36
PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA KONTRA RADIKALISME (Studi di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah Nurul Iman Parung-Bogor) Tesis Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Agama Islam Oleh: Ihwanul Mu’adib NIM: 21151200000017 Pembimbing: Prof. Dr. H. M. Suparta, MA oleh: KONSENTRASI/PEMINATAN PENDIDIKAN ISLAM SEKOLAH PASCA SARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1438 H

PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

  • Upload
    lamdiep

  • View
    228

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL

SEBAGAI UPAYA KONTRA RADIKALISME

(Studi di Pondok Pesantren Al-Ashriyyah

Nurul Iman Parung-Bogor)

Tesis

Diajukan kepada Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister dalam Bidang

Ilmu Agama Islam

Oleh:

Ihwanul Mu’adib

NIM: 21151200000017

Pembimbing:

Prof. Dr. H. M. Suparta, MA

oleh:

KONSENTRASI/PEMINATAN PENDIDIKAN ISLAM

SEKOLAH PASCA SARJANAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2018 M/1438 H

Page 2: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

ii

Page 3: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

iii

Page 4: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

iv

Page 5: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

v

ABSTRAK

Penelitian ini menyimpulkan bahwa pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul

Iman Parung Bogor memahami bahwa pendidikan multikultural mampu menjadi

alternatif dalam membendung radikalisme. Dikatakan alternatif karena tujuan

utama pendidikan multikultural bukanlah deradikalisasi, melainkan

persamaan/kesetaraan hak, toleransi dan keadilan. Kesimpulan tersebut didapat

setelah peneliti melakukan penelitian tentang kondisi latar belakang berdirinya

pondok pesantren, biografi pendiri, jumlah santri yang mencapai 10.378 dengan

latar belakang yang majemuk (Jawa, Palembang, Lampung, Madura, Papua, NTB,

Flores, Kalimantan, Aceh, Singapura, Malaysia, dll)\, model kurikulum, hubungan

kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren baik negeri maupun

swasta, dan yang berbeda agama serta sikap pesantren terhadap kasus-kasus radikal

yang muncul selama beberapa tahun terakhir.

Melalui tulisan ini, penulis sependapat dengan Ainurrofiq Dawam (2006)

yang mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah model pendidikan

yang menjunjung tinggi arti sebuah memanusiakan manusia. Berikutnya, H>.A.R

Tilaar (2004) yang menyatakan bahwa pendidikan multikultural bertujuan untuk

menciptakan sikap anak didik yang humanis, demokratis, dan toleransi antar

sesama manusia walaupun beragam dan berbeda latar belakang. Selain itu, tulisan

ini juga sependapat dengan James Bank (2008) yang mengatakan bahwa

pendidikan multikultural sebagai pendidikan untuk people of colours di mana

pendidikan multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan

(anugerah Tuhan/ Sunnatulla>h). Namun, Penelitian ini tidak sefaham dengan

pendapat Charis Boutieri (2013) yang menyatakan bahwa pendidikan agama tidak

dapat mewujudkan pendidikan yang humanis dan akomodatif yang menghargai

perbedaan dan keragaman. Kemudian, Louis Ernesto Mora (2014), David B.

Skillicorn (2012) yang menyatakan bahwa agama mengantarkan manusia menjadi

fundamental, radikal, dan mendorong manusia berpikir yang irasional.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan

fenomenologi, sosiologi, dan antropologi. Pendekatan tersebut digunakan untuk

memahami bagaimana proses pendidikan dan pengembangan lembaga yang

berlangsung di pesantren tersebut melalui keterlibatan peneliti, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Penulis melakukan observasi ke pesantren

tersebut untuk memperoleh data-data melalui dokumentasi, wawancara, dan

pengamatan langsung terhadap kehidupan para santri. Dari hasil observasi tersebut

penulis melakukan analisis kritis.

Sumber data primer penelitian ini adalah dokumentasi dan observasi secara

langsung terhadap proses pendidikan di pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul

Iman. Sedangkan data sekundernya adalah buku-buku atau karya tulis ilmiah

lainya, website, berita, majalah, koran, dan lain sebagainya. Kemudian, untuk

teknik analisa data adalah dengan analisis deskriptif.

Page 6: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

vi

Kata Kunci:pendidikan, multikulturalisme, deradikalisasi, pondok pesantren,

budaya.

ABSTRACT

This research concluded that boarding school of al-Ashriyyah Nurul Iman

Parung Bogor understood a multicultural education can be an alternative for

stemming of radicalism. It is said to be an alternative because the main purpose of

multicultural education is not deradicalization, but equality / equality of rights,

tolerance and justice. The conclusion is obtained after the researcher conducted

research on the background condition of the founding boarding school, biography

of founder, amount of students reaching 10.378 with a pluralistic background

(Java, Palembang, Lampung, Madura, Papua, NTB, Flores, Kalimantan, Aceh,

Singapore, Malaysia, etc.), curriculum model, relationships of the boarding school

between inside and outside institutions of boarding school, the institutions which

different religious and the reaction of boarding school to radical cases that have

occured since the last years.

Through this research, the researcher agree with Ainurrofiq Dawam (2006)

who said that a multicultural education is an educational model that respects the

meaning of a humanize human or humanity. Then, H> .A.R Tilaar (2004) which

states that a multicultural education aims to create a humanist, democratic, and

tolerant attitude among humans despite they have a diverse backgrounds. In

addition, this research also agree with James Bank (2008) which said that a

multicultural education as an education for people of colours where multicultural

education wants to explore differences as a necessity (grace of God / Sunnatulla>h).

But, This research disagree with Charis Boutieri (2013) argues that religious

education can not achieve a humanistic and accommodative education that respect

differences and diversity. Then, Louis Ernesto Mora (2014), David B. Skillicorn

(2012) who declare that religion makes a human being to fundamental, radical, and

encourages irrational thinking.

This research uses qualitative method through approach of

phenomenology, sociology, and anthropology. The approach is used to understand

how the process of education and institutional development that in this boarding

school through the involvement of researcher, either directly or indirectly. In

practice, the researcher make observations in this boarding school to obtain data

through documentations, interviews, and the direct observation to the living of the

students. From the results of these observations the researcher makes critical

analysis.

The primary data source of this research is the documentation and

observation directly to the educational process at al-Ashriyyah Nurul Iman Islamic

boarding school. While the secondary data is books or other scientific papers,

websites, news, magazines, newspapers, and etc. Then, for the technique of data

analysis is a descriptive analysis.

Page 7: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

vii

Keywords: Education, Multiculturalism, Deradicalization, Boarding School,

Culture.

ملخصة نور االمان تفهم تربة متعدد قد استنتج هذا البحث ان المعهد العصر

بدل ألن اقال إنه / نزعة التطرف. كون بدال ف القضاء على التطرفتأن الثقافات

ألقامة ها هدفولكن متعدد الثقافات لس نزع عن التطرف ، لتربةالهدف الرئس ل

ةتم الحصول على االستنتاج بعد مالحظ. المساواة ف الحقوق والتسامح والعدالة

۱۰ صل إلى الطالب عدد, وسرة المؤسسهذا المعهد, وحالة الخلفة ل الباحث

)جاوا,فالمبانج, المفونج, مادورا, فافوا, وخارج البالد(, وشكل مع خلفة تعددة

البالد ومؤسسة الدنة المختلفة سفارة بن هذا الهعد و ةعالقات التعاون, والمناهج

.الماضةة السنف إلى حاالت التطرفة الت نشأت المعهد تجاوب وغرها, و

ن أقال الذي (٢) عن الرفق دواممع وافق الباحث، وف هذا البحث

مع . ثم وافقنسانم معنى اإلنسان اإلدع تتعلم ال شكل متعدد الثقافات ه تربةال

تجعل الطالب الذن متعدد الثقافات تربةنص على أن ال الذي () ه. ا. ر. تألر

. متنوعةالبن البشر على الرغم من خلفات هموتسامح ,ودمقراط ,إنسان لهم

تربة ه متعدد الثقافات تربةن الوغر ذالك, وافق مع جمس ا. بانك الذي قال أ

ان تكون مستلزمات )فضل من االختالفاتتستطلع وجود حث, متنوعال للناس

اله/سنة هللا(.

أن قال الذي( ۰)حارس بوتري وافق مع ال الباحث ثم ف هذا البحث,

إنسانا و الت لس لها ةالدن تربةال .لمتنوعاتوااالختالفات احترام ضافة تعلما

سكلقورن( ، دفد ب. ۱ستو مورا )لوس إرن معوافق ال وغر ذالك

غر تفكرا، و اتطرفو ،االبشر أساس جعل( الذي نص على أن الدن ۱)

.منطق

الظواهر وعلم االجتماع بتقربهذا البحث الطرقة النوعة عملست

إشراك ب ةوتطور المؤسس التربةة مل لفهم ع عمل هذا التقرب ست. وواألنثروبولوج

من الناحة العملة ، قوم . أو غر مباشركان ، إما مباشر هذا المعهد لباحث فا

والمالحظة المباشرة ة,ق والمقابلوثتالبلحصول البانات المعهد ف ةبمالحظ الباحث

.قوم الباحث تحلل نقدي ةالمالحظنتجة من لحاة الطالب.

والمالحظة مباشرة إلى مصدر البانات األساس لهذا البحث هو التوثق

أن البانات الثانوة ه الكتب أو ثممان. اإلرة نور صالع المعهدالعملة التعلمة ف

Page 8: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

viii

غرها من األوراق العلمة ، والمواقع ، واألخبار ، والمجالت ، والصحف ،

ذلك. ثم ، ألسلوب تحلل البانات عن طرق التحلل الوصفغرو

الثقافة المعهد,ة, تعدد الثقافات, نزعة التطرف,: الترببحثالكلمة ال

Page 9: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

v

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN

ALA-LC ROMANIZATION TABLES

q = ق z = ز a = ا

k = ك s = س b = ب

l = ل sh = ش t = ت

m = م s }= ص th = ث

n = ن d} = ض j = ج

h = ه,ة t} = ط h} = ح

w = و z} = ظ kh = خ

y = ع = ‘ ي d = د

gh = غ dh = ذ

f = ف r = ر

Diftong Vokal Panjang Vokal Pendek

aw = و a> = ا a =

ay = ي i> = ي i =

u> = و u =

Ta’ Marbu>t}ah (ة) Transliterasi ta’ marbutah di akhir kata bila dimatikan ditulis h.

Contoh: مرأة : mar’ah, مدرسة : madrasah

Ketentuan ini tidak digunakan pada kata-kata arab yang sudah terserap ke

dalam bahasa Indonesia seperti shalat, zakat, dan sebagainya kecuali

dikehendaki lafal aslinya.

Shaddah

Shaddah/tashdid dalam transliterasi ini di lambangkan dengan huruf, yaitu

huruf yang sama dengan huruf bershaddah tersebut.

Contoh: ربنا : rabbana, شول : shawwal.

Kata Sandang Alif + Lam

Apabila diikuti dengan huruf qamariyah ditulis al.

Contoh: القلم: al-Qalam

Page 10: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

vi

Apabila diikuti huruf shamsiyyah ditulis dengan menggandeng huruf

shamsiyyah yang mengikutinya serta menghilangkan huruf l-nya.

Contoh: الشمس : al-Shams, الناس : al-Na>s.

Pengecualian Transliterasi

Adalah kata bahasa arab yang telah lazim digunakan di dalam bahasa

Indonesia, seperti هللا, asma>’ al-Husna>, dan ibn, kecuali menghadirkanya dalam

konteks aslinya dan dengan pertimbangan konsistensi dalam penulisan.

Page 11: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

vii

KATA PENGANTAR

Bismillah> al-Rahma>n al-Rahi>m, al-Hamdulilla>h rabbi al-‘Alami>n, wa al-S}ala>tu wa al-Sala>mu ‘ala> sayyidina> Muhammadin wa ‘ala> alihi wa s}ah}bihi ajma’i>n. Segala puji dan shukur ke Hadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, berkat rahmat,

karunia, serta inayah-Nya penelitian ini dapat dilaksanakan hingga selesai. S}alawat

dan salam semoga tercurah kepada baginda Rasulillah SAW., seorang manusia

mulia sebagai suri tauladan sekaligus pencerah dan isnpirator seluruh umat

penduduk alam. Semoga kita dapat menindak lanjuti perjuanganya dan

meneladaninya sehingga dapat meraih syafaatnya.

Selanjutnya, penelitian yang berjudul ‚Pendidikan Berwawasan

Multikultural sebagai Upaya Kontra Radikalisme (Studi di Pon-pes al-Ashriyyah

Nurul Iman Parung Bogor),‛ ini bukan sepenuhnya merupakan jerih payah seorang

diri pribadi, tetapi dalam penelitian ini telah melibatkan banyak pihak, baik dalam

penemuan ide awal hingga dalam proses penelitian serta penulisan tesis ini. Oleh

karena itu, saya ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi dan mengucapkan

banyak terima kasih, terutama kepada:

1. Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Masykuri Abdillah, wakil direktur Prof.

Dr. Ahmad Rodoni, MM., ketua program S3 Prof. Dr. Didin Saepudin,

MA., dan ketua program S2 Dr. JM. Muslimin, MA.

3. Pembimbing tesis Prof. Dr. M. Suparta, MA., yang penuh perhatian dan

ketelitian dalam menelaah, mengoreksi, mendiskusikan, dan

memberikan arahan tesis.

4. Prof. Dr. Azyumardi, MA., Prof. Dr. Iik Arifin Mansurnoor, MA., Prof.

Dr. Husni Rahim, Prof. Dr. Bambang Pranowo (almarhum), Prof. Dr.

Armai Arif, MA., Prof. Dr. Suwito, MA., Prof. Dr. Ridwan Lubis, Dr.

Amelia Fauzia, Dr. Nurul Azkia, Dr. Abd. Rozak, M.Si., Dr. Arif

Mufraini yang ikut terlibat berkontribusi memberikan pandangan-

pandanganya serta perbaikan tesis ini dalam konsultasi pribadi maupun

di dalam kelas serta dalam ujian-ujian, mulai dari seminar proposal,

WIP I, WIP II, Ujian Komprehensif tulis dan lisan hingga ujian

pendahuluan.

5. Pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman

Sayyiduna Syekh Habib Saggaf bin Mahdi bin Syekh Abi Bakar bin

Salim (almarhum) dan penerus perjuangan beliau Ummi Waheeda binti

Abdul Rahman, M.Si., pribadi yang selalu menginspirasi penulis

sekaligus tempat melakukan objek penelitian.

6. Direktur Utama Yayasan Bulan Purnama Irfandi Ahmad, SHI. MH.

yang telah memberikan beasiswa dalam menyelesaikan pendidikan ini.

7. Ketua CEM periode 2014-2016 Irvan Budi Rachman, MM., Ketua CEM

Periode 2016-2019 Deshir Mauludin yang telah memberikan support

dalam menyelesaikan pendidikan ini.

Page 12: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

viii

8. Semua guru besar, para dosen, dan staf SPs. UIN Jakarta yang telah

memberikan ilmunya yang tulus ikhlas. Staf akademik yang telah

memberikan pelayanan yang terbaik dan memuaskan sehingga dalam

proses penulisan tesis ini berjalan lancar. Staf perpustakaan SPs. UIN

Jakarta yang telah memberikan pelayananya yang baik ketika

mengakses literatur-literatur.

9. Ayahanda Masruhan dan Ibunda Rofi’ah yang dengan tulus ikhlas

mendorong, mendo’akan, dan menginspirasi dalam melakukan

pendidikan ini. Tidak lupa Min’amus Sukri dan Nur Khanifatul Afi

selaku adik dari penulis yang terus giat memotivasi. Terkhusus Nur

Lailatul Nikmah yang menjadi teman setia untuk berdiskusi dan

memotivasi.

10. Semua teman seperjuangan SPs UIN Jakarta angkatan 2015/ganjil yang

tidak saya sebutkan satu persatu yang ikut terlibat dalam berdiskusi,

mengoreksi dan membantu dalam penyelesaian tesis ini. Lebih khusus

teman satu kampung dan satu asrama Kang Abdul Azis, Muhammad

Syafii, Muhammad Shohib, Samsudin, Ayun, Muhzen, Umam, Sukron,

serta tidak lupa kepada Kang Ali Muttakin , Kang Ghufron Maksum,

dan Kang Nadhif Ali Ash’ari yang banyak direpotkan dalam penelitian

ini terutama dalam mencari data.

Kepada mereka, selain saya haturkan penghargaan tinggi dan ucapan

terima kasih saya sampaikan jazakumulla>h ahsan al-Jaza>’. Selanjutnya, saya ingin menyampaikan bahwa tesis ini masih banyak

kekurangan. Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun dari para pembaca

sangat diharapkan untuk melengkapi segala kekurangannya. Semoga tesis ini

dengan segala kelemahan dan kelebihanya dapat memberikan manfaat, terutama

terkait dengan pengembangan pendidikan, umumnya di Indonesia dan khususnya di

lingkungan pesantren.

Jakarta, 2 Mei 2018

Ihwanul Muadib

Page 13: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul ................................................................................................ i

Surat Pernyataan Bebas Plagiarisme .............................................................. ii

Persetujuan Pembimbing ................................................................................ iii

Pernyataan Telah Verifikasi ........................................................................... iv

Abstrak ........................................................................................................... v

Abstract ........................................................................................................... vi

vii ............................................................................................................ الولخص

Pedoman Trasliterasi ...................................................................................... viii

Kata Pengantar ............................................................................................... x

Daftar Isi ......................................................................................................... xii

Daftar Singkatan ............................................................................................ xiii

Daftar Bagan dan Tabel ................................................................................. xiii

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah .................................................................... 10

2. Perumusan Masalah ..................................................................... 10

3. Pembatasan Masalah ................................................................... 10

C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 10

D. Manfaat/Signifikansi Penelitian ........................................................ 11

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan ................................................... 11

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian ............................................................................ 13

2. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 15

3. Sumber Data Penelitian ............................................................... 17

4. Proses Analisis Data .................................................................... 18

BAB II : PESANTREN, PENDIDIKAN MULTIKULTURAL,

DAN DERADIKALISASI

A. Pesantren dan Perkembangan Ragam Pesantren ................................ 20

B. Multikulturalisme dalam Tinjauan Islam ........................................... 23

Page 14: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

x

C. Diskursus Multikulturalisme dan Pendidikan Multikultural

1. Pengertian Multikulturalisme ...................................................... 23

2. Sejarah Multikulturalisme ........................................................... 29

3. Pengertian Pendidikan Multikultural .......................................... 33

4. Orientasi Pendidikan Multikultural ............................................. 38

D. Masyarakat Sipil (Santri) Sarana Efektif Deradikalisasi ................... 44

BAB III : KIPRAH PONDOK PESANTREN AL-ASHRIYYAH

NURUL IMAN DALAM MEMPERJUANGKAN NILAI-

NILAI MULTIKULTURAL

A. Letak Geografis dan Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren

al-Ashriyyah Nurul Iman ................................................................... 51

B. Visi Misi Pesantren dan Profil Kiyai Pendiri Pesantren .................... 55

C. Latar belakang Santri dan Pengurus Pesantren .................................. 61

D. Membuka Kerja Sama yang Inklusif.

1. Berbeda Agama, saling mengasihi .............................................. 66

2. Mendakwahkan kebaikan, menjaga citra baik Agama Islam ....... 70

3. Kemandirian Ekonomi Pesantren ................................................. 73

E. Output dan Outcome Pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman ................. 76

1. Mengembangkan Pemikiran Sang Kiyai ..................................... 77

2. Santri memberdayakan ekonomi mandiri .................................... 79

BAB IV : IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI

UPAYA KONTRA RADIKALISME DI PONDOK PESANTREN

AL-ASHRIYYAH NURUL IMAN

A. Kebijaksanaan Pesantren Dalam Upaya Pengembangan

Pendidikan Multikultural ................................................................... 82

B. Doktrin yang dikembangkan Pesantren ............................................. 82

1. Kurikulum Pesantren Penentu Output dan Outcome Pesantren .. 85

2. Mengaji Gejala-Gejala Radikalisme dan Pencegahanya .............. 95

C. Proses Pembentukan Santri yang Berpaham Multikultural ............... 100

1. Pola Pengajaran Kitab Kuning, Membentuk Santri yang

berpaham Multikultural dan Anti Radikalisme ............................ 101

2. Pendidik/Guru yang Inklusif sebagai Uswah Hasanah

semangat multikultural .............................................................. 104

3. Semangat Multikultural dalam Berbagai Kegiatan

Ekstrakurikuler Santri .................................................................. 106

Page 15: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

xi

4. Majelis Muh}a>d}arah, Ajang Melatih Kepercayaan Diri ................ 108

5. Santri Wajib Militer, Menanamkan Jiwa Nasionalisme .............. 110

6. Pola Pengasuhan Santri di Asrama .............................................. 112

D. Kendala-Kendala yang Dihadapi Pondok Pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman ......................................................................................... 114

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 120

B. Saran .................................................................................................. 121

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 122

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 16: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

xii

DAFTAR SINGKATAN

AICIS : Annual International Conference on Islamic Studies

AMINEF : The American Indonesian Exchange Foundation

BANSER ; Barisan Serba Guna

BAP : Berita Acara Perkara

BNPT : Badan Nasonal Penanggulangan Terorisme

BPS : Badan Pusat Statistik

CTITF : Counter Terrorism Implementation Task Force

FPI : Front Pembela Islam

GP ANSOR : Gerakan Pemuda Ansor

HAM : Hak Asasi Manusia

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

IKSANI : Ikatan Keluarga Santri al-Ashriyyah Nurul Iman

MLB : Muktamar Luar Biasa

MTQ : Musabaqah Tilawatil Qur’an

NKRI : Negara Kesatuan Republik Indonesia

NU : Nahdhatul Ulama’

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

PBB : Perserikatan Bangsa-Bangsa

PERPPU ; Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

PILGUB : Pemilihan Gubernur

PKB : Partai Kebangkitan Bangsa

PON-PES : Pondok Pesantren

SARA : Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan

SD : Sekolah Dasar

SDM : Sumber Daya Manusia

SMA : Sekolah Menengah Atas

SMP : Sekolah Menengah Pertama

TOSERBA : Toko Serba Ada

TK : Taman Kanak-Kanak

TPQ : Taman Pendidikan al-Qur’an

UNESCO : United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization

UU : Undang-Undang

WASP : White Anglon-Saxon Protestan

WAMIL : Wajib Militer

Page 17: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 : Gambar lokasi pondok pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman berbentuk telapak kaki ........................................... 55

Gambar 3.2 : Foto Habib Saggaf bersama Gusdur

(KH. Abdurrahman Wahid) saat MLB PKB di pondok

pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman ............................................. 60

Gambar 3.3 : Foto santri al-Ashriyyah Nurul Iman saat berkunjung ke

Lembaga AMINEF untuk berdiskusi tentang pertukaran

budaya ......................................................................................... 69

Gambar 4.1 : Foto santri saat berhalaqah membahas kitab kuning ................. 104

Gambar 4.2 : Foto pencaksilat dan takwondo santri al-Ashriyyah

Nurul Iman ................................................................................. 108

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Latar belakang santri berdasarkan klasifikasi asal daerah .......... 62

Tabel 3.2 : Pemetaan Input-Proses-Output-Outcome santri

al-Ashriyyah Nurul Iman ............................................................ 77

Tabel 4.1 : Klasifikasi kitab kelas I’da>d ....................................................... 91

Tabel 4.2 : Klasifikasi kitab kelas Ula> ......................................................... 91

Tabel 4.3 : Klasifikasi kitab kelas Wust}a> ..................................................... 91

Tabel 4.4 : Klasifikasi kitab kelas ‘Ulya> ...................................................... 91

Tabel 4.5 : Rutinitas kegiatan keseharian santri .......................................... 149

DAFTAR BAGAN

Bagan 1.1 : Skema Snowball sampling ......................................................... 18

Bagan 2.1 : Standar dalam penyelenggaraan pendidikan multikultural ........ 42

Bagan 2.2 : Hubungan pendidikan multikultural dengan deradikalisasi ....... 48

Bagan 4.1 : Hubungan Impelementasi pendidikan multikultural

dan proses deradikalisasi di pondok pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman ................................................................................. 100

Bagan 4.2 : Manajemen sarana prasarana di poondok pesantren

al-Ashriyyah Nurul Iman ............................................................ 116

Bagan 4.3 : Skema pengambilan keputusan / kebijakan di pondok pesan-

tren al-Ashriyyah Nurul Iman .................................................... 118

Page 18: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Arus globalisasi memiliki pengaruh besar terhadap perubahan pola hidup

manusia, mulai dari sosial budaya, politik, hukum, ekonomi dan sikap keagamaan.

Hubungan manusia satu dengan lainya yang berbeda bangsa dan negara menjadi

terbuka semakin luas karena perkembangan teknologi yang semakin pesat. Dengan

teknologi itu mereka mudah untuk bertukar informasi. Perubahan pola hidup

seperti ini menimbulkan berbagai masalah baru dalam kehidupan.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar

di dunia1. Indonesia merupakan bangsa yang majemuk. Kemajemukan tersebut

ditandai dengan beragamnya etnis, suku, agama, budaya dan adat istiadat yang

terdapat didalamnya.2 Dari Sabang sampai merauke terdapat beragam masyarakat

dengan latar belakang yang berbeda dan unik tersebut memiliki potensi kekuatan

yang dapat menjadi modal sosial pembangunan bangsa Indonesia dan memiliki

potensi timbulnya konflik dan gesekan-gesekan sosial yang dapat mengancam

keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ketika keragaman tersebut

tidak disikapi dengan baik.

Indonesia terdiri dari 17.504 pulau, sekitar 11 ribu pulau dihuni oleh

penduduk 359 suku dan 726 bahasa. Mengacu pada PNPS no. 1 tahun 1965 yang

telah ditolak judicial review nya oleh Mahkamah Konstitusi dengan nomor

140/PUU-VII/2009, Indonesia memiliki lima agama3. Kemudian pada masa

Presiden Abdurrahman Wahid, konghucu menjadi agama keenam. Meski hanya

enam, di dalam masing-masing agama tersebut terdiri dari berbagai aliran dalam

bentuk organisasi sosial. Begitu juga ratusan aliran kepercayaan, hidup dan

berkembang di Indonesia.4

Multikultural secara sederhana berarti kebudayaan yang beragam.

Multikultural tidak hanya menyangkut masalah SARA (suku, agama, ras, dan antar

1Menurut data BPS (Badan Pusat Statistik) yang dirilis pada tanggal 1 Juli 2015,

Indonesia memiliki jumlah penduduk dengan total 255,461,700 jiwa, 3,47 % dari penduduk

dunia. Jika dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya, yakni tahun 2010, Indonesia

memiliki peningkatan sekitar 20 juta jiwa di mana pada tahun 2010 jumlah penduduk

Indonesia sebanyak 238.518.800. Lihat

http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1274. diakses pada tanggal 25 oktober 2016 2Ali Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme: Pandangan Baru PAI di

Indonesia (Yogyakarta: Aditya Media Publishing, 2011), 13. 3Menurut undang-undang tersebut, agama yang resmi diakui pemerintah adalah

Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha. Meskipun hanya lima yang diakui secara resmi,

tetapi pemerintah tetap memberikan kebebasan bagi penganut kepercayaan di luar lima

agama tersebut, seperti Shinto, sunda wiwitan, kejawen, darmo gandul, dan lain

sebagainya. 4Husni Mubarok, ‚Memahami Kembali Arti Keragaman: Dimensi Eksistensi,

Sosial dan Institusional‛, HARMONI Jurnal Multikultural & Multireligius, IX (35) Juli-

September 2010:33

Page 19: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

2

golongan) melainkan keragaman yang lebih luas, seperti kemampuan fisik maupun

nonfisik, umur, status sosial, dan lain sebagainya. Multikulturalisme merupakan

sebuah konsep atau ide yang menekankan pada keanekaragaman kebudayaan dalam

kesederajatan atau kesetaraan. Artinya setiap individu diperlakukan sama, tidak

ada diskriminasi dan pengebirian hak-hak.

Pasal 4 ayat (1) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional menyebutkan ‛Pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan

berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia,

nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa‛.5 Bunyi pasal tersebut

mengindikasikan bahwa pandangan multikulturalisme menjadi salah satu bahan

pertimbangan khusus dalam sistem pendidikan nasional di Indonesia. Pada konteks

ini dapat disimpulkan bahwa tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah

untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut

agama dan budaya yang berbeda.6 Harapan yang lebih jauh lagi, penganut agama

dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju

dengan adanya sikap ketidak-toleranan (intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan

negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan

hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global.

Adanya kenyataan bahwa Indonesia memiliki corak masyarakat dengan

berbagai keragamannya menjadi salah satu pendorong munculnya gagasan tentang

pendidikan multikultural sebagai salah satu model pendidikan di masa mendatang.

Menurut Muhaemin El-Mahady dikatakan: ‛Kenyataan yang tak dapat ditolak

bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri dari berbagai keragaman sosial,

kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain sehingga masyarakat

dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat

‚multikultural.‛ El-Mahady lebih lanjut mengatakan bahwa realitas multikultural

tersebut mendorong adanya kebutuhan yang mendesak untuk merekonstruksi

kembali ‚kebudayaan nasional Indonesia‛ atau ‚budaya bangsa‛ yang dapat

menjadi ‚integrating force‛ yang dapat mengikat seluruh keragaman etnis, suku

bangsa, dan budaya tersebut.7

Sepertinya Indonesia belum maksimal mengelola kemajemukan yang ada.

Terlihat banyak aksi radikal dan teror merebak di Indonesia, seperti akhir 2015

sampai tahun 2016 ini banyak sekali muncul kasus radikal, di antaranya kasus bom

Sarinah, kasus kelompok Gafatar, kasus pemberontakan yang mengatasnamakan

pendirian negara Islam, pembakaran Gereja di Singkil Aceh, dan isu-isu adu domba

antar sekte-sekte agama. Banyaknya konflik tersebut menunjukkan bahwa bangsa

ini belum sepenuhnya memahami arti keragaman dan perbedaan. Tidak sedikit di

antara manusia yang hendak meniadakan kebhinekaan (plurality) dan

5Lihat UU RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB III

tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan pada pasal 4. 6Henry Alexis RudolfTilaar, Multikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global

Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional (Jakarta: Grasindo, 2004), 123. 7Herimanto, Triyanto, Musa Pelu, Pengembangan Model Pembelajaran Budi

Pekerti Berbasis Multikultural, Journal.uny.ac.id/index.php/jipsindo/article/download/2880/2404, diakses 22 Mei 2016

Page 20: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

3

menggantinya dengan ketunggalan dan keseragaman (uniformity). Ironisnya para

teroris dan kaum radikalis mengklaim bahwa semua itu dilakukan karena perintah

agama (Islam).8

Fenomena aksi radikal tersebut sejalan dengan pernyataan Tahir Abbas

dalam penelitianya terhadap fenomena politik atas fundamentalisme dan

radikalisme agama di Eropa Barat, khususnya di Inggris. Kesimpulan dari

penelitian Tahir Abbas tersebut adalah aksi radikal didorong oleh faktor internal

penganut agama dalam memahami ayat-ayat jihad dalam al-Qur’a>n.9 Sikap

eksklusif cenderung mebuat manusia merasa paling benar, sehingga tidak mau

menerima argumen atau ide gagasan dari luar, apalagi jika argumen tersebut

datang dari kelompok atau agama yang berbeda denganya. Terbukti, terjadinya

penolakan kemodernan yang datang dari Barat oleh kelompok Boko Haram di

Nigeria. Kelompok ini menggunakan doktrin-doktrin agama untuk melegitimasi

jihad melawan kebijakan pemerintah.10

Maraknya aksi radikalisme dan terorisme atas nama Islam di dunia

internasional maupun di Indonesia sedikit banyak telah menempatkan umat Islam

sebagai pihak yang dipersalahkan. Ajaran jihad dalam Islam seringkali dijadikan

sasaran tuduhan sebagai sumber utama terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh

sebagian orang Islam. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia semisal madrasah

ataupun pondok pesantren, juga tidak lepas dari tuduhan yang mendiskreditkan

tersebut.11

Lembaga pendidikan Islam di Indonesia tertua dalam sejarah Indonesia

ini seringkali dipersepsikan sebagai markas atau sentral pemahaman Islam yang

sangat fundamental yang kemudian menjadi akar bagi gerakan radikal yang

mengatasnamakan Islam.12

Pendidikan dan lembaga pendidikan menduduki posisi strategis sebagai

penyebar benih radikalisme dan sekaligus penangkal –deradikalisasi– dari gerakan

Islam radikal. Studi-studi tentang radikalisme dan terorisme mensinyalir adanya

lembaga pendidikan Islam tertentu (terutama yang nonformal, seperti pesantren)

telah mengajarkan fundamentalisme dan radikalisme kepada peserta didik sehingga

8Indriyani Ma’rifah, Rekonstruksi Pendidikan Agama Islam: Sebuah Upaya

Membangun Kesadaran Multikultural untuk Mereduksi Terorisme dan Radikalisme Islam,Conference Proceedings Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS)

XII IAIN Sunan Ampel Surabaya 5-8 November 2012:227 9Tahir Abbas, A Theory of Islamic Poltical Radicalism in Britain: Sociology,

Theology and International Political Economy, Contemporary Islam, vol. 1, issue 2 (2007):

109 -122 10

Three Anonymous, The Popular Discourse of Salafi Radicalism and Salafi

Counter-Radicalism in Nigeria: A Case Satudy of Boko Haram , Journal Religion in Africa 42 (2012) : 118 - 144

11Ahmad Darmadji, ‚Pondok Pesantren dan Deradikalisasi Islam di Indonesia,‛

Millah, vol. XI, no. 1 (2011): 236-251. 12

Andik Wahyun Muqoyyidin, ‚Membangun Kesadaran Inklusif-Multikultural

untuk Deradikalisasi Pendidikan Islam,‛ Jurnal Pendidikan Islam, vol. 1, no. 2 (2012

M/1434 H): 131-151.

Page 21: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

4

hal ini memicu seorang Jusuf Kalla sempat melontarkan ide pengambilan sidik jari

dari semua santri.13

Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) ada 19

pesantren terindikasi mengajarkan benih radikalisme.14

Pondok pesantren yang

seharusnya menjadi penebar Islam rahmatan li al‘a>lami>n tetapi malah terindikasi

benih ajaran radikal. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian besar bagi pemerhati

pendidikan Islam agar fenomena Islamofobia15 di dunia internasional tidak semakin

menjadi-jadi.

Pemerintah telah mengatur tentang tindak pidana terorisme melalui

Undang-Undang No 15 Tahun 2003. Dari Undang-Undang ini pemerintah telah

menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2010 tentang

pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) yang

ditandatangani Presiden tanggal 16 Juli 2010. Pertimbangan lain yang mendasari

terbitnya Perpres ini menurut Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan

Keamanan (Menkopolhukam) Djoko Suyanto bahwa terorisme masih tetap

merupakan ancaman nyata dan serius yang setiap saat dapat membahayakan

keamanan bangsa dan negara, terorganisasi mempunyai jaringan luas, serta

13

Niken Widya Yunita, ‚Sidik Jari Santri, Kalla Soroti Sikap Sensitif Tanpa Alasan,‛ detikNews. Rabu, 7 Desember 2005.

http://news.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2005/bulan/12/tgl/07/time/132014/idnews/493843/idkanal/10.

14Sembilan belas pondok pesantren menurut BNPT terindikasi mendukung

radikalisme ialah Pondok Pesantren Al-Muaddib, Cilacap; Pondok Pesantren Al-Ikhlas,

Lamongan; Pondok Pesantren Nurul Bayan, Lombok Utara; Pondok Pesantren Al-Ansar,

Ambon; Pondok Pesantren Wahdah Islamiyah, Makassar; Pondok Pesantren Darul Aman,

Makassar; Pondok Pesantren Islam Amanah, Poso; Pondok Pesantren Missi Islam Pusat,

Jakarta Utara; Pondok Pesantren Al-Muttaqin, Cirebon; Pondok Pesantren Nurul Salam,

Ciamis; dan beberapa pondok pesantren lain di Aceh, Solo, dan Serang. lihat

www.bnpt.go.id, lihat juga https://www.cnnindonesia.com/nasional/20160203201841-20-108711/bnpt-19-pesantren-terindikasi-ajarkan-radikalisme/

15Islamofobia merupakan istilah kontroversial yang merujuk pada prasangka dan

diskriminasi pada agama Islam dan muslim. Istilah itu sudah ada sejak tahun 1980-an,

tetapi menjadi lebih populer setelah terjadinya peristiwa serangan 11 September 2001 di

Amerika. Pada tahun 1997, Runnymede Trust seorang Inggris mendefinisikan Islamofobia

sebagai rasa takut dan kebencian terhadap Islam dan juga pada semua muslim. Dibuktikan

bahwa Islamofobia juga merujuk pada praktik diskriminasi terhadap muslim dengan

memisahkan mereka dari kehidupan ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan bangsa. Di

dalamnya juga ada persepsi bahwa Islam tidak mempunyai norma yang sesuai dengan

budaya lain, lebih rendah dibanding budaya barat dan lebih berupa ideologi politik yang

bengis dari pada berupa suatu agama. Langkah-langkah telah diambil untuk peresmian

istilah ini pada bulan Januari 2001 di "Stockholm International Forum on Combating

Intolerance". Di sana Islamofobia dikenal sebagai bentuk intoleransi seperti Xenofobia dan

Antisemitisme. Lihat Robert Spencer, ‚There really isn't a phenomena like "Islamophobia"

- at least no more than there was a "Germanophobia" in hating Hitler or "Russiaphobia" in

detesting Stalin." - Historian Victor Davis Hanson, in the The Politically Incorrect Guide to Islam (and the Crusades), Regnery Publishing, Page. 200. Lihat juga Sandra Fredman,

Discrimination and Human Rights, Oxford University Press, p.121.

Page 22: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

5

mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional, sehingga

memerlukan penanganan secara terpusat, terpadu dan terkoordinasi.16

Dalam rangka memperkuat upaya penanggulangan radikalisme dan

terorisme, pemerintah mengeluarkan Perppu No. 2 Tahun 2017 tentang ormas.17

Di

dalam Perppu tersebut dijelaskan bahwa semua ormas dilarang melakukan tindakan

permusuhan terhadap suku, agama, ras atau golongan; melakukan penyalahgunaan,

penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan

tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau

merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan melakukan kegiatan yang menjadi

tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan. Dengan adanya perppu ini, diharapkan ormas-ormas yang

terindikasi memiliki aktivitas radikal dan teror dapat segera ditindak secara tegas

agar tidak dapat tumbuh subur di Indonesia.

Menurut Imam Mustofa selaku Ketua Ikatan Keluarga Alumni Pondok

Pesantren UII Yogyakarta, kurang efektifnya langkah-langkah untuk memutus

mata rantai radikalisme dan terorisme di antaranya disebabkan oleh pendekatan

yang cenderung militeristik yang mengedepankan proses hukum. Langkah ini pada

dasarnya hanya mendorong langkah dari tengah, belum menelisik jauh dan

mengoptimalkan pendekatan lain, seperti pendekatan ekonomi, politik dan

pendekatan agama.18

Menurut Neil J. Smelser ada tiga faktor yakni ekonomi, politik dan agama

dapat memengaruhi perilaku seseorang sehingga dapat menimbulkan gerakan

terorganisir dan terlibat terorisme.19

Faktor ini akan menjadi faktor pemicu

terjadinya tindakan radikal dan mengarah pada upaya terorisme bila direkatkan

dengan doktrin-doktrin keagamaan seperti jiha>d fi sabi>lillah, dan da’wah amar ma’ru >f nahi> munkar.20

Menurut M. Khusna Amal, proses deradikalisasi akan lebih efektif jika

melibatkan pondok pesantren.21

Hal ini karena, pertama pesantren di sinyalir

sebagai sarang teroris, persoalan ini mencuat setelah tragedi Legian Bali atau yang

16

Ruslan Burhani, ‚Pemerintah Terbitkan PERPRES Pembentukan BNPT,‛

https://www.antaranews.com/berita/214146/pemerintah-terbitkan-perpres-pembentukan-bnpt, 30 Juli 2010. Diakses pada 5 Oktober 2016.

17Lihat Perpu No. 2 Tahun 2017, Lihat juga http://setkab.go.id/inilah-perppu-no-

22017-tentang-perubahan-uu-no-172013-tentang-organisasi-kemasyarakatan/ 18

Imam Mustofa, detik,com, 2010, dalam Rohmat Suprapto, ‚Deradikalisasi

Agama melalui Pendidikan Multikultural Inklusiv (Studi pada Pesantren Imam Syuhodo

Sukoharjo),‛ PROFETIKA Jurnal Studi Islam, vol. 15, no. 2 (2014): 246-260. 19

Imam Mustofa ‚Teorisme:Antara Aksi dan Reaksi (Gerakan Islam Radikal

sebagai Respon Terhadap Imperialisme Modern),‛ Jurnal Religia, vol. 15, no. 1 (2012): 65-

87. 20

M. Habib Chirzin, Kontroversi Jihad di Indonesia: Modernis dan Fundamentalis (Yogyakarta: Pilar, 2007).

21M. Khusna Amal, Kontestasi dan Negosiasi Agama, Lokalitas dan Harmoni

Sosial di Kota Padalungan, dalam Jurnal Harmon, Volume VII, (Jakarta: Puslitbang

Kehidupan Keagamaan, 2008).

Page 23: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

6

terkenal dengan Bom Bali I dan Bom Hotel JW Mariot yang melibatkan Amrozi

beserta kelompoknya yang memiliki hubungan kental dengan pesantren al-Mukmin

Ngruki Sukoharjo. Bahkan, Amerika Serikat dan media Barat mengklaim beberapa

pondok pesantren sebagai sarang teroris. Di antaranya Pesantren Hidayatullah yang

terletak 35 km dari Kota Balikpapan Kalimantan Timur dan pesantren al-Mukmin

Ngruki Solo Jawa Tengah. Amerika menuduh Abu Bakar Baasyir memiliki

jaringan kuat sebagai otak beberapa pengeboman di beberapa tempat tadi.22

Dengan adanya klaim sarang teoris kepada pesantren mengakibatkan

reputasi lembaga pendidikan Islam menjadi negatif. Perlu adanya terobosan baru

dalam mengelola lembaga pendidkan Islam untuk memperbaiki reputasi tersebut di

mata dunia internasional. Salah satunya adalah penerapan pendidikan yang

berwawasan multikultural. Melalui penerapan konsep pendidikan multikultural,

pesantren akan dianggap lembaga pendidikan Islam yang berideologi terbuka.

Ideologi terbuka seyogianya akan mudah menerima perbedaan.

Ide tentang membumikan pendidikan multikultural menjadi komitmen

internasional sebagaimana yang telah direkomendasikan oleh UNESCO pada bulan

Oktober 1994 di Kota Jenewa. Di dalam rekomendasi itu memuat empat pesan,

Pertama, pendidikan harus senantiasa mengembangkan kemampuan untuk

mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis

kelamin, masyarakat dan budaya serta mengedepankan kemampuan untuk

berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan

seyogianya menguatkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan

penyelesaian-penyelesaian yang memperkuat perdamaian, persaudaraan dan

solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan harus senantiasa

meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa

kekerasan. Keempat, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan

rasa, sikap damai dalam diri dan pikiran peserta didik sehingga mereka mampu

memperkuat kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara

keragaman.

Konsep pendidikan multikultural sendiri memiliki banyak arti. Menurut

Andersen dan Cusher pendidikan multikultural diartikan sebagai pendidikan

mengenai keragaman.23

Sedangkan James Bank mendefinisikan pendidikan

multikultural sebagai pendidikan untuk people of colours. Artinya pendidikan

multikultural ingin mengeksplorasi perbedaan sebagai keniscayaan (anugerah

Tuhan/sunnatullah).24

Dalam bukunya Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content, Hilda Hernandez mengartikan pendidikan

multikultural sebagai perspektif yang mengakui realitas politik, sosial, dan

22

Rohmat Suprapto, ‚Deradikalisasi Agama Melalui Pendidikan Multikultural

Inklusivisme (Studi pada Pesantren Imam Syuhodo Sukoharjo‛ http://journals.ums.ac.id/index.php/profetika/article/view/2001

23Andersen dan Cusher dalam Choirul Mahfud,Pendidikan Multikultural.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 167. 24

James Bank dalam Choirul Mahfud, Pendidikan Multikultural. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar, 2006), 168.

Page 24: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

7

ekonomi yang dialami oleh masing-masing individu dalam pertemuan manusia

yang kompleks dan beragam secara kultur. Pendidikan multikultural juga

merefleksikan pentingnya budaya, ras, seksualitas dan gender, etnisitas, agama,

status sosial, ekonomi, serta pengecualian dalam proses pendidikan.25

Setelah dikaji konsep pendidikan multikultural, agaknya memang relevan

untuk dijadikan konsep pendidikan di Indonesia. Namun, disisi lain ada kritik

terhadap pendidikan multikultural. Kritik ini disampaikan oleh Prihanto dalam

tulisanya yang berjudul ‚Kritik atas Konsep Pendidikan Multikulturalisme‛. Ia

mengatakan bahwa pendidikan multikultural mengajarkan untuk menghargai

keragaman budaya, etnis, ras, suku dan aliran-aliran kegamaan. Jika yang diajarkan

hanya toleransi tentunya tidak bermasalah. Namun, bila dianalisis secara

paradigmatis, pendidikan model ini mengalami problem teologis. Sebab bukan

sekedar toleransi yang diajarkan, tetapi faham pluralisme yang berbasis pada

relativisme.26

Selain itu, kritik terhadap multikulturalisme juga datang dari Jerman. Pada

17 Oktober 2010, Seorang Kanselir Jerman, Angela Markel mengatakan bahwa

praktek multikulturalisme telah gagal. Markel menambahkan, adalah sebuah ilusi

bahwa orang Jerman dan pekerja asing bisa hidup berdampingan secara damai.

Dalam komentar Markel, ‚it had been an illusion to think that Germans and foreign workers could live happily side by side.‛ Meskipun demikian, Markel

mengakui bahwa Jerman terbuka untuk imigran, tetapi sikap utamanya adalah

sejalan dengan Horst Seehofer, yang satu pekan sebelumnya menyerukan agar

Jerman melarang bertambahnya imigran dari Turki dan Arab. Bahkan, Seehofer

menyatakan, ‚Multiculturalism is dead.‛27

Azyumardi Azra merespon hal tersebut dengan menyatakan bahwa Praktek

Multikulturalisme masih menjadi agenda yang belum terselesaikan di banyak

Negara Eropa. Meskipun sebenarnya, perkembangan demografi dan sosial-budaya

di negara-negara Eropa sangat membutuhkan penerapan multikulturalisme dalam

kehidupan warga negara yang kian beragam. Ia juga sempat menyampaikan bahwa

Kanselir Jerman Angela Merkel belum lama ini pernah menyatakan,

multikulturalisme telah gagal di banyak wilayah benua ini.28

Munculnya persepsi perihal kegagalan multikulturalisme di Negara Eropa

disebabkan oleh tidak terjadinya akulturasi dan akomodasi budaya secara

signifikan di antara para warga. Para imigran yang bertambah banyak, datang dari

Afrika dan Asia Barat dan Asia Selatan sejak 1950an membuat masyarakat Eropa

25

Hilda Hernandez, Multicultural Education: A Teacher Guide to Linking Context, Process, and Content. (Canada: Pearson, 2001).

26Prihanto, Kritik atas Konsep Pendidikan Multikulturalisme (ISLAMIA,

VOLUME IX, No. 1. 2014), 45. 27

Angela Merkel declares death of German multiculturalism, http://www.guar

dian.co.uk/ world/2010/oct/17/angelamerkel- germany-multiculturalismfailures). Diakses

pada 20 April 2017. 28

Azyumardi Azra, ‚Multikulturalisme Indonesia dan Eropa‛,

http://www.republika.co.id/berita/kolom/resonansi/14/04/16/n44s1l-multikulturalisme-indonesia-dan-eropa. Diakses pada 20 April 2017

Page 25: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

8

secara etnis dan agama menjadi beragam. Namun, sebenarnya kaum imigran yang

saat ini telah menjadi banyak tersebut sudah memasuki generasi ketiga, tetap

masih sulit untuk berbaur dengan penduduk pribumi lokal; mereka cenderung hidup

dalam perkampungan (enclave) miskin dan kumuh.

Sementara fenomena krisis atau kesulitan ekonomi yang terjadi di

sejumlah negara Eropa Selatan seperti Yunani, Italia, Spanyol atau Portugal

membuat kaum imigran menjadi ‘kambing hitam’. Mereka dituduh telah merampas

pekerjaan warga lokal, merusak tatanan sosial-budaya, dan mengganggu

keseimbangan demografi keagamaan. Sikap anti-migran yang berbaur dengan

Islamo-fobia segera mengejawantahkan diri dalam politik dengan munculnya

kelompok politik partai ultra-kanan di beberapa negara Eropa.

Azyumardi Azra menegaskan bahwa multikulturalisme adalah sebagai

pandangan dunia yang mengakui dan menerima keragaman budaya. Lebih lanjut, ia

menyatakan bahwa kehidupan multikultural merupakan sunnatullah yang harus

dirawat dan dijaga, termasuk di Negara Indonesia. Cara merawat dan menjaganya

adalah membumikan pandangan multikulturalisme kepada masyarakat. Upaya

yang paling efektif menjaga dan merawat multikulturalisme adalah melalui

pendidikan. Ada dua model yang dapat dikembangkan, pertama pendidikan dengan

mengedepankan multikulturalisme yang saling terintegrasi dan yang kedua mata

pelajaran khusus yang memuat nilai-nilai multikultural.29

Penelitian ini menggambarkan penyelenggaraan pendidikan di sebuah

pesantren. Pesantren tersebut telah menerapkan pendidikan yang berwawasan

multikultural. Nama pesantren tersebut adalah pondok pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman Parung Bogor. Penulis tertarik untuk menjadikan pesantren ini sebagai

objek penelitian karena pesantren ini memiliki santri yang berlatar belakang

majemuk, jumlah santri yang mencapai 10.378 dan berasal dari ras, suku, strata

sosial yang berbeda30

. Selain itu, pesantren tersebut juga bersikap inklusif, terbukti

dengan dilakukannya kerja sama dengan umat agama lain, sebagai contoh umat

agama Budha yang tergabung dalam Yayasan Budha Tzuchi, umat Agama Hindu

yang tergabung dalam Yayasan Gandhi Sevaloka, juga berbagai lembaga

pemerintah dalam negeri maupun luar negeri dan berbagai lembaga swasta.

Kerja sama yang terjalin antar lembaga itu terlaksana dengan baik dan

harmonis. Satu sama lain menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang

universal. Hal itu dapat dilihat bahwa pondok pesantren tersebut selalu

mengundang pihak Budha Tzuchi ketika sedang berlangsung kegiatan-kegiatan

besar pondok pesantren (maulid nabi, haflah akhir sanah, harlah pondok pesantren

bahkan haul pendiri pondok pesantren). Begitupun sebaliknya saat ada kegiatan

Waisak atau kegiatan sakral lainya yang diselenggarakan oleh pihak Budha Tzuchi,

29

Azyumardi Azra, Merawat Kemajemukan Merawat Indonesia (Yogyakarta:

Kanisius, 2007). 30

Informasi ini didapat berdasarkan pengamatan langsung oleh penulis saat di

pesantren tersebut. Santri di pesantren tersebut ada yang berasal dari Jawa, Sunda, Aceh,

Papua, NTB, Flores, Kalimantan, NTT, Sulawesi, Palembang, Lampung, Jambi. Selain itu

juga ada yang memiliki latar belakang broken home, anak pejabat negara, anak kiyai, anak

pengusaha, anak petani, dan lain sebagainya.

Page 26: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

9

pondok pesantren tersebut selalu menyempatkan hadir memenuhi undangan

tersebut. Hal serupa juga di lakukan oleh pondok pesantren dengan umat agama

Hindu, yang bekerja sama melalui Yayasan Gandhi Sevaloka. Telah berdiri asrama

megah di pesantren tersebut yang merupakan bantuan dari Yayasan Gandhi

Sevaloka.

Pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

multikultural. Nilai-nilai multikultural menjadi hal wajib yang harus dilaksanakan

dalam pendidikan multikultural. Yaitu, berupa sikap menghargai perbedaan (non-diskriminatif), toleransi, kesetaran, demokrasi dan keadilan. Karena sejak lahir

semua manusia memiliki hak yang sama. Hal itu dibuktikan dengan proses

penerimaan seluruh santri yang mendaftar tanpa mempertimbangkan latar belakang

suku, ras, status sosial, dll. Kemudian, memberikan fasilitas yang sama, membekali

santri dengan berbagai kompetensi melalui ragam pelatihan dan kegiatan

ekstrakurikuler.

Pesantren ini juga mengutuk –radikalisme agama– aksi atau tindakan

radikal dalam mendakwahkan agama Islam. Tidak sepakat dengan tindakan-

tindakan kekerasan yang mengatasnamakan jihad membela agama. Sikap yang

tegas pernah disampaikan oleh pendiri pesantren Habib Saggaf bin Mahdi dalam

menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan mengutuk aksi radikal. Ketika terjadi

kerusuhan yang melibatkan Ormas FPI di Monas pada tahun 2008, beliau sangat

mengutuk sikap FPI yang anarki. Lebih dari itu, beliau menilai sikap FPI tersebut

bukan mencerminkan sikap seorang muslim. Contoh lain adalah, beliau juga tidak

setuju dengan adanya persekusi terhadap orang-orang Ahmadiyah. Mereka

merupakan warga Negara Indonesia yang berhak mendapatkan hak yang sama

sebagai warga Negara yaitu kehidupan yang aman, nyaman dan sejahtera. Dalam

hal perbedaan pemahaman keagamaan itu bisa didiskusikan dengan baik.31

Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologi, antropologi dan

sosiologi. Melalui pendekatan ini penulis dapat mengamati segala kegiatan

pesantren dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural sebagai upaya

deradikalisasi. Kegiatan pesantren yang akan diteliti adalah sistem pendidikan

pesantren yang meliputi kurikulum, ekstra kurikuler, seleksi penerimaan santri,

pembagian asrama (tempat tinggal), bimbingan konseling, kerja sama lembaga,

petuah-petuah (fatwa-fatwa) pimpinan pesantren, dll. Tujuan mengamati kegiatan

pesantren adalah untuk melihat ada atau tidaknya sikap driskiminasi dan radikal.

Jika ditemukan sikap tersebut maka pesantren dinyatakan gagal

mengimplementasikan pendidikan multikultural. Begitupun sebaliknya.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang timbul

dalam pembahasan penulisan tesis ini adalah sebagai berikut:

31

Dokumentasi video wawancara seorang wartawan yang meminta pendapat Habib

Saggaf tentang aksi anarki dan persekusi terhadap Ahmadiyyah dan aksi kerusuhan di

Monas yang melibatkan Ormas FPI. Penulis menemukan video ini dari salah seorang santri.

Page 27: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

10

a. Maraknya aksi radikal di Indonesia yang muncul dengan dalih jihad

atau menegakan ajaran Islam.

b. Ada beberapa pesantren yang terindikasi mengajarkan benih radikal.

c. Masih sedikit pesantren yang mengampanyekan pendidikan

multikultural. Sekalipun sebenarnya, pesantren telah melaksanakan

pendidikan multikultural.

d. Deradikalisasi akan lebih efektif jika dilakukan melalui pendekatan

kultural (pendidikan), tidak hanya struktural (produk hukum/aparat

keamanan).

e. Pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman menolak segala bentuk

ajaran dan tindakan radikalisme.

f. Pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman menggunakan pendekatan

berwawasan multikultural sebagai upaya kontra radikalisme.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka

masalah pokok yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemahaman pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman

terhadap konsep pendidikan multikultural?

2. Bagaimana implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural

sebagai upaya kontra radikalisme di pondok pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman?

3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi pondok pesantren al-Ashriyyah

Nurul Iman dalam mengimplementasikan pendidikan multikultural?

3. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan rumusan masalah yang penulis uraikan dan

perincikan di atas, maka untuk lebih memfokuskan penelitian ini penulis

membatasi masalah penelitian pada implementasi pendidikan yang bermuatan

multikultural di pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman dan upaya

deradikalisasi terhadapa santri di pondok pesantren tersebut.

C. Tujuan Penelitian

Penulisan ini diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Mengetahui dan menelaah lebih jauh tentang pemahaman pondok

pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman terhadap konsep pendidikan

multikultural.

2. Mengetahui dan mendiskusikan lebih jauh tentang implementasi

pendidikan yang berwawasan multikultural sebagai upaya kontra

radikalisme di pondok pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman.

3. Mengetahui dan menelaah kendala-kendala yang dihadapi oleh pondok

pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman dalam melaksanakan pendidikan

yang berwawasan multikultural sebagai upaya kontra radikalisme.

Page 28: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

11

D. Manfaat / Signifikansi Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan

ganda, yakni teoritis dan praktis. Kegunaan teoritis terkandung dalam materi

kajian yang disajikan penulis sebagai referensi untuk para pembaca. Selain itu

diharapkan tulisan ini menambah wawasan, pengetahuan serta pertimbangan para

ahli pendidikan dalam mendidik generasi penerus bangsa yang memiliki karakter

memanusiakan manusia.

Adapun manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan memiliki

pengaruh terhadap kondisi sosial masyarakat yang dapat meredam adanya konflik-

konflik sehingga tidak terjadi tindakan radikal.

E. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Kajian mengenai pendidikan multikultural memang telah banyak dilakukan

oleh akademisi, baik dalam bentuk penelitian individu ataupun kelompok, berupa

karya ilmiah, buku-buku dan artikel. Berdasarkan penelusuran, penulis menemukan

beberapa literatur yang membahas tema pendidikan multikultural yang bisa

dijadikan sebagai suatu bahan dan perbandingan oleh penulis dalam penelitian ini.

Literatur-literatur yang penulis maksud adalah sebagai berikut:

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Hasan Aydin yang berjudul

‚Multicultural Education Curriculum Development in Turkey‛. Dalam penelitian

ini ia menyatakan bahwa sekolah-sekolah Turki sudah mengembangkan kurikulum

pendidikan multikultural. Faktor pengembangan itu karena di Turki sendiri banyak

siswa yang memiliki latar belakang yang berbeda ditambah meningkatnya

masyarakat imigran. Ia mengungkapkan bahwa pendidikan dengan kurikulum

multikultural mampu menjaga prinsip keadilan global (global justice). Selain itu,

kurikulum multikultural dapat menguatkan hubungan siswa yang berlatar belakang

status ekonomi dengan status sosial yang berbeda. Aydin hanya mengfokuskan

penelitiannya pada pengembangan kurikulum pendidikan multikultural di sekolah

Turki, tidak menguraikan secara detail implementasi dari kurikulum pendidikan

multikultural tersebut.32

Kedua, karya Nuryadin ‚Pendidikan Multikultural di Pondok Pesantren

Karya Pembangunan Puruk Cahu Kabupaten Murung Raya‛ menyimpulkan bahwa

pesantren tersebut menanamkan nilai-nilai demokrasi, nilai toleransi, nilai

humanisme dan nilai inklusif dengan berbagai sisinya seperti keadilan, kerja sama,

penghargaan, gotong royong, persaudaraan, kebebasan berkreasi santri dan

perdamaian. Penelitian ini hanya berfokus pada temuan penanaman nilai-nilai

pendidikan multikultural di pesantren tersebut melalui pendekatan fenomenologi.33

Ketiga, karya Muhammad A.S. Hikam ‚Peran Masyarakat Sipil Indonesia

Membendung Radikalisme‛ menyimpulkan bahwa upaya penanggulangan

32

Hasan Aydin, ‚Multicultural Education Curriculum Development in Turkey‛,

Mediterranean Journal of Social Sciences, 3.3 (2012): 227-286 33

Nuryadin, Pendidikan Multikultural di Pondok Pesantren Karya Pembangunan

Puruk cahu Kabupaten Murung Raya‛ (Tesis Program Magister Pendidikan Islam Program

Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014).

Page 29: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

12

radikalisme melalui pendekatan budaya sangat strategis untuk terus dikembangkan

di Indonesia. Buku ini menunjukan bahwa pentingnya peranan masyarakat sipil

dalam mencegah adanya tindakan-tindakan radikal tapi belum menyebutkan peran

spesifik pondok pesantren.34

Keempat, karya Chairil Mahfud ‚Pendidikan Multikultural‛ menyimpulkan

pendidikan multikultural mampu memberikan penyadaran kepada masyarakat

bahwa konflik bukan merupakan hal yang baik untuk dibudidayakan. Sehingga

pada prinsipnya pendidikan multikultural adalah pendidikan menghargai

perbedaan. Buku ini lebih spesifik menjelaskan konsep pendidikan multikultural

tidak membedah suatu kasus tertentu35

Kelima, karya Ainurrofiq Dawam ‚Pendidikan Multikultural‛yang

mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah sebuah model pendidikan yang

menjunjung tinggi arti sebuah memanusiakan manusia. Buku ini hanya mengupas

landasan filosofis pendidikan multikultural yaitu meliputi hakikat manusia,

dimensi manusia dan kebutuhan manusia. Buku ini juga tidak merupakan hasil dari

sebuah studi kasus.36

Keenam, penelitian yang dilakukan oleh Yeni Rachmawati, Pai, Yi-Fong,

Hui-Hua Chen yang berjudul ‚The Necessity of Multicultural Education in

Indonesia‛. Dalam penelitian ini diungkapkan bahwa di Indonesia sangat perlu

diterapkan pendidikan multikultural. Melihat fakta yang ada, Indonesia memiliki

keragaman suku, budaya, ras, bahasa, adat istiadat, pandangan politik. Oleh karena

itu Indonesia memiliki semboyan ‚Bhineka tunggal Ika‛. Dalam penelitian ini

disajikan data sejarah munculnya pendidikan multikultural di Amerika Serikat

kemudian dijadikan rujukan untuk Indonesia. Selain itu juga dibahas bagaimana

mempertahankan keragaman di Indonesia.37

Ketujuh, penelitian yang dilakukan oleh Anna Christina Abdullah yang

berjudul ‚Multicultural Education in Early Childhood: Issues and Challengs‛.

Penelitian membahas isu-isu dan tantangan pendidikan multikultural untuk anak

usia dini. Dipaparkan strategi pelaksanaan pendidikan multikultural untuk anak

usia dini. Penelitian ini berasumsi bahwa pendidikan multikultural adalah sangat

penting untuk mengantisipasi adanya konflik. Oleh karena itu, harus dimulai sejak

pendidikan usia ini.38

Kedelapan, penelitian yang dilakukan oleh Yesim Orbalas. Dalam

disertasinya yang berjudul ‚Perspectives on Multicultural Education: Case Studies

34

Muhammad A.S. Hikam, Deradikalisasi: Peran Masyarakat Sipil Indonesia Membendung Radikalisme (Jakarta: Kompas, 2016).

35Chairil Mahfud, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011).

Cet-5. 36

Ainurrofiq Dawam, Pendidikan Multikultural (Yogyakarta: LKIS, 2014). 37

Yeni Rachmawati, Pai, Yi-Fong, Hui-Hua Chen, The Necessity of Multicultural Education in Indonesia(International Journal of Education and Research, Vol. 2 No. 10.

Oktober 2014), 317-328. 38

Anna Christina Abdullah, Multicultural Education in Early Childhood: Issues and Challengs (CICE Hiroshima University, Journal of International Coorperation In Education, Vol. 12 No. 1, 2009), 159-175.

Page 30: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

13

of A German and An American Female Minority Teacher‛. Orbalas telah

menguraikan tentang pengalaman dua orang guru perempuan yang minoritas yang

telah mengimplementasikan pendidikan multikultural. Selain itu berupaya

menguraikan perbedaan dan kesamaan kedua guru tersebut dalam menerapkan

pendidikan multikultural di ruang kelas. Dalam disertasi ini, orbalas menyimpulkan

bahwasanya penerapan pendidikan multikultural di ruang kelas disebabkan oleh

adanya I’tikad/keyakinan yang kuat dari pribadi pendidik. Jadi, perspektif pendidik

tentang pendidikan multikultural memengaruhi aktifitas belajar mengajar di

kelas.39

Di dalam penelitian ini tidak ditemukan bagaimana sistem implementasi

pendidikan multikultural secara utuh.

Dari beberapa literatur sebelumnya yang telah penulis sajikan, penulis

memandang ada hal yang belum dibahas oleh peneliti sebelumnya, yaitu tentang

implementasi pendidikan multikultural di pondok pesantren yang memiliki latar

belakang santri yang majemuk sebagai upaya membendung radikalisme. Oleh

karena itu penulis mencoba membahas implementasi pendidikan multikultural

sebagai upaya deradikalisasi.

Terkait dengan objek penelitian yaitu pondok pesantren yang memiliki

kesamaan dengan penelitian karya Nuryadin penulis meyakini adanya hasil yang

berbeda karena beberapa faktor, yaitu lokasi pondok pesantren yang berbeda,

jumlah santri dan pengaitan dengan adanya tindakan deradikalisasi. Penelitian

Nuryadin hanya menemukan nilai-nilai multikultural yang telah dilaksanakan di

lokasi penelitian tidak dikaitkan dengan upaya deradikalisasi. Begitupula dengan

pendekatan yang akan dipakai, dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

fenomenologi, sosiologi dan antropologi.

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menekankan studi

lapangan (field research) sebagai sumber perolehan data utama. Jenis kualitatif

dipilih karena penelitian ini berangkat dari realitas sosial yang dinamis, kompleks

dan membutuhkan pemahaman holistik dan hubungan gejala yang bersifat

interaktif.40

Pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah fenomenologi,

sosiologi41

, dan antropologi42

. Pendekatan fenomenologi adalah sebuah tradisi

39

Yesim Orbalas, Perspectives on Multicultural Education: Case Studies of A German and An American Female Minority Teacher, PhD. Dissertation, Georgia State

University, Georgia (2008). 40

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung:

Alfabeta, 2012), 8. 41

Setidaknya terdapat beberapa pendekatan dari perspektif sosiologi yang dapat

digunakan dalam menganalisis permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam bidang

pendidikan. Di antaranya seperti yang disampaikan oleh Abu Ahmadi dalam bukunya

Sosiologi Pendidikan yaitu pendekatan individu, sosial, interaksi dan teori medan. Lihat

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta. 2007).

Page 31: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

14

penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan memiliki fokus

pada pengalaman hidup seseorang/manusia. Pendekatan fenomenologi menjadikan

pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami tentang sosial budaya, politik

atau konteks sejarah dimana pengalaman itu terjadi. Penelitian ini akan

mendiskusikan tentang suatu objek kajian dangan memahami inti pengalaman dari

suatu fenomena. Peneliti akan mengkaji secara mendalam isu sentral dari struktur

utama suatu objek kajian dan selalu bertanya "apa pengalaman utama yang akan

dijelaskan informan tentang subjek kajian penelitian". Peneliti memulai kajiannya

dengan ide filosofikal yang menggambarkan tema utama. Translasi dilakukan

dengan memasuki wawasan persepsi informan, melihat bagaimana mereka melalui

suatu pengalaman, kehidupan dan memperlihatkan fenomena serta mencari makna

dari pengalaman informan.43

Sementara penggunaan pendekatan sosiologi dalam pendidikan adalah

untuk mengetahui prosess interaksi sosial anak mulai dari keluarga, masa sekolah

sampai dewasa serta dengan kondisi-kondisi sosiol kultural yang terdapat dalam

lingkungannya atau masyarakat dimana ia tinggal atau dibesarkan. Penggunaan

pendekatan sosiologi juga akan membantu peneliti dalam memperoleh data yang

akurat karena pada prinsipnya dalam pendekatan sosiologi ada teknik memperoleh

data dengan pendekatan individu (the individual approach). Dalam pendekatan

individu tersebut ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu internal (primer) yang

mencakup faktor biologis dan psikologis. Selain itu ada faktor eksternal (sekunder)

yang meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Seorang individu menurut

sosiologi tidak dapat lepas dari dua faktor tersebut.44

Selain pendekatan individu ada juga pendekatan sosial (the societal approach). Titik tekan pendekatan ini adalah masyarakat dengan berbagai lembaga,

kelompok, organisasi dan aktivitasnya. Secara kongkrit pendekatan sosial ini

membahas aspek-aspek atau komponen dari kebudayaan manusia, seperti keluarga,

tradisi, adat-istiadat, dan sebagainya. Jadi jelas di sini yang menjadi gejala primer

42

Secara umum, Antropologi adalah studi tentang umat manusia yang berusaha

menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, serta untuk

memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Sedangkan

Antropologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan

memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis berdasarkan konsep-konsep dan

pendekatan Antropologi. Antropologi pendidikan mencoba mengungkapkan proses-proses

transmisi budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi.

Selain itu, proses belajar individu sebagai kegiatan sosial budaya merupakan pemahaman

dari Antropologi Pendidikan, termasuk di dalamnya peran pendidikan formal dan

pendidikan informal. Lihat Nasution, Antropologi Pendidikan ( Jakarta : Bumi Aksara.

2004). 43

Andrean Perdana, ‚Pendekatan Fenomenologi Penelitian Kualitatif,‛

http://www.andreanperdana.com/2014/05/pendekatan-fenomenologipenelitian-kualitatif.html diakses 22 Mei 2016

44Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta. 2007) 35-36

Page 32: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

15

adalah kelompok masyarakat, sedangkan individu merupakan gejala sekunder

saja.45

Terakhir adalah pendekatan interaksi (the interaction approach). Dalam

pendekatan interaksi ini fokus perhatianya adalah penggabungan dari pendekatan

individu dan pendekatan sosial melalui interaksi. Sebab pada kenyataannya

menurut pendekatan interaksi ini, individu dan masyarakat itu saling

mempengaruhi dan memiliki hubungan timbal balik. Jadi antara individu dan

masyarakat itu mempunyai daya kekuatan yang saling membentuk dan saling

menyempurnakan.46

Kesimpulanya adalah sosiologi pendidikan tidak semata-mata

hanya mempelajari individu atau masyarakat saja tetapi harus kedua-duanya.

Antropologi pendidikan mencoba mengungkapkan proses-proses transmisi

budaya atau pewarisan pengetahuan melalui proses enkulturasi dan sosialisasi.

Selain itu, proses belajar individu sebagai kegiatan sosial budaya merupakan

pemahaman dari Antropologi Pendidikan, termasuk di dalamnya peran pendidikan

formal dan pendidikan informal.47

Oleh karena itu, pendekatan antropologi dalam

penelitian pendidikan juga sangat penting. Mengingat G.D. Spindler berpendirian

bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan

adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan

dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam

lingkungan sosial budayanya.48

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam memperoleh data, Penelitian ini menggunakan studi pustaka,

observasi, wawancara, dan dokumentasi. Di lokasi penelitian penulis melakukan

pengamatan atau observasi tentang proses pendidikan yang dilakukan lembaga

pesantren ini. Menurut Sugiyono ada tiga jenis observasi49

yaitu:

1. Observasi partisipatif

Penulis mengamati apa yang dikerjakan orang-orang (santri ataupun

pengurus) disekitar pesantren, mendengarkan apa yang diucapkan, dan

berpartisipasi dalam aktivitas mereka. Observasi ini digolongkan menjadi

partisipasi pasif.

2. Observasi terus terang

Penulis menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa sedang

melakukan penelitian.

3. Observasi tak berstruktur

Observasi ini dilakukan dengan cara tidak menggunakan pedoman

observasi. Oleh karena itu, peneliti dapat melakukan pengamatan bebas.

Tiga observasi di atas dipakai oleh peneliti dalam mengumpulkan data.

Observasi tersebut berguna untuk peneliti agar dapat memahami konteks data

45

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, 41 46

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, 44 47

Nasution, Antropologi Pendidikan (Jakarta : Bumi Aksara, 2004), 36. 48

Hasojo, Pengantar Antropologi (Bandung : Bina Cipta, 1984), 25. 49

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung:

Alfabeta, 2012), 12.

Page 33: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

16

dalam keseluruhan situasi sosial, mendapatkan pengalaman langsung, melihat hal-

hal yang kurang atau tidak diamati orang lain, menemukan hal-hal yang tidak akan

terungkapkan oleh responden dalam wawancara, menemukan hal-hal diluar

persepsi responden, memperoleh kesan pribadi, dan merasakan suasana situasi

sosial yang diteliti. Objek penelitian dalam penelitian kualitatif yaitu tempat,

pelaku, dan aktivitas, event, time, goal, dan feeling.

Dalam pelaksanaan obeservasi ini akan dibuatkan format atau blanko

pengamatan sebagai instrumenya. Format/blanko tersebut disusun berisi item-item

tentang kejadian atau tingkah laku yang akan diteliti di lokasi penelitian. Dari

format ini akan diperoleh suatu petunjuk bahwa mencatat data observasi bukanlah

sekedar mencatat, tetapi juga mempertimbangkan efektif atau tidaknya poin-poin

yang diobservasi. Selain itu juga dilakukan penilaian kepada skala bertingakat.

Misalnya, mengobservasi reaksi penonton televisi bukan hanya mencatat rekasi

tersebut, tetapi juga menilai reaksi tersebut dengan memberikan skala penilaian

dengan sangat kurang, atau tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh

peneliti.50

Di antara poin-poin yang akan menjadi pedoman observasi adalah sebagai

berikut:

Apa yang saya kerjakan pada saat berada di pondok pesantren?

Bagaimana sistem pendidikan pondok pesantren?

Apa yang dilakukan oleh pimpinan, ustadz, santri, alumni dan pengurus

di pesantren dalam hal pengembangan pendidikan?

Apa pendapat penduduk di sekitar pesantren terhadap pesantren?

Adapun untuk lebih lengkapnya mengenai instrumen observasi akan dipaparkan

selanjutnya menjadi sebuah lampiran dalam laporan penelitian.

Setelah melakukan observasi, peneliti melakukan dokumentasi data-data

tertulis pesantren yang mendukung tema penelitian. Data-data tersebut berupa

pelaksanaan pendidikan di pesantren, foto-foto kegiatan, video, berita di website

dan lain sebagainya yang dapat dijadikan data sekunder. Setelah semua dilakukan

dengan baik akan dilakukan tahapan selanjutnya yaitu wawancara.

Wawancara (interview), teknik ini merupakan salah satu penyelidikan

ilmiah yang menggunakan verbal dalam proses komunikasi untuk mendapatkan

data yang berhubungan dengan tema penelitian. Menurut Antonio wawancara

sebagai teknik investigasi secara ilmiah untuk mendapatkan informasi yang

dinginkan.51

Penulis dalam hal ini melakukan wawancara terhadap subjek

penelitian di pesantren dengan sejumlah pertanyaan yang telah disiapkan

sebelumnya.52

Data dokumentasi yang telah didapatkan akan dilakukan

50

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek., (Jakarta:

PT. Rineka Cipta, 2006), 229. 51

Antonio Sandu, Simona Ponca, and Elena Unguru, ‚Qualitative Methodology in

Analyzing Edzucational Phenomena‛, RomanianJournal for Multidimensional Edzucation EBSCO , year 2, no. 5 (2010): 126 -127.

52Penulis memperlakukan informan sebagai teman diskusi yang bebas dan terbuka

yang tidak terbatas pada pertanyaan yang sudah direncanakan saja. Dengan cara ini,

informan dapat memberikan informasi seluas-luasny sehingga penulis mendapatkan

Page 34: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

17

trianggulasi53

dengan data yang dihasilkan dari wawancara dan observasi, karena

menurut Antonio trianggulasi data bertujuan untuk saling menguatkan dan

merekatkan.54

3. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data

primer adalah yang berkaitan langsung dengan topik penelitian dan digali langsung

dari sumber pertama. Data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap objek

penelitian dan hasil pengamatan langsung terhadap aktifitas santri di pondok

pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman. Data primer yang didapatkan bisa berupa

implementasi, peranan pondok pesantren, dan nilai-nilai multikultural yang

diterapkan. Sementara data sekunder merupakan data pendukung yang didapatkan

bukan langsung dari sumber pertama, misalnya dari buku, website, berita, majalah,

koran, dan lain sebagainya.

Objek kajian55

dalam penelitian ini adalah seluruh elemen pondok

pesantren al-Ashriyyah Nurul Iman Parung Bogor. Sementara informan yang

peneliti wawancara adalah orang-orang atau individu-individu yang dianggap

mengetahui dan memahami apa yang menjadi masalah dalam penelitian ini.

Informan dalam penelitian ini tidak bersifat acak, informan dicari secara sengaja,

maksudnya peneliti menentukan sendiri informan yang diambil karena

pertimbangan tertentu. Pertimbangannya lebih pada kemampuan informan untuk

memasok informasi selengkap mungkin kepada peneliti. Jadi, informan tidak

diambil secara acak, tetapi ditentukan sendiri oleh peneliti. Kemudian, untuk

menggali informasi yang lebih dalam, peneliti mengumpulkan data dari satu

informan kepada informan lain yang memenuhi kriteria melalui wawancara

mendalam, kemudian berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi, terjadi replikasi

atau pengulangan variasi informasi, ataupun mengalami titik jenuh informasi.

Dengan kata lain informasi yang diberikan oleh informan berikutnya tersebut sama

saja dengan apa yang diberikan oleh para informan sebelumnya. Teknik pencarian

informasi yang mendalam. Dalam proses wawancara penulis melakukan transkripsi yaitu

pencatatan terhadap informasi yang telah didapat dari informan. Lihat Elizabeth Charters,

‚The Use of Think-aload Methods in Qualitative Research An Introduction to Think-aload

Methods‛, Brock Education 12, 2 (2003):78-79 53

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan

melalui sumber lainnya (Moleong, 2005:330) 54

Antonio Sandu, Simona Ponca, and Elena Unguru, ‚Qualitative Methodology in

Analyzing Edzucational Phenomena‛, RomanianJournal for Multidimensional Edzucation EBSCO , year 2, no. 5 (2010): 126 -127.

55Penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi, tetapi dinamakan

situasi sosial yang terdiri dari tiga elemen, yaitu tempat (place), pelaku (actor), dan

aktivitas (activity). Lihat Hamid Patilima, Metode Penelitian Kualitatif (Malang: UMM

Press, 2010). Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta, 2012), 8. Lihat http://www.eurekapendidikan.com/2014/11/teknik-sampling-pada-penelitian.html.

Page 35: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

18

informan ini bermula pada satu orang informan, kemudian informan tersebut

diminta rekomendasi untuk memberikan pandangan tentang informan berikutnya.

Begitu seterusnya sehingga jumlah informan semakin banyak dan jumlah data

semakin akurat.56

Berikut skemanya:

4. Proses Analisis Data

Analisis data sebagai proses pemilahan dan pengelompokan data empiris

yang selanjutnya menjadi sebuah kumpulan informasi ilmiah yang tersusun dan

terstruktur secara sistematis menjadi laporan hasil penelitian. Dalam proses

analisis data, teknik yang dilakukan adalah analisis data sebelum ke lapangan dan

analisis di lapangan.

Sebelum datang ke lapangan, peneliti melakukan analisis data. Yakni

menganalisis data hasil studi pendahuluan ataupun data sekunder seperti hasil data

dari website atau dokumentasi yang ada. Dari analisis ini dapat menentukan fokus

pencarian data selanjutnya. Kemudian, analisis data dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung dan setelah pengumpulan data pada waktu yang

berbeda. Pada saat peneliti melakukan wawancara, peneliti sekaligus melakukan

analisis, sehingga jika didapatkan pertanyaan yang kurang mendalam maka peneliti

akan melanjutkan pertanyaan lagi sampai didapatkan jawaban yang memuaskan.

Kemudian proses pemilahan atau pengategorian data menggunakan model

seperti yang dijelaskan M. Atho Mudzhar, yaitu analisis komparatif konstan.

Analisis ini adalah analisis terhadap setiap kategori data yang muncul dengan cara

membandingkanya satu sama lain. Memperbandingkan setiap datum untuk

memunculkan berbagai kategori. Kemudian memperbandingkan, mengintegrasikan

56

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung:

Alfabeta, 2012), 61.

A Informan Pertama

Pilihan A

D E

B

F G

C

I H

Bagan 1.1: Tentang pengambilan informan

Page 36: PENDIDIKAN BERWAWASAN MULTIKULTURAL SEBAGAI UPAYA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/44924/1/Ichwanul... · kerja sama antar pesantren dengan lembaga luar pesantren

19

kategori-kategori untuk memunculkan hipotesis dan memberikan batasan teori.

Tujuan membandingkanya adalah untuk memverifikasi.57

57

M. Atho Mudzhar, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktik (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 47-54.