119

Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

KAJIAN EVALUASI PEMBANGUNAN SEKTORAL

Peran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaan

Kedeputian Evaluasi Kinerja Pembangunan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

2009

RREEPPUUBBLLIIKK IINNDDOONNEESSIIAA

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

ii

KATA PENGANTAR

Dengan semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja di Indonesia

penciptaan lapangan kerja menjadi isu yang sangat penting

dalam pembangunan sektor ketenagakerjaan Upaya penciptaan

lapangan kerja telah dilakukan namun masih belum mencukupi

Kondisi pasar kerja Indonesia menunjukkan sebagian besar dari

angkatan kerja bekerja pada lapangan kerja informal dengan

tingkat pendidikan dan keterampilan rendah Dalam kaitan itu

sektor informal justru terlihat cukup berperan dalam hal

penyerapan tenaga kerja di Indonesia

Untuk itu pada tahun 2009 di lingkungan Deputi Evaluasi Kinerja

Pembangunan telah dilaksanakan kajian untuk melakukan

evaluasi atas masalah ketenagakerjaan khususnya yang terkait

dengan sektor informal Laporan evaluasi tersebut berjudul Peran

Sektor Informal sebagai Katup Pengaman Masalah

Ketenagakerjaan Diharapkan kajian ini dapat bermanfaat dan

menjadi masukan bagi kita semua khususnya dalam konteks

penyusunan kebijakan di masa yang akan datang

Kami mengharap masukan saran dan kritik yang membangun

untuk perbaikan dan penyempurnaan kajian ini Akhirnya terima

kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu

hingga laporan kajian ini tersusun

Jakarta Desember 2009

Plt Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Dr Ir Dedi M Masykur Riyadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip ii DAFTAR ISI helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip iii DAFTAR TABEL helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip v DAFTAR GAMBAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip vi BAB I PENDAHULUAN 1 11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1 12 Tujuan Penelitian 7 13 Ruang Lingkup Kajian 8 14 Sistematika 9 BAB II TINJAUAN LITERATUR 10 21 Konsep Sektor Informal 10 22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota 23 23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal 26 24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja 28 25 Kekuatan Sektor Informal 33 26 Dualisme di Indonesia 36 BAB III METODOLOGI DAN DATA AWAL 39 31 Kerangka Pemikiran 39 32 Metodologi 44 33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model 50 34 Sumber Data 54 35 Hipotesis 55 BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF 57 41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM 57 42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan 71 43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah 74

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iv

BAB V ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL) 81

51 Hasil Regresi 84 52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan

Kerja dan Pengembangan Sektor Informal Desa 89

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian 93 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 96 61 Kesimpulan 96 62 Rekomendasi 98 DAFTAR PUSTAKA 99

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data 54 Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) 79

Tabel 3 Hasil Regresi Model 85

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 2: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

ii

KATA PENGANTAR

Dengan semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja di Indonesia

penciptaan lapangan kerja menjadi isu yang sangat penting

dalam pembangunan sektor ketenagakerjaan Upaya penciptaan

lapangan kerja telah dilakukan namun masih belum mencukupi

Kondisi pasar kerja Indonesia menunjukkan sebagian besar dari

angkatan kerja bekerja pada lapangan kerja informal dengan

tingkat pendidikan dan keterampilan rendah Dalam kaitan itu

sektor informal justru terlihat cukup berperan dalam hal

penyerapan tenaga kerja di Indonesia

Untuk itu pada tahun 2009 di lingkungan Deputi Evaluasi Kinerja

Pembangunan telah dilaksanakan kajian untuk melakukan

evaluasi atas masalah ketenagakerjaan khususnya yang terkait

dengan sektor informal Laporan evaluasi tersebut berjudul Peran

Sektor Informal sebagai Katup Pengaman Masalah

Ketenagakerjaan Diharapkan kajian ini dapat bermanfaat dan

menjadi masukan bagi kita semua khususnya dalam konteks

penyusunan kebijakan di masa yang akan datang

Kami mengharap masukan saran dan kritik yang membangun

untuk perbaikan dan penyempurnaan kajian ini Akhirnya terima

kasih kami ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu

hingga laporan kajian ini tersusun

Jakarta Desember 2009

Plt Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan

Dr Ir Dedi M Masykur Riyadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip ii DAFTAR ISI helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip iii DAFTAR TABEL helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip v DAFTAR GAMBAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip vi BAB I PENDAHULUAN 1 11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1 12 Tujuan Penelitian 7 13 Ruang Lingkup Kajian 8 14 Sistematika 9 BAB II TINJAUAN LITERATUR 10 21 Konsep Sektor Informal 10 22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota 23 23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal 26 24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja 28 25 Kekuatan Sektor Informal 33 26 Dualisme di Indonesia 36 BAB III METODOLOGI DAN DATA AWAL 39 31 Kerangka Pemikiran 39 32 Metodologi 44 33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model 50 34 Sumber Data 54 35 Hipotesis 55 BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF 57 41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM 57 42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan 71 43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah 74

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iv

BAB V ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL) 81

51 Hasil Regresi 84 52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan

Kerja dan Pengembangan Sektor Informal Desa 89

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian 93 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 96 61 Kesimpulan 96 62 Rekomendasi 98 DAFTAR PUSTAKA 99

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data 54 Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) 79

Tabel 3 Hasil Regresi Model 85

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 3: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip ii DAFTAR ISI helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip iii DAFTAR TABEL helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip v DAFTAR GAMBAR helliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphelliphellip vi BAB I PENDAHULUAN 1 11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah 1 12 Tujuan Penelitian 7 13 Ruang Lingkup Kajian 8 14 Sistematika 9 BAB II TINJAUAN LITERATUR 10 21 Konsep Sektor Informal 10 22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota 23 23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal 26 24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja 28 25 Kekuatan Sektor Informal 33 26 Dualisme di Indonesia 36 BAB III METODOLOGI DAN DATA AWAL 39 31 Kerangka Pemikiran 39 32 Metodologi 44 33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model 50 34 Sumber Data 54 35 Hipotesis 55 BAB IV ANALISIS DESKRIPTIF 57 41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM 57 42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan 71 43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah 74

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iv

BAB V ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL) 81

51 Hasil Regresi 84 52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan

Kerja dan Pengembangan Sektor Informal Desa 89

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian 93 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 96 61 Kesimpulan 96 62 Rekomendasi 98 DAFTAR PUSTAKA 99

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data 54 Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) 79

Tabel 3 Hasil Regresi Model 85

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 4: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

iv

BAB V ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL) 81

51 Hasil Regresi 84 52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan

Kerja dan Pengembangan Sektor Informal Desa 89

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian 93 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 96 61 Kesimpulan 96 62 Rekomendasi 98 DAFTAR PUSTAKA 99

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data 54 Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) 79

Tabel 3 Hasil Regresi Model 85

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 5: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data 54 Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja

menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 (juta orang) 79

Tabel 3 Hasil Regresi Model 85

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 6: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008 61 Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat

Pengangguran Usia Muda 63 Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006 66 Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka 67 Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat

Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah 69

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 7: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

1

BAB I

PENDAHULUAN

11 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

Masalah utama yang dihadapi kebanyakan Negara

Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia hingga saat

ini adalah bagaimana memanfaatkan faktor manusia yang

melimpah dan kebanyakan tidak terlatih (unskilled) bagi

pembangunannya sehingga penduduk yang besar bukan

merupakan beban pembangunan justru menjadi modal

pembangunan Dengan demikian peranan sektor informal

menjadi penting terutama karena kemampuannya dalam

menyerap banyak tenaga kerja dan tidak menuntut tingkat

keterampilan yang tinggi Bahkan sektor informal ini bisa

menjadi wadah pengembangan sumberdaya manusia dimana

tenaga kerja yang tidak terlatih (unskilled) tersebut dapat

meningkatkan keterampilannya dengan memasuki sektor

informal terlebih dahulu sebelum masuk ke sektor formal

Menurut Widodo (2005) dalam diskusi yang digelar

Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan

topik Sektor Informal Yogyakarta sektor informal adalah

sektor yang tidak terorganisasi (unorganized) tidak teratur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 8: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

2

(unregulated) dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar

(unregistered) Di Negara Sedang Berkembang sekitar 30-70

persen populasi tenaga kerja di perkotaan bekerja di sektor

informal Sektor informal memiliki karakteristik seperti jumlah

unit usaha yang banyak dalam skala kecil kepemilikan oleh

individu atau keluarga teknologi yang sederhana dan padat

tenaga kerja tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah

akses ke lembaga keuangan daerah produktivitas tenaga

kerja yang rendah dan tingkat upah yang juga relatif lebih

rendah dibandingkan sektor formal Kebanyakan pekerja di

sektor informal perkotaan merupakan migran dari desa atau

daerah lain Motivasi pekerja adalah memperoleh pendapatan

yang cukup untuk sekedar mempertahankan hidup (survival)

Mereka tinggal di pemukiman kumuh dimana pelayanan

publik seperti listrik air bersih transportasi kesehatan dan

pendidikan yang sangat minim

Sektor informal memberikan kemungkinan kepada

tenaga kerja yang berlebih di perdesaan untuk migrasi dari

kemiskinan dan pengangguran Sektor informal sangat

berkaitan dengan sektor formal di perkotaan Sektor formal

tergantung pada sektor informal terutama dalam hal input

murah dan penyediaan barang-barang bagi pekerja di sektor

formal Sebaliknya sektor informal tergantung dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 9: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

3

pertumbuhan di sektor formal Sektor informal kadang-kadang

justru mensubsidi sektor formal dengan menyediakan barang-

barang dan kebutuhan dasar yang murah bagi pekerja di

sektor formal

Penggunaan modal pada sektor informal relatif sedikit

apabila dibandingkan dengan sektor formal sehingga cukup

dengan modal sedikit sudah dapat mempekerjakan orang

Dengan menyediakan akses pelatihan dan ketrampilan sektor

informal dapat memiliki peran yang yang besar dalam

pengembangan sumber daya manusia Sektor informal

memunculkan permintaan untuk tenaga kerja semiterampil

dan tidak terampil Sektor informal biasanya menggunakan

teknologi tepat guna dan menggunakan sumber daya lokal

sehingga akan menciptakan efisiensi alokasi sumber daya

Sektor informal sangat penting artinya dalam proses

pembangunan dan proses modernisasi masyarakat yang

sebagian besar masih bersifat tradisional atau semi-

tradisional Sebelum bekerja dan berusaha di sektor formal

tenaga kerja dari sektor tradisional berusaha dan bekerja

terlebih dahulu di sektor informal Setelah memperoleh

pengetahuan keahlian dan pengalaman di sektor informal

barulah mereka beralih dan mengalihkan usahanya ke sektor

formal yang bersifat modern Selain itu sektor informal penting

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 10: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

4

artinya bagi negara berpenduduk besar dimana sektor

informal yang bersifat padat karya mampu menyerap tenaga

kerja dalam jumlah besar Bagi Indonesia kedua fungsi sektor

informal di atas sangat besar artinya Selain menghadapi

kelebihan penduduk Indonesia juga menghadapi masalah dari

kondisi masyarakatnya yang masih dipengaruhi oleh unsur-

unsur tradisional

Sejak dekade 70-an Indonesia mengalami era

pertumbuhan ekonomi yang tinggi serta terjadi pula

pergeseran struktur yang cepat dari sektor pertanian ke sektor

non pertanian Oleh karena pertanian pada umumnya terdapat

di desa sedangkan industri terdapat di kota maka migrasi

desa ke kota merupakan arah perpindahan tenaga kerja yang

pada umumnya terjadi dalam proses industrialisasi Tenaga

kerja yang berlebih (terutama yang tidak mempunyai tanah)

terdorong dan tertarik untuk mencari pekerjaan di kota

Berbagai faktor pendorong (push factor) di desa dan berbagai

faktor penarik (pull factor) di kota mempengaruhi penduduk

desa untuk pindah atau (bermigrasi) ke kota

Hal menarik yang terlihat dari perpindahan tenaga

kerja dari desa ke kota adalah banyaknya tenaga kerja yang

masuk ke dalam usaha kecil-kecilan di kota yang bersifat

swakarya dan swadaya Usaha kecil-kecilan ini dapat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 11: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

5

berbentuk usaha perdagangan seperti pedagang kaki lima

penjual bakso asongan dan sebagainya Selain itu juga pada

jasa pengangkutan seperti tukang becak tukang ojeg dan

lain-lain industri kecil dan rumah tangga (cottage industry dan

home industry) ataupun bentuk-bentuk usaha lainnya Usaha-

usaha tersebut sering disebut sektor informal karena sifatnya

yang tidak mempunyai hubungan dengan pemerintah baik

dalam hal perijinan perpajakan maupun perlindungan Sektor

informal ini sering juga disebut murky sectors urban

unorganized sectors off-farm grey area sectors dan lain-lain

Sektor informal sering dipandang sebagai sektor

transisi bagi tenaga kerja dari sektor pertanian di desa ke

sektor industri di kota Fenomena munculnya sektor informal

hanyalah bersifat temporer Akibat keterampilan yang

terbatas para pencari kerja dari desa pada awal

kepindahannya untuk sementara berusaha dan bekerja di

sektor informal Setelah mapan dan berpengalaman mereka

akan mengalihkan usahanya ke sektor formal Di sinilah terjadi

proses formalisasi sektor informal dimana terjadi peralihan

status usaha yang tadinya informal menjadi formal dan

berpindahnya pekerja yang tadinya bekerja di sektor informal

ke sektor formal Namun pada kenyataannya seringkali proses

ini tidak berjalan seperti yang diharapkan Yang terjadi adalah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 12: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

6

usaha di sektor informal khususnya industri kecil dan industri

rumah tangga semakin menjamur Demikian juga dengan

jumlah pekerjanya Tenaga kerja dari desa sebagian besar

bukan diserap oleh sektor industri (yang formal) tetapi oleh

sektor jasa (terutama yang informal)

Hal tersebut menandakan bahwa usaha yang tadinya

berstatus informal tidak berubah menjadi formal Demikian

juga pekerja yang berada di sektor informal tetap berada di

sektor tersebut Dengan kata lain sektor informal bukan

menjadi sektor transisi tetapi justru menjadi sektor yang dituju

oleh pencari kerja dari sektor tradisional (pertanian) Selain itu

juga menjadi sektor yang dituju oleh pencari kerja pertama

(first-job seekers) yang tidak tertampung di sektor formal

maupun pekerja sektor formal yang tidak memperoleh

penghasilan yang cukup sehingga secara sambilan ataupun

serius merangkap berusaha dan bekerja di sektor informal

Dari kedua hal tersebut maka menarik untuk mengkaji

bagaimana kecenderungan sektor informal di Indonesia

apakah bersifat permanen ataukah temporer dan bagaimana

proses formalisasi sektor informal Masalah formalisasi sektor

informal ini erat kaitannya dengan perencanaan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 13: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

7

12 Tujuan Penelitian

Kajian ini mencoba membahas sektor informal secara

komprehensif dengan melihat berbagai aspek penting dari

sektor informal Adapun tujuan dari kajian ini antara lain

1 Memahami bagaimana terbentuknya sektor informal di

Indonesia hal ini dilakukan dengan penelaahan aspek

historis dari perekonomian Indonesia sehingga dapat

dipahami mengapa dan bagaimana sektor informal muncul

dalam perekonomian di Indonesia

2 Meninjau apakah terjadi proses formalisasi sektor informal

di Indonesia Hal ini dilakukan dengan mencari hubungan

antara migrasi desa-kota dengan sektor informal Teori

Todaro (Harris-Todaro) tentang migrasi menganggap

bahwa migrasi desa-kota telah menimbulkan terjadinya

sektor informal di kota Dengan demikian akan dibuktikan

apakah bukan sektor informal yang justru menjadi

pendorong dan penarik penduduk desa untuk bermigrasi

ke kota Melalui pembuktian ini akan dapat disimpulkan

apakah formalisasi sektor informal di Indonesia terjadi atau

tidak

3 Formulasi kebijakan dalam penanganan sektor informal

yang disusun dari hasil pembuktian model migrasi Dengan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 14: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

8

demikian diharapkan dapat membantu memecahkan

masalah ketenagakerjaan secara umum

13 Ruang Lingkup Kajian

Tujuan pertama dari kajian ini akan dijelaskan dengan

teori-teori dualisme yaitu memahami bagaimana terbentuknya

sektor informal di perkotaan Untuk itu perlu menelusuri

sejarah perekonomian Indonesia mulai masa kolonial hingga

saat ini Kemudian tujuan yang kedua akan dijawab dengan

menggunakan teori pembangunan yang dualistik terutama

model migrasi TodaroHarris-Todaro Model ini digunakan

untuk membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Hal ini dilakukan dengan

menambahkan variabel pendapatan dan jumlah tenaga kerja

di sektor informal sebagai salah satu variabel bebas penentu

proporsi penduduk yang bermigrasi ke kota Dari hasil

pengujian model tersebut maka dapat ditarik beberapa saran

kebijakan dengan memperhatikan variabel-variabel dalam

model tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

9

14 Sistematika

Kajian evaluasi ini dibagi dalam enam bab Bab

pertama merupakan bab pendahuluan yang memuat latar

belakang dan perumusan masalah tujuan ruang lingkup

kajian serta sistematika pembahasan Bab kedua merupakan

telaah literatur terhadap beberapa teori pembangunan

dualistik konsep sektor informal dan migrasi desa-kota Bab

ketiga membahas metodologi Kemudian bab keempat

merupakan analisis deskriptif sedangkan bab kelima

merupakan analisis dari model yang disajikan pada bab tiga

sekaligus juga disampaikan mengenai keterbatasan model

dan kontribusi kajian ini Bab terakhir yaitu bab keenam

merupakan kesimpulan dan rekomendasi dari kajian ini

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

10

BAB II

TINJAUAN LITERATUR

21 Konsep Sektor Informal

Konsep sektor informal muncul dalam konsep

keterlibatan pakar-pakar internasional dalam perencanan

pembangunan di Dunia Ketiga Gejala ini muncul setelah

kelahiran negara-negara maju setelah berakhirnya Perang

Dunia kedua Pada waktu itu muncullah gagasan-gagasan di

tingkat internasional maupun nasional untuk mempercepat laju

pertumbuhan ekonomi pada negara-negara dimaksud Melalui

lembaga-lembaga internasional didirikanlah lembaga-lembaga

untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi di negara-negara

berkembang seperti The World Bank International Monetary

Found (IMF) dan juga International Labour Organization (ILO)

Lembaga-lembaga tersebut melakukan berbagai studi

mengusulkan kebijakan dan turut campur tangan dalam

pengambilan keputusan menyangkut berbagai bidang yang

dianggap mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu negara

berkembang Pada tahun 1972 ILO meluncurkan program

untuk World Employment Programme (WEP) sebagai konsep

sektor informal yang pertama kali diperkenalkan di dunia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

11

internasional

Luthfi (2008) dalam artikelnya yang berjudul

Kemiskinan Kota dan Sektor Informal membahas

perkembangan berbagai konsep sektor informal sekaligus

dengan berbagai perdebatannya Dalam artikel tersebut

disebutkan bahwa konsep sektor informal di negara sedang

berkembang pertama kali muncul pada saat dilakukan

serangkaian penelitian tentang pasar tenaga kerja perkotaan

di Afrika Konsep ini diperkenalkan oleh Keith Hart seorang

antropolog Inggris pada tahun 1971 dengan menggambarkan

sektor informal sebagai bagian angkatan kerja yang tidak

terorganisir Lewat tulisannya yang berjudul Informal Income

Opportunities and Urban Employment in Ghana dikemukakan

bahwa penyelidikan empirisnya tentang kewiraswastaan di

Acca dan kota-kota lain Afrika bertentangan dengan apa yang

selama ini diterima dalam perbincangan tentang

pembangunan ekonomi Dalam laporannya kepada organisasi

buruh sedunia (ILO) Hart mengajukan model dualisme

terhadap kesempatan memperoleh pendapatan pada

angkatan kerja perkotaan Konsep informalitas diterapkan

kepada bekerja sendiri (self employed)

Namun ciri-ciri dinamis dari konsep sektor informal

yang diajukan Hart menjadi hilang ketika telah dilembagakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

12

dalam birokrasi ILO Informalitas didefinisikan ulang sebagai

sesuatu yang sinonim dengan kemiskinan Sektor informal

menunjuk kepada cara perkotaan melakukan sesuatu dengan

ciri-ciri (a) mudah memasukinya dalam arti keahlian modal

dan organisasi (b) perusahaan milik keluarga (c) beroperasi

pada skala kecil (d) intensif tenaga kerja dalam produksi dan

menggunakan teknologi sederhana dan (e) pasar yang tidak

diatur dan berkompetitif

Karakteristik negatif yang dilekatkan pada sektor

informal oleh ILO banyak mendapatkan kritikan dari berbagai

ilmuwan yang berkecimpung dalam bidang Sosiologi

khususnya Sosiologi Ekonomi Mereka menganggap bahwa

aktivitas sektor informal merupakan suatu tanda

berkembangnya dinamika kewiraswastaan masyarakat Hal ini

mirip dengan yang disampaikan Hernando de Soto seorang

ekonom dari Peru yang banyak dirujuk pemikirannya terutama

yang berkaitan dengan pemberdayaan sektor informal

mempunyai tesis bahwa kegagalan sektor informal untuk

dapat terintegrasi ke dalam pasar disebabkan oleh kapitalisme

yang semestinya mampu memperkaya orang-orang yang

terlibat di dalamnya sebagaimana terjadi di dunia barat

Namun di negara-negara berkembang kapitalisme

belum mampu membawa berkah kekayaan kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

13

masyarakat Prinsip pemecahan yang diusulkan terhadap

masalah tersebut adalah dengan memberikan perlakuan yang

seimbang dan peningkatan kesalingmengisian di antara kedua

sektor tersebut Diskriminasi yang merugikan terhadap sektor

informal perlu diakhiri Pendukung sektor informal

mengusulkan agar disamping penghapusan diskriminasi

melalui peraturan pemerintah diharapkan mengambil

kebijakan yang dapat merangsang pertumbuhan sektor

informal melalui berbagai fasilitas seperti bantuan kredit

bimbingan manajerial peningkatan keterampilan promosi

pemasaran dan pemasokan bahan mentah Dengan usaha-

usaha ini diharapkan tercipta hubungan yang seimbang

koperatif dan saling menguntungkan antara kedua sektor

yang berdampingan tersebut Dengan demikian sedikit demi

sedikit ketimpangan struktural (structural inequality) dapat

dihilangkan

Konsep ini mendapatkan kritik tajam dari Leys (1974)

Menurut Leys konsep dan garis-garis kebijakan ILO tentang

sektor informal tersebut akan memacu berkembangnya

kapitalisme lokal yang otonom berdasarkan pemerasan

tenaga kerja murah Penelitian menunjukkan bahwa program-

program resmi yang bertujuan untuk merangsang industri di

sektor informal tidak banyak bermanfaat Peningkatan bantuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

14

negara tidak bisa diharapkan selama sistem politiknya

didominasi oleh kepentingan-kepentingan yang berhubungan

dengan sektor formal Situasi ini mengandung paradoks

karena perubahan kebijakan yang dianjurkan akan merugikan

kaum elit yang bertanggungjawab untuk melaksanakannya

Dengan mengabaikan kenyataan ini misi ILO di Kenya

melakukan kesalahan akibat kenaifan

Breman (1976) berdasarkan berbagai penelitian

menyimpulkan bahwa hubungan antara sektor informal dan

sektor formal tidak bisa dilihat sebagai dualitas dari dua sektor

yang berdiri sendiri melainkan sebagai hubungan

ketergantungan Berbagai penelitian menunjukkan bahwa

ketertinggalan dan ketidakberdayaan sektor informal

merupakan syarat bagi kemajuan sektor formal sedangkan

hubungan antara kedua sektor menunjukkan subordinasi dan

ketergantungan yang pertama kepada yang kedua Sebuah

penelitian tentang industri kecil di Kalkuta menunjukkan bahwa

penyebab kemiskinan para pengusaha kecil bukanlah kecilnya

lingkup usaha atau kesalahan manajemen melainkan

ketimpangan pembagian surplus dari atas Kenyataan ini tidak

jauh berbeda dengan ketimpangan pertukaran barang pada

zaman kolonial ketika surplus ekonomi dan kebutuhan dasar

subsistensi penduduk jajahan disedot ke negara induk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

15

penjajahnya Bagi Breman yang ada adalah suatu sektor

kapitalis yang berhubungan erat dengan ekonomi

internasional dan sektor lain yang mengikuti cara-cara

produksi pra-kapitalis atau bukan kapitalis Komponen-

komponen sektor ini saling mempengaruhi satu dengan

lainnya dan secara berangsur-angsur kehilangan identitas dan

otonominya sehingga akan berhadapan dengan suatu

kesatuan sistem yang koheren dengan watak dan

dinamikanya Berdasarkan pandangan bahwa sektor informal

ada berkat sektor formal Breman menyimpulkan bahwa

ketertinggalan yang pertama hanya dapat diakhiri dengan

perubahan radikal keseluruhan sistem ekonomi Dengan

demikian Breman seperti Burgess dalam perdebatannya

dengan Turner tidak setuju dengan kapitalisme tetapi tidak

menawarkan program praktis

Dalam kondisi perdebatan abstrak tersebut Tokman

tampil dengan pandangan yang lebih operasional Dia setuju

bahwa subordinasi pada tingkat internasional dan nasional

merupakan salah satu ciri dari ketertinggalan pembangunan

Analisis atas sektor informal hanyalah salah satu cara untuk

melihat gejala yang lebih luas Subordinasi internal menurut

Tokman menjelma di lapangan dalam bentuk kekurangan

akses dari suatu sektor (yang disebut sektor informal) kepada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

16

sumber-sumber daya dan pasar yang berakibat pada

keterbatasan kemampuan untuk berkembang Pertanyaannya

ialah seberapa jauh ketergantungan itu ada dan apakah ada

ruang tersisa bagi pertumbuhan evolusioner Untuk menjawab

pertanyaan tersebut Tokman mengusulkan agar sektor

informal tidak dilihat sebagai bagian yang sepenuhnya

integral tetapi tidak pula sebagai bagian yang sama sekali

terpisah melainkan sebagai sesuatu yang memiliki kaitan

dengan keseluruhan ekonomi tetapi pada saat yang sama

memiliki otonomi yang cukup Oleh karena itu perlu

dibedakan antara kelompok kegiatan sektor informal yang

beroperasi di bawah kondisi oligopoli dan kelompok lain yang

tidak

Sthurman dalam Manning dan Effendi (1985)

mengemukakan istilah sektor informal sebagai sejumlah

kegiatan ekonomi yang berskala kecil Alasan berskala kecil

karena (i) umumnya mereka berasal dari kalangan miskin (ii)

sebagai suatu manifestasi dari situasi pertumbuhan

kesempatan kerja di negara berkembang (iii) bertujuan untuk

mencari kesempatan kerja dan pendapatan untuk memperoleh

keuntungan (iv) umumnya mereka berpendidikan sangat

rendah (v) mempunyai keterampilan rendah dan (vi)

umumnya dilakukan oleh para migran Dari ciri-ciri tersebut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

17

dapat digambarkan bahwa usaha-usaha di sektor informal

berupaya menciptakan kesempatan kerja dan memperoleh

pendapatan untuk dirinya sendiri Menurut Sthurman

konseptualisasi sektor informal yang tersebut di atas walaupun

bermanfaat tetapi belum dapat memecahkan masalah definisi

Hal ini disebabkan masih diperlukannya beberapa definisi

untuk menentukan batasan sektor informal baik dari sudut

pandang operasional maupun penelitian

Simanjuntak dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan ciri-ciri yang tergolong sebagai sektor informal

yaitu (i) kegiatan usaha umumnya sederhana (ii) skala usaha

relatif kecil (iii) usaha sektor informal umumnya tidak

mempunyai izin usaha (iv) untuk bekerja di sektor informal

lebih mudah daripada di sektor formal (v) tingkat pendapatan

di sektor informal biasanya rendah (vi) keterkaitan sektor

informal dengan usaha-usaha lain sangat kecil dan (vii)

usaha-usaha di sektor informal sangat beraneka ragam

Usaha-usaha sektor informal yang dimaksud diantaranya

pedagang kaki lima pedagang keliling tukang warung

sebagian tukang cukur tukang becak sebagian tukang

sepatu tukang loak serta usaha rumah tangga seperti

pembuat tempe pembuat kue pembuat es mambo pembuat

barang anyaman dan lain-lain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

18

Dipak Mazundar dalam Manning dan Effendi (1985)

memberikan definisi sektor informal sebagai pasaran tenaga

kerja yang tidak dilindungi Salah satu perbedaan antara

sektor formal dan informal sering dipengaruhi oleh jam kerja

yang tidak tetap dalam jangka waktu tertentu Hal ini

disebabkan oleh tidak adanya hubungan kontrak kerja jangka

panjang dalam sektor informal cara penghitungan upah

berdasarkan hari atau jam kerja dan menonjolnya usaha

mandiri

Jan Breman dalam Manning dan Effendi (1985)

membedakan sektor formal dan informal yang menunjuk pada

suatu sektor ekonomi masing-masing dengan konsistensi dan

dinamika strukturnya sendiri Sektor formal digunakan dalam

pengertian pekerja bergaji atau harian dalam pekerjaan yang

permanen meliputi (i) sejumlah pekerjaan yang saling

berhubungan yang merupakan bagian dari suatu struktur

pekerjaan yang terjalin dan amat terorganisir (ii) pekerjaan

secara resmi terdaftar dalam statistik perekonomian dan (iii)

syarat-syarat bekerja dilindungi oleh hukum Kegiatan-

kegiatan perekonomian yang tidak memenuhi kriteria ini

kemudian dimasukkan dalam istilah sektor informal yaitu suatu

istilah yang mencakup pengertian berbagai kegiatan yang

sering kali tercakup dalam istilah umum usaha mandiri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

19

Meskipun telah berlangsung selama lebih dari 20 tahun

sejak dilontarkannya konsep sektor informal pada dasawarsa

1970-an hingga saat ini perdebatan tentang sektor informal

masih juga belum mencapai kesepakatan Sektor informal

dipandang sebagai ldquocara bekerja yang mempunyai ciri-ciri

tertenturdquo yaitu (i) mudah dimasuki (ii) pemakaian sumber-

sumber daya lokal (iii) pemilikan oleh keluarga (iv) berskala

kecil (v) padat karya dan pemakaian teknologi yang

sederhana (vi) keterampilan yang dimiliki di luar system

pendidikan formal dan (vii) bergerak di pasar yang kompetitif

dan tidak berada di bawah pengaturan resmi Selain itu ILO

menemukan adanya kegiatan-kegiatan ekonomi yang selalu

lolos dari pencacahan pengaturan dan perlindungan oleh

pemerintah tetapi mempunyai makna ekonomi karena bersifat

kompetitif dan padat karya memakai input dan teknologi lokal

serta beroperasi atas dasar kepemilikan sendiri oleh

masyarakat lokal Kegiatan-kegiatan inilah yang kemudian

dinobatkan sebagai sektor informal

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat

disimpulkan bahwa konsep sektor informal lebih difokuskan

pada aspek ekonomi sosial dan budaya Aspek ekonomi

meliputi penggunaan modal rendah pendapatan rendah dan

skala usaha relatif kecil Aspek sosial meliputi tingkat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

20

pendidikan formal rendah berasal dari kalangan ekonomi

lemah dan umumnya berasal dari migran Sedangkan dari

aspek budaya diantaranya kecenderungan untuk beroperasi di

luar sistem regulasi penggunaan teknologi sederhana dan

tidak terikat oleh curahan waktu kerja Dengan demikian

sektor informal lebih menitikberatkan kepada suatu proses

memperoleh penghasilan yang dinamis dan bersifat kompleks

Kehadiran sektor informal dapat dilihat dari dua segi yaitu segi

positif dan negatif Segi positif diantaranya mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri mampu menyerap

angkatan kerja yang sekaligus sebagai katup pengaman

terhadap pengangguran dan kerawanan sosial dan

menyediakan kebutuhan bahan pokok untuk kalangan

ekonomi menengah ke bawah Sedangkan dari segi

negatifnya adalah mengganggu lalu lintas mengganggu

keindahan kota dan mengganggu kebersihan

Adapun ciri-ciri kegiatan sektor informal dapat

disimpulkan sebagai berikut (i) manajemennya sederhana (ii)

tidak memerlukan izin usaha (iii) modal rendah (iv) padat

karya (v) tingkat produktivitas rendah (vi) tingkat pendidikan

formal biasanya rendah (vii) penggunaan teknologi

sederhana (viii) sebagian besar pekerja adalah keluarga dan

pemilikan usaha oleh keluarga (ix) mudahnya keluar masuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

21

usaha dan (x) kurangnya dukungan dan pengakuan

pemerintah

Dalam Ensiklopedia Ekonomi Bisnis dan Manajemen

(1997) dijelaskan bahwa belum ada kebulatan pendapat

tentang batasan yang tepat untuk sektor informal di Indonesia

tetapi terdapat kesepakatan tidak resmi antara para ilmuwan

yang terlibat dalam penelitian masalah-masalah sosial untuk

menerima definisi kerja sektor informal di Indonesia sebagai

a Sektor yang tidak menerima bantuan atau proteksi

ekonomi dari pemerintah

b Sektor yang belum dapat menggunakan (karena tidak

mempunyai akses) bantuan meskipun pemerintah telah

menyediakannya

c Sektor yang telah menerima bantuan pemerintah tetapi

bantuan tersebut belum sanggup membuat sektor

tersebut mandiri

Berdasarkan definisi kerja tersebut disepakati pula

serangkaian ciri sektor informal di Indonesia antara lain

a Kegiatan usaha tidak terorganisasi secara baik karena

unit usaha timbul tanpa menggunakan fasilitas atau

kelembagaan yang tersedia secara formal

b Pada umumnya unit usaha tidak memiliki izin usaha

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

22

c Pola kegiatan usaha tidak teratur dengan baik dalam

arti lokasi maupun jam kerja

d Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu

golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini

e Unit usaha berganti-ganti dari satu subsektor ke

subsektor lain

f Teknologi yang digunakan masih tradisional

g Modal dan perputaran usaha relatif kecil sehingga

skala operasinya juga kecil

h Dalam menjalankan usaha tidak diperlukan pendidikan

formal sebagian besar hanya diperoleh dari

pengalaman sambil bekerja

i Pada umumnya unit usaha termasuk kelompok one

man enterprise dan kalau memiliki pekerja biasanya

berasal dari keluarga sendiri

j Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal

dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan

tidak resmi dan

k Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi oleh

golongan masyarakat kotadesa berpenghasilan

rendah atau menengah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

23

22 Peluang Sektor Informal bagi Kaum Miskin Kota

Setidaknya terdapat dua teori yang menjelaskan

tentang kaum miskin kota yaitu Teori Marjinalitas dan Teori

Ketergantungan (Lutfi 2008) Kaum miskin kota dalam Teori

Marjinalitas yang menjelaskan tentang pemukiman kumuh

dilihat sebagai penduduk yang secara sosial ekonomi budaya

dan politik tidak berintegrasi dengan kehidupan masyarakat

kota Secara sosial kaum miskin kota memiliki ciri-ciri yang

mengungkapkan adanya disorganisasi internal dan isolasi

eksternal Secara budaya kaum miskin kota mengikuti pola

hidup tradisional perdesaan dan terkungkung dalam rdquobudaya

kemiskinanrdquo Secara ekonomi kaum miskin kota hidup seperti

parasit karena lebih banyak menyerap sumber daya kota

daripada menyumbangkannya boros konsumtif cepat puas

tidak berorientasi pasar tidak berjiwa wiraswata dan

berproduksi secara pas-pasan Sementara itu secara politik

kaum miskin kota berwatak apatis tidak berpartisipasi dalam

kehidupan politik mudah terpengaruh oleh gerakan-gerakan

politik revolusioner karena frustasi disorganisasi sosial dan

ketidakpastian yang mereka alami

Sebaliknya dalam Teori Ketergantungan masyarakat

miskin kota tersebut dilihat sebagai pendatang miskin yang

tidak memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

24

sehingga mereka tidak dapat ambil bagian dalam sektor

formal Satu-satunya kemungkinan bagi kaum miskin kota

adalah bekerja di sektor informal seperti penjaja makanan

pedagang kecil pemulung sampah yang tidak membutuhkan

keterampilan khusus Secara budaya kaum miskin kota juga

memiliki ciri-ciri yang sama dengan golongan lain yaitu

menginginkan hidup yang lebih baik dan dapat

menyekolahkan anak-anaknya serta mau bekerja keras

Tetapi di mata golongan yang berkuasa kaum miskin kota

dipandang rendah sebagai sumber malapetaka kota yaitu

sumber kejahatan pelacuran dan kekotoran Secara

ekonomis kaum miskin kota lebih banyak memberi daripada

menerima Merekalah yang membersihkan dan memanfaatkan

sisa-sisa konsumsi golongan lain dalam masyarakat kota

Dengan melihat konteks perkotaan di negara-negara

berkembang jelaslah bahwa Teori Ketergantungan lebih tepat

untuk menjelaskan kemiskinan di perkotaan dibandingkan

dengan Teori Marjinalitas

Teori Ketergantungan yang menggambarkan kaum

miskin kota sebagai warga kota yang tidak memiliki

keterampilan dan pengetahuan menunjukkan bahwa peluang

yang dimiliki oleh kaum miskin kota berada pada sektor

informal Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan yang erat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

25

antara kemiskinan perkotaan dengan sektor informal Sektor

informal sering kali dikaitkan dengan kaum miskin kota yang

tidak terdidik sehingga kaum miskin tersebut hanya mampu

bekerja di sektor informal yang tidak membutuhkan keahlian

khusus

Peluang sektor informal untuk tetap bertahan atau

berkembang dapat dilihat dari dua sisi Dari sisi penawaran

seperti telah dibahas sebelumnya masih terdapat persoalan

struktural ketenagakerjaan di dalam negeri yang memberi

peluang besar bagi pertumbuhan sektor informal Dengan

adanya krisis ekonomi peluang tersebut semakin besar

terbukti pada saat krisis ekonomi tahun 1998 lalu telah

memberi sejumlah dorongan positif bagi pertumbuhan output

(bukan produktivitas) di sektor tersebut Dorongan positif

tersebut diberikan melalui labour market effect yaitu

pertumbuhan jumlah unit usaha pekerja dan pengusaha

akibat meningkatnya jumlah pengangguran (akibat banyak

pekerja di sektor formal yang di PHK-kan) Dorongan positif

lainnya dari sisi penawaran (produksi) adalah munculnya

tawaran dari sektor formal untuk melakukan mitra usaha atau

aliansi dengan sektor informal apabila kondisi memaksa

Dengan kata lain muncul kesempatan besar untuk melakukan

kemitraan atau misalnya subcontractring antara industri besar

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

26

dengan industri kecil

23 Munculnya Kegiatan Sektor Informal

Ulasan tentang kegiatan-kegiatan sektor informal

selama ini umumnya terfokus secara eksklusif pada konteks

kontemporernya yaitu membahas tentang tingkat penghasilan

pengusaha jumlah tenaga kerja latar belakang sosial

ekonomi para pekerja dan sebagainya Ulasan-ulasan tersebut

ternyata belum mampu memberikan gambaran yang utuh

tentang fenomena informalitas Oleh karena itu dalam hal ini

perlu dijelaskan munculnya gejala sektor informal dalam

konteks sejarah karena melalui sejarah ini dapat menyingkap

akar-akar kegiatan sektor informal serta keterkaitannya

dengan perkembangan-perkembangan makro dalam sistem

sosial ekonomi yang lebih luas

Salah satu kajian yang dilakukan oleh Bappeda Kota

Pontianak (2007) menyebutkan pernyataan yang disampaikan

oleh Francois Valentijn bahwa kegiatan-kegiatan seperti yang

dikemukakan pada ekonomi informal saat ini sudah ada sejak

tahun 1724 di kota Batavia (Jakarta) Pada saat itu di

sepanjang jalan kota terdapat penjaja-penjaja yang berkeliling

membawa segala macam barang yang diperdagangkan

Mereka menjual bermacam-macam sayuran porselin kain

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

27

barang kerajinan teh roti air minum bunga pakaian bekas

kaos kaki dan lain-lain Praktek penjualan semacam itu

sebelumnya dilarang oleh VOC dan baru diperbolehkan pada

tahun 1739 Pada abad itu sistem penjajahan telah de facto

menduduki posisi tertentu dalam sistem perekonomian kota

yang nantinya akan diisi oleh kegiatan informal Kebiasaan

ibu-ibu rumah tangga di Batavia membeli kebutuhan rutin

mereka di halaman rumahnya telah membuka sistem

penjajaan ke rumah-rumah sebagai kebutuhan tetap bagi

jalannya ekonomi kota Dengan bekal mobilitas yang tinggi ini

para pedagang informal secara perlahan akan menguasai

segmen pasar ini Dalam sebuah kajian lain ada yang

menyimpulkan bahwa cikal bakal ekonomi informal perkotaan

mulai muncul pada abad ke-19 kemudian mengambil bentuk

modernnya pada dasawarsa 1920 atau 1930-an sedangkan

mencapai proporsi dominannya mulai dasawarsa 1950-an

Pada abad ke-19 tenaga kerja di sektor pertanian

mulai berlimpah karena laju pertumbuhan penduduk yang

tinggi Hal ini membuat semakin banyak tenaga kerja mencari

sumber penghidupan lain Sektor perdagangan dan industri

kecil menawarkan jalan keluar kepada para pencari pekerjaan

tersebut Pada tahun 1990 tercatat bahwa sepertiga rumah

tangga perdesaan di Jawa penghasilannya diperoleh dari

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

28

perdagangan dan industri kecil Sedangkan pada tahun 1904--

1905 gejala ini meluas yakni seluruh rumah tangga perdesaan

memperoleh pendapatan sebesar 15 persen dari perdagangan

dan industri kecil

Jennifer Alexander dan Paul Alexander (1989)

menjelaskan bahwa pasar-pasar semakin ramai dan warung--

warung dan gerobak-gerobak penjual barang kelontong

semakin banyak serta sektor non pertanian berkembang

dengan pesat sehingga penduduk Jawa yang terlibat dalam

kegiatan pertanian pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20

menunjukkan adanya kemunculan ekonomi sektor informal

Pada dasawarsa 1940-an di Jakarta telah muncul usaha

mandiri berskala kecil seperti bengkel-bengkel reparasi

sepeda tukang loak dan penjual botol bekas Alat angkut

becak sebagai sarana transportasi diperkenalkan di Jakarta

pada tahun 1936 yang dari tahun ke tahun terus bertambah

sampai era tahun 80-an

24 Sektor Informal dan Penyerapan Angkatan Kerja

Munculnya sektor informal di kota tidak terlepas dari

latar belakang sejarah perekonomian tradisional yaitu

perekonomian perdesaan yang sebagian besar didasarkan

pada struktur pertanian dengan pola bercocok tanam

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

29

sederhana Oleh karena rendahnya upah tenaga kerja di

sektor pertanian dan semakin langkanya lahan-lahan

pertanian di perdesaan maka banyak tenaga kerja yang

memilih alternatif lain untuk urbanisasi dan bekerja di sektor

non pertanian Dalam hubungan ini ternyata sebagian besar

angkatan kerja terserap pada sektor informal

Angkatan kerja merupakan bagian dari tenaga kerja

yang mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja

yang sedang mencari pekerjaan dan yang melakukan kegiatan

lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga Dengan

demikian tidak semua penduduk dapat dikategorikan sebagai

tenaga kerja sebab diantara penduduk tersebut ada yang

kurang mampu memproduksi barang atau jasa misalnya anak-

anak di bawah usia kerja dan orang yang lanjut usia atau

jompo

Secara praktis pengertian tenaga kerja biasanya hanya

dilihat dari segi umur dengan memperhatikan batas umur

sehingga kemudian dapat ditentukan golongan tenaga kerja

dan golongan bukan tenaga kerja Di tiap-tiap negara batas

umur tenaga kerja ini tidak sama Dengan memperhatikan hal

tersebut keseluruhan penduduk apabila dilihat dari sudut

ketenagakerjaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua

yaitu penduduk usia kerja (working age population) dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

30

penduduk di luar usia kerja (non working age population)

Yang menjadi pertanyaan adalah apakah semua tenaga kerja

berpartisipasi aktif dalam pekerjaan Secara ekonomis tidak

semua tenaga kerja terlibat dalam pekerjaan atau kegiatan

produktif Hanya sebagian dari mereka yang sesungguhnya

terlibat sedangkan sebagian lainnya tidak terlibat Mereka

yang tidak terlibat dalam kegiatan yang produktif disebut

bukan angkatan kerja (non in the labour force) Sedangkan

mereka yang terlibat dalam pekerjaan atau usaha produktif

disebut angkatan kerja (labour force)

Angkatan kerja terdiri dari golongan yang bekerja dan

golongan yang sedang mencari kerja atau menganggur

Golongan yang bekerja adalah orang-orang yang sudah aktif

dalam kegiatannya yaitu dalam proses produksi guna

menghasilkan barang atau jasa Sedangkan golongan yang

sedang mencari kerja adalah orang yang menawarkan jasa

tenaga atau pikiran untuk proses produksi guna menghasilkan

barang atau jasa Jumlah orang yang dapat terserap dalam

suatu pekerjaan tergantung dari besarnya permintaan

(demand) dalam masyarakat Besar kecilnya permintaan

tenaga kerja dipengaruhi antara lain oleh aktivitas ekonomi

maupun tingkat upah Permintaan tenaga kerja ini dapat

datang dari sektor formal maupun sektor informal Beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

31

karakteristik tersebut dapat mempengaruhi permintaan

maupun penawaran angkatan kerja untuk masuk kerja

(terserap) oleh sektor informal Oleh karena itu kaitan antara

sektor informal dan penyerapan angkatan kerja dapat

dikemukakan sebagai berikut

(i) Persyaratan Masuk Angkatan kerja mudah terserap

pada sektor informal karena sektor informal memberikan

kebebasan kepada angkatan kerja untuk masuk maupun

keluar dari pekerjaan tanpa adanya persyaratan-

persyaratan seperti yang diberlakukan pada sektor

formal Akibatnya bagi angkatan kerja yang

berminattertarik untuk memasuki kerja di sektor informal

langsung dapat terserap sesuai dengan jenis yang

diminati

(ii) Waktu kerja Dari segi waktu kerja sektor informal

memberikan kebebasan waktu kepada angkatan kerja

Dengan adanya kebebasan waktu kerja ini angkatan

kerja akan lebih fleksibel dalam menjalankan usahanya

sehingga bagi siapapun yang memasuki sektor ini dapat

memilih waktu yang diinginkan

(iii) Umur Secara relatif bekerja pada sektor informal tidak

memiliki batas umur yang mengikat seperti yang

diberlakukan pada sektor formal Artinya bekerja di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

32

sektor informal tidak terdapat istilah usia produktif atau

non produktif Siapapun yang berminat memasuki sektor

ini dalam usia berapapun dapat membuka dan

menjalankan usahanya Dari gambaran ini bagi angkatan

kerja yang sudah tidak dipekerjakan di sektor formal

(dipensiunkan misalnya) dan masih berminat untuk

bekerja dapat terserap pada sektor informal

(iv) Jenjang pendidikan Umumnya pekerjaan di sektor

informal dipandang sebagai pekerjaan yang inferior

sehingga bagi angkatan kerja yang mempunyai

pendidikan formal terbatas (rendah) apalagi buta huruf

yang sulit memasuki sektor formal masih dapat diterima

di sektor informal

Dengan tertampungnya angkatan kerja di sektor

informal mereka dapat dikatakan telah terserap pada sektor

informal Menggarisbawahi keunggulan-keunggulan sektor

informal tersebut maka keberadaan sektor informal jangan

hanya dipandang sebagai hal yang negatif saja tetapi juga

harus diperhatikan segi positifnya Dari segi positifnya sektor

informal mempunyai dampak sebagai berikut (i) mempunyai

daya kemampuan untuk menyerap angkatan kerja Hal ini

mengingat keterbatasan sektor formal dalam menyerap

angkatan kerja dan (ii) mampu menciptakan lapangan kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

33

baru

Sektor informal yang selama ini bagi sebagian orang

dianggap lebih sering sebagai beban yang mencemari

keindahan dan ketertiban kota justru perlu dilindungi

dibangun dikembangkan atau dibina sehingga dampak

negatifnya bisa dihilangkan karena sektor ini mampu

menciptakan lapangan kerja sendiri tanpa bantuan

pemerintah Sektor ini telah memberi andil dan ikut berperan

dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan dasar mengenai

proses pembangunan ekonomi dan perubahan sosial

25 Kekuatan Sektor Informal

1 Daya Tahan

Selama krisis ekonomi terbukti sektor informal tidak

hanya dapat bertahan bahkan berkembang pesat Dari sisi

permintaan akibat krisis ekonomi pendapatan riil rata-rata

masyarakat turun drastis dan terjadi pergeseran permintaan

masyarakat dari barang-barang sektor formal atau impor

(yang harganya relatif mahal) ke barang-barang sederhana

buatan sektor informal (yang harganya relatif murah)

Misalnya sebelum krisis terjadi banyak pegawai-pegawai

kantoran mulai dari kelas menengah hingga tinggi makan

siang di restoran-restoran mahal di luar kantor Di masa krisis

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

34

banyak dari mereka merubah kebiasaan dari makan siang di

tempat yang mahal ke rumah-rumah makan sederhana atau

warung-warung murah di sekitar kantor mereka

Dari sisi penawaran akibat banyak orang di-PHK-kan

di sektor formal selama masa krisis ditambah lagi dengan

sulitnya angkatan kerja baru mendapat pekerjaan di sektor

formal maka suplai tenaga kerja dan pengusaha ke sektor

informal meningkat Selain itu relatif kuatnya daya tahan

sektor informal selama krisis juga dijelaskan oleh tingginya

motivasi pengusaha di sektor tersebut dalam

mempertahankan kelangsungan usahanya Bagi banyak

pelaku usaha di sektor informal merupakan satu-satunya

sumber penghasilan mereka sehingga berbeda dengan rekan

mereka di sektor formal pengusaha-pengusaha di sektor

informal sangat adaptif menghadapi perubahan situasi dalam

lingkungan usaha mereka

2 Padat Karya

Dibandingkan dengan sektor formal khususnya usaha

skala besar sektor informal pada umumnya adalah usaha

skala kecil bersifat padat karya Hal ini sesuai dengan kondisi

di Indonesia yang memiliki persediaan tenaga kerja yang

sangat banyak walaupun akibatnya upah tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

35

menjadi relatif lebih murah jika dibandingkan di negara-negara

lain yang jumlah penduduknya yang lebih sedikit dari

Indonesia Dengan asumsi faktor-faktor lain mendukung

(seperti kualitas produk yang dibuat baik dan tingkat efisiensi

usaha serta produktivitas pekerja tinggi) maka upah murah

merupakan salah satu keunggulan komparatif yang dimiliki

usaha kecil di Indonesia

3 Keahlian Khusus (Tradisional)

Apabila dilihat dari jenis-jenis produk yang dibuat di

oleh industri kecil dan industri rumah tangga di Indonesia

dapat dikatakan bahwa produk-produk yang dihasilkan

umumnya sederhana dan tidak membutuhkan pendidikan

formal tetapi membutuhkan keahlian khusus (traditional skill)

Disinilah keunggulan lain sektor informal yang dapat

membuat mereka bertahan walaupun terdapat persaingan

yang ketat dari sektor formal termasuk impor yang sangat

tinggi Keahlian khusus tersebut biasanya dimiliki pekerja atau

pengusaha secara turun temurun

4 Permodalan

Kebanyakan pengusaha di sektor informal

menggantungkan diri pada uang (tabungan) sendiri atau dana

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

36

pinjaman dari sumber-sumber informal (di luar sektor

perbankankeuangan) untuk kebutuhan modal kerja dan

investasi mereka walaupun banyak juga pengusaha-

pengusaha kecil yang memakai fasilitas-fasilitas kredit khusus

dari pemerintah Selain itu investasi di sektor informal rata-

rata jauh lebih rendah daripada investasi yang dibutuhkan

sektor formal Tentu besarnya investasi bervariasi menurut

jenis kegiatan dan skala usaha

26 Dualisme di Indonesia

Dualisme diartikan sebagai situasi yang tidak seragam

di dalamnya secara tegas masyarakat dapat dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu kelompok masyarakat tradisional dan

modern Keduanya berada pada ruang dan waktu yang

bersamaan kondisi ini bersifat kronis dan permanen

Kehadiran dan kemajuan satu kelompok pengaruhnya sangat

kecil atau tidak sama sekali terhadap kemajuan kelompok

lainnya

Terdapat 3 (tiga) jenis dualisme yaitu dualisme sosial

ekologi dan ekonomi Ismalina (2005) menjelaskan bahwa

dualisme sosial di Indonesia pertama kali dikemukakan oleh

William Boeke Boeke menjelaskan mengapa rakyat Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

37

dapat bertahan dalam menghadapi sistem tanam paksa

(cultuurstelsel) Pemerintah Hindia-Belanda (sistem modern)

yang jelas mempengaruhi kehidupan sosial-ekonomi rakyat

Indonesia Menurut pengamatan Boeke hal ini disebabkan

rakyat Indonesia pada waktu itu mengembangkan pula sistem

sosial-ekonomi lain (sistem tradisional) yang dapat

didefinisikan sebagai kekuatan lokal sosial Kekuatan ini

sangat efektif menjadi rsquopersembunyianrsquo dan mekanisme

kebertahanan hidup masyarakat dari sistem sosial-ekonomi

Pemerintah Hindia Belanda Meski hidup secara subsisten

masyarakat Indonesia tetap mampu bertahan hidup dari

keberadaan sistem tradisional tersebut

Dualisme ekologi di Indonesia dijelaskan oleh Geertz

(1963) yaitu terdapat 2 (dua) ekosistem di Indonesia

Indonesia Dalam (sebagian besar Jawa Bali Selatan dan

Lombok Barat) yang mewakili ekosistem padat penduduk

dengan pertanian padi tebu palawija dan Indonesia Luar

(Luar Jawa dan sebagian Jawa Barat) yang mewakili

lingkungan yang relatif kosong dengan pola pertanian ladang

perkebunan dan pertambangan Adanya intervensi penjajah

yang mengarahkan pola produksi berorientasi ekspor namun

tidak didukung oleh sektor lainnya terutama sektor padat

modal di luar Jawa mengakibatkan sektor pertanian di Jawa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

38

mengalami kemandegan ditambah lagi penduduk Jawa

mengalami pertumbuhan yang cepat sehingga akibatnya

terjadi proses pemiskinan di Jawa

Dualisme ekonomi dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu

dualisme teknologi finansial dan regional Dalam hal

teknologi di Indonesia terdapat dua sektor yaitu sektor yang

bercirikan barat dengan perkebunan dan pertambangan yang

padat modal dan sektor pertanian dan industri rumah

tanggaindustri kecil yang padat karya Selanjutnya

segmentasi pasar uang di negara sedang berkembang telah

menyebabkan terjadinya dualisme Sektor padat modal dapat

dengan mudah memperoleh tambahan modal dari pasar uang

yang terorganisir sedangkan sektor padat karya kebanyakan

tidak memiliki akses terhadap pasar uang terorganisasir

sehingga mereka dilayani oleh pasar uang yang tidak

terorganisir seperti pengijon dan tengkulak Hal ini

menyebabkan semakin produktifnya sektor padat modal

sebaliknya stagnannya sektor padat karya atau bahkan

memburuk Selanjutnya ketidakseimbangan pembangunan

juga telah menyebabkan kesenjangan antar daerah sehingga

terjadi dualisme regional Ketiga jenis dualisme tersebut lebih

lanjut telah memunculkan sektor formal dan informal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

39

BAB III

METODOLOGI DAN DATA AWAL

31 Kerangka Pemikiran

Migrasi Desa-Kota

Mobilitas penduduk dibedakan menjadi dua yaitu

mobilitas permanen dan mobilitas non permanen Mobilitas

permanen adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk

menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas

politiknegara maupun batas administratifbagian dalam suatu

negara Jika perpindahan melampaui batas politiknegara

disebut sebagai migrasi internasional Sedangkan jika hanya

melampaui batas administratif dalam suatu negara disebut

migrasi internal Migrasi internal ini dapat terjadi antar provinsi

antar kabupatenkota antar kota antar desa antara desa-kota

atau sebaliknya dan sebagainya

Mobilitas non permanen dapat berbentuk migrasi

sirkuler yaitu perpindahan seseorang ke daerah lain dengan

niatan akan kembali lagi ke daerah asal ataupun berbentuk

ldquonglajurdquo (commuting) yaitu kegiatan seseorang pulang-pergi

secara kontinyu dari suatu tempat ke tempat lainnya Migrasi

sirkuler biasanya dilakukan oleh penduduk desa yang untuk

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

40

sementara pada periode waktu tertentu terutama pada

periode menunggu antara musim tanam dan musim panen

mencari tambahan penghasilan di kota Sedangkan nglaju

biasanya dilakukan oleh orang-orang yang bertempat tinggal

di desa pinggiran kota yang setiap hari pergi-pulang ke pusat

kota tempat kerjausaha sekolahnya berada

Migrasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar

merupakan migrasi dari desa ke kota Dengan

berkembangnya sektor informal di kota maka mobilitas yang

sangat relevan adalah migrasi sirkuler dan komuting Migran

sirkuler dan penglaju-lah yang kebanyakan berkecimpung di

sektor informal kota Beberapa penelitian menunjukkan bahwa

pekerja sektor informal di kota kebanyakan merupakan migran

dari desa yang pada waktu-waktu tertentu pulang kembali ke

desa karena pada umumnya keluarganya tetap tinggal di

desa

Namun data survei dan sensus nasional tidak dapat

menggambarkan migrasi desa-kota karena tidak ada

pertanyaan asal desa migran Demikian juga dengan migrasi

sirkuler dan komuting tidak dapat dilacak dari hasil sensus

maupun survei nasional Data yang dikumpulkan hanya

memperlihatkan migrasi antar provinsi dan antar

kabupatenkota Dari pertanyaan yang diajukan hanya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

41

diperoleh migrasi selama hidup (life time migration) migrasi

total (total migration) dan migrasi terbaru (recent migration)

Karena data migrasi desa-kota tidak mungkin diperoleh maka

akan digunakan proksi

Selanjutnya perlu dijelaskan hubungan antara sektor

informal dan migrasi Hubungan keduanya dapat dijelaskan

melalui proses pencarian kerja (job search) di kota dan proses

formalisasi sektor informal

Proses Mencari Kerja di Kota dan Formalisasi Sektor

Informal

Menurut Stark (1982) proses mencari kerja di kota

oleh migran dapat dijelaskan dengan model TodaroHarris-

Todaro Terdapat 2 (dua) pilihan bagi migran dalam usahanya

mencari kerja di sektor formal kota pertama migran dari desa

memasuki sektor informal terlebih dahulu (pada periode

pertama) sembari mencari pekerjaan di sektor formal Strategi

kedua yang dapat dilakukan oleh migran adalah secara

intensif mencari kerja di sektor formal dengan menganggur

pada periode pertama Menurut Stark banyaknya tenaga kerja

yang memasuki sektor informal di kota karena merupakan

pilihan terbaik Meskipun penghasilan yang diperoleh pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

42

periode pertama lebih besar daripada periode kedua sekalipun

tetap lebih baik bagi migran untuk tidak bekerja di sektor

informal pada periode pertama Masuknya migran dari desa ke

sektor informal semata-mata terpaksa karena tidak mungkin

baginya menganggur bukan karena penghasilan yang lebih

tinggi

Stark mengasumsikan bahwa migrasi dari desa ke kota

bertujuan untuk mencari kerja di sektor formal kota Walaupun

ia bekerja di sektor informal itu hanyalah untuk sementara

karena ia akan beralih ke sektor formal nantinya Dengan

demikian berarti model TodaroHarris-Todaro menganggap

akan terjadi formalisasi sektor informal yaitu beralihnya

pekerja sektor informal ke sektor formal serta berubahnya

status usaha informal menjadi usaha formal Dengan demikian

sektor informal sama sekali tidak mempengaruhi keputusan

seseorang untuk bermigrasi ke kota melainkan oleh sektor

formal di kota

Akan tetapi pada kenyataannya proses mencari kerja

di kota tidak hanya pada sektor formal saja tetapi juga

informal Todaro maupun Stark mengabaikan bahwa banyak

migran dari desa di negara sedang berkembang semata-mata

hanya untuk bekerja di sektor informal tanpa nantinya

berkeinginan untuk beralih ke sektor formal Daya tarik sektor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

43

informal ini dibuktikan oleh Temple dalam Handayani (1993)

Penelitian Temple di Jakarta menemukan bahwa migrasi

ditentukan oleh probabilita untuk memperoleh pekerjaan

bukan oleh pendapatan yang akan diperoleh Oleh karena

sektor informal bersifat easy to entry maka probabilitas untuk

memperoleh pekerjaan di sektor informal cukup besar

Bermigrasi ke Jakarta terutama yang berasal dari desa

disebabkan oleh keyakinannya akan memperoleh pekerjaan di

kota yaitu di sektor informal meskipun pendapatan yang akan

diperolehnya lebih rendah daripada sektor formal

Hackenberg (1980) menyatakan bahwa di kawasan

Asia Tenggara daya tarik sektor informal cukup tinggi karena

penghasilan yang dijanjikan di sektor informal justru cukup

tinggi Menurutnya karena probabilitas memperoleh pekerjaan

dan penghasilan di sektor informal cukup tinggi maka sektor

informal telah menjadi daya tarik tersendiri bagi migran di desa

untuk melakukan job search ke kota Sebagian migran ke kota

untuk mencari pekerjaan di sektor formal dan sebagian yang

lain mencari pekerjaan di sektor informal Hal ini berarti bahwa

sektor informal juga mempengaruhi arus migrasi desa-kota

Jadi migrasi ke kota juga dipengaruhi oleh perbedaan

penghasilan riil yang diharapkan antara sektor informal kota

dengan desa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

44

Dari hasil uji ekonometri jika memang benar pengaruh

perbedaan tingkat upah riil antara sektor informal di kota

dengan di desa signifikan dan jika koefisien regresinya lebih

besar daripada koefisien tingkat upah riil yang diharapkan di

sektor formal kota dengan desa maka dapat disimpulkan

bahwa di kota tidak terjadi formalisasi sektor informal

Proses migrasi erat kaitannya dengan masalah

pemilihan yaitu memilih untuk bermigrasi ke daerah lain atau

tetap tinggal di daerah asalnya Jika kemudian ia memutuskan

untuk bermigrasi maka ia harus memilih ke daerah mana ia

bermigrasi Jika rasional maka ia akan memilih daerah yang

akan memberikan kepuasan maksimum yang ditentukan oleh

faktor-faktor ekonomi seperti pendapatan maupun faktor-faktor

non ekonomi seperti lingkungan sosial yang aman dan

sebagainya

32 Metodologi

Dengan menggunakan teori-teori dualisme dicoba

untuk mencapai tujuan pertama dari kajian ini yaitu

memahami mengapa dan bagaimana terbentuknya sektor

informal di Indonesia Selanjutnya dengan menggunakan teori

pembangunan dualistik dicoba untuk mencapai tujuan kedua

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

45

yaitu membuktikan terjadi atau tidaknya proses formalisasi

sektor informal di Indonesia Lingkup kajian dan analisis

bersifat makro dan menggunakan data makro yaitu dari data

hasil survei dan sensus yang dilakukan secara nasional

Pengujian model menggunakan data cross section yang mana

observasinya adalah seluruh provinsi di Indonesia

Todaro menyatakan bahwa migrasi desa-kota

disebabkan oleh perbedaan upah riil antara desa-kota dan

probabilitas dalam memperoleh pekerjaan di kota Dalam hal

ini adalah probabilitas untuk memperoleh kesempatan kerja di

sektor modern di kota Jadi seseorang akan melakukan

migrasi bilamana terdapat perbedaan expected real income

selama masa kepindahannya yang melebihi biaya total yang

harus dikeluarkan untuk bermigrasi Sehingga meskipun

terdapat pengangguran di kota penduduk desa tetap akan

bermigrasi ke kota selama masih ada harapan untuk

memperoleh pekerjaan dengan pendapatan yang lebih tinggi

daripada pendapatan di desa ditambah biaya untuk

bermigrasi

Harapan tersebut tergambar dari semakin

meningkatnya probabilitas memperoleh pekerjaan di sektor

modern kota dengan semakin lamanya ia bermukim di kota

biasanya migran ini akan bekerja di sektor informal terlebih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

46

dahulu Oleh karena itu model migrasi Todaro dikenal juga

sebagai model migrasi bertingkat Migrasi dari sektor

tradisional tidak langsung ke sektor modern kota melainkan

melalui sektor tradisional kota terlebih dahulu atau dikenal

juga sebagai sektor informal Melalui model migrasinya ini

Todaro menjelaskan bahwa proses urbanisasi yang cepat dan

arus migrasi yang deras dari desa ke kota tercermin dari

semakin lebarnya perbedaan upah riil antara kota dan desa

Hal ini juga dipandang sebagai kritik terhadap model Lewis-Fai

Ranis (Model L-F-R) yang percaya bahwa tingkat upah di kota

dan desa akan selalu konstan Karenanya teori migrasi

Todaro lebih baik dalam menjelaskan keadaan di negara

sedang berkembang

Dengan mengasumsikan bahwa keputusan untuk

bermigrasi merupakan keputusan ekonomi yang rasional yaitu

melalui perhitungan untung rugi maka migrasi ditentukan oleh

perbedaan dalam expected earnings (bukan accrual earning)

antara desa dan kota Perbedaan expected earning ini

dihitung dengan mengalikan perbedaan pendapatan riil dari

pekerjaan di desa dan di kota dengan probabilitas migran

untuk memperoleh pekerjaan di kota Selain itu menurut

Todaro migrasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor non

ekonomi seperti sistem sosial kebijakan pemerintah faktor-

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

47

faktor psikologis faktor-faktor demografis dan lain sebagainya

Sehingga model migrasi Todaro dapat ditulis sebagai berikut

Dengan

Sehingga

Dan

Dimana

tingkat migrasi ke kota

jumlah migrasi dari desa ke kota

jumlah tenaga kerja di desa

jumlah tenaga kerja di kota

jumlah tenaga kerja yang bekerja di kota

probabilitas memperoleh pekerjaan di kota

perbedaan tingkat upah riil desa-kota

upah riil di kota

upah riil di desa

z faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat migrasi baik yang mewakili cost maupun

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

48

benefit dari bermigrasi seperti jarak desa-kota ada tidaknya relasi di kota gemerlapnya kota (city-light) dan lain sebagainya

Sedangkan keputusan untuk bermigrasi atau tidak menurut

Todaro didasarkan pada persamaan sebagai berikut

Dimana

nilai sekarang (present value) dari pendapatan neto

antara kota dan desa sepanjang jangka waktu perencanaan bermigrasi

biaya migrasi

I tingkat diskonto

n lama waktu perencanaan migrasi

t periode waktu bermigrasi dan t = 0 1 2 3hellip n

Bila V(0) bernilai positif maka orang tersebut akan

memutuskan untuk bermigrasi ke kota dan bila nilainya

negatif atau nol maka orang tersebut tidak akan melakukan

migrasi Dengan persamaan tersebut Todaro menjelaskan

mengapa migrasi desa-kota tetap berlangsung meskipun di

kota terjadi pengangguran Selain itu Todaro juga dapat

menjelaskan bilamana keseimbangan dapat terjadi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

49

Harris dan Todaro kemudian memperluas model

migrasi Todaro dengan melihat pengaruh migrasi 2 (dua)

sektor terhadap pendapatan di perdesaan output di perkotaan

dan output di perdesaan serta kesejahteraan masyarakat

secara keseluruhan Hubungan ini digambarkan dalam suatu

sistem persamaan yang terdiri dari beberapa persamaan

Persamaan migrasi desa-kota dalam sistem persamaan

tersebut membentuk suatu kondisi keseimbangan yaitu kondisi

dimana tidak ada lagi migrasi dari desa ke kota ( )

Bermula dari hubungan fungsional bahwa migrasi desa-kota

dipengaruhi oleh perbedaan dalam pendapatan yang

diharapkan (expected wage different) antara desa dan kota

Sebenarnya fokus utama dari model H-T bukan pada

arus migrasi seperti halnya model Todaro melainkan pada

kondisi keseimbangan statis dari migrasi Hal ini dikarenakan

model H-T sebenarnya merupakan perluasan dari model neo-

klasik 2 sektor atau model L-F-R Namun demikian model

Todaro maupun model H-T sama-sama menyatakan bahwa

migrasi desa-kota ditentukan oleh perbedaan upah riil kota-

desa yang diharapkan akan diperoleh (expected incomewage

differential) Oleh karena itu model ini dapat dikombinasikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

50

menjadi model TodaroHaris-Todaro (model TH-T) yaitu

model yang menyatakan bahwa migrasi dipengaruhi oleh

perbedaaan upah riil desa-kota dan probabilita memperoleh

pekerjaan di kota

33 Model dan Pengukuran Variabel dalam Model

Kajian ini menganalisis migrasi makro dengan

menggunakan total migrasi yang tidak diuraikan dalam migrasi

per individu sehingga probabilitas untuk bermigrasi dan tidak

bermigrasi didefinisikan sebagai rasio antara jumlah yang

bermigrasi dengan jumlah yang tidak bermigrasi Probabilitas

seseorang yang berasal dari a dan bermigrasi ke t adalah

rasio jumlah penduduk yang berasal dari daerah a dan berada

di daerah t pada saat terjadi pencacahan dengan jumlah

penduduk yang berasal dari a Sedangkan probabilitas

seseorang yang berasal dari a untuk tidak bermigrasi dari a

adalah rasio antara jumlah penduduk yang lahir dan berasal

dari a dan berada di a pada saat terjadi pencacahan dengan

jumlah penduduk yang berasal dari a Oleh karena yang

dipergunakan adalah migrasi total maka karakteristik individu

sebagai faktor pengaruh bermigrasi seperti umur jenis

kelamin dan sebagainya tidak dapat dilihat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

51

Dengan mengasumsikan bahwa migran dari desa tidak

hanya untuk bekerja di sektor formal melainkan juga tertarik

pada sektor informal maka model ini memasukkan sektor

informal kota sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi

migrasi desa-kota Probabilitas memperoleh pekerjaan di

sektor informal kota merupakan rasio antara jumlah yang

bekerja di sektor informal kota dengan jumlah angkatan kerja

di kota

Faktor-faktor lain yang diperkirakan mempengaruhi

migrasi desa-kota adalah tingkat urbanisasi di kota tujuan

jarak antara desa-kota dan proporsi penduduk desa dan kota

yang berpendidikan Tingkat urbanisasi diukur dari rasio

jumlah penduduk kota terhadap penduduk total Tingkat

urbanisasi dapat memilki pengaruh yang positif maupun

negatif terhadap migrasi desa-kota Jika tingkat urbanisasi

mewakili daya tarik kota maka hal ini akan menjadi pull factor

bagi migran sehingga tingkat urbanisasi memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi desa-kota Namun jika tingkat

urbanisasi ini mewakili kepadatan penduduk maka tingkat

urbanisasi memiliki pengaruh negatif tingkat urbanisasi

memiliki pengaruh positif terhadap migrasi desa-kota

Jarak antara desa-kota mewakili biaya bermigrasi

dimana jarak antara desa-kota memiliki pengaruh negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

52

terhadap migrasi desa-kota Karena semakin jauh jarak maka

akan semakin besar biaya yang harus ditanggung oleh

migran Faktor lainnya adalah proporsi penduduk desa dan

proporsi penduduk kota yang berpendidikan Rasio penduduk

desa yang berpendidikan diperkirakan memiliki pengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Penduduk desa yang

berpendidikan tersebut akan mencari pekerjaan yang

menurutnya sepadan dengan tingkat pendidikannya

Sedangkan proporsi penduduk kota yang berpendidikan dapat

memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap migrasi

desa-kota Jika pengaruhnya positif berarti migran ke kota

tertarik oleh taraf pendidikan yang baik dari penduduk kota

sehingga kemungkinan migran tersebut bertujuan untuk

mencari pengalaman maupun menimba ilmu di kota Tetapi

jika pengaruhnya negatif artinya persaingan yang ketat

karena banyaknya kaum terdidik di kota telah menahan

penduduk desa atau mungkin juga justru menyebabkan

sebagian penduduk keluar dari kota

Pengaruh kesempatan kerja sektor informal dan sektor

formal kota terhadap proporsi penduduk yang bermigrasi ke

kota dapat dilihat pada model sebagai berikut

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

53

Model semi-log

Model log ganda

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

54

34 Sumber Data

Tabel 1 Variabel dan Sumber Data

Variabel Definisi Sumber Data

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t

SUPAS

Jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor informal di provinsi tujuan

SUSENAS

Jumlah pekerja pada sektor formal di provinsi tujuan

SUSENAS

WIKt tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

WFKt Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi tujuan

SUSENAS

tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di kota pada provinsi asal

SUSENAS

Tingkat pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor formal di desa pada provinsi asal

SUSENAS

Jarak antara provinsi asal dan tujuan SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi asal SUSENAS

Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

SUSENAS

Proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi di kota provinsi tujuan

SUSENAS

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

55

35 Hipotesis

Jumlah pekerja di sektor formal dan informal memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal kota provinsi tujuan menjadi faktor penarik bagi

migran ke kota provinsi tujuan sehingga hipotesis

yang diambil adalah tingkat upah riil rata-rata sektor

informal dan formal di provinsi tujuan memiliki

pengaruh positif terhadap proporsi penduduk provinsi a

yang bermigrasi ke kota provinsi tujuan

Upahpendapatan riil rata-rata di sektor informal dan

formal di desa dan kota provinsi asal menjadi faktor

pendorong bagi migran ke kota provinsi tujuan

sehingga hipotesis yang diambil adalah tingkat upah riil

rata-rata sektor informal dan formal kota dan desa

provinsi asal memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk provinsi a yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan

Tingkat urbanisasi dan proporsi penduduk yang

berpendidikan baik di provinsi asal maupun di kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

56

provinsi tujuan dapat berperan sebagai faktor penarik

maupun faktor pendorong pengaruhnya bisa positif

maupun negatif

Jarak antara provinsi asal dan provinsi tujuan

merupakan proksi bagi biaya bermigrasi Semakin jauh

jarak kepindahan berarti semakin besar biaya yang

harus ditanggung maka semakin rendah proporsi

penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke kota

provinsi tujuan sehingga jarak antara provinsi asal dan

provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif terhadap

proporsi penduduk di provinsi asal yang bermigrasi ke

kota provinsi tujuan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

57

BAB IV

ANALISIS DESKRIPTIF

41 Permasalahan Pengangguran dalam RPJM

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa

lalu telah menghasilkan berbagai kemajuan yang cukup

berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai

permasalahan prioritas pembangunan masa lalu dimana pada

tercapainya tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi telah

menciptakan peningkatan pendapatan penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran serta perbaikan kualitas hidup

manusia secara rata-rata Namun pembangunan ekonomi

yang sangat berorientasi kepada peningkatan produksi

nasional tersebut tidak disertai dengan pembangunan dan

perkuatan insitusi publik maupun pasar terutama institusi

keuangan yang seharusnya berfungsi melakukan alokasi

sumber daya secara efisien dan bijaksana Hasil

pembangunan yang dicapai menimbulkan akibat negatif dalam

bentuk terjadinya kesenjangan antar golongan pendapatan

antar wilayah dan antar kelompok masyarakat Oleh karena

itu pembangunan nasional diarahkan tidak saja pada

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

58

pertumbuhan ekonomi namun pada pembangunan manusia

secara keseluruhan

Meningkatnya tingkat pengangguran terbuka mencapai

95 persen telah berpotensi menimbulkan berbagai

permasalahan sosial Kerja merupakan fitrah manusia yang

asasi Ekspresi diri diwujudkan dalam bekerja Apabila

dicermati konflik dan ketidakamanan yang timbul di berbagai

daerah sering bersumber dari sulitnya mencari pekerjaan bagi

penghidupan yang layak Kemudian pemerintah menempatkan

penciptaan kesempatan kerja sebagai salah satu sasaran

pokok dalam Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat

yang dijabarkan ke dalam berbagai prioritas pembangunan

Menurunkan tingkat pengangguran terbuka dengan

menciptakan lapangan pekerjaan produktif mendapat

perhatian yang sungguh-sungguh dari Pemerintah

Dalam RPJMN 2004-2009 disebutkan beberapa

permasalahan ketenagakerjaan yang dihadapi antara lain (i)

meningkatnya jumlah pengangguran terbuka selama 5 tahun

terakhir (ii) menciutnya lapangan kerja formal di perkotaan

dan di perdesaan pada kurun waktu 2001-2003 (iii) pekerja

bekerja di lapangan kerja yang kurang produktif (iv)

perbedaan upah yang semakin lebar antara pekerja formal

dan informal (v) adanya indikasi menurunnya produktivitas di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

59

industri pengolahan dan (vi) meningkatnya tingkat

penganggur terbuka usia muda (berumur 15-19 tahun)

Sasaran yang hendak dicapai dalam adalah menurunnya

tingkat pengangguran terbuka menjadi 51 persen pada akhir

2009

Hingga saat ini masalah pengangguran di Indonesia

sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas Kondisi

tersebut semakin diperparah dengan persoalan ekonomi yang

tidak kunjung selesai Permasalahan lain berkaitan dengan

kualitas sumber daya manusia muncul dari para penganggur

itu sendiri misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang

rendah Penganggur berkualifikasi pendidikan tinggipun

sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas

Bahkan banyak diantara mereka yang bekerja pada posisi

yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan

rendah atau menengah Kondisi seperti ini memunculkan

fenomena mismatch yaitu angkatan kerja yang bekerja pada

posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya Selain karena

sulitnya lapangan pekerjaan persoalan pengangguran

semakin bertambah dengan munculnya penganggur baru

yaitu mereka yang baru lulus dan kemudian ikut meramaikan

pasar kerja Kondisi ini ikut menambah rumitnya persoalan

ketenagakerjaan di Indonesia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

60

Dalam konsep pengangguran dikenal istilah

pengangguran terbuka atau open unemployment

Berdasarkan konsep tersebut pengertian penganggur adalah

penduduk usia kerja atau tenaga kerja yang belum pernah

bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang

sudah pernah bekerja tetapi karena suatu hal berhenti atau

diberhentikan dan sedang berusaha memperoleh pekerjaan

kembali serta mereka yang dibebastugaskan baik yang akan

dipanggil kembali atau tidak tetapi sedang berusaha mencari

pekerjaan Pengertian tersebut menunjukkan adanya

perbedaan antara pencari kerja dan penganggur Para pencari

kerja bisa saja termasuk mereka yang sedang bekerja tetapi

karena belum merasa puas dengan pekerjaan yang

ditekuninya saat ini mereka masih mencari pekerjaan yang

dianggap lebih baik Sedangkan penganggur hanya terdiri

atas pencari kerja baru yaitu mereka yang belum pernah

bekerja dan mereka yang pernah bekerja tetapi pada saat

sedang mencari kerja dalam keadaan tidak memiliki pekerjaan

(BPS 2005)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

61

Kedua karakteristik penganggur tersebut tentu saja

sangat berbeda Bagi penganggur yang pernah bekerja

tentunya telah memiliki pengalaman di dunia kerja tetapi

karena kurang cocok dengan tempat kerjanya mereka

berusaha mencari pekerjaan baru Sementara bagi para

penganggur baru mereka masih belum mempunyai

pengalaman kerja tetapi kemungkinan memiliki tingkat

pendidikan yang lebih baik

Gambar 1 Kondisi Ketenagakerjaan Agustus 2008

Sumber Capaian Pembangunan Bappenas (2009)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

62

Penganggur atau angkatan kerja yang tidak bekerja

dan sedang mencari pekerjaan di Indonesia terus bertambah

dari tahun ke tahun Data BPS menunjukkan bahwa pada

tahun 2004 jumlah penganggur di Indonesia berjumlah 1025

juta orang kemudian meningkat menjadi 1093 juta orang

pada tahun Agustus 2006 Dan pada Agustus 2008

mengalami penurunan menjadi 94 juta orang Adanya krisis

ekonomi tahun 1997 memang telah membawa dampak besar

terhadap angkatan kerja di Indonesia terutama pada tahun

2000an sebab banyak pekerja yang mengalami PHK

(pemutusan hubungan kerja) Sampai saat ini masalah

peningkatan jumlah penganggur sepertinya belum dapat

segera dipecahkan walaupun data statistik telah menunjukkan

adanya perbaikan apalagi sektor riil pun belum pulih

sebagaimana kondisi sebelum krisis sehingga tidak banyak

menyerap pekerja yang tercermin pada lambatnya penurunan

tingkat pengangguran terbuka (TPT)

Dalam rangka menjawab semua tantangan dalam

pembangunan Indonesia 2004-2009 Pemerintah Indonesia

telah menetapkan tiga agenda pembangunan jangka

menengah yaitu i) menciptakan Indonesia yang aman dan

damai ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis

dan iii) meningkatkan kesejahteraan rakyat Dalam agenda

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

63

yang ketiga prioritas pembangunan dan arah kebijakannya

mencakup penanggulangan kemiskinan dan pengurangan

pengangguran Angka pengangguran terbuka Indonesia

khususnya penganggur usia muda terus meningkat sejak

krisis ekonomi tahun 1997 Pada Februari 2007 tingkat

pengangguran usia muda mencapai 2953 persen untuk

perempuan dan 2286 persen untuk laki-laki Selanjutnya

angka pengangguran usia muda menunjukkan variasi yang

cukup mencolok Secara nasional jumlah penganggur usia

muda mencapai 5487 persen dari total penganggur terbuka

Indonesia

Gambar 2 Tingkat Pengangguran Terbuka dan Tingkat Pengangguran Usia Muda

Gambar 2a Tingkat Pengangguran Terbuka ( persen)

Sumber Sakernas BPS (Laporan MDGS 2007)

Gambar 2b Tingkat Pengangguran Usia Muda

Sumber Laporan MDGs 2007

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

64

Di luar penganggur terbuka ini banyak penduduk usia

muda yang bekerja di sektor informal yaitu kegiatan ekonomi

dengan produktivitas rendah perolehan penghasilan rendah

dan kondisi kerja yang tidak pasti Mereka yang menganggur

atau setengah menganggur pada usia muda seringkali tidak

memiliki kesempatan untuk meningkatkan potensi dirinya

sehingga menghapuskan prospek dalam memperoleh

pekerjaan yang baik Secara keseluruhan banyaknya

penganggur usia muda menyebabkan terbuangnya potensi

produktivitas kelompok usia muda Tingginya angka

pengangguran usia muda ini antara lain adalah akibat

pertumbuhan ekonomi yang tidak menciptakan lapangan kerja

yang memadai Meskipun pertumbuhan ekonomi mencapai 26

persen selama kurun waktu 2000 sampai 2005 lapangan

kerja hanya mampu tumbuh sebesar 6 persen

Pengangguran dan setengah pengangguran menjadi

salah satu tantangan besar yang dihadapi Pemerintah

Meskipun pertumbuhan ekonomi telah meningkat namun

pertumbuhan tersebut belum dapat menciptakan cukup

lapangan kerja bagi angkatan kerja usia muda baru yang

jumlahnya mencapai sekitar 2 juta orang setiap tahunnya

Terbatasnya lapangan kerja ditambah dengan kurangnya

tenaga terampil yang berorientasi pasar mengakibatkan kaum

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

65

muda sulit mendapat pekerjaan dan pada akhirnya terjebak

dalam lingkaran pengangguran dan kemiskinan yang sangat

sulit diputus Lebih jauh lagi meskipun partisipasi angkatan

kerja perempuan usia muda telah menunjukkan peningkatan

kebanyakan dari mereka hanya mampu mendapat pekerjaan

di kegiatan ekonomi informal yang tidak pasti dan

berpenghasilan rendah seperti bekerja sebagai pekerja rumah

tangga

Jika mencermati kembali struktur penganggur usia

muda ternyata lebih didominasi oleh kelompok umur 15-29

tahun seperti terlihat pada Gambar 3 yang menunjukan

persentase angka pengangguran terbuka menurut umur (15

tahun ke atas 15-29 tahun dan 30-49 tahun) Terlihat jelas

bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia muda 15

sampai 29 tahun (23 persen) Di usia tersebut banyak sekali

lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan dari yang

baru lulus SMP SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang

tidak sekolah Sangat masuk akal jika hal ini terjadi

Sedangkan untuk usia 30-49 tahun jumlah penganggurannya

tidak terlalu tinggi (hanya 4 persen) Angka pengangguran

terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar 104

persen Jika diperhatikan ternyata kaum perempuan-lah yang

banyak sebagai penganggur terbuka sekitar 276 persen (usia

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

66

15-29 tahun) atau 137 persen (usia di atas 15 tahun) Hal-hal

yang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya

diskriminasi gender jenis pekerjaan yang tersedia

kebanyakan untuk laki-laki Hal-hal tersebut masih perlu

dianalisis lebih lanjut

Gambar 3 Persentase Angka Pengangguran Terbuka

Februari 2006

0

5

10

15

20

25

30

15+ th 15-29 th 30-49 th

Usia

Laki-laki

Perempuan

L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Khusus dalam konteks struktur umur penganggur

Gambar 3 memperlihatkan bahwa penganggur lebih

didominasi oleh kelompok umur 15-29 tahun Ada

kemungkinan hal ini berkaitan dengan meningkatnya migrasi

pencari kerja dari perdesaan ke perkotaan Selanjutnya

terlihat bahwa penganggur yang berusia di atas 30 tahun

persentasenya hanya sedikit Secara logika ini mudah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

67

dimengerti karena kemungkinan pada usia tersebut

kebanyakan sudah memiliki pekerjaan yang mapan Namun

pekerjaan apapun bisa saja mereka geluti termasuk jenis

pekerjaan kasar sebab pada umur itu kebanyakan sudah

berkeluarga dan mereka dihadapkan pada tanggung jawab

untuk menghidupi keluarganya

Gambar 4 Angka Pengangguran Terbuka

Gambar 4a Angka Pengangguran Terbuka Usia 15 + Tahun

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Gambar 4b Angka Pengangguran Terbuka Usia 15-29 Tahun

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Kota+Desa

Laki-laki Perempuan L+P

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Sebagian besar pekerjaan yang tersedia lebih banyak

di perkotaan dari pada di perdesaan hal ini disebabkan

pekerjaan di perkotaan menjanjikan lebih banyak pendapatan

Kondisi ini yang menyebabkan pencari kerja berbondong-

bondong datang ke perkotaan yang berakibat angka

pengangguran terbuka di kota lebih besar (133 persen)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

68

dibandingkan perdesaan (84 persen) Gambar 4a dan 4b

menunjukkan bahwa persentase perempuan penganggur usia

15 tahun lebih di perdesaan hampir sama dengan penganggur

laki-laki di kota (walaupun nilainya lebih sedikit dibanding

perempuan penganggur di kota)

Hal ini mengindikasikan bahwa di perkotaan selain

dipenuhi oleh penganggur yang baru menyelesaikan sekolah

juga kedatangan penganggur ulangan yang berstatus migran

yang berasal dari perdesaan untuk mencari pekerjaan yang

dianggapnya lebih baik di daerah perkotaan Dalam konteks

kebijakan kondisi ini patut dicermati oleh pemerintah yang

ingin mengurangi tingkat pengangguran Penciptaan lapangan

pekerjaan tidak hanya dilakukan di perkotaan di perdesaan-

pun membutuhkan kegiatan-kegiatan yang mendatangkan

pendapatan terutama lapangan pekerjaan yang bisa

memberdayakan perempuan yang ingin bekerja dan

penghapusan deskriminasi gender di bidang pekerjaan

Pengangguran terbuka di Indonesia termasuk tinggi

menurut Sakernas Febuari 2006 terdapat lebih dari 11 juta

penganggur atau 104 persen dari angkatan kerja usia 15

tahun ke atas Mungkin akan lebih menarik jika kita melihat

perbandingannya menurut wilayah dan jenis kelamin angkatan

kerja dan tingkat pendidikan yang ditamatkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

69

Gambar 5 Pengangguran Terbuka berdasar Tingkat Pendidikan Jenis Kelamin dan Daerah

0

5

10

15

20

25

30

35

Kota Desa Total Kota Desa Total

Laki-laki Perempuan

lt= SD

SMP

SMA

Diploma +

Sumber BPS (2007) Sakernas Feruari 2006

Gambar 5 menunjukkan bahwa persentase

pengangguran terbuka masih didominasi oleh perempuan

(142 persen) dibandingkan dengan laki-laki (86 persen)

Begitu juga dengan pendidikan perempuan sebagian besar

pengangguran terbuka perempuan mempunyai pendidikan

SMA (268 persen) atau SMP (195 persen) baik itu di

perkotaan maupun di perdesaan Ternyata pengangguran

terbuka dengan pendidikan diatas diploma sampai perguruan

tinggi didominasi oleh perempuan di perkotaan yaitu sebesar

(148 persen) sedangkan untuk perdesaan hanya (121

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

70

persen) Persentase ini cukup jauh berbeda dengan

penganggur laki-laki yang rata-ratanya sekitar 92 persen

Secara umum terlihat bahwa pengangguran terbuka

baik di kota maupun desa baik laki-laki maupun perempuan

sangat didominasi oleh mereka yang pernah mengenyam

pendidikan dasar sembilan tahun dan menengah Keadaan ini

memberi gambaran bahwa tingkat pendidikan mereka yang

berada di perkotaan lebih baik jika dibandingkan dengan di

perdesaan dalam arti persentase jumlah pengangggur

pendidikan tinggi di kota sangat jauh berbeda dengan jumlah

pengangggur pendidikan tinggi di desa

Kemungkinan hal ini disebabkan oleh perbedaan

kepuasan dalam bekerja Pekerja berpendidikan dasar dan

menengah yang bekerja di perdesaan mereka cukup puas

dengan pekerjaan yang telah didapatkannya Sementara di

perkotaan walaupun telah bekerja tetapi mereka masih

merasa kurang puas dengan pekerjaannya sehingga lebih

mudah keluar masuk pekerjaan dalam upaya untuk

memperoleh pekerjaan yang dianggapnya lebih baik

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

71

42 Intervensi yang telah dilakukan di bidang

ketenagakerjaan

Dengan kondisi pasar kerja Indonesia yang bersifat

dualistik yaitu sebagian besar atau 70 persen dari angkatan

kerja bekerja pada lapangan kerja informal sebagian besar

memiliki tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah

yaitu sekitar 55 persen adalah lulusan sekolah dasar

kebawah serta sebagian besar berusia muda kebijakan

ketenagakerjaan yang termuat dalam RPJM diarahkan pada

1 Menciptakan lapangan pekerjaan formal atau modern

yang seluas-luasnya Keadaan angkatan kerja yang

sebagian besar berpendidikan sekolah dasar ke bawah

serta berusia muda ini diperkirakan belum akan berubah

secara berarti sampai 20 tahun mendatang Dengan

demikian lapangan kerja yang akan diciptakan sebaiknya

mempertimbangkan tingkat keterampilan pekerja yang

tersedia Dengan kualifikasi angkatan kerja yang

tersedia maka lapangan kerja formal yang diciptakan

didorong kearah industri padat pekerja industri

menengah dan kecil serta industri yang berorientasi

ekspor

2 Memberikan dukungan yang diperlukan agar pekerja

dapat berpindah dari pekerjaan dengan produktivitas

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

72

rendah ke pekerjaan dengan produktivitas lebih tinggi

Dukungan ini sangat diperlukan agar pekerja informal

secara bertahap dapat berpindah ke lapangan kerja

formal Upaya-upaya pelatihan tenaga kerja harus terus

ditingkatkan dan disempurnakan agar perpindahan

tersebut dapat terjadi

Kebijakan yang ditempuh untuk menciptakan lapangan

kerja formal dan meningkatkan produktivitas pekerja

dilaksanakan dengan

1 Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan

memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang

berkaitan dengan rekrutmen outsourcing pengupahan

pemutusan hubungan kerja dan memperbaiki aturan

main yang mengakibatkan perlindungan yang lebih

aman

2 Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi Dalam

hal ini Pemerintah harus menciptakan iklim usaha yang

kondusif dengan peningkatan investasi Iklim usaha yang

kondusif memerlukan stabilitas ekonomi politik dan

keamanan biaya produksi yang rendah kepastian

hukum dan peningkatan ketersediaan infrastruktur

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

73

3 Meningkatkan kualitas Ssumber Ddaya Mmanusia yang

dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan

pendidikan pelatihan dan pelayanan kesehatan

4 Memperbarui program-program perluasan kesempatan

kerja yang dilakukan oleh pemerintah antara lain

program pekerjaan umum kredit mikro pengembangan

usaha kecil menengah dan program pengentasan

kemiskinan

5 Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan

migrasi tenaga kerja baik itu migrasi internal maupun

eksternal

6 Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar

kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar

kerja serta membentuk bursa kerja

Selama ini memang belum ada kebijakan atau program

khusus dari pemerintah yang berdampak langsung (kebijakan

untuk mengurangi pengangguran biasanya dilakukan dengan

kebijakan yang sifatnya tidak langsung misalnya melalui

kebijakan fiskal) pada pengurangan pengangguran

sebagaimana yang telah dilakukan oleh negara lain

Sedangkan kebijakan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja adalah melalui sektor pendidikan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

74

43 Sektor Informal sebagai Penyerap Tenaga Kerja

Berkualitas Rendah

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor

informal dalam sistem ekonomi berperan cukup penting dalam

pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional

Setidaknya ketika program pembangunan kurang mampu

menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja sektor

informal dengan segala kekurangannya mampu berperan

sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para

pencari kerja Ketidakmampuan pembangunan menyediakan

peluang kerja untuk sementara dapat diredam karena

tersedia peluang kerja di sektor informal Sektor informal

meskipun tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara

dapat berperan sebagai penyedia barang dan jasa murah

untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha

skala besar Bahkan ketika perekonomian nasional

mengalami kemunduran akibat resesi sektor informal mampu

bertahan tanpa membebani ekonomi nasional sehingga roda

perekonomian masyarakat tetap bertahan Peran sektor

informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut

perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan

ekonomi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

75

Sampai saat ini pengertian sektor informal sering

dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor

informal antara lain kegiatan usaha bermodal utama pada

kemandirian rakyat memanfaatkan teknologi sederhana

pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa

upah bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber

daya lokal sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas

menengah ke bawah pendidikan dan kualitas sumber daya

pelaku tergolong rendah

Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan

jangka panjang pertama berkisar antar 5-8 persen per tahun

proporsi pekerja sektor informal khususnya di perkotaan

cenderung meningkat Pada tahun 1971 proporsi pekerja

sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota

mencapai sekitar 25 persen Angka ini meningkat menjadi

sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen

pada tahun 1990 Tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar

65 persen Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih

cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di

perkotaan Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat

mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja

Sebagai contoh angka pengangguran Februari 2008

menurun dibandingkan dengan Februari 2007 dan Agustus

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

76

2007 Permasalahan pengangguran terselamatkan oleh sektor

informal yang lebih banyak menyerap tenaga kerja Meskipun

demikian sektor informal dinilai kurang berkualitas dalam

perspektif penyerapan tenaga kerja Pada umumnya sektor

informal yang menyerap tenaga kerja adalah bidang pertanian

perdagangan dan jasa kemasyarakatan Dari tahun ke tahun

sekitar 70 persen pekerja bekerja di sektor informal dan 30

persen di sektor formal

Jumlah penganggur pada Februari 2008 sebesar 943

juta orang berkurang 584000 dibandingkan dengan Agustus

2007 atau berkurang 112 juta orang dibandingkan dengan

jumlah penganggur pada Februari 2007 yang mencapai 1055

juta orang Pada periode Februari 2007 - Februari 2008

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengangguran

meningkat hanya pada tujuh provinsi yakni Riau Sulawesi

Tengah Sulawesi Barat Gorontalo Kalimantan Selatan

Papua Barat dan Yogyakarta Sebaliknya penurunan jumlah

penganggur terbesar pada Februari lalu terjadi di Jawa Barat

Jawa Tengah dan Jawa Timur Ketiga provinsi tersebut

merupakan daerah penghasil beras utama Pada saat survei

dilakukan musim panen tanaman padi sedang berlangsung

sehingga terdapat tambahan tenaga kerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

77

Data BPS juga menunjukkan dari 10205 juta orang

yang bekerja hanya sekitar 2852 juta orang yang bekerja

sebagai buruhkaryawan di sektor formal Industri adalah

penyedia lapangan kerja formal terbesar Sebaliknya sektor

pertanian yang lebih banyak bersifat informal menyerap 4269

juta tenaga kerja dari total penduduk yang bekerja pada

Februari 2008 Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian

sebenarnya relatif tidak banyak berubah dalam tiga tahun

terakhir Hal ini menunjukkan mulai terdapat kejenuhan di

sektor pertanian Pada Februari 2006 sektor pertanian

menyerap 4232 juta tenaga kerja sedangkan pada Februari

2007 sekitar 4261 juta orang BPS mendefinisikan rdquobekerjardquo

adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh keuntungan atau membantu memperoleh

keuntungan sedikitnya satu jam dalam waktu seminggu

sebelum survei

Di satu sisi sektor informal juga masih memegang

peranan penting menampung angkatan kerja terutama

angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau

angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja Keadaan

ini berdampak positif dalam mengurangi tingkat pengangguran

terbuka Tetapi di sisi lain sektor informal menunjukkan gejala

tingkat produktivitas yang rendah karena masih

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

78

menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan

dan keterampilan yang relatif rendah

Tabel 2 menampilkan pekerja Indonesia menurut

status pekerjaan utama Empat macam status pekerjaan yaitu

(i) berusaha sendiri (ii) pekerja bebas di pertanian (iii) pekerja

bebas di non-pertanian dan (iv) pekerja keluarga sering

dipakai sebagai proksi pekerja sektor informal Sedangkan tiga

status pekerjaan lainnya yaitu (i) buruh karyawan (ii)

berusaha dibantu buruh tetap dan (iii) berusaha dibantu buruh

tidak tetap dianggap sebagai proksi pekerja sektor formal

Terlihat bahwa sekitar 488 persen atau 5097 juta penduduk

usia 15 tahun ke atas (Februari 2009) bekerja di sektor

informal sementara sisanya yaitu 5352 juta penduduk usia 15

tahun ke atas (512 persen) bekerja di sektor formal

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

79

Tabel 2 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Status Pekerjaan Utama Agustus 2007 - Februari 2009 ( juta

orang)

Status Pekerjaan Utama

2007 2008 2009

Agustus Februari Agustus Februari

Berusaha Sendiri 2032 2008 2092 2081

Berusaha dibantu Buruh tidak Tetap

2102 2160 2177 2164

Berusaha dibantu Buruh Tetap

288 298 302 297

BuruhKaryawan 2804 2852 2818 2891

Pekerja Bebas di Pertanian

592 613 599 635

Pekerja Bebas di Non Pertanian

446 480 529 515

Pekerja Keluarga 1728 1794 1738 1866

Total 9993 10205 10255 10449

Sumber Berita Resmi Statistik BPS Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Februari 2009 (2009)

Jika melihat kondisi year to year angka tersebut

menunjukkan adanya penurunan daya serap tenaga kerja di

sektor formal dimana data statistik Februari 2008

menunjukkan persentase tenaga kerja sektor informal adalah

sebesar 4796 persen sedangkan tenaga kerja sektor formal

mencapai 5304 persen Kondisi ini memberikan sinyalemen

semakin besarnya peran sektor informal dalam perekonomian

nasional

Mengingat peran sektor informal yang cukup positif

dalam proses pembangunan sudah sewajarnya nasib para

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

80

pekerjanya dipikirkan Beberapa kebijakan baik langsung

maupun tidak langsung untuk membantu pengembangan

masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di

sektor informal memang sudah dilakukan Namun terdapat

kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib

pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan

Prioritas sebaiknya diberikan pada sektor informal yang lebih

memihak pada kepentingan masyarakat Kebijakan yang biasa

diberikan kepada pengusaha besar mungkin sebaiknya

dikurangi tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya

kebijakan yang telah ada

Kerja keras pemerintah dibutuhkan dalam konteks

perumusan dan pelaksanaan kebijakan ketenagakerjaan

Apakah pemerintah harus mulai ldquoberpalingrdquo ke sektor

informal Atau pemerintah akan ldquomengembalikanrdquo peran

sektor formal dalam perekonomian nasional Atau bahkan

pemerintah merasa tidak berkepentingan dan cenderung

membiarkan kondisi ini yang tentunya bisa disikapi secara

positif maupun negatif

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

81

BAB V

ANALISIS KUANTITATIF (INTERPRETASI MODEL)

Berdasarkan data makro kependudukan BPS dapat

diperoleh data migrasi ke kota baik intra maupun antar

provinsi Data SUPAS misalnya dapat menjelaskan migrasi ke

kota antar kabupatenkota yang intra maupun antar provinsi

Migran ke kota antar kabupatenkota yang intra provinsi

kemungkinan berasal dari kota atau kota di kabupaten lain

pada provinsi yang sama atau mungkin juga berasal dari desa

di kabupaten lain pada provinsi yang sama Sementara

migran ke kota antar kabupatenkota yang antar provinsi

mungkin berasal dari desa di kabupatenkota lain pada

provinsi yang lain pula Sesuai dengan tujuan kajian ini maka

data migrasi ke kota antar provinsi cukup baik digunakan

sebagai pengganti migrasi desa-kota Data migrasi ke kota ini

akan digunakan untuk membuktikan apakah sektor informal

bertindak sebagai penarik dan sektor informal di perdesaan

bertindak sebagai faktor pendorong terhadap migrasi ke kota

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

82

Dipilihnya migrasi ke kota antar provinsi bukan intra

provinsi karena

1 Migran ke kota yang intra provinsi selain berasal dari desa

juga berasal dari kota pada provinsi yang sama tidak

diketahui dari kota yang mana serta ke kota yang mana

terjadinya migrasi tersebut

2 Menyangkut masalah teknis jika digunakan migrasi intra

provinsi paling banyak diperoleh 33 observasi sesuai

jumlah provinsi di Indonesia Sedangkan jika

menggunakan migrasi antar provinsi maka akan diperoleh

observasi yang cukup yaitu maksimal 33x32 atau 1056

observasi Observasi yang besar akan menurunkan

varians sehingga penaksiran menjadi lebih efisien

3 Migrasi antar provinsi di Indonesia merupakan fenomena

penting karena adanya program resettlement antara

provinsi yaitu transmigrasi yang umumnya mengarah

menuju daerah perdesaan di provinsi tujuan

Jenis migrasi yang dipilih adalah migrasi terbaru

(recent migration) Dari data SUPAS adalah penduduk umur

lima tahun ke atas yang pada waktu pencacahan bertempat

tinggal di kota pada provinsi t dan lima tahun sebelumnya ia

bermukim di provinsi a Data migrasi terbaru ke kota antar

provinsi yang dipergunakan ini mempunyai beberapa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

83

kelemahan yaitu angka migrasi tersebut adalah angka

kumulatif migrasi dalam waktu lima tahun sedangkan data

variabel lainnya dalam model adalah untuk tahun tertentu

Secara apriori hal ini menyebabkan bias simultan karena

variabel bebas khususnya tingkat upah dipengaruhi oleh

migrasi yang terjadi pada waktu sebelumnya

Selain itu angka migrasi terbaru ini tidak dapat

memperlihatkan adanya migrasi bertahap (multi stage

migration) serta migrasi kembali (return migration)

Kemungkinan migran yang tercatat tersebut tidak langsung

pindah dari provinsi a ke provinsi t tetapi ke provinsi b terlebih

dahulu Dengan demikian push factor dari provinsi a tidak

relevan digunakan dalam model karena perpindahan ke t

bukan di dorong oleh faktor-faktor di provinsi a melainkan

oleh faktor-faktor di provinsi b Akan tetapi periode terjadinya

migrasi kumulatif cukup singkat kedua masalah tersebut

diharapkan tidak terjadi karena belum cukup waktu untuk

terjadi penyesuaian upah Hal ini diperkuat oleh beberapa

studi yang menunjukkan bahwa tingkat upah tidak responsif

terhadap perubahan dalam pasar tenaga kerja di kota Selain

itu diasumsikan bahwa migrasi bertahap dan migrasi kembali

tidak terjadi dalam periode yang sempit Keputusan untuk

berpindah memerlukan pertimbangan matang

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

84

Data migrasi yang digunakan mempunyai satu

kelebihan yaitu bahwa penggunaan data migrasi ini dapat

sekaligus membuktikan hipotesis Todaro yang menyatakan

bahwa migrasi merespon adanya perbedaan penghasilan

yang diharapkan bukan penghasilan riil antara desa-kota

Proporsi jumlah penduduk yang bermigrasi dari

provinsi asal a ke kota di provinsi tujuan t ( ) terhadap

jumlah penduduk provinsi a yang tetap tinggal ( )

dipengaruhi oleh jumlah pekerja pada sektor informal dan

formal di provinsi tujuan ( dan ) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota provinsi tujuan (WIKt dan WFKt) tingkat

pendapatanupah riil rata-rata dari pekerja sektor informal dan

formal di kota dan desa pada provinsi asal (

) jarak antara provinsi asal dan tujuan ( )

tingkat urbanisasi di provinsi asal dan tujuan ( dan )

serta proporsi penduduk yang berpendidikan di provinsi asal

dan di kota provinsi tujuan ( dan )

51 Hasil Regresi

Dari hasil regresi model diketahui bahwa variabel

bebas yang signifikan berpengaruh terhadap proporsi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

85

penduduk suatu provinsi yang bermigrasi ke provinsi lain

(LmKAT) adalah jumlah pekerja pada sektor informal di kota

provinsi tujuan jumlah pekerja pada sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah rata-rata riil sektor formal di kota

provinsi tujuan tingkat upah riil rata-rata sektor informal desa

dan sektor formal kota di provinsi asal jarak antara provinsi

asal dan provinsi tujuan serta tingkat urbanisasi di provinsi

tujuan

Tabel 3 Hasil Regresi Model

Dependent Variable LmKAT

Variable Coefficient Std Error T-Stat Prob

C -109589 08789 -124687 0000

EFKT 1549D-06 2537D-07 51677 0000

EIKT 2051D-07 2471D-06 08300 0040

WIKT 00007 00116 00622 0950

WFKT -00199 00097 -20534 0040

WIDA -01212 00372 -32562 0001

WIKA 00186 00191 09691 0332

WFDA 00217 00154 14083 0159

WFKA 00266 00130 20482 0041

JAT -00012 00001 -95682 0000

UT 38254 10581 36152 0000

SKT 37927 25996 14589 0145

SA 27385 20338 13465 0178

R-squared 05718

Adjusted R-squared 05510

Jumlah kesempatan kerja di sektor informal dan sektor

formal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT yang berarti

bahwa setiap peningkatan jumlah pekerja di sektor formal dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

86

sektor informal di suatu provinsi akan berdampak pada

peningkatan proporsi penduduk dari provinsi lain untuk

bermigrasi ke kota provinsi tersebut Tingkat upah riil rata-rata

pada sektor informal di kota provinsi tujuan terbukti tidak

berpengaruh terhadap LmKAT Tingkat upah riil rata-rata pada

sektor formal di provinsi tujuan memiliki pengaruh negatif

Tingkat upah riil rata-rata pada sektor formal di kota provinsi

asal memiliki pengaruh positif terhadap LmKAT sedangkan

tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal di desa provinsi

asal memiliki pengaruh negatif terhadap LmKAT

Hal tersebut dapat dijelaskan jika migran ke kota antar

provinsi tersebut kebanyakan merupakan kelompok marginal

Peningkatan upah di sektor formal di kota di suatu provinsi

malah mendorong kelompok marginal pada provinsi tersebut

untuk bermigrasi ke kota di provinsi lain Dengan kata lain

peningkatan upah sektor formal kota di suatu provinsi justru

mendorong sebagian kelompok marginal di kota tersebut

untuk bermigrasi Sedangkan penurunan upah sektor formal

kota di suatu provinsi tidak mendorong penduduk provinsi

tersebut untuk bermigrasi Dengan kata lain bahwa tingkat

upah formal pada provinsi tujuan bukan merupakan pull factor

demikian juga dengan tingkat upah formal kota pada provinsi

asal bukan merupakan push factor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

87

Pengujian terhadap variabel bebas lainnya sesuai

dengan hipotesis awal Jarak antar provinsi memiliki

pengaruh negatif terhadap LmKAT yang berarti bahwa

penduduk di suatu provinsi cenderung ke kota provinsi yang

lebih dekat jaraknya Tingkat urbanisasi di provinsi tujuan

merupakan pull factor artinya bahwa kepadatan kota justru

menjadi daya tarik bagi migran

Kontribusi utama dari regresi dan analisis

ekonometrika terhadap model migrasi yang dilakukan adalah

membuktikan bahwa sektor informal di kota merupakan faktor

penarik migrasi ke kota antar provinsi di Indonesia Sektor

informal di kota yaitu jumlah pekerja yang bekerja atau

berusaha di sektor tersebut merupakan daya tarik bagi

penduduk dari provinsi lain untuk menuju kota tersebut Jika

hal ini terjadi maka berarti penemuan yang berbeda dengan

model TodaroHarris-Todaro dimana migrasi ke kota hanya

dipengaruhi oleh tingkat upah dan kesempatan kerja di sektor

formal kota sedangkan sektor informal hanyalah

penampungan sementara bagi migran sebelum memperoleh

pekerjaan di sektor modern

Dengan terbuktinya pengaruh yang signifikan dari

sektor informal terhadap migrasi ke kota maka hal ini

sekaligus menjadi alasan untuk menerima hipotesis bahwa

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

88

tidak terjadi formalisasi sektor informal di kota Migran dari

desa justru tertarik ingin bekerja dan berusaha di sektor

informal tidak ada niat untuk mencari kerja di sektor formal

atau mengalihkan usahanya ke sektor formal atau dengan

kata lain tidak ada niat untuk melakukan formalisasi Beberapa

hal yang memungkinkan mengapa mereka tidak berniat

melakukan proses formalisasi adalah adanya berbagai

kendala yang dihadapi pekerja maupun pengusaha sektor

informal di kota dalam usahanya beralih kerja ataupun

mengembangkan usahanya menjadi formal Telah dilakukan

berbagai penelitian tentang pengaruh sektor informal terhadap

migrasi ke kota Beberapa penelitian menemukan bahwa

keberadaan sektor informal di kota sebagai akibat langsung

dari migrasi ke kota Dengan demikian sektor informal sebagai

akibat bukan sebagai penyebab migrasi ke kota

Terbukti juga bahwa tingkat upah di sektor informal

desa provinsi asal (WIDA) berpengaruh secara signifikan

terhadap migrasi ke kota dan pengaruhnya adalah negatif

yang berarti bahwa upah sektor informal desa merupakan

push factor Peningkatan upah riil sektor informal di desa akan

menahan penduduk untuk berpindah ke kota sebaliknya jika

terjadi penurunan upah maka penduduk desa akan berpindah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

89

ke kota sehingga dengan meningkatkan upah sektor informal

di desa maka migrasi penduduk desa ke kota dapat dikurangi

Signifikansi variabel jarak yang mewakili biaya

bermigrasi menjelaskan bahwa penduduk suatu provinsi akan

bermigrasi ke kota provinsi terdekat Signifikansi dari variabel

(UT) menjelaskan bahwa keramaian kota merupakan daya

pikat bagi para pendatang bukan sebagai penghambat orang

untuk bermigrasi ke kota dapat disimpulkan bahwa provinsi

dengan proporsi penduduk kota yang relatif tinggi akan

menerima migran ke kota lebih banyak

52 Pembangunan Kota Penciptaan Kesempatan Kerja

dan Pengembangan Sektor Informal Desa

Dalam rangka mengatasi masalah perkotaan terutama

masalah pengangguran dan setengah pengangguran

kebijakan pembangunan kota dan perluasan kesempatan

kerja sektor formal kota merupakan cara yang lebih sering

dipilih Tujuannya agar dapat menampung pekerja sektor

informal dan para penganggur di kota Namun seringkali

penciptaan lapangan kerja sektor formal di kota justru akan

menarik pencari kerja baru ke kota sehingga jumlah

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

90

penganggur dan jumlah pekerja sektor informal di kota tidak

akan berkurang

Selain perluasan kesempatan kerja sektor formal di

kota kebijakan lain yang sering ditempuh adalah

pembangunan perkotaan Pada umumnya pembangunan

perkotaan di NSB termasuk Indonesia lebih cepat daripada

pembangunan perdesaan sehingga timbullah ldquoprimacyrdquo yaitu

keunggulan dari beberapa kota tertentu dibandingkan kota-

kota lainnya maupun desa Pembangunan kota dan primacy

akan semakin menambah daya tarik kota bagi penduduk desa

karena menjanjikan berbagai kesempatan dan peluang untuk

mendapatkan penghidupan yang lebih baik Dari hasil regresi

juga terbukti bahwa tingkat urbanisasi mempunyai pengaruh

positif yang signifikan terhadap proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota provinsi lain

Selain itu pembangunan kota membuat biaya

bermigrasi ke kota menjadi semakin kecil Dengan demikian

jumlah penduduk yang bermigrasi ke kota akan semakin

meningkat Dari hasil regresi juga terbukti bahwa biaya

bermigrasi yang diwakili dengan jarak secara signifikan

memiliki pengaruh negatif dengan proporsi penduduk yang

bermigrasi ke kota Jadi secara umum kebijakan-kebijakan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

91

yang bersifat urban solution bukanlah cara yang tepat untuk

mengatasi masalah pengangguran di kota

Kebijakan yang bersifat non-urban solution dibutuhkan

Salah satunya dengan menitikberatkan pada variabel tingkat

upah informal desa Berdasarkan hasil regresi variabel ini

terbukti signifikan sebagai push factor migrasi ke kota

sehingga peningkatan upah desa akan menyebabkan

penduduk desa tidak terdorong untuk melakukan migrasi ke

kota Selama ini upah riil sektor informal terus mengalami

penurunan dan perlu menjadi perhatian untuk dicarikan jalan

keluarnya Masyarakat desa yang berada di sektor informal

perlu menjadi kelompok sasaran bagi program-program

pembangunan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka

Hal tersebut akan mengurangi kesenjangan desa-kota

sekaligus mengurangi arus migrasi desa-kota Kebijakan

seringkali bersifat skeptis terhadap pengembangan sektor

informal terutama sektor informal di desa Pembangunan

sektor formal selalu diprioritaskan melalui berbagai kebijakan

sedangkan kebijakan untuk sektor informal seringkali masih

sekedar lip-service

Sebagian besar ahli berpendapat bahwa

pembangunan desa di NSB termasuk Indonesia masih

kurang memberi stimulus bagi proses pendewasaan diri

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

92

masyarakat desa dan aparat agar lebih mandiri dan berinisiatif

dalam pembangunan Pembangunan desa di masa lalu

umumnya bersifat sentralistik birokratik dan paternalistik Pola

seperti ini merupakan warisan masa kolonial yaitu politik etis

pada masa Belanda dimana negara merupakan perencana

penyedia dana dan pelaksana pembangunan di desa

Program-program dan proyek-proyek pembangunan di masa

sebelumnya seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan dan

keinginan masyarakat sehingga mereka cenderung pasif dan

tidak berinisiatif dalam menerima dan melaksanakannya

Pembangunan desa seharusnya tidak hanya berupa

peningkatan dan pemasaran produksi peningkatan

pendapatan masyarakat (production centered development)

tetapi juga berupa peningkatan kualitas sumberdaya manusia

(people centered development) di desa Dengan demikian

mereka dapat mengekspresikan keinginan dan

mengidentifikasi permasalahan sekaligus mencari alternatif

jalan keluarnya Salah satu bentuk pembangunan desa yang

mandiri dan berswadaya adalah dengan pengembangan

sektor informal di desa terutama non-pertanian Prioritas

pembangunan desa pada masa sebelumnya lebih ditekankan

pada pertanian terutama tanaman padi untuk mencapai

swasembada pangan sehingga hanya menguntungkan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

93

sebagian kecil warga desa yang mempunyai lahan pertanian

yang cukup luas Pengembangan sektor informal di desa juga

menumbuhkembangkan kewirausahaan

53 Keterbatasan dan Kontribusi Kajian

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa

kelemahan utama dari model makro migrasi ke kota yang

telah menambahkan sektor informal sebagai variabel bebas

adalah adanya keterbatasan data sehingga hal ini dapat

mengurangi akurasi dari hasil yang diperoleh Beberapa

masalah yang mungkin timbul antara lain

- Digunakannya data migrasi ke kota antar provinsi sebagai

proksi data migrasi desa-kota dimana data tersebut tidak

membedakan asal migran antara desa-kota yang di

dalamnya juga termasuk migrasi dari kota provinsi asal ke

kota provinsi tujuan Data ini kurang baik untuk

membuktikan push factor di desa Hal ini terbukti dari tidak

signifikannya tingkat upah riil rata-rata pada sektor informal

di provinsi tujuan (WIKT)

- Tidak dimasukkannya migran sirkuler maupun penglaju

padahal justru migran sirkuler dan penglaju yang

bermigrasi ke kota untuk tujuan bekerja dan berusaha di

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

94

sektor informal kota Jika diikutkan kemungkinan

signifikansi pengaruh sektor informal akan semakin tinggi

dan kemungkinan upah sektor informal di kota akan

signifikan

- Data tingkat upah berasal dari hasil survei terhadap rumah

tangga (Susenas) dimana pertanyaan tentang upah

adalah pertanyaan yang sensitif dan jarang orang yang

memberikan jawabannya secara tepat sehingga hasilnya

bisa bias Ketidaksignifikanan sektor upah informal kota

dan tanda koefisien tingkat upah sektor formal di kota

provinsi tujuan dan di desa dan kota provinsi asal yang

bertentangan dengan hipotesis belum sepenuhnya dapat

diterima

Namun demikian kajian ini mempunyai manfaat

terutama dalam sumbangannya terhadap studi di bidang

migrasi dan sektor informal dan masalah ketenagakerjaan

secara umum Sektor informal yang semula dianggap sebagai

penampungan sementara bagi migran yang belum

mendapatkan pekerjaan di sektor formal ternyata berdasarkan

kajian yang dilakukan hal tersebut tidak terbukti Justru yang

terjadi adalah tidak terwujudnya formalisasi sektor informal

Terbukti bahwa jumlah pekerja sektor informal berpengaruh

positif terhadap migrasi ke kota Peningkatan jumlah pekerja

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

95

sektor formal akan menarik migran ke kota lebih banyak lagi

Kemungkinan hal ini akan meningkatkan jumlah penganggur

dan setengah penganggur (pekerja sektor informal) di kota di

mana mereka tidak memperoleh kesempatan untuk beralih ke

sektor formal

Dari hasil regresi terlihat bahwa WIDA berbanding

terbalik dengan LmKAT yang berarti bahwa peningkatan

WIDA dapat menjadi faktor penahan penduduk desa untuk

berpindah ke kota Selain itu peningkatan WIDA juga

memungkinkan sektor informal berkembang dan terjadi proses

formalisasi

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

96

BAB VI

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

61 Kesimpulan

Sektor formal terbatas kemampuannya baik dalam

kemampuan menyerap tenaga kerja maupun dalam

menampung usaha-usaha baru yang akan masuk Pencari

kerja baru dan pekerja sektor informal menghadapi restriksi

dari persyaratan dan kualifikasi yang ketat dari sektor formal

Demikian juga dengan usaha-usaha baru dan usaha informal

yang ingin beralih menjadi usaha formal

Berdasarkan teori-teori dualisme dapat disimpulkan

bahwa penjajahan oleh bangsa Eropa terhadap bangsa

Indonesia yang sangat lama telah membuat struktur dualistis

dalam berbagai aspek termasuk dalam struktur

perekonomian Kondisi dualisme sosial-ekonomi tersebut

semakin diperburuk dengan adanya arah dan strategi

industrialisasi yang bias ke perkotaan dan bersifat substitusi

impor dengan teknologi modern dan padat modal

Pembangunan yang bias perkotaan ini menjadi penyebab

utama perpindahan besar-besaran penduduk dari desa ke

kota dan karena kurangnya daya serap sektor formal mereka

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

97

masuk ke sektor informal Perkembangan lebih lanjut

menunjukkan bahwa telah terjadi penambahan yang cukup

besar sektor informal terutama di perkotaan Belum lagi

banyak peristiwa kelesuan ekonomi yang telah membuat

sektor informal ini semakin membengkak

Secara umum formalisasi sektor informal tidak

terwujud Dengan menggunakan model migrasi ke kota hasil

modifikasi model migrasi TodaroHarris-Todaro terbukti

bahwa kesempatan kerja di sektor informal kota merupakan

daya tarik yang kuat bagi seseorang untuk bermigrasi ke kota

Penduduk desa bermigrasi ke kota adalah untuk mencari

pekerjaan di sektor informal bukan pada sektor formal

Terbukti juga bahwa tingkat upah sektor informal di desa

merupakan pendorong terjadinya migrasi ke kota

Kajian sektor informal dan migrasi ini bersifat makro

dimana hanya menggambarkan kondisi umum dari sektor

informal dan migrasi ke kota dikaitkan dengan aspek

ketenagakerjaan tidak menggambarkan fenomena pada

daerah atau kota-kota tertentu Dalam kajian ini juga terdapat

keterbatasan dan kualitas data serta belum dapat

dimasukkannya faktor-faktor lain ke dalam model seperti

faktor sosial budaya yaitu adanya beberapa kelompok

masyarakat yang senang merantau dan faktor-faktor lainnya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

98

62 Rekomendasi

Kajian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya

proses formalisasi sektor informal Pembuktian dilakukan

dengan melihat signifikansi pengaruh sektor informal kota

terhadap keinginan bermigrasi ke kota Berdasarkan hasil

regresi yang diperoleh dapat disampaikan beberapa saran

antara lain

- Peningkatan upah riil di sektor informal desa akan

menahan penduduk tetap tinggal di desa dan

sebaliknya penurunan upah riil akan mendorong

penduduk desa untuk berpindah ke kota Hal ini berarti

bahwa arus migrasi ke kota dapat dikurangi dengan

meningkatkan upah riil di sektor informal desa

- Peningkatan jumlah pekerja sektor informal dan formal

di kota tujuan telah menarik penduduk untuk pindah ke

kota sehingga akan meningkatkan jumlah

pengangguran dan setengah pengangguran di kota

Penciptaan lapangan kerja di kota harus diimbangi

dengan perbaikan kebijakan di desa agar menjadi

kebijakan yang produktif dalam upaya untuk

memecahkan masalah perkotaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

99

DAFTAR PUSTAKA

Alexander Jennifer amp Paul Alexander 1991 httpwwwjstororgpss2803879

Alisadono S S Hardjosunaso dan A Mardjuki 2006

Kebijakan Transmigrasi melalui Kebijakan Sistem Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Ananta Aris 1990 Ekonomi Sumberdaya Manusia Lembaga

Demografi Fakultas Ekonomi dan Pusat Antar Universitas Bidang Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

______ 1996 ldquoPasar Indonesia Tahun 2000 analisis

Demografirdquo Warta Demografi 26 (6)

Ananta A E Nurvidya dan R Miranti 1999 Age-Sex

Pattern of Migrants and Movers A Multilevel Analysis on An Indonesian Data Set Asian Meta Centre Research Paper Series 1 33-34

Ananta A dan Chotib 2002 ldquoDampak Mobilitas Tenaga Kerja

Internasional terhadap Sendi Sosial Ekonomi dan Politik di Asia Tenggara Sebuah Gagasan untuk Kajian Lebih Lanjutrdquo Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Arfida B R 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia Ghalia

Indonesia Jakarta

Asian Development Bank 2005 Jalan Menuju Pemulihan

Iklim Investasi di Indonesia httpwwwadborgstat

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

100

Badan Pusat Statistik 1998 Keadaan Angkatan Kerja di

Indonesia BPS Jakarta

_____ 2003 Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS Jakarta

_____ 2005 Statistik Indonesia BPS Jakarta

_____ 2006 Indikator Tingkat Hidup Pekerja 2004-2006

BPS Jakarta

_____ 2004 Keadaan Angkatan Kerja di Indonesia Hasil

Survei Angkatan Kerja Nasional 2003 Jakarta Badan Pusat Statistik

Bappeda Kota Pontianak 2007 Kajian Penanganan

Permasalahan Pedagang Informal di Kota Pontianak Pontianak (httpbappedapontianakkotagoiddokBAB20III20kajian20PKLpdf)

Bappenas 2004 Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) 2004-2009 Jakarta

Bellante D And Jackson M 1983 Labor Economics New

York McGraw Hill

Breman J (1976) A Dualistic Labour System Critique of The

Informal Sector Concept Reprinted in Wage Hunters and Gatherers Search for Work in The Urban and Rural Economy of South Gujarat Oxford University Press1994(httpwwwcee-recherchefrcolloque_teppeco_informellepdfBremanpdf)

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

101

Brojonegoro PSB 2000 Pemulihan Ekonomi Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja di Indonesia Warta Demografi 30 (3)21-27

Carling J 2004 Policy Options for Increasing the Benefits of

Remittances httpwwwgdrcorg

Clark K A and R Hyson 2000 Measuring the Demand for

Labor in the United States The Job Openings and Labor Turnover Survey httpwwwblsgov

Darmawan B 2007 Perkiraan Pola Migrasi antar Propinsi di

Indonesia Berdasarkan Indeks Ketertarikan Ekonomi Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

Darwis S J 2004 Peluang Tenaga Kerja di Luar Negeri

Buletin Puslitbang Tenaga Kerja 17 (2) httpwwwnakertransgoid

Depnakertrans 1995 Perencanaan Tenaga Kerja Nasional

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

_____ 1995 Rencana Tenaga Kerja Nasional 2004-2009

httpwwwtempointeraktifcom

_____ 2005 Rapat Kerja Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi RI dengan Komisi IX DPR-RI Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Jakarta

Desiar R 2003 Dampak Migrasi terhadap Pengangguran dan

Sektor Informal di DKI Jakarta Tesis Magister Sains Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

102

Dreher A and P Poutvaara 2005 Student Flows and

Migration An Emperical Analysis Discussion Paper 12 4-6 Centre for Economic and Bussiness Research Copenhagen Bussiness School Denmark

Effendi Tadjuddin Noer 1993 Sumber Daya Manusia

Peluang Kerja dan Kemiskinan Yogyakarta Tiara Wacana

Ehrenberg R G and R S Smith 2003 Modern Labor

Economics Pearson Education Inc New York

Espindola A L and J S Jaylison 2006 A Harris-Todaro

Agent-Based Model to Rural-Urban Migration Brazilian Journal of Physics 36 (3A) 603-609

Evilisna 2007 Dampak Kebijakan Ketenagakerjaan terhadap

Tingkat Pengangguran dan Perekonomian Indonesia di Era Otonomi Daerah Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Firdausy C M 2005 Issues and Challenges to Increase

Competitiveness of Aseanrsquos Labor Migrants Jurnal Ekonomi Indonesia 2 31-45

Firman T 2000 Agenda Pokok untuk Mobilitas Penduduk

nuds2indosatnetid

Gilbert A dan J Gugler 1996 Urbanisasi dan Kemiskinan di

Dunia Ketiga Terjemahan PT Tiara Wacana Yogya Yogyakarta

Habibie A 2008 Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia

untuk Mengisi Pasar Tenagakerja Profesional dan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

103

Mengurangi Pengangguran Disampaikan pada Seminar Sekolah Tinggi Manajemen LABORA 19 Januari 2008

Hackenberg Robert A New Patterns of Urbanization in

Southeast Asia An Assessment Population and Development Review Vol 6 No 3 (Sep 1980) pp 391-419Population Council (httpwwwjstororgstable1972408)

Handayani Titik 1993 Beberapa Ciri Sosial Demografi

Wanita di Sektor InformalJurnal LIPI Tahun XX Nomor 2 Jakarta

Hugo G J 1993 Indonesian Labour Migration to Malaysia

Trends and Policy Implications Southeast Asian Journal of Social Science 21 (1) 36-70

_____ G J 2007 Indonesias Labor Looks Abroad Migration

Information Sources httpmigrationinformationorg

Geertz Clifford 1963 Agricultural Involution The Processes

of Ecological Change in Indonesia University of California Press Berkeley California US

ILO 1993 ldquoDevelopment of the Rural Informal Sectors

Policies and Strategies ( A Discussion Paper)rdquo makalah dalam Asian Sub-regional Seminar on Employment Policies for the rural Informal Sector in East and Southeast Asia 24-28 May Yogyakarta

____ 1998 Employment Challenges of the Indonesian

Economic Crisis June Jakarta United Nations Development Programme

Irawan A 2002 Tenaga Kerja Indonesia Ilegal dan Solusinya

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

104

httpwwwandiirawanhtml

Iryanti Rahma 2000 ldquoPengembangan Sektor Informal

Sebagai Alternatif Kesempatan Kerja Produktifrdquo kumpulan makalah Jakarta

Islam I dan Nazara S 2000 Minimum Wage and the Welfare

of Indonesian Workers httpwwwiloorginst Islam I 2002 Poverty Employment and Wages An

Indonesian Perspective Jakarta ILO Ismalina Poppy 2005 Membangun The Power Of Locality

Dan Sistem Ekonomi Pancasila Makalah Seminar Bulanan ke-30 PUSTEP-UGM Selasa 5 Juli 2005 Yogyakarta (httpgmnidkimultiplycomjournal)

Isnowati S 2002 Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Pendekatan Moneter 1987ndash1999 httpwwwstie-stikubankacidwebjurnal

Kassim A 1997 International Migration and Its Impact on

Malaysian Makalah Disampaikan pada Confidence Building and Conflict Reduction11ASPAC Rountable Malaysia 5-8 Juni 1997 httpwwwburuhmigrannet

Khakim A 2006 Aspek Hukum Pengupahan Berdasarkan

Undang-Undang No 13 Tahun 2003 PT Citra Aditya Bakti Bandung

Koutsoyiannis A 1977 Theory of Econometrics An

Introductory Exposition of Econometric Methods Second Edition The MacMillan Press Ltd London

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

105

Kuncoro M 2006 Revisi UU Ketenagakerjaan httpwwwmudrajadcom

Kunz E F 1973 The Refugee in Flight Kenetic Models and

Form of Displacement International Migration Review 7 (2) 125-146

Lee E S 1987 Suatu Teori Migrasi Terjemahan PPK-

Universitas Gajah Mada Yogyakarta

Levang P 2003 Ayo ke Tanah Sabrang ndash Transmigrasi di

Indonesia Terjemahan Kepustakaan Populer Gramedia Jakarta

Leys Colin 1974 Underdevelopment in Kenya Los Angeles

University of California Press

Luthfi Asrizal 2008 Kemiskinan Kota dan Sektor Informal

(httpidacehinstituteorgindexphpview=articleampcatid=233Asejarah-dan-perubahan-sosialampid=2423Akemiskinan-kota-dan-sektor-informalamptmpl=componentampprint=1amppage=ampoption=com_contentampItemid=35amp5012663a399d8501cca34a5c0b4f005a=ad29002223fc32ed52e190696a463b8a)

Mahyuddin B Juanda dan H Siregar 2006 Distorsi Pasar

Tenaga Kerja Analisis Kekakuan Upah dan Kelambanan Respon Permintaan Tenaga Kerja di Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 22 1-11

Maloney William F (1995) ldquoThe Informal Sector in Mexico A

Dynamic Aproachrdquo Washington DC The World Bank

_______ (1999) ldquoSelf-Employment and Labor Turnoverrdquo

Policy Research Working Paper No 2102 April Latin

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

106

America and The Caribbean Region Poverty Reduction and Economic Management Unit Washington DC The World Bank

_______ 2006 Total Factor Productivity dan Dampaknya

terhadap Kesempatan Kerja di Propinsi Sulawesi Selatan Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian 23 11-20

Manning Chris 1987 ldquoPenyerapan Tenaga Kerja di

Perdesaan Jawa Pelajaran Revolusi Hijau dan Bonanza Minyak dan Prospeknya di Masa Depanrdquo Seminar Strategi Pembangunan Perdesaan Yogyakarta 1-3 Oktober 1987

Mantra I B 1995 Pengantar Studi Demografi Nurcahaya

Yogyakarta

Martin P L 2003 Sustainable Migration Policies in A

Globalizing World International Institute for Labor Studies Geneva httpwwwiloorginst

McConnell C R dan L B Stanley 1995 Contemporary

Labor Economics McGraw-Hill Inc Singapore

Mulyadi 2003 Ekonomi Sumberdaya Manusia dalam

Perspektif Pembangunan PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Nurmanaf A R 2006 Peranan Sektor Luar Pertanian

terhadap Kesempatan Kerja dan Pendapatan di Perdesaan Berbasis Lahan Kering Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 6 (3) 268-273

Osaki K 2003 Migrant Remittances in Thailand Economic

Necessity or Social Norm Journal of Population

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

107

Research 20 (2) 203-204

Pakasi C B D 2005 Dampak Desentralisasi Fiskal terhadap

Perekonomian Kabupaten dan Kota di Propinsi Sulawesi Utara Disertasi Doktor Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor

Pedersen P J M Pytlikova and N Smith 2004 Selection or

Network Effects Migration Flows into 27 OECD Countries 1990-2000 IZA DP 1104

Pindyick R S and D L Rubinfeld 1998 Econometric Models

and Economic Forecast Forth Edition McGraw-Hill Inc New York

Piore MJ 1979 Bird of Passage Migrant Labor in Industrial

Societies Cambridge University Press London

Priyarsono D S A Daryanto dan L S Kalangi 2008

Peranan Investasi di Sektor Pertanian dan Agroindustri dalam Penyerapan Tenaga Kerja dan Distribusi Pendapatan Pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 8 (10) 48-57

Priyono E 1999 ldquoMengapa Angka Pengangguran Rendah di

Masa Krisis Ekonomirdquo Jakarta Lembaga Demografi FE UI

Pusdatintrans 2004 Transmigrasi dari Masa ke Masa Pusat

Data dan Informasi Ketransmigrasian Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta

Rahardjo M Dawam 2003 Peranan Pekerja dalam

Pembagunan Ekonomi Jakarta LSPEUI

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

108

Rogers A 1984 Migration Urbanization and Spatial

Dynamics Westview Press Boulder

Sembiring S 2006 Himpunan Perundang-undangan Republik

Indonesia tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri CV Nuansa Aulia Bandung

Setiawan Nugraha 2005 Struktur Umur Pengangguran

Bandung Pusat Penelitian Kependudukan Unpad

Siregar H dan T Sukwika 2007 Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Kinerja Pasar Tenaga Kerja dan Implikasi Kebijakannya terhadap Sektor Pertanian di Kabupaten Bogor Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 7(3) 213-221

Sjaifudin Hetifah Dedi Haryadi dan Maspiyati 1995 Strategi

dan Agenda Pengembangan Usaha Kecil Bandung AKATIGA

Standing G 1981 Labour Force Participations and

Development Geneva ILO

Skeldon R 1990 Population Mobility in Developing Countries

Belhaven Press London

_____ R 1997 Rural to Urban Migration and Its Implications

for Poverty Alleviation Asia Pacific Population Journal 12(1)3-16

Smeru 2001 Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap

Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja di Daerah Perkotaan Indonesia Laporan Lembaga Penelitian

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

109

SMERU httpwwwsmeruorid

_____ 2003 Wage Policy at the Crossroads

httpwwwsmeruorid

Solimano A 2001 International Migration and the Global

Economic Order Policy Research Working Paper World Bank Development Research Group Washington DC

Stark O 1982 Research on Rural to Urban Migration in

LCDs The Confusion Frontier and Why We Should Pause to Rethink Afrehs World Development 10 (1) 63-70

_____ and D E Bloom 1985 The New Economics of Labor

Migration American Economic Review 75 (2)173-178

Subkhan 2007 Benang Kusut Persoalan TKI httpwww

subkhan wordpresscom

Sustikarini A 2004 Dual Tract Diplomacy Government-NGO

Solusi Alternatif dalam Masalah Perlindungan TKI di Malaysia httpwwwburuhmigrannet

Syahriani C 2007 Country Report on Migrant Woment

Workers in Indonesian httpwwwmigrationinformationorg

Tambunan Mangara dan Edy Priyono 1999 ldquoUrban-Rural

Non-Farm Informal Sector Role Linkages and Issues of Formalizationrdquo Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tambunan T 1996 Sumber Inflasi dan Kebijaksanaan

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

110

Kontraktif di Indonesia Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Jakarta

_______ 1998a Krisis Ekonomi Indonesia Penyebab amp

Penanggulangannya Jakarta LP3E KADIN Indonesia amp Yayasan Indonesia Forum

_______ 2006 Kondisi Infrastruktur di Indonesia

httpwwwkadinindonesiagoid

_______ 2007 Daya Saing Indonesia dalam Menarik

Investasi Asing httpwwwkadin-indonesiagoid

Tan Mely G 1999 Social Protection on Women Workers in

The Informal Sector Makalah Seminar Strategy for Employment-Led Recovery and Reconstructionrdquo 23-25 November Jakarta ILODepnakerBappenas

Tarigan H 2004 Proses Adaptasi Migran Sirkuler Kasus

Migran Asal Komunitas Perkebunan The Rakyat Cianjur Jawa Barat Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis SOCA 4 (2) 190-196

Tirtosudarmo R 2002 Migrasi Lintas Batas Negara Posisi

Indonesia Konteks Politik dan Perebutan Ruang Publikrdquo Lokakarya Nasional Migrasi Lintas Batas Negara dan Seksualitas Kerjasama PSKK UGM dan Rockefeller Foundation Yogyakarta

Tjiptoherijanto P 1998 International Migration Process

Sistem and Policy Issues Presented in A Workshop on International Migration at The Population Studies Centre Gadjah Mada University Yogyakarta

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

111

_____ 2000 Mobilitas Penduduk dan Pembangunan Ekonomi httpwwwbappennasgoid

Tjiptoherijanto Prijono dan Sutyastie Soemitro 1998

Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Jakarta PT Citra Putra Bangsa

Todaro MP 1998 Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga

Terjemahan Erlangga Jakarta

Warsono SH 2004 Transmigrasi Perpindahan Penduduk

dan Disparitas Ekonomi Tesis Magister Sain Program Pascasarjana Universitas Indonesia Jakarta

Weeks J 1974 Population An Introduction to Concept and

Issues Wardsworth Publishing California

WEF 2005 The Global Competitiveness Report 2005-2006

World Economic Forum Geneva

Widianto B 2003 Kebijakan Upah Minimum dan Perluasan

kesempatan Kerja Jakarta Bappenas

Widodo 2005 Peran Sektor Informal di Indonesia Pada

Diskusi yang digelar Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik (PSEKP) dengan topik Sektor Informal Yogyakartaacirceurobull pada hari Selasa 7 Maret 2005 httpwwwugmacidindexphppage=rilisampartikel=322

WilsonT dan M Bell 2004 Comparative Emperical

Evaluation of Internal Migration Models In Subnational Population Projections Journal of Population Research 21(2) 156-157

World Bank 2003 Indonesia Beyond Macro-Economic

ldquoPeran Sektor Informal Sebagai Katup Pengaman Masalah Ketenagakerjaanrdquo

112

Stability Jakarta World Bank-Report No 27374-IND

______ 2004 Indonesia Averting an Infrastructure Crisis A

Framework for Policy and Action East Asia and Pacific Region Infrastructure Development Washington DC httpwwwkadin-indonesiagoid

_____ 2006 Migration Remittancess and Female Migrant

Worker

Page 15: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 16: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 17: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 18: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 19: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 20: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 21: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 22: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 23: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 24: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 25: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 26: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 27: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 28: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 29: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 30: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 31: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 32: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 33: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 34: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 35: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 36: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 37: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 38: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 39: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 40: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 41: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 42: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 43: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 44: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 45: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 46: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 47: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 48: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 49: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 50: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 51: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 52: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 53: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 54: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 55: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 56: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 57: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 58: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 59: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 60: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 61: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 62: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 63: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 64: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 65: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 66: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 67: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 68: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 69: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 70: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 71: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 72: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 73: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 74: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 75: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 76: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 77: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 78: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 79: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 80: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 81: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 82: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 83: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 84: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 85: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 86: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 87: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 88: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 89: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 90: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 91: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 92: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 93: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 94: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 95: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 96: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 97: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 98: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 99: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 100: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 101: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 102: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 103: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 104: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 105: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 106: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 107: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 108: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 109: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 110: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 111: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 112: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 113: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 114: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 115: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 116: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 117: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas
Page 118: Pengaman Masalah Ketenagakerjaan - Bappenas