Upload
muzakkar-almahdali
View
30
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
suver dan pemetaan/chsbdjchbsdchbsjdhcbjshdcbjsdhbcjshbcjshdcbjsdhcbjsdhbchsdj cjsd cjsdh cjsdh cjsdh cjhs dcj sdjc sdjhc sdjh cjsh cjsd cj cjsd cjsdh cjshd cjshd cjshd cjsd cjsd cjsdc jshcsdckjdhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh
Citation preview
Sun Azimuth Determination
A. P E N D A H U L U A N .
Penentuan arah astronomik dilakukan untuk menentukan arah asimut yang
sebenarnya, yang diperlukan sebagai dasar untuk pemetaan, baik pemetaan
cara teristris mmaupun pemetaan fotogrametris dengan pemotretan udara.
Asimut diperlukan bukan saja untuk pemberian orientasi utara kepada peta,
tetapi lebih penting sebagai pengontrol ukuran-ukuran sudut pada ukuran
poligon dan triangulasi. Khususnya pada daerah-daerah dimana belum ada titik-
titik dasar (titik-titik tetap/BM = Bench Mark), penentuan asimut astronomis ini
sangat diperlukan sebagai acuan dalam pembuatan peta supaya mendapatkan
peta yan baik.
Sebaai juru-ukur harus dapat menentukan arah astronomis (asimut) dengan
matahari atau bintan, pekerjaan mana dapat dikuasai denan sedikit latihan dan
petunjuk. Malahan adalah sangat terpuji dan menggembirakan bila pekerjaan
ini dapat ditingkatkan menjadi semacam “hobi”.
Pekerjaan ini relatip tidak sulit untuk dikuasai. Yang lebih sulit adalah memiliki
keterampilan dan kecermatan dalam pengambilan data (ukuran) hasil
pengamatan yang teliti, yang sepadan dengan ketelitian alat yang digunakan.
Jua keterampilan dan kecermatan dari si juru-ukur itu sendiri.
Pengamatan (penentuan) astronomis dilakukan dengan mengambil benda-
benda lanit, seperti matahari dengan bintang-bintang, tetai pada pembahasan
di modul ini adalah hanya pada pengamatan Matahari dengan alas an bahwa
Matahari dapat diamati setiap hari dan selalu konstan, sedan bintang-bintang
tidak demikian.
Karena penentuan arah meridian yang digunakan adalah matahari, maka
penentuan arahnya adalah : “Penentuan Arah Asimut Matahari”, dam
merupakan topik dari modul ini.
Adapun ruuang lingkup yang merupakan sub keigiatan Belajar dari penentuan
arah asimut matahari ini adalah sebaai berikut :
1. Kegiatan Belajar 1:
- Tentang Astronomi Geodesi
2. Kegiatan Belajar 2:
- Metode Penentuan Meridian
3. Kegiatan Belajar 3:
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
1
Sun Azimuth Determination
- Perhitungan Deklinasi, Refraksi, Paralaks, Diameter Matahari dan
Perhitunan Lintan dan Bujur Titik Pengamat
4. Learning Activity 4:
- Langkah-langkah Pengamatan Matahari
- Menghitung Asimut Matahari dengan Format Perhitunggan Matahari
5. Learning Activity 5:
- Aplikasi penggunaan arah asimut Matahri dalam pengukuran Poligon
(Kerangka)
B. Petunjuk Penggunaan Modul
Untuk mempermudah peserta mempelajari modul ini, diharapkan peserta
mengikuti semua petunjuk-petunjuk berikut :
1. Peserta harus memiliki kemampuan awal seperti yang tertera di lembaran
berikut (Pada Persyaratan Peserta)
2. Bacalah Tujuan Umum Pembelajaran (TUP) sebaai acuan peserta dalam
mempelajari modul ini.
3. Modul ini terdiri dari beberapa kegiatan belajar (yang merupakan sub topik
atau kegiatan belajar), yang setia kegiatan belajar diberi soal-soal yang
harus diselesaikan. Maka peserta diharuskan menguasai terlebih dahulu
kegiatan belajar yang satu, baru dapat meneruskan ke kegiatan belajar yang
berikutnya.
C. Tujuan Umum Pembelajaran (TUP)
Setelah mempelajari setiap unit-unt kegiatan belajar yang merupakan
rangkuman modul ini, peserta diharapkan mampu :
1. Menjelaskan kegunaan (tujuan) dari penentuan arah astronomi dengan
pengamatan matahari
2. Menjelaskan istilah-istilah dalam astronomi
3. Menjelaskan hubungan antara benda-benda langit seperti bintang dan
matahari terhadap bola langit (bumi)
4. Melakukan pengamatan sebaai penghantar Matahari untuk menentukan
meridian (asimut) denan menggunakan Roelof, Filter Gelap dan Sistim Tadah
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
2
Sun Azimuth Determination
5. Menghitung Lintang dan Bujur, menghitung Paralaks, Deklinasi, Diameter
Matahari serta menghitung asimut matahari dari titik pengamat ke titik
acuan
D. Prasyarat Peserta
Prasyarat yang harus dimiliki peserta yang merupakan kemampuan awal dalam mempelajari modul ini adalah sebagai berikut :1. Mempunyai pengetahuan tentang dasar-dasar astronomi
2. Memiliki pengetahuan tentang ilmu matematika, khususnya ilmu eometri
dan Trionometri
3. Harus sudah terampil mengoperasikan alat Ukur Tehodolit dengan cepat dan
benar
4. Harus sudah terampil mengunakan mesin hitung kalkulator
5. Dapat mempergunakan almanak matahari
6. Harus sudah mengetahui dasar-dasar ilmmu proyeksi dan transformasi peta-
peta serta dapat menghitungnya
7. Dapat melakukan pengukuran dan perhitungan Polion.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
3
Sun Azimuth Determination
KEGIATAN BELAJAR 1
‘ASTRONOMI GEODESI”
a. Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP)
Pada akhir pembelajaran unit 1 (Kegiatan Belajar 1) ini, peserta diharapkan
dapat :
1. Mengetahui tujuan dari astronomi geodesi
2. Mengetahui arti bola langit serta koordinat-koordinat bola langit
3. Menyebutkan arti dari beberapa istilah (definisi-definisi) astronomis yang
ada di bola langit
4. Menyebutkan dan menggunakan rumus-rumus segitiga astronomi dalam
bola langit
b. Uraian Materi
1. Tujuan Asimut Astronomis GGeodesi
Astronomis Ggeodesi bertujuan untuk menentukan posisi titik-titik di bumi,
yaitu dengan menentukan arah vertikalnya, yang dinyatakan dengan
komponen-komponen koordinat arah, lintang () dan bujur (). Serta
bertujuan pula untuk menentukan asimut suatu garis di permukaan bumi.
Mendefinisikan arah jurusan awal dan salah satu sisi suatu keranka
eodesi
Kontrol sudut atau asimut pada suatu kerangka geodetis yang
digunakan untuk pengukuran dan pemetaan topografi, baik secara
terestris maupun dengan pemotretan dari udara
2. Definisi-definisi Bola Langit
Benda-benda langit sesungguhnya mempunyai jarak yang berbeda terhadap
bumi, tetapi dalam astronomi semuua benda langit dianggap berada pada
satu bola yang disebut bola langit.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
4
Sun Azimuth Determination
Bola langit ini merupakan lukisan sebuah bola yang jari-jarinya tidak terbatas
dan berpusat di pusat bumi. Dari bumi semua benda langit diproyeksikan ke
bola langit. Sedangkan koordinat-koordinat yang digunakan uuntuk bola
langit ditentukan dalam bermacam-macam cara, dan yang sering digunakan
adalah koordinat horizontal (gambar 1a) dan equator (gambar 1b)
Pada gambar 1a diperlihatkan definisi-definisi dari bola langit, diantaranya :
S = adalah sebuah benda langit (misalnya matahar/bintang)
Bidang Horisontal = Sebuah bidang yang melalui titik observasi dan tegak
lurus garis vertikal
Garis Horison : Lingkaran besar berpotongan antara bidan horizontal dan
bola langit
Zenith : Titik potong atas antara garis vertical dan bola langit, sedangkan
titik potong bawahnya disebut Nadir
Linkaran-lingkaran Vertical : Lingkaran-lingkaran besar melalui zenith
dan tegak lurus garis horizon.
Meridian Langit : Sebuah lingkaran besar yang melalui kutub utara dan
kutub selatan langit
Azimuth : Sudut yang terbentuk antara lingkaran vertical yang memalui
suatu benda langit (S) dan titik referensi azimut (biasanya
digunakan titik utara). Sdengkan sudut yang terbentuk antara
arah benda langit dan bidang horizontal disebut Ketinggian
Gambar . 1a .Koordinat-Koordinta Horizontal
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
5
NADIRBola Langit
BidangHorizontal
Kutub Utara Langit
Lingkaran Vertikal
Titik Utara
Titik Selatan
Garis Horizontal
Kutub SelatanLangit
Meridian
Ketinggian
Sudut Azimuth
Bumi
Garis Ketinggian Yang Sama
Zenith
S
Sun Azimuth Determination
Garis yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan langit yang
dilalui oleh sumbu perputaran bumi dan equator langit adalah lingkaran
besar yang merupakan perpotongan antara pelebaran bidang equator bumi
dengan bola langit.
Pada koordinat equatorial, posisi pada bola langit dinyatakan dengan
deklinasi dan garis bujur langit (gambar 1b).
Deklinasi meliputi sudut +90o di Utara sampai dengan –90o di Selatan,
dengan catatan equator langit sebagai sudut 0o.
Garis bujur langit suatu benda langit adalah : jarak tegak lurus, diukur
sepanjang equator langit antara “vernal equinox” dan lingkaran waktu
melalui benda langit tersebut.
Gambar 1bKoordinat Equatorial
Garis bujur langit ini diukur ke arah Timur dari Vernal Equinox dan
dinyatakan dalam waktu (jam 0 sampai jam 24).
Vernal Equinox : Titik diantara bintang-bintang, dimana matahari dalam
perjalanan nya ke arah Utara memotong bola langit
Paralaks = adalah hasil pengamatan yang dibuat dari permukaan
bumi dan bukan di pusat bumi, (gambar 2) yang
menyebabkan terjadinya pengurangan sudut pada tinggi
bintang (matahari)-nampak. Oleh sebab itu koreksinya
selalu ditambah, dengan catatan tidak berarti bila
bintang yang diamati namun harus ditambahkan pada
tinggi matahari. Untuk besaran-besaran koreksi-koreksi
paralaks ini, telah disediakan (tertera) pada Almanak
Matahari Astronomi
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
6
60o 30o
0o
-30o
Kutub Utara Langit 6 jam
4 jam
2 jam
0 jam 30’
22 jam
Vernal Equinox
Equator
Kutub Selatan Langit
Bidang HorizontalGaris Horizontal
Titik SelatanTitik Utara
Zenith
Titik Barat
Sun Azimuth Determination
Gambar . 2 .Tinggi Bintang, biasan paralaks
Tinggi Bintang sebenarnya = tinggi bintang terukur – biasan + paralaks
Refraksi(biasan)=adalah pertambahan sudut pada tinggi bintang
(matahari)-nampak, akibat pembelokan berkas sinar
yang nampak miring melalui atmosfir bumi ( perhatikan
gambar 2 ).
Harga refraksi ini berkisar nol menit untuk tinggi bintang
(matahari) 90 sampai harga maksimun 35 menit di atas
horison. Secara kasar harganya sama dengan cotangen
tinggi matahari (bintang) terukur. Kebanyakan Almanak
astronomi memuat harga koreksi - koreksi biasan
(paralaks) ini untuk berbagai harga tinggi bintang
(matahari), suhu dan tekanan udara Koreksinya selalu
dikurangkan dari tinggi bintang (matahari) terukur.
2. Segitiga Astronomi
Seperti yang tertera pada gambar 1 bahwa garis-garis yang
menghubungkan titik Ku, Z dan S adalah merupakan segitiga astronomis,
yaitu segitiga bola langit yang dibatasi oleh lingkaran besar dan yang
dibentuk oleh titik zenit, titik bintang (mathari) yang diamati dan sebuah
titik kutub. Bila matahari yang diamati untuk menentukan asimut,
persamaan yang digunakan untuk menghitung sudut Z pada segitiga Ku-
Z-S bola adalah rumus cosinus ilmu ukur segitiga bola. (gambar 3)
memperlihatkan bahwa segitiga Ku-Z-S adalah merupakan segitiga
astronomis. Untuk wilayah Indonesia dipilih Ku (kutub Utara) sebagai
acuan .
Sin - Sin h . Sin Cos Z = … Apabila yang digunakan adalah
Cos h . cos sudut miring h .
Atau persamaan lain :
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
7
Sun Azimuth Determination
Sin Cos Z = - Tg . Tg h Cos . Cos h
h = Tinggi Bintang (matahari) sebenarnya .
Gambar . 3 .Segitiga Astronomi Ku – Z – S
Dimana enam unsur-unsur segitiga astronomi yang terdiri dari 3 (tiga) sisi
dan tiga (3) sudut , masing-masing :
Untuk tiga (3) sisi yaitu : Ku – Z = ( 90 - )
Z – S = ( 90 - h )
S – Ku = ( 90 - )
Untuk tiga sisi yaitu :
A = Asimut A
q = Sudut paralaktik
t = Sudut waktu : t diambil positif dalam arah puturan jam.
Pada gambar 3 diatas terlihat bahwa posisi matahari / bintang (S) terletak
disebelah Timur, maka tiga unsur sudut tersebut adalah: Asimut A, sudut
paralaktik q dan sudut waktu t, dimana : -t =(t - 360).
Bila posisi matahari ( bintang ) terletak disebelah barat, maka tiga unsur
sudutnya menjadi ; sudut asimut (A), sudut waktu (t ) dan sudut
paralaktik ( q ) dimana A = ( 360 - As ) dan As adalah merupakan
asimut Matahari (Bintang) perhatikan
Gambar 4. Pada gambar 4 diperlihatkan posisi (kedudukan)
matahari/bintang terhadap titik zenit (Z) dan kutub utara (Ku) dengan
beracu pada mata angin. Letak/posisi matahari/bintang pada segitiga
astronomi berbeda antara kuadran yang satu dengan kuadran yang
lainnya. Perbedaan - perbedaan tersebut adalah sebagai acuan dalam
menentukan kuadran dari asimut matahari/bintang. Letak asimut matahari
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
8
SZ S Z
Ku KuKu Ku
SZ Z
As
As
As di kuadran I As di kuadran II As di kuadran III As di kuadran IV ( Timur laut ) ( Tenggara ) ( Barat daya ) ( Barat Laut )
(90o - )(90o - )
(90o - h )
Sun Azimuth Determination
/ bintang dapat terletak dikuadran I ( timur laut ), kuadran II ( tenggara )
kuadran III ( barat daya ) dan kuadran IV ( barat laut ).
Gambar . 4 .Kedudukan Matahari ( Bintang ) terhadap pengamat
Dimana : Ku = Kutub Utara h = Sudut Miring
S = Matahari ( Bintang ) q = Sudut paralaks
Z = Zenit z = Sudut Zenit (90 - h)
Untuk menentukan asimut, waktu lintang dan busur dari ke empat kuadran
tersebut digunakan rumus penting yang umum digunakan diantaranya
:
Sin - Sin . Sin hCos A = … sudut miring h
Cos . Cos h
- Sin tTan A =
Cos .Tan - Sin . Cos t
- Sin A . Sin ZTan t =
Cos Z . Cos - Sin . Sin A
- Sin t . Cos ASin A =
Sin t
Sin - Sin . Cos ZCos A = … sudut Zenit
Cos . Sin Z
Cos z - Sin . SinCot t =
Cos . Cos
- Sin Z . Sin A
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
9
(90o - )
(90o - h )
(90o - )
(90o - )
(90o - h ) = z
(90o - )
(90o - )
(90o - )
(90o - h ) = z
(90o - )
(90o - )
(90o - h ) = z
Sun Azimuth Determination
Cot t = Cos
Dibola langit matahari terlihat bergerak diantara bintang-bintang pada
lingkaran ekliptika. Pergerakan ini disebabkan revolusi (rotasi) bumi
sekeliling matahari, dimana matahariberputar penuh pada lingkaran
ekliptika di bola langit selama setahun dalam kurun waktu 365,2422 hari
matahari. Pergerakan matahari ini bukan saja dipengaruhi oleh revolusi
(rotasi) bumi, juga dipengaruhi dengan pergerakan yang berlawanan. Dan
miringnya bidang ekliptika terhadap equator serta gerakan matahari yang
tidak teratur pada ekliptika, mengakibatkan waktu matahari lebih lambat
dan tidak konstan(teratur) dari waktu bintang (perhatikan gambar 5).
GMT (Green Mean Time): Yaitu waktu matahari menengah yang
berpatokan kepada meridian bujur nol yang
melalui kota Greenwich.
LMT (Local mean Time ) : Yaitu waktu matahari yang berpatokan pada
meridian lokal (pengamat).
Gambar . 5 .Pandangan Tegak pada Bola Langit di Ku.
PW (Perata Waktu atau Equation of Time) : Yaitu selisih antara waktu
sejati dan waktu menengah.
PW = GAT – GMT = LAT – LMT
GAT = Greenwich Apparent Solar Time
LAT = Local Apparent Solar Time
Ku – M – M “ = adalah lingkaran besar melalui matahari sejati M .
M = adalah matahari menengah
Lingkaran ekliptika miring 32 terhadap bidang ekuator .
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
10
Karena Rotasi Bumi di Ekliptika
Karena Rotasi Bumi pd Sumbu
Karena Rotasi Bumi pada Sumbu
Equator
Ekliptika
Z’
GR’
Ku
M
M’
P W
GR
Z
LMT
GMT
GST
Sun Azimuth Determination
Selisis antara waktu matahari sejati dan waktu matahari menengah adalah
besaran waktu ( Equation of Time = Perata Waktu ).
L A T I H A N S O A L :
1. Untuk tujuan–tujuan apakah pengamatan astronomis dilaksanakan
dalam Ilmu Ukur Tanah ?
2. Apakah selalu dibutuhkan arah astronomis setiap pekerjaan
pengukuran ? jelaskan .
3. Apakah resikonya apabila kita dalam pengukuran tidak
menggunakan arah astronomis yang sebenarnya ?
4. Coba sebutkan pengaruh apa-apa saja yang menyebabkan matahari
bergerak diantara bintang-bintang pada lingkaran ekliptika !
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
11
Sun Azimuth Determination
UMPAN BALIK SOAL KEGIATAN BELAJAR 1
1. Tujuannya adalah disamping menentukan asimut suatu garis di permukaan
bumi, juga menentukan posisi-posisi titik di bumi yaitu arah vertikalnya
yang dinyatakan dalam komponen lintang dan bujur. Juga bertujuan untuk
mengetahui sudut jurusan yang sebenarnya dan sebagai kontrol sudut
pada suatu kerangka geodetik yang digunakan dalam pemetaan topografi .
2. Tidak harus !!, sebab bisa saja kita menggunakan asimut magnit ataupun
asimut lokat, jadi tergantung untuk apa pengukuran itu dilakukan.
3. Resikonya adalah bahwa peta yang kita dapatkan sudah tidak sesuai lagi
dengan arah astronomis, dan titik-titik kerangkanya tidak bisa kita ikatkan
ke titik-titik poligon triangulasi.
4. Pengaruhnya adalah disebabkan oleh :
a. Rotasi bumi disekeliling matahari
b. Dipengaruhi dengan pergerakan yang berlawanan
c. Miringnya bidang ekliptika terhadap equator
d. Gerakan matahari yang tidak teratur pada ekliptika
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
12
Sun Azimuth Determination
KEGIATAN BELAJAR 2
“ METODE PENENTUAN MERIDIAN ( ASIMUT ) “
a. Tujuan khusus Pembelajaran (TKP)
Pada ahir pembelajaran dari unit 2 (Kegiatan Belajar 2) ini, peserta diharapkan
dapat ;
1. Menjelaskan macam-macam metode penentuan meridian (asimut)
2. Menjelaskan prinsip penentuan meridian (asimut)
3. Menghitung meridian (asimut) dengan cara yang sederhana
4. Menyebutkan waktu pengamatan yang tepat yang disesuaikan dengan
waktu di Indonesia serta alasannya.
b. Uraian Materi
Dalam penentuan meridian (asimut) ini, uraiannya difokuskan pada
penghantar matahari, yang merupakan benda langit yang dapat diamati
setiap saat. Beberapa metode penentuan meridian (asimut) dengan
penghantar matahari, diantaranya yaitu ;
1. Metode bayang-bayang matahari
2. Metode tinggi matahari sama
3. Metode tinggi matahari dengan sudut lereng
4. Metode sudut waktu matahari
Dari beberapa metode tersebut di atas, yang sangat paling sederhana (tidak
perlu perhitungan) adalah “Metoda bayang-bayang dan Metoda Tinggi Matahari
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
13
Sun Azimuth Determination
Sama“. Metoda-metoda ini diterapkan dengan asumsi bahwa matahari
bergerak pada jalur yang berupa lingkaran sampai posisi yang paling tinggi
pada saat melewati meridian. Jika arah ke matahari pada ketinggian maximum
dapat ditentukan, meridian sebenarnya dapat ditentukan lokasinya. Dari kedua
metoda ini hasilnya tidaklah sempurna, sebab metoda-metoda ini mempunyai
kelemahan yaitu berhubungan dengan “Deklinasi matahari yang berubah“
(lihat defenisi deklinasi pada kegiatan belajar 1), sehingga lintasannya
menyerong dan tidak sejajar terhadap equator.
Kelemahannya juga pada penundaan selang waktu antara pagi dan sore, yaitu
dengan adanya awan yang menghalangi pandangan. Karena kelemahan-
kelemahan tersebut, metode ini jarang digunakan oleh juru ukur, walau
hasilnya benar-benar melukiskan cara penentuan meridian (asimut) yang tidak
rumit. Untuk memperjelas prinsip uraian-uraian dari keempat metoda di atas,
dibawah ini akan diuraikan prinsip setiap metoda yang diantaranya ;
1. Metoda Bayang - Bayang
Gambar . 6 .Penentuan meridian dengan Metoda Bayang-Bayang
Pada gambar 6 titik-titik 1,2,3,4,5 dan 6 adalah lukisan lengkungan halus
dari ujung bayang-bayang yang didapat dari sebuah tiang (T) dengan
selang waktu dari titik ke titik berkisar 30 menit selama waktu dari jam
9.00 pagi sampai jam 15.00 WIB. Tiang tersebut ditegakkan dengan unting-
unting, dan merupakan pusat busur. Dari pusat tersebut dengan jari-jari
yang terjangkau, dibuat busur lingkaran yang menyentuh busur lingkaran
1,2,3,4,5 dan 6 untuk memperoleh titik potong P dan Q .Sebuah garis dari
tiang (T) yang memotong garis tengah PQ di titik R adalah merupakan
pendekatan meridian. Sudut antara garis yang dibuat tersebut dan
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
14
P QR
6
5
43
2
1
U
Busur Lingkaran
Lingkaran UjungBayang-bayang Matahari
TTiang
Sun Azimuth Determination
meridian sebenarnya dapat diperoleh dengan ketelitian dalam batas kira-
kira 30 menit, dan usahakan pada tempat yang datar dan diamati
dengan cermat titik-titik bayang-bayang dari tiang tersebut.
2. Metoda Tinggi Matahari Sama
Metoda ini hampir sama prinsipnya dengan metoda bayang-bayang, hanya
memerlukan theodolit kompas (Theodolit Reterasi atau Theodolit
Repetisi).
Pada gambar 7 diperlihatkan arah lintasan matahari , titik T (tempat
berdirinya alat) akan dilewati oleh meridian. Dengan bantuan sebuah lensa
(filter) gelap yang ditempelkan (dipasang) di okuler, kita dapat langsung
membagi dua bentuk bayangan lingkaran matahari dengan bantuan
benang diafragma teropong. Dengan membaca sudut vertikal dan
horizontal pada posisi biasa, teropong di putar pada posisi luar biasa dan
arahkan ke titik P yang telah terpasang yang jaraknya dari titik T(alat)
minimal 150 m, kemudian baca sudut vertikal dan horizontal. Selanjutnya
putar teropong pada posisi luar biasa, dan arahkan ke titik Q yang telah
terpasang dan jaraknya kira-kira sam dengan jarak TP. Hasil dari
pengamatan ini, kita gambarkan pada kertas sehingga didapat garis bagi
sudut PTQ yang merupakan meridian (asimut) yang sebenarnya.
Gambar 7Azimuth Dengan Tinggi Matahari Sama
3. Metoda Tinggi Matahari Dengan Sudut Lereng.
Suatu metoda yang sering dilakukan oleh juru ukur untuk mendapatkan
meridian (asimut) yang sebenarnya, dibandingkan dengan ketiga metoda
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
15
Lintasan Matahari
Posisi Matahari padaPagi Hari
Posisi Matahari padaSore Hari
U
PQ
T
PTQ2
Sun Azimuth Determination
lainnya, dan hasilnyapun lebih teliti walau perhitungannya sedikit lebih
rumit dan panjang . Karena adanya koreksi yang harus dilakukan , dan
memerlukan perhitungan-perhitungan yang teliti,disamping selama
pengamatan faktor-faktor kesalahan diusahakan dibuat sekecil mungkin.
Dengan metoda ini, pengamatan bayangan matahari minimal 4(empat)
pengamatan dalam posisi biasa dan luar biasa dengan waktu yang
sesingkat singkatnya. Penentuan meridian (asimut) dengan Metoda Tinggi
Matahri ada 3 (tiga) cara pengamatan yang dapat dilakukan diantaranya ;
3.1. Memakai Prisma Roelof
Apabila mmengunakan Roelof waktu pengamatan, bayangan
matahari ada 4(empat) kelihatan secara simettris dan kita dapat
langsung membidik ke pusat matahari dengan menempatkan
perpotongan benang diafragma ke 4(empat) bayangan matahari tadi
(menandakan perpotongan benang diafragma tersebut telah berada
dipusat matahari) perhatikan gambar 8 .
Prisma Roelof ini terdapat bagian yang dapat diputar-putar, sehingga
memungkinkan titik-titik potong bayangan tepi matahari terletak
pada benang silang pesawat.
Gambar 8Posisi Bayangan Matahari Dengan Roelof.
Karena pusat matahari yang dibidik sampai batas 5 detik dan Prisma
Roelof ini terdapat bagian yang dapat diputar-putar, sehingga
memungkinkan titik-titik potong bayangan tepi matahari terletak
pada benang silang pesawat. Karena pusat matahari yang dibidik
sampai batas 5 detik dan garis tengah matahari seperti dilihat dari
bumi kira-kira 32 menit, sehingga dalam perhitungannya tidak perlu
dikoreksi diameter matahari (½d), baik untuk sudut miring h(zenit)
maupun sudut horisontalnya. Jika prisma Roelof tidak tersedia, untuk
membagi 2(dua) objek besar yang bergerak horisontal maupun
vertikal adalah sulit. Tetapi pengamat rata-rata dapat
mengerjakannya dengan ketelitian 1menit yaitu dengan cara
membidik tepi matahari dengan menggunakan filter gelap.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
16
Sun Azimuth Determination
3.2. Memakai Filter Gelap Di Okuler.
Penggunaan filter gelap ini ada dua fungsi pengamatannya yaitu ;
Pengamatan ke tepi bayangan matahari apabila pesawat yang
digunakan tidak mempunyai lingkaran matahari.
Pengatan ke pusat matahari, apabila pesawat mempunyai
lingkaran matahari. Jika pengamatan ke tepi matahari,koreksi
diameter matahari ( 1/2d) Dan sudut miring h (sudut zenit z)
serta sudut horisontal harus dikpreksi (direduksi). Tetapi jika
pengamatan ke pusat matahari tidak diperlukan koreksi-koreksi
(redsuksi – reduksi) tersebut.
Gambar 9 memperlihatkan proses jalannya sinar matahari ke
teropong pesawat yang pengamatannya langsung ke pusat
matahari.
Gambar . 9 .Proses Jalannya Sinar Matahari Pada Teropong
3.3. Dengan Sistem Tadah
Pengamatan dengan sistem Tadah apabila juru ukur tidak mempunyai
prisma Roelof atau Filter Gelap, yaitu dengan menggunakan selembar
kertas putih sebagai penadah bayangan matahari.
Kertas ini diletakkan dibelakang lensa okuler pesawat oleh si
pengamat, sehingga si pengamat berdiri membelakangi matahari,
karena si pengamat membelakangi matahari, maka bayangan
matahari yang seharusnya di sebelah kiri, terlihat di tepi kanan dan
bayangan matahari yang seharusnya di sebelah kanan terlihat di tepi
kiri matahari (perhatikan gambar 10). Sehingga koreksi (reduksi)
diameter matahari ( 1/2d) mempunyai aturan main yang
disesuaikan dengan letak kuadrannya.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
17
Ka”
Ka
Ki
OK
Ki“
O b y
Ki’
Ki’
Fok Foby
W
BiasaL. Biasa
-1/2d
-1/2d
+1/2d
+1/2d
II
I
-1/2d
-1/2d
+1/2d
+1/2d
I
III
Sun Azimuth Determination
Hasil Tadahan TegakPesawat Tebalik,Hasil Tadahan Tegak
Hasil Tadahan TerbalikPesawat Tegak, Hasil Tadahan Terbalik
Gambar . 10 .Menentukan Koreksi 1/2 d
Agar dapat melihat lebih jelas tentang bayangan terahir matahari di
kertas tadah, dapat dilihat proses jalannya sinar matahari pada
teropong terhadap kertas tadah pada gambar 11.
Gambar . 11 .Jalan Sinar Matahari Pada Teropong Terhadap Kertas Tadah.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
18
II
IV
-1/2d
-1/2d
+1/2d
+1/2d(hu)
BiasaL. Biasa
-1/2d
I
-1/2d(hu)
+1/2d
+1/2d
III
Kertas Tadah
Bayangan Riil
Fob Fok
Ok
K’a
K’i
ObyKa
Ki
Sun Azimuth Determination
Pada gambar 11 tersebut di atas terlihat bahwa lensa obyektif
membuat bayangan K’a dan K’I dari matahari, Bayangan matahari
tersebut akan tampak lagi dibidang titik api foby (bidang diafragma).
Bayangan ini diletakkan dilur titik api lensa okuler, sehingga oleh
lensa okuler dibuat bayangan K’I K’a yang terhadap ka ki tidak
terbalik. Seperti yang telah dijelaskan pada uraian–uraian terdahulu,
bahwa penentuan meridian (asimut) dengan penghantar matahari
dilakukan dengan menentukan asimut dari matahari (A) dan
mengukur sudut horisoltal () antara arah asimut (meridian) matahari
(M) dengan titik sasaran (S). (lihat gambar12)
Gambar . 12 .Posisi Meridian (Asimut) Titik Pengamat
Dari Matahari ke Titik Acuan (S)
Dimana : Meridian (Asimut) ke titik sasaran = As
Meridian (Asimut) titik pengamat ke titik sasaran : As =
Am +
= Selisih bacaan lingkaran horisontal pesawat antara titik
sasaran (S) dengan bidikan matahari.
Pada waktu pengamatan, matahari harus pada pengamatan bergereak
kurang lebih tegak lurus untuk mencegah perubahan besar dalam
penentuan asimut (meridian). Untuk mengetahui hal tersebut sebaiknya
pengamatan dilakukan pada pagi hari Jam 07.00 pagi dan sore hari
Jam 15.00 WIB. Sedangkan untuk waktu Indonesia Tengah, pagi Jam
8.00 dan sore Jam 16.00. Tetapi untuk wilayah Indonesia Timur, pagi hari
sebaiknya dilakukan Jam 09.00 dan sore hari pada Jam 17.00 .
Waktu pengamatan ini disarankan karena untuk wailayah Indonesia
kemiringan yang kecil dari poros bumi didapat pada matahari terbit dan
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
19
S
AsAm
U M
S
-t
Ku
GR
Am
As
M
Z
Busur MC adalah busur yang terletak diatas lingkaran
waktu dan diatas ekuator
MC = deklinasi () titik tengah matahari (M) pada
waktu pengamatan
MA = adalah busur lingkaran tinggi ZMA yang terletak
diatas horison. Maka MA adalah tinggi h titik
tengah matahari
MZKu adalah sudut antara vertikal titik tengah
matahari (M) danmeridian tempat pengamat
ZkuM adalah sudut waktu t untuk matahri atau
bintang. Dihitung – (min) pada pengamatan
pagi (matahari atau bintang di sebelah timur
meridian tempat pengamat. Dan dihitung +
(plus) pada pengamatan sore hari (matahari
atau bintang telahmelalui meridian tempat
pengamat)
Sun Azimuth Determination
tanggelam. Jika pengamatan pagi hari, sudut meridian (asimut) matahari
yang didapat adalah asimut Utara-Timur (Am = A). Tetapi apabila
pengamatan sore hari, asimut yang didapat adalah asimut Utara - Barat
(Am = 360 - A), terlihat pada gambar 13.
Pada gambar 13 di atas terlihat bahwa dibuat sebagai proyeksi dibidang datar
horison, yang sebenarnya garis-garis yang ada digambar adalah lengkung
dibidang bola bumi, sehingga garis-garis itu merupakan garis-garis lengkung
yang membentuk segitiga bola langait. Apabila titik pengamat di selatan
ekuator, maka bertanda–, dan bila titik pengamat berada di lintang utara,
maka bertanda positif (+). Dengan metoda tinggi matahari ini, matahari
ditentukan dengan menggunakan data tinggi matahari (h), deklinasi matahari
() dan lintang pengamat (). Khusus untuk cara perhitungan lintang pengamat
() ini, lebih jelasnya dapat diperhatikan pada bahasan Kegiatan Belajar 3.
Rumus dasar yang digunakan adalah :
Sin - Sin . Sin hCos A = …. Sudut miring h
Cos . Cos h
dan ;
Sin - Sin . Cos ZCos A = …. Sudut zenit Z
Cos . Sin Z
Untuk deklinasi matahari () dapat berubah sampai 1´ per menit waktu,
maka waktu UT (= GMT : Green Mean Time) yang dipakai sebagai
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
20
U
A A’
Ku
TB Z
-tC
S
Am=360-A
A Am = A M’M
ht
Gambar 13Penentuan Azimut Berdasarkan Waktu Pengamatan (Pagi/Sore)
Sun Azimuth Determination
acuan. Khusus untuk deklinasi () matahari dan pembagian waktu
Indonesia , telah tersedia Almanak Matahari Dan Bintang. Yang mana
ketelitian deklinasi tersebut dalam tabel adalah 1 menit. Sudut miring
h (tinggi matahari) atau sudut zenit harus dikoreksi dulu terhadap
paralaks dan refraksi sebelum masuk kedalam rumus perhitungan.
Paralaks dan refraksi akan dibahas pada Kegiatan Belajar 3. Sedangkan
mencari data tentang lintang pengamat () didapat hasil interpolasi dari
peta Topografi ( peta AMS = Army Map Sevice ) .
Ketelitian harga lintang pengamat () dari skala peta 1: 25.000 adalah 3”
(detik) dan untuk peta Berskala 1:250.000 ketelitiannya sampai 15”
(detik). Untuk memperkecil kesalahan sistematis dari harga dan tinggi
matahari h, dianjurkan pengamatan matahari harus 2 kali simetris
terhadap meridian pengamat yaitu pagi dan sore hari, sehingga :
- h p = hs
- A p = ( 360 - As )
Dimana :
Subskrip p adalah pagi dan s adalah sore . Selain pengamatan dianjurkan
2 kali (pagi dan sore) serta pembacaan h dan sudut horisontal,
pengamatan harus dilakukan dalam posisi biasa (B) dan luar biasa (LB).
Mengamati matahari juga dianjurkan harus ketinggian yang serendah-
rendah mungkin dengan ketentuan h = 15. Karena posisi lintang
wilayah Indonesia () lebih kecil dari 15.
C. LATIHAN SOAL
1. Dari hasil pengamatan matahari, didapat data-data sebagai berikut :
= 6 46 ’ ; = 21 7 ’ ; h = 14
Hitunglah asimut (meridian) matahari dari titik pengamat jika matahari
berada di Timur dan Barat dengan pedoman :
Sudut yang digunakan adalah sudut zenit (z)
Sudut yang digunakan adalah sudut miring (m)
2. Jika sudut : = - 6 54’ ; = -21 ; h = 17
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
21
Hasil dari kedua ini harus sama
Sun Azimuth Determination
Hitung asimut matahari dari titik pengamat bila matahari berada di
Timur (pagi hari) dan di Barat (sore hari).
Hasil perhitungan sudut antara pagi hari dan sore hari harus berjumlah
360.
d. Umpan Balik Jawaban Soal Kegiatan Belajar 2
1. a. Bila sudut miring h digunakan :
Sin - Sin . Sin h Cos A =
Cos . Cos h
Sin 21 7’ - Sin 6 46’ . Sin 14 A = Arc Cos = 0,330684722
Cos 6 46’ . Cos 14
A = Arc Cos 0,330684722
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
22
Sun Azimuth Determination
= 70 41’ 22” ,77.
b. Bila sudut zenit (z) yang digunakan :
Sin - Sin . Cos zCos A =
Cos . Sin z
Sin 21 7’ - Sin 6 46’ .Cos (90-14) A = Arc Cos = 0,330684722
Cos 6 46’ . Sin (90 - 14)
A = Arc Cos 0,330684722
= 70 41’ 22” ,77.
Sin - Sin . Sin h2. Rumus : Cos A =
Cos . Cos h
Sin -21 7’ - Sin -6 54’ . Sin 17 A = Arc Cos = - 0,395365428
Cos -6 54’ . Cos 17
A = Arc Cos -0,395365428
= 113 17’ 19”, 5.
Bila matahari di Timur, maka asimut matahari (Am) = A = 113 17’ 19”,
5
Bila matahari di Barat, maka asimut matahari (Am) = 360 - A
= 360 - 113 17’ 19” , 5
= 246 42’ 40” , 5
KEGIATAN BELAJAR 3
Perhitungan Deklinasi, Refraksi, Diameter Matahari dan
Perhitungan Lintang & Bujur Titik Pengamat
a. Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP)
Akhir pelajaran dari unit kegiatan 3 (tiga) ini, peserta diharapkan dapat :
Mengetahui maksud dan tujuan dari deklinasi, Refraksi dan Paralaks
Menentukan : Koreksi Diameter Matahari ( ½ d)
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
23
Sun Azimuth Determination
Menghitung besar sudut Deklinasi, Refraksi, Paralaks, Lintang & Bujur titik
pengamat berdasarkan contoh-contoh yang diberikan
Menggunakan Tabel Almanak Matahari dan BIntang
b. Uraian Materi
Apa yang telah diuraikan pada bahasan-bahasan yang lalu, bahwa uraian-
uraian pada modul ini adalah Matahari sebagai penghantarnya. Maka bahasan
selanjutnya di fokuskan pada “Metoda Tinggi Matahari” dengan sudut lereng
( sudut miring atau sudut zenit ).
Dengan metoda ini, asimut matahari ditentukan menggunakan data tinggi
matahari, deklinasi matahari dan lintang tempat pengamat, yang penggunaan
rumusnya adalah :
Sin - Sin .Sin hCos A =
Cos . Cos h
Sin - Sin .Cos zCos A =
Cos . Sin z
1. Deklinasi Matahari
Yang dimaksud dengan deklinasi matahari adalah posisi (kedudukan)
matahari terhadap bumi. Menghitung deklinasi matahari ini, harus
berdasarkan pada tanggal dan waktu pengamatan. Untuk mengetahui
harga-harganya dapat dilihat langsung pada tabel Almanak Matahari dan
Bintang.
C o n t o h :
Saat pengamatan matahari dengan metoda tinggi matahari adalah tanggal
26 Juni 1998 Jam 15h 48m 56s WIB. Untuk mengetahui besarnya deklinasi
matahari saat pengamatan, dapat dicari sebagai berikut :
Pada tabel satu almanak Matahari diketahui deklinasi matahari ()
pada tanggal 26 Juni 1998 adalah 23 22’ 12” ( pukul 15.00 WIB ).
Perubahan deklinasi () tiap jam adalah : 04”,6.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
24
Sun Azimuth Determination
Interval waktu : Saat pengamatan – waktu pengamatan
15 h 48 m 56 s – 15.00
00 h 48 m 56 s ( 00 48 ’ 56 ” )
Maka deklinasi matahari adalah :
= 23 22’ 12” + ( 00 48’ 56” x 00 00’ 04”,6 ).
= 23 22’ 12” + 00 00’ 03”,75.
= 23 22’ 15”,75 .
Faktor E untuk saat pengamatan dicari dengan perubahan E setiap
jam :
- Pada tabel Almanak Matahari, tertera harga E pada saat
pengamatan : 11 57’ 18”, 4.
- Perubahan E per jam adalah -00h 00m 00s,5 .
- Interval waktu = 15h 48m 56s – 15 00 = 00h 48m 56s .
- Maka E adalah : 11h 57m 18s,4 + ( 00h 48m 56s x 00h 00m 00s,5 ).
11h 57m 18s,4 + 00h 00m 0s,41.
11h 57m 18s, 81 .
Perlu di ingat bahwa faktor E di sini adalah sama dengan PW ( Perata
Waktu ), yang biasanya faktor PW ini dibuat tabelnya. Tetapi sekarang
juga lazim faktor E, seperti yang tertera di Tabel 1 Almanak Matahari.
Faktor E ini tidak digunakan dalam perhitungan pencarian asimut,
karena disamping tidak adanya tertera notasi E di blangko (format)
perhitungan, juga metoda yang digunakan adalah metoda tinggi
matahari, bukan metoda sudut waktu matahari.
2. Refraksi .
Waktu kita mengadakan pengamatan ke matahari atau ke bintang, sinar
yang masuk teropong pesawat telah melalui lapisan-lapisan udara yang
tekanannya berbeda-beda, sehingga sinar yang masuk tersebut adalah
melengkung, sehingga garisnya melengkung. Bukan merupakan satu garis
lurus, dengan demikian sudut miring yang di ukur (hu) bukanlah sucut
miring yang sebenarnya dari matahari atau bintang (perhatikan gambar
14a).
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
25
M
Sun Azimuth Determination
Gambar . 14a .R e f r a k s i
Karena bukannya sudut miring yang sebenarnya didapat,maka perlu
dikoreksi terhadap sudut miring hasil ukuran, yang namanya : “ Koreksi
Refraksi ”.
Koreksi-koreksi ini harus selalu dikurangkan dari sudut miring, atau
ditambahkan apabila yang di ukur sudut Zenit (Zu).
Pada gambar 14a di atas, terlihat hubungan yaitu : h ’ = hu – r.
Dimana : h ’ = Sudut miring yang sebenarnya
hu = Sudut miring yang di ukur
r = Koreksi refraksi
Besarnya koreksi refrasi dihitung tergantung dari besar sudut miring yang
di ukur (hu), temperatur udara atau tinggi tempat pengamat. Untuk
menghitung koreksi refraksi ( r ) yaitu menggunakan rumus : R = rm .
cp . ct
Dimana : rm = Refraksi normal, yaitu besarnya refraksi dalam kondisi
standar, yaitu pada tekanan udara 760 mm Hg dan
temperatur 10C dengan kelembapan nisbi 60.
P 283Cp = dan Ct = 760 273 + t
p = Tekanan udara yang di ukur dalam mm Hg.
t = Temperatur yang di ukur dalam C.
Untuk memudahkan dalam perhitungan, data-data rm, Cp dan Ct dapat
dilihat pada tabel VI, VIIa dan VIII.
Rm dicari dengan argemen Hu, Cp dan Ct dapat dilihat langsung pada
tabel.
3. P a r a l a k s.
Karena pengukuran dilaksanakan pada permukaan bumi (toposentris),
sedang perhitungannya harus di ukur dari pusat bumi (geosentris), maka
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
26Permukaan bumi
Pusat Bumi
M
PusatBumi
d
Sun Azimuth Determination
ukurannya harus direduksi terhadap paralaks. Perubahan akibat direduksi,
maka garis bidik tersebut dinamakan paralaks ( perhatikan gambar 14b ).
Gambar . 14b .P a r a l a k s.
Bagi obyek-obyek yang jauh tak terbatas bintang–bintang, koreksi paralaks
tidak ada, karena garis bidik dari permukaan bumi dai pusat bumi ke
bintang-bintang yang jauh tersebut dapat dikatakan sejajar. Sedangkan
untuk obyek matahari, koreksi paralaks harus diperhitungkan, sebab jarak
matahari relatif cukup dekat, sehingga mengakibatkan koreksi paralaksnya
cukup besar. Koreksi ini lebih besar lagi apabila waktu matahari beradda di
posisi horison atau yang disebut ” Paralaks Horisontal ( Ph ) “.
Besarnya paralaks p bila sudut miringnya h, didapat dari hubungan :
( perhatikan gambar 14c ).
d dP ” = . p “ . Cos Hu : ….. atau … p“ = . p “ . Sin Zu D D
Gambar . 14c .Paralaks Horisontal ( Ph )
Oleh karena : d
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
27
PusatBumi
d D
Mh
M
Sun Azimuth Determination
Ph = . p“ … Maka : p“ = Ph . Cos Hu. D
P” = Paralaks hitungan dalam detik
d = Jari – jari bumi
D = Jarak dari pusat bumi ke matahari
P” = ( rho ) dalam detik yang didapat dari 2 rad = 360
Dimana : 1 rad = 180/ = 206265”
1 rad = p = 206265”
Besarnya Ph tergantung dari jarak ke matahari yang selalu berubah-ubah
dan berkisar antara 8”, 66 sampai 8”, 95. Namun untuk Ph dapat dipakai
harga rata-rata 8”,8. Harga p dapat dihitung langsung memakai
kalkulator, atau menggunakan dalam tabel IX yang telah tersedia di
almanak matahari.
Tambahan : Harga sudut miring ( h ) atau sudut zenit (z) yang
dimaksudkan dalam rumus adalah :
h = hu – r + p, atau
z = Zu + r – p,
…….. Rumus – rumus ini sudah tertera dalam tabel
perhitungan.
Contoh : Diketahui : hu = 15
d = 6378,388 Km
D = 149,4 . 106 Km
P” = 206265 “
Hitung koreksi paralaks dalam detik ( “ ).
Penyelesaian :
dP” = . p” . Cos hu D 6378,388 = x 206265 x Cos 15” 149,4 . 106
= 8 ” , 501.
4. Koreksi Diameter Matahari.
Koreksi diameter matahari (1/2d) ini dilakukan bila dalam pengamatan
matahari yang dibidik adalah tepi matahari, yaitu dengan
memperhitungkan reduksi ke pusat matahari. Sebab yang diperlukan
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
28
Sun Azimuth Determination
adalah koordinat matahari pada titik pusat matahari, begitu juga
asimutnya harus asimut terhadap titik pusat matahari. Besar koreksi ini
diberikan pada sudut horisontal yang di ukur dan sudut miring
matahari.
Koreksi yang diberikan pada sudut horisontal ( ) adalah :
1/2 d = , ….. d = diameter matahari Cos h
Sedangkan koreksi yang diberikan pada sudut miring (h) adalah :
h = 1/2 d
Sudut miring (H) harus sudah dikoreksi dengan h sebelum
dimasukkan ke perhitungan (perhatikan gambar 15).
Gambar . 15 .Koreksi 1/2 Diameter Matahari
Perhitungan koreksi diameter matahari ini diperlukan apabila
pengamatan menggunakan sistim tadah atau menggunakan filter
gelap. Sedangkan dengan alat Roelof, perhitungan diameter matahari
(1/2d) tidak dikoreksi.
Begitu juga apabila menggunakan filter gelap pun ada yang tidak perlu
pengoreksian diameter matahari, apabila pesawat ukur yang
digunakan memiliki lingkaran matahari (Sun’s Circle). Jika tidak ada
lingkaran matahari, harus menggunakan koreksi diameter matahari.
Untuk lebih jelasnya, hal tersebut dibaca lagi di Kegiatan Belajar 2
pada “ Metoda Penentuan “ yang telah diuraikan lebih rinci. Pemakaian
tanda plus (+) atau min (-) tergantung dari pembidikan ketepi
matahari. Untuk sudut horizontal, bila pembidikan ke tepi matahari
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
29
Sun Azimuth Determination
yang dekat ke titik sasaran (S) maka koreksinya adalah plus (+),
begitu juga sebaliknya, bila yang diamati tepi matahari yang lebih jauh
dari titik sasaran (S), maka dipakai tanda min(-). Untuk sudut miring,
apabila yang dibidik adalah tepi atas matahari, maka koreksinya
bertanda min (-) dan kalau yang dibidik adalah bawah tepi matahari,
maka koreksinya adalah “ plus (+). Pemberian tanda (+) dan (-) juga
harus memperhatikan apakah bayangan yang dibentuk teropong
adalah tegak atau terbalik (erect or inverted), khususnya kedudukan
tepi kiri dan kanan bayangan matahari. Harga 1/2 d berubah sesuai
jarak bumi dan matahari yang berubah, dan harga 1/2 d ini sudah
tertera di tabel 1 Almanak Matahari setiap hari pada setiap tahun.
Untuk lebih jelasnya mengenai koreksi 1/2 d matahari, anda dapat
melihat kembali uraian pada gambar 10 di Kegiatan Belajar 2. Sebagai
kesimpulan mengenai ketentuan bayangan matahari hasil
pengamatan, dibawah ini diberikan beberapa poin-poin diantaranya :
Bila hasil tadahan tegak, maka bayangan yang sebenarnya adalah :
Bayangan atas tetap atas, bayangan bawah tetap bawah
Bayangan kiri tetap kiri, bayangan kanan tetap kanan
Bila hasil tadahan terbalik, maka bayangan yang sebenarnya adalah :
Bayangan atas menjadi bawah, bayangan bawah menjadi atas
Bayangan kiri menjadi kanan, bayangn kanan menjadi kiri.
5. Perhitungan Lintang dan Bujur Dengan Peta Topografi.
Perhitungan lintang dan bujur titik pengamat dari peta Topografi ini
gunanya adalah untuk menghitung besarnya lintang dan bujur suatu
titik, apakah melalui peta topografi atau dengan penentuan sudut
waktu, yaitu dengan mengukur tinggi bintang. Memang untuk
mendapatkan hasil yang lebih teliti, bantuannya adalah dengan sudut
waktu yaitu mengukur tinggi bintang.Tetapi cara ini sangat sulit
dilakukan karena kita harus mentranformasikan Universal Time (UT) ke
Green Wich Sidereal Time (GST) yang dapat diterima lewat radio untuk
mendapatkan Local Apparent Solar Time (LAST). Disamping
perhitungannya cukup rumit, juga kita harus mengamati bintang yang
membutuhkan peralatan teropong bintang. Namun sebagai
pendekatan yang mudah dalam perhitungan umtuk mendapatkan
Lintang dan Bujur titik pengamat, kita dapat melakukan dengan cara
“Interpolasi“ dari suatu peta topografi yang berskala kecil, Diantaranya
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
30
Sun Azimuth Determination
skala 1: 25.000 atau 1 : 50.000. Disamping mudah pelaksanaannya
tingkat ketelitian nyapun berkisar hanya 1½” sampai 3“ dengan catatan
harus teliti dalam pengukurannya, dan harus menggunakan mistar
skala yang presisi. Adapun sebagai contoh cara meng’interpolasi peta
topografi untuk mendapatkan lintang dan bujur titik pengamat, dapat
diuraikan sebagai berikut ( perhatika gambar 16) ;
a. Skala Peta Topografi adalah 1 : 25.000
b. Nomor bagian derazat adalah 38 / XXIX ? f (31 – f)
c. Batas Lintang 645’– 650’ ; batas bujur adalah 025’- 030’
d. Ukur jarak garis tepi dengan mistar sklala 1 : 25.000 dari 6 45’
ke 650’ (sebaliknya), didapat jarak d, begitu juga dari 025’–
030’(sebaliknya), didapat jarak c.
e. Buat garis tegak lurus dari titik yang akan dicari (misal titik B) ke
tepi garis peta yang terdekat, didapat b1 dan b2.
f. Hitung besarnya lintang dan bujur dari titik B dengan cara :
-B = 6 45’ + (b2 / d). 5’
-B = 00 25’ + (b1 / c). 5’
g. Begitu juga untuk menghitung Lintang dan Bujur dari titik A,
dengan cara yang sama seperti menghitung Lintang dan Bujur
pada titik B.
Gambar . 16 .Menentukan Lintang () dan Bujur () Peta Topografi
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
31
B
A
b1
C
d
6 45’ 0 30’ 0 25’
b2
Sun Azimuth Determination
c. Latihan Soal :
1. Andaikan Saat pengamatan matahari adalah tanggal 4 July 1998 Jam 15h
48m 52s, hitung deklinasi matahari pada saat itu.
2. Hitung koreksi refraksi, apabila pada waktu pengamatan di ukur :
Temperatur = 22 c
Tekanan udara ( P ) = 721 mm Hg.
Sudut miring ( h ) = 14 48’.
3. Hitung koreksi refraksi, apabila di ukur :
Temperatur ( t ) = 19 c
Sudut miring ( h ) = 18 26’.
Tekanan udara (p) tidak di ukur, tetapi tinggi tempat pengamat diketahui
dari Peta Topografi yaitu : H = 623 m.
4. Hitung Lintang dan Bujur titik pengamat B dari suatu Peta Topografi skala
1 : 25.000 ( lihat gambar 16 ) jika diketahui :
d = 920
c = 925
b1 = 283
b2 = 246
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
32
Sun Azimuth Determination
d. Umpan Balik Jawaban Soal Kegiatan 3
1. Deklinasi matahari dari Tabel I : +22 52 ’ 52 ” ( pukul 1500 Wib ).
Perubahan tiap jam : -13 ” , 0
Interval Waktu : 15h 48m 52s - 1500 = 00h 48m 52s
Maka deklinasi Matahari () : 22h 52m 52s + ( 00h 48’ 52” x –13”,0 )
= 22 52’ 41’,41 .
2. r m untuk sudut miring (hu) 1448’ didapat dari tabel VI dengan
interpolasi adalah : 216” , 72 .
Cp menggunakan rumus : P : 760 = 721 : 760 = 0,949 .
Ct menggunakan rumus : 283 : (273 + t) = 283 : (273 + 22) =
0,959 .
Maka Refraksi ( r) = Rm. Cp . Ct
= ( 216”, 72 x 0,949 x 0,959 ) : 3600
= 00 03’ 17”,24 .
3. Ct dari suhu 19c (tabel VIII) didapat = 0,970
Rm dari h 18 26’ (tabel VI) didapat = 173”,0 … ( pendekatan h =
18 20’ )
Cp dari H 623m (tabel VIIb) didapat = 0,933 … ( pendekatan H =
600 m )
Maka refraksi ( r) = rm . cp . ct
= ( 173”, 0 x 0,933 x 0,970 ) : 3600
= 00 02’ 36”,57” .
4. Lintang titik B : B = 06 45’ + ( 246 : 920 ) .5’
= 06 45’ + 00 01’ 20”, 22
= 06 45’ 20”, 22
Bujur titik B : B = 00 25’ + ( 283 : 925 ) .5’
= 00 25’ + 00 01’ 31”, 78
= 00 26’ 31”, 78
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
33
Sun Azimuth Determination
KEGIATAN BELAJAR 4
Langkah Pengamatan Matahari dan Perhitungan Dengan Format (Blangko) Perhitungan
a. Tujuan Khusus pembelajaran (TKP).
Pada ahir pembelajaran dari unit 4 (empat) ini peserta diharapkan dapat :
1. mengetahui dan melaksanakan langkah-langkah pengamatan,
perhitungan, kususnya dengan cara Tadah .
2. Mengetahui dan melaksanakan perhitungan dengan menggunakan format
(blangko).
b. Uraian Materi.
Seperti yang telah diuraikan di kegiatan belajar 2 (dua) bagian 3 : “Metoda
Tinggi Matahari dengan Sudut Lereng“, bahwa metoda tersebut mempunyai
3(tiga) cara diantaranya :
Memakai prisma Roelof, dengan filter gelap dan dengan tadah.
Ketiga cara ini sedikit ada perbedaan, baik pada langkah-langkah kerja dan
perhitungan, yang perbedaan tersebut dapat dikatakan hampir sama, yang
uraiannya telah di uraikan secara panjang lebar pada Kegiatan Belajar 2
bagian 3. Karena dari ketiga cara ini hanya cara Tadah yang sedikit amat sulit
dan panjang (kususnya dalam pelaksanaan pengamatan), maka pada uraian-
uraian langkah kerja nanti diprioritaskan pada langkah kerja Tadah, begitu juga
dalam perhitungannya.
1. Langkah Pengamatan Dengan Tadah.
a. Siapkan semua peralatan yang akan digunakan : seperti pesawat
Theodolit, Kertas Tadah, Jam Tangan, Stop Watch, Barometer,
Thermometer, Barometer dan Ultimeter .
b. Sebelum penyetelan pesawat dimulai, hidari dari semua benda-benda
besi atau nikel yang mengandung magnit yang dekat dari pesawat.
c. Stel pesawat Theodolit di atas titik pengamat yang telah disediakan
terlebih dahulu.
d. Buka handel penguci piringan sudut horisontal dan vertikal .
e. Dengan posisi biasa dengan bacaan sudut horisontal 00 00’ 00”, lalu
buka sekrup repetisi, dan arahkan teropong pesawat ke suatau target
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
34
Sun Azimuth Determination
sebagai titik sasaran yang telah tersedia (target di pasang agak jauh
dari titik pengamat).
f. Stel lensa obyektif dan lensa okuler untuk memperjelas benang
diafragma dan bayangan obyek.
g. Putar teropong dengan membuka sekrup Reiterasi ke arah Matahari
dengan bantuan visir.
Sewaktu mengadakan pembidikan dengan visir ke matahari lensa
okuler harus ditutup dengan penutup lensa obyektif atau dengan ibu
jari.
h. Dengan berdiri membelakangi matahari, tadah bayangan matahari
dengan kertas tadah yang putih bersih dengan posisi tegak lurus
terhadap teropong. Kertas putih bersih sebagai penadah harus sudah
tertempel pada alat tulis.
Gambar . 17a .Posisi Kertas Tadah Terhadap Teropong .
i. Perjelas bayangan matahari yang terlihat di kertas tadah
denganmamutar-mutar sekrup pengatur diafragma (sekrup pengatur
bayangan obyektif), sehingga bayangan tepi-tepi matahari tampak
jelas. Juga diperjelas benang silang diafragma dengan memutar-mutar
lensa okuler. Bayangan Matahari dan benang diafragma dapat dilihat
pada gambar 17b.
Bayangan matahari Benang silang diperjelas Bagian tepi matahari dan Masih kabur dengan lensa okuler benang silang tampak jelas
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
35
Teropong
Kertas Tadah
M
Sun Azimuth Determination
Gambar . 17b .Bayangan Matahari Dan Benang Silang Diafragma.
j. Tepatkan bayangan matahari pada kuadran II sedemikian rupa dengan
mengunakan sekrup penggerak halus vertikal dan horizontal, sehingga
tepi matahari menyinggung benang silang tegak dan datar. Bila
pengamatan matahari dilakukan pada pagi hari bayangan matahari
posisinya sebagian harus masih berada di atas benang horizontal,
sebab gerakan matahari pada pagi hari adalah ke bawah. Sebaliknya
bila pengamatan dilakukan sore hari, bayangan matahari posisinya
harus di bawah benang horizontal, sebab gerakan bayangan matahari
pada sore hari adalah ke atas perhatikan gambar 17c .
Arah Bayangan Matahari
P a g i S o r e
Gambar . 17c .Arah bayangan Matahari
k. Bila bayangan Matahari seperti yang tertera pada poin “ J “ ( gambar
17c ), sipengamat memberi aba - aba “ Siap ” Kepada sipencatat
waktu.
l. Dengan menggunakan sekrup penggerak halus vertikal. tepatkan
bayangan matahari pada benang silang horizontal.
m. Bila bayangan matahari, tepi - tepinya telah betul – betul kena,
(menyinggung) benang vertikal dan horizontal, si pengamat memberi
aba-aba “ya“ kepada si pencatat waktu. Untuk menempatkan
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
36
IV I
III II III II
IV I
Sun Azimuth Determination
bayangan matahari agar betul-betul menyinggung benang diafragma
(horizontal dan vertikal) si pengamat harus cepat menggerakkan
benang diafragma dengan sekrup penggerak halus horizontal dan
vertikal.
n. Catat waktu pengamatan mulai dari jam, menit dan detik ke dalam
daftar pada kolom waktu pengamatan yang telah tersedia.
o. Catat besar sudut miring dan sudut horizontal dan masukkan ke dalam
daftar. Sewaktu membaca sudut horizontal dan vertikal, lensa okuler
harus hidup.
p. Ukur suhu udara dengan Thermometer lapangan dan ketinggian titik
pengamat dengan Ultimeter.
q. Buat sket pengukuran untuk mengetahui posisi (letak) antara titik
pengamat, matahari, titik acuan (s) dan arah Utara.
Tambahan :
Untuk mendapatkan hasil yang teliti, pembacaan dapat dilakukan
empat kali pengamatan misalnya :
- Dalam posisi satu kuadran, misal di kuadran II, pembacaan
dilakukan 2 posisi, yaitu posisi Biasa (B) dan posisi Luar Biasa
(LB).
- Di kuadran IV, pembacaan dilakukan 2 posisi, Posisi B dan LB .
ATAU :
- Setiap kuadran (kw.I s.d kw.IV) dilakukan pengamatan satu kali
dalam satu posisi (misal posisi biasa).
- Setiap kuadran ( kw.I s.d kw.IV) dilakukan pengamatan satu kali
dalam satu posisi (misal posisi Luar Biasa) .
Dalam penentuan letak kuadran dan posisinya, terserah dari team
pengukuran itu sendiri, yang penting harus di ingat Plus (+) dan Minus
(-) dari koreksi setengah diameter matahari.
Usahakan pembacaan dilakukan dua kali yaitu pagi dan sore
sehingga hasilnya nanti dirata - ratakan.
2. Langkah Perhitungan Asimut Dengan Tadah.
( Disesuaikan dengan urutan di Blangko / format perhitungan ).
Sin - Sin . Sin ha. Rumus dasar : Cos A = Cos . Cos h
b. Hitung tinggi pusat matahari (hu) setelah di koreksi dengan 1/2d.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
37
Sun Azimuth Determination
c. Hitung sudut horizontal terhadap pusat matahari () setelah di koreksi
dengan 1/2d. Cos hu ().
Sudut yang didapat adalah sudut titik acuan dan pusat matahari
dengan titik pengamatan ( = ’ ) .
d. Hitung harga rata-rata rm, cp, ct, harga Refraksi dan paralaks
(p)dari tabel VI, VIIa, VIIb dan VIII pada Almanak Matahari.
e. Hitung sudut miring yang sebenarnya : h = hu – r + p .
f. Hitung harga- harga : Sin = L . Sin . Sin h dan harga Sin . SIn
h = M.
g. Hitung harga N = L - M
= Sin - ( Sin . Sin h ) .
h. Hitung harga - harga : Cos . Cos h
dan harga D = Cos . Cos h .
i. Hitung harga Cos A = N / D
Sin - ( Sin . Sin h ) =
Cos . Cos h
j. Hitung besar harga A = arc Cos N/D.
k. Besarnya asimut matahari (Am) dilihat dari kedudukan matahari
terhadap pengamat .
l. Hitung besarnya asimut acuan (As) = A + .
m. Hasil hitungan dari ke empat pengamatan dibagi 4 untuk mendapatkan
asimut rata-rata.
3. Contoh Hitungan Asimut Matahari Dengan Menggunakan Tabel
(format) Perhitungan .
Hasil dari pengamatan pada tanggal 18 july 1998 pada pagi hari di daerah
b baru, didapat data-data sebagai berikut ;
a. Waktu pengamatan kedudukan matahari pada setiap posisi biasa (B)
dan luar biasa adalah :
Pada kw.II posisi Biasa (B) : jam 08h 24m 38s ,92.
Pada kw.IV posisi Biasa (B) : jam 08h 28m 46s ,22.
Pada kw.II posisi Luar Biasa (LB) : jam 08h 34m 47s ,88.
Pada kw.IV posisi Luar Biasa (LB) : jam 08h 38m 03s ,53.
b. Bacaan lingkaran tegak, data-datanya adalah sebagai berikut :
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
38
Sun Azimuth Determination
Pada kw.ii posisi B : 33 35’ 23” .
Pada kw.iv posisi B : 35 00’ 00” .
Pada kw.ii posisi LB : 35 45’ 42” .
Pada kw.iv posisi LB : 36 59’ 52” .
c. Bacaab lingkaran mendatar ke titik acuan (Hs) adalah :
Pada kw.ii posisi B : 00 00’ 00” .
Pada kw.iv posisi B : 00 00’ 00” .
Pada kw.ii posisi LB : 180 00’ 00” .
Pada kw.iv posisi LB : 180 00’ 00” .
d. Bacaan likaran mendatar ke tepi (sisi) matahari (Hm) adalah :
Pada kw.ii posisi B : 332 05’ 15” .
Pada kw.iv posisi B : 332 12’ 42” .
Pada kw.ii posisi LB : 150 48’ 45” .
Pada kw.iv posisi B : 151 04’ 53” .
e. Data–data tambahan yang ada hubungannya ke perhitungan adalah
sebagai berikut :
Koordinat titik pengamat (pendekatan) adalah :
- = -004 12’ 55” .
- = +119 36’ 59” .
Alat ukur yang digunakan adalah : Theodolite Sokisha.
Temperatur pada saat pengukuran = 31 c .
Barometer = 708 mm Hg .
Kelembapan Nisbu = 14 .
Tinggi permukaan laut rata-rata = … m .
Matahari terletak di sebelah Timur .
Data – data tersebut di atas, kita masukkan kelembaran pengamatan
matahari untuk selanjutnya dihitung asimut mataharinya.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
39
Sun Azimuth Determination
Contoh Pencatatan Hasil Pengamatan
LEMBARAN PENGAMATAN MATAHARI
Titik pengamat : T 280Titik acuan : B Tgl. Pengamatan : 18 july 1998 Daerah/Proyek : Bandar BaruDiamati oleh : S.S.SDihitung oleh : Maruli Pakpahan
Merk Alat Theodolit : Sokisha Bayangan Dalam Matahari : T E G A K Cara pengukuran : T A D A H
Kedudukan Teropong B LB LB B
Kedudukan Matahari
Waktu pengamatan 08h 24m 38s ,92 08h 34m 47s, 88 08h 38m 03s,
53
08h 28m 46s,
22
Bacaan lingkaran tegak :
Terhadap tepi/pusat matahari 33 35’ 23” 35 45’ 42” 36 59’ 52” 35 00’ 00”
Koreksi 1/2d
Tinggi Pusat Matahari = hu
Bacaan Lingkaran Datar :
Ke titik acuan (Hs) 000 00’ 00” 180 00’ 00” 180 00’ 00” 000 00’ 00”
Ke tepi /pusat Matahari = Hm 332 05’ 15” 150 48’ 45” 151 04’ 53” 332 12’ 42”
Sudut Horizontal :
Terhadap tepi/pusat Matahari ()
Koreksi 1/2d / Cos hu ()
Terhadap Pusat Matahari ()
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
40
T 280
Sun Azimuth Determination
Skesa :
Posisi Matahari terhadap
titik acuan :
U
Matahari Sebelah : Timur / Barat
= - 004 12’ 55” .
= + 119 36’ 59” .
Data data untuk koreksi Refraksi :
- Temperatur : 31c
- Barometer = 708 mm Hg
- Kelembapan Nisbi = 14
- Tinggi Muka Laut = … m
LEMBARAN PERHITUNGAN PENGAMATAN MATAHARI
Titik pengamat : T 280Titik acuan : B Tgl. Pengamatan : 18 july 1998 Daerah/Proyek : Bandar BaruDiamati oleh : S.S.SDihitung oleh : Maruli Pakpahan
Merk Alat Theodolit : Sokisha Bayangan Dalam Matahari : T E G A K Cara pengukuran : T A D A H
Kedudukan Teropong B LB LB B
Kedudukan Matahari
Waktu pengamatan 08h 24m 38s ,92 08h 34m 47s, 88 08h 38m 03s,
53
08h 28m 46s,
22
Bacaan lingkaran tegak :
Terhadap tepi/pusat matahari 33 35’ 23” 35 45’ 42” 36 59’ 52” 35 00’ 00”
Koreksi 1/2d + 15’ 46” + 15’ 46” - 15’ 46” - 15’ 46”
Tinggi Pusat Matahari = hu 33 51’ 09” 36 01’ 28” 36 44’ 06” 34 44’ 14”
Bacaan Lingkaran Datar :
Ke titik acuan (Hs) 000 00’ 00” 180 00’ 00” 180 00’ 00” 000 00’ 00”
Ke tepi /pusat Matahari = Hm 332 05’ 15” 150 48’ 45” 151 04’ 53” 332 12’ 42”
Sudut Horizontal :
Terhadap tepi/pusat Matahari () 27 54’ 45” 29 11’ 15” 28 55’ 07” 27 47’ 13”
Koreksi 1/2d / Cos hu () + 18’ 59” + 19’ 30” - 19’ 40” - 19’ 11”
Terhadap Pusat Matahari () 28 13’ 44” 29 30’ 45” 28 35’ 27” 27 28’ 07”
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
41
T 280
AsAm
Sun Azimuth Determination
Skesa :
Posisi Matahari terhadap
titik acuan :
U
Matahari Sebelah : Timur / Barat
= - 004 12’ 55” .
= + 119 36’ 59” .
Data data untuk koreksi Refraksi :
- Temperatur : 31c
- Barometer = 708mm Hg
- Kelembapan Nisbi = 14
- Tinggi Muka Laut = … m
Lembaran perhitungan Asimut Matahari
Sebelum melanjutkan perhitungan Asimut, terlebih dahulu dihitung harga-harga
: rm, cp, ct, p” dan harga deklinasi setiap posisi dan setiap waktu
pengamatan.
1. Mencari harga rm.
Karena harga hu hasil perhitungan tidak ada yang sesuai dengan harga-
harga yang ada di tabel VI untuk mendapatkan harga rm (harga rm di
tabel VI sudah standar untuk temperatur, tekanan udara dan kelembapan
nisbi), maka harga rm dengan sendirinya dicari sesuai dengan harga hu
disetiap kedudukan teropong dengan cara interpolasi atau sistem
pendekatan harga hu misalnya :
a. hu di kw ii posisi B : 33 51’ 09”, … hu 33 40’ = 86”, 7
hu 34 00’ = 85”, 6
40’ = 01”, 1
Maka hu untuk 3351’09” adalah : 86”,7–((3351’09”-
3340’) :40’x1”,1)
= 86”,39 .
b. hu di kw ii posisi LB : 36 01’ 28”, hu nya diambil pendekatan
dengan pedoma hu : 36 00’ yaitu : 79”,5 .
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
42
Sun Azimuth Determination
c. hu di kw iv posisi LB : 36 44’ 06”, hu nya diambil pendekatan
dengan pedoma hu : 36 40’ yaitu : 77”,6 .
d. hu di kw iv posisi B : 36 44’ 14”, hu nya diambil pendekatan
dengan pedoma hu : 34 40’ yaitu : 83”,5 .
2. Harga Cp didapat dari tabel VIIa dengan acuan harga tekanan udara yang
di ukur dengan barometer : 708mm Hg, yaitu : 0,932
Harga Cp = 0,932 dimasukkan ke semua kedudukan teropong (Biasa dan
Luar Biasa).
3. Harga Ct didapat dari tabel VIII dengan acuan harga temperatur 31c,
yaitu 0,931.
Harga Ct = 0,931 diamasukkan ke semua kedudukan teropong (Biasa dan
Luar Biasa).
CATATAN :
Harga Cp dan Ct berdasarka tekanan udara dan temperatur, apabila tidak ada di
tabel akibat tidak adanya data yang sesuai (terlalu jauh perbedaannya) dengan
data yang didapat dari lapangan, maka harus dihitung dengan menggunakan umus
atau pendekatan untuk mendapatkan harga Cp dan Ct.
4. Harga Paralaks (p”) bisa menggunakan rumus dengan syarat : ph“ dipakai
rata-rata 8”,8 atau dengan pendekatan.
5. Menghitung harga–harga deklinasi() disetiap posisi dan kedudukan matahari
berdasarkan tabel I yang diamati pada tgl 18 juli 1998 adalah :
- Jam 07.00. WIB, deklinasi matahari = +21 05’ 42” .
- Perubahan deklinasi per jam = - 26”, 0 .
- Interval waktu : 08h 24m 38s, 92 – 07.00 = 01h 24m 38s, 92, … kw ii
posisi B
- Interval waktu : 08h 34m 47s, 88 – 07.00 = 01h 34m 47s, 92, … kw ii
posisi LB
- Interval waktu : 08h 38m 03s, 53 – 07.00 = 01h 38m 03s, 92, … kw iv
posisi LB
- Interval waktu : 08h 28m 46s, 22 – 07.00 = 01h 28m 46s, 92, … kw iv
posisi B
Maka deklinasi Matahari ( ) untuk :
Jam 08h 24m 38s, 92 adalah 21 05’ 42”+(01h 24m 38s,92 x -26”,0) = 21
05’ 05”,32
Jam 08h 34m 47s, 88 adalah 21 05’ 42”+(01h 34m 47s,88 x -26”,0) = 21
05’ 00”,92
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
43
Sun Azimuth Determination
Jam 08h 38m 03s, 53 adalah 21 05’ 42”+(01h 38m 03s,53 x -26”,0) = 21
04’ 59”,51
Jam 08h 28m 46s, 22 adalah 21 05’ 42”+(01h 28m 46s,22 x -26”,0) = 21
05’ 03”,53
Lembaran Perhitungan Asimut Matahari
Metode Tinggi Matahari
Titik pengamat : T 280
Titik acuan : B
Tgl. Pengamatan : 18 july
1998
Daerah/Proyek : Bandar
Baru
Diamati oleh : S.S.S
Dihitung oleh : Maruli P. dengan Casio fx – 120
Selesai dihitung : 19 juli 1998
Diperiksa oleh : Tri Asmoro
Kedudukan Teropong B LB LB B
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
44
Sun Azimuth Determination
Rm
Cp
ct
86”,39
0,932
0,931
79,5
0,932
0,931
77”,6
0,932
0,931
83”,5
0,932
0,931
Tinggi Matahari : hu
Refraksi = rm . cp.ct
Paralaks = p
33 35’ 23”
- 01’ 15”
+ 07”
36 01’ 28”
- 01’ 09”
+ 07”
36 44’ 06”
- 01’ 07”
+ 07”
34 44’ 14”
- 01’ 12”
+ 07”
H
33 34’ 15”
-04 12’ 55”
+21 05’ 05”
36 00’ 26”
-04 12’ 55”
+21 05’ 01”
36 59’ 52”
-04 12’ 55”
+21 04’ 59”
34 43’ 09”
-04 12’ 55”
+21 05’ 04”
Sin = L 0,35974803 0,35972993 0,35972088 0,3597435
Sin
Sin h
Sin . Sin h = M
-0,073504126
+0,55296748
-0,040645391
-0,073504126
+0,58788723
-0,043212137
-0,073504126
+0,59788167
-0,043946769
-0,073504126
+0,56955452
-0,041864607
L – M +0,400393421 +0,402942067 +0,403667649 +0,40160810
7
Cos
Cos h
Cos . Cos h = D
+0,99729491
+0,83320284
+0,83094895
1
+0,99729491
+0,8089428
+0,806754536
+0,99729491
+0,80158438
+0,79941602
2
+0,99729491
+0,82195356
+0,81973010
1
Cos A = N/D +0,481850804 +0,499460553 +0,504953163 +0,48992724
1
A = Arc Cos N/D 61 11’
37”,14
60 02’ 08”,46 59 40’ 18”,33 60 39’ 51”,12
AM = Asimut Pusat Matahari
61 11’ 37”,14
28 13’ 44”
60 02’ 08”,46
29 30’ 45”
59 40’ 18”,33
28 35’ 27”
60 39’ 51”,12
27 28’ 07”
As = Asimut ke titik Acuan 89 25’
21”,14
89 32’ 53”,46 88 15’ 45”,33 88 07’ 58”,12
Asimut rata-rata : = 88 50’ 29”,51 .
Catatan : Harga h dan sudah harus dikoreksi dengan masing-masing : h =
½d
Dan = 1/2d : Cos h (lihat formulir) bila tepi matahari yang di
bididik.
KEGIATAN BELAJAR 5
Aplikasi penggunaan Arah Asimut Matahari Dalam Pengukuran Kerangka Poligon
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
45
Sun Azimuth Determination
a. Tujuan Khusus Pembelajaran (TKP).
Sebagai ahir dari modul ini, maka pada ahir pembelajaran 5 ini, peserta
dapat :
1. Mengaplikasikan fungsi dari asimut matahari.
2. Menghitung koordinat titik acuan (B) sebagai titik ikat dari titik pengamat.
b. Uraian :
Karena asimut dari titik T280 ke titik acuan B yang sebenarnya telah didapat
berdasarkan pengamatan matahari, maka dengan sendirinya dalam
pengukuran poligon sebagai aplikasinya tidaklah sulit.
Walaupun arah yang sebenarnya telah didapat, namun itu belumlah cukup
sebagai patokan dalam pengukuran kerangka dalam menentukan posisi yang
sebenarnya. Sebab perlu diketahui juga koordinat titik pengamat T280, dan
jarak datar dari titik T280 ke titik acuan B. Untuk mengetahui koordinat titik
T280, kita harus melakukan perhitungan dengan cara memproyeksi dari
koordinat Geodetis ke koordinat UTM. Dimana koordinat Geodetis titik T280
telah diketahui yaitu : T280 = -04 12’ 55”
T280 = +119 36’ 59”
Dengan memproyeksikan koordinat Geodetis ini ke koordinat UTM, maka
didapatlah koordinat UTM dari titik T280 yaitu :
X ( UTM )T280 = 790422,504 m.
Y ( UTM )T280 = 9533637,679 m.
Koordinat ini didapat mengingat titik T280 terletak disebelah Timur Meridian
Tengah dan disebelah selatan Ekuator, maka berlaku rumus :
X ( UTM ) = ( 500.000 + X ) m
Y ( UTM ) = ( 10.000.000 – Y ) m
dan juga sebagai acuan adalah referensi Ellipsoid Bessel.
Sedangkan jarak dari T280 ke titik acuan B diukur dengan EDM (Elektronic
Distance Measure), didapat jaraknya 83,647 m. Untuk mengetahui posisidan
arah titik T280 dan titik acuan B, dapat diperhatikan gambar 18 dibawah ini.
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
46
88 50’ 29”,51
T 280
X = 790422,504 m Y = 9533637,679 m
D = 83,647 m
Sun Azimuth Determination
Gambar . 18 .Posisi Titik Pengamat Dengan Titik Acuan Terhadap Arah Utara.
Dengan diketahuinya asimut matahari, koordinat titik T280 dan jarak dari titik
T280 ke titik acuan B, maka dengan mudah kita dapat menghitung koordinat
titik B yaitu :
XB = 790422,504 + ( 83,647 . Sin 88 50’ 29”,51 ) = 790506,134
m.
YB = 9533637,679 + ( 83,647 . Cos 88 50’ 29”,51 ) = 9533639,37
m.
Berdasarkan 2 (dua) buah titik poligon yang diketahui koordinatnya, kita dapat
dengan mudah melakukan pengukuran kerangka ke suatu tempat/daerah
denganpengukuran poligon lepas atau tertutup yang terikat sempurna.
Catatan :
Pada pembahasan di kegiatan 5, sengaja tidak diberikan tugas (soal-soal).
Sebab ini hanya merupakan pembahasan tambahan dan juga hanya sebagai
aplikasinya saja. Juga tidak diberikan cara perhitungan koordinat UTM dan cara
pengukuran dan perhitungan poligon, kerena disamping bukan topik yang
diberikan, juga hal ini dianggap sudah diketahui oleh semua juru ukur.
D A F T A R P U S T A K A
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
47
Sun Azimuth Determination
1. Bennet , G G . Field Astronomy For Surveyors.
2. I S I dan FTSP I T B. Hitungan Proyeksi dan Transformasi
Koordinat.
3. F T S P . I T B . Almanak Matahari dan Bintang 1998.
4. Russel C. Brinker, Paul R . Wolf , Djoko Walijatun, Dasar – dasar
Pengukuran Tanah ( Surveying ) .
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
48
Sun Azimuth Determination
T A B E L 1ALMANAK MATAHARI 1998
BULAN JUNI
TGL
Waktu Indonesia Barat = 07.00 Tengah = 08.00 Timur = 09.00
Waktu Indonesia Barat = 15.00 Tengah = 16.00
Timur = 17.00 Setengah
diameter
matahari
Deklinasi
( )
Perub
ahan
tiap
jam
( )
Perata
waktu(12+
Pw)
E
Perub
ahan
tiap
jam
(E)
Deklinasi
( )
Perub
ahan
tiap
jam
( )
Perata
waktu(12+
Pw)
E
Perub
ahan
tiap
jam
(E)
‘
“
“ h m
s
s ‘
“
“ h m
s
s ‘
“
1. -21 59
39
+20,8 12 02
16,9
-00,4 +22 02 39 +20,4 12 02
13,9
-00,4 15 48
2. 22 07
46
19,8 12 02
07,7
00,4 22 10 46 19,5 12 02
04,6
00,4 15 48
3. 22 15
30
18,8 12 01
58,2
00,4 22 17 30 18,5 12 01
55,0
00,4 15 48
4. 22 22
51
17,8 12 01
48,3
00,4 22 25 51 17,5 12 01
45,0
00,4 15 47
5. 22 29
48
16,9 12 01
38,1
00,4 22 32 48 16,5 12 01
34,7
00,4 15 47
6. 22 36
21
15,9 12 01
27,6
00,4 22 38 21 15,5 12 01
24,1
00,4 15 47
7. 22 42
30
14,9 12 01
16,8
00,5 22 44 30 14,5 12 01
13,1
00,5 15 47
8. 22 48
16
13,9 12 01
05,7
00,5 22 50 16 13,5 12 01
01,9
00,5 15 47
9. 22 53
38
12,9 12 00
54,3
00,5 22 55 38 12,5 12 00
50,5
00,5 15 47
10. +23 58
35
11,9 12 00
42,7
00,5 23 00 35 11,5 12 00
38,8
00,5 15 47
11. 23 03
08
+10,8 12 00
30,8
-00,5 +23 04 08 +10,5 12 00
26,8
-00,5 15 47
12. 23 07
17
09,8 12 00
18,7
00,5 23 08 17 09,5 12 00
14,7
00,5 15 47
13. 23 11
01
08,81 12 00
06,4
00,5 23 12 01 08,5 12 00
02,3
00,5 15 47
14. 23 14
21
07,8 11 59
54,0
00,5 23 15 21 07,5 11 59
49,8
00,5 15 47
15. 23 17
16
06,8 11 59
41,3
00,5 23 18 16 06,4 11 59
37,1
00,5 15 47
16. 23 19
47
05,7 11 59
28,6
00,5 23 20 47 05,4 11 59
24,3
00,5 15 46
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
49
Sun Azimuth Determination
17. 23 21
53
04,7 11 59
15,7
00,5 23 22 53 04,4 11 59
11,4
00,5 15 46
18. 23 23
34
03,7 11 59
02,7
00,5 23 24 34 03,3 11 58
58,4
00,5 15 46
19. 23 24
50
02,7 11 58
49,7
00,5 23 25 50 02,3 11 58
45,3
00,5 15 46
20. +23 25
42
01,6 11 58
36,6
00,5 23 25 42 01,3 11 58
32,2
00,5 15 46
21. 23 26
09
+00,6 11 58
23,4
-00,5 +23 26 09 +00,2 11 58
19,1
-00,5 15 46
22. 23 26
11
-00,4 11 58
10,3
00,5 23 26 11 -00,8 11 58
06,0
00,5 15 46
23. 23 25
48
01,5 11 57
57,7
00,5 23 25 48 01,8 11 57
52,9
00,5 15 46
24. 23 25
01
02,5 11 57
44,2
00,5 23 24 01 02,9 11 57
39,9
00,5 15 46
25. 23 23
48
03,5 11 57
31,2
00,5 23 23 48 03,9 11 57
27,0
00,5 15 46
26. 23 22
12
04,6 11 57
18,4
00,5 23 21 12 04,9 11 57
14,2
00,5 15 46
27. 23 20
10
05,6 11 57
05,7
00,5 23 19 10 05,9 11 57
01,5
00,5 15 46
28. 23 17
44
06,6 11 56
53,2
00,5 23 16 44 07,0 11 56
49,0
00,5 15 45
29. 23 14
53
07,6 11 56
40,8
00,5 23 13 53 08,0 11 56
36,8
00,5 15 45
30. 23 11
38
08,7 11 56
28,7
00,5 23 10 38 09,0 11 56
24,4
00,5 15 45
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
50
Sun Azimuth Determination
The Joint Project Between PT.THIESS Contractor IndonesiaWith TEDC BandungCopyright 2002 by Nurmauly M.
51