184
1

PENGANTAR - methodist.or.id 2017 Indonesia final.pdf · Paskah kecil). Bila diurutkan, maka masa ... Buku ini merupakan renungan untuk masa ... akan melewatkan apa yang Tuhan ingin

Embed Size (px)

Citation preview

1

2

PENGANTAR

Apakah yang dimaksud dengan Masa Lenten?

Masa Lenten adalah masa pertobatan, berpuasa dan persiapan

menjelang Hari Paskah. Pada masa gereja mula-mula, masa

Lenten merupakan waktu mempersiapkan para petobat baru untuk

baptisan. Di masa kini, orang percaya mengisi masa Lenten dengan

berfokus pada hubungan pribadi dengan Tuhan, serta dengan rela

memberi diri membantu orang lain yang membutuhkan.

Kapankah Masa Lenten itu?

Masa Lenten adalah masa selama 40 hari sebelum hari Paskah

(tanpa memperhitungkan hari Minggu yang dianggap sebagai

Paskah kecil). Bila diurutkan, maka masa Lenten akan dimulai

pada hari Rabu Abu dan berakhir menjelang hari Paskah. Untuk

tahun 2017 ini, Masa Lenten dimulai dari hari Rabu, 1 Maret 2017

dan berakhir pada hari Sabtu, 15 April 2017.

Mengapa 40 hari?

Empat puluh hari menggambarkan masa Tuhan Yesus berada di

padang gurun berpuasa setelah itu dicobai oleh Iblis. Oleh

karenanya bagi kita orang percaya masa Lenten merupakan masa

kita berpuasa, berdoa, dicobai dan bertobat. Masa Lenten tidaklah

diwajibkan oleh satupun ayat Alkitab namun itu sudah menjadi

suatu tradisi gereja yang dilakukan oleh orang percaya pada 2.000

tahun terakhir ini.

Bagaimanakah Kehidupan Selama Masa Lenten?

Masa Lenten menitikberatkan untuk kita mengingat kembali karya

keselamatan yang telah digenapi Yesus Kristus, dan merasakan

kelemahlembutan, kasih, keberanian, dan kesepian-Nya. Pada

Masa Lenten umumnya orang percaya melakukan puasa, doa dan

perbuatan baik kepada sesama. Puasa yang dilakukan selama Masa

Lenten adalah puasa yang disesuaikan dengan keadaan kesehatan.

Mengaku dosa dan bertobat, mendekatkan diri pada Tuhan dengan

hati yang tulus dan murni, merupakan bagian dari persiapan diri

3

menyongsong hari Paskah. Berpuasa bukan sekedar tidak makan

atau minum, juga menjaga pancaindera dan hati dari segala sesuatu

yang menghalangi fokus kepada Tuhan. Belajar menahan diri dan

menderita bersama Kristus, mengalami pencobaan dan

memperoleh kemenangan atas pencobaan tersebut. Melalui

menahan lapar, haus dan hawa nafsu, kita dilatih untuk

meningkatkan kehidupan rohani, selain menderita bersama Kristus,

kita juga dapat merasakan kehidupan orang lain yang menderita

kekurangan. Masa Lenten juga diisi dengan menghemat uang untuk

makan dan hiburan sehingga dapat memberi lebih banyak untuk

menolong mereka yang kekurangan sebagai wujud kasih yang

nyata dari Tuhan.

4

PENDAHULUAN

Bagaimana menggunakan buku ini? Buku ini merupakan renungan

untuk masa Lenten. Setiap hari kita akan membaca firman,

renungan, pertanyaan refleksi dan doa yang bertujuan untuk

mengarahkan hati kita kepada Tuhan dan memperdalam

pemahaman kita akan peristiwa-peristiwa yang ada sebelum

Paskah.

Setiap minggu, renungan ini akan berfokus pada tema- tema yang

berbeda: Pertobatan, Kerendahan Hati, Penderitaan, Ratapan,

Pengorbanan, dan Kematian. Walaupun tema- tema di atas tidak

terbatas untuk masa Lenten saja, namun mereka dapat

mengekspresikan dengan baik suasana dari masa ini. Mereka

mengarahkan kita pada Yesus, dan dengan sederhana kita dapat

katakan bahwa Lenten adalah tentang Yesus. Tujuan kita adalah

untuk mengambil waktu dan berefleksi mengenai perjalanan-Nya

menuju salib, sehingga kita pun dapat memikul salib dan mengikut

Dia.

Tema- tema ini akan mengikuti selama seminggu, dengan

menggunakan pola yang tetap:

Panggilan Beribadah

Penyembahan dimulai dari Allah. Dia memanggil kita masuk ke

hadirat-Nya dan kita berespon dengan menghadap-Nya dalam

iman. Setiap hari dalam panduan ini dimulai dengan panggilan

untuk menyembah, yang merupakan pembacaan firman Tuhan atau

Mazmur yang mengarahkan fokus kita kepada Tuhan Sang

Juruselamat dan Allah perjanjian kita. Perjalanan Lenten kita harus

dimulai dan berakhir dengan Tuhan.

Pengakuan Dosa

Ketika kita menyadari kebesaran Allah kita yang suci dan

merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita, kita disadarkan akan

dosa dan pelanggaran kita. Tuhan tidak berbalik meninggalkan

5

kita, melainkan mengundang kita untuk mengakui dosa kita untuk

disucikan. Ini merupakan irama yang biasa kita temukan dalam

penyembahan, tapi masa Lenten membawa kita untuk lebih

menyadari betapa kita membutuhkan hal ini. Gunakanlah masa ini

setiap harinya, tidak hanya untuk membaca apa yang tertulis, tapi

juga sebagai cara kita dengan rendah hati berjalan dengan Allah

dan memperdalam keinginan kita untuk tinggal dalam cahaya

bersama-Nya.

Perenungan

Bagian ini terdiri dari 3 hal utama: 1)Pembacaan Alkitab

mengikuti narasi perjalanan Yesus menuju kayu salib, khususnya

dari kitab Injil Markus. 2)Renungan akan menyentuh tema

mingguan yang kita bahas. Hayati bagian ini dengan ketertundukan

penuh pada firman Tuhan dan bukalah diri kita untuk menerima

anugerah-Nya. 3)Refleksi akan memberikan pertanyaan yang

berhubungan dengan perenungan. Gunakan bagian ini untuk

merenungkan kebenaran firman lebih jauh dalam hati dan hidup

kita, dan pikirkan bagaimana cara kita berespon.

Doa Menggunakan kalimat dari berbagai sumber liturgi, doa tutup akan

menjadi cara kita berkomunikasi dengan Allah dengan

mengungkapkan kerinduan kita untuk diubahkan oleh Roh Kudus.

Sepatah kata tentang hari Minggu. Tiap hari Minggu dalam masa

Lenten bertujuan untuk mengawali Minggu Paskah dan biasa

disebut adalah “Paskah-paskah kecil”. Petunjuk ini berisi

pernyataan iman dalam Kristus dan himne yang menyanyikan

kebangkitan-Nya dalam setiap Minggu yang ada agar kita dapat

berefleksi dan bersukacita. Ketika hari Minggu datang, rayakanlah

kebenaran ini dengan sukacita dalam hatimu.

Sepatah kata tentang berpuasa: Lenten dikenal sebagai waktu kita

berpuasa dan menyerahkan hal- hal yang kita miliki. Ketika kita

menyerahkan kenyamanan, kita belajar tentang kelemahan dan

6

kebutuhan kita, serta kebergantungan kita pada Tuhan. Berpuasa

adalah kegiatan fisik yang nyata di mana kita diarahkan untuk

menemukan kebutuhan spiritual kita di dalam Yesus dan

mendapati kenyamanan dan sukacita di dalam-Nya. Silahkan

pertimbangkan kegiatan berpuasa sebagai pendukung Anda dalam

menggunakan renungan ini.

Pesan pastoral bagi kita semua: ”Tuhan kita “dapat melakukan

jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,

seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef.

3:20). Berikanlah dirimu pada diri-Nya dalam masa Lenten ini

melalui meditasi, persiapan, dan pertobatan. Upah yang akan kita

terima yaitu sukacita dan pengharapan yang besar dari kebangkitan

di hari Paskah. Semoga Anda diperbarui dalam cinta kasihmu

kepada-Nya!”

7

Hari ke-1, Rabu 1 Maret 2017 (Rabu Abu)

Panggilan Beribadah

”Tiuplah sangkakala di Sion dan berteriaklah di gunung-Ku yang

kudus! Biarlah gemetar seluruh penduduk negeri, sebab hari

TUHAN datang, sebab hari itu sudah dekat; suatu hari gelap

gulita dan kelam kabut, suatu hari berawan dan kelam pekat;

seperti fajar di atas gunung-gunung terbentang suatu bangsa yang

banyak dan kuat, yang serupa itu tidak pernah ada sejak

purbakala, dan tidak akan ada lagi sesudah itu turun-temurun,

pada masa yang akan datang. "Tetapi sekarang juga," demikianlah

firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu,

dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."

Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada

TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang

sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena

hukuman-Nya.” (Yl. 2:1-2, 12-13)

Pengakuan Dosa

”Kasihanilah aku , ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah

pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah

aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari

dosaku! Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam

batin, dan dengan diam-diam Engkau memberitahukan hikmat

kepadaku. Jadikanlah hatiku tahir , ya Allah, dan perbaharuilah

batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku fdari

hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari

padaku ! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena

selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh

yang rela!” (Mzm. 51:3-4, 8, 12-14)

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 8:27-30)

8

Renungan

Rabu Abu adalah awal dari masa Lenten. Tujuannya ada tiga: (1)

untuk merenungkan kefanaan , keberdosaan, dan kebutuhan kita

akan seorang Juruselamat; (2) untuk memperbaharui komitmen kita

melalui pertobatan kita sehari- hari; (3) untuk mengingat dengan

penuh rasa syukur bagaimana Yesus telah menang atas dosa dan

maut. Penyembahan kita hari ini seharusnya dipenuhi dengan

kebenaran firman Tuhan, karena Alkitab adalah kesaksian yang

menceritakan indahnya persekutuan kita dengan Kristus dan

perjalanan mati dan bangkit kita dengan Kristus setiap harinya.

Dalam perayaan Rabu Abu yang tradisional, abu dioleskan di dahi

jemaat dalam bentuk salib. Dalam Alkitab, debu dan abu

merupakan simbol kefanaan (Kej. 18:27), kedukaan (Est 4:3),

penghakiman (Rat 3:16), dan pertobatan (Yun 3:6). Abu yang

berbentuk salib mengingatkan kita bahwa kita berasal dari debu

dan akan kembali menjadi debu suatu hari nanti. Ini juga panggilan

untuk “memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi

kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11)

Ketika Anda memulai perjalanan masa Lenten ini, mulailah dengan

perubahan hatimu - melepaskan hati yang hanya berfokus pada diri

sendiri dan mulai menyerahkan pikiran dan komitmen Anda pada

Yesus. Terlepas dari apa pun keadaan hati Anda dan keraguan

Anda saat ini, kita harus “berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu,

sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar, dan berlimpah

kasih setia” (Yl. 2:13). Pada akhirnya, Lenten bukan berbicara

tentang kesetiaan kita, tetapi tentang kesetiaan Yesus kepada kita.

Dialah Pribadi yang setia!

Refleksi

1.Luangkanlah waktumu dengan berdiam diri di hadapan Tuhan

dan mintalah Roh Kudus menyelidikmu: “Selidikilah aku, ya Allah,

dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran- pikiranku;

lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang

kekal!” (Mzm. 139: 23-24).

9

2.Apa yang menjadi halangan dan keraguan yang membayangi

Anda dalam memulai masa Lenten ini?

3.Kebiasaan atau kecenderungan apa yang perlu Anda lepaskan

yang berfokus pada diri sendiri?

Doa

Berjalanlah bersama kami, ya Allah yang kudus, ketika kami

memulai jalan kami menuju salib. Tolong kami agar fokus pusat

hidup kami berada di diri-Mu dan bukan pada diri kami sendiri.

Tuntunlah kami melalui kegelapan dan ubahlah hati kami sehingga

kami menjadi para pendoa syafaat, dan siap untuk menegalami dan

meresponi Anak-Mu dan Juruselamat kami, Yesus Kristus. Dalam

nama-Nya kami berdoa. Amin.

10

Hari ke-2, Kamis 2 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak

bagi semua orang yang tertunduk. Mata sekalian orang

menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan

pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang

berkenan mengenyangkan segala yang hidup. TUHAN itu adil

dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala

perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru

kepada-Nya , pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam

kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan

Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan

menyelamatkan mereka. TUHAN menjaga semua orang yang

mengasihi-Nya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya.

Mulutku mengucapkan puji-pujian kepada TUHAN dan biarlah

segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya

dan selamanya.” (Mzm. 145:14-21)

Pengakuan Dosa

Allah Bapa yang kudus dan penuh dengan belas kasihan, kami

mengakui bahwa kami telah berdosa dalam pikiran, perkataan, dan

perbuatan kami, baik melalui hal yang telah kami lakukan langsung

maupun tidak langsung. Kami tidak mengasihi-Mu dengan segenap

hati, akal budi, dan kekuatan kami. Kami tidak mengasihi sesama

kami seperti kami mengasihi diri kami sendiri. Kami tidak peka

akan panggilan-Mu untuk melayani seperti Kristus telah terlebih

dahulu melayani kami. Kami telah mendukakan Roh Kudus-Mu.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 8:31-38)

Renungan

Lenten adalah masa persiapan dan pertobatan di mana hati kita siap

untuk mengingat akan penderitaan Yesus dan merayakan

11

kebangkitan-Nya. Ini adalah perjalanan yang bermakna karena kita

akan melihat jauh dari apa yang kelihatan.

Kita mungkin sudah mengenal sebagain dari sisi-sisi Lenten: debu

pada dahi, atau pembicaraan tentang berpuasa. Tetapi Lenten,

seperti kehidupan pada umumnya, bukanlah hanya sisi yang

kelihatan saja. Ada juga sisi di dalamnya yang memberi kedalaman

serta makna bagi setiap perbuatan kita, misalnya kerendahan hati,

pengorbanan, pertobatan dan iman. Dengan kata lain, Lenten

berbicara lebih banyak dari yang apa kelihatan.

Tentu saja, kita dapat memilih untuk berpuasa selama 40 hari dan

menyelesaikannya dengan baik. Namun, itu saja tidak cukup. Kita

akan melewatkan apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui kita

dalam masa ini.

Yesus berpuasa makan dan minum selama 40 hari di padang pasir.

Ini bukanlah tindakan atau ritual keagamaan untuk menunjukkan

betapa baiknya Ia dalam menahan diri. Lebih dari itu, Ia telah

melewati masa pencobaan dan Ia melaluinya dengan menyerahkan

diri penuh pada Allah dan memperkaya diri-Nya dengan firman

Allah. Arti padang gurun bagi Yesus adalah untuk merasakan

kehadiran Allah yang nyata dan melihat bagaimana kuasa Allah

nyata melalui diri-Nya.

Mungkin kedua hal ini terlihat sama dari luar, namun berpartisipasi

dalam masa Lenten dan menghidupi Lenten pada nyatanya adalah

hal yang sangat berbeda. Jadi, Anda dapat berpuasa jikalau Anda

memang memilih untuk melakukannya, tetapi jangan beranggapan

bahwa ketidakhadiran makanan dan minuman ini akan membawa

Anda lebih dekat pada Tuhan.

Lenten mendorong kita untuk menyangkal kenyamanan kita.

memperdalam persekutuan kita dengan Yesus dan menata kembali

fokus hidup kita kepada Tuhan. Kita melepaskan hal- hal yang

12

mengalihkan dan mengikat kita, karena kita mau mengalami

sukacita dan kebebasan sejati di dalam Kristus.

Ketika kita mempertimbangkan hal apa yang ingin kita lepaskan

dalam masa Lenten ini, mulailah dengan kebiasaan atau hal buruk

yang menguasai hidup kita. Tinggalkanlah itu agar kita dapat

merasakan hidup yang sejati bersama Tuhan. Masa Lenten bukan

tentang apa yang kita lakukan untuk Tuhan, tetapi tentang

menggali lebih dalam mengenai apa yang Tuhan telah lakukan bagi

kita.

Refleksi

1.Dalam area kehidupan yang manakah Anda telah mencerminkan

Kristus?

2.Apakah Anda merasakan kebutuhan akan kehadiran Roh Kudus

supaya Yesus terasa nyata dalam hidup Anda?

Doa

Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun.

Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia

diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-

lamanya Engkaulah Allah. Ajarlah kami menghitung hari-hari kami

sedemikian , hingga kami beroleh hati yang bijaksana.

Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu,

supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari

kami. Di dalam nama Yesus, Tuhan kami, Amin. (Mzm. 90)

13

Hari ke-3, Jumat 3 Maret 2017

Panggilan Beribadah

”Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun

jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya

bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung

dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi

tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran;

maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat

manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN

sendiri telah mengatakannya. " Ada suara yang berkata:

"Berserulah!" Jawabku: "Apakah yang harus kuserukan?"

"Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua

semaraknya seperti bunga di padang. Rumput menjadi kering,

bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan

nafas-Nya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput. Rumput

menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap

ntuk selama-lamanya. " (Yes. 40: 3-8)

Pengakuan Dosa

Allah yang penuh belas kasihan, Bapa dari Yesus Kristus yang

telah dicobai dalam segala hal namun tetap tidak melakukan dosa,

kami datang untuk mengakui dosa kami. Kami lapar akan hal yang

tidak memuaskan, kami berkompromi dengan kejahatan, kami

meragukan kuasa-Mu yang mampu melindungi kami. Ampuni

kami yang kurang percaya, ampuni kelemahan kami. Pulihkan

kepercayaan dan kasih kami sehingga kami dapat berjalan di jalan-

Mu dan bersukacita melakukan keinginan-Mu. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 9: 1-8)

Renungan

Di awal pelayanan Yesus, Yohanes Pembaptis menyerukan

kedatangan Yesus sebagai penggenapan dari Yesaya 40 :

14

“Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah

di padang belantara jalan raya bagi Allah kita”. Ini adalah seruan

masa Lenten: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan! Sediakanlah

tempat bagi-Nya dalam pikiran, kegiatan, dan perhatianmu.

Respon paling tepat untuk seruan ini adalah dengan menilik

kembali bagaimana selama ini kita hidup di hadirat Tuhan. Dan

inilah tujuan masa Lenten, untuk merefleksikan hidup kita sehari-

hari.

Menghentikan suatu kebiasaan, makanan / minuman atau bahkan

kesenangan bukanlah inti dari kehidupan orang kristen. Orang-

orang menghentikan hal- hal tertentu setiap harinya demi

menolong diri mereka, atau lebih buruk lagi untuk kesia-siaan dan

dendam. Fokus dari Lenten adalah untuk mengembalikan fokus

kita kepada Tuhan. Pengembalian fokus ini mengingatkan kita

akan pengalaman “padang pasir”.

Pengalaman “padang pasir” memiliki arti orang yang telah pergi

untuk beberapa saat dan kembali dengan wawasan dan perspektif

yang baru tentang hidup. Entah ketika orang tersebut baru kembali

dari perjalanan ke belahan dunia lain, atau kembali dari pendakian

gunung yang mengharuskan orang tersebut meninggalkan

kebiasaan dan kenyamanannya, ia dibukakan untuk melihat

kehidupan dari perspektif yang berbeda.

Tujuan kita dalam masa Lenten ini hampir sama dengan

pengalaman “padang pasir”. Kita meninggalkan kebiasaan dan

zona nyaman hidup kita dengan menjalani segala tantangan dan

kesulitan di depan kita untuk dapat bergantung penuh kepada

Kristus. Kita akan melihat bahwa dunia yang kita agungkan ini

ternyata hanyalah sesuatu yang fana, dan bagaimana hidup kita

yang seolah sibuk ini hanyalah tanda dari ketidakbijaksanaan kita.

Keinginan kita adalah untuk hidup baru, melihat seperti Allah

melihat dan melampaui hidup yang berpusat hanya pada diri

15

sendiri. Jadi dalam masa Lenten ini, kita berfokus untuk

menanggalkan hidup menurut kedangingan, mengenakan hidup

menurut Roh, dan menyangkal diri.

Fokus kita ketika menghentikan sesuatu bukan pada seberapa

banyak kita telah kehilangan hal tersebut, melainkan untuk

disadarkan akan kerinduan kita kepada Allah dan Roh Kudus yang

mengaruniakan hidup yang baru. Ini tentu berarti bahwa masa

Lenten bukan hanya tentang mengurangi sesuatu, tapi tentang

menambahkan sesuatu, yaitu hal- hal yang berkenaan dengan

Allah.

Ketika kita berusaha untuk meninggalkan kebiasaan makanan

yang tidak sehat dan beralih kepada makanan yang sehat, untuk

hal-hal apakah kita gunakan kesehatan jasmani yang kita dapatkan?

Ketika kita berusaha untuk tidak mengucapkan perkataan yang

sia-sia, apakah kita menggunakannya untuk mengucap syukur dan

memuki Allah?

Ketika kita berusaha untuk menahan amarah, apakah kita

mengarahkan perasaan kita kepada Tuhan?

Ketika kita berusaha untuk menjaga pikiran kita, apakah kita

memfokuskan pikiran kita kepada Allah?

Ketika kita berusaha untuk memperbanyak pembacaan firman

Tuhan, apakah kita berusaha untuk mencari dan menaati kehendak-

Nya?

Ketika kita berusaha untuk meluangkan waktu lebih untuk

berdoa, apakah doa-doa kita masih berpusat pada diri sendiri?

Ketika kita berusaha untuk meninggalkan keegoisan kita, apakah

kita semakin peka terhadap kebutuhan atu kepentingan orang lain?

16

Praktik menghentikan atau mengurangi sesuatu pada masa Lenten

berarti memasuki padang gurun bersama Kristus. Jangan berfokus

pada besarnya pengorbanan yang Anda berikan, ini bukanlah

sebuah kontes untuk dinilai. Arahkanlah tujuan Anda untuk lebih

mengenal Allah secara penuh dan biarkan Dia yang menuntunmu.

Fokuskanlah diri Anda dalam penyerahan penuh kepada Kristus -

firman dan misi-Nya. Tuhan akan menolong menggantikan hal- hal

yang engkau hentikan atau kurangi dengan hal-hal yang lebih baik

lagi. Jadi sangkallah dirimu, pikullah salib, dan ikutlah Yesus.

Refleksi

1.Bagaimana cara Anda untuk mengembalikan fokus kepada

Yesus dalam masa Lenten ini?

2.Hal apa yang ingin Anda hentikan / kurangi? Apa yang akan

Anda tambahkan?

Doa

Tuhan yang penuh belas kasihan, kami datang saat ini

menyerahkan diri kami dengan menyadari bahwa ini bukanlah diri

yang Kau inginkan. Tolong kami melepaskan masa lalu dan hidup

kembali dengan-Mu dalam iman. Tolong kami melepaskan

ketakutan, kebencian, kemarahan, dan rasa mengasihani diri

sendiri. Angkatlah beban yang ada di atas pundak kami. Tolonglah

kami menyingkirkan rasa bersalah kami untuk masuk dalam masa

pemulihan. Ketika kami berdoa dan melepaskan hal-hal tersebut

hari ini, tolonglah kami supaya kami menjadi orang- orang yang

sederhana yang dapat melihat Engkau apa adanya. Dekatkanlah

kami pada diri-Mu. Amin.

17

Hari ke-4, Sabtu 4 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada

Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa

iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan

kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi

Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah

selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat

itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya

jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.”

(Ibr. 12:2-3)

Pengakuan Dosa

Allah yang membawa kami keluar dari padang gurun, Allah tempat

kami berlindung, dengarkanlah pengakuan kami ini. Dalam masa

pencobaan, kami sering melupakan apa yang telah Engkau perbuat

bagi kami. Engkau memberikan segala yang kami perlukan, tetapi

kami tetap tidak merasa puas karena kami tidak mencari Engkau.

Engkau memberikan kami segala ciptaan-Mu, tetapi kami

seringkali menyalahi kepercayaan-Mu dan menyia-nyiakannya.

Kau menunjukkan jalan bagi kami, namun kami seringkali berjalan

di jalan kami sendiri yang penuh dengan keegoisan. Ampuni kami

ya Tuhan. Kami memohon pimpinan, kesabaran, dan kasih-Mu

dalam Yesus Kristus, yang meskipun dicobai namun tetap setia

pada firman-Mu yang menyelamatkan. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 9:9-13)

Renungan

Lenten adalah perjalanan melalui ”padang gurun”, salib dan

berakhir dengan kebangkitan. Mereka yang dengan sungguh-

sungguh menjalaninya, akan menemukan tantangan selama

perjalanan ini. Hal ini bukanlah suatu perubahan yang biasa, karena

18

kita harus menjalaninya dengan segenap hati. Ini juga bukan suatu

perubahan yang cepat, karena kita harus mengurai benang kusut

kebiasaan diri kita dan mempersiapkan pikiran kita. Dalam

beberapa hari pertama ini, dengan perlahan kita sedang mengubah

rutinitas biasa kita mengikuti irama Lenten.

Mungkin akan ada beberapa jenis orang dalam masa Lenten ini:

Yang terlambat datang, yang cepat pergi, dan yang tidak termasuk

dalam kedua kategori tersebut.

Yang terlambat datang: Kalau Lenten diibaratkan sebagai sebuah

pesta yang sudah dimulai, dan Anda adalah orang yang baru

datang, Anda tidak yakin apa yang sudah terjadi di tempat ini.

Sebagian dari diri Anda ingin menyatu dengan yang lainnya,

namun sebagian lagi ingin segera pulang dan mencoba datang di

lain waktu saja. Kabar baik untuk Anda, pesta Lenten adalah pesta

Injil! Injil Yesus tidak mempermasalahkan kapan atau bagaima

Anda memulainya. Kehadiran Anda lah yang penting.

Apa yang harus Anda lakukan ketika Anda mulai? Sediakan waktu

untuk membaca dan berdoa. Anda dapat membaca renungan

Lenten ini dari hari pertama, menyembah Tuhan, dan berdoa

mohon Ia untuk menuntun Anda dalam perjalanan ini. Ambil

keputusan: kebiasaan atau hal buruk apa yang ingin Anda

tinggalkan, dan buat komitmen untuk melakukan sesuatu yang

dapat membawa Anda lebih dekat dengan Tuhan.

Yang cepat pergi: Kalau Lenten adalah sebuah pertandingan, dan

Anda mulai kehilangan gairah, maka Anda telah memulainya

dengan semangat, tapi sekarang Anda mulai melupakan apa yang

harus Anda kerjakan, atau bahkan Anda cemas melihat betapa

baiknya perjalanan orang lain dibandingkan dengan Anda. Kabar

baik: Anda tetap dikasihi lebih oleh Allah jauh dari apa yang Anda

bayangkan. Hal yang ingin ditekankan pada masa Lenten adalah

kematian Yesus, di mana semua ketidaksetiaan dan aib Anda telah

ditanggung oleh-Nya supaya Anda dapat menjadi anggota keluarga

19

Allah. Apa yang harus dilakukan ketika sekarang Anda sudah

menyimpang? Kembalilah pada jalur yang benar. Jadikan waktu

pembacaan Lenten sebagai cara Anda sedang berjalan menuju

salib, “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat

karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah.

Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang

serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa.” (Rm. 8:3)

Tidak termasuk kedua kategori di atas: Anda tidak terlambat

atau juga belum pergi. Anda hadir sepenuhnya di pesta tersebut,

tetapi berjalan membawa beban berat. Kabar baik: Injil itu lebih

dalam dari yang Anda pernah pikirkan! “Karena kita mempunyai

banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita

menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita,

dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan

bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju

kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang

membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan

mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang

disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta

Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan

yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang

berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” (Ibr.

12:1-3)

Inilah makna Lenten yang sesungguhnya: bergabung dengan

seluruh keluarga Allah untuk mengenang kembali penderitaan dan

kematian Yesus; menyangkal diri, dan menerima topangan dari

Allah agar kita dapat berjalan lurus dan lebih kuat menanggung;

memperoleh pengharapan dan kekuatan dari kasih setia Allah di

dalam Yesus Kristus. Di manapun Anda berada hari ini, entah

tertinggal di belakang, menyimpang, atau tepat berada di jalur,

fokuskanlah pandangan Anda pada Yesus.

20

Refleksi

1.Apa yang sudah Anda pelajari tentang Allah dan diri Anda

selama beberapa hari pertama Lenten ini?

2.Ketakutan atau kebanggan apa yang menghalangi Anda dalam

perjalanan ini?

Doa

Ya Tuhan Allah kami yang penuh kasih, hadirlah dalam perjalanan

kami memasuki masa Lenten ini. Kami mengingat akan

penderitaan Juruselamat kami dan merayakan kemenangan-Nya.

Berikanlah Roh Kudus-Mu, agar kami dapat mengenali dosa kami

dan meminta ampun pada-Mu. Berikanlah kami kekuatan untuk

menyangkal diri kami dan kuat melalui cobaan bersama Yesus

Kristus, Tuhan kami. Amin

21

Minggu ke-1 Lenten, 5 Maret 2017

Inilah kabar baik yang telah kami terima, yang olehnya kami

berdiri dan diselamatkan: Kristus mati bagi dosa-dosa kita,

dikuburkan, dan dibangkitkan pada hari ketiga, menampakkan diri-

Nya pertama kali kepada para wanita, lalu kepada Petrus dan

keduabelas murid-Nya, lalu kepada banyak saksi yang setia. Kami

percaya Yesus adalah Kristus , yang diurapi oleh Allah, yang

sulung dari semua ciptaan, yang sulung dari orang-orang mati,

yang kepada-Nya semua telah diberikan, dan yang di dalam-Nya

kepenuhan Allah berdiam oleh kuasa Roh Kudus. Kristus adalah

kepala dari tubuh, gereja, dan oleh darah-Nya segala sesuatu

diperdamaikan dengan Allah. Amin.

(berdasarkan 1 Kor. 15 & Kol. 1)

22

23

Minggu Pertama:

PERTOBATAN

24

Hari ke-5, Senin 6 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi

TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah

nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari

hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-

bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku

bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih

dahsyat dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa

adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit.Biarlah

langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut

serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya,

maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN,

sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan

menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan

kesetiaan-Nya.” (Mzm. 96:1-5, 11-13)

Pengakuan Dosa

Allah Bapa yang di Surga, kami membutuhkan pengampunan.

Kami telah mencoba untuk memulihkan diri kami sendiri. Kami

mencoba untuk mengatasi rasa bersalah kami dengan cara sendiri,

dari pada mempercayai akan kematian Yesus Kristus. Kami telah

mencoba begitu keras untuk memupuk kebaikan-kebaikan yang

dapat meringankan dosa kami. Kami berusaha dengan kekuatan

kami sendiri untuk berubah, dari pada percaya akan kebangkitan

Yesus Kristus. Kami telah mencoba untuk mengubah hati kami

melalui tekad kami. Ampuni kami yang mencoba untuk

memulihkan diri kami sendiri. Ampuni kami karena mengabaikan

anugerah-Mu. Ampuni dan pulihkan kami, demi Kristus. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 9:14-29)

25

Renungan

Lenten adalah masa yang secara khusus berfokus pada pertobatan.

Pertobatan itu sendiri adalah respon kita kepada kenyataan bahwa

Yesus mengampuni dosa-dosa kita dan menanggung aib kita di

kayu salib.

Kata “pertobatan” memiliki makna negatif dalam budaya manusia.

Mengatakan bahwa seseorang harus bertobat, mengindikasikan

bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang sangat buruk dan

seharusnya merasa bersalah besar. Walaupun itu benar, di sisi yang

lain panggilan untuk bertobat pada dasarnya adalah sebuah kabar

baik. Seorang penafsir Alkitab pernah berkata, “Pertobatan, sejak

awal penciptaan hingga saat ini, dan akan tetap selamanya,

merupakan perkataan positif yang berasal dari hati Allah.”

Karena Alah menciptakan kita untuk kemuliaan-Nya, kebaikan

tertinggi kita adalah untuk bertobat dan berbalik kepada-Nya.

Dalam kisah Perjanjian Lama, dosa dan kebebalan umat Allah

membawa mereka kepada pembuangan. Allah mengijinkan bangsa-

bangsa kafir untuk mengalahkan dan menawan umat-Nya Hal

tersebut sangat mengerikan karena membawa kehancuran secara

jasmani, budaya dan spiritual. Sekalipun terdengar sangat

mengerikan, sebenarnya hal tersebut merupakan bentuk kasih

Allah. Seperti seorang ayah mendisiplinkan anak-anaknya, “karena

Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah

orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibr. 12:6). Tujuan dari

pendisiplinan adalah koreksi dan restorasi. Itu adalah sebuah

undangan untuk bersekutu.

Rasul Paulus mengatakan bahwa adalah kemurahan Allah yang

menuntun kita kepada pertobatan (Roma 2:4). Allah memanggil

kita datang kepada-Nya, menyadarkan kita atas dosa-dosa kita,

memberikan kita kasih-Nya dan mengubah kita melalui anugerah-

Nya. Pertobatan kita dimulai dan diakhiri dengan Allah! Tetapi

ketika kita menjadikan pertobatan kita karena kekuatan kita sendiri,

26

kita akan berbelok dari jalan yang benar dan terjebak dari salah

satu di antara 2 sisi.

Pada sisi yang satu, kita mengekspresikan penyesalan dengan

berkata: “Aku tidak akan melakukannya lagi!” Kita bertindak

seolah-olah kita bisa menghapus bersih kesalahan kita dengan

kerendahan hati dan mendapatkan pengampunan dengan kekuatan

kita. Ketika kita berjanji untuk tidak melakukannya lagi, kita

berkata bahwa kita dapat menjadi lebih baik dan kita akan

membuktikannya. Tetapi pertobatan bukanlah sekedar suatu

resolusi, atau juga bukan sekedar memperbaikan kelakuan.

Pertobatan adalah sarana untuk mengalami anugerah Allah yang

melimpah melalui Kristus. Anugerah tersebut menunjukkan kepada

kita betapa dalamnya akar dosa kita dan memampukan kita untuk

menjadi lebih baik lagi. Diri kita adalah tujuan dari anugerah

tersebut berkarya, memperbaharui dan menolong kita mengerjakan

keselamatan kita dengan takut dan gentar.

Di sisi yang lain, kita mengekspresikan penyesalan dengan berkata:

“Aku tidak percaya aku telah melakukannya.” Perasaan malu dan

bersalah adalah hal yang wajar, namun Alkitab mengatakan bahwa

ada 2 jenis rasa duka: dukacita yang berasal dunia dan dukacita

yang berasal dari Allah (2 Kor. 7:10). “Duka cita yang berasal dari

dunia” mengubah kita menjadi sosok yang hanya berfokus pada

perasaan kita dan mementingkan diri sendiri. Salah satu tanda

dukacita yang berasal dari dunia adalah membenci diri sendiri.

“Dukacita yang berasal dari Allah” menghasilkan “pertobatan

yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan” (2

Kor. 7:10). Seseorang yang telah memiliki rasa duka yang berasal

dari Allah mengerti bahwa dosa-dosanya, yang mencerminkan

sebuah kekejian yang ada di hatinya, adalah melawan Allah dan

juga sesama. Ia tahu bahwa mengakui dan menyesali perbuatan

tidak cukup disebut dengan pertobatan.

Pertobatan sejati selalu berakhir kepada Kristus. Hal tersebut tidak

membuat kita larut pada kebencian diri sendiri, atau lega karena

27

telah menyalahkan diri sendiri. Pertobatan sejati menyadarkan akan

keberdosaan kita dan memimpin kita masuk ke dalam

pengampunan dari Kristus yang melimpah.

Refleksi

1.Dalam area apa Anda merasakan rasa bersalah, malu, sebuah

keinginan untuk tidak mengulangi lagi, dan mendorong Anda

untuk lebih baik lagi?

2.Ambil beberapa waktu sejenak dan akui area-area tersebut

kepada Tuhan. Ucapkanlah syukur untuk anugerah-Nya dan

pengampunan-Nya yang telah membebaskan kita.

Doa

Allah yang penuh anugerah, di dalam kasih dan kemurahan Engkau

menghembuskan nafas kehidupan, menciptakan kami untuk

melayani Engkau dan sesama. Pada masa pertobatan ini,

perbaharui dan kuatkan kami menjalani kehidupan kami, di mana

kami dapat menikmati kepenuhan pengampunan-Mu di dalam

Kristus, Tuhan kami. Amin.

28

Hari ke-6, Selasa 7 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN,

perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang

dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada

kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan

kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar.

Bukankah Ia berfirman: "Sungguh, merekalah umat-Ku, anak-anak

yang tidak akan berlaku curang," maka Ia menjadi Juruselamat

mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau

utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka;

Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-

Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman

dahulu kala.” (Yes. 63:7-9)

Pengakuan Dosa

Allah yang kudus dan pemurah, kami mengaku bahwa kami telah

berdosa terhadap Engkau dalam pikiran, perkataan dan perbuatan

secara langsung maupun tidak langsung. Kami tidak mengasihi-Mu

dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan kami. Kami tidak

mengasihi sesama kami seperti kami mengasihi diri kami sendiri.

Kami tidak mengampuni sesama kami seperti kami sendiri telah

diampuni. Terimalah pertobatan kami, ya Allah, dan biarkan

murka-Mu lalu dari antara kami. Di dalam kemurahan-Mu, ampuni

diri kami, tolong kami memperbaiki diri kami, dan arahkan kami

menjadi pribadi yang Engkau inginkan, sehingga kami dapat

bersuka cita di dalam kehendak-Mu dan berjalan di jalan-Mu,

menuju kemuliaan nama-Mu, melalui Kristus, Allah kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 9:30-37)

29

Renungan

Hari Rabu yang lalu, orang-orang di penjuru dunia menandai dahi

mereka dengan abu sebagai tanda akan kemanusiaan dan kefanaan

mereka. Kita menemukan simbol dan praktek ini di dalam Alkitab.

Ketika Abraham memohon kepada Tuhan, ia berkata,

"Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada

Tuhan, walaupun aku debu dan abu. (Kej. 18:27). Ketika orang-

orang Niniwe mengindahkan peringatan Yunus, maka raja

“turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya,

diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu.” (Yun

3:6). Ini adalah tanda pertobatan.

Di dalam kitab 2 Tawarikh, Allah menginstruksikan Salomo

sebuah doa pertobatan “dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku

disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu

berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan

mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta

memulihkan negeri mereka.” (2 Taw. 7:14).

Ketika umat Allah tersesat, sering terdapat tindakan bersama yang

dilakukan ketika mereka bertobat. Mereka akan berpuasa, berduka

dan berdosa bersama kepada Allah untuk memulihkan dan

memberkati bangsa mereka. Pertobatan seperti itu sangat pantas

ketika kita mendapati diri kita sendiri merasakan konsekuensi dari

dosa bangsa kita. Misalnya, kita merasa gelisah melihat gaya hidup

materialisme yang merajalela di bangsa kita. Kita sendiri adalah

pelaku, tetapi ini menyangkut dosa satu bangsa. Kita membutuhkan

pertobatan massal untuk hal-hal seperti ini.

Pertobatan massal sama pentingnya baik di masa lalu dan di masa

kini, karena hal tersebut bukan sekedar sebuah ritual melainkan

sebuah relasional. Nabi-nabi Perjanjian Lama banyak berbicara

melawan penyembahan berhala. Nabi Yoel memperingati bangsa

Israel untuk “koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu” (Yl.

2:13). Seorang penafsir mengatakan tentang ayat ini: “Apa yang

diperlukan bukanlah ritual semata, tetapi keterlibatan aktif dari

30

seseorang untuk membuat perubahan radikal di dalam hati dan

mencari arahan baru dalam hidupnya. Apa yang dituntut adalah

berpaling dari dosa dan di waktu yang sama beralih kepada Allah.

Bagi para nabi, perubahan seperti itu tidak hanya sekedar

perubahan dalam diri seseorang; tetapi dapat terwujud dalam

keadilan, kebaikan dan kerendahan hati.”

Kata Ibrani yang sering digunakan oleh para nabi adalah “shubh”,

yang berarti “berbalik” atau “kembali”, sehingga gagasan kembali

dari pembuangan adalah suatu pengharapan. Yohanes Pembatis

merupakan nabi yang mengutarakan hal yang sama. Ia memanggil

orang-orang pada generasinya untuk membuat perubahan radikal

dalam hidupnya dengan mengarahkan mereka kepada Mesias yang

akan datang.

Inilah permulaan dari pertobatan, yaitu dalam kerendahan hati, kita

berbalik kepada Allah. Ini adalah hal yang sederhana namun sangat

penting. Allah adalah Pencipta langit dan bumi, penggerak utama,

dan Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan. Karena dunia dan

segala isinya adalah milik Allah, maka setiap pertobatan harus

berbalik kepada-Nya.

Hal ini begitu jelas, tetapi sangat mungkin bagi kita untuk percaya

kepada Allah tetapi menyingkirkan Dia dari hidup kita dan

bertindak seolah-olah kita lah yang paling tutama. Seberapa sering

di saat memikirkan situasi sendiri, kita berpikir, “Apa yang

kubutuhkan saat ini?” “Apa yang aku rasakan mengenai hal ini?”

“Apa yang aku sukai dan tidak sukai mengenai hal ini?” Kita

terkadang masuk ke dalam doa dan penyembahan dengan

pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Pada saat-saat seperti itu,

meskipun kita percaya kepada Allah, kita tidak menyadari penuh

kehadiran Allah bersama-sama dengan kita dan pemeliharaan-Nya

atas hidup kita. Jika kita sadar, kita mungkin akan berkata, “Bapa

Engkau tahu apa yang kami butuhkan” “Apa yang Engkau rasakan

mengenai hal ini?” “Ajarilah kami kehendak-Mu, sehingga kami

dapat mengetahui apa yang ‘baik dan yang berkenan kepada Allah

31

dan yang sempurna” (Rm. 12:2). Ketahuilah dua kunci perbedaan:

1) pertanyaan-pertanyaan kita seharusnya mencari kehendak Allah,

bukan diri sendiri; 2) perhatian kita kepada apa kebutuhan “kami”

(bersama) ketimbang kebutuhan “saya” (pribadi).

Jadi langkah pertama di dalam pertobatan adalah berbalik kepada

Allah. Ketahuilah kedaulatan Allah atas segala sesuatu, kenali

kehadiran-Nya dalam setiap situasi yang kita hadapi, dan undang Ia

masuk ke dalam hidup kita. Pertanyaan tentang apa yang kita pikir

dan rasakan dan butuhkan bukanlah pertanyaan-pertanyaan yang

buruk, tetapi merupakan masalah yang kedua. Fokus utama kita

adalah kepada Allah, kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya (Mat 6:33).

Yang paling utama, pertobatan harus tertuju kepada Allah, yang

kepada-Nya kita memohon kemurahan dan pengampunan-Nya di

dalam Kristus.

Refleksi

1.Dalam area apa Anda merasa bahwa hidup Anda jauh dari

kedaulatan Allah? Kapan Anda tidak dapat merasakan kehadiran

Allah dalam hidup Anda?

2.Apa ada area dalam hidup Anda di mana Anda menolak

kedaulatan Allah? Akui ini dalam doa kepada-Nya.

Doa

Allah penuh kasih, di dalam Yesus Kristus Engkau memberi diri-

Mu sendiri kepada kami, sehingga kami boleh mempersembahkan

diri kami kepada-Mu, untuk hidup seturut kehendak kudus-Mu.

Pimpin langkah kami untuk berpijak teguh di jalan yang mana

telah Kristus tuntun; buat mulut kami berbicara kebenaran sesuai

dengan apa yang telah Kristus ajarkan kepada kami; penuhilah

kami dengan kehidupan yang ada Kristus di dalamnya. Di dalam

nama kudus-Mu kami berdoa. Amin.

32

Hari ke-7, Rabu 8 Maret 2017

Panggilan Beribadah

Marilah kita menyembah Tuhan, yang telah melakukan perbuatan-

perbuatan besar. Marilah kita bersuka ria di dalam Tuhan, yang

membuat sebuah jalan melalui padang gurun dunia ini. Marilah

kita menyembah Tuhan yang telah membuat pengampunan-Nya

mengalir deras bagaikan sungai di tengah-tengah padang gurun.

Kitalah umat Allah yang telah dibentuk melalui Kristus. Kita

menyembah-Nya dan bersukacita! Marilah kita menyembah Tuhan

di dalam roh dan kebenaran. Kita memuji Tuhan karena anugerah-

Nya yang telah menyelamatkan kita. Haleluya! Bersukacitalah!

(berdasarkan Yes. 43: 19-21)

Pengakuan Dosa

Allah yang Mahakuasa dan penuh belas kasihan, kami mengaku

bahwa kami telah berdosa kepada Engau dan sesama kami, baik di

dalam perbuatan yang kami lakukan maupun yang tidak kami

lakukan. Kami mengenali bahwa di dalam Kristus Yesus terang

kami telah datang, namun meskipun begitu kami memilih untuk

berjalan di dalam bayangan dan mengabaikan Sang Cahaya. Allah

yang beranugerah, ampuni dosa kami dan jauhkan kami dari

selubung kegelapan yang membungkus hidup kami. Terangi kami

dengan firman-Mu, sehingga kami dapat menghampiri cahaya

kemuliaan Kristus. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 9:38-50)

Renungan

Seorang teman yang jujur pernah mengaku, “Pergumulanku dalam

hal pertobatan adalah untuk melihat apa yang harus kupertobatkan

sebenarnya.” Meskipun kita tahu bahwa pertobatan begitu penting,

tetapi kita tidak tahu apa yang harus kita pertobatkan secara

khusus. Sama halnya ketika kita hendak mendoakan sebuah

33

masalah kepada Tuhan, tetapi kita tidak terlau menyadari

kedalaman masalah itu. Itulah sebabnya mengapa kita memulainya

dengan mencari wajah Tuhan, karena kita membutuhkan terang

Tuhan untuk menyinari sisi gelap jiwa kita.

Ini adalah kabar baik yang rasul Yohanes kabarkan: “Allah adalah

terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” (1

Yoh. 1:5). Di dalam perjanjian lama, “terang” berbicara mengenai

karakter Allah dan kebenaran firman-Nya. Dalam tulisan-tulisan

rasul Yohanes, “terang” adalah kemuliaan Allah di dalam diri

Kristus dan penjelmaan akan firman-Nya. “Terang” yang dikatakan

oleh rasul Yohanes merupakan penggenapan dan kelanjutan dari

“terang” dari Perjanjian Lama. Allah telah menyatakan diri-Nya,

baik melalui Kristus juga melalui firman-Nya!

Datang kepada Allah bukanlah sebuah formalitas. Datang kepada

Allah adalah sebuah tangisan tidak berdaya: “Selidikilah aku, ya

Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-

pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di

jalan yang kekal!” (Maz 139:23-24). Tetapi janganlah kita jatuh ke

dalam sebuah mekanisme belaka. Atau pertanyaan yang ebih tepat:

“Bagaimana caranya agar saya tidak hanya menyesali dosa-dosa

saya, tetapi saya dapat mengalami pertobatan yang sejati?”

Allah sendiri adalah Allah yang mengundang manusia untuk

masuk ke dalam pertobatan. Ia tidak akan menjadikan pertobatan

itu sekedar ritual belaka. Pertobatan biasa mungkin hanya dibangun

oleh rasa takut dan kesombongan. Karena ketakutan, saya bertobat

karena takut akan konsekuensinya. Karena kesombongan, saya

bertobat karena “saya harus menjadi seorang kristen yang baik.”

Saya harus berhenti melakukannya karena saya tidak mau menjadi

seperti orang lain yang melakukan hal ini. Saya tidak seperti itu.

Manusia tidak dapat memperbaiki atau mengatasi masalah dosa.

Kita hanya bisa diselamatkan dari dosa dan dikuduskan di tengah-

tengah dosa.

34

Jika Anda menyelidiki Lenten - menyangkal diri dan reorientasi

diri kepada Tuhan - bukankah ini merupakan doa Anda? Tuhan,

terangi jalanku! Selidikilah hatiku dan ujilah pikiranku.

Terangilah jalanku yang gelap. Aku mau mendapatkan gambaran

yang jelas mengenai apa dan arah hidupku. Bagaimana aku dapat

berbalik dari jalan-jalanku jika aku tidak bisa melihatnya dengan

jelas?

Ketika kita menyangkal diri, kita sedang mengatakan: “Selidiki

aku, ya Tuhan.” Kita ingin mengetahui bagaimana dosa telah

membelenggu kita, membutakan kita dan membuat kita

menyimpang.Oleh karena itu, kita membuka hati kita agar firman

Tuhan dapat berbicara dan membuka jiwa kita agar Roh kudus

dapat bekerja seluas-luasnya.

Bagaimana caranya Allah menyelidiki, menguji dan menerangkan

kita? Allah memiliki banyak cara, tetapi kita akan memulainya

dengan yang paling tajam. Alkitab adalah firman Allah, “lebih

tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat

dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum;

ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.” (Ibr.

4:12). Firman-Nya menyelidiki kita, menuduh kita, menerangi kita

dan memimpin kita. Inilah sebabnya sebuah perenungan Alkitab

yang mendalam adalah cara yang baik di masa lenten.

Ingat, dalam masa Lenten ini, kita sedang “membuang” dan

“mendapatkan”. Ketika kita “membuang” sesuatu, kita sedang

membuat pembersihan dalam hidup kita. Tetapi jikalau

pembersihan ini tidak diisi dengan terang Allah, kita akan terjatuh

di dalam kegelapan. “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-

langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku. Aku beroleh

pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala

jalan dusta. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi

jalanku.” (Mzm. 119:103-105)

35

Refleksi

1.Dalam area kehidupan yang manakah Anda berusaha sendiri

memperbaiki permasalahan dosa?

2.Maukah Anda membawa area-area tersebut kepada Allah dan

mengalami pertobatan yang sejati?

Doa

Allah Pencipta langit dan bumi, terangilah dengan firman-Mu ke

dalam kegelapan kami yang tak terukur. Singkapkan kekacauan

hidup kami dan bentuklah hidup kami. Di dalam Kristus. Amin.

36

Hari ke-8, Kamis 9 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya,

perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!

Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah

segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-

Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari

TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya

selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya,

mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang

diucapkan-Nya, hai anak cucu Israel, hamba-Nya, hai anak-anak

Yakub, orang-orang pilihan-Nya! Bernyanyilah bagi TUHAN, hai

segenap bumi, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari

hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-

bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala

suku bangsa. Sebab besar TUHAN dan terpuji sangat, dan lebih

dahsyat Ia dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-

bangsa adalah berhala, tetapi TUHANlah yang menjadikan

langit.” (1 Taw. 16:8-13, 23-26)

Pengakuan Dosa

Bapa yang Mahapengampun, kami mengaku bahwa kami telah

berdosa terhadap Engkau. Melalui Roh Kudus, datanglah dan

tolonglah kami bertobat di dalam hati. Tolong kami untuk melihat

diri-Mu sebagaimana adanya Engkau: dengan tangan terbuka, hati

yang mengasihi dan kuasa untuk menyelamatkan. Tolong kami

melihat Yesus, sahabat dari pendosa, dan untuk mengikuti-Nya

dengan lebih setia. Sama seperti kami telah menerima-Nya,

kuatkanlah kami untuk berjalan di dalam-Nya, bergantung kepada-

Nya, bersekutu dengan-Nya dan diselaraskan dengan-Nya. Berikan

kami sebuah pengalaman akan anugerah-Mu yang membuat kami

berani, sehingga kami dapat dengan bersukacita hidup dengan

sesama kami. Amin.

37

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:1-12)

Renungan

Saya memiliki seorang teman yang mengatakan kepada saya,

“kenyataan adalah temanmu”. Seorang teman saya yang lain

berkata, “tetapi terkadang temanmu itu sangat buruk.”

Ketika kita membawa hidup kita kepada terang, hidup kita tidak

seindah yang kita pikirkan. Tetapi itulah kenyataan yang harus kita

terima. Kenyataan dapat menjadi teman sejati jika ia mengarahkan

kita kepada Allah, di mana “ Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia

akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari

segala kejahatan.” (1 Yoh 1:9)

Berjalan dalam terang bersama Tuhan adalah sebuah tindakan

pengakuan yang sederhana. Pengakuan tidak menjamin

pengampunan, tetapi memfasilitasi kekuatan pengampunan dan hal

tersebut memiliki efek “pembersihan” di dalam hidup orang

percaya. Yang berperan dalam hal ini adalah darah Kristus,

pengorbanan-Nya mati di atas kayu salib (1:7). Yesus rela dan

sanggup “membersihkan” kita dan memperbaiki relasi kita dengan-

Nya hanya ketika kita bersedia membawa diri kita kepada terang.

Berjalan di dalam kegelapan berarti mengabaikan atau bahkan

menyangkali kebenaran tentang Allah atau tentang diri kita sendiri.

Seorang anak kecil dapat menutup matanya dan percaya bahwa ia

tidak terlihat, tetapi itu karena ia tidak dapat melihat. Sama halnya

dengan seseorang yang berjalan dalam kegelapan. Ia berpikir hal-

hal yang dilihatnya adalah kenyatan, namun sebenarnya sangat

jauh dari kebenaran. Di ranah kebenaran, ia baru dapat berelasi

kepada Tuhan dan sesama berdasarkan apa yang benar dan

mengalami kuasa “pembersihan” dari darah Kristus.

38

Tetapi kita harus jujur terhadap diri sendiri. Kita sering kali

mengalihkan diri kita dengan terang yang semu seperti hiburan dan

kesukaan. Ketika hal-hal tersebut tidak mencukupi, kita

membawanya ke tingkat yang lebih tinggi dan memberikan diri

kita dikuasai olehnya. Hal tersebut adalah kecanduan. Ketika kita

merasakan stress, bosan, frustasi atau merasa kosong, kecanduan

membawa kita ke sebuah dunia di mana kita dapat melupakan

segala masalah kita, setidaknya untuk sejenak. Kecanduan begitu

berbahya karena tidak hanya kita mengabaikan kenyataan, tetapi

menjadikan diri kita semakin memburuk.

Kemunafikan, kesibukan, kecanduan dan keputusasaan bukanlah

teman kita. Mereka membawa kita kepada kematian. Dengan

pertolongan Tuhan, kita akan diperlihatkan bagaimana dosa

bekerja dan bagaimana Allah dapat membawa pemulihan dan

transformasi di seluruh area kehidupan kita. Tetapi dengan diri

sendiri, kita hanya dapat bertobat pada area-area yang kita hanya

dapat lihat.

Itulah sebabnya kita membutuhkan untuk membawa kita kepada

pertobatan sejati. Teman-teman dan keluarga kita dapat melihat sisi

yang tidak terlihat, dan kita memerlukan mereka untuk

mengatakannya kepada kita. Kita membutuhkan komunitas yang

otentik di mana kita bisa membicarakan pergumulan kita melawan

dosa dan cobaan, bagaimana dosa menghancurkan hidup kita, dan

bagaimana kehancuran tersebut membuat kita mencari penerimaan,

kebahagiaan dan damai di luar Tuhan. Dapatkah kita berbicara

mengenai hal-hal ini tanpa menghakimi sesama kita? Dapatkan kita

berbicara mengenai masalah kita tanpa seseorang harus selalu

memperbaikinya dengan solusi mereka? Dapatkah kita menangis

dengan mereka yang menangis dan berdoa untuk mereka yang

bergumul?

Selidikilah kami, ya Allah! Di setiap sisi gelap dan setiap tempat

tersembunyi.

39

Refleksi

1.Apakah Anda menyadari bahwa Anda memiliki area-area yang

Anda tidak dapat lihat dan memerlukan pertobatan?

2.Apakah Anda bersedia dan siap untuk menerima koreksi atau

teguran dalam kasih dari teman-teman, keluarga dan komunitas

yang otentik untuk membawa Anda kepada pertobatan sejati?

Doa

Allah yang memanggil, Allah yang mengubahkan, Allah yang

memipin perjalanan Lenten, tolong kami untuk mengenali suara-

Mu. Bukakan hati kami untuk berubah dan bertumbuh, di mana

kami dapat berjalan dengan Kristus. Demi nama Yesus, Amin.

40

Hari ke-9, Jumat 10 Maret 2017

Panggilan Beribadah “Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan

kamu akan menikmati sajian yang paling lezat. Sendengkanlah

telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu

akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu,

menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud.

Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus

menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”

(Yes. 55:2b-3; Yoh. 4:24)

Pengakuan Dosa Allah yang kekal dan mata air segala kehidupan: hati kami tidak

tenang sebelum mendapatkan peristirahatan di dalam-Mu. Namun

kami mengaku bahwa hati kami telah diperhamba oleh hasrat yang

egois dan hawa nafsu. Kami telah mencari banyak hal dan telah

menelantarkan satu hal yang perlu. Kami belum mengasihi-Mu

dengan segenap hati kami. Tolong kami untuk berbalik kepada-Mu

dan mendapatkan pengampunan. Tuntun kami, sehingga kami

dapat menemukan-Mu, sukacita dan damai dalam hidup kami.

Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:13-16)

Renungan Kita melihat kembali perintah Allah kepada Salomo: “dan umat-

Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan

mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat,

maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa

mereka, serta memulihkan negeri mereka.” (2 Taw. 7:14)

Pertobatan dimulai dengan mencari wajah Tuhan, mengakui segala

keberadaan kita dan berbalik dari jalan yang jahat. Untuk dapat

41

mengakui dan berbalik dari jalan yang jahat, kita harus

bertanggung jawab atas dosa-dosa kita.

Kata “dosa” telah banyak dimengerti sebagai sebuah tindakan

tertentu yang melanggar hukum Allah. Tetapi firman Allah tentang

dosa lebih dari itu. Sebuah pengertian dosa yang sangat membantu

berasal dari seorang filsuf dari abad ke-19: “dosa adalah sebuah

penolakan untuk menemukan identitas diri kita di dalam relasi dan

pelayanan kepada Allah. Dosa bertujuan untuk membentuk

membentuk identitas diri sendiri yang terpisah dari Allah.”

Manusia diciptakan untuk memusatkan seluruh hidupnya kepada

Allah dan menemukan harga diri serta tujuan hidupnya di dalam

Dia. Dengan kata lain, dosa bukan hanya melakukan hal-hal yang

buruk, tetapi dosa menjadikan hal-hal yang baik di sekitar manusia

menjadi pusat kehidupan manusia menggantikan Allah.

Ini adalah cara yang baik untuk berpikir tentang dosa karena kita

semua mencoba membangun identitas diri kita di atas sesuatu.

Dalam budaya kita, hal ini bisa berupa prestasi, suatu relasi atau

sebuah citra untuk menjadi orang Kristen yang dikenal baik. Setiap

orang membangun identitas dirinya di atas sesuatu.

Bapa gereja yang bernama Agustinus pernah mengatakan bahwa,

“kita semua diciptakan untuk Tuhan, dan hati kita terus gelisah

sampai menemukan peristirahatan di dalam-Nya.” Inilah yang

terjadi dengan bangsa Israel. Mereka membuat hal lain begitu

utama dan berzinah dengan berhala-berhala yang tidak dapat

menyelamatkan mereka. Bangsa Israel selalu berpaling kepada

berhala-berhala dan kemudian kembali kepada Allah. Inilah natur

dosa kita. Kita menyerahkan diri kita kepada ilah-ilah palsu dan

kembali kepada Allah ketika hidup kita mengalami kehancuran.

Berita Injil membebaskan kita dari keadaan yang berubah-ubah ini.

Allah menerima kita di dalam Kristus tanpa syarat. Kita diterima

dan diangkat menjadi anak-anak-Nya. Kita tidak membutuhkan

apapun selain apa yang telah Kristus berikan bagi kita. Kita tidak

42

dapat mencapai apapun lebih dari apa yang Kristus telah lakukan

bagi kita. Tidak ada hal yang dapat memisahkan kita dari kasih

Allah.

Kita tidak hanya mengakui bahwa kita telah berdosa, tetapi juga

kita telah berdosa karena kita dicobai oleh keinginan kita sendiri

dan dengan sukarela memberikan diri kita kepadanya. Kesadaran

seperti ini sangat perlu untuk pertobatan sejati dan merupakan hal

yang berbeda dari cara kita berhadapan dengan dosa kita

sebelumnya.

Selama ini kita berusaha untuk membenarkan dosa kita dengan

membuat berbagai alasan mengapa kita melakukannya.

Bertanggung jawab atas dosa berarti kita mengakui bahwa dosa

yang kita lakukan adalah karena kesalahan, kelemahan dan

keberadaan diri kita sendiri.

Selama ini kita mencoba untuk mengecilkan dosa kita dengan

berharap atau berasumsi bahwa Allah tidak melihat atau

mengetahui dosa kita. Kita tidak berpikir bahwa dosa sungguh-

sungguh merusak relasi kita dengan Allah dan menghalangi

berkat-Nya turun atas kita. Bertanggung jawab atas dosa berarti

kita mengakui bahwa dosa-dosa kita merusak dan mendukakan hati

Allah.

Selama ini kita berpura-pura bahwa segalanya kelihatan baik-baik

saja, namun sebenarnya kita sedang membersihakan cangkir di sisi

luarnya saja dan membiarkan sisi dalamnya begitu menjijikan.

Bertanggung jawab atas dosa kita berarti kita mengatakan,“tidak

peduli apa yang orang katakan baik tentang saya. Allah melihat

jauh ke dalam dan tidak terpesona atau ditipu dengan pujian mulut

semata. Allah membenci kemunafikan!”

Masalah kita lebih besar dari sekedar keadaan luar kita: kita hancur

di dalam. Pertobatan sejati memerlukan jauh lebih dalam dari apa

yang kita lakukan selama ini: kita perlu bertobat tentang siapa diri

43

kita sesungguhnya. Ingat, pertobatan adalah kabar baik. Itu adalah

sebuah harapan bagi Allah akan memulihkan kita.

Refleksi

1.Apa yang Allah ingatkan di dalam pikiran Anda hari ini? Apa

reaksi Anda?

2.Bagaimana Anda membenarkan segala sesuatu yang ada di

dalam pikiran Anda? Apakah Anda mau untuk tetap

menyembunyikannya?

3.Apakah Anda berduka terhadap dosa-dosa tersebut?

Doa

Allah yang pengampun, Engkau penuh kelemahlembutan dan belas

kasihan, kaya akan kemurahan dan selalu siap untuk mengampuni.

Berikan kami anugerah untuk meninggalkan segala kejahatan dan

berpaling kepada Kristus, di mana dalam setiap hal kami dapat

membuktikan untuk menjadi anak-anak-Mu yang terkasih di dalam

Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan bertakhta bersama-Mu

dan Roh Kudus selama-lamanya. Amin.

44

Hari ke-10, Sabtu 11 Maret 2017

Panggilan Beribadah “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah

mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang,

maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk

semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk

dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah

dibangkitkan untuk mereka. Sebab itu kami tidak lagi menilai

seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah

menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi

menilai-Nya demikian. Jadi siapa yang ada di dalam Kristus,

ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya

yang baru sudah datang. Dia yang tidak mengenal dosa telah

dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita

dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor. 5:14-17, 21)

Pengakuan Dosa

Allah yang berbelas kasihan, di dalam Yesus Kristus Engkau tidak

melupakan para pendosa namun menyambut mereka dengan kasih.

Kami berdoa, pandanglah kepada kami dalam pengampunan. Dosa

kami lebih besar dari yang dapat kami tanggung; masa lalu kami

memperbudak kami; kejahatan kami adalah kekejian. Ampuni

segala kejahatan kami; bebaskan kami dari masa lalu yang tak

dapat kami ubah; pulihkan apa yang tak dapat kami perbaiki.

Anugerahi kami dengan kasih-Mu dan ubahlah tangisan kami

menjadi sukacita untuk hidup yang baru bersama-Mu. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:17-31)

Renungan Martin Luther pernah berkata bahwa kehidupan seorang Kristen

adalah sebuah perjalanan atas pertobatan dan iman. Dengan

45

memahami dan melihat kembali berbagai aspek pertobatan, hal ini

membantu kita untuk menjalaninya setiap hari dalam pemahaman

yang benar. Mari kita mengingat kembali langkah-langkah yang

telah kita ambil selama seminggu terakhir ini

Pertobatan adalah respon atas anugerah Tuhan. Pertobatan

membawa kita kepada sukacita dan pemulihan, bukan kepada

keputusasaan karena mencoba lebih keras dan berujung pada

penghakiman diri sendiri. Karena Yesus adalah penggenapan dari

hukum Taurat dan Ia menanggung segala hukuman dosa yang

seharusnya ditanggung oleh manusia yang berdosa, maka tidak ada

penghukuman bagi kita yang ada di dalam Kristus Yesus. (Rm.

8:1-4). Oleh sebab itu, pertobatan digerakkan oleh kasih kepada

Allah dan sebuah keinginan untuk kembali bersekutu bersama-

Nya.

Pertobatan ditujukkan kepada Tuhan. Pengakuan raja Daud

adalah sebuah contoh pengakuan yang luar biasa dalam mengakui

Tuhan: “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu,

hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang

besar!Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan

tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan

pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.” (Mzm.

51:1-3). Pelanggarannya adalah perzinahan dan pembunuhan. Dua

dosa yang jelas-jelas merugikan sesama. Namun, ia berkata kepada

Allah: “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah

berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (ay.6a).

Pengakuannya tidak menghapuskan tanggung jawabnya terhadap

sesama, namun menekankan keutamaan Allah atas segala sesuatu.

Pertobatan adalah berjalan di dalam terang. Ada masa di mana

Daud berjalan dalam kegelapan dan tidak mau melihat apa yang

sebenarnya terjadi. Dalam Mazmur 32, ia menulis: “Selama aku

berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh

sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku

dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya

46

musim panas.” (ay. 3-4). Hanya ketika ia datang kepada Tuhan ia

mendapatkan pengalaman anugerah Allah: “Aku akan mengaku

kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau

mengampuni kesalahan karena dosaku.” (ay. 5).

Pertobatan adalah bertanggung jawab untuk dosa kita. Dalam

Mazmur 51, Daud mengidentifikasi masalahnya: “Sebab aku

sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul

dengan dosaku.” (ay. 5). Ia tidak menyalahkan orang lain,

membenarkan diri sendiri atau berusaha lari dari dosanya. Ia

melanjutkan: “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,

dalam dosa aku dikandung ibuku.” (ay. 7). Masalahnya bukan

hanya karena ia telah berbuat dosa, tetapi ia sendir adalah orang

berdosa. Membersihkan permukaan cangkir tidak akan cukup,

itulah sebabnya ia membutuhkan pembersihan yang lebih dalam:

“Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku

menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari

salju!Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku

dengan roh yang teguh! (ay. 9&12).

Pertobatan adalah berbalik kepada Allah di dalam iman.

Dalam bahasa sehari-hari, pertobatan berarti “pembaharuan budi”

untuk memikirkan kembali bagaimana identitas diri dan tujuan

hidup kita yang baru di dalam terang Kristus. Kita cenderung untuk

mencari arti, tujuan dan pemuasan akan hasrat kita di luar Tuhan.

Jadi panggilan untuk bertobat adalah sebuah undangan untuk

menyerahkan pengejaran kita kepada berhala-berhala dan berubah

ke satu pribadi Allah yang sejati yang memulihkan kita kepada

hidup yang diciptakan untuk kita. Kita tidak bisa menyelamatkan

diri kita sendiri.

Pertobatan adalah tindakan segenap hati yang terus-menerus.

Anda mungkin telah mendapatkan terang Allah dan merasa

dibebaskan. Namun itu tidak akan berlangsung lama jikalau Anda

tidak memiliki motivasi yang mendalam dan merasakan kesedihan

yang mendalam pula atas dosa-dosa Anda. Penekanan pertobatan

47

bukan pada kegagalan atau kesedihan semata, melainkan

mengajarkan kepada kita bahwa pertobatan merupakan tindakan

segenap hati yang terus menerus. Reformasi yang sesungguhnya

selalu memerlukan pemutusan dan penegasan ulang untuk kembali

kepada yang sebenarnya. Bila Anda sedang berada dalam keadaan

yang berantakan dan sudah berlangsung selama berminggu-minggu

atau berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, itu tidak akan bersih

seketika. Pertobatan adalah sebuah gaya hidup.

“Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang

dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!” (Mzm.

51:12)

Refleksi

1.Apakah perenungan Anda tentang pertobatan selama minggu ini

telah mengubah akal budi dan perilaku Anda?

2.Apa yang Anda terima dari Tuhan selama seminggu ini? Di area-

area kehidupan yang mana yang Allah tunjukkan bagi Anda untuk

bertobat? Tindakan apa yang Anda perlu ambil sebagai respon?

Doa

Allah yang Mahapengampun, melalui anak-Mu Yesus Kristus,

Engkau mendamaikan umat-Mu. Mengikuti teladan Yesus Kristus,

kiranya kami dapat menaati-Mu dengan segenap hati dan melayani

satu sama lain di dalam kasih yang kudus di dalam Yesus Kristus.

Amin.

48

Minggu Ke-2 Lenten, 12 Maret 2017

Kami percaya Yesus adalah Firman Allah yang menjadi manusia

dan tidak menganggap bahwa kesetaraan dengan Allah itu sebagai

milik yang harus dipertahankan. Ia mengosongkan diri-Nya sendiri,

mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan

manusia. Kami percaya bahwa Ia telah merendahkan diri-Nya dan

taat sampai mati. Kami percaya bahwa Allah telah meninggikan

Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama.

Kami percaya bahwa di dalam nama-Nya akan bertekuk lutut

segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada

di bawah bumu, dan segala lidah mengaku” Yesus Kristus adalah

Tuhan” bagi kemuliaan Allah, Bapa! Amin.

(diadaptasi dari Fil. 2:5-11)

49

50

Minggu Kedua:

KERENDAHAN HATI

51

Hari ke-11, Senin 13 Maret 2017

Panggilan Beribadah

Marilah menyembah Allah yang telah mendamaikan kita dengan

diri-Nya melalui Kristus. Kita adalah ciptaan yang baru, yang lama

sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang! Marilah

menyembah Allah! Melalui hidup dan penyembahan kita, biarlah

kita mengabarkan kabar baik ini kepada semua orang. Sembahlah

Allah dalam roh dan kebenaran. Pujilah Tuhan! Kita telah

didamaikan, ditebus dan diperbaharui!

(diadaptasi dari Yoh. 4:24 & 2 Kor. 5 :17-21)

Pengakuan Dosa

Kami mengakui walaupun kami telah dipersatukan dengan Kristus,

kami sering gagal untuk melakukan apa yang benar. Kami telah

menerima kasih Allah, namun kami belum sepenuhnya mengasihi

sesama. Kami memiliki persekutuan dengan Roh Kudus, namun

kami sering mengandalkan diri sendiri. Kami sering meninggalkan

Tuhan, mencari kesenangan dunia, mementingkan diri sendiri, dan

tidak peduli dengan orang lain. Namun Engkau, ya Tuhan, tidak

menarik kasih-Mu dari kami. Engkau telah memberi agar kami

dapat menerima. Ampunilah kami dengan kasih-Mu melalui anak-

Mu Yesus Kristus. Amin. (diadaptasi dari Flp. 2)

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:32-34)

Renungan

Dari awal hingga akhir hidup-Nya, Yesus dikenal sebagai pribadi

yang rendah hati. “yang walaupun dalam rupa Allah, (Yesus) tidak

menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus

dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,

dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan

manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah

52

merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati

di kayu salib.” (Flp. 2:6-8).

Yesus “mengosongkan diri-Nya”. Ini bukan berarti bahwa Yesus

bukan Allah sewaktu Ia datang ke dunia. ”Sebab dalam Dialah

berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol

2:9). Melainkan ini berarti bahwa Yesus menjadi manusia,

meninggalkan takhta kemuliaan-Nya dan mengambil rupa seorang

hamba. Suatu sikap merendahankan diri yang tiada banding! Anak

Allah meninggalkan tempat di sisi kanan Sang Allah Bapa untuk

suatu tempat semeja makan dengan pendosa dan pemungut cukai.

”Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani,

melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya

menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk. 10:45). ”Karena

kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus,

bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia

kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2

Kor. 8:9).

Yesus “merendahkan diri-Nya”. Ungkapan ini menekankan

ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, yaitu kematian-Nya di atas

kayu salib. Suatu ketaatan yang sempurna! Tetapi dalam ketaatan-

Nya kita dapat melihat sisi kemanusiaan-Nya. Pada saat malam Ia

diserahkan, Yesus ”sangat takut dan gentar, lalu kata-Nya kepada

mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.

Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Ia maju sedikit,

merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin,

saat itu lalu dari pada-Nya. Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak

ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku,

tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang

Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:33b-36). Kata “cawan” di dalam

Perjanjian Lama dimaknai sebagai ungkapan murka Allah terhadap

dosa. Yesus mengetahui yang akan dihadapi-Nya, dimana Ia akan

meminum cawan murka Allah terhadap dosa dunia. Penderitaan

Yesus di taman Getsemani bukan sekedar pengkhianatan atau

kematian, melainkan mengenai keterpisahan sementara Yesus dari

53

kasih Allah Bapa yang sempurna dan tak terbatas. Hal ini

menyebabkan kesedihan yang mendalam.

Gambaran meminum cawan murka yang penuh terasa menakutkan

sehingga Yesus berdoa untuk dihindarkan darinya. Dia berdoa

seperti seorang anak yang percaya kepada ayahnya yang mampu

untuk menghindarkannya dari kesusahan. Yesus berkata, “ ya

Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini

daripada-Ku”. Selama hidup-Nya, sewaktu Yesus berdoa, Ia

mendapatkan penghiburan dan kekuatan untuk melayani. Kali ini

Yesus berdoa kepada Bapa untuk mendapatkan penghiburan dan

kekuatan melakukan kehendak akhir Sang Bapa yaitu kayu salib.

Ketika kita mengerti kepahitan “cawan” yang membawa Yesus

kepada kegentaran dan ketakutan, kita dapat membayangkan

penderitaan-Nya di kayu salib. Tetapi dengan kesadaran dan

kesediaan penuh, Yesus rela melalui semuanya itu. Pada saat itu

juga kita dapat melihat kerendahan diri-Nya dan penyerahan penuh

kepada Sang Bapa. “… janganlah apa yang Aku kehendaki,

melainkan apa yang Engkau kehendaki.”

Refleksi

1.Sudahkah saya mengucap syukur atas kerendahan hati Yesus

yang menyelamatkan saya?

2.Dosa apa yang perlu saya tinggalkan?

3.Sudahkah saya berserah penuh kepada Allah di dalam hidup

saya?

Doa

Allah Bapa yang kekal dan Mahakuasa, kami mengucap syukur

untuk kerendahan hati Yesus yang telah menyelamatkan kami.

Kami berdoa kiranya Engkau yang mempukan kami untuk

meninggalkan segala dosa-dosa kami. Dan ajarlah kami untuk

meneladani kerendahan hati Yesus untuk menyerahkan diri kami

sepenuhnya di dalam tangan-Mu, Sang Pemilik dan Pencipta diri

kami. Dalam nama Yesus Kristus. Amin.

54

Hari ke-12, Selasa 14 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan

hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah

gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu

tanpa bayaran! Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu

yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak

mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan

yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.

Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku;

dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat

perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh

yang Kujanjikan kepada Daud. “ (Yes. 55:1-3)

Pengakuan Dosa

Tuhan yang Mahakuasa, yang Mahatahu dan Mahahadir; kami

mengakui bahwa kami kerap kali mencari kebenaran, penerimaan

dan pengakuan dari dunia yang hampa ini. Kami mohon

pengampunan dan memperbaharui kembali pengharapan kami di

dalam Kristus yang menyerahkan diri untuk meredakan murka-Mu

dan mengampuni dosa kami. Karena kami telah menerima segala

kebenaran, penerimaan dan pengakuan melalui pengorbanan

Kristus yang cukup, sempurna dan bernilai kekal. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:35-45)

Renungan

Yesus adalah Allah, tetapi Ia memilih untuk menjadi hamba. Dia

adalah Hakim yang agung namun menyerahkan diri-Nya untuk

diadili oleh pendosa. Inilah kerendahan hati Yesus: Ia memliki

segalanya, namun Ia menyerahkan segalanya termasuk diri-Nya

bagi kita.

55

Kita menghargai sifat kerendahan hati, namun kenyataannya tidak

semudah yang dibayangkan. Kita terbentuk untuk membangun diri

sendiri seperti menunjukkan kemampuan, dikagumi orang, dan

dipuji orang. Ironisnya, dengan cara-cara itu kita juga ingin dikenal

karena kerendahan hati kita. Apabila kita merasa bahwa menjaga

dan menahan diri selama masa Lenten itu menyulitkan, cobalah

berkomitmen untuk tidak menampilkan ego kita dalam sehari saja.

Kita akan sadar betapa sulitnya hal itu untuk dilakukan.

Dalam dunia Perjanjian Lama, mengganti pakaian / jubah dengan

sehelai kain karung merupakan simbol merendahkan diri di

hadapan Allah. Untuk merendahkan diri, kita harus memahami

makna “... janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang

Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:36). Roy Hession, seorang pendeta

Inggris, pernah menuliskan kata-kata yang menusuk: “ Pertama-

tama, sifat kesombongan diri harus diruntuhkan. Saya harus

menyerahkan hak-hak saya. Saya itu keras. Saya tidak mau menaati

Allah. Saya hanya tahu bahwa diri saya lah yang benar. Saya hanya

mengikuti cara saya sendiri. Saya yang paling berhak untuk

menilai segala sesuatu Saya selalu mencari kemuliaan sendiri.”

Oleh karena itu kita harus belajar untuk mengatakan, ”Saya harus

tunduk kepada kehendak Allah. Saya harus mengakui bahwa diri

saya dapat tersesat. Saya harus berpaling dari cara saya sendiri.

Saya harus menaati Tuhan Yesus. Saya harus membawa kemuliaan

hanya kepada Yesus saja. Karena hanya dengan cara ini Yesus

dapat memiliki semua dari apa yang saya miliki dan menjadi

semua dari apa yang saya butuhkan. Saya harus mati atas diri saya

sendiri.”

Pertobatan harus dimulai dengan kerendahan hati, karena

pertobatan pun dapat dimotivasi untuk mendapatkan kebanggaan

diri. Kita dapat berpaling dari yang salah untuk menjaga harga diri

kita. Kita dapat mengatakan, ”Saya adalah orang Kristen yang

baik. Saya tidak berbohong, membunuh ataupun merugikan orang

lain seperti kebanyakan orang. Saya tidak seperti mereka.”

56

Pandanglah pada Yesus yang menyerahkan diri-Nya bukan untuk

diri-Nya sendiri, melainkan untuk tunduk dan taat kepada Bapa.

Pada masa Lenten, kita sedang memberi ruang kepada terang Allah

untuk menyinari pojok-pojok hati yang terdalam sekalipun. Terang

Allah akan menerangi seluruh isi hati kita jika kita menerimanya

dengan kerendahan hati. Roy Hession melanjutkan kata-katanya,

”Orang yang setiap hari mengenali keberdosaan dirinya sendiri

adalah orang yang dengan rendah hati mau menerima pembentukan

Tuhan.”

Refleksi

1.Kepada siapakah saya mencari pujian atau perhatian? Apa yang

saya lakukan untuk mengejar kebanggaan diri?

2.Apakah hati saya rela untuk diterangi oleh terang Allah dan

menerima terang itu?

Doa

Ya Tuhan, murnikan hati dan jiwa kami untuk hanya menandang

dan tertuju kepada Engkau saja dalam kehidupan ini. Kami berdoa

biarlah Engkau dan segala kepenuhan-Mu, itulah yang mengisi

jiwa kami yang hampa, sehingga kami dapat merasakan dan

menikmati kemuliaan-Mu. Terangilah hati dan jiwa kami, agar

kami makin serupa dengan Anak-Mu. Di dalam nama Yesus.

Amin.

57

Hari ke-13, Rabu 15 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN

ALLAH adalah gunung batu yang kekal. Sebab Ia sudah

menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah

direndahkan-Nya, direndahkan-Nya sampai ke tanah dan

dicampakkan-Nya sampai ke debu. Kaki orang-orang sengsara,

telapak kaki orang-orang lemah akan menginjak-injaknya. Jejak

orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus

baginya. Ya TUHAN, kami juga menanti-nantikan saatnya Engkau

menjalankan penghakiman; kesukaan kami ialah menyebut nama-

Mu dan mengingat Engkau. Dengan segenap jiwa aku merindukan

Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati aku mencari

Engkau pada waktu pagi; sebab apabila Engkau datang

menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang

benar. Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera

bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah

yang melakukannya bagi kami.” (Yes. 26:4-

9, 12)

Pengakuan Dosa

Ya Tuhan, di dalam Yesus Engkau telah mengasihi kami. Namun

kami belum mengasihi-Mu dengan sungguh-sungguh. Engkau

telah membuka hati untuk kami, namun dengan kesombongan kami

menolak kasih-Mu. Engkau telah memberkati kami, namun kami

menyia-nyiakan berkat-Mu. Kami telah mendukakan hati-Mu dan

sesama kami, sehingga sebenarnya kami tidak layak untuk

dipanggil sebagai anak-anak-Mu. Ampunilah kami ya Tuhan,

karena kami telah tertunduk malu atas segala tindakan kami telah

menyakiti-Mu. Basuhlah kami dari segala dosa kami dan terimalah

kami masuk dalam Kerajaan-Mu, di mana kami tidak lagi

menyimpang dari kasih-Mu dan selalu bersama dengan-Mu. Amin.

58

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 10:46-52)

Renungan

Kebanggaan diri adalah musuh terbesar dari kerendahan hati. Bob

Thune, seorang pendeta Amerika pernah mengatakan bahwa “Pada

umumnya, ekspresi dari kebanggaan diri itu mudah terlihat:

misalnya atlet yang memamerkan kemampuannya, pengusaha

sombong yang memamerkan kesuksesannya, atau orang yang

selalu dipuji-puji. Tetapi kebanyakan dari kita pandai untuk tidak

terlihat seperti itu. Itulah masalahnya. Kita dapat menyembunyikan

kebanggaan diri tanpa membunuh kebanggaan diri itu sendiri.”

John Owen, seorang teolog besar di abad 17 pernah berkata,”

Untuk membunuh kebanggaan diri, kita harus menelusuri segala

bentuk manifestasi kebanggaan diri.” Kita harus mendapatkan

gambaran yang penuh tentang apa itu kebanggaan diri dan apa saja

bentuk kebanggaan diri, dan Alkitab menolong kita dalam hal ini.

Alkitab menunjukkan bahwa kebanggaan diri dapat berupa

keangkuhan hidup yang terlihat nyata (1 Yoh. 2:16) hingga kepada

bentuk pemusatan kepentingan diri sendiri yang halus (Flp. 2:4).

Dengan kata lain, inti dari kebanggaan diri adalah fokus pada diri

sendiri. Apabila kita ingin menjadi pribadi yang rendah hati, kita

harus membunuh kebanggan diri. Caranya dengan menjadikan

Yesus sebagai teladan dan perantara kita.

Yesus adalah teladan kita, karena walaupun Ia memiliki alasan

untuk berbangga diri, namun Ia memilih jalan kerendahan hati.

Dalam firman-Nya, kita diperintahkan untuk mengikuti

keteladanan Yesus: ”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,

menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus

Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap

kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus

dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,

59

dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan

manusia.” (Flp. 2:5-7).

Mengikuti teladan Yesus bukan berarti merupakan perjuangan dan

jerih lelah kita. Jikalau kita melakukan dengan cara ini, kita

melewatkan inti dari pengajaran firman-Nya, yaitu persekutuan

dengan Kristus.

Kita telah dipanggil masuk dalam persekutuan dengan Kristus oleh

anugerah melalui iman dalam kehidupan, kematian dan

kebangkitan Kristus. Karena pada mulanya kita memberontak

kepada Allah, kita layak untuk menanggung murka Allah.

Walaupun dengan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki, kita

tidak dapat bediri di hadapan murka Allah. Oleh karena itu kita

membutuhkan seorang perantara yang berdiri di antara kita sebagai

pemberontak dan di hadapan murka Allah yang menyala-nyala.

Yesus “... dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan

diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”

(Flp. 2:8). Yesus mengangkat segala kesalahan dan dosa kita dan

menanggung murka Allah sehingga siapapun yang datang kepada-

Nya diperdamaikan dengan Allah. Melalui persekutuan ini, Yesus

berkarya dalam hidup kita melalui kuasa Roh Kudus untuk

mengubahkan kita menjadi serupa dengan diri-Nya.

Apakah Anda ingin dilepaskan dari kebanggaan diri dan mulai

melayani sesama dengan kerendahan hati? Apakah Anda ingin

dilepaskan dari pemusatan diri dalam segala bentuk? Lihat dan

datanglah kepada Sang Juruselamat manusia dan bukalah hati

Anda seluas-luasnya untuk karya Roh Kudus dalam diri Anda.

Refleksi

1.Apa yang menjadi manifestasi dari kebanggaan diri dan

pemusatan diri Anda?

2.Sudahkah Anda membuka hati untuk karya Roh Kudus

mengubahkan kebanggaan diri menjadi kerendahan hati seperti

teladan Yesus?

60

Doa

Ya Tuhan, kami sadar sesadar-sadarnya bahwa kami ini lemah

dalam kedagingan kami untuk membanggakan diri dan memenuhi

segala keinginan diri. Kami mengucap syukur karena Engkau telah

memberi teladan yang agung dalam diri Kristus. Ubahlah hati kami

ya Tuhan menjadi serupa dengan hati Kristus yang penuh dengan

kerendahan hati. Kami membuka hati dan diri kami untuk karya

Roh Kudus bekerja seluas-luasnya dalam diri kami. Dalam nama

Yesus. Amin.

61

Hari ke-14, Kamis 16 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku

bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah

memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari

sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena

Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar

kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-

temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan

kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan

orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang

yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang

rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang

lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan

hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat

rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang

kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya."

(Luk. 1:46-55)

Pengakuan Dosa

Allah yang Mahakudus, di dalam Kristus Engkau dijadikan berdosa

karena kami. Engkau mengangkat dosa kami agar kami dapat

menjadi serupa dengan Engkau. Namun kami mengakui bahwa

kami sering kali menyembunyikan perbuatan-perbuatan dosa kami

dan tidak mengakuinya kepada Engkau. Dosa kami terlampau berat

dan menjadi beban dalam diri kami. Ampuni kami ya Tuhan. Di

dalam Kristus, angkatlah segala beban dosa kami ini. Biarlah kami

mengakuai segala kesalahan dan dosa kami sehingga kami beroleh

sukacita di dalam Engkau dan hidup dalam kekudusan-Mu. Di

dalam nama Yesus. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 11:1-11)

62

Renungan

Kesombongan adalah sikap meninggikan diri lebih dari yang

sepatutnya. Namun kerendahan hati juga bukan berarti melihat diri

lebih rendah dari yang sepatutnya. Kerendahan hati adalah sikap

untuk lebih sedikit memikirkan diri sendiri. Karena apa yang kita

miliki adalah berasal dari Tuhan dan harus dipersembahkan dan

digunakan dalam iman untuk kemuliaan Tuhan, bukan untuk

kepentingan kita sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang lain

(Rm. 12:1-8).

Setiap dari kita ingin menjadi bagian dalam komunitas di mana

tidak ada kesombongan dan egoisme, melainkan sikap saling

mendahulukan kepentingan orang lain dan pelayanan menjadi

kenyataan. Inilah jenis komunitas yang dikatakan dalam Alkitab :

”dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang

sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang

menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan

janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya

sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Flp. 2:3-4).

Kunci terwujudnya komunitas demikian adalah kerendahan hati.

Dengan kata lain, kurangnya kepedulian kita kepada orang lain dan

sikap melayani karena tidak adanya kerendahan hati. Segala bentuk

dari keegoisan adalah karena kurangnya kasih kepada sesama. Kita

menjadi penikmat bukan pelayan. Sikap ini dapat menjadikan suatu

komunitas yang hanya peduli pada anggota dirinya sendiri, bukan

peduli kepada dunia luar.

Kita menjadi pribadi atau komunitas penikmat berkat karena

kurangnya iman. Kita kuatir dengan apa yang orang pikirkan

tentang kita karena kita tidak percaya bahwa Tuhan berkenan pada

kita (Mzm. 149:4), kuatir Tuhan tidak mampu memenuhi

kebutuhan kita (Mat. 6:32), kita mengejar pujian karena kita tidak

yakin berkat Tuhan tersedia apabila kita melakukannya

tersembunyi (Mat. 6:6). Kita membandingkan diri sendiri dengan

yang lain karena kita lupa Tuhan adalah kebenaran (1 Kor. 1:30).

63

Seorang penikmat adalah orang yang berpusat pada diri sendiri

karena ia berfokus membangun “kerajaan”nya untuk memenuhi

segala kebutuhannya. Pada masa Lenten, Yesus memanggil kita

semua untuk memperbaiki fokus hidup kita seperti: “Tetapi carilah

dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu

akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).

Masa Lenten mengajarkan kita bahwa orang yang percaya kepada

Allah akan memenuhi segala kebutuhannya, ia akan

memperhatikan pula kebutuhan sesama. Terdapat sebuah paradoks,

di mana ketika orang berfokus untuk memenuhi kebutuhannya

sendiri, maka ia tidak akan dapat mencukupinya. Namun apabila

kita mulai belajar untuk memperhatikan kebutuhan orang lain –

ketika kita mulai melayani yang lain ketimbang melayani diri

sendiri - dalam perjalanan tersebut kita akan mendapatkan bahwa

Allah yang bermurah hati akan mencukupi segala kebutuhan kita.

Anugerah Allah menjadikan kita sebagai pelayan bagi Tuhan dan

sesama.

Anugerah Allah dalam Yesus Kristus harus meresap ke dalam hati

kita sehingga kita dapat diubahkan. Yesus datang menjadi hamba,

penyembuh, pembuat mukjizat, membasuh kaki dan disalibkan.

Ketika kita dengan rendah hati menerima kasih-Nya dan merasa

cukup terhadap kasih-Nya, kita akan menjadi sukacita dan giat

melayani.

Refleksi

1.Apakah Anda mendambakan untuk menjadi bagian dalam

komunitas yang sejati?

2.Apakah Anda siap untuk mulai memperhatikan kepentingan

orang lain juga disamping kepentingan diri sendiri?

Doa

Ya Tuhan, mampukan kami untuk tidak berfokus pada kepentingan

diri sendiri, tetapi kami mulai memperhatikan kepentingan orang

64

lain juga untuk mewujudkan komunitas seperti yang Engkau

kehendaki. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.

65

Hari ke-15, Jumat 17 Maret 2017

Panggilan Beribadah

”Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar

kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh

rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang

Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan

orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan

mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan

keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada

anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu.

Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu

tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala

perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-

Nya.” (Mzm. 145:8-13)

Pengakuan Dosa

Kristus, firman Allah yang menjelma menjadi manusia, Engkau

datang ke dunia untuk menggenapi keselamatan. Oleh anugerah-

Mu, Engkau memanggil kami untuk datang, disalib bersama-Mu

sehingga kami menjadi ciptaan baru. Namun kami mengakui sering

kali kami tidak hidup seperti orang yang lahir baru. Kami lebih

sering mengikuti arus dunia dibanding melawannya. Ampuni kami

karena kami sering tidak menampilkan bukti pembaharuan hidup

yang Engkau kerjakan. Ampuni kami ketika kami membiarkan

buah Roh dikalahkan oleh akar kejahatan. Engkau telah

menjadikan kami anak-anak-Mu, anggota keluarga kerajaan sorga.

Tolong kami untuk menjadi teladan di mana pun kami berada.

Membawa keadilan, perdamaian, kelemahlembutan, kebaikan,

kasih, sukacita dan pengharapan. Di dalam nama-Mu kami berdoa.

Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 11:12-19)

66

Renungan

Kita dinasihati oleh rasul Paulus untuk ”berpikir begitu rupa,

sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang

dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Rm. 12:3b).

Dengan kata lain, orang yang rendah hati adalah orang yang paham

mengenai identitas dirinya dan milik siapakah dirinya.

Ini adalah kunci teladan kerendahan hati Yesus. Sebagai Anak

Allah, Yesus melakukan pekerjaan Bapa. Banyak pertanyaan

mengenai identitas diri-Nya, namun Yesus tidak menjadi bimbang

karena keraguan atau kritik orang banyak (Mrk. 8:27-30). Ketika

orang banyak berkerumun, Yesus memilih untuk menyingkir dan

berdoa. Ia tidak terpengaruh oleh orang banyak karena Ia

memahami benar perkataan Bapa: "Engkaulah Anak-Ku yang

Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Mrk. 1:11b). Dengan

demikian, Yesus dapat berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan

hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau

tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6). Dan tanpa mementingkan diri-Nya

sendiri, Yesus berkata: ”Anak Manusia akan diserahkan pada

iman-iman kepala dan ahli Taurat dan mereka akan menjatuhi Dia

hukuman mati.” (Mrk. 10:33). Yesus hidup dan mati untuk kita.

Berbanding terbalik dengan kesombongan diri, kerendahan hati

Yesus ditandai dengan kebergantungan diri kepada Allah Bapa dan

kepercayaan diri-Nya sendiri. Apabila kita ingin meneladani

Yesus, kita harus ”berpikir begitu rupa” dengan pemahaman yang

jelas tentang identitas diri kita dan kepunyaan siapakah kita.

Firman Tuhan menunjukkan identitas diri kita: diciptakan menurut

gambar dan rupa Allah untuk kemuliaan-Nya. Kebenaran ini

menyatakan akan kemuliaan manusia dan kebergantungan manusia

pada Allah. Sebelum dan sesudah kejatuhan, manusia memerlukan

Allah di dalam segala hal, “sebab di dalam Dia kita hidup, kita

bergerak, kita ada.” (Kis.17:28).

67

Firman Tuhan menunjukkan milik siapakah kita ini: kita adalah

milik Allah secara jasmani dan rohani. Allah adalah Sang Pencipta,

yang di mana DiaIah tujuan keserupaan kita. Allah adalah Bapa,

yang karena-Nya kita diangkat menjadi anak-anak-Nya. Allah

adalah Tuhan, yang di mana kitalah hamba-hamba-Nya. Allah

adalah Sang Raja, yang di mana kitalah umat-Nya. ” ... bahwa

maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-

pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,

atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah,

ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita

dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm

8:38-39)

Kita mempercayai perkataan-perkataan ini, namun kita

memerlukan pertolongan dalam keraguan kita. Kita memerlukan

orang lain untuk mengingatkan kita akan perkataan-perkataan ini.

Kita harus berakar dalam komunitas orang beriman apabila kia

ingin berakar juga dalam firman Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan

dapat memakai orang-orang sekitar kita untuk membantu kita

bertumbuh.

Ada perkataan yang mengatakan: “ Kamu tidak dapat melihat

mukamu sendiri”. Pada saat itulah Allah menyinari kehidupan kita

sehingga kita menjadi terlihat oleh orang lain. Kita membutuhkan

pandangan orang lain untuk melihat diri kita. Walaupun bukan

berarti pandangan mereka adalah suatu kebenaran yang abslout,

demikian juga dengan pandangan kita terhadap diri sendiri.

Menjadi rendah hati itu berarti kita harus rela untuk ”dilihat” oleh

Tuhan dan manusia tentang siapa diri kita sesungguhnya. Natur

kesombongan diri kita menolak hal ini, tetapi diperlukan suatu

sikap rendah hati. Kita tidak dapat hidup dalam terang Allah dan

kegelapan secara bersamaan.

Apabila kita mau belajar untuk mengasihi sesama, maka kita harus

belajar rendah hati untuk menerima dan mengungkapkan apapun

yang terlihat oleh terang Allah. Dalam kerendahan hati, kita belajar

68

untuk tidak mementingkan diri. Hawa nafsu kita dihilangkan dan

kita tidak lagi menuntut untuk diri sendiri. Dalam perjalanan

menuju salib, keraguan akan identitas kita hilang ketika kita hidup

di dalam Tuhan. Kesombongan dapat dipatahkan karena kita tidak

mementingkan diri sendiri dan mencari pujian dari orang lain. Kita

dibebaskan dari belenggu pemusatan diri sendiri.

Refleksi

1.Apakah Anda sedang ”berjalan” dalam terang Allah tetapi

sekaligus berjalan dalam kegelapan? Yang manakah yang Anda

pilih?

2.Apakah Anda mau belajar untuk menerima dan mengungkapkan

apapun yang terlihat oleh terang Allah dalam komunitas Anda?

3.Bagian firman Tuhan manakah dari perenungan hari ini yang

Anda perlu diperbaharui dalam mempercayainya?

Doa

Ya Tuhan, mampukan kami untuk hidup hanya di dalam terang-Mu

yang Engkau berikan kepada kami, dan mampukan kami untuk

melihat, menerima dan memperlihatkan apapun yang terang-Mu

singkapkan dalam hidup kami dan juga dalam komunitas kami. Di

dalam nama Yesus Kristus. Amin.

69

Hari ke-16, Sabtu 18 Maret 2017

Panggilan Beribadah

”Tuhan adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak

pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia,

keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Api menjalar di

hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya sekeliling.

Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan gemetar.

Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan

Tuhan seluruh bumi. Hai orang-orang yang mengasihi Tuhan,

bencilah kejahatan ! Dia, yang memelihara nyawa orang-orang

yang dikasihi-Nya, akan melepaskan mereka dari tangan orang-

orang fasik. Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita

bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena TUHAN,

hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya

yang kudus.” (Mzm. 97:1-5, 10-12)

Pengakuan Dosa

Tuhan yang Mahakuasa, yang penuh belas kasihan kepada setiap

orang yang datang kepada-Mu, dengarlah kami ketika kami datang

dengan rendah hati mengakui dosa kami dan memohon belas

kasihan dan pengampunan. Kami telah melanggar perintah-Mu

dengan perbuatan dan perkataan kami serta segala keinginan jahat

di dalam hati kami. Kami mengakui segala ketidaktaatan, hati yang

tidak mengucap syukur, kesombongan, kesalahan dan kelemahan

kami terhadap Engkau, keluarga dan sesama kami. Ampunilah

kami, Tuhan yang Mahapengasih, dan karena kebaikan-Mu kami

dapat melayani dan menyenangkan-Mu dalam pembaharuan hidup.

Mampukanlah kami. Dalam nama Tuhan Yesus Juruselamat kami.

Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 11:20-26)

70

Renungan

“Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati

Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau

kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!" (Mrk. 10:35).

Apakah perkataan di atas dapat dikatakan doa yang rendah hati ?

“Sebelum saya menyampaikan permohonan saya, saya ingin

Engkau berjanji bahwa Engkau akan mengabulkannya”. Kita

sangat pandai dalam menyampaikan permohonan kepada Tuhan,

tetapi kita tidak terlalu peka dalam mencari apa yang Tuhan

kehendaki bagi kita. Untuk mengubahnya diperlukan kesabaran,

refleksi, pembelajaran, ketaatan dan semua hal yang memerlukan

sikap rendah hati.

Atas permintaan kedua murid-Nya, Yesus menjawab "Apa yang

kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?." Mereka menjawab:

"Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang

seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah

kiri-Mu." (Mrk. 10:36-37).

Hal ini merupakan permintaan yang mustahil, namun tidak bagi

mereka tentunya. Mereka berpikir bahwa Yesus akan mengalahkan

bangsa penjajah dan mendirikan kerajaan di dunia. Persepsi mereka

yang keliru membuat mereka tidak memahami apa yang Yesus

katakan “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia

akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,

dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan

menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal

Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh,

dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit. "(Mrk. 10:33-34).

Apabila kita datang kepada Allah dengan permintaan-permintaan

kita dan berharap Dia harus mengabulkan apa yang kita minta dan

mengerjakan sesuai dengan cara kita, maka kita sudah memulai

dengan salah dan akan tersesat.

71

Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang

kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus

Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?"

(Mrk. 10:38). Dengan kata lain : “Kemuliaan-Ku tidak seperti yang

kau bayangkan, dan jalan menuju ke kemuliaan-Ku juga tidak

seperti kau bayangkan”. Seperti yang lazim kita lakukan, mereka

keliru untuk suatu hal yang mendasar. Menjadi penting itu selalu

berbicara tentang kedudukan, status, dan penghargaan dari orang

lain. Hal ini merupakan keinginan membangun citra diri sendiri :

ingin dikenal, dekat dengan orang yang terpandang, memamerkan

kepintaran atau wawasan, ingin terlihat sibuk, membentuk

kedewasan rohani dari kesibukan pelayanan dan pencapaian,

penghargaan, dan mengagungkan pencapaian dunia. Namun,

menjadi berdampak itu selalu berbicara tentang makna yang kita

berikan kepada sesama dan sekitar. Hal ini dapat dilakukan dengan

cara menjadi berkat bagi sesama seperti mengingat nama orang

lain, terlibat dalam kegiatan sosial, mengajar sesama, membuka

diri, mengasihi sesama, menjadikan Yesus sebagai Kepala dari

Tubuh, dan menghargai kontribusi rekan sepelayanan.

Kata “cawan” merujuk pada penderitaan yang Yesus harus jalani.

Sebelum Yesus ditinggikan di atas takhta-Nya, Ia harus ditinggikan

di kayu salib. Para murid Yesus memang tidak ikut disalibkan,

namun mereka akan meminum juga dari cawan penderitaan Yesus.

Kemuliaan dalam Kerajaan Allah selalu berkaitan dengan dengan

memilkul salib. Hal ini merupakan momentum pembelajaran bagi

murid-murid dan juga kita: ”dan barangsiapa ingin menjadi yang

terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk

semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk

dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-

Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”.(Mrk. 10:45)

Kerendahan hati bukan berarti tidak memiliki kedudukan dan

kekuasaan, melainkan menggunakan kedudukan dan kekuasaan

untuk kebaikan bagi sesama. Apabila kita dapat mengarahkan

pikiran dan perasaan kita pada pribadi agung Yesus dan karya-Nya

72

– dan apa maknanya bagi kita – maka kita akan ditinggikan oleh

Allah.

Refleksi

1.Apakah Anda melihat kesamaan diri Anda dengan kedua murid

Yesus?

2.Yang manakah yang Anda pilih, menjadi penting atau menjadi

berdampak?

3.Setelah perenungan tema kerendahan hati selama satu minggu

ini, adakah tekad yang ingin diambil atau komitmen yang ingin

diperbaharui?

Doa

Terima kasih Tuhan untuk teladan kerendahan hati yang telah Kau

tunjukkan kepada kami. Kami mohon Engkau yang mampukan

kami untuk meneladani Engkau dalam diri Yesus untuk menjadi

rendah hati. Belajar untuk tidak memperhatikan kepentingan

sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Belajar untuk menaruh

pikiran dan perasaan kami serupa dengan Anak-Mu. Di dalam

nama Yesus. Amin.

73

Minggu ke-3 Lenten, 19 Maret 2017

Melalui kebangkitan-Nya, Ia telah menaklukan maut sehingga Ia

dapat memberikan kebenaran-Nya bagi kita. Melalui kuasa-Nya,

kita dibangkitkan kepada kehidupan yang baru. Kebangkitan

Kristus adalah jaminan akan kebangkitan mulia kita.

74

75

Minggu Ketiga:

PENDERITAAN

76

Hari ke-17, Senin 20 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk

selama-lamanya kasih setiaNya. Dalam kesesakan aku telah

berseru kepada Tuhan. Tuhan telah menjawab aku dengan

memberi kelegaan. Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku; Ia telah

menjadi keselamatanku. Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku

akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Batu yang

dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.

Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata

kita. Inilah hari yang dijadikan Tuhan, mari kita bersorak-sorak

dan bersukacita karenaNya!” (Mzm. 118:1,5,14,17,22-24)

Pengakuan Dosa

Allah yang kudus, kami telah berulang kali berbuat dosa dengan

kesombongan, keraguan, kegagalan untuk menemukan kehendak-

Mu dalam firman-Mu, dan kelalaian untuk mencari Engkau dalam

kehidupan sehari-hari. Kami diperhadapkan dengan rentetan

tuduhan dan perasaan bersalah oleh karena pelanggaran-

pelanggaran kami. Namun kami bersyukur, tuduhan dan perasaan

bersalah tidak menghantui kami selamanya karena Kristus telah

menebus kami dan menganugerahkan kami kehidupan.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 11:27-33)

Renungan

Masa Lenten adalah masa menjelang Paskah. Masa ini adalah

waktu persiapan dan pertobatan di mana kita mengingat kembali

penderitaan Yesus dan menantikan kebangkitan-Nya. Pertanyaan

yang seringkali Anda dengar adalah “Apa yang telah Anda

tanggalkan pada masa Lenten?” Sepanjang sejarah, banyak orang

Kristen merayakan masa Lenten dengan cara berpuasa atau dengan

melakukan tindakan-tindakan penyangkalan diri lainnya. Bahaya

77

dari tradisi tersebut tentu saja adalah ketika semua ini hanya

menjadi sekedar sebuah ritual, atau bahkan menjadi sumber

kesombongan diri. Kita rindu untuk mendapatkan kembali

semangat dan makna Lenten yang sesungguhnya dalam masa ini.

Tidak seperti pertobatan dan kerendahan hati yang terjadi di dalam

dan melalui diri kita, penderitaan semata-mata dapat terjadi pada

kita. Pertobatan dan kerendahan hati adalah respon iman terhadap

anugerah Allah yang sedang bekerja. Sedangkan penderitaan

memerlukan respon iman bahwa Allah tetap baik dan berkuasa,

walaupun nampaknya Allah sedang tidak bekerja. Topik ini

selanjutnya mengarah pada sebuah pertanyaan sulit: Mengapa

Allah membiarkan kita menderita? Kita selalu mencari tahu

jawaban atas pertanyaan ini untuk diri kita sendiri dan untuk dunia.

Tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan “mengapa” adalah

bagian dari penderitaan juga.

Suatu hari Yesus dan murid-murid-Nya sedang berjalan dan

melewati seseorang yang buta sejak lahirnya. Para murid bertanya

kepada-Nya, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri

atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (Yoh. 9:2).

Mereka mencari jawaban dari sebuah pertanyaan yang umum.

Berdasarkan janji Allah kepada bangsa Israel, orang Yahudi

menganggap bahwa Allah akan selalu memberkati mereka secara

materi ketika mereka hidup saleh. Sebaliknya mereka menganggap

orang-orang yang melakukan kejahatan akan didisiplinkan dengan

berbagai cara. Secara singkat, mereka menganggap Allah akan

mencurahkan berkat atas perbuatan yang baik, dan akan

menghukum yang lain atas dosa mereka.

Kita dapat melihat pola pikir serupa dimiliki juga oleh teman-

teman Ayub dalam kitab Ayub. Pada kenyataannya, Ayub diuji

dengan berbagai penderitaan karena kesalehannya dan bukan

karena dosanya (Ayb. 1:1-12). Namun teman-teman Ayub

bersikeras memaksanya untuk mengakui bahwa penderitaannya

78

adalah hasil dari dosa-dosa yang telah dilakukannya. Teman-

temannya yakin bahwa Allah akan memberkati dia kembali kalau

Ayub meninggalkan dosanya. Mungkin Asaf juga memiliki

pemikiran yang sama tentang kekayaan dan kemiskinan. Dia

merasa frustasi dan marah dengan Allah karena kekayaan orang-

orang fasik bertambah sedangkan tidak demikian dengan orang-

orang yang saleh (Mzm. 73:1-14).

Inilah sebabnya murid-murid Yesus menanyakan pertanyaan

seperti itu. Pemahaman mereka terhadap penderitaan adalah bahwa

orang tersebut sedang dihukum karena dosa. Tetapi Yesus

menjawab, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena

pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh.

9:3).

Yesus tidak memberikan penjelasan bertele-tele mengenai

penderitaan, tetapi Ia menunjuk kepada penderitaan yang harus

dilalui-Nya sendiri untuk menjelaskan kasih Allah. Yesus rela

untuk menderita karena ketidakadilan, walaupun itu harus berujung

pada kematian. Ia menderita bukan karena Ia berdosa, tetapi karena

“semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan

Allah” (Rm. 3:23). Ia melakukan semua ini agar pekerjaan Allah

dapat dinyatakan melalui diri-Nya, “Kristus Yesus telah ditentukan

Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.

Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia

telah membiarkan dosa-dosa telah terjadi dahulu pada masa

kesabaranNya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-

Nya pada masa ini, supaya nyata bahwa Ia benar dan juga

membenarkan orang yang percaya pada Yesus.” (Rm. 3:25-26).

Kita tidak memiliki semua jawaban atas pertanyaan mengapa kita

menderita, tetapi kita memiliki jawaban-jawaban yang tidak

mungkin. Tidak mungkin Allah tidak melihat atau peduli, karena Ia

telah mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk merasakan

penderitaan kita. Tidak mungkin penderitaan itu adalah suatu

79

kondisi tanpa harapan, karena Ia telah mengalahkan dosa dan maut

dengan membangkitkan Anak-Nya dari kematian.

Refleksi

1.Apakah selama ini penderitaan yang Anda alami menguji iman

Anda?

2.Pernahkah Anda mencoba mengerti alasan penderitaan yang

Anda alami?

3.Maukah Anda tetap percaya dan berharap kepada Tuhan

walaupun Anda tidak mengerti mengapa Anda harus menderita?

Doa

Tuhan, tolonglah kami agar tidak bimbang dan hidup dalam

pimpinan Tuhan. Jangan biarkan kami hilang arah ketika sedang

berjalan untuk taat dan setia kepada-Mu. Kuatkan kami

menghadapi pertempuran iman yang ada di depan sana. Berikan

kami keberanian menghadapi pencobaan-pencobaan. Bantu kami

agar dapat menjadi seorang yang kudus, yang bebas dari setiap hal

yang salah maupun yang bertentangan dengan kehendak-Mu.

Berikan kami kehidupan yang dibangkitkan, biarkan itu berkuasa

atas kami, biarkan kami berjalan dalam kuasanya, dan dikuatkan

oleh kuasanya. Amin.

80

Hari ke-18, Selasa 21 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena

rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh

kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu

hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian

yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar, dan yang tidak

dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang

dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kami

menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinayatakan

pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang

ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai

pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan

kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada

emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga

kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan

pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Sekalipun kamu

belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu

bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,

karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan

jiwamu.” (1 Ptr. 1:3-9)

Pengakuan Dosa

Jika Engkau, ya TUHAN mengingat-ingat kesalahan, siapakah

yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya

Engkau ditakuti orang. Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku

menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku

mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan

pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. Allah yang

maha kuasa, penebus kami, kami gagal membawa kabar tentang

pengampunan dan pengharapan dari-Mu oleh karena kelemahan-

kelemahan kami. Perbaharui hidup kami dengan roh kudus-Mu,

sehingga kami dapat mengikuti perintah-Mu dan menyatakan

kasih-Mu, melalui Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan

81

bertahta dengan Allah Bapa, Allah Roh Kudus, satu Allah,

sekarang dan selamanya. Amin. (berdasarkan dari Mzm. 130:3-6)

Perenungan

Pembacaan Alkitab (Markus 12:1-12)

Renungan

Setiap kali kita mencoba memahami penderitaan, kita selalu

berakhir pada sebuah dilema yang sama. Pada satu sisi, mungkin

kita tahu bahwa kesulitan dan kesengsaraan yang kita alami secara

umum tidaklah seburuk dibandingkan dengan apa yang kita lihat di

sekitar kita. Pada sisi yang lain, kita tidak dapat memungkiri

kenyataan bahwa kita sedang disakiti, dihina, dan difitnah. Kita

merasa berbeban berat dengan keadaan dan frustasi dengan

pergumulan melawan dosa. Adalah sebuah kebohongan kalau

mengatakan kita tidak menderita.

Jadi bagaimanakah kita harus memandang berbagai macam

kesulitan dan penderitaan yang sedang kita hadapi? Apa kaitannya

iman kita dan penderitaan?

Beberapa pengajaran mengatakan bahwa Yesus menderita agar kita

manusia tidak perlu menderita, tapi kalau boleh jujur dikatakan

tidak ada seorangpun yang dapat lari dari penderitaan di tengah

dunia yang hancur ini. Penderitaan di sini tidak hanya bicara

mengenai penderitaan fisik, tapi juga berbicara mengenai

kesedihan, relasi yang buruk, jiwa yang tidak tenang, dan

peperangan rohani. Kematian Yesus tidak mengambil penderitaan

kita, tapi memberikan makna dan tujuan akan penderitaan.

Lihatlah nasihat Yakobus kepada mereka yang sedang menderita:

“Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke

dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian

terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah

ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu

82

menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”

(Yak. 1:2-4)

Sebelumnya dikatakan bahwa penderitaan dapat terjadi begitu saja

secara tiba-tiba pada hidup kita. Kita tidak dapat mengendalikan

keadaan sekitar kita, tetapi kita dapat mengendalikan pikiran kita

terhadap suatu keadaan. Seseorang pernah mengatakan bahwa

“Mampu membaca sebuah keadaan dan mengetahui bagaimana

harus bertindak adalah bagian besar dari hikmat dan salah satu

respon iman orang Kristen terhadap penderitaan adalah dengan

bersukacita.”

Kita dapat bersukacita karena dua hal. Pertama, lihatlah

penderitaan sebagai wadah agar iman kita dapat menjadi lebih

dewasa. “Berbagai-bagai pencobaan” menggambarkan tekanan

hidup yang mengancam kesejahteraan hidup kita. Ketika kita sakit,

putus asa, atau sedih, kita cenderung meragukan kedaulatan dan

kebaikan Allah dalam hidup kita. Ujian terhadap fisik, pikiran, dan

emosi kita pada dasarnya adalah “ujian terhadap imanmu”. Dengan

kata lain, kualitas iman kita dibuktikan dalam penderitaan, diuji,

dan dibentuk secara nyata. Ibarat sebuah emas yang sedang dibakar

dalam nyala api untuk membuktikan keasliannya, bukti dari iman

kita juga terlihat dalam “nyala api siksaan” (1 Ptr. 4:12). Kita

mampu menghadapi dan bahkan berbahagia di tengah

kesengsaraan yang ringan maupun berat, karena kita tahu itu semua

membawa kita pada ketekunan, pengharapan, dan kedewasaan

(bdk. Rm. 5:3).

Kedua, penderitaan membawa pengharapan kita kepada sebuah

kesempurnaan, ketika Allah “akan menghapus segala air mata dari

mata [kita], dan maut tidak akan ada lagi, tidak akan ada lagi

perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita” (Why. 21:4). Sama

seperti Yesus telah menanggung salib sebagai ganti sukacita yang

disediakan bagi Dia (Ibr. 12:2), kita pun menantikan hari dimana

orang-orang yang tahan uji akan menerima mahkota kehidupan

(Yak. 1:12).

83

Hikmat, penderitaan, dan kedewasaan semua menyatu dalam

pribadi dan karya Kristus. Ia “telah menjadi hikmat bagi kita” (1

Kor. 1:30), dan Ia disempurnakan dengan penderitaan (Ibr. 2:10).

Jadi, melalui penderitaan Kristus, kita diingatkan bahwa

penderitaan bukanlah halangan, tetapi adalah bagian dari rencana

Allah yang ditujukan untuk membentuk karakter Kristus dalam diri

kita.

Pada akhirnya, Allah tidak meminta kita untuk menjelaskan

penderitaan. Ia meminta kita untuk menanggung itu semua dan

bersukacita atasnya.

Refleksi

1.Pernahkah dan dalam bentuk apakah Anda mempertanyakan

kedaulatan dan kebaikan Allah dalam hidup?

2.Bagaimana pergumulan antara “kenyamanan” vs “karakter

Kristus” terjadi dalam hidup Anda?

3.Apakah Anda bersedia untuk meminta Allah memurnikan

imanmu?

Doa

Oh, Allah yang Mahakuasa, tidak ada hal lain yang dapat

memberikan kenyamanan selain dekat dan ikut serta dalam

pekerjaan-Mu. Kebesaran-Mu malampui segalanya, dan di dalam-

Mu ada semua sukacita. Sukacita kami adalah kehendak-Mu, dan

apapun itu kami akan memandangnya. Apabila Engkau

menyerahkan kepada kami untuk diputuskan, kami akan memilih

untuk menyerahkan semua kehendak kepada-Mu, sebab hikmat-

Mu tak terbatas dan tidak akan pernah salah. Di dalam Kristus.

Amin.

84

Hari ke-19, Rabu 22 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Haleluya! Pujilah nama TUHAN, pujilah, hai hamba-hamba

TUHAN, hai orang-orang yang datang melayani di rumah

TUHAN, di pelataran rumah Allah kita! Pujilah TUHAN, sebab

TUHAN itu baik, bermazmurlah bagi nama-Nya, sebab nama itu

indah! Sebab TUHAN telah memilih Yakub bagi-Nya, Israel

menjadi milik kesayangan-Nya. Sesungguhnya aku tahu, bahwa

TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah.

TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di

bumi, di laut dan di segenap samudera raya; Ya TUHAN, nama-

Mu adalah untuk selama-lamanya; ya TUHAN, Engkau diingat

turun-temurun. Sebab TUHAN akan memberi keadilan kepada

umat-Nya, dan akan sayang kepada hamba-hamba-Nya. Hai kaum

Lewi, pujilah TUHAN! Hai orang-orang yang takut akan TUHAN,

pujilah TUHAN! Terpujilah TUHAN dari Sion, Dia yang diam di

Yerusalem! Haleluya!” (Mzm. 135:1-6. 13-14, 20-21)

Pengakuan Dosa

Tuhan, Engkau datang kepada kami, namun kami tidak mengenali-

Mu; Engkau memanggil, namun kami tidak mengikuti; Engkau

memberi perintah, namun kami tidak menaati; Engkau memberkati

kami, namun kami tidak bersyukur kepada-Mu. Ampuni dan

tolonglah kami. Tuhan, Engkau menerima kami, namun kami

seringkali tidak menerima orang lain; Engkau mengampuni kami,

namun kami tidak mengampuni orang yang bersalah kepada kami;

Engkau mengasihi kami, namun kami tidak mengasihi orang-orang

di sekeliling kami. Ampuni dan tolonglah kami. Tuhan, Engkau

menunjukkan bagaimana cara menjalankan misi-Mu, namun kami

menjalankannya dengan cara kami sendiri; Engkau menolong

mereka yang miskin dan yang membutuhkan pertolongan, namun

kami hanya peduli kepada kepentingan diri kami sendiri. Engkau

menderita dan mati untuk kami semua, namun kami menggunakan

kebebasan itu untuk kenyamanan diri kami sendiri. Di saat kami

85

tidak beriman, Engkau selalu setia! Ampuni dan tolonglah kami,

karena Engkau adalah Tuhan yang setia! Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 12:13-17)

Renungan

Empat puluh hari masa Lenten memiliki hubungan dengan 40 hari

Yesus berpuasa di padang gurun. Jadi salah satu cara kita dapat

turut merasakan penderitan-Nya adalah dengan melatih

penyangkalan diri. Apapun latihan penyangkalan diri yang sedang

kita kerjakan, kita sedang mengingat kembali apa yang telah Yesus

alami. Tujuannya bukanlah untuk menciptakan penderitaan,

sehingga seolah-olah kita dibenarkan melalui tindakan

penyangkalan diri tersebut. Namun tujuannya adalah agar hati kita

dalam masa Lenten ini dapat dibersihkan dari kehidupan yang

berpusat pada diri, dan memberikan ruang agar kita dapat

mengingat penderitaan Yesus.

Diawali di padang gurun: “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus,

kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke

padang gurun. Di situ ia tinggal empat puluh hari lamanya dan

dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah

waktu itu ia lapar.“ (Luk. 4:1-2). Hal yang unik dari kisah ini

adalah bahwa Yesus pergi ke padang gurun atas pimpinan dari Roh

Kudus. Ia memilih penderitaan ini. Memang benar bahwa seluruh

hidup-Nya adalah sebuah pilihan untuk masuk dalam penderitaan

kita. Sebaliknya kita sebagai manusia, cenderung untuk menjauhi

kesulitan.

Allah tidak meminta kita untuk memilih penderitaan, namun itu

tidak berarti Ia akan menjauhkan penderitaan dari kita. Yesus

berada di padang gurun karena Roh Kudus memimpin-Nya ke

sana. Dan lagi, para rasul percaya bahwa kematian Yesus di tangan

orang berdosa adalah “bagian dari maksud dan rencana-Nya” (Kis.

86

2:23). Firman Tuhan mengatakan bahwa orang Kristen perlu

menanggung penderitaan sebagai sebuah panggilan dan

menjalaninya sebagai bagian dari kesaksian kita:

“Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan

nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-

olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.” (1 Ptr. 4:12).

“Sebab kepada kami dikaruniakan bukan saja unutk percaya

kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.” (Fil.

1:29).

“Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam

Kristus Yesus akan menderita aniaya.” (2 Tim. 3:12)

“Padang gurun” dalam kehidupan kita tidak secara harfiah ada,

namun sangat nyata. Kita dicobai untuk mengandalkan diri sendiri,

lari dari kenyataan hidup, dan untuk mengejar cita-cita tanpa

memikirkan orang lain. Namun Yesus menawarkan jalan lain

kepada kita, sebuah cara sederhana yaitu dengan membiarkan Roh

Kudus untuk menuntun jalan kita. Ia dapat menyatakan apa makna

dari menjalani hidup ini tanpa mencari jalan pintas.

“Lalu berkatalah Iblis kepadaNya, ‘Jika Engkau Anak Allah,

suruhlah batu ini menjadi roti.” (Luk. 4:3). Tentu saja Yesus dapat

melakukan hal ini, namun rasa lapar akan roti tersebut

menunjukkan rasa “lapar” yang mendalam terhadap Allah Bapa,

dan hanya Allah Bapa yang mampu memuaskan-Nya.

“Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan

dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua

kerajaan dunia, dan kata Iblis kepadaNya …. jikalau engkau

menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.” (Luk.

4:5-7). Pada akhirnya nanti memang segala sesuatu akan menjadi

milik Yesus, namun untuk mendapatinya sekarang berarti

mendapatkan itu semua tanpa penderitaan dan kematian. Seberapa

sering kita “menyembah” hal-hal yang dapat memuaskan keinginan

kita dengan mudah dan cepat tanpa tantangan? Yesus hanya

87

menyembah Allah Bapa, bukan karena ini lebih mudah, namun

karena ini lebih benar dan jauh lebih baik.

“Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan

Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya:’Jika

Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab

ada tertulis ‘Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-

malaikat-Nya untuk melindungi Engkau.’’ (Luk. 4:9-10). Apabila

Yesus melakukan hal ini, mungkin segala pencobaan dan ujian

yang harus Ia alami akan berakhir. Seberapa sering kita mencari

Allah untuk memberikan solusi atas penderitaan kita, bukan karena

kita percaya pada-Nya, namun hanya karena kita ingin keluar dari

penderitaan tersebut? Yesus tetap memilih untuk menaati Allah

Bapa untuk melalui semua penderitaan.

Kita menghidupi “hidup yang penuh dengan Roh Kudus” dengan

berserah dan menaati pimpinan Roh Kudus. Lenten adalah masa

penantian, yang walaupun kita merasakan penderitaan karena

keterhilangan, kita menyadari bahwa kita adalah debu tanah dan

kita menantikan kebangkitan hidup kita.

Refleksi

1.Apakah pergumulan dan penderitaan Anda begitu berat sehingga

menghalangi Anda untuk mengikuti Yesus?

2.Sudahkah Anda merasakan dan menaati Roh Kudus dalam

penderitaan yang Anda alami?

3.Apakah Roh Kudus saat ini sedang memimpin Anda ke arah

yang tidak ingin Anda jalani?

Doa

Ya Roh Kudus, seperti matahari yang bersinar penuh, laut yang

penuh dengan air, Surga yang penuh dengan kemuliaan Allah,

biarlah jiwaku juga dipenuhi oleh Engkau. Sia-sialah semua wahyu

Allah dan penebusan Kristus apabila tidak ada karya-Mu di

dalamnya. Berikan kami mata untuk melihat Yesus. Berikan kami

88

curahan Roh Kudus yang berlimpah, seperti air mancur yang terus

mengalir, seperti kekayaan yang tak ada batasannya. Amin.

89

Hari ke-20, Kamis 23 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi

kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh

karena setia-Mu! Mengapa bangsa-bangsa akan berkata: "Di

mana Allah mereka?" Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang

dikehendaki-Nya! Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas,

buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat

berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat,

mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai

hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi

tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat

berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan

kerongkongannya. Seperti itulah jadinya orang-orang yang

membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya. Langit

itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya

kepada anak-anak manusia. Bukan orang-orang mati akan

memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke

tempat sunyi, tetapi kita, kita akan memuji TUHAN, sekarang ini

dan sampai selama-lamanya. Haleluya!” (Mzm. 115:1-8, 16-18)

Pengakuan Dosa

Ya Kristus, kami telah menerima setiap anugerah demi anugerah

dari kepenuhan-Mu. Engkaulah pengharapan kekal kami; Engkau

setia dan penuh dengan belas kasihan; Engkau murah hati terhadap

semua orang yang datang kepada-Mu. Tolonglah kami, Allah. Ya

Kristus, sumber air yang hidup dan suci, Engkau telah mengangkat

semua dosa-dosa kami. Di atas salib, Engkau disesah karena

pelanggaran-pelanggaran kami dan dipukul karena kesalahan-

kesalahan kami. Tolonglah kami, Allah. Ya Kristus, yang taat

sampai mati, sumber damai sejahtera, hidup kami, kebangkitan

kami, dan kedamaian kami. Tolonglah kami, Allah. Ya Kristus,

Juruselamat bagi semua orang yang percaya kepada-Mu,

pengharapan bagi semua yang mati bagi-Mu, dan sukacita bagi

orang-orang kudus. Tolonglah kami, Allah. Yesus, Anak domba

90

Allah, berbelas kasihanlah pada kami. Yesus, yang menanggung

dosa kami, berbelas kasihanlah pada kami. Yesus, penebus dunia

ini, berikanlah kedamaian pada kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 12:18-27)

Renungan

Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama ada banyak nubuatan mengenai

Mesias. Beberapa di antaranya menjelaskan penderitaan yang akan

ditanggung-Nya. Dalam Mazmur 22, doa Daud menggambarkan

penderitaan yang akan Yesus alami pada saat kematian-Nya.

Lihatlah betapa akurat mazmur ini menubuatkan kata-kata dan

pengalaman Yesus:

“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku

berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku… Tetapi

aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh

orang banyak. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku,

mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: “Ia

menyerah kepada Tuhan; biarlah Dia yang meluputkannya,

biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan

kepadanya?”… Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku

terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di

dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat

pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan

aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat

mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala

tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi

aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan

mereka membuang undi atas jubahku.” (Mzm. 22:2, 7-9, 15-19).

Mazmur ini ditulis sekitar 600 tahun sebelum Yesus lahir, bahkan

sebelum hukuman penyaliban dimulai. Jadi ketika Yesus berseru di

atas kayu salib, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan

Aku?”, Ia sedang menyatakan diri-Nya sebagai seorang Mesias.

91

Namun lebih dari itu, Ia berseru karena rasa sakit karena

ditinggalkan yang begitu besar. Apa yang Ia rasakan di taman

Getsemani sekarang benar-benar tergenapi.

Penderitaan yang Yesus alami melebihi semua penderitaan orang

lain. Apabila Anda menanggung murka Allah terhadap dosa

dengan cara sama, itu bahkan tetap tidak sedikit pun mendekati

penderitaan yang Yesus alami. Ia tidak pernah berdosa, tidak

pernah terpisah dari Allah, namun Ia harus menanggung seluruh

dosa manusia di atas kayu salib. Tidak ada orang yang pernah

menderita seperti Yesus.

Di sini pun kita juga dapat melihat bahwa tidak ada yang dapat

menandingi ketaatan Yesus. Ia tetap memandang kepada Allah

Bapa bahkan ketika Ia sedang menjalani hukuman. Ia tetap setia

walaupun sedang ditinggalkan. Tidak ada orang yang pernah

percaya dan taat seperti Yesus.

Yesus digambarkan sebagai ulat dan bukan sebagai manusia. Ini

adalah metafora yang menarik dalam konteks penganiayaan.

Ketika kita sedang difitnah, diolok-olok dan dihina, kita cenderung

untuk membela diri. Manusia cenderung menjadi marah, dendam,

khawatir, dan agresif. Kita tidak seperti ulat. Kita lebih seperti

seekor ular yang sedang bersiap-siap menyerang balik. Namun

Yesus adalah seekor ulat dan bukan seorang manusia. Ia rela

membiarkan diri-Nya diinjak-injak oleh manusia. Ia tidak

menyerang balik atau membela diri-Nya. Ia dengan rela dan rendah

hati berjalan menuju salib.

Mengapa Ia melakukan ini? Karena pikiran-Nya tertuju pada hal

lain.

Mereka yang memiliki pikiran tertuju pada hal-hal duniawi adalah

seperti kata Paulus “seteru salib Kristus” (Fil. 3:18). Frasa ini

menggambarkan bahwa mereka yang menolak penderitaan dan

mengutamakan kenyamanan, kesuksesan, kesenangan diri sendiri

92

adalah mereka yang bertentangan dengan salib Kristus, simbol dari

penderitaan itu sendiri. Menghindar dari penderitaan kita sendiri

berarti menghindari penderitaan-Nya. Menerima penderitaan-Nya

berarti menerima penderitaan kita sendiri. Kerinduan mendalam

dari Paulus adalah “mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan

persekutuan dalam penderitaan-Nya” (Fil. 3:10).

Agar hal ini dapat menjadi kerinduan mendalam kita, budi kita

harus diperbaharui terlebih dahulu (Rm. 12:2). Jadi renungkanlah

hidup Kristus. Biarkan pengorbanan besar Kristus meresap dalam

diri kita. Biarkan rasa sakit penderitaan-Nya “dirasakan” juga oleh

kita. Biarkan kemenangan-Nya atas maut menjadi dasar

pengharapan dalam jiwa kita. Pada akhirnya, “Marilah kita

melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang

memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu

kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun

memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang

sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu

akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu

terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan

kamu menjadi lemah dan putus asa.“ (Ibr. 12:2-3).

Refleksi

1.Pernahkan Anda merasa ditinggalkan oleh Allah? Pernahkah

Anda merasa dihina oleh orang lain?

2.Di saat-saat seperti itu, apa yang Anda coba lakukan untuk

mendapatkan ketenangan?

Doa

Ya Tuhan, kuatkanlah kami dalam menghadapi segala pencobaan.

Tanpa henti niat-niat dosa selalu timbul dalam hati dan kami

keluarkan dalam tindakan dan perkataan. Namun kami percaya

bahwa kami telah ditebus oleh Kristus, dan kami tidak memiliki

kekuatan kecuali di dalam-Nya. Engkau sendiri yang menopang

kami untuk mengalahkan kejahatan-kejahatan kami, dan kami akan

jatuh apabila tidak ada kasih karunia-Mu yang menjaga. Jagalah

93

kami agar peka terhadap kelemahan, jagalah kami agar terus

bergantung pada kuasa-Mu. Biarlah setiap ujian yang kami lalui

mengajar kami lebih lagi untuk mengenal kasih-Mu. Kiranya Roh

Kudus-Mu dicurahkan untuk menambah kasih karunia-Mu, dan

kami tidak mampu mengunakan dan mengembangkannya kecuali

Roh Kudus terus bekerja dalam diri kami. Biarlah Roh Kudus terus

menopang iman kami untuk percaya kepada pertolongan yang telah

dijanjikan, dan biarkan kami berjalan dengan rendah hati dan terus

bergantung pada Yesus.

94

Hari ke-21, Jumat 24 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap

hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.

Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua

orang yang menyukainya. Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya,

dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya. Perbuatan-perbuatan-

Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu pengasih

dan penyayang. Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang

takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-

Nya. Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya,

dengan memberikan kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa.

Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-

Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan

dalam kebenaran dan kejujuran. Dikirim-Nya kebebasan kepada

umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk

selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat. Permulaan hikmat

adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya

berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk

selamanya.” (Mzm. 111)

Pengakuan Dosa

Allah yang penuh belas kasihan, Allah yang merelakan anak-Nya

sendiri yaitu Yesus Kristus agar kami dapat merasakan kasih-Nya

yang begitu besar, kami mengakui bahwa selama ini kami tidak

taat pada-Mu. Kami tidak menaati perintah-Mu; telinga kami

ditulikan dari panggilan-Mu; hati kami didinginkan dari kasih-Mu.

Dalam pikiran, dalam perkataan, dan dalam perbuatan kami

melukai orang lain dan menrendahkan nama-Mu. Dengan belas

kasih-Mu, terimalah kami kembali sebagai anak-anak-Mu yang

terkasih, bukan karena kami berharga atau layak namun oleh

karena Dia, Yesus Kristus yang begitu mengasihi kami dan telah

memberi diri-Nya sendiri untuk kami. Amin.

95

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 12:28-34)

Renungan

Dalam suratnya kepada mereka yang telah tersebar oleh karena

penganiayaan, Petrus menasihatkan orang-orang percaya untuk

meneladani Kristus agar mereka dapat menanggung penderitaan

tersebut: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun

telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan

bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa,

dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia

tidak membalas dengan mencaci maki, ketika Ia menderita, Ia

tidak mengancam, tetapi ia menyerahkannya kepada Dia, yang

menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di

dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati

terhadap dosa, hidup dalam kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu

telah sembuh.” (1 Ptr. 2:21-24).

Perikop ini menenun dua tema menjadi satu: teladan dari

penderitaan Kristus dan tujuan penyelamatan di balik penderitaan

Kristus. Karena Yesus telah menderita untuk kita dan

meninggalkan teladan bagi kita, maka menjadi milik-Nya berarti

kita “mengikuti jejak-Nya”.

Penjelasan Petrus mengenai teladan Yesus dengan jelas

menggambarkan diri Yesus seperti hamba Allah yang menderita

dalam Yesaya 53, di mana Mesias digambarkan tidak hanya

sebagai seorang yang menanggung dosa kita di atas kayu salib, tapi

juga yang membawa beban dosa ke atas kayu salib. Sama seperti

hamba yang menderita yang menanggung penyakit kita dan

memikul kesengsaraan kita (Yes. 53:4), Petrus tahu Yesus lah yang

menderita sakit oleh karena dosa dan mengalami sengsara. Sama

seperti hamba yang menderita dianiaya, dan membiarkan diri

ditindas dan tidak membuka mulutnya (Yes. 53:7), Petrus

mengingat bahwa ketika Yesus dicaci maki, Ia tidak membalas

96

dengan mencaci maki; ketika Yesus menderita, Ia tidak

mengancam.

Teladan Kristus adalah agar kita dapat menanggung segala tuduhan

dan hinaan tanpa membalas dengan hal yang sama. Ia memutuskan

untuk menyerahkan diri-Nya kepada Allah Bapa, yang

“menghakimi semua orang menurut perbuatannya” (1 Ptr. 1:17).

Oleh karena itu nasihat Petrus adalah agar “mereka yang harus

menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya dengan

selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.” (1 Ptr. 4:19).

Petrus tidak hanya melihat Yesus sebagai pribadi yang melakukan

tindakan yang sama seperti hamba yang menderita, namun yang

lebih penting dari itu adalah Petrus melihat Yesus sebagai pribadi

yang diutus Allah untuk menggenapkan tujuan hidup dari hamba

yang menderita. Dengan kata lain, dalam nyanyian Yesaya ini,

sang hamba diidentifikasikan seperti anak Allah dan dipisahkan

dari manusia, namun Ia menderita untuk mereka, membela mereka,

dan menanggung hukuman mereka.

Apapun bentuk penderitaan, penganiayaan yang kita alami, mari

ikutilah langkah Yesus: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di

dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita yang telah mati

terhadap dosa, hidup untuk kebenaran.” Ayat ini menggaris-

bawahi hubungan yang penting antara teladan yang diberikan

Yesus dan cara agar kita dapat mengikuti teladan-Nya.

Bagi Petrus, penderitaan Yesus bukanlah sebuah teladan semata.

Tetapi jika teladan penderitaan Yesus dipisahkan dari tujuan

penderitaan-Nya, teladan tersebut menjadi tidak berarti. Inilah

alasan Petrus menggaris-bawahi nasihatnya atas dasar karya

Kristus, yaitu kita dapat menanggung penderitaan karena Yesus

telah menderita untuk kita. Kita memiliki pengharapan karena kita

telah dipulihkan.

97

Secara manusiawi, fakta bahwa Yesus yang tak berdosa namun

disalibkan adalah bentuk ketidakadilan. Petrus mengingat pada hari

di mana Yesus yang tak bersalah dijatuhi hukuman mati oleh

Pilatus, namun Barabas lah sang pemberontak yang dibebaskan.

Demikian juga hukuman dari orang-orang berdosa dibebaskan oleh

karena “pertukaran tak adil” yang ditanggung oleh Yesus bagi

mereka. Inilah pembenaran dari Allah: “Ia (Yesus) yang benar

untuk orang-orang yang tidak benar” (1 Ptr. 3:18).

Refleksi

1.Dapatkah Anda melihat dan merasakan penderitaan yang

ditanggung oleh Yesus sendiri?

2.Apakah Anda tertantang untuk meneladani kehidupan dan

kesetiaan-Nya dalam menanggung penderitaan yang oleh karena

dosa-dosa Anda sendiri?

Doa

Terpujilah Engkau Yesus, karena keagungan karya-Mu yang tidak

pernah terpikirkan oleh kami. Karena kasih dan kesetiaan-Mu,

Engkau memberikan teladan agung dalam menanggung

penderitaan. Karena kebesaran dan kuasa-Mu, Engkau memberi

makna tak ternilai dari penderitaan yang Engkau jalani. Itu semua

membawa kami yang percaya kepada-Mu dapat datang kepada

Allah. Mampukan kami untuk meneladani kasih, kesabaran,

kekuatan dan bahkan seluruh kehidupan-Mu. Di dalam Kristus.

Amin.

98

Hari ke-22, Sabtu 25 Maret 2017

Panggilan Beribadah “TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah

banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling

Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Api

menjalar di hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya

sekeliling. Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan

gemetar. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di

hadapan Tuhan seluruh bumi. Hai orang-orang yang mengasihi

TUHAN, bencilah kejahatan! Dia, yang memelihara nyawa orang-

orang yang dikasihi-Nya, akan melepaskan mereka dari tangan

orang-orang fasik. Terang sudah terbit bagi orang benar, dan

sukacita bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena

TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi

nama-Nya yang kudus.” (Mzm. 97:1-5, 10-12)

Pengakuan Dosa Tuhan, kami seringkali menyangkal Engkau dengan menarik diri

untuk mengenal-Mu. Kami mengkhianati Engkau dengan

menjauhi-Mu. Kami menghina Engkau dengan berpura-pura bahwa

kami bukanlah milik-Mu. Tuhan, kami tersesat; kiranya

pengampunan-Mu menemukan kami. Sambutlah kami ke dalam

tangan-Mu yang kuat dan Mahapengampun, biarlah kami merasa

didamaikan kembali. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 12:35-40)

Renungan

Pada masa Lenten, kita berpikir lebih dalam mengenai penderitaan

yang Yesus alami, tetapi kita tahu hasil akhirnya, yaitu kubur yang

kosong. Bagi kita ini adalah hal yang perlu direfleksikan, tapi bagi

murid-murid Yesus pada waktu itu, ini adalah bagian dari ujian

99

iman mereka. Kita sekarang telah melihat apa yang terjadi setelah

itu, yaitu Yesus bangkit dan terangkat ke surga. Kalau tidak

demikian, kemungkinan besar kita juga akan berada dalam

kebimbangan dan kebingungan. Intinya, melihat ke belakang itu

adalah sebuah hal yang mudah.

Yesus tahu apa yang akan terjadi pada diri-Nya. Lukas berkata,

“ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia

mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk.

9:51). Walaupun mengetahui apa yang akan terjadi, Yesus tetap

berjalan dalam jalan tersebut. Ketika kita dengan serius

merefleksikan penderitaan Yesus, kita juga harus melihat fakta

bahwa Yesus selalu melihat ke depan, tidak pernah menoleh ke

belakang.

Kita sering melihat ke belakang, merindukan kenyamanan di masa

lampau dan membayangkan segala kemungkinan yang dapat

terjadi. Walaupun kita sekarang sudah hidup dengan Yesus, namun

terkadang penderitaan menguji keputusan-keputusan kita dan

membuat kita melihat kembali bagaimana hidup kita dulu.

Keinginan kita untuk dipulihkan dan dibebaskan dari beban hidup

membuat hati kita kembali tertuju pada masa lampau. Namun

tidak demikian dengan Yesus, Ia tetap memandang ke depan untuk

apa yang telah disediakan bagi-Nya.

Bangsa Israel mengalami hal serupa selama mereka menghabiskan

40 tahun mengembara di padang gurun. Mereka berdebat dengan

Musa, mereka ingin kembali ke kehidupan di Mesir dulu, dan

meragukan kebaikan Allah. Mereka bersungut-sungut atas

penyertaan Allah, bukan karena Allah tidak menyediakan, namun

karena mereka tidak pernah puas dengan apa yang Allah sediakan.

Paradoks dari penderitaan adalah bahwa penderitaan merupakan

suatu hadiah, di mana terkadang ketika menerima hadiah tersebut

kita harus memberikan sesuatu juga. Allah mengijinkan

penderitaan terjadi dalam hidup kita agar kita dapat memberikan

100

diri kita kepada-Nya, karena dalam penderitaan yang kita alami,

kita baru bisa menyadari kehadiran dan kuasa-Nya. Penderitaan

membuat kita sadar bahwa kita tidak bisa berjalan sendiri, dan

bahwa kita adalah anak-anak Allah, dipilih oleh-Nya dan memiliki

perjanjian dengan-Nya – sebuah janji yang telah dibayar oleh darah

Kristus.

Bangsa Israel di padang gurun dan Kristus di atas kayu salib adalah

bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya dan

keduanya merupakan bagian dari perjanjian lama dan baru. Lebih

dari itu, kedua perjanjian tersebut mengingatkan kita bahwa

penderitaan adalah hadiah dari Allah di mana janji-janji-Nya

sangat nyata tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun

tentu saja kita harus tetap memandang kepada Allah untuk

menerima seperti itu.

Pada akhirnya, penderitaan adalah pembelajaran untuk menerima

apapun yang Allah berikan sebagai wujud kebaikan-Nya pada kita

hari ini. Bagi Yesus, perjalanan ke Yerusalem adalah sebuah

hadiah. Getsemani dan Golgota juga adalah hadiah. Itu semua

bukanlah hadiah yang mudah untuk diterima, oleh sebab itu Ia

berkata, “Janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang

Engkau kehendaki” (Mrk. 14:36). Dan inilah mengapa Ia mengajar

kita untuk berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-

Mu” (Mat. 6:10), karena jika kita tidak sedang menanti-nantikan

datangnya Kerajaan Allah, itu berarti kita sedang menoleh ke

belakang melihat kembali “kerajaan” kita.

Refleksi

1.Apa yang Anda rindukan dari masa lampau?

2.Bagaimana Anda dapat melihat kebaikan Allah dalam kesulitan

yang dihadapi saat ini?

3.Apa yang Anda perlukan dari Allah agar dapat bergerak maju

menuju ketaatan?

101

Doa

Ya Tuhan, penuhi kami dengan Roh Kudus-Mu sehingga kami

dapat terus merasakan kehadiran-Mu. Biarlah penghiburan-Mu

yang terus menyemangati kami di tengah setiap kesedihan, biarlah

kekuatan-Mu yang terus menopang kami di setiap pencobaan,

biarlah berkat-Mu yang terus membangkitkan kami di setiap

kelelahan, biarlah kehadiran-Mu yang mengubah kami menjadi

seperti pohon yang berbuah dalam kekudusan, biarlah kuasa-Mu

yang membangunkan kami dalam damai dan sukacita, biarlah

dorongan-Mu yang membuat kami terus berdoa, dan biarlah karya-

Mu yang terus mengobarkan semangat kami. Biarlah Roh Kudus

terus menunjukkan lebih banyak lagi kesalahan dan

ketidakberdayaan kami, sehingga kami mencari Engkau, bersandar

pada-Mu, bergantung pada-Mu, sumber keselamatan kami. Amin.

102

Minggu ke-4 Lenten, 26 Maret 2017

Kami adalah milik Allah dalam hidup dan mati. Oleh karena kasih

karunia Tuhan kita Yesus Kristus, kasih Allah Bapa, dan

persekutuan dengan Roh Kudus, kami percaya pada Allah Tri-

Tunggal, Yang Mahakudus Allah Israel, yang kami sembah dan

layani. Kami percaya pada Yesus Kristus, sepenuhnya manusia,

sepenuhnya Allah. Yesus menyerukan kuasa Allah: menyampaikan

berita Injil kepada orang-orang miskin dan memberitakan

pembebasan kepada orang-orang tertawan, mengampuni orang-

orang berdosa, dan memanggil semuanya untuk berbalik dan

percaya pada injil. Secara tidak adil dihukum karena hujat manusia

dan fitnah, Yesus disalibkan, menderita rasa sakit yang mendalam

dan memberikan hidupNya untuk dosa-dosa dunia. Allah

membangkitkan Yesus dari kematian, membenarkan

kehidupanNya yang tak berdosa, mematahkan kuasa dosa dan iblis,

membawa kita dari kematian kepada kehidupan yang kekal.

Bersama dengan orang-orang percaya di segala waktu dan tempat,

kita bersukacita karena tidak ada apapun di dunia yang sanggup

memisahkan kita dari kasih Allah melalui Yesus Kristus, Tuhan

kita. Segala kemuliaan bagi Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah

Roh Kudus. Amin. (diambil dari Pengakuan Iman Rasuli)

103

104

Minggu Keempat:

RATAPAN

105

Hari ke-23, Senin 27 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan

berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-

habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!

"TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku

berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang

berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik

menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” (Rat. 3:21-26)

Pengakuan Dosa

Allah Yang Mahakuasa! Engkau yang menjadikan dunia beserta

isinya, dan ciptaan-Mu adalah baik. Tetapi pendahulu kami telah

jatuh ke dalam dosa dan kami mewarisi dosa tersebut. Kami

mengakui bahwa kami telah meninggalkan Engkau, kami

menyembah segala berhala yang kami ciptakan sendiri, kami

mencari sukacita kami yang semu. Ampuni dosa kami ya Tuhan,

baharuilah kami dengan anugerah-Mu agar kami dapat membawa

juga penebusan ke dalam dunia, hanya dalam nama-Mu Tuhan dan

Juruselamat kami Yesus Kristus. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 12:41-44)

Renungan

Lenten juga merupakan masa ratapan. Dalam masa Lenten ini, kita

lebih disadarkan lagi akan kelemahan dan kejatuhan dunia kita,

khususnya dalam tubuh dan jiwa kita. Pada masa Lenten ini, kita

merasakan dan merefleksikan bahwa ada sesuatu yang salah. Ada

hal yang lebih besar dari sekedar dosa itu sendiri. Yaitu akibat dari

dosa. Kebimbangan, kemarahan, tanpa harapan, kepedihan hingga

kematian adalah luka-luka yang mendalam akibat dosa.

106

Apa yang dapat kita lakukan terhadap emosi-emosi tersebut?

Dapatkan kita dapat membawa semua luka tersebut di hadapan

Allah? Para tokoh Alkitab seperti Ayub, Daud, Yeremia, dan

bahkan Tuhan Yesus sendiri telah membuktikan bahwa seluruh

emosi tersebut dapat diubah menjadi doa yang penuh iman.

Pertama, ada kabar baik: “TUHAN itu dekat kepada orang-orang

yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk

jiwanya.” (Mzm. 34:19). Tuhan tidak hanya mendengar dan

mengerti luka yang kita alami, Ia dekat dengan orang-orang yang

terluka. Terkadang kita berpikir bahwa menjadi seorang Kristen

berarti hidup penuh bahagia dan tanpa luka. Namun justru Allah

rindu untuk mengambil bagian dalam luka kita: “Demikian juga

Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,

bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa

untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak

terucapkan.” (Rm. 8:26).

Kedua, Alkitab mengajarkan kepada kita bagaimana untuk

meratap, berdukacita dan berdoa kepada Allah agar Ia datang

mendekat kepada kita yang terluka:

Nabi Yeremia meratapi keadaan buruk yang dialami bangsa

Israel oleh karena dosa yang mereka lakukan: “Berkeluh kesah

seluruh penduduknya, sedang mereka mencari roti; harta benda

mereka berikan ganti makanan, untuk menyambung hidupnya.

"Lihatlah, ya TUHAN, pandanglah, betapa hina aku ini! ... Karena

inilah aku menangis, mataku mencucurkan air; karena jauh dari

padaku penghibur yang dapat menyegarkan jiwaku; bingunglah

anak-anakku, karena terlampau kuat si seteru.” (Rat. 1:11, 16).

Daud juga meratapi keadaan sulit: “Dengan nyaring aku berseru-

seru kepada TUHAN, dengan nyaring aku memohon kepada

TUHAN. Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya,

kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya.” (Mzm. 142:1-2).

107

Yesus pun meratapi Yerusalem: “Yerusalem, Yerusalem, engkau

yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-

orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu

mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam

mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu

tidak mau.” (Mat. 23:37).

Ratapan bukan sekadar melepaskan kesesakan di dada. Ratapan

adalah menyerahkan kekuatiran kita kepada Allah dan

mempercayai-Nya dalam kekuatiran kita. Hanya mengeluh saja

menunjukkan kurangnya keintiman dengan Tuhan. Karena ratapan

merupakan sebuah bentuk doa, ratapan mengubah tangisan dan

keluhan menjadi penyembahan. Seorang penafisr Alkitab pernah

mengatakan bahwa hal mendasar dari ratapan yang berkenan

kepada Allah adalah “adanya relasi yang begitu intim dan

mendalam antara orang yang meratap dengan Allah sehingga orang

yang meratap dapat mengajukan protes dalam bentuk perintah dan

menunjuk kepada Allah dengan kata “Engkau” untuk

mengingatkan akan janji-janji-Nya.” Setiap orang dapat dan pasti

mengeluh dalam hidupnya. Tetapi orang-orang Kristen dapat

meratap kepada Allah. Kita dapat berbicara kepada Allah tentang

keadaan kita dan meminta Dia merubah keadaan karena kita

memiliki relasi yang intin dan mendalam dengan-Nya. Meratap

berarti kita sedang sepenuhnya jujur di hadapan Allah, yang

kepada-Nya iman kita berkata bahwa kita dapat mempercayai-Nya.

Ratapan yang berkenan kepada Allah mengajarkan bahwa

penderitaan itu hal adalah yang nyata dan penting bagi kerohanian

kita, namun bukan tanpa harapan. Melalui belas kasih-Nya, Allah

telah memberikan kepada kita sebuah “bahasa” di mana Ia akan

menyendengkan telinga-Nya dan memberikan hati-Nya bagi kita.

Refleksi

1.Apakah Anda menyadari keberadaan diri Anda yang berdosa dan

penuh dengan kelamahan? Apa yang Anda lakukan dalam hal ini?

108

2.Apakah Anda pernah jujur di hadapan Allah dan membawa

segala keluh kesah kepada-Nya? Kalau belum, apa yang

menghalangi Anda melakukan ini?

Doa

“Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau

yang membuat aku aman pada dada ibuku. Kepada-Mu aku

diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku

Engkaulah Allahku. Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan

telah dekat, dan tidak ada yang menolong.” (Mzm. 22:9-11).

109

Hari ke-24, Selasa 28 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah,

aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap

diriku. Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan

lidahku aku menyanyikan pujian. Seandainya ada niat jahat dalam

hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar. Sesungguhnya, Allah

telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan.

Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan

kasih setia-Nya dari padaku.” (Mzm. 66:16-20)

Pengakuan Dosa

Tuhan, kami akui bahwa kami tidak berjaga-jaga dalam

menantikan kedatangan-Mu. Kami membuat diri kami sibuk

dengan kepentingan-kepentungan kami sendiri. Kami tidak

mencari kehendak-Mu bagi kami. Kami tidak peduli dengan orang-

orang sekitar kami. Kami tidak mengenali kasih yang diberikan

kepada kami. Ampuni ketidakpedulian kami. Tolong kami untuk

mengetahui kehendak-Mu. Tolong kami untuk peduli dengan

kebutuhan orang-orang di sekitar kami. Tolong kami untuk

berjaga-jaga. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 13:1-8)

Renungan

Cara terbaik untuk belajar “bahasa” ratapan adalah mempelajari

doa ratapan dari dari tokoh-tokoh Alkitab. Doa-doa ini merupakan

pintu jendela bagi jiwa manusia, kondisi hati dari ciptaan Allah dan

juga merupakan isi hati dari Allah sendiri. Mari kita melihat

Mazmur 13, ratapan raja Daud:

Daud berada dalam keterpurukan yang begitu dalam. Ia sudah lelah

mencoba, bahkan sudah putus asa. Di tengah kelelahan jasmani dan

110

rohaninya, ia berseru kepada Tuhan: “Berapa lama lagi, TUHAN,

Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi

Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku

harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati

sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri

atasku?” (ay. 1-2).

Seberapa sering kita ingin bertanya kepada Tuhan: “Berapa lama!

Berapa lama lagi harus aku tanggung beban ini, sampai kapan

masalah ini terus menerus terjadi, berapa lama lagi sampai aku

bertemu dengan pasangan hidupku, berapa lama lagi aku harus

terus menerus tidak dianggap, berapa lama lagi kami harus

tertindas dan tidak dapat berbuat apa-apa?” Kita sudah sering

bertanya-tanya hal-hal tersebut dengan air mata dan tangan yang

terkepal, tapi sudahkah pertanyaan-pertanyaan tersebut kita tujukan

secara langsung kepada Tuhan?

Meskipun Daud berpikir Tuhan sudah meninggalkannya, namun

Daud tetap berseru kepada Tuhan: “Pandanglah kiranya, jawablah

aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya

jangan aku tertidur dan mati.” (ay. 3). Daud bukan hanya sekadar

meluapkan kesesakannya. Daud menginginkan jawaban. Daud

ingin agar ia dapat melihat terang di ujung “terowongan”

pergumulan yang sedang ia alami. Ia ingin mencari kehadiran dan

keadilan Allah. Hal-hal yang lain hanya terasa seperti kematian

bagi Daud.

Jika Allah terasa begitu jauh sementara Daud berjuang begitu lama

dengan kekuatannya sendiri, harapan apa yang dimiliki Daud untuk

dapat melewati jurang yang memisahkan ia dengan Allah? Harapan

apa yang dimiliki Daud dari keadaan dan kesedihan yang ia alami

untuk dapat merasakan kehadiran Allah? Apa yang membuat Daud

percaya bahwa Allah akan menjawab seruannya? Daud bukan

hanya bersandar kepada pengalaman yang ia miliki sebelumnya

dengan Allah, namun juga kepada karakteristik kekekalan Allah:

111

“Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-

sorak karena penyelamatan-Mu.” (ay. 6a).

Bahasa Ibrani dari kata “kasih setia” adalah hesed, sebuah kata

yang kaya dan kompleks tetapi memiliki makna mendalam dan

melebihi dari sekadar kata “cinta” yang sering kita ucapkan.

Kata “cinta” yang sering kita gunakan memiliki penggunaan yang

beragam dan arti yang sangat luas. Saya mencintai istri saya dan

saya juga mencintai makanan nasi goreng. Tentu ada perbedaan di

antara dua kalimat tersebut, namun Anda harus menyimpulkannya

berdasarkan konteks kalimat. Cinta bagi pasangan suami istri jauh

berbeda dengan cinta terhadap makanan. Meskipun jika kita sedang

tidak memiliki perasaan yang terlalu hangat dengan pasangan kita,

kita tetap memiliki satu komitmen dalam pernikahan, di mana

komitmen tersebut tidak bisa disamakan dengan komitmen-

komitmen lainnya. Dan kesetiaan kita dengan pasangan berawal

dari komitmen tersebut.

Jika kita hilangkan konteks dari kata “cinta” dari dua kalimat di

atas (cinta dalam pernikahan dan cinta terhadap makanan), maka

akan begitu gampang mengecilkan makna cinta menjadi sesuatu

yang sentimentil dan kurang bermakna. Dan banyak orang

menganggap seperti itulah kasih Allah. Banyak orang mengatakan

bahwa Allah adalah Allah yang penuh kasih. Namun pemahaman

mereka akan kasih Allah telah kehilangan esensi penting karena

telah dipisahkan dari konteks sejarah penebusan, yang di mana

segala tindakan Allah kepada umat-Nya merupakan penggenapan

perjanjian Allah kepada mereka. Kasih setia (hesed) Allah adalah

perpaduan dari kemahakuasaan, komitmen yang kuat dan

kelemahlembutan Allah. Allah adalah prajurit yang perkasa,

“suami” yang setia, dan Bapa yang bijak. Inilah cinta kasih Allah

yang selalu Daud ingat dan percaya dalam setiap masa sulitnya.

Inilah sebabnya mengapa Daud mampu berseru “Berapa lama lagi,

TUHAN?” dan mengakhirinya dengan “hatiku bersorak-sorak” (ay.

6a).

112

Tujuan akhir dari setiap doa adalah penyembahan. Semoga kasih

Allah senantiasa memenuhi diri kita dan mengubah segala keluhan

dan kesusahan kita menjadi doa penuh iman dan nyanyian pujian.

Refleksi

1.Adakah beban hidup Anda yang menjadi pertanyaan “berapa

lama lagi?” ?

2.Apakah Anda pernah merasakan pengalaman kasih Allah? Apa

yang dapat membuat Anda bertumbuh dalam pemahaman Anda

tentang cinta kasih Allah untuk dapat berserah kepada-Nya?

Doa

Kami akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudara kami

dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah: Sebab Engkau

tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang

yang tertindas, dan Engkau tidak menyembunyikan wajah-Mu

kepada orang itu, dan Engkau mendengar ketika orang itu berteriak

minta tolong kepada-Mu. Karena Engkau, kami memuji-muji

dalam jemaah yang besar; nazar kami akan kami bayar di depan

mereka yang takut akan Engkau. Orang yang rendah hati akan

makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-

muji Engkau; biarlah hati kami hidup untuk selamanya! Segala

ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada Engkau; dan

segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di

hadapan-Mu. Sebab Engkaulah yang empunya kerajaan, Engkaulah

yang memerintah atas bangsa-bangsa. Ya, kepada-Mu akan sujud

menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Mu akan

berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang

tidak dapat menyambung hidup. Anak-anak cucu kami akan

beribadah kepada-Mu, dan akan menceritakan tentang Engkau

kepada angkatan yang akan datang. Mereka akan memberitakan

keadilan-Mu kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Engkau

telah melakukannya. (diadaptasi dari Mzm 22: 23, 25-31)

113

Hari ke-25, Rabu 29 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah

melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah

dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya

yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari

pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-

bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap

kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang

dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh

bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!

Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan

lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring

bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN! Biarlah

gemuruh laut serta isinya, dunia serta yang diam di dalamnya!

Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung

bersorak-sorai bersama-sama di hadapan TUHAN, sebab Ia

datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan

keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kebenaran.” (Mzm. 98)

Pengakuan Dosa

Tuhan yang Mahapemurah, kami percaya bahwa Engkau adalah

Allah yang baik. Namun kami mencari kebaikan dari dunia yang

fana ini. Kami mencari sumber kebahagiaan duniawi selain dari

pada Engkau. Kami tidak mengasihi apa yang sesungguhnya baik

bagi kami. Ampuni dosa kami ya Tuhan. Ampuni kami karena

tidak mempercayai bahwa Engkau adalah sumber kebaikan itu

sendiri. Kasihanilah kami menurut kebaikan-Mu dan kasih setia-

Mu. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 13:9-13)

114

Renungan

Dari seluruh tokoh Alkitab, mungkin kita dapat mengatakan bahwa

nabi Yeremia adalah peratap yang paling terkenal, atau sering kali

dianggap sebagai nabi yang meratap. Sebagai nabi dan pembawa

berita Tuhan, ia hidup dengan tekanan untuk menyampaikan

firman Tuhan kepada seluruh umat-Nya yang tidak setia kepada

Tuhan dan tidak mempedulikan peringatan nabi. Yeremia terus

berharap umat manusia untuk bertobat, namun ia juga dapat

melihat bahwa penghakiman Tuhan sudah semakin dekat. Tidak

akan ada keselamatan bagi umat manusia, yang ada hanya

penawanan dan pengasingan.

Kitab Ratapan menceritakan tentang penderitaan, kesedihan, serta

doa dari hati terdalam seseorang yang menangis demi kota yang ia

cintai. Dalam pasal pertama, kita dapat melihat keadaan Yerusalem

yang begitu terpencil dan sunyi. Para penduduknya diperbudak.

Tidak ada istirahat bagi mereka atau pun roti bagi perut mereka.

Mereka menuai kehancuran dari dosa yang mereka taburkan

sendiri. Yeremia tahu bahwa hal tersebut adalah adil, namun

Yeremia sendiri juga adalah penduduk Yerusalem: “Datanglah

kiranya hari yang telah Engkau umumkan itu, dan biarlah mereka

menjadi seperti aku!... karena banyaklah keluh kesahku, dan pedih

hatiku." (Rat. 1: 21-22). Ayat-ayat ini merupakan pandangan jujur

dari Yeremia. Kegagalan dari ciptaan dan ketidakadilan di dunia

ini merupakan akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita

pun adalah produk dari kejatuhan tersebut dan penderitaan yang

kita alami juga merupakan cara Tuhan untuk mendisiplinkan kita.

Dosa sudah ada sebelum kita lahir ke dunia, dan kita tidak bisa

mengatakan bahwa kita pantas untuk diselamatkan.

Dalam pasal kedua dari Kitab Ratapan, “Tuhan menjadi seperti

seorang seteru;... memperbanyak susah dan kesah pada puteri

Yehuda.” (2: 5). Rasul Paulus pernah mengajukan sebuah

pertanyan: “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan

kita?” (Rm. 8:31). Namun apa yang terjadi jika justru Tuhan

memang tidak ada di pihak kita? Lalu siapa yang berada di pihak

115

kita, dan apakah itu menjadi penting? Ini merupakan sebuah

pertanyaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pemikiran

yang membuat Yeremia bertanya kepada Tuhan: “kepada siapakah

Engkau telah berbuat ini?” (Rat. 2:20). Dengan kata lain, di mana

kita akan mendapatkan pengharapan kalau Allah tidak di pihak

kita? Hal ini merupakan sebuah pencarian yang tidak

membuahkan hasil.

Dalam pasal ketiga Yeremia kehilangan seluruh harapan, habis

sudah seluruh kata-kata dan air matanya pun mengering (3: 16-18).

Namun kemudian, seorang penafsir Alkitab mengatakan: “setelah

mencurahkan seluruh isi hatinya dalam ratapan, justru dalam

kekosongan ini Yeremia menemukan pengharapan yang tidak

pernah ia pikirkan sebelumnya, harapan dari kasih setia (hesed)

Allah”. Seperti menemukan oasis (daerah subur terpencil) di

tengah padang gurun, Yeremia melanjutkan: “Tetapi hal-hal inilah

yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak

berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,

selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah

bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.

TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi

jiwa yang mencari Dia.” (3: 21-25). Tidak ada satu pun dari kita

yang memilih untuk jauh dari Tuhan, namun Yeremia berkata,

“Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” (ay.

26).

Lenten merupakan masa penantian, dan memang terasa berat untuk

merenungkan tema-tema ratapan pada minggu-minggu ini. Kita

tidak terbiasa dengan beban berat seperti ini. Jiwa kita sudah tidak

sabar untuk hari Paskah, namun Yeremia berkata kita perlu duduk

sejenak untuk meratap. Bahkan jika kita sedang tidak merasakan

kehadiran Tuhan sekali pun, penantian memiliki cara tersendiri

untuk mengajarkan kita sebuah kebenaran: “Karena tidak untuk

selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia

mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran

116

kasih setia-Nya. Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan

merisaukan anak-anak manusia.” (3: 31-33).

Kita perlu mengerti terlebih dahulu makna dari penantian, sehingga

kita “janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah

putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan

menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang

diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr. 12: 5-6).

Refleksi

1.Hal apakah yang sedang Anda nantikan?

2.Apakah Anda menyadari dan merasakan bahwa dalam

menantikan hal tersebut Allah sedang memanggil Anda untuk lebih

dekat lagi dengan-Nya?

Doa

Di manakah Engkau ya Tuhan? Kami tersesat di dalam kegelapan;

apakah Engkau telah mengusir kami dari hadapan-Mu? Kami

dikelilingi oleh begitu banyak cobaan; mereka menyeringai dari

balik topeng mereka dalam kegelapan. Kami berlari dari mereka,

namun kemana kami harus berlari? Ke mana kami dapat

bersembunyi di dalam keremangan? Kasihanilah kami ya Tuhan.

Mata kami pedih karena air mata, tulang kami remuk karena

ketakutan, jiwa kami dipatahkan – apakah Engkau tidak

mendengar, ya Tuhan? Selamatkan kami! Berikan kami kasih setia-

Mu! Jangan sembunyikan wajah-Mu, namun dekatkan kami dan

tebuslah kami!

117

Hari ke-26, Kamis 30 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi! Beribadahlah

kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya

dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah

yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan

kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu

gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya

dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-

Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-

lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mzm. 100)

Pengakuan Dosa

TUHAN, janganlah menghukum dan menghajar kami dalam

murka-Mu; sebab anak panah-Mu menembus kami, tangan-Mu

telah turun menimpa kami. Tidak ada yang baik pada diri kami

karena dosa yang kami perbuat; sebab kesalahan telah menimpa

kepala kami. Kami mengaku kesalahan kami, kami cemas karena

dosa kami. Jangan tinggalkan kami, ya TUHAN, Allah kami,

janganlah jauh dari pada kami, ya Tuhan. Ampuni dosa kami,

perbaharui kami, agar kami memiliki damai di dalam Engkau,

dengan orang-orang di sekitar kami, dan di dalam diri kami sendiri.

Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 13:14-23)

Renungan

Saat ini kita sudah berada di pertengahan Kitab Ratapan. Yeremia

dikuatkan kembali melalui ingatan akan kasih setia Allah. Keadaan

Yeremia tetap sama, namun sudut pandanganya menjadi berbeda.

Allah akan datang dan menolong umat-Nya, karena Ia adalah Allah

yang setia. Allah tidak dapat menyangkali diri-Nya sendiri. Allah

tidak akan meninggalkan umat-Nya.

118

Setelah merasakan kemurahan hati Allah, Yeremia kembali

berfokus kepada Yerusalem. Kota yang hanya menyisakan

tumpukan abu di mana api kemuliaan pernah berkobar.

Penduduknya yang dulu tidak pernah kelaparan, sekarang mencuri

dari anak-anak. Yang kaya menjadi miskin, yang rupawan menjadi

buruk rupa, yang penuh kasih menjadi tidak memiliki kasih.

Pasal terakhir dari kitab Ratapan merupakan permohonan terakhir

Yeremia kepada Allah untuk “mengingat”, namun bukan karena

Allah sudah melupakan atau tidak menyadari tentang penderitaan

umat-Nya. Permasalahannya bukan pada ingatan, melainkan lebih

kepada kehadiran dan kuasa-Nya. Yeremia memohon kepada Allah

untuk memandang dan melihat pada kehancuran yang mereka

alami dan ia berharap Allah akan melakukan sesuatu.

Mari kita mengingat ketika bangsa Israel ditawan di Mesir: “Lama

sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih

mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga

teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada

Allah. Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat

kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka

Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka”

[terjemahan dari bahasa asli: “Maka Allah melihat orang Israel itu,

dan Allah tahu.”] (Kel. 2:23-25). Alkitab tidak menjelaskan lebih

lanjut apa yang Allah ketahui. Namun selanjutnya Allah

menampakkan diri dalam nyala api pada semak duri dan

memanggil Musa untuk menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir.

Allah tahu apa yang Ia harus lakukan, karena Ia ingat akan janji-

Nya.

Apa yang Yeremia paparkan selanjutnya adalah beberapa hal yang

ia harap Allah berkenan untuk memandang dan melihat: mereka

yatim piatu, kelaparan, kelelahan, para perempuan diperkosa, para

pemimpin digantung dan lain-lain (Rat.5: 2-18). Ratapan

merupakan sebuah “ruang” sakral bagi kita untuk menyebutkan

seluruh kekecewaan dan kesusahan yang kita alami. Faktanya,

119

ratapan di dalam Alkitab banyak ditulis dalam bentuk puisi. Puisi

yang penuh dengan gambaran provokatif, bahasa yang gamblang,

dan penuh ekspresif. Semuanya ini adalah bentuk bahasa cinta dan

ratapan dari para nabi dan imam.

Hati Yeremia hancur terbagi dua antara cintanya terhadap

bangsanya sendiri dan komitmennya kepada Allah. Hatinya

merindukan agar kehadiran dan kuasa Allah ada di tengah-tengah

umat-Nya. Hati Yeremia mengingatkan kita kepada karya dan

pengharapan terbesar: Sang Nabi dan Imam Besar kita yaitu:

“Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah

pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.”

(Ibr. 12:24).

Ketika salib Yesus menjembatani jarak antara Allah dengan

manusia, tabir Bait Suci hancur terbelah dua dari atas sampai ke

bawah. Kehadiran dan kuasa Allah ada bagi mereka yang percaya.

Duka cita mereka akan diubah menjadi suka cita. “TUHAN itu

dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan

orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mzm. 34:19).

Refleksi

1.Apakah Anda sungguh mempercayai bahwa Allah tahu apa yang

Anda perlukan sekarang ini?

2.Apakah Anda sungguh mempercayai bahwa Allah akan menepati

janji-Nya?

Doa

“Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus?

Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?

Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan

bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku

meninggikan diri atasku? Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya

TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku

tertidur dan mati, supaya musuhku jangan berkata: "Aku telah

mengalahkan dia," dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila

120

aku goyah. Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku

bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi

untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.” (Mzm. 13)

121

Hari ke-27, Jumat 31 Maret 2017

Panggilan Beribadah

“TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang

yang diperas. Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada

Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel. TUHAN

adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah

kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-

lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal

dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal

dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi,

demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut

akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari

pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-

anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang

takut akan Dia”. (Mzm. 103:6-13)

Pengakuan Dosa

Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang

melihat seorang allah yang bertindah bagi orang yang menanti-

nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian. Namun kami

sekalian seperti orang najis dan segala kesalehan kami seperti daun

dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan

oleh angin. Tetapi sekarang ya TUHAN! Engkaulah Bapa kami!

Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan

kami sekalian adalah buatan tangan-Mu. Ya TUHAN, janganlah

murka amat sangat dan janganlah mengingat-ingat dosa untuk

seterusnya! Ampunilahlah kami! Kami berdoa supaya melalui

kasih karunia Tuhan, di dalam Dia kami menaruh harapan dan

kepercayaan kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 13:24-31)

122

Renungan

Setiap hari Minggu, kita datang ke gereja bersama dengan orang-

orang yang juga sedang mengalami pergumulan. Mereka mengikuti

ibadah, namun di dalam hati mereka sedang bingung atau

menyimpan kepedihan, atau bahkan marah kepada Tuhan. Musik

berirama dengan baik. Khotbah yang disampaikan juga memiliki

pesan yang baik, namun tidak dapat menyentuh hati yang kosong

yang dirasakan oleh jemaat yang hadir. Terlihat dari luar, jemaat

terlihat baik.

Mengambil waktu pribadi untuk meratap di kamar atau dalam

pikiran sendiri berbeda jika kita meratap bersama dengan orang

lain. Seorang pernah berkata, “Kita sebenarnya takut menghampiri

orang lain yang sedang menderita. Seperti yang terjadi pada teman-

teman Ayub, kita takut ketika kita tidak memiliki jawaban atas

penderitaan mereka. Ayub memang tidak mendapatkan jawaban

atas penderitaan yang ia alami, namun ia mendapatkan Tuhan.”

Ketika kita meratap bersama dengan orang lain, artinya kita

bersama-sama mencari Tuhan dengan mereka.

Apa yang dikatakan di atas sesungguhnya tidak salah. Kita mudah

khawatir dengan penderitaan dan kesedihan. Seorang penafsir

Alkitab pernah berkata: “Mengapa ada begitu banyak orang

Kristen yang risih dengan air mata, tidak mau terlihat sedih, dan

sulit untuk meratap? Faktanya para tokoh Alkitab adalah orang-

orang yang meratap. Bahkan Sang Juruselamat pun, seperti yang

kita kenal, adalah “seorang yang penuh kesengsaraan dan yang

biasa menderita kesakitan” (Yes. 53:3a).

Setidaknya satu alasan mengapa kita begitu tidak nyaman dengan

air mata atau terlihat sedih di depan orang lain adalah karena hal

tersebut dianggap sebagai tindakan tidak dewasa khususnya dalam

kerohanian kita sebagai orang-orang Kristen. Hal ini menyebabkan

kita terpisah dari hati Allah dan hati sesama. Jika kita ingin

menaati perintah Allah untuk mengasihi sesama, maka kita juga

123

harus belajar untuk “menangislah dengan orang yang menangis!”

(Rm. 12:15b).

Banyak orang Kristen zaman sekarang yang berusaha menjauhkan

diri dari kenyataan dunia yang sudah rusak. Jika kita tidak berhati-

hati, kita akan tidak akan mengetahui realita yang sesungguhnya.

Raja Salomo berkata: “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada

pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap

manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.

Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram

membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah

duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat

bersukaria.” (Pkh. 7:2-4).

Berpesta, tertawa, dan kegembiraan tentu tidak salah, namun jika

Anda mengisi hidup Anda hanya dengan hal-hal seperti ini, maka

itu bukanlah hidup yang sesungguhnya. Hal itu seperti Anda hidup

dalam gelembung udara. Anda tidak dapat merasakan udara di luar

gelembung udara tersebut. Anda perlu untuk turut merasakan

penderitaan yang dirasakan oleh dunia di sekitar Anda, karena

kegagalan dan kematian ada di sekeliling kita dan itu adalah realita

yang sesungguhnya. Pikirkan perkataan Salomo di atas dalam hati

dan Anda akan menjadi bijak. Jika Anda berpikir bahwa

kekristenan adalah jauh dari penderitaan maka Anda adalah orang

bebal.

Gaya hidup persekutuan orang Kristen adalah empati, yang artinya

kita tidak boleh berasumsi bahwa semua orang di sekitar kita baik-

baik saja. Dalam percakapan, kita harus peka untuk bisa

mendengarkan keluhan dan tangisan tak terdengar mereka dan

menolong mereka untuk bisa meratap kepada Tuhan. Dalam ibadah

bersama, kita harus mengakui adanya kepedihan tersebut dan

menyediakan tempat untuk bergumul dalam keheningan. Dalam

nasihat kita, kita harus berdoa lebih bagi mereka yang tersakiti.

Ingatlah ayat ini untuk berpegang teguh pada iman Kristen yang

124

sesungguhnya: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!

Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal. 6:2).

Refleksi

1.Siapakah orang yang Tuhan ingin Anda doakan hari ini?

2.Bagaimana cara Anda untuk dapat berempati dengan orang

tersebut?

Doa

“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah

jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah,

kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?

Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena

sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"

Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana;

bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia,

mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara

sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang

yang mengadakan perayaan. Mengapa engkau tertekan, hai

jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah!

Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan

Allahku!” (Mzm. 42:2-6)

125

Hari ke-28, Sabtu 1 April 2017

Panggilan Beribadah

“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk

selama-lamanya kasih setia-Nya. Biarlah itu dikatakan orang-

orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang

menyesakkan, yang dikumpulkan-Nya dari negeri-negeri, dari

timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan. Ada orang-

orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota

tempat kediaman orang tidak mereka temukan; mereka lapar dan

haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. Maka berseru-

serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan

dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka. Dibawa-Nya

mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota

tempat kediaman orang. Biarlah mereka bersyukur kepada

TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya

yang ajaib terhadap anak-anak manusia, sebab dipuaskan-Nya

jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan

kebaikan. Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih

setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap

anak-anak manusia!” (Mzm. 107:1-9, 15)

Pengakuan Dosa

Tuhan yang penuh kasih, kami mengetahui perintah-Mu bahwa

kami harus mengasihi Engkau dengan segenap hati, jiwa, pikiran,

kekuatan kami, dan kami juga harus mengasihi sesama kami

manusia seperti diri kami sendiri, namun kami tidak mampu untuk

melakukan seluruh hal tersebut. Kami mengakui bahwa kasih yang

kami miliki terus menyimpang dari pada Engkau: dari kekudusan

menjadi hawa nafsu, dari kebebasan menjadi perbudakan, dari

kasih sayang menjadi ketidakpedulian, dari penuh menjadi kosong.

Kasihanilah kami. Mampukan kami untuk hidup sesuai dengan

firman suci-Mu, dan membuat seluruh firman-Mu menjadi sukacita

dalam hati kami. Bentuk kami untuk menjadi serupa dengan Anak-

Mu, Tuhan Yesus, supaya kami bersinar dalam dunia bagi

kemuliaan Engkau. Amin.

126

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 13:32-37)

Renungan

Kerinduan terdalam dari jiwa kita adalah merasakan kasih setia

Tuhan, bukan hanya secara abstrak, namun memiliki pengalaman

pribadi secara langsung terhadap kasih setia Tuhan. Apakah Anda

sudah mengalami kasih setia tersebut yang diberikan langsung oleh

Tuhan, merasakan kemurahan-Nya, merasakan kuasa-Nya,

mendengar suara-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya? Ketika kita

merasakan kuasa dan kehadiran Tuhan, pada saat itu lah kita benar-

benar melihat bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan betapa

menderitanya Yesus dalam menanggung penghakiman Allah

terhadap dosa. Seluruh ratapan kita bawa kepada Yesus, yang di

dalam-Nya seluruh kesedihan dan penderitaan yang kita alami akan

mendapatkan pengharapan.

Puncak dari kesengsaraan Yesus adalah ketika berada di atas salib.

Penderitaan fisik yang dirasakan Yesus begitu menyakitkan,

namun itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perasaan

gemetar ketika ditinggalkan oleh Allah Bapa. Murka Allah turun

atas Yesus dan seluruh beban dosa dari dunia ditanggung di

pundak-Nya. Yesus merasakan penderitaan dan keterhilangan.

“Dia yang tidak mengenal dosa, dibuatnya menjadi dosa karena

kita” (2 Kor. 5:21).

Ketika berada di atas salib, Yesus mengatakan hal yang sama

seperti ratapan Raja Daud: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau

meninggalkan Aku?” (Mrk. 15:34). Ketika Yesus berseru, Ia bukan

saja hanya menanggung seluruh dosa kita namun juga

menyuarakan apa yang menjadi ratapan kita. Karena sebenarnya

apa yang menjadi dasar dari seluruh ratapan dan keluhan kita

adalah dua pertanyaan: “Tuhan, dimanakah Engkau?” dan “Tuhan,

jika Engkau mengasihiku, lalu kenapa semua ini terjadi?” Untuk

127

pertama kalinya dalam kekekalan, Yesus merasakan ketidakhadiran

Allah Bapa.

Mengapa harus seperti itu? Jika Yesus adalah jawaban Allah Bapa

dari seluruh keluh kesah dan ratapan manusia, mengapa pada

akhirnya Yesus berada di tempat yang paling menyedihkan, yaitu

di atas kayu salib?

Satu pertanyaan yang juga perlu dipikirkan adalah mengapa saat itu

ada begitu banyak orang yang menolak-Nya, bahkan umat-Nya

sendiri (Yoh. 1:11). Banyak orang yang menantikan bagaimana

Allah akan menjawab seluruh doa mereka dan menyelesaikan

masalah mereka. Para murid Tuhan pun seringkali meragukan

Yesus. Mereka berharap Mesias akan menaklukkan penjajah dan

membela bangsa Israel. Sebaliknya Ia justru menubuatkan

runtuhnya Bait Allah dan kematian-Nya. Mereka ingin Mesias

memberikan jawaban, dan Yesus memberikan diri-Nya. Ia

menubuatkan tentang kematian-Nya dan rela menanggung derita

untuk menghalahkan musuh yang sesungguhnya, yaitu Iblis, dosa,

dan kematian. Yesus bukannya tidak peduli dengan ratapan kita. Ia

mendengar semuanya. Dengan cara memikul salib, Ia memberikan

jawaban pasti kepada ratapan kita, yaitu kehadiran dan kuasa Allah

.

Ratapan merupakan sebuah cara yang membawa kita ke sebuah

tempat di mana mungkin kita tidak akan selalu menemukan

jawaban atas rasa sakit dan penderitaan yang kita alami, yang ada

hanya kehadiran dan kuasa Allah.

Refleksi

1.Ambil waktu sejenak untuk merenungkan penderitaan yang

Tuhan Yesus alami.

2.Jadikan dan rasakanlah kehadiran dan kuasa Allah jauh lebih

penting dari pada jawaban yang Anda cari dari Allah atas

penderitaan yang Anda alami.

128

Doa

“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami

beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya TUHAN--berapa

lama lagi? --dan sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah

kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-

sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. Buatlah kami

bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami,

seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka. Biarlah

kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-

Mu kepada anak-anak mereka. Kiranya kemurahan Tuhan, Allah

kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya,

perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.” (Mzm. 90:12-17)

129

Minggu ke-5 Lenten, 2 April 2017

Yesus dilahirkan dengan sebuah misi dan Ia menjalankan misi

tersebut dengan baik. Ia menanggung penyiksaan yang begitu

menyiksa di dalam hatiNya dan juga mengalami penderitaan fisik

yang menyakitkan; Ia disalib, mati, dan dikubur; tubuhNya

dikubur, namun tidak mengalami kerusakan; Ia bangkit dari kubur

pada hari yang ketiga dengan tubuhNya yang telah dikubur

tersebut. Dengan tubuh yang sama Ia naik ke surga, dimana ia

duduk di sebelah kanan Allah Bapa, mendoakan umatNya, dan Ia

akan segera kembali untuk menghakimi dunia pada akhir zaman.

Tuhan Yesus, dengan ketaatanNya yang sempurna dan

pengorbanan diriNya – yang ia lakukan dalam kuasa Roh Kudus

yang dipersembahkan kepada Allah Bapa – telah menggenapi

penghakiman dari Allah Bapa. Yesus bukan hanya membawa

perdamaian namun juga warisan kekal di kerajaan surga bagi

mereka yang ditebusNya.

(diambil dari Westminster Confession of Faith Bab 8)

130

131

Minggu Kelima:

PENGORBANAN

132

Hari ke-29, Senin 3 April 2017

Panggilan Beribadah

”Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas

takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi

Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-

masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk

menutupi muka mereka; dua sayap dipakai untuk menutupi kaki

mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan

mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus,

kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-

Nya!” Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara

orang yang berseru itu dan rumah itu pun penuhlah dengan asap.

Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang

yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang

najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN

semesta alam.” Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang

mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya

dengan sepit dari mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku

serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka

kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”

(Yes. 6: 1-7)

Pengakuan Dosa

Oh Tuhan, di dalam penciptaan Engkau menciptakan kamu seturut

gambar dan rupa-Mu, di dalam Kristus Engkau menunjukkan

kasih-Mu, melalui Roh Kudus Engkau mengundang kami ke dalam

persekutuan orang percaya; kami bersujud dengan penuh ucapan

syukur. Sering kali kami menyimpang dari gambar dan rupa-Mu,

namun Engkau terus memulihkan kami. Setiap hari kami

mengabaikan kasih-Mu, namun Engkau tetap mengasihi kami.

Sering kali kami menghindari persekutuan dengan Engkau, namun

Engkau tetap memberkatinya. Ya Tuhan, datanglah kepada kami di

waktu ini dan di tempat ini, biarlah kami memancarkan gambar dan

rupa-Mu, kami mengasihi-Mu seperti kasih-Mu kepada kami, dan

persekutuan kami di dalam Kristus terus diperbarui. Amin.

133

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 1-9)

Renungan

Setelah dosa masuk ke dalam dunia dan Allah menjatuhkan

hukuman atas dosa, kita membaca dalam Kejadian 3: 21: “Dan

TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia

dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.”

Allah memandang pakaian yang mereka buat (Kej. 3:7) dan

berkata, “Tidak. Itu tidak berguna.” Pakaian tersebut tidak cukup

tertutup bagi Adam dan Hawa untuk menghadapi dunia yang baru

saja mengalami kejatuhan yang sekarang mereka harus hadapi.

Ingat bagaimana ketika mereka berbuat dosa pertama kali? Dosa

membukakan mata mereka, tetapi bukan dalam arti yang baik.

Dosa membuat mereka sadar bahwa mereka telanjang dan terbuka.

Untuk pertama kalinya mereka menyadari bahwa mereka telanjang.

Maka mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat,

sebuah pakaian. Dan sejak itu, manusia selalu terlibat dalam usaha

untuk menutupi dirinya, namun tidak pernah cukup.

Allah mengetahui bahwa Adam dan Hawa membutuhkan sesuatu

yang lebih dapat menutupi tubuh mereka. Mereka membutuhkan

pakaian yang ditenun Allah, bukan mereka sendiri. Ketika kita

membaca dalam Kejadian 3: 21, maka jelaslah bagi kita bahwa ada

hewan yang dikurbankan supaya manusia dan isterinya itu dapat

berpakaian dengan layak. Ini adalah petunjuk pertama tentang

kurban penebusan yang kita lihat dalam Alkitab. “Kurban

penebusan” adalah istilah yang digunakan untuk mengatakan

bahwa yang tidak berdosa dikurbankan supaya yang berdosa dapat

ditebus. Seperti yang Anda lihat, pengampunan dosa bukanlah hal

yang mudah dan cepat (semudah menyemat daun ara dan

memakainya sebagai cawat). Harga pengampunan dosa sangatlah

mahal, menyakitkan dan penuh dengan curahan darah. Dosa

menyebabkan penderitaan dan kematian, maka dari itu

134

pengampunan dosa juga harus melibatkan penderitaan dan

kematian. Ada kurban yang dibutuhkan.

Apakah Adam dan Hawa berpikir mereka dapat menyembunyikan

semua itu, mencoba untuk merapikan kembali hasil dari kesalahan

mereka, tanpa perlu membayar harga sama sekali? Apakah kita

berpikir seperti itu? Ketika kita mencoba menutupi dosa kita, kita

sedang terlibat dalam usaha yang sia-sia untuk menyelamatkan diri

kita sendiri. Kita seakan berkata, “Saya dapat membayar dosa saya

sendiri.” Tapi ini adalah pernyataan bodoh yang mengabaikan

kebobrokan yang dapat ditimbulkan dari dosa.

Kematian seekor hewan dalam Kejadian 3 merupakan petunjuk

pertama dalam Alkitab bahwa penebusan membutuhkan kurban.

Dan hal ini pada akhirnya merujuk kepada kurban yang paling

sempurna. Yesus Kristus menderita, terluka dan mati supaya

kepada kita dikenakan pakaian yang layak – yaitu pembenaran dari

Allah. Darah Kristus adalah penebusan kita, ganti atas dosa kita.

Seperti Adam dan Hawa, kita tidak dapat menggantikan sendiri

dosa kita. Hanya Allah yang dapat melakukan itu, dan Allah telah

menjadikannya mungkin dengan pengurbanan yang mahal melalui

darah Anak-Nya. Ayat ini mengingatkan kita: “Aku bersukaria di

dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia

mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi

aku dengan jubah kebenaran”(Yes. 61: 10a).

Refleksi

1.Apakah daun ara Anda (hal yang Anda gunakan untuk menutupi

dosa Anda)? Hal ini biasanya berupa hal yang Anda lakukan

supaya Anda terlihat atau merasa baik-baik saja (perbuatan baik,

talenta, kemampuan, kegiatan rohani, prestasi di pekerjaan).

2.Tuhan memanggil Anda untuk beriman kepada satu-satunya

penebusan yang Allah sediakan. Dia memanggil Anda untuk

beriman di dalam Kristus. Pengurbanan Kristus adalah satu-

satunya harapan Anda. Apakah Anda mau percaya dan

135

menyerahkan diri Anda sepenuhnya kepada Kristus ketimbang

usaha “menutupi diri Anda sendiri” yang sia-sia?

Doa Ya Tuhan, kami mengucap syukur karena Engkau yang

mengetahui kebutuhan mendasar kami untuk menutupi dosa-dosa

kami. Kami akui bahwa kami tidak sanggup untuk menutupi atau

menghapus dosa kami sendiri. Kami mengucap syukur karena

Engkau memberikan kami cara untuk menutupi dosa kami, yaitu

melalui Kristus yang Engkau utus bagi kami. Dan biarlah kami

mendapatkan segala manfaat dari penebusan dan pengurbanan

yang Kristus lakukan atas kami. Di dalam nama Yesus. Amin.

136

Hari ke-30, Selasa 4 April 2017

Panggilan Beribadah ”Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi,

dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya. Dari Sion,

puncak keindahan, Allah tampil bersinar. Allah kita datang dan

tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-

Nya bertiup badai yang dashyat. Ia berseru kepada langit di atas,

dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya: “Bawalah kemari

orang-orang yang kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku

berdasarkan korban sembelihan!” Langit memberitakan keadilan-

Nya, sebab Allah sendirilah Hakim.” (Mzm. 50: 1-6)

Pengakuan Dosa

Oh Tuhan, oleh kasih-Mu Engkau telah berjanji untuk memelihara

kehidupan di atas bumi. Namun kami, yang menerima perjanjian-

Mu, namun kami juga yang melanggarnya. Kami, yang seharusnya

menyembah kepada Engkau, malah kami lebih sering mencemooh

nama-Mu. Kami memuji Engkau Tuhan, karena Engkau setia

kepada janji-janji-Mu. Dan kami memohon ampun, karena kami

yang menerima perjanjian itu, namun kami juga yang

melanggarnya oleh karena dosa-dosa kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 10-21)

Renungan

Dalam Filipi 2 berkata begini tentang Yesus Kristus: “[Ia] telah

mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang

hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan

sebagai manusia, Ia telah merendakan diri-Nya dan taat sampai

mati di kayu salib.” (2: 7-8). Selain pengorbanan-Nya dari Anak

Allah menjadi seorang manusia, kita dapat mengatakan bahwa

seluruh hidup Yesus adalah suatu pengorbanan - menyerahkan hak-

Nya dan memberi diri-Nya bagi orang lain. Dari awal kehidupan-

137

Nya, kaki-Nya selalu melangkah menuju kepada pengurbanan yang

sempurna, yaitu kematian di atas kayu salib Romawi yang kejam.

Maka timbullah sebuah pertanyaan di benak kita: Mengapa peran

kurban begitu penting dalam rencana penebusan dan pendamaian

Allah? Mengapa Allah tidak langsung saja mengampuni dosa

manusia tanpa membutuhkan pengurbanan?

Kita akan mendapati bahwa dalam setiap relasi antar manusia,

pendamaian selalu membutuhkan pengorbanan. Katakanlah

seseorang menyinggung atau menyakiti Anda. Jika Anda hendak

berdamai, maka ada pengorbanan yang harus Anda lakukan. Anda

harus ”membayar” sesuatu untuk bisa mengampuni orang itu,

karena Anda harus menahan rasa sakit hati Anda yang timbul.

Anda harus mengorbankan hak Anda untuk marah dan

memutuskan untuk mengampuni orang itu. Selain itu, orang

tersebut pun juga harus berkorban. Dia harus menanggalkan

gengsinya untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf.

Intinya, tanpa pengorbanan tidak ada pendamaian. Hanya ada

kekerasan hati dan relasi yang mati.

Dengan cara yang sama, kita pun harus berkorban agar dapat

datang kepada Allah dengan pengakuan dan pertobatan. Kita harus

menyangkal diri, menanggalkan kesombongan dan pembenaran

diri sendiri. Akan tetapi bukan kita yang berinisiatif. Bukan oleh

karena pengorbanan kita, kita diselamatkan. Rencana keselamatan

Allah menitikberatkan pengorbanan Kristus, bukan pengorbanan

kita.

Penebusan memiliki suatu nilai, maka dari itu harus ada harganya.

Untuk menebus sesuatu berarti membeli kembali; untuk

mengambil alih kembali suatu kepemilikan dengan pembayaran

tertentu. Oleh karena kita diciptakan dalam gambar dan rupa Allah

dan karena kasih-Nya kepada kita, Ia menganggap bahwa kita

layak untuk ditebus. Akan tetapi harga penebusan seorang manusia

sangatlah mahal. Harga seperti apa yang harus dibayarkan untuk

membeli kembali seseorang dari alam dosa, kematian dan

138

genggaman kuasa iblis? Harganya sepadan dengan kerusakan yang

diakibatkan oleh dosa dan iblis. Harganya terlalu mahal untuk

dapat kita bayarkan. Tidak ada hal yang dapat kita korbankan yang

cukup untuk membayar harga itu. Akan tetapi, semua harga itu

telah dibayarkan oleh Yesus Kristus. Kutukan karena kejatuhan

manusia, khususnya dosa kita dan maut sebagai upah dosa, telah

dibebankan kepada Kristus. Pengurbanan-Nya telah membuat

pendamaian dengan Allah menjadi mungkin. Terpujilah Tuhan!

Refleksi

1.Adakah orang di dalam hidup Anda yang kepadanya Anda butuh

berdamai? Jikalau mereka yang bersalah, harga seperti apa yang

harus Anda bayarkan untuk mengampuni mereka? Jikalau Anda

yang bersalah, harga seperti apa yang harus Anda bayarkan untuk

mendapatkan pengampunan mereka? Kalau dibandingkan, tentu

saja harga ini tidak sebanding dengan harga yang Yesus bayarkan

untuk dosa-dosa Anda.

2.Luangkanlah beberapa saat untuk mengucap syukur kepada

Allah atas pengorbanan Anak-Nya di atas kayu salib. Mengucap

syukurlah karena Allah telah menebus Anda, secara spesifik,

karena tidak mungkin bagi Anda untuk membayarkan harga

tersebut.

Doa

Kirimkanlah Roh-Mu kepada kami, Oh Tuhan, sambil kami

merenungkan pengurbanan yang Kristus telah perbuat. Siapkanlah

pikiran kami untuk dapat mendengar firman-Mu. Gerakkanlah hati

kami agar dapat menerima apa yang telah kami dengar. Sucikan

kehendak kami agar kami mematuhi Engkau dengan iman dan

sukacita. Inilah hal yang kami doakan dalam nama Kristus,

Jurusselamat kami. Amin.

139

Hari ke-31, Rabu 5 April 2017

Panggilan Beribadah

Tuhan yang telah memanggil kita untuk beribadah hari ini adalah

sama dengan Yesus yang telah menolak godaan untuk menyembah

kepada si jahat. Dari pada mendapatkan kemegahan seluruh

kerajaan dunia, Ia lebih memilih untuk menanggung beban salib

yang memalukan. Dan hari ini, Tuhan yang sama disembah sebagai

Tuhan segala tuhan dan Raja segala raja. Telah terkumpul di dalam

Dia segala kekayaan hikmat dan pengetahuan, kemuliaan dan

kekuasaan. Bersama dengan orang kudus di segala jaman, kami

berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak

Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa

sampai selama-lamanya!”

Pengakuan Dosa

Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, kami adalah anak-anak

perjanjian-Mu – satu gereja, dari segala bangsa. Kewarganegaraan

kami adalah Surga. Namun kami mengaku, Oh Tuhan, bahwa

terkadang kami menyimpang dari jalan menuju kerajaan-Mu. Kami

seringkali lebih suka menjadi warga negara tanah kami sendiri dari

pada warga negara Surga. Oleh kebenaran-Mu Engkau telah

memanggil kami untuk bertobat. Ampuni kami yang melupakan

perbedaan kami dengan dunia. Ajarkan kami untuk senantiasa

berpusat kepada salib dan kepada keselamatan yang telah Engkau

berikan melalui Dia, yang adalah Tuhan dan Raja dan Hakim atas

kami semua, melalui Yesus Kristus, yang kepada-Nya kami

berdoa. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 22-31)

Renungan

Apakah kita dapat mengetahui dengan pasti jika Tuhan akan

menepati janji-Nya? Setiap orang tahu betapa mudahnya bagi kita

140

untuk mengucapkan janji. Namun dengan mudah pula kita segera

melanggarnya ketika dirasa sulit untuk menepatinya. Apakah ini

dapat terjadi dengan Tuhan?

Dalam kitab Kejadian, Tuhan menjanjikan beberapa hal kepada

Abraham: Ia menjanjikan Abraham keturunan yang banyak dan

menjadikannya sebagai bangsa yang besar, membuat namanya

mashyur, dan menjadikan dia berkat bagi bangsa-bangsa. Tuhan

juga menjanjikan bahwa keturunan Abraham akan menempati

suatu tanah. Namun demikian Abraham ragu-ragu. Situasinya tidak

menunjukkan bahwa janji Tuhan kepadanya akan menjadi

kenyataan. Maka dalam Kejadian 15, Abraham bertanya kepada

Tuhan: “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan

kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai

anak?”, dan “Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku tahu, bahwa

aku akan memilikinya (tanah perjanjian)?” (15: 2 & 8)?

Untuk menjawab pertanyaan ini, Tuhan melakukan hal yang aneh

bagi kita menurut konteks budaya dan sejarah kita. Tuhan

memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan kurban hewan,

memotongnya menjadi dua, lalu menaruhnya bersampingan. Lalu

Abraham tertidur dengan nyenyak, dan muncullah perapian yang

berasap serta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan

daging itu. Upacara ini, sudah biasa dilakukan oleh orang setempat,

biasa disebut “membelah perjanjian”. Dua pihak yang terikat dalam

perjanjian akan memotong ternak dan saling memberikan

potongannya untuk mengesahkan perjanjian tersebut. Upacara ini

mempunyai makna bahwa kedua pihak berjanji untuk memenuhi

apa yang menjadi isi perjanjian tersebut. Apabila mereka

melanggarnya, maka mereka akan berkata, “Biarlah kita menjadi

seperti kurban ini.” Mereka seolah berkata, “Saya berjanji. Dan

saya siap mati demi memenuhi janji ini.” Upacara kurban tersebut

adalah sebuah perjanjian dengan nyawa sebagai jaminan. Ketika

perapian mulai berasap dan api (lambang kehadiran Tuhan) mulai

menyala di antara daging kurban, Tuhan sendiri yang berinisiatif

untuk bertanggung jawab untuk memenuhi perjanjian-Nya dengan

141

Abraham. Abraham sedang tertidur, sama sekali tidak berbuat apa-

apa, sementara Tuhan berinisiatif mengesahkan perjanjian tersebut.

Seorang penafsir Alkitab menulis, “Perjanjian suci yang Tuhan

tempatkan dengan menaruh diri-Nya sendiri sebagai jaminannya

adalah jawaban Tuhan (atas pertanyaan Abraham): “Aku berjanji,

sebagai Allah yang Mahakuasa. Sekalipun harus mati, namun

perjanjian ini akan terpenuhi.”

Betapa tercengangnya kita memikirkan ini. Tuhan berkata,

“Biarlah Aku tercabik-cabik seperti kurban ini jika perjanjian-Ku

dengan Abraham dan keturunannya terlanggar.” Pada akhirnya,

perjanjian itu akan dilanggar, namun bukan oleh Tuhan.

Keturunan Abraham tidak setia kepada Tuhan dan perjanjian-Nya.

Namun Tuhan memegang janji-Nya. Ia telah berjanji untuk

memberkati Abraham. Maka berkat dari Tuhan bagi Abraham dan

keturunannya (termasuk kita, orang Kristen) menjadi mungkin

melalui kutuk kematian yang dipikul oleh Yesus Kristus. Yesus,

Anak Allah mengambil rupa sebagai manusia, dan tubuhnya

dicabik-cabik untuk memenuhi perjanjian antara Tuhan Allah

dengan Abraham (dan kita). Yesus, Sang Penjaga perjanjian,

mengorbankan diri-Nya bagi kita: “Ambillah, makanlah, inilah

tubuh-Ku. Minumlah kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah

darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang

untuk pengampuan dosa” (Matius 26: 26-28). Darah Yesus, Anak

Domba Allah, adalah jaminan bagi kita bahwa Tuhan memegang

perjanjian-Nya. Tidak ada jaminan lain yang lebih baik dari pada

ini.

Refleksi

1.Perjanjian Tuhan yang manakah (dalam Kristus Yesus) yang

sedang kita gumulkan karena kita sulit percaya? Bagaimanakah

darah Kristus memberikan jaminan kepada kita bahwa Tuhan

memegang teguh perjanjian-Nya kepada anak-anak-Nya?

2.Luangkanlah beberapa saat untuk memuji Tuhan karena Ia

memegang janji-Nya dan Ia telah mengikat perjanjian-Nya dalam

suatu hubungan yang kekal antara kita dengan Dia.

142

Doa

Ya Yesus, dengan setia sampai mati, Engkau telah menunjukkan

kepada kami jalan kepada kasih yang begitu besar. Ya Yesus,

dengan memikul beban dosa, Engkau telah menunjukkan kepada

kami jalan Tuhan yang penuh kebaikan. Ya Yesus, dengan

mendoakan mereka yang menyalibkan Engkau, Engkau

mengajarkan kepada kami pengampuan yang tidak menghitung-

hitung. Ya Yesus, dengan membukakan Surga bagi penyamun

yang bertobat, Engkau membangkitkan harapan dalam diri kami.

Ya Yesus, datang dan tolonglah kami yang lemah iman. Ya Yesus,

berikan kami hati yang suci; perbarui dan kuatkan roh kami. Ya

Yesus, Firman-Mu begitu dekat, biarlah firman-Mu hidup di dalam

kami dan melindungi kami senantiasa. Amin.

143

Hari ke-32, Kamis 6 April 2017

Panggilan Beribadah

“Hai segala bangsa, bertepuk-tanganlah, elu-elukanlah Allah

dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah

dashyat, Raja yang besar atas seluruh bumi. Ia menaklukkan

bangsa-bangsa ke bawah kuasa kita, suku-suku bangsa ke bawah

kaki kita, Ia memilih bagi kita tanah pusaka kita, kebanggaan

Yakub yang dikasih-Nya. Allah telah naik dengan diiringi sorak-

sorai, ya Tuhan itu, dengan diiringi bunyi sangkakala.

Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah bagi

Raja kita, bermazmurlah! Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi,

bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! Allah memerintah

sebagai raja atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas

takhta-Nya yang kudus. Para pemuka bangsa-bangsa berkumpul

sebagai umat Allah Abraham. Sebab Allah yang empunya perisai-

perisai bumi; Ia sangat dimuliakan.” (Mzm. 47)

Pengakuan Dosa

Allah yang berbelas kasih, kami tidak mengasihi Engkau dengan

segenap hati, akal budi, kekuatan dan jiwa kami. Tuhan,

kasihanilah kami. Kami tidak mengasihi sesama kami manusia

seperti yang Engkau ajarkan kepada kami. Yesus, kasihanilah

kami. Kami acuh tak acuh terhadap anugerah keselamatan yang

diberikan melalui Firman dan hidup-Mu. Tuhan, kasihanilah kami.

Ampuni dan pulihkan kami dengan kasih setia-Mu yang telah

Engkau tunjukkan kepada kami dalam kesetiaan, kematian dan

kebangkitan Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 32-42)

Renungan

“Firman-Nya (kepada Abraham): “Ambillah anakmu yang tunggal

itu, yang Engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan

144

persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah

satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Keesokan harinya

pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya

dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia

membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah

ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.” (Kej. 22:

2-3).

Betapa sulitnya untuk membayangkan perasaan Abraham yang

bercampur aduk ketika dia berjalan mendaki gunung Moria, tempat

di mana Allah memerintahkannya untuk mempersembahkan

anaknya yang ia kasihi. Ishak adalah anaknya satu-satunya, anak

yang telah ia tunggu puluhan tahun lamanya, anak yang Tuhan

janjikan dan dipenuhi secara ajaib. Ishak adalah bukti nyata atas

kebaikan Tuhan dan kesetiaan Tuhan dalam memegang perjanjian-

Nya dengan Abraham. Ishak mewakili segala aspirasi dan impian

dalam hati Abraham, Ishak adalah harta Abraham yang paling

berharga. Ada begitu banyak hal yang dipertaruhkan dalam

perjalanan ini.

Kita tidak dapat mengerti secara jelas perasaan Abraham, tapi kita

tahu responnya. Alih-alih berdebat dengan Allah, ia dengan segera

mempersiapkan perjalanannya. Respon Abraham adalah patuh. Ia

“memasang pelana keledainya” dan “membelah kayu untuk

bakaran,” dan berangkat ke bukit Moria.

Hal ini tidak sama dengan perumpamaan Yesus tentang orang yang

menemukan harta karun di ladang dan menjual segala miliknya

untuk membeli ladang tersebut. Orang itu tahu apa yang akan ia

dapatkan. Kita tidak akan berpikir dua kali untuk berkorban apabila

ada alasan ataupun balasan yang baik. Namun, Abraham tidak

memiliki keduanya, hanya sebuah iman yang tidak dapat

dimengerti bahwa ia akan kembali bersama dengan anaknya (22:

5).

145

Ketika mereka tiba di tempat yang ditunjukkan, Abraham dengan

hati-hati menaruh kayunya, lalu mengikat anaknya dan

menaruhnya di atas mezbah yang dibangunnya. Dan ketika ia

mengangkat pisaunya untuk menyembelih anaknya, Tuhan

menghentikannya: “Tetapi berserulah Malaikat Tuhan dari langit

kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.” Lalu

Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan

dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan

Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu

yang tunggal kepadaku.” Lalu Abraham menoleh dan melihat

seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut

dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu

mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.”

(22: 11-13).

Mempercayai Tuhan berarti mempercayai melampaui akal budi,

bahwa Tuhan baik, bahwa ketika Tuhan meminta, Tuhan pula yang

akan menyediakan. Abraham mengerti hal ini, maka ia percaya

kepada Tuhan, dan bersedia untuk patuh, bahkan sampai harus

mengorbankan anaknya.

Tuhan menghargai kepatuhan dan penyembahan kita dengan

menyediakan bagi kita apa yang benar-benar kita butuhkan; sebuah

korban pengganti. Abraham tidak menyayangkan anaknya terhadap

Tuhan; ”(Tuhan) tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi

yang menyerahkan-Nya bagi kita semua” (Rm. 8: 32). Ishak adalah

bibit perjanjian Abraham,yang melaluinya Tuhan akan memberkati

segala bangsa. Yesus adalah bibit perjanjian Adam, yang

melaluinya Tuhan akan memberikan keselamatan bagi setiap orang

di segala jaman. Ishak memikul di punggungnya kayu yang

digunakan untuk mempersembahkan dirinya. Yesus memikul

sendiri salib-Nya melalui jalan salib menuji Kalvari, tempat di

mana Ia disalibkan. Ishak dibaringkan di atas mezbah dengan

kemungkinan ayahnya sendiri akan menyembelihnya; Yesus mati

di atas kayu salib dan terputus hubungan-Nya dengan Allah Bapa.

146

Domba jantan pengganti diberikan untuk menggantikan Ishak,

namun Yesus adalah domba pengganti bagi kita semua.

Yesus adalah kurban yang lebih besar dan lebih sempurna yang

memperteguh kepatuhan dan penyembahan kita.

Refleksi

1.Apakah “harta karun” Anda, hal yang paling Anda sayangi dan

lindungi?

2.Bagaimana rasanya jika Anda harus menyerahkan harta karun

Anda kepada Tuhan?

3.Apakah Anda dapat mempercayai kebaikan Tuhan dan

pemeliharaan Tuhan terhadap Anda ketika Anda menyerahkan itu?

Doa

Ya Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Setiap orang yang beroleh

keselamatan, adalah orang yang Kau tebus, dan yang dalam

kekekalan akan berseru, ‘Bukan bagi kami, namun bagi-Mulah

kemuliaan karena kebenaran-Mu dan belas kasih-Mu.’ Engkau

telah menebus kami dengan perantaraan Seorang yang di dalam-

Nya ada kepenuhan, yang ditinggikan sebagai Raja dan

Juruselamat. Kepada-Nya kami melihat, kepada-Nya kami

bergantung, melalui-Nya kami dibenarkan. Biarlah kami beroleh

kelegaan melalui penderitaan-Nya tanpa kami berhenti membenci

dosa atau mengejar kekudusan; biarlah kami beroleh kelimpahan

melalui kuasa darah-Nya, menenangkan dan membersihkan hati

nurani kami; bersukaria dalam pelayanan-Nya dan juga

pengorbanan-Nya. Amin.

147

Hari ke-33, Jumat 7 April 2017

Panggilan Beribadah

“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai

penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak

akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung

goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya,

sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Kota Allah,

kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah

sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah

akan menolongnya menjelang pagi. Bangsa-bangsa ribut,

kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan

bumi pun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota

benteng kita ialah Allah Yakub. Pergilah, pandanglah pekerjaan

Tuhan, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang

menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang

mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar

kereta-kereta perang dengan api! “Diamlah dan ketahuilah,

bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa,

ditinggikan di bumi!” TUHAN semesta alam menyertai kita, kota

benteng kita ialah Allah Yakub.” (Mzm. 46)

Pengakuan Dosa

Allah yang berbelas kasihan, ampuni kami orang-orang yang

berdosa. Ampuni kami yang sering menyakiti hati sesama kami.

Ampuni kami yang sering tidak berlaku adil terhadap sesama kami.

Ampuni kami yang sering mengandalkan kekuatan kami sendiri.

Ampuni kami yang sering hanya memperhatikan kepentingan kami

sendiri. Ampuni kami yang sering menjadi batu sandungan bagi

yang lain. Ampuni kami yang sering menolak anugerah-Mu.

Ampuni kami yang takut untuk menderita. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 43-52)

148

Renungan

Adalah mudah untuk merasa baik ketika kita melakukan

pengorbanan. Ketika kita melakukan pengorbanan dengan

memberikan perpuluhan, atau dengan berpuasa, atau meluangkan

waktu untuk menolong sesama, kita merasa diri kita telah

melakukan hal yang cukup baik. Mungkin kita tidak pernah

mengungkapkannya terang-terangan, tetapi kita merasa bahwa kita

telah memenangkan perkenanan Tuhan. Kita mempersembahkan

segala hal ini kepada Tuhan sambil berpikir bahwa kita sedang

menunjukkan mengapa kita layak untuk diampuni, diberkati,

bahkan diperhatikan. Akan tetapi pemikiran seperti ini

menghalangi kita untuk memberikan kepada Tuhan pengorbanan

yang Dia paling inginkan. Karena materi, tubuh dan segala apa

yang kita memiliki berasal dari Tuhan, apakah berarti kita telah

melakukan hal yang cukup baik dengan mempersembahkan

kembali kepada Tuhan sedikit dari semua yang Tuhan telah

berikan? Itu bukanlah pengorbanan, melainkan penatalayanan.

Sungguh tiada artinya untuk berkata kepada Tuhan, “Ya, saya

memang berdosa! Tetapi lihat apa yang sudah saya korbankan

bagi-Mu!” Tuhan merindukan pengorbanan yang lain, yang

mencakup keseluruhan kita. Dalam pengakuan dosanya karena

perzinahan dan pembunuhan yang dilakukannya, raja Daud datang

dengan kejujuran di hadapan Tuhan. Tidak ada alasan, hanya

pengakuan. Tidak ada ritual tertentu, hanya ada doa yang penuh

dengan gairah. Inilah yang seharusnya kita lakukan ketika kita

menyadari bahwa sudah tidak ada lagi yang kita miliki untuk

dipersembahkan. Kita datang tanpa membawa apapun ke atas

mezbah Tuhan, dan mengandalkan hanya Tuhan semata.

Daud membutuhkan pengampuan, dan pada zamannya, adalah hal

yang lazim kalau darah ternak digunakan sebagai penghapusan

dosa. Lalu mengapa Daud tidak membawa kurban ternak? Daud

menjelaskan, “Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban

sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau

tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa

149

yang hancur; hati yang patah dan remuk, tidak akan Kau pandang

hina, ya Allah” (Mzm. 51: 18-19).

Sama halnya dengan darah lembu jantan dan darah domba jantan

yang tidak dapat menghapuskan dosa (Ibr.10: 4), tidak ada

pengorbanan yang dapat kita bawa yang dapat menggerakan Allah.

Hanya Allah sendiri yang dapat mentahirkan segala dosa kita dan

membangkitkan sukacita kita oleh karena keselamatan-Nya (Mzm.

51: 9, 12). Daud tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu lagi

mengorbankan sesuatu, namun dalam sebuah pengorbanan, Allah

memperhatikan hati yang mempersembahkannya.

Tuhan menghendaki segenap hati kita, dan satu-satunya cara untuk

mempersembahkan hati kita seluruhnya kepada Tuhan adalah

dengan melepaskan pemikiran bahwa ada hal dalam diri kita yang

cukup baik untuk memenangkan perkenanan Tuhan. Ketika kita

berhenti melakukan pembenaran, ketika kita melihat kepada dosa-

dosa kita, ketika kita menyadari betapa hancurnya kita, hati kita

akan hancur sama seperti Daud. Kita akan berhenti mencoba untuk

membenarkan diri kita, menutup-nutupi kesalahan kita, dan melihat

hanya kepada pengorbanan Anak Allah, Yesus Kristus yang ” telah

mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-

orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1

Ptr. 3: 18).

Refleksi

1.Hal apa saja yang membuat Anda berpikir bahwa Anda sudah

berkenanan di hadapan Tuhan?

2.Apakah Anda menghakimi orang lain yang tidak melakukan

pengorbanan seperti yang Anda lakukan untuk Tuhan?

3.Dapatkah Anda belajar untuk memberikan segenap hati Anda

kepada Allah di samping segala pengorbanan dan persembahan

yang Anda bawa kepada Tuhan?

150

Doa Allah yang Mahakuasa, yang memberikan segala yang baik dan

kasih karunia yang sempurna, ajar kami untuk menyerahkan

kepada-Mu diri kami beserta dengan apa yang kami punyai,

sehingga ketika kami menyembah, kami menyembah bukan hanya

dengan bibir, melainkan dengan seluruh hidup kami. Agar dalam

setiap apa yang kami perbuat, dalam suka dan duka kami, kami

persembahkan semuanya itu sebagai persembahan yang hidup

kepada Engkau, melalui Juruselamat kami, Yesus Kristus. Amin.

151

Hari ke-34, Sabtu 8 April 2017

Panggilan Beribadah

“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia

serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya

di atas lautan, dan menegakannya di atas sungai-sungai. Siapakah

yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh

berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya

dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan hatinya kepada

penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan

menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang

menyelamatkan Dia. Itulah angkatan orang-orang yang

menanyakan Dia, yang mencari wajah-Mu, ya Allah Yakub.

Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah

kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja

Kemuliaan! Siapakah itu Raja Kemuliaan? TUHAN, jaya dan

perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan! Angkatlah

kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai

pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!

Siapakah itu Raja Kemuliaan? TUHAN semesta alam, Dialah Raja

Kemuliaan!” (Mzm. 24)

Pengakuan Dosa

Tuhan yang Mahakuasa dan berbelas kasihan, kami mengaku

bahwa kami seringkali datang kepada Engkau oleh karena tugas

dan kejwajiban kami, bukan karena kasih dan kerinduan kami akan

hadirat-Mu. Ampuni kami yang menyanyikan pujian kepada-Mu

tanpa diubahkan oleh kebenaran dari apa yang kami nyanyikan.

Ampuni kami yang berdoa kepada-Mu dengan penuh kekaguman

namun kami tidak bergantung pada kasih karunia-Mu. Dan ampuni

kami kalau kami berlaku seakan-akan Engkau berkenan dengan

kepura-puraan kami dan segala kesibukan kegiatan rohani kami.

Engkau tidak berkenan atas persembahan-persembahan yang sia-

sia ini, bagi-Mu semua ini adalah kenajisan. Engkau memalingkan

mata-Mu dari kami, dan Engkau tidak mendengar. Kami mengaku

bahwa kami seringkali mengejar kenyamanan dari pada melayani

152

sesama, seperti Engkau yang telah terlebih dahulu melayani kami.

Kami memohon dengan rendah hati agar Engkau mengajari kami

apa yang benar-benar baik; supaya kami mengejar kebenaran dan

keadilan. Kami berdoa agar kami beroleh hati yang mau melihat

dunia ini dibenarkan, karena Engkau telah terlebih dahulu

membenarkan kami oleh salib anak-Mu, Yesus Kristus. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14: 53-65)

Renungan

Kita hidup di tengah-tengah budaya yang terobsesi dengan

pengembangan diri. Kita mau meningkatkan karir kita, kesehatan

jasmani kita, tempat tinggal kita, kebiasaan kita, dan hobi kita. Kita

bahkan mau “meningkatkan kualitas” orang-orang dan kehidupan

di sekitar kita. Ketika kesempatan dan pilihan untuk merubah dan

mempermudah kehidupan itu datang, kita pun akan meraihnya

dengan segera. Peningkatan dan kemudahan akan menghasilkan

kenyamanan, dan kita memang hidup di tengah-tengah jaman di

mana kenyamanan adalah hal yang tidak tergantikan. Kita dapat

merekam video menggunakan telpon genggam dan mengirimnya

kepada seseorang yang berjarak ribuan kilometer dalam hitungan

menit. Kita dapat meminum pil, pergi tidur dan menjadi kurus

tanpa berolah raga. Tanpa perlu repot-repot masak, kita dapat

membeli makanan hampir di mana saja dan kapan saja. Segala

kenyamanan ini telah menanamkan dalam diri kita harapan yang

seringkali tidak realistis dan menjadi pribadu yang tidak sabaran.

Kita tidak dapat melarikan diri dari efek jaman yang penuh

teknologi ini.

Alkitab menawarkan perubahan yang sama sekali berbeda, yang

lebih disengaja dan yang lebih berharga. Alkitab menjanjikan

perubahan yang lebih menyeluruh, namun prosesnya tidak

sederhana, dan membutuhkan pengorbanan. Dalam Roma 12,

setelah Paulus menjabarkan pemahaman teologis mengenai Injil, ia

153

mendorong pembaca surat Roma untuk segera mengambil

tindakan, untuk mengijinkan Injil mengubah mereka: “Karena itu,

saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,

supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan

yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu

adalah ibadahmu yang sejati.” (Rm 12: 1).

Cara kita mengambil tindakan adalah dengan mempersembahkan

keseluruhan hidup kita kepada Tuhan sebagai “persembahan yang

hidup”. Frasa ini sangat unik. Dalam Perjanjian Lama,

persembahan atau korban selalu berakhir dengan kematian di atas

mezbah. Maka apakah maknanya menjadi “persembahan yang

hidup”?

Pada satu sisi, pertumbuhan secara pribadi merupakan

pengorbanan juga. Walaupun kita tidak harus mati bagi dosa-dosa

kita (karena Yesus lah korban yang sempurna dan final bagi dosa-

dosa kita), namun kita harus mematikan ambisi diri kita yang

egois, dan mengendalikan hawa nafsu kita. Seringkali motivasi kita

untuk berubah adalah karena kita mencari rasa aman. Kita mau

mengubah kondisi tubuh kita sekarang karena kita ingin merasa

puas dengan penampilan kita. Kita mengejar kekayaan demi

mendapat kekentraman. Kita mengejar kekuasaan demi mendapat

kebahagiaan. Semua itu harus dimatikan.

Akan tetapi semua itu barulah sebagian dari apa yang Paulus

katakan. Persembahan kita benar bersifat pengorbanan, akan tetapi

juga merupakan sesuatu hidup. “Sebab, jika kamu hidup menurut

daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan

perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” (Rm. 8: 13).

Dengan kata lain, persembahan kita kepada Tuhan adalah

memberikan tubuh kita sebagai senjata kebenaran (Rm. 6: 13). Hal

ini dimungkinkan karena Dia yang telah membangkitkan Yesus

dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuh kita yang

fana oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kita (Rm. 8: 11). Oleh

karena Yesus telah mempersembahkan tubuh-Nya di atas kayu

154

salib sebagai jaminan keselamatan yang abadi bagi kita, kita dapat

mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan sebagai ibadah yang

berkesinambungan.

Norma budaya kita mengajarkan bahwa kita harus mengorbankan

apa yang kita punya untuk mendapat apa yang kita inginkan.

Pengudusan yang sejati adalah mengorbankan segala yang kita

inginkan karena kita telah mendapat segala sesuatu yang kita

inginkan di dalam Kristus. Ini adalah inti daripada Lenten. Kita

mengambil waktu khusus, menguji apa nilai kita, kebiasaan kita,

dan keinginan kita telah menjadi norma yang mengatur hidup kita.

Kita membuat ruang dalam hati dan pikiran kita untuk memikirkan

apa yang telah Yesus tinggalkan demi kita, dan semua itu

mengubah hidup kita. Prosesnya akan berlangsung lama, karena

tanpa proses, kita tidak akan mengalami sukacita dalam perjalanan

untuk mengenal Dia yang mengubahkan hidup kita.

Refleksi

1.Hal apa saja yang ingin Anda capai dari diri dan kehidupan

Anda?

2.Bagaimanakah perasaan Anda jika Anda harus menyerahkan

semua itu kepada Tuhan?

3.Apakah selama mengejar pencapaian itu dapat membantu Anda

mencari Tuhan?

Doa

Allah yang berbelas kasihan, Bapa yang Mahakuasa, kami, hamba-

Mu yang tidak layak, dengan rendah hati mengucap syukur

kepada-Mu karena kasih dan anugerah-Mu terhadap kami, ciptaan-

Mu. Kami memuji Engkau karena Engkau telah menciptakan kami,

bersabar terhadap kami, dan memberkati hidup kami, namun di

atas semuanya itu, kami memuji Engkau karena kasih-Mu yang

tiada terukur dalam penebusan dunia melalui Juruselamat kami,

Yesus Kristus. Dan saat ini kami berdoa, agar kami diberikan

kesadaran akan belas kasihan-Mu sehingga kami memuji Engkau

dengan hati yang penuh ucapan syukur, bukan hanya dengan bibir

155

kami, melainkan dalam kehidupan kami, dengan menyerahkan diri

kami bagi pekerjaan Tuhan; dan dengan berjalan bersama Engkau

di dalam kekudusan-Mu dan di dalam kebenaran-Mu setiap hari,

melalui Yesus Kristus, Tuhan kami, yang kepada-Nya, bersama

dengan Engkau dan Roh Kudus, kami persembahkan kemuliaan

dan hormat sampai segala jaman. Amin.

156

Minggu ke-6 Lenten, 9 April 2017 (Minggu Palem)

Melalui kebangkitan-Nya, Kristus mematahkan kuasa maut dan

membuka pintu kehidupan bagi kita. Ia memproklamirkan kepada

para wanita dan murid-murid-Nya dan membawa keselamatan

kepada seluruh dunia. Ia memperbaharui segala ciptaan-Nya dan

memberikan janji kebangkitan sehingga kita dapat hidup bersama-

Nya. Kita pun mempercayai dan memproklamirkan juga bahwa

melalui kematian dan kebangkitan-Nya: “Hai maut di manakah

kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu? Sengat maut

ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur

kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan

oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.“ (diambil dari 1 Kor. 15:55-57)

157

158

Minggu Keenam:

KEMATIAN

159

Hari ke-35, Senin 10 April 2017

Panggilan Beribadah

“TUHAN semesta alam akan menyediakan di gunung Sion bagi

segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang

bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar,

masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang

disaring endapannya. Dan di atas gunung ini TUHAN akan

mengoyakkan kain perkabungan yang diselubungkan kepada

segala suku bangsa dan tudung yang ditudungkan kepada segala

bangsa-bangsa. Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan

Tuhan ALLAh akan menghapuskan air mata dari pada segala

muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi,

sebab TUHAN telah mengatakannya. Pada waktu itu orang akan

berkata: ”Sesuungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-

nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita

nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh

karena keselamatan yang diadakan-Nya!” (Yes. 25:6-9)

Pengakuan Dosa

Ya Tuhan, kami mengakui bahwa perbuatan kami bercela dan hati

kami tidak murni. Ampuni kami yang sering tidak setia, dan

jagalah iman kami ya Tuhan. Pimpinlah kami selalu untuk

mengalami kedalaman kasih-Mu. Bukakan mata dan hati kami

untuk membaca renungan-renungan Lenten sepanjang minggu ini.

Bentuklah kami menjadi seperti Yesus yang pribadi dan hidup-Nya

kami tinggikan. Di dalam nama Kristus, Tuhan kami. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 14:66-72)

Renungan

Kematian sering dilihat sebagai akhir dari sesuatu - akhir dari

kehidupan, membawa begitu banyak kepedihan dan kepahitan.

160

Kematian sebisa mungkin harus dihindari, tak peduli apapun dan

berapapun harganya.

Namun Alkitab, dalam banyak kesempatan, menceritakan sebuah

kisah yang berbeda:

“Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan

tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu.” (1 Kor. 15:36)

“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak

jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia

mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh. 12:24).

Dalam fenomena alam pun kita akan melihat yang sama. Di

beberapa negara yang lain, kita melihat pergantian 4 musim setiap

tahun. Ketika mendekati musim gugur, daun-daun berubah warna

dan mulai berjatuhan. Bunga-bunga memudar seiring datangnya

musim dingin seperti cengkeraman kematian yang berdampak pada

pohon-pohon. Hal-hal yang lama mati untuk membawa suatu

kehidupan yang baru. Hal ini mencerminkan hidup kita yang

memiliki siklus yang bergantian antara perkabungan dan

kegembiraan yang membentuk hari-hari kita. Kematian membawa

kehidupan, atau setidaknya memiliki potensi tersebut.

Dalam banyak cara, ini adalah perjalanan sesungguhnya dari

Lenten: kematian menuju kehidupan. Seperti makanan yang kita

makan, yang terlebih dahulu harus mati untuk mempertahankan

kehidupan kita, maka diri kita yang lama (yang terpisah dari

Kristus) harus mati hari demi hari untuk melahirkan diri yang baru.

Kita mematikan keegoisan diri sendiri dan kita dibangkitkan untuk

hidup di dalam Yesus. Kita menyangkal diri kita sendiri, memikul

salib, dan mengikuti Dia. Kematian membawa kehidupan.

Kematian dapat menjadi hal yang menakutkan. Tetapi kasih Tuhan

kepada kita di dalam Kristus memberi kita kekuatan untuk tidak

takut akan kematian. Tuhan tidak menahan apapun, melainkan

merelakan Anak-Nya sendiri untuk kita, dan Ia akan memberikan

kehidupan yang berkelimpahan kepada kita. Dan kelimpahan hidup

161

tersebut adalah: percaya keapda Yesus, tinggal di dalam Dia dan

mengikuti Dia. Proses mematikan keegoisan dan kepentingan kita

menolong kita untuk menemukan ”harta sejati” kita (kehidupan,

sukacita, dan tujuan) di dalam Yesus. Masa Lenten mengingatkan

kita bahwa kehidupan yang sejati ditemukan di dalam Yesus.

Ketika ”benih” Allah - Yesus - jatuh ke tanah dan mati, Ia menjadi

lebih dari sekedar Pencipta kita, tetapi juga Penebus dan benih

kehidupan kita. Ketika kita mematikan keegoisan diri sendiri, kita

semakin dekat dengan Yesus dan menjadi semakin serupa dengan

tujuan awal kita diciptakan. Ketika Anda benar-benar memahami

kematian Yesus, ketika kebenaran dan keindahan atas segala yang

telah Yesus serahkan untuk Anda meresap ke dalam hidup Anda,

Anda akan dengan senang hati menyerahkan seluruh yang Anda

miliki dan mengikuti Dia.

Refleksi

1.Sikap, hasrat, dan kecenderungan egois apa sajakah yang masih

hadir dalam hidup Anda dan harus dimatikan?

2.Di area-area kehidupan mana sajakah yang Anda masih enggan

untuk serahkan demi mengikuti Yesus?

3.Apakah Anda mendapatkan apa yang Tuhan ingin Anda lakukan

selama minggu ini dalam menyambut sukacita Paskah pada hari

Minggu nanti?

Doa

Engkau kudus, Ya Tuhan yang Mahamulia, dan diberkatilah Yesus

Kristus, Anak-Mu, Tuhan kami. Sebagai manusia, Engkau

mengerti sukacita dan dukacita kami, serta pergumulan kami dalam

menghadapi pencobaan. Engkau sama seperti kami, hanya saja

Engkau tidak berdosa. Melalui Engkau kami melihat tujuan awal

kami diciptakan. Walaupun tidak berdosa, Engkau rela menderita

demi dosa kami. Sekalipun tidak berdosa, Engkau menghadapi

kematian menggantikan kami yang bersalah. Di atas salib Engkau

memberi diri-Mu, sebuah perngorbanan yang tidak bercela, demi

162

kehidupan kami. Melalui penderitaan dan kematian-Mu, Engkau

membebaskan kami dari dosa dan kematian. Bangkit dari kubur,

Engkau memimpin kami kepada sukacita atas kehidupan yang

baru. Melalui Engkau, segala kemuliaan dan hormat adalah milik

Bapa yang Mahakuasa sekarang dan sampai selama-lamanya.

Amin.

163

Hari ke-36, Selasa 11 April 2017

Panggilan Beribadah

”Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih

utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah

diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di

bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana,

maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala

sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu

dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah

kepada tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama

bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama

dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan

diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdalamikan segala

sesuatu dalam diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada

di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib

Kristus.” (Kol. 1:15-20)

Pengakuan Dosa

Seperti orang-orang yang menyambut Engkau ketika engkau

memasuki Yerusalem tetapi kemudian berteriak,”Salibkan Dia!”,

kami adalah orang-orang yang tidak setia, yang sering kali

menyangkal Engkau dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kami.

Mengingat peristiwa-peristiwa Engkau menjelang minggu terakhir,

itu membantu kami melihat sendiri seperti apa diri kami: para

pendosa yang membutuhkan seorang Juruselamat. Seorang

Juruselamat –puji Tuhan- kami miliki di dalam Engkau. Dengan

jujur dan dalam pengharapan, saat ini kami akui dosa-doa kami di

hadapan Engkau. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 15:1-15)

164

Renungan

Tujuan selama masa Lenten adalah untuk mengidentifikasikan diri

kita sengan Yesus dan untuk mengikuti Dia dalam penderitaan,

penganiayaan dan pengorbanan-Nya. Dan jalan yang kita tempuh

adalah perjalanan yang mengarahkan kita kepada salib. Dalam

perjalanan ini, kita mencoba. Mencoba merenung dan berdoa.

Mencoba untuk memikul salib dan memfokuskan perhatian kita

kepada Yesus. Mencoba untuk hidup lebih bijaksana. Mencoba

untuk melepaskan gaya hidup yang konsumtif. Mencoba untuk

lebih memahami firman allah. Mencoba untuk memiliki hati yang

mengampuni dan melayani sesama. Apa yang bisa kita lakukan

adalah terus mencoba. Namun, walaupun dengan usaha terbaik

kita, kegagalan sudah mengintai di depan kita.

Enam minggu adalah waktu yang panjang untuk mencurahkan

perhatian kita terhadap sesuatu, karena kita mudah untuk

kehilangan antusiasme. Ada waktu-waktu di mana Lenten

dilupakan sama sekali, dan berbagai pemikiran mulai menyerang,

“Lenten hanya merupakan sebuah ritual. Yesus tidak terlalu peduli

jika saya sedikit malas di sini atau di sana bukan? Saya tidak mau

terlalu kaku mengikuti aturan.” Kita mulai bersikap tidak peduli

dan mulai berpikir untuk memanjakan kembali keinginan daging

kita.

Setelah itu biasanya perasaan bersalah muncul. Pada saat itulah

kita mulai mengambil komitmen kembali. Memang bukan hal yang

buruk untuk mengambil komitmen kembali, tetapi biasanya kali ini

kita melakukannya bukan untuk mengidentifikasikan diri kembali

dengan Yesus, melainkan untuk menutupi rasa bersalah kita.

Dua ancaman yang konstan dan serius ini — kompromi dan

legalisme —selalu hadir dalam hidup kita, dengan liciknya

menunggu untuk menarik kita keluar jalur. Keduanya tidak

menghasilkan pertobatan dan kerendahan hati yang membawa kita

kepada Yesus. Pertobatan, kerendahan hati, penderitaan, ratapan,

165

dan pengorbanan tidak datang dengan sendirinya. Keinginan

daging dan pembenaran diri datang dengan sendirinya.

Lenten bukanlah sesuatu yang berat karena 6 minggu merupakan

waktu yang panjang. Lenten menjadi sulit karena kita tidak mau

“mati”. Lenten berbicara tentang “kematian”, dan kita cenderung

menghindari “kematian”. Tetapi jalan yang Yesus pimpin menuju

kepada salib. ”Kata-Nya kepada mereka semua: ”Setiap orang

yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memukul

salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk. 9:3).

Segala kelemahan yang sedang kita usahakan untuk tanggalkan

selama masa Lenten hanyalah bagian kecil dari keberdosaan kita.

Kita jauh lebih buruk dari apa yang dapat kita akui, malah jauh

lebih buruk dari apa yang kita ketahui atau bayangkan. Tetapi

anugerah Allah di dalam Kristus Yesus jauh lebih indah dan

berkuasa dari pada yang pernah kita bayangkan.

Lenten sedang membawa kita mendekati Paskah, menanamkan

kerinduan mendalam akan momen Paskah di dalam hati kita.

Bukan sebuah kerinduan untuk kembali kepada cara-cara kita yang

lama, tetapi sebuah kerinduan akan seorang Juruselamat – seorang

yang menghidupi hidup yang seharusnya kita hidupi dan yang

mematikan kematian yang seharusnya kita alami.

Refleksi 1.Apakah Anda sudah menyimpang ke dalam kompromi dan

legalisme dalam masa Lenten ini?

2.Jika ya, mintalah kepada Tuhan untuk memurnikan kembali

motivasi Anda dalam membaca Lenten setiap hari.

Doa

Allah yang Mahakudus, Engkau telah membuka telinga kami untuk

mendengar firman-Mu dan bibir kami untuk mengumandangkan

kebenaran-Mu: bukalah mata kami pada hari ini untuk melihat

penyataan kasih-Mu di dalam salib; melalui Yesus yang disalibkan,

166

yang kepada-Nya Engkau dan Roh Kudus, satu Tuhan, ditinggikan

dan dipuji, dari sekarang sampai selama-lamanya. Amin

167

Hari ke-37, Rabu 12 April 2017

Panggilan Beribadah

”Setelah pada zaman dahulu allah berulang kali dan dalam

pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan

perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhhir ini ia telah

berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah

Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh

Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya

kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala

yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah

Ia selesai mengadakan penyusian dosa, Ia duduk di sebelah kanan

Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, jauh lebih tinggi dari

pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan

kepada-Nya jaug lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibr. 1:1-4)

Pengakuan Dosa

Allah yang kekal, yang tidak pernah mengikari janji-Ny: kami

mengakui bahwa kami telah gagal dalam mengikuti kehendak-Mu.

Kami mengingkari sesama kami, meninggalkan teman-teman kami,

dan lari dalam ketakutan ketika kami seharusnya setia. Walaupun

Engkau telah menyatukan diri-Mu dengan kami, kami belum

menyatukan diri kami dengan Engkau. Tuhan, ampunilah kami

yang lemah dan tegar tengkuk. Pimpinlah kami sekali lagi menuju

meja perjamuan-Mu, dan satukan kami dengan Kristus, yang

adalah Roti Kehidupan dan Pokok Anggur yang dari padanya

anugerah dilimpahkan. Terpujilah Kristus selama-lamanya. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 15:16-20)

Renungan

Ketika kita memikirkan tentang kematian, hal ini membawa kita

kepada kengerian. Kita jadi berduka, menangis, dan meratapi

kematian. Tetapi apa intinya menghabiskan seminggu untuk

168

merenung dan berefleksi secara mendalam tentang kematian?

Apakah hal ini bermanfaat? Bukankah lebih baik untuk berpikiran

positif saja?

Bagi orang Kristen, kematian bukanlah hal negatif atau kabar

buruk, karena kita memiliki suatu perspektif yang lebih besar dari

keseluruhan kisah. Kematian bukanlah akhir; kematian hanyalah

sebuah potongan yang membuka jalan bagi kemuliaan hanyalah

sebuah potongan yang membuka jalan bagi kemuliaan dari

kebangkitan. Kematian bukan lagi merupakan sebuah pil pahit

untuk ditelah; kematian telah ditelah dalam kemenangan dan telah

kehilangan sengatnya (1 Kor. 15:55). Merenungkan tentang

kematian seharusnya menjadi sebuah sarana untuk lebih

memahami keagungan dari Kabar Baik.

Di tengah-tengah kisah agung ini, kita ditantang dengan realita

tentang kematian. Kematian mengingatkan kita bahwa kehidupan

itu rapuh dan cepat berlalu, dan mengisyaratkan kita untuk

merefleksikan kehidupan kita sehari-hari.

Menjadi seorang Kristen berarti kita harus menempatkan identitas,

harga diri, dan nilai-nilai kita di dalam Yesus – Ia menjadi harta

paling berharga kita. Sebuah kehidupan yang dihidupi dengan baik

adalah kehidupan yang mengutamakan Kristus di atas segalanya

(Fil. 3:7-8). Oleh karenanya, kematian harus menjadi pengingat di

mana kita menempatkan harta kita.

”Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngenat

dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta

mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di orga

ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak

membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada,

di situ juga hatimu berada.” (Mat. 6:19-21)

Sebuah kehidupan yang dihidupi dengan baik adalah kehidupan

yang terus memikirkan natur dan finalitas kematian, karena

169

kematian menyebabkan kita terus memeriksa diri akan harta yang

kita buru. Merenungkan tentang kematian seharusnya menjadi

sebuah sarana untuk memperoleh perspektif kekal yang pada

akhirnya menjadikan kita lebih menghargai Yesus lebih mendalam.

Lebih dari itu, merenungkan tentang kematian seharusnya menjadi

sebuah sarana untuk memahami dan menerima anugerah Allah

melalui Kristus. Kematian adalah sebuah akibat langsung dari

kejatuhan manusia, masuknya dosa ke dalam realitas kita. Dunia

kita—dan kehidupan kita—dipenuhi dengan kematian dan

kerusakan karena kehadiran dan kuasa dosa.

Kita sedang mendekati akhir dari masa Lenten. Dan agar

perjalanan ini benar-benar menjadi nyata bagi kita, kita harus

bertatap muka dengan kedalaman dosa yang ada di dalam hati dan

hidup kita. Kita harus melihat sendiri siapa diri kita sebenarnya:

seorang pendosa yang sepenuhnya layak menerima hukuman dan

murka Tuhan (Rom. 3). Kita harus melihat sendiri bagaimana

Tuhan melihat kita, karena hanya dengan percaya akan apa yang

Tuhan katakan tentang kita, barulah kita akan dapat percaya apa

yang telah Tuhan perbuat bagi kita. Tuhan telah memberikan Anak

tunggal-Nya, Juruselamat kita yang sejati, Tuhan Yesus Kristus,

kepada kita. Tuhan telah memberikan milik-Nya yang terbaik

untuk menebus kita. Itulah yang telah dilakukan Tuhan untuk kita!

Tuhan tidak mengabaikan dosa kita, Ia mati untuknya. Ia tidak

berlalu dari kita, Ia menebus kita. Dan kasih-Nya yang begitu besar

yang memberi kuasa untuk penebusan kita: ”Dalam hal inilah

kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah

telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya

kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah

mengasihi Allh, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang

telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa

kita.” (1 Yoh. 4:9-10). Karena pengorbanan Yesus yang

menebuskan kita, kita diterima oleh Allah, kita adalah orang-orang

kudus di dalam kerajaan Allah.

170

Dengan melihat kedalaman dosa, kita dapat benar-benar mengerti

dan percaya akan anugerah yang berkelimpahan, pengampunan,

dan kasih Tuhan. Dan inilah Injil yang diberitakan: anugerah yang

dari Tuhan dan belas kasihan melalui pengorbanan Yesus di kayu

salib sangatlah dalam dan jauh lebih besar dibandingkan apa yang

kita lihat di dalam hati kita sendiri. Terpujilah Yesus Kristus!

Refleksi

1. Pikirkanlah kembali tujuh hari terakhir ini dan luangkan waktu

untuk mengakui dosa-dosa spesifik Anda di hadapan Tuhan.

2. Sekarang refleksikan kebenaran bahwa Yesus memikul salib dan

mati untuk dosa-doa tersebut. Terimalah pengampunan Tuhan di

dalam Kristus, sembahlah Dia untuk anugerah dan belas kasihan-

Nya.

Doa

Pimpinlah kami, ya Tuhan, di dalam jalan Kristus. Berikanlah kami

keberanian untuk memikul salin dan dalam kebergantungan penuh

akan anugerah-Mu mengikut Kristus. Tolonglah kami untuk

mengasihi-Mu melebihi segalanya dan untuk mengasihi sesama

kami seperti kami juga mengasihi diri kami sendiri, serta

menunjukkan kasih tersebut di dalam perbuatan dan perkataan oleh

kuasa Roh-Mu. Berikanlah kami kekuatan untuk melayani-Mu

dengan setia sampai pada hari kebangkitan yang dijanjikan.

Bersama dengan orang-orang yang telah ditebus dari seluruh

zaman, kami akan mengadakan pesta di meja perjamuan

kemuliaan-Mu. Melalui Kristu, seluruh kemuliaan dan hormat

adalah milik-Mu. Bapa yang Mahakuasa, dengan Roh Kudus di

dalam gereja yang kudus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.

171

Hari ke-38, Kamis 13 April 2017 (Kamis Putih)

Panggilan Beribadah

”Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian

kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku

bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya

dan bersukacita. Muliakanlah TUHAn bersama-sama dengan aku,

marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah

mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari

segala kegentaranku. Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya

TUHAn itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!

(Mzm. 34:2-5,9)

Pengakuan Dosa

Tuhan Yesus, sama seperti Yuda, kami telah mengkhianati

Engkau; sama seperti Petrus, kami telah menyangkal Engkau; dan

sama seperti murid-murid-Mu yang lain, kami telah meninggalkan

Engkau. Namun demikian Engkau tetap setia kepada kami sampai

pada kematian, bahkan kematian di kayu salib. Kami memohon

pengampunan dan belas kasihan-Mu. Dan kami memphon agar

Engkau menguatkan kami sehingga kami tidak berpaling, tetapi

mengikuti Engkau sampai pada akhirnya – karena kemenangan

akhir adalah milik-Mu.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 15:21-32)

Renungan

Pada peringatan Kamis Putih, kita mengingat kembali malam

terakhir yang Yesus lewatkan bersama para murid-Nya di ruangan

atau sebelum penangkapan dan penyaliban. Istilah ”Kamis Putih”

(Maundy Thursday dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin

mandatum novum, mengacu kepada ”perintah baru” yang Yesus

ajarkan kepada para murid-Nya. Di dalam Yohanes 13, Yesus

berkata,”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu

172

supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi

kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan

demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-

murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (13:34-35). Akan

tetapi para murid tidak sepenuhnya paham seberapa dalam Yesus

mengasihi mereka.

Dalam perkataan-perkataan terakhir-Nya ini kepada para murid,

Yesus mendefinisikan apa artinya mengasihi Dia. Lima kali Yesus

berkata bahwa kasih terhadap diri-Nya berhubungan dengan

mematuhi perintah-Nya. Dan lima kali pula Ia berkata dengan

mematuhi perintah-Nya adalah untuk mengasihi satu sama lain

seperti Ia mengasihi kita. Intinya sangat jelas: komitmen kita

kepada-Nya dan kasih kita kepada-Nya diekspresikan melalui

kasih kita terhadap sesama. Kita tidak hanya dipersatukan dengan

Allah di dalam Kristus; kita juga dipersatukan dengan sesama di

dalam Kristus, apapun kondisinya. Kita masuk ke dalam sebuah

keluarga – keluarga Allah. Tetapi sama seperti para murid, kita

tidak sepenuhnya memahami seberapa dalam Yesys mengasihi

kita.

Hayatilah kedalaman kasih Allah kepada Anda melalui diri Yesus:

“Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada

kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita

adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita,

sebab dunia tidak mengenal Dia. Dalam hal inilah kasih Allah

dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah

mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita

hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi

Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah

mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.”

(1 Yoh. 3:1, 4:9-10).

“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita

orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.

173

Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar—

tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani

mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh

karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”

(Rom. 5:6-8).

“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?

Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan

atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada

tertulis: ”Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut

sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba

sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada

orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.

Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-

malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada

sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang

di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain,

tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada

dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom. 8:35-39).

Yesus menghidupi kehidupan yang seharusnya kita hidupi dan

menjalani kematian yang seharusnya kita tanggung, sehingga

Allah dapat mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Ia

mengirimkan Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru, “Ya

Abba! Ya Bapa!” (Gal. 4:6) Tuhan memberikan kita hal yang

teramat sangat kita butuhkan—diri-Nya sendiri.

Kasih Allah bagi kita ditunjukkan paling besar melalui kematian

Yesus di kayu salib. Kasih dinyatakan di kayu salib Yesus.

Refleksi

1. Mintalah kepada Tuhan untuk mengungkapkan hal-hal yang

membuat Anda tidak sepenuhnya memahami kasih-Nya untuk

Anda.

2. Luangkan beberapa menit untuk merenungkan ketiga ayat di

atas.

174

Doa

Tuhan Yesus Kristus, Engkau merentangkan tangan kasih-Mu

pada kayu salib sehingga setiap orang bisa datang pada dekapan-

Mu yang menyelamatkan. Maka bungkuslah kami dengan Roh

Kudus-Mu agar kami, ketika kami mengulurkan tangan kami

dalam kasih, dapat membawa mereka yang belum mengenal

Engkau untuk datang kepada-Mu, untuk kemuliaan nama-Mu.

Amin.

175

Hari ke-39, Jumat 14 April 2017 (Jumat Agung)

Panggilan Beribadah

“Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan

kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? Sebagai

taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah

kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga

kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita

menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang

penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia

sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan

bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya,

penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang

dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan

ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan

kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang

mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan

oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat

seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,

tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita

sekalian.” (Yes. 53:1-6)

Pengakuan Dosa

Ya Allah yang pengasih, membaca firman-Mu, kami bersyukur

mengingat kehidupan Tuhan kami Yesus Kristus di dunia. Namun

kami mengakui kegagalan kami dalam menanggapi dengan tulus

dan setia akan kesaksian hidup-Nya. Kami sering kali memandang

Yesus hanya sebagai jalan keluar dari masalah kami, bukan

sebagai Penguasa dari segala ciptaan. Kami tidak melihat

kedalaman penderitaan dan pengorbanan-Nya di atas kayu salib.

Bahkan di dalam masa Lenten, kami masih belum berjalan dengan

iman di dalam jalan Yesus Kristus. Ampunilah kami. Kami berdoa,

berikanlah kami sukacita dalam hidup di dalam Kristus yang lebih

penuh lagi. Amin.

176

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 15:33-41)

Renungan

Dalam bahasa Inggris, istilah Jumat Agung dikenal dengan sebutan

Good Friday yang sebenarnya tidak terlalu baik (good), karena

kata “good” adalah sebuah istilah yang terlalu umum. Peristiwa-

peristiwa pada Jumat Agung adalah paradoks yang paling ekstrim

— mengerikan namun mengagumkan secara bersamaan, penuh

dengan skandal namun indah secara bersamaan, penuh dengan

kebencian yang paling buruk namun juga penuh dengan kasih yang

paling besar. Pada hari ini kita dihakimi dan diampuni, dihukum

dan dibebaskan, dikutuk dan diberkati.

Pada saat itu adalah hari yang paling gelap. Banyak dari pengikut

Yesus yang melarikan diri. Mereka yang tetap tinggal untuk

menonton hanya dapat menangis dalam kengerian melihat

pengadilan yang palsu dan kerumunan orang yang berteriak

menuntut darah orang yang tidak bersalah. Penyiksaan yang brutal,

kekejaman para tentara, perjalanan yang melelahkan, paku

menusuk daging, dan pada akhirnya orang yang telanjang tersebut

mati sementara waktu para musuh-Nya terus mencemooh.

Bagi para murid-Nya—mereka yang telah meninggalkan segalanya

untuk mengikuti Yesus—hari ini sama sekali tidak baik. Yesus,

yang kepada-Nya telah mereka letakkan segala harapan sedang

tergantung mati. Ini adalah kematian dari iman mereka, hancurnya

segala harapan mereka akan kerajaan yang baru, dan akhir dari

segala yang mereka percayai.

Ketika para pengikut-Nya membaringkan Yesus di dalam kubur

pada hari yang sama, hari Minggu Paskah sedang “menanti”

mereka: yang pada hari Jumat itu mereka tidak dapat melihatnya.

Mereka tidak dapat melihat kekalahan maut, kemuliaan dari

kebangkitan, atau kedatangan kerajaan Allah. Mereka tidak

177

melihat keseluruhan kisah tersebut. Tidak ada cara untuk

menghindari Jumat Agung, satu-satunya cara adalah melaluinya—

dengan kengerian, kematian dan penguburan.

Hal yang sama berlaku pada kita; kita tidak bisa terlepas dari hari

ini. Kita harus melalui kengerian, kematian dan penguburan untuk

sampai pada kebangkitan. Kita harus melalui kegelapan Jumat

Agung untuk bisa sampai pada terang Paskah.

Allah adalah Allah atas terang: kegelapan tidak dapat tahan di

hadirat-Nya. Kita yang memiliki kegelapan hati yang penuh

dengan dosa seharusnya gentar menyadari fakta ini. Akan tetapi

Yesus, yang sepenuhnya baik (good), mengangkat kegelapan dosa

kita dan berdiri di hadapan murka Allah bagi kita. Di atas salib, Ia

dihancurkan dan dipisahkan dari Bapa-Nya. Ini semua demi

menggantikan kita. Pada Jumat Agung yang pertama, di dalam

waktu tergelap kita, Allah tidak memutuskan hubungan-Nya

dengan kita. Yesus Kristus, terang kita yang sejati, menghampiri

kegelapan kita agar kita dapat hidup di dalam terang.

Kita bisa melalui kegelapan hari ini karena Yesus melaluinya

sebelum kita. Ia menyelamatkan kita dan membawa sukacita yang

kekal melalui cara yang hanya dapat dilaksanakan oleh Allah

sendiri. Paskah segera datang!

Refleksi

1. Ambillah waktu untuk merenungkan kembali kegelapan Jumat

Agung yang pertama. Rasakan apa yang dialami oleh para murid

Yesus pada hari tersebut.

2. Baca kembali Yes. 53:1-6, renungkan penderitaan dan kematian

Yesus

178

Doa

Ya Allah yang kudus, Engkau telah membukakan telinga kami

untuk membaca firman-Mu dan bibir kami untuk menyatakan

kebenaran-Mu: bukalah mata kami pada hari ini untuk melihat

penyataan kasih-Mu melalui salib; melalui Yesus yang disalibkan,

yang kepada-Nya Engkau dan Roh Kudus, satu Allah, dihormati

dan dipuji, sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin

179

Hari ke-40, Sabtu 15 April 2017

Panggilan Beribadah

Sang Raja datang, Anak Allah, Anak Manusia, Mesias. Tinggikan!

Yesus, Raja segala raja! Mengingat kembali firman Allah: “Ketika

orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar, bahwa

Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka

mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil

berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama

Tuhan, Raja Israel!” Di dalam pujian kami menyembah-Mu, Ya

Yesus Sang Raja. Masuklah ke dalam hati kami pada hari ini sama

seperti Engkau memasuki Yerusalem pada zaman dahulu, dan

pimpinlah kami dengan iman senantiasa. Amin.

(berdasarkan Yoh. 12:13)

Pengakuan Dosa

Allah yang penuh kasih, Engkau mengendarai keledai dan datang

dalam damai, merendahkan diri-Mu dan memberikan diri-Mu bagi

kami. Kami mengakui kami tidak memiliki kerendahan hati.

Ketika Engkau memasuki Yerusalem, orang banyak meneriakkan,

“Hosana: ‘Selamatkan kami sekarang’” Pada Jumat Agung mereka

meneriakkan “Salibkan!” Kami mengakui bahwa pujian kami

terkadang hampa. Kami menyanyikan “Hosana,” tetapi

meneriakkan “Salibkan!” Ketika kerumunan orang meletakkan

daun palem di hadapan-Mu, Engkau tidak mengambil kemuliaan

untuk diri-Mu sendiri. Kami mengakui bahwa kami ingin diterima

dan mengambil cara yang mudah. Kami tidak setia pada kehendak-

Mu. Ampunilah kami, Tuhan, dan tolonglah kami untuk

mengikuti-Mu dengan taat. Amin.

Perenungan

Pembacaan Alkitab

(Markus 15:42-47)

180

Renungan

Besok adalah hari perayaan. Selain itu, besok pun kita memasuki

ketegangan “sudah tetapi belum” dari Injil. “Sudah tetapi belum”

adalah istilah yang sering kali digunakan para teolog untuk

menggambarkan realitas dari zaman di mana kita hidup saat ini.

Pada satu sisi, Kerajaan Allah telah datang di dalam diri Yesus. Ini

adalah Kabar Baik! Dalam penjelmaan Allah menjadi manusia, Ia

mati disalib agar melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Ia dapat

menghancurkan iblis, dosa, dan maut (Ibr. 2:14).

Namun pada sisi yang lain, penggenapan Kerajaan Allah secara

penuh dan jasmaniah, akan tergenapi di saat kedatangan-Nya

kembali ke bumi. Sampai pada saat itu terjadi, kita mengalami

ketegangan kehidupan di antara aspek-aspek “sudah tetapi belum”

dari Kerajaan Allah.

Perayaan Paskah sendiri adalah sebuah perayaan dari ketegangan

yang indah ini:

Kenyataan yang kita terima sekarang bagi kita yang percaya di

dalam Kristus:

Kita memiliki hati yang baru (2 Kor. 5:17)

Kita telah dihidupkan bersama-sama dengan Kristus (Ef. 2:5)

Kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah

(Rom. 8:15-16).

Akan tetapi ada banyak kenyataan lain yang akan datang, yang

belum sepenuhnya tergenapi:

Tidak hanya hati kita, tapi tubuh kita juga akan diubahkan (1

Kor. 15:50-55)

Kita akan dibangkitkan sama seperti Kristus (Rom. 6:5)

Kita akan mengalami kepenuhan pengangkatan kita sebagai

anak oleh Tuhan (Rom. 8:23)

Keselamatan yang Allah bawa telah datang! Keselamatan tersebut

sudah selesai, dan sedang datang. Harapan kita adalah di dalam

181

Yesus yang telah mengerjakan bagi kita, “sudah tetapi belum.”

Yesus, melalui kematiaan-Nya, telah membebaskan umat-Nya dari

perbudakan dosa. Yesus, melalui kebangkitan-Nya, telah

menaklukan kematian, musuh terbesar kita. Akan tetapi Yesus

belum mengizinkan kita untuk mengalami sebuah dunia tanpa

dosa, kematiaan dan kerusakan. Ia belum mendirikan kerajaan-Nya

secara sempurna. Janji-Nya adalah untuk datang kembali dan

menggenapkannya.

Sampai pada saat itu, kita berjalan dalam iman bersama dengan

Dia. Kita menanti dalam pengharapan atas kedatangan-Nya,

mengetahui bahwa Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.

Karena Ia adalah setia, kita bisa memercayai bahwa Ia akan tetap

setia di dalam masa penantian ini. Yesus telah menghadirkan

pemerintahan Allah sehingga masa yang akan datang telah

memasuki zaman ini. Suatu saat, bagaimanapun juga dan pada

waktu yang telah ditentukan, masa sekarang pada akhirnya akan

memberikan jalan bagi kepenuhan dan kesempurnaan

pemerintahan Allah di dalam Kristus. Ia akan menunjukkan

kerajaan-Nya secara penuh—sebuah bumi yang baru di mana

hanya orang-orang yang benar yang berdiam. Sebuah tanah

perjanjian—di mana ada kehidupan, kelimpahan, kepuasan,

kesukaan, dan ketenangan.

“Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan

diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-

Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus

segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi;

tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita,

sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Why. 21:3-4).

Refleksi

1. Dapatkah Anda merasakan pekerjaan Allah dalam hati dan

pikiran Anda melalui perjalanan Lenten ini?

2. Area kehidupan apakah yang paling Anda dambakan untuk

mengalami perubahan yang besar melalui kemenangan Paskah?

182

Doa

Allah yang Mahapengasih dan pemurah, kami mengucap syukur

untuk tuntunan dan pembentukan dalam perjalanan Lenten tahun

ini. Kami serahkan segala kelemahan dan ketidakberdayaan kami

kepada-Mu untuk digantikan dengan kekuatan dan kuasa yang dari

pada-Mu untuk menjadikan kami semakin sempurna dan serupa

dengan Anak-Mu, Kristus Yesus. Tolong kami ya Allah untuk

tetap hidup dengan setia dan tetap memandang kepada Engkau

dalam ketegangan “sudah tetapi belum” ini, karena kami tahu

bahwa Engkaulah sumber pengharapan, kemenangan dan

kepenuhan kami. Di dalam nama Anak-Mu Kristus Yesus yang

kami akan rayakan kebangkitan dan kemenangan-Nya esok hari.

Amin.

183

Minggu Paskah, 16 April 2017

”Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu

Yakobu, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke

kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari

pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke

kubur. Mereka berkata seorang kepada yang lain:”Siapa yang

akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?” Tetapi

ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah batu yang memang

sangat besar itu sudah terguling. Lalu mereka masuk ke dalam

kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah

putih duduk di sebelah kanan. Mereka pun sangat terkejut, tetapi

orang muda itu berkata kepada mereka:”Jangan takut! Kamu

mencari Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu. Ia tidak ada di

sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi

sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan

kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan

melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu. Lalu

mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan

dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa

kepada siapa pun juga karena takut.” (Mrk. 16:1-8)

184