Upload
others
View
8
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM MISKIN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Agnes Yuliati
NIM: 061124020
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
i
PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS
SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM MISKIN
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Agnes Yuliati
NIM: 061124020
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
2010
ii
iii
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada
Suster-Suster Puteri Kasih dari St. Vinsensius de Paul
Provinsi Indonesia
dan
bagi para pendidik.
v
MOTTO
Allah menyertai kita
(Mat 1 : 23)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya orang lain atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Juni 2010
Penulis,
Agnes Yuliati
vii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Agnes Yuliati
Nomor Induk Mahasiswa : 061124020
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul: PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM MISKIN. Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta, 19 Juni 2010 Yang menyatakan, Agnes Yuliati
viii
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL DALAM RANGKA MENGEMBANGKANKAN SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM MISKIN. Penulis memilih judul ini, karena penulis mempunyai keprihatinan bahwa siswa-siswa SD, dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, sehingga melunturkan hubungan antar pribadi dan semakin sibuk dalam kegiatan belajar, sehingga nilai solidaritas kepada sesamanya kurang bertumbuh. Transformasi sosial merupakan usaha yang dilakukan oleh setiap lembaga pendidikan dalam tugasnya untuk melaksanakan perubahan dalam masyarakat ke arah yang lebih baik. Lembaga pendidikan perlu mengembangkan rasa solidaritas pada para siswa sebagai dasar sebuah tindakan. Untuk mendukung studi pustaka dan melihat sejauh mana hubungan dan pengaruh pendidikan kesadaran sosial dalam mengembangkan rasa solidaritas siswa kelas VI, penulis memperoleh data menggunakan penelitian kuantitatif dengan menyebarkan kuesioner kepada siswa kelas VI SDK Santa Maria, Tulungagung. Sekolah Katolik, sebagai lembaga pendidikan Kristiani melaksanakan tugas mendidik berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Dasar pendidikan kesadaran sosial adalah ditegakkannya Kerajaan Allah. Kerajaan Allah adalah harapan bagi orang-orang tertindas untuk mengalami pembebasan, harapan bagi orang miskin dan harapan bagi semua orang yang mengalami penderitaan. Kerajaan Allah menjadi harapan bagi orang-orang yang menderita untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, karena Allah sendirilah Raja dan pelindung mereka. Pendidikan kesadaran sosial dilaksanakan dalam rangka menegakkan Kerajaan Allah di dunia. Melalui pengajaran dan program sekolah, sekolah Katolik dapat menjadi pelaksana perubahan sekaligus membentuk pelaku perubahan sosial. Sebagai usaha untuk meningkatkan kesadaran akan perlunya wawasan tentang transformasi sosial, penulis mengusulkan sebuah program seminar. Usulan program seminar bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran akan Pendidikan Kesadaran Sosial kepada para guru SDK Santa Maria Tulungagung, sehingga para guru semakin meningkatkan usaha mendidik para siswa dalam menumbuhkan nilai-nilai solidaritas kepada kaum miskin.
ix
ABSTRACT
The title of this thesis is “Education on Social Awareness to Develope Solidarity with the Poor for the Grade 6 Students of Santa Maria Tulungagung Elementary Catholic School.” The writer chosen this has title because she is concern that the elementary students of this present era which are affected by technological development, so that their personal relationships decrease, and they have become busier in their learning activites, so that the value of solidarity toward others is lacking. Education on social awareness is an effort done by every educational institution in its task to do some changes for the better in the society. As act or for change, it is important for the institution to educate its students to develop the value of solidarity as the basis of their actions. To support the educational references and to see the relationship and effect of education on social awareness in the development of the value of solidarity among the Grade 6 students, the writer gathered data using quantitative research by distributing questionnaires to the Grade 6 students of Santa Maria Tulungagung Catholic Elementary School. A Catholic school, as a Christian educational institution, has the task of teaching based on Christian values. The basis of education on social awareness is founded strongly on the values of God’s Kingdom. The Kingdom of God is the hope for those who are persecuted to experience freedom, hope for the poor, and hope for those who suffer to acquire a better life, because it is God who becomes their King and Protector. Education on social transformation is done with the goal of building the Kingdom of God here on earth. Through the teaching and school program, the Catholic school can become an agent of transformation and at the same time form people as agents of social change. As an effort to increase awareness on the importance of education on social awareness, the writer suggests a seminar program. This program has the goal to develop awarennes on Education on Social Awareness for the teachers of Santa Maria Tulungagung Catholic Elementary School, in order that the teachers increase their effort to educate their students in developing the values of solidarity with the poor.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah yang maha baik, karena penyertaan-Nya yang
tiada hentinya, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi yang berjudul
PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL DALAM RANGKA
MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SEKOLAH
DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM
MISKIN. Penulisan skripsi ini bertujuan memberikan sumbangan, baik secara
reflektif maupun praktis mengenai suatu usaha untuk melihat kembali tugas lembaga
pendidikan Kristiani sebagai pelaksana dan pembentuk pelaku perubahan bagi
masyarakat yang memerlukan perbaikan hidup. Sebagai lembaga pendidikan,
sekolah Katolik berperan serta dalam membangun masyarakat untuk memiliki
kehidupan yang layak, terutama bagi masyarakat yang membutuhkan suatu
perubahan akibat kemiskinan.
Penulis bersyukur, bahwa kehadiran banyak pihak yang mendampingi,
membimbing, mendoakan dan memotivasi penulis, sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas skripsi dengan baik. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Rm. Dr. B. A. Rukiyanto, SJ., selaku dosen pembimbing utama, yang telah
menyediakan waktu untuk membimbing dengan setia dan sabar, bekerja keras
untuk mengoreksi, memberikan masukan dan memotivasi, sehingga penulis
mampu menyelesaikan tugas skripsi.
xi
2. Rm. Drs. H.J. Suhardiyanto, SJ., selaku dosen penguji II dan pembimbing
akademik yang telah mendampingi dengan penuh dedikasi selama penulis
menjadi mahasiswa IPPAK.
3. Ibu Dra. Y. Supriyati, M.Pd. yang setia dan siap sedia membimbing dan
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tugas skripsi.
4. Segenap staf dosen prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma, yang mendidik dan membimbing penulis selama
penulis belajar.
5. Sr. Laetitia, PK dan para Suster Komunitas Immaculata Tulungagung, yang
terbuka dan mendukung penulis selama penulis mengadakan observasi dan
penelitian di SDK Santa Maria Tulungagung.
6. Ibu Vincentia Sunarlin, S.Pd. selaku kepala sekolah SDK Santa Maria
Tulungagung, Bapak Yohanes Surani sebagai Guru BP (Bimbingan Pribadi),
Bapak A.Y Suryanto, S.Pd. sebagai Wali Kelas IVA, Ibu Elisabeth Murniati,
S.Pd. sebagai Wali Kelas IVB dan segenap guru dan karyawan, yang telah
terbuka dan penuh pelayanan menerima penulis selama penulis mengadakan
observasi dan penelitian di SDK Santa Maria Tulungagung.
7. Sr. Victorin, PK sebagai Provinsial Puteri Kasih Indonesia yang memberi
kesempatan penulis untuk studi, selalu mendukung dan memberikan fasilitas.
8. Sr. Antonia, PK sebagai Suster Abdi Komunitas St. Luisa Kediri bersama semua
Suster anggota komunitas, yang tiada hentinya mendoakan dengan setia,
mendukung dan memperhatikan semua kebutuhan penulis selama melaksanakan
tugas belajar.
xii
9. Seluruh Suster Puteri Kasih yang selalu memperhatikan dan memotivasi baik
lewat doa, surat dan sapaan selama penulis melaksanakan tugas belajar.
10. Sr. Patrice OSF, sebagai pemimpin Biara ”Maria Tak Bernoda” Yogyakarta,
bersama semua Suster, yang setiap hari mendukung dan memperhatikan penulis
selama penulis tinggal bersama dalam tugas belajar.
11. Para suster anggota komunitas “Inviolata” (Sr. Bernardin SFS, Sr. Kamila SFS,
Sr. Ninfa CM, Sr. Emy CM, Sr. Immaculata CM, Sr. Petronella MASF, dan Sr.
Renata MASF) yang menjadi saudari, pendukung dan bersama-sama berjuang
dalam menjalankan tugas studi.
12. Sahabat-sahabatku angkatan 2006, yang setia, mendukung, menemani, dan
menguatkan selama perjalanan belajar bersama di IPPAK USD.
13. Kedua orang tua dan sanak saudara yang selalu mendoakan dengan setia.
14. Kepada semua orang yang mencintai yang tidak dapat disebutkan satu per-satu
yang selama ini telah banyak memberikan inspirasi dan motivasi kepada penulis.
Semoga Tuhan yang maha baik membalas semua cinta dan ketulusan mereka
semua dengan rahmat yang melimpah. Dengan rendah hati penulis menyadari segala
kelemahan penulisan skripsi ini. Meskipun demikian semoga skripsi ini berguna
memberi sumbangan bagi para pembaca.
Yogyakarta, 19 Juni 2010
Penulis,
Agnes Yuliati
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN............................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................ iv
MOTTO................................................................................................................. v
PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS.............................................. vii
ABSTRAK............................................................................................................ viii
ABSTRACT........................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR........................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................. ...... xiii
DAFTAR SINGKATAN...................................................................................... xviii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan......................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 4
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 4
E. Metode Penulisan ................................................................................. 4
F. Sistematika Penulisan............................................................................. 5
BAB II. GAMBARAN TENTANG SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG..................................................... 7
A. Gambaran Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung............... 7
1. Sejarah berdirinya Sekolah Dasar Katolik Santa Maria
Tulungagung...................................................................................... 7
2. Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung dalam
Pengelolaan Serikat Puteri Kasih....................................................... 9
xiv
a. Serikat Puteri Kasih sesuai Kharisma Pendiri............................. 9
b. Visi Misi Puteri Kasih Indonesia................................................ 10
c. Peran Suster Puteri Kasih dalam mengelola Sekolah Dasar
Katolik Santa Maria Tulungagung.............................................. 11
B. Situasi Siswa Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung......... 12
C. Gambaran tentang Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Dasar
Katolik Santa Maria Tulungagung....................................................... 14
BAB III. PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL........................................... 16
A. Pengertian Pendidikan ......................................................................... 16
1. Pengertian pendidikan secara umum................................................ 16
2. Pendidikan Kristiani menurut Ajaran dan Pedoman Gereja............. 18
a. Tugas pendidikan Kristiani ........................................................... 20
b. Sekolah sebagai pusat mendidik ................................................... 22
1) Kekhasan Sekolah Katolik........................................................ 23
2) Sekolah Katolik sebagai pusat mendidik ................................. 24
B. Pendidikan Kesadaran Sosial................................................................ 28
1. Tujuan pendidikan kesadaran Sosial .................................................. 28
2. Dasar transformasi sosial ................................................................... 29
3. Lembaga pendidikan Kristiani sebagai sarana terwujudnya
pendidikan kesadaran sosial............................................................... 31
4. Pendidikan kesadaran sosial dalam pengajaran formal
dan non formal di SDK Santa Maria Tulungagung……………….... 34
a. Pendidikan kesadaran sosial dalam pengajaran formal………….. 35
b. Pendidikan kesadaran sosial dalam pendidikan
non formal di Sekolah Dasar Santa Maria Tulungagung............... 41
BAB IV. SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SDK SANTA MARIA KEPADA KAUM MISKIN................................................................... 48
A. Solidaritas kepada Kaum Miskin…………………………………....... 48
1. Arti Solidaritas ................................................................................. 48
2. Gambaran tentang kaum miskin ...................................................... 51
xv
a. Orang miskin dalam Kitab Suci ............................................... 51
b. Orang miskin dalam ajaran Sosial Gereja................................. 54
c. Gambaran kaum miskin menurut St.Vinsensius...................... 56
d. Gambaran orang miskin jaman sekarang ................................. 58
e. Gambaran orang miskin menurut siswa kelas VI
SDK Santa Maria Tulungagung................................................ 59
3. Solidaritas dengan kaum miskin ................................................... 62
a. Yesus sebagai dasar solidaritas dengan kaum miskin............... 62
b. Solidaritas Gereja dengan kaum miskin.................................. 64
B. Hipotesis................................................................................................ 66
C. Penelitian tentang hubungan dan pengaruh pendidikan
kesadaran sosial terhadap solidaritas siswa kepada kaum miskin........ 66
1. Metodologi penelitian...................................................................... 66
a. Jenis penelitian........................................................................... 66
b. Tempat dan waktu penelitian..................................................... 67
c. Populasi, sampel dan teknik sampling....................................... 67
d. Variabel penelitian .................................................................... 68
e. Instrumen penelitian................................................................... 69
1) Kuesioner............................................................................. 69
(a) Validitas………………………………………………. 70
(b) Reliabilitas................................................................... 70
2) Wawancara ………………………………………………. 71
f. Teknik analisis data.................................................................... 72
2. Hasil Penelitian ………………………………………………..…. 74
a. Hasil Validitas……………………… ……………………….. 74
b. Hasil Reliabilitas......................................................................... 75
c. Hasil Deskripsi Data .......................................................................... 75
d. Hasil Uji prasyarat.................................................................... 78
e. Hasil analisis product moment dan regresi linier........................ 78
1) Correlations........................................................................... 80
xvi
2) Regression.............................................................................. 81
3. Pembahasan hasil penelitian ............................................................ 85
D. Analisis Tambahan tentang Faktor Pendukung dan Penghambat
Berkembangnya Solidaritas Siswa kelas VI pada Kaum Miskin.......... 88
1. Faktor pendukung solidaritas siswa kelas VI kepada
kaum miskin ...................................................................................... 88
a. Materi Pelajaran agama yang diintegrasikan
dengan kehidupan nyata.............................................................. 89
b. Peranan guru dalam proses penanaman nilai solidaritas................ 90
c. Sekolah memberikan kondisi menciptakan berbagai
kegiatan sosial................................................................................ 91
d. Kerjasama antara orangtua dengan sekolah................................... 91
e. Penanaman nilai dalam keluarga................................................... 92
2. Faktor penghambat solidaritas siswa kelas VI
kepada kaum miskin........................................................................... 93
a. Penanaman nilai keluarga............................................................. 93
b. Teknologi..................................................................................... 94
BAB V USULAN PROGRAM SEMINAR BAGI PARA GURU
SEKOLAH DASAR KATOLIK SANTA MARIA .............................. 96
A. Latar belakang program seminar.......................................................... 97
B. Alasan pemilihan tema.......................................................................... 98
C. Rumusan tema dan tujuan.................................................................... 100
D. Program Seminar bagi guru Sekolah Dasar Katolik
Santa Maria Tulungagung................................................................... 102
E. Petunjuk pelaksanaan program............................................................ 109
F. Contoh satuan pertemuan ................................................................... 109
BAB VI. PENUTUP .............................................................................................. 164
A. Kesimpulan .......................................................................................... 164
B. Saran..................................................................................................... 166
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 168
xvii
LAMPIRAN .......................................................................................................... 170
Lampiran 1 : Daftar kuesioner untuk siswa............................................ 170
Lampiran 2 : Tabel total variabel........................................................... 174
Lampiran 3 : Tabel hasil Validitas dan Reliabilitas…………………. . 177
Lampiran 4 : Daftar wawancara untuk guru…………………………... 180
Lampiran 5 : Hasil wawancara dengan guru…………………………... 181
Lampiran 6 : Hasil out put grafik analisis regresi…………………….. 189
Lampiran 7 : Observasi di SDK Santa Maria Tulungagung…............... 191
Lampiran 8 : Program SDK Santa Maria Tulungagung......................... 195
Lampiran 9 : Kajian Pendidikan Kesadaran Sosial berdasarkan
Silabus PAK SD....... ......................................................... 202
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Singkatan Kitab Suci yang berada di dalam skripsi mengikuti Alkitab
Deuterokanonika dengan pengantar dan catatan lengkap:
1. Perjanjian Lama
Ul : Ulangan
Mzm : Mazmur
2. Perjanjian Baru
Mat : Matius
Mrk : Markus
Luk : Lukas
Yoh : Yohanes
Kis : Kisah para Rasul
Rom : Roma
Gal : Galatia
B. Singkatan Dokumen Gereja
CA : Centesimus Annus, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang Kenangan
Ulang Tahun Ke-seratus Ensiklik Rerum Novarum”, 1 Mei 1991.
EN : Evangelii Nuntiandi, Anjuran Apostolik Paus Paulus VI tentang
Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.
xix
GE :Gravissimum Educationis, Deklarasi Konsili Vatikan II tentang
Pendidikan Kristiani.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Gereja
di dalam Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
KHK : Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici), diundangkan oleh Paus
Yohanes Paulus II, 25 Januari 1983.
KGK : Katekismus Gereja Katolik, yang disusun sehubungan dengan Konsili
Vatikan II, oleh Yohanes Paulus II.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja.
OA : Octogesima Adveniens, Ensiklik Paus Paulus VI, peringatan HUT Ke-80
RN, 14 Mei 1971.
PT : Pacem in Terris, Ensiklik Paus Yohanes XXIII tentang Perdamaian
Dunia, 11 April 1963.
PP : Populorum Progressio, Ensiklik Paus Paulus VI, tentang Perkembangan
Bangsa-bangsa , 26 Maret 1967.
RN : Rerum Novarum, Ensiklik Paus Paus Leo XIII, tentang Keadaan Kaum
Buruh, 15 Mei 1891.
SRS : Sollicitudo Rei Socialis, Ensiklik Paus Yohanes Paulus II tentang
Keprihatinan Sosial, 30 Desember 1987.
QA : Quadragesimo Anno, Ensiklik Paus Pius XII, tentang Pembangunan
Ulang Tata Sosial dan Penyelesaiannya dengan Hukum Injil (Ulang
Tahun ke-40 Rerum Novarum), 15 Maret 1931.
xx
C. Singkatan lain
Art : artikel
Bdk : Bandingkan
BOS : Bantuan Operasional Sekolah
CTH : Chungha Tjung Hie
CM : Congregatio Missionis (Kongregasi Misi Para Imam)
GBHN : Garis-garis Besar Haluan Negara
KWI : Konferensi Wali Gereja Indonesia
Konst : Konstitusi
PAK : Pendidikan Agama Katolik
PK : Puteri Kasih
PPM : Pearson Product Moment
PHK : Putus Hubungan Kerja
SDK : Sekolah Dasar Katolik
SMP : Sekolah Menengah Pertama
St : Santo/Santa
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan menjadi hal yang mutlak bagi setiap manusia untuk
mengembangkan dirinya menjadi pribadi yang utuh. Pendidikan merupakan suatu
kewajiban bagi setiap orang tua untuk memberikan pendidikan yang terbaik bagi
anak-anaknya baik pendidikan formal maupun non formal untuk membantu
bertumbuhkembangnya semua aspek dalam diri anak. Melalui pendidikan itu seorang
anak belajar untuk mengembangkan bakat, kemampuan berpikirnya, dan hidup
bersosialisasi. Peran serta orang tua dan guru sangat membantu seorang anak bisa
mengembangkan kepribadiannya menjadi pribadi yang utuh.
Pendidikan, melalui sekolah membantu dalam mengembangkan pribadi siswa
bertumbuh menjadi pribadi yang utuh. Sekolah Katolik selain mengemban Visi dan
Misi Sekolah, dalam pelayanannya kepada siswa dan tanggung jawabnya kepada
orang tua, mengemban cita-cita Gereja Katolik yaitu ikut serta mewartakan Kerajaan
Allah bagi semua orang secara khusus bagi orang miskin (Deklarasi tentang
Pendidikan Kristiani art.8). Cita-cita ini merupakan panggilan bagi semua orang
Kristiani termasuk lembaga-lembaga Pendidikan Katolik.
SDK “Santa Maria ” berada di daerah pusat kota Tulungagung, dengan siswa-
siswi yang berasal dari berbagai kalangan status sosial, dari etnis Cina dan Jawa.
Perkembangan teknologi yang pesat dan globalisasi juga masuk di kota Tulungagung
yang memberikan pengaruh pembentukan pribadi anak. Keluarga-keluarga saat ini
2
mampu menjamin semua fasilitas yang diperlukan oleh anak dari alat transportasi,
alat teknologi misalnya komputer yang memberi kemudahan-kemudahan dalam
belajar. Teknologi juga menyediakan berbagai program permainan misalnya play
station, sehingga anak merasa aman dan nyaman di rumahnya sendiri dengan
fasilitas-fasilitas yang tersedia. Teknologi informasi telah menjadi bagian hidup
komunikasi yang dilakukan lewat Hand Phone atau pun internet, sehingga relasi
antar pribadi kurang terbentuk lewat sapaan yang ramah. Kepedulian terhadap
lingkungan kurang terbangun karena sejak usia dini anak banyak menghadapi
berbagai tugas sekolah, les dan kegiatan ekstra lainnya. Kegiatan-kegiatan tersebut
mempengaruhi cara mereka bergaul dengan orang lain, bahkan anak bisa bertumbuh
dengan dunianya sendiri tanpa mengenal lingkungan orang lain atau keadaan
sesamanya, secara khusus kurang mengenal kehidupan mereka yang miskin. Di SDK
Santa Maria Tulungagung, para siswa belajar untuk memiliki kepekaan terhadap
sesamanya yang menderita, hal ini tampak dalam kegiatan-kegiatan misalnya adanya
kolekte dalam membantu bencana, adanya kunjungan kepada lansia yang hidup
sendirian dan miskin, melayani di warung murah untuk melayani masyarakat miskin,
namun dalam menanggapi kegiatan ini masih kurang ditanggapi oleh sebagian
siswa.
”Pendidikan adalah suatu usaha untuk menciptakan kader-kader manusia
untuk melakukan perubahan sosial menuju masyarakat lebih baik” (Banawiratma,
1991:13) yang bisa memungkinkan membantu anak untuk berkembang dalam hidup
sosial. Melalui sekolah, Pendidikan Kesadaran Sosial diberikan melalui pendidikan
agama dan program non formal. Dalam pengajaran di sekolah ”materi pendidikan
3
kesadaran sosial” terdapat di silabus PAK di kelas V dan kelas VI dan di luar
pengajaran dilakukan dalam program-program sekolah yang mengarah pada kegiatan
sosial. Bersentuhan lewat pengalaman perjumpaan dengan sesamanya yang miskin
membantu siswa untuk mengenal kehidupan sesamanya yang mengalami
kemiskinan, diharapkan bisa tumbuh rasa solidaritas. Melalui ”Pendidikan Kesadaran
Sosial” siswa mengalami suatu proses pembentukan diri yang menumbuhkan rasa
belarasa dan solidaritas yang tertanam dalam diri siswa yang kelak hasil penanaman
nilai ini membentuk pribadi yang mampu memperjuangkan nasib sesamanya yang
menderita.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis bermaksud untuk
memaparkan tulisan dengan judul PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL
DALAM RANGKA MENGEMBANGKAN SOLIDARITAS SISWA KELAS VI
SDK SANTA MARIA TULUNGAGUNG KEPADA KAUM MISKIN.
B. Rumusan Permasalahan
Dari uraian di atas ada beberapa hal yang ingin dicermati lebih lanjut yang
pada akhirnya menjadi titik berangkat dari penulisan ini. Adapun masalah yang ingin
dirumuskan sebagai berikut.
1. Berapa besar pengaruh pendidikan kesadaran sosial terhadap berkembangnya
rasa solidaritas siswa kelas VI?
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat berkembangnya rasa solidaritas
siswa kelas VI SDK Santa Maria kepada kaum miskin?
4
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah:
1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh pendidikan kesadaran sosial terhadap
berkembangnya rasa solidaritas siswa kelas VI.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan penghambat bertumbuhnya rasa
solidaritas bagi siswa kelas VI SDK Santa Maria Tulungagung.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Serikat Puteri Kasih: memberikan suatu refleksi apakah pelayanan
pendidikan telah membantu siswa berkembang rasa solidaritas pada kaum
miskin.
2. Bagi penulis: melalui pemaparan tulisan ini, penulis semakin mendalami dan
menghayati panggilan sebagai pendidik Kristiani yang berpihak pada kaum
miskin.
3. Bagi para pendidik: melalui penulisan ini semakin memotivasi para pendidik
untuk tetap memiliki dedikasi dalam menanamkan nilai-nilai Kristiani pada diri
siswa.
E. Metode Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan metode deskriptif
analisis dengan studi kepustakaan untuk memperoleh gambaran mengenai
5
pendidikan kesadaran sosial dalam mengembangkan rasa solidaritas siswa Kelas VI
SDK Santa Maria pada kaum miskin dan metode deskriptif kuantitatif untuk
mengetahui pengaruh pendidikan kesadaran sosial dalam mengembangkan rasa
solidaritas siswa kelas VI SDK Santa Maria kepada kaum miskin.
F. Sistematika Penulisan
Pokok-pokok gagasan dalam penulisan ini terdiri dari lima bab yang terurai
seperti di bawah ini :
BAB I berisikan pendahuluan, yang meliputi latar belakang penulisan,
perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB II menguraikan gambaran umum tentang SDK Santa Maria yang terdiri
dari sejarah singkat SDK Santa Maria, SDK Santa Maria dalam pengelolaan Serikat
Puteri Kasih, gambaran situasi siswa dan gambaran kegiatan belajar mengajar SDK
Santa Maria Tulungagung.
BAB III menguraikan pendidikan kesadaran sosial dengan menguraikan
tentang arti pendidikan secara umum, pendidikan Katolik menurut ajaran dan
pedoman Gereja, tentang tugas pendidikan Katolik, sekolah Katolik sebagai pusat
mendidik, pendidikan kesadaran sosial dalam PAK dan program kegiatan sekolah.
BAB IV menguraikan solidaritas siswa Kelas VI kepada kaum miskin yang
meliputi arti solidaritas, gambaran orang miskin, hipotesis, penelitian tentang
pengaruh pendidikan kesadaran sosial terhadap solidaritas siswa kelas VI SDK Santa
6
Maria serta menerangkan faktor penghambat dan pendukung berkembangnya
solidaritas siswa.
BAB V memaparkan usulan program seminar tentang pendidikan kesadaran
sosial bagi para guru SDK Santa Maria Tulungagung.
BAB VI menguraikan kesimpulan dan saran.
7
BAB II
GAMBARAN TENTANG SEKOLAH DASAR KATOLIK
SANTA MARIA TULUNGAGUNG
Dalam bab ini akan diterangkan gambaran tentang Sekolah Dasar Katolik
Santa Maria Tulungagung yaitu, sejarah berdirinya, kekhasan SDK Santa Maria
dalam pengelolaan Suster Puteri Kasih, gambaran keadaan siswa dan kegiatan belajar
mengajarnya.
A. Gambaran Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
1. Sejarah berdirinya Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria didirikan karena kebutuhan yang
mendesak. Banyak anak yang berasal dari sekolah Tionghoa perlu ditampung
berhubung sekolah Tionghoa, misalnya sekolah Chungha Tjung Hie (CTH), saat itu
oleh pemerintah tidak boleh dioperasikan lagi. Alasan kedua berdirinya SDK Santa
Maria yaitu agar anak-anak yang beragama Katolik bisa mendapatkan pendidikan
berdasarkan ajaran iman Katolik. Ibu-ibu dari keturunan Tionghoa mendesak Pastor
Paroki untuk mendirikan sekolah Katolik. Berhubung untuk mendirikan sekolah
memerlukan biaya, maka ibu-ibu tersebut bekerja keras menghimpun dana untuk
pembangunan sekolah. Romo Paroki Cornellius Schoonmakers, CM memimpin
pembangunan sekolah ini. Pada tanggal 01 Agustus 1952 berdirilah sekolah
Taman Kanak - Kanak dan Sekolah Dasar Katolik Santa Maria di Jalan Wijaya
8
Kusuma 44 (sekarang Jalan Ahmad Yani Timur 17). Kepala Sekolah pertama adalah
Bapak Teng Swie Hiang dari Trenggalek.
SDK Santa Maria dikelola oleh Yayasan Yohanes Gabriel milik Keuskupan
Surabaya mengalami perkembangan. Pada tahun 1965 seluruh sekolah Tionghoa
akhirnya tidak boleh beroperasi lagi. Pada saat itu banyak murid dari sekolah
Tionghoa dipindahkan oleh orangtuanya ke SDK Santa Maria. Pada awalnya
Sekolah Dasar hanya memiliki kelas I, II dan III, namun karena SMP akan segera
dibuka maka pada tahun 1967 dibangun gedung SDK yang baru di Jalan Seruni 40
(sekarang Jalan Panglima Sudirman 30). Sejak tanggal 01 Januari 1969 TK dan
SDK Santa Maria pindah ke Jalan Seruni 40. Pada saat itu pula pengelolaan sekolah
diserahkan oleh ketua Yayasan Yohanes Gabriel yaitu Romo Pandu, CM kepada para
Suster Puteri Kasih dari Santo Vincentius de Paul dalam Yayasan Santa Luisa.
Alasan dialihkan pengelolaan sekolah kepada para Suster Puteri Kasih adalah guna
meningkatkan kesejahteraan para guru. Tiga tahun kemudian TKK Santa Maria
pindah ke gedung baru di depan SDK Santa Maria .
Pada tahun 1986 dibangun gedung sekolah kedua agar bisa menampung
semua siswa untuk masuk pagi dan siswa bisa belajar lebih baik dengan fasilitas
yang lebih memadai. Tahun 2010, tepatnya tanggal 01 Agustus, SDK Santa Maria
merayakan Ulang Tahunnya yang ke- 58.
9
2. Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung dalam Pengelolaan
Serikat Puteri Kasih
a. Serikat Puteri Kasih sesuai Kharisma Pendiri
Serikat Puteri Kasih sesuai dengan kharisma para pendiri didirikan di
Perancis dengan latar belakang menanggapi kemiskinan yang terjadi pada abad ke-
17.
Para Puteri Kasih adalah suatu Serikat yang diakui oleh Gereja sebagai Serikat Puteri Kasih dari S.Vinsensius de Paul, abdi-abdi Orang miskin. Serikat ikut ambil bagian dalam misi universal Gereja yang bertujuan membawa keselamatan sesuai dengan kharisma para pendiri, S.Vinsensius de Paul dan S. Luisa de Mariallac. (Konst. 1a)
Demikianlah Serikat Puteri Kasih hingga kini tetap mempertahankan kharisma para
pendiri dalam kehidupannya. Para suster Puteri Kasih memenuhi panggilan hidupnya
untuk melaksanakan misi Serikat dengan semangat kerendahan hati, kesederhanaan
dan kasih, seperti dalam Konstitusi: ”Para Puteri Kasih memberi diri sepenuhnya
dalam komunitas untuk melayani Kristus di dalam orang miskin, yang menjadi
saudara dan saudari mereka, dijiwai oleh semangat kerendahan hati, kesederhanaan
dan kasih” (Konst. 7).
Panggilan Puteri Kasih untuk melayani Kristus dalam diri orang miskin
diharapkan bisa melayani sesuai dengan semangat para pendiri dengan sikap
pelayanan yang penuh kasih:
Dengan suatu pandangan yang dijiwai iman, para Puteri Kasih melihat Kristus dalam orang-orang miskin dan orang-orang miskin dalam Kristus. Mereka melayaniNya dalam anggota-anggotaNya yang menderita, ”dengan kasih, kelembutan, kehangatan , hormat dan semangat pengabdian “ (Konst 10b).
10
Pelayanan kepada kaum miskin menjadi semangat dan misi Serikat yang
membawa konsekuensi bagi cara hidup para Suster Puteri Kasih untuk bisa melayani
orang miskin dalam bermacam-macam bentuk kemiskinan, dengan terus menerus
mengusahakan memperbaharui diri dengan belajar dari Kristus sendiri,
Belajar dari Putera Allah sendiri, para Puteri Kasih tahu bahwa tidak ada kemiskinan yang asing bagi mereka. Kristus senantiasa memanggil Serikat mereka melalui saudara-saudari mereka yang menderita, melalui tanda-tanda jaman, melalui Gereja. Bentuk kemiskinan bermacam-macam; juga bentuk pelayanan bermacam-macam… (Konst.11: 39).
b. Visi Misi Puteri Kasih Indonesia
Visi Puteri Kasih Indonesia adalah Puteri Gereja yang menghayati semangat
Vinsensian dalam Serikat Hidup kerasulan, yang misioner, meneladan Bunda Maria
dalam memberi diri secara total kepada Allah, hidup dalam komunitas persaudaraan
untuk melayani Kristus dalam diri orang miskin dengan rendah hati, sederhana dan
penuh kasih, berakar dalam budaya Indonesia, mewujudkan persaudaraan sejati
dalam masyarakat majemuk.
Misi Puteri Kasih Indonesia: dengan didorong cinta kasih Kristus (2 Kor
5:14; Konst PK 1983) yang hadir dalam diri orang miskin (Mat 25:31-46) seperti
yang dihayati St. Vinsensius dan St. Luisa, kami:
1) Mewujudkan kontemplasi dalam aksi dan aksi dalam kontemplasi (Konst. 1983:2.14) bahkan bila perlu ”meninggalkan Tuhan untuk Tuhan” (Konferensi St. Vinsensius kepada Puteri Kasih, 30 Mei 1647).
2) Memperjuangkan martabat manusia dan menumbuhkembangkan nilai-nilai kemanusiaan.
3) Melayani Orang miskin secara jasmani dan rohani dengan cinta afektif dan efektif, maka pelayanan tidak hanya karitatif juga pemberdayaan melalui bidang pendidikan, sosial, kesehatan dan pastoral.
4) Menanggapi tanda-tanda zaman dan segala macam bentuk kemiskinan baru dengan percaya pada Penyelenggaraan Ilahi (Konst 1983:2.10)
11
5) Membentuk jaringan kerjasama dengan keluarga Vinsensian dan kalangan lain untuk menjadi jembatan bagi orang miskin (Surat Superior Jendral Robert Maloney,CM,1997). ( Serikat Puteri Kasih Provinsi Indonesia)
c. Peran Suster Puteri Kasih dalam mengelola Sekolah Dasar Katolik Santa
Maria Tulungagung
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung dikelola oleh Yayasan
Santa Luisa. Yayasan Santa Luisa adalah Yayasan milik Serikat Puteri Kasih yang
mengelola di bidang pendidikan, sosial dan kesehatan. Di dalam unit-unit sekolah,
Suster Puteri Kasih ditempatkan sebagai perwakilan langsung dari Yayasan Luisa,
yang sifatnya konsultatif. Seorang Suster Puteri Kasih yang bekerja di pendidikan
disebut sebagai Pamong Unit, sedangkan Kepala Sekolah adalah awam. Kepala
Sekolah dipilih seorang awam karena dianggap akan lebih fleksibel dalam
melaksanakan kepemimpinannya dan dianggap lebih banyak mengetahui keadaan
masyarakat pada umumnya. Kepala Sekolah dalam melaksanakan kepemimpinannya
mengadakan konsultasi dengan Pamong Unit. Suster Pamong Unit bertugas sebagai
wakil Yayasan bertugas memantau policy Yayasan sehubungan dengan kebijakan
penyelenggaraan pendidikan yang diharapkan oleh Yayasan, selain itu Suster
Pamong Unit bertugas untuk membina para guru dan murid.
Peran Suster Puteri Kasih dalam mengembangkan karya pendidikan selalu
berpijak pada semangat Yesus yang diwarnai oleh spiritualitas pendiri yang salah
satunya adalah pelayanan kepada kaum miskin. Melalui sekolah menanamkan nilai-
nilai cinta kasih kepada sesama terutama kepada kaum miskin. Seorang Suster Puteri
Kasih wajib memberi motivasi agar setiap warga sekolah senantiasa memiliki
12
kepedulian kepada orang miskin, baik kepada orang miskin warga sekolah maupun
kepedulian kepada orang miskin di luar sekolah.
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria dalam rangka meningkatkan kehidupan
orang miskin maupun menolong warga sekolah yang mengalami kesusahan
mengadakan usaha dana sosial. Usaha sekolah untuk menggalang dana sosial
dilakukan dengan berbagai cara yaitu dari hasil dana sosial siswa/siswi, laba
penjualan buku, laba penjualan seragam sekolah, penjualan barang yang dikupulkan
siswa/siswi, hasil bazaar pramuka peduli, dari bunga bank dana sosial dan dari para
donatur yaitu para alumni SDK Santa Maria. Dana sosial tersebut digunakan untuk
membantu pengadaan buku pelajaran siswa yang kurang mampu, membantu siswa
kurang mampu yang ingin melanjutkan sekolah di SMP Katolik, menyumbang warga
sekolah yang berduka, pelaksanaan kegiatan buka puasa bersama warga masyarakat
miskin, menyumbang warga sekolah kurang mampu yang mengalami sakit berat
misalnya operasi, menyumbang ke panti asuhan ke Panti Wreda dan menyumbang ke
sekolah SLB. Khusus bagi para siswa yang kurang mampu berjumlah 105 mendapat
bantuan keringanan SPP dan biaya gratis kegiatan komputer berasal dari dana BOS
dan para donatur.
B. Situasi Siswa Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
Sekolah Dasar Katolik Tulungagung memiliki visi “Terwujudnya Sekolah
Dasar Katolik unggul yang menumbuhkembangkan anak didik dalam berbagai
bidang kecerdasan dengan landasan keutamaan: Hormat terhadap Martabat Manusia,
Kasih terhadap Tuhan, Sesama, Diri sendiri dan Lingkungan.” Dalam mengelola
13
pendidikan, para Suster memberi peluang agar anak-anak dari keluarga miskin bisa
mendapatkan pendidikan yang memadai dan bertumbuh menjadi anak yang cerdas di
bidangnya. Para siswa yang bersekolah di Sekolah Dasar Katolik Tulungagung
merupakan siswa yang berasal dari berbagai tingkat ekonomi mulai dari ekonomi
yang paling bawah, ekonomi menengah dan ekonomi atas. Siswa yang berasal dari
keluarga ekonomi lemah berjumlah 18,01% dari ekonomi menengah 56,94% dan
dari ekonomi atas 25,04%. Orang tua siswa yang berasal dari ekonomi lemah
kebanyakan bekerja sebagai penarik becak, bekerja sebagai TKI di luar negeri dan
sebagian ada yang tidak bekerja. Orang tua siswa yang berasal dari keluarga
menengah ke atas bekerja sebagai guru, karyawan, pedagang dan pengusaha. Para
siswa SDK Santa Maria berasal dari keluarga Warga Negara Indonesia dan Warga
Negara Indonesia keturunan Tionghoa. Siswa seluruhnya berjumlah 583, terdiri dari
45,62% Warga Negara Indonesia dan 54,37% dari keturunan Tionghoa. Siswa yang
beragama Islam 10,63%, beragama Kristen Protestan 51,45%, beragama Katolik
33,61%, beragama Hindu 0,51% dan yang beragama Budha 3,77%.
Tabel 2.1 Keadaan Siswa SDK Santa Maria Tulungagung
Tahun Ajaran 2009/2010
Kls L P Islam Kristiani Katolik Budha Hind WNI China JumIA 17 16 4 15 13 1 16 17 33 1B 18 17 10 21 4 14 21 35 1C 15 17 5 20 5 2 18 14 32 2A 30 21 5 26 20 29 22 51 2B 26 23 6 19 21 2 1 27 22 49 3A 25 26 3 23 22 3 21 30 51 3b 27 24 2 25 21 3 16 35 51
14
4a 28 24 5 31 13 3 22 30 52 4b 27 23 2 30 15 3 17 33 50 5A 20 26 6 22 16 1 1 28 18 465b 22 24 4 22 18 2 23 23 46 6a 23 20 4 24 14 1 20 23 43 6b 21 23 6 22 14 1 1 15 29 44
Jum 299 284 62 300 196 22 3 266 317 583
C. Gambaran tentang Kegiatan Belajar Mengajar di Sekolah Dasar Katolik
Santa Maria Tulungagung
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria melaksanakan kegiatan belajar mengajar
setiap hari dimulai pukul 06.40 diawali dengan senam pagi atau renungan pagi
selama 20 menit. Renungan pagi adalah kegiatan awal siswa di masing-masing kelas,
guru memberikan renungan yang sesuai dengan situasi, misalkan renungan pagi
tentang masa prapaskah atau renungan berupa kegiatan siswa menceritakan sebuah
kisah untuk menemukan pesan moral yang ditemukan kemudian disharingkan kepada
semua siswa. Siswa kelas 3 sampai kelas 6 memulai kegiatan pelajaran pukul 07.00
dan selesai pada pukul 12.30. Siswa kelas 1 masuk pukul 6.40 dan pulang pukul
09.50 dan siswa kelas 2 masuk pukul 09.50 dan pulang pukul 12.30.
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria selain menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar dalam rangka menumbuhkembangkan kecerdasan juga mewujudkan
visinya sebagai Sekolah Dasar Katolik yang menumbuhkembangkan kepribadian dan
religiositasnya, maka diadakan pembinaan iman bagi siswa selain pelajaran Agama
Katolik. Pembinaan iman bagi siswa Katolik diadakan setiap dua minggu sekali,
pembinaan iman bagi siswa beragama Kristiani diadakan setiap minggu sekali
15
dengan cara bergiliran mengingat siswa yang beragama Kristiani paling banyak,
pembinaan iman bagi siswa beragama Islam dilaksanakan sesuai waktu yang cocok
bagi siswa misalnya saat puasa atau menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Hari Raya
Kurban dan pembinaan iman bagi siswa beragama Hindu dan Budha diberikan setiap
satu bulan sekali. Kurikulum Pembiasaan Vinsensian diberikan di setiap kelas dalam
waktu 45 menit setiap hari Jumat dengan tujuan agar siswa/siswi memiliki nilai-nilai
hidup yang dimiliki oleh Santo Vinsensius yang mencintai orang miskin. Kurikulum
direalisasikan dalam praktek pelayanan kepada orang miskin yang tampak dalam
kegiatan-kegiatan sekolah yang bersifat sosial. Kegiatan-kegiatan sosial SDK Santa
Maria akan lebih lanjut dijelaskan dalam Bab III.
16
BAB III
PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL
Bab ketiga ini menerangkan makna pendidikan kesadaran sosial. Terlebih
dahulu akan dijelaskan arti pendidikan pada umumnya, kemudian pemahaman
pendidikan kesadaran sosial. Transformasi sosial merupakan bagian dari tujuan
lembaga pendidikan, di mana Gereja berperan dalam memberi warna Kristianitas
sekolah Katolik. Oleh sebab itu dalam bab ini akan diterangkan pendidikan Kristiani
dan kekhasan sekolah Katolik sebagai tempat terlaksananya pendidikan kesadaran
sosial, yang dapat dilihat dalam kajian materi pelajaran agama Katolik dan program
sosial sekolah.
A. Pengertian Pendidikan
1. Pengertian pendidikan secara umum
Pengertian pendidikan menurut Fuad Ihsan (1995:1-2) merupakan sebuah
proses untuk mengerti arti pendidikan. Pemikiran tentang pendidikan dalam dunia
pendidikan sering menggunakan dua istilah, yaitu: pedagogi dan pedagoik. Pedagogi
berarti “pendidikan“ sedangkan pedagoik artinya “ilmu pendidikan.” Ilmu
pendidikan ialah yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan
mendidik.” Pendidikan berasal bahasa Yunani dari kata “pedagogia” yang berarti
pergaulan dengan anak-anak” Istilah lain yang berkaitan dengan pendidikan adalah
istilah pedagogos, pedagogos adalah seorang pelayan (bujang) pada jaman Yunani
17
Kuno pekerjaannya mengantar dan menjemput anak-anak ke dan dari sekolah.
Paedagogos berasal dari kata paedos (anak) dan agoge (saya membimbing,
memimpin). Pengertian pedagogos berubah dari arti pelayanan menjadi pekerjaan
mulia. Perubahan ini terjadi karena “pengertian pedagogos berarti seorang yang
tugasnya membimbing anak di dalam pertumbuhannya ke daerah berdiri sendiri dan
bertanggung jawab.” Dari uraian tersebut, bisa dikatakan bahwa “makna pendidikan
adalah usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi
pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat dan kebudayaan”, dan pengertian pendidikan adalah “suatu hasil
peradaban bangsa yang dikembangkan atas dasar pandangan hidup bangsa itu sendiri
(nilai dan norma masyarakat) yang berfungsi sebagai filsafat pendidikannya atau
sebagai cita-cita dan pernyataan tujuan pendidikannya” (Fuad Ihsan, 1995:2).
Setelah memahami arti pendidikan dari kata pedagogi dan pedagoik, arti
pendidikan menurut bermacam-macam pandangan sebagaimana dijelaskan Zahara
Idris (1981:9-10) “Pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia”
(John Dewey). “Pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan, baik langsung
maupun dengan cara yang tidak langsung, untuk membantu anak dalam
perkembangannya mencapai kedewasaannya” (Branata.dkk). Sedangkan pendidikan
yang terdapat dalam GBHN, adalah “Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah
dan berlangsung seumur hidup”, sedangkan pendidikan menurut Zahara, adalah:
Serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si anak didik secara tatap muka dengan menggunakan media dalam
18
rangka memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya, dalam arti supaya dapat mengembangkan potensinya semaksimal mungkin, agar menjadi manusia dewasa yang bertanggung jawab. (Zahara Idris, 1981:10)
Pengertian pendidikan menurut beberapa ahli pendidikan sebagaimana
dijelaskan oleh Mardiatmadja (1986:49) adalah sebagai berikut: “…bahwa
pendidikan memperkenalkan cara dan jalan kepada peserta didik untuk membina
dirinya sendiri” (Montessori), selanjutnya “pendidikan adalah pemberian bimbingan
dan bantuan rohani bagi yang masih memerlukan” (M.J. Langeveld), dan lebih lanjut
dijelaskan “bahwa pendidikan adalah bantuan supaya orang dapat membantu dirinya
dalam segala bidang hidup” (J. Riberu), lebih jauh lagi dijelaskan bahwa pendidikan
mau “mempersiapkan agar generasi mendatang matang dan siap, dibekali ilmu
pengetahuan serta keterampilan dan kemampuan jiwani maupun jasmani, untuk
melaksanakan tugas dan tanggung jawab” (Soewargana). Sedangkan secara
komprehensif pengertian pendidikan menurut Mardiatmadja (1986:50) adalah:
“Pendidikan merupakan usaha yang dilakukan oleh orang tua dalam keluarga, guru
dalam sekolah, setiap warga dalam masyarakat dan pemerintah dalam negara.”
2. Pendidikan Kristiani menurut Ajaran dan Pedoman Gereja
Pendidikan dilaksanakan di keluarga, di sekolah maupun di masyarakat.
Pendidikan Kristiani bisa terselenggara di keluarga ataupun di sekolah. Pendidikan
Kristiani di keluarga merupakan salah satu tujuan perkawinan Katolik, yang berarti
bahwa setiap orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya secara Kristiani
seperti yang disebutkan dalam Kitab Hukum Kanonik (1055-§1). Dalam
Gravissimum Educationis yaitu Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani, pendidik
19
yang pertama dan utama dilakukan oleh orang tua dalam keluarga ”yang dijiwai oleh
cinta kasih terhadap Allah dan manusia, sehingga membantu pendidikan pribadi dan
sosial anak-anak yang utuh” (art.3). Melalui keluarga, pendidikan Kristiani dapat
membantu anak untuk mencintai Allah dan sesamanya, untuk mendapat pengalaman
pertama tentang masyarakat disekitarnya dan tentang Gereja, yang kemudian secara
perlahan anak-anak diajak masuk dalam lingkup pergaulan Gereja ( GE, art.3)
Pendidikan Kristiani selain dilaksanakan dalam keluarga yaitu orang tua
sebagai pendidik pertama dan utama untuk membina iman anaknya, juga
dilaksanakan di sekolah yaitu berupa pengajaran agama melalui Kurikulum
Pendidikan Agama. Selain Pendidikan Kristiani berarti pembinaan iman anak,
pendidikan Kristiani juga berarti pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga
Kristiani yaitu sekolah-sekolah Katolik. Kesimpulannya Pendidikan Kristiani wajib
diberikan kepada setiap orang Kristiani yang telah dibabtis dan telah menjadi anak-
anak Allah seperti dituliskan dalam Gravissimum Educationis yaitu Deklarasi
tentang Pendidikan Kristiani artikel 2, dalam artikel tersebut juga tujuan Pendidikan
Kristiani, yaitu :
...agar seseorang secara bertahap diantar untuk semakin mengenal rahasia rencana penyelamatan Allah, setiap hari tumbuh menjadi semakin sadar akan kurnia iman yang telah diterimanya; agar dia dapat belajar berbakti kepada Allah, khususnya melalui ibadat; agar dibina untuk menghayati hidup pribadinya dengan jujur dan dalam kesucian dan kebenaran, selaras dengan ukuran baru hidupnya. (GE, art.2)
Menurut Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes artikel 3, tujuan pendidikan
adalah ”dapatlah dihasilkan bukan hanya wanita dan pria yang berbakat tinggi,
melainkan juga pribadi-pribadi yang berjiwa besar.” Pendidikan dimaksudkan bukan
20
hanya membantu seseorang untuk memiliki kecerdasan di bidang intelektual saja,
tapi juga bertumbuh pribadi yang berjiwa besar; berjiwa besar berarti mampu
mengatasi hambatan-hambatan dalam hidupnya dan tidak mudah putus asa dalam
menghadapi kesulitan hidup.
Pendidikan merupakan usaha untuk pembangunan manusia seutuhnya. Melalui
pendidikan Kristiani, perlu ditambahkan pembangunan manusia seutuhnya dari sudut
pandang Kristiani (Kongregasi Suci, 1988. art. 98). Pendidikan Kristiani merupakan
sebuah proses, mengingat pribadi manusia selalu berkembang dinamis sesuai dengan
jamannya, di mana pendidikan Kristiani berusaha untuk memadukan perkembangan
pribadi dengan pertumbuhan dirinya sebagai ciptaan baru seperti yang tertulis dalam
Lukas 2:40 ”Kanak-kanak itu bertumbuh dan menjadi kuat, penuh dengan kearifan;
dan kasih Allah ada pada-Nya.”
a. Tugas pendidikan Kristiani
Pendidikan Kristiani merupakan usaha Gereja dalam mengemban tugasnya
untuk ikut serta membangun pribadi manusia menuju kedewasaan manusia. Yang
dimaksud dengan manusia dewasa menurut Mardiatmadja (1986:53) adalah:
orang yang melampaui kedewasaan fisiknya mememiliki kemampuan-kemampuan intelektual dasar dan mempunyai keterampilan-keterampilan yang cukup berguna untuk berperan secara aktif dalam hidup kemasyarakatan serta siaga berwawan-sabda dengan sesama dan bersedia bekerja bagi kesejahteraan bersama. Lebih jauh, dewasa berarti bisa secara bebas memikul tanggung jawab bagi perkembangan hidupnya sendiri: yaitu berusaha terus menerus dan berani teguh serta memiliki kemampuan untuk memilih langkah hidup. Seseorang yang dewasa dapat menilai situasi secara sehat berdasarkan prinsip kebenaran dan cinta kasih.
21
”Makna Pendidikan yang mahapenting di dalam kehidupan manusia dan
pengaruhnya yang makin besar terhadap kemajuan sosial dewasa ini,
dipertimbangkan dengan cermat oleh Konsili Suci.” seperti ditulis dalam pembukaan
Deklarasi Tentang Pendidikan Kristiani (Gravissimum Educationis). Pendidikan
merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia yang menjadi
perhatian bagi keluarga, Gereja dan masyarakat, karena tugasnya untuk
memperkembangkan diri manusia. Pendidikan merupakan hak setiap orang baik itu
wanita, pria, dan dari semua lapisan manapun untuk mendapatkan pendidikan
berdasarkan martabat pribadi yang sama (GE, art.1). Pendidikan merupakan hak
setiap orang tanpa memandang seseorang dari golongan manapun dalam
mengembangkan dirinya, sehingga setiap anak atau pribadi berhak untuk
mendapatkan pendidikan sebagaimanan mestinya. Situasi anak dari latar belakang
manapun lebih-lebih bagi anak dari keluarga yang kurang mampu perlu
mendapatkan perhatian secara khusus agar mereka bisa mendapatkan pendidikan
yang memadai. Seiring dengan perkembangan jaman yang semakin maju perlu
adanya usaha-usaha agar setiap pribadi mendapatkan pendidikan dengan baik. Secara
khusus pendidikan Kristiani menjadi harapan bagi setiap pribadi untuk merasakan
manfaat dari pendidikan tersebut dalam hidupnya. Sebagaimana dijelaskan bahwa
perhatian terhadap pendidikan merupakan aspek penting dalam hidup manusia maka
Gereja pun memiliki tugas untuk mendidik, seperti dalam GE, artikel 3 :
...karena ia wajib mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang dan menyalurkan hidup Kristus kepada orang-orang beriman, serta membantu mereka dengan keprihatinan yang terus menerus agar mereka dapat mencapai kepenuhan hidup ini. Maka sebagai Ibu, Gereja harus memberikan kepada putera-puterinya ini pendidikan yang meresapi seluruh kehidupan mereka dengan semangat Kristus. Serentak pula Ia membantu semua bangsa untuk
22
memajukan penyempurnaan pribadi manusia sepenuhnya dan untuk membina kepentingan masyarakat sejagat serta membangun dunia yang lebih manusiawi.
Tugas Gereja secara khusus dan berhak mendidik guna menolong orang-
orang agar dapat mencapai kepenuhan hidup Kristiani juga dipertegas dalam KHK,
794 §1: ”Secara khusus tugas dan hak mendidik itu mengena pada Gereja yang
diserahi perutusan ilahi untuk menolong orang-orang agar dapat mencapai
kepenuhan hidup Kristiani.” Dengan demikian tugas mendidik merupakan tanggung
jawab Gereja dalam mengusahakan perkembangan manusia seutuhnya. Kesimpulan
tugas pendidikan Kristiani terangkum dalam KHK 795 yang berbunyi :
Pendidikan yang sejati harus meliputi pembentukan pribadi manusia seutuhnya, yang memperhatikan tujuan akhir dari manusia dan sekaligus pula kesejahteraan umum dari masyarakat, maka anak-anak dan kaum muda hendaknya dibina sedemikian sehingga dapat mengembangkan bakat-bakat fisik, moral, dan intelektual mereka secara harmonis, agar mereka memperoleh rasa tanggungjawab yang lebih sempurna dan dapat menggunakan kebebasan mereka dengan benar, dan terbina pula untuk berperan secara aktif dalam kehidupan sosial.
b. Sekolah sebagai pusat mendidik
Sekolah merupakan pusat untuk mendidik, untuk mengetahui tentang sekolah
Katolik sebagai tempat mendidik terlebih dahulu akan diterangkan mengenai
kekhasan sekolah Katolik, baru kemudian tentang sekolah Katolik sebagai pusat
mendidik.
23
1) Kekhasan Sekolah Katolik
”Sekolah Katolik ialah suatu sekolah yang dipimpin oleh otoritas Gerejawi
yang berwenang atau oleh badan hukum Gerejawi publik atau yang diakui demikian
oleh otoritas Gerejawi melalui dokumen tertulis” (KHK, 803 §1). Yang dimaksud
dengan sekolah Katolik lebih lanjut dijelaskan, ”...harus berdasarkan asas-asas ajaran
Katolik, hendaknya para pengajar unggul dalam ajaran yang benar dan hidup yang
baik” (KHK, 803 §2). Melalui penjelasan tersebut dikatakan bahwa ciri sekolah
Katolik yaitu berdasarkan ajaran iman Katolik, dan setiap pengajar juga memiliki
kepribadian yang sesuai dengan iman Katolik, sehingga ke-Katolikan sebuah sekolah
sungguh tampak bukan dari ciri lahiriahnya saja tapi justru tampak dalam kualitasnya
dalam menghidupi iman Katolik. Dekrit tentang Dimensi Religius Pendidikan
Sekolah Katolik artikel 1 menyebutkan yang membedakan sekolah Katolik dengan
sekolah lain adalah dimensi religiusnya, dimensi itu terdapat dalam empat aspek
yaitu: “suasana pendidikan, perkembangan pribadi masing-masing siswa, hubungan
yang terjalin antara kebudayaan dan injil, dan penerangan segala pengetahuan oleh
cahaya iman.”
Sekolah Katolik diharapkan memiliki ciri-ciri khusus mengenai suasana
pendidikan seperti, “Saat pertama seorang siswa menginjakkan kakinya di sekolah
Katolik, ia patut mendapatkan kesan bahwa ia memasuki suatu lingkungan baru yang
diterangi oleh cahaya iman...” (Kongregasi Suci, 1988. art. 25). Lingkungan sekolah
Katolik perlu menciptakan suasana yang memberikan kesan bagi siswa dan warga
sekolah bahwa mereka bisa merasakan nafas iman Kristiani yang bersumber pada
pribadi Yesus seperti dijelaskan, “Semangat Injil hendaknya nampak jelas dalam cara
24
berpikir dan hidup secara Kristiani yang menjiwai semua segi iklim pendidikan”
(Kongregasi Suci, 1988. art.25). Sekolah Katolik memperhatikan juga
perkembangan pribadi masing-masing siswa untuk berkembang sesuai dengan
jamannya (Kongregasi Suci, 1988. art.7). Sekolah Katolik menunjukkan usahanya
untuk mewujudkan injil dalam kebudayaan. Injil mampu menerangi kehidupan
siswanya yang terpancar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Iman merupakan
cahaya yang menerangi setiap segi pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sehingga
ilmu pengetahuan mampu berperan dalam kehidupan dan tindakan yang nyata. Ciri
sekolah Katolik juga tampak melalui tujuan pendidikan yang ditetapkan oleh masing-
masing sekolah Katolik seperti ditegaskan oleh Kongregasi Suci untuk Pendidikan
Katolik dalam Dekrit Dimensi Religius Sekolah Katolik artikel 100, yaitu:
a) menentukan identitas sekolah: khususnya, nilai-nilai Injil yang menjadi inspirasi harus disebut secara eksplisit;
b) memberikan uraian yang tepat mengenai sasaran pedagogis, edukatif dan kultur sekolah;
c) menyajikan isi pelajaran, bersama dengan nilai-nilai yang akan disampaiakan lewat pelajaran-pelajaran;
d) menguraikan organisasi dan pengelolaan sekolah; e) menetapkan kebijakan yang harus dipercayakan kepada staf profesional
(kepala sekolah dan guru), kebijakan yang harus dikembangkan dengan bantuan orang tua dan siswa, dan kegiatan yang akan diserahkan kepada prakarsa bebas guru-guru, orang tua atau siswa;
f) menunjukkan cara-cara bagaimana kemajuan siswa dikaji dan dievaluasi. 2) Sekolah Katolik sebagai pusat mendidik
Nasution (1994:94) menjelaskan fungsi sekolah ialah: ”Menyampaikan
kebudayaan kepada generasi muda demi kelanjutan bangsa dan negara, memberi
sumbangan kepada perbaikan dan pembangunan masyarakat, dan mengembangkan
pribadi anak seutuhnya.”
25
Selaras dengan fungsi sekolah yang dimaksud oleh Nasution, Gereja melalui
kehadirannya dalam sekolah Katolik juga memiliki fungsi untuk mendidik seperti
dijelaskan dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani (Gravissimum Educationis)
”mendidik murid-muridnya untuk memajukan kepentingan masyarakat dunia secara
berdaya guna dan mempersiapkan mereka untuk melayani pengembangan Kerajaan
Allah...”(art.8).
Sekolah Katolik adalah tempat di mana segala kesempatan bisa dilakukan
terutama dalam menanamkan nilai Kristiani seperti yang terdapat dalam Dekrit
Sekolah Katolik yaitu ”tempat-tempat pertemuan bagi mereka yang ingin
mengungkapkan nilai-nilai Kristiani dalam pendidikan, ...yang bertujuan
mewariskan nilai-nilai untuk hidup” (Kongregasi Suci, 1977. Art. 53). Nilai-nilai
Kristiani yang dimaksudkan adalah ajaran Yesus sendiri seperti tentang kasih kepada
Allah, kasih kepada sesama, mengampuni, bersikap adil, pengorbanan, belaskasih
dan solidaritas kepada yang menderita, cinta kepada alam lingkungan, dan
sebagainya. Nilai-nilai Kristiani diberikan bukan saja dalam pengajaran Pendidikan
Agama Katolik, tapi terintegrasi dalam pengajaran lainnya. Namun menjadi
kekhasan sekolah Katolik adalah memberikan pelajaran agama Katolik, mengingat
penanaman nilai Kristiani harus diberikan kepada semua anak didik, khususnya bagi
anak didik yang beragama Katolik, sehingga siswa yang beragama Katolik semakin
berkembang imannya. Hal ini merupakan kebijakan sekolah swasta Katolik seperti
dijelaskan oleh Sudiarja (2003:46) bahwa, ”Kalau kebijakan sekolah swasta kita
adalah mengajarkan agama Katolik untuk semua anak didik, memang kita berharap
peluang itu dapat menghasilkan anak didik yang mengenal moral Katolik dengan
26
baik,...” Selanjutnya dikatakan: ”Akan tetapi perlu diingat, bahwa membaptis anak-
anak menjadi Kristiani bukanlah tugas sekolah Kristiani.”
Sekolah Katolik selain tempat penanaman nilai Kristiani, juga tempat
penanaman nilai dasar kemanusiaan pada umumnya. Menurut Mardiatmadja
(1986:21) nilai berarti hakikat suatu hal, yang menyebabkan sesuatu pantas ’dikejar’
agar manusia dapat berkembang. Selanjutnya Mardiatmadja menjelaskan bahwa
mendidik adalah ”membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai itu,
mendalaminya, meng-aku-inya, memahami hakikatnya, kaitannya satu sama lain
serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama).” Selanjutnya dikatakan
”proses pendidikan adalah proses penyadaran akan nilai-nilai dasar manusiawi...”
sehingga sekolah merupakan tempat bertumbuhnya nilai-nilai hidup.
Orang tua dan juga para penggantinya memiliki kewajiban untuk memilih
lembaga yang menyelenggarakan pendidikan Katolik agar anak-anak mereka
mendapat pendidikan yang baik (KHK, 793-§1). Agar sekolah Katolik dapat
memberikan pelayanan pendidikan yang baik, diperlukan sarana-sarana yang
menunjang bagi perkembangan anak didik. Melalui sarana-sarana pendidikan,
sekolah Katolik mempunyai tugas dalam mengusahakan pendidikan, yaitu:
Membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun, mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar ke dalam warisan budaya yang diperoleh angkatan-angkatan terdahulu, mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapkan kehidupan profesi, memupuk antara murid-murid dengan bakat dan lapisan yang berbeda-beda, pergaulan yang akrab, yang melahirkan kesediaan untuk saling memahami. (GE, art. 5).
Sekolah Katolik selain memiliki Visi Misi, merupakan keharusan untuk
membawa misi Gereja dalam karya penyelamatan. Misi Gereja seperti di katakan
27
dalam Evangelii Nuntiandi artikel 18 ”bagi Gereja mewartakan Injil adalah
membawa Kabar Gembira kepada manusia dengan segala aspeknya dan melalui
pengaruhnya mengubah manusia dari dalam, membuat manusia sendiri menjadi
baru.” Demikian pula sekolah Katolik mempunyai misi sesuai dengan misi Gereja
yaitu membawa Kabar Gembira terutama bagi mereka yang mengalami kemiskinan,
hal ini seperti dikeluarkan oleh Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik tahun
1977, dalam Dekrit Sekolah Katolik artikel 58, bahwa:
Gereja memberikan pelayanan pendidikannya pertama-tama dan terutama kepada ”orang miskin atau mereka yang kehilangan bantuan dan kehangatan keluarga atau mereka yang jauh dari iman. Karena pendidikan merupakan suatu sarana yang penting untuk memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi perorangan maupun rakyat...”
Dengan kata lain bisa dikatakan, bahwa sekolah Katolik sebagai pusat mendidik
selain menanamkan nilai Kristiani dan nilai dasar kemanusiaan, juga perlu
memperhatikan setiap pribadi yang perlu mendapatkan pendidikan, tidak terkecuali
anak-anak yang berasal dari keluarga miskin. Hal ini menjadi refleksi sekaligus
tantangan bagi sekolah-sekolah Katolik yang seringkali berlabel sebagai ”sekolah
orang kaya” karena biasanya pandangan umum berpendapat bahwa, ”hanya orang-
orang kaya saja yang bisa menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik.”
Sebagai pusat mendidik diharapkan sekolah Katolik memperhatikan juga
perkembangan siswa dalam membentuk pribadi yang memiliki kepedulian kepada
masyarakat, ”..sekolah Katolik merupakan sumber pelayanan yang tidak dapat
digantikan, bukan saja bagi para murid dan warga lainnya. Melainkan juga bagi
masyarakat. Terutama sekarang orang melihat suatu dunia yang menyerukan
solidaritas...” (Kongregasi Suci, 1977. art. 62). Kehadiran sekolah Katolik sebagai
28
pusat mendidik tampak relasinya dengan masyarakat di sekitarnya dalam turut serta
menjawab persoalan-persoalan manusia, dengan usaha membantu anak didik
memiliki kepedulian kepada masyarakat yang membutuhkan kesejahteraan. Maka
sekolah Katolik sebagai pusat mendidik mampu memperhatikan semua aspek
kehidupan baik bagi peserta didik, bagi Gereja dan bagi masyarakat, sehingga
perannya sungguh beramanfaat bagi pembentukan diri siswa.
B. Pendidikan Kesadaran Sosial
1. Tujuan Pendidikan Kesadaran Sosial
Kesadaran sosial yang dimaksud adalah kepekaan seseorang terhadap realitas
hidup sesama dan lingkungannya. Pendidikan kesadaran sosial adalah usaha sekolah
dalam mengembangkan aspek sosial dalam diri siswa dalam menanggapi realitas
masyarakat. Tujuannya adalah terwujudnya transformasi sosial. Memahami kata
transformasi sosial berarti mengaitkan perubahan dengan kehidupan masyarakat,
khususnya masyarakat yang mengalami kemiskinan, penindasan ataupun masyarakat
yang menderita. Perubahan sosial berarti perubahan dari masyarakat yang mengalami
penderitaan menjadi masyarakat yang bebas dari penderitaan. Menurut Banawiratma
(1991:14) kemiskinan merupakan hal yang harus di disingkirkan. Ia melihat bahwa
kemiskinan merupakan faktor terjadinya penindasan, maka diperlukan penghapusan
kemiskinan, seperti dijelaskan :
Kemiskinan membuat orang jadi lemah, dan orang yang lemah mudah ditindas. Karena itu, menegakkan keadilan di dunia sekarang berarti berjuang untuk menghapuskan kemiskinan. Terutama kemiskinan struktural, yakni
29
kemiskinan yang disebabkan oleh sistem sosial yang eksploitatif, bukan karena kekurangan yang ada pada pribadi-pribadi orang-orang miskin tersebut. (Banawiratma, 1991:14).
2. Dasar transformasi sosial
Kesadaran sosial diperlukan demi terwujudnya perubahan sosial. ”Dasar
terwujudnya perubahan sosial adalah menegakkan keadilan di dunia ini. Atau dalam
bahasa Kristiani-nya, menegakkan Kerajaan Allah di muka bumi” (Banawiratma,
1991:14). Lembaga pendidikan Katolik dalam misinya terkandung pula misi Gereja
yaitu mewujudkan Kerajaan Allah. Pendidikan kesadaran sosial melalui lembaga
pendidikan merupakan usaha dalam rangka untuk mewujudkan Kerajaan Allah hadir
di dunia. Hal ini ditegaskan oleh Banawiratma (1991:32) bahwa “Karya dan lembaga
pendidikan merupakan wujud dan sarana penghayatan iman, yakni ikut menegakkan
Kerajaan Allah.” Pendidikan Kristiani tidak bisa lepas dari pribadi Yesus sebagai
model hidup Kristiani, kembali ditekankan oleh Banawiratma (1991:27) betapa
penting relasi dengan Kristus untuk menjadi pelaku-pelaku perubahan sosial:
Membiarkan transformasi manusia dari dalam oleh Kristus sendiri bukanlah hanya perkara individual dan tidak meniadakan partisipasi aktif dari fihak manusia. Transformasi itu terjadi dengan secara aktif memasuki gerakan Allah sendiri, dengan memperjuangkan perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat. Transformasi dari dalam berjalan seiring, terwujud dan dikembangkan melalui dan dalam partisipasi transformasi sosial.
Beriman kepada Yesus berarti ikut serta mewujudkan Kerajaan Allah melalui
kegiatan dan tindakan nyata. Gambaran Kerajaan Allah itu sendiri adalah sebuah
relasi antara Allah dan manusia, seperti dijelaskan oleh Banawiratna adalah:
...merupakan simbol relasional, yaitu relasi antara Allah dengan manusia. Dari fihak Allah, Kerajaan Allah adalah Allah sendiri, yang mewahyukan dan
30
memberikan Diri kepada manusia. Kerajaan Allah adalah Allah sendiri yang meraja dengan kuasa dan belas kasihNya yang menyelamatkan. Dari fihak manusia, Kerajaan Allah adalah peristiwa, iklim atau suasana, di mana manusia menerima Allah sebagai yang menentukan dalam mengatur hidupnya baik secara perorangan maupun secara sosial. (Banawiratma, 1991:53)
Dalam Perjanjian Baru Kerajaan Allah sangat erat dengan kehadiran Pribadi
Yesus, dalam relasi-Nya dengan Allah, karya dan sabda-Nya. Melalui Diri Yesus
diwujudkannyalah Kerajaan Allah hal ini dinyatakan oleh Lukas: ”Jika Aku
mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya Kerajaan Allah sudah
datang kepadamu” (Luk 11:20), seperti dijelaskan oleh Banawiratma (1991: 53-54).
Dalam Injil, Kerajaan Allah sangat berkaitan dengan kehidupan dengan orang
miskin, Allah memberikan perhatian kepada orang miskin untuk memperoleh
keselamatan ”Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan dan orang kusta menjadi
tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin
diberitakan kabar baik.”(Luk 7:22). Keseluruhan Pribadi Yesus mengungkapkan
bahwa Kerajaan Allah telah datang (Banawiratma, 1991:55), penginjil Lukas
menyatakan perutusan Yesus sebagai berikut,
Roh Tuhan ada di atas-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun kesukaan Tuhan telah datang.”(Luk 4:18)
Pendidikan kesadaran sosial demi terwujudnya transformasi sosial memiliki dasar
yaitu Allah sendiri yang meraja, terutama dalam memberikan pembebasan kepada
yang miskin. Pendidikan kesadaran sosial membantu terwujudnya pembebasan bagi
orang yang mengalami kemiskinan maupun pemiskinan.
31
3. Lembaga pendidikan Kristiani sebagai sarana terwujudnya Pendidikan
Kesadaran Sosial
Lembaga pendidikan dikenal sebagai lembaga sosial yaitu untuk mewujudkan
tujuan sosial (Nasution, 1994:159). Hal ini menunjukkan bahwa lembaga pendidikan
tidak bisa lepas dari kehidupan sosial atau masyarakat. Pendidikan berkaitan dengan
masyarakat. Untuk semakin memahami keterkaitan antara pendidikan dan
masyarakat, perlu melihat sejarah pendidikan yang terjadi di Amerika Serikat.
Sesuai keterangan Nasution (1994:163), perkembangan sekolah di Amerika menurut
Olsen mengalami tiga fase: fase pertama adalah sekolah berpusat pada pelajaran atau
”book-centered”; fase kedua adalah sekolah bersifat child-centered atau kurikulum
berdasarkan minat dan kebutuhan siswa; dan fase ketiga adalah ”sekolah yang
bersifat life-centered; yang dimaksud di sini adalah yang menjadi pokok pelajaran
ialah kebutuhan manusia, masalah-masalah dan proses sosial dengan tujuan untuk
memperbaiki kehidupan dalam masyarakat.” Nasution menguraikan lagi bahwa
”lembaga pendidikan melalui sekolah berfungsi untuk memajukan masyarakat dan
bertindak sebagai ”agent of change.” Lebih lanjut dikatakan bahwa “Ada masanya
dengan pengajaran dapat dilenyapkan kemiskinan, kemelaratan, kejahatan dan
macam-macam penyakit masyarakat” (Nasution, 1994:157). Para ahli pendidikan
berpendapat bahwa sekolah merupakan alat efektif untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat:
John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekontruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. G.S. Counts mempunyai pendirian yang lebih jauh lagi. Ia tidak hanya mengharapkan bahwa pendidikan harus membawa perubahan dalam
32
masyarakat akan tetapi mengubah tata-sosial dan mengatur perubahan sosial. (Nasution, 1994:157).
Pandangan para ahli menegaskan bahwa lembaga pendidikan sebagai sarana
perbaikan ataupun perubahan dalam masyarakat berperan memperbaiki kondisi
masyarakat. Demikian pula lembaga pendidikan Kristiani dalam melaksanakan
tugasnya menjadi sarana untuk perbaikan masyarakat. Seperti dasar transformasi
sosial adalah ditegakkannya Kerajaan Allah di dunia, maka melihat masyarakat
dengan segala bentuk masalahnya merupakan tantangan bagi lembaga pendidikan
Kristiani, seperti diungkapkan oleh Banawiratma (1991:68), ”Konteks masyarakat
kita dengan berbagai kemajemukan dan kesenjangan sosial semakin menantang kita
untuk merumuskan peranan dan aksi pendidikan sebagai gerakan dengan paradigma
Kerajaan Allah.”
Lembaga pendidikan Kristiani sebagai sarana terwujudnya pendidikan
kesadaran sosial diwujudkan dalam program pengajaran di sekolah. Pendidikan
kesadaaran sosial berarti suatu usaha untuk membantu pribadi untuk mampu menjadi
pelaku-pelaku perubahan sosial. Pendidikan diharapkan mampu memberikan
sumbangan bagi perkembangan diri siswa dari aspek sosialnya untuk bisa melihat
kebutuhan masyarakat, hal ini seperti dijelaskan oleh Banawiratma (1991:14),
”Orang-orang berilmu yang merupakan hasil dari proses pendidikan harus bisa melihat dan menguraikan masalah... Melalui komitmen etisnya, dia juga bertanggungjawab untuk mengubahnya, mencari alternatif-alternatif pemecahan yang lain yang lebih efektif.”
Pendidikan transformasi sosial membantu seseorang untuk mampu melihat
realita masyarakat yang memerlukan perubahan hidup sosial dari situasi yang kurang
33
baik menjadi lebih baik. Pribadi yang demikian ini, tidak begitu saja memiliki
kepekaan sosial, tapi perlu suatu bantuan yaitu pendidikan. Tugas pendidikan
Kristiani adalah membentuk pribadi untuk berkembang seutuhnya, maka pendidikan
kesadaran sosial merupakan bagian dari tujuan pendidikan yang mendidik siswa
untuk memiliki kepedulian kepada masyarakat. Hal ini ditegaskan dalam Dimensi
Religius Sekolah Katolik art. 1, bahwa salah satu aspeknya dimensi religius adalah
”penerangan ilmu pengetahuan oleh cahaya iman.” Ilmu pengetahuan perlu
mendapatkan penerangan iman agar ilmu pengetahuan tidak hanya dimengerti secara
intelektual, tapi mampu diterjemahkan dalam kehidupan nyata, atau dalam arti ini,
ilmu pengetahuan yang diterangi iman sungguh bermanfaat untuk membawa
perubahan bagi masyarakat. Hal ini selaras dengan pendapat Banawiratma (1991:18),
bahwa ”pendidikan yang mendapat inspirasi dari iman Kristiani, berhubungan
dengan perubahan sosial tersebut, mencita-citakan munculnya pelaku-pelakunya.”
Lembaga pendidikan Kristiani selain mengembangkan bidang intelektual dan bakat,
pendidikan Kristiani berupaya untuk membangun pribadi peserta didik yang
memiliki kepedulian sosial dan hidupnya peka akan situasi masyarakat atau orang
yang mengalami kesulitan.
Situasi masyarakat dewasa ini, banyak ditandai oleh berbagai masalah sosial.
Salah satu masalah sosial masyarakat yang dominan adalah masalah kemiskinan.
Lembaga pendidikan Kristiani sebagai sarana terwujudnya transformasi sosial tidak
bisa menutup mata terhadap kenyataan masyarakat yang demikian. Banawiratma
dalam pendidikan kepedulian dan ketrampilan analisis sosial menegaskan:
Dalam konteks hidup beriman kita yang ditandai dengan kemiskinan dan ketidakadilan, karya dan lembaga pendidikan tidak dapat bersikap netral.
34
Bersikap netral berarti tidak mendukung usaha perubahan sosial yang positif, dan itu berarti memihak yang kuat, merugikan yang lemah (Banawiratma, 1991:72).
Melalui pendidikan Kristiani, perhatian kepada yang miskin merupakan suatu nilai,
”Mendahulukan kaum miskin merupakan nilai dalam menentukan keputusan dalam
karya pendidikan kita.” Pendidikan Kristiani diharapkan memiliki kepedulian sosial,
ketrampilan untuk menganalisis sosial untuk mendahulukan yang miskin dan
terlantar (Banawiratma, 1991:73-74). Lembaga pendidikan Kristiani menjadi tempat
dan sarana dalam perubahan sosial. ”Karya dan lembaga pendidikan menjalankan
peranan ganda, yakni sebagai pelaku perubahan sosial itu sekaligus mengusahakan
munculnya pelaku-pelaku perubahan sosial” (Banawiratma, 1991:83). Peran ganda
yang dimaksudkan di sini bisa berarti bahwa lembaga pendidikan Kristiani
melaksanakan tugasnya sebagai pelaku atau pelaksana perubahan sosial misalnya
dengan memperhatikan siswa-siswi yang miskin untuk mendapatkan pendidikan
yang baik sehingga berguna bagi masa depan siswa, sekaligus mengusahakan suatu
program sekolah bagi siswa-siswi untuk mendapatkan pendidikan yang membentuk
mereka menjadi pelaku perubahan sosial.
4. Pendidikan kesadaran sosial dalam pengajaran formal dan non formal di
SDK Santa Maria Tulungagung
Pendidikan berlangsung di sekolah, dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Pendidikan formal berlangsung di lembaga-lembaga pendidikan dan pendidikan non
formal berlangsung di luar lembaga pendidikan (Mardiatmadja, 1986:50). Menurut
35
Banawiratma (1991:70) pendidikan non formal “merupakan kegiatan atau lembaga
yang melengkapi pendidikan formal, dapat juga berdiri sendiri.” bahwa pendidikan
formal dan non formal bisa saling melengkapi dalam mendidik. Banawiratma
menjelaskan pentingnya pendidikan non formal dalam ikut serta mengembangkan
keterampilan kepekaan dan kepedulian sosial,
Selayaknya pendidikan non formal tidak hanya mengembangkan ketrampilan, melainkan kepekaan dan kepedulian sosial dengan sikap kritis dan kreatif. Dengan demikian subjek didik akan menyadari kewajiban dan haknya, akan mempunyai perhatian terhadap nasib sesamanya (Banawiratma, 1991:70) Pendidikan kesadaran sosial secara implisit terdapat di dalam pendidikan
formal, khususnya dalam tulisan ini materi pendidikan kesadaran sosial dikaji dalam
Pendidikan Agama Katolik Sekolah Dasar dan melalui pendidikan non formal yang
dilaksanakan dalam kegiatan sosial yang dikelola oleh lembaga sekolah.
a. Pendidikan kesadaran sosial dalam pengajaran formal
Pendidikan Agama Katolik dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
memiliki ruang lingkup pembelajaran yang mencakup empat aspek, yaitu: pribadi
siswa, Yesus Kristus, Gereja dan Kemasyarakatan. Standar Kompetensi Lulusan
Mata pelajaran PAK SD meliputi :
1) Memahami diri dan lingkungan sebagai karunia Tuhan dan mensyukuri semua kurnia itu dengan mencintai dan menghormati Tuhan dan lingkungan dalam tindakan nyata.
2) Memahami dan menjelaskan pribadi Yesus dan kabar baik-Nya dan meneladani-Nya dalam kehidupan sehari-hari.
3) Memahami arti dan makna Gereja, sifat-sifat dan tugasnya, sarana-sarana dalam Gereja serta mewujudkan kehidupan menggereja secara aktif.
4) Memahami hidup beriman yang terlibat dalam masyarakat. (Silabus PAK SD, 2007:10).
36
Keempat standar kelulusan tersebut saling berkaitan dalam membentuk pribadi
siswa. Materi yang berkaitan dengan pendidikan kesadaran sosial terdapat pada
pelajaran kelas V dan VI SD. (Silabus PAK SD, 2007: 158-196) :
Tabel 3.1 Materi Pendidikan Kesadaran Sosial
No. Kelas Semester KompetensiDasar
Materi Pokok Arah Pendidikan Kesadaran Sosial
1. V Ganjil 3 Yesus mengasihi orang yang tersingkir
Memupuk kepedulian terhadap orang miskin
2. V Genap 5 Hidup Baru dalam Roh Kudus
Sebagai dasar untuk melihat cita-cita yang diharapkan dalam hidup bermasyarakat
3. V Genap 6. Berbuat Adil Memupuk sikap adil bagi sesamanya
4. VI Ganjil 4 Nabi Amos Belajar analisis terjadinya ketidakadilan.
5. VI Ganjil 5. Umat Israel merindukan Mesias.
• Meneladan sikap Yesus membebaskan orang dari penderitaan.
• Dasar transformasi sosial yaitu mewujudkan Kerajaan Allah.
6. VI Ganjil 6 Jemaat Kristiani Perdana
Belajar penerapan bentuk solidaritas
Materi Pokok “Yesus Mengasihi Orang yang Tersingkir”, di berikan pada
kelas V semester ganjil (Silabus PAK SD, 2007:158). Orang tersingkir dijelaskan
dalam materi ini, misalnya orang yang berbeda suku, agama, budaya dan status
sosial. Siswa belajar dari sikap Yesus yang tidak membedakan orang. Markus 1:40-
45 mengisahkan tentang Yesus menyembuhkan seorang yang sakit kusta. Orang
37
kusta pada jaman Yesus adalah orang yang tersingkir, yang dijauhi oleh masyarakat
pada waktu itu. Melalui materi ini siswa diajak untuk memiliki “perhatian kepada
semua orang yang menderita” seperti yang diajarkan oleh Yesus. Orang tersingkir
pada konteks jaman sekarang ini misalnya: orang miskin, orang-orang yang dianggap
sampah masyarakat misalnya pengamen, anak jalanan, pengemis, tuna wisma dsb.
Sebagai arah pendidikan kesadaran sosial siswa perlu diajak untuk melihat realita
masyarakat yang termasuk orang-orang tersingkir untuk mendapatkan perhatian dan
memiliki rasa peduli kepada mereka.
Materi pokok tentang ”Hidup Baru dalam Roh” diberikan pada kelas V
semester genap (Silabus PAK SD, 2007:166). Melalui materi ini, siswa masih diajak
untuk mendalami masalah sosial yang terjadi di sekitar hidup siswa, misalnya
tawuran antar siswa yang mencerminkan kehidupan masyarakat yang tidak harmonis.
Ketidakharmonisan suatu masyarakat menyebabkan masyarakat berada dalam situasi
yang tidak bebas karena diliputi oleh perselisihan. Melalui materi ini siswa diajak
untuk ”mendalami makna hidup baru dalam Roh” berdasarkan Kis 2:41-47.
Diharapkan dengan mendalami perikop ini siswa menyadari konsekuensinya sebagai
pribadi yang telah dibaharui oleh Roh untuk memiliki cita-cita atau mewujudkan
suatu masyarakat yang harmonis. Tindakan untuk mewujudkan masyarakat yang
harmonis bisa dimulai dari kehidupan siswa sendiri, misalnya menghargai teman
sendiri yang berbeda etnis, hidup rukun dengan semua teman tanpa memandang
perbedaan. Arah pendidikan kesadaran sosial dari materi ini adalah mengajak siswa
untuk menyadari perannya sebagai orang yang diubah oleh Roh terutama memiliki
38
kepekaan akan situasi Gereja dan masyarakat, menjadi pribadi yang bisa
mewujudkan keharmonisan atau kesejahteraan masyarakat.
Materi pokok ”Berbuat Adil” diberikan dalam PAK untuk kelas V semester
genap (Silabus PAK SD, 2007:174). Siswa diajak untuk mendalami makna keadilan.
Keadilan merupakan suatu nilai yang perlu dimengerti oleh siswa untuk bisa
menolong sesamanya. Melalui pendalaman teks Kitab Suci dari 1Yohanes 3:17 yang
berbunyi ”Barangsiapa, mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita
kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah
kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya?” Siswa diajak untuk memahami
penderitaan sesama yang kekurangan. ”Berbuat adil berarti memberikan kepada
sesamanya sesuai dengan hak dan kebutuhannya.” Membagi rejeki, berbuat amal
bagi yang kekurangan merupakan bentuk perbuatan adil karena memberi kepada
yang kekurangan. Hal ini membantu siswa untuk memiliki ”sikap pelayanan kepada
orang lain sesuai dengan hak dan kebutuhannya” dan mendorong ”siswa untuk
memiliki upaya konkret dalam menegakkan keadilan bagi sesamanya” (Silabus PAK
SD, 2007:174). Arah pendidikan kesadaran sosial dalam materi ini adalah bahwa
seringkali ketidakadilan dirasakan oleh orang miskin, kedudukan sebagai manusia
diukur oleh harta benda, seperti dikatakan oleh Van Der Weiden (1987:66) bahwa:
”Kedudukan seseorang dalam masyarakat kerap kali amat ditentukan oleh harta
materi: yang kaya dihormati, yang miskin dihina. Kerapkali kali juga si kaya
memperlakukan si miskin secara tidak wajar...” Orang miskin sering merasakan
ketidakadilan dalam hidupnya. Melalui materi ini, siswa diajak untuk memiliki sikap
adil terutama kepada sesamanya yang membutuhkan bantuan. Siswa juga diajak
39
untuk memiliki sikap kritis terhadap ketidakadilan yang terjadi dan bertumbuh
dalam dirinya sikap berani menegakkan keadilan.
Materi pokok tentang ”Nabi Amos” diberikan kepada kelas VI pada semester
ganjil (Silabus PAK SD, 2007:188). Melalui materi ini siswa diajak untuk mengenal
sosok Nabi yang sangat terkenal dalam membela keadilan pada jamannya yaitu Nabi
Amos. Situasi Kerajaan Israel di Utara pada waktu itu ditandai dengan kemakmuran
di kalangan atas, tapi ketelantaran bagi orang miskin bahkan orang miskin
mengalami penindasan (Purwo Hadiwardoyo, 1986:63). Siswa belajar dari Nabi
Amos yang memiliki sikap kritis terhadap sikap serakah yang mengakibatkan
ketidakadilan bagi orang miskin. Siswa dibantu untuk melihat bahwa orang banyak
bisa menderita karena keserakahan segelintir orang. Berdasarkan pendalaman teks
Kitab Suci Amos 1-6 dan Amos 9:11-15 siswa semakin mengenal sikap Nabi Amos
yang berani menyerukan keadilan bagi kehidupan orang miskin di jamannya, dalam
hal ini siswa juga disadarkan akan panggilannya sebagai seorang Nabi di jaman
sekarang dengan berani menyerukan keadilan dan kebenaran. Ketidakadilan yang
dimaksud Amos adalah karena banyaknya ketimpangan sosial antara orang yang
kaya dan orang yang miskin. Seringkali orang miskin semakin terjepit hidupnya
(Amos 2:7) karena tidak bisa membela dirinya akibat kemiskinannya dan sikap
orang-orang kaya yang acuh terhadap orang miskin (Amos 5:11). Dengan materi ini,
siswa belajar melihat situasi ketidakadilan karena ketimpangan yang terjadi yaitu
kehidupan orang kaya kurang memperhatikan sesamanya yang kekurangan. Siswa
belajar bertindak adil misalnya dengan dengan berani membela yang benar dan
menunjukkan ketidakadilan yang terjadi di antara teman-temannya. Arah pendidikan
40
kesadaran sosial dalam materi ini adalah siswa belajar menjadi pelaku-pelaku yang
berani menyerukan ketidakadilan dan mewujudkan keadilan dalam masyarakat.
Materi pokok ”Umat Israel merindukan Mesias” diberikan kepada siswa kelas
VI semester ganjil (Silabus PAK SD, 2007: 192). Melalui materi ini siswa belajar
mengenal kisah Bangsa Israel yang mengalami masa sulit dan hidup menderita.
Dengan penderitaannya, bangsa Israel sangat merindukan seorang pembebas yaitu
Mesias. Melalui pendalaman Kitab Suci yaitu Yesaya 11:1-10, mengisahkan tentang
situasi damai bila Raja Damai yang dirindukan datang untuk membebaskan Bangsa
Israel. Melalui pendalaman materi, siswa belajar mengenal situasi orang yang
menderita, bahwa situasi penderitaan juga dirasakan oleh orang jaman sekarang.
Orang yang mengalami penderitaan selalu merindukan terbebas dari belenggu
penderitaan. Mereka yang termasuk golongan orang yang menderita misalnya; orang
sakit, orang miskin, orang yang di penjara, orang yang sendirian karena tidak punya
kawan juga situasi masyarakat yaitu sekelompok orang yang bersama-sama sedang
mengalami penderitaan bersama misalnya, masyarakat yang sedang menghadapi
kelaparan karena musim kemarau atau masyarakat yang sedang menghadapi bencana
alam. Melalui pemaparan ini siswa diajak untuk ikut merasakan orang atau
masyarakat yang sedang mengalami penderitaan. Ikut merasakan penderitaan orang
lain berarti, siswa belajar menumbuhkan sikap solider kepada sesama yang
menderita. Melalui pendalaman Kitab Suci dari Lukas 4:18-19 tentang tugas
perutusan Yesus, siswa belajar dari perutusan Yesus sendiri untuk membebaskan
sesamanya yang menderita. Menolong orang yang menderita berarti menampilkan
Kerajaan Allah. Hal ini bisa dilakukan oleh siswa misalnya dengan membuat rencana
41
kegiatan sosial yang konkret yaitu menolong orang yang menderita dalam lingkup
sekolah.
Materi pokok ”Jemaat Kristiani Perdana” diberikan kepada siswa kelas VI
semester ganjil (Silabus PAK SD, 2007:196). Materi yang diberikan siswa tentang
makna kerja sama, yaitu hidup yang saling menolong. Dalam hidup bersama, setiap
orang memiliki kelemahan dan kelebihan, agar kehidupan bisa berjalan baik maka
yang memiliki kelebihan bisa menolong yang kekurangan, demikian pula bahwa
orang yang dianggap lemah pasti memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh orang
lain, maka untuk hidup bersama dibutuhkan saling menolong. Melalui pendalaman
Kitab Suci dari Kisah 2:41-47 yaitu tentang cara hidup Jemaat Kristiani Perdana,
siswa belajar memiliki sikap hidup yang perhatian kepada orang lain yang
menekankan nilai pengorbanan dan nilai kesetia-kawanan yang sejati. Selain itu
siswa juga mampu menjelaskan ciri-ciri hidup Jemaat Kristiani Perdana yang bisa
diambil dalam kehidupan siswa sebagai bentuk penerapan solidaritas bersama orang
lain.
b. Pendidikan kesadaran sosial dalam pendidikan non formal di Sekolah Dasar
Santa Maria Tulungagung
Pendidikan non formal yang dimaksud di sini adalah kegiatan-kegiatan sosial
yang dilakukan di luar pengajaran formal. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan
merupakan usaha sekolah dalam menanamkan nilai-nilai. Maksud dari penanaman
nilai di sekolah ini sebagai bagian intgral dari proses kegiatan belajar siswa
42
meskipun dilaksanakan di luar jam palajaran. Hal ini seperti dijelaskan oleh
Mardiatmadja (1986:56) ”untuk menyadari dan mengalami nilai-nilai,
menyumbangkan dan menempatkannya secara integral dalam keseluruhan hidup
siswa” Selanjutnya Mardiatmadja (1986:56) menjelaskan bahwa ”pendidikan nilai
itu merupakan usaha khusus, tetapi juga dapat disebut sebagai dimensi dalam
keseluruhan usaha pendidikan. Pendidikan semacam itu penting karena kesadaran
nilai dalam masyarakat semakin tinggi.” Usaha khusus yang dimaksudkan, bisa
merupakan suatu kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh sekolah dalam
memberikan kondisi bagi siswa untuk bertumbuh dalam nilai-nilai sosial. Salah satu
sasaran dalam pendidikan nilai ini seperti dijelaskan oleh Mardiatmadja (1986:56)
adalah ”membantu peserta didik untuk mengambil sikap terhadap aneka nilai dalam
perjumpaan dengan sesama agar dapat mengarahkan hidupnya bersama orang lain
secara bertanggungjawab.” Melalui kegiatan-kegiatan sosial sekolah, para siswa
dibantu untuk berhadapan langsung dengan situasi masyarakat atau orang yang
memerlukan perubahan hidupnya menjadi lebih baik, sehingga dalam diri siswa
semakin tertanam nilai solidaritas sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap
kehidupan sesamanya.
Usaha SDK Santa Maria membantu siwa-siswinya agar bertumbuh rasa
solidaritas bagi sesama, melalui kegiatan-kegiatan sosial sekolah. Kegiatan-kegiatan
sosial dilakukan dengan melibatkan para guru, siswa dan karyawan sekolah.
Kegiatan-kegiatan sosial tersebut sebagai berikut:
43
1) Home Visit
Kunjungan rumah yang dimaksud di sini adalah kunjungan siswa kepada
orang sakit, orang cacat dan orang lansia yang tinggal di rumah. Secara bergiliran
siswa-siswi SDK Santa Maria mengunjungi mereka yang tinggal di sekitar sekolah.
Kunjungan ini dilakukan oleh siswa-siswi setiap minggu satu kali secara bergiliran.
Tujuan kunjungan ini adalah agar siswa memiliki kepedulian kepada mereka yang
hidupnya menderita serta menumbuhkan dalam diri siswa rasa belarasa. Guru dalam
hal ini memotivasi siswa-siswi dan mengatur jadwal waktu kunjungan. Siswa yang
mendapat giliran melaksanakan kunjungan biasanya akan mempersiapkan segala
sesuatu yang akan dibawa saat kunjungan misalnya buku cerita. Hal-hal yang
dilakukan siswa dalam kunjungan ini adalah menghibur mereka dengan membacakan
sebuah cerita, mendoakan ataupun sekedar membawakan oleh-oleh. Keterlibatan
guru dan karyawan dalam hal ini sangat mendukung siswa, misalnya siswa selalu
diantar oleh karyawan sekolah sehingga siswa selalu merasa aman di jalan menuju
rumah yang akan dikunjungi. Hal-hal lain yang dilakukan oleh siswa dalam
mengunjungi orang sakit adalah mengumpulkan dana apabila orang yang sakit
tersebut dalam keadaan kekurangan dana untuk berobat; biasanya mereka
menyampaikan inisiatif ini kepada guru sehingga guru turut mendukung usaha siswa
dalam menolong sesamanya yang sakit.
2) Membantu Posyandu
Kegiatan pelayanan masyarakat dikenalkan oleh sekolah kepada siswa-siswi
melalui pelayanan di posyandu. Pelayanan posyandu dilakukan setiap bulan. Siswa-
44
siswi dilibatkan dalam pelayanan masyarakat dengan cara ikut melayani pembagian
gizi bagi anak-anak balita. Tujuan keterlibatan kegiatan ini adalah agar siswa-siswi
memiliki perhatian dan kepedulian bagi kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
3) Live in
Program Live in dilakukan oleh siswa-siswi SDK Santa Maria bekerjasama
dengan siswa-siswi SMPK Santa Maria . Tujuan live in adalah untuk melatih siswa-
siswi memiliki solidaritas kepada masyarakat miskin, yaitu hidup bersama seperti
yang dialami oleh masyarakat tersebut. Melalui kegiatan ini siswa-siswi diajak untuk
menyadari akan keadaan orang lain yang berbeda dengan dirinya, untuk bisa
memandang mereka dengan hormat, bahwa meraka adalah sesama yang memiliki
martabat yang sama sebagai ciptaan Allah. Kegiatan siswa-siswi selama live in
adalah tinggal beberapa hari di rumah-rumah penduduk, makan segala sesuatu yang
disediakan oleh setiap keluarga, melakukan aktivitas bersama keluarga tersebut.
4) Pelayanan warung murah sekolah
Warung murah adalah kegiatan sekolah berjualan nasi murah yang
dikhususkan bagi bapak-bapak penarik becak dan keluarganya. Warung murah
diadakan setiap satu minggu sekali. Para siswa dilibatkan dalam pelayanan ini dan
mendapat kesempatan secara bergiliran. Dalam waktu-waktu khusus misalnya pada
menjelang hari raya, pihak sekolah mengajak para siswa mengumpulkan sembako
untuk dijual murah bagi mereka. Hal ini dilakukan karena keluarga-keluarga
tersebut sangat memerlukan sembako menjelang hari raya dengan harga yang murah.
45
5) Kunjungan ke lembaga sosial
Program sekolah kunjungan ke lembaga sosial bertujuan mengajak para siswa
untuk memiliki kepedulian bagi sesama yang tinggal di Panti sosial. Para siswa
dalam melaksanakan aksi sosialnya diajak untuk mengadakan kunjungan ke lembaga
sosial yaitu kunjungan ke Panti Werda, dan kunjungan ke Panti Asuhan Betesda.
Kunjungan biasanya dilakukan saat menjelang Natal atau menjelang Paskah dalam
rangka mewujudkan perhatian siswa bagi penghuni Panti yang memerlukan
penghiburan. Hal-hal yang dilakukan siswa adalah mereka membawa bingkisan
untuk penghuni panti dan mengadakan kegiatan untuk menghibur mereka.
6) Pendampingan belajar dan tambahan gizi bagi anak-anak keluarga
pemulung di Barak Bakti
Para guru mendapat kewajiban untuk secara bergilir mendampingi belajar
bagi anak-anak dari keluarga-keluarga pemulung di Barak Bakti. Usaha ini dilakukan
dalam rangka membantu anak-anak untuk mendapat bimbingan belajar yang baik.
Pendampingan ini melibatkan para guru TK, SDK dan SMP. Selain itu pemberian
tambah gizi juga diberikan kepada anak-anak tersebut. Kegiatan ini dilakukan setiap
satu Minggu sekali dan melibatkan siswa-siswa SDK Santa Maria. Tujuan sekolah
melibatkan para siswa adalah agar mereka mengetahui keadaan teman-teman mereka
yang berkekurangan, agar mereka bisa bergaul dengan teman sebaya yang miskin
dan menumbuhkan dalam diri mereka rasa solidaritas yaitu untuk ikut merasakan
keadaan mereka yang serba kekurangan.
46
7) Kolekte
Kolekte adalah kegiatan pengumpulan dana oleh seluruh warga sekolah.
Melalui kolekte dimaksudkan agar para siswa-siswi sungguh belajar untuk memiliki
kepedulian kepada sesamanya yang menderita. Kolekte dilaksanakan dalam berbagai
kesempatan, yaitu dalam rangka Aksi Natal atau aksi Paskah sebagai wujud
kepedulian dan keterlibatan sosial sekolah sebagai warga Gereja bagi pembangunan
Gereja. Selain berpartisipasi mengumpulkan kolekte pada masa menjelang Natal,
aksi Paskah, para siswa juga menghimpun kolekte, bila ada bencana alam, bila ada
kematian dari saudara siswa atau keluarga karyawan dan guru. Kebiasaan
mengumpulkan dana juga dilakukan oleh siswa berdasarkan kebutuhan mereka di
kelas, misalnya ketika ada teman yang sakit, mereka berinisiatif untuk
mengumpulkan dana dengan sepengetahuan guru.
8) Pramuka peduli lewat bazar
Pramuka peduli adalah salah satu kegiatan sosial yang digelar untuk
menghimpun dana sosial bila ada bencana alam yang terjadi, misalnya gempa atau
bencana banjir, dengan mengadakan bazar. Bazar dilaksanakan dengan cara bahwa
setiap siswa wajib menyumbangkan bahan makanan untuk disumbangkan dan
kemudian dijual dalam bazar. Hasil penjualan bazar seluruhnya dipakai untuk
menyumbang bencana alam. Dalam kegiatan ini pihak sekolah melibatkan pula orang
tua siswa untuk berpartisipasi, sehingga bazar bisa terjual dan hasilnya
disumbangkan untuk masyarakat yang mengalami bencana alam.
47
9) Piket
Piket yang dimaksud di sini adalah para siswa SDK Santa Maria secara
bergiliran menjalankan tugas kewajiban untuk membersihkan WC dan menyapu
lingkungan sekolah setiap selesai jam istirahat. Maksud dari kegiatan ini adalah
mengajak siswa untuk memiliki kepedulian lingkungan, menjaga dan memelihara
lingkungan agar tetap bersih. Kedua, para siswa diajak untuk memiliki kesadaran
bahwa tugas menyapu atau membersihkan WC bukan tugas yang hina tapi justru
tugas mulia, karena bekerja untuk kepentingan umum. Rasa solidaritas juga
ditanamkan dalam tugas ini bahwa para siswa ikut merasakan pekerjaan-pekerjaan
yang dilakukan para karyawan. Sikap kesederajatan ditanamkan kepada para siswa
dalam berelasi dengan para karyawan yang bekerja sebagai pembantu pelaksana,
misalnya para siswa tidak boleh menyebut para karyawan dengan sebutan Pak Bon
tapi memanggil dengan namanya. Hal ini mau mengajak siswa bahwa mereka adalah
pribadi yang juga perlu dihormati dengan berlaku sopan dan hormat kepada siapa
saja tanpa memandang status.
Dari uraian di atas tampak bahwa SDK Santa Maria Tulungagung telah
berusaha memasukkan pendidikan kesadaran sosial dalam materi kegiatan sosial dan
belajar mengajarnya.
48
BAB IV
SOLIDARITAS SISWA KELAS VI SDK SANTA MARIA
KEPADA KAUM MISKIN
Bab ketiga telah membahas pendidikan kesadaran sosial. Bab keempat ini
akan menerangkan solidaritas siswa kelas VI kepada orang miskin. Pendidikan
kesadaran sosial memiliki sumbangan terhadap bertumbuhnya rasa solidaritas kepada
orang miskin. Gereja melalui Ajaran Sosialnya mengajarkan bahwa solidaritas
merupakan salah satu nilai Kristiani, sehingga Gereja menyerukan pentingnya
solidaritas bagi orang miskin. Untuk mengetahui hubungan dan pengaruh pendidikan
kesadaran sosial terhadap bertumbuhnya solidaritas siswa, dalam bab ini akan
dipaparkan hasil penelitian melalui analisis regresi linier sebagai hasil penelitian
kuantitatif. Akhirnya akan diterangkan juga faktor pendukung dan penghambat
solidaritas siswa.
A. Solidaritas Kepada Kaum Miskin
1. Arti Solidaritas
Arti solidaritas dalam Katekismus Gereja Katolik artikel 1948, dikatakan:
“Solidaritas adalah keutamaan Kristiani unggul. Solidaritas mendorong untuk
membagi-bagikan barang material; dan terutama kekayaan rohani.” Solidaritas
merupakan suatu keutamaan Kristiani artinya suatu nilai yang perlu dikejar oleh
49
seorang Kristiani. Solidaritas mendapat tekanan sebagai dorongan dalam diri
manusia untuk memberi, seorang Kristiani diharapkan mampu menangkap situasi
sesamanya yang kekurangan baik materi maupun rohani, sehingga tergerak untuk
membantu untuk melengkapi apa yang kurang dalam diri sesamanya. Prinsip
Solidaritas di sebut juga ”Persahabatan” atau ”cinta kasih sosial,” yaitu tuntutan yang
muncul secara langsung dari persaudaraan, manusia dan Kristiani (KGK, art.1939).
Solidaritas merupakan ciri dari kehidupan seorang Kristiani yang dihayati dalam
persaudaraan, menganggap sesamanya adalah sahabat, bahwa dalam persaudaraan
tersebut tidak mungkin tanpa ada cinta kasih sebagai dasar untuk hidup bersama.
Persahabatan dalam hidup bersama juga memampukan seseorang untuk menjalin
relasi dengan setiap orang tanpa memandang ras, golongan, agama, dan status kaya-
miskin. KGK artikel 1940 lebih menekankan bahwa solidaritas itu dapat diwujudkan
dalam “pembagian barang, pembayaran upah yang adil, suatu usaha menuju tata
sosial yang lebih adil, dimana ketegangan dapat diselesaikan dengan baik dan
pertentangan diselesaikan dengan jalan perundingan, yang menekankan suatu
keadilan bagi para pekerja. Arti solidaritas dalam hal ini adalah mampu mengatasi
persoalan-persoalan ekonomi. Uraian pemahaman tentang solidaritas dalam
Katekismus Gereja Katolik meyimpulkan bahwa solidaritas merupakan ciri dari
pandangan hidup manusia, di mana solidaritas mampu memberikan solusi untuk
mengatasi masalah-masalah sosial. Mardiatmadja (1986:59) menyebutkan dasar dari
solidaritas adalah karena Allah menciptakan manusia tidak sendirian dan
menyelamatkan manusia sebagai kebersamaan, seperti ditegaskan “Allah yang
sebagai Bapa memelihara semua orang, menghendaki agar mereka semua merupakan
50
satu keluarga, dan saling menghadapi dengan sikap persaudaraan” (GS, art.24).
Maka benar bahwa solidaritas mampu membantu mengatasi masalah-masalah sosial
karena menyangkut hidup bersama seluruh umat manusia. Solidaritas merupakan
ciri dari hidup bersama yang dikehendaki oleh Allah terutama dalam mengusahakan
suatu kehidupan yang lebih baik.
Solidaritas tercermin dalam hubungan antara Gereja dengan seluruh keluarga
bangsa-bangsa seperti terdapat dalam ajakan Konsili Vatikan II dalam Gaudium et
Spes artikel 1, “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini,
terutama yang miskin dan terlantar, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan murid-murid Kristus.” Gereja dalam kehadirannya di dunia menunjukkan
bahwa apa yang sedang dialami setiap manusia di dunia ini merupakan kegembiraan,
kecemasan dan harapan setiap murid Kristus. Solidaritas dalam artikel ini ditekankan
terutama bagi “yang miskin dan terlantar.” Hal ini mau menunjukkan bahwa
solidaritas Gereja sebagai murid-murid Kristus mengutamakan keberpihakan kepada
mereka yang miskin dan terlantar.
Solidaritas disebut sebagai jalan untuk mengatasi struktur dosa. Pertobatan
memiliki dimensi individual sekaligus sosial politis (Banawiratma, 1988:172).
Solidaritas mengatasi keserakahan demi kesejahteraan sosial. Solidaritas menjadi
cara pertobatan, mengembangkan sikap dasar perubahan dari dosa, yaitu
keserakahan, menjadi sikap yang peduli kepada sesama demi kesejahteraan bersama.
Solidaritas dengan jelas dilaksanakan oleh Kristus sendiri dalam hidup-Nya,
yaitu dengan mengalami maut senasib dengan manusia berdosa yang harus mati
karena dosa yang dilakukan manusia (Iman Katolik, 1996:280). Senasib adalah cara
51
yang ditempuh Tuhan sendiri untuk memberikan pembebasan bagi manusia,
“Kristus mau mengalami nasib itu, karena Ia mengasihi aku dan menyerahkan Diri
untuk aku” (Gal 2:20). Arti solidaritas semakin diperteguh oleh teladan hidup Yesus
sendiri dalam mengupayakan keselamatan bagi umat manusia. Uraian arti solidaritas
bisa disimpulkan, bahwa solidaritas mengandung unsur keselamatan bagi orang lain
dan senasib dengan orang yang menderita, berpihak bagi orang yang lemah,
membantu kehidupan bersama dengan lebih baik yang menuntut pertobatan demi
kesejahteraan bersama yang didasari oleh kasih sebagai prinsip dari solidaritas. Oleh
karena itu cintakasih terhadap Allah dan sesama merupakan perintah yang pertama
dan terbesar, kasih kepada Allah tidak terpisahkan dari cinta terhadap sesama (Rom
13:8-10).
2. Gambaran tentang kaum miskin
a. Orang miskin dalam Kitab Suci
Perjanjian Lama dalam menggambarkan keadaan orang miskin terutama
dalam kitab Amos. Amos seorang nabi yang banyak mengecam para penindas orang
miskin, karena orang miskin semakin mengalami penderitaan karena ketidakadilan,
banyak orang miskin yang kehilangan tanah pertanian dan kehilangan hasil panen
oleh karena tanah mereka diambil oleh orang kaya “celakalah atas orang orang-orang
yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang merasa tenteram di gunung
Samaria (Amos 6:1). Banyak orang miskin yang tidak mendapat keadilan dalam
peradilan pada waktu jaman nabi Amos (Herman Hendriks, 1990: 46), “Orang
benar” adalah pihak yang tidak bersalah dalam suatu proses pengadilan, yang dipakai
52
untuk memeras orang miskin dan menjadikan mereka budak (Amos 5:10) seperti
ungkapan “mereka menginjak-injak kepala orang lemah ke dalam debu dan
membelokkan jalan orang sengsara...” (Amos 2:7). Keadaan orang miskin semakin
lemah karena banyak orang kaya yang tidak peduli dengan kehidupan orang miskin,
terutama karena kekayaan dibangun atas penderitaan orang yang melarat (Herman
Hendriks, 1990: 47). Kitab Mikka menggambarkan orang mengalami kemiskinan
akibat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh para pemimpin yaitu hakim-hakim
yang disuap, imam-imam yang mata duitan dan nabi-nabi karena uang (Mikha 3:9-
12). Gambaran keadaan orang miskin dalam Perjanjian Lama memiliki ciri, bahwa
orang miskin adalah korban dari perampasan tanah orang-orang kaya sehingga
mereka tidak menghasilkan, mereka mengalami ketidakadilan dalam pengadilan
akibat diperas, pemimpin yang tidak adil kepada orang miskin karena penyuapan.
Kemiskinan yang digambarkan lebih menekankan ketidakadilan yang dialami orang
miskin.
Kitab Suci Perjanjian Baru menggambarkan bahwa kaum miskin adalah
orang yang buta (Mat 9:27-31), kusta (Mat 8:1-4, Lukas 5:12-16), lumpuh, tuli dan
bisu (Mat 15:29-31). Penarikan pajak oleh pemerintah Romawi membuat rakyat pada
waktu itu sangat menderita, terutama para petani dan buruh. Akibatnya seorang
penarik pajak waktu itu sangat dibenci dan dianggap pendosa (Mat 9:12).
Digambarkan bagaimana Yesus selalu berbelaskasih ketika melihat penderitaan
orang yang sakit (Mat 9:18-34), mengusir roh dari anak yang sakit (Mat 17:14-21,
Mrk 9:14-29, Luk 9:37-43a), orang banyak yang terlantar (Mat 9:35-38) dan mereka
yang kelaparan (Mat14:13-21, Mrk 6:30-44, Luk 9:10-17, Yoh 6:1-13).
53
Secara khusus keadaan orang miskin diulas dalam Sabda bahagia yaitu pada
Lukas 6 : 20-21b, “Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang
empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena
kamu akan dipuaskan. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini menangis, karena
kamu akan tertawa.” Inti Sabda itu menyatakan bahwa yang “berbahagia” bukan
orang saleh, melainkan orang miskin, orang lapar dan orang yang menangis (Nico
Dister, 1987:80). Orang miskin dijelaskan dalam Sabda Yesus dengan dua versi yaitu
versi Lukas dan versi Matius. Versi Lukas dengan menggunakan rumusan yang
pendek, “Berbahagialah hai yang miskin” (6:20) dan versi Matius dengan rumusan
panjang, “Berbahagialah orang miskin dihadapan Allah” (Nico Dister, 1987:81).
Keadaan orang miskin dengan dua versi ini mau menggambarkan keadaan orang
miskin secara jasmani dan rohani. Tradisi Lukas berpikir bahwa orang miskin adalah
mereka yang betul-betul miskin, sungguh-sungguh lapar, menangis, dan ditolak,
Lukas mau menggambarkan keadaan miskin secara jasmani. Tradisi Matius lebih
menggambarkan keadaan orang miskin secara rohani, yaitu, “Lapar dan haus akan
kebenaran” (5:3,6) seperti dijelaskan dalam Perjanjian Lama bahwa mereka yang
miskin adalah mereka yang rendah hati, yang berdiri di hadapan Tuhan bagaikan
pengemis, dengan tangan hampa, sadar akan kemiskinan rohani mereka” (Nico
Dister, 1987:82). Dalam uraian selanjutnya Nico (1987:82-83) menjelaskan bahwa
Yesus sendiri mengartikan siapa orang miskin, yaitu dengan mengacu pada Lukas
4:18-19, “...untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia
telah mengutus Aku, untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tahanan dan
penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas...”
54
(bdk Mat 11:5). Yesus memakai istilah “orang miskin” dalam arti luas yaitu semua
orang yang sedang susah, yang lapar dan haus, yang telanjang dan asing, yang sakit
dan dalam penjara, mereka semua termasuk” saudara-saudara-Nya yang paling hina
(Mat 25:31-46).
b. Orang miskin dalam ajaran Sosial
Ajaran Sosial Gereja mengungkapkan dari waktu ke waktu keadaan orang
miskin menjadi perhatian Gereja. Orang miskin menjadi salah satu subjek utama
dalam pembahasan Ajaran Sosial Gereja. Gereja bertugas untuk mewartakan Injil
kepada orang-orang jaman sekarang, bagi mereka yang takut dan gelisah (Evangelii
Nuntiandi, art.1). Gereja berusaha mengenal keadaan orang miskin, masalah dan
penyebabnya, dan upaya mencari cara untuk membantu orang miskin mengalami
perbaikan hidupnya. Gereja dalam membantu nasib orang miskin mau tidak mau
harus mengenal keadaan mereka. Ajaran Sosial Gereja memberikan gambaran
keadaan orang miskin pada umumnya, dan keadaan orang miskin dari waktu ke
waktu memiliki ciri kemiskinan baru seiring perubahan jaman. Gambaran orang
miskin tersebut misalnya, soal nasib buruh yang semakin tidak menentu sebagai
dampak indutrialisasi, seperti yang dituliskan dalam Rerum Novarum artikel ke-2 :
“Kebanyakan kaum buruh terombang-ambingkan oleh nasib malang, serba lumpuh menghadapi kenyataan penderitaan yang amat menyedihkan, tanpa kesalahan mereka sedikitpun,...menjadi bulan-bulan perlakuan tak manusiawi oleh kaum majikan, dan sasaran keserakahan tak terkendalikan orang-orang yang bersaing.”
55
Gereja memandang bahwa keadaan buruh yang tidak menentu tersebut tergolong
orang miskin. Gereja berusaha meningkatkan kehidupan para buruh dengan
memperhatikan upah yang adil. Hal ini membuktikan bahwa nasib para buruh
sebagai orang miskin masih perlu diperjuangkan, seperti ditegaskan dalam
Quadragesimo Anno artikel 65 dan Centesimus Annus artikel 5. Gambaran orang
miskin secara umum dalam Ajaran Sosial Gereja adalah mereka yang sakit, yang
menderita cacat akibat pekerjaannya, janda, lanjut usia, pengangguran karena PHK
(Pacem In Terris, art. 11; Sollicitudo Rei Socialis, art. 18), buta huruf, kelaparan
(GS, art. 4). Gereja juga prihatin dengan situasi kesenjangan sosial miskin-kaya yang
semakin menyolok (Populorum Progressio, art. 9; Sollicitudo Rei Socialis, art.14),
perumahan yang tidak memadai/kumuh, sehingga banyaknya tunawisma (SRS,
art.17), munculnya anak-anak jalanan (Octogesima Adveniens, art. 11). Jaman yang
semakin berkembang juga memunculkan ciri baru orang miskin, seperti yang
dituliskan dalam Centesimus Annus artikel 48 yaitu: ”Ingatlah saja hidup para
pengungsi dan perantau, begitu pula mereka yang terlantar, lanjut usia dan sedang
sakit, dan mereka semua yang memerlukan segala macam pertolongan, seperti
mereka yang kecanduan narkotika.” Diterangkan bahwa semakin banyaknya masalah
perantau di mana orang tidak bisa aman lagi di tanah airnya sendiri, masalah
narkotika yang semakin merajalela melanda masyarakat dunia. Jaman yang semakin
berkembang menjadi tantangan baru bagi Gereja dalam menghadapi model baru
kemiskinan.
Ajaran Sosial Gereja menjadi tanda keprihatinan Gereja menghadapi
kemiskinan, bahwa dari waktu ke waktu ada ciri orang miskin yang tetap sama
56
misalnya soal kelaparan, sakit dan soal tempat tinggal yang layak. Ajaran Sosial
Gereja menyebutkan Gereja memberikan perhatian kepada orang miskin berdasarkan
martabat manusia sebagai ciptaan Allah yang agung yang perlu mendapatkan
perhatian sebagai manusia yang layak dihargai: “Manusia menurut kodratnya berhak
dihargai. Ia berhak atas nama baik” (Pacem in Terris, art. l12).
c. Gambaran kaum miskin menurut St.Vinsensius de Paulo
Santo Vinsensius adalah pendiri Kongregasi Misi dan Serikat Puteri Kasih,
pergaulan dengan orang miskin dan kenyataan yang dilihatnya mendorongnya untuk
mendirikan Kongregasi Misi yaitu para imam Lazare untuk melayani umat miskin di
pedesaan, mendirikan perkumpulan Ibu-ibu cinta kasih dalam pelayanan kepada
orang miskin, dan mendirikan Serikat Puteri Kasih bersama St. Luisa de Marillac
agar pelayanan kepada orang miskin semakin total dilakukan oleh para suster. Abad
ke-17 di Paris terdapat banyak orang-orang miskin, keadaan orang-orang miskin
pada waktu itu seperti yang digambarkan Vinsensius seperti yang diterjemahkan oleh
Tondowidjojo (1984:30-40), yaitu :
1) “Bayi-bayi yang ditinggalkan oleh ayah ibunya”, bayi-bayi ini ada yang
dibiarkan mati, kelaparan dan yang lain patah tangan dan kakinya.
2) Kaum muda yang miskin yang butuh pelajaran.
3) Orang Miskin yang sakit dan terlantar. ”...untuk mempertahankan
keselamatannya atau menolong agar meninggal dengan baik.”
57
4) Orang miskin yang tolol. “Aku berangkat untuk melihat kebijaksanaan Tuhan
yang menjelma dalam mereka dan Ia ingin hadir dalam diri orang tolol yang tidak
berhasil dalam hidupnya.”
5) Orang-orang yang cacat badan.
6) Kaum petani yang miskin.
7) Kaum tertindas yang miskin, “Hendaknya diperhatikan apakah orang-orang
tertindas ini mempunyai baju, kaos, jas, mantel, baret, sepatu. Apakah ada tenda
rangkap di penjara. Tanyakan apakah rotinya diberikan menurut ukuran yang
telah ditetapkan? Apakah ia masih baik?”
8) Budak miskin. “Aku tak bisa berbuat lain, selain betul-betul merasa sedih karena
penderitaan-penderitaan yang luar biasa dari pada budak miskin.”
Gambaran orang miskin menurut St. Vinsensius pada jamannya bisa
disimpulkan dengan ciri: terlantarnya anak-anak atau bayi-bayi tanpa orang tua,
anak-anak muda yang tidak berpendidikan, orang sakit, cacat, petani yang miskin,
orang miskin tertindas yang berada di penjara dan para budak yang miskin. Keadaan
orang miskin yang demikian banyak terdapat pada jaman St. Vinsensius, sehingga
menimbulkan belaskasihnya untuk menolong mereka dengan menjadi pemimpin dan
pembimbing bagi para anggotanya agar banyak orang miskin yang mendapat
pertolongan baik jasmani maupun rohani.
58
d. Gambaran orang miskin jaman sekarang
Gambaran tentang kaum miskin jaman sekarang selalu dihubungkan dengan
sekelompok orang atau masyarakat karena status sosialnya yang rendah, kurang
materi, tinggal di kawasan perkumuhan, tidak mempunyai pekerjaan yang tetap,
tidak berpendidikan, kotor, kasar dan sejumlah gambaran lainnya untuk mengatakan
siapa kaum miskin. Magnis-Suseno (1987:37) menggambarkan kaum miskin sebagai
yang “tidak menguasai sarana-sarana fisik secukupnya untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan dasarnya, untuk mencapai tingkat minimum kehidupan yang masih dapat
dinilai manusiawi.” Nilai manusiawi menjadi ukuran bahwa orang menikmati
hidupnya sebagai manusia yang layak. Apabila manusia hidup berada di bawah nilai-
nilai manusiawi, ia tergolong miskin. Dewasa ini, yang tergolong miskin adalah
mereka yang mempunyai tempat tinggal yang kumuh dengan lingkungan yang
kurang mendukung kesehatan sehingga banyak warganya yang sakit, pengemis dan
tunawisma di berbagai kota besar, mereka yang kehidupan ekonominya sangat lemah
atau tanpa pekerjaan. Pengangguran menimbulkan kejahatan karena kebutuhan yang
mendesak, urbanisasi terjadi dari daerah pedesaan ke perkotaan yang mengakibatkan
bertambahnya penduduk miskin di perkotaan untuk mencari pekerjaan. Kemiskinan
seringkali merupakan akibat dari ketidakadilan struktural. Hanya sekelompok kecil
yang menjadi penguasa pengambil keputusan mengenai hidup bersama (Magnis-
Suseno, 1987:38), sehingga kesejahteraan hanya menjadi milik orang-orang atau
kelompok tertentu, sedangkan rakyat pada umumnya tetap mengalami kemiskinan.
Dengan demikian keadilan kurang merata dan hanya bisa dinikmati oleh sebagian
kecil saja dari masyarakat. Ketidakadilan dapat menimbulkan berbagai macam
59
masalah sosial yang saling tumpang tindih sehingga memunculkan kemiskinan baru
dalam masyarakat yang sudah miskin. Misalnya, yang daapat menjadi menjadi
pegawai negeri negara ini adalah mereka yang sudah mapan ekonominya karena
mampu membayar biaya untuk menjadi pegawai negeri, sedangkan mereka yang
tidak bisa membayar tidak bisa menikmati kesempatan untuk menjadi pegawai
negeri. Akibatnya, banyak pengangguran di mana-mana. Kesimpulannya,
kompleksnya masalah sosial memicu semakin banyaknya kemiskinan pada jaman
sekarang. Kemiskinan merupakan akibat dari proses ketidakadilan sebagaimana
digambarkan pada jaman Perjanjian Lama.
e. Gambaran orang miskin menurut siswa kelas VI SDK Santa Maria
Tulungagung
Melalui observasi, penulis mendapatkan informasi bagaimana siswa kelas VI
mengenal keadaan sesamanya yang miskin, melalui perjumpaan-perjumpaan dengan
teman-teman sekelas, dalam pengalaman dengan teman sekelas. Hal ini tampak dari
inisiatif siswa ketika mengunjungi teman miskin yang sedang sakit. Para siswa
melihat bahwa temannya membutuhkan uang untuk berobat karena keadaan
orangtuanya berkekurangan. SDK Santa Maria mempunyai program tambahan gizi
bagi ± 75 siswa miskin dengan menyediakan makanan setiap minggu. Para siswa
mengenal teman-temannya sebagai teman yang patut mendapatkan makanan bergizi
karena keadaan keluarga mereka yang miskin. Dari pengalaman siswa kunjungan ke
Barak Bakti, yaitu tempat para pemulung dan keluarganya tinggal, para siswa
60
mengenal keadaan orang miskin sebagai orang yang tidak mempunyai pekerjaan,
sehingga harus menjadi pemulung untuk mencari barang-barang bekas yang bisa
dijual untuk mendapatkan penghasilan. Anak-anak keluarga pemulung dikenal
sebagai teman sebaya yang tidak mempunyai fasilitas seperti yang mereka alami,
misalnya kurang mendapatkan kesempatan belajar yang baik, kurang mendapatkan
gizi yang memadai sehingga memerlukan tambahan gizi. Gambaran kaum miskin
juga dikenal ketika para siswa mengunjungi orang-orang miskin yang tinggal di
sekitar sekolah, misalnya melalui kunjungan kepada para lansia yang tinggal
sendirian dan hidup bergantung dari kebaikan orang di sekitarnya, orang miskin yang
sakit dan cacat, sehingga hidup mereka sungguh bergantung dari belasakasih orang
di sekitarnya. Di sekitar sekolah terdapat sejumlah bapak-bapak tukang becak yang
mangkal. Para siswa mengenal mereka sebagai orang yang berkekurangan. Melalui
kegiatan warung murah para bapak tukang becak dapat membeli makanan yang
bergizi. Kunjungan-kunjungan siswa yang diadakan dalam rangka aksi sosial ke
sejumlah Panti Asuhan dan Panti Werda membuat siswa mengenal lebih lanjut
keadaan kaum miskin. Mereka yang tinggal di Panti Asuhan tidak memiliki orang
tua dan yang tinggal di Panti Werda tidak mempunyai keluarga untuk merawatnya.
Kesimpulannya, gambaran orang miskin bagi siswa kelas VI adalah mereka
yang berkekurangan secara materi, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan baik,
yang sakit atau cacat, anak-anak yang tidak mempunyai orang tua dan orang tua
yang tinggal di Panti Werda.
Gambaran atau keadaan kaum miskin yang telah dijelaskan di atas mau
mengatakan bahwa orang miskin ada dari waktu ke waktu, sejak jaman para Nabi,
61
jaman Yesus, dan selanjutnya hingga saat ini. Keadaan orang miskin hampir selalu
memprihatinkan. Orang miskin, pada jaman nabi Amos dan Mikha mengalami
ketidakadilan, pemerasan dan akibat dari ketidakpedulian orang-orang yang kaya.
Keadaan itu banyak dialami juga oleh orang miskin pada saat ini, dengan ciri bahwa
mereka merupakan akibat pemiskinan dari sistem struktural, di mana pengambilan
kebijakan hanya dilakukan oleh sekelompok kecil orang tanpa memperhitungkan
kebutuhan rakyat kebanyakan. Hal ini banyak mengakibatkan kehidupan ekonomi
yang tidak seimbang sehingga kesenjangan sosial semakin lebar, yang kaya semakin
kaya dan yang miskin semakin miskin. Keadaan orang miskin pada umumnya selalu
memprihatinkan, dengan ciri sebagai korban ketidakadilan, ketidaklayakan tempat
tinggal, kekurangan secara materi sehingga mengakibatkan kurang makan, kurang
gizi, yang membuat mereka rentan sakit dan cacat, kurang pendidikan, kehidupan
sosial yang kurang sehat dengan munculnya kelompok-kelompok baru orang miskin
misalnya anak jalanan dan tunawisma. Keadaan orang miskin lebih dialami oleh
kelompok orang tak berdaya yaitu anak-anak, wanita dan para lansia.
Orang miskin ada di sepanjang jaman. Menjadi tugas Negara, Gereja,
masyarakat, lembaga atau institusional apa pun, dan setiap orang untuk memiliki
kepedulian kepada mereka yang miskin, untuk mengusahakan kehidupan yang lebih
baik. Solidaritas kepada orang miskin menjadi salah satu jalan bagaimana
mengangkat keadaan mereka untuk memiliki kehidupan yang lebih baik.
62
3. Solidaritas dengan kaum miskin
a. Yesus sebagai dasar solidaritas dengan kaum miskin
Gambaran keadaan orang miskin memberikan alasan mengapa orang miskin
perlu diperhatikan. Secara khusus Yesus sendiri memberikan perhatianNya kepada
orang miskin. Sebagai orang yang tertindas yang tidak dapat membela diri, sebagai
orang yang putus asa dan patah harapan, satu-satunya pertolongan mereka adalah
Tuhan. ”...Mereka yang tidak bisa mengharapkan apa-apa dari dunia ini, paling
condong mengharapkan segalanya dari Allah” (Nico Dister, 1987:83). Dengan
keadaan mereka ini Allah menjanjikan Kerajaan Allah kepada mereka yang miskin
untuk mengalami pembebasan (Luk 6:20-21b). Sebagai Raja Allah bertindak untuk
menegakkan keadilan. Dia adalah Raja terutama bagi-orang-orang miskin, pelindung
orang-orang yang tertindas dan pemberi harapan orang-orang yang tersisih (Mzm 72:
1-4;12-14).
Solidaritas menjadi suatu ajaran cinta kasih yang langsung dilakukan Yesus
sendiri dalam karya-Nya di dunia agar orang mengalami keselamatan. Yesus menjadi
senasib dengan orang berdosa untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa,
membangkitkan orang dari kematian (Yoh 4:49), menyembuhkan orang sakit (Mat
8:1-4, Luk 5:12-16), dan mengampuni orang berdosa (Yoh 8:11). Matius 25: 31-46
menjadi dasar mengapa orang miskin penting agar diperhatikan. Yesus sendiri
mengindentifikasikan dirinya sebagai orang miskin yang menderita:
Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku
63
sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:35-36).
Yesus mengajarkan bahwa orang-orang yang hina adalah saudara-Nya;
”...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu seorang dari
saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Dengan demikian Yesus mengajarkan bahwa bentuk cinta kepada Tuhan ialah
dengan mencintai orang yang menderita atau orang miskin. Dalam diri orang
menderita Tuhan hadir.
Ajaran Yesus tentang pelayanan kepada orang miskin sungguh disemangati
oleh Vinsensius. Bagi Vinsensius orang miskin adalah raja dan penguasa, karena
Tuhan berada dalam kaum miskin. Bagi Vinsensius kaum miskin adalah tuan dan
majikan. Bukan berlebihan menyebut mereka demikian karena Tuhan berada di
dalam mereka (St.Vinsensius). Mereka menghadirkan pribadi Tuhan kita yang
mengatakan “Tuhan, bilamanakah kami melihat Engkau lapar, atau sebagai orang
asing, atau telanjang atau sakit, atau dalam penjara dan kami tidak melayani
Engkau?” Kehadiran Tuhan dalam diri orang miskin sungguh meyakinkan
Vinsensius, dan bagi Vinsensius kebenaran ini tidak pernah salah seperti yang
diungkapkan:
Apa yang kita lihat itu tidak begitu pasti, karena pancaindera kita dapat keliru, tapi kebenaran Allah tidak pernah menipu. Pergilah menengok kaum miskin yang dibelenggu dengan rantai, dan anda akan melihat Tuhan. Layanilah anak-anak, maka akan menemukan Tuhan. Pergilah ke gubug-gubug miskin, maka anda akan menemukan Tuhan.” (St. Vinsensius)
64
b. Solidaritas Gereja kepada kaum miskin
Gereja merupakan umat Allah. Gereja sebagai umat Allah merupakan
persekutuan yang berjalan dalam sejarah menuju Kerajaan Allah (Putranto,
1987:103). Dalam peziarahannya sebagai umat Allah Gereja terus merefleksikan
kehadirannya dalam menanggapi kehidupan manusia yang terus berlangsung.
Kehidupan masyarakat dunia ditandai dengan kemiskinan. Refleksi tersebut terus
diserukan melalui berbagai cara dan melalui ajaran sosial Gereja.
Ajaran sosial Gereja yang dimulai dengan Rerum Novarum hingga
Centesimus Annus mengajak seluruh umat Allah untuk melihat keadaan orang miskin
dan aplikasi ajaran Sosial Gereja. Kieser (1991:82) menjelaskankan “Seluruh ajaran
sosial Gereja adalah pandangan yang tepat mengenai manusia dan martabatnya yang
khas; pada manusia Allah mengukir citra dan gambar-Nya dan kepadanya Ia berikan
martabat yang tiada tandinganya, yang berulang kali ditegaskan oleh ensiklik dengan
begitu jelas.” Centesimus Annus artikel 1 menegaskan: ”Sebelum segala hak yang
diperoleh orang karena usaha dan tindakannya, manusia memiliki hak-hak yang tidak
merupakan balas jasa melainkan bersumber pada martabatnya yang hakiki sebagai
pribadi.” Solidaritas kepada kaum miskin terkandung dalam isi dan orientasi
ensiklik-ensiklik sosial seperti dipaparkan oleh Kieser (1991:83) “Permasalahan
sosial yang dari jaman ke jaman menantang tanggungjawab (khususnya penderitaan
manusia), hormat kepada manusia sebagai pribadi (yang terwujud dalam hormat
terhadap hak-hak azasi manusia dan manusiawi) dan demi pengabdian terhadap
kehendak Allah.” Perwujudan solidaritas yang diserukan dalam ajaran sosial Gereja
mau menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian, melainkan saling tergantung,
65
sehingga masing-masing mempunyai tanggungjawab etis untuk mengusahakan
solidaritas dan bonum commune/kepentingan umum. Para Uskup Indonesia
menengaskan, “Harus diberikan perhatian khusus kepada orang-orang kecil” (Surat
gembala KWI, 1991:131-132).
Gereja dalam menanggapi kemiskinan selalu meyerukan agar dalam
kegiatan-kegiatannya Gereja selalu memberikan bantuan berdasarkan Kristus
Pendirinya yang siap sedia menolong mereka yang serba kekurangan (CA, art.49).
Nilai-nilai Solidaritas sungguh dibutuhkan dalam mengatasi berbagai masalah sosial
baik nasional maupun internasional. Gereja dan bahkan seluruh dunia dipanggil
untuk menunjukkan solidaritas dengan orang-orang miskin di dunia. Bagi Gereja
amanat sosial Injil (Mat 25:40) dipandang sebagai dasar yang nyata dan motivasi
untuk bertindak dalam membaktikan diri kepada mereka yang serba miskin dan
tersingkirkan (CA, art. 57).
Bentuk konkrit solidaritas dalam Gereja tampak dalam kiprahnya dalam
perjuangannya untuk mengentaskan kemiskinan yang telah dilakukan sejak
berdirinya Gereja, dengan memperhatikan mereka yang berkekurangan (Kis 4:32-
35). Gereja dari waktu ke waktu berusaha menanggapi keprihatinan sosial dengan
cara yang khas sesuai dengan jamannya. Gereja dengan berbagai cara mengusahakan
agar perubahan demi perubahan dirasakan oleh orang miskin.
Solidaritas merupakan nilai warisan dari Kristus sendiri dalam menegakkan
Kerajaan-Nya di dunia, maka sebagai anggota Gereja, hal ini adalah suatu keharusan
untuk tetap berpihak pada orang miskin.
66
B. Hipotesis
Pendidikan kesadaran sosial diyakini memberikan pengaruh bagi
berkembangnya rasa solidaritas siswa kepada orang miskin. Maka hipotesis yang
diajukan dalam penulisan ini adalah :
Ho : Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesadaran sosial
terhadap berkembangnya rasa solidaritas siswa kepada orang miskin.
Ha : Ada pengaruh yang signifikan antara pendidikan kesadaran sosial dengan
berkembangnya rasa solidaritas siswa kepada orang miskin.
C. Hubungan dan Pengaruh Pendidikan Kesadaran Sosial terhadap
Berkembangnya Solidaritas Siswa Kelas VI kepada Kaum Miskin
Dalam bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang berkaitan dengan metode
penelitian, yaitu jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel,
variabel penelitian, validitas, reliabilitas, teknik pengumpulan data, teknis analisis
data dan hasil penelitian.
1. Metodologi penelitian
a. Jenis penelitian
Dari segi pendekatan merupakan penelitian kuantitatif, dengan memakai
penelitian ex post facto ”Penelitian ex post facto adalah penelitian yang dilakukan
untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi (Riduwan,2004:50).
67
b.Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di SDK Santa Maria, Jalan Panglima Sudirman No.
30 Tulungagung. Waktu penelitian pada tanggal 23 Februari sampai dengan 13
Maret 2010.
c. Populasi, sampel dan teknik sampling
”Populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran
yang menjadi objek penelitian” (Riduwan, 2004:10). Populasi dalam penelitian ini
adalah para siswa-siswi kelas VI SDK Santa Maria Tulungagung. ”Sampel adalah
bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan
diteliti” (Riduwan, 2004:11).
”Teknik pengambilan sampel adalah suatu cara mengambil sampel yang
representatif dari populasi” (Riduwan, 2004:11). Kehadiran siswa pada saat
pengambilan data berjumlah 85 siswa. Teknik yang digunakan untuk menentukan
sampel yaitu dengan teknik pengambilan sampel dari tabel Krecjie (Sugiyono,
2006:62) ”Krecjie dalam melakukan perhitungan ukuran sampel didasarkan tingkat
kesalahan 5%. Jadi sampel yang diperoleh itu mempunyai kepercayaan 95% terhadap
populasi.” Menurut tabel Krecjie, bila jumlah populasi 85 maka sampel yang diambil
adalah 70 (Sugiyono, 2006:63). Pengambilan sampel dengan simple random
sampling yaitu pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan
acak (Riduwan., 2004:58), untuk mengambil sampel sejumlah 70 dari populasi yang
berjumlah 85. Sedangkan pengambilan sampel dengan rumus (Riduwan, 2004:65),
sebagai berikut:
68
N = __ N __ N.d² + 1
N = __ 85 _ N= __ 85 ____ 85.0,05² + 1 85.0,005 + 1
N = __ 85 __ N = __ 85 _ N = 70,2 0,21 + 1 1,21
Jadi sampel yang diambil adalah 70 dari 85 populasi dengan tingkat kesalahan 5%.
d. Variabel penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini yang terdiri dari satu variabel bebas
dan satu variabel terikat. Menurut Sugiyono (2006:3), Variabel bebas adalah variabel
yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat).
Jadi variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi.” Sedangkan yang dimaksud
dengan variabel terikat adalah ”variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas.” Dalam penulisan ini, variabel bebas adalah
pendidikan kesadaran sosial dan yang menjadi variabel terikat adalah sikap
solidaritas.
Tabel 4.1 Variabel Penelitian
Variabel Item No item
Variabel
bebas
Pendidikan
Kesadaran
Sosial
1. Makna teladan Yesus yang
mengasihi orang miskin
2. Cita-cita yang diharapkan dalam
hidup bermasyarakat
3. Memupuk sikap adil bagi sesamanya
4. Meneladan sikap nabi Amos yang
adil
5. Meneladan sikap Yesus
1-2
3-4
5
6-7
8-9
69
membebaskan orang dari penderitaan
6. Belajar dari Jemaat Perdana untuk
solidaritas
7. Makna kunjungan ke orang sakit
8. Makna pelayanan untuk masyarakat
10-11
12-13
14-15
Variabel
Terikat
Rasa
Solidaritas
1. Rasa setiakawan
2. Peka akan penderitaan orang lain/
masyarakat sekitar
3. Berinisiatif bertindak membantu
orang yang menderita
4. Mengunjungi orang sakit
5. Memberi bantuan sesuai kemampuan
6. Adil terhadap semua teman
7. Sikap berkorban
8. Mencintai orang dan teman yang
miskin
16-17
18-19
20-21
22-23
24
25-26
27-28
29-30
e. Instrumen penelitian
1) Kuesioner
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner.
Instrumen yang dipakai dalam penelitian memakai skala likert. “Skala likert
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok
tentang kejadian atau gejala sosial” (Riduwan, 2004:87). Dalam penelitian ini skala
likert untuk mengungkap aspek penghayatan yakni solidaritas dan mengukur
pendidikan kesadaran sosial.
Instrumen berdasarkan kisi-kisi dengan uraian bagian pendidikan kesadaran
sosial adalah pernyataan positif sebanyak 15 butir yaitu nomor 1-15, dan pernyataan
70
positif rasa solidaritas 15 butir yaitu nomor 16-30 (lihat tabel 4.1). Alternatif jawaban
tersedia lima kolom, kolom pertama dengan skor 5, kolom kedua dengan skor 4,
kolom ketiga dengan skor 3, kolom keempat dengan skor 2, dan kolom kelima
dengan skor 1.
(a) Validitas
Validitas artinya sahih, tepat sasaran, mengukur apa yang hendak diukur
(Dapiyanta, 2008: 31). Suatu instrumen dikatakan valid/sahih jika mampu mengukur
apa saja yang hendak diukurnya. Instrumen yang dimaksudkan di sini adalah
kuesioner. Validitas didasarkan pada validitas isi yakni kesesuaiannya dengan
indikator dan validitas butir dilakukan dengan mengkorelasikan skor butir terhadap
skor total. Rumus yang dipakai yakni rumus yang dikemukakan oleh Pearson yang
dikenal dengan rumus korelasi product moment, dengan program Exel. Instrumen
dikatakan valid bila dilihat kriteria penafsiran mengenai indeks korelasinya (r)
sebagai berikut, seperti diterangkan oleh Riduwan (2004:98) sebagai berikut :
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 : sangat tinggi Antara 0,600 sampai dengan 0,799 : tinggi Antara 0,400 sampai dengan 0,599 : cukup tinggi Antara 0,200 sampai dengan 0,399 : rendah Antara 0,000 sampai dengan 0,199 : sangat rendah (tidak valid)
(b) Reliabilitas
Reliabilitas berarti kehandalan atau keajegan. Kehandalan atau keajegan
adalah sebuah kata keadaan. Keadaan yang dimaksud memiliki rentangan dari rendah
sampai tinggi (Dapiyanta, 2008:33). Sebuah alat dikatakan reliabel bila jika
menghasilkan sesuatu yang konsisten, tidak berubah. Untuk mencari reliabilitas
71
digunakan dengan rumus dari Alpha Kornbach (Dapiyanta, 2008:57) yaitu, (n/n-1)
((1-)(Evi/Vt) melalui program excel.
2) Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara dilakukan sebagai metode
pelengkap. Metode pelengkap yang dimaksud di sini adalah wawancara sebagai alat
untuk mencari informasi-informasi dalam rangka melengkapi data yang sudah ada.
Alat yang dipakai dengan cara mencatat hasil wawancara. Wawancara dilakukan
kepada guru dengan tujuan untuk mengungkap aspek solidaritas, yaitu faktor
pendukung dan faktor penghambat bertumbuhnya rasa solidaritas dalam diri siswa.
(a) Identitas responden :
• Ibu Vincentia Sunarlin, S.Pd, selaku Kepala Sekolah SDK Santa Maria
Tulungagung.
• Bapak Yohanes Surani, sebagai guru Bimbingan Pribadi (BP).
• Bapak A.Y Suryanto, S.Pd, sebagai guru wali kelas VIA
• Ibu Elisabeth Murniati, S.Pd, sebagai guru wali kelas VIB
(b) Pelaksanaan tempat dan waktu wawancara
Wawancara dilakukan di SDK Santa Maria Tulungagung. Wawancara
dilakukan pada tanggal 24 dan 25 Februari 2010.
72
f. Teknik analisis data
Teknis analisis dilakukan dalam beberapa langkah, pertama analisis deskripsi.
Analisis diskripsi dilakukan untuk memperoleh nilai rerata setiap variabel dan
mengklasifikasikan data variabel dengan lima tingkat. Kriteria tersebut diambil
dengan cara, skor maksimal dikurangi skor minimal dan dibagi 5 skala. Masing-
masing variabel ada 15 soal dengan 5 skala. Skor tiap variabel bebas dan terikat
diketahui: skor maksimal adalah 75 dan skor minimal adalah 15. Maka ( 75 - 15 ) : 5
= 12. Jadi diketahui batas skala kriteria variabel adalah 12.
Tabel 4.2 Kriteria Klasifikasi Data
Klasifikasi Skor
Sangat baik 63-75
Baik 51-62
Cukup 39-50
Kurang 27-38
Sangat kurang 15-26
Kedua dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas dan linieritas, serta
autokorelasi dan multikolinieritas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui
apakah data yang terjaring berdistribusi normal atau tidak. Apabila data berdistribusi
normal maka analisis untuk menguji hipotesis dapat dilakukan. Analisis dilakukan
dengan bantuan komputer program SPSS. Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui
apakah ada sifat hubungan yang linier antara variabel bebas dan terikat. Rumus yang
dilakukan adalah rumus persamaan garis regresi dengan menghitung nilai F atau
analisis varian linearitas. Linieritas hubungan variabel bebas dan terikat dapat
73
dilakukan melalui uji analisis data (F) dengan taraf signifikansi 5%, bila F di hitung
>F table berarti hubungan linier. Uji Multikolinieritas persyaratan untuk dapat
dilaksanakan tehnik analisis regresi adalah tidak terjadi multikolinieritas atau
hubungan yang erat antara variable independent. Tingginya korelasi antara variable
bebas (X) merupakan indikasi adanya masalah kolinieritas, hal ini dapat
diidentifikasi dari besarnya nilai determinasi (R2). jika nilai determinasi (0,50) berarti
tidak terjadi masalah kolinieritas.
Ketiga, penelitian bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan analisis
Product moment. Analisis korelasi Pearson Product Moment (PPM), menurut
Riduwan (2004:138), korelasi ini dikemukakan oleh Karl Pearson tahun 1900,
kegunaannya untuk mengetahui derajad hubungan antara variabel bebas
(independent) dengan variabel terikat (dependent).” Untuk mencari derajad
hubungan variabel bebas dengan variabel terikat digunakan program SPSS dengan
mengkorelasikan jumlah variabel bebas dengan jumlah variabel terikat (Sugiyono,
2001:170). Untuk menemukan besar kecilnya koefisien korelasi dapat berpedoman
pada tabel penafsiran Koefisien Korelasi :
Tabel 4.3 Penafsiran Koefisien
Interval Koefisens Tingkat Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Sedang 0,60 – 0,799 Kuat 0,80 – 1,00 Sangat kuat
( Sugiyono, 2001:172)
Keempat dengan menggunakan regresi linier hal ini mengacu ”bahwa
korelasi dan regresi mempunyai hubungan yang sangat erat. Setiap regresi pasti ada
74
korelasinya.”(Sugiyono, 2006:243). Regresi linier sederhana didasarkan pada
hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independent dengan satu variabel
dependent persamaan umum regresi linier sederhana adalah : Y = a + bX.
2. Hasil Penelitian
a. Hasil uji validitas
Dari hasil pengolahan data melalui program excel diketahui pakah instrumen
tersebut valid atau tidak, dengan r tabel bila N= 70 diketahui taraf signifikan 5%
adalah 0,235 (Riduwan. 2004:234). Jika t hitung > t tabel berarti valid, sebaliknya
jika t hitung < t tabel berarti tidak valid (Riduwan, 2004:98).
Tabel 4.4 Validitas Instrumen (sesuai lampiran 3)
No. Soal
T hitung Kriteria Keterangan Hasil
1 0,47 Cukup tinggi 0,47 > 0,235 Valid 2 0,5 Tinggi 0,5 > 0,235 Valid 3 0,33 Rendah 0,33 > 0,235 Valid 4 0,49 Cukup tinggi 0,49 > 0,235 Valid 5 0,5 Cukup tinggi 0,50 > 0,235 Valid 6 0,51 Cukup tinggi 0,51 > 0,235 Valid 7 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 8 0,55 Cukup tingii 0,55 > 0,235 Valid 9 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 10 0,47 Cukup tinggi 0,47 > 0,235 Valid 11 0,35 Rendah 0,35 > 0,235 Valid 12 0,64 Tinggi 0,64 > 0,235 Valid 13 0,6 Tinggi 0,6 > 0,235 Valid 14 0.49 Cukup tinggi 0.49 > 0,235 Valid 15 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 16 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 17 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 18 0,4 Cukup tinggi 0,4 > 0,235 Valid 19 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid
75
20 0,62 Tinggi 0,62 > 0,235 Valid 21 0,54 Cukup tinggi 0,54 > 0,235 Valid 22 0,69 Tinggi 0,69 > 0,235 Valid 23 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 24 0,61 Tinggi 0,61 > 0,235 Valid 25 0,44 Cukup tinggi 0,44 > 0,235 Valid 26 0,5 Cukup tinggi 0,5 > 0,235 Valid 27 0,59 Cukup tinggi 0,59 > 0,235 Valid 28 0,4 Cukup tinggi 0,4 > 0,235 Valid 29 0,66 Tinggi 0,66 > 0,235 Valid 30 0,6 Tinggi 0,6 > 0,235 Valid
Kesimpulannya bahwa setiap instrumen dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam
penelitian.
b. Hasil uji reliabilitas
Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa tes yang digunakan tersebut
memiliki nilai reliabilitas yang tinggi yaitu 0,9 (lampiran 3).
c. Hasil deskripsi data
Data dari pendidikan kesadaran sosial tersebut bila diklasifikasikan
berdasarkan kriteria (Tabel 4.2), hasilnya sebagai berikut:
Tabel 4.5 Deskripsi Data Pendidikan Kesadaran Sosial
Klasifikasi Skor Jumlah Siswa
%
Sangat baik 63-75 15 21,43%
Baik 51-62 43 61,42%
Cukup Baik 39-50 10 14,29%
76
Kurang 27-38 2 2,86%
Sangat kurang 15-26 0 0%
Jumlah 70 100%
051015202530354045
jumlahsiswa
Sangat baik /21,43%Baik / 61,42%
Cukup baik /14,29%Kurang / 2,86%
Sangat Kurang /0%
Kesimpulannya :
Pendidikan kesadaran sosial diterima oleh siswa dengan keterangan sebagai
berikut : sejumlah 15 siswa (21,43%) memahami pendidikan kesadaran sosial dengan
sangat baik, 43 siswa (61,42%) memahami pendidikan kesadaran sosial dengan baik,
10 siswa (14,29%) memahami pendidikan kesadaran sosial dengan cukup baik, dan
2 siswa (2,86%) kurang memahami pendidikan kesadaran sosial dengan baik.
Sedangkan hasil data solidaritas bila diklasifikasikan berdasarkan kriteria
(Tabel 4.2), hasilnya sebagai berikut:
77
Tabel 4.6 Data Deskripsi Solidaritas
Klasifikasi Skor Jumlah Siswa %
Sangat baik 63-75 13 18,58%
Baik 51-62 39 55,71%
Cukup Baik 39-50 16 22,86%
Kurang 27-38 2 2,86%
Sangat kurang 15-26 0 0%
Jumlah 70 100%
0510152025303540
JumlahSiswa
Sangat baik/18,58%Baik / 55,7%
Cukup baik /22,86%Kurang 2,86%
Sangat Kurang/ 0%
Kesimpulannya :
Solidaritas adalah nilai yang bertumbuh dalam diri siswa dengan keterangan
sebagai berikut : sejumlah 13 siswa (18,58%) memahami nilai solidaritas dengan
sangat baik, 39 siswa (55,7%) memahami nilai solidaritas dengan baik, 16 siswa
(22,86%) memahami nilai solidaritas dengan cukup baik, 2 siswa (2,86%) kurang
memahami nilai solidaritas 0%.
78
d. Hasil uji prasyarat:
1) Uji normalitas
Data hasil output regresi pada tabel Normal Probability Plots ditemukan
bahwa titik-titik data membentuk pola linier sehingga konsisten dengan distribusi
normal, maka data tersebut tergolong normal (lampiran 6).
2) Uji outokorelasi
Data output regresi pada tabel Model Summary (tabel 4.12), pada kolom
Durbin-Watson di dapat nilai 1.963. Nilai Durbin-Watson digunakan untuk
menentukan uji autokorelasi dengan ketentuan apabila nilai Durbin-Watson di bawah
5, maka tidak terjadi autokorelasi.
3) Uji multikolinieritas
Dari tabel Coefficients (tabel 4.14), terlihat bahwa nilai VIF =1,000 maka
dianggap tidak terjadi multikolinieritas.
e. Hasil analisis product moment dan regresi linier
Melalui program SPPS (Sugiyono, 2001:170-172), untuk mengetahui hasil
penelitian terlebih dahulu data X dan data Y di korelasikan seperti tabel dibawah ini.
Tabel 4.7 Data pendidikan Kesadaran Sosial dan Solidaritas Siswa
No X (Pendidikan Keadaran Sosial)
Y (Solidaritas)
1 63 62 2 64 69 3 56 52 4 62 61
79
5 66 64 6 59 53 7 57 56 8 62 52 9 60 47 10 63 68 11 61 60 12 48 46 13 56 51 14 52 48 15 51 53 16 50 39 17 57 59 18 51 47 19 50 45 20 58 49 21 49 54 22 58 55 23 54 53 24 62 58 25 44 43 26 58 63 27 56 59 28 56 51 29 64 64 30 58 56 31 67 65 32 58 55 33 54 54 34 61 64 35 49 5036 47 48 37 60 50 38 46 46 39 65 65 40 60 51 41 67 6742 64 67 43 63 52 44 70 69 45 60 55 46 56 54 47 47 5348 56 48 49 56 53 50 65 62 51 62 62 52 53 56 53 64 6054 55 57 55 35 36 56 53 52 57 56 59
80
58 63 61 59 62 62 60 57 54 61 61 55 62 58 61 63 57 57 64 62 65 65 54 50 66 65 68 67 60 57 68 50 48 69 38 34 70 56 50
Hasil analisis korelasi product moment melalui program SPSS (Sugiyono, 2001:167)
muncul interpretasi hasil analisis untuk korelasi dengan satu prediktor:
1) Correlations Hasil analisis product moment, dihasilkan output sebagai berikut:
Tabel 4.8 Descriptive Statistics Mean Std. Deviation N X 57.10 6.697 70 Y 55.27 7.688 70
Pembahasan :
Tabel di atas merupakan tabel stastistik deskriptif. Rata-rata X adalah 57.10
sedangkan Y adalah 55.27, simpangan baku atau standart deviasi X adalah 6.697
sedangkan Y adalah 7.688. N adalah jumlah sampel.
Tabel 4.9 Correlations X Y X Pearson Correlation 1 .836(**) Sig. (2-tailed) . .000 N 70 70Y Pearson Correlation .836(**) 1 Sig. (2-tailed) .000 . N 70 70
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
81
Pembahasan :
Pada tabel korelasi di atas besarnya korelasi antara X terhadap Y adalah
0.836 dengan signifikansi sebesar 0.000, pengujian dilakukan dengan pengujian dua
ekor dengan jumlah N adalah 70. Adapun ketentuan apabila signifikansi dibawah
atau sama dengan 0.05 maka Ha diterima, kesimpulannya ada hubungan yang nyata
dan signifikan antara pendidikan kesadaran sosial terhadap bertumbuhnya rasa
solidaritas siswa. ( Sugiyono, 2001:171).
Bila dibandingkan dengan tabel, besar r tabel dengan N=70 pada taraf
signifikan 5% adalah 0,235 dan 0,306 pada taraf signifikan 1%, berarti 0,836 > 0,306
> 0,235. Maka kesimpulannya ada hubungan yang sangat kuat dan signifikan antara
pendidikan kesadaran sosial dengan bertumbuhnya rasa solidaritas siswa.
2) Regression Hasil analisis regresi linier dengan program SPSS, (Sugiyono. 2001:190-
203), dihasilkan output sebagai berikut :
Tabel 4.10 Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N Y 54.5429 7.55787 70X 56.2143 6.74568 70
Pembahasan :
Rata-rata Y = 54.5429 Standar deviasi Y = 7.557 87
Rata-rata X = 56.2143 Standar deviasi X = 6.74568
Jumlah sampel = 70
82
Tabel 4.11 Correlations
Y X Pearson Correlation Y 1.000 .741 X .741 1.000 Sig. (1-tailed) Y . .000 X .000 . N Y 70 70 X 70 70
Pembahasan:
Tabel korelasi variabel Y dikorelasikan dengan Y dan X. Variabel X
dikorelasikan dengan X dan Y, besar korelasi adalah 1.000 dan korelasi X terhadap
Y sebesar 0.741 jumlah sampel 70 orang. Angka ini menunjukkan koefisien korelasi
yang positif antara variabel X dan Y. Angka 0.741 merupakan r hitung. Untuk
menguji hipotesis yang diajukan diterima atau di tolak dengan melihat signifikansi.
Ketentuan penerimaan atau penolakan apabila signifikansi dibawah atau sama
dengan 0,005, maka Ha diterima dan Ho ditolak. Untuk menguji hipotesis dengan
membandingkan nilai r hitung dengan nilai r tabel pada taraf signifikan 5% dengan
N=70 adalah 0,235 dan pada taraf signifikan 1% adalah 0,306. Kesimpulannya
0,741 > 0,306 > 0,235, dengan demikian Ha diterima dan Ho ditolak, disimpulkan
terdapat hubungan yang positif dan signifikan sebesar 0,741 antara variabel X dan
variabel Y.
Tabel 4.12 Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson 1 .741(a) .549 .542 5.11435 1.963
a Predictors: (Constant), X b Dependent Variable: Y
83
Pembahasan:
R square (Koefisien diterminasi) sebesar 0,549 atau 54,9%, koefisien
determinasi digunakan untuk mengetahui persentase pengaruh variabel independent
(Predictor) terhadap perubahan variabel dependent. Dari hasil olahan tersebut
diperoleh nilai koefisien determinasi 0,549. Artinya besarnya pengaruh variabel
independent (predictor/X) terhadap perubahan variabel dependent (Y) adalah 54,9%,
sedangkan 45,1% dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel independent yaitu
pendidikan kesadaran sosial. Besarnya standar estimasi sebesar 5,114. Nilai durbin-
Watson digunakan uji autokorelasi dengan ketentuan apabila nilai Durbin-Watson di
bawah 5, maka tidak terjadi autokorelasi dan angka Durbin-Watson diketahui 1,963.
Tabel 4.13 ANOVA(b)
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 2162.724 1 2162.724 82.684 .000(a)
Residual 1778.647 68 26.157 Total 3941.371 69
a Predictors: (Constant), X b Dependent Variable: Y
Pembahasan :
Tabel anova menunjukkan nilai F hitung sebesar =82.684 dengan df1=
derajat kebebasan pembilang 1 dan df2 = dengan derajat kebebasan penyebut 70.
Untuk menguji apakah Ho ditolak dan Ha diterima dengan melihat signifikasi dengan
ketentuan apabila signifikansi dibawah atau sama dengan 0,05 maka Ha diterima dan
Ho ditolak.
84
Pengujian hipotesis dengan membandingkan F tabel dengan df1 dan df2
didapat 3,98 pada taraf signifikan 5% dan 7,01 pada taraf signifikan 1% (Sugiyono,
2006:300). Maka disimpulkan 82,684 > 7,01 > 3,98, artinya Ha diterima dan Ho
ditolak.
Tabel 4.14 Coefficients(a)
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig. Correlations
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta
Zero-order
Partial Part
Tolerance VIF
1 (Constant) 7.888 5.167 1.52
7 .132
X .830 .091 .741 9.093 .000 .741 .741 .741 1.000 1.00
0a Dependent Variable: Y
Pembahasan :
Harga beta nol 7,888 (a) dan harga beta satu (b) adalah 0,830 maka
persamaan regresinya antara pendidikan transformasi sosial dengan rasa solidaritas
siswa dapat disusun sebagai berikut : Y= 7,888+0,830X. Persamaan regresi yang
ditemukan dapat digunakan untuk melakukan prediksi bagaimana pengaruh variabel
independent terhadap besarnya perubahan variabel dependent.
Tabel 4.15 Residuals Statistics(a) Minimum Maximum Mean Std. Deviation N Predicted Value 36.9361 65.9843 54.5429 5.59856 70Residual -15.8549 11.4446 .0000 5.07715 70Std. Predicted Value -3.145 2.044 .000 1.000 70Std. Residual -3.100 2.238 .000 .993 70
a Dependent Variable: Y
Pembahasan:
85
Residual statistik menunjukkan korelasi linier (segaris) positif, yang
dijelaskan dalam peta grafik. Scatterplot antara standarzed residual dan standardized
predicted value tidak membentuk pola tertentu, sehingga dianggap residual
mempunyai variance konstan (Lampiran 6).
3. Pembahasan Hasil Penelitian Melalui uji validitas, diketahui semua data valid sehingga bisa dilanjutkan
penelitian. Deskripsi data menunjukkan bahwa jumlah siswa yang memahami
pendidikan kesadaran sosial dengan baik yaitu 61,42% dan memahami solidaritas
dengan baik yaitu 55,71%. Uji Prasyarat diperoleh bahwa ditemukan data tergolong
normal, tidak terjadi autokorelasi dan tidak terjadi multikorelasi.
Melalui penelitian dengan analisis product moment tentang derajat hubungan
variabel bebas yaitu pendidikan kesadaran sosial terhadap rasa solidaritas siswa,
diketahui bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan yaitu 0.836, artinya
pendidikan kesadaran sosial memiliki hubungan yang erat terhadap berkembangnya
rasa solidaritas siswa.
Melalui analisis regresi linier diketahui bahwa Ha diterima dan Ho ditolak,
disimpulkan terdapat hubungan yang positif dan signifikan sebesar 0,741 antara
variabel X dan variabel Y. Diketahui besar pengaruh variabel X terhadap Y adalah
54,9%, sedangkan 45,1% dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel independent
yaitu pendidikan kesadaran sosial. Sedangkan persamaan regresi dari rumus Y=
a+bX adalah Y= 7,888+0,830X. Persamaan regresi yang ditemukan digunakan untuk
86
melakukan prediksi bagaimana pengaruh variabel independent terhadap besarnya
perubahan variabel dependent.
Kesimpulannya bahwa hipotesis yang diajukan baik dengan analisis korelasi
maupun regresi linier bahwa Ha diterima yaitu bahwa ada hubungan yang signifikan
antara variabel X yaitu pendidikan kesadaran sosial dengan variabel Y yaitu
berkembangnya rasa solidaritas siswa dan ada pengaruh antara variabel X yaitu
pendidikan kesadaran sosial terhadap variabel Y yaitu berkembangnya rasa
solidaritas siswa.
Hasil dari analisis korelasi menunjukkan bahwa pendidikan kesadaran sosial
dan berkenbangnya rasa solidaritas pada diri siswa sungguh memiliki hubungan yang
erat. Artinya bahwa pendidikan kesadaran sosial yang dikaji dari materi tertentu
dalam pelajaran agama kelas V dan VI (tabel 3.1) dan kegiatan-kegiatan sosial
memberikan keterkaitan yang erat dalam membantu siswa berkembang memiliki
solidaritas siswa terhadap orang miskin. Pemahaman siswa tentang solidaritas
kepada sesamanya yang miskin tercermin dari cara siswa memahami dan
mengungkapkan pengertiannya dengan mengisi angket. Hasil angket setelah
dianalisis dengan analisis product moment menunjukkan bahwa pendidikan
kesadaran sosial sungguh bermanfaat dalam mengembangkan solidaritas siswa.
Analisis regresi linier menunjukkan bahwa variabel bebas (X) yaitu
pendidikan kesadaran sosial memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (Y) yaitu
bertumbuhnya rasa solidaritas siswa kepada orang miskin. Hal ini berarti bahwa
pendidikan kesadaran sosial dalam kajian materi pelajaran agama kelas V dan kelas
VI (Tabel 3.1) dan kegiatan-kegiatan sosial di sekolah sungguh berperan dalam
87
mempengaruhi sikap siswa untuk memiliki rasa solidaritas. Pengaruh ini ditunjukkan
oleh hasil analisis regresi dengan nilai 54,9%, selebihnya dipengaruhi oleh variabel
lainnya.
Pendidikan kesadaran sosial yang dimaksud di sini adalah materi pelajaran
agama yang memiliki indikator-indikator dalam rangka membentuk siswa untuk
memiliki solidaritas kepada sesamanya khusus pada materi kelas V dan VI dan
kegiatan-kegiatan sosial sekolah yang mendukung proses terbentuknya rasa
solidaritas siswa. Solidaritas merupakan salah satu sikap yang perlu dimiliki oleh
siswa, agar siswa memiliki kepedulian terhadap perubahan nasib sesamanya yang
menderita, miskin dan mengalami ketidakadilan. Sikap solidaritas perlu ditanamkan
dalam diri siswa sejak di tingkat dasar agar bertumbuh dalam diri siswa sejak dini
keberpihakkannya kepada orang miskin. Sekolah Katolik sebagai lembaga
pendidikan memiliki tanggung jawab dalam membentuk karakter siswa yang peduli
akan nasib sesamanya yang miskin. Sebagai pribadi yang sedang bertumbuh,
penanaman nilai ini sungguh dibutuhkan oleh siswa melalui pelajaran maupun
kondisi dalam hal ini adalah kegiatan-kegiatan sosial yang memungkinkan siswa
memiliki rasa solidaritas terhadap sesamanya. Melalui sikap solidaritas diharapkan
kelak setiap siswa memiliki kepedulian dalam membantu sesamanya yang miskin
dan menjadi pelaku perubahan sosial.
88
D. Analisis Tambahan tentang Faktor Pendukung dan Penghambat
Berkembangnya Rasa Solidaritas Siswa kelas VI pada Kaum Miskin
Analisis Tambahan merupakan hasil wawancara dengan guru yang
membahas tentang faktor pendukung dan penghambat berkembangnya rasa
solidaritas siswa. Sekolah Dasar Santa Maria Tulungagung merupakan bagian dari
lembaga Katolik yang ikut mendengarkan seruan Gereja dalam mewujudkan
solidaritas kepada orang miskin, “Didorong oleh cita-cita Kristiani, sekolah Katolik
terutama peka akan seruan dari segala penjuru dunia mengenai masyarakat yang
lebih adil, dan ia berusaha memberikan sumbangannya untuk itu” (Kongregasi Suci,
1977 art. 58). Sebagai lembaga pendidikan yang khas Vinsensian, SDK Santa Maria
mengupayakan suatu kepedulian kepada orang miskin dalam kegiatan-kegiatan
sekolah baik secara reflektif maupun tindakan praktis untuk menumbuhkan kepada
setiap warga sekolah suatu solidaritas bagi orang miskin. Solidaritas sebagai suatu
nilai, merupakan dasar untuk berpihak kepada orang miskin dalam memperjuangkan
hak dan perubahan bagi orang miskin.
Melalui wawancara kepada para guru (lampiran 5), ditemukan hal-hal yang
mendukung dan menghambat berkembangnya rasa solidaritas siswa kelas VI kepada
orang miskin. Pengamatan para guru yang jeli dan pengenalan akan siswa dalam hal
ini sungguh membantu dalam memberikan gambaran tersebut.
1. Faktor pendukung solidaritas siswa kelas VI kepada kaum miskin
Solidaritas siswa kepada sesamanya yang miskin bertumbuh dari waktu ke
waktu seiring dengan perkembangan siswa dalam relasinya dengan sesama dan
89
lingkungan. Sifat belaskasih, murah hati dan inisiatif dalam menolong sesamanya
tampak dalam diri siswa ketika berhadapan dengan sesamanya yang miskin atau
menderita. Indikator-indikator solidaritas ini tampak dalam hidup siswa karena
beberapa faktor pendukung. Faktor-faktor tersebut adalah:
a. Materi pelajaran agama yang diintegrasikan dengan kehidupan nyata
Siswa SDK Santa Maria Tulungagung menerima Pelajaran Agama Katolik,
Pelajaran Agama yang berpijak akan iman akan Yesus Kristus. Sebagaimana
dijelaskan dalam silabus PAK SD (2007:9) bahwa agama amat penting dalam
kehidupan umat manusia :
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari bahwa peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan, baik, di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Pelajaran Agama Katolik yang diberikan kepada siswa merupakan suatu materi yang
dintegrasikan juga dalam kehidupan nyata siswa. Tugas-tugas pelajaran agama yang
terkait dengan bertumbuhnya kepedulian siswa kepada sesama mengajak siswa untuk
berhadapan langsung dengan keadaan sesamanya. Tugas-tugas tersebut misalnya
menggali pengalaman tentang kehidupan yang harmonis dalam masyarakat seperti
yang dialami oleh siswa, sehingga siswa juga memiliki cita-cita dalam mewujudkan
masyarakat yang adil dan damai. Observasi tentang hidup yang tidak adil, misalnya
siswa mengamati apakah ketidakadilan terjadi di dalam sekolah, sehingga siswa
mengetahui akibat ketidakadilan dan berani menjadi pembela keadilan. Membuat
90
suatu rencana konkret dalam membantu sesama yang menderita di lingkungan
sekolah. Mampu mesharingkan pengalaman saling membantu dalam suatu kegiatan
sosial. Materi pelajaran agama bukan sekedar melulu untuk mengembangkan
kognitif siswa, melainkan materi menjadi pemahaman siswa dalam mewujudkan
sikap yang peduli kepada sesama.
b. Peranan guru dalam proses penanaman nilai solidaritas
Guru sangat berperan dalam mendidik dan membantu siswa untuk
berkembang, demikian pula dalam membantu siswa menumbuhkan rasa solidaritas.
Pertama-tama para guru terlebih dahulu memiliki semangat solidaritas sehingga
bersama para guru para siswa belajar dan dibimbing.
Penanaman nilai merupakan sebuah proses, demikian pula nilai solidaritas
yang ditanamkan dalam diri siswa. Proses tersebut menyangkut bagaimana seorang
guru memiliki peran dalam membantu siswa bertumbuh dalam sebuah nilai. Hasil
wawancara (lampiran 5) dengan beberapa guru menunjukkan bahwa para guru
sungguh berperan sekali dalam membantu siswa untuk belajar. Bentuk belajar
menurut A. De Block juga menyangkut belajar bermasyarakat, yang bertujuan untuk
mengembangkan hidup bersama dengan konsep solidaritas, penghargaan dan
kerukunan, berelasi dan sopan santun (Winkel, 1996:74). Penghayatan siswa akan
sebuah nilai sangat dipengaruhi oleh peran guru dalam menghayati sebuah nilai
(Winkel, 1996:195). Hasil wawancara dengan para guru menunjukkan bahwa para
guru selalu memberi contoh bagaimana guru juga mencintai orang miskin; misalnya
dengan kunjungan kepada keluarga para pemulung dan memberi bimbingan belajar
91
bagi anak-anak keluarga pemulung; selain itu guru juga selalu memberikan dorongan
atau motivasi misalnya dengan membacakan suatu kisah tentang penderitaan orang
lain. Guru sebagai inspirator dalam memberikan semangat kepada setiap siswa
(Winkel, 1996:197). Penanaman nilai bagi siswa berlangsung sebuah proses dengan
berbagai faktor yang mendukung, di antaranya peran guru yang sungguh menjadi
pendorong dan teladan bagi siswa dalam bertumbuh rasa solidaritasnya bagi orang
miskin.
c. Sekolah memberikan kondisi untuk menciptakan berbagai kegiatan sosial
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria menyelenggarakan pendidikan formal
dengan ditunjang oleh kegiatan-kegiatan yang bersifat non formal. Kegiatan-kegiatan
tersebut termasuk dalam program sekolah. Siswa sambil belajar juga telah terbiasa
dengan waktu-waktu tertentu melayani orang miskin. Pengenalan pelayanan kepada
orang miskin atau keterlibatan siswa dalam pelayanan pada masyarakat dikenalkan
sejak siswa kelas IV; misalnya dengan kunjungan ke orang sakit, membantu
posyandu, live in, pelayanan warung murah, maupun kegiatan-kegiatan dalam
penggalangan dana. Perjumpaan langsung dengan keadaan orang miskin membuat
siswa tumbuh dalam dirinya belaskasih, kemurahan hati juga sikap mau berbagi.
d. Kerjasama antara orangtua dengan sekolah
Pendidikan berlangsung berkat kerjasama antara pihak sekolah dengan pihak
orang tua. Program sekolah selalu disosialisasikan kepada wali murid agar para
orang tua mengetahui seluruh program yang berlangsung dalam satu tahun
pengajaran. Komunikaasi yang terjalin antara sekolah yaitu, kepala sekolah, guru
92
dengan wali murid menjadi sarana untuk bekerjasama. Wali murid dilibatkan dalam
kegiatan-kegiatan sekolah, misalnya dalam bekerjasama untuk menggalang dana saat
bazar berlangsung. Komunikasi yang baik memungkinkan pihak orangtua
mengetahui tujuan-tujuan kegiatan yang diselenggarakan oleh sekolah, sehingga
dengan demikian orang tua juga mendukung kegitan-kegiatan yang dilakukan siswa
di sekolah. Contoh konkret dukungan orang tua dalam kegiatan sosial sekolah
misalnya, orang tua selalu memberi bekal kepada anaknya bila saatnya mengunjungi
orang sakit, dalam hal ini orang tua mendukung anaknya secara materi dan moral
untuk bertumbuh rasa solidaritasnya kepada orang miskin.
e. Penanaman nilai dalam keluarga
”Dari semua faktor penentu kepribadian, keluargalah yang paling penting.
Keluarga adalah kelompok sosial pertama dengan siapa anak diidentifikasikan; anak
lebih banyak menghabiskan waktunya dengan kelompok keluarga...” (Elisabeth B.
Hurlock, 1999:257). Hasil wawancara dengan seorang guru BP menerangkan, bahwa
guru ini mengamati ada anak-anak yang sungguh memiliki antusias yang tinggi bila
ada kegiatan sosial sekolah. Hal ini tidak lepas dari nilai yang dianut dalam
keluarganya. Jika orangtuanya memiliki kepedulian kepada sesamanya, maka
anaknya pun akan mewarisi dan belajar menghayati nilai yang diajarkan dalam
keluarga, demikian pula dengan nilai hidup yang lainnya. Nilai-nilai yang
ditanamkan dalam keluarga bisa berkembang dengan dukungan lingkungan lainnya,
misalnya lingkungan sekolah. Sehingga nilai dalam keluarga mendapat peneguhan
dalam pendidikan sekolah dalam setiap aspek perkembangan siswa.
93
2. Faktor penghambat solidaritas siswa kelas VI kepada kaum miskin
Solidaritas siswa kelas VI kepada orang miskin menjadi keprihatinan bagi
para pendidik karena masih melihat siswa yang kurang menampakkan sikap
memiliki solidaritas dalam relasinya dengan teman maupun orang yang menderita.
Hal ini tampak dalam sikap siswa yang kurang peduli kepada sesamanya yang
menderita. Sebagai pendidik, para guru menyadari bahwa waktu di sekolah sungguh
terbatas dalam membantu siswa untuk berkembang. Dalam hal ini ada beberapa
faktor yang mempengaruhi siswa kurang memiliki kepedulian kepada sesamanya
sesuai pengamatan mereka sebagai pendidik. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Penanaman nilai keluarga
Keluarga adalah tempat anak belajar untuk yang pertamakalinya,
sebagaimana keluarga merupakan tempat betumbuhnya nilai-nilai yang baik maupun
yang buruk. Melalui wawancara dengan para guru, kepekaan siswa terhadap
lingkungan maupun keadaan sesamanya sangat dipengaruhi juga oleh nilai-nilai yang
ditanamkan dalam keluarga. Siswa memiliki keadaan awal yang dipengaruhi oleh
nilai dalam keluarga. Meskipun ada siswa yang memiliki kepedulian sosial yang
tinggi, tidak menutup kenyataan bahwa masih ada siswa yang memiliki sikap kurang
peduli bahkan terlihat acuh tak acuh terjadap teman atau sesamanya yang menderita.
Hal ini karena pengaruh keluarga yang kurang mendukung anak bertumbuh memiliki
sikap peka akan keadaan orang lain. Sikap orangtua yang demikian tentu
berseberangan dengan tujuan sekolah yang mengajarkan nilai-nilai hidup. Hal ini
seperti yang dikatakan Paul Suparno (Hidup,18 April 2010:12), ”Kadangkala ada
94
nilai-nilai yang telah ditanamkan di sekolah, tetapi orangtua dengan alasan tertentu
tidak melanjutkan nilai-nilai itu kepada anaknya.” Contoh keadaan keluarga yang
kurang mendukung penanaman nilai yang baik menurut pengamatan para guru
adalah bahwa dalam keluarga sekarang ini banyak kedua orangtua yang bekerja,
sehingga anak hanya tinggal di rumah dengan pembantu. Orangtua yang sebenarnya
memiliki tugas mendampingi anak tidak dapat melaksanakan tugas pendampingan ini
karena kesibukan mereka. Mereka kurang memperhatikan perkembangan
kepribadian anaknya. Contoh lainnya adalah bahwa orangtua di jaman sekarang juga
memiliki kecenderungan terlalu melindungi anaknya. Orangtua bermaksud baik
untuk melindungi anaknya, namun bisa berdampak bahwa anak kurang mengenal
keadaan orang lain. Hal ini seperti yang dilakukan oleh orang tua terhadap anaknya
untuk melarang bermain di luar rumah atau lebih baik ada teman anaknya yang
datang ke rumahnya untuk bermain bersama. Cara melindungi anak yang berlebihan
mengakibatkan anak kurang bersosialisasi dengan orang lain dan anak tidak belajar
mengenal keadaan orang lain.
b. Teknologi
Teknologi informasi merupakan indikasi kemajuan jaman yang melanda
setiap daerah, tidak terbatas di kota-kota besar saja, tetapi juga di pedesaan. Siswa
SDK Santa Maria tidak lepas dari perkembangan teknologi ini. Para guru
menyebutkan bahwa salah satu sebab bertumbuhnya keegoisan adalah pengaruh
Hand Phone (HP). Siswa yang memiliki HP cenderung memiliki sikap egois karena
95
pengaruh gaya hidup yang ditawarkan oleh HP, misalnya siswa hanya berteman
dengan teman yang memiliki HP saja. Sikap egois juga bisa ditimbulkan karena gaya
hidup lewat SMS (Short Message Services) yang membuat siswa memiliki
kecenderungan memenuhi keinginannya dengan cepat. Pengalaman para guru dalam
mengamati para siswa yang kurang peduli kepada sesamanya menjadi peringatan
terhadap perkembangan teknologi informasi seperti diungkapkan oleh Paul Suparno
(Hidup,18 April 2010:12), ”Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi,
tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran nilai, pola pikir, kepribadian, dan
struktur masyarakat dewasa ini.”
Melalui wawancara dengan para guru tampak bahwa masih ada hambatan-
hambatan dalam membina siswa bertumbuh rasa solidaritas. Maka dirasa perlu usaha
lebih lanjut untuk menumbuhkan rasa solidaritas siswa. Untuk semakin memahami
pendidikan kesadaran sosial dalam menumbuhkan rasa solidaritas siswa, maka akan
dipaparkan usulan program bagi guru oleh bab berikutnya.
96
BAB V
USULAN PROGRAM SEMINAR BAGI GURU SEKOLAH DASAR
KATOLIK SANTA MARIA TULUNGAGUNG
Para guru merupakan pribadi yang sungguh berperan dalam pendidikan bagi
siswa di sekolah untuk membantu siswa berkembang dalam semua aspek. Para guru
dalam mendidik siswa perlu berusaha untuk terbuka pada perkembangan jaman,
sehingga metode yang dipakai sesuai dengan kebutuhan siswa. Para guru, selain
sebagai tenaga pendidik dalam bidang studi, perlu menyadari akan tugasnya sebagai
seorang guru Kristiani, yang memiliki kewajiban untuk mendidik para siswa
berdasarkan nilai Kristiani. Solidaritas merupakan bagian dari nilai Kristiani.
Pendidikan kesadaran sosial membantu siswa dalam menumbuhkan rasa solidaritas
siswa kepada orang miskin.
Para guru dirasa perlu untuk mendalami tentang pendidikan kesadaran sosial.
Maka diusulkan pendalaman pendidikan kesadaran sosial melalui program seminar.
Seminar berarti satu pertemuan, di mana semua para pesertanya terlibat aktif dengan
bantuan seorang pembicara yang menguasai tema, sedangkan peserta adalah orang
yang mempelajari tema tersebut. Seminar bertujuan untuk mengeksplorasi sebuah ide
(http://Onisur.wordpress.com.). Usulan program seminar bertujuan untuk
menyampaikan sebuah gagasan, yaitu pendidikan kesadaran sosial kepada para guru
SDK Santa Maria Tulungagung.
97
A. Latar Belakang Program Seminar
Para guru adalah seorang profesional yaitu para pendidik yang ahli di
bidangnya. Para guru berusaha untuk menunjukkan diri sebagai seorang pendidik
yang profesional sehingga mampu dipertanggungjawabkan kepada siswa, masyarakat
dan yayasan melalui evaluasi belajar siswa. Evaluasi hasil belajar siswa seringkali
cenderung hanya menekankan pada aspek kognitif.
Para guru SDK Santa Maria Tulungagung yang mengabdi dalam Yayasan
St. Luisa mendapatkan pembinaan dalam menghayati dan menghidupi semangat
Vinsensian dalam mendidik siswa. Diharapkan para guru mewujudkan penghayatan
semangat Vinsensian dengan terlibat dan melibatkan siswa dalam kegiatan sosial di
sekolah.
Para guru sebagai pendidik Kristiani, memiliki tugas mendidik siswa bukan
hanya mengembangkan segi intelektual saja, melainkan juga mendidik yang
mengarah pada perkembangan siswa secara menyeluruh sesuai visi Kristiani
(Kongregasi Suci, 1982:57). Para guru sebagai pendidik Kristiani perlu menggali
tentang hakekat pendidikan Kristiani yang menyangkut pengertian, tujuan, visi dan
misinya.
Lembaga pendidikan Kristiani memiliki tugas untuk mendidik siswa menjadi
agen perubahan sosial. Para guru yang bekerja di lembaga pendidikan Kristiani
memiliki peran dalam melaksanakan tugas mendidik siswa untuk menjadi pelaku
perubahan sosial. Para guru diharapkan memiliki kesadaran akan perkembangan
masyarakat dengan segala bentuk permasalahan sosial, terlebih masalah kemiskinan
yang banyak dialami sebagian besar rakyat. Oleh sebab itu, para guru memerlukan
98
pengetahuan untuk mengerti apa yang dimaksud dengan pendidikan kesadaran sosial
melalui program seminar.
Program seminar bertujuan memaparkan apa yang dimaksud dengan
pendidikan kesadaran sosial. Program seminar merupakan program yang sesuai bagi
para guru sebagai sumber pengetahuan yang terus digali untuk menambah wawasan
maupun sebagai bentuk refleksi atas apa yang telah mereka laksanakan dalam
mendidik siswa. Program seminar dirasa sesuai dengan keadaan para guru dengan
waktu pertemuan sekitar delapan jam yang memungkinkan semua guru bisa
menghadiri program seminar. Melalui program seminar, para guru diharapkan
semakin memahami pendidikan kesadaran sosial dan meneguhkan pengalaman
bersama para siswa dalam membantu para miskin.
B. Alasan Pemilihan Tema
Sesuai dengan judul skripsi “Pendidikan Kesadaran Sosial dalam Rangka
Mengembangkan rasa Solidaritas Siswa Kelas VI Sekolah Dasar Santa Maria
Tulungagung kepada Kaum Miskin”, tema seminar kepada para guru adalah
“Seminar Pendidikan Kesadaran Sosial bagi Para Guru Sekolah Dasar Katolik Santa
Maria Tulungagung.”
Transformasi sosial merupakan bagian tugas dari pendidikan (Nasution,
1994:157). Para guru perlu menyadari akan tanggung jawabnya sebagai pendidik
Kristiani yang terlibat dalam melaksanakan perutusan Gereja yang dijiwai oleh iman
untuk membentuk pelaku-pelaku perubahan sosial. Dasar transformasi sosial adalah
menegakkan Kerajaan Allah di muka bumi” (Banawiratma, 1991:14). Para guru
99
sebagai awam Katolik merupakan pribadi yang dipanggil untuk turut serta
mewujudkan Kerajaan Allah dalam bidang pendidikan. Melalui sekolah Katolik, para
guru “mendidik murid-muridnya untuk memajukan kepentingan masyarakat dunia
secara berdaya guna dan mempersiapkan mereka untuk melayani pengembangan
Kerajaan Allah, sehingga mereka menjadi seumpama ragi yang menyelamatkan bagi
masyarakat dan manusia...” (GE, art. 8).
Kehidupan masyarakat dewasa ini dengan segala kemajuannya, bukan berarti
banyak masyarakat yang telah terbebas dari kemiskinan, baik kemiskinan rohani
maupun jasmani. Sebaliknya kemiskinan akibat kemajuan jaman memunculkan
kemiskinan baru, misalnya banyaknya pengangguran, karena tidak ada tempat untuk
bekerja; kemiskinan akibat urbanisasi yang menimbulkan bertumpuknya penduduk
kota, padahal mereka tidak memiliki tempat tinggal yang tetap; atau bertambahnya
pemukiman kumuh yang tidak sehat, karena banyaknya penduduk di sebuah tempat.
Anak-anak menjadi korban dari keadaan tersebut sehingga masih ada anak yang
tidak menikmati pendidikan dan tidak mendapatkan gizi yang cukup untuk
pertumbuhan diri. Keadaan masyarakat yang demikian, dengan keadaan yang
bermacam-macam di jaman ini, menjadi alasan perlunya menumbuhkan solidaritas
kepada mereka yang miskin.
Tema seminar dibagi menjadi empat, yaitu: identitas pendidik Kristiani di
SDK Santa Maria Tulungagung, pendidikan kesadaran sosial, refleksi pendidikan
kesadaran sosial di sekolah dan solidaritas kepada kaum miskin. Melalui keempat
tema ini, para guru diharapkan semakin memiliki pemahaman yang menyeluruh
dalam menghayati profesinya sebagai pendidik Kristiani.
100
C. Rumusan Tema dan Tujuan
Tema umum dan tujuan umum akan dijabarkan dalam empat sub tema.
Rumusan tersebut sebagai berikut:
Tema : Seminar Pendidikan Kesadaran Sosial bagi Para Guru
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
Tujuan : Para guru semakin menyadari akan tanggung jawabnya
sebagai pendidik Kristiani dalam mewujudkan pendidikan
kesadaran sosial di Sekolah Dasar Katolik Santa Maria
Tulungagung, sehingga memampukan para guru
membimbing siswa untuk memiliki rasa solidaritas kepada
orang miskin.
Sub Tema I : Identitas Pendidik Kristiani di SDK Santa Maria
Tulungagung,
Tujuan : Para guru memahami identitasnya sebagai pendidik Kristiani
yang berkarya di SDK Santa Maria Tulungagung, sehingga
semakin memahami tugas mereka untuk mendidik siswa
sesuai nilai-nilai Kristiani.
Sub Tema II : Pendidikan Kesadaran Sosial
Tujuan : Para guru memahami tentang pendidikan kesadaran sosial
sebagai salah satu tugas lembaga pendidikan, sehingga
menumbuhkan kepada mereka kesungguhan dalam mendidik
para siswa sebagai pelaku perubahan sosial.
Sub Tema III : Refleksi Pendidikan Kesadaran Sosial di Sekolah
101
Tujuan : Para guru mampu memahami systemic change (strategi untuk
meningkatkan pemberdayaan orang miskin) untuk
merefleksikan pengalamannya melayani orang miskin
bersama siswa, dan memahami analisis sosial (ansos)
sehingga mampu menganalisis penyebab kemiskinan di
masyarakat
Sub Tema IV : Solidaritas kepada kaum miskin
Tujuan Para guru menyadari perannya dalam mengembangkan rasa
solidaritas siswa kepada orang miskin, sehingga banyak
orang miskin yang terbantu hidupnya.
102D. Program Seminar Bagi Guru Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
PROGRAM SEMINAR
BAGI GURU SDK SANTA MARIA TULUNGAGUNG
Tema : Seminar Pendidikan Kesadaran Sosial Bagi Para Guru Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
Tujuan : Para Guru semakin menyadari akan tanggung jawabnya sebagai pendidik Kristiani dalam mewujudkan pendidikan
Kesadaran sosial di Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung, sehingga memampukan para guru membimbing
siswa memiliki rasa solidaritas kepada orang miskin.
No. Waktu Judul Pertemuan
Tujuan Uraian Materi Metode Sarana Sumber Bahan
1 2 3 4 5 6 7 1. Sesi I
08.00-09.00
Identitas pendidik Kristiani di SDK Santa Maria Tulungagung.
Para guru memahami identitasnya sebagai pendidik Kristiani yang berkarya di SDK Santa Maria Tulungagung, sehingga semakin
Identitas guru SDK Santa Maria Tulungagung: a. Menghayati diri
sebagai anggota Gereja yang dipanggil untuk melaksanakan tugas Gereja di bidang
a. Ceramah b. Tanya
jawab c. Tangga- pan
a. Hand Out b. LCD c. Laptop
a. Alkitab. b. KWI. 1983.
Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor: Obor.
c. Darminta.
103memahami tugas mereka untuk mendidik siswa sesuai nilai-nilai Kristiani.
pendidikan b. Memahami visi dan
misi sekolah Katolik c. Menghayati
Spiritualitas guru d. Menghidupi
Spiritualitas Vinsensian
2006. Pendidikan Religiositas Sebagai Landasan Etika Profesi. Yogayakartaa: FKIP-IPPAK
d. Heryatno. 2008. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah. Yogyakarta: IPPAK
e. KWI. 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991. Hardawiryana (penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana
104f. KWI. 1996.
Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius
g. KWI. 2006. Kitab Hukum Kanonik. Rubiyatmoko (Editor). Bogor: Grafika Mardi Yuana
h. ___ 2004. Konstitusi dan Statuta Serikat Puteri Kasih dari S. Vinsensius De Paul. Ponticelli & Laettia(Pernerjemah). Vatikan: Serikat Puteri Kasih
i. ___ 1991. Ajaran dan pedoman Gereja
105Tentang Pendidikan Katolik. Sewaka (Pengantar). Jakarta: Grasindo
j. Roman. 1993. Santo Vinsensius De Paul Hidup Panggilan dan Spiritualitasnya. (Ponticelli. Penterjemah). Malang: Dioma.
2. Sesi II 09.00-10.00
Pendidikan Kesadaran Sosial
Para guru memahami tentang pendidikan kesadaran sosial sebagai salah satu tugas lembaga pendidikan,
a. Tugas sekolah terhadap masyarakat
b. Dasar pendidikan kesadaran sekolah
c. Tujuan pendidikan kesadaran sosial
a. Ceramah b. Tanya Jawab c. Tangga- pan
a. Hand out b. LCD c. Laptop
a. Banawiratma. 1991. Iman, Pendidikan dan perubahan sosial. Yogyakarta:
106sehingga menumbuhkan kepada mereka kesungguhan dalam mendidik para siswa sebagai pelaku perubahan sosial
Kanisius. b. Nico
Dister.1987.Kritologi Sebagai Skesta. Yogyakarta: Kanisus
c. Nasution. 1994. Asas-asas Kurikulum. Jakarta :Bumi Aksara
d. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Kanisius
3 10.00-
10.30 Istirahat - - - - -
4. Sesi III 10.30- 13.00
Refleksi pelaksanaan pendidikan kesadaran sosial
Para guru mampu memahami systemic change untuk merefleksikan
a. Pengetrapan pendidikan kesadaran sosial dalam sekolah : Diskusi kelompok
b. Systemic Change :
a. Diskusi b. Pleno c. Ceramah d. Refleksi e. Tanya
a. Kertas flap b. Spidol c. Uang
Kertas
a. Pengalaman para guru
b. CD Systemic Change
c. Suryawasita.
107pengalamannya melayani orang miskin bersama siswa, dan memahami ansos sehingga mampu menganalisis penyebab kemiskinan di masyarakat.
- 20 strategi systemic change
c. Ansos - Simulasi ansos - Refleksi ansos
jawab f. Dinamika
Kelompok
g. Tangga- pan
d. LCD e. Laptop
1987. Analisis Sosial dalam Kemiskinan dan Pembebasan. (Banawiratma, Editor). Yogyakarta: Kanisius
d. Suryawasita. 1988. Perubahan sosial:Tinjauan Historis Kultural dalam Aspek-aspek Teologi Sosial Banawiratma.(Editor).Yogyakarta:Kanisius
5. 13.00-13.30
Makan siang
6. Sesi IV 14.00-15.30
Solidaritas kepada kaum miskin
Para guru menyadari perannya dalam
a. Solidaritas Yesus kepada orang miskin
b. Solidaritas Gereja
a. Ceramah b. Tanya jawab
a. Hand out b. Ceramah c. Tanya
a. Kitab Suci. b. Nico
Dister.1987.
108menumbuhkan solidaritas siswa kepada kaum miskin, sehingga semakin banyak orang miskin yang terbantu hidupnya.
bagi orang miskin c. Penanaman nilai
solidaritas kepada siswa
c. Refleksi d. Tangga- pan
jawab Kristologi Sebagai Skesta. Yogyakarta: Kanisus
c. Pengalaman para guru
7. Sesi V
15.30-16.00
Evaluasi Peserta seminar memberikan evaluasi tentang proses seminar, sehingga evaluasi berguna untuk memperbaiki kekurangan dan mempertahankan hal yang sudah baik dan evaluasi bagi peserta dalam menerima materi seminar.
Refleksi : a. Hal-hal apa yang
telah Anda peroleh? b. Apa sumbangan
materi seminar bagi Anda sebagai
pendidik ? c. Kesadaran baru apa
yang Anda peroleh? d. Bagaimana Proses
pelaksanaan seminar?
Mengisi lembar evaluasi
Lembar evaluasi
109
E. Petunjuk Pelaksanaan Program
Program seminar diberikan secara khusus bagi para guru Sekolah Dasar
Katolik Santa Maria Tulungagung. Namun demikian, seminar ini juga terbuka bagi
para guru TKK Santa Maria dan SMPK Santa Maria Tulungagung, karena letak
sekolah yang berdekatan dan masih dalam satu Yayasan yang dikelola oleh Yayasan
St. Luisa.
Program seminar di laksanakan dalam rangka memperingati 350 tahun
wafatnya para pendiri Serikat Puteri Kasih yaitu Santo Vinsensius de Paul dan Santa
Luisa de Marillac tepatnya pada tanggal 27 September 2010.
Program seminar dibagi menjadi empat bagian sub tema. Keempat tema
tersebut merupakan satu rangkaian kesatuan materi yang saling melengkapi untuk
memahami tema yaitu, pendidikan kesadaran sosial.
F. Contoh Satuan Pertemuan
1. Satuan pertemuan pertama
a. Identitas
1) Judul pertemuan : Identitas pendidik Kristiani di SDK Santa Maria
Tulungagung
2) Peserta : Para guru SDK Santa Maria Tulungagung
3) Jumlah peserta : 30 orang
4) Waktu : 60 menit (08.00-09.00)
110
b. Pemikiran dasar
Guru adalah seorang yang ahli di bidangnya yaitu sebagai pendidik. Guru
sebagai pendidik memberikan keahliannya untuk mengembangkan siswa, sesuai
dengan tuntutan profesinya. Hal ini tampak dari cara kerja para guru yang berusaha
untuk memajukan kecerdasan setiap siswa. Dalam menekuni tugasnya ada
kemungkinan guru kurang menyadari keberadaannya dalam sebuah lembaga
pendidikan Kristiani. Guru yang bekerja di sebuah lembaga pendidikan Kristiani atau
sekolah Katolik perlu mengenal identitasnya sebagai seorang pendidik Kristiani.
Pertemuan seminar ini terlebih dahulu mengajak para guru untuk semakin
mengenal identitasnya sebagai seorang guru Kristiani dengan menyadari diri sebagai
anggota Gereja. Para guru Kristiani merupakan anggota Gereja yang turut serta
melaksanakan tugas Gereja. Para guru setelah mengenal identitasnya sebagai
pendidik Kristiani juga perlu memperdalam spiritualitas seorang guru dan
memperdalam spiritualitas Vinsensian dalam melaksanakan tugas mendidiknya di
SDK Santa Maria Tulungagung.
Melalui pertemuan seminar di bagian yang pertama ini, para guru diharapkan
semakin memahami diri sebagai anggota Gereja yang menjalankan tugas
perutusannya sebagai pendidik di sebuah lembaga pendidikan Kristiani berdasarkan
nilai-nilai Kristiani. Para guru juga semakin diteguhkan untuk menjalankan tugas
mendidik dengan semangat Yesus Kristus melalui spiritualitas seorang guru. Para
guru yang menghidupi semangat Vinsensian akan semakin diteguhkan bahwa
semangat Vinsensian merupakan bagian menjalankan tugas Gereja, yaitu membawa
kabar gembira bagi semua orang.
111
c. Tujuan pertemuan
Agar para guru memahami identitasnya sebagai pendidik Kristiani yang
berkarya di SDK Santa Maria Tulungagung, sehingga semakin memahami tugas
untuk mendidik siswa sesuai nilai-nilai Kristiani.
d. Materi
a) Guru Kristiani sebagai anggota Gereja
b) Visi dan misi sekolah Katolik
c) Spiritualitas guru Kristiani
d) Spiritualitas Vinsensian
e. Metode
a) Ceramah
b) Tanya Jawab
c) Refleksi
d) Tanggapan
f. Sarana
2) Hand Out
3) LCD
4) Laptop
112
g. Sumber Bahan
a) Alkitab.
b) Darminta. 2006. Pendidikan Religiositas sebagai Landasan Etika Profesi.
Yogyakarta: FKIP-IPPAK
c) Heryatno. W.W. 2008. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah.
Yogyakarta: FKIP- IPPAK
d) KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor:
Obor.
e) KWI. 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991.
Hardawiryana (penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana
f) KWI. 1996. Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius
g) KWI. 2006. Kitab Hukum Kanonik. Rubiyatmoko (Editor). Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
h) ___ 2004. Konstitusi dan Statuta Serikat Puteri Kasih dari S. Vinsensius De
Paul. Ponticelli, CM & Laetitia, PK (Team Penerjemah). Vatikan: Serikat
Puteri Kasih.
i) Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. 1982. Awam Katolik di Sekolah :
Saksi-saksi Iman. Sewaka (Pengantar). 1991. dalam Ajaran dan pedoman
Gereja Tentang Pendidikan Katolik. Jakarta: Grasindo.
j) Roman. 1993. Santo Vinsensius De Paul Hidup Panggilan dan Spiritualitasnya.
Ponticelli (Penerjemah). Malang: Dioma.
113
h. Langkah-langkah pertemuan
1) Doa Pembukaan
Allah sumber cinta kasih, kami bersyukur bahwa pada kesempatan ini kami
bisa berkumpul untuk semakin mengenal dan memahami kehendak-Mu dalam hidup
kami. Sebagai pendidik, kami juga Kau panggil untuk membawa warta keselamatan
bagi sesama melalui sekolah. Bantulah kami agar kami sungguh terbuka dengan
bimbingan Roh Kudus-Mu sehingga kami mampu menghayati tugas kami sesuai
dengan kehendak-Mu. Semua ini kami mohon kepadaMu dengan perantaraan Kristus
Tuhan dan sahabat kami. Amin.
2) Pengantar
Bapak dan ibu guru yang terkasih, selamat pagi dan selamat datang dalam
pertemuan kita pada hari ini. Dalam rangka menandai wafatnya St. Vinsensius dan
St. Luisa ke-350 tahun, kita mengadakan seminar dengan tema “Pendidikan
Kesadaran Sosial.” Pada seminar ini, kita akan bersama-sama mencoba mendalami
apa yang dimaksud dengan pendidikan kesadaran sosial. Pendidikan kesadaran sosial
secara eksplisit tidak banyak dibicarakan dalam pendidikan. Namun kita akan
mencoba mempelajari bersama, mengapa pendidikan kesadaran sosial perlu kita
bicarakan pada saat ini.
Pada bagian yang pertama ini kita akan mencoba memahami identitas kita
dalam lembaga pendidikan Kristiani. Identitas seseorang biasanya berkisar pada
nama, tanggal lahir, tempat tinggal, status, maupun pekerjaan seseorang. Mengenal
identitas sebagai guru Kristiani mengajak kita mengenal diri kita sebagai pribadi
114
yang beriman kepada Kristus. Dalam rangka melihat identitas kita sebagai guru
Kristiani, kita akan mencoba melihat guru Kristiani sebagai anggota Gereja,
memahami visi dan misi sekolah Katolik, mendalami spritualitas guru dan
memahami diri sebagai guru di SDK Santa Maria yang menghayati semangat
Vinsensian.
Pada kesempatan seminar ini kita mencoba terlibat aktif bersama, kita akan
saling memberi masukan yang berguna sehingga tema ini akan semakin kaya berkat
keterlibatan Bapak dan Ibu guru terutama dalam refleksi dan sharing pengalaman.
Selamat mengikuti.
3) Guru Kristiani sebagai anggota Gereja
“Awam Katolik yang berkarya di sekolah, bersama setiap orang Kristiani
merupakan anggota Umat Allah (Kongregasi Suci, 1982. art. 6). Guru Kristiani
menerima martabat yang sama sebagai Umat Allah, merupakan bagian dari anggota
Gereja. Sebagai anggota Gereja, seorang guru Kristiani berdasarkan permandian
menjalankan tugas sebagai Imam, Nabi dan Raja sesuai dengan kedudukan masing-
masing (KHK, 204). Tugas sebagai nabi adalah tugas mewartakan, tugas imami
adalah tugas pengudusan dan tugas rajawi adalah tugas pelayanan (Iman Katolik,
1996:382).
Tugas Gereja mewartakan adalah tugas setiap orang Kristiani, mewartakan
Sabda Allah dalam aktualisasi hidup manusia. Dalam Evangelii Nuntiandi artikel 1
disebutkan : “Pantang diragukan: usaha mewartakan Injil kepada orang-orang zaman
sekarang, yang diteguhkan oleh harapan tetapi sekaligus sering ditimpa oleh rasa
115
takut dan gelisah, merupakan pelayanan kepada jemaat Kristiani maupun seluruh
umat manusia.” Sabda Allah memberikan harapan kepada semua orang terlebih
mereka yang mengalami kegelisahan. Tugas mewartakan beranjak dari tugas Yesus
sendiri, yaitu memberitakan warta gembira Kerajaan Allah (Luk 4:43), maka tugas
mewartakan adalah melanjutkan apa yang dilakukan Yesus sendiri di dunia dalam
mewartakan Kerajaan Allah. Sebagai seorang guru Kristiani, tugas mewartakan
dilakukan baik itu di masyarakat, lingkungan Gereja dan terlebih di lingkungan
sekolah. Kesaksian hidup seorang guru di hadapan para siswa merupakan pewartaan
apa yang diimani oleh seorang guru. Guru sebagai awam Katolik yang berkarya di
sekolah “dipanggil secara khusus untuk mengusahakan agar Gereja hadir dan
berkarya di tempat dan situasi ketika hanya melalui Gereja dapat menjadi garam
dunia, supaya kehadiran Gereja dan Sang penyelamat yang diwartakan oleh Gereja
terlaksana...” (Kongregasi Suci, 1982. art. 9). Kehadiran guru dalam sekolah Katolik
merupakan kehadiran Gereja dan membawa Sang Penyelamat dalam tugasnya di
sekolah. Dengan demikian guru mengajar dan membimbing siswa di sekolah dalam
rangka mewartakan keselamatan bagi seluruh warga sekolah. Warga sekolah adalah
seluruh siswa, para rekan guru, para karyawan sekolah dan orang tua murid yang
bekerjasama dalam mendidik siswa. Membawa warta keselamatan tentang Kristus
bagi seorang guru adalah kesaksian imannya yang bisa dirasakan oleh seluruh warga
sekolah. Kesaksian iman para guru adalah ketika mampu membawa harapan bagi
setiap warga sekolah, terlebih bagi mereka yang mengalami kegelisahan hidup.
Tugas Gereja menguduskan sangat berkaitan erat dengan tugas dalam
pelayanan sakramen-sakramen yang dilakukan oleh para pelayan sakramen (Kaum
116
tertahbis). Para guru Kristiani dalam menghayati tugas ini, tidak secara langsung
melakukan tugas pengudusan lewat sakramen-sakramen, namun melalui tindakan-
tindakan yang dilakukan bersama siswa misalnya memimpin doa, memimpin ibadat
sabda, mendampingi siswa saat perayaan ekaristi, menjalankan tugas liturgi bersama
siswa. Guru sebagai pendidik di sekolah Katolik sangat akrab dengan kegiatan-
kegiatan tersebut, terlebih saat masa Adven, masa Prapaskah ataupun bulan Maria.
Para guru sebagai awam Kristiani melalui imannya memberikan sumbangannya
dalam mewujudkan tugas pengudusan ini bersama dengan para siswa. Tugas ini
dilakukan oleh para guru, sebagai awam yang memperoleh martabat yang sama
karena pembaptisannya, dianugerahi tugas imamat Kristus sendiri, seperti yang
terdapat dalam Konstitusi Dogmatik tentang Gereja artikel 34 (Lumen Gentium):
Karena kepada mereka, yang dihubungkanNya secara mesra dnegan hidup dan perutusan-Nya, Ia anugerahkan juga bagian dari tugas imam-Nya, untuk melaksanakan ibadat rohani, supaya Allah dimuliakan dan manusia diselamatkan. Oleh sebab itu awam sebagai orang yang diperuntukkan bagi Kristus dan diurapi Roh Kudus, dipanggil secara mengagumkan dan dilengkapi, agar selalu dihasilkan buah-buah Roh yang lebih melimpah....karena semua kegiatan mereka, doa dan usaha kerasulan...jika dilakukan dalam Roh...menjadi kurban rohani, yang bisa diterima Allah dengan perantaraan Yesus Kristus (1 Pt 2:5). Tugas gereja melayani. Gereja dipanggil supaya melayani manusia.
Dikatakan bahwa, “pengungkapan iman saja tidak cukup. Tujuannya adalah
Kerajaan Allah, yang oleh Allah sendiri telah dimulai di dunia” (Lumen Gentium, art.
9). Gereja dipanggil untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia supaya terwujudlah
keselamatan segala bangsa manusia (Gaudium et Spes, art. 45). Dasar pelayanan
adalah iman akan Kristus sendiri. Yesus telah mengambil rupa sebagai seorang
117
hamba (Flp 2:7). Maka sebagai murid Kristus, kita juga hidup seperti Kristus, untuk
mengikuti jejak Kristus (Mat 10:24).
Pelayanan merupakan perwujudan iman akan Kristus. Guru Kristiani dalam
tugasnya mendidik para siswa diharapkan juga memiliki semangat pelayanan.
Pemahaman dan semangat akan pelayanan ini berdasarkan iman akan Kristus,
sehingga penghayatan iman para guru tampak dalam hidup pelayanannnya.
Semangat pelayanan para guru tidak terbatas di lingkup sekolah saja, tetapi juga
pelayanan dalam masyarakat. Seorang guru memiliki semangat pelayanan terutama
untuk mendidik para siswa, yang terus-menerus mempersiapkan para siswa untuk
memiliki kesadaran sosial terutama dalam mengembangkan kepedulian sosial siswa.
Dekrit Awam Katolik di Sekolah: Saksi-saksi Iman artikel 19, mengatakan:
Para pendidik awam harus memberikan pengalamannya untuk pembangunan sosial dan kesadaran sosial, sehingga para siswa disiapkan untuk mengambil tempat mereka dalam masyarakat dengan sikap menghargai peranan khusus orang awam, sehingga kehidupan semacam itu yang akan dihayati oleh hampir semua siswa sebagai panggilan.
Kehadiran para guru memberikan bantuan bagi para siswa untuk bertumbuh
memiliki hidup pelayanan bagi kehidupan masyarakat.
Guru Kristiani sebagai bagian dari anggota Gereja memiliki Martabat yang
sama untuk menjalankan tugas perutusannya sesuai dengan situasi dan
lingkungannya. Kehadiran para guru bagi siswa dalam menjalankan tugas Gereja
yaitu tugas mewartakan, tugas menguduskan dan tugas melayani di lingkup sekolah
maupun di masyarakat menjadi kesaksian bagi para siswa dan masyarakat untuk
membantu menghidupi kekhasan sebuah lembaga Kristiani yang tetap menunjukkan
sifat Kristianitas sebuah sekolah.
118
5) Visi dan misi sekolah Katolik
Guru Kristiani adalah mereka yang bekerja di lembaga pendidikan Kristiani
ataupun mereka yang bekerja di lembaga pendidikan swasta maupun lembaga
pendidikan negeri. Secara khusus, para guru yang bekerja di lembaga pendidikan
Kristiani atau sekolah-sekolah Katolik perlu memahami akan misi dan visi sekolah
Katolik. Visi dan misi sekolah Katolik dicantumkan dalam Deklarasi tentang
Pendidikan Kristiani atau Gravissimum Educationis. Visi Sekolah Katolik (GE, 8)
adalah :
Menciptakan lingkungan paguyuban sekolah yang dijiwai semangat kebebasan dan cinta kasih injili, membantu tunas muda agar dalam mengembangkan pribadinya serentak pula bertumbuh menurut ciptaan baru, yang merupakan keadaan mereka berdasarkan permandian; dan akhirnya mengarahkan seluruh kebudayaan manusiawi kepada warta keselamatan, sehingga pengetahuan yang perlahan-lahan diperoleh murid tentang dunia, kehidupan manusia diterangi oleh iman. Berdasarkan tugasnya, sekolah pada umumnya memiliki tugas sebagai
berikut, (GE, art. 5) :
...membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun, mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar ke dalam warisan budaya yang diperoleh dengan tepat, mengantar ke dalam warisan budaya yang diperoleh angkatan-angkatan terdahulu, mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapakan kehidupan profesi, memupuk antara murid-murid dengan bakat dan dari lapisan berbeda-beda, pergaulan yang akrab, melahirkan kesediaan untuk saling memahami.
Sedangkan tujuan Sekolah Katolik seperti tujuan sekolah pada umumnya yaitu,
bertujuan mengadakan komunikasi kebudayaan manusia secara kritis dan
membentuk seutuhnya tiap manusia. Kekhasannya, untuk mencapai tujuan tersebut
dibimbing oleh visi Kristiani.
119
Mengingat kenyataan bahwa manusia ditebus oleh Kristus, sekolah-sekolah Katolik bercita-cita membentuk dalam diri orang Kristiani keutamaan-keutamaan khusus akan memungkinkan dan menghayati hidup baru dalam Kristus dan membantunya memainkan peranan dengan setia dalam membangun Kerajaan Allah (Dekrit Sekolah Katolik, art. 36)
Sekolah Katolik memiliki tugas untuk mewujudkan tujuan sekolah dengan
“mengintegrasikan semua aspek yang berbeda-beda dari pengetahuan manusiawi
melalui mata pelajaran yang diajarkan, dengan cahaya Injil, dan untuk
menumbuhkan keutamaan-keutamaan yang khas Kristiani” (Dekrit Sekolah Katolik,
art. 37).
Kekhasan sekolah Katolik tampak dalam unsur yang terkandung dalam visi
dan tujuan sekolah Katolik, yaitu mampu menciptakan suasana persaudaraan
berdasarkan cinta kasih Injili, membantu siswa agar bertumbuh menjadi ciptaan baru
dan pengetahuan yang senantiasa diterangi oleh terang iman. Visi sekolah Katolik
perlu dipahami oleh semua penyelenggara sekolah Katolik dan semua guru yang
berkarya, agar unsur-unsur visi sekolah Katolik seperti yang dituliskan dalam Dekrit
tentang Pendidikan Kristiani (GE, art.8) menjiwai dan mendasari pelaksanaan
pendidikan Kristiani.
Kitab Hukum Kanonik menerangkan bahwa Sekolah katolik hendaknya
menyelenggarakan berdasarkan azas-azas ajaran Katolik, artinya bahwa sekolah
Katolik memiliki kekhasan yang perlu dipahami oleh setiap guru Kristiani dalam
menjadi pengajar di sebuah sekolah Katolik, ”...harus berdasarkan asas-asas ajaran
Katolik, hendaknya para pengajar unggul dalam ajaran yang benar dan hidup yang
baik” (KHK, 803 §2). Melalui penjelasan tersebut dikatakan bahwa ciri sekolah
Katolik yaitu berdasarkan ajaran iman Katolik, dan setiap pengajar juga memiliki
120
kepribadian yang sesuai dengan iman Katolik, sehingga kekatolikan sebuah sekolah
sungguh tampak bukan dari ciri lahiriahnya saja, tetapi justru tampak dalam kualitas
para guru dalam menghidupi iman Katolik.
Dekrit tentang Dimensi Religius Pendidikan Sekolah Katolik artikel 1
menyebutkan, yang membedakan sekolah Katolik dengan sekolah lain adalah
dimensi religiusnya; dimensi itu terdapat dalam empat aspek, yaitu: “suasana
pendidikan, perkembangan pribadi masing-masing siswa, hubungan yang terjalin
antara kebudayaan dan injil, dan penerangan segala pengetahuan oleh cahaya iman.”
Sekolah Katolik diharapkan memiliki ciri-ciri khusus mengenai suasana pendidikan
seperti, “Saat pertama seorang siswa menginjakkan kakinya di sekolah Katolik, ia
patut mendapatkan kesan bahwa ia memasuki suatu lingkungan baru yang diterangi
oleh cahaya iman ...” (Kongregasi Suci, 1988. art. 25). Lingkungan sekolah Katolik
perlu menciptakan suasana yang memberikan kesan bagi siswa dan warga sekolah
bahwa mereka bisa merasakan nafas iman Kristiani yang bersumber pada pribadi
Yesus seperti dijelaskan, “Semangat Injil hendaknya tampak jelas dalam cara
berpikir dan hidup secara Kristiani yang menjiwai semua segi iklim pendidikan”
(Kongregasi Suci, 1988. art. 25). Sekolah Katolik memperhatikan juga
perkembangan pribadi masing-masing siswa untuk berkembang sesuai dengan
jamannya (Kongregasi Suci. 1988 art. 7). Sekolah Katolik menunjukkan usahanya
untuk mewujudkan Injil dalam kebudayaan. Injil mampu menerangi kehidupan
siswanya yang terpancar dalam kehidupan mereka sehari-hari. Iman merupakan
cahaya yang menerangi setiap segi pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar sehingga
ilmu pengetahuan mampu berperan dalam kehidupan dan tindakan yang nyata.
121
Para guru Kristiani yang berkarya di sekolah Katolik mampu memahami visi
dan tujuan sekolah Katolik. Para guru adalah pribadi yang sangat dekat dengan
siswa maka dengan memahami visi, tugas, dan tujuan sekolah katolik akan mampu
menjalankan tugas mendidik sesuai dengan cita-cita pendidikan Kristiani.
6) Spiritualitas guru Kristiani
Spiritualitas berhubungan dengan kata ‘Spirit” artinya Roh daya kekuatan
yang menghidupkan atau menggerakkan seseorang untuk bertindak. Spritualitas guru
Kristiani berarti mengenal daya kekuatan yang menjiwai dan memberi daya kekuatan
seorang guru Kristiani dalam melaksanakan tugas mendidik. Dalam arti ini
spiritualitas guru Kristiani adalah spiritualitas yang bersumber pada Yesus Kristus
dan Roh-Nya yang membimbing dalam hidupnya terutama dalam tugas mendidik.
Arti spiritualitas ini seperti yang dijelaskan oleh Heryatno (2008:99) dalam buku ajar
pokok-pokok pendidikan agama Katolik:
...Spiritualitas yang dipahami sebagai aktualisasi hidup berdasarkan bimbingan Roh yang membantu dan mendorong seseorang ke arah kepenuhan hidupnya melalui relasi yang intim dengan Allahnya yang berupa penyerahan dan pengabdian diri serta kepeduliannya pada hidup sesama.
Memahami spiritualitas guru Kristiani, akan belajar bagaimana Kitab Suci Perjanjian
Lama dan Perjanjian Baru memberi inspirasi bagi setiap guru untuk memiliki
spiritualitas dan mengembangkannya dalam hidup sehari-hari.
Perjanjian Lama (Ul 32:10-12) memberi contoh bagaimana Musa
mengungkapkan bahwa Allah adalah seorang pendidik (Darminta, 2006:17),
Didapati-Nya dia di suatu negeri, di padang gurun di tengah-tengah ketandusan dan auman padang belantara. Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya. Laksana rajawali
122
menggoyangbangkitkan isi sarangnya, melayang-layang di atas anak-anaknya, mengembangkan sayapnya, menampung seekor, dan mendukungnya di atas kepaknya, demikianlah Tuhan sendiri menuntun dia, dan tidak ada allah asing menyertai dia.
Musa menggambarkan bagaimana Allah sungguh seorang pendidik, pembimbing dan
pembentuk umat-Nya dengan penuh kasih, bijaksana dan tak pernah mengenal lelah.
Allah sungguh menyertai dan mendidik umat-Nya untuk menghadapi kekerasan
hidup di padang gurun untuk menuju Tanah Terjanji. Semua itu bisa dilalui oleh
umat Israel karena tak lepas dari perhatian dan kasih Allah dalam hubungan yang
kepercayaan penuh dan tanpa syarat (Darminta, 2006:18). Allah sendiri memberi
inspirasi bagi setiap guru Kristiani yang membawa setiap murid menuju kedewasaan.
Membimbing tak lepas dari halangan-halangan, namun seperti Allah sendiri yang
setia membimbing umat-Nya berjalan dalam kerasnya hidup, seorang guru terus
menumbuhkan dalam dirinya yaitu kasih kepada para murid seperti Allah sendiri
sungguh mengasihi umat-Nya. Kasih adalah kekuatan dan dasar bagi seorang guru
untuk melaksanakan tugas mendidik seperti Allah mendidik umat-Nya dengan penuh
kasih. Kasih itu adalah Allah sendiri (1 Yoh 4:8) yang tinggal dalam setiap hati
seorang guru, agar bisa melaksanakan tugas mendidik dengan baik.
Seorang guru Kristiani adalah seorang yang beriman kepada Yesus Kristus
dan memperkembangkan imannya secara terus menerus agar imannya semakin
dewasa. Iman yang demikian menjadi kesaksian bagi para murid yang dididiknya.
Sebagai seorang beriman kepada Kristus, maka seorang guru menjadikan Kristus
adalah pusat hidupnya, artinya seorang guru Kristiani hendaknya terus menerus
menerima kekuatan dan inspirasi dari nilai-nilai hidup Kristus dalam hidupnya.
123
Sebagai pendidik, Yesus adalah teladan pendidik yang sejati, terutama dalam
mendidik para murid-Nya dan mengajar orang banyak (Mrk 1:21). Ia mengajar
dengan penuh kuasa dan wibawa (Mrk1:22). Seorang guru Kristiani diharapkan
adalah seorang yang memiliki kewibawaan dalam mengajar. Kewibawaan seorang
guru terletak dari kesaksiannya hidupnya di hadapan para muridnya. Kata-katanya
akan diingat oleh para anak didiknya, karena apa yang dikatakan berdasarkan
kebenaran dan dilakukan dalam hidupnya. Kepribadian Yesus sebagai guru
mengundang para murid-Nya untuk datang dan tinggal bersama Dia (Yoh 1:39).
Seorang guru Kristiani memiliki kepribadian yang menarik bagi para murid, yaitu
ramah, menghargai pribadi anak didik, akrab dengan anak didik sehingga para murid
akan selalu merasa dekat dengan gurunya. Kedekatan antara guru dan murid
memungkinkan murid bisa terbuka, terutama mengenai masalah-masalahnya
sehingga guru sungguh mengenal muridnya dan murid mengenal gurunya, seperti
yang diteladankan oleh Yesus sebagai gembala (Yoh 10:3,14). Seorang guru adalah
seorang gembala bagi para muridnya membimbing dan menuntunnya untuk menuju
kedewasaan seperti Yesus yang membimbing domba-dombanya menuju keluar
kandang (Yoh 10:3) Untuk itu seorang guru juga seringkali perlu banyak berkorban
demi perkembangan anak didiknya, berkorban apabila menghadapi berbagai
kesulitan dalam tugasnya (Yoh 10: 11-12). Seorang guru Kristiani seharusnya adalah
seorang pendoa yang setiap kali menimba sumber kekuatan dari Allah, menjalin
relasi dengan Yesus dalam hidupnya, seperti Yesus mengenal Bapa dan dikenal Bapa
(Yoh 10:15).
124
Spiritualitas guru Kristiani berpijak pada iman akan Yesus Kristus dan
meneladan Yesus sebagai pribadi yang sangat dekat para murid-Nya dalam menjalin
relasi. Tugas sebagai pendidik perlu dipahami agar seorang guru mampu
mengembangkan hidup spiritualitasnya. Heryatno (2008:106-107) dalam buku ajar
tentang pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik menjelaskan spiritualitas yang
perlu dikembangkan adalah perlunya menyadari bahwa setiap pendidik adalah
pribadi yang yang dikasihi Tuhan, berkat dan rahmat Tuhan itu memperkembangkan
hidupnya dan menjadi mitra Allah dalam bekerja. Seorang guru Kristiani bekerja
berdasarkan kasih. Kasih sebagai dasar untuk mengasihi setiap siswa sebagai pribadi
dengan segala keberadaannya dan memberikan pelayanan terutama kepada mereka
yang membutuhkan perhatian. Para guru membantu para siswa untuk memperoleh
kebahagiaan hidup, melalui kesaksian hidupnya yang berdasarkan hatinurani yang
bebas, kebenaran, kedamaian dan belaskasih Allah. Akhirnya sebagai seorang guru
Kristiani yang berpusat pada hidup Kristus, selalu mengandalkan Roh Kudus sebagai
pendidik utama dan pertama yang selalu membimbing hidup dan tugasnya sebagai
pendidik mereka.
7) Penghayatan Spiritualitas Vinsensian
Spiritualitas vinsensian merupakan nilai-nilai yang digali dari hidup St.
Vinsensius. Para Suster Puteri Kasih dalam melaksanakan pelayanan berdasarkan
semangat Kristus sendiri melalui spiritualitas Vinsensius, dan memperkenalkan
semangat Vinsensian ini kepada mereka yang menjadi rekan kerja Puteri Kasih. Para
guru yang berkarya di sekolah-sekolah yang dikelola oleh para Suter Puteri Kasih
125
perlu juga mengenal semangat Vinsensian dalam menjalankan tugas mendidik.
Mengenal Spiritualitas Vinsensian berarti mengenal spiritualitas berdasarkan
pengalaman hidup religius St. Vinsensius. “St. Vinsensius adalah seorang yang
terarah pada kegiatan, dia mampu mengungkapkan diri lebih jelas melalui kegiatan
daripada melalui kata-kata. Dalam tulisan-tulisan Santo Vinsensius, sering kali
dijumpai ungkapan ini: Inilah imanku dan pengalamanku” (Roman, 1993:63).
Roman (1993:81-82) menguraikan spiritualitas St. Vinsensius, bahwa
spiritualitas St. Vinsensius berdasarkan tiga hal yaitu iman, terarah pada tindakan
(aksi) dan cintakasih. Bagi Vinsensius iman adalah penuntun hidup, “Hanyalah
kebenaran Ilahi mampu memenuhi hati dan menuntun kita dengan pasti.”
Keterbukaan terhadap iman sebagai sikap menyerah kepada pribadi Kristus. Bagi
Vinsensius, iman bukanlah pengakuan terhadap suatu deretan kebenaran-kebenaran
abstrak. Orang beriman ialah manusia yang menyerahkan kepada Kristus yang hidup.
Penghayatan iman seperti inilah yang menjadi dasar St. Vinsensius dan seperti yang
dikatakan oleh Abelly (Roman, 1993:83): “untuk lebih menghormati Yesus Kristus
dan untuk meneladani-Nya secara lebih sempurna, berjanji secara tegas bahwa dia
akan membaktikan seluruh hidupnya bagi pelayanan orang miskin demi cinta kepada
Kristus.” Vinsensius mengenal Kristus sebagaimana ia menghayati imannya terutama
dalam mengenal Kristus dalam diri orang miskin. Vinsensius mengajarkan bahwa
bagaimana beriman kepada Kristus, pertama dengan memiliki sikap hormat penuh
kasih kepada Bapa sebagaimana yang dilakukan oleh Kristus sendiri kepada Bapa-
Nya; kedua, meneladan Kristus sebagaimana Kristus telah hidup di dunia. Ia
menemukan panggilan Kristus ialah pewarta kabar gembira kepada orang miskin.
126
Vinsensius berpandangan bahwa dalam usaha meneladan Kristus, tugas pokok
Gereja dan setiap orang Kristiani ialah penyelamatan orang miskin (Roman,
1993:86). “Semangat Vinsensian sejati yaitu suatu cara tertentu untuk membaca Injil,
sehingga hidup Kristiani tampak sebagai usaha untuk meneladan Yesus Kristus
dalam tugas panggilan mesianisme, yaitu pewartaan kabar gembaira kepada orang
miskin” (Roman,1993:86).
Penghayatan Vinsensius meneladanYesus sebagai pewarta kabar gembira
bagi orang miskin membawanya dalam spiritualitas yang mengarahkan pada
tindakan (aksi). Tindakan diartikan sebagai selalu berhasrat melakukan apa yang
telah diperintahkan kepada kita, bahwa kita harus bekerja tanpa hentinya demi
Kerajaan Allah (Roman, 1993:88). Dasarnya adalah “Carilah dahulu Kerajaan Allah
dan kebenaran-kebenaranya, maka semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Mat 6:
30). Menurut Vinsensius tindakan hendaknya berdasarkan pada doa. Doa merupakan
cara bagaimana mengenal Allah, mengenal diri sendiri dan doa adalah makanan jiwa
(Roman, 1993:90). Doa menjadi kekuatan dalam melakukan tindakan. Bagi
Vinsensius “tidak cukup bagi saya mencintai Allah kalau saya tidak mencintai
sesama”. Vinsensius mengajak untuk mencintai Tuhan melalui pelayanan kepada
sesama. Seperti yang diungkapkan “Marilah mencintai Tuhan, saudara-saudara,
marilah mencintai Tuhan, tetapi dengan menyingsingkan lengan baju dan dengan
mencucurkan keringat” (SV XI, 40) seperti dijelaskan oleh Roman (1993:91).
Tujuan utama dari seluruh spiritualitas Vinsensius adalah Kasih. Tindakan
yang dianjurkan oleh Vinsensius adalah tindakan kasih (Roman, 1993:93). Sasaran
kasih itu adalah kasih terhadap Tuhan, terhadap sesama dan terhadap orang miskin;
127
bahwa mencintai Tuhan lewat mencintai sesama dan orang miskin. Menurut
Vinsensius, tiga keutamaan yang perlu diperhatikan dalam melayani orang miskin
yaitu kerendahan hati, keserhanaan dan cinta kasih (Konst. 18). Kerendahan hati
mendorong untuk mensyukuri anugerah Allah dan memanfaatkan untuk melayani
orang-orang miskin, untuk menyadari keterbatasan diri dan memerlukan pertobatan
terus-menerus, dan menumbuhkan dalam diri sikap sebagai seorang pelayan (Konst.
18a). Kesederhanaan mendorong untuk mencari dan mengasihi kebenaran dan
membelanya dalam situasi yang mengarah kepada ketidakadilan, dalam bertindak
harus bersikap transparan, otentik dalam kata maupun dalam hidup (Konst. 18b).
Kasih mendorong untuk mengasihi Tuhan, mendorong untuk melayani orang-orang
miskin dan mewujudkan panggilan sebagai anak Allah tanpa membedakan-bedakan
ras, budaya, status sosial atau agama (Konst. 18c).
Semangat Vinsensian menjadi semangat para guru dalam menjalankan
tugasnya sebagai pendidik Kristiani di Sekolah Dasar Santa Maria Tulungagung.
Semangat Vinsensian yang menghidupi dan menjiwai para guru memberikan
dorongan dalam dirinya untuk mencintai Tuhan dan sesama, mewujudkannya dalam
pengajaran kepada para siswa dan membimbing para siswa untuk bertumbuh
memiliki semangat Vinsensian.
7) Refleksi
Sejauh mana saya sebagai guru SDK Santa Maria, menyadari identitas guru
Kristiani yaitu menghayati diri sebagai anggota Gereja, memahami visi dan misi
sekolah Katolik, menimba spiritualitas guru dan menghidupi semangat Vinsensian?
128
2. Satuan pertemuan kedua
a. Identitas
1) Judul pertemuan : Pendidikan Kesadaran Sosial
2) Waktu : 60 menit (09.00-10.00)
b. Pemikiran dasar
Para guru melaksanakan tugas utamanya sebagai pendidik. Guru
melaksanakan tugas sesuai dengan bidang studi masing-masing, misalnya sebagai
guru Matematika, sebagai guru bahasa Inggris atau sebagai wali kelas yang mengajar
semua bidang studi dalam kelas bawah (kelas I-III). Para guru hanya mementingkan
agar tugas dalam mengajar bidang studi bisa terlaksana dengan baik, dengan hasil
belajar siswa yang memuaskan. Nilai rapor / ijazah seringkali menjadi ukuran
keberhasilan belajar. Hal ini tidak bisa disangkal karena salah satu tujuan belajar agar
siswa mampu mengerti pelajaran dan hanya bisa diukur melalui suatu tes.
Pemahaman yang kurang mendapat perhatian dari para guru adalah pentingnya
pendidikan kesadaran sosial dalam sebuah lembaga pendidikan. Maka dalam bagian
kedua seminar diberikan materi sehubungan dengan pendidikan kesadaran sosial.
Pertemuan seminar pada bagian kedua ini memaparkan tugas sekolah bagi
masyarakat, dasar dan tujuan pendidikan kesadaran sosial di lembaga pendidikan.
Setiap lembaga pendidikan memiliki tugas untuk membina para siswa menjadi agen
perubahan dalam masyarakat. Lembaga pendidikan Kristiani melaksanakan
pendidikan berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Dasar dari transformasi sosial adalah
menegakkan Kerajaan Allah di dunia. Melalui pertemuan ini para Guru diharapkan
129
mengetahui apa yang dimaksud dengan pendidikan kesadaran sosial dan memahami
bahwa transformasi sosial merupakan salah satu tugas lembaga pendidikan, sehingga
menumbuhkan bagi para guru kesungguhan untuk mendidik para siswa sebagai
pelaku perubahan sosial.
c. Tujuan pertemuan
Para guru memahami tentang pendidikan kesadaran sosial sebagai salah satu
tugas lembaga pendidikan, sehingga menumbuhkan bagi mereka kesungguhan dalam
mendidik para siswa sebagai pelaku perubahan sosial.
d. Materi
1) Tugas sekolah terhadap masyarakat
2) Dasar pendidikan kesadaran sekolah
3) Tujuan pendidikan kesadaran sosial
e. Metode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
3) Tanggapan
f. Sarana
a) Hand out
b) LCD
130
c) Laptop
g. Sumber Bahan
a) Alkitab
b) Banawiratma .1991. Iman, Pendidikan dan perubahan Sosial. Yogyakarta:
Kanisius.
c) KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor:
Obor.
d) Komisi Pendidikan KWI. (1991). Ajaran Pedoman Gereja tentang Pendidikan
Katolik. Sewaka (Pengantar). Jakarta: Gramedia.
e) Mardiatmadja. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
f) Nasution. 1994. Asas-asas Kurikulum. Jakarta :Bumi Aksara.
h. Langkah-langkah pertemuan
1) Pengantar
Para bapak-ibu guru yang terkasih, pada bagian berikutnya kita akan
mendalami apa yang dimaksud dengan pendidikan kesadaran sosial. Pendidikan
kesadaran sosial kurang banyak dibicarakan karena tidak ada kurikulum khusus
tentang hal ini. Namun pendidikan kesadaran sosial menjadi salah satu tugas sekolah,
sehingga sebagai pendidik kita perlu memahami hal ini. Pada bagian ini kita akan
mendalami tugas sekolah bagi masyarakat, dasar dan tujuan pendidikan kesadaran
sosial.
131
2) Tugas sekolah terhadap masyarakat
Sekolah Katolik adalah tempat di mana segala kesempatan bisa dilakukan
terutama dalam menanamkan nilai Kristiani seperti yang terdapat dalam Dekrit
Sekolah Katolik yaitu ”tempat-tempat pertemuan bagi mereka yang ingin
mengungkapkan nilai-nilai Kristiani dalam pendidikan, ...yang bertujuan
mewariskan nilai-nilai untuk hidup” (Kongregasi Suci, 1977. art. 53). Nilai-nilai
Kristiani yang dimaksudkan adalah ajaran Yesus sendiri, seperti kasih kepada Allah,
kasih kepada sesama, mengampuni, bersikap adil, pengorbanan, belas kasih dan
solidaritas kepada yang menderita, cinta kepada alam lingkungan, dan sebagainya.
Dengan demikian sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan nilai-nilai Kristiani
dalam diri siswa. Nilai-nilai Kristiani tersebut sangat erat kaitannya dengan cara
siswa bersikap terhadap sesama dan lingkungannya dalam menanggapi suatu situasi.
Maka pengembangan nilai Kristiani bagi siswa juga berkaitan dengan tugas sekolah
bagi masyarakat. Sikap adil, sikap penghormatan dan kasih sangat dibutuhkan dalam
menghadapi situasi masyarakat.
Nasution (1994:94) menjelaskan fungsi sekolah, yaitu: ”Menyampaikan
kebudayaan kepada generasi muda demi kelanjutan bangsa dan negara, memberi
sumbangan kepada perbaikan dan pembangunan masyarakat, dan mengembangkan
pribadi anak seutuhnya.” Sekolah Katolik selain tempat penanaman nilai Kristiani,
juga tempat penanaman nilai dasar kemanusiaan pada umumnya. Menurut
Mardiatmadja (1986:21) nilai berarti hakikat suatu hal, yang menyebabkan sesuatu
pantas ’dikejar’ agar manusia dapat berkembang. Selanjutnya Mardiatmadja
menjelaskan bahwa mendidik adalah ”membantu seseorang untuk dapat menyadari
132
adanya nilai-nilai itu, mendalaminya, meng-aku-inya, memahami hakikatnya,
kaitannya satu sama lain serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama).”
Selanjutnya dikatakan ”proses pendidikan adalah proses penyadaran akan nilai-nilai
dasar manusiawi...” sehingga sekolah merupakan tempat bertumbuhnya nilai-nilai
hidup. Maka sekolah memiliki tugas untuk membentuk kepribadian siswa melalui
nilai-nilai yang berguna dalam kehidupan bersama, memberikan sumbangan bagi
pembangunan masyarakat. Dengan kata lain sekolah mempunyai tugas untuk
meyiapkan siswa agar hidupnya berguna bagi masyarakat.
Selaras dengan fungsi sekolah yang dimaksud oleh Nasution, Gereja melalui
kehadirannya dalam sekolah Katolik juga memiliki fungsi untuk mendidik seperti
dijelaskan dalam Deklarasi tentang Pendidikan Kristiani atau yang disebut
Gravissimum Educationis ”mendidik murid-muridnya untuk memajukan kepentingan
masyarakat dunia secara berdaya guna dan mempersiapkan mereka untuk melayani
pengembangan Kerajaan Allah...” (art.8).
Sekolah memiliki tugas bagi pembangunan masyarakat itu, maka sekolah
Katolik diharapkan memperhatikan perkembangan pribadi siswa untuk memiliki
kepedulian kepada masyarakat, seperti diungkapkan dalam Dekrit Sekolah Katolik
artikel 62, ”...sekolah Katolik merupakan sumber pelayanan yang tidak dapat
digantikan, bukan saja bagi para murid dan warga lainnya. Melainkan juga bagi
masyarakat. Terutama sekarang orang melihat suatu dunia yang menyerukan
solidaritas...” Kehadiran sekolah Katolik sebagai pusat mendidik tampak relasinya
dengan masyarakat di sekitarnya dalam turut serta menjawab persoalan-persoalan
manusia, dengan usaha membantu anak didik memiliki kepedulian kepada
133
masyarakat yang membutuhkan kesejahteraan. Maka sekolah Katolik sebagai pusat
mendidik diharapkan mampu memperhatikan semua aspek kehidupan baik, bagi
peserta didik, bagi Gereja maupun bagi masyarakat, sehingga perannya sungguh
beramanfaat bagi pembentukan diri siswa.
3) Dasar pendidikan kesadaran sosial
Kesadaran sosial merupakan sikap peka akan situasi masyarakat dan
lingkungannya. Tujuan pendidikan kesadaran sosial adalah terwujudnya
transformasi sosial. Memahami kata transformasi sosial berarti mengaitkan
perubahan dengan kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat yang mengalami
kemiskinan, penindasan atau pun masyarakat yang menderita. Perubahan sosial
berarti perubahan dari masyarakat yang mengalami penderitaan menjadi masyarakat
yang bebas dari penderitaan. Menurut Banawiratma (1991:14) kemiskinan
merupakan hal yang harus disingkirkan. Ia melihat bahwa kemiskinan merupakan
faktor terjadinya penindasan, maka diperlukan penghapusan kemiskinan, seperti
dijelaskan:
Kemiskinan membuat orang jadi lemah, dan orang yang lemah mudah ditindas. Karena itu, menegakkan keadilan di dunia sekarang berarti berjuang untuk menghapuskan kemiskinan. Terutama kemiskinan struktural, yakni kemiskinan yang disebabkan oleh sistem sosial yang eksploitatif, bukan karena kekurangan yang ada pada pribadi-pribadi orang-orang miskin tersebut. (Banawiratma, 1991:14).
Pendidikan kesadaran sosial adalah pendidikan dengan usaha agar terwujudlah
suatu perubahan bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat yang mengalami
penderitaan, kemiskinan atau pun yang memerlukan pembebasan. Sekolah Katolik
134
memiliki tugas sehubungan dengan pembangunan masyarakat, yaitu mampu
menyiapkan siswa agar menjadi pelaku perubahan sosial. Dasar transformasi sosial
di sekolah Katolik adalah ”...menegakkan keadilan di dunia ini. Atau dalam bahasa
Kristiani-nya, menegakkan Kerajaan Allah di muka bumi” (Banawiratma, 1991:14).
Lembaga pendidikan Katolik dalam misinya terkandung pula misi Gereja yaitu
mewujudkan Kerajaan Allah. Pendidikan kesadaran sosial melalui lembaga
pendidikan merupakan usaha dalam rangka untuk mewujudkan Kerajaan Allah hadir
di dunia. Hal ini ditegaskan oleh Banawiratma (1991:32) bahwa “Karya dan lembaga
pendidikan merupakan wujud dan sarana penghayatan iman, yakni ikut menegakkan
Kerajaan Allah.” Pendidikan Kristiani tidak bisa lepas dari pribadi Yesus sebagai
model hidup Kristiani. Kembali ditekankan oleh Banawiratma (1991:27) betapa
penting relasi dengan Kristus untuk menjadi pelaku-pelaku perubahan sosial:
Membiarkan transformasi manusia dari dalam oleh Kristus sendiri bukanlah hanya perkara individual dan tidak meniadakan partisipasi aktif dari pihak manusia. Transformasi itu terjadi dengan secara aktif memasuki gerakan Allah sendiri, dengan memperjuangkan perubahan sosial di tengah-tengah masyarakat. Transformasi dari dalam berjalan seiring, terwujud dan dikembangkan melalui dan dalam partisipasi transformasi sosial.
Beriman kepada Yesus berarti ikut serta mewujudkan Kerajaan Allah melalui
kegiatan dan tindakan nyata. Dalam Perjanjian Baru Kerajaan Allah sangat erat
dengan kehadiran Pribadi Yesus, dalam relasi-Nya dengan Allah, karya dan sabda-
Nya. Melalui Diri Yesus diwujudkannyalah Kerajaan Allah, sebagaimana dinyatakan
oleh Lukas: ”Jika Aku mengusir setan dengan kuasa Allah, maka sesungguhnya
Kerajaan Allah sudah datang kepadamu” (Luk 11:20), seperti dijelaskan oleh
Banawiratma (1991: 53-54). Dalam Injil, Kerajaan Allah sangat berkaitan dengan
135
kehidupan orang miskin; Allah memberikan perhatian kepada orang miskin untuk
memperoleh keselamatan, ”Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan dan orang
kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada
orang miskin diberitakan kabar baik” (Luk 7:22). Keseluruhan Pribadi Yesus
mengungkapkan bahwa Kerajaan Allah telah datang (Banawiratma, 1991:55).
Penginjil Lukas menyatakan perutusan Yesus sebagai berikut,
Roh Tuhan ada di atas-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan bahwa tahun kesukaan Tuhan telah datang.”(Luk 4:18)
Pendidikan kesadaran sosial memiliki dasar yaitu Allah sendiri yang meraja,
terutama dalam memberikan pembebasan kepada yang miskin. Transformasi sosial
membantu terwujudnya pembebasan bagi orang yang mengalami kemiskinan
maupun pemiskinan.
4) Tujuan pendidikan kesadaran sosial
Tujuan pendidikan kesadaran sosial berdasarkan nilai-nilai Kerajaan Allah
adalah mewujudkan kehidupan yang adil, damai, cinta kasih, dan kesatuan. Maka
tujuan pendidikan kesadaran sosial adalah mewujudkan suatu perubahan hidup yang
berdasarkan nilai-nilai Kerajaan Allah. Pendidikan dipahami sebagai mediasi dan
jalan menuju transformasi sosial. Dijelaskan oleh Heryatno (2008:14), bahwa:
“merupakan tantangan yang mendasar bagi pendidikan Katolik untuk
memperkembangkan kesadaran, kepekaan dan kepedulian sosial di dalam diri para
136
staf dan siswa-siswinya. Pendidikan Katolik menyadari pentingnya menumbuhkan
dalam diri lulusan kesediaan untuk berjuang demi reformasi sosial”.
Tujuan pendidikan kesadaran sosial membentuk para siswa untuk menjadi
pelaku perubahan sosial dan bagi lembaga pendidikan mampu memberikan
perubahan sosial. Sekolah menjadi tempat dan sarana dalam perubahan sosial seperti
yang ditegaskan oleh Banawiratma (1991:83), ”Karya dan lembaga pendidikan
menjalankan peranan ganda, yakni sebagai pelaku perubahan sosial itu sekaligus
mengusahakan munculnya pelaku-pelaku perubahan sosial.” Nasution (1994:157)
menguraikan ”lembaga pendidikan melalui sekolah berfungsi untuk memajukan
masyarakat dan bertindak sebagai ”agent of change.” Lebih lanjut dikatakan bahwa
“Ada masanya dengan pengajaran dapat dilenyapkan kemiskinan, kemelaratan,
kejahatan dan macam-macam penyakit masyarakat.” Para ahli pendidikan
berpendapat bahwa sekolah merupakan alat efektif untuk memperbaiki kehidupan
masyarakat:
John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekonstruksi dan memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. G.S. Counts mempunyai pendirian yang lebih jauh lagi. Ia tidak hanya mengharapkan bahwa pendidikan harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata-sosial dan mengatur perubahan sosial. (Nasution, 1994:157).
Pandangan para ahli menegaskan bahwa lembaga pendidikan sebagai sarana
perbaikan atau pun perubahan dalam masyarakat berperan memperbaiki kondisi
masyarakat.
137
Pendidikan kesadaran sosial bertujuan mampu memberikan sumbangan bagi
perkembangan diri siswa dari aspek sosialnya untuk bisa melihat kebutuhan
masyarakat, seperti dijelaskan oleh Banawiratma (1991:14),
”Orang-orang berilmu yang merupakan hasil dari proses pendidikan harus bisa melihat dan menguraikan masalah... Melalui komitmen etisnya, dia juga bertanggungjawab untuk mengubahnya, mencari alternatif-alternatif pemecahan yang lain yang lebih efektif.”
Pendidikan kesadaran sosial membantu seseorang untuk mampu melihat realitas
masyarakat yang memerlukan perubahan hidup sosial dari situasi yang kurang baik
menjadi lebih baik. Pribadi yang demikian ini, tidak begitu saja memiliki kepekaan
sosial, tapi perlu suatu bantuan yaitu pendidikan.
Kesimpulannya tujuan pendidikan kesadaran sosial untuk membawa
perubahan hidup bagi masyarakat yang mengalami kemiskinan dan penderitaan
untuk mengalami pembebasan, dengan membentuk pribadi siswa menjadi pelaku
perubahan sosial sekaligus lembaga pendidikan yang mengadakan perubahan itu
sendiri.
5) Refleksi
• Apakah sekolah kita sudah menjalankan tugas sekolah sebagai trasformasi sosial?
• Apakah kita menemukan kesadaran baru akan perlunya pendidikan kesadaran
sosial dalam tugas mendidik?
138
3. Satuan pertemuan ketiga
a. Identitas
1) Judul pertemuan : Refleksi pelaksanaan pendidikan kesadaran sosial
2) Waktu : 150 menit (10.30-13.00)
b. Pemikiran dasar
Para guru di SDK Santa Maria Tulungagung menjalankan tugas mendidik
dijiwai oleh semangat Vinsensian. Semangat Vinsensian adalah penghayatan
keutamaan nilai-nilai Vinsensius yaitu melayani Kristus dalam diri orang miskin
berdasarkan kerendahan hati, kesederhanaan dan cinta kasih. Para guru menghayati
semangat Vinsensian dengan terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial baik di
masyarakat, di sekolah dan bersama siswa melayani orang-orang miskin yang ada di
sekitar sekolah. Namun para guru perlu mendapatkan wawasan agar dapat
melaksanakan pelayanan kepada orang miskin semakin baik lagi. Para guru perlu
menerima materi systemic change dan analisis sosial (ansos) agar semakin mampu
mengenal cara yang baik dalam melayani orang miskin dan mampu mengetahui
penyebab kemiskinan di masyarakat. Materi systemic change adalah salah satu
materi dalam pertemuan keluarga Vinsensisan di Bangkok. Analisis sosial adalah
cara untuk mempelajari struktur sosial yang ada dan mencari penyebab kemiskinan
Pertemuan bagian ketiga ini bertujuan untuk melihat kembali pengalaman
para guru bersama siswa melayani orang miskin melalui diskusi kelompok. Dengan
mengenal materi systemic change dan analisis sosial membantu para guru untuk
mampu merefleksikan pengalaman para guru bersama siswa dalam melayani orang-
139
orang miskin. Melalui simulasi analisi sosial para guru semakin memahami penyebab
kemiskinan dan menjadi pribadi yang mampu memberdayakan para miskin dalam
meningkatkan kehidupannya.
c. Tujuan pertemuan
Para guru mampu memahami systemic change untuk merefleksikan
pengalamannya melayani orang miskin bersama siswa, dan memahami analisis sosial
sehingga mampu menganalisis penyebab kemiskinan di masyarakat.
d. Materi
1) Diskusi kelompok
2) 20 strategi systemic change
3) Simulasi analisis sosial
e. Metode
1) Ceramah
2) Tanya Jawab
3) Diskusi kelompok
4) Refleksi
f. Sarana
a) Hand Out
b) LCD
140
c) Laptop
d) Kertas flap
e) Spidol
f) Kantong uang
g) Spidol
h) Papan pencatat
i) 250 uang kertas
g. Sumber Bahan
a) Alkitab.
b) KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor:
Obor.
c) KWI. 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991.
Hardawiryana (penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana.
d) KWI. 2006. Kitab Hukum Kanonik. Rubiyatmoko (Editor). Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
e) Suryawasita. 1988. Kemiskinan dan Struktur Sosial Tawar Menawar. Dalam
Aspek-aspek Teologi Sosial. Banawiratma (Editor). Yogyakarta: Kanisius.
f) Vincentian Family. 2009. Systemic Change.
141
h. Langkah-langkah pertemuan
1) Pengantar
Bapak dan ibu guru yang terkasih, setelah kita beristirahat sejenak kita akan
melanjutkan seminar kita. Pada bagian ketiga ini kita akan bersama-sama melihat
pengalaman kita bersama siswa dalam melayani orang miskin dan mengenal strategi
systemic change dalam merefleksikan pelayanan kita. Melalui dinamika kelompok
kita juga akan akan mencoba bermain untuk semakin mengetahui bahwa kemiskinan
di masyarakat merupakan akibat dari sistem yang tidak berubah. Selamat mengikuti.
2) Diskusi kelompok dan Pleno 45 menit
Para peserta dibagi ke dalam beberapa telah kelompok. Setelah mengetahui
kelompoknya, para peserta masuk dalam kelompok. Masing-masing kelompok ada 5
orang. Bahan diskusi sebagai berikut:
(a) Menurut Anda, orang miskin yang bagaimanakah yang perlu ditolong?
(b) Bentuk pertolongan apa yang telah Anda lakukan bersama para siswa kepada
orang miskin?
(c) Apa tujuan Anda melayani orang miskin bersama para siswa?
(d) Menurut Anda bentuk pemberdayaan apa yang perlu diusahakan dalam
memandirikan orang miskin?
Para peserta memulai diskusi dengan waktu menit dan berkumpul untuk pleno. Hasil
diskusi sebagai acuan untuk direfleksikan melalui materi berikutnya.
142
3) Strategi Systemic change (45menit)
Systemic Chage adalah salah satu materi pertemuan Vincentian Family di
Bangkok pada tanggal 9-13 November 2009. Systemic Chage mewujudkan
solidaritas demi perubahan orang miskin melalui strategi-strategi. Seruan Paus
Yohanes Paulus II saat berbicara kepada jemaat di New York pada 02 Oktober 1979
bahwa: Dalam melayani orang miskin, perlu menganalisis situasi orang miskin
secara hati-hati, dengan mengidentifikasikan akar struktural kemiskinan, dan
menyusun solusi secara konkrit.
Komisi internasional Vincentian Family telah banyak menganalisis beberapa
proyek yang sukses, menemukan bahwa strategi-strategi yang selama ini dibuat
ternyata datang dari Injil dan tradisi Vinsensian. Strategi yang digunakan bukan yang
berasal dari refleksi abstrak, melainkan merupakan buah dari pengalaman praktis
yang sangat berguna dan esensial dalam membuat perubahan. Kategori strategi ada
empat yaitu :
• strategi yang berorientasi pada misi yang berfokus pada arah dan motivasi,
• strategi yang berorientasi pada tugas, yang berorientasi pada organisasi,
• strategi yang beroreintasi pada manusianya, yang berfokus pada orang miskin itu
sendiri sebagai pribadi-pribadi yang paling bisa mengubah situasinya sendiri,
• dan strategi yang berfokus pada pada tanggungjawab bersama, networking, aksi
politik, yang menekankan partisipasi dan solidaritas.
Strategi pertama:
“Jangan mengira bahwa kemiskianan itu hanya sebagai akibat dari situasi
lingkungan yang tak dapat dihindarkan, tetapi juga merupakan produk dari situasi
143
ketidakadilan yang dapat diubah, dan berfokus pada tindakan yang akan dapat
mematahkan mata rantai kemiskinan”
Strategi ini bertujuan untuk mengembangkan sikap menyadari bahwa
matarantai kemiskinan itu bisa dipatahkan, daripada menganggapnya sebagai hal
yang tak dapat dihindari. Dunia ini memiliki materi lebih dari cukup bagi semua
umat manusia. Kenyataan yang ada sekarang ini hanya karena ekonomi yang dapat
berubah dan struktur masyarakat yang menguntungkan yang kuat. Kemiskinan dapat
dihapus hanya dengan membangun struktur masyarakat yang adil di mana orang
miskin mempunyai akses untuk memperoleh pendidikan, perumahan, pekerjaan,
pelayanan kesehatan, gizi dan kebutuhan dasar lainnya. Nelson Mandela pemimpin
Afrika Selatan mengatakan ”Mengatasi kemiskinan tidak cukup hanya dengan
perbuatan karitatif saja, tetapi juga dengan keadilan.” Frederick Ozanam (1813-1853)
seorang awam dan dokter pendiri SSV (Serikat Sosial Vinsensius), 150 tahun yang
lalu mengatakan, “Kasih karitatif saja belum cukup. Ini hanya mengobati lukanya,
tetapi tidak menghentikan penyebab luka itu. Kasih yang benar adalah yang seperti
orang Samaritan yang baik itu, yang menuangkan minyak pada luka pada si korban,
merupakan kewajiban dalam keadilan untuk mencegah terjadinya serangan itu”.
Strategi kedua:
“Rancangan proyek-proyek, strategi-strategi kreatif, kebijakan dan pedoman
harus mengalir dari nilai-nilai Kristiani dan misi kita (Vinsensian) mulai proyek yang
kecil, dirancang sedemikian rupa sehingga dapat dikembangkan dan dapat
berlangsung dalam waktu yang relatif panjang.”
144
Strategi ketiga:
”Mempertahankan respect yang mendalam akan budaya setempat, menginjili
dan menginkulturasikan nilai Kristiani dan nilai-nilai kharisma Vinsensian.
Inkulturasi tersebut meliputi: hidup bersama orang miskin, mempelajari cerita-cerita
mereka dan memiliki solidaritas, yaitu mampu merasakan apa yang dialami oleh
orang miskin.
Strategi keempat:
”Menggalang komunitas yang memiliki satu suara bulat” maksudnya yaitu,
menyatukan komunitas sehingga dapat menyuarakan satu suara bulat dan
bekerjasama untuk mengubah kondisi hidup orang miskin.
Strategi kelima:
“Memiliki visi holistik yang mengungkapkan kebutuhan dasar manusia: baik
individu maupun sosial; jasmani dan rohani; khususnya pekerjaan-pekerjaan
perawatan kesehatan, perumahan, pendidikan, perkembangan kepribadian yang
merupakan pendekatan integral untuk menjaga mempertahankan perkembangan itu.
Strategi keenam:
“Melaksanakan strategi-stratetgi secara bertautan, mulai dengan sederhana,
mendelegasikan tugas-tugas dan tanggungjawab, dan menyediakan pelayanan yang
berkualitas dengan mengindahkan martabat manusiawi.” Frederick Ozanam
mengatakan: “Jangan takut untuk memulai sesuatu yang baru. Jadilah kreatif,
inventive. Organisasikan karya kasih yang baru dalam pelayanan kepada orang
miskin. Anda yang punya energi; yang punya antusiasme; yang ingin melakukan
145
suatu nilai untuk masa depan, jadilah inventive, mulai saja, jangan menunggu-
nunggu.”
Strategi ketujuh:
“Buatlah sistematisasi, institusionalisasi dan evaluasilah proyek-proyek dan
prosedurnya, dengan menerangkan indikator keberhasilan.” Sistematisasi: dalam
melakukan sistematisasi, hendaknya kita tidak berfokus pada aspek individual atas
masalah itu sendiri, tetapi lebih pada sistem sebagai keseluruhan, yang mempunyai
banyak aspek. Institusionalisasi: jika Proyek itu dapat dipertahankan
kelangsungannya, harus diinstitusikan, sehingga struktur harus dibentuk untuk
membuat planning, pemerintahan, pendanaan, penyempurnaan dan kelangsungan
proyek. Evaluasi: Evaluasi yaitu untuk melihat aksi dan menindaklanjuti aksi.
Strategi kedelapan:
”Proyek bisa bertahan, bila proyek itu memiliki sumber daya manusia yang
diperlukan demi kelangsungan proyek tersebut.” Srategi ini bergantung pada strategi
yang lain, antara lain harus ada visi holistik dan lain-lain.
Strategi kesembilan:
“Jadilah transparant dengan mengajak peserta untuk menyusun budget,
meminta komentar atas laporan keuangan akhir, dan dengan tetap menjaga kontrol
yang teliti atas management keuangan. Transparansi ini mengandaikan adanya
komunikasi yang jelas dan terbuka.”
Strategi kesepuluh:
“Dengarkan baik-baik untuk mencari apa yang menjadi kebutuhan dan
aspirasi orang miskin, sementara juga menciptakan suasana hormat dan saling
146
percaya serta membantu perkembangan harga diri (Pedro Opeka, CM). Bahwa
mendengarkan, menghormati, saling percaya dan mengembangkan rasa harga diri
adalah hal-hal yang tak dapat dilupakan dalam Systemic Change; agar cahaya yang
mulai berkedit bisa tetap menyala. “Tiuplah dengan halus, agar berkembang dan
menyalakan rasa ada hidup baru”.
Strategi kesebelas:
“Libatkan orang miskin itu sendiri, rangkul juga orang muda dan kaum
perempuan, pada setiap tahap: saat mengindentifikasi kebutuhan; dalam membuat
perencanaan, dalam pelaksanaan, dalam evaluasi dan revisi.”
Strategi keduabelas:
“Mendidik, melatih dan memberi formasio bidang kerohanian kepada semua
anggota dalam proyek.”
Strategi ketigabelas:
”Promosikan proses belajar di mana anggota kelompok, khususnya yang
miskin itu sendiri, dapat berbicara satu sama lain tentang sukses dan kegagalan
mereka, sharekan pandangan dan bakat mereka. Bekerja dengan membina secara
efektif, sambil memperbanyak agen secara efektif, dengan pemimpin yang memiliki
visi bagi komunitasnya, pemimpin yang melayani ini seperti yang digagas oleh
St.Vinsensius a Paulo.”
Strategi keempatbelas
“Mendirikan model yang struktural dan institusional di mana komunitas dapat
mengidentifikasi sumber dan kebutuhannya, membuat keputusan yang cukup
147
informasi dan membuat strategi yang efektif dalam komunitas itu sendiri dan antar
komunitas.”
Strategi kelimabelas:
“Promosikan keterlibatan dalam proses politik, lewat pendidikan
kewarganegaraan kepada orang-orang secara individu dan komuniter.”
Strategi keenambelas:
“Dukunglah dan hormatilah mekanisme untuk mempromosikan solidaritas
yang timbul di antara anggota komunitas.”
Strategi ketujuhbelas:
“Promosikan tanggungjawab sosial dan networking, jadikan anggota
masyarakat itu peka kepada semua tingkatan: lokal, nasional, internasional tentang
perubahan kondisi ketidakadilan yang mempengaruhi kehidupan orang miskin.”
Strategi kedelapanbelas:
“Bangunlah suatu visi untuk disharingkan dengan stakeholders yang
berbeda-beda: komunitas orang miskin, individu yang berminat, donatur, Gereja,
pemerintahan, sektor private, perkumpulan, media, organisasi internasional dan
jaringan-jaringan.”
Strategi kesembilanbelas:
“Berjuanglah untuk mengubah situasi tidak adil, dan raihlah untuk
memperoleh dampak yang positif, melalui aksi politik atas kebijakan umum dan
perundang-undangan.”
148
Strategi keduapuluh:
“Milikilah sikap prophetis: yang mewartakan kebenaran, membentuk
jaringan dengan mereka yang terlibat dalam aksi yang mendesak agar terjadi
perubahan.”
4) Refleksi :
• Apa yang bisa kita ambil maknanya dengan paparan tentang strategi systemic
change ini?
• Dari pengalaman Anda melayani orang miskin bersama para siswa, strategi
manakah yang sudah Anda lakukan?
• Apa yang harus kita perbaharui dalam rangka semakin mampu melayani orang
miskin?
• Bentuk pelayanan kita bersifat apa? Karitatif atau pemberdayaan orang miskin?
• Apa yang perlu kita usahakan agar kita semakin mampu membina para siswa
dalam menunjukkan keberpihakkannya pada orang miskin?
5) Simulasi analisis sosial (60 menit)
a) Pengantar :
Bapak ibu guru yang terkasih, setelah kita mengetahui 20 strategi systemic
change, kita akan belajar mengetahui mengapa orang miskin hidupnya tidak pernah
berubah? Apa yang menyebabkannya? Oleh sebab itu mengapa kita perlu
memperjuangkan keadilan bagi mereka?
149
Pada kesempatan ini kita akan bermain bersama, permainan ini akan
mengajak semua semakin mengenal situasi masyarakat kita. Kita akan bermain
“uang-uangan.”
b) Proses permainan “Uang-uangan”:
(1) Persiapan :
• Pendamping menunjukkan alat atau sarana permainan yaitu uang kertas yang
berwarna, kuning, hijau, biru, merah, hitam dengan jumlah uang keseluruhan
adalah 250 buah. 250 “mata uang”, terdiri dari 15 buah mata uang berwarna
kuning, 25 buah mata uang berwarna hijau, 50 buah mata uang berwarna merah,
70 buah mata uang berwarna hitam dan 90 buah mata uang berwarna biru.
• Uang dimasukkan kedalam sebuah tempat yang dapat memungkinkan peserta
mengambil dengan leluasa.
• Menyiapkan sebuah tulisan berupa kolom tentang kelompok tertentu.
• Menyiapkan papan pencatat score point perolehan transaksi.
(2) Aturan permainan:
• Selama mengadakan transaksi peserta wajib bersalaman dengan lawan transaksi,
sambil berdiri.
• Kegiatan transaksi, yaitu tukar menukar mata uang hanya boleh terjadi selama
salaman dan bila tidak berhasil menukarkan mata uang tangan tidak boleh lepas.
• Dilarang berbicara kecuali selama bersalaman.
• Peserta yang tidak ingin transaksi, wajib melipat tangan.
150
• Semua mata uang harus tetap tersembunyi.
• Jumlah mata uang harus lima buah.
• Setiap transaksi berlangsung hanya 5 menit.
(3) Pelaksanaan Permainan :
• Peserta diajak untuk bergembira dengan menyanyikan sebuah lagu.
• Setiap peserta dipersilahkan mengambil uang kertas berjumlah 5 buah.
Peserta diajak menghitung uang kertas yang diperolehnya dengan ketentuan :
Kuning : 80
Hijau : 40
Merah : 30
Hitam : 20
Biru : 10
• Untuk meningkatkan nilai uang peserta diajak untuk transaksi (transaksi I).
• Pendamping mencatat nilai uang setelah transaksi, dan mengelompokkan
kelompok kaya dengan nilai 200 keatas, kelompok menengah dengan nilai 170-
190 dan kelompok miskin dengan nilai 0-160.
• Kemudian diadakan transaksi berikutnya dan hasilnya kembali dicatat untuk
melihat perubahan nilai uang.
• Berikut adalah pemberian bantuan kepada masing-masing kelompok dengan nilai
450 untuk kelas miskin, 300 untuk kelas menengah dan 200 untuk kelas atas.
Uang dibagi dalam waktu 5 menit. Peserta diajak untuk menghitung lagi nilai
uangnya.
151
• Diadakan lagi transaksi yang ketiga.
• Pada tahap ini peserta diberi kesempatan untuk membicarakan peraturan
permainan, kelompok yang paling cepat itulah yang menentukan peraturan
permainan.
• Transaksi yang berikutnya adalah sesuai dengan peraturan yang baru, hasil
transaksi ditulis di papan skoring.
c) Refleksi:
• Peserta diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan atas permainan yang
baru dilakukan bersama.
• Pendamping memberikan pertanyaan pendalaman :
(a) Manakah sifat-sifat, sikap kelompok bawah yang tampak dalam permainan tadi?
(b) Kapan sifat-sifat atau sikap kelompok bawah tersebut muncul: pada awal?
Pertengahan? Atau pada akhir permainan? Adakah perubahan sifat-sifat, sikap
kelompok bawah selama proses permainan?
(c) Sifat dan sikap apa yang muncul dalam kelompok menengah?
(d) Sifat dan sikap apa yang muncul dalam kelompok atas?
(e) Berapa peserta yang berhasil naik jenjang? (banyak atau sedikit)?
(f) Berapa peserta yang turun jenjang? (banyak atau sedikit)?
(g) Berapa peserta yang tidak naik jenjang?
(h) Mengapa kelompok atas berhasil mempertahankan kedudukannya terus menerus?
(i) Mengapa kelompok bawah praktis sulit naik jenjang?
152
(j) Bagaiamana pembagian kekuasaa dalam permainan? (dimonopoli kelompok
tertentu atau cukup terbagi rata)? manakah nilai-nilai yang ada dalam permainan?
(nilai persaingan, kompetisi, atau nilai persaudaraan kerjasama)?
d) Pendalaman :
Dalam permainan tersebut sangat tampak bahwa ada penggolongan antara
kelas atas, menengah dan bawah. Penggolongan ini ternyata juga memberikan
gambaran bagaimana kehidupan yang dirasakan oleh kelas atas, menengah dan
bawah. Dalam kenyataan hidup bermasyarakat hal itu juga sungguh nyata. Namun
yang lebih perlu kita cermati bersama adalah apa yang menyebabkan bahwa keadaan
golongan bawah tidak bisa berubah adalah suatu struktur yang dibangun sedemikian
rupa sehingga tidak memungkinkan golongan kelas bawah berubah hidupnya. Kelas
bawah di sini adalah rakyat miskin, dengan berbagai masalah yang ada. Keadaan
mereka ternyata tergantung dari sistem yang dibangun oleh penguasa.
Melalui permainan ini kita tahu bagaimana sebenarnya masalah sosial bisa
tercipta di negara kita, dan mengetahui mengapa keadaan orang atau rakyat kelas
bawah tidak bisa berubah dengan lebih baik. Menyadari keadaan ini, sebagai orang
Kristiani kita semakin menyadari keberadaan masyarakat yang ada di sekitar kita
dengan berbagai masalahnya. Apa yang bisa kita lakukan sebagai seorang guru
Kristiani dengan menyadari keadaan ini ? apa yang bisa kita kembangkan dalam
menanggapi masalah-masalah sosial yang ada di sekitar kita?
153
4. Satuan pertemuan keempat
a. Identitas
1) Judul pertemuan : Solidaritas kepada kaum miskin
2) Waktu : 60 menit (14.00-15.30.)
b. Pemikiran dasar
Para guru berkewajiban mengajar kepada siswa setiap bidang studi dan
mendidik siswa untuk memiliki ilmu pengetahuan sehingga siswa menguasai setiap
bidang studi dengan baik. Dalam menghayati diri sebagai seorang guru Kristiani di
Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung, para guru menyadari perannya
dalam mendidik para siswa, bukan hanya mentransfer ilmu, tetapi juga mendidik
secara menyeluruh berdasarkan nilai Kristiani. Dalam penghayatan semangat
Vinsensian para guru telah melakukan berbagai kegiatan sosial bersama siswa,
sehingga membantu siswa bertumbuh rasa cinta, belarasa dan solidaritas kepada
orang miskin.
Dalam usahanya membina para siswa untuk memiliki rasa solidaritas kepada
orang miskin, para guru perlu mengetahui perlunya solidaritas kepada orang miskin
menjadi bagian dari pendidikan. Oleh sebab itu para guru pada sesi keempat ini
diajak untuk melihat ajaran Yesus dalam mencintai orang miskin dan ajaran
solidaritas yang dianjurkan oleh Gereja, yang berguna bagi penanaman nilai bagi
siswa. Pertemuan ini bertujuan agar para guru semakin menyadari perannya dalam
menumbuhkan solidaritas dalam diri siswa kepada orang miskin, sehingga
diharapkan akan semakin banyak orang miskin hidupnya diperhatikan.
154
c. Tujuan pertemuan
Para guru menyadari perannya dalam menumbuhkan solidaritas siswa kepada
kaum miskin, sehingga semakin banyak orang miskin yang terbantu hidupnya.
d. Materi
1) Solidaritas Yesus kepada orang miskin
2) Solidaritas Gereja bagi orang miskin
3) Penanaman nilai solidaritas kepada siswa
e. Metode
1) Ceramah
2) Tanya jawab
3) Tanggapan
f. Sumber Bahan
a) Alkitab.
b) KWI. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor:
Obor.
c) KWI. 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991.
Hardawiryana (Penerjemah). Bogor: Grafika Mardi Yuana.
d) Nico Dister. 1987. Kristologi sebuah Skesta. Yogyakarta: Kanisius.
e) KWI. 2006. Kitab Hukum Kanonik. Rubiyatmoko (Editor). Bogor: Grafika Mardi
Yuana.
155
f) Spektrum. No. 2 Tahun XX, 1992. Seminar Ajaran Sosial Gereja ”Centesimus
Annus”. Jakarta : Departemen Dokumentasi & Penerangan KWI.
g) Mardiatmadja. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
g. Sarana
1) Hand out
2) Laptop
3) LCD
h. Langkah-langkah pelaksanaan
1) Pengantar
Bapak ibu guru yang terkasih, tidak terasa kita menginjak pada bagian
terakhir seminar kita, semoga bapak dan ibu guru masih tetap setia untuk
menyelesaikan seminar ini. Dalam bagian pertama tadi, kita memulai dengan melihat
identitas kita sebagai guru Kristiani dengan menyadari diri sebagai anggota Gereja,
di mana sebagai seorang guru Kristiani, kita juga dipanggil untuk melaksanakan
tugas kita sebagai anggota Gereja dalam lingkungan dan situasi kita masing-masing,
khususnya di lingkungan sekolah. Lalu kita juga disadarkan akan pentingnya untuk
mendalami lagi tentang visi, tugas dan tujuan sekolah Katolik, di mana dalam
mendidik kita berpijak pada nilai-nilai Kristiani, sehingga Katolisitas sekolah kita
tetap terpelihara. Salah satu kekhasan identitas kita sebagai guru di SDK Santa Maria
Tulungagung juga dalam menghayati nilai Vinsensian, dan kita telah disegarkan
kembali untuk mendalami spiritualitas Vinsensian.
156
Bagian pertama tentang identitas kita sebagai guru Kristiani di SDK Santa
Maria Tulungagung meneguhkan tugas kita dalam melaksanakan tugas sekolah
sebagai transformasi sosial, dan memberi kesadaran baru akan perlunya pendidikan
kesadaran sosial. Materi ini membuat kita berefleksi apakah sekolah kita sudah
melaksanakan pendidikan kesadaran sosial? Bagaimana bentuknya? Selanjutnya kita
semakin diperkaya dengan materi systemic change dan simulasi ansos. Kedua materi
ini memberi wacana baru bagaimana strategi yang ditawarkan itu mampu
meningkatkan pemberdayaan orang miskin. Melalui permainan kita belajar
bagaimana orang miskin bisa mengubah hidupnya.
Perjalanan seminar kita sampai pada penghujung. Pada pertemuan kita yang
terakhir ini, kita akan mencoba memahami mengapa orang miskin patut
mendapatkan perhatian dan mengapa kita perlu mengembangkan rasa solidaritas
kepada anak didik kita? Maka kali ini kita akan melihat ajaran Yesus sendiri dalam
melayani dan mencintai orang miskin dan seruan gereja tentang solidaritas kepada
orang miskin, yang akan meneguhkan dalam usaha kita membina para siswa.
2) Solidaritas Yesus kepada orang miskin
Kehadiran Yesus di dunia menjadi tanda kehadiran Allah. Allah yang hadir
untuk menyelamatkan semua orang. Allah hadir dan menjadi harapan bagi orang-
orang yang mengalami penindasan. Dalam hidupnya Yesus menunjukkan bahwa Ia
menjadi harapan khususnya bagi banyak orang yang mengalami penderitaan.
Digambarkan bagaimana Yesus selalu berbelaskasih ketika melihat penderitaan
orang yang sakit (Mat 9:18-34), mengusir roh dari anak yang sakit (Mat 17:14-21,
157
Mrk 9:14-29, Luk 9:37-43a), orang banyak yang terlantar (Mat 9:35-38) dan mereka
yang kelaparan (Mat14:13-21, Mrk 6:30-44, Luk 9:10-17, Yoh 6:1-13). Yesus
sendiri menyatakan diri bahwa dirinya diutus untuk membawa kabar baik kepada
orang-orang miskin dan pembebasan bagi orang yang tertawan, “...untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, dan Ia telah mengutus Aku,
untuk memberikan pembebasan bagi orang-orang tahanan dan penglihatan bagi
orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas...” (Luk 4:18-19).
Keadaan orang miskin yang tak berdaya, menderita dan sakit menjadi alasan
Yesus untuk memperhatikan orang miskin. Sebagai orang yang tertindas yang tak
dapat membela diri, sebagai orang yang putus asa dan patah harapan, mereka
berharap akan pertolongan dari Allah. ”..Mereka yang tidak bisa mengharapkan apa-
apa dari dunia ini, paling condong mengharapkan segalanya dari Allah” (Nico Dister,
1987:83). Dengan keadaan mereka ini, Allah menjanjikan Kerajaan Allah kepada
mereka yang miskin untuk mengalami pembebasan (Luk 6:20-21b). Sebagai Raja
Allah bertindak untuk menegakkan keadilan. Dia adalah Raja terutama bagi orang-
orang miskin, pelindung orang-orang yang tertindas dan pemberi harapan orang-
orang yang tersisih (Mzm 72:1-4;12-14).
Solidaritas menjadi suatu ajaran cinta kasih yang langsung dilakukan Yesus
sendiri dalam karya-Nya di dunia agar orang mengalami keselamatan. Yesus menjadi
senasib dengan orang berdosa untuk membebaskan manusia dari belenggu dosa,
membangkitkan orang dari kematian (Yoh 4:49), menyembuhkan orang sakit (Mat
8:1-4, Luk 5:12-16), dan mengampuni orang berdosa (Yoh 8:11). Matius 25: 31-46
158
menjadi dasar mengapa orang miskin penting agar diperhatikan, Yesus sendiri
mengindentifikasikan dirinya sebagai orang miskin yang menderita:
Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan. Ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian, ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku” (Mat 25:35-36).
Yesus mengajarkan bahwa orang-orang yang hina adalah saudara-Nya;
”..sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah satu seorang dari
saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40).
Dengan demikian Yesus mengajarkan bahwa bentuk cinta kepada Tuhan dengan
mencintai orang yang menderita atau orang miskin; dalam diri orang menderita
Tuhan hadir.
Beriman kepada Kristus memiliki dimensi lain dalam memandang orang
miskin. Beriman kepada Kristus memampukan orang Kristiani bisa melihat
kehadiran Kristus dalam diri orang miskin. Kehadiran orang miskin menjadi suatu
tanda yang tak kelihatan akan kehadiran-Nya, sekaligus mau menguji kepekaan iman
kita sebagai orang Kristiani terhadap situasi yang dialami orang miskin. Belajar dari
sikap Yesus terhadap orang miskin dan mengerti akan ajaran-Nya bahwa:
melakukan.... kepada salah satu dari orang yang hina dina itu adalah melakukan bagi
Tuhan (Mat 25:35-36), mengajak setiap orang Kristiani untuk memiliki perhatian
dan kepedulian kepada orang miskin.
159
3) Solidaritas Gereja bagi orang miskin
Solidaritas Gereja kepada orang miskin menjadi ajaran bagi seluruh anggota
Gereja, sekaligus menjadi perutusan Gereja. Perutusan Gereja adalah untuk
membawa kabar baik kepada orang miskin, seperti terdapat dalam Konstitusi
Dogmatik tentang Gereja, artikel 8 (Lumen Gentium):
Kristus diutus Bapa untuk ‘menyampaikan kabar baik kepada orang miskin,...untuk meyembuhkan orang yang remuk hatinya’ (Luk 4:18), untuk ‘mencari dan menyelamatkan yang hilang’ (Luk 19:10), demikianlah pula Gereja merangkul semua yang dilanda kelemahan manusiawi dengan cinta, malah ia mengenal dalam orang miskin dan yang menderita wajah Pendirinya yang miskin dan yang menderita. Ia berusaha meringankan beban mereka dan ingin melayani Kristus dalam mereka.
Solidaritas Gereja terhadap kehidupan manusia tercermin dalam hubungan
antara Gereja dengan seluruh keluarga bangsa-bangsa seperti terdapat dalam ajakan
Konsili Vatikan II dalam Gaudium et Spes artikel 1, “Kegembiraan dan harapan,
duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama yang miskin dan terlantar, adalah
kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan murid-murid Kristus.” Gereja dalam
kehadirannya di dunia menunjukkan bahwa apa yang sedang dialami setiap manusia
di dunia ini merupakan kegembiraan, kecemasan dan harapan setiap murid Kristus.
Solidaritas dalam artikel ini ditekankan terutama bagi “yang miskin dan terlantar.”
Hal ini mau menunjukkan bahwa solidaritas Gereja sebagai murid-murid Kristus
mengutamakan keberpihakan kepada mereka yang miskin dan terlantar.
Ajaran sosial Gereja yang dimulai dengan Rerum Novarum hingga
Centesimus Annus mengajak seluruh umat Allah untuk melihat keadaan orang miskin
dan aplikasi ajaran Sosial Gereja, Kieser (1991:82) menjelaskankan “Seluruh ajaran
sosial Gereja adalah pandangan yang tepat mengenai manusia dan martabatnya yang
160
khas; pada manusia Allah mengukir citra dan gambar-Nya dan kepadanya Ia berikan
martabat yang tiada tandinganya, yang berulang kali ditegaskan oleh ensiklik dengan
begitu jelas”, dalam Centesimus Annus artikel 1: ”Sebelum segala hak yang
diperoleh orang karena usaha dan tindakannya, manusia memiliki hak-hak yang tidak
merupakan balas jasa melainkan bersumber pada martabatnya yang hakiki sebagai
pribadi.” Solidaritas kepada kaum miskin terkandung dalam isi dan orientasi
ensikilik-ensiklik sosial seperti dipaparkan oleh Kieser (1992:83) “Permasalahan
sosial yang dari jaman ke jaman menantang tanggungjawab (khususnya penderitaan
manusia), hormat kepada manusia sebagai pribadi (yang terwujud dalam hormat
terhadap hak-hak azasi manusia dan manusiawi) dan demi pengabdian terhadap
kehendak Allah.” Perwujudan solidaritas yang diserukan dalam ajaran sosial Gereja,
mau menegaskan bahwa manusia tidak hidup sendirian melainkan saling tergantung,
maka masing-masing mempunyai tanggungjawab etis untuk mengusahakan
solidaritas dan bonum commune/kepentingan umum, selanjutnya ditekankan “Harus
diberikan perhatian khusus kepada orang-orang kecil” (Surat gembala KWI,
1991:131-132).
Solidaritas Gereja kepada orang miskin berangkat dari solidaritas Yesus
sendiri kepada orang miskin dan tugas ini dilanjutkan oleh Gereja. Kehidupan orang
miskin dari jaman ke jaman terus mewarnai kehidupan di dunia ini, maka Gereja
yang hadir di dunia juga menjadi harapan bagi mereka yang miskin. Gereja adalah
umat Allah, maka solidaritas kepada orang miskin juga menjadi tugas bagi anggota
umat Allah. Setiap anggota Gereja diajak melalui hidupnya masing-masing untuk
berkembang secara rohani dan perwujudan imannya peduli kepada hidup sesamanya.
161
4) Penanaman nilai solidaritas kepada siswa
Sekolah Katolik selain tempat penanaman nilai Kristiani, juga tempat
penanaman nilai dasar kemanusiaan pada umumnya. Menurut Mardiatmadja
(1986:21) nilai berarti hakikat suatu hal, yang menyebabkan sesuatu pantas ’dikejar’
agar manusia dapat berkembang. Selanjutnya Mardiatmadja menjelaskan bahwa
mendidik adalah ”membantu seseorang untuk dapat menyadari adanya nilai-nilai itu,
mendalaminya, meng-aku-inya, memahami hakikatnya, kaitannya satu sama lain
serta peranan dan kegunaannya bagi hidup (bersama).” Selanjutnya dikatakan
”proses pendidikan adalah proses penyadaran akan nilai-nilai dasar manusiawi...”
sehingga sekolah merupakan tempat bertumbuhnya nilai-nilai hidup.
Solidaritas merupakan nilai Kristiani, karena nilai yang diwariskan sendiri
oleh Kristus kepada kita. Mengapa nilai ini penting? Mengapa Kristus melalui
gereja-Nya terus mengusahakan solidariats bagi kehidupan manusia, terlebih mereka
yang lemah, miskin, kecil dan terlantar? Secara iman Kirstiani kita telah mengetahui
dari paparan di atas karena Kristus sendiri mengidentifikasikan diri sebagai orang
miskin. Melalui nilai solidaritas, banyak orang akan bisa tertolong hidupnya untuk
mengalami kebahagiaan.
Nilai solidaritas tidak terbatas diberikan kepada orang golongan tertentu,
tetapi nilai yang mampu mengatasi perbedaan. Maka nilai solidaritas merupakan nilai
yang perlu dikembangkan sebagai nilai dasar manusia dalam hubungannya hidup
bersama dengan orang lain, demi kebahagiaan bersama. Kesadaran akan hidup
bersama dengan orang lain perlu disadari oleh setiap orang, agar tidak berkembang
individualistis dan egois, tetapi sebaliknya mengembangkan sikap terbuka pada
162
orang lain. Maka setiap orang perlu membuka diri pada orang lain, golongan lain dan
status sosial lain.
Sekolah katolik tempat bertumbuhnya nilai-nilai manusiawi. Program sekolah
sangat terkait dengan usaha sekolah dalam membantu siswa bertumbuh nilai
solidaritas misalnya, bertemu dengan kelompok lain, berhadapan dengan situasi
orang lain dan hidup di dalam masyarakat yang berbeda dengan dirinya. Kegiatan-
kegiatan yang diadakan oleh sekolah, misalnya aksi sosial, kunjungan ke orang sakit,
kegiatan pramuka, kunjungan ke pondok pesantren, live in dan sebagainya,
diharapkan bisa membantu siswa untuk mengenal keadaan orang lain dan
masalahnya. Kepekaan siswa akan kebutuhan sesamanya semakin terasah bila sering
berhadapan dengan situasi sesamanya. Pengalaman siswa berjumpa dengan
sesamanya yang menderita menjadi pengalaman batin siswa yang menumbuhkan
solidaritas bagi sesamanya, mendorong diri siswa memiliki suatu cita-cita bagi
kebaikan sesamanya.
5) Refleksi
• Bagaimana pelaksanaan penanaman nilai solidaritas kepada siswa?
• Sudahkan kita menjadi agen perubahan di lingkungan sekolah kita dan menjadi
pembina pembentuk agen perubahan dalam diri siswa?
163
5. Satuan pertemuan kelima
a. Identitas
1) Judul pertemuan : Evaluasi
2) Waktu : 30 menit (15.30-16.00)
b. Tujuan
Peserta seminar memberikan evaluasi tentang proses seminar, sehingga
evaluasi berguna untuk memperbaiki kekurangan dan mempertahankan hal yang
sudah baik serta evaluasi bagi peserta dalam menerima materi seminar.
c. Materi evaluasi :
1) Hal-hal apa yang telah Anda peroleh dalam seminar ini?
2) Apa sumbangan materi seminar bagi Anda sebagai pendidik ?
3) Kesadaran baru apa yang Anda peroleh dalam seminar ini ?
4) Bagaimana proses pelaksanaan seminar?
164
BAB VI
PENUTUP
Bagian penutup ini berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merangkum secara singkat pemaparan tentang pendidikan kesadaran sosial dan nilai
solidaritas. Saran merupakan suatu refleksi penulis dari hasil penulisan skripsi dan
memberikan suatu usulan pemikiran maupun suatu kegiatan, yang bisa
dikembangkan oleh SDK Santa Maria Tulungagung dalam rangka melaksanakan
tugas mendidik bagi siswa menjadi pelaku perubahan sosial yang dilandasi rasa
solidaritas.
A. Kesimpulan
Pendidikan kesadaran sosial adalah suatu usaha pendidikan yang bertujuan
untuk transformasi sosial. Transformasi sosial yang dimaksud di sini adalah suatu
perubahan hidup masyarakat yang dianggap membutuhkan sebuah perbaikan dalam
hidupnya. Maka pendidikan kesadaran sosial merupakan usaha lembaga pendidikan
dalam mewujudkan suatu perubahan hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.
Lembaga pendidikan Kristiani melaksanakan tugasnya berdasarkan nilai-nilai
Kristiani. Dasar transformasi sosial adalah tegakkannya Kerajaan Allah di dunia.
Maka sebagai lembaga pendidikan Kristiani, sekolah berkewajiban menjadi
pelaksana perubahan sosial dan membina pelaku perubahan sosial guna menegakkan
Kerajaan Allah di dunia.
165
Solidaritas siswa kelas VI SDK Santa Maria kepada kaum miskin dapat
terwujud berkat usaha sekolah yang membina para siswa melalui pengajaran-
pengajaran khususnya dalam pengajaran Pendidikan Agama yang mengintegrasikan
dalam kegiatan nyata. Program sekolah yang berkaitan dengan kegiatan sosial
memberikan sumbangan bagi siswa untuk mengembangkan sikap solider terhadap
sesamanya. Sikap solidaritas menjadi dasar dalam diri siswa menumbuhkan suatu
cita-cita, yaitu pribadi yang peduli akan nasib sesamanya yang memerlukan
perubahan dalam hidupnya. Penanaman nilai solidaritas dalam lembaga pendidikan
Kristiani merupakan suatu usaha yang berdasarkan pada ajaran Gereja dalam
melaksanakan tugas perutusan dari Yesus, yaitu untuk mewujudkan Kerajaan Allah,
sebagaimana Yesus sendiri telah menjadi pembebas bagi mereka yang miskin, sakit,
terlantar dan berdosa.
Pada kenyataannya, ada siswa yang memiliki sikap solidaritas kepada orang
miskin, namun juga ada siswa yang masih memiliki sikap yang acuh tak acuh dan
kurang peduli akan keadaan sesamanya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor yang
mendukung dan faktor yang menghambat. Melalui wawancara dengan beberapa guru
disebutkan bahwa pada umumnya penanaman nilai dalam keluarga baik yang positif
maupun yang negatif sangat memiliki peran yang besar dalam membentuk siswa
bertumbuh dalam suatu nilai. Demikian pula tumbuhnya nilai solidaritas pada diri
siswa sangat dipengaruhi oleh keadaan keluarga. Peran guru sebagai pribadi yang
membina siswa memberikan kesaksian bagi siswa untuk melihat teladan hidup yang
peduli kepada orang miskin, sehingga memberi inspirasi bagi siswa untuk
menumbuhkan rasa solidaritas. Proses bertumbuhnya rasa solidaritas siswa juga
166
didukung oleh kondisi sekolah yang mampu menciptakan kreativitas sekolah dalam
membuat program yang mengajak siswa untuk memiliki kepedulian terhadap sesama
dan lingkungan.
Melalui analisis product moment diketahui, bahwa hubungan pendidikan
kesadaran sosial dengan berkembangnya rasa solidaritas kepada kaum miskin
memiliki hubungan yang sangat kuat yaitu dengan menunjuk besarnya korelasi X
terhadap Y adalah 0.836 sesuai dengan penafsiran koefisien. Sedangkan pendidikan
kesadaran sosial memiliki pengaruh terhadap bertumbuhnya rasa solidaritas siswa
kepada kaum miskin. Besar pengaruh tersebut diketahui dengan analisis regresi
linier yaitu 54,9%, sedangkan 45, 1% dipengaruhi oleh variabel yang lain.
B. Saran
Sekolah mempunyai tugas dan salah satunya adalah perannya untuk
pengembangan masyarakat. Selama ini terkesan bahwa tugas sekolah sebagai
transformasi sosial kurang dikenal. Tugas sekolah sebagai transformasi sekolah perlu
didalami, digali, dan dihayati oleh setiap pendidik. Penghayatan ini untuk
memotivasi tiap pendidik agar mampu mengintegrasikan setiap pelajaran bidang
studi yang memberi sumbangan bagi pengembangan masyarakat menuju suatu
perubahan yang lebih baik.
Istilah pendidikan kesadaran sosial kurang dikenal dan secara eksplisit tidak
ada di dalam kurikulum tersendiri. Maka disarankan agar sekolah membuat program
pendidikan kesadaran sosial sebagi usaha sekolah menjalankan tugas transformasi
sosial yang dijabarkan dalam kegiatan-kegiatan sekolah. Saran lain adalah perlunya
167
sebuah pertemuan bagi para guru untuk mendalami pendidikan kesadaran sosial
melalui seminar maupun dalam bentuk lainnya sehingga menambah wawasan dalam
mengembangkan diri sebagai pendidik.
Pendidikan kesadaran sosial merupakan bagian dari tugas sekolah yang
menuntut suatu komitmen dari setiap sekolah untuk mewujudkannya dalam kegiatan
belajarnya. Melalui pendidikan kesadaran sosial, para siswa diharapkan bertumbuh
menjadi pribadi yang cerdas sekaligus pribadi yang peduli akan kehidupan sesama
dan lingkungan di sekitarnya. Dengan demikian, pada akhirnya pendidikan menjadi
harapan bagi masyarakat untuk meningkatkan kehidupannya menjadi lebih baik.
168
DAFTAR PUSTAKA
____ Alkitab. (1974). Ende: Arnoldus. Banawiratma, J.B. (1991). Iman, Pendidikan dan Perubahan Sosial. Yogyakarta:
Kanisius. Banawiratma, J.B. (1988). Aspek-aspek Teologi Sosial. Yogyakarta: Kanisius. _____ 2002. Buku Kenangan Reuni/Ulang Tahun Emas TK/SD Santa Maria
Tulungagung. Tulungagung: SDK Santa Maria. Dapiyanta, F.X. (2008). Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Katolik di
Sekolah. Yogyakarta: IPPAK. Darminta. 2006. Pendidikan Religiositas Sebagai Landasan Etika Profesi.
Yogayakartaa: FKIP-IPPAK. Fuad Ihsan, H. (1995). Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta. _____ (1995). Katekismus Gereja Katolik. Hardawiryana,R. (Penerjemah). Ende:
Arnoldus. Purwo Hadiwardoyo, 1986. “Pewartaan Injil dan Keadilan.” Dalam Gereja dan
Masyarakat. Banawiratma (Editor). Yogyakarta: Kanisius. Hurlock, Elisabeth B. 1999. Perkembangan Anak. Med. Meitasari Tjandrasa (Alih
Bahasa). Jakarta: Erlangga. Hendriks, Herman. 1990. Keadilan Sosial dalam Kitab Suci. Yogyakarta: Kanisius. Heryatno. W.W. 2008. Pokok-pokok Pendidikan Agama Katolik di Sekolah.
Yogyakarta: IPPAK. Idris, Zahara (1981). Dasar-Dasar Kependidikan. Padang: Angkasa Raya. Kieser. 1992. “Iman dan Keadilan”. Dalam Majalah Spektrum No.2 Tahun XX.
Seminar Ajaran Sosial gereja”Centesimus Annus.” Jakarta: Departemen Dokumentasi dan penerangan KWI.
_____ http:// Onisur.wordpress.com/2008/05/19/. Membuat- Seminar. Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1977). ”Dekret Sekolah Katolik.”
Roma. Dalam Ajaran Pedoman Gereja Tentang Pendidikan Katolik. Sewaka (Pengantar). Jakarta: Gramedia.
Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1982). ”Awam Katolik di Sekolah sebagai Saksi Iman.” Roma. Dalam Ajaran Pedoman Gereja Tentang Pendidikan Katolik. Sewaka (Pengantar). Jakarta :Gramedia.
Kongregasi Suci untuk Pendidikan Katolik. (1988). ”Dimensi Religius Pendidikan di Sekolah Katolik.” Roma. Dalam Ajaran Pedoman Gereja Tentang Pendidikan Katolik. Sewaka (Pengantar). Jakarta :Gramedia.
Komisi Kateketik KWI. (2007). Silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Yogyakarta: Kanisius.
_____ (2004). Konstitusi dan Statuta Serikat Puteri Kasih dari Vinsensius De Paul. Ponticelli & Laetitia (Team penerjemah). Vatikan: Serikat Puteri Kasih.
KWI. (1983). Dokumen Konsili Vatikan II. Hardawiryana (Penerjemah). Bogor: Obor.
KWI. 2006. Kitab Hukum Kanonik. Rubiyatmoko (Editor). Bogor: Grafika Mardi Yuana.
KWI. 1996. Iman Katolik. Yogyakarta: Kanisius; Bogor: Obor.
169
KWI. 1999. Kumpulan Dokumen Ajaran Sosial Gereja Tahun 1891-1991 dari Rerum Novarum sampai Centesimus Annus. Bogor: Grafika Mardi Yuana
KWI. 1992. “Surat Gembala.” Majalah Spektrum No.2 Tahun XX. Seminar Ajaran Sosial Gereja ”Centesimus Annus.” Jakarta: Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI.
Mardiatmadja. 1986. Tantangan Dunia Pendidikan. Yogyakarta : Kanisius. Magnis-Suseno. 1987. “Keadilan dan Analisis Sosial: Segi-segi Etis.” Dalam
Kemiskinan dan Pembebasan. Banawiratma (Editor). Yogyakarta: Kanisius. Mangu, Konfarf R. ”Pentingnya Pendidikan Nilai” Majalah Hidup. 2010. Edisi 16
Tahun ke-64. Hlm:12 Dister, Nico. 1987. Kristologi Sebuah Sketsa. Yogyakarta: Kanisius. Nasution. 1994. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara. Putranto. 1987. “Gereja Kaum Miskin dalam Konsili Vatikan II dan Dokumen
Federasi Uskup-Uskup Asia.” Dalam Kemiskinan dan Pembebasan. Banawiratma (Editor). Yogyakarta: Kanisius.
Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru –Karyawan Peneliti Pemula. Bandung: Alfabeta.
Roman. 1993. Santo Vinsensius De Paul Hidup Panggilan dan Spiritualitasnya. Ponticelli (Penerjemah). Malang: Dioma.
_____ 2009. Systemic Change. Bangkok: Vincentian Family. _____ 1984. St. Vincentius De Paul terhadap Kaum Miskin. Tondowidjojo
(Penerjemah). 1984. Surabaya: Yayasan Sanggar Bina Tama. Sugiyono. 2006. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiyono& Ery. 2001. Statistik untuk Penelitian dan Aplikasinya dengan SPPS 10.0
For Windows. Bandung : Alfabeta. Sudiarja. 2003. Pelajaran Agama dan Tugas Sekolah Kita. Yogyakarta: Fakultas
Teologi Universitas Sanata Dharma. Suryawasita. 1987. ”Analisis Sosial” Dalam Kemiskinan dan Pembebasan
(Banawiratma, Editor). Yogyakarta: Kanisius. Suryawasita. 1988. ”Perubahan Sosial:Tinjauan Historis Kultural” Dalam Aspek-
aspek Teologi Sosial. Banawiratma (Editor).Yogyakarta:Kanisius. Teguh. 2004. Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik dengan SPSS. Yogyakarta:
Gaya Media. Winkel. 1996. Psikologi Pengajaran. Jakarta: PT Grasindo. _____ Visi Misi Sekolah SDK Santa Maria Tulungagung. (2009). Tulungagung:
SDK Santa Maria. Van Der Weiden. 1987. ”Hidup Bermasyarakat dalam Perjanjian Lama” Dalam
Kemiskinan dan Pembebasan. Banawiratma (Editor). Yogyakarta: Kanisius.
170
Lampiran 1: Kuisioner bagi siswa kelas VI SDK Santa Maria Tulungagung
A. Berilah tanda √ pada kolom yang tersedia sesuai dengan kenyataan:
Ada lima kolom jawaban, setiap kolom dengan nilai
Benar ! 5 ! 4 ! 3 ! 2 ! 1 ! Tidak benar
Setuju ! 5 ! 4 ! 3 ! 2 ! 1 ! Tidak setuju
Contoh :
1. Saya sudah rajin belajar
Benar !........!........!.. √.....!........!........! Tidak benar
Memilih kolom tengah berarti dengan nilai 3
2. Belajar itu menyenangkan
Setuju !........!.... √....!........!.........!.......! Tidak setuju
Memilih kolom kedua berarti dengan nilai 4
B. Soal
1) Yesus mengajarkan untuk mengasihi semua orang yang berbeda dengan diri kita
misalkan beda agama, beda suku, beda budaya, kaya atau miskin. Terhadap
ajaran Yesus ini saya sudah melaksanakannya dalam hidup sehari-hari :
Benar !........!........!.......!........!........! Tidak benar
2) Dalam pelajaran agama di kelas V, diajarkan tentang kisah Yesus yang
menyembuhkan orang yang sakit kusta. Terhadap kisah ini membuat saya
memiliki sikap belas kasih terhadap sesama yang menderita
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
3) Kita pernah mendengar peristiwa tentang tawuran antar siswa. Kita tidak ingin
hidup dalam perselisihan, maka saya punya cita-cita untuk menciptakan suatu
masyarakat yang harmonis.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak setuju
171
4) Sebagai seorang siswa kelas VI, saya bercita-cita menjadi seorang pribadi yang
bisa berguna untuk kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sejahtera adalah
masyarakat yang terbebas dari penindasan.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak setuju
5) Adil berarti memberikan kepada sesama sesuai dengan hak dan kebutuhannya.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak setuju
6) Meneladan sikap Nabi Amos berarti belajar berani melawan ketidakadilan yang
terjadi di sekitar kita.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak Setuju
7) Ketidakadilan bisa terjadi karena sikap serakah kita. Maka sebagai siswa kelas VI
saya sudah memiliki sikap tidak serakah.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
8) Masyarakat yang menderita misalkan masyarakat yang hidup dalam kemiskinan.
Seperti Yesus yang datang membebaskan orang dari penderitaan. Saya mulai
membiasakan diri mencintai orang miskin dengan berbuat amal.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
9) Sikap Yesus yang membebaskan orang dari penderitaan adalah wujud
mendatangkan Keselamatan bagi manusia. Menolong teman atau orang yang
sedang mengalami kesulitan.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
10) Pada jaman Jemaat Perdana, para rasul mengajar umat untuk memiliki rasa
solidaritas kepada umat yang kekurangan dengan cara membagi pakaian atau
makanan. Rasa solidaritas kepada orang yang kekurangan sudah bertumbuh
dalam diri saya.
Benar !........!........!........!.........!.......! Belum
11) Bentuk solidaritas yang sudah saya lakukan misalnya, mengumpulkan kolekte
bagi masyarakat yang terkena bencana alam.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
12) Kegiatan sekolah mengunjungi orang sakit membantu saya memiliki sikap
belaskasih.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
172
13) Kunjungan ke orang sakit menumbuhkan dalam diri saya kerelaan untuk
meringankan beban orang yang sakit misalkan mendoakan, menyumbang uang
untuk beli obat atau membawakan makanan.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
14) Kegiatan sosial sekolah antara lain membantu pelayanan masyarakat di
posyandu. Kegiatan ini menumbuhkan dalam diri saya suatu keinginan kelak
menjadi orang mau melayani masyarakat.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
15) Kegiatan warung murah di sekolah bagi bapak-bapak becak menumbuhkan
dalam diri saya sikap untuk melayani dengan tulus ikhlas.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
16) Bila ada teman yang kesulitan dalam hal belajar, saya rela membantu
mengajarinya.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
17) Misalkan ada teman yang kesulitan dalam hal membayar SPP, maka saya bilang
ke orang tua agar mereka bisa membantunya.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak setuju
18) Di sekitar sekolah ada seorang yang telah lanjut usia, miskin dan hidup sendiri,
saya mengunjunginya, menghiburnya dan membawakan oleh-oleh kepadanya.
Pernah !........!........!........!.........!.......! Tidak pernah
19) Saya sungguh sedih melihat banyak teman0teman sebaya menjadi pengamen di
jalanan
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
20) Ada teman kelas yang sakit hingga berhari-hari, maka saya berinisiatif untuk
mengunjungi dan mengumpulkan uang untuk biaya pengobatan.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
21) Suatu hari ada berita bencana banjir di kota X, maka saya berinisiatif tergerak
menyumbangkan uang saku untuk dana sosial tanpa disuruh.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
22) Menjalankan tugas sekolah bergiliran mengunjungi orang yang sakit di sekitar
sekolah, saya lakukan dengan ........................
173
Rela !........!........!........!.........!.......! Terpaksa
23) Membantu orang/teman yang sedang mengalami kesulitan sesuai dengan
kemampuan saya.
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
24) Kalau saya tidak punya uang banyak untuk kolekte saya tidak perlu malu bila
saya hanya bisa memberi sedikit.
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
25) Saya telah bersikap adil dengan semua teman tanpa pilih kasih
Sering !........!........!........!.........!.......! Jarang
26) Saya berani membela teman yang mengalami ketidakadilan karena difitnah.
Pernah !........!........!........!.........!.......! Tidak pernah
27) Saya rela membawa makanan untuk bazaar dan hasil penjualan diberikan untuk
masyarakat yang tertimpa bencana
Benar !........!........!........!.........!.......! Tidak benar
28) Sikap berkorban berarti saya harus rela kehilangan waktu, tenaga maupun
materi (uang atau barang) untuk orang yang mengalami kesulitan.
Setuju !........!........!........!.........!.......! tidak setuju
29) Saya bergaul dengan siapa saja tanpa memandang apakah mereka kaya atau
miskin karena mereka adalah sesama ciptaan Tuhan.
Setuju !........!........!........!.........!.......! Tidak setuju
30) Mencintai orang miskin berarti bersikap ramah, hormat dan tidak semena-mena
terhadap mereka. Sikap yang demikian ………………..saya lakukan
Sering !........!........!........!.........!.......! jarang
174
Lampiran 2. Tabel total variabel
Tabel Pengumpulan Data Pendidikan Transformasi Sosial
PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL No No. Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Total Nama
1 Angelica D.V 4 3 5 4 5 5 2 4 4 5 5 4 4 5 4 63 2 Aprilia A. 5 4 5 3 5 5 5 5 3 2 5 5 5 2 5 64 3 Ariestya K. 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 5 3 4 4 56 4 Bamas A. 4 5 4 5 3 5 4 4 3 3 3 5 5 4 5 62 5 Chrissellya G. 4 3 5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 66 6 Chrishoper M 4 3 3 5 3 4 3 3 4 5 3 5 5 5 4 59 7 Deny V. 5 4 5 3 5 4 5 3 5 3 3 4 2 3 3 57 8 Eva Monica 4 4 5 5 5 5 3 3 4 3 4 5 4 5 3 62 9 Farenta 4 5 4 4 5 3 1 3 4 4 5 4 4 5 5 60
10 Felicia K. 4 5 4 5 5 4 2 5 3 4 5 5 4 3 5 63 11 Gabriel Deva 3 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 61 12 Gelly Moneta 4 3 3 3 4 3 2 3 4 2 4 4 2 3 4 48 13 Glad Maurina 3 4 5 5 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 56 14 Glendio Kevin 5 3 4 4 5 4 2 4 2 4 2 5 3 1 4 52 15 Vincent R. 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 51 16 Irma Desy A. 4 4 3 3 4 4 3 4 2 2 3 4 3 3 4 50 17 Joshua C. 3 5 4 5 3 5 5 3 4 3 2 4 5 3 3 57 18 Prista R.A. 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 51 19 Nadya S.I. 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 50 20 Monica T. P. 3 3 4 5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 58 21 Kevin C. 3 4 3 2 3 4 3 2 4 3 3 4 3 4 4 49 22 Richard G.W 4 3 5 4 5 4 3 3 4 3 4 5 3 4 4 58 23 R. Kurniawan 3 3 5 3 2 5 3 4 2 3 5 5 3 4 4 54 24 Salpen N. 5 4 4 5 3 5 4 4 5 3 3 4 4 5 4 6225 Sastro Utomo 3 2 4 4 3 4 3 2 3 3 4 2 2 2 3 44 26 Sherly V. 4 3 4 5 5 4 4 3 4 4 5 4 2 3 4 58 27 Silvie W.O. 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 56 28 Tina Chrisma 3 4 3 5 4 3 4 2 4 4 4 5 2 5 4 56 29 Velia Putri S. 3 5 5 4 4 5 4 5 4 4 3 4 5 4 5 64 30 Stevanus W. 4 5 3 5 3 5 3 3 5 2 2 5 5 3 5 5831 Wahono B. 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 67 32 Wawan S. 4 5 3 2 4 4 3 5 5 4 5 4 4 3 3 58 33 Yolanda Ary 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 54 34 Wiranata S. 3 3 3 5 5 6 3 4 3 3 4 5 4 5 5 61 35 Yeremia J.B. 5 3 4 3 3 4 3 3 2 1 4 4 2 3 5 49 36 A.Trisulasakti 3 4 2 4 5 3 2 3 2 2 4 3 4 2 4 4737 Albertus A.W 4 4 4 5 4 4 3 4 3 3 4 5 4 4 5 60 38 Andre G. 3 3 4 3 3 5 2 2 2 3 4 3 3 3 3 46 39 Andrew K. 4 3 5 5 5 5 4 5 4 3 4 5 5 3 5 65 40 Anita Krisanti 4 4 5 4 5 4 5 2 4 4 4 4 4 3 4 60 41 Bilha Sofia M. 5 4 5 5 3 5 4 5 4 4 4 5 4 5 5 67 42 Brigita Cyntia 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 3 5 4 5 5 6443 Cynthia Filicia 4 5 5 3 2 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 63 44 C. Reinhart 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 70
175
45 Christian D. 5 3 4 5 5 4 3 2 4 4 4 5 4 3 5 60 46 David A. 4 4 3 4 4 3 4 5 3 4 4 4 2 3 5 56 47 Dinda R.P. 4 2 3 5 2 4 2 4 2 2 1 5 3 3 5 47 48 Dony C. 4 3 4 5 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 5 56 49 Elda Silvana 4 4 5 5 5 5 3 2 3 2 3 4 3 5 3 56 50 Graciana M. 4 3 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 3 65 51 Hans Eka W. 4 5 2 4 5 5 5 3 5 4 5 4 3 3 5 62 52 Ina Istiana 4 4 4 5 4 5 3 2 2 2 4 4 2 4 4 53 53 Jelita Sparta 5 4 5 5 5 4 4 3 4 3 4 5 4 5 4 64 54 Kartika Sari 5 3 5 5 5 5 3 1 3 1 4 5 3 3 4 55 55 Kelvin W. 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 35 56 Kevin Surya 4 4 5 4 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 53 57 Kiki Novi A. 4 3 5 5 3 2 4 3 3 4 4 4 4 3 5 56 58 Melsynia 4 5 4 5 4 4 3 3 4 4 5 5 3 5 5 63 59 Michelle S. 4 4 5 5 5 4 3 4 4 3 4 4 4 4 5 62 60 Moch. Adrio 3 4 5 4 5 5 3 2 3 4 3 4 3 4 5 57 61 Onny M. 4 4 4 5 4 5 5 3 3 3 5 5 3 4 4 61 62 Rachmad W. 4 4 5 4 4 5 3 3 5 4 3 3 4 4 3 58 63 Samad W. 4 4 5 5 5 5 3 3 4 2 3 3 3 4 4 57 64 Sharon N. 4 4 5 5 5 5 3 3 4 3 4 5 3 4 5 62 65 Jabriha Sonia 4 4 5 3 4 5 3 2 4 3 3 4 4 3 3 54 66 Theresia Ayu 5 5 5 4 5 4 3 4 4 3 4 5 5 4 5 65 67 Th. Stefani 3 3 5 5 5 5 3 3 4 3 4 4 5 4 4 60 68 Yohana L 3 4 5 4 4 5 3 2 3 2 3 3 2 3 4 50 69 Yonathan R. 2 2 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 38 70 Yosia C.P 4 4 5 5 3 5 2 3 4 3 4 5 2 3 4 56
Tabel Pengumpulan Data Solidaritas
SOLIDARITAS
No No. Item 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Tot Nama 1 Angelica D.V 3 3 5 5 5 4 5 4 3 2 5 5 4 5 4 62 2 Aprilia A. 5 2 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 5 69 3 Ariestya K. 3 3 5 4 4 3 5 3 3 3 4 3 3 3 3 52 4 Bamas A. 4 3 2 5 4 5 5 3 5 5 2 4 5 5 4 61 5 Chrissellya 4 4 2 5 4 2 5 4 5 5 5 5 5 5 4 64 6 Chrishoper M 3 3 3 1 4 2 5 5 5 2 4 5 3 5 3 53 7 Deny V. 2 3 4 3 4 5 5 3 5 4 3 2 3 5 5 56 8 Eva Monica 4 3 2 4 4 2 4 4 5 3 3 3 3 4 4 52 9 Farenta 4 3 2 2 2 2 4 3 4 3 3 5 2 5 3 47 10 Felicia K. 4 4 5 5 5 3 5 4 5 4 5 5 5 5 4 68 11 Gabriel Deva 4 3 4 4 3 3 4 5 5 4 4 4 4 5 4 60 12 Gelly Moneta 3 2 2 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 4 4 46 13 Glad Maurina 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 51 14 Glendio 4 1 1 4 2 1 5 4 4 2 4 5 2 5 4 48 15 Vincent R. 5 3 3 4 3 3 5 4 3 3 4 3 3 4 3 53 16 Irma Desy A. 3 2 3 5 2 2 3 3 3 2 1 2 3 3 2 39 17 Joshua C. 3 3 3 4 5 3 5 5 5 4 3 4 3 5 4 59 18 Prista R.A. 3 4 2 4 3 3 4 3 4 3 2 2 4 4 2 47
176
19 Nadya S.I. 3 3 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 4 3 45 20 Monica T. P. 4 2 4 4 3 3 4 3 2 3 3 3 3 4 4 49 21 Kevin C. 3 2 3 3 5 4 4 3 4 3 5 4 3 4 4 54 22 Richard G.W 5 2 2 3 3 2 4 4 5 4 4 3 5 5 4 55 23 R. Kurniawan 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 5 5 3 53 24 Salpen N. 3 2 3 4 3 3 5 5 5 3 4 5 5 5 3 58 25 Sastro U. 3 2 2 4 2 2 4 3 4 3 2 2 3 4 3 43 26 Sherly V. 5 3 2 5 4 5 5 4 5 4 5 5 3 5 3 63 27 Silvie W.O. 4 3 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 59 28 Tina Chrisma 3 2 3 5 3 2 5 4 4 2 3 5 4 3 3 51 29 Velia Putri S. 4 3 5 5 5 4 5 3 5 4 3 5 3 5 5 64 30 Stevanus W. 5 2 5 5 3 2 5 5 3 2 5 1 3 5 5 56 31 Wahono B. 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 65 32 Wawan S. 3 2 5 3 3 2 5 5 3 4 3 3 4 5 5 55 33 Yolanda Ary 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 54 34 Wiranata S. 5 3 5 5 5 5 5 4 3 3 5 5 3 5 3 64 35 Yeremia J.B. 4 2 4 3 2 1 4 4 5 3 5 2 3 5 3 50 36 A.Trisulasakti 3 2 1 4 2 1 3 4 5 5 4 3 2 5 4 48 37 Albertus A.W 3 2 3 4 4 5 3 3 4 3 2 3 3 4 4 50 38 Andre G. 3 2 3 3 3 2 4 3 3 3 4 3 3 4 3 46 39 Andrew K. 5 3 2 4 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 65 40 Anita Krisanti 4 2 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 51 41 Bilha Sofia M 3 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 67 42 Brigita Cyntia 5 4 3 5 4 3 5 5 5 4 5 5 5 5 4 67 43 Cynthia F. 5 2 2 5 2 5 4 4 5 2 3 3 2 4 4 52 44 C. Reinhart 3 5 5 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 69 45 Christian D. 4 5 3 3 2 3 5 3 3 2 4 5 4 5 4 55 46 David A. 4 2 2 5 1 1 4 5 5 5 3 3 4 5 5 54 47 Dinda R.P. 2 5 1 3 2 4 3 3 5 3 5 4 5 5 3 53 48 Dony C. 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 48 49 Elda Silvana 4 3 1 3 3 2 5 3 4 3 3 5 5 5 4 5350 Graciana M. 4 4 4 4 5 3 5 4 4 3 4 5 4 5 4 62 51 Hans Eka w. 3 5 1 5 3 3 5 3 5 5 5 4 5 5 5 62 52 Ina Istiana 3 4 2 5 3 2 4 3 4 3 5 4 5 5 4 56 53 Jelita Sparta 4 2 2 4 3 3 5 4 5 4 5 5 5 5 4 60 54 Kartika Sari 3 3 5 5 3 3 5 3 5 3 3 4 4 5 3 57 55 Kelvin W. 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2 3656 Kevin Surya 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 52 57 Kiki Novi A. 3 3 3 5 3 5 5 4 4 4 5 3 4 4 4 59 58 Melsynia 4 4 3 4 4 4 5 3 5 3 5 4 5 5 3 61 59 Michelle S. 5 2 3 4 3 3 5 4 5 3 5 5 5 5 5 62 60 Moch. Adrio 3 2 4 4 4 2 5 3 5 3 3 2 5 5 4 54 61 Onny M. 3 3 1 5 3 3 4 5 5 3 4 3 4 5 4 5562 Rachmad W. 5 3 3 4 2 3 5 5 5 4 5 3 4 5 5 61 63 Samad W. 3 3 2 5 3 4 5 3 4 4 4 4 4 5 4 57 64 Sharon N. 5 3 1 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 65 65 Jabriha S. 2 2 3 4 4 2 5 4 4 3 3 3 4 4 3 50 66 Theresia Ayu 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 1 5 5 68 67 Th. Stefani 5 3 1 4 4 3 5 4 5 2 5 2 4 5 5 5768 Yohana L 4 2 2 4 2 2 4 3 4 2 3 4 4 5 3 48 69 Yonathan R. 3 2 2 3 1 1 2 3 2 2 3 2 4 2 2 34 70 Yosia C.P 4 1 2 4 4 2 4 3 4 4 4 2 3 5 4 50
Lampiran 3: Tabel Validitas dan Reliabilitas
HASIL ANGKET SISWA KELAS VI SDK SANTA MARIA TULUNGANGGUNG 2010 PENDIDIKAN KESADARAN SOSIAL SOLIDARITASNo No. Item 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Total
Nama1 Angelica D.V 4 3 5 4 5 5 2 4 4 5 5 4 4 5 4 3 3 5 5 5 4 5 4 3 2 5 5 4 5 4 1252 Aprilia A. 5 4 5 3 5 5 5 5 3 2 5 5 5 2 5 5 2 5 5 5 5 5 5 5 2 5 5 5 5 5 1333 Ariestya K. 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 5 3 4 4 3 3 5 4 4 3 5 3 3 3 4 3 3 3 3 1084 Bamas A. 4 5 4 5 3 5 4 4 3 3 3 5 5 4 5 4 3 2 5 4 5 5 3 5 5 2 4 5 5 4 1235 Chrissellya G. 4 3 5 5 3 5 4 5 4 4 5 5 4 5 5 4 4 2 5 4 2 5 4 5 5 5 5 5 5 4 1306 Chrishoper M. 4 3 3 5 3 4 3 3 4 5 3 5 5 5 4 3 3 3 1 4 2 5 5 5 2 4 5 3 5 3 1127 Deny V. 5 4 5 3 5 4 5 3 5 3 3 4 2 3 3 2 3 4 3 4 5 5 3 5 4 3 2 3 5 5 1138 Eva Monica G. 4 4 5 5 5 5 3 3 4 3 4 5 4 5 3 4 3 2 4 4 2 4 4 5 3 3 3 3 4 4 1149 Farenta 4 5 4 4 5 3 1 3 4 4 5 4 4 5 5 4 3 2 2 2 2 4 3 4 3 3 5 2 5 3 107
10 Felicia K. 4 5 4 5 5 4 2 5 3 4 5 5 4 3 5 4 4 5 5 5 3 5 4 5 4 5 5 5 5 4 13111 Gabriel Deva 3 3 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 5 5 4 4 4 4 5 4 12112 Gelly Moneta 4 3 3 3 4 3 2 3 4 2 4 4 2 3 4 3 2 2 4 3 2 3 4 3 3 3 3 3 4 4 9413 Glad Maurina 3 4 5 5 4 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 3 4 3 10714 Glendio Kevin 5 3 4 4 5 4 2 4 2 4 2 5 3 1 4 4 1 1 4 2 1 5 4 4 2 4 5 2 5 4 10015 Vincent R. 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 4 5 3 3 4 3 3 5 4 3 3 4 3 3 4 3 10416 Irma Desy A. 4 4 3 3 4 4 3 4 2 2 3 4 3 3 4 3 2 3 5 2 2 3 3 3 2 1 2 3 3 2 8917 Joshua C. 3 5 4 5 3 5 5 3 4 3 2 4 5 3 3 3 3 3 4 5 3 5 5 5 4 3 4 3 5 4 11618 Prista R.A. 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 2 4 3 3 4 3 4 3 2 2 4 4 2 9819 Nadya S.I. 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 4 3 3 2 3 3 3 4 3 9520 Monica T. P. 3 3 4 5 5 5 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 2 4 4 3 3 4 3 2 3 3 3 3 4 4 10721 Kevin C. 3 4 3 2 3 4 3 2 4 3 3 4 3 4 4 3 2 3 3 5 4 4 3 4 3 5 4 3 4 4 10322 Richard G.W 4 3 5 4 5 4 3 3 4 3 4 5 3 4 4 5 2 2 3 3 2 4 4 5 4 4 3 5 5 4 11323 R. Kurniawan 3 3 5 3 2 5 3 4 2 3 5 5 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 3 4 3 5 5 3 10724 Salpen N. 5 4 4 5 3 5 4 4 5 3 3 4 4 5 4 3 2 3 4 3 3 5 5 5 3 4 5 5 5 3 120
25 Sastro Utomo 3 2 4 4 3 4 3 2 3 3 4 2 2 2 3 3 2 2 4 2 2 4 3 4 3 2 2 3 4 3 8726 Sherly V. 4 3 4 5 5 4 4 3 4 4 5 4 2 3 4 5 3 2 5 4 5 5 4 5 4 5 5 3 5 3 12127 Silvie W.O. 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 5 4 4 4 5 4 11528 Tina Chrisma J 3 4 3 5 4 3 4 2 4 4 4 5 2 5 4 3 2 3 5 3 2 5 4 4 2 3 5 4 3 3 10729 Velia Putri S. 3 5 5 4 4 5 4 5 4 4 3 4 5 4 5 4 3 5 5 5 4 5 3 5 4 3 5 3 5 5 12830 Stevanus W. 4 5 3 5 3 5 3 3 5 2 2 5 5 3 5 5 2 5 5 3 2 5 5 3 2 5 1 3 5 5 11431 Wahono Bimo 5 5 5 5 5 5 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 4 4 4 5 4 5 4 4 5 4 13232 Wawan S. 4 5 3 2 4 4 3 5 5 4 5 4 4 3 3 3 2 5 3 3 2 5 5 3 4 3 3 4 5 5 11333 Yolanda Ary W 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 10834 Wiranata S. 3 3 3 5 5 6 3 4 3 3 4 5 4 5 5 5 3 5 5 5 5 5 4 3 3 5 5 3 5 3 12535 Yeremia J.B. 5 3 4 3 3 4 3 3 2 1 4 4 2 3 5 4 2 4 3 2 1 4 4 5 3 5 2 3 5 3 9936 Adil Trisulasakt 3 4 2 4 5 3 2 3 2 2 4 3 4 2 4 3 2 1 4 2 1 3 4 5 5 4 3 2 5 4 9537 Albertus A.W 4 4 4 5 4 4 3 4 3 3 4 5 4 4 5 3 2 3 4 4 5 3 3 4 3 2 3 3 4 4 11038 Andre G. 3 3 4 3 3 5 2 2 2 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 4 3 3 3 4 3 3 4 3 9239 Andrew K. 4 3 5 5 5 5 4 5 4 3 4 5 5 3 5 5 3 2 4 4 2 5 5 5 5 5 5 5 5 5 13040 Anita Krisanti 4 4 5 4 5 4 5 2 4 4 4 4 4 3 4 4 2 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 11141 Bilha Sofia M. 5 4 5 5 3 5 4 5 4 4 4 5 4 5 5 3 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 5 5 5 4 13442 Brigita Cyntia 4 5 3 5 5 4 4 4 4 4 3 5 4 5 5 5 4 3 5 4 3 5 5 5 4 5 5 5 5 4 13143 Cynthia Filicia 4 5 5 3 2 4 4 5 4 5 5 5 4 4 4 5 2 2 5 2 5 4 4 5 2 3 3 2 4 4 11544 C. Reinhart 4 5 4 5 5 4 4 5 4 5 5 5 5 5 5 3 5 5 4 5 5 5 5 5 3 4 5 5 5 5 13945 Christian D. 5 3 4 5 5 4 3 2 4 4 4 5 4 3 5 4 5 3 3 2 3 5 3 3 2 4 5 4 5 4 11546 David Aryanto 4 4 3 4 4 3 4 5 3 4 4 4 2 3 5 4 2 2 5 1 1 4 5 5 5 3 3 4 5 5 11047 Dinda R.P. 4 2 3 5 2 4 2 4 2 2 1 5 3 3 5 2 5 1 3 2 4 3 3 5 3 5 4 5 5 3 10048 Dony Chandra 4 3 4 5 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 5 3 3 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 10449 Elda Silvana 4 4 5 5 5 5 3 2 3 2 3 4 3 5 3 4 3 1 3 3 2 5 3 4 3 3 5 5 5 4 10950 Graciana M. 4 3 5 5 5 5 4 4 5 4 5 5 4 4 3 4 4 4 4 5 3 5 4 4 3 4 5 4 5 4 12751 Hans Eka W. 4 5 2 4 5 5 5 3 5 4 5 4 3 3 5 3 5 1 5 3 3 5 3 5 5 5 4 5 5 5 12452 Ina Istiana 4 4 4 5 4 5 3 2 2 2 4 4 2 4 4 3 4 2 5 3 2 4 3 4 3 5 4 5 5 4 10953 Jelita Sparta 5 4 5 5 5 4 4 3 4 3 4 5 4 5 4 4 2 2 4 3 3 5 4 5 4 5 5 5 5 4 12454 Kartika Sari 5 3 5 5 5 5 3 1 3 1 4 5 3 3 4 3 3 5 5 3 3 5 3 5 3 3 4 4 5 3 112
55 Kelvin Wahyudi 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 3 2 2 3 3 2 3 2 7156 Kevin Surya 4 4 5 4 3 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 4 10557 Kiki Novi A. 4 3 5 5 3 2 4 3 3 4 4 4 4 3 5 3 3 3 5 3 5 5 4 4 4 5 3 4 4 4 11558 Melsynia 4 5 4 5 4 4 3 3 4 4 5 5 3 5 5 4 4 3 4 4 4 5 3 5 3 5 4 5 5 3 12459 Michelle S. 4 4 5 5 5 4 3 4 4 3 4 4 4 4 5 5 2 3 4 3 3 5 4 5 3 5 5 5 5 5 12460 Moch. Adrio E. 3 4 5 4 5 5 3 2 3 4 3 4 3 4 5 3 2 4 4 4 2 5 3 5 3 3 2 5 5 4 11161 Onny Mardiana 4 4 4 5 4 5 5 3 3 3 5 5 3 4 4 3 3 1 5 3 3 4 5 5 3 4 3 4 5 4 11662 Rachmad W. 4 4 5 4 4 5 3 3 5 4 3 3 4 4 3 5 3 3 4 2 3 5 5 5 4 5 3 4 5 5 11963 Samad W. 4 4 5 5 5 5 3 3 4 2 3 3 3 4 4 3 3 2 5 3 4 5 3 4 4 4 4 4 5 4 11464 Sharon Natalia 4 4 5 5 5 5 3 3 4 3 4 5 3 4 5 5 3 1 5 4 4 5 5 5 4 5 5 5 5 4 12765 Jabriha Sonia 4 4 5 3 4 5 3 2 4 3 3 4 4 3 3 2 2 3 4 4 2 5 4 4 3 3 3 4 4 3 10466 Theresia Ayu 5 5 5 4 5 4 3 4 4 3 4 5 5 4 5 4 5 5 4 5 4 5 5 5 5 5 5 1 5 5 13367 Th. Stefani W. 3 3 5 5 5 5 3 3 4 3 4 4 5 4 4 5 3 1 4 4 3 5 4 5 2 5 2 4 5 5 11768 Yohana L 3 4 5 4 4 5 3 2 3 2 3 3 2 3 4 4 2 2 4 2 2 4 3 4 2 3 4 4 5 3 9869 Yonathan Ricky 2 2 4 3 3 2 2 2 3 2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 1 1 2 3 2 2 3 2 4 2 2 7270 Yosia C.P 4 4 5 5 3 5 2 3 4 3 4 5 2 3 4 4 1 2 4 4 2 4 3 4 4 4 2 3 5 4 106
N 269 263 292 298 283 300 229 234 250 225 265 298 245 255 291 256 202 208 284 233 210 308 264 295 229 268 262 263 321 266Jawb benar 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350 350IK 0.77 0.8 0.83 0.9 0.8 0.9 0.7 0.7 0.7 0.64 0.76 0.85 0.7 0.73 0.8 0.7 0.6 0.6 0.8 0.67 0.6 0.88 0.75 0.84 0.65 0.8 0.75 0.8 0.92 0.8Jum.Soal - 1 30 29Var Butir 0.48 0.7 0.72 0.7 0.9 0.7 0.8 1 0.7 0.81 0.75 0.63 0.9 0.84 0.6 0.7 0.9 1.6 0.8 1.04 1.3 0.56 0.61 0.81 0.84 1 1.21 1 0.45 0.7 24.73Var Total 190Reliabilitas 0.9Validitas 0.47 0.5 0.33 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.47 0.35 0.64 0.6 0.49 0.5 0.5 0.5 0.4 0.5 0.62 0.54 0.69 0.5 0.61 0.44 0.5 0.59 0.4 0.66 0.6
177
Lampiran 4: Daftar wawancara kepada guru SDK Santa Maria Tulungagung 1. Sejauh mana siswa /siswi bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama yang miskin?
2. Hal apa yang mendukung siswa bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama yang
miskin?
3. Apa yang menghambat siswa bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama yang
miskin?
178
Lampiran 5 : Hasil wawancara dengan Guru SDK Santa Maria Tulungagung
A. Wawancara Pertama
1. Pelaksanaan
a. Hari dan Tanggtal : Rabu, 24 Februari 2010
b. Tempat : SDK Santa Maria Tulungagung
c. Waktu : 09.00 – 10.00
d. Nama : Ibu Vincentia Sunarlin, S.Pd. (Kepala Sekolah)
2. Hasil wawancara
a. Sejauh mana siswa-siswa kelas VI bertumbuh rasa solider dengan
sesamanya, terutama mereka yang miskin?
Anak-anak di sini memang tampak memiliki kepedulian pada orang-orang
yang menderita atau teman yang membutuhkan bantuan tidak hanya terbatas pada
kelas VI saja, tapi juga siswa-siswa kelas lainnya. Sikap ini tampak dari inisiatif
mereka dalam menolong teman yang sakit, mengunpulkan dana untuk teman mereka
yang berobat, menjadi tutor sesama teman yang lemah belajar, dan kemauan anak-
anak yang senang mengikuti kegiatan-kegiatan sosial yang diadakan oleh sekolah.
Hal ini juga merupakan bagian dari integrasi pelajaran di kelas, khususnya
pelajaran agama yang banyak mengajarkan tentang kasih.
Di sekolah ini banyak kegiatan sosial yang ditawarkan kepada anak-anak
misalnya: pelayanan di posyandu. Pelayanan di posyandu dilakukan setiap bulan
sekali meskipun siswa hanya membantu membagi makanan sebagai tambahan gizi
bagi balita. Siswa ikut pelayanan warung murah. Kunjungan ke orang sakit.
Kunjungan ke orang sakit hampir setiap minggu ada dua siswa yang mengunjungi
orang sakit secara bergiliran yang rumahnya ada di sekitar sekolah. Orang yang
dikunjungi adalah cacat, sakit stroke dan orang jompo, meskipun keadaan orang
sakit itu miskin tapi para siswa tidak merasa jijik. Kegiatan lainnya adalah
kunjungan ke Panti Asuhan dan kunjungan ke Panti Werda. Kunjungan ini biasa
dilakukan dalam rangka aksi Natal atau aksi Paskah. Lalu adanya bazar untuk
179
mencari dana. Seperti yang baru saja terjadi, bazar diadakan untuk mencari dana
korban gempa di Padang. Bazar adalah hasil pengumpulan bahan makanan dari
siswa kemudian dijual, hasilnya untuk dana gempa. Adanya Kolekte. Adanya live in.
Live in biasanya dilakasanakan bergabung dengan siswa SMP Santa Maria,
tujuannya agar mereka mengenal kehidupan masyarakat di mana mereka tinggal
bersama. Kunjungan ke Barak Bakti yaitu tempat para pemulung, di sana para guru
memberi les belajar pada anak-anak keluarga pemulung dan biasanya para guru
mengajak serta siswa-siswa sekitar 4-5 siswa secara bergiliran untuk kegiatan ini.
Selain itu siswa-siswa juga diajak untuk bisa menolong orang lain dengan cara
melatih mereka mengolah sampah. Hasil pengolahan sampah dijual dan hasil
penjualannya untuk dana sosial sekolah.
b. Hal-hal apa yang mendukung siswa-siswa bertumbuh rasa solidaritas
kepada orang miskin ?
Kegiatan-kegiatan sosial sekolah ini memberi kondisi pada siswa untuk
terlibat dan berhadapan langsung dengan keadaan orang miskin, misalnya mereka
kunjungan ke Barak Bakti mereka melihat keadaan keluarga-keluarga yang miskin
dan anak-anak yang hidup kekurangan. Saat mengujungi orang sakit, siswa
langsung melihat penderitaan mereka yang kekurangan sekaligus menderita sakit.
Selain itu dorongan dari para guru sungguh membuat siswa terbantu bertumbuh
rasa solider pada orang yang menderita, misalnya guru membacakan sebuah berita
di koran tentang seorang yang sakit kanker dan hidup dalam kemiskinan, guru
mengajak siswa apa yang bisa dilakukan untuk membantu orang tersebut, reaksi
yang terjadi adalah siswa-siswa tergerak untuk membantu dengan mengumpulkan
dana, selain itu setiap dua minggu sekali ada siswa yang mengunjunginya. Kegiatan-
kegiatan yang dilakukan di sekolah ini juga melibatkan semua warga sekolah,
misalnya bila anak-anak mengunjungi orang sakit, demi keselamatan mereka,
mereka selalu dihantar oleh karyawan sekolah, atau bila memerlukan transportasi
siswa-siswa ini melibatkan orangtuanya untuk menyediakan mobil untuk kunjungan
yang agak jauh. Dalam sekolah ini ada kurikulum Vinsensian yaitu setiap Minggu
180
ada satu jam yang dipakai oleh masing-masing guru dalam menyampaikan nilai-
nilai hidup yang dimiliki oleh St. Vinsensius, misalnya dengan mengenalkan hidup
St. Vinsensius, Hidup St. Luisa, para kudus Vinsensian yang diwarnai oleh sikap
sikap belaskasih, murah hati, rendah hati, hormat kepada orang miskin. Jadi situasi
ini sungguh mendukung siswa untuk berkembang rasa sosialnya.
c. Hal-hal apa yang kurang membantu siswa memiliki rasa solider siswa
kepada sesamanya ?
Bila di sekolah sudah banyak hal yang diusahakan agar anak bisa memiliki
jiwa sosial kepada sesamanya yang menderita, sekarang hanya tergantung
keluarganya, ada orang tua yang cenderung terlalu melindungi anaknya, sehingga
anak kurang bergaul dengan orang lain, misalnya lebih baik ada teman yang datang
ke rumahnya, dari pada anaknya yang pergi ke tempat lain, hal ini membuat anak
kurang mengetahui keadaan orang lain yang susah.
B. Wawancara Kedua
1. Pelaksanaan
a. Hari dan Tanggtal : Rabu, 24 Februari 2010
b. Tempat : SDK Santa Maria Tulungagung
c. Waktu : 10.00 – 10.30
d. Nama : Bapak Yohanes Surani (Guru BP)
2. Hasil wawancara
a. Sejauh mana siswa /siswi bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama yang
miskin?
Anak-anak memiliki rasa solidaritas cukup tinggi, seperti bila ada kegiatan
Pramuka Peduli, aksi Natal dan aksi Paskah, mereka sangat antusias membawa
sumbangan ataupun kolekte. Untuk kegiatan Pramuka peduli biasanya mereka
membawa bahan makanan untuk dijual di bazar dan hasilnya untuk kegiatan sosial
181
misalnya untuk kunjungan ke Panti Asuhan, biasanya mereka dengan senang hati
membawa bahan makanan untuk bazar. Selain itu solidaritas siswa juga tampak
dalam semangat siswa yang mau mengunjungi orang sakit, orang jompo yang hidup
sendiri yang tinggal di sekitar sekolah.
b. Hal apa yang mendukung siswa bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama
yang miskin?
Hal-hal yang mendukung siswa untuk bisa bertumbuh rasa solidaritas bisa
dari orangtua yang mendukung anaknya, misalnya bila mereka akan melakukan
kunjungan, biasanya siswa menyampaikan kepada orangtua dan orang tua
membekali anaknya dengan memberi oleh-oleh bagi orang yang akan dikujungi.
Dukungan orangtua juga lewat kesediaan mereka meminjami kendaraan bila anak-
anak memerlukan transportasi untuk kegiatan sosial. Kesadaran orangtua seperti
ini sugguh membantu siswa untuk memiliki solidaritas. Hal lain yang mendukung
adalah kebiasaan-kebiasaan baik yang ditanamkan di sekolah misalnya memberi
kesempatan kepada siswa untuk secara bergiliran mengadakan kunjungan kepada
orang cacat, orang sakit, memberi kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan
posyandu dan membantu kegiatan warung murah. Guru selalu memotivasi siswa
dengan menceritakan kejadian bencana alam yang terjadi dan mendorong siswa
untuk memberikan kolekte. Pengarahan-pengarahan dari Pamong Unit juga sangat
berguna bagi siswa untuk memiliki kepedulian untuk orang lain.
c. Apa yang menghambat siswa bertumbuh rasa solidaritas kepada sesama
yang miskin?
Hal-hal yang menghambat siswa bertumbuh rasa solidaritas biasanya
dipengaruhi kebiasaan yang ditanamkan di keluarga. Misalnya bila ada siswa
hanya membawa sumbangan sesuai ditentukan sekolah, padahal sebagai orang
yang kaya sebenarnya bisa memberi lebih, kepekaan sosial yang tidak dimiliki oleh
182
keluarga tersebut membuat anaknya pun juga memiliki nilai hidup seperti yang
ditanamkan di keluarga. Bila keluarga tersebut kikir maka anak juga bisa memiliki
sifat kikir terhadap orang yang kekurangan.
C. Wawancara Ketiga
1. Pelaksanaan
a. Hari dan Tanggtal : Rabu, 24 Februari 2010
b. Tempat : SDK Santa Maria Tulungagung
c. Waktu : 10.30 – 11.00
d. Nama : Bapak A.Y. Suryanto, S.Pd. (Wali Kelas VIA)
2. Hasil wawancara
a. Sejauh mana siswa kelas VI bertumbuh solidaritas kepada orang miskin ?
Jawab:
Yah anak-anak di SD ini memang pada umumnya memiliki sikap yang baik
dalam menerima orang lain, misalnya tidak memandang rendah guru, mereka semua
hormat kepada karyawan sekolah. Mereka tidak menyebut karyawan sekolah dengan
sebutan ”pak Bon” sebagaimana sering dilakukan siswa pada sekolah lain, tapi
mereka terbiasa memanggil mereka dengan nama mereka, hal ini sebagai tanda
mereka memiliki hormat kepada orang-orang kecil. Anak-anak di SD ini juga
terbiasa melakukan tugas membersihkan WC dengan senang hati, tidak memandang
bahwa itu pekerjaan rendah dan tugas karyawan sekolah, hal ini menunjukkan
bahwa mereka mau mengerjakan tugas-tugas yang rendah bukan sebagai hukuman
tapi demi nilai yang baik yaitu kebersihan lingkungan. Sikap-sikap yang demikian
menjadi tanda bahwa siswa mulai bertumbuh rasa solider terhadap sesamanya juga
melalui lingkungan. Selain itu anak-anak terbiasa belajar berinisiatif menolong
temannya, misalnya tahu ada teman yang taidak membawa bekal dan membagi bekal
dengan temannya.
183
b. Hal-hal apa yang mendukung siswa kelas VI bertumbuh rasa solider ?
Siswa-siswa di sini dikenalkan dengan kegiatan-kegiatan sekolah yang selalu
berbuhungan dengan orang-orang miskin sejak mereka kelas IV, misalnya dengan
kegiatan warung murah untuk abang-abang becak, kunjungan ke orang jompo,
kunjungan ke orang sakit. Selain itu biasanya saya memberikan cerita pada anak-
anak tentang penderitaan orang lain yang pernah saya kenal, sehingga anak
mengenal bahwa ada orang lain yang membutuhkan pertolongan, biasanya hal ini
saya lakukan saat renungan pagi sekitar 5-10 menit sebelum pelajaran dimulai.
Renungan pagi itu juga diisi oleh siswa dengan sebuah cerita, siswa dibiasakan
untuk membagi cerita pada teman di kelas sekaligus mereka menemukan sendiri
pesan moral dari cerita tersebut. Kebiasaan ini membantu siswa untuk memiliki rasa
empati pada sesama.
c. Hal-hal apa yang kurang mendukung siswa VI memiliki rasa solider kepada
sesamanya yang menderita ? :
Memang selain banyak siswa yang sudah tampak memiliki kesadaran akan
penderitaan sesamanya, memang ada siswa yang masih kurang meeiliki sikap
solider. Hal ini disebabkan karena faktor lingkungan keluarga. Ada siswa yang
sehari-hari tidak diasuh oleh orangtuanya karena mereka bekerja, sehingga mereka
diasuh oleh pembantu, meskipun di sekolah telah diajari bagaimana memiliki
kepedulian pada orang lain, tapi tampak keacuhannya dalam merespon kegiatan-
kegiatan sosial sekolah. Orangtua yang demikian seringkali juga kurang mendukung
nilai-nilai yang diajarkan di sekolah. Ada hal lain lagi yang membuat siswa kurang
memiliki rasa solider dengan orang lain yaitu dengan adanya HP. Anak-anak yang
memiliki HP tampak lebih mementingkan diri sendiri, lebih egois, karena HP hanya
untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.
184
D. Wawancara Keempat
1. Pelaksanaan
a. Hari dan Tanggtal : Rabu, 25 Februari 2010
b. Tempat : SDK Santa Maria Tulungagun
c. Waktu : 11.00 – 11.30
d. Nama : Ibu Elisabeth Murniati, S.Pd. (Wali Kelas VIB)
2. Hasil wawancara
a. Sejauh mana siswa kelas VI memiliki solidaritas ?
Pada umumnya anak-anak memiliki solidaritas yang tinggi kepada teman
tentang masalah yang sedang dihadapi teman, misalnya ada teman yang sakit sudah
berhari-hari mereka berinisiatif untuk menjenguk, kemudian mengumpulkan uang
untuk membantu biaya berobat. Setiap hari pun ada siswa yang singgah ke teman
tersebut sebelum ke sekolah, hal ini dilakukan oleh siswa tanpa disuruh oleh guru.
Hal lain yang tampak adalah bahwa mereka sudah terbiasa bergaul dengan teman
siapa saja, tanpa memandang siapa teman tersebut, bahkan duduknya pun diatur
sedemikian rupa supaya anak-anak bisa belajar bergaul tanpa memandang latar
belakang temannya.
b. Hal-hal apa yang mendukung bertumbuhnya siswa memiliki rasa solidaritas
ini ?
Hal-hal yang mendukung adalah bahwa ketika anak-anak menceritakan
kepada saya, bahwa mereka telah mengunjungi temannya yang sakit dan mereka
mengumpulkan uang, saya hanya bisa memotivasi dan memberikan dukungan bahwa
apa yang mereka lakukan itu baik. Jadi hal yang mendukung adalah guru-guru di
sini selalu mendukung dan memotivasi siswa tentang hal baik yang telah mereka
lakukan.
185
c. Hal-hal apa yang menghambat siswa kurang memiliki rasa solider dengan
sesamanya? :
Hal-hal yang menghambat siswa memiliki rasa solidaritas adalah kurangnya
kerjasama dan komitmen dari keluarga, misalnya orangtua kurang mendukung apa
yang sudah ditanamkan di sekolah tentang semangat dan peduli kepada orang lain.
Kedua bahwa nilai yang dianut masyarakat juga mempengaruhi siswa dalam
melihat siapa yang yang akan diberi sesuatu, maksudnya bahwa bila ada yang
memberi maka baru akan memberi, dengan kata lain memberi bila diberi. Hal ini
tampak dalam acara valentine yang baru saja terjadi, bahwa ada 4 siswa tidak
membawa coklat, 4 siswa tersebut juga tidak mendapatkan coklat dari teman yang
membawa coklat. Hal lain yang kurang mendukung adalah alat komunikasi. HP
(Hand Phone) juga menjadi kendala bagi siswa bertumbuh rasa solidaritas,
kecenderungannya adalah bahwa ada siswa hanya berteman dengan teman yang
memiliki HP dengan saling SMS. Hal ini membuat siswa kurang berteman dengan
semua teman, dengan kata lain sesama teman adalah mereka yang hanya memiliki
HP, sedangkan teman yang tidak punya HP kurang mendapat perhatian.
186
Lampiran 6 : Grafik hasil Analisis Regresi
Normal P-P Plot of Regression Standa
Dependent Variable: Y
Observed Cum Prob
1.00.75.50.250.00
Expe
cted
Cum
Pro
b1.00
.75
.50
.25
0.00
Scatterplot
Dependent Variable: Y
Regression Standardized Predicted Value
3210-1-2-3-4
Reg
ress
ion
Stan
dard
ized
Res
idua
l
3
2
1
0
-1
-2
-3
-4
187
Regression Standardized Residual
2.001.50
1.00.500.00
-.50-1.00
-1.50-2.00
-2.50-3.00
Histogram
Dependent Variable: Y
Freq
uenc
y
12
10
8
6
4
2
0
Std. Dev = .99 Mean = 0.00
N = 70.00
188
Lampiran 7: Hasil kunjungan Penulis di SDK Santa Maria Tulungagung
Tanggal 24 Februari 2010:
1. Penulis bertemu dengan Suster pamong unit
Dalam kunjungan ke SDK Santa Maria Tulungagung, penulis bertemu
dengan Suster Pamong Unit yaitu Sr. Laetitia, PK. Dalam kunjungan ini penulis
menyampaikan maksud dan kedatangan penulis dalam rangka mengenal siswa,
kegiatan siswa, observasi lingkungan sekolah dan mengadakan wawancara dengan
beberapa guru, guna memenuhi keperluan penulisan skripsi. Dalam kesempatan
bertemu dengan Suster pamong unit, penulis berkesempatan mendengarkan uraian
Suster pamong unit tentang kegiatan-kegiatan siswa di luar jam pelajaran yaitu
tentang kegiatan sosial yang dilakukan oleh siswa dan para guru misalnya tentang
kunjungan siswa kepada orang sakit, ikut sertanya siswa dalam bimbingan belajar di
Barak Bakti (tempat para pemulung), terlibatnya siswa dalam pelayanan warung
murah untuk bapak penarik becak, tentang pemberian makanan gizi bagi siswa yang
membutuhkan dan tentang usaha sekolah untuk memberi bantuan keringanan SPP
bagi siswa yang miskin.
2. Penulis mengikuti kegiatan belajar di kelas VIA
Penulis mengikuti kegiatan belajar siswa di kelas VI dan Pak Suryanto
sebagai pengajar. Tujuan penulis mengikuti kegiatan belajar di kelas adalah
mengamati para siswa belajar, dalam rangka untuk mengenal siswa dan
menyampaikan sosialisasi tentang data penelitian yang hendak diisi oleh siswa.
3. Penulis berbincang dengan siswa saat waktu istirahat
Saat istirahat penulis mengadakan perbincangan dengan beberapa siswa.
Perbincangan penulis kepada siswa bertujuan untuk mengadakan wawancara singkat
tentang kegiatan sosial yang pernah diikuti oleh siswa. Perbincangan dilakukan
dengan tiga siswi kelas VIA yaitu Elisabet Wonadyayu Puji Christanti, Ariestya
Kumalasari, dan Glad Mauraina.
189
Pertanyaan kepada Elisabeth Tarti :
a. Kegiatan sosial apa saja yang pernah kamu lakukan saat di sekolah ?
Kegiatan yang yang pernah saya lakukan adalah kunjungan kepada orang sakit
tiga kali, ikut ke Barak bakti dua kali dan ikut melayani warung murah untuk
bapak becak satu kali.
b. Mengapa kamu mengikuti kegiatan itu ?
Saya senang karena membantu orang yang susah.
c. Apa yang kamu rasakan saat bertemu dengan orang yang kamu kunjungi
itu?
Kasihan, karena mereka miskin.
Pertanyaan kepada Ariestya Kumalasari :
a. Kegiatan sosial apa saja yang pernah kamu lakukan saat di sekolah ?
Saya kunjungan kepada orang sakit dan mbah yang hidup sendiri sebanyak dua
kali, ikut melayani di warung murah satu kali.
b. Mengapa kamu mengikuti kegiatan itu ?
Saya senang bisa membantu.
c. Apa yang kamu rasakan saat bertemu dengan orang yang kamu kunjungi
itu?
Kasihan dan peduli kepada mereka.
Pertanyaan kepada Glad Maurina:
a. Kegiatan sosial apa saja yang pernah kamu lakukan saat di sekolah ?
Membantu warung murah untuk pak becak, ikut ke Barak bakti, kunjungan ke
orang-orang yang sakit.
b. Mengapa kamu mengikuti kegiatan itu ?
Senang, kenal banyak orang, mengenal sifat orang.
c. Apa yang kamu rasakan saat bertemu dengan orang yang kamu kunjungi
itu?
Iba, kasihan.
190
Pertanyaan kepada ketiga siswi:
Setelah bertemu orang yang susah hidupnya, apa cita-citamu untuk mereka?
Saya ingin mendirikan panti jompo, mendirikan lapangan pekerjaan karena banyak
orang yang menjadi pemulung karena tidak punya pekerjaan, membantu anak-anak
pemulung untuk bisa sekolah. Mereka hidup sederhana, tdak punya tempat tinggal.
4. Mengikuti kunjungan siswa kepada orang sakit, lansia dan cacat.
Pada pukul 11. 00 penulis berkesempatan untuk mengikuti dua siswi yang
mengadakan kunjungan kepada tiga orang. Bersama dengan dua karyawan yang
membonceng kedua siswi tersebut, kami beriringan mengadakan perjalanan
kunjungan. Kedua siswi tersebut adalah Elisabeth Yunita kelas IV dan seorang
temannya (lupa mencatat nama). Pertama, kunjungan dilakukan kepada seorang yang
mengalami cacat fisik, dengan keadaan selalu berada di kursi roda. Secara bergantian
kedua siswi tersebut membacakan sebuah cerita kepadanya. Setelah selesai
membacakan sebuah cerita, mereka memberikan oleh-oleh sebungkus makan siang
kepadanya. Kunjungan kedua dilakukan kepada seorang ibu yang sakit stroke.
Kepada ibu ini kedua siswi ini membawakan oleh-oleh makan siang dan
mendoakannya. Kunjungan ketiga kepada seorang lansia yang hidup sendiri yaitu
seorang kakek yang hidup sendiri di sebuah rumah yang kecil. Mereka sudah saling
mengenal dan berbincang sejenak. Setelah berbincang sejenak dengan kakek
tersebut, tidak lupa kedua siswi memberikan oleh-oleh makan siang kepada kakek
tersebut. Setelah melakukan kunjungan, ternyata kedua siswi masih melanjutkan
untuk belajar di kelas.
Tanggal 25 Februari 2010
1. Mengikuti kegiatan belajar di kelas VIB
Observasi penulis dilanjutkan dengan mengikuti kegiatan belajar di kelas VIB
dengan Ibu Elisabeth sebagai pengajarnya. Dalam kegiatan belajar ini penulis
mengamati, bahwa di antara kegiatan belajar sedang berlangsung ada beberapa siswa
yang keluar kelas, ternyata mereka berkesempatan untuk menikmati makan sebagai
191
program tambahan gizi dari sekolah. Hal tersebut tidak mengganggu suasana belajar
karena hal tersebut sudah menjadi kebiasaan di sekolah tersebut. Maksud penulis
hadir dalam kegiatan belajar tersebut pertama untuk mengenal siswa dan kedua untuk
menyampaikan sosialisasi kepada siswa untuk mengisi kuesioner data penelitian.
2. Kegiatan gizi untuk siswa-siswi
Kegiatan makan sebagai tambahan gizi dilakukan setiap Minggu. Pada
kesempatan observasi di sekolah, sedang ada kegiatan makan bersama. Ada sekitar
75 siswa yang mengikuti program ini. Mereka adalah siswa-siswi yang memerlukan
tambahan gizi untuk kesehatan mereka.
3. Mengamati siswa saat istirahat.
Hal yang menarik dalam observasi ini adalah, setelah para siswa beristirahat
ada beberapa siswa yang sudah siap untuk menyapu halaman, menyapu lantai dan
ketika penulis menyapa, mereka mengatakan bahwa mereka sedang melaksanakan
piket untuk membersihkan halaman dan lantai galeri.
192
Lampiran 8: Program Sekolah Dasar Katolik Santa Maria Tulungagung
SD KATOLIK “SANTA MARIA” JLN. PANGLIMA SUDIRMAN NO. 30 TULUNGAGUNG-66212
Program Sekolah
Tahun Pelajaran 2009 / 2010
No. BULAN JENIS KEGIATAN
WAKTU SASARAN PENANGGUNG JAWAB
1. Juli 2009
Mos Mg III I-VI Guru kelas Pertemuan wali murid kelas I
Mg III I Kasek dan Guru kelas
Menyanyikan lagu daerah
Mg III I-VI Guru kelas
Kepedulian sosial
Mg III I-VI Guru kelas
Les organ Mg II Perwakilan guru
Wakasek
Persiapan lomba PHBN
Mg III IV-VI Sie Lomba dan Sie OR
Pengenalan Santo/Santa
Mg III I -VI dan Karyawan
Sie Vincentian
Pelantikan anggota PKS
Mg IV Angg. PKS Sie PKS
Kaderisasi petugas Upacara
Mg II V Sie upacara
Sosialisasi SKJ 08
Mg III-IV
Guru Sie OR
Pembinaan 18-20 Guru Perwakilan TA
P. Handiko
Pertemuan Ortu calon katekumen
Mg V Ortu Calon Katekumen
Sie liturgi dan P. Kamto
Pendataan keg. ekskul
Mg III I-VI Kasek
2.
Agustus 2009
Warjur 1 X 1 Mg I-VI Kasek Pengumpulan sampah plastik dan organik
Mg I I-VI Sie Vincentian
Kerja Bakti di 3 V-VI Sie Vincentian
193
sekolah Upcr. Hari Pramuka dan Pelantikan kader tiwisada/PKS
14 Kader Tiwisada PKS
Sie Vincentian Sie UKS dan PKS
Misa Hut sekolah
3 I-VI Sie liturgi dan Koor
Lomba berbaris rapi danDiknas lomba kelas bersih
Mg I I-VI Sie Pra PKS dan Sie UKS
Mulai keg. Eskul dan les
Mg I I-VI Kasek/Wakasek
Lomba PHBN Diknas I-VI Sie Lomba dan OR
Upacara Proklamasi dan antraksi seni
17 IV-VI, Guru/ Kry TK/SD
Sie Upacara dan Sie tari dan Sie musik
Pembinaan rutin PKS
Mg II Angg. PKS Sie PKS
Persami 15-16 Pramuka penggalang
Sie Pramuka
Senam dan Tari massal
Mg IV I-VI Sie OR danTari
Menyanyikan lagu perjuangan
Mg I I-VI Guru kelas
3.
September 2009
Lomba peringatan hari Vinsensius & BKSN • Mewarnai • Membaca
puisi • Bercerita
tentang St. Vinsensius
• Membaca KS • Menyusun
ayat KS • Membuat
pembatas buku
27 I-II III-IV V-VI IV-VI I-II III-VI
Sie Vincentian, Liturgi dan Lomba
Memajang KS besar (serambi
1 I-VI
Sie Liturgi
194
Salomo) Membaca ayat KS
Tiap Hari I-VI
Sie Liturgi
Menyanyikan lagu Vinsensius
Tiap Hari I-VI
Sie Liturgi
Screening Diknes I Sie UKS Pengukuran TB/BB
Mg III I-VI
Sie UKS
UTS I 8-12 I-VI Kasek Anjangsana ke Kwarcab.
Mg III Pramuka Penggalang
Sie Pramuka
4. Oktober 2009
Ziarah ke Poh Sarang (rekoleksi kelas IV-VI)
Mg V Anggota PSSM I-VI
Sie Vincentian dan Sie Liturgi
Memajang patung Bunda Maria
Mg I I-VI Sie Liturgi
• Doa Rosario bersama di halaman
• Doa Rosario bergiliran
1 Sesuai jadwal
I-VI Sie Liturgi
Menyayi lagu-lagu Maria dan doa salam Maria 5X
Setiap Hari
I-VI Sie Liturgi
Pembinaan dari Polres
Mg II Anggota PKS
Sie PKS
Simulasi kesehatan • Gosok gigi • Makanan
sehat
Mg II I-II III-IV
Sie UKS
Upacara sumpah Pemuda dan pengumumuman hasil lomba baris berbaris dan kelas rapi.
28 I-VI Sie UKS, Pra PKS dan Sie Upacara
Lomba SKJ Mg III I-VI Sie OR dan Sie Lomba
Upacara Hapsak 1 III-VI Sie Upacara 5.
November 2009
Pendalaman Materi Adven
Mg IV I-VI Sie Liturgi
195
didahului pembuatan korona Adven (tiap kelas di halaman sekolah) Ziarah ke makam Katolik
2 Anggota PSSM kls IV-VI
Sie Vincentian
Kunjungan ke PMI
Mg I Kader Tiwisada
Sie UKS
PSN dan Kerja Bakti Di KM. Gereja
Sabtu pagi
Kader Tiwisada
Sie UKS
Upacara Hari Pahlawan
10 III-VI Sie Upacara
Ziarah ke TMP Tulungagung
10 Pramuka Penggalang
Sie Pramuka
Menyayikan lagu-lagu Pahlawan dan Adven
Mg I I-VI Guru kelas
6.
Desember 2009
Pengumpulan dan pembagian aksi Natal
Mg II-III I-VI Sie Vincentian
Pendalaman materi Adven
Mg I-III I-VI Sie Liturgi
Lomba Koor Mg III I-VI Sie Liturgi Tugas koor Natal pagi
25 Anggota koor PSSM
Sie Liturgi dan koor
Persiapan pengakuan dosa
Mg III V-VI Sie Liturgi
UAS I Mg II I-VI Kasek Pengukuran TB/BB
Mg I I-VI Sie UKS
PSN di sekolah Mg I Kader Tiwisada
Sie UKS
Pertandingan sepak bola antar kelas
Mg III III-VI Sie OR dan Sie Lomba
Lomba menendang bola ke gawang
Mg III I-II Putra Sie OR dan Sie Lomba
Lomba memasukkan
Mg III I-II Putri Sie OR dan Sie Lomba
196
bola ke keranjang Anjangsana ke Laka
Mg II Anggota PKS dan Pra PKS
Sie PKS dan Pra PKS
Live In Mg V Pramuka dan PPSM
Sie Pramuka dan Sie Vincentian
Menyayikan lagu Adven dan Persiapan Misa Natal
Mg I I-VI Guru kelas dan Sie Liturgi
Membuat kartu ucapan kasih sayang untuk Ibu
22 I-VI Sie Pramuka
Evaluasi program Semester I
Guru Kasek
7.
Januari 2010
Pesta Natal dan Pentas Seni
8 I-VI Sie Liturgi dan Sie Seni
PSN ke masyarakat sekitar sekolah
Mg IV Kader Tiwisada
Sie UKS
Penjelajahan Mg IV Anggota Pramuka
Sie Pramuka
Pelantikan anggota PKS
Mg III Anggota PKS
Sie PKS
Rekoleksi di Poh Sarang
5 VI Sie Vincentian dan Sie Liturgi
Menyanyikan lagu-lagu Tahun baru
Mg I I-VI Guru Kelas
8.
Februari 2010
Kunjungan ke teman yang sakit
11 Kader Tiwisada dan Anggota PSSM
Sie UKS dan Sie Vincentian
Pendalaman materi APP dan kolekte (tiap Rabu dan Jumat)
Mg III-IV
I-VI Sie Liturgi
Pengumuman baris berbaris rapi
Mg II I-VI Sie Pra PKS
197
Pergantian petugas PKS
Mg I Anggota PKS
Sie PKS
Menyanyikan lagu Prapaskah dan Valentine Day
Mg I I-VI Guru kelas
Membuat kartu ungkapan kasih sayang untuk Ayah
14 I-VI Sie Pramuka
9.
Maret 2010
Pendalaman materi APP
Mg I-III I-VI Sie Liturgi
Jalan Salib dan pementasan drama St. Luisa dan bazar
26 I-VI Sie Liturgi dan Sie Vincentian
UTS II Mg III I-VI Kasek Pengukuran TB/BB
Mg I I-VI Sie UKS
Pembinaan dari Polres
Mg IV Anggota PKS
Sie UKS
Sepeda sehat 28 Anggota Pramuka
Sie Pramuka
Menyanyikan lagu-lagu St. Yosef dan St. Luisa
Mg I I-VI Guru Kelas
10. April 2010
Perayaan Paska • Lomba
menghias telor paskah
• Pembagian telor paskah pada masyarakat
9 I-VI Sie Liturgi dan Sie Lomba
Upacara Hari Kartini dilanjutkan lomba berpakaian rapi dan anak TK
21 I-II dan anak TK
Sie Vincentian dan Sie Lomba
Menyanyikan lagu Kartini dan Paskah
Mg I I-VI Guru kelas
Jalan Salib Mg IV I-VI Guru kelas
198
klasikal 11.
Mei 2010
Memajang patung/gambar Maria
Mg I I-VI Sie Liturgi
Menyanyikan lagu bertema Maria, lagu wajib bertema pendidikan dan doa 5 X Salam Maria
Tiap Hari I-VI Sie Liturgi dan Sie upacara
Upacara Hardiknas, dilanjutkan lomba Bahasa Inggris: • Spelling • Cerdas
Cermat • Menyanyi
2 I-III IV-V I-V
Sie upacara dan Sie lomba
Upcara Harkitnas, dilanjutkan pengumumam lomba berbaris rapi, kelas bersih dan lomba PBB
20 III-VI Sie Upacara, Sie OR dan Sie Lomba
UAS II Mg IV I-VI Kasek 12.
Juni 2010
UAS II Mg I I-VI Kasek Lomba Mapel Mg II I-V Sie Lomba Bahtera St. Petrus dan pelantikan kenaikan tingkat
14-15 Anggota PPSM kelas IV-V dan anggota Pramuka Penggalang
Sie Liturgi dan Sie Vincentian dan Sie Pramuka
Menyanyikan lagu Hati Kudus
Mg I I-VI Guru kelas
Tulungagung, 13 Juli 2009 Kepala Sekolah Vincentia Sunarlin, S.Pd.
202
Lampiran 9: Kajian Pendidikan Kesadaran Sosial berdasarkan Silabus PAK No. Kelas/
Sem Kompetensi
Dasar Materi Pokok
Kegiatan Pembelajaran
Indikator Penilaian Alokasi waktu
Sumber Belajar
1 V/I Mengenal dan memahami karya keselamatan Allah melalui peristiwa-peristiwa Yesus yang menyelamatkan.
Yesus mengasihi Orang yang Tersingkir
a. Doa pembukaan b. Membaca cerita yang
menggambarkan perwujudan ajaran kasih pada sesama, misalnya cerita tentang “Ibu Teresa yang Baik Hati”.
c. Mendalami cerita dengan berdialog untuk menjelaskan perjuangan Ibu Teresa dalam memberikan perhatian kepada semua orang menderita dan usaha siswa meneladan cara hidup Ibu Teresa.
d. Mengomentari beberapa gambar, misalnya perusakan rumah ibadah, perawat yang sedang merawat orang sakit, para pengungsi, gambar Ibu Teresa bersama para penderita.
e. Membaca Kitab Suci tentang “Yesus Mencintai Orang-orang Tersingkir” dalam Mrk 1:40-45.
a. Menceritakan sikap dan tindakan siswa dan orang lain terhadap orang yang berbeda suku, agama, budaya, status sosial. dll.
b. Menjelaskan ajaran Yesus dalam bertindak terhadap sesama yang berbeda (suku, agama, budaya, status sosial, dll.) berdasarkan Mrk 1:40-45.
c. Memberikan contoh-contoh sikap dan tindakan meneladan Yesus terhadap orang yang berbeda (suku, agama, budaya, status sosial, dll.)
Tes tertulis/lisan: a. Menjelaskan
makna ajaran Yesus tentang tindakan terhadap sesama yang berbeda (suku, agama, budaya, status sosial, dll.)berdasarkan Mrk 1:40-45.
b. Menjelaskan contoh-contoh sikap dan tindakan meneladan Yesus terhadap orang yang berbeda.
Untuk kerja: a. Menceritakan
sikap dan tindakannya sendiri serta
2 X 40 menit
a. Teks KS Mrk 1:40-45.
b. Pengalaman siswa dan guru.
c. Cerita ”Ibu Teresa yang Baik Hati”.
d. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Buku Guru 5 dan buku Siswa 5A. Kanisius, Yogyakarta.
203
f. Mendalami Kitab Suci dengan berdialog unutk menjelasakan sikap dan perbuatan Yesus pada orang-orang yang sakit dan menderita.
g. Mendalami makna dan sikap tolerasni dengan berdiskusi dalam kelompok tentang golongan masyarakat tersingkir saat ini dan bagaimana seharusnya sikap kita.
h. Pleno hasil diskusi dan guru menegaskan jawaban siswa.
i. Merangkum bersama oleh guru dan siswa.
j. Doa penutup
orang lain terhadap orang yang berbeda suku, agama, budaya, status sosial, dll.
2.
V/ II
Memahami dan menghayati hidup baru dalam Roh Kudus yang terungkap melalui doa-doa dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan jujur dan adil dalam Gereja.
Hidup Baru dalam Roh Kudus
a. Doa pembukaan. b. Mendalami situasi suram
dalam Gereja dan Masyarakat dengan dialog tentang masalah-masalah sosial (kejahatan) yang terjadi di sekitar hidup siswa.
c. Merangkum jawaban siswa.
d. Membaca dan mendalami cerita kanonik, misalnya “Paus Yohanes XXIII”
e. Menjelaskan makna Roh
a. Menguraikan
pengalaman melihat tawuran anak-anak sekolah, sebab dan akibatnya.
b. Menjelaskan cita-cita masyarakat terhadap kehidupan bersama.
c. Menjelaskan hal-hal yang mendorong
Tes tertulis/lisan: a. Menjelaskan
pengalaman melihat tawuran anak-anak sekolah, sebab dan akibatnya.
b. Menyebutkan cit-cita masyarakat terhadap kehidupan
2 X 40 menit
a. Teks KS : Kis
2:41-47. b. Pengalaman
siswa dan guru.
c. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah
204
Kudus sebagai Roh pembaharu kehidupan Gereja.
f. Membaca Kitab Suci tentang “Cara hidup Jemaat Perdana” dalam Kis 2:41-47.
g. Mendalami teks Kitab Suci dengan mendialogkan makna pembaharuan oleh Roh Kudus dan konsekuensinya bagi hidup sehari-hari.
h. Membuat rangkuman dan dicatat.
i. Doa penutup
terciptanya kehidupan harmonis dalam Gereja para Rasul (Kis 2:41-47)
d. Memberikan contoh usaha-uaha yang dapat dilakukan untuk mewujudkan kehidupan harmonis dalam masyarakat.
e. Menghafalkan doa” Damai” (dari buku Puji Syukur No. 221)
bersama. c. Menjelaskan
makna hidup harmonis berdasarkan Kis 2:41-47.
Unjuk Karya: a. Menghafal doa
“Damai” (buku Puji Syukur No.221)
b. Mengamati perilaku siswa sehari-hari (gunakan lembaran pengamatan)
Dasar. Buku Guru 5 dan buku Siswa 5A. Kanisius, Yogyakarta
3.
V/ II
Memahami dan menghayati hidup baru dalam Roh Kudus yang diwujudkan dalam tindakan-tindakan jujur dan adil dalam masyarakat.
Berbuat Adil
a. Doa pembukaan. b. Mendalami makna keadilan
dengan membaca cerita, misalnya serita ”Hol Tobok”.
c. Mendalami cerita dengan berdialog tentang tokoh yang berbuat adil dan tokoh yang berbuat tidak adil, serta sebab akibatnya.
d. Merangkum makna keadilan berdasarkan jawaban siswa.
e. Membaca Kitab Suci
a. Menjelaskan
perbedaan perbuatan yang adil dan tidak ad
b. Menjelaskan pengalaman diperlakukan adil atau tidak adil.
c. Menjelaskan bahwa setiap orang dipanggil untuk memberikan pelayanan kepada orang lain sesuai
Tes tertulis/lisan: a. Menjelaskan
perbedaan antara perbuatan yang adil dan tidak adil.
b. Menjelaskan makna panggilan dan pelayanan bagi setiap orang.
2 X 40 menit
a. Teks KS:
1Yoh 3:17; Luk 10:7.
b. Pengalaman siswa dan guru.
c. Cerita “Hol Tobok”.
d. Allah memanggil kita, PAK, Kur. 84, PUSPA KAE, 1986.
205
tentang ketidakadilan dalam 1 Yoh 3: 17 dan Luk 10:7.
f. Mendalami Kitab Suci dengan berdialog tentang makna perintah ke-7 dan pengalaman diperlakukan tidak adil serta upaya konkret untuk menegakkan keadilan bagi sesamanya.
g. Berdiskusi untuk menyusun suatu rencana konkret untuk gerakan menegakkan keadilan di lingkungan sekolah.
h. Guru dan siswa membuat rangkuman.
i. Doa penutup.
dengan hak dan kebutuhannya.
Unjuk Karya: a. Menceritakan
pengalaman diperlakukan adil atau tidak adil
e. Allah Bapa penyayang, PAK Sekolah Dasar, Sekpasber Regio Nusra, 2000.
f. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Buku Guru 5 dan buku Siswa 5A. Kanisius, Yogyakarta
4.
VI/I
Memahami dan menyadri kesetiaan Allah yang memenuhi janji-Nya untuk menyelamatkan umat manusia melalui para Nabi.
Nabi Amos
a. Doa pembukaan b. Mendalami cerita tentang
keserakahan dan akibatnya dengan membaca cerita rakyat “tujuh buli-buli berisi emas”.
c. Berdialog secara partisipatif tentang sikap serakah yang bisa menyebabkan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain.
a. Mengungkapkan
pendapat tentang akibat keserakahan dan ketidakadilan manusia.
b. Menyebutkan situasi masyarakat pada zaman nabi Amos.
c. Menjelaskan tugas-tugas nabi
Tes tertulis/lisan: a. Menguraikan
pendapat tentang akibat keserakahan dan ketidakadilan manusia.
b. Menjelaskan gambaran situasi masyarakat
2 X 40 menit
a. Pengalaman
hidup siswa dan guru.
b. Teks Kitab Suci: Am 1-6,; 9:11-15.
c. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus.
206
d. Mendalami Kitab Suci tentang Nabi Amos dengan membaca teks Am 1-6, 5:4-6, 5:15, 5:21-27, 9:11-15.
e. Diskusi dalam kelompok tentang gambaran situasi masyarakat pada zaman nabi Amos, perjuangan nabi Amos, pesan nabi Amos, relevansinya bagi kehidupan kita, dan yang dapat kita lakukan untuk melawan ketidakadilan dalam keluarga dan masyarakat.
f. Melaporkan jawaban siswa dan memberikan informasi tentang masalah keserakahan, ketidakadilan dan peran nabi pada masa lalu seperti nabi Amos dan nabi masa kini, termasuk para siswa yang juga dipanggil untuk mengambil bagian dalam tugas kenabian.
g. Tugas kelompok: Siswa mengamati ketidakadilan yang terjadi di antara teman-teman di sekolah dan mencari jalan keluar untuk mengatasi atau melawan
Amos. d. Mengadakan
pengamatan terjadinya tindak ketidakadilan di antara teman-teman di sekolah.
e. Menjelaskan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidakadilan yang terjadi di antara teman-teman.
pada zaman nabi Amos.
c. Menjelaskan tugas-tugas nabi Amos.
Unjuk Karya: a. Mengamati
macam-macam tindak ketidakadilan di antara teman-teman di sekolah.
b. Menguraikan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi ketidaadilan yang terjadi di antara teman-teman.
Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Buku Guru 6 dan buku Siswa 6A. Kanisius, Yogyakarta, 2004.
d. Cerita berisi tentang keserakahan manusia, misalnya cerita “Tujuh Buli-Buli Berisi Emas”.
e. I. Suharyo, Pr, Mengenal tulisan-tulisan Perjanjian Lama, Kanisius, 1995.
207
ketidakadilan tersebut. Hasil pengamatan dilaporkan dalam bentuk tuliasn/karangan dengan judul ”Ketidakadilan yang terjadi di sekolahku dan cara mengatasinya”.
i. Doa penutup
5.
VI/I
Memahami bahwa Allah membimbing bangsa Israel pulang dari pembuangan dan kerinduan bangsa Israel akan kedatangan seorang Mesias.
Umat Israel Merindukan mesias.
a. Doa pembukaan b. Berdialog tentang makna
kerinduan manusia pada seorang penyelamat dan harapan seseorang atau siswa sendiri ketika mengalami kesulitan/penderitaan serta alasannya.
c. Menjelaskan dan menegaskan jawaban siswa, misalnya : Di saat-saat menghadapi kesulitan dan penderitaan, kita mengharapkan pertolongan seseorang yang dapat menyelamatkan kita.
d. Membaca dan mendengarkan cerita Kitab Suci tentang kerinduan bangsa Israel pada sang Mesias dalam teks Yes 11:1-10
a. Menjelaskan apa
yang sangat diharapkan oleh orang yang sedang menderita. Menjelaskan siapa Mesias yang dirindukan bangsa Israel.
b. Memberikan alasan mengapa umat Israel merindukan Mesias.
c. Menjelaskan apa tugas perutusan Yesus sebagai Mesias.
d. Membuat perencanaan suatu kegiatan konkret untuk membantu orang yang
Tes tertulis/ lisan: a. Menjelaskan
apa yang diharapkan oleh oreng yang sedang menderita.
b. Menguraikan siapa tokoh Mesias yang dirindukan bangsa Israel.
c. Menjelaskan alasan umat Israel merindukan Mesias.
d. Menjelaskan tugas perutusan Yesus sebagai Mesias.
2 X 40 menit
a. Pengalaman
hidup siswa dan guru.
b. Teks KS: Yes 11:1-10; Luk 4:8-19.
c. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Buku Guru 6 dan buku Siswa 6A. Kanisius, Yogyakarta, 2004.
d. Seri Allah
208
e. Mendialogkan harapan bangsa Israel dari Mesias dan apakah kita juga mengharapkan datangnya Mesias untuk negara kita saat ini.
f. Menjelaskan dan menegaskan jawaban siswa, misalnya :Umat israel sangat menderita dan mengharapkan datangnya seorang penyelamat atau Mesias yang dapat menyelamatkan mereka dari penderitaan lahir batin dan membawa kebahagiaan/kesejahteraan.
g. Diskusi kelompok: membahas pesan teks Luk 4:8-19 tentang perutusan Yesus sebagai Mesias dan apa yang dapat dilakukan siswa bagi mereka yang menderita agar sekolah menampakkan wajah Kerajaan Allah.
h. Pleno hasil diskusi. i. Guru bersama siswa
membuat rangkuman. j. Tugas kelompok :
Membuat rencana kegiatan untuk menampakkan Kerajaan Allah (Kabar gemabira bagi mereka yang
menderita di sekolah.
Unjuk karya: Merencanakan bersama satu kegiatan membnatu orang yang menderita di lingkungan sekolah.
BapaPenyayang, PAK untuk SD Regio Nusra, 1994.
e. Komkat KAE, Allah Memanggil Kita, PAK untuk SD.
209
menderita) di lingkungan sekolah. Hasil kerja kelompok didiskusikan dalam pleno dan menjadi rencana kegiatan siswa.
k. Doa penutup: oleh salah satu siswa secara spontan.
6.
VI/ I
Memahami dan menyadari kesetiaan Allah akan janji penyelamatan melelui Gereja-Nya
Jemaat Kristen Perdana
a. Doa pembukaan. b. Bermain puzle dalam
kelompok-kjelompok untuk memahami makna kerjasama dan saling membantu.
c. Mendalami pengalaman kerja kelompok dengan berdialog tentang pelajaran yang bisa dipetik; perasaan ketika mengalami kegagalan dan keberhasilan; kunci keberhasilan dan kegagalannya; perasaan ketika membantu kelompok lain, dan sebaliknya ketika dibantu.
d. Menjelaskan dan menegaskan jawaban siswa tentang makna kerjasama.
e. Membaca dan mendengarkan cerita Kitab Suci tentang “Cara Hidup
a. Menjelaskan
pengalaman saling membantu dan kerjasama dalam kelompok.
b. Menyebutkan ciri-ciri ”hidup Jemaat Perdana”sebagaimana digambarkan dalam Kis 2:41-47.
c. Menjelaskan bentuk-bentuk penerapan solidaritas bersama teman.
a. Menguraikan
pengalaman saling membantu dan kerja sama kelompok dalam satu kegiatan.
b. Menjelaskan ciri-ciri hidup jemaat perdana berdasarkan Kis 2:41-47.
Unjuk karya: Mengamati perilaku dalam kerja sama di kelas (menggunakan lembaran pengamatan).
2 X 40 menit
a. Pengalaman
hidup siswa dan guru.
b. Teks KS: Kis 2:41-47.
c. Komkat KWI. Seri Murid-Murid Yesus. Menjadi Murid Yesus. Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar. Buku Guru 6 dan buku Siswa 6A. Kanisius, Yogyakarta, 2004.
d. Permainan yang bertujuan untuk
210
Jemaat perdana” dalam Kis 2:41-47.
f. Berdialog tentang cara hidup jemaat perdana, hasil/buah dari cara hidup mereka, serta pesan yang dapat dipetik untuk hidup kita sekarang.
g. Menjelaskan dan menegaskan jawaban siswa tentang cara hidup jemaat perdana.
h. Membaca cerita tentang makna kesetiakawanan sejati dalam hidup, misalnya cerita”willie dan Timpang”.
i. Berdialog tentang buah pengurbanan dalam cerita dan pesan bagi hidup siswa.
j. Tugas pribadi: meresapkam nilai-nilai kesetiakawanan, misalnya dengan menjodohkan antara pernyataan di kolom A dan jawaban di kolom B.
k. Doa penutup.
membangun kerja sama, misalnya puzle.
e. Modul Seminar Orientasi Dasar Komunitas Basis Gerejawi, seri forum LLPS No. 40.
f. PAK untuk SD kelas IV (Kur 1984) Allah memanggil Kita, Obor, Jakarta, 1984