286
PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN UMAT Disertasi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Doktor Ilmu Agama Islam Oleh HAMZAH NIM: 02.3 00.1.08.01.0067 Promotor: PROF. DR. KH. DIDIN HAFIDHUDDIN MATURIDI, MS. DR. HJ. USWATUN HASANAH, MA. TIM PENGUJI: PROF. DR. M. ATHOMUDZHAR, MSPD. DR. IR. MUSLIMIN NASUTION, APU. PROF. DR. ABD HAMID, MS. DR. FUAD JABALI, MA. SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2009

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  • Upload
    leanh

  • View
    272

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA

BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM MENINGKATKAN

KESEJAHTERAAN UMAT

Disertasi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Doktor Ilmu Agama Islam

Oleh

HAMZAH

NIM: 02.3 00.1.08.01.0067

Promotor:

PROF. DR. KH. DIDIN HAFIDHUDDIN MA’TURIDI, MS.

DR. HJ. USWATUN HASANAH, MA.

TIM PENGUJI:

PROF. DR. M. ATHO’ MUDZHAR, MSPD.

DR. IR. MUSLIMIN NASUTION, APU.

PROF. DR. ABD HAMID, MS.

DR. FUAD JABALI, MA.

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2009

Page 2: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

KATA PENGANTAR

بسم اهللا الرحمن الرحيم

ا والصالة . الحمد هللا الذي أسعد وأشقى وأفقر وأغنى وأضر وأقنى دين أساس ثم جعل الزآاة للالعلم ه واصحابه المخصوصين ب ى آل ورى وشمس الهدى وعل يد ال على محمد المصطفى س.والتقى

Dengan Rahmat Allah SWT penulis dapat menyelesaikan disertasi yang berjudul PENDAYAGUNAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM PENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMAT untuk memenuhi sebahagian syarat dalam menyelesaikan studi Program Doktor pada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Salam dan taslim, semoga tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang mengikuti petunjuk agam Islam.

Berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam proses pendidikan penulis dan termasuk dalam rangka mewujudkan karya ilmiah ini. Karena itu, kepada mereka, sangat layak, pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setiggi-tingginya. 1. Bapak Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin Ma’turidi, MS. dan Ibu Dr. Hj.

Uswatun Hasanah, MA. yang keduanya merupakan promotor yang telah mendampingi secara keilmuan dengan perhatian yang cukup besar, sejak penulis ujian proposal sampai pada penyusunan disertasi dan ujian pendahuluan, serta melakukan koreksi, arahan dan dorongan semangat. Bapak-bapak penguji, Prof. Dr. M. Atho Mudzhar, MSPD., Dr. Ir. Muslimin Nasution, APU., Prof. Dr. Abd. Hamid, MS., Dr. Fuad Jabali, MA. yang telah memberikan koreksi, perbaikan, arahan, dorongan semangat serta kesediaan mereka menyiapkan waktu sehngga penulis dapat dengan tenang dan bersemangat melakukan perbaikan terhadap disertasi ini.

2. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Kamaruddin Hidayat, MA., yang ketika penulis sedang mengikuti pendidikan S3 menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana UIN Syarif Hidyatullah Jakarta sampai dengan tahun 2006.

3. Direktur Sekolah Pascasarjana, Bapak Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA., ketika penulis masuk pendidikan jenjang S3 tahun 2002 menjabat sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mempertegas arah pengembangan almamater ini sebagai institusi pendidikan keislaman dengan karakteristik kedalaman metodologis.

4. Para Deputi Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Fuad Jabali, MA., Deputi Direktur Bidang Akademik dan Kerjasama, Bapak Dr. Ujang Thalib, MA., Deputi Direktur Bidang Administrasi dan Kemahasiswaan, Bapak Prof. Dr. Suwito, MA., Deputi Direktur Bidang Pengembangan Lembaga Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis juga sangat mengingat dengan baik berbagai petunjuk keilmuan Bapak Prof. Dr. Suwito, MA. yang telah memberikan bimbingan pada tahap penelitian pendahuluan dalam rangka penyempurnaan proposal disertasi sebelum penulis mengikuti ujian proposal.

Page 3: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

5. Rektor UIN Alauddin Makassar, Bapak Prof. Dr. H. Azhar Arsyad, MA. dan para Pembantu Rektor yang telah memberi dukungan sepenuhnya dalam mengikuti pendidikan S3 di UIN Jakarta.

6. Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, Bapak Dr. H. Baso Midong, MA. (Dekan lama) dan Bapak Drs. H. Lomba Sultan, MA (Dekan Lama) Dr. H. Ambo Asse, M.Ag (Dekan Baru) yang banyak memberikan bantuan kepada penulis selama mengikuti pendidikan S3.

7. Bapak Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar MA. dan Bapak Prof. Dr. H. Ahmad Thib Raya, MA. yang keduanya telah memberikan dorongan moril kepada penulis selama mengikuti pendidikan S3.

8. Para dosen dan guru besar Sekolah Pascararjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah mewakafkan ilmunya kepada penulis.

9. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Bapak Prof. Dr. KH. Didin Hafidhuddin Ma’turidi, MS. beserta jajarannya yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian serta mendorong para pengurus lainnya menyiapkan waktu untuk mengadakan wawancara dengan penulis.

10. Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa Republika (DDR) Bapak Yuli Pujihardi, beserta jajarannya, Bapak Drs. H. Hamri HAS. (Ketua BAZDA Provinsi Kalimantan Timur) beserta jajarannya, Bapak Prof. Dr. H. Suparman Usman (Ketua BAZDA Provinsi Banten) beserta jajarannya, Bapak April Purwanto (Devisi Pendayagunaan Zakat BAZDA DI Yogyakarta), Bapak HM. Kasim (Sekretaris Baitul Mal Provinsi Nanggro Aceh Darussalam), Bapak Oki (Staf Adm.BAZDA Provinsi Jawa Tengah) yang kesemuanya telah memberikan kesempatan kepada penulis mengadakan wawancara dan pengumpan data pada Lembaga Amil Zakat Nasional dan Badan Amil Zakat Provinsi dimaksud.

11. Kepala Perpusataan UI di Depok dan di Salemba khususnya Program Kajian Timur Tengah juga Kepala Perpustakaan Iman Jama, yang kesemuanya telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menelaah literatur yang dibutuhkan.

12. Kedua orang tua penulis H. Hasan dan Hj. Haeriah yang telah mendoakan, mengasuh, mendidik dan memberikan motivasi sehingga penulis dapat memasuki pendidikan S3 dan dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Selanjutnya, ayahanda dan ibu mertua H. Kuddus dan Hj. Dian yang telah memberikan dukungan moril sehingga penulis dapat dengan tenang dan terkonsentrasi dalam mengikuti program ini.

13. Tidak lupa, kepada adinda Hamka Hasan, Lc. MA dan Haniah Hamka Hasan Lc. M.Pd. serta adik Umrah Hasan MA. yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil khususnya pada tahap-tahap awal penulis mengikuti pendidikan ini. Juga kepada kakanda Hj. Rusnah, H. Bakri, adinda Jumiati Kuddus, Hasbiah, S.Pd., Lukman, yang telah memberikan bantuan moril dan materil, khususnya kepada kemanakan mereka yang secara biologis anak penulis, selama mengikuti pendidikan ini.

14. Dalam proses pendidikan di S3, nama berikut ini sangat berjasa kepada penulis yaitu: Prof. Dr. H. Abd. Muiz Kabry dan Dr. Ali Rusydi Ambo Dalle, yang keduanya merupakan guru dan orangtua bagi penulis dalam organisasi Darud Da’wah Wal Irsyad (DDI) senantiasa memberikan dorongan yang sangat besar kepada penulis, khususnya dalam penyelesaian penelitian

Page 4: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

disertasi. Secara khusus kepada al-Mukarram Prof. KH. Ali Yafi’i yang telah meluangkan waktu memberikan wejangan kepada penulis tentang orientasi kehidupan dan sikap ilmuan muslim, pada masa awal kedatangan penulis di Jakarta untuk mengikuti program S3.

15. Demikian juga kepada Ust. Mursalin, Dedi Asmara, Dr. Kaswad Sartono, MA., A. Suriyani, MA., Bapak DR. H. Arief Halim., MA, Abd. Drs. H. Kurdi, M.HI., Drs. Suwarning, MA., Abd. Rahman Bahnadi, S. Ag., Drs. Muh, Tang Dg. Maggangka, Hasid Hasan, SH. MA., Machmud Sayuti, MA., Drs. Hasanuddin Parawangi MH., Drs. Amir Jannatin, Drs. Lahaji Khaedar, MA, Azhar Arsyad SH.

16. Juga kepada, teman-teman dan seperjungan di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Alauddin Makassar, yang telah memberikan bantuan moril diantaranya Dr.Irfan Idris, MA., Drs. Umar Muslim, MA. Halim Talli, S.Ag. MA. Arif Alim, MA. Dr. Muslimin H. Kara, juga kepada Drs.Qasim P. Salenda, SH.M.HI. dan Dr. Aisyah H. Kara. Teman-teman di Ciputat, di antaranya Ir. H. Muhandis Natadiwirja, MM., Helmi, H. Abd.Rauf, Lc.MA. Drs. Abd. Fattah, M. Pd. Drs. Hamid Laongso. Drs. Murni Badru, MA. Mursalin, MA. Drs. Sabaruddin Garancang, MA., Drs. Hadi Dg. Mapunna MA., Dra. Halimah Basri, MA., H. Zuhri Abunawas, Lc. MA.

17. Terima kasih disampaikan kepada Bapak Drs. HM. Yusuf Kalla (Wakil Presiden RI) yang secara institusional telah memberikan bantuan materil dalam rangka penyelesaian studi penulis.

18. Terima kasih juga disampaikan kepada Pimpinan Yayasan Latimojong yang telah memberikan perhatian pendanaan kepada penulis.

Berbagai pihak yang telah berpartisipasi kepada penulis dalam memberikan kontribusi keilmuan yang pada akhirnya dapat mewujudkan karya ilmiah tertinggi pada jenjang doktor, di antaranya para dosen penulis di S2 dan S1 serta para guru dalam berbagai jenjang pendidikan dan juga guru mengaji penulis.

Secara khusus penghargaan dan ucapan terima kasih kepada Dra. Mariam Kudus -isteri penulis- yang dengan tabah dan penuh perhatian yang diberikan selama penulis mengikuti pendidikan S3 ini dan mengikhlaskan sebahagian ”hak-haknya” untuk tidak dipenuhi guna meringankan beban penulis, begitu pula memberikan inspirasi yang begitu dalam bagi penulis sehingga semakin bergairah dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Juga kepada ananda Mayliah Dian Khaeriyah, yang telah memahami dengan betul, rendahnya kasih sayang yang selama ini diterimanya dan secara tidak langsung menerima pembelajaran sejak usia dini tentang cara hidup di negeri rantauan, khususnya di kota Metropolis Jakarta.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis memohon agar mereka yang telah memberikan kontribusi dalam rangka membina potensi keilmuan dan kepribadian penulis yang telah melahirkan karya ilmiah tertinggi dalam jenjang doktoral diberikan pahala dan dinilai oleh-Nya sebagai ibadah dan amal jariyah. Ămîn. Semoga karya ilmiah ini yang merupakan wujud dari sebuah perjalanan panjang dalam dunia keilmuan, mendapat rahmat dan diterima oleh-Nya sebagai amal ibadah, serta berguna kepada sesama hamba-Nya dalam rangka ikut serta menyebarkan sebahagian kecil petunjuk-Nya melalui pemahaman penulis yang diberikan-Nya atas lautan petunjuk-Nya yang begitu dalam lagi tak terhingga serta sangat luas dan tak bertepi.

Page 5: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Jakarta, 17 September 2008 Penulis, H A M Z A H   NIM: 02.3.00.1.08.01.0067  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI 

 

 

SAMPUL  ............................................................................................................................. i 

PERNYATAAN  KEASLIAN ..............................................................................ii 

LEMBAR   PENGESAHAN  PROMOTOR DAN PENGUJI..............................iii 

Page 6: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

BERITA  ACARA  UJIAN  PROMOSI...............................................................iv 

PEDOMAN  TRANSLITERASI .......................................................................... v 

KATA PENGANTAR ..........................................................................................xi 

DAFTAR ISI  ..................................................................................................................... xvi 

ABSTRAK  ........................................................................................................................ xix 

DAFTAR TABEL  ............................................................................................................... xxii 

DAFTAR BAGAN ...........................................................................................xxiv 

 

BAB  I   PENDAHULUAN  ..................................................................................... 1 

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1 B. Permasalahan ..................................................................................... 17 C. Tujuan Penelitian .......................................................................19 D. Manfaat Peneli an .....................................................................20 E. Definisi Operasional ..................................................................20 F. Kajian Pustaka ...........................................................................21 G. Kerangka Teori ..........................................................................25 H. Metodologi Penelitian ........................................................................ 26 

1. Pendekatan dan data Peneli an..............................................26  

                          2. Studi Lapangan Peneli an ...................................................  27  

                          3. Konsep Pengukuran (Indikator) Pendayagunaan Zakat ....... 28 

I. Sistematika Penulisan ................................................................30  

BAB II     PENDAYAGUNAAN   ZAKAT DALAM  PERSPEKTIF MANAJEMEN  DAN EKONOMI ISLAM  UNTUK PENINGKATAN    KESEJAHTERAAN UMAT........................31 

A. Pendayagunaan Zakat sebagai Implementasi Manajemen Pada Masa Rasul .............................................................................   31.  1.   Pengertian dan Fungsi‐Fungsi Manajemen .......................  32.   2.   Penger an dan Tujuan  Pendayagunaan Zakat ..................  41 3.   Faktor‐Faktor Berpengaruh dalam Pendayagunaan  Zakat  44 4.   Amil : Otoritas Manajmen Pendayagunaan Zakat ............  47.   5.   Prinsip‐Prinsip Pendayagunaan Zakat Pada  Masa Rasul ...53                

             B.   Zakat sebagai  Instrumen Ekonomi Islam dalam Peningkatan   Kesejahteraan Umat ................................................................   57  

1.   Penger an dan  Perinsip‐Perinsip Ekonomi Islam ..........    57 

Page 7: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

                          2.   Zakat sebagai Instrumen Ekonomi....................................   72 

                          3.   Kesejahteraan Umat melalui Instrumen Ekonomi Zakat....  78   

 

BAB III    ASPEK  KELEMBAGAAN,   SUMBER‐SUMBER  PENDA NAAN   DAN   PELAKSANAAN   PROGAM     BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL SERTA PENDAYAGUNAAN  ZAKAT PADA BERBAGAI PENGELOLA ZAKAT DI INDONESIA....................................................................................84 

A. Aspek Kelembagaan dan Sumber‐Sumber serta Pelaksanaan Program Pendayagunaan  Badan Amil Zakat Nasional .............84 

       1.  Aspek Kelembagaan  Badan  Amil Zakat Nasional...............84  

                          2.   Sumber‐Sumber Penghimpunan Dana ...............................  91   

                          3.   Pelaksanaan Program .......................................................... 92   

    B.  Pendayagunaan Zakat Pada Berbagai Pengelola Zakat di  

Indonesia …..............................................................................104   

                          1.  Badan Amil Zakat Infak dan Sedekah (BAZIS)  

                               DKI   Jakarta…....................................................................104 

                          2   BAZDA Provinsi Banten ....................................................106 

                          3.  Pos Keadilan Peduli Umat  (PKPU) ….............................. 109 

                          4.  Dompet Dhuafa Republika   (DDR)....................................111 

 

BAB IV   IMPLEMENTASI  POLA‐POLA PENDAYAGUNAAN  

                   ZAKAT ZAMAN RASUL PADA PENDAYAGUNAAN ZAKAT BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL  ....................................... 119  

A. Penetapan Status, Prototipe, Kewenangan serta  Pertanggungjawaban Amil  ………………….........................119 

1.  Penetapan dan Status Amil  ..............................................  119  

                          2.  Proto pe Amil ................................................................... 121 

3.  Kewenanan Amil ............................................................... 130 

                          4.  Pertanggungjawaban Amil ................................................. 131                           

Page 8: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

B. Perwujudan  Fungsi   Amil,  Prinsip Desentralisasi  dan Mempertegas Zakat Sebagai Hak Mustahik.............................133 

                          1.   Perwujudan Fungsi Amil .................................................. 133 

                          2.   Prinsip Desentralisasi..........................................................141 

                          3.   Prinsip  Mempertegas Zakat Sebagai Hak Mustahik......... 145    

                          

BAB     V   IMPLEMENTASI  FUNGSI‐FUNGSI MANAJEMEN  

                   DALAM PENDAYAGUNAAN ZAKAT  BAG  PENING‐ 

                   KATAN  KESEJAHTERAAN  UMAT   PADA BADAN  

                   AMIL ZAKAT NASIONAL......................................................  149 

                    A.   Implementasi Fungsi Perencanaan ......................................   149 

                           1. Gambaran Umum Kelembagaan Badan Amil Zakat  

                                Nasional dalam Pencaaian Tujuan dan Cara  

                                Mencapainya .....................................................................152                     

                           2.  Arah Kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional dalam  

                                 Pendayagunaan Zakat.......................................................158 

                           3.  Penyusunan Rumusan tentang Makna Zakat ....................160 

 

 

                     B.    Impelementasi Fungsi Pengorganisasian dan  

                             Pelaksanaan .........................................................................163 

                             1. Fungsi Pengorganisasian .................................................163 

                             2. Fungsi Pelaksanaan ........................................................ 180                     

                      C.   Implementasi Fungsi Kepemimpinan dan Pengawasan.......189 

                             1. Fungsi Kepemimpinan. ................................................. .189  

                             2. Fungsi Pengawasan...........................................................211   

BAB   VI    KENDALA‐KENDALA LINGKUNGAN EKSTERNAL DAN INTERNAL BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM PENDAYAGUNAAN ZAKAT UNTUK 

Page 9: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

KESEJAHTERAAN UMAT........................................................................................... 214 

                    A.   Kendala Lingkungan Eksternal Struktural............................ 215  

                            1.  Model Kelembagaan ...................................................... 215 

                            2.   Sumber Pendanaan Non Zakat, Infak dan Sedekah (ZIS)  

                                  Belum Memadai ........................................................... 224  

                            3.   Belum Terbit Kebijakan Pemerintah tentang Zakat  

                                   sebagai Pengganti  Pajak Penghasilan ......................... 228  

                            4.   Belum Ada Ketentuan Penyetoran dana zakat  

                                  UPZ  ke Badan Amil Zakat Nasional  ...........................229 

                            5.   Lemahnya UU NO.38/1999 tentang Pengelolaan  

                                  Zakat ............................................................................. 230 

                            6.   Belum Terbit Peraturan  Pemerintah tentang Koordinasi  

                                  Badan Amil Zakat Nasional dan Pengelola Zakat  ........233 

           B.   Kendala Lingkungan Eksternal Kultural dan Internal     Kelembagaan........................................................................235 

                             1. Lingkungan Eksternal Kultural ......................................235 

                             2. Kendala Lingkungan Internal Kelembagaan................. .244 

 

BAB VII  PENUTUP ...................................................................................250 

A. Kesimpulan.............................................................................250 B. Rekomendasi ..........................................................................253 

 

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................255 

LAMPIRAN‐LAMPIRAN ................................................................................................. 266 

1.   Tabel ............................................................................................................266 

2.    Bagan ..........................................................................................................280    

3     Da ar Informan ..........................................................................................282 

4.   Garis‐Garis Besar  Materi Wawancara.........................................................283  

Page 10: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

5.   Keterangan Wawancara .......................................................................................... 285 

6.   Surat Keterangan Penelitian  ................................................................................... 293 

7    Surat Permohonan Penelitian  ................................................................................ 295 

8    SK. Presiden tentang Pembentukan BAZNAS ............................................296 

9   UU. No, 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat......................................... ..…307 

10  Daftar Riwayat Hidup  ............................................................................................. 319 

   

Page 11: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

ABSTRAK

Kesimpulan besar disertasi ini membuktikan bahwa Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) pada dasarnya telah melakukan pendayagunaan zakat untuk peningkatan kesejahteraan umat sesuai dengan pola yang dilakukan Rasulullah SAW. Pada satu sisi dan pada saat yang sama dalam batas-batas tertentu,  BAZNAS dipandang telah mengimplementasikan fungsi-fungsi manajemen. Namun, dalam hal pengembangan, baik aspek kelembagaan maupun pada program yang berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan umat, ditemukan sejumlah kendala yang menjadikan kinerja badan ini tidak optimal.

Kesimpulan ini berimplikasi bahwa pada dasarnya badan ini dapat dinyatakan sebagai institusi kesejahteraan umat dan telah menampilkan diri sebagai institusi pengelola zakat yang menerapkan prinsip-prinsip manajemen modern. Prototipe institusi BAZNAS dan kinerjanya yang demikian itu telah membantah pandangan sebagian pengamat terhadap citra pengelola zakat yang semula menempatkan amil sebagai ”pekerjaan sambilan” dan ”terkesan membagi-bagi uang zakat” menjadi sebuah pekerjaan yang profesional dan akuntabel.

Hasil penelitian disertasi ini tidak dimaksudkan untuk memperlemah dan memperkuat terhadap teori tertentu dalam objek penelitian yang sama yakni pada BAZNAS, karena belum ada penelitian yang dilakukan sebelumnya. Namun, dilihat dari sisi bidang kajian disertasi ini, yakni pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh lembaga zakat, maka ditemukan pandangan-pandangan tertentu yang dapat dikaitkannya. Disertasi ini, di  antaranya,  telah memperkuat pandangan yang menginginkan agar dikembangkan pengelolaan zakat yang menganut pendekatan partisipasi. Menurut Palmawati (Disertasi 2004) penggagas pendekatan ini, keterlibatan stakeholder untuk berpartisipasi dalam pengelolaan zakat sangat diperlukan. Disertasi ini membuktikan bahwa BAZNAS dalam pendayagunaan zakat, telah melibatkan mustahik—sebagai bagian stakeholder—berpeluang dalam posisi untuk tidak saja secara pasif menerima zakat, tetapi berkesempatan untuk memberdayakan dirinya.

Selain itu, disertasi ini mendukung gagasan yang diusung oleh Yusuf Qardawy (1985)  yang menetapkan dasar-dasar struktur bagi organisasi pengelola zakat yang mengarah pada pendayagunaan zakat. Afzalur Rahman (1992) memberikan penekanan yang lebih tajam tentang eksistensi pengelola zakat, agar zakat dapat berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi, maka diperlukan badan zakat.

Data penelitian ini disumberkan dari selain data kepustakaan juga data lapangan penelitian. Data penelitian lapangan dilakukan dengan wawancara sebanyak lima informan internal Badan ini dan tujuh informan eksternal yang merupakan praktisi pada BAZDA dan LAZ serta telaah dokumentasi BAZNAS sebanyak sebelas buah dokumen. Dalam membaca data penelitian, pendekatan yang dipergunakan yaitu sejarah hukum Islam, manajemen, serta sosiologi.

Page 12: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

   

Page 13: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

ABSTRACT 

 

The main conclusion of this dissertation proves that (Badan Amil Zakat Nasional) BAZNAS used  zakat  to  encourage  social welfare based on  the  practices  and  forms of Rasulullah saw. In a hand, in the same time, BAZNAS implemented managerial function. However,  in the development context, either  institution aspect or programs related to encouraging  social  welfare,  it  found  many  obstacles  causing  this  institution  not favorable. 

Thin  conclusion  implicates  that  this  institution  could  be mentioned  as  social welfare institution. This dissertation proves that BAZNAS appears as an institution which manages modern zakat and its duties utilizing zakat based on managerial principle. The prototype of BAZNAS  and  its duties  encounter  the  views of many  thinkers  about  the image  of  zakat  managing  that  previously  placed  ‘âmil  as  “secondary  activity”  and apparently just “distributes zakat” become a professional and accountable activity.       

  The  result  of  this  research  does  not  intended  to  weaken  nor  strengthen  to certain  theory  in  the  same  research  object, which  is  at BAZNAS,  because  there  is  no previously research conducted yet. However, seen from this dissertation study area, that is  zakat utilization  conducted by  zakat  institute, hence  found  certain  approaches  that able  to  correlate  of.  This  dissertation,  strengthened  view  those  who  wished  zakat management to be develop embracing participative approach, as Palmawati conception in  her  disserta on  (2004),  the  stakeholder  involvement  to  par cipate  in  zakat management  is much needed. This dissertation also proves that with BAZNAS policy  in zakat  utilization,  hence,  mustahiq,  as  part  of  stakeholder,  has  opportunity  in  just position, not only quiescently accept zakat, but also having chance to power himself. 

  This  dissertation  also  supports  Yusuf  Qardawy  (1985)  who  determines  the structural  bases  of  zakat  organizer  institutions  that  lead  to  zakat  utilization.  Afzalur Rahman  urges  regarding  the  existence  of  zakat  organizer,  so  zakat  might  effect  to economical development, indeed needs a zakat institutions.  

  Sources  of  this  research  data  come  from  bibliography  and  field.  Field  data conducted  by  interviewing  five  internal  informants  from  BAZNAS  and  seven  external informants  as  BAZDA  and  LAZ  activists  and  studying  eleven  BAZNAS  documents.  In analyzing research data, the approach used.[] 

 

   

Page 14: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 ملخص البحث

أهم النتائج التى توصل إليها البحث تثبت أن الهيئة اإلندونيسية الخاصة قد قام بتفعيل الزآاة داخل إطار اتخاذ القرارات (BAZNAS)بالعاملين على الزآاة

أنه تعمل BAZNASوهذا، فقد ظهر . والسياسات على أساس المؤسسة المنظمةمؤسسة فى الدرجة العالية قد اعطى هذه ال. آالمؤسسة المنظمة المعاصرة

اإللتفات لآلراء التي جائت من قبل المفكرين الذين يرون أن هذه المؤسسة مجموع من العاملين على الزآاة آوظيفة فرعية وتوزيع النقود إلى وظيفة منظمة

. مسؤولية

لم يهدف البحث من خالل نتائجه أن تقلل من شأن نظرية ما فى هذا شأن الهيئة الوطنية الخاصة بالعاملين على الزآاة، أو على الموضوع وهو ب

لكن هذا الموضوع . العكس أن تؤيدها، إذ لم يسبق عليه أى بحث فى الموضوعمازل له عالقة مع الدراسة السابقة منها أن هذا الموضوع يوافق ويأيد الرأي

تى وأآد فلماوا. الذي أراد أن تكون الزآاة بتصريف على سبيل المشارآة، المؤسس هذا الرأي، مشارآة المؤسسة المعنية فى )2004الرسالة الماجستير (

من ناحية أخري، قد استنتج هذا البحث أن المستحق له . تصرف الزآاة أمر حتمي . إمكانية أن يشارك بصفة إيجابية ويقوى نفسه فى من خالل الزآاة

ن المفكرين، من ناحية أخري، قد أآد هذا البحث اآلراء المختلفة م التي تقوم بتفضيل المستحق ) 1980رسالة الماجسير (أسوة حسنة ) 1:(منهم

ديدين ) 2. (آمسئول األساسي فى نجاح عملية التصرف الزآاة بجانب العاملأن الهدف األساسي للعامل ليس ) الكلمة في تنصيبه آأستاذ الجامعة(حافظ الدين

) 1985(يوسف القرضاوى ) 3. (للربح وإنما لتنمية ودفاع عن المستضعفينافزل الرحمن ) 4.(الذي وضع األسس الهيكلية لمؤسسة الزآاة إلى تفعيل الزآاة

. الذي أعطى مسؤولية لمؤسسة الزآاة حتى تتأثر في بناء إقتصادي

والذى ››داود على ‹‹وقد رفض هذا البحث الرأى الذى قام بتطويره ، والذى ) 1988( يسيا إلى أربعة مقوالت صنف تفعيل الزآاة المعمول فى إندون

يتخذ فى الحقيقة، تصنييف المقولتين المقولة االستهالآية والمقولة اإلبداعية يظهر أن ذلك الرأى ال يمكن تطبيقه على موضوع تفعيل الزآاة الذى . مرجعا له

وينطوى على تطوير هذا التصنيف معنى بأن تفعيل أموال الزآاة . قامت به الهيئةتم توجيهه نحو األنشطة االستهالآية واإلبداعية بمعنى دفع مستحقى الزآاة إلى

والحقيقة أنه ال يمكن تطبيق مصطلح االستهالآية . القيام بأعمال وأنشطة إنتاجية

Page 15: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

‹‹واالساس الذى قام عليه رأى . آليا على تفعيل الزآاة الذى قامت الهيئة بتطويرهإمكان إدخال أموال الزآاة التى قسمتها الهيئة على هو أنه بالرغم من ››داود على

المستحقين، ظاهرا، إلى الصنف االستهالآى، لكن الهيئة فى الحقيقة تظل تأخذ القيم اإلنتاجية المتضمنة فى فريضة الزآاة فى عين االعتبار، لتظل الهيئة تحافظ

 .على تلك القيم فى أعمالها وأنشطتها

لتى طورتها الهيئة، فإن هذه الرسالة تضع بالنسبة للسياسة افعلى ذلك وهو المفهوم االستهالآى والمعقولى . مفهوما جديدا فى تفعيل الزآاة

هذا النموذج يتيح للمستحقين . والمشارآى، اإلنتاجى والمعقولى والمشارآىفرصا لالسترشاد الذاتى والتوعية الذاتية، والهيئة بدورها تقوم بإعداد التسهيالت

ولكى يمكن للهيئة أن تطور هذه الفكرة فإن هذه الرسالة ترى . لمستحقينلهؤالء اوتصييغ المبادئ الخاصة بتفعيل 1999لسنة 38ضرورة تعديل القانون رقم

 .أموال الزآاة، ألنهما أمران فى غاية األهمية

إلى جانب المصادر والمراجع، يستخدم البحث المعطيات الميدانية ار والمناقشة واالطالع على مستندات الهيئة وهى أحد المحصلة عن طريق الحو

agencyوفى قراءة المعطيات يستخدم الباحث نظرية الواسطة . عشر مستندا .ونظرية تغيير األحكام

 

   

Page 16: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

DAFTAR TABEL  

 

Tabel    1     Penerimaan Badan Amil Zakat Nasional  

                   Tahun 2005‐2007.......................................................................   91  

 

Tabel    2      Program Mitra Solidaritas Isteri Kabinet Indonsia Bersatu  

                    (SIKIB) dan Badan Amil Zakat Nasional .................................101 

 

Tabel    3      Pemasukan Dana Dompet Dhuafa Republika  

                    1426‐1427 H .............................................................................113  

 

Tabel    4      Sumber  Daya Personal Badan Amil Zakat Nasional   

                    Dari sisi Latar Belakang  Keilmuan dan Profesi  .................... 124   

 

Tabel    5     Hasil Analisis Terhadap Konsep Amil Badan Amil Zakat  

                     Nasional: Dimensi, Sumber Pembentukan Persepsi, Katego 

                     Risasi....................................................................................... 126  

.. 

Tabel    6    Iden fikasi Unsur‐Unsur Konsep Mustahik dalam Persepsi 

                    Badan Amil Zakat Nasional dan Peluang Program Penda‐ 

                    yagunaan Zakat   ..................................................................... 134  

 

Tabel    7    Program dan Prosentase Pendayagunaan Zakat Badan  

                   Amil  Zakat Nasional ............................................................... 146  

 

Tabel    8    Sintesis antara Unsur dalam Fungsi Perencanaan dengan     

                   Indikator Penelitian ................................................................. 151   

Page 17: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

Tabel   9     Perbandingan Prosentase Antar Sektor pada Pendayagunaan 

                   Zakat Infak dan Sedekah Lembaga Pengelola Zakat  

                    Di Indonesia ........................................................................... 156  

 

Tabel 10     Sintesis antara Unsur dalam Fungsi Pengorganisasian 

                  dengan Indikator Penelitian ..................................................    165 

 

Tabel 11     Perbandingan Pendayagunaan Zakat versi Badan Amil 

                  Zakat Nasional dan Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan  

                  Urusan Haji ..........................................................................    182 

 

Tabel  12    Sistensis antara Unsur‐Unsur pada Sumber‐Sumber Ke‐ 

                  pemimpinan dalam Fungsi Kepemimpinan dengan  

                  Indikator Penelitian ......................... .....................................  190  

 

Tabel 13     Subsidi Departemen Agama RI terhadap Badan Amil Zakat  

                   Nasional  2001‐2006 (dalam  Rupiah)  ..............................     225 

 

Tabel 14    Anggaran Dari Program Kerjasama Terhadap Badan Amil  

                 Zakat Nasional  2001‐2006................................................ ....  227 

 

Tabel 15    Dana Zakat yang Dihimpun  BAZNAS 2005‐ 2006...............227 

 

Tabel 16    Perbandingan Dana Zakat Infak dan Sedekah yang  

                 dihimpun  BAZNAS dengan  Penerimaan Secara Nasional  

                 Pada Pengelola Zakat Lainnya  2002‐2006............................. 243                     

Page 18: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

Tabel 17   Perbandingan Dana Zakat Infak dan Sedekah yang  

                 dihimpun  Badan Amil Zakat Nasional 2005‐2006 ................244     

 

Tabel 18   Perkembangan Kemiskinan di Indonesi  2000‐2006  ............ 266 

 

Tabel  19  Da ar Lembaga Pengelola  dan  Kegiatan Pendist‐ 

                 ribusian  Zakat, Infakdan Sedekah    ..................................... 267  

 

Tabel  20  Distribusi Kata Ămil dalam Al‐Qur’an dan Ide  yang  

                 Dipahami .............................................................................   268 

 

Tabel  21  Distribusi Kata Ămilîn  dalam Al‐Qur’an dan Ide yang  

                 Dipahami  .............................................................................  269 

 

Tabel  22  Iden fikasi Penggunaan Ulama/ Cendekiawan Muslim  

                 tentang Is lah  Prinsip Ekonomi Islam ................................  270 

 

Tabel  23  Program Peduli BUMN .......................................................  271    

 

Tabel  24  Program PSPU .......................................................................272 

 

Tabel  25  Penerimaan Dana BAZIS DKI Jakarta .................................273 

 

Tabel  26  Penggunaan Dana Baziz DKI Jakarta ...................................273  

 

Tabel  27  Penerimaan Dana Umat Islam  BAZDA Banten ..................274 

Page 19: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

Tabel  28  Penyebaran Unit Zalur Zakat Menurut Provinsi ................. 275 

 

Tabel  29   Program Baznas  Sinergi Center .........................................276 

 

Tabel  30   Penggunaan Dana BAZDA Banten ................................... 277 

 

Tabel  31   Penggunaan Dana Dompet Dhuafa .................................... 278 

 

Tabel  32   Penggunan Dana Zakat BAZNAS 2002‐2006.................... 279 

 

DAFTAR  BAGAN 

 

Bagan  1     Unsur dalam Fungsi Perencanaan   ..................................... 151                     

 

Bagan  2    Alur Kerangka Pikir Peneli an ……………………………. 279 

 

Bagan  3    Konsep Indikator Terhadap Pendayagunaan Zakat .............  280    

 

BAB I 

PENDAHULUAN 

A.   Latar Belakang Masalah  

Pemerintah Indonesia, telah menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai suatu 

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Gunawan,  pada  masa 

Orde  Baru  kebijakan  pemerintah  berkaitan  dengan  pengentasan  kemiskinan  di 

antaranya dikembangkan   ke dalam dua pola yaitu   pola penanggu  langan antar sektor 

dan. penanggulangan antar daerah/ wilayah. Yang pertama pendelegasian kepada setiap 

Page 20: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

departemen  untuk  merumuskan  kebijakan  pengen  tasan  kemiskinan  seperti 

departemen pertanian bertanggungjawab terhadap go longan miskin dari keluarga yang 

berada  di  sektor  pertanian.  Sedangkan  terakhir  berkaitan  dengan  pembagian wilayah 

seperti  Indonesia  bagian  Barat  dan  Indonesia  bagian  Timur    yang  antara  lain melalui 

program  inpres.  Khusus  daerah  yang  belum  terjangkau  program  itu  pemerintah 

menetapkn  PKT  (Pengembangan  Kawasan  Terpadu)  dengan   menetapkan  kecamatan  

sebagai unit kerjanya.1 

Data  tabel  delapan  belas  (18),  menunjukkan  peningkatan  angka  kemiskinan 

2006  melampaui  angka    2001.  Perbandingan  ini  menunjukkan  bahwa  justru 

perkembangan kemiskinan mengalami peningkatan.  Menurut hasil peneli‐ tian Jasmina 

dkk. seperti dinyatakan oleh Mustafa Edwin Nasu on bahwa, dari 268 kabupaten /kota 

yang    diteli   hanya  93  kabuaten/  kota  yang    mengembangkan  kebijakan  anggaran 

belanja daerah yang pro kepada orang miskin.2    

Berdasarkan uraian di atas, telah   memberikan    informasi bahwa terdapat  

hubungan antara  ketidakmandirian  masyarakat  dalam kaitannya dengan program  

penanggulangan  kemiskinan  dengan  pengalokasian  anggaran  yang  dibangun  oleh 

pemerintah.  Program  yang  dibangun  oleh  pemerintah  pusat  seperti  dinyatakan  oleh 

Gunawan memiliki persamaan dengan perilaku pemerintah daerah dalam penyusunan 

anggaran  belanja  daerah.  Karena  itu,  ketidakmandirian  masyarakat  dalam  program‐

program pengentasan kemiskinan, tidak dapat sepenuhnya dilihat dari ketidakmampuan 

masyarakat  itu sendiri tetapi terkait dengan perilaku   pengembangan masyarakat yang 

dibangun oleh pemerintah.   

                                                            1Berbagai kebijakan pemerintah berkaitan pengentasan kemiskinan menurut Gunawan

dapat dilihat pada terjadinya proses perubahan struktural dalam kehiduan sosial ekonomi masyarakat. Namun secara empirik program-program yang dikembangkan oleh pemerintah dirasa belum mampu menanggulangi kemiskinan secara sistemik. Program yang ada kurang memberikan dampak pada penguatan kapasitas sosial ekonomi masyarakat lokal guna mendukung membangun kemandirian. Gunawan Sumodiningrat, et. al., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: Inpac, 1999), h. 66. Menurutnya, Inpres sebagai kebijakan termasuk di dalamnya IDT (Inpres Desa Tertinggal).

2Mustafa Edwin Nasution, “Zakat Sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Umat di Daerah” dalam, Profil 7 Badan Aml Zakat Daerah & Kabupaten Potensial di Indonesia, (Jakarta: IMZ, 2006) cet. I, h. xvii. Selanjutnya, menurut Sumartono dkk. seperti dinyatakan Mustafa Edwin Nasution menyatakan bahwa tata kelola pemerintahan di era otonomi daerah, telah memiliki keterkaitan dengan terhambatnya upaya-upaya penanggulangan kemiskinan., Mustafa Edwin, Zakat ...h. xviii.

Page 21: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dalam  upaya  pengentasan    kemiskinan,    Presiden  Susilo  Bambang  Yudoyono 

mengharapkan  “kiranya  dilakukan  sinergitas  kebijakan  antara    pemerintah  pusat  dan 

pemda dengan melibatkan swasta dan masyarakat luas.”3 

  Keikutsertaan umat  Islam  Indonesia dalam pengentasan kemiskinan dipandang 

sangat strategis karena selain dengan argumen sosiologis juga perintah agama.45   Dalam 

perkembangan  keislaman  di  Indonsia,    salah  satu  institusi  yang  berpengaruh  adalah 

zakat.  Zakat  dalam  doktrin  Islam,  yaitu  rukun  Islam  yang  keempat,  dan  dibangun 

sebelum  syahadat,  shalat  dan  puasa.    Karena  itu,  sangat  diduga  bahwa,  pelaksanaan 

zakat  di  kalangan  umat  Islam,  telah  dilakukan  di  nusantara  ini  bersamaan  dengan 

eksistensi  mereka  dan  dipandang  sebagai  bagian  dari  pelaksanaan  agama  Islam.    

Berkaitan    dengan  pelaksanaan  agama  Islam  terhadap  zakat  di  Republik  Indonesia, 

Uswatun  Hasanah,    menyatakan  bahwa  umat  Islam  yang  merupakan  mayoritas 

penduduk di Indonesia telah lama melaksanakan lembaga zakat. Lebih lanjut dinyatakan 

bahwa, pelaksanaan zakat disamping   perintah   agama  juga  salah    satu   upaya   untuk  

mewujudkan  keadilan  

sosial di bidang ekonomi.6   

   Pernyataan di atas menunjukkan bahwa,   dari   aspek ekonomi,  lembaga   zakat 

memegang  peran  yang  sangat  penting  dalam membangun      keadilan  sosial.    Dalam 

kehidupan  sosial  kemasyarakatan  misalnya,  pembangunan  gedung    madrasah, 

pembinaan dai, pembangunan masjid    telah ditunjang oleh dana zakat. Hal yang sama 

berlaku pula dalam kehidupan sosial   ekonomi yang bersifat bantuan “sesaat” ekonomi 

terhadap umat Islam yang membutuhkan.  

                                                            3 Pengarahan Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dalam rapat Rakortas di Gedung

Agung Istana Negara Yogyakarta, 14 Desember 2006, tenang Pembukaan Lapangan Kerja dan Pengurangan Kemiskinan, “Pemerintah Buka Lapangan Kerja.” Republika, 15 desember 2006.

4Pertama, mayoritas penduduk Indoneia menganut agama Islam. Karena itu, secara sosio-ekonomi, umat Islam, merupakan umat yang paling mayoritas dilanda kemiskinan di Indonesia dibanding umat yang lain, dan dengan kebijakan ini, maka mereka berpeluang untuk memperoleh dampak kebijakan. Kedua, gagasan pengentasan kemiskinan dipandang sesuai dengan agama Islam. Menurut Alquran, dari berbagai ayatnya terdapat sejumlah ayat dipandang mendorong perlunya pengentasan kemiskian. Di antaranya, kecaman bagi ornag yang tidak memperhatikan nasib anak yatim (QS.Al-Mâ’un: 1-3), perintah untuk memperhatikan nasib keluarga, orang dekat dan orang-orang miskin (QS.Al-Isra :26) .

6Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial Studi Kasus Tentang Pengelolaan Zakat oleh BAZIS di Wilayah DKI Jakarta,” (Tesis S2 Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1980), h. 25.

Page 22: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Dalam  berbagai  literatur  disebutkan  bahwa  dari  sisi  efektifitas    pengelolaan 

zakat, maka memberlakukan zakat dengan mengembangkan pola kedua (tidak langsung) 

merupakan   pola yang tepat. Argumen yang dikemukakan oleh pengelolaan zakat yang  

pro  pada  pola  ini  adalah  dana  zakat    dapat  terkumpul  dan    dapat  dikelola  dengan 

melihat  skala  prioritas,  mengurangi  rasa  rendah  diri  bagi  musthaik  karena  tidak 

berhadapan langsung dengan muzakki.7  Dengan dasar efektifitas  pengelolaan zakat ini, 

tampaknya,  kehadiran  amil  dalam  arti  organisasi  pengelola  zakat  menjadi  sangat 

penting.  

Pada  era  kepemimpinan  BJ.  Habibie  sebagai  Prsden  RI,  pengelolaan  zakat  di 

Indonesia  telah memasuki  babak  baru.  Babak  baru  pengelolalan  zakat  dalam  era  ini, 

ditandai  dengan  lahirnya  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolaan  Zakat.  UU  ini 

menetapkan bahwa, pengelolaan zakat dilakukan oleh badan amil zakat yang   dibentuk 

oleh pemeritah (Pasal 6) dan lembaga amil zakat yang dikukuhkan, dibina dan dilindungi 

oleh  pemerintah  (Pasal  7).  Pembentukan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dilakukan  oleh 

Presiden  atas  usul Menteri  Agama,  sesuai  UU  NO.  38  Tahun    1999  Pasal  2.  Untuk 

pertama  kalinya  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dibentuk  berdasarkan  Surat  Keputusan 

Presiden Nomor 8/ 2001  tanggal 17  Januari. Dalam UU  ini  selain aspek pengumpulan 

dana  juga diatur tentang pendayagunaan zakat.   Karenanya, sangat diduga kuat bahwa 

UU  ini memiliki  relevansi dengan pandangan        Islam   yang       melihat     bahwa     zakat   

sebagai   instrumen  ekonomi.   

Instrumen ini  dapat dimanfaatkan untuk pengentasan  kemiskinan.   

Sebagai instrumen ekonomi Islam, dengan potensi zakat yang besar di Indonesia 

memungkinkan  secara  ekonomi  diterima  sebagai  salah  satu  sumber  dana  dalam 

pengentasan kemiskinan. Terdapat pandangan yang menyatakan bahwa, “Apabila hasil 

penerimaan  zakat pada  tahun 1999  sebesar   Rp. 10  trilyun maka diperkirakan Rp. 6.7 

trilyun    untuk  pengentasan  kemiskinan  dan  sisanya  untuk  kegiatan  sektor  ril.” 8  

Pandangan  terakhir  ini,  hanya menggambarkan  betapa  zakat  dapat  berfungsi  dalam 

pengentasan  kemiskinan dan tidak mencerminkan angka potensi zakat sebenarnya. 

                                                            7Didin Hafidhuddin Ma’turdi, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Shadaqah, (Ja-

karta: Baznas, 2005), h. 32. 8Abbas Ghozali “Zakat untuk Keadilan dan Pertumbuhan Ekonomi” makalah dalam

diskusi IAEI pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2006, (Jakarta: Panitia Seminar IAEI, 2006), h. 9-10. Menurut data Forum Zakat (FOZ)” dana zakat 2003 mencapai Rp. 13.21 triliun. Mustafa Edwin Nasution, “Zakat..., h. xxiii.

Page 23: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Selain  aspek  pengentasan  kemiskinan  dalam  dimensi  ekonomi,  perhatian 

terhadap  masalah‐masalah  bencana  alam,  bantuan  terhadap  dunia  pendidikan,   

lembaga pengelola zakat juga dalam batas‐batas kemampuannya telah berkiprah dalam 

aspek    ekonomi  sosial  dan  religius  dan  karenanya  memungkinkan  ditelaah  dalam 

perspektif peningkatan kesejahteraan umat.  

  Mencermati  keberadaan  lembaga  pengelola  zakat  di  Indonesia,  yang  telah 

banyak berbuat  ‐dalam batas‐batas  tertentu dan masih menyisakan berbagai  kendala 

seperti  yang  akan  dikemukakan‐    secara  fungsional  ekonomi  khususnya  dalam 

pengentasan  kemiskinan,  juga  dalam  transformasi  pengetahuan  dan  spritual,  namun 

terdapat  suatu  hal  yang  sangat  disayangkan  karena  partisipasi  ini  kurang mendapat 

respon  dari  publik  terutama  dari  pemerintah.  Kondisi  ini  terukur  dari  tidak  adanya 

Peraturan Pemerintah mengenai Pelaksanaan Undang‐Undang dimaksud.  Secara politis, 

posisi zakat selalu ditempatkan sebagai bagian dari Islam dan tidak dimasukkan sebagai 

bagian  instrumen  pengentasan    kemiskinan.  Kondisi  ini  sebenarnya  tidak 

menguntungkan umat Islam, terlebih lagi  mereka secara nasional  merupakan populasi 

terbanyak yang terjebak dalam kemiskinan. Terkesan bahwa, pengentasan kemiskinan, 

hanya dilaksanakan secara “tunggal” oleh      pemerintah,    sementara   umat     Islam,    

khususnya     pengelola   zakat  

tidak terkait dengan pengentasan kemiskinan .    

  Kondisi  ini  juga    berpengaruh   terhadap   kecenderungan  kajian   zakat.  

Kajian‐kajian    zakat  selama  ini  cenderung hanya dipandang dari  aspek  syari’ah,  tanpa  

dilihat dari aspek aspek lainnya seperti ekonomi sosial politik.   Pada hal sesungguhnya,  

kajian‐kajian  zakat  tidak  dapat    dipokuskan  semata  pada  aspek  syari’ah  sebagaimana 

yang mewarnai kajian  zakat dewasa  ini.  tetapi kajian non  syar’ah dalam antar disiplin 

ilmu  mutlak  diperlukan.  Dalam  aspek  syari’ah  misalnya,  zakat  dipandang  sebagai 

kewajiban bagi muzakki,   dan hak menerima bagi mustahik serta hak pengelolaan bagi 

amil.  Tetapi, zakat tidak hanya berbicara tentang hak dan kewajiban antar ketiga unsur 

di  atas,  tetapi    dapat  dikaji  lebih  jauh  agar  zakat  memiliki  keterkaitan  dengan 

mengembangkan    hak‐hak  mustahik.    Dengan  demikian,  maka  kajian  zakat, 

membutuhkan kajian lintas disipliner.    

Page 24: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Sebagai  salah  satu  sumber  keuangan  Islam,  perhatian  terhadap  kajian  zakat 

seyogianya  tidak  hanya  tertuju  pada  aspek  pengumpulan  semata.  Namun  aspek 

pendayagunaan dipandang sangat penting.   Pentingnya aspek pendayagunaan   karena: 

(a).  Zakat  yang  terkumpul  pada  amil  yang  diserahkan  oleh  muzakki,    maka  dengan 

sendirinya,  secara  syar’iy,  dana  zakat  telah memiliki  unsur  amanah.    Selanjutnya  (b), 

dengan  dana  zakat  yang  ada  pada  amil, maka  unsur  dayaguna  dana  tersebut  pada  

mustahik patut   mendapat perhatian.  (c). Dana zakat yang  terkumpul pada amil, maka 

amil   akan   menjadi  tumpuan harapan bagi mustahik untuk memperoleh hak‐haknya.    

Atas dasar  itu, maka aspek pendayagunaan, bagi amil memiliki “beban ganda”   sedang 

pada  aspek  pengumpulan  hanya  memiliki  “beban  tunggal  “yaitu  bagimana  upaya 

pengumpulan  dana  zakat  dari  muzakki.    Selanjutnya,    dengan  dana  zakat  yang 

didayagunakan  kepada  mustahik    sesuai  dengan  petunjuk  syari’at,  maka  akan 

memberikan  pengaruh  tidak  hanya  kepada mustahik,    namun  juga  terhadap muzakki 

untuk  mengeluarkan  zakat  mereka  pada  satu  sisi  dan  akan  mendorong  amil  dalam 

meningkatkan kwalitas pengelolaan dana zakat.  

Berkaitan  dengan  pendayagunaan  zakat  oleh  lembaga  pengelola  zakat, maka 

ditemukan hasil penelitian yang kurang menggembirakan. Di antara hasil penelitian  itu: 

Pertama, Uswatun Hasanah, menetapkan bahwa  terdapat kendala yang dihadapi  oleh 

BAZIS  DKI  Jakarta  antara  lain    lemahnya  aspek  organisasi,  kurangnya  sumber  daya 

manusia, pengawasan, pembinaan terhadap mustahik dan biaya operasional yang tidak 

cukup.9  Kedua, hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Basril menunjukkan bahwa 

hanya  sekitar  30  %  dari  dana  bergulir  yang  diberikan  oleh  Bazis  DKI  Jakarta,  dapat 

dikembalikan dengan baik oleh kelompok usaha yang berasal dari mustahik.10        

                                                            9Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 196. Hemat penulis,

penelitian ini dilakukan sebelum lahirnya UU dimaksud, namun substansi kendala lembaga pengelola zakat pasca UU ini masih dipandang relevan dengan hasil penelitian ini.

10Dana yang diberikan itu, walaupun qard al-hasan yang bersumber dari infak, namun mencerminkan perilaku mustahik secara umum. Basril, “Upaya Bazis: dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui ZIS DKI Jakarta,” (Disertasi S3 PPS UIN Jakarta, 2000), h.234. Penelitian lainnya, pengamatan Bazis DKI Jakata seperti dinyatakan Marzani Anwar yang dikutif Muhammad Daud Ali bahwa terdapat faktor penghambat dalam pembinaan dana bersifat produktif yang telah diterima oleh mustahik. Faktor itu: (1) pandangan mereka bahwa dana itu tidak wajib dikembalikan. Menurutnya, tidak ada nash yang mewajibkan dana yang diterima oleh mustahik untuk mengembalikannya; (2) jumlah dana yang diberikan kepada mustahik terlalu kecil untuk modal usaha; (3) Bazis sendiri belum siap secara profesional untuk mengelola dana pinjaman; (4) Mustahik belum memiliki pola pikir wirausaha. Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), cet. I, h. 70.

Page 25: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dalam tabel   sembilan   belas    (19) terlihat bahwa sejumlah  lembaga pengelola 

zakat yang sudah menerapkan manajemen. Penerapan manajemen paling tidak terukur 

pada  ditemukannya  prosentase  dalam  sektor‐sektor  pendayagunaan  zakat.  Pengelola 

zakat  dimaksud  belum  ditemukan  adanya  keseragaman  prosentase  dalam  aspek 

pendayagunaan zakat. Terdapat pengelola zakat yang memberikan prosentase tertinggi 

pada asepk tertentu, sedang  pengelola lainnya memilih prosentase tertinggi pada aspek  

lainnya.      Hasil  analisis  dalam  tabel    sembilan  (9) menunjukkan  bahwa  sektor  usaha 

produk f  10‐50  %;      pengembangan  sumber  daya  manusia  25‐50  %;    prasarana 

pendidikan/ rumah ibadah  bantuan sosial 10‐24 %   serta sektor amil 10‐12.5 %. Secara 

umum  terdapat  kecenderungan  bahwa  pengelola  zakat,  belum  memiliki  kesamaan 

prosentase dalam  menetapkan pendayagunaan zakat terhadap mustahik.  

Berkaitan dengan upaya perbaikan pendayagunaan zakat, telah  dikembang  

kan  oleh kalangan tertentu berbagai    gagasan.    Gagasan  tersebut antara  lain,  

perlunya   dilakukan   pendekatan   transformatif   dalam  mengembangkan  

masyarakat sadar zakat.11   

Selain gagasan yang dikemukakan di atas, Palmawati menawarkan pendekatan 

partisipatif. Menurutnya, pendekatan ini mengandung arti agar berbagai berpihak pihak 

yang terlibat dan memiliki kepentingan yakni pemerintah, amil, muzakki serta mustahik, 

berpartisipasi  secara  aktif  serta memiliki  semangat  yang  tinggi  dalam melaksanakan 

kewajiban zakat.”12 Oleh Zukâri menyatakan bahwa seharusnya zakat berfungsi sebagai 

instrumen kesejahteraan sosial (al‐Rifâhah aIjtimâiyah) namun   yang terjadi dewasa  ini 

masih sebatas pada fungsi bantuan (Had al‐kâfi).13 

                                                            11Safwan Idris sang penggagas pendekatan ini, menyatakan bahwa, tujuan akhir dari

upaya gerakan sadar zakat adalah menciptakan suatu masyarakat baru yang memiliki kesadaran tinggi terhadap dimensi-dimensi yang terkandung dalam zakat yang meliputi : ibadah, hukum, sosial, ekonomi, politik dan pendidikan. Menurutnya, dewasa ini terjadi kecenderungan masyarakat memahami zakat dalam dimensi hukum dan ibadah saja.Safwan Idris, Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat: Pendekatan Transformatif (Jakarta: Cita Putra Bangsa , 1997), h. 315-320..

12 Palmawati Tahir, “Zakat dan Negara (Studi tentang Prospek Zakat dalam Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Berlakunya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat),” (Disertasi S3 Konsentrasi Ilmu Hukum PPS. Universitas Indonesia Jakarta, 2004), h. 435.

13Zukâri Bi Yaumi, al-Mâliyah al-‘Ămmah al-Islâmiyah, dalam Gazî ‘Inâyah “Ushûl al-Mâliyah al-‘Ămmah al-Islâmiyyah, (Bairut: Dâr Ibn Hazm, 1993), h. 23.

Page 26: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Selain pandangan di atas kalangan  tertentu seperti ulama,14 akademisi 15  serta 

pengamat sosial ekonomi umat Islam16 menaruh perhatian dalam pendayagunaan zakat. 

Selain   mereka yang berlatar belakang akademisi, pengamat sosial ekonomi umat Islam 

dan  pemimpin  ormas,  kalangan  perbankan  juga memberikan  perhatian  di  antaranya 

bahwa ”selama ini zakat terkesan kurang diperhatikan sehingga penangannya dilakukan 

tidak  efektif  dan  karenanya  perlu  pengawasan  yang  ketat  untuk  menjaga  tingkat 

kepercayaan  masyarakat  luas”.17 Gagasan  yang  lain,  perlunya  pendampingan  kepada 

mustahik agar dana yang diberikan oleh pengelola zakat tidak hanya berfungsi sebagai 

karitatif finansial yang dapat habis begitu saja.18    

 Memperhatikan uraian sebelumnya, baik yang bersumber dari hasil pene  litian 

maupun dari berbagai gagasan dari sumber  latar belakang yang beragam di atas, maka 

ditemukan bahwa    salah  satu masalah mendasar yang dialami oleh pengelola zakat di 

Indonesia, khususnya dalam hal pendayagunaannya adalah aspek manajemen.  

Berkaitan dengan lemahnya aspek manajemen dalam pendayagunaan zakat 

bagi  pengelola  zakat,  Emmy  Hamidiyah  melakukan  identifikasi. 19  Uraian  berkaitan 

identifikasi kelemahan dari aspek manajemen pendayagunaan zakat yang  menunjukkan 

                                                            14Menurut Ali Yafie bahwa, ”sesuatu yang baru dalam pengelolaan zakat adalah

menjadikan lembaga itu identik dengan lembaga keuangan...” Ali Yafie, dalam Aries Mufti, dkk., Problem Kemiskinan, (Jakarta: Blantika, 2004), h. xxiv. Didin Hafidhuddin dalam konteks sebagai ketua Dewan Pertimbangan Badan Amil Zakat Nasional, ”...harus dikelola dengan melibatkan orang yang memiliki amanah, waktu yang cukup dan profesional... ” dan menurutnya pandangan ini dapat memberikan solusi atas keberadaan lembaga zakat yang masih rendah di mata masyarakat. Didin Hafidhuddin, dalam Aries Mufti, dkk., Problem Kemiskinan, h.xxx.

15 Dalam konteks pendayagunaan zakat untuk jangka panjang Syafii Maarif dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah menyatakan bahwa ”... pendayagunan zakat di Indonesia masih dalam batas untuk jangka pendek, belum ke arah jangka panjang dan bergulir....” A. .Syafi’i Maarif, ”Kata Pengantar ” dalam Aries Mufti, dkk., Problem Kemiskinan, h. xiv.

16 Masdar F.Mas'udi dalam kapasitas sebagai Ketua PB. Nahdhatul Ulama menyatakakan bahwa ”...zakat memiliki dampak sosial yang harus riil dan ia mengandung konsep dinamis dan karenanya dari sasaran distribusi zakat tidak harus persis sama dengan penerapan pada masa Rasul....” Masdar F. Mas'udi, dalam, Aries Mufti., dkk., Problem Kemiskinan, h. xx-xxi.

17Mulya E. Siregar, Kepala Biro Peneltian, Pengembangan dan Peraturan Perbankan Syari’ah, Direktorat Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, Makalah, dalam seminar Lembaga Keuangan Sosial Islam, di UIN Jakarta, 17 Januari, 2007, h. 3.

18A. Ridwan Amin, dkk., “Katup Pengaman Bila Instrumen Ekonomi Tidak Jalan,” dalam Syari’ah dalam Sorotan (Jakarta: Yayasan Amanah, 2003), h. 126-127.

19Pertama, program penyaluran zakat produktif masih bersifat sporadis, insenditil dan dilakukan secara sendiri-sendiri dengan tidak terjalin hubungan antar lembaga pengelola zakat dan pemerintah daerah. Menurutnya, implikasinya berpeluang untuk timbulnya ketumpangtindihan antar program penyaluran dan mustahik. Kedua, program yang dikembangkan oleh pengelola zakat masih bersifat ”searah” yakni tidak terjadi kesesuaian antara kebutuhan mustahik dengan program yang dikembangkan. Implikasinya adalah hubungan lembaga pengelola zakat dengan

Page 27: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

bahwa pendayagunaan zakat tidak hanya memiliki dimensi beridiri sendiri tetapi terkait 

dengan dimensi lainnya. Namun demikian, cara pandang pengelola zakat terhadap zakat 

itu  sendiri dipandang  juga berpengaruh dalam meramaikan  lemahnya pendayagunaan 

zakat. Cara pandang mereka ter‐ hadap zakat, akan berpengaruh pula dalam memaknai 

organisasi pengelola zakat.    

Berkaitan posisi zakat  sebagai  salah  satu  rukun Islam Uswatun Hasanah  

menyatakan  bahwa   zakat mengandung  pengabdian moral  dan ekonomi,    bagi  

muzakki.  Menurutnya,  dari  sisi  pertama  ia  akan  membangun  perilaku  positif  bagi  

muzakki dan membantu secara ekonomi   bagi mustahik.20 Namun, terdapat pandangan 

lain  yang menempatkan  zakat  sebagai  sebuah  instrumen  yang  bersifat  karitatif.  Yaitu 

suatu pandangan  yang melihat  zakat  sebagai  instrumen  yang bersifat penyantun bagi 

mustahik.21    Walaupun  tidak  ditemukan  penelitian  secara  empirik  tentang  pengaruh  

pandangan  terakhir  ini  dalam  kehidupan masyarakat,  akan  tetapi  diduga  kuat  bahwa 

pandangan  ini membawa pengaruh bagi perkembangan pengelolaan zakat di  Indonesia 

khususnya terhadap pengelola zakat.  

Menempatkan  zakat  sebagai  instrumen  karitatif,  akan  mengantar  pengelola 

zakat  memandangnya  sebagai  bagian  dari  aktifitas  sosial  semata.  Akibatnya, 

pengelolaan  zakat,  diarahkan  untuk  kepentingan  sosial  semata  serta  dikelola  dengan 

pola  kesukarelaan.  Hasil  penelitian  yang  dilakukan  Umratul  Khasanah menyimpulkan 

                                                                                                                                                                   mustahik hanya sebatas objek dan tidak dirasakan mustahi secara permanen. Ketiga, dari sisi regulasi. Yaitu, belum ditetapkan fungsi regulator dan pengawasan bagi pengelola zakat yang bertugas untuk antara lain : (1) Menetapkan kebijakan penyaluran zakat; (2) menetapkan skala prioritas pendayagunaan zakat yang didukung dengan perencaan yang komprehenshif; (3) membangun sinergi dan koordinasi antar lembaga pengelola zakat maupun; (4) menentukan kriteria keberhasilan program (5) melakukan evaluasi pelaksanaan program. Emmy Hamidiyah, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf & Kurban Pada lembaga Pengelola Zakat (Studi Kasus: Dompet Dhuafa Republika)”, (Tesis S2 Program Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI, 2004), h. 8.

20Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 75. 21Salah satu buku yang membahas tentang karitas adalah pandangan Maulana Muhammad

Ali. Dalam bab zakat dia memberikan judul Zakât or Charity. Namun dalam pembahasannya, ia menjelaskan bahwa zakat tidak sekedar pemberian karitatif semata, tetapi merupakan suatu institusi yang lama dalam Islam. Ia mencontohkan, kebijakan Abu Bakar memerangi orang-orang yang enggan membayar zakat pada jamannya. Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, (Colombus: Ahmadiyya Anjuman Ishâ’at Islâm, 1990, Ed. VI), h. 339 & 343.

Page 28: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

terdapat  empat  ragam  badan  amil  zakat  dan  amil  zakat  di  Indonesia  yaitu  :  “model 

birokrasi, organisasi bisnis, ormas serta model amil tradisional.”22  

Keragaman model pengelolaan zakat di atas dipandang akan memberikan akibat 

pada pengelolaan zakat. Tentu saja, dilihat dari aspek pendayagunaan zakat, dikaitkan 

dengan keempat ragam pengelolaan zakat tersebut, maka diperlukan suatu upaya agar 

dalam  pengelolaannya  harus  terpenuhi  kriteria  dasar.  Kriteri  dasar  ini,  dapat 

dihubungkan  pandangan  Uswatun  Hasanah  dalam  menilai  zakat  dalam  konteks 

pendayagunaan  yaitu  “terwujudnya  zakat  yang  efektif    sesuai  dengan  fungsi  dan 

tujuannya.”23  

Berkaitan dengan  pandangan  Umratul  Khasanah  di  atas  tentang  model  

pengelolaan zakat,  secara  umum  dapat  dinyatakan   bahwa pengelolaan zakat di  

Indonesia masih menganut manajemen yang berparadigma ”kesukarelaan”. Manajemen 

”kesukarelaan” mengandung arti bahwa pengelolaan zakat dikelola dengan pola sebagai 

lembaga  sosial  yang  tidak menerapkan  prinsip‐prinrip manajemen.  Zakat merupakan 

lembaga  sukarela  yang  diurus  dengan  waktu  yang  belum  optimal,  pengurusannya 

bersifat  ala  kadarnya,  serta mendistribusikannya  sebagai  dana  yang  kurang memberi 

hasil guna kepada mustahik. Sikap pengelola  zakat yang  tidak memperhitungkan daya 

guna zakat kepada mustahik dan hanya mereka memandang –pengelola—tugas mereka 

sebagai  sekadar  menyerahkan  saja  (zakat)  adalah  sebuah  cerminan  dari  rasa 

kesukarelaan yang dimiliki pengelola lembaga zakat. Implikasi secara manajerial, bahwa 

pengelola  hanya  bertugas  untuk menyampaikan  zakat  secara  benar  (menurut  kriteria 

mustahik  dalam  fikih),  baik  (memberikan  dengan  penuh  perhatian  dan  sopan),  lalu 

mustahik menerimanya pula. Cara pandang seperti  ini,  jelas bertentangan dengan nilai 

dasar  zakat.  Nilai  dasar  menghendaki  bahwa  zakat  itu  harus  membawa  dampak        

sosial‐ekonomi‐religius        kepada          penerimanya      dan          masyarakat  sekitar   

sebagaimana      yang      dipahami      dari      makna      dasar  zakat      yang        berarti 

”pengembangan.”24  Yaitu terjadinya perubahan  ke arah produktif  bagi mustahik. 

                                                            22Umratul Khasanah, “Analisis Model... ” Tesis, 2004, h. 177. 23Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 152. 24 Kata zakah, terdiri dari huruf z, kaf, ya mengandung arti pengembangan dan

bertambah. Abī Husâin ibn Fâris Ibn Zakarīya, Maqâyis al--lughah, Juz III, (T.t.p.: Dâr Fikr, 1979), h. 17.

Page 29: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Dalam  perkembangan  pendayagunaan  zakat  di  Indonesia,  kehadiran  UU 

dimaksud,  secara  yuridis  formal, merupakan  sebuah  aset.  Harapan  untuk melakukan 

perbaikan  pendayagunan  zakat      yang  diusung  oleh  UU  ini,  tampaknya  mengalami 

kendala  internal dan ekternal. Dari sisi  internal, UU  ini   tidak sepenuhnya memberikan 

landasan  pendayagunaan  zakat  dalam  nuansa  sosial‐ekonomi‐  religius  terhadap 

mustahik.  Pengembangan  dimensi  sosio‐ekonomi‐religius,  yang  diusung  oleh  UU  ini, 

dipandang  bersifat  alternatif  dan  tidak  bersifat  keniscayaan.  Namun  dalam 

pelaksanaannya UU ini mengalami kendala eksternal.25 

Pergeseran  pola  ”kepercayaan  personal”  ke  ”kepercayaan  kolektifitas 

organisatoris  ”    yang  dialami  oleh  umat  Islam  khususnya muzakki  pada  satu  sisi  dan  

pada  sisi  lain,  kemampuan  pengelola  zakat  untuk  menampilkan  diri  dalam  sosok 

institusional  sebagai  perwujudan  kepercayaan  kolektifitas,  harus  diwujudkan  dan 

merupakan  beban  baru  bagi  pengelola  zakat.  Menurut,  hasil  survey  yang  dilakukan 

Pusat Bahasa dan Budaya UIN  Jakarta,      filantropi  Islam secara kelembagaan  termasuk 

pengelolaan  zakat,  masih  ditemukan“...mengandal  kan  relasi  inter‐personal  dan 

kapasitas  individual”.  Namun  terdapat  lembaga  tertentu  yang  tidak  lagi  

mengembangkan  pola relasi ini.26   

 Dalam    perkembangan memasuki ”babak baru”  bagi lembaga pengelola  

zakat, tampaknya, terdapat kecenderungan  nuansa pergeseran seperti dikemukakan di 

atas belum  terasa kental dalam   atmosfir manajemen pengelola  zakat.   Peneliti Pusat 

Bahasa  UIN  Jakarta,  berpendapat  bahwa  pengaruh  agama  Islam  dalam  pelaksanaan 

filantropi  Islam  secara  umum  dan  termasuk  di  dalamnya  adalah    pelaksanaan  zakat 

sangat kuat.27 Menjadikan doktrin sebagai argumen dalam melihat pengaruhnya dalam 

pelaksanaan zakat misalnya, dapat saja diterima dengan pendekatan sosiologis, dengan 

                                                            25Adapun kendala dari sisi ekstenal yang dihadapi UU ini, lebih bersifat psikososial.

Sebelum UU ini, secara sosilogis, umat Islam terbiasa menyerahkan zakatnya kepada mustahik dengan menganut pola kepercayaan personal. Kepercayan personal adalah muzakki mengeluarkan zakatnya dengan menyerahkan kepada seseorang yang bertindak sebagai amil.

26Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, ( Ed.), Pengantar Editor dalam Revitalisasi

Filantropi Islam, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2005), h. ix.

27Menurut Peneliti Pusat Bahasa ”Konstruk filantropi Islam yang demikian itu terbentuk akibat kuatnya pengaruh doktrin. Dalam Islam, doktrin memberi ruang seluas-luasnya bagi kebebasan individual dalam mempraktikkan filantropi.” Chaider S. Bamualim dan Irfan Abubakar, ( Ed.), Pengantar Editor dalam Revitalisasi, 2005, h. ix.

Page 30: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

catatan  bahwa,  secara  konsepsional  zakat merupakan  ibadah  dalam  Islam  dan  dalam 

tataran  praksis  nabi  dan  para  sahabat    serta  berbagai    petunjuk  al‐Qur’an  dapat 

dilakukan  kajian  ulang  dalam  memahami  pandangan  berkenaan  dengan  zakat  itu.  

Dengan  kata  lain, menjadikan  zakat  sebagai doktrin memang demikian adanya,  tetapi 

berbagai  perspektif  dapat  diberikan  kepadanya,  baik  dalam  konteks  pengembangan 

konsep maupun dalam pelaksanaannya.  

   Dalam aspek pendayagunaan misalnya, kelompok mustahik  sebagai kelompok 

penerima,  secara permanen ditetapkan oleh al‐Qur’an, namun  dari sisi kriteria, perilaku 

dan motivasi mereka, masih terbuka peluang   untuk melakukan pengkajian  lebih  lanjut 

dalam berbagai perspektif. Perilaku mustahik, pada masyarakat awal  Islam, boleh  jadi 

memiliki    karakteristik  yang  sama  dalam  seluruh masa  dilihat  dari  tingkat  kebutuhan 

mereka  terhadap  zakat, namun yang berbeda adalah  sejauh mana  terhadap motivasi, 

penggunaan  dan  penghayatan  nilai‐nilai  yang  mereka  kembangkan  dari  penerimaan 

mereka  terhadap  zakat. Unsur‐unsur  perbedaaan  ini,  tidak  sepenuhnya,  dapat  dilihat 

sebagai perilaku permanen bagi mustahik,  tetapi perilaku  itu merupakan konstruk dari 

berbagai  elemen  yang  membangunnya.  Elemen‐elemen  yang  membangun  perilaku 

mereka mencakup   pengaruh  lingkungan  sosial, ekonomi dan politik  juga  keterlibatan 

amil  zakat atau pengelola zakat.28   

Dalam  upaya melakukan  perbaikan  dalam  aspek  pendayagunaan  zakat,  Didin 

Hafidhuddin  merumuskan  delapan  langkah  untuk  proses  akselerasi  penguatan 

kelembagaan  zakat  di  Indonesia  yaitu:  optimalisasi  zakat,  membangun  citra 

kelembagaan zakat yang amanah dan professional, membangun sumber daya manusia 

pengelola  zakat,  amandemen  UU  No.  38/1999  dan  peraturan  terkait  dengannya, 

membangun  database  mustahik  dan  muzakki,  menciptakan  standarisasi  mekanisme 

kerja pengelola zakat, memperkuat sinergi antar lembaga pengelola, membangun sistem 

zakat. 29  

                                                            28 Pertimbangan pengaruh lingkungan yang mempengaruhi perilaku mustahik, dapat

menjadi landasan bagi pengelola zakat dalam merumuskan kebijakan mengenai pendayagunaan zakat. Kecermatan pengelola zakat dalam memahami perilaku mustahik akan memberikan dampak bagi perkembangan pengelolaan zakat dan juga bagi perubahan mustahik ke arah yang positif serta merupakan tantangan yang dihadapi oleh pengelola zakat.

29 Didin Hafidhuddin, Agar harta Berberkah & Bertambah Gerakan Membudayakan Zakat, Infak Sedekah dan wakap, (Jakarta: Gema Insani Press, 2007), h. 194-197.

Page 31: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Uraian  berkaitan  mustahik  dalam  sudut  ekonomi  dapat  dikelompokkan;  a. 

Kelompok  yang  secara  tegas membutuhkan  harta  dalam  hal  ini  orang miskin;  orang 

fakir; kelompok Fī sabīlillah; al‐Ġhârimīn, al‐Riqåb; b. Kelompok yang secara tidak tegas 

membutuhkan harta, dalam   arti bahwa boleh  jadi memerlukan bantuan ekonomi dan 

boleh jadi tidak, dan karenanya, sangat ditentukan oleh kondisi  objektif  perekonomian  

yang  mereka miliki..  Kelompok ini    adalah ibn  

al‐sabīl dan al‐’â milīn.30 

Penelitian  terhadap  pendapat  ulama  khususnya  yang  berkenaan  dengan 

ekonomi  Islam menunjukkan  adanya  konsep  yang  berkenaan  dengan  pendayagunaan 

zakat  dalam  perspektif  yang  berbeda‐beda.  Mahmud  Matrajî  misalnya,  menyatakan 

menurut  Syafii,  bahwa  zakat  wajib  didistribusikan  kepada  mustahik  dan  Mâlik, 

berpendapat  bahwa  kepada  mereka  diberikan  dengan  pola  perwakilan  saja‐  tidak 

diberikan kepada semua kelompok mustahik‐.31 Abū Zahrah berpendapat bahwa hukum 

zakat  pada  asalnya  diberikan  kepada  negara  untuk mengaturnya  dan  diperbolehkan 

untuk memberikan wewenang  kepada muzakki  untuk mendistribusikannya.32   Namun 

demikian, Abū Zahrah mengakui peran amil sebagai pihak yang mengurus  pengumpulan 

zakat,  memilih,  meniliti  calon  mustahik  yang  berhak  menerimanya  serta 

membagikannya.33  

                                                            30Dalam Alquran, terdapat delapan sasaran pendayagunaan zakat atau mustahik, QS.

Attaubah/9: : 60

الغارمين وفي سبيل اهللا وابن إنما الصدقات للفقراء والمساآين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب و السبيل فريضة من اهللا واهللا عليم حكيم

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

31Mahmud Matrajî dalam Muhammad Idrîs al-Syâfiî, al-Um, Juz I, (Bairut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyah, 1993), cet. II, h 94.

32Muhammad Abu Zahrah, Zakat, diterjemahkan Zawawy (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 2004) cet.III, h. 163.

33 Muhammad Abu Zahrah, Zakat, h. 151. Menurut al-Qurtubî, Syâfiî dan Mujâhid berpandangan bahwa bagian amil adalah seperdelapan dari total dana zakat yang terkumpul sedang Ibnu ’Umar dan Mâlik diberikannya sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya, selain itu terdapat pendapat yang lain bahwa ia diberikan dari baitul mal.33 Abû Hanifah, tidak memberikan prosentase, tetapi dia menyatakan bahwa amil berhak memperoleh bagian dana zakat secara ma’ruf menurut kemungkinan kelancaran tugas-tugasnya sebagai amil. Muhammad Abu Zahrah, Zaka.t, h 151. Selain itu pandangan tentang fungsi zakat, Ămîn menyatakan bahwa ia

Page 32: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Al‐’Assâl dan Fathy Ahmad   menyatakan  bahwa  zakat  bertujuan   untuk  

meratakan  jaminan  sosial  dan  dengan  demikian  zakat  yang  diterima, mustahik  akan 

menahan diri untuk tidak mengganggu harta orang kaya.34  

Perbedaan  pendapat  ulama  dan  cendekiawan  muslim  di atas berkaitan  

dengan pendayagunaan zakat, pada satu sisi menggambarkan terjadinya perkembangan 

pemikiran  di  kalangan  mereka,  namun    pada  sisi  lain,  secara  aplikatif    khususnya 

berkaitan dengan pendayagunaan zakat, tampaknya tidak menguntungkan umat Islam.  

Pandangan    terakhir    di  atas,  menunjukkan  bahwa  dengan  perbedaaan 

pandangan  itu    menimbulkan  beragamnya  interpretasi  bagi  pengelola  zakat  dalam 

pendayagunaan zakat. Pada tataran ini, pengelola zakat, melakukan  interpretasi sendiri‐

sendiri seiring dengan tingkat pengetahuan mereka   baik dari sisi fiqhiyah maupun dari 

sisi manajemen. Akibat  interpretasi sendiri‐sendiri  ini, berimplikasi  terhadap mustahik. 

Bagi   mustahik sebagai kelompk sasaran, boleh  jadi dengan pendayagunaan zakat yang 

ada pada  satu  sisi akan memberikan dampak material yang   memuaskan,  tetapi pada 

satu  sisi  kering  dari  aspek  spritual,  sebaliknya,  dengan  material  zakat  –dana‐  yang 

diterima  yang  sedikit  tetapi  didukung  oleh  pembinaan  spritualitas  yang  tinggi  dari 

pengelola zakat.  

Dengan  kondisi  pengetahuan  pengelola  zakat  dari  aspek  fiqhiyah  dan 

manajemen  dalam  pendayagunaan  zakat,    berikut  implikasi  pendayagunaan  yang 

ditimbulkannya, menunjukkan bahwa ajaran zakat belum dapat menduduki    fungsinya 

dalam realitas masyarakat –mustahik – dalam kehidupan sosio‐ekonomi‐religius secara 

sinergis, dan dari sisi ini maka Islam sebagai rahmat li al‐‘Ălamin belum terwujud.  

 Idealisme  mengenai  pendayagunaan  zakat  di    atas,  dan  dikaitkan  dengan 

perbedaan  pendapat  di  kalangan  ulama  dan  cendekiawan muslim  yang  berpengaruh 

kuat  bagi  pendayagunaan  zakat  bagi  pengelola  zakat,  maka  implikasinya  diperlukan 

                                                                                                                                                                   merupakan salah satu model jaminan sosial Islam dan karenanya, zakat paling utama didistribusikan untuk kepentingan fakir dan miskin. Lihat, Muhammad Muhammad Amin al-Sya’râny, al-Damân al-Ijtimâiy fi al-Islam, (t.tp: t.p., 1975), h. 127.

34Lihat, Ahmad Muhammad al-‘Assâl dan Faty Ahmad Abdul Karīm, al-Nidâm al-Iqtisâdy fi al-Islam ... h. 122. dalam bukunya, secara umum ia memberikan pandangan berkaitan efek zakat bagi delapan mustahik. Dan kepada ghârimīn, akan memberikan dorongan untuk semakin meningkatkan kepercayaannya untuk beraktifitas ekonomi. Lihat, Ahmad Muhammad al-‘Assâl dan Faty Ahmad Abdul Karīm, al-Nidâm... h. 119.

Page 33: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

penggalian  secara konsepsional mengenai pendayagunaan  zakat dengan menerapakan 

aspek metodologis yang dapat dipertanggungjawabkan, dipandang sangat mendesak.   

Dalam konteks pendayagunaan zakat di Indonesia, tidak dapat dilihat   dari  

perspektif ibadah semata, tetapi  zakat memiliki kaitan yang erat dengan   dimensi  

peningkatan  kesejahteraan  umat.  Partisipasi  pengelola  zakat  dalam  melakukan 

“pembaharuan”  sebagaimana  yang dikemukakan di  atas, dalam pendayagunaan  zakat 

juga  dipahami  sebagai  bagian  yang  memiliki  relevansi  dengan  upaya  peningkatan 

kesejahteraan umat.   

Dengan  memperhatikan  uraian  terdahulu,  maka    dapat  dikemukakan 

pertimbangan pemilihan    judul  ini yaitu: Pertama,   untuk merespon berbagai ga‐ gasan  

mengenai peningkatan pendayagunaan zakat yang secara umum mereka menghendaki 

perlunya  dilakukan  perbaikan  dalam manajemen  pendayagunaan  zakat  oleh  lembaga 

pengelola  zakat.    Kedua,    dilihat  dari  sisi  karakteristik  dana    zakat  dibanding  dengan 

sumber dana   lainnya, seperti infak dan sadaqah, maka dana yang disebutkan pertama, 

memiliki  karakterisitik    tersendiri  yakni  sebagai  dana  zakat    dari  muzakki  yang  

diimplementasikan    sebagai  bentuk    pelaksanaan  rukun  Islam.    Karena  itu,  kegagalan 

dana  zakat  untuk  mewujudkan  fungsinya,    dapat    saja    dipandang  sebagai    bagian 

kegagalan umat  Islam merespon makna  rukun  Islam dimaksud dalam kehidupan sosial 

ekonomi sosial relegius.    Ketiga,   pendayagunaan zakat oleh pengelola zakat dipandang 

belum memberikan hasil maksimal bagi mustahik. Manfaat zakat bagi mustahik, selama 

ini    baru  pada  tingkat minimal.    Dengan  pendayagunaan  yang  berbasis manajemen, 

maka  pengelola  zakat    berpeluang  untuk  mengembangkan  dana  mencapai  manfaat 

maksimal bagi  mustahik. Keempat,  kondisi dalam negeri yang mengalami keterpurukan 

dalam  bidang  sosial  ekonomi,  dengan  jumlah   miskin  yang mengalami  peningkatan, 

maka  pendayagunaan  zakat  sebagai  instrumen  sosial  ekonomi  dipandang  sangat 

mendesak untuk dilakukan.   

Kelima,  secara umum masyarakat  Indonesia  telah mengalami  pergerakan dari 

kehidupan yang berbasis pasif terhadap laporan‐laporan keuangan lembaga keagamaan, 

seperti  laporan  keuangan masjid  dan  lembaga    pengelola  zakat  ke  arah  kritis. Hal  ini 

dikarenakan pengaruh derasnya arus informasi dan demokratisasi yang sedang bergulir. 

Kondisi  sikap  kritis  umat  Islam  ini,  akan membawa  implikasi  terhadap  cara  pandang 

Page 34: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mereka  terhadap  pendayagunaan  zakat.  Dalam  hal  perspektif  pendayagunaan  zakat, 

maka  sikap  kritis  umat  Islam  terhadap  pengelola  zakat  selain  membutuhkan  tertib 

akuntansi    atas  laporan‐laporan  keuangan  pendayagunaan  dana  zakat  juga 

membutuhkan pembuktian empiris  atas  dampak‐dampak  sosial  ekonomi  religius  atas 

dana zakat terhadap  

mustahik.   

  Pemilihan Badan Amil Zakat Nasional, dalam penelitian ini sebagai objek kajian 

karena: Pertama, secara politis badan  ini didirikan oleh pemerintah. Badan Amil Zakat 

Nasional  didirikan  dengan mengacu  pada    Surat  Keputusan  Presiden  RI. No.  8  Tahun 

2001.    Berbeda  dengan  lembaga  amil  zakat    yang  hanya  dibentuk  oleh masyarakat;  

Kedua,  secara geografis, Badan Amil Zakat Nasional berkedudukan di  Jakarta  Ibu kota 

negara,  yang  secara  langsung bersentuhan   dengan  kehidupan metropolis; Ketiga,    ia   

dibiayai oleh pemerintah. Dalam UU No. 38/1999 dan SK Presiden No.9 / 2001 tentang 

Pembentukan Badan Amil Zakat Nasional disebutkan bahwa ”... Segala pembiayaan yang 

diperlukan bagi pelaksanan tugas Badan Amil Zakat Nasional dibebankan pada Anggaran 

Departemen Agama....”; Keempat,   visi BAZNAS yang sangat strategis yaitu ”...Menjadi 

Pusat Zakat Nasional yang memiliki peran dan posisi yang sangat strategis di dalam uaya 

pengentasan    kemiskinan  dan  peningkatan  kesejahteraan  secara  keseluruhan  ....”35  

Dengan visi ini, maka  secara kelembagaan badan ini mengakui perlunya perhatian yang 

besar terhadap  peningkatan kesejahteraan umat dan dengan demikian  badan ini dapat 

diidentifikasi sebagai lembaga kesejahteraan umat.  

  Keempat  dasar  pertimbangan  dalam  pemilihan  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

sebagai objek penelitian,   merupakan karakteristik yang  tidak dimiliki oleh badan amil 

zakat daerah dan lembaga pengelola zakat lainnya. Hemat penulis, dasar pertimbangan 

ini mengandung  faktor  internal dan  eksternal.  Eksternal   mencakup dukungan politis, 

sedang internal adalah perumusan visi dan tempat kedudukan organisasi. Jika dua faktor  

itu dihubungan dengan aspek manajemen, maka dapat diasumsikan bahwa Badan Amil 

Zakat Nasional memiliki posisi yang sangat kuat dan strategis baik dari sisi kelembagaan, 

maupun harapan‐harapan sebagai lembaga yang pro pada peningkatan kesejahteraan di 

tengah  bangsa  Indonesia  yang  sebahagian  penduduk  dilanda berbagai permasa  

lahan  ekonomi sosial dan budaya.  

                                                            35Annual Report 2006 (Jakarta: BAZNAS, 2006), h. 17.

Page 35: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Berdasarkan  uraian  di  atas    berkenaan  dengan  kondisi  pendayagunaan  zakat 

serta kecederungan pemikiran ulama yang dapat dinyatakan sebagai pembawa gagasan 

ekonomi Islam yang menjadikan zakat mempunyai dampak sosial‐ekonomi‐relegius bagi 

mustahik  serta  gagasan  untuk  memperbaiki  pengelolaan  zakat,  maka  penelitian  ini 

dipandang laik untuk dilakukan. 

B.  Permasalahan  

      1.   Identifikasi Masalah    

Penelitian  yang  diberi  judul  Pendayagunaan  Zakat  Pada  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dalam  Peningkatan  Kesejahteraan  Umat,  bermula  dari  keinginan  untuk 

memperoleh  jawaban  terhadap pendayagunaan  zakat yang dikembangkan oleh Badan 

Amil Zakat Nasional dalam peningkatan kesejahteraan umat. Terhadap  judul  tersebut, 

memungkinkan  akan  timbul  sejumlah  permasalahan  yang  dapat  didentifikasi  sebagai 

berikut :  

          a.    Aspek  Fungsi  Badan  Amil  Zakat  Nasional.  Secara  umum  Badan  Amil  Zakat 

Nasional dapat dinyatakan sebagai pelopor pembaharuan zakat  dalam perspek f UU 38 

Tahun 1999 tentang  Pengelolaan Zakat.  Dalam UU 38/1999 disebutkan bahwa dari sisi 

struktural  badan  pengelola  zakat  terdiri  dari  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang 

berkedudukan di ibu kota Negara; Badan Amil Zakat Daerah Propinsi yang berkedudukan 

di Ibu kota Provinsi; Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten atau Kota berkedudukan di Ibu 

kota Kabupaten atau Kota; Badan Amil Zakat Kecamatan yang berkedudukan di Ibu kota 

kecamatan. Pola struktur organisasi ini,  menunjukkan bahwa terdapat keinginan UU ini 

untuk menjadikan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai  pelopor  pendayagunaan  zakat 

secara  nasional.  Dengan  demikian,  badan  ini  diharapkan  dapat  berperan  sebagai 

percontohan zakat dalam berbagai hal di antaranya manajemen pendayagunaan zakat 

dan  penggunaan dalil syar’iy  sebagai landasan dalam pendayagunaan zakat. 

Dengan melihat posisi Badan Amil Zakat Nasional yang demikian strategis, maka 

pertanyaan kemudian adalah apakah posisi yang diamanatkan UU  itu  telah disandang 

oleh Badan Amil Zakat Nasional?. Pertanyaan ini menarik, karena di luar institusi ini, UU 

telah  mengakomodir  berdirinya  institusi  lain  dengan  tugas  yang  sama  dalam  hal 

pendayagunaan zakat yang dikenal dengan Lembaga Amil Zakat atau LAZ.   Dalam misi 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  disebutkan  bahwa  ”  sebagai  koordinator  BAZ  dan    LAZ 

Page 36: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

melalui upaya sinergi yang efektif dan tepat sasaran”.36  Dalam pada  itu pengembangn 

pelatihan  pendayagunaan  zakat  secara  nasional  terhadap  BAZ  dan  LAZ,  seyogiyanya 

telah menjadi progam kerja Badan Amil Zakat Nasional.  

  b.   Aspek Mustahik. Cakupan wilayah mustahik yang dilayani Badan Amil Zakat 

Nasional sangat berbatas, padahal seharusnya mendayagunakan zakat secara nasional. 

           c.  Aspek Pendekatan Pendayagunaan. Aspek pendekatan yang dimaksud meliputi 

pendayagunaan  secara  konsumtif  dan  produktif.    Pendekatan  ini  akan  memberikan 

pengaruh dari sisi sosial‐ekonomi‐religius  bagi mustahik karena terkait secara langsung 

dengan dana zakat.   

           d.   Pengaruh pemahaman atas konsep  ’âmil. Pengelola zakat yang dalam bahasa 

Al‐Qur’an  dikenal  dengan  ’âmil  berpeluang  untuk  dipahami  dengan  sekedar  ”tugas 

mengumpul  dan  memberi”  padahal  ia  mengandung  dimensi  yang  mengarah  pada 

pendayagunaan secara sosio‐ekonomi ‐relegius mustahik.37    

           e. Aspek Manajemen. Aspek  ini  terkait  dengan  perencanaan,  pengorganisasian, 

pelaksanaaan  dan  kontrol  atau  evaluasi  yang  dikembangkan  dalam  aspek 

pendayagunaan  zakat.  Sebagai  institusi  dengan  karakteristik  keagamaan  (Islam) 

khususnya  dengan  zakat,  maka  karakteristik  itu  akan  memberikan  pengaruh  bagi 

pelaksanaan manajemen organisasi.   

2.    Pembatasan Masalah    

Identifikasi  masalah  berkaitan dengan pendayagunaan zakat  Badan Amil  

Zakat Nasional, tampaknya sangat luas.  

Dengan  identifikasi  ini mencerminkan  terjadinya keterkaitan antara satu aspek 

dengan aspek  lainnya, sehingga pendayagunaan zakat tidak hanya berdiri sendiri tetapi 

pendayagunaannya  memiliki  permasalahan  yang  multi  aspek.    Namun  demikian,  

pembatasan masalah  penelitian  ini  hanya  dipokuskan  pada  aspek  implementasi  pola 

Rasul dan  fungsi manajemen serta kendala yang dihadapi dalam pendayagunaan zakat 

Badan Amil Zakat Nasional dalam peningkatan kesejahteraan umat.  

                                                            36M. Fuad Nazar, Pengalaman Indonesia dalam Mengelola Zakat, (Jakarta: UI Press,

2006), h. 26. 37Hasil penelitian pendahuluan (terlampir) menunjukkan ia mengandung berbagai dimensi

di antaranya mengembangkan etika kerja, motivator.

Page 37: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

3.    Perumusan Masalah  

Penelitian  ini  ingin memahami  pola  pendayagunakan  zakat  yang  dite‐  rapkan 

Badan Amil Zakat Nasional dalam peningkatan kesejahteraan umat pada periode 2001‐

2006 di njau dari pola pendayagunaan zakat yang dicontohkan oleh Rasul Muhammad 

SAW dan dari prinsip‐prinsip manajemen moderen serta kendala‐kendala yang dihadapi. 

Rincian masalah pokok :  

a.  Apakah  aspek  kelembagaan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam 

mendayagunakan  zakat  untuk  peningkatan  kesejahteraan  umat    telah mengacu  pada 

pola pendayagunaan zakat pada zaman Rasul atau tidak ?  

b.     Sejauhmana   fungsi‐fungsi manajemen diimplementasikan oleh Badan Amil 

Zakat Nasional dalam pendayagunaan zakat untuk peningkatan kesejahteraan umat ?  

c.  Bagaimana kendala kelembagaan dari lingkungan eksternal dan internal yang 

dihadapi Badan Amil Zakat Nasional dalam mengoptimalkan pendayagunaan zakat untuk 

kesejahteraan umat ?  

C.  Tujuan Penelitian 

Tujuan penelitian disertasi  ini adalah untuk memperoleh penjelasan mengenai 

pendayagunaan  zakat  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  sejalan  dengan 

permasalahan yang telah dikemukakan di atas. 

1.    Memahami pelaksanaan pendayagunaan zakat yang dilaksanakan pada Badan Amil 

Zakat  Nasional apakah sesuai dan atau tidak sesuai dengan pola Rasul. .   

2.   Melakukan  evaluasi  terhadap pelaksanaan pendayagunaan  zakat pada Badan  amil 

Zakat Nasional  dilihat dari sisi fungsi‐fungsi manajemen.  

3       Untuk mengetahui  kendala  yang dihadapi oleh Badan Amil Zakat Nasional dalam 

mendayagunakan zakat guna peningkatan kesejahteraan umat. .    

 

D. Manfaat Penelitian  

Penelitian  ini  diharapkan  ikut  serta  dalam  pengembangan  wacana 

pendayagunaan  zakat  di  Indonesia  serta  dapat  dimanfaatkan  oleh  pihak‐pihak  yang 

Page 38: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

membutuhkan  adanya  penelusuran  lebih  rinci  tentang  pendayagunaan  zakat. Dengan  

demikian manfaat penelitian ini antara lain:  

1. Mengaktualisasikan  pola  pendayagunaan  zakat  pada masa  Rasul  sebagai  indikator 

yang bersifat evaluasi  terhadap pendayagunaan  zakat bagi Badan Amil Zakat Nasional 

dalam peningkatan kesejahteraan umat dan dengan demikian, maka posisi Badan Amil 

Zakat sebagai lembaga sosio ekonomi relegius akan dapat terukur.  

2. Mengaktualisasikan fungsi‐fungsi manajemen sebagai indikator yang bersifat evaluasi 

terhadap  pendayagunaan  zakat  bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  peningkatan 

kesejahteraan umat dan dengan demikian, maka posisi Badan ini sebagai lembaga yang 

menerapkan  fungsi  manajemen  sekaligus  sebagai  lembaga  moderen  dapat 

terindentifikasi.  . 

3.   Disertasi  ini akan memberikan kontribusi pemikiran terhadap kendala‐kendala yang 

dihadapi  Badan  AmiL  Zakat  Nasional  dalam  peningkatan  kesejahteraan  dan  dengan 

infomasi  ini  diharapkan  akan  memberikan  inspirasi  bagi    peneliti  lainnya  untuk 

mengadakan  studi  pengembangan  pada  satu  sisi  dan  untuk  badan  pengelola  zakat 

lainnya akan menjadi bahan evaluasi yang konstruktif.  

E.   Definisi Operasional  

Untuk memperoleh persamaan pemahaman tentang makna dan definisi dalam 

judul  disertasi  ini  serta  istilah‐istilah  yang  dipergunakan  dalam  penelitian  ini,  maka 

berikut akan    dikemukakan  penjelasan singkat yaitu:  

1. Zakat.  Pada  dasarnya,  zakat  dalam  Islam  dikenal  dengan  zakat    fitrah  dan  zakat 

harta.  Yang  dimaksud  dalam  pembahasan  ini,  terbatas  pada  zakat  harta  atau  zakat 

penghasilan    lainnya, dan sama sekali bukan zakat fitrah,   yang diterima oleh pengelola 

zakat.  

2.  Pengelola  zakat    Pengelola  zakat  dalam  peneli an  ini    dipergunakan  untuk 

menunjukkan  lembaga  yang melakukan  kegiatan  penghimpunan,  pendistrubisan  dan 

pendayagunaan zakat. Lembaga yang dimaksud di sini sebagaimana yang dipergunakan 

dalam UU NO. 38/ 1999 tentang Pengelola Zakat, yakni badan amil zakat dan  lembaga 

amil zakat.  

Page 39: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

3.    Pendayagunaan.  Kata  pendayagunaan    mengandung  arti  sebagai  kegiatan  yang 

dilakukan  agar  zakat  yang  diberikan  kepada  mustahik  dapat  memberikan  manfaat 

sebesar‐besarnya  sesuai  fungsi  dan  tujuan  dengan  menerapkan  prinsip‐prinsip  

manajemen.  Yaitu  terwujudnya  efisiensi  bagi mustahik,  penggunaan  sumber‐sumber 

pengelolaan zakat yang efiesien, tepat sasaran, tepat waktu serta terjadinya  perubahan 

nasib bagi mustahik.  

4.   Badan Amil Zakat Nasional  Badan Amil Zakat Nasional dalam  peneli an ini disebut 

BAZNAS.  Badan  ini  merupakan  satu‐satunya  pengelola  zakat  tingkat  nasional  dalam 

kategori sebagai badan amil zakat.   

5. Mustahik   Mustahik mengandung arti, orang yang berhak menerima zakat.  

6 Muzakki. Mengandung arti, orang yang membayar zakat kepada pengelola zakat.   

7.  Kesejahteraan umat. Suatu kondisi kehidupan yang memberikan kesempatan kepada 

umat Islam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan religius.   

F.  Kajian Pustaka  

Dari beberapa  telaah pustaka yang dilakukan –paling  tidak pada perpustakaan 

Sekolah Pascasarjana   UIN  Syarif Hidayatullah  Jakarta, maupun pada perpustakaan UI 

Fakultas Hukum Hukum serta pada Program Pasca Kajian Timur Tengah UI‐   belum ada 

kajian disertasi yang secara khusus membahas tentang Pendayagunaan Zakat dari aspek 

manajemen   Dalam beberapa buku,  literatur,  jurnal dan artikel  terdapat pembahasan 

mengenai pendayagunaan  zakat  secara umum,  serta penelitian  yang dilakukan antara 

lain:  

 1.  Peneli an  oleh  Dail  Hikam  dalam  disertasinya  yang  berjudul  Pendayagunaan 

Zakat Untuk Usaha Produktif. Penelitian ini membahas pandangan hukum Islam tentang 

pendayagunaan zakat dan menghubungkannya dengan konsep yang tertuang dalam UU 

38/1999 serta implikasinya dalam usaha produk f.38  

      2.    Peneli an  oleh  Basril  dalam    disertasinya  berjudul  Upaya  Bazis  dalam 

pengentasan  kemiskinan  melalui  ZIS  DKI  Jakarta.  Pembahasan  menggunakan 

pendekatan  hukum  Islam,  menguraikan  peran  yang  dilakukan  oleh  Bazis  dalam 

                                                            38 Dail Hikam, “Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif,” (Disertasi PPS,

Univesitas Islam Negeri Jakarta, 2004).

Page 40: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pengentasan kemiskinan di DKI  Jakarta. Menurutnya salah satu kendala yang dihadapi 

dalam  pengentasan  kemiskinan,  karena  tidak  berfungsinya  sistem  pengawasan  dan 

pembinaan yang dilakukan oleh Bazis.39 

3.   Peneli an oleh Palmawa  dalam disertasinya yang berjudul Zakat dan   Negara 

(Studi  tentang  Prospek  Zakat  dalam Meningkatkan  Kesejahteraan Masyarakat  dengan 

Berlakunya  UU  No.  38  Tahun  1999  tentang  Pengelolaan  Zakat).  Penelitian  ini 

menjelaskan  bahwa  selain  penawaran  pendekatan  partisifasi  sebagaimaan  telah 

dikemukakan sebelumnya,  juga berpandangan bahwa potensi zakat sangat berpeluang 

untuk  dijadikan  sebagai  instrumen  dalam meningkatkan  kesejahteraan masyarakat  di 

Indonesia.40 

4.    Peneli an  oleh  Uswatun  Hasanah  dalam  tesisnya  yang  berjudul  Zakat  dan 

Keadilan  Sosial  Studi    Kasus    Tentang  Pengelolaan  Zakat  oleh  BAZIS  di Wilayah  DKI 

Jakarta.  Penelitian  ini  menjelaskan  bahwa  zakat  dapat  dijadikan  sebagai  instrumen 

ekonomi untuk menciptakan keadilan sosial.41   

 5. Penelitian oleh Erika Takidah   dalam  tesisnya    yang berjudul Analisis Pengaruh 

Kualitas  Jasa  Badan  Amil  Zakat  Nasional  Pada  Kepuasan  dan  Kepercayaan  Muzakki, 

dengan pendekatan yang dititikberatkan pada manajemen pemasaran.42 Hasil penelitian 

ini  di antaranya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan jasa Badan Amil Zakat Nasional 

sangat  berpengaruh  pada  pembentukan  kepercayaan  muzakki;  tingkat  kepercayaan 

muzakki sangat berpengaruh pada penyaluran zakat pada Badan Amil Zakat Nasional.43   

6.    Penelitian  oleh  Umratul  Khasanah  yang  berjudul  Analisis Model  Pengelolaan 

Dana Zakat di  Indonesia  (Kajian  terhadap Badan Amil Zakat dan  Lembaga Amil Zakat) 

dengan menggunakan  paradigma  sosial44 telah menyimpulkan  bahwa  terdapat  empat 

ragam yaitu : model birokrasi, organisasi bisnis, ormas serta model amil tradisional.45  

                                                            39Basril, “Upaya Bazis: dalam Pengentasan Kemiskinan...” Disertasi, 2000, h. 230-231. 40Palmawati Tahir, “Zakat dan Negara...” Disertasi, 2004, h. 435. 41Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 25. 42Erika Takidah, “Analisis Pengaruh Kualitas Jasa Badan Amil Zakat Nasional Pada

Kepuasan dan Kepercayaan Muzakki,” (Tesis S2 Kajian Timur Tengah PPS. Universitas Indonesia Jakarta, 2004), h. 44.

43Erika Takidah, “Analisis Pengaruh Jasa..., “ Tesis, 2004, h. 181. 44Umratul Khasanah, “Analisis Model...” Tesis, 2004, h. 12. 45Umratul Khasanah, “Analisis Model...,” Tesis, 2004, h. 177.

Page 41: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Selain  penelitian‐penelitian  di  atas,  sumber  lain  yang  dapat  dijadikan  bahan 

referensi untuk penelitian disertasi ini antara lain:   

 1.    Yusuf  Qardâwi  (1984)  dalam  bukunya    Fiqh  al‐Zakât,    yang  di  dalamnya 

mengungkapkan berbagai gagasan dan pembahasan  terkait dengan aspek pengelolaan 

zakat baik dari  sisi pengumpulan, pendayagunaan, dampak  zakat  serta hukum‐hukum 

zakat.  Selain  itu,  buku  ini  menguraikan  hubungan  fungsi  kekhalifahan  dengan 

terpenuhinya  kebutuhan  ekonomi.  Menurutnya,  bagaimana  mungkin  manusia  dapat  

melaksanakan  fungsi  kekhalifahan,  jika  tidak  terpenuhi  kebutuhannya. Uraian  lainnya, 

berkaitan pandangan berbagai mazhab tentang berapa kali orang miskin diberikan zakat; 

jaminan  kehidupan  bagi  masyarakat  yang  tidak  mampu;  hikmah  zakat  dalam 

perekonomian  umat  Islam.    Secara  umum  uraian  yang  dikemukakannya  menganut 

pendekatan hukum Islam yang kadang‐kadang  menampilkan fikih  perbandingan.46   

      2.  Umar Chapra dalam bukunya The Future of Economics, salah satu pembahasannya 

adalah  menyangkut  posisi  zakat  dalam  kehidupan  masyarakat.  Menurutnya  zakat 

mencapai  nilai  maksimal  —yang  dalam  pembahasannya  dinyatakan  dengan 

merealisasikan maqâśid — jika negara menyediakan lingkungan sosioekonomi.47        

3.  Eri Sudewo (2004) dalam bukunya berjudul Manajemen Zakat membahas tentang 

manajemen  pengelolaan  zakat di  Indonesia baik  untuk  kepentingan badan  amil  zakat 

maupun  lembaga  amil  zakat.  Pendekatan  yang  ia  pergunakan  lebih menitikberatkan 

pada pengalaman penulis dalam mengelola Dompet Dhuafa sebuah  lembaga pengelola 

zakat.  Menurutnya,  pengelola  zakat  di  Indonesia,  seyogianya  menerapkan  prinsip 

manajemen.    Argumen yang dipahami darinya di  

antaranya,  karena  pengelola zakat terkait dengan  kepentingan orang banyak.48  

                                                            46Yusuf Qardâwy, Fiqh Zakat. Penerjemah Didin Hafidhuddin, dkk. (Bandung: Mizan,

1999), cet. V, h. 273, 528, 896. 47Umar Chafra, The Future of Economic: An Islamic Perspective. Penerjemah Ikhwan

Abidin Basri, Masa Depan Sebuah Tinjauan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h. 283. Penelitian yang lain yakni Sjechul Hadi Purnomo dalam bukunya berjudul

Pendayagunaan Zakat dalam rangka Pembangunan Nasional, yang membahas tentang pendayagunaan zakat terhadap sasaran yang dikemukan dalam al-Quran. Selain itu ia membahas tentang arah pendayagunaan zakat dan berikut membandingkannya dengan pajak dalam rangka pembangunan nasional. Sjechul Hadi Purnomo, Pendayagunaan Zakat dalam rangka Pembangunan Nasional, h. 277.

48Eri Sudewo, Manajemen Zakat, 2004, h. xxxviii.

Page 42: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

       4.   Mohammad Daud Ali  (1988) dalam bukunya Sistem Ekonomi  Islam dan Wakaf,  

yang  di  antara  pembahasannya  adalah  pemanfaatan  zakat  pada  empat  kategori. 

Pertama bersifat konsumtif tradisional, yakni pemberian kepada mustahik yang tertimpa 

bencana alam. Kedua zakat konsumtif kreatif, yakni perwujudan zakat ke dalam bentuk 

lain  seperti  pemberian  beasiswa,  alat‐alat  pendidikan.  Ketiga  bersifat  produktif 

tradisional  yakni  pemberian  zakat  kepada mustahik  ke  dalam  bentuk  yang  lain  atau 

hewan  produktif,  seperti  kambing.  Keempat  produktif  kreatif  yakni  semua 

pendayagunaan zakat yang diwujudkan dalam bentuk modal baik bersifat penambahan 

maupun dalam membangun proyek  

sosial.49    

Secara  umum  buku  dan  hasil‐hasil    penelitian  yang  terkait  dengan  zakat 

sebagaimana  yang  dikemukakan  di  atas, memandang  zakat    sebagai  instrumen  yang 

dapat didayagunakan dalam memberikan kontribusi pada pengentasan kemiskinan dan 

masalah sosial  lainnya. Dengan pendekatan tertentu, buku dan hasi‐hasil penelitian   di 

atas  dapat memperkaya  khazanah  keilmuan  khususnya  dalam  bidang  kajian  tentang 

zakat. Untuk kajian yang berkaitan dengan keislaman, uraian dalam buku‐buku tersebut 

lebih menekankan pada pendekatan hukum  Islam; sedang selainnya pada aspek‐aspek 

manajemen secara umum.   

Dibanding  dengan  buku  dan  hasil‐hasil  penelitian  di  atas,  sebagai  ter  gambar 

dalam  judul  dan  permasalahan  yang  diajukan,  penelitian  ini  lebih mene  kankan  pada 

aspek manajemen Badan Amil Zakat Nasional dalam kaitannya dengan pendayagunaan 

zakat.  Dengan  demikian,  dari  sudut  pendekatan  yang  digunakan  dan  objeknya,  

penelitian  ini  memiliki  perbedaan  dengan  penelitian‐penelitian  terdahulu.  Namun 

demikian‐  sebagai  dikemukakan  terdahulu  ‐    buku  dan  hasil  penelitian  yang 

dikemukakan di atas dipandang dapat memperkaya pembahasan penelitian ini. 

G.  Kerangka Teori  

Berkaitan  dengan  pandangan  tentang  pendayagunaan menurut Uswatun  

Hasanah  bahwa,  keberhasilan  amil  dalam  mendayagunakan  dana  zakat  tidak  hanya 

ditentukan  oleh  amil  itu  sendiri  tetapi  ditentukan  pula mustahik.  Dalam  hal  ini  amil 

harus memberikan penyuluhan  kepada mustahik  sehingga  termotivasi untuk memiliki 

                                                            49 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, h. 62.

Page 43: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

etos  kerja..  Selain  itu      kepada mereka  yang  telah  berusaha  secara  ekonomi  dengan 

modal dana zakat yang diberikan, maka harus diberi bimbingan dan pengawasan terus 

menerus. Menurutnya, untuk mendukung gagasan ini sangat membutuhkan tenaga dan 

dana yang tidak sedikit.50 

Berdasarkan pandangan di atas, menunjukkan dua hal. Pertama, keber hasilan 

pendayagunaan  dana  zakat  sangat  ditentukan  oleh  amil  atau  pengelola  zakat  dan  

mustahik. Kedua,  terdapat  langkah‐langkah yang harus dilakukan bagi pengelola  zakat 

untukdikem bangkan kepada mustahik. Pandangan  ini menunjukkan bahwa   amil zakat 

memegang  peranan  yang  sangat  besar  dalam  mendayagunakan  dana  zakat.  Dalam 

kaitan  ini Yusuf Qardâwy  (1985) menyatakan bahwa salah satu syarat bagi amil dalam 

hal  ini  pengelola  zakat  yakni  kemampuan  untuk melaksanakan  tugas.   Menurutnya, 

kejujuran    yang  dikembangkan  oleh mereka,  tidak memadai  jika  tidak  diikuti  dengan 

kempuan untuk bekerja.51   

Gagasan Yusuf Qardâwy  (1985) mengenai amil, dalam kitab fikihnya,  terkesan 

masih bersifat individual, namun jika ditelaah lebih jauh, memberikan pandangan bahwa 

ia  juga  menekankan  pada  aspek  kelembagaan  atau  amil  dalam  arti  kolektifitas 

organisatoris.  Pandangan  ini  terlihat  ketika  ia menetapkan  dasar‐dasar  struktur  bagi 

organisasi    pengelola  zakat.  Menurutnya,  struktur  organisasi  pengelola  zakat  pada 

bagian pembagian harus mempunyai cabang di daerah dengan dilengkapi bagian khusus 

yang menangani : urusan fakir, orang tua dan para janda   yang   telah   mampu bekerja, 

orang‐orang yang berhutang serta  urusan  

penyiaran Islam di negara non muslim.52  

  Selain gagasan Yusuf Qardâwy di atas tentang dasar‐dasar organisasi pengelola 

zakat, maka  pandangan    Afzalur  Rahman  (1992), memberikan  penekanan  yang  lebih 

tajam  tentang  eksistensi pengelola  zakat. Menurutnya,  agar  zakat dapat berpengaruh 

terhadap pembangunan ekonomi, maka diperlukan badan zakat. Menurutnya, bantuan 

keuangan  yang  diberikan  kepada mustahik  harus  diberikan  sedemikian  rupa  sehingga 

tidak  menjadikan  mereka  bermalas‐malasan  dan  mengalami    ketergantungan,    dan   

kepada mereka  yang  tidak  dapat bekerja  

                                                            50Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 176. 51Yusuf Qardâwy, Fiqh Zakat. Penerjemah Didin Hafidhuddin, dkk. (Bandung: Mizan,

1999), cet. V, h. 552. 52Yusuf Qardâwy, Fiqh Zakat, Juz II, (al-Qâhirah: Wahbah, 1994, cet. XXI), 628.

Page 44: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dengan alasan tertentu diberikan bantuan pula.53     

Pandangan Afzalur Rahman yang memberikan penekanan aspek ke  lembagaan 

pengelolaan zakat, sejalan dengan Didin Hafidhuddin Ma’turidi (2007) yang menetapkan 

bahwa  orientasi  pengelola  zakat  bukanlah  pada  profit,  tetapi  pada  pemberdayaan 

masyarakat lemah. Menurutnya, pengelola zakat diharapkan   memberdayakan  potensi  

masyarakat melalui  pendayagunaan dana zakat.54 

  Adapun alur kerangka pikir penelitian   terlampir           

I.  Metodologi Penelitian 

    1.   Pendekatan dan data Kepustakaan  

    Penelitian  ini  bersifat  kwalitatif  deskriptif  dengan menggunakan  pende  katan 

tertentu. Pertama, pendekatan Ilmu Sejarah Hukum Islam. Penggunaan pendekatan ini, 

karena  penelitian  akan mengemukakan  uraian  yang  dibangun  dengan mengacu  pada 

pola Rasul dalam mendayagunakan zakat dan pemahaman terhadap ayat‐ayat al‐Qur’an 

sebaga  sumber  hukum  Islam  yang  berkaitan  dengan  pendayagunaan  zakat.  Kedua, 

sosiologis  dan  dengannya      akan  dibangun  argumen‐argumen  yang  berkaitan  dengan 

aspek‐aspek   sosial   di antaranya   berkenaan   dengan pertimbangan Badan Amil Zakat 

Nasional  dalam  perumusan  kebijakan.    Ketiga    ilmu  manajemen,    karena    dalam   

penelitian      ini dibangun    analisis    yang   berkaitan   dengan     manajemen   organisasi  

Badan  Amil Zakat  

Nasional dalam  pendayagunaan zakat. Data kepustakan  berupa ayat al‐Qur’an,  Hadits, 

pendapat ulama dan pakar serta hasil‐hasil penelitian.    

    2.     Studi Lapangan Penelitian  

Sebagaimana  dikemukakan  dalam  rumusan  masalah,    maka  penelitian  ini 

menjadikan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai    objek  penelitian.  Namun  demikian, 

untuk melihat  kondisi  pendayagunaan  zakat  di  Indonesia,  guna menambah wawasan 

penulis, maka  dilakukan  survey  terhadap  sejumlah  badan  amil  zakat  daerah  (BAZDA) 

provinsi dan badan amil zakat (LAZ) di tingkat nasional yaitu Dompet Dhuafa Republika 

                                                            53 Afzalur Rahman, Doktrin ekonomi Islam, Jilid III, diterjemahkan Soeroyo dan

Nastangin, (Yogyakarta: Dana Bhakti Prima, 2002), cet. II, h. 331. 54 Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Peran Pembiayaan Syari’ah dalam Pembangunan

Pertanian di Indonesia, Orasi Pengukuhan Guru Besar, (Bogor: IPB, 2007), h. 61.

Page 45: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

(DDR).  Penetuan  BAZDA  dan  LAZ  sebagai  objek  survey  dilakukan  dengan  sampling 

purposive.55  

Menurut  data  di  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tahun  2005,  jumlah  Badan  Amil 

Zakat  Daerah    ngkat  provinsi  sebanyak  30  buah.    Sampel  dimaksud  ditetapkan 

sebanyak  lima  (5)  buah    yaitu  :   Baitul Mal  Provinsi Nanggro Aceh Darusalam, Bazda 

Provinsi  Banten,    Bazda  Provinsi  Jawa  Tengah,  Bazda  Provinsi  DI.  Yogyakarta,  Bazda 

Provinsi  Kalimantan  Timur.    Penetapan  sampel  terbanyak  berada  di  Pulau  Jawa. 

Penetapan  ini  dikarenakan,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  berada  di  Pulau  Jawa  dan 

kelompok  mustahik  yang  berhubungan  dengannya  mayoritas  tersebar  di  Pulau  ini. 

Pertimbangan lain adalah keterwakilan geografis dan wilayah.   

Data yang diperoleh dalam penelitian  ini dilakukan dengan dua cara. Pertama, 

kajian dokumentasi. Dokumentasi   yang dikaji pada Badan Amil Zakat Nasional adalah 

dokumentasi  yang diterbitkan olehnya dan penerbit lainnya dan dipandang merupakan 

dokumentasi56 resmi Badan Amil  Zakat Nasional. Dokumentasi         dimaksud  yaitu:  (1) 

Buku  Annual  Report    2006;  (2)  Buku  Ringkasan        Mengapa        &          Bagaimana     

Membayar     Zakat ;       (3) Laporan  

Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Periode 2004‐2007;  (4) Pidato  

Sambutan Serah terima Badan Amil Zakat Nasional (Kepengurusan Periode I);  (5) Risalah 

Silaturahmi RAKORNAS  I  pada  tahun  2002,   Badan  dan  Lembaga Amil  Zakat Nasional 

seluruh  Indonesia diterbitkan Departemen Agama RI;  (6) Buku Anda Bertanya  tentang 

Zakat,  Infak  &    Sedekah  Kami  Menjawab;  (7)  Buku  Pedoman  Pembentukan  Unit 

Pengumpul Zakat (UPZ)  & Unit Penyalur Zakat (USZ),  (8)  BAZNAS News  Media  Zakat; 

(9) Majalah BAZNAS;  (10)   Brosur‐brosur   Badan Amil  Zakat Nasional;  (11) Buku  Fiqih 

Zakat di  Indonesia. Untuk buku yang  terakhir    ini walaupun masih bersifat draf karena 

diproyeksikan  untuk  berlaku  seluruh  Indonesia,  namun  secara  internal  kelembagaan, 

telah dijadikan acuan dalam pendayagunaan zakat.     

Adapun  dokumen  yang  dikaji  untuk BAZDA Provinsi dan LAZ tingkat  

                                                            55 Sampling purposive, merupakan “teknik penentuan sampel dengan petimbangan

tertentu.” Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2005), cet. VIII h. 78. 56Terkait dengan penggunaan dokumen sebagai sumber data, Robert K. Yin menyatakan

bahwa “Untuk studi kasus, penggunaan dokumen yang paling penting adalah mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain....” Robert K. Yin, Case Study Research Design and Methods, diterjemahkan Studi Kasus Desain & Metode, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), h. 104.

Page 46: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

nasional  secara  umum meliputi:    profil  kelembagaan  dan    laporan  keuangan  tentang 

pendayagunaan zakat. 

Kedua, wawancara  dilakakukan  secara    langsung  dan  tidak  langsung.  Seluruh 

informan  yang  ditetapkan  dalam  sampel  untuk  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dan  LAZ 

dilakukan secara  langsung, karena  informan berkedudukan di Jakarta, sedang  informan 

pada  BAZDA  Provinsi  pada  umumnya  dilakukan  dengan  tidak  langsung,  yaitu  hanya 

menggunakan hand phone dan internet.     

Untuk memastikan  data  yang  diterima  valid, maka  informan  yang  ditetapkan 

adalah  setingkat  dengan  pimpinan  Badan  Amil  Zakat Nasional  dan  BAZDA  serta  LAZ. 

Dalam  perakteknya,  penggantian  informan  sulit  dihindari  karena    alasan  internal 

kelembagaan sampel. Karenanya, terdapat beberapa  informan yang  menyalahi kriteria 

ini.  Penggantian  informan  merupakan  penetapan  dari  pimpinan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional dan BAZDA  sampel. Agar wawancara dapat berjalan dengan baik, maka baik 

model  tatap  muka  maupun  menggunakan  hand  phone,  daftar  pertanyaan  terlebih 

dahulu diberikan kepada informan.  

       3. Konsep Pengukuran (Indikator) Pendayagunaan Zakat   

   Konsep  pengukuran (indikator) ini   penting,   karena akan menjadi acuan  

dalam  melakukan evaluasi penelitian ini.      

  Pendayagunaan,  secara  sederhana  dinilai    sebagai  suatu  aktifitas manajemen 

yang  memanfaatkan  sumber  daya  untuk  memperoleh  hasil  yang  maksimal  sesuai 

dengan tujuan organisasi. Karenanya, secara konsepsional  ia mengandung tiga dimensi 

yaitu  kemampuan,    proses,  hasil.  Zakat    sebagai  salah  satu  rukun  rukun  Islam, 

merupakan    aktifitas  keagamaan,  yang berdimensi mâliyah ijtimâ’iyah yakni

instrumen ekonomi yang dapat mendorong  terciptanya kesejahteraan sosial ekonomi 

mustahik. Dikaitkan dengan aktifitas pendayagunaan, maka zakat dipandang sebagai

objek yang dapat didorong agar memberikan manfaat  sebesarnya  kepada  penerima 

atau mustahik  sesuai  dengan  ketentuan zakat. Zakat dapat dipandang berdayaguna

jika dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pemenuhan kebutuhan

mustahik.

Page 47: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Badan Amil  Zakat Nasional dengan  karakteristik  sebagai    lembaga  keagamaan 

yakni  pengelola  zakat,  maka  pendayagunaan  zakat  yang  dilakukannya  harus 

mencerminkan dua  kerangka  secara bersamaan  yaitu  kerangka  pendayagunaan    yang 

berbasis pada aspek manajemen dan kerangka  institusi keagamaan yang berbasis pada 

aspek kegamaan khusunya tentang perzakatan.      

Kerangka pendayagunaan, akan dilakukan   pengukuran dengan mengacu pada 

fungsi‐fungsi manajemen. Fungsi‐fungsi ini secara  teoritis terjadi perbedaan kwantitatif 

di  kalangan  ahli,  namun  perbedaan  itu  memungkinkan  diakamodir  sebagaimana 

diuraikan  pada  bab  II  disertasi  ini.  Kelima  fungsi  ini  mencakup  perencanaan, 

pengorganisasian, pelaksanaan,  kepemimpinan dan pengawasan. Dengan menggunakan 

kelima  fungsi  ini,  maka  memungkinkan  untuk  dilakukan  evaluasi  terhadap 

pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh  Badan Amil Zakat Nasional, sekaligus sebagai 

jawaban atas pertanyaan sub masalah kedua yang diajukan dalam penelitan ini. Apabila 

Badan Amil Zakat Nasional telah menerapakan fungsi‐fungsi manajemen ini, maka badan 

ini  dipandang  telah  melakukan    aktifitas  pendayagunaan  zakat  yang  sesuai  dengan 

fungsi‐fungsi manajemen.     

  Badan      Amil  Nasional        sebagai    lembaga  keagamaan,     maka  diperlukan 

indikator evaluasi dari     sisi   prinsip  ‐prinisp   manajemen zakat.     Perumusan       prinsip‐

prinsip    dilakukan       dengan          mengikuti               langkah –langkah tertentu57  Untuk  

kepentingan perumusuan pengukuran pendayagunaan zakat, dari sisi manajemen, akan 

dikemukakan  indikator‐indikator  pengukuran.  (Konsep  pengukuran  dimaksud  telah   

terlampir)   

J.   Sistematika Penulisan   

                                                            57 yaitu: Pertama, melakukan analisis terhadap kata âmil dalam Alquran. Kata ini

tersusun dari huruf ain, mim dan lam. Hal ini merupakan kata kunci untuk mengetahui fungsi pengelola zakat. Kedua, melakukan analisis terhadap peraktek Rasul Muhammad, berkaitan dengan manajemen perzakatan yang dipahami dari hadis-hadis. Ketiga, melakukan analisis terhadap pandangan ulama yang dipandang dapat menghasilkan rumusan prinsip-prinsip manajemen zakat. Langkah pertama tersebut, telah dilakukan dalam studi pendahuluan sebagaimana dimukakan dalam tabel 20 dan 21 tentang distribusi kata âmil dan âmilîn dalam Alquran. Selanjutnya baik langkah pertama, kedua dan ketiga tersebut, dilakukan pembahasan pada bab II sub bab E (Amil: Otoritas Kebijakan pada manajemen pendayagunaan zakat) dan sub E mengenai pendayagunaan zakat pada awal Islam.

Page 48: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Penelitian ini terdiri dari tujuh bab. Bab pertama  pendahuluan dikemukakan di 

antaranya  tentang  latar  belakang  masalah,    permasalahan,  tujuan  dan  kegunaan 

penelitian,  penelitian serta sistimatika penulisan. 

Bab  kedua  akan  diuraikan  di  antaranya  pengertian  dan  prinsip‐prinsip  ilmu 

ekonomi,  pengertian  dan  manfaat  zakat,  manajemen  pendayagunaan  zakat,  teori 

pendaya gunaan zakat, serta manajemen pendayagunaan zakat pada zaman  Rasul. 

Bab  ketiga  akan  diuraikan  di antaranya kajian  Badan  Amil  Zakat Nasional dari 

sisi  kelembagaan,    pelaksanaan  program  serta  pendaya‐gunaan  zakat  pada    berbagai 

pengelola zakat di Indonesia  

            Bab  keempat  akan  menganalisis  implementasi  pola‐pola  Rasul  dalam 

pendayagunaan  zakat,    yang    dilaksanakan    oleh      Badan  Amil  Zakat  Nasional 

peningkatan kesejahteraan umat.  

           Bab  kelima  akan  menguraikan  analisis  terhadap  implementasi  fungsi‐fungsi 

manajemen dalam pendayagunaan zakat pada   Badan Amil  Zakat Nasional 

            Bab  keenam  akan    diuraikan    kendala‐kendala  baik  eksternal maupun  internal   

yang     dihadapi    Badan Amil    Zakat   Nasional   dalam    memerkuat   

posisinya sebagai institusi dalam penuingkatan kesejahteraan umat.  

  Uraian  bab  penutup  akan  membahas  kesimpulan  yang  didasarkan  sebagai 

jawaban  atas  permasalahan  yang  diajukan  dan  saran‐saran  yang  terkait  dengan 

permasalahan yang diajukan.  

BAB II 

PENDAYAGUNAAN   ZAKAT DALAM 

PERSPEKTIF  MANAJEMEN DAN EKONOMI  ISLAM   

UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN UMAT 

Bab  ini  secara  umum  akan  memberikan  landasan  teoritis  tentang 

pendayagunaan  dari  sisi  manajemen  dan  ekonomi  Islam  untuk  peningkatan 

kesejahteraan  umat.  Pembahasan  ini  penting  karena  akan  memberikan  kaitan  yang  

jelas dari  aspek  peningkatan  kesejahteraan umat  dengan     menjadikan    zakat  sebaga 

instrumen ekonomi dan pendayagunaan sebagai bagian dari suatu aktivitas manajemen. 

Page 49: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

A.Pendayagunaan Zakat sebagai implementasi Manajemen Pada Masa Rasul  

Sub bab  ini bermaksud untuk membahas akativitas  pendayagunaan zakat pada 

masa  Rasul.  Pembatasan masa    itu  dimaksudkan  untuk menggali  informasi  berkaitan 

dengan  pola‐pola  yang    dibangun  oleh  Rasul  dalam  kapasitasnya  sebagai  pemimpin 

politik  umat  Islam  yang  tentu  saja  didasarkan  pada  wahyu  yang  diterimanya  dalam 

mengatur  umat Islam dengan menjadikan zakat sebagai instrumen ekonomi.   

             Dilihat  dari  sisi    landasan  pendayagunaan  zakat  bagi  Rasul  maka  tentu  saja 

mencakup  ayat‐ayat    Al‐Quran  dan  Hadis.  Karena  itu,  dapat  dipastikan  bahwa 

pendayagunaan  zakat  bagi  Rasul merupakan  implementasi  dari  kedua  sumber  dasar 

ajaran  Islam.  Dengan  demikian,    dalam  pembahasan    tertentu,    penggalian  konsep  

terkait dengan pendayagunaan zakat dari Al‐Quran tidak dapat dihindari seperti analisis 

tentang  fungsi‐fungsi  amil.  Hal  ini  dilakukan  karena  bagi  penulis  tidak  menemukan 

dalam peraktek  atau hadis Rasul.   

Dilihat dari sisi struktur sumber keilmuan pembahasan ini, tampaknya terbagi 

dua  yaitu  pada  ilmu  ekonom  Islam  dan  ilmu manajemen.  Khusus  yang    terakhir  ini 

penting  karena  dengannya  akan memberikan  landasan  teoritis  terhadap  pemahaman 

mengenai  pengertian  dan  fungsi‐fungsi  manajemen.  Fungsi‐fungsi    dimaksud    kelak  

menjadi landasan analisis pada bab V penelitian ini.    

Selain peruntukan bab ini seperti tersebut, karenanya menjadi penting sebab 

menjadi sumber analisis  terhadap  indikator‐indikator evaluasi penelitian  ini yang  telah 

dirumuskan pada bab metodologi.  

  1.  Penger an dan Fungsi‐fungsi  Manajemen       

a.   Pengertian Manajemen  

Manajemen  menurut  istilah  merupakan  proses  dalam  perencanaan, 

pengorganisasian, kepemimpinan dan pengontrolan terhadap  penggunaan sumber daya 

dalam mencapai  tujuan.58 Dalam pandangan  yang  lain  seperti dikemukan Martin  yang 

menyatakan  bahwa  manajemen  merupakan  proses  dalam  mendorong  pencapaian 

tujuan  organisasi    melalui  penerapan  empat  fungsi  manajemen  yaitu,  perencaaan, 

                                                            58John R. Schermerhon, Jr. Management, ( New York: John Wiley & Sons, Inc. 1996),

h. 4

Page 50: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pengorganisasian,  kepemimpinan,   pengontrolan.59  Menurut Daft, manajemen  adalah 

suatu proses pencapaian tujuan organisasi yang efektif dan efisien melalui perencanaan,  

pengorganisasian, pengarahan, pengendalian.60   

Kata  manajemen    dapat  dilihat  dalam  tiga  perspek.  Pertama,  manajemen 

sebagai    proses. Menurutnya, manajemen  berdimensi waktu,  yakni  kegiatan  seorang 

manajer terkait dengan waktu. Dari sisi ini menurutnya terkadang disebut dengan istilah 

siklus manajemen. Menurutnya sebuah proses mengandung arti bahwa suatu kegiatan 

yang dilaksanakan secara sistematik dan karenanya memiliki saling keterkaitan.61  

Kedua,  manajemen  sebagai  kumpulan  orang  yang  melakukan  aktivitas 

manajemen. Menurutnya, segenap orang yang melakukan aktivitas manajemen   dalam 

suatu badan   tertentu disebut manajemen.62 Ketiga, manajemen sebagai seni dan  juga 

sebagai  ilmu. Sebagai seni dikemukakan oleh Follet (1868‐1933) yang mengandung ar  

seni untuk  lakukan  suatu pekerjaan melalui orang  lain.63 Sebagai  ilmu, menurut Davis 

cenderung menggunakan keriteria ekonomis dibanding dengan perilaku. 64   

Ketiga  perspektif   tentang manajemen  di atas, tampaknya  dapat terako ‐ 

dir pada pengertian yang diberikan oleh Kapoor bahwa  manajemen merupakan proses 

pengkordinasian sumber daya untuk mencapai tujuan utama organisasi.65 

b. Perkembangan Pendekatan dalam Pemikiran Manajemen  

  Dalam perkembangan   pemikiran manajemen  terdapat    tiga pendekatan yaitu 

pendekatan   klasikal, perilaku dan  ilmu   manajemen.66  Pertama,   pendekatan   klasikal. 

Aliran  ini   memiliki  dua  cabang  yakni manajemen  ilmiah  dan  teori  organisasi  klasik. 

Manajemen ilmiah dipelopori oleh Charles Babbage (1792‐1871). Dalam tulisannya pada 

buku    ”On    the Division  of  labor”  (1832),  sebagaimana  yang  dinyatakan  oleh Merrill 

bahwa  ia menekankan perlunya pembagian kerja, menurutnya dengan pola  seperti ini 

                                                            59Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, (New York: McGraw-Hill, Inc,

1991), h. 6. 60Richard L. Daft, Management, Singapore: Thomson Asia Pte.Ltd., 2003), h. 6.

61J. Winardi, ManajemenPerilaku Organisasi, (Jakarta: Kencana, 2007), cet.II, h. 3. 62Winardi, Manajemen..., h. 2.

63Follet dalam Kadarman, Am, et. al., Pengantar Ilmu Manajemen, (Jakarta: Gramedia, 1996), h. 5.

64Gordon B. Davis, Management Information System, diterjemahkan Andreans Adiwardana, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: Grafindo, 1993), h. 10.

65Kapoor, et. al.. Business, (Boston: Houghton Mifflin Company, 1988), h. 132. 66J. Winardi, Manajemen ..., h. 26.

Page 51: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

maka  produktifitas  dan  efisiensi  dapat  tecapai.  Perlunya  pembahagian  kerja,  karena 

setiap orang hanya berkepentingan untuk memahami suatu tugas tertentu.67 

  Robert  Owen  (1771‐1858),  telah  mencurahkan  perha annya  dalam  dunia  

produksi mesin dan faktor tenaga kerja. Karenanya  ia dijuluki sebagai bapak manajemen 

personalia moderen. Menurutnya, kwalitasdan kuantitas karyawan  sangat dipengaruhi 

oleh  lingkungan kerja.     Karenanya  ia   membuat gagasan untuk mengurangi  jam kerja 

mereka,  menyediakan  makanan  bagi  mereka,  mendirikan  toko  untuk  menyediakan 

kebutuhan hidup mereka serta menaikkan usia minimum kerja bagi anak‐anak  Sebagai 

manajer yang memiliki kepedulian kepada karyawan, maka  ia memperbaiki  lingkungan 

tempat tinggal karyawan dan lingkungan kerja mereka.68  

Frederich Wislow Taylor  (1856‐1915)  pada awal  abd XX dan mendapat julukan  

sebagai bapak manajemen ilmiah.69 Kontribusi Taylor dalam perkem‐bangan manajemen 

ilmiah  di  antaranya  adalah  pentingnya  kerjasama  dan  bukannya  individualistik, 

mengembangkan  keharmonisan  dalam  kerjasama,  pengembangan        karier          bagi    

karyawan    secara   maksimal    untuk  mencapai   

 

kesejahteraan mereka dan  perusahaan.70   

  Di  antara  tokoh    penting  pada manajemen  klasik  atau  biasa  disebut  dengan 

mazhab administrasi klasik, adalah Henri Fayol (1841‐1925). Menurutnya  terdapat lima 

fungsi  manajemen  yaitu  perencanaan,  pengorganisasian,  kepemimpinan, 

pengkoordinasian  dan pengawasan.71   Adapun prinsip umum manajemen sebanyak 14 

yaitu:    pembagian  kerja,  otoritas  dan  tanggungjawab,  disiplin,  kesatuan  komando, 

kesatuan pengarahan, menomorduakan kepentingan perorangan dibanding kepentingan 

umum,    gaji  yang memberikan  kepuasan  kepada  karyawan,  sentralisasi,  rantai  saklar,  

tata tertib, keadilan, stabilitas masa jabatan, inisiatif dan semangat korps.72  

                                                            67Harwood F. Merril, Classics in Management, (New York: American Management

Association, 1960), h. 29. 68Heinz Weihrich, et. al., Manajemen, (Jakara: Erlangga, 1990), h. 32.

69Heinz Weihrich, et. al., Manajemen, (Jakara: Erlangga, 1990), h. 32. 70Heinz Weihrich, Manajemen, h. 37.

71John R. Schermerhon, Jr. Management, ( New York: John Wiley & Sons, Inc. 1996), h. 30.

72Heinz Weihrich, Manajemen, h. 42-43. .

Page 52: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Tokoh  penting  lainnya    dalam manajemen  administrasi  atau  teori  organisasi 

klasik,   adalah Mary Polker Follet  (1868‐1933). Di antara pemikirannya adalah  tentang 

konplik. Menurutnya  seperti  yang dinyatakan oleh Nader Angha bahwa,  terdapat  tiga 

strategi untuk memecahkan masalah   konplik antara karyawan dan manajer   yaitu : (a)  

dominasi, yakni suatu pihak menang dan    lainnya kalah,  (b) konpromi yakni  tidak   ada 

yang  mendapatkan  sesuai    yang  diinginkan,  dan  karenanya  kedua  pihak  tidak 

mendapatkan   kepuasan, (c)  integrasi yakni kebutuhan terhadap pihak  luar yang dapat  

memberikan  hasil  yang lebih baik  dibanding hasil dari  dua strategi sebelumnya.73 

Selain   Mary Polker Follet, Chaster Barnard  (1886‐1961) mempunyai kontribusi  

terhadap  mazhab  administrasi  manajemen.  atau  pada  teori  organisasi  klasik,  yang 

dikenal   dengan teori penerimaan otoritas.   Menurutnya, seperti yang dinyatakan oleh 

Nader  Angha  bahwa  manajer  dapat  berkeja  secara  efektif  sebagai  atasan  dengan 

memberikan perintah,  jika karyawan menerima hak‐haknya.74   

Kedua, pendekatan perilaku.   Pendekatan   perilaku   dalam     manajemen  

mengandung  arti    pada  pentingnya  perhatian  manajer  pada  aspek‐aspek    yang 

mempengaruhi  perilaku  sumber  daya manusia  dalam  organisasi.75       Tokoh    penting 

dalam aliran  ini adalah Hugo Munsterberg  (1863‐1916) dan Geoge Elton Mayo  (1880‐

1949).   Bersama teman‐teman mereka melakukan penelitian pada di pabrik Hawthorne  

dari Western  Electric  Company  atara  tahun  1927‐1932.    Sebelumnya  telah  dilakukan 

peneli an pada  tahun 1924 dan 197  the Na onal Research Council bersama Western 

Electric  tentang    kerjasama  guna  menentukan    pengaruh  cahaya    penerangan  dan 

kondisi‐kondisi  lainnya  terhadap  para  karyawan  dan  produktifitas  mereka.    Hasil 

penelitian  mereka  menunjukkan  bahwa  jika  terjadi  penambahan  cahaya  atau 

pengurangan  cahaya,  maka  produktifitas  kerja  karyawan  tetap  meningkat.    Atas 

kesimpulan  ini,  maka  peneliti  hampir  menyatakan  bahwa  percobaan  mereka  telah 

menunjukkan kegagalan.76   

                                                            73Nader Angha, Theory “I”, Penerjemah Leinovar, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,

2002), h. 30. 74Nader Angha, Theory “I”, Penerjemah Leinovar, h. 31.

75Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, (New York: McGraw-Hill, Inc,

1991), h. 53. 76Heinz Weihrich, Manajemen, h. 46.

Page 53: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Hasil penelitian  tersebut, bagi Mayo memberikan pengaruh yang luar biasa dan 

kelak    melahirkan  gagasan‐gagasan  pengembangan  lebih  lanjut.    Menurut  Mayo, 

penelitian    tentang  kerjasama dan hubungannya dengan penambahan  cahaya dengan 

kesimpulan  seperti digambarkan,  tampaknya  tidak memperhatikan    faktor‐faktror  lain 

seperti  jam  istirahat  bagi  karyawan,  pergantian  penerangan,  jam‐jam  istirahat  seta 

sistem  pembayaran  perangsang  bagi  karyawan  yang  beragam,  semuanya  tidak  

memberikan penjelasan akan terjadinya perubahan dan produktifitas.77   

  Dalam  pandangan  Mayo,  pergantian  penerangan,  jam  istirahat  dan  sistem 

pembayaran,  dalam  penelitian  itu,  dinyatakan    sebagai  faktor  lain. Dengan  demikian, 

dengan  adanya  faktor  lain  dimaksud,  maka  peningkatkan  produksi  dapat  tercapai, 

karena  secara  psikologis,  para  karyawan memahami  sebagai  suatu  bentuk  perhatian 

yang  diberikan  kepada mereka.   Hasil  penelitian  ini  sebagai  implikasi    dari  penelitian  

sebelumnya terhadap    populasi   penelitian (karyawan)  

yang diteliti dan kemudian dikenal dengan efek Hawthorne.78  

  Dari  hasil  penelitian  ini, Mayo  berpandangan  bahwa  karyawan  adalah    orang 

perorang  yang  masing‐masing  memiliki  kebutuhan,  tujuan  dan    motiv  tetentu,  dan 

karenanya menghendaki  perlakuakn  sebagai manusia.  Dengan  demikian‐menurutnya‐ 

walaupun  aspek    teknis dan motode dalam bekerja penting dalam  suatu perusahaan, 

maka perhatian  kepada karyawan harus diseimbangkan.79  

  Uraian  ini menjelaskan  bahwa  hasil  penelitian Mayo, memberikan  gambaran 

tentang  pentingnya  perhatian    manajer  terhadap  psokologis  karyawan.  Dalam 

perkembangan  pada  pemikiran  manajemen  selanjutnya,    pemikiran  Mayo  tentang 

psikologis  karyawan  mengalami  perkembangan  lebih  lanjut.  Di  antara  yang  dapat 

disebut yaitu teori tingkatan kebutuhan yang dikembangkan oleh Maslow.80     

           Ketiga,   pendekatan  ilmu manajemen. Menurut Stoner bahwa manajemen  ilmiah 

atau  ilmu manajemen timbul karena kebutuhan untuk produktifitas   pada satu sisi dan  

terjadinya  kelangkaan  tenaga  kerja  terampil pada  sisi  yang  lain.   Atas dasar  ini maka 

Frederick W. Taylor (1856‐1915) menyusun sekumpulan prinsip‐prinsip yang merupakan 

                                                            77Heinz Weihrich, Manajemen, h. 46. 78Heinz Weihrich, Manajemen, h. 47.

79John R. Schermerhon, Jr. Management, ( New York: John Wiley & Sons, Inc. 1996), h. 33.

80Nader Angha, Theory “I”, Penerjemah Leinovar, h. 37.

Page 54: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

inti dari manajem  ilmiah. Namun  sebelumnya, penelitian    Taylor  tentang waktu  kerja 

dan sistem upah diferensial,   telah mendorongnya   memiliki reputasi yang tinggi dalam 

aliran manajemen ilmiah.81   

  Hasil penelitian Taylor  tehadap waktu, dimulai, ketika ia berkeja dalam sebuah 

pabrik  baja  pada  bagian  produksi.  Dengan  memperhatikan  pekerja  pada  karyawan 

dimaksud, maka  ia  bermaksud  untuk mengganti  pola  lama  yang mereka  pergunakan, 

karena  menurutnya  kurang  produktif.    Menurutnya,  pembagian  pekerjaan  pada 

komponen‐komponen kecil akan merancang pola pengerjaan yang tercepat dan terbaik 

dalam setiap jenis pekerjaan, akhirnya akan mendorong peningkatan produktifitas.82  

  Selain itu, gagasan  Taylor mendorong majikan untuk membayar karyawan yang 

lebih produktif dibanding karyawan lainnya. Menurutnya,  kenaikan upah yang dilakukan 

oleh  manajer  dengan  pertimbangan  produktifitas  kerja  terhadap  karyawan,  telah 

dihitung    dengan memperhitungkan  keuntungan  yang  diakibatkan  oleh  produktifitas 

mereka. Teori pengupahan ini disebut dengan sistem upah deferensial.83    

  Dengan argumen produktifitas, maka Taylor berpendapat bahwa karyawan yang 

memililki  tingkat produktifitas  tinggi  tidak   akan ditinggalkan oleh perusahaan, karena 

mereka dibutuhkan oleh perusahaan, namun   terhadap mereka yang bekerja di bawah 

standar  produksi, mereka  akan mencari  pekerjaan  dalam  waktu  satu  atau  dua  hari, 

sebagai akibat langkanya tenaga kerja.84   

  Dalam  perkembangan  selanjutnya,  pandangan  Taylorisme  diterima    oleh 

sejumlah  perusahaan  dalam  upaya  peningkatan  produktifitas  karyawan  mereka. 

Pandangan  Taylorisme  bagi  perusahaan  tampaknya  selain  meningkakan  produktfitas 

namun  pada  sisi  lain  menimbulkan  implikasi  terjadinya  pemutusan  hubungan  kerja 

terhadap  karyawan  yang  bekerja  di  bawah  standar  oleh  perusahaan    tertentu.    Pada 

tahun  1912,  terjadi  pemogokan  oleh  karyawan  dan  sebagai  reaksi  atas  kebijakan 

Taylorisme  oleh  perusahaan  tempat  mereka  bekerja,85   setahun  sebelumnya  1911, 

                                                            81James AF. Stoner, Management, penerjemah Benyamin Molan, (Jakarta: Intermedia,

1992), h. 55. 82James AF. Stoner, Management, h. 55.

83James AF. Stoner, Management, h. 55. 84James AF. Stoner, Management, h. 55 .

85James AF. Stoner, Management, h. 55.

Page 55: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Taylor memberikan penjelasan di depan kongres AS atas gagasan‐gagasan dimaksud.86 

Atas  dasar  itu,  penjelasan‐penjelasan  Taylor  tentang  gagasan  yang    berkembang  itu,   

yang membahas tentang prinsip‐prinsip manajemen telah  termuat dalam bukunya The 

Principles of Scientific Management.87  

  Empat prinsip  manajemen bagi Taylor yaitu : a. Kembangkan sebuah ilmu untuk  

setiap  pekerjaan  dan  dengannya  dapat  diimplementasikan  dalam  pekerjaan  dengan 

metode yang efisien untuk diikuti oleh semua pekerja; b.     Penyeleksian pekerja secara 

ilmiah    sesuai  dengan  karakteristik    pekerjaan  serta  pelatihan  kepada  pekerja;    c. 

Kembangkanlah  kerjasama    di  kalangan  pekerja  dan  penciptaan  kondis  kerja  yang 

mendukungnya;  d.  Bagilah  tanggungjawab  untuk  kegiatan  menejer  dan  bekerja, 

motivasilah pekerja dalam kelompok agar mereka dapat bekerja sebaik mungkin.88    

  Bagi  Taylor  untuk  menngkatkan  produktifitas  bagi  karyawan,  maka 

pandangannya  tentang  ”revolusi   mental”  harus  dilaksanakan  sebelum  prinsip‐prinsip 

tersebut  dilaksanakana.  Baginya,    ”revolusi mental  ”  yang  dimaksud  adalah  perlunya 

bagi manajer dan  karyawan untuk berhenti bertengkar dan  segera melakukan upaya‐

upaya memaksimalkan laba perusahaan.89  

  Dari perkembangan pemikiran manajemen yang  telah dijelaskan di atas, maka 

tampaknya  masing‐masing  pendekatan  pemikiran  memiliki  karakteristik  tersendiri.   

Menurut   Winardi bahwa walaupun pendekatan pemikiran tersebut telah berkembang 

dalam  sejarah,    namun  ide‐ide  yang  muncul  tidak  menggantikan  ide  lama,  justru 

menurutnya    bahwa  masing‐masing  pendekatan  telah  menambah  khazanah 

pengetahuan sebelumnya pada satu sisi dan pada sisi lain, terlihat bahwa masing‐masing  

pendekatan itu telah berkembang dengan sendirinya.90 

  Selain  pendekatan‐pendekatan    dimaksud,    masih  dikenal  pendekatan  lain  

seperti pendekatan sistem dan pendekatan kotingensi atau situasional.91    

                                                            86Menurut Petter, pada saat persaksian Taylor di depan kongres 1911, dia tidak menyebut

istilah manajemen tetapi ia menyatakan Klinik Mayo dan hubungan para pemilik dan pembantu mereka. Petter F. Drucker The Frontiers of Management, diterjemahkan Soesanto Boedidarno,

“Manajemen Lintas Peluang” (Jakarta: Elex Media Komputindo, 1970), h. 179. 87James AF. Stoner, Management, h. 55.

88J. Winardi, Pemikiran Sistemik dalam bidang Organisasi dan Manajemen, (Jakarta: Rajawali Press, 2005), h. 113.

89J. Winardi, Pemikiran Sistemik...h. 113. 90Winardi, Manajemen..., h. 25. 91Winardi, Manajemen..., h. 29.

Page 56: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

c.   Fungai‐fungsi Manajemen  

         Terjadi  perbedaan    pendapat  di  kalangan  ahli    tentang  jumlah  fungsi‐fungsi 

manajemen. 

1)  Hanry  Fayol      menetapkan  lima  fungsi  manajemen  yaitu:  perencanaan,  pengor 

ganisasian, kepemimpinan, pengkoordinasian  dan pengawasan.92 

2)  Louis  A.Allen  menetapkan  empat  fungsi  manajemen  yaitu:  kepemimpinan, 

perencanaan, pengorganisasian, pengawasan.93  

3)  George  R.  Terry  menetapkan  empat  fungsi  manajemen  yaitu:  perencanaan, 

pengorganisasian,  pelaksanaan,  dan pengawasan.94 

4)  Luther  Gullich  menetapkan  tujuh  fungsi  manajemen  yaitu:  perencanaan, 

pengorganisasian,    penyusunan  staf,    pengarahan,    pengkoordinasian,  pelaporan, 

penganggaran.95    

5)      Richard    L.  Da ,  menetapkan  empat  fungsi  manajemen  yaitu  :  perencanaan,  

pengorganisasian, pengarahan,  pengendalian.96 

  Dari pandangan para ahli tentang fungsi manajemen di atas,  jika ditelaah  lebih 

jauh tampaknya tidak terjadi perbedaan substansial.  Perbedaaan itu disebabkan karena 

tingkat penekanan yang  berbeda dari setiap ahli dimaksud.  Apabila pendapat‐pendapat 

tersebut dikombinasikan maka akan   membentuk suatu pemahaman yang menyeluruh 

dan  perbedaan itu saling melengkapi  dengan lainnya.  

  Berkaitan dengan perbedaan penetapan  fungsi‐fungsi manajemen di atas,  jika 

dikombinasikan  maka  membentuk  sepuluh  fungsi  manajemen  yaitu:  perencanaan, 

pengorganisasian,  kepemimpinan,  pengkoordinasian,  pengawasan,  pelaksanaan, 

pengarahan, penyusunan staf, pelaporan dan penganggaran.     

                                                            92John R. Schermerhon, Jr. Management, ( New York: John Wiley & Sons, Inc. 1996),

h. 30. 93Louis Allen, Management and Organization, (New York: Mc Graw Hill Book

Company, 1958),h. 18. 94George R. Tarry, Principles of Management, saduran Sujai, (Bandung: Grafika,

1980), h. 32. 95Harold Koonz dan Cyrill O’Donnel, Principles of Management to Analysis

Management Functions, (Tokyo: Kogaskusha Company, Ltd.), h. 43. 96Richard L. Daft, Management, h. 6.

Page 57: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Dilihat dari  sisi  kedekatan  suatu  fungsi dengan  lainnya, maka  fungsi  anggaran 

berkaitan  dengan  fungsi  perencanaan.    Fungsi  anggaran  terkait  dengan  penggunaan 

sumber daya ekonomi dalam mencapai  tujuan organisasi. Selanjutnya  fungsi anggaran 

jika  tidak  dikaitkan  dengan  perencanaan  maka  memungkinkan  terjadinya  inefisiensi 

anggaran.  

 Adapun fungsi pengorganisasian memiliki kedekatan dengan fungsi penyusunan 

staf.  Fungsi pengorganisasian berkaitan dengan penetapan susunan, sifat dan hubungan 

antar  unit  pengelompokan  sumber  daya  organisasi.  Sedang  penyusunan  staf 

berhubungan  dengan  pengorganisasian  orang‐orang  yang   menduduki  unit‐unit  yang 

telah dipersiapkan dalam pengorganisasian.  

   Berkaitan dengan kombinasi   dimaksud,   maka dapat dinyatakan bahwa dalam 

setiap    fungsi perencanaan yang ada, maka di dalamnya  terdapat unsur  fugsi  lainnya. 

Sebagai contoh dalam fungsi pengorganisasian, maka  di dalamnya terdapat unsur‐unsur 

yang  terkait  dengan  kepemimpinan.  Karena  dalam    penyusunan  unsur‐unsur  dalam  

pengorganisasian, maka unsur‐unsur kepemimpinan sangat diperhatikan efektifitasnya. 

Dengan demikian,   dapat dinyatakan   bahwa  secara  fungsional, masing‐masing  fungsi 

dapat dibedakan dan saling berdiri sendiri, namun dalam operasional fungsional, fungsi‐

fungsi  itu memerlukan  saling  keterkaitan.      Kondisi  keterkaitan  antar    fungsi  dalam 

manajemen  tersebut dapat   dimengerti mengingat pencapaian efisiensi dan efektifitas 

sebagai  tujuan  substantif  dalam  manajemen  terhadap  suatu  organisasi  tidak  dapat  

terwujud hanya dengan mengedepankan salah satu fungsi dalam manajemen.   

  Atas dasar efisiensi dan  efektfitas, maka fungsi‐fungsi manajemen dalam suatu 

orgnisasi  dapat  berfungsi.    Mengabaikan  kedua  komponen  yakni    efisiensi    dan 

efektifitas  dalam  suatu  manajemen,  maka  memungkinkan  fungsi‐fungsi  manajemen 

tidak dapat berfungsi  Dengan demikian, hemat penulis, berkaitan dengan berfungsinya 

fungsi‐fungsi manajemen  yang  beragam  di  atas, maka    dalam  perspektif manajemen 

terdapat  pertimbangan  yang  selalu  mengitari  penggunaan  seluruh  fungsi‐fungsi 

manajemen.  Pertimbangan yang dimaksud adalah komponen efisiensi dan efektifitas.    

  Atas dasar  itu, maka fungsi manajemen yang akan dibahas dalam penelitian  ini  

mengacu  pada  perencaaan,  pengorganisasian,    pelaksanaan,  kepemimpinan  dan 

Page 58: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pengawasan.97  Selain pertimbangan sebelumnya, penetapan lima fungsi ini, disesuaikan 

dengan  semangat  yang  diinginkan  oleh  UU      tentang  Pengelolaan  Zakat.  Pasal  1  

menyatakan  bahwa  pengelolaan  zakat  adalah  kegiatan  yang  meliputi  perencanaan, 

pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.   Hemat penulis, menyajikan keempat   

fungsi manajemen,  yang  dikemukakan  dalam UU  ini    jika  dihubungkan  dengan  objek 

penelitian  ini yakni Badan Amil Zakat Nasional,  fungsi‐fungsi dimaksud belum  lengkap 

jika tidak diikuti dengan fungsi kepemimpinan.  

2.   Pengertian dan Tujuan Pendayagunaan Zakat  

a.    Pengertian Pendayagunaan Zakat  

Istilah “pendayagunaan” secara  leksikal diberi arti dengan: l). ”Penguasaan agar 

mampu mendatangkan hasil dan manfaat…; 2).  Pengusahaan (tenaga, dsb) agar mampu 

menjalankan  tugas  dengan  baik…”  Sedangkan  kata  dayaguna  sendiri  diberi  ar :  1). 

“Kemampuan  mendatangkan  hasil  dan  manfaat;  efisien;  sangkil…;  2).  “Kemampuan 

menjalankan tugas   dengan baik (tentang orang)... 3). Angka persen yang menunjukkan 

perbandingan antara tenaga (energi) yang diperoleh dan tenaga yang diperlukan.”98   

Pengertian    bahasa  ini  menunjukkan  bahwa  kata  pendayagunaan    merujuk 

makna usaha untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Pandangan ini mengandung tiga 

arti,  yaitu  kemampuan,    proses  dan  hasil.  Ketiga  makna  ini  terlihat  pada  definisi 

pendayagunaan  yang  diberikan  oleh  para  ilmuwan manajemen.  Kata  yang  dipandang 

relevan dengan pendayagunaan ini adalah efisiensi.  

Bartol  mengemukakan  bahwa  efisiensi  adalah  kemampuan  untuk 

mempergunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan.99 Pandangan yang 

lain, Stoner bahwa, efisiensi “kemampuan untuk melakukan pekerjaan dengan benar.”  

Menurutnya,  seorang  manajer  yang  efisien  adalah    manajer  yang    menggunakan 

masukan  berupa  tenaga  kerja,  bahan‐bahan  dan  waktu  yang  dipergunakan  untuk 

memenuhi  keperluan  pencapaian  hasil.  Baginya,  terhadap  manajer    yang    mampu  

memperkecil  pengguanakan  masukan–masukan tersebut   

                                                            97Penetapan lima fungsi manajemen di atas merupakan penggabungan dari pandangan

Hanry Fayol dan Louis A.Allen tentang fungsi-fungsi manajemen. 98Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa... h. 242.

99Kathryn M.Bartol dan Davic C.Martin, Management, h. 20.

Page 59: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

untuk mencapai hasil dipandang bertindak secara efisien.100   Istilah efisien, efektif yang 

sering digandengkan keduanya. Namun keduanya memiliki perbedaan.   Yang pertama 

terkait dengan kemampuan manajer untuk melakukan pekerjaan dengan benar sedang 

terakhir menunjukkan pada kemampuan untuk memilih sasaran yang tepat.101  Dengan 

kata lain, efisiensi mengandung arti kecermatan manajer untuk menggunakan seminimal 

mungkin  sumber  daya  untuk mencapai  tujuan.  Dalam  konteks  pendayagunaan  zakat 

misalnya, maka pengelola zakat yang memiliki tindakan efisien mengandung arti bahwa 

ia   mempergunakan sumber‐sumber daya yang  terkait dengan – zakat berupa sumber 

dana, waktu, fasilitas‐, untuk mencapai tujuan zakat.  Sedang efektif, kemampuan untuk 

memilih  sasaran  yang  tepat.  Dalam  konteks  pendayagunaan  zakat mengandung  arti 

bahwa  pengelola  zakat  bertindak  efektif,    jika    ia  dalam    tindakannya  telah  berhasil 

memilih program atau kebijakan yang tepat.     

Dilihat  dari  sisi  pentingnya  kedua  istilah  ini  dimiliki  oleh  manajer  dalam 

manajamen,  oleh  Stoner  mengatakan  bahwa  “tanggungjawabnya  membutuhkan 

prestasi  yang  efisien  dan  efektif,  tetapi walaupun  efisien  itu  penting,  efektifitas  juga 

tidak kalah pentingnya.”102    

Dengan  memperhatikan  uraian  di  atas    istilah  pendayagunaan  zakat  dapat 

dilihat  dari  tiga  hal.  Pertama,  kemampuan  yang mengandug  arti  bahwa  kemampuan 

pengelola  zakat untuk mendatangkan manfaat  zakat yang  sebesar‐besarnya    terhadap 

mustahik.  Kedua,  proses  yang  mengandung  arti  bahwa    pengelola  zakat  harus  

menggunakan  seminimal  mungkin  sumber‐sumber  daya  zakat  dalam  memberikan 

manfaat  sebesar‐besarnya   bagi mustahik. Ketiga, hasil  yang mengandung  arti bahwa 

pengelola    zakat  harus meorientasikan  zakat  untuk memberikan  hasil  yang maksimal 

pada kepentingan mustahik.   

Ketiga hal di atas, memperlihatkan keterkaitan tindakan  efisiensi dan efektifitas 

bagi  pengelola  zakat.  Tindakan  pengelola  zakat  yang  tidak  efisien  mengandung  arti 

bahwa  ia  tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan  seminimal mungkin  sumber 

daya zakat untuk memberikan hasil yang maksimal kepada mustahik.   Sedang tindakan 

pengelola zakat yang tidak efektif, menunjukkan bahwa ia tidak menyesuaikan program 

                                                            100James AF.Stoner dan R. Edward Freeman, Manajemen, Benyamin Molan Penerjemah,

(Jakarta: Intemedia, 1992) h. 15. 101James AF.Stoner dan R. Edward Freeman, Manajemen, h. 15.

102James AF.Stoner dan R. Edward Freeman, Manajemen, h. 15.

Page 60: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

yang  ditetapkannya  dengan  perkembangan  ‐prilaku,  keagamaan,  kondisi  ekonomi, 

keterampilan‐ mustahik. Karena, tindakan pengelola zakat yang  tidak efektif menjadikan 

dana  zakat  yang  diberikan  kepada  mustahik  tidak  memberikan  manfaat  maksimal. 

Dengan demikian, kata pendayagunaan, walaupun secara konseptual lebih mengandung 

unsur efisiensi, namun dalam perkembangannya, unsur efektif tidak dapat dihindarkan.   

Apabila    pendayagunaan  zakat  dilihat  dari  sisi  indikator  yang  dikandungnya, 

maka pendayagunaan mengandung  lima dimensi yaitu:  (1) Efisiensi,  (2)   efek fits,    (3)  

tepat  jumlah,  (4)  tepat waktu dan  (5) perubahan nasib mustahik.   Kelima dimensi  ini 

merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.  

Dengan  formulasi   pendayagunaan zakat seperti  ini maka menunjukkan bahwa 

zakat    tidak  hanya  dilihat  darti  sisi  kebutuhan  mustahik,  tetapi    juga  memberikan 

tanggungjawab kepada pengelola zakat atau amil.  

b.   Tujuan Pendayagunaan Zakat   

Tujuan pendayagunaan zakat tidak dapat terlepas dari  tujuan yang terkandung 

dalam makna pendayagunaan  itu  sendiri.  Sebagai diuraikan  sebelumnya, maka  tujuan 

pendayagunaan  zakat  adalah  memberikan  hasil  maksimal  kepada  mustahik  dengan 

memanfaatkan  seminimal  mungkin  sumber‐sumber  daya  dalam  zakat.    Penggunaan 

seminimal mungkin  sumber  daya  zakat   menunjukkan  bahwa  peran    pengelola  zakat 

sangat besar.   Dalam hal  ini, mustahik sebagai kelompok yang berhak menerima dana, 

hanya  terbatas    pada  hak  untuk  menerima  dan  memanfaatkannya.  Namun  objek 

pemanfaatan  dan  strategi  pemanfaatannya, menjadi  kewajiban  bagi  pengelola  zakat 

untuk mengaturnya.  

Dalam Islam, ditetapkan delapan kelompok penerima zakat yang dikenal dengan 

mustahik, namun di kalangan ulama telah terjadi perbedaaan pendapat, bahwa apakah 

semua kelompok  itu diberikan  zakat, atau  cukup diberikan  kepada kelompok  tertentu 

sebagai  representasi  dari  kelompok penerima  zakat  secara  keseluruhan.103   Selain  itu, 

peran   pengelola  zakat yang  tidak hanya  sekedar membagikan  zakat kepada mustahik 

sesuai  dengan  pertimbangannya  yakni  apakah    beralasan    atau  tidak  untuk 

                                                            103Mahmūd Natrâji (komentator), dalam Muhammad Idrīs al-Syâfi’ī, al- Um, Juz I,

(Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), cet. II, h. 94.

Page 61: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

memberikannya  kepada mustahik,104 menunjukkan  bahwa  zakat  bukanlah  dana  yang 

sekedar  diberikan  kepada mustahik  tanpa  tujuan  dan  tidak    dilakukan  dengan  tanpa 

pendayagunaan.  

Sebagaimana diketahui bahwa zakat mempunyai tujuan tertentu –yakni hanya– 

untuk  kepentingan mustahik.  Dalam    konteks  pendayagunaan, maka  tujuan  itu  akan 

semakin dicapai dengan melibatkan amil sebagai pengelola lembaga zakat.  

3. Faktor‐Faktor Berpengaruh dalam Pendayagunaan Zakat   

Faktor‐faktor  dalam  pendayagunaan  zakat  dimaksudkan  sebagai  hal  –hal  yang 

turut  berpengaruh  dalam  melakukan    pendayagunaan  zakat.    Kesuksesan  dalam 

pendayagunaan  sangat  ditentukan  oleh  faktor  dimaksud.    Terdapat  faktor  yang 

berpengaruh dalam pendayagunaan  zakat yaitu amil  zakat atau pengelola  zakat, dana 

zakat, UU Pengelolaan Zakat serta perilaku mustahik.  

Pertama,  amil.    Menunjukkan  bahwa  ia  yang  dikenal  dewasa    ini  sebagai 

lembaga pengelola zakat memiliki peran dalam pendayagunaan zakat. Pengelola zakat 

tidak  saja  sekedar membagikan  dana  zakat  kepada mustahik,  tetapi  ia  dituntut  oleh 

agama  (Islam) untuk mengembangkan  kebijakan  kelembagaan  yang berkaitan dengan 

pendayagunaan zakat.105 Sebagai suatu institusi, maka terhadap pengelola zakat‐ hemat 

penulis‐  sangat relevan untuk mengemukakan pernyataan Salusu dalam pengembangan 

suatu  organisasi.  Ketiga  pertanyaan  pokok  yang  oleh  Salusu  disebut  sebagai  “tiga 

elemen penting dalam mencari kecocokan” yaitu:   “Apakah misi organisasi Anda cukup 

jelas? Apakah misi  itu  cocok dengan  apa  yang diperlukan dan dibutuhkan oleh pihak‐

pihak yang berkepentingan terutama konsumen yang dilayani?. Apakah organisasi Anda 

memiliki  memiliki  sumber  daya  dan  kemampuan  yang  cukup  dan  memadai  untuk 

melakukan apa yang dibutuhkan tersebuit ?.”106 

Pandangan  Salusu    di  atas,    secara  umum  berkaitan  dengan  kualitas  sumber 

daya manusia dalam organsasi,      khususnya bagi  tingkat pengambilan  kebijakan. Bagi 

lembaga pengelola  zakat, maka diperlukan pengambilan  kebijakan  yang  tidak  sekedar 

                                                            104Menurut Quraish Shihab, bahwa ayat tentang amil pada QS. al-Taubah/9; 60 yang di

dalamnya terdapat kata ‘alayhâ, mengandug arti bahwa ”para pengelola itu melakukan kegiatan mereka dengan sungguh-sungguh dan mengakibatkan keletihan karena kata ‘alâ mengandung

makna penguasaan dan kemantapan atas sesuatu”. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah¸ Vol. I (Jakata: Lentera Hati, 2002), cet. I, h. 597.

105Seperti uraian sebelumnya tentang tujuan pendayagunaan zakat. 106J. Salusu, Pengambilan Keputusan Stratejik, (Jakarta: Grasindo, 2006), cet. IX, h. 355.

Page 62: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

memenuhi standar organisasi, yakni adanya  pengurus, mustahik, muzakki dan program 

kerja  tetapi  ia  harus  mencerminkan  dirinya  sebagai  organisasi  yang  secara  khusus 

bergerak pendayagunaan zakat.   Untuk yang terakhir  ini mencerminkan dirinya sebagai 

organisasi yang memiliki karakteristik sebagai organisasi pengelola zakat.  

Kedua,  dana zakat. Dana zakat dalam manajemen dapat disebut dengan sumber 

daya  keuangan.      Dana  zakat  yang  dikumpulkan  oleh  pengelola  zakat  berasal  dari 

muzakki  yakni  orang  Islam  yang  telah   menunaikan  ibadah  zakat.   Dengan  demikian, 

muzakki merupakan  sumber  dana  zakat  dan  secara  ekonomis  ia merupakan    sumber 

satu‐satunya.    Karena  itu,  ketergantungan mengenai  besaran  dana  sangat  ditentukan 

oleh seberapa besar partisifasi muzakki menjalankan ibadah zakat  dan menyerahkannya 

kepada pengelola zakat.  

Ketiga,  Undang‐Undang  Pengelolaan  Zakat.    Keberadaan  UU  turut 

berpengaruh107  terhadap  pendayagunaan  zakat  oleh  lembaga  pengelola  zakat.    Di 

Indonesia,  pengelolalan  zakat  secara  yuridis  formal  diatur  dalam  UU  No.  33/1999 

tentang  pengelolaan  zakat.  Dalam  UU  ini    dibedakan  dua    lembaga  pengelola  yaitu 

badan amil zakat  (BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan  lembaga amil zakat ( LAZ ) 

yang  dibentu  oleh masyarakat.  (Pasal      6  dan  7).  Selain  itu  diatur  bahwa    prosedur 

pendayagunaan  zakat  yaitu  “hasil  pengumpulan  zakat  didayagunakan  untuk musahik 

sesuai dengan ketentuan agama. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat berdasarkan 

skala  prioritas  kebutuhan  mustahik    dan  dapat    dimanfaatkan  untuk  usaha  yang 

produktif.  Persyaratan  dan  prosedur  pendayagunaan  hasil  pengumpulan  zakat 

sebagaimana dimaksud dalam  ayat  (2) diatur dengan  keputusan menteri.”  (Pasal  16).  

Dalam Kepmenag RI ditegaskan bahwa “mendahulukan orang‐orang yang paling    tidak 

berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan  bantuan” 

(pasal  28  ayat  [1])  dan  dapat  dimanfaatkan  untuk  kegiatan  pendayagunaan  setelah 

terdapat  sisa  atas penggunaan untuk memenuhi  kebutuhan dasar ekonomi.  (pasal 28 

[2]}.  Dengan demikian, pendayagunaan dalam ar  pemanfaatan zakat untuk   kegiatan‐

kegiatan produktif hanya bersifat   alternatif  saja dan  tidak   bersifat utama. Kebijakan  

                                                            107UU dapat disebut faktor eksternal, karena secara struktural zakat sebagai ibadah, tidak

diatur oleh UU. Zakat hanya diatur oleh agama Islam sebagai salah satu rukun Islam. Namun dilihat dari sisi manajemen UU ini memberikan pengaruh bagi pengelolaan zakat. Dalam kajian

manajemen, faktor eksternal biasa juga disebut dengan lingkungan. Pengelolaan terhadap faktor ini biasa disebut dengan manajemen lingkungan atau administrasi lingkungan. FX. Soedjadi, Analisis

Manajemen Moderen, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), cet. VI, h. 91.

Page 63: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

UU  ini  tampaknya  direspon  oleh  lembaga  pengelola  zakat  di  Indonesia  dengan 

memberikan prosentase pendayagunaan, hanya sekitar maksimal 50 %.108   

Keempat,   perilaku mustahik. Adapun yang berkaitan  dengan perilaku mustahik 

terlihat  dalam  Al‐Quran  yakni  terdapat  dua  prototipe  mengenai  orang  yang 

membutuhkan sesuatu dihadapan orang  lain  termasuk di sini   mustahik yakni peminta 

(al‐sâil  )  dan  menahan  diri  untuk  tidak  meminta  (al‐maĥrūm)109 Secara  sosiologis, 

prototipe  ini masih memungkinkan  ditemukan.    Selain  itu  dalam  ekonomi  ditemukan 

suatu asumsi rasionalitas. Penggunaan asumsi ini dalam teori konsumen terwujud dalam 

bentuk asumsi bahwa  rumah  tangga  keluarga  senanatiasa berusaha memaksimumkan 

kepuasan atau utility maximization assumption.110. Asumsi ini, tentu saja berlaku secara 

umum dan termasuk bagi mustahik. Kecenderungan perilaku mustahik  ini, kiranya harus 

dikritisi    oleh    pengelola  zakat,  karena  dana  zakat  sangat  potensial  dapat  berfungsi 

sebagai alat  untuk mencapai  kepuasan maksimal mustahik. Padahal dalam  pandangan 

ekonomi  Islam, seperti dinyatakan oleh Fakhim Khan bahwa   maslahah dengan   utility, 

keduanya  memiliki  tingkat  subjektifitas  bagi  kunsumen,  namun  yang  terakhir  ini   

cenderung  tidak   memiliki  ukuran  yang  jelas dan sedang maslahah  

mengacu pada lima asas yaitu jiwa,  harta, agama, akal dan keturunan.111  

Dari  uraian  di  atas,  tampak,  perkembangan  perilaku  ekonomi  secara  umum 

berpeluang  untuk  berpengaruh  terhadap  mustahik.  Lembaga  pengelola  zakat  dapat 

menjadikan    faktor  dimaksud  sebagai  masukan  dalam  dalam  perumusan  pola 

pendayagunaan zakat.   

  4.  Amil:  Otoritas Manajemen Pendayagunaan Zakat 

a.  Identifikasi Makna Amil Menurut Al‐Qur’an     

                                                            108Hasil analisisi penulis terhadap data pada tabel I tentang daftar lembaga pengelola

zakat. 109QS. Al-Dzâriyât [51]: 19 وفي أموالهم حق للسآئل والمحروم

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan

orang miskin yang tidak mendapat bagian” Penjelasan Departemen Agama RI terhadap . kata al-mahrūm ( Orang miskin yang tidak mendapat bagian ) maksudnya ialah orang

miskin yang tidak meminta-minta”. 110Soedijono Reksoprajitno, Pengantar Ekonomi Mikro, (Jakarta: Gunadarma, 1993), h.

9. 111M. Fahim Kham, Theory of Consumer Behaviour in an Islamic Perspective, dalam

Aidit Ghazli (Ed.), Readings in Microeconomics an Islamic Perspektive, (Selangor: Longman Malaysia SDN. BHD. 1992), cet, I, 74.

Page 64: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Penelusuran makna  yang  terkait  dengan  amil  difokuskan  pada  kata  âmil  dan 

âmilîn. Penelusuran terhadap kata  ini dalam al‐Qur’an terulang sebanyak   delapan kali.   

Kata  ini berakar   huruf ain, mim dan  lam yang mengandung arti dasar ”sebagai nama 

umum  atas  pekerjaan  yang  dikerjakan”.112   Oleh  al‐’Askary  ‐seperti  dinyatakan  al‐

Aśfahâny‐,  membedakan antara pekerjaan  ( al‐Fi’l) dan amal. Menurutnya, untuk yang 

terakhir  memiliki  implikasi,  dampak  (al‐Atsar)    dan  yang  pertama  tidak  mempunyai 

dampak,  implikasi  atas  pekerjaan  itu. 113    Dari  sisi  etika,  tampaknya  al‐Qur’an 

menggunakan  kata  ini pada dua  konotasi  yang berbeda  yakni  al‐sâlihat  (mengandung 

banyak  kebajikan) dan al‐sayyiât  (mengandung banyak burukan).114 Untuk  kata  ’âmilīn 

pada mulanya merupakan bentuk    subjek  (fâil)   dan dengan demikian, bahwa konsep 

yang dikandung kata  ini adalah pekerja yang memberikan dampak atas pekerjaan yang 

dilakukannya. Dalam  konteks  zakat,  sebagai  bagian  dari  rukun  Islam, maka  pekerjaan 

amil, merupakan bagian dari pengembangan amal al‐salihât.      

b.  Prasyarat Amil Zakat Menurut Hadis Nabi  

Menurut  hadis,   Mu’adz  ibn  Jabal  (w.  18 H)  diangkat  oleh Nabi  sebagai  amil 

zakat  untuk  daerah    Yaman.  Bagaimana  prasyarat  amil  yang  dapat  dirumuskan  dari 

kepribadian Muadz  adalah menarik untuk dikaji.   Berkaitan dengan keberadaan Muadz

ibn Jabal sebagai amil pada masa Rasul SAW. oleh Muhammad Amin Suma

memberikan padangan dari sudut kepribadian seorang amil. Pertama, intelektualitas

amil.115 Muadz ibn Jabal dikenal sebagai hakim yang memiliki kemampuan berijtihad.116 

Hal  ini terlihat pada dialognya   dengan rasul SAW. Sebagaimana dalam hadis di bawah 

ini yang diriwayatkan oleh Anas dari keluarga Hims sebagai sahabat Muadz.117  

                                                            112Abū Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Mu’jam Maqâyis, Juz IV, h. 140.

113Abū al-Hilâl al-’Askary dalam al- Râghib al-Aśfahâny, Mufradât alfâz, h. 587. 114QS. (2): 288, QS (4): 123.

115Muhammad Amin Suma, “Pengelolalan Zakat dalam Perpektif Sejarah” dalam Muhatar Sadili (Ed.), “Probelematika Zakat Kontemporer,” (Jakarta: FOZ, 2003), h. 65

116Ijtihad, mengandung arti sebagai usaha yang sungguh-sungguh untuk mencaai suatu ketatapan hukum. Mukhtar Yahya dan Fathurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Islam,

(Bandung: Al-Maarif, 1986, cet. I), h. 71. 117Teks hadis yaitu:

يبعث أن أراد لما وسلم عليه الله صلى الله رسول أن جبل بن معاذ أصحاب من حمص أهل من أناس عن الله آتاب في تجد لم فإن قال الله بكتاب أقضي قال قضاء لك عرض إذا تقضي آيف قال اليمن إلى معاذا في ولا وسلم عليه الله صلى الله رسول سنة في تجد لم فإن قال وسلم عليه الله صلى الله رسول فبسنة قال وفق الذي لله الحمد وقال صدره وسلم عليه الله صلى الله رسول فضرب آلو ولا رأيي أجتهد قال الله آتاب

117الله رسول يرضي لما الله رسول رسول

Page 65: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Kedua,  integritas atau kejujuran. Menurut Amin Suma, nabi   Muhammad telah 

melakukan  pengawasan  dan  pergantian  terhadap  amil  yang  tidak  jujur. 118    Nabi 

melakukan  peneguran    itu  mencakup  kinerja  amil  yang  dinilai  menyimpang  dari 

kejujuran.119    Kejujuran  ini penting karena, dana zakat selain sebagai dana umat zakat 

juga merupakan  perwujudan  dari  pelaksanan  ibadah  dari  rukun  Islam.  Lebih  dari  itu, 

secara  sosiologis,  lembaga  pengelola  zakat,  merupakan  lembaga  keagamaan  yang 

mencerminkan kualitas umat Islam.

Prasyarat  bagi  amil  zakat  di  sini  mencerminkan  bahwa  syarat  minimal  yang 

harus dimiliki  sebuah  lemaga pengelola  zakat,  karena dititikberatkan  sebagai  lembaga 

pengelola dana  zakat  dengan  dimensi  ibadah  yang  sarat dengan hukum‐hukum  Islam 

(keagamaan),  namun  syarat  lainnya  yang  terkait  dengan  manajemen  dan 

pengembangan kemasyarakatan khususnya yang berkaitan dengan mustahik  juga tidak 

kalah pentingnya. Sekedar memenuhi prasyarat ini, maka lembaga pengelola zakat tidak 

dapat  berfungsi seoptimal mungkin dalam pendayagunaan zakat.   

Dalam  pengelolaan  zakat  pada masa  Umar  ibn    Khattab,  kelompok  tertentu 

tidak diberikan zakat. Kelompok itu, adalah al‐Muallaf al‐Qulûbuhum, yang sebelumnya 

mustahik  ini  ditetapkan  oleh  al‐Qur’an  sebagai  salah  satu  kelompok  penerima. 120  

Tindakan  Umar  ini  kemudian   menimbulkan  perbedaan  pendapat  di  kalangan  umat 

Islam. Dari perbedaan pendapat mengenai kebijakan Umar  ini, maka  tampaknya   Atho 

Mudzhar telah memberikan penegasan bahwa  tindakan Umar itu ”... hanya merupakan 

                                                                                                                                                                   Rasûl Allah bersabda kepada Muadz saat di utus ke Yaman: Bagaimana kamu

memutus perkara bila dihadapkan kepadamu? Muadz menjawab : ”Aku memutuskan dengan Kitab Allah.” Rasul bertanya: Jika masalah itu tidak terdapat di dalam Kitab

Allah? Muadz menjawab: “aku memutuskan dengan Sunnah Rasul. Rasul menanyakan lebih lanjut: “Jika itu tidak terdapat dalam Sunnah Rasûl Allah?” Muadz menjawab: “Aku

berijtihad dengan pendapatku dan berusaha dengan segenap tenaga. Lalu, Rasûl Allah menepuk dada Muadz dan seraya bersabda: “Segala puji milik Allah yang telah

membimbing utusan Rasûl Allah sebagaimana yang dipahmi oleh Rasul-Nya. Abû Dâwud, Sunan abî Dâwud. Juz II (Bairût: Dâr al-kutub al-Ilmiyah, t.th), h. 327.

118Nabi mengganti al-Walid ibn ‘Uqbah sebagai amil dengan sahabat yang lain, karena dia terbukti memberikan laporan tidak benar dalam menjalankan tugas untuk memungut zakat

pada daerah pemukiman al-Harits yang ketika itu belum lama masuk Islam dan menyatakan kesiapannya untuk membayar zakat. Muhammad Amin Suma, “Pengelolalan Zakat dalam

Perpektif Sejarah” dalam Muhatar Sadili (Ed.), “Probelematika Zakat Kontemporer,” (Jakarta: FOZ, 2003), h. 66. Perilaku amil ini dapat dilihat pada latar belakang QS. al- Taubah: 6. A.

Dahlan dkk. Asbâb al-Nuzūl, (Bandung: Diponegoro, 2001), cet.II, h. 513. 119Menurut riwayat Abû Daud, Ibn Lutbiyah (Bani al-Azdi) diangkat sebagai amil oleh

nabi, dan dalam menjalankan tugasnya ia menerima hadiah. Nabi menegurnya. Kutipan hadis pada bab VI penelitian ini.

120Muhammad Baltâji, Manhaj ‘Umar ibn al-Khattâb fī al-Tasyri’ (t.tp.: Maktabah Tsibâb, 1998), h. 169.

Page 66: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

penerapan  hukum  untuk  suatu  kondisi  dan  pada  saat  tertentu    berhubung  adanya 

sesuatu maslahah  yang  perlu    dicapai.”121   Penjelasan  Atho Mudzhar  atas  kebijakan 

Umar memiliki  dimensi  sosiologis,  yaitu  bahwa  dengan  perubahan  perilaku mustahik, 

dapat   menjadi pertimbangan dalam penerimaan hak‐hak zakat mustahik. Dengan kata 

lain  bahwa,    pengelola  zakat  sangat  berkepentingan  untuk  memahami  perilaku 

mustahik,  dan tidak hanya harus memperhatikan teks‐teks a‐Qur’an. 

c.    Fungsi Amil Zakat  Menurut Al‐Qur’an  

Pertanyaan yang mendasar adalah sejauhmana kewenangan amil yang diberikan 

oleh al‐Qur’an. Pertanyaan ini, menarik dengan melihat praktek keagamaan yang pernah 

dilakukan  oleh  nabi  Rasul.  Beliau mengutus Muadz  bin  Jabal,  sebagai  amil  zakat.122 

Menurut petunjuk Rasul,  zakat  itu diambil dari orang kaya  (al‐agniyâiy) dan dilakukan 

redistribusi  (turaddu)  kepada  orang‐orang    fakir  (fuqarâ)  atau  orang  yang 

membutuhkannya.  Melakukan  redistribusi  pendapatan,  memiliki  perbedaan  dengan 

melakukan pembagian zakat kepada mustahik begitu saja.  Perbedaan itu terletak pada 

yang disebut pertama mengandung nilai‐nilai pendayagunaan.  

Berkaitan  dengan    kedudukan  amil  zakat  yang  amat  penting  dan  dapat 

dipandang  sebagai  suatu  profesi,  maka  perlu  dicermati  pernyataan  Rasul  yang 

menyamakannya  dengan  prajurit  yang  berjuang  di  medan  perang‐  sampai  ia  bebas 

tugas,  kembali  ke  rumah  ‐. 123  Ibnu    al‐Salam  memahami    hadis  ini,  dengan 

membandingkan  profesi  yang  diemban  oleh  perajurit  dengan  amil.  Menurutnya 

keduanya mengemban  aktifitas  keislaman.124 Profesi    keprajuritan menuntut    adanya 

kecakapan,  ketahanan mental  yang  tangguh,  kerjasama  tim,  kedisplinan dan  loyalitas, 

dan  tentunya  dalam  profesi  keamilan  juga  dituntut  syarat‐syarat  tersebut.    Dengan 

pandangan di atas, kiranya  diperlukan telaah terhadap sumber  ekonomi Islam yakni al‐

Qur’an dan Hadits  berkaitan dengan fungsi‐fungsi yang diemban oleh amil zakat.    

Penelusuran  terdapat  ayat  al‐Qur’an  baik  yang menggunakan  kata  ’âmil  dan 

’âmilīn sebagaimana yang terdapat pada tabel 20 dan 21 menunjukkan adanya konsep 

                                                            121M. Atho Mudzhar, Membaca Gelombang Ijtihad, ( Yogyakarta: Titian Ilahi Press,

1998), h. 44. 122Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukahry, Śahih al-Bukhâry Jild II (Bairut: Dâr

Fikr, t.th), h. 120. 123Al-Ậmil ‘alâ al-sadaqah bi al-haq kalgâzī fī sabīlillah hattâ yarji’u. Abd.al-Qâsim

ibnu Salâm, Kitâb al-amwâl, (Beirut: Dâr al-Fikr, 1988), h. 730. 124Abd.al-Qâsim ibnu Salâm, Kitâb al-amwâl, (Bairut: Dâr al-Fikr, 1988), h. 730.

Page 67: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

yang terkait dengan fungsi amil. Pemahaman atas konsep yang dikandung oleh kata itu, 

diketahui dengan mencari dimensi‐dimensi yang dikandung olehnya. Pemahaman atas 

dimensi  ini, didahului oleh pemahaman atas  ide yang dapat dipahami secara  langsung 

terhadap  konteks  ayat  yang  di  dalamnya  terdapat  kata  ’âmil  dan  atau  ’âmilin. 

Pemahaman  atas  konsep‐konsep  dimaksud,  selanjutnya  dinyatakan  sebagai  rumusan 

fungsi  amil.  Fungsi  amil  mencakup.  Pertama.  motivator  dan  mengembangkan  sikap  

bekerja sesuai potensi. Pada QS. Hud /11:  

93125 menginformasikan bahwa nabi Syuaib, mengajak kaumnya untuk menjadi pekerja, 

sesuai dengan kesanggupan yang dimiliki karena  ia  (nabi Syuaib As) bertindak  sebagai 

pekerja  (Amil)  dan  hasil  suatu  pekerjaan  pasti  diketahui.    Sebagai  amil  ia  berpotensi 

untuk  memberikan  motivasi  kepada  mustahik  untuk  pengembangan  etos  kerja. 

Keterkaitan  etos  kerja  dan  gambaran  adanya  hasil merupakan  bagian  pengembangan 

motivasi bagi amil. Suatu pekerjaan akan berhasil jika secara internal pelakunya memiliki 

bakat  atas    pekerjaan  itu.  Hal  yang  terakhir  ini  menjadi  bagian  tugas  amil  untuk 

memahami  bakat    setiap mustahik  guna  dikembangkan melalui  zakat  yang  diberkan 

kepadanya.  

Kedua.    mustahik  memperoleh  kesejahteraan :  spritual,  material dan sosial. 

QS. �li  Imrân/3: 136126 menjelaskan bahwa bagi orang-orang yang bekerja (’âmilīn) akan 

memperoleh balasan dari apa yang mereka kerjakan. Dari sisi fungsi amil mengandung 

arti bahwa, dampak  suatu pekerjaan  akan dirasakan oleh  amil  sendiri dan  tentu  juga 

oleh mustahik. Mustahik merasakan dampak (usaha amil) karena   amil bekerja dengan 

                                                            125

م إني عامل سوف تعلمون من يأتيه عذاب يخزيه ومن هو آاذب وارتقبوا إني وياقوم اعملوا على مكانتك معكم رقيب

”Dan (Dia berkata): "Hai kaumku, berbuatlah menurut kemampuanmu, Sesungguhnya akupun berbuat (pula). kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa azab yang menghinakannya dan siapa yang berdusta. dan tunggulah azab (Tuhan), Sesungguhnya akupun menunggu bersama kamu."

126Ayat Alquran:

4نهار خالدين فيها ونعم أجر العاملينأوالئك جزآؤهم مغفرة من ربهم وجنات تجري من تحتها األ

”Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan Itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”

Page 68: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

sungguh‐sungguh.  Kata  magfirah,  dipahami  sebagai  kesejahteraan  spiritual,  jannât 

dipahami  sebagai  kesejahteraan material,  karena  berpeluang  untuk  dinikmati  sedang  

khâlidīn  fīha    dipahami  dengan  keadaaan  penghuni  surga,  menunjukkan  bahwa 

kehidupan mereka di sana  mengandung aspek sosialisasi antar sesama penghuni.  

Ketiga,      amil berfungsi   mengembangkan etika kerja mustahik.  QS. Âli  

Imrân/3:  195.127 Dalam  ayat  ini  ditemukan  pernyataan    Allah  ”yang    tidak     menyia‐

nyiakan  amal orang‐orang  yang beramal di  antara  kamu,  ...” Pernyataan  ini dipahami 

sebagai sebuah gambaran etika yang seharusnya dicontoh oleh manusia termasuk amil 

zakat  dalam  mengemban  amanah  zakat  yang  diberikan  kepadanya  Bagi  amil  zakat 

memiliki  kewajiban  untuk  mengantar  mustahik  mencontoh  sifat  amanah  ini  dan 

menjadikannya sebagai etika bagi mustahik.   

Keempat.   amil   berfungsi       menciptakan kemandirian         spritual dan rasional  

QS.  al‐Zumar/39:  74 128  Pada  awal  ayat  ini  terdapat  pengucapan  hamdalah  yang 

menunjukkan pada  aspek  kemandirian  teologis,  karena  seseorang  yang mengucapkan 

kata  ini  menunjukkan  ia  memiliki  apresiasi  yang  tinggi  terhadap  nikmat  Allah  atau 

mensyukuri  nikmat‐Nya.  Pada  dasarnya,  kesyukuran  yang  dikembangkan  seseorang 

dipahami  sebagai  wujud  dari  kematangan  spritual  yang  dimiliki.  Selanjutnya, 

                                                            127

هاجروا وأخرجوا من ديارهم فاستجاب لهم ربهم أنى آلأضيع عمل عامل منكم من ذآر وأنثى بعضكم من بعض فالذيندخلنهم جنات تجري من تحتها األنهار ثوابا من عند اهللا واهللا عنده وأوذوا في سبيلي وقاتلوا وقتلوا ألآفرن عنهم سيئاتهم وأل

حسن الثواب

”Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): "Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain[259]. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, Pastilah akan Ku-hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan Pastilah Aku masukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik."

128 عم أجر العاملينوقالوا الحمد لله الذي صدقنا وعده وأورثنا األرض نتبوأ من الجنة حيث نشآء فن

”Dan mereka mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang Telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan Telah (memberi) kepada kami tempat Ini sedang kami

(diperkenankan) menempati tempat dalam syurga di mana saja yang kami kehendaki; Maka syurga Itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal".

Page 69: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

”pernyataan yang membenarkan” menunjukkan bahwa apa yang diketahuinya sekarang 

melalui    panca  indera, merupakan  pengulangan  pengalaman  terhadap  panca  indera 

pada masa yang lalu dan proses ini merupakan suatu bagian dari  penalaran. 

Kelima,   amil berfungsi    mengembangkan     kualitas    mustahik dari sisi  

teologis,  sosial,  dan  kultural.    QS.  al‐’Ankabūt/29:  58129 Dalam ayat ini terdapat kata

âmanū yang memberikan petunjuk sebagai aspek teologis atau kepercayaan, ’amilû al-

sâlihât yang mengandung arti amal-amal shaleh dan memberikan petunjuk sebagai

aspek sosial kultural, karena perbuatan yang baik selain akan memberikan dampak

kepada orang lain juga diharapkan akan membentuk sebuah tradisi dalam kehidupan

masyarakat.

Dengan memperhatikan uraian di atas yang meliputi, makna kata ’âmil dalam al‐

Qur’an,  pra  syarat  amil  serta    fungsi  amil,  dikaitkan  dengan    pendayagunaan  zakat,  

maka dipandang  bahwa  ia memiliki otoritas untuk melakukan kebijakan sebagai aplikasi 

manajemen  dalam  pendayagunaan  zakat.  Keberadaan  pra  syarat  amil  di  atas 

mencerminkan bahwa, tidak semua kelompok masyarakat berpeluang untuk menempati 

posisi amil. Dengan prasayarat itu menunjukkan bahwa terdapat standar minimal  yang 

harus  dipenuhi  dalam jabatan sebagai amil.  

Fungsi  amil,  yang  disebutkan  di  atas, menunjukkan  bahwa  amil  tidak  sekedar 

membagikan zakat seperti yang dikemukakan di atas, tetapi ia  memiliki  otoritas untuk 

mengembangkan masyarakat ke arah pencapaian kesejahteraan  baik melalui instrumen 

material, sosial dan spritual. Amat sulit mencapai  kesejahteraan dengan tiga instrumen 

ini,  jika  amil  tidak  melakukan    kebijakan‐kebijakan  organisasi  pengelola  zakat  yang 

terkait dengan  aspek pendayagunaan.  

       5.   Prinsip‐Prinsip Manajemen Pendayagunaan Zakat Pada Masa Rasul  

a.   Prinsip Desentralisasi    

                                                            129

هم من الجنة غرفا تجري من تحتها األنهار خالدين فيها نعم أجر والذين ءامنوا وعملوا الصالحات لنبوئن العاملين

“Dan orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, Sesungguhnya akan kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang Tinggi di dalam

syurga, yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal”

Page 70: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Merujuk kepada hadis Rasul berkaitan dengan pengangkatan Muadz    (w. 18 H) 

sebagai amil  di negari Yaman, yang memberikan tugas kepadanya untuk mengumpulkan 

zakat dari orang‐orang  kaya setempat untuk didistribusikan  kepada masyarakat miskin 

setempat, ”tu’khazu min agniyâihim waturaddu ilâ  fuqarâihim” maka dapat dinyatakan 

bahwa zakat ini mengandung prinsip desentralisasi.  Desentralisasi ini dipahami sebagai 

suatu  kebijakan  yang  oleh  pemegang  kekuasaan  dalam  hal  ini  Rasul  yang  diberikan 

kepada Muadz untuk  mendayagunakan zakat pada kepentingan mustahik setempat.  

  Prinsip desentralisasi  ini, dimaksudkan agar zakat setempat dapat memberikan 

manfaat bagi masyarakat lokal. Amin Suma menyatakan:  

 

  ”...  mengisyaratkan  upaya  kesejahteraan  sosial  berdasarkan  sumber  asal ekonomi  –dalam  hal  ini  zakat‐  itu  sendiri. Maksudnya,  Nabi memerintahkan Muadz  supaya menggali potensi dana  zakat  yang  ada di daerah Yaman untuk kesejahteraan  sosial ekonomi rakyat Yaman itu sendiri. Tidak ada perintah Nabi kepada Muadz untuk mengirimkan dana zakat penduduk Yaman (sebagian atau seluruhnya) ke pemerintah pusat yang berada di kota Madinah...”130      

 

  Pandangan    di  atas,  menunjukkan  terdapat  argumen  ekonomi  yang  dapat 

dipahami dari prinsip desentralisasi ini.  Argumen ekonomi dimaksud yakni  memberikan 

peluang kepada masyarakat lokal untuk memperoleh kesejahteraan dari dana zakat.  

b.   Penegakan Disiplin Internal Amil Zakat    

  Penegakan disiplin bagi amil  zakat oleh Rasul dilakukan dengan pola peneguran, 

pengumuman di publik serta pencopotan jabatan. Berkaiatan dengan dua yang pertama 

dapat dikemukakan hadis riwayat Ibn Sarh.131  

                                                            130Muhammad Amin Suma, “Pengelolalan Zakat, h. 67-68. Informasi pengutusan

Muadz oleh Nabi ke Yaman lihat, Ibn Sa’ad, al-Tabaqât al-Kubrâ, Jilid III, (Bairut:Dâr Sâdr, 1985), h. 583. Jamâl Tsâbit, et. all., (Ed.). al-Sîrah al-Nabawiyyah yang dikenal dengan Sîrah

Ibn Hisyâm , Juz IV, (Qahirah: Dâr al-Hadîts, 1996), h. 214 131

ي حميد الساعدي أن حدثنا ابن السرح وابن أبي خلف لفظه قالا حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة عن أباللتبية قال ابن السرح ابن الأتبية على الصدقة النبي صلى الله عليه وسلم استعمل رجلا من الأزد يقال له ابن

مد الله وأثنى عليه وقال ما فجاء فقال هذا لكم وهذا أهدي لي فقام النبي صلى الله عليه وسلم على المنبر فح أيهدى له أم لا لا امل نبعثه فيجيء فيقول هذا لكم وهذا أهدي لي ألا جلس في بيت أمه أو أبيه فينظربال الع

ا فله رغاء أو بقرة فلها خوار أو شاة تيعر يأتي أحد منكم بشيء من ذلك إلا جاء به يوم القيامة إن آان بعير 131ثم رفع يديه حتى رأينا عفرة إبطيه ثم قال اللهم هل بلغت اللهم هل بلغت

Page 71: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Hadis  ini  memberikan  informasi  berkaitan  dengan  sikap  seorang  amil  yang 

bernama Ibn Lutbiyah, yang menerima hadiah dalam melaksanakan tugas keamilan dan 

melaporkan  kinerjanya  kepada  Rasul.    Dalam  laporan  itu  disebutkan  bahwa,  ia 

menyerahkan  hadiah  kepada    Rasul  sebagaimana  ia  sisihkan  untuk  dirinya  sendirinya 

sebagai bagian dari kinerja keamilan.   

  Berkaitan  dengan  sikap  amil  ini,  Rasul  melakukan  tindakan  yang  dipandang 

sebagai  penegakan  disiplin  terhadap  profesi  keamilan.  Demikian  juga  mengenai 

penggantian amil seperti terungkap dalam pembahasan integritas amil sebagai prasyarat 

amil.     

c.   Mempertegas zakat sebagai hak mustahik  

Menurut asbâb al‐Nuzûl QS. al‐Taubah: 58   bahwa Rasul SAW membagi zakat,   

makau   datanglah  Zul  Khuwaisirah dan berkata  hendaklah  kamu bersikap  adil.   Rasul 

menjawab, celakalah kamu, siapa lagi yang akan berbuat adil jika aku tidak berlaku adil. 

Ayat ini turun untuk menjelaskan bahwa orang yang beranggapan bahwa Rasul tidak adil 

adalah orang yang tidak mendapat bahagian zakat.132   

 Rasul mengambil  kebijakan dalam pedayagunaan  zakat dengan mempertegas  

zakat  sebagai  hak  kelompok  mustahik    Menurut  Yasin  Ibrahim  al‐Syaikh,    yang 

didasarkan riwayat yang ada, ditemukan pendapatnya, yang dapat diidentifikasi sebagai 

kebijakan  berkaitan  penegasan  kelompok  mustahik.  Menurut  riwayat  Zayd  133  

                                                                                                                                                                   “Dari ibn Sarh dan ibn Khalf lafadznya keduanya berkata, dari Syufyan dari

Zuhri dari Urwah dari Abi Humaid al-Saidiy.Sesungguhnya nabi SAW mempekerjakan seorang lelaki dari Bani al-Azdi dengan nama ibn Lutbiyah. Ibn Sarh menyebutnya ibn

al-Utbiyah: untuk mengurus sedekah. Maka seusai melaksanakan pekerjaan itu, ia melaporkan kepada nabi danmengatakan “ini untuk tuan dan ini dihadiahkan untuk

saya”. Maka nabi berdiri ke mimbar, lalu Ia bertahmid kepada Allah dan memuji atasnya. Dan nabi bersabda, tidak patut seorang diutus sebagai “amil” lalu datang dan menyatakan

“ini untuk tuan dan ini dihadiahkan untuk saya”. Mengapa dia tidak duduk di rumah ibunya atau bapaknya, lalu dilihat apakah dia dihadiahkan atau tidak Tidak datang pada

hari kiamat seorang di antara kalian dari sesuatu mengenai hal yang demikian, melainkan ia bersamanya. Jika ia mengambil Unta, maka ia datang beserta dengan suaranya(unta),

atau sapi ia datang dalam keadaan mengaung, atau kamping ia dalam keadaan mengembek. Kemudian nabi menggangkat tangannya dan kelihatan kedua ketiaknya

yang putih dan berdoa, Ya Allah, apakah telah saya sampaikan.Ya Allah apakah telah saya sampaikan.” Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud. Juz II, h. 149.

132Abd Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansâry, al-Jâmi li ahkâm al-Qur’ân al-Karîm Tafsîr al-Qurtuby, (t.tp.: Dâr al-Ỉmân, t.th.), h. 164. Hal yang sama dalam Dahlan, et. al.,

Asbâb al-Nuzûl, (Bandung: Diponegoro, 2000), h. 267. Ayat yan dimaksud. QS. al-Taubah: 58

133”Menurut riwayat Zayd bin al-Sudda’î bahwa seorang lelaki datang kepada Rasul bertanya tentang zakat, nabi menyatakan bahwa ”Allah tidak menerima pertimbangan dari Rasul

Page 72: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

menunjukkan bahwa Rasul mempertegas zakat sebagai hak kelompok mustahik. Sedang 

kelompok mustahik telah ditetapkan oleh al‐Qur’an.  

d.   Prinsip Pertanggungjawaban  

Berkaitan   dengan prinsip    pertanggungjawaban   dalam  pendayagunaan  

 

zakat, dapat dikemukakan  hadis Rasul yang diriwayatkan Ibn Suraih 134

Secara umum hadis  ini menggambarkan proses pertanggungjawaban keamilan. 

Rasul SAW mengkritik dalam arti  tidak  setuju atas perilaku amil yang  telah menerima 

hadiah dalam menjalankan tugas keamilannya. Dalam kitab  ‘aun al‐ma’bûd disebutkan 

bahwa hadis  ini menunjukkan keharaman bagi “pejabat” untuk menerima hadiah yang 

merupakan  pelanggaran  atas  amanah  dan  penghianatan  atas  tugas  yang  telah 

diberikan.135 

            Praktek    pertanggungjawaban    amil    yang    dicontohkan    oleh    Rasul  di  atas, 

memberikan petunjuk: a. Amil wajib memberikan laporan pertanggungjawaban tentang 

pendayagunaan zakat. Hal  ini dapat diterima, karena  ia  telah menerima amanah zakat 

                                                                                                                                                                   maupun orang ketiga menyangkut pembagian zakat. Melainkan Allah yang menentukan penerima zakat.” Yasin Ibrahim al-Syaikh, Zakat, h. 130

134 ي حميد الساعدي أن النبي صلى حدثنا ابن السرح وابن أبي خلف لفظه قالا حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة عن أب

اللتبية قال ابن السرح ابن الأتبية على الصدقة فجاء فقال هذا لكم الله عليه وسلم استعمل رجلا من الأزد يقال له ابن امل نبعثه فيجيء ه وقال ما بال العوهذا أهدي لي فقام النبي صلى الله عليه وسلم على المنبر فحمد الله وأثنى علي

ا يأتي أحد منكم بشيء من ذلك إلا فيقول هذا لكم وهذا أهدي لي ألا جلس في بيت أمه أو أبيه فينظر أيهدى له أم لا لرغاء أو بقرة فلها ا فلهجاء به يوم القيامة إن آان بعير

134اللهم هل بلغت خوار أو شاة تيعر ثم رفع يديه حتى رأينا عفرة إبطيه ثم قال اللهم هل بلغت

Dari ibn Sarh dan ibn Khalf lafadznya keduanya berkata, dari Sufyan dari Zuhri dari Urwah dari Abi Humaid al-Saidiy. Sesungguhnya nabi SAW mempekerjakan seorang lelaki dari Bani al-Azdi dengan nama ibn Lutbiyah. Ibn Sarh memanggilnya Ibn Atbiyah: untuk mengurus sedekaah. Seusai melaksanakan pekerjaan itu, ia melaporkan kepada nabi dan mengatakan “ini untuk tuan dan ini dihadiahkan untuk saya”. Nabi berdiri ke mimbar, lalu Ia bertahmid kepada Allah dan memuji atasnya. Nabi bersabda, tidak patut seorang yang diutus sebagai “amil” lalu

datang dan menyatakan “ini untuk tuan dan ini dihadiahkan untuk saya”. Mengapa dia tidak saja duduk di rumah ibunya atau bapaknya, lalu dilihat apakah dia dihadiahkan atau tidak. Tidak datang

pada hari kiamat seorang di antara kalian dari sesuatu mengenai hal yang demikian, melainkan ia bersamanya. Jika ia mengambil unta, maka ia datang beserta dengan suaranya (unta), atau sapi ia

datang dalam keadaan mengaung, atau kambing ia dalam keadaan mengembek. Kemudian nabi menggangkat tangannya dan kelihatan kedua ketiaknya yang putih dan ia berdoa, Ya Allah, apakah

telah saya sampaikan.Ya Allah apakah telah saya sampaikan. Abû Dâwud, Sunan Abî Dâwud. Juz II (Bairût: Dâr al-kutub al-’Ilmiyah, t.th), h. 149.

135Auinil Ma’bud. Juz VI, h.423. no. hadis 2557.

Page 73: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

yang  diberikan  kepadanya.  b.  Bentuk  pertanggungjawaban  tidak  hanya  secara 

administratif tetapi terkait dengan integritas keamilan itu sendiri. Keterkaitan integritas  

keamilan  dengan  pertanggungjawaban,  tampak  dari  sikap  Rasul  yang  mengaitkan 

kritikan  itu dengan kondisi pada hari kemudian. c.   Dengan doa yang dipanjatkan oleh 

Rasul, menunjukkan bahwa,  kiranya pertanggungjawaban itu, memberikan peluang bagi  

publik untuk memberikan laporan berkaitan dengan perilaku amil.    

B. Zakat sebagai instrumen Ekonomi Islam dalam Peningkatan Kesejahteraan Umat        

  Sub  bab  ini  akan  menjelaskan  bahwa  peningkatan  kesejahteraan  umat 

berpeluang  dicapai  dengan  menjadikan  zakat  sebagai  sumber  ekonomi.    Dalam 

pandangan  ekonomi  Islam,  zakat  dijadikan  sebagai  sumber  ekonomi  dan  karenanya 

membutuhkan  pendayagunaan  yang  berbasis  pada  pengelolaan  tertetu.  Amil    dalam 

zakat  mengandung  konsep  institusional    dan  dalam  konteks  kesejahteraan  umat,  

konsep  instutusional  ini    dapat  ditelaah  lebih  jauh  untuk  dinyatakan  sebagai  institusi 

kesejahteraan.  

      1.   Penger an dan Prinsip‐Prinsip Ekonomi Islam   

a.    Pengertian Ekonomi Islam  

Kata  Iqtisâd  telah  direlevankan  dengan  kata  ekonomi  dan  mengandung  arti 

perilaku antara kikir dan boros136 Iqtisâd  pada awalnya tersusun dari huruf qaf, sad dan 

dâl    serta  mempunyai  makna  dasar  salah  satu  di  antaranya  adalah  melakukan 

penabungan.137 Dalam    QS.  Fâtir/35:  32.138   terungkap  tiga  perilaku  dan  salah  satu 

perilaku adalah “pertengahan”. 

                                                            136Dalam bahasa Arab istilah yang dipandang relevan dengan ekonomi diungkapkan

dengan al-iqtisad. Secara bahasa Arab ia diartikan dengan kesederhanaan, penghematan. Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) ,

h. 1124. Pandangan dengan perilaku di atas dikemukakan oleh al-Ragib al-Asfahany, Mufradât al-Fâz al-Qurân, (Damsyiq: Dâr al-Qalam, 1992), h. 672.Terkait dengan kata ini mengenai

ekonomi dapat dilihat dalam ’Ali ibn Muhammad al-Jam’at, Mu’jam al-Mustalahât al-Iqtisadiyyah wa al-Islâmiyyah, (Riyâd: Maktabah al- ’Ibkân, 2000, cet I), h. 69. Muhammad

Jalâl Sulaiman Sîdiq. Dawr al-Qîm fî Najâh al-Bunûk al-Islâmiyyah, (Qâhirah: al-Ma’had al-’Ăli li l-Fikr al-Islâmî, 1996, cet.I), h. 11.

137Abu Husain Ahmd ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs al-Lughah, Juz V, (t.tp.: Dâr al-Fikr, 1979), h. 95. Menurut kitab ini terdapat tiga makna dasar kata yang tersusun dari huruf-

huruf dimaksud yaitu, mendatangi ssuatu dan induk sesuatu, memotong. 138

إذن اهللا ذلك هم سابق بالخيرات بثم أورثنا الكتاب الذين اصطفينا من عبادنا فمنهم ظالم لنفسه ومنهم مقتصد ومن هوالفضل الكبير

Page 74: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Al-Fanjâri memberikan definisi tentang ekonomi Islam yaitu sebagai ilmu

yang menjadikan pertumbuhan dan mengatur aktifitas ekonomi Islam yang bersumber

dari pokok Islam.” 139 al-’Assâl menyatakan bahwa sebahagin ahli memberikan 

pengertian ekonomi Islam yakni sekumpulan dasar‐dasar umum ekonomi yang dipahami 

dari al‐Qur’an dan Sunnah serta dibangun dengan memperhatikan nilai yang terkandung 

dalam    dasar‐dasar  tersebut  sesuai  dengan  perkembangan  lingkungan  dan  zaman..140 

MM. Metwally menyatakan bahwa ekonomi  Islam merupakan “ilmu yang mempelajari 

perilaku muslim  dalam  suatu masyarakat    yang   mengikuti    al‐Qur’an,    Hadits   Nabi 

(Muhammad),     Ijma dan  

Qiyas.”141  

b.  Prinsip‐Prinsip Ekonomi Islam  

Kata Prinsip secara etimologis adalah dasar; asas (kebenaran yang menjadi pokok dasar

dalam berfikir, atau bertindak.142

Kata asl dan asâs yang direlevankan dengan prinsip, telah dipergunakan oleh al-Qur’an.

Kata yang pertama dipergunakan oleh Q.S. al-saffât 37/56: 64 yang menjelaskan bahwa pohon

zaqqūm berasal dari dasar neraka. Q.S. Ibrâhīm 14/72: 24 yang menjelaskan mengenai

perumpamaan kalimat yang tayyib "baik" seperti pohon yang akarnya tsâbit "teguh" dan

cabangnya menjulang ke langit; Q.S. al-Hasyr 59/101: 5 berkaitan dengan pohon kurma orang

                                                                                                                                                                   

“Kemudian Kitab itu kami wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara

mereka ada yang pertengahan dan diantara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan[1260] dengan izin Allah. yang demikian itu adalah karunia yang amat besar”.

[1260] yang dimaksud dengan orang yang menganiaya dirinya sendiri ialah orang yang lebih banyak kesalahannya daripada kebaikannya, dan pertengahan ialah orang-orang yang kebaikannya

berbanding dengan kesalahannya, sedang yang dimaksud dengan orang-orang yang lebih dahulu dalam berbuat kebaikan ialah orang-orang yang kebaikannya amat banyak dan amat jarang berbuat

kesalahan. 139Muhammad Syaufî al-Fanjâri, Nahwu al-Iqtisâd al-Islâmi dalam Hamid Mahmûd

dan Abd Allah Abd Husain, al-Iqtisâd al-Islâm. Penerjemah M. Irfan Syafwani, (Yogyakarta: Megistra Insani Pres, 2004), h. 14.

140Ahmad Muhammad al-'Assâl dan Fati Ahmad ‘Abd al-Kar³m, al-Nidhâm al-Iqtisâd Fi al-Islâm Mabâdi’uh wa daf’uh, (Qâhirah: Maktabah Wahbah, 1977), h. 13-14.

141MM. Metwally, Teori dan Model Ekonomi Islam, Penerjemah M.Husein Sawit, (Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 1.

142Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Putaka, 1990), h. 701. Dalam bahasa Inggeris Principle yang

berarti asas atau dasar. Lihat John M. Echols, Kamus Inggeris Indonesia, (Jakarta: Grmaedia, 1995), h. 447. Dalam bahasa Arab, prinsip diterjemahkan dengan al-mabâdi’ yang tunggalnya adalah al-mabda`, ia diartikan dengan asas atau dasar. Sedangkan kata al-asl diartikan dengan

pangkal. Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab… h. 63, 28. Kata al-asl tersusun dari huruf al-hamzah, sâd dan lam yang mempunyai arti dasar pangkal sesuatu. Abī Husain ibn Fâris ibn

Zakarîyâ , (t.tp.: Dâr al-Fikr, 1979, Juz I), h. 109.

Page 75: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kafir baik yang ditebang maupun yang dibiarkan hidup oleh orang Islam. Dari penggunaan al-

Qur’an atas kata yang berakar dari huruf hamzah, sâd dan lam diketahui bahwa semuanya terkait

dengan pohon. Baik pohon di dunia maupun pohon di akhirat. Selanjutnya diketahui bahwa salah

satu fungsi "asl" pada pohon adalah tsâbit. Kata ”tsâbit” dalam al-Qur’an dipergunakan sebanyak

19 kali dengan segala bentuknya.143

Kata asâs telah dipergunakan dalam al-Quran sebanyak 3 kali.144 Q.S. al-Taubah 9/113:

109. Penggunaan assasa ditemukan dua kali yakni pada keterkaitannya dengan taqwa dalam

membangun masjid dan orang yang membangun dengan dasar syafâ jurufin hâr di tepi jurang

yang runtuh. Kata ussisa ditemukan pada Surah yang sama 9/113: 108 masjid yang dibangun di

atas landasan taqwa adalah lebih berhak ditempati oleh kaum muslimin.

Dengan kata lain bahwa ketiga kata yang berasal dari asâs dalam al-Qur’an diungkap

dalam konteks pembangunan masjid baik yang dilaksanakan oleh orang munafik maupun orang

mukminin. Terdapat hal lain yang menarik di sini bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan

masjid yang dilaksanakan oleh orang munafik, maka Allah memberikan pilihan kepada orang

mukmin untuk mendirikan salat dalam masjid yang dibangun di atas landasan taqwa ahaqqu ‘an

taqūma fīh. Atas dasar ini dipahami bahwa kata assasa lebih berisifat aplikatif, sehingga kata ini

merupakan perilaku sedang kata "asl" mengandung konsep paradigma atau landasan berfikir.

Tegasnya bahwa, kata "asl" menggambarkan landasan berfikir, sedang kata "assasa" lebih bersifat

pengambilan kebijaksanaan.

Dalam kaitan dengan pembahasan ini, maka nampak yang lebih relevan adalah kata asl.

Yakni sebagai landasan berfikir dalam ekonomi.

Dalam wacana ekonomi Islam, tampaknya ulama dan cendekiwan muslim telah

memberikan prinsip-prinsip mengenai ekonomi. Di antaranya uraian Quraish Shihab yang

menetapkan empat prinsip dalam ekonomi: tauhid, keseimbangan, kehendak bebas dan

tanggungjawab.145 Selanjutnya, dalam menetapkan etika bisnis ia merincinya: (a) Kejujuran, (b)

Keramahtamahan; (c) Penawaran yang jujur; (d) Pelanggan yang tidak sanggup membayar diberi

waktu; (e) Penjual hendaknya tidak memaksa pembeli dan tidak bersumpah dalam menjual; (f)

Tegas dan adil dalam timbangan dan takaran; (g) Tidak dibenarkan monopoli; (h) Tidak

dibenarkan adanya harga komoditi yang boleh dibatasi; (i) Kesukarelaan.146

Selanjutnya Abd.Muin Salim memberikan uraian mengenai prinsip-prinsip filosofis

ekonomi Qurani yaitu: (a) Tauhid; (b) Istikmâr atau istikhlâf; (c) Kemaslahatan (al-silâh) dan

keserasian (al-‘adâlah); (d) Keadilan (al-qist); (e) Kehidupan sejahtera dan kesentosaan dunia

akhirat.147 Menurut Taqiy al-Dīn al-Nabhânī bahwa asas sistem ekonomi Islam adalah : (a)

                                                            143Fu’âd Abd. Al-Bâqī, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur’ân al-Karīm, (Qâhirah:

Dâr al-Hadīts, 2001), h. 201-2. 144Fu’âd Abd. Al-Bâqī, al-Mu’jam al-Mufahras, h. 43.

145M. Quraish Shihab, Wawasan al-Quran, (Bandung: Mizan, 1998), h. 409. 146M. Quraish Shihab, “Etika Bisnis dalam Wawasan Alquran” dalam Jurnal Ulum

Alquran, No.3 VII/1997, h. 5-9. 147Abd. Muin Salim, “Ekonomi dalam Perspektif Alquran”.Makalah pada seminar Tafsir

Hadis Fak. Syari’ah IAIN Ujungpandang, 1994. , h. 1-4.

Page 76: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

kepemilikan (property); (b) Pengelolaan (tasarruf); (c) pendistribusian kekayaan ke tengah

manusia.148 Ahmad M. Saefuddin menetapkan tiga asas pokok filsafat ekonomi Islam, yaitu: (a)

Sumber kekayaan adalah Allah; (b) Allah Esa dalam mencipta makhluk dan semua makhluk-Nya

tunduk kepada-Nya; (c) Kesinambungan kehidupan dunia dan akhirat.149

Ahmad Muhammad 'Assâl memberikan uraian mengenai prinsip-prinsip

ekonomi dengan memperhatikan ayat dan hadis di antaranya : (a) Segala usaha adalah asalnya

boleh; (b) Kehalalan jual beli dan keharaman riba; (c) Hasil pekerjaan adalah untuk yang bekerja

dan tak ada berbedaan dalam hal upah mengenai laki-laki dan perempuan; (d) Pemimpin harus

dapat mengembalikan distribusi kekayaan ke dalam masyarakat jika terjadi ketidakseimbangan di

dalam masyarakat; (e) Keharaman penganiayaan dalam Islam.150 Uraian yang diberikan olehnya

adalah memberikan contoh atas ayat dan hadis yang berkaitan dengan ekonomi dan selanjutnya

memahaminya untuk merumuskan prinsip ekonomi. Uraian yang diberikan sebagaimana dalam

buku dimaksud tampaknya tidak mencakup seluruh prinsip yang dikehendaki oleh al-

Qur’an dan hadis

sebab, uraiannya hanya terbatas pada ayat-ayat dan hadis yang diangkat sebagai contoh.

Al-Salūsi mempergunakan kata mabâdi’ untuk menggambarkan prinsip ekonomi Islam.

Menurutnya terdapat tiga prinsip ekonomi Islam yaitu: (a) kepemilikan yang dualisme yakni

umum dan khusus; (b) mengandung jaminan sosial serta; (c) menganut kebebasan terikat.151 MM.

Metwalliy menetapkan prinsip ekonomi Islam pada 6 pilar yaitu: (a) Semua jenis sumber daya

merupakan titipan Allah kepada manusia; (b) kepemilikan manusia dibatasi oleh hak yang bersifat

umum serta pemanfataan sumber daya harus pada batas yang dibenarkan agama Islam; (c)

Kekuatan penggerak ekonomi adalah kerjasama; (d) Fungsi kepemilikan manusia akan mendorong

kesejahteraan individual dan masyarakat secara luas; (e) Kepemilikan umum diperuntukan bagi

kesejahteraan masyarakat secara luas; (f) Dalam kegiatan ekonomi, harus didorong ketaqwaan

kepada Allah.152

Dengan memperhatikan pandangan tersebut, tampak pandangan itu tidak saling

bertentangan. Walaupun demikian, untuk keperluan pembahasan ini, maka pembahasan akan

mengacu pada pandangan Abd. Muin Salim dengan memberikan formulasi berupa penambahan

uraian.

Pertimbangan pemilihan pandangan ini, karena pandangan M. Quraish Shihab sebahagian

dapat dimodifikasi ulang untuk dimasukkan dalam pandangan Abd. Muin Salim. Demikian juga

                                                            148Taqiy al-Dīn Al-Nabhânī, Al-Nizâm al-Iqtisâd fī al-Islâm, diterjemahkan oleh M.

Maghfur Wachid, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 50. 149Ahmad M. Saefuddin, Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, (Jakarta: Media

Da'wah, 1984), h. 19-35. 150 Ahmad Muhammad Al-'Assâl dan Fati Ahmad ‘Abd al-Kar³m, al-Nidhâm al-Iqtisâd

Fi al-Islâm Mabâdi’uh wa daf’uh, diterjemahkan oleh Abu Ahmad dan Anshar Sitanggal, “Sistem Ekonomi Islam Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya”, (Surabaya: Bina Ilmu, 1980), h. 11-13.

151‘Alī Ahmad al-Salūsi, Mausu’ah al-Qadâya al-Fiqhiyyah al-Mu’ashirah wa al-Iqtisâdi al-Islâmī, (Mesir: Dâr al-Qur’an, 2002, cet. VII), h. 36.

152MM. Metwallly, Teori dan Model Ekonomi Islam, M.Husen Sawit Penerjemah. (Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 5-6.

Page 77: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pandangan A.M. Saefuddin, Taqiy al-Dīn al-Salūsi, Metwally kelihatannya dapat saja diakomodir

pada pandangan Abd. Muin

1) Tauhid

Dalam kaitannya dengan keesaan Allah SWT, Ibn Taymiyah menyatakan bahwa semua

makhluk Allah adalah fakir dan membutuhkan kepada apa yang bermanfaat padanya serta

menghindarkan diri apa yang membahakannya. Oleh karena Dia merupakan tempat meminta dan

bermaksud kepada-Nya bagi seluruh

makluk-Nya.153

Dalam al-Qur’an ditegaskan mengenai keesaan Allah QS al-Ikhlâs 112/22: 1-4. Di sana

disebutkan mengenai keesaan Allah dalam arti esa sebagai satu-satunya yang harus dijadikan

objek mengharap (dalam segala hal); tidak beranak dan tidak diperanakkan; serta tak satu pun

makhluk yang setara dengan-Nya. Menurut Quraish Shihab, tauhid bahwa mengantar manusia

untuk mengakui bahwa keesaan Allah merupakan sumber atas segala sesuatu. Dari sini diyakini

oleh seorang muslim bahwa harta benda yang sedang dan akan dimilikinya merupakan milik

Allah.154

Al-Qur’an berbicara mengenai rezki, antara lain Q.S. al-Saba 34/58: 36. Dalam ayat ini

Allah memerintahkan kepada Nabi-Nya (Muhammad) untuk mengatakan bahwa dalam kekuasaan

Rab mengenai kelapangan dan penyempitan rezki. Selain itu, Q.S. Ibrâhīm 14/72: 35-37, Doa Nabi

Ibrâhīm kepada Rab agar Mekah dijadikan sebagai kota yang aman, yang merupakan lokasi

anaknya ditempatkan, serta anaknya dianugerahkan rezki dari buah-buahan.

Menarik untuk dikaji mengenai apa yang dimaksud dengan rezki sebagai kata yang terkait

secara langsung dengan ekonomi. Kata razaqa berakar dari huruf ra, zai dan qaf yang mempunyai

arti dasar pemberian yang terkait dengan waktu dan kemudian mengalami perkembangan tidak

lagi terkait dengan waktu.155

Dilihat dari sisi kronologis surah, maka Q.S. al-Fajr 89/10: 15 memuat kata "rizq" sebagai

yang pertama disebut dalam al-Qur’an. Dilihat dari sisi konteks ayat tersebut merupakan

sanggahan Allah kepada orang yang menyangka bahwa rezki merupakan kemuliaan dan

kemiskinan adalah kehinaan. Padahal sesunguhnya rezki adalah ujian dari Allah SWT. Di sini

frasa faqaddara alaihi rizqah- "membatasai rezki" berhadapan dengan frasa fa akramah- wa

na'amah- "dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan". Perbedaan dua keadaan tersebut,

merupakan indikasi yang dipergunakan seseorang dalam melihat rahmat Allah.

Pola pikir mereka adalah terkait dengan sikap hedonistik yang mereka miliki yang sejalan

filsafat materialistik. Bahwa segala sesuatu harus diukur dengan materi sehingga kebahagiaan dan

kesusahan harus diukur dari sisi harta. Dilihat dari sisi konteks ayat ini, tampaknya ayat

sebelumnya (pada surah yang sama ayat 7-13) berkaitan dengan pola pikir Kaum ‘Ăd, Tsamûd dan

                                                            153Abd.Rahmân ibn Muhammad ibn Qâsim, Majmu’ Fatawâ Syaikh Islam Ibn al-

Taymiyah, Jilid I, (t.tp.:tp.,t.th.), h.22. 154Abd.Rahmân ibn Muhammad ibn Qâsim, Majmu’ Fatawâ Syaikh… Jilid I, h. 409-

410. 155Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs … Juz IV, h. 388.

Page 78: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Fir'aun yang kesemuanya hidup dalam keadaan megah dan berbuat sewenang-wenang.156 Apa

yang dapat dipahami dari uraian tersebut dalam kaitannya dengan ketauhidan dalam prinsip

ekonomi Islam memberikan implikasi bahwa sumber ekonomi adalah Rab al-‘Ălamîn dan bukan

dari manusia itu sendiri terlebih lagi bukan pada alam. Di sini secara tegas tertolak falsafah kaum

sosialis yang menyatakan bahwa hidup adalah materi dan materilah yang menggerakkan

kehidupan dan agama hanyalah takhayyul.157

Penggunaan sumber daya manusia dan alam dalam kaitannya dengan pelaksanaan

kegiatan ekonomi pada hakekatnya merupakan suatau upaya untuk memperoleh rezki dari Allah.

Pemberian rezki sebagai hasil kegiatan ekonomi oleh Allah kepada manusia, merupakan

perwujudan sifat Rab Tuhan.

Dilihat dari kronologis penggunaan kata rab, Q.S. al-‘Alaq 96/01 merupakan yang

pertama dalam Al-Qur’an. Perintah membaca dalam ayat pertama surat ini dan sekaligus perintah

pertama dalam sejarah agama Islam, terkait dengan penyebutan nama Tuhan. Quraish Shihab

menyatakan bahwa ayat tersebut dimaksudkan bahwa bacalah atas nama Tuhanmu.158 Selanjutnya

oleh ‘Abd al-Halîm Mahmûd sebagai dinyatakan Quraish bahwa kata Iqra’ diartikan

secara luas olehnya sehingga berarti tidak sekedar memerintah membaca tetapi

membaca adalah lambang dari segala apa yang dilakukan oleh manusia.159

Pernyataan ini dapat saja diterima, mengingat secara etimologis kata iqra’ berasal qara’a

yang hurufnya tersusun dari huruf qaf, ra dan mu'tal yang mempunyai arti pokok menghimpun.

Dari kata ini lahir qarya yang diartikan sebagai desa atau kampung, sebab di dalamnya terjadi

kegiatan penghimpunan orang.160

Selain menggambarkan perintah untuk melaksanakan aktifitas manusia dengan atas nama

Tuhan "Rab" pada ayat 2 ditemukan pernyataan Tuhan bahwa manusia diciptakan dari al-‘Alaq.

Kata al-‘Alaq tersusun dari huruf ‘ain, lam dan qaf mempunyai arti dasar yang mengacu pada

"bergantungnya sesuatu pada yang tinggi".161

Dalam hal yang pertama manusia tidak dapat hidup dengan sendirinya ia banyak terkait

dengan manusia lainnya. Dalam arti yang lebih luas manusia melakukan interaksi dengan

lingkungan di mana mereka berada. Dengan pandangan ini, maka dipahami bahwa hubungan

manusia dengan sesama manusia bahkan makhluk lainnya yang merupakan sumber-sumber

                                                            156Istilah ’Ăd dalam bahasa Ibrânî merupakan bahasa Semit tertua "artinya tinggi dan

masyhur". Diperkirakan mereka hidup sebelum 300 tahun sebelum masehi. Mereka adalah bangsa yang berjaya pada masanya mereka dinilai sebagai pendiri kebudayaan yang tertua di dunia. Asia

dan Afrika merupakan pusat kegiatan mereka yang ditandai dengan pembangunan gedung dan arsitektur mereka. Lihat Sayid Muzaffaruddin Nadvi, A Geografhical History of The Qur'an,

diterjemahkan Jum'an Basalim "Sejarah Geografi Qur'an" (t.tp.: Pustaka Firdaus, 1997), h. 96, 116-117.

157Tahir Abd al-Muhsini Sulaiman, ‘Ilaj al-Iqtisdiyyah fi al-Islâm, diterjemahkan oleh Anshori Umar Sitanggal "Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam" (Bandung: Al-Maarif,

t.th), h. 40. 158M. Quraish Shihab, Tafsir Amanah, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1992), h. 14.

159M. Quraish Shihab, Tafsir Amanah, h. 14. 160 Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs... Juz V h. 78. Ahmad Warson

Munawwir, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia h. 1115. 161 Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs... Juz IV h. 125.

Page 79: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

ekonomi adalah hubungan dalam arti sosio ekonomi. Dalam arti yang kedua bahwa, manusia

mempunyai potensi dan sikap keterkaitan yang sangat erat dan bahkan menentukan eksistensinya

dengan keterkaitannya dengan taturan-aturan agama.

Dengan demikian manusia sebagai makhluk sosio-ekonomi hanya dapat berjalan dengan

baik dan eksis jika makhluk ini diatur dengan aturan yang menempatkan rab sebagai sumber

dalam pelaksanaan fungsi manusia sebagai makhluk sosio ekonomik, yang secara implisit menolak

anggapan bahwa sumber asasi kehidupan adalah alam dan manusia serta makhluk lainnya. Oleh

Didin menyatakan bahwa aktifitas ekonomi yang dikembangkan selain harus dalam kerangka

kepatuhan kepada-Nya yang meliputi mekanistik dalam alam dan kehidupan sosial

tetapi juga etis dan moral.162

2) Istikhlâf

Q.S. Sâd 38/38: 26163 Ayat ini memberikan informasi mengenaii pengangkatan khalifah

bagi nabi Daud. Selanjutnya kepadanya diperintahkan oleh Allah untuk memutuskan perkara

dengan adil di kalangan manusia. Selanjutnya ia dilarang untuk mengikuti hawa nafsu. Sebab

sikap mengikuti hawa nafsu akan mengantar pada kesesatan atas petunjuk Allah dan akibatnya

akan memperoleh siksaan di hari kemudiaan.

Klausa pertama dalam ayat tersebut berbicara mengenai pengangkatan khalifah nabi

Daud dan konsekwensi logis jabatan tersebut untuk memutuskan perkara secara adil.164 Di sini

nampaknya terdapat hubungan yang logis antara jabatan dan pembuatan keputusan dengan kata al-

Haq. Huruf fa dalam fahkum baina al-nâs,165 yang merupakan huruf fa sababiyah menunjukkan

adanya hubungan pengangkatan kahalifah dengan pemutusan perkara.

Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang hurufnya tersusun dari kha, lam dan fa serta

mempunyai tiga arti dasar : mengganti, belakang, dan perubahan. Dan yang diuraikan di sini, arti

sebagai "pengganti".166

Dilihat dari sisi kronologis, kata khalifah dalam ayat ini merupakan ayat yang pertama

yang berbicara dengan khalifah dibanding dengan pembicaraan khalifah dalam konteks dialog

Allah dengan malaikat. Ini mengisyaratkan bahwa penegakan aturan Allah diberikan wewenang

                                                            162Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Peran Pembiyaan Syari’ah dalam Pembangunan

Pertanian di Indonesia, Orasi Pengukuhan Guru Besar ( Bogor: IPB, 2007), h. 16. 163

عن ياداود إنا جعلناك خليفة في األرض فاحكم بين الناس بالحق والتتبع الهوى فيضلك سبيل اهللا إن الذين يضلون عن سبيل اهللا لهم عذاب شديد بما نسوا يوم الحساب

“Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti

hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari

perhitungan.” 164Muhammad ibn Ahmad al-Ansâry al-Qurtuby, al-Jâmi’li Ahkâm al-Quran Juz

XV, (t.tp.:t.p. t.t), h 188-189. 165Huruf fa mempunyai makna kausal, lihat Abd. Muin Salim, Konsepsi Kekuasaan

Politik Dalam Al-Quran(Jakarta: Grafindo Persada, 1995), h. 116. Badr al-Din Muhammad bin ‘Abd Allah Al-Zarkasy, Al-Burhân fi ‘Ulûm Al-Qur’ân, Juz IV, (Mesir: Dar Ihya al-Kutub al-

Araby, t.th.), h. 298. 166 Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs, Juz I, h. 210.

Page 80: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kepada jabatan khalifah untuk melaksanakannya. Tegasnya bahwa tugas kehalifahan sebagai

"pengganti" adalah melaksanakan aturan-aturan yang dikehedaki oleh Allah SWT.

Dalam konteks sebagai prinsip ekonomi Islam, Istikhlaf atau kekhalifahan merupakan

kewenangan bagi manusia untuk mengembangkan kegiatan ekonomi sesuai dengan perintah Allah

SWT. Selanjutnya, dalam ayat di atas, terdapat larangan untuk mengkuti hawa hafsu, dalam

mengambil sebuah keputusan. Ini menunjukkan bahwa dalam mengemban kekhalifahan dalam

bidang ekonomi, kiranya aturan-aturan ini tidak bersumber dari hawa nafsu tetapi harus didasarkan

pada wahyu. Penyimpangan dari pandangan ini akan membawa akibat buruk dalam kehidupan

manusia.

Posisi manusia sebagai khalifah dalam konteks ekonomi, kiranya menolak pandangan

yang menempatkannya sebagai objek ekonomi,167 karena dengan pandangan ini akan mengantar

pada jatuhnya martabat manusia sebagai mahluk yang paling mulia.

Dalam konteks menjaga martabat ini, al-Qur’an melarang untuk melakukan pembunuhan

kepada manusia dengan alasan ekonomi. QS al-Isra’

17/50: 31 dan QS. Al-An’am 6/55: 151168

3) Kemaslahatan (al-Salâh)

Ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan kemaslahatan adalah QS. Al-A'raf 7/39: 56.169

Ayat ini mengandung larangan Allah kepada manusia untuk tidak melaksanakan kerusakan setelah

Allah melaksanakan perbaikan di atas dunia. Al-Tabary, menafsirkannya dengan larangan                                                             

167Dalam tradisi perbudakan manusia, ditempatakan sebagai barang komoditas, dan tuannya memilik hak ekonomi untuk melakukan transaski dengan orang lain. Demikian juga

dalam tradisi penjualan manusia. 168 والتقتلوا أوالدآم خشية إمالق نحن نرزقهم وإياآم إن قتلهم آان خطئا آبيرا

”Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu Karena takut kemiskinan. kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.”

لوا أوالدآم من قل تعالوا أتل ماحرم ربكم عليكم أالتشرآوا به شيئا وبالوالدين إحسانا والتقت

ياهم والتقربوا الفواحش ماظهر منها ومابطن والتقتلوا النفس التي حرم إمالق نحن نرزقكم وإ اهللا إالبالحق ذلكم وصاآم به لعلكم تعقلون

”Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah

terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu Karena takut kemiskinan, kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun

yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. demikian itu yang

diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” 169

والتفسدوا في األرض بعد إصالحها وادعوه خوفا وطمعا إن رحمت اهللا قريب من المحسنين

”Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (Tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Page 81: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mempersekutukan Tuhan dan mendurhakainya di dunia ini.170 Muhammad Rasyd Rida

menyatakan bahwa janganlah melaksanakan suatu perbuatan yang dapat mendatangkan mudharat

dan janganlah membuat hukuman yang menyalahi akal manusia dan i'tikad mereka baik bersifat

individu maupun sosial dalam kehidupan mereka seperti dalam bidang pertanian dan

perindustrian.171

Dua pendapat tersebut mempunyai perbedaan pendekatan. Pedekatan al-

Tabary secara teologis, berimplikasi pada adanya perbuatan merusak di bumi ini jika manusia

mengembangkan kehidupan yang berdasarkan kekufuran baik dalam bentuk kemusyrikan maupun

mendurhakai Tuhan. Sebaliknya Rasyd Rida dengan pendekatan yuridisnya melarang untuk

mengembangkan suatu hukum yang dapat menghalangi manusia sebagai mahluk sosial ekonomik.

Dua pendekatan tersebut, kelihatannya belum mengungkap makna yang terkandung dari

dua kata sebagai obyek kajian yaitu tufsidû dan Islâhihâ Kata pertama berakar dari huruf fa, sin

dan dal mempunyai arti merusak.172 Al-Râgib menyatakannya sebagai perbuatan yang

menyimpang dari keadilan baik secara maksimal maupun minimal serta diantonimkan dengan al-

silâh.173 Menurutnya bahwa pemanfaatan terma tersebut ditemukan dalam dimensi perbuatan yang

berkaitan jiwa, negeri, hal-hal yang terkait dengan penyimpangan pada sikap istiqâmah atau

inkonsistensi (al-Asyyâ a l-khârijah ‘an al- Istiqâmah) .174

Kata yang berasal dari fasada berlawanan dengan al-sâlihât ditemukan pada Q.S. Sâd

38/38: 28 dalam ayat ini Allah berfirman bahwa patutkah kami mempersamakan orang-orang

yang beriman dan berbuat amal saleh (‘âmil- al-sâlihât) dengan orang yang melaksanakan

kerusakan (al-mufsidîn) dan orang yang muttaqîn (al-muttaqîn) dengan orang yang al-fujjâr (ka

al-fujjâr).175 Dari sini diketahui bahwa kata âmanû wa ‘amilu al-salihat diperhadapkan dengan al-

mufsidîn. Dan al-muttaqîn dengan al-Fujjâr.

Dengan mengikuti pandangan Rasyid Ridâ yang cenderung pada pemanfaatan alam untuk

memperoleh kemaslahatan dan bukan kemudaratan, dikaitkan dengan aktifitas ekonomi, maka

hubungan manusia dengan alam perlu dielaborasi.

Dua ayat yang dikemukakan yaitu QS. al-Jâtsiyah/45: 12-13 176 berbicara akan

keterlibatan Allah dalam menundukkan sumber daya alam untuk kepentingan manusia. Menarik

                                                             170 Abû Ja’far ibn Muhammad ibn Jarîr al-Tabary, Jâmi al-Bayân ’an Ta’wîl Ăyât al-

Qur’ân, Jilid V, (t.tp.: t.p., t.th), h. 515. 171 Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Qur’ân al-Hakîm al-Masyhûr al-Manâr Juz VIII,

(Refrint, Bairut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 2005), h. 470. 172 Abû Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Maqâyîs... Juz IV, h. 503.

173 Al-Ragib al-Asfahany, Mufradât al-Fâz... h. 636. 174Al-Râgib al-Asfahany, Mufradat al-Fâz… h. 636.

175 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahnya, h. 736. 176

نرواهللا الذي سخر لكم البحر لتجري الفلك فيه بأمره ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشك

”Allah-lah yang menundukkan lautan untukmu supaya kapal-kapal dapat berlayar padanya dengan seizin-Nya dan supaya kamu dapat mencari karunia -Nya dan Mudah-mudahan kamu bersyukur.”

Page 82: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

untuk dikaji mengenai kata sakhar dalam ayat di atas. Kata ini tersusun dari huruf sin dan kha

serta ra yang memiliki makna dasar berperilaku lurus dalam hal memandang rendah dan tunduk.177

Al-Râgib menyatakan mengadung hubungan pemaksaan.178

Kandungan kata sakhar itu yang lebih menekankan pada aspek pemaksaan yang

didasarkan sikap memandang rendah merupakan bagian dari kekuasaan Allah. Ini menunjukkan

bahwa secara teologis sifat bagi objek yang ditundukkan itu jauh lebih rendah dibanding dengan

yang menundukkannya. Dari sisi ini dapat dipahami bahwa pandangan dari sisi teologis dipahami

jika pola hubungan antara sumber daya alam dengan Allah merupakan pola ketundukan. Dengan

kata lain, pemanfaatan oleh manusia terhadap sumber daya alam, tidak dapat didasarkan sebagai

bagian dari kekuasaan manusia, tetapi justru karena Allah yang menundukkan alam itu.

Pandangan yang menetapkan pola hubungan sumber daya alam dengan manusia sebagai

pola penguasaan merupakan suatu pandangan yang secara teologis bertentangan dengan Islam dan

dengan demikian dipandang bertentangan dengan prinsip ekonomi Islam. Implikasi pola hubungan

pengusaan antara alam dan manusia, membawa implikasi pada kecenderungan manusia untuk

memanfaatkan sumber daya alam dengan sebanyak-banyaknya dengan didorong oleh rasa

kepemilikan. Pada hal pemanfaatan sumber daya alam bagi manusia harus didasarkan pada pola

anugerah Allah kepada manusia. QS. Al-Baqarah /2: 29179

Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa segala yang ada di bumi ini diciptakan untuk

manusia. Pemberian kewenangan kepada manusia untuk dimanfaatkan olehnya, dipandang sebagai

anugerah yang diberikan oleh-Nya kepada manusia.

4) Distribusi Pendapatan

Dalam Islam, kekayaan dilarang untuk bertumpuk pada kelompok tertentu sebagaimana

dalam QS. Al-Hasyr 59/101: 7180

                                                                                                                                                                   وسخر لكم مافي السماوات ومافي األرض جميعا منه إن في ذلك أليات لقوم يتفكرون

”Dan dia Telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar

terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” 177Abu Husain Ahmad ibn Fâris ibn Zakariyâ, Juz III, h. 144.

178Al-Râgib al-Asfahâny, Mufaradât al-Fâd … h. 402. Quraish menyatakan bahwa "Allahmenundukkan semua untuk manusia,agar dia tunduk kepada yang ditundukkan itu, tetapi

hanya kepada yang menundukkan. Sungguh buruk nda tunduk kepada siapa yangditundukkan buat Anda. Demikian komentar sementara ulama". M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Volume 13

(Jakarta: PSQ, 2003), h. 41 179

كل هو الذي خلق لكم ما في األرض جميعا ثم استوى إلى السمآء فسواهن سبع سماوات وهو ب شيء عليم

”Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia Maha mengetahui segala sesuatu.”

180

لرسول ولذي القربى واليتامى والمساآين وابن مآأفآء اهللا على رسوله من أهل القرى فلله ولانتهوا واتقوا السبيل آي اليكون دولة بين األغنيآء منكم ومآءاتاآم الرسول فخذوه ومانهاآم عنه ف

اهللا إن اهللا شديد العقاب

Page 83: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Menurut Didin salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya kesenjangan dalam

kehidupan sosial ekonomi, karena tidak adanya distribusi yang jelas. Islam menetapkan zakat,

infak dan sedekah sebagai bagian dari instrumen distribusi.181 Prosedur instrumen ini, telah diatur

dalam Islam. Satu dari instrumen itu yakni zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib

dilaksanakan bagi pemilik harta yang telah memenuhi ketentuan agama. Instrumen lainya

merupakan pilihan bagi pemilik harta untuk menggunakannya.

Dilihat dari sisi fungsional, instrumen ini merupakan pengembangan dari tanggungjawab

sosial.182 pemilik harta kepada masyarakat tertentu. Pengembangan tanggungjawab ini penting,

karena dua hal: Pertama ekonomi Islam menganut konsep ketidakpastian. Konsep ketidakpastian

ini mengandung arti bahwa Allah sebagai pemilik waktu dan irâdat (kemauan) dan manusia

diberikan waktu (kesempatan) oleh-Nya.183 Kemampuan secara potensial untuk berusaha secara

ekonomi maka secara empirik menunjukkan bahwa, manusia dalam berusaha memiliki peluang

untuk mengalami kegagalan.

Jaminan sosial dalam Islam, tidak dapat dipandang sebagai bagian untuk mereka yang

dilanda masalah sosial ekonomi, tetapi merupakan persiapan pemilik harta dalam mengarungi

ketidakpastian ini.

Kedua, mengembangkan kesetiakawanan sosial. Pengembangan ini penting karena,

selain karena secara kodrati manusia merupakan makhluk sosial dan ekonomi,184 dan dengan

                                                                                                                                                                   ”Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta

benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu

jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan

bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.” 181Didin Hafiduddin Ma’turidi, Peran Pembiyaan Syari’ah dalm Penbangunan Pertanian

di Indonesia, h. 16. 182Muhammad Amin al-Sya’râni menyatakan bahwa sistem jaminan sosial dalam Islam

berbeda dengan jamina sosial dalam era kontemporer. Islam mengembangkan hal-hal yang bersifat material sebagaimana yang dikembangkan dalam jaminan sosial kontemporer, namun ia juga

merupakan upaya untuk mendekatkan kepada Tuhan. Muhammad Amin al-Sya’râni. Al-Damân al-Ijtimâ’iy fî al-Islâm, (Riyâd: t.tp., 1975), h. 11.

183QS.al-Kahfi 18/69 : 23-24, melarang orang Islam untuk menyatakan sesuatu yang akan dikerjakan besok tanpa menyebut kata Insya Allah.

والتقولن لشيء إني فاعل ذلك غدا”Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan

mengerjakan Ini besok pagi,” اإآل أن يشآء اهللا واذآر ربك إذا نسيت وقل عسى أن يهديني ربي ألقرب من هذا رشد

”Kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah"[879]. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang

lebih dekat kebenarannya dari pada ini". [879] menurut riwayat, ada beberapa orang Quraisy bertanya kepada nabi Muhammad

s.a.w. tentang roh, kisah ashhabul kahfi (penghuni gua) dan kisah Dzulqarnain lalu beliau menjawab, datanglah besok pagi kepadaku agar Aku ceritakan. dan beliau tidak mengucapkan

Insya Allah (artinya jika Allah menghendaki). tapi kiranya sampai besok harinya wahyu terlambat datang untuk menceritakan hal-hal tersebut dan nabi tidak dapat menjawabnya. Maka turunlah ayat

23-24 di atas, sebagai pelajaran kepada Nabi; Allah mengingatkan pula bilamana nabi lupa menyebut Insya Allah haruslah segera menyebutkannya kemudian.

184Manusia sebagai makhluk dipahami dari QS. Al-Mâidah 5/112: 2 tentang ”perntah tolong menolong dalam kebaikan”. Sebagai makhluk ekonomi dipahami dari QS. al-Nisa 4/92: 29

Page 84: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

demikian sifat kodrati ini diwujudkan dalam bentuk membantu orang lain Kegagalan mewujudkan

sifat kodrati ini bagi orang yang berpunya akan mengancam lahirnya suatu kelompok masyarakat

yang miskin.185

5) Kehidupan Sejahtera Dunia-Akhirat

Ayat yang relevan dengan pembahasan ini antara lain adalah QS. Al-Baqarah 2/87:

201186Ayat ini dan ayat sebelumnya, mengemukakan dua kelompok yang berbeda mengenai

orientasi dalam kehidupan ini. Pada ayat sebelumnya kelompok tertentu, menghendaki orientasi

kehidupan hanya terbatas pada perolehan kebahagiaan untuk kepentingan dunia semata dan pada

ayat di atas, kelompok lainnya menginginkan perolehan kebahagian diorientasikan pada

kehidupan dunia dan akhirat.

Ayat ini merupakan landasan orientasi seorang muslim dalam melaksanakan aktifitas

termasuk di dalamnya aktifitas dalam bidang ekonomi. Dalam aktifitas ekonomi orientasi tidak

ditujukan untuk memperoleh harta atau penambahan modal semata, tetapi kegiatan ekonomi harus

mendorong seseorang untuk memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat.

Karakteristik orientasi ini akan membawa konsekuensi bagi seorang dalam

melaksanakan aktifitas ekonomi dalam proses pencarian, pemanfaatan hasil termasuk di dalamnya

pelbagai kewajiban yang melekat dalam hasil aktifitas ekonomi seperti zakat, infaq dan sadaqah.

Untuk proses dan pemanfataan, maka aspek kehahalan dalam perspektif syar’iy mutlak diperlukan

dan dukungan terhadap legalitas dari sisi negara.

Dengan demikian, pandangan yang berorientasi pada penambahan modal semata adalah

bertengan dengan prinsip ekonomi Islam.

         2.   Zakat sebagai Instrumen Ekonomi  

a.  Pengertian Zakat  

Menurut bahasa Arab, kata zakat tersusun dari huruf z, kaf dan ya,  mengandung 

arti    pengembangan  dan  bertambah. 187    Menurut  Rayyân    zakat  secara  bahasa 

mengandung  arti  al‐silâh,  al‐taqwâ,  al‐tathīr,  al‐ziyâdah,  al‐Namâ’.188    Menurutnya, 

                                                                                                                                                                   ”yang melarang manusia untuk memperoleh harta dengan cara yang batil...” Upaya perolehan

harta oleh manusia di sini digolongkan ia sebagai makhluk ekonomi 185Menurut Lapoe dan Calon serta George dalam Didin bahwa, ”penyebab utama

kemiskinan adalah ketimpangan sosial ekonomi akibat adanya sekolompok kecil orang yang hidup mewah di atas penderitaan orang banyak, dan bukannya disebabkan oleh semata-mata

kelebihan jumlah penduduk (over population)” Didin Hafiduddin Ma’turidi, Peran Pembiyaan Syari’ah... h. 17.

186 سنة وقنا عذاب النارومنهم من يقول ربنآ ءاتنا في الدنيا حسنة وفي األخرة ح

”Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"

187Abī Husain ibn Faris ibn Zakariya, “Maqâyīs…Juz III, h. 17.

188Ahmad ‘Ali Taha Rayyân, al-Mausū’ah al-Islâmiyah al-‘Âmah, (al-Qâhirah: Wizârat al-Auqâf al-Majlis al-A’lâ li al-Syuūn al-Islâmiyah, 2002), h. 768. Menurut al-

Mâwardi sebagai dinyatakan Hammâd, ia merupakan nama untuk menmgambil harta tertentu

Page 85: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

secara istilah,  jika  kata zakat hanya disebutkan secara tersendiri menunjukkan sebagai 

zakat  harta.189 Menurut  istilah  zakat mengandung  arti  sebagai    suatu  kewajiban  yang 

bersifat  material  yang  diwajibkan  kepada  pemilik    harta  terhadap  yang  bersifat 

berkembang  baik  secara  aktual maupun  potensial  yang  telah mencapai  senisab  dan 

haul.190 Hanâbilah (pengikut imam Hanbal)  menyatakan bahwa zakat merupakan suatu 

kewajiban  yang  bersifat  harta  tertentu  yang  diberikan  kepada  kelompok  tertentu 

dengan  waktu  tertentu. 191  Oleh  Didin  Hafidhuddin    menyatakan  bahwa  terdapat 

perbedaan di kalangan ulama mengenai pengertian zakat, namun perbedaan  itu hanya 

bersifat  redaksional  dan  tidak  menyangkut  substantif,  karenanya,  ia  memberikan 

pengertian  dengan  mengutip  pendapat  dalam  mu’jam  al‐wasit,  bahwa  “…  zakat  itu 

adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT wajibkan kepada 

pemiliknya,  untuk  diserahkan  kepada  yang  berhak menerimanya,  dengan  persyaratan 

tertentu pula.”192 

Mencermati  pengertian  zakat,  maka  dapat  dkemukakan  unsur‐unsur  yang 

membangun pengertian zakat  yang telah dikemukakan, yang unsur itu meliputi :  

Pertama,  sebagai  suatu kewajiban agama  (Islam). Zakat merupakan  salah  satu 

rukun  Islam.  Sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh  ibn Abbas.193 Kedua,   bersifat  

                                                                                                                                                                   dengan sifat tertentu serta kelompok penerima tertentu. Nazīh Hammâd, Mu’jam al-mustalahât

al-Iqtisâdiyyah fī al-Lugah al-Fuqahâ’ (Herndon USA: al-Ma’had al-‘Âlamī li al-Fikr al-Islâmī, 1993), h. 149. Pandangan yang sama baik bahasa maupun istilah terdapat juga dalam, ‘Alī ibn

Muhammad al-Jam’at , Mu’jam al-Mustalahât al-Iqtisâdiyah wa al-Islâmiyah, h. 293. 189Ahmad ‘Ali Taha Rayyân, al-Mausū’ah al-Islâmiyah… h. 768.

190Muhammad Rawwâs Qal’aji, Mabâhits fī al-Iqtisâd… h. 118. 191Wahbah al-Zuhailī, al-Fiqh al-Islamī Wa adillatuhu, Juz III, (Damsyiq: Dâr al-Fikr,

1997), h. 1789. 192Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah”,

(Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional, 2005), h. 17, Abd. Allah ibn Sulaiman al-Manî’, Buhutsun fi al-Iqtisad al-Islâmi ( Makkah: al-Maktab al-Islâmi, 1416 H), h. 19

193 عن ابن عباس رضي الله عنه قال

ذا الله عليه وسلم لمعاذ بن جبل حين بعثه إلى اليمن إنك ستأتي قوما أهل آتاب فإ قال رسول الله صلىاعوا لك بذلك فأخبرهم أن طجئتهم فادعهم إلى أن يشهدوا أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله فإن هم أ

أن الله قد فرض الله قد فرض عليهم خمس صلوات في آل يوم وليلة فإن هم أطاعوا لك بذلك فأخبرهملى فقرائهم فإن هم أطاعوا لك بذلك فإياك وآرائم أموالهم واتق عليهم صدقة تؤخذ من أغنيائهم فترد ع

193دعوة المظلوم فإنه ليس بينه وبين الله حجاب

”Dari ibn Abbas r.a telah berkata: Rasûl Allah bersabda sewaktu mengutus Muadz ibn Jabal ke negeri Yaman: Engkau datang kepada kaum ahli kitab ajaklah mereka kepada syahadat, bersaksi bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya nabi Muhammad adalah utusan Allah. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahukanlah kepada mereka,. bahwa Allah mewajibkan kepada mereka melakukan

Page 86: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

material. Dalam Islam dibedakan antara zakat fitri dan zakat harta. Zakat fitri diberikan 

kepada  setiap  jiwa  yang  beragama  Islam  dalam  seluruh  lapisan  umur  sebelum 

dilaksanakan  shalat  idul  fitri.  Sedang  zakat harta, merupakan  kewajiban  yang bersifat 

material untuk seluruh pendapatan yang memenuhi syarat untuk setiap umat Islam. 

Ketiga,   memiliki syarat   tertentu.   Syarat    tertentu   di sini    mencakup  

kepemilikan harta dalam satu tahun yang disebut dengan haul, jumlah harta dalam  

bentuk minimal yang disebut dengan nisab.   

Keempat, diberikan kepada kelompok  tertentu yang dikenal dengan mustahik. 

Mustahik sebagai kelompok penerima zakat harta, hanya berjumlah delapan kelompok 

yang didasarkan pada QS. al‐Taubah 9/113: 60.          

b.   Manfaat Zakat  

Bebagai manfaat yang berkembang pada zakat baik untuk kepentingan muzakki 

(orang yang mengeluarkan zakat) untuk penerima zakat (mustahik) maupun untuk amil. 

Manfaat untuk muzakki: Pertama, instrumen untuk menunaikan  rukun Islam. Menurut 

pandangan Abu Bakar, khalifah kedua dalam  Islam orang yang  tidak membayar  zakat, 

maka wajib  diperangi. Alasan  yang mendasar bagi Abu Bakar  adalah,  karena muzakki 

dimaksud, memisahkan antara  salat dan zakat.194 Kedua,    instrumen memperoleh nilai 

spritualitas dalam bekerja.  QS. Al‐Taubah 9/113: 103195  

                                                                                                                                                                   shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka telah taat untuk itu, beritahunkanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat atas mereka. Zakat itu diambil dari orang yang kaya dan dibagikan kepada fakir. Jika mereka telah taat untuk itu, maka berhati-hatilah (janganlah) mengambil yang baik-baik saja (bila kekayaan itu bernilai tinggi, sedang dan rendah, maka zakatnya harus meliputi nilai-nilai itu) hindari doanya orang yang madhlum (teraniaya) karena tidak ada penghalang antara mereka dengan Allah (pasti dikabulkan).” Imam Bukhâry, Shahih Bukhâry, juz VI, h. 12 No. 1496 dalam CD.

194Menurut riwayat, Abu Bakar menyatakan bahwa “Demi Allah , aku akan memerangi mereka sampai aku sendiri menghunus pedang di tangan walaupun mereka menolak memberikan seutas tali.” Ali Abd. al-Wâhid Wâfī, Huqūq al-Insân fī al-Islâm, (Qâhirah: Dâr al-Nahdah,

1979), cet.V, h . 74. Pernyataan yang sama terapat dalam Yasin Ibrahim, Zakât, The Third Pilar of Islam, terjemahan, Syarif Hidayat, (Bandung: Pustaka Madani, 1997), cet. I, h. 134.

195 سميع عليم خذ من أموالهم صدقة تطهرهم وتزآيهم بها وصل عليهم إن صالتك سكن لهم واهللا

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka.

Page 87: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Kata  tutahhiruhum  (membersihkan)  dalam  terjemahan  Departemen  Agama 

dijelaskan  “zakat  itu  membersihkan  mereka  dari  kekikiran  dan  cinta  yang  berlebih‐

lebihan kepada harta benda” sedang  tuzakkīhim diartikan “zakat itu menyuburkan sifat‐

sifat  kebaikan  dalam  hati  mereka  dan  memperkembangkan  harta  benda  mereka.” 

Selanjutnya kata sakanun lahum (ketenteraman bagi mereka)  ada yang mengartikannya 

dengan  membawa,  ketenteraman  jiwa  dan  kedamaian  hati, 196  sebagai  rahmat,  197 

ketenteraman hati dan sikap gembira.198 Dari pengertian‐pengertian      ini   memberikan 

gambaran secara umum adanya nilai  

spritualitas  yang  diterima  oleh  muzakki  dalam  kaitannya  dengan  penunaian  ibadah 

zakat.  Dilihat dari sisi teologis dapat diyakini bahwa manfaat ibadah itu sendiri berlaku 

juga  untuk  kepentingan  langsung  dengan  kesuksesan  dalam  menjalankan  instrumen 

ibadah.199 Dengan  kata  lain, muzakki    dalam  bekerja    diharapkan  akan   memperoleh 

ketenangan  batin,  yang  mengantarnya  untuk  bekerja  keras  dan  dengan  demikian 

berpeluang untuk memperoleh manfaat material sebagai hasil usaha.  

Manfaat  zakat  untuk  mustahik.  Pertama,  bantuan  bersifat  ekonomis,  yakni 

sebagai nilai material dari  zakat  itu  sendiri dan dengannya mustahik dapat memenuhi 

kebutuhannya. Kedua, mendorong untuk mandiri. Bagi mustahik, zakat yang   diterima 

tidak  seharusnya mendorongnya untuk bermalas‐malasan    tetapi dengan  zakat  itu,  ia 

harus terdorong untuk bekerja sesuai dengan peruntukan perolehan zakat. Peruntukan 

yang dimaksud di sini adalah kondisi yang menjadikan mustahik dipandang berpeluang 

menerima zakat‐ sebagai contoh bagi gârim,    ia harus berupaya secara ekonomis agar 

dapat  bangkit  kembali  dari  keterpurukan  usaha  sebagai  kondisi  yang  membuatnya 

menerima  zakat‐.   Dalam  hal  ini  Chapra menyatakan  seperti  ditulis Basri  “…  akankah 

pembayaran  zakat  mendorong  konsumsi  berlebihan  untuk  menghindari  zakat  atau 

                                                                                                                                                                   Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”

196Nasir ibn Nasir al-Dīn Abū Sa’īd ‘Abd Allah ibn ‘Umar, Anwâr al-Tanzīl, Juz III dalam CD. h. 180.

197Abd Al-Rahmân Jalal al-Dīn al-Syuyutī, al-Dūr al-Mantsūr fī Tafsīr al-Ma’tsūr, Juz IV, dalam CD. H. 275.

198Abū ‘Abd Allah ibn Muhammad al-Qurtubī, al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Juz VIII,dalam CD. H. 250.

199Panalaran ini, didasarkan pada rangkaian ayat ini dengan ayat berikutnya mengandung perintah kepada Nabi untuk menyuruh umat Islam bekerja dan kelak Allah, Rasul

dan orang mukmin akan menilai pekerjaaan itu. QS. Attaubah/9: 105.

Page 88: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kemalasan, agar dapat  menerima  dana zakat?  Hal ini  tidak  akan  terjadi dalam suatu 

masyarakat  

yang menjadikan hidup sederhana sebagai perilaku ideal….”200   

Manfaat untuk amil mengandung arti sebagai    instrumen pengembangan sosial 

ekonomi  relegius mustahik.  Pandangan  ini  terkait  dengan  fungsi  amil  yang    dengan 

kinerja yang diberikan dapat  memperoleh bagian dari zakat. 

Selan manfaat  zakat  yang  dikemukakan  di  atas,  dalam  buku  yang  diterbitkan 

Badan  Amil  Zakat Nasional  disebutkan  dengan mengaitkan  hikmah  zakat  antara  lain: 

Pertama.  “Perwujudan  keimanan  kepada  Allah  SWT,  mensyukuri  nikma‐Nya, 

menumbukan  akhlak  mulia  yang  didasarkan  pada  kemanusiaan  yang  tinggi, 

menghilangkan  sifat  kikir,  rakus  dan materialisme, menumbuhkan  ketenangan  hidup, 

sekaligus  membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki. Kedua, “karena zakat 

merupakan hak mustahik, maka  zakat berfungsi untuk menolong, membantu mereka, 

terutama fakir miskin, ke arah kehidupan yang  lebih baik dan  lebih sejahtera, sehingga 

mereka dapat memenuhi  kebutuhan hidupnya dengan  layak, dapat beribadah kepada 

Allah SWT, terhindar dari bahaya kekufuran, sekaligus menghilangkan sifat iri,dengki dan 

hasad  yang mungkin  timbul dari  kalangan mereka,  ketika mereka melihat orang  kaya 

yang memiliki harta cukup banyak”. Ketiga. Sebagai pilar amal bersama (jama’i) anatara 

orang  kaya  yang  berkecukupan  hidupnya  dan  para  mujahid  yang  seluruh  waktunya 

digunakan untuk berjihad di  jalan Allah, yang dengan kesibukaannya  ia  tidak memiliki 

kesempatan  untuk berusaha guna memenuhi kepentingan diri dan keluarga.  Keempat. 

“Sebagai    salah  satu  sumber dana bagi pembangunan  sarana maupun prasarana yang 

harus  dimiliki  umat  Islam,  seperti  sarana  ibadah,  pendidikan,  kesehatan….” 201 , 

”pembangunan sarana maupun prasarana yang harus dimiliki umat Islam, seperti sarana 

ibadah, pendidikan, kesehatan….”202   

3. Kesejahteraan Umat  melalui Instrumen Ekonomi Zakat  

a.   Pengertian Kesejahteraan Umat  

  Dalam   UU No. 6 tahun 1974   tentang  ketentuan‐ketentuan Pokok Kesejah  

                                                            200M. Umar Chapra, Islam and the Economic Challenge diterjemahkan Ikhwan Abidin

Basri, (Jakarta: Tazkia Institute, 1995), h. 275. 201Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Anda Bertanya... h. 20-23. 202Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Anda Bertanya... h. 20-23.

Page 89: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

teraan Sosial,203 ditemukan pandangan mengenai kesejahteraan  sosial. Terdapat unsu‐

unsur kesejahteraan sosial yang dipahami dalam UU  ini yaitu:  (a) Kriteria kondisi yang 

diinginkan (b). pelaku kesejahteraan sosial (c) Manfaat kondisi yang diinginkan (d) ruang 

kesejahteraan sosial (e)  landasan filosofis kesejahteraan sosial.    

  Menurut  Edi  Suharto,  kesejahteraan  sosial  akan  tercipta  jika  terpenuhi  tiga  hal 

yaitu:  (a)  Kondisi  statis  atau  keadaan  sejahtera  yang  ditandai  dengan  terpenuhinya 

kebutuhan‐kebutuhan  jasmaniah,  rohaniah  dan  sosial;  (b)    Kondisi  dinamis,  yakni 

tersedianya usaha atau kegiatan yang terorganisir untuk mecapai kondisi statis tersebut; 

(c)  Adanya  institusi  atau  bidang  kegiatan  yang  melibatkan  lembaga  kesejahteraan 

sosial.204  

  Gagasan  kesejahteraan  sosial  memberikan    jawaban  atas  tiga  pertanyaan 

mendasar  yaitu,  sejauhmana masalah  sosial  dapat  diatur,      sejauhmana  kebutuhan‐

kebutuhan    dipenuhi    dan    sejauhmana   kesempatan untuk meningkatkan taraf  

kesejahteraan hidup disediakan.205   

  Dari  pengertian  yang  dikemukakan  di  atas  tampaknya  kesejahteraan  sosial 

memberikan  peluang  untuk  dibahas  dalam  perspektif  yang  berbeda‐beda.  Tegasnya 

bahwa  kesejahteraan  sosial  dapat  dilihat  dari  perspektif  (a)  kebijakan  dalam  arti 

hubungan  pemerntah  dan  warga  negara  dengan  demikian  dapat  dikaitkan  dengan 

kesejahteraan  sosial,  (b)  ajaran agama dalam arti bahwa bagaimana hubungan ajaran 

agama    dengan  kehidupan  umat    (c)  pendidikan  dalam  arti  bagaimana  hubungan 

pembentukan  sumber daya manusia  dengan pencapaian peserta didik  sebagai  subjek  

dalam memenuhi hak‐hak sebagai makhluk  sosio‐kultural. 

                                                             203Pengertian tentang kesejahteraan sosial. Yaitu terciptanya suatu kehidupan dan

penghidupan sosial, material maupun spritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila.”

204 Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2006), h. 34. 205James Midgley, Social Development, diterjemahkan oleh Sirajuddin dll., “Pembangunan

Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial” (Jakarta: Depag RI, 2005), h. 21.

Page 90: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

     Atas dasar   pembagian perspektif  tersebut, maka    istilah  kesejahteraan umat,  

didasarkan atas gambaran atmosfir keagamaan yakni   dari sisi hubungan ajaran agama 

dengan  kehidupan  umat  dalam  hal  ini  hubungan  ajaran  Islam  dengan  umat  Islam.  

Namun demikian perbedaaan pembahasan pada suatu perspektif tertentu pada satu sisi 

akan  menimbulkan  perbedaan  baik  dari  sisi  substantif  maupun  proses  pencapaian 

kesejahteraan  sesuai  denga  karakteristik  bangunan  perspektifnya  dan  pada  saat  yang 

sama, tentu saja masih memiliki persamaan. Persamaan itu terletak dalam pemenuhan‐

pemenuhan aspek kebutuhan subjek, dalam arti sebagai makhluk sosial.   

     Dengan demikian,   istilah  kesejahteraan  umat   di sini, didasarkan karena  

atmosfir keagamaan yang sangat kental dalam pembahasan ini, sekaligus menyesuaikan 

baik  subjek  maupun  objek  kesejahteraan  itu  yakni  umat  Islam  Sebagai  diuraikan 

sebelumnya  bahwa  perbedaaan  perspektif  pembahasan  akan  melahirkan  perbedaan 

dan persamaan  sesuai dengan   karakteristik pembahasan mengena objek dan  subjkek 

pembahasan  

     Dengan  demikian,  kesejahteraan  umat  dapat  dilihat  dari  sisi manusia  sebagai 

komunitas keagamaan yang memiliki kebutuhan‐kebutuhan  sosial ekonomi dan politik  

dalam arti sebagai manusia dalam melakukan  interaksi dengan      lingkungan   sosialnya   

pada  satu sisi dan  penciptaan hubungan  dengan  

Tuhan sebagai konsekwensi  sebagai makhluk yang beragama.  

   Dengan pandangan di atas, maka dari   definisi pengertian kesejahteraan sosial 

yang  dikemukakan  di  atas,   maka  dikaitkan  dengan  kesejahteraan  umat maka  unsur‐

unsurnya  meliputi:  a.  Terpenuhinya  suatu  kondisi  kehidupan  yang  mendukung 

terwujudnya  pemenuhan    sosial,  ekonomi  dan  religius  umat  Islam;  b.  Kondisi  itu 

didukung    partisipasi  umat  untuk   memenuhi  kebutuhan mereka;  c.  Adanya  institusi 

keagamaan yang lebih dinamis untuk mendorong pencapaian kesejahteraan sosial.   

b.  Faktor Berpengaruh terhadap Kesejahteraan Umat  

  Memperhatikan unsur‐unsur dalam pengertian kesejahteraan umat yang   telah 

dikemukakan  maka,  darinya  dapat  dikemukakan      faktor  berpengaruh  terhadap 

kesejahteraan  umat.  Faktor  itu    bersifat  internal  dan  eksternal.  Pertama,  internal. 

Semangat  komunal  umat  Islam  yang  berbasis  kesejahteraan.    Dalam  agama  Islam, 

Page 91: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

khususnya al‐Quran  telah memberikan pandangan   orientasi kehidupan   mereka yakni 

mencapai kesejahteraan dunia dan kebahagian di akhirat.206   

  Orientasi   kehidupan   ini telah   dikemukakan dalam pembahasan tentang  

perinsip  ekonomi Islam pada bahagan e.  Dengan demikian, dari sisi ajaran Islam  

maka  khususnya  yang  berkaitan  dengan  ekonomi,  telah  mendorong  umat  untuk 

mencapai kesejahteraan. Tetapi pertanyaannya, adalah mengapa   ajaran kesejahteraan 

ini  secara aktual tidak berpihak sepenuhnya kepada umat Islam khususnya di Indonesia. 

  Menurut data perkembangan kemiskinan di Indonesia, sesuai dengan tabel yang 

dikemukakan  pada  tahun  2006  mencapai  39.05  juta  jiwa.  Jika  angka  ini,    dikaitkan 

dengan  asumsi  jumlah  umat    Islam    sebanyak  75  %  maka    menunjukkan  bahwa  

29.625.000 umat Islam  berada dalam kemiskinan. Kalau saja diasumsikan bahwa jumlah 

umat Islam yang menunaikan ibadah haji di Indonesia dalam setahun berdasarkan kouta 

haji sebanyak 200000  jiwa, maka perbandingannya adalah 1: 148,13. Dengan kata  lain 

se ap jamaah haji Indonesia memiliki tanggungan orang miskin sebanyak 148 orang.       

  Dengan  hasil  asumsi  di  atas  menunjukkan  bahwa  dari  sisi    sosio‐ekonomi, 

tampaknya  setiap  umat  Islam  yang  sudah  menunaikan  ibadah  haji,  memiliki  beban 

kultural sebanyak 148 orang   miskin se ap  tahun.   Perbandingan  ini,   mengasumsikan 

umat  Islam  yang  telah  menunaikan  ibadah  haji  sebagai  angka  pembanding  karena, 

mereka  inilah  secara   ekonomi memiliki    kemampuan untuk menunaikan    ibadah dan 

secara  kultural mereka  diterima  sebagai  sebagai  tokoh  dalam  kehidupan  non  formal 

masyarakat muslim Indonesia.    

  Pemilihan  pembanding  bagi  jamaah  haji,  tidak  berarti  bahwa  masalah 

kesejahteraan  telah  dibebankan  kepada  mereka,  tetapi    hal  ini  hanya  untuk 

menunjukkan  bahwa  tingkat  kesadaran  beragama  untuk  menunaikan  ibadah  haji  di 

Indonesia,  tidak  sebanding  dengan    jumlah  angka  kemiskinan.    Dengan  kata  lain, 

terdapat  peluang  bagi  umat  Islam  di  Indonesia  untuk  mengembangkan  semangat 

                                                            206 QS. al-Baqarah 2/87: 201

سنة وقنا عذاب النارومنهم من يقول ربنآ ءاتنا في الدنيا حسنة وفي األخرة ح . Dan di antara mereka ada orang yang bendoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di

dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka"[127]. inilah doa yang sebaik-baiknya bagi seorang muslim.

Page 92: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

menunaian  ibadah  haji  seimbang  dengan  semangat    menyelesaikan  problema 

kemiskinan umat Islam.   

  Kesenjangan di atas,  jika dilihat dari sisi ruang lingkup pelaksanan ibadah dalam 

Islam, maka  tampaknya    ibadah  individual  (yang disimbolkan dengan  ibadah   haji) dan 

penyelesaian masalah‐masalah kemiskinan, sebagai ibadah sosial  

masih menyisakan jurang pemisah yang tajam. 

  Dengan demikian,  semangat  komunal umat  Islam    yang berbasis  kesejahtraan 

memiliki pengaruh terhadap pencapaian kesejahteraan umat. Dengan kata lain semakin 

tinggi  semangat  komunal  umat  Islam, maka memberikan  peluang  untuk  terciptanya 

kesejahteraan bagi umat Islam dan demikian pula sebaliknya.  

Semangat komunal dimaksud mengandung dua unsur : (a) Sebagai agama yang 

memberikan  orientasi    kehidupan  yang  pro  kesejahteraan,  maka  tolong  menolong 

merupakan  suatu  instrumen  untuk  membagi  sumber‐sumber  kesejahteraan,  seperti 

zakat, infak dan sedekah pada satu sisi dan sikap ingin membagi justru mendorong umat 

Islam untuk bekerja keras. 

(b)   Mempertegas  bahwa masalah  kesejahteraan  umat  yang  diawali  dengan 

penyelesaian masalah‐masalah kemiskinan,  harus dilihat sebagai masalah komunal dan 

dalam  bingkai  ibadah  ditempatkan  sebagai  ibadah    sosial.  Dengan  demikian, 

penanganan masalah kemiskinan tidak dilakukan secara individual tetapi dilakuan secara 

komunal melalui sumber‐sumber kesejahteraan yang telah terinstitusi.  

   Unsur yang kedua dalam konsep kesejahteraan komunal di atas,  merespon hasil 

peneli an PIRAC (2001) bahwa sumbangan material masyarakat Indonesia masih diakui 

bersifat individual, religius, berjangka pendek dan berkarakter interpersonal.207  

  Kedua.(1)    Ekternal  peran  pemberdayaan  oleh  Institusi  Kesejahteraan  Umat. 

Institusi  keagamaan  yang  berkaitan  dengan  kesejahteraan  umat  seperti  badan  amil 

zakat dan  lembaga amil zakat dan masjid.     Lembaga  ini memegang peran yang sangat  

strategis, karena  institusi ini secara sosiologis bersentuhan langsung dengan kehidupan 

umat Islam.  

                                                            207Andi Agung Prihatna, Filantropi dan Keadilan sosial di Indonesia, dalam Revitalisasi

Filantripo Islam, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2005), h. 18.

Page 93: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Dilihat  dari  sisi    fungsi  baik  masjid  maupun  institusi  pengelola  zakat,  selain 

keduanya mempunyai persamaan  yakni keduanya diharapkan memberikan pencerahan 

kepada  kehidupan  sosio‐ekonomi  religius umat  Islam, namun masing‐masing memiliki 

karakteristik  yang    berbeda.    Institusi  yang  bergerak  dalam  bidang  perzakatan 

diharapkan  berfungsi  untuk memberikan  pemberdayaan  kepada mustahik  agar  dana 

zakat,  infak  dan  sedekah  umat  Islam  dapat  memberian  manfaat  yang  semaksimal 

mungkin  kepada mustahik  dan  kepada muzakki mememandang  zakat  sebagai  suatu 

kewajiban  yang wajib ditunaikan.      

  Selanjutnya masjid dengan  fungsi  khususnya  sebagai  intitusi  keagamaan  yang 

bergerak    dalam  transformasi  nilai‐nilai  sosial  kultural  dan  ekonomi  Islam,  harus 

mendorong  agar memberikan  pemberdayaan    dalam  arti  seluas‐luasnya.  Produk  jasa 

yang  ditawarkan  oleh  masjid  seperti  penyediaan  dai,    penyelenggaran  pengajian,  

majelis  taklim,  dan    penyediaan  fasilitas  tempat  ibadah,  kesemuanya  diarahkan  agar 

mendukung  kominitas  yang  pro  kepada  kesejahteraan. Dengan  demikian,  baik masjid 

maupun institusi pengelola zakat akan berfungsi sebagai institusi  kesejahteraan umat.  

c.  Tujuan dan Peningkatan Kesejahteraan Umat melalui Instrumen EkonomiZakat  

       1)  Tujuan Peningkatan Kesejahteaan Umat  

    Dengan  mengikitu  pandangan  Edi  Suharto 208  maka  tujuan  peningkatan 

kesejahteraan umat dapat dirumuskan:  

a)  Tujuan  bersifat  statis,  yaitu  terciptanya  kondisi  umat  baik  sebagai makhluk  sosial 

ekonomi dan kultural maupun sebagai individual.  Sebagai makhluk sosial ekonomi yaitu 

tercitanya kondisi yang memungkinkan umat  Islam menikmati hak‐hak mereka   secara 

normal dan sesuai dengan ajaran  Islam, seperti hak‐hak ekonomi, hak   atas kesehatan 

hak  atas  perumahan.  Sebagai makhluk  kultural  yaitu  terpenuhinya hak mengeluarkan 

pendapat,  hak memperoleh  pendidikan,209 hak   menunaikan  ibadah  dalam  kehidupan 

sosial. Hak‐hak dalam kehidupan sosial ini  

                                                             208a) Kondisi statis atau keadaan sejahtera yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan-

kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial; (b) Kondisi dinamis, yakni tersedianya usaha atau kegiatan yang terorganisir untuk mecapai kondisi statis tersebut; (c) Adanya institusi atau bidang

kegiatan yang melibatkan lembaga kesejahteraan sosial 209Asbon Eide, Meletakkan Sudut Pandang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Bidya sebagai

Hak Asasi Manusia, dalam Ifdhal Kasim (ed.) Hak Ekonomi Sosial Budaya, (Jakarta: Elsam, 2001), h. 3.

Page 94: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dalam  Islam disebut dengan muamalah.210 Sebagai  individu, maka  ia memiliki hak‐hak 

individual  sebagai  pemenuhan  kewajiban  sebagai  umat  Islam.  Kewajiban  itu  seperti 

kewajiban mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah lainnya.    

b)  Tujuan  bersifat  dinamis,  yaitu  tersedianya  usaha  yang  terorganaisir  dan 

berkesinambungan    untuk mencapai tujuan yang   bersifat statis itu.   Usaha yang  

terorganisir dimaksud selain dari institusi umat Islam seperti ormas Islam, BAZ dan LAZ, 

juga keterlibatan pemerintah. Menurut Juwono keterlibatan pemerintah hanya terbatas 

untuk  memberikan  kebijakan  ekonomi  yang  mendorong  kesejahteraan  sosial 

merupakan suatu keniscayaan.211  

    2)  Peningkatan Kesejahteraan Umat melalui Instrumen Ekonomi Zakat      

Menurut Yusuf   Qardâwi   zakat   adalah    termasuk   kelompok   mâliyah  

ijtimâ’iyyah.212 Pandangan  ini mengaduung  arti  bahwa  zakat memberikan  fungsi  pada 

peningkatan  kehidupan    sosial  ekonomi  umat  Islam.      Pandangan  ini  kemudian  oleh 

Badan Amil Zakat Nasional diadopsi dalam memberikan  pengertian tentang zakat.213  

         Dengan  demikian,  dikaitkan  dengan    pengelola  zakat  sebagai  institusi  yang 

dibutuhkan  dengan  peningkatan  kesejahteraan  umat, maka  dapat  dinyatakan  bahwa  

kebutuhan zakat tidak hanya sebagai  sumber  keuangan dalam mendorong pencapaian 

kesejahteraan dalam bidang ekonomi dan sosial umat  Islam, tetapi secara  institusional  

zakat sangat diperlukan karena merupakan bagian dari sistem kesejahteraan  umat.  

      Sebagai diketahui bahwa  terciptanya  sistem kesejahteraan umat,  tidak dapat 

dilakukan dengan hanya mengandalkan ketersediaan dana zakat, tetapi dana  ini     akan 

dikelola secara intitusional  untuk mendorong pencapaian kesejahteraan  

                                                            210 Didin Hafidhuddin, Manajemen Syari’ah, (Jakarta: GemaInsani, 2003), h. 67.

211Juwonos Sudarsono, Reformasi Ssial Budaya dalam Era Globalisasi, (Jakarta: Wacha Widia Perdana, 1999), h. 307

212Yusuf Qardâwi, Fiqh al-Zakat, Juz II, (al-Qâhirah: Wahbah, 1994), cet. XXI), h. 621. 213”Zakat adalah ibadah maaliyah ijtmiyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad diin bidhdharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.”Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab h. 11.

Page 95: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

umat secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.  

  Pencapaian  ketiga  pola  dimaksud  yang    dikembangkan  oleh  pengelola  zakat, 

maka secara substansial mengembangkan gagasan yang manajerial.   Dengan demikian,  

pengelola zakat dapat dipandang sebagai institusi kesejahteraan umat.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

Page 96: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

BAB III 

ASPEK   KELEMBAGAAN,  SUMBER‐SUMBER  PENDANAAN 

DAN  PELAKSAAN  PROGRAM  BADAN  AMIL    ZAKAT  NASIONAL  SERTA  PENDAYAGUNAAN  ZAKAT PADA BERBAGAI PENGELOLA     ZAKAT    DI 

INDONESIA 

   

Bab ini   akan   memberikan penjelasan tentang Badan Amil Zakat Nasional   baik 

dari  aspek  kelembagaan,  sumber‐sumber  pendapatan  dan  pelaksanaan  program. 

Sebagai objek penelitian maka, bab ini diharapkan memberikan gambaran secara umum  

Badan  Amil  Zakat   Nasional    karena  akan menjadi  landasan  dalam memahami  lanjut 

kiprah pendayagunaan zakat .  

Untuk menambah wawasan mengenai pengelolaan zakat khususnya dari aspek  

pendayagunaan zakat di  Indonesia, baik yang dilakukan oleh badan amil zakat daerah,  

maupun  lembaga  amil  zakat  lainnya, maka  dijelaskan  BAZIS  DKI  Jakarta  dan  BAZDA 

Provinsi  Banten  yang  dipandang mewakili  badan  amil  zakat  daerah    tingkat  provinsi. 

Kedua Badan  ini, walaupun memililiki persamaan dari  sisi  status, yakni  sebagai badan 

dalam tingat provinsi, namun mempunyai karakteristi yang berbeda. BAZIS DKI Jakarta, 

dipandang sebagai badan perintis karena kehadirannya  lebih awal awal di  Indonesia di 

banding dengan badan lainnya dan bahkan sebelum UU No. 38/1999. Sedangkan  BAZDA 

Banten merupakan badan yang lahir pasca UU dimaksud. 

Lembaga amil zakat yang   dikemukakan yakni Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) 

dan Dompet Dhuafa Republika (DDR). Kedua lembaga ini merupakan lembaga amil zakat 

tingkat nasional.   Pemilihan  kedua pengelola  zakat   dipandang mewakili  lembaga aml 

lainnya,    karena  keduanya  secara  sosiologis  relatif  diterima  oleh masyarakat  sebagai 

lembaga pengelola zakat yang transparan dan kredibel.   

A.   Aspek  Kelembagaan dan Sumber‐Sumber   Pendanaan  serta Pelaksanaan Program 

Badan Amil Zakat Nasional   

         1. Aspek Kelembagaan   

a.   Sejaran Pembentukan Kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional  

Page 97: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Kehadiran  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  disingkat  BAZNAS,    tidak  dapat 

dilepaskan  dari  perkembangan  perzakatan  di  Indonesia,  khususnya  terhadap 

keterlibatan  pemerintah.  Pernyataan  ini  didasarkan  pada  pertimbangan:  a.  Secara 

kelembagaan  Badan  Amil  Zakat  Nasional    dibentuk  oleh  Pemerintah  dalam  hal  ini 

Prsiden RI dan merupakan penjabaran UU. No. 38/1999  tentang Pengelolaan Zakat; b. 

Sebagai  lembaga  zakat,  badan  ini  tidak  dapat  dilepaskan  dari  sisi  perkembangan 

kebijakan pemerintah terhadap umat Islam.  

Pertama,  sebagai  lembaga  yang  dibentuk  pemerintah.  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  didirikan  berdasarkan  surat  kepuusan  Presiden  RI  No  No.  8  tahun  2001 

tertanggal   17 Januari 2001 yang waktu  itu ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman 

Wahid.  Surat  keputusan  ini  merupakan  penjabaran  UU.  No.  38  /1999  tentang 

Pengelolaan  Zakat  dalam  diktum  huruf  (b)  surat  keputusan  itu,  disebutkan  ”bahwa 

Undang‐Undang Nomor 33 Tahun 1999 tentang Pengelolalan Zakat mengamatkan untuk 

membentuk Badan Amil Zakat Nasional yang pelaksanannya dilakukan presiden.”     

            Kedua,  keterkaitan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dengan  kebijakan  pemerintah 

Badan  Amil  Zakat Nasional,  dapat  dikatakan  sebagai  puncak  dari  akomodir  kebijakan 

pemerintah  terhadap  pengelolaan  zakat  di  Indonesia.  Dalam  sejarah  perzakatan  di 

Indonesia,  campur  tangan pemerintah  sangat kuat. Menurut Daud,  zaman penjajahan 

Belanda,  langkah pertama yang diambilnya dengan mengeluarkan Biljblad nomor 1892 

tanggal 4 Agustus 1893 yang berisi kebijakan pemeritah Belanda  tentang pengelolalan 

zakat. Kebijakan ini bertujuan untuk membatasai gerak pengelola zakat yakni agar dana 

zakat  tidak  diselewengkan  oleh  pengelola  zakat  dan  kemudian  imam/penghulu 

dipekerjakan untuk mengelola administrasi keuangan    kolonial,  tetapi  tidak diberi gaji 

dan  tunjangan untuk membiayai kehidupan keluarga mereka. Sebelumnya, dana zakat 

dimanfaatkan  untuk  kepentingan  fi  sabilillah  yang merupakan  bagian  kelompok  salah 

satu mustahik, karena dana ini dipergunakan untuk menentang penjajahan.214     

  Tahun  1905  kolonial  Belanda mengeluarkan  Bijblad  Nomor    6200  tanggal  28 

Nopember,  yang  intinya  adalah    melarang  semua  pegawai  pemerintah  dan  priyayi 

pribumi  untuk  tidak  ikut  serta membantu  pelaksanaan  zakat.215 Tahun  1959 menteri 

keuangan    RI.   Memiliki  gagasan  dalam  sebuah makalah    untuk memasukkan  zakat 

sebagai  salah  satu  komponen  sistem  perekonomian  keuangan  Indonesia,  dan                                                             

214Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam (Jakarta: UI Pres, 1988), h. 32-33. 215Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 33.

Page 98: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pandangan yang sama juga pada kalangan anggota perlemen (DPRS) menginginkan agar 

zakat diatur dengan peraturan perundang‐undangan   dan diurus oleh pemeritah  atau 

negara.216  

  Tahun  1967  Pemerintah  RI.,  dalam  hal  ini Menteri  Agama  telah menyiapkan 

rancangan UU Zakat yang diajukan kepada pimpinan DPGR dengan surat Menteri Agama 

Nomor MA/ 095/1967  tanggal 5  Juli 1967. Dalam surat  itu Menteri Agama antara  lain 

menyatakan: “Mengenai rancangan undang‐undang zakat pada prinsipnya,  oleh karena 

materinya mengenai hukum  Islam yang berlaku bagi agama  Islam, maka diatur dengan 

undang‐undang, ketentuan hukum Islam  tersebut harus berlaku bagi Umat Islam, dalam 

hal mana Pemerintah wajib membantunya. Namun demikian Pemerintah berkewajiban 

moril untuk meningkatkan manfaat dari pada penduduk Indonesia, maka inilah perlunya 

diatur dalam undang‐undang.”217  

  Berkaitan  dengan  rancangan UU  Zakat  itu, Menteri Agama mengirimkan  juga 

kepada Menteri Sosial dan Menteri Keuangan, dengan surat Nomor MA/099/67 tanggal  

14  Juli 1967. dalam  surat Menteri Agama  itu,   Menteri Sosial diharapkan memberikan 

pendapat berupa saran dan tanggapan, karena zakat dilihat dari sisi penggunaannya juga 

untuk    kepentingan  dan  tujuan  sosial.  Hal  yang  sama  juga  Menteri  Agama 

mengharapkan Menteri Keuangan karena departemen  ini mempunyai pengalaman dan 

wewenang  dalam  bidang  pemungutan. Menteri  yang  terkahir  ini  menjawab  dengan 

surat Nomor D.  15‐1‐5‐25,  agar masalah  zakat  ditetapkan  dengan  Peraturan Menteri 

Agama.218 

Tahun 1968 dikeluarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1968 (PMA) 

tentang  Pembentukan  Badan  Amil  Zakat.  Pada  tahun  yang  sama  dikeluarkan    PMA 

Nomor 5 Tahun 1968  tentang Pembentukan Baitul Mal. Baitul Mal  yang dimaksud  ini 

berstatus Yayasan dan bersifat semi resmi. Kedua PMA ini memiliki ikaitan yang erat dan 

Baitul Mal  inilah  yang menampung  dan menerima  zakat  yang  disetorkan  oleh  Badan 

Amil Zakat seper  dimaksud PMA Nomor 4 Tahun 1968.219  

                                                            216Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 35. 217Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, (Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat

dan Wakaf, 2002), h. 285. 218Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, h. 285 219Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 36-37.

Page 99: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Belum  berselang  lama  pelaksanaan  PMA  di  atas,  keluarlah  anjuran  Presiden 

Soeharto  dalam  peringatan  Isra’  Mi’raj  tanggal  22  Oktober  1968  di  Istana  Negara 

tentang  pelaksanan  zakat.  Presiden  dalam  pidatonya,  menganjurkan  terwujudnya  

pengelolaan zakat  secara sistimatis dan terorganisir. Secara pribadi   

Presiden menyatakan diri bersedia menjadi amil zakat tingkat nasional.220  

  Masih dalam  tahun yang  sama, Presiden mengeluarkan Surat Perintah Nomor 

07/PRIN/10/1968  tanggal  31  Oktober  1968  dan  menugaskan  kepada  Mayjen  TNI 

Alamsyah Ratuprawiranegara, Kol. Azwar Hamid dan Kol. Ali Affandi untuk membantu 

dalam pelaksanaan  seruan Presiden pada peringatan  isra mi’raj. Seruan dan dorongan 

itu dikumandangkan kembali oleh Presiden pada sambutan pelaksanaan shalat Idul Fitri 

21 Desember 1968 di halaman Istana Negara.221  

             Tahun 1969 dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1969 tentang  

Penundaan  Peraturan  Menteri  Nomor  4  dan  5  Tahun  1968,  sebagai  akibat 

dikeluarkannya anjuran dan  Surat Perintah Presiden RI Nomor 07/PRIN/10/1968 tanggal 

31  Oktober  1968.    Pada  tahun  ini  pula  dikeluarkan  Keputusan  Presiden  Nomor  44 

tertanggal  21 Mei  1969  tentang  Pembentukan  Panitia  Penggunaan  Uang  Zakat  yang 

diketuai oleh Menko Kesra KH. Idham Chalid. Tahun 1969 Menteri Agama mengeluarkan 

seruan Nomor  3  Tahun  1969,  yang  bermaksud  agar mengirimkan  hasil  pengumpulan 

uang zakat kepada  Jenderal Soeharto Presiden RI melalui  rekening Giro Pos Nomor A. 

10.00.222   

  Tahun 1989 telah dikeluarkan Instruksi Menteri Agama Nomor 16 Tahun tanggal 

12  Desember  1989,  tentang  Pembinaan  Zakat,  Infaq  dan  Shadaqah.  Instruksi  ini 

menetapkan seluruh jajaran Departemen Agama (KANWIL, KANDEPAG, KUA) membantu 

lembaga‐lembaga keagamaan yang mengadakan pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah 

agar menggunakan uang hasil pengelolaannya untuk kegiatan pendidikan Islam dan lain‐

lain.223  

  Tahun  1991  telah  dikeluarkan  Keputusan  Bersama Menteri  dalam Negeri  dan 

Menteri Agama RI Nomor 29 dan 47 tahun 1991 tentang Pembinaan Badan Amil Zakat, 

                                                            220Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam, h. 37. 221Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, h. 286 222Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, h. 286 223Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, h. 287

Page 100: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Infaq  dan  Sedekah.  Keputusan  bersama  ini  ditindaklanjuti  dengan  Instruksi  Menteri 

Agama Nomor 5 Tahun 1991  tentang Pedoman Pembinaan Teknis Badan   Amil Zakat, 

Infaq dan Sedekah. Selain  itu terdapat  Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 7 Tahun 

1989 tentang Pembinaan Umum Badan Amil Zakat, Infaq dan Sedekah.224   

  Tahun  1999  telah  disahkan  UU  Nomor  38  Tahun  1999  tentang  Pengelolaan 

Zakat. Sebagai tindak lanjut UU ini Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 581 

Tahun 1999 tentang Pelaksanaan UU Nomor  38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, 

dan  sebagai petunjuk  teknis  telah dikeluarkan Keputusan Direktur  Jenderal Bimbingan 

Masyarakat  Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000  tentang Pedoman Teknis 

Pengelolaan Zakat.  

  Tahun 2000 telah disahkan UU Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ke ga 

atas UU Nomor 7 Tahun 1983  tentang Pajak Penghasilan, yang di antaranya mengatur 

tentang pembayaran zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena pajak.  

  Dilihat  dari  uraian  kronologis  terhadap  peraturan  perundang‐undangan 

mengenai  pengelolaan  zakat  di  Indonesia  dalam  kaitannya  dengan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional,  terdapat dua hal yang perlu dikemukakan: a. Badan Amil, bukan merupakan 

istilah  baru  dalam  dunia  perzakatan  di  Indonesia.  Terbuk   tahun  1968  dikeluarkan 

Peraturan Menteri  Agama Nomor  4  Tahun  1968  (PMA)  tentang  Pembentukan  Badan 

Amil  Zakat.  Dalam  perkembangan  selanjutnya,  pidato  Presiden  Soeharto  pada 

peringatan  Isra’ Mi’raj  kemudian menjadi  pendorong  terwujudnya  Badan  Amil  Zakat 

pada  berbagai provinsi dan dipelopori oleh Pemerintah DKI Jakarta. Istilah ini kemudian 

menjadi  nama  bagi  sejumlah  pengelola  zakat  di  berbagai  provinsi  di  Indonesia.  Pada 

tahun  1968  terbentuklah  Bazis  DKI  Jakarta,  1972  Kalimantan  Timur,  1973  Sumatera 

Barat,  1974  Jawa  Barat,    1975  Baz  Provinsi  Aceh,  1977  Kalimantan  Selatan,  1985 

Sulawesi  Selatan. Menurut  Daud  Ali,  Badan  yang  terbentuk  itu, memiliki  nama  yang 

berbeda‐beda  namun  pada  dasarnya mengambil  nama  Baz,  Bazis,  Bazid  (Badan  Amil 

Zakat dan Derma).225  

b.   Perkembangan Kelembagaan, Visi dan Misi Badan Amil Zakat Nasional 

        1)   Perkembangan Kelembagaan  

                                                            224Departemen Agama RI., Pedoman Zakat, h. 286 225Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Baznas, 2006), h. 18.

Page 101: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dilihat dari sisi perkembangan Baznas, maka secara organisatoris telah dua kali 

mengalami  pergantian  kepengurusan.  Yaitu  periode  I,  2001‐2004  ketua  umum  badan 

pelaksanan,  oleh  Ahmad  Subiyanto  dan  periode  II,  2004‐2007  ketua  umum  badan 

pelaksananya, oleh Didin  Hafidhuddin Ma’turidi.  

        2). Visi dan Misi  

Visi organisasi:  ”Menjadi pusat  zakat nasional yang memiliki   peran dan posisi 

yang  sangat  strategis  di  dalam  upaya  pengentasan  kemiskinan  dan  peningkatan 

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan melalui pengelolaan zakat nasional yang 

amanah, profesional, efisien dan efektif berdasarkan syari’at Islam”.226   

  Dalam  visi  ini mengandung  arah  organisasi    yaitu  Badan  Amil  Zakat Nasional 

selain  melakukan  kegiatan  pengelolaan  zakat  juga  ingin  beperan  lebih  besar  dalam 

penbangunan  bangsa.  Dengan  kata  lain,  eksistensi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tidak 

hanya  sekedar melakukan  fungsi konvensional yakni memenej pengelolaan zakat yang 

merupakan  tugas  utama  tetapi  juga  ingin  mengambil  peran  yang  lebih  luas  dalam 

pembangunan bangsa, yaitu  peningkatan kesejahteran masyarakat.  

  Misi yang dibangun Badan Amil Zakat Nasional yaitu:  

Meningkatkan  kesadaran  umat  untuk  berzakat  melalui  amil  zakat,  sekaligus 

mengarahkan  dan membimbing masyarakat  untuk  dapat mewujudkan  kesejahteraan 

dan keadilan sosial. 

 

a)  Menjadi regulator zakat nasional  

b)    Menjadi  koordinator  badan  Amil  Zakat  dan  Lembaga  Amil  Zakat,  melalaui     

upaya sinergi  yang efektif  

c)  Menjadi pusat data zakat nasional  

      d)    Menjadi  pusat  pembinaan  dan  pengembangan  sumber  daya  manusia  zakat 

nasional.227   

c.  Aspek  Karakteristik  

                                                            226Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 17. 227Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 18.

Page 102: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

    Yang dimaksud dengan karakteristik Badan Amil Zakat Nasional adalah  ciri‐ciri 

yang dimiliki oleh  lembaga  ini yang membedakannya dengan  lembaga pengelola zakat 

lainnya.  Karakteritik  itu meliputi  :  Pertama,    sisi  dukungan  yuridis  formal.    Dari  sisi 

dukungan  yuridis  formal,  yang  kehadirannya  didukung  oleh UU NO.  38/1999  tentang 

Pengelolalan Zakat dan peraturan lainnya setingkat menteri, serta Kepres, menunjukkan 

bahwa Badan Amil Zakat Nasional  secara politis memiliki posisi  yang  sangat  strategis. 

Posisi  ini  secara  yuridis  formal,  sebanding  dengan  badan‐badan  dan  lembaga  yang  

dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Intelejen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan 

Korupsi  (KPK), Komisi Penyiaran  Indonesia  (KPI). Kedua,    sisi peran  lembaga.   Dengan 

dukungan  yuridis  formal, maka  peran  Badan  Amil  Zakat  Nasional  akan memberikan 

karakteristik tersendiri dibanding dengan pengelola zakat lainnya. Dengan begitu Badan 

Amil  Zakat  Nasional  telah  menetapkan  peran‐peran  strategis  di  antaranya  sebagai 

kordinator  pengelola  zakat  tingkat  nasional  bagi  pengelola  zakat.  Ketiga,  Dukungan 

politis. Keterlibatan presiden  baik dalam berbagai forum yang diadakan oleh Badan Amil 

Zakat Nasional memberikan bukti bahwa secara politis kepala negara telah memberikan 

perhatian  yang  cukup  signifikan  bagi  pengembangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional. 

Keterlibatan presiden pada kegiatan yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional di 

antaranya, pencanngan gerakan sadar zakat oleh presiden,228 penyerahan zakat pribadi 

presiden kepada Badan Amil Zakat Nasional dan sejumlah pejabat negera.229  

           2.  Sumber‐Sumber Penghimpunan Dana Badan Amil Zakat Nasional  

Sumber‐sumber       penghimpunan       dana Badan Amil Zakat Nasional meliputi:  

zakat,  infak, sedekah, program kerjasama,  infak operasional serta  subsidi Departemen 

Agama  

Tabel  1:     Penerimaan Badan Amil Zakat Nasional 

                                           Tahun 2005‐2006 

 

Pemasukan  2005  2006 

Zakat  2.540.588.847   4.825.501.587 

                                                            228Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima, h. 4. 229Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 28-30.

Page 103: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Infak      704.608.282  1.924.976.510 

Infak Muqayyad  27.885.238.113  11.122.185.490 

Infak Pemerintah     100.000.000  1.550.000.000 

Infak Operasional     180.845.000      490.303.000 

Jumlah  31.411.280.242  19.912.966.587 

Sumber:   Data Laporan Pertanggungjawaban 

          Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2007 

 

  Dalam tabel  di atas tentang penerimaan Badan Amil Zakat Nasional untuk tahun 

2005‐2006 dalam setiap sektor relatif mengalami   perbedaan. Untuk sektor zakat pada 

2006 dimaksud    telah mengalami peningkatan penerimaan. Khusus pengaruh musibah 

tsunami 2005 yang  telah melanda   kawasan Aceh  telah mengetuk banyak pihak untuk 

menyalurkan  infaknya  guna  membantu  korban  tsunami.  BUMN    Peduli,  UPZ  dan 

lembaga‐lembaga  lainnya  mempercayakan  penyalurannya  melalui  Baznas,  sehingga 

pengumpulan  infak muqayyadah di  tahun 2005 melonjak dibandingkan  tahun sebelum 

dan  sesudahnya. Pengaruh  gempa di  Yogya  tahun 2006, memberikan pengaruh besar 

juga bagi pengumpulan  infak muqayyadah. Tahun 2007 musibah banjir  yang melanda 

sejumlah  daerah,  tetapi    tidak  terlalu  memberikan  pengaruh  yang  besar  bagi 

pengumpulan infak muqayyadah.230  

  Untuk pemasukan dari pos infak,  biasanya dilakukan oleh perorangan dan  

diserahkan kepada Badan Amil Zakat Nasional tanpa menyebut sasaran peruntukannya 

secara  khusus. Waktu penyerahan dana  infak  ke Badan Amil  Zakat Nasional biasanya 

diinfakkan  pada saat muzaki membayar zakat.231  

  Infak  pemerintah  merupakan  subsidi  Departemen  Agama,  dan  hal  ini 

perwujudan  UU  NO.  33/1999  tentang  Pengelolaan  Zakat,  yang  menetapkan  bahwa 

(pasal  23)  ”Dalam  menunjang  pelaksanaan  tugas  badan  amil  zakat  sebagaimana 

                                                            230Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional, 2007, h. 6. 231 Wawancara Pibadi dengan Ahmad Sholeh, Staf Divisi Pengumpulan Pengurus

Pelaksana Harian BAZNAS, Jakarta, 21 September 2007.

Page 104: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dimaksud  dalam  pasal  8,  pemerintah wajib membantu  biaya  operasional  badan  amil 

zakat.” Secara subtan f, pasal ini dijabarkan oleh Kepres No. 8/2001 tentang Badan Amil 

Zakat Nasional, pasal 17  ”Segala pembiayaan  yang diperlukan bagi pelaksanaan  tugas 

Badan Amil Zakat Nasional dibebankan pada Anggaran Departemen Agama.” 

       3.   Pelaksanaan Program Badan Amil Zakat Nasional  

a.   Penanggulangan Sektor Bencana 

Dalam  pelaksanaan  program  Badan  Amil  Zakat  Nasional    dilihat  dari  sisi 

pelaksana, maka menganut  tiga  pola.  Pertama,  pola  kemitraan  eksternal,  yaitu  suatu 

program  yang dikerjakan oleh Badan Amil  Zakat Nasional dengan mitra  lembaga  lain, 

misalnya,  BUMN  atau  Forum  zakat.  Dalam  prakteknya,  sebelum  program  dilakukan, 

Badan Amil Zakat Nasional membuat proposal program dan kemudian diajukan kepada 

lembaga  tertentu  untuk  diajak  bermitra.  Kedua,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai 

pelaksana tunggal. Yaitu suatu program, Badan Amil Zakat Nasional sebagai inisiator dan 

juga sebagai pelaksana.232   

Dilihat  dari  sisi  bentuk  program,  meliputi.  Pertama,  kemanusiaan.  Yang 

dimaksud  dengan  program  kemanusiaan menurut  Badan  Amil  Zakat  Nasional  adalah 

pemberian  bantuan  untuk  meringankan  masyarakat  yang  terkena  bencana  seperti 

seperti  evakuasi,    penyediaan  logistik,  pelayanan  kesehatan  dan  rehabilitasi  tempat. 

Juga bantuan  yang bertujuan untuk memenuhi  kebutuhan  asasi masyarakat.233 Dilihat 

dari sisi objeknya,   bantuan ini ditujukan untuk masyarakat  

yang  terkena  musibah,  maupun  masyarakat  yang  tidak  dilanda  bencana  tetapi 

mengalami  kesulitan  dalam memenuhi  kebutuhan  pokok mereka. Dalam  tahun  2006, 

Badan Amil Zakat Nasional telah melakukan bantuan kemanusian pada berbagai tempat 

di Indonesia  

        1).   Gempa Bumi Yogyakarta dan sekitarnya 

Gempa  yang  terjadi  27  Mei  2006  di  Yogyakarta  telah  memberikan  dampak 

negatif  bagi    kehidupan  masyarakat  setempat.  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

melakukan program  kemanusiaan meliputi pemberian  kebutuhan pokok, pemasangan 

                                                            232Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 20 September 2007. 233Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 34.

Page 105: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tenda  darurat,  mendatangkan  guru  bantu,  siraman  rohani  di  Dusun  Dahrono  Kab. 

Bantul.234 Sedang di Wonokromo, Badan Amil Zakat Nasional bekerjasama dengan PT. 

Permodalan  Nasional Madani  (PNM)  telah menyalurkan  bantuan  berupa  penyediaan 

sekolah tenda dan fasilitasnya untuk menggan kan 6 lokal kelas yang hancur. Konstruksi 

bangunan  berupa,  material  kayu  meranti,  atap  seng  dengan  dinding  ethernik  telah 

dibangun dalam waktu lima  hari dengan dukungan 20 pekerja lokal.235 

       2).  Banjir Bandang di Sinjai 

Pada tanggal 20 Juni 2006, terjadi bencana tanah longsor pada tujuh kecamatan 

di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Korban   bencana  ini menelan  rumah penduduk, 

sarana pendidikan, korban jiwa, ratusan hektar. Terdapat lima kecamatan yang terkena 

musibah  yaitu:  Kecamatan  Sinjai  Utara,  Sinjai  Selatan,  Sinjai  Tengah,  Sinjai  Timur, 

Tellulimpoe.  Tim  kemanusiaan  Badan  Amil  Zakat Nasional melakukan  pendistribusian 

logistik, pelayanan kesehatan. Selain bersifat pelayanan, tim Badan Amil Zakat Nasional 

juga melakukan kegiatan pengkordinasian antar  lembaga pengelola zakat dan  lembaga 

swadaya masyarakat, guna distribusi bantuan dan pelayanan yang efektif.236      

       3).  Gempa Pangandaran  

Tahun  2006  telah  terjadi  gempa  yang  diiringi  dengan  tsunami  di  Desa 

Sindangwangi,  Desa  Bukit  Babakan  serta  7  k  pada  Kecamatan  Pangandaran  serta 

sepanjang pantai  selatan  Jawa, Ciamais, Cilacap, Garut, Tasikmalaya, Kebumen, Bantul 

dan  Gunung  Kidul.  Tim  kemanusiaan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah  memberikan 

bantuan  kepada  korban  gempa  di  Desa  Sindangwangi,  Desa  Bukit  Babakan,  Cimeret, 

Parigi, Sidomulyo, Silujang, Kalipulang dan Legok  

Jawa. Bantuan diberikan berupa layanan kesehatan.237   

         4).   Pelayanan Gizi Anak Gunung Sitoli  

Pulau Nias di Provinsi Sumatera Utara, merupakan daerah yang terkena bencana 

tsunami  pada  tahun  2004  dan  2005.  Pasca  tsunami,  kehidupan  sosial  ekonomi  pada 

lokasi  dimaksud  sangat memperihatinkan.  Tim  Badan Amil  Zakat Nasional melakukan 

                                                            234Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 37. 235Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 36. 236Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 38. 237Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 40.

Page 106: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

pemberian bantuan dengan kerjasama Islamic Develompment Bank (IDB). Bantuan yang 

diberikan berupa membagikan makanan tambahan untuk anak usia 12 tahun sebanyak 

2.409 anak di 16 desa di Kecamatan Sunung Sitoli.238 

          5).   Bingkisan Lebaran  

Pada  tahun 2006 Badan Amil Zakat Nasional melakukan program kemanusiaan 

dengan  nama  kegiatan  “bingkisan  lebaran  ceria”.  Kegiatan  ini  bertujuan  untuk 

meringankan beban kehidupan para duafa serta dai  agar mereka dapat menyambut hari 

lebaran  dengan  kegembiraan.  Untuk  itu,  tim  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tahun  2006 

membagikan  10.000  paket  sembako  kepada  mereka  di  daerah  terpencil    pada  33 

provinsi di seluruh Indonesia.239  

  Untuk sektor kemanusiaan sebagaimana terlihat dalam tabel  delapan (8) bahwa  

pada  tahun   2006 dilihat dari  sisi  sebab bantuan pada dasarnya ada dua  yaitu, untuk 

meringankan  beban  korban  bencana  alam  dan  kelompok miskin  yang  tidak  terkena 

bencana alam.   

b.   Sektor Ekonomi Produktif   

        1).  Pemberdayaan Perempuan Danau Maninjau  

Badan  Amil  Zakat  Nasional  bekerjasama  dengan  Korps  Perempuan  Dakwah 

Islamiyah (KPMD) yang telah diserifikasi menjadi unit salur zakat dan bertindak sebagai 

lembaga  pendamping.  Bentuk  perekonomian  yaitu  kaum  perempuan  melakukan 

penangkapan  ikan, pengolahan dan pengemasan. Selanjutnya,  ikan‐ikan  itu dipasarkan 

ke toko‐toko yang menjual makanan khas daerah yang telah diorganisir oleh koperasi.240 

Program  ini  berlangsung  di  Nagari  Jorang  Sasar,  Kec.  Tanjung  Kab.  Agam 

Sumatera Barat, yang pelaksana program  merupakan  mustahik yang memperoleh dana 

                                                            238Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 40. 239Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 41. Menurut Fuad, bencana

mengantar seseorang untuk mencapai sesuatu, namun dalam kenyataannya terdapat juga mustahik yang tidak dilanda bencana tetapi mengalami kesulitan dalam melaksanakan ”ibadah” dan aktifitas lainnya. Bagi BAZNAS,kedua model ini diberikan bantuuan kemanusiaan. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 20 September 2007..

240Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42. Program ini mendorong perempuan untuk berusaha secara ekonomi dan tetap memperhatikan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 20 September 2007..

Page 107: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

zakat.  Laba  bersih  menjadi  milik  mustahik  yang  sebelumnya  dibayar  10  %  kepada 

pendamping  (KPMDI).  Selanjutnya,  dana  bantuan  yang  kembali,  akan  digulirkan  oleh 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  kepada mustahik  yang  lain melalui  program  yang  sama. 

Dalam  pelaksanaannya,  program  ini  telah  dievaluasi  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

pertiga bulan.241     

          2)   Pemberdayaan Peternak Domba Cililin 

 Program ini merupakan upaya peningkatan kehidupan ekonomi wali santri yang 

hidup dalam kelompok mustahik melalui kerjasama Badan Amil Zakat Nasional dengan 

Pondok Pesantren Dâr al‐Najâh Cipining Bogor. Proyek ini melibakan Pondok Pesantren 

sebagai  penanggungjawab  dan  pendamping  dengan  tugas  antara  lain   memilih  wali 

santri yang dipandang layak sebaga calon  pekerja; mengawasi jalannya proyek; sedang 

wali santri bertindak sebagai pekerja yakni pemelihara kambing dan Badan Amil Zakat 

Nasional sebagai penyedia kambing.242 Pola  pembagian hasil dilakukan dengan cara: (a) 

Pengembalian  modal  awal  (berupa  harga  kambing)  ke  pihak  pendamping;  (b)  Hasil 

penjualan  induk  itu  yang  berumur  pemeliharaan  empat  semester,  akan  dibagi  dua 

dengan  pendamping  dan  pekerja  (mustahik);  (c)  Pendamping  dan  pekerja  (mustahik) 

memperoleh masing‐masing  lima puluh prosen dari hasil penjualan anak kambing;    (d) 

Dana  penjualan  induk  kambing  yang  diterima  pendamping  akan  digulirkan  lagi  yang 

sebelumnya dibelikan kambing  kepada mustahik lainnya.243 

c   Pengembangan Ekonomi Masyarakat.  

Yang  dimaksud  dengan  pengembangan  ekonomi, menurut  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  adalah  ”melakukan  pemberian  modal  dan  pendampingan  usaha  kepada 

kelompok  tertentu,  agar  mereka  dapat  melakukan  kegiatan  ekonomi  yang  dapat 

mendorongnya untuk mandiri.”244  Untuk  tahun 2005 Badan Amil Zakat Nasional  telah 

melakukan pengembangan ekonomi melalu dua bentuk  kegiatan: bantuan modal dan 

pendampingan  untuk  kelompok  usaha  mustahik  produktif  dengan  hibah  dan 

pembiayaan  kebajikan  (al‐Qard  al‐Hasan).  Bantuan  pembayaran  premi  asuransi 

pembiayaan  untuk  mustahik  produktif,  agar  bisa  mendapatkan  pembiayaan  dari 

lembaga keuangan mikro syari’ah tanpa agunan.   Kelompok usaha yang telah   menjadi 

                                                            241Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42. 242Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43. 243Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43. 244Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 46.

Page 108: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mitra di antaranya pengrajin  tas di Bogor, pemulung sampah plastik, peternak domba, 

pedagang pasar Serpong.245         

Untuk sektor pengembangan ekonomi bagi mustahik, Badan Amil Zakat Nasional 

berpandangan bahwa faktor kesehatan mempunyai posisi penting bagi seseorang dalam 

memenuhi  kebutuhan  ekonomi.  Menurutnya,  seorang  yang  sakit,  maka  ia  akan 

terhalang  untuk  bekerja  dan  juga  ia  akan mengeluarkan  biaya  kesehatan.  Berkaitan 

dengan biaya kesehatan, maka dalam hal tertentu, seseorang pedagang kaki  lima akan 

mengeruk tabungan untuk  biaya pengobatan dan dalam kondisi demikian, maka sangat 

mempengaruhi modal kerjanya.246  Berkaitan dengan kesehatan, Bagi Badan Amil Zakat 

menilai  program  ini  penting  dilakukan  karena memiliki  keterkaitan  yang    sangat  erat 

dengan upaya pemenuhan kebutuhan lainnya bagi mustahik seperti pekerjaan. 

 

d.   Pembinaan Sektor Kesehatan    

Dalam  rangka  program  kesehatan  ini,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

mengusung  nama  ”Unit  Kesehatan  Keliling.”  UKK  memberikan  pelayanan  kesehatan 

secara  gratis  kepada  keluarga  pra  sejahtera,  yang  tidak  terjangkau  sarana  kesehatan. 

Menurut Baznas, UKK ini diberikan kepada mustahik untuk 15  

wilayah kecamatan di Jadebotabek selama tujuh hari dalam seminggu.247  

Untuk  pengembangan  program  ini,  maka  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

menyiapkan program ”Dokter Keluarga Pra Sejahtera  (DKPS)” ke wilayah pra sejahtera 

tersebut. Selanjutnya UKK dialihkan ke wilayah lain. Selain program ini, kini Badan Amil 

Zakat Nasional telah mengembangkan program rumah sakit gratis untuk para mustahik 

yang berlokasi di Ciputat. 248   

                                                            245Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 46.

246 Pandangan BAZNAS tentang kesehatan selengkapnya dalam kutipan: ”Bagi pekerja harian (Pedagang keliling, buruh, tukang becak dan pekerja sektor informal

lainnya) menderita sakit, adalah musibah besar. Karena selain kehilangan kesempatan untuk mendapatkan penghasilan, dia bahkan harus mengeluarkan uang untuk biaya pengobatannya. Jika

tidak ada tabungan, maka modalnyapun tersedot, bahkan tidak jarang harus berhutang. Sehingga semakin bertambahlah kemiskinannya.”

247 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 44. juga pada Baznas News No. 01/08, h. 7. .

248Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 44.

Page 109: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Badan  Amil  Zakat  Nasional  sejak  berdirinya  sampai  dengan  Januari  2008 M/ 

Muhamarram 2009 H  telah melayani 20.367 jiwa dalam program UKK.249  

e.  Pembinaan Sektor Pendidikan  

Untuk  mendukung  pengembangan  sumber  daya  manusia,  maka  Badan  Amil 

Zakat  Nasional  mengembangkan  pogram  peningkatan  kualitas  SDM.    Menurutnya,  

sumber  daya  manusia  memiliki  keterkaitan  yang  sangat  erat  dengan  masa  depan 

bangsa.  Baginya,  pendidikan  memiliki  posisi  penting  dalam  rangka  meningkatkan 

kualitas  sumber  daya manusia.  Pendidikan  akan memberikan  bekal  kepada mustahik 

untuk bersaing dalam dunia kerja.250   

Wujud program ini meliputi: beastudi untuk siswa tidak mampu, bantuan sarana 

belajar  mengajar  bagi  sekolah  tidak  mampu  serta  pelatihan  bagi  guru  IPA  untuk 

madrasah. Untuk pendidikan kader pemimpin bangsa pada mahasiswa dikembangkan di 

Jakarta,  Bandung,  Makasar,  Surabaya  dan  Yogyakarta,  yang  pada  pelaksanaannya 

bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Strategis.251  

Kerja sama Badan Amil Zakat Nasional dengan Dompet Dhuafa dilakukan untuk 

mendukung pengelolaan sekolah ”Smart Ekselensia” yaitu sekolah unggulan untuk anak‐

anak miskin yang berprestasi, setingkat SMP dan berlokasi di Parung.252   

e.     Sinergi Antar Lembaga dalam Peningkatan Kesejahteraan  Umat  

      1).  Sesama Pengelola Zakat  

                                                            249Badan Amil Zakat Nasional, BAZNAS NEWS, Edisi Muharram 1429 H, (01 2008) h.

7. 250Pandangan Badan ini terhadap pendidikan terlihat pada :

”... masa depan bangsa sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Pendidikan adalah cara untuk mengubah nasib bangsa. Namun bagi kalangan tertentu pendidikan merupakan sebuah kemewahan yang seringkali hanya terjangkau dalam mimpi. Sehingga dengan keterbatasan kompetensi dengan persaingan pasar tenaga kerja yang semakin tinggi, roda nasib mereka tidak pernah bergerak. Tetap berhenti di bawah.” Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 45

251Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 45

252Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 45. Program ini merupakan upaya Badan Amil Zakat Nasional untuk mengembangkan harapan Badan Usaha Milik Negara dalam keterlibatannya dalam secara material dalam kegiatan sosial ekonomi. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 20 September 2007..

Page 110: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Sinergi Center. Sinergi Center merupakan upaya media koordinasi dan publikasi 

yang dibentuk oleh Badan Amil Zakat Nasional dengan Lembaga Amil Zakat serta Forum 

Zakat  agar  tercipta  gagasan  untuk  membuat  bantuan‐bantuan  terhadap  masyarakat 

yang tertimpa bencana di Yogyakarta dan sekitarnya. 

  Media  ini  telah mendapat  bantuan  untuk masyarakat  Yogya  dan  sekitarnya. 

Untuk  masyarakat  Prambanan  telah  diperbaiki    rumah  sebanyak  130  warga,  yang 

merupakan  bantuan dari PT. Permodalan Nasional Madani.253  

Pada tabel dua puluh sembilan (29) tentang program sinergi center  Badan Amil 

Zakat  Nasional  terlihat  bahwa  jenis  aktivitas  mencakup  koordinasi  antar  lembaga 

pengelola  zakat  (LAZ)  dan  forum  organisasi  zakat  (FOZ),  bantuan  perbaikan  rumah. 

Sedangkan lokasi program untuk Yogykarta dan sekitarnya.  

    Salah  satu wujud  kemitraan,  Badan  Amil  Zakat Nasional  bekerjasama  dengan 

Dompet  Dhuafa  Republika  (DDR).  Pertimbangan  kerjasama  didasarkan:  (a)  Kesamaan 

fungsional  kelembagaan;  (b)  Pengembangan manajemen.  Yang  pertama  dimaksudkan 

kedua  lembaga  ini    secara  fungsional  ”memperjuangkan”  zakat  sebagai  instrumen 

kesejahteraan  yang modern  dengan  berbagai  program  yang  telah  dikembangkan  dan 

yang kedua, keinginan untuk mengembangkan manajemen  sebagai bagian pencapaian 

tujuan kelembagaan.254  

      2)  BUMN  

 BUMN Peduli.    Pada tahun 2005    Badan Amil    Zakat Nasional terpilih  

sebagai mitra  BUMN  Peduli,  untuk menangani  bencana  di  Aceh  Darussalam  (2005), 

banjir  bandang  di  Jember  dan  gempa  bumi  di  Yogyakarta  2006.  Program  ini 

menghasilkan dua bidang kegiatan,   pendidikan dan ekonomi. Bidang Pendidikan, yaitu 

pemberian bantuan biaya pendidikan Rp. 350.000 perorang perbulan untuk 125 orang 

selama  setahun.  Bantuan  dua  buah  asrama  dan  perlengkapannya.  Untuk  pendidikan 

tinggi,  bantuan  diberikan  kepada  11  orang  mahsiswa  berupa  beasiswa  sebesar  Rp. 

4900.000 perorang perbulan sampai sarjana.255 

                                                            253Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 52. 254 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007. 255Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 48.

Page 111: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Untuk  bidang  ekonomi,   mencakup  pembangunan  pasar  tradisional  sebanyak 

114 kios, pela han dan pemberian modal ternak ayam, modal usaha untuk pengusaha 

kecil,pelatihan dan modal kerja untuk bengkel motor, yang kesemuanya dilaksanakan di 

Banda Aceh.256   

Selain  kegiatan  tersebut  BUMN  Peduli  melalui  mitranya  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  telah melakukan    penyertaan modal  usaha    sebesar  Rp.  640.000  pada  Bait 

Qiradh  Bait  al‐Rahmân  Badan  Amil  Zakat  Nasional Madani  yang  berlokasi  di Masjid 

Baitul  al‐Rahmân  Banda  Aceh    yang  sebelumnya  asetnya  hancur    dan  sekitar  80  % 

nasabahnya menjadi  korban  tsunami.  Per  31  Desember  2005  asetnya menjadi  Rp.  8 

Milyar dan membukukan laba bersih Rp. 150 Juta.257  

Untuk  usaha  penjualan  barang  kebutuhan  pokok  di  Yogyakarta    Badan  Amil 

Zakat Nasional  sebagai mitra BUMN Peduli   meluncurkan Madani Mart pada   Agustus 

2005  dan    pada  2006  telah  menjadi  grosir  barang‐barang  kebutuhan  pokok.  Untuk 

bantuan  kemanusiaan,  BUMN  Peduli  melalui  mitranya  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

membuka  posko  bantuan  di  Yogyakarta,  yang memberikan  bantuan  evakuasi,  logistik 

dan pelayanana kesehatan.258 

Dari  tabel  dua  puluh  ga    (23)    tentang  program  peduli  Badan  Usaha Milik 

Negara  (BUMN) yang dimitrakan dengan badan Amil Zakat Nasional pada  tahun 2005 

dan 2006 menunjukkan bahwa dilihat dari sisi  :  (a)  lokasi program menunukkan hanya  

terbatas  pada  daerah  bencana  yakni  Aceh  dan  Yogyakarta  dan  (b)    keberlanjutan 

program, maka  untuk  tahun  2006 masih merupakan  rangkaian  dari    program  tahun 

sebelumnya  (2005) yaitu bidang pendidikan dan ekonomi. Khusus untuk bidang sosial, 

untuk bencana Yogyakarta, ditujukan pada  tahun 2006 saja.  

        3) SIKIB 

   SIKIB  merupakan  program  kerjasama  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dengan 

Solidaritas  Istri  Kabinet  Indonesia  Bersatu  (SIKIB).  Program  ini  bertujuan  untuk 

membantu korban bencana alam tsunami yang terjadi di Aceh Darussalam khusususnya 

                                                            256Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 48. 257Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 48. 258Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 48

Page 112: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

anak  usia  TK  dan  SD.  Program  ini  diresmikan  Desember  2006  oleh  Ibu  Negara  Ani 

Yudhoyono.259   

Program  ini  telah  memberikan  bantuan  berupa  perlengkapan  asrama  dan 

sekolah  TK  dan  SD  di Aceh Darussalam.  Bantuan    perlengkapan  itu  untuk memenuhi 

keperluan   dua buah asrama, enam ruang kelas, gedung serbaguna. Bantuan yang  lain 

berupa pemberian biaya hidup dan pendidikan  sebesar Rp. 350.000 peranak perbulan 

untuk 150 anak.260    

 

 

 

 

 

 

                  Tabel   2:  Program   Mitra  Solidaritsa  Isteri  Kabinet  

                                   Indonesia Bersatu  (SIKIB) dan Badan Amil Zakat Nasional  

 

Jenis Program   Tahun 2005 

(Lokasi Program)  

Tahun 2006  

(Lokasi Program) 

Bantuan  Perlengkapan Asrama  dan  Sekolah  TK  dan SD   

‐ Banda Aceh  

Bantuan Biaya Pendidikan   TK dan SD  

‐ Banda Aceh  

Bantuan  Geduang  Serbaguna Dar al‐Hijrah SMP  

‐ Banda Aceh  

 

                                                            259Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 50. Menurut Fuad, program ini

merupakan salah satu bentuk kepedulian kelompok elit bangsa Indonesia terhadap sesama. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 20 September 2007..

260Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 50.

Page 113: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Sumber: Anual Report Badan Amil Zakat Nasional 2006 

Pada    tabel  di  atas  tentang  program  kerjasama  SIKIB  dan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional terlihat bahwa program hanya diberikan pada tahun 2006. Sedangkan dari sisi 

lokasi  program  hanya  berbatas  pada  daerah  Banda  Aceh.  Adapun  dari  sisi  bidang 

program secara umum ditujukan pada pengembangan fasilitas pendidikan  dasar.  

        4) Program Perbankan Syari’ah Peduli Umat  (PSPU).  

Program  PSPU  merupakan  kerjasama  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dengan 

perbankan,  khususnya  perbankan  syari’ah  yang  dilaksanakan  25  Oktober  2005  oleh 

Deputi  Gubernur  Bank  Indonesia.  Program  ini  diikuti  oleh  13  bank  Syari’ah  yang 

berkantor pusat di Jakarta dan Bandung.261 

  Program PSPU  telah memberikan bantuan kepada masyarakat Yogyakarta dan 

Klaten    berupa makanan,  tenda,  pakaian,  obat‐obatan,  pelayanan  kesehatan.  Untuk 

program perbaikan  rumah dipilih Dusun Dahromo  sebagai percontohan. Pemilihan  ini 

didasarkan    karena  95  %  fasilitas  umum  dan  warga   mengalami  kehancuran  akibat 

gempa.  Bantuan  yang  diberikan  di  Dusun  ini  berupa  perbaikan  rumah  34  warga, 

pembangunan  sekolah  semi  permanent  untuk  tingkat  SD  Muhammadiyah  Dahrono, 

beastudi  dan  perlengapan  sekolah  untuk  187  siswa  SD  selama  6  bulan,  pembayaran 

honorarium guru selama 6 bulan,  pembangunan klinik    semi permanent serta bantuan 

modal kerja sebesar Rp. 500.000 perbulan   

kepada 225 waga dusun.262     

Dari tabel dua puluh empat (24) program perbankan syari’ah peduli umat Badan 

Amil  Zakat  Nasional  terlihat  bahwa  lokasi  program  hanya  ditujukan  pada  daerah 

Yogyakarta  dan  sekitarnya.  Sedangkan  untuk  bidang  program  selain  bidang  ekonomi 

berupa  pemberian  bantuan    modal  kerja,    secara    umum  program  ini  bersifat 

kemanusiaan dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat.  

5) Bedah Kampung.  

                                                            261Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 51. Menurt data, samapi tahun

2007 terdapat tiga Bank Umum Syari’ah (BUS yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI), Bank Syari’ah Mandiri (BSM), Bank Syari’ah Mega Indonesia (BSMI). Sementara 26 buah unit usaha syari’ah (USS) dan 114 BPR (Bank Perkreditan Rakyat). Direktori Syari’ah 2008, (Jakarta: Republika, 2008), h. 4.

262Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 51.

Page 114: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Program  ini  berjalan    tahun  2006    bertepatan  pada  Hari  Keluarga  Nasional. 

Departemen  Dalam  Negeri  sebagai  inisiator  program  telah  melakukan  perbaikan  di 

Kampung  Cipambuan  Kab.  Bogor.  Dalam  program  ini,  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

berpartisipasi    melakukan  perbaikan  pada  mushallah  dan      Madrasah  Ibtidaiyah,   

pemberian  beastudi  kepada  siswa,   pelatihan   dan  

bemberian modal kerja kepada pemuda putus sekolah.263 

f.    Pengembangan Promosi Program  dalam  Manajemen Pendayagunaan Zakat    

Dalam rangka pengembangan komunikasi antara Badan Amil Zakat Nasional dan 

masyarakat dalam pendayagunaan zakat, maka badan  ini melakukan promosi kegiatan.  

Pertama, membangun  isu. Menurut Fuad pada  tahun 2007 Badan Amil Zakat Nasional 

telah melakukan  upaya‐upaya  revisi  isu,  dengan  tidak  hanya menjadikan  lembaga  ini 

terkesan  sebagai  milik  mustahik  dan  muzakki,  tetapi  menampilkan  dirinya  dengan 

penekanan pada  fungsi mengatasi problema sosial kemasyarakatan. Menurut Fuad  isu  

yang  dibangun  adalah  Indonesia  sehat,  Indonesia  cerdas,  Indonesia  taqwa,  Indonesia 

makmur, Indonesia peduli.264       

Kedua membentuk program. Kelima isu itu diwujudkan dalam program‐program 

tertentu. Misalnya, Indonesia cerdas, badan ini menginginkan agar dalam satu keluarga 

terdapat seorang sarjana. Ide ini dimaksudkan agar tercipta kesadaran bagi masyarakat 

untuk  mengembangkan  pendidikan  melalui  Badan  Amil  Zakat  Nasional.    Indonesia 

peduli, dimaksudkan agar masyarakat memiliki kepedulian sosial  atas berbagai bencana 

dan  masalah  kemanusiaan  yang  melanda  bangsa  Indonesia,  dengan  memberikan 

bantuan  pendanaan  pada Badan Amil  Zakat Nasional    Sementara  itu  Indonesia  sehat 

dimaksudkan  agar  masyarakat  memiliki  partisipasi  dalam  pengembangan  kesehatan 

masyarakat melalui pemberian dana kepada BAZNAS.265  

Ketiga, sinergi program.  Untuk mengembangkan program ini,  Badan Amil Zakat 

Nasional  telah  bekerjasama  dengan  instansi  tertentu.  Misalnya,  program  Indonsia 

cerdas telah bekerja sama dengan Menteri Pendidikan Nasional dan sebelas perguruan 

                                                            263Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 53.

264Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

265Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

Page 115: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tinggi  negeri  se  Indonesia.266 Upaya  ini  dilakukan  dengan menyiapkan  dana  beasiswa 

oleh    Badan  Amil Zakat Nasional  kepada mahasiwa    

baru yang lulus ujian seleksi masuk perguruan tinggi negeri.267    

Mencermati program di atas, menurut Fuad Nasar, secara esensial program  ini 

merupakan  pengembangan  dari  program  yang  ada  sebelumnya  seperti  pada  bidang 

pendidikan dan  ekonomi. Walaupun demikian, menurutnya, dilihat dari sisi komunikasi 

yang  terbangun  dari  program  ini,  dipandang  sangat  efektif.    Argumen  yang 

dikemukakan,  yaitu  program  ini  memudahkan  masyarakat  untuk  menghapal  nama 

program  dan  selanjutnya mengingat  dan  bertindak melalui  pemberian  pendanaan.268   

Kemudahan   menghapal nama program bagi masyarakat, menurut Fuad, karena secara 

sosiologis bangsa  Indonesia ditimpa berbagai krisis dan program  ini merupakan bagian 

dari solusi krisis. Selanjutnya, dengan nama program ini memberikan dampak psikologis 

bagi masyarakat  yaitu  ikut  serta merasakan  dampak  krisis‐krisis  dimaksud.  Selain  itu, 

dengan nama program dimaksud secara tidak langsung menggambarakan harapan yang 

akan dicapai  dalam program‐program Badan Amil Zakat Nasional dimaksud.269   

Pengembangan promosi program di atas, menunjukkan bahwa Badan Amil Zakat 

Nasional,  berusaha  mengembangkan  penggalangan  dana  zakat  melalui  pembuatan 

program  yang  dipandang  layak  jual  dan  strategis.  Program  ini  dilihat  dari  sisi  aspek 

pendayagunaan  zakat, menunjukkan  bahwa  secara  tidak  langsung  Badan  Amil  Zakat 

Nasional mempromosikan  kepada  masyarakat  akan  tujuan  yang  akan  dicapai  dalam 

program ini.   

B.  Pendayagunaan Zakat Pada Berbagai Pengelola Zakat di Indonesia  

        1   Badan Amil Zakat,  Infak  dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta  

a.   Aspek kelembagaan  

Badan ini didirikan oleh Gubernur Ali  Sadikin berdasarkan SK. Gubernur  

                                                            266Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008. 267Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008. 268Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008. 269Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Mei 2008.

Page 116: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

DKI Jakarta No. Cb. 14/8/18/68 tertanggal 15 Februari 1968.270    Pada tahun 1973  

cakupan  kerja  BAZ DKI  Jakarta  diperluas dengan   mengelola  dana    sedakah,  

sehingga nama lembaga diubah dari BAZ menjadi BAZIS.271  

Tujuan Badan Amil Zakat, Infak dan Sedekah (BAZIS) DKI Jakarta    adalah untuk 

mengelola dana zakat,  infaq dan sedekah   warga  ibu kota sesuai dengan syari’at  Islam 

agar  lebih  berdayaguna.  Visi  kelembagaan  adalah  mewujudkan  keadilan  distribusi 

kekayaan  menuju  masyarakat  Jakarta  yang  sejahtera  dan  bertaqwa  Misi  yang  akan 

dibangun.  Pertama,  memberikan  kontribusi  kepada  Pemerintah  Daerah  dalam 

meningkatkan  taraf  hidup  masyarakat.  Kedua,  memotivasi  masyarakat    untuk   

memberikan  zakat  infaq  dan  sedekah.  Ketiga,  pengelolaan    zakat,  infaq  dan  sedekah 

berorientasi pada pemberdayaan masyarakat.272   

Badan  ini dibangun dengan motto,  teguh menjaga amanah. Program unggulan 

yang  dikembangkan  mencakup  peningkatan  kualitas  sumber  daya  manusia  dengan 

pemberian  bantuan  beasiswa,  pemberdayaan  usaha  pedagang  kecil  di  pasar‐pasar 

tradisonal.273 Badan ini, memiliki karakteristik sebagai amil zakat, infak dan sedekah baik 

dalam hal prinsip  dasar kehadirannya maupun pada pengembangan organisasi.  

 

b.    Sumber  Penerimaan Keuangan  

Sumber penerimaan  keuangan pada Badan Amil  Zakat  Infak dan  Sedekah DKI 

Jakarta pada  tahun 2003 dan 2004    sebagaimana dikemukakan pada  tabel dua puluh 

lima  (25) yang melipu    zakat,  infak dan sedekah, bantuan APBD, serta kelompok  lain‐

lain yang antara lain pendapatan hasil pengembangan dan pendapatan jasa giro.  

               c.    Aspek Pendayagunaan Zakat  

Dalam pendayagunaan zakat, maka prosentase yang ditetapkan: a. 35 % untuk 

aktifitas kemaslahatan dan peningkatan sumber daya manusia; b. 14 % untuk bantuan 

                                                            270Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, (Jakarta: Forum Zakat, 2001), h.

27. 271Amelia Fauzia, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah (BAZIS) dalam Revitalisasi

Filantropi Islam, (Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2005), h. 34. 272Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, (Jakarta: Forum Zakat, 2001), h.

27. 273Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 27.

Page 117: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

intensifikasi  /ekstensifikasi  zakat  infaq  dan  sedekah;    c.  33  %  untuk  bantuan 

kesetiakawanan sosial.274   

Adapun  pendayagunaan  dana  zakat  untuk  tahun  2003  dan  2004    sebagaimana 

dalam tabel dua puluh enam   (26).   Dalam tabel  ini terlihat bahwa dilihat dari sisi  jenis 

penggunaan menurut  sumber dana,  tampaknya mengalami peningkatan   peningkatan 

termasuk di dalamnya dana yang berasalah dari zakat.  

Pendayagunaan  zakat  Badan  Amil  Zakat  Infak  dan  Sedekah  (BAZIS)  DKI  Jakarta, 

menganut pola kebijakan dengan memperhatikan perubahan  sosial ekonomi mustahik 

yang  terjadi  di  daerah  setempat.    Pada  tahun  1969  prosentase  pendayagunaan 

mencakup 67 % untuk modal usaha fakir miskin, 20 % untuk pendirian klinik, operasional 

amil 13 % Untuk bantuan fakir miskin pada tahun 1971 mengalami penurunan sehingga 

menjadi 47 %,  tahun 1984 menjadi 17 %.   Peningkatan  terjadi pada  tahun 2000 yaitu 

menajdi 77 %. Menurut penelitian yang   dilakukan oleh Amelia Fauzia bahwa  fluktuasi 

prosentase  bagi  fakir miskin  terjadi  karena,  pada  tahun  1970  an  bantuan  diarahkan 

untuk  proyek‐proyek  pembangunan  dan  pengembangan.  Dana  untuk  proyek 

pengembangan biasanya dikategorikan pada sabilillah. Selain itu, faktor interpretasi juga 

berpengaruh,  misalnya,  sektor  produktif  diarahkan  pada  sektor  pendidikan  dan 

ekonomi, sehigga terkadang masuk kategori fakir miskin untuk dana zakat dan terkadang 

masuk dalam bantuan modal usaha produktif (dana inafak dan sadakah). Adapun untuk 

amil dewasa  ini telah dianggarkan   dari APBD DKI Jakarta.275 

 2.  BAZDA Provinsi Banten   

a.  Kelembagaan  

Provinsi Banten pada awalnya merupakan wilayah pemekaran dari Provinsi Jawa 

Barat. Provinsi  ini dibentuk berdasarkan UU No. 23  tahun 2000  tentang Pembentukan 

Provinsi Banten  Dalam konteks kehadiran Bazda Provinsi Banten, tidak dapat dilepaskan 

dari  suasana  religius  yang mengitari  perjalanan  pembangunan  di  Provinsi  ini.Provinsi 

Banten telah  menetapkan motto Provinsi yakni Iman dan Taqwa. Bazda Provinsi Banten 

                                                            274Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 28. 275Amelia Fauzia, Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah (BAZIS) dalam Revitalisasi

Filantropi Islam, h. 42-43.

Page 118: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dibentuk  dengan  Keputusan  Gubernur  Provinsi  Banten  No.  451.12  /  Kep.184‐Huk/ 

2002.276  

Tujuan Badan ini adalah :Pertama, menngkatkan pelayanan bagi mustahik dalam 

rangka penunaian ibadah zakat, infak  sedekah sesuai dengan tuntunan agama.    Kedua, 

meningkatkan  fungsi  dan  eran  pranata  keagamaan  dalam  rangka  mewujudkan  

kesejahteraan masyarakat  dan  keadilan  sosial.  Ketiga,   meningkatkan  hasil  guna  dan 

daya guna zakat, infak dan sedekah.277  

Visi  kelembagaan  adalah  terwujudmnya  amil  zakat  yang  amanah, profesional, 

transparan,  bertanggungjawab,  dan mampu mengmpulkan  zakat  secara  optimal  serta 

mendistribusikannya kepada mustahik sesuai dengan  syari’at Islam.278  

Misi kelembagaan yaitu : a.Membangun semangat untuk menajdi muzaki, gemar 

berinfak,  bersedekah,  dan  amal    kebajikan  lainnya.  b.    Mengoptimalkan  pungutan, 

pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat, infak dan sedekah untuk meningkatkan 

kesejahteraan dan kualitas umat. c. Membina, mengembangkan  dan   mendayagunakan  

potensi umat,   sesuai  dengan tuntunan  

syari’at Islam.279  

Berkaitan  dengan  program  kerja  Bazda  Banten,  maka  akan  dikemukakan 

berdasarkan  hasil Rapat  Kerja  IV  tahun  2006.Pertama,    bidang  tata  usaha.  Bidang  ini 

terdiri  dari  a.  Kesekretariatan,  secara  umum  mencakup  perlengkapan    alat‐alat 

sekretariat, penataan  tugas‐tugas staf dan membantu ketua umum untuk menyiapkan 

aganda  rapat.  b.  Perbendaharaan,  secara  umum  melakukan  penganggaran  zakat, 

penertiban   pembukuan dan dokumentasi  keuangan  serta melaksanakan  tugas  lain di 

dalam  bidang  pengelolaar  zakat  sesuai  hasil  rapat.  Kedua  bidang  pengumpulan.  a. 

Melakukan perencanaan pengumpulan ZIS menurut kelompok muzaki dan pembuatan 

Nomor  Pokok Wajib  Zakat  (NPWZ).    b.   Memanfaatkan  data muzaki  sesuai  dengan 

pengelompokan  profesi.  c.    Peningkatan  sosialisasi  dan  kerjasama  antar  instansi  dan 

                                                            276Tim Institut Manajemen Zakat , Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah, (Jakarta: Institut

Manajemen Zakat (IMZ), 2006), h. 44. 277 Tim Institut Manajemen Zakat , Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah, h. 46.

278Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” yang diselenggarakan oleh Kanwil departemen Agama Provinsi Banten, 2008, h. 5

279Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 5.

Page 119: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

masyarakat pada umumnya.  d.  Mengoptimalkan tugas dan fungsi unit pengumpul zakat 

(UPZ). e. Melakukan kegiatan pengumpulan ZIS  .         Ketiga,     bidang pendistribusian. a. 

Membuat rencana pendistribusian ZIS. b. Menginventarisir mustahik dengan koordinasi  

instansi  terkait.  c.  Mendokumentasikan  dan  mensosialisasikan  serta  evaluasi  data  

pendistribusian  ZIS.      Keempat,  bidang  pendayagunaan.  a.  Membuat  rencana  

pendayagunaan  ZIS.  b.  Melakukan  pendayagunaan  dana  non  zakat  untuk  usaha 

produktif.  c. Melakukan  kerjasama  dengan  pihak‐pihak  terkait  dalam  pendayagunaan 

ZIS.  Kelima,    bidang  pengembangan.  a.  Membuat  perencanaan  studi  banding  pada 

lembaga  zakat  dan  meningkatkan  penelitian  tentang  perzakatan  serta 

menyelenggarakan fungsi   komunikasi dan  infromasi dengan masyarakat  luas.   Keenam  

bidang pengumpulan dan pendistribusian  zakat  fitrah a. Melakukan  sosialisasi  tentang 

besaran dana zakat fitrah sesuai ketetapan Gubernur Banten dan melakukan persiapan 

penyelenggaan teknis kupon fitrah kepada karyawan bersamaan penerimaan gaji.280    

 

b. Sumber Keuangan ZIS  

Berkaitan dengan dana umat Islam yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Popinsi Banten, 

meliputi zakat fitrah, zakat mal, infaq dan fidyah. Ketiga sumber dana tersebut   menurut 

data  sebagaimaan  dalam  tabel    dua  puluh  tujuh  (27),  bahwa  dalam  tenggang waktu 

2003‐2006, kenaikan penerimaan mencapai 100.82 % pada tahun 2005. Untuk zakat mal 

tampaknya mengalami  peringkat tertinggi dibanding dengan sumber keuangan lainnya. 

Pada tahun 2005 zakat mal mencapai 80.68 %  dengan prosentase terendah pada tahun 

2004 sebanyak 71.12 %.   

Berkaitan dengan   dua dana  lainnya, maka dana zakat  fitrah menempati posisi 

yang  nggi  dibanding  dengan  infak/  fidyah. Untuk  dana  zakat  fitrah  sepanjang  2003‐

2006 menempa  posisi ter nggi. Pada tahun 2004 sebanyak 21.07 % dan terendah pada 

tahun 2006  yakni hanya  11.90 %. Adapun dana  infak/ fidyah  yang digabung dari dua 

sumber dana yang berbeda  tersebut menunjukkan bahwa penerimaan  tertinggi   pada 

tahun 2006 sebesar 14.08 % dan terendah pada tahun 2003 hanya mencapai 6.38 % dari 

total penerimaan dana.     

                                                            280 Himpunan Keputusan Rakerda IV Bazda Propinsi Banten 2006, (Seran: BAZDA

Banten, 2006), h. 38.

Page 120: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dari  sumber dana  zakat  fitrah dan  infak/  fidyah,  jika diilakukan perbandingan 

maka sepanjang tahun 2003‐2005 tampaknya, dana zakat fitrah tetap menempa  posisi 

terbanyak,  dan  pada  saat  sumber  dana  ini mengalami  penurunan  prosentase  (2006, 

11.90 %) maka  saat  itu dana  infak/ fidyah mengalami kenaikan menjadi 14.08 % yang 

tahun  sebelumnya  (2005)  hanya mencapai  7.34 %  dari  total  dana  pemasukan  untuk 

Bazda Banten.  

c.   Perkembangan Pendayagunaan  

  Apabila diperha kan tabel  ga puluh (30) tentang pendistribusian zakat (dalam 

prosentase) yang dilakukan Bazda Banten, maka dapat dinyatakan bahwa   dalam 2005‐

2006 prosentase ter nggi diterima oleh mustahik fakir dan miskin yakni 62.37‐62.90 %.   

Sementara prosentase Ibnu sabil  mencapai 0.96‐ 1.26 %. Analisis data ini menunjukkan 

bahwa sektor kemanusiaan untuk memenuhi kepentingan kebutuhan dasar fakir miskin 

merupakan prosentase tertinggi.  

  Untuk  sektor  amil  Bazda  Banten  pada  2005‐2006  tampaknya  dak menerima 

dana dimaksud. Kecuali bagi amil unit pengumpul zakat diberikan sebesar 4.56‐5.92 %.  

  Berkaitan  dengan  dana  produktif maka  Bazda  Banten mengembangkan  dana 

bergulir yang berasal dari dana non zakat yaitu infak. Menurut data sampai dengan 2007  

jumlah  peminjam  mencapai  3003  orang  dengan  uang  pinjaman  sebanyak  Rp. 

327.000.000.‐281    Menurut  data  per  1 Mei  2004  ‐  31 Maret  2005  jumlah  peminjam 

sebanyak  29 orang dengan  jumlah  dana  sebanyak Rp.  27.500.000. dan pengembalian 

sebanyak Rp. 23.759.000.  Sedang  angsuran  sebanyak Rp. 3.750.000.  Jumlah  angsuran 

yang   diberikan kepada mereka dalam dua kategori yaitu Rp.500.000 dan Rp. 1000.000.‐ 282 

  Jenis usaha yang dibiayai untuk dana bergulir  ini meliputi pedagang makanan, 

pakaian jadi, tukang becak,  perbengkelan,  warung sembako.  Untuk tahun 2004‐2005, 

diperoleh infak dari mereka sebanyak Rp. 130.000.‐283    

                                                            281Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi

Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 28. 282Bulletin Bazda Banten No. 03-04 & 05 /Th.II 1426 H. h. 12. 283Bulletin Bazda Banten No. 03-04 & 05 /Th.II 1426 H. h. 12.

Page 121: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Selain    kegiatan  dimaksud,  maka  Bazda  Banten  bekerjsama  dengan  Bazda 

Kabupaten  Serang  dan  Bazda  Kabupaten  Lebak  secara  insidentil  telah  mengadakan 

pembinaan pada desa binaan yaitu binaan Badui Muslim di Leuwi Damar.284   

        3.  Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU)  

a.  Aspek Kelembagaan  

Pada  awal  berdiri  Pos  Keadilan  Peduli  Umat  (PKPU)  merupakan  lembaga 

swadaya  masyarakat  (LSM)  yang  bergerak  di  bidang  kemanusiaan.  Dengan  melihat 

antusias masyarakat untuk berpar sipasi ak f dalam kegiatan kemanuisiaan itu maka 10 

Desember  1999,    lembaga  ini  ditetapkan  sebagai  lembaga  resmi  guna  lebih 

mengkoordinasikan    berbagai  kegiatan.  Pertimbangan  penetapan  sebagai  lembaga 

dikarenakan banyak permintaan di luar daerah (luar Puau Jawa) dan di luar negeri yang 

berkeinginan untuk menjadi cabang dan perwakilan   Pos   Keadilan   Peduli   Umat   dan  

karenanya        lembaga  ini memposisikan diri sebagai  lembaga pembangunan umat dan 

amil zakat.285    

Pos Keadilan Peduli Umat membangun hubungan dengan donatur atau muzaki 

dengan menempatkan dirinya  sebagai  fasilitator. Karenanya  komitmen  yang dibangun 

oleh  lembaga  ini  adalah memfasilitasi  antara  dermawan/  donatur  dengan  dhuafa  di 

pihak  lain.   Upaya ke arah  itu dilakukan dengan penuh amanah, profesionalime   yang 

diwujudkan  dalam  kultur  dan  etos  kerja  lembaga  serta  sifat  adil  dan  transparasi 

merupkaan  tuntunan  dalam mengemban  kepercayaan  donator.286 Pos  Keadilan  Peduli 

Umat, memiliki perbedaan dengan  lembaga amil  lainnya. Untuk yang disebut pertama, 

lembaga ini memiliki prinsip dasar sebagai lembaga swadaya masyarakat  dengan bidang 

garapan kemanusiaan. Lalu mengembangkan diri sebagai  lembaga amil.   Dua model  ini 

masih  terintegrasi dalam kehidupan kelembagaan dan sekaligs merupakan karakteristik 

lembaga ini.   

  Visi yang diusung oleh PKPU  pada tahun 1999 yaitu menjadi salah satu institusi 

yang  peduli  terhadap  kepentingan  umat  dengan  pengelolaan  yang  amanah  dan 

profesional diIndonesia. Dalam buku Filantropi  Islam disebutkan bahwa visi PKPU pada 

                                                            284Suparlan Usman, ”Sistem Pengelolaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Daerah Provinsi

Banten, makalah pada acara Rintisan Desa Binaan Zakat” h. 33. 285Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 113. 286Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 113.

Page 122: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tahun  2002  yang  semula    berbunyi:    “menjadi  ins tusi  yang  peduli”,  diamandemen 

“menjadi institusi terdepan di Indonesia dalam menebar peduli untuk kepentingan umat 

manusia dengan pengelolaan yang amanah dan profesional. Alasan perubahan karena, 

pada  tahun  1999  belum  banyak  ins tusi  yang  bergerak  dalam  bidang  kemanusiaan 

dengan  pola  penghimpunan  dana  dan  sebagai  responsi  atas  kondisi  ini  pada  tahun 

dimaksud maka  amandemen  tak  terhindarkan  dikarnenakan  banyaknya  institusi  yang 

sejenis. 287  

b.    Aspek Pendayagunaan Zakat  

Dalam  aspek  pendayagunaan  zakat  PKPU  telah  menetapkan    tiga  sasaran. 

Pertama, misi penyelematan kemanusiaan yang melipu : 1) Daerah–daerah konflik; 2) 

Daerah‐daerah bencana; 3) Daerah–daerah minus. Kedua, rehabilitas kemanusiaan yang 

meliputi:  1).  Rehabilitasi  fasilitas  kesehatan  air;  2)  Rehabilitasi  fasilitas  rumah  dan 

pendidikan;  3)  Rehabilitasi  fasilitas  ibadah;  4)  Rehabilitasi  fasilitas  ekonomi.  Ketiga, 

pembangunan  masyarakat  meliputi:  1)  Pemberdayaan  ekonomi  masyarakat;  2) 

Pendidikan  alternatif,  3)  pembangunan  pelayanan  kesehatan mandiri,  4)      Distribusi 

hewan kurban.288        

Kebijakan  pendayagunaan  dana  donatur  termasuk  zakat,  maka  Pos  

Kemanusiaan  Peduli Umat   menyalurkannya melalui  jaringan  daerah  yang  terdiri  dari 

lima (5) cabang dan enam (6) perwakilan seluruh Indonesia. Melalui penyalur tersebut,  

zakat diberdayagunakan kepada mustahik.   Salah satu kebijakan yang ditempuh adalah 

pendayagunaan zakat pada daerah yang terkena bencana. Pertimbangan yang diberikan 

adalah  selain  tepat  sasaran  juga mengandung pemerataan distribusi perekonomian ke 

lapisan masyarakat desa.289  

        4.    Dompet Dhuafa  Republika (DDR)   

a.   Aspek Kelembagaan                    

Dilihat dari sisi  latar belakang keberadaan Dompet Dhuafa Republika yang  lahir 

sejak  1993, maka  badan  ini    tidak  bisa  dilepaskan  dari  empat  (4) wartawan    harian 

Republika  yang  menggagas  perlunya  upaya  untuk  mengangkat  harkat  sosial 

kemanusiaan  kaum  dhuafa.  Pada  awalnya,  gagasan  ini  dilakukan  dengan  menerima                                                             

287Chaider S. Bamualim dan Tuti A.Najib, dalam Filantopi Islam, h. 177. 288Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114. 289Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 114

Page 123: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

zakat  secara  internal  di  lingkungan  Harian  Republika  dan  dana  itu  langsung 

didayagunakan  kepada  yang  berhak  menerimanya.  Namun  karena  tuntutan 

profesionalisme maka  lembaga  ini diformalkan dan  tidak  lagi dikelola  secara  sambilan 

sebagaimana pada awal berdirinya.290 

Dompet Dhuafa Republika  didirikan  pada  tanggal  2  Juli  1993  dengan    bentuk 

yayasan  melalui  akta  notaris  AbuYunus  SH.  Selanjutnya,  melalui  Pengadilan  Negeri 

Jakarta  Selatan,  lembaga  ini  diumumkan  dalam  berita  acara  RI.  No.  163/  A.Yay. 

HKM/1996.291    

Prinsip  dasar  yang  dianut  oleh  Dompet  Dhuafa  Republika meliputi:  Pertama, 

moral mencakup:  jujur,  amanah  dan  ihsan.  Kedua,  kedudukan  lembaga  bersifat  non‐

politik,  netral‐objektif,  independen  dan  non‐rasial.  Ketiga,  manajemen  bersifat 

transparan,  dapat  dipertanggungjawabkan,  profesional,  berdayaguna,  berhasilguna, 

berorientasi  ada perbaikan  terus menerus. Keempat, pengembangan bersifat  inovatif, 

kreatif, berorientasi pada sosial enterpreneurshif dan investasi sosial. Kelima, fikih tidak 

hanya menganut ibadah ritual, tetapi meraup sekaligus tiga unusr yaitu muzaki, amil dan 

mustahik.292  

Visi  lembaga  adalah  “Menjadi  Lembaga  Pengelola  Zakat  Infak  dan  Sedekah 

terunggul  yang  amanah  dan  profesional.”  Misi  lembaga  adalah  optimalisasi  kualitas 

pengelola ZIS yang transparan, terukur, berdayaguna dan dapat dipertanggungjawabkan 

dalam mewujudkan kemandirian masyarakat.293  Inti aktifitas adalah menyantuni duafa, 

menjalin  ukhuwah  dan  menggugah  etos  kerja.  Ketiganya  dijabarkan    ke  dalam  tiga 

konsentrasi manajemen. Pertama, manajemen lini mencakup: penghimpunan mencakup 

sosioalisasi  ZIS,  layanan  konseling,  layanan  penerima  dana  ZIS  termasuk  donasi 

kemanusiaan  dan  program  tanggungjawab  sosial  perusahaan  yang  dikerjasamakan, 

layanan muzaki/ donator. Pendayagunaan mencakup pelayanan sosial untuk kebutuhan 

kritis  dan  mendasak,    pengembangan  ekonomi  masyarakat,  pengembangan  sumber 

daya  masyarakat.    Kedua,  manajemen  pendukung    mencakup  keuangan  dan 

administrasi,  pencatatan,  pendokumentasian  dan    pengarsipan  transaksi  dana  ZIS, 

pengelolaan  dana  ZIS  sesuai  ketentuan  Syari’at  dan  prinsip  akuntansi  yang  berlaku, 

                                                            290Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 1. 291Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 1. 292Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 2. 293Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 2.

Page 124: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

penerbitan  laporan  keuangan  berkala,  termasuk  yang  diaudit  oleh  akutan  publik, 

pengelolaan dan pengembangan sumber daya  insani amil, pengelolaan kesekretariatan 

dan tata graha  lembaga. Ketiga, manajemen control yaitu: dewan Syari’ah dan  internal 

auditor.294              

Selain  struktur  di  atas  terdapat  Badan  Wakaf  yang  dipandang  sebagai 

refresentasi masyarakat sebagai stakeholder  lembaga. Badan  ini bekerja sebagai wakil‐

wakil masyarakat yang  langsung berperan dalam  lembaga untuk  tetap mendidikasikan 

segala  aktifitas  mereka  guna  memenuhi  kepentingan  masyarakat  luas  dan  dengan 

demikian  bagi  lembaga  ini  masyararat  dipandang  sebagai  pemilik.295 Dari  sisi  mutu 

manajamen  kelembagaan,  pada  tahun  2001,  lembaga  ini  telah  menjalankan  sistem 

manajemen mutu standar ISO 9001:2000.296 

b.  Sumber dan Penggunaan Keuangan  

Secara  sosiologis  dilihat  dilihat  dari  sisi  sumber  keuangan  Dompet  Dhuafa 

merupakan kelaas menengah. Pertimbangan pemilihan mereka karena: Pertama, secara 

ekonomis mereka memiliki keuangan. Kedua, mereka relative memiliki pendidikan yang 

lebih  baik,  dan  dengan  demikian  mereka  dapat  menerima  berbagai  gagasan  yang 

pendayagunaan zakat ditawarkan oleh Dompet Dhuafa. Ketiga, biasanya mereka  lebih 

terbuka dalam merespon perubahan. Karena itu, Dompet Dhuafa   memiliki donasi dari 

kelompok artis dan pengusa yang berbeda dengan  lembaga  lainnya  terutama  lembaga 

yang masih bersifat tradsional..297    

 Sumber  keuangan Dompet Dhuafa  tidak hanya berasal dari dana  zakat,  infak 

dan sedekah serta wakaf, tetapi juga berasal dari dana kemanusiaan  sebagai wujud dari 

program‐program tertentu.  

Tabel  3:  Pemasukan Dana Dompet Dhuafa 

                                   1426‐1427 H 

 

Sumber Pemasukan  1426  H  1427 H 

                                                            294Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 3. 295Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 3. 296Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 6.

297Karlina Helmanita, dalam Revitalisasi Filantropi Islam, h. 99.

Page 125: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

(Rp.)  (Rp.) 

Zakat  18. 412.806.845 20. 255.041.469

Wakaf  406.662.500 1. 313.559.280

Infak dan Sedekah  5. 119.961.494 5. 119.961.494

Solidaritasa Kemanusiaan  9. 508.562.087 13.158.470.857

Penerimaan Bagi Hasil  816.434.712 247.635.123

Penerimaan lain‐lain   365.625.450 1.392.495.927

              Jumlah  34.630.053.543 40.735.399.972

     Sumber: Data Newsleter Dompet Dhuafa, Dzûl Qaiddah 1427 H                             

 

Tabel  ga  (3)    di  atas  mengenai  perkembangan  sumber  keuangan  dan 

penggunaannya dalam dua tahun terakhir, 1426  dan 1427 H menunjukkan bahwa  telah 

terjadi peningkatan penerimaan.  

Untuk  dana  yang  berasal  dari  zakat,  wakaf  dan  soliditas  kemanusiaan,  telah 

terjadi peningkatan, kecauli terhadap  dana   infak dan sedekah relatif tidak mengalami 

peningkatan penerimaan. .   

c.     Aspek Pendayagunaan Zakat  

Secara prinsipil pola pendayagunaan dana zakat diarahkan pada mustahik yang 

delapan ashnâf, namun dalam tataran manajemen pendayagunaan diarahkan pada tiga 

program  yaitu:  pendidikan,  ekonomi,  kemanusiaan.  Terhadap  dana  zakat  ditempuh 

kebijakan  pendayagunaan  sejak  tahun  2005  terhadap  total  dana  zakat  yang  diterima 

yaitu: 35 % untuk sektor  pendidikan, 35 % untuk sektor ekonomi dan 30 % untuk sektor 

bantuan  kemanusiaan.298 

                                                            298Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 126: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Dana untuk sektor amil sebanyak 12,5 % dari total dana zakat. Peruntukan dana 

zakat untuk sektor amil  ditujukan untuk:   gaji  karyawan, biaya operasional  

organisasi, sosialisasi program,  pemeliharaan aset organisasi.299     

Untuk  aspek  pendayagunaan  dana  sebagaimana  dikemukakan  pada  tabel  tiga 

puluh satu (31) menunjukkan dalam tahun 1426 dan 1427 untuk mustahik tertentu yang 

memperoleh peningkatan pendayagunaan dana.   Mustahik yang tergolong fakir miskin, 

ghârimin,  fî  sabîl Allah,  serta kegiatan  sosial. Berbeda untuk muallaf dan  ibnu al‐Sabil  

relatif mengalami penurunan anggaran.        

d.   Perkembangan Kebijakan Pendayagunaan Zakat  

Dalam  melakukan  kebijakan  pendayagunaan  dana  zakat,  khususnya  untuk 

prosentase    pendayagunaan maka  sejak  tahun  1993    ditemukan  tiga  kali  perubahan 

yaitu:  1993‐2001  konsum f  atau  kemanusiaan  25  %,  pengembangan  SDM  25  %, 

pengembangan ekonomi 50 %.300 Pada tahun   2001‐2005, dana kemanusiaan mencapai 

20 %, pengembanan SDM   40 %, dan pengembangan ekonomi 40 %. Pada tahun 2005‐

sekarang, pengembanan dana kemanusiaan mencapai 35 %, pengembangan SDM 35 %, 

pengembangan  ekonomi  sebanyak  35  %. 301  Dalam  perubahan  prosentase,  maka 

pertimbangan  mendasar  adalah  menjadikan  sektor  kemanusiaan  memperoleh 

prosentase terkecil dan dua sektor lainnya harus menempati prosentase tertinggi.302    

Dalam kebijakan pendayagunaan zakat, maka ditempuh pengembangan jaringan 

organisasi.  Pengembangan  jaringan  organisasi,  dimaksudkan  agar    program  Domput 

Dhuafa dapat berjalan dengan memperhatikan asas manajemen efisiensi dan efektifitas. 

Yang pertama dimaksudkan agar program, tidak terlalu memberikan beban sumber dana 

dan  manusia  Dompet  Dhuafa,  dan  yang  kedua,  dapat  mencapai  sasaran  yang 

diharapkan.  Berkaitan  dengan  jaringan  ini,  Dompet  Dhuafa  telah  mengembangkan  

jaringan  dalam  pendayagunakan  zakat    yang mencakup:  Pertama,  jaringan  program. 

Jaringan  ini dibangun dalam  rangka mengembangkan program. Sebagai contoh, dalam 

rangka  pengembangan  sektor  pendidikan,  dikembangkan  beastudi  etos,  yakni 

                                                            299Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 300Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, h. 6. 301Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 302Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 127: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pemberian  beasiswa kepada mahasiswa yang memiliki kemampuan ekonomi lemah dan  

lulus  pada  ujian  masuk  pada  salah  satu  dari  sebelas  perguruan  tinggi    negeri  di 

Indonesia, yang ditetapkan oleh Dompet Dhuafa. Bantuan pendanaan diberikan kepada 

mereka  selama  tiga  tahun  meliputi,  biaya  kuliah  tahun  pertama,  uang  saku  dan 

akomodasi asrama selama tiga tahun, dan pelatihan pengembangan diri.303    

Selain beastudi etos, dikenal juga Smart Ekselensia Indonesia, yaitu penyediaan 

fasilitas pendidikan setingkat SMP‐SMA berasrama dan bebas biaya, dengan siswa dari 

keluarga  yang  lulus seleksi dari seluruh Indoesia.  

Dalam  pelaksanaan  program,  Dompet  Dhuafa  bertanggungjawab  untuk 

kepastian  sumber  pendanaan,  sedang  pihak  sekolah  bertanggungjawab  dalam  

mengembangkan      proses   belajar     mengajar     dalam      pencapaian   tujuan  

program.304 

Untuk  sektor  ekonomi,  Dompet  Dhuafa  mengembangkan  jaringan  dengan 

Masyarakat Mandiri. Masyarakat Mandiri, merupakan lembaga jejaring Dompet Dhuafat 

Republika  berfokus  pada  aktifitas  pemberdayaan masyarakat,  dengan menumbuhkan 

budaya  kewirausahaan  sosial  untuk mengembangkan  ekonomi  lokal.305 Program  yang 

dikembangkan  seperti    melakukan  pendampingan  bagi    pembatik  di  Desa  Wukisari 

Kabuten  Bantul  Yogyakarta. Mengembangkan pemberdayaan komunitas Petani Kelapa. 

Program  ini  secara  umum  bertujuan  untuk memperdayakan  komunitas  petani  kelapa 

yang berada di pedesaan dengan mengangkat potensi sumber daya alam  lokal menjadi 

sebuah  produk  yang  mendukung  peningkatan  pendapatan  masyarakat  setempat. 

Program ini berlokasi di Mantrean, Kabuaten Pacitan Jawa Timur. Brosur.306  

Untuk sektor kemanusiaan dapat dikemukakan,  layanan kesehatan cuma‐cuma 

(LKC)  dengan  memberikan  pelayanan  cuma‐cuma  kepada  mustahik  dalam  bidang  

kesehatan.  Untuk  sektor  kemanusiaan  terutama  yang  berupa  kebutuhan  ekonomi 

                                                            303Brosur Peduli Pendidikan Cerdas Anak Bangsa, diterbitkan Dompet Dhuafa dengan

tanpa tahun. 304Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 305Brosur Paguyuban Seni Batik Giriloyo, diterbitkan Masyarakat mandiri dan Domept

Dhuafa. dengan tanpa tahun. 306 Pemberdayaan Kominitas Petani Kelapa, diterbitkan Masyarakat Mandiri dan Dompet

Dhuafat Republika, dengan tanpa tahun.

Page 128: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

secara mendesak  bagi  kalangan mustahik, maka  pengelolaannya    dibebankan  kepada 

lembaga pelayanan mustahik (LPM).307   

Kedua, lembaga amil zakat.   Lembaga   pengelola  zakat  yang    bermitra  

dengan  Dompet  Dhuafa  yaitu  lembaga  yang  dirintis  bersama  masyarakat  dengan 

Dompet  Dhuafa  dan  juga  lembaga  amil  zakat  di  daerah  (LAZ).  Untuk  yang  pertama, 

lembaga  amil  zakat  diberikan  pembinaan  dana  dan manajemen  oleh Dompet Dhuafa 

untuk jangka waktu tertentu dan selanjutnya diberikan program‐program tertentu.  

Untuk  jaringan  kepada  lembaga  amil  zakat  daerah  (LAZDA),  yaitu  Dompet 

Dhuafa  mengadakan  kerjasama.  Dalam  hal  ini  dompet  dhuafa  mempunyai  program 

dengan dukungan dana zakat sedang LAZDA berfungsi sebagai pelaksana program.308  

Dilihat dari sisi perkembangan pelaksana program pendayagunaan zakat, maka 

dapat dibagi dalam tiga fase. Pertama, periode 1993‐2003. Dalam periode pelaksanaan 

program hanya dilaksanakan oleh internal organisasi. Dalam hal ini, setiap program yang 

ada,  maka  pelaksananya,  secara  personal  ditentukan  oleh  Dompet  Dhuafa  sendiri. 

Tampaknya, kebijakan dengan pola pelaksanaan ini, tidak memberikan manfaat strategis 

bagi kepentingan  organisasi dalam jangka panjang.  

Ketiadaan manfaat strategis dalam pola pelaksaan program  ini, disebabkan: (a) 

pegawai  tetap  atau  sumber  daya  manusia  Dompet  Dhuafa  yang  bertindak  sebagai 

pelaksana program dan akan  terkuras perhatiannya dalam program  tertentu, sehingga 

perhatian pada hal‐hal yang produktif  lainnya tidak dapat dikembangkan  lagi. Pada sisi 

lain, Dompet Dhuafa dalam perkembangannya, membutuhkan karyawan yang tidak saja 

memiliki  tingkat  profesionalitas  tetapi  juga memahami  budaya  kerja Dompet Dhuafa. 

Dengan  demikian,  maka  melibatkan  karyawan  dalam  pola  ini,  berarti  mengabaikan 

alokasi sumber daya manusia yang sudah ada dilihat dalam perspektif   pengembangan  

organisasi.309 Hemat penulis, di sini berlaku  prinsip, lebih baik  mengembangkan potensi 

sumber  daya manusia  yang  sudah  ada  yang memahami  budaya  organisasi  dibanding 

menerima karyawan baru yang belum tentu  memahami budaya organisasi.  

                                                            307Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 308 Wawancara Pribadi , Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi

Dompet Dhuafa, Jakarta , 11 Pebruari 2008. 309 Wawancara Pribadi , Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi

Dompet Dhuafa, Jakarta , 11 Pebruari 2008.

Page 129: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Kedua,  periode  2003‐2006.  Periode  ini  merupakan  masa  transisi.  Ar nya, 

Dompek Duafa, baru  menjejaki  peluang untuk melakukan kemitraan  dengan lembaga 

lain. Persiapan yang dilakukan oleh Dompet Dhuafa mencakup tata kerja kerjasama, dan 

teknis penjaringan dan penentuan  lembaga yang bakal menjadi mitra Dompet Dhuafa. 

Selain  itu,  pada  periode  ini,  Dompet  Dhuafa  secara  berangsur‐angsur  mengurangi 

keterlibatan  pegawai  internal  lembaga  ini,  untuk  terlibat  langsung  sebagai  pelaksana 

suatu program.310 

Ketiga,  periode  2006‐sekarang.    Periode  ini  menunjukkan  bahwa  secara 

keseluruhan  program  yang  dikembangkan  Dompet  Dhuafa  dilaksanakan  dengan 

mengacu  pada  pola  kemitraan.  Dengan  pola  seperti  ini  memberikan  peluang  bagi 

sumber daya manusia Dompet Dhuafa untuk lebih berkonsentrasi pada pengembangan 

kelembagaan melalui inovasi dan kreasi program.311      

Dari  uraian  bab  ini  menunjukkan  bahwa  terdapat  karakteristik  pada  setiap 

pengelola  zakat baik untuk berbentuk badan maupun berbentuk  lembaga. Dilihat dari 

sisi  kehadiran  pengelola  zakat  dimaksud  menunjukkan  perbedaan  latar    belakang, 

namun  mempunyai  tujuan  yang  sama  yaitu  peningkatan  kesejahteraan  kepada 

mustahik. Bab ini berfungsi untuk memperluas wawasan bagi penulis dalam membahas 

pengelolaan  zakat    dalam  mendukung  objek  penelitian  ini  yakni  Badan  Amil  Zakat 

Nasional. Bab   berikut akan membahas  tentang pola pendayagunaan zakat pada zama 

Rasul.  

 

 

 

 

 

 

                                                            310Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008. 311Wawancara Pribadi, Veldy V. Armita, GM. Program Pengembangan Ekonomi Dompet

Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 130: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 131: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

 

 

   

Page 132: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

BAB IV 

IMPLEMENTASI   POLA‐POLA   PENDAYAGUNAAN   ZAKAT  

ZAMAN RASUL  PADA PENDAYAGUNAAN  ZAKAT  BADAN  AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM  PENINGKATAN  

KESEJAHTERAAN  UMAT 

 

Bab ini dimaksudkan untuk melakukan evaluasi pada pendayagunaan zakat yang 

dilakukan Badan Amil Zakat Nasional   dengan menjadikan pola‐pola yang berkembang 

pada  zaman  Rasul  sebagai  indikator  evaluasi.    Bab  ini  pula  diharapkan memberikan 

jawaban  atas  sub masalah  pertama    yang  diajukan  dalam  penelitian  ini  yaitu  apakah 

aspek  kelembagaan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam mendayagunakan  zakat  untuk 

peningkatan kesejahteraan umat   telah mengacu pada pola pendayagunaan zakat pada 

zaman Rasul atau tidak ?  

A.  Penetapan, Status ,  Prototipe,  Kewenangan serta  Pertanggungjawaban Amil  

    Pembahasan  tentang  penetapan  dan  prototipe  amil  dimaksudkan  untuk 

mengetahui tentang siapa yang menetapkan amil,  status, prototipe, kewenangan serta 

pertanggungjawaban amil.  

           1.   Penetapan dan status Amil   

a.   Pihak Yang Menetapkan Amil    

Dalam  hadis  yang  diriwayatkan Muadz  bin  Jabal  –sebagaimana  dikemukakan 

pada bab  II penelitian  ini‐    terlihat bahwa  rasul Muhammad  sebagai pemimpin dalam 

jabatan publik mengangkatnya sebagai amil.  Sebagai pemimpin publik mengandung arti 

bahwa zakat merupakan urusan publik dan tidak termasuk dalam urusan pribadi.   

Pemenuhan ekonomi merupakan salah satu satu kebutuhan dasar   yang harus 

dipenuhi  oleh  umat  Islam  baik  secara  individual   maupun  kolektif.  Secara  individual 

mengandung arti bahwa dengan  pemenuhan kebutuhan itu, akan memberikan peluang 

memenuhi  kebutuhan‐kebutuhan    lainnya.  Selanjutnya  dari  sisi  kolektifitas,  dari  sisi 

aspek  dana  ekonomi,  diharapkan  dapat menjadi  sarana  dalam   mengatasi  problema 

sosial, kemiskinan dan  keterbelakangan dalam bidang pendidikan.  

Page 133: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Urusan  problema  sosial  yang  merupakan  bagian  dari  kolektifitas  yang 

disebutkan di atas, tidak dapat ditangani secara individual, karena problema itu memiliki 

implikasi  yang    luas  bagi  tata  kehidupan  sosial.    Di  sini  peran  pemerintah    sebagai 

pejabat puiblik sangat menentukan. Dalam konteks  ini maka zakat sebagai bagian dari 

urusan publik memiliki argumentasi yang kuat. .   

Terkait dengan pembahasan siapa yang menetapkan amil dalam konteks   Badan 

Amil Zakat Nasional, maka ada dua hal yang perlu digarisbawahi yaitu: a. Badan Amil 

Zakat Nasional ditetapkan dengan UU No. 38/ 1999 dan b. Surat Keputusan     Presiden.  

Yang pertama UU ini  merupakan sebuah kebijakan politik. Legislasi yang dilakukan oleh 

Dewan  Perwakilan  Rakyat  bersama  dengan  Pemerintah,   menunjukkan  harapan  kuat 

bagi mereka  untuk memberikan  kesempatan  kepada    umat  Islam  untuk menjalankan 

ibadah zakat pada   satu sisi   dan efektifitas zakat dalam kehidupan mustahik pada sisi 

yang lain.   

Uraian di atas memperlihatkan bahwa terdapat relevansi dari sisi fungsi politik 

rasul Muhammad  sebagai pemimpin poli k, dengan diundangkannya UU No. 38/1999 

tentang Pengelolaan Zakat, yang menetapkan Badan Amil Zakat Nasional  sebagai amil 

zakat.   

b. Status Amil   

               Sebagai  dikemukakan  di  atas  bahwa  dilihat  dari  sisi  proses  pengangkatan  

Muadz  sebagai  amil  pada  jaman  Rasul,  maka  pengangkatan  itu  dinyatakan  sebagai 

proses  politik  dan  karenanya  Muadz  dalam  konteks  sebagai  amil  zakat  dapat 

dikategorikan sebagai aparatur negara.  Menjadikan amil zakat sebagai aparatur negara, 

dikaitkan dengan Badan Amil Zakat Nasional, maka perlu dilakukan penelaahan pada UU 

No. 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat sebagai dasar yuridis pembentukan Badan Amil 

Zakat Nasional. Menurut UU  ini   pasal 6  (4) dinyatakan bahwa   “Pengurus badan amil 

zakat  teridiri  atas  unsur  masyarakat  dan  pemerintah  yang  memenuhi  persyaratan 

tertentu”. Menurut naskah penjelasan  UU ini yang dimaksud dengan masyarakat adalah 

“ulama,  kaum  cendekia,  dan  tokoh masyarakat  setempat,  ”    namun  tidak  ditemukan 

penjelasan mengenai siapa yang dimaksud dengan unsur pemerintah.  

Mengenai  unsur  yang  mewakili pemerintah  dalam  kepengurusan Badan  

Page 134: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Amil  Zakat  Nasional    menurut  pengamatan  penulis  terhadap  susunan  pengurus  

menunjukkan sejumlah aparatur departemen Agama dari direktur pengembangan wakaf 

dan zakat. 

  Dengan  demikian,  dalam  kepengurusn  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dapat 

dinyatakan bahwa dalam hal status amil,  tidak terimplemenasi sebagaimana status amil 

yang  dipahami  pada  jaman  Rasul  yakni  aparatur  negara.  Berbagai  argumen  yang 

dibangun atas pandangan di atas yaitu:  Pertama  baik dari dokumen negara berupa UU 

NO.  38/  1999  tentang  Pengelolaan  Zakat maupun  SK  Presiden  tentang  Pengangkatan 

Pengurus  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  tidak  ditemukan  pernyataan  berkaitan  status 

pengurus Badan Amil Zakat Nasional sebagai aparatur negara.      

  Kedua,   dari sisi sumber pembiayaan   Badan Amil Zakat Nasional yang   berasal 

dari  APBN,  sebagaimana  yang  ditetapkan  oleh  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolaan 

Zakat,  maka  hal  ini  tidak  dapat  dijadikan  sebagai  argumen  untuk  mengkategorikan  

pengurus badan  ini  sebagai aparatur negara.   Hal  ini dikarenakan APBN yang diterima 

Badan Amil Zakat Nasional menurut Keputusan Presiden  tentang Pembentukan Badan 

Amil  Zakat  Nasional  ditujukan  kepada  Departemen  Agama.  Kondisi  ini membuktikan 

bahwa anggaran departemen Agama yang diberikan kepada Badan Amil Zakat Nasional 

memiliki  persamaan  dengan  bantuan  anggaran  pendanaan  yang  diberikan  kepada  

lembaga pendidikan  Islam yang dikelola oleh swasta.  

  Ketiga,  sebagaimana  dikemukakan  pada  pasal  6  (4)  UU  ini  dan  naskah 

penjelasannya,  yang menetapkan unsur masyarakat dalam    kepengurusan badan  amil 

zakat,  merupakan  argumen  yang  mempertegas  bahwa  lembaga  ini  dikelola  oleh 

masyarakat dan pemerintah.    

         2.  Proto pe Amil   

a.   Makna dan Syarat‐Syarat  Amil 

    Dalam pandangan Badan Amil Zakat Nasional, amil zakat adalah ”...orang  

atau  lembaga  yang mendapatkan  tugas untuk mengambil, memungut, dan menerima  

zakat   dari    para muzakki,    menjaga   dan      memeliharanya  untuk  

Page 135: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kemudian menyalurkannya kepada para mustahik yang berhak menerimanya....”312      

    Mencermati  pandangan  mengenai  makna  amil,  tampaknya  pengurus  Badan 

Amil Zakat Nasional   mempersamakannya dengan  lembaga. Lembaga diartikan sebagai 

makna  lain  dari  amil.  Karena  itu  fungsi  kelembagaan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  

merupakan  perwujudan dari makna  amil  yang  dikenal  dalam  Islam.   Berbeda  dengan 

kitab  fikih makna  amil  dalam  arti    lembaga  tidak  ditemukan.  Tetapi  pengertian  yang 

dikemukakan oleh Badan Amil Zakat Nasional di atas, dapat diterima mengingat, makna 

amil mengalami  pergeseran  fungsional  dari  perorangan  ke  dalam makna  kolektifitas 

kelembagaan.                 

    Makna  amil  zakat  yang  dipahami  Badan  Amil  Zakat  Nasional  seperti  di  atas, 

dipandang    terimplementasi pada pemahaman makna amil yang dapat di pahami dari 

prototipe  Muadz  bin  Jabal  sebagai  amil  yang  diangkat  oleh  Rasul  dan  sekaligus 

menggambarkan  makna  amil  pada  jaman  Rasul.    Pandangan  ini  didasarkan  pada 

argumen:  Pertama,    pengangkatan Mudz  sebagai  amil  yang  bersifat  individual  pada 

zaman  Rasul,  tidak  berarti memberikan  jastifikasi    secara  prinsip  bahwa  amil  harus 

dilakukan secara  individual. Hemat penulis pengangkatan amil   bagi Muadz oleh   Rasul 

didasarkan pada prototipe yang dimiliki olehnya yang dipandang layak oleh Rasul untuk 

mengurus  masalah  keuangan  publik  yakni  zakat.  Pertanyaan  yang  relevan  diajukan 

adalah apakah dengan prototipe amil dimaksud terimplementasi pada Badan Amil Zakat 

Nasional atau tidak.  

    Untuk menjawab  pertanyaan  ini,  dilihat  dari  sisi  sosiologis maka,  perubahan  

masyarakat  dipandang  suatu  keniscayaan.  Dengan  demikian,  maka  penyelesaian 

masalah kemiskinan termasuk yang berkaitan dengan kesejahteraan   umat tidak dapat 

lagi  ditangani  secara  individual  tetapi  harus  didasarkan  pada  pendekatan    kolektifitas 

kelembagaan.    Karena  itu,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  eksistensinya  didasarkan 

pada UU No. 38/ 1999 merupakan “ij had” pemerintah untuk menjadikan  zakat  lebih  

efektif,  sebagaimana  semangat  efektifitas  zakat  yang  dipahami  dari  hadis  tentang 

pengangkatan Muadz sebagai amil  oleh  Rasul selaku pemimpin politik ketika itu. 

    Dengan  demikian,  berkaitan  dengan  pertimbangan  semangat  efektifitas  yang 

didukung dengan prototipe Muadz  sebagai  simbol prototipe amil, merupakan dua hal 

                                                            312Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab),

h. 85.

Page 136: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

yang menjadi dasar pertimbangan utama dalam memahamai makna amil pada  zaman 

Rasul.  

    Implementasi  kedua  pertimbangan  yang  dipahami  dari  kasus Muadz  di  atas, 

terlihat pada dasar pertimbangan (huruf b) UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat  

“bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan 

hasil  pengumpulan  zakat  merupakan  sumber  dana  yang  potensial  bagi  upaya 

mewujudkan kesejahteraan masyarakat”.  

    Dalam  dasar  pertimbangan  UU  dimaksud,    terlihat  zakat  dinilai  sebagai  

instrumen untuk   kesejahteraan masyarakat. Tentu  saja upaya untuk mencapai  tujuan 

dimaksud,  yakni  efektifitas  pendayagunaan    zakat melalui  pembentukan  Badan  Amil 

Zakat merupakan suatu keniscayaan.  

    Berkaitan  dengan  syarat‐syarat  amil,  yang  disimbolkan    oleh Muadz  sebagai 

prototipe amil, dapat lihat pada implementasinya baik pada pandangan pengurus Badan 

Amil Zakat Nasional maupun pada UU No 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat.   Badan 

Amil Zakat Nasional   menetapkan syarat yang tidak hanya bersifat  ideologis (Beragama 

Islam),  kedewasaan    untuk  bertanggungjawab  kecakapan  (akil  balig),  intelektualitas 

(memahami hukum zakat dengan baik),integritas  (jujur dan amanah) serta kemampuan 

untuk melaksanakan tugas keamilan.”313      

    Syarat  di  atas  secara  kelembagaan  diilhami  oleh  sifat  Rasul  yang  selanjutnya 

dijadikan sebagai azas dan budaya kerja organisasi. Menurut Badan Amil Zakat Nasional 

yang dimaksud dengan sidd�q yaitu seorang amil   melakukan pekerjaan dengan benar 

dan profesional. Adapun   amanah mengandung arti bersifat  jujur dan dapat dipercaya.  

Tabl�gh  yaitu  amil  yang  menerapkan  manajemen  transparan  dan  akuntabel  serta 

fatânah    yakni  amil  harus  melakukan  pemberdayaan  yang  kreatif,  efektif  dan 

bermanfaat ganda (multiplier effect).314  

                                                            313 Syarat amil menurut Badan Amil Zakat Nasional ”Beragama Islam, dewasa (akil

balig), memahami hukum zakat dengan baik, harus jujur dan amanah, serta memahami hukum zakat dengan baik, serta memiliki kemampuan (capable) untuk melaksanakan tugas keamilan.”Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab h. 86.

314 Azas dan Budaya kerja organisasi Badan Amil Zakat Nasional yaitu:”Siddiq, melakukan pekerjaan dengan benar dan profesional, Amanah, sifat jujur dan dapat dipercaya, Tabligh, manajemen yang transparan dan akuntabel serta fathonah, pemberdayaan yang kreatif, efektif dan bermanfaat ganda (multiplier effect).”Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 19.

Page 137: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

    Mengenai syarat amil yang dikemukakan oleh ditetapkan oleh Badan Amil Zakat 

Nasional merupakan  implementasi dari syarat‐syarat pengurus     badan amil zakat yang 

ditetapkan oleh UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat. Menurut naskah penjelasan 

pasal 6 (4) UU ini, syarat dimaksud “antara lain  memiliki sifat amanah, adil, berdedikasi, 

profesional, dan berintegritas tinggi.  

    Penerapan  syarat  amil  dilihat  dari  sisi  sumberdaya  personil Badan Amil  Zakat 

Nasional, dapat dipandang tidak hanya didominasi oleh  mereka yang berlatar belakang 

ulama  sebagai  upaya  untuk  memenuhi  keperluan  penguasaan  hukum  zakat  secara 

syar’iy tetapi direkrut dari berbagai  latar belakang keilmuan dan profesi. Pandangan  ini 

terimplentasi  dalam  struktur  organisasi  dan  hal  ini  merupakan  aset  organisasi 

sebagaimana dikemukakan dalam laporan tahun 2006. Sebagai aset organisasi dalam hal 

sumber  daya manusia, menurut  Badan  Amil  Zakat  Nasional menjadikan  lembaga  ini 

berpeluang untuk  melakukan pengelolaan zakat secara amanah dan profesional.”315 

                         Tabel  4 :     Sumberdaya Personal Badan Amil Zakat Nasional dari sisi 

                                        Latar Belakang Keilmuan dan Profesi 

 

No.  Latar Belakang Keilmuan dan  Profesi Jumlah 

01  Ulama, Pakar Agama Islam 12 

02  Anggota DPR 4 

03  Pengusaha 2 

04  Tokoh Masyarakat 4 

05  Manajemen 9 

06  Sarjana Hukum 8 

07  Akuntan 2 

08  Ekonom 5 

  Jumlah 46 

                                                            315”Kehadiran para ulama, profesional, birokrat, wakil rakyat dan tokoh masyarakat yang

dikenal bersih, berdedikasi, kredibel dan ahli di bidangnya dalam kepengurusannya, Badan Amil Zakat Nasional melaksakan tugasnya secara amanah dan profesional.”Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 20.

Page 138: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Sumber: Data Diolah dari Buku Annual Report 2006. 

Dalam tabel empat di atas terlihat latar belakang sumber daya manusia dari sisi 

keilmuan dan profesi yang dimiliki Badan Amil Zakat Nasional yang meliputi ulama pakar 

agama Islam (12 orang), anggota DPR (4 orang), pengusaha (2 orang), tokoh masyarakat 

(4 orang), manajemen  (9 orang), sarja hukum  (8 orang), akuntan (2 orang), ekonom  (5 

orang).   

Melihat keragaman  latar belakang keilmuan dan profesi sumber daya manusia 

personal  Badan  Amil  Zakat  Nasional maka  dapat  dipandang  sebagai  suatu  tim  kerja 

dalam  mewujudkan  fungsi  keamilan.  Kondisi  ini  menunjukkan  bahwa    kompleksitas  

fungsi  amil   ( sebagaimana akan diuraikan pada sub  D bab  

ini  ),    tidak memungkinkan  lagi  diemban  oleh  personil  atau  orang  perorang  semata 

karena  diakibatkan  oleh  keterbatasan  personal  baik  dari  sisi  pengetahuan  dan 

keterampilan.  Terhadap  sumber  daya  personal  Badan  Amil  Zakat  Nasional    yang 

beragam dilihat dari sisi  latar belakang keahlian di atas dipandang relevan dengan QS. 

An‐Nahl/16: 43316  

Salah satu penafsiran   terhadap term ahl al‐dzikr   seperti yang dinyatakan oleh 

Fakhr  al‐Râzi  (w.  604  H)  adalah  “orang  yang  memiliki  pengetahuan  tentang  masa 

lampau”.317   Khususnya masalah  keagamaan  karena melihat  konteks  ayat  ini. Al‐Zajjâj 

seperti  dikutip  kitab  tafsir  terdahulu,  menyatakan  bahwa  ayat  ini  mengandung  arti 

“perintah  bertanya  kepada  orang  yang  memiliki  pengetahuan  dan  kewenangan.”318  

Quraish  Shihab,  menyatakan  bahwa  karena  redaksi  ayat  dimaksud  bersifat  bersifat 

umum,  maka  mengandung  arti  bahwa  ayat  ini  memerintahkan  untuk  menanyakan 

kepada  yang  dipandang  ahli  terkait  apa  saja  yang  tidak  diketahui  atau  diragukan 

                                                            316

ومآأرسلنا من قبلك إال رجاال نوحى إليهم فسئلوا أهل الذآر إن آنتم التعلمون

“Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui.”

317Fakhr al-Dīn Muhammad ibn ‘Umar ibn al-Husain ibn Hasan ibn ‘Alī al-Tamīmy, al-Bakry al-Râzi al-Syâfiī, al-Tafsīr al-Kabīr Aw Mafâtih al-Ghaib, J. XIX, (Qahirah: Maktabahag Taufiqiyah, t.th.), h. 31.

318Fakhr al-Dīn Muhammad ibn ‘Umar ibn al-Husain ibn Hasan ibn ‘Alī al-Tamīmy, al-Bakry al-Râzi al-Syâfiī, al-Tafsīr al-Kabīr Aw Mafâtih al-Ghaib, J. XIX, (Qahirah: Maktabahag Taufiqiyah, t.th.), h. 31.

Page 139: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kebenarannya.  Adapun    yang  dipandang  ahli  menurutnya    yaitu  siapapun  yang 

dipandang mengetahui tentang sesuatu dan tidak tertuduh objektifitasnya.319  

    Dalam  konteks  pendayagunaan  zakat,  tampaknya  tidak  hanya  terkait  dengan 

problematika hukum Islam (ijthâd), tetapi terkait dengan  aspek manajemen,  integritas 

atau kejujuran dan keadilan   amil zakat serta   ekonomi, yang kondisi  ini menunjukkan 

pendayagunaanya melibatkan multi  latar  belakang  keahlian  dan  keilmuan.  Kerjasama 

“tim untuk saling bertanya” dalam melakukan upaya pendayagunaan zakat merupakan 

suatu keniscayaan.   

    Pengelola  zakat  dalam  hal  ini  Badan Amil    Zakat Nasional  yang memiliki  amil 

yang multi latar belakang dan keilmuan juga dapat dipahami dari tabel lima (5) dari sisi 

unsur, dimensi, sumber pembentukan persepsi dan kategorisasi yang merupakan suatu 

hasil alisisis.  .   

     Tabel  5:  Hasil  Analisis    Terhadap  Konsep  Amil  Badan  Amil  Zakat Nasional: Dimensi,  Sumber Pembentukan Persepsi, Kategorisasi 

 

No.  Konsep Amil: Unsur‐Unsur 

Dimensi Amil  Sumber 

Pembentukan Persepsi 

Kategorisasi Konsep Amil 

1  2  3  4  5 

01  Islam   Aqidah   Kitab Fikih  01‐04 Syarat  

Amil  

02 

 

Akil Baligh  Kecakapan  Syar’iy  

Al‐Hadits: Muadz bin Jabal  

 

03  Pemahaman Hukum Zakat  

Hukum Islam   Al‐Hadits:  Muaz bin Jabal     

 

04  Jujur dan Amanah   Integritas (Moralitas)  

Keputusan  Dirjen Bimas  Islan  dan Urs. Haji .  

 

05.  Kemampuan  untuk  Manajerial   Sda. (profesional)    

                                                            319Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Vol. VII, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 236.

Page 140: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tugas keamilan   

06  Pendataan  secara cermat  

Administrasi   Pandangan Badan Amil Zakat Nasional   

06‐09  Tugas Pokok  Keamilan: Pertama   

07.  Pembinan  dan Penagihan  

Psikologi Komunikasi  

Sda   

08.  Mengumpulkan, Menerima Mendoakan  

Tugas Inti   QS.  Attaubah :103  

 

1  2  3  4  5 

09.  Mengadministarsikan  dan Memeiliharanya 

Administrasi,  Kearsifan, Integritas   

Pandangan Badan Amil Zakat Nasional   

 

 

10.   Pendataan mustahik  

Administrasi   Sda  10‐13    Tugas Pokok Keamilan: kedua  

11.  Menghitung Kebutuhan Mustahik  

Perencaan Keuangan  

Sda   

12.  Menentukan kiat 

Pendistribusia  

Manajemen   Sda   

13.  Pembinaan Pasca 

Mustahik Menerima Zalat  

Manajemen   Sda   

Sumber:  Hasil Kajian Penulis  2007. 

 

    Tabel dimaksud memperlihatan bahwa dari sisi konsep amil mengandung unsur‐

unsur.  Unsur‐unsur  itu  dapat  dilihat  dari  sisi  dimensinya,  dan  selanjutnya  dilakukan 

pelacakan  terhadap  sumber  pembentukan  persepsi  atau  sumber  pendapat.  Dengan 

Page 141: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

proses  analisis  seperti  dimaksud memberikan  peluang  untuk melakukan  kategorisasi 

terhadap pandangan Badan Amil Zakat Nasional. Hasil  kategorisasi  yang dikemukakan 

mengacu  pada  pengkategorisasian  Badan  Amil  Zakat Nasional mengenai  tugas  pokok 

amil  yaitu  berkaitan  kepentingan  pengumpulan  zakat  dari  muzaki  dan  kepentingan 

mustahik. 

Tabel  di  atas memperlihatkan  bahwa  konsep  amil menurut Badan Amil  Zakat 

Nasional    didasarkan  pada  lima  sumber  yang  terkumulasi    pada  Al‐Qur’an,  al‐Hadis, 

Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji No. D‐291 Tahun 2000 tentang Pedoman 

Teknis Pengelolaan Zakat, Kitab Fikih dan pandangan Badan Amil Zakat Nasional  sendiri. 

Dari sisi dimensi atas konsep amil memperlihatkan tiga belas point yang dikembangkan 

ke  dalam  sembilan  jenis  dimensi.  Selanjutnya  dari  sisi  kategorisasi  konsep  amil, 

memperlihatkan dua kategorisasi yaitu syarat amil dan tugas pokok keamilan.  

Implikasi  uraian  ini menunjukkan  bahwa  amil merupakan  suatu  profesi  atau 

pekerjaan yang tidak bebas syarat. Pandangan  ini relevan dengan fungsi bahagian amil 

sebagai  mustahik  atas  dana  zakat,  yang  dapat  dipandang  sebagai  konpnesasi  dari 

profesionalisme yang diemban oleh  amil.  

b.  Pengangkatan Amil  

Menurut Badan Amil Zakat Nasional, amil zakat harus memperoleh mandat dari  

lembaga ini. Perolehan mandat menunjukkan bahwa  amil telah memenuhi syarat yang 

telah  ditetapkan  baik  dari  sisi  administrasi,  profesionalisme  dan  integritas.320 Untuk 

Badan AmiL Zakat Nasional, selain  secara kelembagaan ditetapkan sebagai amil, badan 

ini juga menetapkan amil sebagai bentuk perpanjangan tangan administrasi yang dikenal 

dengan unit pengumpul zakat (UPZ).  

Unit pengumpul  zakat  (UPZ  ) dibentuk   berdasarkan UU.No. 38/ 1999  tentang 

pengelolaan zakat pasal 22 yang menyatakan ”...dalam hal muzaki berada atau menetap 

di  luar  negeri,  pengumpulan  zakatnya  dilakukan  oleh  unit  pengumpul  zakat  pada 

perwakilan  Republik  Indonesia,  yang  selanjutnya  diteruskan  kepada  badan  amil  zakat 

Nasional.” Dalam Keputusan  Dirjend. Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji No. 

D/291/2000  tentang pedoman  teknis pengelolaan  zakat pasal 9  ayat  (2) dinyatakan  ” 

Badan  Amil  Zakat Nasional  dapat membentuk Unit  Pengumpul  Zakat  pada  Instansi  /                                                             

320Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

Page 142: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

lembaga pemerintah pusat, BUMN, dan perusahaan swasta yang berkedudukan di  Ibu 

kota  Negara  dan  pada  kantor  perwakilan  Republik  Indonesia  di  luar  negeri.” 

Kewenangan  UPZ  diatur  dalam  pasal  ini  ayat  (8)  ”Unit  Pengumpul  Zakat melakukan 

pengumpulan  dana  zakat,  infaq,    sedekah,  hibah,  wasiat,  waris  dan  kafarat  di  unit 

masing‐masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, dan 

hasilnya disetorkan  kepada bagian pengumpulam Badan Pelaksana Badan Amil  Zakat, 

karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakannya.”   

Badan Amil Zakat Nasional  sampai dengan 2007  telah membentuk 33 UPZ   di 

dalam negeri dan 31 di luar negeri. Untuk UPZ yang ada di dalam negeri  hanya 17 yang 

aktif.  Untuk  UPZ  di  luar  negeri mengalami  berbagai  kendala  dan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  lebih memilih mengoptimalkan untuk UPZ dalam   negeri.321 Kewenangan UPZ, 

selain  untuk  kegiatan  penghimpunan,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  memberikan 

kewenangan  pendayagunaan  terbatas  kepada  mustahik  yang  ada  pada  internal 

instansi/badan  usaha  tempat  UPZ  itu.  Dalam  hal  pendayagunaan,  Badan  Amil  Zakat 

Nasional, hanya menerima  laporan pertanggungjawaban  zakat  tentang mustahik  yang 

telah menerimanya.322   

Khusus mengenai  pemberian  kewenangan  Badan  Amil  Zakat Nasional  kepada 

UPZ dalam hal pendayagunaan, hemat penulis,  sebenarnya merupakan penyimpangan 

dari Keputusan Direktur  Jenderal Bimbingan Masyarakat  Islam dan Urusan Haji323 yang 

hanya memberikan tugas kepada UPZ untuk mengumpul zakat. Walaupun sebenarnya, 

calon mustahik dapat saja diajukan oleh UPZ kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk 

diterima sebagai mustahik, namun dalam kenyataannya UPZ mengadakan penyeleksian 

                                                            321Dalam melakukan pembentukan UPZ, Badan Amil Zakat Nasional berpedoman pada

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat 7. Prosedur pembentukan Unit Pengumpulan Zakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a.Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengadakan pendataan di berbagai instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas; b. Badan Amil Zakat seseuai dengan tingkatannya mengadakan kesepakatan dengan pimpinan Instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas, untuk membentuk Unit Pengumpul Zakat; c. Ketua Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Unit Pengumpul Zakat.

Berbagai kendala pembinaan UPZ di luar negeri di antaranya biaya kominikasi yang mahal. Wawancara Pribadi dengan Subroto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

322Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

323Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat (8), Unit Pe ngumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat di unit masing-masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulan badan Pelaksana Amil Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakan.

Page 143: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dan  pendayagunaan  dana  zakat  sebelum  dana  diberikan  kepada  Badan  Amil  Zakat 

Nasional. 

Perluasan makna amil zakat yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional 

pada  dasarnya  merupakan  penjabaran  lebih  lanjut  dari  konsep  amil  dalam  literatur 

keagaman 324  dan  Keputusan  Direktur  Jenderal  Urusan  Haji.  Walaupun  demikian, 

karakteristik pendapat Badan Amil Zakat ini terletak pada unsur manajemen  organisasi  

terutama   dalam  hal  penetapan  subjek  dan fungsi  

kelembagaan.  

3.  Kewenangan Amil  

 

Kewenangan  amil  zakat  dapat  ditelusuri  pada  hadis  Nabi  mengenai 

pengangkatan  Muadz  bin  Jabal  sebagai  amil.    Menurut  hadis  Nabi  sebagai  yang 

dikemukakan pada bab II disertasi ini, kewenangan amil ”tu’khadzu min  agniyâihim wa 

turadd  ilâ   fuqarâihim” yakni mengambil zakat dari orang kaya dan mengembalikannya  

kepada orang miskin, dan  kewenangan yang dipahami dari hadis  ini   dapat dinyataan 

sebagai kewenangan distribusi.   

Untuk  mengetahui  sejauhmana  kewenangan  distribusi  amil  terimplemnatasi  

pada Badan Amil  Zakat Nasional, maka  akan dilakukan  analisis  terhadap  kewenangan 

amil sebagaimana yang dipahami menurut UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat 

dan kewenangan amil yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  

Dalam  UU  dimaksud    pasal  9  dinyatakan  bahwa  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

bertugas325  menyelenggarakan  tugas‐tugas    keamilan  yang  dipandang  konvensional 

yakni pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat serta tambahan dari sisi 

aspek penelitian dan pembinaan baik untuk mustahik maupun muzaki.   

                                                            324Menurut Rasyid Rida bahwa amil pada dasarnya siapapun yang bekerja dan atas

nama pemerintah dalam hal pengelolaan zakat. Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Quran al-Hakîm al-Masyhûr al-Manâr, Juz X (Refrint: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2005), h. 431.

325a. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat . b. Mengumpulkan dan mengolah data yangd iperlukan untuk penyusunanan rencana pengelolaan zakat.c. Menyelenggarakan bimbingan di bidang pengelolaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, d. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi, informasi, dan edukasi pengelolaan zakat.

Page 144: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Terkait  dengan  kewenangan  amil  seperti  di  atas  maka  Badan  Amil  Zakat 

Nasional    telah menetapkan  tugas  pokok  amil  zakat  yaitu:  Pertama,  pendataan  dan 

pembinaan  serta  penagihan  terhadap  muzaki.  Hal  ini  dilakukan  untuk  memperoleh 

pemasukan keuangan dana zakat bagi Badan Amil Zakat Nasional. Kedua,  tugas pokok 

yang  ditujukan  pada  kepentingan mustahik. Dalam memenuhi  kepentingan mustahik, 

amil  menurut  Badan  Amil  Zakat  Nasional  memiliki  tugas  pokok  untuk  menghitung 

jumlah  kebutuhan,  menentukan  kiat  pendistribusian,  yakni  apakah  akan  diberikan 

secara  langsung  (konsumtif)  atau  sebagai  modal  usaha  serta  berkewajiban  untuk 

membina  para mustahik 326   

Dengan memperha kan kewenangan yang  terdapat dalam UU No. 38  ini yang 

terimplementasi  pada  tugas  pokok  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  maka  dari  sisi 

kewenangan    amil  dalam  konteks  pola  Rasul  dalam  mendayagunakan  zakat 

menunjukkan  bahwa  tidak  hanya  kewenangan  distribusi,  namun  terdapat  upaya 

perluasan kewenangan.  

Dari sisi perluasan kewenangan dalam bidang non distribusi seperti pembinaan 

mustahik dan muzaki  serta    riset   perzakatan, dipandang    tidak bertentangan dengan 

pola  pendayagunaan  zakat  Rasul  dengan  argumen  tetentu.    Pertama,  kewenangan 

distribusi  telah  terimplementasi pada Badan Amil Zakat Nasional dengan dukungan UU 

No,. 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat.  Kedua,  kewenangan distribusi pada dasarnya, 

ditujukan  untuk memenuhi  kepentingan mustahik  yakni  baik  untuk memenuhi  aspek 

pengumpulan  zakat    yang akan menjadi  sumber penerimaan mustahik maupun untuk 

memperkuat  kelembagaan  dari  sisi  kinerja  organisasi.  Dari  sisi  kinerja  organisasi 

menunjukkan bahwa, dengan    riset yang dilakukan,   Badan Amil Zakat Nasional, akan  

memperoleh  informasi    semaksimal  mungkin  berkaitan  hal‐hal  yang  menyangkut 

pezakatan.  Ketiga,  kewenangan  non  distribusi  itu,  merupakan  konsekwensi  logis 

terhadap eksistensi Badan Amil Zakat Nasional sebagai suatu  organisasi.   

                                                            326Tugas pokok amil menurut Badan Amil Zakat Nasional:

”Pertama, melakukan pendataan secara cermat dan teliti terhadap muzaki, melakukan pembinaan, menagih, mengumpulkan dan menerima zakat dan mendoakan muzaki pada saat menyerahkan zakat, mengadministrasikan serta memeliharanya dengan baik dan penuh tanggungjawab. Kedua, melakukan pendataan terhadap mustahik zakat, menghitung jumlah kebutuhannya, dan menentukan kiat pendistribusiannya, yakni apakah akan diberikan secara langsung (konsumtif) atau sebagai modal usaha. Setelah menyerahkan zakat, amil juga berkewajiban untuk membina para mustahik tersebut.”Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab h. 86.

Page 145: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

       4.  Pertanggungjawaban Amil  

Pertanggungjawaban merupakan wujud dari kedudukan zakat  sebagai amanah 

yang merupakan hak   ekonomi mustahik.   Pandangan  ini didasarkan pada  kasus  Ibnu 

Luthbiyah seperti yang dikemukakan pada bab II penelitian ini    

Berkaitan  dengan  pertaggungjawaban,   maka dapat direlevankan dengan  

pelaporan  kepada  publik  yang  dikembangkan  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasional maka 

terdapat  hal‐hal  tertentu  yang  akan  dilihat  dari  sisi  implementasinya  dengan  pola 

pendayagunaan  zakat  masa  Rasul.  Pertama,    dari  sisi  landasan  pelaporan. Menurut 

Badan Amil Zakat Nasional bahwa    zakat  sebagai  ibadah yang diserahkan oleh muzaki 

untuk  kepentingan  mustahik  melalui  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dan  proses  ini  

dipandang oleh Badan Amil Zakat Nasional  sebagai  suatu amanah yang harus dikelola 

secara profesional. Didin Hafidhuddin menyatakan bahwa  ”zakat  adalah  kepercayaan. 

Karena itu Badan Amil Zakat Nasional  menerapkan prinsip transparansi dan akuntabiltas 

dalam pengelolaannya”.327  

Dilihat dari sisi landasan pemikiran Badan Amil Zakat Nasional dalam melakukan 

pertanggungjaban, yakni sikap amanah, maka hal ini merupakan  implementasi dari pola 

Rasul  dalam  pendayagunaan  zakat.  Kalau  dikaitkan  dengan  prototipe  Ibnu  Lutbiyah  

dalam kapasitasnya sebagai amil zakat yang ditegur oleh Rasul dan dipandang sebagai 

simbol  penrtanggungjawaban  zakat,  maka  pada  dasarnya  amil  dimaksud  tidak 

menjalankan amanah dengan benar.  

Dalam UU.No. 38/1999  tentang Pengelolaan Zakat pasal 19 berkaitan dengan 

pertanggungjawaban  dinyatakan  bahwa  ”Badan  Amil  Zakat  memberikan  laporan 

tahunan pelaksanaan  tugasnya  kepada Dewan Perwaakilan Rakyat Republik  Indonesia 

atau  kepada  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  sesuai  dengan  tingkatannya.” 

Selanjutnya,  Pasal  20  UU  ini  menyatakan  ”Masyarakat  dapat  berperan  serta  dalam 

pengawasan  badan  amil  zakat  dan  lembaga  amil  zakat.”    Penjelasan  pasal  20  

menyatakan  ”Peran  serta  masyarakat  diwujudkan  dalam  bentuk:  a.  Memperoleh 

informasi  tentang pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat dan  lembaga 

amil zakat...” 

                                                            327Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 4.

Page 146: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

    Pelaporan  kepada  publik,  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasioal  dilakukan  kepada 

Dewan  Perwakilan  Rakyat  setiap  tahun  dan  penerbitan  news  latter  serta  penerbitan 

buku laporan perkembangan pengelolaan zakat setiap tahun.328  

B.     Perwujudan   Fungsi Amil,   Prinsip Desentralisasi   dan Mempertegas Zakat Sebagi 

Hak Mustahik 

      1.   Perwujudan Fungsi Amil  

Pada uraian bab II disebutkan tentang fungsi amil. Tedapat lima fungsi amil yang 

disebutkan  didasarkan  atas  pemahaman  terhadap makna  amil    dalam  Alquran.  Dari 

kelima  fungsi  amil  yang  disebutkan  itu,  maka  pada  dasarnya  dapat  disederhakan 

menjadi  tiga    fungsi.  Ketiga  fungsi  itu  dipandang  relevan  dengan  fungsi  amil  untuk 

meningkatkan  kesejahteraan  umat.  Selanjutnya,  ketiga  fungsi  amil  itu  akan  dilihat 

sejauhmana implementasinya pada Badan Amil Zakat Nasional.  

Pertama,  pencapaian  kesejahteraan  umat  melalui  instrumen  ekonomi.  

Berkaitan  dengan  instrumen  ekonomi,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah  melakukan 

berbagai kegiatan pendayagunaan  zakat dalam  sektor ekonomi produktif.   Prosentase 

yang  ditetapkan  Badan  ini  sebesar  35  %, merupakan  prosentase  ter nggi  dibanding 

sektor  lainnya.  Dalam  mengembangkan  sektor  ini,  maka  tidak  hanya  dilakukan 

pemberian  dana  zakat  tetapi  dilakukan  pendampingan  agar  dana  zakat  dapat 

memberikan hasil maksimal kepada mustahik. 

Pendayagunaan dana sebesar 35 %   dikaitkan dengan dana zakat yang diterima 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  (2005:Rp.2.540.588.847  2006:  Rp.  4.825.501.587) 329 

tampaknya masih  sedikit dibanding dengan mustahik  yang membutuhkannya. Namun 

demikian  Badan  ini  membuktikan  bahwa  telah  melaksanakan  fungsi‐fungsi  sebagai 

lembaga kesejahteraan umat melalui instrumen ekonomi zakat.   

                                                            328Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Dalam laporan Badan Amil Zakat Nasional telah memaparkan perkembangan pengelolaan zakat baik dari sisi program yang telah dilaksanakan, laporan keuangan, sambutan dari Ketua Umum Badan Pelaksana, Ketua Dewan Pertimbangam, Ketua Dewan Pengawas. Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006). Sedang untuk news letter terbit dalam sekali sebulan. Pada News letter diuraikan tentang program yang telah dilaksanakan dan menerima konsultasi zakat. Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa News Letter.

329Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 9.

Page 147: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Sebagai  gambaran  tentang  perhatian  Badan  ini  terhadap  peningkatan 

kesejahteraan umat, maka selain prosentase yang  tertinggi untuk sektor di atas, maka 

perlu  dilihat  dari  aspek  persepsi  badan    ini  terhadap  kelompok  orang miskin  sebagai 

mustahik yasng merupakan kelompok terkait langsung dengan sektor ekonomi.  Konsep 

mustahik menurut  Badan  Amil  Zakat  Nasional      pada  dasarnya mengacu  pada    QS. 

Attaubah/9: 60.330 Dilihat dari sisi ketekaitan mustahik dari sisi ekonomi sebagai  faktor 

kebutuhan, maka dapat dikategorikan: orang   miskin, fuqara, al‐Ghârimîn dan al‐Riqâb.  

Walaupun demikian, dalam aspek pendayagunaan ekonomi, Badan Amil Zakat Nasional 

hanya menyebutkan dengan  istilah   pengembangan ekonomi dengan penekanan pada 

kelompok miskin dengan tanpa menyebut latar belakang status sebagai mustahiknya.331  

Namun demikian hal  ini  tidak berarti  bahwa Badan  ini  tidak mempergunakan  kriteria 

terhadap kelompok mustahik yang terkait dengan sektor ekonomi.  

  Pemahaman  Badan  Amil  Zakat  Nasional    terhadap  mustahik  dari  sisi  unsur‐

unsurnya dapat diidentifikasi pada tabel di bawah ini.   

 

                Tabel   6 :  Identifikasi Unsur‐Unsur Konsep Mustahik dalam Persepsi  Badan Amil 

                                  Zakat Nasional  Dan Peluang Program Pendayagunaan Zakat 

 

No  Mustahik 

 

Unsur‐Unsur Mustahik Peluang Program 

pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional  

1  2  3 4 

1.  Fakir   • Tidak  mempunyai  pendapatan tetap  

• Tidak mempunyai  tempat  tinggal 

Kemanusiaan  

                                                            330

الغارمين وفي سبيل إنما الصدقات للفقراء والمساآين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب و اهللا وابن السبيل فريضة من اهللا واهللا عليم حكيم

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

331Pengematan ini dilakukan terrhadap laporan tahunana Badan Amil Zakat Nasional yang menyebutkan aspek pemberdayaan ekonomi dengan menyebut orang miskin tanpa menyebut mustahik lainnya yang terkait dengan sektor ekonmomi., Annual Report 2006. h. 42.

Page 148: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tetap menurut standar kesehatan • Tidak    mempunyai  asupan  gizi 

yang cukup  • Tidak mempunyai biaya kesehatan 

Kesehatan  

Pendayagunaan  

2.  Miskin   • Mempunyai  sumber  pendapatan tetap,  namun  di  bawah  standar UMR  

• Tidak  cukup  membiayai kebutuhan keluarga  

• Tidak memenuhi gizi seimbang  • Tidak mempunyai biaya kesehatan 

Kemanusiaan  

Kesehatan  

Pendayagunaan  

3  Amil   • mempuyai mandat  dari  Baz  atau Laz  

 

1  2  3  4

4.  Mu’allaf   • Menunjukkan  surat  keterangan  sebagai muallaf  

Disesuaikan  tingkat 

kebutuhan pada Jenis 

Program  

5.  Riqâb   • TKI   Pengembangan  EkonomiUmat  

6.  Gârimīn   • Surat  Keterangan  Mantan Pengusaha  

• Surat Keterangan Berutang  • Muslim  

Pengembangan Ekonomi 

Umat  

7.  Fī  Sabīl Allah  

• Aktifitas Dakwah  • Pembangunan Rumah Ibadah  • Pembangunan sarana pendidikan   

Dakwah 

8.  Ibnu  al‐Sabīl 

• Siswa,  mahasiswa  yang  tidak mampu,  

Peningkatan  Kualitas  Daya Insani  

  Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara  dan Brosur Badan Amil Zakat Nasional     

 

  Dari  tabel  di  atas  diketahui  bahwa  pandangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  

memiliki  perluasan  arti  mustahik  dan  tampaknya  berbeda  dengan  pandangan 

kebanyakan  kitab  fikih.  Kriteria  setiap  mustahik  memperlihatkan  adanya  perluasan 

unsur dari  konsep  fikih.  (1)    fakir. Menurut  Syâfiiyah dan Ĥanâbilah  dipahami bahwa 

unsur‐unsur  orang  fakir  adalah:  (a)  Tidak mempunyai  harta  dan  sumber  pendapatan 

yang  mencukupi  kebutuhannya;  (b)  Tidak  mempunyai  keluarga  yang  menjamin 

kebutuhan  secara  cukup;  (c)  Standar  kemampuannya memenuhi  kebutuhan misalnya, 

kemampuan memenuhi  tiga dari  sepuluh yang  seharusnya. Dalam pandangan mereka 

Page 149: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

contoh  kebutuhan  yang  disebutkan  seperti  rumah,  pakaian  dan    makanan.332 Unsur 

kesehatan  sangat  dominan  dalam  tabel  itu,  yakni  terkait  dengan  tempat  tinggal, 

makanan  (gizi) dan biaya. Unsur  ini merupakan pandangan Badan Amil Zakat Nasional, 

sedang  unsur  pendapatan  yang  terkait  dengan  penghasilan  ekonomi  dipandang 

merupakan konsep yang berasal dari  fikih. Dalam hal pendayagunaan untuk mustahik 

ini,  oleh al‐Syairâzi ‐sebagaimana ditulis oleh al‐Nawawi, bahwa bagi fakir yang memiliki 

kemampuan kekuatan fisik dapat diberikan fasilitas kerja.333   

  (2)  Miskin. Kata miskin sebagai akar untuk kata kemiskinan mengandung  

arti  “tidak  berharta;  serba  kekurangan”.334 Al‐Zuhaeli, menyatakan  bahwa  ia memiliki 

kemampuan untuk bekerja guna memenuhi kebutuhannya namun pendapatannya tidak 

mencukupinya.335 Menurut Gunawan secara umum kemiskinan dapat  diketahui dengan 

membandingkan  tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan dibatasi pada hal‐hal 

yang pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memberikan peluang bagi seseorang 

dapat hidup  secara  layak.  Jika  sekiranya  seseorang  tidak dapat memenuhi  kebutuhan 

minimum, maka ia  dinyatakan sebagai orang miskin.336 

Internasional  Labor Organization  (ILO) menetapkan  kebutuhan  dasar meliputi 

kebutuhan  minimum  yang  meliputi  konsumsi  pribadi  seperti  makan,  perumahan, 

pakaian,  peralatan,  perlengkapan  rumah  tangga  dan    kebutuhan  yang  terkait  dengan 

pelayanan  sosial  seperti    air  minum,  angkutan  umum,  kesehatan,  pendidikan  dan 

fasilitas  kebudayaan.337 Bagi  orang  miskin  jika  dihubungkan  dengan  pandangan  ILO, 

maka  tentunya  ia  tidak  dapat  memenuhi  secara  maksimal  terhadap  kedua  jenis 

kebutuhan  itu.  Secara  empiris,  terjadinya  putus  sekolah,  rendahnya  akses  ke  sektor 

kesehatan  termasuk  perolehan  air  bersih,  pemenuhan  gizi,  sanitasi  lingkungan, 

merupakan bagian kehidupan yang melanda orang miskin. 

                                                            332Wahbah al-Zahaeli, al-Fiqh al-Islâmī wa Adillatuhū, Juz III (Damsyiq: Dar Fikr,

1997), h. 1952. . 333Maĥy al-Dīn Abūi Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Nawawi, al-Majmū’ Syarĥ al-

Muhazzab, juz VI, (Mesir: al-Imâm, t.th), h. 196. 334Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 749. 335 Menurutnya, kemampuan memenuhi kebutuhannya yaitu seharusnya memenuhi

sepuluh bagian hanya terpenuhi delapan bagian guna memenuhi kehidupan yang layak seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal. Wahbah al-Zahaeli, al-Fiqh al-Islamī wa Adillatuhū, Juz III (Damsyiq: Dar Fikr, 1997), h. 1952.

336Gunawan Sumodiningrat, et. al., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, h. 2.

337 Gunawan Sumodinigrat et., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, h. 2.

Page 150: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dalam  pandangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  konsep  orang  miskin, 

sebagaimana  dalam  konsep  fakir  yang memasukkan  unsur  kesehatan,  unsur  itu  juga 

salah  satunya  dikaitkan  dengan  konsep  ini  khususnya  terkait  dengan  gizi  dan  biaya 

kesehatan. Unsur  lain  yang membentuk  konsep  orang miskin,  adalah  upah minimum 

regional (UMR) yang berlaku pada ketenagakerjaan sebagai  standar penghasilan. Unsur‐

unsur  ini, merupakan pandangan yang berasal dari Badan Amil Zakat Nasional  sedang 

unsur ketidakcukupan dalam penghasilan merupakan konsep fikih.    

(3)  Riqâb.  Dalam  konsep  fikih  diketahui  sebagaimana  dikemukakan  al‐Zuhaeli 

bahwa riqâb menurut mayoritas ulama dinyatakan sebagai hamba yang telah ditetapkan 

harga pembebasannya oleh tuannya, dan karenanya jika dilunasi dengan harga itu, maka  

dengan  sendirinya  ia  akan merdeka.338  Oleh    Rasyid  Rida menyatakan  bahwa  dalam 

kondisi tidak  ada ”hamba” maka zakat dapat dialihkan kepada kelompok pemuda Islam 

yang berjuang  untuk membebaskan diri dari penjajah.339  

Badan  Amil  Zakat  Nasonal  memberikan  dana  zakat  kepada  tenaga  kerja 

Indonesia  (TKI) untuk porsi  riqâb, dengan alasan bahwa   dewasa  ini  tidak ada hamba. 

Menurutnya, TKI akan mengalami ketergantungan berupa utang uang kepada pengerah 

tenaga  kerja  karena  biaya  ditanggung  oleh  perusahaan.  Karenanya,  kepada  calon  TKI 

dapat diberikan zakat agar tidak berutang kepada pengerah tenaga kerja. Dengan dana 

zakat  yang  diberikan  kepada  TKI  maka  memungkinkan  tercipta  kemandirian  dalam 

bidang  psikologis  karena  telah  terbayar  utang  sebelumnya  dan  dapat  dengan  tenang 

bekerja di  luar negeri.340  Secara  substansial, pandangan  sejenis  ini  telah dikemukakan 

oleh Permono bahwa “alasan hukum yang terkandung di dalam pengertian  jatah riqâb  

adalah  untuk membebaskan  eksploitasi  atau  pemerasan  oleh manusia  atas manusia, 

baik  sebagai  individual maupun  komunal.”341 Menurutnya,  berdasarkan  alasan  hukum 

itu,  maka  di  antara  salah  satu  yang  dapat  dimasukkan  dalam  mustahik  ini  adalah 

                                                            338 Wahbah al-Zahaeli, al-Fiqh al-Islamī wa Adillatuhū, Juz III (Damsyiq: Dar Fikr,

1997), h. 2018. 339Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Qur’an al-Hakīm al-Masyhūr al-Manâr, Juz X, h.

431. 340 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat

Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Oktober 2007. 341Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional,

(Jakarta: Firdaus, 1995), h. 66.

Page 151: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

“pembebasan  budak  dari  eksploitasi  pihak  lain,  seperti    pekerja  kontrak  dan  ikatan 

kontrak yang tidak wajar.”342 

(4)  Ghârimin.    al‐Ġârimīn,    orang‐orang  yang  berhutang,  oleh  ulama 

memberikan  syarat  yang  harus  dipenuhi  yaitu:  secara  ekonomis,  harta miliknya  tidak 

cukup  untuk mereka  pergunakan membayar  utang;  objek  hutang  pada  hal‐hal  yang 

dibenarkan agama Islam.343   

Ahmad  Muhammad  Al‐’Assâl  dan  Fathy  Ahmad  menyatakan  bahwa  bagi  al‐

ġârimīn  dengan  dukungan  Baitulmal,  zakat  dapat  berfungsi  untuk melunasi  utangnya 

baik utang yang berkaitan dengan kepentingan pribadinya maupun utang yang berkaitan 

dengan pembiyaan kepentingan sosial.344  Tampaknya, Ahmad Muhammad Al‐’Assâl dan 

Fathy  Ahmad menginginkan,    zakat    berpola  produktif.  Untuk  pola  konsumtif,  dapat 

dipahami  ketika  keduanya  membahas  zakat  dalam  kaitannya  dengan  orang  fakir.345 

Menurut keduanya,  zakat yang diberikan kepada ghârimīn, akan memberikan dorongan 

dalam meningkatkan kepercayaannya untuk  beraktifitas ekonomi.346   

Badan Amil Zakat Nasional mengembangkan program pengembangan ekonomi 

umat dengan memberikan  zakat  kepada masyarakat yang  terjerat   dengan utang dari 

rentenir atau  usaha kecil yang memiliki kredit macet pada bank konvensional. Dalam hal 

ini Badan Amil Zakat Nasional, hanya memberikan zakat untuk pembayaran utang dalam 

kegiatan ekonomi dan tidak dalam bentuk sosial.  Badan ini menetapkan bahwa terdapat 

unsur yang harus dipenuhi oleh mustahik  ini yakni wajib berstatus sebagai muslim dan 

surat keterangan sebagai mantan pengusaha atau sedang terjerat utang.347   

Kedua pencapaian kesejahtraan umat melaluji instrumen sosial.  (1) Ibn al‐Sabīl. 

Program  peningkatan  kualitas  sumber  daya    insani  dikembangkan  didasarkan  pada 

konsep  ibn al‐sabīl dalam  zakat. Dana   yang dialokasikan  sekitar 25 % dari  total dana 

                                                            342Sjechul Hadi Permono, Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional,

h. 66. 343Muhammad Abd Allah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Qudâmah, al-Mugnī, Juz IX,

(Qâhirah: 1995), h. 104. 344Ahmad Muhammad al-‘Assâl dan Fathy Ahmad Abdul Karīm, al-Nizâm al-Iqtisâdy fi

al-Islâm, (Qahirah: Wahbah, 1977), h. 166. 345Ahmad Muhammad al-‘Assâl dan Fathy Ahmad Abdul Karīm, al-Nizâm al-Iqtisâdy fi

al-Islâm h. 122. 346Ahmad Muhammad al-‘Assâl dan Faty Ahmad Abdul Karīm, al-Nidâm al-Iqtisâdy fi

al-Islam, h. 119. 347Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

Page 152: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

yang  terkumpul.348 Untuk Beasiswa Tunas Bangsa, hanya diberikan  kepada mahasiswa 

semester akhir atau menjelang penyelesaian studi, yang aktifis dakwah di kampus, serta 

berasal dari keluarga yang berekonomi lemah.349 Bantuan sarana belajar mengajar yang 

tidak mampu, pelatihan tenaga guru tertentu untuk madrasah, pelatihan kepemimpinan 

bagi  generasi  muda  Islam,  pendirian  sekolah  unggulan  untuk  anak‐anak  miskin 

berprestasi.  Dalam  pelaksanaannya  beberapa  jenis  program  ini  dikerjasamakan  pihak  

tertentu.350  

Ulama  berbeda  pendapat  mengenai  konsep  ibn  al‐sabī.  Syâfi’ī  menyatakan 

bahwa  ia   merupakan  orang  yang  ingin mengadakan  perjalanan  dengan  tujuan  tidak 

untuk  maksiat  dan  membutuhkan  bantuan  guna  mendukung  perjalanan  dan  tanpa 

dengan  bantuan,    usaha  dimakud  tidak  dapat  terwujud.351 Selain  dari  aspek  tujuan 

perjalanan  juga  aspek  kedakmampuan  untuk  mencapai  perjalanan  tanpa  dengan 

bantuan  dan  karenanya  bagi  orang  kaya  tidak  berhak  mendapat  zakat.352 Menurut 

Mahmud  Syaltut,  mendayagunakan  zakat  untuk  kepentingan  pembiayaan  penelitian 

antar  negara  muslim  dalam  mempererat  hubungan  mereka  dan    tidak  untuk 

kepentingan  olah raga dan pariwisata.353    

Pandangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  untuk mustahik  ini  dibanding  dengan 

ulama  di  atas,  memiliki  karakteristik  tersendiri,  karena  hanya  mengkhususkan  pada 

pengembangan  sumber  daya manusia  yakni  dalam  bidang  pendidikan  saja.  Dari  sisi 

keberadaan pogram ini di Indonesia, hal serupa pernah dijadikan oleh Bazis DKI Jakarta 

sebagai  rekomendasi  pengembangan  zakat. Menurut  Bazis  DKI  Jakarta, mustahik  ini 

mencakup:  pengiriman  mahasiswa  ke  luar  negeri,  penelitian‐penelitian  ilmiah, 

pengiriman  utusan  ke  konperensi,  penyediaan  asrama,  perbaikan  jalan  umum 

kelancaran arus lalu lintas, pendidikan atau pemeliharaan anak yatim, dan lain‐lain.354  

                                                            348 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat

Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 9 Mei 2007. 349Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007. 350 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat

Nasional , 2006), h. 45. 351Abd. Allah Muhammad ibn Idris al-Syâfiī, al-Um, Juz II, (Bairut: Dâr al-Kitab al-

Ilmiah, t.th), h. 98. 352Abd. Allah Muhammad ibn Idris al-Syâfiī, al-Um, Juz II, h. 98. 353Mahmud Syaltūt, al-Islâm ‘Aqidah Wa Syari’ah, (Mesir: Dâr al-Qalâm, t.th), h. 110-

111 354Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta: Bazis DKI Jakarta, 1981), h.

100.

Page 153: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Ketiga,    pencapaian  kesejahteraan  umat    melalui  instrumen  spritual.    (1)  

Mualaf.    Mualaf,  adalah  orang  yang    dibujuk  hatinya  dan  diberikan  zakat  untuk 

meneguhkannya. Menurut Abû Ya’lâ  seperti yang dinyatakan oleh Abū Zahrah bahwa, 

terdapat  empat  ragam  orang  mualaf  yaitu:  orang  yang  dibujuk  hatinya  karena 

membantu orang  Islam; orang yang dibujuk hatunya karena membentengi umat  Islam; 

orang yang dibujuk hatinya untuk mendorong rasa cinta kepada umat Islam; orang yang 

dibujuk hatinya untuk mendorong rasa cinta keluarga dan   kelompoknya kepada umat 

Islam. Untuk kondisi perekonomian muallafin, Abū Zahrah berpendapat bahwa dewasa 

ini,  sebahagian  telah  terputus  dari  keluarga  (setelah memeluk  Islam)  dan  kelompok 

masyarakat  mereka.  Karenanya  mereka  hidup  dalam  keadaan  bermasalah  dan 

membutuhkan bantuan ekonomi.355 Menurut    Ibnu Qudâmah, muallaf   boleh diberikan 

zakat kepadanya sepanjang ia membutuhkan dan jika tidak membutuhkan, maka ia tidak 

diberikan. 356  Bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  pemberian  zakat  kepada  muallaf 

didasarkan  atas  permohonan  dan  surat  keterangan  tentang  ke  muallaf‐an.    Surat 

keterangan  dan  permohonan  ini, menunjukkan  bahwa muallaf membutuhkan  zakat. 

Dibanding  kedua  pandangan    terakhir  ini,    tampaknya  terdapat  relevansi,  karena 

keduanya  mengacu pada sektor kebutuhan.   

(2) Fī Sabīl Allah. Menurut Fakhr al‐Râzi menyatakan bahwa sebahagian mufassir 

mengartikan  fī  sabīl  Allah  yaitu mencakup  kebutuhan  umat  Islam  dalam memenuhi 

kemaslahatannya. 357  Program  dakwah  yang  dikembangkan  oleh  Badan  Amil  Zakat 

Nasional melalui pembiayaan zakat, didasarkan pada pemahaman konsep fī sabīl Allah.     

Alokasi     sekitar 10 % dari total   dana yang   terkumpul  dengan bentuk sasaran dakwah 

masjid, dakwah masyarakat dan dakwah sekolah.358  

Pengembangan    dakwah   dengan    tiga   sasaran   ini   merupakan   suatu  

karakteristik  pemahaman  bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional.  Pemahaman  Badan  Amil 

Zakat  Nasional  yang  berbasis  pada  pengembangan  sumber  daya  manusia  melalui 

                                                            355Muhammad Abu Zahrah, Zakat. Penerjemah Zawawy (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 2004),

cet.III , h. 153. 356Muhammad Abd Allah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Qudâmah, al-Mugnī, Juz IX,

(Qâhirah: 1995), h. 100. 357 Fakhr al-din ibn Muhammad ibn ‘Umar ibn Husain ibn Hasan ibn ‘Alī al-Tamīmī al-Bakrī al-Râzī, Tafsīr al-Kabīr au Mafâtīh al-Ghaib, juz 8 (Refrint, Qâhirah: Taufīqiyyah, 2003), h. 99.

358Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

Page 154: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dakwah, merupakan  jawaban atas permasalahan yang dialami umat  Islam dewasa  ini. 

Dalam  hal  perlunya  pembinaan  dakwah  khususnya  terhadap  dai    menurut  Hidayat 

Nurwahid, ”...kita semua termasuk mereka yang aktif di dunia dakwah perlu mencermati 

berbagai perkembangan mutakhir disekitar kita yang bersinggungan dengan  sikap dan 

pengetahuan serta komitmen dan pelaksanaan agama....”359   

Dari sisi keberadaan pogram  ini di  Indonesia, hal serupa pernah dijadikan oleh  

Bazis DKI Jakarta sebagai rekomendasi pengembangan zakat. Menurut Bazis DKI Jakarta, 

mustahik  ini  mencakup:  “...peningkatan  ilmu  pengetahuan:  agama,  umum, 

keterampilan,  keperluan  bea‐siswa,  penelitian,  penerbitan  buku‐buku  pelajaran, 

majalah‐majalah  ilmiah....”360  

Penetapan  fungsi  kesejahteraan melalui  instrumen‐instrumen dimaksud, maka 

tampaknya, telah terjadi implementasi pola penmdayagunaakan zakat pada zaman Rasul 

terhadap  program  yang  dikembangkan  Badan  Amil  Zakat  Nasional.      Pandangan  ini 

didasarkan pada argumen  :  (a).   Penetapan prosentase merupakan bagian dari  ijtihad; 

(b). Kriteria yang dikemukakan oleh Badan Amil Zakat Nasional  pada dasarnya mengacu 

pada hasil ijtihad yang didasarkan oleh ulama dan lembaga pengelola zakat lainnya serta 

pengembangan  kriteria  yang  dilakukan  sendiri  oleh  Badan  Amil  Zakat.  (c).  Dalam 

melaksanakan  program  kerja  dimaksud,  maka  faktor  manajerial  menjadi  perhatian 

badan ini. Bagian sub c dimaksud akan dikemukakan secara luas pada pembahasan sub b 

bab  V  disertasi  ini.  Bagi  penulis    memadukan  ”ijtihad”    dan  implementasi  fungsi 

manajemen dalam program kerja, merupakan bagian dari usaha yang akan memberikan 

manfaat kepada mustahik.   

        2.  Prinsip Desentralisasi  

  Merujuk kepada hadis Nabi berkaitan dengan pengangkatan Muadz  (w. 18  

H)  sebagai  amil    di  negari  Yaman,  yang  diuraikan  pada  bab  II  mengeai  prinsip 

desentralisasi,  maka  prinsip  ini  akan  ditelaah  dari  sisi  implementasinya  pada 

pendayagunaan zakat yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  

                                                            359Hidayat Nurwahid, dalam A. Suriyani, Manajemen Dakwah, (Jakarta: MSCC, 2005), h.

vi. 360Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta: Bazis DKI Jakarta, 1981), h.

xiii. .

Page 155: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Menurut UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional 

berpeluang memiliki sumber pendataan dari dana zakat baik dari dalam negeri maupun 

luar negeri  (pasal 22).     Pendayagunaan zakat yang dilakukan Badan  ini dilihat dari sisi 

tempat  tinggal mustahik atau geografis mustahik,   baik yang disalurkan melalui conter 

sendiri  badan  ini maupun melalui  kemitraan, memperlihatkan  terjadinya  penyebaran 

geografis mustahik pada  seluruh  Indonesia. Pada  tabel  tentang penyebaran unit  salur 

zakat  (USZ)  terihat  bahwa  hanya  enam  provinsi  di  Indonesia  yang  telah  memilliki 

jaringan USZ dan provinsi yang terbanyak adalah Jawa Barat.  

   Terhadap  kebijakan  Badan Amil  Zakat Nasional  yang  hanya memiliki  jaringan 

USZ terbatas pada provisi tertentu memiliki kaitan erat dengan keterbatasan dana zakat 

yang  diterima.tidak  dimaksudkan  sebagai  upaya  diskriminasi  geografis361  Bagi  penulis 

pola  pendayagunaan  zakat  yang  digunakan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  adalah 

sentralisasi dan bukan desentralisasi. Pola yang dipergunakan ini dapat dipahami dengan 

argumen:  (a)   Badan  ini secara  fungsional memiliki kewenangan yang berbeda dnegan 

badan  amil  zakat  daerah  provinsi  lainnya.  Bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  

merupakan organisasi yang berada di tingkat pusat, maka titik perhatian ditujukan pada 

kebijakan  yang bersifat  strategis dan memberikan pendayagunaan  zakat dengan  tidak  

diskriminasi  dalam melihat wilayah  geografis.  (b).  Secara  sosiologis  ekonomis,  badan 

amil  zakat  daerah  provinsi memiliki  tingkat  kemampuan  yang  berbeda‐beda. Dengan 

kata  lain,  terdapat  badan  amil  zakat  daerah  yang memiliki  pengumpulan  zakat  dan 

manajemen  yang memadai  sementara  pada  badan  lainnya  dengan  kedua  kondisi  itu 

sangat lemah.362  

  Dengan argumen di atas, kiranya sentralisasi dalam pendayagunaan zakat,  

dipandang  sangat  rasional.  Dengan  dasar  argumen  itu  pula  hemat  penulis  pola 

pendayagunaan  zakat  yang  sentralistik  ini  sesuai  dengan  prinsip‐prinsip  desentralisasi 

yang dibangun oleh Rasul dalam pendayagunaan zakat.  Untuk mendukung pendapat ini 

maka dapat dikemukakan pandangan yaitu  :  (a)   Pertimbangan yuridis. Dalam UU No. 

38/1999  dan  Peraturan Menteri  Agama,  dak  ditemukan  petunjuk  berkaitan  dengan 

pola  pendayagunaan  zakat  yang  bersifat  desentralistik  atau  sentralistik.  Penjelasan 

                                                            361Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 362Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 1 Agustus 2007.

Page 156: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

mengenai pola    in ditemukan pada Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat 

Islam  dan  Urusan  Haji  No.  D/291  Tahun  2002  tentang  Pedoman  Teknis  Pengelolaan 

Zakat.    Menurut  Keputusan  terakhir  ini  pasal  8  (1  huruf  f)  dinyatakan  bahwa  :  

”Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dari dana zakat yang diperoleh di 

daerah masing‐masing  sesuai dengan  tingkatannya, kecuali Badan Amil Zakat Nasional 

dapat mendistribusikan dan mendayagunakan dana zakat ke seluruh wilayah Indonesia.”   

  Peraturan  Teknis  Dirjen  di  atas  memberikan    informasi  bahwa  pola 

pendayagunaan  zakat  adalah  disentralisasi    dan  kepada  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

diberikan kewenangan bersifat sentralistik.  Dilihat dari sisi tata hukum, maka kebijakan 

ini merupakan rangkaian dari penjelasan yang besifat teknis terhadap UU No. 38/1999 

dan  atas  dasar  itu, maka    bagi  Badan  Amil  Zakat Nasional memiliki  kewajiban  untuk 

menganut pola pendayagunaan sentralistik.  

  Dalam  perspektif    fiqh  al‐Siyâsi,  kebijakan  ini  merupakan  perwujudan  dari 

keinginan pemerintah untuk memberikan hak‐hak mustahik bagi warna negaranya dan 

merupakan kewajiban Badan Amil Zakat Nasional,   untuk mewujudkannya. Atas dasar 

itu, maka melaksanakan kewajiban pendayagunaan zakat secara sentralistik bagi Badan 

Amil  Zakat  Nasional  dipandang  sesuai  dengan  QS.  al‐Nisa:  59363  Muhammad  Abduh  

mengemukakan empat pengertian mengenai ulil amr dan ia menyatakan bahwa ulil amr 

mengandung atri sebuah lembaga yang di dalamnya terhimpun para amir, hakim, ulama, 

kepala pasukan militer dan  seluurh pemimpin masyarakat  yang menjadi  rujkan dalam 

memenuhi kemaslahatan umum.364  

  Dengan kata  lain ketaatan Badan Amil Zakat Nasional atas nama yuridis, pada 

dasarnya merupakan konsekwensi dari ketaatan pada Rasul. Karenanya untuk argumen 

pola  sentralistik  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dipandang  sesuai  dengan  prinsip 

pendayagunaan zakat pada jaman Rasul.  

                                                            363

ىء فردوه إلى اهللاياأيها الذين ءامنوا أطيعوا اهللا وأطيعوا الرسول وأولى األمر منكم فإن تنازعتم في ش والرسول إن آنتم تؤمنون باهللا واليوم األخر ذلك خير وأحسن تأويال

”Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 364 Yaitu: para amir, para hakim, para ahli ilmu pengetahuan, imam-imam maksum.

Muhammad Rasyd Rida, Tafsir alQur’ân al-Hakîm ( al-Manar), Juz V, (Mishr : Maktabah al-Qâhirah, 1960), h. 181-181.

Page 157: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

(b)  Kondisi  sosial  ekonomi  badan  amil  zakat  daerah.    Seperti  dikemukakan 

sebelumnya bahwa  tingkat kemampuan badan amil zakat daerah masih relatif variatif. 

Dengan demikian, Badan Amil Zakat yang secara yuridis dipandang sebagai lembaga amil 

zakat  tingkat  nasional,    berkewajiban  melakukan  pendayagunaan  dengan  berbasis 

keadilan. Kondisi kualitas berbagai badan amil zakat daerah tingkat provinsi yang  relatif 

masih  lemah,  dipahami  dari  pernyataan    pengurus  badan  amil  zakat  Provinsi  DI. 

Yogyakarta. Menurutnya, kondisi pengelolaan dan dana yang kurang lebih banyak untuk 

keperluan konsumtif, menyebabkan berbagai masalah kemiskinan tidak bisa   ditangani 

oleh bazda.365  

           Terkait dengan argumentasi di atas, Badan Amil Zakat Nasional selain melakukan 

pendayagunaan  zakat melalui  sinergi UPZ, badan  ini melakukan bantuan kemanusiaan 

pada bencana alam tsunami di Provinsi Aceh Daruusalam, Sulawesi Selatan (Kabupaten 

Sinjai) serta Yogyakarta.366   Secara nasional, Indonesia sering dilanda bencana alam dan 

berbagai  problem  sosial  ekonomi, maka  kebijakan  Badan  Amil  Zakat  Nasional masih 

sangat  relevan  yang    sentralistik  untuk  dikembangkan.  Tampaknya,  secara  internal 

kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional telah siap mengembangkan sikap sentralistik ini 

dengan mengusung   visi yaitu   ”Menjadi pusat zakat nasional yang memiliki peran dan 

posisi yang  sangat  strategis di dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan 

kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan melalui pengelolaan zakat nasional yang 

amanah,  profesional,  efisien  dan  efektif  berdasarkan  syari’at  Islam  dan  aturan 

perundang‐undangan yang berlaku”367   

  Dengan visi yang diusung tersbebut, badan ini menghendaki terwujudnya suatu 

kesejahteraan  masyarakat  Indonesia  melalui  pendayagunaan  zakat.  Dalam  konteks  

sentralisasi  pendayagunaan, mengandung  arti  bahwa  badan  ini memberikan  peluang 

yang  sama  bagi  seluruh  mustahik  di  Indonesia  untuk  menjadikan  zakat  sebagai 

instrumen peningkatan kesejahteraan.  

       3. Prinsip Mempertegas  Zakat sebagai Hak Mustahik  

                                                            365Wawancara Pribadi dengan April Purwanto, devisi Pendayagunaan Zakat BAZDA D

Yogyakarta, via internet, tgl. 30 April 2008. 366 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat

Nasional, 2006), h. 38-39. 367 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat

Nasional, 2006), h. 17.

Page 158: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Salah  satu  kebijakan  yang  ditemuh  oleh  Rasul  adalah  mempertegas  zakat 

sebagai hak mustahik. Kebijakan  ini penting untuk menunjukkan bahwa  tindakan yang 

ditempuh  oleh  amil  berkaitan mustahik  benar‐benar  dapat mendukung  zakat  sebagai  

hak  bagi mustahik. Dengan    kata  lain  zakat  yang  dikelola  tidak  diterima  oleh mereka 

yang tidak bermasuk kelompok mustahik 

  Berkaitan dengan kebijakan Rasul  ini, maka jika dilihat dari sisi implementasinya 

pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional, maka    terdapat  tiga  hal  yang  perlu  digarisbawahi. 

Pertama,  unsur‐unsur  pada mustahik.  Terhadap  unsur mustahik    telah  dikemukakan 

pada  pembahasan  yang  lalu.  Hasil  pembahasan  menunjukkan  bahwa  unsur‐unsur 

mustahik  telah mengalami perluasan yang merupakan pengembangan dari unsur yang 

ada.  Secara  prinsipil  perluasan  unsur‐unsur  terhadap  mustahik  didasarkan  pada 

pemahaman terhadap berbagai pendapat ulama.    

Karenanya  penetapan  unsur‐unsiur  terhadap  mustahik   memberikan  indikasi 

mengenai kemampuan Badan Amil Zakat untuk menjaga zakat agar dapat diterima oleh 

mereka yang   termasuk kategori mustahik. Kedua,   orientasi kelembagaan.     Kebijakan 

pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional untuk 2004‐2007 diarahkan pada:  (a)  

orientasi pada pengentasan kemiskinan mustahik. Untuk mendukung upaya  ini, Badan 

Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional menetapkan 35 % (tiga puluh lima prosen)  untuk 

program pendayagunaan zakat ditujukan kepada mustahik pada sektor ekonomi. Hal ini 

merupakan prosentase tertinggi dibanding dengan program  lainnya. 

Tabel  7:   Program dan Prosentase Pendayagunaan Zakat  

                                     Badan Amil Zakat Nasional  

 

No.  Nama Program   Sub Program   Ket.  

1.  Kemanusiaan   a. Evakuasi  Korban         

b. Pelayanan  

c. Kesehatan Darurat  

d. Bantuan Pangan dan Sandang  

e. Pembinaan Daerah Pasca Bencana 

10 %  

Page 159: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

2.  Kesehatan   a. Jaminan Kesehatan Masyarakat Prasejahtera (Jamkestra) 

b. Dokter Keluarga Pra sejahtera (DKPS)  

c. Unit Kesehatan Keliling 

d. Penyaluhan Kesehatan  

e.  Pemberian makanan  bergizi,  sanitasi    desa prasejahtera  

20 %  

3.  Pengembangan Ekonomi Umat  

a. Bantuan Sarana Usaha 

b. Pendanaan Modal Usaha 

c. Pendampingan/Pembinaan  

35 % 

4.  Dakwah   a. Bina Dakwah Masyarakat  

b. Bina Dakwah Masjid  

c. Bina Dakwah Kampus/ Sekolah  

10 %  

5  Peningkatan Kualitas Sumber  Daya Insani 

a. Beasiswa Tunas Bangsa b. Beasiswa Pelajar Keluarga     Prasejahtera 

c. Pendidikan Alternatif Terpadu  

d. Pendidikan Keterampilan Siap Guna 

Bantuan Guru dan Sarana Pendidikan  

25 % 

  Sumber  Data:  Laporan  Pertanggungjawaban  Pengurus  Badan  Amil  Zakat Nasional Periode 2004‐2007, h. 9        

 

(b)    orientasi  pada  manajemen  pendayagunaan.    Orientasi  ini  dimaksudkan 

sebagai upaya untuk memberikan dampak yang sebesar‐besarnya bagi mustahik dalam 

pendayagunaan  zakat. 368  Dikaitkan  pandangan  ini  dengan  kondisi  objektif 

pendayagunaan  zakat  di  Indonesia,  kiranya  cukup  strategis,  karena  secara  umum 

pendayagunaan yang dikembangkan oleh lembaga pengelolalan zakat cenderung kurang 

memperhatikan aspek  ini. Dalam  tabel  sembilan belas  (19)  terlihat hanya    sebahagian 

                                                            368Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 September 2007.

Page 160: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kecil  lembaga  pengelola  zakat  yang  memiliki  arah  pengembangan  yang  berbasis 

ekonomi yang jelas dengan alokasi 20 prosen ke atas. 

Ketiga     Prosedur Pendayagunaan Zakat.   Untuk mencapai hasil yang maksimal 

maka  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolaan  Zakat  telah  menetapkan  proseder 

pendayagunaan zakat (pasal 29) .  yakni : a. melakukan studi kelayakan, b. menetapkan 

jenis  usaha  produktif,  c.  melakukan  bimbingan  dan  penyuluhan,  d.  melakukan 

pemantauan,  pengendalian  dan  pengawasan,  e. mengadakan  evaluasi  dan membuat 

pelaporan.    Selain prosedur dalam pendayagunaan zakat untuk hal‐hal yang produktif, 

maka  hal‐hal  yang  konsumtif,    Badan  Amil  Zakat  Nasional  menetapkan    prosedur 

pendistribsian  : a. Calon penerima penerima zakat diberikan anggota mustahik  (NAM), 

b., Penelitian administrasi berkas calon, c.   Penetapan besaran yang diberikan kepada 

mustahik dan. persetujuan pemberian, d. Pembayaran dana zakat kepada mustahik.369     

Uraian  di  atas  berkaitan  penetapan  unsur‐unsur  mustahik,  orientasi 

kelembagaan  serta prosedur pendayaguaan, memnunjukkan bahwa Badan Amil  Zakat 

Nasional  telah melakukan upaya agar zakat dapat diterima kepada mustahik.   Langah‐

langkah yang dilakukan   Badan  ini merupakan  implementasi pada pola yang dipahami 

dari Rasul mengenai pendayagunaan zakat.   

Sebagaimaan  dikemukakan  pada  pengantar  bab  ini,  yakni  bab  ini  diharapkan 

dapat  memberikan  analisis    mengenai  impelementasi  pola‐pola  Rasul  dalam 

pendayagunaaan  zakat  yang  dilakukan  oleh  Badan    Amil  Zakat  Nasional, maka  hasil 

analisis  menunjukkan  bahwa  secara  prinsipil  Badan  ini  telah  mengimplementasikan 

pendayagunaan  zakat  sebagaimana  yang  dipahami  dari  pola  Rasul.  Hasil  analisis  ini 

menunjukkan bahwa,  sebagai lembaga keagamaan dengan fungsi pendayagunaan dana 

zakat  yang merupakan  instrumen  sosial  ekonomi  religius  yang  berasal  dari  perintah 

agama  Islam,  yang  seyogianya  mengacu  pada  pola  pendayagunaan    Rasul  dan 

tampaknya Badan ini secara prinsipil telah mengimplementasikan pola dimaksud dalam 

pendayagunaan  zakat..      Selanjutnya,  untuk  melihat  implementasi  fungsi‐fungsi 

manajemen  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  pencapaian  tujuan  zakat  untuk 

kepentingan  mustahik,  maka  diperlukan  analisis  tentang  implementasi  pada  fungsi 

manajemen sebagaimana uraian  bab berikutnya  

                                                            369Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

Page 161: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

   

Page 162: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

BAB  V 

IMPLEMENTASI    FUNGSI‐FUNGSI    MANAJEMEN    DALAM  PEN 

DAYAGUNAN   ZAKAT  BAGI   PENINGKATAN KESEJAHTERAAN 

UMAT  PADA   BADAN  AMIL   ZAKAT  NASIONAL 

 

Secara  struktural  bab  ini  mengacu  pada  bab‐bab  sebelumnya  yaitu  bab  II 

mengenai dasar‐dasar manajemen dan bab III tentang aspek kelembagaan dan program 

Badan Amil Zakat Nasional. Dua bab yang disebutkan itu,  bersifat teoritis dan untuk bab 

ini akan  bersifat evaluasi.  

Bab ini ‐sebagaimana terlihat dalam judul sub bab‐ bertujuan untuk memberikan 

evaluasi  terhadap  fungsi‐fungsi manajemen manajemen  yang  diimplementasikan  oleh 

Badan  amil  Zakat  Nasional  dalam  pendayagunaan  zakat  untuk  peningkatan 

kesejahteraan  umat.  Hasil  analisis  ini  diharapkan  memberikan  jawaban  terhadap 

pertanyaan sub   b yang diajukan dalam penelitian yaitu sejauhmana Badan Amil Zakat 

mengimplementasikan  fungsi‐fungsi  manajemen  dalam  pendayagunaan  zakat  untuk 

peningkatan kesejahteraan umat ?  

A.  Implementasi Fungsi  Perencanaan  

  Perencanaan merupakan proses yang meliputi penetapan tujuan,     strategi dan 

pengembangan secara  terpadu dan terkoordinasi untuk mendukung  upaya pencapaian 

tujuan organisasi.370  Pandangan yang  lain berkaitan dengan perencanaan dikemukakan 

oleh  Morrisey,  bahwa  perencanaan  merupakan  proses  untuk  menetapkan  tujuan 

organisasi  serta  sejumlah  teknik  yang  akan  dilaksanakan  untuk  mencapai  tujuan 

dimaksud.371   Fungsi manajemen yang berkaitan  dengan perencanaan mengandung arti 

penentuan tujuan organisasi, penggunaan sumber daya yang diperlukan untuk mencapai 

tujuan organisasi.372   

Dari  pengertian  perencanaan  sebagai  salah  satu  fungsi  manajemen  maka 

ditemukan dua unsur yang sangat mendasar yaitu: penentuan tujuan organisasi dan cara 

                                                            370Stephen P. Robin and Mary Coulter, Management, eight edition, (Singapore: Pearson

Education, Pte. Ltd., 2005), h. 159. 371George L. Morrisey dalam Gary Dessler, Management h. 69.

372Richard L. Daft, Management, (Singapore: Thomson Asia PTe. Ltd., 2003), h. 7.

Page 163: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mencapai tujuan. Unsur pertama, berkaitan dengan cita‐cita, keinginan luhur yang akan 

dicapai oleh organisasi. Menurut Daft   tujuan organisasi memiliki dua arah pesan yakni 

internal  dan  eksternal.  Pesan  internal  ditujukan  kepada  pengurus  organisasi  dan 

eksternal  ditujukan  kepada  lingkungan    Kedua  arah  pesan  ini    berkaitan  dengan 

legilitimasi  organisasi.373 

Untuk unsur yang kedua   dalam fungsi perencanaan, terkait dengan penentuan 

teknik yang dipergunakan,   penggunaan sumber daya organisasi guna mencapai tujuan 

orgnisasi.    Kedua  unsur  dalam  perencaaan  ini, memiliki masing‐masing  karakteristik.  

Pada unsur pertama,    seperti dikemukakan oleh Daft berkaitan dengan  legitimasi baik 

keluar maupun  ke dalam    sedang unsur kedua berkaitan dengan penggunaan  sumber 

daya  organisasi.  Selain  perbedaan  karakteristik  kedua  unsur    perencanaan,  maka 

ditemukan  persamaan  karakteristik  yaitu,  keduanya  terkait  dengan  dimensi    ruang  ( 

dimana)  dan waktu (kapan).    

  Berkaitan  dengan  fungsi  perencanaan maka  terdapat  pertanyaan  yang  terkait 

yaitu apa yang menjadi tujuan organsasi jangka panjang, apa strategi yang dipergunakan 

untuk mendukung  tercapaianya tujuan organisasi, apa tujuan jangka pendek organisasi 

serta  apa  kesulitan‐kesulitan    yang  dihadapi  organsasi  untuk  mencapai    tujuan.374  

Apabila  pertanyaan–pertanyaan  dikaitkan  dengan  dua  unsur  dimaksud,  dapat 

dinyatakan  bahwa  pertanyaan  bagian  pertama  diakomodir  pada  perumusan  tujuan 

organisasi  yakni  apa  yang  menjadi  tujuan  jangka  panjang  organisasi,  sedang  bagian 

kedua pertanyaan di atas, kesemuanya   terakomodir pada unsur cara mencapai tujuan 

organisasi.  

 

 

 

 

 

 

                                                            373Richard L. Daft, Management, h. 7.

374Gary Dessler, Management, (USA: Person Education, Inc. 2002), h. 69.

Page 164: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

 

 

                Bagan 3  : tentang Unsur dalam Fungsi Perencanaan   

 

                      Sumber: Hasil Olahan Penulis, 2008.    

  Apabila bagan di atas dihubungkan dengan komponen indikator penelitian maka 

akan membentuk unsur sebagaimana  terdapat dalam tabel di  bawah ini.  

          Tabel  8:   tentang  Sintesis antara  Unsur dalam Fungsi Perencanaan  

                                 dengan Indikator Penelitian  

 

Indikator Sintesis Unsur dalam Fungsi Perencanaan

Efektif Terhadap Mustahik

Unsur Kelembagaan

Perencaan Tujuan Organisasi

Efisien Sumber daya: Cara Mencapai Tujuan Organisasi

Perumusan Tujuan 

Organisasi 

Cara Pencapaian Tujuan 

Page 165: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Ekonomi, Waktu, Tenaga

Tepat Waktu Waktu Penerimaan Cara Mencapai Tujuan Organisasi Tepat Jumlah Jumah Dana yang

ditetapkan Cara Mencapai Tujuan Organisasi

Perubahan Mustahik Sosekreg Mustahik Cara Mencapai Tujuan Organisasi   Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2008   

   

Dari tabel  yang  dikemukakan  di  atas    terdapat   tiga   komponen  yaitu:  

indikator penelitian, unsur dalam perencanaan dan sintesis.   Dalam komponen sintesis, 

terlihat unsur kelembagaan yang memiliki hubungan dengan unsur perencanaan tujuan 

organisasi dan unsur  efektif pada mustahik untuk  komponen penelitian. Dengan  kata 

lain,  dalam  fungsi  perencanaan,  pencapaian  tujuan  organisasi  hanya  akan  efektif  jika 

dikaitkan  dengan  kepentingan  mustahik.      Sebaliknya  dengan  perumusan  tujuan 

organisasi  yang  tidak  berpihak  pada  kepentingan  mustahik maka  perumusan  tujuan 

organisasi itu dipandang tidak efektif.  

  Untuk  empat  unsur  lainnya  yang  ada  pada  indikator  penelitian  yang  telah 

dikemukakan unsur‐unsurnya  dalam komponen sintesis kesemuanya dimasukkan dalam 

unsur    cara mencapai  tujuan  organisasi. Dengan  kata  lain,      dalam  kaitannya  dengan 

fungsi  perencanaan,  maka    empat  unsur  lainnya  memiliki  hubungan  dengan  cara 

mencapai tujuan organisasi.  

  Secara  fungsional  unsur‐unsur  dalam  tabel  di  atas    yang  terdiri  dari  tiga 

komponen, akan dijadikan sebagai instrumen analisis untuk melihat implementasi fungsi 

perencanaan dalam pendayagunaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional.  

       1. Gambaran Umum Kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional dalam Penca‐ paian 

Tujuan Organisasi dan Cara Mencapainya  

Secara umum kebijakan yang telah ditetapkan Badan Amil Zakat Nasional dalam 

pendayagunaan  zakat  (tahun  2004‐2007)  didasarkan  pada  pengembangan  visi  yang 

telah dirumuskan sebagai arah organisasi. Visi organisasi: ”Menjadi pusat zakat nasional 

yang memiliki    peran  dan  posisi  yang  sangat  strategis  di  dalam  upaya  pengentasan 

kemiskinan  dan  peningkatan  kesejahteraan  masyarakat  secara  keseluruhan  melalui 

Page 166: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

pengelolaan  zakat nasional  yang  amanah, profesional, efisien dan efektif berdasarkan 

syari’at Islam.”375   

Secara umum yang dipahami dari visi Badan Amil Zakat Nasional meliputi  tiga 

aspek  sebagaimana  yang  akan diuraikan. Dua  aspek pertama merupakan  tujuan  yang 

akan dicapai oleh organisasi dalam jangka panjang sedang satu aspek pada bagian kedua 

merupakan persiapan internal kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional dalam mencapai 

dua  aspek  yang menjadi  tujuan  jangka  panjang  organisasi.Mengenai  dua  aspek  yang 

pertama, dilihat dari sisi fungsi perencanaan, merupakan langkah awal dari perencanaan 

tujuan organisasi.376   

 Pertama, menjadi pusat zakat nasional.   Pandangan  ini didasarkan pada aspek 

yuridis  formal dalam UU No. 33/ 1999  tetang Pengelolaan Zakat pasal 2 ayat  (1) yang 

menetapkan  struktur  Badan Amil  Zakat menurut wilayah  administrasi    formal.  Badan 

Amil  Zakat  Nasional  merupakan  badan  yang  berada  di  tingkat  nasional  dan 

berkedudukan di ibu kota negara.  

Bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  dukungan  yuridis  formal  sebagaimana  yang 

dipahami  olehnya,  merupakan  bagian  kekuatan  organisasi  untuk  mencapai  tujuan 

jangka panjang. Karenanya dari   analisis  fungsi perencanaan maka  faktor dukungan  ini 

merupakan tahapan lebih lanjut dari penetapan tujuan jangka panjang organisasi.377  

Berkaitan  dengan  dukungan  UU  ini  terhadap  pencapaian  tujuan  organisasi 

jangka panjang, maka patut dinyatakan bahwa  dalam UU ini dan peraturan lainnya tidak 

ditemukan penjelasan secara  tersurat bahwa Badan Amil Zakat Nasional sebagai pusat 

zakat  nasional.  Pemahaman    tentang  Badan  Amil  Zakat Nasional  sebagai  pusat  zakat 

nasional hanya  didasarkan atas pasal 6 ayat (3) yang menyatakan ”badan amil zakat di 

semua  tingkatan memiliki  hubungan  kerja  yang  bersifat  koordinatif,  konsultatif,  dan 

informatif. Fuad menyatakan bahwa pandangan Badan ini  sebagai pusat zakat nasional 

didasarkan  pada:  a.  Badan  ini  secara  kelembagaaan  berada  pada  tingkat  nasional;  b. 

                                                            375 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat

Nasional , 2006), h. 17. 376John R. Schermerhon, JR., Management, (Singapore: John Wiley & Sons Inc, 1996),

h. 139. 377 Menurut Schermerhon, tahapan seanjutnya setelah penetapan tujuan adalah

merumuskan kondisi yang mendukung pencapaian tujuan. John R. Schermerhon, JR., Management, h. 139.

Page 167: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

diperlukan suatu badan amil yang memberikan bimbingan dan kordinasi dengan badan‐

badan amil lainnya.378   

Penetapan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai  pusat   zakat   nasional,  

dimaksudkan    agar  badan  ini  mengemban  misi  sebagai:   a.   Regulator   zakat  

nasional; b Menjadi Koordinator Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat; c, Menjadi 

pusat data zakat nasional; d. Menjadi pusat dan pengembangan sumber daya manusia 

zakat nasional.379  

Pandangan  sebagai  regulator  tidak berarti bahwa   Badan Amil  Zakat Nasional  

akan  bertindak  sebagai  lembaga  yang membuat UU  dan  Peraturan  lainnya  berkaitan 

dengan  pengembangan  zakat  secara  nasional.  Karena  dari  sisi  kewenangan,  seluruh 

badan amil zakat hanya diberikan tugas pokok oleh pasal 8 UU ini untuk mengumpulkan, 

mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat sesuai dengan ketentuan agama. Namun, 

harapan Badan Amil Zakat Nasional  sebagai regulator dimaksudkan untuk memberikan 

arah  fiqhiyah dan manajemen  terhadap pengelolaan dan pendayagunaan zakat. Untuk 

yang  pertama,  kewenangan  ini  memungkinkan  dilakukan  karena,  Surat  Keputusan 

Menag No. 581/1999 tentang Pelaksanaan UU No. 38/1999 tentang pengelolaan zakat, 

pasal  3  ayat  (1) menyatakan  bahwa  ”Badan  Amil  Zakat  Nasional  terdiri  atas  Dewan 

Pertimbangan, Komisi Pengawas, dan Badan Pelaksana.” Surat Keputusan Dirjend Bimas 

Islam  dan  Urusan  Haji  No.D/291  Tahun  2000  tentang  Pedoman  Teknis  Pengelolaan 

Zakat, Pasal 5 yang mengatur tentang tugas Dewan pertimbangan yang tampaknya lebih 

pada hal‐hal yang berkaitan dengan pedoman dalam bidang syari’ah.380 

Badan Pengawas pada Badan Amil Zakat Nasional terdiri dari empat belas orang  

dengan  kwalifikasi  latar  belakang  pendidikan  agama  Islam  (Pakar  Hukum  Islam  dan 

Ulama) sebanyak 40 % dan lainnya dari praktisi zakat, ekonom dan hukum, sebagaimana 

                                                            378Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 379Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 18. 380”(1) Dewan Pertimbangan memberikan pertimbanga, fatwa, saran dan rekomendasi

tentang pengembangan hukum dan pemahaman mengenai pengelolaan zakat. (2) Dewan Pertimbangan mempunyai tugas: a. Menetapkan garis-garis kebijakan umum Badan Amil Zakat bersama Komisi Pengawas dan Badan Pelaksana. b. Mengeluarkan fatwa syari’ah baik diminta maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat yang wajib diikuti oleh Pengurus Badan Amil Zakat.”

Page 168: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

terlihat  pada  tabel  empat  (4).381 Sumber  daya  untuk  melakukan  pemahaman  baru 

terhadap  pendayagunaan  zakat,  memungkinkan  dilakukan  agar  mereka  dapat 

mendorong  pengembangan  zakat  dengan memperhatikan  perkembangan  lingkungan 

strategis  yang  ada.  Pemahaman  baru  terhadap  pendayagunaan  zakat,  berpeluang 

mereka  lakukan dengan  tidak  sekedar menerapkan  seperti yang ada dalam kitab  fikih 

saja.382  

Pandangan untuk menjadi koordinator terhadap badan amil zakat dan  lembaga 

amil zakat, sesuai dengan pasal 6 ayat (3) UU ini, ditambah dengan kondisi faktual Badan 

Amil  Zakat  Nasonal  yang  secara  administratif  berada  di  ibu  kota  negara,  maka 

memungkinkan  mengambil  kebijakan  untuk  bertindak  sebagai  koordinator  lembaga 

pengelola zakat. 

Kebijakan Badan Amil Zakat Nasional untuk menjadi koordinator, dimaksudkan 

agar pengelola zakat di  Indonesia memiliki pandangan yang sama tentang pengelolaan 

zakat. Untuk mendukung harapan  itu,   Badan Amil Zakat Nasional sebagai koordinator 

telah  melakukan    kegiatan  di  antaranya:  (a)  Pertemuan  tingkat  nasional  tentang 

peningkatan  kinerja  pengelolaan  zakat;  (b). Melakukan  kunjungan  ke  berbagai  badan 

amil zakat dan lembaga amil zakat dalam rangka mendengar dan mengetahui informasi 

sekitar pelaksanaan pengelolaan zakat; (c) melakukan silaturrahim ke Menteri tertentu 

dalam  rangka  menyampaikan  gagasan  berkaitan  perlunya  sinergi  dengan  lembaga 

pengelola zakat.383   

Kedua, pengentasan kemiskinan dan kesejahteraan Keinginan untuk menjadikan 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai  lembaga  yang  memiliki  kepedulian  terhadap 

pengentasan kemiskinan, didasarkan atas pertimbangan: (a.) Merespons kecenderungan 

pemikiran  muslim  yang  ingin  menjadikan  zakat  sebagai  instrumen  pengentasan 

kemiskinan; (b) keterbelakangan dan kemiskinan masih merupakan masalah besar yang 

dihadapi  oleh  bangsa  Indonesia.384  Kecenderungan  pendapat  di  atas,  sebagaimana 

diuraikan  pada  bab  II  penelitian  ini  tentang  zakat  sebagai  instrumen  ekonomi  dalam                                                             

381 Tabel empat (4) tentang sumber daya personal BAZNAS dari sisi latar belakang keilmuan dan profesi merupakan hasil analisis penulis terhadap data dalam Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 21-22.

382Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008.

383Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

384Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Januari 2008.

Page 169: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

peningkatan  kesejahteraan  umat  sangat  tepat  direspons  oleh  Badan  Amil  Zakat 

Nasional,  karena  secara  teoritis  diperlukan  lembaga  untuk mengembangkan  gagasan 

para pemikir muslim itu. Kencenderungan pengelola zakat di Indonesia dalam kaitannya 

dengan pengembangan ekonomi dapat dilihat pada tabel   sembilan belas (19) dan hasil 

analisisnya pada tabel   sembilan  (9)   di  bawah ini.   

       Tabel 9 :   Perbandingan Prosentase Antar Sektor pada 

        Pendayagunaan Zakat Infaq dan Sedekah  

        Lembaga  Pengelola  Zakat  di Indonesia             

 

No  Sektor Pendayagunaan  Prosentase  Ket 

1  Usaha Produktif   10‐50   

2  Pengembangan 

Kecerdasan SDM (Da’wah 

+ Ibnussabil)  

25‐50   

3  Prasarana  Pendidikan  / 

Rumah  Ibadah    serta  

Bantuan Sosial  

10‐24   

4  Amil  10—12.5   

                               Sumber Data :  Hasil   Analisis     Penulis  terhadap data  

                                                         tabel  19, (2008)   

 

Tabel    di  atas menjelaskan  bahwa  bahwa  alokasi  dana  yang  secara  langsung 

dalam aspek ekonomi sekitar 10‐50%. 

Berkaitan  dengan  aspek  pengentasan  kemiskinan  yang menjadi  bahagian  dari 

visi Badan Amil Zakat Nasional, serta argumen yang membangunnya, secara manajerial 

badan  ini    telah  mengimplementasikan  pondasi  manajemen  yang  baik.  Menurut 

Schermerhon,  pondasi  perencanan    yang  baik  adalah  memiliki  dampak  yang 

berwawasan masa  depan  (forecasting). Menurutnya,  dampak  yang  dimaksud  adalah 

Page 170: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

berkaitan    dengan  sisi‐sisi  kemanusiaan. 385    Dilihat  dari  sisi  aspek  pengentasan 

kemiskinan  yang  telah  ditetapkan  Badan  ini  sebagai  tujuan  jangka  panjang,  maka 

tampak  bahwa  perencanaan  yang  dibangun  badan  ini  telah      memiliki  dampak 

kemanusiaan.  Sebab  masalah  kemiskinan  berkaitan  dengan  ketidakmampuan 

masyarakat  untuk    mengakses  sumber‐sumber  penghasilan  dan  tidak    berfungsinya 

potensi‐potensi diri mereka dalam mengembangkan aspek kemanusiaan.   

Selain dampak  kemanusiaan di atas, maka dampak lain adalah partisipasi Badan 

ini  dalam  mengatasi  problema  kemiskinan.  Data  menunjukkan  bahwa  di  Indonesia 

sampai tahun 2005  jumlah penduduk miskin mencapai 39.050.000 jiwa.386    

Dalam  kaitan  dengan  perencanaan  jangka  panjang  yang  memiliki  dampak 

berwawasan masa depan dilihat dari sisi manajemen pada satu sisi dan  hubungan aspek 

perencanaan Badan Amil Zakat Nasional dengan pencapaian aspek kesejahteraan umat, 

maka  dapat  dikemukakan  dua  hal.  (a).  Pencapaian  kesejahteraan  umat,  tidak  dapat 

dicapai  tanpa upaya untuk   menciptakan kondisi  sosial ekonomi dan  religius  (sosereg) 

terhadap mustahik  yang  dapat mendukung  bagi     mereka  dalam mengakses  sumber‐

sumber  ekonomi.  (b) Penciptaan  kondisi  sosekreg bagi mustahik harus didukung oleh 

tersedianya instrumen ekonomi.  

Kedua  hal  yang  dikemukakan  di  atas  berkaitan  dengan    pencapaian  aspek 

kesejahteraan umat,  tampaknya telah dilakukan oleh Badan ini sebagaimana yang akan 

dikemukakan pada  fungsi pengorganisasian. Namun demikian berkaitan dengan  fungsi 

perencanaan,  maka  pengembangan  internal  kelembagaan  yang  mendukung  fungsi 

pengorganisasian merupakan prasyarat yang harus dilakukan Badan ini.  

Ketiga,  pengembangan  internal  kelembagaan.  Pengembangan  internal 

kelembagaan  diperlukan  untuk  mendukung  fungsi  kelembagaan.  Salah  satu  bentuk 

kebijakan  ini,  Badan  Pelaksana  mengembangkan  struktur  kelembagaan  dengan 

menambah bagian pelaksana harian. Menurut  ”keputusan Presiden RI. No. 103  tahun 

2004 menetapkan organisasi Badan Amil  Zakat Nasional  terdiri dari Badan  Pelaksana, 

Komisi Pengawas dan Dewan Pertimbangan.”387       

                                                            385John R. Schermerhon, JR., Management, (Singapore: John Wiley & Sons Inc, 1996),

h. 148.

386Tabel 18: tentang perkembangan kemiskian di Indonesia. 387Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 20.

Page 171: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Keberadaan pengurus pelaksana harian Badan Amil Zakat Nasional, sesuai  

dengan  surat  keputusan Badan Pengurus No.01/Badan Amil Zakat Nasional  /VIII/2002 

dimaksudkan  untuk  memberikan  dukungan  efektifitas  terhadap  jalannya  roda 

organisasai. Menurut mantan  Ketua Umum  Badan Amil  Zakat Nasional,  terdapat  dua 

pertimbangan dibentuknya kepengurusan  ini: a. Mengingat Pengurus Badan Pelaksana, 

secara  personal  memiliki  tingkat  kesibukan  yang  tinggi,  sehingga  diduga  kuat  akan 

memberikan pengaruh yang berarti dalam aktifitas organisasi; b. Secara kelembagaan, 

keberadaan  pengururs  harian    itu  berfungsi  sebagai  pelaksana  teknis  administrasi 

organisasi.388   

Dalam  pengembangan  sumber  daya  manusia,  Badan  Pelaksana  mengutus 

personal lembaga untuk mengikuti pendidikan formal  dalam bidang manajemen. Untuk 

2004‐2007  telah  disiapkan  personal  kelembagaan  dari  unsur  pelaksana  harian  untuk 

mengiku  pendidikan S2 sebanyak 5 orang. Selain itu juga diikutkan dalam kursus‐kursus 

pengembangan manajemen.389 

         2.  Arah Kelembagaan Badan Amil Zakat Nasional dalam Pendayagunaan Zakat  

Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  pendayagunaan  zakat  untuk  2004‐2007 

diarahkan  pada:  Pertama,  orientasi  pada  pengentasan  kemiskinan  mustahik.  Untuk 

mendukung kebijakan ini, Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional menetapkan tiga 

puluh  lima  prosen  (35  %)  untuk  program  pendayagunaan  zakat  ditujukan  untuk 

mustahik  pada  sektor  ekonomi.  Hal  ini  merupakan  prosentase  tertinggi  dibanding 

dengan program    lainnya  sebagaimana  terlihat pada  tabel    tujuh  (7). Dalam  tabel  itu 

terlihat sektor pengembangan ekonomi merupakan tertinggi diikuti sektor lainnya yakni 

peningkatan kualitas  sumber daya manusia    (25 %), kesehatan  (20 %), dakwah  (10 %) 

serta kemanusiaan (10 %).         

Kedua, orientasi pada manajemen pendayagunaan.   Orientasi  ini dimaksudkan 

sebagai upaya untuk memberikan dampak yang sebesar‐besarnya bagi mustahik dalam 

pendayagunaan  zakat. 390  Dikaitkan  pandangan  ini  dengan  kondisi  objektif 

                                                            388Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil

Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008. 389 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007. 390Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 September 2007.

Page 172: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pendayagunaan  zakat  di  Indonesia,  kiranya  cukup  strategis,  karena  secara  umum 

pendayagunaan yang dikembangkan oleh lembaga pengelolalan zakat cenderung kurang 

memperhatikan aspek  ini. Dalam tabel sembilan belas  (19)   terlihat hanya   sebahagian 

kecil lembaga lengelola zakat yang memiliki arah pengembangan yang berbasis ekonomi 

yang  jelas  dengan  alokasi  20  prosen  ke  atas.  Selanjutnya,  secara  umum  pengelolaan 

zakat  di  Indonsia  cenderung  mendayagunakan  zakat  dengan  tidak  memperhatikana 

aspek manajemen. Hal ini terlihat pada kurangnya sosialisasi terhadap perencanaan dan 

implementasi program dan pertanggungjawaban zakat kepada publik.391 Penyebab dari 

kondisi internal kelembagaan yang demikian itu dikarenakan oleh kualitas sumber daya 

manusia pengelola yang berasal dari  latar belakang keilmuan   yang  relatif berasal dari 

sumber  yang  sama  serta  tingkat  pengalaman  yang minim.  Dampak  lain  dari  kondisi 

sumber  daya  pengelola  zakat  yang  demkian  adalah  zakat  sebagai  sumber  dana 

keagamaan belum  memperlihatkan hasil yang maksimal.392  

Dalam kaitan dengan perlunya manajemen pendayagunaan dalam pengelolalan 

zakat,  kiranya  pernyataan  Azyumardi  cukup  beralasan  ”...Di  tengah  peningkatan 

filantropi di kalangan masyarakat kita, persoalannya adalah  seberapa    jauh dana yang 

dikumpulkan bermanfaat untuk meningkatkan keadilan sosial ? Apakah dana  filontropi 

yang masih besar masih didistribusikan  secara konvensional, misalnya  terutama untuk 

pembangunan  rumah  ibadah,  ataukah  juga  semakin  banyak  untuk  membantu 

terciptanya  kepedulian dan keadilan sosial....”393        

Dalam  mendukung  arah  manajemen  pendayagunaan,  Badan  Amil  Zakat, 

menetapkan  langkah  yaitu:  a.  Perlunya  dilakukan  studi  kelayakan  program  terhadap 

tingkat  kebutuhan mustahik;  b.  Dampak  yang  diperoleh  bagi mustahik  dalam  suatu 

program; c. Pendampingan program dan keberlanjutan program.394  Arah manajemen ini 

dikembangkan  selain  untuk    internal  kelembagaan  tapi  juga  untuk    eksternal  

kelembagaan   dengan   menjalin   kemitraan   dengan    lembaga  

                                                            391 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007. 392Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007. 393 Azyumardi Azra, Meningkatkan Manajemen Filantropi Islam, dalam Eri Sudewo

Manajemen Zakat, (Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004), h. Xxi. 394Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

Page 173: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

pengelola zakat lainnya dalam suatu program tertentu.395 

       3.   Penyusunan rumusan tentang makna zakat  

    Pemahaman  tentang  pengertian  zakat  yang  diberikan  oleh  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dan  diterbitkannya, memungkinkan  diketahui  pula  faktor  persepsi  terhadap 

makna zakat. Terdapat berbagai aspek yang terkait dengan zakat dari pengertian zakat 

yang diberikan Badan Amil Zakat Nasional. Pertama, zakat merupakan aktivitas ekonomi 

yang berhubungan kehidupan sosial ekonomi.396 Dengan pandangan  ini, hemat penulis, 

menjadikan  argumen  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sangat  mendorong  sinergi  antar 

pengelola  zakat.  Peningkatan  sinergi  antar  pengelola  zakat,  akan  mendorong 

terwujudnya  pendayagunaan  zakat  yang  berarti  bahwa  dana  zakat  akan memberikan 

manfaat sebesar‐besarnya kepada kehidupan sosial.  

    Pandangan  ini mendorong  lahirnya  pengelola  zakat  profesional  yang  amanah 

dan  didukung  oleh  pengelolaan  yang  berbasis  manajemen,  dan  tidak  mendorong 

lahirnya pengelolaan zakat bersifat individual yang bekerja dengan tidak mengandalkan 

sistem organisasi. Hemat penulis dengan pengelolaan zakat yang  individual, tidak akan 

sesuai dengan makna yang terkandung dalam mâliyah ijtimâiyah.  

    Bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  indikator  zakat  dapat  dipandang  sebagai 

mâliyah  ijtimâiyah  jika  zakat mampu memberikan manfaat  bagi  kesejahteraan  umat. 

Penciptaan  kesejahteraan  umat  berpeluang  untuk  tercipta,  jika  pendayagunaan  zakat 

didukung oleh penguatan kelembagaan pengelolaan zakat.  

    Kedua,   zakat dipandang sebagai pelaksanaan  rukun  Islam. Dengan pandangan 

ini,maka  bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tidak  hanya  sekedar melihat  sebagai  zakat 

kewajiban  muzaki,  tetapi  dana  zakat  merupakan  suatu  dana  yang  bersumber  dari 

pelaksanaan  ibadah  yakni  rukun  Islam. Dibanding dengan  yang pertama  sebagaimana 

dikemukakan  di  atas  berkaitan  dengan  persepsi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tentang 

zakat, maka yang kedua ini lebih bersifat teologis.                                                              

395Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

396Pengertian zakat dapat dipahami dari buku yang diterbitkan BadanAmil akat Nasional: ”Zakat adalah ibadah maaliyah ijtimaiyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis dan menentukan, baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai ibadah pokok, zakat termasuk salah satu rukun (rukun ketiga) dari rukun Islam yang lima, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad diin bidhdharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan bagian mutlak dari keislaman seseorang.”Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab h. 11.

Page 174: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

    Dalam pandangan yang  lain dinyatakan ”... Zakat  itu tumbuh, karenanya Badan 

Amil  Zakat Nasional  selalu  berupaya mendayagunakan  zakat  dalam  program‐program 

yang  tepat  sasaran  dan memberdayakan  agar  para  penerimanya  dapat  tumbuh  dan 

berkembang....”397 Persepsi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tentang  zakat    antara  lain:  a. 

Sebagai perwujudan keimanan kepada Allah; b. Hak mustahik dengan fungsi tertentu; c. 

Pilar amal bersama antara orang kaya dan mujahid yang habis waktunya untuk berjihad; 

d.  Sumber  dana  bagi  pembangunan  sarana  dan  prarana  umat  Islam;  e. 

Memasyarakatkan etika bisnis yang benar karena muzaki mengeluarkan hak orang  lain 

darinya;  f.  Merupakan  instrumen  pemerataan  pendapatan;  g.  Mendorong  umatnya 

untuk  lebih  produktif;  i.  Dapat menciptakan  lapangan  kerja  baru  jika    zakat  dikelola 

dengan menajemen yang baik.398 

    Mencermati  pandangan di  atas berkaitan persepsi Badan Amil  Zakat Nasional 

terhadap makna  yang  terkait  dengan  zakat, maka    terdapat  tiga  hal  yang  dipandang 

penting untuk dikemukakan:  

    Pertama,  sumber  pendapat  (pemikiran)  Badan  Amil  Zakat Nasional.   Dari  sisi 

sumber  pendapat  maka  ditemukan  pengaruh  pandangan  Yusuf  Qardawi  yang 

menetapkan  zakat  sebagai  mâliyah  Ijtimâ’iyyah  sebagaimana  yang  tertuang  dalam 

kutipan  buku  di  atas.  Sedang  dari  sisi  ajaran  Islam  didasarkan  atas  hadis  Rasul  SAW 

sebagaimana  yang  tertuang  dalam  kutipan  buku  di  atas. Walaupun  demikian,  diakui 

bahwa  mentransformasikan  pandangan  kedua  sumber  di  atas  dalam  suatu  konsep 

merupakan hal yang patut dihargai.  

Pandangan  yang  lain  yang  dapat  dipahami  berkaitan  dengan  pengetian  yang 

terkait dengan zakat adalah ditemukakan pandangan Badan Amil Zakat Nasional   yang 

mengaitkan  arti  zakat  menurut  bahasa  dan  dengan  dasar  itu  Badan  Amil    Zakat   

Nasional   membentuk   keterkaitan    unsur  pertumbuhan  dan  per‐ 

kembangan dalam dana zakat menjadi suatu bagian dari pengertian zakat.399  

                                                            397Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 4. 398Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab

h. 20-25. 399 Badan Amil Zakat Nasional menggunakan pendekatan bahasa dalam memahami makna zakat.”Hubungan antara pengertian zakat menurut bahasa dan dengan pengertian menurut istilah, sangat nyata dan erat sekali, yaitu bahwa harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi

Page 175: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Kedua,  zakat  dalam  kehidupan  kesejahteraan  umat.  Kesejahteraan  sosial 

menurut UU No. 6/1974 tentang Ketentuan‐ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial pasal 

1, memberikan  batasan  tentang  kondisi masyarakat  yang  diharapkan  dengan  kriteria 

tercapainya  kehidupan  dan  penghidupan  sosial,  material  maupun  spritual  dengan 

didukung  oleh  kondisi  guna mendorong warga masyarakat  untuk mengadakan  usaha 

pemenuhan‐pemenuhan kebutuhan  jasmaniah,  rohaniah dan  sosial yang berguna bagi 

diri,  keluarga dan masyarakat secara luas.400  

Menurut  Edi  Suharto  pembangunan  sosial  mengandung  pokok  pikiran:  (a) 

Keadaan  sejahtera  yakni  terpenuhinya  kebutuhan  sosial,  rohaniah  dan    fisik,  sebagai 

suatu kondisi statis;  (b) Kondisi dinamis yaitu  terciptanya suatu usaha untuk mencapai 

kondisi  statis;  (c)  Institusi  yakni  terdapatnya  lembaga  yang  memiliki  peran  yang 

menyelenggarakan terciptanya usaha dan pelayanan sosial.401 

Pandangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional    tentang  kesejahteraan  sosial  dengan 

istilah  yang  dipergunakan  yakni  kesejahteraan  umat,  mengandung  arti  terciptanya 

kebutuhan‐kebutuhan  umat  Islam  khususnya  pada mustahik  baik  dari  sisi  jasmaniah,  

spritualitas, dan  sosial.402   Jika dikaitkan dengan pandangan Edi  Suharto di atas dalam 

kaitannya  dengan  kesejahteraan  umat, maka  zakat  dapat  dipandang  sebagai  sebuah 

instrument  dan  Badan Amil  Zakat Nasional  sebagai  lembaga  yang  dapat  berperan  ke 

arah pencapaian kesejahtreaan bagi umat atau mustahik.  

Ketiga,    status  zakat dalam  keberislaman  seseorang.  Zakat merupakan  bagian 

dari kewajiban agama (Islam) dan tidak sah keislaman seseorang bagi orang yang wajib 

zakat  jika  tidak  menunaikannya. 403  Keberadaan  zakat  sebagai  kewajiban  muzaki, 

                                                                                                                                                                   berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan beres (baik).Didin Hafidhuddin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Sedekah Kami Menjawab h. 17

400UU No. 6/1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial pasal 1, memberikan batasan sebagai berikut: ”Suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan-pemenuhan kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak atau kewajiban manusia sesuai Pancasila.

401Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, (Bandung: Alfabeta, 2005), h. 34-35. 402 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat

Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 403Adnân Khâlid al-Tarkamâny, al-Mazhab al-Iqtisâdī al-Islâmī, (Jeddah: Maktabah al-

Sawâdī, 1990), h. 180.

Page 176: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

mempunyai  implikasi  dalam  kaitannya  dengan  kesejahteraan  umat.  Bagi  Badan  Amil 

Zakat Nasional,  yang eksistensinya didukung oleh UU, menurut  Fuad Nasar,   memiliki 

peran yang sangat strategis karena, wajib zakat merupakan mitra lembaga ini.404 Sebagai 

mitra muzaki harus dipandang sebagai kelompok yang memberikan dana (zakat) kepada 

Badan  Amil  Zakat Nasional      yang  berbeda  dengan  dana  lainnya.  Sebagai  dana  yang 

berbasis ibadah, zakat harus diperlakukan dengan tunduk pada ketentuan agama (Islam) 

dan perundang‐undangan yang ada.405 

Persepsi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  terhadap  dimensi  ini  dikaitkan  dengan 

pendayagunaan zakat, maka Badan  ini telah   melakukan   penerbitan  laporan keuangan 

kepada  publik.  Penerbitan  laporan  dimaksud    mengandung  hal  –hal  yang  berkaitan 

dengan kinerja lembaga ini  melalui media massa republika dan stasion televisi tertentu 

serta news letter.406 

B.  Implementasi Fungsi Pengorganisasian dan Pelaksanaan 

       1.   Fungsi Pengorganisasian   

  Pengorganisasian mengandung makna  bahwa manajer mengkoordinasikan   

semua  sember  daya  yang  dimiliki  oleh  organisasi  untuk  diarahkan  pada  sasaran 

organisasi  yang   telah    direncanakan.407   Pandangan yang lain, pengorganisasian  

merupakan   proses  mempekerjakan   dua    orang   atau  lebih   yang     keduanya  

bekerjasama dalam suatu tatanan tertentu untuk mencapai  tujuan bersama.408  

Berkaitan  dengan  pengorganisasian  terdapat  pertanyaan  yang  akan  dijawab 

yaitu a. Seberapa banyak arahan yang diterima, b.  seberapa besar aspek pengawasan 

                                                            404Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 405Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 406Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 407Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,. (Siangapore: Person Education, 2003),

h. 214. Pandangan yang sama pada definisi yang dikemukakan, Winardi, Manajemen Perilaku Ekonomi, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 3.

408James AF. Stoner, et. All., Mangement, (USA: A. Simon & Schuster Company,

Page 177: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

yang akan diberikan,  c. Seberapa    jauh  tanggungjawab pekerjaan, d. Kapan organisasi  

melakukan tindakan yang menyalahi struktur.409   

  Berkitan      dengan  pentingnya  pengorganisasian  maka  Samuel    menyatakan 

bahwa terdapat tiga hal yang perlu   dikembangkan: perencanaan yang tersusun secara  

efektif dan efisien; Meningkatkan keterampilan manajerial dalam mencapai kebutuhan 

orgnisasi;  Menciptakan keuntungan terhadap sistem organisasi.410    

  Lima  langkah dalam proses pengorganisasian  : Melakukan penyesuaian antara 

perencanaan  dan  tujuan,   Menetapkan  tugas‐tugas  utama,   Membagi  tugas‐tugas  ke 

dalam   berbagai sub, Mengarahkan sumber‐sumber   daya   pada sub‐sub tugas,   Hasil –

hasil  penilaian diimplementasikan pada strategi organisasi.411  Dari berbagai pandangan 

berkaitan fungsi pengorganisasian, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat unsur‐unsur 

di  dalamnya  yaitu:  Pertama,  proses.  Sebagai  proses  pengorganisasian  tidak  dapat 

dipisahkan  dengan  fungsi  manajemen  lainnya,  karena  pengorganisasian  dibangun 

dengan memperhatikan   fungsi sebelum dan sesudahnya. Melakukan pengorganisasian 

dengan  mengabaikan    unsur‐unsur  perencaaan    akan  membawa  dampak  dalam 

pencapaian  tujuan  oragnasisasi.    Kedua,    efektifitas  sasaran.        Yaitu  sejauhmana 

pengorganisasian dapat mengantar sumber‐sumber daya organanisasi untuk mencapai 

tujuan  yang  ditetapkan.        Ketiga  unsur  efisien  sumber  daya.        Unsur  ini  berkaitan 

dengan  pemanfaatan  sumber  daya  manusia.  Suatu  pengorganisasian  yang  tidak 

mengedepankan unsur ini maka akan akan menggunakan pemberosan sumber daya (in 

efisensi ).   

       Tabel  10:  tentang  Sintesis  antara  Unsur dalam Fungsi  Pengorganisasian 

                           dengan Indikator Penelitian  

 

Indikator Sintesis Unsur dalam Fungsi Pengorganisasian

Efektif Sesuai Kriteria Mustahik

Efektif

Efisien Sumber daya: Ekonomi, Waktu, Tenaga

Efisien

Tepat Waktu Waktu Penerimaan Proses                                                             

409Stepehen P. Robbins & Mary Coulter, Management, ( USA: Person Education, Inc, 1996) , h. 193.

410Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,.h. 215. 411Samual C. Certo, Modern Management, cet. X,. h. 215.

Page 178: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tepat Jumlah Jumah Dana yang ditetapkan Proses Peruahan Mustahik

Sikap dan Pendapatan Efektif

                Sumber: Hasil Analisis Penulis, 2008   

  Dari  tabel di  atas  terlihat  tiga  komponen  yakni  indikator,  sintesis   dan unsur‐

unsur dalam fungsi pengorganisasian. Selain komponen sintesis, dua  komponen lainnya 

telah  dikemukakan  sebelumnya.    Untuk  komponen  sintesis      merupakan  hasil 

pemahaman penulis dari kedua variabel  selainnya.   Pada   komponen  sintesis,   kriteria 

mustahik  dimaksudkan  sebagai  prototipe  penerima  zakat.  Dalam  manajemen  zakat, 

pengelola dalam hal ini amil bertanggungjawab untuk menentukan kriteria. Selanjutnya 

kriteria  itu  akan  diimplementasikan  dalam  memberian  dana  zakat.  Jika  terjadi 

penyimpangan  dari  kriteria  yang  ditetapkan maka memungkinkan  tidak  akan  terjadi 

efektifitas.  Tampaknya  dari  sisi  efektifitas,  memperlihatkan  dua  unsur  yaitu  unsur 

kriteria dan dampak. Dua unsur ini memiliki hubungan  yang bersifat kausalitas. Dengan 

kata  lain,  jika  kriteria  mustahik  ini    tidak  diimplementasikan  secara  konsisten,  oleh 

pengelola zakat maka tidak akan memberikan dampak kepada mustahik. Sebaliknya, jika 

kriteria  ini  dilaksanakan  secara  konsisten,  maka  mustahik  berpeluang  untuk 

memperoleh dampak dari dana zakat.     

  Untuk  sumber  daya  –sebagaimana  yang  dipahami  dalam  dasar‐dasar 

manajemen‐  berupa  ekonomi,  waktu,  dan  penggunan  fasilitas,    dalam  tabel  di  atas 

dikaitkan  dengan  unsur  efisien  baik  untuk  komponen    indikator  maupun  fungsi 

pengorganisasian. Bagi  pengelola  zakat, pemanfataan   unsur‐unsur dimaksud,    secara 

efisien, diharapkan  untuk menghindari pemborosan.  Demikian juga dalam penyusunan 

program yang ditujukan kepada mustahik unsur ini mendapat perhatian.    

  Unsur tepat waktu, dimaksudkan, mustahik menerima zakat dari pengelola zakat 

sesuai dengan waktu kebutuhan mustahik. Keterlambatan pengelola zakat memberikan 

dana zakat, akan mengakibatkan dana zakat tidak  berdayaguna bagi mustahik   Karena 

itu, unsur ini dimasukkan dalam unsur proses.  

             Unsur  tepat  jumlah,  dimaksudkan  bahwa  pengelola  zakat  memberikan  dana 

zakat  kepada  mustahik  sesuai  dengan  penetapan  dana  yang  direncanakan.  

Penyimpangan  ketentuan  ini menunjukkan  bahwa  pengelola  zakat    tidak melakukan 

proses  pendayagunaan  zakat.  Adapun  yang  dimaksud  unsur  proses  dalam  hal  ini, 

menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat, tidak akan tercipta bagi mustahik jika  unsur 

Page 179: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

proses ini  tidak dilaksanakan oleh pengelola zakat. Sesuai dengan sifatnya, unsur‐unsur 

dalam komponen sintesis   yang dimasukkan dalam unsur proses dilihat   dari sisi fungsi 

pengorganisasian, tidak dapat dimasukkan ke dalam dua unsur  lainya yakni efisien dan 

efektif.    Pandangan  ini    didasarkan  bahwa  proses  merupakan  unsur  yang 

menghubungkan unsur‐unsur  selainnya dan  tidak  secara  langsung  terait dengan unsur 

efisien dan efektif.    

  Secarea  fungsional  unsur‐unsur  dalam  tabel  di  atas    yang  terdiri  dari  tiga 

komponen, akan dijadikan sebagai instrumen analisis untuk melihat implementasi fungsi 

pengorganisasian dalam pendayagunaan zakat pada Badan Amil Zakat Nasional.  

a..   Dana Zakat  sebagai Sumber Daya Ekonomi  

     1)   Prosentase Dana dalam Pendayagunaan Zakat  

 Untuk tahun 2004‐2007 Badan Amil Zakat Nasional   menetapkan alokasi   dana 

dalam  setiap  sektor pendayagunaan  zakat dengan prosentase  sebagai  tersebut dalam 

tabel  tujuh (7) 

Dari tabel itu terlihat bahwa sektor dua sektor mengalami prosentase yang sama 

yaitu kemanusiaan dan dakwah masing‐masing hanya 10 %. Sedang berikutnya  sektor 

kesehatan sebanyak 20 % dan sektor pendidikan atau peningkatan kualitas sumber daya 

insani sebanyak 25 %. Sektor yang ter nggi adalah ekonomi sebanyak 35 %.   

Penetapan  sektor  ekonomi  yang  merupakan  prosentase  tertinggi  dipandang 

sebagai perwujudan dari arah pendayagunaan zakat Badan Amil Zakat Nasional   dalam 

pengentasan kemiskinan dan  selanjutnya  terlihat dalam visi  lembaga yang ditetapkan. 

Arah  pendayagunaan  ini,  memberikan  karakteristik  bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  

sebagai  lembaga  yang memposisikan  diri  dalam  kancah  pengembangan  ekonomi  dan 

karenanya Badan ini dipandang sebagai lembaga ekonomi. Pandangan sebagai lembaga 

ekonomi,  kiranya  relevan dengan penetapan  visi Badan Amil  Zakat  yang berperan  ”... 

dalam pengentasan kemiskinan...”412 

Dana zakat untuk sektor ekonomi bagi mustahik dimaksudkan  sebagai kegiatan 

produktif    mereka      yang  berfungsi  sebagai  sumber  penghasilan  ekonomi  mereka. 

Sumber    ekonomi  dalam  kesejahteraan  umat  dipandang  sebagai  bagian  yang  harus                                                             

412 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006), h. 17.

Page 180: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dibangun  karena  akan  memberikan  kepada  mereka  kesempatan  memperoleh 

pendapatan  yang memungkinkan untuk   memenuhi      sektor ekonomi dan melakukan 

tabungan dan investasi.  

Sehubungan  dengan  dana  zakat  sektor  ekonomi,  dikaitkan  dengan  instrumen 

analisis, maka  dapat  dinyatakan:  pertama,      efektifitas  pada  tahap  pengorganisasian 

dana sektor ekonomi dapat dinyataan telah terpenuhi. Penetapan dana sektor ekonomi 

ini  dikaitkan  dengan  aspek  visi  kelembagaan  yang  merupakan  bagian  dari  proses 

perencanaan, merupakan  perwujudan dari sikap konsistensi Badan Amil Zakat Nasional  

untuk  menjadikan  Badan  ini  sebagai  lembaga  ekonomi.  Untuk  menjadi  lembaga 

ekonomi maka  pengalokasian  Badan  ini  pada  dana  sektor  ekonomi  dalam  peringkat 

tertinggi, merupakan  konsekwensi  dari    keinginan  Badan  dimaksud.    Kedua.  Dari  sisi 

efisiensi.   Pengalokasian dana  sektor  ekonomi,   merupakan bagian dari  kinerja Badan 

Amil  Zakat  Nasional.  Sebagai  kinerja,  maka  pengalokasian  ini  akan  mendatangkan 

efisensi  dari  sisi   waktu,  tenaga  dan  pemikiran  bagi  Badan  ini,  karena  sumber  daya 

lainnya dapat diarahkan pada berfungsinya manajemen untuk tahap selanjutnya.  

Untuk pengalokasian dana selain sektor ekonomi,   seperti pendidikan,   dakwah 

dan  kesehatan,  dari  sisi  kesejahteraan  umat, menunjukkan  bahwa  Badan  Amil  Zakat  

Nasional, telah memberikan perhatian pada sektor non ekonomi.   Sektor non ekonomi  

merupakan bagian dari kebutuhan umat dari sisi kesejahteraan.  

Pengalokasian  dana  non  ekonomi  dimaksud,  dilihat  dari  sisi  manajemen, 

merupakan   konsistensi Badan    ini untuk mengalokasikannya dengan memper hatikan 

krakteristik sektoral dana sebagai dana zakat. Konsistesi ini, tentu saja  bagian dari upaya 

efektifitas Badan ini agar mustahik dapat memperoleh hak‐hak mereka. 

Prosentase‐prosentase  pendayagunaan  zakat  dilihat  dari  sisi  pengembangan 

kualitas mustahik yang dapat dibagi pada kualitas ekonomi (35 %), kualitas sumber daya 

yang meliputi pendidikan, dakwah dan kesehatan, menunjukkan bahwa pengembangan 

kualitas  terakhir  ini  mencapai  55  %  atau  ter nggi  pertama.  Pengembangan  sektor 

sumber  daya  manusia  sebagai  prosentase  tertinggi  memungkinkan  ditemukan 

relevansinya  dengan  melihat  visi  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  di  antaranya    adalah 

“peningkatan  kesejahteraan  masyarakat  secara  keseluruhan...”413  Dengan  demikian, 

                                                             413 Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat

Nasional , 2006), h. 17.

Page 181: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dilihat  dari  sisi  pengembangan  kualitas  sumber  daya  mustahik  secara  umum,  maka 

prosentase pendayagunaan zakat mencapai 90 %.     

Untuk dana  zakat pada  sektor kemanusiaan  sebanyak 10 %   ditujukan kepada 

mustahik  yang  terkena  bencana.  Untuk mustahik  yang  tersebut  terakhir  ini,  dengan 

mengacu pada Kepmenag No. 581  Tahun 1999  tentang Pelaksanaan UU No.38/ 1999 

tentang Pengelolaan Zakat,   pasal 28  (1) dinyatakan sebagai “orang‐orang yang   paling 

tidak  berdaya memenuhi  kebutuhan  dasar  secara  ekonomi  dan  sangat  memerlukan 

bantuan”.   

Berdasarkan uraian prosentase di atas, kiranya Badan Amil Zakat Nasional  

dapat    dikembangkan  ke  dalam  tiga  wilayah  pengembangan  kelembagaan  yaitu 

pengembangan ekonomi dengan 35 % dana zakat, kesejahteraan sosial 55 % dana zakat 

dan sosial kemanusiaan dengan dana zakat sebanyak 10 %.     

         2)   Dana Zakat Sektor Amil  

Dilihat dari sisi sumber dana yang harus dimanfaatkan  untuk kepentingan  

Badan Amil Zakat Nasional,  maka dapat dibagi atas tiga sumber.  

Pertama, bantuan pemerintah. Bantuan pendanaan  ini bersumber   dari ABPN 

melalui  anggaran departemen Agama  sesuai UU No 38/1999 Pasal 23 dan Keputusan 

Presiden No. 8 Tahun 2001 tentang  Badan Amil Zakat Nasional Bab VI Pasal 17,414 maka 

setiap  tahun Badan Amil  Zakat Nasional memperoleh  alokasi dana dari APBN melalui 

Departemen Agama. 415 

Kedua,  dari  masyarakat  secara  terbatas.  Dalam  hal  ini  masyarakat  secara 

perorangan  dan  atau  kelembagaan  secara  suka  rela  dan  pola  inisiatif  sendiri 

memberikan bantuan operasional kepada badan Amil Zakat Nasional.   Pada masa awal 

berdirinya Badan Amil Zakat Nasional, bantuan dari masyarakat secara  terbatas, dapat                                                             

414UU No. 38 Tahun 1999 Pasal 23 Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan amil zakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, pemerintah wajib membantu biaya operasional badan amil zakat. Pasal 17 Kepres. Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas Badan Amil Zakat Nasional dibebankan pada Anggaran Departemen Agama.

415 Secara administrasi, setiap Badan Amil Zakat Nasional mengajukan proposal pembiayaan anggaran kepada Departemen Agama untuk diusulkan ke APBN. Dalam kenyataannya, pembiayaan yang diterima oleh Badan Amil Zakat Nasional dalam tahun 2007 ini belum mencapai satu milyar, namun telah mengalami perkembangan anggaran setiap tahun., Wawancara Pribadi dengan Subroto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

Page 182: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dipandang sangat memberikan arti bagi eksistensi Badan ini.416  Dan tampaknya, dewasa 

ini bantuan dari masyarakat terbatas itu, masih terlihat dalam sektor pemasukan Badan 

Amil Zakat Nasional.417  

Ketiga, bersumber dari  dana zakat.  Sumber dana dari zakat, menurut QS.  

al‐Taubah  [9/113]:  60,    ditujukan  untuk  kepentingan  mustahik.  Salah  satu  diantara 

mustahik  adalah  ‘âmil.    Bahagian  amil  dimaksud  dalam  pengelolaan  zakat  dapat 

dipandang sebagai kontraprestasisecara materil yang diberikan oleh al‐Qur’an atas  jasa 

yang diberikan kepada pengelola zakat dalam mengembangkan aktifitas keamilan.  

Dari  sisi  besarnya  atau  prosentase  yang  diberikan  kepada  pengelola  zakat 

sebagai  kontraprestasiatas  kinerja    dalam  aktifitas  keamilan,  maka  sepengetahuan 

penulis  belum  ditemukan  petunjuk  al‐Qur’an  dan  hadis  yang    menyatakan  secara 

tekstual. Berbeda   halnya dengan  ijtihad ulama,  telah      terjadi keragaman pandangan 

berkaitan dengan konpensasai yang seyogianya diterima oleh pengelola zakat atau amil. 

.  

Al‐Qurtubī menyatakan,   menurut  Syâfii dan Mujâhid bagian   pengelola  zakat 

adalah  seperdelapan  dari  total  dana  zakat  yang  terkumpul  sedang    Ibnu  ’Umar  dan 

Mâlik, ‐bagian amil‐ diberikannya  sesuai dengan pekerjaan yang dilakukannya, selain itu 

terdapat pendapat yang lain bahwa ia diberikan dari baitul mal.418   

Terdapat  tiga  pendapat  yang  dikemukakan  oleh  al‐Qurtubî    di  atas,  pada 

dasarnya  menyetujui  tentang  pemberian  kontraprestasiterhadap  pengelola  zakat.  

Perbedaaan  pandangan  di  kalangan mereka  terletak  pada  aspek  jumlah  dan  sumber  

pendanaan.    Pendapat  yang  lain,  dikemukakan  oleh  Wahbah  yang    secara  tekstual 

menyebut  sebagai  ajrun  yang  diterima  oleh  pengelola  dari  zakat, walaupun  dia  tidak  

                                                             416Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil

Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008. Achmad Subianto dalam mengenang tahap awal keberadaan Badan Amil Zakat Nasional mengemukakan, ”Untuk melaksanakan amanah-amanah yang sangat berat tersebut maka Badan Pengurus Badan Amil Zakat Nasional hanya menerima secarik kertas, sebuah Keppres, tanpa diberi dana operasional alias Zero budgey. Seiring perjalanan waktu, ternyata sulit memperoleh pendanaan guna membiayai operasional Badan Amil Zakat Nasional.Namun demikian, alhamdulillah banyak simpatisan dan teman-teman yang membantu dengan infak yang tidak sedikit sehingga Badan Amil Zakat Nasional dapat menjalankan kegiatannya dan menyusun sistem dan produr setahap demi setahap.” Achamd Subianto, Shadaqah,Infak, dan Zakat (PO.BOX 1455 JKP 10014: Yayasan Berikan, 2004), h.12..

417Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 5. 418Abī Abdi Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansârī al-Qurtubī, al-Jâmi’ li ahkam al-

Qur’ân al-Karīm, juz 5 (t.tp.: Jarīdah al-Warda, 2006), h. 174.

Page 183: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

menyebut prosentase.419 Hal yang  senada dikemukakan oleh MM. Matwally mengakui 

eksistensi pengelola  zakat, namun dia mengingatkan agar ongkos yang mereka  terima 

harus  lebih  rendah  dibandingkan  dengan  pendapatan  atau  dana  zakat  yang 

terkumpul.420 

Dibandingkan dengan pendapat  sebelumnya,  pendapat  terakhir  ini  cenderung 

pada  dimensi  efisiensi.  Pandangan  itu,  terkait  dengan  pengertian  zakat  yang  secara 

teknis diberikannya. Menurutnya, zakat merupakan alat distribusi sebahagian kekayaan 

orang kaya yang ditujukan kepada orang yang membutuhkannya.421 Alur pemikirannya, 

menghendaki agar manfaat zakat sebagai  

alat  distribusi  dapat   berjalan  efektif  dengan tidak mengorbankan hak amil atau  

pengelola zakat. .  

Mencermati uraian berkaitan dengan prosentase yang diterima oleh pengelola 

zakat, tampaknya tidak ditemukan kesepakatan di kalangan ulama dan ekonom muslim. 

Tampak  bahwa  besaran  prosentase  ini,  termasuk  ranah  ijtihad. Walaupun  demikian, 

penetapan jumlah prosentase ini harus mengacu  pada efisiensi.  

Badan Amil Zakat Nasional, menetapkan bagian untuk pengelola zakat atau amil 

dengan prosentase 12.5 %. Secara garis besar dana untuk  sektor  ini dipergunakan  (a) 

Kesejahteraan  Karyawan,  (b)  Peningkatan  Kualitas  Sumber  Daya  Badan  Amil  Zakat 

Nasional , (c) Untuk Sosialisasi Program.422   

Penetapan  prosentase  dana  zakat  untuk  sektor  ini  dan  penggunaannya  yang 

dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional,   akan penulis   garis bawahi. Pertama, 

secara  logika  penetapan  prosentase  12 %  bagian  pengelola  zakat, memiliki  relevansi 

                                                             419Wahbah al-Zuahelî, al-Fiqh al-Islâmî Wa Adillatuhû, (Damsyîq: Dâr Fikr, 1997), h.

1953-1954. 420MM. Metwally, Teori dan Model Ekonom Islam h. Penerjemah M. Husein Sawit,

(Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 7-8 421 MM. Metwally, Teori dan Model Ekonom Islam,. Penerjemah M. Husein Sawit,

(Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995), h. 7-8 422Gaji terendah di Badan Amil Zakat Nasional tidak di bawah Upah Minimum Regional

(UMR) DKI Jakarta. Jumlah karyawan yang mendapat gaji sebanyak 20 orang. Mereka yang dibiayai dalam hal ini, tidak termasuk Dewan Pengurus, Badan Pertimbangan dan Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional. Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisi HRD Pengurus Pelaksnana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 4 Mei 2007. Konfirmasi penulis mengenai ”bebas gaji” bagi badan pengurus, dewan pertimbangan, komisi pengawas telah dibernarkan oleh Ketua Dewan Pengawas Periode 2004-2007. Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Komisi Pengawas Badan Amil Zakat Nasional Periode 2004-2007, Jakarta, 6 Pebruari 2008.

Page 184: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dengan pola pembagian  seperdelapan bagi  semua  kelompok mustahik.   Kedua, objek 

pendayagunaan bagian pengelola zakat tidak hanya untuk kepentingan internal mereka– 

kebutuhan ekonomi –  tapi eksternal – yakni  terkait dengan kepentingan kelembagaan 

seperti  pembinaan  sumber  daya  manusia,  sosialisasi  program.  Pandangan  ini 

mencerminkan selain zakat sebagai amanah, dalam arti pengambilan bagian amil harus 

mengacu  pada  kepentingan  kelembagaan      dan      tidak      sekedar    atas      dasar   

pertimbangan  sekedar mendapat  

konpensasi tanpa didukung oleh  kinerja kelembagaan.423   

        3)  Corak Pendayagunaan Dana Zakat  

Menurut  bahasa  corak  diartikan  sebagai  ”1.  bunga  atau  gambar  (  ada  yang 

berwarna‐warna)  pada  kain  (tenunan,  anyaman,  dsb.)  2.  berjenis‐jenis  warna  pada 

warna  dasar.”424 Dimaksudkan  dalam  pembahasan  ini,  corak  merupakan  pola  yang 

dipilih  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  memanfaatkan  dana  zakat  dikaitkan 

dengan dana non zakat, seperti infak dan sedekah. Dalam hal Badan ini mempergunakan 

dana zakat dan non zakat, tidak mengenal  istilah corak. Namun dalam pembahasan  ini 

penulis memilih  istilah  ini. Dari  sisi pendayagunaan, menunjukkan bahwa   Badan Amil 

Zakat Nasional menempuh dua corak yaitu tunggal dan terintegrasi.  

Pertama,  tunggal.    Pendayagunaan  zakat  untuk  suatu  program  dengan  hanya 

mempergunakan  dana  zakat  disebut  dengan  corak  tunggal.  Kedua,  terintegrasi.  Yaitu 

membiayai  suatu  program  dengan  melibatkan  dana  zakat  dan  non  zakat  secara 

bersamaan. Untuk corak terakhir  ini dimaksudkan agar suatu program dapat mencapai 

hasil  yang  diharapkan.  Pertimbangan  ini  dilakukan  karena:  a.  Dana  zakat  tidak 

mencukupi  untuk  membiayai  program,  b.  Dana  non  zakat  memiliki  relevansi  untuk 

dipergunakan.  Kriteria  ”relevansi”  yaitu:  dana  non  zakat  dipergunakan  sesuai  dengan 

peruntukannya.  Misalnya,  dana  infak  yang  oleh  munfik  menginginkan  untuk 

                                                             423Begitu pentingnya sikap amanah dalam pengelolaan zakat, Didin Hafidhuddin, Ketua

Umum Badan Amil Zakat Nasional, telah menetapkan sifat ini sebagai kunci sukses dalam mengelola zakat. Dalam kata pengantar Badan Amil Zakat Nasional News, ”Amanah..!! Kunci Sukses Mengelola Zakat”, mengungkapkan bahwa ”pengelolaan zakat tidak hanya sekedar pergumulan fikih dan hukum, tetapi juga pergumulan persoalan kemanusiaan secara luas dan menyeluruh. Betapa tidak, jika zakat dikelola dengan baik profesional, transparan, dan amanah oleh amil zakat, maka akan mampu meminimalisir persoalan kemiskinan sekaligus meningkatkan kesejahteraan..” Badan Amil Zakat Nasional News, Edisi Muharram 1429 H, No. 01 08, h. 3.

424Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 220.

Page 185: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dipergunakan  dalam  pembiayaan  kelembagaan  bukan  untuk  program  maka 

penggunaannya diintegrasikan dengan dana zakat dari sektor dana amil.     

Bagi     penulis,    penetapan    corak  pendayagunaan ini sangat penting (a)   

mengingat  dana  zakat  secara  syar’iy425 memiliki  kriteria  yang  jelas mengenai  sasaran  

pendayagunaan.    (b)  Tampaknya, dana non  zakat  khususnya  infak  yang diterima oleh 

Badan  ini  dibedakan  dengan  dana  muqayyad  dan  non  muqayyad  dilihat  dari  sisi 

keinginan munfik. Untuk itu, kedua jenis dana ini memiliki kriteria sasaran yang melekat 

padanya.  Penyimpangan  dari  kriteri  yang  melekat  pada  dana  ini  merupakan 

penyimpangan dari sikap amanah yang dikembangakan oleh Badan Amil Zakat Nasional. 

Dari  pandangan  ini,  maka  pola  tentang  corak  pendayagunaan  dana  zakat  menjadi 

penting.  

       4)   Penyaluran Dana Zakat  

Dalam hal penyaluran dana zakat, Badan Amil Zakat Nasional menetapkan unit 

penyaluran zakat (USZ) sebagai unit dari lembaga pengelola zakat  yang bertugas untuk 

menyalurkan  dana  zakat,  infak  &  sedekah  baik  dengan  cara  mendistribusikannya 

maupun  mendayagunakan  dana  ZIS  kepada  mustahik  sesuai  dengan  ketentuan 

agama.426 USZ  ini  dilihat  dari  sisi  hubungan  kelembagaan  dengan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional, dibedakan dua  jenis, USZ Konter dan USZ Mitra. USZ konter adalah unit yang 

dibentuk Badan Amil Zakat Nasional   yang  sepenuhnya merupakan organ atau bagian 

dari  Badan Amil Zakat Nasional berupa konter‐konter  Badan ini di kantor pusat instansi 

pemerintah,  BUMN,  atau  swasta  yang  berkedudukan  di  ibu  kota  negara.  Sarana  dan 

prasarananya disiapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.427 USZ Mitra, merupakan USZ 

yang berada  secara  kelembagaan berada pada Badan Amil  Zakat  (BAZ)  atau  Lembaga 

Amil Zakat (LAZ)  baik dalam bentuk organisasi LAZ sendiri, maupun masjid, yayasan dan 

lembaga  keuangan mikro  yang  telah dikukuhkan  sebagai USZ mitra Badan Amil  Zakat 

Nasional.428 Untuk UZS Mitra  sejak  tahun 2005‐2007  telah  terbentuk  sebanyak 20 unit 

yang tersebar di Indonesia.429   

                                                             425QS. Al-Taubah [9/113]: 60 tentang pembatasan objek pennggunaan dana zakat. 426Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional, t.th),

h. 8. 427Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h. 8. 428Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h. 8.

429Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 10.

Page 186: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Dalam  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolalan  Zakat  dan  Peraturan  terkait 

dengannya,  tidak  ditemukan mengenai  eksistensi  USZ.  USZ  ini merupakan  kebijakan  

sendiri yang ditetapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  Secara umum pembentukan ini 

bertujuan  untuk  mengembangkan  sinergitas  antar  lembaga  yang  memungkinkan 

pendayagunaan zakat secara tepat dan bermanfaat pada skala yang lebih luas.430  

Keberadaan  USZ  khususnya  USZ  mitra,  sangat  membantu  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dalam mengembangkan  program  dan  perluasan wilayah  geografis mustahik. 

Penyebaran USZ menurut  provinsi  di  Indonesia  dikemukakan  dalam    tabel  dua  puluh 

delapan (28).  

Tabel  ini memperlihatkan bahwa hanya enam provinsi di  Indonesia yang  telah 

memiliki jaringan USZ dan provinsi yang terbanyak adalah Jawa Barat.  Karenanya Badan 

Amil Zakat Nasional belum dapat memenuhi untuk semua provinsi di Indonesia.  

b.   Mustahik sebagai Sasaran Sumber Daya Ekonomi   

       1)   Kriteria  

    Penelusuran  tentang  konsep  mustahik  menurut  Badan  Amil  Zakat  Nasional   

pada dasarnya mengacu pada   QS. Attaubah/9: 60.431  Pemahaman Badan Amil  Zakat 

Nasional    terhadap  mustahik  dari  sisi  unsur‐unsurnya  memiliki  keterkaitan  dengan 

program yang diperankan atasnya. Tabel enam (6) memperlihatkan mengenai hal ini.  

  Mustahik fakir  teriden fikasi memiliki empat (4) unsur yang mengacu pada kata 

tidak memiliki  yakni  pendapatan    tetap,  tempat  tinggal menurut  standar  kesehatan, 

asupan gizi yang cukup, biaya kesehatan. Keempat unsur ketidakmampuan memiliki bagi 

mustahik  fakir  tersebut  memiliki  keterkitan  dengan  program  pendayagunaan  zakat 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  yakni  program  sektor  kemanusiaan,  kesehatan    serta 

pendayagunaan.  

                                                             430 Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, h.. 1.

431 الغارمين وفي سبيل إنما الصدقات للفقراء والمساآين والعاملين عليها والمؤلفة قلوبهم وفي الرقاب و

ريضة من اهللا واهللا عليم حكيماهللا وابن السبيل ف

”Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Page 187: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Mustahik  miskin  teriden fikasi  mempunyai  empat  (4)  unsur    yaitu:  sumber 

pendapatan yang tetap namun dibawah standar upah minimum regional (UMR),   tidak 

cukup membiayai kebutuhan keluarga, tidak memenuhi gizi yang seimbang serta   tidak 

mempunyai  biaya  kesehatan.  Keempat  unsur  yang  teridentifikasi  itu,  memberikan 

peluang  bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  untuk  merumuskan  program  pada  aspek 

kemanusiaan,  kesehatan dan  pendayagunaan.   

Mustahik amil, hanya  teridentifikasi  satu unsur  yaitu mempunyai mandat dari 

badan amil zakat atau lembaga amil zakat, dan dengan unsur itu, maka Badan Amil Zakat 

Nasional memberikan konpensasi atau bagian amil dari dana zakat untuk peningkatan 

keprofesionalan amil dan pembinaan kelembagaan. 

Perolehan mandat bagi amil dimaksud menunjukkan bahwa  ia telah memenuhi 

syarat yang telah ditetapkan baik dari sisi administrasi, profesionalisme dan integritas.432 

Untuk Badan AmiL Zakat Nasional, selain  secara kelembagaan ditetapkan sebagai amil, 

ia juga menetapkan amil sebagai bentuk perpanjangan tangan administrasi yang dikenal 

dengan unit pengumpul zakat (UPZ).  

Unit pengumpul    zakat (UPZ )    dibentuk  berdasarkan UU.No. 38/ 1999  

tentang pengelolaan zakat pasal 22 yang menyatakan ”...dalam hal muzaki berada atau 

menetap  di  luar  negeri,  pengumpulan  zakatnya  dilakukan  oleh  unit  pengumpul  zakat 

pada  perwakilan  Republik  Indonesia,  yang  selanjutnya  diteruskan  kepada  badan  amil 

zakat Nasional.” Dalam  Keputusan   Dirjend.  Bimbingan Masyarakat  Islam  dan Urusan 

Haji  No.  D/291/2000  tentang  pedoman  teknis  pengelolaan  zakat  pasal  9  ayat  (2) 

dinyatakan ” Badan Amil Zakat Nasional dapat membentuk Unit Pengumpul Zakat pada 

Instansi  /  lembaga  pemerintah  pusat,  BUMN,  dan  perusahaan  swasta  yang 

berkedudukan di Ibu kota Negara dan pada kantor perwakilan Republik Indonesia di luar 

negeri.”  Kewenangan  UPZ  diatur  dalam  pasal  ini  ayat  (8)  ”Unit  Pengumpul  Zakat 

melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, sedekah, hibah, wasiat, waris dan kafarat di 

unit masing‐masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, 

dan hasilnya   disetorkan  kepada bagian pengumpulam Badan Pelaksana Badan Amil  

Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakannya.”   

                                                            432Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

Page 188: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Badan Amil Zakat Nasional  sampai dengan 2007  telah membentuk 33 UPZ   di 

dalam negeri dan 31 di luar negeri. Untuk UPZ yang ada di dalam negeri  hanya 17 yang 

aktif.  Untuk  UPZ  di  luar  negeri mengalami  berbagai  kendala  dan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  lebih memilih mengoptimalkan untuk UPZ dalam   negeri.433 Kewenangan UPZ, 

selain  untuk  kegiatan  penghimpunan,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  memberikan 

kewenangan pendayagunaan terbatas kepada mustahik yang ada pada internal instansi 

/ badan usaha tempat UPZ  itu. Dalam hal pendayagunaan, Badan Amil Zakat Nasional, 

hanya  menerima  laporan  pertanggungjawaban  zakat  tentang  mustahik  yang  telah 

menerimanya.434   

Khusus mengenai  pemberian  kewenangan  Badan  Amil  Zakat Nasional  kepada 

UPZ dalam hal pendayagunaan, hemat penulis,  sebenarnya merupakan penyimpangan 

dari Keputusan Direktur  Jenderal Bimbingan Masyarakat  Islam dan Urusan Haji435 yang 

hanya memberikan tugas kepada UPZ untuk mengumpul zakat. Walaupun sebenarnya, 

calon mustahik dapat saja diajukan oleh UPZ kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk 

diterima sebagai mustahik, namun dalam kenyataannya UPZ mengadakan penyeleksian 

dan  pendayagunaan  dana  zakat  sebelum  dana  diberikan  kepada  Badan  Amil  Zakat 

Nasional. 

  Perluasan makna amil zakat yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional 

pada  dasarnya  merupakan  penjabaran  lebih  lanjut  dari  konsep  amil  dalam  literatur 

keagaman 436  dan  Keputusan  Direktur  Jenderal  Urusan  Haji.  Walaupun  demikian, 

                                                            433Dalam melakukan pembentukan UPZ, Badan Amil Zakat Nasional berpedoman pada

Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat 7. Prosedur pembentukan Unit Pengumpulan Zakat dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a.Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengadakan pendataan di berbagai instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas; b. Badan Amil Zakat seseuai dengan tingkatannya mengadakan kesepakatan dengan pimpinan Instansi dan lembaga sebagaimana tersebut di atas, untuk membentuk Unit Pengumpul Zakat; c. Ketua Badan Amil Zakat sesuai dengan tingkatannya mengeluarkan Surat Keputusan pembentukan Unit Pengumpul Zakat.

Berbagai kendala pembinaan UPZ di luar negeri di antaranya biaya kominikasi yang mahal. Wawancara Pribadi dengan Subroto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

434Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

435Keputusan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam tersebut Pasal 9 ayat (8), Unit Pe ngumpul Zakat melakukan pengumpulan dana zakat, infaq, shadaqah, hibah, wasiat, waris dan kafarat di unit masing-masing, dengan menggunakan formulir yang dibuat oleh Badan Amil Zakat, dan hasilnya disetorkan kepada bagian pengumpulan badan Pelaksana Amil Zakat, karena Unit Pengumpul Zakat tidak bertugas mendayagunakan.

436Menurut Rasyid Rida bahwa amil pada dasarnya siapapun yang bekerja dan atas nama pemerintah dalam hal pengelolaan zakat. Muhammad Rasyid Rida, Tafsir al-Quran al-Hakîm al-Masyhûr al-Manâr, Juz X (Refrint: Dâr al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2005), h. 431.

Page 189: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

karakteristik pendapat Badan Amil Zakat  ini terletak pada unsur manajemen organisasi 

terutama dalam hal penetapan subjek dan fungsi kelembagaan. 

  Mustahik muallaf,  hanya    teridentifikasi  satu  unsur  yaitu menunjukkan  surat 

keterangan  sebagai  muallaf,  dan  dengan  unsur  itu,  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

memberikan  dana  zakat,  namun  hanya    disesuaikan  dengan  tingkat  kebutuhan  pada 

jenis  program.    Untuk  mustahik  jenis  ini,  hanya  mendapatkan  bantuan  dari  sudut  

kemanusiaan  dan  Badan  Amil  Zakat Nasional  tidak mempunyai  program  yang  terkait 

langsung dengan ini karena jumlah muallaf sangat terbatas dibanding mustahik lainnya.  

  Mustahik  riqâb,  hanya  teridentifikasi  satu  unsur  yaitu  sebagai  tenaga  kerja 

Indonesia  (TKI),  dan  dengan  unsur  itu,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  program 

pengembangan ekonomi. 

  Mustahik  ghârimin,  teridentifikasi  tiga  unsur  yaitu:  surat  keterangan  sebagai 

mantan  pengusaha,  surat  keterangan  berutang  serta  sebagai  muslim,  maka  dengan 

unsur  itu,  Badan Amil  Zakat Nasional merumuskan  program  pengembangan  ekonomi 

umat. 

  Mustahik  f�  sab�l  Allah,  teridentifikasi  tiga  unsur  yakni:  aktifitas  dakwah, 

pembangunan  rumah  ibadah,  pembangunan  sarana  pendidikan,  dan  dengan  dasar  

Badan Amil Zakat Nasional merumuskan program dalam sektor dakwah. 

  Mustahik  ibnu  al‐Sabil    teridentifikasi  tiga  unsur  yakni,  siswa,  mahasiswa, 

keterangan  ketidakmampuan  secara  ekonomi.  Ketiga  unsur  ini,  Badan  Amil  Zakat 

Nasional merumuskan program dalam aspek peningkatan kualitas sumber daya insani 

Berkaitan dengan tabel  enam  (6) yang memperlihatkan unsur‐unsur mustahik, 

maka    dengan  memperhatikan  unsur‐unsur  yang  ada  pada  setiap  mustahik,  maka 

dikatahui  bahwa  pandangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional    memiliki  perluasan  arti 

mustahik dan  tampaknya berbeda  dengan pandangan  kebanyakan  kitab  fikih.  Kriteria 

setiap mustahik memperlihatkan adanya perluasan unsur dari konsep fikih.  

2) Seleksi Proposal   

Proposal yang dimaksud adalah pengajuan permohonan baik  secara  individual 

maupun  lembaga oleh mustahik kepada Badan Amil Zakat Nasional untuk memperoleh 

dana zakat.  Seleksi proposal didasarkan Kepmenag No, 581/ 1999 tentang Pelaksanaan 

Page 190: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

UU  Pengelolaan  Zakat,  Pasal  28  dan.  29 437  Dari  kedua  pasal  dimaksud, maka  secara 

subtantif  telah  mengatur  tentang  prosedur  pendayagunaan  zakat  yang  berkaitan 

mustahik dan prosedur pendayagunaan zakat untuk usaha produktif.      

    Secara normatif   dipahami bahwa orang miskin memiliki dua prototipe dalam 

meminta harta kepada orang  lain yakni peminta  (al‐sâil) dan menahan diri untuk tidak 

meminta  (al‐maĥrūm). 438  Secara  sosiologis,  prototipe  ini  masih  memungkinkan 

ditemukan. Dalam  kondisi  ini, Badan Amil  Zakat Nasional, mengembangkan   program 

jemput bola kepada mustahik yang tergolong tidak meminta, dengan mendirikan posko 

kemanusiaan tanpa pemberitahuan sebelumnya dari pihak mustahik.   Kondisi  ini dapat 

dilihat  pada  program  yang  berkaitan  dengan  bencana  alam.  Untuk  kondisi mustahik 

yang  ”meminta”  diperlakukan  ketentuan  khusus.  Yaitu  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

menetapkan  kriteria  administasi  berupa:  (a)  Surat  keterangan  dari  pihak  berwenang 

(kelurahan atau   pemerintah   setempat  perihal    kemiskinan   atau    kefakiran,  kartu 

siswa,  

keterangan mahasiswa) (b) Proposal atau rencana penggunaan dana zakat.439 

    Selain  prosedur  penyaluran  di  atas,  Badan  ini  juga  membentuk  tim  untuk 

melakukan studi kelayakan ke lokasi calon binaan. Upaya ini ditempuh Badan Amil Zakat 

                                                            4371. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan

persyaratan sebagai berikut: a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 2. Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan, b. Terddapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan, c. Mendapat persetujuan tertulis dari dewan pertimbangan. Pasal 29: Prosedur pendayagunaanhasil pengumpulan zakay untuk usaha produktif ditetapkan sebagai berikut: a.Melakukan studi kelayakan; b. Menetapkan jenis usaha produktif; c. Melakukan bimbingan dan penyuluhan; d. Melakukan pemantauan, pengendalian dan pengawasan; e. Mengadakan evaluasi; dan f. Mengadakan pelaporan.

438QS. Al-Dzâriyât/51: 19 وفي أموالهم حق للسآئل والمحروم

“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian” Penjelasan Departemen Agama RI terhadap. kata al-maĥrūm (Orang miskin yang tidak mendapat bagian) maksudnya ialah orang miskin yang tidak meminta-minta..

439Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008.

Page 191: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Nasional guna memastikan bahwa    zakat yang akan diberikan kepada mustahik dapat 

memberikan manfaat serta mereka secara syar’i  tergolong dalam mustahik.440 

    Hemat penulis prosedur  ini ditempuh oleh Badan Amil Zakat Nasional, karena 

didasarkan atas perubahan perilaku mustahik tentang sikap terhadap dana zakat dalam 

memenuhi kebutuhan mereka. Secara substantif, tingkat kebutuhan mustahik terhadap 

dana zakat sepanjang masa mengalami persamaan, namun yang berbeda adalah sikap 

mereka    terhadap kebutuhan dana zakat. Atas dasar asumsi  ini maka dipahami bahwa 

bagi mustahik yang hidup dalam era moderen  tentu  saja memiliki  sikap yang berbeda 

terhadap dana zakat dibanding mereka yang masih dalam era tradisional. 

Dengan demikian, pendayagunaan zakat yang ditempuh Badan ini

dipandang sebagai bentuk respons terhadap perubahan sikap yang dialami oleh

mustahik. Besarnya dana zakat yang diberikan kepada masing-masing asnaf

adalah dalam ukuran yang dapat mengangkatkan dari kemiskinan, menghilangkan

segala faktor kemelaratan, dan bisa menanggulangi kesulitan yang sedang

dihadapinya pada waktu itu. Tujuan zakat adalah untuk memberikan kecukupan

buat selama hidupnya 441 Namun secara realitas Badan Amil Zakat Nasional

belum dapat memberikan dana zakat kepada mustahik yang dapat menghilangkan

segala faktor yang dapat membuatnya melarat, karena keterbatsan dana

zakat yang

terkumpul.442

       3)   Pendampingan  

Dalam  manajemen  pendampingan  biasanya  dikenal  sebagai  upaya  untuk 

membantu  karyawan  menanggulangi  problema  yang  dapat  menghambat  dalam 

melaksanakan  tugas‐tugas  yang  dibebankan  kepadanya.443   Dari  pengertian  itu  dapat 

dinyatakan bahwa   pendampingan merupakan suatu proses pembinaan yang dilakukan 

Badan Amil Zakat Nasional kepada mustahik dalam waktu tertentu agar  tercapai tujuan 

                                                            440Wawancara Pribadi dengan Achmad Subianto, Ketua Umum Pengurus Badan Amil

Zakat Nasional Periode 2001-2004, Jakarta, 6 Pebruari 2008. 441”Badan Amil Zakat Nasional, Fiqih Zakat di Indonesia, t.th., h. 38. Buku ini masih

merupakan draft, tetapi secara internal kelembagaan telah dipergunakan. Menurut rencana buku ini akan dipergunakan secara nasional sebagai buku fikih untuk bidang zakat di Indonesia.

442 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Oktober 2007.

443Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, (New York: McGraw-Hill, Inc. 1991), h. 432.

Page 192: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

yang  telah  disepakati.    Secara  konsepsional  kelembagaan  pendampingan merupakan 

bagian  budaya  kerja  Badan Amil  Zakat Nasional  yaitu  fatânah.   Menurut  Badan Amil 

Zakat  Nasional  fatânah  merupakan  salah  satu  budaya  kerja  yang  mengandung  arti 

pemberdyaan yang kreatif,efektif dan bermanfaat ganda.444  

  Konsep yang dikandung dalam  salah  satu budaya kerja  tersebut, mengandung 

proses tranformasi pengetahuan kepada  mustahik dari Badan Amil Zakat Nasional  yaitu 

pada makna  pemberdayaan. Dengan  demikian,    pemberdayaan, merupakan  bahagian 

dari  pendampingan.  Bahkan  dengan  pendampingan  maka  proses  transformasi 

manajemen  dan  etos  kerja  antara  pendamping  dan  objek  dapat  berlangsung  dengan  

cepat. 

  Pendampingan  yang  dikembangkan    pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  hanya 

dilakukan  kepada program ekonomi produktif.   Hal  ini dilakukan karena    selain  resiko 

keuangan yang dapat ditimbulkan akibat kegagalan  suatu kegiatan usaha,  juga karena 

tingkat pengetahuan mustahik yang masih lemah dalam bidang  

yang dipilih.445    

      2.   Fungsi Pelaksanaan 

Uraian dari sisi aspek  fungsi pelaksanaan yang dikembangkan oleh Badan Amil 

Zakat  Nasional  terhadap  pendayagunaan  zakat  dimaksudkan  untuk  mem  berikan 

gambaran    tentang  polarisasi  pelaksanaan  pendayagunaan  zakat  dan  program  yang 

dikembangkan. 

a.   Polarisasi Pendayagunaan Zakat  

Dalam uraian pelaksanaan  ini akan dibandingkan dengan pendayagunaan zakat 

yang dikemukakan oleh Keputusan Dirjen Bimas  Islam. Menurut       Keputusan   Dirjen 

Bimas  Islam  dan Urusan Haji Nomor D/  291  tahun  2000  ayat  (3)  dan  (4)    ditemukan 

bentuk  pendayagunaan  zakat  yang bersifat  sesaat  dan bersifat  pemberdayaan. Untuk 

yang  pertama  ditujukan  kepada  mustahik  dalam  rangka  memenuhi  kebutuhan 

                                                            444Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 19.

445Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Oktober 2007.

Page 193: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mendesak sedang kedua untuk memenuhi kesejahteraan mereka melalui suatu program 

yang dilakukan oleh pengelola zakat secara berkesinambungan.446  

Atas  dasar  ini maka  pada  dasarnya,  Badan  Amil  Zakat Nasional  dalam  fungsi 

pelaksanaan  pendayagunaan  zakat  telah menganut  pola  insidentil  untuk  hal‐hal  yang 

bersifat darurat dan pemberdayaan. Apabila pedoman Pendayagunaan zakat Badan Amil 

Zakat Nasional sebagaimana dikemukakan pada  tabel    tujuh  (7)   dibandingkan dengan 

pendayagunaan  menurut  Keputusan  Dirjen  Urusan  Bimas  Islam  dan  Urusan  Haji 

tersebut, maka dapat dinyatakan sebagaimana dalam tabel  11 (sebelas)  bahwa   secara 

umum,  pelaksanaan  program  yang  dikembangkan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

mengacu pada pendayagunaan  zakat. Untuk Program kemanusiaan,  terdapat  satu  sub 

jenis program yang dapat dikelompokkan sebagai program yaitu evakuasi korban yang 

bersifat  darurat  sedang  selainnya  dimasukkan  sebagai  program  yang  bersifat 

pemberdayaan.   

Untuk melihat perbandingan pendayagunaan  zakat menurut  versi Badan Amil 

Zakat Nasional dan Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan Urusan Haji (yang telah dikutip 

di atas), maka dikemukakan dalam bentuk tabel di bawah ini.       

 

Tabel  11: Perbandingan Pendayagunaan Zakat versi Badan Amil Zakat Nasional 

                   dan Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan  Urusan Haji 

 

No.  Nama Program  Sub Program  Kep.Dirjend.Bias Islam dan 

Urusan Haji . 

1  2  3  4 

1.  Kemanusiaan   a. Evakuasi  Korban          Darurat  

                                                            446Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/ 291 tahun 2000 :

(3) Penyaluran dana zakat dapat bersifat sesaat, yaitu membantu mustahiq dalam menyelesaikan atau mengurangi masalah yang sangat mendesak/ darurat. (4) Penyaluran dana zakat dapat bersifat bantuan pemberdayaan, yaitu membantu mustahiq untuk meningkatkan kesejahteraannya, baik secara perorangan maupun kelompok melalui program atau kegiatan berkesinambungan.

Page 194: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

b. Pelayanan  

c. Kesehatan Darurat  

d.Bantuan Pangan danSandang  

e.Pembinaan  Daerah  Pasca Bencana 

Pemberdayaan  

sda  

sda  

sda  

2.  Kesehatan   a. JaminanKesehatan Masya rakat Prasejahtera (Jam kestra) 

b. Dokter  Keluarga  Pra  sejahtera   (DKPS) 

c. Unit Kesehatan Keliling d. Penyaluhan Kesehatan e. Pemberian makanan bergizi,   sanitasi  desa prasejahtera  

Pemberdayaan  

 

sda 

 

sda 

 

sda 

3.  Pengembangan Ekonomi Umat  

a. Bantuan Sarana Usaha 

b. Pendanaan Modal Usaha 

c. Pendampingan/Pembinaan  

Pemberdayaan  

sda 

sda 

4.  Dakwah   a. Bina Dakwah Masyarakat  b. Bina Dakwah Masjid  c. Bina Dakwah Kampus/ Sekolah  

Pemberdayaan  

sda 

sda 

5  Peningkatan Kualitas Sumber Daya Insani 

a. Beasiswa Tunas Bangsa b. Beasiswa Pelajar Keluarga   Prasejahtera 

c. Pendidikan Alternatif Terpadu  d. Pendidikan  Keterampilan 

SiapGuna e. Bantuan Guru dan Sarana   Pendidikan  

Pemberdayaan  

sda 

 

sda 

sda 

 

sda 

Sumber Data: Hasil Kajian Penulis 2007.  

Page 195: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel  di  atas memperlihatkan  pelaksanaan  pendayagunaan  zakat  Badan  Amil 

Zakat Nasional pada dasarnya terbagi dua yaitu darurat dan pemberdayaan.  

Hemat  penulis  kategorisasi  pemberdayaan  dan  darurat,  terletak  pada 

ketidakmampuan  mustahik  untuk  bertindak  untuk  mencapai  hal‐hal  yang  bersifat 

produktif.  Untuk  kondisi  darurat,  dapat  dipahami  karena mustahik  telah mengalami  

kondisi  yang  tidak memungkinkan mereka untuk melakukan  tindakan  yang mengarah 

pada produktifitas disebabkan karena adanya kondisi yang dapat membahayakan  jiwa 

dan  raganya.. Hal  ini  disebabkan  karena mereka  dilanda  bencana  dan  penangananan 

yang  tergolong  darurat  dalam  arti  evakuasi  korban  berlangsung  tidak   membutuhkan  

bantuan  secara berkesinambungan atau  dalam  

waktu sesaat. .  

Adapun  kategorisasi    pemberdayaan,  menurut  penulis,  adalah  aktivitas 

pelayanan Badan Amil  Zakat   Nasional  yang diarahkan  kepada mustahik  agar mereka 

dapat  produktif.  Kata  produtif  yang  dipahami  dari  pemberdayaan  tidak  seharusnya 

dipahami dalam arti  finansial ekonomis, tetapi termasuk di dalamnya hal‐hal yang non 

ekonomis.   

Memahami  kata  produktif  dari  sisi  finansial  ekonomis  saja,  dipandang 

bertentangan  dengan  kenyataan  kondisi mustahik,  sebagaimaan  yang  dipolakan  oleh 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  pada  satu  sisi  dan  bertentangan  pula  dengan  kondisi 

mustahik  yang  berjumlah  delapan  ashaf  dengan  karakteristik  yang  beragam. 

Karakteristik  yang  beragam  bagi  mustahik  menunjukkan,  bahwa  mereka  memiliki 

kebutuhan  yang  beragam  pula  dan  tidak  hanya  tunggal  pada  aspek  ekonomi  semata 

tetapi juga  non ekonomi.  

b.   Pelaksanaan Program  

Pelaksanaan  pendayagunaan  yang  dikembangkan  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

dapat  dikemukakan  dengan  mengacu    pada    pembahagian  program  yang  telah 

ditetapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  

       1)   Program Kemanusiaan  

    Program kemanusiaan ditujukan untuk menanggulangi  tragedi   kemanu‐siaan 

seperti  bencana  alam  dan  bencana  sosial. Untuk  yang  pertama  berupa  gempa  bumi, 

Page 196: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

tsunami, banjir bandang, sedang kedua berupa   penanggulangan gizi buruk,   bingkisan 

lebaran untuk  kaum  fakir miskin dan dai.447 Menurut  Fuad,  ”tujuan utama pemberian 

zakat kepada mereka adalah untuk meringankan beban ekonomi dan psikologis mereka. 

Menurutnya, secara ekonomi mereka menerimanya dalam bentuk barang sedang secara 

pskologis  dilakukan    dengan  memberikan  ceramah  keagamaan  dalam  rangka 

meningkatkaan kesabaran dan motivasi mereka dalam menerima cobaan.” 448  

  Untuk merealisisir bantuan kemanusiaan  ini dilakukan dengan pola kemitraan 

dalam arti melibatkan pihak luar selain Badan Amil Zakat Nasional seperti BMT, Lembaga 

Masjid,  BUMN  dan  BUMS.  Pola  kemitraan  ini  dilakukan,  karena  dana  zakat  tidak 

mencukupi  untuk  pendayagunaan  secara  mandiri.  Menurut  Fuad,  dana  zakat  yang 

dialokasikan  untuk  kegiatan  ini  hanya  sekitar  10    prosen  dari  total  dana 

pendayagunaan.449    

  Secara  teknis  penggalangan  dana  kemanusiaan  dilakukan  dengan menganut 

dua pola yaitu: (a) membuat program dengan tema ”kemanusiaan”; (b) penawaran kerja 

sama  kepada  calon mitra  untuk  dikerjasamakan.  Untuk  pola  yang  pertama,  sebagai 

pengambil  inisiatif program, maka Badan AmilZakat Nasional  selain bertindak  sebagai 

penanggungjawab, Badan ini turut melaksanakan program; sedang  pola kedua Badan ini 

bertindak sebagai penginisiatif dan secara bersama‐sama dengan mitra merealisasikan 

program tertentu.   

  Pendayagunaan zakat untuk sektor  ini 2005  (Rp. 1.985.750.000 untuk 26.992 

orang)  mengalami  peningkatan  dibanding  pada  tahun  2006  Hal  ini  dikarenakan 

Indonesia  pada  tahun  2005‐2006  sarat  dengan  bencana  kemanusiaan  dan  berbeda 

dengan tahun sebelumnya.450  

         2)   Kesehatan 

  Sehat  mengandung  arti  ”baik  seluruh  badan  serta  bagian‐bagiannya”  dan 

dikembangkan menjadi  kesehatan mengandung  arti  ”sebagai  keadaan  atau  hal  yang 

                                                            447Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 34-41. 448Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 449Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 450Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Lihat tabel 32.

Page 197: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

berkaitan  dengan  sehat.”451 Dalam  rangka  mengembangkan  sektor  kesehatan  pada 

mustahik, maka Badan Amil Zakat Nasional mengembangkan program  ini. Di kalangan 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  terdapat  istilah  ”sadikin”  yaitu  sakit  sedikit  jadi  miskin. 

Menurut pandangan  ini ”seseorang yang sakit selain akan memberikan dampak negatif 

bagi  kesehatannya  dan  bahkan  akan  berdampak  pula  terhadap  kegiatan  ekonomi”. 

Karenanya,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  berpendapat  bahwa  ”untuk  golongan  pekerja 

harian  seperti  pedagang  keliling,  buruh,  tukang  becak  dan  sektor  informal  lainnya, 

menderita sakit merupakan musibah”.452  

  Program ini dikembangkan di wilayah Jogodetabek dengan  pemilihan mustahik 

yang  berbasis  pada  sekor  informal.  Pertimbangan  sasaran  mustahik    dikarenakan 

Jabodetabek secara umum wilayah ini dipadati kelompok dengan profesi dimaksud dan 

mereka merupakan keluarga yang secara ekonomi menengah ke bawah.”453  

  Program  ini berjalan  sejak 2003 dan pada  tahun 2006  telah mengembangkan 

pada 15 kecamatan di wilayah  Jabodetabek selama  tujuh hari dalam   seminggu,     dan  

selanjutnya   mengembangkan   pada   program     Dokter  

Keluarga Pra Sejahtera (DKPS).454   

  Dibanding  dengan  tahun‐tahun  sebelumnya  sejak  tahun  2006  dikembangkan 

program kerja sama pada  lembaga yang memiliki kepedulian dalam bidang kesehatan. 

Dewasa  ini Badan Amil Zakat Nasional telah melaksanakan kerja sama dengan Dompet 

Dhuafa  dengan membuka  rumah  sakit  gra s  pada musthaik.  ”Pada  tahun  2007  kerja 

sama segi empat antara Baznas, Dompet Dhuafa   dan Baitul Mal Masjid Sunda Kelapa 

serta  Pengurus Masjid  Agung  Sunda  Kelapa  Jakarta  dilaksanakan  dengan mendirikan 

Rumah Sehat Masjid Agung Sunda Kelapa (RSMASK) yang berlokasi di kompleks Masjid 

Agung Sunda Kelapa Jakarta.   Dalam kerjasama  ini, Pengurus Masjid menyiapkan  lahan 

                                                            451 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Idonesia,(Jakarta: Balai

Pustaka, 2000), h. 1011. 452Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 44. 453Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 454 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Zakat Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

Page 198: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

sedang Baznas, Dompet Dhuafa dan Pengurus Baitul Mal Masjid Agung  Sunda Kelapa 

menyiapkan dana, manajemen medis dan pengelolaan selama dua tahun”.455   

  Proyek  ini  diperuntukkan  untuk  memenuhi  ”kepentingan  secara  gratis  pada 

kaum  duafâ  termasuk  kelompok mustahik  dalam  bidang  kesehatan  dalam  dua  puluh 

empat  jam  pada  wilayah  Jakarta  dan  sekitarnya.  Dengan  fungsi  itu,  rumah  saki  ini  

dilengkapi dengan fasilitas unit gawat darurat (UGD), poli umum, poli gigi, laboratorium, 

apotik dan perlengkapan USG. Rumah sakit ini  didukung  

oleh tiga orang dokter umum, satu orang dokter gigi dan delapan  paramedis”.456  

  Keseluruhan dana  yang dipergunakan  ”untuk pembangunan proyek  ini di  luar 

harga  tanah  sebanyak empat milyar  rupiah dengan  sumber dana dari  zakat  infak dan 

sadaqah”.457  

3) Pengembangan Ekonomi Umat 

  Pengembangan ekonomi umat merupakan suatu  program yang ditujukan untuk 

meningkatkan pendapatan ekonomi mustahik.458  

  Pelaksanaan  program  ini  dikerjasamakan  dengan  Korps  Perempuan  Dakwah 

Islamiyah  setempat  sebagai  pendamping  sedang  Badan  Amil  Zakat  Nasional  sebagai 

penyedia fasilitas. Selain itu   Badan Amil Secara operasional program ini dikembangkan 

dalam  tiga pola. Pertama, bantuan sarana usaha, yaitu memberikan dukungan  fasilitas 

berupa  sarana  usaha  kepada  mustahik.  Tahun  2006  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

memberikan bantuan berupa alat penangkapan ikan dan pengemasan kepada mustahik 

perempuan yang berada di sekitar danau Maninjau Sumatera Barat. Alat   penangkapan 

itu, digunakan oleh mustahik perempuan untuk melakukan penangkapan  ikan di danau 

Maninjau,  sedang  alat  pengemasan  dipergunakan  untuk  mengemas  hasil  tangkapan  

yang    telah  diproses  sebelumnya,  selanjutnya,  dipasarkan  ke  toko‐toko  sekitar    yang 

menjual  makanan  khas  daerah. 459  Zakat  Nasional  akan  mengevaluasi  terhadap 

pelaksanaan  program  tersebut  dalam  setiap  tiga  bulan.  Keuntungan  dari  hasil  usaha                                                             

455“Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “Republika”, 15 September 2007, h. 2.

456“Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “ Republika”, h. 2. 457“Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa, “ Republika”, h. 2.

458Wawancara Pribadi dengan Budi Setiawan, Staf Divisi Program Pelaksana Harian Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 13 Pebruari 2009. Total dana zakat sektor ekonomi kwartal 1 2006 sebanyak Rp. 405.750.000. setara dengan 30 % dari total dana zakat. Lihat Tabel 32.

459Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42.

Page 199: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

akan dinikmati oleh mustahik pengelola usaha,    sedang dana bantuan  yang diberikan 

akan dikembalikan  ke Badan Amil  Zakat Nasional  untuk  selanjutnya  dijadikan  sebagai 

dana bergulir kepada mustahik yang lain.460 

  Kedua, pendanaan modal usaha, yaitu pemberian modal keuangan atau bentuk 

natural kepada kelompok mustahik untuk dikembangkan  lebih  lanjut  sebagai kegiatan 

bisnis.461 Salah satu proyek dalam program  ini adalah peningkatan kehidupan ekonomi 

wali  santri  yang  termasuk  dalam  kelompok mustahik melalui  kerjasama  Badan  Amil 

Zakat  Nasional  dengan  Pondok  Pesantren  Darunnajah  Cipining  Bogor.  Proyek  ini 

melibakan Pondok Pesantren sebagai penanggungjawab dan pendamping dengan tugas 

antara lain  memilih wali santri yang dipandang layak sebaga calon pekerja; mengawasi 

jalannya proyek; sedang wali santri bertindak sebagai pekerja yakni pemelihara kambing 

dan Badan Amil Zakat Nasional sebagai penyedia kambing.462  

  Pola  pembagian  hasil  dilakukan  dengan  cara:  a.  Pengembalian  modal  awal 

(berupa harga kambing) ke pihak pendamping; b. Hasil penjualan  induk kambing yang 

berumur  pemeliharaan  empat  semester,  akan  dibagi  dua  dengan  pendamping  dan 

pekerja (mustahik); c. Pendamping dan pekerja (mustahik)  memperoleh masing‐masing 

lima puluh prosen dari hasil penjualan anak kambing; d. Dana penjualan induk kambing 

yang diterima pendamping akan dibelikan kambing dan diberikan  lagi kepada mustahik 

lainnya dengan menerapkan pola yang sama.463   

  Ketiga, pendampingan/pembinaan. Proyek pendampingan yang diberikan oleh 

Badan  Amil  Zakat  Nasional  kepada mustahik  tidak  pernah  diberikan  tanpa  dilakukan 

pelatihan  dan  pendanaan  usaha.  Hal  ini  dikarenakan  tidak  ada mustahik  yang  hanya 

membutuhkan  pendampingan.  Mereka  membutuhkan  dana,  keterampilan  dan  

pembinaan. 464  Pendampingan  yang  diberikan  kepada  mereka,  dimaksudkan  untuk    

memastikan    agar zakat yang diberikan baik dalam bentuk  

pendanaan  maupun    dalam  bentuk natural,  akan  memberikan  manfaat   secara  

                                                            460Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 42. 461 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat

Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 462Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43. 463Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 43. 464Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

Page 200: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

optimal kepada mereka.465 

  Untuk  mendukung  proyek  pendampingan  ini,  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

menempuh  dua  pola  yaitu:  a. Membentuk  tim  yang  secara  internal  dari  Baznas;  b. 

Memberikan  kewenangan  kepada  pihak  ketiga  sebagai  pelaksana.  Untuk  pola  yang 

kedua,  kebijakan  ini  ditempuh  dikarenakan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  mengalami 

kekurangan sumber daya manusia terhadap aktifitas yang menjadi objek dampingan.466  

         4)  Dakwah 

  Program dakwah yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional melalui 

pembiayaan  zakat,  didasarkan  pada  pemahaman  konsep  fī  sabīl  Allah.  Alokasi  

pembiyaan sekitar 10 % dari total dana yang terkumpul. Bentuk sasaran dakwah yaitu: 

masjid, dakwah masyarakat dan dakwah sekolah.467 Dalam pelaksanaannya dakwah  ini 

dikerjakan  dengan  UPZ mitra  yang  programnya  berupa  pemberian  dana  antara    lain 

untuk    biaya  hidup  Dai  di  Indonesia  Timur,  Relokasi  pemukiman  dan  pembangunan 

masjid suku Abun di Sorong, Penguatan akidah di daerah rawan.468    

  Pemahaman  Badan  Amil  Zakat  Nasional  yang  berbasis  pada  pengembangan 

sumber  daya manusia melalui  dakwah, merupakan  jawaban  atas  permasalahan  yang 

dialami  umat  Islam  dewasa  ini.  Dalam  hal  perlunya  pembinaan  dakwah  khususnya 

terhadap dai menurut Hidayat Nurwahid,  ”kita  semua‐  termasuk mereka yang aktif di 

dunia dakwah perlu mencermati berbagai perkembangan mutakhir disekitar kita yang 

bersinggungan dengan sikap dan  

pengetahuan serta komitmen dan pelaksanaan agama.”469   

  Dari sisi keberadaan pogram  ini di  Indonesia, hal serupa pernah dijadikan oleh  

Bazis DKI Jakarta sebagai rekomendasi pengembangan zakat. Menurut Bazis DKI Jakarta, 

mustahik dalam katagori  fî  sabîl Allah  ini mencakup:  “peningkatan  ilmu pengetahuan: 

                                                            465Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 466Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 467Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.Total dana zakat sektor ini 2004, Rp. 219.745.000. Lihat Tabel 32.

468Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, h. 8 469Hidayat Nurwahid, dalam A. Suriyani, Manajemen Dakwah, (Jakarta: MSCC, 2005), h.

vi.

Page 201: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

agama,  umum,  keterampilan,  keperluan  bea‐siswa,  penelitian,  penerbitan  buku‐buku 

pelajaran, majalah‐majalah ilmiah.”470    

         5)   Peningkatan Sumber Daya Insani 

  Program  peningkatan  kualitas  sumber  daya  insani  dikembangkan  didasarkan 

pada konsep  ibnu al‐sabīl dalam  zakat. Dana yang dialokasikan  sekitar 25 % dari  total 

dana  yang  terkumpul.471 Pengembangan  program  ini  mencakup.  Pertama,  beasiswa 

tunas  bangsa.  Program  ini  hanya  diberikan  kepada  mahasiswa  semester  akhir  atau 

menjelang  penyelesaian  studi  dan  mereka  aktifis  dakwah  di  kampus  serta  mereka 

berasal  dari  keluarga  yang  berekonomi  lemah.472 Kedua,  beasiswa  pelajar  keluarga 

prasejahtera. Ketiga, pendidikan alternatif  terpadu. Keempat, pendidikan keterampilan 

siap guna. Kelima, bantuan guru dan sarana pendidikan.     

Bantuan  sarana  belajar mengajar  bagi  sekolah  yang  tidak mampu,  pelatihan  

tenaga  guru  tertentu  untuk madrasah,  pelatihan  kepemimpinan  bagi  generasi muda 

Islam,  pendirian  sekolah  unggulan  untuk  siswa‐siswa  dari  keluarga  miskin  yang 

berprestasi.  Dalam  pelaksanaannya  beberapa  jenis  program  ini  dikerjasamakan  pihak  

tertentu.473   

C. Implementasi Fungsi Kepemimpinan dan Pengawasan  

        1.  Fungsi Kepemimpinan  

Pemimpin  sebagai pelaku dari  sifat yang dikembangkan olehnya dan  sifat‐sifat 

yang dikembangkannya itu  dikenal dengan kepemimpinan.474 Pemimpin menurut Cattell 

seperti dinyatakan oleh Salusu dipandang sebagai orang yang paling efektif menciptakan 

perubahan‐perubahan dalam kelompoknya. Lebih lanjut ia memberikan intisari dari kata 

pemimpin  yaitu,  ”...peranan  kunci,  dominasi,  pengaruh....”  Sedang  kepemimpinan 

dengan mengutip pendapat Stogdill “...proses mempengaruhi kegiatan kelompok dalam 

                                                            470Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, (Jakarta: Bazis DKI Jakarta, 1981), h.

xiii. 471Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007. 472Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007. 473Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 45. 474Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai

Pustaka, 2000, edisi III), h. 874.

Page 202: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

perumusan  dan  pencapaian  tujuan....” 475  Menurut  Soni  Yuwono,  kepemimpinan  

mengandung  arti  sebagai  penggunaan  kewenangan  dengan  menggerakkan  dan 

mengalokasikan  sumber daya  serta memotivasi    karyawan  ke arah pencapaian  tujuan 

organisasi. 476      Hal  yang  sama  dikemukakan  oleh  Martin  bahwa  kepemimpinan 

merupakan proses  

mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan organisasi.477 

Untuk mempengaruhi orang  lain, maka Yukl sebagaimana dikemukakan Martin 

mengemukakan bahwa terdapat   enam sumber‐sumber kepemimpinan, yaitu kekuatan 

referensi,  kekuatan  keahlian,  kekuatan  legitimasi,  kekuatan  informasi,  kekuatan 

penghargaan, kekuatan memaksa.478   

Untuk  keperluan  analisis  evaluatif  terhadap  fungsi  kepemimpinan  yang 

diimplementasikan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  pendayagunaan  zakat,    maka  

sumber‐sumber kekuatan memimpin akan dikaitkan dengan  indikator pene  litian  ‐yang 

telah ditetapkan‐ sebagaimana yang dikemukakan  dalam tabel di bawah ini.  

      Tabel  12: tentang  Sintesis antara  Unsur‐Unsur pada  Sumber‐Sumber Kepemimpinan  dalam Fungsi Kepemimpinan  dengan Indikator Penelitian  

Indikator Sintesis Unsur-Unsur Pada Sumber Kepemimpinan

1 2 3 Efektif Terhadap

Mustahik Dana Zakat

Kekuatan Referensi, Legitimasi,

Memaksa dan Keahlian

Efisien Sumber daya: Ekonomi, Waktu,

Tenaga

Kekuatan Referensi, Legitimasi, Keahlian dan Informasi

1 2 3

Tepat Jumlah Jumah Dana yang ditetapkan

Kekuatan Referensi dan Legitimasi

Perubahan Mustahik

Sosekreg Mustahik

Kekuatan Referensi, Legitimasi, Memaksa, Informasi, Keahlian dan

Penghargaan

Sumber: Hasil Analisis Penulis, (dengan memodifikasi pandangan  

                                                            475J. Salusu, Pengambilan Keputusan Staratejik, (Jakarta: Grasindo, 2006, cet. IX), h.191-

192. 476Soni Yuwono, et.All., Penggunaan Sektor Publik, ( Malang: Bayu Media Publishing,

2005 cet. I ), h. 2. 477Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, (New York: McGraw-Hill, Inc.

1991), h. 480. . 478Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 482.

Page 203: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

               Gary A. Yukl dalam  Mar n),  2008  

 

Tabel  di  atas  menjelaskan  tentang  implementasi  kepemimpinan  terhadap 

indikator  pendayagunaan  zakat.  Kepemimpinan  dianalisis  dengan  mengemukakan 

unsur‐unsur  pada  sumbernya    dan  mengaitkan  dengan  indikator  penelitian  guna 

memunculkan hasil sintesis dari indikator dan unsur‐unsur pada sumber kepemimpinan 

dimaksud.   

a.    Unsur‐Unsur Dalam  Kepemimpinan Untuk Efektifitas Dana Zakat  

  Untuk mengemukakan unsur kepemimpinan  dalam efektifitas dana zakat, maka 

uraian  akan mengacu  pada  unsur‐unsur  yang  terkait  dengan  efektifitasyang meliputi 

unsur :   Kekuatan Referensi, Legitimasi,  Memaksa dan Keahlian . 

        1)  Kekuatan Referensi  

  Kekuatan  referensi mencakup  kekaguman  dan  kesukaan  orang  lain  terhadap 

pemimpin.  Hal  ini  akan  mempengaruhi  kepercayaan  orang  lain  kepada  pemimpin.  

Walaupun  dampaknya  akan    memandang  kepemimpinan  itu  tidak  penting  dan 

membawa  kerusakan dalam kepemimpinan.479  Unsur sumber  kepemimpinan  ini dinilai 

oleh  Schermerhon  dengan  sumber  yang  bersifat  personal  dan  karenanya  ia 

menggolongan sebagai kepemimpinan karismatik.480   Apabila unsur ini dikaitkan dengan 

kepemimpinan  pada  Badan  Amil  Zakat Nasional,    untuk    tingkatan  pelaksana  harian, 

maka telah tertanam nilai‐nilai kepemimpinan jenis ini.  Unsur ini terlihat pada kapasitas 

ketua umum periode II yang  menampilkan sosok kepemimpinan yang mengembangkan  

berdasarkan kepribadian yang ramah, sopan dan membimbing.  Sikap ini yang kemudian 

menjadikan  prototipe   ketua umum  dimaksud,    memberikan    pengaruh kepada  

karyawan Badan Amil Zakat Nasional.481  

  Sebagai  pemimpin karismatik yang lebih menonjolkan kepribadian, ketua umum 

II Badan Amil  Zakat Nasional,    tampaknya  tidak hanya didasarkan pada  kemauan dan  

                                                            479Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 482.

480John R. Schermerhon, JR. Management, h. 322. 481Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Agustus 2008.

Page 204: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

komitmen  dalam    membangun  komunikasi  kepribadian  dengan  karyawan,      tetapi   

faktor‐faktor  lain    turut   berpengaruh    pula. Faktor ini akan  

dikemukakan pada pembahasan lainnya.  

  Dalam  konteks  efektifitas    dana  zakat,  kepemimpinan  karismatik  ini‐  dengan 

meminjam istilah Schermerhon di atas‐, maka kriteria mustahik  menjadi  bahagian titik 

perhatian Badan Amil Zakat Nasional. Hal  ini disebabkan karena: a. Dana  zakat hanya 

diberikan  kepada  pemilik  yang  memenuhi  krieria,  b,  Dorongan  moril  untuk 

menyampaikan  kepada    mereka  yang  memenuhi  kriteria. 482        Argumen  yang 

dikemukakan  ini,    tampaknya  lebih bersifat kepribadian, dan karenanya   penyampaian 

hak‐hak  mustahik  akan  terodorong  dilakukan  oleh    kepemimpinan  yang  berbasis 

karismatik  

        2)  Kekuatan Legi masi  

  Kepemimpinan  dengan  unsur  legitimasi  kekuasaaan  didasarkan  atas 

kemampuan mempengaruhi orang  lain dengan dasar otoritas  yang dimilikinya  karena 

didukung  oleh  perundang‐undangan.483   Apabila  unsur  legitimasi  ini  dikaitkan  dengan 

Badan Amil Zakat  Nasional maka dari sisi yuridis formal terlihat bahwa  UU No. 38/ 1999 

tentang  Pengelolaan  Zakat  telah mengakui  keberadaan  Badan  ini. Dari  sisi  efektifitas 

dana  zakat  kepada mustahik  ditemukan  pada  UU  ini    Pasal  16  ayat  (1) menyatakan 

bahwa  hasil  pengumpulan  zakat  pendayagunaan    untuk  mustahik  sesuai  dengan 

ketentuan  agama;  (2)  Pendayagunaan  hasil  pengumpulan  zakat  didasarkan  skala 

prioritas kebutuhan mustahiq  dan dapat dimanfaatkan untuk usaha yang produktif. 

Dalam  pasal  ini  terdapat  unsur  yang mendukung  gagasan  tentang  efektifitas 

dana  zakat  untuk  mustahik  yaitu  :  peruntukan  zakat  untuk  mustahik  dan  hak‐hak 

mustahik.  Dari  sisi  peruntukan  menunjukkan,  bahwa  muzaki  merupakan  kelompok 

penerima sebagaimana ketentuan agama Islam. Zakat dapat dijadikan sebagai intrumen 

untuk memenuhi  kebutuhan mereka. Dengan  dasar  pemenuhan  kebutuhan mustahik 

maka zakat berpeluang untuk dikembangkan ke dalam dunia bisnis.   

                                                            482Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 Agustus 2008. 483Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 482.

Page 205: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Pasal   lain   yang    berkaitan dengan efek fitas dana zakat, yakni pasal 28 ayat 

(1)  yang menetapkan persyaratan pendayagunaan  zakat. Dalam ayat  ini menghendaki  

perlunya  pendataan dan penelitian kepada mustahik bagi pengelola  

zakat. 

Unsur  legitimasi untuk  efektifitas  dana    zakat dapat dikaitkan  dengan budaya 

organisasi Badan Amil Zakat Nasional, yaitu  sidik, yaitu  “melakukan pekerjaan dengan 

benar dan profesional”.484 Selain itu, unsur legitimasi ini terkait pula   target pengelolaan  

zakat Badan Amil Zakat Nasional yaitu tepat, 485 yang dapat dipahami dengan ketepatan 

sasaran atau mustahik.  

Berkaitan  dengan  efektifitas  dana  zakat  yang  dalam  UU  dimaksud  dan 

selanjutnya dikaitkan dengan budaya serta target organisasi Badan Amil Zakat Nasional 

yang  telah  ditetapkan,  maka  Badan  ini  secara  rinci  telah  menetapkan  prosedural 

penerimaan  bagi mustahik sebagaimana yang dikemukakan pada unsur keahlian.   

        3)  Kekuatan Memaksa   

  Pemaksaan    dalam  kepemimpinan    dapat  dilakukan  oleh  pemimpin  dengan 

memberikan ancaman agar secara psikologis dapat   menimbulkan efek ketaatan kepada 

yang bersangkutan atau kepada orang  lain dalam suatu organisasi.486  Apabila kekuatan 

memaksa  ini  dikaitkan  dengan  Badan  Amil  Zakat  Nasional,   maka    hanya  ditujukan  

secara  psikologis  kepada  karyawan.  Sebagai  diketahui  bahwa    kepatuhan  karyawan 

dalam menjalankan tugas‐tugas mereka, disebabkan oleh berbagai faktor. Namun dalam 

konteks  ini, maka pemaksaan dipandang memiliki pengaruh terhadap pelaksanaa tugas 

mereka.  

  Pandangan  ini didasarkan pada dua argumen yaitu  : dilihat dari sisi  rekrutmen 

calon karyawan,  tampaknya dilakukan   dengan prosedur yang ketat.   b. Terbukti  telah 

dilakukan  pemecatan  pada  seorang  karyawan  yang  dipandang  telah  melakukan 

                                                            484Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 19.

485Target pengelolaan zakat Badan Amil Zakat Nasional “memberikan pelayanan kepada

mustahik untuk mendapatkan haknya secara cepat, tepat dan berdaya guna.” Annual Report 2006, h. 25.

486 John R. Schermerhon, JR. Management, h. 322.

Page 206: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

pelanggaran.487  Untuk aspek pemecatan, walaupun penyebabnya tidak terkait langsung 

dengan  masalah  penyampaian  dana  zakat  kepada  mustahik, 488  namun  efek  yang 

ditimbulkannya akan berpengaruh bagi karyawan  lainnya dalam   melaksanakan  tugas‐

tugas mereka.  

  Dilihat dari sisi sumber pengaruh hukuman, maka pengaruh itu bersumber dari 

internal  dan  eksternal.  Hal  yang  bersifat  internal    yaitu  kemampuan  psikologis  bagi 

karyawan untuk menepati  ”janji‐janji”  prestasi mereka ketika mengikuti tes  rekrutmen 

karyawan, sedang eksternal adalah, kemampuan psikologis mereka melihat penegakan 

disiplin organisasi melalui pemecatan.  

        4) Kekuatan Keahlian   

Kekuatan  keahlian  dimaksudkan  sebagai  kapasitas  pengetahuan  yang  dimiliki 

oleh  pemimpin dalam mengembangkan  suatu organsasi.489  Badan Amil Zakat Nasional 

memiliki  keahlian  untuk  memastikan  dana  zakat  dapat  secara  efektif  diterima  oleh 

mustahik.  Upaya  yang  dilakukan  adalah  prosedur  penerimaan  calon  mustahik  dan 

prosedur  penyerahaan  dana  zakat.  Kedua  hal  ini  telah    diuraikan  pada  pembahasan 

kriteria  pada  sub bab mustahik sebagai sasaran sumber ekonomi.   

  Berkaitan  dengan  unsur  keahlian,  dalam  kaitan  dengan  prosedur  dan 

penyerahan  kepada    dana  zakat  kepada  mustahik,  maka  ia  mengandung  dimensi 

manajemen. Walaupun demikian, dari  sisi dimensi  teologis mengenai  zakat  turut pula 

merupakan  bagian  dari    keahlian  yang mempengaruhi  unsur‐unsur  dimakasud  dalam 

kepemimpinan  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional.  Dimensi  ini,  kemudian  

diinternasiliasikan sebagai budaya organisasi.   

  Konsep amanah, diartikan “...sebagai suatu komitmen sekaligus kemauan untuk  

menjalankan   pekerjaan   dan   mengemban  tanggungjawab sesuai dengan  

deskripsi    kerja maupun  kesepakatan   dengan pemberi kerja....”490   Bagi Badan  

                                                            487 Wawancara Pribadi Broto Santoso, Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya

Manusia Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 4 Mei 2007. 488 Wawancara Pribadi Broto Santoso, Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya

Manusia Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 4 Mei 2007. 489John R. Schermerhon, JR. Management, h. 322.

490 Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Peran Pembiyaan Syari’ah dalam Pembangunan

Pertanian di Indonesia.” h. 55.

Page 207: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Amil  Zakat  Nasional  sifat  amanah,  yang  merupkan  salah  satu  budaya  organisasi 

dipahami  dengan  ”sifaf  jujur  dan  dapat  dipercaya”491    Dengan  demikian,    penetapan 

kriteria  dan  prosedur  penerimaan  serta  penyerahan  zakat  kepada  mustahik  hemat 

penulis  merupakan  bagian  dari  unsur  keahlian  dalam    aspek  kepemimpinan  yang  

mengembangkan efektifitas dana zakat    

b.    Unsur‐Unsur  Dalam  Kepemimpinan Untuk Efisiensi Dana Zakat  

Untuk mengemukakan unsur kepemimpinan  dalam efektifitas dana zakat, maka 

uraian  akan mengacu  pada  unsur‐unsur  yang  terkait  dengan  efektifitas  yang meliputi 

unsur‐unsur kekuatan referensi,  legitimasi,  keahlian dan informasi   

         1)  Kekuatan Referensi  

  Kekuatan  referensi  atau  karismatik dalam      kepemimpinan   Badan Amil  Zakat 

Nasional, yang dikembangkan oleh Ketua Umum pada perode II,   yang secara personal, 

sebagaimana dikemukakan dalam pembahasan tentang efektifitas dana zakat, maka hal 

itu  juga berlaku pada unsur   efisiensi dana zakat. Dalam hal  ini unsur efisiensi  terlihat 

pada    penetapan  prosentase  dana  zakat  pada    fungsi  pengorganisasian,  terciptanya 

kesepakatan di kalangan amil yang secara ikhlas  untuk tidak menerima dana zakat yang 

merupakan hak mereka   sebagai amil.   

          2) Kekuatan Legi masi  

Unsur  ini dilihat dari  sisi budaya organisasi  yang ditetapkan Badan Amil Zakat 

Nasional     maka  relevan  dengan  sidik  yaitu  “melakukan pekerjaan dengan  benar dan 

profesional”.492  Melakukan  pekerjaan  dengan  benar  Shiddîq,  oleh  Didin  Hafidhuddin 

dipahami  sebagai  .kemampuan pemimpin untuk bertindak dengan benar dengan  cara 

yang benar. Suatu  tindakan yang benar  tidak akan memberikan manfaat yang optimal 

bila  tidak  dilakukan  dengan  cara  yang  benar....”493 Tampaknya,    konsep  sidik  di  atas, 

masih  sangat  abstrak  jika  dikaitkan  dengan  efisiensi    sebagai  salah  satu  indikator 

pendayagunaan    dana  zakat.      Karena  itu,  kekuatan  legitimasi  sebagai  unsur 

                                                            491Badan Amil Zakat Nasional , Annual Report 2006, h. 19. 492Badan Amil Zakat Nasional , Annual Report 2006, h. 19.

493Pandangannya ini didasarkan atas pemahaman hadis Nabi ’alaykum bi al-shidqi fainna al-shidqa yahdî ilâ al-birri. Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Peran Pembiyaan Syari’ah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia.” h. 53.

Page 208: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kepemimpinan,  tidak  dapat  menjelaskan  secara  rinci  tentang  kaitan  antara  efisiensi 

dengan konsep sidik di  atas.  

Dengan    demikian      diperlukan    unsur    lain  untuk menjelaskan    secara  rinci  

mengenai    konsep    sidik      yang    dikaitkan    dengan    unsur    efiensi    dalam    indikator  

penelitian ini.    

         3)  Kekuatan Keahlian  

  Sebagaimana dikemukakan pada pembahasan sebelum ini,  bahwa konsep sidik 

sebagai salah satu budaya organisasi Badan Amil Zakat Nasional dikaitkan dengan unsur 

legitimasi  dalam  kepemimpinan,  masih  bersifat  abstrak,  sehingga  tidak  ditemukan 

rincian  pemahaman  jika  dikaitkan  dengan  efisiensi  dana  zakat.    Karena  itu,  unsur 

keahlian sangat terkait dengan penjelasan secara rinci  dengan konsep sidik tersebut.     

  Unsur  efisiensi  yang  dimaksud  di  sini  lebih mengandung  sistem  penggunaan 

sumber daya organisasi. Pandangan ini didasarkan implementasi efisiensi yang dilakukan 

Badan Amil Zakat Nasional    terlihat pada  : Pertama,   Badan Amil Zakat Nasional  telah 

menetapkan prosentase pendayagunaan dana zakat, Kedua,     pemilihan program kerja 

yang dapat memberikan dampak kepada mustahik dengan menerapkan unsur efisiensi. 

Ketiga, penerapan unsur ini dalam bentuk kemitraan organisasi.     

  Ketiga  argumen  di  atas,  dipandang  sebagai  suatu  sistem  karena  tidak  hanya 

diterapkan  dalam  suatu  tahapan  tertentu  untuk  pendayagunaan  zakat,  tetapi  hal  itu  

menjadi  bagian  dari  pelaksanaan  pendayagunaan  zakat  secara  keseluruhan.    Sebagai 

unsur  keahlian,  unsur  efisiensi  sebagai  suatu  sistem  tidak  hanya  dipengaruhi  oleh 

kemampuan kepemimpinan yang berdimensi manajemen, tetapi  juga dipengaruhi oleh 

unsur “melakukan pekerjaan benar” yang dipandang berdimensi moril.   

  Dimensi manajemen dan moril yang dipahami dari pengembangan  konsep sidik, 

mencerminkan Badan Amil Zakat sebagai lembaga keagamaan (Islam). Sebagai lembaga 

keagamaan (Islam), maka ajaran Islam     yang melarang tabzîr yakni pemborosan,  telah 

terimplementasi pada aspek kepemimpinan dan menjadi menjadi unsur efisiensi sebagai 

sistem kerja.  

  Kedua dimensi di  atas,  terpolakan  secara  terpadu, dan  karenanya  tidak dapat 

dipisahkan dengan lainnya. Dengan kata  lain, untuk menerapkan unsur efisiensi sebagai 

Page 209: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

sistem kerja, tidak dapat terwujud hanya dengan mengedepankan dimensi manajemen 

dan mengesampingkan dimensi moril, demikian juga sebaliknya.  

Berkaitan dengan penerapan unsur efisiensi dalam bentuk kemitraan termasuk 

di  dalamnya  tentang  pola  sinergi  yang  dibangun    Badan  Amil  Zakat Nasional  dengan 

lembaga  zakat  seperti Dompet Dhuafa  (DD)    sebagaimana  dikemukakan  pada  bab  III 

tentang sinergi antar  lembaga amil zakat dan merupakan bentuk sinergi yang pertama.   

Menurut  data  diperoleh  –sebagai  dikemukakan  pada  uraian  dimaksud‐  sinergi  ini 

didasarkan  pada  dua  pertimbangan  yakni  kesamaan  fungsional  kelembagaan  dan 

pengembangan manajemen.494  

Sinergi Badan Amil Zakat Nasional dengan Lembaga ini, telah menuai perbedaan 

pandangan  di  kalangan  tertentu.  Perbedaan  pandangan  itu  menjadikan  Badan  Amil 

Zakat  Nasional  tidak  dapat memperpanjang  kembali masa  kemitraan. Menurut  data 

perpanjangan kemitraan tidak dapat dilaksanakan lagi didasarkan atas alasan non teknis 

yang  dikemukakan  oleh  kelangan  tertentu, 495  dan  ‐konfirmasi  penulis  kepada‐ 

dibenarkan oleh mantan Direktur Pengembangan  

 

 

Zakat  dan  Wakaf  Depag.  Upaya  untuk  tidak  memperpanjang  kemitraan  dimaksud, 

merupakan jalan keluar untuk meredam kontraproduktif dari kalangan tertentu.496   

Dari uraian tentang kasus  kemitraan di atas terlihat unsur efisiensi dengan tidak 

memperpanjang masa kemitraan dimaksud, sebab sangat dihawatirkan akan membawa 

“permasalahan baru” jika dilakukan kebijakan memperpanjang kemitraan.   

                                                            494 Kerjasama ini berlangsung setahun, sejak 20 September 2006 dan hasilnya akan

dilakukan evaluasi oleh kedua belah pihak. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007; Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006), h. 54.

495Pemutusan itu karena adanya faktor non teknis yang dikemukakan oleh orang yang tidak setuju di luar Dompet Dhuafa. Wawancara Pribadi Didin Hafidhuddin Ma’turidi, Ketua Umum Pengurus Harian Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, Bogor, 29 September 2008.

496Wawancara Pribadi Tulus, Mantan Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag RI, Jakarta, 20 Oktober 2008.

Page 210: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Namun  demikian,    kemitraan  yang  dibangun  oleh  Badan Amil  Zakat Nasional 

dan Dompet Dhuafa‐  terutama  dalam  posisi  sebagai  lembaga  amil  zakat  nasional‐  di 

atas,      selain  mendatangkan  manfaat  pada  satu    namun  pada  sisi  yang  lain  

mendatangkan kerugian bagi Badan Amil Zakat Nasional. Dari sisi manfaat adalah, Badan 

Amil  Zakat Nasional  sebagai  pendatang  baru  dalam  kancah  perzakatan  nasional  yang 

tentu  saja  secara  sosiologis  belum  banyak  dikenal  oleh  masyarakat,  namun  dengan 

konsep  kemitraan  ini  akan  mempercepat  sosialisasi  dan  kepercayaan    masyarakat 

khsusunya muzaki‐ karena kelahiran Dompet Dhuafa 1993 lebih awal dibanding dengan 

badan ini‐.   

Dari  sisi  kerugian  yang  diakibatkan  oleh  kemitraan  di  atas  yakni menyangkut 

aspek moril. Hal  ini bisa dipahami karena Badan Amil Zakat Nasional  sebagai  lembaga 

yang  dibentuk  oleh  surat  keputusan  Presiden  bermitra  dengan  lembaga  yang 

merupakan  lembaga  swasta. Kondisi  ini memberikan dampak negatif bagi Badan Amil 

Zakat Nasional karena memberikan kesan bahwa tingkat kemandirian Badan Amil Zakat 

Nasional sebagai lembaga yang dibentuk pemerintah sangat rendah.   

Kesimpulan di atas diperkuat dengan pengamatan penulis yang oleh Badan Amil 

Zakat Nasional menempatkan  sebahagian  pegawai  Dompet  Dhuafa    di  Kantor  Badan 

Amil Nasional. Menurut penulis dasar pertimbangan yang menjadi dasar kemitraan  ini 

tidak  tepat  sebagaimana  dikemukakan  sebelumnya  ‐yakni  kesamaan  fungsional 

kelembagaan  dan  pengembangan  manajemen‐  sebab  argumen  ini  dari  sisi  efiesinsi 

dapat  saja  diterima  namun  dari  sisi  etika  kelembagaan  tidak  dapat  diterima.  Hemat 

penulis,  perbedaan  karakteristik  kedua  lembaga  “pemerintah  dan  non    pemerintah” 

seharusnya  oleh  pengurus  Badan  Amil  Zakat  Nasional  disikapi  dengan  melahirkan  

perbedaan strategi  pengembangan.   

        3)  Kekuatan Informasi    

           Kekuatan   informasi   mengandung   arti   kemampuan   pemimpin    untuk  

mengakses  informasi  yang  penting  untuk    mendukung  kepentingan    institusi. 497  

Informasi  yang  diakses  merupakan  suatu  data  yang  dapat  menjadi  acuan  dalam 

pengemabilan keputusan  institusi. Menurut, Martin, kedudukan  informasi dalam suatu 

institusi,  akan  mempengaruhi  kualitas  suatu  keputusan  dilaksanakan  atau  tidak 

                                                            497Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 482.

Page 211: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dilaksanakan.498  Menurut Davis  informasi bagi       pemimpin     berkaitan dengan  laporan 

tetap,  permintaan  informasi  khusus,    analisis  khusus,  laporan  khusus,  membantu  

memahami peluang dan mengalisis suatu pengambilan keputusan499  

  Pentingnya  kekuatan  informasi  dalam  mendukung  efisiensi  dana  zakat 

mengandung  arti  bahwa    pemimpin  memanfaatkan  sarana  informasi  dan  bermitra 

dengan  sumber  informasi,  sebagai  unsur  dalam  mendukung  efisiensi    dana  zakat.  

Pertama,  sarana informasi. Dari sisi sarana informasi, terlihat pada penggunaan fasilitas 

komputer untuk mendukung kelancaraan administrasi pada satu dan penggunaan   

  Penggunaan  fasilitas  informasi baik  telepon, hand phone dan  faks,   yang  telah 

menjadi  bagian  pengelolaan  lembaga  pada  era  kontemporer,  oleh  Badan  Amil  Zakat 

dijadikan sebagai moment untuk mendayagunakan dana zakat agar dapat  lebih efisien. 

Hal  ini dapat dilihat dari  sisi pendayagunaan dana  zakat kepada mustahik melalui  jasa 

perbankan.  Penggunaan  jasa  perbankan  dalam mentransfer  dana  zakat  serta  sarana 

komuinikasi  lainnya  seperti hand phone,  fax  kepada mitra Badan Amil  Zakat Nasional 

dipandang efisien baik dari sisi biaya dan waktu.  Efisiensi terjadi tidak hanya bagi Badan 

Amil Zakat Nasional  melainkan juga pada mitra Badan Amil Zakat Nasional.  

   Dilihat  dari  sisi   fungsi   Badan   Amil   Zakat   Nasional yang  memiliki  

wilayah    pendayagunan  zakat  seluruh  Indonesia, maka  penggunaan  sarana  informasi 

seperti dikemukakan di atas merupakan suatu keniscayaan dalam mendukung efisiensi 

dana  zakat.    Sebagai    tergambar  dalam  pelaksanaan    pendayagunaan  zakat,  dapat 

dinyatakan  bahwa  program  yang  bersifat  kemanusiaan  khususnya  bencana  memiliki 

karakteristik yang sangat berbeda dengan progam lainnya.    

  Jenis program  kemanusiaan  khususnya  “bencana  “ memiliki  karakteristik  yang 

sifatnya  sporadis  yang  membutuhkan  penanganan  segera,  yang  berbeda  dengan 

program    lainnya. Hal  ini  tidak berarti bahwa program  lain tidak membutuhkan sarana 

informasi  dalam    efisiensi  dana  zakat,  tetapi  dengan  karakteristik  yang  dimiliki  oleh 

program kemanusiaan, maka memberikan gambaran betapa sarana  informasi yang ada 

dapat  membantu  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dari  sisi  waktu  (mempercepat)    dan  

menghemat pembiayaan dan  menyusun program  yang bersifat solutif kepada  korban.  

                                                            498Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 482.

499 Gordon B. Davis, Manajement Information Systems, diterjemahkan Andrean S. Adiwardana, Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: Pustaka Binaman Presindo, 1993), h. 13.

Page 212: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Kedua, kemitraan dengan  sumber  informasi.   Badan Amil Zakat Nasional  telah 

mengakses pada sumber  informasi dalam arti memanfataakan sumber  informasi untuk 

mendukung  efiesiensi dana  zakat.    Sumber  informasi   berupa  lembaga  yang bermitra 

dengan Badan Amil Zakat Nasional baik dalam mitra sebagai unit penyalur zakat  (UPZ) 

dengan  jumlah 10 unit,   yang kesemuanya merupakan  lembaga sosial maupun dengan 

sumber  informasi   dari  lembaga formal seperti Departmen Pendidikan Nasional melalui 

program  satu  sarjana  satu  keluarga  dengan  melibatkan  sejumlah  perguruan  tunggi 

negeri dan  swasta ”pilihan”500 dan Departemen Dalam Negeri, melalui program bedah 

kampung.501    Kekuatan  membangun  mitra  dengan  sumber  informasi  baik  institusi 

pemerintah maupun  sosial,      dalam mendukung  efisiensi  pendayagunaan  dana  zakat 

memiliki implikasi bahwa pendayagunaan zakat tidak dapat dilaksanakan dengan hanya 

mengandalkan kemampuan  lembaga internal  Badan Amil Zakat Nasional pada satu sisi, 

tetapi  secara  eksternal   memperluas  ranah  zakat  sebagai bagian   dari  

tanggungjawab bagi institusi lainnya.   

c  Unsur‐Unsur Dalam  Kepemimpinan untuk Tepat Waktu Penerimaan Dana Zakat Pada 

Mustahik  

Untuk mengemukakan   unsur‐unsur    dalam kepemimpinan  tentang tepat  

waktu  penerimaan  dana  zakat   (TWPDZ)    pada   mustahik   maka  uraian akan  

mengacu pada unsur kekuatan Referensi  dan legitimasi  

        1)  Kekuatan Referensi   

  Sebagaimana   diuraikan pada pembahasan yang  lalu bahwa kekuatan referensi 

sebagai  salah  satu unsur   bagi kepemimpinan, dipahami  sebagai karismatik, dan pada 

uraian  sebelumnya  juga  dinyatakan  bahwa  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

mengembangkan  kepemimpian  karismatik  yang  bersumber  dari  ketua  umum  pada 

periode  II. Tampaknya, untuk unsur TWPDZ    terlihat pada  komitmen pengurus Badan 

Amil  Zakat Nasional untuk mendayagunakan dana  zakat dalam waktu  satu  tahun dan 

harus habis dari kas.502  

                                                            500News BAZNAS, edisi Dzulhijjah1428 H, h, 8,

501Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 53. 502Wawancara Pribadi, Budi Setiawan, Staf Divisi Progam Pelaksana Harian BAZNAS,

Jakarta, 14 Pebruari 2008.

Page 213: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

  Komitmen  atau  kesepakatan    di  atas  dapat  dinyatakan  dengan  konsep  dana 

habis dalam  setahun. Apabila  kesepakatan  ini  dilihat dari    sisi  ekonomi menunjukkan 

bahwa  terdapat  keinginan  agar  dana  zakat  dapat memberikan  upaya  nilai  ekonomis 

kepada mustahik secepatnya. Dengan demikian, tenggang waktu satu tahun merupakan 

batas maksimal dana zakat berada pada Badan Amil Zakat Nasional.  

       2)  Kekuatan Legi masi   

  Kekuatan legitimasi  dalam unsur  TWDZ  terlihat pada target pengelolaan  

zakat Badan Amil Zakat Nasional dengan   menetapkan unsur cepat dan tepat.503 Kedua 

unsur dalam target ini “cepat dan tepat” mengandung arti bahwa zakat harus sampai di 

tangan  mustahik  dengan  mengembangkan  pengelolaan  yang  cepat  dan  tepat  dan 

dilaksanakan secara terpadu.    

d.     Unsur‐Unsur Dalam   Kepemimpinan Untuk Tepat  Jumlah Penerimaan Dana  Zakat 

Pada Mustahik  

Untuk mengemukakan unsur kepemimpinan   dalam  tepat  jumlah pemerimaan 

dana  zakat pada mustahik, maka uraian akan mengacu pada unsur‐unsur yang  terkait 

dengan  tepat  jumlah  penerimaan  dana,  yang meliputi  unsur  kekuatan  referensi    dan 

legitimasi 

        1)  Kekuatan  referensi  

Sebagaimana   diuraikan pada pembahasan yang  lalu bahwa kekuatan referensi 

sebagai  salah  satu unsur   bagi kepemimpinan, dipahami  sebagai karismatik, dan pada 

uraian  sebelumnya  juga  dinyatakan  bahwa  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

mengembangkan  kepemimpian  karismatik  yang  bersumber  dari  ketua  umum  pada 

periode  II. Tampaknya, kekuatan  referensi untuk  tepat  jumlah penerimaan dana zakat 

pada mustahik    terlihat  pada  komitmen  pengurus  Badan  Amil  Zakat  Nasional  untuk 

mempergunakan  akad  penerimaan.  Akad  berfungsi  untuk  memastikan  bahwa  dana 

zakat  telah  diterima  oleh mustahik  sesuai  dengan  jumlah  yang  telah  disetujui  Badan 

                                                            503Target pengelolaan zakat Badan Amil Zakat Nasional “memberikan pelayanan kepada

mustahik untuk mendapatkan haknya secara cepat, tepat dan berdaya guna.” Annual Report 2006, h. 25.

Page 214: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Amil  Zakat Nasional.504 Secara umum  akad  ini menjelaskan  tentang  jumlah uang  yang 

diterima,  waktu  penyerahan,  penerima  dan  yang  menyerahkan  serta  tujuan 

penerimaan.505      

Memperhatikan materi  yang  dijelaskan  dalam  akad  itu, menunjukkan  bahwa 

terdapat komitmen bagi pengurus Badan Amil Zakat Nasional untuk memastikan bahwa 

dana zakat telah diterima secara utuh oleh mustahik. Dimensi moril dalam mewejudkan 

komitmen  ini  sangat  kental.  Denga  demikian,.      Dapat  dinyataan  bahwa  dalam 

pelaksanaannya sangat terkait dengan kepribadian pelakunya. Dari pandangan ini dapat 

dinyatakan  bahwa  unsur  referensi  turut  berpengaruh  dalam  mendorong  ketepatan 

jumlah dana yang diterma mustahik      

        2)  Kekuatan legi masi  

Kekuatan  legitimasi  dalam  unsur  tepat  jumlah  penerimaan  dana  zakat  pada 

mustahik  terlihat  pada  target  pengelolaan  zakat  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dengan  

menetapkan unsur cepat dan  tepat.506 Kedua unsur dalam  target  ini “cepat dan  tepat” 

mengandung  arti  bahwa  zakat  harus  sampai  di  tangan  mustahik  dengan 

mengembangkan pengelolaan yang  cepat dan  tepat dan dilaksanakan  secara  terpadu. 

Unsur tepat  mengandung arti bahwa ketepatan dalam jumlah, yakni jumlah dana yang 

disetujui  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasonal,  harus  dipastikan  sampai  dengan  tepat  di 

tangan mustahik.  

Pembuktian tentang ketepatan jumlah dana zakat  yang diterima oleh mustahik 

dengan  jumlah dana yang disetujui oleh   badan Amil Zakat Nasional dibuktikan dengan 

kuintasi akad  yang  telah ditandatangani oleh  kedua belah pihak, mustahik dan Badan 

Amil Zakat Nasional atau kelompok mitra   

e.  Unsur‐Unsur  Dalam Kepemimpinan Untuk Perubahan Mstahik  

Untuk mengemukakan unsur kepemimpinan   dalam perubahan mustahik maka 

uraian  meliputi  unsur‐unsur  kekuatan  referensi,    legitimasi,    memaksa,  informasi,  

                                                            504Wawancara Pribadi, Budi Setiawan, Staf Divisi Progam Pelaksana Harian BAZNAS,

Jakarta, 14 Pebruari 2008. 505Wawancara Pribadi, Budi Setiawan, Staf Divisi Progam Pelaksana Harian BAZNAS,

Jakarta, 14 Pebruari 2008. 506Target pengelolaan zakat Badan Amil Zakat Nasional “memberikan pelayanan kepada

mustahik untuk mendapatkan haknya secara cepat, tepat dan berdaya guna.” Annual Report 2006, h. 25.

Page 215: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

keahlian  dan penghargaan.   Unsur‐unsur dimaksud  akan  dikaitkan dengan  perubahan 

pada mustahik dalam arti baik sosial, ekonomi, religius yang dikenal dengan sosekreg.     

        1)  Kekuatan Referensi   

Sebagaimana   diuraikan pada pembahasan yang  lalu bahwa kekuatan referensi 

sebagai  salah  satu unsur   bagi kepemimpinan, dipahami  sebagai karismatik, dan pada 

uraian  sebelumnya  juga  dinyatakan  bahwa  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

mengembangkan  kepemimpian  karismatik  yang  bersumber  dari  ketua  umum  pada 

periode  II.  Tampaknya,  kekuatan  referensi  ini  dalam melakukan  perubahan  sikap dan 

ketersediaan peluang kerja  bagi mustahik, terlihat pada berbagai gagasan yang dimuat 

dalam  News  BAZNAS  yang  menyatakan  bahwa  zakat  tidak  hanya  berdimensi  pada 

fiqhiyah  dan  hukum  tetapi  juga  berada  dalam  dimensi  kemanusiaan  secara  luas  dan 

menyeluruh. Menurutnya,   dengan zakat maka akan meminimalisir persoalan kemiskian 

dan  berpotensi  untuk  meningkatkan  kesejahteraan  serta  dalam  mensilaturrahmikan   

antara  kelompok     kaya  dan  kelompok  miskin.     Untuk mencapai  pengelolaan  zakat 

dengan fungsi demikian, dapat terwujud  jika  zakat dikelola dengan amanah.507    

  Dari  gagasan  Ketua  Umum  periode  II  BAZNAS  di  atas,  terlihat  bahwa    ia 

mempertegas    fungsi  zakat  ke  dimensi  kemanusiaan  dalam  arti  yang  lebih  luas.  Ini 

berarti tidak hanya pada masalah kemiskinan, tetapi terkait dengan perubahan pola pikir 

sebagai unsur yang mendasar bagi aspek kemanusiaan.   

  Perubahan  pola pikir yang akan dibangun oleh zakat menurut pandangan ketua 

umum  di  atas,  mencakup  menjadikan  zakat  sebagai  sarana  silaturrahim.  Sarana  ini 

penting  untuk  menumbuhkan  keharmonisan  dan  kepedulian  antar  sesama.  Namun 

demikian,  gagasan‐gagasan  itu,  tidak  akan  berwujud  ketika  pengelolaan  zakat  tidak 

dilaksanakan dengan  sikap amanah.   Hemat penulis  zakat dengan  fungsi kemanusiaan 

dalam arti luas dan  menjadikannya sebaga sarana silaturahim, pada satu sisi  serta sikap 

amanah   bagi pengelola zakat pada  sisi  lain,   menunjukkan bahwa betapa zakat harus 

dilihat sebagai persoalan kemanusiaan.   

Berkaitan dengan amanah sebagai prasyarat bagi pengelola zakat yang dipahami 

sebagai  istilah  agama    (Islam)  telah  menjadi  unsur  penting  dalam  mengembangkan 

kepemimpinan dalam pengelolaan zakat.  

                                                            507News BAZNAS, Edisi Muharran 1429 H, h. 3.

Page 216: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Amanah  dalam  konteks  kepemimpinan  dapat  dikembangkan  dalam  aspek 

pendayagunaan  zakat.  Dalam  perspektif  perubahan mustahik,    pengelola  zakat  yang 

amanah  akan memberikan  zakat  kepada mustahik dengan memperhitungkan dampak 

yang diterima oleh  mereka dari zakat. sebaliknya, pengelola zakat yang kurang amanah, 

berpeluang  untuk menciptakan  dampak  dari  tindakannya  untuk merugikan mustahik 

dan citra kelembagaan.508   

    Dengan memperhatikan uraian di atas yang menekankan pada gagasan ketua 

umum periode  II BAZNAS,  yang mendorong  terciptanya  rasa empati  kepada mustahik 

sebagai persoalan kemanusiaan serta mendorong sikap amanah sebagai prasyarat bagi 

pengelola  zakat  untuk mewujudkan  zakat  sebagai  sarana  silaturrahim,   maka  dengan 

mengaitkan pandangan Schermerhorn, bahwa karismatik dalam kepemimpinan memiliki 

karakteristik  pada  pengembangan  gagasan‐gagasan    visioner,  inspiratif  dan  memiliki 

kualitas  pemberdayaan, 509    gagasan  yang  dibangun  oleh  ketua  umum  periode  II  

dimaksud dapat dikategorikan ke dalam kepemimpinan karismatik.  

        2)  Kekuatan Legitimasi   

  Kekuatan  legitimasi  terait  dengan  perubahan    sikap  dan  peluang  kerja  bagi 

mustahik yang dikembangkan dalam kepemimpinan Badan Amil Zakat Nasional terlihat 

pada dua sumber yuridis. Pertama, UU No. 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat psl 5.510 

Dengan pasal ini memerikan pandangan bahwa  tujuan pengelolaan zakat  dimaksudkan 

untuk  peningkatan  fungsi  dan  peranan  pranata  keagamaan  termasuk  dalam  hal  ini 

Badan  Amil  Zakat  Nasional,  agar  mendorong  pendayagunaan  zakat  ke  arah  upaya 

pengembangan  sosial  ekonomi  dan  religus  (sosekreg)  mustahik  sebagai  bagian 

mengantar mereka mencapai kesejahteraan.    

Kedua, unsur Fatânah sebagai budaya kerja lembaga Badan Amil Zakat Nasional. 

Fatânah mengandung arti pemberdayaan yang kreatif, efektif dan bermanfaat ganda.511  

Fatânah  dipahami  sebagai  sesuatu  yang  “...terkait  dengan  kecerdasan  dan  keahlian 

tertentu....”  Bagi  Didin  Hafidhuddin,  kasus  Nabi  Yusuf  berhasil  menyelesaikan 

                                                            508 Pandangan ini didasarkan atas pernyataan Didin bahwa tindakan kurang amanah

cenderung merugikan orang lain. Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Peran Pembiyaan Syari’ah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia.” h. 55.

509John R. Schermerhon, JR. Management, h. 324. 510UU No. 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 5 tujuan pengelolaan zakat, yakni

peningkatan fungsi dan peranana pranata keagamaan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial

511Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 17.

Page 217: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

problematika pangan  yang melanda penduduk Mesir  sebagaimana  yang dikemukakan 

dalam  QS.  Yusuf  [12]:  55  merupakan  contoh  dari  implementasi  sikap  fatânah.512 

Kehadiran  Yusuf  dalam  konteks  ini  dipandang  sebagai  pemecah  masalah      atas 

kehidupan sosial ekonomi masyarakat.  

Dalam  konteks  ini,  kepemimpinan  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dapat 

menciptakan  kondisi  kelembagaan  yang mendukung  fungsi  pemecah masalah.  Yakni 

memahami  dan  merumuskan  fungsi  kelembagaan  serta  program  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  yang  terkait  dengan  pemecahan  masalah  terhadap  berbagai  problematika 

kehidupan mustahik.  

3) Kekuatan  Memaksa   

Berkaitan  dengan  kekuatan memaksa  sebagai  unsur  kepemimpinan  dikaitkan 

dengan    perubahan  mustahik,  maka  tidak  ditemukan  data  yang  secara  langsung 

berkaitan dengan perwujudan unsur  ini dalam  kepemimpinan  yang berkembang pada 

Badan Amil Zakat Nasional   Namun demikian, terdapat suatu informasi yakni kasus yang 

tidak secara  langsung berkaitan dengan pembahasan  ini tetapi memiliki   pengaruh  jera 

kepada karyawan dan mitra maupun  jaringan pada unit pengumpul zakat  (UPZ) Badan 

Amil Zakat Nasional.  

Menurut Keputusan Dirjend. Bimas Islam dan Urusan Haji No. D/291 tahun 2000 

Bab IV tentang pembentukan UPZ pasal 9 Badan Amil Zakat Nasional dapat membentuk 

UPZ.   Menurut data hingga  tahun 2005  terbentuk 75 uit pengumpul  zakat  (UPZ) yang 

tersebar  di  dalam  negeri  maupun  di  laur  negeri.513 Pembentukanm  UPZ  diatur  lebh 

lanjut dalam  buku pembentukan UPZ yang diterbitkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  

                                                            512 Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Peran Pembiyaan Syari’ah dalam Pembangunan

Pertanian di Indonesia.” h. 55 QS. Yusuf /12: 55 قال اجعلني على خزائن األرض إني حفيظ عليم

“Berkata Yusuf: "Jadikanlah Aku bendaharawan negara (Mesir); Sesungguhnya Aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan."Menurut Ayat ini mengimpormasikan prilaku Yusuf yang memohon kepada raja untuk menduduki jabatan bendaharawan negara. Sebuah jabatan yang secara fungsional mengatur lalu lintas pemanfaatan dan pengeluran keuangan negara. Terlebih lagi pada saat Mesir ditimpa musim krisis ekonomi yang berkepanjangan selama 7 tahun. Peranan Yusuf dalam jabatan tersebut sangat berpengaruh dalam menyediakan bahan logistik masyakat Mesir. Al-Thabâthabâ’ī Muhammad Husain, Tafsīr al-Mizân, Jilid XI, (Teheran: Dâr al-Kutub al-Isâmiyah, 1397 H), h. 201.

513Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 57.

Page 218: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Berkaitan  dengan  kekuasaan    pemaksanaan  sebagai  salah  satu  unsur 

kepemimpinan, maka Badan Amil Zakat Nasional  telah memberhentikan UPZ  tertentu 

dengan alasan tidak disiplin.514  Istilah tidak disiplin terkait dengan penegakan   hak   dan    

kewajiban   kedua  belah   pihak  yakni Badan Amil Zakat Nasional dan UPZ.515    

Dari  uraian mengenai  kasus  di  atas,  dapat  dinyatakan walaupun  tidak  terkait 

langsung  dengan  upaya  perubahan  mustahik  sebagai  sasaran  zakat,  akan  tetapi  

memiliki    keterkaitan  secara  tidak  langsung.  Sebagaimana  dikemukakan  bahwa  UPZ 

mempunyai  hak    untuk  memperoleh  dana  zakat  sebagai  amil  dan  kewajiban 

menyampaikan zakat kepada Badan Amil Zakat Nasional dengan demikian, UPZ secara 

substantif mengembangkan misi  Badan  Amil  Zakat  Nasional.  Dengan  pandangan  ini,  

kiranya kemampuan pengurus untuk melakukan  tindakan     pemaksaan    terhadap UPZ 

dimaksud,  merupakan wujud kepemimpinan  

yang berbasis unsur pemaksaan.  

        4)  Kekuatan Informasi 

    Sebagaimana  telah  diuraikan  sebelumnya  bahwa  informasi  memberikan 

landasan  bagi  pemimpin  untuk  pengambilan  keputusan.  Kekuatan  informasi,  sebagai 

salah  unsur  kepemimpinan,  dalam  konteks  perubahan  mustahik,  terlihat  pada  

kemampuan pengurus Badan Amil Zakat untuk merespon perilaku mustahik.   

    Menurut  hasil  penelitian  yang    dilakukan  Marzani  terkait  dengan  perilaku 

mustahik yang beranggapan bahwa  ”... dana  itu  tidak wajib dikembalikan  lagi, karena 

dianggapnya tidak ada ketentuan mengembalikannya dalam agama ....”516 Keenggangan 

mengembalikan dana bergulir yang dipinjamkan kepada mereka dari qardul hasan oleh 

Bazis    DKI  Jakarta,  terkait  dengan  pemaknaan  mereka  terhadap  fungsi  lembaga  itu 

sebagai  pengelola  zakat.  Pandangan mereka  yang melihat  jasa  yang  diproduksi  oleh  

Bazis  itu adalah “gratis” –menurut hemat penulis ‐karena mendasarkan asumsi mereka 

bahwa  lembaga  ini  mengelola  dana  zakat  yang  merupakan  hak  mereka  sebagai 

mustahik.   Dari  sisi  tujuan program yang dicanangkan Bazis,  tampaknya  tidak  tercapai 

                                                            514Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 515Terdapat hak dan kewajiban Badan Amil Zakat Nasional dengan UPZ. Di antaranya,

memperoleh hak 1/3X 1/8 dari total dana yang dikumpulkan UPZ. Buku Pedoman Pembentukan UPZ & USZ, (Jakarta: BAZNAS, t.th.), h. 7.

516Marzani Anwar dalam Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), h. 70.

Page 219: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

karena  dana  yang  semula  diharapkan  bergulir  itu  hanya  dinikmati  oleh  mustahik 

tertentu.  

    Perilaku mustahik sebagai kelompok binaan yang enggan itu, dipandang sebagai 

suatu  perubahan  perilaku,  karena  sebelum  dana  itu  diberikan,  mereka  melakukan 

kontrak  pengembalian  dengan  Basiz DKI  Jakarta.  Sikap  enggan mereka  dalam  hal  ini, 

dipandang  sebagai  bagian  dari  perubahan  sosial  religius,  karena  mereka  melihat 

pinjaman  yang  berdimensi  moral  itu  tidak  dikembalikan  dengan  mempergunakan 

argumen keagamaan.  

    Kasus di atas dapat menjadi contoh tentang tejadinya perubahan sosial  religius 

di  kalangan mustahik.  Jika  substansi  contoh  di  atas  dikaitkan  dengan  program  Badan 

Amil Zakat Nasional  tampaknya dapat ditemukan  relevansinya  yakni    ketika Badan  ini 

melakukan upaya  sebagai  respons atas perubahan perilaku mustahik. Responsi Badan 

Amil Zakat Nasional terhadap perilaku mustahik  ini di antaranya terlihat pada program 

pemberdayaan sektor ekonomi yakni pada peternak domba Cililin. Mustahik dalam hal 

ini wali santri, diberikan kesempatan untuk memelihara domba yang dibiayai oleh Badan 

Amil Zakat Naional dari sektor zakat.517  

    Pesantren  sebagai    lembaga  pendidikan  yang membina  putra‐putri  dari  wali 

yang merupakan mustahik, dilibatkan sebagai penanggungjawab program. Keterlibatan 

pesantren  ini merupakan  suatu  cara untuk membangkitkan emosi keagamaan mereka 

sehingga mustahik dapat menjalankan program sebagaimana mestinya. 

    Berkaitan dengan uraian tentang perilaku mustahik khususnya dari aspek sosio‐

religius,  dan  kemampuan  membuat    program  dengan  melibatkan  dunia  pesantren, 

dalam konteks  ini menunjukkan bahwa  informasi tentang perubahan perilaku mustahik 

telah direspon oleh Badan Amil Zakat Nasional dengan mengubahnya menjadi  sebuah 

tantangan  dan  darinya  telah melahirkan  suatu  keputusan  yakni    terbentuknya  suatu 

program.  

        5)  Kekuatan Keahlian  

    Kekuatan   keahlian   dimaksudkan   sebagai   kapasitas pengetahuan yang  

                                                            517Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Mengenai hal ini juga dinyatakan dalam Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006). h. 46.

Page 220: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dimiliki  oleh    pemimpin  dalam mengembangkan    suatu  organsasi.518  Marzani  Anwar 

menyatakan bahwa salah satu penghambat bagi mustahik untuk  tidak mengembalikan 

dana  yang digulirkan oleh Bazis DKI  Jakarta pada program Bantuan     Dana   Produktif    

dikarenakan    mereka   belum   memiliki    pola  pikir  

berwiraswasta519    

    Ketidakmampuan berwiraswasta bagi mustahik dalam pernyataan di atas, dilihat 

dari  sisi  manajemen  dapat  pula  diatasi  dengan  melakukan  pelatihan  keterampilan 

mengenai bidang tertentu kepada mereka. Badan Amil Zakat Nasional dalam merespon 

perilaku mustahik  yang memiliki  karakteristik  seperti  di  atas,  telah mengembangkan 

program  yaitu  pengembangan  ekonomi  masyarakat.  Salah  satu  bentuk  program  ini 

adalah  pembinaan  ekonomi  terhadap  bengkel  motor.  Mustahik  yang  memiliki 

pengetahuan  tentang  dasar‐dasar  perbengkelan  dibina  dan  selanjutnya  pengetahuan 

dan  keterampilan mereka  dikembangkan  lagi  dalam  suatu  pelatihan  oleh  suatu  tim. 

Berbekal dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai, mereka didorong untuk 

berusaha dengan memberikan pendampingan dari sisi manajemen dan pendanaan dari 

zakat.520  Dalam  konteks      perubahan  mustahik,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

melakukan tiga hal yaitu: pelatihan, pendampingan dan pemberian dana zakat.          

        6)  Kekuatan Penghargaan  

Kekuatan penghargaan mengandung arti sebagai kemampuan yang dimiliki oleh 

pimpinan  untuk  menawarkan  hal‐hal  yang  mengandung  penghargaan  kepada  orang 

lain.521 Dalam manajemen    pemberian  penghargaan  kepada  karyawan  oleh  pimpinan 

diberikan  dengan  kriteria  tertentu.  Dalam  struktur  organisasi      dibedakan      antara   

pemberian   penghargaan   dengan pengembangan  

sumber daya manusia.522  

                                                            518John R. Schermerhon, JR. Management, h. 322.

519Marzani Anwar dalam Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf,

(Jakarta: UI Press, 1988), h. 70. 520Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Mengenai hal ini juga dinyatakan dalam Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006). h. 46.

521Gary A. Yukl dalam Kathryn M. Bartol & David C. Martin, Management, h. 481 522John M. Ivancenvich, Human Resource Manajement, (Boston: McGraw-Hill, 1998), h.

315.

Page 221: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 Jika pandangan tentang pemberian penghargaan sebagai unsur kepemimpinan  

dikaitkan  dengan  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  maka  terlihat  bahwa  Badan  ini  telah 

mengembangkan  kepada  karyawan  dan mustahik  dua  hal  yaitu  :pemberian  nilai‐nilai 

penghargaan dan mendorong kepada mereka untuk memberikan penghargaan kepada 

orang lain.  

Pertama,  berkaitan  dengan  pemberian  nilai‐nilai  penghargaan. Hal  ini  terlihat 

pada   pemberian beasiswa  kepada    karyawan Badan Amil Zakat  yang dipandang oleh 

pimpinan memiliki  prestasi  dalam menjalankan  pekerjaan.  Kepada mereka  diberikan 

kesempatan untuk mengikuti  pendidikan lanjutan. Badan Pelaksana mengutus personal 

lembaga untuk mengiku  pendidikan  formal   dalam bidang manajemen. Untuk 2004‐

2007    telah  disiapkan  personal  kelembagaan  dari  unsur  pelaksana  harian  untuk 

mengiku  pendidikan S2 sebanyak 5 orang.523 

Untuk  yang  berkaitan  dengan  mustahik  maka  bentuk  penghargaan  yang 

diberikan  kepada mereka  tidak dalam bentuk material,  akan  tetapi Badan Amil  Zakat 

Nasional menyiapkan fasilitas administrasi pelayanan kepada mereka, sehingga mereka 

tidak merasa direndahkan martabatnya sebagai penerima zakat.     Gagasan  ini menjadi 

perhatian oleh pimpinan Badan Amil Zakat Nasional, dalam berbagai kesempatan ketua 

umum  menyatakan bahwa salah satu hikmah pengelolaan zakat yang dilaksanakan oleh 

lembaga  dan  tidak  diberikan  secara  langsung  oleh  muzaki  kepada  mereka,  adalah 

menjaga martabat mereka.524    

Secara  internal  gagasan  ini  tetap  digulirkan,    melalui  pengajian    rutin,525  

walaupun  pengajian  ini  tidak  dipersiapkan  hanya  untuk materi  yang  terkait  langsung 

dengan  pengelolaan  zakat  semata,  tetapi  pada  prinsipnya  pengajian  dimaksud 

                                                            523 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007. 524Menurutnya, dengan penyaluran zakat melalui lembaga, maka tidak akan terjadi proses

”perendahan” mustahiq. Karena mustahiq tidak berhadapan secara langsung dengan muzaki. Didin Hafidhuddin Ma’turidi, “Membangkitkan Nilai-Nilai Zakat Untuk Menyadarkan Umat” Makalah pada Konperensi Zakat Asia Tenggara II, di Kota Padang Sumatera Barat, 31 Oktober 2007, h. 11.

525Pengajian rutin ini dibawakan oleh ketua umum periode II Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional dan dilaksanakan setiap pagi hari senin di Mushallah Badan Amil Zakat Nasonal. Materi pengajian di antaranya hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan zakat, dan orientasi tentang kehidupan muslim. Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007.

Page 222: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mendorong  karyawan  agar  memberikan  perhatian  yang  serius  dalam  pengelolaan 

zakat.526   

Berkaitan dengan  bentuk penghargaan lainnya yang bersifat non material, yaitu 

pemberian  kesempatan  secara  bergilir  kepada  setiap  karyawan  untuk  membacakan 

kitab   tafsir ahkâm berkaitan dengan ekonomi syari’ah dan pengelolaan zakat di depan 

sesama karyawan setelah salat Zuhur  dan  Asar berjamaah.527 Dibanding dengan bentuk 

pemberian motivisi   dalam bentuk pemberian kesempatan  mengikuti pengajian, maka 

model  pengajian yang terakhir ini justru memberikan kesempatan  sepenuhnya kepada 

setiap  karyawan  yang  memperoleh  giliran  membawakan  pengajian  lebih 

bertanggungjawab  secara  penuh.  Hemat  penulis,  dalam    pengajian  seperti  ini  telah 

berlangsung  proses  transformasi  kepemimpinan  secara  tidak  langsung  di  kalangan 

sesama karyawan. Transformasi ini, tidak saja memberikan  unsur keahlian yang berbasis 

pengetahuan,  tetapi  memberikan unsur moril yakni tanggungjawab sebagai orang yang 

memiliki pengetahuan di kalangan sesama karyawan.  

Adapun unsur penghargaan  yang  berkaitan  dengan   perubahan mustahik  dan 

langsung diberikan  kepada mustahik    terlihat pada prosesi  akad. Dalam prosesi  akad, 

maka setiap mustahik yang menerima dana zakat dari  Badan Amil Zakat Nasional, maka 

selain  menerima  dana  zakat  secara  material,  maka  kepadanya  diberikan  informasi 

berkaitan dengan fungsi dana dimaksud.   Pola  ini ditempuh agar   mustahik tidak hanya 

menerima  dana  zakat  tetapi  diharapkan  memahami  arti  zakat  itu  dalam 

kehidupannya.528     Prosesi  ini  juga  berlaku  pada  mustahik  yang  terkena  musibah, 

walaupun proses  ini dalam bentuk  yang disesuaikan dengan  kondisi  kejiwaan mereka 

sebaga kelompok yang sedang dilanda bencana. Untuk kasus  ini,   pelaksanaan siraman  

rohani  kepada  mereka  diharapkan  dapat  memberikan  motivasi  untuk  tabah  dan 

berusaha untuk bangkit dari suasana kedukaan.529  

2.  Fungsi Pengawasan     

                                                            526Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. 527Hasil pengamatan penulis salat jamaah dan pengajian dilaksanaan di musallah Badan

Amil Zakat Nasional. Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007

528Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

529Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007.

Page 223: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Pengontrolan atau  controlling  merupakan  suatu  proses  manajemen yang  

bersifat  sistimatis  untuk    melakukan   upaya  perbaikan  kinerja  sesuai   dengan   

perencanaan yang telah  ditetapkan.530   

  Pengawasan terhadap Badan Amil Zakat Nasional dilakukan dengan internal dan 

eksternal.    Pengawasan  internal  dilakukan    oleh  komisi  pengawas. 531      Menurut  

pernyataan  komisi  pengawas,  tahun  2005    Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

memanfaatkan  jasa  akuntan  publik    Bambang Mudjiono   &  Rekan  dengan  pendapat 

wajar  tanpa  pengecualian.532       Pengawasan  yang  bersifat  eksternal  yakni  pelaporan 

kepada  publik,  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasioal  dilakukan  kepada  Dewan  Perwakilan 

Rakyat  setiap  tahun  dan  penerbitan  news  latter  serta  penerbitan  buku  laporan 

perkembangan pengelolaan zakat setiap tahun.533 

    Pelaporan  dana  zakat  kepada  publik  oleh  Badan  Amil  Zakat Nasional,  karena 

dana  zakat  dipandang  sebagai  suatu  amanah  yang  harus  dikelola  secara  profesional. 

Didin  Hafidhuddin menyatakan  bahwa  ”zakat  adalah  kepercayaan.  Karena  itu  Badan 

Amil  Zakat  Nasional    menerapkan  prinsip  transparansi  dan  akuntabiltas  dalam 

pengelolaannya”.534     

Dana    zakat  sebagai amanah yang harus dipertanggungjawabkan kepada publik dalam 

arti  bahwa  pemegang  amanah  yakni  Badan  ini  telah  melaksanakan  apa  yang 

diamanahkan  kepadanya.  Ketentuan  ini  telah  diatur  dalam  UU.No.  38/1999  tentang 

Pengelolaan  Zakat  pasal  19  ”Badan  Amil  Zakat  memberikan  laporan  tahunan 

pelaksanaan  tugasnya  kepada  Dewan  Perwaakilan  Rakyat  Republik  Indonesia  atau 

                                                            530Samuel C. Certo, Modern Management, (Singapore: Perason Education, 2003), h.

422. 531 Sesuai dengan susunan pengurus yang menempatkan komisi pengawas. Badan Amil

Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 7. 532Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 7.

533Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 20 September 2007. Dalam laporan Badan Amil Zakat Nasional telah memaparkan perkembangan pengelolaan zakat baik dari sisi program yang telah dilaksanakan, laporan keuangan, sambutan dari Ketua Umum Badan Pelaksana, Ketua Dewan Pertimbangam, Ketua Dewan Pengawas. Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, (Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional , 2006). Sedang untuk news letter terbit dalam sekali sebulan. Pada News letter diuraikan tentang program yang telah dilaksanakan dan menerima konsultasi zakat. Badan Amil Zakat Nasional dan Dompet Dhuafa News Letter.

534Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 4.

Page 224: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kepada  Dewan  Perwakilan  Rakyat  Daerah  sesuai  dengan  tingkatannya.”  Selanjutnya, 

Pasal  20  UU  ini  menyatakan  ”Masyarakat  dapat  berperan  serta  dalam  pengawasan 

badan amil  zakat dan  lembaga amil  zakat.”   Penjelasan pasal 20   menyatakan  ”Peran 

serta  masyarakat  diwujudkan  dalam  bentuk:  a.  Memperoleh  informasi  tentang 

pengelolaan zakat yang dikelola oleh badan amil zakat dan lembaga amil zakat...”   

Sebagaimana  diuraikan  pada  pengantar  bab  ini  bahwa  pembahasan  ini 

bertujuan  untuk  memberikan  evaluasi  terhadap  aspek  manajemen  yang 

diimplementasikan oleh Badan amil Zakat Nasional dalam pendayagunaan zakat untuk 

peningkatan  kesejahteraan  umat.  Hasil  analisis  ini  diharapkan  memberikan  jawaban 

terhadap  pertanyaan  sub    b  yang  diajukan  dalam  penelitian  yaitu  sejauhmana Badan 

Amil  Zakat  mengimplementasikan  aspek‐aspek    manajemen  dalam  pendayagunaan 

zakat untuk peningkatan kesejahteraan umat ?   Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 

sisi  implementasi manajemen terhadap Badan Amil Zakat Nasional dapat dikemukakan 

dua  hal  :  Pertama,  dari  sisi  fungsi manajemen, menunjukkan  bahwa  pada  dasarnya, 

Badan Amil Zakt Nasional telah mengimplementasikan fungsi‐fungsi manajemen dalam 

pendayagunaan  zakat.  Dengan    penelaahan  terhadap  unsur‐unsur  yang  terkandung 

dalam  setiap  fungsi manajemen dan dikaitkan dengan    indikator‐indikator     penelitian 

yang  telah  dirumuskan  sebelumnya,    yang  darinya  telah  menghasillan  sentesis,  dan 

dalam hal ini dapat disebut dengan cara kerja penelitian. Cara kerja penelitian  tersebut,  

selanjutnya  dipergunakan  untuk  menganalisis  implementasi  manajemen  dalam 

pendayagunaan zakat oleh Badan ini. Hasil penelitian  ini membuktikan bahwa Badan ini 

dalam mendayagunakan zakat telah mengimplementasikan fungsi‐fungsi manajemen. 

Apabila bab ini dikaitkan dengan bab berikut –bab VI‐  yang menjelaskan upaya 

Badan  ini  dalam  meningkatkan  kesejhhteraan  umat,  maka  bab  berikut  menjelaskan 

kendala  yang  dihadapi  Badan  ini  dalam  melakukan    pendayagunaan  zakat  untuk 

peningaktan kesejahteraan umat.  

 

 

 

 

Page 225: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

 

 

 

 

   

Page 226: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

BAB   VI 

KENDALA‐KENDALA  LINGKUNGAN  EKSTERNAL  DAN 

INTERNAL  BADAN    AMIL    ZAKAT     NASIONAL  

DALAM    PENDAYAGUNAAN   ZAKAT  UNTUK   

KESEJAHTERAAN   UMAT 

 

Secara struktural bab    ini memiliki keterkaitan dengan bab sebelumnya. Bab  IV 

yang menganalisis  evaluatif  tentang  implementasi  pola  pendayagunaan  zakat  zaman 

Rasul pada Badan ini dan bab V dipergunakan untuk mengadakan analisisis evaluatif dari 

sisi aspek manajemen, maka dari berbagai   pengamatan penulis  terhadap analisis bab 

sebelumnya,  khsusnya  yang  berkaitan  hal‐hal  yang  tidak  mendukung  berfungsinya 

Badan  ini dalam pendayagunaan zakat untuk kesejahteraa umat, maka pada bab VI  ini 

akan merumuskan kendala yang dihadapi Badan ini.  

Bab ini diharapkan memberikan jawaban terhadap pertanyaan rincian penelitian 

sub b mengenai sejauhaman kendaala  lingkungan  internal dan eksternal yang dihadapi 

badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  pendayagunaan  zakat  untuk  kesejahteraan  umat. 

Secara teoritis bab ini mengacu kepada pandangan ahli yang menetapkan bahwa empat 

faktor  yang  berpengaruh  terhadap  suatu  organisasi. Menurut  Fahey  dan  Narayanan 

bahwa empat faktor besar yang berpengaruh dalam suatu organisasi dan harus menjadi 

pertimbangan  bagi  manajer  :  sosial,  ekonomi,  politik  dan  teknologi.535 Selanjutnya, 

pandangan   keempat faktor itu akan diklasifikasi ke dalam tiga  aspek.536  Ketiga kendala 

yang akan dikemukakan, dipandang berpengaruh  terhadap Badan Amil Zakat Nasional 

dalam    menjalankan  fungsinya  dan  karena  pengaruh  itu  tidak  memberikan  dampak 

positif   bagi perkembangan Badan  ini dalam menunjang  fungsi‐fungsi organisasi, maka 

pengaruh dimaksud disebut dengan kendala.    

 

 

                                                            535Lihat, Liam Fahey dan V.K. Narayanan, Macroenvironmental Analysis for Strategic

Management, dalam James A.F. Stoner, Manajemen, (Jakarta: Intermedia, 1992), h. 122-123. 536Menurut Soedjadi, suatu organaisasi yang dikaitkan dengan fungsinya ia dipengaruhi

oleh factor lingkungan internal dan eksternal. Menurutnya lingkungan internal terdiri manusia, keuangan dan fasilitas kerja atau fisik, Sedang eksternal di antaranya perkembanga ekonomi dan kultural. FX. Soedjadi, Analisis Manajemen Moderen, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h. 37, 90.

Page 227: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

A.   Kendala Lingkungan  Eksternal  Struktural  

    Menurut  Schermerhorn,  terdapat  isu‐isu  yang  akan  menjadi  perhatian  bagi 

seorang    manajer  dalam  melakukan  persaingan  menuju  kemajuan  organisasi.  Di 

antaranya  adalah  perhatian  pada  kebijakan  politik. 537  Analisis  dalam  lingkungan 

eksternal  struktural  kelembagaan  dititikberatkan  pada  aspek  kebijakan  pemerintah 

terhadap  pengelolaan  zakat  di  Indonesia  dan  implikasinya  pada  Badan  Amil  Zakat 

Nasional.   Pembahasan dari sisi struktural  ini penting karena Badan Amil Zakat Nasional 

merupakan perwujudan dari UU No.38/1999  tentang Pengelolaan Zakat dan dibentuk 

berdasarkan surat Keputusan Presiden No. 8/ 2001 tentang Badan Amil Zakat Nasional.   

1.  Model   Kelembagaan   

    Dalam  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolaan  Zakat  dan  Keputusan  Presiden 

tentang  Badan  Amil  Zakat  Nasional  tampaknya  terdapat  kendala‐kendala  berkaitan 

dengan model kelemba   

gaan  Badan  ini  dalam  pendayagunaan  zakat  untuk  kepentingan  kesejahteraan  umat.  

Kendala‐kendala  itu mencakup status hukum kelembagaan,     status aparatur serta pola 

promosi aparatur.       

a.   Status Hukum Kelembagaan  

    Baik dalam UU dan Kepres dimaksud  tidak ditemukan  status hukum Badan Amil 

Zakat Nasional dalam arti bahwa siapa dan mewakili apa  Badan ini.  Dua pertanyaan ini 

menjadi  penting  untuk  diajukan  dalam  rangka melihat  aspek  kepemilikan  Badan  ini 

dalam mengelola dana zakat.  

    Kendala  status  hukum  ini  akan  terasa  dikaitkan  dengan  ilmu  manajemen 

berkaitan dengan organisasi dan dalam kondisi Indonesia yang mengeal sejumlah model  

organisasi baik dari sisi  formal dan non  formal, maupun  institusi dilihat dari  sisi  ruang 

geraknya yakni sosial  atau bisnis serta  jens usaha yang dikembangkan.538   

    Pertama,   formal  dan non formal.539   Badan  Amil  Zakat Nasional  dilihat  

                                                            537John R. Schermerhorn, JR. Manajemen, (New York: John Wiley & Sons, Inc, 1996),

h. 60. 538 J. Salusu , Pengambilan Keputusan Stratejik, (Jakartra: Grasindo, 2006), h. 1.

539Istilah organisasi formal dan non formal, dimaksudkan untuk membedakan organisasi pemerintah dan non pemerintah.

Page 228: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dari  yuridis, Badan  ini dikategorikan  sebagai organisasi  formal,  karena  keberadaannya 

didukung oleh UU dan Keputusan Presiden serta     dilihat dari sumber pendanaan non 

zakat berupa subsisdi tetap APBN yang berasal dari alokasi Departemen Agama.  Dalam 

UU No. 33/1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 6 (1) dinyatakan bahwa ” Pengelolaan 

zakat  dilakukan  oleh  badan  amil  zakat  yang  dibentuk  oleh  pemerintah.”  Dengan 

demikian secara tegas UU  ini menyatakan bahwa Badan  ini merupakan organisasi yang 

dibentuk pemerintah dalam arti organisasi formal.   Karena  itu dari sisi karakteristiknya 

dapat diidentifikasi  :  (a) Karakteritik Badan  ini menunjukkan bahwa Badan Amil Zakat 

Nasional    secara  yuridis  formal,  sebanding  dengan  badan‐badan  dan  lembaga  yang  

dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Intelejen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan 

Korupsi  (KPK),  Komisi  Penyiaran  Indonesia  (KPI).    (b)      sisi  peran  lembaga.    Dengan 

dukungan  yuridis  formal, maka  peran  Badan  Amil  Zakat  Nasional  akan memberikan 

karakteristik tersendiri dibanding dengan pengelola zakat lainnya. Dengan begitu Badan 

Amil  Zakat  Nasional  telah  menetapkan  peran‐peran  strategis  di  antaranya  sebagai 

kordinator  pengelola  zakat  tingkat  nasional  bagi  pengelola  zakat,  sebagaimana  yang 

diatur dalam misi organisasinya dan Kepres pasal 16540  

    Sebagaimana  dikemukakan  tentang  relevansi    Badan  Amil  Zakat  Nasional 

sebagai amil dengan kebijakan Rasul, pada pembahasan bab  IV, dan  karenanya dapat 

dinyatakan   bahwa  relevansi  implementasi  itu hanya  terbatas pada proses penetapan 

Badan  ini sebagai amil. Namun demikian dari sisi eksistensi Badan  ini sebagai  lembaga 

formal dalam arti bagian dari  lembaga pemerintah  belum ditemukan kebijakan formal 

baik dari sisi dokumen negara maupun dari Badan Amil Zakat Nasional. .  

    Dengan  kondisi  lembaga yang demikian,  yang  status kelembagaan yang  

“dualisme” atau  semi pemerintah,  maka  Badan  ini   tidak   akan    efektif  untuk  

menjadikan dirinya sebagai  instrumen dalam menciptakan kesejahteraan umat melalui 

pendayagunaan  zakat..    Jika  sekiranya Badan  ini dibandingkan   dengan    lembaga amil 

zakat  (LAZ)  yang menurut UU  dimakud  dibentuk  sepenuhnya  oleh masyarakat, maka 

                                                            540Visi Badan Amil Zakat Nasional di antaranya: Menjadi regulator zakat nasional;

menjadi koordinator Badan Amil Zakat dan Lembaga Zakat melalui upaya sinergitas yang efektif. Annual Report 2006. h. 18. Dalam Kepres pasal 16 disebutkan bahwa : (1) Untuk mensinkronkan penyelenggaraan pengelolaan zakat secara nasional agar lebih berdaya guna dan berhasil guna Badan Amil Zakat Nasional melaksanakan hubungan kerja dengan Badan Amil Zakat Daerah di semua tingkatan; (2) Hubungan kerja dengan Badan Amil Zakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bersifat koordinatif, konsultif, dan informatf.

Page 229: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

tampaknya, eksistensi dan proses pembentukannya, menjadikan      LAZ memiliki  status 

hukum  kelembagaan  yang  jelas  dan  dalam  perspektif  ini  lembaga  amil  zakat  ini 

berpeluang untuk melakukan peningkatan kesejahteraan umat.    

    Hemat  penulis  kendala  eksistensi  dari  sisi  hukum  kelembagaan  merupakan 

permasalahan utama yang dihadapi Badan Amil Zakat Nasional dan tampaknya dengan 

kendala  ini  akan  melahirkan  sejumlah  implikasi‐implikasi  sebagaimana  yang  akan 

dikemukakan pada bab ini.  

    Kedua  ruang  gerak.    Dalam  visi  Badan  Amil  Zakat  Nasional    telah  tergambar 

ruang  gerak  yang  akan  dibangun  oleh  Badan  ini  yakni  pengentasan  kemiskinan  dan 

peningkatan  kesejahteraan  masyarakat. 541    Dengan  demikian  secara  tegas  dapat 

dinyatakan  bahwa  Badan  ini  merupakan  badan  yang  bergerak  dalam  bidang 

kesejahteraan umat melalui dana zakat.  

    Pada konsideran UU  dimaksud   pada point  b dinyatakan bahwa  :  penunaian 

zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan 

zakat  merupkan  sumber  dana  yang  potensial  bagi  mewujudkan  kesejahteraan 

masyarakat;      c.    “bahwa  zakat merupakan  pranata  keagamaan  untuk mewujudkan 

keadilan sosial bagi seluruh  rakyat  Indonesia dengan memperhatikan masyarakat yang 

kurang mampu;  d. Bahwa upaya penyempurnaan sistem pengelolaan zakat perlu terus 

ditingkatkan agar pelaksanan zakat  lebih   berhasil guna dan berdaya guna serta dapat 

dipertanggungjawabkan.”     

         Dari  konsideran UU ini terlihat bahwa gagasan untuk menjadikan zakat sebagai  

instrumen kesejahteraan  masyarakat atau kesejahteraan umat merupakan  

sebuah   cita‐cita.  Karena itu,   badan  amil  zakat (BAZ) dan lembaga  amil zakat   

(LAZ)   termasuk  dalam hal  Badan  Amil  Zakat   Nasional secara yuridis formal  

harus dipandang sebagai sebagai lembaga kesejahteraan umat.     

                                                            541Visi Badan Amil Zakat Nasional Menjadi Pusat Zakat Nasional yang memiliki peran

dan posisi yang strategis di dalam upaya pengentasan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyararakat secara keseluruhan melalui pengelolaan zakat nasional yang amanah, profesional, efisien dan efektif berdasarkan syariat Islam dan aturan perundang-undangan yang berlaku. Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 17. .

Page 230: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

    Dengan  perspektif  yuridis  formal  ini  serta  manajemen  organisasi  yang 

dikembangkan  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasional,    dalam  konteks  sebagai    lembaga 

kesejahteraan  umat,  fungsi  kelembagaan  seperti  ini  tidak  dapat  optimal.    Secara 

fungsional visi dan program yang diemban Badan ini telah menunjukkan dirinya sebagai 

lembaga  kesejahteraan  umat,  namun  dengan  fungsi  ini,    secara  tersurat  belum 

ditemukan dukungan yuridis formal.  

     Pernyataan  secara  tersurat  dari  sisi  yuridis  formal  maupun  dari  dukungan 

kebijakan  pemerintah,    hemat  penulis  sangat  strategis  dengan      pertimbangan:  a. 

Indonesia dewasa  ini sedang memasuki masa kebangkitan dari sisi krinis ekonomi   dan 

masih menyisakan penduduk miskin sebagaimana dikemukakan dalam tabel pertama (1) 

tentang  perkembangan  kemiskian.  b.  Pembangunan  keagamaan  di    Indonesia,  tidak 

dapat  dipisahkan  dengan    peran  zakat  sebagai  sumber  pendanaan  pada  satu  sisi  – 

sebagaimana yang dipahami dari dasar pertimbangan UU  ini  ‐ dan  sisi  lain dinamisasi 

amil perorangan menuju kolektifitas organisatoris merupakan dua hal yang diusung oleh 

UU  ini. 

Berkaitan dengan dukungan yuridis formal terhadap Badan Amil Zakat Nasional, 

maka  dukungan  politis  dari  elit  polik  juga  memberikan  nuansa  baru  bagi    

perkembangan  Badan    Amil  Zakat  Nasional.  Pengakuan  elit  politik  terhadap  publik 

mengenai  Badan  ini,    terlihat  pada  kehadiran  Presiden  RI  Megawati  Soekarnoputri 

membuka dan memberikan pengarahan pada silaturahmi pengurus Badan Amil Zakat se‐

Indonesia  I  pada  tahun  2002.542  Namun,  yang  perlu  mendapat  pertanyaan  dalam 

konteks  ini  adalah pengakuan  secara politis peran  Sosio‐ekonomi‐Religius Badan Amil 

Zakat Nasional.  Jawaban peran  ini  terlihat pada kehadiran Susilo Bambang Yudhoyono 

sebagai  Presiden  RI  dalam  peresmian  Rumah  Sehat  Masjid  Agung  Sunda  Kelapa 

(RSMASK)  yang  berlokasi  di  kompleks  Masjid  Agung  Sunda  Kelapa  Jakarta  hasil 

kerjasama Pengurus Masjid, Badan Amil Zakat Nasional, Dompet Dhuafa dan Pengurus 

                                                            542Wacana yang dikembangkan dalam sambutan Presiden RI pada perhelatan itu, adalah

“… apabila zakat dapat kita kelola dengan prinsip manajemen modern dan organisasi yang sehat, saya yakin hal itu akan berdampak positif bagi perekonomian kita. Banyak yang akan dapat kita perbuat dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran, serta meningkatkan pemerataan kesempatan khususnya dalam berusaha…. masalahnya adalah bagimana kita dapat menampilkan bentuk dan cara pengelolaan zakat secara baik dan modern, dan menyempurnakannya agar dapat berjalan serasi dengan berbagai sistem dalam kehidupan sekarang, termasuk misalnya sistem perbankan, perpajakan, dan penghasilan profesi. Pidato Presiden 29 Mei 2002. dalam Pedoman Zakat, h. 331.

Page 231: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Baitul Mal Masjid  sunda Kelapa.”543 Presiden dalam  sambutannya menyatakan  ”...  jika 

semua  orang  mampu  dan  kaya    di  Indonesia  menunaikan  zakatnya,  maka  akan 

mengurangi  kemiskinan  dan  meningkatkan  kesejahteraan  rakyat  Indonesia.  Program 

yang  dilakukan  atas  inisiatif  masyarakat  itu  ternyata  sangat  membantu,  sangat 

meringankan  beban,  bagi  mereka  yang  memerlukan  dan  sebagai  pendamping  dan 

pendukung dari program‐program yang dilaksanakan pemerintah....”544  

Dari  pandangan  Presiden  di  atas  terlihat.  Pertama,  zakat  dipandang  sebagai 

instrumen  dalam mengurangi  kemiskinan  dan  peningkatan  kesejahteraan  rakyat. Dari 

sisi  substansi  gagasan  ini  tampaknya,  sesuai  dengan  pandangan  para  pakar  tentang 

fungsi  zakat  ‐sebagaimana  yang    diuraikan  bab  II,  namun  nunasa  politiknya  sangat 

mendasar. Karena dari sisi terakhir ini pemerintah telah menyatakan fungsi zakat dalam 

perspektif kesejahteraan   sosial. Oleh pengamat  tertentu menilai, pandangan Presiden 

itu mengandung   advokasi dalam pendayagunaan zakat. Karena zakat selama  ini hanya 

dipandang sebagai sebuah konsep yang tidak dapat mengemban fungsi dimaksud.545  

Kedua,  zakat menjadi  pendamping  program  pemerintah.  Secara  politis,  zakat 

yang  didayagunakan  berfungsi  untuk  mendampingi  program‐program    pemerintah 

dalam upaya peningkatan upaya kesejahteraan rakyat.  

    Pada bagian lain Presiden menyatakan bahwa zakat dapat menjadi solusi efektif 

dalam  menjalin  hubungan  antara  muzakki  dan  orang  miskin  dengan  memberikan 

apresiasi  terhadap  masyarakat  Indonesia  yang  telah  menyalurkan  zakatnya  melalui 

lembaga.546 Pandangan  ini mengandung  arti  bahwa  dengan  zakat  dapat membangun 

aspek religius yakni jalinan kasih sayang antara muzakki dan mustahik.  

     Berkaitan kehadiran presiden  dalam berbagai forum yang diadakan oleh Badan 

Amil  Zakat  Nasional  memberikan  bukti  bahwa  secara  politis  kepala  negara  telah 

memberikan  perhatian  yang  cukup  signifikan  bagi  pengembangan  Badan  Amil  Zakat 

Nasional.  Keterlibatan  presiden  pada  kegiatan  yang  dilakukan  oleh  Badan  Amil  Zakat 

                                                            543“Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa,” Republika, 15 September

2007, h. 2.

544 “Tak Ada Keraguan Presiden pada Zakat,” Republika, 21 September 2007, h. 11.

545”Tak Ada Keraguan Presiden pada Zakat,” Republika, 21 September 2007, h. 11.

546 “Tak Ada Keraguan Presiden pada Zakat,” Republika, 21 September 2007, h. 11.

Page 232: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Nasional di antaranya, pencanangan gerakan  sadar zakat oleh presiden,547 penyerahan 

zakat  pribadi  presiden  kepada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dan  sejumlah  pejabat 

negera.548    

    Uraian  di  atas  berkaitan  dengan  hubungan  antara Badan Amil  Zakat Nasional 

dengan elit politik dan mendorong Badan ini memiliki kekuatan politis yang tinggi dalam 

mengemban  fungsinya sebagai badan yang bergerak dalam peningkatan kesejahteraan 

umat. Namun kendala yang ditemukan sebagaimana diuraikan sebelumnya karena tidak 

adanya kebijakan yang menjadikan Badan ini sebagai  institusi kesejahteraan umat.  

     

     Hemat penulis jika sekiranya terdapat  kebijakan berkaitan dengan status Badan 

ini  sebagai  badan  kesejahteraan  umat, maka    selain mengangkat  dana  zakat  sebagai 

instrumen  kesejahteraan  umat  secara  politis  pada  satu  sisi  juga  akan  mendorong 

dinamika  untuk  bermitra  dengan  instansi  pemerintah  dalam menanggulangi masalah‐

masalah sosial.   

b.   Status Pengurus  

    Sumber daya manusia merupakan  salah  satu   unsur dalam  internal organisasi 

yang dalam pembahasan  ini disebut dengan pengurus  .549 Pengurus atau dalam  istilah 

birokrasi disebut dengan aparatur  dapat menunjukkan kinerjanya dalam organisasai jika 

didukung  oleh  lingkungan  internal  organisasi.  Berkaitan  dengan  pengurus  organisasi  

mereka  dipengaruhi  oleh  aspek  perilaku,  sedang  ini  merupakan  refleksi  atas  citra 

perusahaan. 550  Secara  internal, hubungan pengurus atau karyawan dengan organisasi 

diatur dengan hukum ketenagakerjaan. Hal  ini dimaksudkan untuk memberikan kondisi 

                                                            547Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima, h. 4. 548Badan Amil Zakat Nasional, Annual Report 2006, h. 28-30. 549 Teradapat sejumlah faktor dalam organisasi berkaitan dengan sumber daya dan

personal yaitu: citra dan prestasi perusahaan, efektivitas struktur danbudaya organsasi, kapasitas perusahaan dalam membangun hubungan dunia industri, penggunaan tehnologi informasi. Lawrence R. Jauuch & William F. Glueck, Business Policy anda Strategic Management, (Singapore: McGraw-Hill Book Co., 1988), h. 166.

550Prestasi sumber daya manusia dalam organisasai dapat tercapai jika didukung oleh tiga

unsur yaitu teknis, sistem perilaku. FX. Soedjadi, Analisis Manajemen Moderen, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h. 38-38.

Page 233: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

psikologis  karyawan  yang  dapat  mendukung  produktifitas  kerja  sesuai  dengan  misi 

perusahaan.551     

    Pembentukan  citra  organisasi  untuk  mendukung  kinerja  pengurus,  kepastian 

status  merupakan  unsur  yang  sangat  menentukan.  Dengan  kepastian  status  akan 

memberikan reaksi positif dan negatif bagi sumber daya manusia dalam berkinerja pada 

organisasi.  

    Pengurus Badan Amil Zakat Nasional, secara yuridis formal tidak diakui sebagai 

aparatur  negara. Walaupun  penetapan mereka  sebagai  pengurus  terhadap  Badan  ini 

didasarkan atas Keputusan Presiden.   Berkaitan dengan motivasi pengurus Badan Amil 

Zakat Nasional, mereka hanya didasarkan atas   pengabdian atau dalam bahasa agama 

dikenal  dengan  ikhlas.  Sikap  ikhlas  ini mendasari mereka  dalam melakukan  aktivitas 

pada Badan Amil Zakat Nasional. Menurut data yang dihimpun, diketahui   pandangan 

bahwa zakat merupakan  salah satu rukun Islam dan karenanya  mereka bergabung pada 

Badan  Amil  Zakat  yang  merupakan  lembaga  untuk    mengembangkan    aktifitas  

perzakatan dengan cara mereka beribadah secara ihklas kepada‐Nya.552  

    Secara  teologis  motivasi  pengabdian  seorang  muslim  merupakan  suatu 

kewajiban.553  Penelitian  ini tidak dimaksudkan untuk melihat hubungan antara   kinerja  

aparatur    dengan   motivasi    keihkhlasan mereka.    Namun  demikian,  dilihat  dari  sisi 

ukuran‐ukuran yang   terpakai dalam keikhlasan merupakan suatu hal yang abstrak dan 

dengan demikian, walaupun diakui bahwa keikhlasan dapat mendorong pengurus untuk 

berkinerja dalam suatu  lembaga termasuk di dalamnya pada Badan Amil Zakat Nasional.  

                                                            551 Barry Cushway, Human Resource Management, (London: the Association for

Manage ment Education and Development, 1994), h. 195. 552Wawancara Pribadi, Achmad Subiyanto, Ketua Umum Pengurus Badan Pelaksana

Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004) di Jakarta, 6 Pebruari 2008. 553Sebagai muslim, Alquran memberikan tuntunan berkaitan dengan aktfitas seseorang:

t� u� (������� �� (�������u��� ©$ t���������� � s t����$

u� !x� u��� (������� u� n� 4� n���� $ (�������u� n�4� x���$ � y����s�u�

����� �� y����s�� $ ���

”Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus.” [1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Page 234: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

    Secara realitas, keaktifan pengurus Badan Amil Zakat Nasional untuk mengikuti 

pertemuan‐pertemuan  secara  umum  dak mencapai  100 %.  Hal  ini  dak  ditemukan 

jawaban pasti tentangnya.  Namun terdapat argumen logis bahwa mereka secara umum 

termasuk  orang  yang  sibuk.  Argumen  logis  ini  diperkuat  dengan  dibentuknya,  Badan 

Pelaksana  Harian.554   Selain  itu,  dengan  dasar  kesibukan  ini  akan  menjadi  pemicu 

ketidak‐aktifan  mereka  dalam  pertemuan‐pertemuan  yang  diadakan  oleh  pengurus 

Badan Amil Zakat Nasional.555   

    Secara  teoritis  dari  sisi  kinerja  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  ketidak‐aktifan 

mereka  akan memberikan  dampak  bagi  kualitas  suatu  keputusan.   Dengan  demikian, 

ukuran‐ukuran aktifitas dalam hal ini merupakan suatu  keniscayaan.  

    Status  pengurus,  dalam  suatu  organisasi  merupakan  suatu  keniscayaan 

sebagaimana diuraiakan di atas. Dengan demikian ketidakpastian status ini patut diduga 

memiliki  keterkaitan  yang  erat  dengan  ketidak‐aktifan  pengurus  Badan      Amil  Zakat 

Nasional dalam berikinerja secara maksimal.   

    Berkaitan  dengan  pengurus  pelaksana  harian,  maka  dilihat  dari  sisi  status 

mereka, data menunjukkan bahwa ”diharapkan berfungsi sebagai aparatur sekretariat, 

sehingga  penggantian  pengurus  tidak  akan mempengaruhi  eksistensi  personil  badan 

pelaksana pengurus harian.”556   Data ini menunjukkan bahwa fungsi pengurus pelaksana 

harian diharapkan memeliki keaktifan yang tinggi dan bersifat permanen.  

    Selain  data  yang  dikemukakan  di  atas,  jika  dihubungkan  dengan  kinerja 

pengelola zakat di  Indonesia, maka   menurut   Didin, faktor pengelolaan yang sambilan 

yakni tidak profesional memiliki hubungan dengan tingkat kepercayaan  

masyarakat  dan kinerja pengelolaan zakat di Indonesia.557  

    Pengelolaan  zakat  yang  cenderung  ”sambilan”  secara manajemen merupakan 

cerminan  dari  pengelolaan  dalam  suatu  lembaga  sosial    kemasyarakatan.   Menurut 

                                                            554Wawancara Pribadi, Achmad Subiyanto, Ketua Umum Pengurus Badan Pelaksana

Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004) di Jakarta, 6 Pebruari 2008. 555Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisi HRD Pengurus Pelaksana Harian

Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007.

556Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisi HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007.

557Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Perekonomian Moderen , (Jakarta: Gema Insani , 2002), h. 127.

Page 235: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Salusu  bahwa  terdapat  hal‐hal  yang  tidal    diinginkan  dapat  terjadi  bagi  organisasi 

nonprofit    termasuk organisasai  kemasyarakatan,    yakni manajemen profesional  tidak  

diindahkan.558  

    Berkaitan dengan kondisi status hukum pengelola zakat di Indonesia, maka pada 

Badan Amil  Zakat  tertentu  seperti  provinsi DI.  Yogyakarta, masih  belum memberikan 

hasil  optimal  pada  Badan  ini. Hal  ini  dikarenakan,  kendalanya    kebanyakan  pengurus 

adalah  pejabat  yang  sibuk559 Dengan  kejelasan  status  hukum  bagi  pengelola  zakat 

termasuk  Badan  Amil  Zakat  Nasional  maka  memungkinkan  penegasan  disiplin  kerja  

akan ditegakkan.   

c.   Promosi Karier  

    Dalam manajemen,   promosi karier merupakan bagian dari pembinaan sumber 

daya manusia.560  Promosi karier merupakan bahagian dari imbalan yang harus diterima 

oleh karyawan dalam suatu organisasi dan secara psikologis memberikan pengaruh bagi 

kinerja yang diberikan oleh mereka kepada lembaga.  

    Data menunjukkan bahwa mengenai  jenjang  karier masih merupakan  kendala 

bagi aparatur Badan Amil Zakat Nasional.   Pernyataan ini setidaknya ter lihat pada 

harapan  untuk  menjadikan  pengurus  pelaksana  harian  memiliki  eksistensi  sebagai 

pengurus  sekretariat  tetap  sebagaimana  dikemukakan  oleh  Supervisi  HRD  di  atas. 

Pandangan  ini   menunjukkan bahwa  secara    internal pada Badan Amil Zakat Nasional  

terdapat persoalan unsur sistem yang belum terselesaikan.  Pengurus yang bekerja pada 

badan  pengurus  pelaksana  harian  yang  diangkat  oleh  pengurus  harian,  adalah  secara 

umum  merupakan  status  kontrak,  walaupunm  sebagian  di  antara  mereka  adalah 

berstatus pegawai negeri sipil yang diperbantukan dari departemen agama.561   

                                                            558J. Salusu , Pengambilan Keputusan Stratejik, (Jakartra: Grasindo, 2006), h. 26. .

559Wawancara Pribadi via Internet April Purwanto, devisi Pendayagunaan Zakat Bazda DI Yogyakarta tgl. 30 April 2008

560Terdapat tujuh hal yang mempengaruhi kesuksesan pejualan dalam suatu perusahaan: strategi, struktur organisasi, staf yakni kategori dan demografisnya, gaya kepemimpinan manajer, keahlian yang dimiliki oleh sumber daya oragnisasi, tujuan yang ingin dicapai oganisasi. Sistem yang menggambarkan di antaranya: tentang prosedur pelaporan, pertemuan, pengambilan kebijakan serta pemberian imbalan. Grant Stewart, Successful Sales Management, (Singapore: The Institute of Management, 1994), h. 30.

561Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisi HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007.

Page 236: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

    Dengan  status  kontrak  terhadap  pengurus  pada  pelaksana  harian  Badan Amil 

Zakat Nasional menunjukkan bahwa sistem pengembangan sumber daya manusia belum 

dapat dilakukan dengan pola pembinaan  jangka menengah dan jangka panjang. Artinya 

untuk menciptakan  sumber  daya  pengurus  pengelolaan  zakat  yang  profesional masih 

memiliki  kendala struktural mengenai promosi karier  pengurus lembaga.   

     2.  Sumber  Pendanaan  Non Zakat Infak dan Sedekah  (ZIS) Yang Belum Memadai  

  Terdapat  tiga  sumber  dana  non  ZIS  yang  diterima  oleh  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dalam mengembangan misinya  termasuk  dalam  peningkatan  kesejahteraan  

umat  yaitu  subsidi APBN dan dana  yang berasal dari Badan Usaha   Milik Negara dan 

Swasta. Dalam   pembahasan  ini hanya akan disederhanakan menjadi dua  yakni APBN 

dan dana dari sektor tanggungjawa sosial perusahaan baik negeri maupun swasta.  

a.  Subsidi  APBN yang kurang  

  Dana yang diharapakan berasal dari APBN sebagaimana yang dipahami dari UU 

No., 38/ 1999 tentang Pengelolaan Zakat, ”Dalam menunjang pelaksanaan tugas badan 

amil  zakat  sebagaimana  dimaksud  pasal  8,  pemerintah  wajib  membantu  biaya 

operasional badan amil zakat. (Psl 22). Keinginan untuk disudsidi dari APBN, mengemuka 

pada  kepengurusan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  2001‐2004,562 dan  tampaknya,  sesuai 

dengan   Kepres mengenai pendirian Badan Amil Zakat Nasional,  lembaga  ini menerima 

bantuan   operasional dari Departemen Agama. Kebijakan bantuan yang menggandeng 

kepada  departemen  Agama  dan  tidak  langsung  ke  APBN  memberikan  implikasi 

penerimaan Badan Amil Zakat Nasional yang rendah terhadap bantuan secara material.  

        Tabel 13: tentang Subsidi Departemen Agam RI 

                    Terhadap Badan Amil Zakast Nasional 2001‐2006 (dalam Rupiah)   

 

2001-2002 2003 2004 2005 2006

131.005.00 352.325.00 119.836.00 100.000.00 1.550.000.00

     Sumber : Annual Report 2006, h. 32.  

                                                            562Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima Pengurus Badan Amil Zakat Nasional, tertanggal 17 Juni 2005, h. 5.

Page 237: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

  Dari  tabel  di  atas memperlihatkan  bahwa  subsidi  APBN  yang  diberikan  oleh 

Departemen   Agama kepada Badan Amil Zakat Nasional bersifat  fluktuatif. Pada  tahun 

2004  telah  terjadi penurunan yang sangat dras s  sekitar 60 %. Selanjutnya dari  tahun 

2005 ke 2006 mengalami peningkatan yang sangat signifikan yaitu mencapai 1500 %.     

  Menurut  Subroto, secara administrasit, setiap tahun Badan Amil Zakat Nasional  

mengajukan  proposal    pembiayaan  anggaran  kepada  Departemen  Agama  untuk 

diusulkan  ke APBN.“563 

  Penggunaan  dana  subsidi APBN  dimaksud  secara  bersama‐sama  dengan  dana 

sektor  amil    dipergunakan  oleh  Badan  Amil  Zakat  Nasional  untuk  membiayai  dana 

operasional  organisasi, pembinaan SDM dan sosialisasi program564   

  Dilihat dari  sisi  jumlah anggaran,  subsidi APBN  yang diterima    ternyata Badan 

Amil  Zakat  Nasional  belum  dapat  menunjang  maksimalisasi    program.565 Kendala  ini 

disebabkan  karena  prosedur  administrasi  pengajuan  yang  masih  berinduk  pada 

Departemen  Agama,  sehingga  penjatahan  subsidi  sangat  ditentukan  oleh  kebijakan 

anggaran internal departemen.  

  Penetapan  subsidi APBN bagi Badan Amil  zakat Nasional, dapat ditelaah  lebih 

lanjut karena UU No. 38  / 1999  tentang Pengelolaan Zakat  telah menjadikan pasal 29 

dan 34 UUD  sebagai konsideran.     Dalam kaitan  ini,  terlihat bahwa UU  ini menjadikan 

semangat  pelaksanaan    kehidupan  beragama  (pasal  29  UUD)  dan  semangat 

tanggungjawab  negara  terhadap  fakir misikin    atau  jaminan  sosial  negara  (pasal  34 

UUD).    Dengan  demikian,  kebijakan  pemerintah  dilihat  dari  sisi  pembinaan  finansial, 

terhadap Badan Amil Zakat Nasional masih membebankan pada anggaran departemen 

agama dan hal ini menunjukkan bahwa zakat masih merupakan wilayah keagamaan dan 

dari  sisi  fungsional  tampaknya,  terdapat  keinginan  kuat  untuk menjadikan  Baan Amil 

Zakat sebagai lembaga pelaksana jaminan sosial bagi warga negara yang belum mampu.  

  Dengan memperhatikan  semangat    fungsional  yang  diharapkan  dalam UU  ini, 

maka  subsidi  APBN  yang  hanya  dibebankan  kepada  anggaran  departemen  Agama, 

                                                            563 Wawancara Pribadi Broto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia

Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

564 Wawancara Pribadi Broto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

565Wawancara Pribadi Broto, Kepala Devisi Pengembangan Sumber Daya Manusia Badan Amil Zakat Nasional. Jakarta, 4 Mei 2007.

Page 238: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

mengandung  kekeliruan  logika  ekonomi.  Kekeliruan  ini    terletak  pada    harapan 

fungsional pemerintah pada UU  ini  yang memberikan beban berat bagi  zakat  sebagai 

instrumen  jaminan sosial negara yang  tidak diimbangi dengan kebijakan anggaran dari  

departemen  terkait.   Atas dasar  semangat  fungsional   dimaksud,   maka ekstensifikasi  

(perluasan) sumber anggaran dan  intensifikasi  (penambahan) subsidi APBN bagi Badan 

Amil Zakat Nasional sangat berpeluang untuk   menjadikannya   bertambah baik dari sisi 

sumber pendanaan maupun dari sisi jumlah anggaran.  

  Dari  sisi  anggaran,  maka  selain  departemen  agama,  maka  departemen 

terkaitpun  berpeluang  dijadikan  sebagai  sumber  anggaran.  Dari  sisi  besaran  subsidi, 

memungkinkan  ditambah,  mengingat  pertimbangan  fungsional  sebagai  instrumen 

jaminan sosial.    

b.  Subsidi  Dana dari sektor Tanggungjawab Sosial Perusahaan  BUMN   dan  Swasta            

    Keterlibatan  perusahaan  terhadap  pembinaan  masyarakat  sekitar,  telah 

mengalami  perkembangan  menjadi  dua  model  yaitu    model  ekonomi  dan  model 

sosioekonomi.   Yang pertama berkaitan dengan pembinaan perusahaan dalam bidang 

pemenuhan  kebutuhan  ekonomi masyarakat  sekitar  sedang model  kedua    berkaitan 

dengan  pembinaan perusahaan  kepada msyarakat dengan    penyediaan  fasilitas  sosial 

ekonomi.566    Pada model kedua  ini seperti perusahaan melakukan aktivits sosial dalam 

bidang pendidikan, kesehatan dan pemberdayan ekonomi.567     

  Kebijakan Badan Amil Zaat Nasional untuk mengembangkan program kerjasama 

dengan  sejumlah  perusahaan  dari  BUMN  dan  perbankan  Syari’ah,  hemat  penulis, 

responsi  perusahaan  dimaksud    tidak  dapat  dilepaskan  dari  perwujudan  dari 

tanggungjawab  sosial  perusahaan.  Realisasi  tanggungjawab  sosial  perusahaan  itu, 

menjadikan sejumlah program dapat dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.  

     Tabel 14:  tentang Anggaran Program Kerjasama  

                    Terhadap Badan Amil Zakast Nasional 2001‐2006 ( dalam Rupiah)   

 

                                                            566William M. Pride, at. all., Business (Boston: Houghton Mifflin Company, 1988), h.

41. 567Muslimin Nasution, Mewujudkan Demokrasi Ekonomi, (Jakarta: PIP Publishingm

2007), h 19.

Page 239: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

2001-2002. 2003 2004 2005 2006

275. 972.89

483.372.35 606.923.76 28.589.846.40 13.047.161.79

     Sumber : Annual Report BAZNAS 2006, h. 32.  

  Dari  tabel di atas  terlihat bahwa dana dari  sektor  kerjasama  telah mengalami 

peningkatan dari tahun ke   tahun. Dari tahun 2005‐2006 telah mengalami peningkatan  

dengan menembus angka puluhan milyar rupiah.  

  Untuk melihat  posisi  dana  zakat  dalam  pelaksanan  program‐program    Badan 

Amil Zakat Nasional akan dikemukakan tentang  pengumpulan dana zakat. 

       Tabel  15:  tentang Dana Zakat yang dihimpun  

         Badan Amil Zakast Nasional  2005‐2006  (dalam Rupiah)   

 

No. 2005 2006

1 2.540.588.847 4.825.501.587

                 Sumber : Annual Report BAZNAS 2006, h. 65.  

  Dengan  tabel  di  atas memperlihatkan  bahwa  dana  zakat  dalam    tahun  2005‐

2006  belum menembus  angka  lima milyar  rupiah. Dibanding  dengan  dana  kerjasama 

yang menembus angka puluhan milyar,  menunjukkan  secara potensial dana  kerjasama 

memiliki peluang untuk dikembangkan sebagai dana pendamping  

zakat dalam kegiatan peningkatan kesejahteraan umat.  

  Uraian  perbandingan  ini  menunjukkan  bahwa  betapa  besar  kendala  yanag 

dihadapi  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  jika  sekiranya  sektor  kerjasama  tidak 

dikembangkan.   Kalau diperhatikan dari sisi besaran dana kemitraan dibanding dengan 

dana  zakat,  tampaknya,  telah  terjadi perubahan  kerangka  keuangan. Artinya, dari  sisi 

aspek besaran dana, maka dana zakat yang menjadi perhatian utama Badan Amil Zakat 

Nasional, telah digeser posisinya menjadi dana pendamping oleh dana   kerjasama.  

Jika  sekiranya,  kerangka  keuangan  ini  akan  bertahan  pada  masa  yang  akan 

datang,    yang  berarti  bahwa  dana  zakat  akan menjadi  dana  pendamping, maka  akan 

mempengaruhi citra Badan Amil Zakat Nasional  sebagai  lembaga perzakatan.   Dengan 

melihat kondisi  ini dari sisi kendala struktural, maka terdapat dua kebijakan yang perlu 

Page 240: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dibenahi yaitu  kebijakan yang mendorong dana zakat agar lebih optimal dan  kebijakan 

yang  mendorong  dana  kerjasama  sebagai  wujud  tanggungjawab  sosial  agar  tetap 

optimal.  

     3. Belum Terbit Kebijakan Pemerintah tentang Zakat sebagai pengganti  Pajak    

Penghasilan  

  Menurut UU No., 38/1999  tentang Pengelolaan  Zakat pasal 14  (3)  zakat  yang 

dibayarkan  oleh  muzakki  dapat  diperhitungkan  sebagai  pengurang  terhadap  laba  / 

pendapatan  sisa    kena  pajak.    Selanjutnya,  dalam  naskah  penjelasan  pasal  ini 

menginginkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni membayar zakat dan 

pajak.   Hemat penulis UU  ini menghendaki  agar  tercipta  suatu  kesadaran masyarakat 

yakni  muzaki  untuk  membayar  zakat  agar  dapat  memacu  kesadarannya  dalam 

membayar pajak.  

  Jika ditelaah  lebih  lanjut harapan UU  ini berkaitan dengan pasal 14  (3), maka 

memberikan  penalaran  bahwa,  UU  menghendaki  pendekatan  keagamaan  untuk 

mendorong masyarakat (umat Islam) untuk membayar pajak.   

  Apabila pendekatan  ini dilihat dari perspektif konstitusional, maka  sebenarnya 

sejalan  dengan    pembukaan UUD  1945  yang menempatkan  pada  alinea  ke ga  ”Atas 

berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan  luhur, 

supaya  berkehidupan  kebangsaan  yang    bebas,  maka  rakyat  Indonesia  menyatakan 

dengan ini kemerdekaannya”.  Selanjutnya, Ahmad Sukarja,  menyatakan bahwa  banyak 

hal  yang   dapat disumbangkan oleh  

agama dan umat Islam untuk bangsa Indonesia.568   

   Dengan   uraian  ini, maka peningkatan kesejahteraan umat melalui Badan Amil 

Zakat  Nasional,  dapat  diaktualisasikan  melalui  berbagai  kebijakan.  Sejalan  dengan 

pendekatan  keagamaan  sebagaimana  yang  dipahami  dari  UU  No.  38/  1999  tentang  

Pengelolaan  Zakat  pasal  14  (3),  maka  menjadikan  zakat  sebagai  pengganti  pajak 

                                                            568Dalam orasi guu besar berjudul “Kontribusi Islam Bagi Demokrasi Pancasila, tinjauan

Ilmu Fikih Siyasah” mengemukakan dalil bahwa banyak hal yang dapat disumbangkan oleh agama dan umat Islam bagi demokrasi dan demokratisasi Pancasilan. Tentunya disertai dengan wawasan yang moderen, luas dan luwes dengan memperhatikan lingkungan dan kondisi keindonesiaan. Hubungan antara agama dan negara perlu terus dipelihara. Upaya yang ditawarkan di antaranya, reinterpretasi, reaktualisasi, objektivikasi. Ahmad Sukarja, Orasi Pengukuhan guru besaer dalam ilmu Fikih Siyasah Fgakultas Syari’ah IAIN Jakarta, 1997, h. 38.

Page 241: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

penghasilan merupakan suatu hal yang   patut dipertimbangkan dan memiliki  landasan  

konstitusional dan realistis.  

  Dari sisi konstitusional sebagaimana yang diuraikan di atas dan dari sisi realistis  

menunjukkan  bahwa:  (a).  Dana  zakat  yang  merupakan  kewajiban  umat  Islam  dan 

berfungsi sebagai instrumen peningkatan kesejahteraan umat melalui Badan Amil Zakat 

Nasional dapat lebih optimal jika didukung oleh subsidi dari APBN dan dana kerjasama. 

(b) Pajak sebagai pemasuk keuangan terbesar dalam APBN,  tidak hanya bersumber  dari 

pajak  penghasilan, pajak bumi dan bangunan, serta pajak pertambahan nilai.   

  Dari sisi struktur keuangan pajak, maka pajak penghasilan merupakan salah satu 

di antaranya dan dampak yang ditimbulkan bagi dunia perzakatan dalam kaitan dengan 

kebijakan tentang penggantian pajak penghasilan dengan dana zakat berpeluang untuk 

menciptakan  kesadaran  kepada  muzaki  untuk  menunaikan  ibadah  terhadap  zakat 

mereka pada satu sisi dan akan mendorong umat  Islam untuk membayar beban pajak 

yang lainnya.  

        4.  Belum  ada  ketentuan    yang  mewajibkan    unit    pengumpul  zakat  (UPZ)  bagi 

departemen,  lembaga,  BUMN  dan    perwakilan  di  luar  negeri,  untuk  menyetorkan 

zakatnya ke Badan Amil Zakat Nasional .569  

       5.  Lemahnya  UU  No.  38/1999  tentang  Pengelolaan  Zakat  yang  berbasis  Sosio 

Ekonomi Religius.   Karena UU ini tidak memberikan nuansa pendayagunaan zakat yang 

optimal, maka kondisi    ini merupakan kendala dalam pendayagunaan zakat bagi Badan 

Amil Zakat Nasional.. Pertimbangan atas perlunya amandemen UU ini didasarkan karena 

ia: a. Tidak berbasis Pada Pendekatan Sosio Ekonomi; b. Aspek Pendayagunaan hanya 

bersifat  alternatif  dan  tidak  bersifat  keniscayaan;  c.  Lemahnya  pertanggungjawaban 

hasil  pendayaguaan zakat. 

Pertama.    Tidak  Berbasis  Pada  Pendekatan  Sosio  Ekonomi    Salah  satu  dasar 

pertimbangan UU No. 39/1999 tentang Pengelolaan Zakat, mengakui bahwa dana zakat 

memiliki  potensi  untuk  mewujudkan  kesejahteraan masyarakat.570   Dari  sisi  filosofis, 

                                                            569Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima, h. 6.

570 ”bahwa penunaian zakat merupakan kewajiban umat Islam Indonesia yang mampu dan hasil pengumpulan zakat merupakan sumber dana yang potensial bagi upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat

Page 242: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

konsideran di atas menjadikan zakat sebagai sumber kesejahteraan masyarakat dan hal 

ini  sesuai  dengan  fungsi  zakat  sebagai  instrumen  untuk  peningkatan  kesejahteraan 

umat‐  sebagaimana  diuraikan  pada  bab  II  Disertasi  ini‐.  Namun,  jika  diperhatikan 

penjabaran konsideran tersebut ke dalam pasal‐pasal UU  ini tampaknya tidak terdapat 

konsistensi. Padal pasal 4  dinyatakan:  ”Pengelolaan zakat berdasarkan iman dan takwa, 

keterbukaan, dan kepastian hukum sesuai dengan Pancasila dan Undang‐Undang Dasar 

1945”,  menurut  hemat  penulis  pandangan  ini  dak  mencerminkan  adanya  gagasan 

untuk  melakukan  pendayagunaan  zakat.  Kata  keterbukaan,  lebih  mengarah  pada 

dimensi  kejujuran  pengelola  zakat  dari  pada  dimensi manajemen.  Seharusnya,  dalam 

klausul tersebut disebutkan kata ”profesionalisme” untuk memberikan penekanan pada 

nilai‐nilai pendayagunaan zakat yang tentunya tercakup makna sosial ekonomi. 

Kata  profesionalisme  yang  diharapkan  ditambahkan  ke  dalam  klausul  asas  ini 

selain  sejalan  dengan  fungsi  amil  sebagaimana  yang  dikemukakan  pada  pembahasan 

sebelumnya‐  bab  II  Disertasi  ini  –  juga  sekaligus  mengakui  eksistensi  amil  sebagai 

mustahik  dalam  zakat. Untuk  yang  terakhir  ini menunjukkan  bahwa  hasil  usaha  amil 

dalam  pengelolaan  zakat  yang  dikembangkan  secara  profesional,  secara  syar’iy  layak 

untuk memperoleh konpensasi sebagai balas  jasa atas usaha yang diberikannya secara 

profesional. 

Implikasi  dimasukkannya  kata  ‘profesionalisme’  ke  dalam  asas  pengelolaan 

dalam UU  ini,  diperlukan  penambahan  pasal  yang  secara  khusus mengakui  eksistensi 

amil  sebagai mustahik     Kedua. Aspek Pendayagunaan  secara Sosial‐Ekonomis Religius 

Bersifat Alternatif dan Tidak Bersifat Keniscayaan  

Dalam  pasal  16  ayat  (20)  UU  ini  dinyatakan,  ”...pendayagunaan  hasil   

pengumpulan  zakat  berdasarkan  skala  prioritas  kebutuhan  mustahik  dan  dapat 

dimanfaatkan  untuk  usaha  yang  produktif....”  Pandangan  ini    menempatkan 

pendayagunaan  sebagai  model  yang  dipilih  setelah  kebutuhan    mustahik  yang  non 

ekonomi    dan  ekonomi    ”darurat”  –seperti  bagi  fakir  dan  miskin‐  dapat  terpenuhi. 

Pendayagunaan  yang non ekonomi misalnya  kesehatan, pengembangan  agama, harus  

didahulukan sebelum dilakukan pendayagunaan ekonomi.  

Page 243: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Berkaitan dengan pasal ini,571 Kepmenag No, 581/ 1999 tentang Pelaksanaan UU 

Pengelolaan  Zakat,  Pasal  28    ditemukan  dua  model  pendayagunaan  zakat  yakni 

pemenuhan kebutuhan dasar dan pendayagunaan untuk usaha produktif bagi mustahik.  

Keputusan Menag  tersebut  tetap menempatkan pendayagunaan  yang bersifat 

ekonomi  sebagai  pilihan  dan  bukan  sebagai  keniscayaan  yang  berpeluang  untuk 

dilakukan  setelah  terdapat  kelebihan  zakat  dari  penggunaan  untuk  kepentingan 

mustahik dalam konteks yang tidak berdaya. 

Sebagai  instrumen ekonomi  yang dibangun dari pelaksanaan  rukun  Islam bagi 

muzakki, maka  seyogianya  zakat  ditempatkan  dalam  konteks  pendayagunaan  secara 

sosial  ekonomi  religius.  Secara  subtantif  pendekatan  zakat  yang  dianut  oleh  UU  dan 

Kepemenag di atas, tidak  mensinergikan dimensi‐dimensi yang terkandung dalam aspek 

pendayagunaan  zakat.  Akibatnya,    zakat  akan  berfungsi  sebagai  sarana  pemenuhan 

kebutuhan  mustahik  yang  bersifat  insidentil  dan  tidak  saling  komplementer  antar 

dimensi.  Akibat  pandangan  ini,  menjadikan  mustahik  dari  kelompok  miskin  hanya 

menikmati  zakat  sebagai  upaya  pemenuhan  kebutuhan  dasar  mereka  terlepas  dari 

pemenuhan nilai‐nilai    religius;  sebaliknya  ibn al‐sabîl menerima  zakat  sebagai bagian 

dari  pengembangan nilai religius terlepas dari nilai  ekonomi.  

Dari  uraian  yang  didasarkan  pada  UU  dan  Kepmenag  di  atas,  menunjukkan 

adanya  pertentangan  dengan  rumusan  fikih  zakat  yang  telah  dirumuskan Badan Amil 

Zakat Nasional. Menurut rumusan fikih Badan Amil Zakat Nasional, menunjukkan adanya 

keinginan  untuk  menjadikan  zakat  berfungsi  untuk  mengangkat  mustahik  dari 

kemiskinan dan perlunya ”telaah  faktor‐faktor” dari kemiskinan  itu. Tentu saja ”telaah 

faktor”  dari  kemiskinan  mustahik,  merupakan  bagian  dari  upaya  pendayagunaan 

zakat.572    

                                                            571Kepmenag No, 581/ 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat, Pasal 28: 1.

Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnu sabil. b. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan. 2. Pen-dayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan.

572 ”Besarnya dana zakat yang diberikan kepada masing-masing asnaf adalah dalam ukuran yang dapat mengangkatkanya dari kemiskinan, menghilangkan segala faktor yang

Page 244: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Selanjutnya, pandangan fikih zakat ini,  tidak memberikan kesan pendayagunaan 

sebagai alternatif sebagaimana yang terkesan pada  UU dan Kepmenag di atas.  

Ketiga.  Pertanggungjawaban  Aspek  Pendayagunan  Zakat  yang  lemah.  UU  ini, 

yang menganut  dua  jenis  pertanggungjawaban  yaitu  internal  dan  eksternal.  Internal 

menyangkut  pengawasan  yang  dilakukan  oleh  Badan  Pengawas  yang  dalam 

melaksanakan  tugasnya memungkinkan meminta  bantuan  akuntan  publik  (pasal  18). 

Sedang eksternal, Badan ini berkewajiban memberikan laporan tahunan kepada Dewan 

Pewakilan  Rakyat  Republik  Indonesia  (pasal  19)  dan  juga    masyarakat  secara  luas 

berpeluang dalam pengawasan badan amil zakat dan lembaga amil zakat (pasal 20). UU 

ini pada pasal 21 memberikan penjelasan  tentang  jenis  sanksi  yang diberikan  kepada 

pengurus  badan  amil  zakat  yang  melakukan  pelanggaran  berupa,  kelalaian  tidak 

mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat. Dari sisi pertanggungjawaban, 

tampaknya   kesalahan dalam   hal   pemilihan   kebijakan   dalam   pendayagunaan zakat 

tidak  terakomodir  

dalam sanksi  di atas.  Dilihat dari sisi ruang lingkup  kesalahan  (pasal 21) hanya bersifat 

administrasi semata, pada hal dalam tugas amil menurut  Islam tidak sekedar mencatat 

tetapi  berbagai  multi  tugas  yang  pro  kepada  pendayagunaan  terhadap  mustahik  –

sebagaimana dikemukakan pada bab dua penelitian ini‐.    

Dalam hal pelaporan  kepada Dewan Perwakilan Rakyat    (DPR)  yang dilakukan 

oleh  Badan  Amil  Zakat    pada  akhir  tahun  pelaksanaan  tugasnya  (pasal  19)  dipahami 

sebagai  laporan tahunan dan   seharusnya  laporan  itu dilakukan sebelum melaksanakan  

pendayagunaan zakat   sebagai  laporan awal dan dilakukan evaluasi pada  laporan akhir 

tahun. Model  laporan yang diamanahkan pasal 19  ini  dak memberikan nilai evaluasi 

atas    pelaksanaan  pengelolaan  zakat  untuk  dipergunakan  pada  tahun  berjalan,  tetapi 

nilai  itu berlaku untuk tahun berikutnya. Berkaitan dengan model laporan ini – laporang 

awal dan akhir‐ memungkinkan dilakukan koreksi oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam 

tahun  berjalan  terhadap  pendayagunaan  zakat  yang  dilakukan  oleh  Badan  Amil 

Nasional.  Dengan  demikian,  Dewan  Perwakilan  Rakyat  tidak  sekedar  mengetahui 

                                                                                                                                                                   membuatnya melarat, dan bisa menanggulangi kesulitan yang sedang dihadapinya pada waktu itu. Tujuan zakat adalah untuk memberikan kecukupan buat selama hidupnya”Badan Amil Zakat Nasional, Fiqih Zakat di Indonesia, t.th., h. 38. Buku ini masih merupakan draft, tetapi secara internal kelembagaan telah dipergunakan. Menurut rencana buku ini akan dipergunakan secara nasional sebagai buku fikih untuk bidang zakat di Indonesia.

Page 245: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

penggunaan  zakat,  tetapi  secara  langsung  berpeluang  untuk  menyentuh  aspek 

pendayagunaan zakat.  

      6.  Belum  terbit  Peraturan  Pemerintah  tentang  pola  koordinasi  antara  Badan  Amil 

Zakat Nasional dan lembaga pengelola zakat.  

Sebaga akibat tidak terbitnya PP terkait dengan pola koordinasi dimaksud maka 

lembaga‐lembaga  tersebut  kurang  bersedia  untuk  berada  di  bawah  koordinasi  Badan 

Amil  Zakat  Nasional.573   Secara  yuridis  formal,  pemahaman  terhadap  koordinasi  ini 

hanya berdasar Kepres mengenai Badan Amil Zakat Nasional. Dengan Kepres itu, Badan 

Amil Zakat Nasional menetapkan kebijakan dalam bentuk misi kelembagaan.  

  Secara potensial, dengan tidak terbitnya PP  ini maka beberapa hal yang diduga 

kuat  untuk  mendorong  kesejahteraan  umat  tidak  dapat  diwujudkan  di  antaranya.        

Badan           Amil  Zakat Nasional tidak dapat  membangun secara  

komprehenshif  pola  kemitraan  dengan  badan  amil  zakat  daerah.  Hal  ini  dikarenakan 

tidak ada  landasan yuridis  sebagai kerangka  teknis. Secara aktual, potensi manajemen 

yang dimiliki oleh Badan Amil Zakat Nasional   dapat ditranformasikan  terhadap badan 

amil zakat daerah. Transformasi ini bagi kepentingan badan amil daerah sangat strategis 

dengan argumen: (a) Badan amil zakat daerah sedang berada dalam era otonomi daerah 

yang  secara  substantif  berpeluang  untuk  membangun  kemandirian  dengan 

mengembangkan potensi daerah baik untuk aspek penghimpunan dana maupun untuk 

aspek  pendayagunaan.  Untuk  pengembangan  kedua  hal  ini,  maka  transformasi 

manajemen dari Badan Amil Zakat Nasional menjadi sangat  penting. 

  Berkaitan dengan kebutuhan transformasi manajemen badan amil zakat daerah 

terhadap  Badan  Amil  Zakat Nasional  didukung  oleh  data  ”Permintaan  khusus  BAZDA 

kepada  BAZNAS.  Dalam  hal  ini  BAZDA  tertentu meminta    pendapat  kepada  BAZNAS 

berkenaan dengan pendayagunaan  zakat.  Sebagai  contoh permintaaan  tertulis BAZDA 

Provinsi  Nanggro  Aceh  Darussalam  dalam  rangka menyongsong  lahiranya  Baitul Mal 

Provinsi Naggro Aceh yang lembaga ini telah mengambil alih fungsi  BAZDA  provinsi.” 574  

                                                            573Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima, h. 5. 574 Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian

Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 19 Mei 2008.

Page 246: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

(b)    Secara  realitas,  umat  Islam memiliki  tingkat  kualitas  dan  kuantitas  yang 

bervariasi dari  sisi    sosial  ekonomi dan  religius,  yang  secara desentralistik merupakan 

daerah  kerja  Badan  Amil  Zakat  Darah  tertentu.  Kondisi  sosial  ekonomi  religius  yang 

demikian  bagi  Badan  Amil  Zakat  Daerah,  baik  dari  sisi  muzaki  maupun  mustahik 

memerlukan tranformasi manajemen dari Badan Amil Zakat Nasional. Jika sekirnya hal‐

hal    dimaksud  tidak  dapat  terwujud,    distribusi  keadilan  antar  daerah  ”minus”  dan 

daerah ”surplus” antar badan amil zakat daerah tidak dapat terwujud.  

    (c)  Secara  nasional  di  kalangan  pengelola  zakat,  belum  terjadi  kesepakatan 

mengenai bukti  sektor  zakat  ( BSZ) yang   dikeluarkan oleh Badan Amil Zakat Nasional 

sebagai  satunya‐satunya  BSZ  dan  diakui  oleh  Dirjen  Pajak  sebagai  pengurang 

penghasilan  kena pajak. Akibatnya    realisasi dari  zakat pengurang   penghasilan    kena 

pajak  belum  dilaksankaan  secara  optimal.  Selain  berkaitan  dengan  pajak,  BSZ 

merupakan  instrumen  yang  dapat  dijadikan  sebagai  sumber    informasi  mengenai 

perkembangan  pengumpulan  dana  zakat  yang  dilakukan    oleh  BAZ  dan  LAZ  secara 

nasional. Akibat kondisi tersebut, maka  informasi secara nasional mengenai dana zakat 

yang  terkumpul  secara  nasional  masih  sulit  untuk  diperoleh  secara  akurat. 575  

Diharapkan dengan terbitnya   peraturan berkaitan dengan hubungan antar Badan Amil 

Zakat Nasional dan daerah, keseragaman BSZ dapat terwujud.   

B.  Kendala Lingkungan Eksternal Kultural dan Internal Kelembagaan  

  Pembahasan  ini  dimaksudkan  untuk    mengemukakan  hal‐hal  yang  menjadi 

kendala bagi Badan Amil Zakat Nasional yang berada di  luar kelembagaan dan bersifat 

kultural maupun internal kelembagaan.  

      1.  Kendala Lingkungan Eksternal Kultural  

   Urgensi  pembahasan  ini  karena  akan  memberikan  analisis  dari  sisi    faktor 

manusia baik dari sisi mustahik maupun muzaki, sebagai pelaku kultural dalam kaitannya 

dengan aktfitas perzakatan. Aktifitas perzakatan sebagai bagian dari kultural  dipandang 

memiliki pengaruh terhadap eksistensi Badan Amil Zakat Nasional dalam melaksanakan 

peningkatan  kesejahteraan  umat.  Baik  aktifitas  perzakatan  ‐yang melibatkan muzaki, 

mustahik maupun  amil‐   maupun  pening  katan  kesejahteraan,    keduanya merupakan 

                                                            575Achmad Subianto, Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional 2001-2004 Pidato Serah

Terima, h. 6.

Page 247: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

bagian dari kultural.   Untuk kepen tingan pembahasan  ini maka akan diuraikan dari sisi 

faktor mustahik dan muzaki dalam kaitannya dengan Badan Amil Zakat Nasional  

a.   Pandangan Mustahik Kurang Tepat tentang Dana  Zakat   

Hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Basril menunjukkan bahwa hanya 

sekitar 30 % dari dana bergulir yang diberikan oleh Bazis DKI Jakarta, dapat dikembalikan 

dengan baik oleh kelompok usaha yang berasal dari mustahik.576   Menurut pengamatan 

Bazis DKI  Jakata  seperti   dinyatakan Marzani Anwar yang dikutif Muhammad Daud Ali 

bahwa  terdapat  faktor  penghambat  dalam  pembinaan  dana  bersifat  produktif  yang 

telah diterima oleh mustahik. Faktor  itu:  (1) pandangan mereka bahwa dana  itu  dak 

wajib dikembalikan. Menurutnya, tidak   ada nash yang mewajibkan dana yang diterima 

oleh mustahik  

untuk mengembalikannya; (2) Mustahik belum memiliki pola pikir wirausaha.577   

Pandangan yang kurang  tepat mustahik    tentang dana  zakat  terjadi  juga pada 

Badan  Amil  Zakat  Nasional.  Data    menunjukkan  bahwa,  terdapat  pandangan  yang  

melihat  bahwa  dana  yang  diberikan  kepada  mereka  adalah  hak  milikinya  sehingga 

pesan‐pesan zakat sebagai instrumen yang harus merubah cara berpikir mereka ke arah 

yang  produktif  tidak  dapat  tercapai.    Menurut  Budi  Setiawan,  pandangan  mereka  

merupakan  tantangan  Badan  Amil  Zakat  Nasional  untuk  mengubah  cara  berfikir 

mereka.578  

Selain  perilaku  seperti  di  atas,  bentuk  lain  adalah mustahik  kelompok miskin 

sering  datang  ke  konter  Badan Amil  Zakat Nasional  untuk memohon  zakat walaupun 

pernah datang sebelumnya.579    Hemat penulis cara berfikir sebahagian mustahik yang 

memandang zakat sebagai hak milik mereka mendorong mereka untuk mempergunakan 

zakat  itu  dengan  kurang  memperhatikan  makna  zakat.  Akibatnya,    zakat  yang 

                                                            576Dana yang diberikan itu, walaupun qardul hasan yang bersumber dari infak, namun

mencerminkan perilaku mustahik secara umum. Basril, “Upaya Bazis: dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui ZIS DKI Jakarta,” (Disertasi S3 PPS Universitas Islam Negeri Jakarta, 2000), h. 234.

577Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), cet. I, h. 70.

578Wawancara Pribadi dengan Budi Setiawan,Staf Divisi Program Pengurus Pelaksana Harian Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

579Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 19 Mei 2008.

Page 248: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

seharusnya  berfungsi    sebaga  instrumen  yang    mendorong  semangat  bekerja, 

menjadikan mereka justru memiliki sikap ketergantungan terhadap dana zakat.   

b.      Tingkat  Kepercayaan Muzakki Masih  Lemah  Pada  BAZNAS    Yang  Berimbas  Pada 

Kurangnya dana yang dihimpun  

   Dalam manajemen seperti pada pandangan Balanced Scorecard bahwa manajer 

mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar sebagai sasaran  dan akan menjadi objek 

persaingan di antara sesama dunia bisnis.580  Jika pandangan ini dikaitkan dengan Badan 

Amil Zakat Nasional, maka pelanggan adalah muzaki. Karena muzaki adalah kelompok 

yang akan memberikan dana zakat kepada Badan Amil Zakat Nasional.     Untuk melihat 

kendala berkaitan dengan tingkat kepercayaan muzaki maka terdapat empat unsur yang 

akan dikemukakan yaitu muzaki      sasaran,       akuisisi muzaki,   kepuasan muzaki    dan    

profitabilitas  

muzaki.581   

  Pertama, muzakki  sasaran. Dari  sisi  yuridis  formal  Badan Amil  Zakat Nasional 

dimaksudkan untuk melakukan manajemen terhadap pengumpulan dan pendistribusian  

serta  pendayagunaan  zakat. Muzaki  yang  dimaksud UU No.  38  pasal  1  adalah  orang 

muslim  atau  badan  yang  dimiliki  oleh  orang muslim.    Selanjutnya UU  ini membatasi 

kewenangan Badan Amil  Zakat Nasional  sebagaimana pada Kepmenag No. 581/ 1999 

tentang pelaksanaan UU No. 38  tentang Pengelolaan  Zakat,   pasal 25 pada    instansi/  

lembaga pemerintah tingkat pusat, swasta nasional dan luar negeri 

  Memperhatikan muzaki  sasaran, maka  secara  potensial muzaki    Badan  Amil 

Zakat Nasional  memiliki karakteristik muzaki  tersendiri dan secara sosioekonomi dapat 

dinyatakan  bahwa  Badan  ini  memiliki  muzakki  sasaran  dari  kalangan  elitis.  Dengan 

muzakki sasaran yang elitis tersebut, dalam arti upaya untuk menjalankan UU dimaksud, 

maka    dukungan  peraturan  atau  aspek  struktural  sangat  dibutuhkan.  Sebagaimana 

dikemukakan  sebelumnya  bahwa  belum    terbitnya  peraturan  berkaitan  dengan 

kewajiban  bagi  UPZ  yang  ada  di  badan  usaha  atau  instansi  pemerintah  untuk 

                                                            580Robert S. Kaplan dan David P. Norton, Balanced Scorecard, (Harvard: Harvard

Business School Press, 1996), h. 23. 581Keempat unsur berkaitan dengan muzakki diadaptasi dari pandangan Kaplan yang

menetapkan keempat unsur itu dalam pelanggan. Robert S. Kaplan & David P.Norton, Balanced Scorecard, h. 60.

Page 249: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

menyalurkan zakatnya kepada Badan Amil Zakat Nasional dipandang sebagai salah satu 

kendala.   

  Kendala  yuridis  terhadap  muzakki  sasaran  Badan  Amil    Zakat    Nasional  ini 

diperparah  dengan  kondisi  bangsa  Indonesia  yang  memasuki  era  demokrasi    yang 

ditandai dengan kebebasan berpendapat dan  berbicara  pasca reformasi. Dalam era ini 

tingkat  kepercayaan  masyarakat  kepada  birokrasi  mengalami  penurunan  dibanding 

dengan  era  sebelumnya.  Kondisi  demokrasi  yang  memberikan  ruang  gerak  kepada 

publik, hemat penulis merupakan bagian dari aktifitas kultural  yang dapat berpengaruh 

bagi   tingkat  loyalitas muzakki untuk memilih suatu  lembaga pengelola zakat, terutama 

yang bercitrakan  ”lembaga pemerintah” dalam hal ini Badan Amil Zakat Nasional.  

  Dengan memperhatian kondisi era demokrasi dengan citra lembaga publik yang 

belum  ”bersahabat”  maka  kondisi  ini  akan  memberikan  dasar  pertimbangan  bagi 

muzakki sasaran Badan Amil Zakat Nasional untuk tidak berzakat pada lembaga ini.   

  Berkaitan  kecenderungan muzakki  sasaran  Badan  Amil  Zakat  Nasional, maka 

secara  faktuil  terdapat  lembaga  amil  yakni    lembaga  amil  zakat  nasional  yang    telah 

menerima  zakat  dari  perusahaan  swasta  nasional. 582  Dengan  demikian,  dapat  

dinyatakan bahwa  loyalitas muzakki sasaran Badan Amil Zakat Nasional ‐yakni berzakat 

secara    tetap,‐   patut dipertanyakan.   Dengan demikian,   bagi Badan  ini berkewajiban 

untuk  mempertahankan atau melakukan retensi terhadap muzakki sasaran.    

             Kedua, mempertahankan atau retensi muzakki  

  Mempertahankan muzakki yang menjadi pelanggan tetap bagi Badan Amil Zakat 

Nasional,  merupakan  suatu  tantangan  yang  dihadapi  Badan  ini.  Untuk  membangun 

komunikasi  kepada  muzakki,  maka  Badan  ini  menerbitkan  news  BAZNAS  yang 

memberikan  informasi  tentang  aktifitas  Badan  ini  baik  terhadap  mustahik  maupun 

informasi berkaitan kegiatan‐kegiatan yang telah dilakukan oleh Badan  ini. Kegiatan  ini 

                                                            582Data yang diterima dari Dompet Dhuafa dalam tiga tahun terakhir 2007, 2006, 2005.

terdapat beberapa direktur pada perusahaan swasta nasional yang menyetor zakat mereka dengan jumlah di atas Rp. 300 juta. Wawancara Pribadi Yuli Pujihardi, Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 250: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dimaksudkan agar muzakki dapat mengetahui aktifitas Badan dan penggunaan keuangan 

dana zakat kepada  masyarakat.583  

Ketiga,  akuisisi  muzakki.  Akuisisi  muzakki  merupakan  suatu  upaya  untuk 

melakukan   perluasan muzakki sasaran. Secara realitas,   terdapat muzakki   perorangan 

yang  memilih  Badan  Amil  Zakat  Nasional. 584      Muzakki  dari  kalangan  pengusaha  

menengah    ke  bawah  yang  secara  yuridis  formal  harus memilih  badan  amil  daerah, 

tampaknya perlu mendapat kajian lebih mendalam pada kesempatan lain.    

  Dari sisi  potensi  akuisisi  muzakki   dilihat  dari sisi  kutural   tampaknya,  

Badan Amil Zakat Nasional,  memiliki peluang untuk  mengembangkannya.  

Keempat,     kepuasaan     muzakki.  Menurut    Kaplan bahwa, retensi dan   

akuisisi pelanggan  sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk memuaskan  

pelanggan.585  Dalam kaitan dengan   kepuasan pelanggan dalam hal  ini muzakki, maka  

pertanyaan  yang  perlu  dijawab  adalah manfaat  apa  yang  diterima  oleh   muzakki  jika 

memilih  Badan Amil  Zakat Nasional  sebagai  tempat  pelaksanaan  ibadah  zakat  ?  atau 

dalam bahasa Kaplan bahwa, kepuasaan  muzaki / pelanggan  memberikan umpan balik 

seberapa jauh  organisasi melaksanakan aktifitas bisnis.586  Jika  pernyataan ini diterima 

maka    pandangan  Abdul  Hamid  berikut  ini  dapat memberikan  panduan  Badan  Amil 

Zakat Nasional mengenai  sejumlah    titik  penekanan  bagi  aspek  pemuasan    terhadap 

mustahik. Pandangan dimaksud  lebih menitikberatkan pada psikologis pelanggan yaitu:  

”(a) Memberikan    keuntungan,  (b) Menghargai  dan membeli  janji‐janji,  (c) Membeli 

kepercayaan,  (d)  Membeli  harapan‐harapan,  (e)  Sebagai  jalan  keluar,  (f)  Wujud 

penghormatan peribadi.”587    

Dari  pandangan  Abdul    Hamid  di  atas,  yang  menekankan  aspek  psikologis 

pelanggan  tampaknya, mereka memiliki  tingkat keraguan yang cukup  terhadap produk 

yang  ditawarkan  kepada  mereka.  Dari  sisi  ini  kiranya  produk  yang  ditawarkan  oleh 

Badan    Amil  Zakat  Nasional,  tidak  hanya  sekedar  memberikan  pelayanaan  sebagai 

                                                            583Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 19 Mei 2008. 584Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus

Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 19 Mei 2008. 585Robert S. Kaplan & David P.Norton, Balanced Scorecard, h. 61. 586Robert S. Kaplan & David P.Norton, Balanced Scorecard, h. 61. 587Abdul Hamid, “Arti Phlosogis “Duel Identity” Koperasi” dalam Juranl Etikonomi,

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vo. 2 No 2 Agustus 2003, h. 241.

Page 251: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

lembaga  kesejahteraan  umat  tetapi  karakteristik  sebagai  lembaga  keagaman  kiranya 

menjadi bahan pertimbangan untuk ditampilkan kepada muzakki.  

Salah  satu  karakteristik  sebagai  lembaga  keagamaan,    dalam  hal  ini  lembaga 

yang    bergerak  dalam  bidang  penyediaan  fasilitas  bagi muzaki,  yakni  impelementasi 

ajaran psikologis yang ditawarkan QS. al‐Taubah: 9/113: 103588  Pembahasan  ini     telah    

dikemukakan    pada    Bab  II   yang  dinyatakan zakat  

sebagai instrumen untuk memperoleh nilai spritual dalam bekerja. 

Dengan  demikian  berkaitan  dengan  karakteristik  Badan  Amil  Zakat  Nasional  

seperti dikemukakan di atas, maka pertanyaan yang dapat diajukan adalah sejauhmana 

Badan  ini  telah   membangun  transformasi  nilai‐nilai  spritual  dalam  bekerja  terhadap 

muzaki.   

Dalam  kaitan  ini,  patut  dikemukakan    kecenderungan  muzaki  untuk  

menunaikan zakat pada bulan Ramadhan sebagai bulan pilihan pada satu sisi dan tingkat 

penerimaan dana zakat yang besar bagi lembaga pengelola zakat termasuk pada Badan 

Amil Zakat Nasional.589  Kecenderungan ini juga diakui oleh Dompet Dhuafa.590   

Kecenderungan perilaku muzaki untuk memilih bulan Ramadhan sebagai bulan 

pengeluaran  zakat,  dilihat  dari  sisi  kultural  dapat  diterima  dengan mengaitkan  bulan 

dimaksud dengan ajaran Islam yang menilai sebagai momen ibadah, baik puasa maupun 

ibadah sunat dengan janji‐janji pahala yang berbeda di luar ramadhan.  

                                                            588

õ‹è{ ô⎯ÏΒ öΝÏλÎ;≡uθ øΒ r& Zπ s% y‰|¹ öΝèδ ãÎdγ sÜè? ΝÍκ Ïj.t“ è?uρ $ pκÍ5 Èe≅ |¹ uρ öΝÎγ ø‹n= tæ ( ¨β Î) y7 s?4θ n= |¹ Ö⎯s3y™ öΝçλ°; 3 ª!$#uρ

ìì‹Ïϑ y™ íΟŠ Î= tæ ∩⊇⊃⊂∪

103. Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan[658] dan mensucikan[659] mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. [658] Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada harta benda. [659] Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan harta benda mereka.

589Penerimaan bisa mencapai 80 % dari total dana penerimaan zakat dalam tahun itu. Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

590Wawancara Pribadi Yuli Pujihardi, Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 252: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dalam perspektif sosioekonomi, pelaksanaan  ibadah puasa dan  ibadah    lainnya 

pada  bulan  Ramadhan  mempunyai  implikasi  pada  pola  konsumsi  umat  Islam.    

Kecenderungan mengkonsumsi bagi umat Islam pada bulan ini   memiliki  

peningkatan  ketimbang    di  luar  bulan  dimaksud.  Menurut  pengamat  ekonomi, 

peningkatan   pengeluaran di bulan dimaksud dibanding bulan lainnya mencapai tingkat 

perbedaan  di atas 30 %.591   

Memperhatikan  pola  konsumsi  umat  Islam  pada  bulan  dimaksud,  dan 

kecenderungan mengeluarkan    zakat  pada  bulan  ini, maka  secara  sosiekonomi  dapat 

dinyatakan  bahwa  bulan  dimaksud  bagi  umat merupakan moment  pengeluaran  yang 

tinggi.    Perilaku  umat  Islam  yang  sebahagian mereka merupakan muzakki,  dikaitkan 

dengan  kemampuan  Badan Amil  Zakat Nasional  untuk mensiasati  kencederungan  ini, 

tampaknya,  Badan  Amil  Zakat  Nasional,  justru  melakukan  instensifikasi  dan 

ekstensifikasi  pelayanan  pada  muzaki.  Untuk  yang  pertama    memperbanyak  jam 

pelayanan  kepada  muzaki  dan  ekstensifikasi  yakni  memperbanyak  konter‐konter  

pelayanan  muzaki  atau  penerimaan  zakat  pada  daerah  strategis    seperti    di  pasar, 

swalayan dan masjid. Penyebaran brosur dan tenaga konsultasi tentang hukum zakat 592   

Upaya intensifikasi dan ekstesifikasi pelayanan pada muzaki yang dilakukan oleh 

Badan Amil Zakat Nasional, juga dilakukan oleh  pengelola zakat lainnya seperti Dompet 

Dhuafa.593  

 Dengan  uraian  di  atas, menunjukkan  bahwa  terjadi  persamaan  persepsi  dan 

pola penyiasatan lembaga pengelola zakat dalam menyikapi kecenderungan umat Islam 

berzakat pada bulan ramadhan. Pola penyiasatan yang dilakukan oleh pengelola zakat, 

dilihat dari  sisi manajemen  tampaknya hanya memberikan pelayanan kepada muzakki 

dalam arti hanya terbatas pada aspek pemberian informasi mengenai hukum zakat dan 

dampaknya  secara  sosioekonomi    religius  pada  mustahik  dan  penyediaan  sarana 

pembayaran zakat.  

                                                            591 Informasi ini diperoleh pada acara ”Apa Kabar Indonesia”, dengan tema

”Menyisiasati Pengeluaran pada Bulan Ramadhan” via stasion TV ONE, tgl 26 Agustus 2008 jam 07-08.30 Wib.

592Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

593Wawancara Pribadi Yuli Pujihardi, Direktur Komunikasi dan Sumber Daya Dompet Dhuafa, Jakarta, 11 Pebruari 2008.

Page 253: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dengan demikian, kendala kultural yang dihadapi Badan Amil Zakat selain pada 

perilaku  muzaki  juga  pada  pola  penyiasatan  yang  dibangun  oleh  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dengan menyentuh unsur rasionalitas muzakki, yang  

tampaknya memiliki kesamaan pola dengan pengelola zakat lainnya.  

Kelima,  profitabilitas muzakki  

Persaingan antar pelanggan dalam  hal ini muzakki  untuk  memilih Badan  

Amil  Zakat Nasional  sebagai  tempat  penyerahan  dana  zakat merupakan  kondisi  yang 

dihadapi  oleh  lembaga  ini.   Dalam  kaitannya  dengan  lembaga  zakat, maka  hubungan 

antar Badan Amil Zakat dengan muzakki terjalin di atas  landasan kepercayaan. Dengan 

demikian dapat diduga kuat bahwa semakin tinggi tingkat kepercayaan muzaki kepada 

lembaga  pengelola  zakat  tertentu,  maka  semakin  banyak  muzaki  yang  akan 

mempercayakan  dana  zakat mereka  diserahkan  serta  dana  zakat  sangat  berpeluang 

mengalami peningkatan .  

Dalam manajemen  diketahui  bahwa  profitabilitas  pelanggan mengandung  arti 

upaya  untuk  melakukan  evaluasi  terhadap  sejauhmana  pelanggan  tidak  hanya 

memberikan keuntungan  finansial pada perusahaan tetapi dengan pelanggan dimaksud  

memberikan  kondisi  perusahaan  dapat    berpeluang  untuk memperoleh  keuntungan.  

Dengan  demikian,  menarik  untuk  mengemukakan  polarisasi  yang  dikemukakan  oleh 

Kaplan mengenai pelanggan yaitu pelanggan yang    tidak memberikan keuntungan dan 

pelanggan yang memberikan keuntungan. 594   Dengan kata lain, profitabilitas pelanggan 

diartikan sebagai pelanggan loyalitas yang dapat memahami perkembangan perusahaan 

sehingga mendukung pencapaian keuntungan perusahaan,   

Apabila  diperhatikan  tingkat  kepercayaan muzaki  terhadap  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  terukur  dari  sisi  penerimaan  dana  zakat,  infak  dan  sedekah    (ZIS) 

memperlihatkan bahwa dalam  tenggang waktu 2005‐2006 baru dapat menembus  lima 

puluhan milyar  rupiah.  Jika  angka  perolehan  ini  dibandingkan  dengan  perolehan  ZIS 

secara  nasional  yang  dilakukan  oleh  badan  amil  zakat    daerah  dan mitra Badan Amil 

Zakat Nasional serta lembaga amil zakat, maka Badan Amil Zakat Nasional berada  pada 

posisi penerimaan  di bawah angka 6 %. 

                                                            594Robert S. Kaplan & David P.Norton, Balanced Scorecard, h. 61.

Page 254: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

     Tabel  16: tentang Perbandingan Dana Zakat Infak dan Sedekah yang dihimpun  Badan Amil         Zakat Nasional dengan Penerimaan Secara Nasional Pada Pengelola Zakat Lainnya 

                       2002‐2006 (dalam Ribuan Rupiah)  

 

No. Nama Lembaga

2002 2003 2004 2005 2006

1 Baznas 921.048 2.700.073 3.322.092 31.406.810 19.864.377

2 UPZ Mitra

Baznas

- - - - 8.289.356

3 Bazda 11.589.000 14.177.504 18.412.132 30.301.714 114.406.553

4 Lenbaga

Amil

Zakat

55.680.209

68.405.946

128.354.888

233.986.019

230.613.161

TOTAL 68.190.257 85.583.523 150.089.112 295.694.543 373.173.447

Posisi

%

Perolehan

Baznas

1.35

3.15

2.21

10.62

5.32

     Sumber : Diolah dari Annual Report BAZNAS 2006, h. 55. 

Penerimaan  dana  SIZ  ini  memberikan  pengaruh  bagi  program  peningkatan 

kesejahteraan umat yang dikembangkan oleh Badan Amil Zakat Nasional.595  Dilihat dari 

sisi  rendahnya penerimaan dana SIZ bagi Badan Amil Zakat Nasional,  tampaknya  telah 

menjadi  kecenderungan  umum  bagi  pengelola  zakat  secara  nasional.  Menurut  hasil 

penelitian    seperti  yang  dinyatakan  Mohammad  Daud  Ali        bahwa  kendala  usaha 

produktif  bagi mustahik  karena  jumlah  dana  yang  diberikan  kepada mustahik  terlalu 

kecil untuk modal usaha 596  

Pandangan  yang  sama  dikemukakan  oleh  pengurus  Badan  Amil  Zakat Daerah 

Provinsi Banten menurutnya bahwa  faktor dana SIZ menyebabkan besaran dana yang  

diberikan kepada mustahik masih kurang.597  

Hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Neneng  Habibah  terhadap  pelaksanaan 

zakat  pasca  UU  38/199  pada  LAZ  Harum  Serang  Banten,  menunjukkan  salah  satu                                                              

595Wawancara Pribadi dengan M. Fuad Nasar, Anggota Divisi Pendistribusian Pengurus Badan Pelaksana BAZNAS, Jakarta, 19 Mei 2008.

596Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), cet. I, h. 70.

597Wawancara Pribadi dengan Sybly Syarjaya, Sekretaris Umum Badan Amil Zakat Daerah Provinsi Banten, Serang, 7 Mei 2008.

Page 255: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kendala yang dihadapi oleh mustahik binaan produktif adalah perlunya     penambahan  

modal  usaha  guna  meningkatkan pengembangan usaha.598  

      Tabel  17: tentang Perbandingan Dana Zakat dan Infak serta Sedekah  

  yang dihimpun Badan Amil Zakast Nasional 2005‐2006  

                      (dalam Rupiah)   

 

No. Jenis Penerimaan 2005 2006

1 Zakat 2.540.588.847 4.825.501.587

2 Infak dan Sedekah 28.784.807.942 12.455.537.060

Posisi % Perolehan dana Zakat

8.83

38.74

Sumber : Diolah dari Annual Report BAZNAS 2006, h. 65.  

 

  Dari tabel di atas diketahui bahwa   dana zakat yang dterima Badan Amil Zakat 

Nasional   dibanding dengan dana  infak dan  sedekah, menunjukkan bahwa dana  yang 

disebut terakhir  jauh  lebih banyak.   Untuk tahun 2006 dana zakat yang diterima masih 

belum mencapai 40 % dibanding dengan dana  infak dan  sedekah  yang diterima pada 

tahun yang sama.  

  Dengan mengaitkan  gagasan mengenai  tingkat  kepercayaan muzakki  dengan 

empat unsur yang  telah dikemukakan  ‐ muzakki  sasaran,     akuisisi muzakki, kepuasan 

muzakki dan profitablitas muzakki‐ dikaitkan dengan kondisi objektif penerimaan dana 

zakat dan non zakat (infak dan sedekah ) bagi badan Amil Zakat Nasional, maka kiranya 

dapat dinyatakan bahwa kendala   kultural   memiliki dimensi yang sangat  luas. Dimensi 

itu terkait dengan: (a ) demokratisasi ‐ sikap kritis muzakki kepada lembaga publik,  – (b) 

keagamaan ‐persepsi pahala  

di bulan Ramadhan,‐ (c) sosioekonomi  ‐ perilaku konsumsi‐serta (d) ”persaingan” antar 

pengelola zakat dalam menggalang muzakki.    

          2.    Kendala Internal Kelembagaan    

                                                            598Neneng Habibah, Zakat dan Pemberdayaan Umat: Studi Kasus Pelaksanaan Zakat

Pasca UU No. 38/1999 LAZ Harum Serang Banten dalam jurnal Penamas, Vol XVIII/I/Juli 2005, h. 72.

Page 256: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Kendala  internal  kelembagaan  dimaksudkan    sebagai  suatu  kondisi  negatif    yang 

dihadapi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  mengoptimalkan  kinerjanya  dalam 

peningkatan  kesejahteraan  umat.  Kendala  yang  dihadapi mencakup:Pertama,  tingkat 

kuantitas  dan  kualitas  sumber  daya  manusia    yang  lemah  pada  tingkat  pengurus 

pelaksana  harian. Kedua,   tidak ada peta kemiskinan.   

a.   Kualitas Pengurus Pelaksana Harian yang Lemah   

  Sumber  daya manusia  dalam  organisasi  biasa  disebut  dengan  human  capital 

dimaksudkan untuk melakukan proses secara internal kelembagaan terhadap kebutuhan 

organisasi.599      Dengan demikian, peran   sumber daya manusia pada organisasi sangat 

penting,  karenanya  tingkat  kualitas  mereka  sangat  menentukan  keberhasilan  suatu 

organisasi.  

Berkaitan  dengan  kualitas  sumber  daya manusia  pada  pengelola  zakat maka 

menurut  Uswatun  Hasanah,  salah  satu  kendala  BAZIS  DKI  Jakarta  berkaitan  dengan 

pengelolaan dana produktif karena sumber daya manusia lembaga ini belum siap secara 

profesional untuk mengelola dana pinjaman600   

Dalam  pengembangan  sumber  daya  manusia,  Badan  Pelaksana  mengutus 

personal lembaga untuk mengikuti pendidikan formal  dalam bidang manajemen. Untuk 

2004‐2007  akan  disiapkan  personal  kelembagaan  dari  unsur  pelaksana  harian  untuk 

mengiku  pendidikan S2 sebanyak 5 orang. Selain itu juga diikutkan dalam kursus‐kursus 

pengembangan  manajemen.601         Terhadap  pengembangan  sumber  daya  manusia, 

dimaksudkan karena Badan ini telah mendorong pengelolaan zakat di Indonesia dengan 

konsep    “perusahaan”. 602    Menurut  Fuad  konsep  ini  tidak    dimaksudkan  untuk 

mengubah bentuk,    tujuan serta hakekat  lembaga pengelola zakat  termasuk Badan  ini 

sebagai organisasi pelayan umat dan dengan demikian maka pelayanan kepada muzakki 

lebih optimal dan bagi mustahik, martabat mereka lebih terlindungi.603    

                                                            599Robert S.Kaplan dan David P. Norton, Strategy Maps, ( Boston: Harvard Business

School Publishing, 2004), h. 343. 600Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, (Jakarta: UI Press, 1988), cet.

I, h. 70. 601 Wawancara Pribadi dengan Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana

Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 10 Oktober 2007. 602M. Fuad Nasar, Pengalaman Indonesia dalam Mengelola Zakat, (Jakarta: UI Press,

2006), h. 31. 603M. Fuad Nasar, Pengalaman Indonesia dalam Mengelola Zakat, h. 31.

Page 257: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Konsep  perusahaan  yang  diusung  Badan  Amil  Zakat  Nasional  baik  untuk 

kepentingan  internal  kelembagaan  sebagai  lembaga  yang  mengelola  zakat    untuk 

kepentingan  mustahik,  juga  untuk  kepentingan  pengembangan  perzakatan  secara 

umum  di  Indonesia  dalam  kapasitas   melakukan  koordinasi,  konsultasi  dan  informasi 

bagi  badan  amil  zakat  daerah.    Baik  untuk  yang  kedua maupun  pertama,  keduanya 

memerlukan kualitas sumber daya manusia yang memadai.  

b.  Kuantitas Tenaga SDM Yang Masih Kurang  

Hasil penelitian berkaitan dengan pendayagunaan zakat oleh lembaga pengelola 

zakat, maka  ditemukan  hasil  penelitian  Uswatun  Hasanah,  yang menyatakan  bahwa 

terdapat kendala yang dihadapi   oleh BAZIS DKI Jakarta antara  lain   kurangnya sumber 

daya manusia.604   Pada  Badan Amil  Zakat Nasional  kekurangan  sumber  daya manusia 

karena tenaga teknis dan administrasi dilakukan oleh  pengurus pelaksana harian.605  

Dengan kondisi yang rangkap  fungsi bagi pengurus Badan Amil Zakat Nasional,  

maka  dapat  dinyatakan  bahwa  terjadi  kekurangan  sumber  daya manusia.    Berkaitan 

dengan  penambahan  sumber  daya  manusia  tidak  dapat  dilakukan,  karena  terkait 

dengan    aspek  pengganjian.606 Upaya  yang    dilakukan  selain  membina  sumber  daya 

manusia  yang  sudah  ada, maka untuk bulan  ramadhan dilakukan  rekrutmen  relawan. 

Untuk relawan pada bulan Ramadhan, dimaksudkan sebagai tenaga yang dapat mengisi 

konter‐konter yang tersebar pada tempat strategis  juga untuk dijadikan sebagai tenaga 

administrasi pada bagian umum.607   

Bagi  Badan  Amil  Zakat  Nasional,    akibat  kekurangan    tenaga  dalam  tingkat 

pelaksana  harian,  maka  berbagai  aktifitas  seperti  pendampingan  kepada  mustahik,  

program  kemanusiaan  seperti  penanganan    bencana  di  luar  daerah  terkadang 

menghalami keterlambatan penanganan.608   

                                                            604Uswatun Hasanah, “Zakat dan Keadilan Sosial...” Tesis, 1980, h. 196. Hemat penulis,

penelitian ini dilakukan sebelum lahirnya UU dimaksud, namun substansi kendala lembaga pengelola zakat pasca UU ini masih dipandang relevan dengan hasil penelitian ini.

605Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

606Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan

Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008. 607Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan

Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008. 608Wawancara Pribadi Broto Santoso, Supervisor HRD Pengurus Pelaksana Harian Badan

Amil Zakat Nasional, Jakarta, 14 Pebruari 2008.

Page 258: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

c.   Belum ada peta kemiskinan berbasis mustahik  

Peta  kemiskinan  ini  akan  membantu  dalam  melakukan  program  dalam 

pendayagunaan zakat secara nasional dan dipandang sebagai patokan dasar bagi Badan 

ini dan lembaga amil. Akibat tidak ada peta kemiskinan, maka tidak ditemukan data yang 

pasti mengenai kondisi objektif mustahik secara nasional.609   

Peta  kemiskinan    dapat  berfungsi  untuk    memberikan  informasi  berkaitan 

dengan potensi‐potensi kemiskianan umat Islam di Indonesia, faktornya serta kebijakan‐

kebijakan yang pernah dan akan diberikan dari  instansi terkait. Sebagaimana diketahui 

bahwa  instansi  terkait  telah  juga melakukan hal yang  sama dengan pengelola zakat di 

Indonesia yakni dalam upaya pengentasan kemiskinan sesuai dengan program yang ada.    

Pemerintah Indonesia, telah menjadikan pengentasan kemiskinan sebagai suatu 

upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada  masa Orde Baru kebijakan 

pemerintah berkaitan dengan pengentasan kemiskinan di antaranya dikembangkan   ke 

dalam dua pola yaitu: a. Pola penanggulangan antar sektor dan b. Penanggulangan antar 

daerah/  wilayah.  Yang  pertama  “...  pendelegasian  kepada  setiap  departemen  untuk 

mengeluarkan  kebijakan  pengentasan  kemiskinan  seperti  departemen  pertanian 

bertanggungjawab  terhadap  golongan  miskin  dari  keluarga  yang  berada  di  sektor 

pertanian”.  Sedangkan  terakhir  adalah  berkaitan  dengan  pembagian  wilayah  seperti 

Indonesia bagian Barat dan  Indonesia bagian Timur  yang  antara  lain melalui program 

inpres dan   bagi daerah  yang belum  terjangkau program  itu pemerintah menetapkan 

PKT (Pengembangan Kawasan Terpadu) dengan  menetapkan kecamatan  sebagai unit  

kerjanya.610 

Berbagai  kebijakan  pemerintah  berkaitan    pengentasan  kemiskinan  menurut 

Gunawan dapat dilihat pada  terjadinya proses perubahan  struktural dalam  kehidupan 

sosial  ekonomi  masyarakat.  Namun  secara  empirik    program‐program  yang 

dikembangkan oleh pemerintah dirasa belum mampu menanggulangi kemiskinan secara 

                                                                                                                                                                   

609Wawancara Pribadi, Fuad Nasar, Kepala Devisi Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional, Jakarta, 9 Mei 2007.

610Gunawan Sumodiningrat, et. al., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, (Jakarta: Inpac, 1999), h. 66. Menurutnya, Inpres sebagai kebijakan termasuk di dalamnya IDT (Inpres Desa Tertinggal).

Page 259: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

sistemik.  Program  yang  ada  kurang  memberikan  dampak  pada  penguatan  kapasitas 

sosial ekonomi masyarakat lokal guna mendukung membangun kemandirian.611  

Menurut  Gunawan  bahwa  penguranan  kemiskinan  di  Indonesia    pada  daeah 

pedesaan disebabkan faktor : pertama,  kehadiran proyek pemerintah yang dilaksanaan 

di  pedesaan  yang  menampung  tenaga  kerja.  Kedua.,  adanya  program  di  bidang 

pertanian yang memungkinkan petani dapat meningkatkan produktifitas mereka. Ketiga, 

terjadinya  perpindahan  sebagian  masyarakat  di  pedesaaan  yang  hidup  dalam 

kemiskinan ke kota‐kota.612  Lebih lanjut menurut Gunawan bahwa  penduduk miskin di 

Indonesia  jauh lebih tinggi di pedesaaan  dibanding mereka yang hidup di perkotaan.613.    

Sebagai  lembaga  pengelola  zakat,  Badan  Amil  Zakat  Nasional  menetapkan 

pengentasan kemisikinan sebagai bahagian dari misinya. Hal yang sama  juga dilakukan 

oleh Badan Amil   Zakat Daerah seperti Provinsi Lampung. Salah satu misinya,     adalah  

”membantu  pemerintah  daerah   dalam  peningkatan   kualitas  

SDM, mengatasi kemiskinan, dan memberantas praktik rentenir.”614      

Dengan  memperhatikan  fungsi  zakat  sebagai  instrumen  ekonomi  dalam  

pengentasan  kesmikinan, maka  keberadaan  pengelola  zakat  di  Indonesia,    dipandang 

sebagai  lembaga  pengentasan  kemiskinan  pada  satu  sisi  dan  kebijakan  pemerintah 

melalui instansi terkait juga melakukan hal yang sama. Secara realitas, dua jenis lembaga 

melakukan hal yang sama, namun tidak didukung oleh peta kemiskinan, menyebabkan 

pola penanganan pengentasan kemiskinan tidak dapat terkoordinasi. 

 Bagi  pengelola  zakat,  akibat  tidak  ada  peta  kemiskinan  yang  dapat  dijadikan 

sebagai  landasan bagi  instansi  yang  terkait    termasuk Badan  ini,. maka memunculkan 

penanganan kesejahteraan hanya bersifat sporadis dan parsial.    

Sebagaiman  dikemukakan  pada  pengantar  bab  ini,  bahwa  bab  ini  akan 

menjelaskan kendala yang dialami Badan    ini dalam pendayagunaan zakat. Tampaknya 

                                                            611Gunawan Sumodiningrat, “Kepemimpinan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”, Pidato

Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada 17 Maret 2001, (Yogyakarta: Universitas Gajah mada, 2001), h, 9.

612Gunawan Sumodiningrat, et. al., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, h. 65. 613 Gunawan Sumodiningrat, et. al., Kemiskinan: Teori, Fakta dan Kebijakan, h. 65. 614Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Kapubaten Potensial di Indonesia,

(Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2006), h. 24.

Page 260: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

kendala itu mencakup   eksternal struktural, eskternal  kultural dan internal Badan Amil 

Zakat Nasional.   

   

Page 261: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

BAB   VII 

P E N U T U P     

 

A.  Kesimpulan  

 

  Dari  uraian  pada  bab‐bab  yang  lalu  dapat  disimpulkan:  Pertama,      zakat 

merupakan  instrumen  ekonomi  Islam    yang  mengandung  ajaran  berkaitan  dengan 

kesejahteraan  umat.    Kedua,  Badan  Amil  Zakat  Nasional melalui  program  kerja  yang 

telah ditetapkan,  telah mengembangkan pendayagunaan  zakat. Ketiga, pada dasarnya 

Badan Amil Zakat   Nasional  telah melakukan pendayagunaan zakat untuk peningkatan 

kesejahteraan umat  sesuai dengan pola  yang dilakukan Rasul Muhammad  SAW. pada 

satu sisi dan pada saat yang sama dalam batas‐batas tertentu dipandang Badan ini telah 

mengimplementasikan  aspek‐aspek  manajemen.  Namun  demikian  dalam  hal 

pengembangan baik aspek kelembagaan maupun pada program yang  berkaitan dengan 

peningkatan  kesejahteraan umat,   maka ditemukan  kendala‐kendala  yang menjadikan 

kinerja Badan ini tidak optmal.  

Untuk    pola  Rasul  SAW,    implementasinya  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional 

terlihat:  pertama,    aspek  penetapan  dan  protitipe  amil.  Aspek  penetapan  amil 

menujukkan  bahwa Rasul  sebagai pemimpin politik  telah menetapkan  amil  zakat  dan 

karenanya dipahami bahwa zakat merupakan ranah sosial ekonomi dan bahkan religius, 

dan bukan ranah individual. Dengan demikian, maka  pengangkatan amil harus dilakukan 

dengan  landasan pejabat publik. Dalam hal  ini, Badan Amil Zakat Nasional  yang  telah 

ditetapkan dengan UU. No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat dan Keppres No. 8/2001  

tetang pembentukan Badan Amil Zakat Nasional dipandang relevan dengan kewenangan 

pejabat yang mengangkat.     Namun demikian dari    status pengurus Badan Amil Zakat  

secara yuridis formal tidak dinyatakan sebagai aparatur negara.  

   Prototipe amil pada  zaman Rasul   SAW.  sepanjang yang dapat dipahami yang 

mengacu  pada  integritas  dan  intelektualitas  serta  dengan  tugas  khusus,  dipandang 

secara formal telah terimplikasi pada penetapan pengurus Badan Amil Zakat Nasional.   

Kedua, dari aspek kewenangan amil pada   zaman Rasul,   yang bersifat distribusi 

yakni    melayani  muzakki  dan  mendistribusikannya  untuk  kepentingan  mustahik. 

Page 262: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Dibanding dengan Badan  Amil Zakat Nasional, kewenangan itu diperluas selain distibusi 

tetapi edukasi dan riset    tentang perzakatan. Kewenangan  ini merupakan konsekwensi 

logis dari eksistensi Badan Amil Zakat Nasional sebagai institusi.  

Ketiga, dari aspek  pertanggungjawaban  oleh Badan Amil Zakat  Nasional selain 

melakukan  kepada  publik  melalui  benerbitan  News  BAZNAS,  juga  kepada  Dewan 

Perwakilan  Rakyat  (DPR).    Pertanggungjawaban  ini  dipahami    relevan  dengan 

pertanggungjawaban  amil    pada  zaman  Rasul.  Keempat,  tentang  fungsi  amil  dalam 

kaitannya  dengan  pencapaian  kesejahteraan  umat.  Badan  Amil  Zakat  Nasional  telah 

menjadikan zakat sebagai  instrumen ekonomi dengan menetapkan alokasi dana 35   % 

dan merupakan prosentase pertinggi,  instrumen sosial kultural dengan alokasi dana 25 

% dan zakat sebagai instrument untuk spritualitas dengan alokasi dana 10 %. Selain itu, 

kriteria mustahik mengalami aspek kedinamisan dibanding dengan kriteria seperti yang 

ditemui dalam  kitab‐kitab fiqih.    

 Keempat, dari  sisi    implementasi   prinsip desentralisasi pendayagunaan  zakat 

sebagaimana  yang  terjadi  pada  zaman  Rasul,  dibanding  dengan    Badan  Amil  Zakat 

Nasional,  tampaknya    oleh  UU  dimaksud  tidak  memberikan  kewenangan  secara 

desentralistik.  Bahkan UU  ini memberikan  kewenangan  kepadanya  secara  sentralistik 

Namun  demikian,  dengan  ”ijtihad  sendiri”  badan  ini    telah  melakukan  desentalistik 

secara  terbatas  dengan memberikan  kewenangan  kepada  UPZ  untuk melakukan  hal 

serupa yang oleh UU dimaksud hanya diberikan  sebaga pengumpul. Prinsip  sentalistik 

yang dianut oleh Badan Amil Zakat Nasional,  sebagai perwujudan dari kewenangan dari 

UU dimaksud, merupakan  ketaatan atas nama  yuridis. Argumen  ini,   bagi Badan Amil 

Zakat Nasional justru memperkuat  posisi zakat untuk melakukan keadilan yang bersifat 

distribusi   baik dalam  tataran ekonomis maupun politis‐geografis. Tataran  terakhir  ini 

merupakan implemetasi badan ini yang bersifat nasional.   

Kelima, mempertegas  zakat  sebagai  hak mustahik.  Pola  ini  telah  dilaksanaan 

oleh Rasul  SAW.  Terhadap Badan Amil  Zakat Nasional  telah menerapkannya    dengan 

melakukan: (1) perluasan kriteria mustahik (2)  erientasi kelembagaan yaitu menetapkan 

kebijakan  yang  diarahkan  pada:  (a)  orientasi  pada  pengentasan  kemiskinan  dan  (b) 

oreintasi pada  manajemen pendayagunaan.   (3) Penerapan prosedural pendayagunaan 

zakat.    

Page 263: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Adapun mengenai  implementasi  fungsi‐fungsi   manajemen untuk peningkatan 

kesejahteraan  umat  pada  Badan  Amil  Zakat  Nasional  empat  fungsi manajemen  yang  

telah  dikaji  yaitu  perencanaan,    pengorganisasian,  pelaksanaan,  kepemimpinan  dan 

pengawasan. Keempat fungsi itu, memiliki relevansi  fungsi manajemen yang disebutkan 

dalam  konsideran  UU  No.  38/  1999  tenang  Pengelolaan  Zakat.    Keempat  fungsi 

manajemen  itu:    (1) Fungsi perencnaan. Fungsi  ini menunjukkan terimplementasi pada 

pendayagunaan  zakat  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam  tiga  hal  yang  dipandang 

penting:    (a)  aspek  kelembagaan  secara  umum,  (b)    Arah  kelembagaan  dalam 

pencapaian  pendayagunaan  zakat,  (c)  Perumusan  tentang  makna  zakat.  (2)  Fungsi  

Pengorganisasian. Dalam fungsi ini  terdapat  dua hal  yang terimplementasikan: (a) dana 

sebagai sumber ekonomi mustahik, (b) Mustahik sebagai Sasaran Sumber aya Ekonomi. 

(3) Fungsi Pelaksnaan terdapat lima program   : (a) Program kemanusiaan (b) kesehatan 

(c) pengembangan ekonomi umat (d) Dakwah (e) Peningkatan sumber daya manusia. (4) 

Fungsi Kepemimpinan menunjukkan terdapat  (a) Sejumlah unsur yag dapat mendukung 

efektifitas dana zakat  (b) Sejumlah unsur yang dapat mendukug efisiensi dana zakat  (c) 

Sejumlah  unsur  yang  dapat mendukung  tepat waktu  penerimaan  dana  zakat  kepada 

mustahik  (d)  Sejumlah  unsur  untuk  tepat  jumlah  Penerimaan  dana  zakat  kepada 

mustahik (e) Sejumah unsur yang dapat mengantar pada perubahan mustahik. (5) Fungsi 

Pengawasan.    Untuk  pengawasan  terlihat  pada  keterlibatan  Akuntan  Publik  dan 

Pelaporan kepada Dewan Perwakilan (DPR) serta  penerbitan  News BAZNAS. 

  Adapun  kendala‐kendala  yang  dihadapi  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dalam 

pendayagunaan zakat untuk peningkatan kesejahteraan umat  ialah :  pertama, kendala 

lingkungan  eksternal  struktural  meliputi  model  kelembagaan,  sumber  pendanaan. 

Belum terbit  Kebijakan Pemerintah  tentang zakat sebagai penggati pajak penghasilan, 

lemahnya UU No. 38/1999  tentang Pengelolaan Zakat yang  dak berbasis pada  sosio 

ekonnomi  religius,  belum  terbitnya  Peraturan  Pemerintah  atas  UU  No.  38/  1999 

terutama  tentang pola koordinasi Badan Amil Zakat Nasional dengan pengelola zakat 

lainnya.  

Kedua, kendala lingkungan eksternal kultural meliputi: terdapat mustahik yang 

memandang  dana  zakat  yang    “hampa  dengan  pesan  nilai”    oleh mustahik.  Tingkat 

kepercayaan muzakki  kepada  Badan  Amil  zakat  Nasional  belum maksimal.    Ketiga,  

kendala  lingkungan  internal  kelembagaan  terlihat  pada  (a)  semangat  loyalitas  di 

Page 264: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

dikalangan pengurus yang  lemah terukur dari pada keaktfan pengurus (b) kualitas dan 

kuantitas sumber daya manusia masih lemah pada level pelaksana haian     

B. Rekomendasi   

1.      Untuk  mendukung  agar  Badan  Amil  Zakat  Nasional  dapat  lebih  optimal  dalam 

mendayagunakan  zakat  untuk  peningkatan  kesejahteraan  umat,  maka  diperlukan 

penelitian  lanjutan  mengenai  efek  manajemen  terhadap  kehidupan  sosial  ekonomi 

mustahik.   

2.  Perlu dilakukan penelitan lanjutan mengenai reformasi struktur keuangan Badan Amil 

Zakat Nasional,   dikarenakan struktur keuangan selama  ini masih didominasi oleh dana 

non  zakat  baik  yang  diperoleh  dari  umat  Islam maupun  dari  pola  kemitraan  dengan 

BUMN  dan  BUMS.    Reformasi  terhadap  kondisi  struktur  keuangan  yang  demikian  ini 

dipandang penting karena badan ini secara fungsional mendorong perzakatan dalam hal 

ini dana zakat agar dapat menjadi  lokomotif bagi peningkatan kesejahteraan umat dan 

tidak sekedar menjadi dana pendamping saja.   

3.    Untuk melakukan  percepatan  terhadap  revitalisasi  dana  zakat  sebagai  instrumen 

ekonomi  sosial  dan  religius  pada  satu  sisi  dan  peningkatan  fungsi  Badan  Amil  Zakat 

Nasional  dalam  bidang  kesejahteraan    umat  pada  sisi  yang  lain,    maka  diperlukan 

dukungan politis     agar Badan  ini ditetapkan sebagai    institusi kesejahteraan sosial dan 

dikelola  oleh kepengurusan yang sifatnya penuh waktu (full timers).   

   

Page 265: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

29 DAFTAR PUSTAKA

Ali, Maulana Muhammad, The Religion of Islam, Colombus: Ahmadiyya

Anjuman Ishâ’at Islâm, 1990. Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988. Allen, Louis, Management and Organization, New York: Mc Graw Hill Book

Company, 1958. al-Ansâry, Abd Allah Muhammad ibn Ahmad, al-Jâmi li ahkâm al-Qur’ân al-

Karîm Tafsîr al-Qurtuby, t.tp.: Dâr al-Ỉmân, t.th. al-Asfahany al-Ragib, , Mufradât al-Fâz al-Qurân, Damsyiq: Dâr al-Qalam,

1992. al-‘Assâl, Ahmad Muhammad l dan Fathy Ahmad Abdul Karīm, al-Nizâm al-Iqtisâdy fi al-

Islâm, Qahirah: Wahbah, 1977. al-Bâqī, Fu’âd Abd., al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fâz al-Qur’ân al-Karīm,

Qâhirah: Dâr al-Hadīts, 2001. al-Bukahry, Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Śahih al-Bukhâry Jild II,

Bairut: Dâr Fikr, t.th.. Amin, A..Ridwan dkk., “Katup Pengaman Bila Instrumen Ekonomi Tidak Jalan,”

dalam Syari’ah dalam Sorotan, Jakarta: Yayasan Amanah, 2003. Angha,Nader , Theory “I”, Penerjemah Leinovar, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,

2002. Asbon Eide, Meletakkan Sudut Pandang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Bidya

sebagai Hak Asasi Manusia, dalam Ifdhal Kasim (ed.) Hak Ekonomi Sosial Budaya, Jakarta: Elsam, 2001.

Aunil Ma’bud. Juz VI, h.423. no. hadis 2557. Azra, Azyumardi, Meningkatkan Manajemen Filantropi Islam, dalam Eri Sudewo Manajemen

Zakat, Jakarta: Institut Manajemen Zakat, 2004. Badan Amil Zakat Nasional . BAZNAS News , Edisi Muharram 1429 H. -----------, Annual Report 2006, Jakarta: Baznas, 2006. -----------, BAZNAS News, edisi Dzulhijjah1428 H. -----------, Fiqih Zakat Indonesia. (BAZNAS: Jakarta, t.th). -----------, “Selamatkan Rakyat Aceh” ZAKAT IV, Tahun I Septemeber 2003 Baltâji, Muhammad, Manhaj ‘Umar ibn al-Khattâb fī al-Tasyri’ t.tp.: Maktabah

Tsibâb, 1998. Bamualim, Chaider S. dan Irfan Abubakar, ( Ed.), Pengantar Editor dalam

Revitalisasi Filantropi Islam, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Syarif Hidayatullah jakarta, 2005.

Bartol Kathryn M. & David C. Martin, Management, New York: McGraw-Hill, Inc, 1991. Bartol Soni Yuwono, et.All., Penggunaan Sektor Publik, Malang: Bayu Media Publishing, 2005. Basril, “Upaya Bazis: dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui ZIS DKI Jakarta,” Disertasi S3

PPS Universitas Islam Negeri Jakarta, 2000. Bukhâry,  Imam, Shahih Bukhâry, juz VI, h. 12 No. 1496 dalam CD.   

Buku Panduan Pembentukan UPZ & USZ, Jakarta: Badan Amil Zakat Nasional, t.th. Certo, Samual C., Modern Management, cet. X,. Siangapore: Person Education, 2003. Certo, Samuel C Modern Management, Singapore: Perason Education, 2003. Chafra, Umar, The Future of Economic: An Islamic Perspective. Penerjemah

Ikhwan Abidin Basri, Masa Depan Sebuah Tinjauan Islam Jakarta: Gema Insani Press, 2001.

Page 266: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Chapra,   M.  Umar,  Islam  and  the  Economic  Challenge  diterjemahkan  Ikhwan  Abidin Basri, Jakarta: Tazkia Ins tute, 1995. 

Cushway, Barry, Human Resource Management, London: the Association for Manage ment Education and Development, 1994.

Daft, Richard L, Management, Singapore: Thomson Asia PTe. Ltd., 2003. Dahlan A. dkk. Asbâb al-Nuzūl, Bandung: Diponegoro, 2001. Davis, Gordon B, Management Information System, diterjemahkan Andreans

Adiwardana, Sistem Informasi Manajemen, Jakarta: Grafindo, 1993.

Dâwud, Abû , Sunan abî Dâwud. Juz II, Bairût: Dâr al-kutub al-Ilmiyah, t.th.

Departemen Agama RI. Pedoman Zakat, Jakarta: Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002.

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Idonesia, Jakarta: Balai Pustaka,   2000.   

Dessler, Gary, Management, USA: Person Education, Inc. 2002. Direktori Organisasi Pengelola Zakat di Indonesia, Jakarta: Forum Zakat, 2001. Drucker, Petter F. The Frontiers of Management, diterjemahkan Soesanto

Boedidarno, “Manajemen Lintas Peluang” Jakarta: Elex Media Komputindo, 1970.

Echols, John M. Kamus Inggeris Indonesia, Jakarta: Grmaedia, 1995. Edi Suharto, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2005. al-Fanjâri , Muhammad Syaufî, , Nahwu al-Iqtisâd al-Islâmi dalam Hamid

Mahmûd dan Abd Allah Abd Husain, al-Iqtisâd al-Islâm. Penerjemah M. Irfan Syafwani, Yogyakarta: Megistra Insani Pres, 2004.

Fauzia, Amelia Badan Amil Zakat, Infak dan Sadakah (BAZIS) dalam Revitalisasi Filantropi Islam, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2005.

Follet dalam Kadarman, Am, et. al., Pengantar Ilmu Manajemen, Jakarta: Gramedia, 1996.

Ghozali Abbas, “Zakat untuk Keadilan dan Pertumbuhan Ekonomi” makalah dalam diskusi IAEI pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2006, Jakarta: Panitia Seminar IAEI, 2006. Gordon B. Davis, Manajement Information Systems, diterjemahkan Adiwardana, Andrean S. Sistem Informasi Manajemen, (Jakarta: Pustaka Binaman Presindo, 1993), h. 13.

Habibah, Neneng, Zakat dan Pemberdayaan Umat: Studi Kasus Pelaksanaan Zakat Pasca UU  No.  38/1999  LAZ  Harum    Serang  Banten  dalam  jurnal  Penamas,  Vol XVIII/I/Juli 2005. 

Hafidhuddin Ma’turdi, Didin, Anda Bertanya tentang Zakat Infak dan Shadaqah, Ja karta: Baznas, 2005.

-----------, Peran Pembiayaan Syari’ah dalam Pembangunan Pertanian di Indonesia, Orasi Pengukuhan Guru Besar, Bogor: IPB, 2007.

-----------, Manajemen Syari’ah, Jakarta: Gema Insani, 2003. -----------, “Membangkitkan Nilai-Nilai Zakat Untuk Menyadarkan Umat” Makalah pada

Konperensi Zakat Asia Tenggara II, di Kota Padang Sumatera Barat, 31 Oktober 2007.

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐,  Agar  harta  Berberkah  &  Bertambah  Gerakan Membudayakan  Zakat,  Infak Sedekah dan wakap, Jakarta: Gema Insani Press, 2007. 

Page 267: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

------------, Didin Zakat dalam Perekonomian Moderen, Jakarta: Gema Insani , 2002.

Hamid, Abdul, “Arti Philosofis “Duel Identity” Koperasi” dalam Juranal Etikonomi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Vo. 2 No 2 Agustus 2003.

Hamidiyah, Emmy, “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengumpulan Zakat, Infak, Sedekah, Wakaf & Kurban Pada lembaga Pengelola Zakat (Studi Kasus: Dompet Dhuafa Republika)”, Tesis S2 Program Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam UI, 2004.

Hammâd, Nazīh, Mu’jam al-Mustalahât al-Iqtisâdiyyah fī al-Lugah al-Fuqahâ’ Herndon USA: al-Ma’had al-‘Âlamī li al-Fikr al-Islâmī, 1993.

Hasanah, Uswatun, “Zakat dan Keadilan Sosial Studi Kasus Tentang Pengelolaan Zakat oleh BAZIS di Wilayah DKI Jakarta,” Tesis S2 Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1980.

Hikam, Dail, “Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif,” Disertasi PPS, Univesitas Islam Negeri Jakarta, 2004.

Husain, al-Thabâthabâ’ī Muhammad, Tafsīr al-Mizân, Jilid XI, Teheran: Dâr al-Kutub al-Isâmiyah, 1397 H.

Ibrahim, Yasin Zakât, The Third Pilar of Islam, terjemahan, Syarif Hidayat, Bandung: Pustaka Madani, 1997.

Idris, Safwan Gerakan Zakat Dalam Pemberdayaan Ekonomi Umat: Pendekatan Transformatif, Jakarta: Cita Putra Bangsa , 1997.

Indrajit, Richardus Eko, Proses Bisnis Outsoursing, Jakarta: Grasindo, 2003. Ivancenvich John M., Human Resource Manajement, Boston: McGraw-Hill, 1998. Jamâl Tsâbit, et. all., (Ed.) al-Sîrah al-Nabawiyyah (Sîrah Ibn Hisyâm), Juz IV, Qâhirah: Dâr al-

Hadîts, 1996. al-Jam’at, ’Ali ibn Muhammad, Mu’jam al-Mustalahât al-Iqtisadiyyah wa al-

Islâmiyyah, Riyâd: Maktabah al- ’Ibkân, 2000. Jauuch, Lawrence R & William F. Glueck, Business Policy anda Strategic

Management, Singapore: McGraw-Hill Book Co., 1988. Jr , John R. Schermerhon,. Management, New York: John Wiley & Sons, Inc.

1996. Kaplan, Robert S. dan David P. Norton, Balanced Scorecard, Harvard: Harvard

Business School Press, 1996. -----------, Strategy Maps, Boston: Harvard Business School Publishing, 2004. Kapoor, et. al.. Business, Boston: Houghton Mifflin Company, 1988. Kepmenag No, 581/ 1999 tentang Pelaksanaan UU Pengelolaan Zakat Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan Haji Nomor D/ 291 tahun 2000 :     

Kham, M. Fahim, Theory of Consumer Behaviour in an Islamic Perspective, dalam Aidit Ghazli (Ed.), Readings in Microeconomics an Islamic Perspektive, Selangor: Longman Malaysia SDN. BHD. 1992.

Koonz, Harold, dan Cyrill O’Donnel, Principles of Management to Analysis Management Functions, Tokyo: Kogaskusha Company, Ltd..

Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan Amil Zakat Nasional 2004-2007, Liam, Fahey dan V.K. Narayanan, Macroenvironmental Analysis for Strategic

Management, dalam James A.F. Stoner, Manajemen, Jakarta: Intermedia, 1992.

Maarif, A. Syafii, Kata Pengantar dalamAries Mufti, dkk, Problem Kemiskinan, Jakarta:Blantika, 2004.

Matrajî, Mahmud, dalam Muhammad Idrîs al-Syâfiî, al-Um, Juz I, Bairut: Dâr Kutub al-‘Ilmiyah, 1993

Page 268: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Merril, Harwood F, Classics in Management, New York: American Management Association, 1960.

Metwally, MM, Teori dan Model Ekonomi Islam, Penerjemah M.Husein Sawit, Jakarta: Bangkit Daya Insani, 1995.

Midgley, James Social Development, diterjemahkan oleh Sirajuddin dll., “Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial” Jakarta: Depag RI, 2005.

Mudzhar, M. Atho, Membaca Gelombang Ijtihad, Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1998. al-Mugnī, Muhammad Abd Allah ibn Ahmad ibn Muhammad ibn Qudâmah, Juz IX, Qâhirah:

1995. Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir Kamus Arab Indonesia, Surabaya:

Pustaka Progressif, 1997. Muslimin Nasution, Mewujudkan Demokrasi Ekonomi, Jakarta: PIP

Publishingm 2007. al-Nabhânī, Taqiy al-Dīn, al-Nizâm al-Iqtisâd fī al-Islâm, diterjemahkan oleh M.

Maghfur Wachid, Surabaya: Risalah Gusti, 1996. Nadvi, Sayid Muzaffaruddin, A Geografhical History of The Qur'an, diterjemahkan Jum'an

Basalim "Sejarah Geografi Qur'an", t.tp.: Pustaka Firdaus, 1997 Nasar, M. Fuad, Pengalaman Indonesia dalam Mengelola Zakat, Jakarta: UI Press, 2006. 

Nasution, Mustafa Edwin, “Zakat Sebagai Instrumen Pembangunan Ekonomi Umat di Daerah” dalam, Profil 7 Badan Aml Zakat Daerah & Kabupaten Potensial di Indonesia, Jakarta: IMZ, 2006

Natrâji, Mahmūd (komentator), dalam Muhammad Idrīs al-Syâfi’ī, al- Um, Juz I, Bairūt: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993.

al-Nawawi, Maĥy al-Dīn Abūi Zakariya Yahya ibn Syaraf al-Majmū’ Syarĥ al-Muhazzab, juz VI, Mesir: al-Imâm, t.th

Permono, Sjechul Hadi Pendayagunaan Zakat dalam Rangka Pembangunan Nasional, Jakarta: Firdaus, 1995.

Pride, William. M., at. all., Business, Boston: Houghton Mifflin Company, 1988.

Prihatna, Andi Agung, Filantropi dan Keadilan sosial di Indonesia, dalam Revitalisasi Filantripo Islam, Jakarta: Pusat Bahasa dan Budaya UIN Jakarta, 2005.

Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Kapubaten Potensial di Indonesia, Jakarta: Ins tut Manajemen Zakat, 2006.     

Qardâwy, Yusuf, Fiqh Zakat. Penerjemah Didin Hafidhuddin, dkk. (Bandung: Mizan, 1999), cet. V.

Qardâwy, Yusuf , Fiqh Zakat, Juz II, al-Qâhirah: Wahbah, cet. XXI, 1994. Qâsim, Abd.Rahmân ibn Muhammad ibn, Majmu’ Fatawâ Syaikh Islam Ibn al-

Taymiyah, Jilid I, t.tp.:tp.,t.th. al-Qurtubī, Abī Abdi Allah Muhammad ibn Ahmad al-Ansârī al-Jâmi’ li ahkam

al-Qur’ân al-Karīm, juz V, VIII, XV, t.tp.: Jarīdah al-Warda, 2006 Rahman, Afzalur, Doktrin ekonomi Islam, Jilid III, diterjemahkan Soeroyo dan

Nastangin, Yogyakarta: Dana Bhakti Prima, 2002 Rayyân, Ahmad ‘Ali Taha, al-Mausū’ah al-Islâmiyah al-‘Âmah, al-Qâhirah: Wizârat al-Auqâf

al-Majlis al-A’lâ li al-Syuūn al-Islâmiyah, 2002 al-Râzi, Fakhr al-Dīn Muhammad ibn ‘Umar ibn al-Husain ibn Hasan ibn ‘Alī al-Tamīmy, al-

Tafsīr al-Kabīr Aw Mafâtih al-Ghaib, J. VIII, XIX, Qahirah: Maktabahag Taufiqiyah, t.th.

Rekomendasi dan Pedoman Pelaksanaan Zakat, Jakarta: Bazis DKI Jakarta, 1981. Reksoprajitno, Soedijono, Pengantar Ekonomi Mikro, Jakarta: Gunadarma, 1993. Republika, 15 Desember 2006. “Pemerintah Buka Lapangan Kerja.”

Page 269: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐,  15 September 2007,  ”Presiden Resmikan Rumah Sehat Masjid Sunda Kelapa,”  

‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐,  21 September 2007. “Tak Ada Keraguan Presiden pada Zakat,” 

Rida, Muhammad Rasyid, Tafsir al-Qur’ân al-Hakîm al-Masyhûr al-Manâr Juz VIII, Refrint, Bairut: Dâr al-Kutub al-’Ilmiyah, 2005

Robbins, Stepehen P. & Mary Coulter, Management, USA: Person Education, Inc, 1996) , h. 193.

Sa’ad, Ibn, al-Tabaqât al-Kubrâ, Jld III, Bairut: Dâr Sadr, 1985. Sabzwari, MA. ”Sistem Ekonomi dan fiskal pada masa Pemerintahan Nabi

Muhammad Saw.” dalam Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: IIIT, 2002.

al-Sadr, Kadim, ”Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam”, dalam Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, (Jakarta: IIIT, 2002.

Saefuddin, Ahmad M. Studi Nilai-Nilai Sistem Ekonomi Islam, Jakarta: Media Da'wah, 1984.

Salâm, Abd.al-Qâsim ibn, Kitâb al-amwâl, Beirut: Dâr al-Fikr, 1988

Salim, Abd. Muin, “Ekonomi dalam Perspektif Alquran”.Makalah pada seminar Tafsir Hadis Fak. Syari’ah IAIN Ujungpandang, 1994.

---------, Abd. Muin, Konsepsi Kekuasaan Politik Dalam Al-Quran, Jakarta: Grafindo Persada, 1995

al-Salūsi, ‘Alī Ahmad, Mausu’ah al-Qadâya al-Fiqhiyyah al-Mu’ashirah wa al-Iqtisâdi al-Islâmī, Mesir: Dâr al-Qur’an, cet. VII.2002,

Salusu , J., Pengambilan Keputusan Stratejik, Jakartra: Grasindo, 2006. Shihab, Quraish, Tafsir al-Misbah¸ Vol. I, VII, XIII, Jakata: Lentera Hati, 2002. ---------, “Etika Bisnis dalam Wawasan Alquran” dalam Jurnal Ulum Alquran,

No.3 VII/1997. ---------, Wawasan al-Quran, Bandung: Mizan, 1998 ---------, Tafsir Amanah, Jakarta: Pustaka Kartini, 1992. Sîdiq, Muhammad Jalâl Sulaiman. Dawr al-Qîm fî Najâh al-Bunûk al-

Islâmiyyah, Qâhirah: al-Ma’had al-’Ăli li l-Fikr al-Islâmî, 1996, Siregar, Mulya E. Kepala Biro Peneltian, Pengembangan dan Peraturan

Perbankan Syari’ah, Direktorat Perbankan Syari’ah Bank Indonesia, Makalah, dalam seminar Lembaga Keuangan Sosial Islam, di UIN

Jakarta, 17 Januari, 2007. Soedjadi, FX., Analisis Manajemen Moderen, Jakarta: Gunung Agung, 1997. Stewart, Grant, Successful Sales Management, Singapore: The Institute of Management, 1994. Stoner, James AF. et. All., Mangement, USA: A. Simon & Schuster Company, Stoner, James AF.Stoner dan R. Edward Freeman, Manajemen, Benyamin Molan

Penerjemah, Jakarta: Intemedia, 1992 Subianto,Achamd, Shadaqah, Infak, dan Zakat PO.BOX 1455 JKP 10014: Yayasan Berikan, 2004 Sudarsono, Juwono, Reformasi Ssial Budaya dalam Era Globalisasi, Jakarta:

Wacha Widia Perdana, 1999. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: Alfabeta, 2005. Suharto, Edi, Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta, 2006. Sukarja, Ahmad, “Kontribusi Islam Bagi Demokrasi Pancasila, tinjauan Ilmu

Fikih Siyasah” Orasi Pengukuhan guru besaer dalam ilmu Fikih Siyasah Fgakultas Syari’ah IAIN Jakarta, 1997.

Page 270: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Sulaiman, ‘Tahir Abd al-Muhsini, Ilaj al-Iqtisdiyyah fi al-Islâm, diterjemahkan oleh Anshori Umar Sitanggal "Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam" Bandung: Al-Maarif, t.th.

Suma, Muhammad Amin, “Pengelolalan Zakat dalam Perpektif Sejarah” dalam Muhatar Sadili (Ed.), “Probelematika Zakat Kontemporer,” Jakarta: FOZ, 2003.

Sumodiningrat,  Gunawan.,    et.  al.,  Kemiskinan:  Teori,  Fakta  dan  Kebijakan,  Jakarta: Inpac, 1999. 

Sumodiningrat,Gunawan, “Kepemimpinan Pemberdayaan Ekonomi Rakyat”, Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada 17 Maret 2001, Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2001

Suriyani, A. Manajemen Dakwah, Jakarta: MSCC, 2005 Syaltūt, Mahmud al-Islâm ‘Aqidah Wa Syari’ah, Mesir: Dâr al-Qalâm, t.th. al-Sya’râni.Muhammad Amin, Al-Damân al-Ijtimâ’iy fî al-Islâm, Riyâd: t.tp.,

1975. al-Sya’râny, Muhammad Muhammad Amin, , al-Damân al-Ijtimâiy fi al-Islam,

t.tp: t.p., 1975. al-Syâfiī, Abd. Allah Muhammad ibn Idris, , al-Um, Juz II, Bairut: Dâr al-Kitab al-Ilmiah, t.th. al-Syuyutī, Abd Al-Rahmân Jalal al-Dīn, al-Dūr al-Mantsūr fī Tafsīr al-

Ma’tsūr, Juz IV, dalam CD. al-Tabary, Abû Ja’far ibn Muhammad ibn Jarîr, Jâmi al-Bayân ’an Ta’wîl Ăyât

al-Qur’ân, Jilid V, t.tp.: t.p., t.th. al-Tarkamâny, Adnân Khâlid al-Mazhab al-Iqtisâdī al-Islâmī, Jeddah: Maktabah al-Sawâdī, 1990.. Tahir, Palmawati, “Zakat dan Negara (Studi tentang Prospek Zakat dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat dengan Berlakunya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat),” Disertasi S3 Konsentrasi Ilmu Hukum PPS. Universitas Indonesia Jakarta, 2004.

Takidah,  Erika,    “Analisis  Pengaruh  Kualitas  Jasa  Badan  Amil  Zakat  Nasional  Pada Kepuasan  dan  Kepercayaan Muzakki,”    Tesis  S2  Kajian  Timur  Tengah  PPS. Universitas Indonesia  Jakarta, 2004. 

Tarry, George R. Principles of Management, saduran Sujai, Bandung: Grafika, 1980.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Putaka, 1990.

‘Umar, Nasir ibn Nasir al-Dīn Abū Sa’īd ‘Abd Allah ibn, Anwâr al-Tanzīl, Juz III dalam CD.

UU No. 6/1974 tentang Ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial ----------, No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat Wâfī , Ali Abd. al-Wâhid , Huqūq al-Insân fī al-Islâm, Qâhirah: Dâr al-

Nahdah, 1979. Weihrich, Heinz, et. al., Manajemen, Jakara: Erlangga, 1990. Winardi , J., Manajemen Perilaku Organisasi, Jakarta: Kencana, 2007. ------------, Pemikiran Sistemik dalam bidang Organisasi dan Manajemen, Jakarta:

Rajawali Press, 2005. Yafie , Ali dalam Aries Mufti, dkk., Problem Kemiskinan, Jakarta: Blantika, 2004. Yahya, Mukhtar, dan Fathurrahman, Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Islam,

Page 271: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Yaumi, ukâri Bi, al-Mâliyah al-‘Ămmah al-Islâmiyah, dalam Gazî ‘Inâyah “Ushûl al-Mâliyah al-‘Ămmah al-Islâmiyyah, Bairut: Dâr Ibn Hazm, 1993.

Yin, Robert K. Case Study Research Design and Methods, diterjemahkan Studi Kasus Desain & Metode, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.

Yusuf Qardâwi, Fiqh al‐Zakat, Juz II, al‐Qâhirah:   Wahbah, ), cet. XXI, . 1994  

al-Zahaeli, Wahbah, al-Fiqh al-Islamī wa Adillatuhū, Juz III Damsyiq: Dar Fikr, 1997. Zahrah, Muhammad Abu, Zakat. Penerjemah Zawawy Jakarta: Pustaka Pirdaus, cet.III, 2004, Zakarīya, Abī Husâin ibn Fâris ibn, Maqâyis al--lughah, Juz III, V, T.t.p.: Dâr

Fikr, 1979 al-Zarkasy, Badr al-Din Muhammad bin ‘Abd Allah, Al-Burhân fi ‘Ulûm Al-Qur’ân, Juz IV,

Mesir: Dar Ihya al-Kutub al-Araby, t.th. Zaqzûqi, Mahmûd Hamdî, (Ed.), al-Mausû’ah al-Islâmyiyah al-’Ămmah, al-

Qâhirah: Jumhuriyyah Mishr al-’Arabiyyah Wizarah al-Auqâf al-Majlis al-’A’la li al-Syuûn al-Islamiyyah, t.th.

   

Page 272: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel 16: Program dan Prosentase Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional  

No. 

Nama Program   Sub Program   Ket.  

1.  Kemanusiaan   a. Evakuasi  Korban         

b. Pelayanan  

c. Kesehatan Darurat  

d. Bantuan Pangan dan Sandang  

e. Pembinaan Daerah Pasca Bencana 

10 %  

2.  Kesehatan   a.  Jaminan  Kesehatan  Masyarakat Prasejahtera (Jamkestra) 

b. Dokter Keluarga Pra sejahtera (DKPS)  

c. Unit Kesehatan Keliling 

d. Penyaluhan Kesehatan  

e.  Pemberian  makanan  bergizi,  sanitasi  desa prasejahtera  

20 %  

3.  Pengembangan Ekonomi Umat  

a. Bantuan Sarana Usaha 

b. Pendanaan Modal Usaha 

c. Pendampingan/Pembinaan  

35 % 

4.  Dakwah   a. Bina Dakwah Masyarakat  

b. Bina Dakwah Masjid  

c. Bina Dakwah Kampus/ Sekolah  

10 %  

5  Peningkatan  Kualitas Sumber Daya Insani 

c. Beasiswa Tunas Bangsa d. Beasiswa Pelajar Keluarga     Prasejahtera 

c. Pendidikan Alternatif Terpadu  

d. Pendidikan Keterampilan Siap Guna 

Bantuan Guru dan Sarana Pendidikan  

25 % 

Sumber  Data:  Laporan  Pertanggungjawaban  Pengurus  Badan  Amil  Zakat     

Nasional Periode 2004‐2997, h. 9        

Page 273: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel  17 : Sumberdaya Personal Badan Amil Zakat Nasional dari sisi 

                   Latar Belakang Keilmuan dan Profesi  

 

No.  Latar Belakang Keilmuan dan  Profesi 

Jumlah 

01  Ulama, Pakar Agama Islam  12 

02  Anggota DPR    4 

03  Pengusaha     2 

04  Tokoh Masyarakat     4 

05  Manajemen     9 

06  Sarjana Hukum     8 

07  Akuntan     2 

08  Ekonom     5 

  Jumlah   46 

                         Sumber: Data Diolah dari Buku Annual Report 2006.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 274: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 Tabel  18: Hasil Analisis    Terhadap  Konsep Amil  Badan Amil  Zakat Nasional: Dimensi,  

Sumber Pembentukan Persepsi, Kategorisasi 

 

No.  Konsep Amil: Unsur‐Unsur 

Dimensi Amil Sumber

Pembentukan Persepsi 

Kategorisasi Konsep Amil 

01  Islam  Aqidah  Kitab Fikih 01‐04 Syarat  

Amil  

02 

 

Akil Baligh  Kecakapan  Syar’iy  

Al‐Hadits:  Muadz bin Jabal  

03  Pemahaman  Hukum Zakat  

Hukum Islam   Al‐Hadits:  Muaz bin Jabal     

04  Jujur dan Amanah   Integritas (Moralitas)  

Keputusan  Dirjen Bimas  Islan  dan Urs. Haji .  

05.  Kemampuan  untuk tugas keamilan   

Manajerial  Sda. (profesional)  

06  Pendataan  secara cermat  

Administrasi  Pandangan  Badan Amil  Zakat Nasional   

06‐09  Tugas Pokok  Keamilan: Pertama   

07.  Pembinan  dan Penagihan  

Psikologi Komunikasi  

Sda

08.  Mengumpulkan, Menerima Mendoakan  

Tugas Inti  QS. A aubah :103 

09.  Mengadministarsikan dan  

Memeiliharanya 

Administrasi,  Kearsifan, Integritas   

Pandangan  Badan Amil  Zakat Nasional   

10.   Pendataan mustahik   Administrasi  Sda 10‐13    Tugas Pokok  Keamilan: kedua  

11.  Menghitung Kebutuhan Mustahik  

Perencaan Keuangan  

Sda

12.  Menentukan kiat  Manajemen  Sda

Page 275: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Pendistribusia  

13.  Pembinaan Pasca 

Mustahik  Menerima Zalat  

Manajemen  Sda

Sumber:  Hasil Kajian Penulis  2007. 

 

  Tabel  19 : Relevansi Teori Agency dengan 

           Konsep Amil Badan Amil Zakat Nasional  

 

No.  Teori Agency  Unsur Relevansi  Konsep Amil Badan Amil Zakat Nasional  

1  Pemilik Saham  Pemilik Modal  Secara Hakiki Allah SWT 

2  Direksi  Syarat Kumulatiif  Amil 

3  Mengembangkan Perusahaan 

Tugas Pokok  Mengembangkan  Fungsi Keamilan 

      Sumber : Hasil kajian Penulis 2008. 

 

 

 

   

Page 276: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Tabel      20      :    Iden fikasi Unsur‐Unsur  Konsep Mustahik  dalam  Persepsi    Badan  Amil    Zakat Nasional  Dan Peluang Program Pendayagunaan Zakat 

 

No  Mustahik 

 

Unsur‐Unsur Mustahik  Peluang Program 

pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat Nasional  

1.  Fakir   • Tidak mempunyai pendapatan tetap  • Tidak  mempunyai  tempat  tinggal 

tetap menurut standar kesehatan  • Tidak    mempunyai  asupan  gizi  yang 

cukup  • Tidak mempunyai biaya kesehatan  

Kemanusiaan  

Kesehatan  

Pendayagunaan  

2.  Miskin   • Mempunyai  sumber  pendapatan tetap, namun di bawah standar UMR  

• Tidak  cukup  membiayai  kebutuhan keluarga  

• Tidak memenuhi gizi seimbang  • Tidak mempunyai biaya kesehatan  

Kemanusiaan  

Kesehatan  

Pendayagunaan  

3  Amil   • mempuyai mandat dari Baz atau Laz   

Kontraprestasi    dan Pembinaan Kelembagaan*  

4.  Mu’allaf   • Menunjukkan  surat  keterangan  sebagai muallaf  

Disesuaikan  tingkat 

kebutuhan pada Jenis 

Program  

5.  Riqâb   • TKI   Pengembangan Ekonomi Umat 

6.  Gârimīn   • Surat Keterangan Mantan Pengusaha  • Surat Keterangan Berutang  • Muslim  

Pengembangan Ekonomi 

Umat  

7.  Fī  Sabīl Allah  

• Aktifitas Dakwah  • Pembangunan Rumah Ibadah  • Pembangunan sarana pendidikan   

Dakwah  

8.  Ibnu  al‐Sabīl 

• Siswa, mahasiswa yang tidak mampu,   Peningkatan  Kualitas  Daya Insani  

  Sumber: Diolah dari Hasil Wawancara  dan Brosur Badan Amil Zakat Nasional   

 

 

 

 

 

 

Page 277: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

                  Tabel  21 : Relevansi Persepsi Badan Amil Zakat Nasional   

                                     mengenai  Zakat dan Kerangka Teori Penelitian  

                                     (Teori Agency) 

 

No.  Unsur‐Unsur Persepsi Badan  Amil Zakat Nasional  terhadap Zakat 

Relevansi 

(Persepsi  Banas   & teori agency) 

Teori Agency 

(Kerangka  Teori Penelitian) 

Keterangan 

1  Zakat Sebagai 

Amanah  

Integritas Personal  dan Citra 

Kelembagaan  

Pengelola    Dana  dari Pemegang saham  

Integritas  

2  Fungsi Zakat   Instrumen kesejahteraan mustahik   

Alat  untuk  mencapai  maksimal finansial 

dan kepuasan 

Pemegang saham  

Manajemen  

3  Pelaporan   Peningkatan Kepercayaan  

Pertanggungjawaban pada pemegang 

Saham  

Manajemen  

    Sumber: Hasil Kajian Penulis 2007.  

 

 

 

 

 

 

 

Page 278: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel  22 : Relevansi Persepsi Badan Amil Zakat Nasional Terhadap 

Faktor dalam Penetapan Kebijakan Pendayagunaan dengan Kerangka Penelitian (Teori Agency dan Tagyīr al‐Aĥkâm) 

 

 

No. 

Faktor‐Faktor 

Penetapan Kebijakan  

Teori Agency   Teori Tagyîr al‐Ahkâm 

Relevansi  

(2,3.4) 

1  2  3  4  5 

1  Makna Pendayagunaan  

Memperoleh Hasil Maksimal  

Perubahan Sosial Budaya  

Manajemen 

Dinamis  

2  Persepsi  tentang Mustahik   

Subjek  yang harus dikembangkan potensinya  

 

Subjek Hukum  

Fiqhiyah  

Dinamis   

3  Persepsi  Makna Amil  

Pelaksana  Fungsi Kelembagaan  

Perubahan Sosial Budaya  

Fiqhiyah  

Dinamis  

4  Makna Zakat   Sumber Dana    ‐  Tetap  

5  Perubahan Lingk.Sosekreg Mustahik   

Lingkungan Pangsa Pasar  

PerilakuSubjek Hukum  

Perbh. SosBud  

Manajemen 

Dinamis   

6  Dukungan Yuridis Formal  

Yuridis Formal   Materi Hukum    Yuridis  Formal 

Tetap  

7  Dukungan  Pola Pikir  Strategis Pengurus  Badan Amil  Zakat Nasional   

Kemampuan SDM 

Amil    Manajemen 

Dinamis  

    Sumber: Kajian Penulis 2007 

 

 

Page 279: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel  23 :   Penyebaran Unit Salur Zakat Menurut Provinsi 

 

Provinsi  Jumlah USZ  Ket 

DKI  Jakarta   6   

Banten   2   

Jawa Barat   8   

Sumatera Utara   2   

Jawa Tengah   1   

Nusa Tenggara Barat   1   

Jumlah   20    

       

                             Sumber: Data  diolah dari Annual Report   

               Badan Amil Zakat Nasional 2006 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 280: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

 

Tabel  25 : Rapat Koordinasi, Pela han dan Pembinaan oleh Badan Amil Zakat Nasional dan   BAZ  

 

Kegiatan  2005  2006  2007 

Rapat Koordinasi 

BAZ Prov Se Indonesia 

BAZ Prov Se Indonesia 

 

Pelatihan  Strategi Fundraising 

BAZ Se Prov Se Indonesia 

Manajemen ZIS BAZ 

Manajemen Pendayagunaan ZIS BAZ Prov se Indonesia 

Pembinaan      Sinergi UPZ, Pengukuran Kinerja BAZ, LAZ & UPZ 

                       Sumber: Data Laporan Pertanggungjawaban Pengurus Badan       Amil Zakat Nasional 2005‐2007.  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 281: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel   26 : Pemetaan  Pemikiran Pendayagunaan Zakat : 

Perbedaan Teori Pendayagunaan dan Model Pendayagunaan Zakat Versi Badan Amil Zakat Nasional   

 

No.   Teori Pendayagunaan  

M. Daud Ali  

Program  (Model) Pendayagunaan  

Zakat  Badan  Amil Zakat Nasional   

Perbedaan  (Teori Pendayagunaan  dan Model  Badan  Amil Zakat Nasional )   

Keterangan  

01.  Konsumtif Tradisional  

Kemanusiaan  ‐TP.  Mengabaikan aspek  perencanaan  dan evaluasi  

‐Baz 

 Memperhatikan aspek‐aspek tersebut   

 

02.  Konsumtif Kreatif   Kesehatan  Sda  

03.  Produktif Tradisional  

Pengembangan  Ekonomi   Umat  

TP.  Mengabaikan aspek  perencanaan dan evaluasi 

Baz  

Konsep  ini  tidak dikenal.   

 

04.  Produktif Kreatif   Pengembangan Ekonomi  Umat   dan  Peningkatan Kualitas  Sumber daya Insani    

‐TP.  Mengesankan aspek manajemen. 

‐Bz  

secara  tegas menjadikan  aspek manajemen  sebagai objek  terhadap model ini  

 

  Sumber Data: Hasil Kajian Penulis 2007. 

 

 

 

Page 282: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

       Tabel  27 : Pemetaan Pemikiran Pendayagunaan Zakat : 

Perbedaan Teori Pendayagunaan Zakat dan  Model    Pendayagunaan Zakat Versi Badan Amil Zakat Nasional  serta Alternatif Istilah yang Relevan dengan Model Pendayagunaan Zakat  

 

No.   Teori Pendayagunaan  

M. Daud Ali  

Program  (Model) Pendayagunaan  

Zakat Badan Amil Zakat Nasional   

Perbedaan  (Teori Pendaya 

gunaan  dan Model  Badan Amil  Zakat Nasional )   

Alternatif Istilah Yang Relevan dengan Model Badan Amil Zakat Nasional  

01.  Konsumtif Tradisional  

Kemanusiaan   ‐TP. Mengabaikan aspek perencanaan   dan evaluasi  

‐Baznas  

 Memperhatikan  aspek‐aspek tersebut   

Konsumtif Rasional  Partisifatif  (KRP)  

02.  Konsumtif Kreatif   Kesehatan    Sda  Konsumtif  Rasional  Partisifatif  (KRP)  

03.  Produktif Tradisional  

Pengembangan Ekonomi Umat   ‐  

TP.  Mengabaikan aspek  perencanaan dan evaluasi 

Baz  

Konsep  ini  tidak dikenal.   

 

04.  Produktif Kreatif   Pengembangan Ekonomi  Umat   dan  Peningkatan Kualitas  Sumber daya Insani    

‐TP. Mengesankan aspek manajemen. 

‐Bz  

Produktif Rasional Partisifatif  (PRP)  

Page 283: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

secara  tegas menjadikan aspek manajemen sebagai  objek terhadap  model ini  

  Sumber: Hasil Kajian Penulis 2007.  

Tabel 28 :   Relevansi  Istilah  terhadap  Model Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat 

Nasional  dengan Kerangka Teori Penelitian (teori Agency dan Tagyīr  

alAĥkâm)  

No.  Nama Istilah  Relevansi  Teori Agency  Tagyīr al‐aĥkâm 

01.   Konsumtif  Rasional  Partisipatif  

Baznas  mengem bangkan  fungsi amil dgn  mencer‐  mati dan  meres‐  pon perubahan lingkungan  musta‐ hik.  Merumuskan model  pendayagu‐ naan  zakat  yang bersifat    bantuan darurat  

Mengembang ‐ 

kan Fungsi Amil  

Merespon  kea‐ daan/  peruba han  lingkugan   Mustahik  

02.  Produktif Rasional  Partisipatif 

Baznas  mengem‐ bangkan  fungsi amil dengan  men‐ cermati  dan  meres pon perubahan  

lingkungan  musta hik.  Merumuskan model  pendayagu naan  zakat  yang bersifat  pemberda yaan   

 Sda  Sda 

 

            Sumber: Hasil Kajian Penulis 2007.  

 

Page 284: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

                  Tabel  29 : Mustahik dan Hasil Guna Minimal     

        dan Maksimal yang Diharapkan dari Zakat  

 

No  Mustahik   Hasil Guna  Minimal  

 

Hasil  Guna  Maksimal 

(diorientasikan )  

1  Fuqara   Memenuhi  kebutuhan 

dasar  

Menjadi muzakki  

2  Miskin   Penunjang  Kebutuhan 

dasar 

Menjadi muzakki  

3  Ibnu Sabil   Bekal Perjalanan   Menjadi muzakki  

4  Amil   Honorarium   Amil Profesional  

5  Riqab   Memerdekakan diri   Menjadi muzakki  

6  Gharim   Bebas Utang   Menjadi muzakki  

7  Muallaf   Cinta Islam   Membela Islam secara maksimal

8  Jihad   Menegakkan Islam   Islam tegak secara maksimal 

            Sumber data: Hasil Kajian Penulis  

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 285: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

Tabel  30 :  Perbedaaan Karakteristik dalam 

    Transaksi Ekonomi Ribawi dan Zakat 

 

No  Riba  Zakat  Motivasi  Hubungan antar pelaku transaksi  

Dampak Sosek 

1  *    Pelaku: 

Keuntungan Material 

Ekonomi Semata 

 

Modal Bekerja secara tunggal dan  

Dinikmati pemiliknya  

2  *    Penerima: 

Penambahan Modal atau kebutuhan 

Ekonomi Semata 

Beban ekonomi 

3    *  Muzakki: Menunaikan Ibadah 

Ekonomi berbasis Persaudaraan 

Jiwa Bersih dan Etos kerja meningkat 

4    *  Amil: Amanah dan Ibadah 

Ekonomi  

Berbasis Persaudaraan  

Upaya Pemberdayaan 

5    *  Mustahik  Ekonomi berbasis Persaudaraan 

Mencapai Kemaslahatan Mustahik 

                        Sumber data: Kajian Penulis 200 

 

 

 

 

 

 

Page 286: PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39386/1/HAMZAH... · PENDAYAGUNAAN ZAKAT PADA BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL DALAM

v

Tabel 1: Perkembangan Kemiskinan di Indonesia 

                                             2000‐2006 

 

No. Tahun Jumlah Penduduk Miskin

Ket.

1. 2001 37.90 juta jiwa 2. 2002 38.40 juta Jiwa 3. 2003 37.40 juta jiwa 4. 2004 36.10 juta jiwa 5. 2005 35.10 juta jiwa 6. 2005 39.05 juta jiwa

Sumber: BPS dimuat di Harian Republika, 

                  15 Desember 2006, h. 1.