Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP
TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan Untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh:
HANAWATI VITANINGTIAS
NIM.E0009151
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP
TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)
Oleh :
HANAWATI VITANINGTIAS
NIM E0009151
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 8 Maret 2013
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum. Ismunarno,S.H.,M.Hum.
NIP. 19570203 198503 2 001 NIP. 19660428 199003 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK
PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)
Oleh :
HANAWATI VITANINGTIASNIM E0009151
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan
Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada:Hari : Jum’atTanggal : 15 Maret 2013
DEWAN PENGUJI
1. Sabar Slamet, S.H.,M.H. :……………………………NIP. 19560727 198601 1 001
Ketua
2. Ismunarno, S.H.,M.Hum. :……………………………NIP. 19660428 199003 1 001
Sekretaris
3. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum. :…………………………..NIP. 19570203 198503 2 001
Anggota
MengetahuiDekan,
Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum.
NIP. 19570203 198503 2 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Hanawati Vitaningtias
NIM : E0009151
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT
REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK
PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN
PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska) adalah
betul- betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustka. Apabila
dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan
gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 8 Maret 2013
Yang membuat pernyataan,
Hanawati Vitaningtias
NIM E0009151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK
Hanawati Vitaningtias, E0009151. 2013. PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk mengetahui bagaimana penerapan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap kasus tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi. Selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi.
Penelitian ini bersifat preskriptif atau terapan dan dalam penelitian hukum ini penulis menggunakan penelitian hukum normatif. Jenis bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer diperoleh dari Pengadilan Negeri Surakarta, sedangkan bahan hukum sekunder diperoleh dari buku, literatur, jurnal, makalah, peraturan perundang-undangan terkait yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi kepustakaan dengan mempelajari bahan-bahan yang berupa buku, tulisan, dokumen, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah logika deduksi yaitu dengan pengajuan premis mayor kemudian premis minor setelah itu baru ditarik kesimpulan dari kedua premis tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 telah sesuai diterapkan dalam perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo Alias Abu Rayyan Alias Abu Aisyah. Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam menjatuhkan putusan dalam perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih Tamtomo Alias Abu Rayyan Alias Abu Aisyah adalah Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, dimana unsur-unsur dalam pasal tersebut telah terpenuhi. Terhadap perbuatan tedakwa hakim Pengadilan Negeri Surakarta menjatuhkan pidana 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan penjara. Putusan yang dijatuhkan oleh Hakim Pengadilan Negeri Surakarta sudah mencerminkan nilai keadilan, nilai kegunaan, nilai kemanfaatan seperti yang dikemukakan oleh Radbruch.
Kata kunci : Tindak Pidana, Tanpa Hak, Amunisi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
Hanawati Vitaningtias, E0009151. 2013. PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951 TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
The purpose of the research by the author is to know how the application of Article 1 paragraph (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951 on criminal cases without the right to store ammunition. In addition, this study also aims to determine how the consideration of the judge in deciding criminal cases without the right to store ammunition.
This study is descriptive or applied in legal research and the writer uses normative legal research. The type of material used in the study of law is a primary legal materials and secondary legal materials. Primary legal materials obtained from the District Court of Surakarta, while secondary legal materials obtained from books, literature, journals, papers, relevant legislation relating to the issue being investigated. Legal materials collection technique used is the study of literature with the study materials in the form of books, writings, documents, laws and regulations relating to the matter under investigation. Analytical technique used in this study is deductive logic is by filing minor premise major premise later after it had drawn the conclusion of the second premise.
Based on the research that has been done, it can be concluded that the application of Article 1 (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951 compliance issues in criminal implemented without the defendant's right to store ammunition Bahrunna'im Anggih Muhammad Abu Rayyan Tamtomo Alias Alias Abu Aisha. Basic considerations Surakarta District Court in decisions in the criminal case without the defendant's right to store ammunition Bahrunna'im Anggih Tamtomo Muhammad Abu Rayyan Alias Alias Abu Aisha is Article 1 paragraph (1) Emergency Law of the Republic of Indonesia Number 12 Year 1951, which elements in the article have been met. Against acts tedakwa Surakarta District Court convict 2 (two) years and 6 (six) months in prison. The decision handed down by District Court Judge Surakarta reflects the values of justice, utility value, the value of benefits as proposed by Radbruch.
Keywords: Crime, No Rights, Ammunition
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang atas segala limpahan berkat dan
karunianya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum (skripsi) yang berjudul “PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-
UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951
TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)”.
Penulisan hukum (skripsi) ini membahas mengenai tindak pidana tanpa
hak menyimpan amunisi yang terjadi di Surakarta, bagaimana penerapan Pasal 1
ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1951 dan
bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa
hak menyimpan amunisi.
Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik materiil maupun immateriil sehingga penulisan
hukum (skripsi) ini dapat terselesaikan, terima kasih penulis ucapkan kepada :
1. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum., selaku dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin dan kesempatan
kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini.
2. Bapak Sabar Slamet,S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana yang
telah memberikan bantuan dan ijin kepada penulis untuk menyelesaikan
penulisan hukum ini.
3. Prof.Dr.Hartiwiningsih,S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing I skripsi penulis
yang telah banyak memberikan bantuan berupa pengarahan, bimbingan
serta saran dari awal hingga akhir penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
4. Bapak Ismunarno,S.H.,M.Hum., selaku Pembimbing II skripsi penulis
yang telah banyak memberikan bantuan berupa pengarahan, bimbingan
serta saran dari awal hingga akhir penulisan hukum ini.
5. Bapak Agus Rianto,S.H.,M.Hum., selaku pembimbing akademik penulis
yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh masa
perkuliahan.
6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta jajarannya staf Fakultas Hukum UNS
yang telah memberikan ilmu, membimbing penulis selama kuliah di
Fakultas Hukum UNS dan membantu kelancaran sehingga dapat menjadi
bekal penulis dalam penulisan hukum ini.
7. Bapak dan Mama tercinta, Bapak Yohanes Warmanto dan Ibu Yuliana Siti
Maryanti DL yang selalu mendukung, memberikan semangat serta doa
yang selalu dipanjatkan setiap malam sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik dan lancar.
8. Adik , Christina Selvi Indahwati atas dukungan dan doanya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
9. Tunangan tersayang, Stefanus Haryo Kurniawan yang menjadi partner
terbaik bagi penulis dalam mendukung penulisan hukum ini sehingga bisa
terselesaikan dengan baik.
10. Nenek tercinta, Ibu Anastasia Sunarti yang selalu memberikan dukungan
dalam bentuk apapun sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
hukum ini.
11. Bapak Petrus Canisius Jaka Sujana dan Ibu Agnes Sri Muryani, yang telah
memberikan dukungan kepada penulis dalam berbagai bentuk sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
12. Alm. Bapak Yohanes de Brito Sunardjo dan Adek Yohanes yang telah di
Surga walaupun sudah tiada tapi penulis selalu merasakan kehadiran dan
dukungannya secara tidak langsung sehingga menjadi motivator tersendiri
bagi penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini.
13. Seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan semangat
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
14. Sahabat-sahabat selama kuliah Natalia, Asti, Ita, Dea, Tata dan teman dari
SMP dan SMA yang selalu memberikan kecerian dan semangat bagi
penulis dikala senang dan susah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan hukum ini.
15. Semua teman-teman Fakultas Hukum UNS angkatan 2009 yang telah
menambah pengalaman penulis selama kuliah.
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum
ini baik secara moral maupun materiil.
Dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang
membangun sehingga dapat memperbaiki seluruh kekurangan yang ada dalam
penulisan hukum ini. Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi siapa
saja yang membacanya.
Surakarta, 8 Maret 2013
Penulis
HANAWATI VITANINGTIAS
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………...i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………….ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI……………………………………..iii
HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………...iv
ABSTRAK………………………………………………………………..……v
KATA PENGANTAR……………………………………………………......vii
DAFTAR ISI………………………………………………………………......x
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………xii
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………...xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah………………………………………..….1
B. Perumusan Masalah……………………………………………..…7
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….........7
D. Manfaat Penelitian…………………………………………….......8
E. Metode Penelitian……………………………………………........9
F. Sistematika Penelitian………………………………………........13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana………………….……15
2. Tinjauan Umum Tentang Amunisi……………………………..23
3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan
Amunisi…………………………………………………………28
4. Tinjuan Umum Tentang Tujuan Hukum……………...………..30
B. Kerangka Pemikiran……………………………………….............33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian…………………………………………………….36
B. Pembahasan
1. Penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Terhadap Tindak Pidana Tanpa
Hak Menyimpan Amunisi Dalam Putusan Pengadilan Negeri
Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska…........………………......55
2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Surakarta Dalam
Memutuskan Perkara Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan
Amunisi (Studi Putusan Pengadilan Negeri Surakarta
No.7Pid.Sus/2011/PN.Ska……………………………………..66
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan………………………………………………………….108
B. Saran……………………………………………………………...110
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Pemikiran……………………………………..37
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951……………………………………………..116
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seseorang dapat memiliki suatu barang secara legal maupun secara ilegal.
Terhadap barang yang diperdagangkan secara umum setiap orang bisa
mendapatkannya secara legal atau resmi. Barang yang tidak diperdagangkan
secara umum yang hanya boleh dimiliki pihak tertentu namun masyarakat sipil
dapat memilikinya, maka kepemilikan tersebut dapat dikatakan sebagai
kepemilikan secara ilegal. Pengecualian berlaku apabila orang tersebut telah
mendapatkan surat ijin untuk memiliki barang tersebut.
Kepemilikan terhadap suatu barang secara ilegal banyak terjadi di
Indonesia dan banyak pula macamnya seperti masyarakat sipil memiliki senjata
api atau amunisi secara ilegal tanpa surat ijin. Barang yang dimiliki tersebut
tersebut bukan barang yang diperdagangkan secara bebas kepada masyarakat
umum hanya Tentara dan Polisi yang boleh memilikinya. Apabila ada yang
memiliki senjata api atau amunisi selain Tentara dan Polisi tanpa mempunyai
surat ijin maka mereka mendapatkan barang tersebut secara ilegal atau tidak resmi
melalui proses penyelundupan.
Terdapat larangan bahwa senjata api dan amunisi tidak boleh dimiliki oleh
masyarakat sipil tanpa ijin dari Kepolisian, namun larangan tersebut terbatas pada
senjata api atau amunisi jenis tertentu. Ada senjata api atau amunisi jenis tertentu
yang boleh dimiliki oleh masyarakat sipil untuk kepentingan bela diri maupun
olahraga, contohnya senjata api yang digunakan untuk olahraga menembak.
Senjata api maupun amunisi yang dilarang untuk dimiliki masyarakat sipil adalah
yang berbahaya dengan resiko yang tinggi.
Masyarakat sipil hanya boleh memiliki senjata yang bukan merupakan
senjata organis TNI atau POLRI dan tidak otomatis. Senjata tersebut biasanya
memiliki kaliber yang lebih kecil dari 32. Senjata api yang boleh untuk dimiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
oleh masyarakat sipil dalam rangka kepentingan bela diri berdasarkan Surat
Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/82/II/2004 tentang buku Petunjuk Pelaksanaan
Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI Poin 14 ayat
(1) huruf c adalah sebagai berikut:
1. Senjata api bahu, jenis Shoutgan Kal 12 GA;
2. Senjata api genggam:
a. Jenis : Pistol/Rivolver
b. Kaliber : 32 /35 /inc
Salah satu cara memperoleh barang ilegal adalah melalui proses
penyelundupan, proses penyelundupan adalah :
Proses penyelundupan merupakan salah satu cara untuk memiliki senjata api maupun amunisi yang dilarang dimiliki oleh masyarakat sipil. Dalam beberapa kasus penyelundupan senjata api ilegal para pelaku menggunakan angkutan jasa melalui jalur transportasi udara dan transportasi darat. Namun karena adanya pemeriksaan dokumen dan barang di setiap perbatasan negara, kebanyakan memilih menggunakan kontainer yang dibawa dengan perahu motor maupun kapal kargo dan melakukan transaksi disekitar perairan laut perbatasan antar negara. Hal ini dikarenakan lemahnya pengawasan aparat keamanan dan mudahnya aksesbilitas melalui jalur perdagangan laut”(Anggi Setio, Jurnal Kriminologi Indonesia, No.II, Agustus 2009:4).
Ketatnya pemeriksaan dokumen tidak menjadi penghambat proses penyelundupan
karena ada cara lain yang dapat dilakukan. Kerjasama dan strategi yang sudah
direncanakan secara matang menjadi pendukung lancarnya proses penyelundupan.
Terdapat banyak hal yang harus dilakukan dan dipersiapkan dalam proses
penyelundupan agar proses penyelundupan nantinya dapat berjalan dengan lancar.
Peristiwa penyelundupan senjata api dimulai dengan pengrekrutankurir senjata, menentukan jalur transit hingga tujuan penyelundupan senjata api, hingga tahap penjagaan dan penerimaan ke tempat tujuan dilakukan dengan rapi dan teratur. Penyelundupan senjata api tidak hanya terjadi di daerah-daerah Indonesia tetapi juga melampaui batas-batas negara. Penyelundupan senjata api biasanya ditujukan bagi daerah-daerah dengan intensitas konflik internal yang tinggi seperti Aceh, Poso, perbatasan Tawau dan Nunukan (Kalimantan), Ambon, Papua, daerah rawan kejahatan seperti Jakarta, Jawa Barat, Makassar (Anggi Setio, Jurnal Kriminologi Indonesia, No.II, Agustus 2009:13).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Melalui proses penyelundupan tersebut peredaran senjata api maupun
amunisi menjadi merajalela. Proses penyelundupan suatu barang memang tidak
mudah, walaupun sulit untuk menyelundupkan faktanya senjata api dan amunisi
bisa beredar dan bahkan dapat dimiliki oleh masyarakat sipil secara ilegal.
Sungguh sebuah ironi yang menyesakkan dimana ada peraturan yang ketat
mengatur mengenai ijin memiliki senjata api dan amunisi, tetapi dilain pihak
ternyata ada pihak yang mendapatkan celah untuk mendapatkannya secara ilegal.
Senjata api dan amunisi merupakan dua barang yang saling berhubungan
satu sama lain, amunisi merupakan isian dari senjata api. Senjata api tidak
berfungsi apabila di dalamnya tidak terdapat amunisi, demikian sebaliknya.
Sekarang yang menjadi perhatian adalah kasus kepemlikan amunisi yang banyak
di jumpai di kalangan masyarakat sipil. Kepemilikan amunisi tersebut akibat dari
proses penyelundupan amunisi. Berbagai kasus tersebut antara lain orang yang
menyimpan amunisi tanpa ijin sehingga terhadap dirinya dapat dikenakan sanksi
atas perbuatannya.
Peredaran amunisi di Indonesia akhir-akhir ini mengalami peningkatan,
seiring dengan banyaknya kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan amunisi
dalam masyarakat. Masyarakat sipil tidak diperbolehkan menyimpan amunisi,
karena amunisi merupakan benda yang berbahaya. Untuk dapat memiliki amunisi
dibutuhkan surat ijin dari pihak yang berwenang untuk memberikan ijin tersebut,
sehingga bila ditemukan masyarakat sipil dapat memiliki amunisi tanpa surat ijin
harus dicurigai bagaimana amunisi tersebut bisa sampai dimiliki masyarakat sipil.
Dalam masyarakat sipil di Indonesia banyak ditemukan mereka yang
memiliki amunisi secara ilegal, padahal mereka yang menyimpan amunisi secara
ilegal tidak selamanya menggunakannya untuk hal positif dan bermanfaat.
Kepemilikan amunisi secara ilegal berarti memilikinya secara tidak legal atau
tidak sah atau tidak menurut hukum yang berlaku. Amunisi yang disimpan oleh
masyarakat sipil ada yang digunakan untuk melakukan tindak pidana, seprti untuk
mencuri, menjambret, membunuh, dll.
Amunisi merupakan salah satu alat yang digunakan untuk melaksanakan
tugas pokok bagi Tentara dan Polisi di bidang pertahanan dan keamanan. Selain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
itu Tentara dan Polisi diperbolehkan untuk menyimpan senjata api sebagai sarana
dalam menjalankan tugasnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Tentara dan
Polisi menggunakan alat atau sarana yang mendukung dalam menjalankan
tugasnya yaitu menjaga pertahanan dan keamanan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Apabila terjadi suatu hal yang mengancam keamanan dan pertahanan
maka Tentara dan Polisi dapat menggunakan alat tersebut sebagai sarana untuk
menstabilkan keadaan.
Selain tentara dan polisi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948,
tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Kepemilikan Senjata Api pada Pasal 9
dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota Tentara atau Polisi yang
memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai ijin pemakaian senjata api
menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara. Hal tersebut
semakin memperjelas bahwa orang yang bukan anggota Tentara maupun Polisi
yaitu masyarakat sipil yang tidak memiliki izin tidak diperbolehkan menyimpan
senjata api termasuk amunisi.
Masyarakat umumnya menyebut rangkaian amunisi secara utuh sebagai
peluru, di mana proyektil peluru, selongsong peluru, mesiu, dan primer termasuk
di dalam sebuah peluru. “Hal ini sebenarnya salah, karena istilah peluru
sebenarnya hanya mengacu pada bagian proyektil dari amunisi tersebut, atau anak
peluru yang ditembakkan bukan keseluruhan dari amunisi tersebut”
(http://id.wikipedia.org/wiki/Selongsong_peluru, 7 November 2012). Amunisi
merupakan barang yang berbahaya maka masyarakat sipil tidak boleh
menggunakannya secara tidak bertanggung jawab. Yang menjadi keprihatinan
adalah masyarakat sipil yang menyimpan amunisi, menggunakan amunisi tersebut
sebagai sarana untuk melakukan tindak pidana.
Pada dasarnya peredaran amunisi secara ilegal tidak dibenarkan dilakukan
instansi lain selain Tentara dan Polisi. Namun, diluar lingkungan TNI dan POLRI
terdapat kepemilikan, penguasaan dan atau penggunaan amunisi yang digunakan
oleh instansi pemerintah lainnya dalam rangka penegakan hukum, maka
pemerintah perlu untuk mengadakan penertiban, pengawasan, dan pengendalian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
amunisi di kalangan masyarakat sipil, sehingga dapat dicegah timbulnya ancaman
atau gangguan terhadap keamanan negara.
Kepemilikan amunisi secara ilegal sangat meresahkan dan menimbulkan
ketakutan di tengah masyarakat. Keresahan dan ketakutan tersebut beralasan
karena timbul pertanyaan apakah kepemilikan amunisi secara ilegal oleh
masyarakat sipil digunakan untuk hal yang baik atau buruk. Penyalahgunaan
amunisi oleh pihak yang tidak berwenang dapat digunakan sebagai sarana untuk
melakukan kejahatan. Maka timbullah berbagai macam tindak pidana kejahatan
dimasyarakat. Ternyata selain menggunakan amunisi terdapat pula tindak pidana
yang dilakukan dengan menggunakan senjata api. Contohnya kasusnya adalah
“kasus perampokan di empat toko emas di Pasar Ciputat Tangerang pada hari
jumat 24 Februari 2012, perampok tersebut menggunakan senjata api untuk
melancarkan aksi mereka” (http://log.viva.co.id/news/read/291744-perampok-
berpistol-mulai-incar-lagi-toko-emas, 8 November 2012).
Tindak pidana yang menggunakan amunisi sebagai sarananya sudah
menjadi fenomena yang sudah tidak asing dalam masyarakat di Indonesia. Ini
merupakan dampak dari peredaran amunisi secara ilegal yang memungkinkan
masyarakat sipil dapat memiliki amunisi dengan mudah. Amunisi secara ilegal
disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk melakukan tindak
pidana, sehingga marak terjadi kasus tindak pidana seperti tindak pidana tanpa
hak menyimpan amunisi.
Tidak tertatanya dengan rapi mengenai pengawasan amunisi merupakan
salah satu penyebab beredarnya amunisi ilegal. Di Indonesia ini terdapat berbagai
peraturan yang mengatur mengenai amunisi, walaupun peraturan yang ada tidak
khusus mengatur amunisi tetapi juga mengatur mengenai senjata api yaitu
Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951, Undang-
Undang No.8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian Ijin Pemakaian
Senjata Api, Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 tahun 2010
tentang Pedoman Perizinan, Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Standar
Militer Diluar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional
Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Peningkatan dan Pengendalian Senjata Api, Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.20 Tahun 1960 tentang kewenangan perijinan yang diberikan
menurut perundangan mengenai Senjata Api, SK Kapolri No.Skep/244/II/1999
dan SK Kepala Polri Nomor 82 Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan
dan Pengendalian Senjata Non-Organik.
Terdapat banyak peraturan di Indonesia yang mengatur mengenai amunisi,
namun faktanya masih ada pihak-pihak yang menemukan celah untuk melanggar
peraturan yang ada. Masyarakat sipil tidak dapat memiliki amunisi secara ilegal
karena ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk memiliki ijin kepemilikan
amunisi. Pengertian amunisi menurut Undang-undang Darurat Republik
Indonesia Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian senjata
api dan amunisi yaitu termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan
dalam Pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170),
yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278), tetapi
tidak termasuk dalam pengertian itu senjata “yang nyata” mempunyai tujuan
sebagai barang kuno atau barang yang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang
tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat
digunakan.
Adanya celah dalam peraturan yang ada dimanfaatkan oleh pihak yang
tidak bertanggung jawab untuk dapat memiliki amunisi secara ilegal. Uraian
diatas sudah memberikan pengertian mengenai amunisi menurut peraturan yang
ada. Pengawasan perlu dilakukan untuk mengurangi kesempatan bagi pihak yang
ingin memiliki amunisi secara ilegal. Pengawasan tidak hanya dilakukan oleh
pemerintah saja tetapi masyarakat sipil dapat berpartisipasi.
Atas dasar uraian diatas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam
tentang tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dalam sebuah penulisan
hukum yang berjudul : PENERAPAN PASAL 1 AYAT (1) UNDANG-
UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1951
TERHADAP TINDAK PIDANA TANPA HAK MENYIMPAN AMUNISI
(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI SURAKARTA
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian
yang bertujuan untuk mendapat jawaban atas permasalahan yang diteliti.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas ,maka penulis mencoba
membatasi permasalahan yang akan dikaji diatas menjadi dua rumusan masalah
yaitu :
1. Bagaimana penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik
Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap tindak pidana tanpa hak
menyimpan amunisi dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska?
2. Bagaimana pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta dalam
memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi (studi
putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska)?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan penulis untuk mendapatkan jawaban atas
perumusan masalah yang telah disusun. Tujuan penelitian pada dasarnya bersifat
objektif dan subyektif, adapun yang menjadi tujuan penelitian penulis adalah:
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui bagaimana penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 terhadap tindak pidana
tanpa hak menyimpan amunisi dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska ;
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Surakarta
dalam memutuskan perkara tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi
(studi putusan Pengadilan Negeri Surakarta No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk menambah, memperluas dan mengembangkan wawasan,
pemahaman serta pengetahuan penulis dibidang ilmu hukum khusunya
hukum pidana tentang tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi;
b. Untuk memahami dan mengkaji pertimbangan hakim dalam memutuskan
perkara tersebut;
c. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam ilmu hukum; dan;
d. Untuk melengkapi persyaratan akademis guna memperoleh gelar sarjana
di bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Dalam setiap penelitian terdapat manfaat yang bisa diambil. Penulis
mengharapkan ada manfaat yang berguna bagi penulis maupun orang yang
membacanya. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
dan bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu
hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya;
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan litelatur dalam
kepustakaan khususnya mengenai tindak pidana tanpa hak menyimpan
amunisi;
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi
pihak lain dalam penelitian sejenis yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang penulis teliti dan mungkin
juga masyarakat yang mengenai permasalahan yang penulis angkat dalam
penelitian;
b. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan masukan bagi
semua pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan
dan pengalaman kepada penulis mengenai permasalahan yang diteliti yang
dapat berguna bagi penulis maupun orang lain dikemudian hari.
E. Metode Penelitian
“Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang sedang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan
argumentasi, teori atau komsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 35). Adapun yang
menjadi metode penelitian yang digunakan penulis adalah sebagai berikut:
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penyusunan penulisan
hukum ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal.
“Menurut Hutchinson penelitian hukum normatif atau doctrinal research
sebagai research which provides a systematic exspositions of the rules
governing a particular legal category, analyses the relationship between
rules, explain areas of difficilty and, perhaps predicts future development”
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:32). Intinya penelitian hukum normatif
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan pustaka atau data sekunder yang
terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier.
2. Sifat Penelitian
Penelitian yang digunakan penulis bersifat preskriptif atau terapan.
Penelitian preskriptif menurut Peter Mahmud Marzuki adalah:
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran atau merumuskan masalah sesuai dengan keadaan atau fakta yang ada. Sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum,konsep- konsep hukum dan norma hukum. Sebagai ilmu terapan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
ilmu hukum menetapakan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum (Peter Mahmud Marzuki,2005:22).
“Penelitian ini bersifat preskriptif karena berusaha menemukan aturan-aturan
hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi” (Peter Mahmud Marzuki,2005:35).
Setelah aturan-aturan tersebut ditemukan maka dapat digunakan untuk
menjawab isu hukum yang dihadapi.
3. Pendekatan Penelitian
“Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam penulisan hukum
adalah pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case
approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif
(comparative approach), pendekatan konseptual (conceptual approach )”
(Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 93 ). Dari beberapa pendekatan tersebut
penulis akan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach) dan
pendekatan kasus ( case approach ). Pendekatan undang-undang menurut
Peter Mahmud Marzuki adalah :
Pendekatan undang-undang (statue approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Pendekatan undang-undang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah konsistensi atau kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang lainnya atau antara undang-undang dan Undang-Undang Dasar atau antar regulasi dan undang-undang ( 2005 : 93).
Selain pendekatan undang-undang penulis juga menggunakan
pendekatan kasus, pendekatan kasus adalah :
Pendekatan kasus ( case approach ) dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang menjadi kajian pokok di dalam pendekatan kasus adalah ratio decidendi atau reasoning yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 94).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Penelitian ini menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder sebagai sumber data penelitian. “Bahan hukum primer merupakan
bahan hukum yang bersifat autoratif artinya mempunyai otoritas, sedangkan
bahan hukum sekunder berupa bahan hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:141). Bahan hukum
yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan, catatan
resmi, risalah dalam pembuatan perundang-undangan, kasus dan putusan
hakim. Dalam penelitian ini bahan hukum primer yang digunakan penulis
adalah:
1) Undang –Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951
tentang mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen”
(STLB.1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia
Dahulu Nomor 8 Tahun 1948;
2) Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang
Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api;
3) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 Tahun 2010
tentang Pedoman Perizinan,Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api
Standar Militer Diluar Lingkungan Kementerian Pertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia;
4) Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima Angkatan
Bersenjata RI No.KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang
Tuntutan Kebijaksaan Untuk Meningkatkan Pengawasan Dan
Pengendalian Senjata Api;
5) SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82
Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian
Senjata Non-Organik;
6) Kasus tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi yang terjadi di
kota Surakarta dengan terdakwa Muhammad Bahrunna’im Anggih
Tamtomo alias Abu Rayyan alias Abu Aisyah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
b. “Bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum
meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan
komentar-komentar atas putusan pengadilan” (Peter Mahmud
Marzuki,2008:141). Bahan hukum sekunder yang digunakan penulis
dalam penelitian ini yaitu:
1) Buku-buku ilmiah dibidang hukum;
2) Makalah-makalah dan hasil-hasil karya ilmiah para sarjana;
3) Jurnal-jurnal hukum;
4) Literatur dan hasil penelitian lainnya.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan penulis adalah
studi kepustakaan, karena jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah penelitian hukum normatif. “Studi pustaka merupakan tehnik
pengumpulan data dengan cara menginfentarisasikan dan mempelajari bahan-
bahan yang berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, tulisan-tulisan
dan dokumen-dokumen lainnya yang ada hubungannya dengan obyek
penelitian” (Amirudin dan Zainal Asikin, 2010:68).
6. Teknis Analisa Bahan Hukum
Setelah semua data dikumpulkan maka perlu dilakukan analisa
terhadap data yang sudah dikumpulkan. Tujuan analisa data untuk
menghasilkan suatu penelitian hukum yang baik. Penulis menggunakan logika
deduksi yaitu “berpangkal dari pengajuan premis mayor kemudian diajukan
premis minor, dari kedua premis tersebut kemudian ditarik suatu kesimpulan
atau conclusion” (Peter Mahmud Marzuki, 2005:47).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan yang sesuai dengan aturan penulisan hukum serta mempermudah
pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka penulis
menggunakan sistematika penulisan hukum yang terdiri dari empat bab, dimana
tiap-tiap bab terbagi atas sub-sub bab yang dimaksudkan untuk memudahkan
pemahaman terhadap keseluruhan hasil penulisan hukum ini. Adapun sistematika
penulisan hukum ini sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan
mengenai Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian,
Kerangka Teoritis, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab ini penulis akan menguraikan
mengenai dua sub bab yaitu kerangka teori dan
kerangka analisis. Dalam kerangka teori penulis
akan menguraikan tinjauan tentang pengertian
tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, jenis
tindak pidana, pengertian amunisi, bagian-bagian
amunisi, penggolongan amunisi serta pengertian
tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dan
unsur-unsurnya, dan tujuan hukum. Selain itu
untuk memudahkan alur berfikir maka dalam bab
ini akan disertai dengan kerangka pemikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan menguraikan dan
menyajikan pembahasan berdasarkan rumusan
masalah yang telah disusun, yaitu bagaimana
penerapan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
1951 terhadap tindak pidana tanpa hak
menyimpan amunisi. Dan bagaimana
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi
dalam putusan Pengadilan Negeri Surakarta.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab ini penulis akan menguraikan
simpulan dan saran terkait dengan permasalahan
yang diteliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teoritis
1. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
a. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana atau dalam bahasa Belanda strafbaar feit,
sedangkan istilah dalam bahsa asing yaitu delict. “Tindak pidana berarti
suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenankan hukuman pidana, dan
pelaku ini dapat dikatakan merupakan subjek tindak pidana” (Wirjono
Prodjodikoro, 2002:55). Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP) tidak memberikan penjelasan secara rinci mengenai istilah
strafbaar feit.
Istilah strafbaar feit diterjemahkan oleh para pakar hukum pidana
di Indonesia dengan istilah yang berbeda-beda. Diantaranya ada yang
memakai istilah delik, peristiwa pidana, perbuatan pidana, tindak pidana,
pelanggaran pidana. perbuatan yang melawan hukum atau bertentangan
dengan tata hukum dan diancam pidana apabila perbuatan yang dilarang
itu dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggung jawabkan
Berikut merupakan pendapat para ahli hukum mengenai pengertian
tindak pidana, yaitu:
1) Menurut Adami Chazawi “Tindak Pidana dapat dikatakan berupa
istilah resmi dalam perundang-undangan negara kita. Dalam hampir
seluruh perundang-undangan kita menggunakan istilah tindak pidana
untuk merumuskan suatu tindakan yang dapat diancam dengan suatu
pidana tertentu” (2002 : 67).
1515
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2) Menurut P.A.F Lamintang
Pembentuk undang-undang kita telah menggunakan istilah strafbaar feit untuk menyebutkan apa yang kita kenal sebagai tindak pidana di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Perkataan feit itu sendiri dalam bahasa Belanda berarti sebagian dari kenyataan, sedangkan starfbaar berarti dapat dihukum, hingga secara harafiah perkataan strafbaar feit dapatditerjemahkan sebagai sebagian dari suatu kenyataan yang dapat dihukum yang sudah barang tentu tidak tepat karena kita ketahui bahwa yang dapat dihukum adalah manusia sebagai pribadi dan bukan kenyataan, perbuatan, maupun tindakan (1997 : 181).
3) Vos merumuskan bahwa “suatu strafbaar feit itu adalah kelakuan
manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan”
(Martiman P, 1996 : 16).
4) Menurut Simons mengenai tindak pidana, beliau mengemukakan
bahwa “strafbaar feit adalah suatu tindakan melawan hukum yang
dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang yang dapat dipertanggung
jawabkan atas tindakannya, yang dinyatakan sebagai dapat dihukum”
(Simons,1992 :127).
5) Moeljatno berpendapat ”perbuatan pidana adalah perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman
(sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut” ( Moeljatno,2000 : 54).
6) Karni memberi pendapat bahwa ”delik itu mengandung perbuatan
yang mengandung perlawanan hak yang dilakukan dengan salah dosa
oleh seorang yang sempurna akal budinya dan kepada siapa perbuatan
patut dipertanggung jawabkan” (Sudarto, 1990 : 42).
7) Menurut Profesor Pompe dalam buku P.A.F. Lamintang merumuskan
Strafbaarfeit yaitu :
Strafbaarfeit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tata tertib hukum) yang dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah untuk terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum (P.A.F.Lamintang,1997 : 181).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
8) Arti delict itu sendiri dalam Kamus Hukum diartikan sebagai “delik,
tindak pidana, perbuatan yang diancam dengan hukuman” (R.Subekti
dan Tjitrosoedibio, 2005:35).
Dari berbagai pengertian tindak pidana yang diberikan oleh para
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang dan orang tersebut bertanggung jawab atas
perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan adalah tindakan melawan hukum
atau yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sehingga perbuatan tersebut dapat diancam dengan pidana sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian pidana
tersebut dengan maksud untuk memberikan efek jera bagi orang yang
bersangkutan dan orang yang mengetahuinya.
b. Unsur –Unsur Tindak Pidana
Ada berbagai pendapat ahli mengenai unsur-unsur tindak pidana,
antara lain:
1) Unsur-unsur tindak piadana menurut Moeljatno, antara lain:
a) Perbuatan (manusia);
b) Yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formil);
c) Bersifat melawan hukum (syarat meteriil).
Syarat formil harus ada, karena hanya asas legalitas yang tersimpul dalam Pasal 1 KUHP. Syarat materiil juga harus ada, kerena perbuatan itu harus betul-betul dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tak boleh atau tak patut dilakukan; oleh karena bertentangan dengan atau menghambat akan tercapainya tata dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh ,masyarakat itu. Moeljatno berpendapat, bahwa “kesalahan dan kemampuan bertanggung jawab dari si pembuat tidak masuk sebagai unsur perbuatan pidana, karena hal-hal tersebut melekat pada orang yang berbuat” (Sudarto, 1990:43).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
2) Menurut Van Hamel unsur-unsur tindak pidana atau strafbaarfeif antara
lain :
“Unsur-unsur strafbaarfeit adalah:
a) Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang;
b) Bersifat melawan hukum;
c) Dilakukan dengan kesalahan;
d) Dapat dipidana” (Sudarto,1991 : 26).
3) Menurut E.Mezger, terdiri dari :
“Unsur –unsur tindak pidana adalah:
a) Perbuatan dalam arti yang luas dari manusia;
b) Sifat melawan hukum;
c) Dapat dipertanggungjawabkan kepada seseorang;
d) Diancam dengan pidana” (Sudarto, 1991 : 26).
4) Menurut D.Simons dalam buku Sudarto, unsur- unsur tindak pidana :
“Unsur –unsur strafbaarfeit adalah:
a) Perbuatan manusia;
b) Diancam dengan pidana;
c) Melawan hukum;
d) Dilakukan dengan kesalahan;
e) Oleh orang yang mampu bertanggung jawab” (1991 :28).
5) Menurut P.A.F Lamintang yang merumuskan unsur-unsur tindak pidana
sebagai berikut :
Jika kita berusaha untuk merumuskan suatu rumusan delik ke dalam unsur-unsurnya, maka yang mula-mula dapat kita jumpai adalah disebutkannya suatu tindakan manusia, dengan tindakan itu seseorang telah melakukan sesuatu tindakan yang terlarang oleh undang-undang. Setiap tindak pidana yang terdapat didalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana itu pada umumnya dapat kita jabarkan ke dalam unsur-unsur yang pada dasarnya dapat kita bagi menjadi dua macam unsur, yakni unsur-unsur subjektif dan unsur-unsur objektif.Tindak pidana dapat dibedakan menjadi dua unsur yaitu unsur subjektif dan unsur objektif. Penjabaran dari dua unsur tersebut sebgai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
a) Unsur SubjektifYaitu unsur yang melekat pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk kedalamnya yaitu segala sesuatu yang ada dalam diri dan pikirannya. Unsur ini terdiri dari:(1) Kesengajaan (dolus) atau ketidak sengajaan (culpa);(2) Maksud atau voornemen pada suatu percobaan seperti
yang dimaksud dalam pasal 53 ayat 1 KUHP;(3) Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang
terdapat dalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan dan lain sebagainya;
(4) Perasaan takut atau vress;(5) Merencanakan terlebih dahulu atau voorbedachte raad.
b) Unsur ObjektifYaitu unsur yang ada hubungannya dengan keadaan yang terjadi, dalam keadaan dimana tindakan si pelaku itu harus dilakukan. Unsur objektif terdiri dari:(1) Melanggar hukum (wedenrechtelijkheid);(2) Kualitas dari si pelaku, misalnya “keadaan sebagai
pegawai negeri” di dalam kejahatan jabatan menurut Pasal 415 KUHP atau “keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu perseroan terbatas” di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP. Kausalitas, yaitu hubungan antara sesuatu tindakan sebagai penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat (P.A.F.Lamintang,1997 : 191-194).
c. Jenis –Jenis Tindak Pidana
Menurut Adami Chazawi dalam bukunya Pelajaran Hukum Pidana I,
tindak pidana terdiri dari berbagai jenis. Dimana antara tindak pidana yang
satu dengan yang lain terdapat perbedaan. Tindak pidana terdiri dari berbagai
jenis, yaitu:
1) Kejahatan dan Pelanggaran
Kejahatan atau rechtdelicten adalah perbuatan yang bertentangan
dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam
suatu undang-undang atau tidak. Jadi yang merasakan itu adalah tindak
pidana atau bukan adalah masyarakat. Pelanggaran atau westdelict ialah
perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai suatu tindak pidana,
setelah perbuatan tersebut dirumuskan oleh undang-undang sebagai tindak
pidana.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
2) Tindak Pidana Formil dan Tindak Pidana Materiil
Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa, sehingga inti dari rumusan undang-undang tersebut
adalah larangan yang untuk melakukan suatu perbuatan tertentu.
Perumusannya tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya
akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat penyelesaian tindak pidana,
melainkan semata-mata pada perbuatannya.
Tindak pidana materiil, inti larangan adalah pada menimbulkan
akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang
dilarang itulah yang harus mempertanggungjawabkan dan dipidana.
3) Tindak Pidana Sengaja dan Tindak Pidana Kelalaian
Tindak pidana sengaja atau doleus delicten adalah tindak pidana
yang dalam rumusannnya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung
unsur kesengajaan. Tindak Pidana kelalaian atau colpuse delicten adalah
tindak pidana yang mengandung unsur kealpaan atau ketidak sengajaan si
pelaku saat melakukan perbuatan tersebut.
4) Tindak Pidana Aktif dan Tindak Pidana Pasif
Tindak pidana aktif (delicta commisionis) adalah tindak pidana
yang perbuatannya aktif, positif, materiil, yang untuk mewujudkannya
disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh yang berbuat. Tindak
pidana pasif (delicta omisionis) ada suatu kondisi tertentu yang
mewajibkan seseorang dibebani kewajiban hukum untuk berbuat tertentu,
yang apabila ia tidak melakukan perbuatan itu secara aktif maka ia telah
melanggar kewajibannya tadi. Delik ini juga disebut sebagai tindak pidana
pengabaian suatu kewajiban hukum.
5) Tindak Pidana Terjadi Seketika dan Tindak Pidana yang Berlangsung
Terus
Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga untuk
terwujudnya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja disebut dengan
aflopende delicten. Tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa
sehingga terjadinya tindak pidana itu berlangsung lama, yakni setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
perbuatan itu dilakukan tindak pidananya masih berlangsung terus dalam
waktu yang lama. Tindak pidana ini dalam bahasa aslinya yaitu belanda,
disebut sebagai voortdurende delicten.
6) Tindak Pidana Umum dan Tindak Pidana Khusus
Tindak pidana umum adalah semua tindak pidana yang dimuat
dalam KUHP sebagai kodifikasi hukum pidana materiil. Tindak pidana
khusus adalah semua tindak pidana yang terdapat di luar kodifikasi
tersebut.
7) Tindak Pidana yang Dapat Dilakukan Semua Orang dan Tindak Pidana
yang Hanya Dapat Dilakukan Orang Tertentu
Delicta communia adalah tindak pidana yang dapat dilakukan oleh
semua orang. Pada umumnya peraturan yang dirumuskan dalam undang-
undang maksudnya mencegah dilakukannya suatu perbuatan yang dapat
berlaku bagi masyarakat umum, jika aturan yang bersifat umum tersebut
dilanggar, maka terjadilah apa yang disebut dengan delicta comunia
tersebut. Dalam peraturan perundangan terdapat beberapa ketentuan yang
hanya berlaku bagi masayarakat dengan kualitas tertentu,dalam hal ini bisa
berkaitan dengan pekerjaan atau tugas yang diembannya, maupun
berkenaan dengan hubungan pelaku dengan hal yang dilakukannya.
8) Tindak Pidana Biasa dan Tindak Pidana Aduan
Tindak pidana biasa adalah tindak pidana yang untuk dilakukan
penuntutan pidana terhadap pelakunya tidak disyaratkan adanya
pengaduan dari orang yang berhak. Tindak pidana aduan atau yang lebih
populer di masyarakat dengan delik aduan adalah tindak pidana yang
untuk dapat diadakan penuntutan terhadap peritiwa tersebut disyaratkan
adanya pengaduan dari pihak yang berhak, dalam hal ini bisa oleh korban
maupun orang yang mempunyai hubungan tertentu dengan peristiwa
tersebut.
9) Tindak Pidana Dalam Bentuk Pokok, yang diperberat dan yang diperingan
Tindak pidana dalam bentuk pokok atau eenvoudige delicten,
dirumuskan secara lengkap artinya semua unsur-unsurnya dicantumkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
dalam rumusan suatu tindak pidana pada perundang-undangan. Tindak
pidana pada bentuk yang diperberat atau yang diperingan tidak mengulang
kembali unsur-unsur bentuk pokok tersebut, melainkan sekedar menyebut
kualifikasi bentuk pokoknya atau pasal bentuk pokoknya, kemudian
disebutkan atau ditambahkan unsur yang bersifat memberatkan atau
meringankan secara tegas dalam rumusannya yang biasanya berimbas
pada ancaman pidana yang akan dikenakan.
10) Tindak Pidana Berdasarkan Kepentingan Hukum yang dilindungi
Dalam KUHP, dibuat pengelompokan-pengelompokan tertentu
terhadap tindak pidana yang didasarkan pada kepentingan hukum yang
dilindungi. Bila kita mendasarkan pengaturan tersebut sesuai dengan
hukum yang dilindungi, maka jumlah tindak pidana yang ada tidaklah
terbatas, yang akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan jaman.
Dalam hal ini peranan hukum pidana khusus sangatlah penting, untuk
menjadi semacam wadah pengaturan tindak pidana di luar kodifikasi.
11) Tindak Pidana Tunggal dan Tindak Pidana Berangkai
Tindak pidana tunggal atau yang dalam bahasa belanda disebut
dengan enkelvoudige delicten adalah tindak pidana yang dirumuskan
sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesai dan dapat dipidananya
pelaku hanya perlu dilakukan sekali saja. Tindak pidana berangkai
selesainya perbuatan dan dapat dipidananya pelaku harus menunggu
perbuatan tersebut dilakukan secara berulang-ulang. Misalnya pada Pasal
296 KUHP tentang kesengajaan seseorang untuk memudahkan perbuatan
cabul oleh orang lain, kemudian menjadikannya sebagai pencarian atau
kebiasaan. Hal yang digaris bawahi disini adalah mengenai kebiasaan yang
menjadikan perbuatan tersebut menjadi berulang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2. Tinjauan UmumTentang Amunisi
a. Pengertian Amunisi
Terdapat beberapa pengertian amunisi, yaitu:
1) Dalam Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang Darurat Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 1951 yang dimaksudkan dengan pengertian senjata
api dan amunisi termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan
dalam pasal 1 ayat 1 dari Peraturan Senjata Api (Vuurwapenregeling :
in-, uit-, doorvoer en lossing) 1936 (Stbl. 1937 No. 170), yang telah
diubah dengan Ordonnantie tanggal 30 Mei 1939 (Stbl. No. 278),
tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu senjata-senjata yang nyata-
nyata mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib
(merkwaardigheid), dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak
dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat
dipergunakan.
2) Dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2010, amunisi adalah suatu rangkaian komponen dan
bahan kimia yang dapat menimbulkan api maupun ledakan.
3) Amunisi yaitu: “amunisi adalah alat apa saja yang dibuat atau
dimaksudkan untuk digunakan dalam senjata api sebagai proyektil atau
yang berisi bahan yang mudah terbakar yang dibuat atau dimaksudkan
untuk menghasilkan perkembangan gas di dalam Senjata Api untuk
meluncurkan proyektil” ( Bambang Semedi,2011 : 26).
4) “Amunisi adalah suatu benda yang mempunyai bentuk dan sifat
balistik tertentu yang dapat diisi dengan bahan peledak atau mesiu dan
dapat ditembakkan atau dilontarkan dengan senjata maupun dengan
alat lain dengan maksud ditujukan kepada suatu sasaran tertentu untuk
merusak atau membinasakan” (Emma Zaidar,Makalah,2003:3).
5) “Amunisi merupakan bahan pengisi senjata api atau bahan peledak
yang ditambahkan pada musuh” (http://artikata.com/arti-318823-
amunisi.html, 6 November 2012).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
6) Menurut Heru Gunaedi “ammunition/Munisi adalah suatu benda yang
diisi dengan bahan peledak/bahan kimia, dilengkapi dengan alat
pengumpan dan alat tambahan, mempunyai sifat, bentuk, dan balistik
tertentu, untuk sarana perang guna merusak/menghancurkan sesuatu”
(Heru Gunaedi,2005 : 409).
b. Bagian Amunisi
Amunisi merupakan bagian penting pada senjata api, karena tanpa
amunisi senjata api tidak bisa digunakan. Sebaliknya amunisi juga tidak
berguna apabila tidak ada senjata api, jadi amunisi dan senjata api dapat
diibaratkan sebagai simbiosis mutualisme dimana keduanya saling
menguntungkan. Amunisi terdiri dari berbagai bagian, yaitu:
1) Menurut Emma Zaidar dalam makalahnya, amunisi pada umumnya
dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
a) Berdasarkan struktur. Pembagian amunisi berdasarkan strukturnya dapat dibagi :(1) Pelor (Bullet);(2) Kelongsong (Cartridge Case);(3) Isian dorong (Propelan);(4) Penggalak (Primer).
b) Berdasarkan Kaliber. Pembagian amunisi berdasarkan kalibernya dapat dibagi menjadi :(1) Amunisi ringan (MURI). Muri ini dipakai pada
senjata yang mempunyai diameter lubang laras maksimum 12,7 mm;
(2) Amunisi Berat (MURAT). Murat ini dipakai pada senjata yang mempunyai diameter lubang laras diatas 12,7 mm (Emma Zaidar,2003:3).
2) Peluru dengan bentuk panjang adalah amunisi, peluru merupakan
bagian dari amunisi lebih tepatnya peluru adalah bagian ujung dari
amunisi. Menurut Anne Ahira :
Amunisi dalam senjata api memiliki bagian-bagian sebagai berikut:a) Primer
Bagian pada amunisi ini berungsi sebagai alat pematik pembakaran atau detonator, terletak di bagian bawah yang berbentuk datar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
b) RimBagian pada amunisi ini terletak di atas primer,
gunanya adalah untuk menyalurkan panas yang dihasilkan primer pada bubuk mesiu.
c) PropelanPropelan yang digunakan umumnya adalah bubuk
mesiu, bubuk mesiu hampir mengisi penuh bagian amunisi.
d) SelongsongYang dimaksud dengan selongsong pada istilah
senjata api sebenarnya bukan moncong panjang yang menjadi bagian dari senjata api, tapi adalah benda berbentuk tabung yang menampung bubuk mesiu.
e) PeluruBagian ini terletak paling atas dari sebuah proyektil,
berbentuk segitiga dengan sudut tumpul, peluru inilah yang intinya akan didorong oleh proses pembakaran tadi” (http://www.anneahira.com/senjata-api.htm,8 November 2012).
3) Menurut Heru Gunaedi, bagian amunisi terdiri dari :
Untuk membedakan munisi yang satu dengan yang lainnya, harus dipahami konstruksi dan bagian-bagiannya. Sebutan munisi berdasarkan kontruksinya sebagai berikut:a) Peluru adalah munisi yang terdiri dari pelor/proyektil,
kelongsong, isian dorong, dan penggalak/primer.b) Granat adalah munisi yang bekerjanya dengan cara
dilempar kesasaran, baik dengan tangan maupun dengan senjata.
c) Rocket adalah munisi yang meluncur kesasaran dengan menggunakan tenaga jet sedangkan rudal adalah roket yang dapat dikendalikan dengan peralatan penuntun baik gelombang elektro magnetic, sinar infra merah, gelombang panas dan sebagainya saat meluncur kesasaran.
d) Ranjau adalah munisi yang harus dipasang pada tempat tersembunyi/tersamar, guna menjebak lawan dapat bekerja akibat ulah korban (Heru Gunaedi,2005:410-414).
4) Menurut Bambang Semedi “amunisi juga berarti bagian-bagian dari
amunisi seperti patroon hulzen (selongsong peluru), slaghoedjes
(penggalak), mantel kogels (peluru palutan), slachtveepatroonen
(pemalut peluru) demikian juga proyektil-proyektil yang dipergunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
untuk menyebarkan gas-gas yang dapat membahayakan kesehatan
manusia” (Bambang Semedi,2011:26).
c. Penggolongan Amunisi
1) Penggolongan amunisi ini berdasarkan pada amunisi yang didesain
khusus, yaitu :
Amunisi berdasarkan desain khusus digolongkan menjadi :a) Super Vel Ammunition
Variasi dari amunisi untuk senjata api caliber 0,38”; pelurunya lebih ringan, sebagian dibungkus jaket, kecepatannya tinggi (high velocity). Desain peluru ini dua macam, yaitu : a flat nose soft point dan a hollow point.Apabila pada umumnya caliber 0,38” (special standard), velositasnya hanya 855 kaki/menit; maka apabila peluru yang dipakai adalah “Super vel ammunition”, yang kecepatannya 1370 kaki/menit, maka dapat dibayangkan bahwa dari senjata api yang sama tetapi amunisinya beda, walaupun lubang masuknya sama besarnya, kerusakan organ dalam akan lebih dasyat pada yang mempergunakan “Super vel ammunition”.
b) KTW AmmunitionPeluru untuk senjata api laras panjang yang terdiri
dari logam campuran yang dibalut teflon, dengan jaket logam yang menutupi separuh dari anak peluru, dapat menutupi laras serta alurnya. Desain seperti ini memungkinkan terpisahnya jaket, sehingga berdampak pada upaya penyidik dalam menelusuri senjata yang akan dijadikan benda bukti, oleh karena jaket yang beralur dan terpisah itu tidak dapat ditemukan.
c) Frangible bulletsPeluru untuk senjata kaliber 0,22” ini dibuat dari
serbuk timah atau besi, sehingga ketika mengenai tubuh korban, peluru tersebut akan buyar. Dalam kasus ini pemeriksaan dengan sinar-X dapat membantu untuk mengetahui adanya penyebaran dalam tubuh korban. Keadaan tersebut tentunya menyulitkan penyidik dalam mengidentifikasi senjata yang menewaskan korban.
d) Quick Shock AmmunitionBagian depan projektilnya berlubang (seperti jenis
“hollow point”), sedangkan bagian basisnya terbagi tiga. Desain seperti ini dapat menjelaskan mengapa dalam tubuh korban peluru pecah menjadi tiga bagian, dan biasanya tidak memantul kemana-mana, tidak tembus,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
sehingga si penembak tidak perlu kuatir tembakannya akan mengenai orang yang berada di belakang korban, yang bukan target sasarannya (http://jurnalmiliter.blogspot.com/2011/11/amunisi-amunisi-yang-mempunyai-desain.html, 8 November 2012).
2) Menurut Heru Gunaedi juga digolongkan sebagai berikut :
Penggolongan amunisi selain berdasarkan atas besar kecilnya ukiran maupun tujuan penggunaana) Berdasarkan kesatuan pengguna utama
(1) Munisi Infantri (muif) adalah semua macam/jenis munisi yang digunakan untuk kesejahteraan infanteri, antara lain meliputi:(a) Munisi pistol dan pistol isyarat;(b) Munisi senapan penembak runduk dan senapan
mesin;(c) Munisi senapan otomatis dan senapan mesin;(d) Granat tangan, granat senapan, granat launcher
dan granat mortir;(e) Munisi senjata lawan tank.
(2) Munisi Alteri adalah semua macam/jenis munisi yang digunakan untuk kesejahteraan arteleri, antara lain meliputi:(a) Munisi untuk senjata arteleri pertahanan udara;(b) Munisi untuk senjata arteleri medan;(c) Munisi untuk senjata kavaleri.
(3) Munisi Khusus adalah semua macam/jenis munisi yang penggunaannya secara khusus oleh kesatuan zeni guna kepentingan khusus, meliputi:(a) Munisi penyembur api;(b) Detonator,sumbu, bahan peledak;(c) Ranjau, bungalor torpedo, dll.
b) Berdasarkan mutu/kondisi/kualitas(1) Munisi baik (Kelas I untuk persediaan operasi);(2) Munisi rusak terdiri dari rusak semu, rusak ringan,
rusak berat, rusak membahayakan.c) Berdasarkan administrasi
(1) Munisi persediaan;(2) Munisi latihan.
d) Berdasarkan penyimpangan dan pembekalan(1) Munisi garis I;(2) Munisi garis II;(3) Munisi garis III (Heru Gunaedi,2005:415-422).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
d. Peraturan yang Mengatur Amunisi
Di Indonesia terdapat beberapa peraturan yang mengatur mengenai
amunisi, yaitu :
1) Undang –Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951
tentang mengubah “Ordonnantietijdelijke Bijzondere Strafbepalingen”
(STLB.1948 Nomor 17) dan Undang-Undang Republik Indonesia
Dahulu Nomor 8 Tahun 1948;
2) Instruksi Presiden Republik Indonesia No.9 Tahun 1976 tentang
Peningkatan Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api;
3) Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia No.7 tahun 2010
tentang Pedoman Perizinan,Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api
Standar Militer Diluar Lingkungan KementerianPertahanan dan
Tentara Nasional Indonesia;
4) Keputusan Menteri Pertahanan Keamanan/ Panglima Angkatan
Bersenjata RI No.KEP/27/XII/1997 tanggal 28 Desember 1997 tentang
Tuntutan Kebijaksaan Untuk Meningkatkan Pengawasan Dan
Pengendalian Senjata Api;
5) SK Kapolri No.Skep/244/II/1999 dan SK Kepala Polri Nomor 82
Tahun 2004 Tentang Pelaksanaan Pengawasan dan Pengendalian
Senjata Non-Organik.
3. Tinjauan Umum Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi
a. Pengertian Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi
Suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dan orang tersebut
yang bertanggung jawab atas perbuatannya. Perbuatan yang dilakukan
adalah tindakan melawan hukum atau yang bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu tanpa hak atau tanpa ijin
menyimpan amunisi secara ijin atau ilegal. Sehingga perbuatan tersebut
dapat diancam dengan pidana sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
Tindak pidana tersebut diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951. Dengan
diancam hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun yang terdapat
dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia
Nomor 12 Tahun 1951.
b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi
Unsur –unsur tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi
menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia
No.12 Tahun 1951, sebagai berikut:
1) Unsur “Barang siapa”
Unsur barang siapa mengacu pada subyek hukum yaitu orang
atau disebut sebagai pelaku dari suatu tindak pidana dan terhadap
orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawaban atas perbuatan
pidana yang dilakukan. Setiap manusia mempunyai kemampuan
bertanggung jawab kecuali secara tegas undang-undang menyatakan
lain.
2) Unsur “tanpa hak” memasukkan ke Indonesia membuat, menerima,
mencoba, memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan,
menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut,
menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan, dari
Indonesia senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak.
Unsur tanpa hak ini terdapat banyak perbuatan yang dilarang
sehingga unsur ini bersifat alternatif. Artinya perbuatan yang dilakukan
oleh seseorang tidak harus memenuhi semua perbuatan yang dilarang,
melainkan cukup salah satu atau lebih perbuatan yang dilarang saja
yang terpenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
4. Tinjauan Umum Tujuan Hukum
Dalam merumuskan tujuan hukum para ahli mengemukakan pendapat
yang berbeda-beda, yaitu :
1) Menurut Aristoteles
“Menurut Teori Etis ( “etische theorie” ) hukum hanya semata –
mata bertujuan mewujudkan keadilan. Hal tersebut dikemukan dalam
karyanya “Ethica Nicomachea” dan “Rhetorika” yang menyatakan bahwa
hukum mempunyai tugas yang suci yaitu member kepada setiap orang
yang ia berhak menerimanya” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 20).
2) Menurut Jeremy Bentham
“Dalam teori utilities dikemukan bahwa hukum bertujuan
mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah saja, hukum bertujuan
menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-
banyaknya” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 21).
3) Menurut Bellefroid
“Bellefroid mengemukakan teori campuran yaitu antara pendapat
Aristoteles dan Jeremy Bentham dalam bukunya “Inleiding tot de
rechtswetenschap in Nederland”, yaitu bahwa isi hukum harus ditentukan
menurut dua asas yaitu keadilan dan faedah” (H.Riduan Syahrani, 1999 :
22).
4) Menurut Van Apeldoorn
Van Apeldoorn merumuskan tujuan hukum sebagai berikut:
Tujuan hukum adalah untuk mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum menghendaki kedamaian. Kedamaian di antara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan manusia yang tertentu yaitu kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda dan lain sebagainya terhadap yang merugikan. Kepentingan individu dan kepentingan golongan-golongan manusia selalu bertentangan satu sama lain. Pertentangan kepentingan-kepentingan ini selalu akan menyebabkan pertikaian dan kekacauan satu sama lain kalau tidak diatur oleh hukum untuk menciptakan kedamaian. Dan hukum pertahankan kedamaian dengan mengadakan keseimbangan antara kepentingan yang dilindungi, di mana setiap orang harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
memperoleh sedapat mungkin yang menjadi haknya (H.Riduan Syahrani,1999 : 22).
5) Menurut Utrecht
Utrecht merumuskan tujuan hukum sebagai berikut:
Hukum bertugas menjamin adanya kepastian hukum (rechtszekerheid) dalam pergaulan manusia. Dalam tugas itu tersimpul dua tugas lain, yaitu harus menjamin keadilan serta hukum harus tetap berguna. Dalam kedua tugas tersebut tersimpul pula tugas ketiga yaitu hukum bertugas polisionil (politionele taak van hetrecht). Hukum menjaga agar dalam masyarakat tidak terjadi main hakim sendiri (eigenrichting)(H.Riduan Syahrani,1999 : 23).
6) Menurut Wirjono Prodjodikoro
“Tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan bahagia dan tertib
dalam masyarakat” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 23).
7) Menurut Mochtar Kusumaatmadja
“Tujuan pokok dan pertama dari hukum adalah ketertiban.
Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat
manusia yang teratur” (H.Riduan Syahrani, 1999 : 24).
8) Menurut Franka Salis
“Tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup secara damai,
hukum menghendaki perdamaian” (Van Apeldoorn, 2001:10).
9) Menurut Radbruch
Menurut Radbruch tujuan hukum ada tiga yang lebih dikenal
dengan nilai dasar hukum, yaitu :
Nilai-nilai dasar hukum yaitu keadilan, kegunaan dan kepastian hukum, terdapat ketegangan satu sama lainnya, kerena ketiganya berisi tuntutan yang berlain-lainan satu sama lain. Misalnya kepastian hukum akan menggeser nilai keadilan dan kegunaan. Bagi kepastian hukum yang utama adalah adanya peraturan-peraturan, adil dan kegunaan bagi masyarakat diluar pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan adaya nilai-nilai yang berbeda tersebut maka penilaian tentang keabsahan hukum dapat bermacam-macam ( Satjipto Rahardjo, 2006 :19).
Nilai keadilan menjadi ukuran bagi adil tidak adilnya tata hukum. Nilai
kegunaan adalah bagaimana hukum tersebut berguna dalam masyarakat,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
sedangkan nilai kepastian hukum menitikberatkan bahwa kepastian hukum
adalah adanya peraturan itu sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Kepemilikan Amunisi
Boleh dimiliki masyarakat sipil Tidak boleh dimiliki masyarakat
sipil
Masyarakat Sipil Dapat Memiliki Amunisi tanpa ijin
Penyalahgunaan Kepemilikan Amunisi
Melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951
Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi
Secara legal/resmi
Melalui proses penyelundupan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Keterangan :
Kerangka pemikiran diatas mencoba untuk memberikan gambaran
mengenai alur berfikir penulis dalam mengangkat, menggambarkan, menelaah,
dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan mengenai tindak
pidana tanpa hak menyimpan amunisi yang melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-
Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1951.
Senjata api dan amunisi merupakan suatu barang yang berbahaya yang
boleh memiliki hanyalah Tentara dan Polisi. Selain Tentara dan Polisi masyarakat
sipil tidak diperbolehkan untuk memiliki senjata api dan amunisi karena senjata
api dan amunisi tidak boleh digunakan dengan semena-mena. Akhir-akhir ini di
Indonesia banyak dijumpai kasus kepemilikan amunisi oleh masyarakat sipil yang
sampai diproses di Pengadilan.
Peredaran amunisi di Indonesia semakin merajalela, akibat peredaran
tersebut masyarakat dapat memiliki amunisi secara legal dan ilegal. Kepemilikan
amunisi secara legal adalah memiliki amunisi jenis tertentu yang diperbolehkan
untuk disimpan oleh masyarakat sipil. Kepemilikan amunisi secara ilegal adalah
memiliki amunisi yang dilarang dimiliki oleh masyarakat sipil secara tidak resmi
melalui proses penyelundupan.
Proses penyelundupan amunisi dapat melalui jalur darat, air maupun udara
setiap jalur tersebut memiliki hambatan dan resiko masing-masing. Biasanya
proses penyelundupan sudah direncanakan terlebih dahulu sehingga pada waktu
pelaksanaan semua berjalan dengan rapi. Tidak mudah melakukan proses
penyelundupan tetapi yang mengherankan walaupun sulit dan berisko tetap saja
dilakukan demi tujuan tertentu.
Masyarakat sipil yang mempunyai amunisi secara ilegal bisa digunakan
untuk hal baik dan hal yang tidak baik. Amunisi yang digunakan untuk hal yang
tidak baik seperti menggunakannya untuk melakukan suatu tindak pidana.
Kepemilikan amunisi secara ilegal yang disalahgunakan sangat membuat resah
dan merugikan masyakat lain serta menimbulkan ketakutan. Amunisi merupakan
bahan peledak yang berbahaya tidak semua orang bisa mempergunakannya hanya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
orang tertentu saja seperti Tentara dan Polisi. Karena sifatnya yang berbahaya
maka amunisi tidak boleh dimiliki oleh masyarakat sipil, kecuali ada ijinnya.
Peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan amunisi di Indonesia
sudah ada walaupun tidak secara spesifik mengatur amunisi tetapi juga mengatur
mengenai senjata api. Walaupun begitu tetap ada yang mencari celah untuk
melanggar peraturan yang ada. Masyarakat sipil yang memiliki amunisi secara
ilegal secara hukum telah melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat
Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951. Tindakan menyimpan amunisi
tersebut termasuk dalam tindak pidana tanpa hak menyimpan amunisi dengan
ancaman hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman
penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Untuk dapat menguraikan dan memberikan penjelasan dalam
pembahasan mengenai penulisan hukum yang dibuat penulis, maka
penulisan akan melalukan studi putusan Pengadilan Negeri Surakarta
No.7/Pid.Sus/2011/PN.Ska. Data yang diperoleh penulis sebagai berikut:
Perkara Tindak Pidana Tanpa Hak Menyimpan Amunisi dengan
terdakwa MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO
alias ABU RAYYAN alias ABU AISYAH
1. Identitas
Nama lengkap :MUHAMMAD BAHRUNNA’IM
ANGGIH TAMTOMO alias ABU
RAYYAN alias ABU AISYAH
Tempat Lahir : Pekalongan
Umur/Tangal Lahir : 27 tahun/6 September 1983
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan/Kewarganegaraan : Indonesia
Tempat Tinggal : Jalan Kali Sampang RT. 002 / RW.
003 Kampung Metrodranan,
Kelurahan Pasar Kliwon, Kecamatan
Pasar Kliwon, Kota Surakarta
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : D3.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
2. Kasus Posisi
a. Pada tanggal 7 November 2010 RULLY JUANDA, S.H. bersama
RIFO WIJAYANTO, dan MARYUDI SALEMPANG petugas
Kepolisian dari Mabes Polri menerima informasi bahwa ada
seseorang yang bernama NAIM yang tinggal di daerah Metrodranan,
Pasar Kliwon, Surakarta memiliki sejumlah amunisi dan seseorang
yang bernama NAIM tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan
jaringan pelaku teror. Lalu petugas Kepolisian tersebut memastikan
informasi yang diterima tersebut dengan mengadakan penyelidikan
di lapangan;
b. Kemudian pada tanggal 9 November 2010 berdasarkan Surat
Perintah Tugas dan Surat Perintah Penangkapan petugas Kepolisian
tersebut melakukan pembuntutan terhadap sasaran yakni terdakwa
MUHAMMAD BAHRUNNA’IM ANGGIH TAMTOMO alias
ABU RAYYAN alias ABU AISYAH, dan sekitar pukul 12.00 WIB
bertempat di Jalan Mayor Sunaryo, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota
Surakarta tepatnya di depan Beteng Trade Center, petugas
Kepolisian tersebut menghentikan Terdakwa yang saat itu sedang
mengendarai sepeda motor;
c. Selanjutnya petugas Kepolisian memberitahukan kepada Terdakwa
mengenai identitas diri yang berasal dari petugas Kepolisian dengan
menunjukkan surat tugas lalu petugas Kepolisian bertanya kepada
Terdakwa mengenai identitas diri Terdakwa dan Terdakwa
memberikan KTP atas nama MUHAMMAD BAHRUNNA’IM
ANGGIH TAMTOMO, lalu petugas Kepolisian mengadakan
interogasi dan Terdakwa MUHAMMAD BAHRUNNA’IM
ANGGIH TAMTOMO menerangkan bahwa benar dirumahnya yang
beralamat di Jalan Metrodranan RT. 002 / RW. 003, Kelurahan Pasar
Kliwon, Kecamatan pasar Kliwon, Kota Surakarta telah disimpan
sejumlah amunisi dan peluru yang diperoleh Terdakwa dari
seseorang yang bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
TIKUS alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk
dalam Daftar Pencarian Orang/DPO);
d. Atas pengakuan dari Tersangka tersebut, dimana situasi pada saat itu
sedang hujan deras dan di sekitar lokasi rumah Terdakwa yang
terletak di Metrodranan RT. 002/ RW. 003 Kelurahan Pasar Kliwon,
Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta tepat berada disamping
kali besar dalam kondisi banjir mencapai 80 (delapan puluh) cm,
akhirnya petugas Kepolisian memutuskan untuk menunggu sampai
hujan reda dan air surut;
e. Pada tanggal 10 November 2010 sekitar pukul 05.00 WIB barulah
petugas Kepolisian dapat melakukan penggeledahan setelah hujan
berhenti dan banjir mulai surut. Kemudian petugas kepolisian
mencari Ketua RT setempat yaitu Sdr. MULYADI dan dengan
kesaksian Ketua RT Metrodranan RT. 002/ RW. 003 Kelurahan
Pasar Kliwon, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta
Sdr.MULYADI dan Terdakwa serta petugas Kepolisian mengadakan
penggeledahan terhadap rumah Terdakwa;
f. Ketika dilakukan penggeledahan, Terdakwa menunjuk sebuah
ruangan yang berada di bagian belakang rumah yang merupakan
garasi. Setelah sampai di dalam ruangan tersebut Terdakwa
mengambil 1 (satu) tas ransel hitam yang kemudian di hadapan
petugas Kepolisian dan Ketua RT yaitu Sdr. MULYADI, Terdakwa
membuka tas ransel hitam tersebut dan di dalamnya terdapat 1 (satu)
buah kardus yang terbuat dari karton. Setelah kardus disobek
permukaan atasnya terdapat 1 (satu) plastik putih yang berisi
sejumlah peluru dan holdster (sarung) senjata serta kotak-kotak kecil
berwarna merah muda yang setelah dibuka isinya adalah amunisi
peluru berukuran panjang;
g. Terdakwa dengan disaksikan oleh petugas Kepolisian dan Ketua RT
yaitu Sdr. MULYADI mengadakan perhitungan terhadap amunisi
peluru tersebut dan berjumlah 28 (dua puluh delapan) kotak kertas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga puluh tiga) butir
peluru senjata api laras panjang dan 1 (satu) kantong plastik putih
yang di dalamnya terdapat 32 ( tiga puluh dua ) butir peluru senjata
api kaliber 9 mm dan 1 (satu) buah sarung senjata warna hitam;
h. Barang-barang hasil penggeledahan oleh petugas Kepolisian di
rumah Terdakwa tersebut diakui merupakan barang titipan yang
dititipkan kepada Terdakwa sekitar tahun 2005 oleh orang yang
bernama PURNAMA PUTRA alias IPUNG alias UUS alias TIKUS
alias USMAN alias USAMAH (belum tertangkap dan masuk dalam
Daftar Pencarian Orang/DPO);
i. Terdakwa tidak memiliki wewenang maupun ijin dari pihak yang
berwenang atas kepemilikan atau menyimpan 28 (dua puluh
delapan) kotak kertas warna merah jambu berisi 533 (lima ratus tiga
puluh tiga ) butir peluru senjata api laras panjang, 1 (satu) kantong
plastik putih yang di dalamnya terdapat 32 (tiga puluh dua) butir
peluru senjata api kaliber 9 mm, dan 1(satu) buah sarung senjata
warna hitam, dan Terdakwa juga mengetahui bahwa menerima,
menyimpan, menyembunyikan amunisi peluru adalah perbuatan
yang melanggar hukum yang berlaku di Indonesia serta tidak
memiliki keterkaitan dengan pekerjaan sehari-hari.
j. Berda