14
PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR) TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VII MTs MAZRO’ILLAH LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2017/2018 JURNAL Oleh RATIH APRIANI NPM 4013003 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU 2017

PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/Ratih Apriani Artikel (2).pdf · 2 Alumni STKIP PGRI Lubuklingau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

KELAS VII MTs MAZRO’ILLAH LUBUKLINGGAU

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

JURNAL

Oleh

RATIH APRIANI

NPM 4013003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA

(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU

2017

2

Alumni STKIP PGRI Lubuklingau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika

PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)

TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

KELAS VII MTs MAZRO’ILLAH LUBUKLINGGAU

TAHUN PELAJARAN 2017/2018

Oleh

Ratih Apriani1, Sukasno2 dan Yufitri Yanto3

Email:[email protected]

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Auditory Intellectually

Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa Kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran

2017/2018”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

komunikasi matematis siswa kelas VII MTs Mazro’illah

Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model

Auditory Intellectualy Repetition (AIR). Jenis penelitiannya

berbentuk eksperimen semu dengan desain yang digunakan

berbentuk Pre-test and Post-test Group Design. Pengumpulan data

dilakukan dengan teknik tes berupa empat soal essay dengan sekor

maksimal 37 yang diberikan ke kelas VII B. Teknik analisis data

yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji hipotesis. Berdasarkan

hasil analisis data pada taraf kepercayaan α = 0,05. Dapat

disimpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan komunikasi

matematis siswa kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau

dikategorikan baik setelah penerapan model pembelajaran AIR

dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar

80,30.

Kata Kunci: Auditory Intellectually Repetition (AIR), Komunikasi

Matematis, Materi Himpunan.

PENDAHULUAN

Matematika dalam dunia pendidikan merupakan ilmu yang mempunyai

peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Matematika sangat

diperlukan sebagai penunjang ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan matematika yang

diberikan di sekolah memberikan sumbangan penting bagi siswa dalam

mengembangkan kemampuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan (Sari,

2014:314). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 23 Tahun 2006,

melalui pembelajaran matematika, peserta didik diharapkan dapat

mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Menurut Depdiknas (2004:45) untuk menunjukkan kemampuan

komunikasi matematis yang diharapkan dapat digunakan beberapa indikator

misalnya melalui menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar

dan diagram. Komunikasi dapat dilakukan jika siswa mempunyai pemahaman

tentang materi atau konsep yang akan dikomunikasikan dan mempunyai

keberanian untuk melakukan (Armiati, 2009:279).

Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi

matematis siswa masih kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi

dengan Bapak Nasrul Bayumi S.Pd, yang merupakan guru mata pelajaran

matematika kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau pada tanggal 25 Januari

2017 diperoleh informasi bahwa aktivitas yang dilakukan siswa pada saat proses

pembelajaran berlangsung hanya mencatat, mendengarkan, malu bertanya jika ada

kesulitan siswa tidak peduli pada bagaimana menjelaskan jawaban dengan

menggunakan bahasa matematika yang benar, menuangkan ide atau pokok

pikirannnya kedalam simbol, tabel, grafik, atau diagram dan sebaliknya.

Hal ini terbukti saat peneliti melakukan studi pendahuluan dengan

memberikan siswa soal yang telah dipelajari yang berkaitan dengan kemampuan

komunikasi matematis dari 26 siswa hanya ada 2 siswa yang mampu

menyelesaikan dengan tepat 1 soal dari 2 soal yang diberikan serta yang lainnya

masih mengalami kesulitan dalam membuat model matematika. Hal tersebut dapat

terjadi karena pada proses pembelajaran matematika masih banyak didominasi

guru serta komunikasi yang terbentuk adalah komunikasi satu arah serta guru

tidak melibatkan siswa secara aktif, hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan

komunikasi matematis siswa tidak berkembang secara maksimal.

Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru

dapat menerapkan beberapa model pembelajaran yang memberikan kesempatan

kepada siswa untuk mengonstruksikan pengetahuannya sendiri sehingga siswa

lebih mudah memahami konsep yang diajarkan dan mengomunikasikan ide-

idenya. Salah satu alternatif dalam hal ini dengan penggunaan model

pembelajaran AIR, model pembelajaran AIR merupakan variasi dari pembelajaran

kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu: Auditory, Intellectually, dan

Repetition dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya

(Khadijah & Sukmawati, 2013:69). Sedangkan menurut Giawa (2013:178) model

pembelajaran AIR merupakan model yang dapat digunakan untuk mencapai

tujuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahn penelitian dapat di

rumuskan: “Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VII MTs

Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model

Auditory Intellectualy Repetition (AIR) dikategorikan minimal baik ?”

KAJIAN TEORI

A. Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)

Model pembelajaran AIR merupakan singkatan dari Auditory,

Intellectually, dan Repetition. Dalam model pembelajaran AIR siswa diarahkan

untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri secara berkelompok dan

bekerjasama. Guru hanya bersifat sebagi fasilitator saja. Sedangkan menurut

Khadijah & Sukmawati (2013:69) model pembelajaran AIR merupakan variasi

dari pembelajaran kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu: Auditory,

Intellectually, dan Repetition. Widyawati (2016:19) menambahkan model

pembelajaran AIR melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk

mengungkapkan pendapat, memecahkan masalah secara kreatif, mengingat

kembali tentang materi yang telah dipelajari dan siswa lebih aktif dan karetif

Dalam model pembelajaran AIR pembelajaran baru dianggap efektif

apabila telah mencangkup tiga hal, yaitu: Auditory (belajar dengan mendengar)

Intellectually (belajar dengan berpikir) Repetition (belajar dengan mengulang).

Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang terdiri dari empat

sampai lima orang

2) Guru menjelaskan materi dan melakukan tanya jawab mengenai materi yang

dipelajari kemudian setiap kelompok diberikan permasalahan (auditory)

3) Setiap kelompok mendiskusikan mengenai materi yang dipelajari dan

menuliskan hasil diskusi (auditory dan intellectually)

4) Guru membimbing dan mengarahkan kelompok diskusi dalam menyelesaikan

permasalahan (auditory dan intellectually).

5) Guru memberikan kesempatan kepada beberapa kelompok untuk

mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain menangapi dengan

bertanya dan memberikan pendapat (auditory)

6) Siswa dan guru mengambil kesimpulan dari hasil diskusi yang dilaksanakan

(auditory, repitition dan intellectually).

7) Siswa diberikan tugas individu sebagai pendalaman dan pengulangan materi

yang telah dipelajari (repitition)

Menurut Sohimin (2016:30) keunggulan model pembelajaran AIR adalah

sebagai berikut: 1) Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering

mengekspresikan idenya; 2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam

memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif; 3) Siswa

dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan cara mereka

sendiri; 4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau

penjelasan; 5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu

dalam menjawab permasalahan.

Menurut Sohimin (2016:30) disamping keunggulan terdapat pula

kelemahan model pembelajaran AIR yaitu: 1) Membuat dan menyiapkan masalah

yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya kecilnya guru harus

mempunyai persiapan lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut;

2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit

sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon

permasalah yang diberikan; 3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu

atau mencemaskan jawaban mereka.

B. Kemampuan komunikasi matematis

Komunikasi matematis adalah kemampuan untuk berkomunikasi yang

meliputi kegiatan penggunaan keahlian menulis, menyimak, menelaah,

menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi

matematika yang diamati melalui proses mendengar, mempresentasikan, dan

diskusi (Ramdani, 2012:47). Kemampuan komunikasi matematis adalah

kemampuan seorang siswa dalam menyatakan serta menafsirkan gagasan

matematika baik secara lisan maupun tertulis.

Komunikasi secara lisan adalah penjelasan verbal suatu gagasan

matematika sedangkan komunikasi secara tertulis merupakan keterampilan siswa

dalam menggunakan kata-kata atau kalimat, tabel, persamaan, gambar dan

sebagainya dalam pemecahan masalah. Indikator kemampuan komunikasi

matematis menurut Nurahaman (dalam Rachmayani, 2014:17) yaitu: 1)

Menjelaskan ide atau situasi dai suatu gambar atau grafik dengan kata-kata sendiri

dalam bentuk tulisan (menulis); 2) Menyatakan suatu situasi dengan gambar atau

grafik (menggambar); 3) Menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model

matematika (ekspresi matematika).

Komunikasi matematis dikatakan baik apabila sudah memenuhi semua

indikator dari komunikasi matematis, kemampuan komunikasi matematis siswa

menurut Romadhoni (2016:576) dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu:

sangat baik, baik, cukup, kurang baik dan sangat kurang dengan persentase

rentang nilai sebagai berikut:

Tabel 1

Skala Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis

Persentase Rentang Nilai % Klasifikasi

90≤ 𝑆𝐵 ≤100 Sangat baik

75≤ 𝐵 <90 Baik

55≤ 𝐶 <75 Cukup

40≤ 𝐾 <55 Kurang baik

00<40 Sangat kurang

Sumber: Romadhoni (2016:576)

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini jenis penelitiannya berbentuk eksperimen semu tanpa

adanya kelas pembanding dengan desain eksperimen berbentuk pre-test and post-

test group design. Teknik analisis data yang dilakukan antara lain: uji normalitas

dan uji-t. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas

VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018yang berjumlah

72 orang. Pengambilan sampel dilakuan secara acak , sebagai sampel dalam

penelitian yaitu kelas VII B . Pengumpulan data dilakukan dengan teknik

tes, tes ini digunakan peneliti untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan

komunikasi matematis. Tes diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test)

dan sesudah (post-test) siswa diberi treatment (perlakuan) dengan menggunakan

model pembelajaran AIR. Tes berupa butir soal essay sebanyak empat soal yang

sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu menulis,

menggambar dan ekspresi matematika dengan skor maksimal 37.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Kemampuan Awal Siswa (pre-test)

Pre-test dilaksanakan pada pertemuan pertama tanggal 25 Juli 2017 di

kelas VII B tujuan dilakukan pre-test ini untuk mengetahui kemampuan awal

komunikasi matematis siswa sebelum mengikuti pembelajaran matematika

menggunakan model pembelajaran AIR. Berdasarkan hasil perhitungan

Rekapitulasi hasil analisis data pre-test siswa dapat dilihat dapat pada tabel 2

Tabel 2

Rekapitulasi Hasil Pre-Test No Kategori Keterangan

1 Nilai rata-rata 14,59

2 Nilai terkecil 3

3 Nilai terbesar 24

4 Rentang nilai 21

5 Simpangan baku 6,76

6 Jumlah siswa yang tuntas 0 %

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang tuntas dan

rata-rata nilai secara keseluruhan 14,59 secara deskriptif dapat dikatakan bahwa

kemampuan awal komunikasi matematis siswa sebelum diterapkan model

pembelajaran AIR termasuk kategori sangat kurang (0%) dilihat dari skala

kategori kemampuan komunikasi matematis.

2. Kemampuan Akhir Siswa (post-test)

Pelaksanaan post-test dilaksanakan pada pertemuan kelima pada hari

Selasa 08 Agustus 2017. Adapun tujuan dari post-test untuk mengetahui tingkat

pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan

perlakuan dengan model pembelajaran AIR. Rekapitulasi hasil analisis data post-

test siswa dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 3

Rekapitulasi Hasil Post-Test No Kategori Keterangan

1 Nilai rata-rata 80,30

2 Nilai terkecil 51

3 Nilai terbesar 100

4 Rentang nilai 49

5 Simpangan baku 9,48

6 Jumlah siswa yang tuntas 18 siswa dari 21 siswa (85,71)%

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang tuntas

sebanyak 18 Orang (85,71%) dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 80,30.

Jadi secara deskritif dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis

siswa setelah diterapkan model pembelajaran AIR dikategorikan baik. Jika

dibandingkan dengan pre-test, maka terdapat peningkatan rata-rata sebesar 65,71.

Sedangkan presentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 85,71. Perbandingan nilai

rata-rata kemampuan komunikasi matematis pre-test dan post-test dapat dilihat

pada grafik 4

Grafik 4.1 Rata-rata kemampuan komunikasi matematis pre-test dan post-test

3. Pengujian Hipotesis

Berdasarkan hasil perhitungan data post-test diperoleh X2hitung sebesar 5,01

selanjutnya X2hitung dibandingkan X2

tabel dengan derajat kebebasan (dk) = k – 1,

dimana k adalah banyak kelas interval. Jika X2hitung < X2

tabel, maka dapat

dinyatakan data berdistribusi normal. Nilai X2tabel dengan 𝛼 = 5% adalah 9,488.

Dengan demikian X2hitung (5,01) < X2

tabel (9,48), maka dapat dinyatakan bahwa

data tes akhir berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas data

dikatakan berdistribusi normal dan simpangan baku telah diketahui, maka untuk

menguji hipotesis digunakan rumus uji-t. Dari hasil tersebut diperoleh thitung

0

50

100

Rata-Rata KemampuanKomunikasi Matematis

Pre-test

Post-test

=2,572 derajat kebebasan (dk) = n-1 =21-1=20 dan 𝛼= 0,05. Maka ttabel =1,725.

Dengan demikian thitung > ttabel, hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima.

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, artinya

”Rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII MTs

Mazro’illah Lubuklinggau dikategorikan minimal baik setelah penerapan model

pembelajaran AIR lebih dari atau sama dengan 75”.

PEMBAHASAN

Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran AIR

mengalami beberapa hambatan. Pembelajaran yang baru bagi peneliti maupun

siswa membutuhkan waktu peryesuaian. Siswa masih malu untuk

mempersentasikan hasil diskusi dan megalami kesulitan menyelesaikan soal yang

diberikan.

Pada saat pembelajaran di kelas, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok

kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dalam satu kelompok. Pada pertemuan petama

hari Rabu 26 Juli 2017, masing-masing kelompok diberikan permasalah untuk

diselesaikan dengan diskusi kelompok dan nantinya akan dipresentasikan hasil

diskusi tersebut. setiap kelompok masih terlihat kebingungan menyelesaikan soal

yang diberikan dan peneliti memfasilitasi dengan membimbing bagi kelompok-

kelompok yang belum paham. Peneliti memberikan kesempatan kepada satu

kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi namun tidak ada kelompok yang

bersedia maju dikarenakan masih malu untuk mempersentasikan hasil diskusi

akhirnya peneliti menunjuk satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi

mereka pada saat maju untuk presentasi masih terdapat anggota yang belum

percaya diri untuk maju menjelaskan hasil diskusi mereka serta masih terpaku

pada catatan ketika menjelaskan.

Sebelum kegiatan berakhir siswa diberikan kuis yang dikerjakan secara

individu, namun hanya 3 orang siswa yang dapat menyelesaikan dengan tepat soal

yang diberikan dari 22 siswa sedangkan 19 siswa yang lain menjawab dengan

belum tepat. Kemudian untuk tugas dirumah siswa diberikan tugas individu

berupa soal sebagai bentuk pendalaman materi. Hal ini merupakan penyesuaian

karena model pembelajaran AIR merupakan model pembelajaran yang baru bagi

mereka sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu.

Pada pertemuan kedua hari Selasa 01 Agustus 2017, masing-masing

kelompok yang sudah dibentuk pada pertemuan pertama diberi permasalah

mengenai himpunan bagian dan menuliskan hasil diskusinya. Perwakilan

kelompok menyampaikan maksud dari permasalahan yang diberikan dan

kelompok lain menyimak. Pada saat siswa berdiskusi peneliti membimbing siswa

untuk dapat memecahkan permasalahan, kebanyakan dari siswa masih kesulitan

memahami permasalahan yang diberikan namun pada tahap ini siswa sudah berani

menanyakan bagian yang belum mereka pahami dimana pada pertemuan

sebelumnya siswa masih kebanyakan diam jika tidak mengerti dan segan

bertanya.

Setelah diskusi selesai terdapat dua kelompok yang siap menyampaikan

hasil diskusinya hal ini menunjukkan kemajuan proses pembelajaran dimana pada

pertemuan sebelumnya peneliti masih memilih kelompok yang akan

mempersentasikan hasil diskusinya karena tidak ada kelompok yang bersedia.

Pada akhir pembelajaran siswa diberikan kuis sebagai pengulangan materi yang

dikerjakan individu serta tugas rumah berupa soal yang nanti nya pada pertemuan

selanjutnya akan diperiksa, pada pengerjaan kuis individu siswa sudah dapat

mengerjakan kuis yang diberikan walaupun masih ada siswa yang belum tepat

menjawab yaitu dari 21 siswa 11 siswa sudah menjawab soal dengan tepat

sedangkan 10 siswa menjawab namun belum tepat dari 2 soal yang di berikan.

Pada pertemuan kedua ini sudah mengalami perubahan yang baik dimana

siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan model pembelajaran AIR siswa

hal ini ditunjukkan pada saat penyampaian hasil diskusi ada dua kelompok yang

siap mempresentasikan hasil diskusinya dimana pada pertemuan sebelumnya

kelompok yang maju mempresentasikan masih dipilih oleh peneliti karena tidak

ada yang bersedia maju. Hal ini sesuai dengan pendapat Shoimin (2016:30)

mengenai kelebihan model pembelajaran AIR dimana siswa lebih berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran serta siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon

permasalahan dengan cara mereka sendiri.

Pada pertemuan ketiga hari Rabu 02 Agustus 2017, peneliti selanjutnya

memberikan permasalahan kepada masing-masing kelompok yang sudah dibuat

mengenai menggambar diagram venn dari suatu himpunan bagian dan peneliti

membimbing jalannya diskusi. Pada proses pembelajaran kali ini siswa sangat

antusias pada saat perwakilan kelompok menyampaikan maksud dari

permasalahan siswa sudah dengan mudah menyampaikan maksudnya dan dapat

dipahami kelompok lain. Saat diskusi pun siswa dapat menyelesaian

permasalahan dengan mudah.

Pada pertemuan ketiga siswa sangat antusias dalam mengikuti

pembelajaran ditandai dengan semua kelompok ingin maju menyampaikan hasil

diskusi mereka serta siswa yang pada pertemuan sebelumnya malu bertanya jika

mengalami kesulitan pada pertemuan ini sudah mulai menunjukkan partisipasinya

dalam menanggapi kelompok penyaji. Siswa juga sudah lebih berani untuk

mempersentasikan hasil diskusinya. Dari hasil penilaian keterampilan

menunjukkan kemajuan dari 21 siswa yang hadir 14 siswa cukup terampil

menerapkan konsep himpunan sedangkan sisanya 7 masih mengalami kesulitan.

Dari lima kelompok terdapat empat kelompok yang sudah menyelesaikan

permasalahan dengan tepat dan satu kelompok sudah dapat menyelesaikan

permasalahan namun belum tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Shoimin

(2016:30) mengenai kelebihan model pembelajaran AIR dimana siswa memiliki

pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalah dan

siswa menjadi termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.

Setelah melaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran

AIR, peneliti melakukan post-test untuk mengetahui kemampuan komunikasi

matematis siswa setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Berikut ini persentase

setiap indikator kemampuan komunikasi matematis post-test setelah diterapkan

model AIR. Pada tahap menulis siswa sudah menunjukkan hasil yang baik dengan

rata-rata 76,19 dengan persentase ketuntasan 57,14% pada tahap hanya 12 siswa

dari 21 siswa yang dapat menulis dengan baik artinya siswa sudah dapat

menyelesaikan tahap menulis dengan baik hal ini sesuai dengan kelebihan model

pembelajaran AIR menurut Shoimin (2016:30) dimana siswa lebih berpartisipasi

aktif dalam pembelajaran dengan mengekspresikan idenya serta siswa memiliki

kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan

mereka.

Sedangkan pada tahap menggambar didapat rata-rata 67,72 dengan

persentase ketuntasan 33,33% pada tahap ini hanya 7 siswa dari 21 siswa yang

dapat mengambar dengan tepat sedangkan siswa lainnya masih mengalami

kesulitan, siswa masih susah membedakan gambar digram venn dari himpunan

bagian dan irisan berdasarkan kelemahan model pembelajaran AIR menurut

Shoimin (2016:30) mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa

sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan merespon

permasalahan yang diberikan.

Namun dalam ekspresi matematika siswa menunjukkan hasil yang baik

dibandingkan tahap menulis dan menggambar yaitu rata-rata 95,24 dengan

persentase ketuntasan 100% sehingga pada tahap ini dapat disimpulkan bahwa

kemampuan siswa dalam memodelkan matematika, melakukan perhitungan atau

mendapatkan solusi sudah benar dan lengkap dari 21 siswa semua dapat

menjawab dengan benar hal in sesuai dengan kelebihan model pembelajaran AIR

menurut Shoimin (2016:30) siswa termotivasi untuk memberikan bukti atau

penjelasan dari soal yang diberikan serta siswa memiliki pengalaman dari hasil

diskusi untuk menemukan jawaban.

Dari data persentase ketuntasan kemampuan komunikasi matematis siswa

setiap indikator seperti yang dijelaskan di atas, terlihat bahwa kemampuan

menggambar siswa memiliki persentase terendah. Hal ini disebabkan karena pada

proses pembelajaran siswa masih mengalami kesulitan dalam menggambar

diagram venn kebanyakan siswa masih keliru dalam menggambarkan diagram

venn dari irisan dan gabungan suatu himpunan.

Perolehan skor rata-rata siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan

model pembelajaran AIR terdapat peningkatan kemampuan komunikasi

matematis rata-rata sebesar 80,30 dengan persentase ketuntasan kemampuan

komunikasi matematis sesudah penerapan model pembelajaran AIR yaitu 85,71%

menurut klasifikasi persentase tersebut dikategorikan baik. Data ini menunjukkan

bahwa kemampuan komunikasi matematis setalah pembelajaran dengan model

pembelajaran AIR dikategorikan baik. Hal tersebut disebabkan karena pada model

pembelajaran AIR membantu siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam

pembelajaran dengan membangun sendiri pengetahuannya dan siswa dapat

mempelajari lebih mendalam mengenai materi melalui pemberian kuis sebagai

bentuk pengulangan soal.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa

kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VII MTs Mazro’illah

Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model AIR

dikategorikan minimal baik, dengan nilai rata-rata kemampuan komunikasi

matematis 80,30 dan persentase ketuntasan 85,71% dikategorikan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. Prosiding

makalah disampaikan dalam seminar Nasional ISBN 978-979-16353-3-2.

Depdiknas. 2004. Pedoman Penilaian Kelas. Jakarta: Depdiknas.

Giawa, dkk. 2013 Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi

Matematis Siswa SMP. Prosiding Seminar Kontribusi Fisika. ISBD 978-

602-19655-5-9,2, (1), 175-179.

Khadijah & Sukmawati. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Auditory

Intellectually Repetition dalam Pengajaran Matematika Di Kelas VII MTs.

Jurnal Pendidikan Matematika, 1, (1), 68-75

Peraturan Mentri Pendidikan RI No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk

Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

Rachmayani, Dwi. 2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian

Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan UNSIKA. ISSN 2338-2996,

2, (1), 13-23.

Ramdani, Yani. 2012. Pengembangan Indstrumen dan Bahan Ajar untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi

Matematis dalam Konsep Integral. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13, (1),

44-52.

Romadhoni, Erlina Madyaning Candra. 2016. Implemntasi model pembelajaran

Matematika Kensiley (MPMK) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematis Siswa dan Respon Siswa dalam Pembelajaran.

Prosiding. ISSN 2502-6526, 570-579.

Sari, Indah Puspita. 2014. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika

Siswa Melalui Pendekatan Problem Posing. Prosiding Seminar Nasional

Pendidikan Matematika dipresentasikan di STKIP Siliwangi Bandung, 1,

(1), 314-313.

Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovativ dalam Kurikulum 2013.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Widyawati, dkk. 2016. Efektifitas Model Pembelajaran Auditory Intellectually

Repetition dengan Pendekatan Trade A Problem terhadap Kemampuan

Komunikasi Matematis. Jurnal Unimus.ac.id,1,(3), 17-26.