Upload
wirawan-sutrisno-utomo
View
7.498
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAHPADA MATERI POKOK KUBUS DAN BALOK UNTUK MENINGKATKAN
AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII F SMP NEGERI 9 MATARAM
TAHUN PELAJARAN 2010 / 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia adalah rendahnya mutu pada
setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, antara
lain melalui berbagai pelatihan dan peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan
kurikulum, pengadaan buku dan alat pengajaran, perbaikan sarana dan prasarana
pendidikan lainnya, peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai
indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang merata (Nurhadi,
2003).
Studi intensif yang dilakukan oleh Direktorat Dikmenum mengenai pembelajaran
dan pemahaman siswa SLTP sesuai dengan tuntutan kurikulum, menyimpulkan bahwa
pembelajaran di SLTP cenderung text book oriented dan tidak terkait dengan kehidupan
sehari-hari siswa. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik
sebagaimana mereka biasa diajarkan, yakni menggunakan sesuatu yang abstrak dan
metode ceramah, mereka sangat butuh untuk memahami konsep-konsep yang
berhubungan dengan tempat kerja dan masyarakat pada umumnya dimana mereka akan
hidup dan bekerja. Akibatnya motivasi belajar siswa sulit ditumbuhkan dan pola belajar
mereka cenderung menghafal (Depdiknas, 2002).
Hasil observasi lapangan Tim MGMP (Depdiknas, 2004) menunjukkan bahwa guru
mengalami banyak hambatan dalam pembelajaran matematika di SLTP. Salah satu
faktornya adalah pendekatan pembelajaran masih dominan pendekatan pembelajaran
konvensional. Pembelajaran matematika masih dengan metode ceramah, ekspsitori telah
berdampak negatif bagi siswa. Mereka menganggap pelajaran matematika hanyalah
pelajaran yang menakutkan dan identik dengan hafalan rumus-rumus yang membosankan
tanpa ada kaitannya dengan kehidupan dunia nyata. Di samping, itu proses belajar
mengajar berlangsung monoton, kurang menarik dan membosankan. Hal ini dapat
menurunkan semangat belajar siswa yang dikhawatirkan nantinya akan menurunkan pula
daya serap atau penguasaan siswa terhadap materi yang telah disampaikan oleh guru,
karena disini kedudukan siswa hanya sebagai penonton bukan sebagai pelakon.
Berdasarkan pengalaman peneliti pada saat melaksanakan PPL (Praktek
Pengalaman Lapangan) di SMP Negeri 9 Mataram, terlihat bahwa aktivitas dan motivasi
siswa dalam proses belajar mengajar matematika masih kurang. Hal ini tampak dari
kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab
pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang kemudian berdampak pada hasil belajar
(daya serap) pada tiap-tiap materi ketuntasannya masih dibawah keriteria ketuntasan
klasikal yang ditetapkan oleh Dinas Pendidikan Nasional sebesar 85%. Ketuntasan yang
diperoleh siswa kelas VIII SMP Negeri 9 Mataram dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel di atas menunjukkan bahwa kelas VIII F mendapatkan ketuntasan klasikal
paling rendah yaitu sebesar . Hasil observasi yang dilakukan peneliti selama PPL
berlangsung, menunjukkan bahwa daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang
diajarkan baik oleh peneliti maupun guru matematika masih di bawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah sebesar 60.
Berdasarkan informasi dari guru matematika bahwa prestasi siswa kelas VIII pada
materi pokok kubus dan balok belum mencapai ketuntasan. Nilai rata-rata yang diperoleh
siswa kelas VIII pada beberapa materi pokok yang diajarkan dalam semester genap
dipaparkan dalam bentuk tabel di bawah ini.
Tabel 1.2. Nilai rata-rata siswa kelas VIII pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010.
No Materi pokok Rata-rata1 Lingkaran 66,252 Kubus dan balok 55,253 Prisma dan limas 66,09
Tabel di atas menunjukkan bahwa prestasi siswa pada materi pokok kubus dan
balok belum mencapai KKM dengan nilai rata-rata 55,25. Berangkat dari hal tersebut
peneliti bermaksud mengadakan penelitian dalam pembelajaran guna mengoptimalkan
pemahaman siswa kelas VIII F pada konsep kubus dan balok.
Kemampuan siswa selama ini masih cenderung untuk menghafal fakta-fakta.
Walaupun banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi
yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka sering kali tidak memahami secara
mendalam substansi materinya. Pertanyaannya, bagaimana pemahaman anak terhadap
dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dan kemampuannya untuk
menggunakan pengetahuan tersebut dalam situasi dunia nyata?
Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang mereka
pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.
Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana mereka biasa
diajarkan, yaitu menggunakan sesuatu yang abstrak dan metode ceramah. Mereka sangat
butuh untuk memahami konsep-konsep yang berhubungan dengan tempat kerja dan
masyarakat pada umumnya dimana mereka akan hidup dan bekerja (Depdiknas, 2002)
dalam (Nurhadi, 2003).
Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran
dengan melakukan tindakan yang dapat melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam
kegiatan belajar mengajar, yaitu pembelajaran kontekstual dengan pendekatan
pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang mampu
meningkatkan hasil belajar siswa yang menghubungkan pengetahuan awal siswa dengan
materi yang sedang dipelajari.
Untuk menjamin pemahaman konsep kubus, siswa harus membentuk konsep
melalui pengalaman sebelumnya yaitu konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat.
Konsep persegi dan operasi hitung bilangan bulat merupakan materi pembelajaran yang
harus dipahami siswa secara maksimal, karena materi ini merupakan konsep dasar yang
sangat menunjang untuk mempelajari materi-materi berikutnya, khususnya yang
berhubungan dengan pengerjaan hitung. Dengan adanya penerapan pembelajaran
berbasis masalah pada sub materi pokok kubus, diharapkan siswa akan lebih aktif dalam
kegiatan belajar mengajar terutama dalam pemahaman konsep kubus. Peningkatan
pemahaman tersebut dapat dilaksanakan oleh pendidik melalui tahapan-tahapan berikut :
1.1.1. Mengorientasikan siswa pada situasi masalah, di sini guru menyampaikan tujuan
mempelajari kubus, mendiskripsikan berbagai kebutuhan logistik penting dan memotivasi
siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah.
1.1.2. Mengorganisasikan siswa untuk meneliti permasalahan yang diberikan. Guru membantu
siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas-tugas belajar terkait dengan
permasalahannya.
1.1.3. Membantu penyelidikan individual dan kelompok. Ketika kelompok-kelompok siswa
mulai dengan pekerjaan mereka, guru membantu dalam semua aspek penyelidikan
mereka dalam hal: pengidentifikasian material, sumber daya, pengaturan ide-ide, berpikir
tentang pencarian solusi, pembuatan laporan atau pameran dan pengelolaan waktu.
1.1.4. Mengembangkan dan mempresentasikan karya dan pameran. Guru membantu siswa
dalam menyampaikan hasil penyelidikannya kepada orang lain.
1.1.5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah. Selanjutnya, guru membantu siswa
melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.
Strategi pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan melalui kegiatan
individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang
akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya
pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya.
Berdasarkan uraian di atas, dalam rangka menemukan alternatif pemecahan
masalah pembelajaran, khususnya pada konsep kubus, perlu dilakukan penelitian tentang
Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok Kubus dan Balok untuk
Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram
Tahun Pelajaran 2010/2011.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah “ Apakah dengan Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah pada Materi Pokok
Kubus dan Balok dapat Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas, maka tujuan penelitian tindakan kelas
ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VIII SMP
Negeri 9 Mataram pada materi pokok kubus dan balok tahun pelajaran 2010/2011.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.4.1. Secara praktisPenelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi dalam usaha
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada sub pokok bahasan kubus di kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011. 1.4.2. Secara teoritisSecara teoritis penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1.4.2.1 SekolahHasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi upaya
peningkatan kualitas pembelajaran matematika di SMP Negeri 9 Mataram. Guru yang memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang cukup tentang strategi pembelajaran berbasis masalah dapat menjadi nara sumber dan bekerja sama dengan guru lainnya dalam meningkatkan pembelajaran di sekolah.
1.4.2.2 GuruDiharapkan dapat mengatasi kesulitan guru dalam mengajarkan konsep-konsep
matematika yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah
1.4.2.3 SiswaDengan diterapkannya pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran akan lebih
bervariasi, lebih menyenangkan dan tidak membosankan, siswa akan lebih aktif terlibat
dalam proses belajar mengajar, serta siswa akan lebih memahami konsep materi yang diberikan.
1.4.2.4 PenelitiDapat memperluas pengetahuan tentang strategi pembelajaran dan dapat
menambah ketrampilan dalam mengadakan variasi mengajar sehinggga pembelajaran akan lebih bermakna.
1.5 Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadi kesalahpahaman terhadap makna judul dalam penelitian
ini, perlu dijelaskan istilah-istilah sebagai berikut:
1.5.1 Aktivitas belajar
Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktifitas.
Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara
jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah
satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
1.5.2 Prestasi belajar
Prestasi adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang
telah diusahakan (Badudu Dan Zain, 2001). Sedangkan belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001).
1.5.3 Belajar
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman
(Hamalik, 2001).
1.5.4 Kubus
Kubus merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang sama
ukurannya (Ngapiningsih, 2010).
1.5.5 Balok
Balok merupakan bangun ruang yang dibentuk oleh tiga pasang persegi panjang.
Setiap pasang persegi panjang sama bentuk dan ukurannya (Ngapiningsih, 2010).
1.5.6 Pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan strategi pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahan-permasalahan praktis sebagai pijakan dalam
belajar atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Made
Wena, 2009).
1.6 Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian bertujuan untuk membatasi hal-hal yang akan dibahas untuk
memperlancar pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan. Adapun lingkup penelitian
ini adalah :
1.6.1 Subyek penelitian
Yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII F dengan jumlah
32 orang dari siswa SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/201
1.6.2 Obyek penelitian
Obyek penelitian terbatas pada penerapan metode Pembelajaran Berbasis Masalah
pada sub materi pokok kubus dan peningkatkan aktivitas dan prestasi belajar pada siswa
kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram Tahun Pelajaran 2010/2011.
1.6.3 Batasan masalah
Penerapan pembelajaran berbasis masalah mencakup dua hal, yakni : Aktivitas
Belajar dan Prestasi belajar siswa, selain itu peneliti membatasi permasalahan pada
beberapa aspek, yaitu :
1.6.3.1. Penelitian dibatasi hanya pada materi pokok kubus.
1.6.3.2. Kriteria keberhasilan pembelajaran materi pokok kubus, jika daya serap siswa mencapai
ketuntasan belajar yang diterapkan oleh Depdiknas yaitu ≥85 % dari siswa memperoleh
skor 60 atau lebih dari seluruh siswa yang menjadi subyek penelitian ini.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengertian pembelajaran berbasis masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu strategi pembelajaran yang
berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual yaitu sebuah strategi pembelajaran yang
mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut
digunakan, serta hubungannya dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/cara siswa
belajar (Nur,2000).
Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, melainkan dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalahan
dan ketrampilan intelektual ; belajar menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri
melalui pengalaman nyata. Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah
menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan menfasilitasi penyelidikan dan dialog.
Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan
lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka (Ibrahim
dan Nur, 2000).
Moffit (2001) dalam (Nurhadi, 2003) menyatakan bahwa Problem Based
Instruction (pembelajaran berdasarkan masalah) merupakan suatu model pengajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang essensial dari materi pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat
dalam penyelidikan untuk pemecahan masalah yang mengintegrasikan ketrampilan dan
konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Pendekatan ini mencakup pengumpulan
informasi yang berkaitan dengan pertanyaan, mensintesis dan mempresentasikan.
Pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk
pengajaran proses berpikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan
mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk
mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks (Ratumanan, 2002).
Peran seorang guru dalam pembelajaran berbasis masalah adalah menyodorkan
masalah-masalah, mengajukan pertanyaan-pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan
dan dialog. Hal yang paling penting, guru itu menerapkan scaffolding (suatu kerangka
dukungan) yang memperkaya inkuiri dan pertumbuhan intelektual. Pembelajaran
berdasarkan massalah tidak dapat terlaksana kecuali guru menciptakan lingkungan kelas
yang di dalamnya dapat terjadi suatu proses pertukaran dan berbagi ide secara terbuka,
tulus, dan jujur (Nur, 2008).
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL)
adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran
yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi siswa, dan
memungkinkan siswa memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Perlunya pendekatan pembelajaran berbasis masalah didasarkan pada kenyataan-
kenyataan sebagai berikut:
2.1.1.1 Pada dasarnya, berpikir terjadi dalam konteks memecahkan masalah, yaitu adanya
kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan apa yang ada.
2.1.1.2 Seseorang menjadi tertarik atau berminat mengerjakan sesuatu apabila berada dalam
ruang lingkup atau berkaitan dengan masalah yang dihadapinya. Demikian pula dengan
belajar.
2.1.1.3
2.1.2 Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah
Macam-macam pembelajaran berdasarkan masalah Menurut Arends (1997),
antara lain :
2.1.2.1 Pembelajaran berdasarkan proyek (project-based instruction), pendekatan pembelajaran
yang memperkenankan siswa untuk bekerja mandiri dalam mengkonstruk
pembelajarannya.
2.1.2.2 Pembelajaran berdasarkan pengalaman (experience-based instruction), pendekatan
pembelajaran yang memperkenankan siswa melakukan percobaan guna mendapatkan
kesimpulan yang benar dan nyata.
2.1.2.3 Belajar otentik (authentic learning), pendekatan pengajaran yang memperkenankan
siswa mengembangkan ketrampilan berpikir dan memecahkan masalah yang penting
dalam konsteks kehidupan nyata.
Pembelajaran bermakna (anchored instruction), pendekatan pembelajaran yang mengikuti
metodologi sains dan memberi kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
2.1.3 Ciri-ciri pembelajaran berdasarkan masalah
ciri-ciri dari model pembelajaran berdasarkan masalah menurut Arends (2001),
antara lain :
2.1.3.1 Pengajuan pertanyaan atau masalah.
2.1.3.2 Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
2.1.3.3 Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian yata terhadap masalah nyata. Mereka
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan
membuat ramalan, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika
diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
2.1.3.4 Menghasilkan produk dan memamerkannya.
2.1.3.5 Kolaborasi.
Menurut Agus dalam buku cooperative learning, strategi pembelajaran berbasis
masalah terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan
tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan pengembangan
pembelajaran berbasis masalah dapat diwujudkan. Sintaks PBL adalah sebagai berikut :
Menurut Johnson dalam suchaini (2008) mengemukakan 5 langkah strategi PBL
melalui kegiatan kelompok :
1. Mendefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang
mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
Dalam kegiatan ini guru bisa meminta pendapat dan penjelasan siswa tentang isu-isu
hangat yang menarik untuk dipecahkan.
2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta
menganalisis berbagai faktor baik faktor yang bisa menghambat maupun faktor yang
dapat mendukung dalam penyelesaian masalah. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam
diskusi kelompok kecil, hingga akhirnya peserta didik dapat mengurutkan tindakan-
tindakan prioritas yang dapat dilakukan sesuai dengan jenis penghambat yang
diperkirakan.
3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan
melalui diskusi kelas. Pada tahapan ini setiap siswa didorong untuk berpikir
mengemukakan pendapat dan argumentasi tentang kemungkinan setiap tindakan yang
dapat dilakukan.
4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang
strategi mana yang dapat dilakukan.
5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah
evaluasi terhadap seluruh proses pelaksanaan kegiatan, evaluasi hasil adalah evaluasi
terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan (Wina, 2008).
Menurut John Dewey, penyelesaian masalah dilakukan melalui 6 tahap :
Berdasarkan pendapat dari ketiga tokoh tersebut, maka dapat di simpulkan
bahwa sintaks strategi pembelajaran berbasis masalah terdiri dari memberikan orientasi
permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik membimbing proses
pengumpulan data individu maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil
karya, menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil.
Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat diterapkan melalui kegiatan
individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung pada tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan. Apabila materi yang
akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang dalam, maka sebaiknya
pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok, begitupula sebaliknya
Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada
siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna dan dapat memberikan kemudahan
kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri (Nurhadi, 2003).
Adapun ciri-cirinya adalah sebagai berikut :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau
ketrampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting
dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
Masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam
pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik
Siswa harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis
dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan
eksperimen jika diperlukan, membuat referensi dan merumuskan kesimpulan.
4. Menghasilkan produk/karya dan dipamerkan
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu
dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili
bentuk penyelsaian masalah yang mereka temukan.
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain
(paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks
dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan
ketrampilan sosial dan ketrampilan berpikir.
2.1.4 Tujuan pembelajaran berdasarkan masalah
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berdasarkan
masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir,
pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan menjadi pebelajar
yang otonom dan mandiri (Ibrahim, 2000). Menurut Sudjana manfaat khusus yang
diperoleh dari metode Dewey adalah metode pemecahan masalah. Tugas guru adalah
membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan tugas-tugas
pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di
sekitarnya.
2.1.5 Peran guru dalam pembelajaran berdasarkan masalah
Menurut Ibrahim (2003), di dalam kelas PBI, peran guru berbeda dengan kelas
tradisional. Peran guru di dalam kelas PBI antara lain sebagai berikut:
2.1.5.1. masalah atau mengorientasikan siswa kepada masalah autentik, yaitu masalah kehidupan
nyata sehari-hari.
2.1.5.2. /membimbing penyelidikan misalnya melakukan pengamatan atau melakukan
eksperimen/ percobaan.
2.1.5.3. dialog siswa.
2.1.5.4. belajar siswa.
2.1.6 Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah
Keuntungan pembelajaran berdasarkan masalah menurut Yazdani (2002) dalam
(Nur, 2008) adalah sebagai berikut :
2.1.6.1 Menekankan pada makna, bukan fakta.
Dengan mengganti ceramah dengan forum diskusi, pemonitoran guru, dan
penelitian kolaboratif, siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna.
2.1.6.2 Meningkatkan pengarahan dini.
Ketika siswa berupaya keras mencari solusi atas masalah kelas mereka, mereka
cenderung menganggap tanggung jawab untuk pem belajaran mereka meningkat.
2.1.6.3 Pemahaman lebih tinggi dan pengembangan keterampilan yang lebih baik.
Siswa dapat berlatih pengetahuan dan keterampilan dalam konteks fungsional,
sehingga diharapkan mereka akan lebih baik dalam penerapan pengetahuan dan
keterampilan itu dalam bekerja kelak.
2.1.6.4 Keterampilan-keterampilan interpersonal dan kerja tim
Metode ini mengutamakan interaksi antara siswa dan keterampilan-keterampilan
interpersonal.
2.1.6.5 Sikap memotivasi diri sendiri
Siswa berpikir pembelajaran berdasarkan masalah lebih menarik, merangsang,
menyenangkan, dan PBM menawarkan cara belajar yang lebih fleksibel dan mengasuh.
2.1.6.6 Hubungan guru-siswa
Dosen juga memandang pembelajaran berdasarkan masalah lebih menekankan
pada pembimbingan dan merupakan pembelajaran yang menyenangkan, dan yakin bahwa
peningkatan kontak antara siswa itu bermanfaat bagi pertumbuhan kognitif siswa.
2.1.6.7 Tingkat pembelajaran.
Mahasiswa-mahasiswa kesehatan yang belajar dengan model pembelajaran
berdasarkan masalah memperoleh skor lebih baik dari pada mahasiswa-mahasiswa
tradisional dalam keterampilan-keterampilan belajar, pemecahan masalah, teknik-teknik
evaluasi diri, pengumpulan data, ilmu perilaku, dan hubungan mereka dengan masalah-
masalah sosial-emosional pasien.
2.1.7 Pengertian belajar
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
Menurut pengertiann ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan, dan bukan
suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu
yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
pengubahan kelakuan.
Dalam praktek pengajaran, penggunaan suatu dasar teori untuk segala situasi
merupakan tindakan kurang bijaksana. Tidak ada suatu teori belajar pun cocok untuk
segala situasi. Karena masing-masing mempunyai landasan yang berebeda dan cocok
untuk situasi tertentu. Gagne (1970) mencoba melihat berbagai teori belajar dalam satu
kebulatan yang saling melengkapi dan tidak bertentangan. Menurut Gagne belajar
mempunyai delapan tipe. Kedelapan tipe itu bertingkat, ada hierarki dalam masing-
masing tipe. Setiap tipe belajar merupakan prasyarat bagi tipe belajar di atasnya.
Kedelapan tipe itu adalah sebagai berikut :
2.1.7.1 Belajar isyarat (signal learning)
Belajar isyarat mirip dengan respons bersyarat. Seperti menutup mulut dengan
telunjuk, isyarat untuk datang mendekat. Menutup mulut dengan telunjuk dan lambaian
tangan adalah isyarat, sedangkan diam dan datang adalah respons. Tipe belajar semacam
ini dilakukan dengan merespons suatu isyarat. Jadi respons yang dilakukan itu bersifat
umum, kabur dan emosional. Menurut Therndike (1961), bentuk belajar seperti ini
biasanya bersifat tidak disadari, dalam arti respons diberikan secara tidak sadar.
2.1.7.2 Belajar stimulus-respons (stimulus respons learning)
Berbeda dengan belajar isyarat, respons bersifat umum, kabur dan emosional.
Tipe belajar S-R, respons bersifat spesifik. adalah bentuk suatu hubungan S-R. Mencium
bau masakan sedap, keluar air liur, itu pun ikatan S-R.
2.1.7.3 Belajar rangkaian (chaining)
Rangkaian atau rantai dalam chaining adalah semacam rangkaian antara berbagai
S-R yang bersifat segera. Hal ini terjadi dalam rangkaian motorik seperti gerakan dalam
mengikat sepatu.
2.1.7.4 Asosiasi verbal (verbal asosiation)
Tipe belajar ini adalah mampu mengaitkan suatu yang bersifat verbalisme kepada
sesuatu yang sudah dimilikinya. Misal “pyramide itu berbangun limas” adalah contoh
tipe belajar asosiasi verbal. Seseorang dapat menyatakan bahwa pyramide berbangun
limas kalau ia mengetahui berbagai macam bangun, seperti balok, kubus kerucut, atau
yang lainnya.
2.1.7.5 Belajar diskriminasi (discrimination learning)
Tipe belajar ini adalah pembedaan terhadap berbagai rangkaian seperti
membedakan berbagai bentuk wajah, hewan, tumbuhan, dan lain-lain.
2.1.7.6 Belajar konsep (konsep learning)
Konsep merupakan simbol berpikir. Hal ini diperoleh dari hasil memuat tafsiran
terhadap fakta atau realita, dan hubungan antara berbagai fakta. Suatu konsep dapat
diklasifikasi berdasarkan ciri tertentu. Misalnya konsep tentang manusia, konsep burung,
konsep ikan, dan lain-lain. Kemampuan seseorang dapat membentuk konsep apabila
orang tersebut dapat melakukan diskriminasi.
2.1.7.7 Belajar aturan (rule learning)
Dalam belajar aturan, seseorang dipandang telah memiliki berbagai konsep yang
dapat digunakan untuk mengemukakan berbagai formula, hukum, atau dalil. Misalnya
seseorang langsung mengatakan bahwa dalam suatu segitiga besar sudut seluruhnya 180
derajat.
2.1.7.8 Belajar penyelesaian masalah (problem solving)
Tipe belajar ini dapat dilakukan oleh seseorang apabila dalam dirinya sudah
mampu mengaplikasikan berbagai aturan yang relevan dengan masalah yang
dihadapinya.
2.1.8 Aktivitas belajar
Belajar adalah suatu kegiatan yang sadar tujuan, artinya sadar diarahkan utnuk
mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan utama dari kegiatan belajar di sekolah adalah
mengalihkan sebagian pengetahuan yang dimiliki guru kepada siswa, sehingga
pengetahuan itu menjadi milik siswa (Bharat, 1996).
Menurut Mulyono (2001), Aktivitas artinya “kegiatan atau keaktifan”. Jadi segala
sesuatu yang dilakukan atau kegiatan-kegiatan yang terjadi baik fisik maupun non-fisik,
merupakan suatu aktifitas.
Menurut Sriyono aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik secara
jasmani atau rohani. Aktivitas siswa selama proses belajar mengajar merupakan salah
satu indikator adanya keinginan siswa untuk belajar.
2.1.9 Pengertian prestasi belajar
Menurut Badudu dan Zain (2001) dalam kamus umum bahasa Indonesia, prestasi
adalah hasil yang dicapai dari apa yang telah dikerjakan atau apa yang telah diusahakan.
Prestasi merupakan hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan atau diciptakan baik
secara individu maupun kelompok dan pretasi tidak akan pernah berhasil apabila seorang
tidak melakukan suatu kegiatan yang diinginkan tersebut. Sedangkan belajar adalah
modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (Hamalik, 2001). Belajar
bisa dikatakan sebagai rangkaian kegitan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan
lingkungannya yang menyangkut kognitif, efektif, psikomotor (Djamarah, 2002).
Menurut pengertian tersebut, belajar merupakan proses suatu kegiatan dan bukan suatu
hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat tetapi lebih luas daripada itu, yaitu
mengalami hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan perubahan
kelakuan. Selanjutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu
untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai
hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan (Slameto,
2003). Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan secara sadar oleh si pembelajar untuk
mendapatkan hasil dari apa yang telah dipelajari dan hasil dari aktivitas belajar ini
menimbulkan terjadinya perubahan dari dalam diri individu pembelajaran itu sendiri.
2.1.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Belajar (khususnya belajar matematika) akan berhasil baik bila faktor-faktor berikut
dapat dikelola dengan sebaik-baiknya. Faktor-faktor tersebut adalah : Peserta didik,
pengajar, prasarana dan sarana, penilaian (Hudoyo, 1987).
Faktor-faktor tersebut diatas,akan dijelaskan secara singkat satu persatu.
2.1.10.1 Peserta didik
Kegagalan atau keberhasilan belajar sangatlah tergantung pada peserta
didik.Misalnya bagaimana kemampuan dan kesiapan pesrta didik untuk mengikuti
kegitan belajar matematika,bagaimana sikap dan minat peserta didik terhadap
matematika,disamping itu juga bagaimana kondisi peserta didik misalnya kondisi
psikologisnya,seorang yang dalam keadaan segar jasmaninya akan lebih baik belajarnya
daripada orang dalam keadaan lelah.Kondisi fisikologisnya seperti perhatian
pengamatan,ingatan dan sebagainya juga berpengaruh terhadap kegitan belajar
seseorang.Intelegensinya juga berpengaruh terhadap kelancaran belajarnya.
2.1.10.2 Pengajar
Pengajar melaksanakan kegiatan mengajar sehingga proses belajar dapat
berlansung efektif. Kemampuan pengajar dalam menyampaikan matematika dan
sekaligus menguasai materi yang di ajarkan sangat mempengaruhi proses belajar.
Kepribadian, pengalaman, dan motivasi pengajar dalam mengajar matematika juga
berpegaruh terhadap efektifitas proses belajar. Penguasaan materi matematika dan cara
penyampaian merupakan isyarat yang tidak dapat di tawar lagi bagi pengajar matematika.
Seseorang yang tidak menguasai materi yang akan di ajarkan tidak mungkin ia dapat
mengajar matematika dengan baik. Demikian juga seorang pengajar yang tidak
menguasai berbagai cara penyampaian, ia hanya mengejar terselesaikannya bahan yang
di ajarkan tanpa memperhatikan kemampuan dan kesiapan peserta didik.
2.1.10.3 Sarana dan prasarana
Sarana yang lengkap seperti adanya buku teks dan alat Bantu belajar merupakan
fasilitas belajar yang sangat penting. Demikian pula prasarana yang mapan seperti
ruangan yang sejuk dan bersih dengan tempat duduk yang nyaman biasanya lebih
memperlancar proses belajar. Penyediaan sumber belajar yang lain, seperti majalah
tentang pengajaran matematika, laboratorium matematika, dan lain-lain akan
meningkatkan kualitas belajar peserta didik.
2.1.10.4 Penilaian
Penilaian digunakan disamping untuk melihat bagaimana hasil belajarnya, juga
untuk melihat bagaimana berlangsunnya interaksi anatara pengajar dan peserta didik.
Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga dapat diharapkan
memperbaiki hasil belajar. Disamping itu, penilaian juga mengacu kepada proses belajar.
Hasil belajar yang di capai siswa, banyak dipengaruhi oleh kemampuan siswa itu
sendiri dan lingkungan belajar terutama kualitas pengajaran. Hal tersebut sejalan dengan
pendapat yang dikemukan oleh Clark dalam Sudjana (1995) Bahwa “hasil belajar siswa
disekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh
lingkunganya”. Prestasi belajar juga dipengaruhi oleh metode atau strategi yang
digunakan oleh pengajar. Dalam hal ini agar prestasi belajar dapat tercapai maka pengajar
harus menggunakan berbagai macam metode dan salah satu metode yang digunakan
adalah penggunaan metode pembelajaran berbasis masalah.
Belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan dalam
tingkah laku kecakapan.Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata
lain berhasil baik atau tidaknya belajar itu tergantung dari bermacam-macam faktor yang
mempengaruhinya.
Adapun faktor-faktor yang dimaksud adalah sebagai berikut :
1 Faktor yang ada pada diri individu itu sendiri :
a. Kematangan /pertumbuhan
b. Kecerdasan/intelegensi
c. Latihan dan ulangan
d. Motivasi
e. Sifat-sifat pribadi seseorang
2 Faktor yang ada diluar individu :
a. Keadaan keluarga
b. Guru dan cara mengajar
c. Alat-alat pelajaran
d. Motivasi sosial
e. Lingkungan dan kesempatan (Purwanto, 2002)
2.1.11 Kubus
Kubus merupakan sebuah bangun ruang yang dibentuk oleh enam persegi yang
sama ukurannya. Penamaan suatu kubus berdasarkan titik sudutnya, berurutan dari
bidang alas ke bidang tutup. Kubus di bawah ini disebut kubus ABCD.EFGH.
Gambar 2.1 (kubus ABCD.EFGH)
2.1.11.1 Unsur-unsur kubus
Beberapa unsur kubus adalah sisi, rusuk dan titik sudut. Kubus mempunyai 6 sisi,
12 rusuk dan 8 titik sudut.
1. Sisi kubus
Sisi kubus adalah bidang persegi yang membatasi bangun ruang kubus.
Kubus ABCD.EFGH di atas dibatasi oleh bidang ABCD, ABFE, BCGF, CDHG,
ADHE, dan EFGH. Bidang-bidang tersebut disebut sisi-sisi kubus ABCD.EFGH.
Gambar 2.2 (sisi, rusuk, dan titik sudut kubus)
Rusuk kubus
Rusuk kubus adalah ruas garis yang merupakan perpotongan dua sisi pada sebuah
kubus. Rusuk kubus ABCD.EFGH di atas (gambar 2.2) adalah AB, BC, CD, AD, AE,
BF, CG, DH, EF, FG, GH, dan EH.
3. Titik sudut kubus
Titik sudut kubus adalah titik potong antara tiga rusuk pada kubus. Titik sudut
ABCD.EFGH pada gambar 2.2 di atas adalah A, B, C, D, E, F, G, dan H.
2.1.11.2 Diagonal bidang, diagonal ruang, dan diagonal pada kubus
1. Diagonal bidang
Diagonal bidang kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut yang
berhadapan pada setiap bidang atau sisi kubus.kubus mempunyai 12 diagonal bidang
yang sama panjang. Diagonal pada kubus ABCD.EFGH adalah AC, BD, AF, BE, BG,
CF, CH, DG, AH, DE, EG, dan FH.
Gambar 2.3 (diagonal bidang kubus)
2. Diagonal ruang
Diagonal ruang pada kubus adalah ruas garis yang menghubungkan dua titik sudut
yang berhadapan dalam satu ruang pada kubus. Kubus mempunyai 4 diagonal ruang yang
sama panjang. Diagonal ruang pada kubus ABCD.EFGH adalah AG, BH, CE, dan DF.
Gambar 2.4 (diagonal ruang kubus)
3. Bidang diagonal
Bidang diagonal pada kubus adalah bidang yang terbentuk dari dua rusuk kubus yang
saling berhadapan pada kubus. Kubus mempunyai 6 bidang diagonal yang sama luas,
yaitu ABGH, BCHE, CDEF, ADGF, ACGE, dan BDHF.
Gambar 2.5 (diagonal bidang kubus)
2.1.11.3 Jaring-jaring kubus
Apabila kubus diiris sepanjang rusuk EH, EF, FB, BA, HG, GC, dan CD, kemudian
dinding-dinding (sisi-sisi) direbahkan mendatar, diperoleh bentuk seperti gambar 2.6.
Bentuk itu dinamakan jaring-jaring kubus. (Ngapiningsih dkk, 2010:46)
Gambar 2.6 (jaring-jaring kubus)
2.2 Kerangka Berpikir
Observasi yang dilakukan di SMP Negeri 9 Mataram menunjukkan bahwa
aktivitas dan motivasi siswa dalam proses belajar mengajar masih kurang. Hal ini tampak
dari kurang antusiasnya siswa dalam bertanya, menyampaikan pendapat, menjawab
pertanyaan dan mengerjakan soal latihan yang berdampak pada hasil belajar pada tiap-
tiap materi yang diajarkan. Data ketuntasan siswa kelas VIII pada semester ganjil tahun
pelajaran 2010/2011 menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal terendah ada pada kelas
VIII F. Daya serap siswa kelas VIII F pada setiap materi yang telah diajarkan baik oleh
peneliti maupun guru matematika masih dibawah kriteria ketuntasan minimal yang
ditetapkan sekolah sebesar 60.
Berdasarkan data nilai rata-rata yang diperoleh siswa kelas VIII pada beberapa
materi pokok yang telah diajarkan pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010,
terlihat bahwa daya serap siswa pada materi pokok kubus dan balok belum mencapai
kriteria ketuntasan minimal. Rendahnya daya serap ini diakibatkan oleh beberapa faktor,
salah satunya metode pengajaran yang diterapkan oleh pendidik masih cenderung pasif.
Kemampuan siswa selama ini masih cenderung unruk menghafal fakta-fakta, siswa tidak
mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut akan dipergunakan dan dimanfaatkan.
Mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran
dengan melakukan tindakan yang melibatkan siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan
belajar mengajar. Untuk dapat mengoptimalkan pemahaman siswa pada konsep kubus
diperlukan suatu pendekatan pembelajaran yang bisa menghubungkan pengetahuan awal
siswa dengan materi yang sedang dipelajari. Untuk menjamin pemahaman konsep kubus,
siswa harus membentuk konsep melalui pengalaman sebelumnya, yaitu konsep persegi
dan operasi hitung bilangan bulat yang harus dipahami siswa secara maksimal, karena
materi ini merupakan konsep dasar yang sangat menunjang untuk mempelajari materi
berikutnya khususnya yang berhubungan dengan pengerjaan hitung. Pendekatan belajar
berbasis masalah adalah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan yang sedang
dihadapi sekarang. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis masalah
diharapkan agar siswa benar-benar aktif belajar menemukan sendiri bahan yang
dipelajarinya, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, dapat
meningkatkan daya serap belajar yang maksimal dalam pembelajaran matematika pada
umumnya dan menyelesaikan permasalahan yang berkaitan dengan bangun ruang
khususnya serta dapat mendorong siswa belajar dengan bermakna. Untuk meningkatkan
keaktifan dan prestasi belajar siswa pada pelajaran matematika perlu dilakukan proses
belajar yang lebih baik yaitu dengan memperhatikan perkembangan anak didik melalui
pembelajaran yang digunakan.
Berdasarkan uraian diatas maka penerapan pembelajaran berbasis masalah
dianggap perlu untuk membantu dalam rangka memahami konsep atau isi pelajaran guna
meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa.
2.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka berpikir yang diuraikan di atas, maka
hipotesis tindakan penelitian ini adalah : Dengan menerapkan pembelajaran berbasis
masalah pada materi pokok kubus dan balok dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi
belajar siswa kelas VIII F SMP Negeri 9 Mataram tahun pelajaran 2010/2011.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang dilakukan oleh
guru/peneliti di dalam kelas, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerja guru sehingga
hasil belajar siswa menjadi meningkat. Metode penelitian tindakan kelas ini menekankan
pada suatu kajian yang benar-benar dari situasi alamiah kelas sehingga mampu
memperbaiki dan meningkatkan kualitas belajar mengajar. Penelitian tindakan kelas
merupakan suatu pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan, yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersama. Tindakan tersebut
diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh siswa (Arikunto,
2008)
3.2 Pendekatan Penelitian
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk
mengolah data hasil belajar, sedangkan Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengolah
data hasil wawancara dan hasil observasi pelaksanaan pembelajaran.
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 9 Mataram
3.3.2 Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester II Tahun pelajaran 2010/2011.
3.4 Rancangan Penelitian
Penelitian tindakan Kelas (PTK) yang dimaksud direncanakan dalam 2 (dua)
siklus. Setiap siklus terdiri dari 5 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi,
evaluasi dan refleksi. Berikut akan diuraikan tentang alokasi waktu kegiatan
pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut:
Untuk lebih jelasnya secara rinci prosedur tindakan ini dijabarkan sebagai berikut:3.4.1. Siklus I
3.4.1.1. Perencanaan Dalam tahap ini, hal-hal yang dilakukan oleh peneliti adalah:
a. Menyiapkan Skenario Pembelajaran (SP).b. Menyiapkan lembar observasi untuk mencatat aktivitas siswa dan guru selama
pembelajaran berlangsungc. Peneliti mensosialisasikan pembelajaran berbasis masalah kepada guru matematikad. Membentuk kelompok yang heterogen baik dari segi kemampuan akademik, suku dan
jenis Kelamin yang terdiri dari 4 sampai 5 orange. Menyusun lembar kerja siswa (LKS) sebagai bahan diskusi.f. Mendesain alat evaluasi dalam bentuk tes essayg. Merencanakan analisis hasil tes
3.4.1.2. Pelaksanaan tindakanDalam tahap pelaksanaan tindakan yang dilakukan oleh peneliti adalah melaksanakan skenario pembelajaran berbasis masalah yang telah disusun dan guru sebagai observer. Tahap-tahap pelaksanaan tindakan antara lain: a) Pendahuluan, b) pengembangan, c) penerapan, d) penutup.
3.4.1.3. ObservasiKegiatan observasi dilakukan secara kontinu setiap kali pembelajaran berlangsung dalam pelaksanaan tindakan dengan mengamati kegiatan guru dan aktivitas siswa.
3.4.1.4. EvaluasiKegiatan evaluasi dilakukan setelah akhir setiap siklus dengan memberikan tes soal essay yang dikerjakan secara individual.
3.4.1.5. RefleksiHasil yang diperoleh dari observasi dan hasil evaluasi belajar siswa dikumpulkan serta dianalisis, sehingga dari hasil tersebut peneliti dapat merefleksi diri dengan melihat data observasi, yaitu: identifikasi kekurangan, analisis sebab kekurangan sehingga dapat menentukan perbaikan pada siklus berikutnya.
3.4.2. Siklus IIJika refleksi siklus I memperoleh hasil yang kurang optimal maka pada siklus II
perlu melakukan revisi atau perbaikan/penyempurnaan pada siklus sebelumnya.
3.5 Instrumen Penelitian
Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.5.1. Skenario pembelajaran (SP) dan lembar observasi Skenario pembelajaran dan lembar observasi digunakan untuk menilai aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru.
3.5.2. Tes evaluasi hasil belajar berbentuk uraian (essay)Instrumen ini disusun oleh peneliti yang sudah disetujui guru dengan berpedoman
pada kurikulum dan buku paket matematika. Tes hasil belajar digunakan essay, yang diambil dari beberapa buku paket, ini dibuat guna mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa dalam menguasai materi yang telah disampaikan, pengamatan dilakukan oleh teman peneliti dan guru matematika untuk mengetahui keberhasilan tindakan. 3.6 Teknik Pengumpulan Data
3.6.1. Sumber data Sumber data penelitian ini berasal dari guru, dan siswa Kelas VIII semester II SMP
Negeri 9 Mataram.3.6.2. Jenis data
Jenis data yang didapatkan adalah kualitatif dan kuantitatif yang terdiri dari: Data evaluasi hasil belajar siswa (data kuantitatif) Data aktivitas belajar siswa dan aktivitas guru (data kualitatif)
3.6.2.3. Data hasil observasi pelaksanaan pembelajaran (data kualititatif)
3.6.3. Cara pengambilan dataCara pengambilan data dalam penelitian ini adalah:
3.6.3.1. Data hasil belajar diperoleh dengan cara memberikan tes evaluasi pada siswa setiap akhir siklus.
3.6.3.2. Data tentang situasi belajar mengajar diperoleh dari lembar observasi.3.6.3.3. Data tentang bagaimana tanggapan subjek terhadap proses pembelajaran diperoleh dari
pedoman wawancara dengan guru bidang studi yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan di lapangan.3.7 Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian tindakan kelas ini dianalisis dengan cara
penilaian aktivitas siswa dan guru secara klasikal dan individu. Untuk lebih jelasnya
diuraikan sebagai berikut:
3.7.1. Data hasil observasi siswaData hasil observasi siswa dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut:
3.7.1.1. Menentukan skor yang diperolehSkor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh siswa dari sejumlah indikator yang diamati dengan aturan sebagai berikut:Skor 4 diberikan jika 76% - 100% yang melakukan deskriptorSkor 3 diberikan jika 51% - 75% yang melakukan deskriptor
Skor 2 diberikan jika 21% - 50% yang melakukan deskriptorSkor 1 diberikan jika 10% - 20% yang melakukan deskriptor
3.7.1.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal.MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)Keterangan:MI : Mean IdealSDI : Standar Deviasi Ideal
3.7.1.3. Menentukan kriteria aktivitas belajar siswa.Kriteria aktifitas belajar siswa adalah sebagai berikut:
3.7.2. Data hasil observasi guruData hasil observasi guru selama pembelajaran berlangsung dianalisis dengan
langkah-langkah sebagai berikut:3.7.2.1. Menentukan skor yang diperoleh
Skor setiap individu tergantung banyaknya perilaku yang dilakukan oleh guru dari sejumlah indikator yang diamatiSkor 4 diberikan jika 3 deskriptor yang nampakSkor 3 diberikan jika 2 deskriptor yang nampakSkor 2 diberikan jika 1 deskriptor yang nampakSkor 1 diberikan jika tidak ada deskriptor nampak yang dilakukan oleh guru. (Nurkencana, 1999)
3.7.2.2. Menentukan skor maksimal ideal dan standar deviasi ideal MI : ½ (Skor tertinggi + skor terendah)SDI : 1/6 (Skor tertinggi + skor terendah)Keterangan:MI : Mean IdealSDI : Standar Deviasi Ideal
3.7.2.3. Menentukan criteria aktivitas guru.Kriteria aktifitas belajar guru adalah sebagai berikut: (Nurkencana, 1999)
3.7.3. Data tes hasil belajarSetelah memperoleh data tes hasil belajar, maka data tersebut dianalisa dengan
mencari ketuntasan belajar dan daya serap, kemudian dianalisa secara kuantitatif.
3.7.3.1. Ketuntasan Individu.Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila memperoleh nilai lebih besar atau sama dengan 60. Nilai ketuntasan minimal sebesar 60 dipilih karena sesuai dengan kemampuan individu, hal ini sesuai dengan standar ketuntasan belajar siswa pada SMP Negeri 9 Mataram.
3.7.3.2. Ketuntasan Klasikal.Data tes hasil belajar proses pembelajaran dianalisis dengan menggunakan analisis ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 85% dari jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 keatas. Dengan rumus ketuntasan belajar klasikal adalah:
KK = x 100 %Dimana:
KK = Ketuntasan klasikalX = Jumlah siswa yang memperoleh nilai 60 ke atas Z = Jumlah seluruh siswa (Nurkencana, 1999)
Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥85% siswa memperoleh skor minimal 60 yang akan terlihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.
3.8 Indikator Penelitian
Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut:
3.8.1 Prestasi belajar siswa dikatakan meningkatkan apabila ketuntasan klasikal pada tiap-tiap
siklus meningkat.
3.8.2 Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila dalam proses pembelajaran terlihat
adanya peningkatan aktivitas belajar siswa dari minimum aktivitas belajar siswa
berkategori aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto Suharsimi, Prof. 2006. Prosedur Penelitia . Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto Suharsimi, Prof. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Arikunto, S., 2000. Manajemen Penelitian : Depdikbud. Jakarta.
Delisle Robert. 1997. How to use Problem-Based Learning In The Classroom. Virginia :
Association for Supervision and Curriculum Depelopment.
Depdikbud, 1995. Petunjuk Teknis Penilaian. Depdikbud. Jakarta.
I Wayan Winaja, M.Si, dkk. 2006. Pedoman Penulisan Skripsi. Mataram : Fakultas Pendidikan
Matematika dan IPA IKIP Mataram.
Ibrahim Muslimin dan Nur Mohamad.,2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah : Universitas
Negeri Surabaya.
Irzani. 2007. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Bantul : Media grafindo.
Linda Torp and Sara Sage. 2002. Problems as Possibilities. Virginia : Association for Supervision
and Curriculum Depelopment.
Margono S, Drs. 1996. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta : PT. Asdi Mahasatya.
Mohamad Nur, Prof. Dr. 2008. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya : Universitas
Negeri Surabaya.
Ngapiningsih, dkk. 2010. Matematika untuk SMP/MTs. Klaten : Intan Pariwara.
Nurhadi dan Senduk, Agus Gerrad.,2003. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and
Learning/ CTL ) dan Penerapannya Dalam KBK.
Nurkencana, Sumartana, 1990. Evaluasi Pendidikan. Usaha Nasional. Surabaya
Oemar Hamalik, Dr. 1994. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Oon-Seng Tan, Ph.D, dkk. 2003. Problem-Based Learning Innovation. Singapore : A Division of
Cengage Learning Asia Pte Ltd.
Sugiyono, Prof. Dr. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung : Alfabeta.
Suryanti, dkk. 2008. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surabaya : Universitas Negeri Surabaya.
Tilaar, Prof. 1992. Manajemen Pendidikan Nasional. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Uno B Hamzah, Dr. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : PT. Bumi Aksara