Upload
trankhue
View
232
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
Penerapan Kebijakan Keberlanjutan
Kelapa Sawit Musim Mas
Laporan Diagnostik Verifikasi Musim Mas di
Provinsi Sumatera Selatan – Indonesia 2017
RA-Cert Division Headquarters 65 Millet St. Suite 201
Richmond, VT 05477 USA Tel: 802-434-5491 Fax: 802-434-3116
www.rainforest-alliance.org
Contact Person: Lita Natasastra
Email: [email protected]
Tanggal Final Laporan : 6 February 2018
Disiapkan oleh : Tim Assurance Rainforest Alliance
2
Pendahuluan
Laporan ini menyajikan hasil evaluasi auditor Rainforest Alliance yang telah mengevaluasi sistem
dan kinerja perusahaan di wilayah Sumatera Selatan terhadap standar yang berlaku.
Rainforest Alliance mendirikan program SmartWood sebelumnya pada tahun 1989 untuk
mengesahkan praktik kehutanan yang bertanggung jawab, dan telah berkembang dengan
menyediakan berbagai layanan auditing. Layanan sertifikasi dan audit Rainforest Alliance
dikelola dan dilaksanakan di dalam Divisi RA-Cert-nya. Semua personil terkait yang bertanggung
jawab atas keputusan evaluasi, evaluasi, dan sertifikasi / verifikasi / validasi berada di bawah
Divisi RA-Cert, yang selanjutnya disebut Rainforest Alliance atau RA.
Resolusi perselisihan: Jika klien Rainforest Alliance bertemu dengan organisasi atau individu
yang memiliki kekhawatiran atau komentar tentang Rainforest Alliance dan layanannya, pihak-
pihak ini sangat dianjurkan untuk menghubungi kantor pusat Rainforest Alliance secara
langsung. Keluhan formal atau pertimbangan lain terkait dengan keluhan harus dikirim secara
tertulis.
Untuk laporan ini, kontak Anda adalah:
Lita Natasastra
3
Ringkasan Eksekutif
Musim Mas (MM) mengumumkan Kebijakan Keberlanjutan (Sustainability Palm Oil Policy) pada
bulan Desember 2014 dengan komitmen untuk membawa manfaat bagi masyarakat,
mempromosikan dampak lingkungan yang positif, dan sepenuhnya mematuhi hukum lokal,
nasional dan Internasional, serta kemamputelusuran bahan baku sampai pada tingkat pabrik
kelapa sawit dan perkebunan. Sejak diluncurkannya, Kebijakan tersebut segera berlaku untuk
seluruh operasi MM maupun semua pemasok pihak ketiga. Musim Mas meminta pabrik
pemasok dan pemasok TBS mereka untuk memenuhi komitmen kebijakan keberlanjutan kelapa
sawit MM, namun mengakui bahwa kepatuhan akan memerlukan proses keterlibatan yang
konstruktif dengan pabrik dan perusahaan induknya. Komponen penting dari keterlibatan ini
adalah memberikan program verifikasi tingkat pabrik.
Musim Mas menugaskan Rainforest Alliance untuk melaksanakan program verifikasi tingkat
pabrik. Program verifikasi menilai kinerja pabrik yang berisiko tinggi, terhadap komitmen
kebijakan Musim Mas, baik untuk menyoroti area di mana perbaikan diperlukan untuk
menutup kesenjangan kepatuhan, dan untuk menginformasikan strategi keterlibatan di tingkat
perusahaan pemasok. Tujuan lain dari verifikasi ini adalah untuk membantu mengidentifikasi
tantangan untuk menuju prinsip-prinsip berkelanjutan yang menginformasikan perencanaan
intervensi yang akan dilakukan oleh Musim Mas di seluruh lanskap yang diprioritaskan.
Musim Mas menargetkan sepuluh verifikasi di Indonesia pada tahun 2017, yang berlokasi di
kabupaten prioritas di provinsi Kalimantan Tengah dan Sumatera Selatan, Indonesia, namun
sebagian besar berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan.Tujuh dari verifikasi telah selesai sampai
saat ini, dengan tiga lagi direncanakan di awal tahun 2018. Kabupaten prioritas di Provinsi
Sumatera Selatan untuk Musim Mas tahun 2017 ini adalah: Musi Banyuasin, Banyuasin dan
Musirawas yang dipilih berdasarkan resiko lingkungan dan volume sumber Tandan Buah Segar
(TBS). Laporan diagnostik ini mencakup enam pabrik yang berlokasi di kabupaten prioritas di
provinsi Sumatera Selatan.
Laporan diagnostik ini memberikan masukan yang akan memungkinkan Musim Mas untuk
mengembangkan pendekatan strategis untuk mengatasi masalah yang diangkat pada tingkat
lanskap. Laporan ini bertujuan untuk menggabungkan observasi dari verifikasi lapangan dengan
pengetahuan tentang prakarsa pelengkap di provinsi Sumatera Selatan, sebagai dasar untuk
merencanakan intervensi. Diagnostik disajikan dalam tiga bagian:
1. Analisis kesesuaian performa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terhadap indikator Kebijakan
Keberlanjutan Musim Mas melalui program verifikasi oleh Rainforest Alliance, untuk
enam PKS.
2. Analisis terhadap tantangan yang dihadapi oleh PKS di tingkat lanskap yang
diidentifikasi melalui desktop review.
3. Tinjauan singkat terhadap prakarsa atau program yang ada di provinsi Sumatera
Selatan yang dianggap relevan untuk menangani tantangan yang telah teridentifikasi.
Pelaksanaan verifikasi telah berjalan seperti yang direncanakan di Sumatera Selatan, dengan
tujuan meninjau komitmen pemasok terhadap Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas. Hasil
verifikasi lapangan terhadap keenam PKS menunjukan bahwa PKS yang dikunjungi belum
familiar dengan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas dan belum mengadopsi ke dalam
4
kebijakan perusahaannya. Musim Mas perlu meningkatkan metode komunikasi untuk
menyampaikan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas dengan langsung berkomunikasi dengan
staf pemasok Musim Mas yang bertanggungjawab terhadap implementasi Kebijakan
Keberlanjutan sehingga mereka dapat memahami prinsip-prinsip Keberlanjutan untuk
mengembangkan program-program yang dapat mendukung pemenuhan kesesuaian standar
Keberlanjutan termasuk namun tidak terbatas Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas.
Laporan diagnostik ini memberikan dasar yang solid untuk keterlibatan Musim Mas dengan
pemasoknya secara lebih aktif pada tahun 2018 dan seterusnya mengenai penerapan
persyaratan kritis akan keberlanjutan , yang disajikan secara berurutan mulai dari persentase
ketidaksesuaian yang paling tinggi ke yang paling rendah terhadap delapan prinsip Kebijakan
Keberlanjutan Musim Mas yaitu; (1) emisi GRK, (2) deforestasi, (3) pengelolaan dampak
lingkungan, (4) kepemilikan lahan dan legislasi, (5) kepatuhan sosial, (6) ketertelusuran TBS, (7)
pengelolaan lahan gambut dan (8) penggunaan api. Tiga prinsip dengan tingkat
ketidaksesuaian tertinggi adalah emisi GRK, deforestasi, dan pengelolaan dampak lingkungan,
bahkan performa ketiga prinsip tersebut di lingkup rantai pasok menunjukan zero compliance
(diagram 02, halaman 16). Tidak ditemukan ketiaksesuaian major pada pengelolaan lahan
gambut atau penggunaan api.
Laporan diagnostik ini juga menampilkan rekomendasi-rekomendasi dari Rainforest Alliance
terkait isu-isu ketidaksesuaian major dan tantangan terkait isu keberlanjutan yang lebih luas
pada tingkat lanskap. Rekomendasi tersebut nantinya dapat digunakan oleh Musim Mas
sebagai pertimbangan untuk memutuskan rekomendasi mana yang dapat dijalankan Musim
Mas dan rekomendasi yang dapat dijalankan melalui kolaborasi bersama organisasi
kemasyarakatan atau pemerintah Indonesia atas prakarsa yang ada pada tingkat lanskap yang
telah diidentifikasi.
Deforestasi, Kepemilikan Lahan dan Legislasi dan Rantai Pasokan
Sebagian besar tutupan lahan di kedua Kabupaten prioritas Musim Mas di Provinsi Sumatera
Selatan merupakan kawasan hutan, dan tidak kurang dari 45% merupakan kawasan konservasi
(hutan lindung, taman nasional, suaka margasatwa). Hal ini diperoleh dengan hasil verifikasi
keenam PKS yang menunjukan performa rantai pasokan untuk prinsip deforestasi mencapai
ketidaksesuaian Major 58% dan sisanya 42% merupakan ketidaksesuaian minor (diagram 02,
halaman 16). Selanjutnya, ketidaksesuaian major pada indicator kepemilikan lahan dan legislasi
adalah sebesar 29%; dan ketidaksesuaian minor sebesar 48% (diagram 02, halaman 16).
Berdasakan temuan ini, identifikasi area SKT dan NKT dan monitoring serta pengelolaannya
sebaiknya menjadi prioritas untuk memastikan semua kebun yang dikelola setiap PKS
mendapatkan hak guna usaha (HGU) dan petani pemasok mendapatkan sertifikat kepemilikan
untuk membuktikan legalitas lahannya.
Hasil Analisa atas basis pasokan keenam PKS di Sumatera Selatan menunjukan bahwa sebagian
besar pemasok TBS sangat tergantung oleh pemasok atau pedagang TBS (30.2% atau hampir
sepertiga dari pasokan TBS), dimana hal ini mengindikasikan bahwa basis pasokan TBS memiliki
resiko besar dalam ketidaksesuaian pada indikator ketelusuran (lihat bagian 2.3). Temuan ini
didukung oleh hasil verifikasi performa keenam PKS terkait indikator rantai pasokan yang
menunjukkan 23% major dan 47% kesesuaian minor (diagram 01, halaman 15). Terkait dengan
resiko tinggi keterlusuran pada profil lanskap dari kabupaten prioritas di Sumatera Selatan,
maka pemenuhan persyaratan pada prinsip deforestasi, kepemilikan lahan dan legislasi dan
rantai pasokan menjadi prioritas:
5
1. Perlunya mengembangkan teknik yang secara praktis dapat diterapkan oleh pemasok
pihak ketiga baik oleh petani besar ataupun petani kecil untuk melakukan identifikasi area
HCS, area HCV, dan identifikasi dampak sosial dan lingkungan.
2. Perlunya mengembangkan basis data yang memberikan informasi tingkat resiko kebun
sumber TBS terkait deforestasi, kawasan konservasi, kebakaran, dan gambut per wilayah
administratif seperti desa atau kecamatan. Basis data ini diharapkan dapat digunakan
secara praktis oleh PKS pemasok Musim Mas untuk mengidentifikasi tingkat resiko
pemasok TBS pihak ketiga mereka dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan
atau menerima pemasok TBS pihak ketiga. Jika kegiatan ini direplikasi di beberapa wilayah
lainnya, akan terbentuk profil pada masing-masing wilayah.
3. Perlunya mengembangkan mekanisme yang dapat diterapkan oleh PKS untuk memastikan
pemasok TBS pihak ketiga menerapkan komitmen mereka terkait larangan TBS ilegal.
Emisi Gas Rumah Kaca dan Pengelolaan Dampak Lingkungan
Ketidaksesuaian operasional pabrik dan pengelolaan rantai pasok terhadap prinsip emisi gas
rumah kaca paling tinggi, pada lingkup operasional pabrik ketidaksesuaian Major emisi GRK
adalah 42% (diagram 01, halaman 15) sementara pada lingkup pengelolaan rantai pasokan
persentase ketidaksesuaian Major mencapai 92% (diagram 02, halaman 16). Ketidaksesuaian
terhadap prinsip pengelolaan dampak lingkungan terlihat tinggi untuk performa rantai pasok,
dengan ketidaksesuaian Major adalah 33% dan ketidaksesuaian minor 67% (diagram 02,
halaman 16). Hasil verifikasi di lapangan menunjukkan bahwa pemenuhan terhadap prinsip ini
belum menjadi prioritas dan beberapa PKS belum memiliki kapasitas dan pengetahuan yang
cukup.
4. Memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia pemasok Musim Mas
untuk dapat menjalankan pengelolaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip Keberlanjutan
dalam pengelolaan kebun kelapa sawit dan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas secara
spesifik. Lebih jauh lagi peningkatan kapasitas dapat mengikutsertakan pemasok TBS pihak
ketiga sampai pada tingkat petani, dengan mengadakan loka karya di beberapa wilayah
prioritas. Loka karya kepada petani kecil dapat dikemas secara spesifik mengenai tata
kelola perkebunan sawit rakyat berbasis aspek keberlanjutan.
Kesesuaian Sosial
Beberapa PKS telah mengembangkan program sosial berdasarkan hasil kajian dampak sosial
yang dilakukan di desa dekat PKS. Namun sebagian besar PKS membuat program sosial
berdasarkan permintaan atau proposal dari kepala desa setempat, dimana tidak ada pengkajian
atau komunikasi partisipatori dengan pejabat desa dan komunitas setempat dalam membuat
program sosial tersebut. Persentase ketidaksesuaian major pada operasional PKS adalah sebesar
15% (diagram 01, halaman 15), dimana dalam rantai pasokan, ketidaksesuaian major mencapai
25% (diagram 02, halaman 16). Hasil verifikasi di lapangan menunjukkan kesesuaian terkait
proses Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (padiatapa), peningkatan
ketenagakerjaan, dan pelaksanaan keselamat dan kesehatan kerja.
5. Membagi pengalaman dalam proses pengembangan kebijakan-kebijakan sosial dan
dukungan manajemen dan rencana monitoring.
Rekomendasi dalam prioritas intervensi dan gambaran singkat prakarsa di tingkat lanskap di
Provinsi Sumatera Selatan yang didiskusikan dalam laporan diagnostic ini bertujuan untuk
mendukung kerjasama Musim Mas dengan pemasok pihak ketiganya dan berkontribusi dalam
rencana intervensi yang akan dilakukan dalam lanskap prioritas. Musim Mas sebaiknya
6
mengindetifikasi prakarsa di tingkat lanskap yand dimana Musim Mas dapat berkontribusi aktif
terkait tantangan keberlanjutan (sustainability) yand diulas dalam laporan ini. Laporan ini
mengidentifikasi dua spesifik prakarsa yang perlu dipertimbangkan, yakni Lingkar Temu
Kabupaten Lestari (LKTL) yang diinisiasi oleh Madani Berkelanjutan, Perkumpulan Sawit Lestari
(PSL), Rainforest Alliance, dan beberapa pihak terkait lainnya termasuk Pemerintah Kabupaten
Musi Banyuasin, dan Standard Operating Procedure (SOP) perkebunan kelapa sawit rakyat
bebas deforestasi oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) dan Greenpeace Indonesia.
Daftar Isi
Pendahuluan ------------------------------------------------------------------------------------- 2
Ringkasan Eksekutif ---------------------------------------------------------------------------- 3
1. Pengantar ------------------------------------------------------------------------------------ 8
1.1 Latar Belakang ------------------------------------------------------------------------------------------ 8
1.2 Tujuan dan perkembangan sampai saat ini ----------------------------------------------------- 8
2. Metodologi ---------------------------------------------------------------------------------- 9
2.1 Penilaian resiko ----------------------------------------------------------------------------------------- 9
2.2 Pemilihan Pabrik Kelapa Sawit untuk verifikasi ------------------------------------------------- 9
2.3 Gambaran pasokan TBS ke pabrik --------------------------------------------------------------- 10
2.4 Site Verification Process ---------------------------------------------------------------------------- 11
2.5 Kategori hasil verifikasi ----------------------------------------------------------------------------- 12
2.6 Pemetaan prakarsa atau program tingkat kabupaten--------------------------------------- 13
3. Diagnostik ---------------------------------------------------------------------------------- 14
3.1 Ringkasan Hasil Verifikasi -------------------------------------------------------------------------- 14
3.2 Permasalahan di tingkat lanskap yang teridentifikasi -------------------------------------- 22
3.3 Prakarsa tingkat lanskap yang diketahui ------------------------------------------------------- 28
3.4 Rekomendasi untuk prioritas intervensi Musim Mas --------------------------------------- 33
Lampiran A: Rincian Observasi Verifikasi ---------------------------------------------- 37
Lampiran B: Rekomendasi Konsolidasi dari Enam Verifikasi Pabrik Kelapa Sawit --------------------------------------------------------------------------------------------- 41
8
1. Pengantar
Rainforest Alliance telah mendukung Musim Mas untuk melakukan verifikasi sejak awal tahun
2016, pada saat itu Rainforest Alliance masih bergabung bersama Consortium of Resource Experts
(CORE). Laporan diagnostik yang diterbitkan tahun lalu memberikan gambaran Provinsi Riau,
sedangkan laporan diagnostik tahun ini berfokus kepada Provinsi Sumatera Selatan. Laporan
diagnostik ini memberikan masukan yang memungkinkan Musim Mas untuk mengembangkan
pendekatan strategis untuk mengatasi masalah yang teridentifikasi pada tingkat lanskap
berdasarkan hasil verifikasi Pabrik Kelapa Sawit (PKS) yang dilakukan oleh Rainforest Alliance
selama tahun 2017.
1.1 Latar Belakang
Musim Mas mengumumkan Kebijakan Keberlanjutan Kelapa Sawit (Sustainability Palm Oil Policy)
pada bulan Desember 2014, sejak diluncurkannya, Kebijakan tersebut segera berlaku untuk
seluruh operasi MM sendiri maupun semua pemasok pihak ketiga. Kebijakan tersebut berdasarkan
website Musim Mas terdiri dari lima komitmen utama:
1. Membawa manfaat bagi masyarakat sekitar
2. Tidak ada deforestasi di area dengan Nilai Konservasi Tinggi (HCV) dan hutan yang
memiliki Stok Karbon Tinggi (HCS).
3. Tidak ada pengembangan lahan gambut dengan kedalaman tertentu
4. Sepenuhnya mematuhi hukum lokal, nasional dan internasional
5. Membentuk rantai pasokan yang dapat dilacak /telusuri
Musim Mas meminta PKS pemasok dan pemasok TBS mereka untuk memenuhi komitmen
kebijakan Musim Mas, namun Musim Mas menyadari bahwa kesesuaian terhadap prinsip-prinsip
keberlanjutan Musim Mas akan memerlukan proses keterlibatan yang konstruktif dengan PKS dan
perusahaan induk mereka. Komponen penting dari keterlibatan ini adalah memberikan program
verifikasi di tingkat pabrik.
Hal kritis terhadap strategi implementasi kebijakan Musim Mas adalah melakukan transformasi
dengan pendekatan di tingkat lanskap terhadap pelaksanaan dan upaya untuk fokus di lokasi-
lokasi di mana dampak dapat tercapai.
1.2 Tujuan dan perkembangan sampai saat ini
Program verifikasi telah menilai kinerja PKS berisiko tinggi yang diidentifikasi melalui penilaian
risiko terkait isu lingkungan terhadap komitmen Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas, baik untuk
menyoroti area di mana perbaikan diperlukan untuk menutup kesenjangan kesesuaian, maupun
untuk menginformasikan strategi keterlibatan di tingkat perusahaan pemasok. Tujuan tersier dari
9
verifikasi tersebut adalah untuk membantu mengidentifikasi tantangan demi menuju prinsip-
prinsip berkelanjutan dengan menginformasikan masukan bagi intervensi yang dapat dilakukan
oleh Musim Mas di seluruh lanskap yang diprioritaskan. Rainforest Alliance telah menyelesaikan
verifikasi terhadap tujuh dari sepuluh PKS yang direncanakan pada tahun 2017, lima dari tujuh
PKS yang telah dikunjungi berlokasi di Provinsi Sumatera Selatan, sementara dua PKS lainnya
berlokasi di Kalimantan Tengah.
Laporan diagnostik ini memberikan masukan yang memungkinkan Musim Mas untuk
mengembangkan pendekatan strategis untuk mengatasi masalah yang diangkat pada tingkat
lanskap. Laporan ini bertujuan untuk menggabungkan diagnostik dari verifikasi dengan
pengetahuan tentang prakarsa atau program Keberlanjutan (Sustainability) yang sudah ada di
provinsi Sumatera Selatan, sebagai dasar untuk merencanakan intervensi. Sebagai langkah awal,
laporan ini menyajikan analisis temuan di Provinsi Sumatera Selatan; satu verifikasi yang
dilakukan pada tahun 2016 dan lima verifikasi yang dilakukan pada tahun 2017. Disertai dengan
pemahaman yang lebih luas mengenai tantangan dan kesadaran tingkat lanskap terhadap
prakarsa atau program terkait lainnya di Provinsi Sumatera Selatan.
2. Metodologi
2.1 Penilaian resiko
Penilaian risiko merupakan elemen penting dalam metodologi keterlibatan pemasok, karena
variasi pemahaman dalam faktor risiko dapat (a) mengidentifikasi kabupaten dimana kelompok
prioritas dikelompokkan untuk keterlibatan dalam mencapai transformasi lanskap; (b)
menginformasikan seleksi PKS untuk dimasukkan sebagai bagian dari program verifikasi; dan (c)
memungkinkan visibilitas profil tingkat kelompok dan pemantauan kemajuan. Secara khusus, PKS
dalam setiap kelompok perusahaan utama telah dikelompokkan ke dalam kategori risiko, dan atas
dasar ini Musim Mas telah mengidentifikasi PKS yang akan disertakan sebagai bagian dari program
verifikasi.
2.2 Pemilihan Pabrik Kelapa Sawit untuk verifikasi
Pemilihan PKS dilakukan oleh tim Musim Mas dengan pendekatan fokus kepada:
• Keterlibatan dengan kelompok PKS di lanskap prioritas, dengan penekanan awal pada
kabupaten di provinsi Sumatera Selatan
• Memprioritaskan PKS yang dimiliki oleh kelompok perusahaan perkebunan yang
merupakan pemasok utama untuk Musim Mas, berdasarkan total volume & kemitraan
komersial yang strategis.
10
Atas dasar ini, daftar PKS yang dipilih Musim Mas untuk verifikasi berikut dengan tanggal verifikasi
dan lokasi, adalah:
No Tanggal verifikasi Kabupaten ID PKS
1 21-24 February 2017 Musi Banyuasin PKS A
2 12-16 June 2017 Musi Banyuasin PKS B
3 21-23 August 2017 Banyuasin
PKS C
4 4-8 September 2017 Musirawas PKS D
5 12-14 September 2017 Musirawas PKS E
6 17-19 October 2017 Banyuasin PKS F
Untuk melengkapi laporan diagnostik ini, Rainforest Alliance telah melakukan verifikasi enam
lokasi pabrik mulai 21 February sampai 19 October 2017, pabrik yang dikunjungi berada di
Provinsi Sumatera Selatan.
2.3 Gambaran pasokan TBS ke pabrik
Basis pasokan PKS bervariasi: pasokan TBS berasal dari perkebunan sendiri; plasma; perkebunan
perusahaan lain; petani mandiri yang bergabung dalam kelompok tani maupun individual;
koperasi; dan agen atau pedagang TBS. Tabel proporsi basis pasokan PKS di bawah ini menyajikan
risiko ketertelusuran per kategori pemasok mulai dari risiko paling rendah (Perkebunan sendiri)
menuju ke risiko yang paling tinggi (Agen). Hasil analisa basis pasokan untuk enam PKS di
Sumatera Selatan menunjukkan basis pasokan paling tinggi berasal dari Perkebunan Sendiri
(31.64%), diikuti dengan pasokan TBS dari pemasok agen TBS atau pedagang (30.20%); pasokan
TBS dari Perusahaan Perkebunan (17.23%); pasokan TBS dari plasma (10.46%); pasokan TBS dari
Petani Mandiri (6.14%) dan pasokan TBS dari Koperasi (4.33%). Sepertiga pasokan TBS berasal dari
Agen, hal ini menunjukan basis pasokan TBS di enam PKS memiliki risiko ketertelusuran yang
tinggi. Setiap PKS memiliki strategi yang berbeda untuk mempertahankan basis pasokannya dan
untuk mempertahankan tingkat persediaan TBS yang dapat diterima. Berikut adalah gambaran
pasokan TBS:
11
PKS
Proporsi Total Basis Pasokan (%)
Perkebunan
sendiri Plasma
Perusahaan
perkebunan
Petani
Mandiri Koperasi Agen
A 47.80% 19.45% 32.75%
B 25.73% 22.57% 26.44% 25.26%
C 0.28% 96.95% 0.21% 2.56%
D 82.62% 0.58% 8.74% 0.12% 7.94%
E 1.39% 25.37% 73.24%
F 2.49% 12.80% 46.99% 37.72%
Persentase* 31.64% 10.46% 17.23% 6.14% 4.33% 30.20%
Note: *Persentase yang disajikan adalah persentase masing-masing jenis basis pasokan terhadap total volume TBS dari ke-enam PKS Tingkat ketertelusuran pada setiap kategori pasokan dari resiko yang terendah hingga yang tertinggi:
1. Perkebunan sendiri, TBS berasal dari Perkebunan yang dikelola sendiri oleh organisasi. 2. Plasma, TBS berasal dari petani kecil yang memiliki kesepakatan dengan organisasi dalam hal program
perawatan dan / atau penanaman kembali Perkebunan. 3. Perusahaan perkebunan, TBS berasal dari perusahaan lain yang memiliki Perkebunan. 4. Petani mandiri, TBS berasal dari perkebunan besar atau petani kecil (yang tidak memiliki izin usaha
sebagai perusahaan). 5. Koperasi, TBS berasal dari sekelompok petani yang tergabung dalam asosiasi rakyat otonom yang bersatu
secara sukarela untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial dan budaya mereka. 6. Agen, TBS berasal dari perantara yang membeli TBS dari sumber yang berbeda misal petani, koperasi
atau perkebunan lainnya dan mengantarkan TBS ke pabriknya.
2.4 Site Verification Process
Verifikasi tingkat pabrik adalah penilaian berbasis lokasi terhadap kinerja pabrik kelapa sawit dan
basis pasokan TBS-nya terhadap satu set indikator. Proses verifikasi pihak ketiga dapat diringkas
dalam diagram di bawah ini:
Proses awal: • Melengkapi data
profil PKS
• Kajian dokumen
awal
• Jadwal Kunjungan
Kunjungan lapangan: • Rapat pembukaan
• Kajian dokumen
• Wawancara
• Observasi lapangan
• Rapat penutupan
Pelaporan: • Penyusunan laporan
• Pengkajian laporan
• Rencana perbaikan berkelanjutan
dan rekomendasi
12
Tujuan verifikasi adalah untuk mendokumentasikan kesesuaian dengan persyaratan Kebijakan
Keberlanjutan Musim Mas oleh PKS. Kegiatan ini bukan audit ataupun penilaian dengan hasil lulus
atau gagal. Sebaliknya, kegiatan ini bertujuan untuk menyediakan rekomendasi untuk perbaikan
guna menutup ketidaksesuaian dan mencapai tingkat kinerja yang lebih baik.
Proses verifikasi dimulai dengan proses awal dimana PKS memberikan informasi tentang profil
dan operasi pabrik. Informasi ini dikaji dan diperiksa oleh tim verifikasi sebelum kunjungan
lapangan. Kunjungan lapangan dimulai dengan sebuah rapat pembukaan dan diakhiri dengan
rapat penutupan di lokasi PKS; semua personil terkait dan perwakilan manajemen diharapkan
menghadiri kedua rapat tersebut. Tim verifikasi menggunakan tiga pendekatan yang berbeda
untuk mengkonfirmasi pengamatan mereka: tinjauan dokumen, wawancara dan observasi
lapangan. Hasil observasi awal dipresentasikan dan didiskusikan dalam rapat penutup. Tim
verifikasi kemudian menyiapkan laporan verifikasi yang menyajikan hasil observasi dan rencana
tindakan yang direkomendasikan untuk perbaikan.
Indikator untuk verifikasi telah dikembangkan dari komitmen Keberlanjutan Musim Mas yang
dibagi ke dalam delapan prinsip berikut:
No Prinsip Indikator
1 Kepemilikan lahan dan legislasi 7 indikator
2 Deforestasi 6 indikator
3 Pembangunan di lahan gambut 3 indikator
4 Penggunaan api 1 indikator
5 Pengelolaan dampak lingkungan 3 indikator
6 Emisi gas rumah kaca (GRK) 2 indikator
7 Kepatuhan sosial 14 indikator
8 Rantai pasokan 5 indikator
TOTAL 41 indikator
2.5 Kategori hasil verifikasi
Hasil awal dari verifikasi adalah laporan yang mencakup semua observasi dari kunjungan
verifikasi. Proses verifikasi lapangan tingkat pabrik menghasilkan serangkaian observasi, yang
mengkategorikan kesesuaian dengan masing-masing indikator dengan menggunakan sistem
klasifikasi hasil berikut:
13
Compliance • Kesesuaian dengan indikator.
Minor non-
compliance
• Memiliki potensi untuk menurunkan performa terkait dengan persyaratan yang disebutkan dalam indikator; dan/atau
• Ketidaksesuaian yang berulang dalam batas rendah yang dapat memberikan dampak atau kemungkinan memberikan dampak terhadap performa PKS dan pemasok secara keseluruhan; dan/atau
• Dapat diselesaikan segera.
Major non-
compliance
• Ketidaksesuaian terhadap persyaratan legal; dan/atau
• Ketidaksesuaian yang sistemik dan berulang di batasan yang cukup tinggi dan memberikan dampak atau kemungkinan memberikan dampak terhadap performa PKS dan pemasok secara keseluruhan; dan/atau
• Berbahaya terhadap kehidupan dan kesehatan secara langsung.
2.6 Pemetaan prakarsa atau program tingkat kabupaten
Di samping program verifikasi yang dijelaskan di atas, Rainforest Alliance juga melakukan tinjauan
berbasis desktop mengenai prakarsa atau program baik yang sedang berlangsung maupun yang
direncanakan di tiga kabupaten prioritas Musim Mas di Musi Banyuasin, Banyuasin dan
Musirawas. Tinjauan berbasis desktop ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi yang
tersedia dari sumber-sumber domain publik; informasi dari LSM; pencarian Google; dan masukan
dari Musim Mas.
Pendekatan ini menawarkan indikasi awal peluang kolaborasi, namun sebaiknya tidak dipandang
sebagai daftar lengkap semua kemungkinan peluang kolaborasi di lapangan, karena ada beberapa
prakarsa atau program lokal lainnya yang tidak teridentifikasi di sini. Indikasi awal peluang
kolaborasi ini juga perlu ditelusuri lebih lanjut oleh Musim Mas apakah memang mencakup
program yang sesuai dengan kebutuhan Musim Mas.
14
3. Diagnostik
Diagnostik disajikan dalam tiga bagian:
1. Analisis kesesuaian performa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) terhadap indikator Kebijakan
Keberlanjutan Musim Mas melalui program verifikasi oleh Rainforest Alliance, untuk
enam PKS.
2. Analisis terhadap tantangan yang dihadapi oleh PKS di tingkat lanskap yang
diidentifikasi melalui desktop review.
3. Tinjauan singkat terhadap prakarsa atau program yang ada di provinsi Sumatera
Selatan yang dianggap relevan untuk menangani tantangan yang telah teridentifikasi.
Ketiga analisa tersebut kemudian digabungkan dalam lampiran B, untuk mengidentifikasi
rekomendasi untuk kegiatan implementasi kebijakan, untuk pertimbangan lebih lanjut oleh
Musim Mas.
3.1 Ringkasan Hasil Verifikasi
Ringkasan hasil verifikasi ini didapat dari analisa hasil observasi terhadap kunjungan ke-enam PKS
yang dilakukan oleh tim Rainforest Alliance. Analisa dilakukan melalui dua pendekatan:
Pendekatan pertama, analisa berdasarkan ketidaksesuaian terhadap indikator yang dikelompokan
menjadi delapan prinsip. Penilaian performa PKS dilakukan dengan membagi dalam dua ruang
lingkup operasional, yakni operasional pabrik kelapa sawit dan operasional pengelolaan basis
pasokan (di dalamnya termasuk kebun inti dan pemasok pihak ketiga).
Diagram berikutnya menyajikan ringkasan kesesuaian terhadap delapan prinsip dalam daftar
periksa verifikasi. Karena jumlah indikator bervariasi di bawah setiap prinsip, angka kesesuaian /
ketidaksesuaian diubah menjadi persentase untuk memudahkan perbandingan antara prinsip.
Perhitungan rinci disajikan pada Lampiran B. Hal ini menunjukkan tingkat kesesuaian gabungan
dari enam PKS, di dalam setiap prinsip. Beberapa ketidaksesuaian yang teridentifikasi dapat
ditangani di tingkat PKS, sementara ketidaksesuaian yang lain sebaiknya menggunakan
pendekatan pada tingkat lanskap yang lebih luas.
15
Diagram 01. Analisa per bagian untuk performa Pabrik
Diagram di atas adalah analisa kesesuaian performa operasional pabrik terhadap indikator yang
dikelompokan per prinsip. Terlihat semua indikator pada prinsip 2 (deforestasi), prinsip 3
(pembangunan di lahan gambut) dan prinsip 4 (penggunaan api) tidak dapat diterapkan pada
operasional pabrik kelapa sawit.
Secara keseluruhan kesesuaian performa operasional pabrik kelapa sawit terhadap kepemilikan
lahan dan legislasi (prinsip 1), kepatuhan sosial (prinsip 7), serta pengelolaan dampak lingkungan
(prinsip 5) cukup tinggi, yang perlu menjadi perhatian adalah kesesuaian performa operasional
pabrik kelapa sawit terhadap emisi gas rumah kaca (prinsip 6) dan rantai pasokan (prinsip 8) yang
rendah. Secara rinci, ketidaksesuaian pada masing masing prinsip akan dibahas lebih lanjut pada
akhir poin 3.1.
16
Diagram 02. Analisa per bagian untuk performa Rantai Pasokan
Diagram di atas adalah analisa kesesuaian performa pengelolaan rantai pasokan, termasuk di
dalamnya adalah pasokan dari kebun inti, plasma maupun pemasok pihak ketiga lainnya, seperti
koperasi, perusahaan perkebunan dan agen. Terlihat semua indikator pada prinsip 8 (rantai
pasokan) tidak dapat diterapkan pada ruang lingkup pengelolaan rantai pasokan ini, karena
pengelolaan rantai pasokan menjadi tanggung jawab dari PKS. Indikator yang terkait dengan
gambut terlihat menunjukan persentase lebih dari 50% tidak dapat diterapkan, karena 50% dari
PKS yang dikunjungi tidak berlokasi di area gambut.
Kesesuaian rantai pasokan pada ke-enam PKS terlihat paling tinggi pada prinsip 4 (penggunaan
api), namun secara keseluruhan hampir semua prinsip lainnya dalam daftar periksa lapangan
Musim Mas menjadi kritis, terutama prinsip yang terkait dengan faktor lingkungan, seperti yang
dijelaskan secara berurutan sesuai dengan prosentase ketidaksesuaiannya yaitu: prinsip 6 (emisi
gas rumah kaca), prinsip 2 (deforestasi), prinsip 5 (pengelolaan dampak lingkungan). Prinsip 1
(kepemilikan lahan dan legislasi) juga menjadi faktor yang perlu diperhatikan, sementara prinsip 7
(kepatuhan sosial) mengikuti dengan persentase 25%.
Pendekatan kedua, analisa berdasarkan observasi ketidaksesuaian untuk setiap PKS yang
dikelompokan berdasarkan kategori temuan. Diagram di bawah ini menunjukkan hasil relatif
untuk kesesuaian dan ketidaksesuaian Major dan minor terhadap setiap indikator untuk setiap
PKS yang dinilai atas delapan prinsip daftar periksa verifikasi Musim Mas. Hal ini memungkinkan
perbandingan yang jelas terhadap kinerja PKS secara keseluruhan pada masing-masing
operasional PKS, untuk menyoroti PKS mana yang prioritas untuk mendapatkan perhatian dan
dukungan segera dari Musim Mas.
17
Analisa kedua ini menilai performa PKS secara keseluruhan berdasarkan indikator yang dapat
diterapkan, dengan mengacu pada hasil pendekatan pertama di atas, ruang lingkup Analisa dibagi
menjadi:
1. Performa PKS terkait operasional pabrik kelapa sawit dengan mengeluarkan indikator yang
termasuk ke dalam prinsip 2 (deforestasi), prinsip 3 (pembangunan di lahan gambut) dan
prinsip 4 (penggunaan api)
2. Performa PKS terkait pengelolaan rantai pasokan dengan mengeluarkan indikator yang
termasuk ke dalam prinsip 8 (rantai pasokan)
Diagram 03. Performa PKS terkait dengan operasional Pabrik
Diagram di atas menunjukan bahwa kesesuaian PKS C paling rendah dibandingkan dengan PKS
lainnya, yaitu sekitar 23%, diikuti dengan PKS E dengan persentase kesesuaian sekitar 32%.
Sementara PKS A dan PKS B memiliki kesesuaian yang sama, yakni 42%, dan PKS D dengan
persentase 48% menunjukan ketidaksesuaian Major yang sangat rendah sekitar 3%, diikuti dengan
kesesuaian PKS B dengan prosentase kesesuaian paling tinggi sekitar 71%, dengan nilai
ketidaksesuaian sebesar 10%.
Hasil keseluruhan ini menunjukkan bahwa PKS C dan PKS E merupakan prioritas utama untuk
keterlibatan dan dukungan dalam rencana tindakan untuk memperbaiki ketidaksesuaian.
Meskipun ketidaksesuaian Major kedua PKS tersebut bukanlah yang paling tinggi, namun
ketidaksesuaian minor berpotensi untuk meningkat menjadi Major jika tidak dilakukan tindakan
untuk rencana perbaikan. Sebagian besar PKS yang dikunjungi sudah mengikuti program sertifikasi
ISPO meskipun belum menyelesaikan proses sertifikasi secara sepenuhnya, ada PKS yang sudah
18
melewati tahap satu sertifikasi ISPO dan masih dalam proses untuk tahap dua dan ada yang sudah
menyelesaikan tahap dua ISPO namun belum mendapatkan keputusan dari komite ISPO.
Diagram 04. Performa PKS terkait pengelolaan basis pasokan TBS
Sementara performa PKS terkait dengan pengelolaan basis pasokan TBS, PKS F merupakan
prioritas utama, terlihat dari rendahnya persentase kesesuaian, diikuti dengan PKS A dan PKS C.
Namun secara keseluruhan pengelolaan basis pasokan pada masing-masing PKS perlu dikaji
dengan pendekatan yang berbeda, karena beberapa PKS bergantung pada pemasok pihak ketiga
untuk pasokan TBS, sehingga bagaimana PKS membangun sistem kerjasama dengan pemasok
pihak ketiga menjadi aspek yang penting untuk diperhatikan.
Sebagian kecil PKS memiliki kebun inti sehingga jaminan pasokan TBS dapat dikendalikan oleh
manajemen PKS yang memiliki posisi negosiasi yang lebih baik dibandingkan dengan PKS yang
pasokan TBSnya sangat bergantung dari pemasok pihak ketiga. Di sisi lain, keberadaan kebun
plasma yang secara mekanisme operasionalnya dapat dikendalikan oleh manajemen PKS dapat
dijadikan alternatif untuk mengamankan pasokan TBS.
Analisa secara terpisah, baik lingkup pengelolaan pabrik dan lingkup rantai pasokan teridentifikasi
ketidaksesuaian tertinggi ditemukan terhadap emisi gas rumah kaca (bagian prinsip 6). Dan
ketidaksesuaian tertinggi kedua dan ketiga pada lingkup pengelolaan pabrik adalah rantai pasokan
(prinsip 8) serta kepemilikan lahan dan legislasi (bagian prinsip 1). Sementara lingkup pengelolaan
rantai pasokan teridentifikasi ketidaksesuaian tertinggi kedua dan ketiga pada deforestasi (prinsip
2) dan pengelolaan dampak lingkungan (prinsip 5).
19
Berdasarkan verifikasi yang dilakukan terhadap 6 PKS, isu tematik utama yang diidentifikasi di
masing-masing dari delapan prinsip adalah sebagai berikut:
(i) Emisi gas rumah kaca (GRK) – prinsip 6
Ketidaksesuaian operasional pabrik dan pengelolaan rantai pasok terhadap indikator
emisi gas rumah kaca paling tinggi, pada lingkup operasional pabrik ketidaksesuaian
emisi GRK adalah 42% sementara pada lingkup pengelolaan rantai pasokan persentase
ketidaksesuaian mencapai 92%. Presentase ketidaksesuaian yang hampir mencapai
100% tersebut disebabkan karena semua pemasok pihak ketiga belum melakukan
identifikasi emisi GRK, sementara hanya sebagian PKS yang memiliki kebun inti telah
melakukan identifikasi emisi GRK. Hasil verifikasi di lapangan menunjukkan bahwa
pemenuhan kesesuaian terhadap emisi GRK belum menjadi perhatian bagi manajemen
PKS terlebih bagi rantai pasok TBS, baik kebun inti maupun kebun pihak ketiga. Sebagian
besar PKS menganggap pemenuhan terhadap indikator emisi GRK ini bukan menjadi
prioritas dan beberapa PKS belum memiliki pengetahuan yang cukup untuk melakukan
identifikasi dan perhitungan emisi GRK dan membuat rencana tindakan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca pada perkebunan dan operasional.
(ii) Deforestasi – prinsip 2
Indikator yang termasuk dalam kelompok deforestasi tidak dapat diterapkan pada
lingkup operasional pabrik, penilaian dan observasi hanya dilakukan pada lingkup
pengelolaan rantai pasok, termasuk di dalamnya adalah pengelolaan kebun inti oleh
manajemen PKS dan pemasok pihak ketiga. Ketidaksesuaian terhadap indikator
deforestasi terkait dengan belum dilakukannya identifikasi maupun penilaian
terhadap area dengan nilai konservasi tinggi (HCV) dan area dengan nilai karbon tinggi
(HCS). Terdapat beberapa PKS yang masih belum melakukan identifikasi HCV dan HCS
pada kebun inti PKS dan perusahaan Perkebunan, akan tetapi hal tersebut akan
dipenuhi pada saat mereka mengambil program sertifikasi. Sedangkan untuk pemasok
pihak ketiga lainnya belum ada keperluan mendesak untuk melakukan identifikasi HCV
dan HCS. Ketidaksesuaian terhadap indikator deforestasi sebagian besar diidentifikasi
pada tingkat petani kecil, baik yang tergabung dalam koperasi, gabungan kelompok
tani maupun petani kecil mandiri. Keterbatasan pengetahuan dan sumber daya
menjadi tantangan yang dihadapi oleh pemasok pihak ketiga pada tingkat tersebut.
Keterbatasan tersebut mengakibatkan penanaman yang dilakukan tidak
mempertimbangkan poin-poin penting yang dipersyaratkan dalam indikator
deforestasi.
PKS yang sudah melakukan identifikasi HCV, ada yang belum melakukan pengelolaan
dan pemantauan HCV di lapangan untuk dapat melindungi area HCV yang sudah
ditetapkan. Pada salah satu PKS, di dalam penilaian HCV diindikasikan areal PKS
terletak dalam wilayah atau home range dari Harimau (Panthera tigris Sumaterae).
20
PKS yang telah melakukan penanaman baru, tidak menerapkan New Planting
Procedure RSPO, karena ke-enam PKS belum mengambil sertifikasi RSPO.
(iii) Pengelolaan dampak lingkungan – prinsip 5
Ketidaksesuaian PKS terhadap pengelolaan dampak lingkungan dalam lingkup
operasional pabrik antara lain yaitu laporan semester UKL-UPL PKS belum mencakup
seluruh komponen ekologi maupun social dalam rencana pengelolaan ataupun
pemantauan dampak lingkungan dan ada beberapa PKS belum menerapkan
pengelolaan limbah sesuai dengan SOP-nya ataupun peraturan pemerintah secara
konsisten. Sementara, pemasok pihak ketiga belum memprioritaskan pengelolaan
dampak lingkungan. Keterbatasan pengetahuan dan sumber daya menjadi tantangan
yang dihadapi oleh baik PKS maupun pemasok pihak ketiga.
(iv) Kepemilikan lahan dan legislasi – prinsip 1
Keenam PKS yang dikunjungi belum familiar dengan Kebijakan Keberlanjutan Musim
Mas dan belum mengadopsi ke dalam kebijakan perusahaannya, misalnya belum
memasukan komitmen terhadap P&C RSPO dan etika bisnis. Beberapa PKS belum
memiliki rencana tindakan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam
komitmen kebijakan perusahaannya.
Secara umum kepemilikan lahan dan legislasi PKS telah memenuhi persyaratan
indikator, kepatuhan PKS terhadap hukum dan regulasi lokal maupun nasional sudah
baik meskipun ada beberapa PKS yang belum dapat memenuhi kesesuaian indikator
ini sepenuhnya. Pada lingkup rantai pasokan, beberapa Perkebunan yang dikelola oleh
manajemen PKS (Kebun Inti) belum memperoleh Hak Guna Usaha untuk sejumlah
luasan kebun, namun kegiatan operasional kebun kelapa sawit sudah dilakukan pada
areal tersebut. Pada pemasok pihak ketiga sebagian besar pemasok tingkat petani
kecil tidak memiliki sertifikat hak milik, surat tanah yang mereka miliki adalah Surat
Keterangan Ganti Rugi Tanah ataupun Surat Keterangan Tanah yang dikeluarkan oleh
Kelurahan ataupun Kecamatan. Ketidaksesuaian pada indikator kepemilikan lahan dan
legislasi juga terkait dengan lemahnya ketertelusuran rantai pasokan, karena tidak
dapat teridentifikasi asal usul Tandan Buah Segar (TBS), maka resiko ketidaksesuaian
legalitas lahan menjadi tinggi.
(v) Kepatuhan sosial – prinsip 7
Beberapa PKS membuat program sosial berdasarkan penilaian dampak sosial yang
dilakukan dalam lingkup desa yang bersinggungan langsung dengan lokasi PKS, namun
sebagian besar PKS memberikan bantuan sosial berdasarkan pada permintaan
ataupun proposal dari kepala desa setempat, karena belum adanya penilaian dampak
sosial dan tidak adanya komunikasi yang partisipatif dengan pejabat desa dan
komunitas sekitar dalam penyusunan program sosial.
21
Sebagian besar PKS belum menerapkan prinsip-prinsip padiatapa (Persetujuan Atas
Dasar Informasi di Awal Tanpa Paksaan) secara menyeluruh, meskipun beberapa PKS
sudah mencantumkan prinsip-prinsip padiatapa dalam kebijakan perusahaan dan
melakukan penilaian terhadap implementasinya. PKS yang mengalami peralihan
kepemilikan tidak memiliki dokumentasi yang lengkap untuk proses penyelesaian
konflik lahan.
Beberapa PKS masih perlu melakukan perbaikan di aspek ketanagakerjaan, terkait
dengan pemenuhan hak pekerja yang perlu dikaji kembali, termasuk di dalamnya
adalah jam kerja yang tidak sesuai dengan peraturan ketenagakerjaan dan untuk
pekerja harian tidak tetap yang mendapatkan upah harian dibawah upah minimum
karena perhitungan upah harian tidak mengikuti peraturan menteri nomor PER-01/
MEN /1999. Beberapa PKS belum memiliki Peraturan Perusahaan yang memuat
syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan (UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan)
PKS tidak menerapkan SOP terkait dengan kesehatan dan keselamatan kerja serta
peraturan pemerintah secara konsisten, antara lain penggunaan APD, pemberian
pelatihan, penugasan ahli K3, penyediaan fasilitas K3, dan penyediaan APD (ada satu
PKS yang membebankan biaya APD kepada pekerja dengan sistem pemotongan biaya
dari upah pekerja).
(vi) Rantai pasokan – prinsip 8
Semua PKS belum memiliki sistem ketertelusuran TBS yang dapat menjangkau asal
sumber TBS sampai kepada pemasok pihak ketiga tingkat petani kecil. Ketertelusuran
TBS dilakukan hanya sampai pada pemasok yang terdaftar dalam sistem PKS, yaitu
pemasok yang memiliki DO. Sebagian besar PKS mendapatkan TBS dari pemasok pihak
ketiga kategori agen yang memiliki resiko paling tinggi untuk ketertelusurannya, PKS
belum memiliki mekanisme untuk memastikan pemasok pihak ketiga menerapkan
larangan pembelian TBS ilegal. Hampir semua PKS belum memiliki program untuk
mendukung petani kecil dalam mematuhi persyaratan prinsip-prinsip keberlanjutan.
(vii) Pembangunan di lahan gambut – prinsip 3
Sebagian besar PKS yang dikunjungi tidak terletak pada area gambut, ada dua PKS
yang berlokasi di area gambut dan memiliki area gambut di dalam Perkebunan Inti
PKS. Kedua PKS tersebut belum melakukan kajian yang lebih mendalam terhadap area
gambut di dalam kebun inti perusahaan. Sehingga belum diketahui informasi
kedalaman gambut, tingkat kematangan gambut, dan kandungan bahan organik.
Kedua manajemen PKS menerapkan sistem tata kelola air melalui kanal dengan sistem
buka tutup, namun belum ada prosedur tertulis yang khusus dibuat untuk tanaman
pada lahan gambut terkait dengan tata kelola air. Ketidaksesuaian pada indikator ini
juga terkait dengan lemahnya ketertelusuran rantai pasokan, karena tidak dapat
22
teridentifikasi asal usul Tandan Buah Segar (TBS), maka resiko ketidaksesuaian
pembangunan di lahan gambut menjadi tinggi.
(viii) Penggunaan api – prinsip 4
Observasi indikator penggunaan api hanya diterapkan pada lingkup pengelolaan rantai
pasokan. Tingkat kesesuaian indikator penggunaan api cukup tinggi, karena pengelola
kebun, baik kebun inti maupun kebun pemasok pihak ketiga memahami adanya
larangan penggunaan api oleh pemerintah daerah yang tertuang dalam peraturan
daerah provinsi Sumatera Selatan No. 8 tahun 2016 tentang Pengendalian Kebakaran
Hutan dan/atau Lahan, dimana pelanggaran akan dikenakan sanksi dengan pidana
kurungan paling lama 6 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000, -.
Tingkat komitmen terhadap keberlanjutan bergantung pada apakah PKS memiliki komitmen untuk
mengikuti program sertifikasi dengan prinsip-prinsip keberlanjutan seperti ISPO atau RSPO.
Dengan adanya keharusan sertifikasi ISPO untuk semua PKS di Indonesia, manajemen PKS perlu
menunjukan komitmennya dengan pengadaan dan/ atau peningkatan kapasitas sumber daya
manusia serta investasi dalam membuat kebijakan dan membangun program-program untuk
dapat menjalankan pengelolaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam
pengelolaan kebun kelapa sawit.
3.2 Permasalahan di tingkat lanskap yang teridentifikasi
3.2.1 Profil Kabupaten
Profil Kabupaten dibawah ini adalah hasil dari kajian dokumen terhadap Kabupaten prioritas
Musim Mas tahun ini. Kajian dokumen diperoleh melalui pengumpulan informasi yang tersedia
dari sumber-sumber domain publik; informasi dari LSM dan pencarian dari Google. Tujuan dari
penyajian profil Kabupaten ini adalah memberikan gambaran ringkas profil Kabupaten Musi
Banyuasin, Banyuasin dan Musi Rawas1.
Kabupaten Musi Banyuasin
“Kabupaten Musi Banyuasin memiliki luas wilayah administrasi ± 14.295,96 km2 atau ±
1.426.596 ha. Dari luasan tersebut ± 50,3 % merupakan kawasan hutan, yaitu Hutan
Konservasi 49.793 ha, Hutan Lindung 19.229 ha, Hutan Produksi (HP)Terbatas 98.897 ha,
HP Tetap 418.177 ha, HP Konversi 127.585 ha (Dishut Muba 2013). Dari total luas kawasan
hutan tersebut diatas lebih dari 90 % merupakan kawasan Hutan Produksi dengan kondisi
pemanfaatan saat ini sebagai Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman
Industri (IUPHHK-HTI), IUPHHK-HA, IUPHHK-HD, Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPHHK)
1 Biodiversity and Climate Change project (BIOCLIME) Maret 2016 by Haki (Hutan Kita Institute)
https://id.123dok.com/document/zgxxdv6q-final-report-haki-funding-mechanism.html
23
Migas dan Ekplorasi Batubara dan sebagian kecil merupakan Areal Tertentu yang belum
dibebani izin (free area).
Selama ini potensi kawasan hutan yang sangat luas ini belum dikelola secara baik dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek kepentingan, melainkan lebih
mengedepankan pertimbangan ekonomis sehinga berimplikasi pada deforestasi dan
degradasi dengan laju yang cukup tinggi, yaitu mencapai 49.468 ha/tahun dari total
kawasan hutan (HaKI, 2015). Degradasi dan deforestasi yang terjadi diakibatkan oleh
konversi lahan untuk HTI, illegal logging, perambahan dan kebakaran hutan. Kondisi ini
juga berbanding lurus dengan kondisi kemiskinan bagi masyarakat yang berada di dalam
dan sekitar kawasan hutan itu sendiri. Selain itu, Musi Banyuasin juga banyak terjadi kasus
tumpang tindih izin yaitu antara IUPHHK dengan HGU sebesar 7.662 ha dan dengan
kawasan lindung dan fungsi kawasan lainnya sebesar 36.072 Hektar. Angka kemiskinan
pada tahun 2013, menurut BPS adalah 18.02% dari total populasi sebesar 592.400 Jiwa
(BPS 2014) atau sekitar 106.632 Jiwa.”2
Kabupaten Banyuasin
“Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, yang
secara Geografis terletak pada posisi antara 1,30° - 4,0° Lintang Selatan dan 104° 00’ -
105° 35’ Bujur Timur yang terbentang mulai bagian tengah Provinsi Sumatera Selatan
sampai dengan bagian Timur dengan total luas wilayah seluruhnya mencapai ± 1, 2 Juta
ha. Letak Geografis Kabupaten Banyuasin yang demikian menempatkan Kabupaten
Banyuasin pada posisi potensial dan strategis dalam hal perdagangan dan industri,
maupun pertumbuhan sektor-sektor pertumbuhan baru. Kondisi dan posisi Kabupaten
Banyuasin dengan ibukota Pangkalan Balai terletak di Jalur Lintas Timur. Selain itu
Kabupaten Banyuasin merupakan daerah penyelenggara pertumbuhan Kota Palembang
terutama untuk sektor industri. Di sisi lain bila dikaitkan dengan rencana Kawasan Industri
dan pelabuhan Tanjung Api-api Kabupaten Banyuasin sangat besar peranannya bagi
kabupaten di sekitarnya sebagai pusat industri hilir, jasa distribusi produk sumber daya
alam baik pertanian, kehutanan, perikanan dan kelautan, serta pertambangan.
Perkembangan tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin di kabupaten Banyuasin
mengalami penurunan dari tahun 2009 sebesar 13,72% menjadi 11,27% pada tahun 2012.
Berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No. 866 tahun 2014 tentang
kawasan hutan dan konservasi perairan provinsi Sumatera Selatan, bahwa wilayah
kabupaten Banyuasin memiliki luasan kawasan hutan mencapai ± 445.750 ha (37% dari
total luas wilayah), bukan kawasan hutan atau APL mencapai ± 749.800 ha (62% dari total
luas wilayah) dan tubuh air yang luasnya ± 6.550 ha (1% dari total luas wilayah). Khusus
kawasan hutan yang ada di kabupaten Banyuasin sebagian besar atau 48% dari total
2 Biodiversity and Climate Change project (BIOCLIME) Maret 2016 by Haki (Hutan Kita Institute)
https://id.123dok.com/document/zgxxdv6q-final-report-haki-funding-mechanism.html
24
kawasan hutannya (± 217.820 ha) adalah Taman Nasional Sembilang (TNS), 14% (63.900
ha) adalah Hutan Lindung (HL), 20% (89.805 ha) adalah Hutan Produksi (HP) & Hutan
Produksi Konversi (HPK), dan 16% (74.225 ha) adalah Suaka Margasatwa (SM).”3
Kabupaten Musi Rawas
“Kabupaten Musi Rawas termasuk ke dalam Wilayah Pengembangan Provinsi Sumatera
Selatan Bagian Barat yang berfungsi sebagai lumbung pangan, pengembangan sektor
perkebunan, pengembangan sektor energi dan sebagai daerah penyangga Provinsi
Sumatera Selatan karena di wilayah ini terdapat Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
Luas Wilayah Kabupaten Musi Rawas secara keseluruhan adalah 1.236.582,66 ha, tempat
bertemunya hulu Sungai Musi dengan aliran Sungai Rawas. Secara geografis, dan terletak
pada posisi 102°07'00" - 103°40'00" BT dan 2°20'00" - 3°38'00" LS. Letak Kabupaten Musi
Rawas sangat strategis karena di lalui jalur lintas tengah Sumatera, yaitu jalur darat yang
menghubungkan Bakaheuni di Lampung dan Banda Aceh, serta jalan lintas antar Provinsi
yang menghubungkan Kota Palembang dengan Bengkulu, baik melalui Sekayu maupun
Lahat. Dengan letak geografis seperti ini menyebabkan Kabupaten Musi Rawas menjadi
tempat tumbuhnya sentra-sentra perekonomian terutama di kota-kota kecamatan yang
berada di sisi jalan utama lintas Sumatera.”4
3.2.2 Ketidaksesuaian PKS Terkait dengan Isu Lanskap
Banyak isu ketidaksesuaian yang teridentifikasi melalui analisa hasil penilaian verifikasi PKS dan
kajian dokumen per Kabupaten. Tantangan yang dihadapi oleh masing-masing PKS, dapat
tercermin juga dari kajian dokumen di tingkat lanskap. Beberapa tema makro yang ditemukan di
seluruh verifikasi pabrik, dikombinasikan dengan verifikasi terhadap basis pasokan dan
pengetahuan tim yang lebih luas dapat dirangkum sebagai berikut:
(i) Ekologi Sebagian besar ketidaksesuaian dalam hal terkait ekologi telah teridentifikasi diantara
petani, termasuk petani yang bergabung dengan koperasi, kelompok tani, dan lembaga
operasional swadaya. Berdasarkan observasi lapangan, beberapa area produksi petani
berada dalam lahan gambut yang terlihat dari bangunan kanal dalam area produksi. Karena
terbatasnya sumber daya yang dimiliki petani, pengelolaan lahan gambut dalam area
produksi hanya melalui sistim konvensional. PKS dan pemasoknya yang telah melakukan
penanaman baru tidak menjalankan prosedur penanaman baru RSPO karena mereka tidak
familiar dengan prosedur tersebut.
3 Biodiversity and Climate Change project (BIOCLIME) Maret 2016 by Haki (Hutan Kita Institute)
https://id.123dok.com/document/zgxxdv6q-final-report-haki-funding-mechanism.html
4 Biodiversity and Climate Change project (BIOCLIME) Maret 2016 by Haki (Hutan Kita Institute)
https://id.123dok.com/document/zgxxdv6q-final-report-haki-funding-mechanism.html
25
Satu PKS telah mengidentifikasi NKTnya; PKS lainya belum melakukan pengelolaan dan
monitoring NKT di lapangan untuk menjaga area NKT. Dalam kajian NKT salah satu PKS
terindikasi berada di dalam kawasan habitat harimau (Pantera tigris Sumatrae).
• Permasalahan, potensi, dan peluang yang ada di lanskap mangrove, gambut, hutan
dataran rendah dan hutan dataran tinggi atau berbukit sebenarnya merepresentasikan
persoalan, potensi dan peluang konservasi ekosistem hutan dan keragaman hayati
yang ada di Indonesia. Permasalahan utama konservasi hutan dan keragaman hayati di
Sumatera Selatan sangat kompleks menyangkut konversi hutan/ lahan, illegal logging,
kebakaran hutan, perizinan tumpang tindih izin dan konflik lahan.
Melihat berbagai kepentingan terhadap sumber daya hutan dan ekosistemnya di
lanskap tersebut, maka banyak stakeholder memiliki minat yang berbeda, perlu
diselaraskan agar kesinambungan dan ketahanan ekosistem terjaga. Sementara itu,
berbagai program internasional dan nasional dan tren dari komitmen perusahaan
cukup tinggi terhadap konservasi terhadap keempat ekosistem tersebut karena
tekanan pasar, untuk meningkatkan kualitas dan ketahanan ekosistem serta
pembangunan hijau5.
• Tutupan lahan di Provinsi Sumatera Selatan yang sebagian besar merupakah kawasan
hutan, dan tidak kurang dari 45% merupakan kawasan konservasi (hutan lindung,
taman nasional, suaka margasatwa). Area tersebut memiliki nilai konservasi tinggi
(HCV) dan nilai karbon tinggi (HCS), sehingga identifikasi HCV dan HCS menjadi sangat
penting sebagai persyaratan pembukaan lahan untuk perkebunan baik kelapa sawit
maupun komoditas lainnya. Selanjutnya pengelolaan dan pemantauan area HCV dan
HCS juga sangat penting untuk menjaga kualitas dan ketahananan ekosistem.
• Hutan gambut di Musi Banyuasin dan Banyuasin juga merupakan hutan gambut tersisa
di Propinsi Sumatera Selatan dan merupakan kawasan penting bagi habitat yang
hampir punah seperti Buaya Senyulong dan Harimau Sumatera. Sejak tahun 2011,
pemerintah Indonesia telah menerbitkan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru
(PIPPIB) yang diperbarui setiap enam bulan.
Sejak diterbitkan Inpres Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata
Kelola Hutan Primer dan Lahan Gambut, sudah tiga kali inpres itu direvisi. Pertama,
Inpres No 6/2013; kedua, Inpres No 8/2015; dan terakhir adalah Inpres No 6/2017.
Sebagai tindak lanjut dari Inpres No 6/2017, pada tanggal 31 Juli 2017, Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerbitkan surat keputusan tentang PIPPIB Revisi
XII6. Dengan adanya inpres dan PIPPIB tersebut, semua gubernur dan bupati/wali kota
diminta berpedoman pada lampiran PIPPIB Revisi XII jika akan menerbitkan
rekomendasi dan penerbitan izin lokasi baru. Berikut ini moratorium gambut terkini:
5 Biodiversity and Climate Change project (BIOCLIME) Maret 2016 by Haki (page 6)
6 http://webgis.dephut.go.id:8080/kemenhut/index.php/id/peta/pippib/61-pippib/324-peta-indikatif-penundaan-
pemberian-izin-baru-revisi-xii
26
PIPPIB Musi Banyuasin dan Banyuasin
PIPPIB Musi Rawas
(ii) Kepemilikan lahan dan legislasi Sebagian besar petani pemasok tidak memiliki sertifikat kepemilikan namun memegang
surat keterangan ganti rugi tanah atau sertifikat tanah yang dikeluarkan oleh desa atau
kabupaten. Ketidaksesuaian terkait indikator kepemilikan lahan dan legislasi berkaitan
dengan lemahnya ketelusuran rantai pasokan karena TBS tidak bisa teridentifikasi, jadi
resiko ketidaksesuaian dalam legalitas lahan adalah besar.
27
• Pada umumnya, sertifikat tanah yang dimiliki oleh petani kecil adalah SKGR dan SKT,
sebagian besar lahan yang mereka miliki didapatkan dari program transmigrasi
pemerintah beberapa puluh tahun yang lalu dan mereka melakukan perluasan
perkebunan dengan membeli lahan dari sesama petani transmigran.
• Dalam beberapa penilaiaian PKS dikonfirmasi bahwa konflik PKS dengan masyarakat
dinilai tidak signifikan, meskipun ada beberapa area yang tumpang tindih antara ijin
HGU dengan area transmigran. Hal ini sejalan dengan profil kawasan Provinsi
Sumatera Selatan, Kabupaten Musi Banyuasin pada khususnya dengan potensi
kawasan hutan yang sangat luas dan belum dikelola secara baik dengan
memperhatikan dan mempertimbangkan semua aspek kepentingan, potensi terjadi
kasus tumpang tindih ijin antara IUPHHK dengan HGU juga tidak jarang terjadi.
Kepastian legalitas lahan sulit untuk dilakukan, sebagian besar petani di Sumatera
Selatan sudah memiliki lahan tersebut sejak mereka mengikuti program transmigrasi,
namun dengan ditemukannya beberapa kasus tumpang tindih lahan dengan kawasan
hutan, hal ini menyulitkan petani dalam pembuatan sertifikat.
• Beberapa PKS sudah memiliki persyaratan legalitas yang dikomunikasikan kepada
pemasok mereka namun PKS tidak memiliki kapasitas dan metode untuk
memverifikasi legalitas lahan lokasi asal TBS. Pemasok sangat berpengalaman dalam
memenuhi persyaratan kualitas namun mereka baru diperkenalkan pada persyaratan
legalitas lahan dan tidak ada deforestasi. PKS yang berlokasi di dekat kawasan lindung
memiliki risiko asal usul TBS yang sangat tinggi dikarenakan ketertelusuran di tingkat
petani sangat rendah.
(iii) Sosial Beberapa PKS telah mengembangkan program sosial berdasarkan hasil kajian dampak
sosial yang dilakukan di desa dekat PKS. Namun sebagian besar PKS membuat program
sosial berdasarkan permintaan atau proposal dari kepala desa setempat, dimana tidak ada
pengkajian atau komunikasi partisipatori dengan pejabat desa dan komunitas setempat
dalam membuat program sosial tersebut. Hasil verifikasi di lapangan menunjukkan
kesesuaian dalam aspek sosial terkait padiatapa.
• Pembangunan perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Selatan pada umumnya,
di kabupaten Musi Banyuasin, Banyuasin dan Musi Rawas pada khususnya memberikan
dampak positif bagi masyarakat sekitar PKS. Hal ini terlihat dari informasi tingkat
kemiskinan dan jumlah penduduk miskin yang dijelaskan pada profile Kabupaten di
atas. Namun pertumbuhan ekonomi ini perlu diikuti dengan peningkatan pengetahuan
masyarakat akan pentingnya poin-poin keberlanjutan, sehingga operasional
pengelolaan kebun di tingkat petani kecil akan terus berkelanjutan tanpa harus
mengabaikan produktifitas.
• Program-program sosial dari PKS yang dikemas melalui program CSR perlu ditinjau
sesuai masing-masing kebutuhan komunitas. Beberapa CSR yang berjalan masih
28
berdasarkan pada permintaan komunitas bukan kebutuhan komunitas. Sehingga
program yang sudah berjalan terkadang tidak tepat sasaran.
(iv) Ketertelusuran
• PKS yang dikaji tidak bisa menunjukkan sistem penelusuran TBS yang menelusuri asal
TBS sampai ke petani pemasok pihak ketiga. Ketertelusuran TBS hanya sampai pada
pemasok yang terdaftar dalam sistim PKS. Sebagian besar PKS mendapat TBS dari
pemasok pihak ketiga dari agen TBS yang merupakan resiko terbesar terkait
ketidaksesuaian ketertelusuran TBS. PKS tidak memiliki sebuah mekanisme untuk
menjamin pemasok pihak ketiga memberlakukan larangan pembelian illegal TBS.
• Tingkat ketertelusuran pada dasarnya tergantung pada jenis basis pasokan yang
mengantarkan TBS ke PKS. Beberapa PKS yang mendapatkan TBS dari perkebunan
sendiri, plasma, perkebunan perusahaan lain dan gabungan kelompok tani (gapoktan)
mudah untuk ditelusuri sampai pada blok kebun atau petaninya. Namun untuk PKS
mandiri yang mengandalkan pasokan TBS sepenuhnya dari pihak ketiga yang
independen, seperti koperasi, agen atau pedagang TBS, ketertelusuran hanya sampai
kepada pemasok yang terdaftar di sistem PKS, yang bisa menjadi pedagang, kolektor
atau petani kecil. Dalam hal ini, diperlukan lebih banyak usaha untuk melacak
ketertelusuran dari agen atau pedagang ke petani asal TBS.
3.3 Prakarsa tingkat lanskap yang diketahui
Dari hasil kajian desktop melalui informasi yang tersedia di public domain, diketahui beberapa
prakarsa di tingkat lanskap yang cocok untuk menangani beberapa tantangan yang dijelaskan di
atas. Ikhtisar singkat diberikan di bawah ini.
Prakarsa di tingkat lanskap pertama dan yang paling sesuai, yang dapat dipertimbangkan adalah
Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL). Program ini mendefinisikan kabupaten berkelanjutan dan
indikator kunci untuk mengukur performa kabupaten. Program ini akan memberikan dukungan
pada Kabupaten Musi Banyuasin untuk mengidentifikasi factor kunci untuk meningkatkan
pendapatan, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi deforestasi.
Proyek lainnya yang dapat menjadi bahan pertimbangan adalah SOP Perkebunan Kelapa Sawit
Rakyat Bebas Deforestasi oleh Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), sebuah organisasi yang
mengakomodir minat petani, menginisiasi pembuatan SOP Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Bebas
Deforestasi untuk kebun kelapa sawit berbasis komunitas bersama dengan Greenpeace Indonesia,
sebagai panduan untuk meningkatkan pengelolaan pengembangan kebun petani dan
mengeluarkan deforestasi dari dimensi pembangunan kebun yang berkelanjutan. Praktik-Praktik
perkebunan yang berkelanjutan dijelaskan secara rinci dalam SOP SPKS secara sederhana dan
teknis, sehingga metode untuk mengembangkan perkebunan yang berkelanjutan bebas
deforestasi dapat dipahami dengan mudah dan dijalankan oleh petani.
29
Team pengkaji merekomendasikan kajian lanjutan terutama terkait Kabupaten Musi Rawas untuk
mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai prakarsa lanskap dalam wilayah ini.
Profil dari prakarsa-prakarsa atau program-program yang diidentifikasi dalam laporan diagnostic
ini dirangkum dalam tabel di bawah ini:
Proyek Mitra Tujuan dan Perkembangan
Sustainable
Districts
Platform
Lingkar Temu
Kabupaten
Lestari (LKTL)7
Pemerintah: Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin dan instansi pemerintah di Musi Banyuasin
Komunitas /CSO8: Rainforest Alliance, Madani Berkelanjutan, Perkumpulan Sawit Lestari.
Forum komunikasi anggota tahunan yang dituan rumahi kabupaten
terpilih. Forum ini merupakan wadah untuk menukar pengalaman
dan menunjukkan keberhasilan dan pelajaran. Kegiatan lokakarya
Compass diadakan di kabupaten Musi Banyuasin (MUBA) pada
tanggal 16 Agustus 2017. Lokakarya ini diadakan dengan tujuan
untuk menyusun Road Map dan Action Plan bagi kabupaten MUBA
yang berkisar pada thema “Pembangunan Daerah yang berkelanjutan
guna meningkatkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan menurunkan
angka kemiskinan melalui penurunan laju Deforestasi”. Forum reguler
ini bertujuan untuk memperluas jaringan dukungan bagi kabupaten
yang bekerja dalam penggunaan lahan yang berkelanjutan. Donor,
multi lateral, calon pemodal dan mitra dapat diundang.
Mitra jejaring dan operasional LKTL akan menjamin semua kabupaten
terhubung melalui wadah yang terintegrasi pada tingkat kabupaten
dan nasional.
Program ini akan berlanjut untuk memberikan dukungan kepada
Kabupaten Musi Banyuasin untuk memenuhi faktor kunci keberhasilan
agar dapat mencapai kesuksesan untuk meningkatkan PAD, mengurangi
tingkat kemiskinan dan menekan laju deforestasi.
7 Sumber: Rainforest Alliance - Landscape and Livelihood division
8 Civil society organization
30
SOP
Perkebunan
Kelapa Sawit
Rakyat Bebas
Deforestasi9
Lembaga Swadaya
Masyarakat: SPKS
(Serikat Petani
Kelapa Sawit),
Greenpeace
Indonesia
Tata kelola perkebunan sawit rakyat ke depan diharapkan dapat
memperhatikan aspek keberlanjutan yang membutuhkan keterlibatan
secara langsung petani sawit. Agar harapan tersebut dapat
terimplementasi maka dibutuhkan dorongan dari pemerintah, swasta
serta stakeholder lainnya untuk memotivasi dan diberikan insentif
kepada petani sawit agar dapat menerapkan praktik-praktik
keberlanjutan tersebut. Dengan begitu, peningkatan produksi dan
produktivitas kelapa sawit dapat dicapai sesuai target pemerintah meski
dari lahan yang sudah ada.
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) sebagai organisasi yang
mengakomodir kepentingan para petani kelapa sawit
bersama Greenpeace Indonesia menginisiasi penyusunan SOP
Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Bebas Deforestasi, sebagai panduan
dalam memperbaiki tata kelola kebun rakyat menuju pembangunan
perkebunan yang bebas deforestasi sebagai bagian dari dimensi
pembangunan perkebunan berkelanjutan.
Pada dasarnya melalui SOP ini, praktik perkebunan berkelanjutan telah
dijabarkan secara rinci guna memberi informasi dan pengetahuan yang
baru dan secara sederhana dan bersifat teknis. Sehingga, inti daripada
pembangunan perkebunan berkelanjutan dan bebas deforestasi mudah
dipahami dan diterapkan oleh para petani sawit.
Peremajaan
kebun kelapa
sawit seluas
4.400 hektare10
Pemerintah: Bupati
Musi Banyuasin,
Menteri
Koordinator Bidang
Perekonomian
Donor: Badan
Pengelola Dana
Perkebunan
(BPDP) sawit.
Program peremajaan kelapa sawit ini diresmikan bulan Oktober 2017
oleh presiden Republik Indonesia Joko Widodo.
Presiden menargetkan kebun kelapa sawit rakyat memproduksi hingga
delapan ton/hektare/tahun11. Pemerintah akan memberikan bantuan
dana sebesar 25 juta per hectare12 dan benih unggul kelapa sawit
kepada petani, serta benih jagung untuk memberikan hasil sementara
tanaman sawit masih dalam pertumbuhan dan belum berproduksi.
Selain itu, untuk legalitas lahan Joko Widodo memerintahkan
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) agar kebun milik
petani yang masuk dalam kawasan hutan dikeluarkan dari kawasan
hutan dan harus segera diberi sertifikat secara gratis, bantuan berupa
sertifikat dalam peremajaan kelapa sawit di Sumsel dilakukan untuk
lahan seluas 2.834 hektare untuk 1.308 kepala keluarga13.
9 Perkebunan kelapa sawit bebas deforestasi: http://www.spks-nasional.org/aktivitas/perlindungan-gambut-dan-
hutan/ini-sop-perkebunan-sawit-rakyat-bebas-deforestasi/
10 Luas 4000 hektar, Presiden Jokowi Awali Peremajaan Kebun Kelapa Sawit di Musi Banyuasin
31
Survey
perkebunan
rakyat14
Lembaga Swadaya
Masyarakat: SPKS
(Serikat Petani
Kelapa Sawit,
sahabat Muba, IDH
SPKS telah melakukan survey perkebunan rakyat di kecamatan Lalan
Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Provinsi Sumatera Selatan pada
tahun 2016. Survey tersebut dilakukan untuk mengetahui sejauh mana
praktek perkebunan rakyat di kecamatan Lalan. Hal- hal yang ingin
diketahui dari survey ini terkait dengan aspek lahan, pendanaan, sarana
produksi, penjualan hingga aspek lingkungan. Dalam survey ini terdapat
80 pertanyaan dan 1724 petani yang di survey di 9 desa.
IDH Green
Growth Plan15
Lembaga Swadaya Masyarakat: IDH, ICRAF
IDH telah menyusun rencana pertumbuhan hijau di tingkat provinsi
dengan melibatkan koalisi multipihak yang mendorong
pelaksanaannya. ICRAF akan mengembangkan rencana tersebut
dalam pendekatan multi-pihak. Pekerjaan ICRAF dimulai dengan
pemodelan skenario pengembangan yang berbeda dari sektor
berbasis lahan dan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan mereka
yang ex-ante. Ini akan melalui proses konsultasi dan negosiasi
multipihak, diterjemahkan ke dalam rencana penggunaan lahan
secara spasial eksplisit dengan fokus rinci pada kabupaten Musi
Banyuasin dan Banyuasin.
Rencananya kemudian akan mendukung pemangku kepentingan
untuk mengembangkan area prioritas untuk tindakan, sasaran dan
sasaran intervensi yang berkontribusi terhadap pertumbuhan hijau,
serta perubahan kebijakan yang mungkin diperlukan.
http://setkab.go.id/luas-4-000-hektar-presiden-jokowi-awali-peremajaan-kebun-kelapa-sawit-di-musi-banyuasin/
11 Jokowi Remajakan 4400 ha Kebun Kelapa Sawit
http://www.beritasatu.com/nasional/457908-jokowi-remajakan-4400-ha-kebun-kelapa-sawit.html
12 Jokowi resmikan peremajaan sawit rakyat di Musi Banyuasin
https://nasional.tempo.co/read/1024517/jokowi-resmikan-peremajaan-sawit-rakyat-di-musi-banyuasin
13 Presiden Keluarkan Kebun Sawit Petani dari Status Kawasan Hutan
http://www.tribunnews.com/bisnis/2017/10/15/presiden-keluarkan-kebun-sawit-petani-dari-status-kawasan-hutan
14 SPKS Dukung Pemberdayaan Petani Kelapa Sawit di Musi Banyuasin
https://www.spksnasional.or.id/pendataan-petani/spks-dukung-pemberdayaan-petani-kelapa-sawit-di-musi-banyuasin/
15 Green Growth Plan South Sumatra
https://www.idhsustainabletrade.com/project/green-growth-plan-south-sumatra/
32
IDH Landscape
Program -
South
Sumatra16
Perusahaan: IDH The Sustainable Trade Initiative
Melindungi hutan yang tersisa melalui peningkatan produksi dan
rehabilitasi lahan terdegradasi, mengurangi emisi dengan mencegah
kebakaran hutan gambut dan hutan, dan memperbaiki mata
pencaharian petani kecil dengan mengintensifkan produksi komoditas
dan memperbaiki praktik pertanian.
Provinsi Sumatera Selatan memiliki luas hampir sembilan juta hektar,
merupakan rumah bagi spesies langka seperti harimau sumatera,
sementara juga menjadi area produksi penting untuk komoditas yang
diperdagangkan secara global seperti kelapa sawit, kayu, pulp dan
karet.
Program cagar
biosfer di
Taman
Nasional
Sembilang dan
Suaka
Margasatwa
Dangku17
Pemerintah:
Pengelolaan Taman
Nasional Wilayah 2
CSO: The Zoological
Society of London,
the UK Climate
Change Unit, the
Norwegian
International
Climate and Forest
Initiative, Inisiatif
Dagang Hijau,
Yayasan Belantara
Program cagar biosfer mengevaluasi nilai bentang alam sebagai dasar
investasi dalam perlindungan hutan dengan mengaitkan nilai dari
sumber daya alam dengan evaluasi potensi dan risiko. Menurut Nasrun,
Sumatra Selatan menjadi provinsi pertama di Indonesia yang dipilih
untuk menerapkan model tersebut. Program tersebut dapat menjadi
suatu kerangka kerja yang menggambarkan peran ekonomi, sosial, dan
lingkungan yang berkelanjutan dari suatu bentang alam. Lebih jauh,
model tersebut bisa dijadikan sebagai salah satu acuan dalam
pengambilan keputusan yang berkaitan dengan perencanaan dan
pengelolaan bentang alam.
Taman Nasional Sembilang dan Suaka Margasatwa Dangku memang
kaya dengan keanekaragaman hayatinya. Puluhan jenis flora dan fauna
dilindungi di kawasan ini, misalnya: buaya, penyu, dan siamang.
Harimau Sumatra adalah yang paling terkenal.
16 South Sumatra
https://www.idhsustainabletrade.com/landscapes/south-sumatra/
17 Taman Nasional Sembilang Diajukan jadi Cagar Biosfer UNESCO
https://daerah.sindonews.com/read/1164851/190/taman-nasional-sembilang-diajukan-jadi-cagar-biosfer-unesco-
1482352435
33
Financing
Sustainable
Smallholder
Replanting18
Perusahaan: Wilmar International Ltd.
Membiayai penanaman kembali petani kecil yang berkelanjutan
dengan tujuan (i) meningkatkan hasil panen, (ii) mendukung praktik
yang berkelanjutan, (iii) meningkatkan pendapatan bagi petani kecil,
dan (iv) mengurangi tekanan pada deforestasi.
Banyak petani kecil cenderung menunda penanaman kembali,
terutama petani kecil mandiri, karena melibatkan modal intensif. Bagi
petani kecil yang bersertifikat RSPO, proses penanaman kembali
pertama kali sebagai entitas yang bersertifikat merupakan masa yang
sulit, karena standar RSPO mencakup penerapan praktik terbaik
dalam penanaman kembali untuk menghindari dampak lingkungan
dan sosial.
Kolaborasi
Inisiatif
Pembangunan
Berkelanjutan19
Pemerintah: Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan
Lembaga Swadaya Masyarakat: Yayasan Belantara, ZSL
Perusahaan: APP/ Yayasan APP
Pada bulan Mei 2016, Asia Pulp & Paper Group (APP) dan Yayasan
Belantara menandatangani Memorandum of Understanding (MOU)
dengan pemerintah provinsi Sumatera Selatan, untuk mendukung
pemerintah provinsi dalam lanskap berkelanjutan untuk mencapai
pertumbuhan hijau di wilayah Sumatera Selatan. Kesepakatan dengan
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan berlangsung sampai 30
Oktober 2018 dan berfokus pada pengembangan pengelolaan lanskap
berkelanjutan, dengan fokus khusus pada pencegahan dan
pencegahan kebakaran hutan di lahan gambut. Baik Yayasan APP
maupun Belantara juga berkomitmen untuk menjadi bagian dari
komite donor untuk mendanai proyek lanskap di Sumatera Selatan,
yang dikelola oleh Partnership for Landscape Management (KELOLA)
yang dipimpin oleh Gubernur Sumatera Selatan dan didukung oleh
Zoological Society of London (ZSL).
3.4 Rekomendasi untuk prioritas intervensi Musim Mas
Pelaksanaan verifikasi telah berjalan seperti yang direncanakan di Sumatera Selatan, dengan
tujuan meninjau komitmen pemasok terhadap Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas. Hasil
18 Wilmar Financing Sustainable Smallholder Replanting 2016
https://www.tfa2020.org/wp-content/uploads/2016/11/Wilmar-Financing-Sustainable-Smallholder-Replanting-2016.pdf
19 APP Berkolaborasi dengan Pemerintah Kalimantan barat dan Sumatera Selatan dalam Mendorong Pembangunan
Berkelanjutan
http://asiapulppaper.com/id/news-media/press-releases/app-berkolaborasi-dengan-pemerintah-kalimantan-barat-dan-
sumatera-selatan-dalam-mendorong-pembangunan-berkelanjutan
34
verifikasi lapangan terhadap keenam PKS menunjukan bahwa Kebijakan Keberlanjutan Musim
Mas telah didistribusikan ke kantor pusat manajemen PKS berupa kuesioner dan dokumen
Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas, akan tetapi pada umumnya policy tersebut baru
didistribusikan oleh kantor pusat PKS ke kantor PKS di lapangan menjelang verifikasi lapangan.
Keenam PKS yang dikunjungi belum familiar dengan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas dan
belum mengadopsi ke dalam kebijakan perusahaannya. Musim Mas perlu meningkatkan metode
komunikasi untuk menyampaikan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas dengan langsung
berkomunikasi dengan staf pemasok Musim Mas yang bertanggungjawab terhadap implementasi
Kebijakan Keberlanjutan sehingga mereka dapat memahami prinsip-prinsip keberlanjutan untuk
mengembangkan program-program yang dapat mendukung pemenuhan kesesuaian standar
keberlanjutan termasuk namun tidak terbatas pada Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas.
Komunikasi sebaiknya berjalan dua arah dengan membuka kesempatan kepada staf Sustainability
pemasok Musim Mas untuk belajar dari pengalaman Musim Mas terkait dengan penerapan
program-program keberlanjutan.
Laporan diagnostik ini memberikan dasar yang solid untuk keterlibatan Musim Mas dengan
pemasoknya secara lebih aktif pada tahun 2018 dan seterusnya mengenai penerapan persyaratan
kritis akan keberlanjutan, yang disajikan secara berurutan mulai dari persentase ketidaksesuaian
yang paling tinggi ke yang paling rendah terhadap delapan prinsip Kebijakan Keberlanjutan Musim
Mas yaitu; (1) emisi GRK, (2) deforestasi, (3) pengelolaan dampak lingkungan, (4) kepemilikan
lahan dan legislasi, (5) kepatuhan sosial, (6) ketertelusuran TBS, (7) pengelolaan lahan gambut dan
(8) penggunaan api. Tiga prinsip dengan tingkat ketidaksesuaian tertinggi adalah emisi GRK,
deforestasi, dan pengelolaan dampak lingkungan, bahkan performa ketiga prinsip tersebut di
lingkup rantai pasok menunjukan zero compliance (diagram 02). Untuk mengatasi
ketidaksesuaian major dan tantangan yang lebih luas pada tingkat lanskap, Rainforest Alliance
memberikan rekomendasi kunci bagi Musim Mas. Musim Mas sendiri yang akan
mempertimbangkan rekomendasi mana yang paling tepat untuk dijalankan sendiri atau
berkolaborasi dengan prakarsa di tingkat lanskap yang dijalankan oleh lembaga swadaya
masyarakat atau pemerintah Indonesia.
1. Mengembangkan teknik yang secara praktis dapat diterapkan oleh pemasok pihak ketiga baik
oleh petani besar ataupun petani kecil untuk melakukan identifikasi area HCS, area HCV, dan
identifikasi dampak sosial dan lingkungan. Melalui program loka karya, identifikasi area HCS,
area HCV dan identifikasi dampak sosial dapat menjadi bagian dari materi yang disampaikan
kepada petani pemasok TBS.
2. Mengembangkan basis data yang memberikan informasi tingkat resiko kebun sumber TBS
terkait deforestasi, kawasan konservasi, kebakaran, dan gambut per wilayah administratif
seperti desa atau kecamatan. Basis data ini diharapkan dapat digunakan secara praktis oleh
PKS pemasok Musim Mas untuk mengidentifikasi tingkat resiko pemasok TBS pihak ketiga
mereka dan menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan atau menerima pemasok TBS
pihak ketiga. Kegiatan ini memerlukan kolaborasi dari berbagai pihak, termasuk dan tidak
terbatas pada pemerintah setempat untuk dapat memberikan keleluasaan dalam ruang
lingkup, lembaga swadaya masyarakat (LSM) lokal yang dapat menggunakan pendekatan
35
secara personal dan berbagai pemangku kepentingan seperti PKS dan komunitas yang berada
di lokasi tersebut. Data yang telah diperoleh dari Survey Perkebunan Rakyat, dilakukan oleh
Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) yang dijelaskan dalam bagian 3.3 laporan ini dapat dijadikan
poin awal untuk dapat dikembangkan menjadi basis data per wilayah. Jika kegiatan ini
direplikasi di beberapa wilayah lainnya, akan terbentuk profil pada masing-masing wilayah.
3. Mengembangkan mekanisme yang dapat diterapkan oleh PKS untuk memastikan pemasok TBS
pihak ketiga menerapkan komitmen mereka terkait kemampuan telusur sumber TBS.
4. Memfasilitasi upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia pemasok Musim Mas untuk
dapat menjalankan pengelolaan yang sejalan dengan prinsip-prinsip keberlanjutan dalam
pengelolaan kebun kelapa sawit dan Kebijakan Keberlanjutan Musim Mas secara spesifik. Lebih
jauh lagi peningkatan kapasitas dapat mengikutsertakan pemasok TBS pihak ketiga sampai
pada tingkat petani, dengan mengadakan loka karya di beberapa wilayah prioritas. Loka karya
kepada petani kecil dapat dikemas secara spesifik mengenai tata kelola perkebunan sawit
rakyat berbasis aspek keberlanjutan. Mengacu pada prakarsa atau program yang sudah ada,
Musim Mas dapat bekerjasama dengan SPKS dan Greenpeace dengan mengadopsi SOP
Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat sebagai materi loka karya dan menyertakan mekanisme yang
sudah dikembangkan oleh Musim Mas (seperti pada poin 1 – 3 di atas) untuk disampaikan
kepada pemasok TBS.
5. Membagi pengalaman dalam proses pengembangan kebijakan-kebijakan sosial dan
mendukung rencana pengelolaan dan monitoring.
6. Program-program yang dikembangkan oleh Musim Mas bersama dengan rekanannya (baik
pemerintah, konsultan maupun pemangku kepentingan lain) hanya sebatas memberikan alat
untuk dapat diterapkan sendiri oleh PKS dan pemasok TBS. Pada proses penerapannya, tentu
harus dipersiapkan sistem untuk memantau performa ataupun perkembangan masing-masing
PKS dan pemasok TBS. Sistem penilaian performa PKS dapat dilakukan melalui melalui self-
assessment. Dalam proses ini faktor kepercayaan sangat penting, meskipun perlu adanya
random sampling untuk verifikasi hasil self-assessment ke lapangan. Hal ini bertujuan untuk
memastikan semua pihak di dalam rantai pasok Musim Mas menjaga komitmen keberlanjutan
yang kuat.
7. Membuat daftar peraturan lokal, nasional dan internasional yang menjadi acuan perusahaan
terkait dengan praktek budidaya sawit, sosial, ketenagakerjaan dan lingkungan. Daftar
peraturan ini penting untuk disediakan dan dipelajari karena berkaitan dengan pemenuhan
terhadap aspek legalitas menyangkut hukum dan peraturan yang berlaku, baik di tingkat lokal,
nasional maupun internasional. Diharapkan dengan adanya daftar tersebut, memudahkan PKS
dalam memenuhi persyaratan prinsip-prinsip keberlanjutan.
8. Mengidentifikasi prakarsa di tingkat lanskap yang dapat Musim Mas kontribusi dan mengatasi
tantangan keberlanjutan yang diulas dalam laporan ini. Aporan ini mengidentifikasi dua spesifik
prakarsa yang dapat menjadi perhatian khusus: Wadah kabupaten beberlanjutan dan Standard
Operating Procedure (SOP) perkebunan kelapa sawit rakyat bebas deforestasi.
36
Rekomendasi rinci yang lebih teknis untuk kegiatan implementasi kebijakan Musim Mas pada
tahun 2018 dan seterusnya dapat dilihat pada lampiran B.
37
Lampiran A: Rincian Observasi Verifikasi
(i) Data rinci hasil Analisa kesesuaian performa operasional pabrik terhadap indikator yang
dikelompokan per prinsip.
Prinsip Kesesuaian Total
N/A Major minor Complies Indikator
1 Kepemilikan lahan dan legislasi
8 12 22 42
2 Deforestasi 36
36
3 Pembangunan di lahan gambut 18
18
4 Penggunaan api 6
6 5 Pengelolaan dampak lingkungan
2 8 8 18
6 Emisi gas rumah kaca (GRK)
5 5 2 12
7 Kepatuhan sosial
13 32 39 84
8 Rantai pasokan
7 14 9 30
Grand Total 60 35 71 80 246
38
(ii) Data rinci hasil Analisa kesesuaian performa pengelolaan rantai pasokan terhadap indikator
yang dikelompokan per prinsip.
Prinsip Kesesuaian Total
N/A Major Minor Complies Indikator
1 Kepemilikan lahan dan legislasi 1 12 20 9 42
2 Deforestasi
21 15
36
3 Pembangunan di lahan gambut 10
5 3 18
4 Penggunaan api
2 4 6 5 Pengelolaan dampak lingkungan
6 12
18
6 Emisi gas rumah kaca (GRK)
11 1
12
7 Kepatuhan sosial 1 21 40 22 84
8 Rantai pasokan 30
30
Grand Total 42 71 95 38 246
39
(iii) Data rinci hasil Analisa Performa PKS terkait operasional pabrik kelapa sawit dengan
mengeluarkan indikator yang termasuk ke dalam prinsip 2 (deforestasi), prinsip 3
(pembangunan di lahan gambut) dan prinsip 4 (penggunaan api)
ID PKS Kesesuaian Total
Major minor Complies Indikator
PKS A 8 10 13 31
PKS B 3 6 22 31
PKS C 6 18 7 31
PKS D 1 15 15 31
PKS E 8 13 10 31
PKS F 9 9 13 31
Grand Total 35 71 80 186
40
(iv) Data rinci hasil Analisa Performa PKS terkait pengelolaan rantai pasokan dengan
mengeluarkan indikator yang termasuk ke dalam prinsip 8 (rantai pasokan)
ID PKS Kesesuaian Total
N/A Major minor Complies Indikator
PKS A 0 9 21 6 36
PKS B 3 17 9 7 36
PKS C 1 11 18 6 36
PKS D 3 10 16 7 36
PKS E 2 4 21 9 36
PKS F 3 20 10 3 36
Grand Total 12 71 95 38 216
41 Musim Mas’s mill verification – 2017
Lampiran B: Rekomendasi Konsolidasi dari Enam Verifikasi Pabrik Kelapa Sawit
Rekomendasi konsolidasi dari enam verifikasi PKS ini untuk melengkapi “rekomendasi untuk prioritas intervensi Musim Mas” yang disajikan pada bagian 3.4
laporan ini, karena rekomendasi pada bagian 3.4 hanya mencakup rekomendasi di tingkat lanskap. Sedangkan rekomendasi dibagian ini dikembangkan untuk
menangani isu tematik di tingkat PKS yang menjadi tanggung jawab manajemen PKS untuk melakukan perbaikan. Akan tetapi rekomendasi ini disajikan untuk
menjadi masukan dan pertimbangan bagi Musim Mas apabila Musim Mas akan menyusun program intervensi ke tingkat PKS.
Rekomendasi untuk PKS pada tabel di bawah ini diklasifikasikan sebagai tindakan jangka pendek (dengan tulisan yang ditebalkan) dan tindakan jangka panjang.
Tujuannya adalah agar pabrik dapat fokus pada tindakan segera yang dapat dilakukan dalam jangka pendek sambil mengembangkan langkah-langkah untuk
tindakan jangka panjang.
42 Pro
Musim Mas’s mill verification – 2017
Prinsip/Bagian Tindakan Perbaikan PKS
Kepemilikan lahan dan
legislasi
Beberapa PKS masih belum menyelesaikan ijin HGU dan masih memiliki beberapa area di dalam HGU yang tumpang tindih dengan area
masyarakat, untuk itu direkomendasikan kepada PKS:
• Menyusun rencana dan menyelesaikan proses pengurusan HGU dengan menjalin komunikasi yang lebih intensif dengan BPN untuk
mendapatkan informasi yang memadai dan valid terkait dengan pengurusan izin HGU.
• Menyelesaikan konflik lahan dengan mengikuti proses FPIC.
• Membuat kronologi atas terjadinya konflik dan mendokumentasikan langkah-langkah penanganan dan hasilnya.
Beberapa PKS yang belum memiliki atau dalam proses sertifikasi ISPO atau RSPO direkomendasikan untuk:
• Mempelajari kebijakan yang disyaratkan secara spesifik dalam Musim Mas Kebijakan Keberlanjutan untuk dapat dipadukan dengan
kebijakan yang telah dimiliki PKS.
• Memastikan bahwa kebijakan tersebut dikomunikasikan, dipahami dan diterapkan oleh para pemangku kepentingan termasuk pemasok TBS
mitra bisnis PKS.
HCV & deforestasi Beberapa PKS yang belum melakukan penilaian HCV perlu melakukan beberapa langkah sebagai berikut:
• Melakukan penilaian HCV di kebun inti dan kebun plasma dan secara bertahap di areal sumber TBS PKS sesuai dengan HCV Toolkit terbaru.
• Identifikasi HCV sebaiknya dilakukan oleh pihak independen dengan menggunakan panduan dari High Conservation Value Resource
Network (HCV RN). Saat ini HCV RN sedang mengembangkan panduan integrasi antara identifikasi HCV dan HCS.
• Melakukan analisis perubahan penutupan lahan sejak tahun 2005 di kebun inti dan kebun plasma dan secara bertahap di areal sumber TBS
PKS.
Beberapa PKS yang belum melakukan penilaian HCS perlu melakukan beberapa langkah sebagai berikut:
• Melakukan penilaian HCS di kebun inti dan kebun plasma dan secara bertahap di areal sumber TBS PKS sesuai dengan HCS Approach.
• Identifikasi HCS sebaiknya dilakukan oleh pihak independen dengan menggunakan panduan dari High Conservation Value Resource
Network (HCV RN). Saat ini HCV RN sedang mengembangkan panduan integrasi antara identifikasi HCV dan HCS.
43 Pro
Musim Mas’s mill verification – 2017
Pembangunan di lahan gambut Untuk beberapa PKS yang memiliki area gambut dalam operasional kebunnya:
• Perlu melakukan studi kelayakan secara detail terkait dengan penanaman di areal yang terindikasi lahan gambut sebelum dilakukannya
proses pembukaan lahan
• Kajian yang detail mengenai proses identifikasi lahan gambut yang disajikan dalam bentuk peta lengkap dengan waktu pengamatan,
personel dan metode yang digunakan.
Penggunaan api
• Memberikan pemahaman kepada pemasok terutama pemasok pihak ketiga mengenai persiapan lahan tanpa menggunakan api.
• Melakukan serangkaian pertemuan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran pemasok pihak ketiga akan kebijakan tanpa pembakaran
dalam persiapan lahan dan operasional kebun.
Pengelolaan dampak lingkungan • Menyusun dan melaksanakan program dan kegiatan untuk memitigasi dampak negatif pabrik, kebun inti dan kebun plasma terhadap
lingkungan.
• Memenuhi semua persyaratan perijinan terkait pengelolaan lingkungan sesuai peraturan pemerintah termasuk namun tidak terbatas pada
perijinan untuk penggunaan air sungai, pembuangan limbah cair dan Tempat Penyimpanan Sementara (TPS) Gudang Limbah B3.
Emisi gas rumah kaca (GRK) • Melakukan identifikasi dan menghitung emisi GRK yang dihasilkan oleh PKS dengan menggunakan kalkulator GRK baik yang dikembangkan
oleh ISPO ataupun RSPO.
• Melakukan identifikasi dan menghitung emisi GRK yang dihasilkan dari kegiatan perubahan lahan dan pengelolaan lahan untuk seluruh
pemasok TBS dengan menggunakan kalkulator GRK baik yang dikembangkan oleh ISPO ataupun RSPO.
• Menyusun laporan dan rencana tindakan untuk mengurangi gas rumah kaca, baik di kebun maupun di pabrik.
Kepatuhan sosial • Melakukan monitoring yang efektif terkait dengan aspek K3.
• Melakukan perbaikan di aspek ketenagakerjaan, terkait dengan pemenuhan hak pekerja yang terkait dengan upah minimum dan jam kerja.
Membuat Peraturan Perusahaan yang memuat syarat-syarat kerja dan tata tertib perusahaan.
• Melakukan konsultasi dengan masyarakat sekitar perusahaan yang menerima program sosial/CSR dari perusahaan. Konsultasi dengan
masyarakat diperlukan untuk dapat menjaring saran dan masukan dari masyarakat terkait dengan program sosial yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
Rantai pasokan • Memastikan semua pemasok pihak ketiga memiliki kontrak dengan PKS dan memasukan persyaratan keberlanjutan ke dalam kontrak.
• Membuat mekanisme untuk melakukan verifikasi asal TBS sesuai dengan yang dipersyaratkan di dalam kontrak
• Membangun sistem ketertelusuran untuk TBS yang diperoleh dari pemasok pihak ketiga.
• Membuat mekanisme untuk melakukan verifikasi asal TBS sesuai dengan yang dipersyaratkan di dalam kontrak
• Membuat program yang mendukung plasma dan pemasok pihak ketiga.