133
i PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska) Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh: HANAWATI VITANINGTIAS NIM.E0009151 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2013 perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

digilib.uns.ac.id/Penera… · i PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT

    REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP

    TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI

    PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)

    Penulisan Hukum

    (Skripsi)

    Disusun dan Diajukan Untuk

    Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

    dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    Surakarta

    Oleh:

    HANAWATI VITANINGTIAS

    NIM.E0009151

    FAKULTAS HUKUM

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2013

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • ii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Penulisan Hukum (Skripsi)

    PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT

    REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP

    TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI

    PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)

    Oleh :

    HANAWATI VITANINGTIAS

    NIM E0009151

    Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

    (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Surakarta, 8 Maret 2013

    Dosen Pembimbing

    Pembimbing I Pembimbing II

    Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum. Ismunarno,S.H.,M.Hum.

    NIP. 19570203 198503 2 001 NIP. 19660428 199003 1 001

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • iii

    PENGESAHAN PENGUJI

    Penulisan Hukum (Skripsi)

    PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK

    PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)

    Oleh :

    HANAWATI VITANINGTIASNIM E0009151

    Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan

    Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Pada:Hari : Jum’atTanggal : 15 Maret 2013

    DEWAN PENGUJI

    1. Sabar Slamet, S.H.,M.H. :……………………………NIP. 19560727 198601 1 001

    Ketua

    2. Ismunarno, S.H.,M.Hum. :……………………………NIP. 19660428 199003 1 001

    Sekretaris

    3. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum. :…………………………..NIP. 19570203 198503 2 001

    Anggota

    MengetahuiDekan,

    Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum.

    NIP. 19570203 198503 2 001

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • iv

    PERNYATAAN

    Nama : Hanawati Vitaningtias

    NIM : E0009151

    Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

    PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT

    REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK

    PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN

    PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska) adalah

    betul- betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum

    (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustka. Apabila

    dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia

    menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan

    gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

    Surakarta, 8 Maret 2013

    Yang membuat pernyataan,

    Hanawati Vitaningtias

    NIM E0009151

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • v

    ABSTRAK

    Hanawati Vitaningtias, E0009151. 2013. PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

    Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap kasus tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi.

    Penelitian ini bersifat preskriptif atau terapan dan dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif. Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh dari Pengadilan Negeri Surakarta, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku, literatur, jurnal, makalah, peraturan perundang-undangan terkait yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mempelajari bahan-bahan yang berupa buku, tulisan, dokumen, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah logika deduksi yaitu dengan pengajuan premis mayor kemudian premis minor setelah itu baru ditarik kesimpulan dari kedua premis tersebut.

    Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 telah sesuai diterapkan dalam perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo Alias Abu Rayyan Alias Abu Aisyah. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo Alias Abu Rayyan Alias Abu Aisyah adalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dimana unsur-unsur dalam pasal tersebut telah terpenuhi. Terhadap perbuatan tedakwa hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan pidana 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara. Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surakarta sudah mencerminkan nilai keadilan, nilai kegunaan, nilai kemanfaatan seperti yang dikemukakan oleh Radbruch.

    Kata kunci : Tindak Pidana, Tanpa Hak, Amunisi

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • vi

    ABSTRACT

    Hanawati Vitaningtias, E0009151. 2013. PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

    The purpose of the research by the author is to know how the application of Article 1 paragraph (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951 on criminal cases without the right to store ammunition. In addition, this study also aims to determine how the consideration of the judge in deciding criminal cases without the right to store ammunition.

    This study is descriptive or applied in legal research and the writer uses normative legal research. The type of material used in the study of law is a primary legal materials and secondary legal materials. Primary legal materials obtained from the District Court of Surakarta, while secondary legal materials obtained from books, literature, journals, papers, relevant legislation relating to the issue being investigated. Legal materials collection technique used is the study of literature with the study materials in the form of books, writings, documents, laws and regulations relating to the matter under investigation. Analytical technique used in this study is deductive logic is by filing minor premise major premise later after it had drawn the conclusion of the second premise.

    Based on the research that has been done, it can be concluded that the application of Article 1 (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951 compliance issues in criminal implemented without the defendant's right to store ammunition Bahrunna'im Anggih Muhammad Abu Rayyan Tamtomo Alias Alias Abu Aisha. Basic considerations Surakarta District Court in decisions in the criminal case without the defendant's right to store ammunition Bahrunna'im Anggih Tamtomo Muhammad Abu Rayyan Alias Alias Abu Aisha is Article 1 paragraph (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951, which elements in the article have been met. Against acts tedakwa Surakarta District Court convict 2 (two) years and 6 (six) months in prison. The decision handed down by District Court Judge Surakarta reflects the values of justice, utility value, the value of benefits as proposed by Radbruch.

    Keywords: Crime, No Rights, Ammunition

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,

    Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan berkat dan

    karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

    hukum (skripsi) yang berjudul “PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-

    UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951

    TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI

    (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)”.

    Penulisan hukum (skripsi) ini membahas mengenai tindak pidana tanpa

    hak menyimpan amunisi yang terjadi di Surakarta, bagaimana penerapan Pasal 1

    ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1951 dan

    bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa

    hak menyimpan amunisi.

    Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua

    pihak yang telah membantu baik materiil maupun immateriil sehingga penulisan

    hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan, terima kasih penulis ucapkan kepada :

    1. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum., selaku dekan Fakultas Hukum

    Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin dan kesempatan

    kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.

    2. Bapak Sabar Slamet,S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana yang

    telah memberikan bantuan dan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan

    penulisan hukum ini.

    3. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing I skripsi penulis

    yang telah banyak memberikan bantuan berupa pengarahan, bimbingan

    serta saran dari awal hingga akhir penulisan hukum ini.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • viii

    4. Bapak Ismunarno,S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing II skripsi penulis

    yang telah banyak memberikan bantuan berupa pengarahan, bimbingan

    serta saran dari awal hingga akhir penulisan hukum ini.

    5. Bapak Agus Rianto,S.H.,M.Hum., selaku pembimbing akademik penulis

    yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh masa

    perkuliahan.

    6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta jajarannya staf Fakultas Hukum UNS

    yang telah memberikan ilmu, membimbing penulis selama kuliah di

    Fakultas Hukum UNS dan membantu kelancaran sehingga dapat menjadi

    bekal penulis dalam penulisan hukum ini.

    7. Bapak dan Mama tercinta, Bapak Yohanes Warmanto dan Ibu Yuliana Siti

    Maryanti DL yang selalu mendukung, memberikan semangat serta doa

    yang selalu dipanjatkan setiap malam sehingga penulis dapat

    menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik dan lancar.

    8. Adik , Christina Selvi Indahwati atas dukungan dan doanya sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

    9. Tunangan tersayang, Stefanus Haryo Kurniawan yang menjadi partner

    terbaik bagi penulis dalam mendukung penulisan hukum ini sehingga bisa

    terselesaikan dengan baik.

    10. Nenek tercinta, Ibu Anastasia Sunarti yang selalu memberikan dukungan

    dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

    hukum ini.

    11. Bapak Petrus Canisius Jaka Sujana dan Ibu Agnes Sri Muryani, yang telah

    memberikan dukungan kepada penulis dalam berbagai bentuk sehingga

    penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

    12. Alm. Bapak Yohanes de Brito Sunardjo dan Adek Yohanes yang telah di

    Surga walaupun sudah tiada tapi penulis selalu merasakan kehadiran dan

    dukungannya secara tidak langsung sehingga menjadi motivator tersendiri

    bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.

    13. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan semangat

    sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • ix

    14. Sahabat-sahabat selama kuliah Natalia, Asti, Ita, Dea, Tata dan teman dari

    SMP dan SMA yang selalu memberikan kecerian dan semangat bagi

    penulis dikala senang dan susah sehingga penulis dapat menyelesaikan

    penulisan hukum ini.

    15. Semua teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2009 yang telah

    menambah pengalaman penulis selama kuliah.

    16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

    memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum

    ini baik secara moral maupun materiil.

    Dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang

    membangun sehingga dapat memperbaiki seluruh kekurangan yang ada dalam

    penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi siapa

    saja yang membacanya.

    Surakarta, 8 Maret 2013

    Penulis

    HANAWATI VITANINGTIAS

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • x

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….ii

    HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………………..iii

    HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………...iv

    ABSTRAK………………………………………………………………..……v

    KATA PENGANTAR……………………………………………………......vii

    DAFTAR ISI………………………………………………………………......x

    DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………xii

    DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...xiii

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah………………………………………..….1

    B. Perumusan Masalah……………………………………………..…7

    C. Tujuan Penelitian…………………………………………….........7

    D. Manfaat Penelitian…………………………………………….......8

    E. Metode Penelitian……………………………………………........9

    F. Sistematika Penelitian………………………………………........13

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teori

    1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana………………….……15

    2. Tinjauan Umum Tentang Amunisi……………………………..23

    3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan

    Amunisi…………………………………………………………28

    4. Tinjuan Umum Tentang Tujuan Hukum……………...………..30

    B. Kerangka Pemikiran……………………………………….............33

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • xi

    BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian…………………………………………………….36

    B. Pembahasan

    1. Penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik

    Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Terhadap Tindak Pidana Tanpa

    Hak Menyimpan Amunisi Dalam Putusan Pengadilan Negeri

    Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska…........………………......55

    2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam

    Memutuskan Perkara Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan

    Amunisi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta

    No.7Pid.Sus/2011/PN.Ska……………………………………..66

    BAB IV PENUTUP

    A. Simpulan………………………………………………………….108

    B. Saran……………………………………………………………...110

    DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..111

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • xii

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 1 Kerangka Pemikiran……………………………………..37

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • xiii

    DAFTAR LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951……………………………………………..116

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Seseorang dapat memiliki suatu barang secara legal maupun secara ilegal.

    Terhadap barang yang diperdagangkan secara umum setiap orang bisa

    mendapatkannya secara legal atau resmi. Barang yang tidak diperdagangkan

    secara umum yang hanya boleh dimiliki pihak tertentu namun masyarakat sipil

    dapat memilikinya, maka kepemilikan tersebut dapat dikatakan sebagai

    kepemilikan secara ilegal. Pengecualian berlaku apabila orang tersebut telah

    mendapatkan surat ijin untuk memiliki barang tersebut.

    Kepemilikan terhadap suatu barang secara ilegal banyak terjadi di

    Indonesia dan banyak pula macamnya seperti masyarakat sipil memiliki senjata

    api atau amunisi secara ilegal tanpa surat ijin. Barang yang dimiliki tersebut

    tersebut bukan barang yang diperdagangkan secara bebas kepada masyarakat

    umum hanya Tentara dan Polisi yang boleh memilikinya. Apabila ada yang

    memiliki senjata api atau amunisi selain Tentara dan Polisi tanpa mempunyai

    surat ijin maka mereka mendapatkan barang tersebut secara ilegal atau tidak resmi

    melalui proses penyelundupan.

    Terdapat larangan bahwa senjata api dan amunisi tidak boleh dimiliki oleh

    masyarakat sipil tanpa ijin dari Kepolisian, namun larangan tersebut terbatas pada

    senjata api atau amunisi jenis tertentu. Ada senjata api atau amunisi jenis tertentu

    yang boleh dimiliki oleh masyarakat sipil untuk kepentingan bela diri maupun

    olahraga, contohnya senjata api yang digunakan untuk olahraga menembak.

    Senjata api maupun amunisi yang dilarang untuk dimiliki masyarakat sipil adalah

    yang berbahaya dengan resiko yang tinggi.

    Masyarakat sipil hanya boleh memiliki senjata yang bukan merupakan

    senjata organis TNI atau POLRI dan tidak otomatis. Senjata tersebut biasanya

    memiliki kaliber yang lebih kecil dari 32. Senjata api yang boleh untuk dimiliki

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 2

    oleh masyarakat sipil dalam rangka kepentingan bela diri berdasarkan Surat

    Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/82/II/2004 tentang buku Petunjuk Pelaksanaan

    Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI Poin 14 ayat

    (1) huruf c adalah sebagai berikut:

    1. Senjata api bahu, jenis Shoutgan Kal 12 GA;

    2. Senjata api genggam:

    a. Jenis : Pistol/Rivolver

    b. Kaliber : 32 /35 /inc

    Salah satu cara memperoleh barang ilegal adalah melalui proses

    penyelundupan, proses penyelundupan adalah :

    Proses penyelundupan merupakan salah satu cara untuk memiliki senjata api maupun amunisi yang dilarang dimiliki oleh masyarakat sipil. Dalam beberapa kasus penyelundupan senjata api ilegal para pelaku menggunakan angkutan jasa melalui jalur transportasi udara dan transportasi darat. Namun karena adanya pemeriksaan dokumen dan barang di setiap perbatasan negara, kebanyakan memilih menggunakan kontainer yang dibawa dengan perahu motor maupun kapal kargo dan melakukan transaksi disekitar perairan laut perbatasan antar negara. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan aparat keamanan dan mudahnya aksesbilitas melalui jalur perdagangan laut”(Anggi Setio, Jurnal Kriminologi Indonesia, No.II, Agustus 2009:4).

    Ketatnya pemeriksaan dokumen tidak menjadi penghambat proses penyelundupan

    karena ada cara lain yang dapat dilakukan. Kerjasama dan strategi yang sudah

    direncanakan secara matang menjadi pendukung lancarnya proses penyelundupan.

    Terdapat banyak hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan dalam proses

    penyelundupan agar proses penyelundupan nantinya dapat berjalan dengan lancar.

    Peristiwa penyelundupan senjata api dimulai dengan pengrekrutankurir senjata, menentukan jalur transit hingga tujuan penyelundupan senjata api, hingga tahap penjagaan dan penerimaan ke tempat tujuan dilakukan dengan rapi dan teratur. Penyelundupan senjata api tidak hanya terjadi di daerah-daerah Indonesia tetapi juga melampaui batas-batas negara. Penyelundupan senjata api biasanya ditujukan bagi daerah-daerah dengan intensitas konflik internal yang tinggi seperti Aceh, Poso, perbatasan Tawau dan Nunukan (Kalimantan), Ambon, Papua, daerah rawan kejahatan seperti Jakarta, Jawa Barat, Makassar (Anggi Setio, Jurnal Kriminologi Indonesia, No.II, Agustus 2009:13).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 3

    Melalui proses penyelundupan tersebut peredaran senjata api maupun

    amunisi menjadi merajalela. Proses penyelundupan suatu barang memang tidak

    mudah, walaupun sulit untuk menyelundupkan faktanya senjata api dan amunisi

    bisa beredar dan bahkan dapat dimiliki oleh masyarakat sipil secara ilegal.

    Sungguh sebuah ironi yang menyesakkan dimana ada peraturan yang ketat

    mengatur mengenai ijin memiliki senjata api dan amunisi, tetapi dilain pihak

    ternyata ada pihak yang mendapatkan celah untuk mendapatkannya secara ilegal.

    Senjata api dan amunisi merupakan dua barang yang saling berhubungan

    satu sama lain, amunisi merupakan isian dari senjata api. Senjata api tidak

    berfungsi apabila di dalamnya tidak terdapat amunisi, demikian sebaliknya.

    Sekarang yang menjadi perhatian adalah kasus kepemlikan amunisi yang banyak

    di jumpai di kalangan masyarakat sipil. Kepemilikan amunisi tersebut akibat dari

    proses penyelundupan amunisi. Berbagai kasus tersebut antara lain orang yang

    menyimpan amunisi tanpa ijin sehingga terhadap dirinya dapat dikenakan sanksi

    atas perbuatannya.

    Peredaran amunisi di Indonesia akhir-akhir ini mengalami peningkatan,

    seiring dengan banyaknya kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan amunisi

    dalam masyarakat. Masyarakat sipil tidak diperbolehkan menyimpan amunisi,

    karena amunisi merupakan benda yang berbahaya. Untuk dapat memiliki amunisi

    dibutuhkan surat ijin dari pihak yang berwenang untuk memberikan ijin tersebut,

    sehingga bila ditemukan masyarakat sipil dapat memiliki amunisi tanpa surat ijin

    harus dicurigai bagaimana amunisi tersebut bisa sampai dimiliki masyarakat sipil.

    Dalam masyarakat sipil di Indonesia banyak ditemukan mereka yang

    memiliki amunisi secara ilegal, padahal mereka yang menyimpan amunisi secara

    ilegal tidak selamanya menggunakannya untuk hal positif dan bermanfaat.

    Kepemilikan amunisi secara ilegal berarti memilikinya secara tidak legal atau

    tidak sah atau tidak menurut hukum yang berlaku. Amunisi yang disimpan oleh

    masyarakat sipil ada yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, seprti untuk

    mencuri, menjambret, membunuh, dll.

    Amunisi merupakan salah satu alat yang digunakan untuk melaksanakan

    tugas pokok bagi Tentara dan Polisi di bidang pertahanan dan keamanan. Selain

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 4

    itu Tentara dan Polisi diperbolehkan untuk menyimpan senjata api sebagai sarana

    dalam menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Tentara dan

    Polisi menggunakan alat atau sarana yang mendukung dalam menjalankan

    tugasnya yaitu menjaga pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik

    Indonesia. Apabila terjadi suatu hal yang mengancam keamanan dan pertahanan

    maka Tentara dan Polisi dapat menggunakan alat tersebut sebagai sarana untuk

    menstabilkan keadaan.

    Selain tentara dan polisi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948,

    tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Kepemilikan Senjata Api pada Pasal 9

    dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota Tentara atau Polisi yang

    memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai ijin pemakaian senjata api

    menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara. Hal tersebut

    semakin memperjelas bahwa orang yang bukan anggota Tentara maupun Polisi

    yaitu masyarakat sipil yang tidak memiliki izin tidak diperbolehkan menyimpan

    senjata api termasuk amunisi.

    Masyarakat umumnya menyebut rangkaian amunisi secara utuh sebagai

    peluru, di mana proyektil peluru, selongsong peluru, mesiu, dan primer termasuk

    di dalam sebuah peluru. “Hal ini sebenarnya salah, karena istilah peluru

    sebenarnya hanya mengacu pada bagian proyektil dari amunisi tersebut, atau anak

    peluru yang ditembakkan bukan keseluruhan dari amunisi tersebut”

    (http://id.wikipedia.org/wiki/Selongsong_peluru, 7 November 2012). Amunisi

    merupakan barang yang berbahaya maka masyarakat sipil tidak boleh

    menggunakannya secara tidak bertanggung jawab. Yang menjadi keprihatinan

    adalah masyarakat sipil yang menyimpan amunisi, menggunakan amunisi tersebut

    sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.

    Pada dasarnya peredaran amunisi secara ilegal tidak dibenarkan dilakukan

    instansi lain selain Tentara dan Polisi. Namun, diluar lingkungan TNI dan POLRI

    terdapat kepemilikan, penguasaan dan atau penggunaan amunisi yang digunakan

    oleh instansi pemerintah lainnya dalam rangka penegakan hukum, maka

    pemerintah perlu untuk mengadakan penertiban, pengawasan, dan pengendalian

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 5

    amunisi di kalangan masyarakat sipil, sehingga dapat dicegah timbulnya ancaman

    atau gangguan terhadap keamanan negara.

    Kepemilikan amunisi secara ilegal sangat meresahkan dan menimbulkan

    ketakutan di tengah masyarakat. Keresahan dan ketakutan tersebut beralasan

    karena timbul pertanyaan apakah kepemilikan amunisi secara ilegal oleh

    masyarakat sipil digunakan untuk hal yang baik atau buruk. Penyalahgunaan

    amunisi oleh pihak yang tidak berwenang dapat digunakan sebagai sarana untuk

    melakukan kejahatan. Maka timbullah berbagai macam tindak pidana kejahatan

    dimasyarakat. Ternyata selain menggunakan amunisi terdapat pula tindak pidana

    yang dilakukan dengan menggunakan senjata api. Contohnya kasusnya adalah

    “kasus perampokan di empat toko emas di Pasar Ciputat Tangerang pada hari

    jumat 24 Februari 2012, perampok tersebut menggunakan senjata api untuk

    melancarkan aksi mereka” (http://log.viva.co.id/news/read/291744-perampok-

    berpistol-mulai-incar-lagi-toko-emas, 8 November 2012).

    Tindak pidana yang menggunakan amunisi sebagai sarananya sudah

    menjadi fenomena yang sudah tidak asing dalam masyarakat di Indonesia. Ini

    merupakan dampak dari peredaran amunisi secara ilegal yang memungkinkan

    masyarakat sipil dapat memiliki amunisi dengan mudah. Amunisi secara ilegal

    disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak

    pidana, sehingga marak terjadi kasus tindak pidana seperti tindak pidana tanpa

    hak menyimpan amunisi.

    Tidak tertatanya dengan rapi mengenai pengawasan amunisi merupakan

    salah satu penyebab beredarnya amunisi ilegal. Di Indonesia ini terdapat berbagai

    peraturan yang mengatur mengenai amunisi, walaupun peraturan yang ada tidak

    khusus mengatur amunisi tetapi juga mengatur mengenai senjata api yaitu

    Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, Undang-

    Undang No.8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Ijin Pemakaian

    Senjata Api, Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 tahun 2010

    tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar

    Militer Diluar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional

    Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 6

    Peningkatan dan Pengendalian Senjata Api, Peraturan Pemerintah Pengganti

    Undang-Undang No.20 Tahun 1960 tentang kewenangan perijinan yang diberikan

    menurut perundangan mengenai Senjata Api, SK Kapolri No.Skep/244/II/1999

    dan SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan

    dan Pengendalian Senjata Non-Organik.

    Terdapat banyak peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai amunisi,

    namun faktanya masih ada pihak-pihak yang menemukan celah untuk melanggar

    peraturan yang ada. Masyarakat sipil tidak dapat memiliki amunisi secara ilegal

    karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memiliki ijin kepemilikan

    amunisi. Pengertian amunisi menurut Undang-undang Darurat Republik

    Indonesia Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian senjata

    api dan amunisi yaitu termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan

    dalam Pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170),

    yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278), tetapi

    tidak termasuk dalam pengertian itu senjata “yang nyata” mempunyai tujuan

    sebagai barang kuno atau barang yang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang

    tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat

    digunakan.

    Adanya celah dalam peraturan yang ada dimanfaatkan oleh pihak yang

    tidak bertanggung jawab untuk dapat memiliki amunisi secara ilegal. Uraian

    diatas sudah memberikan pengertian mengenai amunisi menurut peraturan yang

    ada. Pengawasan perlu dilakukan untuk mengurangi kesempatan bagi pihak yang

    ingin memiliki amunisi secara ilegal. Pengawasan tidak hanya dilakukan oleh

    pemerintah saja tetapi masyarakat sipil dapat berpartisipasi.

    Atas dasar uraian diatas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam

    tentang tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dalam sebuah penulisan

    hukum yang berjudul : PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-

    UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951

    TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI

    (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 7

    B. Perumusan Masalah

    Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian

    yang bertujuan untuk mendapat jawaban atas permasalahan yang diteliti.

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas ,maka penulis mencoba

    membatasi permasalahan yang akan dikaji diatas menjadi dua rumusan masalah

    yaitu :

    1. Bagaimana penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik

    Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap tindak pidana tanpa hak

    menyimpan amunisi dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska?

    2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam

    memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi (studi

    putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)?

    C. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan penulis untuk mendapatkan jawaban atas

    perumusan masalah yang telah disusun. Tujuan penelitian pada dasarnya bersifat

    objektif dan subyektif, adapun yang menjadi tujuan penelitian penulis adalah:

    1. Tujuan Obyektif

    a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

    Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap tindak pidana

    tanpa hak menyimpan amunisi dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska ;

    b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta

    dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi

    (studi putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 8

    2. Tujuan Subyektif

    a. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan wawasan,

    pemahaman serta pengetahuan penulis dibidang ilmu hukum khusunya

    hukum pidana tentang tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi;

    b. Untuk memahami dan mengkaji pertimbangan hakim dalam memutuskan

    perkara tersebut;

    c. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum; dan;

    d. Untuk melengkapi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana

    di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

    Surakarta.

    D. Manfaat Penelitian

    Dalam setiap penelitian terdapat manfaat yang bisa diambil. Penulis

    mengharapkan ada manfaat yang berguna bagi penulis maupun orang yang

    membacanya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

    1. Manfaat Teoritis

    a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

    dan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu

    hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya;

    b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan litelatur dalam

    kepustakaan khususnya mengenai tindak pidana tanpa hak menyimpan

    amunisi;

    c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi

    pihak lain dalam penelitian sejenis yang akan datang.

    2. Manfaat Praktis

    a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang penulis teliti dan mungkin

    juga masyarakat yang mengenai permasalahan yang penulis angkat dalam

    penelitian;

    b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan masukan bagi

    semua pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti;

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 9

    c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan

    dan pengalaman kepada penulis mengenai permasalahan yang diteliti yang

    dapat berguna bagi penulis maupun orang lain dikemudian hari.

    E. Metode Penelitian

    “Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,

    prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

    yang sedang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan

    argumentasi, teori atau komsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan

    masalah yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 35). Adapun yang

    menjadi metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:

    1. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan

    hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal.

    “Menurut Hutchinson penelitian hukum normatif atau doctrinal research

    sebagai research which provides a systematic exspositions of the rules

    governing a particular legal category, analyses the relationship between

    rules, explain areas of difficilty and, perhaps predicts future development”

    (Peter Mahmud Marzuki, 2005:32). Intinya penelitian hukum normatif

    dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang

    terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum

    tersier.

    2. Sifat Penelitian

    Penelitian yang digunakan penulis bersifat preskriptif atau terapan.

    Penelitian preskriptif menurut Peter Mahmud Marzuki adalah:

    Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,konsep- konsep hukum dan norma hukum. Sebagai ilmu terapan

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 10

    ilmu hukum menetapakan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki,2005:22).

    “Penelitian ini bersifat preskriptif karena berusaha menemukan aturan-aturan

    hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna

    menjawab isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki,2005:35).

    Setelah aturan-aturan tersebut ditemukan maka dapat digunakan untuk

    menjawab isu hukum yang dihadapi.

    3. Pendekatan Penelitian

    “Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum

    adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case

    approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

    (comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach )”

    (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 93 ). Dari beberapa pendekatan tersebut

    penulis akan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) dan

    pendekatan kasus ( case approach ). Pendekatan undang-undang menurut

    Peter Mahmud Marzuki adalah :

    Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi atau kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antar regulasi dan undang-undang ( 2005 : 93).

    Selain pendekatan undang-undang penulis juga menggunakan

    pendekatan kasus, pendekatan kasus adalah :

    Pendekatan kasus ( case approach ) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 94).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 11

    4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

    Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum

    sekunder sebagai sumber data penelitian. “Bahan hukum primer merupakan

    bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas, sedangkan

    bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan merupakan

    dokumen-dokumen resmi” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum

    yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

    a. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan

    resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan, kasus dan putusan

    hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan penulis

    adalah:

    1) Undang –Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951

    tentang mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen”

    (STLB.1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia

    Dahulu Nomor 8 Tahun 1948;

    2) Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang

    Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api;

    3) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 Tahun 2010

    tentang Pedoman Perizinan,Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api

    Standar Militer Diluar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan

    Tentara Nasional Indonesia;

    4) Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima Angkatan

    Bersenjata RI No.KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang

    Tuntutan Kebijaksaan Untuk Meningkatkan Pengawasan Dan

    Pengendalian Senjata Api;

    5) SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82

    Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian

    Senjata Non-Organik;

    6) Kasus tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi yang terjadi di

    kota Surakarta dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih

    Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 12

    b. “Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang

    bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum

    meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan

    komentar-komentar atas putusan pengadilan” (Peter Mahmud

    Marzuki,2008:141). Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis

    dalam penelitian ini yaitu:

    1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum;

    2) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana;

    3) Jurnal-jurnal hukum;

    4) Literatur dan hasil penelitian lainnya.

    c. Bahan Hukum Tersier

    Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan

    petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

    5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

    Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis adalah

    studi kepustakaan, karena jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

    adalah penelitian hukum normatif. “Studi pustaka merupakan tehnik

    pengumpulan data dengan cara menginfentarisasikan dan mempelajari bahan-

    bahan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan

    dan dokumen-dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan obyek

    penelitian” (Amirudin dan Zainal Asikin, 2010:68).

    6. Teknis Analisa Bahan Hukum

    Setelah semua data dikumpulkan maka perlu dilakukan analisa

    terhadap data yang sudah dikumpulkan. Tujuan analisa data untuk

    menghasilkan suatu penelitian hukum yang baik. Penulis menggunakan logika

    deduksi yaitu “berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan

    premis minor, dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan

    atau conclusion” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 13

    F. Sistematika Penulisan Hukum

    Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

    penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan hukum serta mempermudah

    pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis

    menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab, dimana

    tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan

    pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan hukum ini. Adapun sistematika

    penulisan hukum ini sebagai berikut:

    BAB I : PENDAHULUAN

    Dalam bab ini penulis akan menguraikan

    mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan

    Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,

    Kerangka Teoritis, Metode Penelitian dan

    Sistematika Penulisan Hukum.

    BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

    Dalam bab ini penulis akan menguraikan

    mengenai dua sub bab yaitu kerangka teori dan

    kerangka analisis. Dalam kerangka teori penulis

    akan menguraikan tinjauan tentang pengertian

    tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, jenis

    tindak pidana, pengertian amunisi, bagian-bagian

    amunisi, penggolongan amunisi serta pengertian

    tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dan

    unsur-unsurnya, dan tujuan hukum. Selain itu

    untuk memudahkan alur berfikir maka dalam bab

    ini akan disertai dengan kerangka pemikiran.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 14

    BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan

    menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan

    masalah yang telah disusun, yaitu bagaimana

    penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

    Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun

    1951 terhadap tindak pidana tanpa hak

    menyimpan amunisi. Dan bagaimana

    pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara

    tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi

    dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta.

    BAB IV : PENUTUP

    Dalam bab ini penulis akan menguraikan

    simpulan dan saran terkait dengan permasalahan

    yang diteliti.

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 15

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Kerangka Teoritis

    1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

    a. Pengertian Tindak Pidana

    Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit,

    sedangkan istilah dalam bahsa asing yaitu delict. “Tindak pidana berarti

    suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenankan hukuman pidana, dan

    pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana” (Wirjono

    Prodjodikoro, 2002:55). Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

    (KUHP) tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai istilah

    strafbaar feit.

    Istilah strafbaar feit diterjemahkan oleh para pakar hukum pidana

    di Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang

    memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana,

    pelanggaran pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan

    dengan tata hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang

    itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan

    Berikut merupakan pendapat para ahli hukum mengenai pengertian

    tindak pidana, yaitu:

    1) Menurut Adami Chazawi “Tindak Pidana dapat dikatakan berupa

    istilah resmi dalam perundang-undangan negara kita. Dalam hampir

    seluruh perundang-undangan kita menggunakan istilah tindak pidana

    untuk merumuskan suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu

    pidana tertentu” (2002 : 67).

    1515

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 16

    2) Menurut P.A.F Lamintang

    Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan starfbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harafiah perkataan strafbaar feit dapatditerjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan (1997 : 181).

    3) Vos merumuskan bahwa “suatu strafbaar feit itu adalah kelakuan

    manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan”

    (Martiman P, 1996 : 16).

    4) Menurut Simons mengenai tindak pidana, beliau mengemukakan

    bahwa “strafbaar feit adalah suatu tindakan melawan hukum yang

    dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggung

    jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum”

    (Simons,1992 :127).

    5) Moeljatno berpendapat ”perbuatan pidana adalah perbuatan yang

    dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman

    (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar

    larangan tersebut” ( Moeljatno,2000 : 54).

    6) Karni memberi pendapat bahwa ”delik itu mengandung perbuatan

    yang mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa

    oleh seorang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan

    patut dipertanggung jawabkan” (Sudarto, 1990 : 42).

    7) Menurut Profesor Pompe dalam buku P.A.F. Lamintang merumuskan

    Strafbaarfeit yaitu :

    Strafbaarfeit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah untuk terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (P.A.F.Lamintang,1997 : 181).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 17

    8) Arti delict itu sendiri dalam Kamus Hukum diartikan sebagai “delik,

    tindak pidana, perbuatan yang diancam dengan hukuman” (R.Subekti

    dan Tjitrosoedibio, 2005:35).

    Dari berbagai pengertian tindak pidana yang diberikan oleh para

    ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan

    yang dilakukan oleh seseorang dan orang tersebut bertanggung jawab atas

    perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan adalah tindakan melawan hukum

    atau yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

    berlaku. Sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan pidana sesuai

    dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian pidana

    tersebut dengan maksud untuk memberikan efek jera bagi orang yang

    bersangkutan dan orang yang mengetahuinya.

    b. Unsur –Unsur Tindak Pidana

    Ada berbagai pendapat ahli mengenai unsur-unsur tindak pidana,

    antara lain:

    1) Unsur-unsur tindak piadana menurut Moeljatno, antara lain:

    a) Perbuatan (manusia);

    b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil);

    c) Bersifat melawan hukum (syarat meteriil).

    Syarat formil harus ada, karena hanya asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP. Syarat materiil juga harus ada, kerena perbuatan itu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan; oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh ,masyarakat itu. Moeljatno berpendapat, bahwa “kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat” (Sudarto, 1990:43).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 18

    2) Menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana atau strafbaarfeif antara

    lain :

    “Unsur-unsur strafbaarfeit adalah:

    a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;

    b) Bersifat melawan hukum;

    c) Dilakukan dengan kesalahan;

    d) Dapat dipidana” (Sudarto,1991 : 26).

    3) Menurut E.Mezger, terdiri dari :

    “Unsur –unsur tindak pidana adalah:

    a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia;

    b) Sifat melawan hukum;

    c) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;

    d) Diancam dengan pidana” (Sudarto, 1991 : 26).

    4) Menurut D.Simons dalam buku Sudarto, unsur- unsur tindak pidana :

    “Unsur –unsur strafbaarfeit adalah:

    a) Perbuatan manusia;

    b) Diancam dengan pidana;

    c) Melawan hukum;

    d) Dilakukan dengan kesalahan;

    e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab” (1991 :28).

    5) Menurut P.A.F Lamintang yang merumuskan unsur-unsur tindak pidana

    sebagai berikut :

    Jika kita berusaha untuk merumuskan suatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif.Tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua unsur yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Penjabaran dari dua unsur tersebut sebgai berikut:

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 19

    a) Unsur SubjektifYaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang ada dalam diri dan pikirannya. Unsur ini terdiri dari:(1) Kesengajaan (dolus) atau ketidak sengajaan (culpa);(2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan seperti

    yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1 KUHP;(3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang

    terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain sebagainya;

    (4) Perasaan takut atau vress;(5) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad.

    b) Unsur ObjektifYaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan yang terjadi, dalam keadaan dimana tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif terdiri dari:(1) Melanggar hukum (wedenrechtelijkheid);(2) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai

    pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. Kausalitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat (P.A.F.Lamintang,1997 : 191-194).

    c. Jenis –Jenis Tindak Pidana

    Menurut Adami Chazawi dalam bukunya Pelajaran Hukum Pidana I,

    tindak pidana terdiri dari berbagai jenis. Dimana antara tindak pidana yang

    satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Tindak pidana terdiri dari berbagai

    jenis, yaitu:

    1) Kejahatan dan Pelanggaran

    Kejahatan atau rechtdelicten adalah perbuatan yang bertentangan

    dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam

    suatu undang-undang atau tidak. Jadi yang merasakan itu adalah tindak

    pidana atau bukan adalah masyarakat. Pelanggaran atau westdelict ialah

    perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana,

    setelah perbuatan tersebut dirumuskan oleh undang-undang sebagai tindak

    pidana.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 20

    2) Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil

    Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan

    sedemikian rupa, sehingga inti dari rumusan undang-undang tersebut

    adalah larangan yang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.

    Perumusannya tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya

    akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana,

    melainkan semata-mata pada perbuatannya.

    Tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan

    akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang

    dilarang itulah yang harus mempertanggungjawabkan dan dipidana.

    3) Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaian

    Tindak pidana sengaja atau doleus delicten adalah tindak pidana

    yang dalam rumusannnya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung

    unsur kesengajaan. Tindak Pidana kelalaian atau colpuse delicten adalah

    tindak pidana yang mengandung unsur kealpaan atau ketidak sengajaan si

    pelaku saat melakukan perbuatan tersebut.

    4) Tindak Pidana Aktif dan Tindak Pidana Pasif

    Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana

    yang perbuatannya aktif, positif, materiil, yang untuk mewujudkannya

    disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh yang berbuat. Tindak

    pidana pasif (delicta omisionis) ada suatu kondisi tertentu yang

    mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu,

    yang apabila ia tidak melakukan perbuatan itu secara aktif maka ia telah

    melanggar kewajibannya tadi. Delik ini juga disebut sebagai tindak pidana

    pengabaian suatu kewajiban hukum.

    5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana yang Berlangsung

    Terus

    Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk

    terwujudnya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut dengan

    aflopende delicten. Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa

    sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 21

    perbuatan itu dilakukan tindak pidananya masih berlangsung terus dalam

    waktu yang lama. Tindak pidana ini dalam bahasa aslinya yaitu belanda,

    disebut sebagai voortdurende delicten.

    6) Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus

    Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat

    dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil. Tindak pidana

    khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi

    tersebut.

    7) Tindak Pidana yang Dapat Dilakukan Semua Orang dan Tindak Pidana

    yang Hanya Dapat Dilakukan Orang Tertentu

    Delicta communia adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh

    semua orang. Pada umumnya peraturan yang dirumuskan dalam undang-

    undang maksudnya mencegah dilakukannya suatu perbuatan yang dapat

    berlaku bagi masyarakat umum, jika aturan yang bersifat umum tersebut

    dilanggar, maka terjadilah apa yang disebut dengan delicta comunia

    tersebut. Dalam peraturan perundangan terdapat beberapa ketentuan yang

    hanya berlaku bagi masayarakat dengan kualitas tertentu,dalam hal ini bisa

    berkaitan dengan pekerjaan atau tugas yang diembannya, maupun

    berkenaan dengan hubungan pelaku dengan hal yang dilakukannya.

    8) Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana Aduan

    Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukan

    penuntutan pidana terhadap pelakunya tidak disyaratkan adanya

    pengaduan dari orang yang berhak. Tindak pidana aduan atau yang lebih

    populer di masyarakat dengan delik aduan adalah tindak pidana yang

    untuk dapat diadakan penuntutan terhadap peritiwa tersebut disyaratkan

    adanya pengaduan dari pihak yang berhak, dalam hal ini bisa oleh korban

    maupun orang yang mempunyai hubungan tertentu dengan peristiwa

    tersebut.

    9) Tindak Pidana Dalam Bentuk Pokok, yang diperberat dan yang diperingan

    Tindak pidana dalam bentuk pokok atau eenvoudige delicten,

    dirumuskan secara lengkap artinya semua unsur-unsurnya dicantumkan

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 22

    dalam rumusan suatu tindak pidana pada perundang-undangan. Tindak

    pidana pada bentuk yang diperberat atau yang diperingan tidak mengulang

    kembali unsur-unsur bentuk pokok tersebut, melainkan sekedar menyebut

    kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian

    disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau

    meringankan secara tegas dalam rumusannya yang biasanya berimbas

    pada ancaman pidana yang akan dikenakan.

    10) Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum yang dilindungi

    Dalam KUHP, dibuat pengelompokan-pengelompokan tertentu

    terhadap tindak pidana yang didasarkan pada kepentingan hukum yang

    dilindungi. Bila kita mendasarkan pengaturan tersebut sesuai dengan

    hukum yang dilindungi, maka jumlah tindak pidana yang ada tidaklah

    terbatas, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.

    Dalam hal ini peranan hukum pidana khusus sangatlah penting, untuk

    menjadi semacam wadah pengaturan tindak pidana di luar kodifikasi.

    11) Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Berangkai

    Tindak pidana tunggal atau yang dalam bahasa belanda disebut

    dengan enkelvoudige delicten adalah tindak pidana yang dirumuskan

    sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesai dan dapat dipidananya

    pelaku hanya perlu dilakukan sekali saja. Tindak pidana berangkai

    selesainya perbuatan dan dapat dipidananya pelaku harus menunggu

    perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya pada Pasal

    296 KUHP tentang kesengajaan seseorang untuk memudahkan perbuatan

    cabul oleh orang lain, kemudian menjadikannya sebagai pencarian atau

    kebiasaan. Hal yang digaris bawahi disini adalah mengenai kebiasaan yang

    menjadikan perbuatan tersebut menjadi berulang.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 23

    2. Tinjauan UmumTentang Amunisi

    a. Pengertian Amunisi

    Terdapat beberapa pengertian amunisi, yaitu:

    1) Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia

    Nomor 12 Tahun 1951 yang dimaksudkan dengan pengertian senjata

    api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan

    dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling :

    in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah

    diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278),

    tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-

    nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib

    (merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak

    dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat

    dipergunakan.

    2) Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia

    Nomor 7 Tahun 2010, amunisi adalah suatu rangkaian komponen dan

    bahan kimia yang dapat menimbulkan api maupun ledakan.

    3) Amunisi yaitu: “amunisi adalah alat apa saja yang dibuat atau

    dimaksudkan untuk digunakan dalam senjata api sebagai proyektil atau

    yang berisi bahan yang mudah terbakar yang dibuat atau dimaksudkan

    untuk menghasilkan perkembangan gas di dalam Senjata Api untuk

    meluncurkan proyektil” ( Bambang Semedi,2011 : 26).

    4) “Amunisi adalah suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat

    balistik tertentu yang dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu dan

    dapat ditembakkan atau dilontarkan dengan senjata maupun dengan

    alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran tertentu untuk

    merusak atau membinasakan” (Emma Zaidar,Makalah,2003:3).

    5) “Amunisi merupakan bahan pengisi senjata api atau bahan peledak

    yang ditambahkan pada musuh” (http://artikata.com/arti-318823-

    amunisi.html, 6 November 2012).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 24

    6) Menurut Heru Gunaedi “ammunition/Munisi adalah suatu benda yang

    diisi dengan bahan peledak/bahan kimia, dilengkapi dengan alat

    pengumpan dan alat tambahan, mempunyai sifat, bentuk, dan balistik

    tertentu, untuk sarana perang guna merusak/menghancurkan sesuatu”

    (Heru Gunaedi,2005 : 409).

    b. Bagian Amunisi

    Amunisi merupakan bagian penting pada senjata api, karena tanpa

    amunisi senjata api tidak bisa digunakan. Sebaliknya amunisi juga tidak

    berguna apabila tidak ada senjata api, jadi amunisi dan senjata api dapat

    diibaratkan sebagai simbiosis mutualisme dimana keduanya saling

    menguntungkan. Amunisi terdiri dari berbagai bagian, yaitu:

    1) Menurut Emma Zaidar dalam makalahnya, amunisi pada umumnya

    dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :

    a) Berdasarkan struktur. Pembagian amunisi berdasarkan strukturnya dapat dibagi :(1) Pelor (Bullet);(2) Kelongsong (Cartridge Case);(3) Isian dorong (Propelan);(4) Penggalak (Primer).

    b) Berdasarkan Kaliber. Pembagian amunisi berdasarkan kalibernya dapat dibagi menjadi :(1) Amunisi ringan (MURI). Muri ini dipakai pada

    senjata yang mempunyai diameter lubang laras maksimum 12,7 mm;

    (2) Amunisi Berat (MURAT). Murat ini dipakai pada senjata yang mempunyai diameter lubang laras diatas 12,7 mm (Emma Zaidar,2003:3).

    2) Peluru dengan bentuk panjang adalah amunisi, peluru merupakan

    bagian dari amunisi lebih tepatnya peluru adalah bagian ujung dari

    amunisi. Menurut Anne Ahira :

    Amunisi dalam senjata api memiliki bagian-bagian sebagai berikut:a) Primer

    Bagian pada amunisi ini berungsi sebagai alat pematik pembakaran atau detonator, terletak di bagian bawah yang berbentuk datar.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 25

    b) RimBagian pada amunisi ini terletak di atas primer,

    gunanya adalah untuk menyalurkan panas yang dihasilkan primer pada bubuk mesiu.

    c) PropelanPropelan yang digunakan umumnya adalah bubuk

    mesiu, bubuk mesiu hampir mengisi penuh bagian amunisi.

    d) SelongsongYang dimaksud dengan selongsong pada istilah

    senjata api sebenarnya bukan moncong panjang yang menjadi bagian dari senjata api, tapi adalah benda berbentuk tabung yang menampung bubuk mesiu.

    e) PeluruBagian ini terletak paling atas dari sebuah proyektil,

    berbentuk segitiga dengan sudut tumpul, peluru inilah yang intinya akan didorong oleh proses pembakaran tadi” (http://www.anneahira.com/senjata-api.htm,8 November 2012).

    3) Menurut Heru Gunaedi, bagian amunisi terdiri dari :

    Untuk membedakan munisi yang satu dengan yang lainnya, harus dipahami konstruksi dan bagian-bagiannya. Sebutan munisi berdasarkan kontruksinya sebagai berikut:a) Peluru adalah munisi yang terdiri dari pelor/proyektil,

    kelongsong, isian dorong, dan penggalak/primer.b) Granat adalah munisi yang bekerjanya dengan cara

    dilempar kesasaran, baik dengan tangan maupun dengan senjata.

    c) Rocket adalah munisi yang meluncur kesasaran dengan menggunakan tenaga jet sedangkan rudal adalah roket yang dapat dikendalikan dengan peralatan penuntun baik gelombang elektro magnetic, sinar infra merah, gelombang panas dan sebagainya saat meluncur kesasaran.

    d) Ranjau adalah munisi yang harus dipasang pada tempat tersembunyi/tersamar, guna menjebak lawan dapat bekerja akibat ulah korban (Heru Gunaedi,2005:410-414).

    4) Menurut Bambang Semedi “amunisi juga berarti bagian-bagian dari

    amunisi seperti patroon hulzen (selongsong peluru), slaghoedjes

    (penggalak), mantel kogels (peluru palutan), slachtveepatroonen

    (pemalut peluru) demikian juga proyektil-proyektil yang dipergunakan

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 26

    untuk menyebarkan gas-gas yang dapat membahayakan kesehatan

    manusia” (Bambang Semedi,2011:26).

    c. Penggolongan Amunisi

    1) Penggolongan amunisi ini berdasarkan pada amunisi yang didesain

    khusus, yaitu :

    Amunisi berdasarkan desain khusus digolongkan menjadi :a) Super Vel Ammunition

    Variasi dari amunisi untuk senjata api caliber 0,38”; pelurunya lebih ringan, sebagian dibungkus jaket, kecepatannya tinggi (high velocity). Desain peluru ini dua macam, yaitu : a flat nose soft point dan a hollow point.Apabila pada umumnya caliber 0,38” (special standard), velositasnya hanya 855 kaki/menit; maka apabila peluru yang dipakai adalah “Super vel ammunition”, yang kecepatannya 1370 kaki/menit, maka dapat dibayangkan bahwa dari senjata api yang sama tetapi amunisinya beda, walaupun lubang masuknya sama besarnya, kerusakan organ dalam akan lebih dasyat pada yang mempergunakan “Super vel ammunition”.

    b) KTW AmmunitionPeluru untuk senjata api laras panjang yang terdiri

    dari logam campuran yang dibalut teflon, dengan jaket logam yang menutupi separuh dari anak peluru, dapat menutupi laras serta alurnya. Desain seperti ini memungkinkan terpisahnya jaket, sehingga berdampak pada upaya penyidik dalam menelusuri senjata yang akan dijadikan benda bukti, oleh karena jaket yang beralur dan terpisah itu tidak dapat ditemukan.

    c) Frangible bulletsPeluru untuk senjata kaliber 0,22” ini dibuat dari

    serbuk timah atau besi, sehingga ketika mengenai tubuh korban, peluru tersebut akan buyar. Dalam kasus ini pemeriksaan dengan sinar-X dapat membantu untuk mengetahui adanya penyebaran dalam tubuh korban. Keadaan tersebut tentunya menyulitkan penyidik dalam mengidentifikasi senjata yang menewaskan korban.

    d) Quick Shock AmmunitionBagian depan projektilnya berlubang (seperti jenis

    “hollow point”), sedangkan bagian basisnya terbagi tiga. Desain seperti ini dapat menjelaskan mengapa dalam tubuh korban peluru pecah menjadi tiga bagian, dan biasanya tidak memantul kemana-mana, tidak tembus,

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 27

    sehingga si penembak tidak perlu kuatir tembakannya akan mengenai orang yang berada di belakang korban, yang bukan target sasarannya (http://jurnalmiliter.blogspot.com/2011/11/amunisi-amunisi-yang-mempunyai-desain.html, 8 November 2012).

    2) Menurut Heru Gunaedi juga digolongkan sebagai berikut :

    Penggolongan amunisi selain berdasarkan atas besar kecilnya ukiran maupun tujuan penggunaana) Berdasarkan kesatuan pengguna utama

    (1) Munisi Infantri (muif) adalah semua macam/jenis munisi yang digunakan untuk kesejahteraan infanteri, antara lain meliputi:(a) Munisi pistol dan pistol isyarat;(b) Munisi senapan penembak runduk dan senapan

    mesin;(c) Munisi senapan otomatis dan senapan mesin;(d) Granat tangan, granat senapan, granat launcher

    dan granat mortir;(e) Munisi senjata lawan tank.

    (2) Munisi Alteri adalah semua macam/jenis munisi yang digunakan untuk kesejahteraan arteleri, antara lain meliputi:(a) Munisi untuk senjata arteleri pertahanan udara;(b) Munisi untuk senjata arteleri medan;(c) Munisi untuk senjata kavaleri.

    (3) Munisi Khusus adalah semua macam/jenis munisi yang penggunaannya secara khusus oleh kesatuan zeni guna kepentingan khusus, meliputi:(a) Munisi penyembur api;(b) Detonator,sumbu, bahan peledak;(c) Ranjau, bungalor torpedo, dll.

    b) Berdasarkan mutu/kondisi/kualitas(1) Munisi baik (Kelas I untuk persediaan operasi);(2) Munisi rusak terdiri dari rusak semu, rusak ringan,

    rusak berat, rusak membahayakan.c) Berdasarkan administrasi

    (1) Munisi persediaan;(2) Munisi latihan.

    d) Berdasarkan penyimpangan dan pembekalan(1) Munisi garis I;(2) Munisi garis II;(3) Munisi garis III (Heru Gunaedi,2005:415-422).

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 28

    d. Peraturan yang Mengatur Amunisi

    Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai

    amunisi, yaitu :

    1) Undang –Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951

    tentang mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen”

    (STLB.1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia

    Dahulu Nomor 8 Tahun 1948;

    2) Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang

    Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api;

    3) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 tahun 2010

    tentang Pedoman Perizinan,Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api

    Standar Militer Diluar Lingkungan KementerianPertahanan dan

    Tentara Nasional Indonesia;

    4) Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima Angkatan

    Bersenjata RI No.KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang

    Tuntutan Kebijaksaan Untuk Meningkatkan Pengawasan Dan

    Pengendalian Senjata Api;

    5) SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82

    Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian

    Senjata Non-Organik.

    3. Tinjauan Umum Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi

    a. Pengertian Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi

    Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan orang tersebut

    yang bertanggung jawab atas perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan

    adalah tindakan melawan hukum atau yang bertentangan dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku, yaitu tanpa hak atau tanpa ijin

    menyimpan amunisi secara ijin atau ilegal. Sehingga perbuatan tersebut

    dapat diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan perundang-

    undangan yang berlaku.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 29

    Tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-

    Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951. Dengan

    diancam hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun yang terdapat

    dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia

    Nomor 12 Tahun 1951.

    b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi

    Unsur –unsur tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi

    menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia

    No.12 Tahun 1951, sebagai berikut:

    1) Unsur “Barang siapa”

    Unsur barang siapa mengacu pada subyek hukum yaitu orang

    atau disebut sebagai pelaku dari suatu tindak pidana dan terhadap

    orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan

    pidana yang dilakukan. Setiap manusia mempunyai kemampuan

    bertanggung jawab kecuali secara tegas undang-undang menyatakan

    lain.

    2) Unsur “tanpa hak” memasukkan ke Indonesia membuat, menerima,

    mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan,

    menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau

    mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,

    menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan, dari

    Indonesia senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.

    Unsur tanpa hak ini terdapat banyak perbuatan yang dilarang

    sehingga unsur ini bersifat alternatif. Artinya perbuatan yang dilakukan

    oleh seseorang tidak harus memenuhi semua perbuatan yang dilarang,

    melainkan cukup salah satu atau lebih perbuatan yang dilarang saja

    yang terpenuhi.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 30

    4. Tinjauan Umum Tujuan Hukum

    Dalam merumuskan tujuan hukum para ahli mengemukakan pendapat

    yang berbeda-beda, yaitu :

    1) Menurut Aristoteles

    “Menurut Teori Etis ( “etische theorie” ) hukum hanya semata –

    mata bertujuan mewujudkan keadilan. Hal tersebut dikemukan dalam

    karyanya “Ethica Nicomachea” dan “Rhetorika” yang menyatakan bahwa

    hukum mempunyai tugas yang suci yaitu member kepada setiap orang

    yang ia berhak menerimanya” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 20).

    2) Menurut Jeremy Bentham

    “Dalam teori utilities dikemukan bahwa hukum bertujuan

    mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja, hukum bertujuan

    menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-

    banyaknya” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 21).

    3) Menurut Bellefroid

    “Bellefroid mengemukakan teori campuran yaitu antara pendapat

    Aristoteles dan Jeremy Bentham dalam bukunya “Inleiding tot de

    rechtswetenschap in Nederland”, yaitu bahwa isi hukum harus ditentukan

    menurut dua asas yaitu keadilan dan faedah” (H.Riduan Syahrani, 1999 :

    22).

    4) Menurut Van Apeldoorn

    Van Apeldoorn merumuskan tujuan hukum sebagai berikut:

    Tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian. Kedamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan lain sebagainya terhadap yang merugikan. Kepentingan individu dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan-kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian dan kekacauan satu sama lain kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum pertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, di mana setiap orang harus

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 31

    memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya (H.Riduan Syahrani,1999 : 22).

    5) Menurut Utrecht

    Utrecht merumuskan tujuan hukum sebagai berikut:

    Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum harus tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum bertugas polisionil (politionele taak van hetrecht). Hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting)(H.Riduan Syahrani,1999 : 23).

    6) Menurut Wirjono Prodjodikoro

    “Tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan bahagia dan tertib

    dalam masyarakat” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 23).

    7) Menurut Mochtar Kusumaatmadja

    “Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban.

    Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat

    manusia yang teratur” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 24).

    8) Menurut Franka Salis

    “Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai,

    hukum menghendaki perdamaian” (Van Apeldoorn, 2001:10).

    9) Menurut Radbruch

    Menurut Radbruch tujuan hukum ada tiga yang lebih dikenal

    dengan nilai dasar hukum, yaitu :

    Nilai-nilai dasar hukum yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum, terdapat ketegangan satu sama lainnya, kerena ketiganya berisi tuntutan yang berlain-lainan satu sama lain. Misalnya kepastian hukum akan menggeser nilai keadilan dan kegunaan. Bagi kepastian hukum yang utama adalah adanya peraturan-peraturan, adil dan kegunaan bagi masyarakat diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adaya nilai-nilai yang berbeda tersebut maka penilaian tentang keabsahan hukum dapat bermacam-macam ( Satjipto Rahardjo, 2006 :19).

    Nilai keadilan menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Nilai

    kegunaan adalah bagaimana hukum tersebut berguna dalam masyarakat,

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 32

    sedangkan nilai kepastian hukum menitikberatkan bahwa kepastian hukum

    adalah adanya peraturan itu sendiri.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 33

    B. Kerangka Pemikiran

    Gambar 1. Kerangka Pemikiran

    Kepemilikan Amunisi

    Boleh dimiliki masyarakat sipil Tidak boleh dimiliki masyarakat

    sipil

    Masyarakat Sipil Dapat Memiliki Amunisi tanpa ijin

    Penyalahgunaan Kepemilikan Amunisi

    Melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat

    Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951

    Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi

    Secara legal/resmi

    Melalui proses penyelundupan

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 34

    Keterangan :

    Kerangka pemikiran diatas mencoba untuk memberikan gambaran

    mengenai alur berfikir penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah,

    dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan mengenai tindak

    pidana tanpa hak menyimpan amunisi yang melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-

    Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1951.

    Senjata api dan amunisi merupakan suatu barang yang berbahaya yang

    boleh memiliki hanyalah Tentara dan Polisi. Selain Tentara dan Polisi masyarakat

    sipil tidak diperbolehkan untuk memiliki senjata api dan amunisi karena senjata

    api dan amunisi tidak boleh digunakan dengan semena-mena. Akhir-akhir ini di

    Indonesia banyak dijumpai kasus kepemilikan amunisi oleh masyarakat sipil yang

    sampai diproses di Pengadilan.

    Peredaran amunisi di Indonesia semakin merajalela, akibat peredaran

    tersebut masyarakat dapat memiliki amunisi secara legal dan ilegal. Kepemilikan

    amunisi secara legal adalah memiliki amunisi jenis tertentu yang diperbolehkan

    untuk disimpan oleh masyarakat sipil. Kepemilikan amunisi secara ilegal adalah

    memiliki amunisi yang dilarang dimiliki oleh masyarakat sipil secara tidak resmi

    melalui proses penyelundupan.

    Proses penyelundupan amunisi dapat melalui jalur darat, air maupun udara

    setiap jalur tersebut memiliki hambatan dan resiko masing-masing. Biasanya

    proses penyelundupan sudah direncanakan terlebih dahulu sehingga pada waktu

    pelaksanaan semua berjalan dengan rapi. Tidak mudah melakukan proses

    penyelundupan tetapi yang mengherankan walaupun sulit dan berisko tetap saja

    dilakukan demi tujuan tertentu.

    Masyarakat sipil yang mempunyai amunisi secara ilegal bisa digunakan

    untuk hal baik dan hal yang tidak baik. Amunisi yang digunakan untuk hal yang

    tidak baik seperti menggunakannya untuk melakukan suatu tindak pidana.

    Kepemilikan amunisi secara ilegal yang disalahgunakan sangat membuat resah

    dan merugikan masyakat lain serta menimbulkan ketakutan. Amunisi merupakan

    bahan peledak yang berbahaya tidak semua orang bisa mempergunakannya hanya

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 35

    orang tertentu saja seperti Tentara dan Polisi. Karena sifatnya yang berbahaya

    maka amunisi tidak boleh dimiliki oleh masyarakat sipil, kecuali ada ijinnya.

    Peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan amunisi di Indonesia

    sudah ada walaupun tidak secara spesifik mengatur amunisi tetapi juga mengatur

    mengenai senjata api. Walaupun begitu tetap ada yang mencari celah untuk

    melanggar peraturan yang ada. Masyarakat sipil yang memiliki amunisi secara

    ilegal secara hukum telah melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat

    Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951. Tindakan menyimpan amunisi

    tersebut termasuk dalam tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan

    ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman

    penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 36

    BAB III

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Hasil Penelitian

    Untuk dapat menguraikan dan memberikan penjelasan dalam

    pembahasan mengenai penulisan hukum yang dibuat penulis, maka

    penulisan akan melalukan studi putusan Pengadilan Negeri Surakarta

    No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska. Data yang diperoleh penulis sebagai berikut:

    Perkara Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi dengan

    terdakwa MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO

    alias ABU RAYYAN alias ABU AISYAH

    1. Identitas

    Nama lengkap :MUHAMMAD BAHRUNNA’IM

    ANGGIH TAMTOMO alias ABU

    RAYYAN alias ABU AISYAH

    Tempat Lahir : Pekalongan

    Umur/Tangal Lahir : 27 tahun/6 September 1983

    Jenis Kelamin : Laki-Laki

    Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia

    Tempat Tinggal : Jalan Kali Sampang RT. 002 / RW.

    003 Kampung Metrodranan,

    Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan

    Pasar Kliwon, Kota Surakarta

    Agama : Islam

    Pekerjaan : Wiraswasta

    Pendidikan : D3.

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 37

    2. Kasus Posisi

    a. Pada tanggal 7 November 2010 RULLY JUANDA, S.H. bersama

    RIFO WIJAYANTO, dan MARYUDI SALEMPANG petugas

    Kepolisian dari Mabes Polri menerima informasi bahwa ada

    seseorang yang bernama NAIM yang tinggal di daerah Metrodranan,

    Pasar Kliwon, Surakarta memiliki sejumlah amunisi dan seseorang

    yang bernama NAIM tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan

    jaringan pelaku teror. Lalu petugas Kepolisian tersebut memastikan

    informasi yang diterima tersebut dengan mengadakan penyelidikan

    di lapangan;

    b. Kemudian pada tanggal 9 November 2010 berdasarkan Surat

    Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan petugas Kepolisian

    tersebut melakukan pembuntutan terhadap sasaran yakni terdakwa

    MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO alias

    ABU RAYYAN alias ABU AISYAH, dan sekitar pukul 12.00 WIB

    bertempat di Jalan Mayor Sunaryo, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota

    Surakarta tepatnya di depan Beteng Trade Center, petugas

    Kepolisian tersebut menghentikan Terdakwa yang saat itu sedang

    mengendarai sepeda motor;

    c. Selanjutnya petugas Kepolisian memberitahukan kepada Terdakwa

    mengenai identitas diri yang berasal dari petugas Kepolisian dengan

    menunjukkan surat tugas lalu petugas Kepolisian bertanya kepada

    Terdakwa mengenai identitas diri Terdakwa dan Terdakwa

    memberikan KTP atas nama MUHAMMAD BAHRUNNA’IM

    ANGGIH TAMTOMO, lalu petugas Kepolisian mengadakan

    interogasi dan Terdakwa MUHAMMAD BAHRUNNA’IM

    ANGGIH TAMTOMO menerangkan bahwa benar dirumahnya yang

    beralamat di Jalan Metrodranan RT. 002 / RW. 003, Kelurahan Pasar

    Kliwon, Kecamatan pasar Kliwon, Kota Surakarta telah disimpan

    sejumlah amunisi dan peluru yang diperoleh Terdakwa dari

    seseorang yang bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 38

    TIKUS alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk

    dalam Daftar Pencarian Orang/DPO);

    d. Atas pengakuan dari Tersangka tersebut, dimana situasi pada saat itu

    sedang hujan deras dan di sekitar lokasi rumah Terdakwa yang

    terletak di Metrodranan RT. 002/ RW. 003 Kelurahan Pasar Kliwon,

    Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta tepat berada disamping

    kali besar dalam kondisi banjir mencapai 80 (delapan puluh) cm,

    akhirnya petugas Kepolisian memutuskan untuk menunggu sampai

    hujan reda dan air surut;

    e. Pada tanggal 10 November 2010 sekitar pukul 05.00 WIB barulah

    petugas Kepolisian dapat melakukan penggeledahan setelah hujan

    berhenti dan banjir mulai surut. Kemudian petugas kepolisian

    mencari Ketua RT setempat yaitu Sdr. MULYADI dan dengan

    kesaksian Ketua RT Metrodranan RT. 002/ RW. 003 Kelurahan

    Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta

    Sdr.MULYADI dan Terdakwa serta petugas Kepolisian mengadakan

    penggeledahan terhadap rumah Terdakwa;

    f. Ketika dilakukan penggeledahan, Terdakwa menunjuk sebuah

    ruangan yang berada di bagian belakang rumah yang merupakan

    garasi. Setelah sampai di dalam ruangan tersebut Terdakwa

    mengambil 1 (satu) tas ransel hitam yang kemudian di hadapan

    petugas Kepolisian dan Ketua RT yaitu Sdr. MULYADI, Terdakwa

    membuka tas ransel hitam tersebut dan di dalamnya terdapat 1 (satu)

    buah kardus yang terbuat dari karton. Setelah kardus disobek

    permukaan atasnya terdapat 1 (satu) plastik putih yang berisi

    sejumlah peluru dan holdster (sarung) senjata serta kotak-kotak kecil

    berwarna merah muda yang setelah dibuka isinya adalah amunisi

    peluru berukuran panjang;

    g. Terdakwa dengan disaksikan oleh petugas Kepolisian dan Ketua RT

    yaitu Sdr. MULYADI mengadakan perhitungan terhadap amunisi

    peluru tersebut dan berjumlah 28 (dua puluh delapan) kotak kertas

    perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

  • 39

    warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir

    peluru senjata api laras panjang dan 1 (satu) kantong plastik putih

    yang di dalamnya terdapat 32 ( tiga puluh dua ) butir peluru senjata

    api kaliber 9 mm dan 1 (satu) buah sarung senjata warna hitam;

    h. Barang-barang hasil penggeledahan oleh petugas Kepolisian di

    rumah Terdakwa tersebut diakui merupakan barang titipan yang

    dititipkan kepada Terdakwa sekitar tahun 2005 oleh orang yang

    bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias UUS alias TIKUS

    alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk dalam

    Daftar Pencarian Orang/DPO);

    i. Terdakwa tidak memiliki wewenang maupun ijin dari pihak yang

    berwenang atas kepemilikan atau menyimpan 28 (dua puluh

    delapan) kotak kertas warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga

    puluh tiga ) butir peluru senjata api laras panjang, 1 (satu) kantong

    plastik putih yang di dalamnya terdapat 32 (tiga puluh dua) butir

    peluru senjata api kaliber 9 mm, dan 1(satu) buah sarung senjata

    warna hitam, dan Terdakwa juga mengetahui bahwa menerima,

    menyimpan, menyembunyikan amunisi peluru adalah perbuatan

    yang melanggar hukum yang berlaku di Indonesia serta tidak

    memiliki keterkaitan dengan pekerjaan sehari-hari.

    j. Berda