Upload
doduong
View
240
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN AKAD MUDHARABAH PADA PRODUK ASURANSI
SYARIAH DI PT. AJB BUMIPUTERA SYARIAH CABANG ROXY
Oleh :
Muhammad Abdul Koharsyah
NIM : 1110046200067
KONSENTRASI ASURANSI SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H / 2017
i
ii
iii
iv
ABSTRAK
Asuransi sebagai satu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari
akad- akad yang membentuknya. Hal ini disebabkan adanya keterlibatan antara
kedua belah pihak dalam perjanjian, yaitu antara peserta asuransi dengan
perusahaan asuransi. Dipahami bahwa praktik asuransi terbentuk dari dua akad
yang membentuknya yaitu akad tabarru’dan akad mudharabah. Penulis melakukan
penelitian produk Mitra Iqra dan Mabrur di AJB Bumiputera 1912 kantor cabang
Roxi. Penulis memfokuskan penerapan akad mudharabah di kedua produk
tersebut.
Dalam penelitian ini, penulis mengkaji dengan menggunakan field
research (penelitian lapangan). Jenis penelitiannya adalah penelitian kualitatif.
Sumber data primer diambil dari hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi di
AJB Bumiputera Syariah cabang Roxi. Sumber data sekunder diambil dari buku-
buku, maupun kitab-kitab yang terkait dengan pembahasan skripsi ini, termasuk
juga di dalamnya artikel-artikel, jurnal, makalah, maupun internet. Sifat studi
kasus penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang berusaha untuk menuturkan
pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data hasil dari wawancara dengan
responden dan menganalisis dari data tersebut.
Sebagai hasil penelitian maka penulis hanya menyertakan dua rincian akad
mudharabah dalam produk Mitra Iqra dan Mabrur dari beberapa produk yang
dimiliki oleh Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi. mekanisme akad
mudharabah dalam kedua produk tersebut bermuatan ta’awun antar sesama
manusia dalam menghadapi dan mengantisipasi suatu peristiwa yang tidak
disangka dan diduga. Dan dalam pembuatan akad, maka dibolehkan bagi si akid
untuk dapat memberikan syarat yang dia kehendaki, selain hal itu mekanisme lain
yang bisa dilakukan adalah dengan memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan
oleh hukum Islam yaitu adanya kerjasama dan kesepakatan antara kedua belah
pihak, adanya sighat, adanya modal, dan adanya nisbah.
v
Sedangkan Nisbah keuntungan yang ditetapkan pada akad mudharabah
tabungan Mitra Iqra’ dan Mabrur pada Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang
Roxi dalam unsur saving (tabungan) telah ditetapkan oleh perusahan dengan
ketentuan dari Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebesar 70:30, 70% untuk peserta
30% untuk perusahaan.
Kata Kunci: Mudharabah, AJB Bumi Putera Cabang Roxi, Mitra Iqra, Mitra
Mabrur.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulillahirrobil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala nikmat, anugrah serta kasih sayang-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Penerapan Akad Mudharabah Pada
Produk Asuransi Syariah Di Pt. Ajb Bumiputera Syariah Cabang Roxy”. Shalawat
beriring salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, serta umatnya yang selalu istiqomah
menjalankan ajarannya.
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi sebagian syarat
memperoleh gelar sarjana komunikasi islam bagi mahasiswa program S1 pada
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Islam Negri Jakarta.
Selesainya penulisan skripsi ini tidak luput pula dari bimbingan dan
dorongan beberapa orang yang turut membantu terselesainya penulisan skripsi ini.
Untuk itu saya ucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A., Ketua Program Ekonomi Syariah sekaligus
dosen pembimbing Akademik dan Bapak H. Abdurrauf, Lc, M.A.,
Sekretaris Program Ekonomi Syariah yang telah membimbing dan
memberikan arahan kepada penulis dalam penulisan Skripsi ini.
3. Bapak M. Mujibur Rohman, MA. selaku Pembimbing, saya ucapkan
terimakasih atas kesediaannya dalam meluangkan waktu untuk
memberikan bimbingan berupa pemikiran-pemikiran yang mampu
menjawab segala kebingungan saya sampai pada selesainya skripsi ini.
vii
4. Segenap Dosen, Karyawan, dan seluruh Staff akademik Keluarga besar
Fakultas Syariah dan Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan banyak membantu
meberikan fasilitas bagi penulis selama penulisan karya tulis;
5. Segenap Pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan Perpustakaan
Fakultas Syariah dan Hukum, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, yang telah
memberikan fasilitas untuk mengadakan studi perpustakaan;
6. Kedua orang tua saya, ayahanda Suharno dan ibunda Musyriah, kakak
dan adikku Teguh Iman Mahadi, Lukman Lukito dan Siti Sulanjari atas
doa yang senantiasa mengiringi langkah saya, atas pengorbanan yang
tulus, dan kasih sayang yang tiada hentinya.
7. Seluruh kawan mahasiswa Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga kesuksesan senantiasa mengiringi
langkah kaki kita.
8. Keluarga besar KABISAT dan IKPM Jakarta yang senantiasa
memberikan semangat dan motivasi serta senantiasa berdoa untuk
kemudahan urusanku.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Selesainya skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis dengan segala
kerendahan hati dan penuh rasa hormat mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun
materil secara langsung maupun tidak langsung kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini hingga selesai, terutama kepada yang saya hormati:
Jakarta, 21 Agustus 2017
Muhammad Abdul Koharsyah
x
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Asuransi merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran penting, karena
setiap insan dalam hidupnya tidak terlepas dari resiko, bahaya atau kerugian. Realita
kehidupan yang berlika-liku menjadikan aktifitas setiap individu menjadi berbeda dan
melahirkan berbagai macam tantangan dalam menjalankan aktifitasnya. Tentu saja,
terdapat resiko-resiko yang harus dihadapinya dari perbedaan ekonomi, kondisi
geografis dan lain –lain sehingga melahirkan resiko yang berbeda di setiap individu.
Resiko berarti menghadapi kesulitan yang mungkin menimbulkan musibah, cedera
atau hal-hal semacam itu yang sifatnya akan merugikan. Resiko ada dimana-mana
dari resiko yang dapat dihindari sampai resiko yang dipilih sendiri, tidak seorangpun
pernah bisa mencapai keadaan pasti yang absolut. Dari saat lahir kedunia sampai
mati, setiap orang menghadapi kejadian/peristiwa yang tidak diharapkan atau
dikehendaki.1
Resiko dimasa datang dapat terjadi terhadap kehidupan seseorang, kita tidak
tahu kapan akan terjadi hal tersebut misalnya kematian, sakit atau resiko dipecat dari
pekerjaannya, resiko dalam bisnis sehingga yang dihadapinya adalah kerugian. Untuk
mengurangi beban dan untuk melindungi kemungkinan timbulnya kerugian maka
salah satu tindakan yang diambil dimasa modern untuk pengaturan ekonomi adalah
asuransi dalam konsep syariah.2
1 Abdul kadir, Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, (PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2006), h. 257 2 Abdul kadir, Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, h. 257
2
Dengan begitu kebutuhan akan jasa asuransi syariah makin dirasakan, baik
oleh perorangan badan maupun dunia usaha di Indonesia, asuransi merupakan sarana
finansial dalam tata kehidupan rumah tangga, baik dalam menghadapi resiko yang
mendasar seperti resiko kematian atau dalam menghadapi resiko atas benda yang
dimiliki, demikian pula dengan dunia usaha dalam menjalankan kegiatannya
menghadapi berbagai resiko yang mungkin dapat menggangu kesinambungan
usahanya, walaupun banyak metode untuk menanggani resiko, namun asuransi
merupakan metode yang paling banyak dipakai, asuransi menjanjikan perlindungan
kepada pihak tertanggung terhadap resiko yang dihadapi oleh perorangan maupun
perusahaan.
Berasuransi tidaklah berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan
seorang muslim kepada Allah SWT, karena segala sesuatunya terjadi setelah berpikir
dengan baik, bekerja dengan penuh kesungguhan, teliti dan cermat dan segala sesuatu
yang ada didunia ini semuanya ditentukan oleh Allah SWT, sedangkan manusia
hanya diminta oleh Allah SWT untuk berusaha semaksimal mungkin. Hal tersebut
berdasarkan firman Allah SWT dalam Al-Quran Surat (Q.S) At-Taghabun ayat 11:
ما أصاب من مصيبة إلا بإذن اللاه ومن ي ؤمن باللاه ي هد ق لبه واللاه بكل شيء عليم
“Artinya: tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali
dengan ijin Allah; dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan
memberi petunjuk kepada hatinya. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.3
Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk
mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan
ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan, jadi berdasarkan konsep ekonomi
asuransi bekenaan dengan pemindahan dan mengkombinasikan resiko. Asuransi di
Indonesia ada yang konvensional dan ada juga yang berdasarkan syari‟at Islam
3
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, (Bandung, CV. Penerbit
Diponegoro, 2010), h.556.
3
seperti halnya perbankan syari‟ah.Secara umum asuransi syari‟ah atau sering disebut
dengan takaful dapat digambarkan sebagai asuransi yang prinsip operasionalnya
didasarkan pada syari‟ah Islam dengan mengacu kepada Al-Quran dan as-sunnah.
Asuransi syariah merupakan asuransi yang menggunakan prinsip-prinsip
Islam didalamnya. Dimana pada asuransi syariah terhindar dari sistem yang
bertentangan dengan ajaran agama Islam dengan kata lain akad yang dilakukan oleh
perusahaan asuransi tidak boleh bertentangan dengan syariat Islam, yaitu tidak
mengandung unsur:
1. Gharar (penipuan), dalam asuransi syari‟ah dihindari dengan premi peserta
dibagi dua, menjadi rekening peserta dan rekening tabbaru untuk menolong
peserta yang mengalami musibah.
2. Maisyir (perjudian), Islam mengindari adanya ketidak jelasan informasi dalam
melakukan transakasi, Maisyir pada hakekatnya muncul karena tidak di
ketahuinya informasi oleh peserta tentang berbagai hal yang berhubungan
dengan produk, dalam mekanisme asuransi syari‟ah keterbukaan merupakan
akselerasi prinsip- prinsip syari‟ah.
3. Ribah (bunga), ribah adalah penambahan, pembesaran atas pinjaman pokok
yang diterima, dalam asuransi syari‟ah tidak diperbolehkan menginvestasikan
dana dengan riba yaitu melipat gandakan keuntungan secara tidak adil.4
Perkembangan dunia perasuransian di Indonesia, khususnya asuransi syari‟ah
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebagaimana pertumbuhan bank syari‟ah.
Kini hampir semua perusahaan asuransi konvensional telah dan akan membuka
cabang atau unit syari‟ah baik di kota besar maupun di berbagai pelosok daerah. Hal
ini disebabkan karena masyarakat saat ini telah menyadari betapa perlunya lembaga
keuangan syari‟ah, khususnya asuransi syari‟ah, untuk memenuhi transaksi keuangan
yang biasa mereka lakukan.
4 Antonio, M. Safi`i, Prinsip Dasar Operasional Asuransi Takaful, (Jakarta: , Gema Insani ,
1994), h. 150 – 151
4
Asuransi syari‟ah mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 1994, ditandai
dengan beroperasinya asuransi syari‟ah Takaful.Yang menjadi dasar beroperasinya
pada waktu itu adalah kebijaksanaan Departemen Keuangan saja, karena tidak
satupun undang-undang yang mengatur asuransi syari‟ah beroperasi. Semua mengacu
pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian yang
seharusnyadiperuntukan untuk peraturan pelaksanaan asuransi konvensional. Maka
banyak hal yang perlu diatur dalam asuransi syari‟ah tidak diatur dalam undang-
undang itu5
Asuransi merupakan salah satu dari buah peradaban manusia dan merupakan
suatu hasil evaluasi kebutuhan maniusia yang sangat hakiki ialah kebutuhan akan rasa
aman dan terlindungi, terhadap kemungkinan menderita kerugian. Asuransi
merupakan buah pikiran dan akal budi manusia untuk mencapai suatu keadaan yang
dapat memenuhi kebutuhannya, terutama untuk kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya
hakiki yaitu rasa aman dan terlindung.6
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini perusahaan asuransi
mempunyai peranan dan jangkauan yang sangat luas, karena perusahaan asuransi
tersebut mempunyai jangkauan yang menyangkut kepentingan-kepentingan ekonomi
maupun kepentingan-kepentingan social.Di samping itu perusahaan asuransi juga
dapat menjangkau baik kepentingan-kepentingan individu maupun kepentingan-
kepentingan masyarakat luas, baik resiko individu maupun kolektif.
Pada dasarnya perusahaan asuransi dalam kegiatannya, secara terbuka
mengadakan penawaran yaitu menawarkan suatu perlindungan serta harapan-harapan
pada masa yang akan dating kepada individu atau kelompok-kelompok dalam
5 Hamidi, M. Lutfi, Jejak-jejak Ekonomi Syari‟ah, (Jakarta: Senayan Abadi Publishing, 2003),
h. 255.
6 Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), h. 30.
5
masyarakat atau institusi lain, atas kemungkinan terjadinya suatu peristiwa yang
belum pasti.
Sebagai lembaga keuangan nonbank, asuransi terorganisir secara rapi dalam
bentuk sebuah perusahaan yang berorientasi pada aspek bisnis kelihatan secara nyata
pada era modern.Bersamaan dengan booming-nya semangat revolusi industri di
kalangan masyarakat barat, banyak tuntutan untuk mengadakan sebuah langkah
proteksi terhadap kegiatan atau aktivitas ekonomi.7
Hakikat asuransi secara islami adalah saling bertanggung jawab, saling
bekerjasama dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu
berasuransi diperbolehkan secara syari‟at, karena prinsip-prinsip dasar
tersebut.Syari‟at mengajak kepada keeratan jalinan sesama manusia dan kepada
sesuatu yang meringankan bencana mereka.8
Asuransi syari‟ah lahir sebagai salah satu solusi alternatif terhadap persoalan
adanya unsur-unsur yang diharamkan dalam hukum Islam seperti adanya unsur riba,
maisir (judi), gharar (ketidakpastian) dan penginvestasian yang tidak sesuai syari‟at
Islam.Dengan demikian kerinduan umat Islam Indonesia yang ingin melepaskan diri
daripersoalan-persoalan tersebut telah mendapatkan jawaban dengan lahirnya
asuransi syari‟ah atau Takaful.
Perkembangan dunia perasuransian di Indonesia, khususnya asuransi syari‟ah
mengalami pertumbuhan yang sangat pesat sebagaimana pertumbuhan bank
syari‟ah.Kini hampir semua perusahaan asuransi konvensional telah dan akan
membuka cabang atau unit syari‟ah baik di kota besar maupun di berbagai pelosok
daerah. Hal ini disebabkan karena masyarakat saat ini telah menyadari betapa
7 Ali, A. M. Hasan, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis dan Praktis, cet. 1. (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 6. 8 Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari‟ah di
Indonesia,Cet. 1, ( Jakarta: Kencana, 2004), h. 127.
6
perlunya lembaga keuangan syari‟ah, khususnya asuransi syari‟ah, untuk memenuhi
transaksi keuangan yang biasa mereka lakukan.9
Pada awalnya asuransi adalah suatu kelompok yang bertujuan membentuk
arisan untuk meringankan beban keuangan individu dan menghindari kesulitan
pembiayaan.Secara ringkas dan umum, konsep asuransi adalah persiapan yang dibuat
oleh sekelompok orang, yang masing-masing menghadapi kerugian kecil sebagai
sesuatu yang tidak dapat diduga. Bentuk tradisional asuransi merupakan perkumpulan
saling menanggung secara bergotong royong yang mengumpulkan dana dari anggota
secara teratur pada setiap bulannya. Dalam tradisi lain menunjukkan gotong royong
keluarga untuk menanggung kelangsungan hidup, pendidikan dan kesejahteraan
keluarga yang ditinggalkan.10
Asuransi bertujuan untuk memeratakan beban kerugian dengan memakai
dana-dana yang disumbangkan oleh para anggota kelompok tersebut untuk
pembayaran kerugian.Jadi asuransi itu adalah alat pemerataan kerugian, untuk
mengurangi beban ekonomi para anggota kelompok itu, maka penanggung juga ikut
serta dalam kegiatan pencegahan kerugian. Akan tetapi tujuan pokok asuransi
bukanlah pemerataan maupun pencegahan kerugian, melainkan mengurangi
untertainty (ketidakpastian atau keraguan) yang di sebabkan oleh kesadaran akan
kemungkinan kerugian. Karena asuransi memberikan kepastian kepada masing-
masing anggota kelompok itu dengan memeratakan biaya kerugian.11
Asuransi syari‟ah merupakan salah satu jenis lembaga keuangan syari‟ah non
bank. Asuransi syari‟ah juga memiliki kesamaan fungsi dengan lembaga keuangan
syariah non bank lainnya, yakni untuk memperoleh keuntungan dari hasil investasi
dana yang dikumpulkan dari peserta asuransi. Cara pembagian keuntungan
pengelolaan dana peserta asuransi dilakukan dengan prinsip bagi hasil (profit and loss
9 Amrin,Abdullah, Asuransi Syari‟ah, (Jakarta: PT Elex Media Kompuntindo Kelompok
Gramedia, 2006), h. 2. 10
Lubis, Suhrawardi k., Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h. 1. 11
Ali, A. Hasymi, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), h 170
7
sharing). Dalam konteks ini, perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana
(mudharib) yang menerima pembayaran dari peserta asuransi untuk dikelola dan
diinvestasikan sesuai dengan prinsip syari‟ah (bagi hasil). Sedangkan peserta asuransi
bertindak sebagai pemilik dana (shohibul maal) yang akan memperoleh manfaat jasa
perlindungan, penjaminan dan bagi hasil dari perusahaan asuransi.
Ketentuan teknis bagi hasil ditetapkan berdasarkan kesepakatan kedua belah
pihak antara kantor asuransi dengan kantor peserta. Kesepakatan bagi hasil tersebut
sangat bergantung kepada jenis asuransi, produk asuransi dan klasifikasi premi yang
disetor oleh peserta asuransi.
Sistem operasional Asuransi Syari‟ah adalah saling bertanggung jawab, bantu
membantu dan saling melindungi antara para pesertanya. Perusahaan diberi
kepercayaan (amanah) oleh para peserta untuk mengelola premi, mengembangkan
dengan jalan yang halal dan memberikan santunan kepada yang mengalami musibah
sesuai isi akta perjanjian. Dan sebagai usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang/pihak melaui investasi dalam bentuk asset dan bersedekah
(tabarru‟) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu
melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.12
Produk asuransi syari‟ah dipahami sebagai suatu model jaminan (proteksi)
yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan asuransi syari‟ah untuk ditawarkan kepada
masyarakat luas agar ikut serta berperan sebagai anggota dari sebuah perkumpulan
pertanggungan yang secara materi mendapatkan keamanan bersama. Sedangkan
proses marketing yang terjadi pada perusahaan asuransi syari‟ah tidak hanya
bertumpu pada penjualan produk-produk yang ditawarkan tetapi lebih berorientasi
pada penawaran keikutsertaan untuk saling menanggung.
12
Suma, M. Amin, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem, Aplikasi dan
Pemasaran. (Jakarta, Kholam Publishing,2006), h. 10
8
Asuransi sebagai lembaga keuangan non bank yang menerapkan prinsip
syariah dalam operasional usahanya, mempunyai konsep pembagian resiko
berdasarkan prinsip tolong menolong. Secara umum asuransi syari‟ah ini mempunyai
dua fungsi yaitu fungsi sosial (tabarru) dan fungsi bisnis (tijarah), untuk fungsi
tijarah, maka pihak dapat menerapkan akad mudharabah, mudharabah musytarakah
dan akad wakalah bil ujrah, sedangkan untuk fungsi tabarru para pihak dapat
menerapkan akad tabarru yang merupakan akad yang harus melekat pada semua
produk asuransi, adapun pengertian tabarru sendiri adalah akad yang dilakukan dalam
bentuk hibah dengan tujuan kebijakan dan tolong menolong antar peserta, bukan
untuk tujuan komersial. Akad yang dilakukan dalam asuransi syari‟ah harus
memenuhi rukun dan syarat dari setiap akadnya, salah satunya adanya ijab dan
qabul.13
Asuransi syari‟ah dapat mengunakan akad mudharabah, mudharabah
musytarakah atau wakalah bil ujrah, semua akad tersebut dapat digunakan dalam
perusahaan asuransi syari‟ah, dalam akad tijarah yaitu mudharabah, mudharabah
musytarakah menggunakan sistem bagi hasil. Asuransi dengan akad mudharabah
musytarakah, maka peserta asuransi berkedudukan sebagai pihak penyandang dana
sedangkan perusahaan asuransi bertindak sebagai pengelola dana, akad mudharabah
musytarakah yaitu perpaduan dari akad mudhrabah dengan musyarakah.14
Mudharabah adalah kerja sama antara pemilik modal dengan pengusaha
pemilik keahlian atau ketrampilan tenaga dalam pelaksanaan unit-unit ekonomi atau
proyek usaha. Melalui mudharabah kedua belah pihak yang bermitra tidak akan
mendapatkan bunga, tetapi mendapatkan bagi hasil atau profit and loss sharing dari
proyek ekonomi yang disepakati bersama.15
13
Dzajuli, H.A.dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), (PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002), h.120. 14
Amrin,Abdullah, Asuransi Syari‟ah, h. 67 15
Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islam, (Yogyakarta: Ekosistem cet. Ke-1, 2004),
h.175
9
Keuntungan perusahaan diperoleh dari pembagian keuntungan dana peserta
yang dikembangkan dengan prinsip mudharabah (sistem bagi hasil). Para peserta
Asuransi Syariah berkedudukan sebagai pemilik modal (shohibul mal) dan
perusahaan Asuransi Syari‟ah berfungsi sebagai pemegang amanah
(mudharib).16
Keuntungan yang diperoleh dari pengembangan dana itu dibagi antara
para peserta dan perusahaan sesuai dengan ketentuan yang telah
disepakati.Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik membahas
“PenerapanAkad Mudharabah Pada Produk-Produk Asuransi Syariah Di PT. AJB
Bumiputera Syariah Cabang Roxy”
B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH
Pembatasan masalah disini untuk menetapkan batas batas yang akan
diterapkan pada akad mudharabah. Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas
maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana penerapan akad mudharabah terhadap produk-produk Asuransi di
perusahaan AJB Bumiputera Syari‟ah Cabang Roxi?
2. Bagaimana sistem perhitungan bagi hasil (Mudharabah) pada produk- produk
Asuransi di perusahaan AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxy?
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
16
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syari‟ah Konsep dan Sistem Operasional, cet. 1,(
Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 309.
10
1. Untuk memberikan bukti empiris bagaimana sistem perhitungan bagi hasil
(mudharabah) pada produk-produk Asuransi di perusahaan AJB Bumiputera
Cabang Syari‟ah Roxi.
2. Untuk memberikan bukti empiris bagaimana penerapan akad mudharabah
terhadap produk-produk asuransi di perusahaan AJB Bumiputera Syari‟ah
Cabang Roxy.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan yang bernilai ilmiah
bagi pengembangan khazanah ilmu pengetahuan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Instasi (Asuransi AJB Bumiputera Syari‟ah Cabang Roxy)
Penelitian ini dapat dijadikan informasi yang mungkin berguna untuk meningkat kan
kualitas pelayanan dan untuk dapat memuaskan nasabah di masa yang akan datang.
b. Bagi Masyarakat
Memberikan pelayanan kepada masyarakat karena dalam setiap kegiatan usaha di
Asuransi AJB Bumiputera Syari‟ah Cabang Roxy berdasarkan prinsip syari‟ah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa pelayanan kepada masyarakat tanpa adanya
unsur riba karena Asuransi AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxy ini hanya
menggunakan sistem kerjasama dengan akad bagi hasil dan menjadikan masyarakat
lebih mengenal nilai-nilai dari ajaran agama Islam.
D. TINJAUAN KAJIAN TERDAHULU
11
Agar tidak terjadi pengulangan penelitian terhadap objek yang sama dan
untuk membandingkan antara penelitian terdahulu agar mendukung materi dalam
penelitian ini, maka ada baiknya penulis melakukan tinjauan kajian terdahulu.
1. Fitrianingsih, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum, Program Studi Muamalat,
Konsentrasi Perbankan Syariah, 2010. Skripsi yang berjudul Konsep dan
Mekanisme Akad Mudharabah Dalam Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek
Syariah (FPJPS) ini menggunakan metode desktiprif kualitatif dan
menggunakan pendekatan dokumen. Skripi ini membahas tentang mekanisme
dan prosedural pembiayaan FPJPS dengan menggunakan analisis Fatwa DSN-
MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh).
Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah, penulis
menganalisis adanya penerapan akad mudharabah dengan objek penelitiannya
terhadap produk asuransi syariah di PT. AJB Bumiputera Syariah Cabang
Roxy.
2. Fenty Fumiaty, Skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri
Walisongo Semarang, 2012. Skripsi yang berjudul Analisis Pelaksanaan Akad
Mudharabah Terhadap Investasi Dinar (Studi Kasus Tabungan M-Dinar di
BMT “Artha Kencana Mulia” Semarang) ini menggunakan metode kualitatif
dengan teknik analisisnya menggunakan analisis deskriptif analisis. Dalam
skripsi ini penulis menganalisis penerapan akad mudharabah terhadap
investasi dinar dengan sistem bagi hasil. Hasil dari penelitian ini adalah
bahwa dalam operasionalnya, BMT “Artha Kencana Mulia” Semarang
menghimpun dana untuk diinvestasikan dalam bentuk dinar (dirham) dengan
sistem bagi hasil mudharabah. Perbedaannya dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah, penulis menganalisis adanya penerapan akad
mudharabah dengan objek penelitiannya terhadap produk asuransi syariah di
PT. AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxy.
3. Rohmi Maulidah, Skripsi Fakultas Syariah Universitas Muhamadiyah Jakarta,
2011. Skripsi dengan judul “Tinjauan Hukum Islam TerhadapPerhitungan
12
Bagi Hasil (Mudharabah) Takaful Investasi (Studi Lapangan Di Asuransi
Takaful Keluarga Cabang Tangerang)” mengemukakan bahwa Asuransi
Takaful Keluarga Cabang Tangerang dalam pembagian keuntungan yang
diperoleh bukan berasar bunga, namun prosentase pedapatan perusahaan dari
hasil investasi atau pengelolaan dananya dengan demikian pada Asuransi
Takaful Keluarga Cabang Tangerang tetap menguntungkan dan member
bagian keuntungan yang adil kepada semua pihak yang terlibat tanpa adanya
unsur maisir, gharar, riba.Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan
oleh penulis adalah, penulis menganalisis adanya penerapan akad mudharabah
dengan objek penelitiannya terhadap produk asuransi syariah di PT. AJB
Bumiputera Syariah Cabang Roxy.
4. Dr.H.Zainudin Ali M.A. dalam bukunya yang berjudul " Hukum Asuransi
Syariah (Berbagi Hasil Dan Risiko Dalam Asuransi Syariah)" menjelaskan
bahwa salah satu keunggulan produk asuransi syariah adalh kehalalannya.
Asuransi syariah menawarkan sistem bagi hasil (Mudharabbah) dan berbagi
risiko. karena itu, pada saat membuka asuransi syariah, dana peserta langsung
dibagi dua, sebagaian dibagikan kedana kemanusiaan (Tabbarru) untuk
menutup klaim dan sisanya menjadi premi tabungan. Premi tabungan
dimaksud tidak akan hilang. Nasabah justru diuntungkan karena menikmati
bagi hasil investasi yang dikembalikan ketika persyaratan
berakhir.Perbedaannya dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah,
penulis menganalisis adanya penerapan akad mudharabah dengan objek
penelitiannya terhadap produk asuransi syariah di PT. AJB Bumiputera
Syariah Cabang Roxy.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Dalam pembahasan dan penulisan skripsi yang berjudul “Penerapan Akad
Mudharabah Pada Produk-Produk Asuransi Syariah Di PT. AJB Bumiputera Syariah
13
Cabang Roxy” disusun dengan menggunakan sistematika pembahasan sebagai
berikut :
Bab I :Pendahuluan yang meliputi ; latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.
Bab II :Pembahasan umum tentang topik atau pokok bahasan yang berisi ; pengertian
akad mudharabah, macam-macam akad mudharabah, faktor yang mempengaruhi bagi
hasil, dan menguraikan tentang asuransi syari‟ah serta prinsip operasional asuransi
syari‟ah.
Bab III : Gambaran umum objek penelitian yang meliputi: Gambaran Umum
Asuransi AJB Bumiputera Indonesia, Gambaran Umum Asuransi AJB Bumiputera
Syariah Cabang Roxy, Penerapan Akad Mudharabah pada Produk-produk Asuransi
Syari‟ah di Asuransi AJB Bumiputera Syari‟ah Cabang Roxy.
Bab IV : Pembahasan bab ini meliputi: sistem perhitungan bagi hasil (mudharabah)
pada produk-produk Asuransi syari‟ah, Analisis Penerapan Akad Mudharabah pada
Produk-produk Asuransi Syari‟ah.
Bab V : Dalam bab ini berisi Kesimpulan, Saran-saran dan Penutup.
14
BAB II
PENGERTIAN UMUM AKAD MUDHARABAH
A. AKAD DALAM ISLAM
1. PENGERTIAN AKAD
Akad diambil dari lafadz „aqdun yang artinya adalah ikatan atau simpul tali.
Dikatakan demikian dikarenakan ikatan tersebut menghimpun dan mengumpulkan
dua ujung tali dan mengikatkan salah satunya pada lainya hingga bersambung
menjadi seutas tali. 17
Menurut ahli hukum islam akad diartikan sebagai pertalian antara ijab dan
qabul yang dibenarkan oleh syara‟ yang menimbulkan akibat hukum terhadap
objeknya. 18
Namun dalam fiqh mu‟amalat akad diartikan dengan perjanjian yang
mengikat kedua belah pihak yang sudah mencapai kesepakatan, dengan konsekuensi
bahwa masing-masing pihak terikat untuk melaksanakan kewajiban masing-masing
yang telah disepakati dalam ikatan tersebut, karena didalam nya sudah disepakatin
terms dan condition secara terperinci dan spesifik. Maka bila salah seorang tidak
bisa/mampu memenuhi syarat dan ketentuan yang sudah disepakati dalam ikatan
tersebut maka wajib baginya sangsi, Dalam hal ini akad disebut juga kontrak atau
perjanjian yaitu bertemunya ijab yang diberikan oleh salah satu pihak dengan kabul yang
17
Ibn Ya‟qub, Fayruz Abadyy Majd al-Din Muhammad. al-Qamus al-Muhit, jilid 1. (Beirut:
D Jayl), h. 327. 18
Al-Ba‟labakiyy, Munir, Qamus al-Mawrid. (Beirut: Dar al-„Ilm al-Malayyin), h.770.
15
diberikan oleh pihak lainnya secara sah menurut hukum syar‟i dan menimbulkan akibat pada
subyek dan obyeknya.19
2. ASAS AKAD
Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis dan fondasi.
Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir
atau berpendapat.20
Istilah lain yang memiliki arti sama dengan kata asas adalah
prinsip yaitu dasar atau kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan
sebagainya.21
Mohammad Daud Ali mengartikan asas apabila dihubungkan dengan
kata hukum adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan
alasan pendapat terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum.22
Dari definisi
tersebut apabila dikaitkan dengan perjanjian dalam hukum kontrak syariah adalah,
kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir dan alasan pendapat tentang
perjanjian terutama dalam penegakan dan pelaksanaan hukum kontrak syari‟ah.
Dalam hukum kontrak syari‟ah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi
penegakan dan pelaksanaannya. Asas-asas perjanjian tersebut diklasifikasikan
menjadi asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum dan
asas-asas perjanjian yang berakibat hukum dan sifatnya khusus. Adapun asas-asas
perjanjian yang tidak berakibat hukum dan sifatnya umum adalah: Dalam islam, akad
memiliki beberapa asas utama dalam pelaksanaanya, yaitu:
19
Al Fath, Ahmad Abu, Kitab al- M‟amalat fi asy-Syari‟ah al-Islamiyyah wa al-Qawanin al-
Misriyyah. (Mesir: Matba‟ah al-Busfur), lihat juga Asy-Syaukani, Fath al-Qadir. (Mesir: Mustafa al-
Babi al-Halabi, 1964), h. 4. 20
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3. (Jakarta:
Balai Pustaka, 2002), h. 70. 21
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3. h. 896. 22
Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
Indonesia, cetakan ke-8. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 50-52.
16
a. Asas Ketuhanan23
Ini dilandaskan oleh ayat dalam surat al-Kahfi ayat 110
فمن كان ي رجو لقاء ربه ف لي عمل عمل صالا ول يشرك بعبادة ربه أحدا
Artinya: “Barang siapa mengharap perjumpaan denganya, maka hendaklah ia
mengerjakan amal shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam
beribadat kepada tuhanya”.24
b. Asas kebebasan25
Kebabasan disini tetap harus berlandaskan terhadap syariat islam, ini selaras dengan
firman Allah pada surat al-Isra‟ ayat 7:
هاوإن أسأت ف ل إن أحسنتم أحسنتم لن فسكم
Artinya:”Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu
sendiri dan jika kamu berbuat jahat maka (kejahatan) itu bahi dirimu sendiri”.
c. Asas persamaan dan kesetaraan26
23
Aula, Muhammad Syakir, Asuransi Syari‟ah (Life and General): Konsep dan Sistem
Operasional, Cet. 1. (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), h. 723-727, lihat juga Ali, A. M. Hasan,
Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis Historis, Teoritis dan Praktis, h.
125-126 24
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.294 25
Musbikin, Imam, Qawa‟id Al-Fiqhiyah, cet. 1. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.56
lihat Anwar, Syamsul, ”Kontrak Dalam Islam”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan Penyelesaian
Sengketa Ekonomi Syari‟ah di Pengadilan Agama , diselenggrakan kerjasama Mahkamah Agung RI
dan Program Pasca Sarjana Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 7 Juli 2006.), h. 12. 26
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. ed. I, (Jakarta: Kencana, cet. Ke-1,
2005), h. 32-33.
17
Asas persamaan dan kesetaraan sangat dibutuhkan dalam suatu akad, karena
pada dasarnya setiap manusia sama dimata Allah Swt, ini selaras dengan Firman
Allah pada surat an-Nahl ayat 71 yaitu:
ي رزقهم على ما ملكت لوا براد واللاه فضال ب عضكم على ب عض ف الرزق فما الاذين فض
هم ف هم فيه سواء أفبنعمة اللاه يحدون أيان
Artinya: “Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain
dalam hal rezeki, tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezekinya itu) tidak mau
memberikan rezki mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, ahar mereka
sama (merasakan) rezeki itu, maka mengapa mereka mengingkari nikmat Allah”.27
Hendaknya antar manusia harus saling melengkapi dengan segala kekurangan
dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing manusian, sehingga terwujud
kehidupan yang harmonis yang saling sokong menyokong antar sesama.
d. Asas Keadilan28
Dalam sebuah akad sangatlah dibutuhkan asas ini, karena bila diabaikan akan
memberikan dampak yang besar bagi kesepakatan tersebut, dan sebaliknya bila akad
ini dijaga maka akan menjaga keberlangsungan sebuah kesepakatan, ini selaras
dengan firman Allah dalam surat an-Nisa ayat 135, yaitu:
ربني اأي ها الاذين آمنوا كونوا ق واامني بالقسط شهداء للاه ولو على أن فسكم أو الوالدين و الق
ت عرضوا فإنا اللاه إن يكن غنيا أو فقريا فاللاه أول بما فل ت تابعوا الوى أن ت عدلوا وإن ت لووا أو
كان با ت عملون خبريا
27 Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.274
28 Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. h. 33
18
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-
benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri
atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya atau miskin, maka Allah lebih tahu
kemaslahatanya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin
menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikan (kata-kata) atau enggan
menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah maha mengetahui segala apa yang ia
kerjakan.29
e. Asas Kerelaan30
Dalam sebuah kesepakatan diharuskan adanya kerelaan antara kedua belah
pihak, karena keikhlasan dan I‟tikad dari kedua belah pihak merupakan asas yang
sangat dibutuhkan dalam sebuah kesepakatan, ini selaras dengan firman Allah surat
al-Baqarah ayat 256:
ي فمن يكفر بالااغوت وي ؤمن باللاه ف قد اس ل الرشد من ال ين قد ت ب نيا ف الد تمسك إكرا
يع عليم بالعروة الوث قى ل انفصام لا واللاه س
Artinya: Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (islam), sesungguhnya
telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang
ingkar kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah
berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus, dan Allah maha
mendengar lagi maha mengetahui”.31
f. Asas Kejujuran dan Kebenaran32
29
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.100 30
Djamil, Faturrahman. “Hukum Perjanjian Syari‟ah”, dalam Mariam Darus Badzrulzaman
Kompilasi Hukum Perikatan, cet. 1. (Bandung: Citra Aditya Bakti, . 2001), h. 250, 31
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.41 32
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. h 37
19
Pastinya asas ini sangat mendasar dan pasti dibutuhkan dalam sebuah
kesepakatan, karena tanpa adanya asas ini maka kesepakatan akan menjadi batal. Ini
selaras dengan firman Allah dalam surat al-Ahzab ayat 70, yaitu:
ياأي ها الاذين آمنوا ات اقوا اللاه وقولوا ق ول سديدا
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar”.33
g. Asas Tertulis34
Mencatat setiap transaksi mu‟amalat sudah diatur dalam islam melalui firman
Allah dalam surat al-Baqarah ayat 282, yaitu:
نكم كاتب ى فاكتبو وليكتب ب ي بالعدل ياأي ها الاذين آمنوا إذا تداي نتم بدين إل أجل مسم
Artinya: “hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu‟amalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya. Dan
hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskanya dengan benar”.35
3. SYARAT-SYARAT AKAD
Ada beberapa syarat yang berkaitan dengan akad,36
yaitu:
a. Syarat terjadinya akad adalah segala sesuatu yang disyaratkan oleh syara‟.
Bila tak memenuhi maka akan menjadi batal, ini terbagi menjadi dua bagian:37
33
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.428 34
Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. h 37-38. 35
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.48 36
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004), h.64-66
20
1) Syarat Obyek akad, yakni syarat-syarat yang berkaitan dengan obyek
akad. Obyek akad bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Agar
suatu akad menjadi sah, maka obyeknya harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a. Telah ada pada waktu akad diadakan. Bila belum ada
barangnya maka itu tidak bisa dijadikan untuk menjadi obyek
akad, pendapat ini disampaikan oleh jumhur ulama, karena
hukum akad harus pasti dan tidak bisa bergantung pda barang
yang belum pasti.
b. memenuhi syarat menjadi obyek akad. karena jumhur ulama
sepakat jika ada sesuatu yang tidak dapat menerima hukum
akad maka tidak diperbolehkan untuk menjadi obyek akad.
Sebagai contohnya adalah barang yang diperjualbelikan harus
merupakan benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan
akad jual-beli. Maka minuman yang memabukan seperti
minuman keras bukan termasuk benda yang diharamkan bagi
kaum muslimin, maka ini dipastikan tidak akan memenuhi
syarat obyek akad jual beli antara kedua belah pihak bila
beragama islam.
c. Harus diketahui. Yang dimaksud adalah bahwa Obyek akad
diketahui oleh dua belah pihak yang melakukan akad.
d. Dapat diserahkan pada waktu akad berlangsung. Yang
dimaksud adalah obyek akad tidak harus dapat diserahkan
seketika, akan tetapi menunjukkan bahwa obyek tersebut
benar-benar ada dalam kekuasaan yang sah pihak
bersangkutan.
37
Basyir, Ahmad Azar, Asas-Asas Hukum Muamalat, (Yogyakarta: UII Press, 2004), h. 78-
82.
21
2) Syarat subyek akad, Dalam permasalahan ini, subyek akad diharuskan
sudah aqil (berkal), tamyiz (dapat membedakan), mukhtar (bebas dari
paksaan). Selain itu, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam
kaitanya dengan pelaku akad, yaitu:38
a. Kecakapan (ahliyah), adalah kecakapan seseorang untuk
memiliki hak dalam melakukan akad
b. Kewenangan (wilayah), adalah kekuasaan hukum atas objek
akad tersebut, sehingga bila terjadi hal yang berkenaan hukum
maka subyek bertanggung jawab penuh atas masalah ini.
c. Perwakilan (wakalah) adalah pengalihan kewenagan baik
dalam hal harta maupun perbuatan dari satu pihak kepada
pihak lainya. Syarat kepastian hukum (luzum)
Dasar dalam akad adalah kepastian. Di antara syarat luzum dalam jual-beli adalah
terhindarnya dari aib dan lain sebagainya.39
2. Rukun-Rukun Akad Rukun-rukun akad adalah sebagai berikut:40
a. Orang yang berakad („aqid), contoh: penjual dan pembeli.
b. Sesuatu yang diakadkan (ma‟qud alaih), contoh: harga atau
barang.41
c. Shighat, yaitu ijab dan qobul.
Hal ini dapat diketahui dengan ucapan, perbuatan, isyarat, dan
tulisan.42
38
Dikutib dalam, Dewi, Gemala, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h. 55-58. 39
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah,, h. 65-66. 40
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah, h. 45 41
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah. H. 58
22
1. Akad dengan ucapan (lafadz) adalah ini merupakan sighat akad
yang paling sering dipakai, ini disebabkan karena sishat ini
merupakan yang paling mudah dan sangat mudah untuk
dipahami orang, perlu digarisbawahi bahwa penyampaian akad
dengan apapun metodenya harus terkandungnya unsur
keridlaan dan sampai pada tujuan memahamkan para aqid akan
maksud yang diinginkan.
2. Akad dengan perbuatan adalah akad yang dilakukan dengan
perbuatan tertentu yang sudah diketahui banyak orang.
Sebagaimana contohnya adalah seorang penjual langsung
memberikan barang dan kemudian pembeli menyerahkan
sejumlah uang, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Ini
banyak terjadi pada zaman sekarang. Akan tetapi imam Syafi‟i,
berpendapat bahwa akad semacam ini tidak dibolehkan. Harus
tetap menggunakan ijab dan qabul.43
3. Akad dengan isyarat, ini merupakan akad yang biasanya
dilakukan oleh orang yang tuna wicara dan tidak bisa tulis-
menulis. Bila seorang tuna wicara mampu untuk menulis, maka
dianjurkan agar menggunakan tulisan agar terdapat kepastian
hukum didalamnya.
4. Akad dengan tulisan merupakan akad dengan bentuk tulisan
yang jelas dan dapat dipahami oleh kedua pihak, akad
semacam ini dibolehkan.44
42
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah., h. 46-51 43
Al-Rusyd, Ibn , Bidayatul Mujtahid, (Beirut: Dar Al-Fikr, t.th), Juz 2, h. 128 44
Pendapat ulama Syafi‟iyyah dan Hanabilah ini dikutib oleh Rachmat Syafe‟I dalam
bukunya Fiqih Muamalah. h. 51.
23
4. MACAM-MACAM AKAD
Ada beberapa macam akad yang didasarkan atas tiga sudut pandang, yaitu:
1. Berdasarkan ketentuan syara‟
a. Akad sahih, yaitu akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah
ditetapkan oleh syara‟.
b. Akad ghairu sahih, yaitu akad yang tidak memenuhi unsur dan
syaratnya. maka akad semacam ini tidak sah dalam hukum.
2. Berdasarkan penamaannya, dibagi menjadi:
a. Akad yang sudah diberi nama (tertera) oleh syara‟, seperti jual-beli,
hibah, gadai, dam lain-lain.
b. Akad yang belum dinamai (belum tertera) oleh syara‟, tetapi
disesuaikan dengan perkembangan zaman.
3. Berdasarkan zatnya, dibagi menjadi:
a. Benda yang berwujud (al-„ain), yaitu benda yang dapat dipegang oleh
indra kita, seperti sepeda, uang, rumah dan lain sebagainya.
b. Benda tidak berwujud ( ghair al-„ain), yaitu benda yang tidak dapat
kita indra dengan indra kita, namun manfaatnya dapat kita rasakan,
seperti informasi, lisensi, dan lain sebagainya.
B. MUDHARABAH
1. PENGERTIAN MUDHARABAH
24
Mudharabah diambil dari lafadz Ad-Drarb Fi Al-ard yaitu perjalanan untuk
berdagang.45
Firman Allah surat Muzammil ayat 20 :
ون من فضل اللاه وآخرون يضربون ف الرض ي بت
Artinya : Dan yang lain, mereka bepergian di muka bumi mencari karunia
dari Allah.46
Adapula yang menyebutkan qiradh dan mudharabah yang berasal dari lafadz
Al-qardhu yang berarti memotong, sebab pemilik memberikan potongan dari
hartanya untuk diberikan kepada pengusaha agar mengusahakan harta tersebut, dan
pengusaha akan memberikan potongan dari laba yang diperoleh.47
Istilah
mudharabah dipakai oleh mazhab Hanafi, Hambali dan Zaydi. Sedangkan istilah
qirad dipakai oleh mazhab Maliki dan Syafi‟i.48
Definisi mudharabah, yaitu suatu perjanjian usaha antara pemiilik modal
dengan pengusaha, dimana pihak pemilik modal menyediakan seluruh dana yang
diperlukan dan pihak pengusaha melakkukan pengelolaan atas usaha. Hasil usaha
bersama ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu akan pembiayaan
ditandatangani yang dituangkan dalam bentuk nisbah dan apabila terjadi kerugian dan
kerugian tersebut merupakan konsekuensi bisnis (bukan penyelewengan atau keluar
dari kesepakatan) maka pihak penyedia dana akan menanggung kerugian manakala
pengusaha akan menanggung kerugian manajerial skill dan waktu serta kehilangan
nisbah keuntungan bagi hasil yang akan diperoleh.49
45
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, (Beirut, Lebanon, dar kitabal‟arabii, 1977/1397), h.31 46
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.574 47
Syafi‟I, Rachmat, Fiqih Muamalah , h. 223 48
Sjahdeini, Sutan Remy, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum
Perbankan Indonesia , h. 26 49
Perwataatmadja, Karnaen A., Apa Dan Bagaimana Bank Islam , h 21
25
Murabahah didefinisikan oleh para Fuqaha sebagai penjualan barang seharga
biaya/ harga pokok (cost) barang tersebut ditambah mark-up atau margin keuntungan
yang disepakati. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati. Karakteristik murabahah adalah penjual harus
memberi tahu harga yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai
tambahannya.50
Mudharabah bisa juga disebut dengan qiradh yang berarti “memutuskan”.
mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian
memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan
kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al- mudharabah adalah akad kerja
sama usaha antara kedua belah pihak dimana pihak pertama (shohibul mal)
menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.51
Mudharabah dalam terminologi hukum adalah suatu kontrak dimana suatu
kekayaan (property) atau persediaan (stock) tertentu (rabb al mal ) kepada pihak lain
untuk membentuk suatu kemitraan yang diantara kedua belah pihak berhak
memperoleh keuntungan.52
Mudharabah menurut Imam Saraksi, salah seorang pakar perundangan Islam
yang dikenal dalam kitabnya al Mabsut mendefinisikan mudharabah yaitu : Perkataan
mudharabah diambil dari pada perkataan “darb” (usaha) diatas bumi. Dinamakan
demikian mudharib berhak untuk bekerja sama bagi hasil atas jerih payah dan
usahanya.53
50
Wiroso, Jual Beli Murabahah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), h.13 51
Antonio, Muhammad Syafi‟i,bank syariah suatu pengenalan umum, (Tazkia Institute.
1999). H. 95 52
Sjahdeini, Sutan Remy, perbankan dan kedudukannya dalam tata hukum perbankan
indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007), H., 29 53
Wiroso, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta:IKAPI,
2005), H.33
26
Sedangkan menurut fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000,
mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk
suatu usaha yang produktif.54
2. LANDASAN DASAR HUKUM DARI AKAD MUDHARABAH
Landasan Dasar hukum dari akad mudharabah dapat kita jumpai dalam Al-
Qur‟an, Hadis.
a. Al-Quran
Ketentuan hukum tentang mudharabah dalam Al-Quran tertuang dalam Surat
al-Muzzamil ayat (20) :
ون من فضل اللاه وآخرون يضربون ف الرض ي بت
“...dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah SWT....”.55
Yang menjadi argumen dan dasar dilakukannya akad mudharabah dalam ayat
ini adalah kata “yadhribun‟ yang sama dengan akar kata mudharabah yang memiliki
makna melakukan suatu perjalanan usaha. Di samping itu juga dapat kita baca dalam
Surat al-Jumu‟ah ayat ayat 10 :
وا من فضل اللاه فإذا لة فان تشروا ف الرض واب ت قضيت الصا
“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlan kamu di muka bumi;
dan carilah karunia Allah SWT....”56
54
fatwa DSN MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 55
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.574
27
Dari kedua ayat Al-Quran di atas pada intinya adalah berisi dorongan bagi
setiap manusia untuk melakukan perjalanan usaha. Dalam dunia modern seperti
sekarang ini, siapa saja akan menjadi lebih mudah untuk melakukan investasi yang
benar-benar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, antara lain melalui mekanisme
tabungan mudharabah ini.
b. Hadits
Ketentuan hukum dalam hadis dapat kita jumpai dalam hadis yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Shuhaib r.a., bahwasannya Rasulullah SAW telah
bersabda:
.ثلث فيهن الربكة، البيع إل أجل، واملقارضة، وأخلط الرب بالشعري، للبيت ل للبيع
“Ada tiga perkara yang diberkati: jual beli yang ditangguhkan, memberi
modal, dan mencampur gandum dengan jelai untuk keluarga, bukan untuk dijual.”57
Diriwayatkan dari Daruquthni bahwa Hakim Ibn Hizam apabila memberi
modal kepada seseorang, dia mensyaratkan: “harta jangan digunakan untuk membeli
binatang, jangan kamu bawa ke laut, dan jangan dibawa menyeberangi sungai.
Apabila kamu lakukan salah satu dari larangan-larangan itu, maka kamu harus
bertanggung jawab pada hartaku.”
Qiradh atau mudharabah menurut Ibn Hajar‟ telah ada sejak zaman
Rasulullah SAW, beliau tahu dan mengakuinya, bahkan sebelum diangkat menjadi
Rasul, Muhammad telah melakukan qiradh, yaitu Muhammad mengadakan
56
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.554 57
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Juz II, (Kairo: Dar Al-Hadist, t.t.), hlm. 768
28
perjalanan ke Syam untuk menjual barang-barang milik Khadijah r.a., yang kemudian
menjadi istri beliau.58
3. RUKUN DAN SYARAT MUDHARABAH
Rukun Mudharabah:
a) Pelaku akad, yaitu shahibul mal (pemodal) adalah pihak yang memiliki modal
tetapi tidak bisa berbisnis, dan mudharib (pengelola) adalah pihak yang
pandai berbisnis, tetapi tidak memiliki modal;
b) Objek akad, yaitu modal (mal), kerja (dharabah), dan keuntungan (ribh);
c) Shighah, yaitu ijab dan qabul.59
Adapun syarat untuk masing-masing rukun adalah sebagai berikut:
a) Pelaku
1) Pelaku harus cakap hukum dan balig.
2) Pelaku akad mudharabah dapat dilakukan sesama atau dengan non muslim.
3) Pemilik dana tidak ikut campur dalam pengelolaan usaha tetapi ia boleh
mengawasi.
b) Objek Mudharabah (Modal dan Kerja)
Objek mudharabah merupakan konsekuensi logis dengan dilakukannya akad
mudharabah. Berikut penjelasan untuk modal, kerja, dan ijab kabul.
58
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 138. 59
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 62.
29
1) Modal
Beberapa penjelasan terkait dengan modal adalah:
a. Modal yang diserahkan dapat berbentuk uang atau aset lainnya, harus jelas
jumlah dan jenisnya.
b. Modal diberikan secara tunai dan tidak utang. Tanpa adanya setoran modal,
berarti pemilik dana tidak memberikan kontribusi apapun padahal pengelola
dana harus bekerja.
c. Modal harus diketahui dengan jelas jumlahnya sehingga dapat dibedakan dari
keuntungannya.
d. Pengelola dana tidak diperkenankan untuk me-mudharabah-kan kembali
modal mudharabah, dan apabila terjadi, maka dianggap pelanggaran kecuali
atas seizin pemilik dana.
e. Pengelola dana tidak diperbolehkan untuk meminjamkan modal kepada orang
lain, dan apabila terjadi, maka dianggap pelanggaran kecuali atas seizin
pemilik dana.
f. Pengelola dana memiliki kebebasan untuk mengatur modal menurut
kebijaksanaan dan pemikirannya sendiri, selama tidak dilarang secara syariah.
2) Kerja
Beberapa penjelasan terkait dengan kerja adalah:
a. Kontribusi pengelola dana dapat berbentuk keahlian, keterampilan, selling
skill, management skill, dan lain-lain.
b. Pengelola dana harus menjalankan usaha sesuai dengan syariah.
c. Pengelola dana harus mematuhi semua ketetapan yang ada dalam kontrak.
30
d. Dalam hal pemilik dana tidak melakukan kewajiban atau melakukan
pelanggaran terhadap kesepakatan, pengelola dana sudah menerima modal
dan sudah bekerja, maka pengelola dana berhak mendapatkan imbalan/ganti
rugi/upah.
3) Nisbah Keuntungan
Beberapa penjelasan terkait dengan nisbah keuntungan adalah:
a. Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk pembagian keuntungan,
mencerminkan imbalan yang berhak diterima oleh kedua pihak yang
bermudharabah atas keuntungan yang diperoleh.
b. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
c. Pemilik dana tidak boleh meminta pembagian keuntungan dengan
menyatakan nilai nominal tertentu karena dapat menimbulkan riba.
c) Ijab Kabul
Adalah pernyataan dan ekspresi saling ridho/rela di antara pihak-pihak pelaku
akad yang dilakukan secara verbal, tertulis melalui korespondensi atau
mengguanakan cara-cara komunikasi modern.60
4. JENIS MUDHARABAH
a. Mudharabah muthlaqah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan kebebasan
kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah ini disebut juga
investasi tidak terikat. Dalam mudharabah muthlaqah, pengelola dana memiliki
60
Salman, Kautsar Riza, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, (Padang:
Akademia Permata, 2012), h. 223.
31
kewenangan untuk melakukan apa saja dalam pelaksanaan bisnis bagi keberhasilan
tujuan mudharabah itu. Namun, apabila ternyata pengelola dana melakukan kelalaian
atau kecurangan, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas konsekuensi-
konsekuensi yang ditimbulkannya. Di samping itu, apabila terjadi kerugian yang
bukan karena kelalaian dan kecurangan pengelola dana, maka kerugian itu akan
ditanggung oleh pemilik dana.
b. Mudharabah Muqayyadah
Adalah jenis mudharabah di mana pemilik dana memberikan batasan kepada
pengelola antara lain mengenai dana, lokasi, cara, dan/atau objek investasi atau sektor
usaha. Apabila pengelola dana bertindak bertentangan dengan syarat-syarat yang
diberikan oleh pemilik dana, maka pengelola dana harus bertanggung jawab atas
konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkannya, termasuk konsekuensi keuangan.61
5. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN MUDHARABAH
Mudharabah menjadi batal apabila ada perkara-perkara sebagai berikut:
1. Tidak terpenuhinya salah satu atau beberapa syarat mudharabah. Jika salah
satu syarat mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang
oleh pengelola dan sudah diperdagangkan, maka pengelola mendapatkan
sebagian keuntungannya sebagai upah, karena tindakannya atas izin pemilik
modal dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika terdapat
keuntungan, maka keuntungan tersebut untuk pemilik modal. Jika ada
kerugian, kerugian tersebut menjadi tanggung jawab pemilik modal karena
pengelola adalah sebagai buruh yang hanya berhak menerima upah dan tidak
bertanggung jawab sesuatu apapun, kecuali atas kelalaiannya.
61
Salman, Kautsar Riza, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah, h. 221
32
2. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya sebagai pengelola modal
atau pengelola modal berbuat sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.
Dalam keadaan seperti ini pengelola modal bertanggung jawab jika terjadi
kerugian karena dialah penyebab kerugian.
3. Apabila pelaksana atau pemilik modal meninggal dunia, mudharabah menjadi
batal.62
C. ASURANSI SYARI’AH
1. PENGERTIAN ASURANSI SYARI’AH
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris yaitu insurance, yang bila
diterjemhkan dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan „pertanggungan‟. Dalam
bahasa Belanda biasa disebut dengan istilah assurantie (Asuransi) dan verzekering
(Pertanggungan).63
Asuransi syariah merupakan persiapan hidup dalam rangka pengaturan dan
pengelolaan resiko yang selaras dengan ketentuan syariah, yang bedasarkan prinsip
ta‟awun yang melibatkan peserta dan perusahaan. Syariah berasal dari ketentuan-
ketentuan di dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah.64
Di ekonomi islam, asuransi dikenal dengan istilah takaful yang berasal dari
bahasa arab takafala-yatakafulu-takaful yang dalam bahasa Indonesia berarti
menanggung atau saling menjamin. Asuransi dapat diartikan sebagai perjanjian yang
62
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, h. 143. 63
Ali, AM. Hasan, Asuransi Dalam Perspektif Hukum Islam, h.57. 64
Muhaimin, Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani Press,
2005), h.2
33
menyertakan pertanggungan dan penjaminan atas resiko kerugian atau kejadian yang
terjadi diluar dugaan.65
Asuransi merupakan cara yang baik dalam memelihara kecukupan antar
manusia dalam menghindari resiko (ancaman) bahaya yang beragam yang akan
terjadi dalam hidupnya secara tidak terduga, sehingga setiap manusia akan ditolong
manakala terjadi suatu keadaan yang tidak diinginkan.66
Dari pengertian asuransi syariah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
asuransi mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :
1) Adanya pihak tertanggung
2) Adanya pihak penanggung
3) Adanya perjanjian asuransi
4) Adanya pembayaran premi
5) Adanya kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan (yang diderita
tertanggung)
6) Adanya suatu peristiwa yang tidak pasti terjadinya.67
2. PRINSIP-PRINSIP ASURANSI SYARIAH
Asuransi syaiah memiliki prinsip utama ta‟awunu „ala al birr wa altaqwa
(tolong menolong dalam kebaikan dan takwa) dan al- ta‟min (memberikan rasa
aman).68
Prinsip ini menunjukan bahwa setiap peserta asuransi akan saling menjamin
dan menanggung risiko. akad takafuli (saling menanggung) sangat memegan peranan
65
Suhendi, Hendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik, (Bandung:
Mimbar Pustaka, 2005), h.1. 66
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syariah, h.28. 67
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
h.2. 68
Dzajuli, H. A. dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002), h.131.
34
besar dalam berjalannya prinsip tersebut, ini berbeda dengan asuransi konvensional
yang menggunakan akad tabaduli (saling menukar), yaitu pertukaran pembayaran
premi dengan uang pertanggungan. Prinsip dasar asuransi syariah adalah:69
1. Tauhid (Unity)
Prinsip tauhid (unity) adalah prinsip mendasar dalam agama islam. Karena hal
ini merupakan pondasi utama dalam aktivitas kehidupan Manusia yang harus
didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa setiap langkah manusia tidak akan
lepas dari pengawasan tuhan, maka hendaknya setiap manusia menjalankan prinsip
kehidupannya dengan prinsip yang sudah disyari‟atkan Allah SWT.
2. Keadilan (justice)
Keadilan adalah prinsip dasar yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan
kesepakatan yang terjadi antara kedua belah pihak. Keadilan dalam hal ini upaya
dalam memenuhi hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
3. Tolong-menolong (ta‟awun)
Prinsip dasar lainnya dalam asuransi adalah saling tolong-menolong (ta‟awun)
antara anggota. Sehingga setiap anggota akan dapat meringankan beban anggota
lainnya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
4. Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip dasar dalam ekonomi Islam. Karena
pada dasarnya tujuan dari kehidupan ini adalah pencapaian perdamaian dan
kemakmuran di muka bumi.
5. Amanah (trustworthy)
69
Dzajuli, H. A. dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat (Sebuah
Pengenalan), h.125-135
35
Ini bisa diwujudkan dengan Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh
perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam
bermuamalah dan melalui auditor public.
6. Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, prinsip kerelaan harus diterapkan pada setiap anggota
(nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah
dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana
sosial.
7. Larangan riba
Ada beberapa bagian dalam al-Qur‟an yang melarang pengayaan diri dengan
cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.
8. Larangan maisir (judi)
Bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung
namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Dan hal ini dilarang dalam islam.
9. Larangan gharar (ketidak pastian)
Gharar merupakan penipuan, yaitu suatu tindakan yang di dalamnya
diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.dan ini tidak diperbolehkan dalam islam.
3. RUKUN DAN SYARAT ASURANSI SYARIAH
Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafa<lah (asuransi) hanya ada satu, yaitu ijab
dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan syarat kafalah
(asuransi) adalah sebagai berikut:
36
a. Kafil (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah baligh,
berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan
kehendaknya sendiri.
b. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang berpiutang
diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal oleh penjamin
karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi
kemudahan dan kedisiplinan.
c. Makful ‟anhu, adalah orang yang berutang.
d. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat
diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.70
Adapun syarat dalam melakukan transaksi asuransi adalah:
a. Baligh (dewasa).
b. Berakal, sudah barang tentu setiap transaksi yang dilakukan oleh orang yang
kehilangan akal adalah tidak sah, maka perasuransiannya pun batal.
c. Ikhtiyar (kehendak bebas), tidak boleh ada paksaan dalam transaksi yang tidak
disukai.
d. Tidak sah transaksi atas suatu yang tidak diketahui. Syarat ini terdapat di
dalam seluruh transaksi. Tidak sah jual beli apabila barang yang di jual tidak
diketahui, dan tidak sah pembayaran harga atas sesuatu yang tidak diketahui.
Karena transaksi tersebut seperti perjudian.
e. Tidak sah transaksi yang mengandung unsur riba.71
70
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, h.191. 71
Muthahhari, Murtadha, Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba, Terjemah: Irwan
Kurniawan, Ar-Riba Wa At-Ta‟min, (Bandung: Pustaka Hidayah, 1995), h.276.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah berbentuk deskriptif yaitu penelitian
yang dilakukan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada
saat penelitian dilakukan atau selama kurun waktu tertentu dan memeriksa sebab –
sebab dan suatu gejala tertentu.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), yaitu yang
bersifat studi kasus, yakni penulis langsung melakukan penggalian data kepada
semua pegawai yang berhubungan dengan Produk Asuransi Syari‟ah di PT AJB
Bumiputera Syariah Cabang Roxi.
Sifat studi kasus penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang berusaha
untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data hasil dari
wawancara dengan responden dan menganalisis dari data tersebut.
Lokasi penelitian ini bertempat di Asuransi Syari‟ah di PT AJB Bumiputera
Syariah Cabang Roxi. Alasan penulis memilih lokasi ini karena masalah yang penulis
angkat berada dilokasi ini dan sebelumnya peneliti juga pernah magang di tempat
tersebut dan sudah melakukan observasi awal sehingga di setujui untuk mengangkat
masalah ini dan riset di lokasi ini.
B. Subjek dan Objek Data
Subjek penelitian ini adalah Produk Asuransi Syari‟ah di PT AJB Bumiputera
Syariah Cabang Roxi. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah
38
pengakuan dan informasi atau penjelasan pegawai Asuransi Syari‟ah di PT AJB
Bumiputera Syariah Cabang Roxi. tentang gambaran penerapan akad mudharabah
Asuransi Syari‟ah di PT AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxi.
C. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis tidak menggunakan populasi dan sampel yang
dijadikan sumber data.Sumber data yang digunakan untuk melakukan penelitian
adalah :
1. Data Primer
Data primer merupakan data yang secara langsung diperoleh dari objek
penelitian dan masih harus diteliti serta memerlukan pengolahan lebih lanjut lagi.
Data-data tersebut seperti hasil wawancara terkait Produk Asuransi Syari‟ah di PT
AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxi.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari perusahaan dan data tersebut
sudah diolah seperti gambaran umum perusahaan, struktur organisasi, prosedur akad
mudharabah pada Produk Asuransi. Data ini juga bisa diperoleh dengan mempelajari
berbagai pustaka dan literature lainnya yang memiliki relevansi dengan sasaran
penelitian seperti buku-buku teks mengenai perbankan syariah.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Teknik wawancara
Penulis melakukan serangkaian tanya jawab dengan pihak perusahaan terkait
prosedur akad mudharabah pada Produk Asuransi di PT AJB Bumiputera Syariah
Cabang Roxi.
39
2. Teknik Studi literature
Penulis mengumpulkan data-data dengan membaca dan mempelajari teori-
teori dan literature-literatur yang berkaitan dengan objek penelitian. Seperti buku teks
dan materi lainnya dalam bentuk tulisan yang mempunyai kaitan akad mudharabah
pada Produk Asuransi.
3. Teknik Observasi
Penulis melakukan pengamatan langsung pada objek penelitian untuk
memperoleh gambaran yang jelas mengenai fakta dan kondisi di lapangan,
selanjutnya membuat catatan – catatan hasil pengamatan tersebut.
E. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan atau diterapkan untuk menganalisis
dalam penelitian ini adalah: Metode Analisis Deskriptif yaitu metode yang dilakukan
dengan cara mengumpulkan data, menyususn, menginterprestasikan sehingga
diperoleh gambaran yang jelas terhadap masalah yang diteliti.
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Teknik pengolahan data
Setelah data terkumpul, selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan
melalui beberapa tahapan sebagai berikut:
a) Editing, yaitu memeriksa dan menelaah kembali terhadap data-data yang
terkumpul dari reponden, untuk mengetahui kekurangan dan kelengkapannya,
40
sehingga dapat diadakan penggalian lebih lanjut bila diperlukan, agar dapat
melanjutkan ketahap penyempurnaan.
b) Kategorisasi, yaitu melakukan pemilahan terhadap data yang sudah diedit
berdasarkan permasalahannya, sehingga tersusun secara sistematis.
2. Analisis data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif, yaitu
strategi meneliti yang lebih banyak memanfaatkan dan mengumpulkan informasi
secara mendalam terhadap fenomena yang diteliti.72
Analisis ini dilakukan dengan
cara menelaah dan mengkaji secara mendalam terhadap data yang didapat, sehingga
diperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dalam kajian ilmiah.
G. Tahapan Penelitian
Agar penelitian ini dapat tersusun secara sistematis, maka ditempuhlah
tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Tahap Pendahuluan
Pada tahap ini, penulis mempelajari dan menelaah secara intensif terhadap
subyek dan obyek yang diteliti dan selanjutnya situangkan dalam desain operasional,
kemudian dikonsultasikan dengan Dosen penasehat untuk meminta arahan dan
persetujuannya dan dimasukan ke Skripsi Fakultas Syariah.
2. Tahap Pengumpulan Data
Pada tahap ini penulis terjun kelapangan pada tanggal 25 Maret dengan
melakukan menghimpun data dari para responden, sehingga diperoleh data secara
72
Suhar sini Arikunto, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1998), cet. Ke 1, hal. 246.
41
jelas berkaitan dengan mekanisme dan perolehan yang didapat dalam penerapan akad
mudharabah Asuransi Syari‟ah di PT AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxi.
3. Tahap Pengolahan dan Analisi Data
Setelah data hasil penelitian yang diperlukan terkumpul, kemudian diolah
sesuai dengan teknik pengolahan data, untuk memperoleh kesimpulan mekanisme,
perolehan serta kendala yang dihadapi dalam penyaluran pembiayaan, maka penulis
menganalisis secara obyektif dengan pedoman pada landasan teoritis yang telah
disusun.
4. Tahap Penyusunan/penyempurnaan
Pada tahap ini penulis melakukan penyusunan seluruh berdasarkan
sistematika yang ada. Untuk kesempurnaannya, maka dikonsultasikan dengan Dosen
Pembimbing. Setelah mendapat persetujuan dan dianggap sempurna sehingga
menjadi sebuah karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi dan siap untuk
dimunaqasahkan di hadapan Tim Penguji Skripsi.
42
BAB 5
ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN
A. PENGETAHUAN UMUM TENTANG ASURANSI JIWA SYARI’AH
BUMI PUTERA
1. SEJARAH ASURANSI JIWA BUMIPUTERA
Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 atau lebih dikenal sebagai AJB
Bumiputera 1912 adalah perusahaan asuransi jiwa nasional milik bangsa Indonesia
yang pertama dan tertua. Didirikan pada tanggal 12 Pebruari 1912 di Magelang Jawa
Tengah atas prakarsa seorang guru sederhana bernama M. Ng. Dwidjosewojo
Sekretaris Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) sekaligus Sekretaris pengurus
besar Budi Utomo.
Gagasan pendirian perusahaan asuransi jiwa ini, terdorong oleh keprihatinan
mendalam terhadap nasib para guru bumi putera (pribumi).Dalam pendirian tersebut
M. Ng Dwidjosewojo dibantu oleh dua orang guru lainnya yaitu MKH.Soebroto dan
M. Adimodjojo.
Tidak seperti perusahaan berbentuk perseroan terbatas (PT) yang
kepemilikannya hanya oleh pemodal tertentu, sejak awal pendiriannya Bumiputera
sudah menganut sistem kepemilikan dan kepenguasaan yang unik, yakni bentuk
badan usaha “mutual” atau “usaha bersama”.
Semua pemegang polis adalah pemilik perusahaan yang mempercayakan
wakil wakil mereka di Badan Perwakilan Anggota (BPA) untuk mengawasi jalannya
perusahaan.Perjalanan Bumiputera kini mencapai seabad lebih.Perjalanan panjang itu
tentu saja tidak lepas dari pasang
43
surut.Memasuki milenium ketiga, bumiputera mempunyai jaringan lebih dari 600
kantor yang tersebar diseluruh pelosok Indonesia.73
Pada mulanya, perusahaan hanya melayani para guru sekolah Hindia Belanda.
Kemudian perusahaan tersebut mengganti nama menjadi O.L.Mij. Boemi Poetra, dan
yang sekarang dikenal sebagai Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 atau
disingkat AJB Bumiputera 1912. Dari magelang, Bimiputera 1912 pindah
keYogyakarta pada tahun 1921 dan pada tahun 1958 kantor pusatnya dipindahkan ke
jakarta. Dari Wisma Bumiputera yang belantai 21 di jalan Jend. Sudirman,
manajemen perusahaan mengatur usaha perusahaan diseluruh Indonesia dan
melakukan hubungan Internasional dengan mitra usaha dinegara lain seperti Jepang,
Swiss, dan Fhilipina.74
Sekitar 2900 karyawan dan 22.400 agen tersebar di 605 kantor
yang strategis terdapat diseluruh tanah air yang melayani 9 juta lebih pemegang polis
atau peserta AJB Bumiputera 1912 dan masyarakat umum.75
Dengan sistem kebersamaan, AJB Bumiputera 1912 senantiasa
mengembangkan usaha dasar prinsip gotong royong melalui pemberdayaan potensi
diri, oleh dan untuk komunitas Bumiputera.76
Kepentingan bersama para pemegang
polis untuk memiliki, mengendalikan dan mengarahkan nasib perusahaan, membuat
Bumiputera 1912 yang berbentuk usaha bersama (mutual) unik dan berbeda dengan
asuransi jiwa lainya di Indonesia yang pada umumnya berbentuk Perseroan Terbatas.
Sebagai perusahaan perjuangan, AJB Bumiputera 1912 tetap mengedepankan
profesionalisme dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik, dan senantiasa
menyesuaikan terhadap tuntutan lingkungan dengan menciptakan produk dan layanan
yang memberikan manfaat optimal bagi komunitasnya. AJB Bumiputera 1912 ingin
73
AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Company Profile,
(Jakarta: AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah 1 Jakarta, 2007), h.4 74
AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Company Profile, h.4 75
AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Company Profile, h.4 76
AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Company Profile, h.4
44
tetap menjadi kebanggan bangsa Indonesia dengan berupaya mewujudkan perusahaan
yang berhasil baik secara ekonomi maupun sosial.
Unit syariah AJB Bumiputera 1912 secara resmi terbentuk sejak dikeluarkan
Surat Keputusan Menteri Keuangan No. Kep. 286/KMK.6/2002 tanggal 7 November
2002 dalam bentuk cabang usaha Asuransi Jiwa Syariah dan Fatwa Dewan Syariah
Nasional No.21/SDN-MUI/X/2001, 17 oktober 2001. Dalam rangka menjaga
kemurnian pelaksanaan prinsip-prinsip syariah, maka berdasarkan keputusan Direksi
No. SK. 14/DIR/2002, tanggal 11 November dan 2002 dibentuk Divisi Asuransi
Syariah dan kantor Cabang Asuransi Syariah Jakarta.
Pada awal pembentukannya Divisi atau Cabang Asuransi Syariah memiliki
sarana dan prasarana, SDM, perkantoran dan sistem yang sangat terbatas. Namun
demikian Divisi Asuransi Syariah telah memulai operasinya, ditandai dengan
dilimpahkannya pengelolaan Asuransi Kumpulan Perjalanan Haji dari Divisi Askum,
dan selanjutnya diluncurkan produk Asuransi Perorangan Syariah Mitra Mabrur dan
Mitra Iqra‟ pada pertengahan April 2003 dan Mitra Sakinah awal tahun 2004.
2. FALSAFAH, VISI DAN MISI
1. Falsafah
a. Idealisme
Senantiasa memelihara nilai-nilai kejuangan dalam mengangkat martabat anak
bangsa sesuai sejarah pendirian Bumiputera 1912 sebagai perusahaan perjuangan.
b. Mutualisme (kebersamaan)
45
Mendengarkan sistem kebersamaan dalam pengelolaan peusahaan dengan
memberdayakan potensi komunitas Bumiputera dari oleh dan untuk komunitas
Bumiputera sebagai manifestasi rakyat.77
c. Profesionalisme
Memiliki komitmen dalam pengelolaan perusahaan dengan mengedepankan
tata kelola perusahaan yang baik (good corporate govermance) dan senantiasa
berusaha menyesuaikan diri terhadap tuntunan perusahaan lingkungan.
2. Visi
Visi dari Asuransi Syariah AJB Bumiputera 1912 adalah “menjadi wahana
untuk menjadikan Bumiputera sebagai Asuransinya Bangsa Indonesia di segmen
Asuransi Jiwa Syariah”
3. Misi
Sedangkan Misi dari Asuransi Syariah AJB Bumiputera 1912 adalah
“menjadikan Bumiputera senantiasa berada dibenak dan dihati Bangsa Indonesia
disegmen Asuransi Jiwa Syariah” dengan :
a. Memelihara keberadaan Bumiputera sebagai perusahaan.
b. Mengembangkan korporasi dan kooperasi yang menerapkan prinsip dasar
gotong-royong.
c. Menciptakan berbagai produk dan layanan yang memberikan manfaat optimal
bagi komunitas Bumiputera.
d. Mewujudkan perusahaan yang berhasil secara ekonomi dan sosial.
77
AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Company Profile, h.2
46
3. PRODUK-PRODUK AJB BUMIPUTERA 1912 SYARIAH.
AJB Bumiputera 1912 Syariah menawarkan beberapa jenis produk asuransi
berupa Mitra Iqra‟, Mitra Mabrur dan Mitra Sakinah.78
Setiap produk memiliki
manfaat dan ketentuan yang berbeda satu dengan yang lainya. Masing-masing produk
dirancang khusus untuk memperoleh musibah dari pemegang polis.
Berikut ini akan dipaparkan jenis-jenis produk asuransi syariah AJB
Bumiputera 1912 beserta definisi, manfaat dan ketentuan dari masing-masing produk
tersebut.
1) Mitra Iqra’
a. Definisi
Asuransi jiwa syariah yang benefitnya dirancang untuk membantu
menyediakan dana kelangsungan belajar pada setiap tahapan jenjang pendidikan
anak, dari taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, baik peserta masih hidup
maupun meninggal dunia.
b. Manfaat79
1) Jika pemegang polis atau peserta hidup atau ditakdirkan meninggal
dunia dalam masa asuransi, maka kepada pemegang polis atau ahli
waris yang ditunjuk dibayarkan tahapan dana pendidikan dengan
ketentuan sebagai berikut:
78
AJB Bumiputera 1912 Kantor wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Brosur-brosur produk
asuransi syariah, (jakarta: AJB Bumiputera 1912 kantor Wilayah Syariah Jakarta cabang Roxi, 2001),
h.1 79
AJB Bumiputera 1912 Kantor wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Brosur-brosur produk
asuransi syariah, h.2
47
2) Jika anak yang ditunjuk pada saat masa asuransi berusia 2 tahun atau
kurang maka pembayaran tahapan dana pendidikan dimulai pada saat
berusia 4 tahun (Taman Kanak-kanak)
3) Jika anak yang ditunjuk pada saat asuransi berusia 3 tahun sampai
dengan 4 tahun maka pembayaran tahapan dana pendidikan dimulai
pada saat anak berusia 6 tahun.
4) Jika anak yang ditunjuk pada saat masuk asuransi berusia 5 tahun
sampai dengan 10 tahun maka pembayaran tahapan dana pendidikan
dimulai pada saat berusia 12 tahun.
5) Jika anak yang ditunjuk pada saat masuk asuransi berusia 11 tahun
sampai dengan 13 tahun maka pembayaran tahapan dana pendidikan
dimulai pada saat anak berusia 15 tahun.
6) Jika anak yang ditunjuk pada saat masuk asuransi berusia 14 tahun
sampai dengan 16 tahun maka pembayaran tahapan dana pendidikan
dimulai pada saat anak berusia 18 tahun.
7) Jika Polis habis kontrak dan peserta masih hidup maka kepada yang
ditunjuk dibayarkan dana pendidikan sekaligus atau berkala.
8) Jika pemegang polis/peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa
asuransi, maka ahli waris menerima:
a) Santunan Kebajikan
b) Dana Tabungan
c) Bagi Hasil (Mudharabah)
9) Jika pemegang polis/peserta mengundurkan diri sebelum perjanjian
berakhir, maka pemegang polis akan mendapatkan:
48
a) Dana tabungan yang telah disetor
b) Bagi Hasil (mudharabah)
10) Jika anak yang ditunjuk ditakdirkan meninggal dunia dalam masa
asuransi atau dalam masa pembayaran tahapan dana pendidikan.
Pemegang polis dapat menunjk pengganti (anak lain) untuk menerima
tahapan dana pendidikan yang belum diberikan
2) Mitra Mabrur
a. Definisi
Asuransi Jiwa Syariah yang dirancang untuk membantupengelola dana guna
membiayai perjalanan ibadah haji. Produk ini merupakan gabungan antara unsur
tabungan dan unsur mudharabah (tolong menolong dalam menanggulangi musibah)
jika peserta ditakdirkan meninggal dunia.
b. Manfaat
1) Jika peserta hidup sampai masa perjanjian asuransi berakhir maka peserta
akan mendapatkan :
2) Dana tabungan yang telah disetor.
3) Bagian keuntungan (Mudharabah) atas hasil investasi dana tabungan.
4) Bagian keuntungan atas dana khusus (Tabarru‟) yang ditentukan oleh AJB
Bumiputera 1912 Syariah, jika ada.
5) Jika peserta mengundurkan diri sebelum perjanjian asuransi berakhir maka
peserta akan mendapatkan :
49
a) Dana tabunga yang disetor.
b) Bagian keuntungan (mudharabah) atas hasil investasi dana tabungan.
c) Jika peserta ditakdirkan meninggal dunia dalam masa perjanjian asuransi
maka ahli waris akan mendapatkan :
a. Dana tabungan yang telah disetor.
b. Bagian keuntungan (mudharabah) atas hasil investasi dana tabungan.
c. Santunan kebajikan.
3) Mitra Sakinah
a. Definisi
Asuransi Jiwa Syariah yang merupakan gabungan antara unsur tabunga dana
unsur mudharabah, dimaksudkan untuk menjamin tersedianya dana masa depan
keluarga. Dengan masa pembayaran premi 3 tahun lebih pendek dari masa
pembayaran premi berakhir hingga masa asuransi berakhir.
b. Manfaat
1. Jika peserta hidup sampai masa perjanjian asuransi berakhir, maka pemegang
polis akan mendapatkan:
a. Pada akhir masa pembayaran premi, sebesar 50% manfaat awal,
dibayar pada akhir tahun.
b. Akhir tahun 1 setelah pembayaran premi, sebesar 30% sisa nilai tunai.
c. Akhir tahun 2 setelah masa pembayaran premi, sebesar 50% sisa nilai
tunai.
50
d. Akhir tahun 3 setelah masa pembayaran premi, sebesar 100% sisa nilai
tunai.
2. Jika pemegang polis mengundurkan diri sebelum perjanjian asuransi berakhir,
maka pemegeng polis akan memperoleh nilai tunai.
3. Jika pemegang polis ditakdirkan meninggal dunia dalam masa perjanjian
asuransi yang ditunjuk/penerima manfaat akan mendapatkan:
a. Nilai tunai.
b. Santunan kebajikan sebesar selisih dari manfaat awal dengan premi
tabungan yang sudah dibayar, dan asuransi berakhir.
4. Jika pemegang polis ditakdirkan meninggal dunia dalam masa perjanjian
asuransi setelah MPP (Masa Pembayaran Premi) berakhir, maka yang
ditunjuk/penerima manfaat akan mendapatkan:
a. Sisa nilai tunai.
b. Santunan kebajikan sebesar manfaat awal.
4) Asuransi Kumpulan
a. Definisi
Asuransi kumpulan adalah asuransi jiwa syariah yang diperuntukkan bagi
karyawan/pekerja suatu perusahaan/ instansi, anggota suatu organisasi/ lembaga,
debitur atau peserta suatu kegiatan/ event tertentu yang pelaksaanya di atur secara
kumpulan grup.
Sebagai pemegang polis askum adalah pimpinan instansi/ perusahaan,
pimpinan organisasi/ lembaga, kreditur/ penaggung jawab kegiatan/event tertentu.
51
Dan sebagai Tertanggung (disebut juga peserta) dalam polis Askum adalah karyawan/
pekerja suatu perusahaan/ instansi, anggota suatu organisasi/ lembaga, debitur atau
peserta suatu kegiatan/ even tertentu. Yang ditunjuk untuk menerima manfaat Askum
adalah polis Askum untuk diteruskan kepada peserta atau ahli waris peserta.Jenis-
jenis produk Asuransi kumpulan adalah:
1) Produk Mitra Ta‟awun pembiyaan
Jenis produk asuransi ini merupakan tolong menolong dalam menanggulangi musibah
kematian. Produk ini diperuntukkan bagi nasabah peminjam suatu lembaga keuangan
yang memberikan jasa pembiayaan. Jenis Pertanggung Produk Mitra Ta‟awun
Pembiayaan
a. Pertanggungan dengan Manfaat Tetap, Pertanggungan yang diberikan dengan
besar manfaat yang tetap selama masa asuransi.
b. Pertanggungan dengan Manfaat Menurun Proporsional. Pertanggungan yang
diberikan dengan manfaat sebesar sisa pokok pembiayaan yang menurun
sevara proposional.
c. Pertanggungan dengan Manfaat Munurun Majemuk. Pertanggunan yang
diberikan dengan manfaat sebesar sisa pokok pembiyaan yang menurun secara
majemuk.
2) Produk Mitra Barokah
Jenis produk asuransi ini merupakan gabungan antara unsurtabungan dan
tolong menolong dalam menanggulangi musibah kematian. Produk ini tidak
dapat di jual dengan tambahan Asuransi Kecelakaan Diri (Rider).
3) Produk Mitra Maslahat
52
Jenis produk asuransi ini merupakan tolong menolong dalam menaggulangi
musibah kematian. Produk ini dapat dijual dengan tambahan Asuransi Kecelakaan
Diri (Rider).
4) Produk Mitra Eka Warsa
Bersifat non saving, masa asuransi 1 tahun, memberikan benefit berupa uang
pertanggungan kepada pemegang polis apabila peserta meninggal dunia.
5) Produk Mitra Kecelakaan Diri
Jenis produk asuransi ini merupakan tolong menolong dalam menanggulangi
musibah kematian.Tahapan yang dilakukan AJB Bumiputera 1912 Divisi Syariah
berkenaan dengan proses pengembangan produk asuransi kumpulan tidak sama
dengan pengembangan asuransi perorangan antara lain:
a. Permintaan calon nasabah terhadap produk
Tahapan ini merupakan proses awal terhadap pembuatan/pengembangan
produk. Dari kriteria kebutuhan dan permintaan calon tersebut, nantinya ditampung
seperti apa kebutuhannya dan kemudian bagaimana sebuah gagasan tentang produk
tersebut di pandang dari sudut pandang syariahnya.
b. Pembuatan konsep rancangan produk dan perhitungan aktuarinya.
Setelah penampungan ide dari kriteria yang dimintatentang suatu produk,
tahapan selanjutnya adalah menyesuaikan calon produk tersebut dengan misi dan
sasaran yang hendak dituju oleh perusahaan yang tertuang dalam perumusan konsep.
Pada tahap ini, aktuaria merumuskan spesifikasi desain produk yang dikembangkan
atau ke dalam bentuk profil jenis produk : yaitu pengelompokan produk yang akan
diterbitkan asuransi sesuai dengan ketentuan peraturan DJLK yang berlaku tentang
asuransi kumpulan.
53
Dalam hal ini peneliti akan mencoba mengupas terkait Akad Mudharabah di
produk Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi, seperti yang sudah peneliti
jelaskan di atas bahwa di Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi ada beberapa
produk Syari‟ah seperti Mitra Iqra‟‟, Mitra Sakinah, Mitra Mabrur, dan Mitra
Kumpulan, akan tetapi pada pembahasan selanjutnya peneliti akan lebih
memfokuskan pada pembahasan akad mudharabah pada mitra Iqra‟‟ dan mitra
mabrur.
Dengan pemilihan dua dari empat produk yang ada Asuransi Syari‟ah Bumi
Putera Cabang Roxi maka dirasa akan membuat pembahasan tidak melebar karena
pada dasarnya antara satu produk dengang produk lainnya tidak jauh berbeda, oleh
karena itu peneliti merasa cukup untuk membahas akad mudharabah pada produk
Mabrur.
B. HASIL PENELITIAN
1. ANALISIS MEKANISME DAN PENGELOLAAN AKAD
MUDHARABAH TABUNGAN IQRA’’ DI ASURANSI SYARIAH BUMI
PUTERA CABANG ROXI
Produk Mitra Iqra‟‟ merupakan penjamin bagi para pemegang polis untuk
tersedianya sejumlah dana pendidikan, yaitu pendanaan bagi anak-anak dari semenjak
masuk taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi, serta menyiapkan segala
kemungkinan terjadinya resiko yang tidak terduga.
Mitra Iqra‟ ini tidak hanya berkompeten dalam menyiapkan dana pendidikan,
tetapi manfaat lainnya adalah untuk menyiapkan perlindungan bagi putera-puteri bila
terjadi hal-hal yang mendesak dan tidak diinginkan dikemudian hari. Selain itu juga
setiap pemegang polis mendapatkan bagi hasil dari dana yang terkumpul dari peserta
dengan nisbah 70:30 inilah yang disebut dengan akad mudharabah dalam produk
mitra Iqra‟.
54
Dalam Mitra Iqra‟ ini premi secara jelas dikelompokan menjadi tiga bagian,
yaitu:
1) Premi tabarru yang diikhlaskan untuk tujuan tolong-menolong.
2) Premi tabungan ini mutlak milik peserta.
3) Premi biaya yang diserahkan kepada perusahaan sebagai biaya pengelolaan.
Pada produk Mitra Iqra‟ ini akad perjanjian yang dilaksanakan adalah akad
mudharabah yang termasuk didalamnya akad tolong-menolong (aqad takafuli), dan
bukanlah akad jual-beli (aqd tabaduli).
Dalam akad kerjasama (mudharabah) antara nasabah (shahibul mal) selaku
pemilik modal dengan pihak AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxi selaku
perusahaan, maka keuntungan kelak akan diperoleh nasabah melalui kesepakatan
yang sudah dibuat oleh kedua belah pihak. dengan dana premi asuransi pendidikan
syariah yang dibayarkan adalah milik peserta (shahibul mal), sedang perusahaan
hanya bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
Dalam permasalahan premi,maka premi di bagi pada dua jenis yaitu: pertama:
premi tabarru‟ yang diikhlaskan untuk tujuan tolong menolong, kedua: premi
tabungan (jika ada) mutlak milik peserta, dan ketiga: premi biaya yang diserahkan
kepada perusahaan sebagai biaya pengelolaan. Jadi dalam hal ini sifatnya adalah
sharing of risk, Dimana terjadi proses saling menanggung antara satu peserta dengan
peserta lainnya (ta‟awun).
Keseluruhan dana yang telah terhimpun dari para nasabah kemudian
diinvestasikan pada bidang investasi yang menganut sistem bagi hasil (mudharabah).
Yang dalam akad mudharabah tersebut nantinya akan terjadi pemisahan dana, yaitu
dana tabarru‟ dan dana peserta, sehingga bila terjadi sebuah keputusan yang diambil
oleh nasabah, seperti nasabah berhenti atau mengundurkan diri dari asuransi maka
dana yang sudah dimiliki tidak akan hangus. Sedangkan untuk term insurance (life)
dan general insurance semuanya bersifat tabarru.
55
Maka dari penjelasan diatas peneliti menyimpulkan bahwa kepemilikan dana
yang terkumpul dari peserta baik dalam bentuk iuran atau lainnya maka dana tersebut
adalah milik peserta (shohibul mal), sedangkan asuransi syariah Bumi Putera Cabang
Roxi hanya sebagai pemegang amanah (mudharib) dalam mengelola dana dari
nasabah.
Selama kerjasama antara nasabah dan asuransi syariah Bumi Putera Cabang
Roxi berlangsung, maka segala keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting,
komisi reasuransi, dan hasil investasi bukan seluruhnya menjadi milik perusahaan,
akan tetapi nantinnya dilakukan bagi hasil (mudharabah) dengan peserta sesuaui
dengan akad mudharabah yang sudah dilakukan di awal. Jika selama masa
pembayaran premi belum selesai akan tetapi terjadi kejadian yang tidak diduga
seperti shahibul mal meninggal dunia, maka klaim asuransi (meninggal) dibayar dari
rekening tabarru‟ (dana sosial) oleh seluruh peserta, yang mana hal tersebut sejak
awal sudah diikhlaskan sesuai akad yang dilakukan oleh peserta untuk keperluan
tolong-menolong jika terjadi musibah bagi para nasabah.
Dalam akad mudharabah keuntungan perusahaan asuransi syariah diperoleh
dari keuntungan dana dari para peserta, yang kemudian diinvestasikan dan
dikembangkan dengan prinsip sistem bagi hasil (mudharabah). Para peserta asuransi
syariah dalam kerjasama tersebut berkedudukan sebagai pemilik modal dan
perusahaan AJB Bumiputera Syariah melalui produk Mitra Iqra‟ berfungsi sebagai
yang menjalankan dan mengembangkan modal. Sehingga bila sudah didapat
Keuntungan dari pengembangan dana itu akan dibagi antara para peserta dan
perusahaan dengan rasio keuntungan yang didapat sesuai ketentuan yang telah
disepakati oleh pihak nasabah dengan perusahaan AJB Bumiputera Syariah pada akad
mudharabah.
Maka peneliti me nyimpulkan bahwa dalam akad mudharabah pada Produk Iqra‟‟
pada asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi pengelolaan dana premi akan
mengalami mekanisme yang terbagi menjadi dua sistem, yaitu:
56
1) Sistem yang mengandung unsur tabungan yang disebut dana investasi.
2) Sistem yang tidak mengandung unsur tabungan yang disebut dengan dana
tabarru‟.
Peneliti akan mencoba meggambarkan pengelolaan dana dalam akad mudharabah
melalui bagan sebagai berikut:
PERUSAHAAN
HUBUNGAN MUDHARABAH PESERTA
MANFAAT TABUNGAN
PESERTA
BIAYA OPERASIONAL
PERUSAHAAN
TABUNGAN
PESERTA
TABARRU
DANA
TERKUMPUL INVESTASI
HASIL
INVESTASI
BIAYA TABUNGAN
PESERTA TABARU
PREMI PESERTA
70% 30%
DIBAYARKAN
PESERTA
DIBAYARKAN KE
PESERTA
57
2. ANALISIS MEKANISME DAN PENGELOLAAN AKAD
MUDHARABAH TABUNGAN MABRUR DI ASURANSI SYARIAH
BUMI PUTERA CABANG ROXI
Dalam islam dianjurkan untuk setiap muslim untuk menyimpan uangnya
(saving),80
ini dimaksudkan bahwa umat Islam dianjurkan gemar menabung dengan
konsep syari‟ah yang ada. Atau dimaksudkan bahwa Tabungan syari‟ah dijalankan
berdasarkan prinsip-prinsip syari‟ah tanpa menghilangkan nilai nilai yang terkandung
kerjasama. Berkaitan dengan itu Dewan Syari‟ah Nasional mengeluarkan fatwa yang
menyatakan bahwa tabungan yang dibenarkan adalah yang berdasarkan prinsip
wadi‟ah atau mudharabah.81
Akad Mudharabah Mitra Mabrur atau tabungan berbeda dengan menabung
bank syari‟ah. Dalam akad mudharabah tabungan mabrur di Asuransi Syariah Bumi
Putera Cabang Roxi selain menabung ada manfaat lain yang akan didapatkan oleh
peserta asuransi. Peserta akan mendapatkan proteksi (perlindungan) apabila peserta
tersebut mengalami musibah karena seringkali yang harus ditanggung lebih besar dari
pada yang diperkirakan, oleh karena itu dalam akad mudharabah tabungan mabrur di
Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi premi yang dibayarkan dan diambil dari
rekening tabungan. Dan dengan akad mudharabah keuntungan dari hasil investasinya
dibagi antara pihak asuransi (mudharib) dengan peserta (sohibul maal) menurut
kesepakatan yang telah disepakati bersama sehingga seorang seorang menjalani hidup
dengan tentram, tanpa khawatir meninggalkan keluarga dikemudian hari.
Ada dua bentuk Akad mudharabah yaitu mudharabah muthlaqah dan
mudharabah muqayyadah. Yang perbedaannya pada ada atau tidaknya persyaratan
yang diberikan pemilik modal kepada perusahaan yang mengelola hartanya. Pada
perusahaan asuransi Bumi Putera cabang Roxi menggunakan mudharabah
80
Syafii, Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani Press, 2001),
h. 95. 81
Amrin,Abdullah, Asuransi Syari‟ah, h. 67
58
muthalaqah dengan bentuk kerjasama antara shohibul maal dengan mudharabah
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi. Yang mana Pengelola berkuasa penuh
dalam hal pengelolaan dana premi yang terkumpul dari peserta asuransi dengan
menyerahkan secara penuh kepada pihak perusahaan asuransi syariah Bumi Putera
Cab. Roxi yang kemudian oleh perusahaan diinvestasikan ke sektor-sektor yang
sesuai dengan syariah.
Perusahaan pengelola akan membagi dana mudharabah kepada pemilik dana
(shohibul maal) sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak awal menjadi peserta
asuransi. Sedangkan mengenai nisbah keuntungan yang ditetapkan pada akad
mudharabah tabungan mabrur di Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi dalam
unsur saving (tabungan) ini telah ditetapkan oleh perusahan dengan ketentuan dari
Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebesar 70:30, 70% untuk peserta 30% untuk
perusahaan.
Misalnya premi yang diinvestasikan oleh perusahaan dengan perhitungan:
Mudharabah = dana investasi x asumsi hasil investasi
= 4.699.200 x 12%
= 563.904/th
Nasabah = 70% x 563904
= 394.733
Perusahaan = 30% x 563.904
= 169.171
Tabungan yang ada di tabungan mabrur di Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi mengandung banyak manfaat bagi kemaslahatan manusia. Karena
dengan berasuransi umat Islam dapat menabung atau menyimpan uang secara teratur
59
sekaligus berinvestasi aman, hal ini berguna untuk memenuhi keperluan saat sekarang
dan yang akan datang. Dari premi yang terkumpul, peserta asuransi memiliki
persediaan dana untuk ahli warisnya, jika sewaktuwaktu meninggal dunia. Peserta
akan menerima kembali tabungan uang yang terkumpul ditambah dengan bagian
keuntungan investasi dan kelebihan dana santunan jika ada.
Sebenarnya jika kita kaji secara dalam dan obyektif, asuransi sebagai konsep
atau sistem, sangat relevan dengan tujuan-tujuan umum syari‟ah yang diserukan oleh
nash-nash juz‟i. Karena konsep dan sistem asuransi, sebagaimana dikatakan oleh
beberapa pakar hukum, sesungguhnya asuransi seperti ini mirip dengan ta‟āwun yang
telah diatur rapi untuk menghadapi dan mengantisipasi suatu peristiwa. Maka ketika
salah satu dari anggota asuransi mengalami sebuah musibah, maka akan dibantu
dengan oleh nasabah lainnya melalui sedikit subsidi yang diberikan oleh masing-
masing nasabah melalui premi.
Prosedur mudharabah tabungan mabrur di Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi, dimana syarat menjadi peserta tabungan mabrur di Asuransi Syariah
Bumi Putera Cabang Roxi yaitu mengisi formulir aplikasi Surat Permintaan Asuransi
Jiwa (SPAJ) Bumiputera Syariah, fotocopy KTP dan Kartu Keluarga dan membayar
jumlah premi yang ditentukan serta administrasi polis Rp. 100.000,-. Pada dasarnya
Besar premi yang dibayarkan tergantung kepada keuangan peserta. Akan tetapi,
perusahaan menetapkan jumlah minimum premi yang akan dibayarkan. Setiap premi
dibayarkan oleh peserta, akan dipisah dalam dua rekening yang berbeda.
Disamping itu proses pembayaran dilaksanakan dengan beberapa tahapan
dengan prosedur ketentuan hari atau tahun yang berdasarkan kesepakatan bersama,
peneliti berkseimpulan bahwa diberlakukanya pentahapan pentahapan dalam
pembiayaan mudharabah ini ditujukan untuk menjauhkan dari transaksi gharar
antara kedua belah pihak sehingga menimbulkan ketidakadilan. Padahal dalam asas-
60
asas transaksi muamalah tidak boleh adanya gharar karena bisa mengakibatkan
hilangnya unsur kerelaan salah satu pihak.82
Pada dasarnya syari‟at islam membolehkan umatnya untuk menerapkan
persyaratan diantara mereka dalam sebuah akad. Yang kemudian si akid dapat
mengemukakan sebagai syarat yang dikehendakinya. Rasulullah SAW bersabda yang
artinya:
“Segala orang Islam itu berada diatas syarat-syarat yang mereka buat”83
Adanya Produk -produk asuransi syari‟ah harusnya bisa menjawab sedikit
dari kebutuhan masyarakat, sehingga produk syari‟ah sendiri tidak kalah dengan
produk-produk konvensional. Seperti halnya produk-produk pada asuransi Syariah
Bumi Putera cabang Roxi, dengan menggunakan sistem mudharabah maka asuransi
dapat terbebas dari unsur-unsur bunga/riba. Karena dalam pengelolaan preminya
tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi memisahkan antara
produk-produk yang termasuk unsur tabungan dan produk-produk yang termasuk non
tabungan. Hal ini memiliki tujuan untuk menghindari percampuran dana yang masuk
ke perusahaan sehingga asuransi akan terhindar dari maisir dan gharar, dan
permasalahan riba pun secara langsung tereliminir dengan adanya instrumen syari‟ah
yaitu mudharabah.
Begitu juga di tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi,
dalam pengelolaan dana preminya ,endasarkan pada instrument mudharabah, dimana
dana premi yang terkumpul dari peserta dapat diinvestasikan oleh perusahaan
asuransi untuk diputarkan ke berbagai lembaga atau usaha syari'ah yang
diproyeksikan akan menghasilkan keuntungan (profit). Dalam hal ini tingkat resiko
investasi ditanggung bersama antara perusahaan dan peserta asuransi. Dikarenakan
landasan awal mudharabah merupakan bagi hasil, maka keuntungan tersebut dibagi
82
Praja, Huhaya S., Filsafat Hukum Islam, (Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM
Universitas Islam Bandung, 1995), h. 114 83
Daud, Abi, Sunan Abu Daud, Juz. II, (Beirut-Libanon: Dar al Kutub al Ilmiah, 1996), h. 511
61
bersama sesuai dengan porsi nisbah yang telah disepakati yaitu 70:30. Jika
perusahaan mengalami kerugian, maka kerugian itu akan ditanggung bersama antara
peserta dengan perusahaan.
Dengan sistem mudharabah ini, asuransi syari'ah berusaha mengajak kepada
para pemilik dana untuk berpartisipasi pasif dan para pengusaha asuransi
berpartisipasi aktif dalam rangka menghindari riba dan menerapkan kerjasama
ekonomi yang sesuai dengan syari'ah. Dalam mempertemukan kepentingan antara
pemilik premi (modal) dengan perusahaan asuransi maka Asuransi Bumi Putera
mengembangkan sistem mudharabah.
Berkaitan dengan sistem mudharabah ini, Asuransi Bumi Putera menetapkan
ketentuan khusus, antara lain:
1. Kerugian ditanggung bersama
1. Perusahaan asuransi akan menentukan besar kecilnya nisbah bagi hasil
dengan menyesuaikan situasi dan kondisi perekonomian dalam perusahaan
dan tidak ada tawar menawar lagi. Meskipun Nisbah bagi hasil antara peserta
dan perusahaan asuransi sudah ditentukan perusahaan pada waktu awal
transaksi akan tetapi itu bersifat tidak tetap
2. Pembagian keuntungan dilakukan setelah ada pemotongan biaya operasional
klaim, premi asuransi dan biaya pengelolaan
Praktek akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi
mempunyai manfaat bagi kedua belah pihak yaitu:
1. Bagi Pihak Mudharib:
a. Sistem dan prosedur administrasi yang mudah dengan pelayanan yang
cepat
b. Tingkat premi yang kompetitif
c. Memberikan rasa aman dan perlindungan
d. Meningkatkan citra perusahaan asuransi
62
2. Bagi shahibul maal:
a. Menjamin bahwa aset yang dimiliki tetap menjadi milik ahli waris bila
nasabah meninggal dunia atau mengalami cacat tetap total pada masa
Asuransi.
b. Prosedur yang mudah dan relatif singkat.
c. Premi yang kompetitif dan terjangkau.
d. Persyaratan mudah
e. Pembayaran klaim yang diterima bebas pajak.
f. Memberikan rasa aman dan perlindungan
g. Asuransi dapat mengurangi kekhawatiran shahibul maal.
Sementara itu kaitannya dengan rukun mudharabah, maka dalam akad
tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi juga terdapat beberapa
unsure sebagai berikut:
A. Adanya pelaku kerjasama
Dalam kegiatan usahanya Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi dalam
hal pengelolaannya harus saling bekerjasama antara mudharib dan shahibul maal dan
mampu melakukan transaksi yang sah secara hukum. Perusahan Asuransi Syariah
Bumi Putera Cabang Roxi yang kedudukannya sebagai mudharib berkuasa penuh
atas dana yang terkumpul dari shahibul maal, dalam hal ini adalah kumpulan dana
premi dari peserta asuransi diinvestasikan ke dalam sektor ekonomi syari'ah tentunya
tak lepas dari pengawasan dari DPS (Dewan Pengawas Syari'ah). Sehingga
pengelolaan dana premi akan diarahkan ke arah yang sesuai dengan syari'at Islam.
B. Adanya Sighat (ijab qabul)
Peneliti melihat bahwa dalam tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi terdapat sighat pada akad-akadnya, dengan adanya ijab qabul antara
perusahaan dan peserta asuransi, keduanya telah sepakat atas kerjasama antar
keduanya menyesuaikan dengan isi akad.
63
C. Adanya modal atau usaha.
Modal dan usaha pada akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi, menurut peneliti modal tersebut berupa premi yang telah dibayarkan
setiap periode oleh peserta kepada perusahaan asuransi. Modal atau dana preminya
terkumpul tersebut diusahakan atau dikelola dengan oleh perusahaan tanpa campur
tangan dari pihak peserta. Mengenai kepemilikan modal, perusahaan asuransi hanya
sebagai amanah dan mengelolanya dengan penuh amanah pula.
D. Nisbah keuntungan
Pada akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi
dalam pembagian nisbah keuntungan sudah ditentukan oleh pihak perusahaan pada
awal transaksi dan tidak ada tawar menawar antara peserta dengan perusahaan.
Dalam hal ini nisbah yang ditentukan oleh perusahaan asuransi keluarga cabang
Cabang Roxi adalah 70:30, dimana 70% untuk peserta asuransi dan 30 % untuk
perusahaan asuransi. Dengan ketentuan nisbah tersebut maka peserta asuransi tidak
bisa menawarnya, Hal tersebut sangat penting karena menghindarkan dari
ketidakadilan antara kedua belah pihak.
Menurut peneliti, sistem mudharabah yang ada pada akad tabungan mabrur
Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi tersebut sudah sesuai dengan syari‟at
Islam. karena termasuk pada akad mudharabah yang dalam akad kerjasamanya
diharuskan dengan bagi hasil antar pemegang polis (pemilik dana) dengan pihak
perusahaan asuransi yang memutar modal atas dasar profit and loss sharing. Hal ini
sesuai dengan kaidah hukum Islam yaitu:
الصل ىف العقود اإلباحة حىت يدل الدليل على حتريها
64
"Pada prinsipnya pada akad-akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya".84
Dari kaidah tersebut jelas bahwa pada setiap akad pada dasarnya adalah
dibolehkan sampai adanya dalil syari‟at islam yang melarang hal tersebut. Sedangkan
pada pelaksanaan akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi,
dari pengamatan peneliti bahwa asuransi tersebut sudah sesuai dengan prinsip syari'at
Islam, hal ini diindikasikan dengan usaha menghilangkan segala kemungkinan
terjadinya larangan agama seperti adanya unsur gharar, maisir, dan riba. Sebab usaha
akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera dalam prakteknya lebih
mengutamakan keadilan dan mengharamkan riba, dan menjalankan instrument
kebersamaan dalam menghadapi segala resiko yang terjadi di kemudian hari.
Tidak adanya gharar diindikasikan dengan adanya kejelasan sumber dana
untuk membayar setiap klaim yang akan diambil dari akad tabungan mabrur Asuransi
Syariah Bumi Putera, rekening tabungan dan hasil investasi. Maisir atau judi tidak
berlaku dalam Asuransi Syariah Bumi Putera karena premi yang sudah disetor ke
perusahaan tidak akan hilang bila suatu hari kontrak nasabah habis atau
mengundurkan diri.85
Menurut Ali Yafie bahwa Asuransi syari‟ah tidak termasuk jenis pertaruhan
maupun untung-untungan, karena didalamnya ada unsur tolong-menolong (ta‟āwun)
sehingga menjauhkan dari jenis pertaruhan. Kedua pihak dalam akad ta‟mīn
memperoleh kegunaan yang pasti. Mu‟ammin memperoleh keuntungan dan
musta‟min memperoleh ketentraman terhadap bahaya yang dikhawatirkannya bila
84
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhuyah, (Jakarta: Gunung Agung, 1997), h.136
85 Harahap, Sofyan Syafri, Akuntansi Islam, cet. Ke-3, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 103
65
terjadi sesuatu akan tetapi bila terjadi sesuatu maka nasabah akan mendapat
penggantian kerugian.86
Dalam pelaksanaan akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi, Karena asuransi tersebut bersifat sosial bukan komersial. Tujuan
asuransi akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi adalah
tolong-menolong dan kerja sama yang saling menguntungkan antara pihak asuransi
dan nasabah, khususnya dalam membantu nasabah untuk menjaga hidup jika terkena
musibah dengan ikhlas tidak mengharapkan imbalan kecuali dari Allah swt.
Pelaksanaan akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang
Roxi dipandang bersih dan terjauh dari unsur gharar, maisir dan riba. Hal ini
disebabkan karena dalam pelaksanaan akad tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi
Putera Cabang Roxi tersebut jumlah premi, jangka waktu, akad, bagi hasil, serta
sumber klaim semua jelas, serta atas kesepakatan kedua belah pihak. Selain itu, uang
dari premi peserta yang terkumpul dibagi antara tabungan dan tabarru‟‟.
Apabila diamati lebih mendalam, sistem mudharabah yang dipraktekkan
dalam Islam berasaskan keadilan, yang mana keuntungan yang dibagikan kepada
pemilik modal adalah keuntungan riil, dan bukan merpakan harga dari modal itu
sendiri, karena bila itu terjadi akan mengakibatkan bunga (interest). Dan akad
mudharabah yang ditawarkan oleh tabungan mabrur Asuransi Syariah Bumi Putera
Cabang Roxi merupakan sebuah kerja sama yang didasarkan pada keadilan,
kemakmuran dan kesejahteraan dengan sistem bagi keuntungan atau bagi hasil.
86
Yafie, Ali, Menggagas Fiqih Sosial Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga
Ukhuwah, (Bandung: Mizan, Cet. ke-2, 1994), h. 214.
66
3. PERHITUNGAN BAGI HASIL AKAD MUDHARABAH TABUNGAN
MABRUR DI ASURANSI SYARIAH BUMI PUTERA CABANG ROXI
Perhitungan bagi hasil akad mudharabah tabungan mabrur di Asuransi
Syariah Bumi Putera Cabang Roxi menggunakan sistem perhitungan bagi hasil
mudharabah muqayyadah. Dalam perhitungan bagi hasil mudharabah muqayyadah
dilakukan secara on atau off balance sheet. Dengan mendistribusikan laba yang
didapat dari kegiatan pembiayaan kepada nasabah yaitu pihak ketiga, hal ini dapat
dilihat dari dua sudut yaitu, pertama: perhitungan bagi hasil dari sudut pandang
nasabah investor dan, kedua: perhitungan bagi hasil dari sudut pandang bank. Dengan
penjelasan bahwa perhitungan bagi hasil dilihat dari sudut pandang nasabah lebih
difokuskan pada perhitungan berapa bagi hasil yang akan di dapatkan oleh nasabah.
Sedangkan bila dilihat pada sudut pandang pihak bank maka perhitungan bagi hasil
dimaksudkan untuk menentukan besar kecil nisbah dalam pembagian hasil dan
alokasi bagi hasil yang akan dibagikan kepada nasabah.
Akan tetapi bila dibandingkan dengan asuransi konvensional yang membayar
bunga kepada nasabahnya, maka berbeda dengan mudharabah tabungan mabrur pada
Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi yang membayar pembagian hasilnya dari
keuntungan yang sesuai dengan kesepakatan pada akad. Kesepakatan akad bagi hasil
tersebut ditetapkan dengan suatu angka rasio bagi hasil atau nisbah.
Nisbah antara pihak asuransi dengan nasabahnya ditentukan di awal, pada
akad ini ditentukan porsi masing-masing pihak 70:30, yang berarti atas hasil usaha
yang diperoleh akan didistribusikan sebesar 70% bagi nasabah dan 30% bagi
perusahaan.
Maka dengan demikian sistem bagi hasil yang diterapkan tersebut membuat
besar kecilnya keuntungan yang diterima nasabah yang mengikuti besar kecilnya
keuntungan yang didapat oleh Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi. Bila
untung yang didapat oleh perusahaan besar maka besar pula yang didapat oleh
nasabah.
67
Menurut peneliti nisbah yang dipakai atau yang diperoleh oleh masing-masing
pihak yang melakukan akad mudharabah pada tabungan mabrur di Asuransi Syariah
Bumi Putera Cabang Roxi adalah hal yang sah, ini dikarenakan dalam islam tidak
ditentukan kadar keuntungan yang akan dimiliki oleh masing-masing pihak yang
melakukan akad mudharabah, karena hal tersebut dikembalikan dalam kesepakatan
akad awal yang telah dibuat, yang didalamnya ada unsur kerelaan dan tidak saling
merugikan salah satu pihak. Karen syarat sah perjanjian adalah kerelaan antara kedua
belah pihak dan didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak pada isi perjanjian
tersebut,87
hal ini selaras dengan firman Allah SWT An- Nisa ayat 29 yang berbunyi:
نكم بالباطل إل أن تكون تارة عن ت راض يا أي ها الاذين آمنوا ل تأكلوا أموالكم ب ي
منكم ول ت قت لوا أن فسكم إنا اللاه كان بكم رحيما
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesame dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka”.88
Sedangkan besarnya bagi hasil dengan rasio 70:30, 65:35 ataupun 60:40,
hemat penulis adalah hal yang sah-sah saja karena dalam islam sendiri tidak ada
larangan khusus terhadap hal tersebut bahkan dengan rasio 99:1 pun diperbolehkan,
rasio yang tidak diperbolehkan oleh ahli fiqh adalah apabila rasio / nisbah tersebut
100: 0, karena para ahli fiqh telah sepakat berpendapat bahwa mudharabah tidak sah
apabila shahibul maal dan mudharib membuat syarat dengan memihak salah satu.89
87
Pasaribu, Chairuman dan Suwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam”, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004), h. 3 88
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, h.83 89
Karim, Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan”, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004), h. 195
68
BAB 5
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, ada beberapa kesimpulan terkait rumusan masalah
yang dapat diambil yaitu:
1. Mitra Iqra‟ merupakan produk untuk menyiapkan dana pendidikan, yang juga
mempunyai manfaat lain yaitu untuk menyiapkan perlindungan bagi putera-
puteri bila terjadi hal-hal yang mendesak dan tidak diinginkan dikemudian
hari. Selain itu juga setiap pemegang polis mendapatkan bagi hasil dari dana
yang terkumpul dari peserta dengan nisbah 70:30 inilah yang disebut dengan
akad mudharabah dalam produk mitra Iqra‟.
2. Pada produk Mitra Iqra‟ ini akad perjanjian yang dilaksanakan adalah akad
mudharabah yang termasuk didalamnya akad tolong-menolong (aqad
takafuli), dan bukanlah akad jual-beli (aqd tabaduli). Dalam akad kerjasama
(mudharabah) antara nasabah (shahibul mal) selaku pemilik modal dengan
pihak AJB Bumiputera Syariah Cabang Roxi selaku perusahaan, maka
keuntungan kelak akan diperoleh nasabah melalui kesepakatan yang sudah
dibuat oleh kedua belah pihak. dengan dana premi asuransi pendidikan syariah
yang dibayarkan adalah milik peserta (shahibul mal), sedang perusahaan
hanya bertindak sebagai pengelola dana (mudharib).
3. Bahwasanya akad mudharabah pada tabungan mabrur di Asuransi Syariah
Bumi Putera Cabang Roxi dirancang untuk memnuhi kebutuhan kehidupan
para nasabah, yang mana Pengelola dalam hal ini perusahaan Asuransi
Syariah Bumi Putera Cabang Roxi berkuasa penuh dalam hal mengelola dana
premi yang terkumpul dari nasabah asuransi dengan menginvestasikan ke
sektor-sektor yang sesuai dengan syariah, dalam pembayaran premi dan
69
nisbah disepakati bersama di awal, mekanisme tersebut bermuatan ta‟awun
antar sesama manusia dalam menghadapi dan mengantisipasi suatu peristiwa
yang tidak disangka dan diduga. Dalam pembuatan akad, maka dibolehkan
bagi si akid untuk dapat memberikan syarat yang dia kehendaki, selain hal itu
mekanisme lain yang bisa dilakukan adalah dengan memenuhi rukun dan
syarat yang ditentukan oleh hukum Islam yaitu adanya kerjasama dan
kesepakatan antara kedua belah pihak, adanya sighat, adanya modal, dan
adanya nisbah.
4. mengenai nisbah keuntungan yang ditetapkan pada akad mudharabah
tabungan mabrur di Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi dalam unsur
saving (tabungan) ini telah ditetapkan oleh perusahan dengan ketentuan dari
Dewan Pengawas Syariah (DPS) sebesar 70:30, 70% untuk peserta 30% untuk
perusahaan.
B. SARAN-SARAN
Berdasarkan permasalahan yang peneliti bahas dalam skripsi ini maka peneliti
hendak menyampaikan saran sebagai berikut:
1. Bagi pihak Perusahaan Asuransi Syariah Bumi Putera Cabang Roxi lebih giat
mempromosikan produk dan jasanya kepada masyarakat agar lebih banyak
diminati masyarakat.
2. Memberikan pelayanan yang baik kepada nasabah agar nasabah merasa
nyaman.
3. Produk dan jasa yang sudah sesuai dengan prinsip syariah dikembangkan lagi.
4. Bagi pihak nasabah untuk meneliti lebih detail akad yang telah dilakukan
sehingga tidak ada keraguan dan perselisihan di kemudian hari, sehingga
menjadi kerja sama yang berkah dengan kesepakatan bersama agar dapat
saling menguntungkan..
70
5. Bagi semua orang muslim untuk menghindari praktek riba dalam menjalankan
roda usahanya.
71
DAFTAR PUSTAKA
Abdul kadir, Muhammad, Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2006
AJB Bumiputera 1912 Kantor wilayah Syariah Jakarta Cabang Roxi, Brosur-brosur
produk asuransi syariah, jakarta: AJB Bumiputera 1912 kantor Wilayah
Syariah Jakarta cabang Roxi, 2001
____________________________________________________________, Company
Profile, Jakarta: AJB Bumiputera 1912 Kantor Wilayah Syariah 1 Jakarta,
2007
Al Fath, Ahmad Abu, Kitab al- M‟amalat fi asy-Syari‟ah al-Islamiyyah wa al-
Qawanin al-Misriyyah. Mesir: Matba‟ah al-Busfur, lihat juga Asy-Syaukani,
Fath al-Qadir. Mesir: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1964
Al-Ba‟labakiyy, Munir, Qamus al-Mawrid. Beirut: Dar al-„Ilm al-Malayyin, t.t
Ali, A. Hasymi, Pengantar Asuransi, Jakarta: Bumi Aksara, 2002
Ali, A. M. Hasan, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu Tinjauan Analisis
Historis, Teoritis dan Praktis, cet. 1. Jakarta: Prenada Media, 2004
Al-Rusyd, Ibn , Bidayatul Mujtahid, Beirut: Dar Al-Fikr, t.th
Amrin,Abdullah, Asuransi Syari‟ah, Jakarta: PT Elex Media Kompuntindo
Kelompok Gramedia, 2006
Antonio, Muhammad Syafi‟i, Prinsip Dasar Operasional Asuransi Takaful, Jakarta:
, Gema Insani , 1994
_______________________,bank syariah suatu pengenalan umum, Tazkia Institute.
1999
Anwar, Syamsul, ”Kontrak Dalam Islam”, Makalah disampaikan dalam Pelatihan
Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari‟ah di Pengadilan Agama ,
diselenggrakan kerjasama Mahkamah Agung RI dan Program Pasca Sarjana
Ilmu Hukum Fakultas Hukum UII Yogyakarta, 7 Juli 2006.
Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008
72
Aula, Muhammad Syakir, Asuransi Syari‟ah Life and General: Konsep dan Sistem
Operasional, Cet. 1. Jakarta: Gema Insani Press, 2004
Basyir, Ahmad Azar, Asas-Asas Hukum Muamalat, Yogyakarta: UII Press, 2004
Daud Ali, Mohammad. Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam
di Indonesia, cetakan ke-8. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000
Daud, Abi, Sunan Abu Daud, Juz. II, Beirut-Libanon: Dar al Kutub al Ilmiah, 1996
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an Tajwid dan Terjemah, Bandung, CV. Penerbit
Diponegoro, 2010
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi ke-3.
Jakarta: Balai Pustaka, 2002
Dewi, Gemala, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syari‟ah di
Indonesia,Cet. 1, Jakarta: Kencana, 2004
___________, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, ed. I, Jakarta: Kencana, cet. Ke-
1, 2005
Djamil, Faturrahman. “Hukum Perjanjian Syari‟ah”, dalam Mariam Darus
Badzrulzaman Kompilasi Hukum Perikatan, cet. 1. Bandung: Citra Aditya
Bakti, . 2001
Dzajuli, H. A. dan Yadi Jazwari, Lembaga-lembaga Perekonomian Umat Sebuah
Pengenalan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002
Hamidi, M. Lutfi, Jejak-jejak Ekonomi Syari‟ah, Jakarta: Senayan Abadi Publishing,
2003
Harahap, Sofyan Syafri, Akuntansi Islam, cet. Ke-3, Jakarta: Bumi Aksara, 2001
Hartono, Sri Rejeki, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar
Grafika, 2008
Ibn Ya‟qub, Fayruz Abadyy Majd al-Din Muhammad. al-Qamus al-Muhit, jilid 1.
Beirut: D Jayl, t.t
Iqbal, Muhaimin, Asuransi Umum Syariah Dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani,
2006
Karim, Adiwarman, “Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan”, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2004
73
Lubis, Suhrawardi k., Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, Juz II, Kairo: Dar Al-Hadist, t.t.
Muhaimin, Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005
Muhammad, Dasar-dasar Keuangan Islam, Yogyakarta: Ekosistem cet. Ke-1, 2004
Musbikin, Imam, Qawa‟id Al-Fiqhiyah, cet. 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001
Muthahhari, Murtadha, Pandangan Islam Tentang Asuransi dan Riba, Terjemah:
Irwan Kurniawan, Ar-Riba Wa At-Ta‟min, Bandung: Pustaka Hidayah, 1995
Pasaribu, Chairuman dan Suwardi K. Lubis, Hukum Perjanjian dalam Islam”,
Jakarta: Sinar Grafika, 2004
Perwataatmadja, Karnaen A., Apa Dan Bagaimana Bank Islam Yogayakarta: Dana
Bhakti Wakaf, 1992.
Praja, Huhaya S., Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pusat Penerbitan Universitas
LPPM Universitas Islam Bandung, 1995
Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Beirut, Lebanon, dar kitabal‟arabii, 1977/1397
Salman, Kautsar Riza, Akuntansi Perbankan Syariah Berbasis PSAK Syariah,
Padang: Akademia Permata, 2012
Sjahdeini, Sutan Remy, perbankan dan kedudukannya dalam tata hukum perbankan
indonesia, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007,
Suhar sini Arikunto, Prosuder Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1998, cet. Ke 1
Suhendi, Hendi dan Deni K Yusuf, Asuransi Takaful dari Teoritis Ke Praktik,
Bandung: Mimbar Pustaka, 2005
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005
Sula, Muhammad Syakir, Asuransi Syari‟ah Konsep dan Sistem Operasional, cet. 1,
Jakarta: Gema Insani Press, 2004
Suma, M. Amin, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional: Teori, Sistem,
Aplikasi dan Pemasaran. Jakarta, Kholam Publishing,2006
Syafe‟I, Rachmad, Fiqih Muamalah, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004
Wiroso, Jual Beli Murabahah, Yogyakarta: UII Press, 2005
74
_________, Penghimpunan Dana Dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah,
Jakarta:IKAPI, 2005
Yafie, Ali, Menggagas Fiqih Sosial Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi Hingga
Ukhuwah, Bandung: Mizan, Cet. ke-2, 1994
Zuhdi, Masjfuk, Masail Fiqhuyah, Jakarta: Gunung Agung, 1997