30
1 PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KONTEKS KEKRISTENAN MINORITAS (STUDI KASUS DI SMAN 6 MADIUN) Oleh, Dede Spekta Ardanandi NIM : 712010006 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan mencapai gelar Sarjana Sain Teologi. PROGRAM STUDI TEOLOGI FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015

Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

  • Upload
    lynhan

  • View
    245

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

1

PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM KONTEKS KEKRISTENAN

MINORITAS

(STUDI KASUS DI SMAN 6 MADIUN)

Oleh,

Dede Spekta Ardanandi

NIM : 712010006

TUGAS AKHIR

Diajukan kepada Program Studi : Teologi, Fakultas Teologi guna memenuhi sebagian dari

persyaratan mencapai gelar Sarjana Sain Teologi.

PROGRAM STUDI TEOLOGI

FAKULTAS TEOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2015

Page 2: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana
Page 3: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana
Page 4: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana
Page 5: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

ABSTRAK

Indonesia adalah negara yang sangat luas secara geografis. Terdiri dari daratan yang

terpisahkan oleh lautan. Secara demografi, Indonesia terdiri dari banyak sekali suku dan

banyak sekali kepercayaan. Terkhusus dalam hal penganut agama, kemajemukan masyarakat

Indonesia tidaklah dalam keadaan yang merata. Sehingga di daerah tertentu mungkin terjadi

kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana berimbas juga pada jumlah

naradidik di sekolah (dalam mata pelajaran agama khususnya sekolah negeri). Di daerah

tertentu mungkin mayoritas penduduknya beragama Islam, di daerah tertentu mayoritas

penduduknya beragama Kristen, di daerah tertentu mungkin justru Hindu yang menjadi

mayoritas.

Keaadaan masyarakat yang majemuk ini tidak menghalangi pemerintah mengesahkan

UU No.20 Tahun 2003 pasal 12. Dimana dalam aturan tersebut setiap naradidik diwajibkan

dididik oleh pengajar yang seagama dalam mata pelajaran agama. Hal ini baik adanya agar

tidak terjadi kesalahpahaman terhadap pengajaran doktrin di dalam mata pelajaran Agama.

Kurikulum yang terbaru 2013, coba memberikan materi yang lebih bersifat moralis

dan berbasis kemajemukan Indonesia. Kurikulum 2013 dalam implementasinya juga disertai

dengan rekomendasi model dan metode pelaksanaan KBM. Terkhusus PAK, metode, model

hingga bentuk penilaian sudah disertakan dalam buku pedoman bagi para pengajar. Namun,

semua rekomendasi yang ada mengasumsikan sebuah proses pengajaran yang sering berbeda

dengan keadaan riil dilapangan. Asumsi yang muncul seperti: kelas harus di isi siswa yang

cukup utk melaksanakan metode pengajaran yang variatif; guru harus seorang yang

profesional; guru harus menguasai iptek untuk mengajar; sekolah yang harus menyediakan

sarana dan prasarana secara lengkap dsb, nyatanya tidak dapat selalu dipenuhi karena keadan

persebaran siswa dan pembangunan yang tidak merata.

Oleh karena itu, penulis ingin mengidentifikasikan permasalahan yang muncul dalam

pelaksanaan Pendidikan Agama Kristen di sekolah, terkait keadaannya dalam konteks kaum

minoritas di suatu daerah (SMAN 6 Madiun contohnya). Diharapkan dengan penelitian ini

dapat ditemukan sebuah solusi bagi permasalahan yang mucul dan pemahaman yang jelas

betapa perlunya sebuah usaha lebih dari pengajar maupun instansi pendidikan pemerintah

jika ingin konsisten dengan uturan yang dibuat. Sehingga naradidik tidak menjadi korban dari

kegiatan belajar mengajar yang tidak sesuai dengan bagaimana penerapan yang ideal.

Kata Kunci: KBM PAK, Kekristenan Minoritas, Pelaksanaan,SMAN 6 Madiun

Page 6: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

2

1. PENDAHULUAN

Masa SMA (adolense 15/16 - 19/20) adalah masa dimana remaja mengalami banyak

perkembangan secara psikis1. Ia mulai banyak bertanya, ia mulai masa transisi, ia mulai

terbuka dan ia mulai mengambil keputusan. Dalam kondisi psikis yang semacam ini, remaja

harus diperlakukan sesuai keadaannya, bukan lagi seperti saat ia masih pada masa kanak-

kanak2. Dengan keadaan psikis yang semacam ini, pendidikan agama Kristen harus menjadi

kegiatan yang mendorong, menguatkan dan membekali naradidik. Sehingga mereka memiliki

bekal yang mumpuni dalam menghadapi problema hidup.3

Penulis setuju untuk mengkategorikan siswa SMA sebagai Remaja. Karena pada masa

inilah secara psikis mereka mengalami problematika riil kehidupan remaja. Oleh karena itu

penulis menyetujui pengelompokan siswa-siswi SMA dalam tahap middle adolesence (16-18

tahun)4. Tahap ini adalah tahap penting yang sangat strategis untuk menjadi tujuan misi

penginjilan. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika Pendidikan Agama Kristen (PAK)

kepada remaja dalam hal ini siswa-siswi SMA tidak berjalan secara maksimal, mengingat

banyak gereja yang masih kurang memperhatikan pelayanan terhadap remaja.

Penulis melihat hal ini penting untuk diteliti sehingga dapat dicari solusi-solusi terbaik

demi terpenuhinya tujuan dari adanya Pendidikan Agama Kristen di Sekolah Menengah Atas.

Jika kita melihat penerapan undang-undang sisdiknas yang ada, sering kali kita menemukan

pelaksanaan yang keliru atau bahkan tidak bisa memenuhi asumsi pelaksanaan PAK yang ada.

Contohnya, Pasal 12 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Naradidik:

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh

pendidik yang seagama”.5 Hal ini adalah aturan yang problematis. Kita semua mengetahui

Indonesia adalah negara multi-kultur,multi-etnis dan multi-religi. Apakah dengan persebaran

agama yang tidak merata di Indonesia, pelaksanaan PAK dapat berjalan dengan sebagaimana

mestinya. Oleh karena itu, melalui pertanyaan mendasar ini penulis secara sistematis

memberikan judul “PAK dalam Konteks Kekristenan sebagai Minoritas (Studi Kasus di

SMAN 06 Madiun)”.

Kurikulum yang diterbitkan Kementrian Pendidikan setidaknya memiliki tujuan yang

baik dimana ingin memberikan beberapa materi yang sama (contohnya keberagaman agama

dan kesatuan sebagai bagian dari Iman) dalam tujuan menanggulangi permasalahan Indonesia

kini. Hal ini dirasa tepat diterapkan pada siswa-siswi SMA yang mulai berfikir dalam ranah

1 Nuhamara. Daniel, PAK : Pendidikan Agama Kristen Remaja, (Bandung:Jurnal Info Media, 2010), 9-13. 2 Gunarsa. Singgih, Psikologi untuk Muda-Mudi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984), 27. 3 Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978), 12. 4 Nuhamara, Daniel, PAK Remaja, 9. 5 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional.Pasal 12 (1)

Page 7: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

3

abstrak.6 Namun sayangnya, perbandingan jumlah naradidik antar agama yang sangat jauh

menyebabkan susahnya kurikulum untuk diterapkan. Ditambah lagi permasalahan lain yang

ikut memperparah keadaan seperti ketersediaan pengajar, profesionalitas guru dan lain

sebagainya. Hal ini terjadi di banyak lokasi di Indonesia. Asumsi bahwa pengajaran harus

menggunakan metode yang variatif, pengajaran yang komunikati dengan alat-alat teknologi

yang mutakhir dan memadahi sering tidak dindahkan oleh pengajar dan sekolah. Sehingga

dalam melaksanakan kegiatan PAK muncul banyak sekali permasalahan.

Berdasarkan latar belakang diatas, penulis ingin merumuskan apa saja permasalahan yang

muncul dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun? Setelah ditemukan permasalahan, penulis

ingin menganalisis permasalahan tersebut terkait teori pelaksanaan PAK yang diatur dalam

buku pedoman pelaksanaan PAK. Kemudian apa saja akibat dari permasalahan yang muncul

dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun? Sehingga dengan analisis tersebut, penulis dapat

mengidentifikasi permasalahan yang terjadi dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun,

menjelaskan penyebab-penyebab permasalahan dalam KBM PAK di SMAN 6 Madiun serta

menganalisa akibat yang muncul dari permasalahan yang ada dalam KBM sehingga diketahui

seberapa penting solusi permasalahan tersebut dibutuhkan.

Penelitian ini juga dapat menjadi prototipe bagi observasi KBM PAK di sekolah lain

dimana permasalahan semacam ini juga terjadi. Sehingga setelah diketahui penyebab

permasalahan yang ada, diperoleh referensi solusi dalam menyelesaikannya. Bisa juga

mencari solusi lain yang lebih tepat dengan memodifikasi referensi solusi yang ditawarkan.

Hal ini dilakukan demi terwujudnya KBM PAK yang tepat guna bagi perkembangan iman

para siswa Kristen.

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif, dimana dengan metode

ini, cara pengambilan data penulis lakukan dengan jalan wawancara pada semua orang yang

terlibat dalam kegiatan PAK (Pengajar, siswa maupun pihak sekolah) dan pengumpulan data

tambahan dengan melakukan observasi setiap tatap muka KBM PAK disekolah tersebut

selama kurang lebih 2 bulan. Wawancara yang penulis lakukan akan lebih memfokuskan

pertanyaan yang berhubungan dengan KBM.

6 Gunarsa. Singgih, Psikologi , 19.

Page 8: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

4

2. LANDASAN TEORI

Proses Pendidikan di sekolah bukanlah hal yang dapat berdiri sendiri. Berbeda dengan

pengajaran di rumah tangga yang bersifat sosialisasi. Pendidikan di sekolah adalah suatu

proses edukasi yang terstruktur dan banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi

kesuksesan dalam kegiatan pendidikan di sekolah. Minimal ada 4 faktor yang berperan besar

dalam kesuksesan suatu proses belajar mengajar (pendidikan) di sekolah.7 4 faktor tersebut

antara lain : 1. Kurikulum dan sistem pendidikan yang ada; 2. Profesionalitas pengajar; 3.

Campur tangan sekolah; 4. Keadaan dan perkembangan pribadi naradidik. Oleh karena itu,

penulis akan menggunakan beberapa teori dari para ahli dalam melakukan penelitian, sesuai

dengan 4 faktor besar yang mempengaruhi kesuksesan kegiatan pendidikan tersebut.

Sistem Pendidikan Agama di Indonesia

Pasal 12 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Nardidik berhak :

mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh

pendidik yang seagama”.8 Seperti yang telah diungkapkan penulis bahwa ini adalah peratuan

yang problematis bagi kaum minoritas. Bagi kaum mayoritas atau paling tidak daerah dengan

penganut agama mayoritas (Islam di Jawa atau Kristen di Indonesia Timur), bisa

melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) secara normal dan sesuai. Namun di daerah

yang menyisakan beberapa aliran agama sebagai minoritas akan susah menjalankan peraturan

tersebut. Permasalahan akan muncul terkait ketersediaan pengajar dan implementasi

kurikulum karena jumlah murid yang sangat sedikit sehingga tidak mungkin dilakukan

kegiatan belajar-mengajar seperti yang biasa dilakukan di kelas besar (jumlah naradidik

banyak). Perlu penyesuaian lebih agar kegiatan belajar mengajar dapat sukses (dengan

indikator naradidik menikmati proses belajar dan mampu menyerap materi yang

disampaikan).

Peraturan ini harus diterapkan oleh seluruh lembaga pendidikan nasional di Indonesia.

Penyamarataan ini adalah bagian dari standarisasi sistem pendidikan di Indonesia. Padahal

standarisasi ini memiliki akibat yang berbahaya yaitu memunculkan manusia robot (The

Standarized Minds)9. Dimana akan berbahaya bagi tegaknya suatu masyarakat yang

demokrasi yang kreatif dan inovatif. Meski begitu, jika dikaji lebih dalam standarisasi akan

terasa bermanfaat jika digunakan dalam masa transisi atau untuk meningkatkan mutu

7 Ibrahim & Nana, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010), 63. 8 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Naional.Pasal 12 (1) 9 Tilaar. H.A.R, Standarisasi Pendidikan Nasional : Suatu Tinjauan Kritis,(Jakarta:Rineka Cipta,2006), 13.

Page 9: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

5

pendidikan secara berkala dan bukan sebagai syarat mutlak dalam kelulusan suatu tingkat

pendidikan (UN contohnya).10

UU No.20 pasal 12 mengarahkan kegiatan belajar mengajar mata pelajaran agama pada

suatu eksklusifitas pelajaran. Karena pada akhirnya di setiap proses belajar mengajar akan

memisahkan murid antar agama. Hal ini dapat membangun paradigma siswa bahwa mereka

berbedaa, bahkan dibedakan oleh instansi pendidikan (lebih dalam dibedakan oleh negara).

Selain itu, UU No. 20 pasal 12, juga diikuti kurikulum untuk menjadi kerangka pengajaran di

setiap pertemuan/tatap muka KBM.

Kurikulum

Harold Alberty dan John Kerr yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalah segala

pengalaman anak di sekolah di bawah bimbingan sekolah. 11 Dengan definisi demikian, maka

kurikulum yang merupakan cetak biru pendidikan benar-benar harus digunakan sekolah untuk

memberikan pengalaman untuk peserta didik, karena ia didesain secara baik untuk

dilaksanakan. Oleh karena itu dalam melakukan Kegiatan Belajar Mengajar wajib

menggunakan kurikulum. Baik menggunakan kurikulum anjuran Kementrian Pendidikan

Nasional, maupun kurikulum lain yang dibuat atas dasar adaptasi bagi keadaan

naradidik/lingkungan lokal lembaga pendidikan tersebut berada.

Kurikulum yang berlaku (yang diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan) yaitu

kurikulum 2013, sebenarnya sudah mengatur secara baik materi Pendidikan Agama, baik

Kristen, Islam, Hindu, Budha dll dalam tujuannya membawa naradidik pada penghargaan

yang lebih tinggi terhadap manusia lain dan ajaran agama lain. Materi yang banyak

membahas perbedaan dalam kesatuan, perdamaian, toleransi dan budi pekerti (moral) sangat

sesuai dengan kebutuhan Indonesia saat ini yang mulai terancam oleh arus modernisasi dan

globalisasi.12 Generasi muda indonesia kini sedang dalam ancaman pengetahuan bebas tanpa

batas perlu dididik agar memiliki karakter dan moral yang kuat. Diharapkan dengan

kurikulum yang baru, kegiatan belajar mengajar dapat berjalan lebih maksimal, terstrukur,

sistematis tanpa melupakan pentingnya pengetahuan diimbangi moral dan spiritual yang kuat.

Sebenarnya tidak hanya mata pelajaran Agama dan PKN yang perlu menitikberatkan aspek

budi pekerti, dalam kurikulum 2013, semua mata pelajaran diawajibkan untuk

mengimplementasinakan nialai-nilai spiritual dan moral keagamaan dalam proses

penyampaian materinya.

10 Tilaar, Standarisasi, 105. 11 Sumiyatiningsih. Dien, Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik : Buku Pedoman Untuk Mengajar

Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006), 55. 12 Tilaar. H.A.R, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 26.

Page 10: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

6

Dalam Kurikulum 2013, materi yang disediakan sudah secara sistimatis didesain oleh

para ahli sehingga secra bertahap dapat memberi pengalaman yang komperhensif dan lengkap

pada naradidik sesuai tingkatan pendidikan. Sehingga dalam taraf SMA, kelas X, XII dan XII

memiliki kurikulumnya masing-masing namun berkesinambungan.13

Dalam kegiatan belajar mengajar pendidikan agama Kristen, kurikulum 2013 diterbitkan

sebagai sebuah pedoman bagi pelaksanaan proses pembimbingan naradidik untuk mencapai

tujuan yang dicita-citakan naradidik, keluarga dan masyarakat. Di dalamnya semua

konsep,prinsip,nilai, metode,alat dan pengetahuan pengajar diuji dalam bentuk perbuatan,

demi mewujudkan kurikulum yang hidup dan nyata. Sehingga pengajar atau guru adalah

seorang yang memegang kendali dan tokoh utaka dalam mewujudkan seluruh aspek-aspek

kurikulum. Kurikulum hanyalah landasan, namun guru adalah perencana, pelaksana,

pengembang dan penilai yang sesungguhnya.

Profesionalitas Pengajar

Guru adalah pemeran utama dalam kegiatan belajar mengajar. Jika ia tidak

melaksanakan tugasnya dengan keahlian, kemahiran atau kecakapan untuk memenuhi standar

mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi14 (UU No. 14 tahun 2005

tentang guru dan dosen), maka imbasnya adalah kegagalan bagi kehidupan naradidiknya.

Guru yang profesional bukan hanya sekedar alat tranmisi kebuadayaan, melainkan

mentranformasikan kebudayaan ke arah budaya yang lebih baik dan dinamis.15 Guru yang

profesional akan tercermin dalam pelaksanaan pengabdian tugas-tugas yang ditandai dengan

keahlian baik dalam materi maupun metode.16

Kurikulum 2013, memperhadapkan pengajar pada suatu situasi dimana pengajar harus

menjadi seorang pengajar yang kreatif. Jika kita mempelajari pedoman pelaksanaan

Kurikulum 2013 yang disertakan, maka kita akan melihat beberapa asumsi terhadap proses

pelaksanaan PAK. Dimana guru adalah pemeran utamanya. Mulyasa mengatakan bahwa guru

adalah sumber ide, pengetahuan, nilai dan kultur muridnya. Artinya seorang guru dalam

pendidikan berkontribusi untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM), selain buku yang

berkualitas serta sarana gedung yang lengkap.17

Wajar jika dalam pelaksanaan kurikulum 2013, jam pertemuan tiap matapelajara

ditambahkan 4-6 jam per minggu. Hal ini ditujukan agar pengajar memiliki waktu untuk

13 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru: Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti,

(Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud), 4. 14 Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), 45. 15 Tilaar, H.A.R, Membenahi pendidikan Nasional,(Jakarta:Rineka Cipta, 2009), 88. 16 Kunandar, Guru, 47. 17 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan menyenangkan,

(Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007), 3.

Page 11: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

7

mengembangkan proses pembelajaran yang berorientasi siswa aktif belajar. Proses

pembelajaran siswa aktif memerlukan waktu yang lebih panjang dari proses pembelajaran

penyampaian informasi karena peserta didik perlu latihan untuk melakukan mengamati,

menanya, mengasosiasi, dan berkomunikasi. Proses pembelajaran yang dikembangkan guru

menghendaki kesabaran dalam menunggu respon peserta didik karena mereka belum terbiasa.

Selain itu bertambahnya jam belajar memungkinkan guru melakukan penilaian proses dan

hasil belajar.18

Keaktifan siswa adalah merupakan ciri khas dari pelaksanaan kegiatan pembelajaran

dari Kurikulum 2013. Dalam penjelasan tentang kekhasan kurikulum nomor 2 dan 3

dikatakan 19:

a. Konsep dasar pembelajaran mengedepankan pengalaman individu melalui observasi

(meliputi menyimak, melihat, membaca dan mendengarkan), bertanya,

asosiasi,menyimpulkan, mengkomunikasikan,menalar dan berani bereksperimen dengan

tujuan utama meningkatkan kreatifitas naradidik. Pembelajaran ini lebih dikenal dengan

pembelajaran berbasis pengamatan (observation-based learning). Selain itu proses

pembelajaran juga diarahkan untuk membiasakan anak didik beraktivitas secara

kolaboratif dan berjejaring untuk mencapai suatu kemampuan yang harus dikuasai oleh

anak didik pada aspek pengetahuan (kognitf) yang meliputi daya kritis dan kreatif,

kemampuan analisis dan evaluasi. Sikap (afektif), yaitu religiusitas, mempertimbangkan

nilai-nilai moralitas dalam melihat sebuah masalah, mengerti dan toleran terhadap

perbedaan pendapat. Keterampilan (psikomotorik) meliputi terampil berkomunikasi, ahli

dan terampil dalam bidang kerja.

b. Pendekatan pembelajaran adalah student-centered, yakni proses pembelajaran yang

berpusat pada naradidik. Guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing naradidik

dalam proses pembelajaran. Active and Cooperative Learning : dalam proses

pembelajaran naradidik harus aktif bertanya, mendalami dan mencari pengetahuan untuk

membangun pengetahuan mereka sendiri melalui pengalaman dan eksperimen pribadi

dan kelompok. Metode observasi, diskusi,presentasi, proyek sosial dan sejenisnya.

Contextual : Pembelajaran harus mengaitkan konteks dimana naradidik tinggal atau

hidup, yaitu lingkungan kelas, sekolah, keluarga dan masyarakat. Melalui pendekatan ini,

diharapkan dapat menunjang pencapaian kompetensi naradidik secara optimal.

18 Kemendiknas, Kurikulum 2013 : Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta:BaLitBang Kemendiknas,2013), 5. 19 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru: Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti,

(Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemendikbud), 6-7.

Page 12: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

8

Ini berarti kegiatan belajar mengajar harus menggunakan metode yang variatif dan

menarik naradidik untuk juga aktif mengambil bagian dalam pembelajaran. Dengan begitu

maka muncul permasalahan jika kelas terlalu kecil karena jumlah naradidik yang sedikit.

Metode pembelajaran dengan kecerdasan ganda sering kali membutuhkan naradidik dalam

jumlah cukup besar (kelas besar).

Tahap Persiapan Pengajaran

Rancangan Pelaksanaan Penngajaran (RPP) adalah tahap penerapan implementasi

kurikulum yang sangat penting. Dalam sebuah kegiatan belajar mengajar, sangat diperlukan

Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam RPP akan mencangkup 4

hal penting Kegiatan Belajar mengajar antara lain20 :

a. Merumuskan tujuan yang akan di capai.

b. Cara atau metode apa yang akan digunakan untuk menjadi indikator ketercapaian

materi yang diberikan sebagai evaluasi.

c. Materi apa yang akan disampaikan dan bagaimana menyampaikannya dan

bagaimana memotivasi nara didik.

d. Media atau alat apa saja yang digunakan untuk mendukung pelaksanaan pengajaran.

Oleh karena itu, dalam persiapan pengajaran, RPP tidak boleh dilupakan. Dengan

adanya RPP maka akan dapat dilaksanakan kegiatan belajar mengajar secara tepat, disamping

perlunya kemahiran pengajar dalam menyampaikan materi. Namun RPP sekali lagi tidak

boleh dilupakan. Karena ia merupakan rancangan bagaimana kurikulum digunakan dan

disampaikan.

Cara Penyampaian Materi Pengajaran

Usia SMA (15-18 tahun) adalah masa transisi bagi seorang manusia. Ini adalah masa

dimana ia banyak bertanya tentang segala hal, masa dimana ia suka bercerita segala sesuatu

dan masa dimana ia mengambil keputusan. Sehingga dalam memberikan pengajaran pada usia

ini tidaklah lagi sama dengan mengajar usia SD maupun SMP. Dimana kedewasaan dan

ketertaikan naradidik SMA sudah berbeda orientasinya.21

Oleh karena itu naradidik SMA yang memiliki perkembangan psikis yang lebih

kompleks, mereka cenderung gampang bosan dalam kegiatan belajar mengajar. Untuk

menanggulanginya, maka diperlukan suatu proses KBM yang menarik dan membuat

naradidik SMA ingin ikut ambil bagian dalam KBM. Metode pengajaran yang dipilih harus

sesuai dan media pembelajaran yang digunakan harus tepat dalam mendidik naradidik SMA.22

20 Ibrahim & Nana, Perencanaan , 35. 21 Nuhamara Daniel, PAK Remaja, (Bandung : Jurnal Info Media, 2010), 10. 22 Sumiyatiningsih. D, Mengajar, hal 79.

Page 13: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

9

Mengenai metode masa kini, guru tidak boleh berpijak pada satu metode tetap dalam

mengajar naradidik usia SMA. Metode pengajaran seperti ceramah, metode tugas, metode

latihan inkuiri, metode karyawisata, metode presentasi, metode diskusi, metode interaksi

kelompok dan metode audio visual dapat digunakan secara berkala dan bervariasi dengan

menyertakan materi kecerdasan ganda.23

Cara Penilaian

Dalam perangkat penjelasan Kurikulum 2013 juga telah dijelaskan bahwa dalam

penilaian, Kurikulum 2013 memusatkan pada tiga hal yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik.

Penilaian untuk mengukur kemampuan pengetahuan,sikap dan keterampilan hidup peserta

didik yang diarahkan untuk menunjang dan memperkuat pencapaian kompetensi yang

dibutuhkan anak didik di abad 21. Dengan demikian, penilaian harus dilakukan sebagai

bagian dari proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Maka sudah seharusnya

penilaian juga harus dapat dikreasi sedemikian rupa hingga menarik, menyenangkan, tidak

menegangkan, dapat membangun rasa percaya dirin dan keberanian peserta didik dalam

berpendapat serta membangun daya kritis dan kreativitas naradidik.24

Dalam petunjuk pelaksanaan KBM PAK yang disertakan dalam Buku Pegangan Guru

PAK minimal ada 7 metode penilaian yang dapat digunakan sepanjang proses pembelajaran,25

yaitu: penilaian untuk kerja, penilaian sikap, penilaian tertulis, penilaian proyek, penilaian

produk, penilaian portofolio dan penilaian diri sendiri. Dari ketujuh metode tersebut, semua

dapat digunakan secara variatif dalam pembelajaran, contoh menggunakan metode penilaian

sikap ketika kegiatan pembelajaran dalam kunjungan ke tempat ibadah agama lain dsb.

Peran Serta Naradidik

Pada Kurikulum 2013, naradidik adalah orientasi atau pusat pembelajaran. Meskipun

pengajar adalah tokoh utama yang mengarahkan kemana proses pembelajaran, namun proses

pembelajaran itu sendiri diciptakan untuk kepentingan naradidik. Oleh karena itu dengan

Kurikulum 2013 yang student-centered26, sangat diwajibkan dalam proses pembelajaran

naradidik terlibat secara aktif. Hal ini tidak dapat dilaksanakan jika naradidik tidak tertarik

dengan proses pembelajaran. Selain proses pembelajaran yang tidak menarik, hal yang

menyebabkan naradidik tidak aktif terutama dalam kegiatan PAK di sekolah adalah jumlah

naradidik yang sangat sedikit. Sangat sulit dibayangkan menggunakan metode pembelajaran

semacam presentasi jika murit hanya 2 orang atau bahkan 1 orang. Oleh karena itu pengajar

23 Sumiyatiningsih. D, Mengajar , hal 138. 24 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 7. 25 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 17-23. 26 Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru, 6.

Page 14: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

10

yang profesional wajib melakukan langkah adaptatif untuk menyelesaikan permasalahan

tuntutan ini.

Campur Tangan Sekolah

Sekolah adalah stakeholder dalam kegiatan belajar mengajar termasuk KBM PAK.

Sudah seharusnya sekolah melakukan evaluasi terhadap pengajaran yang berlangsung di

sekolah. Pada jenis dan tingkat sekolah apapun, yang menjadi tugas utama sekolah ialah

menjamin adanya program pengajaran yang baik bagi murid-murid.27 Dengan kata lain

sekolah memiliki kewajiban untuk mengontrol bagaimana kurikulum yang dibuat? apa yang

diajarkan? Bagaimana penyampaian kurikulum? Bagaimana evaluasi terhadap KBM?

prioritas dalam kurikulum pada proses atau isi? Dan lain sebagainya.28

Tidak hanya itu, sekolah juga perlu memperhatikan prasarana dan sarana pendidikan,

dalam hal SDM seperti tenaga pengajar yang berkualitas dan profesional, dalam hal

infrastruktur seperti perabot dan bangunan seperti: alat pelajaran seperti buku dan alat peraga

serta media pendidikan baik audio-visual (alat penampil).29 Serta memberikan pada pengajar

kesempatan dan dukungan bagi kegiatan siswa diluar kurikulum yang ada.

27 Daryanto. H.M, Administrasi Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta, 2010), 36. 28 Daryanto, Administrasi , 37. 29 Daryanto, Administrasi, 51-52.

Page 15: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

11

3. PELAKSANAAN KBM PAK DI SMAN 6 MADIUN

Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar Pendidikan Agama Kristen (KBM PAK) di

SMAN 6 Madiun berdasarkan penelitian penulis, menjelaskan gambaran riil tentang berbagai

hal seperti : kurikulum yang digunakan serta perangkatnya (Silabus dan RPP), peranan

sekolah, Permasalahan yang muncul dalam Proses Pengajaran dan Respon naradidik.

Persiapan Pengajaran30

Pada tahap yang paling awal dari sebuah pengajaran tentu saja menentukan kurikulum

dan materi ajar. Sesuai aturan yang digunakan di Sekolah Negeri, maka SMAN6 Madiun

menggunakan kurikulum yang dikeluarkan kementrian pendidikan Indonesia. Seperti kita

tahu, kurikulum yang sedang dipergunakan masa kini adalah kurikulum 2013. Mata pelajaran

agama mendapat penekanan dan implementasi moral kebangsaan, sehingga menjadi Mata

Pelajaran Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti.

Kurikulum yang baru ini masih dalam proses. Karena baru diimplementasikan kurang

lebih 2 tahun, maka baru kelas X dan XI yang menikmati kurikulum ini, sedangkan kelas XII

masih menggunakan kurikulum lama. Hal ini terkait juga dengan buku ajar yang tersedia.

Kemendiknas baru menyediakan buku sekolah elektronik (BSE) sebagai buku penunjang dan

acuan pengajaran untuk kelas X dan XI.

Oleh karena itu pengajar telah memperoleh informasi ini juga dan mencoba akan

mengimplementasikan kurikulum yang sedang berlaku kini dalam setiap Kegiatan Belajar

Mengajar (KBM).

Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Madiun juga telah menginstruksikan agar setiap

pengajar membuat Silabus dan RPP bagi setiap pengajarnya. Hal ini dilakukan agar standar

yang ingin dicapai pendidikan Indonesia dapat terealisasikan. Selain itu dengan adanya RPP,

dapat dilihat dan dimonitor mengenai fasilitas apa saja yang diperlukan dalam menunjang

KBM dalam setiap mata pelajaran. RPP juga sebagai alat sekolah melihat apakah proses

pengajaran bervariasi (tidak monoton) dan metode yang digunakan juga harus disesuaikan

bagi siswa yang memiliki pola pikir dan perkembangan psikis berbeda dengan tahapan

sekolah yang sebelumnya (SMP).

Pengajar PAK SMAN 6 Madiun telah membuat menyerahkan RPP bagi KBM PAK di

tiap tingkatan kelas (X,XI,XII). Setelah diperiksa, terdapat sedikit masalah dalam RPP dan

Silabus yang diserahkan. Masalah tersebut hanya ada pada metode pengajaran yang

cenderung monoton. Metode pengajaran yang paling sering dilakukan adalah ceramah dan

sangat jarang menggunakan media audio visual semacam LCD dan Laptop. Namun secara

30 Hasil wawancara dengan Pengajar PAK di SMAN 6 Madiun dan Wakasek Kurikulum. (14 November

2014)

Page 16: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

12

penerapan kurikulum tidak ditemukan permasalahan dalam RPP karena sudah sesuai dengan

himbauan dari pemerintah.

Peran Sekolah dalam Proses Pembelajaran KBM PAK31

SMAN 6 Madiun adalah Sekolah Standar Nasional. Dengan predikat sekolah

unggulan, maka secara fasilitas tidak perlu diragukan. Tersedia berbagai macam fasilitas

untuk mendukung pembelajaran, bahkan sekarang SMAN 6 Madiun dalam tahap renovasi

bangunan gedung sekolah yang dilengkapi sarana yang baik dan maju. Sehingga menurut

pengamatan saya dan hasil wawancara, tidak ada koreksi yang perlu saya berikan mengenai

sarana dan fasilitas di sekolah ini.

Bertolak belakang dengan ketersediaan pengajar PAK, SMAN 6 Madiun justru tidak

memiliki pengajar tetap PAK. Meski begitu, SMAN 6 Madiun justru memiliki pengajar

Pendidikan Agama Katolik yang mengajar setiap jam pelajaran Agama Katolik. Padahal jika

kita lihat perbandingan jumlah murid Kristen dan Katholik di sekolah ini, maka jumlah murid

beragama Kristen lebih banyak dari murid yang beragama Katholik.

Oleh karena hal ini, jika dikatakan pengangkatan guru tetap dikarenakan siswa yang

sedikit, maka hal ini perlu dipertanyakan. Namun Wakasek Kesiswaan memberikan

penjelasan kepada saya, bahwa itu adalah pembagian dan rekomendasi dari Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan Kota Madiun, sebagai pemegang data dan kekuasaan dalam memutasikan

guru. Jika dirasa beban mengajar seorang guru PNS sudah memenuhi standar tingkatan

(golongan) tertentu maka ia hanya perlu mengajar di satu sekolah saja , namun jika belum

mencukupi harus ditambahkan dengan mengajar di lokasi yang berbeda.

Sekolah melihat jumlah naradidik yang beragama Kristen tidaklah besar, maka atas

alasan tersebut sekolah menerima rekomendasi yang diberikan dinas demi memenuhi

kebutuhan pengajar. Maka dihadirkanlah pengajar SMPN 3 Madiun untuk mengajar di

SMAN 6 Madiun. Akibatnya pola pengajaran yang biasa digunakan di SMP sering dibawa

saat mengajar naradidik usia SMA. Dengan demikian proses KBM PAK berjalan tidak

sebagaimana mestinya. Hal ini mempengaruhi sekali perkembangan naradidik Kristen usia

SMA dimana mereka memerlukan bekal yang banyak demi menghadapi ancaman pergaulan

yang lebih luas dan lebih mengkhawatirkan. Ditambah lagi pengajar kurang memiliki

kompetensi untuk mengajar naradidik usia SMA. Hal ini akan diperdalam pada bagian

profesionalitas pengar PAK selanjutnya.

31 Hasil wawancara dengan Pengajar PAK di SMAN 6 Madiun dan Wakasek Kesiswaan (14 November 2014)

Page 17: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

13

Permasalahan yang Muncul dalam Proses KBM32

Seperti telah disinggung di atas bahwa metode yang digunakan oleh pengajar hampir

selalu metode ceramah. Hal ini dikarenakan keterbatasan pengajar dalam menggunakan

teknologi. Pengajar yang seorang PDP (Pendeta Pembantu) dan istri dari Pendeta Senior

sebuah gereja kharismatik di Kota Madiun, mengaku jarang sekali berkutat dengan media

elektronik komputer, internet dan sejenisnya. Oleh karena itu, pengajar sangat jarang

menggunakan media pembelajaran elektronik.

Selain itu pengajar juga tidak menggunakan metode lain seperti bercerita, ilustrasi,

bermain peran karena kesibukan dan kurangnya partisipasi siswa dalam kelas PAK yang

dilaksanakan setiap Jumat pukul 11.00-12.30 WIB. Banyak siswa yang tidak hadir tanpa

alasan maupun ijin untuk kegiatan intrakurikuler maupun ekstrakulrikuler. Sehingga dengan

kesibukan pengajar yang cukup padat, metode menyampaikan materi paling sederhana dan

mudah adalah metode ceramah.

Meskipun metode yang digunakan adalah metode paling sederhana yaitu metode

ceramah namun nyatanya tidak bisa menyampaikan kurikulum dengan baik. Hal ini dapat

dilihat ketika pengajar memulai proses KBM, sering kali materi yang disampaikan tidak

sesuai dengan kurikulum yang ada. Meskipun pengajar telah memperoleh informasi materi

dalam buku yang diberikan kemendiknas, namun pada KBM yang berlangsung, materi bisa

diganti sesuai apa yang disiapkan oleh pengajar.

Kurikulum tidak dapat diterapkan bukan hanya karena metode pengajaran yang

digunakan, namun juga karena keadaan kelas. Dengan jumlah siswa yang berjumlah 34 orang

(X:13, XI:16, XII:5). Kelas PAK digabung menjadi satu. Ketika kelas digabung, maka

jumlahnya cukup besar, namun tetap saja tidak bisa diajar dengan materi sesuai yang

diberikan Kemendiknas (mengingat Kurikulum Kemendiknas berbeda untuk tiap tingkat

kelas).33

Dalam kegiatan KBM PAK di SMA 6 Madiun, banyak siswa yang tidak hadir, baik

karena kegiatan sekolah maupun bolos. Hal ini bisa ditangkap sebagai respon negatif

naradidik terhadap KBM PAK.

Sebagai seorang pengajar, penguasaan materi, penguasaan teknologi dan perkembangan

iptek dasar serta kemampuan mengajar dengan kreatif dan menarik adalah suatu kewajiban.

Terutama dalam kelas yang tidak besar dan materi mengenai moral dan iman seperti

Pendidikan Agama Kristen.

32 Hasil Pengamatan Langsung dalam kegiatan belajar mengajar di SMAN 6 Madiun selama 2 bulan dan

Wawancara dengan Pengajar PAK (14 November 2014) 33 Hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan (14 November 2014)

Page 18: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

14

Pada KBM PAK di SMAN 6 Madiun, pengajar sering bercerita dan memberi ilustrasi

panjang lebar dan menyimpang dari materi yang diajarkan. Selain itu pengajar sering

menyisipkan hal-hal yang di luar materi pengajaran ketika telah kehabisan kata-kata maupun

ketika memberikan contoh dan soal-soal latihan.

Pengajar yang telah berusia 49 tahun, tidak memahami dasar-dasar Ilmu Teknologi,

terutama komputer untuk mengajar. Banyak penyuluhan, sosialisasi dan kursus singkat yang

dinas pendidikan laksanakan dan banyak guru-guru TIK yang bisa membantu mempelajari

dasar-dasar ilmu komputer untuk mengajar. Minimal bisa menggunakan Microsoft word dan

power point untuk memvariasi metode dan proses KBM.

Ketika tidak menguasai komputer dan teknologi kekinian, maka metode mengajar yang

monoton tidak menarik bagi siswa. Sayangnya hal itu tidak ditanggulangi dengan kreatifitas

pengajar dalam menyampaikan materi. Pengajar tetap dengan cara konvensional dalam

mengajar, di kelas dan metode ceramah. Padahal kreatifitas metode pengajaran seperti

contohnya, belajar di ruang terbuka sangat diperlukan dan disukai oleh siswa. Dan hal kreatif

semacam itu tidak pernah dilakukan oleh pengajar.

Dalam proses penilaian/pengambilan nilai, karena metode mengajar yang monoton dan

konvensional. Maka perolehan nilai juga masih dilaksanakan secara konvensional. Nilai

hanya didapat dari presensi kehadiran pada hari jumat pukul 12.00-14.00, nilai tugas dari

Lembar Kerja Siswa dan Tes Tengahan Semester dan Tes Akhir Semester. Tidak ada

penilaian yang mendasarkan pada 7 metode penilaian siswa aktif yang dicantumkan pada

buku BSE dari Kemendiknas.

Pengajar juga melakukan 6 kesalahan dari 25 keslahan fatal yang disebutkan oleh Arif

Rahman34 sebagai efek ketidakprofesionalan pengajar. Kesalahan tersebut antara lain:

a. Mengajar secara monoton (telah dijelaskan di atas);

b. Sering bolos (menurut data, dalam 8 pertemuan terakhir, pengajar telah 3 kali tidak

hadir dengan 2x alasan kesibukan di sekolah lain dan 1x alasan acara lain);

c. Tidak disiplin (pengajar tercatat 4x terlambat masuk kelas sebagian besar dengan alasan

jemputan yang terlambat. Pengajar ternyata tidak dapat membawa kendaraan sendiri);

d. Komunikasi tidak efektif (antara pengajar dan naradidik sering terjadi komunikasi satu

arah karena minat komunikasi dalam KBM tidak dikembangkan oleh pengajar. Metode

yang digunakan juga hanya ceramah. Menurut data hanya ada rata-rat 1 penanya dalam

setiap KBM)

34 Arif.Rahman M, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam Kegiatan Belajar-

Mengajar, (Jogjakarta:DIVA Press, 2011), hal 5-6

Page 19: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

15

e. Tidak bisa menggunakan teknologi (karena usia dan keterbatasan ilmu, pengajar tidak

pernah mengajar mengunakan sarana audio visual seperti komputer maupun VCD)

f. Tidak mengikuti perkembangan zaman (kasus yang digunakan sebagai ilustrasi sering

merupakan pengalaman pribadi dan bukan kasus riil dalam masyarakat yang sedang

menjadi trending topic dan sering disisipkan hal-hal di luar pembahasan sehingga

terkesan kurang menguasai materi. Meskipun dapat dipastikan sebagai seorang sarjana

teologi dan pendeta pembantu, pasti ia menguasai materi)

Respon Naradidik terhadap KBM PAK35

Naradidik melihat bahwa pengajar adalah pribadi yang kurang komunikatif, kreatif dan

kurang bersahabat. Setelah berjalannya KBM yang monoton, maka naradidik makin tidak

puas dengan KBM PAK. Para siswa akhirnya memilih untuk bolos dan membuat alasan palsu

untuk menghindari kelas PAK.

Namun beberapa siswa masih memperhatikan dan merespon KBM PAK dengan

antusias. Naradidik merasa bahwa yang penting bukanlah pengajarnya namun pelajarannya.

Den meskipun materi yang disampaikan tidak menari atau tidak komunikatif, naradidik dapat

mencari sumber pembelajaran dengan tema yang sama pada keluarga, teman, buku maupun

gereja.

KBM PAK Masih direspon baik oleh sebagian besar naradidik. Namun metode

pengajaran yang tidak kreatif sesuai tuntutan jaman dan naradidik masa kini membuat materi

tidak dipahami secara maksimal. Naradidik memang mengerti apa yang diajarkan ketika

dikelas. Namun karena tidak memahami dan mencoba menghidupi apa yang diajarkan, maka

naradidik sudah lupa tentang apa yang telah diajarkan.

Dengan keadaan KBM semacam ini imbas jangka jauhnya adalah apa yang menjadi

tujuan inti kurikulum 2013 tidak bisa tercapai. Karena tahap-tahap yang sudah direncanakan

melalui kurikulum yang ada tidak tersampaikan dan tidak dipahami naradidik. Dengan

digabungnya kelas maka kurikulum yang digunakan tidak bisa spesifik untuk kelas tertentu.

Semua tingkatan akhirnya mempelajari hal yang sama dan ini tidaklah sesuai dengan

bagaimana proses KBM bagi naradidik seharusnya.

35 Hasil pertemuan dan diskusi (Open Question) dengan naradidik. (14 November 2014)

Page 20: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

16

4. TINJAUAN TERHADAP PELAKSANAAN PAK DI SMAN 06 MADIUN DAN

IMBASNYA BAGI NARADIDIK

Seperti telah diungkapkan di atas, bahwa proses pendidikan di sekolah adalah suatu

proses yang terjadi dalam suatu keterikatan integral antara sistem pendidikan/peraturan

perundangan yang berlaku, sekolah sebagai instansi pendidikan, pengajar dan naradidik.

Keterkaitan antara empat elemen tersebut membangun pemahaman bahwa tidak mungkin

melakukan suatu penanganan terhadap permasalahan yang muncul jika hanya melakukan

koreksi pada salah satu bagian saja. Oleh karena itu dalam bagian ini, tinjauan akan dilakukan

pada ketiga bagian penting yang terkait langsung pada kegiatan belajar mengajar Pendidikan

Agama Kristen.

Pertama, yang harus kita lihat adalah peraturan perundangan yang ada dan berlaku di

Indonesia. Menurut Pasal 12 Ayat (1) UU No 20 Tahun 2003 mengatur bahwa : “Naradidik

berhak : mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan

oleh pendidik yang seagama”.36 Hal ini sebenarnya bertujuan baik yaitu membawa pendidikan

agama dalam proses KBM lebih mendalam, karena diajarkan oleh pengajar yang memahami

seluk-beluk agama tertentu.

Namun kita benar-benar menyadari, Indonesia adalah negara multi religi yang luas.

Persebaran agama di Indonesia sangatlah tidak merata. Menurut data BPS tahun 2010,

persebaran penduduk di Indonesia sangatlah tidak merata.37 Agama Islam menjadi mayoritas

di daerah Jawa, sebagian besar Sumatra, Sulawesi Selatan dan sebagian Kalimantan. Agama

Kristen menjadi mayoritas di daerah Papua, Sumatra Utara, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi

Utara dan Maluku. Begitu juga agama lain seperti Hindu yang hanya menjadi mayoritas di

daerah Bali. Persebaran yang tidak merata ini juga berimbas pada persebaran agama naradidik

di sekolah.

Dengan tidak meratanya persebaran jumlah penduduk, maka jumlah peserta

pendidikan agama menjadi berbeda-beda antar daerah. Berdasarkan hasil sensus penduduk

yang dilaksanakan oleh Biro Pusat Statistik Indonesia, penganut muslim di Kota Madiun

sejumlah 90,16% atau 154 134 jiwa. Sedangkan penganut agama Kristen di kota Madiun

adalah 5,88% atau 10.047 jiwa. Dengan perbedaan yang cukup jauh ini maka dapat di

maklumi jika jumlah naradidik beragama Kristen di sekolah sangatlah sedikit.

36 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Pasal 12 (1) 37 Badan Pusat Statistik Indonesia, Sensus Penduduk Nasional Tahun 2010,

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel: diakses pada tanggal 29 November2014 pukul 18:34

Page 21: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

17

Pada tahun ajaran 2014/2015, jumlah naradidik beragama Kristen hanya 34 siswa dari

total 549 siswa, ini hanya 6,2% dari seluruh naradidik yang ada.38 Dari total 34 siswa tersebut,

masih dibadi lagi dalam 3 tingkat kelas yaitu kelas X:13 siswa; kelas XI:16 siswa dan XII:5

siswa. Belum lagi jika harus dibagi per kelas (contoh kelas X:13 siswa dengan rincian XA:2

siswa, XB:6 siswa, XC:1 siswa, XD:1 siswa, XE:2 siswa dan XF:1 siswa). Dengan keadaan

semacam ini, maka pemisahan kelas yang ada menuntut pengajar melakukan adaptasi dalam

memberikan materi. Karena jika materi disampaikan seperti dalam kelas besar (±30 siswa)

bagaimana dengan kelas yang hanya 1 siswa, akan sangat terbatas metode pengajaran yang

bisa diterapkan. Dan terbatasnya metode pengajaran, maka KBM tidak dapat

mengembangkan minat, kretifitas dan kecerdasan siswa.

Pengajar telah mencoba mencari alternatif agar KBM dapat tetap berjalan lancar.

Namun dikarenakan pengajar bukanlah pengajar tetap di SMAN 6 Madiun (melainkan

pengajar tetap di SMPN3 Madiun), maka pengajar tidak bisa selalu hadir di setiap jam

pelajaran agama di sekolah ini. Praktisnya, maka pengajar menggabungkan seluruh kelas

(X,XI,XII) dalam satu pertemuan KBM per minggu, yaitu pada hari Jumat pukul 12.00-14.00.

hal ini penulis rasa sangat tidak tepat karena materi apa yang akan disampaikan jika proses

KBM untuk 3 tingkat kelas dijadikan satu. Ini juga merupakan langkah alternatif yang keliru,

karena menurut penulis, pengaturan semacam ini tidak memperhatikan konsep kurikulum

yang berkesinambungan antar tingkat.

Pengajar menggunakan buku pegangan yang dikeluarkan Kemendiknas yaitu,

“Pendidikan Agama Kristen dan Budi Pekerti”, dimana buku ini telah menggunakan

kurikulum 2013. Namun dengan pertemuan yang sangat singkat harus menyampaikan 3

materi berbeda pada tiap tingkatan kelas adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini

cenderung tidak efektif dan efisien. Sebanyak 3 x pertemuan siswa dibagi per kelas untuk

mempelajari Kompetensi Dasarnya masing-masing. Harusnya tiap kompetensi dasar diajarkan

pada tiap tingkatan sesuai dengan jam pelajaran yang telah diatur dalam penjelasan kurikulum

2013 (Pendidikan Agama 2-3jam pelajaran/minggu tiap tingkatan kelasnya).

Pada akhirnya, pengajar lebih sering hanya menyampaikan 1 materi untuk seluruh

naradidik ditambah tugas yang diambil dari buku pegangan siswa. Memang dalam buku

pegangan siswa, materi akan sesuai dengan tingkatan kelas mereka, karena buku di desain

sesuai dengan materi tiap kelas naradidik. Sedangkan materi yang disampaikan tidaklah sama

dengan yang ada di buku pegangan siswa. Contoh, materi tanggal 3 Oktober 2014 yang

disampaikan pengajar adalah tentang “menghayati nilai Kristiani dalam menghadapi gaya

hidup modern” (menurut kurikulum 2013, materi ini adalah materi siswa kelas XI). Sehingga

38 Hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan SMAN6 Madiun (14 November 2014)

Page 22: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

18

ketika di rumah siswa kelas X tetap harus belajar sendiri tentang materinya saat itu

“menghayati diri sebagai pribadi yang dewasa”.39

Dalam menyampaikan materi, selama 6 kali KBM dilaksanakan, metode yang

digunakan adalah metode ceramah dan diskusi tiap kelas. Tanpa menggunakan varisasi

pengajaran seperti penggunaan teknologi masa kini. Dengan metode pengajaran semacam ini,

KBM menjadi membosankan. Penulis melihat bahwa seharusnya pada proses pembelajaran

naradidik SMA, harus dilaksanakan sebuah pembelajaran yang menarik dan variatif, bukan

hanya menggunakan 1 atau 2 metode saja. Daniel N mengatakan bahwa orientasi naradidik

SMA sudah berbeda dengan tahap sebelumnya.40

Perkembangan kognitif anak usia remaja ini menyebabkan naradidik menjadi

gampang bosan jika materi yang disampaikan tidak variatif (sudah sering mereka dengar) dan

disampaiakan secara tidak menarik atau monoton.41 Penulis sangat menyetujui jika pengajar

yang profesional harus mampu menyampaikan materi dengan metode dan alat-alat pendukung

yang mutakhir. Namun dalam hal ini pengajar PAK di SMAN6 Madiun dinilai kurang

memadahi dalam penguasaan teknologi dan metode pengajaran kreatif.

Pengajar PAK tidak hanya mengajar teori atau mengajarkan suatu ilmu pasti

(Matematika,IPA dsb). Ia mengajarkan tentang teori, iman dan karakter. Untuk iman dan

karakter tidaklah dipelajari di halaman buku sekolah, melainkan dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu sebagai pengajar PAK, guru harus memiliki Kualifikasi pemimpin remaja42,

namun dari 3 kualifikasi yang diungkapkan di atas, yaitu : Harus mampu mengidentifikasikan

kebutuhan, masalah dan perasaan remaja, harus menyukai remaja, harus dapat dan bersedia

memberikan waktu yang cukup bagi remaja. Pengajar di SMAN 6 Madiun kurang dalam

menunjukan kesukaannya terhadap remaja, sehingga komunikasi antara naradidik dan

pengajara tidak berlangsung secara komunikatif dan intensif. Hal ini terlihat dari yang

diungkapkan para naradidik bahwa komunikasi hanya berlangsung saat KBM. Apalagi

kesibukan pengajar yang harus mengajar di dua sekolah, maka waktu yang diberikan pada

naradidik di SMAN 6 Madiun sangat kurang. Penulis melihat, tanpa adanya waktu dan

komunikasi yang baik, pengajar sudah bisa dipastikan tidak memahami permasalahan apa

yang dimiliki naradidik. Jika komunikasi hanya sebatas dikelas untuk mencari nilai, maka

pembelajaran PAK tidak bisa dikatakan berhasil dikomunikasikan.

Melihat kesalahan-kesalahan teknis tersebut, naradidik yang moralnya telah

berkembang, akan membentuk suatu pandangan bahwa pengajar kurang bisa dihormati

39 Kementrian Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013,(Jakarta: Balitbang Kemendiknas ,2013), 16-19. 40 Nuhamara Daniel, PAK Remaja, 10. 41 Upton. Peney, Psikologi Perkembangan-Versi Terjemahan,(Jakarta:Erlangga, 2012), 160. 42 Nuhamara. Daniel, PAK Remaja, 18.

Page 23: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

19

sebagai pemimpin/contoh yang memadahi baik dari segi metode dan teknis mengajar maupun

karakter. Kenyataan tersebut menunjukan pengajar telah melakukan kegiatan belajar mengajar

bukan kearah yang maju melainkan sebaliknya. Hal ini menurut Tilaar mencerminkan kondisi

pengajar yang kurang profesional,43 padahal pengajar telah menempuh pendidikan profesi dan

keterampilan khusus sebagaimana seharusnya dimiliki seorang pengajar.44

Terkait sistem penilaian, penulis setuju dengan sistem penilaian menyeluruh yang di

sertakan dalam petunjuk pelaksanaan kurikulum. Namun didaerah tertentu yang siswanya

sangat sedikit, penilaian yang variatif agakanya memang sulit dilaksanakan. Karena itu perlu

variasi juga dalam metode pengajaran dan pengaturan kelas mata pelajaran pendidikan agama

Kristen. SMAN 6 Madiun masih menggunakan metode konvensional dalam pengambilan

nilai. Hanya dari tugas-tugas mengerjakan LKS dan Tes berkala (Test Harian, Test Tengah

Semester dan Test Semester). Hal ini sudah tidak sesuai dengan anjuran dari petunjuk

pelaksanaan kurikulum 2013.

Sekolah merupakan bagian integral kegiatan belajar mengajar. Sekolah telah

menghimbau pengajar untuk membuat perangkat pengajaran seperti silabus dan RPP dengan

dasar EEK45. Meskipun sudah dilaksanakan oleh pengajar PAK dan sudah diserahkan kepada

pihak sekolah,46 namun ternyata sekolah tidak pernah mengevaluasi KBM secara langsung.

Padahal yang menjadi tugas utama sekolah ialah menjamin adanya program pengajaran yang

baik bagi murid-murid.47 Dengan tidak pernah melakukan evaluasi, sekolah telah

mengacuhkan tugas pengawasan yang dimilikinya.48

Penulis melihat bahwa sekolah adalah stakeholder, pemegang kekuasaan atau

pemangku kepentingan. Sehingga sudah menjadi kewajibanya mengevaluasi kinerja

pengajarnya dan melihat secara nyata di lapangan. Sehingga dengan evaluasi dan pengawasan

yang baik, sekolah terus dapat memantau dan menjaga kualitas pendidikan. Jika kualitas

pendidikan tidak dijaga, maka akan sangat besar resikonya bagi para naradidik terutama pada

masa yang akan datang.

Berkenaan dengan tugas sekolah dalam menyediakan sarana-prasarana pendidikan

seperti bangunan dan perabot seperti: alat pelajaran seperti buku dan alat peraga serta media

pendidikan baik audio-visual (alat penampil).49 Sekolah telah menyediakannya dan dapat

43 Tilaar. H.A.R, Paradigma, 26. 44 Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009), 45. 45 Slameto, Implementasi Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran Guna Meningkatkan

Kompetensi Pedagogik Guru, (Salatiga : Tisara Grafika, 2013), 7. 46 Hasil Wawancara dengan Wakasek Kurikulum dan Pengajar PAK. 47 Daryanto. H.M, Administrasi, 36. 48 Hasil Wawancara dengan Wakasek Kurikulum (14 November 2014) 49 Daryanto, Administrasi, 51-52.

Page 24: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

20

digunakan oleh pengajar sewaktu-waktu sesuai aturan yang berlaku. Tidak hanya itu sekolah

juga menyediakan dana untuk kegiatan pembelajaran di luar kelas ataupun kegiatan seperti

perayaan hari raya dsb.50

Akibat dari kurang profesionalnya pengajar dan kelalaian sekolah dalam mengevaluasi

dan mengawasi proses KBM pada naradidik adalah tidak maksimalnya penerimaan naradidik

terhadap materi. Hal ini terbukti dari hasil wawancara bahwa hanya sebagian kecil yang

mengingat materi yang diajarkan pertemuan sebelumnya (1 atau 2 minggu sebelumnya).

Materi yang tidak tersampaikan secara maksimal ini berimbas pada tujuan kurikulum yang

telah disediakan oleh Kemendiknas yaitu membangun landasan bagi berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang: a. beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa, berakhlak mulia, dan berkepribadian luhur; b. berilmu, cakap, kritis, kreatif, dan inovatif;

c. sehat, mandiri, dan percaya diri; dan d. toleran, peka sosial, demokratis, dan bertanggung

jawab.51 Jika materi yang disampaikan kepada naradidik tidak tepat guna sesuai tujuan maka

tidak mungkin tujan akan dapat tercapai. Sama seperti membangun puzzle, jika tidak sesuai

urutan dan letaknya maka puzzle tidak akan pernah membentuk suatu pola atau hasil.

Sebagai naradidik yang sudah berkembang secara kognitif, jika proses belajar

mengajar berjalan tidak sesuai dengan perkembangan naradidik, maka akan muncul respon-

respon yang frontal terhadapnya.52 Contoh sederhananya adalah kebiasaan bolos naradidik

yang sebagian besar dikarenakan malasnya mengikuti KBM PAK yang monoton dan tidak

menarik. Tidak menarik bukan hanya dari segi penyampaian dan metode pengajaran

melainkan juga perihal materi. Materi sering tidak sesuai buku dan sudah pernah diterima

baik di sekolah minggu maupun kotbah minggu. Penulis melihat, jika hal yang sudah biasa

naradidik dengar di tempat lain disampaikan kembali dikelas tanpa pendalaman dan

penyampaian yang berbeda, maka sudah pasti respon penolakan muncul dari naradidik.

Oleh karena itu, naradidik ingin agar proses belajar-mengajar di desain sedemikian

rupa sehingga menarik dan membuat naradidik ingin ambil bagian dalam pembelajaran,

dengan begitu KBM dapat berjalan menarik, kreatif, variatif, komunikatif dan mampu

mengembangkan 12 kecerdasan naradidik.53 Materi yang disampaikan juga dapat dipahami

secara mendalam dan mampu membangun karakter sesuai tujuan pendidikan Indonesia.

Menurut naradidik, sekolah adalah pihak yang mampu membawa perubahan mengingat peran

sekolah sebagai instansi pendidikan.

50 Hasil Wawancara dengan Wakasek Kesiswaan (14 November 2014) 51 Kementrian Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013,(Jakarta: Balitbang Kemendiknas ,2013), 1. 52 Upton. Peney, Psikologi Perkembangan-Versi Terjemahan,(Jakarta:Erlangga, 2012), 160. 53 Sumiyatinyngsih. D, Mengajar, 126.

Page 25: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

21

5. REKOMENDASI DAN KESIMPULAN PENULIS

Berdasarkan hasil analisa diatas, penulis ingin merekomendasikan beberapa solusi

yang mungkin dapat digunakan oleh sekolah dan pengajar dalam mengatasi permasalahan

yang muncul.

Rekomendasi terhadap Sekolah

Penulis merasa hanya perlu adanya revitalisasi tugas pengawasan oleh sekolah. Sangat

perlunya evaluasi ini bukan hanya pada satu mata pelajaran namun dirasa pada semua mata

pelajaran. Sehingga kualitas guru terus dikembangkan. Seperti telah penulis ungkapkan,

sekolah adalah pemangku kepentingan, instansi pendidikan yang diberikan oleh pemerintah.

Maka akan sangat disayangkan jika sekolah lalai akan hal ini.

Pengawasan mungkin tidak lagsung dilakukan sekolah namun menggunakan jasa dari

independen. Atau bekerjasama dengan universitas tertentu untuk mengevaluasi proses

pembelajaran setiap tahun. Sehingga sekolah selalu memiliki data progres yang bisa

digunakan untuk mengatur strategi pendidikan kedepan, demi berkembangnya naradidik

sesuai tujuan pendidikan.

Sekolah tidak memerlukan guru seorang PNS sebenarnya untuk memberikan

pembelajaran PAK yang bermutu. Melainkan seorang dengan tingkat pendidikan memadahi

dan kemampuan mengajar secara kreatif, menarik dan variatif serta karakter/ kepribadian

yang baik sudahlah cukup. Sehingga sebenarnya sekolah bisa bekerjasama dengan gereja

dalam menyediakan pengajar yang berkompetensi di bidang itu, dan menggajinya dengan

sistem honorer. Jika gereja memang memiliki konsen terhadap pembinaan remaja usia muda,

pasti gereja akan membantu.

Rekomendasi terhadap Pengajar

Pengajar adalah tokoh penting. Hal-hal teknik seperti penguasaan metode, pembawaan

karakter dan penguasaan model pembelajaran berbasis teknologi menjadi suatu keharusan

bagi pengajar. Apalagi jika menghadapi naradidik SMA, maka tingkat penguasaan metode

kreatif juga sangat perlu ditingkatkan. Untuk mengatasi permasalahan ini dapat dilaksanakan

suatu kursus pemahaman teknologi bagi pengajaran secara singkat bagi para pengajar dan

penyuluhan mengenai penerapan pembelajaran kreatif sesuai kurikulum yang berlaku (2013).

Bisa dengan mendatangkan guru-guru yang berkompetensi dan memberikan workshop bagi

para pengajar SMA. Namun hal ini wajib diikuti dengan pengawasan dan evaluasi berkala

dari sekolah.

Page 26: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

22

Rekomendasi bagi Pemerintah

Rekomendasi yang dapat penulis berikan bagi pemerintah khususnya Departemen

Pendidikan Nasional (DepDikNas), terkait proses pembelajaran Agama di sekolah adalah

perlunya disertakan Petunjuk Teknis yang nyata. Selama ini yang disertakan dalam

kelengkapan buku pedoman pengajaran adalah sebuah teori pelaksanaan. Namun jika

diperhadapkan dengan keadaan nyata di suatu kelas, maka menjadi susah untuk diterapkan.

Oleh karena itu petunjuk teknis perlu diadakan sehingga pengajar dapat mengetahui atau

minimal dapat terbantu dengan rekomendasi pemerintah dalam menerapkan teori pengajaran.

Jika proses pengajaran diperhadapkan dengan keadaan semacam kurangnya murid

atau kurangnya pengajar, maka pemerintah sudah menyediakan petunjuk teknis untuk

menghadapi permasalahn tersebut. Selain hal tersebut, petunjuk teknis pelaksanaan juga

menyediakan proses atau langkah-langkah kegiatan KBM yang variatif seperti dalam yang

terkait dengan pluralitas agama di Indonesia, maka perlu diadakan sebuah kegiatan di luar

kelas dan bertemu langsung dengan penganut agama lain secara nyata dan menanyakan

pemahaman iman dengan tujuan saling memahami dan menghormati.

Dengan kegiatan belajar mengajar yang menarik dan variatif yang sudah diatur dalam

petunjuk teknis, maka pengajar hanya perlu mengatur kegiatan dan melaksanakan

penyampaian materi. Hadirnya petunjuk teknis pelaksanaan akan membuat pengajar dapat

meminimalisir permasalahan yang akan muncul serta memaksa pengajar yang kurang

profesional menjadi termotivasi untuk berkembang karena sudah diwajibkan dalam petunjuk

teknis.

Pemerintah juga perlu memperhatikan hal sederhana seperti beban mengajar guru

PAK. Jika beban mengajar guru PAK di standarkan pada jumlah tertentu, seandainya dalam

satu instansi pendidikan sang pengajar tidak dapat memenuhi beban mengajar tersebut, maka

pengajar harus siap diberi tugas tambahan oleh pemerintah untuk mengajar di sekolah lain.

Hal ini tidak tepat guna dan kurang efektif, karena fokus pengajar akan terbagi-bagi pada

naradidik yang berbeda. Efektifnya satu orang pengajar untuk satu instansi pendidikan, bukan

dua bahkan lebih, apalagi jika naradidiknya berbeda tingkatan (SMP dan SMA).

Seandainya pemerintah ingin konsisten dengan aturan UU No.20 Pasal 12. Maka

beban mengajar harusnya menjadi nomor dua terkhusus untuk pengajar Pendidikan Agama di

daerah minoritas. Untuk menjaga konsistensi pemerintah, maka harus tetap disediakan satu

orang pengajar di setiap sekolah, meskipun jumlah naradidik penganut agama tersebut sangat

sedikit. Dengan demikian pengajar akan benar-benar fokus dan berusaha profesional bagi

kegiatan pengajaran dan ikut mengembangankan naradidik dalam moral, iman dan karaker

secara maksimal.

Page 27: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

23

Alternatif bentuk kelas

i. Kelas Mentoring

Bagi sekolah dengan jumlah nardidik Kristen yang sangat sedikit, metode mentoring

atau pengembangan secara personal sangat tepat. Sehingga dalam penyampaian materi,

pengajar dapat menyampaikannya dengan maksimal. Tentu saja tetap harus

memperhatikan variasi dalam pengajaran. Seprti mentoring k tempat ibadah agama lain.

Meskipun modelnya mentoring, namun divariasi dengan berbagai macam kecerdasan

manusia (ruang,dll).

ii. Kelas Grup

Bagi sekolah dengan jumlah naradidik cukup memadahi membentuk kelas tiap

tingkatanya (>10 siswa/i), maka dapat dikelompokan. Dengan demikian pengajar tidak

perlu datang setiap hari. Cukup datang 3x seminggu karena kelas X dijadikan satu

kelompok, kelas XI dijadikan satu kelompok dst.dengan demikian kelas dapat tetap

diberikan materi yang sesuai dan dapat diterapkan metode pengajaran yang variatif juga.

Rekomendasi bagi Perubahan Menyeluruh

Hal ini hanya rekomendasi makro yang hanya bisa dilakukan oleh pemerintah. Yaitu

mengubah proses pembelajaran agama yang “spesifik” menjadi pelajaran religiositas. Dalam

pembelajaran religiositas semua agama akan belajar dalam satu kelas. Kelas akan menjadi

ruang diskursus dari materi-materi yang lebih bersifat etis,moralis dan sosialis. Sedangkan hal

dogma diserahkan penuh kepada gereja. Sehingga gereja harus juga aktif dalam proses

pengajaran bagi kaum mudanya. Hal ini telah diterapkan di sekolah katholik dan efeknya

setiap siswa tidak pernah lagi membawa isu agamawi ke ranah permusuhan dan pertengkaran.

Penulis rasa itu adalah hal yang baik. Sekaligus agar gereja mulai bergerak aktif bagi para

generasi mudanya.

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari jurnal ini adalah bahwa Pasal.12 UU No.20 tahun

2003 telah gagal memperhatikan hal yang sangat penting yaitu kemajemukan agama di

Indonesia. Agama di Indonesia tersebar dari ujung barat hingga ujung timur Indonesia. Dan

nyatanya persebaran agama tersebut tidak merata. Sehingga di daerah-daerah yang agama

Kristen menjadi minoritas (jawa contohnya) terjadilah berbagai permasalahan.

Karena jumlah siswa yang sedikit akhirnya sekolah dan dinas selaku pihak yang

mengatur mutasi pengajar dan menempatkan pengajar secara kurang hati-hati dan tanpa

melihat kapabilitas pengajar agar pasal 12 UU No. 20 dapat terpenuhi. Padahal pengajar PAK

bagi kelas usia remaja SMA memerlukan keterampilan khusus yang berbeda dengan mengajar

tingkat kelas sebelumnya.

Page 28: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

24

Mungkin beberapa daerah bisa juga tidak ada masalah dengan penyediaan gurunya,

namun jika muridnya yang terbatas, maka akan muncul banyak sekali masalah. Seperti

bagaimana pengaturan kelas mata pelajaran agama Kristen? bagaimana mengajar siswa yang

sangat sedikit jumlahnya? Bagaimana harus memberikan penilaian pada siswa yang sedikit

sedangkan kurikulum menganjurkan penilaian yang menyeluruh

(afektif,psikomotorik,kognitif)?

Oleh karena itu, perlu beberapa penyesuaian dalam teknis pelaksanaan pembelajaran.

Dan itu semua ada di tangan sekolah sebagai instansi dan guru/pengajar selaku ujung tombak

pendidikan. Kurikulum apapun yang digunakan sebenarnya baik dan tepat karena telah diolah

oleh para ahli demi suatu tujuan yang diperlukan negara Indonesia. Sehingga kurikulum

tersebut seharusnya tidak terlalu dipermasalahkan.

Pengajar sebagai ujung tombak pendidikanlah yang perlu untuk membekali diri

sehingga memiliki kapasitas dalam menganalisa keadaan lapangan dan mencari solusi terbaik.

Sehingga dalam proses pembelajaran, Kurikulum, ide dan materi tersampaiakan secara

maksimal dan membawa naradidik pada kondisi ingin mendalami lebih lagi materi tersebut

dalam kehidupan sehari-hari. Jangan sampai dalam keadaan yang sangat riskan, pengajar

justru bukanlah kategori pengajar yang profesional, dan akhirnya mengorbankan proses

belajar mengajar, mataeri bahkan naradidik.

Dan sekolah sebagai instasi pendidikan harus mulai peka dengan keadaan pendidikan

masa kini. Bukan hanya menyediakan sarana-prasarana, namun mengevaluasi pengajar

sebagai sarana utama pendidikan agar kualitas pembelajaran terus berkembang ke arah yang

lebih baik.

Page 29: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

25

DAFTAR PUSTAKA

Arif.Rahman M, Kesalahan-Kesalahan Fatal Paling Sering Dilakukan Guru dalam

Kegiatan Belajar-Mengajar, (Jogjakarta:DIVA Press, 2011).

Badan Pusat Statistik Indonesia, Sensus Penduduk Nasional Tahun 2010,

http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel: diakses pada tanggal 29

November2014 pukul 18:34

Daryanto. H.M, Administrasi Pendidikan,(Jakarta : Rineka Cipta, 2010).

Mulyasa. E, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan

menyenangkan, (Bandung:Remaja Rosdakarya, 2007).

Gunarsa. Singgih, Psikologi untuk Muda-Mudi, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1984).

Hasil Wawancara dengan Pengajar PAK yaitu Ibu Suswati Siwi Utami, S.Th. (14

November 2014, Pukul 12.30)

Hasil pertemuan dan diskusi (Open Question) dengan naradidik. (14 November 2014,

Pukul 13.00)

Hasil wawancara dengan Wakasek Kurikulum yaitu Ibu Juli Sukirmawati, M.Pd. (14

November 2014, Pukul 08.00)

Hasil wawancara dengan Wakasek Kesiswaan yaitu Bapak Bambang Andrijanto, S.Pd

(14 November 2014, Pukul 09.00)

Homrighausen, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1978).

Ibrahim & Nana, Perencanaan Pengajaran, (Jakarta:Rineka Cipta, 2010).

Kemendiknas, Kurikulum 2013 : Kompetensi Dasar SMA/MA, (Jakarta:BaLitBang

Kemendiknas,2013).

Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, Buku Guru: Pendidikan Agama Kristen dan

Budi Pekerti, (Jakarta:Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang,

Kemendikbud).

Kementrian Pendidikan Nasional, Kurikulum 2013,(Jakarta: Balitbang Kemendiknas

,2013).

Kunandar, Guru Profesional,(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2009).

Nuhamara. Daniel, PAK : Pendidikan Agama Kristen Remaja, (Bandung:Jurnal Info

Media, 2010).

Slameto, Implementasi Eksplorasi, Elaborasi dan Konfirmasi dalam Pembelajaran Guna

Meningkatkan Kompetensi Pedagogik Guru, (Salatiga : Tisara Grafika, 2013).

Page 30: Pendidikan Agama Kristen Dalam Konteks Kekristenan Minoritasrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/12286/2/T1_712010006_Full...kesenjangan dalam hal jumlah penganut agama. Dimana

26

Sumiyatiningsih. Dien, Mengajar Dengan Kreatif Dan Menarik : Buku Pedoman Untuk

Mengajar Pendidikan Agama Kristen, (Yogyakarta: Andi Offset, 2006).

Tilaar, H.A.R, Membenahi pendidikan Nasional,(Jakarta:Rineka Cipta, 2009).

Tilaar. H.A.R, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).

Tilaar. H.A.R, Standarisasi Pendidikan Nasional : Suatu Tinjauan Kritis,(Jakarta:Rineka

Cipta,2006).

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Naional.Pasal 12 (1)

Upton.Peney, Psikologi Perkembangan-Versi Terjemahan,(Jakarta:Erlangga, 2012).