administrasi tindak pidana, bahaya terhadap kesehatan atau keselamatan dan
penyalahgunaan kekuasaan. 10 Di beberapa negara dengan Undang-Undang yang
komprehensif, mensyaratkan pengungkapan atau "Whistleblowing" dalam suatu
organisasi. Laporan dapat disampaikan kepada atasan badan atau lembaga
9 Anwar Usman dan Mujahidin, Joe cit. 10 Abdul Haris Semendawa~ Op. cit., hlm. 84.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
12
pengaw2sru1, atau organisasi yang ditugaskan oleh pemberi ketja berdasarkan
peraturan organisasi mengenai prosedur peng:.mgkapan. ! 1
II Ibid 12 Ibid
Contoh bentuk perlindungan terhadap "Whistleblower" di Negara Bagian dari Australia yaitu Queensland, Undang-Undang "Whistleblower" di Negara Bagian Queensland diundangkan pada Tahun 1994. UndangUndang ini menyediakan suatu skerna, yang derni kepentingan umum, mernberi perlindungan khusus jika ada pengungkapan-pengungkapan tentang suatu perbuatan di sektor publik yang rnelanggar hukum, termasuk kelalaian, dan tidak pantas, atau suatu bahaya terhadap kesehatan atau keselamatan umurn, atau bahaya terhadap lingkungan. Oleh karenanya, saat ini diperlukan adanya sebuab Undang-Undang yang secara kbusus rnengatur mengenai "Whistleblower". Undang-Undang ini diproyeksikan untuk mernastikan mekanisme pengungkapan dan perlindungan terhadap "Whistleblower" untuk mengungkap suatu "kesalahan" atau penyalahgunaan wewenang yang rnernbahayakan kepentingan publik. 12
Undang-Undang yang khusus mengatur tentang "Whistleblower" dan "Justice Collaborator" bercermin dari negara lain minimal barus mengatur secara tegas tentang perlindungannya yaitu : a. Whistleblower tidak dapat dituntut secara perdata, pidana atau secara
administratif karena rnelakukan pengungkapan demi kepentingan urnum baik Whistleblower bagian dari pelaku maupun yang tidak.
b. Merugikan atau rnencoba atau bersekutu untuk rnerugikan Whistleblower dinyatakan sebagai suatu balas dendam dan melanggar hukum menurut hukum perdata rnaupun hukurn pidana.
c. Lembaga-lembaga publik harus membuat prosedur yang wajar untuk melindungi pejabatnya dari balas dendam;
d. Pejabat publik dengan hak-hak yang sudah ada untuk mengajukan keberatan terhadap, atau mengajukan peninjauan atas sanksi administratif, menunjukkan, pemindahan atau atas perlakuan sewenang-wenang diperbolehkan menggunakan hak-hak ini terhadap tindakan balas dendam; dan
e. Aparat Penegak bukum harus terintegral muhi dari polisi, jaksa, hakim harus satu persepsi dalam melindungi keberadaan Whistleblower.
f Untuk Justice Collabotor atas ketjasamanya membantu penyidik, penuntut umum dan hakim dalarn rnenuntaskan kasus tindak pidana yang tetjadi harus ditegaskan berapa keringanan bukuman yang diberikan misalnya maksimal.
g. setengah dari hukuman pelaku lainnya dan dapat juga dibebaskan dari tuntutan dengan pertirnbangan kasus yang diungkap atas ketjasama tersebut cukup besar dalam pengembalian uang negara.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
13
h. Perlindungan Whistleblower .lug-.1. rnencakup perlindungan terhadap keluarganya baik dari ancaman phjsik maupun psikologis at.au juga dari mutasi, pemecatan dan lain-lair. yang sifatnya merugikan seperti contoh jika istrinya atau ::mak:nya bekerja pada satu institusi yang sama seperti di satu departemen atau pemerintahan daerah harus diberikan perlindungan dari pemecatan, mutasi dan upaya pendeskreditan dari atasannya. 13
"Whistleblower" dan "Justice Collaborator" di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perhndungan Saksi dan Korban, lembaga yang memiliki kewenangan untuk melindungi saksi dan korban adalah LPSK. Tetapi Undang-Undang 1m tidak menyebutkan secara jelas mengenai pengertian "Whistleblower" dan tidak secara jelas pula menyebutkan bahwa Undang-Undang ini juga melindungi "Whistleblower". Pengaturan mengenai perlindungan "Whistleblower" (pengungkap fakta/pelapor) secara eksplisit diatur dalam Undang-Undang No. 13 Talmn 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yaitu pada Pasal 10 menyebutkan : 14
(1) Saksi, Korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
(2) Seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia temyata terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalarn meringakan pidana yang akan dijatuhkan.
(3) Ketentuan dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap saksi, korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.
Meskipun Pasal 10 Undang-Undang No.13 Tahun 2006 tidak secara
khusus menyebutkan pelapor dengan istilah "Whistleblower", tapi yang dimaksud
dengan pelapor dalam penjelasan Undang-Undang ini adalah orang yang
memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai suatu tindak pidana. 15
Begitu juga dengan perlindungan terhadap "Justice Collaborator", yang
dimaksud dengan pelapor tersangka adalah saksi yang juga sebagai tersangka
13 Ibid, hlm, 62. 14 Undang-Undang No.l3 Tahun 2006, tenrang Perlindungan Saksi dan Karban, edisi lengkap
Fokusmedia, 2010. 15 Abdul Haris Semendawai, Revisi Undang-Undang No. l3 Tahun 2006, Momentum Penguatan
Perllindungan Saksi dan Karban, Perlindungan Jurnal saksi dan Karban, Volume 1 Tahun 2011 hal.30.LPSK
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
14
dalam kasus yang sama, sebagaimana konsideran Pasal 10 ayat (2) Undang-
Undang No.l3 Tahun 2006. Jenis saksi ini juga bisa disebut scba.gai saksi
mahkota, saksi kolaborator, dan kolaborator hukum. Saksi pelaku in! memang
tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti bersaiah, tetapi
keterangannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana
yang akan dijatuhkan. Saksi kasus ini biasanya merupakan kasus-kasus
"Organized Crime" atau "U'hite Colar Crime" (kejahatan yang terorganisir dan
kejahatan kerah putih). 16 Keberadaan Pasal 10 ayat (2) tersebut mcnimbulkan
persoalan yang cukup mendasar dan berpotensi menimbulkan :
a) Polemik hukum dan polemik kebijakan bagi proses penegakan hukum. Pasal
10 ayat (2) tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum dan tidak memenuhi
rasa keadilan bagi masyarak.at dan tidak dapat memberikan perlindungan
hukum bagi Whistleblower.
b) Adanya Peraturan Bersama Kementerian Hukum dan Hak Asasi Man usia Republik Indonesi~ Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesi~ Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia, Nomor MI:lli-ll.HM.03.02. Tahun 2011; Nomor PER-045/A/JA/12/2011; Nomor 1 Tahun 2011; Nomor KEPB-02/01-55/12/2011; Nomor 4 Tahun 2011, tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Peraturan Bersama ini mempunyai maksud dan tujuan :
a. Menyamakan pandangan dan persepsi serta memperlancar pelaksanaan tugas aparat penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana serius dan/atau terorganisir; dan
b. Memberikan pedoman bagi para penegak hukum dalam melakukan koordinasi dan ketjasama di bidang pemberian perlindungan bagi Pelapor Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Beketjasama dalam perkara pidana.
c. Mewujudkan ke.Ijasama dan sinergitas antar aparat penegak hukum dalam menangani tindak pidana serius dan terorganisir melalui upaya mendapatkan informasi dari masyarakat yang bersedia menjadi Pelapor,
16 Ibid., him, 32.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
15
Saksi Pelapor dan/atau Saksi Pebku yang Bekerjasama dalam perkara pi dana.
d. Menciptakan rasa aman baik dari tekanan fisik maupun psikis dan pemberian pengbargaan bagi warga masyarakat yang mengetahui tentang terjadinya atau akan teijadinya suatl! tindak pidana serius dan/atau terorganisir untuk melaporkan atau mcmberikan keterangan kepada aparat penegak hukum; dan
e. Membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap tindak pidana serius dan/atau terorgan.isir dan membantu dalam pengembalian. aset hasil tindak pidana secara efektif 17
c) Whistleblower dan Justice Collaboralor dalam SEMA No.4 Tahun 2011
Mabkamah Agung telah menunjukkan bentuk komitmennya dalam mendukung
perlindungan saksi dan korban den gao menerbitkan Surat Edaran Mahkamah
Agung No. 4 Tabun 2011 . Perlakuan Bagi Whistleblower dan Justice
Collaborator, dalam tindak pidana tertentu yang menjadi landasan hukum
dan acuan bagi pengadilan untuk memberikan perlindungan kepada
" Whistleblower" dan "Justice Collaborator".
Nilai penting yang terkandung di dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) ini adalah, adanya perlakuan khusus terhadap orang--orang yang dapat dikategorikan sebagai pelapor tindak pidana dan saksi pelaku yang bekeija sama. Perlakukan khusus tersebut antara lain diberikan dengan keringanan pidana dan/atau bentuk perlindungan lainnya. Bentuk perlindungan dan "reward" yang diberikan oleh Surat Edaran Mahkamah Agung ini kepada "Whistleblower" yaitu berupa jika yang dilaporkan, melaporkan balik si "Whistleblower", maka penanganan kasus yang dilaporkan "Whistleblower" harus didabulukan daripada kasus yang dilaporkan oleh terlapor.18
Sedangkan "Justice Collaborator" ditentukan apabila :
17 Peraturan Bersama Kementerian Hukum dan Hak: Asasi Manusia Republik Indonesia, Kejak:saan Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia, dan Lembaga Perlindungan Sak:si dan Korban Republik Indonesia, tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Sak:si Pelapor Dan Saksi Pelaku Yang Bekerjasama. Nomor M.HH-11.HM.03 .02. Tahun 2011; Nomor PER-045/A/JA/12/2011; Nomor I Tahun 2011; Nomor KEPB-02/01-55/12/2011; Nomor 4 Tahun 2011.
18 Abdul Harsi Semendawai et al, Op. Cit. hlm. 53.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
16
a. Seseorang yang bersangkutan m c rupt'i.K3Ll salah satu pelaku tindak pidana
tersebut, mengakui kc::jabatan yang dil3kubnnya, bukan pelaku utarna, serta
memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
b. Jaksa Penuntut Umwn da!am tuntutannya menyatakan bahwa yang
bersangkutan telah memberikan kcterangail dan bukti-bukti yang sangat
signifikan sehingga penyidik dan atau penuntut umum dapat mengungkap
tindak pidana yang dimaksud secara efektif, mengungkap pclaku-pelaku
lainnya, yang memiliki peran lebih besar dan atau mengernbalikan aset-aset
atau hasil suatu tindak pidana.
c. Atas bantuan tersebut hakim dalarn rnemutus perkara terhadap "Justice
Collaborator" tersebut dapat rnernpertimbangkan menjatuhkan pidana
percobaan bersyarat khusus dan atau menjatuhkan pidana berupa pidana
penjara paling ringan dari terdakwa lainnya.
Pengertian "Whistleblower" secara urnurn adalah orang yang
mengungkap fakta kepada publik mengenai sebuah skandal atau tindak pidana,
seperti "Whistleblower" (Bahasa Inggris, artinya pemup pluit). 19
"Whistleblower" didefinisikan sebagai seorang yang memberikan bantuan kepada
penegak hukum dalam bentuk pemberian informasi penting, bukti-bukti yang
kuat, atau keterangan di bawah sumpah yang dapat mengungkap suatu kejahatan
dimana orang tersebut tidak terlibat dalam kejahatan tersebut secara langsung atau
suatu kejahatan yang 1ainnya. 20
19 Koalisi Perlindungan Saksi, Pengertian Saksi dan Perlindungan bagi Para Pelapor haruslah diperluas. www.antikorupsi.orgl, diakses tanggal28 Maret 2014.
20 Ahmad Fikry Mubarok, Pemberlakuan Restorative Justice bagi whistleblower Dalam Tindak Pidana Konpsi, sebuah ringkasan Begawan Hukum Indonesia.
, .....
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
1 ..., ·-'
Dengan ditiupnya pluit oleh seorang "Whistleblower " atau "Justice Collaborator" pada saat itu juga sistem peradilan pidana atau Criminal Justice sistem atau yang disingkat (CJS), yang ada di Indonesia yai tu berupa, perangkat Undang-Undang dan perangkat penegak hukum seperti polisi, LPSK, Jaksa Penuntut Umum, Pengadilan, Advokat, Lembaga Pemasyarakat serta lembaga yang terkait lainnya sudah seharusnya bekerja, guna mencegah polemik hukum dan polemik kebijakan bagi proses penegakan hukum serta untuk melindungi " Whistleblower" atau "Justice Collaborator", sebab kalau tidak "Whistleblower " atau "Justice Collaborator" yang meniup pluit tadi bisa terancam bahaya, karena dibelakang pungung "Whistle blower" atau "Justice Collaborator " tersebut sudah ada puluhan atau ratus orang yang sudah siap untuk menghentikan tiupan pluit dari "Sang Whistleblower" atau "Justice Collaborator ". Perlindungan hukum yang ideal adalah dengan memberikan reward, pengbargaan, dan perlindungan dari semua bahaya yang akan mungkin terjadi, dan kalau memang mungkin tidak usah dihadirkan dalam persidangan, untuk menjaga keamanannya, dengan tidak usah tampil didepan umurn sebagai kompensasi, atas apa yang telah dilakukan oleh "Whistleblower" atau "Justice Collaborator ". 21
Untuk memberikan perlindungan hukurn terhadap "sang peniup pluit"
tersebut atau "JVhistleblower " dan "Justice Collaborator" dalam mengungkap
jaringan peredaran Narkoba di Indonesi~ kita masih belum mempunyai
dasar/payung hukum yaitu Undang-Undang yang mengatur secara khusus tentang
perlindungan hukum terhadap "Whistleblower" atau "Justice Collaborator ".
Dengan demikian sistem peradilan pidana yang ada dinegara kita-pun belum bisa
bekerja secara maksimal, untuk memberikan perlindungan terhadap "sang
peniup pluit" tersebut atau "Whistleblower" dan "Justice Collaborator ".
B. Rumusan Masalab.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka yang akan 1 ,....
menjadi pokok permasalahan dalam kajian tesis ini adalah :
21 Abdul Harsi Semendawai et al, Op. Cit. h1m. 57.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
18
1. Apakah tujwm perlindungan hukum terhadap " Whistleblower" dan "Justice
Collaborator" ?.
2. Bagaimana bentuk perJindungan hukum terhadap " Whistleblower" dan
''Justice Collaborator " dalam upaya pemberantasan tindak pidana
peredaran Narkoba di Indonesia dimasa depan ?.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Memperhatikan Jatar belakang dan rumusan permasalahan yang
dikemukan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
Tujuan Umum :
a. Ditemukannya dari azas (kearah proses pembentukan moral).
b. Ditemukannya bentuk per1indungan hukum yang ideal bagi "W histleblower"
dan "Justice Collaborator" dalam upaya pemberantasan tindak pi dana
peredaran Narkoba di Indonesia dimasa depan.
Tujuan Khusus :
a. Ditemukannya aturan (implimentasi) dalam penegakan huk:run terhadap
"Whistleblower" dan "Justice Collaborator", dalam upaya mengungkap
jaringan peredaran Narkoba di Indonesia.
b. Diharapkan dapat berguna, baik sebagai rujukan maupun memberikan
masukan bagi para pembentuk Undang-Undang atau badan Legislatif di
masa-masa yang akan datang. \,...
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
19
Manfaat Penelitian.
Kegiatan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis
maupun secara praktis, yaitu :
Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai bahan
kajian swnbangan pemooran, dalam memperkaya khasanah kepustakaan dalam
perkembangan hukum/ilmu hukum, khususnya hukum yang mengatur tentang
perlindungan hukum terhadap "Whist feb/ower" dan "Justice Collaborator",
dalam upaya pemberantasan tindak pidana peredaran Narkoba di Indonesia.
Kajian-kajian dari penelitian diharapkan dapat menjadi bahan rekomendasi , untuk
lembaga perlindungan saksi dan korban, bagi penyidik, penuntut umum, maupun
hakim, dalam upaya pemberantasan tindak pidana peredaran Narkoba di Indonesia
dan dapat memberikan sumbang pemikiran terhadap perubahan Undang
Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) ke depan, sehingga kehadiran
Sang "Whitleblower" dan "Justce Collaborator" dapat terlindungi sesuai dengan
resiko yang telah di:.nnbilnya.
Manfaat Praktis.
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan yang
berguna bagi aparat penegak hukum terutama para penyidik, jaksa penuntut urn urn
advokat maupun hakim, dalam menangani perkara yang menyangkut tentang
"Whist feb/ower" dan "Justice Collaborator". Penelitian ini juga diharapkan S?,.pat
menjadi bahan hukum bagi peneliti lanjutan yang fokus terhadap perlindungan
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
20
hukum terhadap "Whistleblower" dan "Justice Collaborator" dalarn upaya
pemberantasan tindak pidana peredaran Narkoba di Indonesia.
D. Landasan Teoritis, Kerangka Berfikir dan Kerangka Teoritis.
1. Landasan Teoritis.
Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum
wnum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum,
norma-norma dan lain-lain yang akan djpakai sebagai landasan untuk membahas
permasalahan yang akan illteliti. 22. Dalam penulisan ini landasan teori-teori yang
ilipergunakan adalah (Grend Teori!feori Payung, Aliran Utilitarian dari Jeremrny
Bentham); (Teori Pengayoman dari Suhardjo); (Teori Perlindungan Huk:urn
Philipus M. Hadjon); (Teori Keadilan Dari Aristoteles); dan (Teori Pelaksana
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia.
2. Kerangka Berfikir.
Setelah mengemukakan landasan teoritis yang disesuaikan dengan
permasalahan yang diangkat dalam penelitian, maka selanjutnya peneliti
menyusun kerangk:a konsepsional (conceptual framework), atau kerangka
teoritis (theoritical framwork) yaitu kerangka berfibr dari peneliti, yang
bersifat teoritis mengenai masalah yang akan diteliti, yang menggambarkan
hubungan antara konsep-konsep atau varilP~l-variabel yang akan diteliti.
22 Univertisas Bhayangkara Jakarta Raya, Buku Pedoman Penulisan Penelitian dan Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, 2013, him. 22.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
21
Kerangka berfikir tersebut dilandasi oleh teori-teori yang sudah dirujuk
sebelumnya.
Kerangka berfikir dari si peneliti atau yang sering juga dikenal dengan istilah Kerangka Teori, sesungguhnya adalah kerangka teori/kerangka berfikir yang dibuat oleh si peneliti dengan berlandaskan pada teori-teori yang sudah baku yang dapat memberikan gambaran yang sisternatis mengenai masalah yang akan diteliti . Gambaran yang sistematis tersebut dijabarkan dengan menghubungkan variabel yang satu dengan yang I
. ?3 amnya.-
3. Kerangka Teoritis.
Kerangka teori men&,oambarkan kerangka berfikir peneliti yang tingkat
abstraknya paling tinggi. Oleh karena itu, penelitian belurn dapat dilaksanakan
jika hanya berpedoman kerangka teori . Kerangka Teori adalah titik tolak
bagi peneliti serta merupakan landasan teori yang dipergunakan bagi
peneliti dalarn melakukan penelitian. 24
Menurut Sujono Soekamto, teori atau kerangka teoritis mempunyat beberapa kegunaan seperti untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. Disamping itu teori sangat berguna untuk mengembangkan sistem klasiftkasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta mengembangkan definisi-definisi dalam penelitian. 25
Kerangka konseptual menurut Soejono Seokanto adalah merupakan
kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang
ingin atau akan diteliti. Kerangka konseptual adalah kerangka berfikir yang
bersifat konseptual mengenai masalah yang diteliti .26
\ ,.... 23 Ibid, him 2--24. 24 Hotma Pardomuan Sibuea & Herybertus Sukartono, Metode Penelilian Hukum, Jakarta,
Krakatau Book, 2009, hlm.133--134. 25 Soejono Soekanto & Soleman B.Teneko, Hulmm Adat Indonesia, Jakarta, Rajawali Press.
2010, him. 314. 26 Ibid, hlm. 135.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
22
NEGARA HUKUM Aliran Uti litarian dari Jeremy-Hukum sebagai Pangl ima Bentham:
(Grand Theoryffeori Payung) I . Asas manfaat (kebahagiaan) untuk sebanyak-banyaknya manus1a;
2. Perlindungan bersifat spe-sifik hanya dapat diterima apabila memberikan harapan bagi tercegahnya kejahatan yang lebih besar.
k. ~ Perlindungan hukum PANCASILA I. Kepentingan negara dan
terhadap Whistleblower ~
Dasar dan Falsafah Hidup ban gsa diatas kepentingan dan Justice Collaborator (Middle Ring Theoryffeori diri sendiri, kelompok dan
Pendulamg) golongan); 2. Kemanusian yang adi l dan
beradab ditujukan untuk keadilan sosial bagi seluruh rak-yat Indonesia.
(Teori sistem huh:um) Ada tiga komponen dari Lawrence M. Friedman sis tern hukum: (I) struktur
(structure); (2) substansi-(substance), dan (3) t.-ultur (culture) atau budaya.
(Teori pengayoman) Menurut teon . .
tuj uan IDJ
Suhardjo huJ.aun adalah untuk menga-yomi manusia, baik secara aktif maupun pasif.
Perlindungan hukum bagi (Teori Perl indungan H uku m) rak-yat sebagai tindakan peme-
UU Nomor 13 Tho. 2006 Philipus M.Hadjon rintab yang bersifat: Repre!>if ten tang Perlioduogan - dan Preventif. Saksi dan Korban; SEMA No. 4 Tahun 2011 tentang Whisdeblower; Peraturan Pada dasarnya ada 2 (dua) Bersama MENKUMHAM teori tentang keadilan yaitu Jaksa Agung, KAPORI, (Teori Keadilan) Aristotdes keadilan distributif dan ke-KPK dan LPSK Nomor adilan komulatif. M.HH-ll .HM.03.02Tabun 2011; No. PER-045/A/JA/-12/2011 ; No. 1 Thn. 2011; No.KEPB-02/01-55112/201 1 Bentuk peraturan perundang No.4 Tahun 2011 tentang undangan yang dapat dijadi-Perlindungao Bagi Pelapor (Teori Pelaksana) kan dasar atau undang-undang Saksi Pelapor dan Saksi --. UU Nol2 Thn.2011 tentang perlindungan Whistleblower Pelaku yang Bekerjasama. Pembentukan Peraturan/UU dan Justice Collaborator
~,._ dimasa yang akan datang.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
23
E. Metode Penelitian.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Yuridis Nonnati.C
yaitu metode yang mengkaji hal-hal yang bersifat normatif dan sosiologis dari peraturan
Penmdang-Undangan terkait, terutama dari segi hukurn acaranya, termasuk as..1.s-asas
hukurn, kaedah-kaedah dan aturan-aturan huklDll tennasuk sejarah hukum yang
melatarbelakangi permasahan yang akan menjadi objek peneJjtian
Tahapm penelitian adalah penelitian kepustakaan (Library Research) dimana penulis, meneliti bahan-bahan pustaka yang meliputi, bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Teknik pengumpulan data menyelidikj dan memecahkan masalah yang ada }:llila masa sekarang serta tertuju }:llila masalah aktual, atau merupikan gejaia-gejala yang nampik deWtiSa ini, sehillgga pemecahannya daprt dilakukan berdasarkan yang diperoleh, dianalisis dan kemudian dikembangkan cara pemecahannya, lalu hasilnya da}Xlt dipergunakan sebagai perbandingan untuk menangani masalah yang sama, untuk masa yang akan datang. Sedangkan instrumen yang diplkai dalam penulisan makalah ini menggunakan metode studi literatur, yaitu teknik yang diJakukan untuk memperoleh data yang bersifat teoritis sebagai pendukung untuk: mendasari penelitian ini dengan cara membaca berbagai hteratur yang relevan dengan penelitian 27
F. Sistematika Penulisan.
Adapun sistematika dalam penulisan Karya llmiah ini adalah :
Bab 1: PendahuJuan.
Pada Bab ini diuraikan mengenai Jatar belakang masalah, identifikasi
masalah dan penunusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
kerangka teoritis, kerangka konsepsional, dan kerangka pemikiran,
metode penelitian serta sistimatika penulisan.
Bah ll: Tinjauan Pustaka. \,...
Yang mengacu pada teori-teori yang dipergunakan untuk
27 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, 2008, hlm.165.
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014
24
meneliti/mengadakan penelitian untuk menunjang penulisan Tesis.
Bab ill: TUJUAN PERLJNDUNGAN HUKUM TERHADAP
"WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR".
Pembahasan secarn mendalam dan kritis, tentang apa tujuan perlindungan
hukum terhadap "Whistleblower" dan ".Justice Collaborator" ?
Bab IV: BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP
"WHISTLEBLOWER DAN JUSTICE COLLABORATOR "
DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
PEREDARAN NARKOBA DI INDONESIA DIMASA DEPAN.
Pembahasan secarn mendalam dan kritis, tentang bagaimana bentuk
perlindungan hukurn terhadap "Whistleblower" dan "Justice
Collaborator" dalam upaya pemberantasan tindak pidana peredaran
Narkoba di Indonesia dimasa depan?
Bab V: Penutup.
yang berisikan kesimpulan penelitian, yang merupakan basil atau temuan
temuan dalarn penulisan ini dan dilengkapi dengan saran-saran sebagai rnasukan
\ ,....
Perlindungan Hukum..., Indra Maha Putra, Fakultas Hukum 2014