3
Pendidikan Kewirausahaan Alternatif Kini di berbagai institusi pendidikan lagi marak penggunaan kata-kata “ dan bisnis” pada kategori fakultas tertentu. Seperti Fakultas Ekonomika dan Bisnis atau Fakultas Pertanian dan Bisnis. Pergumulan menggunakan embel-embel tersebut bukan hanya sekedar membuat suatu nama instansi menjadi kelihatan lebih keren atau enak didengar, tapi lebih kepada usaha untuk mengakomodir muatan-muatan kewirausahaan yang diusahakan berada dalam satu peta kurikulum di tingkat Fakultas. Dengan adanya pendidikan kewirausahaan di Perguruan Tinggi (PT) diharapkan para lulusan  ber title sarjana mampu menciptakan suatu lapangan pekerjaan sendiri. Selain mandiri juga menguntungkan pihak lain yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Bagi pemerintah, itu merupakan hal yang berpotensi meningkatkan pendapatan nasional dari sisi pengeluaran dan tentu meminimalisir pengangguran. Sebuah simbiosis mutualisme. Sayangnya, belum ada suatu  penelitian yang mengelaborasi bagaimana efek jangka pendek pendidikan macam di PT mampu memberikan pengaruh signifikan dalam karir seorang wirausahawan  jebolan Universitas. Tepat ketika pendidikan kewirausahaan dimasukan ke dalam PT, karena dalam PT selalu diberikan tekanan pada pola pikir yang kognitif, terarah dan penuh dengan analisis bersifat  preventif. Tidak hanya sekedar spekulatif. Seperti di kelas k ewirausahaan milik Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB), bagaimana mahasiswanya diajak untuk berkenalan terlebih dahulu dengan sejarah enterpreneurship yang berasal dari negeri barat, kemudian doktrinisasi pola pikir seorang entrepreneur , simulasi rekayasa produk, hingga berbagai analisis yang jarang didapat dikelas-kelas perkuliahan yang lain. Sangat sistematis dan komprehensif. Dalam kondisi normal seharusnya pendidikan ini sudah dapat menciptakan entrepreneur yang pandai berbisnis. Tapi tidak jarang teman seperti mahasiswa A mengatakan “untuk apa kuliah ini?”. Tidak sedikit  juga teman seperti Mahasiswa B yang memang bercita-cita ingin menjadi entrepreneur hingga  begitu serius mendalami kuliah itu. Tapi tidak jarang juga teman macam mahasiswa B yang mengatakan “isinya kok hanya teori?”. Wajar saja bagi B, memang dikelas perkuliahan pada umumnya seperti itu. Mata kuliah sekaliber Kewirausahaan pun belum tentu mampu dan mau memberikan pemahaman yang lebih praktis misalnya mahasiswa diminta untuk terjun langsung menjadi wirausahawan dengan modal bersama. Pokoknya, hal-hal yang praktis lah. Masalah ini

Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

8/8/2019 Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-kewirausahaan-alternatif 1/3

Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

Kini di berbagai institusi pendidikan lagi marak penggunaan kata-kata “ dan bisnis” pada

kategori fakultas tertentu. Seperti Fakultas Ekonomika dan Bisnis atau Fakultas Pertanian dan

Bisnis. Pergumulan menggunakan embel-embel tersebut bukan hanya sekedar membuat suatu

nama instansi menjadi kelihatan lebih keren atau enak didengar, tapi lebih kepada usaha untuk

mengakomodir muatan-muatan kewirausahaan yang diusahakan berada dalam satu peta

kurikulum di tingkat Fakultas.

Dengan adanya pendidikan kewirausahaan di Perguruan Tinggi (PT) diharapkan para lulusan

ber title sarjana mampu menciptakan suatu lapangan pekerjaan sendiri. Selain mandiri juga

menguntungkan pihak lain yang membutuhkan lapangan pekerjaan. Bagi pemerintah, itu

merupakan hal yang berpotensi meningkatkan pendapatan nasional dari sisi pengeluaran dan

tentu meminimalisir pengangguran. Sebuah simbiosis mutualisme. Sayangnya, belum ada suatu

penelitian yang mengelaborasi bagaimana efek jangka pendek pendidikan macam di PT mampu

memberikan pengaruh signifikan dalam karir seorang wirausahawan jebolan Universitas.

Tepat ketika pendidikan kewirausahaan dimasukan ke dalam PT, karena dalam PT selalu

diberikan tekanan pada pola pikir yang kognitif, terarah dan penuh dengan analisis bersifat

preventif. Tidak hanya sekedar spekulatif. Seperti di kelas kewirausahaan milik Fakultas

Ekonomika dan Bisnis (FEB), bagaimana mahasiswanya diajak untuk berkenalan terlebih dahulu

dengan sejarah enterpreneurship yang berasal dari negeri barat, kemudian doktrinisasi pola pikir

seorang entrepreneur , simulasi rekayasa produk, hingga berbagai analisis yang jarang didapat

dikelas-kelas perkuliahan yang lain. Sangat sistematis dan komprehensif. Dalam kondisi normal

seharusnya pendidikan ini sudah dapat menciptakan entrepreneur yang pandai berbisnis.

Tapi tidak jarang teman seperti mahasiswa A mengatakan “untuk apa kuliah ini?”. Tidak sedikit

juga teman seperti Mahasiswa B yang memang bercita-cita ingin menjadi entrepreneur hingga

begitu serius mendalami kuliah itu. Tapi tidak jarang juga teman macam mahasiswa B yang

mengatakan “isinya kok hanya teori?”. Wajar saja bagi B, memang dikelas perkuliahan pada

umumnya seperti itu. Mata kuliah sekaliber Kewirausahaan pun belum tentu mampu dan mau

memberikan pemahaman yang lebih praktis misalnya mahasiswa diminta untuk terjun langsung

menjadi wirausahawan dengan modal bersama. Pokoknya, hal-hal yang praktis lah . Masalah ini

Page 2: Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

8/8/2019 Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-kewirausahaan-alternatif 2/3

kembali pada kebiasaan-kebiasaan institusi macam Perguruan Tinggi (PT). Tapi untuk

mendebatkan hal tersebut rasanya akan memakan banyak waktu dan tulisan ini bukanlah “lahan”

yang tepat.

Bagaimana dengan pernyataan mahasiswa A? Bukannya dia sudah tidak ada minat, jadi untuk apalagi dibahas? Tapi dari kasus mahasiswa A dapat dilihat bahwa minat sangat mempengaruhi

kecintaan anda pada pekerjaan anda. Dalam konteks ini perkuliahan bermuatan enterpreneurship.

Bagaimana jika ini dibawa kepada hal yang lebih besar, seperti memilih pekerjaan yang pas buat

kita setelah keluar dari PT. Steve Jobs juga pernah bilang sama para mahasiswa Stanford yang

baru lulus. You’ve got to find what you love!

Jadi ketika Pemerintah maupun Universitas menginginkan mahasiswa menjadi seorang

entrepreneur karena kecintaanya kepada pekerjaan itu, perlu ada dukungan dari kedua intansisecara penuh. Pemerintah tidak hanya menyarankan PT memasukan muatan kewirausahaan

lantas mengerjakan pekerjaan lain yang dirasa lebih penting. Tapi seharusnya pemerintah terus

memantau perkembangan pelaksanaan kurikulum tersebut. Bisa melalui BAN-PT, menggunakan

proses pendidikan kewirausahaan sebagai salah satu indikator penilaian. Begitu juga dengan

Universitas, membuka suatu program studi sendiri yang hanya membahas seputar

kewirausahaan. Bukannya kewirausahaan ini penting bagi diri sendiri, orang lain dan negara

seperti yang sudah dijelaskan diatas?. Jadi wajar jika PT pun harus melakukan suatu usaha yang

besar untuk mengakomodir kebutuhan itu.

Tapi rasanya di PT, hal tersebut akan sulit terealisasi. Karena belum tentu ide tersebut mau

diterima oleh pengurus fakultas dan jika ide itu diterima harus berurusan dengan birokrasi yang

berbelit-belit. Rasa-rasanya mustahil merealisasikan hal tersebut. Jadi sebaiknya suatu instansi

yang ingin fokus pada hal-hal spesifik macam itu tidak terikat dengan kepentingan-kepentingan

Pemerintah dan PT, namun tidak bertolak belakang dengan kepentingan kedua instansi tersebut.

Karena bagaimanapun juga, pemerintah dan PT sudah berjuang secara maksimal.

Keuntungan dari sebuah institusi yang tidak terikat yang dimaksud diatas adalah yang pertama

institusi tersebut tidak direpotkan dengan birokrasi karena dana diusahakan sendiri. Yang kedua,

pendidikan kewirausahaan akan lebih terarah karena seluruh energi sumber daya yang terlibat

dalam pendidikan hanya berfokus pada satu muatan walaupun pada dasarnya tetap tidak

Page 3: Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

8/8/2019 Pendidikan Kewirausahaan Alternatif

http://slidepdf.com/reader/full/pendidikan-kewirausahaan-alternatif 3/3

menghilangkan muatan ilmu macam psikologi, komunikasi dan ilmu pengetahuan yang relevan

dengan pendidikan kewirausahaan. Yang ketiga, tidak adanya suatu aturan yang baku misalnya

mengenai waktu dan tempat. Hal tersebut adalah suatu bentuk doktrinisasi praktis yang tepat,

dimana pada kenyataannya seorang wirausahawan dalam melakukan pekerjaannya tidak terikat

oleh waktu dan tempat, selain itu dalam jangka panjang karena tidak adanya suatu hal yang

mengatur kehidupan orang yang dididik dalam institusi tersebut semoga akan menimbulkan

kesadaran akan kecintaan kepada pekerjaannya dan kesadaran akan kebutuhan masa depannya.

Bukannya suatu pasangan akan merasa nyaman disamping pasangannya jika tidak ada tekanan-

tekanan yang mengatur kehidupan pribadinya?

Untuk masalah sertifikasi, pemerintah melalui BNSP yang merupakan singkatan dari Badan

Nasional Sertifikasi Profesi telah menjamin hal tersebut. Badan ini bekerja untuk menjamin mutu

kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui

proses sertifikasi. Jadi tidak ada masalah dengan legalitas pendidikan.

Banyak alternatif lain lagi untuk memperoleh pendidikan kewirausahaan selain apa yang sudah

dipaparkan diatas. Bagaimanapun juga, kesadaran dan kecintaan akan profesi yang dijalankan

adalah kunci kesuksesan. Jadi, diantara sekian alternatif, mau pilih yang mana?