194
PENEGAKAN HUKUM PEMILU PRAKTIK PEMILU 2004, KAJIAN PEMILU 2009-2014 TOPO SANTOSO, DKK i P ENDAHULUAN

PENEGAKAN HKM PEMILU

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENEGAKAN HKM PEMILU

PENEGAKAN HUKUM PEMILUPRAKTIK PEMILU 2004, KAJIAN PEMILU 2009-2014

TOPO SANTOSO, DKK

i

P E N D A H U L U A N

Page 2: PENEGAKAN HKM PEMILU

ii

M E N J A G A I N D E P E N D E N S I P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

Page 3: PENEGAKAN HKM PEMILU

KAJIAN KEBIJAKAN:SISTEM PENEGAKAN HUKUM PEMILU[2009 – 2014]

TIM PENELITI PERLUDEM

Koordinator:Topo Santoso

Wakil Koordinator:Didik Supriyanto, SIP.

Peneliti Senior:Dr. Aswanto, SH, MH.Nur Hidayat Sardini, S.Sos, M.Si.

Peneliti Yunior:Ir. Nelson SimanjuntakRahmi Sosiawaty, SH.

Administrasi & Keuangan:Kiemas Ridwan Firdaus, SE.Mimah Susanti, S. Sos.

Jakarta, September 2006

iii

L E M B A G A P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

Page 4: PENEGAKAN HKM PEMILU

iv

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 5: PENEGAKAN HKM PEMILU

v

KATA PENGANTAR

S alah satu syarat pokok demokrasi adalah adanya sistem pemi-lihan umum (pemilu) yang jujur dan adil (free and fair elec-tion). Pemilu jujur dan adil dapat dicapai apabila tersedia

perangkat hukum yang mengatur proses pelaksanaan pemilu; sekali-gus melindungi para penyelenggara, kandidat, pemilih, pemantau,dan warga negara pada umumnya dari ketakutan, intimidasi, keke-rasan, penyuapan, penipuan, dan berbagai praktik curang lainnyayang akan mempengaruhi hasil pemilu. Oleh karena itu, pemilu yangjujur dan adil membutuhkan peraturan perundang-undanganpemilu beserta aparat yang bertugas menegakkan peraturan perun-dang-undangan pemilu tersebut.

Seusai dengan dinamika politik yang melingkupinya, peraturanperundang-undangan pemilu di Indonesia mulai dari Pemilu 1955,pemilu-pemilu Orde Baru, Pemilu 1999, hingga Pemilu 2004, sertaPilkada 2005+ mengalami perubahan yang kian kompleks dalammengatur berbagai macam kegiatan pemilu. Demikian juga dalamhal melindungi berbagai pihak yang terlibat dalam pemilu dariketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan berbagaipraktik curang lainnya, peraturan perundang-undangan pemilu kian

Page 6: PENEGAKAN HKM PEMILU

rinci mengaturnya. Meskipun demikian, setiap kali pemilu dilaksanakan selalu saja

muncul isu tentang lemahnya penegakan hukum pemilu. Isu iniberangkat dari kenyataan betapa banyak pelanggaran administrasidan tindak pidana pemilu yang tidak ditangani sampai tuntas. Selainitu, peraturan perundangan-undangan yang ada juga belum meng-atur tentang keberatan atas keputusan penyelenggara pemilu.Memang Mahkamah Konstitusi punya kewenangan untuk menyele-saikan perselisihan hasil pemilu (yang ditetapkan penyelenggarapemilu, dalam hal ini KPU), tetapi bagaimana dengan keberatan atasmasalah lain (di luar hasil pemilu) yang juga diputuskan oleh penye-lenggara pemilu? Banyaknya kasus pelanggaran administrasi pemiludan tindak pidana pemilu, serta banyaknya kasus keberatan ataskeputusan penyelenggara pemilu; di satu sisi, mendorong munculnyaprotes-protes yang bisa berujung kekerasan, di sisi lain, juga mengu-rangi legitimasi hasil pemilu.

Untuk mengatasi masalah-masalah penegakan hukum pemilutersebut, materi peraturan perundang-undangan pemilu harusdilengkapi, diperjelas, dan dipertegas. Yang tak kalah penting adalahmemperkuat lembaga-lembaga penegak hukum pemilu agar mampubekerja secara efektif. Terkait dengan penyelenggara pemilu misalnya,apakah KPU/KPUD sudah menjalankan fungsinya selaku pemberisanksi pelanggaran administrasi? Apakah struktur dan organisasimanajemen KPU/KPUD cukup efektif untuk menangani kasuspelanggaran administrasi pemilu? Dalam hal penanganan tindakpidana pemilu, pertanyaannya adalah sejauh mana efektivitas perandan fungsi polisi, jaksa, dan hakim? Apakah prosedur penanganantindak pidana pemilu dapat dengan mudah dilaksanakan oleh ketigainstitusi tersebut?

Lalu, bagaimana dengan posisi pengawas pemilu yang tugasnyahanya sebagai perantara dalam penanganan pelanggaran adminis-trasi dan tindak pidana pemilu? Haruskah lembaga itu diperta-

vi

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 7: PENEGAKAN HKM PEMILU

hankan, jika praktik Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 menunjukkantidak ada kasus sengketa dalam penyelenggaraan pemilu yang menja-di tugas pengawas pemilu untuk menyelesaikannya? Bagaimana jikalembaga itu dihilangkan (karena pertimbangan efektivitas pena-nganan kasus dan efisiensi anggaran) sehingga kasus pelangggaranadministrasi langsung ditangani oleh KPU dan kasus tindak pidanalangsung ditangani polisi, jaksa, dan hakim? Lalu apakah diperlukanperadilan khusus pemilu atau setidaknya hakim khusus pemilu yangbertugas menyelesaikan keberatan atas keputusan penyelenggarapemilu? Atau, keberatan atas keputusan penyelenggara pemilu cukupdiajukan di peradilan tata usaha negara? Dan, bagaimana juga agarputusan Mahkamah Konstitusi tentang perselisihan hasil pemilusejalan dengan putusan lembaga peradilan yang lain?

Sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut, Perludemmelakukan Kajian Kebijakan: Sistem Penegakan Hukum Pemilu2009-2014. Pertama, kajian ini meninjau standar-standar pemiludemokratis, khususnya dalam bidang penegakan hukum pemilu; lalumelihat praktik penegakan hukum pemilu di beberapa negara; danmempelajari kembali pengalaman penegakan hukum pemilu diIndonesia, dari Pemilu 1955, pemilu-pemilu Orde Baru, Pemilu 1999dan lebih-lebih Pemilu 2004, serta Pilkada 2005. Kedua, kajian inimemetakan kembali masalah penegakan hukum pemilu dan selan-jutnya merumuskan sistem penegakan hukum pemilu yang ideal,yakni sistem yang tidak menyalahi standar pemilu demokratis,namun tetap sesuai dengan kondisi Indonesia. Ketiga, kajian inimemberikan sejumlah rekomendasi kebijakan tentang bagaimanamembangun sistem penegakan hukum pemilu yang ideal yang bisamulai dilakukan pada Pemilu 2009 dan dituntaskan pada Pemilu2014.

Selain melakukan penelitian dokumentatif, kajian ini jugadiperkaya oleh tiga diskusi terbatas (focus group discussion) yangmelibatkan sejumlah praktisi dan pengamat pemilu. Diskusi pertama

vii

K A T A P E N G A N T A R

Page 8: PENEGAKAN HKM PEMILU

berlangsung pada Kamis, 13 Juli 2006 yang diikuti oleh SyamsuddinHaris, MA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - LIPI); Dr. M.Asfar (FISIP Unair), HM Rozi Munir (mantan anggota PanwasPemilu 2004); Ray Rangkuti (mantan Direktur Eksekutif KIPP);dan Fahmi Badoh (Indonesia Corruption Wacth - ICW); diskusikedua berlangsung pada Kamis, 20 Juli 2006 yang diikuti oleh Prof.Dr. Ramlan Surbakti (Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum - KPU);Saldi Isra (Fakultas Hukum, Universitas Andalas - Unand); Dr.Denny Indrayana (Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada -UGM), Dr. Tommy Legowo (Centre for Strategic and InternationalStudies - CSIS), Wahidah Suaib (CETRO), dan Lan Gumay (IkatanAkuntan Indonesia - IAI); dan diskusi ketiga berlangsung padaKamis, 10 Agustus 2006 yang diikuti Jeremy Gross dan NataliaWarat (The Asia Foundation) serta Lukman Budiman (JaringanPendidikan Pemilih untuk Rakyat – JPPR). Pendapat, saran dan kri-tik dari para peserta diskusi sangat memperkaya kajian ini, meskipuntanggung jawab seluruh hasil kajian ini tetap berada di tangan TimPeneliti Perludem.

Kepada para praktisi dan pengamat pemilu yang telah melu-angkan waktu dan mencurahkan pikirannya untuk keperluan ini,Perludem mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga kamisampaikan kepada DRSP-USAID dan pihak-pihak lain yang telahmemberikan sokongan dan dorongan sehingga kajian penegakanhukum pemilu ini bisa diselesaikan sesuai jadwal.

Laporan KKaajjiiaann KKeebbiijjaakkaann:: SSiisstteemm PPeenneeggaakkaann HHuukkuumm PPeemmiilluu22000099--22001144 sebetulnya sudah selesai pada September 2006, dansegera disampaikan sebagai bahan masukan kepada DPR danPemerintah yang tengah membahas RUU Penyelenggara Pemilu.Meskipun terlambat (karena disampaikan di tengah-tengah pemba-hasan RUU Penyelenggaran Pemilu, bukan pada saat awal DPRmenyusun Draf RUU Penyelenggara Pemilu), namun kami cukupsurprise, karena beberapa rekomendasi sempat mewarnai pemba-

viii

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 9: PENEGAKAN HKM PEMILU

hasan dan bahkan diadopsi oleh Undang-undang Nomor 22 Tahun2007 tentang Penyelenggara Pemilu (UU No. 22/2007).

Atas saran banyak pihak, laporan kajian ini kami terbitkan dalambentuk buku, agar isinya dapat diketahui dan dikritisi kalangan yanglebih luas. Harapan kami, materi buku ini bisa menjadi bahan per-timbangan buat DPR dan Pemerintah yang tengah membahas RUUPaket Politik, khususnya RUU Pemilu Legislatif (sebagai penggantiUU No. 12/2003) dan RUU Pemilu Presiden (sebagai pengganti UUNo. 23/2003). Semoga buku ini benar-benar bermanfaat bagi upayamembangun sistem penyelenggaraan pemilu yang benar-benar jujurdan adil, yang menjadi dambaan seluruh rakyat Indonesia. Terimakasih.

Makassar, 1 Juni 2007

Badan Pelaksana PerludemKoordinator Bidang Pengkajian

Dr. Aswanto, SH, MH.

ix

K A T A P E N G A N T A R

Page 10: PENEGAKAN HKM PEMILU

x

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 11: PENEGAKAN HKM PEMILU

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ...................................................................................................... vDaftar Isi ................................................................................................................ xiDaftar Tabel .......................................................................................................... xvDaftar Singkatan ................................................................................................. xvii

BAB IPENDAHULUAN ....................................................................................................1A. Latar Belakang ...................................................................................................1B. Tujuan dan Target .............................................................................................. 6C. Metodologi ....................................................................................................... 8

BAB IISTANDAR PEMILU DEMOKRATIS ...................................................................... 11A. Standar Internasional Pemilu Demokratis ......................................................... 11

01. Penyusunan Kerangka Hukum.....................................................................1202. Pemilihan Sistem Pemilu ............................................................................. 1303. Penetapan Daerah Pemilihan ...................................................................... 1304. Hak untuk Memilih dan Dipilih ................................................................... 1405. Badan Penyelenggara Pemilu ......................................................................1406. Pendaftaran Pemilih dan Daftar Pemilih ......................................................1407. Akses Kertas Suara bagi Partai Politik dan Kandidat ....................................1508. Kampanye Pemilu yang Demokratis ............................................................1509. Akses Media dan Kebebasan Berekspresi ....................................................1510. Pembiayaan dan Pengeluaran .....................................................................1611. Pemungutan Suara .....................................................................................1612. Penghitungan dan Rekapitulasi Suara .........................................................1713. Peranan Wakil Partai dan Kandidat .............................................................1814. Pemantau Pemilu ........................................................................................1815. Kepatuhan terhadap Hukum dan Penegakan Peraturan Pemilu ...................18

B. Standar Internasional Penegakan Hukum Pemilu ..............................................19

xi

L E M B A G A P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

Page 12: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB IIIPRAKTIK DI BEBERAPA NEGARA ...................................................................... 21A. Universalisme dan Partikularisme ..................................................................... 21B. Pengalaman Empat Negara .............................................................................. 22C. Model Penanganan Pelanggaran Pemilu .......................................................... 25

01. Tipe-tipe Pelanggaran ................................................................................ 2502. Penyelidikan dan Penyidikan ...................................................................... 2703. Penuntutan ................................................................................................ 2704. Hukuman ................................................................................................... 28

D. Model Penyelesaian Perselisihan Pemilu ........................................................... 28

BAB IVPENGALAMAN PEMILU DI INDONESIA ............................................................ 31A. Sejarah Penyelenggaraan Pemilu ……………………………………………........ 31B. Pelanggaran dan Sengketa Pemilu ……………………………………………….. 45C. Masalah Penegakan Hukum …………………………………………………….... 63

01. Pelaksanaan dan Penahapan Pemilu …………………………………………. 6302. Masalah Hukum Per Tahapan ……….………………………………………... 70

BAB VPEMETAAN KEMBALI MASALAH HUKUM PEMILU ........................................ 81A. Perumusan Kembali Masalah Hukum Pemilu ................................................. 81B. Tindak Pidana Pemilu ...................................................................................... 90C. Pelanggaran Administrasi Pemilu .................................................................... 93D. Perselisihan Administrasi Pemilu ..................................................................... 96E. Perselisihan Hasil Pemilu .................................................................................. 97

BAB VIPENYELESAIAN TINDAK PIDANA, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PERSELISIHAN ADMINISTRASI, DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU ............ 101A. Syarat Penting Penegakan Hukum Pemilu ..................................................... 101B. Klasifikasi Masalah Hukum Pemilu ................................................................. 102C. Penyelesaian Tindak Pidana dan Pelanggaran Administrasi Pemilu ................. 106

01. Penyelesaian Tindak Pidana Pemilu .......................................................... 10602. Penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu .........................................110

D. Penyelesaian Perselisihan Administrasi dan Perselisihan Hasil Pemilu .............. 11101. Penyelesaian Perselisihan Sebelum Pengumuman Hasil Pemilu ………...... 11402. Penyelesaian Perselisihan Setelah Pengumuman Hasil Pemilu ................... 119

BAB VIIIMPLIKASI ........................................................................................................127A. Penyempurnaan Undang-undang....................................................................127B. Pengetatan Jadwal Per Tahapan...................................................................... 133C. Perampingan Kelembagaan............................................................................ 150D. Penghematan Anggaran ................................................................................ 153

xii

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 13: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB VIIIREKOMENDASI KEBIJAKAN …………………………………………………........157A. Pokok-pokok Kebijakan ................................................................................. 157B. Implementasi untuk Pemilu 2009 ................................................................... 159C. Implementasi untuk Pemilu 2014 ..................................................................161

BAB IXPENUTUP ...........................................................................................................167

Daftar Pustaka ..................................................................................................169

LAMPIRANProfil Perludem .................................................................................................173

xiii

D A F T A R I S I

Page 14: PENEGAKAN HKM PEMILU

xiv

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 15: PENEGAKAN HKM PEMILU

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 01 Model Penyelesaian Perselisihan Pemilu............................................. 29Tabel 02 Penyimpangan Pemilu 1999 dan Penanganannya.............................. 49Tabel 03 Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004 dan

Penanganannya ................................................................................ 54Tabel 04 Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya........ 55Tabel 05 Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya........................ 57Tabel 06 Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004 dan

Penanganannya................................................................................. 60Tabel 07 Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004 dan Penanganannya......... 61Tabel 08 Sengketa Pemilu Presiden 2004 dan Penyelesaiannya......................... 62Tabel 09 Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004 (Yang Diteruskan

Panwas Pemilu ke KPU)...................................................................... 65Tabel 10 Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004

(Yang Ditangani KPU)......................................................................... 66Tabel 11 Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004 (Yang Diteruskan

Panwas Pemilu ke Penyidik)................................................................ 66Tabel 12 Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004 (Yang Diproses Penyidik

hingga Ke Pengadilan)....................................................................... 67Tabel 13 Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004 (Yang Diteruskan

Panwas Pemilu ke KPU)...................................................................... 68Tabel 14 Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004

(Yang Ditangani KPU)......................................................................... 68Tabel 15 Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004 (Yang Diteruskan

Panwas Pemilu ke Penyidik)................................................................ 69Tabel 16 Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004 (Yang Diproses

oleh Penyidik hingga ke Pengadilan)................................................... 70Tabel 17 Tindak Pidana Pemilu dalam Pemilu 2004.......................................... 90Tabel 18 Pelanggaran Administrasi Pemilu dalam Pemilu 2004......................... 94Tabel 19 Perselisihan Administrasi Pemilu dalam Pemilu 2004.......................... 96Tabel 20 Perselisihan Hasil Pemilu dalam Pemilu 2004...................................... 98Tabel 21 Perselisihan Administrasi Pemilu........................................................122

Page 16: PENEGAKAN HKM PEMILU

xvi

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Tabel 22 Materi Penyempurnaan Undang-undang Pemilu.............................. 131Tabel 23 Simulasi Jadwal Pemilu Legislatif dengan Tambahan Waktu untuk

Proses Penyelesaian Perselisihan Administrasi Pemilu........................ 135Tabel 24 Anggaran untuk Pembentukan dan Operasional Pengawas

Pemilu (Apabila Lembaga Pengawas Pemilu Terus Dipertahankan)... 154Tabel 25 Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Masalah Hukum

Pemilu............................................................................................. 162Tabel 26 Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Tahapan Pemilu .... 164Tabel 27 Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Kelembagaan

Pemilu ........................................................................................... 166

Page 17: PENEGAKAN HKM PEMILU

DAFTAR SINGKATAN

DPD : Dewan Perwakilan DaerahDPR : Dewan Perwakilan RakyatDPRD : Dewan Perwakilan Rakyat DaerahDPRS : Dewan Perwakilan Rakyat SementaraGakumdu : Penegakan Hukum TerpaduGBHN : Garis-garis Besar Haluan Negara IDEA : Institut for Democracy and Electoral AssistanceIFE : The Federal Electoral Institute (Meksiko)KPK : Komisi Pemberantasan KorupsiKPU : Komisi Pemilihan UmumKPUD : Komisi Pemilihan Umum DaerahKTA : Kartu Tanda Anggota KTP : Kartu Tanda PendudukLPU : Lembaga Pemilihan UmumMA : Mahkamah AgungMK : Mahkamah KonstitusiPanwas Pemilu : Panitia Pengawas Pemilihan UmumPanwaslu : Panitia Pengawas Pemilihan UmumPanwaslak Pemilu : Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilihan Umum Parpol : Partai PolitikPemilu : Pemilihan UmumPileg : Pemilihan Anggota Legislatif (DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan

PRD Kabupaten/Kota.Pilkada : Pemilihan Kepada DaerahPilpres : Pemilihan Presiden dan Wakil PresidenPK : Pengadilan KonstitusionalPN : Pengadilan NegeriPNS : Pegawai Negeri SipilPPD I : Panitia Pemilihan Daerah Tingkat IPPD II : Panitia Pemilihan Daerah Tingkat IIPPI : Panitia Pemilihan Indonesia

xvii

L E M B A G A P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

Page 18: PENEGAKAN HKM PEMILU

PPK : Panitia Pemilihan KecamatanPPNS : Penyidik Pengawai Negeri SipilPPP : Panitia Pendaftaran PemilihPPS : Panitia Pemungutan SuaraPT : Pengadilan TinggiPTUN : Pengadilan Tata Usaha NegaraSLTA : Sekolah Lanjutan Tingkat AtasSLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat PertamaSPP : Sistem Peradilan PidanaUUD 45 : Undang-undang Dasar 1945UUDS 1950 : Undang-Undang Dasar Sementara 1950

xviii

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 19: PENEGAKAN HKM PEMILU

1

L E M B A G A P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

BAB IPENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGSejarah politik Indonesia kontemporer mencatat, setiap kali pe-

milihan umum (pemilu) dilaksanakan, selalu saja muncul protes-protes yang meragukan proses maupun hasil pemilu. Hal ini tidakhanya terjadi pada pemilu-pemilu pada masa Orde Baru, tetapi jugaPemilu 1999 serta Pemilu Legislatif 2004 dan Pemilu Presiden 2004.Bahkan Pemilu 1955 yang dikenal sebagai pemilu paling bersih puntak sepi dari protes. Pelaksanaan pemilihan langsung kepala daerah(pilkada) sepanjang 2005 semakin menambah panjang daftar protesketidakpuasan terhadap pemilu.1 Munculnya protes-protes ketidak-puasan terhadap proses maupun hasil pemilu itu, di satu sisi, dise-babkan banyaknya pelanggaran terhadap peraturan pemilu yang ti-dak diselesaikan secara tuntas; di sisi lain, disebabkan perasaan di-

1 Pilkada termasuk bagian pemilu atau bukan, sempat menjadi perdebatan seriussehingga Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerahyang menempatkan pilkada bukan bagian pemilu digugat ke Mahkamah Konstitusi.Perdebatan itu berakhir setelah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2007 tentangPenyelenggara Pemilu yang menempatkan pilkada sebagai bagian dari pemilu,diberlakukan.

Page 20: PENEGAKAN HKM PEMILU

perlakukan tidak adil oleh penyelenggara pemilu.Pada Pemilu 1955, Panitia Pemilihan Indonesia dituduh partai-

partai oposisi sengaja mengulur-ulur pembentukan panitia pelaksanapemilu di daerah dalam rangka memasukkan orang-orang yang bisamenguntungkan partai-partai pemerintah. Dengan kata lain, partai-partai oposisi menuduh panitia pelaksana pemilu di daerah hasil ben-tukan Panitia Pemilihan Indonesia tidak independen.2

Selama Orde Baru, pemilu didesain untuk memenangkan partaipemerintah sehingga pelanggaran-pelanggaran terhadap peraturansangat marak. Sejak Pemilu 1982 dibentuk Panwaslak Pemilu, na-mun fungsi sesungguhnya adalah untuk meredam ketidakpuasanatas terjadinya pelanggaran, bukan untuk menyelesaikan pelanggar-an itu sendiri.3 Sementara hasil Pemilu 1999 nyaris tidak bisa disah-kan karena sebagian besar anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU)yang berasal dari partai politik menolak menandatangani hasil peng-hitungan suara nasional. Alasannya, dalam pelaksanaan pemilu terja-di banyak sekali pelanggaran sehingga hasilnya tidak bisa disahkan.4

Alasan serupa juga dilakukan sejumlah partai dalam menyikapi hasilPemilu Legislatif 2004. Bahkan mereka menuntut dilakukannya pe-

2

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

2 Sebetulnya tuduhan bahwa panitia pelaksana pemilu di daerah tidak independenini bisa dijadikan dalih untuk menolak hasil pemilu. Namun oleh karena kedewasaanpolitik pimpinan partai-partai saat itu, hal tersebut tidak terjadi. Lihat Herbert Feith,Pemilu 1955, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 1999. Lihat juga Alfian,Pemilihan Umum dan Prospek Demokrasi di Indonesia, dalam Demokrasi dan ProsesPolitik, Jakarta: LP3ES.

3 William Liddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, Jakarta:LP3ES, 1922, halaman 36-38. Lihat juga Alexander Irwan dan Edriana, Pemilu:Pelanggaran Asas Luber, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995 dan SyamsuddinHaris (ed), Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru Jakarta: Yayasan Obor, 1998.

4 Muchlis Hamidi (ed), Kajian Pemilu 1999, Jakarta: Puskab, Depdagri, dan BiroHumas KPU, 1999; dan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 TingkatPusat, Pengawasan Pemilihan Umum 1999: Pertanggungjawaban Panitia PengawasPemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta: Gramedia, 1999.

Page 21: PENEGAKAN HKM PEMILU

milu ulang meski undang-undang tidak mengaturnya.5 Sementara se-panjang Pemilu Presiden 2004, Abdurrahman Wahid (beserta massapendukungnya) terus melancarkan protes setelah namanya tidak di-masukkan oleh KPU dalam daftar calon presiden. Terakhir, pelaksa-naan Pilkada 2005 banyak diwarnai protes dan bahkan rusuh. Diberbagai daerah, massa pendukung pasangan calon yang kalah me-lancarkan aksi-aksi anarkis karena merasa dicurangi oleh peserta lainmaupun oleh penyelenggara.6

Protes-protes ketidakpuasan atas proses dan hasil pemilu yang di-latari oleh banyaknya pelanggaran yang tidak bisa diselesaikan, sertaperasaan telah diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara tersebut,menunjukkan adanya masalah penegakan hukum dalam setiap pe-nyelenggaraan pemilu. Apabila tidak segera diatasi, di satu sisi, hal ituakan terus menimbulkan protes dari pihak-pihak yang merasa di-langgar hak konstitusionalnya, dicurangi, atau diperlakukan tidakadil; di sisi lain, protes-protes yang muncul pada akhirnya bisa men-delegitimasi hasil pemilu. Dalam usaha mewujudkan pemilu yang ju-jur dan adil dan juga dalam rangka menghindari terjadinya delegiti-masi pemilu di masa depan, masalah-masalah penegakan hukum pe-milu itu harus diselesaikan secara komprehensif. Langkah pertamayang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi sebab-sebab muncul-nya masalah penegakan hukum; selanjutnya dicarikan solusi kom-prehensif untuk mengatasi masalah tersebut sehingga akhirnya ter-wujud suatu sistem penegakan hukum pemilu yang mampu menja-min penyelenggaraan pemilu yang jujur dan adil.

Berdasarkan pengalaman praktik penyelenggaraan pemilu selama

3

P E N D A H U L U A N

5 Panwas Pemilu, Laporan Pengawasan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD danDPRD, Jakarta: Panwas Pemilu, 2004; dan Panwas Pemilu, Laporan PengawasanPemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Jakarta: Panwas Pemilu, 2004.

6 Lihat laporan Konflik dan Kekerasan Massa dalam Pilkada yang disusun KomiteIndependen Pemantau Pemilu (KIPP), 30 Juni 2005.

Page 22: PENEGAKAN HKM PEMILU

ini, munculnya masalah-masalah penegakan hukum pemilu tersebutdisebabkan beberapa faktor: pertama, batasan terjadi-tidaknya pe-langgaran tidak pasti sehingga menimbulkan multitafsir yang ber-ujung pada kontroversi; kedua, mekanisme dan prosedur penangan-an pelanggaran tidak jelas sehingga penanganannya pun tidak mu-dah; ketiga, lembaga penegak hukum pemilu tidak disiapkan denganbaik sehingga kedodoran dalam menangani kasus-kasus yang terjadi;keempat, sanksi hukum atas terjadinya pelanggaran sangat ringan se-hingga tidak memberi efek jera.

Standar pemilu demokratis internasional menyatakan bahwa pe-milu jujur dan adil (free and fair elections) dapat dicapai apabila ter-sedia perangkat hukum yang mengatur semua proses pelaksanaanpemilu;7 sekaligus mampu melindungi para penyelenggara, peserta,kandidat, pemilih, pemantau, dan warga negara pada umumnya dariketakutan, intimidasi, kekerasan, penyuapan, penipuan, dan berbagaipraktik curang lainnya yang akan mempengaruhi hasil pemilu.8 Olehkarena itu, pemilu yang jujur dan adil membutuhkan peraturan per-undangan pemilu beserta aparat yang bertugas menegakkan peratur-an perundangan pemilu tersebut.

Dalam konteks membangun sistem penegakan hukum pemilu diIndonesia, selain perlu melengkapi dan mempertegas materi peratur-an perundangan, tak kalah pentingnya adalah mempertanyakan efek-tivitas kerja aparat penegak hukum pemilu. Aparat penegak hukumpemilu itu terdiri atas KPU/KPUD selaku penyelenggara pemilu yangmempunyai wewenang memberikan sanksi terhadap para pelaku pe-langgaran administrasi pemilu; Panwas Pemilu dan Panwas PemiluDaerah selaku pengawas yang diberi wewenang untuk memastikan

4

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

7 International Institute for Democracy and Electoral Asistence (IDEA), Standar-stan-dar Internasional Pemilihan Umum: Pedoman Peninjauan Kembali Kerangka HukumPemilu, Jakarta: International IDEA, 2002 dan Guy S Goodwin-Gil, Pemilu Jurdil:Pengalaman Standar Internasional, Jakarta: Pirac dan The Asia Foundation, 1994.

8 Topo Santoso, Tindak Pidana Pemilu, Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Page 23: PENEGAKAN HKM PEMILU

ada-tidaknya pelanggaran pemilu dan menyelesaikan sengketa non-hasil pemilu; Mahkamah Konstitusi yang ditugaskan konstitusi un-tuk menyelesaikan perselisihan hasil pemilu; serta jajaran kepolisian,kejaksaan, dan lembaga peradilan yang masing-masing berwenangmenyidik, mendakwa, dan menjatuhkan vonis terhadap pelaku pe-langgaran pidana pemilu.

Beberapa pertanyaan yang terkait dengan penyelenggara pemilumisalnya, apakah KPU/KPUD sudah menjalankan fungsinya selakupemberi sanksi terhadap pelaku-pelaku pelanggaran administrasi?Apakah struktur dan organisasi manajemen KPU/KPUD cukup efek-tif untuk menangani kasus pelanggaran administrasi pemilu? Apa-kah keputusan KPU/KPUD, baik yang bersifat pengaturan maupunyang bersifat penetapan, bisa dikoreksi pihak-pihak yang dirugikanatau pihak-pihak yang merasa diperlakukan tidak adil oleh keputus-an tersebut? Lantas, ke mana atau lembaga apa yang punya kewe-nangan untuk mengoreksi keputusan KPU/KPUD tersebut? Apakahdiperlukan peradilan khusus pemilu yang bertugas menguji keputus-an-keputusan KPU/KPUD guna menghindari terjadinya kesewe-nang-wenangan lembaga tersebut?

Dalam hal penanganan pelanggaran pidana pemilu, pertanyaan-nya adalah bagaimana efektivitas peran dan fungsi polisi, jaksa, danhakim? Apakah prosedur penanganan pelanggaran pidana pemiludapat dengan mudah dilaksanakan oleh ketiga institusi tersebut? La-lu, bagaimana dengan posisi pengawas pemilu yang menjadi lembagaperantara dan bertugas memperjelas ada-tidaknya pelanggaran pe-milu? Haruskah lembaga perantara itu dipertahankan atau justrufungsi perantara itu dihilangkan sehingga kasus-kasus pelanggaranadministrasi langsung ditangani KPU, sementara kasus-kasus pe-langgaran pidana langsung ditangani polisi, jaksa, dan hakim? Jikamemang jalan terakhir yang dipilih, siapa yang menangani kasus-ka-sus sengketa nonhasil pemilu yang selama ini ditangani oleh peng-awas pemilu?

5

P E N D A H U L U A N

Page 24: PENEGAKAN HKM PEMILU

B. TUJUAN DAN TARGETSecara umum, kajian ini bertujuan untuk memetakan masalah-

masalah penegakan hukum pemilu selama ini dan menemukan solu-si yang komprehensif agar protes-protes ketidakpuasan pemilu yangdapat mendelegitimasi hasil pemilu tidak terjadi lagi. Yang dimaksuddengan solusi yang komprehensif adalah terciptanya bangunan sis-tem penegakan hukum pemilu yang sesuai dengan prinsip-prinsipstandar pemilu internasional dan tetap bersandar pada konstitusi Ne-gara Kesatuan Republik Indonesia. Selain memperhatikan kesukses-an praktik penegakan hukum pemilu di negara-negara lain, bangun-an sistem penegakan hukum pemilu perlu juga memperhatikanpengalaman penegakan hukum pemilu di Indonesia, sejak Pemilu1955, pemilu-pemilu Orde Baru, hingga Pemilu 1999, Pemilu Legis-latif 2004, Pemilu Presiden 2004, dan Pilkada 2005.

Secara khusus, pemetaan masalah penegakan hukum pemilu dila-kukan dengan mengkaji kembali pengertian-pengertian masalah hu-kum pemilu sebagaimana pernah dirumuskan dalam berbagai per-aturan perundang-undangan dan kemudian membandingkan prak-tik pelaksanaannya dari pemilu ke pemilu. Selama ini peraturan per-undang-undangan menyebut masalah hukum pemilu terdiri atas pe-langgaran administrasi pemilu, pelanggaran tata cara pemilu, pelang-garan pidana pemilu, sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, danperselisihan hasil pemilu. Apakah pemetaan masalah hukum sepertiitu masih cukup memadai dalam proses pelaksanaan pemilu yang ki-an kompleks? Jika belum cukup, adakah pemetaan masalah hukumyang lebih sesuai dengan kondisi perkembangan pemilu dan sesuaijuga dengan prinsip-prinsip standar pemilu internasional yang de-mokratis?

Kajian ini juga bertujuan menemukan langkah-langkah konkretpembangunan sistem penegakan hukum pemilu yang dilakukan de-ngan cara menata kembali secara bertahap posisi dan fungsi lemba-ga-lembaga yang terlibat dalam penegakan hukum pemilu, antara

6

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 25: PENEGAKAN HKM PEMILU

lain dengan:1 Memperjelas posisi dan fungsi KPU/KPUD selaku lembaga yang

menangani dan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran adminis-trasi, menata organisasi KPU/KPUD, mengatur mekanisme, sertamemastikan prosedur penanganan kasus-kasus pelanggaran admi-nistrasi yang efektif dan efesien.

2 Menjajaki kemungkinan hadirnya lembaga peradilan pemilu yangbertugas untuk mengoreksi keputusan-keputusan KPU/KPUD (diluar penetapan hasil pemilu) agar KPU/KPUD tidak berlaku sewe-nang-wenang selaku penyelenggara Pemilu.

3 Mengkaji kembali posisi dan fungsi pengawas pemilu sebagai lem-baga perantara untuk menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu;apabila KPU/KPUD sudah mampu menangani secara langsung ka-sus-kasus pelanggaran administrasi, serta polisi dan jaksa sudahmampu menangani secara langsung kasus-kasus pelanggaran pida-na pemilu, keberadaan pengawas pemilu tidak diperlukan lagi ka-rena justru tidak efektif dan efisien.

4 Mengkaji kembali posisi dan fungsi pengawas pemilu sebagai lem-baga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan kasus-kasussengketa dalam penyelenggaraan pemilu karena apa yang disebutdengan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu adalah sesuatuyang tidak jelas dalam praktik pemilu.

5 Memperjelas posisi dan fungsi polisi dan jaksa dalam menanganikasus-kasus pelanggaran pidana pemilu; apabila keberadaan peng-awas pemilu selaku lembaga perantara penanganan kasus pelang-garan pidana pemilu ditiadakan, harus diatur hubungan kelemba-gaan antara KPU/KPUD selaku penyelenggara pemilu yang mene-rima setiap pengaduan pelanggaran pemilu, dengan polisi dan jak-sa selaku penyidik dan penuntut kasus pelanggaran pidana pemilu.

6 Meneliti kembali mekanisme dan prosedur penanganan kasus-ka-sus perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi, serta me-mastikan kembali mana kasus yang harus diselesaikan di Mahka-

7

P E N D A H U L U A N

Page 26: PENEGAKAN HKM PEMILU

mah Konstitusi dan mana kasus yang cukup diselesaikan di peradil-an umum atau KPU/KPUD.

7 Menghitung kembali biaya pengorganisasian dan penanganan ka-sus-kasus pelanggaran pemilu agar kegiatan penegakan hukum pe-milu bisa berlangsung efektif dan efisien.

Adapun target kajian ini adalah menghasilkan rekomendasi-reko-mendasi untuk diimplementasikan ke dalam perumusan Undang-Undang Penyelenggara Pemilu, Undang-Undang Pemilu Legislatif,Undang-Undang Pemilu Presiden, dan Undang-Undang Pemilu Ke-pala Daerah.9 Rekomendasi perbaikan undang-undang disampaikansecara bertahap sesuai dengan kesiapan sistem dan perangkat pene-gakan hukum yang berjalan. Rekomendasi pertama, yang merupakanlangkah awal untuk memulai pembangunan sistem penegakan hu-kum yang komprehensif, diberikan dalam menghadapi Pemilu 2009.Selanjutnya, menjelang Pemilu 2014, rekomendasi-rekomendasi ten-tang seluruh bangunan sistem hukum yang ideal bisa diimplementa-sikan ke dalam semua undang-undang pemilu.

C. METODOLOGIMerujuk pada tujuan dan target tersebut di atas, kajian ini men-

cakup dua kegiatan utama: pertama, mengkaji bagaimana model pe-negakan hukum pemilu yang paling tepat untuk Indonesia dan refor-masi apa yang diperlukan; kedua, mengkaji bagaimana kerangka pe-negakan hukum pemilu itu akan diimplementasikan secara bertahapsejak Pemilu 2009 hingga Pemilu 2014.

Sehubungan dengan hal itu, pertama-tama akan dilakukan kajianuntuk menemukan sistem penegakan hukum pemilu yang paling te-pat untuk Indonesia. Selanjutnya akan dibahas mengenai perbaikan

8

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

9 DPR dan Pemerintah sudah sepakat untuk mengeluarkan pengaturan pemilihankepala daerah dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah menjadi undang-undang tersendiri yang akan dinamai Undang-Undang ten-tang Pemilu Kepala Daerah.

Page 27: PENEGAKAN HKM PEMILU

macam apa yang harus dilakukan terhadap sistem hukum pemiluyang ada saat ini. Kajian terakhir adalah menentukan bagaimana per-baikan menuju sistem penegakan hukum yang ideal akan dilakukansesuai dengan sistem hukum dan politik Indonesia, sejak Pemilu2009 hingga Pemilu 2014.

Kajian ini dilakukan dengan metode kajian dokumen. Kajian do-kumen dilakukan dengan meneliti bahan hukum seperti instrumen-instrumen internasional tentang pemilu, UUD 1945, berbagai per-aturan perundang-undangan yang terkait dengan pemilu dan sistemperadilan. Juga akan dilakukan kajian terhadap putusan-putusanpengadilan, laporan lembaga-lembaga pemilu (KPU, Panwas Pemilu,dan pemantau), catatan kepolisian, dan kejaksaan. Sumber data lain-nya yang akan dipergunakan adalah buku, jurnal, dan surat kabar.Kajian dokumen ini kemudian lebih diperdalam dengan melakukanbeberapa Focus Group Discussion (FGD) untuk meminta konfirmasikepada beberapa narasumber yang berkompeten dengan masalahyang dikaji, yang terdiri atas pakar hukum, administrasi, politik, ser-ta penyelenggara dan pemantau pemilu.

Dari kajian tersebut akan dihasilkan suatu rancangan kerangkaideal penegakan hukum pemilu. Rancangan kerangka ideal penegak-an hukum pemilu tersebut selanjutnya akan menjadi patokan untukmelihat praktik yang berjalan. Dalam hal ini akan dilihat apakah ke-rangka hukum dan praktik yang berjalan di Indonesia sudah meme-nuhi syarat ideal ataukah masih banyak kekurangannya. Dengan de-mikian, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap kelemahanpada kerangka hukum pemilu dan praktik yang berjalan dalam halpenegakan hukum pemilu.

Kajian ini akan dilakukan dalam lima langkah. Pertama, identifi-kasi terhadap ketentuan normatif (mulai dari standar pemilu interna-sional, konstitusi, undang-undang, peraturan pemerintah, dan per-aturan perundang-undangan lainnya yang relevan) untuk menemu-kan kerangka normatif yang mengatur masalah penegakan hukum

9

P E N D A H U L U A N

Page 28: PENEGAKAN HKM PEMILU

pemilu. Kedua, identifikasi terhadap ketentuan mana yang dianggapideal berdasarkan standar pemilu internasional dan konstitusi. Keti-ga, identifikasi terhadap masalah atau kelemahan yang ada dalamperaturan hukum yang berlaku serta praktik yang berjalan. Keempat,identifikasi terhadap upaya reformasi atau perbaikan yang dapat dila-kukan.

Bagan di bawah menunjukkan kerangka kerja kajian ini.

Kerangka Kerja Kajian Penegakan Hukum Pemilu

10

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

StandarPemiluInternasionalDemokratis

Praktik BeberapaNegara

PRINSIPPENEGAKANHUKUM YANGIDEAL

PengalamanPemilu Indonesia

PERUBAHANSISTEM PENEGAKANHUKUM

PEMILU2009

PEMILU2014

PerubahanPeraturan

PerubahanKelembagaan

PerubahanPeraturan

PerubahanKelembagaan

Page 29: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB IISTANDAR PEMILU DEMOKRATIS

Bab ini mengulas mengenai standar internasional pemilu demo-kratis yang terdiri atas 15 aspek. Secara khusus dipaparkan standaryang paling terkait dengan kajian ini, yaitu kepatuhan terhadap hu-kum dan penegakan peraturan pemilu.

A. STANDAR INTERNASIONAL PEMILU DEMOKRATISSemua negara demokrasi modern melaksanakan pemilu, tetapi ti-

dak semua pemilu itu demokratis.1 Terdapat sejumlah standar yangdikenal secara internasional, yang menjadi tolok ukur demokratis-ti-daknya suatu pemilu. Standar internasional ini menjadi syarat mini-mal bagi kerangka hukum untuk menjamin pemilu yang demokratis.2

Adapun sumber utama standar internasional pemilu demokratis ituadalah berbagai deklarasi dan konvensi internasional maupun regio-nal, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948, Perjanjian

11

1 United States of America Information Agency (USIA), What is Democracy?, Oktober1991.

2 Internasional IDEA, Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: PedomanPeninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Jakarta: International IDEA, 2004.

Page 30: PENEGAKAN HKM PEMILU

Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik 1960, Konvensi Ero-pa 1950 untuk Perlindungan Hak Asasi Manusia dan KebebasanAsasi, juga Piagam Afrika 1981 tentang Hak Manusia dan Masyara-kat.

Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, dirumuskan 15 aspekpemilu demokratis, yaitu penyusunan kerangka hukum; pemilihansistem pemilu; penetapan daerah pemilihan; hak untuk memilih dandipilih; badan penyelenggara pemilu; pendaftaran pemilih dan daftarpemilih; akses kertas suara bagi partai politik dan kandidat; kampa-nye pemilu yang demokratis; akses ke media dan kebebasan bereks-presi; pembiayaan dan pengeluaran; pemungutan suara; penghi-tungan dan rekapitulasi suara; peranan wakil partai dan kandidat;pemantauan pemilu; kepatuhan terhadap hukum; dan penegakanperaturan pemilu.3 Untuk menjamin adanya pemilu yang demokra-tis, ke-15 aspek tersebut harus dicantumkan dan diperjelas dalam ke-rangka hukum pemilu (yang merupakan aspek pertama).

01. Penyusunan Kerangka HukumKerangka hukum pemilu harus disusun sedemikian rupa sehing-

ga tidak bermakna ganda, mudah dipahami, dan harus dapat menyo-roti semua unsur sistem pemilu yang diperlukan untuk memastikanpemilu yang demokratis. Istilah ’kerangka hukum pemilu’ mengacupada semua undang-undang dan dokumen hukum yang terkait de-ngan pemilu. Secara khusus, kerangka hukum pemilu meliputi keten-tuan konstitusional, undang-undang pemilu, dan semua undang-un-dang lain yang berdampak pada pemilu.4 Termasuk kerangka hukum

12

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

3 Ibid. 4 Undang-undang pemilu harus menghindari ketentuan yang bertentangan antara

undang-undang yang mengatur pemilu nasional dan undang-undang yang men-gatur pemilu lokal. Ketentuan yang mengatur pemilu nasional harus sesuai denganketentuan yang mengatur pemilu lain karena keputusan pengadilan di satu tingkatdapat mempengaruhi perundang-undangan pada wilayah hukum lainnya.

Page 31: PENEGAKAN HKM PEMILU

pemilu adalah peraturan yang dikeluarkan oleh badan penyelenggarapemilu dan kode etik. Dalam kerangka hukum itu harus ditegaskanbahwa kekuasaan badan-badan pelaksana pemilu dinyatakan secarajelas, dibedakan, dan diuraikan untuk mencegah terjadinya perten-tangan atau tumpang-tindih kekuasaan yang sedang dijalankan olehbadan-badan lainnya.

02. Pemilihan Sistem PemiluStandar internasional menyebutkan, di dalam sistem pemilu ha-

rus terdapat badan-badan yang dipilih, frekuensi pemilu, dan lemba-ga penyelenggara pemilu. Sistem pemilu harus memastikan bahwapembagian politik masuk dalam kerangka hukum pemilu untukmenjamin kepesertaan dan keterwakilan politik sehingga perten-tangan antar-kelompok dapat diakomodasikan. Pemilihan sistem pe-milu terlebih dahulu harus menghitung-hitung sistem pemilu manayang dapat memenuhi tujuan-tujuan politik dan sesuai dengan ke-adaan sosial, politik, geografis, dan sejarah negara.5

03. Penetapan Daerah PemilihanKerangka hukum pemilu harus memastikan bahwa daerah pemi-

lihan dibuat sedemikian rupa sehingga setiap suara setara untukmencapai derajat keterwakilan yang efektif. Kerangka hukum mestimerumuskan bagaimana merencanakan dan menetapkan daerah pe-milihan agar dari awal kelompok-kelompok politik menyadari akankonsekuensi-konsekuensinya.

13

S T A N D A R P E M I L U D E M O K R A T I S

5 Memilih sistem pemilu merupakan keputusan paling penting untuk negarademokrasi. Suatu sistem pemilu dapat membantu 'merekayasa' hasil-hasil tertentu,seperti menganjurkan kerja sama dan akomodasi terhadap masyarakat yang terbe-lah. Sistem pemilu merupakan aturan dan prosedur yang memungkinkan suarayang telah dipungut dalam suatu pemilihan diterjemahkan menjadi kursi dalambadan legislatif atau instansi lain. Sistem pemilu juga dapat mempengaruhi sistempolitik (seperti perkembangan sistem kepartaian) serta berfungsi penting dalamhubungan antara warga negara dan pemimpin mereka (seperti pertanggungjawa-ban politik, keterwakilan, dan daya tanggap).

Page 32: PENEGAKAN HKM PEMILU

04. Hak untuk Memilih dan DipilihKerangka hukum harus memastikan semua warga negara yang

memenuhi syarat dijamin bisa ikut dalam pemilihan tanpa diskrimi-nasi. Jaminan bahwa setiap warga negara bisa menggunakan hak me-milih dan hak dipilih sedemikian penting sehingga di beberapa nega-ra ketentuan tersebut masuk dalam konstitusi.

05. Badan Penyelenggara PemiluBadan penyelenggara pemilu harus dijamin bisa bekerja indepen-

den. Hal ini merupakan persoalan penting karena mesin-mesin pe-laksana pemilu membuat dan melaksanakan keputusan yang dapatmempengaruhi hasil pemilu. Oleh karena itu, badan tersebut harusbekerja dalam kerangka waktu yang cukup, memiliki sumberdayayang mumpuni, dan tersedia dana yang memadai. Kerangka hukumpemilu harus mengatur ukuran, komposisi, dan masa kerja anggotabadan pelaksana pemilu. Juga perlu diatur hubungan antara badanpelaksana pemilu pusat dan badan-badan pemilu tingkat yang lebihrendah serta hubungan antara semua badan pemilu dengan badaneksekutif. Kerangka hukum harus membuat ketentuan tentang me-kanisme untuk memproses, memutuskan, dan menangani keluhandalam pemilu secara tepat waktu.

06. Pendaftaran Pemilih dan Daftar Pemilih Kerangka hukum harus mewajibkan penyimpanan daftar pemilih

secara transparan dan akurat, melindungi hak warga negara yang me-menuhi syarat untuk mendaftar, dan mencegah pendaftaran orangsecara tidak sah atau curang. Hak untuk memberikan suara dilanggarapabila kerangka hukum mempersulit seseorang mendaftar untukmemberikan suara. Hak untuk memberikan suara juga dilanggarapabila kerangka hukum gagal menjamin akurasi daftar pemilih ataumemudahkan pemberian suara secara curang.

14

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 33: PENEGAKAN HKM PEMILU

07. Akses Kertas Suara bagi Partai Politik dan Kandidat Semua partai politik dan kandidat dijamin dapat bersaing dalam

pemilu atas dasar perlakuan yang adil. Pendaftaran partai politik danketentuan akses kertas suara pada waktu pemilu perlu diatur secaraberbeda. Prosedur mendapatkan akses kertas suara mungkin samadengan pendaftaran partai politik, tetapi kerangka hukum pemilu da-pat membuatnya lebih mudah bagi partai politik yang telah terdaftaruntuk berada di kertas suara. Kerangka hukum pemilu harus meng-atur hak bagi individu dan kelompok untuk secara bebas mendirikanpartai politik mereka sendiri atau organisasi politik lainnya, denganjaminan hukum yang memungkinkan mereka bersaing satu samalain atas dasar perlakuan yang adil di hadapan hukum.

08. Kampanye Pemilu yang DemokratisKerangka hukum harus menjamin setiap partai politik dan kandi-

dat menikmati kebebasan mengeluarkan pendapat dan kebebasanberkumpul, serta memiliki akses terhadap para pemilih dan semuapihak yang terkait (stakeholder) dalam proses pemilihan. Pemilu ada-lah alat untuk menerjemahkan kehendak umum para pemilih ke da-lam pemerintahan perwakilan sehingga semua partai dan kandidatharus dapat menyampaikan program-program, masalah politik, danpemecahan yang mereka ajukan secara bebas kepada para pemilih se-lama masa kampanye. Masa kampanye harus ditetapkan dan harusdimulai setelah pencalonan yang sah dari partai dan kandidat sertadiakhiri satu atau dua hari sebelum pemberian suara.

09. Akses Media dan Kebebasan Berekspresi Semua partai politik dan kandidat memiliki akses ke media. Ke-

rangka hukum harus menjamin mereka diperlakukan secara adil olehmedia yang dimiliki atau dikendalikan oleh negara. Tidak ada pem-batasan terhadap kebebasan berekspresi partai politik dan para kan-

15

S E T A N D A R P E M I L U D E M O K R A T I S

Page 34: PENEGAKAN HKM PEMILU

didat selama kampanye.6 Dengan demikian, masyarakat umum dapatmengetahui platform politik, pandangan, dan sasaran dari semuapartai dan kandidat dengan cara yang adil dan tidak bias. Perlakuanyang adil ini harus ada di semua media cetak maupun elektronik.

10. Pembiayaan dan Pengeluaran Kerangka hukum harus memastikan semua partai politik dan

kandidat diperlakukan secara adil oleh ketentuan hukum yang meng-atur pembiayaan dan pengeluaran kampanye. Tersedianya alternatifpilihan bagi pemilih tergantung kepada adanya partai-partai politikkuat. Pada gilirannya, partai-partai politik memerlukan basis danauntuk membiayai kampanye dan kegiatan operasional partai. Dengandemikian sudah semestinya kerangka hukum menentukan pembia-yaan kampanye partai dan kandidat. Ketentuan yang berkaitan de-ngan pembiayaan partai politik dan para kandidat kadangkala tidakterdapat dalam undang-undang pemilu tetapi dalam undang-undangyang terpisah. Pada dasarnya ada dua bentuk pembiayaan partai dankandidat: pendanaan dari negara dan pendanaan swasta dalam ben-tuk sumbangan yang datang dari berbagai sumber.

11. Pemungutan SuaraKerangka hukum harus memastikan tempat pemungutan suara

dapat diakses semua pemilih. Terdapat pencatatan yang akurat ataskertas suara dan jaminan kerahasiaan kertas suara. Standar interna-sional mengharuskan suara diberikan dengan menggunakan kertassuara yang rahasia atau dengan menggunakan prosedur pemungutan

16

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

6 Masalah akses yang merata bagi peserta pemilu ini bisa muncul di media swastayang tidak dimiliki pemerintah. Jika problem ini muncul, mungkin perlu diatur lebihlanjut. Seharusnya, diskriminasi juga tidak terjadi di media swasta. Apabila iklanpolitik diperbolehkan, media swasta harus mengenakan tarif yang sama kepadasemua partai dan kandidat tanpa perbedaan. Sejumlah wilayah hukum melarangiklan politik dalam bentuk apa pun; namun di wilayah hukum lain larangan terse-but dianggap sebagai pelanggaran terhadap kebebasan berbicara dan berekspresi.

Page 35: PENEGAKAN HKM PEMILU

suara lain yang setara, bebas, dan rahasia.7 Karenanya, undang-un-dang pemilu harus menjamin kerahasiaan pemungutan suara. Haruspula dipastikan adanya mekanisme lain untuk mencegah kecuranganatau pemberian suara ganda. Namun prosedur pemberian suara tidakboleh terlalu rumit atau berbelit-belit sehingga menghambat prosespemberian suara.

12. Penghitungan dan Rekapitulasi SuaraPenghitungan suara yang adil, jujur, dan terbuka merupakan da-

sar dari pemilu yang demokratis. Oleh karena itu, kerangka hukumharus memastikan agar semua suara dihitung dan ditabulasi atau di-rekapitulasi dengan akurat, merata, adil, dan terbuka. Hal ini meng-haruskan penghitungan, pentabulasian, dan pengkonsolidasian suaradihadiri oleh perwakilan partai, kandidat, pemantau, dan masyarakatumum. Kerangka hukum harus menentukan kehadiran perwakilanpartai dan kandidat, serta pemantau pemilu selama proses penghi-tungan, pentabulasian, dan pengkonsolidasian suara.8 Undang-un-dang harus mengatur bahwa setiap gugatan terhadap penghitungansuara oleh perwakilan partai dan kandidat atau keluhan tentangpengoperasian tempat pemungutan suara harus dicatat secara tertu-lis oleh ketua panitia tempat pemungutan suara. Laporan itu diserta-

17

S E T A N D A R P E M I L U D E M O K R A T I S

7 Ketentuan tentang pemberian suara di tempat pemungutan suara harus memas-tikan keamanan kertas suara. Kertas suara tidak boleh ditandai sebelumnya.Kerahasiaan kertas suara merupakan suatu perlawanan yang efektif terhadap pem-belian suara, intimidasi terhadap pemilih, dan pengaruh-pengaruh lain yang tidaksemestinya. Panitia pemungutan suara atau pihak lain, kecuali pada saat penghitun-gan suara, tidak diperbolehkan melihat kertas suara yang telah ditandai oleh pe-milih.

8 Kerangka hukum itu harus menjelaskan rumusan yang akan digunakan untukmengkonversikan suara menjadi kursi di parlemen. Ambang batas perolehan suara(threshold), kuota, dan semua perincian dari rumusan pemilihan harus dinyatakandengan jelas. Semua kemungkinan -seperti hasil seri, pengunduran diri, atau kema-tian seorang kandidat- juga harus tercakup. Undang-undang itu harus mencan-tumkan kriteria yang jelas untuk menentukan kertas suara mana yang sah atautidak sah.

Page 36: PENEGAKAN HKM PEMILU

kan dalam laporan ketua panitia tempat pemungutan suara tentangpemungutan suara yang diserahkan kepada badan pelaksana pemilu.

13. Peranan Wakil Partai dan KandidatGuna melindungi integritas dan keterbukaan pemilu, perwakilan

partai dan kandidat harus dapat mengamati semua proses pemungu-tan suara. Kerangka hukum harus menjelaskan hak dan kewajibanperwakilan partai dan kandidat di tempat pemungutan suara danpenghitungan suara. Harus juga dijelaskan, meskipun perwakilanpartai dan kandidat mempertanyakan keputusan petugas pemungut-an dan penghitungan suara, namun dia tidak boleh mempengaruhipemilih, mengabaikan petunjuk petugas, dan mengganggu pemu-ngutan dan penghitungan suara.

14. Pemantau Pemilu Untuk menjamin transparansi dan meningkatkan kredibilitas, ke-

rangka hukum harus menetapkan bahwa pemantau pemilu dapatmemantau semua tahapan pemilu. Kehadiran pemantau pemilu daridalam maupun luar negeri di negara-negara yang demokrasinya se-dang berkembang cenderung menambah kredibilitas dan legitimasiterhadap proses pemilu yang dipantau. Pemantauan juga bergunauntuk mencegah kecurangan pemilu, khususnya pada saat pemu-ngutan suara.

15. Kepatuhan terhadap Hukum dan Penegakan Peraturan PemiluKerangka hukum pemilu harus mengatur mekanisme dan penye-

lesaian hukum yang efektif untuk menjaga kepatuhan terhadap un-dang-undang pemilu. Dalam hal ini hak memilih dan dipilih setiapwarga harus dijamin dan pelanggaran terhadap penggunaan hak me-milih dan dipilih akan dikenakan sanksi. Kerangka hukum harus me-mastikan adanya larangan-larangan dan sanksi-sanksi terhadap sia-

18

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 37: PENEGAKAN HKM PEMILU

pa saja yang melanggar larangan-larangan tersebut. Karena terkait langsung dengan kajian penegakan hukum pemilu,

standar pemilu demokratis internasional ke-15 ini akan dijelaskan se-cara lebih lanjut di bawah ini.

B. STANDAR INTERNASIONAL PENEGAKAN HUKUM PEMILUKerangka hukum harus mengatur mekanisme dan penyelesaian

hukum yang efektif untuk penegakan hak pilih karena hak memberi-kan suara merupakan hak asasi manusia. Karena itu, penyelesaianhukum terhadap pelanggaran hak memberikan suara juga merupa-kan hak asasi manusia. Kerangka hukum pemilu harus menetapkanketentuan-ketentuan terperinci dan memadai untuk melindungi hakpilih. Kerangka hukum harus menetapkan bahwa setiap pemilih,kandidat, dan partai berhak mengadu kepada lembaga penyelengga-ra pemilu atau pengadilan yang berwenang apabila terdapat dugaanpelanggaran atas hak pilih.

Undang-undang pemilu mengharuskan lembaga penyelenggarapemilu atau pengadilan yang berwenang untuk segera memberikankeputusan guna mencegah hilangnya hak pilih pihak korban. Un-dang-undang itu harus menetapkan hak untuk mengajukan banding.Keputusan dari pengadilan pada tingkat tertinggi harus diberikan se-segera mungkin. Kerangka hukum harus mengatur berapa lama wak-tu yang dibutuhkan untuk mempertimbangkan dan memutuskansuatu pengaduan. Waktu penyampaian keputusan tersebut kepadapihak yang mengajukan pengaduan juga harus ditetapkan. Beberapapengaduan dapat diputuskan dengan segera, yang lainnya memerlu-kan waktu beberapa jam, dan yang lainnya memerlukan beberapa ha-ri. Oleh karena itu, batas waktu harus memungkinkan adanya kele-luasaan dengan mempertimbangkan tingkatan dari lembaga penye-lenggara pemilu atau pengadilan serta seberapa berat pengaduan ter-sebut.

Juga patut dipertimbangkan bilamana keputusan itu sangat men-

19

S E T A N D A R P E M I L U D E M O K R A T I S

Page 38: PENEGAKAN HKM PEMILU

desak dalam pemilu. Penyelesaian segera seringkali dapat mencegaheskalasi masalah kecil menjadi masalah besar. Akan tetapi ada bebe-rapa jenis perselisihan tertentu yang hanya dapat diajukan setelah se-lesainya proses pemilu.

Untuk memastikan terjaminnya prinsip-prinsip penegakan hu-kum internasional ini, International IDEA mengajukan empat daftarperiksa terhadap materi kerangka hukum yang akan mengatur pe-nyelenggaraan pemilu:9

1 Apakah peraturan perundangan pemilu mengatur mekanisme danpenyelesaian hukum yang efektif untuk keperluan penegakan hu-kum pemilu?

2 Apakah peraturan perundang-undangan pemilu secara jelas me-nyatakan siapa yang dapat mengajukan pengaduan pelanggaranatas peraturan perundang-undangan pemilu? Apakah juga dijelas-kan proses untuk pengajuan pengaduan tersebut?

3 Apakah peraturan perundang-undangan pemilu mengatur hakpengajuan banding atas keputusan lembaga penyelenggara pemiluke pengadilan yang berwenang?

4 Apakah peraturan perundang-undangan pemilu mengatur bataswaktu pengajuan, pemeriksaan, dan penentuan penyelesaian hu-kum atas pengaduan?

20

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

9 International IDEA, Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: PedomanPeninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu, Jakarta: International IDEA, 2004, hal103.

Page 39: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB IIIPRAKTIK DI BEBERAPA NEGARA

Bab ini membahas praktik penegakan hukum pemilu di beberapanegara. Tidak ada sistem dan mekanisme yang sama di semua nega-ra. Masing-masing mengembangkan sesuai dengan sistem hukumserta pengalaman pemilu di negara tersebut. Dengan perbandinganini dapat diambil hal-hal positif untuk perbaikan sistem penegakanhukum pemilu di masa depan.

A. UNIVERSALISME DAN PARTIKULARISMEAspek penegakan hukum pemilu di banyak negara beragam corak

pengaturannya mengingat pemerintahan nasional memberlakukanperaturan perundangan sesuai dengan tradisi hukum masing-ma-sing. Yang penting, semua pendekatan struktural dan undang-un-dang yang mungkin mempengaruhi pelaksanaan pemilu diperhi-tungkan agar asas-asas fairness dapat dijamin keberlangsungannya.1

Sistem penegakan hukum pemilu yang diterapkan di suatu nega-ra lahir dari proses panjang dari waktu ke waktu menuju ke arah yangdiakui lebih baik (incrementalism). Bagaimanapun, sebuah peratur-

21

1 International IDEA, International Standards Guidelines for Reviewing the LegalFramework of Elections, IDEA (2002) hal. 13.

Page 40: PENEGAKAN HKM PEMILU

an perundang-undangan adalah produk dari kompromi politik an-tarkekuatan politik di masing-masing negara. Justru di situlah kehi-dupan demokrasi di sebuah negara dapat dinilai. Di satu sisi tetapmengakomodasi universalisme standar penegakan hukum pemilu(universalism), di sisi lain produk peraturan perundang-undanganpemilu tersebut lahir atas kesepakatan kekuatan-kekuatan politik dinegara yang bersangkutan (particularism).

Kerangka kerja institusi negara, yurisdiksi, dan prosedur yangberbeda adalah beberapa hasil kompromi antara kepentingan univer-salisme dengan partikularisme yang memperlihatkan kualitas imple-mentasi peraturan perundang-undangannya. Sistem penegakan hu-kum pemilu dapat dinilai sebagai dokumen demokratis yang sarat de-ngan keniscayaan dalam memantau, memproses, mengidentifikasi,dan menginvestigasi, serta mengusut bentuk-bentuk pelanggaranagar dapat dipertanggungjawabkan, menentukan bentuk kesalahan,dan memberikan sanksi.2

Dengan kata lain, betapapun corak dan tradisi hukum di masing-masing negara berbeda, satu hal yang menyatukan di antara negara-negara tersebut adalah konsistensinya dalam menerapkan asas-asasuniversal pemilu yang jujur dan adil – yang dibuktikan dengan pene-gakan hukumnya.

Dengan mengungkap aspek kedudukan, tugas dan wewenang, re-kruitmen, dan beberapa fungsi dalam penegakan hukum pemilu lain-nya, di bawah ini dikemukakan beberapa sistem penegakan hukumpemilu di beberapa negara.

B. PENGALAMAN EMPAT NEGARADi Meksiko terdapat The Federal Electoral Institute (IFE) selaku

penyelenggara pemilu federal dan Peradilan Pemilu Federal selaku

22

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

2 Sue Nelson, Election Law Enforcement: International Comparison, http://www.elec-tions.ca/eca/eim/article_search/article.asp?id=59&lang=e&frmPageSize=10&texton-ly=false

Page 41: PENEGAKAN HKM PEMILU

penjaga undang-undang pemilu. IFE menegakkan peraturan yangbersifat administratif dan menjatuhkan sanksi kepada partai politik.Keputusan IFE dapat digunakan lembaga peradilan sebagai dasaruntuk menjatuhkan vonis bagi pelaku pelanggaran. Dalam sistem pe-negakan hukum pemilu Meksiko, pelanggaran terhadap undang-un-dang pemilu diklasifikasikan sebagai kesalahan administratif, se-dangkan tindakan pidana ditangani dengan hukum pidana. Terdapatjaksa penuntut pelanggaran pemilu, tetapi ada juga penuntut khususyang berasal dari kantor pengacara umum yang punya otonomi tek-nis menangani pelanggaran tertentu.3

Pengaduan keberatan atas keputusan penyelenggara pemilu ber-beda-beda, tergantung pada jenis pemilu serta tahapannya. Pengatur-an tentang bagaimana keberatan diajukan, diproses, dan diputuskandiatur oleh undang-undang tersendiri. Terdapat beberapa persyarat-an formal untuk mengajukan keberatan atau menggugat keputusanpenyelenggara pemilu, seperti pencantuman nama dan alamat peng-adu serta pihak lain yang terkait. Berkas pengaduan harus dilengkapidokumen yang membuktikan kapasitas hukum pemohon, keputusanyang digugat, fakta-fakta yang menjadi dasar gugatan, dan kerugianyang diderita akibat keputusan yang digugat.

Di Filipina, Badan Penyelenggara Pemilu (Comelec) memiliki ke-wenangan eksklusif untuk melakukan investigasi awal atas semuabentuk pelanggaran terhadap undang-undang pemilu. Sedangkanlembaga kehakiman sering melakukan investigasi berdasarkan lapor-an Comelec. Petugas investigasi Comelec berwenang mengeluarkansurat panggilan dan mengklarifikasi isu-isu yang terjadi. Hasil inves-tigasi akan menentukan apakah ada pelanggaran yang harus dita-ngani untuk dituntut ke pengadilan atau tidak. Jika memang ada, ka-sus itu diserahkan ke jaksa penuntut umum.4

23

P R A K T I K D I B E B E R A P A N E G A R A

3 Ibid.4 Hon. Hilario G. Davide, JR, "The Role of the Philippine Courts in Democratic Elections"

http://www.supremecourt.gov.ph/profiles/davide_speech/role_phil_courts.htm

Page 42: PENEGAKAN HKM PEMILU

Comelec berwenang meneliti aspek yuridis semua keberatan yangberhubungan dengan kualifikasi daerah pemilihan dan banding pe-jabat terpilih yang divonis pengadilan. Lembaga ini juga mencegahdan menghukum semua bentuk kecurangan, pelanggaran dan mal-praktik, serta gangguan pencalonan dalam Pemilu. Comelec berwe-nang pula memutus semua perkara keberatan yang dapat mempe-ngaruhi pemilihan, termasuk pendaftaran partai politik. Namun, ke-beratan atas keputusan penyelenggara pemilu ini bisa diajukan kepengadilan tinggi. Sedangkan tindak pidana diselesaikan melaluipengadilan yang berwenang, seperti pengadilan regional.5

Di Malaysia, konstitusi memberi wewenang kepada penyelengga-ra pemilu (Suruhanjaya Pilihanraya) untuk mengatur dan melaksa-nakan pemilu. Lembaga ini membentuk Pasukan Pemantau Kempe-in Pilihan Raya (Tim Pemantau Kampanye Pemilu) untuk memasti-kan bahwa kampanye dilaksanakan sesuai hukum, membersihkanperlengkapan kampanye yang melanggar ketentuan, menghentikanpidato kampanye yang bertentangan dengan peraturan, dan memas-tikan adanya pelanggaran kampanye untuk diproses hukum. Tim inidapat menerima laporan adanya pelanggaran pidana atau menemu-kan sendiri, lalu membuat laporan ke polisi untuk diproses lebih lan-jut.6

Konstitusi Malaysia menyatakan bahwa ada hakim pemilu yangmemiliki kekuasaan untuk menyelesaikan gugatan hasil pemilu. Ha-kim pemilu ini dibentuk di setiap pengadilan tinggi (negara bagian)sehingga peserta pemilu di negara tersebut bisa mengajukan gugatanhasil pemilu jika merasa keputusan penyelenggara tidak benar. Na-mun hakim ini sama sekali tidak mengurusi pelanggaran pidana pe-milu yang secara umum sudah ditangani oleh pengadilan biasa.

24

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

5 Manikas, Peter M and Laura L. Thornton (Eds.). Political Parties in Asia Promoting Reform andCombating Corruption in Eight Countries, (2003, 231-232).

6 http://www.spr.gov.my/PP-KPR.htm

Page 43: PENEGAKAN HKM PEMILU

Untuk menjaga pemilu yang jujur dan adil, Afrika Selatan mem-bentuk pengadilan pemilu hanya untuk memeriksa banding. Peng-adilan ini berwenang meninjau semua keputusan penyelenggara pe-milu yang berkaitan dengan masalah-masalah pemilu. Tinjauan ter-sebut dilakukan dengan urgensi tinggi dan diputuskan sesingkatmungkin. Pengadilan ini dapat memeriksa semua tuduhan tindakanpelanggaran, ketidakmampuan atau ketidakcakapan anggota komisi,dan membuat rekomendasi kepada Majelis Nasional yang berwe-nang menunjuk anggota komisi.

C. MODEL PENANGANAN PELANGGARAN PEMILU01. Tipe-tipe Pelanggaran

Sebagian besar undang-undang pemilu memuat bagian-bagianyang lebih rinci mengenai bentuk pelanggaran pemilu serta pemberi-an sanksinya. Walaupun ada variasi dalam isi dan kata-kata yang di-gunakan untuk menggambarkan bentuk-bentuk pelanggaran terse-but, namun intinya sama. Perbedaan biasanya lebih banyak dalambentuk pemberian sanksinya daripada dalam hal apa bentuk-bentukpelanggaran itu terjadi.

Di Bahamas dan Samoa Barat, bentuk-bentuk pelanggaran pemi-lu dibedakan antara perbuatan melawan hukum dan praktik korup-si (politik uang). Tindakan melawan hukum pemilu di Bahamas di-adili di depan seorang hakim dan hanya menimbulkan hukumanyang lebih ringan daripada praktik korupsi (politik uang). Tindakanpolitik uang dituntut di depan Mahkamah Agung dan dapat dijatuhihukuman yang lebih berat. Tuntutan terhadap tindakan korupsi jugamembutuhkan persetujuan dari kejaksaan.7

Di Selandia Baru tindakan korupsi merupakan sebuah pelanggar-

25

P R A K T I K D I B E B E R A P A N E G A R A

7 Sue Nelson, Election Law Enforcement: International Comparison,http://www.elections.ca/eca/eim/article_search/article.asp?id=59&lang=e&frmPageSize=10&textonly=false

Page 44: PENEGAKAN HKM PEMILU

an serius yang terjadi selama proses pemilu, yang menyebabkan ada-nya sanksi denda dan/atau hukuman penjara. Nama orang yang me-lakukan tindakan korupsi akan dimasukkan dalam daftar pelaku(black list) koruptor selama tiga tahun. Orang yang masuk dalam daf-tar tersebut, yang disusun oleh para pencatat pendaftaran pemilih, ti-dak akan diizinkan untuk mendaftar dalam pemilihan (tracking).8

Bentuk pelanggaran terhadap peraturan dana kampanye dan hu-kumannya mempunyai ukuran yang sangat beraneka ragam. Peng-adilan Pemilu Brazil berwenang memeriksa laporan keuangan danakampanye yang disediakan oleh partai politik, tetapi hanya sebagaitinjauan administratif untuk melihat apakah dalam laporan tersebutada kesalahan perhitungan yang umum. Tidak ada sanksi resmi un-tuk nonpartisan. Akan tetapi, di negara-negara lain, ada hukumanuntuk nonpartisan. Di Thailand, misalnya, penyelenggara pemilu da-pat melacak sejumlah properti dan keuangan bagi siapa saja yang me-langgar undang-undang pemilu. Di Selandia Baru, penyelenggara pe-milu dapat melakukan hal-hal semacam itu untuk kemudian menin-daklanjutinya ke polisi.9

Di Amerika Serikat, pelaksanaan undang-undang pemilu membe-dakan antara pelanggaran keuangan dan bentuk kesalahan yang ti-dak diketahui. Setiap kesalahan ditangani secara administratif olehKomisi Pemilihan Federal, sedangkan pelanggaran yang bermotif pi-dana diusut oleh Departemen Kehakiman. Di Inggris, sebuah komisipemilihan yang independen telah dibentuk sebagai bagian dari upayaperbaikan keuangan kegiatan kampanye. Sampai pada saat itu, Ing-gris tidak mempunyai sebuah lembaga yang menangani keuangankampanye pada tingkat nasional.10

26

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

8 Ibid.9 Ibid.10 Ibid.

Page 45: PENEGAKAN HKM PEMILU

02. Penyelidikan dan PenyidikanHal penting dalam proses pelaksanaan undang-undang pemilu

adalah adanya penyelidikan atas keberatan yang dilaporkan. Setiaplembaga bertanggung jawab atas bentuk keberatan dan menentukanapakah sebuah tindakan melawan hukum telah terjadi atau tidak.Lembaga yang bertanggung jawab terhadap investigasi punya bentukyang beraneka ragam. Pada beberapa negara, seperti Selandia Baru,polisi melakukan penyelidikan dan penyidikan atas bentuk pelang-garan pemilu; di negara yang lain penyelenggara pemilu yang dibeba-ni untuk menanganinya.

03. PenuntutanDi Thailand sistem penuntutan terhadap tindak pidana pemilu

berjalan sangat lambat dan tidak efektif untuk menghalangi politikuang dalam pemilu. Oleh karena itu, konstitusi memberikan wewe-nang kepada Komisi Pemilu Thailand untuk mengusut kasus-kasusyang berhubungan dengan pemilu. Jika bentuk pelanggaran itu dite-mukan, komisi dapat membatalkan sebuah pemilu. Komisi juga da-pat menarik kembali hak para calon untuk ikut dalam pemilu. Hakpara calon akan segera ditarik dan orang itu akan dituntut di bawahhukum acara pidana.11

Ada sebuah sistem yang berbeda di Bulgaria, di mana Komisi Pe-milu Pusat dan Komite Pemilu Daerah menginvestigasi bentuk pe-langgaran dan memberikan sebuah pernyataan tentang penemuanitu. Pernyataan hukuman kemudian dikeluarkan oleh pemerintahdaerah di mana pelanggaran itu terjadi. Jika sebuah instrumen hu-kuman yang dikeluarkan ditentang oleh gubernur daerah, pernyata-an hukuman kemudian dikeluarkan oleh Menteri AdministrasiUmum.12

27

P R A K T I K D I B E B E R A P A N E G A R A

11 Ibid.12 Ibid.

Page 46: PENEGAKAN HKM PEMILU

04. HukumanPemberian sanksi dapat ditimpakan kepada pelanggar undang-

undang pemilu dan pidana pemilu. Sebagian negara mengintegrasi-kan pengenaan sanksi dengan semangat memberantas korupsi. DiBahamas misalnya, praktik perbuatan melawan hukum pemilu dike-nakan denda sekitar $ 1.000 dan/atau dipenjara selama tiga bulan.Korupsi dikenai denda sekitar $ 2.000 dan/atau dipenjara sampai 2tahun. Sementara di negara lain, diberikan tambahan hukuman ataskejahatan yang berada dalam kondisi khusus. Misalnya di Mali, un-dang-undang pemilu memaksa penduduk yang melanggar kerahasia-an pemilih untuk melakukan kerja sosial. Sedangkan di Samoa Barat,orang yang dihukum diharuskan membayar semua biaya pengadilan.Sebagian negara lainnya menerapkan sanksi menarik kembali hakmemilih dan dipilih, tergantung pada bentuk pelanggarannya.13

D. MODEL PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMILU Setidaknya terdapat lima model penegakan hukum untuk penye-

lesaian perselisihan pemilu. Pertama, pemeriksaan oleh badan penye-lenggara pemilu dengan kemungkinan mengajukan banding ke insti-tusi yang lebih tinggi. Kedua, pengadilan atau hakim khusus pemiluuntuk menangani keberatan pemilu. Ketiga, pengadilan umum yangmenangani keberatan dengan kemungkinan dapat diajukan bandingke institusi yang lebih tinggi. Keempat, penyelesaian masalah pemiludiserahkan ke pengadilan konstitusional dan/atau peradilan konsti-tusional. Dan kelima, penyelesaian masalah pemilihan oleh pengadil-an tinggi.

Tabel 01 memperlihatkan beberapa negara yang menggunakan

28

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

13 Ibid.

Page 47: PENEGAKAN HKM PEMILU

model-model tersebut.

Tabel 01MODEL PENYELESAIAN PERSELISIHAN PEMILU

Pelajaran yang dapat diambil adalah bahwa mekanisme pengaju-an keberatan dapat disampaikan oleh partai politik atau kandidatyang merasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu. Akantetapi bila putusan sudah dibuat oleh Mahkamah Agung (MA) atauMahkamah Konstitusi (MK) maka hal itu bersifat final. Hal ini tidakakan menjadi masalah besar jika kasus yang harus diselesaikan oleh

29

P R A K T I K D I B E B E R A P A N E G A R A

NO. SISTEM PENYELESAIAN PERSELISIHAN NEGARA

1 Pemeriksaan oleh badan penye-lenggara pemilu dengan kemu-ngkinan untuk mengajukanbanding ke institusi yang lebihtinggi

Filipina (calon terpilih mengajukanbanding ke Comelec, akhirnya kePengadilan Tinggi; pejabat kota,provinsi, dan regional yang terpilihmengajukan banding ke PengadilanTinggi.)

2 Pengadilan atau hakim khususuntuk menangani keberatandalam pemilihan

Malaysia, Singapura, Filipina(pemilihan anggota DPR danSenat) mengajukan banding kePengadilan Tinggi.

3 Proses pengadilan umum ter-hadap keberatan pemilihan,dapat mengajukan permoho-nan ke institusi lebih tinggi.

-

4 Penyelesaian perselisihanhasil pemilu diserahkan kepengadilan konstitusional

Indonesia (pemilihan untukDPR/DPRD, DPD, Presiden)

5 Penyelesaian perselisihanhasil pemilu oleh PengadilanTinggi

Indonesia (pemilihan untukkepala daerah)Filipina (pemilihan Presiden)

Page 48: PENEGAKAN HKM PEMILU

MA atau MK tidak terlalu banyak, sebagaimana yang terjadi di Fili-pina. Pada kasus-kasus peradilan di Filipina, MA bertindak sebagaiperadilan tingkat pertama dan terakhir dengan putusan tingkat per-tama dan terakhir atas masalah pemilihan presiden.

30

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 49: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB IVPENGALAMAN PEMILU DI INDONESIA

Bab ini mengulas pengalaman pemilu di Indonesia sejak Pemilu1955, pemilu-pemilu Orde Baru hingga Pemilu 2004 dan Pilkada2005. Pembahasan dimulai dari sejarah penyelenggaraan pemilu,pelanggaran dan sengketa pemilu, serta penegakan hukum pemilu.Pembahasan ini sangat penting untuk mengetahui kelemahan danmasalah-masalah penegakan hukum pemilu yang perlu diperbaiki.

A. SEJARAH PENYELENGGARAAN PEMILUUndang-undang Dasar 1945 (UUD 1945), yang disahkan sebagai

konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia sehari setelah Prok-lamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, sama sekali tidak menyebut-nyebut soal pemilu. Meski demikian, bukan berarti para pendiribangsa yang merumuskan konstitusi tersebut mengabaikan perlunyapemilu. Sesungguhnya, sudah ada kesepakatan tak tertulis di kalang-an penyusun konstitusi bahwa Dewan Perwakilan Rakyat–yang da-lam konstitusi disebut mempunyai wewenang membuat undang-un-dang bersama presiden– harus dipilih lewat suatu pemilihan. Hal ini

31

Page 50: PENEGAKAN HKM PEMILU

dibuktikan dengan Pengumuman Pemerintah Republik Indonesiapada 5 Oktober 1945 yang menyatakan bahwa pemerintah sedangmenyiapkan pemilu untuk memilih anggota badan yang menjalan-kan kedaulatan rakyat. Selanjutnya, Maklumat Pemerintah 3 Novem-ber 1945 menegaskan bahwa partai-partai politik segera dibentuk se-belum dilangsungkan pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyatpada Januari 1946.1

Kenyataannya, pemilu baru terlaksana pada September 1955. Se-tidaknya terdapat dua faktor mengapa pemilu tidak dapat dilaksana-kan secepatnya. Pertama, situasi perang kemerdekaan tidak me-mungkinkan dilaksanakannya pemilu. Perhatian pemerintah danrakyat lebih ditujukan pada upaya untuk mempertahankan kemerde-kaan, baik lewat perang gerilya maupun gerakan diplomasi interna-sional, karena Belanda masih berkeras untuk menguasai kembali In-donesia. Kedua, ketidakstabilan politik, baik yang disebabkan oleh si-kap Belanda yang terus mencampuri urusan internal Indonesia, mau-pun oleh pertikaian politik –yang ditandai oleh seringnya pergantiankabinet dalam sistem demokrasi parlementer sebagaimana diaturUndang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950).

Meskipun demikian, komitmen untuk menyelenggarakan pemilutetap dipegang oleh siapa saja yang memegang kekuasaan pemerin-tahan ketika itu. Kabinet Nastsir (6 September 1950 – 27 April 1951),Kabinet Sukiman (27 April 1951 – 23 Februari 1952), Kabinet Wilo-po (23 Februari 1952 – 3 April 1952), Kabinet Ali Sastroamidjojo I (1Agustus 1953 – 12 Agustus 1955), dan Kabinet Boerhanoedin Hara-hap (12 Agusutus 1955 – 24 Maret 1956) masing-masing menetapkanpemilu sebagai program kerja.2 Kabinet Wilopo yang berhasil meng-golkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1953 tentang Pemilihan

32

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

1 Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesia jangPertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante,Djakarta: Panitia Pemilihan Indonesia, 1958.

2 Herbert Feith, The Decline of Constitutional Democracy, Ithaca: Cornel UniversityPress, 1962.

Page 51: PENEGAKAN HKM PEMILU

Anggota Konstituante dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (UUNo. 7/1953), ternyata gagal membentuk Panitia Pemilihan Indonesia(PPI). Baru pada awal November 1953, Kabinet Ali Sastroamidjojo Iberhasil membentuk PPI yang anggotanya terdiri atas sembilanorang yang berasal dari partai politik. Pemilu sendiri dilaksanakanpada masa pemerintahan Kabinet Boerhanoedin Harahap.

Pemilu yang digelar pada 29 September 1995 itu diikuti oleh 43,1juta pemilih, yang tersebar di 15 daerah pemilihan. Untuk pemilihananggota DPR terdapat 100 peserta pemilu, baik dari partai politik, or-ganisasi masyarakat maupun perseorangan. Mereka memperebutkan257 kursi DPR. Sedangkan untuk pemilihan anggota Dewan Konsti-tuante terdapat 82 peserta pemilu yang memperebutkan 514 kursiDewan Konstituante. Walau keuangan dan fasilitas negara dalam ke-adaan terbatas, pelaksanaan Pemilu 1955 berjalan mulus sesuai ren-cana. Pemilu 1955 kemudian dikenal sebagai pemilu yang berlang-sung damai, fair, dan demokratis.

Mengapa Pemilu 1955 yang diselenggarakan dalam suasana serbaterbatas dan di tengah persaingan partai politik yang sengit bisa tetapberlangsung damai dan fair? Salah satu jawabannya adalah karena ja-jaran panitia –mulai dari PPI di pusat hingga Panitia Pendaftaran Pe-milih di desa– mampu menjaga netralitasnya selaku penyelenggarapemilu, meskipun sebagian mereka (terutama pada tingkat PPI, Pa-nitia Pemilihan, dan Panitia Pemilihan Kabupaten) berasal dari par-tai politik.3

Sebagaimana diharapkan, Pemilu 1955 menghasilkan perubahansirkulasi elite kekuasaan, dari mereka yang duduk di DPRS berdasar-

33

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

3 Beberapa faktor yang menyebabkan orang partai yang menjadi panitia pemilumampu bersikap independen dan netral: pertama, munculnya partai-partai politikberimplikasi pada pembiasaan pluralisme politik (yang diwadahi dalam sistemparlementer) sehingga membangun tradisi politik dewasa; kedua, jatuh-bangunnyakabinet menanamkan tradisi sirkulasi kekuasaan sehingga siapa saja siap menjadipemenang atau pecundang; ketiga, tokoh-tokoh politik yang berkonflik politiktetap berhubungan baik secara personal. Lihat, Eep Syaifullah Fatah, Belajar dariPemilu 1955, Jakarta: PPIUK, 2004.

Page 52: PENEGAKAN HKM PEMILU

kan negosiasi dan kesepakatan, menjadi orang yang benar-benar di-pilih oleh rakyat. Komposisi DPR baru tersebut menghasilkan empatbesar partai politik, yaitu PNI, Masyumi, NU, dan PKI. Keempat par-tai tersebut memperoleh 198 kursi (77,3%) dari 257 kursi yang terse-dia. Sisa kursi lainnya diraih oleh partai-partai kecil, organisasi kema-syarakatan, dan perseorangan.4 Gambaran kekuatan politik serupajuga terdapat dalam Dewan Konstituante yang dipilih berbarengandengan anggota DPR.5

Sayangnya, hasil Pemilu 1955 tidak menciptakan stabilitas politiksebagaimana diharapkan sebelumnya. Ketiadaan partai yang mayori-tas menguasai parlemen menyebabkan gonta-ganti kabinet terus ber-lanjut. Sementara itu, Dewan Konstituante yang diharapkan segeradapat merumuskan konstitusi baru sebagai pengganti UUDS 1950 la-rut dalam perdebatan yang berkepanjangan. Situasi inilah yang men-dorong Presiden Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit 5 Juli 1959,setelah mendapat sokongan penuh dari kelompok militer. Dengandekrit ini, Indonesia kembali ke UUD 1945; Dewan Konstituante ha-sil Pemilu 1955 dibubarkan; Indonesia pun memasuki era Demokra-si Terpimpin.6

UUD 1945 yang tidak menyebut-nyebut adanya pemilu untuk

34

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

4 Sepuluh besar partai yang menguasai kursi DPRS adalah Masyumi (44), PNI (42),PIR-Hazairin (18), PKI (17), PSI (14), PRN (13), Partai Persatuan Progresif (10), PartaiKatolik (9), Fraksi Demokrat (9), dan NU (8). Adapun sepuluh besar hasil Pemilu1955 adalah PNI (57), Masyumi (57), NU (45), PKI (38), PSII (8), Parkindo (8), PartaiKatolik (6), PSI (5), Partai Islam Perti (4), dan IPKI (4). Lihat, Panitia PemilihanIndonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesia jang Pertama untukMemilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat dan Konstituante.

5 Sepuluh besar hasil Pemilu 1955 untuk Dewan Konstituante adalah PNI denganGabungan (119), Masyumi dengan Gabungan (112), NU dengan Gabungan (91),PKI (80), PSII dengan Gabungan (16), Parkindo (16), Partai Katolik denganGabungan (10), PSI dengan Gabungan (10), Partai Islam Perti (8), dan IPKI (7).Lihat Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum diIndonesia jang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat danKonstituante

Page 53: PENEGAKAN HKM PEMILU

memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di DPR dipahami betul olehSoekarno. Oleh karena itu, sejak mencanangkan berlakunya Demo-krasi Terpimpin hingga ambruknya sistem politik itu, Presiden Soe-karno tak pernah menggagas adanya pemilu. Untuk menggantikanfungsi DPR, Soekarno membentuk Dewan Nasional dan memperke-nalkan perwakilan fungsional yang diisi oleh kelompok militer, kaumbirokrasi, dan kalangan nonpartai.

Berbeda dengan Soekarno, Jenderal Soeharto yang berhasil meng-akhiri era Demokrasi Terpimpin, berpandangan bahwa pemilu ada-lah sesuatu yang penting bagi legitimasi politik Orde Baru. Apalagikeberhasilan Soeharto dalam menumbangkan kekuasaan Soekarnojuga tidak lepas dari sokongan partai-partai politik yang berseberang-an dengan PKI. Masalahnya adalah bagaimana agar hasil pemilu itumenunjukkan bahwa rakyat memilih komponen-komponen OrdeBaru. Inilah yang mendorong Orde Baru membuat dua keputusanpenting: pertama, menjadwalkan Pemilu 1971; kedua, mengorganisa-sikan dan melaksanakan pemilu dengan cara-cara yang dapat menja-min mayoritas formasi DPR/MPR dikontrol langsung oleh Soeharto.

Untuk mencapai dua tujuan tersebut, Soeharto menerapkan tigastrategi. Pertama, pemerintah menciptakan organisasi peserta pemi-lu sendiri yang bernama Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sek-ber Golkar). Kedua, pemerintah mengangkat anggota DPR/MPR da-ri unsur ABRI dan kelompok-kelompok lain. Ini merupakan buahkompromi politik karena partai politik menolak sistem distrik yangditawarkan pemerintah. Ketiga, guna menjamin kemenangan Gol-

35

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

6 Pemerintah sebetulnya telah merencanakan untuk menyelenggarakan pemilukedua pada 1959. Kabinet Ali Sastroamidjojo II juga telah menunjuk sebelas namaangota PPI yang sebagaian besar adalah anggota PPI periode sebelumnya . Tidakbegitu jelas apa yang telah dan sedang dikerjakan oleh PPI periode kedua ini. Yangpasti, setelah Presiden Soekarno mengumumkan keadaan darurat perang (SOB),Kabinet Juanda mengumumkan penundaan pelaksanaan pemilu kedua pada 1960.Namun agenda pemilu kedua menjadi terabaikan setelah Presiden Soekarnomengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menandai pemberlakuan kembaliUUD 1945.

Page 54: PENEGAKAN HKM PEMILU

kar, pemerintah tidak mau berbagi dengan partai politik dalam kepa-nitiaan pemilu.7

Posisi, fungsi, struktur, dan organisasi penyelenggara pemilu OrdeBaru diatur dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1969 tentangPemilihan Umum Anggota-anggota Badan Permusjawaratan/Perwakilan Rakjat (UU No. 15/1969) yang disahkan pada 17 Desem-ber 1969. Undang-undang ini menyatakan, presiden membentukLembaga Pemilihan Umum (LPU) yang diketuai oleh Menteri DalamNegeri. UU No. 15/1969 juga menentukan bahwa Menteri Dalam Ne-geri, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, dan Lurah/Kepala Desa,masing-masing menjadi ketua dan merangkap anggota PPI, PPD I,PPD II, PPS, dan PPP. Selanjutnya ditentukan bahwa anggota-ang-gota PPI diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Mente-ri Dalam Negeri; anggota-anggota PPD I dan PPD II diangkat dandiberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri atas usul Gubernur; dananggota-anggota PPS dan PPP diangkat dan diberhentikan oleh Bu-pati/Walikota atas usul Camat.

Ketentuan-ketentuan tersebut sesungguhnya bias kepentinganGolkar karena pejabat-pejabat pemerintah yang bertanggung jawabdalam pelaksanaan pemilu tak lain adalah orang-orang yang juga di-tunjuk sebagai fungsionaris Golkar pada setiap tingkatan. Hal ini pa-ling kentara jika dilihat pada proses penghitungan suara. Inilah yangmenyebabkan terjadinya kecurangan dan manipulasi penghitungansuara sebagaimana dilaporkan pada setiap kali penyelenggaraan Pe-milu Orde Baru.8 Sukses ‘mesin’ kepanitiaan Pemilu 1971 dalam me-menangkan Golkar, membuat pemerintah Orde Baru mempertahan-kan ‘mesin’ tersebut pada pemilu-pemilu Orde Baru berikutnya se-hingga Golkar selalu mendominasi perolehan suara pada setiap kali

36

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

7 William Liddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, Jakarta:LP3ES, 1992.

8 Alexander Irwan dan Edriana, Pemilu: Pelanggaran Asas Luber, Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1995.

Page 55: PENEGAKAN HKM PEMILU

pemilu diselenggarakan.9

Protes terhadap pelanggaran dan manipulasi penghitungan sua-ra yang dilakukan oleh para petugas Pemilu 1977 terus menguat. Un-tuk memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk me-nempatkan wakil peserta pemilu ke dalam lembaga penyelenggaraPemilu 1982. Pemerintah juga mengintroduksi adanya badan barudalam tubuh LPU yang bernama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pe-milihan Umum (Panwaslak Pemilu) yang bertugas mengawasi pe-laksanaan pemilu. Kedua kebijakan itu diformat ke dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1980 tentang Perubahan Undang-UndangNomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan Umum Anggota-anggotaBadan Permusjawaratan/Perwakilan Rakjat sebagaimana Telah Di-ubah dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1975 (UU No.2/1980).

Namun kalau dicermati lebih jauh, posisi dan fungsi PanwaslakPemilu dalam struktur kepanitiaan Pemilu tidak jelas. Di satu pihak,Panwaslak Pemilu bertugas untuk mengawasi pelaksanaan pemilu; dilain pihak Panwaslak Pemilu harus bertanggung jawab kepada ketuapanitia pemilihan sesuai dengan tingkatannya. Ini artinya PanwaslakPemilu adalah subordinat dari pantia pelaksana pemilu. Dengan su-sunan dan struktur organisasi seperti itu, keberadaan pengawas pe-milu yang semula diniatkan untuk mengontrol pelaksanaan pemiluagar kualitas pemilu lebih baik malahan tidak mungkin diwujudkan.Sebab, Panwaslak Pemilu Pusat, Panwaslak Pemilu Daerah I, Pan-waslak Pemilu Daerah II, dan Panwaslak Pemilu Kecamatan (sama

37

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

9 Perolehan Suara Pemilu 1971: Golkar (62,80%), partai-partai yang kemudianberfusi ke PPP (27,11%), partai-partai yang kemudian berfusi ke PDI (10,09%),dari 54.669.509 suara. Perolehan Suara Pemilu 1977: Golkar (62,11%), PPP(29,29%), PDI (8,60%) dari 63.998.344 suara. Perolehan Suara Pemilu 1982:Golkar (64,34%), PPP (27,78%), PDI (7,88%) dari 75.126.306 suara. PerolehanSuara Pemilu 1987: Golkar (73,16%), PPP (15,97%), PDI (10,89%) dari85.869.816 suara. Perolehan Suara Pemilu 1992: Golkar (68,10%), PPP (17,00%),PDI (14,90%) dari 97.789.534 suara. Perolehan Suara Pemilu 1997: Golkar(74,51), PPP (22,43), PDI (3,06) dari 112.991.150 suara.

Page 56: PENEGAKAN HKM PEMILU

dengan PPI, PPD I, PPD II, dan PPS), juga didominasi oleh aparatpemerintah yang tidak lain adalah para pendukung Golkar.10

Dengan keberadaannya yang seperti itu, fungsi pengawasan olehPanwaslak Pemilu justru diselewengkan untuk kepentingan Golkardengan dua langkah sekaligus. Pertama, Panwaslak Pemilu melegal-kan kasus-kasus pelanggaran dan kecurangan yang dilakukan Gol-kar; Kedua, Panwaslak Pemilu melakukan diskriminasi, dengan carahanya mengusut kasus-kasus yang dilakukan oleh peserta Pemilunon-Golkar.11 Singkat kata, Panwaslak Pemilu cukup efektif meredamprotes-protes ketidakpuasan PPP dan PDI atas pelanggaran dan ke-curangan karena kasus-kasusnya sudah ‘ditangani’. Secara substansi-al, penanganan kasus-kasus itu memang tidak memuaskan PPP danPDI. Akan tetapi, secara prosedural Panwaslak Pemilu telah menja-lankan tugasnya sehingga semua pihak mesti menerima hasil kerjaPanwaslak Pemilu.12

Tidak lama setelah hasil Pemilu 1997 diumumkan, pemerintahOrde Baru –yang didera krisis ekonomi moneter– menghadapi ge-lombang gerakan reformasi yang dimotori mahasiswa. Gerakan re-formasi tidak hanya bertujuan menjatuhkan pemerintahan Orde Ba-ru, tetapi juga membangun Indonesia yang demokratis. Oleh karenaitu, setelah Soeharto tumbang, pemilu segera dilaksanakan. Pemilutidak saja untuk mewujudkan aspirasi dan kedaulatan rakyat dalam

38

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

10 Syamsuddin Haris, "Struktur, Proses dan Fungsi Pemilihan Umum: CatatanPendahuluan," dalam Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: YayasanObor, 1998.

11 Alexander Irwan dan Edriana, op. cit.

12 Jejak lembaga adhoc yang dibentuk sejak Pemilu 1982 ini sebetulnya masih'misterius', sebab sampai saat ini belum diketemukan laporan-laporan resmi darimereka sebagaimana layaknya dilakukan oleh lembaga-lembaga negara lain.Panwas Pemilu Pusat untuk Pemilu 1999 yang berusaha menelusuri dokumentasiresmi laporan pengawasan Pemilu di LPU/KPU dan lembaga-lembaga yangmungkin menyimpan, tak mendapatkan hasilnya. Lihat, Panitia PengawasPemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, Pengawasan Pemilihan Umum 1999:Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 TingkatPusat, Jakarta: Gramedia, 1999.

Page 57: PENEGAKAN HKM PEMILU

menentukan pemimpinnya, tetapi juga bagian dari peralihan kekua-saan yang dilakukan secara demokratis.

Meskipun DPR/MPR masih dikuasai oleh Golkar, namun par-tai ini tidak mau berspekulasi bahwa Presiden Habibie harus me-lanjutkan kekuasaan Soeharto sampai 2003. Tuntutan untuk me-nyelenggarakan pemilu yang bebas memang sudah tidak bisa di-bendung, meski prosedur formal ketatanegaraan harus tetap di-ikuti. Sidang Istimewa MPR pada November 1998 mengesahkanTap MPR No. XIV/1998 yang memerintahkan Presiden untuk me-nyelenggarakan pemilu selambat-lambatnya pada 7 Juni 1999. Se-lanjutnya pada 1 Februari 1999 disahkan Undang-Undang Nomor2 Tahun 1999 tentang Partai Politik (UU No. 2/1999) dan Un-dang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemilihan Umum(UU No. 3/1999).

Melalui UU No. 2/1999, rakyat dibebaskan untuk mendirikanpartai politik sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi dan perju-angan politik. Kemudian dengan UU No 3/1999, Lembaga Pemilih-an Umum (LPU) direformasi menjadi Komisi Pemilihan Umum(KPU). Badan ini mengalami perubahan struktural jika dilihat dariposisi, peran, dan fungsi. Jika LPU merupakan mesin politik untukmemenangkan Golkar, KPU diposisikan sebagai penyelenggara pe-milu yang sebenarnya, yaitu mewujudkan free and fair election ataupemilu yang jujur dan adil. Oleh karena itu, KPU harus melayani pe-milih menggunakan haknya dan memberikan kesempatan yang samakepada semua peserta pemilu. KPU tak bisa lagi digunakan sebagaimesin politik untuk tujuan kelompok tertentu.13

Meskipun dibentuk dan bertanggung jawab kepada Presiden,namun selaku penyelenggara Pemilu, KPU bersifat bebas dan man-diri. KPU adalah lembaga independen yang terbebas dari kepen-tingan siapapun, termasuk kepentingan pemerintah. UU No.

39

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

13 Andi Alfian Malarangeng, "Komisi Pemilihan Umum," dalam Kajian Pemilu 1999,Jakarta: Puskap, Depdagri dan Biro Humas KPU, 1999.

Page 58: PENEGAKAN HKM PEMILU

3/1999 menetapkan, anggota KPU hanya terdiri atas wakil-wakilpartai peserta pemilu dan wakil-wakil pemerintah. Keanggotaandari unsur partai politik diwakili oleh satu orang dari masing-ma-sing peserta pemilu, sedangkan keanggotaan dari unsur pemerintahdiwakili lima orang. Akan tetapi hak suara wakil-wakil partai danwakil-wakil pemerintah berimbang, fifty-fifty. Model keanggotaanKPU ini berlaku di lingkungan PPI, PPD I, PPD II, PPK, PPS, danKPPS.

Pemilu 1999 terlaksana dengan lebih bebas, lebih jujur, dan lebihadil daripada penyelenggaraan pemilu-pemilu pada era Orde Baru.Pemilu 1999 diikuti oleh 48 partai politik yang memenuhi syarat da-ri ratusan partai baru yang berusaha mengikuti pemilu. Dalam pe-nyelenggaraannya, pada Pemilu 1999 memang terdapat banyak kele-mahan dan kesalahan. Namun karena pemilu tersebut dipersiapkandalam waktu terbatas dan merupakan pengalaman pertama bagi In-donesia dalam melaksanakan pemilu yang bersendikan pada prinsip-prinsip demokrasi, kelemahan dan kesalahan itupun dapat dipahamirakyat.

Hasil Pemilu 1999 menunjukkan adanya perubahan yang signifi-kan dalam peta politik nasional. Partai Golkar yang selama 30 tahunOrde Baru mendominasi perolehan suara, berhasil dikalahkan olehPDIP. Jika suara PDIP ditambah dengan suara partai-partai baru,Pemilu 1999 menunjukkan arah perubahan politik nasional sebagai-mana dikehendaki oleh gerakan reformasi.14

Namun hasil Pemilu 1999 tersebut sebetulnya nyaris gagal karenasebagian besar anggota KPU dari partai politik tidak bersedia menan-datangani hasil penghitungan suara secara nasional dengan dalih te-lah terjadi banyak pelanggaran dan kecurangan dalam pelaksanaanpemilu. Memang benar banyak pelanggaran dalam Pemilu 1999 dan

40

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

14 Sepuluh besar perolehan kursi DPR beradasarkan hasil Pemilu 1999 adalah PDIP(151), Golkar (118), PPP (58), PKB (51), PAN (34), PBB (13), PK (7), PPNU (5), PKPI(4), PSI (3).

Page 59: PENEGAKAN HKM PEMILU

itu telah dicatat dengan baik oleh pengawas pemilu dan pemantaupemilu. Namun, pelanggaran yang terjadi masih dalam batas toleran-si sehingga tidak berpengaruh terhadap hasil penghitungan suara na-sional.

Akibat sikap tidak fair sebagian besar anggota KPU dari partai itu,proses pemilu terlambat dari jadwal. Pemilu yang telah berlangsungdamai dan demokratis terancam tidak menghasilkan apa-apa. Situa-si inilah yang memaksa Presiden Habibie mengambil alih urusan pe-milu. Langkah Habibie ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk intervensiPresiden terhadap KPU, namun hal itu harus dilakukan demi menye-lamatkan pemilu dari ulah sebagian besar anggota KPU yang tidakbertanggung jawab. Terbukti keputusan Habibie yang mengesahkanhasil pemilu tidak mendapatkan perlawanan, yang berarti keputusanitu dianggap benar oleh publik. Habibie sendiri baru berani melang-kah setelah mendapat rekomendasi dari Panwas Pemilu Pusat agarPresiden mengambil alih urusan Pemilu.

Meskipun pembentukan Panwaslak Pemilu pada zaman OrdeBaru ditujukan untuk mendukung ‘mesin’ pemenangan Golkar yangbernama LPU, namun keberadaan pengawas pemilu tetap diperta-hankan dalam Pemilu 1999. Sebab, tujuan pembentukan pengawaspemilu adalah menjaga agar proses pemilu berlangsung sesuai de-ngan prinsip Pemilu yang luber dan jurdil. Hanya saja, pada zamanOrde Baru, tujuan itu diselewengkan dengan baik oleh pemerintah.Oleh karena itu, dengan struktur, fungsi, dan mekanisme kerja yangbaru, pengawas pemilu tetap diaktifkan untuk Pemilu 1999. Nama-nya pun diubah dari Panitia Pengawas Pelaksana Pemilihan Umum(Panwaslak Pemilu) menjadi Panitia Pengawas Pemilihan Umum(Panwaslu).

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1999 tentang Pelaksana-an Pemilihan Umum (PP No. 33/1999) memberikan kewenangandan kewajiban kepada Panwaslu untuk melakukan pemeriksaan ter-hadap keabsahan alasan keberatan KPU, PPI, PPD I, PPD II membu-

41

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 60: PENEGAKAN HKM PEMILU

buhkan tanda tangan pada Berita Acara Pemungutan Suara. Keten-tuan inilah yang terbukti mampu menyelamatkan hasil Pemilu 1999dari manuver-manuver tidak bertanggung jawab dari anggota KPUyang berasal dari partai politik.

Perilaku anggota KPU dari partai politik yang hendak menggagal-kan hasil Pemilu 1999 dengan cara tidak mau menandatangani beri-ta acara hasil pemilu akhirnya mempengaruhi pandangan partai po-litik dalam melihat posisi KPU. Dalam Sidang Umum Majelis Permu-syawaratan Rakyat (SU-MPR) yang diselenggarakan pada Oktober1999, MPR mengesahkan Tap MPR Nomor IV/MPR/1999 tentangGaris-garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang antara lain mengga-riskan agar penyelenggaraan pemilihan umum dilaksanakan olehsuatu badan yang independen dan nonpartisan.

Menindaklanjuti ketetapan tersebut, DPR dan pemerintah meng-ubah UU No. 3/1999 dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2000tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 ten-tang Pemilihan Umum (UU No. 4/2000). Undang-undang perubah-an ini menegaskan bahwa penyelenggaraan pemilu dilaksanakan olehKomisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen dan nonpartisan.Dengan demikian, anggota dan pengurus partai dilarang menjadianggota KPU. Calon anggota KPU diusulkan oleh Presiden dan men-dapatkan persetujuan DPR.

Undang-Undang Nomor 4/1999 diteken Presiden AbdurrahmanWahid pada 7 Juni 2000 dan langsung diberlakukan. Pemberlakuanundang-undang perubahan ini berarti juga pembekuan terhadapKPU yang menyelenggarakan Pemilu 1999. Sesuai dengan ketentuanUU No. 4/2000 bahwa KPU terdiri atas 11 anggota, maka DPR me-milih 11 nama dari 20 nama yang diajukan pemerintah. Mereka di-lantik Presiden Abdurrahman Wahid pada 6 April 2001.

Pengaturan tentang Panwas Pemilu kemudian dilakukan lewatUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan UmumAnggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,

42

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 61: PENEGAKAN HKM PEMILU

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No. 12/2003). Un-dang-undang ini memiliki beberapa kemajuan jika dibandingkandengan UU No. 3/1999 dalam mengatur pengawas pemilu. Perta-ma, pengaturan tugas dan wewenang pengawas pemilu lebih tegasdan lebih memadai untuk menjalankan fungsi pengawasan pemilu.Dalam hal ini, undang-undang menegaskan bahwa pengawas pe-milu memiliki tugas dan wewenang mengawasi pelaksanaan setiaptahapan pemilu, menerima laporan adanya pelanggaran pemilu,meneruskan laporan pelanggaran administrasi pemilu ke penye-lenggara pemilu dan laporan pelanggaran pidana pemilu ke kepoli-sian (selanjutnya diproses ke kejaksaan dan diajukan ke pengadil-an) untuk diberikan sanksi, dan menyelesaikan sengketa dalam pe-nyelenggaraan pemilu.

Kedua, selain mensyaratkan orang-orang nonpartisan untuk bisamenjadi anggota pengawas, badan pengawas pemilu juga diisi olehunsur kepolisian dan kejaksaan. Keterlibatan kedua unsur itu dimak-sudkan agar penanganan pelanggaran pidana pemilu bisa dilakukansecara lebih efektif. Ketiga, untuk mengatasi kesulitan pengawas pe-milu dalam mengklarifikasi dan memverifikasi laporan dan indikasi-indikasi terjadinya pelanggaran, UU No. 12/2003 memberi ruangkhusus kepada pengawas pemilu untuk mengakses informasi di ling-kungan penyelenggaraan pemilu dan pihak-pihak terkait. Keempat,Panwas Pemilu diberi kuasa untuk menentukan sendiri rincian pro-sedur pengawasan dan membentuk struktur dan mengangkat perso-nel jajaran pengawasan dari provinsi sampai kecamatan. Adanya ke-tentuan itu memungkinkan terjadinya standardisasi kerja pengawas-an serta kontrol terhadap kinerja pengawasan dari atas sampai ke ba-wah.

Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD1945) menetapkan bahwa seluruh anggota DPR dipilih lewat pemilu.Perubahan Ketiga UUD 1945 juga melahirkan sebuah lembaga barubernama Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang anggotanya juga

43

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 62: PENEGAKAN HKM PEMILU

harus dipilih lewat pemilu. Yang lebih penting lagi, Perubahan KetigaUUD 1945 juga memerintahkan agar Presiden dan Wakil Presidendipilih lewat pemilu. Berdasarkan ketentuan konstitusi itu, KPU ke-lak tidak hanya melaksanakan pemilu untuk memilih anggotaDPR/DPRD, tetapi juga Pemilu untuk memilih anggota DPD sertaPresiden dan Wakil Presiden.

Idealnya, undang-undang Pemilu sudah disahkan setidaknya duatahun sebelum hari-H pelaksanaan pemilu sehingga KPU dan jajar-annya mempunyai waktu yang cukup untuk mempersiapkannya. Na-mun, akibat tarik-menarik politik yang kuat di DPR, UU No.12/2003 baru bisa diundangkan oleh Presiden Megawati Soekarno-putri pada 11 Maret 2003; sedangkan Undang-Undang Nomor 23Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden(UU No. 23/2003) diundangkan pada 31 Juli 2003. Itu artinya KPUhanya punya waktu 13 bulan untuk menyiapkan pemilu legislatif (Pe-milu anggota DPR, DPD dan DPRD) dan 13 bulan juga untuk menyi-apkan pemilu presiden.

Pemilu Legislatif 2004 berhasil dilakukan dengan tertib, lancar,dan damai.15 Rakyat rupanya telah mampu mengikuti proses pemi-lu secara baik dan mampu mengendalikan diri sehingga tidak terja-di kekerasan dalam momen persaingan politik yang sangat ketat.KPU juga berhasil menggerakkan, mengkoordinasikan, dan me-ngendalikan pelaksanaan pemilu di tengah-tengah keterbatasanpengalaman dan referensi. KPU memang tampak gagap mengha-dapi masalah-masalah teknis pemilu di lapangan. Akan tetapi hal ituterjadi lebih karena ketidakmampuan KPU dalam berkomunikasidengan publik daripada ketidakcakapannya dalam mengelola Pemi-

44

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

15 Sepuluh besar perolehan suara anggota DPR berdasarkan hasil Pemilu Legislatif2004 adalah Partai Golkar (128), PDIP (109), PPP (58), Partai Demokrat (55), PAN(53), PKB (52), PKS (45), PBR (14), PDS (13), dan PBB (11). Selain itu PemiluLegislatif 2004 telah menghasilkan empat anggota DPD dari setiap provinsi.

Page 63: PENEGAKAN HKM PEMILU

lu.Demikian juga Pemilu Presiden 2004, baik putaran pertama

maupun putaran kedua berlangsung tertib, lancar, dan aman. Inimembuktikan bahwa rakyat Indonesia telah siap berdemokrasi, siapmemilih presiden dan wakil presiden secara langsung, sekaligus siapmenerima kekalahan bila calon yang didukungnya ternyata tidakmemenangi pemilihan.16 Baik pada masa kampanye, pemungutandan penghitungan suara, maupun pascapengumuman hasil pemilu,tidak terjadi ketegangan antarpendukung sebagaimana diperkira-kan sebelumnya. Memang pemilu kali ini diwarnai gencarnya protesdari kubu Abdurahman Wahid yang tidak masuk sebagai calon pre-siden. Selain itu, tampak kegagapan dan kepanikan KPU dalammenghadapi masalah-masalah teknis pemilu, seperti dalam kasuscoblos tembus halaman depan surat suara dan kasus pengerahanmassa di Pondok Pensantren Al-Zaytun, Indramayu, Jawa Barat. Na-mun, pada akhirnya kasus-kasus tersebut bisa diselesaikan denganbaik.

B. PELANGGARAN DAN SENGKETA PEMILUPemilu 1955 dikenal sebagai pemilu yang lancar, tertib, aman, dan

tidak menimbulkan korban di tengah-tengah persaingan politik yangketat di antara belasan partai politik peserta Pemilu.17 Pemilu 1955 ju-

45

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

16 Hasil Pemilu Presiden Putaran I adalah pasangan calon Wiranto - SalahuddinWahid (26.286.788), Megawati Soekarnoputri - Hasyim Muzadi (31.569.104),Amien Rais - Siswono Yudo Husodo (17.392.931), Susilo Bambang Yudhoyono -Muhammad Jusuf Kalla (39.838.184), dan Hamzah Haz - Agum Gumelar(3.569.861). Pasangan Megawati Soekarnoputri - Hasyim Muzadi dan SusiloBambang Yudhoyono - Muhammad Jusuf Kalla kemudian maju mengikuti PemiluPresiden Putaran II, yang hasilnya adalah Megawati Soekarnoputri - HasyimMuzadi (44.990.704) dan Susilo Bambang Yudhoyono - Muhammad Jusuf Kalla(69.266.350). Dengan demikian Susilo Bambang Yudhoyono - Muhammad JusufKalla ditetapkan sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih dalamPemilu Presiden 2004.

17 Harbert Fieth, Pemilu 1955 di Indonesia, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia,1999.

Page 64: PENEGAKAN HKM PEMILU

ga tercatat sebagai pemilu yang sangat demokratis dan fair mengingatkecilnya jumlah kasus kecurangan dan pelanggaran terhadap per-aturan Pemilu. Meskipun demikian, menurut Herbert Feith, kubuoposisi menuduh Kabinet Ali Sastroamidjojo dengan sengaja menun-da pemilu sampai semua partai yang tergabung dalam kabinet berha-sil memperkuat kedudukan di pos-pos penting kepanitiaan pemiludari pusat sampai daerah. Apalagi Kabinet Ali Sastroamidjojo yangdikuasai oleh PNI telah berhasil menanamkan pengaruhnya di ling-kungan birokrasi dan pegawai pamongpraja di lingkungan Departe-men Dalam Negeri.

Dalam sebuah persaingan politik yang terbuka, para kontestanmenggunakan kekuatan masing-masing untuk memenangkan pemi-lu dan sangat mungkin kekuatan-kekuatan itu digunakan secara ti-dak sah. Selain itu, dalam upaya memenangkan pertarungan, kontes-tan bisa mengabaikan etika dan peraturan sehingga terjebak berlakucurang. Menyadari adanya kemungkinan permainan yang tidak fairitu, para pembuat UU No. 7/1953 menetapkan 17 pasal ketentuan pi-dana pemilu. Mereka yang melanggar ketentuan-ketentuan tersebutdiancam hukuman dari beberapa bulan hingga beberapa tahun pida-na penjara.

Dalam praktik penyelenggaraan Pemilu 1955, Panitia Pemilih In-donesia sama sekali tidak melaporkan adanya pelanggaran-pelang-garan pidana Pemilu.18 Dalam hal ini ada dua kemungkinan penye-babnya; pertama, pelanggaran-pelanggaran tidak tercatat dengan ba-ik sehingga tidak terdokumentasi; kedua, memang tidak ada pelang-garan pidana sehingga tidak ada yang dilaporkan. Mengingat semuapihak bisa menerima hasil Pemilu 1955, tidak berlebihan bila disim-pulkan bahwa penyelenggaraan Pemilu 1955 tidak diwarnai banyakpelanggaran atau kecurangan. Laporan penyelenggaraan Pemilu

46

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

18 Panitia Pemilihan Indonesia, Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indonesiajang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan Rakjat danKonstituante, Djakarta: Panitia Pemilihan Indonesaia, 1958.

Page 65: PENEGAKAN HKM PEMILU

1955 juga jauh dari informasi adanya persengketaan di antara peser-ta pemilu atau kandidat. Ini menunjukkan UU No. 7/1953 dan per-aturan teknis lainnya saat itu cukup berhasil mengatur mekanismedan prosedur pelaksanaan pemilu. Selain itu, sikap dewasa politisiuntuk tidak memperpanjang masalah yang tidak signifikan atas hasilpemilu, juga menjadi faktor penting diterimanya hasil Pemilu 1955.

Apa yang terjadi pada Pemilu 1955 itu, kontras dengan pemilu-pe-milu Orde Baru. Memang UU No. 15/1969 –yang kemudian sempatdiperbaiki sebanyak empat kali– juga mencantumkan ketentuan-ke-tentuan pidana pemilu. Namun, ketentuan-ketentuan itu sama seka-li tidak ada artinya karena tidak pernah dijalankan.

Sebagaimana dipaparkan sebelumnya, dalam upaya memenang-kan Golkar, pemerintah Orde Baru menguasai sepenuhnya badan pe-nyelenggara pemilu (LPU dan Panwaslak Pemilu) sehingga sepak ter-jangnya tidak mungkin dikontrol oleh peserta pemilu yang lain. Se-lain itu, pemerintah juga menyederhanakan partai politik, menjauh-kan rakyat dari politik dengan kebijakan massa mengambang, sertamemaksa PNS dan militer untuk mendukung Golkar.19 Dalam prak-tik, setiap kali penyelenggaraan pemilu, selalu saja terjadi manipulasidata pemilih, menyingkirkan kandidat-kandidat yang kritis, mengin-timidasi pemilih, memanfaatkan fasilitas pemerintah untuk kampa-nye, atau manipulasi data penghitungan suara.20

Itu semua adalah bentuk-bentuk pelanggaran terhadap prinsip-prinsip dasar pemilu, sehingga sesungguhnya tidak perlu lagi dibahasjenis dan modus-modus pelanggaran pemilu pada pemilu-pemiluOrde Baru. Namun, setiap kali selesai Pemilu, LPU dan Panwaslak ti-dak pernah melaporkan adanya pelanggaran pemilu. Pelanggaranyang terjadi dianggap tidak ada karena sudah diselesaikan oleh jajar-

47

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

19 Willian Liddle, Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik, Jakarta:LP3ES, 1992

20 Alexander Irwan dan Edriana, Pemilu: Pelanggaran Asas Luber, Jakarta: PustakaSinar Harapan, 1995.

Page 66: PENEGAKAN HKM PEMILU

an LPU dan Panwaslak. Bahwa ada masyarakat, peserta pemilu,maupun kandidat yang tidak puas atas penyelesaian tersebut, itu ma-salah lain. Bagi rezim Orde Baru, apabila LPU dan Panwaslak sudahmemprosesnya, pelanggaran sudah dianggap diselesaikan karenaprosedurnya sudah ditempuh. Pemilu Orde Baru adalah pemilu yangsekadar memenuhi prosedur demokrasi. Perlu juga ditegaskan bahwaperaturan perundang-undangan pemilu Orde Baru juga tidak me-ngenal istilah sengketa atau perselisihan pemilu.

Pembicaraan tentang pelanggaran dan sengketa pemilu mulaimenunjukkan kompleksitas masalah ketika semua pihak berusahamenyelenggarakan Pemilu 1999 berdasarkan prinsip-prinsip pemiluyang demokratis. Badan penyelenggara pemilu dilepaskan dari pe-ngaruh langsung pemerintah, pengawas pemilu leluasa bekerja, danpemantau dipersilahkan mencatat semua proses pelaksanaan tahap-an-tahapan pemilu. Yang tak kalah penting, peserta pemilu dibebas-kan untuk mempengaruhi pemilih, sedangkan pemilih dibiarkan be-bas menentukan pilihannya. Meski masih banyak kelemahannya, UUNo. 3/1999 masih jauh lebih baik dalam mengatur penyelenggaraanpemilu yang demokratis dibandingkan dengan undang-undang yangmengatur pemilu-pemilu Orde Baru.

Menurut laporan Panwaslu Pusat, setidaknya terdapat 4.290 ka-sus pelanggaran dalam Pemilu 1999, mulai dari pelanggaran admi-nistratif, pelanggaran tata cara, pelanggaran pidana, money politics,dan netralitas birokrasi/pejabat pemerintah.21 Namun, jika diperhati-kan laporan pemantau dan pemberitaan media massa; kasus-kasuskecurangan, penyimpangan, dan pelanggaran yang terjadi pada Pe-milu 1999 jauh lebih banyak daripada yang dilaporkan oleh PanwasPemilu.

Laporan Panwaslu Pusat untuk Pemilu 1999 sendiri memperlihat-

48

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

21 Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat, PengawasanPemilihan Umum 1999: Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilihan UmumTahun 1999 Tingkat Pusat, Jakarta: Gramedia, 1999

Page 67: PENEGAKAN HKM PEMILU

kan, lembaga tersebut hanya mampu menyelesaikan kasus-kasus pe-langgaran yang bersifat administratif dan pelanggaran yang me-nyangkut tata cara penyelenggaraan pemilu; sedangkan kasus-kasusyang bersifat pidana pemilu, termasuk di dalamnya money politics, ti-dak bisa ditangani dengan baik. Dari 270 kasus yang dilimpahkan kepolisi, hanya 26 yang diproses sampai di pengadilan. Sampai Panwas-lu 1999 dibubarkan, tidak ada satu pun kasus money politics yang di-proses sampai pengadilan, meskipun waktu itu indikasi money poli-tisc sangat kuat dan menjadi perbincangan publik.

Panwas Pemilu 1999 mengategorikan jenis-jenis penyimpanganperaturan Pemilu berdasarkan institusi yang menyelesaikannya. Per-tama, peraturan administratif dan tata cara pelaksanaan pemilu dite-gakkan oleh Panwas Pemilu sesuai dengan tingkatannya. Kedua, ke-tentuan pidana pemilu yang dilanggar oleh perorangan atau badanhukum bukan partai politik ditegakkan oleh polisi. Ketiga, ketentuanpidana pemilu yang dilanggar oleh partai politik ditegakkan olehMahkamah Agung. Keempat, ketentuan tentang netralitas PNS dite-gakkan oleh pemerintah.

TABEL 02PENYIMPANGAN PEMILU 1999 DAN PENANGANANNYA

JENIS PENYIMPANGAN DISELESAIKAN DILIMPAHKAN DILIMPAHKAN JUMLAHPANITIA PENGAWAS KE KEPOLISIAN KE PENGADILAN

Administratif 1.394 3 1 1.398

Tata Cara 1.785 12 1.797

Pidana Pemilu 347 236 24 707

“Money Politics” 122 18 140

Netralitas Birokrasi/Pejabat 234 1 1 236

Jumlah 3.992 270 26 4.290

Sumber: Pertanggungjawaban Panitia Pengawas Pemilu Tahun 1999 Tingkat Pusat, November 1999.

49

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 68: PENEGAKAN HKM PEMILU

Meskipun demikian, kategorisasi ini tidak secara konsisten tercer-min dalam pengumpulan data sebagaimana terlihat di Tabel 02, yangmemisahkan antara pelanggaran administratif dan tata cara, sertamemasukkan kategori baru, money politics. Dari sana juga kelihatan,pelanggaran administratif dan tata cara pemilu –yang mestinya dise-lesaikan oleh Panwas Pemilu– ternyata juga dilimpahkan ke kepolisi-an, bahkan ada yang sampai di pengadilan.

Pasal 26 UU No. 3/1999 menyebutkan bahwa salah satu tugasPanwas Pemilu 1999 adalah menyelesaikan sengketa. Akan tetapi da-lam laporannya, Panwas Pemilu 1999 tidak menyebutkan adanya ka-sus-kasus sengketa pemilu. Apakah ini berarti tidak ada kasus seng-keta dalam pelaksanaan Pemilu 1999?

Jika diteliti satu per satu kasus yang ditangani oleh Panwas Pemi-lu 1999, sebetulnya memang tidak ada kasus sengketa pemilu. Apayang disebut dengan kasus sengketa ketika itu sesungguhnya meru-pakan pelanggaran administrasi atau pelanggaran tata cara. Sebagaicontoh, pada masa kampanye Pemilu 1999 banyak sekali kasus rebut-an lokasi kampanye di kalangan peserta pemilu –yang oleh banyak pi-hak disebut sebagai sengketa pemilu. Namun setelah diteliti, sesung-guhnya kejadian itu merupakan pelanggaran administrasi atau tatacara karena panitia pemilihan sudah menetapkan alokasi pengguna-an lokasi kampanye. Keributan terjadi karena ada konstestan yang ti-dak mengetahui alokasi penggunaan lokasi kampanye yang telah di-tetapkan oleh panitia pemilihan atau ada konstentan tertentu yangsengaja mengabaikannya. Oleh karena itu, Panwas Pemilu 1999 me-nyebutkannya sebagai pelanggaran administrasi atau tata cara pemi-lu, tidak menyebutnya sebagai kasus sengketa dalam pelaksanaan pe-milu.

Yang menjadi masalah besar dari UU No. 3/1999 adalah tidakadanya ketentuan yang mengatur mekanisme keberatan peserta pe-milu atas hasil pemilu yang diumumkan oleh penyelenggara pemilu

50

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 69: PENEGAKAN HKM PEMILU

atau KPU. Undang-undang ini mengandaikan bahwa hasil pemiluyang ditetapkan oleh KPU sudah benar sehingga tidak bisa diganggu-gugat oleh siapa pun. Ketentuan demikian menunjukkan bahwa UUNo. 3/1999 masih terpengaruh oleh undang-undang pemilu OrdeBaru yang menempatkan LPU sebagai lembaga penentu segalanya,keputusannya tidak bisa dikoreksi oleh mereka yang merasa diperla-kukan tidak adil atas keputusan tersebut.

Undang-Undang No. 3/1999 juga tidak mengatur mekanismebagaimana seandainya penyelenggara pemilu tidak berhasil membu-at keputusan tentang hasil pemilu. Ketentuan ini penting, mengingatsaat itu anggota KPU adalah wakil-wakil partai dan pemerintah yangsangat mungkin membajak hasil pemilu karena kalah bersaing mem-perebutkan suara atau karena pertimbangan lain. Inilah yang menye-babkan nyaris gagalnya Pemilu 1999 karena sebagian besar anggotaKPU dari partai politik tidak bersedia menandatangani hasil penghi-tungan suara secara nasional, dengan alasan telah terjadi banyak pe-langgaran dan kecurangan dalam pelaksanaan pemilu.

Proses pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungansuara sesungguhnya telah berlangsung damai, tertib, lancar, dan de-mokratis. Memang benar banyak pelanggaran dalam Pemilu 1999,namun pelanggaran yang terjadi masih dalam batas toleransi sehing-ga tidak berpengaruh terhadap hasil penghitungan suara nasional.Meskipun demikian, tidak tuntasnya penyelesaian pelanggaranakhirnya memberikan peluang kepada banyak pihak untuk terusmempersoalkan hasil pemilu. Peluang inilah yang mestinya harus di-tutup sehingga ketika hasil akhir diumumkan, semua pihak bisa me-nerima dengan lapang dada karena pelanggaran-pelanggaran telahdiselesaikan dan keberatan-keberatan telah dijawab.

Perubahan Ketiga UUD 1945 yang disahkan pada SU-MPR No-vember 2001 memuat dua ketentuan penting yang terkait pemilu.Pertama, konstitusi menetapkan bahwa pemilu diselenggarakan oleh

51

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 70: PENEGAKAN HKM PEMILU

suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, danmandiri. Itu artinya KPU adalah lembaga yang mandiri dan diisi olehunsur-unsur independen. Kedua, konstitusi mengamanatkan pem-bentukan badan peradilan baru yang bernama Mahkamah Konstitu-si, yang salah satu tugasnya adalah memutus perselisihan tentang ha-sil pemilu. Kedua ketentuan tersebut melandasi penyusunan Un-dang-Undang Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan UmumAnggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, danDewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU No.12/2003) dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presidendan Wakil Presiden (UU No. 23/2003).

Kedua undang-undang tersebut menyebut masalah-masalah pe-milu meliputi pelanggaran pidana, pelanggaran administrasi, sengke-ta yang timbul dalam penyelenggaraan pemilu, dan perselisihan ten-tang hasil pemilu. UU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003 memuatsejumlah pasal ketentuan pidana pemilu sehingga pelanggaran terha-dap ketentuan-ketentuan itu disebut sebagai pelanggaran pidana pe-milu. Namun, kedua undang-undang itu tidak mendefinisikan dan ti-dak memerinci apa yang disebut sebagai pelanggaran administrasidan sengketa pemilu. Sedangkan pengertian tentang perselisihan ha-sil pemilu telah diatur secara rinci lewat Undang-Undang Nomor 24Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24/2003).

Penjelasan lebih lanjut tentang apa itu pelanggaran administrasipemilu dan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu kemudian di-buat oleh Panwas Pemilu sebagai lembaga yang diberi wewenang olehundang-undang untuk menangani pelanggaran dan menyelesaikansengketa pemilu. Jika pelanggaran pidana pemilu adalah pelanggar-an terhadap ketentuan-ketentuan pidana pemilu sebagaimana diaturdalam UU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003, Panwas Pemilu men-definisikan pelanggaran administrasi adalah pelanggaran terhadapketentuan persyaratan yang diatur dalam undang-undang dan keten-

52

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 71: PENEGAKAN HKM PEMILU

tuan lain yang dibuat oleh penyelenggara pemilu. Pengertian ini sebe-tulnya hanya menegaskan bahwa pelanggaran di luar pelanggaran pi-dana adalah pelanggaran administrasi.22

Mengenai istilah sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, Pan-was Pemilu mendefinisikan hal itu sebagai perselisihan antara dua pi-hak atau lebih yang timbul karena adanya perbedaan penafsiran an-tara para pihak, atau suatu ketidaksepakatan tertentu, yang berhu-bungan dengan fakta kegiatan dan peristiwa, hukum atau kebijakan,di mana suatu pengakuan atau pendapat dari salah satu pihak men-dapatkan penolakan, pengakuan yang berbeda, atau penghindarandari pihak lain, yang terjadi dalam penyelenggaraan pemilu.23 Penger-tian sengketa seperti tersebut di atas sebetulnya adalah pengertiansengketa dalam hukum perdata, yang oleh Panwas Pemilu ditarik un-tuk kepentingan penyelenggaraan pemilu.

Karena Panwas Pemilu 2004 –yang ditugaskan untuk mengawasipemilu legislatif maupun pemilu presiden– dipersiapkan lebih ma-tang, hasil kerjanya pun tampak lebih baik dari pemilu sebelumnya.Hal ini terlihat dari data Laporan Pengawasan Pemilu Legislatif 2004dan Laporan Pengawasan Pemilu Presiden 2004 yang disusun olehPanwas Pemilu.

53

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

22 Lihat Keputusan Panwas Pemilu Nomor 11 Tahun 2003 tentang KlasifikasiPelanggaran Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; dan Keputusan Panwas PemiluNomor 26 Tahun 2004 tentang Klasifikasi Pelanggaran Pemilu Presiden dan WakilPresiden.

23 Lihat Keputusan Panwas Pemilu Nomor 13 Tahun 2003 tentang MekanismePenyelesaian Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD; dan KeputusanPanwas Pemilu Nomor 20 Tahun 2004 tentang Mekanisme Penyelesaian SengketaPemilu Presiden dan Wakil Presiden.

Page 72: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 03Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya

NO. TAHAPAN TEMUAN/LAPORAN DITERUSKAN DITANGANI DITERIMA KE KPU KPU

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 02 Verifikasi Calon Peserta Pemilu 314 235 673 Penetapan Daerah Pemilihan

dan Jumlah Kursi 0 0 04 Verifikasi Calon Legislatif 683 621 1475 Kampanye 5.965 5.382 2.2306 Pemungutan Penghitungan Suara 1597 1391 3787 Penetapan Hasil Pemilu 4 2 NA8 Penetapan Perolehan Kursi

dan Calon Terpilih 383 382 09 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0

JUMLAH 8.946 8.013 2.822

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 2004.

Jika diperhatikan Tabel 03, tampak bawa kasus-kasus pelanggar-an administrasi yang diteruskan pengawas pemilu ke penyelenggarapemilu (selaku pemberi sanksi administrasi) ternyata sebagian besartidak diselesaikan. Dari 8.013 kasus pelanggaran administrasi yangditeruskan pengawas pemilu, hanya 2.822 kasus yang diselesaikanoleh KPU/KPUD. Panwas Pemilu 2004 sendiri menyatakan, ke-mungkinan kasus yang telah diselesaikan KPU/KPUD lebih banyakdari angka tersebut. Hanya saja karena tidak ada mekanisme dan pro-sedur baku untuk menangani kasus-kasus pelanggaran administrasidi kantor penyelenggara pemilu, pengawas pemilu pun tidak tahupasti berapa sesungguhnya kasus yang benar-benar diselesaikan. Ke-tiadaan mekanisme dan prosedur penyelesaian kasus pelanggaranadministrasi tersebut juga membuat sebagian KPU/KPUD tidak ber-sungguh-sungguh menyelesaikan kasus pelanggaran administrasiyang direkomendasikan pengawas pemilu.

Bagaimana dengan penanganan kasus pelanggaran pidana yang

54

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 73: PENEGAKAN HKM PEMILU

oleh pengawas pemilu diteruskan ke penyidik kepolisian, lalu dilim-pahkan ke kejaksaan, dan disidangkan di pengadilan? Panwas Pemi-lu mencatat pada Pemilu Legislatif 2004 terdapat 1.022 vonis. Di an-taranya, 905 vonis yang menyatakan terdakwa bersalah dan 117 vonismenyatakan terdakwa bebas. Ini pencapaian yang luar biasa, apalagibila dibandingkan dengan yang terjadi pada Pemilu 1999 di mana ha-nya empat vonis kasus pelanggaran pemilu yang tercatat.

Tabel 04Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004 dan Penanganannya

NO. TAHAPAN PEMILU PELANGGARAN PIDANA

LAPORAN KE KE KE VONIS DITERIMA PENYIDIK KEJAKSAAN PENGADILAN PN

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 0 02 Verifikasi Calon Peserta Pemilu 170 84 62 54 523 Penetapan Daerah Pemilihan

dan Jumlah Kursi 0 0 0 0 04 Verifikasi Calon Legislatif 1186 995 587 537 5165 Kampanye 1203 924 382 293 2976 Pemungutan Penghitungan

Suara 594 410 222 181 1577 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0 08 Penetan Perolehan Kursi dan

Calon Terpilih 0 0 0 0 09 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0 0

JUMLAH 3.153 2.413 1.253 1.065 1.022

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD 2004.

Meski demikian, tingkat efektivitas penanganan pelanggaran pi-dana pemilu pada Pemilu Legislatif 2004 belum memuaskan. Peng-awas pemilu meneruskan 2.413 kasus ke penyidik kepolisian. Darijumlah itu, yang dilimpahkan ke kejaksaan hanya 1.253 kasus sehing-ga tingkat efektivitas penanganannya dari pengawas ke kepolisian ha-

55

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 74: PENEGAKAN HKM PEMILU

nya 51%. Dari 1.253 kasus yang dilimpahkan kepolisian ke kejaksaan,hanya 1.065 kasus yang berhasil dibawa ke persidangan sehinggatingkat efektivitas penanganan kasus dari polisi ke jaksa hanya 85%.Namun, sebagian besar kasus yang disidangkan, ternyata 88,5% ter-sangkanya dinyatakan bersalah oleh hakim.

Beberapa faktor menyebabkan rendahnya tingkat efektivitas pe-nanganan pelanggaran pidana. Pertama, koordinasi antar pengawaspemilu dengan kepolisian belum berjalan dengan baik. Kedua, poli-si/jaksa menilai bahwa bukti-bukti tidak cukup. Terdapat banyakalasan dalam wilayah ini, mulai dari alasan yang bisa dipahami (mi-salnya, karena pelaku utamanya menghilang dan polisi tidak bisa me-nemukan dalam jangka 30 hari) sampai dengan alasan yang terkesanmengada-ada (misalnya polisi butuh bukti forensik untuk memasti-kan palsu-tidaknya ijazah, padahal lembaga yang berwenang menge-luarkan ijazah tersebut sudah menyatakan bahwa ijazah itu tidak per-nah dikeluarkan alias palsu).

Ketiga, adanya keputusan diskresi dari polisi/jaksa untuk tidakmenindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran pidana dengan beberapaalasan, antara lain karena tersangka sudah dicoret dari daftar calondan reputasinya sudah jatuh di mata publik karena ketahuan meng-gunakan ijazah palsu; atau karena pelaku adalah tokoh masyarakatyang dihormati sehingga apabila diproses pidana bisa menimbulkanketegangan sosial. Keempat adalah pembiaran kasus tanpa alasanyang jelas. Dalam hal ini, kasus-kasus yang diajukan pengawas pemi-lu dibiarkan begitu saja hingga akhirnya kedaluwarsa. Seperti diketa-hui UU No. 12/2003 membatasi penanganan kasus di kepolisian ha-nya 30 hari dan di kejaksaan 14 hari.

Tabel 05 menunjukkan kasus-kasus sengketa (yang menjadi ke-wenangan pengawas pemilu untuk menyelesaikannya) pada PemiluLegislatif 2004 yang ternyata tidak sebesar yang diperkirakan sebe-lumnya. Kasus-kasus sengketa umumnya muncul pada Tahap Penca-lonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

56

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 75: PENEGAKAN HKM PEMILU

dan pada Tahap Penetapan Calon Anggota DPR, DPD, DPR Provin-si, dan DPRD Kabupaten/Kota Terpilih. Pokok masalahnya adalahpara calon tidak puas dengan keputusan partai politik dalam hal me-nentukan nomor urut calon. Sebetulnya ini adalah masalah internalpartai sehingga pengawas tidak bisa berbuat lain, kecuali kembali pa-da ketentuan undang-undang. Apakah hal ini bisa disebut sebagaisengketa pemilu? Jika mengacu pada ketentuan undang-undang, dandefinisi sengketa pemilu yang dibuat Panwas Pemilu, sesungguhnyahal itu bukanlah kasus sengketa. Sebab ketidakpuasan satu pihak ti-dak punya dasar pijakan hukum, sementara keputusan partai sudahsesuai dengan aturan.

Tabel 05Sengketa Pemilu Legislatif 2004 dan Penyelesaiannya

NO. TAHAPAN DITERIMA MUSYAWARAH ALTERNATIF KEPUTUSANFINAL

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 02 Verifikasi Calon Peserta Pemilu 45 21 4 33 Penetapan Daerah Pemilihan

dan Jumlah Kursi 0 0 0 04 Verifikasi Calon Legislatif 147 90 8 265 Kampanye 305 210 18 176 Pemungutan dan Penghitungan

Suara 139 58 2 147 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 08 Penetapan Perolehan Kursi

dan Calon Terpilih 8 1 1 19 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0

JUMLAH 644 380 33 61

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD 2004.

57

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 76: PENEGAKAN HKM PEMILU

Selain pada masa pencalonan dan penetapan calon terpilih, padaTahap Kampanye juga terjadi banyak sengketa antarpeserta pemilu,mulai dari perebutan tempat pemasangan atribut parpol sampai de-ngan perebutan lapangan untuk kampanye rapat umum. Terhadapkasus-kasus seperti ini, biasanya pengawas pemilu lebih banyak ber-peran sebagai mediator sehingga kedua belah pihak sendiri yangmembuat keputusan untuk menyelesaikannya. Jika pun pengawasharus membuat keputusan yang bersifat final dan mengikat, keputus-an tersebut biasanya efektif. Hanya saja, seperti pada Pemilu 1999,kasus-kasus perebutan lokasi kampanye seperti itu sebetulnya bukan-lah sengketa pemilu dalam arti yang sebenarnya. Perebutan lokasikampanye itu terjadi karena salah satu pihak tidak mengetahui jad-wal penggunaan lokasi kampanye atau sengaja bermaksud memakaijatah konstestan lain, yang berarti kalau dipaksakan merupakan pe-langgaran terhadap keputusan penyelenggara pemilu yang telahmengatur jadwal penggunaan lokasi kampanye.

Pengawas pemilu menghadapi masalah serius ketika calon peser-ta pemilu atau kandidat tidak menerima keputusan yang dibuat pe-nyelenggara pemilu. Misalnya, partai tertentu tidak menerima kepu-tusan KPU/KPUD yang tidak meloloskannya menjadi peserta pemi-lu. Partai kemudian melapor ke Panwas Pemilu/Panwas Pemilu dae-rah dan mengajukan gugatan sengketa atas keputusan KPU/KPUDtersebut. Untuk beberapa kasus seperti itu, KPU/KPUD menerimahasil keputusan Panwas Pemilu/Panwas Pemilu Daerah, karena (sete-lah diteliti) memang ada kesalahan dalam membuat keputusan. Na-mun, sebagian besar keputusan Panwas Pemilu/Panwas Pemilu Dae-rah yang bermaksud mengubah keputusan KPU/KPUD tentang pe-serta Pemilu tersebut diabaikan karena KPU/KPUD merasa telah be-nar dalam membuat keputusan.

Hal-hal seperti inilah yang menyebabkan terjadinya keteganganantara Panwas Pemilu dan KPU dalam penyelenggaraan Pemilu Le-gislatif 2004. KPU merasa keputusannya sudah final dan mengikat

58

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 77: PENEGAKAN HKM PEMILU

sehingga tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun, sedangkan PanwasPemilu yang berwewenang menyelesaikan sengketa merasa punyahak untuk mengoreksi keputusan KPU yang dianggap merugikanpartai atau pun kandidat. Ketegangan ini terjadi karena UU No.12/2003 tidak membuka ruang untuk mengoreksi keputusanKPU/KPUD, khususnya keputusan yang terkait dengan masalah-masalah nonhasil pemilu. Para pihak yang merasa dirugikan oleh ke-putusan KPU/KPUD tidak bisa mengajukan keberatan (karena un-dang-undang tidak mengatur). Karena itu, mereka mencoba meng-adu ke Panwas Pemilu/Panwas Pemilu Daerah, padahal kewenanganlembaga pengawas tersebut sangat terbatas.

Ini berbeda dengan kasus perselisihan hasil pemilu, yang olehkonstitusi memang diserahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untukmenyelesaikannya. Ketidakpuasan para calon DPD atau partai peser-ta permilu terhadap penetapan hasil pemilu oleh KPU otomatis me-nimbulkan perselisihan atau sengketa hasil pemilu. Namun, denganbanyaknya kasus yang ditangani (258 kasus teregistrasi) dan terba-tasnya waktu untuk menyelesaikannya (14 hari), membuat MK kelirudalam proses pengujian gugatan atas hasil pemilu. Lembaga ini salahdalam menentukan barang bukti atau alat penguji sah hasil peroleh-an suara kontestan pemilu. Kasus perselisihan perolehan suara diBondowoso, Jawa Timur, misalnya, mencuat karena objek yang dija-dikan sengketa di MK ternyata salah alamat.

Mahkamah Konstitusi juga membuat beberapa keputusan yang di-dasarkan atas hasil penghitungan suara yang telah direkayasa. Misal-nya, dalam gugatan Partai Damai Sejahtera (PDS) atas penetapanKPU yang memberikan kursi DPR kepada Partai Persatuan Demokra-si Kebangsaan (PPDK) dari daerah pemilihan Irian Jaya Barat. Dalamkasus ini, MK memenangkan gugatan PDS. Ternyata, belakangan ter-bukti di Pengadilan Negeri Sorong bahwa bukti-bukti yang diajukandalam persidangan MK ternyata tidak otentik. Anggota KPU setempatyang terlibat dalam proses pemalsuan hasil penghitungan suara ini di-

59

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 78: PENEGAKAN HKM PEMILU

vonis bersalah oleh hakim. Kasus serupa juga terjadi pada gugatanyang dimenangkan MK untuk partai politik di Provinsi NanggroeAceh Darussalam, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Bagaimana dengan penanganan pelanggaran dalam Pemilu Presi-den 2004? Tabel 06 memperlihatkan penanganan kasus pelanggaranadministrasi pemilu presiden juga tidak memuaskan. Laporan Pan-was Pemilu menunjukkan dari 1.158 kasus pelanggaran administrasiyang diteruskan ke penyelenggara pemilu, hanya 259 kasus yang di-selesaikan. Sama dengan Pemilu Legislatif 2004, hal itu terjadi kare-na tiadanya mekanisme dan prosedur penyelesaian kasus pelanggar-an administrasi di kantor penyelenggara pemilu yang membuat jajar-an penyelenggara pemilu tidak bersungguh-sungguh menyelesaikankasus pelanggaran administrasi.

Tabel 06 Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004 dan Penanganannya

NO. TAHAPAN LAPORAN DITERUSKAN DITANGANI DITERIMA KE KPU KPU

1 Pendaftaran Pemilih 23 21 72 Pendaftaran Calon 0 0 03 Kampanye 334 293 694 Pemungutan dan Penghitungan

Suara 662 648 1225 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 06 Pendaftaran Pemilih II 2 0 07 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 83 76 98 Pemungutan dan Penghitungan

Suara 192 120 529 Penetapan Calon Terpilih

dan Pelantikan 0 0 0

JUMLAH 1296 1158 259

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004

60

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 79: PENEGAKAN HKM PEMILU

Sedangkan untuk kasus pelanggaran pidana, sebagaimana tam-pak pada Tabel 07, Panwas Pemilu mencatat pada Pemilu Presiden2004 terdapat 79 vonis. Sekali lagi jika dibandingkan dengan Pemilu1999, jumlah vonis ini merupakan pencapaian yang tinggi. Hanya sa-ja penanganan kasus pidana sebetulnya tidak efektif. Dari 187 kasusyang diserahkan pengawas pemilu kepada penyidik kepolisian, hanya94 kasus dilimpahkan ke kejaksaan dan hanya 82 kasus yang berha-sil dibawa ke persidangan yang kemudian menghasilkan 79 vonis. In-efektivitas ini terjadi karena koordinasi antar pengawas pemilu de-ngan kepolisian belum berjalan dengan baik; adanya penilaian poli-si/jaksa bahwa bukti-bukti yang bisa digunakan untuk menjerat pe-laku tidak cukup; adanya keputusan diskresi dari polisi/jaksa untuktidak menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran pidana yang disam-paikan oleh pengawas pemilu; atau pembiaran kasus tanpa alasanyang jelas.

Tabel 07Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004 dan Penanganannya

NO. PUTARAN/TAHAPAN PEMILU PELANGGARAN PIDANA

LAPORAN KE KE KE VONIS DITERIMA PENYIDIK KEJAKSAAN PENGADILAN PN

I PUTARAN I1 Pendaftaran Pemilih 16 14 14 14 142 Pendaftaran Calon 0 0 0 0 03 Kampanye 110 78 33 30 30II PUTARAN II4 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 62 47 34 31 295 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0 06 Pendaftaran Pemilih 0 0 0 0 07 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 42 24 5 2 28 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 44 24 8 5 49 Penetapan Calon Terpilih

dan Pelantikan 0 0 0 0 0

JUMLAH 274 187 94 82 79

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004

61

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 80: PENEGAKAN HKM PEMILU

Sebagaimana terlihat dalam Tabel 08 berikut, kasus-kasus sengketanonhasil pemilu pada Pemilu Presiden 2004, ternyata tidak sebesaryang diperkirakan sebelumnya. Sekali lagi, ini menunjukkan bahwa apayang disebut dengan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu sebetul-nya sesuatu yang tidak jelas atau setidaknya tidak banyak terjadi.

Tabel 08

Sengketa Pemilu Presiden 2004 dan Penyelesaiannya

NO. TAHAPAN DITERIMA MUSYAWARAH ALTERNATIF KEPUTUSAN FINAL

1 Pendaftaran Pemilih 1 1 0 02 Pendaftaran Calon 1 0 0 13 Kampanye 10 8 2 04 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 19 14 3 05 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 06 Pendaftaran Pemilih II 0 0 0 07 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 1 1 0 08 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 11 9 1 19 Penetapan Calon

Terpilih dan Pelantikan 0 0 0 0

JUMLAH 43 33 6 2

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004

Ada satu kasus yang menyedot perhatian nasional, yakni ketika KHAbdurrahman Wahid meminta Panwas Pemilu untuk menyelesaikankasus sengketanya dengan KPU. Panwas Pemilu sendiri menilai, KPUtidak cermat dalam mengambil keputusan tentang tidak dimasukkan-nya Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden sehingga permintaanAbdurrahman Wahid tersebut harus diterima. Sikap ini didasari olehketentuan undang-undang yang memberikan tugas dan wewenangPanwas Pemilu untuk menyelesaikan sengketa pemilu. Proses penyele-saian sengketa pun dilakukan secara bertahap, mulai dari jalan musya-

62

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 81: PENEGAKAN HKM PEMILU

warah antarpihak, menawarkan alternatif penyelesaian, sampai de-ngan membuat keputusan final dan mengikat.

Namun KPU –yang juga berpegang pada undang-undang– ber-pandangan bahwa keputusannya sudah final dan mengikat sehinggatidak bisa dipersoalkan lagi oleh siapapun, termasuk Panwas Pemilu.Kasus ini menunjukkan bahwa masalah sengketa pemilu harus diper-jelas lagi (apabila memang soal sengketa dalam penyelenggaraan pe-milu ini masih dianggap ada) agar tidak menimbulkan multitafsirdan kontroversi. Namun, sesungguhnya jalan paling tepat untukmengatasi masalah ini adalah melalui perbaikan undang-undang pe-milu, dengan membuka ruang untuk mengoreksi keputusan KPU le-wat mekanisme keberatan atas keputusan KPU bagi pihak-pihakyang merasa dirugikan oleh keputusan tersebut. Dalam hal ini, kebe-ratan bisa diajukan ke lembaga peradilan atau hakim khusus yang di-beri tugas untuk itu.

Meskipun di sini tidak dipaparkan secara khusus tentang pena-nganan pelanggaran dan sengketa Pilkada 2005, namun secaraumum bisa dikatakan bahwa masalahnya tidak jauh berbeda denganPemilu Legislatif 2004 dan Pemilu Presiden 2004. Selain karena me-kanisme dan prosedurnya hampir sama, juga karena peraturan ten-tang penyelenggara dan pengawas tidak beda. Hanya untuk pena-nganan sengketa hasil pilkada saja yang berbeda. Pada pemilu legis-latif dan pemilu presiden, penyelesaian sengketa hasil pemilu dita-ngani oleh MK, sedangkan dalam pilkada hal itu diurus oleh Mahka-mah Agung (MA) yang didelegasikan kepada Pengadilan Tinggi (PT).

C. MASALAH PENEGAKAN HUKUM1. Pelaksanaan dan Penahapan Pemilu

Guna mencapai kualitas pemilu yang tinggi, pelaksanaan pemiluharus memperhatikan standar internasional pemilu demokratis yangmeliputi 15 aspek sebagaimana dibahas dalam bab sebelumnya. Da-lam manajemen pemilu, operasionalisasi ke-15 standar itu terdapat

63

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 82: PENEGAKAN HKM PEMILU

dalam wilayah perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Aspek pem-bentukan kerangka hukum, pemilihan sistem pemilu, pembentukanbadan penyelenggara pemilu, dan penganggaran masuk dalam wila-yah perencanaan; lalu aspek pendaftaran pemilih, pendaftaran peser-ta pemilu, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara masukdalam wilayah pelaksanaan; sedangkan aspek akses media dan pe-mantauan masuk wilayah evaluasi.

Dalam konteks penegakan hukum, wilayah pelaksanaan merupakanbagian paling penting karena dalam wilayah inilah peraturan perun-dang-undangan pemilu menjadi dasar dan pedoman bagi pelaksanaanpemilu. Dengan demikian, siapapun yang menyimpang atau melanggarperaturan perundangan tersebut bisa dikenakan sanksi hukum, baiksanksi administrasi yang diberikan oleh penyelenggara pemilu atausanksi pidana pemilu yang diberikan oleh lembaga peradilan. Demikianjuga, keputusan penyelenggara pemilu yang dinilai menyalahi peratur-an perundangan bisa dikoreksi oleh lembaga peradilan.

Proses pelaksanaan pemilu yang kompleks biasanya dibagi berda-sarkan tahapan-tahapan pelaksanaan, yang masing-masing ditentu-kan mekanisme dan prosedurnya. Secara umum, tahapan-tahapan pe-milu legislatif meliputi pendaftaran pemilih, pendaftaran peserta pe-milu, penetapan daerah pemilihan, kampanye, pemungutan danpenghitungan suara, penetapan hasil pemilu, dan penetapan calon ter-pilih. Tahapan pemilu eksekutif, dalam hal ini pemilu presiden dan pe-milu kepala daerah, sesungguhnya lebih sederhana daripada pemilulegislatif, sebab tidak ada kompleksitas penentuan daerah pemilihandan keruwetan rekapitulasi penghitungan. Dalam pemilu presidenatau kepala daerah hanya ada satu pasang kursi yang jadi rebutan se-hingga siapa yang memperoleh suara terbanyak, merekalah yang me-nang. Oleh karena itu, dengan mencermati masalah-masalah hukumyang terdapat dalam setiap tahapan pemilu legislatif, sudah bisa diper-kirakan bagaimana masalah-masalah serupa terjadi dalam setiap ta-hapan pemilu presiden dan pemilu kepala daerah.

64

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 83: PENEGAKAN HKM PEMILU

Data yang dikumpulkan Panwas Pemilu 2004 menunjukkan, da-lam Pemilu Legislatif 2004, baik pelanggaran administrasi maupunpelanggaran pidana banyak terdapat pada tahapan penetapan peser-ta pemilu, penetapan kandidat, kampanye, pemungutan dan penghi-tungan suara, penetapan hasil pemilu, serta penetapan calon terpilih(Lihat Tabel 09, Tabel 10, Tabel 11, dan Tabel 12). Sedangkan pada Pe-milu Presiden 2004, pelanggaran administrasi dan pelanggaran pi-dana banyak terdapat pada tiga tahapan saja, yakni pendaftaran pe-milih, kampanye, serta pemungutan dan penghitungan suara (LihatTabel 13, Tabel 14, Tabel 15 dan Tabel 16). Meski di sini tidak bisa di-tampilkan data pelanggaran Pilkada 2005, namun dapat diperkira-kan bahwa pemetaan masalah pelanggaran tidak jauh berbeda de-ngan pemilu legislatif dan pemilu presiden.

Tabel 09 Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004(Yang Diteruskan Panwas Pemilu ke KPU)

NO. TAHAPAN PEMILU JUMLAH PELANGGARAN

LAPORAN % TERHADAP DITERUSKAN % TERHADAPDITERIMA TOTAL LAPORAN KE KPU LAPORAN PANWAS DITERIMA DITERIMA

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 -2 Verifikasi Calon Peserta

Pemilu 314 3,51 235 74,843 Penetapan Daerah

Pemilihan dan Jumlah Kursi 0 0 0 -4 Verifikasi Calon Legislatif 683 7,64 621 90,925 Kampanye 5965 66,68 5382 22306 Pemungutan

Penghitungan Suara 1597 17,85 1391 92,237 Penetapan Hasil Pemilu 4 0,04 2 508 Penetapan Perolehan

Kursi dan Calon Terpilih 383 4,28 382 99,749 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 -

JUMLAH 8946 100 8013 89,57

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, DPRD 2004.

65

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 84: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 10Pelanggaran Administrasi Pemilu Legislatif 2004(Yang Ditangani KPU)

NO. TAHAPAN PEMILU JUMLAH PELANGGARAN

YANG DITANGANI % YANG DITERIMA KPU DITANGANI TERHADAP

DARI PANWAS YANG DITERIMA

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 -2 Verifikasi Calon Peserta

Pemilu 235 67 28,513 Penetapan Daerah Pemilihan

dan Jumlah Kursi 0 0 -4 Verifikasi Calon Legislatif 621 147 23,675 Kampanye 5382 2230 41,436 Pemungutan Penghitungan

Suara 1391 378 21,177 Penetapan Hasil Pemilu 2 NA -8 Penetapan Perolehan Kursi

dan Calon Terpilih 382 0 09 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 -

JUMLAH 8013 2822 35,22

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, DPRD 2004

Tabel 11Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004(Yang Diteruskan Panwas Pemilu ke Penyidik)

NO. TAHAPAN PEMILU JUMLAH PELANGGARAN

LAPORAN % TERHADAP DITERUSKAN % TERHADAPDITERIMA TOTAL KE PENYIDIK LAPORAN PANWAS PELANGGARAN YANG DITERIMA

PIDANA

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 -2 Verifikasi Calon Peserta

Pemilu 170 5,39 84 49,413 Penetapan Daerah Pemilihan

dan Jumlah Kursi 0 0 0 -4 Verifikasi Calon Legislatif 1.186 37,62 995 83,95 Kampanye 1.203 38,15 924 76,816 Pemungutan Penghitungan

Suara 594 18,84 410 69,02

66

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 85: PENEGAKAN HKM PEMILU

7 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 -8 Penetan Perolehan Kursi dan

Calon Terpilih 0 0 0 -9 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 -

JUMLAH 3.153 100 2.413 76,97

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, DPRD 2004.

Tabel 12Pelanggaran Pidana Pemilu Legislatif 2004 (Yang Diproses Penyidik hingga Ke Pengadilan)

NO. TAHAPAN PEMILU JUMLAH PELANGGARAN

DITERUSKAN KE DIPUTUS PN

DITERIMA KEJAKSAAN PENGADILAN JUMLAH %TERHADAP PENYIDIK PERKARA LAPORAN

DARI YANG PANWAS DITERIMA

PENYIDIK

1 Pendaftaran Pemilih (P4B) 0 0 0 0 -

2 Verifikasi Calon Peserta Pemilu 84 62 54 52 61,91

3 Penetapan Daerah Pemilihan dan Jumlah Kursi 0 0 0 0 -

4 Verifikasi Calon Legislatif 995 587 537 516 51,865 Kampanye 924 382 293 297 32,146 Pemungutan

Penghitungan Suara 410 222 181 157 38,297 Penetapan

Hasil Pemilu 0 0 0 0 -8 Penetan Perolehan

Kursi dan Calon Terpilih 0 0 0 0 -9 Pengucapan Sumpah/Janji 0 0 0 0 -

JUMLAH 2413 1253 1065 1022 42,35

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu DPR, DPD, DPRD 2004.

67

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 86: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 13Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004(Yang Diteruskan Panwas Pemilu ke KPU)

NO. TAHAPAN PEMILU LAPORAN DITERIMA DITERUSKAN KE KPU

JUMLAH % TERHADAP JUMLAH % TERHADAPKASUS TOTAL KASUS LAPORAN

PELANGGARAN DITERIMA

1 Pendaftaran Pemilih 23 1,77 21 842 Pendaftaran Calon 0 0 0 -3 Kampanye 334 25,78 293 87,724 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 662 51,08 648 97,895 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 -6 Pendaftaran Pemilih II 2 0,15 0 07 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 83 6,4 76 91,578 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 192 14,82 120 62,59 Penetapan Calon Terpilih

dan Pelantikan 0 0 0 -

JUMLAH 1296 100 1158 89,35

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004.

Tabel 14Pelanggaran Administrasi Pemilu Presiden 2004(Yang Ditangani KPU)

NO. TAHAPAN PEMILU JUMLAH PELANGGARAN

YANG DITANGANI % YANG DITERIMA KPU DITANGANI TERHADAP

DARI PANWAS YANG DITERIMA

1 Pendaftaran Pemilih 21 7 33,332 Pendaftaran Calon 0 0 -3 Kampanye 293 69 23,554 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 648 122 18,835 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 -6 Pendaftaran Pemilih II 0 0 -

68

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 87: PENEGAKAN HKM PEMILU

7 Kampanye dalam bentuk Penajaman Visi Misi 76 9 11,84

8 Pemungutan dan Penghitungan Suara 120 52 43,33

9 Penetapan Calon Terpilih dan Pelantikan 0 0 -

JUMLAH 1296 259 19,98

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004.

Tabel 15Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004(Yang Diteruskan Panwas Pemilu ke Penyidik)

NO. TAHAPAN PEMILU LAPORAN DITERIMA DITERUSKAN KE PENYIDIK

JUMLAH % TERHADAP JUMLAH % TERHADAPKASUS TOTAL KASUS KASUS

KASUS DITERIMA PER TAHAPAN

1 Pendaftaran Pemilih 16 5,83 14 87,52 Pendaftaran Calon 0 0 0 -3 Kampanye 110 40,15 78 70,914 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 62 22,63 47 75,815 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 -6 Pendaftaran Pemilih II 0 0 0 -7 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 42 15,33 24 57,148 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 44 16,06 24 54,559 Penetapan Calon Terpilih

dan Pelantikan 0 0 0 -

JUMLAH 274 100 187 68,25

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004.

69

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 88: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 16Pelanggaran Pidana Pemilu Presiden 2004(Yang Diproses oleh Penyidik hingga ke Pengadilan)

NO. TAHAPAN PEMILU DITERIMA DITERUSKAN KE DIPUTUS PNPENYIDIK

DARI KEJAKSAAN PENGADILAN JUMLAH % TERHADAP PANWAS PERKARA LAPORAN

YANGDITERIMAPENYIDIK

1 Pendaftaran Pemilih 14 14 14 14 1002 Pendaftaran Calon 0 0 0 0 -3 Kampanye 78 33 30 30 38,464 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 47 34 31 29 61,75 Penetapan Hasil Pemilu 0 0 0 0 -6 Pendaftaran Pemilih II 0 0 0 0 -7 Kampanye dalam bentuk

Penajaman Visi Misi 24 5 2 2 8,338 Pemungutan dan

Penghitungan Suara 24 8 5 4 16,679 Penetapan Calon

Terpilih dan Pelantikan 0 0 0 0 0

JUMLAH 187 94 82 79 42,25

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2004.

2. Masalah Hukum Per Tahapana) Pendaftaran Pemilih

Pada Pemilu 2004, sosialisasi pendataran pemilih sangat ku-rang sehingga masyarakat tidak mengetahuinya. Akibatnya, mere-ka tidak sempat mempersiapkan diri untuk menerima petugaspendaftar di rumah agar proses pendaftaran pemilih berjalan lan-car. Hasil pendaftaran pemilih jauh dari target. Banyak warga yangtak terdaftar, tapi ada juga yang didaftar dobel. Di banyak daerahada warga yang belum berusia 17 tahun terdaftar sebagai pemilih,bahkan ada orang yang sudah meninggal juga didaftar sebagai pe-

70

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 89: PENEGAKAN HKM PEMILU

milih.Sistem blok yang dipakai pada proses pendaftaran pemilih ti-

dak bisa sepenuhnya dilaksanakan secara konsisten oleh petugas-petugas di lapangan. Akibatnya, di beberapa daerah ada satu ka-wasan yang didaftar dua kali, sebaliknya ada kawasan yang terle-wati. Banyaknya orang yang tidak terdaftar atau didaftar dobel ju-ga akibat rendahnya keterampilan dan juga kemalasan petugas dilapangan. Di beberapa daerah, dilaporkan banyak petugas yang ti-dak menjalankan prosedur dan mekanisme pendaftaran yang te-lah ditetapkan. Banyak petugas yang bekerja hanya mengacu pa-da hasil sensus sebelumnya, tanpa terjun ke lapangan. Ada jugapetugas yang menyerahkan tugas-tugas pendaftaran kepadaorang lain yang tidak terlatih.

Setelah daftar pemilih tetap (DPT) diumumkan, KPU mem-buka pendaftaran pemilih bagi mereka yang belum didaftar, de-ngan membuka pendaftaran tambahan. Kebijakan ini di satu sisimerupakan bentuk penghormatan hak pilih bagi warga yang be-lum terdaftar untuk mengikuti pemilu; tetapi di sisi lain bisa me-ngacaukan proses pemilu karena perubahan jumlah pemilih yangtidak sesuai dengan jadwal penetapan jumlah pemilih akan meng-ganggu penyediaan logistik yang pada akhirnya bisa merusak sis-tem pemilu yang transparan dan akuntabel.

b) Penetapan Peserta PemiluPada Pemilu 2004, sosialisasi tentang kegiatan Pendaftaran,

Penelitian, dan Penetapan Peserta Pemilu juga sangat kurang, se-hingga masyarakat tidak mengetahui tentang apa dan bagaimanapendaftaran dan penelitian peserta pemilu tersebut. Akibatnya, ke-tika ada orang-orang (dari tim sukses calon DPD tertentu) memin-ta atau meminjam KTP untuk difotokopi, warga menyerahkan be-gitu saja tanpa berprasangka bahwa fotokopi KTP tersebut akandigunakan sebagai bukti dukungan bagi calon DPD tertentu yang

71

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 90: PENEGAKAN HKM PEMILU

tidak dikenalnya. Hal serupa juga terjadi pada pendaftaran partaipeserta pemilu. Oleh karena ketidaktahuannya, ketika orang-orang(tim rekrutmen partai politik) menyodorinya KTA, warga sertamerta menerimanya tanpa berpikir panjang bahwa KTA tersebutakan digunakan sebagai bukti untuk mendaftar. Padahal bisa jadiwarga sudah menjadi anggota partai lainnya.

Dalam verifikasi faktual calon peserta pemilu, pengawas pe-milu di berbagai daerah menerima informasi dan laporan darimasyarakat tentang adanya pencurian fotokopi KTP dan penca-tutan nama untuk mendukung calon DPD tertentu. Sedangkanuntuk parpol calon peserta pemilu, pengawas pemilu menerimainformasi dan laporan tentang pancatutan nama warga untukmenjadi anggota parpol dan pencatutan alamat rumah/ruko/kan-tor sebagai kantor partai. Sayangnya, informasi dan laporan terse-but tidak bisa diproses lebih lanjut oleh pengawas pemilu karenasebagian besar KPUD menutup akses terhadap dokumen-doku-men pendaftaran peserta pemilu. Padahal dari sisi pengawasan,pencurian fotokopi dan pencatutan nama atau alamat rumah/ru-ko/kantor untuk kepentingan dokumen pendaftaran peserta pe-milu merupakan tindak pidana pemilu.

c) Penetapan KandidatSetidaknya ada tiga persyaratan yang tidak mudah didapat-

kan para bakal-calon legislatif, yaitu surat keterangan bebas dariG30S/PKI, surat keterangan bebas pidana, dan surat keterangansehat jasmani dan rohani. Masing-masing surat tersebut dikeluar-kan oleh insitusi militer (kodam/kodim), lembaga peradilan (peng-adilan negeri) dan dokter rumah sakit pemerintah. Dalam hal ini,hanya institusi militer (kodam/kodim) yang cepat merespons per-mintaan para bakal-calon tersebut karena di sana sudah ada stan-darisasi pemberian surat bebas G30S/PKI. Sedangkan di pengadil-an negeri, butuh waktu lama dengan prosedur yang cenderung ber-

72

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 91: PENEGAKAN HKM PEMILU

belit-belit dalam mengeluarkan surat keterangan bebas pidana.Demikian pula di rumah sakit pemerintah dalam memberikan su-rat keterangan sehat jasmanai rohani. Hak itu terjadi karena keduainstitusi tersebut tidak mempunyai standar baku dalam melayanikebutuhan para bakal calon tersebut.

Belakangan juga muncul masalah yang terkait dengan per-syaratan pendidikan karena tidak adanya pemahaman yang samaantara penyelenggara pemilu dengan Departemen PendidikanNasional dalam hal memaknai apa yang disebut dengan ijazah ha-sil ujian persamaan paket-C. Dengan Departemen Agama jugamuncul masalah terkait dengan pengertian surat keterangan lulussederajat SLTA.

Tentang persyaratan pendidikan, banyak sekali terjadi kasusmanipulasi, seperti penggunaan ijazah SLTA palsu, ijazah ujianpersamaan SLTA palsu, dan surat keterangan lulus setara SLTApalsu. Juga terdapat penggunaan ijazah sarjana tetapi yang ber-sangkutan tidak pernah mempunyai ijazah SLTA atau yang sede-rajat. Ada bakal calon menggunakan ijazah SLTA tetapi yang ber-sangkutan tidak pernah mempunyai ijazah SLTP atau setaraSLTP; menggunakan surat keterangan lulus setara SLTA tetapiyang bersangkutan tidak pernah mengikuti proses untuk menda-patkan surat keterangan lulus setera SLTA tersebut, dan lain-lain.Masalah lain adalah banyaknya calon yang berstatus PNS. Pokokmasalah di sini adalah kepastian, kapan seseorang PNS itu benar-benar dianggap mundur sehingga boleh menjadi calon anggota le-gislatif: apakah pada saat mengajukan surat pengunduran diri,apakah pada saat atasannya menerima kemundurannya, atau apa-kah pada saat yang bersangkutan tidak lagi menerima gaji.

d) KampanyeUU No. 12/2003 mengatur tentang masa kampanye selama

tiga pekan dan penjadwalannya diatur KPU. Meski KPU telah

73

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 92: PENEGAKAN HKM PEMILU

membuat jadwal kampanye, banyak partai yang melakukan kam-panye sebelum waktunya. Bahkan, sebelum peserta pemilu diten-tukan, sudah ada partai yang melakukan kampanye. Karena kam-panye di luar jadwal merupakan pelanggaran pidana pemilu,pengawas pemilu bertindak tegas terhadap para pelanggarnya.Langkah pengawas pemilu ini mengundang perlawanan dari par-tai sehingga banyak tenaga dan energi yang tersedot ke masalahini. Proses penanganan kasus pun tidak berjalan mulus karena eli-te partai melakukan langkah-langkah untuk menghambat prosespenanganan kasus-kasus pelanggaran pemilu ini.

Masalah krusial yang muncul pada tahapan kampanye ada-lah ketika aturan-aturan operasional yang dibuat oleh KPU justrumenyimpang dari ketentuan undang-undang. Hal ini tidak sajamembingungkan pelaku-pelaku kampanye tetapi juga menyulit-kan upaya penegakan hukum yang menjadi tugas penting peng-awas pemilu. Selain itu, keluarnya peraturan pemerintah tentangcuti pejabat dan penggunaan fasilitas negara terkait kampanye sa-ngat terlambat sehingga mengacaukan proses persiapan pelaksa-naan pemilu di lapangan. Di satu pihak, hal ini membuat banyakpejabat negara menjadi tidak bisa berkampanye karena surat cu-tinya belum keluar; di lain pihak, pengaturan penggunaan fasili-tas yang tidak jelas rujukan hukumnya bisa dimanipulasi penggu-naannya oleh pejabat negara dari partai tertentu untuk kampanye.

Terdapat dua jenis pelanggaran yang masif selama masakampanye, yaitu pelanggaran lalu lintas dan pelibatan anak-anakdalam kampanye. Polisi sebetulnya sudah bertindak tegas, de-ngan melakukan tindakan langsung (tilang) atau teguran bagi pe-langgarnya. Namun, pelanggaran tetap saja tinggi karena langkahpolisi tidak didukung oleh peserta pemilu untuk mengendalikanmassa kampanye agar tidak melanggar peraturan lalu lintas. Se-dangkan soal pelibatan anak-anak, itu lebih karena peserta kam-panye belum menyadari betapa bahayanya membawa anak-anak

74

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 93: PENEGAKAN HKM PEMILU

ke arena kampanye. Peserta pemilu sendiri membiarkan hal itukarena tidak ingin kehilangan massa kampanye gara-gara dila-rang membawa anak dalam kampanye.

Soal adanya politik uang dalam arti jual beli suara pada ma-sa kampanye atau pada hari-hari menjelang coblosan, sebetulnyabanyak diinformasikan dan dilaporkan masyarakat ke pengawaspemilu, termasuk politik uang terkait penentuan nomor urut ca-lon anggota legislatif. Namun, sebagian besar informasi dan lapor-an tersebut tidak bisa ditindaklanjuti karena minimnya bukti.Bahkan, ketentuan pasal pidana pemilu dalam UU No. 12/2003yang telah menegaskan bahwa hanya pemberi uang/barang yangakan terkena sanksi pidana –sedangkan pihak penerima uang/ba-rang tidak kena sanksi pidana– tetap saja tidak mampu mendo-rong secara signifikan upaya memerangi pelaku politik uang. Ha-nya kasus-kasus di mana pengawas pemilu menangkap langsungkasus politik uang yang akhirnya bisa diproses ke pengadilan.

UU No. 12/2003 memuat beberapa ketentuan tentang danakampanye yang meliputi tiga hal, yaitu tentang sumber dana kam-panye, mekanisme pelaporan dana kampanye, dan larangan pe-serta pemilu menerima dana kampanye dari beberapa pihak ter-tentu. Terhadap ketentuan-ketentuan tentang dana kampanye,terkesan peserta pemilu ‘tidak mau’ dikontrol; Keputusan KPUsendiri tidak menyinggung sama sekali posisi dan peran pengawaspemilu dalam soal dana kampanye. Pada kenyataaannya, ketentu-an-ketentuan yang dibuat oleh KPU tentang dana kampanye –ter-masuk kewajiban menyebut asal-usul saldo dalam rekening danbatas akhir penyerahannya– sama sekali tidak ditaati oleh pesertapemilu. Bahkan, sampai proses pemilu selesai pun masih ada par-pol yang tidak menyerahkan laporan dana kampanye. Dengan de-mikian, ketentuan dana kampanye dalam UU No. 12/2003 samasekali tidak berguna.

75

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 94: PENEGAKAN HKM PEMILU

e) Pemungutan Suara dan Penghitungan SuaraWaktu yang sempit dan koordinasi kerja yang buruk menye-

babkan pengadaan logistik pemilu tidak sesuai jadwal. BebanKPU memang sangat berat, terutama dalam pengadaan surat sua-ra. Untuk Pemilu Legislatif 2004, KPU harus mencetak dan men-distribusikan 69 jenis surat suara untuk pemilu anggota DPR, 32surat jenis suara DPD, 211 jenis surat suara DPRD Provinsi, dan1.745 jenis surat suara DPRD Kabupaten/Kota. Secara total, jum-lah surat suara mencapai 660 juta lembar, termasuk cadangan10%. KPU tidak bisa begitu saja mendesentralisasi pencetakan su-rat suara ke penyelenggara pemilu di daerah karena undang-un-dang memang mewajibkan KPU yang harus mencetak surat sua-ra. Faktor lain, kemampuan dan kualitas percetakan juga tidakmerata di setiap daerah sehingga desentralisasi justru mengun-dang masalah.

Pada hari-H pemungutan suara terjadi kasus surat suara ter-tukar antardaerah pemilihan di beberapa daerah. Untuk mengan-tisipasi masalah tersebut KPU membuat kebijakan membolehkanpemilih menggunakan surat suara yang tertukar tersebut, dengancatatan hal itu disetujui oleh para saksi dan perolehan suaranyahanya dicatat nama partainya saja. Kebijakan tersebut sebetulnyatidak perlu. Selain bertentangan dengan undang-undang, hal itubisa mengundang potensi untuk disengketakan atau dipermasa-lahkan oleh calon-calon legislatif yang namanya tidak ada dalamsurat suara yang dicoblos pemilih di daerah pemilihannya. Lagipula, KPU sudah menyiapkan 10% surat suara cadangan yang ter-sedia di masing-masing kantor KPU Kabupaten/Kota.

Penghitungan suara akhirnya juga terlambat dari jadwalyang telah ditetapkan sendiri oleh KPU, meskipun hal itu tidakmelampaui batasan yang ditentukan oleh undang-undang. Secaraumum, keterlambatan ini terjadi terutama karena petugas pemiludi tingkat bawah (KPPS, PPS, PPK) belum memahami sepenuh-

76

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 95: PENEGAKAN HKM PEMILU

nya prosedur penghitungan suara. Penghitungan suara di TPS pa-da hari-H secara umum lancar karena kesulitan-kesulitan yangdialami oleh petugas bisa dibantu oleh mereka yang hadir di TPS.Namun ketika rekapitulasi penghitungan suara masuk di PPS,prosesnya mulai tersendat dan semakin tersendat-sendat di PPK.Penyebabnya antara lain, petugas kurang memahami prosedur re-kapitulasi penghitungan suara, petugas masih kecapaian karenaenerginya terkuras untuk mengurus distribusi surat suara, petugasdiintervensi atau dikacaukan oleh pihak ketiga, dan petugas terli-bat dalam persekongkolan untuk mengubah hasil rekapitulasisuara.

Namun, keterlambatan pengiriman hasil penghitungan sua-ra dari KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota ke KPU, bukansemata-mata karena masalah tersendatnya rekapitulasi penghi-tungan suara di PPK dan PPS, tetapi juga karena ketidakberesandalam lembaga penyelenggara pemilu tersebut, terutama di seba-gian KPU Kabupaten/Kota. Ini akibat rendahnya kontrol terha-dap KPU Kabupaten/Kota sebab KPU Provinsi tidak punya otori-tas untuk mengotrol mereka, sementara KPU tidak mungkin efek-tif mengontrol lebih dari 400 KPU Kabupaten/Kota. Akibat lan-jutannya, sebagian KPU Kabupaten/Kota –tidak saja kinerjanyarendah sehingga terlambat mengirim hasil penghitungan suara–terlibat dalam persekongkolan mengubah hasil penghitungansuara.

Kekisruhan dalam penghitungan suara yang terjadi di bebe-rapa KPU Kabupaten/Kota sebetulnya tidak lepas dari ketidaksi-apan saksi-saksi dari peserta pemilu untuk mengikuti prosespenghitungan suara. Mereka tidak saja tidak memahami prosedurpenghitungan suara, tetapi juga tidak bekerja sungguh-sungguh,seperti meninggalkan lokasi pada saat penghitungan belum sele-sai. Ironisnya, para saksi sering membuat ulah, mereka memper-soalkan kembali penghitungan suara di tingkat bawah, meskipun

77

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 96: PENEGAKAN HKM PEMILU

saksi mereka sudah menyetujui perhitungan tersebut. Masalah ja-di runyam karena para saksi ini juga tak segan melakukan keke-rasan terhadap petugas pemilu, atau sebaliknya membuat perse-kongkolan dengan petugas untuk mengubah hasil rekapitulasipenghitungan suara.

Dengan dalih bahwa pada pelaksanaan pemungutan danpenghitungan suara terjadi banyak pelanggaran dilakukan olehpetugas dan kecurangan dilakukan oleh partai-partai besar, se-jumlah partai menuntut dilakukannya pemilu ulang. Meskipuntuntutan tersebut tidak logis dan tidak realistis, tetapi karena me-reka bisa menunjukkan adanya pelanggaran di berbagai tempat,tuntutan partai itu tidak bisa ditepis begitu saja. Bagaimanapunjuga tuntutan tersebut telah mengurangi legitimasi pemilu, mes-kipun tuntutan itu teredam setelah diabaikan oleh publik.

f) Penetapan Hasil SuaraPada Pemilu Legislatif 2004, penetapan hasil pemilu tersen-

dat-sendat dan tidak sesuai dengan jadwal karena proses penghi-tungan suara di tingkat kabupaten/kota, kecamatan, dan desa/ke-lurahan terlambat. Hal ini sesungguhnya disebabkan oleh buruk-nya pemahaman penyelenggara pemilu di berbagai tingkatan ter-hadap aturan penghitungan suara dan penetapan hasil pemilu. Ti-dak optimalnya koordinasi antara KPU dengan penyelenggara pe-milu di tingkatan bawahnya juga menjadikan masalah pada ta-hapan penetapan hasil pemilu ini berlarut-larut.

Peserta pemilu pun tak siap mengikuti proses rekapitulasihasil penghitungan suara di semua tingkatan. Akibatnya, keberat-an yang menumpuk-numpuk sebelumnya muncul dalam prosesrekapitulasi tahap akhir. Keadaan tersebut juga berkontribusi pa-da kelambanan proses penetapan hasil pemilu. Banyaknya peng-ajuan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditolak, mem-pertegas ketidaksiapan peserta pemilu dalam proses rekapitulasi

78

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 97: PENEGAKAN HKM PEMILU

penghitungan suara dari tingkatan TPS sampai kabupaten/kota.Karena penetapan hasil pemilu merupakan otoritas KPU,

pada tahapan ini Panwas Pemilu menerima laporan beberapa pe-langgaran administrasi dan pidana, meski jumlahnya tidak sebe-rapa. Sebenarnya, untuk kasus pelanggaran administrasi dalamhal terjadi kekeliruan penghitungan perolehan suara, pihak yangdirugikan bisa langsung ke MK untuk menggugat keputusanKPU. Namun jika dalam kasus itu terbukti terjadi pengubahanhasil penghitungan suara, pelakunya bisa dipidanakan oleh peng-awas pemilu.

Akibat kebijakan KPU yang tidak bersedia merespons kebe-ratan dari peserta pemilu atas proses penetapan hasil pemilu–KPU selalu mempersilakan peserta pemilu ke MK bila merasadirugikan– terjadi tumpukan gugatan di MK. Menumpuknya gu-gatan dan pendeknya waktu yang tersedia untuk mengambil ke-putusan mengakibatkan Mahkamah Konstitusi terjebak pada ke-selahan-kesalahan yang mestinya tidak perlu terjadi, seperti mem-buat kuputusan yang objeknya salah atau keputusan didasarkankepada bukti-bukti yang tidak otentik.

g) Penetapan Calon TerpilihPascapenetapan perolehan jumlah kursi untuk masing-ma-

sing partai peserta pemilu dan penetapan calon terpilih, pengawaspemilu menerima laporan yang menunjukkan bahwa banyak ca-lon terpilih persyaratannya tidak beres. Sebagian merupakan sisa-sisa kasus lama, yang muncul kembali karena pada saat pendaftar-an dan penetapan peserta pemilu (untuk calon DPD) dan saatpencalonan anggota legislatif (untuk calon dari partai) kasusnyatidak selesai; sebagian lagi karena adanya indikasi atau bukti barukarena sebelumnya tidak terdeteksi.

Untuk menyelesaikan kasus calon-calon terpilih bermasalah–yang sebagian besar terbelit dengan masalah persyaratan pendi-

79

P E N G A L A M A N P E M I L U D I I N D O N E S I A

Page 98: PENEGAKAN HKM PEMILU

dikan– KPU mengeluarkan petunjuk teknis kepada KPUD ten-tang bagaimana menyelesaikan kasus-kasus tersebut. Namun,agaknya petunjuk teknis tersebut diabaikan oleh sebagian besarKPUD di daerah yang banyak terjadi kasus calon terpilih berma-salah. Selain itu, keluarnya surat petunjuk teknis itu pun sudahagak terlambat, yaitu hampir berbarengan dengan kegiatan pelan-tikan. Akibatnya, sebagian penyelenggara pemilu di daerah tidaksempat menjalankan petunjuk teknis tersebut.

Kasus-kasus calon terpilih bermasalah sebetulnya tidak per-lu terjadi bila pada tahapan pencalonan proses seleksinya berlang-sung ketat. Namun, seketat apapun penyelenggara melakukan pe-nelitian berkas-berkas persyaratan calon, peluang lolosnya bakalcalon yang persyaratan belum beres, tetap besar. Hal itu terjadi ka-rena waktu dan tenaga petugas pemeriksa berkas persyaratan dikantor penyelenggara pemilu sangat terbatas. Belum lagi upaya-upaya untuk mengintervensi kerja penyelenggara sangat tinggi se-hingga bila mereka lengah sedikit saja maka calon yang persyarat-annya tidak beres bisa diloloskan.

Pengumuman calon terpilih kembali menyulut sengketa an-tarcalon. Ini sebetulnya masalah internal partai. Namun, karenapenyelesaian pengurus partai sering tidak bisa memuaskan pihak-pihak yang bersengketa, masalahnya kemudian dilemparkan kepengawas pemilu. Meskipun sengketa tersebut akhirnya bisa dise-lesaikan, namun kasus serupa tidak perlu terulang lagi. Sengketaantarcalon seperti itu tidak saja menguras tenaga dan waktu parapihak, pengawas dan penyelenggara pemilu, tetapi juga bisa me-nimbulkan ketegangan sosial.

80

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 99: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB VPEMETAAN KEMBALI MASALAH HUKUM PEMILU

Setelah memperhatikan standar internasional pemilu demokratis(Bab II), melihat praktik penegakan hukum pemilu di beberapa ne-gara (Bab III), serta mempelajari kembali pengalaman pemilu-pemi-lu di Indonesia (Bab IV), kini saatnya untuk memetakan kembalimasalah-masalah hukum pemilu yang terjadi di Indonesia.

A. PERUMUSAN KEMBALI MASALAH HUKUM PEMILUYang dimaksud dengan masalah hukum pemilu adalah segala

perbuatan hukum yang menyimpang, bertentangan, atau melanggarperaturan perundang-undangan pemilu dalam proses pelaksanaanpemilu, termasuk adanya pihak yang merasa dirugikan dalam prosespelaksanaan pemilu.

1Pemetaan kembali masalah-masalah hukum

81

1Secara konseptual, setidaknya terdapat dua mekanisme untuk menciptakan pemiluyang jujur dan adil. Pertama, membuat seperangkat metode atau aturan untukmentransfer suara pemilih ke dalam lembaga perwakilan rakyat, atau yang oleh il-muwan politik disebut sebagai sistem pemilihan (electoral system). Kedua, menja-lankan pemilu sesuai dengan prinsip-prinsip pemilu demokratis dan peraturan-per-aturan pemilu, atau yang oleh banyak ilmuwan politik disebut proses pemilihan(electoral process). Dalam hal ini masalah hukum pemilu terkait dengan masalahproses pemilihan (electoral process).

Page 100: PENEGAKAN HKM PEMILU

ini sangat penting karena akan menjadi dasar bagi upaya mencipta-kan sistem penegakan hukum pemilu yang komprehensif.

Pada Pemilu 1955 kerangka hukumnya disusun secara sederhanasehingga UU No. 7/1953 hanya mengenal satu masalah hukum pemi-lu, yakni tindak pidana pemilu.

2Dengan tujuan yang berbeda, un-

dang-undang yang mengatur pemilu-pemilu Orde Baru, yakni UU15/1969 (dengan empat kali perubahan) juga hanya mengenal satumasalah hukum pemilu, yakni tindak pidana pemilu.

3Jatuhnya Orde

Baru pada Mei 1998 telah mendorong semua pihak berkomitmen un-tuk menyelenggarakan pemilu yang benar-benar mengkuti prinsip-prinsip pemilu demokratis, pemilu yang jujur dan adil. Dengan sema-ngat itulah peraturan perundang-undangan Pemilu 1999 menyebut-kan empat masalah hukum pemilu, yakni pelanggaran pidana pemi-lu, pelanggaran administrasi pemilu, pelanggaran tata cara pemilu,dan sengketa pemilu.

4

Kecuali pelanggaran pidana pemilu, UU No. 3/1999 tidak mem-beri pengertian yang jelas tentang pelanggaran administrasi pemilu,pelanggaran tata cara pemilu, dan sengketa pemilu. Melihat betapabanyaknya pelanggaran pemilu yang tidak bisa diselesaikan denganbaik, dan menyaksikan betapa beragamnya proses penyelesaian pe-langgaran pemilu, UU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003, memper-tegas masalah hukum pemilu menjadi empat, yakni pelanggaran pi-dana pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, sengketa dalam pe-

82

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

2Ketentuan pidana diatur pada Bagian III Bab XV Pasal-pasal Pidana, Pasal 113-129UU No. 7/1953.

3Ketentuan pidana diatur pada Bab XI Ketentuan Pidana, Pasal 26-29 UU No.15/1969.

4Tentang ketentuan pidana diatur pada Bab XIII Ketentuan Pidana, Pasal 72-75 UUNo. 3/1999; tentang pelanggaran administrasi pemilu dan pelanggaran tata carapemilu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1999 tenang Pelaksa-naan Pemilu (PP No. 33/1999) dan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor021/SK/IV/1999 tentang Hubungan dan Tata Kerja Panwas Pemilu dengan KPU danPanitia Pelaksana, yang merupakan ketentuan pelaksanaan Pemilu sebagaimana di-perintahkan UU No. 3/1999; tentang sengketa pemilu diatur pada Pasal 26 UU No.3/1999

Page 101: PENEGAKAN HKM PEMILU

nyelenggaraan pemilu, dan perselisihan hasil pemilu.5

Dari empatmasalah hukum pemilu tersebut, tiga di antaranya, yaitu pelanggaranpidana pemilu, sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, dan perseli-sihan hasil pemilu, dimasukkan pada pasal-pasal yang mengatur pe-milihan kepala daerah (pilkada) sebagaimana diatur dalam UU No.32/2004; sedangkan soal pelanggaran administrasi tidak disebut-se-but.

6

Yang dimaksud dengan pelanggaran pidana pemilu dalam UUNo. 12/2003 dan UU No. 23/2003 sesungguhnya tidak berbeda de-ngan pengertian tindak pidana pemilu atau pelanggaran pidana pe-milu seperti diatur dalam beberapa undang-undang pemilu sebelum-nya. Sedangkan pelanggaran administrasi pemilu dalam UU No.12/2003 dan UU 23/2003 merupakan penggabungan pelanggaranadministrasi pemilu dan pelanggaran tata cara pemilu–yang dalamPemilu 1999 diatur lewat Peraturan Pemerintah dan Keputusan Ke-tua Mahkamah Agung. Meskipun dalam praktik pelaksanaan Pemilu1999 tidak pernah jelas apa yang disebut dengan sengketa dalam pe-nyelenggaraan pemilu, namun hal itu dimunculkan kembali dalamUU No. 12/2003 UU dan UU No. 23/2003. Agaknya hal ini dimak-sudkan untuk membedakannya dengan sengketa atau perselisihanhasil pemilu sebagaimana diintroduksi oleh UUD 1945 PerubahanKetiga. Konstitusi memang menyebutkan Mahkamah Konstitusi

83

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

5Tentang ketentuan pidana diatur pada Bab XV Ketentuan Pidana, Pasal 137-141 UUNo. 12/2003 dan pada Bab XII Ketetentuan Pidana, Pasal 88-92 UU No. 23/2003;tentang pelanggaran administrasi disebut pada Pasal 130 UU No. 12/2003 dan Pa-sal 82 UU No. 23/2003; tentang sengketa dalam penyelenggaraan pemilu disebutpada Pasal 122, 128 dan 129, serta Pasal 77, 80 dan 81 UU No. 12/2003UU No.23/2003; dan tentang perselisihan hasil pemilu disebut pada Pasal 134 UU No.12/2003 dan Pasal 85 UU No. 23/2003.

6Tentang ketentuan pidana diatur pada Bab IV, Bagian Kedelapan, Paragraf Tujuh,Pasal 115-119 UU No. 32/2004; tentang sengekta disebut pada Pasal 66 ayat (4) UUNo. 32/2004; tentang perselisihan hasil pilkada diatur pada Pasal 106; sedang ten-tang pelanggaran administrasi, baik UU No. 32/2004 maupun Peraturan Pemerin-tah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pem-berhentian Kepala Daerah (PP No. 6/2006), tidak menyebut-nyebut adanya pelang-garan adminisitrasi.

Page 102: PENEGAKAN HKM PEMILU

(MK) berwenang menyelesaikan perselisihan hasil pemilu legislatifdan pemilu presiden. Tentang bagaimana MK menyelesaikan perseli-sihan hasil pemilu diatur lewat Undang-Undang Nomor 24 Tahun2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU No. 24/2003)

Terkait pelanggaran pidana, UU No. 12/2003 dan UU No.23/2003 (juga UU No 32/2004) secara jelas mencantumkan sejum-lah ketentuan pidana pemilu dan menyertakan ancaman sanksi pida-na yang pasti bagi pelakunya. Pelanggaran terhadap ketentuan-ke-tentuan pidana pemilu yang diatur dalam undang-undang itulahyang disebut dengan pelanggaran pidana pemilu. Untuk menyesuai-kan dengan nomenklatur hukum pidana, istilah ‘pelanggaran pidanapemilu’ sebaiknya diganti dengan istilah ‘tindak pidana pemilu’. Peng-gantian istilah ini penting karena tindak pidana pemilu juga merupa-kan kejahatan yang harus dihukum berat karena menyangkut peng-gunaan hak pilih dan hak memilih warga negara, bukan sekadar pe-langgaran yang berarti hanya menyimpang atau menyalahi ketentu-an-ketentuan peraturan perundangan.

7Dengan demikian, tindak pi-

dana pemilu berarti tindakan hukum yang melanggar ketentuan-ke-tentuan pidana pemilu sebagaimana diatur secara pasti dalam un-dang-undang pemilu.

Terhadap pelanggaran administrasi pemilu, baik UU No. 12/2003maupun UU No. 23/2003 sama sekali tidak memberikan batasanyang jelas. Memang dikatakan bahwa yang dimaksud dengan pelang-garan administrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan dan per-syaratan menurut undang-undang.

8Namun pengertian itu masih sa-

ngat luas, sehingga Panwas Pemilu mendefinisikan pelanggaran ad-ministrasi adalah pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan yangdiatur undang-undang dan ketentuan lain yang dibuat oleh penye-lenggara pemilu. Pengertian ini sebetulnya hanya menegaskan bahwa

84

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

7Dalam wilayah khusus lain, seperti korupsi, dikenal istilah tindak pidana korupsi, bu-

kan pelanggaran korupsi. 8

Penjelasan Pasal 130 UU No. 12/2003.

Page 103: PENEGAKAN HKM PEMILU

pelanggaran di luar pelanggaran pidana adalah pelanggaran adminis-trasi.

Konsekuensi atas pengertian pelanggaran administrasi pemilu se-perti itu adalah dilaporkan atau ditemukannya banyak hal yang me-nyimpang atau melanggar ketentuan peraturan pemilu di luar tindakpidana pemilu, yang kemudian didefinisikan sebagai pelanggaran ad-ministrasi. Padahal tidak semua hal menyimpang atau melanggar ke-tentuan peraturan pemilu (yang bukan tindak pidana pemilu) itu ber-dampak signifikan terhadap proses pemilu, apalagi sampai berpenga-ruh terhadap hasil pemilu. Misalnya, untuk kepentingan kelancarandan ketertiban kampanye, KPU membuat peraturan teknis tentangpemasangan alat peraga kampanye. Apakah semua pemasangan alatperaga kampanye yang tidak sesuai dengan peraturan teknis tersebutlalu serta-merta bisa disebut sebagai pelanggaran administrasi pemi-lu, termasuk jika pelanggaran itu tidak merugikan pihak lain atau ti-dak mengganggu kelancaran dan ketertiban kampanye? Menjadi le-bih rumit apabila berbagai macam pelanggaran administrasi pemiluitu ternyata tidak disertai sanksi bagi pelakunya. Tentu tidak mudahbagi penyusun peraturan teknis pemilu untuk merumuskan berma-cam-macam sanksi terhadap beragam kemungkinan terjadinya pe-langgaran administrasi pemilu.

Sehubungan dengan hal itu, peraturan perundan-undangan pe-milu ke depan harus memperjelas kembali pengertian pelanggaranadministrasi pemilu. Dalam hal ini, pelanggaran administrasi bisa di-bedakan menjadi dua kelompok besar, yakni pelanggaran adminis-trasi ringan dan pelanggaran administrasi berat. Pelanggaran admi-nistrasi ringan adalah pelanggaran yang tidak berdampak terhadapproses pelaksanaan pemilu atau hasil pemilu, sehingga peraturan per-undang-undangan pemilu tidak harus memberikan rumusan sanksiterhadap pelaku pelanggaran. Sedangkan pelanggaran administrasiberat adalah pelanggaran yang berdampak terhadap proses pelaksa-naan pemilu atau hasil pemilu, sehingga peraturan perundang-un-

85

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 104: PENEGAKAN HKM PEMILU

dangan pemilu harus memberikan rumusan sanksi terhadap pelakupelanggaran tersebut. Termasuk kategori pelanggaran administrasiberat adalah pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan, kewajib-an, atau perintah dan larangan yang tidak diancam dengan sanksi pi-dana.

Tentang sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, Panwas Pemilu1999 melaporkan, bahwa dalam praktik Pemilu 1999 sebetulnyasengketa seperti itu tidak ada. Apa yang disebut dengan kasus seng-keta dalam penyelenggaraan pemilu sesungguhnya merupakan pe-langgaran administrasi atau pelanggaran tata cara pemilu. Sebagaicontoh, pada masa kampanye Pemilu 1999, banyak sekali kasus re-butan lokasi kampanye di kalangan peserta pemilu, yang oleh banyakpihak disebut sebagai sengketa pemilu. Namun setelah diteliti, se-sungguhnya kejadian itu merupakan pelanggaran administrasi atautata cara pemilu, karena panitia pemilihan sebetulnya sudah meng-atur alokasi penggunaan lokasi kampanye tersebut.

Laporan Panwas Pemilu 2004 juga menyebutkan adanya kasus-kasus sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, baik pada pemilu le-gislatif maupun pemilu presiden. Namun setelah ditelusuri lebih lan-jut, kasus-kasus itu sesungguhnya bukan sengketa dalam arti yang se-benarnya. Selain kasus rebutan lokasi kampanye seperti terjadi padaPemilu 1999, beberapa kasus yang disebut sebagai sengketa dalampenyelenggaraan pemilu, berasal dari ketidakpuasan atas kebijakanpartai dalam menentukan daftar urutan calon anggota legislatif. Yangpaling banyak dilaporkan sebagai kasus sengketa pemilu adalah keti-dakpuasan bakal calon anggota legislatif setelah namanya dinyatakantidak lolos sebagai calon anggota legislatif oleh penyelenggara pemi-lu. Contoh menonjol adalah protes Abdurrahman Wahid kepadaKPU yang tidak meloloskannya menjadi calon presiden. Dalam halini, Abdurrahman Wahid mengajukan permohonan sengketa denganKPU kepada Panwas Pemilu, sedangkan KPU menolak dirinya dija-dikan sebagai subjek sengketa. KPU punya landasan hukum kuat ka-

86

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 105: PENEGAKAN HKM PEMILU

rena UU No. 23/2003 menegaskan bahwa keputusan KPU tentangpenetapan calon presiden bersifat final dan mengikat, tidak bisa di-ganggu gugat oleh siapa pun. Hal serupa juga ditegaskan dalam UUNo. 12/2003 UU tentang penetapan calon anggota legislatif.

Kasus-kasus tersebut menunjukkan bahwa apa yang disebut de-ngan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu sesungguhnya tidakterjadi dalam praktik pelaksanaan pemilu. Apa yang disebut dengankasus sengketa dalam penyelenggaraan pemilu, sesungguhnya meru-pakan kasus pelanggaran administrasi pemilu atau kasus ketidakpu-asan terhadap keputusan penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, disatu sisi istilah ’sengketa dalam penyelenggaran pemilu’ sebaiknya di-hilangkan dalam nomenklatur undang-undang pemilu; namun di si-si lain undang-undang harus membuka ruang untuk mengoreksi ke-putusan KPU lewat mekanisme keberatan atas keputusan KPU bagipihak-pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan tersebut.

Peluang untuk mengoreksi keputusan KPU lewat mekanisme ke-beratan sebetulnya sudah dibuka oleh UUD 1945 Perubahan Ketigalewat apa yang disebut dengan istilah perselisihan hasil pemilu legis-latif dan pemilu presiden. Dalam hal ini diatur bahwa peserta pemiluperseorangan (untuk memilih anggota DPD), peserta pemilu partaipolitik (untuk memilih anggota DPR dan DPRD), dan pasangan ca-lon presiden dan wakil presiden, bisa mengajukan gugatan sengketaatau perselisihan hasil pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK). Peser-ta pemilu (perseorangan, partai politik, atau pasangan calon presidendan wakil presiden) berhak mengajukan keberatan atas keputusanKPU ke MK apabila mereka menganggap dan bisa membuktikanbahwa keputusan KPU tersebut salah sehingga merugikan kepen-tingan mereka dalam memenangkan pemilihan.

Dalam praktik pelaksanaan pemilu, ternyata keputusan penye-lenggara pemilu yang merugikan peserta pemilu tidak terbatas padakeputusan penetapan hasil pemilu, melainkan juga keputusan-kepu-tusan yang lain. Misalnya, keputusan penetapan peserta pemilu dan

87

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 106: PENEGAKAN HKM PEMILU

keputusan penetapan calon terpilih. Keputusan penyelenggara pemi-lu mengenai penetapan daftar pemilih dan daerah pemilihan juga bi-sa diajukan keberatan atau digugat oleh pemilih atau partai atau war-ga negara pada umumnya, apabila mereka merasa dirugikan oleh ke-putusan-keputusan tersebut. Demikian juga terhadap keputusan pe-nyelenggara pemilu mengenai penetapan masalah kampanye sertarekapitulasi penghitungan suara, bisa diajukan keberatan atau digu-gat oleh peserta pemilu yang merasa dirugikan oleh keputusan-kepu-tusan tersebut.

Terhadap keputusan penyelenggara pemilu mengenai penetapanhasil pemilu terdapat masalah hukum yang disebut perselisihan hasilpemilu. Paralel dengan hal itu, terhadap keputusan-keputusan penye-lenggara pemilu yang menetapkan daftar pemilih, peserta pemilu,daftar calon anggota legislatif, jadwal dan lokasi kampanye, rekapitu-lasi penghitungan suara dan lain-lain yang masuk kategori nonhasilpemilu, terdapat masalah hukum yang bisa disebut dengan perseli-sihan administrasi pemilu. Dalam hal ini, perselisihan hasil pemiluterjadi karena pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh keputusan pe-nyelenggara pemilu mengajukan keberatan atau gugatan ke MK; se-dangkan perselisihan administrasi pemilu terjadi karena pihak-pihakyang merasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu meng-ajukan keberatan atau gugatan ke pihak yang mempunyai atau dibe-ri wewenang untuk mengoreksi keputusan-keputusan penyelenggarapemilu.

Apabila menengok kembali standar internasional pemilu demo-kratis dan juga memperhatikan praktik penegakan hukum pemilu dibeberapa negara, masalah hukum pemilu dibedakan dalam dua ke-lompok, yakni election offences atau corrupt practices, yang bisa diter-jemahkan dengan tindak pidana pemilu; dan election contest (perseli-sihan hasil pemilu) yang diajukan melalui election petition (petisi ataugugatan pemilu). Selain itu, ada juga soal keberatan (complaint) ter-hadap keputusan penyelenggara pemilu dalam tahap-tahap pelaksa-

88

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 107: PENEGAKAN HKM PEMILU

naan pemilu (misalnya, pendaftaran atau penetapan kandidat). Dike-nal juga adanya perkara prapengumuman hasil pemilu dan perkarapascapengumuman hasil pemilu. Berdasarkan standar internasionalpemilu demokratis, memperhatikan praktik penegakan hukum pemi-lu di beberapa negara, serta menggabungkannya dengan pengalamanpemilu di Indonesia, masalah hukum pemilu dapat dibagi dalam duakelompok besar, yaitu pelanggaran dan perselisihan.

Pelanggaran yang dimaksud adalah pelanggaran terhadap kewa-jiban atau larangan yang diatur dalam undang-undang pemilu. Pe-langgaran terhadap kewajiban atau larangan itu diancam sanksi pi-dana dalam undang-undang pemilu disebut sebagai tindak pidanapemilu. Sedangkan pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan, ke-wajiban, perintah dan larangan yang tidak diancam dengan sanksi pi-dana disebut sebagai pelanggaran administrasi. Masalah perselisihandalam pemilu terdiri atas perselisihan hasil pemilu dan perselisihanadministrasi pemilu. Perselisihan hasil pemilu terjadi apabila pihak-pihak merasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu yangmenetapkan hasil pemilu; sedangkan perselisihan adminstrasi pemi-lu terjadi apabila pihak-pihak merasa dirugikan oleh keputusan pe-nyelenggara pemilu atas penetapan daftar pemilih, peserta pemilu,daftar calon anggota legislatif, jadwal dan lokasi kampanye, rekapitu-lasi penghitungan suara, dan lain-lain yang masuk kategori nonhasilpemilu.

Sebagai penutup pembahasan bagian ini, perlu ditegaskan kem-bali bahwa peraturan perundang-undangan pemilu ke depan harusmenyebutkan empat masalah hukum pemilu, yaitu (1) tindak pidanapemilu, (2) pelanggaran administrasi pemilu, (3) perselisihan admi-nistrasi pemilu, dan (4) perselisihan hasil pemilu. Selanjutnya akandipaparkan dalam bentuk tabel bagaimana keempat kategori masa-lah hukum pemilu itu digunakan untuk memetakan kembali kasus-kasus masalah hukum yang terjadi pada Pemilu 2004, baik pemilu le-gislatif maupun dan pemilu presiden. Dengan cara demikian, kebe-

89

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 108: PENEGAKAN HKM PEMILU

naran empat kategori hukum tersebut diuji sehingga bisa diterapkandalam pengaturan pemilu mendatang.

B. TINDAK PIDANA PEMILU Tindak pidana pemilu adalah perbuatan melanggar ketentuan-

ketentuan pemilu sebagaimana diatur dalam undang-undang pemiluyang diancam dengan sanksi pidana.

Pada Tabel 17 tergambar kasus-kasus tindak pidana pemilu yangterjadi dalam Pemilu 2004 berdasarkan ketentuan pidana Pemilu se-bagaimana diatur dalam UU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003. Se-lain itu juga dicantumkan beberapa kasus yang sebetulnya bisa dika-tegorikan sebagai tindak pidana, namun ternyata belum ada ketentu-annya sehingga perbuatan itu tidak bisa dikenakan sanksi pidana.

Tabel 17Tindak Pidana Pemilu dalam Pemilu 2004

NO TAHAPAN CONTOH KASUS KETENTUAN

1 Pendaftaran Pemilih 1 Dengan segaja Psl 137 ayat 2 menyebabkan UU No.12/2003 orang lainkehilangan hak pilihnya

2 Pendaftaran Peserta Melakukan Psl 137 ayat (6) Pemilu perbuatan curang UU No. 12/2003

untuk menyesatkan seseorang dalam memberikan dukungan kepada calon anggota DPD

3 Penetapan Daerah Pemilihan

4 Pencalonan Anggota 1 Menggunakan ijazah Psl 137 ayat (3) DPR/DPRD palsu UU No. 12/2003

2 Surat keterangan berpenghargaan sama sda

90

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 109: PENEGAKAN HKM PEMILU

dengan STTB SMA yang palsu

3 Membuat daftar caleg palsu sda

4 Merombak nomor caleg, menambah, atau mengurangi nama caleg sda

5 Memalsukan status pekerjaan dari PNS menjadi swasta sda

6 Memalsukan surat keterangan kesehatan sda

5 Kampanye 1 Melakukan kampanye Psl 138 ayat (3) sebelum waktunya UU No. 12/2003

2 Merusak alat peraga Psl 138 ayat (2) kampanye jo Psl 74 huruf f )

UU No. 12/20033 Menghina seorang Pasal 138 ayat

calon saat berkampanye (2) jo Pasal 74 huruf b UU No.12/2003

4 Menghina peserta pemilu lainnya, dengan kata-kata yang tidak sepantasnya di sdamuka umum saat kampanye

5 Membagi-bagikan Psl 139 ayat (2) paket sembako dan tas UU No. 12/2003berlogo partai

6 Membagikan uang kepada warga agar sdamemilih peserta pemilu tertentu

7 Kampanye di luar Psl 138 ayat (3)jadwal dengan dan Psl 138 menggunakan tempat ayat (2) jo Psl 74 ibadah (gereja). huruf g UU No.

12/2003

91

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 110: PENEGAKAN HKM PEMILU

8 Berkampanye dirumah ibadah (mesjid) sdasebelum masuknyajadwal kampanye

9 Sengaja menggunakan Psl 137 ayat (2)fasilitas kendaraan UU No. 12/2003dinas DPRD untukberkampanye

10 Kampanye dengan Psl 138 ayat (3) menyebarkan selebaran UU No. 12/2003dan brosur sebelumjadwal ditetapkan olehKPU.

11 Membuat perjanjian Pasal 139 Ayat 2(di atas materai) akan UU No. 12/2003memberikan danakompensasi tiap bulanjika terpilih menjadianggota DPRD

12 Melakukan kampanyedi luar jadwal danmenggunakan fasilitas sdanegara serta menyerahkan bantuankeramik

13 Sengaja memberikanuang atau materi lainnya kepada sdaseseorang pemilihpeserta pemilu tertentu

14 Menjanjikan imbalanberupa uang apabila yang bersangkutan sdaterpilih menjadi anggota DPRD Kabupaten.

15 Menghasut dan mengadu domba antar perseorangan Psl 138 ayat (1)maupun antarkelompok UU No. 12/2003

92

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 111: PENEGAKAN HKM PEMILU

pada kampanye16 Menerima dana Psl 89 ayat (6)

kampanye melampaui UU No. 23/2003batas yang ditentukan.

6 Pemungutan dan 1 Mencoblos lebih dari Psl 139 ayat (5)Penghitungan Suara satu kali UU No. 12/2003

2 Menggunakan kartu Psl 139 ayat 3pemilih milik orang lain UU No. 12/2003

3 Mengubah hasil Pasal 140 UUrekapitulasi suara No.12/2003

4 KPPS dengan sengaja Psl 139 (4) Jo 141mengganti hak pilih UU No. 12/2003orang lain

5 Pemilih menggunakan Pasal 140 ayat (2)kartu pemilih yang UU No. 12 Tahun bukan penduduk 2003setempat.

6 Berusia 16 tahun dan Psl 137 ayat (3)tak memiliki KTP tapi UU No. 12 /2003mempunyai kartu pemilih

7 Membagi-bagikan Psl 137 ayat (4) kartu pemilih kepada UU No. 12 /2003yang tidak berhak

8 Mencoblos sendiri Psl 140 ayat (1) 120 surat suara UU No. 12 Tahun

20039 Pencoblosan sebelum Psl 140 Ayat (1)

hari pemungutan suara UU No. 12 Tahun2003

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Legislatif 2004, Laporan Pengawasan Pemilu Presiden 2004

C. PELANGGARAN ADMINISTRASI PEMILU Pelanggaran administrasi pemilu adalah perbuatan melanggar ke-

tentuan peraturan perundangan yang tidak diancam dengan sanksipidana, khususnya pelanggaran terhadap ketentuan, persyaratan, ke-wajiban, perintah, dan larangan.

Pada Tabel 18 tergambarkan kasus-kasus pelanggaran adminis-

93

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 112: PENEGAKAN HKM PEMILU

trasi pemilu yang terjadi dalam Pemilu 2004 berdasarkan ketentuan-ketentuan pelaksanaan pemilu sebagaimana diatur dalam UU No.12/2003 dan UU No. 23/2003. Selain itu, juga dicantumkan bebera-pa kasus yang sebetulnya bisa dikategorikan sebagai pelanggaran ad-ministrasi pemilu, namun ternyata belum ada ketentuannya atau ke-tentuannya tidak tegas sehingga perbuatan itu tidak bisa dikenakansanksi administrasi.

Tabel 18Pelanggaran Administrasi Pemilu dalam Pemilu 2004

NO TAHAPAN CONTOH KASUS KETENTUAN

1. Pendaftaran Pemilih – –2. Pendaftaran Peserta

Pemilu 1 Di Riau ditemukan Psl 11 ayat (1)calon DPD yang hanya UU No.12/2003membawa 5 orang pendukung dan diloloskan, padahal sebelumnya KPU mengatakan calon tersebut masih kekurangan 50 orang pendukung.

2 Beberapa parpol lolos Psl 7 ayat (1) verifikasi di KPU padahal UU No. 12/2003tidak memenuhi jumlah minimal pengurus di provinsi; demikian juga banyak parpol yang lolos verifikasi di provinsi tetapi tidak mencukupi kepengurusan di kabupaten/kota.

3 Parpol menunjukkan ‘kantor Tidak diatur dalamfiktif’ karena apa yang UU No. 12/2003,disebut kantor parpol tapi dipersyatkantersebut tidak lain adalah dalam Keputusan rumah tinggal, rumah KPU No.616kontrak, atau ruko yang Tahun 2003

94

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 113: PENEGAKAN HKM PEMILU

dikontrak oleh pihak lain,bukan oleh partai yang bersangkutan.

3. Penetapan Daerah Jumlah kursi DPRD di Psl 46 ayat (2)Pemilihan dan Jumlah sejumlah wilayah UU No.12/2003Kursi administratif lebih

dari 12 kursi. 4. Pencalonan Anggota Ada caleg DPR RI dapil Psl 60 huruf e

DPR/DPRD Jateng diduga menggunakan UU No.12/2003ijazah palsu untuk dan Kep. KPUpencalonan menjadi caleg No.675

Tahun 20035. Kampanye 1 Parpol peserta pemilu Kep. KPU No. 701

tertentu memasang iklan Tahun 2003 dankampanye di media televisi Kep. KPU No. 17melampaui batas tayangan Tahun 2004yang ditentukan KPU

2 Ketua parpol menyerukan sdawarganya di luar daerah pemilihan DKI Jakarta untuk menghadiri kampanye di Jakarta

6. Pemungutan dan 1 Pemilih tidak membawa Psl 87 UUPenghitungan kartu pemilih pada saat No.12/2003 danSuara pemberian suara. Kep. KPU

No.01/20042 Di sejumlah TPS kertas Psl 82 ayat (2)

suara yang dicoblos adalah UU No.12/2003surat suara untuk daerah pemilihan lain.

7. Penetapan Hasil Pemilu tidak ada

8. Penetapan Calon Terpilih tidak ada

9. Pengucapan Sumpah dan Janji tidak ada

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Legislatif 2004, Laporan Pengawasan Pemilu Presiden 2004

95

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 114: PENEGAKAN HKM PEMILU

D. PERSELISIHAN ADMINISTRASI PEMILU Perselisihan administrasi pemilu adalah perselisihan yang ditim-

bulkan oleh keputusan atau tindakan penyelenggara pemilu yang di-anggap merugikan pihak tertentu, dalam hal ini adalah warga negara(yang mempunyai hak pemilih dan pemilih), partai peserta pemilu,bakal calon anggota legislatif, calon anggota legislatif, bakal calon pre-siden/wakil presiden dan bakal calon kepala daerah/wakil kepala dae-rah, serta calon presiden/wakil presiden dan calon kepala daerah/wa-kil kepala daerah, yang terjadi dalam tahapan-tahapan pemilu.

Pada Tabel 19 tergambarkan kasus-kasus yang bisa dikategorikansebagai kasus perselisihan administrasi pemilu yang terjadi dalam Pe-milu 2004, namun tidak bisa diajukan keberatan karena UU No.12/2003 dan UU No. 23/2003 tidak membuka ruang untuk mengo-reksi keputusan-keputusan penyelenggara pemilu.

Tabel 19Perselisihan Administrasi Pemilu dalam Pemilu 2004

NO TAHAPAN CONTOH KASUS KETENTUAN

1. Pendaftaran Pemilih Pelaksanaan pendaftaran Tidak ada diaturpemilih dilakukan secara dalam UU No.sepihak oleh petugas, 12/2003tanpa konfirmasi dengan warga yang bersangkutan.pendaftar lapangan kurang proaktif sehingga lebih dari satu kali atau warga yang justru tidak terdaftar sebagai pemilih

2. Pendaftaran Peserta Menurut KPU, PPP Reformasi Psl 7 ayat (1) UUPemilu lulus verifikasi di 20 wilayah No. 12/2003

dan gugur di 2 wilayah (Sulut dan Bengkulu). Sementara menurut hasil verifikasi KPU Sulut,

96

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 115: PENEGAKAN HKM PEMILU

PPP Reformasi memenuhi syarat untuk menjadi peserta Pemilu

3. Penetapan Daerah Pimpinan enam partai politik Belum adaPemilihan di Provinsi Maluku yang

bersama KPU Provinsi Malukumeminta penjelasan tentang “pengurangan” jatah kursi anggota DPR asal Provinsi Maluku dari 6 kursi pada Pemilu 1999 menjadi hanya 3 kursi saja

4. Pencalonan Anggota Ferry M. Auparay (caleg Kep. KPU DPR/DPRD No. 1 PSI Irian Jaya Barat) No.675 Tahun

dicoret penempatannya oleh 2003KPUD Irian Jaya Barat dan diganti oleh caleg no urut 2 Papua

5. Kampanye - -6. Pemungutan dan Sebanyak 3.659 orang yang Tidak diatur

Penghitungan Suara sudah terdaftar sebagai pemilih dalam UU No. tetapi tidak bisa memilih 12/2003karena tidak memiliki kartu pemilih. Di sejumlah TPS kertas suara yang dicoblos adalah surat suara untuk daerah pemilihan lain.

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Legislatif 2004, Laporan Pengawasan Pemilu Presiden 2004

E. PERSELISIHAN HASIL PEMILU Perselisihan hasil pemilu adalah perselisihan yang ditimbulkan

oleh keputusan penyelenggara pemilu tentang hasil pemilu yang di-anggap merugikan pihak tertentu, dalam hal ini peserta pemilu per-seorangan (untuk pemilihan anggota DPD), peserta pemilu partaipolitik (untuk pemilihan anggota DPR dan DPRD), calon presidendan wakil presiden, serta calon kepala daerah dan wakil kepala dae-rah, yang terjadi pada tahapan penetapan hasil pemilu.

97

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 116: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 20Perselisihan Hasil Pemilu dalam Pemilu 2004

NO. PARTAI DPR DPRD PROVINSI DPRD KAB/KOTA

1. Partai Bintang Reformasi (PBR) Mempersoalkan - -

satu kursi DPRdaerah pemilihanKalimantan Baratyang semuladitetapkansebagai milikPartai NasionalBantengKemerdekaan(PNBK)

2 Partai - Mempersoalkan -Perhimpunan terjadinyaIndonesia Baru penambahan(PIB) suara dari

8.635 menjadi 9.732 suara bagi Partai Patriot Pancasila di Kabupaten Karo untuk pemilu anggota DPRD Provinsi Sumatera Utara, yang mengakibatkan Partai PIB kehilangan kesempatan meraih satu kursi -

3 Partai Persatuan - - Kab. Magelang,Pembangungan Kab Karimun

98

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 117: PENEGAKAN HKM PEMILU

(PPP) Kab. Lombok Timur Kab. Lombok Tengah Kab. Sintang Kab. Maluku Kab. Musi Rawas Kab Kerinci Kab Tulang BawangKab Selayar Kab. Nganjuk Kab. Buton Kab. Mal Tenggara Kab. Karawang

4 KH Achmad Menggugat - -Chalwani calon keputusan KPUDPD dari Jawa yangTengah, memenangkan

Dahlan Rais.

Sumber: Laporan Pengawasan Pemilu Legislatif 2004 dan www.mahkamahkonstitusi.go.id

Bab ini telah membahas mengenai pemetaan kembali masalahhukum pemilu yang merupakan perbaikan dari klasifikasi masalahhukum pemilu pada Pemilu 2004 dan sebelumnya. Dengan pemeta-an kembali ini, penegakan hukum pemilu diharapkan menjadi lebihjelas.

99

P E M E T A A N K E M B A L I M A S A L A H H U K U M P E M I L U

Page 118: PENEGAKAN HKM PEMILU

100

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 119: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB VIPENYELESAIAN TINDAK PIDANA, PELANGGARAN ADMINISTRASI, PERSELISIHAN ADMINISTRASI,DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU

Praktik pemilu di Indonesia selama ini menunjukkan bahwa per-soalan ketaatan hukum dan penegakan peraturan pemilu masih ba-nyak kekurangan dan kelamahan. Oleh sebab itu, perlu dibangunsuatu sistem penegakan hukum pemilu yang lebih baik dan sesuaidengan standar pemilu demokratis. Selain belajar dari pengalamansendiri, pembangunan sistem itu perlu juga mengaca pada peng-alaman negara-negara lain yang menghadapi masalah yang sama.

A. SYARAT PENTING PENEGAKAN HUKUM PEMILUMengenai kepatuhan terhadap aturan dan penegakan hukum, ter-

dapat sejumlah persyaratan yang menjadi dasar bagi pembangunansistem penegakan hukum pemilu yang baik. Persyaratan itu adalah:(1) Adanya mekanisme dan penyelesaian hukum yang efektif; (2)

101

Page 120: PENEGAKAN HKM PEMILU

Adanya aturan mengenai hukuman untuk pelanggaran pemilu; (3)Adanya ketentuan terperinci dan memadai untuk melindungi hak pi-lih; (4) Adanya hak bagi pemilih, kandidat, dan parpol untuk meng-adu kepada lembaga penyelenggara pemilu atau lembaga pengadilan;(5) Adanya keputusan untuk mencegah hilangnya hak pilih dari lem-baga penyelenggara pemilu atau lembaga pengadilan; (6) Adanya hakuntuk banding; (7) Adanya keputusan yang sesegera mungkin; (8)Adanya aturan mengenai waktu yang dibutuhkan untuk memutus-kan gugatan; (9) Adanya kejelasan mengenai implikasi bagi pelang-garan aturan pemilu terhadap hasil pemilu, dan; (10) Adanya proses,prosedur, dan penuntutan yang menghargai hak asasi manusia.

Ke-10 syarat di atas akan digunakan untuk menjelaskan bagaima-na penyelesaian pelanggaran dan penyelesaian keberatan pemilu diIndonesia.

B. KLASIFIKASI MASALAH HUKUM PEMILUTelah dijelaskan sebelumnya, masalah hukum dalam pemilu da-

pat diklasifikasi ke dalam empat macam: pertama, tindak pidana pe-milu; kedua, pelanggaran administrasi pemilu; ketiga, perselisihanadministrasi pemilu; dan keempat, perselisihan hasil pemilu.

1

Tindak pidana pemilu adalah pelanggaran terhadap ketentuan yangdiatur dalam undang-undang pemilu yang diancam dengan sanksi pi-dana.

2Tidak semua tindak pidana yang terjadi selama pemilu digolong-

kan tindak pidana pemilu. Misalnya, tindak pidana pelanggaran lalulintas, pembunuhan terhadap lawan politik, penganiayaan dan sebagai-nya, meskipun terjadi selama masa penyelenggaraan pemilu bukanlah

102

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

1Perselisihan hasil pemilu merupakan kewenangan Mahkamah Konstitusi untukmenyelesaikannya

2Hingga saat ini tidak ada definisi yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan di Indonesia mengenai apa yang disebut dengan tindak pidana pemilu.Lihat pengertian tindak pidana pemilu lebih lengkap dalam Topo Santoso, TindakPidana Pemilu, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

Page 121: PENEGAKAN HKM PEMILU

merupakan tindak pidana pemilu, tetapi tindak pidana umum.

Pelanggaran yang terkait dengan peraturan administrasi, persyarat-an dan tata-cara pelaksanaan pemilu juga bukan merupakan tindak pi-dana pemilu. Pelanggaran semacam ini perlu diatur dan diberi sanksi,tetapi bukan sanksi pidana melainkan sanksi administrasi (misalnyapembatalan, pencabutan izin, penolakan). Sebagai contoh adalah pe-langgaran mengenai waktu dimulai dan ditutupnya pemungutan suara,tempat pemungutan suara, kelengkapan peralatan pemilu, pendaftaranpemilih, atau prosedur pemungutan dan penghitungan suara.

Pelanggaran administrasi dalam UU No. 12/2003 didefinisikansebagai pelanggaran terhadap persyaratan dan tata cara yang ditetap-kan undang-undang. Pengertian ini sangat luas sehingga seakan bisamemasukkan semua laku pelanggaran, seperti seorang mendaftar se-bagai kandidat tetapi kurang syarat ijazah. Calon bersangkutan me-mang kurang persyaratan, namun orang tersebut tidak perlu dipan-dang melakukan pelanggaran. Cukuplah bahwa pencalonannya tidakditerima. Kasus itu baru menjadi pelanggaran apabila si petugas te-tap menerima pencalonan orang tersebut, padahal persyaratannya ti-dak terpenuhi. Bahkan, hal itu bisa menjadi perkara pidana pemiluapabila si calon itu menggunakan ijazah palsu. Singkatnya, pengerti-an pelanggaran di sini harus dibatasi sebagai pelanggaran terhadapperaturan pemilu yang diancam sanksi administrasi pemilu.

Berikut adalah beberapa contoh kasus pelenggaran serius yangterjadi dalam tahap-tahap penyelenggaraan pemilu:

a) Tahap Pendaftaran PemilihPelanggaran yang serius adalah manipulasi data pemilih (misalnya

menyangkut umur dan domisili), kartu identitas ganda, pemalsuanidentitas pemilih, sengaja tidak mendaftar warga yang berhak memilih.Pelanggaran lain yang mungkin muncul adalah intimidasi agar tidakmendaftar serta manipulasi pada daftar pemilih. Pelanggaran-pelang-

103

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 122: PENEGAKAN HKM PEMILU

garan tersebut merupakan pelanggaran yang mengandung unsur pida-na pemilu atau tindak pidana pemilu. Pelanggaran pemilu nonpidanadapat terjadi misalnya adanya pendaftaran yang tidak sesuai ketentuan.Subjek atau pihak yang dapat melakukan pelanggaran ini adalah war-ga negara, PPS/PPK, atau petugas pendaftar. Akibat pelanggaran padatahapan ini bisa merembet pada pelanggaran di tahapan lain, yaitu be-rupa pemilih ganda (terjadi pada tahap pemungutan suara).

b) Tahap Pendaftaran dan Penetapan Peserta PemiluPelanggaran yang serius adalah manipulasi data (misalnya identi-

tas pendukung fiktif, kantor fiktif, kepengurusan fiktif), intimida-si/kekerasan terkait pendaftaran dan penetapan peserta pemilu, pe-nyuapan terkait pendaftaran dan penetapan peserta pemilu (untukmeloloskan/tidak meloloskan calon peserta pemilu). Pelanggaran-pe-langgaran itu merupakan tindak pidana pemilu. Pelanggaran pemilunonpidana dapat terjadi misalnya adanya pendaftaran yang tidak se-suai dengan ketentuan. Subjek atau pihak yang dapat melakukan pe-langgaran ini adalah pengurus partai politik, calon kandidat, dan pe-nyelenggara pemilu.

c) Tahap KampanyePelanggaran yang serius antara lain melakukan kekerasan/ancam-

an/intimidasi, penyuapan/bribery (politik uang), penghinaan/pence-maran/black campaign, penyalahgunaan jabatan dan fasilitas untukkepentingan kampanye, dan penyimpangan dana kampanye.

3Ini me-

104

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

3Tentang tindak pidana ‘kampanye di luar jadwal’ yang biasanya selalu terjadi men-

jelang atau sesudah tahapan kampanye, perlu diatur lebih jelas. Sebaiknya tidak se-mua kegiatan partai politik atau bakal calon dilarang karena hanya akan menam-bah daftar masalah/pelanggaran dan sangat menyibukkan pekerjaan penyelenggarapemilu, pengawas pemilu, dan pemantau pemilu. Yang perlu diatur dan tidak bolehdilakukan (di luar jadwalnya) hanyalah kegiatan yang melibatkan massa (baik yangdikoordinir partai, calon, ataupun atas kemauan warga sendiri) yang dapat terang-terangan atau tersamar merupakan bentuk kampanye. Pertemuan semacam itu bisa

Page 123: PENEGAKAN HKM PEMILU

rupakan beberapa contoh pelanggaran kampanye yang diancam de-ngan sanksi pidana oleh undang-undang pemilu sehingga bisa dise-but tindak pidana pemilu. Pelanggaran ketentuan kampanye yang ti-dak diancam dengan sanksi pidana bisa juga diatur undang-undangatau peraturan di bawahnya, seperti melanggar ketentuan pemasang-an alat peraga kampanye berkaitan dengan lokasi, jumlah, ukuran,durasi, dan sebagainya. Untuk pelanggaran semacam ini sebaiknyaperaturan perundang-undangan mengatur bentuk sanksinya, misal-nya berupa pencabutan alat peraga, larangan kampanye selama jang-ka waktu tertentu, teguran tertulis, pengumuman kepada publik, ataupenghentian kampanye. Subjek atau pelaku pelanggaran adalah(pengurus) partai politik, kandidat, tim kampanye, warga negara, danmedia massa.

d) Tahap Pemungutan dan Penghitungan Suara Pelanggaran pemilu yang serius antara lain memilih dua kali, me-

nyebabkan hilangnya hak memilih (misalnya dengan tidak mendistri-busikan kartu pemilih), sengaja melakukan kecurangan dalam peng-hitungan, menghalangi pemilih, melakukan kekerasan/ancaman/in-timidasi agar orang memilih atau tidak memilih, melakukan penyu-apan/bribery (politik uang), menyuap penyelenggara pemilu, danmanipulasi penghitungan. Perbuatan-perbuatan di atas merupakantindak pidana pemilu. Perbuatan lain yang bisa juga dimasukkan disini adalah menggunakan pakaian/simbol partai/kandidat di dekat

105

dibatasi (misalnya tidak dilakukan 6 bulan sebelum massa kampanye). Larangan itutidak termasuk rapat partai yang jumlahnya terbatas. Rapat partai harus dilaporkandan mendapat izin penyelenggara pemilu. Bagaimana dengan masa kampanye?Pengaturan jadwal kampanye selama masa kampanye hanya mengatur kampanyeterbuka/rapat umum atau bentuk lain yang melibatkan massa besar. Kampanye ben-tuk lain dapat dilakukan sepanjang masa kampanye dengan lebih bebas, sepanjangmematuhi ketentuan mengenai kampanye. Dengan ketentuan semacam ini, penye-lenggara pemilu tidak disibukkan dengan menegur atau mengawasi kampanye pe-nempelan gambar, diskusi, iklan, door to door, penyebaran bahan kampanye, dia-log, dan sebagainya.

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 124: PENEGAKAN HKM PEMILU

TPS atau menghalangi saksi yang sah untuk mengkuti jalannya pe-mungutan/penghitungan suara. Pelanggaran nonpidana pada tahap-an ini antara lain pelanggaran terhadap tata cara pelaksanaan peng-hitungan yang tidak disengaja (misalnya menghitung di tempat yangtidak diperbolehkan, menghitung di tempat yang kurang terang,menghitung di tempat yang kurang terlihat oleh saksi, kelalaian da-lam penghitungan, tidak menggunakan peralatan yang ditentukan).Dalam kasus-kasus semacam ini, pelanggaran yang terjadi dapat ber-akibat sanksi nonpidana seperti pengulangan pemungutan ataupenghitungan suara. Pelanggaran semacam ini oleh pihak yang ber-wenang dapat diselesaikan jika ada laporan atau jika ditemukan. Ja-lan lainnya adalah melalui keberatan yang diajukan oleh pihak yangdirugikan. Subjek atau pelaku dari pelanggaran semacam ini padaumumnya adalah (pengurus) partai politik, kandidat, saksi, warga ne-gara pada umumnya, dan penyelenggara pemilu.

C. PENYELESAIAN TINDAK PIDANA DAN PELANGGARAN AD-MINISTRASI PEMILU

01. Penyelesaian Tindak Pidana PemiluTindak pidana harus diselesaikan oleh sistem peradilan pidana

(SPP). Pada umumnya SPP terdiri atas komponen: polisi – jaksa –pengadilan (umum). Pada tindak pidana khusus, komponen inimungkin berbeda. Misalnya untuk kasus korupsi terdiri dari: poli-si/jaksa/KPK – jaksa/KPK – pengadilan (umum/korupsi); pada ka-sus tindak pidana perikanan terdiri dari: polisi/PPNS/TNI AL – jak-sa – pengadilan ad hoc perikanan.

Bagaimana dengan tindak pidana pemilu? Penanganan tindak pi-dana pemilu tidak berbeda dengan tindak pidana umum, yaitu dise-lesaikan oleh SPP: polisi – jaksa – pengadilan. Hanya saja pada Pemi-lu 1999 dan Pemilu 2004, sebelum dilakukan penyidikan oleh polisi,

106

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 125: PENEGAKAN HKM PEMILU

ada proses ‘penyaringan’ laporan/temuan oleh pengawas pemilu.Meski demikian, pengawas pemilu tidak berwenang menyidik (apala-gi menuntut) sehingga tidak masuk dalam SPP. Ringkasnya, pena-nganan tindakan pidana pemilu melalui proses: pengawas pemilu àSPP (polisi – jaksa – pengadilan).

Pada Pemilu 1999 tindak pidana pemilu ditangani sebagaimanatindak pidana lainnya. Pada Pemilu 2004 tindak pidana pemilu dise-lesaikan sesuai hukum acara pidana yang berlaku, tetapi ada ketentu-an yang berbeda (secara umum lebih singkat: sebagian selesai di PN,sebagian selesai di PT, tidak ada yang ke MA).

Sebelum disidik polisi, laporan diproses oleh pengawas pemilu, te-tapi di kepolisian pemeriksaan seringkali diulang dari awal. Bahkanterkadang format laporan dari pengawas pemilu tidak diterima (kare-na polisi memiliki format tersendiri). Selain meneruskan laporanyang diterima dari masyarakat, pengawas pemilu juga melaporkansendiri dugaan tindak pidana pemilu yang diketahuinya. Karena itu,pengawas pemilu seringkali diperiksa sebagai saksi pelapor sehinggasering menyulitkan posisi pengawas pemilu sendiri. Pada beberapakasus pengawas pemilu yang melaporkan atau meneruskan laporandari warga kepada polisi justru dijadikan tersangka kasus pencemar-an nama baik.

4Banyak kasus yang terhenti karena terjadi beda per-

sepsi antara pengawas pemilu dengan polisi ataupun kasus yang tidakbisa ditangani karena dianggap sudah kedaluwarsa.

Ke depan sebaiknya laporan tindak pidana pemilu disampaikanlangsung oleh pihak yang dirugikan atau warga negara kepada polisi,tanpa melalui pengawas pemilu. Selain mempersingkat proses perka-ra pidana dan menghindari masa kedaluwarsa, juga agar berbagai pi-

107

4Pada Pemilu Legislatif 2004, Ketua Panwas Pemilu Provinsi Jawa Tengah Nurhida-

yat Sardini dijadikan tersangka kasus pencemaran nama baik pengurus PDIP KotaSolo akibat Panwas Pemilu Jawa Tengah yang dipimpinnya melaporkan pengurusPDIP kepada kepolisian Solo.

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 126: PENEGAKAN HKM PEMILU

hak (warga negara, pemantau, dan kandidat/tim kampanye/saksi)dapat lebih proaktif mengawasi pemilu dan melaporkan tindak pida-na pemilu kepada polisi.

Demi efektivitas penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pi-dana pemilu, sebaiknya dibentuk unit khusus polisi yang dilatih me-nangani tindak pidana pemilu. Sebab, penanganan tindak pidana pe-milu, selain membutuhkan pengetahuan umum mengenai tindak pi-dana, juga perlu pengetahuan khusus karena pemilu merupakan pro-ses politik di mana berbagai modus tindak pidana pemilu sangat ter-samar atau sangat rumit, misalnya politik uang yang dilakukan de-ngan modus sumbangan, santunan, hadiah lomba, potongan harga,kenaikan gaji, atau kecurangan dalam melaporkan perolehan danakampanye.

Dari polisi berkas perkara diserahkan pada jaksa. Diharapkan ju-ga dibentuk unit khusus jaksa yang menangani perkara pidana pemi-lu. Pertimbangannya, sebagaimana dalam proses penyidikan, jaksauntuk perkara pidana pemilu juga perlu pembekalan pengetahuan se-putar pemilu.

Perkara tindak pidana pemilu bermuara di pengadilan yang akanmenyelesaikan perkara tersebut sesuai waktu yang ditentukan.

5Di si-

ni juga diharapkan ada hakim khusus yang menangani tindak pidanapemilu karena dalam memberikan pertimbangan dan putusan me-nyangkut tindak pidana pemilu dibutuhkan pengetahuan yang luasmengenai hukum dan proses pemilu. Jauh-jauh hari diharapakan ha-kim sudah mempelajari hukum dan proses pemilu serta kasus-kasus

108

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

5Banyak putusan pengadilan atas tindak pidana pemilu ternyata berupa hukuman

percobaan, padahal undang-undang pemilu mengancam sanksi pidana penjara mi-nimal pada semua tindak pidana pemilu. Hal itu terjadi karena UU No. 12/2003 danUU No. 23/2003 tidak menyatakan bahwa khusus untuk tindak pidana pemilu tidakdapat dihukum percobaan. Kalau klausul semacam ini ada maka hakim tidak dapatmenjatuhkan pidana percobaan. Hal ini merupakan aturan pengecualian/khusus ka-rena dalam KUHP dinyatakan bahwa hakim dapat menjatuhkan hukuman percoba-an apabila menjatuhkan hukuman di bawah 1 (satu) tahun.

Page 127: PENEGAKAN HKM PEMILU

tindak pidana pemilu yang pernah ada sebelumnya. Memang padaPemilu 1999 maupun Pemilu 2004 sudah ada surat dari MA agar se-tiap pengadilan menetapkan hakim-hakim yang akan menyidangkanperkara pidana pemilu. Namun hal itu perlu diikuti pembekalan yangmendalam mengenai hukum dan proses pemilu serta penyelesaiantindak pidana pemilu, buat para hakim yang telah ditetapkan untukmenyidangkan perkara pidana pemilu.

Untuk meningkatkan efektivitas penyelesaian tindak pidana pe-milu, butuh keterpaduan dalam sistem peradilan pidana.

6Seluruh

komponen dalam sistem ini – selain menguasai pengetahuan danskill hukum pada umumnya – mesti menguasai hukum dan prosespemilu. Dengan demikian komponen yang bekerja dalam sistem per-adilan pidana khusus untuk menangani tindak pidana pemilu iniadalah: pertama, polisi (yakni tim khusus yang menangani tindak pi-dana pemilu); kedua, jaksa (yakni tim khusus yang menangani tindakpidana pemilu; dan ketiga, pengadilan (yakni hakim-hakim khususyang menangani tindak pidana pemilu). Alur proses penanganan tin-dak pidana pemilu digambarkan sebagai berikut:

109

LAPORANWARGA/PEMANTAU/KANDIDAT/SAKSI TENTANG ADANYATINDAK PIDANAPEMILU

POLISI - JAKSA - HAKIM PUTUSAN PENGADILAN

6Pada Pemilu 2004, Panwas Pemilu bersama kepolisian dan kejaksaan membangun

sistem Penegakan Hukum Pidana Pemilu Terpadu atau disingkat GAKKUMDU. Halini dimaksudkan untuk memperlancar proses penanganan pidana pemilu mengingatundang-undang pemilu (baik legislatif maupun presiden) membatasi waktu pena-nganan perkara pidana pemilu. Meskipun ada kisah sukses dari sistem ini, banyakpula dampaknya, misalnya dalam pelaksanaan di lapangan tetap ada beda penda-pat antara pengawas pemilu dan polisi atau antara polisi dan jaksa.

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 128: PENEGAKAN HKM PEMILU

02. Penyelesaian Pelanggaran Administrasi PemiluTentang pelanggaran administrasi pemilu, peraturan perundang-

undangan pemilu harus mengatur dengan jelas bentuk-bentuk pe-langgaran dan apa sanksinya, lalu siapa yang berwenang menjatuh-kan sanksi, serta bagaimana mekanisme penyelesaian pelanggarantersebut. Pada Pemilu 2004 peraturan semacam ini sangat kurang se-hingga seringkali ada kasus di mana tidak jelas apakah merupakanwewenang pengawas pemilu, KPU/KPUD, pemerintah daerah, atauinstansi lain. Akibatnya terjadi tumpang tindih tindakan atau tidakada yang mengambil tindakan.

Pada Pemilu 1999 pelanggaran administrasi (termasuk tata carapemilu) diselesaikan oleh KPU/PPI. Khusus untuk pelanggaran kam-panye, pengawas pemilu punya sejumlah wewenang menangani pe-langgaran (misalnya memberikan peringatan atau menghentikankampanye). Sementara itu, pada Pemilu 2004 wewenang untuk me-nyelesaikan pelanggaran administrasi dipegang oleh KPU/KPUD, se-dang pengawas pemilu hanya mengawasi dan meneruskan laporankepada KPU/KPUD. Pengalaman Pemilu 2004 membuktikan bahwabanyak laporan pelanggaran administrasi yang diteruskan oleh peng-awas pemilu tidak ditangani oleh KPU/KPUD atau setidaknya tidakada laporan bagaimana penyelesaiannya. Pada saat itu juga tidak adamekanisme yang jelas bagaimana KPUP/KPUD menangani laporanpelanggaran administrasi dan apa bentuk keputusannya. Oleh sebabitu, ke depan perlu dibuat ketentuan khusus mengenai penyelesaianpelanggaran administrasi ini serta standard operation procedure(SOP)-nya.

Di beberapa negara penyelenggara pemilu memiliki bagian/unitkhusus untuk menerima keluhan/komplain serta menyelidiki danmenyelesaikan pelanggaran pemilu dan menjatuhkan sanksinya. Ka-jian ini menganjurkan agar di masa depan peranan KPU/KPUD di-tingkatkan untuk penyelesaian pelanggaran pemilu nonpidana, mi-salnya dengan membentuk satu bagian/unit khusus yang bertugas

110

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 129: PENEGAKAN HKM PEMILU

menerima dan memeriksa serta menjatuhkan sanksi atas pelanggar-an administrasi pemilu.

Bagaimana jika pelanggaran semacam ini dilakukan oleh penye-lenggara pemilu atau unsur penyelenggara pemilu? Pelanggaran yangdemikian harus dilaporkan kepada dan diselesaikan oleh penyeleng-gara pemilu di tingkat atasnya, atau dibuat suatu mekanisme peng-ajuan keberatan pemilu.

D. PENYELESAIAN PERSELISIHAN ADMINISTRASI DAN PERSELISIHAN HASIL PEMILU

Pada bagian ini akan dibahas penyelesaian perselisihan adminis-trasi pemilu, lembaga yang menyelesaikan, dan mekanismenya. Se-suai standar pemilu demokratis, semestinya pihak-pihak yang mera-sa dirugikan (misalnya karena kehilangan hak pilih maupun tidak lo-los sebagai kandidat) punya kesempatan untuk menguji putusan pe-nyelenggara pemilu itu melalui proses pengujian yang objektif. Pihakyang dirugikan berhak mengajukan keberatan (complaint), sehinggakeputusan penyelenggara pemilu yang dianggap tidak tepat dapat di-koreksi.

Masalah ini penting menjadi perhatian di Indonesia karena un-dang-undang pemilu (atas alasan proses pemilu harus cepat) mene-gaskan bahwa keputusan KPU/KPUD adalah final pada beberapa isupenting (pendaftaran pemilih, penetapan parpol peserta pemilu, pe-netapan kandidat, penghitungan, dan rekapitulasi suara). Kalaupunada keberatan, keputusan akhir berpulang pada pembuat keputusanitu sendiri. Reaksi terhadap ketentuan ini ada dua: pertama, muncul-nya aksi kemarahan (karena tidak ada sarana lain untuk complaint),dan; kedua, tetap mengajukan gugatan ke pengadilan, misalnya kePengadilan Negeri (PN) atau ke Pengadilan Tata Usaha Negara(PTUN). Padahal, tidak satu pun ketentuan dalam undang-undang

111

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 130: PENEGAKAN HKM PEMILU

pemilu membenarkan penyelesaikan ke dua jenis lembaga peradilanitu.

Pengaturan mengenai hal ini juga penting untuk memberikan ke-puasan kepada publik yang mempertanyakan: siapa yang harusmengawasi penyelenggara pemilu (apalagi bila pengawas pemilu di-tiadakan)? Dengan singkat, pertanyaan ini dapat dijawab: penyeleng-gara pemilu diawasi oleh mekanisme keberatan yang diajukan olehpihak-pihak yang merasa dirugikan. Apabila keputusan atau tindak-an penyelenggara pemilu dipandang keliru atau melanggar ketentu-an perundang-undangan pemilu, maka sanksinya berupa pembatal-an atau perubahan dari keputusan atau tindakan penyelenggara pe-milu tersebut.

7

Studi ini mengusulkan adanya penyelesaian perselisihan adminis-trasi pemilu yang terjadi prapengumuman hasil pemilu,

8khususnya

menyangkut keberatan warga negara yang kehilangan hak pilih, ke-beratan partai politik yang gagal menjadi peserta pemilu, keberatanseseorang yang gagal menjadi kandidat/calon anggotaDPR/DPRD/DPD, serta keberatan kandidat/parpol mengenai peng-hitungan suara di TPS, PPS, PPK, atau KPUD.

9Lembaga yang mena-

ngani keberatan pemilu ini ada beberapa, yaitu: KPU/KPUD, Peng-adilan Tinggi (hakim pemilu di PT), dan Mahkamah Agung (hakimpemilu di MA). Hakim pemilu, baik di PT maupun di MA, beranggo-takan hakim karier dan juga ahli hukum (khususnya hukum pemiluatau yang berkaitan dengan pemilu).

112

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

7Keberatan di sini tidak termasuk keberatan atas Peraturan KPU. Keberatan atas

Peraturan KPU diajukan sebagai suatu peninjaun kembali (judicial review) ke Mah-kamah Agung. 8

Keberatan setelah pengumuman hasil pemilu diajukan sebagai perselisihan hasilpemilu kepada Mahkamah Konsititusi. 9 Keberatan atas rekapitulasi dan penetapan KPU atas hasil pemilu diajukan kepadaMahkamah Konsitusi.

Page 131: PENEGAKAN HKM PEMILU

Penanganan keberatan pada pemilu mensyaratkan perlunya atur-an main yang jelas (transparancy), pasti (measurable), dan gampangditerapkan (applicable). Selain pemilu memang meniscayakan asas-asas seperti itu, pada akhirnya suatu pemilu dinilai kredibel atau tidakapabila segenap penyelenggaranya berhasil menangani keberatan-ke-beratan yang diajukan dari mereka yang merasa dirugikan. Dengandemikian, mekanisme penanganan keberatan pemilu adalah perta-ruhan bagi kredibilitas sebuah pemilu.

Berdasarkan pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, potensi ke-beratan pemilu dapat terjadi pada hampir seluruh tahapan pemilu.Hasil kajian yang dilakukan di banyak negara menunjukkan bahwapersengketaan pemilu tidak seluruhnya dapat diklasifikasi sebagaipelanggaran administrasi atau tata cara pemilu dan tidak pula bisadikategori sebagai pelanggaran pidana pemilu. Akan terjadi lompat-an kesimpulan apabila persoalan persengketaan tersebut dimasuk-kan ke dalam persengketaan versi Pemilu 1999 dan Pemilu 2004.

Asumsi tersebut didukung oleh hasil studi komparasi yang dilaku-kan di banyak negara. Kasus-kasus yang masuk ke lembaga penye-lenggara pemilu di negara-negara dengan sistem penyelenggaraanpemilu yang demokratis, memperlihatkan bahwa keberatan atas ke-putusan penyelenggara pemilu merupakan entitas tersendiri. Di Fili-pina misalnya, pengajuan keberatan dapat terjadi pada tahap pendaf-taran pemilih, penetapan peserta pemilu, penetapan calon peserta pe-milu, kampanye, serta pemungutan dan penghitungan suara –di sam-ping keberatan selisih hasil suara pemilu. Pengajuan keberatan diako-modasi oleh sistem yang hierarkis.

Sebagaimana yang berjalan di Meksiko, ada hak bagi peserta pe-milu untuk mempersoalkan penanganan keberatan-keberatan yangdirasakannya. Hak peserta pemilu ini harus dihormati dan kewajibanbagi lembaga pemangku pemilu untuk menyalurkannya. Kecende-rungan sebagaimana terjadi pada Pemilu 2004 yang merekomendasi

113

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 132: PENEGAKAN HKM PEMILU

bahwa segala keberatan yang timbul, baik selama proses pemilu mau-pun hasil-hasil pemilu, dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi(MK) merupakan rekomendasi yang kurang bertanggung jawab.

Sayangnya peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indo-nesia baru mengakomodasi penanganan keberatan hasil pemilu. Kitabelum menyentuh pada penanganan proses-proses per tahapan padarangkaian pemilu. Sudah waktunya bila peraturan perundang-un-dangan yang akan diberlakukan di Indonesia untuk pemilu menda-tang mengakomodasi mekanisme pengajuan keberatan guna menun-jang penyelenggaraan pemilu yang benar-benar luber, jurdil, dan de-mokratis.

01. Penyelesaian Perselisihan Sebelum Pengumuman Hasil Pemilu Perselisihan ini timbul karena adanya keberatan sebelum peng-

umuman hasil pemilu yang mencakup keberatan mengenai pendaf-taran pemilih, penetapan peserta pemilu, penetapan kandidat, kam-panye, serta pemungutan dan penghitungan suara.

a) Pendaftaran PemilihMenurut UU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003, warga yang na-

manya tidak tercantum dalam daftar pemilih sementara (DPS) dapatmengajukan perbaikan kepada penyelenggara pemilu (PPS) agar na-manya terdatar. Namun undang-undang hanya menyatakan bahwaPPS melakukan perbaikan dan setelah itu KPUD menetapkan daftarpemilih tetap (DPT). Bagaimana jika ternyata namanya yang ber-sangkutan tetap tidak muncul dalam DPT? Tentu saja ini sangat me-rugikan karena hak pilihnya hilang.

Sesuai standar pemilu demokratis, hukum harus mengatur perlin-dungan terhadap hak pilih dan membuat aturan mengenai bagaima-na pihak yang dirugikan dapat memperjuangkan haknya tersebut.

114

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 133: PENEGAKAN HKM PEMILU

Oleh sebab itu, studi ini mengusulkan agar warga yang telah meng-ajukan perbaikan kepada PPS/PPK ternyata namanya tetap tidak ter-dapat dalam DPT dapat mengajukan keberatan kepada pihak yanglebih tinggi (semacam banding atas keputusan PPS/PPK). Keberatanini diajukan oleh warga yang berhak memilih tapi tidak terdaftar. Per-mohonan keberatan diajukan kepada KPU Kabupaten/Kota untukmendapat putusan final.

Berdasarkan keputusan ini maka daftar pemilih mesti disesuaikanoleh penyelenggara pemilu. Namun sebaiknya dibatasi pula waktupengajuan keberatan, misalnya paling lambat 20 hari sebelum pemu-ngutan suara, KPU Kabupaten/Kota memeriksa dan memutus kebe-ratan ini paling lama 7 hari sesudah diterimanya keberatan. Setelahmasa pengajuan keberatan ini berakhir maka tidak ada lagi prosespengajuan keberatan mengenai pendaftaran pemilih.

b). Pendaftaran dan Penetapan Peserta PemiluUndang-undang yang mengatur Pemilu 2004 menyatakan, pene-

litian dan penetapan partai politik peserta pemilu maupun perse-orangan calon anggota DPD dilakukan oleh KPU dan keputusannyafinal. Mekanisme yang tersedia untuk mengoreksi kesalahan KPUatas hal ini hanya bisa dilakukan sebelum adanya keputusan KPU, ya-itu berupa kesempatan untuk melengkapi sejumlah kekurangan per-syaratan. Setelah keputusan KPU keluar tidak ada lagi upaya untukmengoreksi. Tentu saja hal ini sangat merugikan partai politik atauperseorangan calon anggota DPD, khususnya partai politik atauorang tersebut tidak lolos menjadi peserta pemilu karena kesalahandari KPU/KPUD.

Sesuai standar pemilu demokratis, sebaiknya diberi kesempatanbagi pihak yang dirugikan untuk mengajukan upaya banding. Meka-nisme ini sekaligus mengontrol pelaksanaan tugas KPU/KPUD agarterhindar dari kecenderungan untuk berlaku sewenang-wenang. Ke-

115

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 134: PENEGAKAN HKM PEMILU

beratan ini diajukan oleh partai politik calon peserta pemilu atau per-seorangan calon anggota DPD yang oleh KPU dinyatakan tidak lolossebagai peserta pemilu. Pemohon dapat mengajukan keberatan keMA melalui PT. MA (khususnya hakim khusus pemilu) harus meme-riksa keberatan atas keputusan KPU dalam waktu paling lama 14 ha-ri sejak diterimanya.

Keberatan harus diajukan paling lambat 3 (tiga) hari sejak kepu-tusan KPU mengenai parpol peserta pemilu. Atas keputusan ini, KPUharus menyesuaikan keputusannya mengenai peserta pemilu.

c). Penetapan KandidatUU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003 memberikan kewenang-

an kepada KPU/KPUD untuk memeriksa dan memutus kandidatatau calon anggota DPR, DPRD, DPD, ataupun calon presiden danwakil presiden dengan keputusan yang bersifat final. Sebagaimanadalam penetapan peserta pemilu, mekanisme yang tersedia untukmengoreksi kesalahan KPU atas hal ini hanya bisa dilakukan sebelumadanya keputusan KPU, yaitu berupa kesempatan untuk melengkapisejumlah kekurangan persyaratan. Setelah keputusan KPU keluar, ti-dak ada ruang lagi untuk bisa mengoreksi. Tentu saja hal ini sangatmerugikan bakal calon yang gagal menjadi calon karena bisa jadi ke-gagalan itu disebabkan adanya kesalahan KPU/KPUD.

Sesuai standar pemilu demokratis, bagi pihak yang dirugikan di-beri kesempatan untuk mengajukan banding. Oleh sebab itu, studi inimengusulkan adanya mekanisme pengajuan keberatan atas keputus-an KPU/KPUD perihal penetapan calon atau kandidat anggota DPR,DPRD, DPD, dan calon presiden/wakil presiden kepada lembaga per-adilan. Keberatan ini diajukan bakal calon anggota DPR/DPRD danbakan calon presiden/wakil presiden yang berdasarkan keputusanKPU/KPUD gagal menjadi calon anggota DPR/DPRD, DPD, dan ca-lon presiden/wakil presiden. Pemohon dapat mengajukan keberatan

116

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 135: PENEGAKAN HKM PEMILU

kepada MA (khususnya hakim pemilu) melalui PT.

MA (khususnya hakim khusus pemilu) harus memeriksa keberat-an atas keputusan KPU dalam waktu paling lama 14 hari sejak diteri-manya keberatan. Sementara keberatan harus diajukan paling lambat3 (tiga) hari sejak keputusan KPU mengenai calon anggotaDPR/DPRD, DPD, dan calon presiden/wakil presiden. Atas keputus-an ini maka KPU harus menyesuaikan keputusannya.

d). Kampanye Pada Pemilu 2004, diatur mengenai pelanggaran pemilu pada

masa kampanye dan juga ada sengketa pemilu selama kampanye. Ke-nyataannya, yang banyak terjadi adalah pelanggaran yang merupa-kan tindak pidana pemilu maupun yang merupakan pelanggaran ad-ministrasi. Apa yang dianggap sengketa memang sempat dicatat olehpengawas pemilu, tetapi esensinya adalah pelanggaran yang dilaku-kan satu pihak dan pihak lain mengajukannya sebagai sengketa.

Studi ini ingin mengubah pengertian sengketa kampanye denganistilah baru, yaitu keberatan pemilu terkait kampanye. Keberatan inidiajukan oleh parpol dan perseorangan calon peserta pemilu atau ca-lon presiden/wakil presiden atau tim kampanyenya atas suatu kepu-tusan dari penyelenggara pemilu (yang dianggap merugikan) kepadapenyelenggara pemilu di atasnya (misalnya atas keputusan KPU Ka-bupaten/Kota diajukan kepada KPU Provinsi, atau atas keputusanKPU Provinsi diajukan kepada KPU). Bagaimana dengan keputusanKPU? Keberatan dapat diajukan kepada hakim pemilu di MA.

Mengingat masa kampanye cukup singkat, penyelesaian keberat-an dalam masa kampanye ini juga dilakukan dalam waktu singkat.Pengajuan keberatan dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sejak ke-luarnya keputusan KPU/KPUD. Penyelesaian dilakukan oleh yangberwenang memutuskan dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) harisejak diterimanya keberatan.

117

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 136: PENEGAKAN HKM PEMILU

e). Pemungutan dan Penghitungan SuaraParpol dan perseorangan peserta pemilu yang merasa dirugikan

oleh keputusan pelaksana pemilu yang menangani pemungutan danpenghitungan sehingga suara yang diperoleh hilang atau terkurangibisa mengajukan keberatan. Semua keberatan pada wilayah ini harusdidukung dokumen akurat, untuk memperjelas kepada siapa peng-aduan tersebut diajukan. Formulir pengajuan keberatan disediakanpetugas TPS/PPS/PPK. Keberatan harus memuat informasi selayak-nya standar pengaduan pemilu yang di dalamnya terdapat nama pe-lapor, uraian kejadian, saksi, dan seterusnya.

Setelah menerima keberatan, PPS/PPK memasukkan keberatantersebut ke berita acara. PPS/PPK harus mengajukan keberatan ber-sama dengan berita acara paling lambat 2 (dua) hari setelah pelaksa-naan penghitungan suara kepada KPU Kabupaten/Kota. SelanjutnyaKPU Kabupaten/Kota memeriksa pengaduan tersebut dalam waktu5 (lima) hari. Bentuk keputusan KPU Kabupaten/Kota atas keberat-an dapat berupa pemungutan suara ulang, penghitungan ulang, pem-batalan pemungutan suara, pembatalan penghitungan suara, ataumenolak keberatan karena pelaksana pemilu sudah menjalankan tu-gas dengan benar. Hasil dari keputusan KPU Kabupaten/Kota inimengikat semua pihak yang terkait pemungutan dan penghitungansuara dan dipergunakan jika ada perselisihan hasil pemilu di MKyang terkait kasus itu.

Keberatan atas penghitungan/rekapitulasi suara yang dilakukanoleh KPU Kabupaten/Kota dapat diajukan kepada KPU Provinsi. Pi-hak yang mengajukan keberatan (partai politik/saksi/kandidat)mengajukan keberatan paling lambat 2 (dua) hari setelah pelaksana-an penghitungan/rekapitulasi suara kepada KPU Provinsi. KPU Pro-vinsi memeriksa pengaduan tersebut dalam waktu 5 (lima) hari sejakditerimanya keberatan. Bentuk keputusan KPU Provinsi atas kebe-ratan dapat berupa penghitungan ulang atau menguatkan keputusanyang dibuat KPU Kabupaten/Kota.

118

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 137: PENEGAKAN HKM PEMILU

Keberatan atas penghitungan/rekapitulasi suara yang dilakukanoleh KPU Provinsi dapat diajukan keberatannya kepada KPU. Pihakyang mengajukan keberatan (partai politik/saksi/kandidat) mengaju-kan keberatan paling lambat 2 (dua) hari setelah pelaksanaan peng-hitungan/rekapitulasi suara kepada KPU. KPU memeriksa pengadu-an tersebut dalam waktu 5 (lima) hari sejak diterimanya keberatan.Bentuk keputusan KPU atas keberatan dapat berupa penghitunganulang atau menguatkan keputusan yang dibuat KPU Provinsi.

Dalam memeriksa keberatan yang diajukan, KPU, KPU Provinsi,atau KPU Kabupaten/Kota dapat memanggil saksi-saksi, memeriksasemua dokumen, membuka kotak suara, dan sebagainya yang semuamekanisme penyelesaian keberatan ini diatur dalam ketentuan khu-sus mengenai hal ini. Hasil dari keputusan ini mengikat semua pihakyang terkait pemungutan dan penghitungan suara dan dipergunakanjika ada perselisihan hasil pemilu di MK yang terkait kasus itu.

Terhadap hasil rekapitulasi yang dilakukan oleh KPU dan pene-tapannya tidak dapat diajukan upaya keberatan, melainkan dilaku-kan melalui meknaisme perselisihan hasil pemilu ke MK.

02. Penyelesaian Perselisihan Setelah Pengumuman Hasil PemiluKeberatan sesudah pengumuman hasil pemilu oleh KPU (khusus-

nya pada pemilu untuk anggota DPR/DPRD mencakup keberatanmengenai penetapan dan pengumuman hasil pemilu oleh KPU danpenetapan calon anggota DPR/DPRD terpilih.

a). Keberatan yang Diajukan sebagai Perselisihan Hasil PemiluSistem hukum Indonesia tidak mempunyai peradilan pemilu atau

hakim yang menangani pemilu. Ini bukan berarti bahwa tidak ada in-stitusi yang berperan dalam sengketa atau perselisihan hasil pemilu.Di negara ini, peran ini dipegang MKahkamah Konstitusi (MK) yang

119

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 138: PENEGAKAN HKM PEMILU

salah satu tugas dan wewenangnya adalah menyelesaikan perselisih-an hasil pemilu. Dalam hal ini, peserta pemilu yang merasa dirugikanmengajukan keberatan tersebut kepada MK. Lembaga itu telah me-nerbitkan Peraturan MK No. 4/PMK/2004 tentang Pedoman Ber-acara dalam Perselisihan Hasil Pemilu yang memuat seluk-belukpengurusan dan beracara di persidangan-persidangan MK.

Yang dapat menjadi pemohon dalam sidang-sidang perselisihanhasil pemilu adalah: (1) Perorangan WNI calon anggota DPR pesertapemilu; (2) Pasangan calon presiden dan wakil presiden peserta pe-milu; dan (3) Parpol peserta pemilu. Sedangkan materi yang dapatdimohonkan adalah penetapan hasil pemilu yang dibuat KPU secaranasional yang mempengaruhi: pertama, terpilihnya calon anggotaDPD; kedua, penentuan pasangan calon presiden dan wakil presidenyang masuk putaran kedua serta terpilihnya pasangan calon presidendan wakil presiden; ketiga, perolehan kursi parpol peserta pemilu disuatu daerah pemilihan.

Tata caranya adalah sebagai berikut: (1) Permohonan hanya dapatdiajukan dalam waktu paling lambat 3x24 jam sejak KPU meng-umumkan penetapan hasil pemilu secara nasional; (2) Permohonandiajukan secara tertulis rangkap 12 yang ditandatangani pemohon;(3) Permohonan dapat diajukan via faksimile atau e-mail namun per-mohonan aslinya harus diterima paling lambat 3 hari terhitung sejakhabisnya tenggat; dan (4) Permohonan sekurangnya memuat identi-tas diri secara lengkap, juga uraian kejadian, kesalahan hasil perhi-tungan, permintaan membatalkan, dan alat bukti.

Setelah itu pihak MK akan melakukan registrasi perkara sertapenjadwalannya, melalui panitera MK. Pemeriksaan permohonan di-lakukan MK melalui panel hakim yang sekurangnya dihadiri 3 oranghakim dalam sidang terbuka. Pemeriksaan persidangan dilakukanoleh panel hakim dan/atau pleno hakim dalam sidang terbuka untukumum. Rapat permusyawaratan hakim diselenggarakan tertutup un-tuk mengambil putusan dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari gu-

120

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 139: PENEGAKAN HKM PEMILU

na mencari mufakat. Putusan yang telah diambil dalam rapat permu-syawaratan hakim diucapkan dalam sidang pleno hakim. Peradilandalam perselisihan hasil pemilu ini bersifat cepat dan sederhana, ser-ta putusannya final dan mengikat.

b) Penetapan Calon TerpilihMengingat baik UUD 1945, undang-undang pemilu, maupun

Undang-undang Mahkamah Konstitusi tidak mengatur penyelesaiankeberatan atas penetapan KPU mengenai penetapan calon terpilih(sehingga tidak jelas lembaga mana yang berwenang menyelesaikan),di masa depan undang-undang mesti mengatur hal ini. Keberatan se-macam ini bisa saja terjadi, misalnya KPU menetapkan hasil pemiludi mana Partai A mendapat 2 (dua) kursi di satu daerah pemilih. Ke-mudian KPU menetapkan bahwa dua kursi itu untuk kandidat X danY dari Partai A tersebut, di mana menurut kandidat W seharusnyakursi itu untuknya. Dalam hal ini tentu perlu diberi peluang bagi kan-didat W untuk mengajukan keberatan.

Keberatan semacam ini diajukan oleh kandidat anggota DPR danDPRD Provinsi kepada MA (hakim pemilu di MA), sedangkan kebe-ratan dari kandidat anggota DPRD Kabupaten/Kota disampaikankepada PT (hakim pemilu di PT). Keberatan diajukan dalam waktupaling lama 3 (tiga) hari sejak penetapan dan putusan diambil palinglama 7 (tujuh) hari sejak diterimanya keberatan.

Penyelesaian beberapa macam keberatan pemilu di atas tergam-bar dalam Tabel 21.

121

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 140: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 21Perselisihan Administrasi Pemilu

122

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

TAHAPAN MEKANISME WAKTU PENYELESAIAN

PendaftaranPemilih

Penetapanparpol peser-ta pemiludan perse-orangan ca-lon DPD

P e n e t a p a nKandidat

Keberatan ini diajukanoleh warga yang berhakmemilih tapi tidak ter-daftar. Pemohon meng-adakan perbaikan kepa-da PPS. Apabila PPS te-tap tidak melakukanperubahan maka, pe-mohon dapat mengaju-kan keberatan ke KPUKabupaten/Kota untukmendapat putusan final.

Keberatan parpol/calonDPD yang gagal menjadipeserta pemilu diajukankepada MA(hakim pe-milu di MA) pada ting-kat pertama dan ter-akhir

Calon kandidat yanggagal menjadi kandidatDPRD Kabupaten/Kotamengajukan keberatankepada PT (hakim pemi-lu di PT) untuk menda-pat keputusan final.

Calon kandidat yanggagal menjadi kandidatDPRD Provinsi mengaju-kan keberatan kepadaMA (hakim pemilu diMA) untuk mendapatkeputusan final

Calon kandidat yanggagal menjadi kandidatDPR mengajukan kebe-ratan kepada MA (ha-kim pemilu di MA)

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 45 hari sebelum hari-H

2. Penyelesaian oleh lembaga: 7hari sejak diterima keberatan

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak keluarnyapenetapan

2.Penyelesaian oleh lembaga: 14hari sejak diterima keberatan

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak keluarnyapenetapan 2. Penyelesaian oleh lembaga:14 hari sejak diterima keberat-an

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak keluarnyapenetapan 2. Penyelesaian oleh lembaga:14 hari sejak diterima keberat-an

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak keluarnyapenetapan 2. Penyelesaian oleh lembaga:14 hari sejak diterima keberat-an

Page 141: PENEGAKAN HKM PEMILU

123

Kampanye

Pemungutandan Penghi-tungan Sua-ra

Penetapandan Peng-umumanhasil pemiluoleh KPU

PenetapanCalonTerpilih

Pihak yang keberatanatas keputusan penye-lenggara pemilu terkaitkampanye mengajukankeberatan kepada pe-nyelenggara pemilu diatasnya

a. Semua keberatanpenghitungan di TPS,PPS, dan PPK diajukanke KPU Kabupaten/Kota

b. Keberatan terhadaprekapitulasi penghitung-an suara yang dilakukanoleh KPU Kabupa-ten/Kota diajukan kepa-da KPU Provinsi

c. Keberatan terhadaprekapitulasi penghitung-an suara yang dilakukanoleh KPU Provinsi diaju-kan kepada KPU

Keberatan diajukan olehpartai politik atau perse-orangan calon DPD ke-pada MK.

1. Keberatan diajukanoleh kandidat anggotaDPR kepada MA.

2. Keberatan diajukanoleh kandidat anggotaDPRD Provinsi atauDPRD Kabupaten/Kotakepada PengadilanTinggi

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak keluarnyapenetapan 2. Penyelesaian oleh lembaga: 7hari sejak diterima keberatan

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 2 hari sejak penghitung-an suara

2. Penyelesaian oleh lembaga: 5hari sejak diterima keberatan

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak penghitung-an suara

2. Penyelesaian oleh lembaga: 7hari sejak diterima keberatan

1. Pengajuan keberatan: palinglambat 3 hari sejak penghitung-an suara

2. Penyelesaian oleh lembaga: 7hari sejak diterima keberatan

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 142: PENEGAKAN HKM PEMILU

Adanya pengajuan keberatan dan penanganannya, menyebabkantahapan pelaksanaan pemilu membutuhkan waktu tambahan. Pada-hal proses pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu memerlukan waktuyang cepat. Pertanyaanya, apakah dengan adanya pengajuan dan pe-nyelesaian keberatan pada seluruh tahapan di atas mengakibatkan ta-hapan-tahapan pemilu akan terganggu?

Keinginan agar proses pemilu berlangsung cepat ini yang menja-di alasan sehingga banyak keputusan KPU/KPUD dinyatakan final.Hal ini tentu saja dapat menimbulkan efek negatif, yaitu hilangnyapeluang dari pihak-pihak yang dirugikan (warga negara, pemilih,partai politik, atau kandidat) untuk mengoreksi keputusanKPU/KPUD yang mungkin saja keliru. Penyelenggaraan pemilu dimana keputusan KPU/KPUD seperti itu dinyatakan final, jelas tidaksesuai dengan standar pemilu demokratis yang menekankan padapemberian kesempatan bagi pihak-pihak yang dirugikan untuk mela-kukan upaya hukum/keberatan atas setiap keputusan yang merugi-kan. Dampak lainnya adalah jika terjadi kesalahan dari penyelengga-ra pemilu maka tidak ada mekanisme yang layak dan memadai sertabisa dipercaya untuk mengoreksinya. Bagi petugas pemilu yang takpunya integritas, kondisi seperti itu akan mendorong terjadinya tin-dakan buruk, misalnya menerima suap.

Studi ini sampai pada kesimpulan bahwa pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu tidak boleh terganggu dengan adanya berbagai ma-cam protes, gugatan, atau keberatan. Namun pada saat bersamaan,hak untuk melakukan upaya hukum/keberatan bagi setiap pihakyang merasa dirugikan atas setiap keputusan penyelenggara pemiluharus dijamin. Untuk memadukan kedua hal itu maka studi ini me-nyarankan adanya mekanisme pengajuan keberatan atas keputusanpenyelenggara pemilu di setiap tahapan dan penyelesaian atas kebe-ratan itu oleh pihak lain (bukan pihak yang membuat keputusan) da-lam waktu yang ditentukan secara singkat.

124

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 143: PENEGAKAN HKM PEMILU

Apabila pembatasan waktu sebagaimana diusulkan di atas dilaku-kan secara tegas maka waktu yang digunakan untuk mengajukan danmenyelesaikan keberatan di atas tidak lebih dari 13 minggu. Berda-sarkan total waktu seluruh tahapan Pemilu Legislatif 2004, waktu 13minggu itu tidak akan mengganggu seluruh tahapan.

125

P E N Y E L E S A I A N T I N D A K P I D A N A , P E L A N G G A R A N

A D M I N I S T R A S I , P E R S E L I S I H A N A D M I N I S T R A S I , D A N

P E R S E L I S I H A N H A S I L P E M I L U

Page 144: PENEGAKAN HKM PEMILU

126

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 145: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB VIIIMPLIKASI

Pembangunan sistem penegakan hukum pemilu sebagaimana di-bahas sebelumnya mengandung sejumlah implikasi yang harus di-antisipasi. Bab ini menguraikan sejumlah implikasi dari penerapansistem baru tersebut terkait dengan perundang-undangan, pelaksa-naan tahapan, kelembagaan, serta anggaran.

A. PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANGSehubungan dengan adanya empat masalah hukum pemilu, yak-

ni tindak pidana pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, perselisih-an administrasi pemilu, dan perselisihan hasil pemilu (Bab V), sertapenanganan dan penyelesainya (Bab VI dan Bab VII), undang-un-dang yang mengatur pemilu (UU No. 12/2003, UU No. 23/2003,dan UU No. 32/2004) perlu diubah atau disempurnakan. Pengubah-an atau penyempurnaan ini meliputi penambahan materi baru,mempertegas atau memperinci materi yang sudah ada, membuat me-kanisme dan prosedur baru, serta menyiapkan unit kerja atau badankhusus yang akan menangani dan menyelesaikan masalah-masalah

127

L E M B A G A P E N Y E L E N G G A R A P E M I L U

Page 146: PENEGAKAN HKM PEMILU

hukum tersebut.Belajar dari pengalaman penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004

dan Pemilu Presiden 2004, beberapa materi ketentuan pidana perluditambahkan, seperti pemidanaan jajaran penyelenggara dan pelak-sana pemilu yang lalai melaksanakan tugasnya sehingga menghilang-kan hak memilih dan hak dipilih bagi warga negara. Ketentuan seper-ti ini perlu ditambahkan agar para petugas pemilu tidak bekerja se-enaknya dan selalu menggunakan dalih lalai ketika dikomplain olehwarga negara yang kehilangan hak memilih dan hak dipilihnya. Se-lain itu, juga perlu ditambahkan pengaturan bahwa para calon ang-gota legislatif (DPR, DPD, dan DPRD) serta calon pejabat eksekutif(calon presiden dan wakil presiden serta calon kepala daerah dan wa-kil kepala daerah) yang terbukti melakukan tindak pidana pemilu di-nyatakan batal pencalonannya. Ketentuan pidana ini bertujuan agarpemilu benar-benar menghasilkan wakil-wakil rakyat yang berkuali-tas serta moralitas dan integritasnya teruji.

1

Dalam soal pelanggaran administrasi pemilu, undang-undang ha-rus memberikan pengertian yang jelas, ruang lingkup yang pasti, ser-ta pemberian sanksi yang tegas. Pengertian yang jelas akan memu-dahkan pemilih, peserta, dan penyelenggara untuk melakukan kegi-atan pemilu karena mereka tahu batas-batas mana yang boleh danmana yang tidak boleh dilakukan. Demikian juga soal ruang lingkuppelanggaran administrasi pemilu akan memfokuskan para pemantaupada wilayah-wilayah tertentu yang sangat rawan pelanggaran, seka-ligus pelanggaran yang terpantau bisa segera dilaporkan ke penye-lenggara pemilu untuk ditangani.

Belajar dari pengalaman pemilu-pemilu sebelumnya, mekanismedan prosedur penanganan pelanggaran administrasi di kantor penye-

128

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

1 Berdasarkan pengalaman penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004, Pemilu Presiden2004, dan Pilkada 2005, sesungguhnya banyak materi baru yang harus ditambahkandalam ketentuan pidana pemilu. Oleh karena itu hal ini perlu dilakukan kajian khu-sus.

Page 147: PENEGAKAN HKM PEMILU

lenggara pemilu perlu diatur sehingga penyelenggara pemilu tidak bi-sa mengelak lagi untuk menangani kasus-kasus pelanggaran admi-nistrasi yang dilaporkan. Dalam hal ini yang perlu diatur adalah ke-rangka waktu penanganan kasus (berapa lama mengkaji laporan danberapa lama sanksi harus sudah diberikan kepada pelaku pelanggar-an), mekanisme pemberian sanksi, dan pengumuman proses pena-nganannya. Undang-undang baru juga harus memberikan rumusansanksi administrasi yang tegas terhadap ketentuan-ketentuan persya-ratan, kewajiban, dan larangan yang tidak dikenai ancaman pidanabagi pelanggarnya. Ketegasan sanksi administrasi ini tidak hanyaakan memudahkan penyelenggara dalam menyikapi berbagai pe-langgaran yang muncul, tetapi juga memudahkan penciptaan situasipersaingan yang fair dalam pemilu.

Perselisihan administrasi pemilu adalah isu baru dalam penye-lenggaraan pemilu sehingga dibutuhkan pengaturan baru. Seperti di-jelaskan sebelumnya, penyelesaian kasus-kasus perselisihan adminis-trasi pemilu dilakukan penyelenggara pemilu pada level atasnya (mi-salnya keputusan PPS/PPK dikoreksi oleh KPU Kabupaten/Kota, ke-putusan Kabupaten/Kota dikoreksi oleh KPU Provinsi, dan keputus-an KPU Provinsi dikoreksi oleh KPU), atau oleh hakim khusus pemi-lu pada lembaga peradilan (misalnya keputusan KPUD dikoreksi ha-kim khusus pemilu di pengadilan tinggi, keputusan KPU dikoreksihakim khusus pemilu di Mahkamah Agung (MA)). Oleh karena itu,rumusan ketentuan yang menyatakan bahwa keputusan penyeleng-gara pemilu bersifat final dan mengikat harus dihapus. Kenyataannyabahwa sifat keputusan penyelenggara pemilu yang demikian telahmenciptakan situasi tidak sehat sehingga banyak pihak yang menilaiKPUD dan KPU telah berkembang menjadi lembaga superbody ka-rena keputusannya tidak bisa diganggu-gugat.

Jika sebelumnya UU No. 23/2003 hanya memberi ruang kepadaMA untuk melakukan peninjauan kembali atas keputusan KPU yangberbentuk pengaturan (regeling), undang-undang pemilu mendatang

129

I M P L I K A S I

Page 148: PENEGAKAN HKM PEMILU

juga perlu memberi ruang kepada pihak-pihak yang merasa dirugi-kan oleh keputusan KPU/KPUD yang berbentuk penetapan (beschi-king) untuk mengajukan keberatan ke hakim khusus pemilu di Peng-adilan Tinggi (PT) atau di MA. Sehubungan dengan itu undang-un-dang harus mempertegas bahwa hanya pihak-pihak yang merasa di-rugikan langsung oleh keputusan penyelenggara pemilu yang berhakmengajukan keberatan. Perlu juga diatur mekanisme dan prosedurpenyelesaian perselisihan administrasi yang kerangka waktu penyele-saiannya tidak mengganggu jalannya penahapan pemilu.

Tentang perselisihan hasil pemilu, UU No. 12/2003, UU No.23/2003, dan UU No. 24/2003 beserta sejumlah keputusan Mahka-mah Konstitusi (MK) sudah cukup memadai dalam mengatur meka-nisme dan prosedur penyelesaian perselisihan hasil pemilu sebagai-mana dipraktikkan dalam Pemilu Legislatif 2004 dan Pemilu Presi-den 2004. Meski demikian, undang-undang pemilu nantinya perlumemberi jalan keluar apabila terdapat perbedaan antara keputusanMK dengan keputusan lembaga peradilan –sebagaimana terjadi padakasus terpilihnya seorang calon DPR dari Provinsi Irian Jaya Barat.Dalam hal ini perlu ditegaskan bahwa apabila ada bukti baru yangkuat, MK bisa meninjau kembali keputusannya.

Soal lain yang perlu diubah adalah mengalihkan lembaga peradil-an yang menyelesaikan perselisihan hasil pemilihan kepala daerah(pilkada). Jika UU No. 32/2004 memberikan wewenang penyelesai-an perselisihan hasil pilkada kepada MA, sebaiknya hal itu diserah-kan kepada MK. Pengalihan ini tentu saja untuk menjaga konsisten-si pembagian tugas antara MK dan MA sebagaimana diamanatkanoleh konstitusi. Apalagi dalam praktik keseharian, MA sudah memi-liki beban pekerjaan yang luar biasa banyak.

130

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 149: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 22Materi Penyempurnaan Undang-undang Pemilu

131

I M P L I K A S I

NO MASALAH HUKUM KETENTUAN LAMA KETENTUAN BARU

1

2.

Tindak Pidana

PelanggaranAdministrasi

1. Laporan pelanggaran di-sampaikan langsungoleh pihak yang dirugi-kan atau warga (tanpamelalui Panwas Pemilu)kepada polisi untuk ke-mudian dilimpahkan kekejaksaan dan selanjut-nya ke pengadilan.

2. Ada unit khusus polisi,jaksa, dan hakim yangdilatih khusus mena-ngani tindak pidana pe-milu

3. Tetap ada pembatasanwaktu untuk penyidikan,penuntutan, dan peme-riksaan di pengadilan

4. Diperlukan kriminalisasidan dekriminalisasi atassejumlah pelanggaranpidana pemilu dan re-view atas sanksi danstelsel pemidanaan.

1. Di tiap tingkat penye-lenggara pemilu diben-tuk bagian/unit khususyang bertugas menerimakeluhan/komplain sertamenyelidiki dan menye-lesaikan pelanggaranadministrasi yang terjadi,termasuk menjatuhkansanksinya.

2. Ada aturan hukum me-ngenai pelanggaran,sanksi, dan mekanisme-nya (bisa diatur diUU/Peraturan KPU).

3. Ada kesempatan ban-ding ke lembaga yang

1. Laporan pelanggar-an yang diterimaatau ditemukanPanwas Pemilu dika-ji oleh Panwas Pemi-lu. Bila ternyatamengandung pe-langgaran pidana,kasus diteruskan ke-pada penyidik Polri,untuk kemudian di-teruskan ke kejaksa-an dan selanjutnyake PN (untuk pe-langgaran yang di-ancam kurungan 8bulan atau lebih bisadibanding ke PT).

2. Ada pembatasanwaktu untuk penyi-dikan, penuntutan,dan pemeriksaan dipengadilan

1. Panwas Pemilumengkaji laporanpelanggaran yangditerima atau dite-mukannya. Bila ter-nyata mengandungunsur pelanggaranadministrasi, kasus-nya diteruskan kejajaran KPU untukditindaklanjuti.

2. Lamanya penangan-an sebuah kasus diPanwas Pemilu di-batasi maksimal 14hari.

3. Di KPU tidak ada

Page 150: PENEGAKAN HKM PEMILU

132

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

3.

4

PerselisihanAdministrasi

Perselisihan Hasil

lebih tinggi atau kepengadilan.

4. KPU wajib menyampai-kan putusannya kepadapublik.

1. Pihak yang merasa diru-gikan oleh suatu kepu-tusan KPU/KPUD sebe-lum pengumuman pemi-lu -yang mencakup pen-daftaran pemilih, pene-tapan peserta pemilu,penetapan kandidat,kampanye, pemungutandan penghitungan sua-ra- berhak mengajukankeberatan (complaint)dengan ketentuan:Ada batas waktu maksi-mal penyelesaian suatukasus sehingga tidakmengganggu kepenting-an para pihak untukmengikuti tahapan pemi-lu selanjutnya.Perlu aturan main yangjelas (transparancy), pasti(measurable), dan gam-pang diterapkan (applica-ble).

2. Lembaga yang mena-ngani: KPU/KPUD, Peng-adilan Tinggi (hakim pe-milu di PT), dan Mahka-mah Agung (Hakim pe-milu di MA).

Tidak ada perubahan

mekanisme penyele-saian suatu kasuspelanggaran admi-nistrasi dan berapalama harus disele-saikan.

Belum ada ketentuan

Pihak yang merasadirugikan langsungmengajukan keberatanke MK

Page 151: PENEGAKAN HKM PEMILU

B. PENGETATAN JADWAL PER TAHAPANUU No. 12/2003 dan UU No. 23/2003 telah mengatur dengan

baik mekanisme dan prosedur penanganan pelanggaran pidana pe-milu. Kedua undang-undang itu juga telah mengatur kerangka wak-tunya: 14 hari buat pengawas pemilu untuk mengkaji ada-tidaknyapelanggaran pidana pemilu; 30 hari bagi penyidik untuk membuatberkas acara pemeriksaaan dan menentukan tersangka; 14 hari bagikejaksaan untuk membuat berkas penuntutan; dan 21 hari bagi peng-adilan negeri untuk memeriksa dan menjatuhkan vonis; serta 14 haribagi pengadilan tinggi untuk memeriksa (banding) dan menjatuhkanvonis.

2Sayangnya, hal serupa tidak terdapat dalam pelanggaran ad-

ministrasi pemilu sehingga banyak kasus yang tidak ditangani de-ngan baik oleh penyelenggara pemilu. Itulah sebabnya, undang-un-dang pemilu mendatang harus menentukan kerangka waktu pena-nganan pelanggaran administrasi sehingga apapun keputusan penye-lenggara akan diketahui oleh pemilih, peserta, dan pemantau.

Kerangka waktu bagi penanganan kasus pelanggaran administra-si pemilu sangat penting karena hal ini akan berpengaruh terhadappelaksanaan tahapan-tahapan pemilu. Apalagi keputusan penyeleng-gara pemilu yang terkait dengan penjatuhan sanksi bagi pelaku pe-langgaran administrasi itu juga bisa diajukan keberatan ke penye-lenggara pemilu di atasnya atau ke hakim pemilu di lembaga peradil-an. Oleh karena itu undang-undang pemilu harus menentukan bera-pa lama penyelenggara pemilu harus menangani kasus pelanggaranadministrasi yang dilaporkan dan kapan sanksi harus dijatuhkan. So-al kapan penjatuhan sanksi ini dilakukan sangat penting karenasanksi administrasi bisa berupa pembatalan bagi calon peserta pemi-lu untuk mengikuti proses pemilu berikutnya.

Pemilu Legislatif 2004 dan Pemilu Presiden 2004 menunjukkanbahwa proses penyelesaian perselisihan hasil pemilu tidak banyak

133

I M P L I K A S I

2 Pasal 128, 131, 133 UU No. 12/2003; dan Pasal 81, 83, 84 UU No. 23/2003.

Page 152: PENEGAKAN HKM PEMILU

mengganggu pelaksanaan tahapan pemilu. Ini bisa dimengerti kare-na kasus perselisihan hasil pemilu terjadi pada bagian akhir tahapanpemilu sehingga hal itu tidak mengganggu pelaksanaan pemilu seca-ra keseluruhan. Ini berbeda dengan proses penyelesaian perselisihanadministrasi pemilu sebab kasus-kasus bisa terjadi sepanjang tahap-an pemilu, mulai dari tahap pendaftaran pemilih sampai dengan ta-hap penetapan calon terpilih. Oleh karena itu kerangka waktu penye-lesaian perselisihan administrasi pemilu harus dihitung per tahapanagar setiap kasus yang muncul bisa cepat diselesaikan sehingga tidakmenganggu pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu.

Bagaimana menentukan kerangka waktu penyelesaian kasus per-selisihan administrasi pemilu? Setidaknya terdapat tiga pertimbang-an yang harus diperhatikan. Pertama, adanya waktu bagi pihak yangmungkin merasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu un-tuk mengetahui dan memahami materi keputusan sehingga merekabisa memutuskan untuk mengajukan keberatan atau tidak. Kedua,proses penyelesaian kasus perselisihan administrasi pemilu yang dita-ngani oleh penyelenggara pemilu di level atasnya harus lebih singkatjika dibandingkan dengan kasus yang harus diselesaikan oleh hakimpemilu di lembaga peradilan. Ketiga, kasus perselisihan pemilu padasatu tahapan harus sudah diselesaikan sebelum tahapan berikutnyadimulai.

Berdasarkan ketiga pertimbangan tersebut, telah dilakukan simu-lasi penyusunan kembali jadwal pemilu legislatif dengan mengacupada Jadwal Pemilu Legislatif 2004. Tabel 23 menunjukkan, meski-pun ada penambahan waktu untuk penyelesaian kasus administrasipemilu, namun dengan pengetatan jadwal waktu yang ada, ternyatahal itu tidak mengurangi atau mengganggu proses pelaksanaan pemi-lu per tahapan. Tentu saja penambahan waktu untuk pemilu presidendan pilkada jauh lebih mudah, mengingat proses pelaksanaan keduapemilu itu jauh lebih longgar dan jumlah tahapan dan peserta pemi-lunya juga lebih sedikit jika dibandingkan pemilu legislatif.

134

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 153: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 23Simulasi Jadwal Pemilu Legislatif dengan Tambahan Waktu untuk Pro-ses Penyelesaian Perselisihan Administrasi Pemilu

01. Pendaftaran Pemilih (P4B)

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Sosialisasi Pendaftaran Oleh KPU, BPS,Penduduk Berkelanjutan 50 hari Depdagri, dan (P4B) dan Pelatihan Pemerintah Instruktur Daerah (Inda) Daerahdan Petugas Pendaftar 11 Maret -

30 April 2003

2 Menerbitkan Surat Tugas Oleh PerwakilanPendaftar P4B 10 hari Sekretariat Umum

KPU Kabupaten/ Kota15 - 25 Maret 2003

3 Pengumuman dimulainya P4B 1 hari Oleh Ketua KPU

melalui TVRI, RRI, dan media lainnya31 Maret 2003

4 Pelaksanaan P4B secara serentak 30 hari Oleh petugas P4B

1 - 30 April 20035 Pengumuman dan

pengolahan data pemilih dan penduduk di Kabupaten/Kota 32 hari Oleh BPS Waktunya di

1 Mei - 1 Juni 2003 kurangi 7 hari menjadi 25 hari.

6 Penyampaian data jumlahpenduduk dan jumlah pemilih sementara(sebagai dasar penetapanDaerah Pemilihan dan jumlah kursi anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota) 15 hari Oleh BPS kepada KPU

15 - 30 Juni 2003

135

I M P L I K A S I

Page 154: PENEGAKAN HKM PEMILU

7 Penetapan jumlah Oleh BPS penduduk untuk tiap 1 - 7 Juli 2003provinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan 7 hari

8 Penyampaian Daftar Pemilih Sementara kepada Oleh BPS dan KPUPPS untuk mendapatkan Kabupaten/Kota pengesahan 15 hari 15 - 29 Oktober

2003

9 Penyampaian Daftar Oleh BPS dan KPUPenduduk Sementara 3 hari Kabupaten/Kotakepada PPS untuk 30 Oktober -mendapatkan pengesahan 1 November 2003

10 Penetapan Daftar Pemilih 30 Oktober -Sementara oleh PPS 3 hari 1 November 2003(untuk ditanggapi oleh masyarakat)

11 Pengumuman dan Waktu ditanggapan masyarakat 28 hari 3 – 30 November kurangi 3 hariterhadap Daftar Pemilih 2003 menjadi Sementara 25 hari

12 Pemutakhiran Daftar Pemilih Sementara dan penyusunan Daftar Pemilih Tambahan (Pemilih yang 23 hari 1 - 22 Desember belum terdaftar dicatat 2003dalam Daftar Pemilih Tambahan untuk disahkan oleh PPS)

13 Pengiriman Daftar Pemilih Tetap yang disusun BPS 3 hari 28 - 30 Desember dan KPU Kabupaten/Kota 2004kepada PPS

14 Penetapan dan di desa/kelurahanpengumuman Daftar oleh PPS Pemilih Tetap 1 hari 31 Desember 2004

15 Penyampaian keberatan Diajukan atas Daftar Pemilih Tetap palingkepada KPU Kabupaten/ lambat 45 Kota hari sebelum

136

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 155: PENEGAKAN HKM PEMILU

haripemungutansuara

16 Penyelesaian keberatan atas DPT oleh KPU Kabupaten/Kota Paling lama 7

hari sejak keberatan diterima

17 Penyesuaian DPT atas putusan KPU Kabupaten/Kota 3 hari

18 Penomoran dan penyampaian blanko Kartu Pemilih (didukung IT) 45 hari Oleh KPU kepada

KPUD23 Desember 2003 -5 Februari 2004

19 Penyerahan Kartu Pemilihkepada pemilih melalui PPS 45 hari Oleh KPU Kabupaten/

Kota24 Desember 2003 - 5 Maret 2004

02. Jadwal Kerja dan Pelaksanaan Pendaftaran, Penelitian, dan Pe-netapan Partai Politik Peserta Pemilu

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Pendaftaran (dilakukan Dikurangi 20bertahap) 110 hari 9 Juli - 25 Oktober hari menjadi

2003 90 hari

2 Penelitian Administratif dan Faktual oleh KPU, KPU Provinsi, KPU 122 hari 19 Juli - 20 NovemberKabupaten/Kota 2003(dilakukan bertahap)

3 Pengumpulan Berita 10 hari Dilakukan KPU,Acara Penelitian KPUD Provinsi, danAdministratif dan Faktual KPU Kabupaten/

137

I M P L I K A S I

Page 156: PENEGAKAN HKM PEMILU

Kota*)21-30 Nov. 2003

4 Penetapan Parpol PesertaPemilu 1 hari Melalui Rapat

Pleno KPU7 Desember 2003

5 Penyampaian keberatan 3 hari sejakatas Penetapan Parpol 3 hari penetapan Peserta Pemilu kepada KPUMA (hakim pemilu )

6 Penyelesaian keberatan Paling lamaatas Penetapan Parpol 14 hari sejakPeserta Pemilu oleh MA 14 hari pengaduan

diterima

7 Penyesuaian Penetapan Paling lama 3Parpol atas putusan MA 3 hari hari sejak

keluarnya putusan MA

8 Penetapan Nomor Urut Parpol Peserta Pemilu(dalam Rapat Pleno KPU 1 hari 8 Desember 2003yang dihadiri seluruh Parpol Peserta Pemilu)

Keterangan: *) hingga 28 November 2003 baru 8 KPU Provinsi yang menyerahkan hasil verifikasi

03. Pendaftaran, Penelitian, dan Penetapan Calon Anggota DPD (Pe-serta Pemilu Perseorangan)

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Pengambilan formulir pendaftaran di Sekretariat 14 hari Oleh CalonKPU Provinsi 8 - 23 Juli 2003

2 Pendaftaran (melalui KPU 69 hari 8 Juli - 15 September Dikurangi 20Provinsi) 2003 hari

menjadi 49 hari

3 Penelitian Administratif dan Faktual Calon

138

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 157: PENEGAKAN HKM PEMILU

Anggota DPD 90 hari Verifikasi dilakukan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota9 September - 12 Desember 2003

4 Pengumpulan Berita Acara Dilakukan oleh KPUPenelitian Administratif Provinsi dan KPU dan Faktual 22 hari Kabupaten/Kota

melalui Rapat Pleno KPU21 November - 12 Desember 2003

5 Penetapan Calon Anggota Oleh KPUDPD 17 hari 2 - 18 Desember

2003

6 Penyampaian keberatan atas Penetapan Calon 3 hari 3 hari sejak Anggota DPD kepada MA penetapan(hakim pemilu) KPU

7 Penyelesaian Keberatan Sejak atas Penetapan Calon 14 hari pengaduanAnggota DPD oleh MA diterima

8 Penyesuaian Penetapan SejakCalon Anggota DPD atas 3 hari keluarnya putusan MA putusan

9 Penetapan Nomor Urut Dalam Rapat PlenoCalon Anggota DPD 1 hari KPU dan dapat

dihadiri oleh Calon DPD3 Februari 2004

10 Pengumuman Nama Calon Anggota DPD 1 hari Oleh KPU

3 Februari 04

11 Pencetakan dan Oleh KPUPendistribusian Daftar 80 hari 19 Desember 2003-Calon Anggota DPD 10 Maret 2004

139

I M P L I K A S I

Page 158: PENEGAKAN HKM PEMILU

03. Penetapan Jumlah Kursi dan Daerah Pemilihan

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Penetapan jumlah kursi: Oleh KPU dalama. Anggota DPR untuk Rapat Plenosetiap Provinsi 8 - 12 Juli 2003b. Anggota DPRD setiap 5 hariProvinsic. Anggota DPRD setiap Kabupaten/Kota

2 Penetapan jumlah: 15 hari Oleh KPU dalam a. Daerah pemilihan Rapat PlenoAnggota DPR bagi setiap 14 - 28 Juli 2003Provinsi.b. Daerah pemilihan anggota DPRD Provinsi bagi setiap Provinsic. Daerah pemilihan Anggota DPRD Kabupaten/Kota bagi setiap Kabupaten/Kota

3 Penetapan jumlah kursi:a. Anggota DPR untuk setiap daerah pemilihan.b. Anggota DPRD Provinsi 15 hari Oleh KPUuntuk setiap daerah dalam Rapat Plenopemilihan 14 - 28 Juli 2003c. Anggota DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap daerah pemilihan

5 Pemetaan daerah pemilihan: Oleh KPU dengana. Anggota DPR untuk melibatkan KPUsetiap Provinsi Provinsi, KPUb. Anggota DPRD Provinsi 30 hari Kabupaten/Kotauntuk setiap Provinsi 14 Juli - 14 Agustus c. Anggota DPRD 2003Kabupaten/Kota untuk setiap Kabupaten/Kota

6 Pengumuman (rencana) pemetaan daerah

140

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 159: PENEGAKAN HKM PEMILU

pemilihan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Oleh KPUKabupaten/Kota untuk 15 hari 15 - 30 Agustus 2003mendapatkan tanggapan masyarakat.

7 Pembahasan dan penetapan pemetaan Dilakukan oleh KPUdaerah pemilihan anggota 44 hari 1 September -DPR, DPRD Provinsi, dan 13 Oktober 2003DPRD Kabupaten/Kota.

04. Pencalonan Anggota DPR, DPR Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Pengambilan Formulir Oleh Pimpinan Dikurangi Pencalonan Anggota DPR, 10 hari Parpol Peserta 3 hariDPRD Provinsi, DPRD Pemilu di masing- menjadiKabupaten/Kota. masing tingkatan. 7 hari

9 - 19 Desember 2003

2 Pencalonan Anggota DPR, 22 Desember 2003 - Dikurangi 15 DPRD Provinsi, dan DPRD 26 Januari 2004 hariKabupaten/Kota 45 hari menjadi 30

haria. Pengajuan Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota oleh Partai Politik Peserta Pemilu. 8 hari Oleh Pimpinan

Parpol kepada KPU di masing-masing tingkatan.22 - 29 Desember 2003

b. Penelitian calon anggota DPR, DPRD Untuk penelitianProvinsi, DPRD Kabupaten/ calon, KPU di masing-Kota oleh KPU di masing- masing tingkatanmasing tingkatan. 12 hari membentuk

23 Desember 2003 - 5 Januari 2004

c. Penyampaian hasil penelitian kepada Partai Politik Peserta Pemilu oleh

141

I M P L I K A S I

Page 160: PENEGAKAN HKM PEMILU

KPU di masing-masing 15 hari 27 Desember 2003-tingkatan. 12 Januari 2004

3 Penetapan Daftar Calon Anggota DPR, DPRD 1 hari Dilakukan oleh KPUProvinsi, dan DPRD 27 Januari 2004Kabupaten/Kota

4 Pengumuman Daftar Oleh KPU, KPUCalon anggota DPR, 2 hari Provinsi, dan KPUDPRD Provinsi,dan DPRD Kabupaten/KotaKabupaten/Kota sesuai tingkatan

masing-masing28 - 29 Januari 2004

5 Penyampaian keberatan atas Daftar Calon Anggota DPR kepada MA (hakim pemilu)

Penyampaian keberatan atas Daftar Calon Anggota DPRD Provinsi kepada MA (hakim pemilu) 3 hari Sejak

penetapan Penyampaian keberatan KPUatas Daftar Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota kepada PT (hakim pemilu)

6 Penyelesaian keberatan atas Daftar Calon Anggota DPR oleh MA

Penyelesaian keberatan atas Daftar Calon Anggota DPRD Provinsi oleh MA 14 hari Sejak

keberatan Penyelesaian keberatan atas Daftar Calon Anggota DPRD Kabupaten/Kota oleh PT diterima

8 Penyesuaian Penetapan Daftar Calon Anggota DPR atas putusan MA

Penyesuaian Penetapan

142

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 161: PENEGAKAN HKM PEMILU

atas Daftar Calon Anggota DPRD Provinsi atas putusan MA

5 hari Sejak Penyesuaian Penetapan keluarnyaatas Daftar Calon Anggota putusanDPRD Kabupaten/Kota setelah putusan PT

9 Pencetakan dan Oleh KPU Pusat danpendistribusian Daftar selambat-lambatnyaCalon Anggota DPR, 10 Maret sudahDPRD Provinsi, DPRD sampai di ProvinsiKabupaten/Kota dan Kabupaten/Kota

30 Januari - 10 Maret 2004

05. Kampanye Partai Politik dan Calon Anggota DPD

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Persiapan kampanye: 2 hari Ditetapkan oleh KampanyeKPU, berkoordinasi dimulaidengan Pemerintah/ sehariPemda setelah

selesaipenetapanpeserta

22 Januari – Pemilu28 Februari 2004 dan diakhiri

sehari sebelum hari tenang. Hari tenang 1 harisebelum hari-H

Penyusunan jadwal pelaksanaan kampanye dengan peserta Pemilu

KPU memfasilitasi pertemuan antar peserta pemilu untuk merumuskan

143

I M P L I K A S I

Page 162: PENEGAKAN HKM PEMILU

kesepahaman tentang pelaksanaan kampanye 1-2 hariyang dilakukan dengan cara yang sopan, tertib, dan edukatif.

Penetapan lokasi 2 haripemasangan alat peraga untuk pelaksanaan kampanye

Pengaturan pengamanan kampanye berkoordinasi 3 haridengan Polri dan instansi terkait lain.

Pengaturan pemberian kesempatan yang sama dan pemasangan iklan 2 haripemilu dalam rangkakampanye berkoordinasi

dengan media cetak danelektronik

2 Pengajuan keberatan atas 3 hari Sejakputusan KPU/KPUD terkait penetapanpelaksanaan kampanye

3 Penyelesaian keberatan 7 hari Sejak keberatan diterima

4 Pelaksanaan kampanye 22 hari 11 Maret – 1 April 2004

5 Masa tenang 3 hari Pembersihan alat peraga kampanye2 – 4 April 2004

144

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 163: PENEGAKAN HKM PEMILU

06. Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu Anggota DPR, DPD,DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Persiapan menjelang pemungutan suara:

a. Simulasi penyampaian Dilaksanakan hasil penghitungan suara 7 hari di masing-dengan menggunakan masing Kabupaten/sistem informasi/elektronik Kota

15 – 21 Januari 2004

b. Pengadaan dan distribusi 57 hari 28 Januari - surat suara dan keleng- 25 Maret 2004kapan administrasi.

c. Pengecekan persiapan 11 hari Oleh KPU sampaipemungutan suara di ke tingkat PPSdaerah 10 – 20 Maret 2004

d. Pembentukan KPPS/ 11 hari Oleh PPS/PPLNKPPSLN 15 – 25 Maret 2004

e. Penyampaian Salinan 11 hari Oleh KPU Kabupaten/Daftar Pemilih Tetap untuk Kota melalui PPKTPS kepada KPPS dan PPS

15 – 25 Maret 2004

f. Penyampaian Salinan 11 hari Oleh PPLNDaftar Pemilih Tetap untuk 15 – 25 Maret 2004TPSLN

g. Pengumuman dan Oleh KPPS/KPPSLNpemberitahuan tempat 7 hari 27 Maret - 3 April dan waktu pemungutan 2004suara kepada pemilih dan

saksi.

h. Penyiapan TPS/TPSLN 1 hari 4 April 2004

i. Pidato Ketua KPU 1 hari Disiarkan melalui menjelang pemungutan media massasuara. 4 April 2004

145

I M P L I K A S I

Page 164: PENEGAKAN HKM PEMILU

2 Pemungutan suara oleh Dimulai pukul 08.00–KPPS/KPPSLN di TPS/TPSLN 6 jam 14.00 waktu dilaksanakan secara setempatserentak. 5 April 2004

Penghitungan suara oleh Mulai pukul 14.00 KPPS/KPPSLN di TPS/TPSLN 6-8 jam waktu setempatdilaksanakan secara sampai selesaiserentak. 5 April 2004

3 KPPS membuat Berita Diserahkan kepadaAcara dan Sertifikat Hasil 1 hari PPS.Penghitungan Suara di 5 April 2004TPS.

4 KPPSLN membuat Berita Untuk kemudianAcara dan Sertifikat 1 hari diserahkan kepadaHasil Penghitungan Suara PPLNPemilu Anggota DPR di 5 April 2004TPSLN

5 PPS membuat Berita Acara tentang penerimaan 1 hari 6 – 7 April 2004dan rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Desa/Kelurahan. (Untuk diserah kan kepada PPK)

6 PPK membuat Berita Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi jumlah 1 hari 7 - 12 April 2004suara untuk tingkat Kecamatan (Untuk diserahkan kepada KPU Kab/Kota)

7 PPLN membuat Berita Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi jumlah suara Pemilu Anggota DPR 1 hari 7 - 12 April 2004untuk tingkat Perwakilan RI di luar negeri, termasuk yang mem-berikan suara melalui pos.(Untuk diserahkan ke KPU)

146

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 165: PENEGAKAN HKM PEMILU

7 Semua keberatan Sejak peng-penghitungan di TPS, PPS 2 hari hitungandan PPK diajukan ke KPU dilakukan di

Kab/Kota. masing-masingtempat

8 Penyelesaian atas semua Sejakkeberatan penghitungan 5 hari dokumendi TPS, PPS, dan PPK di keberatanKPU Kab/Kota. diterima

9 KPU Kabupaten/Kota membuat Berita Acara tentang penerimaan dan 1 hari 10 - 14 April 2004rekapitulasi jumlah suara untuk tingkat Kabupaten/Kota (Untuk diserahkan kepada KPU Provinsi)

10 Penghitungan suara untuk Pemilu Anggota DPRD Kabupaten/Kota 1 hari 11 - 13 April 2004berdasarkan rekapitulasi jumlah suara oleh KPU Kabupaten/Kota di Kabupaten/Kota.

11 Keberatan terhadap rekapitulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh 2 hariKPU Kabupaten/Kota diajukan kepada KPU Provinsi.

12 Penyelesaian atas semua keberatan penghitungan 5 haridi KPU Kabupaten/Kota di KPU Provinsi

13 KPU Provinsi membuat Berita Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi suara untuk tingkat Provinsi. (Untuk kemudian diserahkan kepada KPU) 1 hari 11 - 17 April 2004

147

I M P L I K A S I

Page 166: PENEGAKAN HKM PEMILU

14 Penghitungan suara untuk Pemilu Anggota DPRD Provinsi berdasarkan 2 hari 12 - 15 April 2004rekapitulasi jumlah suara oleh KPU Provinsi di Provinsi.

15 Keberatan terhadap Sejak rekapitulasi penghitungan penghitungansuara yang dilakukan oleh 2 hari di masing-KPU Provinsi diajukan masing kepada KPU. tingkatan

selesai

16 Penyelesaian keberatan selesaiterhadap rekapitulasi 5 hari pengaduanpenghitungan suara yang diterimadilakukan oleh KPU Provinsi di KPU.

.12 KPU membuat Berita

Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi jumlah 2 hari 15 – 20 April 2004suara secara nasional. (termasuk hasil suara di luar negeri)

13 KPU membuat Berita Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi jumlah 2 hari 15 – 20 April 2004suara Pemilu Anggota DPR untuk setiap daerah pemilihan.

14 KPU membuat Berita Acara tentang penerimaan dan rekapitulasi jumlah 2 hari 15– 20 April 2004suara Pemilu Anggota DPD untuk setiap Provinsi.

148

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 167: PENEGAKAN HKM PEMILU

07. Penetapan Hasil Perolehan Suara Pemilu Anggota DPR, DPD, DPRDProvinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Penetapan dan Dengan Keputusanpengumuman hasil Pemilu KPUAnggota DPR, DPD, DPRD 6 hari 21 - 28 April 2004Provinsi, dan DPRD

Kabupaten/Kota

2 Keberatan terhadap pene- 3 haritapan hasil pemilu olehKPU diajukan kepada MK.

3 Penyelesaian keberatan 14 hariterhadap penetapan hasil pemilu oleh KPU di MK.

08. Penetapan Perolehan Jumlah Kursi dan Calon Terpilih Anggota DPR,DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Penetapan perolehan jumlah kursi dan calon terpilih untuk Partai Politik Peserta Pemilu 2004:a. DPRD Kabupaten/Kota 2 hari 3 – 4 Mei 2004b. DPRD Provinsi 2 hari 5 – 6 Mei 2004c. DPR 2 hari 7 – 8 Mei 2004

2 Keberatan terhadap penetapan jumlah kursi dan calon terpilih diajukan Sejakoleh kandidat DPRD 3 hari penetapanKabupaten/Kota yang dirugikan kepada PT (hakim pemilu)

3 Penyelesaian keberatan terhadap penetapan Sejakjumlah kursi dan calon 7 hari diterimanya terpilih diajukan oleh keberatankandidat DPRD Kabupaten/Kota yang dirugikan oleh PT (hakim pemilu)

149

I M P L I K A S I

Page 168: PENEGAKAN HKM PEMILU

4 Keberatan terhadap penetapan jumlah kursi Sejakdan calon terpilih diajukan 3 hari penetapanoleh kandidat DPRD Provinsi dan DPR yang dirugikan kepada MA (hakim pemilu)

5 Penyelesaian keberatan terhadap penetapan sejakjumlah kursi dan calon 7 hari diterimanyaterpilih diajukan oleh keberatankandidat DPRD Provinsi dan DPR yang dirugikan oleh MA (hakim pemilu)

09. Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, danDPRD Kabupaten/Kota

NO. KEGIATAN KEBUTUHAN PEMILU LEGISLATIF 2004 REKOMENDASIWAKTU

1 Pengucapan Sumpah/Janji 1 hari Juli 2004Anggota DPRD Kabupaten/Kota

2 Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPRD Provinsi 1 hari Agustus 2004

3 Pengucapan Sumpah/Janji Anggota DPR dan DPD 1 hari September 2004

C. PERAMPINGAN KELEMBAGAANSejak Pemilu 1982 dibentuk lembaga pengawas pemilu untuk

menangani kasus-kasus pelanggaran pemilu. Meskipun pada zaman Or-de Baru lembaga itu difungsikan untuk melegitimasi pelanggaran-pe-langgaran yang dilakukan oleh partai pemerintah, namun keberadaanpengawas pemilu tetap dipertahankan pada Pemilu 1999 dan Pemilu2004. Malahan pada zaman pasca-Orde Baru, fungsi pengawas pemiluditambah sebagai penyelesai sengketa pemilu. UU No. 12/2003 dan UUNo. 23/2003 menyebutkan empat tugas dan wewenang pengawas pe-

150

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 169: PENEGAKAN HKM PEMILU

milu, yaitu: pertama, mengawasi setiap tahapan pelaksanaan pemilu;kedua, menerima dan mengkaji laporan pelanggaran pemilu; ketiga,meneruskan pelanggaran administrasi pemilu ke penyelenggara pemiludan pelanggaran pidana pemilu ke penyidik; dan keempat, menyelesai-kan sengketa dalam penyelenggaraan pemilu.

Telah dibahas pada Bab V bahwa yang disebut dengan sengketadalam penyelenggaraan pemilu itu sesungguhnya tidak pernah ada.Kasus-kasus yang kemudian disebut sebagai sengketa dalam penye-lenggaraan pemilu, jika ditelusuri sesungguhnya adalah kasus pe-langgaran administrasi pemilu atau kasus perselisihan administrasipemilu. Dengan demikian, tugas pengawas pemilu sebetulnya tinggalmengawasi pelaksanaan tahapan pemilu dan menerima/mengkaji la-poran pelanggaran pemilu. Sebagai pengawas pelaksanaan tahapanpemilu, tugas pengawas pemilu tidak ubahnya dengan tugas peman-tau dan pengamat pemilu yang selalu mengkritik dan mengingatkanpenyelenggara pemilu agar proses pemilu berjalan lancar. Sementarasebagai penerima dan pengkaji laporan pelanggaran, tugas pengawaspemilu tak ubahnya sebagai ”tukang pos” yang hanya mengantarkansurat kepada yang berhak.

Atas dasar kenyataan tersebut, lembaga pengawas pemilu tidakperlu dipertahankan lagi karena keberadaannya tidak sebanding de-ngan pekerjaannya. Tugas-tugas pengawasan tahapan pemilu sebe-tulnya secara efektif sudah dilakukan oleh para pemilih, peserta pemi-lu, pemantau, dan pengamat yang didukung oleh media massa. Se-mentara tugas menerima dan mengkaji laporan pelanggaran dikem-balikan saja kepada penyelenggara pemilu. Hal ini tidak saja mem-perpendek proses penanganan pelanggaran administrasi pemilu danperselisihan administrasi pemilu, tetapi juga menghemat biaya pe-nyelenggaraan pemilu.

Sebagai konsekuensi dihilangkannnya lembaga pengawas pemilu,di kantor-kantor penyelenggara atau pelaksana pemilu, mulai darikecamatan, kabupaten/kota, provinsi, dan pusat, harus dibentuk unit

151

I M P L I K A S I

Page 170: PENEGAKAN HKM PEMILU

kerja khusus yang bertugas menangani dan menyelesaikan masalah-masalah hukum pemilu. Unit khusus itu pertama-tama akan meneri-ma setiap laporan pelanggaran dari berbagai pihak; lalu merekamengkaji dalam kerangka waktu yang telah ditentukan.

Apabila hasil kajian menunjukkan adanya tindak pidana pemilu,untuk penanganan berikut, kasusnya langsung diserahkan kepadapenyidik. Oleh karena itu, dalam unit kerja ini perlu dimasukkan un-sur kepolisian dan kejaksaan agar proses penanganan kasus tindakpidana pemilu berjalan efektif. Unit khusus bisa melakukan investi-gasi awal sebelum kasusnya diserahkan kepada penyidik. Apabila ha-sil kajian menunjukkan adanya pelanggaran administrasi pemilu,unit ini langsung memberikan sanksi kepada pelaku pelanggaran. Se-lanjutnya, apabila hasil kajian menunjukkan adanya kasus perselisih-an administrasi pemilu maka kepada pihak yang dirugikan dipersila-kan mengajukan keberatan ke penyelenggara pemilu level atasnyaatau ke lembaga peradilan.

Dalam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004, Pemilu Presiden2004, dan Pilkada 2005 tampak banyak hakim pada level pengadil-an negeri dan pengadilan tinggi yang tidak siap untuk menyidangkanperkara pemilu. Akibatnya, kalau proses pengambilan keputusannyatidak berkepanjangan maka putusan hakim itu menimbulkan kon-troversi. Atas pengalaman tersebut maka undang-undang pemilu kedepan perlu memerintahkan kepada MA agar membentuk hakim-ha-kim khusus pemilu pada setiap jenjang lembaga peradilan. Pada ting-kat pengadilan negeri, hakim khusus itu bertugas menangani perka-ra tindak pidana yang diajukan jaksa penuntut umum; pada levelpengadilan tinggi, hakim khusus itu menerima banding (dan ter-akhir) atas putusan hakim khusus pengadilan negeri atas perkara pi-dana, serta menyelesaikan perkara perselisihan administrasi pemiluyang diajukan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh keputus-an penyelenggara pemilu; sedangkan hakim khusus di MA, selainbertugas meninjau kembali peraturan penyelenggara pemilu, juga

152

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 171: PENEGAKAN HKM PEMILU

menyelesaikan perkara perselisihan administrasi pemilu.

D. PENGHEMATAN ANGGARANPemetaan masalah hukum telah menentukan adanya empat ma-

salah hukum: tindak pidana pemilu, pelanggaran administrasi pemi-lu, perselisihan administrasi pemilu, dan perselisihan hasil pemilu.Penanganan tindak pidana pemilu dan pelanggaran administrasi pe-milu, serta penyelesaian perselisihan administrasi pemilu dan perse-lisihan hasil pemilu, telah memastikan perlunya pembentukan unitkhusus pada kantor-kantor penyelenggara pemilu (PPK, KPU Kabu-paten/Kota, KPU Provinsi dan KPU) yang akan menerima laporanmasyarakat, mengkaji, dan memprosesnya sesuai dengan jenis masa-lah hukum yang terjadi. Keberadaan unit khusus di kantor-kantorpenyelenggara pemilu itu adalah sebagai pengganti atas dihapuskan-nya lembaga pengawas pemilu.

Penghapusan lembaga pengawas pemilu pertama-tama memangbertujuan untuk mengefektifkan proses penanganan dan penyelesai-an kasus-kasus hukum pemilu. Selanjutnya penghapusan lembagapengawas pemilu ini akan menghemat pengeluaran dana pemiluyang selama ini terserap untuk biaya pembentukan dan operasionallembaga pengawas mulai dari tingkat kecamatan, kabupaten/kota,provinsi, hingga pusat.

Tabel 24 memperlihatkan besaran dana untuk keperluan peng-awas pemilu selama beroperasi 17 bulan pada Pemilu Legislatif 2004dan Pemilu Presiden 2004. Selanjutnya juga ditunjukkan besaran da-na yang dibutuhkan apabila lembaga pengawas pemilu hendak diper-manenkan. Dengan penghapusan lembaga pengawas pemilu terse-but, pengeluaran dana itu tidak diperlukan lagi. Memang pemben-tukan unit khusus di kantor-kantor penyelenggara pemilu membu-tuhkan dana tambahan, namun jumlahnya jauh lebih sedikit daripa-da dana yang dibutuhkan untuk membiayai keberadaan pengawaspemilu.

153

I M P L I K A S I

Page 172: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 24Anggaran untuk Pembentukan dan Operasional Pengawas Pemilu(Apabila Lembaga Pengawas Pemilu Terus Dipertahankan)

NO. LEMBAGA PENGAWAS PEMILU ANGGARAN 17 ANGGARAN LIMA TAHUN BULAN PEMILU 2004 MASA KERJA

01. Panwas Kecamatan*- Biaya Pembentukan Rp 3.700.000 Rp 5.400.000- Biaya Kantor Rp 4.987.000 Rp 37.000.000- Biaya Operasional Rp 19.471.000 Rp 127.440.000- Honor anggota & staf Rp 25.925.000 Rp 128.750.000- Tambahan APBD Rp 1.500.000 Rp 5.000.000

02. Panwas Kabupaten/Kota*- Biaya Pembentukan Rp 13.700.000 Rp 17.800.000- Biaya Kantor Rp 26.917.000 Rp 95.000.000- Biaya Operasional Rp 104.408.000 Rp 368.500.000- Honor anggota dan staf Rp 66.300.000 Rp 234.000.000- Tambahan APBD Rp 298.049.400 Rp 1.051.938.900

03. Panwas Provinsi*- Biaya Pembentukan Rp 16.400.000 Rp 20.300.000- Biaya Kantor Rp 95.741.000 Rp 337.908.000- Biaya Operasional Rp 350.355.000 Rp 1.236.540.000- Honor anggota dan staf Rp 421.600.000 Rp 1.488.000.000- Tambahan APBD Rp 1.052.824.300 Rp 3.715.850.400

04. Panwas Pusat- Biaya Pembentukan Rp ? Rp ?- Biaya Kantor Rp 4.270.361.600 Rp 15.071.864.400- Biaya Operasional Rp 24.276.467.100 Rp 85.681.648.500- Honor anggota dan staf Rp 894.259.350 Rp 3.156.209.450- Tambahan lembaga donor Rp 35.000.000.000 Rp 123.529.411.765

Keterangan: * per masing-masing Panwas di setiap tingkatan

Data tersebut merupakan sampel dari beberapa laporan PanwasPemilu Kabupaten/Kota dan juga Panwas Provinsi. Jika biaya terse-but dikalikan dengan jumlah lembaga di masing-masing tingkat, yak-ni 5.109 Kecamatan, 440 Kabupaten/Kota, dan 33 Provinsi, ditam-bah dengan Panwas Pemilu di tingkat pusat, untuk 17 bulan masa tu-gas pengawas pemilu di seluruh tingkatan diperkirakan menghabis-

154

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 173: PENEGAKAN HKM PEMILU

kan sekitar Rp 542.550.038.000 (lima ratus empat puluh dua miliarlima ratus lima puluh juta tiga puluh delapan ribu rupiah). Jika peng-awas pemilu di seluruh tingkatan mempunyai masa kerja sampai li-ma tahun, dana yang akan dihabiskan adalah sekitar Rp2.448.980.428.100 (dua triliun empat ratus empat puluh delapanmiliar sembilan ratus delapan puluh juta empat ratus dua puluh de-lapan ribu seratus rupiah).

Bab ini telah menguraikan sejumlah implikasi dari penerapan sis-tem penegakan hukum pemilu yang merupakan hasil kajian ini. De-ngan mengetahui adanya implikasi-implikasi tersebut kita dapatmempersiapkan penerapan sistem ini secara lebih baik di masa men-datang.

155

I M P L I K A S I

Page 174: PENEGAKAN HKM PEMILU

156

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 175: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB VIIIREKOMENDASI KEBIJAKAN

A. POKOK-POKOK KEBIJAKANKajian ini menyimpulkan ada empat masalah hukum pemilu, yaitu tin-

dak pidana pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, perselisihan adminis-

trasi pemilu, dan perselisihan hasil pemilu. Apa yang disebut dengan sengke-

ta dalam penyelenggaraan pemilu tidak pernah terjadi dalam praktik pemilu

sehingga keberadaannya dalam undang-undang pemilu bisa ditiadakan. Se-

bagai gantinya, kajian ini menemukan satu masalah hukum yang disebut per-

selisihan administrasi pemilu, berupa kesempatan bagi pihak-pihak yang me-

rasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu untuk mengajukan ke-

beratan kepada penyelenggara pemilu di atasnya atau kepada lembaga per-

adilan, agar meninjau keputusan yang dirasa merugikan tersebut.

TTiinnddaakk ppiiddaannaa ppeemmiilluu adalah perbuatan melanggar ketentuan-ketentuan

pidana pemilu yang diancam dengan sanksi pidana sebagaimana diatur da-

lam undang-undang Pemilu. PPeellaannggggaarraann aaddmmiinniissttrraassii ppeemmiilluu adalah perbu-

atan melanggar ketentuan peraturan perundangan yang tidak diancam de-

ngan sanksi pidana, khususnya pelanggaran terhadap ketentuan, persyarat-

an, kewajiban, perintah, dan larangan sebagaimana diatur dalam undang-

157

Page 176: PENEGAKAN HKM PEMILU

undang dan peraturan Pemilu lainnya.

PPeerrsseelliissiihhaann aaddmmiinniissttrraassii ppeemmiilluu adalah perselisihan yang ditimbulkan

oleh keputusan atau tindakan penyelenggara pemilu yang dianggap merugi-

kan pihak tertentu, dalam hal ini adalah warga negara (yang mempunyai hak

pemilih dan pemilih), partai peserta pemilu, bakal calon anggota legislatif, ca-

lon anggota legislatif, bakal calon presiden/wakil presiden dan bakal calon ke-

pala daerah/wakil kepala daerah, serta calon presiden/wakil presiden dan ca-

lon kepala daerah/wakil kepala daerah, yang terjadi dalam tahapan-tahapan

Pemilu. PPeerrsseelliissiihhaann hhaassiill ppeemmiilluu adalah perselisihan yang ditimbulkan oleh

keputusan penyelenggara pemilu tentang hasil pemilu yang dianggap meru-

gikan pihak tertentu, dalam hal ini peserta pemilu perseorangan (untuk me-

milih DPD), peserta pemilu partai politik (untuk memilih DPR dan DPRD),

calon presiden dan wakil presiden, serta calon kepala daerah dan wakil kepa-

la daerah, yang terjadi pada tahapan penetapan hasil pemilu.

Untuk menangani dan menyelesaikan empat masalah hukum pemilu ter-

sebut dibentuk unit kerja khusus di Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK),

KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU yang bertugas menerima

dan mengkaji laporan pengaduan dari berbagai pihak. Apabila hasil kajian

menunjukkan adanya tindak pidana pemilu, penanganan selanjutnya dise-

rahkan kepada penyidik. Oleh karena itu dalam unit kerja ini perlu dimasuk-

kan unsur kepolisian dan kejaksaan agar proses penanganan kasus tindak pi-

dana pemilu berjalan efektif. Unit khusus bisa melakukan investigasi awal se-

belum kasusnya diserahkan kepada penyidik. Apabila hasil kajian menunjuk-

kan adanya pelanggaran administrasi pemilu, unit ini langsung memberikan

sanksi kepada pelaku pelanggaran. Selanjutnya, apabila hasil kajian menun-

jukkan adanya kasus perselisihan administrasi pemilu, kepada pihak yang di-

rugikan dipersilakan mengajukan keberatan ke penyelenggara pemilu level

atasnya atau ke lembaga peradilan.

Sehubungan dengan masalah kelembagaan, keberadaan lembaga peng-

awas pemilu tidak perlu dipertahankan lagi. Pertama, masalah sengketa da-

lam penyelenggaraan dalam pemilu sudah ditiadakan; kedua, pengawasan

bisa dilakukan oleh pemilih, peserta pemilu, pemantau, dan pengamat yang

158

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 177: PENEGAKAN HKM PEMILU

didukung oleh media massa, dan; ketiga, tugas menerima dan mengkaji la-

poran pengaduan diurus oleh unit khusus di kantor penyelenggara pemilu.

Ketiadaan lembaga pengawas pemilu tidak saja memperpendek proses pena-

nganan pelanggaran administrasi pemilu dan perselisihan administrasi pe-

milu, tetapi juga menghemat biaya pemilu.

Sedangkan untuk menangani kasus-kasus tindak pidana pemilu dan per-

selisihan administrasi pemilu, Mahkamah Agung (MA) perlu membentuk

hakim-hakim khusus pemilu pada setiap jenjang lembaga peradilan. Pada

tingkat Pengadilan Negeri (PN), hakim khusus itu bertugas menangani per-

kara tindak pidana yang diajukan jaksa penuntut umum. Pada level Pengadil-

an Tinggi (PT), hakim khusus itu menerima banding (dan terakhir) atas pu-

tusan hakim khusus PN atas perkara pidana, serta menyelesaikan perkara

perselisihan administrasi pemilu yang diajukan oleh pihak-pihak yang mera-

sa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemilu. Sedangkan hakim khu-

sus di MA, selain bertugas meninjau kembali peraturan penyelenggara pemi-

lu, juga menyelesaikan perkara perselisihan administrasi pemilu.

B. IMPLEMETASI UNTUK PEMILU 2009Undang-undang yang akan mengatur Pemilu Legislatif 2009, Pemilu

Presiden 2009 dan Pilkada 2010+ tidak lagi menempatkan sengketa dalam

penyelenggaraan pemilu sebagai salah satu masalah hukum pemilu. Undang-

undang juga harus membuka kesempatan kepada banyak pihak yang merasa

dirugikan oleh keputusan penyelenggara yang bersifat penetapan, untuk

mengajukan keberatan atas keputusan tersebut kepada lembaga penyeleng-

gara pemilu di atasnya atau kepada lembaga peradilan. Dengan dibukanya

mekanisme keberatan atas keputusan penyelenggara pemilu ini, KPU/KPUD

takkan lagi berkembang menjadi lembaga superbody sebagaimana terjadi da-

lam Pemilu Legislatif 2004, Pemilu Presiden 2004, dan Pilkada 2005+. Oleh

karena itu rumusan hukum yang menyatakan bahwa keputusan KPU/

KPUD bersifat final dan mengikat tidak perlu ada lagi.

Undang-undang yang akan mengatur Pemilu Legislatif 2009, Pemilu

Presiden 2009, dan Pilkada 2010+ harus memastikan bahwa hanya ada em-

159

R E K O M E N D A S I K E B I J A K A N

Page 178: PENEGAKAN HKM PEMILU

pat masalah hukum pemilu, yaitu tindak pidana pemilu, pelanggaran admi-

nistrasi pemilu, perselisihan administrasi pemilu, dan perselisihan hasil pe-

milu. Ketentuan tindak pidana pemilu perlu ditambah cakupannya; pelang-

garan administrasi pemilu perlu diperjelas penerapan sanksinya; perselisihan

administrasi pemilu perlu dipertegas siapa-siapa yang berhak mengajukan

keberatan dan pada tahapan apa keberatan itu bisa diajukan; dan perselisih-

an hasil pemilu perlu dijamin adanya peninjauan kembali keputusan MK

apabila ditemukan bukti baru. Mekanisme dan prosedur penanganan dan

penyelesaian keempat masalah pemilu tersebut perlu diatur secara jelas da-

lam kerangka waktu yang pasti agar tidak mengganggu pelaksanaan tahap-

an-tahapan pemilu.

Dengan dihapuskannya masalah sengketa dalam penyelenggaraan

pemilu, sebetulnya tugas dan wewenang pengawas pemilu sudah berkurang

secara signifikan. Fungsi pengawasan per tahapan sebetulnya sudah secara

efektif dilakukan oleh pemilih, peserta, dan pemantau yang didukung oleh

media massa sehingga fungsinya tinggal sebatas “tukang pos” yang mengan-

tarkan kasus tindak pidana pemilu ke penyidik pelanggaran administrasi pe-

milu ke penyelenggara pemilu. Namun mengingat di satu sisi secara sosial

politik banyak pihak yang belum siap menerima penghapusan lembaga peng-

awas pemilu, di sisi lain penyelenggara pemilu sendiri masih membutuhkan

waktu untuk mendapatkan kepercayaan dari masyarakat; untuk sementara

lembaga pengawas pemilu masih dipertahankan. Dalam hal ini undang-un-

dang yang akan mengatur Pemilu Legislatif 2009, Pemilu Presiden 2009,

dan Pilkada 2010+ perlu menegaskan bahwa tugas dan wewenang pengawas

pemilu adalah (a) mengawasi pelaksanaan tahapan Pemilu; (b) menerima

dan mengkaji laporan pengaduan; (c) meneruskan kasus tindak pidana ke

penyidik dan meneruskan kasus pelanggaran administrasi ke penyelenggara

pemilu; (d) membantu pihak-pihak yang hendak pengajuan keberatan atas

kasus perselisihan admininstrasi pemilu ke penyelenggara pemilu atau lem-

baga peradilan.

Mengingat banyaknya ketidakpuasan atas keputusan KPU dan KPUD da-

lam penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004, Pemilu Presiden 2004, dan Pil-

160

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 179: PENEGAKAN HKM PEMILU

kada 2005+, masalah perselisihan administrasi pemilu akan tetap menjadi isu

penting dalam penyelenggaraan pemilu mendatang. Untuk mengantisipasi

hal tersebut maka lembaga peradilan harus disiapkan sejak dini agar kelak

mampu secara efektif menyelesaikan keberatan-keberatan yang diajukan oleh

berbagai pihak karena merasa dirugikan oleh keputusan penyelenggara pemi-

lu. Oleh karena itu, undang-undang yang akan mengatur Pemilu Legislatif

2009, Pemilu Presiden 2009, dan Pilkada 2010+ harus memerintahkan kepa-

da MA untuk membentuk hakim-hakim khusus di setiap jenjang lembaga pa-

radilan. Sementara itu, lembaga kepolisian dan kejaksaan agung, selain harus

mengirimkan personilnya untuk menjadi anggota pengawas pemilu, juga di-

minta untuk menyiapkan personil-personilnya untuk menangani kasus-kasus

tindak pidana pemilu yang diajukan oleh pengawas Pemilu.

C. IMPLEMETASI UNTUK PEMILU 2014Setelah penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2009, Pemilu Presiden 2009,

dan Pilkada 2010+ tentu banyak pelajaran yang dipetik dari penerapan em-

pat masalah hukum pemilu (tindak pidana pemilu, pelanggaran administra-

si pemilu, perselisihan administrasi pemilu, dan perselisihan hasil pemilu).

Oleh karena itu undang-undang yang mengatur penyelenggaraan Pemilu Le-

gislatif 2014, Pemilu Presiden 2014, dan Pilkada 2015+ tidak hanya menyem-

purnakan mekanisme dan prosedur penanganan dan penyelesaian keempat

masalah hukum tersebut, tetapi juga harus memperluas dan mempertegas

ruang lingkup tindak pidana pemilu dan pelanggaran administrasi pemilu.

Dalam hal ini ketentuan-ketentuan tindak pidana pemilu harus memasuk-

kan tindakan-tindakan lain yang belum dikategorikan sebagai tindak pidana

pemilu, seperti petugas Pemilu yang lalai menjalankan tugasnya; juga perlu

dilakukan penyeimbangan besaran sanksi pidana umum dengan pidana pe-

milu atas perbuatan serupa. Perluasan sanksi administrasi yang berupa pem-

batalan calon misalnya bisa dilakukan terhadap mereka yang telah terbukti

melakukan tindakan pidana pemilu apapun jenisnya.

Demi meningkatkan efektivitas penanganan dan penyelesaian masalah

hukum pemilu, serta demi penghematan biaya pemilu, undang-undang yang

161

R E K O M E N D A S I K E B I J A K A N

Page 180: PENEGAKAN HKM PEMILU

mengatur penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, Pemilu Presiden 2014,

dan Pilkada 2015+ tidak perlu lagi mempertahankan lembaga pengawas pe-

milu. Sebagai gantinya dibentuk unit kerja khusus di Panitia Pemilihan Ke-

camatan (PPK), KPU Kabupaten/Kota, KPU Provinsi, dan KPU yang bertu-

gas menerima dan mengkaji laporan pengaduan dari berbagai pihak. Masuk

dalam unit kerja ini adalah unsur kepolisian dan kejaksaan (yang sebelumnya

juga masuk menjadi bagian dari pengawas pemilu). Unit kerja ini juga ber-

wenang melakukan investigasi atas dugaan adanya kasus pidana pemilu se-

belum kasusnya diserahkan kepada penyidik. Unit khusus ini juga bertugas

menangani berbagai kasus pelanggaran administrasi pemilu serta memban-

tu penyelesaian kasus kasus perselisihan administrasi pemilu.

Tabel 25, 26, dan 27 memperlihatkan bagaimana rekomendasi perubah-

an kebijakan pemilu, khususnya dalam rangka membangun sistem penega-

kan hukum pemilu yang komprehensif pada periode Pemilu 2009 dan Pemi-

lu 2014, serta dilihat dari sisi masalah hukum pemilu, penahapan pemilu,

dan kelembagaan pemilu.

Tabel 25Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Masalah Hukum Pemilu

162

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

NO MASALAH HUKUM PEMILU 2009 PEMILU 2014PEMILU

1.

Tindak Pidana 1. Pangawas pemilu tidakdiperlukan lagi

2. Laporan pelanggaran pi-dana pemilu langsungdisampaikan ke polisi.

3. Ada polisi dan jaksayang ditugaskan khususmenangani tindak pida-na pemilu

4. UU Pemilu memerintah-kan MA membentuk ha-kim pemilu-anggotanyaterdiri atas hakim karierdan orang yang ahli da-lam masalah pemilu- ditiap jenjang lembagaperadilan

1. Diperlukan krimina-lisasi dan dekrimina-lisasi atas sejumlahpelanggaran pidanapemilu

2. Review atas sanksidan stelsel pemida-naan

3. Ada polisi dan jaksayang ditugaskankhusus menanganitindak pidana pemi-lu

4. UU Pemilu meme-rintahkan MA mem-bentuk hakim pemi-lu.

Page 181: PENEGAKAN HKM PEMILU

163

R E K O M E N D A S I K E B I J A K A N

2

3

4

PelanggaranAdministrasi

PerselisihanAdministrasi

PerselisihanHasil Pemilu

Dibentuk unit khusus ditubuh KPU yang tugasnya,selain menggantikanfungsi pengawas pemilu,adalah memberikan sanksiterhadap pelaku pelang-garan administrasi pemilu

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

1. Perlu dibuat aturanserta mekanismepenanganan danpenyelesaian pe-langgaran adminis-trasi

2. Dibentuk unit kerjakhusus di tubuh pe-nyelenggara pemiluuntuk menyelesai-kan pelanggaranadministrasi Pemilu

3. Putusan KPU ataskasus pelanggaranadministrasi harusdiumumkan secaraterbuka

1. Perselisihan adminis-trasi perlu diatur da-lam UU Pemilu

2. Perlu dibuat aturandan mekanisme pe-nanganan dan pe-nyelesaian perselisih-an administrasi

3. Dibentuk hakim pe-milu -anggotanyaterdiri atas hakim ka-rier dan orang yangahli dalam masalahhukum pemilu- di ti-ap jenjang lembagaperadilan atau diten-tukan/diberikan we-wenang bagi per-adilan umum/PTUNuntuk menyelesaikanperselisihan adminis-trasi.

Tidak ada perubahan

Page 182: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 26Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Tahapan Pemilu

164

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

NO TAHAPAN PEMILU 2009 PEMILU 2014

1

2

3.

PendaftaranPemilih

PendaftaranPeserta Pemilu

PencalonanAnggotaDPR/DPRD

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

1. UU Pemilu harusmemberikan kesem-patan bagi WN un-tuk menyampaikankeberatan terhadapputusan penyeleng-gara tentang DaftarPemilih Tetap

1. UU Pemilu harusmemberikan ke-sempatan bagi ca-lon peserta pemiluuntuk menyampai-kan keberatan ter-hadap putusan pe-nyelenggara atasdaftar peserta pe-milu

2. UU Pemilu harusmemberikan keten-tuan yang memper-berat hukuman bagipihak yang melaku-kan pelanggaran pi-dana, terutama da-lam hal pengguna-an dokumen palsuyang dipersyaratkandalam proses pen-daftaran peserta pe-milu

1. UU Pemilu harusmemberikan kesem-patan bagi bakal ca-lon anggotaDPR/DPRD atau par-pol untuk menyam-paikan keberatanterhadap putusanpenyelenggara ataspenetapan daftarcalon DPR/DPRD

Page 183: PENEGAKAN HKM PEMILU

165

R E K O M E N D A S I K E B I J A K A N

4.

5.

6.

7.

Kampanye

PemungutandanPenghitunganSuara

PenetapanHasil Pemilu

PenetapanCalon Terpilih

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

Tidak ada perubahan

2. UU Pemilu harus mem-perberat hukuman ba-gi pihak yang melaku-kan pelanggaran pida-na, terutama dalamhal penggunaan doku-men palsu yang diper-syaratkan dalam prosespencalonan anggotaDPR/DPRD

1. UU Pemilu harus mem-berikan kesempatanbagi peserta pemiluuntuk menyampaikankeberatan terhadapputusan penyelengga-ra atas pengaturanjadwal dan lokasi kam-panye.

2. Perlu dibuat aturan danmekanisme penangan-an pelanggaran aturankampanye, baik untukpelanggaran pidanamaupun administrasi

UU Pemilu harus membe-rikan kesempatan bagipeserta pemilu untuk me-nyampaikan keberatanterhadap putusan penye-lenggara pemilu (dariyang tingkat paling ba-wah hingga provinsi) atashasil rekapitulasi penghi-tungan suara.

Tidak ada perubahan

UU Pemilu harus mem-berikan kesempatan bagibakal calon anggotaDPR/DPRD atau pesertapemilu untuk menyam-paikan keberatan ter-hadap putusan penye-lenggara atas penetapancalon terpilih

Page 184: PENEGAKAN HKM PEMILU

Tabel 27Rekomendasi Perubahan Kebijakan Berdasarkan Kelembagaan Pemilu

166

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

NO TAHAPAN PEMILU 2009 PEMILU 2014

1

2

3

4

5

PenyelenggaraPemilu

PengawasPemilu

Kepolisian

Kejaksaan

Peradilan

Fungsi unit khusus yang adatiap tingkat lembaga penye-lenggara pemilu ditingkat-kan menjadi:1. Menerima, mengkaji, dan

melakukan investigasiawal terhadap laporanpelanggaran pemilu

2. Menjatuhkan sanksi ter-hadap pelaku pelanggar-an administrasi pemilu

3. Meneruskan kasus-kasusyang tidak bisa diselesai-kan kepada pihak yangberwenang

Tidak perlu ada; fungsinyadiambil-alih oleh unitkhusus di tiap tingkat lem-baga penyelenggara pemilu

Polri tetap menyeleng-garakan pendidikan danpelatihan khusus bagianggotanya yang ditu-gaskan khusus menanganimasalah pelanggaranpidana pemilu

Kejaksaan menyelenggara-kan pendidikan dan pelati-han khusus bagi jaksa yangditugaskan khusus menan-gani kasus pelanggaranpidana pemilu.

Tidak ada perubahan

Dibentuk unit khusus diKPU untuk menyelesai-kan kasus-kasus pelang-garan administrasi pemiluyang diteruskan dari Pan-was Pemilu

Tetap ada dan bersifattemporer (kepanitiaan).Fungsinya sama sepertipada Pemilu Legislatif2004 dan Pemilu Presi-den 2004.

Polri menyelenggarakanpendidikan dan pelatihankhusus bagi anggotanyayang ditempatkan di Pan-was Pemilu dan yang ditu-gaskan khusus menanganimasalah pelanggaran pida-na pemilu

Kejaksaan menyeleng-gara-kan pendidikan danpelatihan khusus bagijaksa yang ditempatkandi Panwas Pemilu danyang ditugaskan khususmenangani kasus pelang-garan pidana pemilu

MA mengangkat hakimpemilu yang anggotanyaterdiri atas hakim yangdilatih khusus untukmenangani perkarapelanggaran pidanapemilu

Page 185: PENEGAKAN HKM PEMILU

BAB IXPENUTUP

Dari pemilu-pemilu Orde Baru ke Pemilu 1999 dan Pemilu 2004 terjadi pe-

ningkatan kualitas pemilu yang signifikan. Meski demikian dalam penyeleng-

garaan dua pemilu terakhir, tetap diwarnai isu lemahnya penegakan hukum

pemilu. Pertama, ini disebabkan oleh banyaknya pelanggaran peraturan pe-

milu yang tidak diselesaikan secara tuntas; kedua, ini juga disebabkan oleh

perasaan diperlakukan tidak adil oleh penyelenggara pemilu. Jika isu lemah-

nya penegakan hukum itu tidak diselesaikan, maka upaya meningkatkan

kualitas pemilu yang benar-benar luber dan jurdil (free and fair election) su-

lit tercapai. Inilah yang menjadi alasan kenapa kajian kebijakan penegakan

hukum pemilu ini dilakukan.

Kajian ini dimulai dengan memetakan kembali masalah-masalah pene-

gakan hukum pemilu yang terjadi dari pemilu ke pemilu di Indonesia. Lalu

membandingkannya dengan standar internasional pemilu demokratis, serta

mengaca pada praktik penegakan hukum pemilu di berbagai negara. Kajian

ini menyimpulkan terdapat empat masalah hukum pemilu, yaitu tindak pi-

dana pemilu, pelanggaran administrasi pemilu, perselisihan administrasi pe-

167

Page 186: PENEGAKAN HKM PEMILU

milu dan perselisihan hasil pemilu. Dalam upaya membangun sistem pene-

gakan hukum yang konprehensif, keempatnya harus didefinisikan secara je-

las, demi memudahkan keterlibatan pemilih, peserta, kandidat, pemantau

dan penyelenggara pemilu dalam pelaksanaan tahapan-tahapan pemilu.

Itu artinya undang-undang yang mengatur pemilu harus disempurna-

kan, lalu lembaga-lembaga yang menangani masalah hukum pemilu harus

diperkuat dan ditata kembali. Namun mengingat kondisi-kondisi yang ada,

maka kajian ini merekomendasikan agar pembangunan sistem penegakan

hukum pemilu sebaiknya dilakukan secara gradual, sejak Pemilu 2009 hing-

ga Pemilu 2014. Semoga hasil kajian ini benar-benar bisa dimanfaatkan oleh

para perancang dan pembuat undang-undang yang akan digunakan untuk

mengatur penyelenggaraan pemilu-pemilu mendatang.

168

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 187: PENEGAKAN HKM PEMILU

DAFTAR PUSTAKA

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :Undang-Undang Nomor 3 tahun 1999. Pemilihan Umum

Undang-Undang Nomor 12 tahun 2003. Pemilihan Umum Anggota Dewan

Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwa-

kilan Rakyat Daerah.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 2003. Pemilihan Umum Presiden dan

Wakil Presiden.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. Mahkamah Konstitusi

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Pemerintahan Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1999. Pelaksanaan Pemilu

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005. Tatacara Pemilihan, Pengesa-

han, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wa-

kil Kepala Daerah.

Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor 021/SK/IV/1999. Hubungan dan

Tata Kerja Panwas Pemilu dengan KPU dan Panitia Pelaksana.

Keputusan Panwas Pemilu Nomor 11 Tahun 2003. Klasifikasi Pelanggaran

Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Keputusan Panwas Pemilu Nomor 26 Tahun 2004. Klasifikasi Pelanggaran

Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

169

Page 188: PENEGAKAN HKM PEMILU

Keputusan Panwas Pemilu Nomor 13 Tahun 2003. Mekanisme Penyelesaian

Sengketa Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD

Keputusan Panwas Pemilu Nomor 20 Tahun 2004. Mekanisme Penyelesaian

Sengketa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

BUKU/MAKALAH :Alfian. Pemilihan Umum dan Prospek Demokrasi di Indonesia, dalam Demo-

krasi dan Proses Politik. Jakarta: LP3ES.

Fatah, Eep Syaifullah. Belajar dari Pemilu 1955. Jakarta: PPIUK, 2004.

Feith, Herbert. The Decline of Constitutional Democracy. Ithaca: Cornel Uni-

versity Press, 1962.

Fieth, Harbert. Pemilu 1955 di Indonesia. Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia, 1999.

Goodwin-Gil, Guy S. Pemilu Jurdil: Pengalaman Standar Internasional. Ja-

karta: Pirac dan The Asia Foundation, 1994.

Hamidi, Muchlis. ed. Kajian Pemilu 1999. Jakarta: Puskab, Depdagri, dan

Biro Humas KPU, 1999

Haris, Syamsuddin. Struktur, Proses, dan Fungsi Pemilihan Umum: Catatan

Pendahuluan dalam Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru.

Jakarta: Yayasan Obor, 1998.

Haris, Syamsuddin. ed. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru. Jakarta:

Yayasan Obor, 1998.

Hon. Hilario G. Davide, JR. The Role of the Philippine Courts in Democratic

Elections. http://www.supremecourt.gov.ph/profiles/davi-

de_speech/role_phil_courts.htm

International Institute for Democracy and Electoral Asistence (IDEA). “Stan-

dar-standar Internasional Pemilihan Umum: Pedoman Penin-

jauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu”. Jakarta: International

IDEA, 2002

Internasional IDEA. Standar-standar Internasional Pemilihan Umum: Pe-

doman Peninjauan Kembali Kerangka Hukum Pemilu. Jakarta:

International IDEA, 2004.

170

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 189: PENEGAKAN HKM PEMILU

Irwan, Alexander dan Edriana. Pemilu: Pelanggaran Asas Luber. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1995.

Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP). Laporan Konflik dan Keke-

rasan Massa dalam Pilkada. Jakarta: KIPP, 2005.

Liddle, William. Pemilu-Pemilu Orde Baru: Pasang Surut Kekuasaan Politik.

Jakarta: LP3ES, 1992.

Nelson, Sue. Election Law Enforcement: International Comparison,

h t t p : / /w w w . e l e c t i o n s . c a /e c a /e i m /a r t i c l e _ s e a r c h /a r t i -

cle.asp?id=59&lang=e&frmPageSize=10&textonly=false

Malarangeng, Andi Alfian. Komisi Pemilihan Umum, dalam Kajian Pemilu

1999. Jakarta: Puskap, Depdagri dan Biro Humas KPU, 1999.

Manikas, Peter M and Laura L. Thornton Eds. Political Parties in Asia Pro-

moting Reform and Combating Corruption in Eight Countries.

2003

Panitia Pemilihan Indonesia. Indonesia Memilih: Pemilihan Umum di Indo-

nesia jang Pertama untuk Memilih Anggota Dewan Perwakilan

Rakjat dan Konstituante. Djakarta: Panitia Pemilihan Indonesia,

1958.

Panitia Pengawas Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat. Pengawasan

Pemilihan Umum 1999: Pertanggungjawaban Panitia Pengawas

Pemilihan Umum Tahun 1999 Tingkat Pusat. Jakarta: Gramedia,

1999.

Panwas Pemilu. Laporan Pengawasan Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD

dan DPRD. Jakarta: Panwas Pemilu, 2004

Panwas Pemilu. Laporan Pengawasan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil

Presiden. Jakarta: Panwas Pemilu, 2004.

Santoso, Topo. Tindak Pidana Pemilu. Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

United States of America Information Agency (USIA). What is Democracy?.

Oktober, 1991.

http://www.spr.gov.my/PP-KPR.htm

171

D A F T A R P U S T A K A

Page 190: PENEGAKAN HKM PEMILU

172

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Page 191: PENEGAKAN HKM PEMILU

173

LATAR BELAKANGDemokrasi memang bukan satu tatanan yang sem-purna untuk mengatur peri kehidupun manusia. Na-mun sejarah di manapun telah membuktikan, bah-wa demokrasi sebagai model kehidupan bernegaramemiliki peluang paling kecil dalam menistakan ke-manusiaan. Oleh karena itu, meskipun dalam berba-gai dokumentasi negara ini tidak banyak ditemukankata demokrasi, para pendiri negara sejak zamanpergerakan berusaha keras menerapkan prinsip-prin-sip negara demokrasi bagi Indonesia.

Tiada negara demokrasi tanpa pemilihan umum (pe-milu), sebab pemilu merupakan instrumen pokok da-lam menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Sesung-guhnya, pemilu tidak saja sebagai arena untuk meng-ekspresikan kebebasan rakyat dalam memilih pemim-pinnya, tetapi juga arena untuk menilai dan menghu-kum para pemimpin yang tampil di hadapan rakyat.Namun, pengalaman di berbagai tempat dan negaramenunjukkan bahwa pelaksanaan pemilu seringkalihanya berupa kegiatan prosedural politik belaka, se-hingga proses dan hasilnya menyimpang dari tujuanpemilu sekaligus mencederai nilai-nilai demokrasi.

LAMPIRAN

Page 192: PENEGAKAN HKM PEMILU

174

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U

Kenyataan tersebut mengharuskan dilakukannyausaha yang tak henti untuk membangun dan mem-perbaiki sistem pemilu yang fair, yakni pemilu yangmampu menampung kebebasan rakyat dan menja-ga kedaulatan rakyat. Para penyelenggara pemilu di-tuntut memahami filosofi pemilu, memiliki pengeta-huan dan ketrampilan teknis penyelenggaraan pemi-lu, serta konsisten menjalankan peraturan pemilu,agar proses pemilu berjalan sesuai dengan tujuan-nya. Selanjutnya, hasil pemilu, yakni para pemimpinyang terpilih, perlu didorong dan diberdayakan te-rus-menerus agar dapat menjalankan fungsinya se-cara maksimal; mereka juga perlu dikontrol agar ti-dak meyalahgunakan kedaulatan rakyat yang diberi-kan kepadanya.

Menyadari bahwa kondisi-kondisi tersebut membu-tuhkan partisipasi setiap warga negara, maka paramantan Pengawas Pemilu 2004 berhimpun dalamwadah yang bernama Perkumpulan untuk Pemiludan Demokrasi, disingkat Perludem agar dapatsecara efektif terlibat dalam proses membangun ne-gara demokrasi dan melaksanakan pemilu yang fair.Nilai-nilai moral pengawas pemilu yang tertanam se-lama menjalankan tugas-tugas pengawasan pemilu,serta pengetahuan dan keterampilan tentang pelak-sanaan dan pengawasan pemilu, merupakan modalbagi Perludem untuk memaksimalkan partisipasi-nya.

VISITerwujudnya negara demokrasi dan terselenggara-kannya pemilu yang mampu menampung kebebas-an rakyat dan menjaga kedaulatan rakyat.

MISI1. Membangun sistem pemilu legislatif, pemilu presi-

den dan pemilu kepala daerah yang sesuai de-ngan prinsip-prinsip demokrasi.

2. Meningkatkan kapasitas penyelenggara pemiluagar memahami filosofi tujuan pemilu, serta me-miliki pengetahuan dan ketrampilan teknis penye-lenggaraan pemilu.

3. Memantau pelaksanaan pemilu agar tetap sesuai

Page 193: PENEGAKAN HKM PEMILU

175

T E N T A N G P E R L U D E M

dengan peraturan yang telah ditetapkan.4. Meningkatkan kapasitas anggota legislatif yang

terpilih agar bisa memaksimalkan perannya seba-gai wakil rakyat.

KEGIATAN1. Pengkajian: mengkaji peraturan, mekanisme dan

prosedur pemilu; mengkaji pelaksanaan pemilu;memetakan kekuatan dan kelemahan peraturanpemilu; menggambarkan kelebihan dan keku-rangan pelaksanaan pemilu; mengajukan reko-mendasi perbaikan sistem dan peraturan pemilu;dll.

2. Pelatihan: meningkatkan pemahaman para sta-keholder pemilu tentang filosofi pemilu; mening-katkan pemahaman tokoh masyarakat tentangpentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilu;meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan pe-tugas-petugas pemilu; meningkatkan pengetahu-an dan ketrampilan para pemantau pemilu; dll.

3. Pemantauan: memonitor pelaksanaan pemilu;mengontrol dan mengingatkan penyelenggarapemilu agar bekerja sesuai dengan peraturanyang ada; mencatat dan mendokumentasikan ka-sus-kasus pelanggaran dan sengketa pemilu; me-nyampaikan pelaku-pelaku kecurangan dan pe-langgaran pemilu kepada pihak yang berkompe-ten; dll.

KEPENGURUSANBadan Pengarah:1. Prof. Dr. Komaruddin Hidayat2. HM. Rozy Munir3. Pdt. Saut Hamonangan Sirait, MTh4. Prof. Ir. Qazuini, MSc5. Ramdlon Naning, MH 6. Marudut Hasugian, MH

Badan Pelaksana:Ketua : Didik SupriyantoWakil Ketua : Topo SantosoSekretaris : Nur Hidayat Sardini, M.Si Bendahara : Siti Noordjannah, MM

Page 194: PENEGAKAN HKM PEMILU

Bidang Pengkajian Koordintor : Dr. Aswanto, MHAnggota : Aminuddin Kasim, MH

Nurkholis, KH. Ali Abdurrahman, MH

Bidang Pelatihan Koordinator : A.R. MuzamilAnggota : Andi Nurpati,

Arief Rachman, Muhammad Nadjib

Bidang PemantauanKoordinator : Muhammad Muchdar, MHAnggota : Aldri Frinaldi,

I Made Wena

Sekretaris Eksekutif : Rahmi Sosiawaty

ANGGOTA DAN STRUKTUR Para mantan Pengawas Pemilu 2004 secara sukarelamendaftarkan diri menjadi anggota Perludem. Basiskeanggotaan Perludem berada di kabupaten/kota,yang kemudian dikoordinasikan pada setiap provinsi.Dengan demikian struktur organisasi Perludem terdi-ri dari Perludem Nasional, Perludem Provinsi dan Per-ludem Kabupaten/Kota yang masing-masing memi-liki kepengurusan.

SEKRETARIATSekretariat Pengurus Perludem Nasional beralamat:Gedung Fuyinto Sentra Mampang Lt. 3, Jl. Mampang Prapatan Raya No. 28, Jakarta 12790.Tlp: 021-79191279,fax: 021-79183561

176

P E N E G A K A N H U K U M P E M I L U