Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN KEIMANAN DALAM NAZAM „AQIDAT
AL-„AWȂM KARYA SYEKH MARZUQI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Solihati
NIM.1112011000115
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Skripsi yang berjudul Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
Karya Syekh Ahmad Marzuqi disusun oleh Solihati, NIM. 1112011000115,
jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan
dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang
munaqasyah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 18 Januari 2017
Yang Mengesahkan,
Dosen Pembimbing
Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag
NIP. 19710709 199803 1 001
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
“Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm Karya
Syekh Ahmad Marzuqi”
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh:
Solihati
NIM. 1112011000115
Yang mengesahkan,
Dosen pembimbing
Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag
NIP. 19710709 199803 1 001
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2017
UJI REFERENSI
Skripsi berjudul “Pendidikan Keimanan Dalam Nazam Aqidat al-„Awâm”
disusun oleh Solihati NIM. 111201100011, Jurusan Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya
ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketetuan yang
ditetapkan oleh fakultas.
Jakarta, 18 Januari 2017
Yang Mengesahkan,
Pembimbing
Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag
NIP. 19710709 199803 1 001
i
ABSTRAK
Solihati (NIM: 1112011000115). Pendidikan Keimanan dalam Naẕam „Aqidat
al-„Awȃm Karya Syekh Ahmad Marzuqi. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama
Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Syarif Hidayadatullah Jakarta.
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui pendidikan yang terdapat
pada Naẕam „Aqidat al-„Awȃm. Dengan harapan pendidikan yang terdapat pada
Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, bisa mengatasi problematika akidah yang terjadi di
kalangan umat Islam guna menjaga keimanan umat Islam agar tetap konsisten.
Dan untuk mengatasi itu semua, dapat dimulai melalui pendidikan. Sebab,
lembaga pendidikan berperan penting dalam menanamkan keimanan, terlebih
lembaga pendidikan Islam. Untuk itu, lembaga pendidikan harus memikirkan
secara matang materi pendidikan keimanan yang akan disampaikan, tentunya
yang sesuai dengan ajaran Islam, sebagai tujuannya. benar-benar mempersiapkan
konsep pendidikan keimanan, tentunya yang sesuai dengan ajaran Islam, sebagai
tujuannya. Di samping itu, penting juga mempersiapkan konsep pada saat proses
pembelajaran, seperti penggunaan metode yang menyenangkan agar peserta didik
menikmati setiap proses pembelajaran yang dilalui.
Adapun metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode kualitatif, lebih tepatnya adalah metode penelitian kepustakaan atau
library reasearch yang bercorak deskriptif analitis atau analitis kritis, yaitu
mengkaji gagasan primer mengenai ruang lingkup permasalahan yang dipercaya
oleh gagasan sekunder yang relevan.
Hasil penelitian yang didapat bahwasanya terdapat konsep pendidikan
keimanan dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm meliputi perkara rukun iman, selain
iman kepada qadha dan qadar. Hal itu dikarenakan perkara qadha dan qadar sulit
dipahami oleh orang awam, karena tujuan Nazam „Aqidat al-„Awȃm sendiri adalah
untuk mempermudah orang awam atau pemula yang mempelajari akidah. Selain
itu, perkara qadha dan qadar secara tersirat sudah terangkum dalam rukun iman
yang pertama yaitu iman kepada Allah Swt. Jadi, tidak ada paradigma baru yang
signifikan mengenai pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm,
karena berbicara masalah keimanan berarti berbicara mengenai rukun iman yang
enam perkara. Dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm juga mewajibkan untuk mukallaf
mengetahui dan meyakini persoalan nabi Muhammad Saw secara rinci.
ii
KATA PENGANTAR
ن الر يم بسم هللا الر حم
Alhamdulillahirobbil‟alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah Swt, atas berkat nikmat, rahmat serta hidayah-Nya yang telah memberikan
penulis inspirasi, kecerahan dalam berpikir serta kemudahan, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat beriring salam semoga selalu
tercurah kepada baginda alam, pemegang panji islam, nabi besar Muhammad
Saw, yang telah membawa kegelapan menuju cahaya kebenaran, semoga kita
dapati syafa‟atnya di hari kiamat nanti.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak, sehingga penulis terbantu dalam menyelesaikan karya
ilmiah ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan yang
setinggi-tingginya dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA, selaku Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama
Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sekaligus Dosen Penasehat
Akademik.
5. Dr. Akhmad Shodiq, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing yang telah bersedia
memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan saran kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini.
6. Ayahanda Muhammad Anwar dan Ibunda tercinta Yatmi atas pengorbanan
serta do‟a yang selalu dipanjatkan untuk anakmu ini, semoga selalu dalam
kasih sayang dan rahmatt Allah Swt.
iii
7. Keluarga besar PONPES Daar El-Hikam, khususnya orang tua kedua
sekaligus guru yaitu Abi KH. Bahrudin, S.Ag. dan Umi Hj. Tuti Rosmaya
atas ilmu, kasih sayang dan do‟a yang telah diberikan kepada penulis.
8. Bapak-bapak dan Ibu Dosen Jurusan Pendidikan Agama Islam dan seluruh
staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan atas ilmu yang telah diberikan.
9. Terima kasih buat sahabat setia, seperjuangan yang menginspirasi
Muhammad Yunus Yazid, Laeli Istiqomah, Ipah Latipah, Putri Firdah Rajak,
Nurjannah, Zuhdiyati, Rosita yang bersedia menemani dalam suka maupun
duka.
10. Terima kasih pula kepada keluarga pengurus putri PONPES Daar El-Hikam
Ceuceu Mpah, Wilda, Lili, Arsita, Ulfi, Makiyyah, Dewi, Mul, Farikha,
Naufal, Anisaul, Aisyah, Tria, Puji yang selalu membuat hari-hari penulis
berwarna dan memberi nilai kehidupan memahami satu sama lain.
11. Seluruh teman-teman PAI KANCA C (Een, Rini, Susi, Syifa, Ranti, Zairina,
Ayu, Febi, Amel, Mala, Ira, Fuji, dll) semoga ikatan kebersamaan kita selalu
terikat erat.
12. Teman-teman PAI angkatan 2012 yang tidak bisa penulis sebut satu per satu.
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, mereka yang telah
berkonstribusi langsung maupun tidak, sedikit ataupun banyak dalam proses
penyusunan skripsi ini, tiada kata yang paling indah dan layak selain ucapan
terima kasih, semoga semua amal baik mereka bernilai ibadah dan dibalas oleh
Allah Swt. Harapan penulis semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis
pribadi dan umumnya bagi pembaca lainnya.
Jakarta, 18 Januari 2017
Penulis
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
SURAT KETERANGAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................... 11
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 11
D. Rumusan Masalah ............................................................................ 12
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 12
F. Manfaat Penelitian ............................................................................ 12
BAB II KAJIAN TEORI .................................................................................. 13
A. Pengertian Pendidikan ..................................................................... 13
B. Hakikat keimanan ............................................................................ 17
C. Objek Keimanan .............................................................................. 22
D. Pendidikan Keimanan ...................................................................... 25
1. Pengertian Pendidikan Keimanan ................................................ 25
2. Tujuan Pendidikan Keimanan ...................................................... 26
3. Ruang Lingkup Pendidikan Keimanan ........................................ 28
E. Pengertian Nazam ............................................................................ 47
F. Nazam „Aqidat al-„Awȃm Karya Syekh Marzuqi ............................. 48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 56
A. Objek dan Waktu Penelitian ............................................................ 56
B. Metode Penulisan............................................................................. 56
C. Fokus Penelitian ............................................................................... 57
D. Prosedur Penelitian .......................................................................... 57
v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 60
A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif Kitab Naẕam „Aqidat al-
„Awȃm .............................................................................................. 60
1. Biografi Pengarang Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm ................ 60
2. Karya-karya Syekh Marzuqi...................................................... 61
3. Tentang Kitab Naẕam „Aqidat Al-„Awȃm .................................. 62
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif Kitab ............................. 66
C. Interpretasi Hasil Analisis ................................................................ 67
D. Pembahasan Pendidikan Keimanan dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm
......................................................................................................... 70
1. Iman Kepada Allah (ilahiyyat) .................................................... 71
2.Iman Kepada Rasul (nubuwwat) ................................................... 81
3. Iman Kepada Malaikat (Sam‟iyyat) ............................................. 86
4.Iman Kepada Kitab-Kitab ............................................................. 87
5.Iman Kepada Hari Kiamat ............................................................ 88
6. Silsilah nabi Muhammad Saw ..................................................... 90
7. Penutup Naẕam ............................................................................ 97
E. Nilai-Nilai Pendidikan Lainnya dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm ..100
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ...................................101
A. Kesimpulan ....................................................................................101
B. Implikasi ........................................................................................102
C. Saran ..............................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................103
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Swt yang paling sempurna,
karena dilengkapi dengan akal, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. al-Tîn
(95): 4, yaitu:
ا ىلد خيل نس تليم ٱل حص ٤ ف أ
(4)Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dengan bentuk
yang sebaik-baiknya. (QS. al-Tîn (95): 4)1
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia merupakan sebaik- baik
makhluk ciptaan, karena hanya manusia makhluk yang dianugerahi oleh Allah
Swt berupa akal, sebagai alat untuk berpikir. Sehingga membuat manusia dapat
menerima pendidikan serta mendidik. Sehubungan dengan ayat itu, Ibnu „Arabi
berpendapat seperti yang telah dikutip oleh Ramayulis dari Ismail Raji‟ al-
Faraqi dalam bukunya Islam dan kebudayaan sebagai berikut:
Tak ada makhluk Allah yang lebih bagus daripada manusia, yang
memiliki daya hidup, mengetahui, berkehendak, berbicara, melihat,
mendengar, berfikir dan memutuskan. Manusia adalah makhluk kosmis
yang sangat penting, karena dilengkapi dengan semua pembawaan dan
syarat-syarat yang diperlukan bagi mengemban tugas dan fungsinya
sebagai makhluk Allah di muka bumi.2
Oleh karena itu, berkat anugerah akal dari Allah Swt tersebut, manusia
menempati beberapa kedudukan, diantaranya yaitu sebagai hamba Allah,
khalifah di muka bumi, dan makhluk yang dapat menerima pendidikan serta
mendidik. Berkenaan dengan kedudukan manusia sebagai hamba Allah,
dikarenakan manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama
sesuai dengan fitrahnya3, sebagaimana nabi Muhammad Saw. bersabda:
1 Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Lentara Abadi, 2010), h. 708
2 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta:
Kalam Mulia, 2015), Cet. IV, h. 71
3 Ibid, h. 82
2
عن أب ىري رة، أنو كان ي قول: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: ما سانو، كما ت نتج من مولود إل يولد على الفطرة، فأب واه ي هودانو وي نصرانو ويج
رءوا البهيمة بيمة ج ون فيها من جدعاء؟ ث ي قول: أبو ىري رة واق س عاء، ىل تها ل ت بديل للق اهلل )إن شئتم: 4الية (فطرة اهلل الت فطر الناس علي
Dari Abu Hurairah ra, bahwasannya dia berkata: telah bersabda
rasulullah SAW: seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia
berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orangtuanyalah yang
akan membuatnya menjadi yahudi, nasrani, majusi, sebagaimana hewan
yang dilahirkan selamat tanpa cacat. Maka apakah kalian merasakan
adanya cacat? Lalu Abu Hurairah berkata: apabila kalian mau maka
bacalah firman allah yang berbunyi: “... fitrah Allah disebabkan dia
telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu”
Lebih lanjut, ayat yang berbicara mengenai fitrah manusia adalah
sebagai berikut:
ك حيفا فعرت فأ م للي ا ل تتديو ليق ٱجلاس ػعر ٱىت ٱلل وج لم ٱلل غيي ذ ٱلي لي
ؽث ٱى أ ن ٱجلاس ولؾ ٣٠ل يػي
(30) Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam);
(sesuai) fitrah Allah disebabkan dia telah menciptakan manusia menurut
(fitrah) itu. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak
mengetahui. (QS. Ibrahim/ 30:30)5
Dalam ayat ini fitrah diartikan “sebagai agama, karena manusia
diciptakan untuk melaksanakan tugas agama, yaitu ibadah.” Mengenai makna
fitrah para ulama berbeda pendapat, seperti Abu Hurairah, Ibnu Syihab dan
lain-lain yang berpendapat bahwa “fitrah berarti islam”.6
Pada hakikatnya manusia memiliki fitrah berupa keimanan kepada Allah,
sebagaimana dalam firman Allah disebutkan pada QS. al-A‟raf (7): 172,
berikut:
4 Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif al-Nawawi, Shahih Muslim bii Syarhi al-Nawawi
Juz. 15, (Kairo: Daar Ibn al-Jauzi, 2011), h. 168
5 Departemen Agama RI, op. cit, h. 495
6 Ibid, h, 496-497
3
لصج إذ و أ فص
أ لع د ش
وأ ذريخ ر ظ ةن ءادم خذ ربم
أ م ةربؾ ا ي ن تلل
ا ةل شدا أ
ث كال فيني ٱىلي هذا غ ا ع ١٧٢إا ن(172) Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-
anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap
jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan:
"Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)". (QS. al- A‟raf (7): 172)7
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia telah melakukan perjanjian
secara terikat dengan Allah untuk bertauhid, yang berarti ketika dilahirkan
manusia telah dibekali tauhid, bukan dalam keadaan atheis maupun musyrik.8
Kemudian setelah manusia lahir, lingkungan tempat manusia hidup membawa
pengaruh terhadap keimanannya. Sebagaimana hadis sebelumnya, lingkungan
yang paling berpengaruh adalah orang tua, karena merupakan lingkungan yang
paling dekat. Seseorang yang dilahirkan di lingkungan keluarga yang atheis
atau musyrik sudah barang tentu akan menjadi atheis atau musyrik. Kecuali,
ada pengaruh lingkungan lain yang membawa perubahan yang menghantarkan
kepadanya untuk memperoleh hidayah dari Allah Swt.
Pada dasarnya semua agama yang diturunkan oleh Allah Swt (agama
samawi), memposisikan tauhid sebagai komponen utama suatu agama. Oleh
sebab itu, setiap Rasul yang diutus oleh Allah Swt mempunyai tugas untuk
menanamkan tauhid ke dalam jiwa umatnya, dengan menyeru umatnya untuk
beriman kepada Allah Swt, menyembah, mengabdi, dan berbakti kepada-Nya,
serta melarang untuk menyektukan Allah Swt dalam bentuk apa pun, baik zat,
sifat, maupun af‟al-Nya.9
Begitu pun nabi Muhammad Saw. yang menjadikan tauhid sebagai misi
risalahnya. Beliau memusatkan dakwahnya untuk meng-Esa-kan Allah Swt,
seruan tersebut beliau lakukan ketika awal kerasulannya sejak periode Mekkah.
Bukti yang menunjukkan bahwa misi dakwah Rasulullah Saw. untuk
7 Departemen Agama RI, op. cit., h. 519
8 Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996), Ed. I, Cet. III, h. XIII
9 Ibid, h. XIV
4
menanamkan tauhid, adalah ayat-ayat yang turun pada periode Mekkah atau
ayat Makiyyah berisi masalah-masalah perihal tauhid.10
Islam sebagai agama yang dirisalahkan oleh nabi Muhammad Saw.,
“menjadikan tauhid sebagai dasar pokok atau fondasi ajarannya, yang di
atasnya didirikan bangunan-bangunan seperti hukum, akhlak/moral dan
sebagainya.”11
Dengan fondasi yang kuat dan kokoh maka bangunan-
bangunan tersebut akan berdiri dengan kuat dan kokoh pula. Analoginya
adalah, apabila keimanan terhadap Allah Swt kuat dan kokoh, maka hukum,
akhlak/moral dan sebagainya akan terlaksana dengan baik dan benar. Ketika
hukum-hukum dan perbuatan manusia terlaksana dengan baik dan benar maka
keimanan pun menjadi bertambah.
Perumpamaan tersebut telah termaktub dalam QS. Ibrahim (14): 24- 25,
sebagai berikut:
لا ف ٱلل حر نيف ضب أ ا ذاةج وفرع صي
ث ظيتث نشجرة ظيتث أ رل ك
اء ويضب حؤت ٢٤ ٱلص ا حين بإذن ربا ك ؽي
رال ٱلل أ
ٱل اس ىػي لي
رو و ٢٥يخذنرون ث ختيرث نشجرة ختيرث ق ٱجخرج ك رض ف ٱل ا ا ل
رار ٱلل يثتج ٢٦ك ٱلي ا ة ل ءا ة ف ٱثلاةج ٱىل ي نيا ٱل ٱلل ويضو ٱألخرة وف ٱل
ني ا يشاء ٱلل ويفػو ٱىظي ٢٧
(24) Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat
perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya kuat
dan cabangnya (menjulang) ke langit,(25) (pohon) itu menghasilkan
buahnya pada setiap waktu dengan seizin Tuhannya. Dan Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu
ingat. (26) dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang
buruk, yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak
dapat tetap (tegak) sedikitpun. (27) Allah meneguhkan (iman) orang-
orang yang beriman dengan ucapan yang teguh (dalam kehidupan) di
dunia dan akhirat; dan allah menyesatkan orang- orang yang zalim dan
allah berbuat apa yang dia kehendaki (QS. Ibrahim/14: 24-27)12
Ayat di atas menjelaskan bahwa perumpamaan iman yang kuat ibarat
pohon yang baik, dengan akar yang kokoh, sehingga cabangya menjulang ke
10 Ibid, h. XIV
11
Ibid, h. XV
12
Departemen RI, op. cit, h. 143
5
langit dan dapat menghasilkan buah pada setiap musim. Keimanan diibaratkan
sebagai akar atau pondasi, sedangkan hukum-hukum atau syari‟ah serta
akhlak/moral diibaratkan sebagai cabang dan buahnya.
Dari uraian di atas kita mengenal dalam Islam adanya rukun agama yang
tiga, yaitu Iman, Islam dan Ihsan. Iman bentuk implementasinya adalah akidah,
Islam implementasinya adalah syari‟at/ hukum-hukum dan ihsan
implementasinya adalah akhlak. Ketiganya tidak dapat dipisahkan, karena
memiliki keterkaitan. “Ketika akidah tertanam dengan kuat maka akan
merefleksikan syari‟at dan akhlak yang baik dan benar, begitu pun sebaliknya
ketika akidah lemah maka syari‟at dengan akhlak tidak akan terlaksana dengan
baik. Dan ketika syari‟at dan akhlak terlaksana dengan baik, maka akan
menambah keimanan.”13
Keimanan atau akidah tak luput dari masalah di kalangan umat Islam.
Permasalahan akidah diawali ketika masa khalifah „Ali bin Abi Thalib.
Sedangkan pada masa Rasulullah Saw. sampai khalifah Usman bin „Affan
(644-656 M) belum terjadi problem teologis di kalangan umat Islam. Awal
mula terjadinya permasalahan akidah adalah ketika masa pemerintahan „Ali bin
Abi Thalib (656-661M) dengan munculnya kelompok khawarij, yaitu
pendukung „Ali yang memisahkan diri, karena tidak setuju dengan sikap „Ali
yang menerima tahkim14
(arbitrase) dalam menyelesaikan konfliknya dengan
Muawiyah bin Abi Sufyan, gubernur Syam semasa perang shiffin. Kelompok
khawarij tersebut, bahkan berpendapat “pelaku tahkim yaitu Ali bin Abi
Thalib, Abu Musa al-Asy‟ari, Mu‟awiyah bin Abi Sufyan, dan Amr bin „Ash,
13 Yusran Asmuni, op. cit, h. XV
14
Tahkim (Ar.: tahkim= menjadikan sebagai hakim). Berlindungnya dua pihak yang
bersengketa kepada orang yang mereka sepakati dan setujui serta rela menerima keputusannya
untuk menyelesaikan persengketaan mereka; berlindungnya dua pihak yang bersengketa kepada
orang yang mereka tunjuk (sebagai penengah) untuk memutuskan/ menyelesaikan perselisihan
yang terjadi di antara mereka. Peristiwa tahkim antara Ali bin Abi Thalib dengan Mu‟awiyah bin
Abu Sufyan dalam penyelesaian perang siffin (657). Sebagai hakam (juru runding) dari pihak Ali
bin abi Thalib ditunjuk Abu Musa al-Asy‟ari, sedangkan dari pihak Mu‟awiyah ditunjuk Amr bin
Ash. Pada mulanya kedua hakam ini bersepakat untuk menurunkan Ali bin Abi Thalib dan
Mu‟awiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah. Tetapi, sejarah mencatat tahkim tersebut berjalan
pincang, sehingga Ali bin Ali Thalib turun dari jabatan kekhalifahannya, sementara Mu‟awiyah
dikukuhkan sebagai khlaifah. (Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: Ichtiar
Baru van Hoeve, 1999), Cet. II, h. 1750- 1751)
6
telah keluar dari Islam dan harus dibunuh. Namun, dalam catatan sejarah hanya
Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh oleh kelompok khawarij.”15
Selain itu, pemicu permasalahan akidah di kalangan umat Islam
disebabkan pula oleh munculnya filsafat Yunani dan pemikiran rasional pada
abad ke-2 Hijriah. Salah satunya lahirnya aliran mu‟tazilah yang
mengembangkan pemikirannya secara rasional dengan memposisikan akal di
tempat yang tinggi, sehingga banyak pemikirannya yang tidak sejalan dengan
pendapat kaum tradisional, yang kemudian menimbulkan pertentangan antara
keduanya.
Pertentangan antara dua kelompok tersebut memuncak ketika
pemerintahan Dinasti Abbasiyah yaitu pada masa khalifah al-Makmun (813-
833 M), beliau menjadikan mu‟tazilah sebagai mazhab resmi negara dan
memaksakan paham mu‟tazilah kepada kaum muslim. Sehingga memunculkan
reaksi keras dari kaum tradisional berupa paham ahlus sunnah wal jama‟ah
atau dikenal juga dengan sebutan sunny.16
Paham-paham akidah yang telah disebutkan di atas hanya sebagian kecil
saja, hingga sekarang ini, banyak firqah-firqah bermunculan yang berisikan
paham yang berbeda, bahkan bertentangan satu sama lain. Adapun munculnya
gerakan-gerakan radikalisme dilatarbelakangi oleh pemahaman keagamaan
literal, setengah-setengah dan ad hoc terhadap ayat al-Qur‟an. Dan
pemahaman-pemahaman tersebut tidak memberikan ruang akomodasi dan
kompromi dengan kelompok muslim lain pada umumnya, dan hampir selalu
dengan cara kekerasan. Padahal agama Islam melarang sekali segala bentuk
kekerasan, terlebih kekerasan atas nama agama.17
Meskipun demikian, aliran yang mendominasi di dunia ini adalah ahlu
al-sunnah wal jama‟ah.18
Indonesia adalah salah satu negara dengan populasi
15 Asmuni, op. cit., h. XV
16
Ibid, h. XVI
17
Azyumardi Azra, “TANTANGAN PAI: RADIKALISME Peningkatan Efektivitas dan
Peran PAI”, Makalah disampaikan pada Studium Generale PAI, FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, Jakarta, 13 April 2015, h 3
18
Siradjuddin Abbas, I‟tiqad Ahlussunnah Wal-Jama‟ah, (Jakarta: Radar Jaya, 1995), Cet.
XX, h. 8
7
muslim terbanyak di dunia, yang dari dulu menganut paham ahlu al-sunnah.
Akan tetapi tidak bisa dipungkari Indonesia pun sudah banyak bertebaran
aliran-aliran atau paham-paham yang radikal, bahkan sesat mengatasnamakan
Islam, tak sedikit pula diantara mereka saling mem-bid‟ah-kan, dan saling
mengkhurafatkan, bahkan tak jarang pula di antara mereka saling
mengkafirkan satu sama lain.
Gerakan-gerakan tersebut semakin meluas. Oleh karena itu, yang
menjadi sasaran utamanya adalah merekrut kalangan pelajar dan mahasiswa.
Fenomena tersebut menyadarkan kita, bahwa keimanan dalam diri seseorang
sangatlah penting. Oleh karenanya, keimanan menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Adapun ilmu yang mempelajari keimanan disebut ilmu tauhid yang merupakan
salah satu disiplin ilmu yang hukumnya wajib untuk dipelajari bagi umat Islam.
Bahkan hukumnya adalah fardlu „ain, artinya ada keharusan yang mutlak dan
memaksa bagi setiap individu untuk mempelajari ilmu tauhid atau ilmu akidah.
Hal ini sebagaimana diterangkan dalam kitab Ta‟lim Muta‟ailim fi Thariq al-
Ta‟allum yang artinya sebagai berikut:
Ketahuilah, bahwa yang fardlu bagi setiap muslim itu bukanlah menuntut
segala macam ilmu. Tapi hanyalah ilmu hal (ilmu tingkah laku/ keadaan,
maksudnya pengetahuan-pengetahuan yang selalu diperlukan dalam
menunjang kehidupan agamanya) seperti yang dikatakan: ilmu yang
paling utama adalah ilmu hal dan perbuatan paling utama yaitu
memelihara al-hal.19
Ilmu tauhid merupakan salah satu pengetahuan yang diperlukan untuk
menunjang kehidupan agama dalam diri seseorang. “Kedudukan ilmu tauhid
ini sangatlah sentral dan fundamental, karena menjadi asas atau gantungan
segala sesuatu dalam Islam.”20
Berkaitan dengan kedudukan manusia sebagai makhluk yang dapat
menerima pendidikan. Keimanan dapat ditanamkan dengan mempelajari ilmu
tauhid melalui lingkungan pendidikan, khususnya adalah pendidikan Islam.
19 Syaikh Az-Zarnujiy, Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu, Terj. dari Ta‟limul Muta‟allim Thoriqi
Al -Ta‟allum oleh Aliy As‟ad (Kudus: Menara Kudus), h. 3
20
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008),
h. 199
8
Oleh sebab itu, lembaga pendidikan Islam dapat dikatakan memegang peranan
penting dalam menanamkan akidah atau keimanan. Jika keimanan tertanam
dengan baik, maka akan merefleksikan akhlak terpuji, sehingga tujuan
pendidikan Islam pun tercapai, karena pada dasarnya sebuah pembelajaran
adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan
perilaku21
, tentunya perilaku yang baik atau akhlak yang baik yang didasari
keimanan yang kuat.
Landasan yuridis yang berkaitan dengan penjelasan di atas adalah UUD
1945 Pasal 31 ayat (3) dalam UU Nomor 20 Tahun 2003, yang merupakan
turunan dari nilai-nilai pancasila, yang mana inti nilai pancasila adalah
ketuhanan Yang Maha Esa, yang merupakan nilai tauhid. Kemudian nilai
tersebut diturunkan kembali ke dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 3 diuraikan
bahwa “pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang
maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.22
Karena dengan
keimanan dan ketakwaan dapat mewujudkan peserta didik yang berakhlak
mulia serta mewujudkan tujuan lainnya.
Sedangkan pendidikan Islam secara rinci memiliki fungsi atau tujuan
terhadap masyarakat untuk memperbaiki (ishlah), salah satunya adalah Ishlah
al-aqidah, memperbaiki akidah umat. Islam telah mampu memperbaiki akidah
dan masyarakat yang menyembah berhala kepada agama tauhid. Dalam Islam,
zat yang berhak disembah hanyalah Allah Swt. Akal pun membenarkan bahwa
yang berhak disembah hanyalah Allah Swt semata.23
Pendidikan keimanan hendaknya ditanamkan sejak dini. Hal tersebut
terbukti dalam ajaran Islam ketika manusia baru dilahirkan dianjurkan untuk
didengarkan adzan dan iqomah, dengan tujuan agar kalimat pertama yang
didengar adalah kalimat Tauhid. Sedangkan sejalan dengan pertumbuhan dan
21 Ratna Yudhawati dan Dany Haryanto, Teori-Teori Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya, 2011), h. 16
22
Sisdiknas, (Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004), h. 7
23
Ramayulis, op. cit., h. 100-101
9
perkembagannya, manusia mengenal ilmu tauhid atau keimanan melalui
lingkup yang lebih luas, yaitu lembaga pendidikan. Tujuannya adalah agar
akidah seseorang tetap konsisten dan tidak menyimpang. Pentingnya
pendidikan keimanan bagi manusia terdapat dalam al-Quran, sebagaimana
Luqman menasehati anaknya yang diabadikan dalam QS. Luqman (31): 13,
sebagai berikut:
ل إذ و ة كال ىلم يػظ ۥو ك إن ٱلل يتن ل تشك ة ٱلش غظي ١٣ىظي(13) Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika ia
memberi pelajaran kepadanya: "wahai anakku!, janganlah engkau
mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
benar-benar kezaliman yang besar". (QS. Luqman (31): 13)24
Pentingnya menanamkan keimanan atau akidah melalui pendidikan
menjadi perhatian para ulama, khususnya ulama tradisional atau ahlus sunnah.
Agar pelajar tidak menerima begitu saja paham-paham yang dapat memecah
belah umat Islam.
Salah satu ulama tradisional yang menyimpan perhatian mengenai
pentingnya penanaman keimanan bagi pelajar pemula atau awam adalah
Syaikh Ahmad al-Marzuqi dalam kitab„Aqidat al-„Awȃm dengan bentuk
nazam, lebih jelasnya terdiri dari 57 nazam. Kitab tersebut berisikan pokok-
pokok ajaran ahlus sunnah.
Syaikh Marzuqi adalah seorang yang sangat alim dan wara‟, bahkan
dikenal dengan waliyullah.25
Dalam sebuah riwayat dikisahkan bawa nazam-
nazam yang dimuat di dalam kitab ini berasal langsung dari Nabi Muhammad
Saw., sebagaimana termaktub dalam Syarh Nûr al-Zalam, dimana suatu
malam, tepatnya malam Jum‟at pertama di bulan Rajab hari ke-6 1258 H.
Ketika itu, Syaikh Marzuqi bermimpi bertemu Rasulullah Saw. dan dikelilingi
oleh para sahabat. Lalu Rasulullah Saw. bersabda kepada Syeikh Marzuqi.
24 Departemen Agama RI, op. cit., h. 545
25
Toto Edi, Dkk, Ensiklopadi Kitab Kuning, (Ciputat: Aulia Press, 2007), h.125- 126
10
ي خ ل ك ن م د و ص ق م ال ال ن و ة ن ال ل خ ا د ه ظ ف ح ن م ت ال د ي ح و الت ة م و ظ ن أ م ر ق ا 26ة ن و الس اب ت ك ال ق اف و
“Bacalah nazam-nazam tauhid yang siapa orang bisa menghafalnya,
niscahya ia masuk surga dan tercapai tujuan dari setiap kebaikan yang sesuai
dengan al-Quran dan Sunnah”27
Pada intinya adalah Syeikh Marzuqi diberi pesan oleh Nabi Muhammad
Saw. melalui sebuah mimpi, dan pesan tersebut disampaikan hingga sampai
kepada kita sekarang ini, melalui sebuah karya tulis luar biasa yang diberi
judul „Aqidat al-„Awȃm. Kemudian diberi penjelasan atau syarh oleh ulama
besar Indonesia Syekh Nawawi al-Bantani dengan judul Nûr al-Zalȃm.
Hal tersebut, menunjukkan bahwa kitab tersebut memiliki visi dan misi,
upaya pengajaran akidah bagi pemula atau awam, dalam bentuk nazam yang
ringkas lagi padat sebagaimana diuraikan dalam bait ke 5128
ة ر س ي م ة ل ه س ام و ع ل ل * و ة ر ص ت م ة د ي ق ع ه ذ ى و Dan ini adalah akidah yang ringkas lagi padat
Bagi orang awam mudah tidak sulit29
Mudah yang dimaksud di atas adalah mudah dalam segi makna,
sedangkan tidak sulit di atas adalah dari segi kuantitas nazam yang tidak
banyak sehingga tidak sulit untuk menghafalkannnya. Karena, seiring dengan
perkembangan zaman dan pelbagai masalah dalam aqidah atau keimanan,
banyak manusia yang tidak tahu mengenai akidah dasar dalam islam.
Selain berisikan akidah dasar, keistimewaan lain dari kitab tersebut
adalah metode penyampaian yang berbentuk nazam. Pendidikan akidah dalam
bentuk nazam tersebut dapat dimanfaatkan untuk memudahkan pembelajaran
akidah masa kini, khususnya bagi pemula untuk mengenalkan pondasi-pondasi
26 Syeikh Nawawi al-Jawi al-Syafi‟i, Nur al-Zalam: Syarhu „ala Manzumati „Aqidat al-
„Awami, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2008), Cet. I, h. 7
27
Syekh Nawawi al-Bantanie, Penarang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zalam oleh Team
Terjemah Pustaka Mampir, (tt.p :t.p., t.t.), h. 2
28
al-Syafi‟i, op. cit., h. 71
29
al-Bantanie, op. cit., h. 196
11
agama Islam yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. agar tidak terpengaruh
ajaran-ajaran akidah yang bertentangan.
Kita ketahui bahwasannya banyak tenaga pendidik yang masih
kebingungan dalam mengaplikasikan metode untuk pembelajaran materi
tauhid, sehingga pembelajaran berlangsung secara monoton dan membosankan,
yang menyebabkan pesan-pesan dalam materi pembelajaran tersebut
khususnya materi tauhid tidak sampai kepada siswa, sehingga tujuan
pembelajaran pun tidak tercapai.
Oleh sebab itu, penulis memiliki ketertarikan untuk mengkaji lebih dalam
mengenai konsep pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm,
dituangkan dalam penelitian yang berjudul “PENDIDIKAN KEIMANAN
DALAM NAZAM „AQIDAT AL-„AWȂM”.
B. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, dapat di identifikasi beberapa
masalah sebagai berikut:
1. Banyaknya firqah-firqah berisikan paham-paham yang dikhawatirkan
mempengaruhi akidah di kalangan umat Islam, yang menjadikan sasaran
utamanya adalah kalangan pelajar dan mahasiswa.
2. Banyak tenaga pendidik yang masih kebingungan dalam mengaplikasikan
metode untuk pembelajaran materi tauhid, yang berimbas pada tidak
tercapainya tujuan pembelajaran.
3. Perlunya solusi untuk mengatasi permasalahan akidah melalui dunia
pendidikan berupa konsep pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-
„Awȃm.
C. Pembatasan Masalah
Atas dasar latar belakang serta identifikasi masalah di atas, dan
berdasarkan beberapa pertimbangan peneliti memfokuskan dan membatasi
masalah penelitian ini dengan upaya menemukan dan meneliti lebih rinci
mengenai Pendidikan Keimanan dalam Nazam „Aqidat Al-„Awȃm Karya Syekh
Marzuqi.
12
D. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pendidikan
keimanan yang terdapat dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh
Marzuqi?
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan
keimanan yang terdapat dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat atau kegunaan dilakukannya penelitian ini di antaranya
adalah:
1. Agar masyarakat menambah kecintaannya terhadap ulama-ulama tradisional
yang karyanya mendunia.
2. Menumbuhkan kesadaran bagi masyarakat bahwa karya ulama terdahulu
tidak kalah dengan karya-karya ilmuan di era modern
3. Sebagai upaya pengembangan pengetahuan dan pelatihan membuat karya
ilmiah bagi peneliti sendiri maupun orang lain.
4. Menambah khazanah pendidikan Islam di indonesia.
5. Agar mahasiswa berminat dan termotivasi untuk mengkaji kitab-kitab para
ulama terdahulu maupun sekarang.
13
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut orang awam adalah “mengajari murid di sekolah,
melatih anak hidup sehat, malatih silat, menekuni penelitian, membawa anak
ke mesjid, melatih anak menyanyi, bertukang, dan lain-lain”1. Pada sekitar
abad ke-6 SM orang-orang Yunani telah mengenal istilah pendidikan, mereka
menyatakan bahwa pendidikan adalah “usaha membantu menjadi manusia
dengan tiga kriteria yaitu: pertama, memiliki kemampuan dalam
mengendalikan diri; kedua, cinta tanah air; dan ketiga berpengetahuan.”2
Disebutkan bahwa salah satu kriteria menjadi manusia adalah mampu
mengendalikan diri. Pernyataan tersebut merupakan cikal bakal lahirnya istilah
emotional intelligence (EI) atau emotional quotient (EQ) yang berarti
kecerdasan emosional, yang muncul pada dekade 90-an (sekitar tahun 1995)
dalam buku Goleman.3
Akan tetapi menurut Ari Ginanjar, menyatakan bahwa IQ dan EQ saja
tidaklah cukup dalam diri manusia, masih ada nilai-nilai lain yang tidak bisa
kita pungkiri keberadaannya, yaitu kecerdasan spiritual atau spiritual quotient
(SQ).4 Karena, SQ mengajarkan nilai-nilai kebenaran yang diajarkan agama,
yang tanpanya di dunia ini akan hanya ada kaum hedonisme. Secara tidak
langsung pernyataan tersebut menyatakan kesadaran akan pentingnya
keimanan sebagai tujuan pendidikan.
Pendidikan dapat diartikan juga sebagai sebuah proses dengan metode-
metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan
1Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010),Cet. IX, h. 24
2Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islami, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), Cet. V,
h. 33
3Ibid, h. 33
4Ary Ginanjar Agustian, ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui al- Ihsan, (Jakarta: Arga,
2007), Cet. XI, h. 65
14
cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.5 Pernyataan tersebut
menitikberatkan kepada kebutuhan manusia. Sebagaimana kita ketahui
bahwasannya kebutuhan manusia berbeda-beda pada setiap individunya, hal ini
tentunya disebabkan beberapa faktor, salah satunya ialah faktor lingkungan.
Sehingga pendidikan benar-benar perlu dirumuskan secara komprehensif,
sehingga manusia dapat memenuhi kebutuhannya. Dengan demikian definisi
pendidikan ini masih terlalu umum.
Dalam dictionary of psychology (1972) pendidikan diartikan sebagai
“...the institutional procedures which are employed in accomplishing the
development of knowledge, habits, attitudes, etc. Usually the term is applied to
formal institution”. Jadi pendidikan berarti tahapan kegiatan yang bersifat
kelembagaan (seperti sekolah dan madrasah) yang dipergunakan untuk
menyempurnakan perkembangan individu dalam menguasai pengetahuan,
kebiasaan, sikap, dan sebagainya.6
Pengertian ini tampaknya mengartikan pendidikan dalam arti sempit,
karena pendidikan dibatasi oleh institusi atau lembaga yang disebut sekolah
atau madrasah saja. Padahal, dalam perkembangannya pendidikan telah
diklasifikan menjadi tiga bagian yaitu pendidikan formal seperti lembaga
sekolah, pendidikan nonformal yaitu lembaga yang tidak tercatat secara resmi,
seperti pesantren-pesantren, yang merupakan ciri khas tradisi pendidikan Islam
di indonesia yang patut dibanggakan, dan pendidikan informal seperti keluarga
dan lingkungan. Dengan begitu pengertian tersebut hanya mengakui
pendidikan formal saja, dan menafikan pendidikan nonformal serta informal.
Adapun pendidikan menurut para ahli, menurut Marimba “pendidikan
adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani anak didik menuju terbentuknya kepribadian
yang utama.”7 Definisi oleh Marimba lebih menekankan kepada siapa pelaku
5Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), Cet. 18,
h.10
6Ibid, h. 11
7Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), Cet. IX h. 24
15
pendidikan, dan membatasi bahwa pendidikan adalah usaha sadar oleh
seseorang kepada orang lain.
Adapun pengertian pendidikan Ki Hajar Dewantara yang merupakan
Bapak pendidikan di Indonesia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan berarti
“daya upaya untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin atau
karakter), pikiran (intelect) dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling
berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan
dan penghidupan anak-anak kita, dididik selaras dengan dunianya.”8
Pengertian yang diutarakan Bapak pendidikan Indonesia tersebut sesuai
dengan makna pendidikan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UU RI No. 20 Th.2003) dinyatakan bahwa “pendidikan adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang.”9 Tujuan
pendidikan tidak hanya agar manusia dapat memerankan peranannya di masa
depan, akan tetapi dilengkapi dengan tujuan untuk memajukan budi pekerti
atau akhlak mulia.
Secara rinci Abuddin Nata menjelasakan pendidikan berdasarkan
beberapa pengertian para ahli sebagai berikut:
Pendidikan adalah merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk
membina kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat
melakukan perannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.
Dengan demikian, pendidikan pada intinya menolong manusia agar dapat
menunjukkan eksitensinya secara fungsional di tengah-tengah kehidupan
manusia. Pendidikan demikian akan dapat dirasakan manfaatnya bagi
manusia.10
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan
adalah usaha sengaja serta sadar sebagai proses dalam membina sumber daya
manusia dari semua aspek kehidupan secara optimal, agar manusia siap dan
mampu melakukan perananya sebagai manusia sejati, dalam arti tujuan
manusia dalam agamanya dan negaranya, dipengaruhi oleh pelaku pendidikan
8Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004), Cet. IX,
h. 338
9Ibid, h. 338
10
Abuddin Nata, loc.cit., h. 338
16
seperti diri sendiri, lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan
pendidikan lainnya.
Kita tidak bisa meng-claim definisi mana yang paling tepat atau paling
benar untuk menggambarkan pendidikan. Karena pendidikan sendiri selalu
berkembang seiring dengan perkembangan manusia sebagai subjek serta objek
pendidikan.
Adapun mengenai pengertian pendidikan menurut Islam adalah
keseluruhan pengertian dalam istilah ta‟lim, tarbiyyah dan ta‟dib. Hal ini
didasari oleh Konferensi Internasional Pendidikan Islam Pertama (First World
Conference on Muslim Education) yang diselenggarakan oleh Universitas King
Abdul Aziz, yang dilaksanakan di Jeddah, pada tahun 197711
.
Namun diantara ketiga istilah di atas, yang sering digunakan dalam
kehidupan adalah istilah tarbiyyah. Dalam al-Qur‟an dapat ditemukan kata
tarbiyyah yang asal katanya rabba yang dimaknai mendidik, pada QS. al-Isra
(17): 24, berikut:
اح وٱخفض ا ج ل ل ٱل اوكو رب ٱلرحث ا ربيان صغريا ٱرح ٢٤ن
(24) Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "wahai tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS. al-Isra (17):
24)
Kemudian tarbiyyah berasal dari kata rabiya-yarba yang berarti menjadi
besar lalu tarbiyyah berasal juga dari kata rabba yarubbu yang berarti
memperbaiki, menguasai urusan, menuntun, menjaga, memelihara. Berangkat
dari pengertian tarbiyyah menurut bahasa, pengertian tarbiyah secara istilah
adalah bahwa tarbiyyah sebagai pendidikan terdiri empat unsur, yaitu:
pertama, menjaga dan memelihara fitrah anak menjelang dewasa (baligh);
kedua, mengembangkan seluruh potensi; ketiga, mengarahkan fitrah menuju
kesempurnaan; keempat, dilaksanakan secara bertahap. Dari keempat unsur
tersebut menghasilkan definisi bahwa pendidikan adalah pengembangan
seluruh potensi anak didik secara bertahap menurut ajaran Islam.12
11Ahmad Tafsir, op. cit, h. 28
12
Ibid, h. 28
17
B. Hakikat Keimanan
Keimanan berasal dari kata “iman”, di beri imbuhan “ke-an”, dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti keyakinan, ketetapan
hati, atau keteguhan hati.13
Kata iman sendiri berasal dari bahasa arab yaitu -امن يؤمن yang secara etimologis berarti aman atau tentram. Orang yang
beriman disebut dengan mukmin. Akan tetapi keimanan lebih dikenal diartikan
dengan تصديق yang berarti pembenaran, yaitu pembenaran oleh hati.
Perlu digarisbawahi bahwasannya tidak semua jenis pembenaran
dinamakan iman. Karena pembenaran yang disebut dengan iman terbatas pada
pembenaran menyangkut apa yang disampaikan oleh nabi Muhammad Saw.
Sebagaimana dijelaskan dalam kitab hayyaatu al-Islam bahwasannya:
صلى اهلل عليو وسلم ب الن و ب اء ا ج ب ق ي د ص الت و ى لن ي ل ا “Keimanan adalah pembenaran terhadap apa-apa yang datang dari
nabi Muhammad Saw.”.14
Hal serupa diungkapkan dari kalangan teologi, kaum asy‟ariah yang
menyatakan bahwa “iman adalah tashdiq, dan batasan iman sebagai diberikan
al-Asy‟ari, ialah al-tasdiq billah, yaitu menerima sebagai benar kabar tentang
adanya tuhan, rasul-rasul dan berita yang mereka bawa.” Tashdiq tidak
sempurna iman jika tidak disertai oleh pengetahuan. Bagaimanapun, iman
hanyalah tashdiq dan pengetahuan tidak timbul kecuali setelah datangnya
kabar yang dibawa wahyu bersangkutan.15
Sedangkan, keimanan jika diartikan secara terminologis atau secara
istilah adalah:
ان ك ر ال ب ل م ع , و ان س الل ب ار ر ق إ , و ب ل ق ال ب ق ي د ص ت
13Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar BahAsa Indonesia Pusat BahAsa, (Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), Cet. IV, H. 526
14
Muhammad „Awad, Hayyatul Islam fi Ma‟rifati Sifaati Allah „Azza wa Jalla wa Sifaati
RAsulullah ShallAllahu „Alaihi wa Sallam, (Beirut: Maktabah Sya‟biyyah, t.t.), h. 4
15
Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta: UI-
Press, 2010), Cet. V, h. 148
18
“Mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dalam hati dan
mengamalkan dengan anggota badan.”16
Sejalan dengan pendapat tersebut yaitu dalam redaksi hadis riwayat Ibnu
Majah, sebagai berikut:
يان عن علي بن أب طالب، قال: قال رسول اللو صلى اهلل عليو وسلم: ال 17)و يف رواية لبن ماجو( معرفة بالقلب، وق ول باللسان، وعمل بالركان
Dari keterangan mengenai pengertian iman di atas, ada tiga unsur yang
saling berkaitan, yaitu: hati ( القلب) , lisan (اللسان), dan anggota badan (الركان). Tiga unsur dalam keimanan tersebut saling berkaitan, dan ketiganya benar-
benar harus sinkron dan sejalan, dengan begitu tercapailah kesempurnaan
iman. Sebagaimana dalam al-Qur‟an berbicara mengenai orang yang beriman
dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu:
Pertama, orang yang beriman hanya dengan lisan saja, tidak disertai
dengan hati dan amal. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. al-Baqarah (2): 8-9,
berikut:
ٱجلاس و ا ة يلل ءا ٱلل م وب ني ٱألخر ٱحل ؤ ة ا و ٱلل يخدغن ٨و ٱليا يشػرون و فص
ا يدغن إل أ ا و ٩ءا
(8) Di antara manusia ada yang berkata: "kami beriman kepada Allah
dan hari akhir," pada sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang yang
beriman. (9) Mereka menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal
mereka hanya menipu dirinya sendiri tanpa mereka sadari.18
(QS. al-Baqarah
(2): 8-9)
Kedua, orang yang beriman hanya dengan amal perbuatan saja, tetapi
tidak disertai hati dan lisannya. Sebagaimana, dalam firman Allah pada QS. al-
Nisa (4): 142, berikut:
نفلني إن إل ٱلل يخدغن ٱل ا إوذا كام خدع و ة نصال يراءون ٱلصي ا كام ١٤٢إل كييل ٱلل ول يذنرون ٱجلاس
16Abdul Hafidz dkk, Risalah Aqidah, (Ciputat: Aulia Press, 2007), Cet. I, h. 3
17
Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwayni (al-Imam Ibnu Majah), Sunan Ibnu
Majah, (Kairo: Daar al- Hadith, 2010), h. 59
18
Departemen agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Op. Cit, h. 43
19
(142) sesungguhnya orang munafik itu hendak menipu allah, dan allah-
lah yang menipu mereka. Apabila mereka berdiri untuk shalat mereka lakukan
dengan malas. Mereka bermaksud riya (ingin dipuji) di hadapan manusia. Dan
mereka tidak mengingat allah kecuali sedikit sekali.19
(QS. al-Nisa (4): 142)
Dua ayat tersebut menjelaskan dampak dari ketiadaan iman dalam diri
manusia. Adapun dampak yang ditimbulkan karena ketiadaan iman adalah
dapat membuat orang tersebut menjadi munafik dan paling parah menjadi
kafir.
Ketiga, orang yang benar-benar beriman baik ucapan, hati dan
perbuatannya. Sebagaimana, firman Allah dalam QS. al-Hadid (57): 19
وٱلي ا ة ورشي ٱلل ءا ولئم يلن أ د داء و ٱلص ٱلش جر
أ ل غد رب
و ور ا اب ٱلي ؽفروا وكذةا أ صحب يخ
ولئم أ ١٩ ٱلحي
(19) dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya,
mereka itu orang-orang yang tulus hati (pencinta kebenaran) dan saksi-
saksi di sisi tuhan mereka. Mereka berhak mendapat pahala dan cahaya
mereka. Tetapi orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat kami,
mereka itulah penghuni-penghuni neraka20
. (QS. al-Hadid (57): 19)
Sehubungan dengan itu, terdapat definisi yang menyatakan mengenai
iman, sebagai berikut:
Iman merupakan seperangkat nilai yang seharusnya diresapi oleh setiap
insan. Iman bukan sekedar pengakuan, bukan hanya tutur kata yang
diucapkan lisan, bukan pula sekedar angan-angan yang hampa. Tapi,
iman ialah keyakinan yang menuntut bukti secara nyata berupa amal
shaleh. Amal shaleh inilah yang menjadi bukti berseminya iman di dalam
hati seseorang. Berdasarkan kenyataan itu, maka seharusnya semua orang
dapat menerjemahkan hakikat iman di alam yang abstrak, menjadi amal
shaleh di alam yang nyata.21
Pendapat tersebut diperkuat oleh Hasan Bashri yang mengungkapkan:
ل م الع ب و ق د ص و ب ل ق ال ف ر ق ا و م و ى ن ك ل ى و ل اات ب ل و ن ات ب ان ي ال س ي ل
19Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2009),
Cet. III, h. 297
20
Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahannya Jilid IX, Op. Cit, h. 683
21
Imam Al- Baihaqi, RingkAsan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar Syu‟abul
Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin, (tt.p. : Amarpress, 1989), h.12
20
“Iman bukan hanya angan-angan dan juga bukan hanya perhiasan.
Tapi, iman ialah sesuatu yang bersemi di dalam hati, dan dibuktikan
kebenarannya dengan amal perbuatan.”22
Kemudian iman menurut Quraish Shihab adalah:
Iman berkaitan dengan nilai-nilai atau prinsip-prinsip yang harus menjadi
tolak ukur atau pegangan seseorang, sekaligus sebagai pendorong bagi
langkah-langkah konkret, menuju tujuan yang konkret pula, dan ini tidak
boleh bertentangan dengan akal atau ilmu, walaupun bisa jadi iman tidak
dimengerti hakikatnya oleh nalar.23
Selanjutnya, iman ialah kepercayaan dalam hati untuk meyakini dan
membenarkan adanya Allah Swt serta semua yang dibawa oleh nabi
Muhammad Saw.. Pembenaran tersebut dilakukan oleh hati. Oleh karena itu,
pembenaran oleh akal saja tidak cukup untuk disebut iman. Iman merupakan
sesuatu yang tidak dapat dijangkau oleh panca indera, karena iman letaknya
dalam hati.
Dengan demikian muncul ungkapan bahwasannya iman berbeda dengan
ilmu. Karena bisa saja seseorang mengetahui, akan tetapi ia belum tentu
mempercayai yang ia ketahui tersebut. Begitupun sebaliknya, bisa juga
seseorang percaya akan tetapi ia tidak tidak tahu. Perbedaan tersebut
dikarenakan letak sumber iman dan ilmu yang berbeda. Ilmu bersumber pada
akal, sedangkan iman bersumber pada kalbu, sebagaimana Quraish Shihab
berpendapat berikut ini:
Ilmu memberi kekuatan yang menerangi jalan kita dan iman
menumbuhkan harapan dan dorongan bagi jiwa kita. Ilmu menciptakan
alat-alat produksi dan akselerasi, sedangkan iman menetapkan haluan
yang dituju serta memelihara kehendak yang suci.24
Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan bahwasannya iman
mengarahkan seseorang dalam melakukan perbuatan yang dapat menjaga atau
memelihara diri manusia dari perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-
22Ibid, h. 12
23
M. Quraish Shihab, Membumikan al- Qur‟an Jilid 2, (Tangerang: Lentera hati, 2011), Cet. I,
h. 18
24
Ibid, h.21
21
Nya. Karena ketika iman telah tertanam, manusia akan senantiasa selalu
merasa diawasi dalam setiap melakukan suatu perbuatan.
Sayyid Sabiq mengungkapkan hal yang sama mengenai iman.
Menurutnya iman sulit digambarkan hakikatnya, karena iman dirasakan oleh
seseorang, tapi sulit bagi seseorang tersebut, terlebih lagi bagi orang lain,
menggambarkan perasaan itu. Iman mencerminkan aqidah dan pokok-pokok
yang menjadi landasan syari‟at Islam, dari landasan-landasan tersebut,
kemudian lahir cabang-cabangnya.25
Beliau juga mengungkapkan bahwa iman bagaikan matahari yang
dipenuhi cahaya dan dapat memancar, serta bagaikan bunga mawar yang
aromanya semerbak. Dengan kata lain iman itu memenuhi hati seseorang dan
darinya muncul berbagai pengaruh.26
Manusia memang tidak bisa menilai keimanan yang ada dalam diri
seseorang. Akan tetapi sadar atau tidak, sebenarnya gejala keimanan dapat
dirasakan oleh diri seseorang. Keimanan juga dapat tercermin dari perbuatan
seseorang, karena seseorang yang beriman akan berusaha melakukan
perbuatan-perbuatan yang baik dan berusaha agar tidak terjerumus dalam
perbuatan-perbuatan dosa.
Jadi, hakikat iman harus dipelajari dan diresapi dengan kesungguhan.
Sehingga iman tidak sekedar ada, tapi justru yang menghidupi, sebagaimana
Allah memberi perumpamaan iman bagaikan inti dan hati sebuah pohon. Iman
itulah yang dapat menumbukan buah yang lezat. Buah tersebut tidak lain
merupakan bukti kebenaran seseorang. Dengan demikian, iman bukanlah
sekedar tutur kata yang diucapkan lisan. Iman menuntut bukti nyata berupa
perbuatan yang sejalan dengan ucapan lisan. Sebab iman itu bisa membuktikan
hakikat zatnya dalam bentuk amal shaleh dan motivasi untuk mendekatkan diri
kepada Allah.27
25 Sayyid Sabiq, Aqidah Islamiyah, Terj. al-Aqidul-Islamiyyati oleh Ali Mahmudi, (Jakarta:
Robbani Press, 2008), Cet. II, h. 3
26
Ibid, h. 118
27
Imam Al-Baihaqi, Ringkasan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar Syu‟abul
Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin, (tt.p. : Amarpress, 1989), h.12-13
22
Dengan demikian, walaupun iman tidak dapat digambarkan hakikatnya,
akan tetapi gejala-gejala keimanan dapat dirasakan. Keimanan menimbulkan
perilaku yang baik yang dinamakan amal shaleh, karena seseorang dikatakan
beriman apabila ia senantiasa melakukan amal shaleh atau kebaikan serta
senantiasa memelihara diri dari perbuatan yang dapat menjerumuskan ke dalam
lingkaran syeitan.
Adapun lawan dari iman yaitu kufur yang diartikan takdzib berarti
mendustakan28
atau kafir yang berarti keadaan tidak percaya atau tidak beriman
kepada Allah.
C. Objek Keimanan
Jika seseorang ditanya mengenai keimanan, kebanyakan dari umat Islam
akan cenderung menjawab tentang iman yang enam perkara, bukan gambaran
seperti apa keimanan tersebut. Karena seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hakikat keimanan sulit untuk dilukiskan, dengan kata lain
keimanan hanya dapat dirasakan. Enam perkara dalam keimanan atau lebih
dikenal dengan istilah rukun iman tersebut, sebenarnya adalah objek atau
kaidah-kaidah keimanan yang merupakan pokok-pokok ajaran yang
dirisalahkan oleh nabi Muhammad Saw. yang harus diyakini sepenuhnya oleh
umatnya yaitu umat Islam.
Keyakinan dengan enam perkara yang dimaksud adalah membenarkan
segala yang didatangkan oleh Allah dan rasul-Nya berupa keyakinan kepada
Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir serta keimanan
kepada qadha dan qodar, sebagaimana dijelasakan dalam al-Qur‟an:
رب ٱلرشل ءا زل إحل ا أ ن و ة ؤ ٱل ة لئهخ ٱلل ك ءا وكخت و
رشي ورشي حد ا إوحلم ل نفرق بني أ غفرام رب ا ظػ
ا وأ ػ ش ا وكال
صري ٱل ٢٨٥
(285) Rasul (Muhammad) beriman kepada apa yang diturunkan
kepadanya (al-Quran) dari tuhannya, demikian pula orang-orang yang
beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya,
28Yusran Asmuni, Op. Cit, h. 157
23
kitab-kitab-Nya dan Rasul-Rasul-Nya. (mereka berkata): "kami tidak
membeda-bedakan seseorangpun dari Rasul-Rasul-Nya", dan mereka
berkata: "kami dengar dan kami taat." (mereka berdoa): "ampunilah
kami ya tuhan kami dan kepada engkaulah tempat (kami) kembali."29
(QS. al-Baqarah (2) : 285)
Ayat di atas diperkuat dengan hadis nabi Muhammad Saw. yang masyhur
dengan sebutan hadis Jibril yang berbunyi:
يان، قال: أن ت ؤمن باهلل، وملئكتو، وكتبو، ورسلو، والي وم »قال: فأخبن عن ال 30،)الخر، وت ؤمن بالقدر خيه وشره
Kemudian ia bertanya lagi, “beritahukan kepadaku tentang iman”.
Nabi menjawab, “iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan beriman kepada takdir Allah
yang baik dan yang buruk”. Ia berkata, “Engkau benar”.
Al-Qur‟an dan hadis tersebut yang melandasi objek atau kaidah yang
harus diimani yang terangkum dalam rukun iman. Sebagaimana Sayyid Sabiq
mendefinisikan iman atau akidah sebagai yang meliputi enam perkara, berikut:
Pertama: ma‟rifat kepada Allah, yang meliputi ma‟rifat kepada nama-
nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, ma‟rifat kepada
dalil-dalil-Nya wujud-Nya dan fenomena-fenomena keagungan-Nya di
alam semesta ini.
Kedua: ma‟rifat kepada alam yang ada di balik alam semesta ini atau
alam yang tidak dapat dilihat (alam ghaib). Demikian pula kekuatan-
kekuatan jahat yang tercermin pada iblis dan tentara-tentaranya dari
kalangan syaitan. Juga ma‟rifat kepada apa yang ada di alam ini berupa
makhluk jin dan ruh-ruh.
Ketiga: ma‟rifat kepada kitab-kitab Allah yang diturunkan untuk
menentukan rambu-rambu kebenaran dan kebathilan, kebaikan dan
kejahatan, halal dan haram, yang baik dan yang buruk.
Keempat: ma‟rifat kepada para nabi dan rasul Allah yang telah dipilih
untuk menjadi penunjuk jalan dan pembingbing makhluk untuk mencapai
kebenaran.
Kelima: ma‟rifat kepada hari akhir dan hal-hal yang ada di dalamnya,
seperti kebangkitan dari kubur dan balasan amal, pahala dan siksa, surga
dan neraka.
29Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Terjemahannya, Op. Cit, h. 439
30
Imam Abi Husain Muslim bin Al-Hajaji Al-Qusyairi Al-Naisaburi, Shahih Muslim Jilid 1,
(Daar al-Fikr, 1996), h. 27
24
Keenam: ma‟rifat terhadap qadar (takdir) yang di atas landasannya
sistem alam semesta ini berjalan, baik dalam penciptaan maupun
pengaturannya.31
Dalam penjelasan tersebut Sayyid Sabiq menggunakan istilah ma‟rifat
atau pengenalan. Karena dengan mengenal terlebih dahulu, barulah kita dapat
meyakini. Pemahaman akidah iman ini adalah akidah yang menjadi muatan
kitab-kitab yang diturunkan Allah, ajaran yang dibawa oleh para rasul-Nya,
dan wasiat-Nya kepada umat-umat terdahulu maupun umat belakangan.32
Puncak iman adalah apa yang dinamai ( يقني) yaqin, yakni pengetahuan
yang mantap tentang sesuatu dibarengi dengan tersingkinya apa yang
mengeruhkan pengetahuan tersebut, baik berupa keraguan maupun dalih- dalih
yang dikemukakan lawan.33
Yaqin bertingkat-tingkat. Dimulai dari tingkatan taklid, „ilmu al-yaqin,
„ain al-yaqin, sampai pada tingkatan tertinggi yaitu haqq al-yaqin. Berikut
penjelasan mengenai yaqin:
1. Taklid
Taklid merupakan tingkat keyakinan paling rendah yang didasarkan
atas pendapat orang yang diikutinya tanpa dipikirkan. Permasalahan taklid
dalam tauhid terdapat ikhtilaf atau perbedaan pendapat di kalangan ulama,
ada yang membolehkan ada juga yang tidak membolehkan.
Ulama yang melarang taklid, berpendapat bahwa taklid hanya boleh
pada masalah fiqh, sedangkan pada masalah tauhid tidak dibolehkan taklid,
karena tidak cukup mengenal Allah hanya dengan taklid atau ikut-ikutan
saja. Selain itu, taklid dapat mendatangkan keraguan. Sebagaimana Imam
Baijuri dalam Jauharat al-Tauhid, menyatakan:
34د ي د ر ت ن م ل ي ل و ان ي * إ د ي ح و الت يف د ل ق ن م ل ك ذ إ
31Sayyid Sabiq, op. cit, h. 4
32
Ibid, h. 5
33
Quraish Shihab, Membumikan al-Qur‟an Jilid 2, (Tangerang: Lentera hati, 2011), Cet. I, h.
19
34
Syaikh al-Islam Ibrahim bin Muhammad al-Baijuri, Tuhfatu al-Murid „ala Jauharatu al-
Tauhid, (t.tp.: al-Haramain, t.t.), h. 22
25
Bagi setiap yang taqlid dalam tauhid
Imannya tidak kosong dari keraguan
Sedangkan ulama yang membolehkan taklid dalam tauhid berpendapat
bahwa sah iman seseorang yang taklid, kecuali bagi orang- orang yang
sudah mampu nazhar atau menganalisa sendiri masalah tauhid. Jadi,
kesimpulannya adalah taklid hanya boleh bagi orang awam saja yang belum
mampu nazhar, dengan kata lain anak kecil yang belum mukallaf atau
dibebani hukum boleh taklid. Sedangkan bagi orang yang mampu untuk
nazhar tingkatan yang paling minimal adalah pada „ilmu yaqin.
2. „Ilmu Yaqin
„Ilmu Yaqin adalah tingkat keyakinan yang didasarkan atas bukti dan
dalil yang jelas, tetapi belum menemukan hubungan yang kuat antara objek
keyakinan dengan dalil yang diperolehnya.
3. „Ainul Yaqin
„Ainul yaqin merupakan tingkat keyakinan yang didasarkan atas dalil
rasional, ilmiah dan mendalam, sehingga mampu membuktikan hubungan
antara objek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu memberikan
argumentasi yang rasional terhadap sanggahan-sanggahan yang datang.
4. Haqqul Yaqin
Haqqul yaqin merupakan tingkat keyakinan yang didasari oleh dalil-
dalil rasional, ilmiah, mendalam, juga mampu membuktikan hubungan
antara objek keyakinan dengan dalil-dalil serta mampu menemukan dan
merasakan keyakinan tersebut melalui pengalaman agamanya.35
D. Pendidikan Keimanan
1. Pengertian Pendidikan Keimanan
Dari pengertian pendidikan dan keimanan yang telah penulis
dijelaskan sebelumnya, dapat ditarik benang merah mengenai apa itu
pendidikan keimanan. Jadi, pengertian pendidikan keimanan adalah
35Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006),
Cet. II, h. 132
26
membimbing, mengajarkan, melatih, menanamkan, dan membina mengenai
nilai-nilai kebenaran tentang adanya Allah Swt, malaikat-Nya, kitab-kitab-
Nya, para rasul-Nya, hari kiamat serta qadha dan qadar Allah untuk
mempersiapkan manusia pada hari akhir dan kehidupan selanjutnya.
2. Tujuan Pendidikan Keimanan
Tujuan pendidikan keimanan dapat dilihat dari manfaat keimanan itu
sendiri. Selain itu, tujuan pendidikan keimanan juga dapat dirumuskan
dengan melihat kepada hubungan keimanan dengan aspek-aspek syari‟at
yaitu ibadah dan hukum, serta melihat hubungan keimanan dengan akhlak.
Adapun tujuan keimanan dilihat dari segi keterkaitan dengan syariat
dan akhlak, diuraikan sebagai berikut:
a. Dilihat dari segi syari‟at, keimanan dapat meningkatkan kualitas
ketakwaan, karena seorang muslim yang takwa sudah barang tentu
terdapat iman dalam hatinya.
Seorang dikatakan muslim apabila ia telah mengucapkan dua
kalimah syahadat. Dan kemuslimannya akan sempurna apabila disertai
dengan pelaksanaan rukun Islam lainnya. Akan tetapi syahadat
merupakan inti serta syarat pertama dan utama seseorang dikatakan
muslim, dan di dalamnya terdapat nilai-nilai keimanan. Karena syahadat
merupakan bentuk lafadz di dalamnya mengandung unsur akidah yang
berisikan objek yang harus diyakini dan dibenarkan oleh hati seorang
muslim, yaitu kepercayaan akan Allah SWT dan kerasulan nabi
Muhammad Saw., yang kemudian menyebabkan keyakinan-keyakinan
yang lain seperti keyakinan kepada malaikat, rasul-rasul, kitab-kitab, hari
akhir serta qodho dan qodar.36
b. Dilihat dari segi etika atau akhlak, keimanan dapat membentuk
kepribadian yang baik pada diri seseorang.
Seperti yang telah dijelaskan bahwasannya keimanan merupakan
fondasi yang di atasnya berdiri bangunan-bangunan perihal kehidupan
36 Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), Cet. I, h. 39
27
manusia, termasuk aspek kepribadiannya. Karena keimanan dapat
memberikan motivasi, sehingga dapat mengarahkan potensi-potensi
untuk melakukan perbuatan positif.37
Manfaat keimanan menurut Sayyid Sabiq, dirumuskan berdasarkan
kaidah-kaidah keimanan yang enam perkara adalah:
a. Manfaat iman kepada Allah adalah dapat menumbuhkan rasa muraqabah
yaitu perasaan selalu diawasi oleh Allah (muraqabah), memotivasi untuk
melakukan akhlak mulia, dan menjauhkan seseorang dari perbuatan yang
menjerumuskan kepada dosa.
b. Manfaat iman kepada para malaikat Allah dapat mendorong seseorang
untuk mencontoh sifat-sifat mereka dalam hal kesuciannya.
c. Manfaat iman kepada kitab-kitab Allah tiada lain adalah pengetahuan
tentang manhaj (sistem kehidupan) yang benar yang telah digariskan oleh
Allah untuk umat manusia, dengan begitu dapat mencapai jalan
keselamatan.
d. Manfaat iman kepada para rasul dapat meneladani perilaku atau sifat-
sifat mereka sesuai dengan ajaran yang rasul sampaikan.
e. Manfaat iman kepada hari akhir atau hari kiamat merupakan pendorong
paling kuat untuk mengerjakan kebaikan dan meninggalkan keburukan,
dan selalu mengingatkan kepada kematian.
f. Manfaat iman kepada qadha dan qadar dapat memberikan bekal kepada
seseorang dengan berbagai hambatan dan kesulitan.38
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulakan bahwa tujuan
pendidikan keimanan untuk meningkatkan kualitas ketakwaan, karena
dengan keimanan manusia dapat membersihkan perilaku, menyucikan jiwa
dan mengarahkannya kepada nilai-nilai yang mulia atau akhlak mulia, di
samping ia merupakan hakikat kebenaran yang kokoh dan tidak berubah-
37Ibid, h. 43
38
Sayyid Sabiq, op.cit , h. 44
28
ubah. Ia termasuk pengetahuan manusia yang paling tinggi, walaupun bukan
yang paling tinggi secara mutlaq.39
3. Ruang Lingkup Pendidikan Keimanan
Ruang lingkup pembahasan mengenai pendidikan keimanan,
berangkat dari objek yang wajib diimani atau diyakini, yakni rukun iman
yang enam perkara, sebagai berikut:
a. Iman kepada Allah Swt
Iman yang pertama dan yang paling utama ialah iman kepada Allah
Swt, disebut juga dengan akidah ilahiyah.40
Iman kepada Allah juga
merupakan inti dari ketauhidan. Adapun tauhid sendiri berasal dari kata
bahasa arab yaitu wahhada (وحد) – yuwahhidu (يوحد), yang secara
etimologis berarti ke-Esa-an. Sedangkan secara terminologis berarti
itikad atau keyakinan bahwa Allah SWT adalah Esa atau tunggal atau
satu41
.
Adapun aspek tauhid ilahiyah dibagi ke dalam beberapa bagian,
yaitu:
1) Uluhiyah
Tauhid ini merupakan inti dakwah Rasulullah untuk
menegakkan kalimat laailaaha illa Allah dan menafikan sembahan-
sembahan selain Allah. Selain itu, inti tauhid uluhiyah ialah meyakini
sepenuhnya bahwa Allah yang berhak disembah dan menerima semua
bentuk peribadahan makhluk. Segala bentuk pujian, doa, harapan,
takut, dan amal perbuatan hanya untuk pengabdian dan bakti kepada
Allah.
“Tauhid uluhiyah disebut juga tauhid „ubudiyah, karena
sesungguhnya adanya pengabdian yang hanya ditujukan kepada Allah
39Sayyid Sabiq, op. cit, h.7
40
Sayyid Husein Afandiy al-Jisr al-Tharabilisy, Memperkokoh Akidah Islamiyah, Terj. al-
Husnul Hamidiyyah Lilmuhaadhah Alal „Aqa‟id Al-Islaamiyyah oleh KH. Abdullah Zaky Al-
Kaaf, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Cet. I, h. 19
41
Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1996), Ed. I, Cet. III, h. 1
29
merupakan konsekuensi dari keyakinan bahwa tidak ada tuhan selain
Allah.”42
Oleh sebab itu, salah satu tujuan diciptakannya manusia ialah
untuk beribadah kepada Allah. Bukan berarti Allah menginginkaan
untuk disembah oleh manusia, melainkan peribadahan yang manusia
lakukan ialah wujud keimanan bahwa tiada yang layak disembah
selain Allah. Sehingga wujud atau konsekuensi keimanan tersebut
melahirkan ketaatan dan kepatuhan antara makhluk dengan khaliqnya.
Bahkan ajaran nabi-nabi sebelum nabi Muhammad Saw.
berisikan ajaran tauhid atau meng-Esa-kan Tuhan dan melarang umat
agar tidak menyekutukan Allah Swt. Sebagaimana dijelaskan sebagai
berikut:
و ا رشل إل ح إحل أ ؼتيم ا رشي
ا ف ۥأ
إل أ ٢٥ ٱعتدون ل إل
(25) dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum
engkau (Muhammad), melainkan Kami wahyukan kepadanya: "bahwa
tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Aku, maka sembahlah
Aku43
" (QS. al-Anbiya (21): 25)
Ayat di atas membuktikan bahwa ajaran yang dibawa oleh rasul-
rasul Allah pada dasarnya adalah sama yaitu menanamkan serta
membina keimanan untuk mengtauhidkan Allah Swt. Dalil serupa
berasal dari sabda nabi Muhammad Saw. Untuk menguatkan dalil
sebelumnya, Rasulullah Saw. bersabda:
2) Rububiyah
Tauhid rububiyah ialah mentauhidkan atau meyakini Allah
dalam seluruh perbuatan-Nya seperti menciptakan, memelihara,dan
memiliki. Dengan kata lain tauhid rububiyah membahas mengenai
af‟al Allah dalam penciptaan alam semesta beserta isinya, termasuk di
dalamnya adalah pengawasan serta pemeliharaan oleh Allah tanpa
dibantu oleh siapa pun.44
Sebagaimana Allah berfirman:
42Muhammad Ahmad, op. cit, h. 30
43
Departemen Agama RI, Al-Qur‟am dan Tafsirnya Jilid VI, op. cit, h. 242
44
Muhammad Ahmad, op. cit, h. 28
30
ىؾ ء ف رب ٱلل ذ ش خيق ك إل ل إل ؾ ء ٱعتدوه ش
ك لع و ١٠٢وكيو
(102) Itulah Allah, tuhan kamu; tidak ada tuhan selain dia;
pencipta segala sesuatu, maka sembahlah dia; dan dialah pemelihara
segala sesuatu45
. (QS. al-An‟am (6): 102)
Jadi, alam semesta beserta isinya tidak ada dengan sendirinya,
seperti yang dikatakan beberapa ahli filsafat Yunani. Alam semesta ini
ada, karena ada yang menciptakan yaitu Allah Swt.
Pendapat yang sama menyatakan bahwa tauhid rububiyah ialah
meyakini bahwa “Allah sebagai satu-satunya yang menciptakan,
mengurus, mengatur, serta menguasai alam semesta ini. Tidak ada
yang dapat menciptakan, mengurus, mengatur, serta menguasai alam
semesta ini selain Allah.”46
Adapun dalam penciptaan serta pemeliharaan-Nya, Allah Swt
tidak mengambil faidah atas perbuatan dan hukum-Nya, namun perlu
diyakini bahwa semua perbuatan dan hukum Allah Swt tidak akan sia-
sia, melainkan terdapat hikmah di dalamnya.47
Sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur‟an berikut:
ا ا و اء خيل رض و ٱلص ٱل لم ظ ا بعل ذ ا ةي و يو ٱلي ف ؽفروا
ؽفروا ٢٧ ٱجلار ىلي(27) Dan kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang
ada antara keduanya dengan sia-sia. Itu anggapan orang-orang kafir,
maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk
neraka48
(QS. Shad (38): 27)
3) Asma wa sifat
Tauhid asma wa sifat meupakan tauhid yang meyakini bahwa
Allah memiliki sifat-sifat yang agung serta nama-nama yang
menunjukkan kesempurnaan-Nya yang tidak sama dengan sifat-sifat
45Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 195
46
Muhammad Ahmad, op. cit, h. 29
47
M. Saberanity, Keimanan Ilmu Tauhid,(Jakarta: LeKDiS, 2006), Cet. II, h. 47
48
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VIII, h. 365
31
makhluk-Nya, dan tidak seorang pun mempunyai sifat sebagaimana
sifat Allah Swt.
Secara rinci sifat-sifat bagi Allah diklasifikasikan menjadi tiga
bagian yaitu sifat wajib bagi Allah berjumlah 20 sifat, sifat mustahil
bagi Allah berjumlah 20 dan sifat jaiz bagi Allah berjumlah satu.
Dengan kata lain dalam terdapat 41 akidah yang wajib diketahui serta
diyakini oleh mukallaf atau orang yang sudah dibebankan hukum
dalam Islam.
No 20 Sifat Wajib Sifat Mustahil
1. Sifat
Nafsiyyah Wujud (Ada) „Adam (Tidak Ada)
2. Sifat
Salbiyah
Qidam
(Tidak ada permulaan
atas wujud-Nya Allah)
Huduts (Adanya
Permulaan)
Baqo‟ (Kekal) Fana‟ (Binasa)
Mukholafatuhu lil
Hawaditsi
(Berbeda dengan
makhluk-Nya)
Mumatsalatuhu lil
Hawaditsi
(Sama dengan Makhluk-
Nya)
Qiyamuhu bi Nafsihi
(Berdiri Sendiri)
Ihtiyajuhu ila Ghairihi
(Membutuhkan Orang
Lain)
Wahdaniyah (Esa) Ta‟addud (Berbilang)
3 Sifat Ma‟ani
Qudrat (Maha Kuasa) „Ajzu (Lemah)
Iradat (Maha
Berkehendak) Karahiyyah (Terpaksa)
Ilmu (Maha Mengetahui) Jahlu (Bodoh)
Hayat (Maha Hidup) Maut (Mati)
Sama‟ (Maha
Mendengar) „Ama (Tuli)
32
Bashar (Maha Melihat) Shamam (Buta)
Kalam (Maha Berbicara) Bukmun (Bisu)
4 Sifat
Ma‟nawiyyah
Qadiran (Selalu dalam
Keadaan Berkuasa) Ajizan (Lemah)
Kaunuhu Muridan
(Selalu dalam Keadaan
Menghendaki)
Karihan (Terpaksa)
Kaunuhu „Aliman (Selalu
dalam keadaan
Mengetahui)
Jahilan (Bodoh)
Kaunuhu Hayyan (Selalu
dalam keadaan Maha
Hidup)
Mayyitan (Mati)
Kaunuhu Sami‟an (selalu
dalam keadaan
mendengar )
Ashamma (Tuli)
Kaunuhu Bashiran
(Selalu dalam keadaan
Melihat)
A‟ma (Buta)
Kaunuhu Mutakaliman
(Selalu dalam Keadaan
Maha Berkata)
Abkam (Bisu)
Demikian penjabaran dua puluh sifat wajib disertai dua puluh
sifat mustahil bagi Allah Swt. Adapun satu kaidah tersisa yaitu sifat
jaiz bagi Allah. Yaitu:
و ك ر ت و ا ني ك م ل ك ل ع ف Artinya boleh bagi Allah dalam melakukan atau tidak
melakukan. Dalilnya adalah:
33
ربؾ يرحؾ إن يشأ ةؾ غي
رشينم أ
أ ا و ةؾ يػذ
و إن يشأ
أ
وكيل ٥٤غيي(54) Tuhanmu lebih mengetahui tentang kamu. Jika Dia
menghendaki, niscaya Dia akan memberi rahmat kepadamu, dan jika
Dia menghendaki, pasti Dia akan mengazabmu. Dan, Kami tidaklah
mengutusmu (Muhammad) untuk menjadi penjaga bagi mereka49
(QS.
al-Isra (17): 54)
Adapun nama-nama bagi Allah ada 99 jumlahnya, nama-nama
tersebut terdapat dalam al-Qur‟an maupun al-Sunnah
و عليو وسلم: إن للو ت عال تسعة عن أب ىري رة، قال: قال رسول اللو صلى الل ر واحد من أحصاىا دخل النة، ىو اللو الذي ل إلو إل ىو وتسعني اسا مائة غي
هيمن ال
ؤمن امل
لم امل وس الس لك القد
ر الالق البارئ الرحن الرحيم امل تكب
عزيز البار املع
اب الرزاق الفتاح العليم القابض الباسط الافض الرافع امل ار الوى ار القه صور الغف
ز امل
ميع البصي احلكم العدل اللطيف البي احل ذل الس
كور العلي امل ليم العظيم الغفور الشجيب الواسع احلكيم الودود
قيت احلسيب الليل الكرمي الرقيب امل
الكبي احلفيظ امل
حصي
تني الول احلميد امل
هيد احلق الوكيل القوي امل جيد الباعث الش
عيد امل
بدئ امل
املر ؤخ
م امل قد
قتدر امل
اجد الواحد الصمد القادر امل
ميت احلي القيوم الواجد امل
حيي امل
امل
نتقم العفو الر
واب امل ت عال الب ر الت
ل الخر الظاىر الباطن الوال امل ءوف مالك الوانع الضار النافع النور اهلاد
غن امل
قسط الامع الغن امل
لك ذو اللل والكرام، امل
ي امل
50البديع الباقي الوارث الرشيد الصبور
Dari abu hurairah ra. Beliau berkata: bersabda Rasulullah Saw.,:
“bahwasannya tuhan Allah mempunyai 99 nama, barang siapa
menghafal semuanya akan dimasukkan ke dalam syurga. 1. Allah
(tuhan); 2. al-Rahman (Maha Pengasih); 3. al-Rahiim (Maha
Penyayang); 4. al-Malik (Maha Merajai); 5. al-Quddus (Maha Suci);
6. al-Salam (Maha Penyelamat); 7. al-Mukmin (Maha Memberi
keamanan); 8. al-Muhahaimin (Maha Menyatakan Dirinya Esa); 9.
al-„Aziz (Maha Gagah/ Maha Tak Terkalahkan); 10. al-Jabbar (Maha
Kuat/ Gagah); 11. al-Mutakabbir (Maha Agung); 12. al-Khaliq
(Maha Pencipta); 13. al-Bari (Maha Pencipta Makhluk); 14. al-
Mushawwir (Maha Pembentuk mahkluk); 15. al-Ghaffar (Maha
Pengampun); 16. al-Qahhar (Maha Perkasa); 17. al-Wahhab (Maha
49 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, h. 497
50
Iman Turmudzi, al-Jami‟u al-Shahih wa huwa Sunan al-Turmudzi, (Kairo: Dar el-Hadith,
2010), h. 353
34
Pemberi); 18. Ar-Razaq (maha pemberi rizki); 19. al-Fatah (Maha
Pembuka pintu rahmat); 20. al-„Alim (Maha Mengetahui); 21. al-
Qabidh (Maha Pencabut); 22. al-Basith (Maha Meluaskan); 23. al-
Khafidh (Maha Menjatuhkan); 24. al-Rafi‟ (Maha Mengangkat); 25.
al Mu‟iz (Maha Pemberi kemuliaan); 26. al-Mudzil (Maha Pemberi
kehinaan); 27. Al-Sami‟ (Maha Mendengar); 28. al-Bashir (Maha
Melihat); 29. al-Hakam (Maha Menetapkan hukum); 30. al-„Adlu
(Maha Adil); 31. al-Lathif (Maha Halus); 32. al-Khabir (Maha
Mengetahui yang Tersembunyi); 33. al-Halim (Maha Penyantun); 34.
al-„Adzim (Maha besar); 35. al-Ghafur (Maha Pengampun); 36. al-
Syakur (Maha Pembalas); 37. Al-„Ali (Maha Tinggi); 38. al-Kabir
(Maha Besar); 39. al-Hafidz (Maha Pemelihara); 40. al-Muqit (Maha
Pemberi kecukupan); 41. Al-Hasib (Maha Penjamin); 42. al-Jalil
(Maha Luhur); 43. al-Karim (Maha Pemurah); 44. al-Raqib (Maha
Peneliti); 45. al-Mujib (Maha Mengabulkan; 46. al-Wasi‟ (Maha
Luas); 47. al-Hakim (Maha Bijaksana); 48. al-Wadud (Maha
Pencinta); 49. al-Majid (Maha Mulia); 50. al-Ba‟its (Maha
Membangkitkan); 51. al-Syahid (Maha Menyaksikan); 52. al-Haqq
(Maha Benar); 53. al-Wakil (Maha Memelihara penyerahan); 54. al-
Qawiy (Maha Kuat); 55. al-Matin (Maha Kokoh); 56. al-Waliy (Maha
Melindungi); 57. al-Hamid (Maha Terpuji); 58. al-Muhshi (Maha
Penghitung); 59. al-Mubdi‟ (Maha Memulai); 60. al-Mu‟id (Maha
Mengulangi); 61. al-Muhyi (Maha Menghidupkan); 62. al-Mumit
(Maha Mematikan); 63. al-Hayyu (Maha Hidup); 64. al-Qayyum
(Maha Berdiri sendiri); 65. al-Wajid (Maha Kaya); 66. al-Majid
(Maha Mulia); 67. al-Wahid (Maha Esa); 68. al-Shamad (Maha
Dibutuhkan); 69. al-Qadir (Maha Kuasa); 70. al-Muqtadir (Maha
Menentukan); 71. al-Muqoddim (Maha Mendahulukan); 72. al-
Muakhir (Maha Mengakhirkan); 73. al-Awwal (Maha Pertama); 74.
al-Akhir (Maha Penghabisan); 75. al-Zhahir (Maha Nyata); 76. al-
Bathin (Maha Tersembunyi); 77. al-Wali (Maha Menguasai); 78. al-
Muta‟ali (Maha Suci dari kehinaan); 79. al-Barru (Maha
Dermawan); 80. al-Tawwab (Maha Penerima taubat); 81. al-
Muntaqim (Maha Penyiksa); 82. al-„Afuwwu (Maha pemaaf); 83. Al-
Rauf (Maha Pengasih); 84. Malik al-mulk (maha Menguasai
kerajaan); 85. Dzul Jalali wal Ikram (Maha Memiliki kebesaran dan
kemuliaan); 86. al-Muqsith (Maha Mengadili); 87. al-Jami‟ (Maha
Mengumpulkan); 88. al-Ghaniy (Maha Kaya); 89. al-Mughni (Maha
Pemberi kekayaan); 90. al-Mani‟u (Maha Membela); 91. al-Dharr
(Maha Pemberi bahaya); 92. an-Nafi‟u (Maha Pemberi manfaat); 93.
al-Nur (Maha bercahaya); 94. al-Hadi (Maha Pemberi petunjuk); 95.
al-Badi‟u (Maha Pencipta yang baru); 96. al- Warits (Maha
Pewaris); 97. al-Baqi (maha kekal); 98. al-Rasyid (Maha
Cendekiawan); 99. al-Shabur (Maha Penyabar).
35
b. Iman kepada Malaikat
Iman kepada malaikat merupakan rukun iman yang kedua setelah
beriman kepada Allah. Malaikat ialah makhluk halus ciptaan Allah yang
terbuat dari nur (cahaya). Mengenai bentuk fisik dan rupanya tidak ada
yang mengetahui, kecuali Allah. Jumlahnya pun banyak, tidak dapat
dihitung dan tidak dapat berkurang maupun bertambah. Sebagaimana
Rasulullah Saw. Bersabda:
قت الملئكة عن عائشة، قالت: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: خل 51من نور، وخلق الان من مارج من نار، وخلق آدم ما وصف لكم
Dari Aisyah r.a. Berkata: telah bersabda Rasulullah Saw.:
diciptakan malaikat dari cahaya, dan diciptakan jin dari api neraka, dan
diciptakan adam dari apa-apa yang disifatkan bagi mereka.
Malaikat tidak memerlukan makan maupun minum seperti
manusia dan mereka tidak akan mati sebelum datangnya hari kiamat.
Malaikat merupakan makhluk Allah yang taat terhadap perintah Allah
Swt. Malaikat tidak memiliki hawa nafsu, melainkan hanya memiliki
akal. Oleh karenanya malaikat terpelihara dari kesalahan dan dosa.52
Keimanan terhadap malaikat membawa pengaruh yang positif
terhadap pada seseorang, antara lain seseorang akan berhati-hati dalam
setiap perkataan dan perbuatan sebab malaikat selalu berada di dekatnya
merekam apa yang ia katakan dan perbuat.53
Adapun sifat-sifat malaikat, sebagai berikut:
(1) Rendah hati untuk selalu beribadah kepada Allah
(2) Tidak pernah mengeluh karena letih dalam menjalankan tugas dari
Allah
(3) Waktunya habis untuk bertasbih kepada Allah
(4) Malaikat juga makhluk Allah, bukan anak Allah
(5) Tidak pernah lancang kepada Allah
51 Imam Abi Husain Muslim bin Al Hujaj Al Naisaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Dar El
Hadith, 2010), h. 540 60, 2996
52
Muhammad Ahmad, Op. Cit, h. 62
53
Yusran Asmuni, op. cit, h. 74
36
(6) Selalu menjalankan perintah Allah54
ف ولۥ ت رض و ٱلصمن غده ٱل غتادح ۥو ون ع ول ل يصخهب
ون ار و ٱحلو يصتحن ١٩يصخحس ون ٱجل ٢٠ل يفت(19) Dan milik-Nya siapa yang di langit dan di bumi. Dan malaikat-
malaikat yang di sisi-Nya, tidak mempunyai rasa angkuh untuk
menyembah-Nya dan tidak (pula) merasa letih. (20) Mereka
(malaikat-malaikat) bertasbih tidak henti-hentinya malam dan
siang55
(QS. al-Anbiya (21): 19-20)
Wajib bagi mukallaf untuk meyakini 10 malaikat beserta tugasnya,
yaitu:
(1) Malaikat Jibril, tugasnya pengantar wahyu kepada para nabi dan
rasul-rasul, khususnya kepada nabi Muhammad Saw.
(2) Malaikat Mikail, tugasnya dalam soal-soal kesejahteraan ummat,
umpamanya mengantar hujan, mengantar angin, soal-soal tanah, dan
soal-soal kesuburan-kesuburan lainnya.
(3) Malaikat Israfil, tugasnya dalam soal-soal akhirat, umpamanya
meniup terompet (sangkakala) tanda kiamat, meniup terompet tanda
dibangkitkan kembali di padang mahsyar dan lain-lain sebagainya.
(4) Malaikat Izrail, tugasnya mencabut nyawa semua makhluk tidak
terlewatkan satu pun.
(5) Malaikat Munkar, tugasnya bertanya dalam kubur
(6) Malaikat Nakir, tugasnya bertanya dalam kubur
(7) Malaikat Rakib, tugasnya menuliskan amal kebaikan
(8) Malaikat Atid, tugasnya menuliskan amal keburukan
(9) Malaikat Malik, tugasnya menjada pintu neraka
(10) Malaikat Ridwan, tugasnya menjaga pintu surga56
Itulah 10 malaikat yang wajib diketahui. Adapun malaikat-malaikat
yang banyak lainnya cukuplah kalau kita yakini bahwa ada malaikat,
54 Abdul Hafidz dkk, op. cit, h. 34
55
Departemen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, h. 238
56
Sirajudin Abbas, op. cit, 42-43
37
sebangsa makhluk yang taat kepada tuhan dan yang mengerjakan
perintah-perintah yang diberikan tuhan kepada mereka.57
c. Iman kepada Kitab-Kitab
Kitab-kitab yang wajib diimani terbatas kepada kitab-kitab samawi
saja atau kitab yang benar-benar diturunkan oleh Allah, dan termasuk
rukun iman yang ketiga.
Adapun definisi kitab secara bahasa tersusun atas huruf ka-ta-ba
yang serupa dengan kata al-katbu yang berarti mengumpulkan/
menyatukan kulit yang sudah disamak dengan cara menjahitnya. Seiring
berkembangnya makna kitab diartikan dengan menyusun satu huruf
dengan lainnya (menyusun kalimat).58
Pengertian tersebut didasarkan kepada sejarah Islam dalam
pengkodifikasian al-Qur‟an, karena banyak para hafizd al-Qur‟an yang
gugur saat perang. Ketika itu khalifah Abu Bakar memerintahkan untuk
mengumpulkan kalam-kalam al-Qur‟an yang masih terpencar dan tertulis
di pelepah kurma, tulang belulang dan lain sebagainya. Hingga akhirnya
pengkodifikasian al-Qur‟an terealisasi pada masa Usman bin „Affan.
Kembali kepada definisi kitab secara istilah ialah firman-firman
Allah yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya yang diwahyukan
kepada rasul-rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat manusia.59
Hal
ini menjelaskan pembahasan mengenai kitab-kitab yang Allah turunkan
termasuk ke dalam pembahasan aqidah nubuwwah karena pada dasarnya
kitab-kitab yang Allah turunkan kepada rasul-rasul-Nya.
Adapun kitab-kitab yang wajib diyakini oleh orang yang beriman
ada empat diantaranya:60
Pertama, kitab taurat yang diturunkan kepada nabi Musa As. pada
masanya. Sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur‟an, berikut:
57 Ibid, h. 43
58
Abdurrahman Hasan Habanakah al-Maidani, Pokok-Pokok Aqidah Islam, Terj. Al-aqidah
al-Islamniyah wa Ususuha oleh A.M. BAsalamah, (Jakarta: Gema Insani, 2004), Cet. II, h. 434
59
Abdurrahman Hasan Habanakah Al-Maidani, op. cit, h. 434
60
Sirajudin Abbas, op. cit, h.
38
زجلا إناث أ رى ا ٱتل ة يؾ دى ور ا ٱجلبين ػي ٱلي للي ا شي
أ
و ادوا ين حتار و ٱلربا ٱل ة ا داء ٱلل نتب ٱشخحفظ غيي ش ا وك
ا ن اس و ٱجل فل تش وا اب ٱخش ا ول تشت يؾ ة ى ا كييل و يت زل
ٱلل أ ولئم
فرون فأ ٤٤ ٱىك
(44) Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab taurat di
dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang
dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh
nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim
mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka
diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi
saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada
manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu
menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa
yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka
mereka itu adalah orang-orang yang kafir (QS. al-Maidah (5): 44)
Kitab taurat berisikan ajaran akidah serta syari‟at. Namun, dalam
catatan sejarah kitab taurat asli (murni) sudah tidak ada lagi, para ulama
pun menyepakati hal tersebut. Adapun kitab taurat yang beredar di
kalangan Yahudi saat ini sudah tidak murni lagi, melainkan orang-orang
yahudi telah melakukan perubahan-perubahan terhadap isi kitab tersebut.
Lebih tepatnya taurat saat ini adalah karangan atau tulisan orang-orang
yahudi dari masa ke masa. Isi ajarannya pun jauh sekali dari nilai-nilai
tauhid, dan banyak merendahkan perbuatan sejumlah nabi, bahkan
merendahkan Allah61
, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah
berikut:
ػن نل يص وكد كن فريق ىؾ ا ن يؤػن أ ػخع
ٱلل أ ۥ يرف
ن يػي ه و ا علي بػد ٧٥ (75) maka apakah kamu (muslimin) sangat mengharapkan mereka
akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar
firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya,
padahal mereka mengetahuinya?62
(QS. al-Baqarah (2): 75)
61 Muhammad Ahmad, op. cit, h. 71
62
Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid I, h. 131
39
Kedua, adalah kitab zabur yang diturunkan kepada nabi Daud
„alaihissalam. Adapun isi dari kitab zabur adalah nasihat serta
peringatan. Karena dalam masalah akidah serta syari‟at nabi Daud
diperintahkan untuk mengikuti nabi Musa As.
ف وربم ة غيرض و ٱلصمنت أ
ا بػض ٱل بػض ٱجلتي وىلد فضي لع
ا داو ٥٥زبرا ۥد وءاحي
(55)Dan tuhanmu lebih mengetahui siapa yang di langit dan di
bumi. Dan sungguh, kami telah memberikan kelebihan kepada sebagian
nabi-nabi atas sebagian (yang lain), dan kami berikan zabur kepada
daud63
(QS. al-Isra (17): 55)
Ketiga, adalah kitab injil yang diturunkan kepada nabi Isa
„alaihissalam. Sama halnya dengan kitab taurat, kemurnian kitab injil
pun sudah tidak terjaga. Kitab injil yang digunakan orang kristen saat ini
adalah pemikiran-pemikiran para paulus dan terbagi-bagi seperti adanya
injil matius, injil lukas dan injil johanes. Antar kitab injil tersebut
terdapat perbedaan isi dan bahkan saling bertentangan. Dalam kitab injil
asli berisikan ajaran perintah-perintah Allah Swt berupa tauhid dan tidak
menyekutukannya dan menjelaskan akan datang nabi akhir zaman nabi
Muhammad Saw.64
sebagaimana Allah berfirman:
ا ءاثر ةػيس وؼفي لع ٱة ا بني يدي كا ل مصد ث مري رى ٱتل جنيو وءاتين ٱل ا بني يدي كا ل دى ور ومصد ث ػي رى دى ٱتل و
خلني غظث ىي ٤٦وم(46)dan kami iringkan jejak mereka (nabi nabi bani israil) dengan
isa putera maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu:
taurat. Dan kami telah memberikan kepadanya kitab injil sedang
didalamnya (ada) petunjuk dan dan cahaya (yang menerangi), dan
membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab taurat. Dan
menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang
bertakwa (QS. al-Maidah (5): 46)
Orang-orang nasrani tidak sepenuhnya beriman kepada kitab injil
dan secara tidak langsung, mereka tidak pula beriman kepada nabi Isa
63 Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, h. 497
64
Muhammad Ahmad, op, cit, h. 73
40
As. Hal ini terbukti mereka tidak mengimani adanya nabi terakhir setelah
nabi Isa As yaitu nabi Muhammad Saw. yang termaktub dalam kitab
injil.
Keempat, kitab terakhir yang diturunkan kepada nabi terakhir
penutup para nabi, yaitu kitab al-Qur‟an. Al-Qur‟an merupakan kalam
atau firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw. dan
membacanya merupakan suatu ibadah.65
Pengertian al-Qur‟an sendiri di dalamnya, sebagai berikut:
ا ى دون ٱىلرءان كن هذا و ن يفتبني ٱليولؾ حصديق ٱلل أ
رب ٱىهتب يدي وتفصيو ني ل ريب ػي م ٣٧ ٱىعي يللن أ ى كو ٱػت
ري ا بصرة ح و فأ ا ٱدغ دون ٱشخعػخ صدؼني ٱلل ٣٨إن نخ
(37) Tidaklah mungkin Al Quran ini dibuat oleh selain Allah; akan
tetapi (Al Quran itu) membenarkan kitab-kitab yang sebelumnya
dan menjelaskan hukum-hukum yang telah ditetapkannya, tidak
ada keraguan di dalamnya, (diturunkan) dari Tuhan semesta alam.
(38) Atau (patutkah) mereka mengatakan "Muhammad membuat-
buatnya". Katakanlah: "(Kalau benar yang kamu katakan itu),
maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan
panggillah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk
membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar" (QS.
Yunus (10): 37-38)
Adapun maksud dari kalimat ب ت ك ال ل ي ص ف ت ditafsirkan oleh Syaikh
Nawawi dalam Tafsir Munir sebagai berikut:
اء ي ب ن ى ال ل ع ة ل ز ن م ال ة ي هل ال ب ت ك ال ن م و ل ب ي ق ذ ال ق ي د ص ت ن ا ر ق ال ن ك ل و ي أ 66و ل ب ق
Dari tafsiran di atas, secara tidak langsung dijelaskan mengenai
definisi al-Qur‟an yaitu kitab yang diturunkan dengan tujuan untuk
membenarkan kitab-kitab ilahiyat sebelumnya, yang diturunkan kepada
nabi-nabi sebelumnya. Dengan kata lain, al-Qur‟an menyempurnakan
kitab-kitab yang sebelumnya.
65 Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Terj. Mabahis fi „Ulumil Qur‟an oleh
Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2013
66
Syaikh Nawawi al-Jawi, Tafsir al-Nawawi al-Juz‟u al-Awwalu, (Semarang: Thoha Karya
Putera, t.t.), h.368
41
Adapun keistimewaan kitab al-Qur‟an adalah:
(1) Sebagai penyempurna kitab-kitab sebelumnya.
(2) Mencakup semua aspek kehidupan manusia.
(3) Tidak dapat ditandingi kehebatannya, baik dari segi isi maupun
susunan redaksinya.
(4) Terpelihara kemurniannya.
كو ئػج ى نس ٱجخ و ٱل رو هذا ٱل ة
ا حن يأ
أ حن ٱىلرءان لع
ل يأ
ري ريا ة لػض ظ كن بػض ٨٨ول(88) Katakanlah: "sesungguhnya jika manusia dan jin
berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al Quran ini,
mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya,
sekalipun mereka saling membantu satu sama lain67
" (QS. al-Isra
(17): 88)
(5) Petunjuk dan rahmat bagi manusia.
(6) Paling banyak dibaca orang.
(7) Membacanya termasuk ibadah.
Selain kitab-kitab tersebut, dalam al-Qur‟an disebutkan adanya
sahifah atau suhuf yang berarti lembaran-lembaran yang berjumlah
seratus sahifah. Yang tersebar sebagai berikut:
(1) 60 sahifah kepada nabi Syits As
(2) 30 sahifah kepada nabi Ibrahim As
(3) 10 kepada nabi Musa As68
d. Iman kepada Nabi dan Rasul
Iman kepada rasul-rasul Allah merupakan rukun iman yang
keempat. Maksudnya adalah wajib bagi kita selaku orang beriman
mengimani atau meyakini bahwa Allah Swt telah mengutus para rasul-
Nya untuk membawa syiar agama dan membimbing umat pada jalan
lurus dan diridhai Allah.
Ulama sepakat bahwa jumlah rasul seluruhnya ada 124.000 yang
diangkat menjadi rasul 313 orang adapula yang mengatakan 315 orang.
67 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid V, op. cit, h.
68
Muhammad Ahmad, op. cit, h. 70
42
Dari pernyataan tersebut ada perbedaan mengenai makna nabi dan rasul.
Nabi secara bahasa adalah orang yang memberi kabar, sedangkan secara
istilah orang yang mendapat wahyu dari Allah Swt namun tidak
berkewajibannya menyampaikan kepada umatnya.
Sedangkan rasul secara bahasa berarti utusan. Secara istilah rasul
adalah utusan Allah yang ditugaskan menyampaikan ajaran agama
kepada umat manusia. Nabi-nabi dan rasul-rasul yang wajib diketahui
namanya adalah 25 orang, berdasarkan kepada dalam al-Qur‟an saja,
yang lain tidak wajib untuk diketahui.
وحيم ك لع ي إةر ا ءاتين ا إن ربم حجخ نشاء رػع درجج غيي ا ٨٣حهي ت ۥ ل وو ؼتو ا دي حا ا و دي إشحق ويػلب لكا ذريخ شف ومس وهرون وكذلم جنزي و ۥد داو و ب وي ي
وأ شييم
حصنني وزكريا ٨٤ ٱل إوشمػيو ٨٥ ٱىصيحني ويحي وغيس إوحلاس كا لع ٱىيصع و فضي
ني وينس ولظا ولك ٨٦ ٱىعي(83)Dan itulah keterangan kami yang kami berikan kepada ibrahim
untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang
kami kehendaki. Sesungguhnya tuhanmu maha bijaksana, maha
mengetahui. (84) dan kami telah menganugerahkan Ishak dan
Ya´qub kepadanya. Kepada masing-masing telah kami beri
petunjuk; dan sebelum itu kami telah memberi petunjuk kepada
Nuh, dan kepada sebagian dari keturunannya (Ibrahim) yaitu
Dawud, Sulaiman, Ayyub, Yusuf, Musa dan Harun. Dan
demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. (85) dan Zakaria, Yahya, Isa dan Ilyas. Semuanya
termasuk orang-orang yang Shaleh, (86) dan Ismail, Alyasa´,
Yunus dan Luth. Masing-masing kami lebihkan (derajatnya) di atas
umat lain (pada masanya69
) (QS. al-An‟am (6) : 83-86)
Dalam ayat tersebut di sebutkan ada 18 rasul yaitu: (1)Ibrahim,
(2)Ishak, (3)Yaqub, (4)Nuh, (5)Dawud, (6)Sulaiman, (7)Ayyub,
(8)Yusuf, (9)Musa, (10)Harun, (11)Zakaria, (12)Yahya, (13)Isa,
(14)Ilyas, (15)Ismail, (16)Alyasa, (17)Yunus, Dan (18)Luth.
69 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 169
43
Sedangkan tujuh nabi lainnya disebutkan dalam al-Qur‟an secara
terpisah pada surah yang berbeda. Nabi Adam As, sebagai manusia dan
nabi pertama, termaktub dalam surah Ali Imran ayat 33:
رن لع ٱصعف ٱلل إن وءال غ ي حا وءال إةر ني ءادم و ٣٣ ٱىعي(33)Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga
Ibrahim dan keluarga ´Imran melebihi segala umat (pada masa masing-
masing)70
(QS. Ali Imran (3): 33)
Kemudian mengenai nabi Hud As, disebutkan dalam QS. Al-A‟raf
surah ke-7 ayat 65, yaitu:
م دا كال يل خا إول عد أ غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ فل تخلن ۥ
أ
٦٥ (65)Dan kepada kaum ´Ad (kami utus) Hud, saudara mereka. Dia
berkata: "wahai kaumku! Sembahlah Allah! Tidak ada tuhan (sembahan)
bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa?71
(QS. al-A‟raf
(7): 65)
Lalu, disebutkan nabi Shaleh As yang diutus oleh Allah Swt
kepada kaum Tsamud, sebagai berikut:
م صيحا كال يل خاد أ إول غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ ۥ
ؽ نشأرض أ
و ٱل رك ا ف ٱشخػ إحل إن رب كريب ٱشخغفروه ػي
ا حب
يب ٦١م(61)Dan kepada kaum tsamud (kami utus) saudara mereka Shaleh.
Dia (Shaleh) berkata: "wahai kaumku!, sembahlah Allah, tidak ada
tuhan bagimu selain dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi
(tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah
ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya,
sesungguhnya tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) dan
memperkenankan (doa hamba-Nya)"72
(QS. Hud (11): 61)
Setelah itu, nabi Syu‟aib As disebutkan dalam QS. Hud surah ayat
84, yaitu:
70 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid I, h. 495
71
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid III, h. 376
72
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IV, h. 438
44
م شػيتا كال يل خا أ دي إول غريه ٱلل ٱعتدوا إل ا ىؾ ول ۥ
ا هيال حلص زيان و ٱل م ٱل غذاب ي خاف غييؾ أ ري إون
ؾ ب رى أ إن
يط ٨٤م(84)Dan kepada (penduduk) madyan (kami utus) saudara mereka,
Syu´aib. Dia berkata: "wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada
tuhan bagimu selain dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan
timbangan, sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang
baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan
ditimpa azab pada hari yang membinasakan (kiamat)"73
(QS. Hud
(11):84)
Kemudian nabi Ismail As, nabi Idris As, dan nabi Dzulkifli As,
termaktub dalam QS. al-Anbiya surah ke-21 ayat 85, sebagai berikut:
ٱىهفو إودريس وذا إوشمػيو ك ٨٥ ٱىصبي(85) Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris dan Dzulkifli. Mereka
semua termasuk orang-orang yang sabar74
(QS. al-Anbiya (21): 85)
Dan nabi Muhammad Saw. Sebagai nabi terakhir penutup para nabi
dan rasul disebutkan dalam QS. al-Ahzab (33): 40, sebagai berikut:
ا ولؾ رشل رجاىؾ حد أ ةاد أ ٱلل كن م ٱجلتي وخات ٱلل وكن ا ء غيي ٤٠ةؾو ش
(40) Muhammad itu bukanlah bapak dari seorang di antara kamu,
tetapi dia adalah utusan Allah dan penutup para nabi. Dan Allah maha
mengetahui segala sesuatu75
(QS. al-Ahzab (33): 40)
Adapun nabi dan rasul memiliki sifat-sifat:
(1) Shidiq artinya jujur/benar dalam segala ucapannya mustahil kidzib
atau berdusta. Jika para nabi dan rasul berdusta maka binasalah umat
manusia. Adapun dalil naqli atas sifat nabi yang shidiq adalah:
رشين وصدق ... ٥٢ ٱل(52) ....dan benarlah rasul-rasul(Nya). (QS. Yaasin (36): 52)
73 Departemen Agama RI, al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IV, op. cit, h. 455
74
Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, op. cit, h. 298
75
Departemen Agama RI, al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VII, op. cit, h. 10
45
(2) Amanah artinya terpercaya, mustahil bagi para nabi dan rasul
khianat yang berarti tidak dapat dipercaya.
(3) Tabligh artinya menyampaikan mustahil kitman artinya
menyembunyikan. Menyampaikan yang dimaksud adalah
menyampaikan segala sesuatu yang datang sebagaimana dalam QS.
al-Maidah (5): 67
ا يأ ٱلرشل ي ا ةيغج رشاتل تفػو ػ ربم إون ى زل إحلم
أ ا ۥ ةيؼ
ٱلل و م دي ٱلل إن ٱجلاس يػص م ل ي ٱىل فري ٦٧ ٱىك(67) Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari
Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan
itu, berarti) kamu tidak menyampaikan amanat-Nya. Allah
memelihara kamu dari (gangguan) manusia. Sesungguhnya Allah
tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir. (QS. al-
Maidah (5): 67)
(4) Fathanah artinya cerdas mustahil baladah artinya bodoh.
Selain sifat di atas, para rasul pun memiliki sifat jaiz artinya boleh
atau wewenang, yakni sifat kemanusian seperti makan, minum, haus,
lapar, menikah dan lain-lain.
e. Iman kepada Hari Kiamat
Hari kiamat ialah hari kehancuran alam semesta. Segala yang ada
di dunia ini akan musnah dan semua makhluk hidup akan mati.
Selanjutnya alam akan berganti dengan yang baru disebut dengan alam
akhirat.76
ن ن ٱلصاغث وأ
ا وأ ف ٱلل ءاتيث ل ريب ػي لتر يتػد
٧ ٱى(7) Dan sungguh, (hari) kiamat itu pasti datang, tidak ada keraguan
padanya; dan sungguh, Allah akan membangkitkan siapa pun di dalam
kubur77
(QS. al-Hajj (22): 7)
Rukun iman kelima adalah iman kepada hari kiamat atau hari
akhir, atau hancurnya dunia hingga masuknya seseorang ke surga atau
neraka. Selanjutnya orang mati sejak nabi Adam hingga yang terakhir
76 Yusran Asmuni, op. cit, h. 78
77
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Tafsirnya Jilid VI, h. 352
46
akan dibangkitkan kembali. Beriman kepada hari kiamat maksudnya
setiap mukmin wajib percaya dengan sebenar-benarnya bahwa hari
kiamat itu akan datang. Hanya saja kapan saat itu terjadi tiada seorang
pun mengetahui bahkan nabi Muhammad dan malaikat. Hanya dapat
diketahui tanda-tandanya saja.78
Meyakini hari kiamat dapat menumbuhkan keyakinan akan ke
maha kuasaan sumber pertama dari-Nya timbul segala yang ada di alam
semesta serta menumbuhkan keyakinan akan kejadian akhir bagi
segenap benda yang pernah ada.79
Adapun manfaat beriman kepada hari
kiamat adalah:
(1) Menjaga dan memelihara diri dari melakukan perbuatan dosa dan
maksiat dan akan selalu taat dan bakti kepada tuhan karena segala
amal, baik atau buruk akan ada balasannya di hari akhirat.
(2) Sabar mengahadapi segala cobaan dan penderitaan hidup karena ia
yakin bahwa kesenangan dan kebahagiaan hidup karena ia yakin
bahwa kesenangan yang sesungguhnya adalah di akhirat nanti.
f. Iman kepada Qadha dan Qadar
Rukum iman yang terakhir ialah iman kepada qadha dan qadar
ialah ketentuan-ketentuan yang ditentukan oleh Allah Swt, sedangkan
qadha adalah pelaksanaan dari ketentuan tersebut. Beriman kepada
qadha dan qadar berarti percaya dan yakin bahwa alam semesta ini
sebelum adanya sudah diqadarkan terlebih dahulu oleh Allah Swt dan
berlakunya alam semesta ini adalah qadha-Nya yang sesuai dengan
qadar-Nya.80
Adapun manfaat Iman kepada Qadha dan Qadar adalah:
(1)Mendorong lahirnya keberanian dalam menegakkan kebenran
78 Muhammad Ahmad, op, cit, h. 103
79
Abdul Hafidz dkk, op, cit, h. 83
80
M. Sabernity, op. cit, h. 84
47
(2)Menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran, tidak putus asa dalam
menghadapi setiap persoalan, dan selalu tawakal kepada Allah Swt.81
Qadha ialah kepastian, sedangkan qadar ialah ketentuan.
Ketentuan itu telah ditulis di dalam lauh mahfudz (lembaran yang
terpelihara). Jadi, semua yang akan terjadi sedang atau sudah terjadi di
dunia ini semuanya sudah diketahui oleh Allah Swt, dan setiap manusia
tidak bisa membebaskan diri dari qadha dan qadar Allah.82
ا صيتث ف صاب رض أ
ٱل إل ف نتب فصؾ
ا ول ف أ
أ ن نب
ؼتو أ
لم لع ٢٢يصري ٱلل إن ذ(22)Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa
dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauhul mahfuzh)
sebelum kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi
Allah83
(QS. al-Hadid (57): 22).
E. Pengertian Nazam
“Nazam atau manzumah (bentuk jamaknya) merupakan susunan bait
(serupa syi‟ir) yang menguraikan kaidah keilmuan.”84
Ilmu khusus yang
membicarakan mengenai sya‟ir ialah ilmu arudh yang secara bahasa artinya
melintang/menghalang. Secara istilah arudh adalah juz terakhir syathr pertama
bait. Bait adalah baris dari pada syair. Dan Syathr adalah separuh dari bait.85
Jadi, nazam ialah sekumpulan sya‟ir yang berisikan kaidah keilmuan.
Sya‟ir merupakan jamak dari syi‟ir, dan syi‟ir memiliki pola tersendiri yang
disebut dengan bahar yang berarti lebar atau laut, akan tetapi lebih tepat
diartikan laut. Dinamakan bahar karena di dalam sya‟ir terdapat makna yang
bagaikan lautan luasnya. Ada 16 macam bahar dalam ilmu „arudh, yang sering
digunakan pada karya keilmuan ulama klasik ialah bahar rajaz yang polanya
81 Yusran Asmuni, op. cit, h. 82
82
Muhammad Ahmad, op. cit, h. 112
83
Departemen Agama RI, Al- Qur‟an dan Tafsirnya Jilid IX, op.cit, h. 689
84
Toto Edi dkk, Ensiklopedi Kitab Kuning, (Jakarta: Aulia Press, 2007), h. 132
85
Syekh Damanhuri, Llmu „Arudh dan Qawafi, Terj. Mukhtashar al-Syafi oleh Mahfudz
(Pasuruan: t.p., 1996), h. 4
48
ل ع ف ت س م enam kali ( ست مرات ل ع ف ت س م )86 . Seperti nazam „Imrithi dan Alfiyah
pada ilmu nahwu, Nazam Maqsud pada ilmu sharaf, nazam Jauharat al-Tauhid
dan Aqidat al-„Awam pada ilmu tauhid, dan masih banyak lagi.
F. Nazam „Aqidat al-„Awȃm Karya Syekh Marzuqi
1. Bait ke-1
انس ح ال م ائ د م ي ح الر ب * و ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا Aku memulai dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
Dan Maha Penyayang yang selalu berbuat baik
2. Bait ke-2
ل و ت ل ي ب اق ب ال ر خ ل * ا ل و ال مي د ق ال هلل د م احل ف Puji bagi Allah, Yang Maha Terdahulu dan Maha Awal
Dan Yang Maha Akhir dan Yang Maha Kekal tidak berubah
3. Bait ke-3
اد ح و د ق ن م ي خ ب ى الن ل ا * ع د م ر س م ل الس و ة ل الص ث Sholawat beserta salam sepanjang masa
Ke atas nabi, manusia terbaik (dalam) peng-Esa tuhan
4. Bait ke-4
ع د ت ب م ر ي غ ق احل ن ي د ل ي ب * س ع ب ت ن م و و ب ح ص و و ل ا و Atas keluarga, sahabat dan yang mengikuti
Jalan agama yang benar, bukan orang yang bid‟ah
5. Bait ke-5
ة ف ص ن ي ر ش ع هلل ب اج و ن * م ة ف ر ع م ال ب و ج و ب م ل اع ف د ع ب و Setelah itu ketahuilah wajib mengenal (ma‟rifat)
Sifat-sifat yang wajib bagi Allah ada dua puluh sifat
6. Bait ke-6
ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال ي * م اق ب مي د ق د و ج و م اهلل ف Maka Allah itu wujud, Maha Dahulu, Maha Kekal selamanya
Berbeda dengan makhluk secara mutlak
7. Bait ke-7
ي ش ل ك ب ال ع د ي ر م ر اد * ق ي ح و د اح و و ن غ م ائ ق و
86 Syekh Damanhuri, Mukhtashar al-Syafi, (t.tp.: Syarikat al-Nur Asiyan, t.t), h. 15
49
Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal dan Maha Hidup
Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu segalanya
8. Bait ke-8
م ظ ت ن ت ة ع ب س ات ف ص و * ل م ل ك ت م ال و ر ي ص ب ال ع ي س Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara
Dan mempunyai sifat- sifat yang tujuh macam tersusun rapi
9. Bait ke-9
ر م ت اس م ل ك م ل ع ال اة ي * ح ر ص ب ع س ة اد ر ا ة ر د ق ف Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha Melihat
Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Berbicara terus-menerus
10. Bait ke-10
و ت رك لكل مكن كفعل * بفضلو وعدلو ز ائ ج و Dia jaiz (boleh) dengan anugerah dan keadilan-Nya
Meninggalkan yang mungkin sama seperti halnya yang dia kerjakan
11. Bait ke-11
دق والتبليغ والمانة ارسل انبيا ذوى فطانو * بالصAllah utus para nabi yang fathanah
Dengan shiddiq, dan tabligh dan amanah
12. Bait ke-12
هم من عرض * بغي ن قص كخفيف المرض وجائز يف حقBoleh bagi mereka mempunyai sifat-sifat manusia
Tanpa mengurangi (derajat kenabian) seperti sakit yang ringan
13. Bait ke-13
ة ك ئ ل م واال ل اض ف و ة ب اج * و ة ك ئ ل م ال ر ائ س ك م ه ت م ص ع Mereka terpelihara dari dosa, seperti para malaikat
Dan wajib bagi mereka, melebihi para malaikat
14. Bait ke-14
ب اج و م ك ب ني س م ل ظ ف اح * ف ب اج و ل ك د ض ل ي ح ت س م ال و Dan mustahil adalah lawan dari wajib
Hafalkanlah 50 akidah yang wajib
15. Bait ke-15
م ن ت اغ و ق ق ح ف ف ل ك م ل * ك م ز ل ن ي ر ش ع و ة س خ ل ي ص ف ت Merincikan 25 rasul adalah kewajiban
Setiap mukallaf, karena itu nyatakan dan usahakanlah
16. Bait ke-16
50
ع ب ت م ل ك م ي اى ر ب ا و ح ال * ص ع م د و ى ح و ن س ي ر د ا م د ا م ى Mereka adalah nabi Adam, nabi Idris, nabi Nuh, nabi Hud serta
Nabi Shaleh, dan nabi Ibrahim yang diikuti semua
17. Bait ke-17
اذ ت اح ب و ي ا و ف س و ي ب و ق ع ا * ي ذ ك اق ح س ا ل ي اع س ا و ط و ل Nabi Luth dan nabi Ismail, nabi Ishaq, begitupun
Nabi Ya‟qub, nabi Yusuf, dan nabi Ayyub yang mengikuti
18. Bait ke-18
ع ب ات ان م ي ل س د او د ل ف ك وال * ذ ع س ي ال ى و س و م و ن و ار ى ب ي ع ش Nabi Syu‟aib, nabi Harun, nabi Musa, nabi Yasa‟
Nabi Dzulkifli, nabi Daud, nabi Sulaiman ikut juga
19. Bait ke-19
اي غ ع د ات خ و ط ى و س ي * ع ي ا ي ي ر ك ز س ن و ي اس ي ل ا Nabi Ilyas, nabi Yunus, nabi Zakaria, nabi Yahya
Nabi „Isa dan nabi Thaha penutup, maka tinggalkanlah
20. Bait ke-20
ام ي ال ت ام اد م م هل ا * و م ل الس و ة ل الص م ه ي ل ع Atas mereka shalawat keselamatan
Dan keluarga mereka sepanjang zaman
21. Bait ke-21
م هل م و ن ل و ب ر ش ل ل ك ا * ل م ا و ب ا ل ب ي ذ ال ك ل م ال و Dan Malaikat itu tanpa ayah dan tanpa ibu
Tidak makan, tidak minum dan tidak tidur bagi mereka
22. Bait ke-22
ل ي ائ ر ز ع ل ي اف ر س ا ال ك ي * م ل ي ب ج م ه ن م ر ش ع ل ي ص ف ت Rincian sepuluh malaikat itu adalah Jibril
Mikail, Israfil, Izrail
23. Bait ke-23
اذ ت اح ان و ض ر و ك ال م د ي ت ا * ع ذ ك و ب ي ق ر و ر ي ك ن ر ك ن م Munkar, Nakir, Raqib begitupun
„Atid, Malik, dan Ridwan yang ikut
24. Bait ke-24
اه ل ي ز ن ى ت د اهل ى ب س و م اة ر و ا * ت ه ل ي ص ف ت ب ت ك ن م ة ع ب ر ا Empat dari kitab-kitab, perinciannya
51
(ialah) taurat bagi nabi musa dengan membawa hidayah turunnya
25. Bait ke-25
ل م ال ي ى خ ل ع ان ق ر ف ى و س ي ى * ع ل ع ل ي ن ا و د او د ر و ب ز Zabur kepada nabi Daud dan Injil untuk
Nabi Isa, (terakhir) Furqan (al-Qur‟an) bagi manusia terbaik (nabi
Muhammad Saw)
26. Bait ke-26
م ي ل ع ال م ك احل م ل ا ك ه ي * ف م ي ل ك ال و ل ي ل ال ف ح ص و Mushaf-mushaf al-Khalil (Ibrahim) dan al-Kalim (Musa) itu
Di dalamnya kalam Maha Bijak Yang Maha Tahu
27. Bait ke-27
ل و ب ق ال و م ي ل س الت و ق ح * ف ل و س الر و ى ب ت اا م ل ك و Segala apa yang datang dibawa oleh rasul
Maka haknya (para rasul) adalah mengakui dan menerima
28. Bait ke-28
ب ج ع ال ن م و ب ان اك م ل ك * و ب ج و ر خ ا م و ي ا ب ن ان ي ا Iman kita dengan hari akhir adalah kewajiban
Dan semua perkara ghaib yang ada di dalamnya
29. Bait ke-29
ب اج و ن م ف ل ك ى م ل ا ع * م ب اج و ى ال اق ب ر ك ذ يف ة ات خ Penutup dalam menyebut sisa yang wajib
Karena apa yang bagi mukallaf wajib
30. Bait ke-30
ل ض ف و ة ح ر ني م ال ع ل * ل ل س ر أ د ق د م ا م ن ي ب ن Nabi kita Muhammad yang diutus
Bagi alam karena rahmat dan keutamaan
31. Bait ke-32
ب س ت ن ي اف ن م د ب ع م اش ى * و ب ل ط م ال د ب ع اهلل د ب ع ه و ب أ Ayahnya Abdullah bin Abdul Muthallib
Dan Hasyim bin Abdi Manaf yang senasab
32. Bait ke-33
ة ي د ع الس ة م ي ل ح و ت ع ض ر أ * ة ي ر ى الز ة ن م أ و م أ و Dan ibunya Aminat al-Zuhriyyah
Menyusuinya Halimat al-Sa‟diyah
33. Bait ke-33
52
ة ن ي د م ال ة ب ي ط ب و ات ف * و ة ن ي م ال ة ك ب ه د ل و م Lahirnya di Mekkah yang sejahtera
Wafatnya di sebaik-baiknya kota (Madinah)
34. Bait ke-34
ان ي ت الس ز او ج د ق ه ر م ع * و ني ع ب ر أ ي ح و ال ل ب ق ت أ Allah telah menyempurnakan sebelum wahyu empat puluh
Dan umurnya telah lewat enam puluh
35. Bait ke-35
هم * ثلثة من الذكور ت فهم عة أولده فمن وسب Dan tujuh anaknya, diantara mereka
Tiga laki-laki maka dipahami
36. Bait ke-36
قاسم وعبد اهلل وىو الطيب * وطاىربذين ذاي لقب Qasim, abdullah yang baik
Dan yang suci, dengan kedua ini ia dijuluki
37. Bait ke-37
أتاه إب رىيم من سرية * فأمو مارية القبطية Datang kepadanya Ibrahim dari wanita Surriyah
Maka ibunya adalah Mariyatu al-Qibthiyah (koptik)
38. Bait ke-38
ر إب را ىيم من خدية * ىم ستة فخذ بم وليجة وغي Dan selain Ibrahim, dari Khadiah
mereka enam orang, maka ambilah dengan cinta
39. Bait ke-39
ناث تذكر * رضوان رب للجميع يذكر وأربع من الEmpat perempuan yang akan disebut
Ridha tuhanku bagi semua yang disebut
40. Bait ke-40
بطان فضلهم جلي فاطمة الزىراء ب علها علي * واب ناها السFatimatu al-zahra suaminya ali
Dan dua anaknya adalah cucu nabi, keutamaan mereka terlihat jelas
41. Bait ke-41
ب وب عدىا رق ية * وأم كلث وم زكت رضية ف زي ن Lalu Zainab kemudian Ruqoyyah
53
Dan Umi Kultsum yang bersih lagi diridhai
42. Bait ke-42
ر ت فىن فاخت رن النب المق عن تسع نسوة وفاة المصطفى * خي Adapun dari sembilan istri yang ditinggal wafat oleh nabi
mereka diminta memilih, tetapi mereka (tetap) pilih mengikuti nabi
43. Bait ke-43
عائشة وحفصة وسودة * صفية ميمونة ورملة Siti Aisyah, Hafshah dan Saudah
Shofiyah, Maimunah, dan Ramlah
44. Bait ke-44
هات مرضية ىند وزي نب كذاجويرية * للمؤمنني أمHindun dan Zainab juga Juwairiyyah
ibu orang mukmin yang diridhai Allah
45. Bait ke-45
تو صفية ذات احتذا و وعباس كذا * عم حزة عمHamzah adalah paman nabi, begitu juga Abbas
bibi nabi adalah Shafiyyah yang mengikuti
46. Bait ke-46
ة ليل لقدس يدرا سرا * من مك وق بل ىجرة النب الSebelum hijrah, nabi melakukan isra
Dari Mekkah pada malam hari ke baitul maqdis diketahui
47. Bait ke-47
ما * حت راى النب ربا كلما وب عد اسراء عروج للسSetelah Isra‟ Naik Ke Langit
Hingga Nabi melihat tuhan Yang Berfirman
48. Bait ke-48
ت رض * عليو خسا ب عد خسني ف رض صار واف من غي كيف واهDengan cara yang tak bisa dibayangkan dan di jangkau, dan (Allah)
mewajibkan
Lima waktu (shalat), setelah sebelumnya diwajibkan 50 waktu
49. Bait ke-49
سراء * وف رض خسة بلامتاء ة بال وب لغ المNabi telah sampaikan kepada umat tentang peristiwa isra‟nya
54
dan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu tanpa diragukan
50. Bait ke-50
دق واف أىلو يق بتصديق لو * وبالعروج الص قد فاز صدBeruntung Abu Bakar as-Shiddiq karena mempercayainya
Dan dengan peristiwa mi‟raj ia menyetujui dan membenarkannya
51. Bait ke-51
رة وىذه عقيدة متصرة * وللعوام سهلة ميسIni akidah yang ringkas lagi padat
Bagi orang awam mudah tidak sulit
52. Bait ke-52
اد ق المصدوق ناظم تلك أحدالمرزوق * من ي نتمى للصPenaẕam akidah itu Syekh Ahmad Marzuqi
Yang memiliki nasab sampai kepada nabi yang dibenarkan
53. Bait ke-53
واحلمدهلل وصلى سلما * على النب خي من قد علم Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
Ke atas nabi sebaik-baik insan yang telah mengajarkan (akidah ini)
54. Bait ke-54
وال والصحب وكل مرشد * وكل من بي ىدي ي قتديDemikian pula kepada keluarga, para sahabat dan setiap yang memberi
petunjuk
Dan setiap orang yang mengikuti akan petunjuk yang baik (tersebut)
55. Bait ke-55
واسأل الكرمي إخلص العمل * ون فع كل من با قداشت غل Aku memohon kepada Allah akan keikhlasan beramal
Dan semoga ia bermanfaat bagi yang mengamalkan (sibuk memperdalam)
56. Bait ke-56
ل * تاريهاأ ز بعد الم حي غر جل ل ب يات ها مي Bilanngan baitnya (nazam ini) sebanyak mengikuti bilangan huruf mayzun
(mim=40, ya=10, dan zai=7)/ (57)
Dan selesainya sesuai dengan himpunan bilangan huruf ly hayyu ghurrin
(lam=30, ya=10, ha‟=8, ya=10, ghain=1000, dan ra=200)/ (1258H)
57. Bait ke-57
55
ين بالتمام 87سيت ها عقيدة العوام * من واجب يف الدKunamakan nazam ini aqidatul awam
Dari kewajiban perkara agama yang sempurna (bagi orang awam)
87 Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar bin „Ali Nawawi al-
Jawi al-Bantani al-Tanari, Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati „Aqidat al-„Awȃmi, (Surabaya: Daar
al-Minhaj, 2008), Cet I, h. 29
56
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menggali sebuah konsep pendidikan
keimanan dalam kitab Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh Marzuqi, yang
meliputi metode, tujuan serta ruang lingkup pendidikan keimanan yang
terdapat dalam kitab tersebut. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini
dimulai pada Mei 2016 dan selesai pada Januari 2017.
B. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
kualitatif, lebih tepatnya adalah metode penelitian kepustakaan atau library
reasearch yang bercorak deskriptif analitis atau analitis kritis, yaitu mengkaji
gagasan primer mengenai ruang lingkup permasalahan yang dipercaya oleh
gagasan sekunder yang relevan. Fokus penelitian ini adalah mendeskripsikan,
membahas, dan mengkritik gagasan primer, kemudian dikonfrontasikan
dengan gagasan primer lainnya dalam rangka perbandingan, mencari
hubungan dan pengembangan model1. Adapun definisi dari penelitian
kepustakaan sendiri, merupakan penelitian yang mengambil bahan- bahan
kajiannya pada berbagai sumber, baik yang ditulis oleh tokoh yang diteliti itu
sendiri atau disebut dengan sumber primer (primary resource), maupun
sumber yang ditulis oleh orang lain mengenai yang ditelitinya (secondary
resource). Karena penelitian ini bertujuan menelaah atau mengkaji suatu kitab
atau buku mengenai pendidikan keimanan, maka jenis penelitan yang sesuai
adalah penelitian pustaka.
Berdasarkan sumber lain penelitian pustaka adalah sesuatu penelitian
yang dilakukan di ruang perpustakaan, baik berupa buku-buku, periodikal-
1 Jujun S. Suriasumantri dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam, (Bandung: Yayasan
Nuansa Cendekia, 2001), h.68
57
periodikal, seperti majalah ilmiah yang diterbitkan berkala, kisah-kisah
sejarah, dokumen-dokumen dan materi perpustakaan lainnya, yang dapat
dijadikan sumber rujukan untuk menyusun suatu laporan ilmiah2. Dengan
landasan tersebut penelitian jenis ini kebanyakan tidak memerlukan terjun ke
lapangan atau survei, observasi, wawancara atau teknik pengumpulan data
lainnya, karena pengumpulan data dalam penelitian ini, diperoleh dari buku-
buku yang berhubungan dengan variabel yang diteliti.
Adapun untuk teknik pengumpulan data penelitian pustaka ini yaitu
dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah
yang dipecahkan3.
Adapun instrumen dalam penelitian kualitatif ini adalah peneliti sendiri
(human instrument), karena peneliti merupakan perencana, pelaksana
pengumpul data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya menjadi pelopor
hasil penelitian.4
C. Fokus Penelitian
Pada penelitian ini peneliti memfokuskan pada pembahasan pendidikan
keimanan yang terkandung dalam kitab Nazam „Aqidat al-„Awȃm karya Syekh
Marzuqi.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian merupakan langkah-langkah yang ditempuh peneliti
mulai dari pengumpulan data sampai dengan analisis data. Secara teknik
tahapan yang ditempuh adalah pengumpulan data, pengolahan data, dan
analisis data.
1. Pengumpulan Data
Adapun sumber data yang peneliti gunakan untuk keperluan
2 Abdurrahman Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT.
Renika Cipta, 2..006), Cet. I, h. 95-96
3 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), Cet V, H. 27
4 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2011), Cet. XXIX, h. 168
58
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer (Primary Resource)
Data primer yaitu “data yang dibuat oleh peneliti untuk maksud
khusus menyelasaikan permasalahan yang sedang ditanganinya. Data
dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat objek penelitian dilakukan.”5
Data primer ini merupakan sumber utama yang berperan dalam
pengumpulan data untuk kepentingan peneliti untuk penelitiannya.
Karena penelitian ini berjenis kajian pustaka, maka sumber utamanya
merupakan sebuah karya atau buku yang dikaji dalam penelitian ini
sendiri yaitu Kitab „Aqidat al-„Awȃm karya Sayyid Ahmad al-Marzuqi
al-Malikiy dan syarhnya yaitu kitab Tahsil Nayl al-Marȃm li Bayȃni
Manẕûmat „Aqidat al-„Awȃm.
b. Data Sekunder (Secondary Resource)
Data sekunder merupakan data yang dijadikan penunjang dalam
pengumpulan data yang peneliti butuhkan. Data sekunder yang penulis
gunakan berupa buku-buku atau sumber-sumber tertulis lainnya adalah
segala yang berkaitan tentang variabel atau fokus penelitian yang penulis
teliti. seperti terjemahan Nûr al-Zalam karya Syekh Nawawi al-Bantani,
dan lain-lain.
2. Pengolahan Data
Setelah data-data terkumpul lengkap, langkah berikutnya adalah
membaca, mempelajari, meneliti, menyeleksi, dan mengklasifikasi data-data
yang relevan yang mendukung pokok bahasan, untuk selanjutnya penulis
analisis, simpulkan dalam satu pembahasan yang utuh.
3. Analisis Data
Selanjutnya dalam menganalisis data yang telah terkumpul, penulis
menggunakan teknik deskriptif analitik, yaitu teknik analisa data yang
menggunakan, menafsirkan serta mengklasifikasikan dengan
5Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009),
Cet. VIII, H. 137
59
membandingkan fenomena-fenomena pada masalah yang diteliti melalui
langkah mengumpulkan data, menganalisa data, dan menginterpretasi data.
Adapun metode berpikir yang digunakan adalah metode berpikir induktif,
karena pada dasarnya penelitian kualitatif menggunakan analisis induktif.6
Pengklasifikasian data yang penulis lakukan dalam kitab yang dikaji
yaitu „Aqidat al-„Awȃm, adalah yang berkaitan mengenai masalah konsep
pendidikan keimanan yang meliputi deskripsi pendidikan keimanan, tujuan
pendidikan keimanan, metode pendidikan keimanan, dan ruang lingkup
pendidikan keimanan yang terdapat dalam kitab tersebut berlandaskan teori
di bab sebelumnya.
6 Lexy J. Moleong, op. cit, h. 10
60
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Hasil Analisis Kritis Deskriptif Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
1. Biografi Pengarang Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm dikarang oleh Syekh Ahmad Marzuqi.
Beliau memiliki nama lengkap Syekh Ahmad bin Muhammad bin Sayid
Ramadhan bin Mansyur bin Sayid Muhammad bin Syamsu al-Din
Muhammad bin Sayyid Rais bin Sayyid Zain al-Din bin Nasib al-Din bin
Nashir al-Din bin Muhammad bin Qasim bin Muhammad bin Rais Ibrahim
bin Muhammad ibn Sayyid Marzuqi al-Kafafi bin Sayyidi Musa bin
Abdullah al-Mahdi bin Imam Hasan al-Matsna bin Hasan al-Sibt bin Abi
Thalib al-Maliki al-Marzuqi.1 Adapun Syekh Marzuqi merupakan julukan
beliau karena ke-ma‟rifatannya kepada Allah Swt. Jika ditelusuri terus,
nasab beliau sampai kepada nabi Muhammad Saw. yakni bapaknya
keturunan Hasan bin „Ali.2
Syekh Ahmad Marzuqi lahir di Mesir pada tahun 1205 H. Beliau
dikenal sangat cerdas dan menguasai berbagai bidang keilmuan, sehingga
beliau dijadikan mufti mazhab Maliki di kota Mekkah al-Mukaramah
menggantikan saudaranya Sayyid Muhammad yang wafat pada tahun 1261
H. Syekh Ahmad Marzuqi mengajar al-Qur‟an, Tafsir al-Qur‟an dan ilmu-
ilmu Syarî‟ah tepatnya di masjid Mekkah al-Mukaramah. Syekh Ahmad
Marzuqi juga terkenal sebagai seorang pujangga dan dijuluki dengan
panggilan Abu al-Fauzi.3
1 Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar bin „Ali Nawawi al-
Jawi al-Bantani al-Tanari, Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati „Aqidat al-„Awȃmi, (Surabaya: Daar
al-Minhaj, 2008), Cet I, h. 9
2 Abi al-Fauz Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan al-Maliki al-Marzuqi al-Maliki al-
Husaini, Tahsil Nail al-Maram li Bayani Manẕumat Aqidat al-„Awami, (Surabaya: Daar al-Minhaj,
2008), Cet. I, h. 332
3 al-Tanari, loc. cit, h. 10
61
Adapun guru tempat beliau menuntut ilmu diantaranya adalah Syekh
al-Kabir Sayyid Ibrahim al-„Ubaidi yang pada masanya dikenal menguasai
bidang qira‟at al-„asyrah (qira‟ah 10). Sampai pada masanya, tersebab
keilmuan beliau yang sangat tinggi, banyak yang berguru kepada Syekh
Ahmad Marzuqi, diantara murid-muridnya yang menonjol serta karyanya
mendunia dan eksis hingga saat ini adalah Syekh Ahmad Dahman (1260-
1345 H.), Sayyid Ahmad Zaini Dahlan (1232-1304 H.), Syekh Thahir al-
Takruni, dan lain-lain.4
2. Karya-karya Syekh Marzuqi
Syekh Marzuqi dikenal sebagai penulis yang handal, terutama
menyangkut puji-pujian kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw. Salah satu
karyanya yang terkenal dan eksis hingga saat ini adalah Manẕûmat „Aqidat
al-„Awȃm, yaitu ringkasan ilmu tauhid yang berisikan pokok-pokok akidah
ahlu al-sunnah wal jama‟ah bagi orang-orang awam, yang dituangkan
berupa naẕam atau susunan bait sebanyak 57 bait.
Kitab ini begitu penting sekali sehingga banyak para ulama yang
mengulas kembali dan menyusun penjelasan terhadap isi kandungan
manẕûmat. Banyak sekali pelajaran yang bisa diambil dari Manẕumat
'Aqidat al-„Awȃm ini, sehingga Syekh Nawawi ibn Umar al-Bantani al-Jawi,
juga turut memberikan penjelasan Manẕumat „Aqidat al-„Awȃm ini dalam
bentuk karya yang berjudul Nûr al-Ẕalȃm (cahaya dalam kegelapan). Perlu
kita ketahui bahwa Syekh Ahmad Marzuqi dengan Syekh Nawawi masih
dalam satu kurun waktu yang sama, dimana Syekh Ahmad Marzuqi adalah
merupakan kakek guru dari Syekh Nawawi, karena dianatara guru Nawawi
adalah Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang masih murid dari Syekh Ahmad
Marzuqi.
Sebelum menulis Nûr al-Ẕalȃm, Syekh Nawawi sempat membaca
penjelasan „Aqidat al-„Awȃm yang ditulis oleh Syekh Marzuqi sendiri yang
berjudul Tahsil Nayl al-Marȃm li Bayȃni Manẕumat „Aqidat al-„Awȃm.
4 al-Tanari, op. cit, h. 10
62
Karena penguasaannya dalam banyak bidang keilmuan, beliau
menghasilkan banyak karya yang cukup terkenal, diantaranya :
a. „Aqidat al-„Awȃm.
b. Tahsil Naylu al-Marȃm li Bayȃni Manẕûmat „Aqidat al-„Awȃm (1326 H)
c. Bulûgh al-Marȃm li Bayȃn Alfȃẕ Maulid Sayyid al-Anȃm fî Syarh Maulid
Ahmad al-Bukhȃri (1282 H.)
d. Bayȃn al-Asli fî Lafẕi bi Afẕal.
e. Tasil al-Aḏan „ala Matan Taqwîm al-Lisȃn fî al-Nahwi li al-Khawarizmi
al-Baqali.
f. Al-Fawȃ`id al-Marzuqiyyah al-Zurmiyah.
g. Manẕumah fî Qawȃ`id al-Sarfi wa al-Nahwi.
h. Matan Nazam fi „Ilm al-Falak5.
3. Tentang Kitab Naẕam „Aqidat Al-„Awȃm
Aqidat al-„Awȃm yang berarti akidah bagi orang-orang awam
merupakan salah satu kitab cabang ilmu tauhid. Kitab ini berisikan pokok-
pokok akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah yang wajib di ketahui oleh setiap
individu umat Islam. Pokok-pokok akidah tersebut dituangkan dalam bentuk
naẕam atau bait sebanyak 57 bait. Perinciannya adalah 25 bait langsung
dari Rasulallah Saw melalui mimpi Syekh Ahmad Marzuqi, dan selebihnya
berkat kealiman serta kelihaian dalam membuat sya‟ir yang dimiliki Syekh
Ahmad Marzuqi dalam melengkapi naẕam aqidah hingga menjadi 57 bait
yang indah. Walaupun hanya terdiri dari 57 bait naẕam, namun muatannya
padat dan simpel, sehingga semua aspek akidah bisa tercakup ke dalamnya.
ة ر س ي م ة ل ه س ام و ع ل ل * و ة ر ص ت م ة د ي ق ع ه ذ ى و Ini akidah yang ringkas lagi padat
Bagi orang awam mudah tidak sulit6
Mudah yang dimaksud di atas adalah mudah dalam segi makna,
sedangkan tidak sulit di atas adalah dari segi kuantitas naẕam yang tidak
5 al-Tanari, op. cit, h. 11
6 Syekh Nawawi al-Bantanie, Penerang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zhalam oleh Team
Terjemah Pustaka Mampir, (t.t.p.:Pustaka Mampir,2006), h. 196
63
banyak sehingga tidak sulit untuk menghafalkannnya. Karena, seiring
dengan perkembangan zaman dan pelbagai masalah dalam akidah atau
keimanan, banyak manusia yang tidak tahu mengenai akidah dasar dalam
Islam.7
Tidak seperti naẕam akidah lainnya, sebagai contoh naẕam Jauharat
al-Tauhid jika dilihat dari segi makna terbilang sulit, dari segi kuantitas pun
cukup banyak dan biasanya dikaji oleh santri tingkat „ulya (tinggi). Jadi,
menurut hemat penulis Naẕam „Aqidat al-„Awȃm merupakan naẕam yang
paling mudah untuk dipelajari dan dihafal bagi peserta didik tingkat dasar.
Hampir di setiap pesantren salafiyyah di Indonesia mengkaji kitab ini.
Biasanya, kitab ini dikaji oleh santri yang duduk di tingkat ibtidȃ (dasar).8
a. Latar Belakang Penyusunan Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
Awal mula disusunnya Aqidat al-„Awȃm sangat menarik yakni
berawal dari sebuah mimpi Syekh Ahmad Marzuqi yang bertemu dengan
Rasulullah Saw. Tepatnya pada akhir malam Jum‟at dari awal Jum‟at
tanggal 6 pada bulan Rajab tahun 1258 H. Dalam mimpinya, Syekh
Ahmad Marzuqi melihat Rasulullah Saw didampingi para sahabat yang
mengelilingi Ahmad Marzuqi, dan diperintah oleh Rasulullah Saw untuk
membacakan naẕam-naẕam tauhid. Lalu Rasulullah Saw membacakan
naẕam-naẕam tauhid tersebut, kemudian diikuti oleh Syaikh Marzuqi.
Selanjutnya, tepat pada malam Jum‟at menjelang waktu Sahur,
tanggal 28 Zulqa‟dah, Ahmad Marzuqi bermimpi kembali melihat
Rasulallah Saw, dalam mimpinya Rasulullah Saw kembali
memerintahkan kepada Syekh Marzuqi membaca naẕam-naẕam yang
pernah dibacakan oleh Rasulullah Saw pada mimpi sebelumnya, dan
sudah beliau hafalkan. Kemudian, naẕam-naẕam tersebut dikodifikasi
dan selesai disusun pada tahun 1258 H, sampai akhirnya dapat dipelajari
hingga saat ini9.
7 al-Tanari, op. cit., h. 197
8 Toto Edi dkk, Ensiklopedi Kitab Kuning, (Jakarta: Aulia Press, 2007), h. 125
9 al-Bantanie, op.cit., h.2
64
Tidak ada yang perlu diragukan lagi untuk meyakini kisah yang
menjadi awal dalam penyusunan Naẕam „Aqidat al-„Awȃm ini, karena
telah jelas dikatakan dalam hadis nabi riwayat Muslim mengenai
seseorang yang bermimpi bertemu nabi Muhammad Saw, sebagai
berikut:
من رآن يف "عن أب ىري رة، قال: قال رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم: يطان ل ي تمثل ب 10)رواه مسلم( ."المنام ف قد رآن، فإن الش
Dari Abi Hurairah r.a berkata: telah bersabda Rasulullah Saw:
Siapa orang yang melihatku di dalam mimpi, maka sesungguhnya dia
melihatku, karena sesungguhnya syaitan tidak dapat menyerupaiku. (HR.
Muslim)
b. Sistematika Penulisan Kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
Dilihat dari segi sistematika penulisannya, berdasarkan ilmu „arud11
yaitu ilmu yang secara khusus membahas mengenai sya‟ir dalam bahasa
arab, Naẕam „Aqidat al-„Awȃm disusun menggunakan bahar rajaz
dengan wazan atau pola .12
Contohnya:
ان س ح ال م ائ د م ي ح الر ب و * ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م * ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م ل ع ف ت س م
Secara umum penyusunannya dapat diklasifikasikan menjadi tiga
bagian. Pertama, yaitu pembukaan yang diawali dengan basmallah atau
pujian bagi Allah Swt, kemudian shalawat dan salam yang ditujukan
kepada nabi Muhammad Saw. beserta keluarganya, para sahabatnya
hingga para pengikutnya.
10 Imam Abi al-Husain Muslim bin al-Hujjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Kairo: Daar al-
Hadith, 2010), Jilid II, h. 71
11
Arudh secara bahasa artinya melintang/menghalang. Yaitu kayu yang melintang yang
berada di dalam rumah. Lafadz Arudh terambil dari lafadz „aridhah. Secara istilah „Arudh adalah
juz terakhir syathr pertama bait. Bait adalah baris dari pada syair. Dan Syathr adalah separuh
daripadanya. Lafadz Arudh ini muannats (perempuan). Maka, lafadz yang musytaq sesudahnya
yang menjadi sifat atau khabar daripadanya tentu harus menyimpan dhomir yang sesuai dengan
lafadz yang terambil dari yang lain, seperti isim fa‟il dan isim maf‟ul, yang keduanya terambil
dari masdar. Kebalikan dari musytaq ialah isim jamid (keras), ia tidak mempunyai dhomir seperti
lafadz “hajarun” (batu).
12
Syekh Damanhuri, Mukhtashar al-Syafi,
65
Kedua, yaitu bagian isi merupakan inti pembahasan pokok-pokok
akidah yang terkandung dalam Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, diantaranya :
(1) Sifat wajib, mustahil dan Jaiz bagi Allah.
(2) Sifat wajib, mustahil dan Jaiz bagi Rasul.
(3) 25 Nama-nama nabi dan Rasul yang wajib diketahui
(4) 10 Malaikat yang wajib diketahui.
(5) Kitab-kitab Allah yang wajib diketahui.
(6) Iman kepada hari kiamat.
(7) Perkara tentang nabi Muhammad Saw. yang terdiri dari:
(a) Biografi singkat nabi Muhammad Saw. (ayah dan ibunya, ibu
inangnya, serta tempat lahir dan wafatnya).
(b) Putra-putri nabi Muhammad Saw.
(c) Istri-Istri Rasulallah Saw.
(d) Sahabat dan paman Rasulallah Saw.
(e) Salah satu Mukizat nabi Muhammad yaitu Isra‟ wal Mi‟raj.
Dapat disimpulkan bahwa sub-sub pembahasan dalam „Aqidat al-
„Awȃm tersebut, merupakan ruang lingkup rukun iman, yaitu objek-objek
yang wajib diyakini oleh umat Islam. Hal tersebut, telah kita pelajari
pada pendidikan dasar atau ibtida, bahkan sudah kita hafal, walaupun
dengan cara terpisah. Inilah titik pembedanya, ketika seseorang yang
masih di bangku pendidikan dasar atau ibtida telah hafal Naẕam „Aqidat
al-„Awȃm berarti ia telah hafal keseluruhan aspek akidah yang harus
diyakini. Ketiga, ialah bagian penutup berisikan tentang pengarang,
alasan penamaan kitab, do‟a dan diakhiri dengan shalawat kepada nabi
kembali.
c. Kelebihan dan kelemahan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm
Adapun kelebihan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm, adalah:
(1) Mudah dalam segi makna, sehingga mudah diingat.
(2) Dari segi kuantitas naẕam yang tidak banyak sehingga tidak sulit
untuk menghafalkannnya.
66
(3) Muatannya padat dan simpel, sehingga semua aspek akidah bisa
tercakup ke dalamnya
(4) Dapat dipelajari pada semua tingkat pendidikan, mulai dari dasar
hingga atas.
(5) Ada kenikmatan tersendiri ketika menghafal naẕam, terlebih banyak
lagam yang dapat digunakan ketika menghafal.
Sedangkan kelemahan kitab Naẕam „Aqidat al-„Awȃm:
(1) Butuh penjelasan lebih lanjut, khususnya bagi peserta didik pada
tingkat menengah dan atas yang mempelajarinya, karena tingkat
berfikirnya semakin berkembang seiring bertambahnya usia,
sehingga dikhawatirkan tidak sah keimanannya. Untuk itu, tidak
cukup jika mengetahui tanpa memahami dalil naqli serta „aqlinya.
(2) Tidak disebutkan secara rinci apa saja sifat-sifat mustahil bagi Allah
Swt dan Rasul-Nya, walaupun secara tersirat sifat mustahil sudah
otomatis berlawanan dengan sifat wajib.
B. Temuan Hasil Analisis Kritis Komparatif Kitab
Sebagai bahan perbandingan dengan objek kajian peneliti yaitu
Manẕumat Aqidat al-„Awȃm, peneliti menggunakan kitab Dûrus al-Aqȃ‟id al-
Dîniyyah atas pertimbangan keduanya memiliki persamaan, diantaranya:
1. Sama-sama kitab cabang ilmu tauhid yang dipelajari pada tingkat dasar.
2. Membahas mengenai pokok-pokok akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah.
3. Disajikan dengan metodik khusus, yang dapat mempermudah peserta didik
dalam belajar akidah.
Adapun perbedaannya adalah pendidikan keimanan atau akidah dalam
„Aqidat al-„Awȃm hanya intinya saja, karena disajikan dalam bentuk sya‟ir,
sedangkan dalam Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah disajikan dalam bentuk tanya
jawab, sehingga disertakan penjelasan secara langsung, bahkan terdapat
penjelasan lebih luas di jilid selanjutnya dengan penyajian yang berbeda, yaitu
pembahasan.
67
Namun, jika ingin memperdalam mengkaji aqidat al‟awam dapat
dilakukan dengan mempelajari syarahnya, seperti Tahsîl Nayl al-Marȃm karya
Syekh Ahmad Marzuqi, Nȗr al-Zalȃm karya Syekh Nawawi al-Bantani, dan
Mujaz al-Kalȃm karya Muhammad bin „Ali bin Muhammad Ba‟athiyyah al-
Dau‟ani.
Adapun tujuan membandingkan dalam penelitian ini, bukan untuk
mencari kitab mana yang lebih unggul, karena pada dasarya keduanya
memiliki keunggulan masing-masing, hal tersebut hanyalah masalah perspektif
saja. Selain itu, peneliti juga sangat yakin kedua kitab tersebut sama-sama baik
untuk dipelajari, dikarenakan keduanya tidak dikarang oleh sembarang orang.
Tetapi, tokoh pengarang kedua kitab tersebut benar-benar telah dikenal
mumpuni dalam bidang keilmuan, khususnya tauhid. Jadi, tujuan dari
dilakukan komparasi ini adalah untuk mengetahui titik persamaan serta
perbedaan antara dua kitab tersebut.
C. Interpretasi Hasil Analisis
No. Aspek Analisis
Hasil Analisis
Manẕumat Aqidat al-
„Awȃm
Dûrus Al-Aqȃ‟id Al-
Dîniyyah
1 Pengarang
Ulama asal Mekkah-
Arab Saudi: Syekh
Ahmad Marzuqi
Ulama asal Indonesia:
Habib Abdurrahman bin
Saggaf bin Husen bin
Abubakar bin Umar bin
Seggaf Assegaf13
2 Latar Belakang memudahkan pemula memudahkan peserta
13Merupakan ulama klasik Indonesia yang sezaman dengan Habib Ali al-Habsyi Kwitang.
Habib Abdurrahman memulai studinya ketika masih kanak-kanak di bawah pengawasan sang ayah
yaitu Habib Segaf bin Husen Assegaf. Pada usia 9 tahun beliat diberangkan ke Hadramaut-Yaman
untuk meneruskan studinya, kemudian kembali ke Jakarta pada usia 22 tahun. Beliau pernah
diangkat menjadi nadir di madrasah jam‟iyyat al-khair, dan dipercaya pemerintah untuk
memangku jabatan sebagai qadli di Jakarta. Selain menulis karya di bidang tauhid beliau pun
menulis karya di bidang fiqih dengan judul serupa yaitu dûrus al-fiqhiyyah. Kemudian beliau tutup
usia pada 5 Februari 1952 tepatnya di usianya yang menginjak 81 tahun. (sumber:
www.islamnet.web.id)
68
Penyusunan atau orang awam
dalam mempelajari
ilmu tauhid
didik khususnya di
madrasah ibtidȃ`iyyah
dalam mempelajari ilmu
tauhid
3 Metode
Penyampaian Isi
Nazam (serupa dengan
sya‟ir)
Tanya jawab (jilid I dan
jilid II) dan pembahasan
(jilid III dan jilid IV)
4 Sistematika Terdiri dari 57 bait Terdiri atas empat jilid
5 Isi/ Materi
Pokok-pokok paham
ahlu al-sunnah wal
jama‟ah
Pokok-pokok paham
ahlu al-sunnah wal
jama‟ah
6 Keunggulan
Mudah dan tidak sulit
untuk dihafal,
mencakup semua
aspek akidah, Dapat
dipelajari pada semua
tingkat pendidikan,
banyak lagam yang
dapat digunakan
ketika menghafal.
Dari jilid satu hingga
jilid empat, saling
berkaitan satu sama lain,
sistematis, dan integral
(terpadu).
7 Kekurangan
Tidak cukup jika tidak
mempelajari
penjelasan atau
syarahnya lebih lanjut.
Apabila tidak
menyeluruh dalam
mengkajinya atau tidak
tuntas, sehingga akan
menyebabkan tidak
tercapainya pemahaman
yang sempurna
Dari segi latar belakang penyusunan, kedua kitab tersebut tampaknya
memiliki tujuan yang sama yaitu untuk memudahkan penuntut ilmu atau
peserta didik khususnya di madrasah ibtidȃ`iyyah atau dalam Manẕumat Aqidat
69
al-„Awȃm digunakan istilah pemula atau mukallaf yang awam dalam
mempelajari ilmu tauhid. Oleh karena itu, dalam penyusunanya digunakan
metode yang khusus untuk merealisasikan tujuan tersebut, yakni pada
Manẕumat Aqidat al-„Awȃm digunakan metode penyusunan nazam atau sya‟ir,
yang pada aplikasinya dapat dilakukan dengan menerapkan metode tahfizh atau
menghafal nazam. Sedangkan pada Dûrus al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah
penyusunannya disajikan dengan menggunakan metode tanya jawab dan
pembahasan, di dalamnya juga disertai analogi-analogi sederhana sehingga
dapat mempermudah pelajar dalam menghafal dan memahami tauhid.
Ini merupakan paradigma baru dalam dunia pendidikan, khususnya bagi
Pendidikan Agama Islam pada aspek akidah, karena cukup sulit untuk
menentukan strategi pembelajaran pada materi akidah. Sedangkan,
pembelajaran akidah harus dipelajari sedini mungkin. Oleh sebab itu, disusun
sebuah kitab yang membahas materi-materi akidah dengan metodik khusus
sebagai solusi untuk memecahkan kesulitan dalam mempelajari materi akidah.
Kemudian dilihat dari segi sistematika penulisan kitab Manẕumat Aqidat
al-„Awȃm terdiri dari 57 bait dengan bahar rajaz. Sedangkan, kitab Dûrus Al-
Aqȃ‟id Al-Dîniyyah ini terdiri atas empat jilid, yakni dua jilid pertama
menggunakan metode tanya jawab dan dua jilid terakhir menggunakan metode
pembahasan. Pembabakan hingga empat jilid ini menunjukkan adanya
pentahapan dan kesinambungan materi yang disajikan dalam kitab ini.14
Jadi, sebenarnya jilid tiga dan jilid empat dari kitab ini merupakan syarah
atau penjelasan dari jilid pertama dan jilid dua, sebagaimana di jelaskan oleh
pengarang pada bagian muqadimah pada jilid pertama.15
Kesimpulannya
adalah tidak sepenuhnya kitab Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah dipelajari pada
kelas ibtida` atau tingkat dasar, karena yang dikhsuskan untuk tingkat dasar
hanya jilid pertama dan kedua saja, sedangkan sisanya lebih tepat dipelajari
pada jenjang selanjutnya.
14
Toto Edi dkk, op. cit., h. 127
15
Abdurrahman bin Segaf bin Husain Assegaf al-Alwi al-Husaini asy-Syafi‟i al-Asy‟ari,
Durus al-Aqa‟id al-Diniyyah, (Surabaya: Maktabah Muhammad bin Ahmad Nubhan Wa
Auladahu, t.t.), h.2
70
Sedangkan pembedaan metode, yakni tanya jawab dan pembahasan,
menunjukkan adanya metodologi pengajaran yang aplikatif. Inilah salah satu
keunggulan kitab Durȗs al-Aqȃ‟id al-Dîniyyah. Dengan demikian, para santri
yang mengkaji akidah ahlu al-sunnah wal jamȃ‟ah melalui kitab ini akan
mempelajari materinya secara bertahap dan berjenjang.
Dari segi Kelebihan dan Kelemahan Kitab, untuk kelebihan dan
kekurangan Manẕumat Aqidat al-„Awȃm telah dijelaskan pada sub bab
sebelumnya. Sedangkan untuk kelebihan dan kekurangan kitab Dûrus al-
Aqȃ‟id al-Dîniyyah adalah semua materinya, yakni dari jilid satu hingga jilid
empat, saling berkaitan satu sama lain, sistematis, dan integral (terpadu).
Sebagai contoh, pembahasan tentang iman secara umum, sedangkan pada jilid
selanjutnya (jilid dua), iman didefinisikan dengan lebih terperinci dan
mendalam. Oleh karena itu, bagi santri berikutnya dengan penambahan materi
yang terukur.
Selain menjadi keunggulan, penyusunan dengan beberapa jilid tersebut,
dapat menjadi suatu kekurangan, apabila tidak menyeluruh dalam mengkajinya
atau tidak tuntas, sehingga akan menyebabkan tidak tercapainya pemahaman
yang sempurna. Sesungguhnya peneliti merasa tidak pantas, jika hal tersebut
dikatakan kekurangan, karena hikmah disusunnya menjadi beberapa jilid
semata-semata untuk kebaikan penuntut ilmu sendiri, yaitu demi tercapainya
pamahaman yang sempurna, dan mengandung nilai bahwa jangan pernah
merasa cukup dalam menuntut ilmu.
D. Pembahasan Pendidikan Keimanan Dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃm
Sub bab ini adalah inti dari penelitian yang penulis lakukan mengenai
konsep pendidikan keimanan dalam Naẕam„Aqidat al-„Awȃm. Karena pada
sub bab ini, penulis akan mengklasifikasikan nilai-nilai keimanan yang
terkandung dalam 57 bait Naẕam„Aqidat al-„Awȃm secara satu per satu. Bait
pertama sampai bait keempat merupakan bagian pembukaan atau muqadimah
naẕam, yang di dalamnya meliputi pujian kepada Allah Swt, kemudian
71
ucapan syukur kepada Allah Swt, diikuti dengan salawat kepada nabi
Muhammad Saw, beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya.
Bait ke-1 sampai ke-4, yaitu:
ان س ح ال م ائ د م ي ح الر ب * و ن ح الر و اهلل م اس ب أ د ب ا Aku memulai dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih
dan Maha Penyayang yang selalu berbuat baik
ل و ت ل ي ب اق ب ال ر خ ل * ا ل و ال مي د ق ال هلل د م احل ف Puji bagi Allah, Yang Maha Terdahulu dan Maha Awal
Dan Yang Maha Akhir dan Yang Maha Kekal tidak berubah
اد ح و د ق ن م ي خ ب ى الن ل ا * ع د م ر س م ل الس و ة ل الص ث Sholawat beserta salam sepanjang masa
Ke atas nabi, manusia terbaik (dalam) peng-Esa tuhan
ع د ت ب م ر ي غ ق احل ن ي د ل ي ب * س ع ب ت ن م و و ب ح ص و و ل ا و Atas keluarga, sahabat dan yang mengikuti
jalan agama yang benar, bukan orang yang bid‟ah
1. Iman Kepada Allah (Ilahiyat)
a. Sifat Wajib Bagi Allah Swt
Nilai-nilai keimanan yang pertama yang terkandung dalam
Naẕam„Aqidat al-„Awȃm ialah iman kepada Allah Swt yang di
dalamnya mencakup 20 sifat wajib bagi Allah yang diuraikan pada bait
kelima sampai bait kesembilan. Kemudian mengenai sifat jaiz bagi
Allah Swt terdapat pada bait kesepuluh. Berikut perinciannya:
Bait ke-5, yaitu:
ة ف ص ن ي ر ش ع هلل ب اج و ن * م ة ف ر ع م ال ب و ج و ب م ل اع ف د ع ب و Setelah itu ketahuilah wajib mengenal (ma‟rifat)
Sifat-sifat yang wajib bagi Allah dua puluh sifat
Kata م ل اع pada bait kelima merupakan fi‟il amr yang memiliki
makna yaitu ketahuilah. Kata ketahuilah tersebut, ditafsirkan oleh Imam
Nawawi dalam Syarh Aqidat al-„Awȃm yaitu Nûr al-Zalȃm, “kenalilah”
atau “yakinilah”, yakni wajib bagi mukallaf untuk mengenali serta
meyakini mengenai yang berhubungan dengan Allah Swt (ilahiyȃt),
72
yang meliputi 20 sifat wajib dan mustahil bagi Allah secara terperinci
dan juga sifat jaiz bagi Allah Swt.
Imam Nawawi pun menambahkan dalam permasalahan taklid,
beliau mengatakan berhati-hati dalam taklid, karena taklid dapat
mendatangkan keraguan. Mengenai perkara taklid, ulama pun berbeda
pendapat, dari beberapa pendapat tersebut, menurut pendapat penulis
yang paling bijak adalah pendapat yang menyatakan bahwa, taklid
dalam akidah sah hukumnya jika seseorang yang bertaklid tersebut
tidak memiliki kemampuan berfikir untuk nazar (analisa). Sedangkan,
jika seseorang tersebut telah memiliki kemampuan berfikir untuk nazar
(analisa), maka ia berdosa.
Bait ke-6, yaitu:
ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال ي * م اق ب مي د ق د و ج و م اهلل ف Maka Allah itu Wujud, Maha Dahulu, Maha Kekal selamanya
Berbeda dengan makhluk secara mutlak
Pada bait ini sudah mulai diuraikan mengenai 20 sifat wajib bagi
Allah, yaitu bahwasannya pada bait ini diuraikan Allah memiliki sifat
Wujud, Maha Dahulu ( مي د ق ), Maha Kekal ( ياق ب ), dan berbeda dengan
makhluk secara mutlak ( ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال م ). Berikut
pembahasannya:
1) Wujud ( د و ج و م )
Wujud artinya ada, maksudnya bahwa Allah itu ada, mustahil
tidak ada, dalam bahasa arab „adam. Akan tetapi wujud atau adanya
Allah tidak seperti makhluk. Oleh karena itu, Imam nawawi
menjelaskan dalam Nûr al-Zalȃm, yang merupakan kitab penjelasan
dari naẕam Aqidat al-„Awȃm, mengenai lafaz wujud merupakan
73
amrun i‟tibary yang singkatnya diartikan ungkapan yang
diperkirakan dalam hati.16
Dalil naqlinya terdapat pada QS. Thoha (20): 14, sebagai
berikut:
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang
hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk
mengingat aku. (QS. Thoha (20): 14)
Sedangkan dalil aqli-nya ialah apabila jika Allah tidak ada
maka tidak ada satupun makhluk.
2) Qidam ( مي د ق )
Qidam artinya Maha Terdahulu, maksudnya ialah tidak
permulaan serta akhir bagi Allah Swt. Maka mustahil bagi Allah itu
baharu atau huduts.
Dalil naqlinya terdapat dalam QS. al-Ikhlas (112): 3, sebagai
berikut:
Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan. (QS. al-Ikhlas
(112): 3)
Dalil aqlinya adalah karena jika Allah baharu pastilah Allah
ada yang menciptakan. Selain itu, jika dikehendaki adanya
permulaan bagi Allah, maka siapa yang menjadikan makhluk
terdahulu daripada-Nya.17
3) Baqȃ` ( ياق ب )
Baqȃ`artinya Maha Kekal Allah Saw maksudnya adalah tidak
ada akhir bagi wujudnya Allah. Maka mustahil bagi Allah binasa
atau fana‟ sebagai lawan dari sifat baqȃ`.
Dalil naqli yang menerangkan bahwa Allah memiliki sifat
baqȃ` adalah QS. al-Rahman (55): 22
16 al-Bantanie, op.cit., h.27
17
Sirajudin Abbas, op. cit, h. 26
74
dari keduanya keluar mutiara dan marjan. (QS. al-Rahman
(55): 22)
4) Mukhȃlafatu lil Hawȃditsi ( ق ل ط ال ب ق ل خ ل ل ف ال م )
Mukhȃlafatu lil hawȃditsi berarti Allah berbeda dengan
makhluk-Nya, itu artinya mustahil bagi Allah mumȃtsalatu lil
hawȃditsi yang berarti sama dengan makhluk-Nya. Allah adalah dzat
yang tiada satupun pada Allah sifat-sifat makhluk dan segala apa
yang terlintas pada hati manusia dari sifat-sifat makhluk.18
Dalil aqlinya adalah jika Allah serupa dengan makhluk berarti
Allah bukan tuhan. Untuk itu, mustahil bagi Allah serupa dengan
makhluk-Nya.
Adapun dalil naqli yang menjelaskan bahwa Allah tidak serupa
dengan makhluknya adalah
tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (QS. al-
Syuura(42):11)
Adapun di akhir bait terdapat kalimat bi al-ithlaqi yang artinya
dengan mutlaq, merupakan bayan atau penjelasan dari sifat
mukhȃlifatu lil hawȃditsi, maksudnya adalah tanpa batasan. Jadi,
Allah berbeda dengan makhluknya tanpa batasan apapun dalam
segala segi.19
Bait ke-7, yaitu:
ي ش ل ك ب ال ع د ي ر م ر اد * ق ي ح و د اح و و ن غ م ائ ق و Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal dan Maha Hidup
Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu segalanya
Sifat wajib bagi Allah Swt yang diuraikan pada bait selanjutnya
ialah Allah memiliki sifat Berdiri Sendiri, Maha Kaya, Maha Tunggal
dan Maha Hidup, Maha Kuasa, Maha Berkehendak dan Maha Tahu
segalanya.
18 Ibid, h. 28
19
al-Bantanie, op.cit, h. 29
75
5) Qiyȃmu bi al-Nafsi ( ن غ م ائ ق )
Allah memiliki qiyȃmu bi al-nafsi artinya bahwa Allah berdiri
sendiri mustahil bagi Allah memiliki sifat ihtiyajuhu ila ghairihi
yaitu membutuhkan orang lain. Tidak seperti berdirinya benda
dengan bantuan unsur-unsur tertentu.20
Dalil aqlinya adalah jika Allah membutuhkan orang lain,
berarti Allah sama dengan makhluk, jika Allah sama makhluk berarti
Allah hadits, jika Allah hadits berarti Allah ada yang menciptakan.
Oleh karena itu, Allah itu berdiri sendiri dan tidak membutuhkan
orang lain.
Adapun dalil naqli yang menjelaskan Allah Swt memiliki sifat
qiyȃmu bi al-nafsi adalah:
dan tunduklah semua muka (dengan berendah diri) kepada
Tuhan yang hidup kekal lagi Senantiasa mengurus (makhluk-Nya).
dan Sesungguhnya telah merugilah orang yang melakukan
kezaliman. (QS. Thaha(20): 111)
Kemudian kata ghaniyyun merupakan bayan dari qaaimun
diartikan Maha Cukup, maksudnya adalah tidak butuhnya Allah Swt
pada selain-Nya.21
6) Wahdȃniyyah ( د اح و )
Allah memiliki sifat wahdȃniyyah artinya Allah itu Esa atau
tunggal. Maka dari itu, mustahil bagi Allah Swt ta‟adud atau
berbilang (banyak).
Dalil aqlinya adalah jika Allah Swt lebih dari satu apa yang
akan terjadi pada alam ini. Karena akan timbul perselisihan atau
perbedaan, sehingga alam ini akan binasa.
Dalil naqli yang berhubungan dengan Allah Swt memiliki sifat
wahdȃniyyah, adalah:
20 Ibid, h. 29
21
Ibid, h. 29
76
dan Tuhanmu adalah Tuhan yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
melainkan Dia yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS. al-
Baqarah(2):163)
7) Hayȃh ( ي ح )
Allah memiliki sifat hayȃh artinya Allah Swt itu Maha Hidup,
mustahil Allah Swt memiliki sifat maut. Dalil aqlinya adalah jika
Allah Swt mati, berarti Allah Swt sama makhluk berarti Allah
hadits, jika Allah Swt hadits atau baharu berarti Allah Swt ada yang
menciptakan.
...
dan bertawakkalah kepada Allah yang hidup (kekal) yang
tidak mati...(QS. al-Baqarah(2): 284)
8) Qudrah ( ر اد ق )
Allah memiliki qudrat artinya Allah Swt Maha Kuasa, lawan
dari qudrat adalah „ajzu yang berarti lemah. Maka dari itu, mustahil
bagi Allah memiliki sifat „ajzu atau lemah.
Dalil aqlinya adalah jika Allah Swt lemah,berarti Allah sama
dengan makhluk, jika Allah Swt sama makhluk berarti Allah Swt
hadits, jika Allah Swt hadits berarti Allah Swt ada yang
menciptakan. Oleh karena itu, maha kuasa, mustahil bagi Allah Swt
memiliki sifat lemah. Jika Allah Swt lemah tentu tidak akan ada
makhluk dan Allah Swt bukan tuhan.
Adapun dalil naqli yang menjelaskan mengenai Allah Swt
memiliki sifat qudrat, sebagai berikut:
dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.(QS. al-
Baqarah(2):284)
9) Irȃdah ( د ي ر م )
Allah Swt memiliki sifat irȃdah berarti Allah Maha
Berkehendak, artinya Allah Swt dalam menetapkan sesuatu menurut
77
kehendak-Nya. Mustahil bagi karahiyyah atau terpaksa dalam
menetapkan seseuatu. Karena terpaksa merupakan kekuatan yang
datang dari orang lain untuk melakukan sesuatu.
Dalil aqlinya adalah jika Allah terpaksa, berarti Allah butuh
orang lain, jika Allah butuh orang lain berarti Allah sama dengan
makhluk, jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah
hadits berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, Maha
Berkehendak, mustahil bagi Allah memiliki sifat terpaksa, karena
terpaksa merupakan sifat makhluk.
Adapun dalil naqli yang menjelaskan tentang Allah memiliki
sifat iradat adalah
Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang
Dia kehendaki. (QS. Hud(11):107)
10) Ilmu ( ي ش ل ك ب ال ع )
Allah memiliki sifat „ilmu artinya Allah itu Maha Mengetahui,
lawan dari sifat „ilmu ialah jahlu atau bodoh. Maka, mustahil bagi
Allah jahlu atau bodoh.
Dalil aqlinya adalah jika Allah bodoh, berarti Allah Swt sama
dengan makhluk, jika Allah Swt sama makhluk berarti Allah hadits,
jika Allah Swt hadits berarti Allah Swt ada yang menciptakan. Oleh
karena itu, Maha Mengetahui, mustahil bagi Allah memiliki sifat
bodoh, karena bodoh merupakan sifat makhluk-Nya.
Adapun dalil naqli yang menjelaskan mengenai Allah memiliki
sifat „ilmu adalah:
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(QS. al-
Anfal(8): 75)
Bait ke-8, yaitu:
م ظ ت ن ت ة ع ب س ات ف ص و * ل م ل ك ت م ال و ر ي ص ب ال ع ي س Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara
78
Dan mempunyai sifat-sifat yang tujuh macam tersusun rapi
Kemudian pada bait ini diuraikan bahwa Allah memiliki sifat
Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Berbicara. Berikut
penjelasannya:
11) Sama‟ ( ع ي س )
Allah memiliki sifat sama‟ artinya Allah itu Maha Mendengar,
lawan dari sifat sama‟ adalah a‟ma artinya tuli. Mustahil bagi Allah
Swt tuli, karena tuli merupakan kekurangan, karena tidak masuk di
akal jika Allah memiliki kekurangan.
Dalil aqlinya adalah jika Allah tuli, berarti Allah memiliki
kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.
Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk,
jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits
berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, maha
mendengar, mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat
tuli
Dia-lah yang Maha mendengar dan melihat. (QS. al-
Syuura(42):11)
12) Basar ( ر ي ص ب ال )
Allah memiliki sifat basar artinya Allah itu maha melihat,
lawan dari sifat sumun artinya buta. Mustahil bagi Allah buta, karena
buta merupakan kekurangan, karena tidak masuk di akal jika Allah
memiliki kekurangan.
Dalil aqlinya adalah jika Allah buta, berarti Allah memiliki
kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.
Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk,
jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits
berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, Maha Melihat,
mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat buta.
79
13) Kalȃm ( م ل ك ت م ال )
Allah memiliki sifat kalam artinya Allah itu Maha Berbicara,
lawan dari sifat kalam yaitu bukmun yang berarti bisu. Maka dari itu
mustahil bagi Allah memiliki sifat bukmun atau bisu. Karena
bukmun atau bisu merupakan kekurangan. Jadi, tidak masuk di akal
jika Allah memiliki kekurangan. Kalam Allah tidak dengan huruf,
dan tidak dengan suara, akan tetapi dengan kalȃm yang qadim yang
tiada permulaan dan tiada akhir bagi-Nya.22
Dalil aqlinya adalah jika Allah bisu, berarti Allah memiliki
kekurangan, sebab Allah tidak memiliki satu kekurangan apapun.
Jika Allah memiliki kekurangan berarti Allah sama dengan makhluk.
Jika Allah sama makhluk berarti Allah hadits, jika Allah hadits
berarti Allah ada yang menciptakan. Oleh karena itu, maha berkata
atau berbicara, mustahil bagi Allah memiliki kekurangan berupa sifat
bisu.
dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
(QS. al-Nisa(4):164)
Bait ke-9, yaitu:
ر م ت اس م ل ك م ل ع ال اة ي * ح ر ص ب ع س ة اد ر ا ة ر د ق ف Maha Kuasa, Maha Berkehendak, Maha Mendengar, Maha
Melihat
Maha Hidup, Maha Mengetahui dan Maha Berbicara terus-
menerus
Bait ini merupakan uraian mengenai sifat-sifat ma‟nawiyyah
Yaitu penjabaran sifat-sifat Allah dari sifat-sifat ma‟ani23
.kita dapat
mengetahuinya dengan adanya kata ر م ت س ا (terus-menerus), karena
sifat-sifat ma‟nawiyyah bermakna keadaan Allah yang tetap dan selalu
dalam sifat ma‟ani. Perinciannya sebagai berikut:
22 al-Bantanie, op.cit., h.2
23
Muhammad Ahmad, op. cit, h. 62
80
a) Qudrah ( ة ر د ق )
Allah itu memiliki kaunuhu qadirȃn. Artinya Allah tetap selalu
dalam keadaan berkuasa, mustahil bagi Allah „ajizȃn atau dalam
keadaan lemah. Adapun dalil qadirȃn sebgaimana dalil qudrat.
b) Iradah ( ة اد ر ا )
Allah itu memiliki kaunuhu muridȃn. Artinya Allah tetap
selalu dalam keadaan menghendaki, mustahil bagi Allah karihȃn
atau dalam keadaan terpaksa. Adapun dalil muridȃn sebagaimana
dalil iradah.
c) Sama‟ ( ع س )
Allah itu memiliki kaunuhu sami‟ȃn. Artinya Allah tetap selalu
dalam keadaan mendengar, mustahil bagi Allah ashamma atau dalam
keadaan tuli. Adapun dalil sami‟ȃn sebagaimana dalil sama‟.
d) Basar ( ر ص ب )
Allah itu memiliki kaunuhu basirȃn. Artinya Allah tetap selalu
dalam keadaan melihat, mustahil bagi Allah a‟ma atau dalam
keadaan buta. Adapun dalil basirȃn sebagaimana dalil bashar.
e) Hayah ( اة ي ح )
Allah itu memiliki kaunuhu hayyȃn artinya Allah tetap selalu
dalam keadaan maha hidup, mustahil bagi Allah mayyitan atau
dalam keadaan mati. Adapun dalil hayyan sebgaimana dalil hayat.
f) „Ilmu ( م ل ع ال )
Allah memiliki kaunuhu „alimȃn. Artinya Allah tetap selalu
dalam keadaan mengetahui, mustahil bagi Allah jahilan atau dalam
keadaan bodoh. Adapun dalil „aliman sebgaimana dalil „ilmu.
g) Kalȃm ( م ل ك )
Allah memiliki kaunuhu mutakalimȃn. Artinya Allah tetap
selalu dalam keadaan maha berkata, mustahil bagi Allah abkam atau
81
dalam keadaan bisu. Adapun dalil mutakalimȃn sebgaimana dalil
kalam.24
b. Sifat Jaiz Bagi Allah
Sifat jaiz bagi Allah Swt diuraikan pada bait ke-10, yaitu:
ت رك لكل مكن كفعلو * لو بفضلو وعد ز ائ ج و Dia jaiz (boleh) dengan anugerah dan keadilan-Nya
Meninggalkan yang mungkin sama seperti halnya yang dia
kerjakan
Sifat jaiz atau wenang, merupakan sifat yang harus diyakini pula
oleh setiap mukallaf. Sifat Jaiz bagi Allah disebut juga dengan hak
perogratif tuhan. Maksudnya adalah Allah boleh atau berwenang untuk
menciptakan sesuatu atau tidak menciptakannya. Seperti Allah berhak
menciptakan baik dan buruk. Adapun pemberian pahala bagi yang ta‟at
merupakan anugerah dari Allah, sedangkan siksa Allah bagi para
pembuat maksiat adalah bentuk keadilan Allah, karena sesungguhnya
Allah adalah pemberi manfa‟at dan madharat.
2. Iman Kepada Rasul (Nubuwwat) Sepuluh bait berikutnya menguraikan nilai-nilai pendidikan
keimanan yang kedua yaitu Iman kepada rasul serta hal-hal yang mengenai
kenabian lainnya. Pembahasan tersebut, tepatnya diuraikan pada bait ke-11
sampai bait ke-20, kemudian penulis klasifikasikan menjadi tiga bagian,
sebagai berikut:
a. Sifat Wajib Bagi Rasul Bagian pertama mengenai empat sifat wajib bagi rasul yang
wajib diyakini oleh mukallaf, terdapat pada bait ke-11, yaitu:
دق والتبليغ والمانة ارسل انبيا ذوى فطانو * بالصAllah utus para nabi yang fathanah
Dengan shiddiq, dan tabligh dan amanah
24 Sirajudin Abbas, op. cit, h.36-37
82
Kewajiban selanjutnya bagi setiap mukallaf ialah meyakini
adanya nabi-nabi atau rasul-rasul yang Allah jadikan mereka sebagai
utusan-Nya kepada umat. Serta wajib pula meyakini sifat-sifat nabi dan
rasul yang jumlahnya empat, yakni:
Pertama, fathanah ( فطانو) ialah cerdas, kemampuan untuk
mengatasi permusuhan dan hujjah (kemampuan berdebat) mereka dan
membatalkan claim mereka.
Kedua, shiddiq ( دق .artinya benar, jujur atau sesuai (الص
Maksudnya segala yang nabi atau rasul sampaikan ialah benar dan
sesuai dengan kenyataan.
Ketiga, tabligh ( التبليغ)ialah menyampaikan apa yang
diperintahkan oleh Allah kepada mereka kepada makhluk.
Keempat, amanah ( المانة) ialah penjagaan, maksudnya ialah
terpelihara diri nabi dari dosa dari maksiat.
b. Sifat Jaiz Bagi Rasul
Selain meyakini sifat wajib bagi rasul, wajib pula meyakini sifat
jaiz bagi rasul. Yakni sifat-sifat kemanusian yang ada pada rasul
layaknya manusia biasa. Sebagaimana diuraikan pada bait ke-12,
berikut:
هم من عرض * بغي ن قص كخفيف المرض وجائز يف حقBoleh bagi mereka mempunyai sifat-sifat manusia
Tanpa mengurangi (derajat kenabian) seperti sakit yang ringan
Sifat jaiz-nya nabi diartikan sebagai sifat kemanusiaan yang
terdapat pada diri nabi tanpa mengurangi derajat kenabian. Seperti
dalam bait diberikan contoh yaitu sakit yang ringan. Selain itu, seperti
berperang, makan, minum, tidur, menikah, jual beli dan lain-lain.
83
Adapun kata min (huruf jar) diartikan sebagian, jadi tidak semua sifat
manusia, melainkan sebagian saja, yakni sifat manusia yang tidak
mengurangi derajat kenabian.
Kemudian, bait ke-13 adalah pelengkap penjelasan di atas, yaitu:
ة ك ئ ل م واال ل اض ف و ة ب اج * و ة ك ئ ل م ال ر ائ س ك م ه ت م ص ع Mereka terpelihara dari dosa, seperti para malaikat
Dan wajib bagi mereka, melebihi para malaikat
Wajib pula kita ketahui bahwasannya nabi dan rasul itu terjaga
dan tepelihara dari dosa sebagaimana terpeliharanya malaikat. Akan
tetapi nabi dan rasul lebih mulia dari malaikat, terlebih para rasul ulul
azmi yang memiliki keistimewaan luar biasa yaitu nabi Muhammad
Saw, nabi Ibrahim As, nabi Musa, nabi Isa dan nabi Nuh.
c. Sifat Mustahil
Dalam bait selanjutnya, disinggung mengenai sifat mustahil bagi
Allah maupun bagi nabi dan rasul yang merupakan lawan dari sifat wajib,
yang telah penulis uraikan sebelumnya. Akan tetapi sifat mustahil baik
bagi Allah maupun bagi nabi dan rasul dalam Naẕam Aqidat al-„Awȃmi
ini, tidak disebutkan secara rinci, melainkan hanya dikatakan terdapat sifat
mustahil bagi Allah serta bagi nabi dan rasul. Hal itu dikarenakan secara
tidak langsung dalam uraian mengenai sifat wajib tersirat suatu yang
menjadi lawan darinya adalah yaitu sifat mustahil. Sebagaimana dalam
bait di bawah ini, yaitu bait ke-14:
ب اج و م ك ب ني س م ل ظ ف اح * ف ب اج و ل ك د ض ل ي ح ت س م ال و Dan mustahil adalah lawan dari wajib
Maka hafalkanlah 50 akidah yang wajib
Dengan demikian, lengkap sudah penjelasan mengenai sifat-sifat
Allah serta nabi dan rasul, yang mencakup atas sifat wajib, sifat mustahil
dan sifat jaiz. Dengan begitu sempurnalah 50 akidah yang wajib diketahui
dan diyakini oleh mukallaf, yang terdiri dari 20 sifat wajib bagi Allah, 20
sifat mustahil bagi Allah, 1 sifat jaiz bagi Allah, 4 sifat bagi nabi, 4 sifat
84
mustahil bagi nabi, dan 1 sifat jaiz bagi nabi, sehingga seluruhnya
berjumlah 50 akidah.
d. 25 Nabi Yang Wajib Diketahui
Adapun nabi dan rasul yang wajib diketahui berjumlah 25 nabi, hal
tersebut sesuai dengan nash al-Qur‟an. Perinciannya diuraikan dari bait ke-
15 sampai dengan bait ke-20, sebagai berikut:
م ن ت اغ و ق ق ح ف ف ل ك م ل * ك م ز ل ن ي ر ش ع و ة س خ ل ي ص ف ت Merincikan 25 rasul adalah kewajiban-
Setiap mukallaf, karena itu nyatakan dan usahakanlah
ع ب ت م ل ك م ي اى ر ب ا و ح ال * ص ع م د و ى ح و ن س ي ر د ا م د ا م ى Mereka adalah nabi Adam, nabi Idris, nabi Nuh, nabi Hud serta
Nabi Shaleh, dan nabi Ibrahim yang diikuti semua
اذ ت اح ب و ي ا و ف س و ي ب و ق ع ا * ي ذ ك اق ح س ا ل ي اع س ا و ط و ل Nabi Luth dan nabi Ismail, nabi Ishaq, begitupun
Nabi Ya‟qub, nabi Yusuf, dan nabi Ayyub yang mengikuti
ع ب ات ان م ي ل س د او د ل ف ك وال * ذ ع س ي ال ى و س و م و ن و ار ى ب ي ع ش Nabi Syu‟aib, nabi Harun, nabi Musa, nabi Yasa‟
Nabi Dzulkifli, nabi Daud, nabi Sulaiman ikut juga
اي غ ع د ات خ و ط ى و س ي * ع ي ا ي ي ر ك ز س ن و ي اس ي ل ا Nabi Ilyas, nabi Yunus, nabi Zakaria, nabi Yahya
Nabi „Isa dan nabi Thaha penutup, maka tinggalkanlah
ام ي ال ت ام اد م م هل ا * و م ل الس و ة ل الص م ه ي ل ع Atas mereka shalawat keselamatan
Dan keluarga mereka sepanjang zaman
Nabi ke-1 ialah nabi Adam As, adalah Abu al-Basyar (bapak seluruh
manusia), karena merupakan manusia pertama yang Allah ciptakan. Ke-2
ialah nabi Idris As, merupakan kakek buyut dari nabi Nuh As. Ke-3 ialah
nabi Nuh As, yang Allah selamatkan dari tenggelam dan dilanda topan.
Ke-4 ialah nabi Hud yang Allah selamatkan dari angin yang sangat keras
suaranya yang menghancurkan kaum „ad kecuali orang mukmin.
Ke-5 ialah Shalih As yang Allah selamatkan dari jeritan malaikat
Jibril yang menghancurkan kaum tsamud kecuali kaum mukmin. Ke-6
85
ialah nabi Ibrahim As Khalil al-Rahman (kekasih Allah), yang Allah
selamatkan dari api pada masa raja Namrud.
Adapun maksud dari perkataan nȃzim ع ب ت م ل ك selain sebagai
penyempurna bait bermaksud bahwa setiap nabi dan rasul telah
mewajibkan umatnya untuk mengikuti perintah Allah serta larangan-Nya.
Dan untuk meyakini sifat kenabian dan kerasulan mereka.25
Ke-7 ialah nabi Luth As, merupakan saudara nabi Ibrahim As, yang
Allah selamatkan dari azab yang menimpa orang-orang kafir. Ke-8 ialah
nabi Ismail As bin Ibrahim As dari istrinya Siti Hajar. Ke-9 ialah nabi
Ishaq As bin Ibrahim As dari istrinya Siti Sarah, jadi nabi Ismail dan nabi
Ishaq merupakan saudara seayah. Ke-10 ialah nabi Yakub As putra nabi
Ishaq As. Ke-11 ialah nabi Yusuf As putra nabi Ya‟kub As. Ke-12 ialah
nabi Ayyub As yang Allah hilangkan darinya kesengsaraan.26
Dan maksud dari kata اذ ت ح ا adalah bahwasannya nabi Ayyub As,
telah mengukuti nabi dan rasul terdahulu atau disebutkan sebelumnya
dalam naẕam. Selain itu, juga kata tersebut berfungsi sebagai
penyempurna bait.27
Nabi ke-13 ialah nabi Syu‟aib As. Ke-14 ialah nabi Harun As
merupakan putra Imran As. Ke-15 ialah nabi Musa As merupakan putra
Imran, sekaligus saudara kandung dari nabi Harun As. Ke-16 ialah nabi
Ilyasa‟ As. Ke-17 ialah nabi Dzulkifli As. Ke-18 ialah nabi Daud As. Ke-
19 ialah nabi Sulaiman As. Ke-20 ialah nabi Ilyas As. Ke-21 ialah nabi
Yunus As. Ke-22 ialah nabi Zakaria As. Ke-23 ialah nabi Yahya As. Ke-
24 ialah nabi Isa As
Ke-25 ialah nabi Muhammad Saw, adapun dalam naẕam disebutkan
nama Thaha karena nama tersebut merupakan salah satu nama lain nabi
Muhammad Saw. Merupakan penutup para nabi dan rasul dan diutus
25
al-Husaini, op.cit., h. 303-304 26
Ibid , h. 305 27
al-Husaini, op.cit., h. 305
86
rahmatan lil „alamin. Adapun maksud dari kata اي غ ع د diluar fungsinya
sebagai penyempurna naẕam adalah perintah agar kita meninggalkan dari
berpaling terhadap yang benar, yakni nabi Muhammad ialah nabi
terakhir.28
3. Iman Kepada Malaikat (Sam’iyyat)
Nilai-nilai keimanan yang terkandung berikutnya adalah mengenai
rukun iman kepada malaikat, yang dijelaskan dalam tiga bait di bawah ini,
yaitu bait ke-21 sampai bait ke-23, sebagai berikut:
م هل م و ن ل و ب ر ش ل ل ك ا * ل م ا و ب ا ل ب ي ذ ال ك ل م ال و Dan Malaikat itu tanpa ayah dan tanpa ibu
Tidak makan, tidak minum dan tidak tidur bagi mereka
ل ي ائ ر ز ع ل ي اف ر س ا ال ك ي * م ل ي ب ج م ه ن م ر ش ع ل ي ص ف ت Rincian sepuluh malaikat itu adalah Jibril
Mikail, Israfil, Izrail
اذ ت اح ان و ض ر و ك ال م د ي ت ا * ع ذ ك و ب ي ق ر و ر ي ك ن ر ك ن م Munkar, Nakir, Raqib begitupun
„Atid, Malik, dan Ridwan yang mengikuti
Rukun iman kepada malaikat merupakan perkara yang wajib diyakini
bagi mukallaf. Perihal mengenai malaikat dalam nazam di atas mencakup
sepuluh nama malaikat serta sifat-sifat malaikat, diantaranya tidak
memiliki ayah dan ibu, tidak makan dan minum, tidak pula tidur, bukan
pula laki-laki atau perempuan.
Tidak berhenti sampai kewajiban meyakini kesepuluh nama malaikat
saja, melainkan wajib pula mengetahui bahwa secara rinci tugas-tugasnya,
berikut ini nama-nama malaikat yang wajib diyakini beserta tugas-
tugasnya:
Pertama, malaikat Jibril As yang bertugas menurunkan wahyu.
Kedua, malaikat Mikail As yang bertugas menurunkan rizki. Ketiga,
malaikat Israfil As meniup sangkakala. Keempat, malaikta „Izrail As
28
Ibid, h. 305-307
87
mencabut nyawa seluruh makhluk. Kelima dan keenam, adalah malaikat
Munkar As dan malaikat Nakir As. Kedua malaikat tersebut, mempunyai
tugas bertanya dalam kubur mengenai Allah Swt, nabi serta agama.
Ketujuh dan kedelapan, adalah malaikat Raqib As dan malaikat Atid
As, yang memiliki tugas mencatat amalan setiap mukallaf. Malaikat Raqib
As berada dikanan dan bertugas mencatat setiap amalan baik yang
dilakukan oleh manusia. Sedangkan, malaikat Atid As selalu berada di sisi
sebelah kiri manusia dan bertugas mencatat setiap amalan buruk yang
dilakukan oleh manusia.29
Kesembilan, adalah malaikat Malik As merupakan malaikat
pemimpin menjaga neraka, ditemani oleh malaikat Zabaniah yang
berjumlah 19 golongan, dan masing-masing golongan memiliki tentara
yang jumlahnya tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah. Kesepuluh,
adalah malaikat Ridwan As merupakan malaikat pemimpin dalam menjaga
surga. Adapun kenikmatan surga itu ialah apa yang tidak pernah mata
melihatnya, telinga tidak pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas
dalam hati manusia.30
Selesailah penjelasan mengenai malaikat-malaikat Allah Swt, yang
merupakan perkara sam‟iyyat. Dan wajib pula bagi mukallaf meyakini
perkara sam‟iyyat lainnya seperti surga dan neraka.
4. Iman kepada Kitab-Kitab Allah
Kemudian empat bait berikutnya, menguraikan mengenai kitab-kitab
yang wajib diyakini oleh setiap mukallaf serta mushaf-mushaf para nabi.
Mengenai kitab-kitab yang Allah turunkan terdapat pada bait ke-24 dan
bait ke-25, sebagai berikut:
اه ل ي ز ن ى ت د اهل ى ب س و م اة ر و ا * ت ه ل ي ص ف ت ب ت ك ن م ة ع ب ر ا Empat dari kitab-kitab, perinciannya
(ialah) taurat bagi nabi musa dengan membawa hidayah turunnya
29
al-Husaini, op.cit., h. 311 30
Ibid, h. 309-312
88
ل م ال ي ى خ ل ع ان ق ر ف ى و س ي ى * ع ل ع ل ي ن ا و د او د ر و ب ز Zabur kepada nabi Daud dan Injil untuk
Nabi Isa, (terakhir) Furqan (al-Qur‟an) bagi manusia terbaik (nabi
Muhammad Saw)
Dua bait di atas menguraikan mengenai rukun iman terhdap kitab-
kitab yang Allah turunkan kepada utusan-utusan-Nya, yang seluruhnya
berjumlah empat kitab, yaitu:
Pertama, kitab Taurat, yang Allah turunkan kepada nabi Musa As.
Kedua, kitab Zabur, yang Allah turunkan kepada nabi Daud As. Ketiga,
kitab Injil, yang Allah turunkan kepada nabi Isa As. Keempat, al-Furqan
yakni al-Qur‟an yang Allah turunkan kepada nabi Muhammad Saw yakni
khair almalaa yakni afdalu makhlûqîn (paling mulianya makhluk).
Dalam dua bait selanjutnya, diuraikan bahwa selain empat kitab yang
wajib diimani, Allah juga menurunkan mushaf-mushaf atau selembaran-
selembaran kepada nabi-Nya, yang juga wajib bagi setiap mukallaf
mengimaninya, yang diuraikan dalam bait ke-26 dan 27, yaitu:
م ي ل ع ال م ك احل م ل ا ك ه ي * ف م ي ل ك ال و ل ي ل ل ا ف ح ص و Mushaf-mushaf al-Khalil (Ibrahim) dan al-Kalim (Musa) itu
Di dalamnya kalam Maha Bijak Yang Maha Tahu
ل و ب ق ال و م ي ل س الت و ق ح * ف ل و س الر و ى ب ت اا م ل ك و Segala apa yang datang dibawa oleh rasul
Maka haknya adalah mengakui dan menerima
Adapun nabi dan rasul yang Allah turunkan Mushaf-mushaf
kepadanya ialah nabi Ibrahim al-Khalil, dan kepada nabi Musa As. Jadi,
selain menerima risalah berupa kitab taurat, nabi Musa As lebih dulu
menerima mushaf-mushaf. Kemudian menjadi kewajiban bagi mukallaf
lainnya ialah membenarkan, serta mentaati ajaran yang dibawa oleh
Rasulullah Saw.
5. Iman Kepada Hari Kiamat (Sam‟iyyat)
Dalam bait berikutnya dijelaskan mengenai kewajiban mukallaf
untuk mengimani adanya hari kiamat, yaitu bait ke-28:
89
ب ج ع ال ن م و ب ان اك م ل ك * و ب ج و ر خ ا م و ي ب ا ن ان ي ا Iman kita dengan hari akhir adalah kewajiban
Dan semua perkara gaib yang ada di dalamnya
Bait di atas menjelaskan mengenai iman kepada hari kiamat yang
termasuk rukun iman ke-5, dan wajib juga mengimani perkara yang
mencakup di dalamnya, seperti yaum al-hasyr (dikumpulkannya manusia
di padang mahsyar), yaum al-hisab (perhitungan amalan selama di dunia),
sirat, yaum al-mizan, yaum al-jaza‟ (pembalasan), surga, neraka, haudh
(telaga) dan syafa‟at. Hari kiamat dinamakan hari akhir karena tiada siang
dan malam lagi.31
Jika diperhatikan ruang lingkup keimanan dalam Manẕumat Aqidat al-
„Awȃm dapat dikatakan tidak lengkap karena hanya disebutkan lima perkara
saja, yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab
Allah, iman kepada nabi dan rasul dan iman kepada hari kiamat. Sedangkan,
iman kepada qada dan qadar tidak disebutkan. Berdasarkan analisis, hal
tersebut dikarenakan perkara mengenai iman kepada qada dan qadar sulit
untuk dipelajari oleh pemula dan orang awam, sedangkan berdasarkan tujuan
utama dari Manẕumat Aqidat al-„Awȃm adalah untuk memudahkan pemula
serta orang awam dalam memahami perihal keimanan. Oleh sebab itulah,
perkara mengenai rukun iman terakhir tidak disebutkan dalam bait Manẕumat
Aqidat al-„Awȃm. Selain itu, perkara iman kepada qada dan qadar juga masih
termasuk dalam perkara iman kepada Allah. Jadi, ketika kita beriman kepada
Allah Saw di dalamnya sudah termasuk beriman kepada qada dan qadar Allah.
Kemudian di luar perkara rukun iman di atas, perkara lain yang harus
diimani oleh orang muslim ialah segala sesuatu yang berkenaan dengan Nabi
Muhammad Saw, diuraikan pada bait ke-29 dan seterusnya yang merupakan
bagian terakhir atau sisa yang harus diyakini oleh mukallaf selain rukun iman,
yakni, yaitu:
ب اج و ن م ف ل ك ى م ل ا ع * م ب اج و ى ال اق ب ر ك ذ يف ة ات خ
31 al-Husaini, op.cit., h. 315
90
Penutup dalam menyebut sisa yang wajib
Karena apa yang bagi mukallaf wajib
Bagian terakhir atau sisa bait pada Manẕumat Aqidat al-„Awȃm ialah
membahas mengenai perihal nabi Muhammad Saw, yang meliputi:
6. Silsilah Nabi Muhammad Saw
a. Biografi Singkat
Biografi nabi Muhammad Saw diuraikan pada Bait ke-30 sampai
bait ke-34:
ل ض ف و ة ح ر ني م ال ع ل * ل ل س ر أ د ق د م ا م ن ي ب ن Nabi kita Muhammad yang diutus
Bagi alam karena rahmat dan keutamaan
Diluar ruang lingkup rukun iman yang telah diuraikan di atas, perlu
kita yakini pula perkara-perkara mengenai nabi Muhammad Saw yang
telah Allah utus sebagai rahmatan lil „alamin. Disebutkan bahwa nabi
Muhammad memiliki keutamaan dalam artian khusus, maksudnya ialah
nabi Muhammad Saw merupakan nabi dan rasul yang paling utama di
antara nabi dan rasul lainnya dan pemimpin para nabi dan rasul.
Termasuk di dalamnya mengetahui perkara mengenai nasab nabi
Muhammad Saw yang diuraikan dalam bait ke-31 dan ke-32 di bawah
ini:
ب س ت ن ي اف ن م د ب ع م اش ى * و ب ل ط م ال د ب ع اهلل د ب ع ه و ب أ Ayahnya Abdullah bin Abdul Muthallib
Dan Hasyim bin Abdi Manaf yang senasab
ة ي د ع الس ة م ي ل ح و ت ع ض ر أ * ة ي ر ى الز ة ن م أ و م أ و Dan ibunya Aminah al-Zuhriyyah
Menyusuinya Halimat al-Sa‟diyah
Terdapat sesuatu yang menarik dalam menelusuri nasab nabi
Muhmmad Saw, yaitu adanya pertemuan nasab pada nasab ayah dan
ibunya. Adapun ayah nabi Muhammad Saw bernama Abdullah bin Abdul
Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Luay
91
bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin
Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma‟ad bin Adnan.32
Sedangkan nasab dari ibunya Aminah al-Zuhriyah bin Wahab bin
Abdu Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Jadi, nasab dari ayahnya Abdullah
sampai Adnan dan dari ibunya Aminah sampai Kilab, dan nasab
setelahnya sama menurut Imam Baijury dan ini pendapat yang shahih.33
Kemudian perkara selanjutnya mengenai kelahiran nabi
Muhammad Saw yang dijelaskan dalam bait setelahnya, yaitu bait ke-33:
ة ن ي د م ال ة ب ي ط ب و ات ف * و ة ن ي م ال ة ك ب ه د ل و م Lahirnya di Mekkah yang sejahtera
Wafatnya di sebaik-baiknya kota (Madinah)
Diuraikan bahwa Nabi muhammad dilahirkan di kota Mekkah yang
sejahtera pada hari senin 12 Rabiul Awal tahun Gajah, walaupun tidak
disebutkan waktunya, akan tetapi telah banyak periwayatan mengenai
waktu lahirnya. Kemudian beliau wafat di sebaik-baiknya kota yaitu
Madinah al-Munawarah pada tanggal yang sama seperti tanggal
kelahirannya yaitu senin 12 Rabiul Awal juga.
Lalu, mengenai nabi Muhammad Saw menerima wahyu, diuraikan
dalam bait ke-34, yaitu:
ان ي ت الس ز او ج د ق ه ر م ع * و ني ع ب ر أ ي ح و ال ل ب ق ت أ Allah telah menyempurnakan sebelum wahyu empat puluh
Dan umurnya telah lewat enam puluh
Bait di atas menguraikan tentang Nabi Muhammad Saw pada saat
menerima wahyu, yaitu pada usia genap 40 tahun tidak lebih tidak pula
kurang. Adapun beliau wafat pada usia 63, ketika wahyu sudah Allah
Swt turunkan secara sempurna dan telah pula nabi Muhammad
sampaikan kepada umatnya, yaitu dengan mewariskan al-Qur‟an dan
hadis, yang kemudian dikodifikasi pada masa khalifah setelahnya yaitu
32
Ibid, h. 309-312 33
al-Husaini, op.cit., h. 309-312
92
Usman bin Affan dan Umar bin Abdul Aziz. Bahkan sampai saat ini pun,
masih dapat kita kaji melalui para pewaris nabi yaitu para ulama.
b. Anak-Anak Nabi Muhammad Saw
Kemudian, mengenai keturunan nabi Muhammad Saw, diuraikan
mulai dari bait 35. Bait ke-35, yaitu:
هم * ثلثة من الذكور ت فهم عة أولده فمن وسب Dan tujuh anaknya, diantara mereka
Tiga laki-laki maka dipahami
Bait pertama di atas menjelaskan bahwasannya nabi Muhammad
dikaruniai tujuh anak, yang terdiri dari tiga orang putra dan sisanya
empat orang putri. sebagaimana perinciannya dijelaskan dalam bait
selanjutnya, yaitu bait ke-36 sampai bait ke-38:
قاسم وعبد اهلل وىو الطيب * وطاىربذين ذاي لقب Qasim, Abdullah yang baik
Dan yang suci dengan kedua ini ia dijuluki
أتاه إب رىيم من سرية * فأمو مارية القبطية Datang kepadanya Ibrahim dari wanita Surriyah
Maka ibunya adalah Mariyah al-Qibthiyah (koptik)
ر إب راىيم من خدية * ىم ستة فخذ بم وليجة وغي Dan selain Ibrahim, dari Khadiah
mereka enam orang, maka ambilah dengan cinta
Tiga bait di atas menguraikan tentang tiga putra nabi, yaitu Qasim,
Abdullah al-Thayyib al-Thahir, kemudian Ibrahim. Adapun putra nabi
Muhammad yang bernama Ibrahim merupakan putra dari wanita
Surriyah yaitu Mariah al-Qibthiyyah yang merupakan hadiah dari
penguasa mesir di Iskandaria yaitu Muqouqis al-Qibthiy. Jadi, hanya
Ibrahim putra yang tidak terlahir dari istrinya Khadijah, sedangkan enam
lainnya lahir dari rahim Khadijah.
Kemudian uraian mengenai empat putri nabi Muhammad Saw,
diuraikan pada tiga bait ke-39 sampai bait ke-41, yaitu:
93
ناث تذكر * رضوان رب للجميع يذكر وأربع من الEmpat perempuan yang akan disebut
Ridha tuhanku bagi semua yang disebut
بطان فضلهم جلي فاطمة الزىراء ب علها علي * واب ناها السFatimah al-Zahra suaminya Ali
Dan dua anaknya adalah cucu nabi, keutamaan mereka terlihat
jelas
ف زي نب وب عدىا رق ية * وأم كلث وم زكت رضية Lalu Zainab kemudian Ruqoyyah
Dan Umi Kultsum yang bersih lagi diridhai
Empat putri nabi Muhammad Saw dan Khadijah ialah Fatimah
yang sekaligus istri dari keponakan Rasulullah Saw yaitu Ali bin Abi
Thalib, dan dari pernikahan mereka lahirlah cucu nabi Muhammad Saw
yaitu Hasan bin Ali dan Husain bin Ali.
Lalu, tiga putri lainnya adalah Zainab, Ruqayyah dan Ummu
Kultsum. Adapun hikmah didahulukannya penyebutan Fatimah bukan
karena fatimah putri pertama nabi, melainkan paling mulia di antara putri
nabi Muhammad Saw yang lainnya.
Kemudian, Ruqayyah dinikahi oleh sahabat nabi yaitu Utsman bin
‟Affan, tatkala Ruqayyah wafat Utsman bin „Affan menikahi adik dari
istrinya yaitu Ummu Kultsum. Oleh sebab itu, Utsman bin „Affan
dijuluki al-Nurain karena menikahi dua putri nabi.
c. Istri-Istri Nabi Muhammad Saw
Selanjutnya disebutkan istri-istri nabi Muhammad Saw, tegasnya
adalah istri-istri nabi yang ditinggal wafat oleh beliau yang berjumlah 9
orang pada bait ke-42 sampai bait ke-44, yaitu:
ر ت فىن فاخت رن النب المق عن تسع نسوة وفاة المصطفى * خي Adapun dari sembilan istri yang ditinggal wafat oleh nabi
Mereka diminta memilih, tetapi mereka (tetap) pilih mengikuti nabi
ميمونة ورملة عائشة وحفصة وسودة * صفية Siti Aisyah, Hafshah dan Saudah
94
Shofiyah, Maimunah, dan Ramlah
هات مرضية ىند وزي نب كذاجويرية * للمؤمنني أمHindun dan Zainab juga Juwairiyyah
Ibu orang mukmin yang diridhai Allah
Sembilan istri nabi yang ditinggal wafat ialah: Siti Aisyah,
Hafshah, Saudah, Shafiyah, Maimunah, Ramlah, Hindun, Zainab,
Juwairiyyah. Ketika mereka ditinggal wafat oleh nabi Muhammad Saw,
mereka diberikan pilihan yakni untuk memilih antara perkara dunia dan
akhirat, kemudian mereka memilih perkara akhirat dengan terus
berpegang teguh pada ajaran nabi Muhammad Saw.
Adapun Aisyah merupakan istri nabi yang paling utama, baik dari
segi keilmuan, maupun perbuatannya atau akhlaknya.34
Mereka inilah ibu
dari orang-orang mukmin yang diridhai Allah. Jadi, kesimpulannya
adalah istri nabi lebih dari sembilan termasuk di dalamnya Siti Khadijah
yang telah dulu wafat.
d. Paman-Paman dan Bibi Nabi Muhammad Saw
Pada bait setelahnya diuraikan mengenai keluarga nabi lainnya
yaitu paman-paman nabi beserta bibinya, yang diuraikan dalam bait ke-
45, yaitu:
تو صفية ذات احتذا و وعباس كذا * عم حزة عمHamzah adalah paman nabi, begitu juga Abbas
Bibi nabi adalah Shafiyyah yang mengikuti
Pada dasarnya paman nabi berjumlah 12, namun yang disebutkan
dalam bait di atas ialah paman nabi yang paling membela serta beriman
kepada nabi Muhammad Saw. Adapun, mengenai paman nabi yaitu Abu
Thalib terdapat perbedaan pendapat mengenai keadaan wafatnya, ada
yang menyatakan bahwa Abu Thalib meninggal dalam keadaan kafir,
adapula yang mengatakan bahwa setelah meninggal dalam keadaan kafir
34 al-Husaini, op.cit., h. 322
95
Allah hidupkan kembali kemudian ia beriman kepada Allah serta
rasulnya. Wallahu a‟lam.35
Diriwayatkan bahwasannya Hamzah merupakan paman terbaik
nabi Muhammad Saw. Selain menjadi paman nabi Muhammad beliau
juga saudara sesusuan dengan nabi Muhammad Saw dengan ibu inang
Tsuwaibah. Selisih usia antara nabi Muhmmad dengan pamannya
Hamzah cukup dekat yakni ada yang menyatakan 4 tahun adapula yang
menyatakan 2 tahun. Hamzah dijuluki macan perang, macan Allah dan
rasul-Nya, karena beliau ditakuti dan disegani orang kafir quraisy, beliau
juga ikut serta dalam barisan perang bersama nabi diantaranya perang
badar dan perang uhud, dalam perang uhud itulah beliau gugur sebagai
syuhada dan dijuluki pemimpin para syuhada (Sayyid al-Syuhada).36
Selain Hamzah, paman yang beriman adalah Abbas, dalam sebuah
riwayat dikatakan bahwa Abbas memeluk Islam pada sebelum perang
badar dan merahasiakan hal tersebut hingga fathul mekkah. Pada riwayat
lain beliau masuk Islam sebelum penaklukan khaibar dan
merahasiakannya sampai fathul mekkah. Hal tersebut, disebabkan pada
perang badar beliau bergabung dengan pasukan kafir, namun sebenarnya
beliau terpaksa, sampai pada akhirnya beliau menjadi tawanan perang
dan menebus dirinya sendiri saat itu juga. Kemudian Abbas wafat dalam
keadaan beriman di usia 88 tahun pada 32 H.
Kemudian dari bibi-bibi nabi berjumlah 6 orang, akan tetapi yang
beriman hanyalah Shafiyah yang merupakan saudara kandung perempuan
pamannya yaitu Hamzah.37
e. Peristiwa Isra Wal Mi’raj
Perkara yang wajib diyakini selanjutnya ialah mengenai peristiwa
luar biasa yang dialami nabi Muhammad Saw yaitu isra wal mi‟raj pada
35 al-Bantanie, op.cit., h. 166
36
Ibid, h.166
37
al-Bantanie, loc.cit., h. 169
96
hari ke-27 di bulan Rajab, penjelasannya pada bait ke-46 sampai bait ke-
50, sebagai berikut:
ة ليل لقدس يدرا سرا * من مك وق بل ىجرة النب الSebelum hijrah, nabi melakukan isra
Dari Mekkah pada malam hari ke baitul maqdis diketahui
ما * حت راى النب ربا كلما وب عد اسراء عروج للسSetelah isra‟ nabi melakukan mi‟raj (perjalanan ke langit)
Hingga nabi melihat tuhan yang berfirman
ت رض * عليو خسا ب عد خسني ف رض صار واف من غي كيف واهDengan cara yang tak bisa dibayangkan dan di jangkau, dan
(Allah) mewajibkan
Lima waktu (shalat), setelah sebelumnya diwajibkan 50 waktu
سراء * وف رض خسة بلامتاء ة بال وب لغ المNabi telah sampaikan kepada umat tentang peristiwa isra‟nya
Dan kewajiban melaksanakan shalat lima waktu tanpa diragukan
دق واف أىلو يق بتصديق لو * وبالعروج الص قد فاز صدBeruntung Abu Bakar as-Shiddiq karena mempercayainya
Dan dengan peristiwa mi‟raj ia menyetujui dan membenarkannya
Sebelum hijrah ke Madinah, nabi Muhammad mengalami peristiwa
luar biasa yaitu isra wal mi‟raj. Adapun isra ialah perjalanan nabi
Muhammad Saw yang ditempuh selama semalam, dari Masjid al-Haram
di Mekkah sampai ke Masjid al-Aqsha di Palestina, sebagaimana
dijelaskan dalam al-Qur‟an surah al-Isra ayat pertama, berikut ini:
Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada
suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang
telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan
kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami.
Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.(QS. al-Israa (7):1)
Setelah isra, kemudian nabi melakukan mi‟raj yaitu peristiwa
naiknya nabi ke langit ke-7 yaitu sampai „arsy. Dalam perjalanan
97
menuju langit ke-7 nabi berjumpa dengan para nabi sebelumnya, yaitu di
langit pertama berjumpa dengan nabi Adam As, kemudian di langit
kedua dengan nabi Yusuf As, di langit ketiga dengan nabi Idris As, di
langit kelima dengan nabi Harun As, di langit keenam dengan nabi Musa
As dan terakhir di langit ketujuh berjumpa dengan nabi Ibrahim As.
Setelah itu, barulah nabi Muhammad sampai di „arsy dan tidak sampai
melewatinya.38
Di „arsy Allah bukakan hijab sehingga nabi Muhammad dapat
melihat wujud Allah Swt tanpa batasan dan tanpa cara yang dapat
dibayangkan oleh manusia selainnya.39
Adapun dalam perjalanan isra wal
mi‟raj, nabi Muhammad menggunakan kendaraan buraq, dinamakan
buraq karena kecepatannya seperti kilat, dan didampingi oleh malaikat
Jibril As.
Kemudian hasil dari peristiwa isra wal mi‟raj ialah kewajiban
shalat lima waktu, setelah nabi melakukan permohonan setelah Allah
memerintahkan shalat 50 waktu, mengikuti nasihat nabi sebelumnya
yang beliau temui. Setelah itu disampaikan kepada umat mengenai
perintah kewajiban shalat tersebut.
Diriwayatkan bahwa sahabat yang pertama kali membenarkan
peristiwa isra wal mi‟raj adalah Abu Bakar al-Shidiq, yang mana beliau
pun selalu membenarkan seluruh perkataan nabi Muhammad Saw oleh
karenanya dijuluki dengan julukan al-Shidiq (yang selalu membenarkan).
7. Penutup Naẕam
Pada Bait ke-51 sampai bait ke-52, diuraikan mengenai pengarang
nazam, penamaan nazam bahkan keistimewaannya, sebagai berikut:
رة وىذه عقيدة متصرة * وللعوام سهلة ميسIni akidah yang ringkas lagi padat
Bagi orang awam mudah tidak sulit
38 al-Bantanie, op.cit., h. 171
39
Ibid., h. 189
98
ادق المصدوق ناظم تلك أحدالمرزوق * من ي نتمى للصPenaẕam akidah itu Syekh Ahmad Marzuqi
Yang memiliki nasab sampai kepada nabi yang dibenarkan
Aqîdatun merupakan bahasa arab dengan wazan fa‟îlatun dengan
makna mufta‟alatun yang merupakan ismun maf‟ul. Mukhtasharah ismun
maf‟ul dengan wazan mufta‟alatun, yang berarti menyedikirkan lafaz dan
memperbanyak makna. „Awam dengan meringankan huruf mim (tidak
ditasydid), maksudnya ialah orang-orang mukallaf yang awam, termasuk
yang masih haus akan ilmu tauhid.
Sahlatun muyasaratun (mudah lagi tidak sulit), mudah yang dimaksud
ialah untuk mencapai makna. Sedangkan yang dimaksud dengan tidak sulit
ialah dalam pengucapan dan dalam menghafalnya.40
Dalam bait ini
disebutkan bahwa yang membuat bait-bait akidah ini ialah Syekh Ahmad
Marzuqi. Adapun latar belakang penyusunannya telah dijelaskan pada
pembahasan sebelumnya.
Bait ke-53 hingga bait terakhir yaitu bait ke-57 merupakan bagian
penutup, sebagai berikut:
واحلمدهلل وصلى سلما * على النب خي من قد علم Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam
Ke atas nabi sebaik-baik insan yang telah mengajarkan (akidah ini)
وال والصحب وكل مرشد * وكل من بي ىدي ي قتديDemikian pula kepada keluarga, para sahabat dan setiap yang
memberi petunjuk
Dan setiap orang yang mengikuti akan petunjuk yang baik (tersebut)
واسأل الكرمي إخلص العمل * ون فع كل من با قداشت غل Aku memohon kepada Allah akan keikhlasan beramal
Dan semoga ia bermanfaat bagi yang mengamalkan (sibuk
memperdalam)
ل * تاريها ز بعد الم حي غر جل ل أب يات ها مي Bilanngan baitnya (nazam ini) sebanyak mengikuti bilangan (huruf)
mayzun
40 al-Husaini, op.cit., h. 330
99
Dan selesainya sesuai dengan himpunan bilangan (huruf) ly hayyu
ghurrin
Hitungan bait-bait dalam nazam ini berjumlah 57 bait mengikuti
hitungan huruf41
mayzun ( ز .yang terdiri dari huruf mim, ya dan zai (مي
Huruf mim= 40, ya=10, dan zai=7, sehingga di jumlah menjadi 57,
maksudnya adalah 57 bait. Kemudian kata تاريها diartikan selesainya
nazam ini dibuat dalam hitungan tahun mengikuti hitungan huruf حي غر
Yaitu huruf lam=30, ya=10, ha‟=8, ya=10, ghain=1000, dan .ل جل
ra=200, sehingga jika dihimpun berjumlah 1258. Maksudnya adalah bait-
bait Nazam Aqidat al-Awam selesai disusun pada tahun 1258 H.42
ين بالتمام سيت ها عقيدة العوام * من واجب يف الدKunamakan nazam ini aqidatul awam
Dari kewajiban perkara agama yang sempurna (bagi orang awam)
Nazam Aqidat al-Awam ini ditutup dengan hamdalah (pujian terhadap
Allah Swt), shalawat kepada nabi serta panjatan do‟a. Ibrah atau pelajaran
yang dapat diambil ialah alangkah baik dan indah jika segala sesuatu selalu
dimulai dan diakhiri dengan nama Allah Swt serta diiringi shalawat
terhadap nabi, karena kita sebagai manusia selalu butuh akan rahmat Allah
Swt dan syafa‟at (pertolongan) nabi. Adapun bait ke-58, merupakan
tambahan saja untuk memperindah dan menyempurnakan nazam ketika
dilagamkan.
41
Mengikuti hitungan huruf yang urutannya: غ ظ ض ذ خ ث ت ش ر ق ص ف ع س ن م ل ك ي ط ح ز و ى د ب ا (huruf hamzah sampai tho‟ bilangan satuan, huruf ya sampai shod bilangan puluhan, huruf qof
sampai zho bilangan ratusan, dan huruf ghain bilangan ribuan)
42
al-Bantanie, op. cit, h.204
100
E. Nilai-Nilai Pendidikan Lainnya dalam Naẕam „Aqidat al-„Awam
Selain mengkhususkan pembahasannya pada pendidikan keimanan,
ternyata ada nilai-nilai pendidikan lainnya dalam Naẕam „Aqidat al-„Awam
yaitu metode pembelajaran nazam. Metode pendidikan keimanan yang
terkandung dalam penelitian ini ialah metode pembelajaran nazam atau
tahfizul al-nazm. Nazam yang digunakan dalam penyampaian akidah dalam
„Aqidat al-„Awam dapat dijadikan sebuah metode pembelajaran akidah, karena
dapat mempermudah pendidik dan peserta didik dalam proses pembelajaran.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya apabila peserta didik telah mampu
menghafal Naẕam „Aqidat al-„Awam berarti ia telah mengetahui seluruh aspek
akidah yang wajib diyakini oleh kaum muslim, yang mana dasar aspek kognitif
pada peserta didik telah terpenuhi.
Sedangkan, untuk memenuhi aspek kognitif lainnya dapat digunakan
metode bandongan. Adapun definisi metode bandongan menurut Pradjarta
Dirjosandjoto dalam bukunya Memelihara Umat: Kyai Pesantren-Kiai
Langgar Di Jawa yang dikutip oleh M. Dian Nafi dkk. Adalah metode
pembelajaran dimana kyai membacakan teks-teks pada kitab bahasa arab lalu
diterjemahkan ke dalam bahasa lokal kemudian dijelaskan maksud yang
terkandung dalam kitab tersebut.43
Dapat dikatakan metode ceramah.
Pada umumnya di pesantren-pesantren metode tahfiz al-nazm selalu
diiringi dengan metode bandongan, jika kitab yang dikaji berupa nazam.
Biasanya, setelah mendengar penjelasan kyai dengan metode bandongan
tersebut, barulah para santri menyetorkan hafalannya kepada sang kyai.
43 M. Dian Nafi‟ dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, (Yogyakarta: Pt. Lkis Pelangi Aksara,
2007), h. 2
101
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan keimanan dalam
Nazam „Aqidat al-„Awȃm meliputi perkara rukun iman, selain iman kepada
qadha dan qadar. Jadi, hanya diuraikan lima perkara saja yaitu rukun iman
yang pertama sampai kelima, sedangkan rukun iman yang keenam yaitu iman
kepada qadha dan qadar tidak dibahas di dalamnya. Hal tersebut dikarenakan
dua hal, yaitu perkara qadha dan qadar sulit dipahami oleh orang awam karena
tujuan Nazam „Aqidat al-„Awȃm sendiri adalah untuk mempermudah orang
awam atau pemula yang mempelajari akidah. Selain itu, perkara qadha dan
qadar secara tersirat sudah terangkum dalam rukun iman yang pertama yaitu
iman kepada Allah Swt. Sehingga tidak ada paradigma baru yang signifikan
mengenai pendidikan keimanan dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm, karena
berbicara masalah keimanan berarti berbicara mengenai rukun iman yang enam
perkara.
Selain itu, dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm diuraikan dengan rinci
perkara mengenai nabi Muhammad Saw, yang harus diyakini oleh mukallaf
sebagai nabi akhir zaman, yang meliputi silsilahnya, serta mukjizatnya.
Walaupun sebenarnya perkara tersebut termasuk ke dalam rukun iman kepada
nabi, namun dalam Nazam „Aqidat al-„Awȃm mewajibkan untuk mukallaf
mengetahui dan meyakini persoalan nabi Muhammad Saw sejak pendidikan
dasar melalui Nazam „Aqidat al-„Awȃm.
Maka dari itu, dengan mempelajari dan menghafal Nazam „Aqidat al-
„Awȃm, peserta didik khususnya tingkat dasar dapat mengetahui 50 akidah
pokok ahlus sunnah dan secara rinci mengetahui mengenai nabi Muhammad
Saw.
102
B. Implikasi
Penelitian ini memiliki implikasi atau dampak berupa hubungan positif
dengan aspek pendidikan sebagai berikut:
1. Isi pembahasan dari Nazam „Aqidat al-„Awȃm dapat digunakan sebagai
referensi pada materi mata pelajaran akidah.
2. Membuka wawasan dan menumbuhkan minat untuk melakukan penelitian
tentang pendidikan Islam melalui karya ulama klasik.
3. Tahfizul nazm dapat digunakan pada proses pembelajaran akidah dan
pendidikan keimanan.
C. Saran
1. Bagi peserta didik, hendaknya jangan puas terlebih dahulu ketika sudah
menghafal nazam, karena dikhawatirkan teradi pemahaman yang setengah-
setengah, sebaiknya mengkaji lebih lanjut syarhnya atau penjelasannya
untuk mendapatkan pemahaman yang sempurna.
2. Bagi pendidik, semoga dapat menjadi acuan dalam materi pembelajaran
akidah serta pengembangan metode pembelajaran pada tingkat pemula.
3. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini belum dapat dikatakan sempurna
dan masih terdapat banyak kekurangan. Untuk itu, penulis sangat berharap
jika ada peneliti selanjutnya yang ingin mengangkat tema sebagaimana
penelitian ini, untuk mengembangkan menjadi penelitian yang jauh lebih
baik.
103
DAFTAR PUSTAKA
„Awad Muhammad. Hayyatul Islam fi Ma‟rifati Sifaati Allah „Azza wa Jalla wa
Sifaati Rasulullah ShallAllahu „Alaihi wa Sallam. Beirut: Maktabah
Sya‟biyyah, t.t.
Abbas, Siradjuddin. I‟tiqad Ahlussunnah Wal-Jama‟ah. Jakarta: Radar Jaya,
1995.
Agustian, Ary Ginanjar. ESQ Power: Sebuah Inner Journey melalui al- Ihsan.
Jakarta: Arga, 2007.
---------------------. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Ahmad, Muhammad. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998.
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: PT. Rajagrafindo
Persada, 2008.
Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam.Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2006.
Asmuni, Yusran. Ilmu Tauhid,. Jakarta: PT. RajaGrafindo, 1996.
al-Asy‟ari, Abdurrahman bin Segaf bin Husain Assegaf al-Alwi al-Husaini asy-
Syafi‟i. Durus al-Aqa‟id al-Diniyyah. Surabaya: Maktabah Muhammad
bin Ahmad Nubhan Wa Auladahu, t.t.
Azra, Azyumardi. “TANTANGAN PAI: RADIKALISME Peningkatan
Efektivitas dan Peran PAI”, Makalah disampaikan pada Studium Generale
PAI, FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 13 April 2015.
al-Baihaqi, Imam. Ringkasan Seberkas 77 Cabang Iman, Terj. dari Mukhtashar
Syu‟abul Iman oleh A. Sjinqithy Djamaludin. tt.p. : Amarpress, 1989.
al-Baijuri, Syaikh al-Islam Ibrahim bin Muhammad. Tuhfatu al-Murid „ala
Jauharatu al-Tauhid. t.tp.: al-Haramain, t.t.
al-Bantanie, Syekh Nawawi. Penerang Kegelapan, Terj. dari Nur al-Zhalam oleh
Team Terjemah Pustaka Mampir. t.t.p.:Pustaka Mampir,2006.
Dahlan, Abdul Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. JakSarta: Ichtiar Baru van Hoeve,
1999.
Damanhuri, Syekh Damanhuri. Ilmu „Arudh dan Qawafi. Terj. Mukhtashar al-
Syafi oleh Mahfudz Pasuruan: t.p.. 1996.
Damanhuri, Syekh. Mukhtashar al-Syafi. t.tp.: Syarikat al-Nur Asiyan. t.t
104
Departemen Agama RI. al- Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentara Abadi, 2010.
---------------------------. Al-Qur‟an dan Tafsirnya. Jakarta: Departemen Agama RI,
2009.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar BahAsa Indonesia Pusat Bahasa.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008.
Edi, Toto dkk, Ensiklopadi Kitab Kuning. Jakarta: Aulia Press, 2007.
Fathoni, Abdurrahman. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Jakarta: PT. Renika Cipta, 2006.
Habanakah, al-Maidani, Abdurrahman Hasan. Pokok-Pokok Aqidah Islam, Terj.
al-Aqidah al-Islamniyah wa Ususuha oleh A.M. Basalamah. Jakarta:
Gema Insani, 2004.
Hafidz, Abdul dkk. Risalah Aqidah. Ciputat: Aulia Press, 2007.
al-Husaini, Abi al-Fauz Ahmad bin Muhammad bin Ramadhan al-Maliki al-
Marzuqi al-Maliki. Tahsil Nail al-Maram li Bayani Manẕumat Aqidat al-
„Awami. Surabaya: Daar al-Minhaj, 2008.
al-Jawi, Syaikh Nawawi. Tafsir al-Nawawi al-Juz‟u al-Awwalu. Semarang: Thoha
Karya Putera, t.t.
Moleong, Lexy J.. Metodologi Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011
Nafi‟, M. Dian dkk. Praksis Pembelajaran Pesantren. Yogyakarta: PT. Lkis
al-Naisaburi Imam Abi Husain Muslim bin Al Hujaj. Shahih Muslim. Kairo: Dar
El Hadith, 2010.
al-Naisaburi, Imam Abi Husain Muslim bin al-Hajaji al-Qusyairi. Shahih Muslim
Jilid 1. Daar al-Fikr, 1996.
Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan.Jakarta: UI-Press, 2010.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
al-Nawawi, Muhyiddin Abi Zakariya Yahya bin Syarif. Shahih Muslim bi Syarhi
al-Nawawi. Kairo: Daar Ibn al- Jauzi, 2011.
Nazir, M. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003.
Qattan, Manna Khalil. Studi Ilmu-Ilmu Qur‟an, Terj. Mabahis fi „Ulumil Qur‟an
oleh Mudzakir AS. Bogor: Pustaka Litera Antarnusa, 2013.
al-Qazwayni, Abi Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwayni (al-Imam Ibnu
Majah). Sunan Ibnu Majah. Kairo: Daar al- Hadith, 2010.
105
Ramayulis. Filsafat Pendidikan Islam: Analisis Filosofis Sistem Pendidikan
Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2015
Saberanity, M.. Keimanan Ilmu Tauhid. Jakarta: LeKDiS, 2006.
Sabiq, Sayyid. Aqidah Islamiyah, Terj. al-Aqid al-Islamiyah oleh Ali Mahmudi.
Jakarta: Robbani Press, 2008.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur‟an Jilid 2. Tangerang: Lentera hati,
2011
Sisdiknas. Jakarta: CV. Tamita Utama, 2004.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2009.
Suriasumantri, Jujun S. Dkk. Tradisi Baru Penelitian Agama Islam. Bandung:
Yayasan Nuansa Cendekia, 2001.
al-Syafi‟i, Syeikh Nawawi al-Jawi. Nur al-Zalam: Syarhu „ala Manzumati
„Aqidati al-„Awami. Jakarta: Daar al- Kutub al-Islamiyah, 2008.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Pendidikan Islami. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2012.
------------------. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
al-Tanari, Syekh al-Alim al-„Alamat Abi Abdi Al-Mu‟thi Muhammad bin Umar
bin „Ali Nawawi al-Jawi al-Bantani. Nur al-Zalam: Syarhu Manẕumati
„Aqidat al-„Awȃmi. Surabaya: Daar al-Minhaj, 2008.
al-Tharabilisy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah,
Terj. al-Husnul Hamidiyyah Lilmuhaadhah Alal „Aqa‟id Al-Islaamiyyah
oleh KH. Abdullah Zaky Al- Kaaf. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999.
al-Turmudzi, Imam. al-Jami‟u al-Shahih wa huwa Sunan al-Turmudzi. Kairo: Dar
el-Hadith, 2010.
www.islamnet.web.id
Yudhawati, Ratna dan Dany Haryanto. Teori-Teori Psikologi Pendidikan. Jakarta:
PT. Prestasi Pustakaraya, 2011.
al-Zarnujiy. Bimbingan Bagi Penuntut Ilmu, Terj. dari Ta‟limul Muta‟allim
Thoriqi Al -Ta‟allum oleh Aliy As‟ad. Kudus: Menara Kudus
Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2009.