173
PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK JAMBI SYARIAH TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperolah Gelar Magister Ekonomi Islam Pada Konsentrasi Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah Oleh: Indo Makkatapsyah NIM : MLK. 15.2771 PASCASARJANA STUDI EKONOMI ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK JAMBI SYARIAH

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Memperolah

Gelar Magister Ekonomi Islam Pada Konsentrasi Perbankan dan

Lembaga Keuangan Syariah

Oleh:

Indo Makkatapsyah NIM : MLK. 15.2771

PASCASARJANA

STUDI EKONOMI ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019

Page 2: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …
Page 3: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …
Page 4: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …
Page 5: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …
Page 6: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

MOTTO

كى ثبنجبطم إنب أ انكى ثي آيا نب تأكها أي ب انزي يب أي

كى تشاض ي تجبسح ع تك انه فسكى إ نب تقتها أ

ب ثكى سحي كب

Artinya: “Hai orang-orang beriman janganlah kalian memakan harta-harta

di antara kalian secara tidak benar kecuali atas dasar perniagaan dengan

didasari saling rela di antara kalian”.(QS. An-nisa:29).1

1Al-Quran danTerjemahan,Departemen Agama Republik Indonesia, (Jakarta:

LajnahPentashihMushaf al-Qur‟an, 2001), hlm. 187.

Page 7: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT, atas segala karunia dan ridho-NYA, sehingga tesis dengan

judul “Penerapan Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah Di Jambi

Syariah” ini dapat diselesaikan. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Magister Ekonomi Islam (M.E) dalam

bidang Perbankan dan Lembaga Keuangan Syariah. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan

menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada:

1. Bapak Dr. Novi Mubyarto, M.E dan bapak Dr. H. Sayyid Syech, M.Si.

atas bimbingan, arahan dan waktu yang telah diluangkan kepada

penulis untuk berdiskusi selama menjadi dosenpembimbing penulis.

2. Bapak Rektor Dr. H. Hadri Hasan dan Direktur Pascasarjana UIN STS

Jambi Bapak Prof. Dr. Mukhtar, M.Pd STS Jambi dan seluruh civitas

akademika Program Pascasarjana UIN STS Jambi atas segala bantuan

yang diberikan selama penulis menjadi mahasiswi

3. Bapak Dr. Nazori Madjid, S.Ag,. M.Si yang telah memberikan masukan

dan saran pada saat seminar proposal dan seminar hasil tesis.

4. Ketua program studi Pascasarjana UIN STS Jambi Bapak Dr. Nazori

Madjid, S.Ag,. M.Si.

5. Bapak dan Ibu Pimpinan Bank Jambi Syariah serta seluruh karyawan

Bank Jambi Syariah yang telah banyak membantu dalam memberikan

data dan informasi terkait dengan penyusunan tesis ini.

6. Ayahanda H. Abu Hurairah (alm) engkau menjadi alasan saya sampai

dititik ini, dan Ibunda Hj. Indo Umming, serta Saudara-saudaraku

sekalian yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu terimakasih yang

tak terhingga dukungan dan doanya, Abang sekaligus Orang tua saya

Zainal Abidin dan Ambok Pangiuk, S,Ag, M,Si yang telah membantu

dalam menyelesaikan studi ini baik dari segi materil, moril, fikiran,

tenaga, terimakasih banyak yang tak terhingga, untuk suami Zulkifli dan

Page 8: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

anandaku Mastagena Dakhaera Noer yang telah memberikan

semangat, dukungan dan doanya. Akhirnya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini, dan penulis berharap kritik dan saran dari

semua pihak yang sifatnya membangun untuk kemajuan ilmu

pengetahuan. Terimakasih.

Page 9: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Abstrak

Indo Makkatapsyah “Penerapan Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah” Penelitian ini bertujuan untuk; pertama, mengetahui sistem penerapan

modifikasi akad melalui proses pembiayaan murabahah yang di setujui oleh BI,

DSN/MUI, dan mekanisme yang dijalankan oleh bank jambi syariah dengan tetap

melihat hak dan kewajiban baik bank maupun nasabah, kedua, mengetahui sistem

modifikasi akad pembiayaan terhadap pemenuhan kebutuhan bank yang optimal

dan dapat diketahui suatu keadilan (kepatuhan syariah) dari prinsip kontrak akad

pelengkap yang dikenal dengan murabahah bil wakalah di bank jambi syariah,

ketiga, mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi motivasi nasabah

dengan tetap menggunakan pembiayaan murabahah dalam pelaksanaan akad

tersebut.

Untuk mengetahui hal-hal tersebut, penelitian ini dilakukan melalui

paradigma kualitatif dengan mengandalkan wawancara mendalam, observasi

terhadap penerapan modifikasi akad pada pembiayaan murabahah di bank jambi

syariah, dan studi dokumentasi untuk mendapatkan data-data yang otentik,

sedangkan analisisnya dengan teknik reduksi data, penyajian data dan penarikan

kesimpulan.

Temuan penelitian adalah pertama, pembiayaan syariah berupa

penyediaan dana dalam bentuk mudharabah, musyarakah dalam bentuk

musyarakah mutanaqisah, ijarah dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, jual

beli murabahah, salam dalam bentuk salam paralel, dan istishna, qordh, dan

transaksi multijasa dan modifikasi akad pembiayaan murabahah di bank jambi

syariah. Dalam aplikasi yang dilakukan bank jambi syariah yang terjadi adanya

kesepakatan awal, dimana nasabah meminta kepada bank untuk melakukan

pendanaan uang berupa pembiayaan dan pembelian atas barang itu sendiri

merupakan kehendak nasabah sendiri melalui akad wakalah sehingga tidak ada

fee atau upah didalam akad tersebut. Kedua, permintaan atas penyediaan

pembiayaan adalah nasabah dan keinginan atau permintaan untuk membeli atau

mencari barang itu sendiri adalah nasabah dalam konteks ini tidak ada fee dalam

akad benar adanya sehingga di sebut “ murabahah bil wakalah non bil ujroh”

artinya nasabah menggunakan jasa bank, dan ini menurut kepatuhan syariah tidak

melanggar hukum syariah. Ketiga, faktor motivasi nasabah mempengaruhi

permintaan pembiayaan memiliki pandangan bahwa proses pembiayaan

murabahah sederhana, simpel, cepat diproses, memberikan bimbingan hingga

akhir, pelayanan yang diberikan optimal dengan penawaran produk yang sesuai

kebutuhan masyarakat sekarang ini (modern), serta faktor primordial yang paling

menentukan adalah faktor menjalankan syariah islam.

Kata kunci: Penerapan, Modifikasi Akad, Pembiayaan, Murabahah.

Page 10: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Penerapan Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah

Indo Makkatapsyah Fakultas Ekonomi Syariah UIN Jambi

E-Mail: [email protected]

Abstrak

This research aims to, first, know the system for implementing contract

modification through a murabahah financing process approved by BI, DSN/MUI,

and a mechanism run by jambi syariah bank. Second, know the system of

financing contract modification to fulfill optimal bank needs and know a justice (

sharia compliance) from the principle of a supplementary contract contract known

as murabahah bil wakalah at jambi syariah bank. Third, know what factors

influence costomer motivation by continuing to use murabahah financing in the

implementation of the contract.

To know these things, This research was carried out through a qualitative

paradigm by relying on in-depth interviews, observations on the application of

contract modifications to murabahah financing at jambi syariah bank, and

documentation study to obtain authentic data, while the analysis is with data

reduction techniques, data presentation, and conclusion drawing.

This research findings of this study, first, sharia financing in the form of

provision of funds in the form of murabahah, musyarakah in the form of

musyarakah mutanaqisah, ijarah in the form of ijarah muntahiya bittamlik,

murabahah sale, greentings in the form of parallel greentings, istishna, qordh, and

multi-service transactions, and modification of murabahah financing contract

abnormally jambi. In the application carried out by jambi syariah bank, there was

an initial agreement, where the customer asked the bank to fund money in the

form of financing and furchasing the goods themselves is the will of the

customers themselves through the wakalah contract offered by the bank, so there

is no wage in the contract. Second, the demend for financing is the customer, and

the desire to buy or search for the item itself is the customer so that it this context

there is no wage in the true contract with “ murabahah bil wakalah non bil ujroh”

meaning that the customer uses bank services, and this according to sharia

compliance is not violating sharia low. Third, customer motivation factors

influence the demand for financing have the view that the murabahah financing

process is simple, quick to process, provided optimally with product offerings that

are in line with the needs of to day‟s society, and the most deciseve primordial

factors practice Islamic sharia.

Page 11: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Segala puji bagi allah swt yang telah memberikan kami kemudahan sehingga

kami dapat menyelesaikan tesis ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya

tentu kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan tesis ini dengan baik.

Shalawat dan salam semoga terlimpahkan buat baginda tercinta nabi muhammad

saw yang kita nanti-nantikan syafa‟atnya di akhirat kelak.

Penulis mengucapakan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat

sehat-Nya, baik itu sehat fisik maupun akal fikiran, sehingga peulis mampu

menyelesaikan pembuatan tesis ini sebagai tugas akhir penulis dalam

menyelesaikan studi ini.

Penulis tentu menyadari bahwa tesis ini jauh dari kata sempurna dan masih

banyak terdapat kesalahan serta kejurangan didalamnya. Untuk itu, penulis

mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk tesis ini, agar tesis ini

nantinya dapat menjadi tesis yang lebih baik lagi. Kemudian apa bila terdapat

banyak kesalahan pada tesis ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak khususnya

kepada dosen pembimbing, dosen penguji, ketua sidang, yang telah memberikan

saran kepada penulis sehingga tesis ini dapat diperbaiki sebagaimana mestinya.

Demikian, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua khususnya bagi

penulis.

Jambi, 28 juni 2019

Indo Makkatapsyah

Page 12: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i NOTA DINAS............ ........................................................................... ii PENGESAHAN .................................................................................. iii PERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ................................................ iv MOTTO............ .................................................................................... vi PERSEMBAHAN ................................................................................. iv ABSTRAK ..... ....................................................................................... vii ABSTRACT..... ..................................................................................... viii KATA PENGANTAR ............................................................................ ix DAFTAR ISI………. ............................................................................. x BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah.............................................. 1 B. Rumusan Masalah .................................................... . 11 C. Batasan Masalah ...................................................... .. 11 D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian................................ 11 E. Kerangka Teori............................................................. 13 F. Penelitian Relevan........................................................ 99

BAB II : METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian................................................ 101 B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian......................... 102 C. Jenis dan Sumber Data.............................................. 102 D. Teknik Pengumpulan Data.......................................... 103 E. Teknik Analisis Data................................................... 105 F. Rencana dan Waktu Penelitian................................. 107

BAB III : GAMBARAN UMUM PENELITIAN

A. Sejarah Bank Jambi Syariah .................................... 108 B. Sruktur Organisasi dan Keadaan Di bank Jambi

Syariah................................... .................................. 110 C. Produk- Produk Bank Jambi Syariah.................... .... 110

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sistem Proses Penerapan Akad Pembiayaan Murabahah di Bank Jambi Syariah............................................... 121

B. Konsep Kepatuhan Pada Pembiayaan Murabahah.. 123 C. Faktor Motivasi Nasabah Menggunakan Pembiayaan

Murabahah di Bank Jambi Syariah............................. 143

Page 13: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................... 148 B. Saran-saran .............................................................. 149 C. Kata Penutup ............................................................ 149

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN CURRICULUM VITAE

Page 14: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam gerakan islamisasi sistem keuangan, Khususnya perbankan, di

dunia Islam pada beberapa dekade. Belakangan ini memunculkan sejumlah

persoalan, di antaranya dengan adanya pengembangan akad. Sebagaimana

diketahui, pada dasarnya produk-produk perbankan Islam (islamic banking) di

perbankan syariah di Indonesia khususnya, didasarkan pada bentuk-bentuk akad

muamalah klasik dengan berbagai modifikasi dan pengembangan di dalamnya.

Akad muamalah klasik yang dimaksud adalah akad-akad muamalah (bisnis) yang

telah ada pada masa kedatangan Islam, di mana umat Islam kemudian tetap

mempertahankannya karena dinilai tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Akad-

akad yang pada dasarnya sudah ada dan dipraktikkan pada masa pra-Islam

tersebut kemudian pada era selanjutnya- ditulis dan dibukukan oleh para ulama,

baik fikih maupun hadis, bersamaan dengan tren kodifikasi (tadwin), pembukuan

dan pembakuan) dikala itu.

Dimana akad-akad muamalah yang pada dasarnya bukan didesain untuk

akad perbankan tersebut pada gilirannya perlu disesuaikan dengan sistem

operasional yang biasa dikenal dalam dunia perbankan. Dengan demikian

diperlukan adanya transformasi akad-akad muamalah klasik agar dapat diterapkan

dalam dunia perbankan. Transformasi tersebut dapat berupa pengembangan,

modifikasi, ataupun kombinasi terhadap akad-akad yang ada sesuai dengan

kebutuhan sehingga tercipta instrumen keuangan yang efisien dan operasional.

Kendatinya sejauh manakah transformasi akad-akad muamalah tersebut di dalam

mematuhi nilai-nilai substanstif ajaran Islam sehingga pengembangan, modifikasi,

ataupun kombinasi yang terjadi tetap konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang

menjadi titik tolak konsep bank syariah itu sendiri. Permasalahan ini perlu

diangkat mengingat penerapan akad-akad muamalah dalam perbankan syariah

disinyalir tidak sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam, setidaknya dalam

Page 15: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

pandangan sebagian kalangan. Keislaman sebuah bank tidak semata-mata karena

bank tersebut tidak lagi memungut bunga ataupun penghasilan lainnya yang tidak

halal, akan tetapi kesesuaian akad-akad yang diterapkan di dalamnya dengan

ketentuan-ketentuan syariah juga merupakan faktor yang harus diperhitungkan.2

Dimana Perjanjian adalah sarana hukum terpenting yang pernah

dikembangkan untuk menjamin keamanan ekonomi dan kestabilan masyarakat.

Setiap orang terlibat dengan perikatan dan perjanjian, oleh karenanya perjanjian

adalah salah satu sumber perikatan yang terpenting. Islam sebagai agama yang

komprehensif memberikan aturan yang jelas mengenai perikatan dan perjanjian

untuk dapat diimplementasikan dalam kehidupan. Dalam hukum Islam ada

beberapa istilah yang mengandung konsep perikatan. Pertama, ditemukan istilah

“hukum akad”. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan hukum akad itu tidak lain

adalah akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian.3

Perikatan (al-iltizam) dan perjanjian (al-‘aqd) dalam hukum Islam dikenal

dengan beberapa istilah yang mengandung konsep tersebut, yakni hukum ‘aqd, al-

daman dan al-iltizam.4 Sebenarnya apa yang dimaksud dengan hukum akad itu

tidak lain adalah akibat hukum yang timbul dari suatu perjanjian. Ahli-ahli hukum

Islam membedakan hukum akad menjadi dua; yaitu 1) hukum asli akad, yakni

akibat-akibat logis dari adanya akad yang merupakan tujuan pokok disyariatkan

akad. 2) hukum tambahan akad, yaitu kewajiban dan hak yang timbul dari adanya

akad itu. Menurut Anwar, hukum akad tambahan menggambarkan konsep

perikatan dalam hukum Islam, karena di dalamnya terkandung adanya kewajiban

dan hak bagi masing-masing pihak. Sedangkan menurut al-Zarqa‟, hukum akad

tambahan di kalangan fukaha klasik itu merupakan perikatan dalam hukum Barat.

Untuk menunjukkan perikatan, para fukaha juga menggunakan istilah al-

daman (tanggung jawab), yang sesungguhnya dapat dibandingkan dengan

perikatan yang timbul dari perbuatan melawan hukum dalam hukum Barat.

2 Jamal Abdul Aziz, Transformasi Akad Muamalah Klasik Dalam Produk Perbankan Syariah,

Jurusan Syariah STAIN Purwokerto, 2012. Jurnal akses tanggal 28 juni 2019 3 Syamsul Anwar, Teori Kausa dalam Hukum Perjanjian Islam (Suatu Kajian Asas Hukum, dalam

Laporan Penelitian, IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2000. Hal.36-39 4 Muslim, Fiqh Ekonomi dan Positivisasinya di Indonesia. Mataram: LKIM IAIN Mataram. 2006.

Hal.60

Page 16: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Selanjutnya, istilah iltizam juga digunakan untuk perikatan-perikatan yang timbul

dari kehendak sepihak dan kadang-kadang juga untuk perikatan yang timbul dari

perjanjian tersebut.5 agar dapat dinilai sebagai akad secara syar„i, akad harus

berlangsung dalam konteks yang sesuai dengan syariah. Sehingga Akad dapat

melahirkan suatu konsekuensi atau implikasi hukum sesuai dengan konteksnya.

Sebagaimana dalam pengertian akad yang bersifat lebih umum mencakup

segala yang diinginkan orang untuk dilakukan, baik itu yang muncul karena

kehendak sendiri (iradah munfaridah), seperti wakaf, perceraian dan sumpah,

maupun yang memerlukan dua kehendak (iradatain) untuk mewujudkannya,

seperti buyu’ (jual-beli), ijarah (sewa-menyewa), wakalah (perwakilan) dan rahn

(gadai). Oleh karena itu, kita juga harus melihat suatu akad atau perjanjian atau

kesepakatan dari akad yang membangunnya yang melahirkan sebuah kekuatan

hukum.

Seperti halnya dalam konteks hukum Islam terutama tentang hukum

penggunaan modifikasi akad atau transformasi akad dalam fatwa DSN-MUI

(Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia) bahwa Modifikasi

sebenarnya tidak akan melanggar prinsip-prinsip hukum Islam dalam bidang

muamalah. Dikarenakan dalam fikih muamalah, ijtihad bersifat “terbuka luas”,

artinya segala sesuatu boleh diadakan modifikasi selama tidak bertentangan atau

melanggar larangan yang sudah ditentukan dalam Al-quran dan Sunnah Nabi.

Inilah yang memungkinkan hukum perikatan Islam dapat mengikuti

perkembangan zaman.

Sehingga dapat dilihat dari realitas perkembangan ekonomi

konvensional, yang dianggap tidak akomodatif dan responsif terhadap

berbagai variasi transaksi modern. Begitu pula sebaliknya, apabila DSN-

MUI proaktif merespon dinamika ekonomi konvensional berarti

memerlukan proses ijtihad.6 Dimana salah satu pilar terpenting untuk

menciptakan produk perbankan dan keuangan syariah dalam menjawab

5 Al-Sanhuri, Abdur Razzaq, Masadir al-Haq fi al-Fiqh al-Islami, Dirasah Muqaranah bi al-Fiqh

al-Garbi. Tk.: Dar al-Hana Li al-Thiba’ah wa al-Nasyr, 1958. Hal. 9-10 6 Ibid., hal.202

Page 17: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

tuntunan kebutuhan masyarakat modern adalah dengan pengembangan

modifikasi akad. Untuk itu, bentuk akad tunggal sudah tidak mampu lagi

merespon transaksi keuangan kontemporer. Sehingga metode modifikasi

akad dalam bentuk multi akad (hybrid contract) yang seharusnya menjadi

unggulan dalam pengembangan produk yang tidak sederhana diantaranya

adalah terhadap penerapan modifikasi akad (al-„uqud al-murakkabah) ini.

Pada mulanya, akad hanya digunakan untuk transaksi antara

perseorangan. Namun dalam perkembangan, konsep akad banyak

digunakan untuk mengembangkan berbagai produk keuangan atau bisnis

syariah yang melibatkan institusi lembaga dan perusahaan. DSN-MUI

(Dewan Syariah Nasional - Majelis Ulama Indonesia) mengeluarkan13

fatwa terbarunya tentang ekonomi dan keuangan syariah yang berasal

dari dua kali pleno DSN-MUI yang diselenggarakan pada tanggal 19

September 2017 (7 fatwa) dan 22 Februari 2018 (6 fatwa). Fatwa tersebut

secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 2 bagian, yaitu fatwa

terkait akad dan produk. Adapun yang terkait 6 akad di antaranya, meliputi

fatwa induk atau payung yang terkait akad, yaitu: akad jual beli, akad jual

beli murabahah, akad ijarah, akad wakalah bil ujroh, akad syirkah, akad

mudharabah. Sedangkan fatwa terkait produk ada 7 fatwa, diantaranya

tentang Uang Elektronik Syariah, Layanan Pembiayaan Berbasis

Teknologi Informasi, Pedoman Penjamin Simpanan Nasabah Bank

Syariah, Pembiayaan Ultra Mikro berdasarkan Prinsip Syariah,

Sekuritisasi Berbentuk Efek Beragun Aset (EBA) berdasarkan Prinsip

Syariah, sekuritisasi berbentuk EBA surat partisipasi (EBA-SP)

berdasarkan prinsip Syariah, Pengelolaan Dana BPIH dan BPIH Khusus

berdasarkan Prinsip Syariah. Sejak dikeluarkan fatwa pertama tahun

2000, hingga kini telah keluar 116 fatwa dan belum ada fatwa yang ditarik.

Hanya saja ada penambahan 13 fatwa baru tersebut, sehingga total fatwa

yang ada sekarang berjumlah 122 fatwa yang sudah dibuat. Terkait

Page 18: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Industri syariah, keuangan syariah, dan ekonomi syariah.7 Bahkan, dari

fatwa-fatwa DSN-MUI tersebut, tidak sedikit yang mengadopsi konsep

akad untuk dijadikan sebagai landasan transaksi (underlying transaction)

sehingga keabsahannya terlegitimasi.

Dari keseluruhan fatwa DSN-MUI, ada yang murni hasil penggalian

hukum (ijtihad istinbathi) dan ada yang mengadopsi prinsip-prinsip akad

yang termuat dalam fiqh muamalah seperti yang telah dijelaskan di atas.

Bentuk pengadopsian akad-akad ke dalam fatwa DSN-MUI adalah dalam

rangka menerapkan prinsip-prinsip akad (ijtihad thatbiqi) ke dalam

lembaga keuangan atau bisnis syariah. Pengadopsian akad-akad

muamalah ke dalam fatwa DSN-MUI ada yang bersifat tunggal (al-„aqd al-

fardliyah) dan ada yang bersifat modifikasi akad, yaitu perpaduan antara

akad satu dengan lainnya dengan tetap memperhatikan ketentuan

batasan-batasan (hudud wa dlawabith) yang telah ditetapkan oleh

syariah.8

Secara umum pembiayaan bank syariah dengan akad jual beli atau

murabahah masih mendominasi, yakni mencapai 54,03% di tahun 2018.

Akad pembiayaan murabahah ini memiliki peranan dalam

mengimplementasikan prinsip syariah. Hal ini karena akad pembiayaan

murabahah dalam fiqih dan praktek bank syariah mengalami modifikasi

sehingga berbeda dengan murabahah dalam konsep fiqih.9 Hal ini dilihat

dari segi Bay’ al-murabahah dengan berbagai derivasinya (seperti: bay’ muajjal,

bay’ salam, dan bay’ istisnha’ ) yang merupakan suatu akad muamalah paling

favorit di antara akad-akad lainnya di perbankan syariah. Jika dilihat dari

konsep yang ada bahwa Akad murabahah adalah akad jual beli barang dengan

harga pokok ditambah keuntungan yang disepakati. Jika dilihat dalam penerapan

7 https://sharianews.com/posts/dsn-mui-terbitkan-13-fatwa-baru-terkait-akad-dan-aktivitas

serta-produk-lks129. Reporter : Aldiansyah Nurrahman Editor : Ahmad Kholil. Akses tgl. 26 feb 2019

8Ibid.,hal. 204

9 Artikel bisnis.com. 02. Januari 2018. bank syariah: akad jual beli lebih diminati. Akses tanggal

28 Juni 2019

Page 19: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

akad pembiayaan murabahah yang menimbulkan akad wakalah yang timbul

akibat akad ini, Dalam teknis perbankan, murabahah adalah akad jual beli antara

bank selaku penyedia barang (penjual) dengan nasabah yang memesan untuk

membeli barang. Melalui akad murabahah, nasabah dapat memenuhi

kebutuhannya untuk memperoleh dan memiliki barang yang dibutuhkan tanpa

harus menyediakan uang tunai lebih dulu. Dengan kata lain nasabah telah

memperoleh pembiayaan dari bank untuk pengadaan suatu barang.10

Berkenaan

dengan konsep akad Wakalah ini para ulama sudah sepakat mengenai bolehnya

akad wakalah karena dalam prakteknya di perbankan syariah akad ini

dipergunakan untu kegiatan tolong menolong.11

Akad ini diperbolehkan karena

konsep dari kegiatan tolong menolong dan dalam dunia perbankan syariah, akad

ini dipergunakan sebagai wadah untuk mempertemukan pihak yang mempunyai

modal dengan pihak yang memerlukan modal, dan bank mendapat fee dari jasa

tersebut.12

Karena nasabah menggunakan jasa bank seperti halnya dalam transfer

uang, nasabah dikenakan biaya administrasi oleh pihak bank.

Dalam perkembangannya, bank syariah mempraktekkan murabahah yang

sudah dimodifikasi yaitu murabahah dengan kuasa membeli. Transaksi tersebut

bertujuan untuk menghindari terjadinya penggabungan suatu akad yang

melahirkan suatu akibat hukum tertentu dengan memperhatikan batasan-batasan

hak dan kewajiban bagi setiap yang berakad yaitu baik pihak bank maupun

nasabah serta menghindari larangan riba yang diharamkan oleh syariat. Bank-

bank Islam yang ada pada zaman sekarang ini mempraktekkan transaksi tertentu

yang disebut “jual beli murabahah dengan orang yang memerintahkan untuk

membeli barang (bay’ul muraabahah lil aamir bisy-syiraa’) sebagai alternatif

bagi transaksi-transaksi riba yang dijalankan oleh bank-bank konvensional. Pada

saat akad murabahah diperaktikkan di bank syariah, akad murabahah tidak lagi

merupakan akad yang berdiri sendiri. Pada umumnya, akad murabahah disertakan

10

Zainul Arifin, Dasar-dasar Manajemen Bank Syariah,(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hal. 28.. 11

Antonio, Muhammad Syafi‟i, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, Jakarta, Gema

Insani.hal. 240-243 12

Nuhyatia, Indah, 2013, Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah Pada Produk Jasa Bank Syariah,

Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3 Nomor 2. Hal.96.

Page 20: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

secara pararel dengan janji (al wa’d) pemberian kuasa (akad wakalah). Penyertaan

akad ini dalam literatur disebut „aqd al-murabahah li al-amir bi al-syira’ yang

secara harfiah berarti akad murabahah yang disertai dengan perintah untuk

membeli13

Dan ini dalam konsep perbankan syariah disebut “murabahah bi

wakalah” dimana ketika bank melakukan perwakilan kepada pihak

nasabah, bank berkewajiban untuk memberikan upah (fee) kepada pihak

nasabah, karena dikatakan bahwa bank yang meminta untuk diwakilkan

kepada pihak nasabah artinya bank telah menggunakan jasa nasabah.

Sedangkan Dari penganalisaan penulis tentang modifikasi akad dalam

proses penerapan pembiayaan yang terjadi pada Bank 9 Jambi Syariah

terdapat akad hasil modifikasi yang hukumnya masih bergantung dari

bagaimana bentuk modifikasi akadnya tersebut. Sehingga pada pritest

awal peneliti oleh ibu marlina susanti selaku analisis selaku pelaksanaan

pembiayaan di bank Jambi Syariah,14 bahwa peneliti menemukan suatu

hipotesis pada pritest awal dengan adanya identifikasi pada aplikasi

proses penerapan pembiayaan akad murabahah yang dilakukan oleh

pihak bank, dimana terdapat penyertaan akad wakalah yang menimbulkan

adanya hak atas nasabah dalam memperoleh upah (fee) yang diberikan

oleh pihak bank, karena nasabah diberi kuasa untuk membeli barang yang

diinginkannya melalui akad wakalah. Sementara jika dilihat dari akad

murabahah yang membangunnya yaitu akad wakalah ini menimbulkan

spekulasi pembiayaan, dimana pada konsep biaya operasional bank

selain dari biaya beban yang dikelompokkan diantaranya terdapat beban

penyisihan, estimasi, administrasi, personalia, penurunan nilai aset, pajak

yang ditaanggung, dan juga berbagai biaya operasional lainnya meliputi

semua biaya yang tidak termasuk kedalam kelompok biaya-biaya di atas,

tetapi diperlukan juga untuk keberhasilan operasi bank yang

13

Mubarok, Jaih dan Hasanudin, Fikih Mu’amalah Maliyyah: Akad Jual Beli, Bandung, Simbiosa

Rekatama Media. 2017 Hal.233 14

Wawancara Kepada Pihak Bank Jambi Syariah bersama Marlina Susanti,SE, Bagian Analis Pembiayaan pada Bank Jambi Syariah, tgl. 23 Maret 2016.

Page 21: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

bersangkutan, seperti biaya penggunaan kendaraan sendiri oleh

nasabah.15 ini tidak diberikan oleh pihak bank, dan ini seharusnya

diberikan oleh pihank bank, dengan didukung adanya ketidaktersediaan

barang yang disediakan oleh pihak bank. Ini yang menjadi rancu apakah

dalam proses penerapan modifikasi akad pembiayaan tersebut tidak

melanggar hukum syariah yang berkaitan dengan penyertaan akad

wakalah tersebut.

Hal ini dapat dilihat dari sistem biaya operasional biaya transportasi

nasabah untuk mencari atau membeli barang dibebankan kepada

nasabah, seharusnya jika bank ingin melakukan keterwakilan tersebut

maka bank harus melakukan estimasi-estimasi biaya yang akan diberikan

kepada nasabah sebagai biaya operasional atau transportasi bagi

nasabah, seperti yang tercantum dalam model perjanjian pembiayaan di

bank syariah pada akad transaksi wakalah pasal 3 tentang hak penerima

kuasa bahwa “Nasabah sebagai pihak yang diberi kuasa oleh bank

syariah, maka nasabah berhak mendapat upah atau fee dari pihak

bank”16.

Jika dilihat dari biaya operasional yang terkait di atas merupakan

beban operasional bagi bank, sementara dengan proses pembiayaan

yang ada pada penjelasan di atas bahwa beban operasional yang ada

menjadi pendapatan operasional bank yang biasa di sebut dengan istilah

perbankan yaitu BOPO (Beban operasional pendapatan operasonal).17

Meskipun begitu nasabah tetap melakukan kesepakatan sehingga yang

menjadi motivasi nasabah tetap menggunakan sistem pembiayaan ini apa

yang menyangkut semakin banyaknya permintaan dalam produk ini di

banding produk lain yang ditawarkan oleh bank jambi syariah.

15

Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), hal. 198. 16

Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, Panduan Teknis Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah,(Yogyakarta: UII Press, 2009), hal. 165. 17

Wawancara Kepada Pihak Bank Jambi Syariah bersama Marlina Susanti,SE, Bagian Analis Pembiayaan pada Bank Jambi Syariah, tgl. 23 Maret 2016.

Page 22: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Jika dilihat dari konsep keadilan yang merupakan salah satu

perbedaan yang mendasar antara bank syariah dengan bank

konvensional menurut Kamal Khair, bahwa pada bank syariah

menawarkan keadilan dalam pembiayaan untuk sebuah usaha, kerugian

ditanggung bersama berdasarkan prinsip keadilan sedangkan laba dibagi

berdasarkan nisbah yang disepakati sebelumnya.18 Sementara yang

dikatakan keadilan itu belum mendekati suatu kesempurnaan bagi

masyarakat khususnya bagi masyarakat awam. Dimana keberadaan akad

dapat ditelaah dengan melihat beberapa kaedah atau prinsip utama hukum

muamalah dalam Islam, di antaranya: Pertama, pada dasarnya segala bentuk

muamalah adalah boleh kecuali yang ditentukan selain dari Al-quran dan Sunnah.

Kedua, muamalah dilakukan atas dasar sukarela tanpa mengandung unsur-unsur

paksaan. Ketiga, muamalah dilakukan atas dasar pertimbangan mendatangkan

manfaat dan menghindari mudharat dalam kehidupan masyarakat. Keempat,

muamalah dilaksanakan dengan memelihara nilai keadilan, menghindari unsur-

unsur penganiayaan, unsur mengambil kesempatan dalam kesempitan.19

Pada prakteknya hal ini tidaklah mudah, mengingat setiap

melakukan pembiayaan dalam akad memiliki suatu manajemen tersendiri.

Akad tunggal maupun modifikasi akad yang dilakukan pada Bank Jambi

Syariah memiliki konsekuesi pada praktik antara pembiayaan murabahah

bil wakalah dan wakalah bil ujrah, karena praktik manajemen yang

dijalankan oleh Bank Jambi Syariah menggunakan pembiayaan

murabahah bil wakalah dan bukan menggunakan sistem pembiayaan

akad wakalah bil ujrah.

Dengan demikian, untuk menjawab kemungkinan-kemungkinan

tersebut, penulis bermaksud mengadakan penelitian yang mengarah pada

fenomena di atas, dengan mengangkat suatu penelitian ilmiah yang

18

Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia, Dalam Perspektif Fikih Ekonomi, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012),hal. 28. 19

Baasyir, Ahmad Azhar. Asas-asas Hukum Muamalah: Hukum Perdata Islam. Yogyakarta: UII

Press. 1993. Hal.10

Page 23: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

berbentuk tesis dengan judul: Penerapan Modifikasi Akad Pembiayaan

Murabahah Di Bank Jambi Syariah.

Page 24: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka penulis mengambil

sebuah permasalahan yang akan diteliti dapat diidentifikasi sebagai

berikut:

1. Bagaimana proses penerapan modifikasi akad pembiayaan murabahah

di Bank Jambi Syariah?

2. Bagaimana konsep kepatuhan pada akad pembiayaan murabahah di

bank Jambi Syariah?

3. Apa saja faktor yang menjadi motivasi nasabah dalam menggunakan

pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terfokus pada penelitian, dan guna

menghindari perluasan pokok masalah ini, maka penulis hanya

membatasi pokok permasalahan pada Perspektif Terhadap Modifikasi

Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah.

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Dengan adanya perumusan masalah di atas, diharapkan adanya

suatu kejelasan yang dijadikan tujuan bagi penulis dalam tesis ini. Tujuan

yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sistematika penerapan modifikasi akad

pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah.

2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan sisi kepentingan nasabah

dengan melihat faktor yang menjadi motivasi nasabah dalam

menggunakan pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah.

3. Untuk mendeskripsikan bahwa sebagai masyarakat yang

membutuhkan sistem pembiayaan tentu membutuhkan pemenuhan

kebutuhan dari bank secara optimal dan dapat diketahui prinsip

kepatuhan dalam distribusi kontrak akad yang dikenal dengan

murabahah bil wakalah dalam pembiayaan akad murabahah di bank

Jambi Syariah.

Page 25: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Adapun kegunaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam menambah wawasan ilmu

pengetahuan khususnya bagi penulis Perspektif Terhadap Modifikasi

Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah.

2. Sebagai sebuah sumbangan kontribusi pemikiran yang berkenaan

dengan Perspektif Terhadap Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah

Di Bank Jambi Syariah.

3. Sebagai persyaratan untuk menyelesaikanProgram Pasca Sarjana (S2)

dalam Konsentrasi (PLKS) Perbankan dan Lembaga Keuangan

Syariah.

Page 26: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

E. Kerangka Teori

1. Konsep Akad Dan Modifikasi Akad

a. Pengertian Akad.

Menurut bahasa akad mempunyai beberapa arti diantaranya

adalah aqdu yang berarti mengikat dan ahdu yang berarti janji.Hal ini

sebagaimana dijelaskan di dalam al-Quran yang berbunyi :

تقي يحت ان انه اتقى فئ ذ فى ثع أ ثهى ي Artinya: “(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) Nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”(Q.S.Ali Imran:76).

فا ثبنعقد آيا أ ب انزي يب أي Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tepatilah janji-janjimu” (Q.S. Al-Maidah:1).

Kata ahdu di dalam ayat al-Qur‟ an di atas mengacu kepada

ungkapan seseorang untuk mengerjakan sesuatu atau tidak

mengerjakannya dan tidak ada kaitannya dengan orang lain. Perjanjian

yang dibuat seseorang tidak memerlukan persetujuan pihak lain, baik

setuju maupun tidak persetujuan pihak lain tidak akan mempengaruhi janji

yang dibuat oleh pihak yang terkait dalam perjanjian.20Sedangkan

perkataan aqdu mengacu terjadinya dua perjanjian atau lebih, yang

maksudnya adalah seseorang yang mengadakan sebuah perjanjian yang

kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut serta menyatakan

pula suatu janji yang berhubungan dengan janji (ahdu) dari dua orang

yang mempunyai hubungan antara yang satu dengan yang lain.

Dengan demikian akad merupakan pertalian ijab dan kabul yang

yang dilakukan dua orang atau lebih dan dapat berpengaruh pada hak

kepemilikan pada objek akad.Ijab yang dimaksud disini adalah pernyataan

pertama yang diungkapkan salah satu pihak yang mengandung keinginan

20

Sholikul Hadi, Fiqh Muamalah, Nora Interprise, Kudus, 2011. Hal.45

Page 27: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

secara pasti untuk mengikatkan diri. Sedangkan kabul merupakan

pernyataan pihak lain setelah ijab yang menunjukkan persetujuan untuk

mengikatkan diri. Dengan demikian setiap pihak yang ingin mengikatkan

diri dalam sebuah akad disebut dengan mujib dan pihak lain setelah ijab

disebut qabil.21

b. Tujuan Akad

Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih

tegas lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang

hendak diwujudkan oleh para pihak melalui pembuatan akad.Tujuan akad

selain untuk mendapatkan keuntungan ekonomi, juga dalam rangka

mengamalkan surat al-Baqarah ayat 275, karena di dalam firman tersebut

ditegaskan bahwa Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan

riba. Namun apabila akad dilakukan niatnya bukan karena Allah dan

hanya untuk keuntungan semata, maka hasilnya pun sesuai dengan apa

yang diniatkannya.22

c. Rukun-Rukun Akad

Akad merupakan suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang

atau lebih berdasarkan keridhaan masing-masing, maka timbul bagi kedua

belah pihak hak dan kewajiban yang ditimbulkan oleh akad, rukun-rukun

akad adalah sebagai berikut:

1). Aqid, adalah orang yang berakad, terkadang masing-masing pihak

terdiridari satu orang, terkadang lebih dari beberapa orang. Kedua belah

pihak yang melakukan akad harus sudah mencapai usia baligh,

bertanggung jawab dan dapat mengelola objek akad dengan baik.

2). Ma‟qud alaih, adalah benda-benda yang diakadkan. Seperti benda-

benda yang dijual dalam akad jual beli, dalam akad hibah, dalam akad

gadai, hutang yang dijamin seseorang dalam akad kafalah.

3). Maudhu‟ al-aqd, adalah tujuan atau maksud pokok mengadakan akad.

Seandainya berbeda akad, maka berbedalah tujuan pokok akad.

21

Abdul Azis Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta, 1996.hal.63 22

9 Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, Kencana, Jakarta, 2012. Hal.90

Page 28: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

4). Sighat al-aqd, adalah ijab dan kabul. Ijab adalah permulaan penjelasan

yang keluar dari salah seorang yang berakad sebagai gambaran

kehendaknya dalam mengadakan akad, sedangkan kabul adalah

perkataan yang keluar dari pihak yang berakad pula, yang diucapkan

setelah adanya ijab. Pengertian ijab kabul adalah bertukarnya sesuatu

dengan yang lain sehingga penjual dan pembeli dalam membeli sesuatu

terkadang tidak berhadapan. Ijab dan Kabul boleh dinyatakan dalam

bentuk ucapan maupun tulisan.10

d. Syarat-Syarat Terjadinya Akad

Syarat-syarat terjadinya akad merupakan syarat yang melekat pada

unsur-unsur pembentuk terjadinya sebuah akad yang ditentukan syara‟

yang wajib disempurnakan. Di antaranya:

1). Syarat-syarat yang bersifat umum, adalah syarat-syarat yang wajib

sempurna wujudnya dalam berbagai akad. Syarat-syarat umum yang

harus dipenuhi dalam berbagai macam akad diantaranya yaitu:

a). Kedua orang yang melakukan akad cakap bertindak, tidak sah akad

orang yang tidak cakap bertindak, seperti orang gila, orang yang berada di

bawah pengampuan karena boros atau lainnya.

b). Yang dijadikan objek akad dapat menerima hukumnya.

c). Akad itu diizinkan oleh syara‟, dilakukan oleh orang yang mempunyai

hak melakukannya walaupun dia bukan aqid yang memiliki barang.

d). Tidak boleh melakukan akad yang dilarang syara‟, seperti jual beli

mulasamah.

e). Akad dapat memberikan manfaat.

f). Ijab itu berjalan terus, tidak dicabut sebelum terjadi kabul. Maka bila

orang yang berijab menarik kembali ijabnya sebelum kabul maka batallah

ijabnya.

e. Macam-Macam Akad

Akad terbagi menjadi bermacam-macam menurut sudut pandang

yang berbeda. Ditinjau dari sudut pandangnya akad terbagi menjadi

beberapa macam, yaitu:

Page 29: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

1). Akad ditinjau menurut sifatnya.

Menurut sifatnya akad dinilai halal, haram berdasarkan tuntutan

Syar‟i dan pelaku akad. Jika dilihat menurut sifatnya akad terbagi menjadi

dua macam, yaitu:

a). Akad yang sah dan tidak sah

Akad yang sah adalah akad yang telah memenuhi syarat dan

rukunnya dan berlaku seluruh akibat hukum yang ditimbulkan dari akad

tersebut. Akad yang tidak sah adalah akad yang tidak adalah akad yang

tidak memenuhi syarat dan rukunnya dan tidak berakibat hukum dari yang

ditimbulkan akad tersebut.

b). Akad yang terlaksana (nafidz) dan tertangguhkan (mawquf).

Akad yang terlaksana adalah akad yang dilangsungkan dengan

memenuhi syarat dan rukunnya dan tidak ada penghalang untuk

pelaksanaanya. Akad tertangguhkan adalah akad yang dilakukan

seseorang yang cakap bertindak hukum tetapi tidak memiliki kekuasaan

untuk melaksanakannya. Seperti akad yang dilakukan oleh anak kecil

yang sah bila mendapatkan izin dari walinya dan batal jika tidak

mendapatkan izin dari walinya.

c). Akad yang mengikat (lazim) dan tidak mengikat (ghair lazim). Akad yang mengikat adalah akad yang salah satu pelaku akadnya

tidak memiliki hak fasakh (pembatalan) tanpa ada kerelaan pelaku akad

lain. Akad bisa dibatalkan jika ada kesepakatan dari kedua belah pihak.

Akad yang tidak mengikat adalah akad yang berdasarkan sifatnya bisa

dibatalkan (fasakh) oleh salah satu pelaku akad.

2). Akad yang ditinjau menurut kebersambungan hukumnya dengan

sighatnya. Yang dimaksud dengan hukum akad adalah dampak-dampak

syar‟i yang ditimbulkan pada akad. Jika dilihat menurut kebersambungan

hukumnya dengan sighatnya akad ini dibagi menjadi beberapa macam,

yaitu:

(a). Akad yang terlaksana seketika (munjiz). Akad munjiz adalah akad

yang sighatnya cukup untuk terlaksananya akad dan melahirkan dampak

Page 30: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

seketika. Dengan sekedar dijalankannya sighat yang sah oleh dua pelaku

akad, makatelah sempurna, sehingga pembeli mempunyai barang yang

dijual dan penjual memiliki harga.

Page 31: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

(b). Akad yang disandarkan kepada waktu mendatang.

Akad yang disandarkan kepada waktu mendatang adalah akad

yang sighatnya menunjukkan pengadaan akad semenjak keluarnya sighat

tersebut, namun dampaknya tidak mengikutikecuali di waktu mendatang

dan ditentukan oleh kedua pelaku akad. Dilihat dari bisa atau tidaknya

akad menerima penyandaran, maka akad ini dibagi menjadi beberapa

macam, yaitu: Pertama, akad yang sesuai sifatnya tidak dapat

dilaksanakan kecuali dengan disandarkan pada waktu mendatang seperti

wasiatdan isha‟ . Kedua, akad yang tidak bisa disandarkan, seperti akad

jual beli dan pembebasan hutang. Ketiga, akad yang bisa disandarkan,

adalah akad yang boleh dilaksanakan secara serta merta dan juga secara

disanarkan kepada waktu mendatang seperti akad muzara‟ahdan ijarah.

(c). Akad-akad yang tergantung (muallaq).

Akad-akad yang tergantung adalah akad yang memerlukan syarat

dan keberadaannya terkait dengan keberadaan sesuatu yang lain dan

keberadaan akad tergantung adanya perkara di waktu mendatang.

Dari sisi bisa atau tidaknya digantungkan, akad ini dibagi dalam

beberapa macam, yaitu: Pertama, akad yang tidak bisa digantungkan,

adalah akad-akad pengalihan kepemilikan yang terjadi pada benda atau

manfaat dengan adanya ganti atau tidak. Seperti akad jual beli, hibah dan

ijarah.Kedua, akad yang bisa digantungkan dengan setiap syarat. Akad ini

boleh digantungkan sebab penggantungan pada bagian akad tidak

mengakibatkan kerugian pada salah satu pelaku akad dan karena

sebagian akad, seperti akad cerai, wasiat dan wakalah. Ketiga, akad-akad

yang tidak bisa digantungkan dan bisa digantungkan dengan setiap

syarat, adalah akad yang bisa digantungkan namun dengan syarat yang

sesuai dengan akad.

Syarat yang sesuai adalah yang sesuai dengan tuntutan syari‟at

atau urf, adalah antara syarat dan hal yang digantungkan menimbulkan

sebab akibat yang sesuai dengan penggantungan tersebut, seperti akad

kafalah dan hiwalah.

Page 32: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

(d). Akad ditinjau menurut jenis dan dampaknya

Setiap akad memiliki dampak tertentu yang mengikutinya. Dampak

ini adalah tujuan pelaku akad dalam mengadakan sebuah akad. Tujuan

dari adanya akad adakalanya memiliki tujuan lebih dari satu, sehingga

memiliki lebih dari satu klasifikasi.

Adapun klasifikasi akad tersebut yaitu:

(1). Akad pengalihan kepemilikan (uqud at-tamlik), yaitu akad yang

bertujuan mengalihkan kepemilikan barang atau manfaat dengan atau

tanpa ganti, seperti akad jual beli, sewa dan muzara‟ah.

(2). Pengguguran (isqathat), yaitu akad yang dimaksudkan untuk

menggugurkan hak manusia. Jika pengguguran tanpa disertai ganti

disebut isqath mahdhah (pengguguran murni), dan jika disertai ganti

disebut isqath (pengguguran) yang dimaknai tukar menukar, seperti akad

memerdekakan budak dan perceraian yang dilakukan oleh istri dengan

membayar kompensasi dari cerainya.

(3). Akad penyerahan (uqud at-tafwidh wa ithlaq), yaitu akad yang

memuat penyerahan kepada orang lain dan memberikan kuasanya untuk

melakukan suatu pekerjaan yang tadinya terlarang sebelum penyerahan

ini, seperti wakalah dan izin kepada anak kecil melakukan sebagian

aktifitas jual beli.

(4). Akad pembatasan (taqdiyat), yaitu akad yang tasharufnya

dimaksudkan untuk mencegah seseorang dari tasharruf yang sebelumnya

dibolehkan baginya, seperti memberhentikan pengelola wakaf dan

penerima wasiat.

(5). Akad pemberian kepercayaan (uqud at-tautsiqat), yaitu akad yang

tujuannya adalah memberikan jaminan pada orang yang berhutang atas

hutangnya dari orang yang berhutang, seperti akad kafalah dan hiwalah.

(6). Akad syirkah (uqud asy-syirkah), yaitu akad yang bertujuan

melakukan kerjasama dalam pekerjaan dan laba, seperti mudharabahdan

muzara‟ah.

Page 33: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

(7) Akad penjagaan (uqud al-hifzhi), yaitu akad yang bertujuan menjaga

harta, seperti akad wadi‟ah.

e). Akad dilihat dari segi ada atau tidaknya qismah (pembagian). Yaitu:

Akad musammah adalah akad-akad yang telah ditetapkan syara‟dan

diberikan hukum-hukumnya, seperti jual beli, hibah dan ijarah. Akad

ghairu musammah adalah akad-akad yang belum diberikanistilah-istilah

dan belum ditetapkan hukumnya.

f). Akad ditinjau dari segi dilarang atau tidaknya.

(1). Akad masyru‟a dalah akad yang dibenarkan oleh syara‟ untuk dibuat

dan tidak ada larangan untuk menutupnya, seperti akad jual beli dan

sewa-menyewa.

(2). Akad terlarang adalah akad yang dilarang oleh syara‟ untuk dibuat,

seperti akad jual beli janin, akad donasi harta anak dibawah umur.

g). Akad dilihat dari segi tukar menukar hak

(1). Akad mua‟awadhah, adalah akad-akad yang berlaku atas dasar timbal

balik, seperti akad jual beli dan sewa menyewa.

(2). Akad tabarruat, adalah akad-akad berdasarkan pemberian dan

pertolongan, seperti hibah dan ijarah (pinjaman).

(3). Akad yang mengandung tabarru‟ pada permulaan tetapi menjadi

mu‟awadhah pada akhirnya, seperti kafalah (tanggungan), qardh.

h). Akad dilihat dari segi dibayarkan ganti atau tidak.

(1). Akad dhaman, adalah barang tanggung jawab pihak kedua sesudah

barang-barang itu diterimanya, seperti akad jual beli.

(2). Akad amanah, adalah tanggung jawab dipegang oleh yang empunya

atau bukan oleh yang memegang barang tersebut, seperti syirkah dan

wakalah.

(3) Akad yang dipengaruhi beberapa unsur, dari satu segi mengharuskan

dhaman, dari segi yang lain merupakan amanah, seperti ijarah dan rahn.

Page 34: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

f. Berakhirnya Akad,

Akad yang putus atau batal adalah akad yang sudah sah adanya

kemudian dilepaskan ikatan akadnya, baik dengan keinginan maupun

tidak. Diakhirinya akad terdapat dua macam sebab, yaitu fasakh

(pembatalan) dan infisakh (batal demi hukum). Fasakh adalah

melepaskan ikatan akad dari kedua belah pihak baik dengan keinginan

sendiri maupun tidak. Sedangkan Infisakh adalah akad yang dapat

melepaskan ikatannya sendiri apabila tidak mungkin diteruskan dan dapat

lepas pula ikatan akadnya yang secara terus menerus masih berlaku,

seperti akad sewa menyewa dan akad pinjam meminjam, apabila benda-

benda yang dipinjamkan atau yang disewakan itu hilang atau tidak ada

lagi maka akad dapat lepas dengan sendirinya. Akad yang mengikat

seperti akad jual beli dan akad ijarah cara membatalkannya sama dengan

mengakadkannya, yaitu harus dengan persetujuan kedua belah pihak.

Persetujuan kedua belah pihak ini mempunyai dua gambaran. Pertama,

memperhatikan kepentingan orang orang yang berakad itu sendiri yang

kemudian berakibat masing-masing pihak kembalikepada keadaan seperti

sebelum berakad. Kedua, memperhatikan kepentingan orang ketiga untuk

melindungi haknya dari tindakan-tindakan yang dilakukan oleh kedua

belah pihak.

Akad yang tidak mengikat seperti akad syirkah dan akad wakalah

dapat dilepaskan ikatan akadnya atas keinginan salah satu pihak selama

tidakbersangkutan dengan hak orang ketiga, seperti dalam masalah

menjualbarang-barang yang digadai harus ada persetujuan diantara orang

yangmenjual dan membeli dengan orang yang ketiga (pemegang

agunan).Sedangkan akad yang mengikat seperti akad gadai (rahn), maka

dapatdilepaskan ikatan akadnya dengan kehendak orang yang

memegang gadai(murtahin), tidak bisa dilepaskan ikatan akadnya atas

kehendak rahin.

Page 35: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Para ulama fiqih menyatakan bahwa suatu akad dapat berakhir

apabila:

1. Berakhirnya masa berlaku akad apabila akad itu mempunyai masa

tenggang waktu.

2. Dibatalkan oleh pihak-pihak yang berakad apabila akad itu sifatnya

mengikat.

3. Dalam akad yang bersifat mengikat, akad dianggap berakhir apabila:

a). Jual beli itu batal, seperti terdapat salah satu rukun atau syarat yang

tidak terpenuhi.

b). Berlakunya khiyar syarat, aib dan rukyah.

c). Akad itu dilaksanakan oleh satu pihak.

d). Tidak tercapainya tujuan akad itu secara sempurna.

4. Salah satu pihak meninggal dunia.23

2. Akad-Akad Muamalah Klasik Dalam Produk Perbankan Syariah

Akad muamalah klasik yang dimaksud dalam tulisan ini adalah

bentuk-bentuk perikatan bisnis atau kebendaan yang biasa dipahami dan

dipraktikkan oleh masyarakat muslim periode awal dan kemudian

diformulasikan serta dibakukan dalam kitab-kitab fikih yang muncul

kemudian. Masa ini berkisar antara abad I H hingga abad III/IV H.

Munculnya kitab-kitab fikih, dengan berbagai aliran (mazhab) yang

menyertainya, menjadikan ajaran-ajaran hukum cenderung terbakukan.

Ajaran hukum yang tadinya bersifat opsional dan fleksibel menjadi

cenderung bersifat pasti dan monolitik. Adapun bentuk-bentuk muamalah

klasik tersebut adalah sewa menyewa (al-ijarah), penempaan (al-

istisnha‟), jual beli (al-bay‟), penanggungan (al-kafalah), pemindahan

utang (al-hiwalah), pemberian kuasa (al-wakalah), perdamaian (al-sulh),

persekutuan (al-shirkah), bagi hasil (al-mudarabah), hibah (al-hibah),

gadai (rahn), penggarapan tanah (al-muzara‟ah), pemeliharaan tanaman

23

http://eprints.stainkudus.ac.id. Akses tgl. 28 feb 2019

Page 36: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

(al-musaqah), penitipan (al-wadi‟ah), pinjam pakai (al-„ariyah), pembagian

(al-qismah), wasiat (al-wisaya) , dan perutangan (al-qard) .24

Selanjutnya, akad-akad muamalah klasik yang diadopsi dan

dikembangkan dalam perbankan syariah adalah sebagai berikut:25

a. Akad-akad yang Berbasis Jual Beli:

Bay al-murabahah: jual beli barang pada harga asal dengan

tambahan keuntungan yang disepakati; atau menjual kembali barang

dagangan dengan tambahan harga yang merepresentasikan keuntungan

bagi penjual. Syarat bay‟al-murabahah: (i) penjual memberi tahu biaya

modal (harga awal) kepada nasabah; (ii) akad pertama harus sah sesuai

dengan syarat dan rukunnya; (iii) akad harus terbebas dari riba; (iv)

Penjual harus menjelaskan kepada pembeli jika terjadi cacat sesudah

pembelian;(v) penjual harus menjelaskan segala hal yang terkait dengan

pembelian, Misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.

Bay‟ murabahah di perbankan syariah biasanya mengambil bentuk

murabahah kepada pemesan pembelian murabahah KPP, yakni penjual

bank mengadakan barang semata-mata untuk memenuhi kebutuhan

pembeli yang memesannya. Dalam praktiknya transaksi secara kredit

selalu mendominasi sistem ini. Kendati menjual barang yang tidak dimiliki

pada dasarnya dilarang, termasuk bay‟al-fuduli, namun para ulama

modern cenderung membolehkan, sebab dalam konteks murabahah

seperti ini belum ada barang berbeda dengan menjual tanpa kepemilikan

barang.26

Bay al-Salam: jual beli barang yang penyerahannya dilakukan di

kemudian hari, sementara pembayaran dilakukan di muka. Dalam dunia

perbankan syariah, dikenal istilah salam paralel, yakni menerapkan dua

transaksi bay al-salam sekaligus, antara bank dengan nasabah dan antara

24

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam Fikih Muamalat.

Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Hal. 73 25

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. Jakarta:

Alvabet, 1999. Hal. 5 dan Antonio, Muhammad Syafi‟i. Bank Syariah: dari Teori ke Praktik.

Jakarta: Gema Insani Press, 2001. Hal. 83 26

Antonio, Bank Syariah, hal. 103-104

Page 37: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

bank dengan pemasok (suplier) atau pihak ketiga lainnya. Sebagian

ulama modern membolehkan transaksi semacam ini dengan syarat akad

salam yang kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam yang

pertama.

Sebagian lainnya mengingatkan agar transaksi semacam ini diwaspadai

terutama jika ia dilaksanakan secara terus menerus, karena yang

demikian ini akan menjurus kepada riba.Bay‟al-salam biasanya diterapkan

pada pembiayaan bagi petani dengan jangka waktu yang relatif pendek,

yakni 2-6 bulan. Dalam hal ini bank sebagai perantara antara petani

dengan pihak ketiga, seperti Bulog dan pedagang grosir. Bank bertindak

sebagai pembeli (dengan memesan di muka beserta pembayarannya)

hasil pertanian, seperti padi, jagung, dan cabai dari para petani untuk

kemudian dijual lagi kepada Bulog (yang juga telah memesan sebelumnya

beserta pembayarannya). Inilah yang disebut dengan salam paralel.

Manfaat yang diperoleh oleh bank adalah keuntungan yang didapat dari

selisih antara harga jual dengan harga ketika membeli. Hanya saja

aplikasi semacam ini tampaknya belum diterapkan dalam perbankan

syariah di Indonesia.

Bay‟ al-Istisnha : kontrak penjualan antara pembeli dan pembuat

barang. Pembuat barang yang menerima pesanan dari pembeli akan

berusaha melalui orang lain untuk membuat atau mengadakan barang

menurut spesifikasi yang sudah disepakati lalu menjualnya kepada

pembeli. Bay al-istisnha pada dasarnya merupakan varian dari bay‟ al-

salam, sehingga ketentuan hukumnya juga sama di antara keduanya.

Biasanya akad ini diterapkan dalam bidang manufaktur. 27

b. Akad-Akad yang Berbasis Prinsip Bagi Hasil

1). Musharakah: akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

(keahlian) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan

ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan mereka. Dalam dunia

27

Ibid,. hal. 111

Page 38: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

perbankan akad ini diterapkan pada: (i) pembiayaan proyek, di mana

nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai suatu

proyek dan setelah selesai nasabah mengembalikan dana tersebut

beserta bagi hasil yang disepakati untuk bank; (ii) modal ventura, dimana

bank menanamkan modalnya dalam jangka waktu tertentu. Setelah itu

bank akan melakukan divestasi (menjual bagian sahamnya), baik secara

sekaligus maupun bertahap. Sistem semacam ini disebut dengan

musharakah mutanaqisah.

2). Mudarabah: akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak

pertama (sahibal-mal) menyediakan seluruh modal, sementara pihak

lainnya menjadi pengelola (mudarib). Keuntungan dibagi menurut

kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal selama

ia tidak disebabkan oleh kelalaian pengelola. Mudarabah ada dua macam:

(i) mudarabah mutlaqah dan (ii) mudarabah muqayyadah. (restricted atau

specified mudarabah). Dalam dunia perbankan sistem ini diaplikasikan

pada: (i). Penghimpunan dana, meliputi: (a) tabungan berjangka, seperti:

deposito biasa dan tabungan yang dimaksudkkan untuk tujuan tertentu;

dan (b) deposito spesial (special investment): dana yang dititipkan

nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya: murabahah saja atau

ijarah saja. (ii) Pembiayaan, mencakup: (a) Modal kerja, seperti: untuk

perdagangan dan jasa; dan (b) investasi khusus mudarabah

muqayyadah.28

28

Ibid,. hal. 96

Page 39: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

c. Akad-Akad Jasa Perbankan lainnya:

1). Wadi‟ah.

Berangkat dari konsep wadi‟ ah yad al-damanah, bank syariah

mengaplikasikannya dalam bentuk: current account (giro) dan saving

account (tabungan berjangka). Nasabah bertindak sebagai penitip

(muwaddi‟) sementara bank berfungsi sebagai penerima jasa titipan

(mustawda‟). Pada dasarnya semua keuntungan yang dihasilkan dari aset

yang dititipkan tersebut sepenuhnya menjadi milik bank. Sebagai

imbalannya pemilik aset mendapatkan jaminan keamanan di samping juga

fasilitas-fasilitas giro lainnya. Akan tetapi pihak bank tidak dilarang

memberikan bonus dengan catatan tidak dipersyaratkan sebelumnya

serta tidak ditentukan prosentasenya secara advance, tetapi semata-mata

merupakan kebijakan dari bank. Apabila ketentuan-ketentuan semacam

ini dilanggar akan mengarah kepada riba.

2). Ijarah.

Dalam dunia perbankan syariah dikenal adanya akad al-ijarah al-

muntahiyah bi al-tamlik (IMB, financial lease with purchase option) yang

dalam dunia keuangan dikenal dengan hire purchase. Akad ini merupakan

perpaduan antara jual beli dan sewa atau lebih kongkritnya adalah akad

sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang sewa di tangan penyewa.

Akad ini umum digunakan di bank syariah karena lebih sederhana dari sisi

pembukuan. Selain itu, bank pun tidak direpotkan oleh urusan

pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya. Manfaat

yang didapat bank adalah keuntungan biaya sewa dan kembalinya uang

pokok.

Page 40: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

3). Wakalah:

Akad perwakilan antara dua belah pihak. Dalam perbankan wakalah

biasanya diterapkan untuk melakukan transfer dana dari nasabah ke

alamat di tempat lain.29

4). Kafalah:

Akad jaminan satu pihak kepada pihak lain. Dalam lembaga

keuangan akad ini diterapkan untuk membuat garansi atas suatu proyek

(performance bonds), partisipasi dalam tender (tender bonds), atau

pembayaran lebih dulu (advance payment bonds).

5). Hawalah:

Akad pemindahan hutang atau piutang satu pihak kepada pihak

lain. Dalam dunia perbankan akad hawalah diterapkan pada factoring

(anjak piutang), post-dated check, dan bill discounting.

6). Rahn:

Akad menggadaikan barang dari satu pihak kepada pihak lain.

Dalam lembaga keuangan akad ini diterapkan sebagai produk pelengkap

dan juga sebagai produk yang berdiri sendiri. Sebagai produk pelengkap

maksudnya adalah sebagai akad tambahan (jaminan atau collateral)

terhadap produk lain, seperti dalam pembiayaan murabahah bank dapat

menahan barang nasabah sebagai jaminan. Sebagai produk tersendiri,

yakni yang terepresentasikan dalam lembaga pegadaian syariah. Manfaat

bagi bank adalah menjaga kemungkinan nasabah lalai atau teledor

dengan pembiayaan yang diberikan bank.

7). Qard:

Akad pinjam meminjam (uang) antara satu pihak dengan pihak lain.

Dalam lembaga keuangan/perbankan, produk ini tidak memberikan

keuntungan finansial. Produk ini diterapkan: (i) Sebagai produk pelengkap

bagi nasabah yang membutuhkan dana talangan segera untuk masa yang

relatif pendek. Ia akan mengembalikan secepatnya dana tersebut. Produk

29

Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah: Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. Jakarta:

Alvabet, 1999. Hal. 204

Page 41: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

ini hanya diberikan kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan

bonafiditasnya; (ii) sebagai fasilitas bagi nasabah yang memerlukan dana

cepat, karena ia tidak dapat menarik dananya disebabkan tersimpan

dalam bentuk deposito; (iii) sebagai produk untuk menyumbang usaha

yang sangat kecil atau untuk kepentingan sosial. Skema yang disediakan

adalah dalam bentuk al-qard } alhasan.

Oleh karena sifatnya yang tidak memberikan keuntungan finansial,

maka dana al-qard tidak bisa diambil dari danadana nasabah. Untuk

kepentingan pertama dan kedua, membantu keuangan nasabah secara

cepat dan berjangka pendek, maka sumber dananya diambil dari modal

bank. Sedangkan untuk tujuan yang terakhir, membantu Usaha Mikro dan

Sektor Sosial, sumber dananya diambil dari zakat, infak, dan sedekah. Di

samping juga dana-dana yang bersifat meragukan.30

3. Metode Dan Prosedur Transformasi Akad Muamalah Dalam

Perbankan Syariah.

Transformasi akad muamalah dalam perbankan syariah didasarkan

pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

a. Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi. Sebagai

pengganti bunga, sistem bagi hasil (profit sharing) yang terepresentasikan

dalam akad mudarabah dan musharakah diyakini lebih adil dan islami.

b. Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada

memperoleh keuntungan yang sah menurut syariah.

c. Memberikan zakat. Atas dasar prinsip-prinsip tersebut bank syariah

menjalankan operasionalnya dan sekaligus mengembangkan produk

produknya melalui transformasi akad-akad muamalah klasik ke dalam

bentuk akad-akad yang applicable dalam dunia perbankan.

Adapun metode yang selama ini ditempuh dalam melakukan

transformasi adalah sebagai berikut:

1). Transformasi Dengan Cara Modifikasi Akad Klasik Islami Secara

Terbatas.

30

Ibid,. hal. 133

Page 42: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Transformasi ini dilakukan sekedar membuat akad klasik tersebut

(applicable) dalam institusi perbankan. Dalam hal ini, nama akad tetap

sama dengan nama klasiknya, hanya teknik dan prosedur

pelaksanaannya saja yang dimodifikasi. Misalnya akad mudarabah,

musharakah, dan bay‟ al-murabahah.

Akad mudarabah, misalnya, yang dalam konsep awalnya adalah

kerjasama usaha antara penyedia modal (sahibulmal) dengan pelaksana

usaha (mudarib) dengan kesepakatan keuntungan dan risiko akan

ditanggung bersama; kemudian dimodifikasi menjadi akad tiga pihak

antara bank, nasabah, dan nasabah peminjam. Jika dilihat dari pihak

nasabah penyimpan dana, bank adalah mudarib; sementara jika dilihat

dari pihak nasabah peminjam, bank adalah sahibul-mal. Di samping itu

secara administratif akad mudarabah mempersyaratkan adanya agunan

(jaminan) yang diserahkan oleh nasabah pengguna dana. Tentu saja

syarat-syarat seperti ini tidak dikenal dalam akad mudarabah klasik. Hal

yang hampir sama juga terjadi pada akad musharakah. Pembagian

keuntungan (profit sharing) lazimnya juga dilakukan tiap bulan

sebagaimana layaknya nasabah bank yang harus mengangsur kreditnya

setiap bulan. Jika di bank konvensional angsuran tiap bulan mencakup

dua komponen pembayaran, angsuran pinjaman pokok dan bunga;

angsuran di bank syariah pun juga meliputi dua komponen pembayaran,

yakni angsuran modal pokok dan bagi hasil. Padahal tidak semua usaha

yang dibiayai oleh bank dapat langsung menghitung keuntungannya

setiap bulannya.

2). Transformasi Dengan Penciptaan Akad Baru Yang Diderivasi Dari

Akad Klasik

Dalam hal ini nama akad berbeda dengan akad-akad muamalah

klasik, bahkan mungkin tidak pernah dikenal sebelumnya. Misalnya akad

al-ijarah al-muntahiyah bi al-tamlik, musyarakah mutanaqisah, dan salam

paralel. Nama-nama akad ini belum pernah dikenal dalam akad-akad

Page 43: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

muamalah klasik. Akad-akad ini tampaknya baru dikenal semenjak

munculnya bank-bank Islam.

Dalam melakukan transformasi akad tersebut, baik memodifikasi

akad klasik ataupun menciptakan akad yang baru, para ulama dan praktisi

perbankan selalu mendasarkan diri pada beberapa prinsip: (i) produk baru

diupayakan selalu diangkat dari akad-akad muamalah; (ii) integral dengan

transaksi riil; (iii) akomodatif terhadap kebutuhan nasabah; (iv) kompetitif

dalam dunia perbankan; dan (v) dapat mengakses teknologi yang terus

berkembang.31

4. Legitimasi Akad-Akad Klasik Islami Transformatif Perbankan

Syariah Dalam Perspektif Hukum Islam

Meskipun telah melalui kajian yang mendalam oleh Dewan

Pengawas Syariah dan dipraktikkan juga oleh bank-bank Islam pada

umumnya di seluruh dunia, namun bukan berarti akad-akad muamalah

yang dipraktikkan di bank syariah tidak ada problem hukumnya sama

sekali. Beberapa produk bank syariah yang berbasis akad muamalah tidak

lepas dari kritik berkenaan dengan keabsahannya dalam hukum Islam. Di

antara akad-akad tersebut adalah sebagai berikut:

a. Akad murabahah

Kendati secara formal bank syariah tidak memungut bunga, namun

sebagian produk yang ditawarkannya dinilai oleh sebagian kalangan tidak

berbeda dengan bunga. Di antaranya adalah produk yang berkenaan

dengan bay al-murabahah. Nasabah yang butuh mesin fotokopi misalnya,

datang ke sebuah bank syariah. Bank kemudian Membelikannya seharga

50 juta dan setelah memberitahukan harga yang sebenarnya, ia kemudian

menjualnya kepada nasabah tersebut dengan tambahan (murabahah,

mark up) 10 juta yang akan dibayar dalam waktu satu tahun dengan

diangsur setiap bulannya. Terlepas dari adanya persetujuan di antara

keduanya, sebagai cerminan dari kerelaan, hal ini tampak tidak ada

31

Ibid,. hal. 198

Page 44: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

bedanya dengan orang yang me minjam uang 50 juta di bank

konvensional dengan bunga 20 persen satu tahun.

Dalam kasus murabahah KPP, yang umum diterapkan diperbankan

syariah, di mana bank hanya akan memesan barang yang dibutuhkan

nasabah manakala telah dicapai kesepakatan terlebih dulu dengan

nasabah mengenai harga barang beserta margin keuntungan bagi bank,

tampak peran bank lebih sebagai penyedia dana daripada sebagai

penjual. Dalam murabahah KPP, penjual dalam hal ini bank syariah tidak

betul-betul memiliki barang yang dijualnya kepada nasabah, melainkan

hanya memesannya kepada pihak ketiga. Padahal postulat yang

mendasari produk murabahah ini adalah bahwa bunga pinjaman (hutang

piutang) adalah haram, sedangkan keuntungan jual beli hukumnya halal.

Atas dasar postulat tersebut, maka bank syariah tidak meminjamkan uang

tetapi menjual barang untuk mendapatkan keuntungan. Tetapi dalam

praktiknya ternyata justru terjadi pergeseran peran, dari penjual barang

menjadi penyedia dana. Dana yang dipinjamkan untuk membeli barang

tersebut berbasis pada keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya

(predetermined return) bagi pihak bank. Hal ini tentu saja tidak ada

bedanya dengan pembiayaan yang berbasis bunga tetap yang diterapkan

di bank konvensional.

Di samping itu, karakter akad murabahah yang dipraktikkan di

perbankan syariah lainnya adalah adanya penambahan harga (hutang)

sesuai dengan penambahan waktu pembayaran. Para teoritisi perbankan

Islam berargumen bahwa tidak ada ayat dalam Qur`an dan juga Sunnah

Nabi yang secara khusus melarang penambahan harga (hutang) atas

dasar penambahan tempo pembayaran semacam itu. Dalam pandangan

mereka, riba hanya terjadi dalam konteks transaksi keuangan, yakni

hutang piutang, di mana pihak yang berhutang berkewajiban membayar

lebih dari nilai nominal hutangnya. Oleh karena akad murabahah bukan

merupakan transaksi keuangan murni, sebab yang diterima nasabah

Page 45: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

bukanlah uang tetapi barang, maka di dalam akad murabahah (yang

berbasis jual beli) tidak akan terjadi riba.

Jika hukum Islam membolehkan akad pembiayaan murabahah

sebagaimana dipraktikkan dalam perbankan syariah semacam itu, lalu

masih adakah landasan moral untuk tidak mengizinkan bunga tetap dalam

hutang piutang, Oleh karena itu, sebagian ulama cenderung

mengharamkan akad murabahah semacam itu karena hampir tidak ada

bedanya dengan pembungaan uang. Bahkan sebagian penulis

menyatakan bahwa akad-akad murabahah sebenarnya tidak pernah

dikenal atau disebut-sebut dalam literatur-literatur awal tentang bank

Islam. Akad ini baru muncul pada masa-masa belakangan ini saja. Para

konseptor awal bank Islam, seperti Muhammad Nejatullah Siddiqi dan

Muhammad Uzair, menekankan bank Islam sebagai bank yang berbasis

bagi hasil, bukannya berbasis (mark up) sepertiakad-akad murabahah ini.

Akan tetapi ironisnya, justru akad-akad murabahahlah yang mendominasi

transaksi di bank-bank syariah, baik di dunia Islam maupun di Indonesia

sendiri.32

b. Akad bay’ al-salam dan bay’ al-istishna’

Kritik terhadap kedua akad ini pada dasarnya hampir sama dengan kritik

terhadap akad murabahah KPP yang diterapkan dalam perbankan

syariah, yakni dalam hal transaksi penjualan barang yang tidak atau

belum dimiliki oleh pihak penjual. Bay‟ al-salam dan bay‟ al-istisnha yang

dipraktikkan di perbankan adalah salam paralel dan istishna‟paralel. Di

dalam kedua akad ini transaksi jual beli juga bukan terhadap barang yang

dimiliki pihak pembeli, karena bank selaku penjual hanya memesan

kepada pihak ketiga.

c. Akad mudarabah

Dari aspek yuridis-filsofis, akad mudaabah bukanlah sebuah

konsep yang diciptakan dari dalam Islam sendiri. Ia sebenarnya berasal

32

Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba and its

Contemporary Interpretation (Leiden-New York-Koln: E.J. Brill, 1996), hal. 93.

Page 46: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

dari tradisi pra-Islam yang kemudian diterima oleh Islam, atau sekurang-

kurangnya tidak bertentangan dengan spirit ajaran Islam. Dengan

ungkapan lain, mudarabah merupakan praktek yang tidak ada dasarnya

dalam Islam. Selain itu, jika dicermati, al-Qur`an memposisikan riba (yang

dilarang karena merupakan eksploitasi sosial) berlawanan dengan

sadaqah (sebagai perilaku altruistik yang dianjurkan), bukannya riba

dengan mudarabah. Oleh karena itu, mudarabah seyogyanya tidak dilihat

sebagai satu-satunya konsep paling islami yang mendasari sistem

perbankan syariah. Sehingga perubahan mendasar terhadapnya

senantiasa terbuka demi terwujudnya suatu lembaga perbankan yang

lebih islami dan sekaligus efisien.

Di samping itu, dari aspek praktisnya konsep mudarabah yang

diterapkan oleh perbankan syariah, pada taraf tertentu justru

menyebabkan inefisiensi dan sekaligus sangat beresiko. Pada produk

pembiayaan investasi, misalnya, karena bank syariah sejak semula

menganut prinsip mudarabah, maka seolah-olah harus memposisikan

dirinya sebagai sahibal-mal yang menyediakan seluruh dana kepada

investor (pengusaha), selaku mudarib. Jika hal ini betul-betul dijalankan,

tentu saja akan banyak dana yang mesti dikeluarkan untuk menilai

kelayakan proyek tersebut seperti memantau kinerjanya setiap saat agar

dapat diketahui keuntungan ataupun kerugian yang didapat sehingga

dalam pembagian keuntungan ia tidak dirugikan; dan sebagainya.

Menyadari akan rumitnya persoalan yang dihadapi, maka bank syariah

cenderung menghindari pembiayaan investasi dengan cara mudarabah

dan sebagai gantinya digunakan skema musharakah mutanaqisah. Jadi,

konsep mudarabah sesungguhnya tidak sepenuhnya dapat diterapkan.

Di samping itu, menurut ketentuan normatifnya dalam kitab fikih, di

dalam akad mudarabah pihak sahibual-mal tidak diperkenankan meminta

barang jaminan dari pihak mudarib untuk memastikan pengembalian

modal atau modal beserta keuntungannya. Oleh karena hubungan antara

sahibul-mal dengan mudarib merupakan hubungan kepercayaan, maka

Page 47: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

jaminan semacam itu harus dihindari. Apabila pihak sahibul-mal

memaksakan adanya jaminan semacam itu dengan memasukkannya

dalam persyaratan akad, maka akad menjadi tidak sah menurut Malik dan

Syafi‟i. Dalam praktiknya, bank-bank syariah meminta jaminan semacam

ini dari nasabah, sebab dalam logika perbankan setiap pemberian dana

(pinjaman) kepada nasabah harus ada jaminan (agunan) yang bisa

dipegang oleh bank untuk menjamin dana yang dipinjam tersebut tidak

akan tidak dilunasi. Kendati hukum Islam tidak memperkenankan pihak

sahibul-mal meminta jaminan dari pihak mudarib, namun bank-bank

syariah tetap saja melakukannya dalam berbagai bentuk. Alasannya

jaminan tersebut tidak untuk memastikan modalnya dikembalikan, tetapi

untuk memastikan bahwa mudarib akan bekerja sesuai dengan yang

disepakati dalam akad.33

d. Akad musharakah

Oleh karena pada hakekatnya hampir sama dengan akad

mudarabah, kritik terhadap penerapan akad musyarakah di perbankan

syariah hampir sama dengan yang terjadi pada penerapan akad

mudarabah. Di antaranya adalah tentang keharusan adanya jaminan dari

pihak nasabah yang diserahkan kepada pihak bank. Jaminan ini

dimaksudkan untuk mengamankan kepentingan bank terkait dengan dana

yang disalurkan kepada nasabah. Padahal, menurut empat mazhab, salah

satu pihak dalam akad musyarakah tidak boleh meminta jaminan kepada

pihak lain, sebab akad ini dasarnya adalah kepercayaan. Seorang sharik

(anggota shirkah) adalah orang yang dipercaya. Bahkan menurut al

Sarakhsi (ulama Hanafiyah), manakala salah satu pihak dalam akad

musharakah mempersyaratkan adanya jaminan, maka akad tersebut

dinilai tidak sah (batal). Praktiknya, bank-bank syariah umumnya

mempersyaratkan adanya jaminan semacam ini.34

33

Abdullah Saeed, Islamic Banking and Interest: ibid,. hal. 54 34

Idid,. Hal. 61-66

Page 48: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Demikianlah sebagian akad perbankan syariah yang dalam

penilaian sebagian kalangan dinilai kurang islami, bahkan sebagiannya

dinilai tidak ada bedanya dengan bunga. Akad-akad lainnya sebenarnya

juga bukan berarti tidak ada problem hukum sama sekali. Secara umum

yang dihadapi akad-akad perbankan syariah adalah pada modifikasi

dalam aspek teknis aplikasinya di dunia perbankan. Sebagian kalangan

menganggap modifikasi tersebut telah menyimpang atau sekurangnya

tidak sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam yang dijunjung tinggi oleh

para teoritisi perbankan syariah sendiri.

5. Modifikasi Akad (Multi Akad).

a. Pengertian.modifikasi akad

Modifikasi akad adalah merupakan suatu inovasi, kreatifitas para

praktisi perbankan dalam mengadopsi akad-akad muamalah ke dalam

fatwa DSN/MUI yang bersifat akad tunggal dengan tetap memperhatikan

batasan-batasan yang telah di tetapkan oleh syariah dengan

mempempertahankan bentuk fungsi asli dari akad tersebut.35

Sedangkan Akad atau al-„aqd yaitu perikatan, perjanjian, dan

permufakatan atau al-ittifaq. Secara etimologi (bahasa) mempunyai

beberapa arti, antara lain: Mengikat yaitu mengumpulkan dua ujung tali

dan mengikat salah satunya dengan yang lain sehingga bersambung,

kemudian keduanya menjadi sebagai sepotong benda atau sambungan

yaitu sambungan yang memegang kedua ujung itu dan mengikatnya.

Akad juga bermakana انعيد (janji). Menurut ulama fiqh, setiap akad

mempunyai akibat hukum, yaitu tercapainya sasaran yang ingin dicapai

sejak semula, seperti pemindahan hak milik dari penjual kepada pembeli

dan akad itu bersifat mengikat bagi pihak-pihak yang berakad, tidak boleh

dibatalkan kecuali disebabkan hal hal yang dibenarkan syara‟.36

35

http.www.hospot.repository.unisba.ac.id, Akses tgl. 29 Maret 2017 36

Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah : Panduan Teknis Pembuatan Akad atau Perjanjian Pembiayaan pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009, hal. 18.

Page 49: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-qur‟an surah Al-Imran : 76 yaitu

sebagai berikut:

تقي يحت ان انه اتقى فئ ذ فى ثع أ ثهى ي Artinya:”(Bukan demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat)nyadan bertakwa, Maka Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa” (QS. Al-Imran :76)

Dalam Al-Qur‟an mengacu kepada janji yang telah dibuat

seseorang baik terhadap sesama manusia maupun terhadap Allah. Jika

pernyataan ini kepada seseorang maka pernyataan ini mengacu kepada

seseorang yang mengerjakan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya

dengan orang lain. Perjanjian yang dibuat sesorang tidak memerlukan

persetujuan pihak lain, baik setuju maupun tidak setuju. Tidak

berpengaruh kepada janji yang dibuat oleh orang tersebut, seperti yang

dijelaskan dalam Surah Ali-Imran ayat 76, bahwa janji tetap mengikat

orang yang membuatnya.37

Multi dalam bahasa Indonesia berarti banyak; lebih dari satu; lebih

dari dua; atau berlipat ganda. Dengan demikian, multi akad dalam bahasa

Indonesia berarti akad berganda atau akad yang banyak, lebih dari

satu.38Sedangkan menurut istilah fikih, kata multi akad merupakan

terjemahan dari kata Arab yaitu al-‟uqud al-murakkabah yang berarti akad

ganda (rangkap). Al-‟uqud almurakkabah terdiri dari dua kata al-‟uqud

(bentuk jamak dari „aqd) dan almurakkabah. Kata „aqd sudah dijelaskan

secara khusus pada bagian sebelumnya. Sedangkan kata Al-murakkabah

(murakkab) secara etimologi berarti al-jam‟u, yakni mengumpulkan atau

menghimpun. Kata murakkab sendiri berasal dari kata "rakkabayurakkibu-

tarkiban" yang mengandung arti meletakkan sesuatu pada sesuatu yang

lain sehingga menumpuk, ada yang di atas dan yang di bawah.

37

http.www.repository.unisba.ac.id,Multi Akad Dalam Hukum Islam.Akses tgl. 3 April 2017 38

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Edisi Kedua, hal. 671.

Page 50: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Sedangkan murakkab menurut pengertian para ulama fikih adalah

sebagai berikut:

1. Himpunan beberapa hal sehingga disebut dengan satu nama.

Seseorang menjadikan beberapa hal menjadi satu hal (satu nama)

dikatakan sebagai melakukan penggabungan (tarkib).

2. Sesuatu yang dibuat dari dua atau beberapa bagian, sebagai kebalikan

dari sesuatu yang sederhana (tunggal/basith) yang tidak memiliki

bagian-bagian.

3. Meletakkan sesuatu di atas sesuatu lain atau menggabungkan sesuatu

dengan yang lainnya.

Ketiga pengertian ini memiliki kelebihan dan kekurangan masing-

masing untuk menjelaskan makna persis dari istilah murakkab.Pengertian

pertama lebih tepat untuk digunakan karena mengandung dua hal

sekaligus, yaitu terhimpunnya beberapa hal dan bersatunya beberapa hal

itu yang kemudian menjadi satu pengertian tertentu.

Pengertian kedua tidak menjelaskan akibat dari terhimpunnya

beberapa hal itu. Meski pengertian kedua menyatakan adanya gabungan

dua atau beberapa hal, tetapi tidak menjelaskan apa dan bagaimana

setelah terjadi penggabungan tersebut. Pengertian terakhir lebih dekat

kepada pengertian etimologis, tidak menjelaskan pengertian untuk suatu

istilah tertentu.

Pengertian kedua tidak menjelaskan akibat dari terhimpunnya

beberapa hal itu. Meski pengertian kedua menyatakan adanya gabungan

dua atau beberapa hal, tetapi tidak menjelaskan apa dan bagaimana

setelah terjadi penggabungan tersebut. Pengertian terakhir lebih dekat

kepada pengertian etimologis, tidak menjelaskan pengertian untuk suatu

istilah tertentu.

Dengan demikian pengertian pertama lebih dekat dan pas untuk

menjelaskan maksud al-‟uqud al-murakkabah dalam konteks fikih

muamalah. Karena itu, akad murakkab menurut Nazih Hammad

adalah:bahwa kesepakatan dua pihak untuk melaksanakan suatu akad

Page 51: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

yang mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli dengan sewa

menyewa, hibah, wakalah, qardh, muzara'ah, surf (penukaran mata uang),

syirkah, mudharabah dan lainnya, sehingga semua akibat hukum akad-

akad yang terhimpun tersebut, serta semua hak dan kewajiban yang

ditimbulkannya dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat

dipisah-pisahkan, sebagaimana akibat hukum dari satu akad.39

Sedangkan menurut Al-„Imrani akad murakkab adalah himpunan

beberapa akad kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad baik secara

gabungan maupun secara timbal balik sehingga seluruh hak dan

kewajiban yang ditimbulkannya dipandang sebagai akibat hukum dari satu

akad.40

Selain istilah akad murakkab, ada beberapa istilah lain yang

digunakan ahli fikih yang memiliki hubungan, kemiripan, dan kesamaan

dengan pengertian akad murakkab. Istilah-istilah itu antara lain al-‟uqud al-

mujtami‟ah, al-‟uqud al-muta‟addidah, al-‟uqud al-mutakarrirah, al-‟uqud al-

mutadakhilah, al-‟uqud al-mukhtalithah. Berikut penjelasan pengertian dari

beberapa istilah yang mirip dengan murakkab ini sebagai berikut:

a. Al-ijtima‟ (mujtami‟ah); kata ini mengandung arti terhimpun atau

terkumpul, lawan dari terpisah.

Sesuatu yang terhimpun dari beberapa bagian meski tidak menjadi

satu bagian adalah arti dari kata ijtima‟.Dengan begitu al-‟uqud al-

mujtami‟ah berarti terhimpunnya dua akad atau lebih dalam satu

akad.Sekilas ada persamaan antara istilah murakkab dan mujtami‟ah,

yaitu adanya unsur terhimpunnya beberapa akad dalam satu

akad.Bedanya, dalam murakkab beberapa akad itu lebur menjadi satu

akad (transaksi) yang memiliki implikasi dan satu akibat

hukum.Sedangkan dalam mujtami‟ah, belum tentu terjadi peleburan

akad.Artinya, dalam ijtima‟ beberapa akad itu dapat melebur menjadi satu

39

Nazih Hammad, Al-‟uqud al-Murakkabah fî al-Fiqh al-Islamy, (Damaskus: Dar al-Qalam, 2005), cet. ke-1, hal. 7.

40Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al-„Imrani, Al-Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah,

(Beirut:: Darul Qalam, tt), hal. 46.

Page 52: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

akad dan dapat pula akad-akad tersebut berdiri sendiri-sendiri. Dalam

kondisi pertama, akad mujtami‟ah dapat disebut dengan dan merupakan

salah satu bentuk akad murakkab; sedangkan dalam kondisi kedua (tidak

melebur menjadi satu), ia tidak dapat dikategorikan akad murakkab.

Contoh akad mujtami‟ah adalah akad sewa-menyewa (ijarah) dan jual beli

(ba‟i) yang digabungkan menjadi satu meskipun kedua akad tetap eksis.

Dengan demikian, pengertian ijtima‟ (mujtami‟ah) lebih luas

daripada murakkab, karena ijtima‟ mencakup murakkab dan tidak

murakkab. Ulama pun tidak sekata atas penggunaan istilah ijtima‟ ini. Al-

Imrani tampaknya membedakan istilah murakkab dan mujtami‟ah, seperti

diuraikan di atas.Akan tetapi Nazih terlihat mempersamakan istilah

murakkab dan mujtami‟ah.Dalam beberapa pembahasan, Nazih

mencampuradukkan antara istilah akad murakkab dan akad mujtami‟ah.

b. Al-Ta'addud. Kata ta'addud berarti berbilang dan bertambah.

Ta'addud dalam terminologi akad adalah adanya tambahan jumlah

syarat, akad, pelaku, harga, objek, atau sejenisnya.Istilah ta'addud lebih

umum dari pada murakkab. Akad murakkab yang diartikan sebagai

terhimpunnya dua akad atau lebih dalam satu akad, adalah makna dari

terbilang (ta'addud) dalam akad. Bedanya, ta'addud mengandung

persoalan-persoalan yang tidak termasuk dalam tujuan akad murakkab,

seperti berbilangnya dua pihak, atau dalam harga, benda, atau

lainnya.Karena itu ada perbedaan mendasar antara murakkab dan

ta'addud, di mana murakkab mengandung konsekuensi satu, sedangkan

ta'addud konsekuensinya bisa berbilang.

c. Al-tikrar. Al-tikrar berarti berulang.

Kata ini digunakan untuk menunjukkan adanya proses terhimpun

atau terulangnya sesuatu. Sedangkan secara terminologi Al-tikrar

diartikan sebagai mengulangi sesuatu yang telah dilakukan.Dalam hal

akad Al-tikrar berarti mengulangi akad yang telah dilakukan

sebelumnya.Bedanya dengan murakkab dalam akad, kalau Al-tikrar meski

berarti pula mengumpulkan tetapi maksud yang paling tetap untuk istilah

Page 53: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

ini adalah mengulangi akad yang sudah dilakukan dalam beberapa

transaksi.Sedangkan dalam murakkab yang terjadi adalah terhimpunnya

dua akad atau lebih menjadi satu akad atau transaksi.

d. Al-tadakhul. Al-tadakhul secara bahasa berarti masuk.

Masuknya (al-wuluj), sesuatu pada sesuatu yang lain,keserupaan

beberapa hal dan dan saling meliputi. Al-tadakhul juga berarti masuknya

suatu bagian pada bagian yang lain. Arti terakhir ini lebih spesifik karena

yang masuk adalah suatu bagian pada bagian yang lainnya, sedangkan

pengertian pertama lebih luas karena mencakup masuknya sesuatu.pada

sesuatu yang lain. Sesuatu itu dapat berupa bagian atau suatu yang utuh.

Dalam terminologi fikih, Al-tadakhul diartikan sebagai terhimpunnya

suatu hal tertentu dalam dua ketentuan hokum agama (syar'i) dan cukup

hanya melakukan salah satu ketentuan hukum tersebut pada umumnya

boleh dipilih, namun akibat hukum keduanya atau salah satunya dapat

tercapai.Dari pengertian ini, al-tadakhul mengandung pula makna

pengumpulan. Akan tetapi pengumpulan akad di sini dapat tercukupi

dengan salah satu akadnya, tanpa akad yang lain. Sementara pada

murakkab, kedua akad atau lebih tidak bisa dipisahkan satu dari yang

lainnya.Keduanya digabungkan menjadi satu transaksi tersendiri yang

berakibat hukum pada objek transaksi dengan akibat yang satu.Jadi jelas,

perbedaan mendasarnya bahwa murakkab meniscayakan leburnya dua

atau lebih akad menjadi satu yang memiliki akibat hukum yang satu pula

(dalam arti tidak bisa dipisahkan), namun akad-akad tersebut harus

dilaksanakan.

e. Al-Ikhtilath. Kata ini memiliki makna yang sama dengan al-jam‟u. Al

Ikhtilath berarti terhimpun, terkumpul, insert (tadakhul), dan melebur.

Al-Ikhtilath berarti terhimpunseperti contoh seseorang

mencampurkan sesuatu pada yang lain, maka keduanya tercampur atau

terkumpul. Tercampurnya dua hal itu bisa berakibat melebur menjadi satu

sehingga kedua hal itu tidak bisa dibedakan seperti tercampurnya barang-

Page 54: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

barang cair, dan bisa juga dibedakan seperti dikumpulkannya suatu

hewan dengan hewan yang lain.

Multi akad („uqud mukhtalithah) mengandung arti seperti akad

murakkab, yaitu akad-akad yang terhimpun dalam satu akad yang

menimbulkan akibat hukum satu akad.U„qud mukhtalithah (contract

mixed) adalah menghimpun beberapa akad modern di mana satu akad

melebur dengan akad lainnya. Dengan kata lain akad yang terdiri dari

peleburan beberapa akad yang berbeda menjadi satu akad.Contoh akad

yang mukhtalith adalah kost (mengontrak rumah). Beberapa akad yang

ada di dalamnya adalah akad sewa untuk ruangan tinggal, akad bekerja

sebagai pembantu, akad jual beli berkenaan dengan makanannya, dan

akad wadi'ah berkenaan dengan penitipan barang-barang (amti‟ah).

Akad mukhtalith digunakan pula untuk menyebutkan akad

murakkab. Keduanya memiliki makna yang sama, hanya saja berbeda

dari sisi kedalaman maknanya saja. Kata murakkab lebih spesifik dan

khusus untuk menyebut multi akad ketimbang mukhtalith yang dapat pula

mengandung arti yang lain. Baik pada akad murakkab maupun mukhtalith

dimaksudkan untuk menyatakan terhimpunnya dari beberapa akad

menjadi satu akad dan berimplikasi hukum satu pada objek akadnya.

6. Macam-macam Multi Akad

Al-„Imrani membagi multi akad dalam lima macam, yaitu al-‟uqud al-

mutaqabilah, al-‟uqud al-mujtami‟ah, al-‟uqud al-mutanaqidhah wa al-

mutadhadah wa al-mutanafiyah, al-‟uqud al-mukhtalifah, al-‟uqud al-

mutajanisah. Dari lima macam itu, menurutnya, dua macam yang pertama;

al-‟uqud al-mutaqabilah, al-‟uqud al-mujtami‟ah, adalah multi akad yang

umum dipakai. Berikut penjelasan dari macam-macam multi akad sebagai

tersebut.

a. Akad Bergantung atau Akad Bersyarat (al-‟uqud al-mutaqabilah)

Taqabul menurut bahasa berarti berhadapan. Sesuatu dikatakan

berhadapan jika keduanya saling menghadapkan kepada yang lain.

Sedangkan yang dimaksud dengan al-‟uqud al-Mutaqabilah adalah multi

Page 55: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

akad dalam bentuk akad kedua merespon akad pertama, di mana

kesempurnaan akad pertama bergantung pada sempurnanya akad kedua

melalui proses timbal balik. Dengan kata lain, akad satu bergantung

dengan akad lainnya.

Dalam tradisi fikih, model akad seperti ini sudah dikenal lama dan

praktiknya sudah banyak.Banyak ulama telah membahas tema ini, baik

yang berkaitan dengan hukumnya, atau model pertukarannya; misalnya

antara akad pertukaran (mu'awadhah) dengan akad tabarru‟, antara akad

tabarru' dengan akad tabarru' atau akad pertukaran dengan akad

pertukaran.Ulama biasa mendefinisikan model akad ini dengan akad

bersyarat (isytirath aqd bi aqd).

Page 56: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

b. Akad Terkumpul (al-‟uqud al-mujtami‟ah)

Al-‟uqud al-mujtami‟ah adalah multi akad yang terhimpun dalam

satu akad.Dua atau lebih akad terhimpun menjadi satu akad. Seperti

contoh "Saya jual rumah ini kepadamu dan saya sewakan rumah yang lain

kepadamu selama satu bulan dengan harga lima ratus ribu".

Multi akad yang mujtami'ah ini dapat terjadi dengan terhimpunnya

dua akad yang memiliki akibat hukum berbeda di dalam satu akad

terhadap dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda akibat hukum

dalam satu akad terhadap dua objek dengan dua harga, atau dua akad

dalam satu akad yang berbeda hukum atas satu objek dengan satu

imbalan, baik dalam waktu yang sama atau waktu yang berbeda.

c. Akad Berlawanan

Mutanaqidhah mengandung arti berlawanan, seperti pada contoh

seseorang berkata sesuatu lalu berkata sesuatu lagi yang berlawanan

dengan yang pertama.Seseorang mengatakan bahwa sesuatu benar, lalu

berkata lagi sesuatu itu salah.Perkataan orang ini disebut mutanaqidhah,

saling berlawanan.Dikatakan mutanaqidhah karena antara satu dengan

yang lainnya tidak saling mendukung, melainkan mematahkan.

d. Akad berbeda (al-‟uqud al-mukhtalifah)

Yang dimaksud dengan multi akad yang mukhtalifah adalah

terhimpunnya dua akad atau lebih yang memiliki perbedaan semua akibat

hukum di antara kedua akad itu atau sebagiannya.Seperti perbedaan

akibat hukum dalam akad jual beli dan sewa, dalam akad sewa

diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan dalam jual beli sebaliknya.

Contoh lain, akad ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam harus

diserahkan pada saat akad (fi al-majlis), sedangkan dalam ijarah, harga

sewa tidak harus diserahkan pada saat akad.

Perbedaan antara multi akad yang mukhtalifah dengan yang

mutanaqidhah, mutadhadah, dan mutanafiyah terletak pada keberadaan

akad masing-masing.Meskipun kata mukhtalifah lebih umum dan dapat

meliputi ketiga jenis yang lainnya, namun dalam mukhtalifah meskipun

Page 57: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

berbeda tetap dapat ditemukan menurut syariat.Sedangkan untuk kategori

berbeda yang ketiga mengandung adanya saling meniadakan di antara

akad-akad yang membangunnya.

e. Akad sejenis (al-‟uqud al-mutajanisah)

Al-‟uqud al-murakkabah al-mutajanisah adalah akad-akad yang

mungkin dihimpun dalam satu akad, dengan tidak memengaruhi di dalam

hukum dan akibat hukumnya.Multi akad jenis ini dapat terdiri dari satu

jenis akad seperti akad jual beli dan akad jual beli, atau dari beberapa

jenis seperti akad jual beli dan sewa menyewa. Multi akad jenis ini dapat

pula terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum yang sama atau

berbeda.

7. Hukum Multi Akad

Akad memiliki peranan yang penting dalam bertransaksi. Para

fuqaha ketika memperkenalkan konsep akad tentu dengan menyandarkan

pada dalil-dalil syari‟ at (al-ruju‟ ila al-Qur‟an wa al-sunnah) untuk

menentukan keabsahannya. Tujuan akad adalah agar nilai-nilai syariat

yang ada di balik akad itu, yaitu berupa kepastian bentuk transaksi dapat

dicapai sehingga terhindar dari praktik transaksi yang manipulatif.

Pada mulanya, akad hanya digunakan untuk transaksi antara

perseorangan.Namun dalam perkembangan, konsep akad banyak

digunakan untuk mengembangkan berbagai produk keuangan atau bisnis

syariah yang melibatkan institusi lembaga dan perusahaan.DSN-MUI

(Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia) sebagai lembaga

fatwa Islam di bidang ekonomi mengeluarkan13 fatwa terbarunya tentang

ekonomi dan keuangan syariah yang berasal dari dua kali pleno DSN-MUI

yang diselenggarakan pada tanggal 19 September 2017 (7 fatwa) dan 22

Februari 2018 (6 fatwa).Produk keuangan atau bisnis syariah mengalami

perkembangan yang sangat dinamis seiring dengan perkembangan

ekonomi kontemporer masyarakat global. Model transaksi yang begitu

variatif tersebut, seolah-olah menjadi keniscayaan yang tidak

terhindarkan. Konsekuensinya, lembaga keuangan atau bisnis syariah

Page 58: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

yang mulai populer di kalangan masyarakat kontemporer, “dipaksa” untuk

mengikuti perkembangan model transaksi yang cenderung bebasnilai itu.

Keadaan yang pelik bagi pemangku kebijakan ekonomi Islam seperti

DSN-MUI.

Apabila DSN-MUI resisten terhadap realitas perkembangan

ekonomi konvensional, akan dianggap tidak akomodatif dan responsif

terhadap berbagai variasi transaksi modern. Begitu pula sebaliknya,

apabila DSN-MUI proaktif merespon dinamika ekonomi konvensional

berarti memerlukan proses ijtihad41yang tidak sederhana diantaranya

adalah terhadap penerapan multi akad (al-„uqud al-murakkabah).

Dari keseluruhan fatwa DSN-MUI, ada yang murni hasil penggalian

hukum (ijtihad istinbathi) dan ada yang mengadopsi prinsip-prinsip akad

yang termuat dalam fiqh mu‟amalah. Bentuk pengadopsian akad-akad ke

dalam fatwa DSN-MUI adalah dalam

41

DSN-MUI dalam melakukan ijtihad hukum mengacu pada pedoman penetapan fatwa

yang ditetapkan berdasarkan SK Pimpinan MUI Nomor: U-596/MUI/X/1997 yang ditetapkan pada tanggal 2 Oktober 1997. Dasar-dasar penetapan fatwa dituangkan pada Bab II yang menyatakan bahwa: (1) Penetapan fatwa didasarkan pada al-Qur‟an, Sunnah (hadits), ijma‟, dan qiyas; (2) Penetapan fatwa bersifat responsif, proaktif, dan antisipatif; (3) Aktivitas penetapan fatwa dilakukan secara kolektif oleh suatu lembaga yang dinamakan komisi fatwa. Ketentuan tersebut adalah untuk menjelaskan tentang dasar hukum dan sifat fatwa.Artinya, setiap keputusan fatwa harus mengacu pada sumber hukum, yaitu al-Qur‟an dan Sunnah Rasul yang mu‟tabarah.Kemudian jika suatu persoalan (fakta) secara langsung tidak dijelaskan dalam kedua sumber hukum tesebut, keputusan fatwa hendaklah tidak bertentangan dengan ijma‟ dan qiyas. Dalam pedoman dinyatakan bahwa sebelum fatwa ditetapkan diperlukan peninjauan terlebih dulu terhadap pendapat imam madzhab tentang masalah yang akan difatwakan tersebut secara seksama berikut dalil-dalilnya. Masalah yang telah jelas hukumnya (al-ahkam al-qath‟iyyat) hendaklah disampaikan sebagaimana adanya. Dalam masalah yang terjadi khilafiyah di kalangan madzhab, maka (a) Penetapan fatwa didasarkan pada hasil usaha penemuan titik temu diantara pendapat-pendapat mazhab melalui metode al-jam‟ wa al-tawfiq; dan (b) Jika usaha penemuan titik temu tidak berhasil dilakukan, penetapan fatwa didasarkan pada hasil tarjih melalui metode muqaranah al-madzahib dengan menggunakan kaidah-kaidah ushul al-fiqh muqaran. Untuk masalah yang tidak ditemukan pendapat hukumnya di kalangan mazhab, penetapan fatwa didasarkan pada hasil ijtihad jama‟i (kolektif) melalui metode bayani, ta‟lili (qiyas, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sadd al-dzarî‟ah.Penetapan fatwâ harus senantiasa memerhatikan kemaslahatan umum (mashalih „ammah) dan maqashid al-syariah.Di samping itu, kaidah-kaidah lainnya yang secara spesifik juga mendasari penetapan fatwaDSN-MUI yaitu kaidah pemisahan halal-haram (tafriq al-halal min al-haram) dan peninjauan kembali (i‟adah al-nazhar).Diakses dari http://fahmi-salim.blogspot.co.id/2012/06/pidato-pengukuhan-dr-hc-kh-maruf-amin.html. Burhanuddinakses.tgl.25April 2017.

Page 59: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

rangka menerapkan prinsip-prinsip akad (ijtihad thatbiqi) ke dalam

lembaga keuangan/bisnis syariah. Pengadopsian akad-akad mu‟amalah

ke dalam fatwa DSN-MUI ada yang bersifat tunggal (al-„aqd al-fardliyah)

dan ada yang bersifat multi akad, yaitu perpaduan antara akad satu

dengan lainnya dengan tetap memerhatikan ketentuan batasan-batasan

(hudud wa dlawabith) yang telah ditetapkan oleh syariah.

Pendekatan multi akad pada satu sisi merupakan suatu kebutuhan,

namun pada sisi yang lain dikhawatirkan bertentangan dengan prinsip al-

qu‟an dan al-hadits. Disebut kebutuhan sebab tanpa multi akad, praktek

ekonomi syariah kontemporer sulit mengimbangi dan sulit hadir menjadi

alternatif bagi transaksi keuangan modern. Akan tetapi, apabila multi akad

yang diberlakukan dengan tidak memperhatikan hudud wa dlawabith

syariah, jelas akan melanggar syariah.42

Status hukum multi akad belum tentu sama dengan status hukum

dari akad-akad yang membangunnya. Seperti contoh akad bai‟ dan salaf

yang secara jelas dinyatakan keharamannya oleh Nabi.Akan tetapi jika

kedua akad itu berdiri sendiri-sendiri, maka baik akad bai‟ maupun salaf

diperbolehkan.Begitu juga dengan menikahi dua wanita yang bersaudara

sekaligus haram hukumnya, tetapi jika dinikahi satu-satu (tidak dimadu)

hukumnya boleh.Artinya, hukum multi akad tidak bisa semata dilihat dari

hukum akad-akad yang membangunnya.Bisa jadi akad-akad yang

membangunnya adalah boleh ketika berdiri sendiri, namun menjadi haram

ketika akad-akad itu terhimpun dalam satu transaksi. Ketentuan seperti ini

pernah diutarakan oleh al-Syatiby, menurutnya:“Penelitian terhadap

hukum Islam menunjukkan bahwa dampak hukum dari sesuatu kumpulan

(akad) tidak sama seperti saat akad itu berdiri sendiri-sendiri”.

Dapat disimpulkan bahwa hukum dari multi akad belum tentu sama

dengan hukum dari akad-akad yang membangunnya. Dengan kata lain,

42

Burhanuddin Susamto, Tingkat Penggunaan Multi Akad Dalam Fatwa Dewan Syari‟ah

Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Fakultas Syari‟ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, jurnal, al-ihkam, Vol .1 1 No.1 Juni 2016, akses tgl 18 April 2017.

Page 60: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

hukum akad-akad yang membangun tidak secara otomatis menjadi hukum

dari multi akad.

Meski ada multi akad yang diharamkan, namun prinsip dari multi

akad ini adalah boleh dan hukum dari multi akad diqiyaskan dengan

hukum akad yang membangunnya.Artinya setiap muamalat yang

menghimpun beberapa akad, hukumnya halal selama akad-akad yang

membangunnya adalah boleh.Ketentuan ini memberi peluang pada

pembuatan model transaksi yang mengandung multi akad.Ketentuan ini

berlaku umum, sedangkan beberapa hadist Nabi dan nash-nash lain yang

mengharamkan multi akad adalah ketentuan pengecualian.Hukum

pengecualian ini tidak bisa diterapkan dalam segala praktik muamalah

yang mengandung multi akad.

Mengenai status hukum multi akad, ulama berbeda pendapat

terutama berkaitan dengan hukum asalnya.Perbedaan ini menyangkut

apakah multi akad sah dan diperbolehkan atau batal dan dilarang untuk

dipraktikkan.Mengenai hal ini ulama berada dalam dua pendapat tersebut;

membolehkan dan melarang.

Mayoritas ulama Hanafiyah, sebagian pendapat ulama Malikiyah,

ulama Syafi‟iyah, dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi akad sah

dan diperbolehkan menurut syariat Islam. Bagi yang membolehkan

beralasan bahwa hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak

diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada dalil hukum yang

mengharamkan atau membatalkannya.

Menurut Ibn Taimiyah, hukum asal dari segala muamalat di dunia

adalah boleh kecuali yang diharamkan Allah dan Rasulnya, tiada yang

haram kecuali yang diharamkan Allah, dan tidak ada agama kecuali yang

disyariatkan.

Hukum asal dari syara‟ adalah bolehnya melakukan transaksi multi

akad, selama setiap akad yang membangunnya ketika dilakukan sendiri-

sendiri hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang melarangnya.Ketika ada

dalil yang melarang, maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum, tetapi

Page 61: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

mengecualikan pada kasus yang diharamkan menurut dalil itu.Karena itu,

kasus itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah umum yang berlaku

yaitu mengenai kebebasan melakukan akad dan menjalankan perjanjian

yang telah disepakati.

Demikian pula dengan Ibn al-Qayyim, ia berpendapat bahwa

hukum asal dari akad dan syarat adalah sah, kecuali yang dibatalkan atau

dilarang oleh agama. Karena hukum asalnya adalah boleh, maka setiap

akad dan syarat yang belum dijelaskan keharamannya oleh Allah tidak

bisa dinyatakan sebagai haram. Allah telah menjelaskan yang haram

secara rinci, karenanya setiap akad yang dinyatakan haram harus jelas

keharamannya seperti apa dan bagaimana. Tidaklah boleh

mengharamkan yang telah dihalalkan oleh Allah atau dimaafkan, begitu

pula tidak boleh menghalalkan yang telah diharamkan oleh-Nya.

Al-Syatiby menjelaskan perbedaan antara hukum asal dari ibadat

dan muamalat. Menurutnya, hukum asal dari ibadat adalah melaksanakan

(ta‟abbud) apa yang diperintahkan dan tidak melakukan penafsiran

hukum. Sedangkan hukum asal dari muamalat adalah mendasarkan

substansinya bukan terletak pada praktiknya (iltifat ila ma‟any). Dalam hal

ibadah tidak bisa dilakukan penemuan atau perubahan atas apa yang

telah ditentukan, sementara dalam bidang muamalat terbuka lebar

kesempatan untuk melakukan perubahan dan penemuan yang baru,

karena prinsip dasarnya adalah diperbolehkan (al-idzn) bukan

melaksanakan (ta‟abbud).

Konsekuensi hukum akad yang tidak sah terbagi menjadi dua, yaitu

gugur (bathl) dan rusak (fasid).Gugur (bathl) terjadi ketika pada saat mulai

berakad sudah tidak sesuai dengan rukun dan syarat yang ditetapkan

syar‟i. Sedangkan akad fasid berbeda dengan bathl, karena fasid hanya

akan terjadi apabila akad yang sebelumnya sah, namun karena ada sebab

Page 62: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

tertentu yang merusak kerelaan (uyub al-ridla) sehingga menyebabkan

akad menjadi fasid.43

Pendapat ini didasarkan pada beberapa nash yang menunjukkan

kebolehan multi akad dan akad secara umum. Pertama firman Allah

dalam surat al-Maidah ayat (1) yaitu:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman penuhilah olehmu akad-

akad”. (QS. Al-Maidah : 1). Akhir kalimat di atas adalah akad-akad („uqud).

Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar orang yang beriman memenuhi

akad antar mereka.Kata akad ini disebutkan secara umum, tidak

menunjuk pada akad tertentu.Artinya, secara prinsip semua akad

diperbolehkan oleh Allah dan orang mukmin wajib memenuhi akad

itu.Karena itu, al-Jashash menafsirkan ayat ini bahwa orang mukmin

dituntut memenuhi akad-akad, termasuk akad jual beli, sewa menyewa,

nikah, dan segala yang termasuk dalam kategori akad. Jika ada

perbedaan mengenai boleh tidaknya suatu akad, sah dan berlakunya

suatu nadzar, ayat di atas dapat dijadikan dalil, karena keumuman ayat

menunjukkan kebolehan segala bentuk akad, termasuk akad penjaminan

(kafalah), sewa menyewa, jual beli, dan sebagainya.

Nash lain yang menjadi dasar pendapat kelompok ulama ini adalah

surat an-Nisa: ayat 29 yaitu:

كى ثبنجبطم إنب أ انكى ثي آيا نب تأكها أي ب انزي يب أي

كى تشاض ي تجبسح ع تكArtinya: “Hai orang-orang beriman janganlah kalian memakan harta-harta di antara kalian secara tidak benar kecuali atas dasar perniagaan dengan didasari saling rela di antara kalian”.(QS. An-nisa:29)

Makna arti ayat di atas menjelaskan bahwa dalam perniagaan

hanya disyaratkan suka sama suka. Ini berarti bahwa suka sama suka

adalah dasar kehalalan memperoleh sesuatu. Jika kerelaan menjadi dasar

bagi kehalalan, maka setiap aktivitas yang didasari kerelaan menjadi halal

43

Ibid., hal 207

Page 63: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

berdasarkan petunjuk al-Qur'an, selama tidak mengandung sesuatu yang

diharamkan seperti perniagaan atas objek yang diharamkan, babi,

khamar, barang najis dan sebagainya.Dari sini dapat disimpulkan bahwa

hukum asal dari akad adalah boleh.

Berangkat dari sini, semua kegiatan sosial muamalah hukumnya

boleh kecuali yang telah nyata jelas disebutkan keharamannya.

Pertimbangan lain dari pendapat pertama ini adalah tidak ditemukannya

keterangan yang mengharamkan semua jenis akad atau syarat dalam

agama. Yang dijelaskan adalah secara umum tentang halalnya akad dan

tidak dijelaskan keharamannya, kecuali atas objek tertentu.Karena tidak

ada penjelasan yang menyatakan haram, maka akad hukumnya halal.

Ulama lain, terutama dari kalangan Dhahiriyyah mengharamkan

multi akad. Menurut kalangan Dhahiriyah hukum asal dari akad adalah

dilarang dan batal kecuali yang ditunjukkan boleh oleh agama.Kalangan

Dhahiriyah beralasan bahwa Islam sudah sempurna, sudah dijelaskan apa

yang diperlukan oleh manusia. Setiap perbuatan yang tidak disebutkan

dalam nash-nash agama berarti membuat ketentuan sendiri yang tidak

ada dasarnya dalam agama. Dan perbuatan seperti ini dianggap

melampaui batas agama, seperti dinyatakan dalam al-Qur‟an surat al-

Baqarah ayat 229 yaitu:

يتعذ ي ى انظبن فأنئك حذد انه

artinya: “ Dan barang siapa melampaui ketentuan-ketentuan Allah, maka merekalah orang-orang yang dhalim”.(QS. Al-Baqarah : 229).

Mendasarkan pada argument di atas, kalangan Dhahiriyah

menyimpulkan bahwa hukum asal dari akad adalah dilarang, kecuali yang

dinyatakan kebolehannya oleh agama dan pada intinya, kebolehan multi

akad yang didasarkan atas prinsip hukum asal dari akad adalah boleh dan

hukum multi akad diqiyaskan dengan hukum akad-akad yang

membangunnya, harus memperhatikan ketentuan-ketentuan agama yang

membatasinya. Artinya, meskipun multi akad diperbolehkan, ada batasan-

Page 64: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

batasan yang tidak boleh dilanggar, karena batasan itu menjadi rambu

bagi multi akad agar tidak terjerumus kepada praktik muamalah yang

diharamkan. Batasan-batasan sebagaimana dijelaskan pada bagian

sebelumnya adalah garis batas bagi praktek multi akad yang tidak boleh

dilewati.

8. Batasan-batasan dan Standar Multi Akad

Para ulama yang membolehkan praktik multi akad bukan berarti

membolehkan secara bebas, tetapi ada batasan-batasan yang tidak boleh

dilewati. Karena batasan ini akan menyebabkan multi akad menjadi

dilarang. Di kalangan ulama, batasan-batasan ini ada yang disepakati dan

diperselisihkan. Secara umum, batasan yang disepakati oleh para ulama

adalah sebagai berikut:

Page 65: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

a. Multi akad dilarang karena nash agama

Dalam hadis, Nabi secara jelas menyatakan tiga bentuk multi akad

yangdilarang, yaitu multi akad dalam jual beli (ba‟i) dan pinjaman, dua

akad jual beli dalam satu akad jual beli, dan dua transaksi dalam satu

transaksi.

Suatu akad dinyatakan boleh selama objek, harga, dan waktunya

diketahui oleh kedua belah pihak.Jika salah satu di antaranya tidak jelas,

maka hukum dari akad itu dilarang.Imam al-Syafi‟i memberi contoh, jika

seseorang hendak membeli rumah dengan harga seratus, dengan syarat

dia meminjamkan (salaf) kepadanya seratus, maka sebenarnya akad jual

beli itu tidak jelas apakah dibayar dengan seratus atau lebih.Sehingga

harga dari akad jual beli itu tidak jelas, karena seratus yang diterima

adalah pinjaman („ariyah).Sehingga penggunaan manfaat dari seratus

tidak jelas; apakah dari jual beli atau pinjaman.

Ibn Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang multi akad antara

akad salaf (memberi pinjaman atau qardh) dan jual beli, meskipun kedua

akad itu jika berlaku sendiri-sendiri hukumnya boleh. Larangan

menghimpun salaf dan jual beli dalam satu akad untuk menghindari

terjurumus kepada riba yang diharamkan.Hal itu terjadi karena seseorang

meminjamkan (qardh) seribu, lalu menjual barang yang bernilai delapan

ratus dengan harga seribu.Dia seolah memberi seribu dan barang

seharga delapan ratus agar mendapatkan bayaran dua ribu. Di sini ia

memperoleh kelebihan dua ratus.

Selain multi akad antara salaf dan jual beli yang diharamkan, ulama

jugasepakat melarang multi akad antara berbagai jual beli dan qardh

dalam satu transaksi.Semua akad yang mengandung unsur jual beli

dilarang untuk dihimpun dengan qardh dalam satu transaksi, seperti

antara ijarah dan qardh, salamdan qardh, sharf dan qardh, dan

sebagainya.

Meski penggabungan qardh dan jual beli ini dilarang, namun

menurut al-„Imrâni tidak selamanya dilarang.Penghimpunan dua akad ini

Page 66: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

diperbolehkan apabila tidak ada syarat di dalamnya dan tidak ada tujuan

untuk melipatkan harga melalui qardh. Seperti seseorang yang

memberikan pinjaman kepada orang lain, lalu beberapa waktu kemudian

ia menjual sesuatu kepadanya padahal ia masih dalam rentang waktu

qardh tersebut. Yang demikian hukumnya boleh.

Sedangkan larangan penghimpunan dua akad jual beli dalam satu

akad jual beli didasarkan pada hadis Nabi yang berbunyi:

“Dari Abu Hurairah, berkata: “Rasulullah melarang dua jual beli dalam satu jual beli”. (HR. Malik).

Banyak pendapat dari para ulama mengenai maksud dari dua jual

beli dalam satu jual beli.Pendapat yang dipilih (rajih) dalam hal ini adalah

pendapat yang mengatakan bahwa akad demikian menimbulkan

ketidakjelasan harga dan menjerumuskan ke riba.Pendapat ini

menafsirkan bahwa seseorang menjual sesuatu dengan dibayar secara

cicil, dengan syarat pembeli harus menjual kembali kepada yang menjual

dengan harga lebih rendah secara kontan.Akad seperti ini merupakan

hilah dari terjerumus pada riba, dan sebenarnya tidak terjadi akad jual beli

dalam transaksi tersebut.

Jual beli seperti di atas dilarang manakala sebuah akad yang

mengandung dua jual beli, salah satu dari jual beli itu dinyatakan sah dan

mengikat (lazim) sebelum para pihak berpisah namun tidak ditentukan jual

beli manakah yang dinyatakan sah dan mengikat tersebut. „illatlarangan

bentuk jual beli ini adalah ketidakpastian yang timbul dari ketidakjelasan

nilai harga.

b. Multi akad sebagai hilah ribawi

Multi akad yang menjadi hilah ribawi dapat terjadi melalui kesepakatan

jual beli „inah atau sebaliknya dan hilah riba fadhl.

1). Al-„Inah

Contoh „inah yang dilarang adalah menjual sesuatu dengan harga

seratus secara cicil dengan syarat pembeli harus menjualnya kembali

kepada penjual dengan harga delapan puluh secara tunai.Pada transaksi

Page 67: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

ini seolah ada dua akad jual beli, padahal nyatanya merupakan hilah riba

dalam pinjaman (qardh), karena objek akad semu dan tidak faktual dalam

akad ini.Sehingga tujuan dan manfaat dari jual beli yang ditentukan syariat

tidak ditemukan dalam transaksi ini.

Ibn Qayyim menjelaskan bahwa agama menetapkan seseorang

yang memberikan qardh (pinjaman) agar tidak berharap dananya kembali

kecuali sejumlah qardh yang diberikan, dan dilarang menetapkan

tambahan atas qardh baik dengan hilah atau lainnya. Demikian pula

dengan jual beli disyariatkan bagi orang yang mengharapkan memberikan

kepemilikan barang dan mendapatkan harganya, dan dilarang bagi yang

bertujuan riba fadhl atau riba nasa', bukan bertujuan pada harga dan

barang.

Demikian pula dengan transaksi kebalikan „inah juga diharamkan.

Seperti seseorang menjual sesuatu dengan harga delapan puluh tunai

dengan syarat ia membelinya kembali dengan harga seratus tidak.

Transaksi seperti ini telah menyebabkan adanya riba.

2). Hilah riba fadhl.

Hal ini terjadi apabila seseorang menjual sejumlah (misalnya 2 kg

beras) harta ribawi dengan sejumlah harga (misalnya Rp 10.000).- dengan

syarat bahwa ia dengan harga yang sama (Rp 10.000).- harus membeli

dari pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis yang kadarnya lebih

banyak (misalnya 3 kg) atau lebih sedikit (misalnya 1 kg). Transaksi

seperti ini adalah model hîlah riba fadhl yang diharamkan.

Transaksi seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa pada zaman

Nabi di mana para penduduk Khaibar melakukan transaksi kurma kualitas

sempurna 1 kg dengan kurma kualitas rendah 2 kg, 2 kg dengan 3 kg dan

seterusnya. Praktek seperti ini dilarang Nabi, dan beliau mengatakan agar

ketika menjual kurma kualitas rendah dibayar dengan harga sendiri, begitu

pula ketika membeli kurma kualitas sempurna juga dengan harga sendiri.

Maksud hadis di atas, menurut Ibn Qayyim, adalah akad jual beli

pertamadengan kedua harus dipisah.Jual beli kedua bukanlah menjadi

Page 68: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

syarat sempurnanya jual beli pertama, melainkan berdiri sendiri.Hadis di

atas ditujukan agar dua akad itu dipisah, tidak saling berhubungan,

apalagi saling bergantung satu dengan lainnya.

c. Multi akad menyebabkan jatuh ke riba

Setiap multi akad yang mengantarkan pada yang haram, seperti riba,

hukumnya haram, meskipun akad-akad yang membangunnya adalah

boleh. Penghimpunan beberapa akad yang hukum asalnya boleh namun

membawanya kepada yang dilarang menyebabkan hukumnya menjadi

dilarang seperti:

1. Multi akad antara akad salaf dan jual beli

Seperi dijelaskan sebelumnya, bahwa Nabi melarang multi akad

antara akad jual dan salaf.Larangan ini disebabkan karena upaya

mencegah (dzariah) jatuh kepada yang diharamkan berupa transaksi

ribawi.

Jumhur ulama melarang praktik multi akad ini, yakni terjadinya

penghimpunan akad jual beli (mu‟awadhah) dengan pinjaman (qardh)

apabila dipersyaratkan. Jika transaksi multi akad ini terjadi secara tidak

disengaja diperbolehkan karena tidak adanya rencana untuk melakukan

qardh yang mengandung riba.

Multi akad antara qardh dan hibah kepada pemberi pinjaman

(muqridh).Ulama sepakat mengharamkan qardh yang dibarengi dengan

persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau lainnya. Seperti contoh,

seseorang meminjamkan (memberikan utang) suatu harta kepada orang

lain, dengan syarat ia menempati rumah penerima pinjaman (muqtaridh),

atau muqtaridh memberi hadiah kepada pemberi pinjaman, atau memberi

tambahan kuantitas atau kualitas obyek qardh saat mengembalikan.

Transaksi seperti ini dilarang karena mengandung unsur riba.

Apabila transaksi pinjam meminjam ini kemudian disertai hadiah

atau kelebihan, tetapi dilakukan sendiri secara sukarela oleh orang yang

diberi pinjaman, tanpa ada syarat dan kesepakatan sebelumnya

hukumnya halal, karena tidak mengandung unsur riba di dalamnya.

Page 69: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

2. Multi akad terdiri dari akad-akad yang akibat hukumnya saling bertolak

belakang atau berlawanan.

Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan multi akad antara akad-

akad yang berbeda ketentuan hukumnya dan/atau akibat hukumnya saling

berlawanan atau bertolak belakang.Larangan ini didasari atas larangan

Nabi menggabungkan akad salaf dan jual beli.Dua akad ini mengandung

hukum yang berbeda.Jual beli adalah kegiatan muamalah yang kental

dengan nuansa dan upaya perhitungan untung-rugi, sedangkan salaf

adalah kegiatan sosial yang mengedepankan aspek persaudaraan dan

kasih sayang serta tujuan mulia.Karena itu, ulama Malikiyah melarang

multi akad dari akad-akad yang berbeda hukumnya, seperti antara jual

beli dengan ju‟alah, sharf, musaqah, syirkah, qiradh, atau nikah.Sebagian

ulama Malikiyah dan mayoritas ulama non-Malikiyah membolehkan.

Mereka beralasan perbedaan hukum dua akad tidak menyebabkan

hilangnya keabsahan akad.Dari dua pendapat ini, pendapat yang

membolehkan multi akad jenis ini adalah pendapat yang unggul.

Larangan multi akad ini karena penghimpunan dua akad yang

berbeda dalam syarat dan hukum menyebabkan tidak sinkronnya

kewajiban dan hasil.Hal ini terjadi karena dua akad untuk satu objek dan

satu waktu, sementara hukumnya berbeda.Sebagai contoh tergabungnya

antara akad menghibahkan sesuatu dan menjualnya.Akad-akad yang

berlawanan (mutadhadah) inilah yang dilarang dihimpun dalam satu

transaksi.

Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa keharaman multi

akad pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal yaitu; dilarang agama atau

hilah karena dapat menimbulkan ketidakpastian (gharar) dan

ketidakjelasan (jahalah), menjerumuskan ke praktik riba, dan multi akad

yang menimbulkan akibat hukum yang bertentangan pada objek yang

sama. Dengan kata lain, multi akad yang memenuhi prinsip syariah adalah

multi akad yang memenuhi standar atau dhawabit atau sebagaimana yang

Page 70: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

telah ditetapkan secara prinsip hukum syara‟ sebagaimana yang telah

dikemukakan di atas.44

Jika dilihat dari suatu langkah inovatif pengembangan produk

financing (pembiayaan) dan funding (pendanaan) bagi otoritas jasa

keuangan syariah merupakan sebuah keniscayaan. Dengan jalan

mencermati berbagai alur dan skema akad yang sudah ada di fiqih,

berbagai terobosan baru dapat dengan mudah kita temukan dan

selanjutnya diimplementasikan. Tradisi Bahtsul Masail di kalangan

Nahdliyin amat sangat membantu guna menemukan langkah inovatif

tersebut. Produk turunan ini selanjutnya kita sebut sebagai

modifikasi. Karena objek akad pembiayaan di dalam fiqih umumnya

dilakukan melalui tiga cara, yakni murabahah, mudlarabah dan

musyarakah, maka sasaran modifikasi yang terbanyak dalam Otoritas

Jasa Keuangan (OJK) Syariah juga senantiasa berfokus pada wilayah ini.

Pencurahan fokus ini tentu saja tetap dengan memperhatikan beberapa

hal, yaitu:

a. Upaya mewujudkan sistem ekonomi zero riba (sistem bebas riba).

b. Tidak menabrak aturan fiqih, khususnya madzhab fiqih yang dipegang

teguh oleh mayoritas umat Islam Indonesia, yaitu bermadzhab

Syafi‟iyah.

c. Maslahah dalam mengembangkan kualitas pengamalan ajaran agama

Umat Islam yang menghendaki kewajiban menjauhi praktik riba.

d. Tidak menimbulkan keguncangan ekonomi negara.

e. Memiliki daya saing dibanding Sistem Kredit bank konvensional dan

pelan-pelan mampu menggantikan peran bank konvensional sebagai

soko guru ekonomi nasional.

Kelima dlawabith ini menjadi bahan pertimbangan dasar untuk

memulai melakukan modifikasi-modifikasi tersebut. Selanjutnya OJK

44

Hasanudin, Multi Akad Dalam Transaksi Syari‟ah Kontemporer Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia:Konsep dan Ketentuan (dhawabith) dalam Perspektif Fiqh,Dosen FSH-UIN Syahid dan IIQ Jakarta, akses tgl. 11 Maret 2017 atauhttp//www. Ekonomisyariah / download / artikel / makalah / 20IAEI_Multi_Akad_hasanuddin.pdf

Page 71: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Syariah perlu melakukan istiqra' (cara membaca versi lain) terhadap

simbol-simbol ekonomi yang selama ini berkembang dan berlaku di

negara tercinta ini, kemudian diubah agar sesuai dengan simbol ekonomi

berbasis fiqih dengan status hukumnya yang dibenarkan menurut

kerangka hukum fiqih.

Ada banyak alasan untuk melakukan modifikasi dan diversifikasi

usaha dan fiqih yang memiliki semangat كا صانح نكم انشيا ان

(cocok atau selaras dengan zaman dan tempat) harus senantiasa

memperhatikan itu. Sampai di sini, maka apresiasi terhadap keberadaan

kajian-kajian ekonomi syariah dan bahtsul-masail sangat diperlukan untuk

melakukan diversifikasi usaha dan modifikasinya tersebut.

9. Gambaran Modifikasi

Seorang pelaku usaha dalam membangun usahanya sudah barang

tentu menghabiskan modal yang tidak sedikit. Setelah langkah

membangun selesai, langkah membangun kepercayaan publik terhadap

produk usahanya juga memerlukan strategi pengorbanan banyak waktu.

Untuk itu, bila terdapat permasalahan dalam usaha, baik permasalahan

personal antar-pemodal, atau antara pemodal dengan karyawan, tidak

mungkin dijadikan sebagai alasan yang tepat untuk menutup usaha

tersebut. Langkah menutup merupakan tindakan yang tidak bijak dan

dibenci oleh syariat agama kita karena bisa masuk unsur tadlyi‟u al-amwal

(menyia-nyiakan harta). Apalagi bila usaha sudah mulai beranjak

berkembang, maka sebuah langkah simultan dan terus menerus

istiqamah terjun mengembangkannya adalah sebuah pilihan bijak. Nabi

SAW bersabda:

إ الله يشضى نكى ثلاثب ، يكش نكى ثلاثب ، فيشضى نكى أ تعجذ لا

تششكا ث شيئب ، أ تعتصا ثحجم الله جيعب لا تفشقا ، يكش

نكى قيم قبل ، كثشح انسؤال ، إضبعخ انبل

Page 72: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Artinya: “Sesungguhnya Allah SWT ridlo kepada kalian tiga perkara dan membenci untuk kalian tiga perkara. 1) Allah ridla hendaknya kalian menyembah-Nya, dan 2) tidak mensukutukan-Nya dengan sesuatu apapun, serta 3) hendaknya kalian semua berpegang teguh terhadap agama Allah dan jangan berpecah belah. Dan Allah membenci atas kalian tiga perkara: 1) perdebatan 2) banyak tanya, dan 3) menyia-nyiakan harta. HR.45

Berdasarkan hadits di atas, kita mengetahui bahwa langkah

menyia-nyiakan harta, adalah dibenci oleh Allah SWT. Masuk salah satu

harta adalah usaha/kegiatan produksi yang bisa menopang ekonomi

rumah tangga, daerah atau bahkan negara. Dengan demikian,

menghentikan operasinya adalah termasuk bagian dari menyia-nyiakan

harta tersebut.

Ada beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan agar sebuah

usaha tidak terhenti usahanya, yaitu: 1) melakukan pilihan diversifikasi

usaha, 2) melakukan modifikasi sistem, dan 3) melakukan derivatisasi

produk, serta 4) dalam kondisi terpaksa menjual seluruh aset perusahaan

dan melakukan langkah remunerasi dan perpindahan kepemilikan.

Diversifikasi usaha merupakan sebuah langkah pembukaan cabang

baru untuk menghasilkan produk yang benar-benar baru dan belum

pernah diproduksi sebelumnya oleh perusahaan. Contoh misalnya,

sebuah Perusahaan Motor Honda mengeluarkan produk beberapa jenis

motor pilihan konsumen: (a) motor sport, (b) motor elegan, (c) motor

khusus untuk kaum pria, (d) motor khusus untuk kalangan umum, (e)

motor khusus kaum difable, dan (f) motor khusus kalangan anak-anak.

Warna dan tujuan produknya tetap sama, namun wilayah sasar

pasaran yang berbeda dari pabrikan yang sama, ini disebut sebagai

diversifikasi usaha. Biasanya langkah ini ditempuh oleh pabrik untuk

kepentingan mendominasi produk di pasaran, sehingga harga pemasaran

menjadi bisa ditekan dan harga asesoris tambahan serta onderdil

45Imam Muslim Abi Zakariya Yahya Muhyiddin bin Syaraf al-Nawawi, Syarah Nawawi „ala Muslim, Daru al-Fikr, Juz: 12, hal: 375

Page 73: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

kendaraan menjadi murah. Selain diversifikasi, juga diperlukan langkah

modifikasi sistem.

Ada berapa jenis kendaraan sepeda dengan merk Jupiter,misalnya,

Kenapa setiap orderdil dalam Yamaha selalu murah bila dibandingkan

dengan Suzuki dan Honda? Padahal tampilan luar sama-sama mengalami

perubahan asesoris. Itulah yang dimaksud dengan modifikasi sistem.

Tampilannya beda, namun esensinya tetap sama.46

10. Klasifikasi Akad Atau Perjanjian

Akad memiliki banyak klasifikasi melalui sudut pandang yang

berbeda-beda. Di sini akan kita singgung sebagian klasifikasi tersebut:

a. Dari Segi Taklifi

Berkaitan dengan soal perjanjian ada beberapa hukum syariat yang

ditetapkan. Berdasarkan sudut pandang ini, perjanjian terbagi menjadi

lima:

1). Akad wajib. Seperti akad nikah bagi orang yang sudah mampu

menikah, memiliki bekal untuk menikah dan khawatir dirinya akan berbuat

maksiat kalau tidak segera menikah.

2). Akad sunnah. Seperti meminjamkan uang, memberi wakaf dan

sejenisnya. Dan inilah dasar dari segala bentuk akad yang disunnahkan.

3). Akad mubah Seperti perjanjian jual beli, penyewaan dan sejenisnya.

Dan inilah dasar hukum dari setiap bentuk perjanjian pemindahan

kepemilikan baik itu yang bersifat materi atau fa-silitas.

4). Akad makruh. Seperti menjual anggur kepada orang yang masih

diragukan apakah ia akan membuatnya menjadi minuman keras atau

tidak. Dan inilah dasar hukum dari setiap bentuk akad yang diragukan

akan bisa menyebabkan kemaksiatan.

5). Akad haram. Yakni perdagangan riba, menjual barang haram seperti

bangkai, darah, daging babi dan sejenisnya.

46

Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh PP Hasan Jufri

Putri, P. Bawean, Jatim. Pdf.akses tgl.26 feb 2019

Page 74: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

b. Dari Sudut Pandang Sebagai Harta (Akad Material) Atau Bukan

Material.

Kalau ditinjau dari sudut sebagai harta atau bukan, akad

terklasifikasikan menjadi tiga yaitu:

1). Akad harta dari kedua belah pihak disebut sebagai perjanjian materi,

seperti jual beli secara umum, jual beli salm dan sejenisnya. Demikian

juga perjanjian terhadap fasilitas, seperti penyewaan dan peminjaman

barang. Karena fasilitas termasuk harta atau dijustifikasikan sebagai harta

menurut mayoritas para ulama, berbeda dengan pendapat kalangan

Hanafiyah.

2). Akad selain harta dari kedua belah pihak. Yakni akad yang terjadi

terhadap satu pekerjaan tertentu tanpa imbalan uang, seperti gencatan

senjata antara kaum muslimin dengan orang-orang kafir harbi, akad

penjaminan, wasiat dan sejenisnya.

3). Akad harta dari satu pihak dan selain harta dari pihak lain Seperti akad

khulu‟, akad jizyah, akad pembebasan denda, dan sejenisnya.

Yang terkuat dari semua akad itu adalah akad selain harta dari kedua

belah pihak. Karena akad yang bersifat material bisa dibatalkan karena

adanya cacat pada barang kompensasinya. Seperti transaksi uang

dengan barang dagangan. Sementara akad non material hanya bisa

dibatalkan bila terjadi hal yang mencegah berlangsungnya akad tersebut.

Page 75: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

c. Dilihat Dari Sudut Pandang Sebagai Akad Permanen Atau Non

Permanen.

Dilihat dari sudut permanen atau tidaknya, akad diklasifikasikan menjadi

tiga yaitu:

1). Akad permanen dari kedua belah pihak yakni akad yang terjadi di

mana masing-masing dari kedua belah pihak tidak mampu membatalkan

akad tersebut tanpa kerelaan pihak lain. Seperti akad jual beli, sharf, salm,

penyewaan dan sejenisnya.

2). Akad non permanen dari kedua belah pihak yakni bahwa salah satu

dari kedua belah pihak bila menghendaki bisa membatalkan akad

tersebut. Contohnya, syirkah, wikalah, peminjaman, menanam modal

dengan sistem qiradh, wasiat dan sejenisnya.

3). Akad permanen dari salah satu pihak namun non permanen pada

pihak lain. Seperti penggadaian barang setelah barang di tangan,

penjaminan dan sejenisnya.

Di antara hukum yang berlaku pada akad permanen adalah tidak

ada pilihan (khiyar) yang bersifat selamanya, dan tidak ada pula

pembatalan setelah kematian salah satu yang terlibat dalam akad atau

keduanya, salah satu menjadi gila atau pingsan dan sejenisnya. Lain

halnya dengan akad non permanen. Kalangan Hanafiyah berpendapat lain

dalam soal penyewaan. Mereka menyatakan: “Penyewaan itu terbatalkan

setelah kematian. Karena akad itu berlangsung pada fasilitas barang, dan

fasilitas itu mun-cul sedikit demi sedikit. Fasilitas yang diambil setelah

wafatnya pemilik barang tentu saja belum ada ketika terjadi akad. Maka

dengan sendirinya dalam akad penyewaan batas itu setelah kema-tian

pemilik.

Page 76: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

d. Dilihat dari sudut pandang apakah ada syarat penyerahan barang

langsung atau tidak.

Dilihat dari keharusan adanya penyerahan barang langsung atau

tidak, perjanjian/akad terbagi menjadi dua yaitu:

1). Akad yang tidak mengharuskan serah terima barang secara langsung

pada saat akad, seperti jual beli secara umum, wikalah, hiwalah dan lain-

lain.

2). Akad yang mengharuskan serah terima barang secara langsung. Dan

akad semacam ini, terbagi pula menjadi tiga yaitu:

a). Akad yang disyaratkan harus ada serah terima barang secara

langsung untuk memindahkan kepemilikan, seperti hibah dan peminjaman

uang. Dalam semua perjanjian ini kepemilikan tidak berpindah hanya

berdasarkan akad, tetapi harus ada serah terima barang secara langsung,

menurut mayoritas para ulama terkecuali kalangan Malikiyah.

b). Akad yang mensyaratkan serah terima barang secara langsung

sebagai syarat sahnya, seperti sharf (Money Changer), jual beli salm dan

penjualan komoditi yang ribawi. Dalam sharf (Money Changer) dan

penjualan komoditi ribawi harus ada penyerahan barang langsung dan

juga pembayarannya dalam satu waktu, kalau tidak akad jual beli itu

rusak. Namun dalam jual beli salm harus didahulukan pembayaran harga

modal dalam waktu akad, kalau tidak, jual beli itu juga rusak. Sebagian

kalangan Malikiyah membolehkan penangguhan pembayaran harga

modal itu hingga tiga hari. Karena sesuatu yang dekat dengan sesuatu,

dianggap sama hukumnya dengan sesuatu tersebut.

c). Akad yang akan menjadi permanen bila ada serah terima barang

secara langsung, seperti hibah dan pegadaian, maka mayoritas ulama

berpendapat bahwa akad-akad itu tidak dianggap permanen dengan

sekedar akad tersebut, tetapi dipersyaratkan serah terima barang untuk

menjadikan akad tersebut permanen. Orang yang menghibahkan

barangnya berhak untuk membatalkan hibahnya sebelum ada serah

terima barang menurut mayoritas ulama. Namun sebagian ulama

Page 77: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Malikiyah tidak berpendapat demikian. Demikian juga penggadaian itu

dianggap batal menurut mayoritas ulama bila orang yang menggadai

barang menggagalkannya sebelum diterima barang oleh pihak yang

menerima gadaian. Demikian seterusnya.

e. Dari Sudut Pandang Apakah Ada Kompensasinya Atau Tidak.

Berkaitan dengan ada atau tidak adanya kompensasi, perjanjian/akad

terbagi menjadi dua:

1). Akad dengan kompensasi, seperti jual beli, syirkah, penyewaan,

pernikahan dan sejenisnya.

2). Akad sukarela, seperti hibah, penitipan, sponsorship dan sejenisnya.

Pengaruh dari klasifikasi ini adalah sebagai berikut:

1). Adanya syarat untuk harus mengetahui bentuk kompensasi dalam

berbagai akad dengan kompensasi. Komoditi berharga, uang

pembayaran, upah dan sejenisnya. Dalam semua perjanjian tersebut

kompensasi-kompensasi itu harus diketahui, kecuali dalam soal mahar

atau kompensasi khulu‟. Ketidaktahuan soal mahar atau kompensasi

khulu‟ tidak membatalkan akad. Karena ada barometernya, yaitu mahar

standar. Adapun akad sukarela, karena memang tidak membutuhkan

kompensasi, tidak mengapa bila ada ketidakjelasan kompensasinya bila

hendak diberikan, atau ada sedikit manipulasi, karena semua itu didasari

oleh kemu-dahan dan tanpa batasan.

2). Wajibnya menunaikan apa yang menjadi perjanjian kedua belah pihak

yang terikat, dalam perjanjian dengan kompensasi, berdasarkan firman

Allah:

فا ثبنعقد آيا أ ب انزي يب أي

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu…” [Al-Maidah : 1]

Karena dengan tidak ditunaikannya perjanjian itu pasti akan terjadi

kerugian pada pihak lain yang terikat, yakni hilangnya secara sia-sia

segala kompensasi yang dia berikan sebagai imbalannya. Lain halnya

dengan akad sukarela di mana pemberian kompensasi itu hanya

Page 78: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

dianjurkan, tidak diwajibkan. Karena orang yang melakukan akad tersebut

hanya berbuat baik. Orang yang sekedar melakukan amal kebajikan, tentu

tidak diwajibkan dituntut kompensasi apa-apa.

f. Dari sudut pandang legalitasnya.

Dipandang dari legalitasnya, akad terbagi menjadi dua:

1. Akad legal atau akad yang sah. Yakni akad yang secara mendasar dan

aplikatif memang disyariatkan. akad yang memenuhi rukun-rukunnya

dan aplikasinya secara bersamaan. Sehingga berlaku seluruh

konsekuensi akad yang sah, seperti jual beli, sewa menyewa dan

sejenisnya, apabila seluruh rukun-rukun dan syarat-syarat sahnya

sudah terpenuhi.

2. Akad ilegal atau akad yang batal. Yakni akad yang diang-ap ajaran

syariat tidak diberlakukan padanya segala konsekuensi akad yang sah.

Batasannya adalah segala akad yang pada asalnya dan secara

aplikatifnya tidak disyariatkan, seperti akad orang gila, anak kecil yang

belum baligh, atau akad usaha terhadap barang yang haram seperti

bangkai, darah, daging babi dan sejenisnya. Atau akad yang secara

asal disyariatkan, tetapi secara aplikatif tidak disyariatkan, seperti akad

dengan orang di bawah paksaan, akad untuk barang yang tidak

diketahui dalam akad dengan kompensasi.

Kalangan Hanafiyah membedakan antara akad yang secara asal

dan secara aplikatif tidak disyariatkan, dan itu mereka sebut akad batil,

dengan perjanjian yang secara asal disyariatkan namun secara

aplikatifnya tidak, dan itu mereka sebut sebagai akad yang rusak.

Berdasarkan pembedaan ini, terbentuk beberapa hasil praktis berkaitan

dengan adanya konsekuensi terhadap akad rusak atau batil alias ilegal. Di

antara konsekuensi tersebut menurut kalangan al-Hanafiyah adalah

sebagai berikut: Berpindahnya kepemilikan dalam akad rusak dengan

serah terima barang bila direlakan oleh penjual. Si pembeli boleh secara

bebas mengoperasikan barang tersebut dengan menghibahkannya,

menyedekahkannya dan sejenisnya, kecuali menggunakan fasilitasnya.

Page 79: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Pemindahan kepemilikan tersebut tentunya dengan kompensasi harta

yang sama, bukan dengan pelafalan harga tertentu saja.

Bagi penjual, keuntungan dari perjanjian usaha penjualan rusak

tersebut tetap baik adanya, lain halnya dengan pembeli. Alasan

pembedaan itu menurut para ulama bahwa uang itu tidak bisa ditentukan

dengan pembatasan nilai melalui pelafalan saja, sehingga tidak mungkin

dinyatakan jelek, lain halnya dengan barang.

Akad jual beli yang rusak itu masih bisa diperbaiki, kalau

kerusakannya dianggap ringan, yakni bila tidak menyentuh inti akad,

seperti ketidaktahuan batas waktu pembayaran dalam soal khiyar (waktu

tenggang menentukan transaksi), dalam harga dan sejenisnya. Adapun

apabila kerusakan itu berat, yakni yang sudah menyentuh inti perjanjian,

seperti dalam hal barang yang akan dijadikan obyek perjanjian atau

kompensasi dari barang tersebut, karena semua itu tidak bisa menerima

perbaikan menurut kesepakatan para ulama.

Adanya khiyar dalam sebuah akad rusak sama halnya dengan

adanya pada sebuah akad normal. Baik perjanjian yang menggunakan

hak pilih menentukan persyaratan atau hak pilih untuk tidak mengambil

barang karena cacat.47

47http.hotspot. Disalin dari buku Ma La Yasa‟ut Tajiru Jahluhu, edisi Indonesia Fikih

Ekonomi Keuangan Islam oleh Prof.Dr.Abdullah al-Muslih dan Prof.Dr.Shalah ash-Shawi, Penerjemah Abu Umar Basyir, Penerbit Darul Haq, Jakarta hal. hal.32-38. Akses tgl.26 feb 2019

Page 80: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

B. Implementasi Prinsip-Prinsip Akad Dalam Perbankan Syariah

1. Perjanjian Menurut KUH Perdata

Lembaga perbankan adalah full regulated institution apalagi

perbankan syariah selain terikat oleh rambu-rambu hukum positif sistem

operasional bank syariah juga terkait erat dengan hukum Allah, yang

pelanggarannya berakibat kepada kemudharatan di dunia dan di akhirat.

Oleh karena uniknya peraturan yang memagari seluruh transaksi

perbankan syariah tersebut, dalam kajian ini akan dicoba dibahas

mengenai pelaksanaan akad terutama murabahah yangdilaksanakan di

bank syariah. Kajian ini dilakukan dengan melihat kesesuaiannya dengan

hukum positif di Indonesia, yaitu hukum adat, hukum perdata KUH

Perdata dan Hukum Islam.

Istilah perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst.

Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Menurut Pasal 1313

KUH Perdata perjanjian diberi pengertian sebagai “suatu perbuatan

dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu

orang lain atau lebih”. Perumusan itu terlalu luas dan kurang lengkap.

Sudikno Mertokusumo memberi pengertian perjanjian sebagai

berikut: “Perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih

berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”.

Suatu perjanjian agar dapat berlaku mengikat harus dibuat secara

sah dengan memenuhi syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian

menurut Pasal 1320 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa untuk sahnya

perjanjian harus memenuhi empat syarat sebagai berikut: (1) Sepakat

mereka yang mengikatkan diri; (2) Kecakapan untuk membuat suatu

perjanjian; (3) Suatu hal tertentu; (4) Suatu sebab yang halal.

Syarat sah perjanjian tersebut dibedakan menjadi dua yaitu syarat

pertama dan kedua disebut dengan syarat subjektif, syarat yang berkaitan

dengan subyek perjanjian. Sementara itu, syarat ketiga dan keempat

disebut syarat objektif yaitu syarat yang berkenaan dengan objek

perjanjian. Pembedaan syarat ini berkenaan dengan akibat apabila

Page 81: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

persyaratan tersebut tidak dipenuhi. Jika syarat subjektif ini tidak dipenuhi

maka perjanjian dapat dimintakan pembatalan sewaktu-waktu. Hal ini

berarti bahwa selama belum ada pembatalan makaperjanjian itu tetap

berjalan dan tetap mengikat para pihak sampai perjanjian tersebut

dibatalkan oleh hakim atas permintaan salah satu pihak. Sementara itu,

jika syarat objektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian yang dibuat batal

demi hukum, yaitu sejak semula dianggap tidak pernah terjadi suatu

perjanjian. Apabila syarat sah perjanjian tersebut sudah terpenuhi semua

maka perjanjian tersebut sudah dapat dikatakan sah. Hukum perjanjian

dalam KUH Perdata berdasarkan kesepakatan atau konsensus kedua

belah pihak walaupun dalam perjanjian jual beli barang dan harga belum

diserahkan.48

2. Akad Menurut Hukum Islam

Menurut Kamus Hukum arti kata akad adalah perjanjian. Ditinjau

dari Hukum Islam, perjanjian yang sering disebut dengan akad merupakan

suatu perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua orang atau lebih

berdasarkan persetujuan masing-masing. Dengan kata lain akad adalah

perikatan antara ijab dan kabul secara yang dibenarkan syara‟, yang

menetapkan persetujuan kedua belah pihak.

Sementara itu, pengertian akad menurut Ahmad Azhar Basyir

adalah suatu perikatan antara ijab dan kabul dengan cara yang

dibenarkan syara‟ yang menetapkan akibat-akibat hukum.Ijab adalah

pernyataan pihak pertama mengenai isi perikatan yang diinginkan, dan

kabul adalah pernyataan pihak kedua untuk menerimanya.

Masing-masing pihak haruslah saling menghormati terhadap apa

yang telah mereka perjanjikan dalam suatu akad. Hal ini sesuai dengan

ketentuan hukum yang hidup dalam Quran surat Al-Maidah [5]: ayat 1,

yang artinya berbunyi sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman,

penuhilah janjimu kepada Allah dan dengan sesamamu”.

48

Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelaksanaan Akad Murabahah -- Wardah Yuspin. Jurnal ilmu hukum. Akses tgl.05 maret 2019

Page 82: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Dalam Islam dikenal dua istilah dalam akad, yaitu rukun akad dan

syarat akad. Rukun dapat dipahami sebagai unsur essensial yang

membentuk akad, yang harus selalu dipenuhi dalam suatu transaksi,

terdiri dari:

a. Subjek Akad

Pihak yang berakad, pihak yang berakad terdiri dari paling sedikit

duaorang yang harus sudah baligh, berakal sehat dan cakap untuk

melakukan perbuatanhukum sendiri.

b. Objek yang diakadkan

Objek akad bermacam-macam, sesuai dengan bentuknya. Dalam

akadjual beli, objeknya adalah barang yang diperjualbelikan dan

harganya. Agarsesuatu akad dapat dipandang sah, objeknya memerlukan

syarat sebagai berikut: (1) Telah ada pada waktu akad diadakan. Objek

akad harus telah wujud pada waktu akad diadakan. Barang yang belum

wujud tidak dapat menjadi objek akad menurut pendapat kebanyakan

fukaha sebab hukum dan akibat akad tidak mungkin bergantung pada

sesuatu yang belum berwujud; (2) Dapat menerima hukum akad. Dalam

akad jual beli misalnya, barang yang diperjualbelikanharus merupakan

benda bernilai bagi pihak-pihak yang mengadakan akad jual beli; (3)

Dapat ditentukan dan diketahui. Objek akad harus dapat ditentukan dan

diketahui oleh dua belah pihak yang melakukan akad. Ketidakjelasan

objek akad mudah menimbulkan sengketa kemudian hari sehingga tidak

memenuhi syarat menjadi objek akad. Adanya syarat ini diperlukan agar

pihak-pihak bersangkutan dalam melakukan akad benar-benar atas dasar

kerelaan bersama. Oleh karenanya, adanya syarat ini disepakati fuqaha;

(4) Dapat diserahkanpada waktu akad terjadi. Objek akad harus dapat

diserahkan pada waktu akad terjadi, tetapi hal ini tidak berarti harus dapat

diserahkan seketika. Yang dimaksud adalah pada saat yang telah

ditentukan dalam akad, objek akad dapat diserahkan karena memang

benar-benar ada dibawah kekuasaan yang sah pihak yang bersangkutan.

Page 83: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Dari empat syarat objek akad tersebut di atas, secara garis besar

dapat disebutkan bahwa sesuatu dapat menjadi objek akad apabila dapat

menerima hukum akad dan tidak mengandung unsur-unsur yang mungkin

menimbulkan sengketa di kemudian hari antara pihak-pihak yang

bersangkutan. Syarat yang disebut terakhir mengharuskan objek akad itu

telah terwujud, jelas dan dapat diserahkan.

c. Akad/Sighat terdiri dari: (a) Serah (ijab) atau penawaran; (b) Terima

(qabul) atau penerimaan.

Ijab ialah permulaan penjelasan yang keluar dari salah seorang

yang berakad, buat memperlihatkan kehendaknya dalam mengadakan

akad, siapa saja yang memulainya. Kabul ialah jawaban pihak yang lain

sesudah adanya ijab, buat menyatakan persetujuannya. Yang dimaksud

dengan sighat akad adalah dengan cara bagaimana ijab dan kabul yang

merupakan rukun-rukun akad itu dinyatakan. Sighat akad dapat dilakukan

dengan cara lisan, tulisan, isyarat maupun perbuatan yang telah menjadi

kebiasaan dalam ijab dan kabul.

Sementara itu, syarat adalah unsur yang membentuk keabsahan

rukun akad. Jadi sahnya suatu akad sangat bergantung kepada terpenuhi

atau tidaknya rukun dan syarat akad, syarat sahnya perjanjian adalah:

(1). Tidak menyalahi hukum syariah yang disepakati adanya.

Maksudnya bahwa perjanjian yang diadakan oleh para pihak itu

bukanlah perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan

yang melawan hukum syariah, sebab perjanjian yang bertentangan

dengan hukum syariah adalah tidak sah, dan dengan sendirinya tidak ada

kewajiban bagi masing-masing pihak untuk menepati atau melaksanakan

perjanjian tersebut, atau dengan perkataan lain apabila isi perjanjian itu

merupakan perbuatan yang melawan hukum (hukum syariah), maka

perjanjian yang diadakan dengan sendirinya batal demi hukum.

(2). Terjadinya perjanjian atas dasar saling ridho dan ada pilihan, dalam

hal ini tidak boleh ada unsur paksaan dalam membuat perjanjian tersebut.

Page 84: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Maksudnya perjanjian yang diadakan dan para pihak haruslah

didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak, yaitu masing-masing

pihak ridha atau rela akan isi perjanjian tersebut, atau dengan perkataan

lain harus merupakan kehendak bebas masing-masing pihak.

Dalam hal ini berarti tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu

kepada pihak yang lain, dengan sendirinya perjanjian yang diadakan tidak

mempunyai kekuatan hukum apabila tidak didasarkan kepada kehendak

bebas pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.

(3). Isi perjanjian harus jelas dan gamblang.

Maksudnya apa yang diperjanjikan oleh para pihak harus terang

tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak mengakibatkan

terjadinya kesalahpahaman diantara para pihak tentang apa yang telah

mereka perjanjikan dikemudian hari.

Dengan demikian pada saat pelaksanaan atau penerapan

perjanjian masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian atau yang

mengikatkan diri dalam perjanjian haruslah mempunyai interpretasi yang

sama tentang apa yang telah mereka perjanjikan, baik terhadap isi

maupun akibat yang ditimbulkan oleh perjanjian itu. Hampir sama dengan

perjanjian menurut KUH Perdata, menurut hukum Islam perjanjian juga

berdasarkan kata sepakat, dengan ayarat objek perjanjian haruslah

berwujud, hak milik dan dapat dikenai hukum akad.

3. Perjanjian Menurut Hukum Adat

Dalam hukum adat perjanjian bersifat riil, yaitu perjanjian itu baru

akan terjadi apabila terjadi penyerahan kongkrit terhadap objek dari

perjanjian tersebut, jadi perjanjian itu terjadi bukan hanya dengan adanya

kata sepakat saja. Contohnya pada perjanjian jual beli, perjanjian jual beli

baru dinyatakan berlangsung apabila terdapat penyerahan yang nyata

pada objek jual beli,misalnya terdapat penyerahan harga yang disebut

panjar untuk menyatakanbahwa perjanjian jual beli tersebut telah

Page 85: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

disepakati, jadi perjanjian terjadi tidakhanya berdasarkan kata sepakat

saja tetapi dengan penyerahan objek perjanjiansecara nyata.49

C. Produk dan Pembiayaan Murabahah

1. Produk Bank Syariah

4. Produk Penghimpunan Dana dari Masyarakat (Funding)

Jenis-jenis produk perbankan syariah yang ditawarkandi bidang

penghimpunan dana dari masyarakat (funding) hampir sama dengan

produk funding yang ada di bank konvensional. Seperti nama produk yang

ditawarkan kedua lembaga perbankan tersebut sama-sama bernama giro,

tabungan dan deposito. Namun perbedaannya adalah dari segi prinsip

dan akad yang digunakan sehingga jenis keuntungan yang diberikan

kepada masyarakat pun juga berbeda. Untuk lebih jelasnya berikut ini

penulis akan menjelaskan berbagai produk funding yang ada di bank

syariah.

1). Giro Syariah

Giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya dapat

dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana

perintah bayar lainnya atau dengan pemindahbukuan. Pada bank syariah

produk giro dikenal dengan nama giro syariah. Giro syariah adalah giro

yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini Dewan

Syariah Nasional telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa giro

yang dibenarkan secara syariah adalah giro yang dijalankan berdasarkan

prinsip wadiah dan mudharabah.

(a). Giro Wadiah

Giro wadi‟ah adalah giro yang dijalankan berdasarkan prinsip

wadiah, yakni titipan dana yang berasal dari pihak ketiga (nasabah) pada

bank syariah yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan

menggunakan cek, Bilyet Giro, kartu ATM, serta sarana perintah

pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Nasabah yang

49

Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 10, No. 1, Maret 2007: 55 – 67. Akses tgl.05 maret 2019

Page 86: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

memiliki simpanan giro wadiah akan memperoleh nomor rekening dan

disebut juga dengan giran (pemegang rekening giro) wadiah.

Giro wadiah menggunakan akad wadiah yad dhamanah dimana

bank boleh menggunakan dana nasabah yang terhimpun untuk tujuan

mencari keuntungan dalam kegiatan yang berjangka pendek untuk

memenuhi kebutuhan likuiditas bank, selama dana tersebut tidak ditarik.

Biasanya bank tidak menggunakan dana ini untuk pembiayaan bagi hasil

karena sifatnya yang jangka pendek. Keuntungan bank yang diperoleh

dengan penggunaan dana ini menjadi milik bank. Demikian juga kerugian

yang timbul menjadi tanggung jawab bank sepenuhnya. Bank

diperbolehkan memberikan insentif berupa bonus kepada nasabah,

selama hal ini tidak disyaratkan sebelumnya. Besarnya bonus tidak

ditetapkan dimuka. Ada beberapa alasan masyarakat menyimpan dana

dalam bentuk simpanan giro wadiah antara lain :

a) Faktor keamanan dalam menyimpan dana.

b) Kemudahan dalam melakukan transaksi pembayaran.

c) Berjaga-jaga apabila ada kebutuhan dana yang sifatnya mendadak.

(b). Giro Mudharabah.

Yang dimaksud dengan giro mudharabah adalah giro yang

dijalankan berdasarkan prinsip mudharabah. Prinsip mudharabah

mempunyai dua bentuk, yakni mudharabah mutlaqah dan mudharabah

muqayyadah. Perbedaan utama dari kedua bentuk mudharabah itu

terletak pada ada atau tidaknya persyaratan yang diberikan pemilik dana

kepada bank dalam mengelola dananya, baik dari sisi waktu, tempat

maupun objek investasinya. Dalam hal ini banksyariah bertindak sebagai

mudharib (pengelola dana). Sedangkan nasabah bertindak sebagai

shahibul maal (pemilik dana).

Nasabah pemilik rekening giro mudharabah berhak memperoleh

bagi hasil sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di awal pembukaan

rekening. Bank syariah menanggung semua biaya operasional giro

Page 87: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

dengan menggunakan nisbah bagi hasil yang menjadi haknya. Di samping

itu bank syariah tidak diperkenankan mengurangi nisbah nasabah tanpa

persetujuan nasabah. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, PPH bagi

hasil giro mudharabah dibebankan langsung ke rekening giro mudharabah

pada saat perhitungan bagi hasil.

Rekening giro mudharabah ini hanya bisa dimiliki oleh para

pengusaha yang memiliki aliran keuangannya rutin cuma beberapa kali

saja dalam kurun waktu tertentu. Karena dalam akad mudharabah jangka

waktu investasi harus jelas, agar perhitungan bagi hasilnya lebih mudah

dilakukan oleh bank syariah selaku pihak pengelola dana yang

dinvestasikan oleh nasabah.50

2). Tabungan Syariah

Adapun yang dimaksud dengan tabungan syariah adalah tabungan

yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini, Dewan

Syariah Nasional (DSN) telah mengeluarkan fatwa yang menyatakan

bahwa tabungan yang dibenarkan adalah tabungan yang berdasarkan

prinsip wadiah dan mudharabah.

a). Tabungan Wadiah

Tabungan merupakan jenis simpanan yang sangat populer di

lapisan masyarakat Indonesia mulai dari masyarakat kota hingga

masyarakat pedesaan. Menurut Undang-Undang Perbankan Syariah

Nomor 21 tahun 2008 tabungan adalah simpanan berdasarkan wadiah

dan atau investasi dana berdasarkan akad mudharabah atau akad lain

yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah yang penarikannya hanya

dapat dilakukan menurut syarat dan ketentuan tertentu yang disepakati

(buku tabungan, slip penarikan, ATM dan sarana lainnya), tetapi tidak

dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan atau alat lainnya yang

dipersamakan dengan itu.

50

Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), Ed. 3, hlm. 294

Page 88: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Tabungan wadiah adalah produk bank syariah berupa simpanan

dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving account) untuk

keamanan dan pemakainnnya, seperti giro wadiah, tetapi tidak sefleksibel

giro wadiah, karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek.

Seperti halnya dengan giro wadiah, tabungan wadiah juga menggunakan

akad wadiah yad dhamanah dimana bank boleh menggunakan dana

nasabah yang terhimpun untuk tujuan mencari keuntungan dalam

kegiatan yang berjangka pendek untuk memenuhi kebutuhan likuiditas

bank, selama dana tersebut tidak ditarik. Biasanya bank tidak

menggunakan dana ini untuk pembiayaan bagi hasil karena sifatnya yang

jangka pendek. Keuntungan bank yang diperoleh dengan penggunaan

dana ini menjadi milik bank. Demikian juga kerugian yang timbul menjadi

tanggung jawab bank sepenuhnya. Bank diperbolehkan memberikan

insentif berupa bonus kepada nasabah, selama hal ini tidak disyaratkan

sebelumnya. Besarnya bonus tidak ditetapkan dimuka.51

b). Tabungan Mudharabah

Tabungan mudharabah merupakan salah satu produk

penghimpunan dana oleh bank syariah yang menggunakan akad

mudharabah muthlaqah. Sama halnya dengan giro mudharabah, dalam

tabungan mudharabah, bank syariah juga bertindak sebagai mudharib

(pengelola dana) sedangkan nasabahnya bertindak sebagai shahibul maal

(pemilik dana). Bank syariah memiliki kebebasan dalam mengelola dana,

dengan kata lain nasabah tidak ada memberikan batasan-batasan kepada

bank syariah dalam mengelola dananya.

Setelah bank syariah mengelola dana nasabah, maka insya Allah

bank syariah akan memperoleh keuntungan dari investasi yang

dilakukannya. Setelah bank syariah mendapatkan keuntungan, maka bank

syariah juga akan membagi keuntungan tersebut dengan nasabahnya.

Sesuai dengan kesepakatan nisbah bagi hasil di awal pembukaan

rekening. Sesuai dengan akad yang digunakannya yaitu mudharabah,

51

Ismail, Perbankan Syariah, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 74

Page 89: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

maka dana tabungan mudharabah sifatnya berjangka. Dengan begitu

jangka waktunya harus jelas dan disepakati di awal, sehingga dana

tabungan mudharabah tidak bisa ditarik kapan saja si nasabah

membutuhkannya. Contoh produknya adalah tabungan haji, tabungan

pendidikan dan lain-lain.52

3. Deposito Syariah

Selain giro dan tabungan syariah, produk perbankan syariah

lainnya yang termasuk produk penghimpunan dana (funding) adalah

deposito. Adapun yang dimaksud dengan deposito syariah adalah

deposito yang yang dijalankan berdasarkan prinsip syariah. Dalam hal ini,

Dewan Syariah Nasional (DSN) MUI telah mengeluarkan fatwa yang

menyatakan bahwa deposito yang dibenarkan adalah deposito yang

berdasarkan prinsip mudharabah.

Deposito merupakan dana nasabah yang ada pada bank yang

penarikannya dapat dilakukan pada saat jatuh tempo atau jangka waktu

yang ditentukan. Misalnaya 3 bulan, 6 bulan, dan seterusnya. Pada

produk deposito ini bank menggunakan prinsip bagi hasil.

Sama halnya dengan giro dan tabungan mudharabah, bank syariah

juga bertindak sebagai mudharib (pengelola dana) sedangkan

nasabahnya bertindak sebagai shahibul maal (pemilik dana). Jika akad

yang digunakan mudharabah muthlaqah, maka bank syariah juga bisa

memiliki kebebasan dalam mengelola dana, dengan kata lain nasabah

tidak ada memberikan batasan-batasan kepada bank syariah dalam

mengelola dananya. Namun apabila akad yang digunakan mudharabah

muqayyadah, maka bank syariah tidak akan bisa memiliki kebebasan

dalam mengelola dana nasabah.

Sama halnya dengan giro dan tabungan mudharabah, setelah bank

syariah mengelola dana nasabah, maka insya Allah bank syariah akan

memperoleh keuntungan dari investasi yang dilakukannya. Setelah bank

syariah mendapatkan keuntungan, maka bank syariah juga akan membagi

52

Wiroso, Produk Perbankan Syariah, (Jakarta : LPFE Usakti, 2009), hlm.130

Page 90: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

keuntungan tersebut dengan nasabahnya. Sesuai dengan kesepakatan

nisbah bagi hasil di awal pembukaan rekening.

b. Produk Penyaluran Dana kepada Masyarakat (Financing)

1). Produk pembiayaan perbankan syariah derdasarkan prinsip jual-

beli

Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual

beli, di mana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan

atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian

barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada

nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan

(margin).Aplikasinya dengan menggunakan akad murabahah, salam dan

istishna‟.53

a). Pembiayaan Murabahah

Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga

perolehan dan keuntungan yang disepakati oleh penjual (bank syariah)

dan pembeli (nasabah). Harga yang disepakati adalah harga jual

sedangkan harga pokok harus diberitahukan kepada nasabah. Bank

syariah dapat memberikan potongan harga jika nasabah mempercepat

pembayaran cicilan dan melunasi piutang murabahah sebelum jatuh

tempo. Dan jika bank mendapatkan potongan dari pemasok maka itu

merupakan hak pembeli (nasabah), namun jika potongannya didapatkan

setelah akad terjadi maka potongan itu dibagi menurut kesepakatan atau

sesuai perjanjian antara bank dengan nasabah. Dalam konsep ini bank

dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan atau agunan antara

lain yaitu barang yang dibeli nasabah. Bank syariah juga dapat meminta

urbun sebagai uang muka. Dalam konsep ini nasabah memiliki kewajiban

membayar sesuai dengan harga jual (harga pokok + margin) yang sudah

disepakati baik secara tunai maupun cicilan sesuai dengan

kesepakatannya.

53

Muhammad, Model-model Akad Pembiayaan di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2009),hlm.8

Page 91: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

b). Pembiayaan Salam

Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan pembayaran

dimuka menurut syarat-syarat tertentu, atau jual beli sebuah barang untuk

diantar kemudian dengan pemayaran di awal.Salam juga didefinisikan

sebagai akad jual beli barang pesanan (muslam fiih) antara pembeli

(muslam) dan penjual (muslam ilaih) dengan pembayaran dimuka dan

pengiriman barang oleh penjual dibelakang. Spesifikasi (ciri-cirinya seperti

jenis, kualitas, jumlahnya) dan harga barang harus disepakati pada awal

akad. Dalam konsep ini bank bisa bertindak sebagai penjual dan pembeli.

Bila bank bertindak sebagai penjual, maka bank memesan kepada pihak

lain untuk menyediakan barang pesanan (Salam paralel). Syaratnya

adalah akad kedua terpisah dari akadyang pertama dan akad yang kedua

dilakukan setelah akad pertama sah. Kemudian spesifikasi dan harga

barang harus disepakati di awal akad. Harga barang tidak dapat berubah

selama jangka waktu akad dan jika bank sebagai pembeli dapat meminta

jaminan untuk menghindari risiko yang merugikan.

Konsep salam paralel ini biasanya diaplikasikan pada pembiayaan

bagi para petani dengan jangka waktu yang relatif pendek, yaitu 2-6 bulan.

Karena yang dibeli oleh bank adalah barang seperti padi, jagung, dan

cabe, dan bank juga tidak berniat untuk untuk menjadikan barang-barang

tersebut sebagai simpanan persediaan atau inventory, maka dilakukanlah

akad salam kepada pembeli kedua, misalnya kepada Bulog, pedagang

apasar induk atau grosir. Konsep salam juga dapat diaplikasikan dalam

pada pembiayaan bidang industri misalnya produk garmen (pakaian jadi)

yang ukuran barang tersebut sudah dikenal oleh umum.54

c). Pembiayaan Istishna‟

Istishna‟ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang

juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa

pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu

tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum

54

Ascarya, Akad dan Produk Bank Syariah, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 169

Page 92: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank

dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak

sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk

menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut

istishna paralel.

Dalam prinsip ini, pembuat barang mnerima pesanan dari pembeli.

Kemudian pembuat barang berusaha melalui orang alain untuk membuat

atau membeli barang sesuai dengan spesifikasi yang sudah disepakati

kemudian menjualnya kepada pembeli. Menurut Jumhur Fuqaha, istishna

merupakan suatu jenis khusus dari akad salam. Biasanya konsep ini

dipergunakan di bidang manufaktur. Dengan demikian istishna mengikuti

ketentuan dan aturan dalam konsep akad salam.

Produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip sewa-

menyewa.

Prinsip sewa menyewa pada dasarnya adalah pemindahan hak

guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti

dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Ijarah

terbagi atas dua macam yaitu:

1) Pembiayaan Ijarah

Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (bank

syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa

atas objek sewa yang disewakannya.

2) Pembiayaan Ijarah Muntahia Bittamlik (IMBT)

Merupakan akad sewa menyewa antara pemilik objek sewa (bank

syariah) dengan penyewa (nasabah) untuk mendapatkan imbalan jasa

atas objek sewa yang disewakannya dengan opsi pemindahan hak milik

obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad yang disepakati di

awal.

Page 93: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

c. Produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip bagi

hasil.

Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian

hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian

hasil usaha ini dapat terjadi antara pihak bank dengan nasabah

penyimpan dana maupun antara bank dengan nasabah penerima dana.

Bentuk akad yang berdasarkan prinsip ini adalah:

1) Pembiayaan Mudharabah

Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak

dimana pihak pertama pemilik modal (shahibul maal) menyediakan

seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola

(mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut

kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi

ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian

si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau

kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas

kerugian tersebut.Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua

jenis:

a) Mudharabah Muthlaqah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang

cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,

waktu, dan daerah bisnis.

b) Mudharabah Muqayyadah

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib

dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai

tempat, cara, dan obyek investasi.

2) Pembiayaan Musyarakah

Musyarakah berarti kemitraan dalam suatu usaha dan dapat

diartikan sebagai bentuk kemitraan antara dua orang atau lebih yang

menggabungkan modal atau kerja mereka untuk berbagi keuntungan,

serta menikmati hak dan tanggung jawab yang sama. Dengan kata lain

Page 94: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

merupakan akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu

usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana

dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung

bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis musyarakah:

a). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi

lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau

lebih.

b). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua

orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal

musyarakah.

Page 95: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

d. Produk pembiayaan perbankan syariah berdasarkan prinsip

pinjam meminjam yang bersifat sosial

Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat

ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa

mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha

kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan

shadaqah.

Pembiayaan yang menggunakan akad qardh hanya untuk

membantu dan memberikan kemudahan kepada orang yang sedang

mengalami kesusahan dalam keuangan. Menurut Sabiq haram bagi yang

memberikan bantuan untuk mengambil keuntungan, apalagi

mengeksploitasi karena ini digolongkan kepada riba. Ketentuan ini

berdasarkan sabda Rasulullah saw sebagaimana riwayat dari al-Harith bin

Abi Usamah dari Ali r.a yang artinya: “setiap akad qardh dilaksanakan

dengan mengambil keuntungan , maka ia tergolong kepada riba.” 55

e. Produk Pelayanan Jasa (Fee Based Income Product)

1) Wakalah

Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya

melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.

2) Kafalah

Jaminan yang diberikan oleh bank syariah (penanggung) kepada

pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban nasabah (pihak kedua atau yang

ditanggung). Contoh produknya adalah garansi bank.

3) Sharf

Sharf adalah jual beli atau pertukara mata uang. Asalnya mata

uang hanya emas dan perak, uang emas disebut dinar dan uang perak

disebut dirham. Kedua mata uang tersebut disebut dengan mata uang

intrinsik. Zaman sekarang mata uang juga berbentuk nikel, tembaga dan

kertas yang diberi nilai tertentu. Mata uang seperti itu disebut dengan

55Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah di Indonesia dalam Perspektif Fikih Ekonomi, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hlm. 179

Page 96: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

mata uang menurut nilai nominal. Pertukaran mata uang boleh dilakukan

asalkan transaksinya dilakukan dalam jumlah yang sama dan dalam

waktu yang bersamaan.

4) Hawalah

Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang

lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan

biasanya diterapkan pada factoring (anjak piutang), post-dated check,

dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu

piutang tersebut.

5) Rahn

Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai

jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut

memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan

memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau

sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn

adalah semacam jaminan utang atau gadai.

2. Pembiayaan Murabahah.

a. Pengertian

Pembiayaan adalah suatu penyediaan uang atau tagihan yang

dipersamakan dengan hal itu, berdasarkan kesepakatan antara bank

dengan pihak yang dibiayai dengan syarat atau tagihan dibayar di waktu

yang telah ditentukan.

Dalam prinsip jual beli diaplikasikan dalam skema murabahah

(deferred payment sale), yaitu pembelian barang oleh bank untuk nasabah

dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi (investory) dengan

pembayaran ditangguhkan dalam jangka dibawah satu tahun (short run

financing).

Menurut Undang-undang nomor 10 tahun 1998 Pasal1 ayat 12

“pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan

dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank

dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk

Page 97: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu

dengan imbalan atau bagi hasil”.56

5. Murabahah.

Jual beli menurut pengertian etimologi (kebahasaan) adalah saling

menukar. Menurut terminology atau pengertian syariat jual beli ialah tukar

menukar harta (semua yang dimiliki dan dimanfaatkan) atas dasar saling

rela atau memindahkan milik (yang bukan hak milik) dengan ganti (bukan

pemberian atau hibah) yang dapat dibenarkan (bearti bukan jual beli

terlarang).

akad adalah suatu perikatan antara ijab dan Kabul dengan cara

yang dibenarkan syara‟ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum

pada objeknya. Ijab adalah pernyataan pada pihak pertama mengenai isi

perikatan yang diinginkan, sedangkan qabul adalah pernyataan pihak

kedua yang menerimanya. Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa

perjanjian adalah suatu perbuatan kesepakatan antara seseorang atau

beberapa orang lainnya untuk melakukan sesuatu perbuatan tertentu. Jika

perbuatan itu mempunyai akibat hukum maka perbuatan tersebut

diistilahkan dengan perbuatan hukum.57

Salah satu skim pembiayaan dalam konteks fiqh yang paling

banyak digunakan oleh perbankan Islam adalah skim pembiayaan jual beli

murabahah. Transaksi murabahah ini dalam sejarah Islam lazim tejadi dan

dilakukan pada masa Rasulullah dan para sahabatnya. Sejak awal

munculnya dalam kajian fiqh, kontrak ini tampaknya telah digunakan murni

untuk tujuan dagang.58

Menurut beberapa kitab fiqh, murabahah adalah salah satu dari

bentuk jual beli yang bersifat amanah.Jual beli ini berbeda dengan jual beli

musawwamah (tawar menawar).Murabahah terlaksana antara penjual dan

56

Ahmad Dahlan, Bank Syariah, Yogyakarta: Teras, 2012, hal. 191 57

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2012), hal. 124. 58

Karnaen Perwaatmadja, Prinsip Operasional Bank Syariah, (Jakarta : Risalah Masa, 1992), hal. 73.

Page 98: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

pembeli berdasarkan harga barang, harga asli pembelian penjual yang

diketahui oleh pembeli dan keuntungan penjual pun harus diberitahukan

oleh pembeli dengan dasar antara pembeli dan penjual sama-sama ridho

sebagaimana sabda rasulullah saw dalam hadits riwayat Ibnu Majah, no.

2186 yang mengartikan bahwa “sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika

dilakukan atas dasar suka sama suka” („an-taraḍ in).

Murabahah berasal dari perkataan Ribh yang berarti

pertambahan.Secara pengertian umum diartikan sebagai suatu penjualan

barang seharga barang tersebut ditambah dengan keuntungan yang

disepakati.Misalnya, seseorang membeli barang kemudian menjualnya

kembali dengan keuntungan tertentu. Dengan ungkapan lain, Ibn Rusyd

mengartikan murabahah sebagai jual beli barang dengan harga asal

dengan tambahan keuntungan yang disepakati.59

Rukun murabahah adalah suatu elemen yang tidak dapat

dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada

salah satu elemen tersebut maka kegiatan tersebut dinyatakan tidak sah.

Dalam murabahah, rukun-rukunnya terdiri dari:

1. Ba‟i adalah penjual (pihak yang memiliki barang).

2. Musytari adalah pembeli (pihak yang akan membeli barang).

3. Mabi‟ adalah barang yang akan diperjualbelikan.

4. Tsaman adalah harga.

5. Ijab Qabul adalah pernyataan timbang terima.

Rukun-rukun ini pula yang harus diterapkan dalam pelaksanaan

perbankan syariah. Sedangkan syarat-syarat murabahah terdiri dari:

1. Pihak yang berakad yaitu ba‟i dan musytari harus cakap hukum atau

baligh (dewasa), dan mereka saling meridhai (rela).

2. Khusus untuk mabi‟ persyaratannya adalah harus jelas dari segi sifat,

jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam

kategori barang haram.

59

Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia; Perspektif Fiqih Ekonomi, cet.1, (Yogyakarta: Fajar media Press, 2012), hal. 200.

Page 99: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

3. Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula sistem

pembayarannya, semuanya dinyatakan di depan sebelum akad resmi

(ijab qabul) dinyatakan tertulis.

Dalam operasional perbankan Islam, dengan adanya murabahah ini

maka para klien (nasabah) membeli suatu komoditi menurut rincian

tertentu dan menghendaki agar bank mengirimkannya kepada mereka

berdasarkan imbuhan harga tertentu menurut persetujuan awal antara

kedua pihak.Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan

prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang

ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong

menolong (tabarru‟) antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah

SWT.

Berkenaan dengan pembiayaan murabahah ini dalam kegiatan

perbankan syariah, Dewan Syariah Nasional mengeluarkan Fatwa No.

04/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Murabahah. Ketentuan umum murabahah

sebagai berikut:

1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki

atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.

2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal dan biaya-biaya

lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli.

3. Adanya informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun

presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat

sah murabahah.

4. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada

pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak nampak pada barang,

tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.

5. Transaksi pertama, antara penjual dan pembeli pertama haruslah sah,

jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah.

Teknis mekanisme pembiayaan murabahah dalam penyaluran

pembiayaan murabahah lembaga keuangan bertindak sebagaimana

berikut:

Page 100: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam kegiatan transaksi

murabahah dengan nasabah.

b. Bank dapat membiayai sebagaian atau seluruh harga pembelian

barang yang telah disepakati kualifikasinya.

c. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan

barang yang dipesan nasabah.

d. Bank dapat memberikan potongan dalam besaran yang wajar dengan

tanpa diperjanjikan di muka.60

Terdapat juga pengembangan dari aplikasi pembiayaan murabahah

dalam bank syariah atau BMT, yaitu dalam hal pengadaan barang. Dalam

hal ini bank atau BMT menggunakan media akad wakalah untuk

memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang atas nama

bank kepada supplier atau pabrik. Skema pengembangan dengan akad

wakalah dari pembiayaan murabahah telah banyak mengalami

pengembangan. Adapun gambar skema pengembangan pembiayaan

murabahah dapat dilihat sebagai berikut :

Dalam hal ini, apabila pihak bank mewakilkan kepada nasabah

untukmembeli barang dari pihak ketiga (supplier), maka kedua pihak

harusmenandatangani kesepakatan agency (agency contract), dimana

pihak bank

60Muhamad, Manajemen Dana Bank Syariah, (Jakarta: Raja Grafindo, 2015), hal. 47.

Page 101: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

memberi otoritas kepada nasabah untuk menjadi agennya untuk

membelikomoditas dari pihak ketiga atas nama bank, dengan kata lain

nasabah menjadiwakil bank untuk membeli barang.Kepemilikan barang

hanya sebatas sebagai agen dari pihak bank.

Selanjutnya nasabah memberikan informasi kepada pihak bank bahwa Ia

telahmembeli barang, kemudian pihak bank menawarkan barang tersebut

kepadanasabah dan terbentuklah kontrak jual beli. Sehingga barang pun

beralihkepemilikan menjadi milik nasabah dengan segala resikonya.61

Sementara jika dilihat dari model perjanjian pembiayaan di bank syariah

pada akad transaksi wakalah pada pasal 3 tentang hak penerima kuasa

bahwa “nasabah sebagai pihak yang diberi kuasa oleh bank syariah,

maka nasabah berhak mendapat upah atau fee dari pihak bank”62

61Taqhiyuddin,Tinjauan Umum Tentang Murabahah, akses tgl. 24 April 2017 62

Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah, Panduan Teknis Pembuatan Akad/Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah,(Yogyakarta: UII Press, 2009),hal. 165.

Page 102: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

6. Dasar Hukum Akad Murabahah

Adapun landasan hukum murabahah dari Al-Qur‟an dapat

ditemukan antara lain pada Surat An-Nisa' ayat 29: yaitu:

كى ثبنجبطم إنب أ انكى ثي آيا نب تأكها أي ب انزي يب أي

نب ت كى تشاض ي تجبسح ع تك انه فسكى إ قتها أ

ب ثكى سحي كبArtinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS.An-nisa:29).

Ayat ini menjelaskan secara tegas bagi semua muslim yang

beriman kepada Tuhannya untuk selalu memperhatikan makanan yang

mereka peroleh agar terhindar dari laknat Allah SWT yaitu jalan yang

haram dalam memperoleh makanan tersebut. Selanjutnya Allah SWT

memberikan solusi melalui perniagaan atau jual beli yang dipraktekkan

atas dasar keridhoan di antara kedua belah pihak.

Firman Allah QS al Maidah (5) : 1

فا ثبنعقد آيا أ ب انزي يب أي

Artinya: “hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu...”63

63QS. Al-Maidah Ayat 1.

Page 103: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

d. Alasan menggunakan akad murabahah

1. Secara teknis perbankan, murabahah merupakan akad penjualan

benda oleh bank dengan harga yang telah disepakati, yang

pembayarannya dilakukan secara tangguh (berhutang). Dengan

demikian, nasabah berkewajiban membayar harga benda yang dibeli.

2. Sampai dengan pelunasannya, sebagaimana kewajiban membayar

hutang. Produkmurabahah ini merupakan produk pembiayaan di mana

pihak bank dapat sebagai mediasi antara pihak yang berkepentingan,

yaitu nasabah dan pemasok, maksudnya dalam hal ini adalah apabila

nasabah menginginkan memiliki atau membeli sesuatu barang dari

developer (pemasok) sementara nasabah belum memiliki dana yang

cukup untuk dapat membelinya, maka bank dalam hal ini memberikan

bantuan berupa pembiayaan dengan cara membeli barang yang

diinginkan oleh nasabah terlebih dahulu dari developer, kemudian pihak

bank menjual kembali barang tersebut kepada nasabah dengan harga

sesuai dengan pembelian pihak bank dari pihak developer dengan

metode angsuran dan ditambah keuntungan bagi pihak bank yang telah

disepakati antara pihak bank dan pihak nasabah.

3. Dalam kondisi keadaan ekonomi yang kurang menguntungkan, dimana

kegiatan bisnis banyak mengalami kesulitan seperti pada saat krisis

ekonomi, maka dengan transaksi murabahah bank tidak turut memikul

resiko akibat kerugian usaha nasabah. Nasabah tetap berkewajiban

membayar hutangnya baik dalam keadaan untung ataupun dalam

keadaan rugi.

4. Pembiayaan murabahah memungkinkan adanya dhomman (jaminan),

karena sifat dari pembiayaan murabahah merupakan jual beli yang

pembayarannya tidak dilakukan secara tunai, maka tanggungan

pembayaran tersebut merupakan hutang yang harus dibayar oleh

nasabah. Bank syariah memberlakukan prinsip kehati-hatian dengan

mengenakan dhomman pada nasabah.

Page 104: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

5. Kesepakatan (akad) dalam pembiayaan murabahah ketika telah terjadi,

maka besarnya harga sudah tidak dapat berubah lagi, namun untuk

menghindari terjadinya wanprestasi yang dilakukan pihak nasabah yaitu

tidak membayar ataupun terlambat mengangsur pembiayaan

murabahah maka dalam perjanjian tersebut telah disetujui sebuah

klausul tentang pembayaran denda yang harus dibayar oleh nasabah.

Denda yang diterima oleh pihak bank bukan merupakan salah satu

unsur pendapatan banksyariah karena denda yang diperoleh tersebut

digunakan sebagai danasosial yang salah satunya disalurkan melalui

Qard al-Hasan.

6. Apabila nasabah mempercepat kewajiban pembayarannya satu atau

lebih sebelum jatuh tempo, maka bank diperbolehkan mengurangi

bagian keuntungannya.Perhitungan sisa hutang mengikuti ketentuan

bank yang berlaku.

7. Peran bank selaku penjual (ba‟i) dalam pembiayaan murabahah lebih

tepat digambarkan sebagai pembiayaan dan bukan penjual barang,

karena bank tidak memegang barang, tidak pula mengambil risiko atas

barang. Pihak bank hanya memberikan sejumlah uang yang dikreditkan

kerekening nasabah sesuai dengan plafond yang diminta nasabah dan

proses pengikatan akad tersebut dilakukan oleh pihak bank dan pihak

calon nasabah dimana diawal kesepakatan akad pihak bank telah

memberitahukan harga jual yaitu plafond yang diminta oleh nasabah

dan harga beli yang merupakan keuntungan (margin) untuk pihak

bank.64

Ketentuan tentang pembiayaan murabahah yang tercantum dalam

fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000 adalah sebagai berikut:

a. Ketentuan umum tentang murabahah

1).Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.

2). Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariat islam.

64

http/www.com/Keharusan Akad Pembiayaan Murabahah Al-Wakalah Dalam Proses Pemberian Pembiayaan Warung Mikro Di PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan/jurnal.pdf. Askes 9 Maret 2017.

Page 105: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

3). Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang

telah disepakati kualifikasinya

4).Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri

dan pembelian ini harus sah dan bebas riba

5).Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang

6).Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan)

dengan harga jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini

bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada

nasabah berikut biaya yang diperlukan

7). Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada

jangka waktu tertentu yang telah disepakati .

8).Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad

tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan

nasabah.

9).Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah membeli barang dari

pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang,

secara prinsip menjadi milik bank.

b. Ketentuan murabahah kepada nasabah.

1). Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu

barang atau asset kepada bank.

2). Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih

dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

3). Bank kemudian menawarkan aset tersebut, ia harus membeli terlebih

dahulu aset yang dipesannya secara sah dengan pedagang.

4). Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar

uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.

5). Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil

bank harus dibayar dari uang muka tersebut.

6). Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh

bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.

Page 106: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

7). Jika uang muka memakai kontrak urbun sebagai alternatif dari uang

muka, maka sebagai berikut:

a). Jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut, ia tinggal

membayar sisa harga.

b). Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal

sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat pembatalan tersebut,

dan jika uang muka tidak mencukupi, nasabah wajib melunasi

kekurangannya.

8). Jaminan dalam murabahah diperbolehkan, agar nasabah serius

dengan pesanannya. Disini bank dapat meminta nasabah untuk

menyediakan jaminan yang dapat dipegang.

9.Hutang dalam murabahah secara prinsip penyelesaiannya tidak ada

kaitannya dengan transaksi lain tang dilakukan nasabah dengan pihak

ketiga atas barang tersebut. Jika nasabah menjual kembali barang

tersebut dengan keuntungan atau kerugian, ia tetap berkewajiban untuk

menyelesaikan hutangnya kepada bank. Jika nasabah menjual barang

tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi

seluruh angsurannya. Kemudian jika penjualan barang terseut

menyebabkan kerugian, nasabah harus tetap menyelesaikan hutangnya

sesuai kesepakatan awal.Ia tidak boleh memperlambat pembayaran

angsuran atau meminta kerugian itu diperhitungkan.65

e. Wakalah

Wakalah menurut bahasa artinya menyerahkan sesuatu. Dalam

istilah syara‟ berarti “seseorang yang menyerahkan sesuatu urusannya

kepada orang lain, pada apa yang boleh diwakilkan menurut syara‟, agar

orang yang mewakilkan itu dapat melakukan sesuatu yang diserahkan

kepadanya selagi yang menyerahkan itu masih hidup”. Dalam hal ini

memiliki arti bahwa wakalah adalah memberikan kuasa kepada orang lain

untuk menyelesaikan sesuatu kepada orang lain.

65

Taqhiyuddin, Murabahah Bil Wakalah, dan Penjelasan Fatwa DSN MUI No.4/DSN-MUI/Iv/2000 Tentang Murabahah.akses tgl. 27 April 2017.

Page 107: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

a. Landasan hukum

1) Al-Qur‟an

Sebagaimana firman Allah SWT QS. Al-Kahfi ayat 19

menyebutkantentang perihal wakalah:

كذنك بعثناىى نيتساءنا بينيى قال قائم ينيى كى نبثتى و قانا ربكى بعض ي يا أ ا نبثتى قانا نبثنا ي أعهى ب

دينة فهينظز أييا أسكى رقكى ىذه إنى ان فابعثا أحدكى ب بكى أحدا نا يشعز نيتهطف طعايا فهيأتكى بزسق ينو

Artinya: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka salingbertanya di antara mereka sendiri. berkatalah salah seorang di antaramereka: sudah berapa lamakah kamu berada (disini?)". mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau setengah hari". Berkata(yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamuberada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergike kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah Dia Lihatmanakah makanan yang lebih baik, Maka hendaklah ia membawamakanan itu untukmu, dan hendaklah ia Berlaku lemah-lembut danjanganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.” (QS. Al-Kahfi ayat 19).

2). Hadist.

Artinya : “Bahwasannya Rasulullah Saw., mewakilkan kepada Abu Rafi‟ dan seorang anshar untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Harits.”(Malik no. 678, kitab al Muwaththa‟, bab Haji) Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada

orang lain untuk berbagai urusan. Di antaranya adalah membayar hutang,

mewakilkan penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan

unta, membagi kandang hewan, dan lain-lainnya.66

Rukun dan syarat wakalah

Adapun rukun dan syarat-syarat berwakil menurut madzab Syafi‟i

dalam buku fiqh Muamalah karya Helmi Karim dapat dijelaskan sebagai

berikut:

66

digilib.uinsby.ac.id. Bab 2 murabahah bil wakalah.pdf. akses tgl. 26 feb 2019

Page 108: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

a) Muwakil, orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang

diwakilkan, sebab milik atau dibawah kekuasaannya, disyaratkan:

1) Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuai yang

ia wakilkan.

2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni

dalam hal-hal yang bermafaat baginya seperti mewakilkan untuk

menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.

b) Wakil, disyaratkan bahwa wakil sah melakukan apa yang diwakilkan

kepadanya, tak ubahnya orang yang berwakil pula, disyaratkan: 1) Cakap

hukum 2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya. 3) Wakil

adalah orang yang diberi amanat. c) Muwakil fiih, sesuatu yang

diwakilkan, disayaratkan: 1) Menerima penggantian, artinya boleh

diwakilkan kepada orang lain mengerjakannya.

Rukun dan syarat wakalah

Adapun rukun dan syarat-syarat berwakil menurut madzab Syafi‟i

dalam buku fiqh Muamalah karya Helmi Karim dapat dijelaskan sebagai

berikut:

a) Muwakil, orang yang berwakil disyaratkan sah melakukan apa yang

diwakilkan, sebab milik atau dibawah kekuasaannya, disyaratkan:

1) Harus seorang pemilik sah yang dapat bertindak terhadap sesuai yang

ia wakilkan.

2) Orang mukallaf atau anak mumayyiz dalam batas-batas tertentu, yakni

dalam hal-hal yang bermafaat baginya seperti mewakilkan untuk

menerima hibah, menerima sedekah dan sebagainya.

b) Wakil, disyaratkan bahwa wakil sah melakukan apa yang diwakilkan

kepadanya, tak ubahnya orang yang berwakil pula, disyaratkan:

1) Cakap hukum.

2) Dapat mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.

3) Wakil adalah orang yang diberi amanat.

c) Muwakil fiih, sesuatu yang diwakilkan, disayaratkan:

Page 109: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

1) Menerima penggantian, artinya boleh diwakilkan kepada orang lain

mengerjakannya.

2) Dimiliki oleh orang yang berwakil ketika ia berwakil itu.

3) Diketahui dengan jelas.

d) Sighat, berati lafal wakil yaitu ucapan dari orang yang berwakil yang

menyatakan bahwa ia rela berwakil.

Pengertian Murabahah bil wakalah

Murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem

wakalah.Dalam jual beli sistem ini pihak Lembaga Keuangan

mewakilkanpembeliannya kepada nasabah, dengan demikian akad

pertama adalah akadwakalah setelah akad wakalah berakhir yang

ditandai dengan penyerahanbarang dari nasabah ke Lembaga Keuangan

Syariah kemudian pihaklembaga memberikan akad murabahah.

Sesuai dengan ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional

No:04/DSNMUI/ IV/2000 pasal 1 ayat 9: “jika bank hendak mewakilkan

kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli

murabahahharus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik

bank”.Sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI akad murabahah bil

wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang dibeli oleh

nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah, kemudian

setelahbarang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah maka akad

murabahahdapat dilakukan.

Akad murabahah bil waakalah adalah jual beli dimana lembaga

keuangan syariah mewakilkan pembelian produk kepada nasabah

kemudian setelah produk tersebut di dapatkan oleh nasabah kemudian

nasabah memberikannya kepada pihak lembaga keuangan syariah.

Setelah barang tersebut di miliki pihak lembaga dan harga dari barang

tersebut jelas makapihak lembaga menentukan margin yang didapatkan

serta jangka waktu pengembalian yang akan disepakati oleh pihak

lembaga keuangan syariah dan nasabah.

Page 110: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Rukun Murabahah bil Wakalah

Dalam rukun murabahah bil wakalah sama dengan akad

murabahah, namun perbedaan dalam akad murabahah bil wakalah

terdapat wakil dalam pembelian barang.

a) Pembeli (musytary)

b) Penjual (ba‟i)

c) Barang yang dibeli

d) Harga barang, harus diketahui secara jelas yaitu harga beli dan margin

yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Sehingga kedua belah

pihak akan melakukan keputusan harga jual dan jangka waktu

pengangsuran.

e) Muwakil atau pemberi kuasa adalah pihak yang memberikan kuasa

kepada pihak lain.

f) Wakil adalah pihak yang diberikan kuasa oleh muwakil dalam pembelian

barang.

g) Taukil atau objek akad

h) Shigat atau ijab dan Qabul.

Syarat Murabahah Bil Wakalah

a) Barang yang diperjual belikan harus halal dan bebas dari najis

b) Penjual memberitahu modal yang akan diberikan kepada nasabah

c) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang telah ditetapkan

d) Kontrak harus bebas dari riba

e) Penjual harus memberitahu atau menjelaskan bila terjadi cacat atas

barang sesudah pembelian

f) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan

pembelian, misalnya jika pembelian tersebut dilakukan secara utang.

g) Objek barang yang akan dibeli harus jelas dan diwakilkan kepada

nasabah yang mengajukan pembiayaan dengan akad murabahah bil

wakalah.

h) Tidak bertentangan dengan syariat islam.

Page 111: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Aplikasi murabahah bil wakalah. Dimana Nasabah mengajukan

pembiayaan murabahah bil wakalah kepada bank syariah dengan

membawa persyaratan. Lembaga Keuangan Syariah Negosiasi dan

membuat persyaratan Akad wakalah untuk membeli barang, untuk

akad jual beli kredit bayar angsuran nasabah menyediakan jaminan.

Kemudian Bank Syariah mewakilkan pembelian barang kepada

nasabah. Nasabah membeli barang dari suplier atas nama Bank

Syariah. Setelah akad wakalah selesai selanjutnya dilakukan akad jual

beli secara kredit. Dan nasabah membayar angsuran secara kredit

kepada Bank Syariah.

Page 112: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

11. Studi Relevan

Sejauh pengetahuan penulis belum ada karya tulis yang khusus

membahas tentang Problematika Kandungan Modifikasi Akad Pada

Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah, namun dengan

demikian ada beberapa penelitian yang sudah membahas tentang

secara keseluruhan akad-akad dalam perbankan, di antaranya:

Andi Ridwansyah bahar putra (2013) tentang “Transaksi Jual Beli

Kendaraan Melalui Bank Syariah Dengan Menggunakan Akad

Murabahah”.Disini Andi Ridwansyah bahar putra sebatas membahas,

konsep hukum jual beli kendaraan melalui bank syariah dengan

menggunakan akad murabahah, dan menyelesaikan masalah antara

bank dengan nasabah yang melakukan wanprestasi pada akad

murabahah.

Kemudian ada Roifah Azzifathur (2015) “Implementasi Pembiayaan

Murabahah Bil Wakalah Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Peternak

Sapi Pada Lembaga Keuangan Syariah Asri Cabang Sendang”. Disini

perbedaannya terletak pada lokasi penelitian dan permasalahannya

yaitu Roifah Azzifathur membahas tentang penggunaan akad

murabahah bil wakalah untuk pembelian sapi perah, karena mayoritas

penduduk di daerah sendang bekerja sebagai peternak hewan sapi

perah, dan cara meningkatkan peternak sapi di daerah sendang

dengan melakukan pembiayaan akad murabahah.

Kemudian lagi ada, Subchan Achmad, 2014 tentang ”Implikasi

Wakalah pada Akad Murabahah oleh Bank BCA Syariah Semarang”

disini peneliti membahas pada proses pelaksanaan wakalah pada

akad murabahah oleh Bank BCA Syariah Semarang, dan implikasi

wakalah terhadap akad pembiayaan murabahah sesuai dengan prinsip

syariah oleh Bank BCA Syariah Semarang.

Adapun persamaan antara penelitian yang saya ambil adalah

terletak pada sama-sama meneliti tentang pembiayaan murabahah, dalam

Page 113: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

hal ini perbedaannya adalah lokasi penelitian yang dilakukan peneliti yaitu

di Bank 9 Jambi Syariah, kemudian menurut analisa pada hipotesa awal

menemukan adanya identifikasi bahwa terdapat penyertaan akad wakalah

yang mendampingi akad murabahah yang menimbulkan spekulasi adanya

bank yang tidak memberikan hak nasabah berupa upah (fee), dengan

tidak mengeluarkan biaya-biaya estimasi didalam akad tersebut,

sementara bank menggunakan jasa nasabah dengan memberiakn

wakilnya untuk membeli suatu barang. kemudian setelah kesepakatan

terjadi kemungkinan besar nasabah sudah mengetahui motif terjadinya

pembiayaan padanya sehingga menjadi suatu pertanyaan bagi peneliti

untuk mengetahui mengapa nasabah tetap saja melakukan transaksi akad

pembiayaan murahabah pada Bank Jambi Syariah sementara nasabah

mengetahui proses dan akad yang terjadi adanya unsur spekulasi.

Page 114: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

BAB II

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bank Jambi Syariah. Dengan

mengangkat pembahasan tentang Penerapan Modifikasi Akad Pada

Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi Syariah.

2. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Dalam penelitian ini

mengambil bentuk penelitian populasi dimana yang menjadi jumlah

populasi adalah pihak Direksi bank syariah dan DPS di Bank Jambi

Syariah yang berjumlah 2 orang dan penelitian ini kurang dari 100 orang,

maka diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian

populasi yaitu pihak DPS Bank Jambi Syariah 2 orang, Ketua atau

anggota MUI Propinsi Jambi 1 orang dan sejumlah pihak dari karyawan

Bank Jambi Syariah terdiri dari 1 orang. Ditambah dengan 2 orang

nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah di bank Jambi Syariah.

Jadi jumlah sampel seluruhnya berjumlah 7 orang.67

Penelitian kualitatif deskriptif tidak dikenal konsep “keterwakilan”

contoh atau sampel dalam rangka generalisasi yang berlaku bagi

populasi.68 Validitas dan orisinalitas seluruh data informan yang terkumpul

dipaparkan secara representatif hanya kepada 3 orang informan kunci

(key informan). Hal itu dilakukan agar dalam satu paradigma pemikiran

yang spesifik lebih memudahkan dalam menarik dan memaparkan

generalisasinya. Posisi sebagai subjek peneliti yang akan mengambil dan

menganalisis informasi yang ada dengan mempertimbangkan sesuai atau

67

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:Rineka Cipta, 2002), hal. 108-109. 68

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian, hal. 108.

Page 115: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

tidak dengan kriteria informan yang telah ditentukan terhadap informan

bertujuan, selanjutnya baru ditetapkan.69

Penelitian populasi ini dilakukan dengan melihat semua liku-liku

yang ada dalam populasi, subjeknya meliputi semua di dalam populasi.

Objek pada populasi diteliti, hasinya dianalisis, disimpulkan dan

kesimpulan itu berlaku untuk keseluruhan populasi.70

B. Situasi Sosial dan Subjek Penelitian

Obyek penelitian dapat dinyatakan sebagai situasi sosial penelitian

yang ingin diketahui apa yang terjadi di dalamnya. Pada obyek penelitian

ini, peneliti dapat mengamati secara mendalam tentang Penerapan

modifikasi akad pada pembiayaan murabahah di bank Jambi Syariah. 71

Subjek penelitian ini adalah pengambil kebijakan di bank Jambi

Syariah, ketua dan anggota MUI Propinsi, pimpinan atau pegawai dan

beberapa nasabah yang melakukan pembiayaan murabahah di bank

Jambi Syariah. Sedangkan rumusan masalah yang dikaji adalah

mengenai Penererapan modifikasi akad pada pembiayaan murabahah di

bank Jambi Syariah.

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Data primer dalam penelitian ini adalah data wawancara dan

observasi mengenai sistematika penerapan akad pada pembiayaan

murabahah di bank Jambi Syariah dan ketertarikan nasabah melakukan

pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah. Sementara data

sekunder dalam penelitian ini adalah data yang sumber data penelitiannya

diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Dalam

penelitian ini, data sekunder diperoleh dari arsip-arsip, dokumen, dan

data-data yang dimiliki Bank Jambi Syariah mengenai gambaran

69

Noeng Muhadjir., Metode Penelitian Kualitatif, cet 8, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000), hal. 42. 70

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian, hal. 91. 71

Sugiyono., Prosedur Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007), hal. 215.

Page 116: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

umumnya.

2. Sumber Data

Sedangkan sumber data dalam penelitian ini orang dan materi yang

terdapat di Bank Syariah Jambi yang meliputi: pimpinan, nasabah, Arsip,

dan Peristiwa atau kejadian.

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu memaparkan

pengawasan dan problematika pada Bank Syariah Jambi dengan usaha

untuk mencapai pengertian pada teori, data dan fakta. Penererapan

modifikasi akad pada pembiayaan murabahah di bank Jambi Syariah

dengan pelaksanaan pembiayaan akad murabahah, sehingga konsep

yang dibangun dapat berkesinambungan. Pendekatan yang digunakan

dalam penelitian ini adalah normatif-idealis-deduktif yaitu langkah analisis

dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal yang bersifat khusus.

Dalam hal ini, diuraikan pandangan regulasi lembaga pengawas lalu dicari

substansi permasalahannya dan mendeskripsikan dalam kenyataan

sesungguhnya. Pendekatan ini dilakukan dengan mengacu kepada

persoalan kajian kritik kultural yang telah ada, sehingga dengan

kenyataan yang ada penelitian lanjutan dengan tidak bermaksud

menghakimi dan dapat memberi rekomendasi (problem solving) boleh

tidaknya atau benar salahnya suatu persoalan terhadap masalah yang

dihadapi pada lembaga perbankan Syariah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Ada berbagai macam teknik pengumpulan data dalam proses

penelitian. Untuk memudahkan dalam pengumpulan data, peneliti

langsung melakukan proses wawancara dengan terlebih dahulu observasi

atau survey. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif. Instrumen

Pengumpulan Data (IPD) yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Observasi

Metode observasi atau disebut juga dengan pengamatan

merupakan kegiatan pemuatan perhatian semua objek dengan

Page 117: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

menggunakan seluruh indera.72 Penulis menggunakan metode

pengamatan terlibat (partisipant observation) yang diakrabi untuk

memahami keadaan yang sebenarnya, sehingga konsep regulasi yang

dilakukan dapat dilihat di lapangan mengenai teknis pembiayaan

murabahah, pengawasan DPS dan konsep Kepatuhan akad pada

pembiayaan murabahah di bank Jambi Syariah.

2. Wawancara

Wawancara mendalam (depth interview) adalah sebuah dialog

yang dilaksanakan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari

terwawancara.73 Wawancara yang dimaksudkan untuk memperoleh

keterangan langsung dari subjek penelitian (sumber informasi pilihan)

tentang teknis pembiayaan murabahah, problematika tentang multi akad

pada pembiayaan murabahah, faktor-faktor yang mempengaruhi

pelaksanaan multi akad pada pembiayaan murabahahdan motivasi

ketertarikan nasabah melakukan pembiayaan murabahah dengan aturan

yang dibuat oleh pihak Bank Jambi Syariah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi sebagai cara mencari data dan menguraikan hal-hal

atau variabel-variabel yang merupakan catatan manuskrip, buku, surat

kabar, majalah, notulen rapat, dan sebagainya.74 Dokumentasi penulis

gunakan untuk memperoleh semua data-data yang berhubungan dengan

gambaran umum mengenai teknis penerapan pembiayaan murabahah,

dengan mengacu pada sistematika penerapan modifikasi akad pada

pembiayaan murabahah di bank Jambi Syariah.

E. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah menguraikan atau memecahkan suatu

keseluruhan menjadi bagian-bagian atau komponen-komponen yang lebih

kecil. Menurut Sofian Effendi dan Chris Manning, analisis data adalah

72

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian, hal. 234. 73

Ibid., hal. 236. 74

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian, hal. 149.

Page 118: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca

dan di interpretasikan.Dalam kaitannya dengan penelitian ini, teknik

analisis data yang digunakan adalah analisis domain (domain analysis).

Artinya analisis hasil penelitian ini ditargetkan untuk memperoleh

gambaran seutuhnya dari subjek yang diteliti. Adapun langkah-langkah riil

dalam analisis domain tersebut antara lain: pertama, menganalisis dan

memilih pola hubungan istilah tertentu atas dasar informasi atau fakta

yang ada di lapangan. Kedua, menyiapkan lembaran kerja analisis

domain. Ketiga, memilah-milah data yang sama yang diperoleh dari

lapangan. Keempat, mencari istilah-istilah yang sama dan membuat

kategori-kategori simbolik. Kelima, menjawab pertanyaan-pertanyaan

penelitian yang telah disusun. Dan keenam, menguji draft daftar domain

dengan draft pertanyaan yang telah disusun.75

Penelitian kualitatif harus mengungkap kebenaran yang objektif.

Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat

penting. Melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian

kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk mendapatkan

keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Adapun triangulasi adalah

teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu.76 Dalam memenuhi keabsahan data penelitian ini

dilakukan triangulasi dengan sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan

sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan

suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda

dalam penelitian kualitatif. Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan

pada penelitian ini yaitu membandingkan hasil wawancara dengan isi

dokumen yang berkaitan.77

75

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 97 76

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 1994, hal. 173. 77

Ibid., hal. 178.

Page 119: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Model analisis data yang digunakan adalah:

1. Data Reduksi

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat

secara teliti dan rinci. Dalam hal ini peneliti mengumpulkan data dengan cara

merangkum, atau mengumpulkan data-data. Data reduksi yang di ambil peneliti

terkait nasabah melakukan pembiayaan murabahah di Bank Jambi

Syariah,.78

2. Data Display

Setelah data dideduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Melalui penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah di fahami. Menguraikan jawaban-

jawaban yang diberikan pihak nasabah dengan bank 9 syariah dalam

melakukan pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah.

3. Penarikan Kesimpulan

Dalam hal ini peneliti mengemukakan beberapa kesimpulan dari hasil

wawancara. Sebagaimana yang diungkapkan. Penarikan kesimpulan dan

verifikasi adalah Kesimpulan awal yang di kemukakan masih bersifat sementara,

dan akan berubah jika di temukan bukti kuat dan mendukung pada tahap awal di

dukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti ke lapangan

mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan

yang dapat dipercaya.

F. Rencana dan Waktu Penelitian

Rencana waktu penelitian akan dilaksanakan dalam bulan terhitung

dari bulan agustus 2014 hingga 2016

No Kegiatan Agustus Februari Maret April Mei

Minggu ke- 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

78

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,

2008), hlm. 247

Page 120: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

1. Persiapan

penelitian

√ √

2. perencanaan √ √ √

3. Pelaksanaan √ √ √ √

4. Pengolahan

data

√ √ √ √ √

5. Penyusunan

data

√ √ √

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Bank Jambi Syariah

Krisis moneter dan ekonomi yang dialami oleh Indonesia sejak juli

1997, yang disusul dengan krisi politik nasional telah membawa dampak

besar dalam perekonomian nasional. Kondisi ini ditandai dengan

menurunnya kegiatan ekonomi dan juga yang didominasi oleh bank-bank

konvensial mengalami kesulitan yang yang begitu parah. Keadaan

tersebut menyebabkan pemerintah Indonesia terpaksa mengambil

tindakan untuk merestrukturisasi dan merekapitulasi sebagian- sebagain

bank- bank di Indonesia.

Pada tahun 1945, PT Bank Pembangunan Daerah Jambi didirikan

berdasarkan Akta Notaris Adipura Perlindungan No. 6 Tanggal 12

Februari 1959, yang kemudian disempurnakan melalui Akta Notaris

Habro Purwanto NO. 70 Tanggal 12 Oktober 1959 dimuat pada tambahan

berita Republik Negara Indonesia No. 110.140 tanggal 29 Desember

1959.

Pada tahun 1993,Bank Pembangunan Daerah Jambi

menyesuaikan kegiatannya sesuai ketentuan Undang-undang Republik

IndonesiaNo. 07 tahun 1992 tentang Perbankan melalui Peraturan Daerah

Tingkat I Provinsi Jambi No 13 Tahun 1992 tanggal 30 November dan

Page 121: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

pengesahan Menteri dalam Negeri No.548.25.-434 tanggal 23 Maret

1993.

Selanjutnya pada tahun 1964, Sebagai dari tindak lanjut dari

terbitnya undang- undang Republik Indonesia No.13 Tahun 1962 tentang

pembangunan Daerah Jambi berubah menjadi Bank Pembangunan

Daerah Jambi dengan spesifikasi kegiatannya sebagai bank

pembangunan daerah berdasarkan peraturan daerah tingkat I provinsi

Jambi No.3 Tahun 1963 dengan pengesahan Menteri Dalam Negeri No.

9/32/127-164 tanggal 25 September 1964.

Pada tahun 2007 Bank Pembangunan Daerah berubah status

menjadi Perseroan Terbatas (PT) Bank Pembangunan Daerah Provinsi

Jambi ni.2 Tahun 2006 dan berdasarkan Akta Notaris Robert Faisal, SH

no.01 tanggal 1 februari 2007, kemudian disahkan oleh Menteri

Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui surat

no.w20-00061 HT.01.01-TH.2007 dan diumumkan dalam tambahan Berita

Negara Republik Indonesia No 55 Tanggal 10 Juli 2007 serta Keputusan

Gubernur Bank Indonesia No.9/59/KEP.GBI/2007 tanggal 13 November

2007.79

Mengikuti perkembangannya hingga pada tanggal 15 Agustus

2011 berdasarkan Akta Notaris M.Zen Nomor 133 Bank Jambi Syariah

resmi didirikan, dan operasionalnya dimulai pada tanggal 3 Januari 2012

dan diresmikan langsung oleh Gubernur Jambi, yaitu H. Hasan Basri

Agus.80

1. Lokasi Bank Jambi Syariah

Adapun batas Lokasi Bank Jambi Syariah berdasarkan hasil

wawancara penulis dengan Pelaksana UmumBank Jambi syariah adalah

sebagai berikut:

1. Sebelah Selatan berbatasan dengan rumah penduduk.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan usaha perbengkelan.

79

Dokumen Bank Jambi Syariah 80

Hasil Wawancara pribadi dengan Lina Marlina, SE pada tanggal 24 Mei2016

Page 122: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

3. Sebelah Utara berbatasan dengan jalan raya Kap.Pattimura dan

berhadapan dengan Hotel Amanah

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Grand Hotel Kantor Bank Jambi

Syariah terletak di Pusat Kota jambi yang beralamat di Jl.

Kap.Pattimura N0 70-71 dengan luas tanah 272 m3 dan luas

bangunan 272m.3 Ruangannya terdiri 2 lantai. Lantai pertama

digunakan sebagai Ruang Operasional, dan lantai kedua ruang

birokrasi.81

81

Hasil Wawancara pribadi dengan Lina Marlina, SE pada tanggal 24 Mei 2016

Page 123: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

B. Visi Misi Unit Usaha Syariah Bank Jambi Syariah

1. Visi

Menjadi Bank Umum Syariah yang terkemuka di Wilayah Provinsi

Jambi yang tumbuh secara sehat dan handal melayani mitra usaha.

2. Misi

a). Mengembangkan bisnis Usaha Usaha syariah dan memperkuat

permodalan secara berkesinambunganuntuk menuju peningkatan Unit

Usaha Syariah menjadi bank Umum Syariah pada tahun 2020.

b). Meningkatkan status Unit Usaha Syariah Bank Umum Syariah pada

ahun 2020 melalui tahap-tahap :

1). Mendirikan Bank Umun Syariah baru atau akuisisi Bank lain

2). Mengkonvensi bank hasil akuisisi menjadi bank Umum Syariah

3). Menjadi Spin Off Unit Usaha Syariah bank Jambi ke bank Umum

syariah baru atau bank syariah hasil konvensi

c). Mengembangkan bisnis umum secara secara professional, sehat, dan

berkesinambungan

d). Penetapan Strategi jangka panjang pengembangan bisnis unit Usaha

syariah Bank Jambi yang mengaju pada peta perjalanan( Road map) yang

selanjutnya akan ditingkatkan menjadi Bank Umum Syariah pada tahun

2020 selambat-selambatnya sampai dengan tahun 2023 dimana

komitmen pemegang saham untuk menambah setoran modal kepada

Bank Jambi secara bertahap.82

C. Sruktur Organisasi dan Keadaan Pegawai bank Jambi Syariah

1. Struktur Organisasi Bank Jambi Syariah

Untuk mengolah Bank Jambi Syariah dengan baik dan berjalan

dengan lancar, tentunya bank ini memiliki struktur kepemimpinan atau

struktur organisasi, dimana kedudukan birokrasi dalam tubuh Bank

Syariah itu dijabat oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya

masing-masing.

82

Dokumen Bank Jambi Syariah

Page 124: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Sesuai dengan wawancara penulis dengan Pelaksana Umum yang

bernama Anggraini,S.Sosadalah sebagai berikut:

a. Pimpinan Cabang: secara umum mengatur dan bertanggung jawab

pada perusahaan secara keseluruhan

b. Kepala pemasaran: Memimpin, mengawasi, dan bertanggungjawab

atas terlaksananya kelancaran kerja dibagian pembiayaan dan

pendanaan, memasarkan produk Bank sesuai dengan Syariah Islam

kepada nasabah dengan layanan prima sehingga memungkinkan untuk

diperolehnya laba sesuai target dengan tetap memperhatikan

kelancaran dan keamanan asset bank serta menciptakan produk baru

yang sesuai dengan Syariah Islam.

c. Kepala operasiaonal dan pelayanan: Memimpin, mengawasi dan

bertanggungjawab atas terlaksananya kelancaran kerja dibagian

operasional serta memberikan laporan rutin berkala atas pekerjaannya

kepada Direksi.

d. Pelaksana teller: Membantu dan melayani nasabah dalam hal

menerima setoran, penarikan uang dan transaksi lainnya yang

berhubungan dengan bank yang dilakukan dalam counter teller.

e. Pelaksana umum: Melaksanakan tugas pencatatan,

pengadministrasian, serta pembinaan dalam kepersonaliaan,

mengawasi ketersediaan perlengkapan layanan dibidang personalia

dan umum.

f. Pelaksana costumen Service: Memberikan pelayanan kepada setiap

nasabah atau tamu dengan baik dan islami serta memberikan informasi

yang dibutuhkan secara jelas, baik secara langsung ataupun tidak

langsung.

g. Pelaksana ADM Pembiayaan, Legal dan Pelaporan: Mengatur,

mengawasi dan melaksanakan kegiatan administrasi dan dokumentasi

pemberian pembiayaan serta melakukan kegiatan untuk mengamankan

posisi bank dalam memberikan pembiayaan sesuai dengan hukum

yang berlaku.

Page 125: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

2. Keadaan Pegawai Bank Jambi Syariah

Berdasarkan jumlah personalia yang ada dalam struktur organisasi

diatas, bahwa jumlah pegawai yang ada dilingkungan bank jambi syariah

berjumlah 12 orang yang rata-rata berpendidikan Sarjana, satu orang

yang berpendidikan Magister yakni Bapak Achmad Jais SE.,M.EI, beliau

menduduki posisi sebagai Pimpinan Cabang Jmabi Syariah. Dan diantara

12 orang pegawai di Bank Jambi Syariah ada seorang pegawai yang

sudah menyelesaikan pendidikan Magister yakni Ibu Marlina Susanti S.E.

sebagai salah satu Pelaksana Administrasi Pembiayaan.

Untuk lebih jelasnya keadaan pegawai yang ada dilingkungan

BankJambi Syariah, dapat dilihat dari tabel sebagai berikut:83

Tabel I

Keadaan Pegawai Bank Jambi Syariah

No Nama Pendidikan Jabatan

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

Hj. Rosiqoh SE

H. Achamad Jais, SE,M.EI

Siti Rugaya,SE

Ferdini lily Anur,SE

Firsan Sadli, SE

Marlina Susanti SE,ME.I

Kiki febriantama SE

Wilza Utama SE

Univ.Bung Hatta

S2 IAIN STS Jambi

S1 Universitas Jambi

S1 Universitas Jambi

S1 Universitas Jambi

S2 IAIN Jambi

S1 Universitas Jambi

S1 Universitas Jambi

Pimpinan Cabang

Kepala pemasaran

Kepala operasional

dan pelayanan

Audit Internal

Pelaksana Analis

pembiyaan

SDA

SDA

SDA

83

Dokumen Bank Jambi Syariah

Page 126: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18

19.

Badryah SE

M.Achsi Anthony, SE

Devi Muthia Rizqi,SE

Deasy Apriana,SE

Ulfi Yuniarto, S.Pd

Sri Mawarni, S.kom

Ayu Anggarini,S.Sos

Putri Piscelia Ramadhanty

Lia Afriyanti, SE

Teng Weyla Permata Sari

A.Md

Muhammad Adifitra

S1 Universitas Jambi

S1 Universitas Jambi

S1 Unversitas Jambi

S1 STIE KBP Padang

S1 Universitas Jambi

STIMIK Nurdin Hamzah

UPN Veteran

Yogyakarta

Mahasiswa

S1 Universitas Jambi

S1 Universitas Jambi

S1Universitas Jambi

Head Teller

Pelaksana ADM

Pembiyaan, legal dan

pelaporan.

SDA

SDA

Pelaksana Teller

Pelaksana IT,

Akuntansi dan

Pelaporan

Pelaksana Umum

Pelaksana costumer

Service

SDA

Pelaksan PPT, kliring

RTGS dan Setelmen

Page 127: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Praktik Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah Di Bank Jambi

Syariah.

Paparan tentang jual beli murabahah dalam Lembaga Keuangan

Syariah merupakan konsep dan praktik murabahah yang banyak

dituangkan dalam berbagai literatur klasik, di mana komoditas atau barang

yang menjadi obyek murabahah tersedia dan dimiliki penjual pada waktu

negosiasi atau akad jual beli berlangsung. Kemudian ia menjual barang

tersebut kepada pembeli dengan menjelaskan harga pembelian dan

keuntungan yang akan diperoleh. Karena itu, dapat dikatakan praktik

tersebut adalah transaksi jual beli biasa. Kelebihannya terletak pada

pengetahuan pembeli tentang harga pembelian awal sehingga menuntut

kejujuran penjual dalam menjelaskan harga awal yang sebenarnya.

Dalam praktik di Lembaga Keuangan Syariah (LKS) kontemporer,

termasuk perbankan syariah, bentuk murabahah dalam fikih klasik

tersebut mengalami beberapa modifikasi. Murabahah yang dipraktikkan

pada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dikenal dengan murabahah li al-

amir bi alsyira‟, yaitu transaksi jual beli di mana seorang nasabah datang

kepada pihak bank untuk membelikan sebuah komoditas dengan kriteria

tertentu, dan ia berjanji akan membeli komoditas barang tersebut secara

murabahah,yakni sesuai harga pokok pembelian ditambah dengan tingkat

keuntungan yang disepakati kedua pihak, dan nasabah akan melakukan

pembayaran secara installment (cicilan berkala) sesuai dengan

kemampuan finansial yang dimiliki.

Mengenai kedudukan hukum praktik murabahah li al-amir bi al-

syira‟ ulama kontemporer berbeda pendapat.Ada yang memperbolehkan

dan ada juga yangmelarang atau mengharamkan. Di antara ulama

yangmengakui keabsahan atau kebolehan murabahah li al-amir bi al-syira

adalah Sami Hamud, Yusuf al-Qaradhawi,„Ali Ahmad Salus, Shadiq

Page 128: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Muhammad Amin, Ibrahim Fadhîl, dan lainnya. Adapun argumentasi

mereka sebagai berikut:

Pertama, hukum asal dalam muamalah adalah diperbolehkan dan mubah

kecuali terdapat nas shahih dan sharih yang melarang dan

mengharamkannya. Berbeda dengan ibadah mahdhah, hukum asalnya

adalah haram kecuali ada nas yang memerintahkan untuk melakukannya.

Oleh karena itu, dalam muamalah tidak perlu mempertanyakan dalil yang

mengakui keabsahandan kehalalan, yang perlu diperhatikan adalah dalil

yang melarang dan mengharamkannya. Sepanjang tidak terdapat dalil

yang melarangnya, maka transaksi muamalah sah dan halal hukumnya.

Kedua, keumuman nas Al-quran dan Al-Hadist yang menunjukkkan

kehalalan segala bentuk jual beli, kecuali terdapat dalil khusus yang

melarangnya. Yusuf al-Qaradhawi mengatakan, dalam surah al-Baqarah

ayat 275, yang berbunyi yaitu:

انشيطب ب يقو انزي يتخجط إلا ك انشثب لا يقي يأكه انزي

ى قبنا إ س رنك ثأ ان انجيع ي أحم انه ب انجيع يثم انشثب

أيش يب سهف ى فه فبت عظخ ي سث جبء ي حشو انشثب ف

ب خبنذ ى في نـئك أصحبة انبس عبد فأ ي إنى انه

Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) ribatidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya". (QS. Al-baqarah:275)

Dimana Allah menghalalkan segala bentuk jual beli secara umum,

baik jual beli muqayadhah (barter), sharf (jual beli mata uang/valas), jual

beli salam ataupun jual beli mutlak serta bentuk jual beli lainnya. Semua

Page 129: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

jenis jual beli ini halal, karena ia masuk dalam kategori jual beli yang

dihalalkan Allah, dan tidak ada jual beli yang haram kecuali terdapat nas

dari Allah dan Rasul-Nya yang mengharamkannya.

Ketiga, terdapat pendapat ulama fikih yang mengakui keabsahan akad ini,

di antaranya pernyataan Imam al-Syafi‟i dalam kitab al-Umm, “dan ketika

seseorang memperlihatkan sebuah barang tertentu kepada orang lain,

dan berkata, “Belikanlah aku barang ini, dan engkau akan aku beri margin

sekian, kemudian orang tersebut mau untuk membelikannya, maka jual

beli tersebut diperbolehkan”. Namun demikian, orang yang meminta untuk

dibelikan tersebut memiliki hak khiyar, jika barang tersebut sesuai dengan

kriterianya, maka bisa dilanjutkan dengan akad jual beli dan akadnya sah,

sebaliknya, jika tidak sesuai, maka ia berhak untuk membatalkannya”.

Berdasarkan pernyataan ini, dapat disimpulkan bahwa Imam al-Syafi‟i

memperbolehkan transaksi murabahah li al-amir bi al-syira‟, dengan syarat

pembeli atau nasabah memiliki hak khiyar, yakni hak untuk meneruskan

atau membatalkan akad. Selainitu, penjual juga memiliki hak khiyar,

dengan demikian tidak terdapat janji yang mengikat kedua belah pihak.

Keempat, transaksi muamalah dibangun atas asas maslahah. Hukum

Islam tidak melarang bentuk transaksi kecuali terdapat unsur kezaliman di

dalamnya,seperti riba, penimbunan (ihtikar), penipuan, danlainnya, atau

diindikasikan transaksi tersebut dapat menimbulkan perselisihan atau

permusuhan di antara manusia, seperti adanya gharar atau bersifat

spekulasi. Permasalahan pokok dalam muamalah adalah unsur

kemaslahatan. Jika terdapat maslahat, maka sangat dimungkinkan

transaksi tersebut diperbolehkan.Seperti halnya diperbolehkannya akad

istishna, padahal merupakan jual beli atau bay‟ al-ma‟dum (obyek tidak

ada saat akad), karena adanya kebutuhan dan maslahah yang akan

didapatkan, tidak menimbulkan perselisihan dan sudah menjadi kebiasaan

masyarakat.

Kelima, pendapat yang memperbolehkan bentuk murabahah ini

dimaksudkan untuk memudahkan persoalan hidup manusia. Syariat Islam

Page 130: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

datang untuk mempermudah urusan manusia dan meringankan beban

yang ditanggungnya. Banyak firman Allah yang menyatakan hal ini, di

antaranya, (Q.s. al-Nisa[4]: 28), yang berbunyi:

أ يخفف عكى يشيذ ٱنه

Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu”(Q.s. al-Nisa[4]: 28)

نا يزيد بكى ان عسزيزيد انهو بكى انيسز

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (Q.s. al Baqarah [2]: 185).

Kehidupan manusia di zaman sekarang lebih kompleks, jadi

mereka membutuhkan kemudahan-kemudahan. Akan tetapi maksud dari

kemudahan di sini adalah menjaga kemaslahatan dan hajat hidup orang

banyak sebagaimana yang ingin diwujudkan oleh syarak.

Adapun ulama kontemporer yang melarang dan mengharamkan

praktik murabahah li al-amir bi alsyira‟ antara lain: Muhammad Sulayman

al-Asyqar, Bakr

ibn „Abd Allâh Abu Zayd, Rafiq al-Mishri, dan lainnya. Berikut ini argumen

yang memperkuat pendapat mereka antara lain:

Pertama, transaksi murabahah di LKS atau bank syariah sebenarnya

bukan dimaksudkan untuk melakukan jual beli, tapi hanya sekadar hilah

atau trik untuk menghalalkan riba. Mereka mengatakan bahwa maksud

dan tujuan sebenarnya transaksi murabahah adalah untuk mendapatkan

uang tunai, sebab kedatangan nasabah ke Lembaga Keuangan Syariah

(LKS) sebenarnya adalah untuk mendapatkan uang tunai. Sementara,

pihak LKS atau bank syariah tidak membeli barang melainkan hendak

menjualnya kepada nasabah dengan cara cicilan, sehingga dapat

dimaknai bahwa LKS atau bank syariah sebenarnya tidak sungguh-

sungguh membeli barang tersebut.

Page 131: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Kedua, tidak ada satu orang pun dari ulama terdahulu (salaf) yang

membolehkan murabahah, bahkan ada yang menyatakan keharaman

murabahah.

Ketiga, transaksi murabahah termasuk jual beli „inah yang diharamkan.

Jual beli „inah adalah pinjaman ribawi yang direkayasa dengan praktik jual

beli.

Keempat, transaksi murabahah termasuk bay„atan fi bay„ah. Rasulullah

Saw. Telah melarang bentuk jual beli bay„atan fi bay„ah dalam sebuah

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, al-Nasa‟i, dan al-Tarmidzî.

Untuk mengetahui apakah transaksi murabahah termasuk bay„atan fi

bay„ah, maka perlu mengetahui maksud dari model akad tersebut.

Menurut Imam al-Syafi‟î, bay„atan fi bay„ah maksudnya adalah seorang

penjual berkata, “Saya menjual barang ini kepada kamu Rp 100.000,-

secara tempo dan Rp 50.000,- secara kontan, terserah mau pilih yang

mana, dan kontrak jual beli berlangsung tanpa adanya satu pilihan pasti

dan jual beli mengikat salah satu pihak.

Kelima, bank syariah dalam melakukan transaksi murabahah, menjual

barang yang tidak atau belum dimilikinya (bay‟ al-ma‟dum), di mana pihak

bank syariah dan nasabah berjanji untuk melakukan transaksi murabahah.

Untuk mewujudkan kesepakatan tersebut, mereka membuat transaksi

janji: pihak bank berjanji untuk menjual barang dan pihak nasabah berjanji

untuk membeli barang. Keharusan nasabah untuk membeli karena

perjanjian berubah menjadi transaksi yang sebenarnya, padahal

barangnya belum ada. Bentuk ini bertentangan dengan kaidah umum

syariat yang melarang jual beli pada barang yang tidak dimiliki.

Keenam, bank syariah dalam melakukan transaksi murabahah, telah

mewajibkan transaksi dengan sekadar janji. Apabila janji tersebut tidak

sampai menjadi suatu keharusan, maka tidak ada masalah dalam

transaksimurabahah. Tapi apabila janji untuk membeli itumenjadi suatu

keharusan, maka para ulama banyak yang menolaknya, karena dasar

Page 132: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

keharusan membeli tersebut tidak ada dalam kaidah umum syariat dan

tidak boleh mewajibkan transaksi hanya dengan sekadar janji.

Atas dasar perbedaan ulama di atas, Muhammad Taqi Usmani

mengakui bahwa pada mulanya murabahah bukan merupakan bentuk

pembiayaan melainkan hanya alat untuk menghindari “bunga bank” dan

juga bukan merupakan instrumen ideal untuk mengembangkan tujuan riil

ekonomi Islam. Instrumen murabahah hanya digunakan sebagai langkah

transisi yang diambil dalam proses islamisasi ekonomi.Sedangkan untuk

menghindari praktik murabahah yang akan terjebak pada praktik hilah,

bay‟ „inah, bay„atan fi bay„ah, dan bay‟ al-ma‟dum, maka para ulama

kontemporer mensyaratkan dalam praktik jual beli murabahah di Lembaga

Keuangan Syariah sebagai berikut:

1) Jual beli murabahah bukan pinjaman yang diberikan dengan bunga,

tetapi merupakan jual beli komoditas dengan harga tangguh termasuk

margin keuntungan di atas biaya perolehan yang disetujui bersama.

Dalam kaitan ini, bila harga tangguh lebih tinggi dari hargatunai, maka

sebelum para pihak berpisah, pilihan harga tersebut harus telah disepakati

agar terhindar dari bay„atan fi bay„ah;

2) Pemberi pembiayaan dalam hal ini bank atau Lembaga Keuangan

Syariah lainnya, harus telah membeli komoditas atau barang dan

menyimpan dalam kekuasaannya, atau membeli melalui orang ketiga

sebagai agennya sebelum dijual kepada nasabahnya. Bila tidak demikian,

maka akan terjadi bay‟ al-ma‟dum (menjual belikan sesuatu yang belum

ada atau yang dimiliki). Namun demikian, bila pembelian langsung ke

pihak supplier tidak praktis, diperbolehkan bagi pemberi pembiayaan

untuk memanfaatkan nasabah sebagai agen atau wakil dengan

menggunakan akad wakalah untuk membeli komoditas yang diperlukan

atas nama pemberi pembiayaan. Dalam kasus seperti ini, selama barang

tersebut belum dibelikan oleh nasabah sebagai agen, maka tidak boleh

dilakukan akad jual beli komoditas atau barang antara nasabah dan pihak

pemberi pembiayaan. Bahkan bila nasabah sudah membelikan

Page 133: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

komoditasnya pun, risiko atas rusak atau hilangnya barang masih ada

pada pihak pemberi pembiayaan hingga dilakukan akad jual beli antara

kedua belah pihak;

3). Pembelian komoditas tidak boleh dari nasabah sendiri (komoditas milik

nasabah) dengan perjanjian buy back (pembelian kembali) karena model

perjanjian seperti ini masuk kategori bay‟ „inah yang diharamkan oleh

sebagian besar ulama.

pasar.

1. Proses Modifikasi Akad Pada Pembiayaan Murabahah di Bank

Jambi Syariah.

Dalam praktiknya pembiayaan akad murabahah di perbankan

syariah sesuai dengan aturan fatwa MUI merupakan penjual suatu barang

dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli

membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba (margin).84 Nasabah

mengajukan permohonan dan janji pembelian suatu barang atau aset

kepada Bank. Jika Bank menerima permohonan tersebut, ia harus

membeli terlebih dahulu secara sah dengan pedagang, bank kemudian

menawarkan asset tersebut kepada nasabah, dan nasabah harus

menerimanya sesuai dengan janji yang telah disepakati, karena secara

hukum janji tersebut mengikat kemudian kedua belah pihak harus

membuat kontrak jual beli. Bank diperbolehkan meminta nasabah untuk

membayar uang muka saat menanda tangani kesepakatan awal

pemesanan.

Dalam modifikasi produk yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia

menurut bapak DSN (Dewan Pengawas Syariah) bahwa:

“Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang dipersamakan dengan itu, dimana produk yang ditawarkan mereka berupa: (1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah, dalam bentuk musyarakah mutanaqisah (2) Transaksi sewa menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiyya bittamlik, (3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam dalam bentuk salam paralel, dan istishna`,(4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk

84

Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI /MUI/IV/2000

Page 134: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

piutang qordh, dan (5) Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk ijarah dalam transaksi multijasa.85

Bank Jambi Syariah yang secara resmi berdiri pada tahun 2012,

telah mengalami perkembangan yang cukup pesat baik dari segi tabungan

maupun pembiayaan. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil

(mudharabah), penyertaan (musyarakah), jual beli (albai‟/murabahah) dan

sewa (ijarah dan sewa dan ijarah wa iqtina). Terjadinya peningkatan

permintaan pembiayaan oleh nasabah pada Bank Jambi Syariah, hal ini

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Perkembangan Permintaan Pembiayaan Akad Murabahah Bank Jambi

Syariah (dalam ribuan rupiah/milyar).

Sumber : Data Diolah Peneliti Bank Jambi Syariah 201686

Dari tabel di atas terlihat perkembangan jumlah nasabah maupun

jumlah pembiayaan yang diminta terus mengalami peningkatan. Pada

tahun 2016 total pembiayaan Rp. 128.228..651.000 dengan nasabah

sebanyak 249 orang. Tahun 2017 sebanyak 429 orang, dan Oktober 2018

pembiayaan yang telah disalurkan sebesar Rp.140.244.514.000 dengan

jumlah nasabah sebanyak 494 orang.

Proses awal dalam menentukan akad pembiayaan murabahah

pada Bank Jambi Syariah terlebih dahulu ada persetujuan persyaratan

yang diajukan Bank kepada nasabah, setelah itu barulah proses akad

85

Wawancara bersama Drs, Ahmad Tarmizi selaku Dewan Pengawas Syariah di Bank 9 Jambi

Syariah pada tanggal 30 Februari 2016. 86

www,bankjambisyariahblogspot.com/2016/03/bjb-syariah.html

Produk 2016 2017 2018

Jumlah Pembiayaan

Nasabah Jumlah Pembiayaan

Nasabah Jumlah Pembiayaan

Nasabah

Murabahah 125.020.139 247 128.300.395 423 139.214.319 490

Istishna 3.208.512 2 2 760.128 2 2 969.695 2

Ijarah - - - - 60.500 1

Musyarakah - - - - 1.214.332 1

Total 128.228.651 249 129.060.523 425 140.244.514 494

Page 135: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

dapat dillaksanakan setelah proses akad media pertengahan memenuhi

syarat, sebagaimana wawancara bersama Marlina Susanti SE selaku

analis pembiayaan di Bank Jambi Syariah sebagai berikut:

Akad itu media pertengahan, artinya ada proses dulu diawalnya yang dilakukan nasabah terhadap bank, syaratnya sesuai dengan ketentuan bank, kemudian dilengkapi, ada analisis atau verifikasi data,hingga proses sampai dengan rekomendasi dari pimpinan, disetujui, setelah itu baru penjadwalan untuk orang yang setelah diberi tahu menurut SP3 (surat pemberitahuan persetujuan pembiayaan), Nasabah menyejetujui persyaratan yang diajukan Bank/atas permintaan bank, setelah itu barulah proses akad, dah proses akad inilah yang dinamakan media pertengahan, dimana syarat dan saksinya sesuai dengan ketentuan dari Fatwa DSN, barulah ada proses pencairan dana. Untuk proses ini secara mudah dan cepat ada pencairan, kalau proses yang memang benar-benar proses itu diberlakukan menurut standar operasional prosedur/SOP.87

2. Konsep kepatuhan pada pembiayaan murabahah di bank jambi

syariah

Jika dilihat secara konsep halal secara bahasa artinya adalah

diperbolehkan oleh syara‟ atau kebalikan dari haram. Sebagai lembaga

keuangan yang melekat kepadanya nama shariah sudah semestinya

dalam operasionalnya mengikuti ketentuan-ketentuan shariah atau

prinsip-prinsip shariah. Prinsip tersebut adalah prinsip hukum Islam dalam

kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan

Shariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Bank syariah

harus menerapkan prinsip-prinsip tersebut sehingga dapat menjalankan

bisnis berbasis pada keuntungan yang halal.

Pihak yang mengawasi penerapan prinsip tersebut adalah Dewan

Pengawas Shariah (DPS). DPS berperan dalam mengawal dan

memastikan bank syariah menjalankan bisnis pada keuntungan yang

halal. Apabila terdapat suatu transaksi yang diragukan kehalalannya,

maka manajemen bank syariah meminta pendapat kepada DPS. DPS

kemudian melakukan rapat untuk membahas dan memutuskan status

87

Wawancara bersama Marlina Susanti, SE, selaku analis pembiayaan di Bank Jambi Syariah pada

tanggal 30 Februari 2016.

Page 136: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

hukum transaksi tersebut. Dalam hal ini bank syariah wajib mengikuti

pendapat yang dikeluarkan oleh DPS.

kemudian bank menjalankan amanah yang dipercayakan oleh

nasabah.Amanah adalah sesuatu yang harus dijaga karena adanya

transaksi perjanjian ataupun tidak adanya transaksi perjanjian. Amanah

karena adanya transaki perjanjian, contohnya akad wadiah dan ijarah.

Amanah yang tidak ada transaksi perjanjian, contohnya barang temuan

yang disimpan oleh orang yang menemukannya.88 Bank syariah harus

amanah dalam menjalankan bisnis dan mengelola dana nasabah yang

dipercayakan kepadanya.Sebagaimana yang dikatakan oleh Irawan89,

menurutnya; Menggunakan standar AAOIFI telah memaparkan kajian

risetnya terhadap shariah compliance bank-bank syariah Indonesia.

Terdapat empat hal yang harus dipertimbangkan yaitu:

1. Kontrak, transaksi,

2. kesepakatan yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Islam

3. Alokasi keuntungan

4. Pembayaran kerugian yang berhubungan dengan rekening.90

Dalam memastikan kesesuaian praktik jual beli murabahah yang

dilakukan bank jambi syariah apakah telah sesuai dengan ketentuan

syariah yang ditetapkan oleh DSN atau tidak, maka Dewan Pengawas

Syariah (DSN) melakukan pengawasan secara periodik. Pengawasan

tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No 8/19/

DPBs tahun 2006 tentang pedoman pengawasan Syariah dan tata cara

pelaporan pengawasan bagi DPS berupa sebagai berikut:

1. Memastikan barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh

syariah Islam.

2. Memastikan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan

harga jual senilai harga beli ditambah dengan keuntungan yang

88digilib.uinsby.ac.id.shariah complience.theory.pdf. akses tgl. 27 feb 2019 89

Irawan handi,10 prinsip kepuasan pelanggan. PT. Elex Media komputindo.Jakarta, 2003. Hal.37

Page 137: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

disepakati. Dalam hal nasabah membiayai sebagian dari harga barang

tersebut, maka akan mengurangi tagihan bank kepada nasabah.

3. Meneliti, akad wakalah telah dibuat oleh bank secara terpisah dari akad

murabahah apabila bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk

membeli barang tersebut dari pihak ketiga. Akad jual beli murabahah

harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank yang

dibuktikan dengan faktur atau kwitansi jual beli yang dapat

dipertanggungjawabkan.

4. Meneliti pembiayaan berdasarkan prinsip murabahah dilakukan setelah

adanya permohonan nasabah dan perjanjian pembelian suatu barang

atau aset kepada bank.91

Peran Bank Islam dalam akad murabahah dapat dijelaskan secara

lebih tepat dengan istilah ”pembiayaan” dari pada istilah “penjual” barang.

Bank tidak menangani barang dari peran para ”penjual buku”. Bank tidak

menangani barang, dan juga tidak menanggung resiko dalam hubungan

ini. Kerja bank hampir secara penuh terkait dengan penanganan dokumen

terkait. Kontrak penjualan adalah formalitas.

Akan tetapi dalam praktiknya di bank syariah, mekanisme

pembiayaan murabahah (mark up pricing) selalu menimbulkan kontroversi

di kalangan ulama dan ahli ekonomi Islam sendiri. Mereka berpendapat

bahwa bank-bank syariah dalam menjalankan kegiatan usahanya,

temyata bukan meniadakan bunga dan membagi risiko, tetapi tetap

mempertahankan praktik pembebanan bunga, namun dengan label

„islam‟.92 Sehingga sistem ini sangat dekat kemiripannya dengan sistem

kredit bank konvensional yang menghitung bunganya secara fixed/flat

rate, terutama karena adanya faktor mark-up yang menggunakan suku

bunga sebagai patokan, atau benchmark sehingga perbankan syariah

bisa bersaing dengan bank-bank konvensional yang berbasis bunga.

91

Rizal Yaya, Akuntansi Perbankan Syariah, hal. 184 92

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan

Indonesia, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999), hal. 117.

Page 138: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Selain itu juga masih banyak bank syariah yang memasukkan unsur

bonus giro, bagi hasil tabungan dan deposito sebagai cost of fund‟.93

dalam menetapkan margin, sehingga jatuhnya lebih tinggi atau sama

dengan bunga pinjaman. Kemudian penghitungan margin murabahah

(mark up pricing), bank syariah cenderung menghitung margin

keuntungan dan konversi suku bunga pasar bank konvensionaL Yang

meagakibatkan harga jual murabahah (mark up pricing) enderung lebih

mahim dan harga jual yang diberikan oleh bank-bank konvensional.

Dalam praktiknya, barangkali tingginya profit margin yang diambil

oleh bank syariah adalah untuk mengantisipasi naiknya suku bunga di

pasar (inflasi). Sehingga kalau terjadi kenaikan suku bunga yang besar,

maka bank syariah tidak mengalami kerugian secara riil. Namun demikian,

apabila suku bunga di pasar tetap stabil atau bahkan turun, maka margin

murabahah akan lebih besar dibandingkan dengan tingkat suku bunga

pada bank konvensional. Dengan penetapan profit margin murabahah

yang tinggi, secara tidak langsung akan menyebabkan inflasi lebih besar

daripada yang disebabkan oleh suku bunga. Oleh karena itu, perlu dicari

format yang tepat agar nilai penjualan dengan murabahah tidak mengacu

pada sikap mengantisipasi kenaikan suku bunga selama masa

pembayaran angsuran. Karena, mengkaitkan profit margin murabahah

dengan bunga bank konvensional, tetaplah bukan cara yang baik.94

Mengenai sistem pembiayaan akad murabahah dimana Bank

Jambi Syariah sebagai perantara untuk pembiayaan akad murabahah

karena sifatnya jual beli, bukan memberikan pinjaman uang untuk

pembelian berbagai keperluan seperti renovasi rumah, pembelian

93

Cost of Fund merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank atas dana yang dihimpun sebelum

diperthitungkan besarnya ketentuan cadangan likuiditas wajib (reserve requirment), yang

disyaratkan oleh bank sentral. Biaya ini meliputi biaya bunga dana, biaya bunga yang dibayarkan

kepada nasabah simpanan baik dalam bentuk giro, deposito tabungan dan biaya prornosi serta

biaya lainya yang dikeuarkan untuk memperoleh dana tersebut. Lihat Wiroso. Jual Bell

Murabahah (Yogyakarta: UlI Press, 2005), him. 88. lihat juga H. Masyhud Au, Asset Liability

Management Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko Operasional dalam Perbankan (Jakarta: Elex

Media Komputindo, 2004), hal. 275 94

Muhammad., Manajemen Bank... haI. 139-140.

Page 139: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

kendaraan, pembelian peralatan rumah tangga, karena bank ini

mempunyai keterbatasan fasilitas dimana bank bukan tempat menjual dan

membeli barang, sebagaimana wawancara bersama H. Hermanto Harun,

Ph.D selaku Ketua Komisi Fatwa MUI kota Jambi sebagai berikut:.

Objek perilaku bank dalam memberikan pelayanan pembiayaan perlu ada pertimbangan pada instansi atau lembaga lainnya, seperti pihak asuransi, leasing dan lainnya sehingga perlu ada pertimbangan atas kerja instansi lain dan tidak boleh saling mengganggu, artinya masing-masing lembaga telah memiliki kerja pada masing-masing bidang.95

Dalam kontrak murabahah pada Bank Jambi Syariah lebih banyak

permintaan dari nasabah untuk meminjam uang daripada melakukan

kontrak akad jual bel murabahah, hal ini disebabkan oleh ketidaktahuan

nasabah tentang pembiayaan akad murabahah yang begitu minim akan

tetapi diperjelas kembali oleh pihak bank. Nasabah hanya mengetahui bila

akad pembiayaan murabahah hampir sama dengan pinjaman pada sistem

perbankan konvensional. sebagaimana wawancara bersama Marwan

Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Dalam kontrak murabahah pada Bank Jambi Syariah kepada nasabah lebih dominan pihak bank menawarkan pola pembiayaan dengan sistem akad yang disepakati. Umumnya pihak bank meminta kepada nasabah sebelum meminjam uang untuk melakukan akad wakalah terlebih dahulu baru melakukan kontrak akad jual beli murabahah.96

Dalam praktik perbankan syariah umumnya diketahui bahwa arti

murabahah adalah proses dari membeli oleh klien yang disertai janji

untuk”membeli”terkait dengan pembayaran dimuka untuk menjamin

bahwa klien benar-benar ingin membeli dan bahwa ia akan melengkapi

pembelian itu kalau bank telah “mengirimkan” barangnya dalam keadaaan

”janji untuk membeli” juga dinyatakan bahwa klien berjanji menyimpulkan

penjualan dan kontrak pembelian (kontrak penjualan murabahah dengan

keuntungan yang disepakati) segera setelah bank memberi tahu klien

95

Wawancara H. Hermanto Harun, Ph.D selaku Ketua Komisi Fatwa MUI Kota Jambi pada

tanggal 31 April 2017. 96

Wawancara Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 03 Juli 2017.

Page 140: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

bahwa barangnya siap dikirimkan, atau dokumen yang berkaitan dengan

barang-barang telah tiba.

Pada pembiayaan murabahah, nasabah mengetahui tentang pola

akad pembiayaan murabahah dengan pihak bank selaku penyedia dana

dan penyedia barang yang menyediakan keperluan konsumen atau

nasabah, karena praktik bank syariah hampir sama dengan pinjaman

dengan menggunakan sistem bunga. sebagaimana wawancara bersama

Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Pembiayaan murabahah pada Bank Jambi Syariah umumya nasabah sebenarnya sudah mengetahui bila sistem di perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil bila itu akad pembiayaan kerjasama dan apabila bank menggunkan sistem akad pembiayaan murabahah maka nasabah benar-benar ingin membeli barang melalui bank selaku penyedia barang sesuai yang tertera dalam kontrak penjualan murabahah dengan keuntungan yang disepakati.97

Dalam perjanjian akad kontrak yang di jelaskan setelah pihak bank

memberikan informasinya kepada nasabahnya bahwa distributor siap

mengirimkan barang atau setelah dokumen tiba di bank. Bank tidak

menunggu barangnya tiba untuk mengujinya sebelum mengirimkan

barang kepada nasabah. Pada kenyataanya, kondisi ini luput dari

perhatian bank karena seharusnya hal itu juga merupakan tanggung

jawab bank dalam memenuhi kebutuhan nasabah sebagai pembeli,

sebagaimana wawancara bersama Sururuddin selaku Nasabah Bank

Jambi Syariah sebagai berikut:

Setahu saya kontrak akad murabahah itu dimana setelah nasabah menandatangi akad murabahah, bank akan melakukan kewajiban kepada distributor dan pihak bank telah “mengirimkan” barangnya dalam keadaaan ”janji untuk membeli” juga dinyatakan bahwa nasabah berjanji menyimpulkan penjualan dan kontrak pembelian (kontrak penjualan murabahah dengan keuntungan yang disepakati) segera setelah bank memberi tahu nasabah bahwa barangnya siap dikirimkan, atau dokumen yang berkaitan dengan barang-barang telah tiba sampai kepada nasabah.98

97

Wawancara Sururuddin selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 05 Juli 2017. 98

Wawancara Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 03 Juli 2017.

Page 141: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Sebelum menanda tangani perjanjian kontrak akad murabahah

dimana nasabah menegaskan bahwa ia tidak dapat meminta bantuan

kepada bank atas pemintaan nasabah atas barang sesuai kontrak akad

murabahah tentang jual beli antara pihak bank dengan nasabah. Kontrak

akad murabahah terjadi ketika nasabah menyetujui pemintaan bank untuk

melakukan akad murabahah bil wakalah terlebih dahulu, baru setelah

selesai melakukan akad wakalah, baru melakukan akad murabahah.

Sebagaimana wawancara bersama Sururuddin selaku Nasabah Bank

Jambi Syariah sebagai berikut:.

Nasabah berkeinginan bilamana akad murabahah itu terjadi, maka nasabah berkehendak untuk membeli barang atas barang yang diinginkannya sendiri, karena menurutnya dengan membeli barang sendiri, ketika uang telah dikreditkan oleh bank, nasabah dapat memenuhi kebutuhan yang lainnya jika uang yang di kreditkan masih tersisa. Sehingga keuntungan atas barang yang dibelinya sesuai dengan keinginannya.99

Menurut Cecep Maskanul Hakim memaparkan tentang penerapan

penerapan pembiayaan murabahah di Bank Syariah dimana murabahah

yang dikenal dalam syariah sebagai transaksi mengalami inovasi ketika

diterapkan dalam perbankan syariah. Hal ini disebabkan berbagai

ketentuan yang ada, selain ketentuan perbankan, juga belum

mengakomodir sifat-sifat yang ada dalam murabahah, baik ketentuan

hukum maupun perpajakan. Usaha ini memerlukan pengertian dan

pemahaman semua pihak tentang manfaat dan keunggulan transaksi ini

dibanding transaksi dalam perbankan konvensional. Apabila tidak

demikian, maka keunggulan dan manfaat perbankan syariah bagi

masyarakat dan ekonomi nasional jadi tidak nampak.100

Hal ini sesuai dengan hasil wawancara Marlina Susanti dimana

pada kenyataannya proses akad murabahah yang terjadi pada bank

Jambi syariah menurut analis pembiayaan ini terjadi bahwa ketentuan

99

Wawancara Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 03 Juli 2017. 100

Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam, Catatan Kritis Terhadap Dinamika

Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia, (Banten, Shuhuf Media Insani, 2011), hal. 80.

Page 142: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

awal akad murabahahsebenarnya adalah kontrak jual beli antara nasabah

dengan pihak bank, namun kondisi ini tidak memungkinkan pihak bank

dalam menyediakan barang, karena memang bank bukan tempat jual beli

barang dan juga bukan sebagai tempat penyedia barang yang memiliki

kerjasama dengan distributor, dan hal inilah yang menjadi keterbatasan

pihak bank untuk menyediakan barang, karena dibatasi oleh undang-

undang perbankan, sebagaimana wawancara bersama Marlina Susanti

SE, selaku analis pembiayaan Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Karena adanya dukungan atas ketidaktersediaan barang yang kami miliki, dilengkapi dengan adanya berkeinginan nasabah bilamana akad murabahah itu terjadi, maka nasabah meminta kepada pihak bank selaku penyandang dana untuk menyediakan uang atau pembiayaan kepada nasabah sesuai keinginan nasabah,agar dapat membeli barang dengan sendirinya krena disinilah letak kepuasan bagi konsumen dengan kesepakatan pihak bank dengan nasabah untuk mengambil keuntungan yang disepakati dengan nominal keuntungan itu dibayar secara lunas atau angsuran/kredit.101

Ketika melihat pada teori dan pengertian murabahah sendiri, sudah

banyak sekali pakar ekonomi Islam yang membahasnya, diantaranya

Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd, yang mengatakan

bahwa Ba‟i al murabahah adalah jual beli barang pada harga asalnya

dengan tambahan keuntungan yang disepakati.102

Mengacu pada tujuan Murabahah, tampaknya berakar pada dua

alasan yakni: Pertama, mencari pengalaman, dimana satu pihak yang

berkontrak (pemesan pembelian) meminta pihak lain yaitu pembeli untuk

membeli sebuah barang. Pemesan berjanji untuk mengganti membeli

barang tersebut dan memberinya keuntungan. Pemesan memilih sistem

pembelian ini yang biasanya dilakukan secara kredit, lebih karena ingin

mencari informasi dibanding alasan kebutuhan yang mendesak terhadap

barang tersebut. Kedua, mencari pembiayaan. Dalam operasi perbankan

101

Wawancara Marlina Suanti, SE selaku analis Pembiayaan Bank Jambi Syariah pada tanggal 07

Juni 2017. 102

Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd, Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul

Muqtasyid, Vol II, (BeirutDarul Qalam, tt), hal. 216.

Page 143: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

syari‟ah, menurut Muhammad Syafi‟i Antonio motif pemenuhan

pengadaan barang atau modal kerja merupakan alasan utama yang

mendorong datang ke bank. Pada gilirannya pembiayaan yang diberikan

akan membantu memperlancar arus kas dari nasabah bersangkutan yang

membutuhkan dana segar.103

Perlu diketahui bahwa praktik akad murabahah yang ada di Bank

Jambi Syariah dimana aplikasinya adalah nasabah mewakilkan kepada

Bank Syariah untuk membeli Barang yang diperlukan oleh Nasabah,

sebagaimana hasil wawancara bersama Dr. A.A. Miftah, M.Ag selaku

Dewan Pengawas Syariah pada Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Pada praktiknya akad murabahah yang terjadi pada Bank Jambi Syariah ini didahulukan dengan akad wakalah, setelah akad wakalah selesai barulah berlanjut dengan akad murabahah, karena bank jika ia menjadi pembeli atas nama bank sendiri maka bank kehilangan fungsinya. Sehingga ini didukung oleh kehendak nasabah yang menginginkan untuk melakukan pembelian barang dengan sendirinya dengan penawaran akad wakalah, bentuk diwakilkan kepada nasabah disertai dengan adanya surat kuasa yang diberikan oleh bank, dan baik pihak bank maupun nasabah menyetujui kesepakatan itu, karena adanya keinginan nasabah yang lainnya yang ingin dipenuhinya. Ketika akad wakalah terlaksana kedua belah pihak (nasabah dan bank) sepakat dan Dewan Pengawas Syariah Cabang Jambi bentuk perwakilan dari nasabah yang dilakukan bank jambi syariah adalah akad murabahah bil wakalah berupa Akad Wakalah Non Bil Ujroh dan tidak terdapat (fee) atau upah didalamnya, dan itu juga disepakati dan diketahui pihak nasabah. Karena bentuk akad yang terdapat di bank jambi syariah adalah transparansi yang di utamakan memberikan pelayanan yang sesuai dengna keinginan nasabah demi kepuasan konsumen itu snediri..104

Dalam konteks akad murabahah bahwa akad yang dipergunakan

dalam perjanjian jual beli barang dan keuntungan (marjin) yang disepakati

oleh penjual dan pembeli. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga

pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya, dimana bank

membeli barang yang diperlukan oleh nasabah atas nama bank sendiri

103

Muhammad Syafi‟i Antonio, 2001, Bank Syari‟ah dari Teori ke Praktik, (Jakarta, Gema Insani, 2009), hal. 102. 104

Wawancara bersama Dr. A.A. Miftah, M.Ag selaku Dewan Pengawas Syariah pada Bank Jambi Syariah pada tanggal 16 Mei 2017.

Page 144: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah sebesar harga jual

yaitu harga pokok barang di tambah keuntungan. Dalam memperoleh

barang yang dibutuhkan oleh nasabah, bank dapat mewakilkan kepada

nasabah untuk membeli barang tersebut dari pihak ketiga untuk dan atas

nama bank. Dan kemudian menjual barang tersebut dijual kepada

nasabah. Dalam hal ini akad murabahah baru dapat dilakukan setelah

secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank. Dan ini dikatakan

dalam konteks murabahah dalam teorinya bahwa akad murabahah bil

wakalah itu merupakan akad dimana bank yang meminta kepada nasabah

untuk membeli barang artinya bank yang menggunakan jasa nasabah

sehingga bank yang seharusnya memberikan fee kepada pihak nasabah,

akan tetapi pada prakteknya di lapangan di bank jambi syariah bahwa

murabahah bil wakalah itu merupakan akad dimana nasabah yang

meminta untuk diwakilkan kepada pihak bank dengan bentuk penyediaan

uang atau pendanaan uang yang dilakukan oleh piahk bank. Sehingga

nasabah tidak mendapaatkan fee di dalam akad yang dilakukannya

tersebut, yang menyangkut akan akad wakalah didalamnya.

Dalam bentuk murabahah adalah bentuk pembiayaan dengan

prinsip jual beli barang yang telah ada, dengan menentukan harga jual

dari harga perolehan ditambah margin yang telah disepakati bersama.

Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia No. 7/46/PBI/2005

tentang akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi bank yang

melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, pengertian

murabahah adalah jual beli barang sebesar harga pokok barang ditambah

dengan margin keuntungan yang disepakati. Sedangkan dalam pasal 20

angka 6 Peraturan Mahkamah Agung No. 02 Tahun 2008 tentang

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menyebutkan murabahah adalah

pembiayaan saling menguntungkan yang dilakukan oleh shahib al-mal

(pemilik modal) dengan pihak yang membutuhkan melalui transaksi jual

beli dengan penjelasan bahwa harga pengadaan barang dan harga jual

Page 145: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

terdapat nilai lebih yang merupakan keuntungan atau laba bagi shahib al-

mal dan pengembaliannya dilakukan secara tunai atau angsur.

Pembayaran oleh nasabah dapat dilakukan secara tunai atau

tangguh (pada akhir periode atau secara angsuran). Jangka waktu

pembayaran harga barang oleh nasabah kepada bank ditentukan

berdasarkan kesepakatan bank dan nasabah.Bank dapat meminta

nasabah untuk membayar uang muka saat menanda tangani kesepakatan

awal pemesanan barang oleh nasabah. Uang muka adalah sejumlah uang

yang diminta oleh bank kepada nasabah.105

Secara prinsip hukum dalam teori akad murabahah bil wakalah bila

dalam konteksnya bank yang mewakilkan kepada nasabah, maka yang

terjadi adalah prinsip hukum terhadap teori wakalah bil ujroh yang

seyogyanya nasabah juga harus mendapat perhatian khusus atas kerja

pada gaji dan upah dari usaha nasabah dalam mendapatkan barang yang

diinginkan, karena bank telah menggunakan jerih payah nasabah atas

pekerjaannya mencari barang. Hal ini sebagaimana hasil wawancara

bersama Drs A. Tarmizi, M.Ag selaku Dewan Pengawas Syariah pada

Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Idealnya sesuai Fatwa DSN-MUI dalam akad murabahah adalah bank menjual barang tersebut atas nama bank sendiri. Sehingga yang harusnya berhubungan langsung dengan dialer adalah bank melalui mandat/kuasa yang diserahkan kepada nasabah dengan tidak menghilangkan sifat asli dari fungsi akad tersebut. Maka dari itu harus ada namanya akad wakalah bahwa bank diwakilkan kepada nasabah. Akad wakalah itu harus dipenuhi dalam kontrak pada akad murabahah setelah akad wakalah selesai dilakukan baru akad murabahah dilaksanakan. Maka diperlukan surat menyurat yang lengkap. Seperti surat yang menyatakan bahwa bank diwakilkan kepada nasabah, objek dan harganya yang jelas serta itu tadi tidak menghilangkan sifat asli dari akad tersebut.106

Sebagaimana di perjelas oleh bapak Dr. A.A. Miftah, M.Ag tentang proses

penerapan yang dilakukan oleh pihak bank 9 Jambi Syariah bahwa:

105

Muhammad,Audit dan Pengawasan Syariah dan Bank Syariah..., hal. 65-66. 106

Wawancara bersama Drs. A.Tarmizi M.HI selaku Dewan Pengawas Syariah pada Bank Jambi Syariah pada tanggal 10 Mei 2016.

Page 146: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

“Pertama, Nasabah dan bank 9 jambi menandatangani perjanjian umum ketika bank 9 jambi berjanji untuk menjual dan nasabah berjanji untuk membeli barang tertentu pada tingkat margin tertentu yang ditambahkan dari biaya perolehan barang. Kedua, bank 9 jambi syariah selanjutnya menunjuk nasabah sebagai agennya untuk membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank 9 jambi atas permintaan nasabah sendiri didukung dengan adanya ketidakketersediaan barang oleh bank, dan perjanjian keagenan dengan akad wakalah ditandatangani oleh kedua belah pihak serta memberikan surat kuasa berupa surat keterangan untuk mengambil alih kekuasaan dalam membeli barang. Ketiga, bank 9 jambi melakukan pengkreditan uang kepada nasabah sesuai kesepakatan awal, dan ini dilakukan setelah akad wakalah selesai dilakukan. Kemudian nasabah membeli komoditas barang atas nama bank 9 jambi ke pihak supplier, pada tahap ini risiko komoditas masih ada pada bank 9 jambi. Keempat, Nasabah menginformasikan kepada bank 9 jambi bahwa ia akan membeli komoditas atau barang atas nama bank 9 jambi, setelah itu baru melakukan akad murabahah setelah akad wakalah selesai dilakukan, tapi perpindahan kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, dan pembayaran dilakukan oleh nasabah langsung kepada supplier atas nama bank tetapi kepemilikan barang masih atas nama bank 9 jambi, barulah terjadi akad murabahah dan melakukan penyampaian penawaran untuk membeli barang tersebut dari bank 9 jambi. Kelima, Nasabah menginformasikan kembali kepada bank 9 jambi bahwa ia telah membeli komoditas atau barang atas nama bank 9 jambi, setelah itu baru melakukan akad murabahah setelah akad wakalah selesai dilakukan, Dimana bank 9 jambi syariah dan nasabah melakukan transaksi barang secara

murabahah yaitu dengan kesepakatan pembayaran secara cicilan atau tangguh.

Maka kepemilikan dan resiko atas barang beralih ke pihak nasabah. sehingga

tidak ada fee atau upah didalam akad tersebut maka kepemilikan dan risiko barang telah beralih ke tangan nasabah.”107

Sehingga dapat diperjelas pula dalam konsep Jual beli murabahah

yang merupakan salah satu skema pembiayaan di perbankan syariah

yang paling dominan dibandingkan skema pembiayaan lain. Ada tiga

model atau tipe penerapan jual beli murabahah di perbankan, yaitu:

Pertama, tipe konsisten terhadap fikih muamalat. Dalam tipe ini, bank

membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada

perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian

107

Wawancara bersama Dr. A.A. Miftah, M.Ag selaku Dewan Pengawas Syariah pada

Bank Jambi Syariah pada tanggal 10 Mei 2016.

Page 147: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan

sesuai kesepakatan bank dan nasabah.

Kedua, mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan

langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran

dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier.

Ketiga, bank melakukan perjanjian murabahah dengan nasabah, dan

pada saat yang sama mewakilkan kepada nasabah untuk membeli sendiri

barang yang akan dibelinya. Dari ketiga tipe tersebut, Tipe II dan Tipe III

paling sering dipakai oleh perbankan syariah karena motivasi efektivitas

prosedur dan juga pertimbangan efisiensi, terutama dari pengenaan pajak

pertambahan nilai. Sementara tipe I justru dihindari padahal tipe inilah

yang paling ideal dalam konteks fikih muamalat.

Pada pembiayaan murabahah di bank jambi syariah ini, nasabah

yang mengajukan permohonan harus memenuhi syarat sah perjanjian

yaitu, unsur yaitu syarat subjektif (kemampuan nasabah), sehat jasmani

dan rohani. Objek murabahah tersebut juga harus tertentu dan jelas dan

merupakan pemilik yang penuh dari pihak bank. Dalam pelaksanaannya,

pembelian objek murabahah tersebut dapat dilakukan oleh pembeli

murabahah sebagai wakil dari pihak bank dengan menggunakan akad

wakalah atau perwakilan. Setelah akad wakalah dilakukan, dimana

pembeli nasabah bertindak untuk membeli dengan atas nama bank.

Setelah akad wakalah selesai dan objek murabahah tersebut secara

prinsip telah menjadi hak milik bank maka barulah terjadi akad kedua

antara bank dengan pembeli murabahah yaitu akad murabahah. Hal ini

dimungkinkan dan tidak menyalahi syariah Islam, dan masih dalam

kesesuaian prinsip-psinsip syariah (shariah complience). karena dalam

Dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang

murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah

sebagai berikut: pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa “jika

bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari

pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang

Page 148: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

secara prinsip, menjadi milik bank”. Diperjelas dalam wawancara oleh

bapak Dewan Pengawas Syariah bapak Drs A. Tarmizi dimana:

Dikatakan bahwa pelaksanaan prinsip syariah dalam akad murabahah di Bank Jambi Syariah sudah sesuai dengan fatwa MUI, walaupun harga jual objek akad yang merupakan harga beli ditambah keuntungan (ribhun) biasanya lebih mahal dari pemberian kredit kepemilikan pada bank konvensional tetapi pada murabahah nasabah diuntungkan dalam hal tidak dikenakannya bunga dalam murabahah ini sehingga nasabah tidak akan rugi apabila ada kenaikan dan penurunan suku bunga pasar. Sementara pada murabahah yan dipergunakan adalah harga jual yang tidak akan berubah selama masa akad. Dengan demikian, nasabah sejak awal sudah mengetahui jumlah cicilan yang akan dibayarkan selama masa akad dan tidak akan mengalami kenaikan ataupun penurunan.108

Sebagaimana yang diuraikan tentang pembiayaan murabahah bil

wakalah maka murabahah bil wakalah adalah jual beli dengan sistem

wakalah. Dalam jual beli sistem ini pihak penjual mewakilkan

pembeliannya kepada nasabah untuk diserahkan kepada pihak bank.,

dengan demikian akad pertama adalah akad wakalah setelah akad

wakalah berakhir yang ditandai dengan penyerahan barang dari nasabah

ke Lembaga Keuangan Syariah kemudian pihak lembaga memberikan

akad murabahah. Sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI akad

murabahah bil wakalah dapat dilakukan dengan syarat jika barang yang

dibeli oleh nasabah sepenuhnya sudah milik lembaga keuangan syariah,

kemudian setelah barang tersebut dimiliki lembaga keuangan syariah

maka akad murabahah dapat dilakukan.

Dalam praktik yang dijalankan oleh Bank Jambi Syariah harus

dibedakan konteks akad pembiayaan antara akad murabahah bil wakalah

dengan konteks akad pembiayaan wakalah bil ujrah. Akad murabahah bil

wakalah adalah jual beli dimana lembaga keuangan syariah mewakilkan

pembelian produk kepada nasabah kemudian setelah produk tersebut di

dapatkan oleh nasabah kemudian nasabah memberikannya kepada pihak

lembaga keuangan syariah. Setelah barang tersebut di miliki pihak

108

Wawancara dengan bapak Drs A. Tarmizi pada tanggal 16 Mei 2017

Page 149: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

lembaga dan harga dari barang tersebut jelas maka pihak lembaga

menentukan margin yang didapatkan serta jangka waktu pengembalian

yang akan disepakati oleh pihak lembaga keuangan syariah dan

nasabah.109

Sedangkan masalah wakalah bil ujrah sendiri memiliki pengertian

dimana nasabah memberikan kuasa kepada bank dengan imbalan

pemberian ujrah atau fee kepada pihak bank.110Di dalam mekanisme

syariah terdapat suatu akad yang sering digunakan oleh nasabah yang

menggunakan jasa bank sebagai perantara dalam akad ini, ketentuan

dan pelaksanaan dalam akad ini setelah terjadinya akad tersebut terdapat

suatu imbalan atau fee dari nasabah kepada bank sebagai balas jasa dari

pelaksanaan akad ini.111

Dalam ketentuan akad wakalah tersebut dalam penerapan pada

bank syariah terdapat kodifikasi yang menjadi konsep terjadinya akad

wakalah bil ujrah antara lain dari akad wakalah (wakil) dengan akad ijarah

(sewa menyewa) dan ujrah (upah), dimaksudkan adalah dimana didalam

perpaduan akad wakalah tersebut nasabah sebagai piihak pembeli yang

akan membeli suatu produk yang ditawarkan oleh bank, nasabah meminta

bank untuk membelikan produk yang dibeli oleh nasabah tersebut dan

setelah proses akad wakalah tersebut terlaksana bank sebagai pihak yang

menjual meminta suatu imbalan atau disebut juga dengan fee atau ujrah

kepada pihak nasabah sebagai pihak yang diwakilkan bank. Akan tetapi

menurut dewan pengawas syariah Dr. A.A. Miftah, M.Ag bahwa:

“Akad wakalah yang dilaksanakan oleh bank 9 jambi syariah adalah murabahah bil wakalah non bil ujroh yaitu tidak terdapat fee didalamnya. Sebagaimana yang di ungkapkan oleh Ahmad Tarmizi selaku Dewan Pengawas Syariah Di Bank Jambi Cabang Syariah bahwa yang dipraktekkan di Bank Jambi Syariah menurut konsep kepatuhan sistem

109

Fatwa Dewan Syariah Nasional Sesuai dengan ketentuan No:04/DSN-MUI/IV/2000 pasal 1 ayat 9 menyatakan bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank. 110

Fatwa Dewan Syariah Nsional Sesuai dengan ketentuanNo. 34/DSN-MUI/IX/2002. 111

Sesuai dengan ketentuan yang sudah diatur tentang Perbankan Syariah UU No. 21 tahun 2008 pasal 2 ayat 3 yang menyatakan bahwa akad ini disebut Wakalah Bil Ujrah.

Page 150: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

perwakilan oleh pihak bank kepada nasabah imbalan atau pemberian ujrohnya tidak terdapat didalamnya karena Bank Jambi Syariah menggunakan “Murabahah Bil Wakalah Non Bil Ujroh”, dan tidak terdapat fee didalamnya tetapi sifatnya transparansi, karena adanya kehendak nasabah sendri dalam membeli barang dan melakukan pengajuan permintaan atas penyediaan atau pendanaan uang untuk melakukan pembiayaan bagi pihak nasabah. sehingga Hal ini dimungkinkan dan tidak menyalahi syariah Islam, dan masih dalam kesesuaian prinsip-psinsip syariah (shariah complience). karena dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut: pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa jika bank bendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan prinsip syariah dalam penerapan akad pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah telah sesuai dengan fatwa MUI dan memenuhi Prinsip-Prinsip Syariah (shariah complience)112

Secara jika peran DPS tidak optimal dalam melakukan pegawasan

syariah terhadap praktik syariah yang berakibat pada pelanggaran syariah

complience, maka citra dan kredibilitas bank syariah di mata masyarakat

menjadi negatif, sehingga dapat menurunkan kepercayaan masyarakat

kepada bank syariah bersangkutan. Hal inilah yang dikatakan oleh Shanin

A.Shayan CEO and Board Member of Barakat Foundation Jadi

menurutnya resiko terbesar menghadapi sistem keuangan global

bukanlah kesalahan tentang kemampuan menciptakan laba, tetapi yang

lebih penting adalah kehilangan kepercayaan dan kredibiliatas tentang

bagaimana operasional kerjanya, Di sinilah, peran DPS perlu

dioptimalkan, agar mereka bisa memastikan segala produk dan sistem

operasinal bank syariah benar-benar sesuai syariah.113

Dari seluruh proses kontrak akad murabahah pada bank Jambi

Syariah pada kenyataannya bank yang diminta kepada nasabah dengan

112

Wawancara bersama Dr. A.A. Miftah, M.Ag selaku dewan pengawas syariah di bank jambi syariah pada tanggal 10 Mei 2016 113

Bank Indonesia kerjasama dengan Ernst dan Young, peran DPS belum optimal. Dilanggarnya syariah compliance akibat lemahnya pengawasan DPS memiliki dampak terhadap risk manajemen,.pdf. Akses tgl. 29 feb 2019

Page 151: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

suka dan kerelaan untuk memenuhi akad wakalah bahwa bank diwakilkan

oleh nasabah. Akad wakalah itu harus dipenuhi dalam kontrak pada akad

murabahah yang menyatakan bahwa bank diwakilkan oleh nasabah, objek

dan harganya yang jelas. Sedangkan menurut peneliti sendiri, ciri dari

murabahah yakni suatu transaksi dimana pihak pemilik modal (lembaga

keuangan) memposisikan dirinya sebagai penjual dan peminjam modal

(nasabah) berada pada posisi sebagai pembeli.

Dalam kegiatan jual beli itu sendiri, barang yang dijual haruslah

sudah menjadi milik penuh dari penjual sehingga tidak diperbolehkan

menjual barang yang bukan miliknya, selanjutnya ada upah yang harus

dibayar oleh pihak nasabah yang diwakilkan oleh pihak bank, dan menurut

analisa penulis bahwa pembiayaan murabahah bil wakalah dan wakalah

bil ujrah harus dibedakan beban operasional terhadap pendapatan

operasional bank (BOPO) yaitu perbandingan antara biaya operasional

dan pendapatan operasional. Semakin rendah tingkat rasio BOPO, maka

semakin baik kinerja manajemen bank karena lebih eesien dalam

menggunakian sember daya.114 Berdasarkan aturan main pada sistem

perlakuan akuntansi PSAK 102 dan ED PSAK 108 yaitu beban penurunan

nilai (bank tidak mengeluarkan fee) atas beban operasonal bank syariah

yang itu tentunya masuk dalam sistem akuntansi perbankan syariah

menjadi rentabilitas atau keuntungan pendapatan bank syariah.115

Akan tetapi yang dipraktekkan di bank jambi Syariah menurut

Dewan Pengawas Syariah Cabang Jambi bapak Tarmizi bahwa:

“Bentuk perwakilan yang dilakukan nasabah berupa “Wakalah Non Bil Ujroh” dan tidak terdapat fee didalamnya sehingga Hal ini dimungkinkan dan tidak menyalahi syariah Islam, dan masih dalam kesesuaian prinsip-psinsip syariah (shariah complience). karena dalam Dalam fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut: pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa jika bank bendak mewakilkan

114

Slamet Riyadi, Banking Assets and Liability management, (Jakarta, Faultas Ekonomi UI, 2006),hal.159. 115

Sri Nurhayati - Wasilah, Akuntansi Syari‟ah di Indonesia, (Jakarta, Salemba Empat, 2011),hal.176-177.

Page 152: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan prinsip syariah dalam penerapan akad pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah telah sesuai dengan fatwa MUI dan memenuhi Prinsip-Prinsip Syariah (shariah complience)”116.

Menurut Rita Kumalasari selaku nasabah dalam bahwa beban

operasional merupakan beban yang terjadi dalam rangka memperoleh

pendapatan operasi misalnya, beban perlengkapan, beban gaji, beban

sewa, beban iklan, beban asuransi dan beban yang seharusnya menjadi

tanggung jawab bank.117 Pengertian beban operasional lain bisa juga dari

biaya yang harus dikeluarkan bank yang langsung terkait dengan upaya

memperoleh dana pihak ketiga.118 Berdasarkan pengertian dia atas dapat

dijelaskan secara matematik sederhana bahwa beban operasional

merupakan beban/biaya yang harus dikeluarkan oleh bank dalam kegiatan

operasionalnya guna mendapatkan pendapatan operasi dalam bentuk

biaya tenaga kerja, biaya administrasi, penyisihan penghapusan aktiva

produktif (PPAP), biaya sewa, biaya perlengkapan dan lain-lainnya.

Dengan sistem ini maka bank syariah sulit mewujudkan sistem

keadilan pengupahan, karena wakalah bil ujrah, dari bentuk perwakilan

dari nasabah kepada bank. Sedangkan murabahah bil wakalah,

perwakilan bank kepada nasabah, maka yang harus mendapatkan ujrah

adalah nasabah yang diwakilkan oleh pihak bank karena ada jasa dan

pekerjaan yang harus dilakukan oleh yang diwakilkan. Bank seyogyanya

memberikan ujroh (honorarium dan atau biaya transport) kepada wakil

nasabah tersebut. Akan tetapi pada umumnya, pembayaran ujroh kepada

nasabah yang menjadi wakil tersebut tidak dipraktikkan oleh bank jika

keterangan tersebut sesuai seperti yang dijelaskan di atas jika benar

adanya bank yang meminta untuk diwakilkan kepada pihak nasabah.

116

Wawancara oleh bapak Drs. Tarmizi tanggal 10 Mei 2016 117

Rita Kumalasari, blogspot.in/?m=1 akses tanggal 17 Mei 2015. 118

Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisa Fiqih dan Keuangan, Edisi Ketiga (Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2006)),hal.280.

Page 153: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Padahal, jika pembelian barang atau jasa apa pun namanya yang

dibutuhkan itu dilakukan tidak sekali, bahkan berulang kali seperti

pembelian material bangunan akan memungkinkan munculnnya biaya-

biaya perolehan barang atau jasa lebih tinggi.119

Keterbatasan fungsi perbankan syariah dalam pembiayaan tersebut

barang atau produk yang akan di beli oleh nasabah harus terlebih dahulu

milik bank. Bank tidak bisa lansung memproses ketempat tujuan

pembelian produk tersebut, maka harus dengan perwakilan nasabah

(wakalah) dengan atas nama bank yang kemudian produk tersebut dijual

kepada nasabah. Sehingga kedudukan akad dalam bank syariah itu

antara akad wakalah bil ujrah dan murabahah bil wakalah terdapat suatu

perbedaan pada kedudukan suatu akad, dimana jika wakalah bil ujrah

memberi kedudukan akad yang bertujuan untuk memudahkan dalam

pengiriman suatu transaksi antar nasabah. Sedangkan dalam akad

murabahah bil wakalah kedudukan tersebut bertujuan dalam memberikan

pelayanan dan fasilitas pembayaran dari suatu bank kepada nasabah.

Praktik ini pun menurut analisa penulis tidak adanya keperpihakan

dan kurangnya keadilan bagi bank syariah kepada nasabah ketika akad

murabahah bil wakalah ini diterapkan, karena posisi akad wakalah bil

ujrah dan murabahah bil wakalah terdapat perbedaan dalam unsur beban

biaya. Bila akad wakalah bil ujrah terlaksana, maka ada jasa atau

pemberian imbalan dari nasabah kepada pihak bank, dan yang

seharusnya pun terjadi ketika terjadi transaksi pada akad murabahah bil

wakalah, pihak bankharus memberi fee atau upah dalam proses

mewakilkannya kepada pihak nasabah, jadi ada proses memberi dan

menerima jasa atau upah atas terjadinya transaksi, dalam hal ini pihak

bank hanya mendapatkan suatu kemudahan dalam pembiayaannya tanpa

adanya balas jasa ataupun pertimbangan upah yang diberikan kepada

nasabah.

119

M. Nizarul Alim, Muhasabah Keuangan Syari‟ah, (Solo, Jembatan Ilmu, 2011),hal.82

Page 154: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Oleh karena itu bila ingin melihat konsep keadilan dalam akad

wakalah bil ujrah dan murabahah bil wakalah jika akad wakalah bil ujrah

dilihat adil dan merata dalam hubungan nasabah dengan bank langsung

ada konpensasi biaya yang diberikan nasabah kepada pihak bank yaitu

berupa fee sebagai balas jasa nasabah. Sedangkan murabahah bil

wakalah diniilai kurang adanya keadilan atau pemerataan dalam

hubungan nasabah dengan bank., karena dalam perwakilannya pihak

bank yang memberikan amanat kepada nasabah tidak memberikan fee

atau upah dari pihak bank kepada nasabah. Sehingga tideak ada

keberpihakan kepada nasabah, karena sesungguhnya posisi bank

menawarkan keadilan dalam setiap pembiayaan usaha dan kerugian pun

ditanggung bersama berdasarkan prinsip keadilan.120

Jadi dalam hal in pun penulis menyadari pentingnya memperhatikan posisi

pembiayaan dalam transaksi akad murabahah ini karena juga harus

memperhatikan pemilik modal dengan pihak yang membutuhkan dana

melalui transaksi jual beli yang saling menguntungkan dan tidak kalah

pentingnya bagi pemangku kepentingan bila dalam proses jual beli,

barang harus terganti dengan uang, jadi bukan uang terganti dengan

uang. Dalam hal ini ketika nasabah tidak memiliki uang dan dia

membutuhkan barang maka pemilik modal (lembaga keuangan) harus

memberikannya barang. Tidak dibenarkan memberi nasabah uang

kemudian nasabah berkewajiban mengembalikannya dengan beberapa

uang tambahan dengan nominal yang ditentukan, meskipun bank

berkeyakinan dapat memprediksi keuntungan yang akan diperoleh.

3. Motivasi Nasabah Menggunakan Pembiayaan Murabahah Di Bank

Jambi Syariah

Dalam konsep bahwa motivasi adalah suatu dorongan kehendak

yang menyebabkan seseorang melakukan suatu perbuatan untuk

mencapai tujuan tertentu. Motivasi berasal dari kata motif yang berarti

120

Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Dalam Perspektif Fikih Ekonomi, (Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012), hal.26

Page 155: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

"dorongan" atau rangsangan atau "daya penggerak" yang ada dalam diri

seseorang. Menurut Weiner yang dikutip Elliot et al bahwa motivasi

didefenisikan sebagai kondisi internal yang membangkitkan kita untuk

bertindak, mendorong kita mencapai tujuan tertentu, dan membuat kita

tetap tertarik dalam kegiatan tertentu.121Motivasi dapat diartikan sebagai

dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang yang diindikasikan

dengan adanya; hasrat dan minat; dorongan dan kebutuhan; harapan dan

cita-cita; penghargaan dan penghormatan. Motivasi adalah sesuatu apa

yang membuat seseorang bertindak. Menurut Maslow menyatakan

bahwa motivasi merupakan dampak dari interaksi seseorang dengan

situasi yang dihadapinya dan Menurut A. Maslow teori motivasi

merupakan kebutuhan primer dimana sesungguhnya individu itu saling

melengkapi dan sistemik.122

Saat ini perkembangan di bidang jasa, khususnya perbankan

sedang pesat. Jasa merupakan kegiatan yang dapat diidentifikasikan

secara tersendiri, yang pada hakekatnya bersifat tidak teraba, yang

merupakan pemenuhan, kebutuhan dan tidak harus terikat pada penjualan

produk atau jasa laen. Dahulu nasabah mencari bank, sekarang bank

yang mencari nasabah, maka bank dituntut untuk mampu menawarkan

produk-produk sesuai dengan kebutuhan dan keinginan nasabah atau

masyarakat. Tentunya tidak ada unsur bunga atau ribawi, khususnya

kegiatan yang banyak memfokuskan menarik dan menyalurkan uang dari

dan kepada nasabah. Keberagaman produk dan jasa yang ditawarkan

oleh lembaga keuangan syariah, tidak hanya memberikan kesempatan

yang luas bagi konsumen untuk memilih produk yang dibutuhkan

nasabah, namun juga menimbulkan keraguan karena banyaknya produk

yan ditawarkan. Motivasi nasabah untuk memilih produk adalah manfaat

121

B. Berelson and G. Stainer, Human Behavior: An Inventory of Scientific Findings (New York: Harcaurt Brace 1964), hal. 240. 122

A. Maslow, Motivation nad Personality (New York: Harper, 1954), hal.130.

Page 156: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

yang diperoleh dari produk tersebut, tidak ada kerugian baginya dalam

melakukan transaksi ini khususnya.123

Jika dilihat Banyaknya permintaan dari faktor sisi penawaran bank

syariah terhadap akad pembiayaan murabahah pada Bank Jambi Syariah

dikarenakan jenis pembiayaan murabahah dibandingkan dengan jenis

pembiayaan yang lain, maka pembiayaan murabahah dinilai lebih minim

risikonya dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil. Selain itu

pengembalian yang telah ditentukan sejak awal juga memudahkan bank

dalam memprediksi keuntungan yang akan diterima, sebagaimana

wawancara bersama bapak sururuddin selaku nasabah di Bank Jambi

Syariah sebagai berikut:

Dominannya permintaan terhadap akad pembiayaan murabahah pada Bank Jambi Syariah diakui oleh pihak nasabah kalau sistem pembiayaan murabahah bisa dikatakan tidak memiliki resiko kerugian, karena jenis pembiayaan ini mempunyai pendapatan yang telah ditentukan, dalam bahasa perbankan murabahah adalah merupakan salah satu bentuk jenis natural certainty contract yaitu kontrak berupa required rate of proflt atau tingkat keuntungan yang disepakati antara nasabah dan pihak bank124

Sebagaimana wawancara bersama bapak sururuddin selaku

nasabah di Bank Jambi Syariah sebagai berikut: Dalam kontrak akad

murabahah yang menjadi motivasi belaiu dalam melakukan permintaan

pembiayaan murabahah pada bank Jambi 9 Syariah di antaranya:

“Pertama, karena nasabah merasa dalam proses pembiayaannya itu prosesnya cepat dibandingkan pada pinjaman kredit pada bank konvensional dan kedua, pelayanan pegawai Bank Jambi Syariah dengan jasa pelayanan yang optimal dari account officer, yang langsung bertatap muka dengan calon debitur. Account officer ini mampu berkomunikasi dengan baik, memberikan penjelasan-penjelasan mengenai jenis pembiayaan yang diminta oleh calon debitur serta memberi bimbingan dalam setiap prosedur pembiayaan”.125

123

Citra Dwiratih Aviza, Factor Yang Mempengaruhi Keputusan Mitra Dalam Memilih Menggunakan Produk Pembiayaan Murabahah Di Bmt Berkah, Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, 2014, akses tgl 3 aprol 2017. 124

Wawancara bersama sururuddin selaku nasabah di Bank Jambi Syariah pada tanggal 30 juni 2016. 125

Wawancara sururuddin selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 30 Juni 2017.

Page 157: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Faktor permintaan dari sisi nasabah terhadap pembiayaan

murabahah adalah administrasi sederhana, pelayanan pegawai bank yang

tidak memakan waktu lama dan jauh lebih mudah prosesnya

dibandingkan dari sistem kredit pada bank konvensional, sebagaimana

wawancara bersama Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah

sebagai berikut:.

Faktor permintaan kontrak pembiayaan murabahah dari sisi nasabah karena dinilai lebih simpel dan mudah dalam proses transakasinya dibandingkan dengan jenis pembiayaan bagi hasil. Hal ini lebih disebabkan kemiripan operasional murabahah dengan jenis kredit konsumtif yang ditawarkan oleh perbankan konvensional, dimana masyarakat telah terbiasa dengan hal ini, karena pola pembiayaan murabahah yang lebih relatif mirip dengan pola pada pembiayaan kredit yang berbasis bunga.126

Selain faktor sisi permintaan dari pihak bank dan sisi permintaan

nasabah pada pembiayaan murabahah diatas, maka faktor yang yang

turut menentukan ikut mempengaruhi permintaan terhadap pembiayaan

murabahah pada bank syariah ada dua hal yaitu margin murabahah dan

nilai pembiayaan berbanding lurus dengan bunga kredit bank

konvensional.

Hal ini tidak terlepas dari persoalan kajian murabahah yang

mendorong pembiayaan yang berbasis bagi hasil dengan skim jual beli

bank mendapatkan keuntungan yang terbesar tentu berasal dari

keuntungan murabahah. Faktor–faktor itulah yang membuat banyak

perbankan syariah lebih suka untuk menerapkan konsep pembiayaan

murabahah karena paling sederhana. Akan tetapi pembiayaan murabahah

ini justru menimbulkan permasalahan baru, karena pada akhirnya

menimbulkan salah persepsi di kalangan masyarakat bahwa pembiayaan

murabahah yang ada di perbankan syariah sangat mirip dengan sistem

pinjaman kredit bank konvensional yang menghitung bunganya secara

fixed/flat rate, terutama karena adanya faktor mark-up yang menggunakan

126

Wawancara Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 03 Juli 2017.

Page 158: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

suku bunga sebagai patokan, atau benchmark sehingga perbankan

syariah bisa bersaing dengan bank-bank konvensional yang berbasis

bunga. 127

Sistem penentuan margin pada perbankan syariah, meskipun

dikatakan nilai marginnya tetap pada nilai angsuran pertahun dan tidak

terpengaruh pada fluktuasi tingkat bunga, namun pada kenyataannya

margin yang ditetapkan bank syariah terlihat lebih besar nilainya jika

dibandingkan dengan tingkat bunga pada perbankan syariah. Bahkan

“seolah-olah” penetapan persentase margin perbankan syariah seperti

hendak menyamakan dengan tingkat fluktuasi suku bunga di masa depan.

Hal ini jelas dari kutipan penulis yang dipaparkan dalam penelitian

Nizamul Alim yang meneliti tentang ekspektasi pada pembiayaan bank

syariah. Dari wawancara yang dituliskan langsung dalam penelitiannya

tersebut salah seorang narasumber yang dalam hal ini adalah nasabah

yang melakukan pembiayaan menyatakan:

Saya rasa tidak ada bedanya, malah hitungan bagi hasil plus biaya administrasi di total lebih besar dari bunga kredit seperti di bank konvensional. Setiap bulan saya selalu membayar dengan jumlah rupiah yang sama sebagai konsekuensi akad kesepakatan keuntungan yang terjadi pada saat akad. Padahal usaha yang saya lakukan kadang satu bulan belum menerima pendapatan karena masih menjadi piutang.128

Namun selain dua faktor terhadap sisi permintaan nasabah pada

pembiayaan murabahah ada faktor lain yang turut mempengaruhi

terhadap pembiayaan murabahah yaitu alasan karena keyakinan

menjalankan Syariat Islam dan memulai sesuatu dari yang baik dan halal

dan menentramkan di bank syariah, sebagaimana wawancara bersama

Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah sebagai berikut:.

Kehadiran perbankan syariah yang berkiblat pada ajaran Islam di Indonesia, memberi peluang dan pangsa pasar yang lebih besar untuk

127

Mohamad Heykal, Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Margin Murabahah Untuk Produk Pembiayaan Pemilikan Rumah, Studi Kasus PT Bank Syariah Mandiri, ((Purwokerto Unsued, 2010), hal. Xxxx. 128

Nizarul Alim, StudiKesenjangan Ekspektasi (Expectation Gap) Pada Pembiayaan Syariah: Pendekatan Kualitatif-Interpretatif. ((Purwokerto Unsued - Tidak Dipublikasikan. 2010), hal. 23.

Page 159: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

berkembang dan banyak masyarakat yang menganggap bahwa sistem bagi hasil pada bank syariah tidak berbeda dengan sistem bunga yang dijalankan perbankan konvensional. Oleh karena itu saya meminjam dan melakukan pembiayaan apapun namaya dengan alasan memanfaatkan jasa perbankan syariah semata-mata karena faktor menjalankan syariat Islam dan ini menjadi motivasi bagi masyarakat tidak lagi memiliki perspektif yang sempit dalam memandang kinerja perbankan syariah .129

129

Wawancara Marwan Sodik selaku Nasabah Bank Jambi Syariah pada tanggal 03 Juli 2017.

Page 160: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan yang telah

dikemukakan pada bab bab sebelumnya, dapat ditarik sebuah kesimpulan

bahwa:

1. Dalam proses penerapan yang dilakukan bank 9 jambi syariah yang terjadi

adanya kesepakatan awal, dimana nasabah meminta kepada bank untuk

melakukan pendanaan uang berupa pembiayaan dan pembelian barang atas

kehendak nasabah sendiri melalui akad wakalah disertai dengan pemberian

surat kuasa dengan pemindahan kuasa atau mandat kepada nasabah, kemudian

bank melakukan pengkreditan uang kepada nasabah atas barang yang akan

dibeli hingga telah dibeli oleh pihak nasabah kepada pihak supplier, dengan

tetap mempertahankan hak barang atas nama bank dengan tetap

memperhatikan fungsi asli dari akad wakalah tersebut, berfungsinya akad

dalam pemberian kuasa, kemudian barang diserahkan nasabah kepada bank

setelah itu baru terjadi akad murabahah setelah akad wakalah selesai dilakukan.

Dimana bank 9 jambi syariah dan nasabah melakukan transaksi barang secara

murabahah yaitu dengan kesepakatan pembayaran secara cicilan atau tangguh.

Maka kepemilikan dan resiko atas barang beralih ke pihak nasabah. sehingga

tidak ada fee atau upah didalam akad tersebut. Adapun pembiayaan syariahnya

berupa penyediaan dana dalam bentuk mudharabah, musyarakah dalam bentuk

musyarakah mutanaqisah, ijarah dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik, jual

beli murabahah, salam dalam bentuk salam paralel, dan istishna, qordh, dan

transaksi multijasa dan modifikasi akad pembiayaan murabahah di bank jambi

syariah.

2. Pada konsep kepatuhan syariah dalam proses pembiayaan murabahah

di Bank Jambi Syariah dilihat dari konteks modifikasi akadnya menurut

analisa penulis memiliki re-interpretasi, permintaan atas penyediaan

pembiayaan adalah nasabah dan keinginan atau permintaan untuk membeli

Page 161: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

atau mencari barang itu sendiri adalah nasabah dalam konteks ini tidak ada fee

dalam akad benar adanya sehingga di sebut “ murabahah bil wakalah non bil

ujroh” dikarenakan nasabah yang menggunakan jasa bank, dan menurut

kepatuhan syariah ini tidak menyalahi syariah Islam, dan masih dalam

kesesuaian prinsip-psinsip syariah (shariah complience). karena dalam

fatwa Nomor 04/ DSN-MUI/ IV/ 2000 Tanggal 1 April 2000 tentang

murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah

sebagai berikut: pada bagian pertama angka 9 disebutkan bahwa jika

bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari

pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang

secara prinsip, menjadi milik bank. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa pelaksanaan penerapan akad pembiayaan

murabahah di Bank 9 Jambi Syariah telah sesuai dengan fatwa MUI

dan memenuhi Prinsip-Prinsip Syariah (shariah complience).

3. Faktor yang mempengaruhi motivasi nasabah dalam melaksanakan akad

pembiayaan murabahah di anataranya: Pertama, nasabah memperoleh barang

yang diinginkannya melalui pembiayaan dari bank. Kedua, akad pembiayaan

murabahah merupakan akad pembiayaan yang minim resiko bagi nasabah

dibanding produk yang lain. Ketiga, nasabah merasa dalam proses pembiayaan

akad murabahah proses administrasi sederhana, simpel, mudah bertransaksi,

cepat diproses, dan menjalankan amanah. Keempat, pelayanan yang diberikan

pegawai Bank secara optimal, santun dan ramah serta transparansi dengan

memberikan bimbingan dalam setiap prosedur pembiayaan yang dijalankan

oleh pihak nasabah. Kelima, Nasabah dapat mengangsur pembayaran dengan

jumlah angsuran yang tidak akan berubah pada masa perjanjianya. Keenam,

faktor primordial yang paling menentukan adalah adanya pemanfaatan jasa

perbankan syariah yang semata-mata karena bank menjalankan sistem akad

pembiayaan dengan berbasis syariah.

Page 162: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

B. Saran-saran

Sebagai saran-saran untuk menyempurnakan penelitian ini, harapan

penulis kepada pembaca menyarankan untuk lebih dapat mempromosikan produk

akad pembiayaan murabahah yang berdasarkan syariah, sehingga masyarakat

yang ingin melakukan jual beli murabahah tidak ragu-ragu. Adapun kepada pihak

Bank Jambi Syariah agar lebih memperhatikan tekhnis kontrak akad yang dibuat,

agar masyarakat dapat memahami proses-proses yang harus dilalui dalam

pembiayaan jual beli murabahah.

Hal tersebut tidak terlepas pproses sistematika penerapan murabahah

dalam Bank Jambi Syariah dimana murabahah yang dikenal dalam bank syariah

dan dengan dukungan fatwa yang telah dikeluarkan Dewan Syariah Nasional MUI

telah melegalkan bentuk transaksi yang mengalami inovasi ketika diterapkan

dalam perbankan syari‟ah. Hal ini disebabkan berbagai ketentuan yang ada, selain

ketentuan perbankan, juga belum mengakomodir sifat-sifat yang ada dalam

murabahah, baik ketentuan hukum maupun perpajakan. Usaha ini memerlukan

pengertian dan pemahaman semua pihak tentang manfaat dan keunggulan

transaksi ini dibanding transaksi dalam perbankan konvensional.

Apabila tidak demikian, maka keunggulan dan manfaat perbankan syari‟ah

bagi masyarakat dan ekonomi nasional jadi tidak nampak, karena perbankan

syariah bukan diperuntukkan hanya kalangan orang muslim saja, tapi juga berlaku

bagi orang non Muslim. Hal ini membuktikan bila apa yang diputuskan oleh fatwa

Dewan Syariah Nasional MUI benar-benar telah memperhatikan aspek hukum

dan kemanusiaan dengan mengedepankan kemaslahatan umat manausia.

Page 163: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

C. Kata Penutup

Dengan mengucapkan Alhamdulillah, akhirnya tesis ini dapat

terselesaikan, dengan harapan semoga apa yang telah penulis sampaikan dalam

tulisan ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca dan khususnya bagi penulis

sendiri. Sekiranya terdapat kekurangan dalam tulisan ini, baik dalam pembahasan

isi, bahasa maupun metode penulisan. Hal itu dikarenakan oleh keterbatasan dari

kemampuan penulis untuk memberikan yang terbaik, karena penulis hanyalah

seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan atau kekhilafan.

Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkenan

memberikan bantuan secara moril maupun materil kepada penulis, sehingga tesis

ini dapat terselesaikan dengan baik dan dengan harapan mendapat Ridho dari

Allah SWT.

Page 164: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

DAFTAR PUSTAKA

B. Buku

Al-Quran dan Terjemahan, Departemen Agama Republik Indonesia, Jakarta:

Lajnah Pentashih Mushaf al-Qur‟an, 2001.

Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah: Studi tentang Teori Akad dalam

Fikih Muamalat. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007.

2007.Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta:

Raja Grafindo, 2004.

Alaudin Al-Kasani, Badai’ash-Shanai’fi Tartib Asy-Syara’i, Jilid, IV, Beirut:

Darul Ilmi, tt..

Al-„Imrâni, Al-Uqûd al-Mâliyah al-Murakkabah, Beirut:: Darul Qalam, tt.

A. Djazuli dan Yadi Yanuari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah

Pengenalan), Jakarta: Rajawali Press, 2001.

Abdullah bin Muhammad bin Abdullah al-„Imrani, Al-Uqud al-Maliyah al-

Murakkabah, Beirut: Darul Ilmi, tt.

Abdullah Saeed, Bank Syariah Studi Kritis Tentang Riba Dan Bunga, terjemahan,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.

A. Maslow, Motivation nad Personality, New York: Harper, 1954.

Bank Indonesia, Kodifikasi Produk Perbankan Syariah, Jakarta: Direktorat

Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2006.

Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam).

Yogyakarta: UII-Press, 1990.

B. Berelson and G. Stainer, Human Behavior: An Inventory of Scientific

Findings, New York: Harcaurt Brace 1964.

Burhanuddin Susanto, Tingkat Penggunaan Multi Akad Dalam Fatwa Dewan

Syari’ah Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Fakultas Syari’ah UIN

Maulana Malik Ibrahim Malang,Jurnal, al-Ihkam, Vol .1 1 No.1, 2016.

Cecep Maskanul Hakim, Belajar Mudah Ekonomi Islam, Catatan Kritis Terhadap

Dinamika Perkembangan Perbankan Syari’ah di Indonesia, Banten, Shuhuf

Media Insani, 2011.

Page 165: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

C.S.T Kamsil, dkk, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,

Jakarta: Sinar Grafika, cet. Ke-, 2002.

Citra Dwiratih Aviza, Factor Yang Mempengaruhi Keputusan Mitra Dalam

Memilih Menggunakan Produk Pembiayaan Murabahah Di BMT Berkah,

Fakultas Syariah Dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah, 2014.

Dwi Suwiknyo, Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah, Yogyakarta:

Pustaka.Pelajar, 2010.

Fatwa Dewan Syariah Nasional sesuai dengan ketentuan No.DSN-MUI

No.04/DSN-MUI /MUI/IV/2000.

Fatwa Dewan Syariah Nasional sesuai dengan ketentuan No. 34/DSN-

MUI/IX/2002.

Fatwa Dewan Syariah Nasional sesuai dengan ketentuan No.: 84/DSN-

MUI/XII/2012.

Ghufron A. Mas‟adi, Fiqh Muamalah Kontekskstual, Cet. 1, Jakarta: Raja

Grafindo Persada, 2002.

H. Masyhudi, Asset Liability Management Menyiasati Risiko Pasar dan Risiko

Operasional dalam Perbankan, Jakarta: Elex Media Komputindo, 2004.

.

Hasanudin Maulana, Modifikasi Akad Dalam Transaksi Kontemporer, Jurnal

akses 19 April 2017.

Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.

Imamul Arifin, Membuka Cakrawala Ekonomi, Jakarta: Setia Purna Inves 2007.

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad bin Hambal asy-Syamiyin Jil. 4,

Beirut,: Dar-Al-Kutub Al-Ilmiah), Terj. Ahmad Muhammad Syakir, tt

Kasmir, Manajemen Perbankan, Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2002.

Karnaen Perwaatmadja, Prinsip Operasional Bank Syariah, Jakarta : Risalah

Masa, 1992.

Liaquat Au Khan Niazi, Islamic Law of Contract, Pakistan: Research Cell Dyal

Sir Trust Library, 1990.

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT.Remaja

Rosdakarya, 1994.

Page 166: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta:

UII Press, 2004.

Mohammad Zuhri, Terjemah Fiqh Empat Madzab, Semarang: Asy-Syifa, 1993.

M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,

Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

M. Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, Jakarta: Gema Insani

Press, 2001.

Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid Wa

Nihayatul Muqtashid, Beirut:: Darul Qalam, 1988.

Muhammad Firdaus NH, dkk, Konsep & Implentasi Bank Syariah, Jakarta:

Renaisan, 2005.

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit Margin Pada Bank

Syariah, Yogyakarta: UII Press, 2004.

Muhammad. Manajemen Pembiayaan Mudharabah di bank Syariah strategi

mernaksimalkan Return dan meminimalkan risiko Pembiayaan di Bank Syariah

Sebagai Akibat Masalah Agency, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.

Muhammad, Model-Model Akad Pembiayaan Di Bank Syariah (Panduan Teknis

Pembuatan Akad Atau Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Syariah), Yogyakarta:

UII Press, 2009.

Muhammad, Audit dan Pengawasan Bank Syariah di Indonesia, Yogyakarta: UII

Press, 2010.

Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah, Jakarta: Raja Grafindo, 2015.

Mohamad Heykal, Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penetapan

Margin Murabahah Untuk Produk Pembiayaan Pemilikan Rumah, Studi Kasus

PT Bank Syariah Mandiri, Purwokerto: Unsued, 2010.

Muslimin H. Kara, Bank Syariah Di Indonesia; Analisis Kebijakan Pemerintah

Indonesia Tentang Perbankan Syariah, Yogyakarta: cet.I: UII Press, 2005.

M. Nizarul Alim, Muhasabah Keuangan Syari’ah, Solo, Jembatan Ilmu, 2011.

Noeng Muhadjir., Metode Penelitian Kualitatif, cet 8, Yogyakarta: Rake Sarasin,

2000.

Page 167: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Nazih Hammad, Al-Uuqud al-Murakkabah fî al-Fiqh al-Islamy, Damaskus: Dar

al-Qalam, 2005.

Nizarul Alim, Studi Kesenjangan Ekspektasi (Expectation Gap) Pada

Pembiayaan Syariah: Pendekatan Kualitatif-Interpretatif. Purwokerto: Unsued,

2010.

Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah, Jakarta: PKES

Publishing,

2008.

Rahmadi Ustman, Produk Dan Akad Perbankan Syariah Di Indonesia

implementasi dan Aspek Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakri, 2009.

Rachmat Syafe‟i, MA. Fiqh Muamalah, Bandung: Setia, 2000.

Reza Perdana Putra Rachmat, Dewan Pengawas Syariah (DPS) Atas Kerugian

Bank Syariah Dalam Tinjauan Hukum Korporasi”, Program Magister Ilmu

Hukum Ekonomi Universitas Indonesia), jurnal, www//http//com.id. 2016.

Abdullah Saeed, Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank

Kaum Neorevivalis, Terj. Jakarta: Paramadina, 2004.

Saeed, Abdullah. Islamic Banking and Interest: A Study of the Prohibition of Riba

and its Contemporary Interpretation. Leiden-New York-Koln: E.J. Brill, 1996.

Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum

Perbankan Indonesia, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999.

Syukri Isha‟, Sistem Perbankan Syariah Di Indonesia; Dalam Perspektif Fikih

Ekonomi, Cet.1, Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012. Hal. 276

Slamet Riyadi, Banking Assets and Liability management, Jakarta, Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia, 2006.

Sri Nurhayati-Wasilah, Akuntansi Syari’ah di Indonesia, Jakarta, Salemba Empat,

2011.

Syukri Iska, Sistem Perbankan Syariah Dalam Perspektif Fikih Ekonomi,

Yogyakarta: Fajar Media Press, 2012.

Suharsimi Arikunto., Prosedur Penelitian Sebagai Suatu Pendekatan Praktek,

Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Sugiyono., Prosedur Metode Penelitian Sosial, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2007.

Page 168: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

T. M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Pengantar Fiqh Mu’amalah, Jakarta: Bulan Bintang,

1984.

Tariqullah Khan dan Habib Alimed, Manajemen Risiko Lembaga Keuangan

Syariah. Terj. Pentama, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Timur Kuran, The Economic System in Contemporary Islamic Thought:

Interpretation and Assesment, Vol. 2 no. 1International jurnal of Meddle East

Studies, 1986.

Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai

Pustaka, 1996.

Undang-Undang Perbankan Syariah. 21 tahun 2008.

Veithsal Rivai, Islamic Financial Manajement, Teori, Konsep dan Aplikasi

Panduan Praktis untuk Lembaga Keuangan, Nasabah, Praktisi dan Mahasiswa,

Jakarta: Rajawali Press, 2008.

Wangsawidjaja, Pembiayaan Bank Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum,

2012.

Wiroso. Jual Bell Murabahah, Yogyakarta: UlI Press, 2005.

Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional Dalam Sistem

Hukum Nasional Di Indonesia, Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian

Agama RI, 2010.

Zainul al-Ihkam, Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah di Indonesia :

Peluang dan Tantangan, Jurnal Ilmu Hukum Syiar Madani, - Volume XI No.

2009.

Zainul Arifin, Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah, Jakarta: Alvabet, 2003..

C. Internet

www,bankjambisyariahblogspot.com/2016/03/bjb-syariah.html

http://www. Taqhiyuddin, Tinjauan Umum Tentang Murabahah, akses tgl. 24

April 2017.

http://www. Sofyan al-Hakim, Perkembangan Regulasi Perbankan Syariah Di

Indonesia.Pdf akses tgl 6 Maret 2017

http://documentbankjambisyariahblogspot.com/2016/03/bjb-syariah.html.

Page 169: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

http://fahmi-salim.blogspot.co.id/2012/06/pidato-pengukuhan-dr-hc-kh-maruf-

amin. html. Burhanuddin akses tgl.25 April 2017.

http://www. Burhanuddin Susanto, Tingkat Penggunaan Multi Akad Dalam Fatwa

Dewan Syari’ah Nasional–Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), Fakultas

Syari’ah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, jurnal, al-ihkam, Vol .1 1 No.1

Juni 2016, akses tgl 18 april 2017

http://www. Hasanudin, Multi Akad Dalam Transaksi Syari’ah Kontemporer

Pada Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia:Konsep dan Ketentuan

(dhawabith) dalam Perspektif Fiqh,Dosen FSH-UIN Syahid dan IIQ Jakarta,

akses tgl. 11 Maret 2017

http://www. Ekonomisyariah / download / artikel/makalah /20IAEI_Multiakad_

hasanuddin. pdf.

http://www. Multiakad Menurut Hukum Islam dan KUH Perdata, jurnal,

repository.unisba.ac.id,. akses 27 Maret 2017.

http://hasn87.blogspot.co.id/jurnal/2013/11/blog-post_5.html Nur Hasan, Hybrid

Contract, akses tgl 8 April 2017.

http://www. Ustadz Kholid Syamhudi, Lc, Artikel. Ekonomisyariat.

com.blogspot.co.id /jurnal/2013/11/blog-post

http://hasn.blogspot.co.id/jurnal/2013/11/blog-post_5.html Hadist Shahih HR.

ahmad.https ://ahsanaproperty.com /2015/08/25/ hukum-menggabungkan- dua-

akad- dalam- satu- akad- al-uqud- al-murakkabah. Akses tgl. 3 April 2017

Http/www.com./Undang-Undang_dan_Peraturan_Perbankan_Syariah, Mengatur,

Mengawasi, Melindungi, Untuk Industri Keuangan Yang Sehat/Ojk.Pdf akses tgl.

8 Sep 2016.

http://dedesandi69.blogspot.com/2013/03/ pengawasan_26.html. Akses tgl 10

Februari 2015.

Http://Download. Portalgaruda. Org/Article. Php.Article = Kepatuhan - Syariah-

Shariah-Compliance-Inovasi-Produk-Bank-Syariah-Di-Indonesia Akses tgl 13

februari 2016.

http.www.repository.unisba.ac.id, Multi Akad Dalam Hukum Islam. Akses tgl. 3

April 2017.

http://fahmi-salim.blogspot.co.id/2012/06/pidato-pengukuhan-dr-hc-kh-maruf-

amin. html. Burhanuddin tgl.25 april 2017.

Page 170: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

http://Hasanudin, Multi Akad Dalam Transaksi Syari’ah Kontemporer Pada

Lembaga Keuangan Syariah Di Indonesia:Konsep dan Ketentuan (dhawabith)

dalam Perspektif Fiqh,Dosen FSH-UIN Syahid dan IIQ Jakarta, akses tgl. 11

Maret 2017 atauhttp//www. Ekonomisyariah / download / artikel / makalah /

20IAEI_Multi_Akad_hasanuddin.pdf

http/www.com/Keharusan Akad Pembiayaan Murabahah Al-Wakalah Dalam

Proses Pemberian Pembiayaan Warung Mikro Di PT. Bank Syariah Mandiri

Cabang Medan/jurnal.pdf. Askes 9 Maret 2017.

http/www.com/Taqhiyuddin, Murabahah Bil Wakalah, dan Penjelasan Fatwa

DSN MUI No.4/DSN-MUI/Iv/2000 Tentang Murabahah. akses tgl. 27 April

2017.

http://pdfsearchpro.com/bank-syariah-pdf.html, diakses: 16 April 2015.

http://pdfsearchpro.com/-Bank Indonesia kerjasama dengan Ernst dan Young,

peran DPS belum optimal. Dilanggarnya syariah compliance akibat lemahnya

pengawasan DPS memiliki dampak terhadap risk manajemen,.pdf.

DAFTAR KEY INFORMAN

No Nama Informan Jabatan

1. Hermanto Harun Ph.D Ketua Fatwa MUI Kota Jambi

2. Dr. A.A. Miftah, M.Ag DPS Bank Jambi Syariah

3. Drs. Tarmizi Sibawaihi .,M.HI

DPS Bank Jambi Syariah

4. Marlina Susanti., SE Analis Pembiayaan Bank Jambi Syariah

5. Sururuddin Nasabah Bank Jambi Syariah

6. Marwan Sodik Nasabah Bank Jambi Syariah

Page 171: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA

Judul : Penerapan Modifikasi Akad Pembiayaan Murabahah di Bank Jambi Syariah.

DAFTAR WAWANCARA

1. Kapan sejarah berdirinya Bank Jambi Syariah.

2. Bagaimana struktur organisasi serta tugas masing-masing pimpinan

dan karyawan di Bank Jambi Syariah.

3. Berapa macam bentuk sistem pembiayaan pada Bank Jambi Syariah.

4. Apakah yang menjadi kriteria pemohon dalam mengajukan

pembiayaan akad murabahah di Bank Jambi Syariah.

5. Bagaimana sistematika dalam proses modifikasi penerapan

pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah dan bagaimana dalam

perspektif hukum syariah.

6. Apa saja faktor yang mempengaruhi nasabah tetap menggunakan

pembiayaan murabahah di Bank Jambi Syariah.

Page 172: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …

Daftar riwayat hidup CURRICULUM VITAE

Nama : Indo Makkatapsyah Tempat tanggal lahir Tempat Tanggal Lahir : Inhil, 12 juli 1989 Jenis kelamin : Perempuan No. Hp : 0852-6667-2323 Alamat : Villa Duren Mas F.14 Simp. Sei. Duren Mendalo. Agama : Islam Kewarganegaraan : Indonesia Status : Kawin Email.com : [email protected] Pendidikan formal : SDN 006 Inhil

MTsN.1 Inhil

SMAN.1 Inhil

S.1 UIN Sts Jambi

Prestasi : Juara 1 olahraga tenis meja tingkat kacamatan.

Juara 2 olahraga tenis meja tingkat kabupaten (porseni)

Organisasi Sekretaris osis MTsN 1 InhiL Tahun Ajaran 2003-2005

Sekretaris osis SMAN 1 InhiL Tahun Ajaran 2006-2008

Demikian curriculum vitae yang saya buat dengan data yang sebenar-

benarnya. Hormat saya, Indo makkatapsah NIM. MLK. 15.2771

Page 173: PENERAPAN MODIFIKASI AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH DI …