Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA
PERNIKAHAN BEDA AGAMA DI DESA KENTENG
KECAMATAN SUSUKAN KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2019/2020
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Kewajiban dan Syarat Guna Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
ATIKAH AINUR RAHMAH
NIM. 23010160062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2020
ii
iii
iv
v
vi
MOTTO
ا شؼىبا وقبائو ىخؼاسفى ن رمش وأثى وجؼي ن أها ٱىاس إا خيق
خبش ػي ٱلل إ ن أحقى ػذ ٱلل ن أمش إ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu
di sisi Allah ialah orang yang paling takwa
di antara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Mengenal.”
(Q.S. Al-Hujarat: 13)
vii
PERSEMBAHAN
Dengan segenap rasa syukur kepada Allah SWT dan segenap ketulusan
hati, skripsi ini penulis persembahkan untuk:
1. Allah SWT yang senantiasa memberikan kesehatan, keselamatan dan
kemudahan yang tiada terhitung nilainya.
2. Kedua orang tua, Bapak Sugiyarto dan Ibu Siti Shobiroh tercinta, yang tidak
pernah lelah menyayangi dan membimbingku, memotivasi dan mendoakan
setiap langkahku. Terimakasih ayah dan ibu cahaya dalam hidupku, takkan
pernah mampu ku membalas cinta kasihmu.
3. Bapak Juz‟an, M. Hum selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar
mengarahkan, membimbing, dan memotivasi dalam penyusunan skripsi ini
hingga selesai.
4. Kakak-kakakku Mas Nur Sodiq dan Mbak Faiz terimakasih telah
memotivasi dan tak pernah lelah memberiku semangat juang untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Adik-adikku Zaky, Lubna, Aghna, Alexa, yang telah menjadi penyemangat
bagiku.
6. Yang terkasih Bahtiyar Hamzah, terimakasih telah menjadi kebahagiaan
dalam hidupku, yang selalu membimbing, memotivasi dan menemani serta
memberikan semangat baik dalam menyelesaikan skripsi ini.
viii
7. Sahabatku Mila Nayla dan Fika Fariha, terimakasih telah menjadi sahabat
yang asik, yang selalu bersama dari maba sampai sekarang. Mari tetap
berteman, selamat berproses.
8. Teman-teman seperjuangan PAI angkatan 2016, khususnya PAI B, yang
telah menjadi teman baik selama menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
ix
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Baginda Nabi
Agung Muhammad Saw, beserta keluarga, para sahabat, serta para pengikutnya
yang menjadi suri tauladan bagi kita.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa dalam proses
penulisan skripsi banyak mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan dan kemampuan yang belum sempurna. Namun berkat adanya
bantuan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak, syukur Alhamdulillah
skripsi ini dapat terselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Zakiyuddin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Prof. Dr. H. Mansur, M.Ag. selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan IAIN Salatiga.
3. Ibu Dra. Siti Asdiqoh, M. Si. selaku Ketua Program Studi pendidikan Agama
Islam IAIN Salatiga.
4. Bapak Juz‟an, M. Hum selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
meluangkan waktu tenaga dan pikiran serta dukungannya untuk mengarahkan
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
x
xi
ABSTRAK
Rahmah, Atikah Ainur. Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pernikahan
Beda Agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten
Semarang. Skripsi. Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan. Pembimbing: Juz‟an, M. Hum.
Kata Kunci: pendidikan agama Islam, keluarga pernikahan beda agama
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pelaksanaan pendidikan agama
Islam dalam keluarga pernikahan beda agama. Yakni dengan cara meneliti
bagaiman pelaksanaan pendidikan agama Islam, aktivitas keagamaan, serta
problem pendidikan agama Islam dalam keluarga beda agama.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan yang dilakukan di Desa
Kenteng, Kecamatan Susukan, Kabupaten Semarang. Pelaksanaannya dengan
menggunakan metode pendekatan kualitatif dekriptif analisis yang menggunakan
prosedur observasi, wawancara, serta dokumentasi.
Hasil penelitian dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam
keluarga pernikahan beda agama meliputi: (1) Pelaksanaan pendidikan agama
Islam dalam keluarga pernikahan beda agama, yaitu dengan cara mengajarkan
nilai-nilai dalam ajaran Islam kepada keluarga khususnya kepada anak. (2)
Aktivitas keagamaan dari masing-masing anggota keluarga yang berbeda agama
tetap dapat berjalan dengan semestinya, perbedaan agama tidak menjadi
penghalang mereka untuk melaksanakan aktivitas keagamaan. (3) Problem
pendidikan agama Islam dalam keluarga pernikahan beda agama terdapat pada
anak yang merasa bimbang dan ragu dalam menentukan agama apa yang akan
dianutnya, serta dalam keluarga tidak dapat melaksanakan aktivitas keagamaan
secara bersama-sama.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i
HALAMAN LOGO .............................................................................................. ii
NOTA PEMBIMBING ......................................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ............................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN .............................................................................. v
MOTTO ................................................................................................................ vi
PERSEMBAHAN ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
ABSTRAK ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI .......................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xv
DAFTAR TABEL ...............................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Fokus Penelitian ............................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ........................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan .................................................................... 9
xiii
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori .............................................................................. 11
1.Pendidikan Agama Islam ............................................................ 11
2.Pernikahan .................................................................................. 17
3. Keluarga .................................................................................... 21
4. Pernikahan Beda Agama ........................................................... 23
5. Perbedaan Nilai-nilai ................................................................. 32
B. Kajian Terdahulu ............................................................................. 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian .................................................... 40
B. Kehadiran Peneliti .......................................................................... 41
C. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................ 41
D. Sumber Data ................................................................................... 42
E. Prosedur Pengumpulan Data ........................................................... 43
F. Analisis Data ................................................................................... 44
G. Tahap-tahap Penelitian ................................................................... 45
BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data ................................................................................... 47
1. Profil Desa Kenteng .................................................................. 47
2. Profil Subjek Penelitian ............................................................. 53
B. Temuan Penelitian ........................................................................... 54
1. Terjadinya Pernikahan Keluarga Beda Agama ......................... 54
xiv
2. Aktivitas Keagamaan dalam Keluarga Beda Agama ................ 60
3. Problem Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Beda Agama
.................................................................................................. 64
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................ 70
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Peta Desa Kenteng
Gambar 1 Wawancara dengan keluarga Bapak Misrianto
Gambar 2 Wawancara dengan keluarga Ibu Munawaroh
Gambar 3 Kegiatan keagamaan Rohmatul Awaliyah di wihara
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Kewilayahan Desa Kenteng
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4.4 Sarana Peribadatan Desa Kenteng
Tabel 4.5 Sarana Pendidikan Desa Kenteng
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara
2. Hasil Wawancara
3. Foto Hasil Wawancara
4. Daftar Riwayat Hidup
5. Daftar Nilai SKK
6. Lembar Konsultasi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan bagian terpenting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu
kebutuhan, fungsi dan sosial, pencerahan, bimbingan, sarana pertumbuhan
yang mempersiapkan dan membuka serta membentuk disiplin hidup
(Alim, 2006: 8).
Chabib Thoha dan Abdul Mu‟thi mengatakan bahwa pendidikan
agama Islam merupakan usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai
agama Islam melalui kegiatan bimbingan dan pengajaran atau latihan
dengan memperhatikan tuntunan untuk menghormati agama lain (Samrin,
2015: 105).
Agama bukanlah sekedar tindakan-tindakan ritual seperti sholat
dan membaca doa semata, tetapi lebih dari itu, agama merupakan
keseluruhan tingkah laku manusia yang terpuji yang dilakukan demi
memperoleh ridho atau perkenaan Allah. Agama dengan kata lain,
meliputi keseluruhan tingkah laku manusia dalam hidup ini, yang mana
tingkah laku tersebut membentuk keutuhan manusia berbudi luhur
(akhlaqul karimah) atas dasar percaya/iman kepada Allah dan
tanggungjawab pribadi di hari kemudian (Majid, 1997: 123).
2
Pendidikan disini tidak pasti selamanya dimaknai dengan belajar di
dalam kelas (pendidikan jalur formal), karena ia hanya memberikan
semacam landasan kepada manusia. Proses belajar yang sesungguhnya
ialah di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat tatkala manusia
berhubungan satu dengan yang lainnya (pendidikan jalur non formal) dan
dimulai pertama dan terutama sekali di rumah/keluarga (jalur informal).
Dalam masyarakat itulah, setiap individu manusia belajar mengenai hidup
dan bagaimana cara mengatasi problematika kehidupan. Bagi orang tua
mendidik anaknya adalah suatu yang tak dapat dihindari, karena ia adalah
kodrat. Dalam doktrin Islam, peran ini sangat gamblang dijelaskan oleh
Allah dalam Al-Quran bahwa orang tua adalah pihak yang paling
bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pendidikan anak-anak mereka
(Hamzah, 2015: 54). Dalam surat At-Tahrim ayat 6 Allah berfirman:
اسا وقىدها اىاس واىحجاسة وأهين فضن ىا قىا أ آ ا أها اىز
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan
batu”
Dilihat dari ayat di atas bahwa Allah memperingatkan kepada
umatnya untuk senantiasa menjaga diri dan keluarga kita dari siksa api
neraka dengan menjalankan perintah-Nya serta menjauhi apa-apa yang
menjadi larangan-Nya.
Keluarga selaku pendidikan utama merupakan pihak yang paling
bertanggungjawab terhadap anak-anaknya. Keluarga hendaknya senantiasa
memperhatikan dan membimbing anak-anaknya, khususnya bimbingan
3
dan pendidikan yang berhubungan dengan nilai-nilai pendidikan agama
yang akan menjadi pondasi dalam menjalankan kehidupannya. Dalam
tataran yang lebih luas, pemahaman di atas menyiratkan dengan jelas
bahwa keluarga mempunyai tanggungjawab dalam pembangunan sumber
daya manusia termasuk melalui pembinaan anak-anaknya terkait dengan
penumbuhan nilai-nilai seperti takwa kepada Tuhan, jujur, disiplin, dan
memiliki etos kerja yang tinggi (Prahara, 2016: 20).
Pendidikan dalam keluarga akan membentuk karakter nilai-nilai
agama pada anak. Peran keluarga dalam membimbing anak akan sangat
menentukan sikap ke depan karena keluarga adalah wadah pertama dan
utama bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pendidikan keluarga
memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar, agama dan
kepercayaan, nilai-nilai moral, norma sosial dan pandangan hidup yang
diperlukan anak untuk dapat berperan dalam keluarga (Ahid, 2010: 100).
Namun realitasnya, Indonesia adalah negara majemuk dengan
berbagai keanekaragaman suku, budaya, dan agama. Akan tetapi, bukan
berarti dengan perbedaan yang ada di negara ini lantas menjadikan
masyarakat Indonesia terpecah belah, justru dengan perbedaan inilah yang
menjadikan masyarakat Indonesia yang rukun dengan memegang teguh
semboyan “Bhineka Tunggal Ika” yaitu Berbeda-beda tetapi tetap satu.
Kerukunan akan terus terjalin dengan baik apabila terdapat sikap toleransi
dalam diri masyarakat. Dalam kondisi masyarakat dengan
keanekaragaman suku, budaya, dan agama maka tidak menutup
4
kemungkinan jika masyarakat satu dengan yang lain bergaul dengan latar
belakang agama yang berbeda.
Pada posisi seperti ini, ketertarikan pria atau wanita yang berbeda
agama mungkin terjadi dan ketertarikan tersebut bisa berujung pada
pernikahan yang hampir pasti tidak terelakkan. Dengan kata lain,
persoalan pernikahan antar agama hampir pasti terjadi pada setiap
masyarakat yang majemuk seperti di Indonesia. Pernikahan beda agama
merupakan salah satu akibat dari interaksi sosial yang terbina dalam
masyarakat majemuk. Pernikahan beda agama pada dasarnya terbentuk
dari ikatan pernikahan atau perkawinan yang dilangsungkan antar
pasangan yang berbeda agama satu sama lain. Perkawinan adalah sebuah
akad yang mengikat kedua belah pihak yang setara yaitu laki-laki dan
perempuan yang masing-maasing telah memenuhi persyaratan berdasarkan
hukum yang berlaku atas dasar kerelaan dan kesukaan kedua belah pihak
untuk membentuk keluarga (Kamal dan Mulia, 2003: 1).
Pendidikan agama yang baik dari orang tua akan membentuk
perilaku dan moral anak yang akan mengantarkannya dalam menjalani
kehidupan yang baik pula. Menanamkan nilai-nilai keagamaan kepada
anak sangatlah diperlukan agar nantinya akan memberi pengaruh positif
terhadap anak. Dimulai dengan pembiasaan hal-hal baik sejak dini untuk
senantiasa menjalankan perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-
Nya.
5
Pelaksanaan pendidikan agama Islam terhadap anak tidak akan
menjadi masalah bagi keluarga yang sama agamanya. Namun, apabila
terjadi dalam keluarga beda agama maka masalah-masalah itu pasti akan
muncul. Dalam keluarga beda agama sudah pasti akan ada problem
tersendiri terhadap pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga
dari pernikahan tersebut.
Penelitian ini ditujukan kepada keluarga beda agama yang berada
di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang, yang mana di
desa ini sebagian masyarakatnya menganut agama non muslim serta
terjadi pernikahan antar agama. Berdasarkan kondisi di atas, penulis
tertarik untuk mengetahui secara mendalam tentang “Pendidikan Agama
Islam Dalam Keluarga Pernikahan Beda Agama Di Desa Kenteng
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang Tahun 2019/2020”.
B. Fokus Penelitian
Berdasar pada latar belakang masalah di atas, maka perlu masalah
yang luas ini difokuskan agar dalam pelaksanaan penelitian menjadi jelas.
Adapun fokus masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Mengapa pernikahan beda agama dapat terjadi di Desa Kenteng
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang?
2. Bagaimana aktivitas keagamaan dalam keluarga pernikahan beda
agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang?
6
3. Bagaimana problem pendidikan agama Islam dalam keluarga
pernikahan beda agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan
Kabupaten Semarang?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui terjadinya pernikahan beda agama di Desa Kenteng
Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
2. Untuk mengetahui aktivitas keagamaan dalam keluarga pernikahan
beda agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten
Semarang.
3. Untuk mengetahui problem penerapan model pendidikan agama Islam
dalam keluarga pernikahan beda agama di Desa Kenteng Kecamatan
Susukan Kabupaten Semarang.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan yang
sangat berharga pada perkembangan ilmu pendidikan Islam, khususnya
pendidikan dalam keluarga beda agama.
7
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi pembaca
mengenai pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga
beda agama.
b. Memberi masukan dan menambah wawasan bagi para pembaca
mengenai problematika dalam pelaksanaan pendidikan agama
Islam dalam keluarga beda agama.
E. Penegasan Istilah
1. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan agama adalah usaha yang lebih khusus ditekankan
untuk mengembangkan fitrah keberagamaan dan sumber daya insani
lainnya agar lebih mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajaran agama (Achmadi, 1992: 103).
Pendidikan Agama Islam adalah suatu usaha bimbingan dan
asuhan terhadap peserta didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan dapat memahami apa yang terkandung dalam Islam secara
keseluruhan, menghayati makna dan maksud serta tujuan pada
akhirnya dapat mengamalkan dan menjadikan ajaran agama Islam
yang dianutnya itu sebagai pandangan hidupnya, dapat mendatangkan
keselamatan dunia dan akhirat (Samrin, 2015: 105-106).
Tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk memahami ajaran-
ajaran Islam, merasa senang dengan agama Islam, sehingga dalam
8
pelaksanaannya kita bisa menjalankan dengan hati yang ikhlas dan
khusyu‟ mencari ridha Allah Swt.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah
suatu usaha khusus untuk mengembangkan diri seseorang agar lebih
dapat memahami dan mengamalkan ajaran Islam secara keseluruhan
untuk bekal dalam menjalankan kehidupannya.
2. Pernikahan Beda Agama
Pengertian perkawinan menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa (UU No. 1, 1974).
Pernikahan beda agama diatur dalam surat Al-Baqoroh :221 yang
menerangkan larangan untuk menikahi orang musyrik sampai mereka
beriman. Pernikahan beda agama dalam Islam pada dasarnya dilarang.
Akan tetapi terdapat pengecualian apabila pasangan laki-laki adalah
seorang mukmin dan pasangan perempuan adalah ahli, pada pasangan
semacam inilah para ulama‟ berbeda pendapat dalam menghukumi.
Pernikahan beda agama yang melibatkan penganut agama Budha
diperbolehkan, asal pengesahannya dilakukan menurut tata cara agama
Budha, meski calon mempelai yang bukan agama Budha tidak
diharuskan untuk masuk agama Budha tapi dalam ritualnya kedua
9
mempelai wajib mengucapkan atas nama Sang Budha, Dharma, dan
Sangka (Monib dan Kholis, 2008: 117).
Jatuh cinta dapat terjadi kepada siapa saja, pada orang yang
berbeda warna kulit, ras, etnis, suku, termasuk agama. Dalam
penelitian ini adalah pernikahan dua orang yang berbeda agama. Jadi,
pernikahan beda agama yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki yang beragama Islam
(muslim) dan perempuan yang bukan Islam (non muslim) atau
sebaliknya.
F. Sistematika Penulisan
Penelitian ini terdiri dari 5 bab dengan beberapa sub bab terperinci
pada tiap babnya. Penulis akan menguraikannya secara sistematis sebagai
berikut:
BAB I PENDAHULUAN meliputi: Latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah, dan
sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA meliputi: Landasan teori (telaah teoritik
mengenai model pendidikan agama Islam dalam keluarga pernikahan beda
agama), dan kajian pustaka (kajian peneliti terdahulu yang sesuai dengan
topik penelitian).
10
BAB III METODE PENEITIAN meliputi: Jenis penelitian, kehadiran
peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan daata,
analisis data, dan tahap-tahap penelitian.
BAB IV PEMBAHASAN meliputi: Paparan data dan temuan penelitian.
BAB V PENUTUP yang terdiri dari uraian kesimpulan dan saran.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pendidikan Agama Islam
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan berasal dari bahasa Yunani “paedagogy”, yang
mengandung makna seorang anak yang pergi dan pulang sekolah
diantar seorang pelayan. Sedangkan pelayan yang mengantar dan
menjemput dinamakan “paedagogos”. Dalam bahasa Romawi,
pendidikan diistilahkan dengan “educate” yang berarti
mengeluarkan sesuatu yang berada di dalam. Dalam bahasa
Inggris, pendidikan diistilahkan “to educate” yang berarti
memperbaiki moral dan melatih intelektual (Suwarno, 2006: 19).
Sebagaimana diungkapkan oleh Anton M. Moeliono dkk
(1991: 232), pendidikan adalah proses perubahan sikap dan tata
laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan
manusia melalui upaya pengajaran dan latihan.
Dalam Undang Undang RI tentang SISDIKNAS nomor 20
tahun 2003 Bab 1 pasal 1 menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
12
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara.
Pendidikan agama Islam merupakan upaya sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati, mengimani, bertaqwa, berakhlak mulia,
dan mengamalkan ajaran agama Islam sebagai bimbingan
pengajaran latihan serta penggunaan pengalaman (Ramayulis,
2005: 21).
Menurut Zakariah Darajat, pendidikan agama Islam ialah
usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak
setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan
ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup.
Sedangkan menurut Ahmad Tafsir, pendidikan agama Islam adalah
bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia
berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam (Majid
dan Andayani, 2004: 130).
Berdasarkan beberapa definisi di atas, penulis
menyimpulkan bahwa pendidikan agama Islam adalah suatu usaha
sadar dalam merubah sikap dan tata laku seseorang atau
sekelompok orang sebagai proses mendewasakan manusia melalui
bimbingan pengajaran latihan untuk mengembangkan fitrah
keberagamaan peserta didik agar memiliki kekuatan spiritual
13
keagamaan, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran
agama Islam.
b. Dasar Pendidikan Islam
Dasar yaitu landasan atau fondamen tempat bepijak atau
tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut tegak kukuh berdiri. Dasar
pendidikan Islam yaitu fondamen yang menjadi landasan atau asas
agar pendidikan Islam dapat tegak berdiri tidak mudah roboh
karena timpaan kencang ideologi yang muncul baik sekarang
maupun yang akan datang. Dengan adanya dasar ini, maka
pendidikan Islam akan tegak berdiri dan tidak mudah diombang-
ambingkan oleh pengaruh luar yang mau merobohkan ataupun
mempengaruhinya.
Berikut dasar-dasar pelaksanaan pendidikan agama Islam di
Indonesia: (Zuhairini, 1983: 21-24).
1) Dasar Yuridis
Dasar yuridis yaitu dasar pelaksanaan pendidikan agama
Islam yang berasal dari peraturan perundang-undangan yang
secara langsung maupun tidak langsung, dapat dijadikan
pegangan dalam melaksanakan pendidikan agama Islam di
sekolah-sekolah atau di lembaga-lembaga formal di Indonesia.
Dasar operasional yaitu terdapat dalam TAP MPR No.
IV/MPR/1973 yang kemudian dikokohkan dalam TAP MPR
14
No. IV/MPR/1978. Ketetapan TAP MPR No. II/MPR/1983,
diperkuat oleh TAP MPR No. II/MPR/1988 TAP MPR No.
II/MPR/1993 tentang garis-garis besar haluan negara yang pada
pokoknya menyatakan bahwa pelaksana pendidikan agama
secara langsung dimasukkan dalam kurikulum sekolah-sekolah
formal, mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
2) Dasar Religius
Dasar religius yaitu dasar yang bersumber dari ajaran
agama Islam yang tertera dalam ayat al-Quran maupun hadits.
Menurut ajaran Islam melaksanakan pendidikan agama Islam
merupakan perintah dari Allah ibadah kepada-Nya.
Diantara ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan adanya
perintah tersebut adalah:
a) Q.S an-Nahl: 125
ىػظت اىحضت ادع إىى ت واى صبو سبل باىحن وجادىه
أحض صبيه باىخ ه ضو ػ ب سبل هى أػي وهى إ
هخذ باى أػي
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah
dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan
Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk” (Q.S an-Nahl: 125).
15
b) Q.S ali-Imron: 104
هى ؼشوف و باى شو ش وأ إىى اىخ ت ذػى أ ن وىخن
نش اى وأوه ػ فيحى اى ئل ه
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung”( Q.S ali-Imron: 104) .
3) Dasar Sosial Psikologi
Semua manusia dalam hidupnya di dunia ini selalu
membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut
agama, mereka merasakan dalam jiwanya ada suatu perasaan
yang mengakui adanya dzat Yang Maha Kuasa, tempat mereka
berlindung dan tempat mereka meminta pertolongan. Bagi
orang muslim, diperlukan adanya pendidikan Islam agar dapat
mengarahkan fitrah mereka ke arah yang benar, sehingga
mereka akan dapat mengabdi dan beribadah sesuai ajaran
agama Islam.
c. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan adalah membimbing dan membentuk
manusia menjadi hamba Allah yang shaleh, teguh imannya, taat
beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam
kehidupan setiap muslim mulai dari perbuatan, perkataan, dan
16
tindakan apa pun yang dilakukan dengan nilai mencari ridha Allah,
memenuhi segala perintah-Nya, dan menjauhi segala larangan-Nya
adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan
itu, baik bersifat pribadi maupun sosial perlu dipelajari dan
dituntun dengan iman dan akhlak terpuji. Dengan demikian,
identitas muslim akan tampak dalam semua aspek kehidupannya
(Roqib, 2009: 31).
Pendidikan Islam bertujuan menumbuhkan pola
kepribadian manusia yang bulat melalui latihan kejiwaan,
kecerdasan otak, penalaran, perasaan, dan indera. Pendidikan ini
harus melayani pertumbuhan manusia dalam semua aspeknya, baik
aspek spiritual, intelektual, imajinasi, jasmaniah, ilmiah, maupun
bahasanya (secara perorangan maupun secara kelompok).
Pendidikan ini mendorong semua aspek tersebut kearah keutamaan
serta pencapaian kesempurnaan hidup (Baihaqi, 2000: 43).
Dasar untuk itu semua terdapat dalam firman Allah dalam
Q.S. al-An‟am ayat 162:
صلح قو إ سب اىؼاى اح لل حاي و وضن و
“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku,
hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam” (Q.S. al-An‟am: 162).
Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah membina
manusia agar menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah baik
secara individu maupun komunal dan sebagai umat seluruhnya.
17
Karena penciptaan jin dan manusia oleh Allah adalah untuk
menjadi hamba-Nya yang beribadah kepada-Nya (Baihaqi, 2000:
44).
Allah Swt. menjelaskan hal ini melalui firman-Nya dalam
Q.S az-Dzariat ayat 56:
ش إل ىؼبذو وال ا خيقج اىج و
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
supaya mereka mengabdi kepada-Ku” (Q.S az-Dzariat: 56).
2. Pernikahan
a. Pengertian Pernikahan
Pernikahan merupakan perintah Allah Swt. firman Allah
dalam Q.S an-Nisa‟ ayat 3:
اىضاء ا طاب ىن نحىا فا
“maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi” (Q.S an-
Nisa‟: 3).
Kemudian nabi Muhammad bersabda mengenai perintah
menikah:
اىب ن اصخطاع باب ؼشش اىش ج فئه أغض ا اءة فيخزو
فئه ىه وجاء ى ه باىص ضخطغ فؼي ى ىيفشج و ىيبصش وأحص
“Wahai sekalian pemuda, barangsiapa di antara kalian
yang sudah mampu untuk menikah, maka segeralah
menikah, karena nikah akan lebih menundukkan
18
pandangan dan lebih menjaga kehormatan.” (Muttafaqun
alaihi).
Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada
yang mampu untuk segera melaksanakannya. Karena perkawinan
dapat mengurangi kemaksiatan, baik dalam bentuk penglihatan
maupun dalam bentuk perzinaan. Orang yang berkeinginan
melakukan perkawinan tetapi belum mempunyai persiapan bekal
(fisik dan non fisik) dianjurkan nabi Muhammad saw untuk
berpuasa. Orang berpuasa akan memiliki kekuatan atau penghalang
dari berbuat tercela yang sangat keji, yaitu perzinaan (Ali, 2009:
7).
Dalam bahasa Indonesia perkawinan berasal dari kata
“kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan
lawan jenis: melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh.
Perkawinan disebut juga “pernikahan”, yang berasal dari kata
nikah yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling
memasukkan dan digunakan untuk arti bersetubuh (iwathi). Kata
“nikah” dipergunakan untuk arti persetbuhan (coitus), juga untuk
arti kata akad nikah (Ghozali, 2008: 7).
Dalam literatur Islam, yang sesungguhnya semata-mata
merupakan keturunan dari istilah yang digunakan al-Quran dan
hadits, perkawinan lazim diistilahkan dengan sebutan an-nikah
atau at-tazwij. Secara literer, nikah (kawin) artinya berkumpul atau
19
berhimpun (adh-dhamm wa al-jam‟), di samping juga berarti
besetubuh dan akad sekaligus (al-wath‟ wa al-aqad) yang lazim
diistilahkan dengan ungkapan akad pernikahan/akad perkawinan
(„aqad an-nikah au „aqad at-tazwij) (Suma, 2015: 18).
b. Rukun Nikah:
Berikut terdapat beberapa rukun dan syarat perkawinan
dalam Islam sehingga menyebabkan halalnya seorang laki-laki dan
perempuan untuk melangsungkan hubungan intim
(bercampur/bersetubuh), yaitu (Hasan, 2003: 55) :
1) Calon mempelai pria
2) Calon mempelai wanita
3) Wali nikah
4) Saksi nikah
5) Ijab dan qabul.
c. Syarat Pernikahan:
1) Syarat calon mempelai pria; laki-laki, beragama Islam, baligh,
berakal, jelas orangnya, dapat memberikan persetujuan, dan
tidak terdapat halangan perkawinan seperti tidak dalam
keadaan ihram atau umrah.
2) Syarat calon mempelai wanita; perempuan, beragama Islam,
jelas orangnya, dapat dimintai persetujuan, dan tidak terdapat
halangan perkawinan (wanita yang haram dinikahi seperti
karena masih mahram, dan saudara sepersusuan).
20
3) Syarat wali nikah; laki-laki, dewasa, dan mempunyai hak
perwalian.
4) Syarat saksi nikah; minimal dua orang laki-laki, hadir dalam
ijab dan qabul, dapat memahami maksud akad, beragama
Islam, dan dewasa.
5) Syarat ijab qabul; ada ijab (pernyataan) mengawinkan dari
pihak wali nikah, ada qabul (pernyataan) menerima dari pihak
calon suami.
6) Memaknai kata-kata “nikah”, “tazwij”atau terjemahannya
seperti “kawin”, antara ijab dan qabul bersambungan tidak
boleh putus, orang yang terikat dalam ijab tidak senang dalam
keadaan haji dan umrah, dan majelis ijab dan qabul itu harus
dihadiri paling kurang empat orang yaitu calon mempelai pria
atau wakilnya, wali dari calon mempelai wanita atau wakilnya,
dan dua orang saksi.
d. Tujuan Pernikahan
Adapun tujuan dari pernikahan adalah untuk memenuhi
petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis,
sejahtera, dan bahagia. Menurut Imam al Ghozali yang dikutip oleh
Abdul Rohman Ghozali, tujuan pernikahan adalah (Ghozali, 2003:
22):
1) Mendapatkan dan melangsungkan keturunan
21
2) Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwat dan
menumpahkan kasih sayang
3) Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan
dan kerusakan
4) Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab
menerima hak serta kewajiban dan untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal
5) Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang
tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.
3. Keluarga
a. Pengertian Keluarga
Keluarga merupakan sebuah intuisi yang terbentuk karena
ikatan perkawinan. Pada dasarnya keluarga itu adalah sebuah
komunitas dalam “satu atap”. Kesadaran untuk hidup bersama
dalam satu atap sebagai suami istri dan saling interaksi serta
berpotensi mempunyai anak sehingga membentuk komunitas baru
yang disebut keluarga. Jadi keluarga dalam bentuk yang murni
merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri dari suami, istri, dan
anak-anak yang belum dewasa. Satuan ini mempunyai sifat-sifat
tertentu yang sama, dimana saja dalam satuan masyarakat manusia
(Djamarah, 2004: 16-17).
22
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi
pertumbuhan dan pengembangan anak. Jika suasana dalam
keluarga itu baik dan menyenangkan, maka anak akan tumbuh
dengan baik pula. Jika tidak, tentu akan terhambatlah pertumbuhan
anak tersebut ( Darajat, 1995: 47).
b. Tugas Pokok Pendidikan dalam Keluarga
Hadari Nawawi menjelaskan tugas pokok pendidikan di
keluarga sebagai beikut (Nawawi, 1993: 186):
1) Membantu anak-anak memahami posisi dan peranannya
masing-masing sesuai dengan jenis kelaminnya, agar mampu
saling menghormati dan saling menolong dalam melaksanakan
perbuatan baik yang diridai Allah Swt.
2) Membantu anak didik mengenal dan memahami nilai-nilai atau
norma-norma yang mengatur kehidupan berkeluarga,
bertetangga, dan bermasyarakat serta mampu melaksanakannya
untuk memperoleh rida Allah Swt.
3) Mendorong anak untuk mencari ilmu dunia dan ilmu agama
agar mampu merealisasikan dirinya sebagai suatu diri individu
dan sebagai anggota masyarakat yang beriman
4) Membantu anak-anak memasuki kehidupan bermasyarakat
setahap demi setahap melepaskan diri dari ketergantungan pada
23
orangtua dan orang dewasa lainnya, serta mampu bertanggung
jawab
5) Membantu dan memberi kesempatan serta mendorong anak-
anak mengerjakan sendiri dan berpartisipasi dalam
melaksanakan kegiatan keagamaan, untuk memperoleh
pengalaman sendiri secara langsung.
Di lingkungan keluarga, orangtua dan orang dewasa lainnya
perlu membantu anak dalam menghayati dan mengamalkan ajaran
Islam, setahap demi setahap sesuai dengan masa perkembangan
anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan keluarga menjadi sangat
penting.
4. Pernikahan Beda Agama
a. Pengertian Pernikahan Beda Agama
Nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu proses
pernikahan terdapat ijab (pernyataan penyerahan dari pihak
perempuan) dan qabul (pernyataan penerimaan dari pihak laki-
laki). Selain itu, nikah juga bisa diartikan sebagai bersetubuh.
Adapun menurut syara‟, nikah adalah akad serah terima antara
laki-laki dan perempuan dengan tujuan saling memuaskan satu
sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga
yang sakinah serta masyarakat yang sejahtera (Tihami, 2009: 6).
24
Pernikahan beda agama merupakan suatu pernikahan yang
dilakukan oleh orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaan
yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Pengertian
pernikahan beda agama menurut Rusli, SH dan R. Tama, SH
menyatakan bahwa pernikahan antar agama merupakan ikatan lahir
dan batin antara seorang pria dan wanita yang karena beda agama
menyebabkan tersangkutnya dua peraturan yang berlainan
mengenai syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan pernikahan sesuai
agamanya masing-masing, dengan tujuan untuk membentuk
keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Sedangkan menurut Abdurrahman, menyatakan bahwa
pernikahan antar agama yaitu suatu pernikahan yang dilakukan
oleh orang-orang yang memeluk agama dan kepercayaan yang
berbeda satu dengan yang lainnya (Laela dkk, 2016: 121).
Berdasarkan ajaran Islam, kehidupan suami istri akan
terwujud apabila suami istri memiliki keyakinan agama yang sama,
karena keduanya berpegang teguh untuk melaksanakan satu ajaran
agama. Namun sebaliknya, apabila suami istri berbeda agama,
maka akan timbul berbagai kesulitan di lingkungan keluarga,
misalnya dalam hal pelaksanaan ibadah, pendidikan agama pada
anak, pembinaan tradisi keagamaan, hingga pola aktivitas
keagamaan, dan lain sebagainya.
b. Pernikahan Beda Agama Menurut Hukum Islam
25
Dalam Islam terdapat tiga macam hukum mengenai
masalah pernikahan beda agama, yaitu:
1) Pernikahan antara perempuan muslimah dengan laki-laki non
muslim
Semua ulama telah sepakat bahwa perempuan muslimah
tidak diperbolehkan (haram) nikah dengan laki-laki non
muslim, baik ahli kitab maupun musyrik (Suhadi, 2006: 36).
Adapun dalil yang menjadi dasar hukum untuk larangan
pernikahan antara perempuan muslimah dengan laki-laki non
muslim yaitu terdapat dalam Firman Allah Q.S al-Baqarah ayat
221:
ششماث حخى نحىا اى ول ح ششمت وىى ؤ ش ت خ ؤ ت ول
حخى أػجبخن ششم نحىا اى ىا ول ح ششك ؤ ش خ ؤ وىؼبذ
إىى اىاس ئل أوه وىى أػجبن غفشة ذػى ذػى إىى اىجت واى وللا
بئره خزمشو آاحه ىياس ىؼيه وب
“Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik,
sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak
yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia
menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-
orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih
baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.
Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke
surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah
26
menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah-Nya)
kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran”
(Q.S al-Baqarah: 221).
2) Pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan musyrik
Para ulama sepakat mengharamkan laki-laki muslim nikah
dengan perempuan penyembah berhala (musyrik). Perempuan
musyrik disini mencakup perempuan penyembah berhala (al-
watsaniyyah), ateis (zindiniyyah), perempuan yang murtad,
penyembah api, dan penganut aliran libertine (al-ibahah)
seperti faham wujudiyah (Suhadi, 2006: 37)
3) Pernikahan antara laki-laki muslim dengan perempuan ahli
kitab
Pada dasarnya laki-laki muslim diperbolehkan (halal)
menikahi perempuan ahli kitab berdasar pengkhususan, yang
terdapat dalam Q.S al-Maidah: 5. Pengertian ahli kitab disini
mengacu pada dua agama besar rumpun sementik sebelum
Islam, yaitu Yahudi dan Nasrani. Allah berfirman dalam Q.S
al-Maidah ayat 5:
باث اىط أحو ىن و اىى ن وطؼا أوحىا اىنخاب حو ىن اىز طؼا
أوحىا اىنخاب حو ىه اىز حصاث اث واى ؤ اى حصاث واى
ول ضافح ش غ حص أجىسه ىه خ إرا آح قبين خخزي
أخذا اىخاصش خشة يه وهى ف ا فقذ حبط ػ ا نفش بال و
27
“Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik-baik.
Makanan (sembelihan) orang-orang yang diberi Al Kitab itu
halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(Dan dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan
diantara wanita-wanita yang beriman dan wanita-wanita yang
menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi Al
Kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin
mereka dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud
berzina dan tidak (pula) menjadikannya gundik-gundik.
Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima
hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari
kiamat termasuk orang-orang merugi” (Q.S al-Maidah: 5).
Surat al-Maidah ayat 5, dalam ayat tersebut terdapat
pernyataan bahwa laki-laki diperbolehkan menikah dengan
seorang perempuan ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Sehingga
dengan hal ini memunculkan beberapa pendapat dari para
ulama.
Pendapat pertama dari Imam Abu Hanifah dan Imam
Ahmad bin Hambal. Menurut mereka meskipun perempuan
tersebut beragama Yahudi atau Nasrani, maka boleh dinikahi.
Kemudian pendapat Said Muhammad Rasyid Ridha, beliau
membedakan secara mutlak kepada laki-laki muslim untuk
menikahi perempuan ahli kitab karena asal perkawinan itu
adalah ibadah (halal/boleh) dan kita hanya dilarang kawin pada
perempuan-perempuan yang haram untuk dinikahi (Huzaimah,
2005: 156).
28
Pendapat yang kedua adalah pendapat yang membolehkan
dengan syarat, yaitu pendapat Imam Syafi‟i dan Imam Ahmad.
Menurut mereka laki-laki muslim boleh menikahi perempuan
Yahudi atau Nasrani dengan syarat ibu bapak perempuan itu
harus orang Yahudi atau Nasrani juga. Jika ayah dan ibu
mereka adalah penyembah berhala bukan ahli kitab
(Taurat/Injil), maka tidak boleh menikahi perempuan itu
(Huzaimah, 2005: 156).
Pendapat ketiga, haram secara mutlak menikahi wanita ahli
kitab. Hal ini sebagaimana pendapat Ibnu Abbas dalam
memahami kedua ayat tersebut (al-Baqarah: 221 dan al-
Maidah: 5). Ibnu Abbas mengatakan, Rasulullah saw telah
melarang menikahi seluruh wanita kecuali yang beriman dan
berhijrah, serta mengharamkan wanita dari agama manapun
kecuali Islam, sebagaiman firman Allah “barang siapa yang
kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam)
maka hapuslah amalannya” (Q.S al-Maidah: 5).
Rasululah pun mendorong umatnya agar menikahi laki-laki
atau perempuan yang seagama (Islam), yang ditegaskan dalam
sabda Rasulullah
“Wanita dinikah karena empat faktor; karena harta, karena
keturunan, karena kecantikan, dan karena agamanya.
Hendaklah memilih karena agama, sehingga kamu akan
29
memperoleh kemenangan”. (Shahih Bukhari, II: 219,
Shahih Muslim, I: 623).
Dengan demikian, maka hendaklah seorang laki-laki
menikahi wanita yang baik agamanya, begitu pula dengan
sebaliknya. Karena menikah dengan yang seagama lah yang
hanya akan membawa kita ke dalam kebahagiaan.
c. Pernikahan Beda Agama Menurut Agama-agama di Indonesia
1) Pandangan Agama Budha
Menurut Siaga Agung Indonesia, pernikahan beda agama
yang melibatkan penganut agama Budha diperbolehkan, asal
pengesahannya dilakukan menurut tata cara agama Budha,
meski calon mempelai yang bukan agama Budha tidak
diharuskan untuk masuk agama Budha tapi dalam ritualnya
kedua mempelai wajib mengucapkan atas nama Sang Budha,
Dharma, dan Sangka (Monib dan Kholis, 2008: 117).
Tujuan perkawinan menurut agama Budha adalah untuk
membentuk suatu keluarga (rumah tangga yang diberkahi oleh
Sanghyang Adi Budha/Tuhan Yang Maha Esa, para Budha dan
para Bodhisatwa-Mahasatwa) (Handikusuma, 2003: 25).
Syarat-syarat perkawinan menurut hukum Budha adalah
kedua mempelai harus saling menyetujui dan cinta mencintai,
di antara keduanya tidak ada hubungan darah atau hubungan
susuan, diantara mereka tidak terikat tali perkawinan dengan
30
orang lain, sehingga perkawinan menurut agama Budha harus
sama-sama yakin kepada sang Tri Ratna (tiga ajaran pokok
yaitu: Buddha sebagai guru, Dharma sebagai penunjuk
kebenaran, dan sangha sebagai pengawal dan pengajar).
2) Pandangan Agama Hindu
Agama Hindu secara tegas memberikan ketentuan syarat-
syarat dan menentkan larangan perkawinan orang Hindu
dengan pemeluk agama lain. Menurut agama Hindu
perkawinan hanya sah jika dilaksanakan upacara suci
pernikahan oleh pedande. Pedande hanya mau melaksanakan
upacara pernikahan jika kedua calon pengantin beragama
Hindu. Jika perkawinan orang Hindu yang tidak memenuhi
syarat maka dapat dibatalkan. Pedande tidak mungkin
memberkati atau menyelenggarakan upacara perkawinan antara
mereka yang berbeda agama. Asas perkawinan harus disahkan
menurut agama, yaitu dengan cara melakukan wiwahahoma
(ikatan suci seumur hidup menjadi suami istri) dikedepankan di
dalam sistem perkawinan Hindu, yang menyatakan bahwa
suatu perkawinan yang tidak disahkan menurut agama dengan
melakukan upacara suci menyebabkan ia jatuh hina, anaknya
tidak diakui sah sebagai pewaris yang sederajat dengan orang
tua atau dengan kata lain akibat dari perkawinan itu tidak
diakui sah menurut hukum agama (Ichtiyanto, 2003: 135).
31
3) Pandangan Agama Kristen Protestan
Perkawinan menurut Protestan adalah persekutuan hidup
meliputi keseluruhan hidup yang menghendaki laki-laki dan
perempuan menjadi satu. Satu dalam kasih Tuhan, satu dalam
mengasihi, satu dalam kepatuhan, satu dalam menghayati
manusia, dan satu dalam memikul beban pernikahan
(Ichtiyanto, 2003: 132).
Gereja Kristen menganjurkan kepada umatnya mencari
pasangan hidup yang seagama dengan mereka. Tetapi karena
menyadari bahwa umatnya hidup bersama-sama dengan
pemeluk agama lain, maka gereja tidak melarang umatnya
menikah dengan orang-orang yang bukan beragama Kristen.
Perkawinan campuran antara pemeluk agama yang berbeda
dapat dilangsungkan di gereja menurut hukum gereja Kristen
apabila calon mempelai yang bukan beragama Kristen bersedia
membuat pernyataan bahwa dia tidak keberatan perkawinannya
dilaksanakan di gereja (Ichtiyanto, 2003: 133).
4) Pandangan Agama Kristen Katolik
Perkawinan menurut Katolik adalah persekutuan hidup
antara seorang pria dan seorang wanita yang terjadi karena
persetujuan pribadi, yang tidak dapat ditarik kembali dan harus
diarahkan kepada saling mencintai sebagai suami istri kepada
pembangunan keluarga dan oleh karenanya menuntut kesetiaan
32
yang sempurna dan tidak mungkin dibatalkan lagi oleh
siapapun kecuali oleh kematian (Laela dkk, 2016: 126).
Perkawinan antara seorang yang beragama Katolik dengan
seorang yang bukan beragama Katolik baru dapat dilakukan
jika ada dispensasi dari ordinaris wilayah atau uskup, tetapi
meskipun demikian gereja Katolik realistis memandang
perkawinan beda agama, sehingga dalam Katolik uskup dapat
memberikan dispensasi dengan memperbolehkan seorang
Katolik menikah dengan agama lain (Ichtiyanto, 2003: 130).
5. Perbedaan Nilai-nilai
Kehidupan dalam sebuah keluarga (seorang suami-istri) akan dapat
terwujud bila mereka memiliki keyakinan yang sama, karena keduanya
berpegang teguh untuk melaksanakan satu ajaran agama. Tetapi
sebaliknya, apabila sepasang suami istri berbeda agama, maka akan
timbul berbagai perbedaan di lingkungan keluarga, misalnya dalam hal
aqidah, beribadah, nilai halal-haram, suci dan najis ketika hendak
melaksanakan ibadah (solat), hingga pembinaan keagamaan dan
sebagainya.
Pernikahan beda agama sudah sepatutnya sebagai suatu hal untuk
dihindari, karena dalam agama manapun sudah jelas dilarang karena
menyalahi aturan-aturan yang ada dalam agama tersebut. Seiring
dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks, maka
33
permasalahan yang muncul pun semakin kompleks pula. Pernikahan
yang sering menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat salah
satunya yaitu mengenai pernikahan beda agama. Dengan beragamnya
agama yang ada di Indonesia maka tidak menutup kemungkinan akan
terjadinya suatu pernikahan beda agama.
Keluarga sebagai pendidikan yang pertama dan utama dalam
mendidik dan mengarahkan seorang anak agar menjadi pribadi yang
lebih baik dan taat beragama. Unsur dasar pendidikan utama meliputi:
yang memberi yaitu pendidikan memberi pengajaran yang baik kepada
orang lain dan orang lain tersebut menerimanya; tujuan pendidikan
yang baik; cara atau jalan yang baik; dan konteks yang positif yaitu
suatu konteks yang berupaya menyisihkan negatif dan merubahnya
menjadi positif (Muhadjir, 1987: 1). Dari unsur-unsur tersebut dapat
dirumuskan pendidikan sebagai aktivitas interaksi antara pendidik dan
subjek pendidik untuk mencapai tujuan yang baik dengan cara yang
baik pula dalam konteks hal yang positif.
Dalam setiap agama telah banyak mengajarkan hal-hal positif yang
harus kita patuhi dan laksanakan. Tidak hanya dalam agama Islam
saja, agama lain pun mengajarkan hal-hal kebaikan yang sama. Berikut
terdapat beberapa perbedaan nilai-nilai dalam setiap agama:
a. Aqidah
Aqidah atau tauhid yang mana berkaitan dengan upaya kita
dalam memahami dan meyakini adanya Allah dengan segala sifat
34
dan perbuatan-Nya. Berikut macam-macam tauhid dalam Islam
yaitu: pertama Tauhid Rububiyah, berarti percaya bahwa Allah lah
satu-satunya pencipta, pemilik, pengendali alam raya yang dengan
takdir-Nya ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan
alam dengan sunah-sunah-Nya (Muhammad, 1998: 141). Yang
kedua Tauhid Uluhiyah, berarti meyakini bahwa Allah satu-
satunya dzat yang berhak untuk disembah. Tauhid ini merupakan
implementasi dari kalimat tauhid “la ilaha ilallah” yaitu
mengesakan Allah Swt. dengan semua jenis ibadah, sepeerti: doa,
sholat, takut, mengharap dan sebagainya (Misbah, 1996: 27-28).
Yang ketiga yaitu Tauhid al-Asma‟ wa al-Sifat, artinya pengakuan
dan kesaksian yang tegas atas semua nama dan sifat Allah yang
sempurna dan termaktub dalam al-Quran dan sunnah Rasulullah
Saw.
Iman adalah bagaimana cara kita meyakini adanya Tuhan,
bagaimana kita meyakini bahwa Allah Swt. Tuhan semesta alam,
Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Islam kita diajarkan bagaimana
beriman kepada Allah dengan cara meyakini dalam hati,
mengucapkan dengan lisan, dan amalkan dengan perbuatan.
b. Ibadah
Perbedaan-perbedaan pelaksanaan ibadah dalam setiap
agama sudah menjadi hal yang biasa di lingkungan masyarakat kita
yang beragam. Kerap kali kita melihat teman kita, saudara kita,
35
tetangga kita yang melakukan ibadah sesuai dengan cara dan
aturan agama mereka masing-masing.
Rukun Islam yang lima yaitu syahadat, sholat, puasa, zakat,
dan haji (bagi yang mampu) memiliki tata cara tersendiri ketika
kita hendak melaksanakannya. Seperti hal nya dengan ajaran
agama Islam, dalam agama lain pun juga memiliki tata cara dalam
pelaksanaan ibadah nya. Contoh: dalam ajaran agama Budha
terdapat berbagai macam puasa yaitu puasa yang dimulai dari
pukul 00.00 malam hingga pukul 12.00 siang, lalu ada pula puasa
yang dilakukan tidak boleh memakan apapun, tetapi diperbolehkan
untuk meminum air. Dalam Islam sendiri pun juga terdapat
berbagai macam puasa, seperti puasa wajib yaitu puasa ramadhan
(puasa yang dilaksanakan pada bulan ramadhan) dan puasa-puasa
sunah lainnya, seperti puasa dzulhijjah dan arafah, puasa
muharram, puasa pada hari senin dan kamis, dan sebagainya. Maka
dari itu, dapat kita ketahui bahwa cara pelaksanaan ibadah agama
satu dengan yang lain memiliki perbedaan, meskipun dalam setiap
agama memiliki tujuan yang sama yaitu beribadah dengan mencari
ridha dari Tuhan, ridha dari Allah Swt.
c. Kebersihan
Bermula dari kebesihan, di dalam agama Islam sendiri
kebersihan merupakan sebagian dari iman. Seperti dalam hadis
yang menjelaskan bahwa kebersihan itu adalah bagian dari iman.
36
Karena kesucian atau kebersihan merupakan syarat sahnya sholat.
Baik suci dari hadas kecil yang dapat dihilangkan dengan
berwudhu, maupun sucidari hadas besar dan najis yang harus
dihilangkan dengan mandi besar.
Thaharah atau kesucian merupakan syarat untuk
melaksanakan ibadah, sehingga umat muslim yang sedang dalam
keadaan kotor tidak sah ibadahnya, karena kebersihan ada dalam
Islam. Berdasarkan pembagiannya terdapat 3 macam najis dalam
Islam yaitu: pertama najis ringan (mukhaffafah), najis yang berasal
dari air kencing bayi laki-laki yang belum makan apapun kecuali
air susu ibunya. Cara membersihkan dari najis ini cukup dengan
memercikkan air ke bagian yang terkena najis kemudian berwudhu
ketika akan melaksanakan sholat. Yang kedua yaitu najis sedang
(mutawassitah), najis yang berasal dari kotoran atau air
kencing,cara membersihkannya yaitu dengan membasuh atau
menyiram dengan air bersih hingga najis tersebut hilang. Yang
ketiga yaitu najis berat (mughalladhah), najis yang berasal dari air
liur anjing atau babi. Cara membersihkannya yaitu dengan
menghilangkan barang najisnya terlebih dahulu lalu mencucinya
dengan air bersih sebanyak tujuh kali dan salah satunya tanah atau
debu.
Dari macam najis di atas menjelaskan bahwa kesucian
dalam agama Islam sangatlah penting, karena kotoran sekecil
37
apapun akan menghalangi langkah kita dalam beribadah. Dalam
agama lain pun dijelaskan bahwa membersihkan diri juga
dilakukan, misalnya dalam Islam disebut dengan berwudhu,
mereka juga mempunyai tata cara membersihkan diri dari kotoran.
Contoh ketika seorang perempuan sedang dalam masa haid
(menstruasi) maka wajib hukumnya bila ia adalah seorang
perempuan muslimah maka harus mensucikan diri dari hadas besar
tersebut dengan cara mandi besar. Kemudian ada yang
beranggapan bahwa dalam agama lain tidak ada cara khusus dalam
mensucikan diri, melainkan mereka hanya membesihkan kotoran
tersebut, seperti contoh dalam agama Kristen, terdapat sebagian
yang beranggapan bahwa yang membuat najis adalah perbuatan
dosa yang melanggar perintah Tuhan, dan cara menghilangkannya
adalah dengan bersungguh-sungguh dalam berdoa memohon
ampunan atas dosa tersebut dan bertaubat. Maka dari itu, dalam
setiap agama mempunyai cara atau aturan sendiri dalam
mensucikan diri dari najis atau kotoran.
Begitu pula dengan makanan atau minuman yang
dihalalkan dan diharamkan pada tiap-tiap agama pun berbeda.
Dalam Islam sudah jelas terdapat kriteria makanan dan minuman
yang halal dan haram, seperti diharamkannya makanan dari hasil
curian, dari bangkai binatang (kecuali bangkai ikan dan belalang),
hingga daging babi dan daging anjing yang diharamkan. Namun di
38
dalam ajaran agama lain memiliki perbedaan, contoh dalam agama
Kristen dan Budha diperbolehkan mengkonsumsi daging babi
maupun daging anjing, karena dalam setiap agama memiliki
aturan-aturan yang berlaku bagi umat mereka.
B. Kajian Terdahulu
1. Skripsi yang ditulis oleh Masdi Pendri, mahasiswa jurusan Pendidikan
Agama Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dengan judul
Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Berbeda Agama (Studi
Kasus Pada Lima Keluarga Berbeda Agama di Dusun Ngandong-
Tritis, Desa Girikerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman).
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik
pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, wawancara,
dan dokumentasi. Penelitian ini dilatar belakangi oleh masalah lima
keluarga dengan berbeda agama, pendidikan agama Islam ditengah
keluarga merupakan masalah tersendiri baik bagi orangtua maupun
anak yang berbeda keyakinan.
2. Skripsi yang ditulis oleh Mir‟atul Khasanah, mahasiswa jurusan
Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga Tahun 2018, dengan judul
“Penanaman Nilai-nilai Toleransi Pada Keluarga Beda Agama di Desa
Getas Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung”. Penelitian ini
adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif kualitatif. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
39
observasi, wawancara, dan dokumentasi. Penelitian yang berisikan
untuk mengetahui penanaman sikap toleransi pada keluarga beda
agama di Desa Getas.
3. Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Alif Haban, mahasiswa Fakultas
Syariah IAIN Salatiga tahun 2016, dengan judul “Keharmonisan
Keluarga (Studi Tiga Keluarga di Perumahan Manggisan Indah
Kelurahan Mudal Kecamatan Mojotengah Kabupaten Wonosobo)”.
Penelitian ini adalah penelitian lapangan yang bersifat deskriptif-
analitis. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dengan cara
observasi dan wawancara mendalam serta dokumen-dokumen yang
berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini
berisikan tentang kelurga beda agama yang mampu bertahan dengan
harmonis meskipun menjalankan aktivitas keagamaan yang berbeda.
40
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang berusaha
mendeskripsikan suatu gejala dan peristiwa atau kejadian-kejadian yang
terjadi di lapangan yang datanya berupa kata-kata yang diolah secara
deskripsi (Alfianka, 2016: 22) dengan menyajikan gambaran tentang
Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pernikahan Beda Agama.
Menurut Setyosari dalam buku (Agustinova, 2015: 9) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menggunakan metode observasi,
wawancara (interview), analisis isi, dan metode pengumpulan data lainnya
untuk menyajikan respons-respons dan perilaku subjek.
Tujuan pendekatan deskriptif ini adalah untuk mendeskripsikan
apa-apa yang saat ini berlaku. Dimana didalamnya terdapat upaya untuk
mendeskripsikan, mencatat, menganalisis, dan menginterpretasikan
kondisi-kondisi yang saat ini sedang terjadi atau belum ada. Dengan kata
lain penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh informasi-informasi
mengenai keadaan saat ini dan melihat kaitannya antara variabel-variabel
yang ada. Penelitian ini tidak menguji pada hipotesa atau tidak
menggunakan hipotesa, melainkan hanya menggunakan deskripsi
41
informasi apa yang ada sesuai dengan variabel-variabel yang sudah
diamati dan diteliti (Moleong, 2007: 6).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah field
research (penelitian lapangan) yang bermaksud untuk mengetahui data
responden secara langsung dari lapangan, yakni suatu penelitian yang
bertujuan mengetahui situasi atau keadaan sebenarnya tentang Pendidikan
Agama Islam dalam Keluarga Pernikahan Beda Agama di Desa Kenteng.
B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti betindak sebagai pengumpul data dan
sebagai instrumen aktif dalam upaya pengumpulan data-data di lapangan.
Peneliti menggunakan instrumen berupa wawancara sebagai sumber data
yang valid serta berbagai bentuk alat-alat bantu berupa dokumen yang
digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian yang berfungsi
sebagai instrumen pendukung. Untuk memperoleh data-data yang
dibutuhkan dalam penelitian ini maka peneliti hadir langsung di lapangan
sebagai tolak ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti,
sehingga keterlibatan peneliti dengan informan secara langsung hingga
memperoleh data-data yang diperlukan.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
42
Lokasi yang akan menjadi subjek dalam penelitian ini berada di
Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Penelitian
ini dilaksanakan di kediaman masing-masing informan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan sejak penyusunan proposal yaitu
pada bulan Oktober 2019 sampai penulisan skripsi ini selesai.
D. Sumber Data
Peneliti mengambil sumber data yang berasal dari data primer dan
sekunder yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan
melalui wawancara dengan pihak-pihak informan sebagai sumber
utama. Wawancara dilakukan langsung kepada orang tua dalam
keluarga beda agama di Desa Kenteng.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber kedua
sebagai data pendukung yang dapat diperoleh dari literatur-literatur
kepustakaan seperti buku, jurnal, hasil studi, dokumen-dokumen dan
lain-lain yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini yaitu
mengenai Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga Pernikahan Beda
Agama.
43
E. Prosedur Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka peneliti menggunakan
prosedur pengumpulan data sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah metode penelitian yang menggunakan cara
pengamatan terhadap objek yang menjadi pusat perhatian penelitian.
Metode observasi umumnya untuk jenis penelitian yang berusaha
memberikan gambaran mengenai peristiwa apa yang terjadi di
lapangan (Muliawan, 2014: 62).
Observasi ini dilakukan dengan melakukan serangkaian
pengamatan melalui indera penglihatan dan pendengaran secara
langsung terhadap objek yang diteliti. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan teknik observasi pasif, dimana observasi bisa dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung.
2. Wawancara (interview)
Wawancara adalah teknik penelitian yang menggunakan teknik
tanya jawab antara peneliti dengan objek yang diteliti (Muliawan,
2014: 65).
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan secara mendalam yang
diarahkan pada masalah tertentu dengan para informan yang sudah
dipilih untuk mendapatkan data yang diperlukan yaitu Pendidikan
Agama Islam dalam Keluarga Pernikahan Beda Agama di Desa
Kenteng.
44
3. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental dari seseorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari
penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian
kualitatif (Sugiyono, 2016: 240).
Pada penelitian ini, peneiti mengumpulkan dokumen-dokumen
terkait dengan penelitian Pendidikan Agama Islam dalam Keluarga
Pernikahan Beda Agama yang diantaranya berupa dokumentasi foto.
F. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan dalam kegiatan penelitian ini
selanjutnya dianalisis supaya bisa diambil suatu kesimpulan atau
pengertian. Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu metode analisis deskriptif. Sugiyono berpendapat bahwa analisis data
dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum di lapangan, selama di
lapangan, dan setelah selesai di lapangan. (Sugiyono, 2011: 245).
Analisis data ini bertujuan untuk menyempitkan dan membatasi
penemuan-penemuan sehingga menjadi data yang teratur dan tersusun
rapi.
45
G. Tahap-tahap Penelitian
Dalam penelitian ini ada beberapa tahap yang ditempuh adalah sebagai
berikut:
1. Tahap Sebelum ke Lapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma dengan teori, penjajakan alat peneliti mencakup observasi
lapangan dan permohonan izin kepada subjek yang diteliti, konsultasi
fokus penelitian, dan penyusunan usulan penelitian.
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan pendidikan agama Islam dalam keluarga pernikahan beda
agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang.
Data tersebut diperoleh dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
3. Tahap Analisis Data
Tahap ini meliputi analisis data baik yang diperoleh melalui
observasi, dokumen, maupun wawancara mendalam mengenai
pendidikan agama Islam dalam keluarga pernikahan beda agama di
Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang. Kemudian
dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks permasalahan yang
diteliti selanjutnya melakukan pengecekan keabsahan data dengan cara
mengecek sumber data yang didapat dan metode perolehan data
sehingga data benar-benar valid sebagai dasar dan bahan untuk
46
memberikan makna data yang merupakan proses penentuan dalam
memahami konteks penelitian yang sedang diteliti.
4. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari semua
rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna data.
Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian ditindak lanjuti hasil bimbingan
tersebut dengan penulisan skripsi yang sempurna. Langkah terakhir
melakukan penyusunan kelengkapan persyaratan untuk ujian skripsi.
47
BAB IV
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data
1. Profil Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
a. Letak Geografis Desa Kenteng
Desa Kenteng terletak di Kecamatan Susukan, Kabupaten
Semarang dengan batas sebelah utara yaitu Desa Kemetul, sebelah
selatan yaitu Desa Duren Kecamatan Tengaran, dan sebelah barat
yaitu Cukil Kecamatan Tengaran, serta sebelah timur dengan Desa
Koripan. Wilayah Desa Kenteng terdiri dari 7 Dusun, 7 RW, dan
30 RT yaitu:
Tabel 4.1
Kewilayahan Desa Kenteng
No Nama Dusun Jumlah RW Jumlah RT
1 KRAJAN 1 6
2 SUKOREJO 1 3
3 TEGALSARI 1 4
4 NITEN 1 4
5 TALOK 1 5
6 KRAGOAN 1 4
7 DALAMAN 1 4
JUMLAH 7 30
48
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam peta sebagai berikut:
Gambar 4.1
Peta Desa Kenteng
b. Visi dan Misi Desa Kenteng
VISI: Kenteng membangun Masyarakat Agamis Berwawasan
Mandiri dan Tangguh berbasis pada usaha Pertanian, Perikanan
dan Peternakan menjadi desa yang Maju dan Sejahtera
(KENTENG MAWAS DARMA).
MISI:
1) Mendorong serta mendukung berbagai kegiatan keagamaan
yang ada di masyarakat.
2) Membangun dan mendorong terciptanya pendidikan yang
murah, berkualitas dan mudah diakses oleh semua warga.
3) Menggali sumber-sumber pandapatan potensial desa yang
ditujukan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.
49
4) Membangun industri kecil dan menengah serta kerajinan rakyat
yang bertumpu pada potensi ekonomi daerah.
5) Membangun serta mendorong kemitraan dalam upaya
pengembangan terutama dalam bidang pertanian, perikanan
dan peternakan.
6) Menjamin terciptanya pembangunan yang berkelanjutan
dengan memperhatikan aspek kebencanaan.
7) Meningkatkan dan mendorong sikap masyarakat yang
bertanggung jawab, ramah dan mandiri.
8) Menumbuhkan semangat gotong royong masyarakat dalam
membangun desa.
9) Mendorong keikutsertaan masyarakat dalam berbagai program
desa baik dari aspek perencanaan maupun pelaksanaan.
c. Struktur Pemerintahan Desa Kenteng
1) Kepala Desa : M. Mujib
2) Sekretaris Desa : M. Ngainun Najib
3) Kasi Umum : Turmudi
4) Kasi Keuangan : Sarwono
5) Kaur Pembangunan : Sugiyono
6) Kaur Pemerintahan : Muhsin
7) Kaur Kesra : Darmadi
8) Kadus Krajan : Sujarwo
9) Kadus Sukorejo : Mahfud
50
10) Kadus Tegalsari : Supangat
11) Kadus Niten : Suwanto
12) Kadus Talok : Komarudin
13) Kadus Kragoan : Sarno
14) Kadus Dalaman : Ari Sektiono
d. Keadaan Penduduk
Adapun keadaan penduuduk Desa Kenteng Kecamatan
Susukan Kabupaten Semarang dilihat dari data monografi selama
kurun waktu tahun 2018 dan 2019 di bawah ini yang sudah dapat
dipahami dengan tabel-tabel klarifikasi berikut:
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
0-4 tahun 46 154 200
5-9 tahun 194 178 372
0-14 tahun 182 178 360
5-19 tahun 153 170 323
20-24 tahun 173 163 336
25-29 tahun 200 192 392
30-34 tahun 219 218 437
35-39 tahun 238 276 514
40-44 tahun 215 190 405
51
Usia Laki-laki Perempuan Jumlah
45-49 tahun 191 214 405
50-54 tahun 167 172 339
55-59 tahun 136 145 281
60-64 tahun 105 102 207
65-69 tahun 84 80 164
70-74 tahun 53 75 128
75 ke atas 28 164 192
Jumlah 2604 2671 5275
Tabel 4.3
Jumlah Penduduk Menurut Agama
Agama Laki-laki Perempuan Jumlah
Islam 2311 2355 4666
Kristen 6 8 14
Buddha 287 308 595
Hindu 0 0 0
Konghucu 0 0 0
Jumlah 2604 2671 5275
52
Tabel 4.4
Sarana Peribadatan Desa Kenteng
No Sarana Ibadah Jumlah
1. Masjid 8 buah
2. Mushola 28 buah
3. TPA/TPQ 3 buah
4. Vihara 3 buah
Jumlah 42 buah
Tabel 4.5
Sarana Pendidikan Desa Kenteng
No Sarana Pendidikan Jumlah
1. TK/RA 5 buah
2. SD 2 buah
3. MI 2 buah
4. MTs 1 buah
5. SMA 1 buah
6. SMK 2 buah
7. Pondok Pesantren 3 buah
Jumlah 16 buah
53
e. Data Narasumber Keluarga Beda Agama
No Agama Suami Agama Istri Agama Anak Usia
1. Islam Budha Islam 48/42/10 tahun
2. Budha Islam Islam 42/32/10 tahun
3. Islam Budha Budha 48/43/21 tahun
2. Profil Subjek Penelitian
a. Profil Keluarga Bapak Misrianto
Bapak Misrianto (48 tahun) dan Ibu Sukini (42 tahun) yang
bertempat tinggal di Dusun Niten, Desa Kenteng adalah sepasang
suami istri. Keduanya telah dikaruniai seorang anak perempuan
bernama Lidya Kasih (10 tahun), yang sekarang duduk di bangku
sekolah dasar kelas 5.
b. Profil Keluarga Bapak Joko Wahyono
Bapak Joko Wahyono (42 tahun) dan Ibu Munawaroh (32
tahun) yang bertempat tinggal di Dusun Tegalsari, Desa Kenteng,
keduanya adalah sepasang suami istri dan telah dikaruniai dua
anak, yang pertama seorang perempuan berusia 10 tahun, yang
kedua seorang laki-laki yang berusia 2 tahun. Bapak Joko bekerja
di bengkel, sedangkan Ibu Munawaroh bekerja sebagai penjahit
dan ibu rumah tangga.
54
c. Profil Keluarga Bapak Arwoko
Bapak Arwoko (48 tahun) dan Ibu Wagiyem (43 tahun)
yang bertempat tinggal di Dusun Sukorejo, Desa Kenteng,
keduanya adalah sepasang suami istri dan telah dikaruniai seorang
anak perempuan bernama Rohmatul Awaliyah (21 tahun) yang
sekarang duduk di bangku kuliah di Universitas Ngudi Waluyo.
B. Temuan Penelitian
Setelah dilakukan observasi dan wawancara terhadap keluarga
beda agama di Desa Kenteng Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang
ditemukan hasil penelitian sebagai berikut:
1. Terjadinya pernikahan beda agama.
Bapak Misrianto yang menganut agama Islam menikah
dengan Ibu Sukini yang beragama Budha, keduanya memutuskan
untuk menjalin sebuah hubungan pernikahan karena faktor suka
sama suka, sehingga meskipun mereka berbeda keyakinan, namun
mereka tetap melangkah ke jenjang yang lebih serius yaitu
pernikahan. Keduanya melaksanakan pernikahan sesuai ajaran
agama Budha, dengan alasan sang Istri adalah seorang pengurus
wihara, lalu Bapak Misrianto memutuskan untuk kembali ke
agama Islam.
Bapak Misrianto kadang bekerja di Jakarta sebagai penjual
buah, kemudian ia kembali ke Desa lagi sebulan sekali, sedangkan
55
Ibu Sukini sebagai Ibu Rumah Tangga serta menjadi pengurus
wihara Karuna Phala yang terletak di Dusun Niten.
Bapak Joko dan Ibu Munawaroh memutuskan untuk
menikah dikarenakan dulu Bapak Joko bekerja di tempat yang
dekat dengan rumah Ibu Munawaroh, yaitu di daerah Tingkir.
Kemudian keduanya memutuskan untuk tinggal di Dusun
Tegalsari, Desa Kenteng. Bapak Joko yang menganut agama
Budha menikah dengan Ibu Munawaroh yang beragama Islam,
keduanya tetap melangsungkan pernikahan sesuai ajaran Islam
untuk mempermudah proses pernikahan meskipun berbeda
keyakinan. Lalu Bapak Joko memutuskan untuk kembali ke agama
Budha.
Bapak Arwoko berasal dari Magelang yang menganut
agama Islam menikah dengan Ibu Wagiyem dari Desa Kenteng
yang beragama Budha. Keduanya memutuskan untuk menikah
karena suka sama suka dan bertemu pada saat sedang bekerja.
Keduanya melangsungkan pernikahan sesuai ajaran Islam, lalu Ibu
Wagiyem kembali ke agama Budha setelah pernikahannya
Pernikahan beda agama dapat terjadi karena adanya
interaksi sosial antar masyarakat yang majemuk, dengan
keanekaragaman suku, budaya, serta agama. Karena rasa kerelaan
serta atas dasar suka sama suka, maka hal ini sangat mungkin
sekali untuk terjadi pernikahan beda agama. Sebagaimana yang
56
telah diketahui dalam dasar hukum serta dalil dalam al-Quran yang
sudah dijelaskan dilarangnya pernikahan beda agama, namun hal
ini masih terjadi pada sebagian masyarakat di Desa Kenteng.
2. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam Dalam Keluarga Beda Agama
a. Keluarga Bapak Misrianto.
Di keluarga Bapak Misrianto, perbedaan agama bukan lah
suatu hal yang aka menjadi penghalang sebuah keharmonisan
rumah tangga mereka. Bapak Misrianto dan Ibu Sukini saling
mendukung dan mengingatkan satu sama lain meskipun berbeda
keyakinan. Ibu Sukini yang menganut agama Budha tidak pernah
memaksakan anaknya untuk mengikuti ajaran agama yang di
anutnya, daripada itu Ibu Sukini mengarahkan anaknya untuk
mengikuti ajaran Islam seperti bapaknya, sebagaimana yang
diutarakan oleh Ibu Sukini:
“Untuk setiap aktivitas keagamaan, misalnya sekarang ini
sedang puasa bulan rajab, ya saya ajarkan buat puasa meskipun
saya tidak tahu caranya bagaimana, tetapi saya tetap
membangunkan anak saya sahur, saya masak kan untuk buka
puasa. Yang penting anak saya, saya ajarkan ke jalan yang benar.
Semua agama bagus, pada dasarnya seorang anak dari kecil yang
berpondasi agama kuat, saya yakin buat pegangan nya di masa
depan.”
Begitu pula dengan pelaksanaan pendidikan agama Islam
oleh Bapak Misrianto, seperti yang diutarakan beliau:
57
“Walaupun beda keyakinan tapi kita tetap nuntun ke arah
yang baik, misalnya ketika waktu sholat ya meskipun beda agama
ya tetap mengingatkan untuk sholat, walaupun anak kadang malah
mainan hp, waktu sholat ya kadang sampai ngejar-ngejar. Ya itu
salah satu contoh penanaman ajaran Islam di keluarga ini. Saya
menanamkan pada anak saya sholat, ngaji, ya walaupun anak saya
ngaji di TPA. Tapi tetap kami mengarahkan ke anak hal-hal
keagamaan.”
Dari keluarga Bapak Misrianto dan Ibu Sukini ini, sudah
jelas bahwa cara mereka melaksanakan pendidikan agama Islam
dalam keluarga adalah dengan mengarahkan dan membimbing
sejak dini, mereka bersepakat bahwa anak mereka di arahkan saja
ke agama Islam, dengan keyakinan dan ikhlas hati, meskipun di
dalam keluarga terdapat perbedaan keyakinan.
b. Keluarga Bapak Joko Wahyono
Di keluarga Bapak Joko Wahyono, sudah disepakati dari
awal bahwa untuk pengajaran pendidikan agama anak sepenuhnya
di serahkan pada Ibu Munawaroh. Karena disini Bapak Joko yang
menganut agama Budha, dulu bapak Joko telah bersedia masuk
agama Islam karena menikah dengan Ibu Munawaroh, tetapi
setelah dua tahun pernikahan, Bapak Joko kembali menganut
agama Budha. Dan anak-anaknya mengikuti Ibu Munawaroh, yaitu
menganut agama Islam. Hal ini sebagaimana yang diutarakan oleh
Bapak Joko:
58
“Karena telah menjadi kesepakatan di awal ya, jadi untuk
masalah agama anak-anak sudah ikut dengan istri saya. Saya juga
tidak memaksakan anak saya untuk ikut agama saya. Karena
semua agama itu baik, semua menuju pada satu tujuan. Jadi ya
kalau pun saya beda dengan anak-anak dan istri saya ya tidak
apa-apa. Kita hanya beda keyakinan, kita tetap saling
mengingatkan satu sama lain.”
Begitu pula dengan cara penanaman pendidikan agama
Islam oleh Ibu Munawaroh, seperti yang diutarakan beliau:
“Saya itu kalau sama anak-anak dari kecil sudah saya
ajarkan untuk saling menghormati, meskipun bapaknya beda
agama ya tetap saya suruh untuk menghormati dan menyayangi
bapaknya. Saya ajar kan bahwa dalam Islam itu harus
menghormati dan berbakti pada kedua orang tuanya. Saya juga
ajarkan untuk berbahasa krama kepada yang lebih tua, saya
arahkan untuk sholat, ngaji, puasa. Saya sering bilang, meskipun
bapak tidak sholat, itu tidak apa-apa, karena kita mempunyai
keyakinan masing-masing, dan keyakinan saya, saya tanamkan
pada anak-anak untuk belajar Islam, sholat, ngaji, puasa dan
sebagainya.”
Dari keluarga Bapak Joko Wahyono dan Ibu Munawaroh,
dapat disimpulkan bahwa cara menanamkan pendidikan agama
Islam dalam keluarga adalah melalui seorang Ibu. Ibu Munawaroh
menanamkan pendidikan agama Islam sejak dini kepada anak-anak
dengan cara mengarahkan untuk mempelajari ajaran Islam. Untuk
59
menghormati sang ayah meskipun dalam keluarga ini terdapat
perbedaan keyakinan.
c. Keluarga Bapak Arwoko
Di keluarga Bapak Arwoko dan Ibu Wagiyem, pada
awalnya mereka sudah sepakat untuk mengarahkan anak kepada
ajaran Islam. Bapak Arwoko yang menganut agama Islam selalu
menanamkan ajaran Islam kepada keluarga nya. Dari anaknya yang
masih kecil, Bapak Arwoko selalu berusaha dengan cara seperti
membelikan iqra‟ untuk latihan membaca huruf arab anaknya,
dilatih caranya mengaji, diajak ke masjid untuk sholat hingga
berniat untuk menyekolahkan anaknya di Madrasah „Ibtidaiyah
(MI). Namun, setelah diperhatikan oleh Bapak Arwoko, ternyata
anaknya memang tidak sejalan, anaknya seperti enggan untuk
berkeyakinan sama dengan Bapak Arwoko, sehingga Bapak
Arwoko akhirnya menerima keputusan sang anak untuk masuk
agama Budha. Sebagaimana yang diutarakan oleh Rohmatul
Awaliyah, putri dari Bapak Arwoko:
“Iyaa, waktu kecil aku pernah diajari sedikit tentang
agama Islam, pernah diajak ke masjid buat sholat, pernah mau
dimasukkin ke MI, diajarin mengaji sama baca surat al-fatihah.
Tapi nggak jadi, aku memutuskan buat masuk agama Budha. Tapi
bukan karena paksaan, tapi karena memang dari hati sudah
terpanggil untuk masuk ajarab Budha sama kayak Ibu. Aku sendiri
yang memilih agama, bukan karena dipaksa. ”
60
Dari keluarga Bapak Arwoko, dapat disimpulkan bahwa
cara menanamkan pendidikan agama Islam pada keluarga tidak
dapat diterima, karena keyakinan dari hati yang tidak dapat di
ubah. Di dalam keluarga Bapak Arwoko sudah tidak ada lagi
penanaman pendidikan agama Islam dalam keluarga, mereka hanya
saling menghormati dan mendukung aktivitas keagamaan dari
masing-masing agama. Namun, perbedaan ini tidak lantas menjadi
penghalang keharmonisan keluarga, justru dengan adanya
perbedaan ini, saya melihat bahwa mereka selalu bahagia
meskipun dengan keyakinan yang berbeda.
3. Aktivitas keagamaan dalam keluaarga beda agama (sholat, ngaji,
puasa, sekolah minggu, ibadah pagi, ibadah rutin).
Perbedaan tidak menjadi penghalang untuk mereka tetap
melaksanakan aktivitas keagamaan masing-masing. Seperti dalam
keluarga Bapak Misrianto, anaknya yang menganut agama Islam
diarahkan untuk tetap beribadah oleh ibunya, meskipun ibunya
beragama Budha. Sebagaimana yang diutarakan oleh Ibu Sukini:
“Saya itu memang beda dengan anak dan suami saya, tapi
saya tidak apa-apa dan tidak cemburu, justru saya malah sering
mengingatkan mereka buat sholat, membangungan untuk sholat
subuh, dan mengantarkan anak saya ngaji ke TPA.”
“Saya itu juga pengurus wihara Karuna Phala, jadi setiap
ada acara di wihara ya saya harus datang. Seperti kemarin hari
61
sabtu ada kegiatan ibadah rutin di wihara lha saya lupa, terus
anak saya yang mengingatkan. Mak... kok gak ke wihara.
Langsung saya bergegas berangkat ibadah rutin karena sudah
diingatkan anak saya.”
Sama halnya dengan keluarga Bapak Joko Wahyono, dalam
keluarga ini peran ibu (Ibu Munawaroh) yang lebih dominan lah
dalam mengurus agama di rumah tangga mereka. Karena
kesepakatan dari keduanya, Ibu Munawaroh lah yang sering
mengajarkan dalam hal keagamaan Islam seperti sholat, mengaji,
dan puasa. Meskipun kedua anaknya belajar mengaji di TPA,
namun Ibu Munawaroh juga berperan dalam membantu anak-
anaknya pada masalah keagamaan.
Kemudian berbeda halnya dalam keluarga Bapak Arwoko,
dalam keluarga ini tidak ada aktivitas keagamaan Islam karena
anak dan istri Bapak Arwoko yang menganut agama Budha.
Kecuali Bapak Arwoko, beliau hanya melaksanakan aktivitas
keagamaan seperti biasa. Seperti yang diungkapkan oleh Rohmatul
Awaliyah, putri Bapak Arwoko:
“Kalau pas bulan puasa, ya bapak puasa sendiri. Karena di
keluarga ini rata-rata Budha. Karena aku tinggal sama nenek, dan
nenek juga Budha, jadi ya bapak puasa sendiri. Tapi aku tetap
menghormati, aku memang tidak ikut puasa, tapi aku tidak makan
sembarangan di depan bapakku yang sedang puasa. Karena bapak
kadang kerja, jadi ya kalau di rumah aku makan seperti biasa.
Misalnya pas waktu sholat ya bapak sholat sendiri, kalau pas aku
62
ada ibadah di wihara ya aku juga berangkat ke wihara sendiri.
Bapak juga tidak pernah gimana-gimana, kalau pas ke wihara
kadang aku juga diantar pas tidak ada motor. Tapi dalam keluarga
kami tetap saling mendukung, kami tidak pernah melarang
aktivitas keagamaan kami.”
Dari data yang diperoleh diatas, dapat disimpulkan bahwa
Aktivitas keagamaan dalam keluarga beda agama tetap dapat
berjalan, meskipun terdapat perbedaan keyakinan, mereka saling
mengingatkan dan bukan melarang. Karena sebagai makhluk sosial
kita harus menghargai perbedaan-perbedaan yang ada. Perbedaan
tidak lantas menjadi penghalang untuk keharmonisan sebuah
keluarga.
4. Sikap toleransi dan sosialisasi dengan masyarakat dalam keluarga beda
agama.
Sikap toleransi dalam keluarga beda agama ini terbukti dari mereka
yang tetap saling mendukung dan mengingatkan satu sama lain,
menghormati dan menghargai perbedaan keyakinan mereka. Karena
mereka menyadari bahwa mereka adalah keluarga yang saling
mendukung satu sama lain.
Dari ketiga keluarga (Bapak Misrianto, Bapak Joko, dan Bapak
Arwoko) bahwa dalam keluarga mereka saling menghormati dan
menghargai sesama anggota keluarga. Tidak hanya dengan anggota
keluarga saja, tetapi juga kepada masyarakat. Hal ini dibuktikan
63
dengan adanya penghargaan yang diberikan kepada Desa Kenteng,
yang saat itu khususnya di Vihara Karuna Phala yang sempat didatangi
oleh pihak dari kabupaten Semarang, karena menjadi Desa yang
memiliki sikap toleransi dengan saling menghormati dan menghargai
yang baik. Meskipun di Desa ini terdapat perbedaan agama, namun
Desa ini tetap rukun dan damai, sesama antar warga dengan perbedaan
keyakinan pun saling menghormati dan membantu kegiatan
keagamaan masing-masing.
Desa Kenteng adalah salah satu Desa yang sudah melaksanakan
Deklarasi Desa Anti Intoleransi, Anti Radikalisme, dan Anti
Terorisme, yang dihadiri oleh ratusan santri, warga, hingga
maasyarakat umum yang dilaksanakan di Lapangan Kenteng pada hari
Kamis 5 Desember 2019 lalu.
“Memang presentase agama terbanyak adalah muslim. Namun kita
juga punya wihara. Warga selalu upayakan damai. Apalagi di hari
besar kami selalu tukar peran untuk saling membantu. Semua inisiatif
dari warga sendiri.” Ungkap Kepala Desa (M. Mujib, kamis 5/12).
Dari penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap
toleransi dalam keluarga maupun toleransi dan sosial dengan
masyarakat di Desa Kenteng ini sudah sangat baik. Warga selalu
menciptakan suasana yang kondusif antar umat beragama, saling
membantu dan menghormati.
64
5. Problem pendidikan agama Islam dalam keluarga beda agama.
a. Rendahnya pendidikan agama Islam dalam keluarga beda agama
Tidak dapat dipungkiri dalam keluarga beda agama sudah
pasti minim dalam hal pendidikan agama Islam. Karena peran
kedua orang tua sudah pasti tidak utuh dalam pengajaran. Seperti
yang terjadi dalam keluarga Bapak Misrianto, yang diutarakan oleh
Ibu Sukini sebagai berikut:
“Ya saya sebagai Ibu memang kurang dalam hal mendidik
keagamaan pada anak saya. Karena saya dan suami dan anak
saya memang beda. Bahkan saya tidak mengerti harus
mengajarkan kepada anak saya bagaimana, sholat saja saya tidak
tahu tata cara nya yang benar, ya anak saya selain diajari bapak
nya ya saya antarkan ke guru ngaji biar dikasih tahu caranya
sholat dan ngaji yang benar. Karena bapaknya kan kadang kerja
diluar kota, jadi kalau pas tidak di rumah ya anak saya ngaji di
TPA, sama kalau belajar sholat ya dengan guru ngaji itu. Pernah
saya tanya sama guru ngaji nya, gimana sholat anak saya,
ternyata ya sudah benar. Untuk anak seumuran segitu ya sudah
baik sholatnya, ya saya senang mendengarnya.”
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa problem
dalam keluarga beda agama memang sangat rendah pendidikan
agama Islam. Bahkan seperti dalam keluarga Bapak Arwoko yang
sama sekali tidak ada pendidikan agama Islam, hal ini dikarenakan
faktor perbedaan agama dalam keluarga. Memang sangat
disayangkan karena keluarga adalah pendidik pertama bagi anak,
dan keluarga lah sumber utama pendidikan agama.
65
b. Anak merasa ragu dalam memilih agama yang akan dianutnya
Problem dalam hal ini terjadi pada keluarga Bapak
Arwoko, dimana pada saat anaknya masih kecil kedua orangtua
nya dan bahkan neneknya saling memberikan pengajaran
keagamaan mereka masing-masing kepada anaknya. Dengan
munculnya problem ini, anaknya merasa bimbang dan ragu dalam
memilih agama apa yang akan dianutnya. Hingga akhirnya sang
anak memutuskan untuk menganut agama Budha.
c. Tidak dapat melaksanakan aktivitas keagamaan secara bersama-
sama.
Problem yang muncul dalam keluarga beda agama yaitu
saat pelaksanaan keagamaan baik dalam aktivitas ibadah sehari-
hari maupun pada saat hari tertentu (hari raya) masing-masing
agama tidak dapat dilaksanakan bersama-sama. Suami yang
seharusnya menjadi imam bagi anak dan istrinya tidak bisa
melaksanakan karena faktor perbedaan agama dalam keluarga ini.
“Aku dulu juga sempat merasa bingung harus bagaimana,
ikut siapa, tapi ternyata aku mendapat jalan petunjuk untuk masuk
Budha. Ya kadang aku juga merasa ingin seperti teman-teman
yang bisa ibadah bareng-bareng dengan keluarga, tapi karena di
keluarga kami berbeda keyakinan, ya memang kami menjalankan
aktivitas keagamaan masing-masing”. Ungkap Rohmatul
Awaliyah.
66
Seperti yang terjadi pada keluarga Bapak Arwoko, putrinya
mengungkapkan bahwa ia juga pernah merasa ingin seperti teman-
temannya yang bisa melaksanakan ibadah bersama dengan
keluarganya, namun karena perbedaan keyakinan ini mereka harus
melaksanakan aktivitas keagamaan mereka masing-masing.
Namun hal tersebut dapat teratasi dengan rasa penerimaan
dan keikhlasan dari masing-masing anggota keluarga yang tetap
memberikan dukungan dengan cara bersikap toleransi saling
menghargai dan menghormati terhadap sesama anggota keluarga
meskipun mereka melaksanakan aktivitas keagamaan secara
terpisah.
6. Rekomendasi Penelitian
Pentingnya pernikahan dengan yang sama agamanya menjadi salah
satu hal yang perlu kita ketahui. Pernikahan yang sah dalam Islam
yang memenuhi ketentuan rukun dan syaratnya. Pernikahan bukan
hanya karena hal penyatuan dua hati yang berbeda, namun pernikahan
juga menyatukan dua hati yang seiman. Karena dalam pernikahan
memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk membentuk sebuah keluarga
yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Iman yang kuat merupakan syarat utama dari keluarga yang
sakinah, mawaddah, dan warahmah. Karena iman merupakan modal
67
pokok yang harus dimiliki dalam hati oleh setiap pasangan suami istri.
Yang kedua adalah tanggung jawab, setiap anggota keluarga harus
memiliki rasa tanggung jawab pada keluarga yang mereka bina.
Suami, istri, bahkan anak memiliki peran dan tanggung jawab mereka
masing-masing. Sikap saling menghargai dan menghormati antar
sesama anggota keluarga, karena perbedaan dan perdebatan adalah
sebuah hal yang wajar dalam keluarga, maka dari itu kita harus
berusaha lebih bijak dalam menyikapinya.
Konflik-konflik yang terjadi dalam sebuah keluarga sudah sangat
wajar terjadi, dalam keluarga pernikahan beda agama ini juga sangat
mungkin sekali terjadi konflik antar sesama anggota keluarga, namun
dalam penelitian kali ini, konflik khusus atau perdebatan-perdebatan
mengenai agama tidak terjadi dalam keluarga ini. Dari subjek
penelitian tiga keluarga di atas, sangat luar biasa sekali, sikap rasa
toleransi, saling menghormati dan menghargai sesama anggota
keluarga sangat tinggi. Sangat jarang bagi mereka, dan bahkan tidak
pernah terjadi konflik khusus mengenai perbedaan agama dalam
keluarga mereka. Namun, tidak menutup kemungkinan pada keluarga
pernikahan beda agama yang lain dapat terjadi konflik dalam keluarga
mereka. Maka jadikan konflik atau permasalahan dalam keluarga
sebagai tali yang lebih mengeratkan kedekatan kita, saling mengalah
dan memaafkan bukan sebuah hal yang berat untuk dilakukan.
68
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan penelitian yang telah dilaksanakan,
maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pernikahan beda agama dalam tiga keluarga di Desa Kenteng ini
terjadi karena adanya interaksi sosial antar masyarakat yang majemuk,
dengan keanekaragaman suku, budaya, bahkan agama. Karena rasa
kerelaan serta atas dasar suka sama suka, maka hal ini sangat mungkin
sekali untuk terjadi pernikahan beda agama. Dengan adanya penelitian
dalam keluarga pernikahan beda agama ini, maka dapat diketahui
bahwa pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam keluarga ini
mengajarkan nilai-nilai yang terdapat dalam ajaran agama Islam
dengan cara mengarahkan serta membimbing sejak dini untuk saling
menghormati, saling menghargai, berbakti kepada orang tua, serta cara
melaksanakan ibadah dan kewajiban mereka sebagai umat beragama
dengan baik dan penuh tanggung jawab.
2. Aktivitas keagamaan yang diterapkan dalam tiga keluarga beda agama
di Desa Kenteng ini sudah cukup baik, aktivitas keagamaan yang
meliputi: sholat, mengaji, belajar di TPA bagi yang beragama Islam.
Untuk mereka yang beragama Budha aktivitas keagamaan meliputi:
ibadah pagi, ibadah rutin setiap hari sabtu, sekolah minggu di wihara
69
setempat. Mereka melaksanakan aktivitas keagamaan masing-masing
sesuai ajaran agama yang dianutnya tanpa pemaksaan dan saling
mendukung serta menghormati.
3. Problem pendidikan agama Islam dalam tiga keluarga beda agama di
Desa Kenteng ini adalah rendahnya pendidikan agama Islam dalam
keluarga, karena tidak menutup kemungkinan bahwa peran kedua
orangtua yang tidak utuh dalam pengajaran pendidikan agama kepada
anak. Keraguan anak dalam menentukan agama yang akan dianutnya,
disini terbukti pada penelitian di atas yang mana anak merasa ragu dan
bimbang antara ia menyayangi sang ayah yang sudah mengajaknya
untuk ikut ajaran agama sang ayah atau ia memilih kata hatinya sendiri
untuk memilih agama yang akan dianutnya. Yang terakhir, sangat
disayangkan dalam hal pelaksanaan aktivitas keagamaan yang tidak
dapat dilaksanakan secara bersama-sama, hal ini terbukti pada
penelitian di atas yaitu ada rasa keinginan seperti keluarga yang lain
untuk bisa melaksanakan aktivitas keagamaan secara bersama, seperti
merayakan hari raya bersama, sholat berjamaah, sahur dan puasa yang
dilakukan bersama, serta beribadah ke wihara bersama keluarga secara
utuh.
70
B. Saran
Setelah melakukan penelitian dan menganalisa hasil yang
didapatkan dari observasi dan wawancara, peneliti bermaksud memberikan
saran bagi objek penelitian. Adapun beberapa saran dari peneliti yaitu:
keluarga adalah pendidikan utama bagi anak mengenai hal apapun
termasuk pendidikan agama. Anak sangat membutuhkan pendidikan dasar
agama dari keluarga, maka dari itu didiklah anak dan keluarga sejak dini
mengenai agama Islam.
71
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Additya
Media.
Agustinova, Danu Eko. 2015. Memahami Metode Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: CALPULIS.
Ahid, Nur. 2010. Pendidikan Keluarga Dalam Perspektif Islam. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Alfianka, Ninit. 2016. Metode Penelitian Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Deepublish.
Ali, Zainudin. 2009. Hukum Perdata Islam. Jakarta: Sinar Grafika.
Alim, Muhammad. 2006. Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan
Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
ASM, H.U Saifuddin. 2005. Membangun Keluarga Sakinah, Tanya Jawab
Seputar Keluarga dan Solusinya. Tanggerang: Qultum Media.
Baihaqi, A. 2000. Mendidik Anak dalam Kandungan Menurut Ajaran Islam.
Jakarta: Darul Ulum Press.
Darajat, Zakiyah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga. Bandung: CV
Rohanna.
Djamarah. 2004. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Ghozali. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: Prenada Media Group
______.2008. Fiqh Munakahat cet-3. Jakarta: Kencana.
72
Hamzah, Nur. 2015. Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Jurnal At-Turats. Vol.
9. No. 2. (Desember) IAIN Pontianak.
Handikusuma, Hilman. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia Menurut
Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama. Bandung: Mandar Maju.
. 2003. Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan,
Hukum Adat, Hukum Agama cet ke-II. Bandung: Mandar Maju.
Hasan, M. Ali. 2003. Pedoman Hidup Berumah Tangga Dalam Islam. Jakarta:
Pernanda Media Group.
Huzaimah, Tahido Yanggo. 2005. Masail Fiqqiyah, Kajian Hukum Islam
Kontemporer. Bandung: Angkasa.
Ichtiyanto. 2003. Perkawinan Campuran dalam Negara Republik Indonesia.
Jakarta: Litbang Agama dan Diklat Keagamaan Depag RI.
Kamal, Zainal dan Musdah Mulia. 2003. Penafsiran Baru Islam Atas Pernikahan
Antar Agama. Salatiga: Percik Salatiga.
Laela, Ana F. CH; Ken Ismi Rozana; dan Shifa Khilwiyatul Muthi‟ah. 2016. Fikih
Perkawinan Beda Agama Sebagai Upaya Harmonisasi Agama: Studi
Perkawinan Beda Agama di Jember. Jurnal Ilmu Aqidah dan Studi
Keagamaan. Vol. 4. No. 1 (Agustus) hlm. 126.
Majid, Abdul dan Dian Andayani. 2004. Pendidikan Agama Islam Berbasis
Kompetensi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Majid, Nurcholis. 1997. Masyarakat Religius. Jakarta: Paramadina.
Misbah, Muhammad Taqi. 1996. Monoteisme Tauhid Sebagai Sistem Nilai dan
Akidah Islam. Jakarta: Lentera.
Moloeng, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
73
Monib, Much dan Ahmad Nur Kholis. 2008. Kado Nikah Bagi Pasangan Nikah
Beda Agama. Jakarta: Gramedia.
Moeliono, Anton M. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Muhadjir, Noeng.1987. Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Suatu Teori
Pendidikan Edisi IV, cet. 1. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Muhaimin. 2008. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: Rosdakarya.
Muhammad bin Abdullah Al-Buraikan. 1998. Pengantar Studi Aqidah Islam ,
penerjemah: Ibrahim. Jakarta: Pustaka Ilmu.
Muliawan, Jasa Unggah. 2014. Metodologi Penelitian Dengan Studi Kasus.
Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Nawawi, Hadari. 1993. Pendidikan Dalam Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Prahara, Erwin Yudi. 2016. Pengaruh Pendidikan Agama Pada Anak Dalam
Keluarga Beda Agama Di Desa Klepu Sooko Ponorogo. Jurnal Cendekia.
Vol. 14. No. 1. (Januari) STAIN Ponorogo.
Ramayulis. 2005. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Roqib, Moh. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan Pendidikan Integratif
di sekolah, keluarga, dan masyarakat. Yogyakarta.
Samrin. 2015. Pendidikan Agama Islam Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia. Jurnal Al-Ta‟dib. Vol. 8. No. 1. (Januari-Juni) IAIN Kediri.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabet.
. 2016. Metode Penelitian Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabet.
Suhadi. 2006. Kawin Lintas Agama. Yogyakarta: LKIS.
74
Suma, Muhammad Amin. 2015. Kawin Beda Agama di Indonesia telaah Syariah
dan Quran. Jakarta: Lentera Hati.
Suwarno, Wiji. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
Tihami. 2009. Fikih Munakahat. jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zuhairini, dkk. 1983. Metodik Khusus Pendidikan Agama. Surabaya: Usaha
Nasional.
Undang Undang RI tentang SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 Bab 1 pasal 1
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
76
Pedoman Wawancara
1. Bagaimana cara menanamkan pendidikan agama Islam dalam keluarga
anda ?
2. Karena terdapat perbedaan agama dalam keluarga ini, apa agama anak
anda ? apakah anda memberi kebebasan kepada anak anda untuk memilih
agama apa yang akan dianutnya ?
3. Bagaimana aktivitas keagamaan dalam keluarga anda ?
4. Apa problematika yang dihadapi dalam menanamkan pendidikan agama
Islam pada keluarga anda ?
5. Bagaimana cara menanamkan toleransi dalam keluarga anda ?
77
Hasil Wawancara
Nama : Bapak Misrianto dan Ibu Sukini
Alamat : Dusun Niten, Desa Kenteng
Waktu : Rabu, 4 Maret 2020
Hasil Wawancara:
1. Penanaman pendidikan agama Islam dalam keluarga lebih saya arahkan
untuk mengikuti bapaknya menganut agama Islam, saya arahkan anak saya
ke jalan yang baik. Semua agama pada dasarnya baik, namun saya lebih
mengarahkan anak saya ke Islam, meskipun saya tidak tahu caranya yang
benar bagaimana, yang penting selalu saya arahkan ke dalam nilai-nilai
pengajaran Islam.
2. Anak saya menganut agama Islam, sejak kecil sudah kami putuskan biar
anak saya ikut Islam saja, meskipun saya ini penganut Budha dan bahkan
pengurus wihara, saya dan bapaknya lebih mengarahkan ke Islam. Tidak
ada paksaan, anak saya juga memang lebih cenderung ke Islam daripada
ke agama saya.
3. Ya kami menjalankan aktivitas agama sendiri-sendiri, kita memang saling
menghormati setiap aktivitas agama kita, ketika anak dan suami saya
sholat, ya saya ke wihara. Aktivitas agama dalam keluarga kami berjalan
dengan baik, tidak ada larangan dan saling mendukung.
4. Problematikanya ya memang saya tidak bisa mengajari anak saya
pendidikan agama, maka dari itu saya antarkan anak saya agar mengikuti
78
pembelajaran di TPA. Dan kadang kalau sedang ada aktivitas keagamaan
di wihara, atau anak saya sedang ada aktivitas keagamaan nya, kami tidak
bisa melaksanakannya bersama-sama. Saya ya ke wihara sendiri, anak
saya juga dengan aktivitas keagamaannya sendiri.
5. Toleransi dalam keluarga kami mengalir begitu saja, kami tidak pernah
memperdebatkan agama kami masing-masing, kalau salah satu dari kita
lupa melaksanakan ibadah, kami saling mengingatkan.
79
Nama : Bapak Joko Wahyono dan Ibu Munawaroh
Alamat : Dusun Tegalsari, Desa Kenteng
Waktu : Rabu, 4 Maret 2020
Hasil Wawancara
1. Saya memberi pengajaran kepada anak saya bagaimana cara menghormati
kedua orangtua, menghormati bapaknya meskipun berbeda agama. Karena
sudah kesepakatan di awal anak-anak ikut ke agama saya agama Islam,
jadi ya saya arahkan anak saya untuk sholat, ngaji, saya latih puasa dan
saya ajarkan bagaimana menghormati orang yang lebih tua, ya saya
ajarkan tata krama, berbicara sopan, saya latih yang bisa saya ajarkan saja.
2. Kalau anak saya ikut agama Islam, bukan dengan pemaksaan, memang
sudah kesepakatan di awal pernikahan bahwa untuk agama anak-anak
nanti ikut Islam, dengan kerelaan dan keihlasan dari masing-masing kami.
3. Aktivitas keagamaan ya seperti biasanya, kalau waktu sholat ya sholat,
waktu ngaji ya ngaji, kalau anak saya kadang suka ngejar-ngejar dulu
kalau mau berangkat ke TPA. Memang kami tidak bisa melaksanakan
aktivitas agama bersama-sama.
4. Problematikanya ya anak saya memang kadang bingung, kadang seperti
mau ikut bapaknya mau ikut ibunya. Tapi karena kami memutuskan untuk
mengarahkan ke agama Islam, jadi ya saya arahkan, saya bimbing ke
agama Islam, saya masukkan ke TPA.
80
5. Kalau toleransi dalam keluarga sudah pasti kami saling mendukung, kami
tidak mempermasalahkan agama satu sama lain, ketika bapaknya ada
kegiatan di wihara, ya tidak apa-apa. Kadang kita juga membantu acara
kegiatan keagamaan kami. Ketika Idul Fitri, bapaknya juga ikut
merayakan dan maaf-maafan ke tetangga-tetangga dan keluarga.
81
Nama : Rohmatul Awaliyah (keluarga Bapak Arwoko dan Ibu Wagiyem)
Alamat : Dusun Sukorejo, Desa Kenteng
Waktu : Rabu, 4 Maret 2020
Hasil Wawancara
1. Sebenarnya tidak ada pendidikan agama Islam dalam keluargaku, kami
memang sudah masing-masing dalam urusan agama, bukan berarti kami
sudah tidak saling mempedulikan, hanya saja memang setiap manusia
mempunyai pilihannya, dan kami saling menghormati akan hal itu. Waktu
dulu aku masih kecil, aku memang diajari bapakku untuk baca iqra‟, aku
diajak ke masjid, dan hampir dimasukkan ke MI. Namun, mungkin
bapakku akhirnya tahu kalau aku tidak minat untuk hal itu. Dan aku sudah
menentukan pilihan untuk ke agama Budha.
2. Tidak ada paksaan sama sekali, memang aku sempat untuk diarahkan ke
Islam, aku juga tahu kok sebenarnya kan orangtua juga ingin anaknya ke
jalan yang baik. Dan waktu itu, memang aku memutuskan untuk ikut
agama Budha. Dan orangtua dan keluarga juga sudah ikhlas dan rela,
karena setiap agama itu baik, saling mengasihi, jadi ya dalam keluarga
kami memang mempunyai pilihan kami sendiri.
3. Ya kami menjalankan aktivitas keagamaan kami masing-masing, tidak
seperti keluarga lainnya yang bisa sholat berjamaah bersama atau pergi ke
wihara bersama hehe, tapi ya tidak apa-apa. Yang penting kami saling
82
mendukung dan tidak melarang dalam melaksanakan aktivitas keagamaan
kami masing-masing.
4. Problematikanya dulu sempat ada ya waktu aku memilih untuk masuk
agama Budha itu, memang sempat ada sedikit masalah ya karena bapakku
menginginkan aku untuk masuk agama Islam, namun seinring berjalannya
waktu kami saling mengerti dan menghormati pilihan agama kita masing-
masing. Aku dulu juga sempat merasa bingung harus bagaimana, ikut
siapa, tapi ternyata aku mendapat jalan petunjuk untuk masuk Budha. Ya
kadang juga merasa ingin seperti teman-teman yang bisa ibadah bareng-
bareng dengan keluarga, tapi karena di keluarga kami berbeda keyakinan,
ya memang kami menjalankan aktivitas keagamaan masing-masing.
5. Toleransi dalam keluarga kami ya seperti itu tadi, tidak ada larangan.
Kalau dulu waktu belum ada motor dan aku juga belum bisa naik motor,
aku juga diantar bapakku ke wihara. Ketika bapakku puasa aku juga tidak
makan sembarangan di depannya, kadang malah juga aku ikut puasa.
Kami saling menghormati dan menghargai pilihan agama kita masing-
masing.
83
Foto Hasil Wawancara
Gambar 1 Gambar 2
Wawancara dengan keluarga Bapak Wawancara dengan keluarga Ibu
Misrianto Munawaroh
Gambar 3
Kegiatan keagamaan Rohmatul Awaliyah di wihara
84
85
86
87