32
PENDIDIKAN IMTAQ MELALUI PEMBELAJARAN DRAMA DI SEKOLAH Science without religion is lame, Religion without science is blind ALBERT EINSTEIN 1. PENDAHULUAN Banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari perbuatan-perbuatan yang dikatagorikan sebagai ‘tingkah menyimpang’. Kalau kita cermati media massa, beraneka ragam model ‘tingkah menyimpang’ ini bukan saja dilakukan oleh anak-anak dan remaja, tetapi juga oleh orang tua yang bergelar akademik tertentu. Ada seorang anak yang ditangkap dan dihajar oleh massa gara-gara ketahuan menarget di traffic light. Ada segerombolan pelajar yang berpesta sex bebas untuk merayakan kelulusan/ketamatannya dari suatu sekolah. Juga terlihat banyak pemuda bermabuk- mabukan berderet-deret di jalanan, pesta pil koplo, sabu- sabu, ganja dll. Bahkan, konon berdasarkan penelitian terhadap pelajar SLTA di beberapa kota besar di Indonesia, ditemukan hampir 85 % telah melakukan hubungan sex di luar nikah. Kita juga tidak dapat menyangkal, bahwa para pemimpin kita banyak yang berbuat tidak terpuji. Misalnya kasus pembunuhan, pemaksaan, pelecehan hukum, korupsi dll. Mengapa ini bisa terjadi? Apakah mereka tidak pernah dididik atau diajari nilai-nilai 1

Penddk. IMTAQ

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ilmu tanpa agama akan mengancam, akama tanpa ilmu akan gelita

Citation preview

Page 1: Penddk. IMTAQ

PENDIDIKAN IMTAQ MELALUI PEMBELAJARAN DRAMA DI SEKOLAH

Science without religion is lame,Religion without science is blind

ALBERT EINSTEIN

1. PENDAHULUAN

Banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari perbuatan-perbuatan yang

dikatagorikan sebagai ‘tingkah menyimpang’. Kalau kita cermati media massa,

beraneka ragam model ‘tingkah menyimpang’ ini bukan saja dilakukan oleh anak-

anak dan remaja, tetapi juga oleh orang tua yang bergelar akademik tertentu. Ada

seorang anak yang ditangkap dan dihajar oleh massa gara-gara ketahuan menarget di

traffic light. Ada segerombolan pelajar yang berpesta sex bebas untuk merayakan

kelulusan/ketamatannya dari suatu sekolah. Juga terlihat banyak pemuda bermabuk-

mabukan berderet-deret di jalanan, pesta pil koplo, sabu-sabu, ganja dll. Bahkan,

konon berdasarkan penelitian terhadap pelajar SLTA di beberapa kota besar di

Indonesia, ditemukan hampir 85 % telah melakukan hubungan sex di luar nikah. Kita

juga tidak dapat menyangkal, bahwa para pemimpin kita banyak yang berbuat tidak

terpuji. Misalnya kasus pembunuhan, pemaksaan, pelecehan hukum, korupsi dll.

Mengapa ini bisa terjadi? Apakah mereka tidak pernah dididik atau diajari nilai-nilai

moral religius? Jawabannya adalah tidak adanya keseimbangan antara kemajuan

IPTEK dengan Imtaq.

Memang, menguasai IPTEK mutlak diperlukan bagi semua orang agar bisa

mengemban kekhalifahannya di bumi ini. Nabi bersabda,” Carilah ilmu, sekalipun di

negeri Cina.” Kemudian ditandaskan lagi,” Sungguh, andaikata engkau berangkat

kemudian mempelajari satu bab dari ilmu pengetahuan, maka hal itu adalah lebih

baik daripada engkau sembahyang seratus rekaat.” (Riwayat Ibnu Abdil-Bar)

Bahkan, betapa perlu dan pentingnya orang menuntut ilmu Allah berfirman :

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati,

semuanya itu akan dimintai pertanggungjawabannya” (Q.S Surat Al-Israa’ :36).

1

Page 2: Penddk. IMTAQ

Persoalannya apa hanya dengan ilmu tugas kekhalifahan dapat diemban? Tentu

saja tidak!

Laju pesatnya kemajuan IPTEK telah membawa kita pada persoalan-persoalan

tata kehidupan yang berubah. Berbagai informasi dengan mudah dapat diperoleh

tanpa harus beranjak dari rumah. Tentu saja informasi bukan hanya yang baik tetapi

juga yang seronoh karena tidak ada lembaga sensor yang bisa menghadang lajunya

pancaran satelit komunikasi. Pertukaran, pergumulan antar umat manusia juga

membawa konskuensi pada perubahan tatanan nilai-nilai kehidupan. Kalau dulu

betapa sulitnya kita melihat dua insan lawan jenis berciuman, sekarang di sembarang

tempat kita bisa melihatnya. Di koran, di spanduk, di layar TV, VCD, atau di alam

terbuka yang berlabel tempat rekreasi pun mesum itu terjadi dengan begitu

leluasanya, bahkan sebagian orang menganggap dan menjadikan ciuman itu sebagai

‘tata krama pergaulan’. Sepertinya nilai-nilai agama tak dihiraukan sama sekali.

Semua itu tentu karena hasil kemajuan IPTEK yang tidak dimbangi Imtaq.

Betapa kemajuan IPTEK yang tidak dibarengi dengan pendidikan Imtaq atau

tepatnya tidak didasari Imtaq yang kuat, dapat terlihat dari sederet peristiwa yang

mengarah kepada kerusakan di bumi ini. Mulai dari vandalisme pada kegiatan demo

dalam negeri, pembakaran, penjarahan, tawuran antarsuku dengan kedok agama,

penghancuran Wall Center di Amerika, pengeboman Afganistan, Bali, perang di

Bosnia, penghancuran di Irak, Palestina, sampai pada pengejaran dan pembunuhan

binatang-binatang hutan tanpa memikirkan kelestariannya, dan masih banyak lagi.

Sederet peristiwa tersebut hanya sebagian kecil dari contoh penerapan hasil IPTEK

yang tidak pada tempatnya. Di sinilah letak penyimpangan tingkah laku dan

pemberontakan terhadap kodrat manusiawi. Iptek yang seharusnya dimanfaatkan

untuk menciptakan ketentraman, kenyamanan, dan kemakmuran di bumi, justru

diselewengkan untuk membuat kerusakan.

Tuhan menciptakan bumi dan manusia dengan segala kesempurnaannya ,bukan

untuk dirusak dan membuat kerusakan, tetapi agar menjadi khalifah dengan

memanfaatkan bumi sebagai sarana mencapai kebahagian, baik di dunia maupun di

akhirat kelak. Hal ini difirmankan dalam Al-Qur’an surat Al-Qashas ayat 17 dengan

arti seperti berikut.“Carilah dalam karunia Allah yang dilimpahkan kepadamu itu

2

Page 3: Penddk. IMTAQ

kejayaan akhirat, tetapi jangan pula dilupakan kebahagiaan dari dunia ini.

Berbuatlah baik sebagaimana Allah berbuat baik kepadamu, dan jangan membuat

bencana.”

Untuk itu agar manusia bisa menjadi khalifah yang dapat dijadikan imam al-

amin dan uswatun hasanah, terpercaya dan contoh terbaik, tidak bisa ditawar-tawar

lagi IPTEK harus dilandasi Imtaq. Kalau tidak, cepat atau lambat kehancuran akan

datang. Seperti telah dipaparkan di depan, kemajuan Iptek jika dikendalikan oleh

orang yang tidak mempunyai rasa Imtaq akan banyak membawa mala petaka. Ingat

ungkapan Jawa ,”wong pinter bisa keblinger” (artinya orang yang ber-Iptek bisa

terjerumus dengan ilmu yang dimilikinya)

Integrasi IPTEK dan IMTAQ dapat diterapkankan pada semua bidang ilmu. Di

sekolah, integrasi itu bisa dilakukan melalui mata pelajaran yang ada. Pada

kesempatan ini , kita akan mengulas pendidikan imtaq melalui pembelajaran drama.

2. SEKOLAH DAN PENDIDIKAN IMTAQ

Sekolah sebagai mini society memiliki peranan sangat penting dalam

menanamkan nilai-nilai imtaq kepada warganya. Artinya, sasaran program imtaq

bukan hanya untuk siswa, tetapi juga Kepala Sekolah, Komite Sekolah, guru, dan

karyawan lain. Hal ini dapat dilakukan dengan cara pengelolaan iklim edukasi yang

mengarah kepada nuansa imtaq. Suatu kebohongan jika imtaq digembar-gemborkan

kepada siswa sementara jajaran pengelola sekolah yang menjadi central force, tidak

memberikan kontribusi keteladanan, tidak bisa dijadikan panutan yang digugu dan

ditiru. Misalnya, di sekolah diterapkan larangan merokok bagi siswa sementara

guru/karyawan merokok. Jelas hal ini suatu tindakan ‘lempar batu sembunyi tangan’,

tidak bertanggung jawab. Artinya, aturan itu diberlakukan secara tidak adil. Dengan

kata lain orang yang seharusnya ‘digugu dan ditiru’ malah menyimpang dari akhlak

karimah. Padahal berlaku adil termasuk bagian dari taqwa.

Dalam wahyu-Nya, Allah berfirman yang artinya :

Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang

selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi-saksi dengan adil.

Dan jangan sekali-sekali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

3

Page 4: Penddk. IMTAQ

untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada

taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui

apa yang kamu kerjakan (Q.S Al- Maa-idah:8).

Ayat di atas mengandung arti bahwa kalau kita mengaku beriman, kita harus

menegakkan kebenaran karena Allah, dilarang membenci orang lain, dan berlaku adil

karena berlaku adil berarti memupuk taqwa.

Ada suatu pernyataan yang mengatakan bahwa sikap anak kepada kedua

orang tuanya tergantung sikap mereka kepada anak-anaknya. Bila kepala sekolah,

guru dan karyawan itu kita ibaratkan orang tua, sedangkan siswa itu anak,

ketidakadilan yang diperbuat oleh kepala sekolah, guru/karyawan mendorong siswa

untuk berbuat tidak adil juga (mungkin diawali dari rasa iri, dengki, dan hasut).

Keadaan demikian ini akan berdampak pada suasana ketidakharmonisan, kekacauan

atau kerusakan akhlak karimah. Pada gilirannya nuansa imtaq di sekolah tidak akan

terwujud. Dengan demikian untuk menanamkan imtaq kepada siswa jajaran panutan

(imam) harus berlaku adil dalam memberlakukan aturan atau tata tertip. Artinya, tata

tertib berlaku sebagai undang-undang sekolah yang mengikat seluruh warga sekolah

bukan hanya mengikat sepihak saja.

Dalam hadist nabi dinyatakan bahwa berlaku adil akan mendapat jaminan

dari Allah, sebagaimana diriwiyatkan Muslim berikut ini.

“Sesungguhnya orang-orang yang adil di sisi Allah kelak akan menempati

mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, yaitu orang-orang yang adil dalam

melaksanakan hukum dan apa yang mereka urus pada keluarga” (Muslim).

Secara skematis pola hubungan sekolah dan pendidikan imtaq dapat

digambar seperti di bawah ini.

4

Page 5: Penddk. IMTAQ

Gb. 1 : Pola Hubungan Sekolah dan Pendidikan Imtaq

Gambar tersebut menunjukkan bahwa imtaq menjadi titik sentral atau inti dari

program sekolah yang akan dicapai oleh semua warga sekolah. Hal ini terjadi karena

warga sekolah terikat oleh program sekolah yang merupakan aplikasi dari tujuan

pendidikan nasional. Gambar segi empat yang berada pada daerah paling luar

menunnjukkan bahwa negara memberi standar arah pendidikan yang berlaku secara

nasional. Tujuan pendidikan nasional aplikasinya terdistribusi dalam kurikulum yang

akan diterapkan di sekolah. Tentu saja agar pencapaian kurikulum bisa terealisasi

dengan tepat maka sekolah menyusun program yang disesuaikan dengan kemampuan

dan sosio kultural yang melingkunginya. Program sekolah itu hanya akan tercapai

bila seluruh SDM sekolah (Kepala Sekolah, guru, karyawan, komite sekolah, dan

siswa) diberdayakan ke arah tujuan inti, yakni nuansa IMTAQ. Untuk itulah program

imtaq diintegrasikan ke seluruh bidang kehidupan sekolah, terutama dalam mata

pelajaan yang diajarkan di sekolah.

3. PERANAN PEMBELAJARAN DRAMA DALAM PENDIDIKAN IMTAQ

Agar terdapat persamaan pandangan, sebelum membahas lebih jauh tentang

peranan drama dalam pendidikan imtaq sebaiknya kita bahas dahulu pengertian kata-

kata: pembelajaran, pengajaran, dan pendidikan yang sering kali digunakan dengan

pengertian yang tidak tepat karena dianggap bermakna sama.

5

Tujuan Pendidikan NasionalTujuan Pendidikan Nasional

Page 6: Penddk. IMTAQ

Apakah pembelajaran itu? Dan apa pengajaran?

Kata ‘pembelajaran’ terbentuk dari kata ‘ajar’ kemudian mendapat imbuhan ‘ber-‘

(dalam proses pembentukan kata, imbuhan ‘ber’ mengalami proses adaptasi).

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ‘ajar’ memiliki arti ‘petunjuk yang

diberikan kepada orang supaya diketahui (dituruti)’. Sedang kata ‘belajar’ memiliki

arti : (1) berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, (2) berlatih, (3) berubah tingkah

laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Kemudian dari kata ‘belajar’

inilah kata ‘pembelajaran’ dibentuk. Imbuhan ‘pem – an’ mengandung makna

‘proses’. Jadi, kata ‘pembelajaran’ bisa dimaknai ‘suatu proses belajar, proses

berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu’. Dari pengertian ini terlihat peletakan

posisi kemitraan antara guru dan siswa dalam bersama-sama mengarungi sebuah

proses. Guru dan siswa secara bersama-sama dalam kedudukan sejajar saling mencari

dan memberikan pengalaman untuk memecahkan persoalan ilmu. Dengan demikian

‘pembelajaran’ berhubungan dengan kegiatan mengisi ‘otak’.

Berbeda dengan ‘pembelajaran’ , kata ‘pengajaran’ terbentuk dari kata ‘ajar’ dan

imbuhan ‘peng – an’ yang dapat diartikan sebagai proses mengajar. Artinya, di satu

sisi ada yang mengajar yakni guru, di sisi lain ada yang diajar yakni siswa. Dalam hal

ini kedudukan siswa jadi ‘obyek, sasaran atau penderita’. Dan, karena ia sebagai obyek

tentu saja pasif. Kalau demikian kejadiannya, siswa akan menempati posisi ‘yang

dikuasai’ dan ‘terkuasai’. Ini beararti konsep pendidikan sebagai ‘pembebas’ dan

pemerdekaan’ manusia tidak berjalan. Pada gilirannya pola budaya ‘penguasa’ sebagai

penindas akan tetap terlestarikan. Guru berada pada posisi ‘paling’ dan segalanya bagi

siswa sehingga secara hirarki guru bertindak sebagai ‘penguasa ilmu’. Atau dengan

kata lain, terjadilah penguasaan manusia oleh manusia, penindasan manusia oleh

manusia. Padahal siswa kan juga manusia yang perlu dimanusiakan, bukan hanya

dijadikan obyek semata. Itulah alasannya mengapa pada tulisan ini digunakan istilah

‘pembelajaran’ bukan ‘pengajaran’

Lalu apa pendidikan itu?

Banyak orang yang memberikan batasan pengertian pendidikan. Di bawah ini

akan dipaparkan beberapa pandangan tentang batasan-batasan tersebut.

6

Page 7: Penddk. IMTAQ

1. “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan

anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah

kedewasaan" (Ngalim Purwanto, 1997).

2. “… pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan

mengembangkan potensi-potensi pembawaan, baik jasmani maupun rohani

sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat dan kebudayaan”

(Djumberansyah Indar, 1994).

3. M. Masir Ali (1979) mengatakan pendidikan dapat dimaknai secara luas dan

secara sempit. Secara luas pendidikan berarti segala sesuatu yang menyangkut

proses perkembangan dan pengembangan manusia. Sedangkan secara sempit,

pendidikan berarti segala usaha mengembangkan nilai-nilai, menyampaikan

nilai-nilai untuk dipakai si anak, sehingga ia jadi orang pintar, baik, mampu

hidup, berguna bagi masyarakat, yaitu nilai-nilai yang akan diambil oleh yang

dididik, sehingga ia dapat memiliki nilai itu. Baik pribadi itu berusaha sendiri

mengejar nilai itu, ataupun ia minta bantuan orang lain.

4. Pendidikan Menurut Paulo Freire (Terj.2002)

Bagi Freire sistem pendidikan sebaiknya menjadi kekuatan penyadar dan

pembebas umat manusia. Pendidikan harus menjadi proses pemerdekaan,

bukan penjinak sosial-budaya. Anak didik menjadi subyek belajar, subyek

bertindak dan berpikir, dan pada saat bersmaan berbicara menyatakan hasil

tindakan dan buah pikirannya. Pendek kata proses penyadaran merupakan

proses inti atau hakikat dari proses pendidikan itu sendiri.

Dari empat pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah proses

interaksi antar manusia dalam hal menerima dan memberi nilai-nilai untuk mencapai

tujuan penyadaran hakikat manusia dan kemanusiaannya .

Berdasarkan penjelasanan di atas dapat disimpulkan bahwa ‘pembelajaran’

berhubungan dengan kegiatan mengisi ‘otak’ sedangkan ‘pendidikan’ lebih total

menyentuh potensi siswa sebagai manusia, yakni menyentuh potensi 3H (hand, head,

heart). Konsep inilah sebenarnya yang sering kali terlupakan ketika kita dituntut oleh

pencapaian prestasi hasil belajar.

7

Page 8: Penddk. IMTAQ

1). Pembelajaran Drama di Sekolah

Pembelajaran drama adalah proses interaksi pelaku-pelaku belajar mengenai

drama, agar mempunyai pengetahuan dan kepintaran berdrama.

Drama menunjuk pada dua pengertian, yaitu drama sebagai sastra dan drama

sebagai seni pertunjukan.

a. Drama sebagai Sastra

Yang dimaksud drama sebagai sastra adalah drama dalam bentuk naskah

tulis. Sebagai sastra, drama bukan sekedar hasil imajinasi yang tiada arti. Ia

merupakan reduksi dari pengalaman hubungan interaktif dan kritis apresiatif

pengarang dengan lingkungan. Boleh dikatakan drama merupakan gambaran

hidup dan kehidupan. Taufik Ismail (2001) mengatakan bahwa karya sastra

merupakan sari dari pengalaman batin bangsa, suka dukanya, pencapaian dan

kegagalannya, keberanian dan ketakutannya, kegagahan dan kebopengannya,

kejujuran dan kekhianatannya, serta catatan setia perjalanan sejarahnya yang

dibuat dalam bentuk yang estetik, indah, menyentuh perasaan dan memberikan

kearifan hidup bagi pembacanya. Dan apabila dihayati dan didalami, maka

berlangsunglah penghalusan budi, pengayaan pengalaman dan perluasan wawasan

terhadap kehidupan. Selanjutnya pembaca sastra ini menjadi toleran terhadap

masyarakatnya, bersimpati pada manusia dan makhluk serta alam sekitarnya. Dia

menjadi arif dan cinta pada kehidupan, berempati pada penderitaan manusia dan

sangat sensitif serta mudah diajak untuk beramal saleh pada masyarakat. Dia akan

benci pada setiap bentuk kekerasan, tindak akan sudi ikut serta dalam tindakan

aniaya, bahkan menentangnya.

Senada dengan Taufik, Jonothan Neelands (terjemahan,1993) menyatakan:

“Drama merupakan cara (interaktif) yang bersifat sosial untuk menciptakan

dan menjelaskan makna hidup manusia melalui tindakan imajinatif dan bahasa

yang berhubungan dan tanggap terhadap kegiatan kehidupan nyata.”

Berpedoman dari dua pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa

membaca sastra (drama) memberi berbagai kemungkinan kepada kita untuk

medapatkan pelajaran hidup dan kehidupan. Kita dapat memetik hikmah dari

sifat, perbuatan, pandangan hidup, dan pengalaman hidup orang lain yang

8

Page 9: Penddk. IMTAQ

ditawarkan pengarang melalui kata-kata sastranya. Dan pada gilirannya nilai-nilai

yang ditawarkan itu (nilai budi pekerti, nilai sosial budaya, nilai imtaq dll) dapat

kita gunakan dalam hidup bermasyarakat (hablum minnannas), hidup

berketuhanan (hablum minallah), dan ber-hablum min makhluk lain. Boleh jadi,

membaca sastra (drama) termasuk ibadah wajib yang harus dilakukan oleh setiap

orang, seperti apa yang diperintah Allah dalam surat Al-‘Alaq ayat 3-4 berikut ini.

“Bacalah, dan Tuhanmu yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia)

dengan perantaraan kalam.”

Untuk kepentingan pendidikan imtaq, drama yang dipilih harus yang mengandung

nilai-nilai bernuansa imtaq. Dalam hal ini Pusat Pengajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia, Jakarta telah menawarkan berbagai judul. Misalnya Tjitra (dalam Lakon

Sedih dan Gembira) karya Taufik Ismail, Malam Jahanam (Motinggo Boesye),

Mahkamah (Asrul Sani), Domba-domba Revolusi (B.Soelarto) dll. Atau dapat juga

menulis drama sendiri berdasarkan pengalaman yang dimiliki. Baik oleh guru

maupun oleh siswa. Baik secara individu maupun secara kelompok. Tentu saja tetap

memperhatikan rambu-rambu nuansa imtaq.

b. Drama sebagai Seni Pertunjukan (Teater).

Yang dimaksud drama sebagai seni pertunjukan (Seni Teater) adalah drama

yang dipanggungkan/dipentaskan di hadapan penonton dengan berbagai

perlengkapan pendudukungnya. Dalam pengertian ini drama sama dengan

sandiwara. Agar lebih jelas sebaiknya dibahas pula kedua pengertian tersebut.

Istilah drama merupakan hasil terjemahan dari kata Yunani yang berarti

‘gerak’ atau dalam bahasa Inggris ‘action’ atau ‘a thing done’ (Mbijo Saleh, 1967).

Kemudian lebih lanjut ditegaskan bahwa ‘a thing done’ adalah suatu yang

dilakukan, yakni ‘life presented in action’ atau hidup yang dihidangkan dengan

gerak laku (Simanjuntak dalam Mbijo Saleh, 1967). Sedangkan istilah ‘sandiwara’

dipopulerkan oleh P.K.G. Mangkunegara VII. Istilah ini terbentuk dari kata ‘sandi’

yang berarti ‘rahasia’ dan kata ‘warah’ yang berarti ‘pelajaran’. Kemudian oleh Ki

Hajar Dewantara diterjemahkan menjadi ‘pengajaran yang dilakukan dengan

perlambanng’.

9

Page 10: Penddk. IMTAQ

Dengan demikian, nyata benar istilah ‘drama’ dan ‘sandiwara’ bisa saling

menggantikan karena keduanya memiliki hakikat yang sama. Drama bersumber dari

kehidupan, sandiwara demikian juga. Keduanya mengajarkan tentang kehidupan

manusia melalui panggung, yang dipadukan dengan unsur seni lain sehingga enak

ditonton. Dari sini kita bisa menarik kesimpulan bahwa drama sebagai seni

panggung atau seni teater berfungsi sebagai media pengajaran dan pendidikan.

Unsur pengajaran berhubungan dengan penyampaian materi yang akan menjadi

konsumsi kognisi (otak), sedangkan pendidikan berhubungan dengan penyampaian

materi berkenaan dengan rasa, karsa dan karya siswa (perbuatan tingkah laku).

Boleh dikatakan drama merupakan ‘guru’ yang bertugas mengajar , mendidik, dan

melatih siswa. Hal ini pernah dinyatakan oleh Ratna Indraswari Ibrahim (2001)

sebagai berikut:

“… di Filipina… kelompok-kelompok teater menggunakan sebuah konsep yang

mereka sebut ATOR (Artist, Teacher, Organiser, Risetser). Seorang pelaku

tetater, di samping dia sebagai seorang srtis yang akan tampil di panggung…, ia

juga seorang guru yang bisa menerjemahkan nilai-nilai untuk ditransformasikan

kepada koleganya (pelaku teater lain dan penonton). Ia juga seorang organiser

yang dapat mengelola sebuah kelompok atau komunitas, di samping itu ia juga

seorang pengamat kehidupan yang kompleks.”

Dari paparan di atas jelaslah bahwa drama sebagai seni panggung bukan

sekedar alat penghibur belaka, tetapi lebih dari itu ia merupakan sebuah kekuatan

penyadaran dan pembebas umat manusia (pembaca-penonton) dari ‘tingkah

menyimpang’ yang dianggap pemicu kerusakan di muka bumi ini. Dengan menengok

kembali sejarah munculnya tetater kita bisa membuktikan hal itu.

“… tahun 490 S.M saat mulainya pendidikan dan pengajaran terhadap rakyat,

melalui medium sandiwara di Athena. Pendidikan ketuhanan dan pengajaran

agama atau ibadat telah jadi nada dasar dari pada sandiwara yang

dipertontonkan dewasa itu.” (Mbijo Saleh, 1967).

Pendapat yang mendukung pernyataan itu disampaikan oleh Pribadi Agus S

(2001) di bawah ini.

10

Page 11: Penddk. IMTAQ

“Pengalaman menghayati masalah-masalah secara demikian melalui berbagai

pementasan niscaya akan membawa perubahan pada diri awak pentas maupun

penonton. Perubahan ini meliputi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Sikap

akan menjadi lebih terbuka, lebih lapang dada terhadap berbagai sikap,

pendapat, dan gagasan orang lain karena bagaimanapun kegiatan pementasan

dan menonton merupakan kegiatan membuka diri terhadap sikap, pendapat, dan

gagasan orang lain, dalam hal ini terbuka pada kehidupan. Sikap ini akan

memberi kesempatan kepada siapan pun untuk memperluas dan memperdalam

kesadaran tentang hidup ini.”

Kalau sudah demikian kenyataannya, persoalannya tinggal bagaimana warga

sekolah mendukung kegiatan pementasan. Guru dan siswa secara demokratis bisa

memilih naskah yang bernuansa imtaq dan berlatih dengan serius. Kepala sekolah

beserta karyawan berpartisipasi dengan membantu mengupayakan tersedianya

fasilitasnya sesuai dengan tanggung jawab dan funfsinya masing-masing.

2). Pendidikan Imtaq

a. Pendidikan

Di depan telah dipaparkan bahwa pendidikan adalah proses interaksi antar

manusia dalam hal menerima dan memberi nilai-nilai untuk mencapai tujuan

penyadaran hakikat manusia dan kemanusiaannya. Kesimpulan ini mengadung

pengertian bahwa proses pendidikan mengandung 4 unsur pokok, yaitu seperti

terlihat pada bagan berikut.

Gb.2 : 4 unsur pokok pendidikan

11

Page 12: Penddk. IMTAQ

Bagan di atas menggambarkan bahwa pendidikan merupakan suatu proses

interaksi. Karena proses maka keberlangsungannya secara terus-menerus, dan

memakai sistem tertentu serta aturan main tertentu pula. Interaksi tersebut

dilakukan antara subyek dengan subyek. Satu subyek yang diberi nama pendidik

dan satu lagi subyek yang bernama terdidik. Subyek-subyek ini dalam proses

interaksinya bisa saling berganti nama. Pada suatu saat pendidik bisa menjadi

terdidik. Begitu sebaliknya. Dengan demikian penamaan pendidik dan terdidik itu

hanya untuk mempermudak pemahaman, karena dalam kenyataannya guru dan

siswa, yang dianggap pendidik dan terdidik, keduanya sama-sama berproses ‘take

and give’. Pada saat menerima (pasif) ia berada pada posisi terdidik, akan tetapi

pada saat memberi (aktif), ia berada pada posisi pendidik. Begitu seterusnya terjadi

arus pergantian.

Arus pergantian posisi antara pendidik dan terdidik bisa cepat bisa lambat. Ia

bergantung pada volume dan penting tidaknya nilai yang akan diterima atau

diberikan kepada masing-masing pihak. Kalau volume nilai yang akan disampaikan

banyak dan itu penting maka bisa memakan waktu lebih lama. Begitu sebaliknya.

Di samping itu, lama tidaknya proses arus itu juga ditentukan oleh cepat-lambatnya

daya serap masing-masing pihak. Dan yang perlu diingat lagi bahwa pada saat

terjadi ‘lempar-tangkap’ nilai-nilai tadi, bisa saja memunculkan nilai baru. Namun

demikian, apapun nilai yang ‘dilempar-tangkapkan’ semua mengarah kepada satu

titik yang disebut dengan tujuan. Agar lebih jelas bagaimana arus itu bekerja, lihat

gambar di bawah ini.

12

Page 13: Penddk. IMTAQ

Gb.3 : Alur proses pendidikan

b. Imtaq

Iman merupakan keadaan dan sikap yang seharusnya ada di dalam diri

manusia. Ia hanya akan kuat berada di dalam diri manusia karena bukan sekedar

mempercayai (eksistensi Allah, malaikat, Nabi dan Rosul, hari akhir, kitab, dan

taqdir), tetapi juga mengandung unsur ketaatan dan ketundukan tanpa membantah

(Hasan Basri, 1995). Sedangkan perkataan ‘taqwa’ berasal dari bahasa Arab

‘waqiyah’ yang berarti memelihara. Maksudnya, memelihara diri dari perbuatan

yang tidak dibenarkan oleh Allah yang menyebabkan ia masuk neraka dan bila

menjauhi larangannya berarti pula ia mengerjakan perintah Allah dengan baik

(Yusran Asmuni,1988).

Dalam surat Al–Baqarah ayat 21 ‘taqwa’ disamakan dengan kata ‘taat’, seperti

nampak pada terjemahan berikut.

“Hai manusia, beribadahlah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan

kamu dan orang-orang sebelum kamu, supaya kamu menjadi taqwa atau taat

kepada Allah ‘ (Q.S. Al-Baqarah: 21)

Kemudian dengan mengutip beberapa ayat Al Qur’an yang memuat ciri-ciri

orang taqwa, yakni surat Al-Baqarah ayat 3-5, Al-Baqarah ayat 21 dan ayat 27, Ali

Imran 133-136, Nasruddin Razak (1984) menyimpulkan makna taqwa sebagai

berikut.

13

PendidikSubyekTerdidik

TujuanPendidikan

TerdidikSubyek

Pendidik

Page 14: Penddk. IMTAQ

“Takwa ialah sikap mental orang-orang mukmin dan kepatuhannya dalam

melaksanakan prinah-perintah Allah swt serta menjauhi larangan-Nya atas

dasar kecintaan”

Kesimpulan ini menunjukkan bahwa taqwa merupaan ciri dari orang yang

beriman. Dengan demikian antara iman dan taqwa ibarat lampu dengan sinarnya.

Lampu tanpa sinar kehilangan fungsinya. Sementara itu sinar tanpa sumber tak

mungkin terjadi. Iman merupakan sumber ketaqwaan sedangkan taqwa adalah sifat

dari keimanan. Artinya, orang yang beriman dituntut taat dan patuh dengan penuh

kesadaran dan keikhlasan dalam melaksanakan perintah dan menjauhi larangan

Allah.

Dengan singkat dapat dikatakan imtaq berarti sikap percaya terhadap Allah,

malaikat, nabi-rosul, kitab, taqdir, dan hari akhir, sepenuh jiwa raga, pasrah

sumarah narima ing pandum secara total terhadap perintah dan larangan Allah

dengan diwujudkan dalam perbuatan dan tingkah laku secara ikhlas.

3). Pembelajaran Drama Bernuansa Imtaq

a. Tujuan Pembelajaran

Pembelajaran drama sebagai sastra menjadi bagian dari pengajaran apresiasi

sastra, maka tujuan pembelajarannya sama dengan tujuan pembelajaran sastra.

Sesuai dengan kurikulum 1994, pembelajaran sastra adalah sebagai berikut.

“Siswa mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan karya

sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan,

serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa “ (GBPP Bahasa

dan Sastra Indonesia Kurikulum 1994).

Sementara itu, untuk drama sebagai teater aplikasi pembelajarannya secara

intensif bisa dilakukan melalui ekegiatan ekstrakurikuler karena memerlukan

banyak waktu untuk berproses. Kalau toh disediakan waktu khusus dalam intra

sebaiknya digunakan untuk analisis naskah dari sisi literernya.

Adapun konsep dasar pembelajarannya meliputi :

14

Page 15: Penddk. IMTAQ

(1) pembelajaran tidak diarahkan ke pengetahuan sastra (teori sastra) tetapi

langsung ke nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalam karya sastra.

(2) Pengetahuan kesastraan diletakkan pada posisi penunjang saja.

(3) Lebih banyak mengarah kepada pembacaan secara langsung karya sastra

bukan sinopsis atau pencatatan teori-teori yang harus dihafal.

(4) Hendaknya diciptakan situasi mendapatkan kenikmatan dan kemanfaatan

membaca karya sastra.

(5) Diupayakan berani mengungkapkan hasil pergaulan dengan karya sastra

secara tulis/lisan

(6) Diarahkan ke arah gemar mencipta secara kreatif karya sastra

Dari tujuan dan konsep dasar pembelajaran tersebut dapat disimpulkan bahwa hakikat

pembelajaran sastra adalah belajar tentang nilai-nilai hidup dan kehidupan.

b. Langkah-langkah Pembelajaran

Sudah dijelaskan di depan bahwa pembelajaran drama merupakan suatu

proses interaksi yang meliputi ranah kognisi (berhubungan dengan pengajaran

ilmunya) dan ranah afeksi dan psikomotor (berhubungan dengan pementasannya).

Agar mencapai ketiga ranah tersebut, pembelajaran drama perlu disusun dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

1. Kegiatan yang Berhubungan dengan Kesastraan

(1). Menentukan naskah drama bernuansa imtaq secara musyawarah.

Untuk memilih naskah drama yang akan dipentaskan hendaknya dilakukan

secara musyawarah. Ini dilakukan dengan tujuan membiasakan pembelajar

selalu mengutamakan musyawarah dalam setiap mengambil keputusan untuk

kepentingan bersama. Di samping itu, untuk menumbuhkan rasa ikut

handarbeni bahwa pentas itu memang milik bersama, tidak mungkin

terlaksana tanpa kerja sama karena pementasan pada hakikatnya merupakan

kerja kolektef. Bila musyawarah ini dapat dibiasakan dengan baik, insya

15

Page 16: Penddk. IMTAQ

Allah secara psikologis peserta pembelajar (crew pementasan, para pemain,

dan sutradaranya) akan memiliki persamaan tekad. Dalam bermusyawarah

hendaknya guru bertindak sebagai pengarah saja. Hal ini dimaksudkan agar

proses ‘penyadaran’ bekerja sama dapat terhayati secara inten.

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan naskah adalah:

(a). Tema/isi cerita mengandung nilai-nilai imtaq.

(b). Sesuai dengan tingkat perkembangan psikologis pembelajar, terutama

siswa.

(c). Menarik untuk dipertontonkan berkaitan dengan sosio-budaya dan kodisi

setempat.

(d). Memungkinkan dipentaskan berkaitan dengan unsur teknis (tempat,

biaya, perlengkapan, kemampuan dll).

(2). Membaca dalam hati naskah terpilih secara individual.

Membaca tahap pertama harus dilakukan secara individu untuk mengetahui

cerita secara utuh, tokoh-tokoh cerita, setting, dan unsur pembangun drama

yang lain.

(3). Menganalisis unsur literer (intrinsik) (tema, tokoh, konflik, setting dll) secara

individual.

Langkah ini ditempuh agar secara individu dapat mengetahui dengan detil

seluruh komponen yang membangun drama itu. Dan pada gilirannya

membantu pemahaman, penghayatan, dan pengekspresian (akting) masing-

masing tokoh yang diperankan.

(4). Mendiskusikan nilai-nilai yang terkandung dalam naskah.

Langkah ini dilakukan dengan diskusi maksudnya untuk menyamakan

pandangan terhadap nilai-nilai yang ditemukan. Hal ini agar kesalahpahaman

tidak terjadi karena nilai-nilai itu kadang sangat bersifat subjektif, antar

individu bisa berbeda, bahkan bertolak belakang. Kalau ini yang terjadi

keharmonisan dalam kerja kolektif akan terganggu sehingga pementasan di

atas panggung tidak harmonis dan nilai estetik yang diharapkan tidak akan

terwujud.

16

Page 17: Penddk. IMTAQ

2. Kegiatan yang Berhubungan dengan Pertunjukan

(5). Setelah langkah 1 s.d 4 maka diadakan musyawarah tentang pementasannya.

Musyawarah ini diarahkan kepada bagaimana bentuk permainan

panggung, bagaimana setting yang akan dibangun, kostum pemain,

propertynya bagaimana, dan hal lain yang berhubungan dengan pentas.

(6). Pembentukan panitia pementasan.

Panitia perlu dibentuk agar tanggung jawab kegiatan bisa terdistribusi dengan

jelas kepada seluruh personil yang terlibat dalam pembelajaran pentas drama.

Bila masing-masing seksi yang dibentuk dapat bekerja dengan baik maka

proses ‘kolaborasi’ kerja akan harmonis. Dan ini akan dapat membentuk

mental bertanggung jawaqb terhadap tugas, suka bekerja sama/mengutamakan

kebersamaan, saling asih, saling asuh, dan saling asah dalam proses

pembelajaran.

(7). Pemilihan calon artis/aktor dan penentuan sutradaranya (Sutradara bisa dari

guru atau dari sisiwa).

Pemain hendaknya dipilih dengan pertimbangan jenis kelamin, postur

tubuhnya (bentuk fisiknya), karakter, tingkat kecakapan, kondisi kesehatan,

dan detil-detil lain yang dianggap cocok untuk memerankan totoh tertentu.

Dalam hal ini guru/sutradara bisa menggunakan teknik test akting (casting),

kemudian baru ditentukan siapa-siapa pemeranannya.

(8). Panitia segera menyelesaikan tugasnya, mulai dari pembuatan proposal,

undangan, tempat yang digunakan, penggalian dana, sampai persiapan segala

perlengkapan pentas yang dibutuhkan.

(9). Pemain yang sudah ditentukan dan dengan pengarahan sutradara segera

berlatih.

Proses latihan harus dilaksanakan dengan disiplin tinggi, menghargai

waktu dan terprogram dengan jelas. Beberapa catatan tentang latihan antara

lain:

(a). Sebelum, selama, dan setelah latihan hendaknya diciptakan nuansa imtaq.

Misalnya mengucap salam jika datang/pergi, berjabat tangan dengan

17

Page 18: Penddk. IMTAQ

sesama kawan sejenis, berdoa sebelum mulai latihan, menciptakan

suasana konsentrasi dll.

(b). Latihan dimulai dari posisi duduk melingkar. Posisi ini melambangkan

sebuah dunia yang bulat, kebersamaan yang menghidupi, satu tujuan,

satu tekad dan keutuhan.

(c). Dalam posisi bulat itu baru dimuali berdoa. Berdoa bisa dilakukan dalam

bentuk pembacaan puisi untuk mengarahkan ke situasi seni berakting.

Kemudian baru disusul dengan ‘meditasi’. Meditasi ini merupakan

kegiatan menyatukan secara total semua potensi-potensi diri dan

lingkungannya dengan nafas. Pada saat ini guru bisa memasukkan

pengertian-pengertian ketahuidan yang menyentuh hati pembelajar.

Misalnya mengulas apa itu nafas, siapa yang menciptakan nafas,

mengapa orang itu harus bernafas, bagaimana kalau nafas itu tiba-tiba

berhenti dan seterusnya.

(d). Setelah meditasi dilanjutkan dengan latihan teknik gerak, vokal,

ekspresi, imajinasi dll untuk membentuk kelentukan jiwa dan tubuh,

yang pada gilirannya meningkatkan kemampuan akting. Agar cepat

mengarah kepada akting tokoh yang diperankan latihan ini bisa dimulai

dari membayangkan pengalamannya yang sesuai dengan karakter tokoh

yang akan dimainkan.

(e). Latihan akting.

Latihan ini diarahkan pada gaya panggung yang diharapkan oleh

sutradara. Dalam berakting seseorang boleh menemukan pola-polanya

sendiri tetapi tetap mengikuti arahan sutradara. Hal ini untuk

menanamkan rasa hormat kepada pemimpin. Sebaliknya, sutradara

hendaknya selalu mengakomodasi masukan-masukan dari para pekerja

tetater yang lain.

(f). Mengakiri latihan dalam posisi bulat seperti di awal latihan dan berdoa.

Ini dimaksudkan membiasakan bersyukur kepada Allah atas segala

nikmat-Nya. Dan sebelum pulang dibiasakan mengucap salam dan

berjabat tangan, terutama kepada guru pembimbingnya.

18

Page 19: Penddk. IMTAQ

(10). Pementasan.

Pementasan merupakan kegiatan puncak dan klimaks dari serangkaian

proses latihan. Pementasan ibarat ‘lempar tangkap’ nilai antara personil

pementasan dengan penonton/penikmat, antara pemain dengan pemain lain,

pemain dengan sutradara, pemain dengan pendukung, bahkan antarindividu

yang berada dalam ruang permainan.

3.Kegiatan yang Berhubungan dengan Evaluasi

Kegiatan evaluasi dalam pementasan dapat dilaksanakan dengan sistem

dialog langsung antara penonton dengan pemenampil. Dalam hal ini bisa

dilakukan langkah berikut.

(11). Sarasehan

Setelah pementasan hendaknya diadakan sarasehan antara penonton

dengan yang ditoton. Kegiatan itu untuk mengulas seluruh komponen

pementasan, baik berkaitan isi, tema, dan nilai yang terkandung dalam cerita

maupun hal-hal yang berkaitan dengan unsur pendukung yang lain.

Sarasehan ini penting utuk mengukur tingkat kejujuran pekerja teater,

terutama pada pemain dan sutradaranya. Seberapa jauh tingkat keikhlasan

pekerja tetater menerima kritik, saran dan gagasan baru dari penonton, dan

seberapa tinggi mereka menghargai pembicaraan orang lain. Begitu juga

sebaliknya bagi penonton. Di sini juga akan terjadi tukar pendapat bahkan

melempar nilai-nilai baru yang berhubungan dengan pementasan. Dan yang

lebih penting lagi penyadaran terhadap nilai-nilai kehidupan, terutama imtaq

akan tertaman lebih mendalam.

(12). Kegiatan evaluasi apresiatif ini agar lebih efektif dan terarah, guru

(sutradara) dapat menyebarkan angket Evaluasi dan harus diisi oleh

penonton. Keuntungan yang didapat dari pola ini adalah : (1) penonton akan

serius dan cermat mengikuti jalannya pementasan untuk bisa mengisi angket

yang ditugaskan kepadanya. Dengan demikian suasana pementasan dapat

terjaga dengan baik, tidak ada pembicaraan penonton yang mengganggu

permainan. (2) Pihak penampil dapat mengharapkan hal-hal yang benar-

benar diinginkan dari penonton untuk intropeksi diri. (3) Hasil isian angket

19

Page 20: Penddk. IMTAQ

dapat dijadikan bahan tulisan kritik drama , resensi, atau materi yang relevan

lainnya.

4. PENUTUP.

1). Kesimpulan.

Bedasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran drama

merupakan salah satu media yang sangat potensial untuk menanamkam nilai-

nilai imtaq kepada siswa. Hal ini dikarenakan drama tidak saja menyentuh

‘otak’, tetapi juga menyentuh secara langsung ‘hati’ yang terimplementasi ke

dalam sikap, pandangan dan tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.Di

samping itu drama sendiri merupakan wadah dari nilai-nilai kehidupan yang

ditawarkan oleh pengarangnya. Jadi belajar drama berarti belajar hidup dan

mengahayati kehidupan.

Kemudian agar pembelajar lebih inten dalam mencerap nilai-nilai imtaq

dalam drama yang dijadikan materi pembelajaran sebaiknya siswa dilibatkan

secara penuh mulai dari perencanaan pembelajaran sampai akhir pementasan.

Pelibatan siswa ini terutama dalam hal berkreasi, berinovasi, dan berdedikasi

menerapkan nuansa imtaqnya.

2). Saran.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penanaman nilai-nilai imtaq melalaui

pembelajaran drama dapat efektif adalah:

a). Guru hendaknya menempatkan diri sebagai ‘mitra tua’ siswa dalam

pembelajaran bukan sebagai orang yang selalu mendekte.

b). Proses pembelajaran sebaiknya memberdayakan potensi siswa seoptimal

mungkin.

c). Dalam setiap kesempatan sebaiknya diwarnai dengan nuansa imtaq.

d). Naskah drama yang dipilih sebagai materi pembelajaran hendaknya benar-

benar mencerminkan nilai-nilai imtaq.

e). Sistem diskusi/musyawarah sebaiknya selalu mewarnai setiap pengambilan

keputusan.

20

Page 21: Penddk. IMTAQ

f). Keputusan yang menyangkut permasalahan teknis hendaknya disesuiakan

dengan lingkungan sekitar dan cultur sekolah yang sudah ada.

Pagak,21 Agustus 2003Ditulis untuk mengabdi kepada bangsa, negara dan agama

Lebih khusus melalui pembelajatan Sastra Indonesia Mudah-mudahan segera tercipta cultur Iptek-Imtaq bagai lampu dengan

cahayanya. Sebab:Science with religion is affluenceReligion with science is supreme

21