15
PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA; SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN GLOBAL Oleh : Gusmailina 1 1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor Telp/Fax (0251) 8633378/ 8633413 ABSTRAK Pemanasan global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi GRK (gas rumah kaca) di atmosfir yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi dan industri juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK. Salah satu GRK yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem landfill adalah CH 4 (metana) yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami. Sekalipun keberadaannya di atmosfir lebih sedikit dibanding dengan CO 2 (karbondioksida) tetapi memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO 2 . Sehingga pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA.

PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di TPA Bangkonol, Pandeglang. Arkoba yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Tulisan ini menyajikan tentang penerapan teknologi arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara untuk mengurangi sekaligus mencegah emisi GRK dan pemanasan global.

Citation preview

Page 1: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA; SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN GLOBAL

Oleh : Gusmailina 1

1 Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Jl. Gunung Batu No. 5, BogorTelp/Fax (0251) 8633378/ 8633413

ABSTRAK

Pemanasan global merupakan kondisi yang diakibatkan oleh meningkatnya

konsentrasi GRK (gas rumah kaca) di atmosfir yang diakibatkan oleh berbagai aktivitas

manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan teknologi

dan industri juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK. Salah satu GRK

yang berasal dari tempat pembuangan sampah akhir (TPA) dengan sistem landfill adalah CH4

(metana) yang dihasilkan dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami.

Sekalipun keberadaannya di atmosfir lebih sedikit dibanding dengan CO2 (karbondioksida)

tetapi memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih besar dari pada CO2. Sehingga

pengomposan merupakan salah satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari

TPA.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan

kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di TPA Bangkonol, Pandeglang.

Arkoba yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di beberapa lokasi lahan Gerhan (Gerakan

Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan). Tulisan ini menyajikan tentang penerapan

teknologi arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara

untuk mengurangi sekaligus mencegah emisi GRK dan pemanasan global.

Kata kunci : Sampah, emisi, CH4, kompos, reduksi

Page 2: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

ABSTRACT

PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA;

SUATU ALTERNATIF REDUKSI EMISI DAN PEMANASAN GLOBAL

The applying bioactive charcoal compost technology from TPA garbage(final garbage place);

the altervative to reducing emission and global warming

Global warming is the increasing condition of greenhouse gasses concentration effet of

resulted from various human being activity. Besides accretion of resident population and is

fast of industrial and technological growth also give big contribution. CH4 (metana gasses) is

one of greenhouse gasses (GHGs) coming from TPA garbage (final garbage) place with

landfill system from organic materials degradation process of naturally produced. Even if its

low existence in the atmosphere compared to the CO2 (carbondioxide) gases, but owning

global warming potency it’s 21 times bigger than the CO2. So that composting represent one

of the alternative solution to control methane gas emission from TPA garbage.

Forest Product Research and Development Center year 2004 have done conducted activity

making of bioactive charcoal compost (Arkoba) in TPA Bangkonol, Pandeglang. The

bioactive charcoal compost yielded was application in some Gerhan (Movement National

Rehabilitate Forest and Land) area. This Article present about applying of bioactive charcoal

compost technology at Bangkonol TPA garbage, Pandeglang as one of the way of solution to

reducing green hause gasses emission and global warming.

Keyword : garbage, emission, CH4, compost, reducing

Page 3: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

I. PENDAHULUAN

Pemanasan Global (Global warming) adalah terjadinya proses peningkatan suhu rata-

rata atmosfir, laut, dan daratan yang akhir-akhir ini merupakan isu yang telah menjadi

kenyataan serta semakin mengkhawatirkan. Suhu rata-rata global pada permukaan bumi

telah meningkat 0,74 ± 0,18 °C (1,33 ± 0,32 °F) selama seratus tahun terakhir.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam Houghton, et.al., (1990)

menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan

abad ke-20 disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca (GRK) akibat

aktivitas manusia. Selain itu pertambahan populasi penduduk dan pesatnya pertumbuhan

teknologi dan industri ternyata juga memberikan kontribusi besar pada pertambahan GRK.

Di Indonesia, GRK yang berasal dari aktivitas manusia dapat dibedakan atas beberapa

hal. Pada Tabel 1 dapat dilihat sumber penghasil GRK dari beberapa aktivitas antara lain:

(1) kerusakan hutan termasuk perubahan tata guna lahan, (2) pemanfaatan energi fosil, (3)

pertanian dan peternakan, serta (4) sampah. Pertanian, peternakan serta sampah berperan

sebagai penyumbang GRK berupa gas metana (CH4) yang memiliki potensi pemanasan

global 21 kali lebih besar dari pada gas karbondioksida/CO2 (Suprihatin, dkk., 2003). Emisi

CH4 dari sampah berasal dari proses dekomposisi bahan organik sampah secara alami di

lokasi tempat pembuangan sampah akhir (TPA). Sehingga pengomposan merupakan salah

satu alternatif untuk mengendalikan emisi gas metana dari TPA.

Tabel 1. Gas rumah kaca penting, sumber dan kontribusinya terhadap peningkatan efek rumah kaca

SenyawaSumber

Kontribusi relative terhadap efek gas rumah kaca, %

Hanks (1996) Porteus (1992)CO2 Pembakaran bahan bakar fosil, penebangan hutan 60 50CH4 Peternakan. dekomposisi sampah, lahan

persawahan, gambut, dan lain-lain15 20

NOx Industri pupuk 5 5 (mencakup uap air)

CFC AC, refrigerator, busa aerosol 12 15O3 Konversi polutan otomobil oleh sinar matahari 8 10

Sumber Suprihatin, dkk., (2003)

Page 4: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan pada tahun 2004 telah melakukan

kegiatan pembuatan Arang kompos bioaktif (Arkoba) di 2 TPA yaitu TPA Bangkonol,

Pandeglang dan TPA1 Palembang. Arkoba yang dihasilkan selanjutnya diaplikasikan di

beberapa lokasi lahan Gerhan. Tulisan ini menyajikan tentang penerapan tekonologi arang

kompos bioaktif di TPA khususnya TPA Bangkonol, Pandeglang sebagai salah satu cara

untuk mengurangi emisi GRK dan pemanasan global.

A. TPA Sebagai Emitter GRK, Salah Satu Pemicu Pemanasan Global

Di Indonesia saat ini terdapat sekitar 450 TPA yang berpotensi sebagai sumber emisi

gas metana. Sebagai contoh, sampah sebanyak 1000 ton, dengan kandungan sampah organik

56 persen akan menghasilkan gas metana 21.000 ton setiap tahunnya atau setara dengan CO2

486.500 ton. Masyarakat Eropa sepakat bahwa pada tahun 2005 tidak membuang sampah

organiknya langsung ke TPA. Sampah organik diolah terlebih dahulu agar gas tidak

diproduksi dalam jumlah besar. Pengolahan dapat berupa insinerasi, pengomposan, dan

produksi biogas. Pengomposan adalah proses yang dipilih oleh Global Environment Facility

yang dianggap sesuai untuk diterapkan di Indonesia untuk mereduksi produksi GRK

sekaligus untuk membantu perbaikan sistem pengelolaan sampah di Indonesia.

Pada tahun 2008 produksi sampah di Indonesia diperkirakan mencapai 167 ribu

ton/hari yang dihasilkan dari 220 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia atau sama dengan 800

gram/hari/orang (Laksono, 2008). Dari volume sampah tersebut diperkirakan akan

menghasilkan gas metana sebanyak 8.800 ton/hari. Volume tersebut dapat meningkatkan

konsentrasi gas rumah kaca sebesar 745,2Gg (giga gram). Jika produksi rata-rata gas metana

adalah 235 L per kg sampah, dimana 80 persen sampah ditimbun di TPA, maka sebanyak 0,5

juta ton metana (setara 12,8 juta ton CO2) dihasilkan dari TPA. Namun angka tersebut masih

kecil bila dibandingkan dengan sektor lain seperti perubahan penggunaan lahan kehutanan,

energi, transportasi dan pertanian yang mencapai angka........... Akan tetapi meskipun

konstribusinya terhitung kecil, daya rusak gas metana terhadap lapisan ozon 21 kali lebih

kuat dibandingkan dengan karbondioksida/CO2 (Houghton, et al.,1990).

Berdasarkan data dari Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), pada tahun 2008

sampah yang diolah menjadi kompos hanya sekitar 5 persen atau 12.800 ton/hari. Apabila

Page 5: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

dikelola dengan baik maka sampah akan bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat dan

Negara (Laksono, 2008)

B. Estimasi Emisi Metana di TPA

Di TPA, bahan organik terdekomposisi secara alami menjadi CH4, karbon dioksida

(CO2), dan sejumlah kecil N2, H2, H2S, H2O (Morissoy and John, 1998). Saat ini belum

banyak penelitian yang mendalam tentang reaksi perombakan sampah. Estimasi

pembentukan gas sebagai fungsi dari waktu sering dilakukan dengan bantuan model

matematis. Karena struktur landfill di TPA tidak homogen, sehingga model tersebut hanya

merupakan dasar matematis. Suatu model dari Abwasser Technische Vereinigung (ATV)

(Anonim, 1989) sering digunakan untuk untuk menduga produksi gas metana dari sludge

yaitu :

Ge = 1.868⋅Co⋅(0,014⋅T+0,28)

dengan Ge = volume gas yang terbentuk (m3),

Co = karbon organik (kg/t sampah, tipikal 200 kg/t), dan

T = temperatur (oC, tipikal 40 oC untuk kondisi landfill).

Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus, 1989) juga mengemukakan model

lain yang dipercaya dan cukup handal untuk keperluan praktis yaitu :

Gt = Ge(1 – 10 –k . t) dalam m3 gas/t sampah

dengan Gt = volume gas yang terbentuk m3 gas/t sampah

k = konstanta degradasi (tipikal untuk landfill: 0,03 - 0,06), dan

t = waktu (tahun).

Dikemukakan bahwa struktur model tersebut masih memerlukan pengkajian lebih lanjut

untuk verifikasi, terutama berkaitan dengan kondisi riil proses dekomposisi sampah. Dengan

bantuan model tersebut dapat dilakukan estimasi produksi gas dengan menggunakan berbagai

parameter. Pada Gambar 1 dapat dilihat estimasi emisi metana dari sampah di beberapa

landfill TPA se Jabotabek (Suprihatin, dkk., 2003).

Page 6: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

Gambar 1. Estimasi emisi metana pada berbagai tingat persentase sampah yang ditimbun di landfill TPA di Jabotabek (Suprihatin, dkk., 2003).

Di dalam Abwasser Technische Vereinigung (ATV) (Anonimus, 1989) menjelaskan

bahwa jumlah dan komposisi gas yang dihasilkan sangat ditentukan oleh karakteristik

sampah. Sebagai contoh, produksi gas spesifik teoritis untuk karbohidrat adalah 0,8 Nm 3/kg

dengan kandungan CH4 50 %, sedangkan untuk lemak dan protein masing-masing 0,7 and

1,2 Nm3/kg dengan kandungan CH4 70 dan 67 %. Karena komposisi sampah pada dasarnya

tidak seragam, produksi gas spesifik dan komposisi gas dari suatu landfill di TPA dapat

berbeda dari TPA lainnya. Di sebutkan juga bahwa potensi pembentukan gas dari

dekomposisi sampah di TPA berkisar antara 150 dan 250 m3 gas/t (Anonimus, 1989) atau 0 –

300 m3 CH4/t sampah (Yusrizal, 2000).

Menurut Henry and Heinke (1996), estimasi produksi gas teoritis dapat mencapai

200-270 L CH4 per kg sampah, tergantung pada karakteristik sampah dan kondisi fisik TPA,

temperatur dan kelembaban. Sebagi contoh jika digunakan nilai produksi gas spesifik rata-

rata 235 L CH4/kg sampah dan 80 % sampah di Jabotabek dibuang ke TPA, maka sebanyak

0,5 juta ton metana per tahun akan terbentuk di TPA. Jumlah produksi metana ini akan terus

meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan jumlah produksi sampah. Pada

gambar 1 dapat dilihat bahwa perkiraan emisi metana pada tahun 2015 mencapai 1,3 ton

metana/tahun, jika tidak dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian.

Page 7: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

II. POTENSI KONTRIBUSI PENGOMPOSAN SAMPAH TERHADAP REDUKSI EMISI CH4

Pengomposan sampah merupakan salah satu target alternatif untuk mereduksi emisi

metana dari TPA. Jika produksi kompos sebesar 100.000 ton per tahun, maka dapat

mereduksi emisi gas rumah kaca sebesar 600.000 ton karbon dioksida ekuivalen per tahun

(Anonimus, 1989).

Menurut Henry and Heinke (1996), dari pengomposan 1,9 ton sampah dapat dihasilkan satu

ton kompos, sedangkan satu ton sampah jika ditimbun di landfill dapat menghasilkan 0,20-

0,27 m3 CH4. Metana memiliki densitas 0,5547 g/L. Dengan demikian, dengan menghasilkan

satu ton kompos, emisi gas rumah kaca sebesar 0,21- 0,29 ton CH4 atau 5-7 ton CO2

ekuivalen dapat dicegah. Hubungan antara emisi metana dan produksi kompos dapat dilihat

pada Gambar 2.

Gambar 2. Hubungan antara reduksi emisi metana dan tingkat produksi kompos (Suprihatin, dkk., 2003)

Jika 2 ton sampah dikonversi menjadi 1 ton kompos, maka emisi sebesar 0,2-0,3 ton CH4

dapat dicegah. Nilai ini setara dengan 5-7 ton CO2. Dengan kata lain produksi kompos telah

mereduksi emisi CH4 sebesar 0,2-0,3 ton atau setara dengan 5-7 ton CO2.

Page 8: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

III. REDUKSI CH4 DARI PEMBUATAN ARANG KOMPOS BIOAKTIF DI TPA

BANGKONOL, PANDEGLANG

Pembuatan arang kompos bioaktif di TPA Bangkonol, Pandeglang menggunakan

sampah organik pasar. Hampir 60 persen terdiri dari bahan-bahan organik seperti sampah

sayuran, buah, pangkasan pohon lindung dari penghijauan kota. Volume sampah per hari

rata-rata mencapai 5-10 ton. Dalam proses pengomposan volume penyusutan mencapai 50

%, karena sebagian besar bahan yang digunakan terdiri dari sampah dengan kadar air yang

tinggi. Dari 12 ton sampah yang dikomposkan volume akhir menjadi sekitar 6 ton

kompos/bulan (mulai proses awal). Selanjutnya arang kompos dikemas dalam karung

sebanyak 110 karung dengan bobot masing-masing karung berkisar antara 50 – 55 kg

(Gusmailina, dkk., 2005). Jika menggunakan persamaan dan estimasi menurut Anonimus

(1989), maka dari 6 ton arang kompos yang dihasilkan di TPA Pandeglang, telah mencegah

emisi CH4 dari TPA sebesar 6 x 0,3 ton = 1,8 ton CH4, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2

atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan (harga minimal), karena pada Protokol Kyoto

1997 salah satunya adalah mengatur kerangka kerja konvensi pada perubahan iklim global,

dimana emisi gas rumah kaca dapat diperdagangkan, meskipun reduksi emisi gas rumah kaca

memerlukan verifikasi dan sertifikasi. Harga reduksi emisi tersebut berkisar US$ 5 to 20 per

ton CO2 (Soemarwoto, 2001).

Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton per

bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton kompos per tahun. Berarti dari TPA, Bangkonol

Pandeglang dapat mencegah emisi metan sebesar 21,6 ton CH4, atau setara dengan 108 –

151,2 ton CO2. Maka volume ini dapat menghasilkan nilai ER (Emissions Reduction)

minimal per tahun sebesar US $ 540 – 756. Nilai ER ini kemudian dapat digunakan sebagai

sumber dana untuk menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik (sustainable

municipal solids waste management).

Page 9: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

IV. PENUTUP

Dari 6 ton arang kompos yang telah dihasilkan di TPA Bangkonol Pandeglang, telah

mencegah emisi CH4 dari TPA sebesar 1,8 ton/bulan, atau setara dengan 30 – 42 ton CO2

atau seharga dengan US $ 150 – 210/bulan (harga minimal).

Jika di TPA Bangkonol, Pandeglang kontinyu menghasilkan minimal kompos 6 ton

per bulan, maka akan dihasilkan kompos 72 ton per tahun. Berarti dari TPA, Bangkonol

Pandeglang dapat mencegah emisi CH4 sebesar 21,6 ton/tahun, atau setara dengan 108 –

151,2 ton CO2/tahun Nilai ini dapat menghasilkan ER (Emissions Reduction) minimal per

tahun sebesar US $ 540–756, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber dana untuk

menjamin kesinambungan pengelolaan sampah yang baik. Nilai ini tentu akan bertambah

lagi dengan hasil penjualan arang kompos bioaktifnya.

Teknologi arang kompos bioaktif dari sampah tidak hanya memberikan keuntungan

teknis, tetapi juga memiliki implikasi ekonomis. Hal ini dimungkinkan melalui mekanisme

perdagangan gas rumah kaca dengan harga reduksi emisi sebesar US$ 5–20 per ton karbon.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2007. Climate Change. The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change. Intergovernmental Panel on Climate Change. Summary for Policymakers. Diakses pada 2 Februari 2007.

Anonimus, 1989. Abwasser Technische Vereinigung (ATV), Recovery, Processing and Utilization of Biogas, Korrespondenz Abwasser, 36 (13), pp. 153 – 164, 1989.

Clark, W.C. 1990. Usable knowledge for managing global climate change. Report. The Stockholm Environment Institute. Stockholm.

Gusmailina, S. Komarayati dan G. Pari. 2005. Pengembangan pembuatan arang kompos dalam rangka menunjang Gerhan (Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan) Di Pandeglang, Prop. Banten. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor.

Hanks, S., 1996. Ecology and the Biosphere Journal. St. Luice Press, Florida, pp. 108-110, 1996.

Henry, J. G., 1996. Solid wastes (Chapter 14). Environmental Science and Engineering, ed. J. G. Henry and G.W. Heinke, Prentice-Hall International: New Jersey, pp. 567-619,

Page 10: PENERAPAN TEKNOLOGI ARANG KOMPOS BIOAKTIF SAMPAH KOTA DI TPA1.doc

Houghton, J.T., G.J. Jenkins and J.J. Epharaums, 1990. Climate change. The IPCE Scientific Assessment Cambridge University Press. New York.

Laksono, T.S. 2009. Asdep Pengendalian Limbah Domestik Kementrian Negara LH, Jakarta. (Diskusi langsung).

Morissoy, W. A. and John, R. J. 1998. Global Climate Change. CRS Issue Brief for Congress. The Committee for the national Institute for the Environmental. Washington, D. C.

Porteous, A. 1992. Dictionary of Environmental Science and Technology, 2nd ed. John Wiley and Sons, New York

Soemarwoto, O. 2001. Peluang Berbisnis Lingkungan Hidup Di Pasar Global untuk Pembangunan Berkelanjutan. Makalah Seminar “Kebijakan Perlindungan Lingkungan dan Pembangunan berkelanjutan Indonesia di Era Reformasi dalam Menghadapai KTT Rio. Jakarta, 8 Februari 2001

Suprihatin, N.S. Indrasti dan M. Romli. 2003. Potensi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca melalui Pengomposan Sampah di Wilayah Jabotabek. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Environmental Of Research Center. PPLH-IPB. Bogor

Yusrizal, Z., 2000. Estimation of methane emission from landifill site Bantar Gebang, Bekasi. Thesis at the Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Bogor Agricultural University (IPB), Bogor.