Upload
others
View
15
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)
JURNAL ILMIAH
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Untuk Mencapai Derajat Strata I (S-1) Pada
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
SRI MAHARANI
D1A013363
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
MATARAM
2019
HALAMAN PENGESAHAN
PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)
Program Studi Ilmu Hukum
Oleh :
SRI MAHARANI
D1A013363
Menyetujui,
Pembimbing Pertama,
Abdul Hamid, SH., MH.
NIP. 19590731 198703 1 001
PENERAPAN PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG
(Studi Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu)
SRI MAHARANI
D1A013363
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dan untuk mengetahui
penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan
Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu. Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus.
Jenis dan sumber bahan hukum yang digunakan, yaitu primer, sekunder, dan tertier.
Teknik pengumpulan bahan dalam penelitian ini adalah studi dokumen (studi
kepustakaan) kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pertimbangan dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu sudah
memperhatikan aspek yuridis dan non yuridis sehingga hakim memberikan putusan
yang sesuai dengan pertimbangan tersebut. Kedua, Penerapan pidana terhadap
terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan pidana denda sebesar Rp.
150.000.000 subsidair 3 bulan merupakan pidana wajar karena pelaku hanya
membantu melakukan tindak pidana yang masih dalam kategori ringan dan
dilakukan dengan cara legal karena korban direkrut atas persetujuan kelurga.
Kata Kunci : Perdagangan Orang, Penerapan Pidana, Pengadilan
THE CRIMINAL IMPLEMENTATION TO THE DOER OF TRAFFICKING
(Study Of The Court Verdict Number 58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu)
ABSTRACT
The purpose of this research are determine the consideration of the judge in imposing
the punishment on criminals trafficking and determine the criminal implementation
to the doer of trafficking in persons in the court verdict number
58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu. Method of this research is normative, with legislative,
conceptual, and case approach. Types and sources of legal materials used, namely
primary, secondary, and tertiary. The material collection technique in this research is
the study of documents (literature study) and then analyzed descriptively. The result
of this research show that the judge consideration on the court verdict number
58/Pid.Sus/2018/PN.Dompu already noticed the juridical and non-juridical aspects
that judges give a verdict in accordance with these considerations. And the criminal
implementation of the defendant is imprison for 3 years and a fine of Rp.150,000,000
subsidiary 3 months is reasonable punishment for the perpetrators with only help a
criminal offense that still in the mild category and doing by legal because the victims
recruited with the consent of the family.
Keywords : Trafficking, Criminal Implementation, The Court
i
I. PENDAHULUAN
Di Indonesia ketentuan mengenai larangan perdagangan orang pada
dasarnya telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal
297 tentang perdagangan wanita yaitu : “Perdagangan wanita dan perdagangan
anak laki-laki yang belum cukup umur diancam dengan pidana
penjara paling lama enam tahun”. Namun ketentuan tersebut tidak merumuskan
pengertian perdagangan orang yang tegas secara hukum. Di samping itu Pasal 297
KUHP memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak
yang diderita oleh korban akibat kejahatan perdagangan orang karena hukuman
yang diberikan hanya hukuman penjara tanpa ada hukuman yang lain.
Untuk alasan tersebut, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang disahkan untuk memperluas
dan memperjelas pengertian perdagangan orang. Selain itu, undang-undang ini
lahir untuk mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara
atau semua bentuk-bentuk dari eksploitasi, termasuk perdagangan wanita untuk
eksploitasi seksual, baik yang dilakukan di wilayah dalam negeri ataupun secara
antar negara, dan baik dilakukan oleh perorangan ataupun korporasi seperti yang
termuat dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Dalam kenyataannya meskipun sudah ada aturan dan hukuman yang jelas,
namun tindak perdagangan orang masih sering terjadi dan dilakukan dengan
sangat rapi dan terorganisasi. Cara kerja pelaku ada yang bekerja sendirian
ataupun secara terorganisasi yang bekerja dengan jaringan yang menggunakan
ii
berbagai cara, dari yang sederhana dengan cara mencari dan menjebak korban ke
daerah-daerah mulai dari membujuk, menipu, dan memanfaatkan kerentanan
calon korban dan orang tuanya, bahkan sampai pada kekerasan, menggunakan
teknologi canggih dengan cara memasang iklan, menghubungi dengan telepon
genggam yang dapat diakses di mana saja, sampai dengan menggunakan internet.
Salah satu contoh bentuk perdagangan orang sebagaimana yang diuraikan
dalam Putusan Pengadilan Negeri Dompu Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dpu
dalam kasusnya adalah diiming-imingi pekerjaan keluar negeri. Namun, iming-
iming tersebut merupakan modus yang dilakukan oleh Supriati untuk melakukan
perekrutan untuk tujuan perdagangan ke luar negeri sehingga hal tersebut menjadi
pemicu munculnya tuntutan ke Pengadilan Negeri Dompu.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penyusun mengambil
rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam
Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu ? 2. Bagaimana penerapan pidana
terhadap pelaku tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor
58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu ?
Adapun tujuan penelitian penulisan ini yang hendak dicapai untuk
mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana perdagangan orang dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN.
Dompu dan untuk mengetahui penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan orang dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu.
iii
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan
pendekatan sebagai berikut: 1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute
Approach), 2. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach), dan 3. Pendekatan
Kasus (Case Approach).1 Sumber dan jenis bahan hukum yang digunakan dalam
penelitian ini meliputi: 1. Bahan Hukum Primer yang terdiri dari Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 2. Bahan Hukum Sekunder
buku-buku karangan para ahli maupun sarjana yang relevan.2 3. Bahan Hukum
Tersier atau Bahan Penunjang yang terdiri dari kamus, ensiklopedi, jurnal dan
seterusnya. Pengumpulan bahan hukum yang dilakukan oleh penyusun adalah
dengan cara Studi Kepustakaan dimana hal itu merupakan proses pengumpulan
bahan hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti, baik itu berupa
peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, literatur, karya tulis, dan lain
sebagainya sehingga mampu melengkapi apa yang diteliti. Bahan hukum yang
diperoleh dari studi kepustakaan akan dianalisis secara deskriptif kualitatif, yaitu
dengan cara mengolah dan menginterpretasikan bahan-bahan hukum guna
mendapatkan hasil dari penelitian. Selanjutnya dilakukan penulisan kesimpulan
secara deduksi, yaitu penulisan kesimpulan dari hal yang umum ke yang khusus.
1 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010, hlm. 35
2 Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar dan Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2004, hlm. 26
iv
II. PEMBAHASAN
Pertimbangan Hakim Dalam Menjatuhkan Pidana Terhadap Pelaku Tindak
Pidana Perdagangan Orang Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN.
Dompu
Pertimbangan hukum merupakan dasar argumentasi hakim dalam
memutuskan suatu perkara. Jika argumen hukum itu tidak benar dan tidak
sepantasnya (proper), maka orang kemudian dapat menilai bahwa putusan itu
tidak benar dan tidak adil. Namun dalam menjatuhkan pidana, hakim harus bisa
memberikan pertimbangan-pertimbangan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan sehingga ketika menjatuhkan sebuah pidana, pidana
tersebut benar-benar mencerminkan rasa keadilan sesuai dengan kepala putusan
yang menyatakan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu, hakim memberikan
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: 1. Bahwa pada antara bulan Juli
tahun 2017 sampai dengan bulan Oktober 2017 Supriati dan Uti Abdollah
(terdakwa berkas terpisah) bertempat di Kabupaten Dompu telah merekrut calon
Tenaga Kerja Wanita untuk bekerja ke Negara Turki yaitu Sisi Karina Sari, Lili
Suryani, Junari dan Sri dan diketahui oleh orang tua serta keluarga masing-
masing. 2. Bahwa untuk melengkapi dokumen, Supriati membantu para calon
Tenaga Kerja tersebut mengurus paspor di Kantor Imigrasi Sumbawa, mengurus
medical (cek kesehatan), serta menampung sementara di rumah terdakwa Supriati
di Dompu sebelum diberangkatkan ke Jakarta melalui darat dengan transportasi
Bus. 3. Bahwa setelah para calon Tenaga Kerja Wanita tersebut diinapkan
v
sementara di rumah Supriati, kemudian diberangkatkan ke Jakarta melalui jalur
darat dengan menggunakan Bus dan di Jakarta ditampung di rumah Uti Abdollah
di Kampung Rawa Badung, Kelurahan Jatinegara, Kecamatan Cakung, Kota
Jakarta Timur, selanjutnya semua proses pemberangkatan diurus oleh Salman
selaku Bos Uti Abdollah (Terdakwa berkas terpisah) dan Badrin alias Boy. 4.
Bahwa kemudian para calon Tenaga Kerja Wanita tersebut dalam waktu yang
berbeda diberangkatkan ke Turki melalui Surabaya menggunakan pesawat udara
mendarat di kota Istambul, dan di Istambul sudah ada yang menjemput kemudian
ditampung di penampungan di Kota Istambul, dari kota Istambul para calon
Tenaga Kerja Wanita dikumpulkan atau ditampung di sebuah tempat
penampungan di Kota Mersin. 5. Menimbang, bahwa di penampungan di Mersin
tersebut para calon Tenaga Kerja Wanita semuanya berjumlah 10 (sepuluh) orang
termasuk yang direkrut oleh Supriati dan Uti Abdollah (terdakwa berkas terpisah),
semuanya tidur dalam ruangan yang sempit ukuran 3 x 4 meter persegi, tidur
hanya beralaskan tikar, diberi makan berupa roti tanpa isi satu kali satu hari,
minum diambil dari air kran dan bekerja mengepel lantai dari lantai 1 sampai
lantai sebelas tanpa menerima upah, dan diperlakukan secara kasar dan mendapat
perlakuan pelecehan seksual oleh pegawai dipenampungan tersebut. 6. Bahwa
Supriati dan Uti Abdollah (terdakwa berkas terpisah) dalam melakukan tindakan
perekrutan tersebut tidak memiliki ijin dari pihak yang berwenang dan para calon
tenaga kerja tersebut tidak diberikan pelatihan untuk menjadi calon tenaga kerja
yang dipekerjakan ke luar negeri. 7. Bahwa berdasarkan fakta-fakta yang
diuraikan di atas, menurut Majelis perbuatan Supriati bersama Uti Abdollah
vi
(terdakwa berkas terpisah) adalah merupakan tindakan dari bentuk
memperdagangkan orang atau mengeksploitasi orang, tindakan perekrutan,
pengiriman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. 8. Menimbang,
bahwa karena seluruh unsur dalam dakwaan kesatu telah terpenuhi maka Supriati
haruslah dinyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana “membantu atau melakukan percobaan dalam tindak pidana
perdagangan orang” sebagaimana dimaksud dalam dakwaan Kesatu dari Penuntut
Umum. 9. Menimbang, bahwa karena dalam diri terdakwa tidak ditemukan
adanya hal-hal yang dapat dijadikan sebagai alasan pemaaf maupun alasan
pembenar sebagai dasar penghapus pidana maka terhadap Terdakwa tersebut patut
untuk dipertanggung jawabkan atas perbuatannya;
Jika dijabarkan secara umum, pertimbangan-pertimbangan yang dibacakan
oleh hakim tersebut adalah menyatakan terdakwa sudah memenuhi setiap unsur
yang ada dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Namun jika dihubungkan
dengan unsur membantu yang dalam Pasal 53 KUHP, maka dakwaan penuntut
umum tidak spesifik dapat dibuktikan karena unsur yang ada dalam Pasal 4
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan dengan Pasal 53 KUHP berbeda.
Oleh karena perbedaan unsur tersebut, maka ketentuan Pasal 53 KUHP
tidak dapat dijadikan acuan oleh hakim dalam memberikan putusan. Selain itu,
mengenai penjatuhan putusan, hakim lebih fokus pada aturan yang ada dalam
vii
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan karena aturan tersebut lebih spesifik membahas mengenai
pembantuan tindak pidana perdagangan orang daripada KUHP yang hanya fokus
pada unsur pembantuan dalam semua aspek tindak pidana.
Setelah mempertimbangkan hal tersbut, barulah hakim memberikan
putusan “Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Supriati tersebut oleh karenanya
dengan pidana penjara selama 3 (tiga) Tahun dan pidana denda sebesar Rp.
150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) subsidair 3 (tiga) bulan kurungan.”
Putusan hakim diatas menunjukkan bahwa unsur membantu dalam
dakwaan yang didakwakan oleh penuntut umum adalah sudah terpenuhi. Tetapi
menurut penyusun, hakim kurang teliti membaca unsur dakwaan yang ada dalam
persidangan karena unsur membantu tersebut mengarah pada cara yang dilakukan
oleh terdakwa. Jelas-jelas penuntut umum dalam dakwaannya menyebutkan
bahwa unsur membantu tersebut digabungkan dengan caranya membantu, yaitu
“mambantu dengan cara membawa keluar negeri”, bukan hanya membantu secara
umum.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa unsur membantu dalam Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang dengan KUHP adalah berbeda sehingga seharusnya hakim
tidak perlu melihat satu unsur kecil dalam sebuah tindak pidana tanpa
memperhatikan kemana arah unsur tersebut ditujukan, meskipun menurut Pasal 1
Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, hakim
diberi kebebasan untuk menjatuhkan pidana dalam setiap pengadilan perkara
viii
tindak pidana. Namun, kebebasan tersebut dimaksudkan jika sudah sesuai dengan
aturan yang digariskan oleh hukum dan aturan tersebut dinyatakan dalam butiran
pertimbangan-pertimbangan hukum, maka boleh menjatuhkan putusan
berdasarkan aturan mana yang harus digunakan dan sesuai dengan tindak pidana
yang dilakukan.
Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana dapat digunakan
sebagai bahan analisis tentang orientasi yang dimiliki hakim dalam menjatuhkan
pidana karena hal tersebut sangat penting untuk melihat bagaimana putusan yang
nanti akan dijatuhkan itu relevan dengan tujuan pemidanaan yang telah
ditentukan. Secara umum dapat dikatakan, bahwa putusan hakim yang tidak
didasarkan pada orientasi yang benar, dalam arti tidak sesuai dengan tujuan
pemidanaan yang telah ditentukan, justru akan berdampak negatif terhadap proses
penanggulangan kejahatan itu sendiri dan tidak akan membawa manfaat bagi
terpidana.
Pada dasarnya, pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek
terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, di
samping itu juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan
sehingga pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.
Apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim
ix
yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan
Tinggi/Mahkamah Agung.3
Pertimbangan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan sebuah pidana
sangatlah penting di mana majelis hakim harus mempertimbangkan secara matang
fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Hakim dalam putusan nomor
58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu telah mempertimbangkan kesesuaian dakwaan
penunut umum yang pertama yaitu terdakwa telah melanggar ketentuan Pasal 10
jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang sehingga hakim menjatuhkan putusan sesuai dengan
aturan yang berlaku. Kesesuaian yang dilakukan oleh hakim tersebut merupakan
kesesuaian dengan pasal yang didakwakan oleh penuntut umum.
Penerapan Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang
Dalam Putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu
Dalam putusan Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu perbuatan terdakwa
tentu sudah dilarang oleh undang-undang karena melanggar ketentuan
sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 10 jo Pasal 4 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dengan
ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah).
3 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, 2004, hlm.140
x
Penjatuhan pidana tersebut diberikan oleh hakim kepada terdakwa
menurut penyusun sudah wajar karena pelaku hanya membantu melakukan tindak
pidana yang masih dalam kategori ringan, yaitu merekrut dan hanya mengirim ke
Jakarta saja, tidak lebih dari itu. Perbuatan merekrut dan mengirim ke Jakarta
tersebut hanya perbuatan yang tidak menimbulkan keadaan yang membahayakan
bagi para korban dan diperlakukan dengan cara manusiawi. Korban merasakan
bahaya dan tidak diperlakukan secara manusiawi adalah ketika berada di Turki
dan hal tersebut bukan dilakukan oleh terdakwa, melainkan oleh orang yang
bertanggung jawab di Turki.
Oleh karena itu, hakim menjatuhkan pidana paling ringan diputusan yang
disidangkan dan hal tersebut tetep berlandaskan Pasal 10 Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang
mana pasal tersebut menjadi aturan inti dalam memberikan putusan terhadap
pelaku yang melakukan tindak pidana perdagangan orang, baik dari aspek pra
terjadinya perdagangan serta pasca terjadinya perdagangan orang.
Namun dalam kajian yang dilakukan oleh penyusun terhadap Putusan
Nomor 58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu, jika dikaitkan dengan Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang, pasal yang dikenakan oleh penuntut umum menurut penyusun kurang tepat
karena terdakwa bukan merupakan orang yang membawa ke luar negeri, terdakwa
hanya melakukan tindakan perekrutan, pengangkutan pemindahan, dan
mengirimnya kepada orang lain yang masih dalam wilayah Republik Indonesia
sehingga pasal yang seharusnya dikenakan adalah Pasal 2 ayat (1) Undang-
xi
Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang yang menyatakan:
Pasal 2 ayat (1)
Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,
pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman
kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,
penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang
atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan
dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan
mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Dari bunyi pasal tersebut, jika dihubungkan dengan kasus posisi yang
dilakukan oleh terdakwa sudah sangat sesuai karena terdakwa melakukan
perekrutan, pengangkutan, pengiriman, pemindahan, dan hal tersebut masih dalam
wilayah dalam negeri, yaitu dari Kabupaten Dompu ke Jakarta, sehingga yang
membawa Sisi Karina Sari, Lili Suryani, Junari dan Sri ke luar negeri bukan
terdakwa. Lebih jauh, dalam putusan tersebut penuntut umum membuktikan unsur
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang yang menyatakan:
Pasal 4 Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah
negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar
wilayah negara Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah)
dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Unsur “Membawa Warga Negara Indonesia ke Luar Wilayah Negara
Republik Indonesia” tidak terpenuhi dalam kasus yang terdakwanya adalah
Supriati karena Supriati hanya melakukan perekrutan, pengangkutan, dan
xii
pemindahan, yang masih dalam wilayah Republik Indonesia, bukan sebagai orang
yang membawa ke luar negeri.
Perlu digaris bawahi bahwa, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah pasal yang
memperjelas Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, dan Pasal 6, bukan sebagai pasal
yang memberikan hukuman karena hukumannya yang diberikan dalam Pasal 10
tersebut masih berlandaskan pada pasal-pasal sebelumnya.
Dari kesimpulan penelitian yang dilakukan oleh penyusun, perlu diingat
bahwa penyusun tidak setuju dengan pasal yang didakwakan oleh penuntut umum
karena dakwaan yang lebih tepat menurut penyusun adalah Pasal 2 ayat (1)
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang karena terdakwa tindak pidana perdagangan orang hanya
sifatnya membantu membantu melakukan perekrutan. Sehingga menurut
penyusun, penjatuhan pidana 3 tahun sudah sesuai dengan aspek keadilan dan
kemanuasiaan meskipun ancaman yang diberikan dalam undang-undang adalah
adalah pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
xiii
III. PENUTUP Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu : 1.
Pertimbangan yang dinyatakan oleh hakim dalam Putusan Nomor
58/Pid.Sus/2018/PN. Dompu sudah memperhatikan aspek yuridis meskipun unsur
yang terbukti dalam dakwaan hanya unsur membantu, bukan caranya membantu.
Selain aspek yuridis, hakim juga sudah mempertimbangkan aspek non yuridis,
yaitu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan bagi terdakwa
sehingga hakim memberikan putusan yang sesuai dengan pertimbangan yuridis
dan non yuridis tersebut. 2. Penerapan pidana terhadap pelaku tindak pidana
perdagangan orang yang hanya diberikan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan
pidana denda sebesar Rp. 150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah) subsidair
3 (tiga) bulan merupakan pidana yang tergolong ringan. Tetapi menurut penyusun,
pemidanaan tersebut sudah dalam kategori wajar karena pelaku hanya membantu
melakukan tindak pidana yang masih dalam kategori ringan, yaitu merekrut dan
hanya mengirim ke Jakarta saja dan perbuatan tersebut tidak menimbulkan
keadaan yang membahayakan bagi para korban serta dilakukan dengan cara legal
karena korban direkrut atas persetujuan kelurga, malah korban merasakan bahaya
dan tidak diperlakukan secara manusiawi adalah ketika berada di Turki dan hal
tersebut bukan dilakukan oleh terdakwa.
Saran
Saran penyusun dari penelitian ini adalah: Untuk panuntut umum supaya
hati-hati merumuskan perbuatan dengan pasal yang harus digunakan untuk
menjerat terdakwa supaya dapat dibuktikan dalam sidang dipengadilan. Dan
xiv
sebaiknya hakim lebih memperhatikan kronologi kasus yang sedang diadili sepaya
penerapan pidana dengan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga hakim dapat memberikan
putusan maksimal yang dapat memberikan efek jera bagi siapa saja yang
melakukan perbuatan perdagangan orang tersebut.
xv
DAFTAR PUSTAKA
Buku-Buku, Artikel, Jurnal
Abdul Rasal Rauf, Situasi Perdagangan Orang dan Jeratan Hutang Kawasan
Timur Indonesia, ICMC Indonesia & Pusat Studi dan Pengkajian Hak
Asasi Manusia UNHAS, Makasar, 2009.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2008.
Amirudin dan Zainal Asikin, Pengantar dan Metode Penelitian Hukum, Jakarta:
PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
Barda Nawawi Arief, Sistem Pemidanaan dalam Ketentuan Umum Buku I RUU
KUHP, Kencana, Yogyakarta, 2004.
Bonger, Pengantar Tentang Kriminologi, Pustaka Sarjana, Jakarta, 1995.
Departemen Pendidikan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka, Jakarta, 2005.
Dian Kartikasari, Kerentanan Perempuan Dalam Perdagangan Perempuan,
Migrasi, HIV/AIDS, Koalisi Perempuan Indonesia Untuk keadilan dan
Demokrasi, 2010.
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara di Indonesia, PT. Refika
Aditama, Bandung, 2006.
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar
Grafika, Jakarta, 2002
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987.
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, Cet V,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004.
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Untuk Mempelajari Hukum Pidana yang Berlaku
di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2010.
xvi
Soetandyo Wignyasoebroto, Perempuan Dalam Wacana Perdagangan orang,
PKBI, Yogyakarta, 1997.
Syamsuddin Aziz, Tindak Pidana Khusus, Sinar Grafika, Jakarta, 2001.
Tongat, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia Dalam Prespektif Pembaharuan,
UMM Press, Jakarta, 2009.
Valentina, Perdagangan perempuan dan Anak Dalam Pandangan Seorang Aktivis
Perempuan; Sulistyowati Irianto (ed). Perempuan dan Hukum, Menuju
Hukum yang Berperspektif Kesetaraan dan Keadilan, Yayasan Obor,
Jakarta, 2008.
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika
Aditama, 2003.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Orang (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 58,
Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4720)
Sumber Lain
Husni Amiy, Makalah Human Perdagangan orang: Pengertian Human
Perdagangan orang, Penanggulangan Human Perdagangan orang.
Blogspot.com. 2012.
http://www.infospesial.net/660/duh-indonesia-duduki-urutan-ke-2
humanperdagangan orang-di-dunia/
Koalisi Perempuan Indonesia, Makalah : Sosialisasi tentang Perdagangan
Perempuan, Jakarta, 2008.