Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Penerapan Hukum Pidana Terhadap Pencemaran Limbah Minyak Hitam Di
Wilayah Pesisir Kabupaten Bintan
Oleh:
Meysi Novitasari1,
Irman2, Ayu Efritadewi
3
Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Permasalahan Lingkungan Hidup terjadi di Wilayah Pesisir Kabupaten Bintan hampir
setiap tahun, khususnya pada saat musim utara. Data yang di dapat dari Dinas
Lingkungan Hidup menunjukan Pencemaran Limbah Minyak Hitam di wilayah
pesisir Kabupaten Bintan terjadi pada Tahun 2011-2017 dengan keterangan pelaku
tidak diketahui. Padahal dampak pencemaran tersebut merugikan masyarakat
setempat. Adapun Rumasan Masalah yang ingin diteliti yaitu bagaimanakah
Penegakan Hukum Pidana dan ketentuan Pidana terhadap pencemaran limbah minyak
hitam tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan pidana serta
penegakan hukum pidana terhadap pelaku pencemaran lingkungan di Kabupaten
Bintan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode normatif empiris dengan
mengunakan analisis data yang berbentuk kualitatif. Hasil penelitian menunjukan
Penegak hukum telah melakukan upaya pencegahan guna memperbaiki lingkungan
sekitar. Dalam penegakan hukum pidana faktor-faktor kendala yang dihadapi oleh
Penegak Hukum yaitu faktor Undang-Undang, Penegak Hukum, Sarana atau fasilitas.
Dasar hukum terhadap pelaku pencemaran di wilayah pesisir Kabupaten Bintan diatur
dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Kesimpulan dari hasil penelitian ini dalam Penegakan hukum
pidana terhadap pelaku pencemaran limbah minyak hitam kenyataannya belum
bejalan secara efektif di karenakan Penegak hukum hanya melakukan upaya
pencegahan saja, sedangkan upaya pemberantasan belum dilaksanakan karena Dinas
Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan belum mempunyai PPNSLH (penyidik pegawai
negeri sipil lingkungan hidup). sedangkan dalam ketentuan pidana ialah unsur
kesalahan sangat penting untuk menentukan sanksi terhadap pelaku pencemaran
limbah minyak hitam di wilayah pesisir Kabupaten Bintan.
Kata kunci: Penegakan Hukum Pidana, Ketentuan Pidana.
2
PENDAHULUAN
Perlindungan dan pengelolaan terhadap lingkungan hidup tentu saja bukan
hanya masyarakat yang wajib memelihara dan menjaga lingkungan sekitarnya, tetapi
yang lebih penting yaitu pemerintah dan aparat penegak hukum yang harus berperan
aktif dalam melindungi pencemaran lingkungan wilayah pesisir. Serta menjaga dan
mengelola lingkungan hidup, baik yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah Kota maupun Kabupaten. Tidak hanya itu perihal dalam
penegakan hukum dibidang lingkungan menjadi hal penting yang harus dikedepankan
terutama di daerah Kepulauan Riau yang berbasis maritim.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) bertujuan untuk melindungi lingkungan
hidup dari pelaku kejahatan yang dilakukan oleh orang atau sekelompok orang yang
dengan sengaja merusak lingkungan, yang berimplikasi atau berdampak buruk
terhadap kelangsungan kehidupan masyarakat pesisir, baik itu dilihat dari kerusakan
ekosistemnya atau kerusakan iklim. Lingkungan hidup secara umum diartikan
sebagai semua benda, daya, kondisi yang terdapat dalam suatu tempat atau ruang
tempat manusia atau makhluk hidup berada dan dapat mempengaruhi hidupnya.1
Kenyataannya di Wilayah pesisir Kabupaten Bintan berpotensi mengalami
pencemaran Limbah Minyak hitam (Sludge oil) karena berbatasan langsung dengan
Negara tetangga yaitu Singapura dan Malaysia. Untuk di ketahui, bahwa
permasalahan Limbah Minyak hitam ini berawal dari akibat limbah minyak yang
dibuang oleh kapal-kapal yang melewati perairan Internasional yang berhadapan
1 Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup, (Bekasi: Gramata Publising, 2014), hlm.1.
3
langsung dengan teritorial Kabupaten Bintan sehingga di saat musim utara limbah
tersebut akan terbawa arus masuk ke perairan Kabupaten Bintan yang berbatasan
langsung.2
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau yang berbatasan dengan laut
Internasional sering menjadi tempat pembuangan limbah kapal Tanker yang lalu
lalang di Perairan tersebut yaitu limbah minyak hitam. Puluhan ton limbah minyak
hitam ini berasal dari sisa pembersihan kapal tanker yang kemudian mencemari
pesisir pantai Bintan. Lumpur minyak bumi atau Oil Sludge (OS), merupakan limbah
yang terdapat pada kegiatan pengolahan, penyaluran dan penampungan minyak bumi.
Limbah tersebut berupa lumpur atau pasta yang berwarna hitam, terkadang tercampur
dengan tanah, kerikil, air, dan bahan berbahaya lainnya. Pada umumnya Lumpur ini
dihasilkan dari pengendapan partikel partikel halus dari BBM, endapan tersebut
semakin lama semakin menumpuk pada bagian bawah dari tangki-tangki
penyimpanan atau pada pipa-pipa penyaluran BBM.3 Pemerintah Kabupaten Bintan
menyadari wilayah Kabupaten Bintan yang dari tahun 2011 s/d 2017 selalu saja
mengalami dampak limbah minyak hitam.
Ketentuan Pidana telah diatur di dalam UU PPLH pada Pasal 69 ayat (1) dan
ketentuan pidana mengenai Dumping pada pasal 104 yang berbunyi:
Setiap orang dilarang: (a) melakukan perbuatan yang mengakibatkan
pencemaran dan/atau merusak lingkungan hidup, (e), membuang limbah ke
media lingkungan hidup, (f) membuang B3 dan limbah B3 kemedia
lingkungan hidup.
2 http//bintankab.go.id/master/pemerintah-kabupaten-bintan-ingin-masalah-limbah minyak
segera-tuntas/, diaskes pada tanggal 07 November 2018 pukul 20.17 WIB.
3 Suprianto, Peran Dinas Lingkungan Hidup Dalam Menangani Masalah Limbah Minyak
(Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan Tahun 2016, Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2017.
4
Ketentuan pidana: “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau
bahn media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal
60, dipidana penjara paling lama 3 tahun (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp. 3.000.000.000,00 (tiga milyar rupiah)”.
Tumpahan limbah minyak bumi akan merusak ekosistem laut terutama di
Wilayah Pesisir seperti ekosistem terumbu karang, lamun, dan hutan mangrove.
Ekosistem tersebut merupakan tempat memijah dan tempat mencari makan bagi
organisme laut. Kerusakan pada ekosistem tersebut akan mengakibatkan kematian
organisme laut seperti koral, ikan karang, alga dan lamun serta akan memutus rantai
makanan di laut. Selanjutnya akan menurunkan produkstivitas primer di perairan dan
pada akhirnya akan menghilangkan mata pencaharian masyarakat yang
menggantungkan hidupnya di perairan laut.4
Berdasarkan pada uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian, karena amanat dari UU dengan realita berbeda, dimana fakta di lapangan
masih terjadi tindak pidana pencemaran di Wilayah Pesisir dan pemerintah belum
bisa memberikan solusi. Padahal, Dinas Lingkungan Hidup yang sekaligus sebagai
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang tugas
dan tanggung jawabnya dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
diberi wewenang sebagai penyidik yang di maksudkan dalam KUHAP untuk
melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup. Dalam hal ini penulis ingin
melakukan penelitian dengan judul: “Penerapan Hukum Pidana Terhadap
Pencemaran Limbah Minyak Hitam Diwilayah Pesisir Kabupaten Bintan”
4 https://www.kompasiana.com/dodynofriandi3517/5b74238e6ddcae5dfd2b51f3/alam-laut
bintan energi-baik-yang-tercemar?page=all, diasekes pada tanggal 07 November 2018 20.54 WIB.
5
BAHAN DAN METODE
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum
normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum
normatif (kodifikasi, undang-undang atau kontrak) secara in action pada setiap
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.5 Pokok kajiannya adalah
penerapan atau implementasi ketentuan hukum positif pada peristiwa hukum tertentu
yang terjadi dalam masyarakat guna mencapai tujuan yang telah ditentukan.
B. Data dan Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data Primer dan data
sekunder:
a. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung berupa keterangan
keterangan dan pendapat dari para responden dan kenyataan-kenyataan yang
ada dilokasi penelitian yaitu Kantor Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Bintan dengan melalui wawancara untuk mendapatkan jawaban dalam
rumusan masalah yang peneliti buat.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dan
mempunyai kekuatan hukum mengikat dan/atau berkaitan, yang terdiri dari
bahan baku primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
a. Bahan hukum primer adalah bahan-bahan yang bersifat mengikat berupa
peraturan perundang-undangan yang terdiri dari:
5 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004,
Hlm. 134
6
1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
3. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014 tentang Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
5. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran dan/atau Perusakan laut.
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan.
8. Keputusaan menteri Negara lingkungan hidup Republik Indonesia
Nomor 11 tahun 2012 tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana
dibidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunagan Hidup.
b. Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum yang diperoleh
dari studi kepustakaan yang terdiri dari buku-buku ilmu pengetahuan
hukum, dokrin, jurnal, dan buku-buku yang berkaitan dengan judul
penelitian.
c. Bahan hukum tersier (non-hukum) adalah bahan hukum yang relevan
seperti kamus hukum, yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu
Media Massa, website, artikel.
7
C. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara :
1. Wawancara.
2. Kepustakaan.
D. Pengolahan Data
Memeriksa data (editing), Pemberian data (coding) dan Penyusunan data secara
sistematis.
E. Analisis Data
Data primer dan data skunder yang telah terkumpul kemudian di olah dan
dianalisis secara kualitatif dan menggunakan metode deduktif. Analisis secara
kualitatif dalam hal ini adalah suatu analisis yang mengkaji secara mendalam data
yang ada kemudian digabungkan dengan data yang lain, lalu di padukan dengan
teori–teori yang mendukung dan selanjutnya di tarik kesimpulan. Metode deduktif
artinya bahwa penelitian dimulai dari hal-hal umum sampai ke khusus.
8
PEMBAHASAN
A. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencemaran Limbah Minyak Hitam
Di Wilayah Pesisir Kabupaten Bintan.
Penegakan hukum pidana terhadap pencemaran limbah B3 diwilayah pesisir
kabupaten bintan yang berwewenang menyelesaikan masalah tersebut adalah Dinas
Lingkungan Hidup kabupaten Bintan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyidikan Tindak Pidana di Bidang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Bahwa berdasarkan ketentuan
Pasal 63 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pemerintah bertugas dan
berwenang melakukan penegakan hukum lingkungan hidup”.
Penegakan hukum pidana bagi pelaku dumping limbah B3 (Bahan Berbahaya
dan Beracun) dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) memperkenalkan penegakan hukum
terpadu terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup. Hal tersebut diatur dalam
Pasal 95 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang berbunyi:
“Dalam rangka penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana lingkungan
hidup, dapat dilakukan penegakan hukum terpadu antara penyidik pegawai
negeri sipil, kepolisian, dan kejaksaan di bawah koordinasi Menteri.”6
Penyidik Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan Hidup dalam
Penegakan Hukum Terpadu Berdasarkan ketentuan Pasal 63 ayat (2) huruf s jo.
ayat (3) huruf p Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
6 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pasal 95 ayat (1)
9
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) yang menyatakan bahwa dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), pemerintah provinsi
bertugas dan berwenang untuk melakukan penegakan hukum lingkungan hidup
pada tingkat provinsi, begitu juga dengan tugas dan wewenang pemerintah
kabupaten/kota untuk melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada
tingkat kabupaten/kota.
Dalam Pasal 94 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) disebutkan bahwa:
“Selain penyidik pejabat polisi Negara Republik Indonesia, pejabat pegawai
negeri sipil tertentu di lingkungan instansi pemerintah yang lingkup tugas dan
tanggungjawabnya di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
diberi wewenang sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Hukum
Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana lingkungan hidup.7
Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang berbatasan dengan
laut Internasional sering menjadi tempat pembuangan limbah kapal Tanker yang lalu
lalang di Perairan tersebut yaitu limbah minyak hitam. Puluhan ton limbah minyak
hitam ini berasal dari sisa pembersihan kapal tanker yang kemudian mencemari
pesisir pantai Bintan. Lumpur minyak bumi atau Oil Sludge (OS), merupakan limbah
yang terdapat pada kegiatan pengolahan, penyaluran dan penampungan minyak bumi.
Limbah tersebut berupa lumpur atau pasta yang berwarna hitam, terkadang tercampur
dengan tanah, kerikil, air, dan bahan berbahaya lainnya. Pada umumnya Lumpur ini
dihasilkan dari pengendapan partikel partikel halus dari BBM, endapan tersebut
semakin lama semakin menumpuk pada bagian bawah dari tangki-tangki
7 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Pasal 94 ayat (1)
10
penyimpanan atau pada pipa-pipa penyaluran BBM.8 Pemerintah Kabupaten Bintan
menyadari wilayah Kabupaten Bintan yang dari tahun 2011 s/d 2017 selalu saja
mengalami dampak limbah minyak hitam.
Tabel 1.1
Data Kasus Limbah Minyak Hitam di Wilayah Pesisir Kabupaten Bintan
Tahun Lokasi Keterangan
2011 Pantai Nirwana Garden & Lagoi Bay,
Kecamatan Teluk Sebong
Tidak diketahui
2011 Pantai Nirwana Garden, kawasan wisata Lagoi,
Kec.Teluk Sebong
Tidak dikethui
2012 Tanjung Talok, Desa Teluk Sasah, Kecamatan
seri kuala Lobam
Tidak diketahui
2013 Pantai Berakit, Kecamatan Teluk Sebong Tidak diketahui
2014 Pantai Bintan Lagoon & Banyen Treen,
Kawasan Teluk Sebong
Tidak diketahui
2014 Pantai Nikon Island, Kecamatan gunung Kijang Tidak diketahui
2015 Pantai Banyan Tree & Bintan Lagoon,
Kecamatan Teluk Sebong
Tidak diketahui
2016 Pantai Club Med, Kawasan Wisata Lagoi,
Kecamatan Teluk Sebong
Tidak diketahui
2016 Pantai Dinda Tanjung Uban, Kecamatan Bintan
Utara
Tidak diketahui
2017 Pantai Club Med; Bintan Lagoon dan Lagoi Bay
di Kawasan Wisata Lagoi, Kecamatan Teluk
Sebong
Tidak diketahui
Sumber: Laporan Perjalanan Dinas Lingkungan Hidup, Verifikasi Lapangan dan
Penanggulangan tumpahan minyak di laut Kabupaten Bintan Tahun 2011-2017.
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2011 s/d 2017 telah
terjadi kasus tumpahan limbah minyak hitam di Kabupaten Bintan. Menurut hasil
wawancara yang telah penulis lakukan di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten
Bintan, pelakunya sampai saat ini tidak juga diketahui. Padahal, jika dikaji lebih
8 Suprianto, Peran Dinas Lingkungan Hidup Dalam Menangani Masalah Limbah Minyak
(Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan Tahun 2016, Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2017.
11
dalam pelaku dengan sengaja membuang limbah B3 kedalam lingkungan hidup bisa
dikenakan hukuman pidana.
Berdasarkan hasil wawancara yang lakukan dengan Bapak Roki selaku Seksi
Penegakan Hukum Bahwa dalam penegakan hukum lingkungan ada 3 (tiga)
penegakan yaitu:
1. Penegakan hukum administrasi
2. Penegakan hukum perdata
3. Penegakan hukum pidana.
Dalam penegakan kasus pencemaran limbah minyak hitam B3 Di wilayah
pesisir Kabupaten Bintan telah terjadi pada tahun 2011 s/d 2017 penegakan hukum
yang dilakukan yaitu penegakan hukum pidana.9 Dalam penegakan hukum Pidana
pihak DLH telah melakukan tindakan pencegahan atau upaya Preventif demi menjaga
keamanan dan ketentraman masyarakat serta menjaga kelestarian lingkungan akibat
dari pencemaran lingkungan oleh limbah B3 di Wilayah Pesisir Kabupaten Bintan.
B. Ketentuan Pidana Terhadap Pencemaran Limbah Minyak Hitam Di
wilayah Pesisir Kabupaten Bintan
Teori tindak pidana yang diperkenalkan dalam UUPPLH juga dibagi menjadi 2
(dua) delik yaitu delik formil dan delik materil. Delik materil dan delik formil dapat
didefensikan sebagai berikut:10
a. Delik materil (generic crime) adalah perbuatan melawan hukum yang
menyebabkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup yang tidak
9 Hasil wawancara penelitian dengan Bapak Roki selaku seksi penegakan hukum di dinas
lingkungan hidup Kabupaten Bintan. Pada tanggal 21 januari 2019.
10
http://www.negarahukum.com/hukum/tindak-pidana-lingkungan-hidup.html, diaskes pada
tanggal 20 Januari 2019 pukul 10.05 WIB.
12
perlu memerlukan pembuktian pelanggaran aturan-aturan hukum
administrasi seperti izin.
b. Delik formil (specific crime) adalah perbuatan yang melanggar hukum
terhadap aturan-aturan hukum administrasi, jadi untuk pembuktian
terjadinya delik formil tidak diperlukan pencemaran atau perusakan
lingkungan hidup seperti delik materil, tetapi cukup dengan membuktikan
pelanggaran hukum administrasi.
Berikut ini dikutip beberapa delik materil yang ditegaskan dalam UUPPLH
yang disesuaikan dengan pencemaran limbah B3 di wilayah pesisir Kabupaten
Bintan. Ketentuan hukum pidana yang sesuai dengan kasus yang di teliti yaitu Pasal
98 yaitu setiap orang yang dengan sengaja atau kelalaiannya melakukan:11
“Perbuatan
yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”.
Diketahaui dalam Teori Tindak Pidana memiliki unsur-unsur tindak pidana
yaitu: unsur subjek, unsur kesalahan, unsur yang bersifat melawan hukum, unsur
tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/peraturan perundang-
undangan dan terhadap pelanggaran pidana, unsur waktu dan tempat. Apabila unsus
tersebut terpenuhi bahwa sangat jelas secara hukum bahwa telah terjadi tindak pidana
lingkungan yaitu melakukan dumping limbah B3 ke media lingkungan hidup.
Menurut analisi penulis Pasal 175 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun
2014 tentang Pengelolaan Limbah B3 jika di analisis bahwa unsur-unsur tindak
pidana pelaku dumping limbah B3 adalah unsur setiap orang, unsur melakukan, unsur
pencemaran limbah B3, unsur kemedia lingkungan hidup, unsur tanpa pengelolaan.
11 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Pasal 98.
13
Berdasarkan yang telah diuraikan diatas, maka hasil analisis penulis terkait
pencemaran limbah B3 di wilayah pesisir Kabupaten Bintan yang diatur dalam
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungann dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup pada BAB XV Ketentun Pidana, yang di bagi menjadi delik
materil dan delik formil yaitu:
Delik Materil Tindak Pidana Lingkungan Hidup
1. Pasal 98 ayat (1) UUPPLH Tahun 2009:12
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan
dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut,
atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling
banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Menurut analisis penulis unsur-unsur tindak pidana dalam pasal ini yaitu:
1. Unsur subjek yaitu unsur setiap orang
2. Unsur kesalahan yaitu dengan sengaja jika di kaitkan ke dalam kasus yang
terjadi diduga sengaja karena melakukan berbuatan secara berulang-ulang
dari tahun 2011 s/d 2017.
3. Unsur bersifat melawan hukum perbuatan yang mengakibatkan pencemaran
Limbah Minyak Hitam.
4. Unsur tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh undang-undang/peraturan
perundang-undangan dan terhadap pelanggaran pidana adalah
mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku
mutu air laut.
12 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Pasal 98 Ayat (1).
14
5. Unsur waktu dan tempat adalah Media Lingkungan Hidup di wilayah pesisir
Kabupaten Bintan.
Ketentuan pidana diatas bahwa ditetapkan pidana minimum 3 tahun, dan
Maksimum 10 tahun, dengan Denda Minimum 3 Milyar dan Maksimum 10 Milyar.
Ketentuan pidana yang sangat tinggi guna menjerat pelaku, agar sanksi pidana
tersebut memberikan efek jera bagi pelaku pencemaran limbah minyak hitam
diwilayah Pesisir Kabupaten Bintan.
Berdasarkan Delik Formil Tindak Pidana Lingkungan Hidup yang dikaitakn
dengan kasus penemaran di wilayah Pesisir Kabupten Bintan ketentuan hukum
pidananya telah penulis analisis maka pasal-pasal yang sesuai dengan kasus yaitu:
1. Pasal 104 UUPPLH:13
Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 104 yang dikaitkan dengan pencemarn limbah B3 di Kabupaten Bintan
adalah: unsur setiap orang, unsur melakukan, unsur dumping (membuang) limbah,
unsur tanpa izin, unsur ke media lingkungan hidup dalam hal ini laut dan wilayah
pesisir. Ketentuan pidana dalam pasal 104 ini cukup terbilang ringan karena pelaku
hanya di kenakan hukuman penjara maksimum 3 (tiga) tahun dan denda maksimum 3
(tiga) milyar rupiah sehingga terbilang cukup ringan dan kemengkinan tidak
membuat si pelaku jera karena hukuman dan denda maksimum terbilang cukup
ringan.
13 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Pasal 104.
15
2. Pasal 106 UUPPLH:14
Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat
(1) huruf d, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak
Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
Pasal 106 unsur-unsur tidak pidana yang terpenuhi yaitu: unsur setiap orang,
dalam hal ini orang asing mau pun orang Indonesia atau orang yang mengemudi
kapal, unsur memasukkan Limbah B3 ke dalam wilayah NKRI yaitu perbatasan laut
teriotial Indonesia. Ketentuan pidana dalam pasal 106 ini terbilang cukup tinggi dan
dapat membuat efek jera kepada pelaku karena hukuman penjara yang menjerat
pelaku di kenakan hukuman penjara minimum 5 (lima) tahun, maksimum 15 (lima
belas) tahun dengan dendan minimum 5 milyar dan Maksimum 15 milyar Rupiah.
Setiap orang dalam uraian Pasal per Pasal dia atas adalah orang atau perorangan atau
badan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadaan hukum.
Ketentuan pidana sebagai ultimatum remidium dapat dijatuhkan kepada
pencemar atau perusak lingkungan hidup, merupakan upaya terakhir. Apabila delik
formal dan materiil terpenuhi, maka sanksi pidana dijatuhkan kepada pelaku
pencemar atau perusak lingkungan hidup.
14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, Pasal 106.
16
KESIMPULAN
1. Penegakan hukum pidana terhadap pencemaran limbah minyak hitam di wilayah
pesisir kabupaten Bintan kenyataannya belum berjalan efektif, karena penegak
hukum hanya melakukan upaya preventif (pencegahan) saja tanpa adanya upaya
represif (pemberantasan). Ada pun faktor-faktor penghambat yang
mempengaruhi proses penegakan dilapangan yaitu faktor keterbatasan Undang-
undang, faktor penegak hukum yaitu Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bintan
belum memiliki penyidik pegawai negeri sipil dan belum berkordiansi dengan
Penyidik Polisi sebagai penyidik pembantu. Faktor sarana atau fasilitas yang
kurang seperti peralatan penyidikan dan anggaran dana.
2. Ketentuan Pidana terhadap pencemaran Limbah Minyak Hitam di Wilayah
pesisir Kabupaten Bintan diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009
Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Unsur kesalahan
sangat penting untuk menentukan sanksi terhadap pelaku pencemaran limbah
minyak hitam di wilayah pesisir Kabupaten Bintan. Apabila pelaku pencemaran
limbah tersebut ditemukan jika pelaku unsur yang terpenuhi delik materil maka
pelaku dijerat pasal 98, apabila unsur yang terpenuhi delik formil maka dijerat
pasal 104 dan 106.
17
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2004
Deni Bram, Hukum Lingkungan Hidup, (Bekasi: Gramata Publising, 2014)
JURNAL
Suprianto, Peran Dinas Lingkungan Hidup Dalam Menangani Masalah Limbah
Minyak (Sludge Oil) Di Kabupaten Bintan Tahun 2016, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, 2017
PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup
INTERNET
https://www.kompasiana.com/dodynofriandi3517/5b74238e6ddcae5dfd2b51f3/alam-
laut bintan energi-baik-yang-tercemar?page=all, diasekes pada tanggal 07
November 2018 20.54 WIB.
http//bintankab.go.id/master/pemerintah-kabupaten-bintan-ingin-masalah-limbah
minyak segera-tuntas/, diaskes pada tanggal 07 November 2018 pukul 20.17
WIB.