32
MAKALAH ANALISA KIMIA AIR, MAKANAN DAN MINUMAN PENENTUAN KADAR BOD, COD dan DO PADA AIR OLEH : NI PUTU PURI ARTINI P07134014014 i

Penentuan Kadar BOD, COD dan DO

Embed Size (px)

DESCRIPTION

copas boleh tapi inget dapus

Citation preview

MAKALAHANALISA KIMIA AIR, MAKANAN DAN MINUMAN

PENENTUAN KADAR BOD, COD dan DO PADA AIR

OLEH :

NI PUTU PURI ARTINIP07134014014

Jurusan Analis KesehatanPoliteknik Kesehatan Denpasar

2015

i

KATA PENGANTARPuji dan syukur saya sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

karena berkat rahmat dan karunia beliau, paper ini dapat terselesaikan

dengan baik dan tepat waktu. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih 

kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya penulisan

makalah ini hingga bisa tersusun dengan baik.

Makalah ini saya susun berdasarkan pengetahuan  yang peroleh

dari beberapa sumber dari media internet dengan harapan orang yang

membaca dapat memahami tentang pengertian DO, BOD, COD dan

metode penentuan kadar oksigen dalam air.

Demikian makalah ini kami susun, kami menyadari bahwa makalah

ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik

dan saran yang sifatnya membangun demi  perbaikan makalah ini.

Denpasar, 30 Oktober 2015

Penulis,

i

DAFTAR ISI

Cover

Kata Pengantar............................................................................................ii

Daftar Isi .................................................................................................... iii

Bab I............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang....................................................................................1

Bab II...........................................................................................................3

2.1 DO...................................................................................................... 3

2.2 BOD....................................................................................................6

2.3 COD..................................................................................................10

2.4 Perhitungan nilai DO, COD dan BOD...............................................15

2.5 Cara Penentukan Kualitas Air ..........................................................16

Penutup.....................................................................................................18

Daftar Pustaka.........................................................................................19

ii

BAB IPENDAHULUAN

Sehubungan dengan pertambahan penduduk yang semakin

meningkat, maka permintaan akan pangan, sandang dan papan juga

semakin meningkat. Hal ini mendorong peningkatan kegiatan

pembangunan di berbagai sektor yang mengakibatkan pemanfaatan

ekosistim secara tidak rasional dan tidak terkendali. Kegiatan

pembangunan tersebut mengakibatkan penurunan kualitas bahkan

perusakan ekosistem itu sendiri serta berdampak lanjut terhadap

gangguan ekosistem lain yang berada di sekitarnya, sehingga

mengakibatkan gangguan kehidupan organisme yang hidup di dalamnya

maupun terhadap manusia.

Salah satu masalah yang menimpa masyarakat modern adalah

masalah pencemaran lingkungan, termasuk pencemaran air. Air yang

tercemar sudah tentu tidak dapat dipergunakan lagi untuk berbagai

keperluan. Lebih celaka lagi, air tercemar mungkin akan membahayakan

kehidupan biota yang hidup disekitarnya. Zat-zat buangan industri,

terutama yang mengandung belerang dan nitrogen, akan diuraikan oleh

bakteri anaerob, menghasilkan gas-gas H2S, NH3, dan CH4 yang

menimbulkan bau busuk. Demikian pula air limbah pabrik yang

mengandung logam-logam dalam jumlah besar dapat menimbulkan

keracunan dalam tubuh manusia.

Proses pencemaran perairan pantai pada umumnya disebabkan

oleh berbagai kegiatan yang merupakan sumber bahan pencemar

perairan laut antara lain pemukiman, industri, transportasi, dan pertanian.

Kegiatan-kegiatan tersebut potensil menghasilkan bahan pencemar yang

merusak sistim kehidupan di dalam ekosistim pantai. Berdasarkan definisi

Fardiaz (1992) bahwa polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari

keadaan normal, dengan demikian perairan yang sudah tidak lagi

berfungsi secara normal dapat dikatergorikan sebagai perairan tercemar.

Ketchum (1971) lebih jauh menegaskan bahwa pencemaran disebabkan

1

oleh masuknya zat-zat asing ke dalam lingkungan, sebagai akibat dari

tindakan manusia, yang merubah sifat-sifat fisik, kimia, dan biologis

lingkungannya. Bahan-bahan pencemar tersebut digolongkan ke dalam

tiga tipe yaitu: (1) patogenik (menyebabkan penyakit pada manusia), (2)

estetik (menyebabkan perubahan lingkungan yang tidak nyaman

berdasarkan panca indera) dan (3) ekomorpik (bahan cemar yang

menyebabkan perubahan sifat sifat fisika lingkungan).

Penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan dapat

menimbulkan ancaman bagi ikan-ikan dan biota perairan sekitarnya. Ada

juga bahan pencemar yang merangsang pertumbuhan ganggang.

Akibatnya permukaan air tertutupi ganggang, sehingga sinar matahari

tidak dapat membuat berlangsungnya fotosintesis dalam air, dan kadar

oksigen terlarut dalam air berkurang. Oleh karena itu, salah satu

parameter kualitas air adalah bergantung pada nilai oksigen terlarut (DO),

BOD, dan COD.

Fenomena pencemaran tersebut di atas cenderung telah terjadi di

Kota Makassar dan sekitarnya yang mengakibatkan mutu periran pantai

Losari semakin menurun dan tidak dapat dimanfaatkan sesuai

peruntukannya. Beberapa hasil penelitian tentang mutu air pantai Losari

menunjukkan bahwa kondisi perairan tersebut semakin mengalami

penurunan. Hal ini didasarkan pada beberapa indikator yaitu keragaman

jenis biota yang ditemukan semakin rendah dan kandungan bahan cemar

seperti logam berat dan bahan organik yang semakin meningkat, melewati

batas-batas maskimal bagi perkembangan organisme di daerah tropis

(Supriharyono, 2002).

2

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 DO (Dissolved Oxygen)Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen = DO) dibutuhkan oleh semua

jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme atau pertukaran zat

yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan dan pembiakan.

Disamping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan

organik dan anorganik dalam proses aerobik. Sumber utama oksigen

dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas

dan hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut

(Salmin, 2000). Kecepatan difusi oksigen dari udara, tergantung sari

beberapa faktor, seperti kekeruhan air, suhu, salinitas, pergerakan massa

air dan udara seperti arus, gelombang dan pasang surut.

Odum (1971) menyatakan bahwa kadar oksigen dalam air laut

akan bertambah dengan semakin rendahnya suhu dan berkurang dengan

semakin tingginya salinitas. Pada lapisan permukaan, kadar oksigen akan

lebih tinggi, karena adanya proses difusi antara air dengan udara bebas

serta adanya proses fotosintesis. Dengan bertambahnya kedalaman akan

terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis

semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk

pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik Keperluan

organism terhadap oksigen relatif bervariasi tergantung pada jenis,

stadium dan aktifitasnya. Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan

diam relative lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat

bergerak atau memijah. Jenis-jenis ikan tertentu yang dapat

menggunakan oksigen dari udara bebas, memiliki daya tahan yang lebih

terhadap perairan yang kekurangan oksigen terlarut (Wardoyo, 1978).

Di dalam air, oksigen memainkan peranan dalam menguraikan

komponen-komponen kimia menjadi komponen yang lebih sederhana.

Oksigen memiliki kemampuan untuk beroksida dengan zat pencemar

seperti komponen organik sehingga zat pencemar tersebut tidak

membahayakan. Oksigen juga diperlukan oleh mikroorganisme, baik yang

3

bersifat aerob serta anaerob, dalam proses metabolisme. Dengan adanya

oksigen dalam air, mikroorganisme semakin giat dalam menguraikan

kandungan dalam air. Reaksi yang terjadi dalam penguraian tersebut

adalah:

Jika reaksi penguraian komponen kimia dalam air terus berlaku,

maka kadar oksigen pun akan menurun. Pada klimaksnya, oksigen yang

tersedia tidak cukup untuk menguraikan komponen kimia tersebut.

Keadaan yang demikian merupakan pencemaran berat pada air.

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan yang vital bagi

kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut diambil

oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi,

dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi

efesien pengambilan oksigen oleh biota laut,  sehingga dapat menurunkan

kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya.  Umumnya

oksigen dijumpai di lapisan permukaan karena oksigen dari udara di

dekatnya dapat secara langsung larut (berdifusi ke dalam air

laut). Phytoplankton juga membantu meningkatkan kadar oksigen terlarut

pada siang hari.  Penambahan ini disebabkan oleh  terlepasnya gas

oksigen sebagai hasil fotosintesis (Hutabarat dan Evans,  1984).

          Oksigen terlarut diambil oleh organisme perairan melalui respirasi

untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan.  Menurunnya kadar

oksigen terlarut dapat mengurangi  efesiensi  pengambilan oksigen oleh

biota laut, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal

dalam lingkungan hidupnya (Hutabarat dan Evans, 1984).

Kandungan oksigen terlarut 2 mgr/L adalah kandungan minimal

yang cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan secara

normal.  Agar kehidupan dapat layak dan kegiatan perikanan berhasil

4

maka kandungan oksigen terlarut harus tidak boleh kurang daripada 4

ppm sedangkan perairan mengandung 5 mgr/L oksigen pada  suhu 20 –

30  oC masih dipandang sebagi air yang cukup baik untuk kehidupan ikan

(Ismail, 1994).

Analisis oksigen terlarut dapat ditentukan dengan 2 macam cara,

yaitu :

a. Metoda titrasi dengan cara WINKLERPrinsipnya dengan menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang

akan dianalisis terlebih dahulu ditambahkan larutan MnCl2 den Na0H - KI,

sehingga akan terjadi endapan Mn02. Dengan menambahkan H2SO4 atan

HCl maka endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akan

membebaskan molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut.

Iodium yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan

standar natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan

amilum (kanji).

Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :

MnCI2 + NaOH ==> Mn(OH)2 + 2 NaCI

2 Mn(OH)2 + O2 ==> 2 MnO2 + 2 H20

MnO2 + 2 KI + 2 H2O ==> Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 Na2S2O3 ==> Na2S4O6 + 2 NaI

b. Metoda elektrokimiaCara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia

adalah cara langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO

meter. Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri

dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada alat

DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag) dan anoda

timbal (Pb).

Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi dengan membran plastik

yang bersifat semi permeable terhadap oksigen. Reaksi kimia yang akan

terjadi adalah Katoda : O2 + 2 H2O + 4e ==> 4 HO-

Anoda : Pb + 2 HO- ==> PbO + H20 + 2e

5

Kelebihan dan Kelemahan Metode Winkler dan Elektrokimia

1. Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)

adalah dimana dengan cara titrasi berdasarkan metoda WINKLER lebih

analitis, teliti dan akurat apabila dibandingkan dengan cara alat DO

meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah

penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan

indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan

standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen

terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara DO meter, harus

diperhatikan suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan

suhu dan salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen

terlarut dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya

alat yang digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya

hasil penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan

oksigen terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan

hasil yang lebih akurat. Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat

penentuannya hanya bersifat kisaran.

2. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen terlarut (DO)

adalah dimana dengan cara WINKLER penambahan indikator amylum

harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum tidak

membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi

untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan

sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan

ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat

menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi

udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

2.2 BOD (Biological Oxygen Demand

6

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) didefinisikan sebagai banyaknya

oksigen yang diperlukan oleh organisme pada saat pemecahan bahan

organic, pada kondisi aerobic. Pemecahan bahan organic diartikan bahwa

bahan organic ini digunakan oleh organisme sebagai bahan makanan dan

energinya diperoleh dari proses oksidasi (Pescod, 1973).

Parameter BOD, secara banyak dipakai untuk menentukan tingkat

pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk

menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya

penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut

pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama

menguraikan bahan organic yang ada dalam suatu lingkungan perairan,

pada kondisi yang hampir sama dengan kondisi yang ada di alam. Selama

pemerikasan BOD, contoh yang diperikasa harus bebas dari udara luar

untuk mencegah kontaminasi dari oksigen yang ada udara bebas.

Konsentrasi air buangan/sample tersebut juga harus berada pada suatu

tingkat pencemaran tertentu, hal ini untuk menjaga supaya oksigen

terlarut selalu ada selama pemeriksaan. Hal ini penting diperhatikan

mengingat kelarutan oksigen dalam air terbatas dan hanya berkisar ± 9

ppm pada suhu 20 oC (Sawyer dan Mc Carty, 1978).

Penguraian bahan organik secara biologis di alam, melibatkan

bermacam-macam organisme dan menyangkut reaksi oksidasi dengan

hasil akhir karbon dioksida (CO2) dan air (H2O). Pemeriksaan BOD

tersebut dianggap sebagai suatu prosedur oksidasi dimana organism

hidup bertindak sebagai medium untuk menguraikan bahan organic

menjadi CO2 dan H2O. reaksi oksidasi selama pemeriksaan BOD

merupakan hasil dari aktivitas biologis dengan kecepatan reaksi yang

berlangsung, sangat dipengaruhi jumlah populasi dan suhu. Karenanya

selama pemeriksaan BOD, suhu harus diusahakan konstan pada 20oC

yang merupakan suhu yang umum di alam. Secara teoritis, waktu yang

diperlukan untuk proses oksidasi yang sempurna sehingga bahan organic

terurai menjadi CO2 dan H2O adalah tidak terbatas. Dalam prakteknya di

laboratorium, biasanya berlangsung selama 5 dengan anggapan bahwa

7

selama waktu itu persentase reaksi cukup besar dari total BOD. Nilai BOD

5 hari merupakan bagian dari total BOD dan nilai BOD 5 hari merupakan

70-80% dari nilai BOD total (Sawyer dan Mc Carty, 1978). Penentuan

waktu inkubasi adalah 5 hari, dapat mengurangi kemunkinan hasil

oksidasi ammonia (NH3) yang cukup tinggi. Sebagaimana diketahui

bahwa, ammonia sebagai hasil sampingan ini dapat dioksidasi menjadi

nitrit dan nitrat, sehigga dapat mempengaruhi hasil penentuan BOD.

Reaksi kimia yang dapat terjadi adalah :

2NH3 + 3O2 2NO2- + 2H+ + 2H2O

2NO2 + O2 2NO3

Oksidasi nitrogen anorganik ini memerlukan oksigen terlarut,

sehingga perlu diperhitungkan. Dalam praktek untuk penentuan BOD yang

berdasarkan pada pemeriksaan oksigen terlarut (DO), biasanya dilakukan

secara langsung atau dengan cara pengenceran. Prosedur secara umum

adalah menyesuaikan pada suhu 20oC dan mengalirkan oksigen atau

udara ke dalam air untuk memperbesar kadar oksigen terlarut dan

mengurangi gas yang terlarut, sehingga sampel mendekati kejenuhan

oksigen terlarut. Dengan cara pengenceran pengukuran BOD didasarkan

atas kecepatan degradasi biokimia bahan organic yang berbanding

langsung dengan banyaknya zat yang tidak teroksidasi pada saat tertentu.

Kecepatan dimana oksigen yang digunakan dalam pengenceran sampel

berbanding lurus dengan presentase sampel yang dalam pengenceran

dengan anggapan factor lainnya adalah konstan. Sebagai contoh adalah

10% pengenceran akan menggunakan sepersepuluh dari kecepatan

penggunaan sampel 100% (Sawyer dan Mc Carty, 1978).

Dalam hal dilakukan pengenceran, kualitas airnya perlu

diperhatikan dan secara umum adalah akuades yang dipakai telah

mengalami demineralisasi. Untuk analisis air laut, pengencer yang

digunakan adalah standard sea water (SSW). Derajat keasaman (pH) air

pengencer biasanya berkisar antara 6,5-8,5 dan untuk menjaga agar pH-

nya konstan bisa digunakan larutan penyangga (buffer) phospat. Untuk

menentukan BOD, terlebih dahulu diukur DO-nya (DO 0 hari), sementara

8

sampel yang lainnya diinkubasi selama 5 hari pada suhu 20oC,

selanjutnya setelah 5 hari diukur DO-nya (DO 5 hari). Kadar BOD

ditentukan dengan rumus :

Gambar 1. Rumus penentuan kadar DO dan BOD dalam air

Selama penentuan oksigen terlarut, baik untuk DO maupun BOD,

diusahakan seminimal mungkin larutan sampai yang akan diperiksa tidak

berkontak dengan udara bebas. Khusus untuk penentuan BOD, sebaiknya

digunakan botol sampel BOD dengan volume 250 ml dan semua isinya

dititrasi secara langsung.

Metoda titrasi dengan cara WinklerPrinsip analisa BOD sama dengan penganalisaan Oksigen Terlarut

salah satunya adalah metode winkler. Prinsipnya dengan

menggunakan titrasi iodometri. Sampel yang akan dianalisis terlebih

dahulu ditambahkan larutan MnCl2 danNaOH-KI, sehingga akan

9

terjadi endapan MnO2. Dengan menambahkan H2SO4atau HCl maka

endapan yang terjadi akan larut kembali dan juga akanmembebaskan

molekul iodium (I2) yang ekivalen dengan oksigen terlarut. Iodium

yang dibebaskan ini selanjutnya dititrasi dengan larutan standar

natrium tiosulfat (Na2S203) dan menggunakan indikator larutan amilum

(kanji). Reaksi kimia yang terjadi dapat dirumuskan :

 MnCI2 + NaOH    Mn(OH)2 + 2 NaCI

 2 Mn(OH)2 + O2    2 MnO2 + 2 H2O

MnO2 + 2 KI + 2 H2O     Mn(OH)2 + I2 + 2 KOH

I2 + 2 Na2S2O3   Na2S4O6 + 2 NaI

Metoda ElektrokimiaMetode Elektrokimia adalah menggunakan peralatan DO Meter.

Untuk menganalisa kadar BOD dengan alat ini adalah dengan

menganalisa kadar DO hari 0 dan selanjutnya menganalisa kadar DO

hari ke 5. Selanjtnya kadar BOD dapat dianalisa dengan

mengurangkan selisih keduanya. Cara penentuan oksigen terlarut

dengan metoda elektrokimia adalah cara langsung untuk menentukan

oksigen terlarut dengan alat DO meter.

Prinsip kerjanya adalah menggunakan probe oksigen yang terdiri

dari katoda dan anoda yang direndam dalam larutan elektrolit. Pada

alat DO meter, probe ini biasanya menggunakan katoda perak (Ag)

dan anoda timbal (Pb). Secara keseluruhan, elektroda ini dilapisi

dengan membran plastik yang bersifat semi permeable terhadap

oksigen. Reaksi kimia yang akan terjadi adalah

 Katoda : O2 + 2 H2O + 4e    4 HO-

  Anoda : Pb + 2 HO-    PbO + H2O + 2e

Adapun kelebihan dan kelemahan dalam Metode Analisis BOD

(Biological Oxygen Demand), yaitu

Metode Winkler

10

Kelebihan Metode Winkler dalam menganalisa BOD melalui

penganalisaanoksigen terlarut (DO) terlebih dahulu adalah metoda

Winkler lebih analitis, teliti dan akurat  apabila dibandingkan dengan cara

alat DO meter. Hal yang perlu diperhatikan dala titrasi iodometri ialah

penentuan titik akhir titrasinya, standarisasi larutan tio dan penambahan

indikator amilumnya. Dengan mengikuti prosedur yang tepat dan

standarisasi tio secara analitis, akan diperoleh hasil penentuan oksigen

terlarut yang lebih akurat. Sedangkan cara  DO meter, harus diperhatikan

suhu dan salinitas sampel yang akan diperiksa. Peranan suhu dan

salinitas ini sangat vital terhadap akurasi penentuan oksigen terlarut

dengan cara DO meter. Disamping itu, sebagaimana lazimnya alat yang

digital, peranan kalibrasi alat sangat menentukan akurasinya hasil

penentuan. Berdasarkan pengalaman di lapangan, penentuan oksigen

terlarut dengan cara titrasi lebih dianjurkan untuk mendapatkan hasil yang

lebih akurat.

Alat DO meter masih dianjurkan jika sifat penentuannya hanya

bersifat kisaran. Kelemahan Metode Winkler dalam menganalisis oksigen

terlarut (DO) adalah dimana dengan cara Winkler penambahan indikator

amylum harus dilakukan pada saat mendekati titik akhir titrasi agar amilum

tidak membungkus iod karena akan menyebabkan amilum sukar bereaksi

untuk kembali ke senyawa semula. Proses titrasi harus dilakukan

sesegera mungkin, hal ini disebabkan karena I2 mudah menguap. Dan

ada yang harus diperhatikan dari titrasi iodometri yang biasa dapat

menjadi kesalahan pada titrasi iodometri yaitu penguapan I2, oksidasi

udara dan adsorpsi I2 oleh endapan.

Metoda ElektrokimiaCara penentuan oksigen terlarut dengan metoda elektrokimia tidak

lebih akurat dibandingkan metode winkler disebabkan alat ini tidak dapat

mendeteksi keseluruhan nilai oksigen terlarut dengan baik. Namun

kelebihan metode ini adalah alat ini mudah digunakan dan hasil yang

diperoleh relatif cepat.

11

Penanggulangan kelebihan kadar BOD adalah dengan cara sistem

lumpur aktif yang efisien dapat menghilangkan padatan tersuspensi dan

BOD sampai 90%. Ada pula cara yang lain yaitu dengan Sistem

Constructed Wetland merupakan salah satu cara untuk pengolahan lindi

yang memanfaatkan simbiosis mikroorganisme dalam tanah dan akar

tanaman. Sistem ini juga merupakan sistem pengolahan limbah yang

ekonomis. Penelitian ini bertujuan menganalisis kemampuan sistem sub-

surface constructed wetland untuk menurunkan kandungan COD, BOD

dan N total.

2.3 COD (Chemical Oxygen Demand)Adapun COD (Chemical Oxygen Demand) didefinisikan sebagai

banyaknya oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi seluruh bahan

organik (mudah urai dan sukar urai) secara kimiawi dengan menggunakan

pereaksi kimia seperti oksidator kuat (KMnO4 dan K2Cr2O7).

COD juga merupakan indicator pencemar untuk pencemar limbah

industry, pertambangan, atau pertanian. Dalam perairan laut alami, kadar

COD sekitar 1,5 – 2x kadar BOD.

Adapun oksidator yang paling sering digunakan dalam analisa COD

adalah K2Cr2O7 sebab beberapa alas an diantaranya bahan ini dapat

diperoleh dengan tingkat kemurnian yang tinggi, stabil, larutan standarnya

mudah dibuat, mudah larut, dan kelarutannya homogen.

Namun, dalam penentuan COD dalam lingkungan perairan

terkadangan sangat sulit dilakukan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

factor diantaranya apabila kadar klorida dalam air laut sangat tinggi dan

kadar bahan organiknya sangat rendah.

Metode Pengukuran COD Refluks tertutup dengan titrimetri

12

Pada dasarnya prinsip analisis COD dengan refluks tertutup

menggunakan metode kolorimetri sama dengan prinsip analisis COD

dengan refluks tertutup menggunakan metode titrimetri di atas. Dalam hal

ini, bejana reaksi kolorimetri disegel menggunkan ampul gelas atau

tabung-kulture. Dan untuk oksigen yang terpakai selama proses analisis

berlangsung, dihitung menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 600 nm.

Prinsipnya pengukuran COD adalah penambahan sejumlah tertentu

kalium bikromat (K2Cr2O7) sebagai oksidator pada sampel (dengan

volume diketahui) yang telah ditambahkan asam pekat dan katalis perak

sulfat, kemudian dipanaskan selama beberapa waktu. Selanjutnya,

kelebihan kalium bikromat ditera dengan cara titrasi. Dengan demikian

kalium bikromat yang terpakai untuk oksidasi bahan organik dalam sampel

dapat dihitung dan nilai COD dapat ditentukan.

Metoda standar penentuan kebutuhan oksigen kimiawi

atau Chemical Oxygen Demand (COD) yang digunakan saat ini adalah

metoda yang melibatkan penggunaan oksidator kuat kalium bikromat,

asam sulfat pekat, dan perak sulfat sebagai katalis.

Kebutuhan Oksigen Kimiawi (Chemical Oxygen Demand = COD)

adalah jumlah oksidan Cr2O7(2-) yang bereaksi dengan contoh uji dan

dinyatakan sebagai mg O2 untuk tiap 1000 ml contoh uji. Senyawa

organik dan anorganik, terutama organik dalam contoh uji dioksidasi oleh

Cr2O7(2-) dalam refluks tertutup menghasilkan Cr(3+). Jumlah oksidan

yang dibutuhkan dinyatakan dalam ekuivalen oksigen (O2 mg /L) diukur

secara spektrofotometri sinar tampak. Cr2O7(2-) kuat mengabsorpsi pada

panjang gelombang 400 nm dan Cr(3+) kuat mengabsorpsi pada panjang

gelombang 600 nm. Untuk nilai KOK 100 mg/L sampai dengan 900 mg/L

ditentukan kenaikan Cr(3+) pada panjang gelombang 600 nm. Pada

contoh uji dengan nilai KOK yang lebih tinggi, dilakukan pengenceran

terlebih dahulu sebelum pengujian. Untuk nilai KOK lebih kecil atau sama

dengan 90 mg/L ditentukan pengurangan konsentrasi Cr2O7(2-) pada

panjang gelombang 420 nm.

13

Peralatan reflux untuk pengukuran COD (sumber: Boyd, 1979)

Adapun keuntungan dengan penambahan tes COD dibandingkan tes

BOD antara lain:

Memakan waktu ±3 jam, sedangkan BOD5 memakan waktu 5 hari;

Untuk menganalisa COD antara 50 – 800 mg/l, tidak dibutuhkan

pengenceran sampel, sedangkan BOD5 selalu membutuhkan

pengenceran;

Ketelitan dan ketepatan tes COD adalah 2 sampai 3 kali lebih tinggi

dari tes BOD5;

Gangguan zat yang bersifat racun tidak menjadi masalah.

Sedangkan kekurangan dari tes COD adalah tidak dapat

membedakan antara zat yang sebenarnya yang tidak teroksidasi (inert)

dan zat-zat yang teroksidasi secara biologis. Hal ini disebabkan karena

tes COD merupakan suatu analisa yang menggunakan suatu oksidasi

kimia yang menirukan oksidasi biologis, sehingga suatu pendekatan saja.

Untuk tingkat ketelitian penyimpangan baku antara laboratorium adalah

13 mg/l. Sedangkan penyimpangan maksimum dari hasil analisa dalam

suatu laboratorium sebesar 5% masih diperkenankan.

Refluks Tertutup ( Metode Kolorimetri )Pada dasarnya prinsip analisis COD dengan refluks tertutup

menggunakan metode kolorimetri sama dengan prinsip analisis COD

14

dengan refluks tertutup menggunakan metode titrimetri di atas. Dalam hal

ini, bejana reaksi kolorimetri disegel menggunkan ampul gelas atau

tabung-kulture. Dan untuk oksigen yang terpakai selama proses analisis

berlangsung, dihitung menggunakan spektrofotometer pada panjang

gelombang 600 nm.

2.4 Perhitungan nilai DO, COD dan BOD

Menentukan nilai BOD dan COD limbah sebelum dan sesudah perlakuan

1. Menghitung BOD

2. Menghitung COD

15

3. Menghitung penurunan BOD dan COD limbah setelah selesai

perlakuan

2.5 Cara Menentukan Kualitas Air

Untuk menentukan tingkat penurunan kualitas air dapat dilihat dari

penurunan kadar oksigen terlatut (OT) sebagai akibat masuknya bahan

organik dari luar, umumnya digunakan uji BOD dan atau COD. Salah satu

cara untuk mengetahui seberapa jauh beban cemaran pada air limbah

adalah dengan mengukur COD (Chemical Oxygen Demand). Semakin

tinggi nilai COD, berarti semakin tinggi pula beban cemaran yang ada

pada limbah cair tersebut (Masturi, 1997). Apabila kandungan zat-zat

organik dalam limbah tinggi, maka semakin banyak oksigen yang

dibutuhkan untuk mendegradasi zat-zat organik tersebut, sehingga nilai

BOD dan COD limbah akan tinggi pula. Oleh karena itu untuk menurunkan

nilai BOD dan COD limbah, perlu dilakukan pengurangan zat-zat organik

yang terkandung di dalam limbah sebelum dibuang ke perairan.

Biological Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen

biologis(KOB) menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahan organik

dalam air. Oleh karena itu, nilai BOD bukanlah merupakan nilai yang

menujukkan jumlah atau kadar bahan organik dalam air, tetapi mengukur

secara relative jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme

untuk mengoksidasi atau menguraikan bahan-bahan organik tersebut.

16

BOD tinggi menunjukkan bahwa jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

mikroorganisme untuk mengoksidasi bahan organik dalam air tersebut

tinggi, berarti dalam air sudah terjadi defisit oksigen. Banyaknya

mikroorganisme yang tumbuh dalam air disebabkan banyaknya makanan

yang tersedia (bahan organik), oleh karena itu secara tidak langsung BOD

selalu dikaitkan dengan kadar bahan organik dalam air.

Pemeriksaan BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran

akibat air buangan dan untuk mendesain sistem pengolahan secara

biologis (G. Alerts dan SS Santika, 1987). BOD5 merupakan penentuan

kadar BOD baku yaitu pengukuran jumlah oksigen yang dihabiskan dalam

waktu lima hari oleh mikroorganisme pengurai secara aerobic dalam suatu

volume air pada suhu 20 derajat Celcius. BOD5 500mg/liter (atau ppm)

berarti 500 mg oksigen akan dihabiskan oleh mikroorganisme dalam satu

liter contoh air selama waktu lima hari padasuhu 20 derajat Celcius.

Beberapa dasar yang sering digunakan untuk menentukan kualitas air

dilihat dari kadar BOD erat kaitannya dengan BOD adalah COD. COD

adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-

zat organis yang ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi

K2Cr2O7 digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent ) (G. Alerts

dan SSSantika, 1987). Dalam bahan buangan, tidak semua bahan kimia

organik dapat diuraikan oleh mikroorganisme secara cepat. Bahan organik

dalam air bersifat:

- Dapat diuraikan oleh bakteri (biodegradasi) dalam waktu lima hari

- Bahan organik yang tidak teruraikan oleh bakteri dalam waktu lima

hari

- Bahan organik yang tidak mengalami biodegradasi

Uji COD ini meliputi semua bahan organik di atas, baik yang dapat

diuraikan oleh mikroorganisme maupun yang tidak dapat diuraikan. Oleh

karena itu hasil uji COD akan lebih tinggi dari hasil uji BOD.

17

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan1. Dalam perariran terdapat tiga parameter kualitas oksigen yang terlarut

dalam air, yaitu parameter oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen

biokimia (BOD) dan kebutuhan oksigen kimia (COD) memegang

peranan penting.

2. Dissolved Oxygen ( DO ) atau Oksigen  terlarut adalah jumlah oksigen

terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa dan absorbsi

atmosfer/udara. Semakin besar nilai DO pada air, mengindikasikan air

tersebut memiliki kualitas yang bagus. Pada prinsip penentuannya DO

dapat dilakukan dengan cara titrasi iodometri atau dengan cara

langsung untuk menentukan oksigen terlarut dengan alat DO meter

3. BOD (Biological Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang

dibutuhkan oleh bakteri untuk menguraikan (mengoksidasikan) hampir

semua zat organis yang terlarut. Sama halnya dengan Metode

Pemeriksaan DO, terdapat dua metode penentuan kadar DO yaitu

dengan metode Winkler (titrasi dilaboratorium) dan elektrokimia

18

4. COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimia

adalah jumlah oksigen (mg O2) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi

zat – zat organis yang ada dalam 1 L sampel air.  Pada metode

pemeriksaan COD dengan prinsip sedikit lebih kompleks, karena

menggunakan peralatan khusus reflux, penggunaan asam pekat,

pemanasan,dan titrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmawati, Anita. 2013. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN

Coliform Pada Air Limbah, Sebelum Dan Sesudah Pengolahan di

RSUD Nganjuk. [Online]. Tersedia :

http://journal.unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-10.pdf. (Diakses :

29 Oktober 2015, 18.39 Wita)

Anonim. 2013. Analisa DO dan BOD. [Online]. Tersedia :

https://avengedsevendfive.wordpress.com/2013/05/13/analisa-do-

dan-bod/. (Diakses : 29 Oktober 2015, 19.10 Wita)

Arul. 2012. Analisis BOD & COD. [Online]. Tersedia : http://arul-

poenya.blogspot.co.id/2012/01/analisis-bod-cod.html. (Diakses :

29 Oktober 2015, 18.56 Wita)

Anonim. Bab I .[online]. tersedia:

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26361/5/Chapter

%20I.pdf (diakses : 30 Oktober 2015, 03:05 WITA)

Ratna Novita Sari h. 2011. BOD dan COD. [online]. tersedia:

ttp://lovegreenzone.blogspot.co.id/2011/10/all-about-bod-cod-dan-

do.html (Diakses : 29 Oktober 2015, 18.20 Wita)

19

20