Upload
yogieardhensa
View
6.803
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH BIAYA KUALITAS TERHADAP
PRODUK RUSAK PADA CV. MENARA KUDUS
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh :
May Puguh Saputra
3351402516
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi ini telah disetujui oleh pembimbing untuk diajukan ke sidang panitia ujian
skripsi pada :
Hari :
Tanggal :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Rusdarti, M.Si Drs. Bambang Prishardoyo, M.SiNIP. 131411053 NIP. 131993879
Mengetahui, Ketua Jurusan Akuntansi
Drs. Sukirman. M.Si NIP. 131967646
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada:
Hari : Selasa
Tanggal : 21 Agustus 2007
Penguji Skripsi
Drs. Partono Thomas, M.S NIP. 131125640
Anggota I Anggota II
Prof. Dr. Rusdarti, M.Si Drs. Bambang Prishardoyo, M.SiNIP. 131411053 NIP. 131993879
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ekonomi
Drs. Agus Wahyudin, M. Si NIP. 131658236
iii
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil karya
saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Juli 2007
May Puguh Saputra NIM. 3351402516
PENGESAHAN KELULUSAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang pada :
Hari :
Tanggal :
Penguji Skripsi
....................................
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
1. Perilaku hari ini harus lebih baik dari hari kemarin.
2. Berusaha dan berdoa adalah jalan menuju kesuksesan.
3. Jangan merasa putus asa ketika gagal karena dibalik kegagalan pasti akan ada
keberhasilan.
PERSEMBAHAN
1. Ayah dan Ibu tercinta yang selalu
memberikan do’a restu pada penyusunan
skripsi ini (Terima kasih)
2. Teman-teman seperjuangan
3. Almamaterku
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi. Dalam penulisan skripsi ini penulis
banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sejak persiapan hingga tersusunnya
penulisan skripsi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmodjo, M.Si, Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Drs. Agus Wahyudin, M.Si, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Sukirman, M.Si, Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas
Negeri Semarang.
4. Prof. Dr. Rusdarti, M.Si, Dosen Pembimbing I yang telah membimbing dan
memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.
5. Drs. Bambang Prishardoyo, M.Si, Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan skripsi ini.
6. Pimpinan CV. Menara Kudus yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di perusahaan yang dipimpinnya.
7. Bapak M. Suyono, Kepala Bagian Personalia CV. Menara Kudus yang
membimbing dan membantu perolehan data penelitian.
8. Bapak dan Ibu tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
vi
Kemudian atas bantuan dan pengorbanan yang telah diberikan,
semoga mendapat berkah dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya dalam
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran dari
pembaca sangat penulis harapkan.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya
dan bagi mahasiswa akuntansi pada khususnya.
Semarang Juli 2007
Penulis
vii
Sari
May Puguh Saputra. 2007. ”Pengaruh Biaya Kualitas Terhadap Produk Rusak pada CV. Menara Kudus”. Skripsi Jurusan Akuntansi. Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Semarang. Kata Kunci : Biaya kualitas, produk rusak.
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif, perusahaan dituntut untuk dapat ikut serta dalam persaingan. Salah satu usaha yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan kualitas hasil produksinya. Jika kualitas produk meningkat maka akan mengurangi terjadinya produk rusak sehingga mengakibatkan biaya-biaya yang terus menurun dan pada akhirnya meningkatkan laba. Biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas disebut biaya kualitas. Menurut Hansen dan Mowen biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian mempunyai pengaruh negatif terhadap produk rusak, sedangkan Feigenbaum menyatakan kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Pada CV. Menara Kudus telah melakukan progam perbaikan kualitas namun belum melakukan pengelompokan dan pelaporan biaya kualitas, sehingga pihak manajemen tidak dapat mengontrol pengeluran biaya kualitas secara optimal. Mengacu dari uraian di atas, maka pokok permasalahan adalah seberapa besar pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus?
Objek penelitian ini adalah CV. Menara Kudus. Variabel yang diteliti adalah biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian) dan produk rusak. Data diambil dengan metode dokumentasi dan studi pustaka. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan inferensial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh signifikan terhadap produk rusak pada CV. Menara Kudus, dengan nilai F hitung 11,422 dan nilai signifikan 0 (nol) pada tingkat signifikan 0,05 serta koefisien determinasi sebesar 0,409 yang berarti biaya pencegahan dan biaya penilaian memberi pengaruh secara simultan terhadap produk rusak sebesar 40,9% sedangkan sisanya sebesar 59,1% produk rusak dipengaruhi oleh faktor lain. Secara parsial biaya pencegahan dan biaya penilaian juga berpengaruh signifikan terhadap produk rusak. Biaya pencegahan berpengaruh negatif terhadap produk rusak dan biaya penilaian berpengaruh positif terhadap produk rusak. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa biaya pencegahan, biaya penilaian dan produk rusak mengalami fluktuasi dalam batas kewajaran, tetapi ada beberapa yang melampaui batas kewajaran sehingga perlu perhatian dari manajemen.. Maka disarankan kepada CV. Menara Kudus memperhatikan biaya pencegahan dan biaya penilaian, karena berdasarkan penelitian biaya pencegahan bila dinaikkan dapat mengurangi jumlah produk rusak, sedangkan biaya penilaian bila diturunkan dapat mengurangi jumlah produk rusak.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
SARI................................................................................................................. viii
DAFTAR ISI.................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............. ............................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
1.2 Permasalahan............................................................................ 6
1.3 Penegasan Istilah...................................................................... 7
1.4 Tujuan Penelitian...................................................................... 7
1.5 Manfaat Penelitian.................................................................... 8
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Biaya ...................................................................................... 9
2.1.1 Definisi Biaya ............................................................... 9
2.1.2 Penggolongan Biaya..................................................... 9
2.2 Kualitas ................................................................................ 13
2.2.1 Definisi Kualitas .......................................................... 13
2.2.2 Dimensi Kualitas.......................................................... 14
2.2.3 Faktor-faktor Mendasar yang Mempengaruhi Kualitas 15
2.3 Biaya Kualitas .......................................................................... 17
2.3.1 Definisi Biaya Kualitas ................................................ 17
2.3.2 Pengelompokan Biaya Kualitas ................................... 18
ix
2.3.3 Perilaku Biaya Kualitas................................................ 23
2.3.4 Analisis Biaya Kualitas................................................ 25
2.3.5 Distribusi Optimal Biaya Kualitas ............................... 26
2.4 TQM (Total Quality Managment ) ........................................... 28
2.4.1 Definisi dan Prinsip Total Quality Managment ........... 28
2.4.2 Pedoman Pengimplementasian TQM........................... 29
2.4.3 Peran dan Tantangan TQM bagi Akuntansi
Manajemen................................................................... 33
2.5 Produk Rusak ........................................................................... 36
2.6 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak.................... 37
2.7 Kerangka Berfikir..................................................................... 38
2.8 Hipotesis ................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................ 41
3.2 Variabel Penelitian .................................................................. 41
3.2.1 Variabel Bebas (X)....................................................... 41
3.2.2 Variabel Terikat (Y)..................................................... 42
3.3 Metode Pengumpulan Data ..................................................... 42
3.4 Metode Analisis Data .............................................................. 43
3.4.1 Analisis Deskriptif. ........................................................ 43
3.4.2 Analisis Inferensial. ....................................................... 44
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................ 51
4.1.1 Gambaran Umum Perusahaan......................................... 51
4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian.......................................... 57
4.2 Hasil Analisis Data................................................................... 66
4.3 Pembahasan.............................................................................. 73
x
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan ................................................................................ 77
5.2 Saran ................................................................................ 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Data Produk Jadi dan Produk Rusak Tahun 2004-2006 ......... 6
Tabel 4.1 Data Biaya Perencanaan Produk Tahun 2004-2006 ............... 59
Tabel 4.2 Data Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006 .............. 60
Tabel 4.3 Data Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006................................... 62
Tabel 4.4 Data Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk
Tahun 2004-2006 .................................................................... 64
Tabel 4.5 Data Produk Rusak Tahun 2004-2006.................................... 65
Tabel 4.6 Data Ringkasan Hasil SPSS 13.00 for windows ..................... 68
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ............................................................... 40
Gambar 3.1 Statistik d Durbin Watson ................................................... 50
Gambar 4.1 Control Chart Biaya Perencanaan produk .......................... 59
Gambar 4.2 Control Chart Biaya Pemeliharaan Mesin ......................... 61
Gambar 4.3 Control Chart Biaya Inspeksi ............................................. 63
Gambar 4.4 Control Chart Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk ........ 64
Gambar 4.5 Control Chart Produk Rusak .............................................. 66
Gambar 4.6 Normal P-P Plot of Regression Srandarized Residual ....... 67
Gambar 4.7 Scatterplot ........................................................................... 71
Gambar 4.8 Statistik d Durbin Watson dalam Penelitian ....................... 72
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran Tabel Tabulasi Penelitian ....................................................... 81
Lampiran Hasil Analisis Statistik ( SPSS 13 ) ........................................ 82
Lampiran Data Produk Rusak dan Data Produk Jadi.............................. 88
Lampiran Data Biaya Perencanaan Produk dan Data Biaya
Pemeliharaan Mesin ............................................................... 89
Lampiran Data Biaya Inspeksi dan Biaya Pemeriksaan Distribusi
Produk .................................................................................... 90
Lampiran Data Biaya Pencegahan dan Data Biaya Penilaian................. 91
Lampiran Bagan Struktur Organisasi...................................................... 92
Lampiran Surat Keterangan Penelitian ................................................... 93
xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam era industrialisasi yang semakin kompetitif sekarang ini, setiap
perusahaan dituntut untuk dapat ikut serta dalam persaingan. Salah satu
usaha yang dilakukan perusahaan agar dapat bersaing adalah meningkatkan
kualitas hasil produksinya. Dengan hasil produksi yang berkualitas, maka
diharapkan para pelanggan/konsumen akan tertarik dan membeli hasil
produksi yang ditawarkan oleh perusahaan.
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 5) kualitas adalah derajat atau
tingkat kesempurnaan, dalam hal ini kualitas merupakan ukuran relatif dari
kebaikan. Secara operasional, produk atau jasa yang berkualitas adalah yang
memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Untuk memenuhi harapan
pelanggan tersebut dapat melalui atribut-atribut kualitas atau sering disebut
dengan dimensi kualitas. Ada delapan dimensi kualitas, yaitu kinerja,
estetika, kemudahan perawatan dan perbaikan, fitur, keandalan, tahan lama,
kualitas kesesuaian dan kecocokan penggunaan.
Untuk mencapai produk yang berkualitas, perusahaan harus selalu
melakukan pengawasan dan peningkatan terhadap kualitas produknya,
sehingga akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Kualitas yang meningkat
akan mengurangi terjadinya produk rusak sehingga mengakibatkan biaya-
biaya yang terus menurun dan pada akhirnya meningkatkan laba. Biaya yang
1
2
dikeluarkan dalam kaitannya dengan usaha peningkatan kualitas produk
disebut biaya kualitas.
Menurut Tjiptono dan Diana (2003: 34) biaya kualitas adalah biaya
yang terjadi atau mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk. Jadi,
biaya kualitas adalah biaya yang berhubungan dengan penciptaan,
pengidentifikasian, perbaikan dan pencegahan kerusakan. Biaya kualitas
dapat dikelompokkan menjadi empat golongan, yaitu biaya pencegahan,
biaya deteksi/penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan
eksternal.
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan
produk yang dihasilkan. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk
menentukan apakah produk dan jasa sesuai dengan persyaratan-persyaratan
kualitas. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada
ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa
tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Biaya kegagalan eksternal
adalah biaya yang terjadi karena produk atau jasa gagal memenuhi
persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut dikirimkan
kepada para pelanggan.
Golongan biaya kualitas yang dikeluarkan untuk mencegah produk dari
kerusakan adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian, sedangkan biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal tidak dikeluarkan untuk
mencegah produk dari kerusakan karena biaya kegagalan dikeluarkan
setelah produk itu jadi dan untuk memperbaharui produk yang rusak.
3
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 13) biaya pencegahan dan biaya
penilaian meningkat berarti menunjukkan jumlah unit produk rusak
menurun dan sebaliknya jika biaya pencegahan dan biaya penilaian menurun
menunjukkan jumlah unit produk rusak meningkat. Di lain pihak, biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika jumlah unit
produk rusak meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal dan biaya
kegagalan eksternal turun jika jumlah unit produk rusak turun. Hal ini
menunjukkan bahwa biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh
terhadap produk rusak sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya
kegagalan eksternal dipengaruhi oleh unit produk rusak. Sedangkan menurut
Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan
turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada
biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan
akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari
pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh
negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian berpengaruh positif
terhadap produk rusak. Hal ini dikarenakan biaya pencegahan dan biaya
penilaian dikeluarkan sebelum terjadinya produk rusak sehingga dapat
mempengaruhi besarnya jumlah produk rusak.
Dengan demikian biaya kualitas dapat dipakai oleh perusahaan sebagai
pengukur keberhasilan program perbaikan kualitas. Hal ini berkaitan dengan
kebutuhan perusahaan yang harus selalu memantau dan melaporkan
kemajuan dari program perbaikan tersebut. Apabila suatu perusahaan ingin
4
melakukan program perbaikan kualitas, maka perusahaan harus
mengidentifikasi biaya-biaya yang dikeluarkan pada masing-masing dari
keempat kategori biaya dalam sistem pengendalian kualitas (Gaspersz, 2005:
172). Untuk itu suatu perusahaan perlu membuat laporan biaya kualitas.
Informasi yang ada dalam laporan biaya kualitas secara garis besar
memberikan manfaat (1) Sebagai alat untuk mengukur kinerja (2) Sebagai
alat analisis mutu proses (3) Sebagai alat pemprograman (4) Sebagai alat
penganggaran yaitu untuk membuat anggaran pengeluaran dalam mencapai
program pengendali mutu (5) Sebagai alat peramal yaitu untuk
mengevaluasi dan menjamin prestasi produk dalam memenuhi persaingan
pasar (Feigenbaum, 1992: 119).
CV. Menara Kudus merupakan salah satu unit usaha dari Menara
Group yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan dan toko buku.
Perusahaan didirikan pada tahun 1951 ini, dalam pertumbuhannya
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini dibuktikan dengan
semakin banyaknya cabang-cabang atau kantor perwakilan yang tersebar di
seluruh Indonesia. Perkembangan yang pesat ini menunjukkan bahwa
pemasaran produk CV. Menara Kudus cukup luas, yang berarti juga bahwa
volume produksi yang tinggi mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang percetakan, penerbitan
dan toko buku, CV. Menara Kudus mempunyai keterkaitan yang sangat erat
dengan dunia pendidikan. Hal ini menjadi salah satu tujuan perusahaan yang
mendapatkan perhatian khusus, dimana perusahaan merasa mempunyai
5
suatu tanggung jawab moral dalam keikutsertaannya pada masalah
peningkatan kecerdasan masyarakat. Dengan demikian, perusahaan harus
mampu menghasilkan produk berupa buku-buku yang berkualitas. Hal ini
dapat dilihat dari keberadaan bagian quality control yang bertugas
melakukan pengawasan terhadap kualitas produk yang dihasilkan. Produk-
produk yang berhasil diterbitkan antara lain: buku-buku untuk kepentingan
umum, buku dan kitab untuk madrasah dan ponpes.
Dalam proses produksinya, CV. Menara Kudus masih terdapat
penyimpangan yaitu berupa produk rusak. Jika produk rusak tersebut
jumlahnya terus meningkat maka dapat berdampak pada peningkatan harga
pokok produksi per unit barang. Hal ini akan berdampak buruk pada tingkat
persaingan di dunia usaha. Sehingga untuk mengatasi masalah tersebut,
perusahaan harus dapat menekan jumlah produk rusak seminimal mungkin.
Alternatif yang dapat digunakan perusahaan dalam mengendalikan jumlah
produk rusak yaitu dengan mengeluarkan biaya kualitas yang terdiri dari
biaya pencegahan dan biaya penilaian. Dari hasil survei pendahuluan yang
peneliti lakukan, jumlah produk rusak pada CV. Menara Kudus jumlahnya
selalu berfluktuatif dalam setiap bulannya. Persentase produk rusak yang
terjadi di CV. Menara Kudus yaitu antara 2% - 4% dari produk jadi (lihat
tabel 1.1). Kecenderungan produk rusak dalam perusahaan ini adalah
terletak di bagian finishing yaitu bagian lipat potong, cetakan dan pada saat
penjilidan.
6
Tabel 1.1 Data Produk Jadi dan Produk Rusak Tahun 2004-2006
Tahun 2004 Tahun 2005 Tahun 2006 Bulan P.Jadi P.Rusak % P.Jadi P.Rusak % P.Jadi P.Rusak %
Januari 117900 4015 3,41 117881 3610 3,06 118030 3495 2,96 Februari 117830 3010 2,55 117865 3868 3,28 118066 4317 3,66 Maret 117862 3480 2,95 117875 3190 2,71 118043 3582 3,03 April 117872 3652 3,10 117989 3280 2,78 118032 4120 3,49 Mei 117852 3215 2,73 117968 3010 2,55 118042 4258 3,61 Juni 117882 3557 3,02 117996 3417 2,90 118023 3814 3,23 Juli 117797 3017 2,56 117986 3615 3,06 118072 4060 3,44 Agustus 117869 3757 3,19 117878 3865 3,28 118037 3546 3,00 September 117865 3456 2,93 117943 3822 3,24 118040 3318 2,81 Oktober 117880 3386 2,87 117974 3690 3,13 118029 3970 3,36 November 117835 4574 3,88 117977 3782 3,21 118037 3254 2,76 Desember 117852 4970 4,22 117980 3920 3,32 118042 3120 2,64 Sumber: Data produk jadi dan produk rusak CV. Menara Kudus yang diolah.
Produk yang dikategorikan rusak oleh CV. Menara Kudus sudah dibuat
laporan tersendiri yang menyajikan jumlah produk rusak yang telah
diproduksi pada setiap kali proses produksi. Laporan ini digunakan sebagai
evaluasi kinerja perusahaan yang terlepas dari konsep teoritis mengenai
biaya kualitas. Namun walaupun sudah membuat laporan tersendiri
mengenai jumlah produk rusak untuk setiap kali proses produksi, laporan
produk rusak tersebut belum dapat dievaluasi untuk kepentingan manajemen
perusahaan, untuk itu harus dibandingkan dengan penyebab produk rusak
yaitu biaya kualitas. Pada dasarnya biaya kualitas dikeluarkan untuk
mengurangi produk dari kerusakan. Perusahaan belum mempunyai laporan
biaya kualitas yang disajikan secara tersendiri, meskipun perusahaan telah
mengeluarkan sejumlah biaya yang dipergunakan untuk peningkatan
kualitas. Biaya-biaya yang berkaitan dengan peningkatan kualitas tersebut
berasal dari anggaran total yang masih tersebar dalam laporan biaya
produksi, biaya pemasaran dan biaya administrasi dan umum.
7
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak pada CV.
Menara Kudus”.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh biaya
kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap
produk rusak baik secara simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus?
1.3 Penegasan Istilah
Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi
ruang lingkup permasalahan yang diteliti, sehingga jelas batas-batasnya,
menghindari kesalahan-kesalahan dalam penafsiran judul skripsi,
memudahkan dalam isi dan maknanya serta sebagai pedoman dalam
pelaksanaan penelitian. Adapun istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Biaya Kualitas
Biaya kualitas (cost of quality) adalah biaya-biaya yang timbul karena
mungkin atau telah terdapat produk yang buruk kualitasnya (Hansen dan
Mowen, 2005: 7). Biaya kualitas dalam penelitian ini adalah komposisi
biaya-biaya yang timbul sebagai akibat dari kegiatan perbaikan kualitas
yang dapat mempengaruhi produk rusak di CV. Menara Kudus, terdiri
dari biaya pencegahan dan biaya penilaian.
8
2. Produk Rusak
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar mutu yang
telah ditetapkan yang secara ekonomis tidak dapat diperbaiki menjadi
produk yang baik (Mulyadi, 1993: 324).
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
besarnya pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan
biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara simultan maupun parsial
pada CV. Menara Kudus.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan dalam menyusun perencanaan dan pengendalian
biaya kualitas, mengetahui tingkat penyimpangan produk yang terjadi,
mengetahui pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan
dan biaya deteksi/penilaian terhadap produk rusak.
2. Bagi Penulis
Menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai
pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya
deteksi/penilaian terhadap produk rusak.
3. Bagi Pihak Lain
Sebagai bahan masukan dan perbandingan untuk pemecahan masalah
yang terkait dengan biaya kualitas dan produk rusak.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Biaya
2.1.1 Definisi Biaya
Menurut Mulyadi (1993: 8) biaya adalah pengorbanan sumber
ekonomi yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau
kemungkinan telah terjadi untuk tujuan tertentu. Ada empat unsur
pokok dalam definisi biaya tersebut, yaitu :
1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.
2. Diukur dalam satuan uang
3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi
4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.
2.1.2 Penggolongan Biaya
Menurut Mulyadi (1993: 14) biaya dapat digolongkan
berdasarkan :
1. Obyek pengeluaran
Dalam cara penggolongan ini, nama obyek pengeluaran
merupakan dasar penggolongan biaya, misalnya nama obyek
pengeluaran adalah bahan bakar, maka semua pengeluaran yang
berhubungan dengan bahan bakar disebut “biaya bahan bakar”.
2. Fungsi pokok dalam perusahaan
9
10
Dalam perusahaan manufaktur biaya dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Biaya produksi
Biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk
mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk
dijual. Menurut obyek pengeluarannya biaya produksi ini
dibagi menjadi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead pabrik. Biaya bahan baku dan biaya tenaga
kerja langsung disebut juga biaya utama (primer cost).
Sedangkan biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead
pabrik disebut pula biaya konversi (conversion cost), yang
merupakan biaya untuk mengkonversi bahan baku menjadi
produk jadi.
b. Biaya pemasaran
Biaya pemasaran merupakan biaya yang terjadi untuk
melaksanakan kegiatan pemasaran produksi.
c. Biaya administrasi dan umum
Biaya administrasi dan umum merupakan biaya untuk
mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produksi
(Mulyadi, 1993 : 14).
3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat
dikelompokkan menjadi dua:
11
a Biaya langsung (direct cost)
Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi, yang penyebab
satu-satunya adalah karena sesuatu yang dibiayai. Biaya
produksi langsung terdiri dari biaya bahan baku dan biaya
tenaga kerja langsung.
b Biaya tidak langsung (indirect cost)
Biaya tidak langsung merupakan biaya yang terjadi tidak hanya
disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya tidak langsung
dalam hubungannya dengan produk disebut dengan istilah
biaya produksi tidak langsung atau biaya overhead pabrik
(Mulyadi, 1993 : 15).
4. Perilaku biaya dalam hubungannya dengan perubahan volume
kegiatan.
Dalam hubunganya dengan perubahan volume kegiatan, biaya
dapat digolongkan menjadi:
a Biaya variabel
Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
b Biaya semi variabel
Biaya semi variabel merupakan biaya yang berubah tidak
sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
c Biaya semi tetap
12
Biaya semi tetap merupakan biaya yang tetap untuk tingkat
volume kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang
konstan pada volume produksi tertentu.
d Biaya tetap
Biaya tetap merupakan biaya yang jumlah totalnya tetap dalam
kisaran volume kegiatan tertentu (Mulyadi, 1993: 16).
5. Jangka waktu manfaat
Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
1. Pengeluaran modal (capital expenditure)
Merupakan biaya yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode akuntansi (biasanya periode akuntansi adalah satu
tahun kalender). Pengeluaran modal ini pada saat terjadinya
dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan
dalam tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan
cara depresiasi, diamortisasi atau deplesi.
2. Pengeluaran pendapatan (revenue expenditure)
Merupakan biaya yang hanya mempunyai manfaat dalam
periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut. Pada
saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan
sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang
diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut (Mulyadi, 1993:
17).
13
2.2 Kualitas
2.2.1 Definisi Kualitas
Secara umum, beberapa pakar mendefinisikan kualitas sebagai
berikut:
1 Philip B. Crosby
Crosby berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian terhadap
persyaratan (Suardi, 2003: 2).
2 W. Edwards Deming
Deming berpendapat bahwa kualitas berarti pemecahan masalah
untuk mencapai penyempurnaan terus-menerus (Suardi, 2003: 3).
3 Joseph M. Juran
Juran berpendapat bahwa kualitas berarti kesesuaian dengan
penggunaan (Suardi, 2003: 3).
4 K. Ishikawa
Ishikawa berpendapat bahwa kualitas berarti kepuasan pelanggan
(Suardi, 2003: 3).
Kualitas menurut ISO 9000:2000 adalah derajat atau tingkat
karakteristik yang melekat pada produk yang mencukupi
persyaratan/keinginan. Maksud derajat atau tingkat adalah selalu ada
peningkatan setiap saat. Sedangkan karakteristik berarti hal-hal yang
dimiliki produk, yaitu: karakteristik fisik (elektrikal, mekanikal,
biologikal), karakteristik perilaku (kejujuran, kesopanan), karakteristik
sensori (bau, rasa) (Suardi, 2003: 3).
14
2.2.2 Dimensi Kualitas
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 5-6) produk atau jasa yang
berkualitas adalah yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan
dalam delapan dimensi berikut :
1. Kinerja (performance)
Merupakan tingkat konsistensi dan kebaikan fungsi-fungsi produk.
2. Estetika (aesthetics)
Berhubungan dengan penampilan produk serta jasa.
3. Kemudahan perawatan dan perbaikan (serviceability)
Berhubungan dengan tingkat kemudahan merawat dan
memperbaiki produk.
4. Fitur (features)
Merupakan karakteristik produk yang berbeda secara fungsional
dari produk-produk sejenis.
5. Keandalan (reliability)
Merupakan probabilitas produk atau jasa menjalankan fungsi yang
dimaksudkan dalam jangka waktu tertentu.
6. Tahan lama (durability)
Merupakan umur manfaat dari fungsi produk.
7. Kualitas kesesuaian (quality of conformance)
Merupakan ukuran mengenai apakah sebuah produk atau jasa telah
memenuhi spesifikasinya.
15
8. Kecocokan penggunaan (fitnes for use)
Merupakan kecocokan dari sebuah produk menjalankan fungsi-
fungsi sebagaimana yang diiklankan.
2.2.3 Faktor-faktor mendasar yang mempengaruhi kualitas
Menurut Feigenbaum (1992: 54-55) faktor-faktor mendasar yang
mempengaruhi kualitas adalah sembilan bidang dasar yang sering
disebut 9M, antara lain sebagai berikut :
1 Market (pasar)
Pada masa sekarang pasar mempunyai lebih luas ruang lingkupnya
dan bahkan secara fungsional lebih terspesialisasi di dalam barang
dan jasa yang ditawarkan. Dengan bertambah banyaknya
perusahaan, pasar menjadi bersifat internasional dan bahkan
mendunia. Akibatnya, setiap perusahaan harus saling bersaing
meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan.
2 Money (uang)
Untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan, perusahaan
memerlukan adanya biaya. Biaya yang digunakan untuk usaha
meningkatkan kualitas disebut biaya kualitas.
3 Management (manajemen)
Manajemen yang berkualitas adalah manajemen yang mampu
mengalokasikan tanggung jawab setiap manajer di bidangnya
masing-masing secara tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari
standar kualitas yang telah ditentukan.
16
4 Men (manusia)
Dengan adanya manusia yang mempunyai keahlian di bidangnya
masing-masing, perusahaan akan merencanakan, menciptakan dan
mengoperasikan berbagai sistem yang akan menjamin suatu hasil
yang diinginkan.
5 Motivation (motivasi)
Pemberian motivasi yang baik kepada para pekerja maka para
pekerja bekerja dengan benar sesuai dengan yang diinginkan
perusahaan, hal ini berakibat baik untuk peningkatan kualitas
produksi perusahaan.
6 Material (bahan)
Produk yang berkualitas akan diperlukan bahan yang berkualitas
pula, maka dalam penyediaan bahan perlu diadakan pengujian yang
lebih ketat.
7 Machines (mesin) dan mechanization (mekanisasi)
Permintaan perusahaan untuk mencapai penurunan biaya dan
volume produksi untuk memuaskan pelanggan dalam pasar yang
bersaing ketat telah mendorong penggunaan perlengkapan pabrik
beserta mekanisasinya.
8 Modern information methods (metode informasi modern)
Informasi pada saat sekarang ini merupakan hal yang sangat
penting, misalnya informasi tentang tanggapan para pelanggan atas
produk yang dihasilkan. Informasi tersebut harus segera diperoleh
17
perusahaan guna bahan pertimbangan pengambilan keputusan.
Untuk itu diperlukan metode informasi modern guna memperoleh
informasi secara cepat dan akurat.
9 Mounting product requirements (persyaratan proses produksi)
Kemajuan yang pesat di dalam kerumitan perekayasaan rancangan,
yang memerlukan kendali yang jauh lebih ketat pada seluruh
proses produksi, telah membuat “hal-hal kecil” yang sebelumnya
terabaikan menjadi penting secara potensial. Meningkatnya
kerumitan dan persyaratan-persyaratan prestasi yang lebih tinggi
bagi produk telah menjadikan keamanan dan keterandalan produk.
2.3 Biaya Kualitas
2.3.1 Definisi Biaya Kualitas
Menurut Blocher dkk (2000: 220) biaya kualitas adalah biaya-
biaya yang berkaitan dengan pencegahan, pengidentifikasian,
perbaikan dan pembetulan produk yang berkualitas rendah dan dengan
opportunity cost dari hilangnya waktu produksi dan penjualan sebagai
akibat rendahnya kualitas.
Ada beberapa definisi mengenai biaya kualitas yang lain yaitu :
1. Biaya kualitas didefinisikan sebagai biaya-biaya yang terjadi
karena adanya kualitas yang rendah
2. Biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan perusahaan karena
melakukan pekerjaan secara salah (doing things wrong).
18
3. Biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan karena adanya
aktivitas-aktivitas yang tidak diperlukan secara langsung untuk
mendukung tujuan departemen.
Biaya kualitas adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk
mencapai suatu kualitas (Adnan, 2000: 119).
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa
biaya kualitas adalah biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki
kualitas produk.
2.3.2 Pengelompokan Biaya Kualitas
Pada dasarnya biaya kualitas dapat dikategorikan ke dalam empat
jenis, yaitu:
1. Biaya pencegahan adalah pengeluaran-pengeluaran yang
dikeluarkan untuk mencegah terjadinya cacat kualitas. Biaya
pencegahan ini terdiri dari:
a. Biaya pelatihan kualitas
Biaya pelatihan kualitas adalah pengeluaran-pengeluaran untuk
program-program pelatihan internal dan eksternal, yang
meliputi upah dan gaji yang dibayarkan dalam pelatihan, biaya
instruksi, biaya staf klerikal dan macam-macam biaya dan
bahan habis pakai untuk menyiapkan pegangan dan manual
instruksi.
b. Biaya perencanaan kualitas
19
Biaya perencanaan kualitas adalah upah dan overhead untuk
perencanaan kualitas, lingkaran kualitas, desain prosedur baru,
desain peralatan baru untuk meningkatkan kualitas,
kehandalan, dan evaluasi supplier.
c. Biaya pemeliharaan peralatan
Biaya pemeliharaan peralatan adalah biaya yang dikeluarkan
untuk memasang, menyesuaikan, mempertahankan,
memperbaiki dan menginspeksi peralatan produksi, proses, dan
sistem.
d. Biaya penjaminan supplier
Biaya penjaminan supplier adalah biaya yang dikeluarkan
untuk mengembangkan kebutuhan dan pengukuran data,
auditing, dan pelaporan kualitas.
2. Biaya penilaian (deteksi) dikeluarkan dalam rangka pengukuran
dan analisis data untuk menentukan apakah produk atau jasa sesuai
dengan spesifikasinya. Biaya-biaya ini terjadi setelah produksi
tetapi sebelum penjualan. Biaya penilaian ini terdiri dari:
a. Biaya pengujian dan inspeksi
Biaya pengujian dan inspeksi adalah biaya yang dikeluarkan
untuk menguji dan menginspeksi bahan yang datang, produk
dalam proses dan produk selesai atau jasa.
b. Peralatan pengujian
20
Peralatan pengujian adalah pengeluaran yang terjadi untuk
memperoleh, mengoperasikan atau mempertahankan fasilitas,
software, mesin dan peralatan-peralatan pengujian atau
penilaian kualitas produk, jasa atau proses.
c. Audit kualitas
Audit kualitas adalah gaji dan upah semua orang yang terlibat
dalam penilaian kualitas produk atau jasa dan pengeluaran lain
yang dikeluarkan selama penilaian kualitas.
d. Pengujian secara laborat
e. Pengujian dan evaluasi lapangan
f. Biaya informasi
Biaya informasi adalah biaya untuk menyiapkan dan
membuktikan laporan kualitas.
3. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang dikeluarkan karena
rendahnya kualitas yang ditemukan sejak penilaian awal sampai
dengan pengiriman kepada pelanggan. Biaya kegagalan internal ini
terdiri dari :
a. Biaya tindakan koreksi
Biaya tindakan koreksi adalah biaya untuk waktu yang
dihabiskan untuk menemukan penyebab kegagalan dan untuk
mengkoreksi masalah.
b. Biaya pengerjaan kembali (rework) dan biaya sisa produksi
21
Biaya pengerjaan kembali dan biaya sisa produksi adalah
bahan, tenaga kerja langsung dan overhead untuk sisa produksi,
pengerjaan kembali dan inspeksi ulang.
c. Biaya proses
Biaya proses adalah biaya yang dikeluarkan untuk mendesain
ulang produk atau proses, pemberhentian mesin yang tidak
direncanakan, dan gagalnya produksi karena ada penyelaan
proses untuk perbaikan dan pengerjaan kembali.
d. Biaya ekspedisi
Biaya ekspedisi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mempercepat operasi pengolahan karena adanya waktu yang
dihabiskan untuk perbaikan atau pengerjaan kembali.
e. Biaya inspeksi dan pengujian ulang
Biaya inspeksi dan pengujian ulang adalah gaji, upah dan biaya
yang dikeluarkan selama inspeksi ulang atau pengujian ulang
produk-produk yang telah diperbaiki.
4. Biaya kegagalan eksternal merupakan biaya yang terjadi dalam
rangka meralat cacat kualitas setelah produk sampai pada
pelanggan dan laba yang gagal diperoleh karena diperoleh karena
hilangnya peluang sebagai akibat adanya produk atau jasa yang
tidak dapat diterima oleh pelanggan. Biaya kegagalan eksternal
terdiri dari :
22
a. Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari
pelanggan
Biaya untuk menangani keluhan dan pengembalian dari
pelanggan adalah gaji dan overhead administrasi untuk
departemen pelayanan kepada pelanggan (departemen
‘customer servis’) memperbaiki produk yang dikembalikan,
cadangan atau potongan untuk kualitas rendah, dan biaya
angkut
b. Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk
Biaya penarikan kembali dan pertanggungjawaban produk
adalah biaya administrasi untuk menangani pengembalian
produk.
c. Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan
Penjualan yang hilang karena produk yang tidak memuaskan
adalah margin kontribusi yang hilang karena pesanan yang
tertunda, penjualan yang hilang dan menurunnya pangsa pasar
(Blocher dkk, 2000: 220).
Biaya kualitas bisa juga dikelompokkan sebagai biaya yang dapat
diamati atau tersembunyi. Biaya kualitas yang dapat diamati
(observable quality costs) adalah biaya-biaya yang tersedia atau dapat
diperoleh dari catatan akuntansi perusahaan, misalnya biaya
perencanaan kualitas, biaya pemeriksaan distribusi dan biaya
pengerjaan ulang . Biaya kualitas yang tersembunyi (hidden costs)
23
adalah biaya kesempatan atau opportunitas yang terjadi karena kualitas
produk yang buruk dan biasanya biaya opportunitas tidak disajikan
dalam catatan akuntansi, misalnya biaya kehilangan penjualan, biaya
ketidakpuasan pelanggan dan biaya kehilangan pangsa pasar (Hansen
dan Mowen, 2005: 9).
2.3.3 Perilaku Biaya Kualitas
Kualitas dapat diukur berdasar biayanya. Perusahaan
menginginkan agar biaya kualitas turun, namun dapat mencapai
kualitas yang lebih tinggi, setidak-tidaknya sampai dengan titik
tertentu. Memang, jika standar kerusakan nol dapat dicapai,
perusahaan masih harus menanggung biaya pencegahan dan penilaian.
Suatu perusahaan dengan program pengelolaan kualitas yang dapat
barjalan dengan baik, menurut pakar kualitas biayanya tidak lebih dari
2,5 % dari penjualan.
Standar 2,5% tersebut mencakup biaya kualitas secara total
sedangkan biaya untuk setiap elemen secara individual lebih kecil dari
jumlah tersebut. Setiap organisasi harus menentukan standar yang
tepat untuk setiap elemen secara individual. Anggaran dapat digunakan
untuk menentukan besarnya standar biaya kualitas setiap elemen
secara individual sehingga biaya kualitas total yang dianggarkan tidak
lebih dari 2,5 % dari penjualan. Agar standar biaya kualitas dapat
digunakan dengan baik perlu dipahami perilaku biaya kualitas sebagai
berikut:
24
Perusahaan harus dapat mengidentifikasi perilaku setiap elemen biaya
kualitas secara individual. Sebagian biaya kualitas bervariasi dengan
penjualan, namun sebagian lainnya tidak. Agar laporan kinerja kualitas
dapat bermanfaat, maka:
1. Biaya kualitas harus digolongkan ke dalam biaya variabel dan
biaya tetap dihubungkan dengan penjualan
2. Untuk biaya variabel, penyempurnaan kualitas dicerminkan oleh
pengurangan rasio biaya variabel. Pengukuran kinerja dapat
menggunakan salah satu dari dua cara berikut :
a. Rasio biaya variabel pada awal dan akhir periode tertentu dapat
digunakan untuk menghitung penghematan biaya
sesungguhnya, atau kenaikan biaya sesungguhnya.
b. Rasio biaya dianggarkan dan rasio sesungguhnya dapat juga
digunakan untuk mengukur kemajuan ke arah pencapaian
sasaran periodik.
3. Untuk biaya tetap, penyempurnaan biaya kualitas dicerminkan oleh
perubahan absolut jumlah biaya tetap.
Biaya kualitas dievaluasi dengan membandingkan biaya
sesungguhnya dengan biaya yang dianggarkan. Pembandingan biaya
kualitas tetap menggunakan jumlah absolut biaya yang sesungguhnya
dibelanjakan dengan yang dianggarkan. Sedangkan biaya kualitas
variabel dapat dibandingkan dengan menggunakan persentase dari
penjualan, atau jumlah rupiah biaya, atau kedua-duanya. Apabila
25
manajer terbiasa berhadapan dengan jumlah absolut atau jumlah
rupiah, maka pendekatan yang terbaik adalah dengan membandingkan
jumlah rupiah biaya dengan dilengkapi ukuran persentase. Perhitungan
persentase ini dapat memberikan informasi pada manajemen mengenai
seberapa baik standar biaya kualitas sebesar 2,5 % dapat tercapai
(Tjiptono dan Diana, 2003: 42-43).
2.3.4 Analisis Biaya Kualitas
Setelah biaya kualitas diidentifikasi dan disusun sesuai dengan
kategori pengelompokannya, maka biaya kualitas dapat dianalisis
untuk dijadikan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan yang
sesuai. Proses analisis ini terdiri dari pemeriksaan setiap unsur-unsur
biaya lain dan totalnya. Proses tersebut juga membandingkan operasi
satu periode dengan periode sebelumnya. Dan pembandingan itu akan
lebih berarti jika biaya kualitas tersebut dibandingkan dengan aktivitas
lain dalam perusahaan.
Disarankan agar biaya kualitas yang terlibat dikaitkan dengan
sedikitnya tiga dasar volume yang berbeda. Dasar yang diseleksi
tersebut dapat bervariasi, tergantung pada produk dan jenis pabrik
untuk suatu bisnis tertentu. Contoh-contoh dasar volume yang harus
dipertimbangkan adalah tenaga kerja langsung, tenaga kerja langsung
yang produktif, biaya-bengkel masukan, biaya-bengkel keluaran,
biaya-pembikinan keluaran, nilai yang dikontribusikan, unit-unit
keluaran produktif yang ekuivalen, dan hasil penjualan bersih.
26
Kemudian untuk menunjukkan dengan tepat bidang-bidang yang patut
mendapatkan prioritas tertinggi dari upaya kualitas, suatu rincian
tentang keseluruhan biaya kualitas yang terlibat berdasarkan lini
produk utama atau bidang aliran proses sering diperlukan
(Feigenbaum, 1992: 112).
Sedangkan menurut Gaspersz (2005: 168) perusahaan mengukur
dan menganalisis biaya kualitas sebagai indikator keberhasilan
program perbaikan kualitas, yang dapat dihubungkan dengan ukuran-
ukuran biaya lain yaitu :
1. Biaya kualitas dibandingkan dengan nilai penjualan, semakin
rendah nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin
sukses.
2. Biaya kualitas dibandingkan dengan keuntungan, semakin rendah
nilai ini menunjukkan program perbaikan kualitas semakin sukses.
3. Biaya kualitas dibandingkan dengan harga pokok penjualan (cost
of goods sold), diukur berdasarkan persentase biaya kualitas total
terhadap nilai harga pokok penjualan, dimana semakin rendahnya
nilai ini menunjukkan semakin suksesnya program perbaikan
kualitas.
2.3.5 Distribusi Optimal Biaya Kualitas
1. Pandangan Tradisional
Pandangan tradisional mengasumsikan bahwa terdapat trade off
antara biaya pengendalian dan biaya produk gagal. Ketika biaya
27
pengendalian meningkat, biaya produk gagal harus turun. Selama
penurunan biaya produk gagal lebih besar daripada kenaikan biaya
pengendalian, perusahaan harus terus meningkatkan usahanya
untuk mencegah atau mendeteksi unit-unit yang cacat. Pada
akhirnya akan dicapai suatu titik dimana setiap kenaikan tambahan
biaya dalam usaha tersebut menimbulkan biaya yang lebih besar
dari pengurangan biaya produk gagal. Titik ini menggambarkan
tingkat minimum total biaya kualitas, dan merupakan saldo optimal
antara biaya pengendalian dan biaya produk gagal. Titik ini juga
yang disebut sebagai tingkat kualitas yang dapat diterima
(acceptable quality level-AQL) (Hansen dan Mowen, 2005: 14).
2. Pandangan Kontemporer
Dalam pandangan kontemporer, sudut pandang AQL yaitu
adanya tingkat kualitas yang dapat diterima atau sebuah produk
dikatakan cacat jika karakteristik kualitasnya berada diluar batas
toleransi tidak berlaku lagi. Dalam pandangan ini digunakan model
cacat nol (zero defect). Model ini menyatakan bahwa dengan
mengurangi unit cacat hingga nol maka akan diperolah keunggulan
biaya. Perusahaan yang menghasilkan semakin sedikit produk
cacat akan lebih kompetitif daripada perusahaan yang
menggunakan model AQL. Model cacat nol kemudian
disempurnakan lagi dengan model mutu kaku (robust quality
model). Menurut model ini, kerugian terjadi karena diproduksinya
28
produk yang menyimpang dari nilai target, dan semakin jauh
penyimpangannya semakin besar kerugian.
Selain itu kerugian masih mungkin terjadi meskipun deviasi
masih dalam batas toleransi spesifikasi. Dengan kata lain, variasi
spesifikasi ideal adalah merugikan dan batas toleransi tidak
menawarkan manfaat apapun. Model cacat nol menekan biaya
kualitas dan dengan demikian menawarkan penghematan baik
dalam biaya maupun pekerjaan mutu yang berlebihan (Hansen dan
Mowen, 2005: 14).
2.4 TQM (Total Quality Management)
2.4.1 Definisi dan Prinsip Total Quality Management
Procter dan Gamble mendefinisikan tentang manajemen kualitas
total (Total Quality Management) sebagai upaya yang dilakukan secara
terus menerus oleh setiap orang dalam organisasi untuk memahami,
memenuhi dan melebihi harapan pelanggan (Blocher dkk, 2000:209).
Dari definisi itu, terdapat tiga prinsip inti dari TQM yaitu merupakan
proses yang :
1 Berfokus pada pelanggan
TQM dimulai dengan mengidentifikasi pelanggan perusahaan dan
kebutuhan mereka. Setiap orang dalam suatu proses atau organisasi
merupakan pelanggan bagi orang lain, baik di dalam maupun di
luar organisasi. Proses TQM dimulai dengan mengidentifikasi
persyaratan dan harapan. Ini merupakan dasar untuk membuat
29
spesifikasi yang dibutuhkan untuk setiap keberhasilan pelanggan
internal. Perusahaan dapat melayani pelanggan eksternal dengan
baik, jika perusahaan benar-benar bisa memenuhi kebutuhan dari
setiap pelanggan internal.
2 Berusaha keras untuk melakukan perbaikan secara terus menerus
Dengan adanya persaingan di pasar global dan harapan pelanggan
yang selalu berubah, maka perusahaan perlu untuk selalu
melakukan perbaikan kualitas secara terus menerus.
3 Melibatkan seluruh kekuatan kerja
Perusahaan dapat memenuhi permintaan dari pelanggan
eksternalnya hanya jika setiap pelanggan internal dalam proses
dapat memuaskan pelanggan dibawahnya. Kegagalan dalam proses
dapat mengakibatkan pada produk atau jasa cacat yang
menyebabkan ketidakpuasan pelanggan. Untuk itu keterlibatan
total dari seluruh kekuatan kerja dalam proses diperlukan untuk
mencapai kualitas total.
2.4.2 Pedoman Pengimplementasian TQM
Dalam jangka waktu tiga tahun, ada 11 tahapan dalam
melaksanakan TQM (Blocher dkk, 2000: 211) yaitu:
1. Tahun Pertama
a Membentuk dewan dan staf kualitas
Pelaksanaan TQM memerlukan kerjasama dan usaha terbaik
dari semua unit organisasi. Keberhasilan TQM membutuhkan
30
ketegasan dan kepemimpinan secara aktif dari CEO (Chief
Executive Officer) dan para manajer senior. Dewan kualitas
harus memasukkan tim manajemen puncak dengan CEO
sebagai ketuanya. Dewan ini mempunyai fungsi utama untuk
mengembangkan misi kualitas dan menyatakan visi, tujuan
perusahaan secara keseluruhan dan strategi jangka panjang.
b Melakukan progam perbaikan kualitas eksekutif
Untuk meyakinkan ketetapan manajer senior dan dukungan
secara terus menerus terhadap TQM, perusahaan perlu
melaksanakan progam pelatihan kualitas eksekutif. Fungsi dari
progam ini adalah (1) Meningkatkan kepedulian manajemen
senior tentang pentingnya fokus dan dukungan serta terus
menerus terhadap perbaikan kualitas (2) Menciptakan
pengetahuan umum berdasarkan kualitas total dan (3)
Menentukan harapan dan sasaran atau tujuan.
c Melakukan audit kualitas
Dengan audit kualitas memungkinkan perusahaan untuk
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan perusahaan,
mengembangkan rencana perbaikan kualitas strategik dalam
jangka panjang dan mengidentifikasi peluang perbaikan
kualitas terbaik bagi perusahaan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
d Membuat analisis penyimpangan
31
Dengan analisis penyimpangan, memungkinkan perusahaan
untuk mengidentifikasi target peningkatan kualitas dan
memberikan data obyektif untuk mengembangkan peningkatan
kualitas strategik.
e Mengembangkan rencana perbaikan kualitas strategik
Hasil dari analisis penyimpangan dan tujuan untuk perbaikan
kualitas menjadi dasar untuk mengembangkan rencana
strategik jangka pendek dan jangka panjang untuk menentukan
prioritas dalam perbaikan kualitas.
2. Tahun Kedua
a. Melakukan progam pelatihan dan komunikasi karyawan
Progam pelatihan karyawan merupakan alat komunikasi untuk
menyampaikan komitmen manajemen terhadap kualitas total
dan memberikan keahlian pada para karyawan untuk mencapai
kualitas total. Progam ini berperan penting dalam keberhasilan
progam peningkatan kualitas.
b. Menyusun tim kualitas
Tim kualitas biasanya terdiri dari manajemen produk, teknisi,
tenaga produksi, perwakilan dari pelayanan pelanggan dan
akuntan manajemen. Tim ini menjadi kekuatan utama untuk
mencapai kualitas, mengimplementasikan dan memonitor
progam kualitas, dan melakukan perbaikan secara terus
menerus.
32
c. Menciptakan sistem pengukuran dan menentukan tujuan
Faktor yang sangat penting untuk keberhasilan TQM adalah
adanya ukuran yang benar-benar mencerminkan kebutuhan dan
harapan pelanggan baik internal maupun eksternal. Sistem
pengukuran yang baik bisa memantau TQM membutuhkan
pengembangan sistem akuntansi yang baru, karena sistem
akuntansi tradisional memecah-mecah informasi data kualitas
ke dalam rekening-rekening yang banyak sekali. Sistem
pengukuran yang baik juga harus membuat semua karyawan
mengetahui perkembangan yang telah dicapai menuju kualitas
total dan perbaikan lain yang dibutuhkan.
3. Tahun Ketiga
a. Merevisi sistem, kompensasi/penilaian/pengakuan
Penghargaan dan pengakuan merupakan alat terbaik untuk
meningkatkan tekanan pada TQM. Usaha dan perkembangan
TQM akan dapat diperoleh, jika perusahaan melakuan
perubahan dalam sistem kompensasi atau penilaian/pengakuan.
b. Meluncurkan inisiatif eksternal dengan para eksternal
Usaha-usaha TQM harus meliputi sistem bisnis secara
keseluruhan, mulai dari bahan baku sampai dengan konsumen
akhir. Beberapa perusahaan yang menerapkan TQM dengan
sukses, pada umumnya menggunakan supplier yang
berkualitas, yaitu dengan:
33
1) Menurunkan jumlah supplier
Dengan menurunkan supplier, menurunkan pula variasi
dalam kualitas, meningkatkan komitmen supplier, dan
memperbaiki efisiensi pengguaan sumber daya perusahaan.
2) Memiliki supplier tidak hanya berdasarkan pada harga,
kemampuan, kesediaan untuk memperbaiki kualitas, biaya,
dan fleksibilitas, tetapi juga dedikasi mereka terhadap
perbaikan secara terus menerus.
3) Menciptakan hubungan jangka panjang dengan para
supplier sebagai partner kerja.
4) Melakukan spesifikasi secara tepat tentang harapan supplier
dan memastikan konsistensi pengiriman dari supplier.
c. Review dan revisi
Semua karyawan, diarahkan oleh dewan kualitas dan tim
kualitas, harus mereview perkembangan kualitas dan menilai
kembali usaha perbaikan kualitas minimal setahun sekali.
2.4.3 Peran dan Tantangan TQM bagi Akuntansi Manajemen
1. Peran TQM
Peran akuntansi manajemen kualitas total (TQM) yaitu:
a. Mengumpulkan semua informasi kualitas yang relevan.
b. Berpartisipasi secara aktif dalam semua fase progam kualitas.
c. Mereview serta menyebarkan laporan biaya kualitas.
34
Sistem manajemen kualitas yang dikembangkan tanpa
keterlibatan yang aktif dari akuntansi manjemen bisa gagal untuk
merealisasikan potensinya. Terlalu sering suatu perusahaan
memasukkan biaya kualitas dalam rekening yang berbeda-beda dan
tersebar pada produk, pemasaran, teknik dan pelayanan/jasa.
Dampak dan manfaat biaya-biaya ini akan hilang karena
perusahaan mengalokasikan secara seimbang. Akibatnya
perusahaan kurang memperhatikan biaya kualitas dan dampak
kualitas terhadap kinerja keuangan.
Dengan pelatihan dan keahlian yang dimiliki dalam hal
analisis, pengukuran dan pelaporan informasi, akuntan manajemen
dapat membantu merancang dan melakukan pengumpulan
informasi kualitas secara komprehensif, melakukan pengukuran
dan merancang sistem pelaporan. Akuntansi manajemen dapat
memperbaiki manajemen kualitas total (TQM) dengan cara
mengintegrasikan informasi biaya kualitas ke dalam sistem
pengukuran dan pelaporan manajemen yang sudah ada. Integrasi
ini membantu memberikan perhatian secara konstan dan terus
menerus dalam rangka memperbaiki kualitas dengan cara
melakukan pengukuran, pelaporan dan evaluasi terhadap kualitas
secara reguler merupakan aktivitas rutin daripada harus melakukan
upaya khusus yang akan dihentikan jika sudah tidak diperlukan
lagi (Blocher dkk, 2000: 234).
35
2. Tantangan TQM
Untuk menghadapi tantangan terhadap manajemen kualitas
total (Total Quality Management), akuntan manjemen perlu
memahami secara jelas tentang metodologi TQM. Mereka harus
dapat mendesain, menciptakan atau memodifikasi sistem informasi
untuk mengukur dan memonitor kualitas dan mengevaluasi
perkembangan kualitas total seperti yang diharapkan oleh setiap
unit organisasi dan perusahaan secara keseluruhan. Beberapa tugas
yang berkaitan dengan hal tersebut adalah sebagai berikut :
a. Menentukan rekening mana yang banyak berisi data untuk
TQM.
b. Melakukan reorganisasi dan restrukturisasi pada sistem
akuntansi yang ada untuk mendapatkan data biaya kualitas
yang lengkap dan akurat.
c. Merevisi bagian rekening untuk mencerminkan setiap kategori
biaya kualitas.
Sistem akuntansi tradisional seringkali gagal untuk
menghubungkan biaya dengan aktivitas. Akibatnya, tim kualitas
tidak memiliki informasi yang diperlukan dan siap pakai untuk
memfokuskan pada permasalahan kualitas. Akuntan manajemen
perlu menghubungkan biaya kualitas dengan aktivitas sehingga tim
kualitas dapat memfokuskan usaha mereka secara tepat untuk
memastikan keberhasilan usaha-usaha TQM. Salah satu
36
pendekatan yang bisa dilakukan adalah menerapkan teknik-teknik
dari activity based costing ke dalam TQM sehingga cost driver
untuk biaya kualitas dapat diidentifikasi dengan jelas (Blocher dkk,
2000: 235).
2.5 Produk Rusak
Produk rusak atau product defects merupakan elemen penting yang
dapat dianalisis oleh perusahaan ketika membaca laporan biaya kualitas.
Perusahaan sering mengabaikan hal tersebut dan lebih memfokuskan pada
perputaran biaya-biaya antar bagian atau departemen sehingga ketika laporan
biaya kualitas dinyatakan, maka seringkali persentase produk rusak terhadap
biaya kualitas total menjadi sangat signifikan.
Produk rusak yang terjadi selama proses produksi mengacu pada
produk yang tidak dapat diterima oleh konsumen dan tidak dapat dikerjakan
ulang. Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telah
ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang
baik (Mulyadi, 1993: 324).
Menurut pandangan tradisional produk dinyatakan cacat atau rusak
apabila kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas bawah dari
batasan spesifikasi yang telah ditetapkan. Spesifikasi yang dimaksud adalah
kriteria yang harus dipenuhi produk tersebut dalam memenuhi
kemampuannya, untuk berfungsi sebagaimana mestinya produk dibuat. Maka
suatu produk dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak memenuhi
spesifikasinya (Hansen dan Mowen, 2005: 7).
37
Dari definisi di atas dapat diambil intisari bahwa produk yang rusak
adalah produk yang tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak memenuhi standar
kualitas yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan
memiliki nilai jual yang rendah sebagai nilai sisa (disposal value).
2.6 Pengaruh Biaya Kualitas terhadap Produk Rusak
Biaya yang dikeluarkan untuk meningkatkan kualitas barang disebut
dengan biaya kualitas. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi empat
golongan yaitu biaya pencegahan, biaya deteksi/penilaian, biaya kegagalan
internal dan biaya kegagalan eksternal (Tjiptono dan Diana, 2003: 36). Dari
keempat golongan biaya kualitas tersebut yang mempengaruhi produk rusak
adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian. Sedangkan biaya kegagalan
internal dan biaya kagagalan eksternal merupakan golongan biaya kualitas
yang dipengaruhi oleh produk rusak.
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 13) biaya pencegahan dan biaya
penilaian meningkat berarti menunjukkan jumlah unit produk rusak menurun
dan sebaliknya jika biaya pencegahan dan biaya penilaian menurun
menunjukkan jumlah unit produk rusak meningkat. Di lain pihak, biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal naik jika jumlah unit
produk rusak meningkat dan sebaliknya biaya kegagalan internal dan biaya
kegagalan eksternal turun jika jumlah unit produk rusak turun. Hal ini
menunjukkan bahwa biaya pencegahan dan biaya penilaian berpengaruh
terhadap produk rusak sedangkan biaya kegagalan internal dan biaya
kegagalan eksternal dipengaruhi oleh jumlah unit produk rusak.
38
Menurut Feigenbaum (1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan
mengakibatkan turunnya kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek
positif pada biaya penilaian karena turunnya kecacatan berarti menurunnya
kebutuhan akan aktivitas-aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin.
Dari pendapat Feigenbaum dapat dipahami bahwa biaya pencegahan
berpengaruh negatif terhadap produk rusak sedangkan biaya penilaian
berpengaruh positif terhadap produk rusak.
Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa biaya kualitas
yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian dapat mempengaruhi
jumlah unit produk rusak. Biaya pencegahan mempunyai pengaruh negatif
terhadap produk rusak, sedangkan biaya penilaian mempunyai dua
kemungkinan pengaruh terhadap jumlah unit produk rusak, yaitu pengaruh
positif dan pengaruh negatif.
2.7 Kerangka Berfikir
Produk rusak adalah produk yang tidak sesuai standar mutu yang telah
ditetapkan secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang
baik (Mulyadi, 1993: 324). Produk rusak merupakan elemen penting bagi
perusahaan agar dapat bersaing dalam bisnis yang global ini. Upaya
perbaikan dan peningkatan terhadap kualitas produk menyebabkan semakin
tingginya biaya yang dikeluarkan. Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam
rangka mengurangi adanya produk rusak adalah biaya kualitas.
Biaya kualitas adalah biaya-biaya yang dikeluarkan karena terjadi atau
mungkin akan terjadi kualitas yang buruk (produk rusak). Biaya kualitas
39
dikelompokkan menjadi empat, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian,
biaya kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal.
Biaya-biaya kualitas yang dikeluarkan untuk menjaga produk dari
kerusakan adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian, sedangkan biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal tidak dikeluarkan untuk
menjaga produk dari kerusakan. Karena pada dasarnya biaya kegagalan
dikeluarkan setelah produk itu jadi dan untuk memperbaharui produk yang
rusak.
Pengakuan bahwa kegagalan menghasilkan produk yang berkualitas
tinggi akan menimbulkan biaya tinggi. Oleh sebab itu, perusahaan terdorong
untuk selalu meningkatkan kualitas produk sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan dengan menjadikan produk rusak (zero defect).
Menurut Hansen dan Mowen (2005: 7) peningkatan biaya kualitas
khususnya biaya pencegahan dan biaya penilaian akan mengurangi produk
dari kerusakan. Hal ini mempunyai arti bahwa jika perusahaan meningkatkan
biaya pencegahan dan biaya penilaian akan mengurangi produk rusak.
Sedangkan menurut Feigenbaum (1992: 104) peningkatan biaya pencegahan
dan penurunan biaya penilaian akan mengurangi produk rusak. Dengan
demikian perusahaan dapat mengetahui bagaimana pengaruh biaya kualitas
khususnya biaya pencegahan dan biaya penilaian yang dikeluarkan dalam
upaya pengendalian produk rusaknya.
Kerangka pemikiran tersebut dapat digambarkan pada gambar 2.1
sebagai berikut :
40
Biaya Kualitas
Biaya Pencegahan
Biaya Penilaian
Produk Rusak
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
2.8 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara yang masih diuji
kebenarannya. Berdasarkan kerangka berfikir di atas, maka dapat
disimpulkan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ada pengaruh yang signifikan antara biaya kualitas yang terdiri dari
biaya pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak baik secara
simultan maupun parsial pada CV. Menara Kudus tahun 2004-2006.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan studi kasus pada CV. Menara Kudus.
Data penelitian terdiri dari data mengenai biaya kualitas dan jumlah produk
rusak pada perusahaan selama tiga tahun yaitu tahun 2004-2006 yang
disajikan dalam bentuk bulanan.
3.2 Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini ada 2 macam variabel penelitian yaitu variabel
bebas (X) dan variabel terikat (Y).
3.2.1 Variabel Bebas (X)
Variabel X merupakan variabel bebas yaitu variabel yang
mempengaruhi terhadap suatu gajala (Arikunto, 2002: 97). Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah biaya kualitas yang terdiri dari:
1. Biaya Pencegahan (X1)
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah
kerusakan produk yang dihasilkan. Biaya pencegahan dalam
penelitian ini adalah biaya pencegahan yang dikeluarkan oleh
CV. Menara Kudus dari tahun 2004-2006 yang disajikan dalam
bentuk bulanan dan dinyatakan dengan satuan rupiah. Biaya
pencegahan ini terdiri dari biaya perencanaan produk dan biaya
pemeliharaan mesin.
41
42
2. Biaya Penilaian (X2)
Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk menentukan
apakah produk telah sesuai dengan persyaratan dan kebutuhan
pelanggan. Biaya penilaian dalam penelitian ini adalah biaya
penilaian yang dikeluarkan oleh CV. Menara Kudus dari tahun
2004-2006 yang disajikan dalam bentuk bulanan dan dinyatakan
dengan satuan rupiah. Biaya penilaian ini terdiri dari biaya
inspeksi dan biaya pemeriksaan distribusi produk.
3.2.2 Variabel Terikat (Y)
Variabel Y merupakan variabel yang diperkirakan akan timbul
hubungan yang fungsional dengan variabel bebas (Arikunto, 2002:
97). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah produk rusak
dari tahun 2004-2006 yang disajikan dalam bentuk bulanan dan
dinyatakan dengan satuan unit.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode untuk mendapatkan data atau bahan
keterangan adalah dengan menggunakan metode dokumentasi. Metode
dokumentasi digunakan untuk memperoleh data yang berhubungan dengan
sejarah berdirinya perusahaan, strutur organisasi perusahaan, data laporan
biaya kualitas, jumlah produk jadi dan jumlah produk rusak pada CV.
Menara Kudus dari tahun 2004-2006.
43
3.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data adalah suatu metode yang digunakan untuk
mengolah hasil penelitian guna memperoleh suatu kesimpulan. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif
dan analisis kuantitatif.
3.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah analisis yang menggunakan metode
statistik untuk mengetahui pola sejumlah data penelitian, merangkum
informasi yang terdapat dalam data penelitian dan menyajikan
informasi tersebut dalam bentuk yang diinginkan. Tahap-tahap
analisis deskriptif dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengidentifikasi variabel penelitian, yaitu data biaya kualitas
(biaya pencegahan dan biaya penilaian) dan data produk rusak.
2. Melakukan pengolahan data penelitian dengan menggunakan
grafik control chart yang terdapat dalam program SPSS 13.00 for
windows untuk menganalisis biaya kualitas (biaya pencegahan
dan biaya penilaian) dan produk rusak.
3.4.2 Analisis Inferensial
Analisis kuantitatif adalah data yang berwujud angka-angka
yang diperoleh sebagai hasil pengukuran atau penjumlahan
(Nurgiyantoro, 2000: 27). Analisis ini digunakan untuk mengetahui
pengaruh biaya kualitas terhadap produk rusak, dengan
menggunakan :
44
1 Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi antara variabel bebas dan variabel terikat
mempunyai distribusi normal atau tidak.
Uji normalitas dapat dilihat dengan memperhatikan
penyebaran data (titik) pada P-P Plot of Regression Standardized
Residual melalui SPSS, dimana :
- Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti
arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi
normalitas.
- Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak
mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam Ghozali (2005:
76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan
penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya.
2 Regresi Berganda
Regresi berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas (X) biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya
penilaian) terhadap variabel terikat (Y) produk rusak mengenai
perubahan dari setiap peningkatan atau penurunan variabel bebas
45
yang akan mempengaruhi jumlah produk rusak pada CV. Menara
Kudus.
Rumus :
Y = a + b1X1 + b2X2 +e
Dimana: Y = Produk rusak
A = Konstanta
b1 - b2 = Koefisien regresi dari setiap variabel
X1 = Biaya pencegahan
X2 = Biaya penilaian
e = Faktor error
(Algifari, 2000: 93)
Dalam penelitian ini, nilai-nilai dalam persamaan tersebut dicari
melalui program SPSS.
3 Uji F (Uji simultan)
Pengujian simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
variabel bebas secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel
terikat.
Rumus :
F = 1)-k-(n / resJK
k / regJK
( Sudjana, 2002: 355)
Dalam penelitian ini, nilai F tersebut dicari melalui program
SPSS.
46
a. Merumuskan hipotesis uji F :
Ho = b1b2 = 0, variabel bebas secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Ha = b1b2 ≠ 0, variabel bebas secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.
b. Menentukan tingkat signifikansi (α )
Tingkat signifikansi dalam penelitian ini adalah 5% artinya
resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%
c. Pengambilan keputusan
1) Jika probabilitas (sig F) > α (0,05) maka (Ho) diterima,
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.secara statistika
dapat dibuktikan bahwa variabel biaya kualitas tidak
berpengaruh terhadap perubahan nilai variabel produk
rusak.
2) Jika probabilitas (sig F) < α (0,05) maka (Ho) ditolak,
artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
4 Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan secara keseluruhan untuk
mengukur ketepatan yang paling baik dari analisis regresi
berganda. Nilai koefisien determinasi berada dalam rentang 0
(nol) sampai dengan 1 (satu). Jika R2 yang diperoleh mendekati 1
47
(satu) maka dapat dikatakan semakin kuat model tersebut
menerangkan variasi variabel bebas terhadap variabel terikat.
Sebaliknya jika R2 mendekati 0 (nol) maka semakin lemah
variasi variabel bebas menerangkan variabel terikat.
Rumus :
R2 = 2iy
regJK ∑
(Sudjana, 2002: 383)
Dalam penelitian ini, nilai R2 tersebut dicari melalui program
SPSS.
5 Uji t (Uji Parsial)
Uji t dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
secara individu terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini uji
t dilakukan dengan menggunakan program SPSS.
a. Merumuskan hipotesis uji t :
Ho = b1b2 = 0, masing-masing variabel bebas tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel terikat.
Ho = b1b2 ≠ 0, masing-masing variabel bebas berpengaruh
signifikan terhadap variabel terikat.
b. Menentukan tingkat signifikansi (α )
Tingkat signifikansi dalam penelitian ini adalah 5% artinya
resiko kesalahan mengambil keputusan adalah 5%.
c. Pengambilan keputusan
48
1) Jika probabilitas (sig t) > α (0,05) maka (Ho) diterima,
artinya tidak ada pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.secara statistika
dapat dibuktikan bahwa variabel biaya kualitas tidak
berpengaruh terhadap perubahan nilai variabel produk
rusak.
2) Jika probabilitas (sig t) < α (0,05) maka (Ho) ditolak,
artinya ada pengaruh yang signifikan dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
6 r2 Parsial
Menghitung r2 digunakan untuk mengetahui sejumlah
sumbangan dari masing-masing variabel bebas, jika variabel
lainnya konstan terhadap variabel terikat. Semakin besar nilai r2
maka semakin besar variasi sumbangannya terhadap variabel
terikat. Perhitungan r2 dalam penelitian ini dilakukan dengan
program SPSS.
7 Evaluasi Ekonometri
Evaluasi ekonometri dimaksudkan untuk mengetahui
apakah model regresi linier berganda yang digunakan untuk
menganalisa dalam penelitian memenuhi asumsi klasik atau
tidak.
49
a. Uji Multikolinieritas
Model regresi yang baik adalah model regresi yang
variabel-variabel bebasnya tidak memiliki korelasi yang
tinggi atau bebas dari multikolinieritas. Deteksi adanya
gejala multikolinieritas dengan menggunakan Variance
Inflaction Factor (VIF) dan tolerance melalui SPSS. Model
regresi yang bebas multikolinieritas memiliki nilai VIF
dibawah 10 dan nilai tolerence diatas 0,1 (Ghozali, 2005: 56).
b. Heteroskedastisitas
Uji heteroskesdastisitas digunakan untuk mengetahui
apakah terjadi penyimpangan model karena varian gangguan
yang berbeda antara satu observasi ke observasi lain. Untuk
mengetahui gejala heteroskesdastisitas dilakukan dengan
mengamati grafik scatter plot melalui SPSS. Model yang
bebas dari heteroskesdastisitas memiliki grafik scatter plot
dengan pola titik-titik yang menyebar di atas dan di bawah
sumbu Y (Ghozali, 2005: 70).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah
terjadi korelasi antar anggota serangkaian observasi yang
diurutkan menurut waktu (data time series) atau ruang (data
cross section). Deteksi gejala autokorelasi digunakan nilai
Durbin Watson yang dihitung melalui SPSS. Jika nilai
50
Durbin Watson berada di daerah C (gambar 3.1), maka tidak
ada autokorelasi (Gujarati, 2000 : 216)
A B C D E
f (d)
0 dL dU 2 4 - dU 4 – dL 4 d
Gambar 3.1 Statistik d Durbin Watson.
Keterangan gambar 3.1 :
A = Daerah ketidaktahuan (ada autokorelasi positif).
B = Daerah yang meragukan.
C = Daerah meyakinkan (tidak ada autokorelasi)
D = Daerah yang meragukan.
E = Daerah ketidaktahuan (ada autokorelasi negatif)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Berawal dari perjalanan hidup seorang yang produktif dan
berdedikasi tinggi tak jarang memiliki pola pemikiran untuk mandiri.
Itulah titik awal dirintis berdirinya percetakan dan penerbitan Menara
Kudus, beliau adalah Bapak H. Zainuri Noor yang pada waktu itu
menjabat sebagai Direktur percetakan H.M. Maskuri Kudus yang
keseluruhan aktivitas produksinya dipusatkan di Jl. Sunan Kudus.
Pada waktu Bapak H. Zaenuri Noor berperan sebagai Direktur
atau pimpinan pada percetakan H.M. Maskuri Kudus, kemajuan
percetakan tersebut dinilai semakin meningkat dan perkembangannya
dapat dirasakan pesat sekali sehingga tak pelak lagi terbitlah suatu
keinginan untuk mengadakan perluasan usaha. Gagasan ini timbul dari
Bapak H. Zaenuri Noor berdasarkan kenyataan bahwa pengadaan barang
hasil produksi jumlahnya relatif tidak mencukupi kebutuhan pasar.
Disamping itu adanya sikap mental mendasari kewirausahaan dan
kemandirian beliau memperkuat keinginan untuk melaksanakan niat
tersebut.
Perlu dijelaskan disisni bahwa percetakan H.M. Maskuri dimana
Bapak H. Zaenuri Noor sesepuhnya yaitu Bapak H.M. Maskuri, jadi
51
52
nama percetakan H.M. Maskuri adalah berkaitan nama dari
pengusahanya.
Berkaitan dengan adanya hubungan keluarga antar pengusaha
dan Direktur (Bapak H.M. Maskuri dan Bapak H. Zaenuri Noor sebagai
mertua dan menantunya), maka rencana mengadakan perluasan usaha
dapat dimusyawarahkan dengan lebih akrab sehingga diperoleh
kesepakatan dan akhirnya doa restu diterima oleh Bapak H. Zaenuri
Noor dalam mengembangkan jiwa kemandiriannya. Akan tetapi, kendala
awal yang harus dihadapi oleh beliau adalah modal. Dengan semangat
kerja dan kegigihan yang tak pernah padam ternyata banyak jalan yang
dapat ditempuh, maka saat itu dipersiapkan data dan perijinan-perijinan
yang diperlukan dalam perluasan usaha untuk diajukan sebagai
permohonan pinjaman modal pada sebuah bank yaitu Bank Rakyat
Indonesia cabang Kudus. Ternyata usaha beliau memperoleh tanggapan
yang positif dari BRI Cabang Kudus dan pada tahun 1951 beliau
memperoleh pinjaman modal sebesar Rp. 250.000,-. Keberhasilan
memperoleh modal tersebut disampaikan pada Bapak H.M. Maskuri agar
dapat dimanfaatkan sesuai dengan yang direncanakan, akan tetapi
kenyataannya justru ditolak. Hal ini mungkin Bapak H.M. Maskuri tidak
berkenan menerima pinjaman modal dari orang lain ataupun pinjaman
modal dari Bank.
Meskipun modal hasil pinjaman dari bank tersebut ditolak namun
berkat doa restu dari Bapak H.M. Maskuri, pada tahun 1952, Bapak H.
53
Zaenuri Noor bertekad memanfaatkan modal sebesar Rp. 250.000,-,
tersebut untuk mendirikan percetakan sendiri yang menurut rencana akan
berlokasi di Jalan Menara No. 2 Kudus.
Adapun pinjaman modal sebesar Rp. 250.000,- tersebut berhasil
untuk membeli 4 (empat) unit mesin, kertas, tinta dan bahan-bahan yang
diperlukan dalam memenuhi usahanya. Adapun mesin-mesin yang dibeli
antara lain:
a. 1 (satu) unit mesin cetak PLANETA
b. 2 (dua) unit mesin cetak merk HEIDELBERG (Letterpres)
c. 1 (satu) unit mesin potong kertas.
Dengan didapatkannya mesin dan peralatan yang diperlukan,
berarti sebuah perusahaan telah beroperasi dan Bapak H. Zaenuri Noor
juga telah mengelola usahannya, namun demikian perusahaan tersebut
akan sulit dikenal oleh masyarakat apabila tanpa nama, oleh karenanya
berhubungan lokasi yang ditetapkan sangat dekat dengan Masjid Menara
Kudus, maka terpilihlah Masjid peninggalan Sunan Kudus tersebut
menjadi nama perusahaan, yaitu percetakan Menara Kudus. Mengenai
tenaga kerja yang mengawali usaha percetakan Menara Kudus adalah
sebanyak 7 (tujuh) orang.
Setelah perusahaan berjalan sekitar 5 tahun dan berhasil
mengatasi segala permasalahan yang ada, baik itu mengenai hasil
produksi maupun pemasarannya, maka dapatlah dirasakan adanya
perkembangan yang mantap, sesuai rencana jangka panjang perusahaan
54
percetakan Menara Kudus harus diperluas lagi usahanya. Akhirnya pada
tahun 1957 di Jalan H.M Subchan ZE No. 13 berdirilah perusahaan
cabang percetakan Menara Kudus. Untuk menunjang terlaksananya
aktifitas produksi pada perusahaan cabang tersebut, maka
didatangkanlah mesin-mesin setengah pakai dari percetakan “BOOR”
dari purwokerto dan dari Surakarta, mesin-mesin tersebut antara lain:
a. 3 (unit) mesin cetak DIEGEL
b. 4 (unit) mesin cetak SIENEL PRESS
c. 1 (satu) unit mesin potong kertas.
Percetakan Menara Kudus pada waktu itu dipimpin langsung
oleh Bapak H. Zaenuri Noor sendiri dan bentuk badan usahanya adalah
perusahaan perseorangan. Sejalan dengan produktifitas yang semakin
meningkat dan jaringan pemasaran yang semakin luas, maka berubahlah
bentuk badan usaha percetakan Menara Kudus dari perusahaan
perseorangan menjadi Firma, yaitu Fa. Menara Kudus. Sedang yang
duduk sebagai pimpinan atau direktur adalah Bapak H. Zaenuri Noor
didampingi oleh ibu H. Zaenuri Noor sebagai wakilnya.
Berdasarkan pada pengalaman kepemimpinannya, keuletan,
kedisiplinan dan rasa optimismenya yang tinggi, akhirnya pada tahun
1963 percetakan Menara Kudus menambah peralatan antara lain:
a. 5 (lima) unit mesin cetak DIEGEL
b. 1 (satu) unit mesin potong kertas
55
Sejak bertambahnya mesin-mesin dan peralatan pada percetakan
Menara Kudus hasil produksi dalam cetak mencetak dapat dikatakan
mapan, disamping itu adanya perkembangan situasi pada permintaan
pasar, maka kesempatan untuk mengembangkan usaha benar-benar
terbuka lebar sehingga percetakan Menara Kudus pun berhasil
menggandakan fungsinya yang hanya percetakan menjadi percetakan
dan penerbitan. Demikianlah perjalanan usaha yang harus ditempuh oleh
Bapak H. Zaenuri Noor setapak demi setapak untuk memajukan
percetakan Menara Kudus. Adapun buku-buku yang berhasil diterbitkan
antara lain:
a. Buku-buku untuk kepentingan umum
b. Buku dan kitab untuk kepentingan Madrasah dan pondok pesantren
Untuk memperoleh ketepatan waktu dan meningkatkan kualitas,
alternatif lain yang ditempuh percetakan Menara Kudus adalah dengan
mengirim karyawan-karyawan tertentu untuk mengikuti tugas belajar ke
berbagai lembaga pendidikan dan pelatihan. Dengan adanya pengiriman
karyawan tersebut diharapkan perusahaan akan lebih mampu
mengimbangi laju persaingan yang semakin ketat. Disampig itu
perusahaan juga perlu mengadakan modernisasi berbagai mesin-mesin
dan peralatan sebagai penunjang tercapainya produktivitas yang
setinggi-tingginya, oleh karenanya tahun 1970 percetakan Menara Kudus
telah mendatangkan sebanyak 7 (tujuh) unit mesin dan peralatan yang
dibutuhkan, antara lain:
56
a. 3 (unit) mesin cetak HEIDELBERGH
b. 2 (dua) unit mesin potong kertas merk POLAR
c. 1 (unit) kamera
d. 1 (unit)mesin ketik IBM
Mulai saat itulah, melalui produk andalannya percetakan Menara
Kudus sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Jawa Tengah khususnya
dan masyarakat Indonesia pada umumnya, namun demikian perjalanan
masih panjang harus ditempuh dan perjuangannya pun tidak akan pernah
berhenti.
Meskipun tersusun rencana dan strategi pengembangan usaha
dimasa-masa berikutnya namun Tuhan Yang Maha Kuasa yang
menentukannya. Pada tahun 1976 Bapak H. Zaenuri Noor telah
dipanggil ke Rahmatullah dan percetakan Menara Kudus pun kehilangan
figur seorang pemimpin yang dapat diandalkan.
Saat ini CV. Percetakan dan Penerbitan Menara Kudus memiliki
perwakilan dibeberapa kota, antara lain:
a. Di Jakarta, Jl. Kramat II/54 A
b. Di Yogyakarta, Jl. Ibu Ruswo 51
c. Di Malang, Jl. KH.A. Dahlan 12
d. Di Surabaya, Jl. Sasak 49-51
Sedangkan di Kota Kudus merupakan pusat produksi, memiliki
3(tiga) unit kerja, antara lain :
57
a. Unit I, Jl. Menara No. 2 Kudus
Sebagai unit perkantoran dan pemasaran
b. Unit II, Jl. H.M Subchan Z.E. No. 13 Kudus
Sebagai unit produksi
c. Unit III, Jl. Besito No. 35 Kudus
Sebagai unit produksi
4.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian
1. Identifikasi Biaya Kualitas
Biaya kualitas adalah biaya yang terjadi atau mungkin akan
terjadi karena kualitas buruk. Jadi, biaya kualitas adalah biaya yang
berhubungan dengan penciptaan, pengidentifikasian, perbaikan dan
pencegahan kerusakan. Biaya kualitas dapat dikelompokkan menjadi
empat golongan, yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya
kegagalan internal dan biaya kegagalan eksternal. Dalam penelitian
ini biaya kualitas yang diteliti adalah biaya kualitas yang terdiri dari
biaya pencegahan dan biaya penilaian.
CV. Menara Kudus selama ini telah mengeluarkan biaya-biaya
yang terkait dengan peningkatan kualitas meskipun belum disusun
secara tersendiri ke dalam laporan biaya kualitas. biaya-biaya
tersebut antara lain adalah biaya perencanaan produk, biaya
pemeliharaan mesin, biaya inspeksi, biaya pemeriksaan distribusi
produk, biaya pengawasan, biaya scrap, biaya rework, biaya
58
replacement dan biaya diskon. Semua biaya-biaya tersebut masih
tersebar dalam laporan biaya produksi, biaya pemasaran, biaya
overhead pabrik dan biaya administrasi dan umum. Untuk
mengetahui besarnya biaya kualitas secara tersendiri, biaya-biaya
tersebut yang telah dikeluarkan oleh CV. Menara Kudus
diidentifikasi kemudian dikelompokkan menurut jenis biaya
kualitasnya.
Adapun biaya kualitas yang terkait dengan usaha untuk
mengurangi produk rusak pada CV. Menara Kudus tahun 2004-2006
adalah sebagai berikut:
a. Biaya pencegahan.
Biaya pencegahan adalah biaya yang dikeluarkan untuk
mencegah terjadinya kerusakan atas produk yang dihasilkan.
Biaya kualitas pada CV. Menara Kudus yang termasuk dalam
biaya pencegahan adalah:
1. Biaya perencanaan produk.
Biaya perencanaan produk adalah semua biaya yang
dikeluarkan untuk perencanaan dan perancangan produk
secara keseluruhan, misalnya dalam mendesain produk
percetakan dimana desain tersebut diperlukan bahan-bahan
untuk mendesain dan ahli desain.
Besarnya biaya perencanaan produk pada CV. Menara
Kudus adalah sebagai berikut :
59
Tabel 4.1 Data Biaya Perencanaan Produk Tahun 2004-2006
Tahun Bulan
2004 2005 2006 Januari 6271000 10757150 5822425 Febuari 7564850 6791500 7173325 Maret 7993300 10505000 7084050 April 7640000 8116525 5949500 Mei 6975175 4876650 6994500 Juni 5912300 4808325 6054100 Juli 9077900 10669150 6172250 Agustus 15990350 7773000 3945500
September 11027100 7277050 7199500 Oktober 7330650 7697825 7061000 November 6404500 7432225 7511725 Desember 6728900 7222300 16993725
Jumlah 98916025 93926700 87961600 rata-rata 8243002,08 7827225,00 7330133,33
Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah
Pada tabel 4.1, tampak bahwa dari tahun 2004-2006
terjadi penurunan pada biaya perencanaan produk. Biaya
perencanaan produk terbesar pada bulan Desember 2006
yaitu sebesar Rp 16.993.725,-. Sedangkan biaya perencanaan
produk terendah pada bulan Agustus 2006 yaitu sebesar Rp
3.945.500,-.
363534333231302928272625242322212019181716151413121110987654321
15,000,000
10,000,000
5,000,000
LCL = 2256768,8211Average = 7800120,1389UCL = 13343471,4566VAR00001
Sigma level: 3
Gambar 4.1Control chart Perencanaan Produk Tahun 2004-2006
60
Berdasarkan gambar 4.1, dapat diketahui bahwa biaya
perencanaan produk berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada
bulan Agustus 2004 dan Desember 2006 biaya perencanaan
produk mengalami peningkatan sampai melampaui UCL
(upper control limit), hal itu disebabkan oleh banyaknya jenis
produk yang diproduksi sehingga memerlukan penambahan
ahli desain dari luar perusahaan.
2. Biaya pemeliharaan mesin
Biaya pemeliharaan mesin merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk memasang, menyesuaikan,
mempertahankan dan memperbaiki mesin-mesin produksi.
Besarnya biaya pemeliharaan mesin pada CV. Menara Kudus
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Data Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006
Tahun Bulan
2004 2005 2006 Januari 8358750 12037850 8467150 Febuari 15729450 13698500 9205325 Maret 7376250 10675150 7990450 April 9665500 17264550 9750500 Mei 13747325 14629750 8461500 Juni 16621400 16952425 6750900 Juli 11875000 11652500 8102750 Agustus 19762150 10360150 10585000 September 20150400 9987250 11550500 Oktober 11260950 13764625 8049500 November 13820500 15932275 19938525 Desember 8391250 8190500 20196775 Jumlah 156758925 155145525 129048875 rata-rata 13063243,75 12928793,75 10754072,92
Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah
61
Pada tabel 4.2, tampak bahwa dari tahun 2004-2006
terjadi penurunan pada biaya pemeliharaan mesin. Biaya
pemeliharaan mesin terbesar pada bulan Desember 2006
yaitu sebesar Rp 20.196.775,- hal ini terjadi karena ada
penggantian sparepart. Sedangkan biaya perencanaan produk
terendah pada bulan Agustus 2006 yaitu sebesar Rp
6.750.900,-.
363534333231302928272625242322212019181716151413121110987654321
20,000,000
15,000,000
10,000,000
5,000,000
LCL = 2917814,5111Average = 12248703,4722UCL = 21579592,4334VAR00002
Sigma level: 3
Gambar 4.2Control Chart Biaya Pemeliharaan Mesin Tahun 2004-2006
Berdasarkan gambar 4.2, dapat diketahui bahwa biaya
pemeliharaan mesin berfluktuasi dari tahun 2004-2006, tetapi
tidak sampai melampaui UCL (upper control limit) dan LCL
(lower control limit), berarti masih dalam batas kewajaran.
b. Biaya penilaian
Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi untuk
menentukan apakah produk telah sesuai dengan persyaratan-
persyaratan kualitas. Biaya kualitas pada CV. Menara Kudus
yang termasuk dalam kelompok biaya penilaian adalah :
62
1. Biaya inspeksi
Biaya inspeksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk
memeriksa dan menguji kesesuaian produk dalam proses
terhadap standar kualitas yang telah ditetapkan termasuk
didalamnya biaya untuk membayar seorang grader (orang
yang bertugas untuk menyeleksi dan mengecek bahan-bahan
yang digunakan dalam produksi).
Besarnya biaya inspeksi pada CV. Menara Kudus
adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3 Data Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006 Tahun
Bulan 2004 2005 2006
Januari 692325 850000 1000000 Febuari 975000 776700 677850 Maret 935000 650000 750000 April 720400 965100 750000 Mei 975000 1026000 925000 Juni 756000 1100800 850000 Juli 884550 762000 720400 Agustus 692200 1000000 768000 September 755750 987850 900000 Oktober 985000 769000 916250 November 940000 852000 775000 Desember 985000 965100 1100800 Jumlah 10296225 10704550 10133300 rata-rata 858018,75 892045,83 844441,67
Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah
Pada tabel 4.3, tampak bahwa dari tahun 2004-2006
terjadi fluktuasi pada biaya inspeksi. Biaya inspeksi terbesar
pada bulan Juni 2005 dan bulan Desember 2006 yaitu sebesar
63
Rp. 1.100.800,-. Sedangkan biaya perencanaan produk
terendah pada bulan Maret 2005 yaitu sebesar Rp 650.000,-.
363534333231302928272625242322212019181716151413121110987654321
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000
400,000
LCL = 486848,8716Average = 864835,4167UCL = 1242821,9617VAR00003
Sigma level: 3
Gambar 4.3 Control Chart Biaya Inspeksi Tahun 2004-2006
Pada gambar 4.3, dapat diketahui bahwa biaya inspeksi
berfluktuasi dari tahun 2004-2006, tetapi tidak sampai
melampaui UCL (upper control limit) dan LCL (lower
control limit), berarti masih dalam batas kewajaran.
2. Biaya pemeriksaan distribusi produk
Biaya ini merupakan biaya yang dikeluarkan untuk
pemeriksaan proses pengemasan dan pengiriman produk
supaya aman sampai ke tangan konsumen.
Pada tabel 4.4, tampak bahwa dari tahun 2004-2006
terjadi fluktuasi pada biaya distribusi produk. Biaya distribusi
produk terbesar pada bulan November 2004 yaitu sebesar Rp.
1.984.850,-. Sedangkan biaya perencanaan produk terendah
pada bulan Februari 2004 yaitu sebesar Rp 791.700,-.
64
Besarnya biaya distribusi produk pada CV. Menara
Kudus adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Data Biaya Pemeriksaan Distribusi Produk Tahun 2004-2006
Tahun Bulan
2004 2005 2006 Januari 1299500 1515850 1550050 Febuari 791700 1525000 1261300 Maret 1526700 1627325 1377300 April 1562300 1472500 1550000 Mei 1424650 1361600 1460750 Juni 1326250 1380000 1568700 Juli 1474600 1500900 1400000 Agustus 1480450 1805750 1702000 September 1340300 1583600 1495150 Oktober 1026600 1475450 1188800 November 1984850 1928750 1276750 Desember 1908350 1293000 1291550 Jumlah 17146250 18469725 17122350 rata-rata 1428854,17 1539143,75 1426862,50
Sumber : Data biaya CV. Menara Kudus yang diolah
363534333231302928272625242322212019181716151413121110987654321
2,250,000
2,000,000
1,750,000
1,500,000
1,250,000
1,000,000
750,000
LCL =864182,7715
Average =1464953,4722
UCL =2065724,1729
VAR00004
Sigma level: 3
Gambar 4.4 Control Chart Biaya Pemeriksaan Distribusi ProdukTahun 2004-2006
Pada gambar 4.4, dapat diketahui bahwa biaya
distribusi produk berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada
bulan Febuari 2004 biaya distribusi produk mengalami
65
penurunan sampai melampaui LCL (lower control limit), hal
itu dikarenakan barang yang diproduksi kebanyakan adalah
produk pesanan yang diambil langsung ke perusahaan
sehingga dapat menekan biaya pemeriksaan distribusi
produk.
2. Produk Rusak
Produk rusak adalah produk yang tidak memenuhi standar
mutu yang telah ditetapkan yang secara ekonomis tidak dapat
diperbaiki menjadi produk yang baik. Besarnya produk rusak pada
CV. Menara Kudus adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Data Produk Rusak Tahun 2004-2006
Tahun Bulan 2004 2005 2006
Januari 4015 3610 3495 Februari 3010 3868 4317 Maret 3480 3190 3582 April 3652 3280 4120 Mei 3215 3010 4258 Juni 3557 3417 3814 Juli 3017 3615 4060 Agustus 3757 3865 3546 September 3456 3822 3318 Oktober 3386 3690 3970 November 4574 3782 3254 Desember 4970 3920 3120 Jumlah 44089 43069 44854 Rata-rata 3674 3589 3738
Sumber : Data produk rusak CV. Menara Kudus yang diolah
Pada tabel 4.5, tampak bahwa dari tahun 2004-2006 terjadi
fluktuasi pada produk rusak. Produk rusak terbesar pada bulan
Desember 2004 yaitu sebesar 4.970 unit. Sedangkan produk rusak
66
terendah pada bulan Februari 2004 dan bulan Mei 2005 yaitu sebesar
3.010 unit.
363534333231302928272625242322212019181716151413121110987654321
5,000
4,500
4,000
3,500
3,000
2,500
LCL =2514,7278
Average =3667,0000
UCL =4819,2722
y
Gambar 4.5 Control Chart Produk Rusak Tahun 2004-2006
Pada gambar 4.5 dapat diketahui bahwa produk rusak
berfluktuasi dari tahun 2004-2006. Pada bulan Desember 2004
produk rusak mengalami peningkatan sampai melampaui UCL
(upper control limit), hal itu dikarenakan penurunan jumlah biaya
pencegahan pada biaya pemeliharaan mesin dari semula bulan
November Rp. 13.820.500,- turun menjadi Rp. 8.391.250,- untuk
bulan Desember.
4.2 Hasil Analisis Data
Setelah data biaya kualitas perusahaan diidentifikasi dan dikelompokkan
serta data produk rusak perusahaan juga diketahui, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisis data-data tersebut. Analisis data dalam penelitian ini
melalui progam SPSS 13.00 for windows dengan menggunakan :
67
1. Uji Normalitas
Berdasarkan hasil pengolahan data melalui SPSS 13.00 for windows
dapat diketahui bahwa data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal (gambar 4.6), maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Imam
Ghozali (2005: 76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi
dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya.
1.00.80.60.40.20.0
Observed Cum Prob
1.0
0.8
0.6
0.4
0.2
0.0
Expe
cted C
um P
rob
Dependent Variable: prod.rusak
Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Gambar 4.6 Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
2. Uji Regresi
Uji regresi digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independent ( X ) terhadap variabel dependent ( Y ). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan uji regresi berganda dengan variabel independent
(X) biaya kualitas yang dikelompokkan menjadi biaya pencegahan (X1)
dan biaya penilaian (X2) dan variabel dependent (Y) produk rusak pada
CV. Menara Kudus. Perhitungan koefisiensi regresi dengan menggunakan
68
SPSS 13.00 for windows diperoleh angka seperti terlihat pada tabel 4.6.
berikut ini :
Tabel 4.6 Data Ringkasan Hasil Perhitungan SPSS 13.00 for windows.
Perhitungan Nilai
Persamaan Regresi Y = a + b1X1 + b2X2
a
b1
b2
Fhitung / nilai signifikan
R2
t hitung biaya pencegahan/ nilai signifikan
t hitung biaya penilaian/ nilai signifikan
r2 biaya pencegahan (-0,391) 2
r2 biaya penilaian (0,543) 2
d Durbin Watson
2110
0,000024
0,001
11,422 / 0,00
0,409
-2,443 / 0,020
3,716 / 0,001
0,1529
0,2948
1.915
Sumber : Lampiran di halaman 82-87
Berdasarkan hasil perhitungan SPSS pada tabel 4.6, diperoleh
persamaan regresi sebagai berikut :
Y = 2110 – 0,000024 X1 + 0,001 X2
Persamaan regresi berganda Y = 2110 – 0,000024 X1 + 0,001 X2 dapat
diinterprestasikan:
a) Konstanta 2110
69
Berarti jika semua variable independent (X) sama dengan nol
maka produk rusak akan naik sebesar 2110 unit.
b) b1 = - 0,000024
Berarti jika biaya pencegahan (X1) naik sebesar Rp 1,- sedangkan
ketiga variabel lain dianggap konstan, maka produk rusak (Y) akan
turun sebesar 0,000024 unit.
c) b2 = 0,001
Berarti jika biaya penilaian (X2) naik sebesar Rp 1,- sedangkan
ketiga variabel lain dianggap konstan, maka produk rusak (Y) akan
naik sebesar 0,001 unit.
3. Uji F (Uji Simultan)
Jika probabilitas (0,00) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada
pengaruh yang signifikan antara biaya pencegahan dan biaya penilaian
terhadap produk rusak.
Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh
signifikan secara simultan antara biaya pencegahan dan biaya penilaian
terhadap produk rusak dapat diterima.
4. Koefisien Determinasi (R2)
Berdasarkan perhitungan SPSS 13.00 for windows yang telah
dilakukan, menghasilkan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,409
(tabel 4.6). Hasil ini mengandung arti bahwa pengaruh yang diberikan oleh
biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya penilaian) terhadap produk
rusak adalah sebesar 40,9 %. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 59,1 %
70
merupakan pengaruh dari variabel lain di luar komponen biaya kualitas
(biaya pencegahan dan biaya penilaian).
5. Uji t (Uji Parsial)
Uji t digunakan untuk menguji pengaruh biaya kualitas (biaya
pencegahan dan biaya penilaian) terhadap produk rusak secara parsial. Uji
t dilakukan dengan membandingkan sig t dengan probabilitas tingkat
signifikansi 5%.
a. Jika probabilitas (0,020) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada
pengaruh yang signifikan dari biaya pencegahan terhadap produk
rusak.
a. Jika probabilitas (0,001) < α (0,05) maka (Ho) ditolak, artinya ada
pengaruh yang signifikan dari biaya penilaian terhadap produk rusak.
6. r2 Parsial
Berdasarkan perhitungan r2 parsial yang dilakukan dengan melalui
program SPSS 13.00 for windows diperoleh hasil sebagai berikut, yaitu
untuk biaya pencegahan r2 parsial sebesar 0,1529 dan biaya penilaian
sebesar 0,2948 (tabel 4.6). Arti dari hasil tersebut adalah sumbangan
parsial masing-masing variabel terhadap produk rusak adalah sebesar
15,29% untuk biaya pencegahan dan 29,48% untuk biaya penilaian.
7. Evaluasi Ekonometri
a. Multikolinieritas
Salah satu adanya gejala multikolinieritas, dapat dilihat dari nilai
tolerance dan variance inflation factor. Multikolinieritas biasanya
71
dijumpai apabila suatu model memiliki variance inflation faktor (VIF)
lebih dari 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10 (Ghozali, 2005: 56).
Pada pengujian menunjukkan VIF pada model X1 dan X2 masing-
masing memiliki jumlah yang sama yaitu 1,021 (lampiran hal: 83).
Nilai tolerance X1 dan X2 juga menunjukkan nilai yang sama yaitu
0,979 (lampiran hal: 83 ). Hal itu berarti tidak terjadi multikolinieritas
karena VIF dibawah angka 10 dan nilai tolerance kurang dari 0,10.
Selanjutnya dapat dilanjutkan ke pengujian regresi.
b. Heteroskedastisitas
Pengujian ada tidaknya gejala heteroskedastisitas dapat dilihat dari
grafik scatterplot melalui SPSS. Model yang bebas dari
heteroskedastisitas memiliki grafik scatterplot dengan pola titik-titik
yang menyebar di atas dan di bawah sumbu Y. Pada penelitian ini
grafik scatterplot memiliki pola titik-titik yang menyebar di atas dan di
bawah sumbu Y (gambar 4.7), jadi dapat diambil kesimpulan bahwa
pada penelitian ini tidak terjadi gejala heteroskedastisitas.
210-1-2-3
Regression Studentized Residual
3
2
1
0
-1
-2
-3
Regr
essio
n Stan
dard
ized P
redic
tedVa
lue
Dependent Variable: prod.rusak
Scatterplot
Gambar 4.7 Scatterplot
72
c. Autokorelasi
Deteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dapat menggunakan nilai
Durbin-Watson (DW). Hasil perhitungan angka DW dengan tingkat
keyakinan 5% dalam penelitian ini adalah sebesar 1,915 (tabel 4.6),
dengan nilai dL=1,35 dan nilai dU = 1,59 sehingga terletak di daerah C
(gambar 4.8). Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terjadi
autokorelasi, karena angka DW tersebut terletak antara 1,59 sampai
dengan 2,41 yang merupakan daerah tidak adanya autokorelasi.
Gambar 4.8 Statistik d Durbin Watson dalam penelitian.
A B C D E
f (d)
0 1,35 1,59 2 2,41 2,65 4 d
1,915
73
4.3 Pembahasan
Biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki kualitas barang produksi
disebut dengan biaya kualitas. Biaya kualitas digolongkan menjadi empat,
yaitu biaya pencegahan, biaya penilaian, biaya kegagalan internal dan biaya
kegagalan eksternal (Tjiptono dan Diana, 2003: 36). Dari kegiatan
penggolongan biaya kualitas, biaya yang mempengaruhi produk rusak adalah
biaya pencegahan dan biaya penilaian. Hal ini dikarenakan semakin besar
biaya yang dikeluarkan untuk biaya pencegahan dan biaya penilaian akan
mengakibatkan penurunan pada produk rusak (Hansen dan Mowen, 2005: 13)
CV. Menara Kudus telah mengeluarkan biaya-biaya yang berkaitan
dengan usaha peningkatan kualitas. Namun biaya-biaya tersebut belum
dilaporkan tersendiri dalam laporan biaya kualitas. Biaya-biaya tersebut
masih tersebar dalam laporan biaya produksi, biaya pemasaran dan biaya
administrasi dan umum. Sehingga dalam penelitian ini penulis
mengidentifikasi biaya-biaya tersebut untuk dikelompokan menurut jenis
biaya kualitasnya. Adapun biaya kualitas yang dikeluarkan oleh CV. Menara
Kudus terkait dengan usaha untuk mencegah dan mengurangi produk rusak
adalah biaya pencegahan dan biaya penilaian. Biaya pencegahan terdiri dari
biaya perencanaan produk dan biaya pemeliharaan mesin, sedangkan biaya
penilaian terdiri dari biaya inspeksi dan biaya pemeriksaan distribusi produk.
Dari hasil uji regresi yang dilakukan penulis, dapat diketahui bahwa
biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk rusak baik itu secara
74
simultan atau secara parsial. Pada perhitungan SPSS (tabel 4.6), diperoleh
persamaan regresi Y = 2110 – 0,000024 X1 + 0,001 X2 yang berarti bahwa
biaya pencegahan (X1) mempunyai pengaruh negatif terhadap produk rusak
(Y), jika biaya pencegahan (X1) naik maka produk rusak (Y) akan mengalami
penurunan dan sebaliknya jika biaya pencegahan (X1) turun maka produk
rusak (Y) akan mengalami kenaikan.. Sedangkan biaya penilaian (X2)
mempunyai pengaruh positif terhadap produk rusak (Y), jika biaya penilaian
(X2) naik maka produk rusak (Y) akan mengalami kenaikan dan sebaliknya
jika biaya penilaian (X2) turun maka produk rusak (Y) akan mengalami
penurunan. Hal ini sesuai dengan teori yang dinyatakan oleh Feigenbaum
(1992: 104) kenaikan dalam biaya pencegahan mengakibatkan turunnya
kecacatan, yang pada gilirannya mempunyai efek positif pada biaya penilaian
karena turunnya kecacatan berarti menurunnya kebutuhan akan aktivitas-
aktivitas pemeriksaan dan pengujian yang rutin. Dari pendapat Feigenbaum
dapat dipahami bahwa biaya pencegahan berpengaruh negatif terhadap
produk rusak sedangkan biaya penilaian berpengaruh positif terhadap produk
rusak.
Secara simultan, biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan
biaya penilaian mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk rusak.
Hal ini dikarenakan hasil uji F menunjukkan probabilitas (0,00)<α (0,05)
maka (Ho) ditolak, artinya ada pengaruh yang signifikan antara biaya
pencegahan dan biaya penilaian terhadap produk rusak. Kemudian besarnya
nilai koefisien determinasi sebesar 0,409 (tabel 4.6) mengandung arti bahwa
75
pengaruh yang diberikan oleh biaya kualitas yang terdiri dari biaya
pencegahan dan biaya penilaian sebesar 40,9 %, sedangkan sisanya yaitu
sebesar 59,1 % merupakan pengaruh dari variabel lain di luar biaya kualitas
yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian. Sedangkan secara
parsial pengaruh biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya
penilaian terhadap produk rusak adalah sebagai berikut :
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa biaya pencegahan
berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dan dengan hubungan
yang negatif. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi biaya pencegahan maka
produk rusak semakin rendah dan begitu pula sebaliknya. Pengaruh biaya
pencegahan terhadap produk rusak ditunjukkan melalui perhitungan r2
sebesar 0,1529 yang artinya memiliki pengaruh sebesar 15,29%.
Sedangkan biaya penilaian juga berpengaruh secara signifikan terhadap
produk rusak dengan hubungan yang positif. Hal ini berarti bahwa semakin
tinggi biaya penilaian maka produk rusak akan semakin tinggi. Pengaruh
biaya penilaian terhadap produk rusak ditunjukkan melalui perhitungan r2
sebesar 0,2948 yang artinya memiliki pengaruh sebesar 29,48%. Biaya
pencegahan dan biaya penilaian merupakan salah satu tipe biaya kualitas
yang dapat dikendalikan oleh manajemen perusahan, oleh karena itu tinggi
rendahnya biaya ini tergantung dari kebijakan manajemen perusahan.
Selain melakukan uji regresi, dalam penelitian ini penulis juga
melakukan uji normalitas guna mengetahui data yang diteliti apakah normal
atau tidak. Kemudian juga dilakukan evaluasi ekonometri untuk mengetahui
76
apakah model regresi linier berganda yang digunakan telah memenuhi asumsi
klasik atau tidak.
Berdasarkan perhitungan SPSS 13.00 for windows menunjukkan bahwa
garis residual mengikuti garis diagonalnya sebagaimana yang diungkapkan
oleh Imam Ghozali (2005: 76) bahwa pada prinsipnya normalitas dapat
dideteksi dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau
dengan melihat histogram dari residualnya. Kemudian untuk evaluasi
ekonometri dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi klasik dimana ada
tiga pengujian yang dilakukan yaitu uji multikolinieritas, uji
heteroskesdatisitas dan uji autokorelasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data menunjukkan bahwa
dalam analisis control chart diketahui biaya kualitas (biaya pencegahan dan
biaya penilaian) dan produk rusak mengalami fluktuasi dalam batas
kewajaran, akan tetapi ada beberapa yang melampaui batas kewajaran.
Sedangkan berdasarkan analisis regresi, biaya kualitas (biaya pencegahan
dan biaya penilaian) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk
rusak baik itu secara simultan maupun parsial.
Secara simultan biaya kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan
biaya penilaian mempunyai pengaruh sebesar 40,9% terhadap produk
rusak. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 59,1% merupakan pengaruh dari
variabel lain di luar komponen biaya kualitas (biaya pencegahan dan biaya
penilaian). Sedangkan secara parsial, pengaruh biaya kualitas (biaya
pencegahan dan biaya penilaian) terhadap produk rusak adalah biaya
pencegahan berpengaruh secara signifikan terhadap produk rusak dengan
hubungan yang negatif sebesar 15,28% dan biaya penilaian berpengaruh
secara signifikan terhadap produk rusak dengan hubungan yang positif
sebesar 29,48%..
77
78
5.2 Saran
1. CV. Menara Kudus diharapkan memberi perhatian terhadap biaya
kualitas yang terdiri dari biaya pencegahan dan biaya penilaian, karena
kedua biaya tersebut mempunyai pengaruh signifikan dalam mencegah
terjadinya produk rusak.
2. CV. Menara Kudus diharapkan memberi perhatian terhadap biaya
pencegahan karena berdasarkan penelitian, biaya pencegahan bila
dinaikkan maka dapat mengurangi jumlah produk rusak.
3. CV. Menara Kudus diharapkan memberi perhatian terhadap biaya
penilaian karena berdasarkan penelitian, biaya penilaian bila diturunkan
maka dapat mengurangi jumlah produk rusak.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, Muhammad Akhyar. 2000. Akuntansi Mutu Terpadu. Yogyakarta : UPP AMP YKPN.
Algifari. 2000. Analisis Regresi. Yogyakarta : Andi.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Blocher, Edward J., Kung H. Chen, dan Thomas W. Lin. 2000. Manajemen Biaya
dengan Tekanan Stratejik. Terjemahan A. Susty Ambarriani. Jakarta : Salemba Empat.
Feigenbaum, A.V. 1992. Kendali Mutu Terpadu. Jakarta : Erlangga. Gasperz, Vincent. 2005. Total Quality Management. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Umum. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang : Badan Penerbit UNDIP Gujarati, Damodar. 2000. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumarno
Zain.Jakarta : Erlangga Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen. 2005. Akuntansi Manajemen.
Terjemahan Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. Jakarta : Salemba Empat.
Mulyadi. 1993. Akuntansi Biaya. Yogyakarta : STIE-YKPN. Nurgiyantoro. 2000. Metode Statistik. Jakarta : Salemba Empat. Suardi, Rudi. 2003. Sistem Manajemen Mutu ISO 9000:2000. Jakarta : PPM. Sudjana. 2002. Metoda Statistika. Bandung : PT. Tarsito. Tjiptono, Fandy dan Anastasia Diana. 2003. Total Quality Management Edisi
Revisi. Yogyakarta : Andi.
79