Upload
others
View
21
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
KELAS VII MTs MAZRO’ILLAH LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
JURNAL
Oleh
RATIH APRIANI
NPM 4013003
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
(STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU
2017
2
Alumni STKIP PGRI Lubuklingau, 2 dan 3 Dosen Prodi Pendidikan Matematika
PENERAPAN MODEL AUDITORY INTELLECTUALLY REPETITION (AIR)
TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
KELAS VII MTs MAZRO’ILLAH LUBUKLINGGAU
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Oleh
Ratih Apriani1, Sukasno2 dan Yufitri Yanto3
Email:[email protected]
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Penerapan Model Auditory Intellectually
Repetition (AIR) terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran
2017/2018”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan
komunikasi matematis siswa kelas VII MTs Mazro’illah
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model
Auditory Intellectualy Repetition (AIR). Jenis penelitiannya
berbentuk eksperimen semu dengan desain yang digunakan
berbentuk Pre-test and Post-test Group Design. Pengumpulan data
dilakukan dengan teknik tes berupa empat soal essay dengan sekor
maksimal 37 yang diberikan ke kelas VII B. Teknik analisis data
yang dilakukan antara lain uji normalitas, uji hipotesis. Berdasarkan
hasil analisis data pada taraf kepercayaan α = 0,05. Dapat
disimpulkan bahwa rata-rata nilai kemampuan komunikasi
matematis siswa kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau
dikategorikan baik setelah penerapan model pembelajaran AIR
dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa sebesar
80,30.
Kata Kunci: Auditory Intellectually Repetition (AIR), Komunikasi
Matematis, Materi Himpunan.
PENDAHULUAN
Matematika dalam dunia pendidikan merupakan ilmu yang mempunyai
peranan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Matematika sangat
diperlukan sebagai penunjang ilmu-ilmu lainnya. Pendidikan matematika yang
diberikan di sekolah memberikan sumbangan penting bagi siswa dalam
mengembangkan kemampuan yang sejalan dengan tujuan pendidikan (Sari,
2014:314). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 23 Tahun 2006,
melalui pembelajaran matematika, peserta didik diharapkan dapat
mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Menurut Depdiknas (2004:45) untuk menunjukkan kemampuan
komunikasi matematis yang diharapkan dapat digunakan beberapa indikator
misalnya melalui menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar
dan diagram. Komunikasi dapat dilakukan jika siswa mempunyai pemahaman
tentang materi atau konsep yang akan dikomunikasikan dan mempunyai
keberanian untuk melakukan (Armiati, 2009:279).
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis siswa masih kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi
dengan Bapak Nasrul Bayumi S.Pd, yang merupakan guru mata pelajaran
matematika kelas VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau pada tanggal 25 Januari
2017 diperoleh informasi bahwa aktivitas yang dilakukan siswa pada saat proses
pembelajaran berlangsung hanya mencatat, mendengarkan, malu bertanya jika ada
kesulitan siswa tidak peduli pada bagaimana menjelaskan jawaban dengan
menggunakan bahasa matematika yang benar, menuangkan ide atau pokok
pikirannnya kedalam simbol, tabel, grafik, atau diagram dan sebaliknya.
Hal ini terbukti saat peneliti melakukan studi pendahuluan dengan
memberikan siswa soal yang telah dipelajari yang berkaitan dengan kemampuan
komunikasi matematis dari 26 siswa hanya ada 2 siswa yang mampu
menyelesaikan dengan tepat 1 soal dari 2 soal yang diberikan serta yang lainnya
masih mengalami kesulitan dalam membuat model matematika. Hal tersebut dapat
terjadi karena pada proses pembelajaran matematika masih banyak didominasi
guru serta komunikasi yang terbentuk adalah komunikasi satu arah serta guru
tidak melibatkan siswa secara aktif, hal tersebut dapat mengakibatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa tidak berkembang secara maksimal.
Untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, guru
dapat menerapkan beberapa model pembelajaran yang memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengonstruksikan pengetahuannya sendiri sehingga siswa
lebih mudah memahami konsep yang diajarkan dan mengomunikasikan ide-
idenya. Salah satu alternatif dalam hal ini dengan penggunaan model
pembelajaran AIR, model pembelajaran AIR merupakan variasi dari pembelajaran
kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu: Auditory, Intellectually, dan
Repetition dimana siswa secara aktif membangun sendiri pengetahuannya
(Khadijah & Sukmawati, 2013:69). Sedangkan menurut Giawa (2013:178) model
pembelajaran AIR merupakan model yang dapat digunakan untuk mencapai
tujuan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahn penelitian dapat di
rumuskan: “Apakah kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VII MTs
Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model
Auditory Intellectualy Repetition (AIR) dikategorikan minimal baik ?”
KAJIAN TEORI
A. Model Pembelajaran Auditory Intellectually Repetition (AIR)
Model pembelajaran AIR merupakan singkatan dari Auditory,
Intellectually, dan Repetition. Dalam model pembelajaran AIR siswa diarahkan
untuk dapat membangun pengetahuannya sendiri secara berkelompok dan
bekerjasama. Guru hanya bersifat sebagi fasilitator saja. Sedangkan menurut
Khadijah & Sukmawati (2013:69) model pembelajaran AIR merupakan variasi
dari pembelajaran kooperatif yang menekankan pada tiga aspek yaitu: Auditory,
Intellectually, dan Repetition. Widyawati (2016:19) menambahkan model
pembelajaran AIR melatih pendengaran dan keberanian siswa untuk
mengungkapkan pendapat, memecahkan masalah secara kreatif, mengingat
kembali tentang materi yang telah dipelajari dan siswa lebih aktif dan karetif
Dalam model pembelajaran AIR pembelajaran baru dianggap efektif
apabila telah mencangkup tiga hal, yaitu: Auditory (belajar dengan mendengar)
Intellectually (belajar dengan berpikir) Repetition (belajar dengan mengulang).
Langkah-langkah pembelajaran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Guru membagi siswa dalam kelompok heterogen yang terdiri dari empat
sampai lima orang
2) Guru menjelaskan materi dan melakukan tanya jawab mengenai materi yang
dipelajari kemudian setiap kelompok diberikan permasalahan (auditory)
3) Setiap kelompok mendiskusikan mengenai materi yang dipelajari dan
menuliskan hasil diskusi (auditory dan intellectually)
4) Guru membimbing dan mengarahkan kelompok diskusi dalam menyelesaikan
permasalahan (auditory dan intellectually).
5) Guru memberikan kesempatan kepada beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi dan kelompok lain menangapi dengan
bertanya dan memberikan pendapat (auditory)
6) Siswa dan guru mengambil kesimpulan dari hasil diskusi yang dilaksanakan
(auditory, repitition dan intellectually).
7) Siswa diberikan tugas individu sebagai pendalaman dan pengulangan materi
yang telah dipelajari (repitition)
Menurut Sohimin (2016:30) keunggulan model pembelajaran AIR adalah
sebagai berikut: 1) Siswa lebih berpartisipasi aktif dalam pembelajaran dan sering
mengekspresikan idenya; 2) Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam
memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan secara komprehensif; 3) Siswa
dengan kemampuan rendah dapat merespons permasalahan dengan cara mereka
sendiri; 4) Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan; 5) Siswa memiliki pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu
dalam menjawab permasalahan.
Menurut Sohimin (2016:30) disamping keunggulan terdapat pula
kelemahan model pembelajaran AIR yaitu: 1) Membuat dan menyiapkan masalah
yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. Upaya kecilnya guru harus
mempunyai persiapan lebih matang sehingga dapat menemukan masalah tersebut;
2) Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit
sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon
permasalah yang diberikan; 3) Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu
atau mencemaskan jawaban mereka.
B. Kemampuan komunikasi matematis
Komunikasi matematis adalah kemampuan untuk berkomunikasi yang
meliputi kegiatan penggunaan keahlian menulis, menyimak, menelaah,
menginterprestasikan, dan mengevaluasi ide, simbol, istilah, serta informasi
matematika yang diamati melalui proses mendengar, mempresentasikan, dan
diskusi (Ramdani, 2012:47). Kemampuan komunikasi matematis adalah
kemampuan seorang siswa dalam menyatakan serta menafsirkan gagasan
matematika baik secara lisan maupun tertulis.
Komunikasi secara lisan adalah penjelasan verbal suatu gagasan
matematika sedangkan komunikasi secara tertulis merupakan keterampilan siswa
dalam menggunakan kata-kata atau kalimat, tabel, persamaan, gambar dan
sebagainya dalam pemecahan masalah. Indikator kemampuan komunikasi
matematis menurut Nurahaman (dalam Rachmayani, 2014:17) yaitu: 1)
Menjelaskan ide atau situasi dai suatu gambar atau grafik dengan kata-kata sendiri
dalam bentuk tulisan (menulis); 2) Menyatakan suatu situasi dengan gambar atau
grafik (menggambar); 3) Menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model
matematika (ekspresi matematika).
Komunikasi matematis dikatakan baik apabila sudah memenuhi semua
indikator dari komunikasi matematis, kemampuan komunikasi matematis siswa
menurut Romadhoni (2016:576) dikelompokkan menjadi lima kategori yaitu:
sangat baik, baik, cukup, kurang baik dan sangat kurang dengan persentase
rentang nilai sebagai berikut:
Tabel 1
Skala Kategori Kemampuan Komunikasi Matematis
Persentase Rentang Nilai % Klasifikasi
90≤ 𝑆𝐵 ≤100 Sangat baik
75≤ 𝐵 <90 Baik
55≤ 𝐶 <75 Cukup
40≤ 𝐾 <55 Kurang baik
00<40 Sangat kurang
Sumber: Romadhoni (2016:576)
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini jenis penelitiannya berbentuk eksperimen semu tanpa
adanya kelas pembanding dengan desain eksperimen berbentuk pre-test and post-
test group design. Teknik analisis data yang dilakukan antara lain: uji normalitas
dan uji-t. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VII MTs Mazro’illah Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018yang berjumlah
72 orang. Pengambilan sampel dilakuan secara acak , sebagai sampel dalam
penelitian yaitu kelas VII B . Pengumpulan data dilakukan dengan teknik
tes, tes ini digunakan peneliti untuk mengumpulkan data mengenai kemampuan
komunikasi matematis. Tes diberikan sebanyak dua kali yaitu sebelum (pre-test)
dan sesudah (post-test) siswa diberi treatment (perlakuan) dengan menggunakan
model pembelajaran AIR. Tes berupa butir soal essay sebanyak empat soal yang
sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu menulis,
menggambar dan ekspresi matematika dengan skor maksimal 37.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Kemampuan Awal Siswa (pre-test)
Pre-test dilaksanakan pada pertemuan pertama tanggal 25 Juli 2017 di
kelas VII B tujuan dilakukan pre-test ini untuk mengetahui kemampuan awal
komunikasi matematis siswa sebelum mengikuti pembelajaran matematika
menggunakan model pembelajaran AIR. Berdasarkan hasil perhitungan
Rekapitulasi hasil analisis data pre-test siswa dapat dilihat dapat pada tabel 2
Tabel 2
Rekapitulasi Hasil Pre-Test No Kategori Keterangan
1 Nilai rata-rata 14,59
2 Nilai terkecil 3
3 Nilai terbesar 24
4 Rentang nilai 21
5 Simpangan baku 6,76
6 Jumlah siswa yang tuntas 0 %
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa tidak ada siswa yang tuntas dan
rata-rata nilai secara keseluruhan 14,59 secara deskriptif dapat dikatakan bahwa
kemampuan awal komunikasi matematis siswa sebelum diterapkan model
pembelajaran AIR termasuk kategori sangat kurang (0%) dilihat dari skala
kategori kemampuan komunikasi matematis.
2. Kemampuan Akhir Siswa (post-test)
Pelaksanaan post-test dilaksanakan pada pertemuan kelima pada hari
Selasa 08 Agustus 2017. Adapun tujuan dari post-test untuk mengetahui tingkat
pemahaman dan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah diberikan
perlakuan dengan model pembelajaran AIR. Rekapitulasi hasil analisis data post-
test siswa dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 3
Rekapitulasi Hasil Post-Test No Kategori Keterangan
1 Nilai rata-rata 80,30
2 Nilai terkecil 51
3 Nilai terbesar 100
4 Rentang nilai 49
5 Simpangan baku 9,48
6 Jumlah siswa yang tuntas 18 siswa dari 21 siswa (85,71)%
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang tuntas
sebanyak 18 Orang (85,71%) dengan rata-rata secara keseluruhan sebesar 80,30.
Jadi secara deskritif dapat dikatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis
siswa setelah diterapkan model pembelajaran AIR dikategorikan baik. Jika
dibandingkan dengan pre-test, maka terdapat peningkatan rata-rata sebesar 65,71.
Sedangkan presentase jumlah siswa yang tuntas sebesar 85,71. Perbandingan nilai
rata-rata kemampuan komunikasi matematis pre-test dan post-test dapat dilihat
pada grafik 4
Grafik 4.1 Rata-rata kemampuan komunikasi matematis pre-test dan post-test
3. Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hasil perhitungan data post-test diperoleh X2hitung sebesar 5,01
selanjutnya X2hitung dibandingkan X2
tabel dengan derajat kebebasan (dk) = k – 1,
dimana k adalah banyak kelas interval. Jika X2hitung < X2
tabel, maka dapat
dinyatakan data berdistribusi normal. Nilai X2tabel dengan 𝛼 = 5% adalah 9,488.
Dengan demikian X2hitung (5,01) < X2
tabel (9,48), maka dapat dinyatakan bahwa
data tes akhir berdistribusi normal. Berdasarkan hasil uji normalitas data
dikatakan berdistribusi normal dan simpangan baku telah diketahui, maka untuk
menguji hipotesis digunakan rumus uji-t. Dari hasil tersebut diperoleh thitung
0
50
100
Rata-Rata KemampuanKomunikasi Matematis
Pre-test
Post-test
=2,572 derajat kebebasan (dk) = n-1 =21-1=20 dan 𝛼= 0,05. Maka ttabel =1,725.
Dengan demikian thitung > ttabel, hal ini berarti H0 ditolak dan Ha diterima.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima kebenarannya, artinya
”Rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII MTs
Mazro’illah Lubuklinggau dikategorikan minimal baik setelah penerapan model
pembelajaran AIR lebih dari atau sama dengan 75”.
PEMBAHASAN
Proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran AIR
mengalami beberapa hambatan. Pembelajaran yang baru bagi peneliti maupun
siswa membutuhkan waktu peryesuaian. Siswa masih malu untuk
mempersentasikan hasil diskusi dan megalami kesulitan menyelesaikan soal yang
diberikan.
Pada saat pembelajaran di kelas, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok
kecil yang terdiri dari 4-5 siswa dalam satu kelompok. Pada pertemuan petama
hari Rabu 26 Juli 2017, masing-masing kelompok diberikan permasalah untuk
diselesaikan dengan diskusi kelompok dan nantinya akan dipresentasikan hasil
diskusi tersebut. setiap kelompok masih terlihat kebingungan menyelesaikan soal
yang diberikan dan peneliti memfasilitasi dengan membimbing bagi kelompok-
kelompok yang belum paham. Peneliti memberikan kesempatan kepada satu
kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi namun tidak ada kelompok yang
bersedia maju dikarenakan masih malu untuk mempersentasikan hasil diskusi
akhirnya peneliti menunjuk satu kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi
mereka pada saat maju untuk presentasi masih terdapat anggota yang belum
percaya diri untuk maju menjelaskan hasil diskusi mereka serta masih terpaku
pada catatan ketika menjelaskan.
Sebelum kegiatan berakhir siswa diberikan kuis yang dikerjakan secara
individu, namun hanya 3 orang siswa yang dapat menyelesaikan dengan tepat soal
yang diberikan dari 22 siswa sedangkan 19 siswa yang lain menjawab dengan
belum tepat. Kemudian untuk tugas dirumah siswa diberikan tugas individu
berupa soal sebagai bentuk pendalaman materi. Hal ini merupakan penyesuaian
karena model pembelajaran AIR merupakan model pembelajaran yang baru bagi
mereka sehingga perlu adaptasi terlebih dahulu.
Pada pertemuan kedua hari Selasa 01 Agustus 2017, masing-masing
kelompok yang sudah dibentuk pada pertemuan pertama diberi permasalah
mengenai himpunan bagian dan menuliskan hasil diskusinya. Perwakilan
kelompok menyampaikan maksud dari permasalahan yang diberikan dan
kelompok lain menyimak. Pada saat siswa berdiskusi peneliti membimbing siswa
untuk dapat memecahkan permasalahan, kebanyakan dari siswa masih kesulitan
memahami permasalahan yang diberikan namun pada tahap ini siswa sudah berani
menanyakan bagian yang belum mereka pahami dimana pada pertemuan
sebelumnya siswa masih kebanyakan diam jika tidak mengerti dan segan
bertanya.
Setelah diskusi selesai terdapat dua kelompok yang siap menyampaikan
hasil diskusinya hal ini menunjukkan kemajuan proses pembelajaran dimana pada
pertemuan sebelumnya peneliti masih memilih kelompok yang akan
mempersentasikan hasil diskusinya karena tidak ada kelompok yang bersedia.
Pada akhir pembelajaran siswa diberikan kuis sebagai pengulangan materi yang
dikerjakan individu serta tugas rumah berupa soal yang nanti nya pada pertemuan
selanjutnya akan diperiksa, pada pengerjaan kuis individu siswa sudah dapat
mengerjakan kuis yang diberikan walaupun masih ada siswa yang belum tepat
menjawab yaitu dari 21 siswa 11 siswa sudah menjawab soal dengan tepat
sedangkan 10 siswa menjawab namun belum tepat dari 2 soal yang di berikan.
Pada pertemuan kedua ini sudah mengalami perubahan yang baik dimana
siswa sudah terbiasa belajar dengan menggunakan model pembelajaran AIR siswa
hal ini ditunjukkan pada saat penyampaian hasil diskusi ada dua kelompok yang
siap mempresentasikan hasil diskusinya dimana pada pertemuan sebelumnya
kelompok yang maju mempresentasikan masih dipilih oleh peneliti karena tidak
ada yang bersedia maju. Hal ini sesuai dengan pendapat Shoimin (2016:30)
mengenai kelebihan model pembelajaran AIR dimana siswa lebih berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran serta siswa dengan kemampuan rendah dapat merespon
permasalahan dengan cara mereka sendiri.
Pada pertemuan ketiga hari Rabu 02 Agustus 2017, peneliti selanjutnya
memberikan permasalahan kepada masing-masing kelompok yang sudah dibuat
mengenai menggambar diagram venn dari suatu himpunan bagian dan peneliti
membimbing jalannya diskusi. Pada proses pembelajaran kali ini siswa sangat
antusias pada saat perwakilan kelompok menyampaikan maksud dari
permasalahan siswa sudah dengan mudah menyampaikan maksudnya dan dapat
dipahami kelompok lain. Saat diskusi pun siswa dapat menyelesaian
permasalahan dengan mudah.
Pada pertemuan ketiga siswa sangat antusias dalam mengikuti
pembelajaran ditandai dengan semua kelompok ingin maju menyampaikan hasil
diskusi mereka serta siswa yang pada pertemuan sebelumnya malu bertanya jika
mengalami kesulitan pada pertemuan ini sudah mulai menunjukkan partisipasinya
dalam menanggapi kelompok penyaji. Siswa juga sudah lebih berani untuk
mempersentasikan hasil diskusinya. Dari hasil penilaian keterampilan
menunjukkan kemajuan dari 21 siswa yang hadir 14 siswa cukup terampil
menerapkan konsep himpunan sedangkan sisanya 7 masih mengalami kesulitan.
Dari lima kelompok terdapat empat kelompok yang sudah menyelesaikan
permasalahan dengan tepat dan satu kelompok sudah dapat menyelesaikan
permasalahan namun belum tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Shoimin
(2016:30) mengenai kelebihan model pembelajaran AIR dimana siswa memiliki
pengalaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalah dan
siswa menjadi termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan.
Setelah melaksanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran
AIR, peneliti melakukan post-test untuk mengetahui kemampuan komunikasi
matematis siswa setelah dilaksanakan proses pembelajaran. Berikut ini persentase
setiap indikator kemampuan komunikasi matematis post-test setelah diterapkan
model AIR. Pada tahap menulis siswa sudah menunjukkan hasil yang baik dengan
rata-rata 76,19 dengan persentase ketuntasan 57,14% pada tahap hanya 12 siswa
dari 21 siswa yang dapat menulis dengan baik artinya siswa sudah dapat
menyelesaikan tahap menulis dengan baik hal ini sesuai dengan kelebihan model
pembelajaran AIR menurut Shoimin (2016:30) dimana siswa lebih berpartisipasi
aktif dalam pembelajaran dengan mengekspresikan idenya serta siswa memiliki
kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
mereka.
Sedangkan pada tahap menggambar didapat rata-rata 67,72 dengan
persentase ketuntasan 33,33% pada tahap ini hanya 7 siswa dari 21 siswa yang
dapat mengambar dengan tepat sedangkan siswa lainnya masih mengalami
kesulitan, siswa masih susah membedakan gambar digram venn dari himpunan
bagian dan irisan berdasarkan kelemahan model pembelajaran AIR menurut
Shoimin (2016:30) mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa
sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan merespon
permasalahan yang diberikan.
Namun dalam ekspresi matematika siswa menunjukkan hasil yang baik
dibandingkan tahap menulis dan menggambar yaitu rata-rata 95,24 dengan
persentase ketuntasan 100% sehingga pada tahap ini dapat disimpulkan bahwa
kemampuan siswa dalam memodelkan matematika, melakukan perhitungan atau
mendapatkan solusi sudah benar dan lengkap dari 21 siswa semua dapat
menjawab dengan benar hal in sesuai dengan kelebihan model pembelajaran AIR
menurut Shoimin (2016:30) siswa termotivasi untuk memberikan bukti atau
penjelasan dari soal yang diberikan serta siswa memiliki pengalaman dari hasil
diskusi untuk menemukan jawaban.
Dari data persentase ketuntasan kemampuan komunikasi matematis siswa
setiap indikator seperti yang dijelaskan di atas, terlihat bahwa kemampuan
menggambar siswa memiliki persentase terendah. Hal ini disebabkan karena pada
proses pembelajaran siswa masih mengalami kesulitan dalam menggambar
diagram venn kebanyakan siswa masih keliru dalam menggambarkan diagram
venn dari irisan dan gabungan suatu himpunan.
Perolehan skor rata-rata siswa sebelum dan sesudah pembelajaran dengan
model pembelajaran AIR terdapat peningkatan kemampuan komunikasi
matematis rata-rata sebesar 80,30 dengan persentase ketuntasan kemampuan
komunikasi matematis sesudah penerapan model pembelajaran AIR yaitu 85,71%
menurut klasifikasi persentase tersebut dikategorikan baik. Data ini menunjukkan
bahwa kemampuan komunikasi matematis setalah pembelajaran dengan model
pembelajaran AIR dikategorikan baik. Hal tersebut disebabkan karena pada model
pembelajaran AIR membantu siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dalam
pembelajaran dengan membangun sendiri pengetahuannya dan siswa dapat
mempelajari lebih mendalam mengenai materi melalui pemberian kuis sebagai
bentuk pengulangan soal.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa Kelas VII MTs Mazro’illah
Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2017/2018 setelah diterapkan model AIR
dikategorikan minimal baik, dengan nilai rata-rata kemampuan komunikasi
matematis 80,30 dan persentase ketuntasan 85,71% dikategorikan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Armiati. 2009. Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. Prosiding
makalah disampaikan dalam seminar Nasional ISBN 978-979-16353-3-2.
Depdiknas. 2004. Pedoman Penilaian Kelas. Jakarta: Depdiknas.
Giawa, dkk. 2013 Penggunaan Model Pembelajaran Auditory Intellectually
Repetition (AIR) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa SMP. Prosiding Seminar Kontribusi Fisika. ISBD 978-
602-19655-5-9,2, (1), 175-179.
Khadijah & Sukmawati. 2013. Efektivitas Model Pembelajaran Auditory
Intellectually Repetition dalam Pengajaran Matematika Di Kelas VII MTs.
Jurnal Pendidikan Matematika, 1, (1), 68-75
Peraturan Mentri Pendidikan RI No 23 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk
Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah
Rachmayani, Dwi. 2014. Penerapan Pembelajaran Reciprocal Teaching untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis dan Kemandirian
Belajar Matematika Siswa. Jurnal Pendidikan UNSIKA. ISSN 2338-2996,
2, (1), 13-23.
Ramdani, Yani. 2012. Pengembangan Indstrumen dan Bahan Ajar untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi, Penalaran, dan Koneksi
Matematis dalam Konsep Integral. Jurnal Penelitian Pendidikan, 13, (1),
44-52.
Romadhoni, Erlina Madyaning Candra. 2016. Implemntasi model pembelajaran
Matematika Kensiley (MPMK) dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa dan Respon Siswa dalam Pembelajaran.
Prosiding. ISSN 2502-6526, 570-579.
Sari, Indah Puspita. 2014. Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika
Siswa Melalui Pendekatan Problem Posing. Prosiding Seminar Nasional
Pendidikan Matematika dipresentasikan di STKIP Siliwangi Bandung, 1,
(1), 314-313.
Shoimin, Aris. 2016. 68 Model Pembelajaran Inovativ dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Widyawati, dkk. 2016. Efektifitas Model Pembelajaran Auditory Intellectually
Repetition dengan Pendekatan Trade A Problem terhadap Kemampuan
Komunikasi Matematis. Jurnal Unimus.ac.id,1,(3), 17-26.