Pengangguran terdidik.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Pengangguran terdidikPosted onApril 16, 2012bydianascyberStandarBAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANG.Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan. Opini yang berkembang justru pembangunan sektor pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa jelas manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan demikian membawa orang pada keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor pendidikan sebagai pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor. Ketidakyakinan ini misalnya terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang yang tidak bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikanpun biasanya sisa setelah yang lain terlebih dahulu.Cara pandangan ini sekarang sudah mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan memposisikan manusia sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan pembangunan dalam berbagai sektor.Konsep tentang investasi sumber daya manusia (human capital investment) yang dapat menunjang pertumbuhan ekonomi (economic growth), sebenarnya telah mulai dipikirkan sejak jaman Adam Smith (1776), Heinrich Von Thunen (1875) dan para teoritisi klasik lainya sebelum abad ke 19 yang menekankan pentingnya investasi keterampilan manusia. Pemikiran ilmiah ini baru mengambil tonggak penting pada tahun 1960-an ketika pidato Theodore Schultz pada tahun 1960 yang berjudul Investement in human capital dihadapan The American Economic Association merupakan eletak dasar teori human capital modern. Pesan utama dari pidato tersebut sederhana bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan merupakan suatu bentuk konsumsi semata-mata, akan tetapi juga merupakan suatu investasi. Schultz (1960) kemudian memperhatikan bahwa pembangunan sektor pendidikan dengan manusia sebagai fokus intinya telah memberikan kontribusi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara, melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi dari tenaga kerja. Penemuan dan cara pandang ini telah mendorong ketertarikan sejumlah ahli untuk meneliti mengenai nilai ekonomi dari pendidikan.Tuntutan akan mutu pendidikan di Indonesia merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak karena kualitas/ mutu pendidikan di Indonesia dianggap oleh banyak kalangan masih rendah. Hal ini bisa terlihat dari beberapa indikator diantaranya lulusan dari sekolah atau perguruan tinggi yang belum siap memasuki dunia kerja karena minimnya kompetensi yang dimiliki.Dengan kondisi tersebut sulit mengharapkan mereka menjadi agen perubahan social sebagaimana yang diharapkan masyarakat luas (media Indomesia, 22-12-2005). Rendahnya kualitas pendidikan Indonesia disorot pula karena deraan jumlah lulusan sekolah atau lembaga pelatihan yang menganggur. Pengangguran lulusan sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan dan ketenagakerjaan yang banyak mendapat perhatian.B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang diatas kami mencoba untuk memaparkan beberapa hal antara lain :A. Pengertian Pengangguran Terdidik dan Jenis jenis PengangguranB. Mutu Pendidikan dan Pengangguran LulusanC. Pencarian Kerja dan Masa TungguD. Fenomena Pekerjaan ModernE. Posisi Pendidikan Pada Era Ekonomi ModernBAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Pengangguran Terdidik dan Jenis-jenis PengangguranPengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan.Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, sehingga para lulusan tersebut tidak terserap kedalam lapangan kerja yang ada. Faktanya lembaga pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan pencari kerja bukan pencipta kerja.Berdasarkan penggolongan ini pengangguran dapat dibedakan kepada jenis pengangguran berikut :1. Pengangguran normal atau friksional adalah pengangguran yang muncul akibat adanya ketidak sesuaian antara lowongan pekerjaan dengan pencari kerja.2. Pengangguran siklinal adalah pengangguran yang menganggur akibat dari imbas naik turunnya siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada pencari kerja.3. Pengangguran structural ( structural unemployment ) adalah keadaan dimana penganggur yang sedang mencari pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pembuka lapangan kerja.4. Pengangguran tehnologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau pergantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.. Berdasarkan kepada ciri pengangguran yang berlaku, pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut :1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment).Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang sungguh sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.2. Pengangguran Terselubung atau Tersembunyi (Disguissed Unemployment)Penganggurn terselubung atau tersembunyi adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu, misalnya pekerjaan yang tidak sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki.3. Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment).Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiatan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus menganggur.4. Setengah Menganggur (Under Unemployment).Pengangguran setengah menganggur adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah pengangguran ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.Adapun factor- factor yang menyebebkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut :1. Ketidakcocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja), ketidakcocokan ini bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau nasalah keahlian khusus.2. Terbatasnya daya serap tenaga kerja disektor formal ( tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar member tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sector formal yang jumlahnya relative kecil.3. Belum efesiennya fungsi pasar kerja. Disamping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancer menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja diluar bidangnya. Kemudian factor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.4. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia.B. Mutu Pendidikan dan Pengangguran Lulusan.Bangsa Indonesia kini sedang dihadapkan pada persoalan-persoalan kebangsaan yang sangat krusial dan multidimensional. Hampir semua bidang kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat, mengalami krisis yang berkepanjangan. Reformasi yang digulirkan bangsa Indonesia melalui gerakan mahasiswa hingga saat ini belum membuahkan hasil yang memuaskan. Banyak kalangan berpendapat bahwa persoalan persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia disebabkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang masih rendah, baik secara akademis maupun non akademis.Menilai kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut. Sejarah membuktikan bahwa kemajuan dan kejayaan suatu bangsa di dunia ditentukan oleh pembangunan dibidang pendidikan.Wajah pendidikan di Indonesia kerap disorot karena deraan jumlah lulusan sekolah atau lembaga pelatihan yang menganggur. Pengangguran lulusan sekolah merupakan salah satu dari sekian banyak isu pendidikan dan ketenagakerjaan.Melihat fenomena pengangguran ini, lembaga sekolah ditantang untuk melakukan prakarsa dalam meningkatkan mutu. Namun demikian prakarsa mutu proses dan produk pendidikan bukan semata urusan komunitas sekolah, melainkan bersentuhan dengan factor eksternalnya. Kondisi eksternal yang kurang kondusif, anomaly perilaku masyarakat pada jaring jarring kemasyarakatan, beban ekonomi, beban tugas-tugas pembelajaran dan sebagainya tidak boleh mengurungkan niat guru untuk mendapatkan luaran pendidikan yang bermutu.Mutu pendidikan dapat dilihat dari empat perspektif, yaitu masukan, proses atau transformasi, luaran atau prestasi belajar, dan dampak atau utilitas lulusan. Dengan demikian , kebiasaan kita menilai mutu proses pembelajaran, dan lebih khusus lagi mutu sekolah, dengan melihatnya dari persfektif luaran atau prestasi belajar anak didik tidaklah tepat. Luaran itu dapat berupa kognitif, afektif, psikomotor, emosi, dan spirit untuk hidup. Jadi tugas utama guru bukanlah mentransmisikan ilmu, apalagi hanya sebatas menuangkan materi pembelajaran seperti layaknya mengucurkan air kedalam botol. Tugas mereka adalah menciptakan kondisi agar anak dapat mempelajari cara belajar (learning how to learn). Mereka dituntut dapat mendidik anak menjadi orang yang memiliki standar perolehan pendidikan secara baik dengan proses yang baik, karena tugas guru adalah memandu anak belajar bagaimana belajar.Pendidikan dan pekerjaan, meskipun berbeda substansi dan kelembagaannya, memiliki kaitan yang erat. Sekolah merupakan lembaga utama yang paling dirasakan kepentingannya oleh kaum muda peminat pendidikan, sementara dunia kerja adalah bagian dari proses hidup yang menjadi perhatian utama orang dewasa. Sebutan kaum muda dan orang dewasa hanyalah soal waktu, sementara kemampuan dan ketrampilan yang diperoleh melalui pendidikan bersifat sepanjang hidup, meskipun sebagian diantaranya berpotensi terlupakan. Karenanya lembaga sekolah didorong menjadi penghasil pekerja terampil dan spisialis di bidangnya (Dobson dan Swaford,1980). Di banyak Negara digunakan manpower-planning (Blaug,1970) untuk menghubungkan luaran ekonomi, kebutuhan pekerja, dan persyaratan persekolahan, walaupun seleksi kelas social pada pencapaian pendidikan tetap dominan seperti halnya terjadi pada masyarakat kapitalis.C. Periode Pencarian Kerja dan Masa Tunggu.Meskipun terjadi peningkatan formasi lapangan kerja, karena jumlah lulusan sekolah meningkat pesat, muncullah pengangguran terdidik. Hal ini telah mengakibatkan tekanan yang cukup besar pada bursa tenaga kerja, khususnya pada wilayah perkotaan. Di samping itu, tradisi lulusan lebih memilih jenis pekerjaan ketimbang memaknai hakekat bekerja sangat potensial melahirkan mereka sebagai pengangguran.Gambaran yang paling menonjol dari pengangguran di wilayah perkotaan Negara-negara berkembang terkonsentrasi pada usia muda berumur 15- 24 tahun. Jumlah mereka mencapai dua atau tiga kali dari rasio seluruh seluruh pekerja di negara-negara berkembang. Karena adanya perluasan pendidikan belakangan ini, tidak mengherankan kalau pengangguran itu didominasi oleh orng-orang yang relative berpendidikan baik. Kajian mengenai kaitan antara periode pencarian kerja dan masa tunggu atau periode sebelum mendapatkan pekerjaan setelah lulus melahirkan empat preposisi1. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan upah yang ditawarkan, namun semakin lama kemungkinan periode pencari kerja.2. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi kesempatan untuk mendapatkan biaya selama menganggur, namun semakin pendek kemungkinan periode pencarian kerja.3. Semakin besar bantuan financial dari keluarga semakin lama periode pencarian kerja.Periode pencarian kerja yang bersifat terikat merupakan akibat dari informasi bursa tenaga kerja yang semakin luas dan berkurangnya aspirasi terhadap tingkat kebutuhan tenaga yang lebih rendah.D. Fenomena Pekerjaan Modern.Pendidikan dan pelatihan dengan pekerjaan memiliki kaitan yang sangat erat, karena sebagian persyaratan kerja tidak dapat dipenuhi, kecuali melalui lembaga pendidikan dan pelatihan. Sekolah merupakan institusi yang memainkan mekanisme penting dalam menentukan mobilitas social dan kedudukan populasi di dalam lini pekerjaan dari generasi ke genersi. Pada banyak Negara, sekolah direncanakan dan ditetapkan berdasarkan kontribusinya terhadap pemenuhan kebutuhan, pemberdayaan peserta didik, dan memproduk angkatan kerja. Istilah pendidikan terkadang disalah artikan dengan sekolah. Perlu diketahui dan disadari oleh semua manusia normal bahwa sekolah bukan satu-satunya bentuk real dari praksis pendidikan. Memang sekolah dasar hingga merupakan wahana pendidikan yang dominan pada masyarakat industri modern.Setiap masyarakat memiliki presepsi khusus terhadap pekerjaan, sejalan dengan pandangan hidup tempat masyarakat tersebut terorganisasi. Pada masyarakat tradisional, orang dewasa harus mampu memperoleh sandang dan pangan secara langsung sebagai perolehan dari mata pencahariannya. Dan pada masyarakat industry maju, orang dewasa harus berfungsi sebagai seorang pekerja pada perusahaan yang besar dan dengan segala birokrasi kerjanya. Sebagian proses kerjanya tidak selalu behubungan langsung dngan kebutuhan sehari- hari dan pekerjaan yang dilakukan menjadi rutinitas, dengan pengulangan- pengulangan kerja yang tinggi. Dari bekerja itulah, pekerja mendapat upah untuk pemenuhan keperluan hidupnya.Keperluan hidup itu tidak selalu identik dengan sandang, pangan, dan papan, melainkan juga sangat mungkin untuk rkreasi, berpesta, dan biaya social lainnya. Menurut Dreeben (1968), pekerjaan pekerjaan modern pada dunia industry, bercirikan :1. Tempat kerja terpisah dari rumah tangga2. Ada perbedaan antara pekerja sebagai seorang pribadi dan posisinya dalam jabatan3. Kebanyakan pekerjaannya dalam skala tinggi dan impersonal dicirikan oleh bentuk kekuasaan yang birokratis dan professional.4. Akuntabilitas individu dalam pekerjaan dan tugas dinilai berdasarkan standar kompetensi yang diset oleh organisasi dan diurus oleh supervisor.5. Individu menjadi diafiliasikan dengan organisasi kerja lebih didasari atas pengaturan kontrak yang dapat diakhiri ketimbang hubungan kekeluargaan atau etnis yang secara permanen.Pada organisasi kerja modern, perbandingan beban kerja dan kedudukan adakalanya dipisahkan atas jenis kelamin dan cirri personal yang lain. Pada banyak masyarakat, wanita banyak sekali terjun dalam jenis pekerjaan rumah tangga, seperti pembantu, tukang jahit, pelayan, guru SD, perawat, sedangkan dikantor- kantor, mereka jarang ditemukan menempati jabatan jabatan tinggi professional dan kepenyeliaan (supervisor) dibandingkan pria. Juga pada pekerjaan pekerjaan yang berisiko tinggi yang menuntut kekuatan fisik yang kuat dan memakan waktu lama, pekerja pria lebih dominan ketimbang wanita. Pada sisi lain ditemukan juga system pemisahan kerja berdasarkan kelompok etnis, imigran, dan orang desa, dan hal itu kerap kali berimplikasi pada struktur upah atau gaji.Organisasi kerja modern , karenanya sangat kompleks dan menempatkan begitu banyak control selama aktivitas kerja dan menentukan tugas kerja alamiah berdasarkan syarat- syarat yang ditetapkan oleh perusahaan atau pemiliknya, bukan atas kebutuhan dasar pekerjanya. Pekerja kadang- kadang ditempatkan pada posisi antagonis terhadap pekerja yang lain dan mereka tidak memiliki control selama aktivitas kerjanya. Beberapa kelompok social ada dibawah hierarki, sementara kelompok yang lain berada di tengah atau sebagai pimpinan puncak.Secara organisasi, sekolah memiliki hierarki dan memiliki birokrasi dengan control yang relative ketat pada tingkat dewan pendidikan, administrator, director, kepala sekolah, dan lain-lain. Guru melaksanakan sekaligus mengawasi proses kerjanya yang prosedurnya telah dibuat sedemikian rupa dan terorganisasi menurut tingkatannya. Proses kerja guru dan murid telah ditata sedemikian rupa agar implementasinya pada aktivitas sekolah tidak dicampuri oleh banyak pihak, apalagi mengarah pada hal- hal yang bersifat non akademik. Desain dan perencanaan serta implementasi kurikulum, paedagogik, kursus- kursus, seleksi buku teks, dan metode evaluasi diset oleh proses administrasi tertentu dengan atau tanpa dibantu oleh tenaga ahli.E. Posisi Pendidikan Pada Era Ekonomi ModernMemperkuat posisi pendidikan terus dugelindingkan meskipun secara umum pendidikan kita masih tetap dider permasalahan. Penguatan itu menjadi sebuah keharusan ketika modernitas di bidang ekonomi berlangsung sangat luas dan cepat. Analisis atas kinerja pendidikan di Indonesia, sejak dahulu hingga sekarang, membuat kita sampai pada kesimpulan bahwa terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam penyelenggaraan pendidikan di tanah air. Kelemahan-kelemahan mendasar itu dideskripsikan sebagai berikut :1. Bidang manajemen dan ketatalaksanaan sekolah, termasuk perguruan tinggi. Kelemahan itu mencakup dimensi proses dan substansi. Pada tataran proses, seperti perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi belum dilakukan dengan prosedur kerja yang ketat. Pada tataran substantive, seperti personalia, keuangan, sarana dan prasarana, instrument pembelajaran, layanan bantu, layanan perpustakaan dsbnya tidak hanya substansinya yang belum komprehensif, melainkan criteria keberhasilan untuk masing-masingnya belum ditetapkan secara taat asas. Kemampuan pendekatan proses beroperasi menuju capaian substantive kerap kali mengalami kendala karena berbenturan dengan prilaku birokrasi, apatisme, disiplin rendah, biaya yang kurang, instrument prilaku yang tidak valid, sifat kompetitif yang belum tumbuh, dan dukungan masyarakat yang rendah.2. Masalah pendanaan.Komitmen pemerintah Indonesia mengalokasikan dana pendidikan dinilai belum memadai oleh masyarakat, meskipun sangat mungkin baru sampai seperti itulah kemampuan yang ada. Telah muncul tuntutan dari semua lini, baik ilmuan, praktisi pendidikan, eksekutif, pimpinan partai politik, politisi, dan sebagainya untuk mendongkrak anggaran pendidikan minimal 20 % dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dalam rangka pelaksanaan pendidikan di Indonesia, anggaran pendidikan itu diperoleh dari masyarakat dan pemerintah.3. Masalah KulturalMasalah cultural yang dimaksudkan disini bermakna bahwa reformasi pendidikan sangat ditentukan oleh masyarakat pendidikan yang ada di lembaga itu. Reformasi pendidikan akan diterima secara antusias, apatis, atau ditolak oleh khalayak. Kelompok antusias memandang usaha reformasi sebagai langkah awal menuju kemajuan yang bermakna. Kelompok apatis adalah orang-orang yang memandang, ada atau tidak ada reformasi, dia tidak peduli atau dia akan tetap begitu. Kelompok yang menolak adalah mereka yang memandang bahwa tradisi yang ada harus dipertahankan alias kelompok status quo. Ketiga kelompok itu akan tetap ada pada reformasi manapun, meskipun jumlah untuk tiap kelompok dapat saja berubah melalui sosialisasi, pelibatan tugas, pengkondisian, insentif financial, disiplin administrasi, atau bahkan pemaksaan.4. Faktor geografisBagi perguruan tinggi di luar jawa. Factor ini menjadi kendala dilihat dari aspek mobilitas tenaga edukatif, kecendruangan memilih program studi atau jurusan oleh mahasiswa, kerjasama kelembagaan, kedekatan dengan sumber informasi, jaringan teknologi informasi, dan sebagainya. Factor geografis ini pula yang menyebabkan sulitnya menyusun kebijakan pendidikan yang bermutu karena peserta didik menyebar mulai dari kota metropolitan Jakarta hingga lembah baliem di Irian atau suku Kubu di JambiBAB IIIPENUTUP1. A.KESIMPULANA. Pengangguran terdidik adalah seseorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.B. Penyebab utama pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan berkembangnya lapangan kerja yang tidak sesuai dengan jurusan mereka, sehingga para lulusan tidak terserap ke dalam lapangan kerja yang ada.C. Pengangguran dapat dibedakan dalam beberapa jenis yaitu, pengangguran normal atau friksional, pengangguran siklinal, pengangguran struktural, dan pengangguran teknologi.D. Pengangguran dapat pula digolongkan sebagai berikut yaitu, Pengangguran Terbuka (Open Unemployment), Pengangguran Terselubung atau Tersembunyi (Disguissed Unemployment), Pengangguran Musiman (Seasonal Unemployment), dan Setengah Menganggur (Under Unemployment).E. Faktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah (a) ketidak cocokan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja, (b) terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal, (c) belum efisiennya fungsi pasar kerja, dan (d) budaya malas.F. Menilai kualitas sumber daya manusia suatu bangsa secara umum dapat dilihat dari mutu pendidikan bangsa tersebut.G. Mutu pendidikan dapat dilihat dari empat perspektif, yaitu masukan, proses atau transformasi, luaran atau prestasi belajar dan dampak atau utilitas lulusan.H. Pendidikan dan pekerjaan memiliki kaitan yang erat. Sekolah merupakan lembaga utama yang paling dirasakan kepentingannya oleh kaum muda peminat pendidikan, sementara dunia kerja adalah bagian dari proses hidup yang menjadi perhatian utama orang dewasa.I. Kajian mengenai kaitan antara periode pencarian kerja dan masa tunggu atau periode sebelum mendapatkan pekerjaan setelah lulus melahirkan empat preposisi yaitu (a) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin besar kemungkinan upah yang ditawarkan, namun semakin lama kemungkinan periode pencarian kerja, (b) semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi kesempatan untuk mendapatkan biaya selama menganggur, namun semakin pendek kemungkinan periode pencarian kerja, dan (c) semakin besar bantuan financial dari keluarga semakin lama periode pencarian kerja.J. Pekerjaan-pekerjaan modern pada dunia industri memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (a) tempat kerja terpisah dari rumah tangga, (b) ada perbedaan antara pekerja sebagai seorang pribadi dan posisinya dalam jabatan, (c) kebanyakan pekerjaannya dalam skala tinggi dan impersonal dicirikan oleh bentuk kekuasaan yang birokratis dan profesional, (d) akuntabilitas individu dalam pekerjaan dan tugas yang diset oleh organisasi dan diurus oleh supervisor, dan (e) individu menjadi disfiliasikan dengan organisasi kerja lebih didasari atas pengaturan kontrak yang dapat diakhiri ketimbang hubungan kekeluargaan atau etnis yang secara permanen.K. Terdapat beberapa kelemahan mendasar dalam peyelenggaraan pendidikan di tanah air, yaitu : (a) bidang manajemen dan ketatalaksanaan sekolah, termasuk perguruan tinggi, (b) masalah pendanaan, (c) masalah kultural, dan (c) faktor geografis.DAFTAR PUSTAKADanim, Sudarwan. 2003.Ekonomi Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.Elwin, Tobing. 2004.Pengangguran Tenaga Kerja Terdidik. Media Indonesia.Kunandar. 2007. Guru Profesional : Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.http://dianascyber.wordpress.com/2012/04/16/pengangguran-terdidik/

Tenaga kerjaDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebasTenaga kerjamerupakan penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Secara garis besar penduduk suatu negara dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Penduduk tergolong tenaga kerja jika penduduk tersebut telah memasuki usia kerja. Batas usia kerja yang berlaku diIndonesiaadalah berumur 15 tahun 64 tahun. Menurut pengertian ini, setiap orang yang mampu bekerja disebut sebagai tenaga kerja. Ada banyak pendapat mengenai usia dari para tenaga kerja ini, ada yang menyebutkan di atas 17 tahun ada pula yang menyebutkan di atas 20 tahun, bahkan ada yang menyebutkan di atas 7 tahun karena anak-anak jalanan sudah termasuk tenaga kerja.Daftar isi[sembunyikan] 1Klasifikasi Tenaga Kerja 1.1Berdasarkan penduduknya 1.2Berdasarkan batas kerja 1.3Berdasarkan kualitasnya 2Masalah Ketenagakerjaan 3Lihat pula 4Pranala LuarKlasifikasi Tenaga Kerja[sunting|sunting sumber]Berdasarkan penduduknya[sunting|sunting sumber] TenagakerjaTenaga kerja adalah seluruh jumlah penduduk yang dianggap dapat bekerja dan sanggup bekerja jika tidak ada permintaan kerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja, mereka yang dikelompokkan sebagai tenaga kerja yaitu mereka yang berusia antara 15 tahun sampai dengan 64 tahun. Bukan tenaga kerjaBukan tenaga kerja adalah mereka yang dianggap tidak mampu dan tidak mau bekerja, meskipun ada permintaan bekerja. Menurut Undang-Undang Tenaga Kerja No. 13 Tahun 2003, mereka adalah penduduk di luar usia, yaitu mereka yang berusia di bawah 15 tahun dan berusia di atas 64 tahun. Contoh kelompok ini adalah para pensiunan, para lansia (lanjut usia) dan anak-anak.Berdasarkan batas kerja[sunting|sunting sumber] Angkatan kerjaAngkatan kerja adalah penduduk usia produktif yang berusia 15-64 tahun yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi sementara tidak bekerja, maupun yang sedang aktif mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerjaBukan angkatan kerja adalah mereka yang berumur 10 tahun ke atas yang kegiatannya hanya bersekolah, mengurus rumah tangga dan sebagainya. Contoh kelompok ini adalah:1. anaksekolahdanmahasiswa2. paraibu rumah tanggadan orangcacat, dan3. parapengangguransukarelaBerdasarkan kualitasnya[sunting|sunting sumber] Tenaga kerja terdidikTenaga kerja terdidik adalah tenaga kerja yang memiliki suatu keahlian atau kemahiran dalam bidang tertentu dengan cara sekolah atau pendidikan formal dan nonformal. Contohnya: pengacara,dokter,guru, dan lain-lain. Tenaga kerja terlatihTenaga kerja terlatih adalah tenaga kerjayang memiliki keahlian dalam bidang tertentudengan melalui pengalaman kerja. Tenaga kerja terampil ini dibutuhkan latihan secara berulang-ulang sehingga mampu menguasai pekerjaan tersebut. Contohnya:apoteker,ahli bedah,mekanik, dan lain-lain. Tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatihTenaga kerja tidak terdidik dan tidak terlatih adalah tenaga kerja kasar yang hanya mengandalkan tenaga saja. Contoh: kuli, buruh angkut, pembantu rumah tangga, dan sebagainyaMasalah Ketenagakerjaan[sunting|sunting sumber]Berikut ini beberapa masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Rendahnya kualitas tenaga kerjaKualitas tenaga kerja dalam suatu negara dapat ditentukan dengan melihat tingkat pendidikan negara tersebut. Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia, tingkat pendidikannya masih rendah. Hal ini menyebabkan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi rendah. Minimnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan rendahnya produktivitas tenaga kerja, sehingga hal ini akan berpengaruh terhadaprendahnya kualitas hasil produksi barang dan jasa. Jumlah angkatan kerja yang tidak sebanding dengan kesempatan kerjaMeningkatnya jumlah angkatan kerja yang tidak diimbangi oleh perluasan lapangan kerja akan membawa beban tersendiri bagi perekonomian. Angkatan kerja yang tidak tertampung dalam lapangan kerja akan menyebabkan pengangguran. Padahal harapan pemerintah, semakin banyaknya jumlah angkatan kerja bisa menjadi pendorong pembangunan ekonomi. Persebaran tenaga kerja yang tidak merataSebagian besar tenaga kerja di Indonesia berada diPulau Jawa. Sementara di daerah lain masih kekurangan tenaga kerja, terutama untuk sektorpertanian, perkebunan, dan kehutanan.Dengan demikian di Pulau Jawa banyak terjadi pengangguran, sementara di daerah lain masih banyaksumber daya alamyang belum dikelola secara maksimal. PengangguranTerjadinya krisisekonomidi Indonesia banyak mengakibatkan industri di Indonesia mengalami gulung tikar. Akibatnya, banyak pula tenaga kerja yang berhenti bekerja. Selain itu, banyaknya perusahaan yang gulung tikar mengakibatkan semakin sempitnya lapangan kerja yang ada. Di sisi lain jumlah angkatan kerja terus meningkat. Dengan demikian pengangguran akan semakin banyak.http://id.wikipedia.org/wiki/Tenaga_kerja

Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Pengangguran Terdidik

Di buat untuk memenuhi tugassoftskillmata kuliahPerekonomian Indonesia

Disusun Oleh :

MITHA FILANDARI(24212612)1EB24

UNIVERSITAS GUNADARMAFAKULTAS EKONOMIJURUSAN AKUNTANSIATA2013

Kata Pengantar

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena berkat kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalahFaktor yang Menyebabkan Terjadinya Pengangguran Terdidikdengan baik.Penulisan makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Softskill mata kuliah Perekonomian Indonesia dan sesuai dengan judulnya makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai pengangguran terdidik dan penyebabnya sehingga diharapkan kita sebagai mahasiswa/i Fakultas Ekonomi khususnya dan mahasiswa pada umumnya lebih membuka pikiran kita dan merubah cara pandang kita mengenai hal yang akan dilakukan setelah lulus dari pendidikan tinggi, mencari pekerjaan atau membuka lapangan kerja kita sendiri.Sehubungan dengan selesainya penyusunan makalah ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen Perekonomian Indonesia yang telah berbagi ilmu kepada para mahasiswanya serta berbagai pihak yang telah membantu dalam penyediaan informasi. Penulisjuga mengucapkan terima kasih kepada para pembaca, kritik dan saran Anda di tunggu agar menjadikan makalah ini lebih baik lagi.

Bekasi, Mei 2013

Penulis

Abstrak

Pengangguran Terdidik adalah seseorang yang telah lulus dari perguruan tinggi negeri atau swasta dan ingin mendapat pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya.Angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Untuk itulah diperlukan berbagai macam upaya untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik. Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi seorang wirausahawan muda sangat penting dalam menumbuhkan jumlah wirausahawan. Dengan meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitufaktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup.

BAB 1.PENDAHULUAN

1.1.Latar BelakangPertumbuhan pencetakan sarjana belum sebanding dengan lapangan kerja yang dihasilkan. Setiap tahun perguruan tinggi yang meluluskan sarjana (S1) terus meningkat jumlahnya. Secara kuantitas lulusan SI dari waktu ke waktu kian membengkak, sementara mereka yang langsung diterima bekerja sangat sedikit akibatnya banyak sarjana menganggur pascalulus.Artinya, secara kualitas lulusan perguruan tinggi belum lah menjamin sukses dapat bekerja di negeri ini. Dulu, pengangguran identik dengan minimnya pendidikan. Namun kini, angka pengangguran pemuda terdidik mencapai 47,81 persen dari total angka pengangguran nasional. Lulusan perguruan tinggi menjadi pengangguran terdidik tertinggi. Perkiraan tingkat pengangguran di level 5,8- 6,1 persen pada 2013 cukup realistis dengan asumsi pertumbuhan ekonomi dikisaran 6,8-7,2 persen dimana setiap 1 persen pertumbuhan ekonomi dapat menciptakan lebih dari 350.000 kesempatan kerja. Pada 2013 tercipta 2,5 - 2,7 juta angkatan kerja baru maka perlu adanya upaya yang harus dilaksanakan untuk menampung sekian juta angkatan kerja baru tersebut agar tidak menambah banyaknya daftar pengangguran di Indonesia. Salah satunya dengan mengubah pola pikir mahasiswa yang selalu ingin menjadi pekerja/pegawai. Setelah lulus kuliah, kita tidak harus mencari pekerjaan melainkan bisa membuat lapangan pekerjaan sendiri melalui wirausaha. Hal ini lah yang dapat mengurangi adanya pengangguran terdidik.

1.2.Maksud dan TujuanDalam penulisan makalah ini, penulis menginginkan para pembaca agar :a.Dapat mengetahui definisi dari pengangguran dan pengangguran terdidik.b.Mengetahui penyebab tingginya angka pengangguran terdidik di Indonesia.c.Mengetahui hubungan antara mutu pendidikan di Indonesia dengan jumlah pengangguran terdidik.d.Mengetahui berbagai kendala dalam pendidikan tinggi.e.Mengetahui peranan pendidikan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi wirausahawan.f.Mengetahui berbagai macam upaya yang dapat dilakukan guna menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa.

1.3.Metode PenelitianPenulisan makalah ini didasarkan pada berbagai macam sumber informasi di internet, seperti website, blog, dan surat kabar.

1.4.Rumusan Masalah1.4.1.Apa yang dimaksud dengan pengangguran dan pengangguran terdidik ?1.4.2.Mengapa jumlah pengangguran terdidik di Indonesia cukup tinggi ?1.4.3.Bagaimana mutu pendidikan di Indonesia terkait banyaknya pengangguran terdidik ?1.4.4.Apa saja kendala yang mendasar pada pendidikan tinggi di Indonesia?1.4.5.Bagaimana peran pendidikan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi wirausahawan?1.4.6.Bagaimana upaya menumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa?

1.5.Landasan TeoriMenurut Menakertrans,Pengangguran adalah orang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha baru, dan tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.Berdasarkan data terakhir dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2012, TPT untuk tingkat diploma 7,5 persen dan sarjana 6,95 persen. Jumlah pengangguran secara nasional pada Februari 2012 mencapai 7,6 juta orang, dengan TPT sebesar 6.32 persen. Kemungkinan sarjana menganggur setiap tahun akan mengalami peningkatan yang signifikan.Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitufaktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup.

BAB 2.PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Pengangguran dan Pengangguran TerdidikPengangguranatautuna karyaadalah istilah untuk orang yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya.Pengangguran terdidikadalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Para penganggur terdidik biasanya dari kelompok masyarakat menengah keatas yang memungkinkan adanya jaminan kelangsungan hidup meski menganggur. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Pada masyarakat yang sedang berkembang, pendidikan dipersiapkan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Dalam arti lain tujuan akhir program pendidikan bagi masyarakat pengguna jasa pendidikan.

2.2.Faktor yang Menyebabkan Banyaknya Pengangguran Terdidik di IndonesiaFaktor-faktor yang menyebabkan meningkatnya pengangguran terdidik adalah sebagai berikut:

1. Ketidakcocokkan antara karakteristik lulusan baru yang memasuki dunia kerja (sisi penawaran tenaga kerja) dan kesempatan kerja yang tersedia (sisi permintaan tenaga kerja). Ketidakcocokan ini mungkin bersifat geografis, jenis pekerjaan, orientasi status, atau masalah keahlian khusus.

2. Terbatasnya daya serap tenaga kerja di sektor formal (tenaga kerja terdidik yang jumlahnya cukup besar memberi tekanan yang kuat terhadap kesempatan kerja di sektor formal yang jumlahnya relatif kecil).

3. Belum efisiennya fungsi pasar kerja. Di samping faktor kesulitan memperoleh lapangan kerja, arus informasi tenaga kerja yang tidak sempurna dan tidak lancar menyebabkan banyak angkatan kerja bekerja di luar bidangnya. Kemudian faktor gengsi juga menyebabkan lulusan akademi atau universitas memilih menganggur karena tidak sesuai dengan bidangnya.

4. Budaya malas juga sebagai salah satu factor penyebab tingginya angka pengangguran sarjana di Indonesia.

Selain itu, peningkatan jumlah pengangguran intelektual di Indonesia juga dinilai akibat dua faktor. Pertama, karena kompetensi mahasiswa yang kurang. Kedua, jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia memang tidak terlalu banyak. Sistem pendidikan di Indonesia yang terlalu berorientasi ke bidang akademik juga menjadi masalah, kata Penasihat Dewan Pendidikan Jawa Timur Daniel Rosyid, Senin (3/12) memberikan penilaiannya.Menurut dia, kurikulum S1 terlalu menekankan pada pengajaran akademik. Hasil akhirnya membuat mental sarjana hanya mencari kerja. Mereka tidak memikirkan cara untuk menciptakan lapangan kerja sendiri. Coba kalau pendidikan vokasi diperbanyak, jumlah pengangguran intelektual tidak bakal sebanyak sekarang, ujar Daniel.Ia menilai, kurikulum pendidikan memang tidak selalu cocok dengan tuntutan dunia kerja. Namun Daniel menuding faktor utama lebih pada banyaknya jurusan sosial yang dibuka di sebuah universitas. Adapun pendirian politeknik maupun institut rasionya dibanding universitas sangat kecil.Padahal lulusan politeknik maupun institut sangat dibutuhkan kalangan industri. Masalahnya banyak kampus yang menjual ijazah dengan mudahnya tanpa memperhatikan kualitas lulusan, kata Daniel.Guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) itu menyarankan, ke depannya pemerintah diharapkan untuk meningkatkan jumlah pendidikan vokasional. Cara itu dinilai Daniel sangat efektif sebab setidaknya bakal melahirkan lulusan yang memiliki kemampuan khusus sebelum terjun ke dunia kerja.Kurangi sarjana akademik, dan perbanyak sarjana yang memiliki skill. Ini cara tercepat mengurangi jumlah pengangguran terdidik.

2.3.Upaya dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan di IndonesiaDalam pertemuannya dengan Kabid Pemuda dan Olahraga Kabupaten situbondo, Drs. Budi Hartono mengulas bahwaDewasa ini Sumber Daya Manusia dituntut mampu berkompetisi dalam dunia global. Membangun sumber daya manusia berkualitas tentu merupakan suatu tantangan tersendiri. Akhir-akhir ini bangsa Indonesia dihadapkan pada kondisi sangat terpuruknya mutu pendidikan, walaupun tidak dapat kita pungkiri dilain sisi terdapat beberapa anak bangsa berhasil mencetak prestasi yang membanggakan bagi kita . Tentunya kita tidak dapat berpuas diri dengan hanya mengandalkan beberapa orang saja dari sekian ratus juta jiwa anak bangsa yang hidup di republik ini dalam mencetak berbagai prestasi berkaliber dunia.Kita hidup dalam dunia yang penuh perubahan. Jika kita tidak mampu mengelola perubahan itu menjadi sesuatu yang menguntungkan bagi kita maka dengan sendirinya kita akan tergilas didalam perubahan itu. Perubahan terjadi dimana mana, termasuk dalam dunia pendidikan kita.Bagi negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia saat ini sedang melakukan proses pembangunan di segala bidang. Untuk melaksanakan pembangunan itu dibutuhkanSumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas. Satu-satunya lembaga yang mampu mencetak Sumber Daya Manusia ( SDM ) berkualitas adalah lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan akan mampu mencetak SDM yang berkualitas manakala sekolah mampu mengelola pendidikan dengan cara profesional,sedangkan pengelolaan pendidikan secara profesional akan terwujud manakala didukung oleh tenaga pendidik dan kependidikan yang profesional pula. Kesadaran akan pentingnya mutu pendidikan sungguh merupakan tantangan yang tidak ringan. Pemerintah sudah cukup serius untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai cara antara lain dengan program Ujian Nasional,Akreditasi Sekolah,serta Sertifikasi bagi guru. Jika kita baru berpikir bahwa kita harus berubah, sesungguhnya kita belum terlambat asal kita segera berbuat . Oleh karenanya permasalahan ini harus segera diatasi. Mutu pendidikan yang terpuruk di negeri ini harus kita tekan. Setiap lembaga pendidikan yang ada di republik ini memiliki tanggung jawab besar terhadap mutu pendidikan yang dimulai dari proses pendidikan itu sendiri dan berakhir pada hasil pendidikan yang dicapai( Output).Program Bupati tersebut merupakan upaya menghilang disparitas kualitas pendidikan yang dirasakan selama ini, sejalan dengan Renstra Kemendikbud, bahwa pada periode 2010-2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan visi Terselenggaranya Layanan Prima Pendidikan Nasional untuk Membentuk Insan Indonesia Cerdas Komprehensif. Insan Indonesia cerdas komprehensif adalah insan yang cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual dan cerdas kinestetis.Cerdas Spiritualmemiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olah hati/kalbu untuk menumbuhkan dan memperkuat keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia termasuk budi pekerti luhur dan kepribadian unggul.Cerdas emosional dan sosial:cerdasemosionalmemiliki makna bahwa siswa mampu beraktualisasi diri melalui olah rasa untuk meningkatkan sensitivitas dan apresiativitas akan kehalusan dan keindahan seni dan budaya,serta memiliki kompetensi untuk mengekspresikannya sedangkancerdas sosialmemiliki makna agar siswa memiliki kemampuan beraktualisasi diri melaluiinteraksi sosial dengan cara (a) membina dan memupuk hubungan timbal balik;(b)demokratis;(c)empati dan simpati;menghargai kebhinnekaan dalam bermasyarakat dan bernegara;berwawasan kebangsaan dengan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara.Cerdas Intelektualmemiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olah pikir untuk memperoleh kompetensi dan kemandirian dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta menjadi insan intelektual yang kritis,kreatif,inovatif,dan imajinatif.Cerdas Kinestetismemiliki makna bahwa siswa diharapkan mampu beraktualisasi diri melalui olahraga untuk mewujudkan insan yang sehat,bugar,berdayatahan,sigap,terampil,dan trenginas.Untuk mewujudkan visi tersebut, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan lima misi yang biasa disebut lima (5) K, yaitu; ketersediaan layanan pendidikan; keterjangkauan layanan pendidikan; kualitas/mutu dan relevansi layanan pendidikan; kesetaraan memperoleh layanan pendidikan;kepastian/keterjaminan memperoleh layanan pendidikan.DenganPilar 5K ini akan membangun tembok-tembok kebijakan pendidikan, sehingga sistem pendidikan akan berkembang menjadi sesuatu bangunan yang kokoh dengan arsitekturbangunan yang responship terhadap dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, serta mengembangkan masyarakat yang lebih progresif.Implementasi pilar 5K merupakan wujud dari pelayanan prima serta sebagai bentuk pengabdian pemerintah kepada masyarakat. .Pilar Ketersediaan merefleksikan jaminan, bahwa layanan pendidikan harus tersedia bagi semua anak usiasekolah,daripendidikandasar sampai perguruan tinggi .Pilar Keterjangkauanmempunyai dua makna, yakni Keterjangkauan secara ekonomis(affordable), dan Keterjangkauan secara geografis (reacheable).PilarKualitas/Mutupendidikan memang menjadi salah satu kebijakan pendidikan pada periode 2010 2014,secaraluas mutu dapat diartikan sebagai agregat karakteristik dari produk atau jasa yang memuaskan kebutuhan konsumen/pelanggan. Karakteristik mutu dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif. Dalam pendidikan, mutu adalah suatu keberhasilan proses dan hasil belajar yang menyenangkan dan memberikan kenikmatan kepada pelanggan.Pilar Kesetaraan memilikimakna bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki kesetaraan dalam memperoleh pendidikan berkualitas dengan mdmperhatikan keberagaman latar belakang sosial-budaya, ekonomi, geografi, gender, dan sebagainya.Pilar Kepastian merupakan komitmen pemerintah untuk menjamin bahwa peserta didik dapat memilih jenis dan jalur,serta jenjang pendidikan yang sesuai dengan potensi akademis, minat dan bakatnya.

2.4.Kendala yang Mendasar pada Pendidikan Tinggi di IndonesiaSalah satu masalah mendasar yang dihadapi perguruan tinggi adalah problem relevansi dan mutu yang belum menggembirakan. Pendidikan tinggi belum bisa menjadi faktor penting yang mampu melahirkan enterpreneur dengan orientasi job creating dan kemandirian. Pengangguran terdidik dari hasil pendidikan terus bertambah, problem pengabdian masyarakat dimana perguruan tinggi tersebut berada dirasa kurang responsif, dan berkontribusi terhadap problem masyarakat. Perguruan Tinggi juga belum sepenuhnya mampu melahirkan lulusan yang memiliki akhlak mulia dan karakter yang kuat. Anarkhisme intra dan inter-kampus seperti membentuk lingkaran kekerasan, banyak kita jumpai terjadinya demo-demo yang bersifat anarkhis yang dilakukan oleh kelompok mahasiswa. Tentu banyak juga prestasi yang telah dicapai, akan tetapi gaung masalah ini lebih bergema dibanding deretan prestasi-prestasi.Melihat hal ini, kita selalu dituntut untuk mencari akar masalahnya. Apakah akar masalahnya berada pada kurikulum dan literatur yang diberikan yang tidak terkoordinasi, akreditasi kelembagaan yang tidak terukur, tenaga pendidik yang belum terakreditasi, atau masalah lainnya. Dalam hal ini, setidaknya kita mencatat berbagai kendala mendasar yang ada dalam dunia pendidikan tinggi yaitu:Pertama,masih rendahnya kualitas pendidik. Masalah ini merupakan persoalan krusial yang harus segera diatasi, karena akan berdampak signifikan terhadap lulusan yang dihasilkan. Salah satu yang akan terdampak adalah indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang selama ini dinilai masih rendah. Terkait dengan ini, dibutuhkan perhatian yang serius dalam rangka meningkatkan kualitas pendidik. Para dosen harus secara berkelanjutan melakukan update kemampuan dan ilmunya, sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berjalan.Kedua,belum memadainya fasilitas pendidikan. Hingga kini masih banyak pendidikan tinggi yang belum memiliki fasilitas pendidikan yang lengkap, sehingga proses pembelajaran dan hasil lulusan menjadi kurang optimal. Perlu diingat bahwa tanpa fasilitas yang memadai dan relevan dengan kebutuhan, maka hasil pendidikan tidak akan optimal. Hal ini pada umumnya terjadi di berbagai fakultas yang membutuhkan alat peraga dan alat praktek dalam proses pembelajaran seperti fakultas kedokteran, fakultas teknik, fakultas peternakan, fakultas pertanian, dan lain sebagainya.Ketiga, masalah efektivitas pendidikan. Efektivitas pendidikan terkait erat dengan kualitas sumber daya manusia yang dihasilkan oleh pendidikan tinggi. Namun kenyataan yang sangat memprihatinkan adalah, bahwa di Indonesia, hingga kini masih banyak penyelenggaraan pendidikan tinggi yang belum efektif, sehingga hanya sedikit pendidikan tinggi Indonesia yang masuk pada ranking atas pendidikan tinggi di tingkat dunia dan bahkan tingkat Asia. Kenyataan ini menunjukkan betapa parahnya kualitas pendidikan tinggi di kebanyakanpendidikan tinggi Indonesia, dan tentu saja hal ini berimplikasi pada sumber daya manusia yang dihasilkan.Keempat, mahalnya biaya pendidikan. Sebagaimana kita ketahui bersama, hingga kini masyarakat masih harus menanggung banyak biaya, sehingga hanya golongan masyarakat mampu yang dapat membiayai pendidikan anaknya di jenjang pendidikan ini. Meskipun Pemerintah menyediakan beasiswa untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu, namun jumlahnya hanya sedikit. Dampak khir dari kenyataan ini adalah ketidakadilan dalam memperoleh hak atas pendidikan.Kelima,masalah pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik terkait dengan kualitas pendidikan tinggi. Banyaknya lulusan pendidikan tinggi yang tidak dapat segera memasuki dunia kerja, apalagi menciptakan lapangan kerja sendiri, merupakan permasalahan krusial dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Berdasarkan pengamatan, pengangguran terdidik di Indonesia terus mengalami peningkatan sejak beberapa tahun terakhir,sementara jumlah penganggur tidak terdidik makin turun. Dengan me-lonjaknya jumlah pengangguran intelektual maka tugas pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja juga akan semakin susah. Dankeenam, link and match antara pendidikan tinggi dan kebutuhan akan sumberdaya manusia di lapangan kerja. Pendidikan tinggi bagai berjalan dengan iramanya sendiri, sementara kondisi riil di lapangan kurang diperhatikan secara matang. Akhirnya pendidikan tinggi tidak mampu menjadi faktor yang penting dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pendidikan tinggi belum mampu sepenuhnya mampu melahirkan sumberdaya manusia yang layak diterima di lapangan kerja yang ada, dan pendidikan tinggi juga belum mampu menghasilkan entrepreneur yang memiliki keberanian dan kemandirian.Anggota Dewan mencatat bahwa permasalahan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, memang cukup banyak dan kompleks. Sehingga, dengan melihat berbagai permasalah pokok diatas, termasuk masalah legislasi dan implementasinya, Dewan mengusulkan upaya yang kuat untuk membentuk RUU tentang Pendidikan Tinggi. Dewan berpendapat bahwa, penyelenggaraan pendidikan tinggi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari penyelenggaraan pendidikan nasional, tidak dapat dilepaskan dari amanat pasal 31 ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi: Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.Dengan adanya Undang-undang, tentu saja diharapkan bahwa dunia pendidikan tinggi dapat menghadapi perkembangan globalisasi yang makin mengutamakan basis ilmu pengetahuan dan peran strategis dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan umat manusia. Selain itu, dengan adanya UU Pendidikan Tinggi, diharapkan sejumlah persoalan yang menjadi kendala dalam mewujudkan pendidikan tinggi dapat terjawab.

2.5.Peran Pendidikan Tinggi Dalam Memotivasi Mahasiswa Menjadi WirausahawanTingginya angka pengangguran yang ditamatkan pendidikan tinggi di Indonesia mengalihkan perhatian kita untuk memburu model pendidikan macam apa yang cocok saat ini diterapkan di perguruan tinggi. Untuk menjawab persoalan tersebut di setiap perguruan tinggi saat ini sudah mulai mirintis program pendidikan kewirausahan.Program Pengembangan Kewirausahaan dilaksanakan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan pada para mahasiswa dan juga staf pengajar serta diharapkan menjadi wahana pengintegrasian secara sinergi antara penguasaan sains dan teknologi dengan jiwa kewirausahaan. Selain itu diharapkan pula hasil-hasil penelitian dan pengembangan tidak hanya bernilai akademis saja, namum mempunyai nilai tambah bagi kemandirian perekonomian bangsa. Kewirausahaan, dapat didefinisikan sebagai kemampuan melihat dan menilai kesempatan-kesempatan (peluang) bisnis serta kemampuan mengoptimalisasikan sumberdaya dan mengambil tindakan serta bermotivasi tinggi dalam mengambil resiko dalam rangka mensukseskan bisnisnya.Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswa menjadi seorang wirausahawan muda sangat penting dalam menumbuhkan jumlah wirausahawan. Dengan meningkatnya wirausahawan dari kalangan sarjana akan mengurangi pertambahan jumlah pengangguran bahkan menambah jumlah lapangan pekerjaan. Pertanyaannya adalah bagaimana pihak perguruan tinggi dapat mencetak wirausahawan muda. Pendidikan kewirausahaan di Indonesia masih kurang memperoleh perhatian yang cukup memadai, baik oleh dunia pendidikan maupun masyarakat. Banyak pendidik yang kurang memperhatikan penumbuhan sikap dan perilaku kewirausahaan sasaran didik, baik di sekolah-sekolah menengah, maupun di pendidikan tinggi. Orientasi mereka, pada umumnya hanya pada menyiapkan tenaga kerja.Selain itu pula, secara historis masyarakat kita memiliki sikap feodal yang diwarisi dari penjajah Belanda, ikut mewarnai orientasi pendidikan kita. Sebagian besar anggota masyarakat mengaharapkan output pendidikan sebagai pekerja, sebab dalam pandangan mereka bahwa pekerja (terutama pegawai negeri) adalah priyayi yang memiliki status sosial cukup tinggi dan disegani oleh warga masyarakat. Lengkaplah sudah, baik pendidik, institusi pendidikan, maupun masyarakat, memiliki persepsi yang sama terhadap harapan ouput pendidikan.Berbeda dengan di negara maju, misalkan Amerika Serikat. Di Amerika Serikat sejak 1983 telah merasakan pentingnya pendidikan kejuruan. Di mana Pendidikan kewiraushaan yang dikembangkan diarahkan pada usaha memperbaiki posisi Amerika dalam persaingan ekonomi dan militer. Pendidikan kewirausahaan khususnya yang berkenaan dengan pendidikan bisnis, dikatakan bahwa dapat dilakukan pada setiap level pendidikan, baik pada level Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, maupun di perguruan tinggi.Sebagai negara sedang berkembang, Indonesia termasuk masih kekurangan wirausahawan. Hal ini dapat dipahami, kerena kondisi pendidikan di Indonesia masih belum menunjang kebutuhan pembangunan sektor ekonomi. Perhatikan, hampir seluruh sekolah/PT masih didominasi oleh pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran yang konvensional. Mengapa hal itu dapat terjadi? Di satu sisi institusi pendidikan dan masyarakat kurang mendukung pertumbuhan wirausahawan. Di sisi lain, banyak kebijakan pemerintah yang tidak dapat mendorong semangat kerja masyarakat, misalkan kebijakan harga maksimum beras, maupun subsidi yang berlebihan yang tidak mendidik perilaku ekonomi masyarakat.Sebagian besar pendorong perubahan, inovasi dan kemajuan suatu negara adalah para wirausahawan. Wirausahawan adalah seorang yang menciptakan sebuah bisnis yang berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian bertujuan memperoleh profit dan mengalami pertumbuhan dengan cara mengidentifikasi kesempatan dan memanfaatkan sumber daya yang diperlukan. Dewasa ini banyak kesempatan untuk berwirausaha bagi setiap orang yang jeli melihat peluang bisnis tersebut. Karier kewirausahaan dapat mendukung kesejahteraan masyarakat serta memberikan banyak pilihan barang dan jasa bagi konsumen, baik dalam maupun luar negeri. Meskipun perusahaan raksasa lebih menarik perhatian publik dan sering kali menghiasi berita utama, bisnis kecil tidak kalah penting perannya bagi kehidupan sosial dan pertumbuhan ekonomi suatu negara.Oleh karena itu pemerintah mengharapkan para mahasiswa mempunyai kemampuan dan keberanian untuk mendirikan bisnis baru meskipun secara ukuran bisnis termasuk kecil, tetapi membuka kesempatan pekerjaan bagi banyak orang. Pihak perguruan tinggi bertanggung jawab dalam mendidik dan memberikan kemampuan dalam melihat peluang bisnis serta mengelola bisnis tersebut serta memberikan motivasi untuk mempunyai keberanian menghadapi resiko bisnis. Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi para mahasiswanya menjadiyoung entrepreneursmerupakan bagian dari salah satu faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan. Menurut Thomas Zimmerer dalam Kirschheimer, DW, ada 8 faktor pendorong pertumbuhan kewirausahaan antara lain sebagai berikut:1.Wirausahawan Sebagai Pahlawan.Faktor di atas sangat mendorong setiap orang untuk mencoba mempunyai usaha sendiri karena adanya sikap masyarakat bahwa seorang wirausaha dianggap sebagai pahlawan serta sebagai model untuk diikuti. Sehingga status inilah yang mendorong seseorang memulai usaha sendiri. 2.Pendidikan Kewirausahaan.Pendidikan kewirausahaan sangat populer di banyak akademi dan universitas di Amerika. Banyak mahasiswa semakin takut dengan berkurangnya kesempatan kerja yang tersedia sehingga mendorong untuk belajar kewirausahaan dengan tujuan setelah selesai kuliah dapat membuka usaha sendiri. 3. Faktor ekonomi dan Kependudukan.Dari segi demografi sebagian besar entrepreneur memulai bisnis antara umur 25 tahun sampai dengan 39 tahun. Hal ini didukung oleh komposisi jumlah penduduk di suatu negara, sebagian besar pada kisaran umur diatas. Lebih lagi, banyak orang menyadari bahwa dalam kewirausahaan tidak ada pembatasan baik dalam hal umur, jenis kelamin, ras, latar belakang ekonomi atau apapun juga dalam mencapai sukses dengan memiliki bisnis sendiri. 4. Pergeseran ke Ekonomi JasaDi Amerika pada tahun 2000 sektor jasa menghasilkan 92% pekerjaan dan 85% GDP negara tersebut. Karena sektor jasa relatif rendah investasi awalnya sehingga untuk menjadi populer di kalangan para wirausaha dan mendorong wirausaha untuk mencoba memulai usaha sendiri di bidang jasa. 5. Kemajuan Teknologi.Dengan bantuan mesin bisnis modern seperti komputer, laptop, notebook, mesin fax, printer laser, printer color, mesin penjawab telpon, seseorang dapat bekerja dirumah seperti layaknya bisnis besar. Pada zaman dulu, tingginya biaya teknologi membuat bisnis kecil tidak mungkin bersaing dengan bisnis besar yang mampu membeli alat-alat tersebut. Sekarang komputer dan alat komunikasi tersebut harganya berada dalam jangkauan bisnis kecil. 6. Gaya Hidup Bebas.Kewirausahaan sesuai dengan keinginan gaya hidup orang Amerika yang menyukai kebebasan dan kemandirian yaitu ingin bebas memilih tempat mereka tinggal dan jam kerja yang mereka sukai. Meskipun keamanan keuangan tetap merupakan sasaran penting bagi hampir semua wirausahawan, tetapi banyak prioritas lain seperti lebih banyak waktu untuk keluarga dan teman, lebih banyak waktu senggang dan lebih besar kemampuan mengendalikan stress hubungan dengan kerja. Dalam penelitian yang telah dilakukan bahwa 77% orang dewasa yang diteliti, menetapkan penggunaan lebih banyak waktu dengan keluarga dan teman sebagai prioritas pertama. Menghasilkan uang berada pada urutan kelima dan membelanjakan uang untuk membeli barang berada pada urutan terakhir. 7. E-Commerce dan The World-Wide-WebPerdagangan on-line tumbuh cepat sekali, sehingga menciptakan perdagangan banyak kesempatan bagi wirausahawan berbasis internet atau website. Data menunjukkan bahwa 47% bisnis kecil melakukan akses internet sedangkan 35% sudah mempunyai website sendiri. Faktor ini juga mendorong pertumbuhan wirausahawan di beberapa negara. 8. Peluang Internasional.Dalam mencari pelanggan, bisnis kecil kini tidak lagi dibatasi dalam ruang lingkup Negara sendiri. Pergeseran dalam ekonomi global yang dramatis telah membuka pintu ke peluang bisnis yang luar biasa bagi para wirausahawan yang bersedia menggapai seluruh dunia. Kejadian dunia seperti runtuhnya tembok Berlin, revolusi di negara-negara baltik Uni Soviet dan hilangnya hambatan perdagangan sebagai hasil perjanjian Masyarakat Ekonomi Eropa, telah membuka sebagian besar pasar dunia bagi para wirausahawan. Peluang Internasional akan terus berlanjut dan tumbuh dengan cepat pada abad ke 21.Faktor yang mendukung pembahasan ini adalah faktor Pendidikan Kewirausahaan. Di luar negeri banyak universitas mempunyai suatu program khusus dalam mempelajari bidang kewirausahaan, sehingga ada suatu embrioyoung entrepreneurs.Peranan perguruan tinggi hanya sekedar menjadi fasilitator dalam memotivasi, mengarahkan dan penyedia sarana prasarana dalam mempersiapkan sarjana yang mempunyai motivasi kuat, keberanian, kemampuan serta karakter pendukung dalam mendirikan bisnis baru.Peranan perguruan tinggi dalam memotivasi mahasiswanya menjadi wirausahawan muda sangatlah penting. Hal ini dilihat dari beberapa pembahasan bidang kewirausahaan yang telah dikemukakan diatas. Masalahnya adalah bagaimana pihak perguruan tinggi mampu melakukan peranannya dengan benar dan mampu menghasilkan sarjana yang siap berwirausaha. Peranan pihak perguruan tinggi dalam menyediakan suatu wadah yang memberikan kesempatan memulai usaha sejak masa kuliah sangatlah penting, sesuai dengan pendapat Thomas Zimmerer bahwa memulai bisnis, bisa pada saat masa kuliah berjalan, akan tetapi yang lebih penting adalah bagaimana peranan perguruang tinggi dalam hal memotivasi mahasiswanya untuk tergabung dalam wadah tersebut. Karena tanpa memberikan gambaran secara jelas apa saja manfaat berwirausaha, maka besar kemungkinan para mahasiswa tidak ada yang termotivasi untuk memperdalam keterampilan berbisnisnya.Oleh karena itu, pihak perguruan tinggi juga perlu mengetahui faktor yang paling dominan memotivasi mahasiswa dalam berwirausaha. Hasil penelitian mengatakan bahwa ada 3 faktor paling dominan dalam memotivasi sarjana menjadi wirausahawan yaitufaktor kesempatan, faktor kebebasan, faktor kepuasan hidup. Ketiga faktor itulah yang membuat mereka menjadi wirausahawan. Tulisan ini sangat membantu pihak perguruan tinggi dalam memberikan informasi kepada para mahasiswanya, bahwa menjadi wirausahawan akan mendapatkan beberapa kesempatan, kebebasan dan kepuasan hidup. Proses penyampaian ini harus sering dilakukan sehingga mahasiswa semakin termotivasi untuk memulai berwirausaha. Sebab banyak mahasiswa merasa takut menghadapi resiko bisnis yang mungkin muncul yang membuat mereka membatalkan rencana bisnis sejak dini.Motivasi yang semakin besar, ada pada mahasiswa menyebabkan wadah yang disiapkan oleh pihak perguruan tinggi tidak sia-sia, melainkan akan melahirkan wirausahawan muda yang handal. Dengan semakin banyaknya mahasiswa memulai usaha sejak masa kuliah, maka besar kemungkinan setelah lulus akan melanjutkan usaha yang sudah dirintisnya. Sehingga semakin berkurangnya jumlah pengangguran di negara kita, akan tetapi sebaliknya semakin bertambahnya jumlah lapangan pekerjaan yang dibuka.

2.6.Upaya Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di Kalangan Mahasiswa

a.Upaya Menumbuhkan Minat dan Motivasi BerwirausahaSemakin maju suatu negara semakin banyak orang yang terdidik, dan banyak pula orang yang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Oleh sebab itu, wirausaha merupakan potensi pembangunan, baik dalam jumlah maupun dalam mutu wirausaha itu sendiri. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan Indonesia masih sedikit dan mutunya belum bisa dikatakan hebat, sehingga upaya pembangunan wirausaha di Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan nasional.Minat berwirausaha perlu dan harus ditumbuhkembangkan di kalangan masyarakat termasuk mahasiswa karena memiliki manfaat banyak sekali antara lain: (1) menambah daya tampung tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan masyarakat; (2) meningkatkan produktivitas, dengan menggunakan metode baru, maka wirausaha dapat meningkatkan produktivitasnya; (3) meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan pekerjaan. Wirausaha serta usaha kecil memberikan lapangan kerja yang cukup besar sehingga dapat memberi kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi; (4) menciptakan teknologi baru dan menciptakan produk dan jasa baru. Banyak wirausaha yang memanfaatkan peluang dengan menciptakan produk atau jasa baru. Kalaupun mereka masih mempertahankan produk lama, produk tersebut merupakan produk yang sudah diperbaiki; (5) mendorong inovasi, meskipun biasanya mereka tidak menciptakan sesuatu yang baru, tetapi mereka dapat mengembangkan metode atau produk yang inovatif.Salah satu upaya untuk mewujudkan kemandirian dan ketangguhan ekonomi nasional adalah melalui pengembangan, pemantapan sikap, perilaku dan kemampuan serta minat berwirausaha. Dengan berkembangnya minat dan lahirnya wirausaha-wirausaha nasional akan menjadi penggerak roda perekonomian nasional serta memacu pertumbuhan ekonomi nasional yang pada gilirannya akan memperkuat struktur perekonomian nasional. Upaya ini perlu didukung oleh semua kalangan baik unsur pemerintah, masyarakat termasuk mahasiswa maupun dunia usaha secara terarah dan berkesinambungan.Di Amerika ada budaya keinginan seseorang untuk menjadi bos sendiri, memiliki peluang individual, menjadi sukses dan menghimpun kekayaan, ini semua merupakan aspek yang utama dalam mendorong berdirinya kegiatan kewirausahaan. Di negara lain motivasi utama mendirikan bisnis bukan mencari uang semata akan tetapi karena faktor lingkungan yang banyak dijumpai berbagai macam perusahaan, lingkungan semacam ini sangat mendorong pembentukan kewirausahaan. Dorongan membentuk wirausaha juga datang dari teman pergaulan, lingkungan famili, dan sahabat. Mereka dapat berdiskusi tentang ide wirausaha, masalah yang dihadapi dan cara-cara mengatasi masalahnya. Pendidikan formal dan pengalaman bisnis kecil-kecilan yang dimiliki oleh seseorang dapat menjadi potensi utama untuk menjadi wirausaha yang berhasil.Beberapa motivasi yang mendorong seseorang berwirausaha antara lain: (1) alasan keuangan, yaitu untuk mencari nafkah, untuk menjadi kaya, untuk mencari pendapatan tambahan; (2) alasan sosial, yaitu untuk memperoleh gengsi/status untuk dapat dikenal dan dihormati, agar dapat bertemu dengan orang banyak; (3) alasan pelayanan yaitu untuk memberi pekerjaan pada masyarakat, untuk membantu ekonomi masyarakat, untuk masa depan anak dan keluarga,; (4) alasan pemenuhan diri, yaitu untuk menjadi atasan mandiri, untuk menghindari ketergantungan pada orang lain, untuk mencapai sesuatu yang diinginkan, untuk menjadi lebih produktif, untuk menggunakan kemampuan pribadi atau berprestasi.

b.Cara Menumbuhkembangkan Kewirausahaan di kalangan mahasiswaMenumbuhkembangkan kewirausahaan di kalangan mahasiswa dapat dilaksanakan melalui:1.Kurikulum Perguruan Tinggi. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dalam kurikulum perguruan tinggi perlu dimasukkan mata kuliah kewirausahaan pada program studi. Dengan dicantumkan dalam kurikulum pada program studi, maka secara kurikuler para mahasiswa dapat belajar tentang berbagai teori dan pengetahuan serta ketrampilan kewirausahaan yang dapat dijadikan bekal dalam menekuni dan terjun ke dunia kewirausahaan baik selama menjadi mahasiswa dan terutama setelah mereka mernyelesaikan studi.

2.Program Belajar Bekerja Terpadu (PBBT) yaitu suatu program pendidikan yang memadukan belajar dan bekerja dengan cara memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bekerja sebagai layaknya karyawan dalam dunia kerja (khususnya UKM). Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa S1 yang telah selesai semester VI atau lebih, dengan waktu tiga sampai dengan enam bulan. Dalam program ini mahasiswa bekerja di suatu perusahaan dan mendapat kompensasi keuangan serta bantuan lainnya seperti transport, pemondokan sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan atau sponsor. Mahasiswa peserta program ini jika sudah selesai diberi surat keterangan bekerja dari perusahaan, dan akan dikembalikan ke perguruan tinggi asal sebelum berakhir masa programnya jika mahasiswa tersebut melanggar peraturan yang berlaku dalam perusahaan tempat ia bekerja. Program ini berbeda dengan magang atau praktek kerja lapangan karena bersifat suka rela dan selektif (mahasiswa mengajukan permohonan dan menempuh seluruh proses seleksi) dan tidak harus terkait pada suatu mata kuliah.Untuk mengembangkan Program Belajar Bekerja Terpadu perlu pelatihan bagi mahasiswa oleh Kantor Menteri Negara, Koperasi dan UMKM. Pendanaan pihak ketiga selain Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi, misalnya PLN, Telkom, Departemen Sosial. Disamping itu juga dengan penguatan lembaga pendamping mahasiswa Program Belajar Bekerja Terpadu.

3.Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Laboratorium MahasiswaMenurut data dari Disperindagkop DIY jumlah UMKM yang ada di Propinsi ini sekitar 400.000 UMKM termasuk industri kecil. Pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) menghadapi persaingan yang lebih kompetitif, sehingga harus memiliki modal sebagai berikut: (1) kemauan atau minat. Minat atau keinginan adalah kecenderungan hati yang tinggi terhadapsesuatu, misalnya berminat menjadi wirausaha. Dengan minat yang tinggi tersebut maka benturan, halangan atau juga rintangan yang dialami dapat dikalahkan; (2) keberanian. Keberanian disini adalah sikap berani untuk memulai merubah pola pandang dan pola pikir yang akhirnya akan melandasi sikap kuat untuk berwirausaha; (3) kreativitas, kunci atau modal utama orang yang hendak terjun dalam usaha ini harus kreatif dan inovatif terhadap hasil produk maupun untuk melangkah ke pemasaran; (4) semangat. Semangat adalah nafsu untuk bekerja, berjuang dan bertindak atau melakukan sesuatu yang berlandaskan kekuatan, kegembiraan, serta gairah batin. Orang yang bersemangat adalah orang yang kuat, berniat untuk mengalahkan segenap tantangan dan halangan yang menghadang di depannya. Tanpa semangat tinggi, seseorang yang hendak melaksanakan usaha hanyalah laksana sayur kurang garam, terasa hambar dalam usahanya; (5) materi (uang).Uang memang hal yang penting dalam usaha ini, namun jumlahnya yang besar tidak terlalu dipentingkan dalam usaha khususnya industri kecil maupun UMKM. Keberadaan uang hanyalah merupakan pelengkap usaha tersebut mengingat modal utama dalam UMKM adalah : minat, keberanian, kreativitas dan semangat.

Antara UMKM dengan Perguruan Tinggi saling membutuhkan, sehingga perlu dibangun kerjasama yang baik. Kebutuhan UMKM terhadap Perguruan Tinggi antara lain: (a) laboratorium. Dengan adanya laboratorium ini akan mempermudah UMKM mengetahui hasil-hasil dari produknya, misalnya dari produk Virgin Coconut Oil (VCO), ingin tahu secepatnya kandungan yang terdapat dalam minyak, berapa asam larutan, asam kaproat, asam linoleat dan sebagainya. Namun juga sebaliknya, UMKM dapat juga disebut sebagai laboratoriumnya mahasiswa karena tidak sedikit mahasiswa yang melakukan praktek di UMKM sebagai contoh Kuliah Kerja Nyata (KKN); (b) skill. Dalam keberadaannya ternyata UMKM juga sangat membutuhkan tenaga dari Perguruan Tinggi yang telah terampil membantu mengembangkan produk-produknya.Perguruan tinggi juga telah banyak bekerjasama dalam pengembangan UMKM seperti pada pembuatan VCO, telah di kirim beberapa mahasiswa untuk berlatih membuat minyak tersebut yang pada waktu itu masyarakat belum banyak mengenal tentang manfaatnya. Kendalanya adalah kadang-kadang teori dan praktek berbeda. Manfaat yang dapat dipetik oleh UMKM, diantaranya terjadi kerja sama yang baik dengan mahasiswa. Banyak Mahasiswa dari luar daerah ikut memasarkan produk, membantu proses produksi sehingga mendapatkan hasil berkualitas dan melalui penelitian ilmiah. Mahasiswa juga banyak mendapat manfaatnya karena dapat melakukan penelitian yang telah tersedia bahan-bahannya tanpa harus mencari sendiri.

BAB 3.PENUTUP

3.1.Kesimpulan

Pengangguran terdidik adalah seorang yang telah lulus pendidikan dan ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memperolehnya. Pengangguran terdidik sangat berkaitan dengan masalah pendidikan di Negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas dan pandangan masyarakat. Sehingga untuk mengurangi jumlah pengangguran terdidik perlu dilakukan upaya untuk mengembangkan minat kewirausahaan dikalangan mahasiswa, yaitu dengan cara sebagai berikut:1.Kurikulum Perguruan Tinggi.2.Program Belajar Bekerja Terpadu (PBBT)3.Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagai Laboratorium Mahasiswa

Daftar Pustaka

http://upy.ac.id/ekonomi/files/UPAYA%20MENUMBUHKEMBANGKAN%20KEWIRAUSAHAAN%20DI%20KALANGAN%20MAHASISWA%20%28ENDANG%20TRI%20WAHYUNI%29.pdfhttp://dianascyber.wordpress.com/2012/04/16/pengangguran-terdidik/http://intanaisyah9.blogspot.com/2013/01/faktor-faktor-penyebab-meningkatnya.htmlhttp://edukasi.kompasiana.com/2012/03/05/upaya-hilangkan-disparatis-kualitas-pendidikan-444579.htmlhttp://www.dpr.go.id/parlementaria/magazine/m-92-2012.pdfhttp://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/12/03/megkng-banyak-pengangguran-terdidik-karena-sarjana-bermental-akademikhttp://www.centroone.com/news/2012/09/2ss/sarjana-jadi-pengangguran-terdidik-tertinggi/http://www.neraca.co.id/harian/article/25422/Atasi.Pengangguran.Terdidikhttp://www.pendidikan-diy.go.id/dinas_v4/index.php?view=v_artikel&id=17http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/12/12/03/megijz-sarjana-indonesia-dinilai-masih-mentahhttp://id.wikipedia.org/wiki/Pengangguranhttp://pelajaranilmu.blogspot.com/2012/06/pengertian-pengangguran.htmlhttp://mithafilandari.blogspot.com/2013/05/faktor-yang-menyebabkan-terjadinya.html

StrategiPenangananPengangguranTerdidik028 May 2013Pengangguran Terdidikby ADMINSalah satu isu penting pada yang harus ditangani oleh Pemerintah adalah bagaimana cara mengatasi Pengangguran Terdidik lulusan Perguruan Tinggi (setingkat Sarjana dan D3) yang disebabkan oleh adanya kesenjanganlink & matchantara perguruan tinggi dengan dunia kerja dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan (pasca Pemilu) pada saat Indonesia menghadapi kondisi krisis ekonomi global saat ini.Pengertian pengangguran terdidik yang dimaksud dalam rekomendasi ini adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan perguruan tinggi setingkat akademi sampai dengan universitas tetapi belum memilki pekerjaan.Penangan pengurangan pengangguran terdidik dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu dari aspek pendidikan dan aspek ketenagakerjaan. Dari sisi pendidikan, sudah jelas bahwa dunia pendidikan harus dapat menghasilkan output lulusan yang siap diserap oleh pasar kerja, khususnya pendidikan berkualitas yang berorientasi pada pasar kerja, maupun yang mampu menumbuhkan minat kewirausahaan.Adalah menjadi tugas pemerintah untuk mewujudkan pendidikan tinggi yang berbasis pada pasar kerja (labour market base) bukan sekedar padaproduct baseyang mengahasilkan lulusan berkualitas namun tidak secara jelas untuk kebutuhan apa. Disinilah pentingnya Pemerintah juga harus lebih serius untuk medorong para penyelenggara perguruan tinggi untuk mengubah paradigma kehidupan kampus darijob seekermenjadiEntrepreneur.Semakin besarnya angka pengangguran terdidik secara potensial dapat menyebabkan dampak yaitu: (1) timbulnya masalah sosial akibat pengangguran, (2) pemborosan sumber daya pendidikan, (3) menurunnya penghargaan dan kepercayaan masyarakat terhadap pendidikan1.Ada dua kondisi penting yang perlu dicermati yang dapat dijadikan momentum sekaligus tantangan guna mengatasi pengangguran terdidik sekarang ini. Yang pertama, Indonesia tengah menghadapi kelesuan dan perlambatan ekonomi sebagai dampak dari krisis global. Kedua, Pemilihan Umum pada tahun 2009 ini akan memberikan corak dan arah kebijakan strategis pada kurun waktu 5 tahun mendatang untuk menjawab apakah pengangguran terdidik akan dimasukan sebagai agenda kebijakan (policy agenda) dan dinilai sebagai isu strategis. Makalah ini bertujuan untuk memberikan sumbang saran konstruktif atas upaya antisipatif mengatasi masalah pengangguran terdidik ditengah dua kondisi tersebut diatas.SASARAN REKOMENDASIRekomendasi kebijakan ini ditujukan kepada Departemen Tenaga Kerja & Transmigrasi dan Departemen Pendidikan Nasional juga kalangan dunia pendidikan tinggi.IDENTIFIKASI MASALAHLatar Belakang MasalahPengangguran termasuk didalamnya pengangguran terdidik telah menjadi kondisi bermasalah yang cukup akut dan menimbulkan implikasi serius di hampir semua negara, terlebih pada negara-negara yang mengalami kemerosotan ekonomi akibat krisis global dewasa ini. Tak bisa disangkal bahwa kondisi tersebut memberikan dampak yang luas kepada hampir semua aspek kehidupan dan menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak dapat diabaikan. Tidak kurang dari pernyataan yang dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, pada Konferensi Ekonomi & Pembangunan pada tanggal 29 November 2008 yang mengatakan :Jika tidak ditangani secara tepat, krisis keuangan akan menjelma menjadi krisis kemanusiaan dikemudian hari. Keresahan sosial dan ketidakstabilan politik akan meningkat, memperparah persoalan lainnya. Bahayanya, sebuah rangkaian krisis satu sama lain saling menghantam dengan potensi menghancurkan semua pihak.Krisis keuangan global telah memberikan dampak nyata terhadap penurunan aktifitas ekonomi di seluruh dunia. Kontraksi ekonomi akan memberikan sumbangan negatif terhadap penciptaan lapangan kerja. Negara-negara yang memang telah mempunyai masalah dengan pengangguran, akan semakin tertekan. Indonesia misalnya, dengan angka pengangguran sebesar 8,3 persen pada tahun lalu, menurut Pelaksana Tugas Menko Perekonomian, Sri Mulyani Indrawati di Jakarta2, telah menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di Asia. Dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ini. Misalnya, Philipina yang memiliki angka pengangguran 7,3 persen, Korea Selatan 3,5 persen, Malaysia 3,3 persen dan Thailand 1,4 persen, Indonesia menghadapi masalah berat dengan ongkos sosial dan politik yang tidak kecil.Sebenarnya dibandingkan dengan masa saat pemerintah ini mulai memimpin, angka pengangguran di Indonesia sudah menurun. Pada 2004, saat pertama kali Susilo Bambang Yudhoyono menjadi presiden Indonesia, angka pengangguran berada pada angka 9,9 persen. Sekarang sudah turun menjadi 8,3 persen, namun dinilai masih sangat tinggi.Jumlah pengangguran di Indonesia berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Kepala Biro Pusat Statistik Rusman Heriawan di Bappenas pada tanggal 19 Januari 2009, dikatakan bahwa akan terjadi penambahan pengangguran sekitar 300 ribu orang pada tahun ini. Hal tersebut disebabkan karena target pertumbuhan ekonomi berada pada kisaran 5,5 persen. Dengan asumsi angka pertumbuhan tersebut, tenaga kerja yang dapat diserap maksimum hanya 2,2 juta orang saja.Masalah ketenagakerjaan di Indonesia kembali memunculkan satu problem yang signifikan, yaitu besarnya angka pengangguran terdidik. Yang dimaksud dengan pengangguran terdidik sebenarnya adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan. Pada tahun 2008 ini, sebanyak 4,5 juta dari 9,4 juta orang pengangguran berasal dari lulusan SMA, SMK, program Diploma, dan Universitas. Artinya, separuh dari total angka pengangguran adalah pengangguran terdidik.Dalam makalah ini yang akan disinggung adalah hanya pengangguran terdidik yang berasal dari lulusan perguruan tinggi saja. Mereka tidak terserap oleh pasar kerja, khususnya di sektor formal kendati memiliki latar pendidikan yang relatif cukup baik. Yang memprihatinkan pula, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 sebesar 17 persen, pada tahun 2004 menjadi 26 persen, dan kini tahun 2008 menjadi 50,3 persen.Yang lebih mencengangkan adalah jumlah Sarjana yang dikategorikan sebagai penganggur terbuka. Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Fasli Jalal, setidaknya saat ini di Indonesia terdapat 740.206 Sarjana yang menganggur3.Konseptualisasi MasalahSebagaimana diketahui bahwa masalah pengangguran dapat digolongkan sebagai masalah ekonomi disatu pihak, namun juga mempunyai dampak yang bersifat multidimensional sehingga dapat pula dikategorikan sebagai masalah politik, sosial budaya, keamanan dan hukum. Titik berat penelaahan pengangguran sebagai landasan perumusan rekomendasi kebijakan publik dalam makalah ini adalah dengan menggunakan pendekatan-pendekatan ekonomi sehingga landasan teoritikal permasalahannya dapat dianalisis secara lebih khusus.Salah satu teori mengatakan bahwa Pengangguran berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi4. Seorang Ekonom Arthur M. Okun berpendapat bahwa terdapat kaitan yang erat antara tingkat pengangguran dengan GDP Riil. Secara teoritis pertumbuhan ekonomi akan mampu mengurangi jumlah pengangguran. Persoalannya adalah bagaimana upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menekan tingkat pengangguran padahal kondisi ekonomi sekarang ini sedang mengalami kontraksi dan perlambatan yang justeru memberikan dorongan kearah yang sebaliknya.Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal keempat 2008 telah menunjukkan penurunan yang cukup tajam yakni minus 3,60 % sebagai akibat dari dampak krisis keuangan global. Penurunan tersebut dipicu oleh adanya penurunan pada sektor pertanian (22,9%), perdagangan, hotel & restoran (2,6%) serta industri pengolahan (2,5%). Target pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2008 yang dipatok sebesar 6,4 % ternyata hanya tercapai 6,1%5. Dalam memproyeksikan target pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009, Pemerintah telah berulang kali melakukan penyusuaian-penyesuaian sebagai akibat perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi makro. Jika pada awal tahun Pemerintah menargetkan ekonomi akan bertumbuh pada kisaran 5,5% pada tahun 2009 setelah memperhitungkan pengaruh dari kondisi ekonomi global, kemudian target tersebut dikoreksi menjadi 5%. Setelah mencermati laporan- laporan dari BPS dan juga dari tren perkembangan ekonomi negara-negara lain, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 sembilan diprediksi hanya berada pada kisaran 4,5%, bahkan menurut Boediono, Gubernur Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi Indonesia kemungkinan hanya akan bertumbuh pada batas bawah sebesar 4%6.Secara teoritis mestinya setiap pertumbuhan 1 % akan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 600 ribu 700 ribu. Tetapi dalam kondisi krisis, penyerapan tenaga kerja hanya akan mampu menyerap tenaga kerja baru pada kisaran angka 400 ribu saja. Itu artinya angka pengangguran per Agustus 2008 yang jumlahnya telah mencapai angka 9,39 juta orang akan sulit ditekan.Spesifikasi MasalahPengangguran terdidik dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan angka yang cukup mengkhawatirkan. Menurut Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2007 diperoleh data-data bahwa 13,6% lulusan perguruan tinggi (akademi dan universitas) adalah Penganggur.Menurut data Sakernas 2007 saja, dari 7,159 juta para pencari kerja yang berasal dari lulusan perguruan tinggi, terdapat 963.800 orang berstatus pengangguran secara terbuka. Tahun 2008 jumlah tersebut diperkirakan berada pada kisaran 1 juta orang lebih penganggur yang bergelar Sarjana atau penyandang Diploma.http://gicibusinessschool.ac.id/2013/05/strategi-penanganan-pengangguran-terdidik.html

ntrepreneurship Mengurangi Pengangguran Terdidik

Top of FormPenilaian Pembaca:/4BurukTerbaikBottom of FormDitulis Oleh Mochamad Aan

13-12-2011,

Kewirausahaan, dalam konteks apapun, selalu berdampingan erat dengan karakter entrepreneurship. Pengembangan usaha yang mandiri membutuhkan jiwa dan semangat entrepreneurship yang juga mumpuni. Entrepreneurship adalah sebuah karakter kombinatif yang merupakan fusi antara sikap kompetitif, visioner, kejujuran, pelayanan, pemberdayaan, pantang menyerah, dan kemandirian.Karakter ini bersatu dan menjadi kebutuhan langsung dalam proses wirausaha. Secara sederhana, entrepreneurship memiliki ciri-ciri swadaya usaha serta mengandung komponenmanajemen pemasaran, produksi, dan finansial.Masalah ketenagakerjaan di Indonesia kembali memunculkan satu problem yang signifikan, yaitu besarnya angka pengangguran terdidik. Yang dimaksud dengan pengangguran terdidik adalah mereka yang mempunyai kualifikasi lulusan pendidikan yang cukup namun masih belum memiliki pekerjaan.Pada tahun 2008 lalu, sebanyak 4,5 juta dari 9,4 juta orang pengangguran berasal dari lulusan SMA, SMK, program Diploma, dan Universitas. Artinya, separuh dari total angka pengangguran adalah pengangguran terdidik. Mereka ini sebetulnya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, namun tidak terserap oleh pasar kerja.Yang memprihatinkan pula, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun.Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 1994 sebesar 17 persen, pada tahun 2004 menjadi 26 persen, dan di tahun 2008 menjadi 50,3 persen. Penyebab utama terjadinya pengangguran terdidik adalah kurang selarasnya perencanaan pembangunan pendidikan dan perkembangan lapangan kerja, sehingga lulusan institusi pendidikan tidak terserap ke lapangan kerja.SolusiPengangguran terdidik harus dikurangi dari dua sisi,yaitu pendidikan dan ketenagakerjaan. Dari sisi pendidikan, sudah jelas bahwa dunia pendidikan harus dapat menghasilkanoutputlulusan yang siap diserap oleh pasar kerja. Artinya, pendidikan yang berkualitas yang berorientasi pada pasar kerja menjadi mutlak.Yang dapat kita perbaiki adalah mewujudkan pendidikan yang berbasis pada pasar kerja (labour market based). Prosesnya selama ini adalahproduct oriented, yaitu dunia pendidikan lebih fokus pada upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun kualitas dan karakteristik seperti apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja? Oleh karena itu,labour market oriented,saat ini lebih tepat untuk menjawab kebutuhan pasar kerja akan tenaga kerja berkualitas, dan pada akhirnya mengurangi pengangguran terdidik.Konseplink and matchantara dunia pendidikan dan dunia ketenagakerjaan perlu diredefinisi dengan memasukkan pendekatanmarket labour basedtadi. Jenis-jenis pendidikan kejuruan dan keterampilan kerja didasarkan pada analisis kebutuhan peluang-peluang kerja yang ada, dan yang diproyeksikan akan besar kebutuhannya.Mengurangi pengangguran pada umumnya, dan pengangguran terdidik pada khususnya, mengingatkan kita pada harapan akan tumbuhnyaenterpreneurshipatau kewirausahaan. Namun, seperti tercatat dalam Sensus Ketenagakerjaan Nasional 2007, hanya 5 persen dari jumlah angkatan kerja kita yang berminat pada kewirausahaan.Selebihnya, mayoritas berlomba-lomba menjadi karyawan (bekerja pada pihak lain untuk mendapatkan upah atau gaji). Padahal ada harapan kewirausahaan sebagai langkah untuk pemberdayaan angkatan kerja menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.Kewirausahaan juga diragukan dapat menjadi solusi apabila tidak ada dukungan dari sistem ekonomi pasar yang lebih besar. Usaha-usaha mandiri apalagi yang kecil, bisa mati apabila tidak ada industri besar dan investor besar yang menopang. Sebetulnya, di sini peran dan tantangan Pemerintah signifikan, yaitu menciptakan iklim yang kondusif untuk menarik investor sehingga kewirausahaan dalam negeri dapat hidup.

Views: 2620

http://citizennews.suaramerdeka.com/?option=com_content&task=view&id=1504Mengurangi Tingkat Pengangguran Terdidik

Konseplink and matchantara dunia pendidikan dan dunia ketenagakerjaan perlu diredefinisi dengan memasukkan pendekatanmarket labour basedtadi. Jenis-jenis pendidikan kejuruan dan keterampilan kerja didasarkan pada analisis kebutuhan peluang-peluang kerja yang ada, dan yang diproyeksikan akan besar kebutuhannya.

Yang dapat kita perbaiki adalah mewujudkan pendidikan yang berbasis pada pasar kerja(labour market based).Prosesnya selama ini adalahproduct oriented, yaitu dunia pendidikan lebih fokus pada upaya menghasilkan lulusan yang berkualitas. Namun kualitas dan karakteristik seperti apa yang dibutuhkan oleh pasar kerja? Oleh karena itu,labour market oriented,saat ini lebih tepat untuk menjawab kebutuhan pasar kerja akan tenaga kerja berkualitas, dan pada akhirnya mengurangi pengangguran terdidik.

Mengurangi pengangguran pada umumnya, dan pengangguran terdidik pada khususnya, mengingatkan kita pada harapan akan tumbuhnyaenterpreneurshipataukewirausahaan.Namun, seperti tercatat dalam Sensus Ketenagakerjaan Nasional 2007, hanya 5 persen dari jumlah angkatan kerja kita yang berminat pada kewirausahaan.

Selebihnya, mayoritas berlomba-lomba menjadi karyawan (bekerja pada pihak lain untuk mendapatkan upah atau gaji). Padahal ada harapan kewirausahaan sebagai langkah untuk pemberdayaan angkatan kerja menciptakan lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.

Entrepreneur atau wirausahawan adalah seseorang yang mampu mengubah kotoran atau rongsokan menjadi emas.

Indonesia banyak menciptakan sarjana pencari kerja, bukan pencipta lapangan kerja, itu membuat masyarakat Indonesia terbiasa makan gaji sehingga tidak mandiri dan kreatif. Indonesia selama ini hanya mencetak begitu banyak sarjana yang hanya mengandalkan kemampuan akademisnya, tetapi tidak menjadikan mereka lulusan yang kreatif.

Malaysia punya lebih banyak wirausahawan daripada Indonesia, kini mereka lebih maju karena pendapatannya yang 4 kali lebih besar dari Indonesia.

Makin banyak entrepreneur, seharusnya semakin makmur negara itu. Ilmuwan dari Amerika Serikat (AS) David McClelland pernah menjelaskan bahwa suatu negara disebut makmur jika minimal mempunyai jumlah wirausahawan minimal 2% dari jumlah penduduk di negara tersebut.

Menurut Ir Antonius Tanan, Direktur Human Resources Development (HRD) Ciputra Group yang juga menangani Ciputra Entrepreneurship School (CES), bahwa pada 2007 lalu AS memiliki 11,5% wirausahawan di negaranya.

Sementara itu, Singapura memunyai 4,24 juta wirausahawan pada 2001 atau sekitar 2,1 %. Dan 4 tahun kemudian (2006) jumlah tersebut meningkat menjadi 7,2%, sedangkan Indonesia hanya memiliki 0,18% jumlah wirausahawan (sampai dengan bulan Desember 2010).

Sedangkan Malaysia, yang kita pakai perbandingan, jumlah wirausahawan di negara tersebut sudah mencapai 2.1% (sampai dengan bulan Desember 2010).Diposkan olehSiti Aisyahdi01.01http://intanaisyah9.blogspot.com/2013/01/mengurangi-tingkat-pengangguran-terdidik.html