Upload
roy-cheery
View
2.985
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
PENGARUH DEBT TO EQUITY RATIO (DER), PRICE EARNING RATIO (PER) DAN RETURN ON EQUITY (ROE) TERHADAP HARGA SAHAM PADA INDUSTRI FARMASI DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE 2006-2008
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Suatu kemajuan perekonomian akan berdampak terhadap peningkatan
investasi dan pembangunan usaha bagi perusahaan maka dengan sendirinya akan
meningkatkan persaingan antar perusahaan dalam usaha pencarian dana.
Peningkatan perkembangan suatu usaha tidak terlepas dari modal yang semakin
meningkat pula. Demikian pula halnya dengan perusahaan-perusahaan besar yang
membutuhkan dana untuk mengembangkan usahanya, maka sebagai alternative
untuk pendanaan perusahaan tersebut adalah dengan menjual saham-sahamnya
kepada masyarakat yang dkenal dengan go publik.
Saham perusahaan yang go publik merupakan salah satu investasi yang
beresiko tinggi, karena sifatnya yang sangat peka terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi di sekitar perusahaan. Adapun perubahan-perubahan tersebut meliputi:
perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta keadaan
yang terjadi di dalam perusahaan itu sendiri.
Sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan perusahaan akan dana
tersebut, juga meningkatkan minat investor untuk melakukan investasi terutama
pada saham, hal ini disebabkan karena anggapan bahwa dengan membeli saham
tersebut, maka akan memperoleh keuntungan yang lebih besar. Dimana keuntungan
yang ingin diperoleholeh pemegang saham sejalan dengan tujuan perusahaan secara
keseluruhan bukan hanya untuk memperoleh laba (profit) semata, namun tepatnya
untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan harga yang
2
bersedia dibayar oleh para calon investor (pembeli) dalam bentuk saham apabila
mereka bermaksud berinvestasi ke perusahaan tersebut.
Keberhasilan perusahaan dapat dilihat dari laju pertumbuhan yang tinggi
dimana pertumbuhan tersebut memerlukan dukungan tambahan investasi. Salah satu
alternatif pilihan perusahaan dalam memperoleh tambahan dana adalah dengan
menjual surat-surat berharga, apakah dalam bentuk obligasi, saham ataupun surat
berharga lainnya. Saham ataupun share merupakan instrument yang paling dominan
diperdagangkan. Untuk melakukan kegiatan tersebut maka diperlukan Pasar Modal.
Investasi dalam saham adalah kepemilikan atau pembelian saham-saham
perusahaan lain oleh suatu perusahaan dengan tujuan untuk memperoleh pendapatan
(income). Untuk mencapai tujuan tersebut, investor memerlukan pertimbangan yang
matang dan informasi yang akurat karena investasi dalam saham merupakan jenis
investasi dengan resiko yang relatif tinggi dengan keuntungan relatif. Keuntungan
yang diterima oleh pemegang saham bisa berupa capital Gain dan Deviden. Capital
gain adalah keuntungan dari penjualan saham jika harga jualnya lebih tinggi dari
harga pembelianya, sedangkan deviden adalah bagian dari laba perusahaan yang
dibagikan kepada para pemegang saham.
Turunya laba dapat mengakibatkan turunnya harga saham dan ini berarti
kerugian bagi investor. Harga saham dipengaruhi baik oleh kinerja tahun ini
maupun kinerja yang diharapkan di masa yang akan datang, artinya terjadi
pergerakan searah antara kinerja perusahaan dengan harga saham.
Semakin meningkatnya persaingan menyebabkan suatu perusahaan di dalam
menjalankan usahanya tidak hanya mengandalkan modal yang besar dan
pengalaman kerja saja tetapi harus didukung dengan manajer yang memiliki
3
kemampuan manajemen yang memadai untuk menjalankan atau mengelola kegiatan
operasionalnya. Oleh karena itu manajer harus memiliki pengetahuan yang luas
tentang bidang manajemen dan mampu menerapkannya dalam kegiatan perusahaan
tersebut. Manajemen merupakan alat dalam melaksanakan perencanaan,
pengarahan, pengorganisasian, pengkoordiansian, dan melakukan pengawasan
terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Fungsi keuangan merupakan salah satu fungsi operasional di samping
pemasaran dan fungsi lainnya dalam suatu perusahaan. Dalam ilmu manajemen
modern tujuan suatu perusahaan selain untuk memaksimalkan keuntungan,
peningkatan nilai kekayaan dan kesinambungan hidup adalah merupakan sasaran
yang dicapai melalui berbagai aktivitas pokoknya, yang mana dengan pencapaian
tujuan tersebut diharapkan perusahaan dapat mewujudkan tujuan pokoknya yaitu
memakmurkan para pemegang saham. Oleh karena itu pengelolaan keuangan
perusahaan adalah merupakan tuntutan yang harus dilaksanakan oleh seorang
manajer keuangan, baik pada perusahaan industri, perdagangan dan perusahaan
yang bergerak di bidang jasa.
Menurut Weston dan Copeland (terjemahan Jaka Wasana dan Kirbrandoko,
1998, hal 15) fungsi keuangan yang utama adalah dalam hal keputusan investasi,
pembiayaan dan deviden ntuk suatu organisasi. Fungsi keuangan merupakan salah
satu fungsi operasional perusahaan disamping pemasaran dan fungsi lainnya dalam
perusahaan. Jadi manajemen keuangan dapat diartikan sebagai manajemen dana,
baik yang berkaitan dengan pengalokasian dana dalam bentuk investasi secara
efektif maupun usaha pengumpulan dana untuk pembiayaan investasi atau
pembelanjaan secara efektif dan efisien.
4
Pada prinsipnya pemenuhan kebutuhan dana dalam suatu perusahaan dapat
disediakan dari sumber intern perusahaan, yaitu sumber dana yang dibentuk atau
dihasilkan sendiri di dalam perusahaan, misalnya dana yang berasal dari keuntungan
perusahaan yang tidak dibagikan atau laba yang ditahan dalam perusahaan (retained
earning). Makin besar sumber dana yang berasal dari laba ditahan akan memperkuat
posisi keuangan perusahaan dalam menghadapi kesulitan keuangan di waktu-waktu
mendatang.
Disamping sumber intern, dalam memenuhi kebutuhan dana suatu
perusahaan dapat pula menyediakan dari sumber ekstern, yaitu sumber dana yang
berasal dari tambahan penyertaan modal dari pemilik saham baru, penjualan obligasi
dan kredit dari bank. Apabila perusahaan memenuhi kebutuhan dananya berasal dari
pinjaman, dikatakan perusahaan tersebut melakukan pendanaan hutang atau
pembelanjaan hutang (debt financing). Jika kebutuhan dana diperoleh dari pemilik
saham baru dikatakan perusahaan itu melakuka pendanaan atau pembelanjaan modal
sendiri.
Dalam pengelolaan dana manajer keuangan bertindak sebagai pembuat
keputusan. Manajer bertanggung jawab untuk menyediakan secukupnya dana yang
diperlukan perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Manajer juga harus
menyediakan dana untuk membayar utang-utang, membelanjai piutang dan
persediaan, melakukan perundingan-perundingan dengan lembaga-lembaga
keuangan dalam usaha mencari sumber-sumber dana jangka panjang, mengatur
pengeluaran-pengeluaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang berhubungan dengan
manajemen dana. Selain itu juga harus menyediakan dana untuk membelanjai
5
proyek-proyek baru dan untuk membayar deviden kepada para pemegang saham.
(Indriyo Gitosudarmo, 1994 hal 4).
Seorang investor ketika berinvestasi di pasar modal tentunya akan
mempertimbangkan return (tingkat pengembalian) dan risiko atas pilihan
investasinya. Untuk mengukur tingkat risiko dan tingkat keuntungan (return) yang
investor harapkan pada sekuritas seperti saham, ada beberapa cara yang biasa
digunakan. Menurut Sri Handaru Yuliati dkk (1996, hal.130-137) ada dua
pendekatan analisis yang digunakan dalam analisis sekuritas yaitu analisis
fundamental dan analisis teknikal. Pada analisis fundamental, ide dasar pendekatan
ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya
tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami
siklus usaha secara umum (perekonomian), industri dan akhirnya mengevaluasi
kinerja emiten (perusahaan) dan sekuritas yang diterbitkannya.
Analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas
akan ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap sekuritas tersebut.
Analisis teknikal didasarkan pada asumsi dasar, yaitu:
1. Harga sekuritas akan ditentukan oleh interaksi antara penawaran dan permintaan
sekuritas.
2. Penawaran dan permintaan sekuritas itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor
baik yang rasional maupun yang irrasional.
3. Perubahan harga sekuritas cenderung bergerak pada satu arah tertentu (trend).
4. Pergeseran penawaran dan permintaan sekuritas akan mempengaruhi arah
perubahan harga.
6
5. Pola-pola tertentu yang terjadi dimasa lampau akan terulang kembali pada masa
yang akan datang.
Salah satu metode yang termasuk dalam proses analisa fundamental
adalah analisa laporan keuangan yang dinyatakan dalam bentuk rasio-rasio
keuangan (finansial), yang diperoleh dengan membandingkan pos-pos yang
terdapat pada laporan keuangan perusahaan (Neraca dan Laporan Laba/Rugi).
Analisis laporan keuangan khusus mencurahkan perhatian kepada perhitungan rasio
agar dapat mengevaluasi keadaan finansial perusahaan pada masa lalu, sekarang
dan memproyeksikan hasil yang akan datang.
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2004, hal 38), untuk
melakukan analisis rasio keuangan, diperlukan rasio-rasio keuangan yang
mencerminkan aspek-aspek tertentu. Rasio keuangan mungkin dihitung
berdasarkan atas angka-angka yang ada dalam neraca saja, dalam laporan laba/rugi
saja, atau pada neraca dan laporan laba/rugi. Setiap analisis keuangan bisa saja
merumuskan rasio tertentu yang dianggap mencerminkan aspek tertentu. Karena itu
pertanyaan pertama yang perlu dijawab adalah aspek-aspek yang dinilai.
Rasio dapat dihitung berdasarkan laporan keuangan yang telah tersedia yang
terdiri dari :
1. Balance sheet / Neraca, yang menunjukkan posisi finansial perusahaan pada
saat tertentu.
2. Income statement / Laporan laba/rugi, yang merupakan laporan operasi
perusahaan selama periode tertentu.
7
Tujuan dari analisis rasio adalah membantu manajer keuangan memahami
apa yang perlu dilakukan perusahaan berdasarkan informasi yang tersedia yang
sifatnya terbatas berdasarkan laporan keuangan (financial statement).
Menurut Sutrisno (2005, hal. 231) ada 5 (lima) rasio keuangan menurut
tujuan penggunaan rasio yang bersangkutan yaitu rasio likuditas, rasio leverage,
rasio aktivitas, rasio provitabilitas, dan rasio penilaian. Dengan menganalisa
prestasi keuangan lewat peenggunakan rasio-rasio keuangan tersebut, seorang
investor akan dapat memproyeksikan prospek perusahaan di masa mendatang yang
merupakan salah satu cara untuk mengukur kinerja perusahaan.
Rasio likuiditas bertujuan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. Rasio
Leverage atau yang sering disebut rasio solvabilitas bertujuan untuk menunjukkan
kapasitas perusahaan dalam memenuhi kewajiban baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Rasio aktivitas menujukkan sejauh mana efisiensi
perusahaan dalam menggunakan asset untuk memperoleh penjualan. Rasio
profitabilitas merupakan rasio yang digunakan utuk mengukur seberapa besar
kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan
penjualan, asset maupun laba bagi modal sendiri. Sedangkan rasio penilaian atau
yang sering disebut rasio nilai pasar merupakan rasio yang mengukur harga pasar
relatif terhadap nilai buku perusahaan.
Berdasarkan analisis terhadap informasi laporan keuangan, apabila analisis
dilakukan oleh kreditur, aspek yang dinilai akan berbeda dengan penilaian yang
dilakukan oleh calon investor. Kreditur akan lebih berkepentingan dengan
kemampuan perusahaan melunasi kewajiban financial tepat pada waktunya.,
8
sedangkan investor akan lebih berkepentingan dengan kemampuan perusahaan
dalam memaksimalkan keuntungan. Dalam membuat keputusan mengenai
pemenuhan kebutuhan dana untuk kelangsungan operasional perusahaan terlebih
dahulu mempertimbangkan dari mana sumber dana tersebut. Apakah perusahaan
mengguanakan modal sendiri atau menggunakan hutang dalam memenuhi
kebutuhan dananya.
Penggunaan hutang sebagai sumber pembelanjaan perlu diperhatikan karena
menurut Agnes Sawir ( 2003, hal 12) penambahan hutang akan memperbesar resiko
perusahaan sekaligus memperbesar tingkat pengembalian yang diharapkan. Resiko
yang semakin tinggi akibat membesarnya hutang cenderung menurunkan harga
saham, tetapi meningkatkan tingkat pengembalian yang diharapkan akan menaikkan
harga saham tersebut. Dengan demikian penggunaan hutang yang memberikan
tambahan laba yang lebih besar dibandingkan tambahan biaya yang ditanggung
perusahaan cenderung akan menaikkan harga saham.
Pendekatan Debt to Equity Ratio (DER) menggambarkan perbandingan
antara total hutang yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin besar
DER menandakan bahwa struktur permodalan usaha lebih banyak menggunakan
hutang dibandingkan dengan modal sendiri dan ini juga menandakan resiko
perusahaan yang relatif tinggi.
Menurut lukman Syamsuddin (2001, hal 77) penggunaan tingkat hutang
biasanya mengguanakan Debt Ratio, Debt to Equity Ratio dan Debt to
Capitalization Ratio. Rasio hutang terhadap modal sendiri (DER) menurut Lukman
Syamsuddin (2001, hal 54) merupakan rasio yang menunjukkan hubungan antara
jumlah pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh para kreditur dengan jumlah
9
modal sendiri yangdiberikan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio DER
maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan.
Menurut Suad Husnan (1994, hal 279) Price Earning Ratio (PER) yang
tinggi menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mapan, atau memiliki
pertumbuhan yang tinggi. Perusahaan dalam kondisi seperti ini memiliki harga
saham yang stabil dan dicurigai sulit untuk naik lagi. Bagi investor yang
mendapatkan Capital gain cenderung tidak memilih perusahaan yang memiliki PER
tinggi karena menganggap keuntungan yang diperoleh lebih kecil. Pendekatan PER
merupakan pendekatan yang lebih sering dipakai karena memperkirakan besarnya
laba per lembar saham dari investasi yang dilakukan di masa yang akan datang.
Menurut Suad Husnan ( 2009, hal.309) bahwa jika kemampuan perusahaan
untuk menghasilkan laba meningkat, harga saham akan meningkat, dengan kata lain
profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. Untuk mengukur tingkat
keuntungan / profitabilitas suatu perusahaan, seorang investor dapat menggunakan
analisa rasio, yaitu menganalisa perkembangan rasio profitabilitas. Adapun yang
termasuk dalam rasio-rasio profitabilitas menurut Sutrisno (2005, hal. 237-239)
antara lain: Profit Margin (PM), Return On Asset, Return On Investment (ROI),
Return On Network /Return On Equity (ROE), Earning Per Share.
Return On Equity adalah rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan
yang menjadi hak pemilik modal (Suad Husnan dan Pudjiastuti, Enny,2006, hal.
73). Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dilihat dari sudut pandang pemegang
saham (Mamduh M. Hanafi, 2008, hal. 42). Semakin tinggi tingkat profitabilitas
mengidikasikan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk menghasilkan
keuntungan bagi Investor. Akibat dari hal tersebut, maka akan semakin
10
menumbuhkan minat investor untuk membeli saham yang ditawarkan perusahaan
tersebut, sehingga menyebabkan harga saham yang ikut naik seiring meningkatnya
pembelian terhadap saham yang ditawarkan.
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh R Agus Sartono (2008, hal 253),
selain variabel Price Earning Ratio, terdapat beberapa variabel fundamental yang
mempengaruhi harga saham seperti EVA, MVA, Firm Size, Book to Market Ratio
dan Debt to Equity Ratio.
Menurut penelitian Standard and Poor 500 di Amerika yang meneliti
pengaruh ROE dan EVA terhadap harga saham di Amerika, rata – rata tingkat
Return On Equity perusahaan – perusahaan di Amerika berkisar 10 sampai dengan
15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang
tinggi dapat mempengaruhi harga saham perusahaan –perusahaan tersebut (Raja
Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Dari hasil penelitian yang dilakukan tersebut
diketahui bahwa nilai ROE memiliki pengaruh terhadap harga saham yang terjadi di
Amerika.
Salah satu jenis industri di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 adalah
industri Farmasi yang berjumlah 9 perusahaan. Industri farmasi merupakan salah
satu industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Industri ini sangat berperan
penting dalam pengadaan obat-obatan yang diperlukan bagi masyrakat luas. Adapun
9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini antara lain: PT. Tempo Scan Paific
Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT. Prydam Farma Tbk, PT. Merck
Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk,
PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol Myers Squibb Indonesia Tbk.
11
Berikut perkembangan rata-rata hutang pada Industri Farmasi di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.1. Perkembangan rata-rata Hutang
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan (Dalam Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
Jumlah 2.712.188 3.249.725 3.690.663
Rata-rata 301.354,22 361.080,56 410.073,67
Perkembangan (%) 19,82 13,57
Sumber : Lampiran 2
Dari tabel 1.1 dapat diketahui rata-rata hutang pada industry Farmasi di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap tahunnya.
Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 19,82% dan dari tahun
2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 13,57%. Jadi secara umum
rata-rata perkembangan total hutang mengalami kenaikan sebesar 16,69 %.
Berikut perkembangan rata-rata Modal Sendiri pada Industri Farmasi di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.2. Perkembangan rata-rata Modal Sendiri
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Modal Sendiri (Dalam Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
Jumlah 6.930.590 7.671.996 8.229.767
Rata-rata 770.065,56 852.444 914.418,56
Perkembangan (%) - 10,70 7,27
Sumber : Lampiran 3
Dari tabel 1.2 dapat diketahui rata-rata Modal Sendiri pada industri Farmasi
di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 10,70% dan
dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 7,27%. Jadi secara
umum rata-rata pekembangan modal sendiri mengalami kenaikan sebesar 8,98%
12
Berikut perkembangan rata-rata Earning Per Share pada Industri Farmasi di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.3. Perkembangan rata-rata Earning Per Share
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Earning Per Sahre
2006 2007 2008
Jumlah 7.625 10.040 15.731
Rata-rata 847,22 1.115,56 1.748,89
Perkembangan (%) - 31,67 56,68
Sumber : Lampiran 4
Dari tabel 1.3 dapat diketahui rata-rata Earning Per Share pada industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami kenaikan tiap
tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 31,67% dan
dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar 56,68%. Jadi
secara umum rata-rata pekembangan Earning Per Share mengalami kenaikan
sebesar 44,18%.
Berikut perkembangan rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak pada Industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.4. Perkembangan rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan (Dalam Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
Jumlah 1.189.852 1.243.209 1.360.536
Rata-rata 132.205,78 138.134,33 151.170,67
Perkembangan (%) 4,48 9,44
Sumber : Lampiran 5
Dari tabel 1.4 dapat diketahui rata-rata Laba bersih setelah pajak pada
industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
13
kenaikan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan
sebesar 4,48% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 juga mengalami kenaikan sebesar
9,44%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Laba bersih setelah pajak
mengalami kenaikan sebesar 11,68%.
Peningkatan pada total hutang suatu perusahaan berarti mengindikasikan
terjadinya peningkatan nilai Debt to Equity Ratio. Peningkatan ini akan
mempengaruhi investor untuk membeli saham perusahaan tersebut karena investor
juga mempertimbangkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi segala
kewajiban finansialnya seandainya perusahaan tersebut pada saat itu dilikuidasi.
Pengaruh laba bersih setelah pajak terhadap Price Earning Ratio adalah laba
bersih yang meningkat akan menurunkan nilai Price Earning Ratio itu sendiri.
Dengan kecilnya nilai Price Earning Ratio maka para investor tertarik untuk
membeli saham perusahaan tersebut karena besarnya rupiah yang harus dibayarkan
para investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan semakin kecil pula.
Peningkatan laba bersih setelah pajak mengindikasikan terjadinya
peningkatan Return On Equity. Hal ini akan menarik minat investor untuk membeli
saham, atau dengan kata lain menarik minat investor untuk berinvestasi pada
perusahaan tersebut. Dengan peningkatan laba bersih yang diterima perusahaan para
investor dapat melihat besarnya tingkat pengembalian dari investasi saham yang
mereka lakukan di perusahaan tersebut.
Harga saham diharapkan oleh pemodal merupakan nilai intrinsik yang
menunjukkan prestasi hasil dan resiko saham di masa depan, apabila kondisisi
fundamental perusahaan semakin baik maka harga saham yang diharapkan juga
akan mengalami kenaikan dan begitu juga sebaliknya. Debt to Equity Ratio, Price
14
Earning Ratio dan Return On Equity dipilih sebagai variabel bebas kinerja
fundamental keuangan karena ketiga variabel tersebut sering digunakan untuk
memproyeksikan harga saham perusahaan.
Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik membuat penelitian
dengan judul “Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return
On Equity terhadap Harga Saham pada Industri Farmasi di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2008”.
1.2 Perumusan Masalah Penelitian
Industri Farmasi merupakan salah satu industri yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia. Industri ini sangat berperan penting dalam pengadaan obat-obatan yang
diperlukan bagi masyrakat luas. Perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam
industri farmasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang terdaftar dan beropersi
di Indonesia dan telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari 9
perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT).
Berikut perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio Industri Farmasi di Bursa
Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.5. Perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Debt to Equity Ratio (Dalam %)
2006 2007 2008
Jumlah 390,20 7529,91 2764,95
Rata-rata 43,36 836,66 307,22
Perubahan (%) - 793,30 -529,44
Sumber : Lampiran 6
Dari tabel 1.5 dapat diketahui perubahan rata-rata Debt to Equity Ratio pada
industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
15
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar
793,30% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
529,44%. Jadi secara umum rata-rata perubahan Debt to Equity Ratio mengalami
kenaikan sebesar 131,93%
Berikut perkembangan rata-rata Price Earning Ratio Industri Farmasi di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.6. Perkembangan rata-rata Price Earning Ratio
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Price Earning Ratio (kali)
2006 2007 2008
Jumlah 115,79 208,21 88,3
Rata-rata 12,87 23,13 9,81
Perkembangan (%) - 79.82 -57,59
Sumber : Lampiran 7
Dari tabel 1.6 dapat diketahui perkembangan rata-rata Price Earnig Ratio
pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar
79,82% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar 57,59%.
Jadi secara umum rata-rata pekembangan Price Earning Ratio mengalami kenaikan
sebesar 11,11%.
Tabel 1.7. Perubahan rata-rata Return On Equity
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Return On Equity (%)
2006 2007 2008
Jumlah 304 264,56 212,03
Rata-rata 33,74 29,40 23,56
Perubahan (%) - -4,35 -5,84
Sumber : Lampiran 8
Dari tabel 1.7 dapat diketahui perkembangan rata-rata Return On Equity
pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
16
penurunan tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan
sebesar 4,35% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
5,84%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Return On Equity mengalami
penurunan sebesar 5,09%.
Berikut perkembangan rata-rata Harga Saham (Closing Price) Industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Tabel 1.8. Perkembangan rata-rata Harga Saham (Closing Price)
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Keterangan Harga Saham (Dalam rupiah)
2006 2007 2008
Jumlah 108.415 88.701 99.786
Rata-rata 12.046,11 9.855,67 11.087,33
Perkembangan (%) - -18,18 12,50
Sumber : Lampiran 9
Dari tabel 1.8 dapat diketahui perkembangan rata-rata Harga Saham pada
industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 yang mengalami
fluktuasi tiap tahunnya. Dari tahun 2006 ke tahun 2007 mengalami penurunan
sebesar 18,18% dan dari tahun 2007 ke tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar
12,50%. Jadi secara umum rata-rata pekembangan Harga Saham mengalami
penurunan sebesar 2,84%.
Dari keterangan tabel 1.8 dapat dilihat bahwa rata-rata perkembangan harga
saham Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 mengalami
penurunan. Penurunan harga saham yang terjadi pada sebuah perusahaan juga
menunjukkan menurunnya nilai perusahaan. Dengan menurunnya nilai perusahaan,
maka akan mempengaruhi penilaian para investor dan calon investor terhadap
perusahaan tersebut.
17
Peningkatan nilai Debt to Equity Ratio suatu perusahaan yang tidak
didukung dengan peningkatan laba yang lebih besar dibandingkan dengan biaya
yang dikeluarkan cara terus menerus akan sangat tidak menguntungkan bagi
perusahaan. Artinya, perusahaan tidak mempuyai kemampuan untuk memenuhi
sebagian tujuannya yakni meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Oleh
karena itu perusahaan harus mampu meningkatkan laba bersih untuk mendukung
peningkatan Debt to Equity Ratio.
Peningkatan Price Earning Ratio menunjukkan bahwa terjadinya
peningkatan deviden yang akan dibayarkan. Faktor ini juga akan meningkatkan
minat para investor dan calon investor untuk menanamkan modalnya dengan
harapan memperoleh laba dari pembayaran deviden atas saham yang mereka miliki
dari perusahaan tersebut. Sedangkan penurunan Return On Equity mengindikasikan
kurang efektifnya pengelolaan asset dan manajemen biaya pada perusahaan tersebut,
serta belum optimalnya penerimaan perusahaan akan kesempatan investasi. Hal ini
tentunya akan berdampak kurang baik pada investor yang akan membeli saham
yang telah ditawarkan.
Berdasarkan permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan masalah-
masalah pokok dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah perubahan Debt to Equity Ratio,Return On Equity serta
perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 ?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham perusahaan baik secara
18
simultan maupun parsial pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008 ?
3. Berapa besar pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity terhadap Harga Saham perusahaan secara simultan dan parsial pada
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 ?
4. Variabel manakah yang paling dominan berpengaruh antara Debt to Equity
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham
perusahaan pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui perubahan Debt to Equity Ratio dan Return On Equity serta
perkembangan Price Earning Ratio dan Harga Saham perusahaan pada Industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
2. Untuk mengetahui signifikasi pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan
parsial pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
3. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio
dan Return On Equity terhadap Harga Saham baik secara simultan dan parsial
pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
4. Untuk mengetahui variabel yang paling dominan berpengaruh antara Debt to
Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity terhadap Harga Saham
pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
19
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan masukan informasi bagi perusahaan-perusahaan yang ada di
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia dalam rangka mengambil keputusan
pendanaan.
2. Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang akan melakukan
penelitian dengan objek yang sama.
3. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu
manajemen khususnya manjemen keuangan.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi-definisi
2.1.1. Manajemen Keuangan
Manajemen Keuangan menurut Bambang Riyanto (2001, hal. 4) adalah
keseluruhan kegiatan yang bersangkutan dengan usaha untuk mendapatkan dana dan
menggunakan atau mengalokasikan dana tersebut. Sedangkan menurut Suad Husnan
dan Eny Pudjiastuti (2004, hal.4) manajemen keuangan menyangkut perencanaan,
nalisis dan pengandalian kegiatan keuangan, yaitu kegiatan menggunakan dana dan
mencari pendanaan. Jadi, dapat dipahami bahwa Manajemen Keuangan ialah
kegiatan untuk memperoleh dana dan mengguanakan dana tersebut untuk berbagai
aktivitas perusahaan.
2.1.2. Laporan Keuangan
Laporan Keuangan menurut S. Munawir (2004, hal 2) pada dasarnya adalah
hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi
antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut. Sedangkan menurut
Bambang Riyanto (2001, hal 327) Laporan Keuangan adalah ikhtisar mengenai
keadaan financial suatu perusahaan dimana neraca (balance sheet) mencerminkan
nilai aktiva, hutang dan modal sendiri pada suatu saat tertentu, dan laporan laba rugi
mencerminkan hasil-hasil yang dicapai selama satu periode. Dari kedua penjelasan
tersebut, maka dapat dipahami bahwa Laporan Keuangan adalah hasil dari proses
akuntansi yang menggembarkan kondisi keuangan perusahaan pada waktu tertentu
21
yang berfungsi sebagai informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan baik intern
maupun ekstern.
2.1.3. Pasar Modal
Pasar Modal menurut Ridwan S. Sundjaja dan Inge Berlian (2001, hjal 36)
adalah suatu pasar yang terbentuk karena adanya hubungan beberapa institusi dan
peraturan yang memungkinkan terjadinya transaksi dana jangka panjang dalam
bentuk obligasi dan saham. Sedangkan menurut Farah Margaretha (2005, hal 7)
Pasar Modal adalah pasar untuk berbagai instrument keuangan jangka panjang yang
dapat diprjualbelikan dalam bentuk uang maupun modal sendiri baik yang diterbitka
oleh pemerintah maupun swasta. Eduradus Tandelilin (2001, hal 13) mengatakan
bahwa Pasar Modal adalah pertemuan antara pemiik yang memiliki kelebiha dana
dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.
Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa Pasar Modal adalah tempat
pertemuan antara penawaran dan permintaan dana jangka panjang baik yang
dikeluarkan oleh pemerintah maupun swasta.
2.1.4. Saham
Saham menurut Bambang Riyanto (2001, hal 240) adalah tanda bukti
pengambilan bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (PT). Sedangkan
menurut Suad Husnan dan Eny Pudjiastuti (2004, hal 257) saham merupakan bukti
kepemilikan suatu perusahaan atau badan hukum dalam suatu perusahaan.
22
Berdasarkan pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Saham adalah tanda
penyertaan modal atau kepemilikan suatu perusahaan atau badan hukum dalam
suatu perusahaan.
2.1.5. Rasio Leverage
Menurut R. Agus Sartono (2008, hal 114) Rasio leverage adalah rasio yang
menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka
pendek maupun jangka panjang. Sedangkan menurut Suad Husnan dan Enny
Pudjiastuti (2006, hal 70) Rasio Leverage adalah rasio yang mengukur seberapa
jauh perusahaan menggunakan hutang. Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio
leverage adalah rasio yang mengukur seberapa jauh perusahaan mampu memenuhi
kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
2.1.6. Rasio Profitabilitas
Menurut Mamduh.M.Hanafi (2008, hal. 42), Rasio Profitabilitas merupakan
rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan
(profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham tertentu. Sedangkan
menurut Sutrisno (2005, hal. 237-238), rasio profitabilitas adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat keuntungan yang dapat
diperoleh perusahaan. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa rasio profitabilitas
merupakan rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan suatu perusahaan
untuk memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri.
23
2.1.7. Rasio Nilai Pasar
Menurut Suad Husnan dan Enny Pudjiastuti (2006, hal 75) rasio nilai
pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan keuangan
dan pasar modal. Sedangkan menurut Djarwanto (1984, hal 133) rasio nilai pasar
adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen perusahaan
untuk menciptakan nilai pasar perusahaan dengan pengeluaran biaya yang telah
dikeluarkan oleh perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapa dipahami bahwa
rasio nilai pasar adalah rasio yang menggunakan angka yang diperoleh dari laporan
keuangan dan pasar modal yang digunakan utuk mengukur kemampuan manajemen
perusahaan dalam menciptakan nilai pasar.
2.1.8. Debt to Equity Ratio
Menurut Lukman Syamsudin (2001, hal 54) Debt to Equity Ratio adalah
rasio yang menunjukkan hubungan antara jumlah hutang yang diberikan oleh para
kreditur dengan jumlah modal sendiri yang diberikan oleh pemilik perusahaan.
Sedangkan menurut Agnes Sawir (2003, hal 13) Debt to Equity Ratio adalah rasio
yang menunjukkan perbandingan hutang dan modal sendiri dalam pendanaan
perusahaan dan menunjukkan kemampuan modal sendiri perusahaan tersebut untuk
memenuhi seluruh kewajibannya. Dari kedua pendapat diatas dapat dipahami bahwa
Debt to Euity Ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara total
hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan.
2.1.9. Price Earning Ratio
24
Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 233) Price Earning Ratio
merupakan rasio perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.
Price Earning Ratio mengindikasikan besarnya rupiah yang harus dibayarkan
investor untuk memperoleh satu rupiah earning perusahaan. Sedangkan menurut
Suad Husnan (2004, hal 41) Price Earning Ratio merupakan rasio yang
membandingkan antara harga saham (yang diperoleh dari pasar modal) dan laba per
lembar saham yang diperoleh pemilik perusahaan. Dari kedua pendapat diatas dapat
dipahami bahwa Price Earning Ratio adalah rasio yang membandingkan antara
harga saham dengan laba per lembar saham suatu perusahaan.
2.1.10. Return On Equity
Menurut Mamduh.M.Hanafi (2008, hal. 42) Return On Equity mengukur
kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan modal tertentu.
Sedangkan menurut Sutrisno (2005, hal. 239) yang dimaksud dengan Return On
Equity adalah kemampua perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan
modal sendiri. Berdasarkan dua pengertian ROE yang dijelaskan di atas maka
kesimpulan yang dapat diambil bahwa ROE merupakan rasio yang mengukur
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba, khususny laba bersih dengan
berdasarkan modal tertentu.
2.2. Kerangka Teoritis
Para investor dalam menanamkan modalnya biasanya melihat struktur
keuangan perusahaan terlebih dahulu. Struktur keuangan adalah bagaimana cara
25
perusahaan mendanai aktivanya. Aktiva perusahaan di danai dengan hutang jangka
pendek, hutang jangka panjang dan modal pemegang saham.
Struktur modal adalah pendanaan permanent yang berasal dari hutang jangka
panjang, saham preferen dan modal pemegang saham. Nilai buku dari modal
pemegang saham terdiri dari saham biasa, modal disetor atau surplus, modal dan
akumulasi laba ditahan. Stuktur modal merupakan bagian dari struktur keuangan.
Pemilihan struktur keuangan merupakan masalah yang menyangkut
komposisi pendanaan yang akan digunakan oleh perusahaan, yang pada akhirnya
berarti penentuan beberapa banyak utang (leverage keuangan) yang akan digunakan
oleh perusahaan untuk mendanai aktivanya.
Dalam konteks teori terdapat dua pendekatan dasar yang bisa digunakan
dalam melakukan analisis investasi terutama pada saham yaitu analisis fundamental
dan analisis teknikal. Pada pendekatan analisis fundamental, ide dasar pendekatan
ini adalah harga sekuritas akan dipengaruhi oleh kinerja perusahaan (misalnya
tingkat penjualan dan laba usaha). Analisis fundamental dimulai dari memahami
siklus usaha secara umum (perekonomian), industri dan akhirnya mengevaluasi
kinerja emiten (perusahaan) dan sekuritas yang diterbitkannya. Sedangkan pada
analisis teknikal didasarkan pada anggapan bahwa harga suatu sekuritas akan
ditentukan oleh penawaran dan permintaan terhadap sekuritas tersebut.
Bagi para investor yang melakukan analisis perusahaan, informasi laporan
keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan salah satu jenis informasi yang
paling mudah didapatkan dibandingkan alternative nformasi lainnya. Dengan
menggunakan laporan keuangan investor juga bisa menghitung berapa besarnya
26
pertumbuhan earning yang telah dicapai perusahaan terhadap jumlah saham
perusahaan.
Rasio yang paling banyak digunakan untuk menghitung leverage perusahaan
adalah Debt to Equity Ratio (DER) yaitu rasio yang menunjukkan perbandingan
antara total hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan. Rasio ini
menunjukkan sejauh mana modal sendiri dapat menjamin seluruh hutang
perusahaan.
Rasio hutang dengan modal sendiri (DER) merupakan imbangan hutang yang
dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal
sendiri semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya. Bagi perusahaan,
sebaiknya besarnya hutang tidak boleh melebihi modal sendiri agar beban tetapnya
tidak terlalu tinggi. Untuk mengitung DER bisa menggunakan rumus sebagai
berikut :
DER = Total Hutang x 100 % Modal Sendiri
Menurut Agnes Sawir (2003, hal 21) investor biasanya menghubungkan laba
tahun berjalan terhadap current price dengan menggunakan hubungan rasio harga
terhadap laba yaitu Price Earning Ratio. Setelah Earing Per Share untuk tahun
mendatang dapat ditaksir (proyeksi), maka dengan membandingkan harga saham
dengan Earning Per Share akan dapat menentukan suatu tingkat harga. Price Earning
Ratio adalah apa yang investor bayar untuk aliran earning. Atau dilihat dari
kebalikannya adalah apa yang investor dapatkan dari investasi tersebut.
27
Investor dalam pasar modal yang sudah maju menggunakan Price Earning
Ratio untuk mengkur apakah suatu saham underpriced dan overpriced. Price
Earning Ratio adalah suatu rasio sederhana yang diperoleh dengan membagi harga
pasar suatu saham dengan Earning Per Share. Besarnya deviden yang dibayarkan
perusahaan tergantung kepada besarnya Earning Per Share dan rasio pembayaran
deviden, yang menunjukkan bagian laba yang dibagikan sebagai deviden.
Menurut Eduradus Tandelilin (2001, hal 191) PER merupakan salah satu
pendekatan yang digunakan dalam analisis saham dan para praktisi. PER atau
disebut earning multiplier juga memuat informasi tentang berapa rupiah harga yang
harus dibayar untuk memperoleh setiap Rp. 1,00 laba perusahaan.
PER = Harga perlembar saham EPS
Menurut penelitian Standard and Poor 500 di Amerika, rata – rata tingkat
Return On Equity perusahaan – perusahaan di Amerika berkisar 10 sampai dengan
15 persen dan dalam penelitian itu menyebutkan bahwa Return On Equity yang
tinggi dapat mempengaruhi harga saham perusahaan –perusahaan tersebut (Raja
Lambas J. Panggabean, 2005 hal. 1). Investor yang akan membeli saham akan
tertarik dengan ukuran profitabilitas ini, atau bagian dari total profitabilitas yang
bisa dialokasikan ke pemegang saham (Mamduh M Hanafi & Abdul Halim, 1996
hal.179). Semakin tinggi rasio ini menandakan kinerja perusahaan semakin baik
atau efisien. Selain itu, angka yang tinggi untuk ROE menunjukkan tingkat
profitabilitas yang tinggi (Mamduh M Hanafi, 2008 hal.43). Semakin besar/tinggi
ROE berarti semakin kecil penggunaan modal sendiri suatu perusahaan dalam
menghasilkan laba dan peningkatan laba berarti terjadinya pertumbuhan yang bersifat
28
progresif. Secara empiris semakin besar laba maka besar pula minat investor dalam
menginvestasikan dananya untuk memiliki saham tersebut.
ROE = Laba Bersih Setelah Pajak x 100 % ModalSendiri
Menurut Sutrisno (2005, hal 239) Return On Equity adalah kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan modal sendiri yang dimiliki.
Laba yang diperhitungkan adalah laba bersih setelah dipotong pajak atau EAT.
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu
Berdasarkan pengamatan terhadap penelitian yang dilakukan ada
beberapa penelitian yang mempunyai relevansi dengan penelitian yang
dilakukan peneliti yakni penelitian yang dilakukan antaralain oleh Nixon
Martin dengan judul skripsi ”Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio
(MBR) Terhadap Harga Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di
Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2003.” Tujuan dari penelitian tersebut yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan EPS, DER, PER dan MBR serta Harga
Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek
Jakarta Periode 2000-2003.
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap
Harga Saham perusahaan pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa
Efek Jakarta Periode 2000-2003.
3. Mengetahui berapa besar pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap
Harga Saham pada perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa
Efek Jakarta Periode 2000-2003.
29
4. Untuk mengetahui variabel mana yang dominan antara EPS, DER, PER dan
MBR terhadap Harga Saham pada Industri Metal dan Allied Products di
Bursa Efek Jakarta Periode 2000-2003.
5. Untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap harga
saham perusahaan Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta
Periode 2000-2003.
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah seluruh
perusahaan yang terdapat dalam Industri Metal dan Allied Products di Bursa
Efek Jakarta Periode 2000-2003. Dimana dalam industri ini terdapat 12
perusahaan yang terdaftar di BEJ.
Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
1. Analisis Trend Horizontal
2. Analisis Statistik
Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:
a. Regresi Berganda
b. Koefisien Determinasi
Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara
lain:
1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan EPS, DER, PER dan
MBR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Akan
tetapi secara parsial hanya variabel MBR mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham pada industry Metal dan Allied Products
yang terdaftar di BEJ periode 2000-2003.
30
2. Besarnya pengaruh EPS, DER, PER dan MBR secara simultan terhadap
harga saham adalah sebesar 0,747 atau 74,7%. Secara parsial besarnya
pengaruh EPS terhadap harga saham adalah sebesar 0,163216 atau 16,32 %,
besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,000784 atau
0,07%, besarnya pengaruh PER terhadap harga saham adalah sebesar
0,015876 atau 1,58%, sedangkan besarnya pengaruh MBR terhadap harga
saham adalah sebesar 0,609961 atau 60,99%.
3. MBR memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga
saham daripada EPS, DER dan PER.
Selain penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin, terdapat penlitian
lain yang masih memiliki relevansi dengan penelitian ini , yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk dengan judul: “Pengaruh Debt to
Equity Ratio (DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price
Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga
Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang Terdaftar di Bursa Efek
Jakarta Periode 2002-2004.” Tujuan dari penelitian yang telah dilakukan
tersebut yaitu:
1. Untuk mengetahui perkembangan Debt to Equity Ratio (DER), Return On
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode
2002-2004.
2. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to
Equity Ratio (DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS),
31
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)
terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004.
3. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan dari variable Debt to
Equity Ratio (DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS),
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR)
terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar
di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-2004.
4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio
(DER),Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning
Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga
Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta Periode 2002-2004.
5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh dari variabel Debt to Equity Ratio
(DER), Return On Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning
Ratio (PER) dan Market to Book Value Ratio (MBVR) terhadap Harga
Saham Pada Perusahaan Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta Periode 2002-2004.
6. Untuk mengetahui dari kelima variable yang mempengaruhi Harga Saham,
variable mana yang paling berpengaruh dan signifikan terhadap harga saham
pada Industri Automotive yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta Periode 2002-
2004.
32
Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh perusahaan
yang terdapat dalam industri Automotive yang terdaftar di BEJ selama periode
2002 -2004 yaitu terdiri dari 19 perusahaan.
Alat Analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
3. Analisis Trend Horizontal
4. Analisis Statistik
Alat Analisis Statistik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan yaitu:
c. Regresi Berganda
d. Koefisien Determinasi
Selanjutnya, yang menjadi hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini antara
lain:
1. Berdasarkan analisis regresi berganda, secara simultan DER, ROE, EPS, PER
dan MBVR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
Akan tetapi secara parsial hanya variabel PER mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap harga saham pada industry Automotive yang terdaftar di
BEJ periode 2002-2004.
3. Besarnya pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR secara simultan
terhadap harga saham adalah sebesar 0,237 atau 23,7%. Secara parsial
besarnya pengaruh DER terhadap harga saham adalah sebesar 0,075076 atau
7,50 %, besarnya pengaruh ROE terhadap harga saham adalah sebesar
0,029929 atau 2,99%, besarnya pengaruh EPS terhadap harga saham adalah
sebesar 0,024649 atau 2,46%, besarnya pengaruh PER terhadap harga saham
adalah sebesar 0,187489 atau 18,74% sedangkan besarnya pengaruh MBVR
terhadap harga saham adalah sebesar 0,0144 atau 1,44%.
33
4. PER memiliki pengaruh yang lebih besar atau dominan terhadap harga saham
daripada DER, ROE, EPS dan MBVR.
2.4 Kerangka Pemikiran Konseptual
Bertolak dari kerangka teoritis dan hasil penelitian terdahulu maka dapat
digambarkan hubungan antara variable yang diteliti (Debt to Equity Ratio, Price
Earning Ratio, Return On Equity dan Harga Saham).
Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa secara teoritis Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) mempunyai
pengaruh terhadap harga saham. Hubungan variable dependent dan variable
independent dalam penelitian ini dapat dirumuskan dengan : Y (HS) = f ( DER,
PER,ROE) .
2.5. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan dari penelitian terdahulu dan hubungan konseptual antar
variable di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
Debt to
Equity Ratio
Price Earning
Ratio Harga Saham
Return On
Equity
34
1. Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity
(ROE) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham perusahaan
industri Farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006-2008.
2. Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan terhadapharga
saham perusahaan Industri Farmasi di BEI periode 2006-2008.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
3.1.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam
Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, yang
terdiri dari 9 perusahaan. Adapun 9 perusahaan yang termasuk dalam industri ini
antara lain: PT. Tempo Scan Paific Tbk, PT. Schering Pluogh Indonesia Tbk, PT.
Prydam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma Tbk, PT. Kalbe
Farma Tbk, PT. Indofarma Tbk, PT. Darya Varia Laboratoria Tbk, dan PT. Bristol
Myers Squibb Indonesia Tbk.
3.1.2. Sampel
Sampel yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 8 perusahaan yang
termasuk dalam Industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008 yang diambil dengan menggunakan metode Purposive Sampling, yaitu
teknik pengambilan sample dengan ketersediaan data sesuai dengan masalah
penelitian. Adapun kriteria atau pertimbangan yang digunakan dalam pemilihan
sampel tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mempunyai data keuangan selama periode pengamatan yaitu tahun 2006-2008.
2. Masing-masing perusahaan memiliki data Total Hutang, Modal sendiri,
Earning Per Share (EPS), laba bersih setelah pajak, dan harga saham, dan
semua data dan variabel harus bernilai positif selama periode penelitian yakni
pada periode 2006-2008.
36
3.2. Jenis Data
Jenis data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah data sekunder, yang
berupa total hutang, modal sendiri, earning per lembar saham laba bersih dan harga
saham.
3.3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah berasal dari :
1. Indonesian Capital Market Directory 2009
2. Literatur yang berkaitan dengan penelitian ini
3. Penelitian terdahulu yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini
3.4. Operasionalisasi Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini, variabel yang digunakan terdiri dari variabel
independent yang berupa Debt to Equity Ratio (DER) yang diukur dengan satuan
persentase (%), Price Earning Ratio (PER) yang diukur dengan satuan relative
(kali) serta Return On Equity (ROE) yang diukur dengan satuan persentase (%).
Sedangkan variabel kedua yaitu variabel dependent yang berupa harga Saham yang
diukur dengan satuan rupiah.
Gambaran menyeluruh tentang operasionalisasi variabel-variabel tersebut
dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 3.1. Operasionalisasi variabel
No Variabel Definisi Rumus Satuan
1 DER
Debt to Equity Ratio adalah
rasio yang menunjukkan perbandingan hutang dan
Persen
(%)
37
ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan
menunjukkan kemampuan modal
sendiri perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya.
Total Hutang x 100%
Modal Sendiri
2 PER
Price Earning Ratio adalah rasio yang menunjukkan perbandingan antara harga saham terhadap earning perusahaan.
Closing Price
EPS
Kali
(X)
3 ROE
Return On Equity adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
keuntungan dengan modal sendiri
Laba setelah pajak x 100% Modal Sendiri
Persen
(%)
3 Harga
Saham
Harga saham yang dimaksud disini merupakan harga yang terjadi di lantai bursa pada akhir penutupan (Closing Price).
Rupiah
3.5. Metode Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini metode pengumpulan data yang
dipergunakan adalah Library Research (penelitian kepustakaan) yaitu merupakan
suatu metode pengumpulan data sekunder yang berupa teori-teori, konsep-konsep
dengan menelaah berbagai literatur-literatur dan penelitian terdahulu yang erat
hubungannya dengan masalah yang diteliti.
3.6.Metode Analisis Data
3.6.1. Deskriptif Kuantitatif
Yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis terhadap data keuangan
dengan cara membandingkan laporan laba rugi dan neraca dari tahun ke tahun serta
menghitung perubahan yang terjadi.
3.6.2. Deskriptif Kualitatif
38
Yaitu metode yang digunakan untuk menganalisis data keuangan perusahaan
dengan cara membandingkan antara teori dan konsep yang adas terhadap masalah
yang diteliti serta berusaha menjelaskan hasil perhitungan yang dilakukan.
3.6.3. Analisis Inferensial
Yaitu metode yang menggunakan analisis statistic induktif, yang terdiri dari
regresi, koefisien determinasi, uji statistic F dan uji statistik t.
3.7.Alat Analisis
Dalam melakukan penelitian, data yang telah diperoleh akan dianalisis
dengan menggunakan alat analisis sebagai berikut :
a. Analisa trend Horizontal
Alat analisa ini digunakan untuk mengetahui perkembangan Total Hutang,
Modal Sendiri, Earning Per Share, Price Earning Ratio, Laba bersih setelah pajak
dan Harga Saham perusahaan pada industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008, dengan rumus sebagai berikut:
Perkembangan (%) = %100xTd
TdTa
Keterangan :
Ta : Data tahun yang dianalisis
Td : Data tahun dasar
Selain digunakan untuk mengetahui perkembangan Total Hutang, Modal
Sendiri, Earning Per Share, Laba bersih setelah pajak, Price Earning Ratio dan
Harga Saham, Alat analisis ini juga digunakan untuk mengetahui perubahan
variable Debt to Equity Ratio (DER) dan Return On Equity (ROE) perusahaan pada
39
industry Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008, adapun rumus yang
digunakan yakni sebagai berikut:
Perubahan (%) = TdTa
Keterangan :
Ta : Data tahun yang dianalisis
Td : Data tahun dasar
b. Uji Hepotesis
1.Uji Statistisk “F”
Untuk mengetahui signifikasi pengaruh DER, PER, dan ROE secara
simultan (bersamaan) terhadap harga saham pada industri Farmasi di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2008 dilakukan sesuai dengan langkah- langkah berikut :
a. Membuat rumusan hipotesis
Ho : b1 = b2 = b3=0 artinya DER, PER dan ROE secara simultan tidak
mempunyai pengaruh yang sifnifikan terhadap harga
saham.
Hi : b1 ≠ b2 ≠b3≠ 0 artinya DER, PER dan ROE secara simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham.
b. Menentukan tingkat signifikasi dengan α = 5%
c. Area Keputusan
Ho diterima
- F tabel 1 = α + β F tabel
40
d. Perhitungan nilai F
Fhitung = )(/)1(
)1(/2
2
knR
kR
Keterangan :
R2 : koefisien determinasi
n : jumlah sampel
k : jumlah variabel independen
e. Kriteria Pengujian
Jika Fhitung Ftable , maka Ho ditolak
Jika Fhitung Ftable , maka Ho diterima
2. Uji Statistik “t”
Untuk mengetahui secara parsial pengaruh antara DER, PER, dan ROE
terhadap harga saham industri Farmasi di BEI periode 2006-2008 dilakukan
dengan langkah- langkah sebagai berikut :
a. Membuat rumusan Hipotesis
Ho : b1 = 0 artinya DER tidak mempunyai pengaruh yang sifnifikan
terhadap harga saham.
Ha : b1 ≠ 0 artinya DER mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham.
Ho : b2 = 0 artinya PER tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham.
41
Ha : b2 ≠ 0 artinya PER mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham.
Ho : b3 = 0 artinya ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap harga saham.
Ha : b3 ≠ 0 artinya ROE mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham.
b. Menentukan tingkat signifikansi dengan α/2 = 0,25%
c. Perhitungan nilai t
d. Thitung
e. Area keputusan
f. Kriteria Pengujian
Jika thitung ttable berarti Ho ditolak
Jika thitung ttable berarti Ho diterima
3. Koefisien Determinasi
Ho diterima
- t tabel 1 = α + β t tabel
42
Alat analisa ini digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to
Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham
baik secara simultan maupun parsial pada industri Farmasi di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2008.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) Price
Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara simultan terhadap
harga saham perusahaan, maka digunakan koefisien determinasi dengan
simbol R2
R2 =
2
2
2
)(
)(1
yy
yy
( Sumber : J. Supranto, 2001, hal. 223 )
Untuk mengetahui besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price
Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara parsial terhadap harga
saham perusahaan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI periode 2006-
2008, maka digunakan koefisien determinasi dengan rumus sebagai berikut:
(Sumber : M. Iqbal Hasan, 2003, hal. 273)
43
Dari hasil perhitungan koefisien determinasi parsial maka akan diketahui
variable penelitian yang berpengaruh dominan terhadap harga saham.
Semua perhitungan diatas menggunakan bantuan program SPSS (Statistic
Program for Special Science) Versi 12.0 dan Microsoft Excel 2007.
44
BAB IV
GAMBARAN UMUM BURSA EFEK INDONESIA
4.1 Perkembangan Sejarah Bursa Efek Indonesia
Era pasar modal Indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periode. Periode
pertama adalah periode jaman Belanda mulai tahun 1912 yang merupakan tahun
didirikannya pasar modal yang pertama. Pada tanggal 14 Desember 1912, suatu asosiasi
13 broker dibentuk di Jakarta. Asosiasi ini diberi nama Belandanya sebagai “
Vereniging voor Effectenhandel” yang merupakan cikal bakal pasar modal pertama di
Indonesia. Setelah perang dunia I, pasar modal pertama di Surabaya mendapat giliran
dibuka pada tanggal 1 Januari 1925 dan disusul di Semarang pada tanggal 1 Agustus
1925. Karena masih dalam jaman penjajahan Belanda dan pasar-pasar modal ini juga
jaman penjajahan belanda dan pasar modal ini juga didirikan oleh Belanda, mayoritas
saham-saham yang diperdagangkan di sana juga merupakan saham-saham perusahaan
Belanda dan afiliansinya yang tergabung dalan Dutch East Indies Trading Agencies.
Pasar – pasar modal ini beroperasi sampai kedatangan Jepang di Indonesia di tahun
1942.
Setelah Jepang meninggalkan Indonesia, pada tanggal 1 September
1951dikeluarkan Undang-Undang Darurat No.12 yang kemudian dijadikan Undang-
Undang No. 15/1952 tentang pasar modal. Juga melalui Keputusan Menteri Keuangan
No. 289737/U.U. tanggal 1 Nopember 1951, Bursa Efek Jakarta (BEJ) akhirnya dibuka
kembali pada tanggal 3 Juni 1952.
Tujuan dibukanya kembali bursa ini menampung obligasi pemerintah yang
sudah dikeluarkan pada tahun-tahun sebelumnya. Tujuan yang lain adalah untuk
45
mencegah saham-saham perusahaan Belanda yang dulunya diperdagangkan di pasar
modal di Jakarta lari ke luar negeri.
Kepengurusan bursa efek ini kemudian diserahkan ke Perserikatan
Perdagangan Uang dan Efek-Efek (P.P.U.E) yang terdiri dari 3 bank dengan Bank
Indonesia sebagai anggota kehormatan. Bursa Efek ini berkembang dengan cukup baik
walaupun surat berharga yang diperdagangkan umumnya adalah obligasi oleh
perusahaan Belanda dan obligasi pemerintah Indonesia lewat Bank Pembangunan
Indonesia. Penjualan obligasi semakin meningkat dengan dikeluarkannya obligasi
pemerintah melalui Bank Industri Negara di tahun 1954, 1955, dan 1956. Karena
adanya sengketa antara pemerintah RI dengan Belanda mengenai Irian Barat, semua
bisnis Belanda dinasionalisasikan melalui Undang-Undang Nasionalisasi No. 86 tahun
1958. Sengketa ini mengakibatkan larinya modal Belanda dari Tanah Indonesia.
Akibatnya mulai tahun 1960, sekuritas-sekuritas perusahaan Belanda sudah tidak
diperdagangkan lagi di Bursa Efek Jakarta.
Bursa Efek Jakarta diakatakan lahir kembali pada tahun 1977 dalam periode
orde baru sebagai hasil dari Keputusan Presiden No. 52 tahun 1976. Keputusan ini
menetapkan pendirian Pasar Modal, pembentukan Badan Pembina Pasar Modal,
pembentukan Badan Pelaksan Pasar Modal (BAPEPAM) dan PT. Danareksa. Presiden
Suharto meresmikan kembali Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 10 Agustus 1977.
PT. Semen Cibinong merupakan perusahaan pertama yang tercatat di BEJ. Penerbitan
Saham perdana disetujui pada tanggal 6 Juni 1977. Pada saat tercatat pertama kali di
bursa tanggal 10 Agustus 1977, sebanyak 178.750.00 lembar saham ditawarkan dengan
harga Rp 10.000,- per lembar.
46
Periode ini disebut juga dengan periode tidur yang panjang, karena sampai
dengan tahun 1988 hanya sedikit sekali perusahaan yang tercatar di BEJ, yaitu hanya 24
perusahaan saja (selama 4 tahun, 1985 sampai dengan 1988 tidak ada perusahaan yang
go public). Kurang menariknya pasar modal pada periode ini dari segi infestor mungkin
disebabkan oleh tidak dikenakannya pajak atas bunga deposito, sedang penerimaan
deviden dikenakan pajak penghasilan sebesar 15%.
Sejak diaktifkan kembali pada tahun 1977 sampai tahun 1988 BEJ dikatakan
dalam keadaan tidur yang panjang selama 11 tahun. Sebelum tahun 1988 hanya terdapat
24 perusahaan yang terdaftar di BEJ meningkat sampai dengan 128. Sampai dengan
akhir tahun 1994 jumlah perusahaan yang sudah IPO menjadi 225. Pada periode ini,
Initial Public Offering (IPO) menjadi peristiwa nasional dan banyak dikenal sebagai
periode lonjakan IPO (IPO boom).
Pada tahun 1991, BEJ diswastakan dan sebagai konsekuensinya, BAPEPAM
bukan lagi pelaksana pasar modal, akan tetapi lebih ke pengawas pelaksana pasar modal
sehingga BAPEPAM dari Badan Pelaksana Pasar Modal menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal.
Peningkatan di pasar modal ini disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut
ini.
1. Permintaan dari investor asing
Investor asing melihat bahwa pasar modal di Indonesia telah maju dengan
pesat pada periode ini dan mempunyai prospek yang baik. Investor asaing tertarik
dengan pasar Indonesia karena dianggap sebagai pasar yang menguntungkan untuk
diversivikasi secar international. Investor asing dibatasi pemilikannya sampai
dengan 49% dari sekuritas yang terdaftar di bursa. Sampai dengan awal tahun
47
1955, jumlah kepemilikan oleh investor asing mencapai sebanyak 7,06 milyard
lembar atau sekitar 29,61% dari semua sekuritas yang terdaftar.
2. Pakto 88.
Merupakan reformasi tanggal 27 Oktober 1988 yang dikeluarkan untuk
merangsang ekspor non-migas, meningkatkan efisiensi dari bank komersial,
membuat kebijaksanaan moneter lebih efektip, meningkatkan simpanan domestic
dan meningkatkan pasar modal. Salah satu hasil reformasi Pakto 88 adalah
mengurangi reserve requirement dari bank-bank deposito. Akibat dari reformasi ini
adalah pelepasan dana sebesar Rp 4 triliun dari Bank Indonesia ke sector keuangan.
Akibat lebih lanjut adalah masyarakat mempunyai cukup dana untuk bermain di
pasar saham.
3. Perubahan generasi.
Perubahan kultur bisnis terjadi diperiode ini, yaitu dari kultur bisnis
keluarga tertutup ke kultur bisnis professional yang terbuka yan memungkinkan
professional dari luar keluarga untuk duduk di kursi kepemimpinan perusahaan.
Pergeseran ini terjadi karena perubahan generasi dari yang tua ke yang muda.
Generasi muda umumnya mendapat pendidikan di barat yang mengakibatkan
mereka mempunyai pandangan berbeda dengan pendahulunya. Perubahan radikal
menuju keperusahaan professional terbuka ini juga merupakan factor
perkembangan pasar modal, yaitu dengan mulai banyaknya perusahaan keluarga
yang go public.
Periode ini juga dicatat sebagai periode kebangkitan dari Bursa Efek
Surabay (BES). Bursa Efek Surabaya atau dengan nama asingnya Surabaya Stock
Exchange (SSX) dilahirkan kembali pada tanggal 16 Juni 1989. Pada awalnya, BES
48
hanya mempunyai 25 saham dan 23 obligasi yang diperdagangkan. BES hanya
membutuhkan waktu 3 bulan untuk meningkatkan indeks gabungannya dari nilai
100 pada tanggal 16 Juni 1989 menjadi 340. Mulai tanggal 19 September 1996,
BES merubah nilai dasar indeks gabungannya menjadi nilai dasar 500. Pada akhir
tahun 1996, IHSG-BES mencapai nilai 568,585 poin. Sampai kuartal ke tiga tahun
1990, jumlah sekuritas yang tercatat di BES meningkat menjadi 116 saham. Jumlah
ini meningkat sampai akhir tahun 1996 tercatat 208 emiten saham dengan nilai
kapatalisasi sebesar Rp 191,57 triliun. Semua sekuritas yang tercatat di Bursa Efek
Jakarta (BEJ) juga secara otomatis diperdagangkan di BES.
Karena peningkatan kegiatan transaksi yang dirasakan sudah melebihi
kapasitas manual, maka BEJ memutuskan untuk memutuskan untuk mengotomati-
sasikan kegiatan transaksi di bursa. Jika sebelumnya di lantai bursa terlihat dua deret
antrian ( sebuah untuk antrian beli dan yang lainnya untuk antrian jual) yang cukup
panjang untuk masing-masing sekuritas dan semua kegiatan transaksi dicatat di papan
tulis, maka setelah otomatisasi, sekarang yang terlihat di lantai bursa adalah jaringan
computer-komputer yang digunakan oleh broker.
Sistem otomatisasi yang diterapkan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) diberi nama
Jakarta Automated Trading System (JATS) dan mulai dioperasikan pada hari Senin
Tanggal 22 Mei 1995. Sistem manual hanya mampu menangani sebanyak 3.800
transaksi tiap harinya. Dengan JATS, system ini mampu menangani sebanyak 50.000
transaksi tiap harinya. Sebelum JATS dioperasikan, dengan system manual, rata-rata
volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 14,8 juta lembah dalam 1.606
transaksi dengan nilai Rp 46 milyard untuk transaksi regular. Untuk transaksi yang non-
49
reguler, rata-rata volume perdagangan sebelum JATS adalah sebanyak 19,3 juta lembar
dalam 174 transaksi dengan nilai Rp 61 milyard. Sebagai perbandingan, setelah JATS
dioperasikan, rata-rata volume perdangangan tiap harinya adalah sebesar 18 juta lembar
dalam 2.268 transaksi dengan nilai Rp 58 Milyard untuk transaksi regular. Untuk
transaksi yang non-reguler, rata-rata volume perdagangan setelah JATS adalah
sebanyak 24,7 juta lembar dalam 222 transaksi dengan nilai Rp 82 milyard.
JATS sebagai suatu system terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak.
Komponen-komponen utama dari JATS adalah:
Pusat computer pengolah data yang disebut juga dengan istilah trading engine
yang mempunyai tugas untuk menerima, memproses order dari computer broker,
mengirimkan informasi ke computer broker (terminal computer ini disebut juga
dengan istilah traders workstation) dan mempertemukan order penjualan dan
pembelian.
Gateaway berupa komputer-komputer yang menghubungkan komputer-
komputer broker dengan trading engine. JATS menyediakan beberapa gateaway
khusus untuk hubungan dengan broker di lantai bursa, di distrik pusar
perdagangan jalan Sudirman, di daerah lain masih dalam area Jakarta dan untuk
yang di luar Jakarta.
Traders workstations yang terdiri dari sejumlah terminal untuk masing-masing
broker di lantai bursa. Broker menggunakan traders workstation untuk
melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
a. Meletakkan order pembelian dan penjualan,
b. Mengamati aktivitas pasar seperti harga, volume, indeks pasar dan
porsi kepemilikan asing,
50
c. Mengamati status dari order,
d. Membaca status dari transaksi yang sudah selesai,
e. Menerima informasi tentang kegiatan-kegiatan perusahaan
bersangkutan,
f. Menerima berita dan pengumuman yang disebarkan oleh BEJ,
g. Meletakkan permberitahuan untuk membeli atau menjual sekuritas,
h. Melaporkan hasil transaksi non-reguler.
Dengan demikian sebenarnya sasaran dari penerapan system JATS ini adalah
sebagai berikut ini.
1. Meningkatkan kapasitas untuk mengantisipasi pertumbuhan pusa yang di masa
mendatang diperkirakan system manual sudah tidak memadai (system manual
hanya dapat menampung 3.800 transaksi per hari sedang JATS mampu
menangani 5,000 transaksi per hari).
2. Meningkatkan integritas (keterkaitan satu pihak dengan pihak yang lainnya) dan
likuiditas (kecepatan transaksi sekuritas diselesaikan).
3. Meningkatkan pamor pasar modal dengan meletakkan BEJ setara dengan pasar-
pasar modal lain di dunia. JATS dianggap sebagai salah satu system computer
pasar modal yang tercanggih di dunia.
Untuk mengantisipasi jumlah anggota bursa dan transaksi yang meningkat di
BES, maka pada tanggal 19 September (diumumkan secara terbuka pada tanggal 10
Maret 1997) BES menerapkan system otomatisasi yang disebut dengan Surabaya
Market information & Automated Remote Trading (S-MART). Sistem S-MART ini
diintegrasikan dengan system JATS di BEJ dan sisterm si KDEI (Kliring Deposit Efek
51
Indonesia) untuk penyelesaian transaksi. Adapun fasilitas yang diberikan oleh S-MART
adalah:
1. Trader Workplace, yaitu sarana akses langsung secara elektronik oleh anggota
bursa atau broker atau WPPE (Wakil Perantara Pedagang Efek) dari kantor
mereka masing-masing (remote trading), sehingga tidak lagi harus dilakukan di
lantai bursa (floorless trading). Fasilitas ini dapat dibagi lagi berdasarkan
segmentasi transaksinya meliputi :
a. Pasar kesatu yang meliputi dua system, yaitu S-MART 500 untuk
perdagangan regular, non regular dan derivative (waran dan right) dan
S-MART FIS untuk perdagangan obligasi.
b. Pasar Kedua yang berupa system S-MART 100 untuk perdagangan odd
lot .
2. S-MART Mail yaitu sarana surat elektronik (e-mail)
3. S-MART Web yaitu fasilitas world-wide-web di internet yang diperlukan.
4. S-MART Chat fasilitas komunikasi percakapan interaktif antar anggota bursa
dengan pemakai internet lainnya.
Pada bulan Agustus 1997, krisis moneter melanda Negara-negara Asia,
termasuk Indonesia, Malaysia, Thailand, Korea Selatan dan Singapura. Tidak hanya
perusahaan yang melakukan IPO pada periode krisis ini, yaitu hanya sebanyak 18
perusahaan. Krisis moneter terjadi ini dimulai dari penurunan nilai-nilai mata uang
Negara-negara Asia tersebut relatip terhadap dolar Amerika. Penurunan nilai mata uang
ini disebabkan karena spekulasi dari pedagang-pedagang valas, kurang percayanya
masyarakat terhadap nilai mata uang negaranya sendiri dan yang tidak kalah pentingna
adalah kurang kuatnya pondasi perekonomian.
52
Untuk mencegah permintaan dolar Amerika yang berlebihan yang
mengakibatkan nilainya meningkat dan menurunnya nilai Rupiah, Bank Indonesia
menaikkan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Diharapkan dengan suku bunga
deposito yang tinggi (beberapa bank swasta menawarkan suku bunga deposito dari 25%
sampai dengan 50%), pemilik modal akan menanamkan modalnya di deposito untuk
mengurangi permintaan terhadap dolar.
Tingginya suku bunga deposito berakibat negative berakibat negatip terhadap
pasar modal. Investor tidak lagi tertarik untuk menanamkan dananya di pasar modal,
karena total return yang diterima lebih kecil disbanding dengan pendapatan dari bunga
deposito. Akibat lebih lanjut, harga-harga saham saham di pasar modal mengalami
penurunan yang drastis. Indeks Harga Saham Gabungan sejak bulan Agustus sampai
akhir tahun 1997 selalu menurun sampai awal tahun 1998, yang kemudian mulai
membaik sampai bulan Juli 1998, tetapi kembali turun tajam di awal September 1998.
Periode ini juga dapat dikatakan sebagai period ujian terberat yang dialami oleh pasar
modal Indonesia.
Untuk mengurangi lesunya permintaan sekuritas di pasar modal Indonesia,
pemerintah berusaha meningkatkan aktivitas perdagangannya lewat transaksi investor
asing. Pada tanggal 3 September 1997 pemerintah tidak memberlakukan lagi
pembatasan 49% pemilikan asing. Ini berarti bahwa mulai tanggal tersebut, investor
asing boleh memiliki saham-saham yang jumlahnya tidak terbatas. Peraturan
pemerintah ini kelihatannya belum membawa hasil yang ditunjukkan oleh kenyataan
bahwa sampai akhir September 1997, jumlah pemilikan asing hanya mencapai 27%
(Jurnal Pasar Modal, September 1997). Kemerosotan pasar saham ditunjukkan oleh
indeks harga saham gabungannya (IHSG) yang turun dengan tajam. IHSG pada tanggal
53
8 Juli 1997 tercatat sebesat 750,83 poin dan turun sekitar 194,14 poin (25,86%) menjadi
546,69 poin di akhir bulan yaitu 30 September 1997.
Untuk memperbaiki kondisi perekonomian yang bergejolak ini, pemerintah
pada hari Sabtu pada tanggal 1 November 1997 mengumumkan likuidasi 16 bank
swasta nasional. Pengumuman yang cukup mengejutkan ini tidak hanya membantu
memperbaiki lesunya pasar saham. Bahkan IHSG untuk bulan November 1997 ini juga
merosot dengan tajam.
Perdagangan dengan warkat sudah dianggap tidak efisien lagi. Belum lagi
banyak warkat yang hilang sewaktu disimpan atau banyak juga warkat yang dipalsukan.
Secar administrative, penerbitan warkat juga akan menghambat proses penyelesaian
transaksi. Oleh karena alasan-alasan tersebut, maka pada bulan Juli 2000, BEJ mulai
menerapkan perdagangan-perdagangan tanpa warkat (scripless tradings).
Setelah mengalami penurunan drastic sampai akhir bulan September 1998
sampai menembus 300 poin, IHSG di bulan Oktober 1998 mulai mengalami
peningkatan menembus kembali di atas 300 poin. Pada tanggal 5 Oktober 1998 IHSG
bernilai 311,96 poin.
Periode penyembuhan ini ditandai dengan naik turunnya IHSG berkisar 400
poin sampai dengan 700 poin. IHSG mencapai nilai tertinggi sejak Oktober 1998 pada
tanggal 14 Juni 1999 dengan nilai 707,88 poin. Seperti halnya proses penyembuhan dari
penyakit berat, IHSG juga mengalami masa-masa mendebarkan. Kembali pada tanggal
16 April 2001 IHSG turun sampai 365,82 poin dan setelah mengalami naik dan turun
kembali akhirnya pada akhir tahun sebelum Natal tanggal 23 Desember 2002 IHSG
bernilai 420,90.
54
Efektif mulai bulan November 2007, setelah diadakannya RUPSLB (Rapat
Umum Pemegang Saham Luar Biasa) yang diadakan pada 30 Oktober 2007, BEJ dan
BES bergabung menjadi BEI (Bursa Efek Indonesia). Melalui merger ini diharapkan
dapat makin memberikan peluang bagi perusahaan ke pasar modal. Selain itu melalui
penggabungan ini, biaya pencatatan menjadi lebih murah, karena hanya mencatatkan
saham secara single listing sudah terakreditasi pada BEI. Sementara itu, bagi anggota
bursa dengan menjadi anggota bursa atau pemegang saham BEI akan langsung
menembus pasar. Bagi investor penggabungan ini menjadi makin banyaknya pilihan
investasi karena tidak ada lagi pembedaan pasar di BES dan BEJ, karena produk
investasi ditawarkan dalam satu atap yaitu Bursa Efek Indonesia.
Periode kesebelas dari pasar modal Indonesia dimulai pada bulan januari 2008.
Pada akrhir bulan Januari 2008, pasar modal dikejutkan dengan pengungkapan kerugian
Citybank sekitar 30% akibat dari kasus Subrime Mortgage di Amerika. Subrime
Mortgage merupakan kredit perumahan berisiko tinggi di Amerika Serikat. Kredit-
kredit ini kemudian dijaminkan kembali kepada perusahaan keuangan untuk
mendapatkan pinjaman uang kembali . Akibat peminjam kredit merupakan nasabah-
nasabah kurang sehat keuangannya, maka banyak terjadi kredit macet, sehingga
menimbulkan kerugian yang besar pada beberapa investment bank dan hedge fund.
Akibat lebih lanjutnya, mereka menarik portofolio mereka di pasar modal seluruh dunia
yang mengakibatkan kejatuhan nilai indeks pasar-pasar modal seluruh dunia, salah
satunya adalah IHSG. Penurunan pasar modal di Indonesi karena akibat Subrime
Mortgage juga diperparah oleh Margin Call dari sejumlah perusahaan sekuritas. Margin
Call dilakukan karena rendahna margin beberapa nasabah. Disebabkan sebagian besar
investor di Indonesia mempunyai rekening margin dan tidak mampu menaikkan margin
55
tersebut, beberapa broker melakukan aksi Forced Sell (Jual Paksa). Keadaan ini
memperparah kejatuhan pasar modal Indonesia pada pertengahan Agustus 2007.
Kemudian, pada tahun 2008 jumlah emiten berkurang menjadi 396 perusahaan,
ini berarti terjadi penurunan 2,9% dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan ini
disebabkan adanya sejumlah emiten yang harus delisting dari lantai bursa sebab
mengalami kerugian dalam operasionalnya.
Krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 mengakibatkan kondisi
pasar keuangan dunia menjadi terpuruk, termasuk pasar modal di Indonesia. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan pasar modal melambat dan penundaan Initial Public
Offering (IPO) dari sejumlah perusahaan akibat kondisi pasar modal yang belum
menentu.
Penurunan secara signifikan indeks bursa di hampir seluruh dunia, pada
Oktober 2008 turut menghempaskan Indeks Harga Saham gabungan (HSG) hingga
level terendah. Puncaknya terjadi pada 8 Oktober 2008, IHSG terkoreksi sebesar
10,38% hingga menyentuh level 1.451,669.
Memasuki tahun 2009, titik cerah tampaknya mulai muncul di pasar modal
Indonesia. Pada tanggal 3 April 2009, nilai IHSG menembus titik psikologi 1.500, yaitu
sebesar 1.511,335. Pelaku pasar yakin bahwa nilai 1,500 merupakan nilai psikologis
untuk IHSG dan pelaku pasar optimis IHSG akan pulih kembali. IHSG sampai dengan
bulan November 2009 berhasil meningkat hingga 86,06% sejak awal tahun.
Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi khususnya di pasar modal indonesia
akan terus membaik. Dimana, pertumbuhan EPS tahun 2010 diperkirakan akan
mengalami peningkatan sebesar 23%.
56
4.2 Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia
Pada November 2007, secara efektif Bursa Efek Indonesia beroperasi dengan
struktur organisasi yang dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Gambar IV.I
Struktur Organisasi Bursa Efek Indonesia
Adapun tugas, wewenang dan tanggung
jawab masing-masing bagian yang terdapat dalam struktur organisasi PT. Bursa Efek
Indonesia sebagai berikut
General Share Meeting
Bord Of Commissioner
President Director
Securities Trading Commitee
Securities Listing Commitee
Memebership Discipline Commitee
Director Director Director
General Affair
Division
Listing
Division
Membership
Division
Research &
Development
Division
Finance
Division
Surveilance
Division
Trading
Division
Information
Technology
Division
Coorporate
Communication
division
Legal Affair
Divission
Internal Audit
Division
Human Resources
Division
57
Board of commisioners (Dewan Komisaris), bertanggung jawab pada rapat
umum pemegang saham dan melakukan pengawasan terhadap kepemimpinan presiden
direktur.
President Director (Presiden Direktur), merupakan pimpinan tertinggi dalam
PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dibantu oleh pada para antara lain Direktur
yang membawahi divisi pencatatan, keanggotaan, perdagangan, teknologi informasi,
Direktur yang membawahi divisi penelitian dan pengembangan, keuangan, humas
(public relation) dan Direktur yang membawahi divisi pengawasan, urusan umum
hukum. Di samping itu pula Presiden Direktur memimpin tiga komisi yaitu komisi
perdagangan sekuritas, pencatatan sekuritas, dan kedisiplinan anggota serta memimpin
langsung divisi internal audit dan sumber daya manusia.
Internal Audit Divisions (Divisi Pemeriksaan Internal), bertanggung jawab
dalam keuangan dan aktivitas bursa, memonitor laporan keuangan bulanan anggota
bursa, menetapkan prinsip-prinsip akuntansi, kriteria pemeriksaan keuangan dan
prosedur pemeriksaan keuangan anggota bursa.
Human Resourches Divisions (Divisi Sumber Daya Manusia), bertanggung
jawab didalam peningkatan kemampuan sumber daya manusia melalui pengarahan
langsung, pelatihan, dan program pendidikan baik di dalam negeri maupun di luar
negeri, menangani administrasi dan kedisiplinan, evaluasi kinerja, gaji serta promosi
pegawai guna meningkatkan produktivitas para pegawai.
Membership Divisions (Divisi Keanggotaan), memonitor anggota bursa dari
tingkat lamaran hingga ketaatan pada peraturan keanggotaan, mengambil tindakan tegas
terhadap pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan keanggotaan, menyempurnakan
peraturan keanggotaan, meningkatkan produktivitas sumber daya manusia bursa melalui
58
pelatihan dan program magang, memperkenalkan dan menyebar informasi peraturan
bursa dan meningkatkan kedispilinan anggota bursa.
Information Technology Divisions (Divisi Teknologi Informasi), divisi ini
yang memperkenalkan sistem JATS, meningkatkan sistem komunikasi seperti LAN,
sistem data dan sistem keamanan elektronik.
Listing Divisions (Divisi Pencatatan), bertanggung jawab dalam menilai
perusahaan yang mencatatkan sekuritasnya dan memonitor perkembangan perusahaan
yang tercatat dalam bursa, membantu meningkatkan jumlah perusahaan tercatat dalam
bursa, membuat peraturan pencatatan, menyebarkan formasi pencatatan kepada
masyarakat dan mengadakan klinik go public yang bertujuan untuk menarik minat
perusahaan untuk mencatatakan diri di bursa, memonitor aksi perusahaan yang tercatat
di bursa dan laporan keuangan yang disampaikan kepada media masa.
Trading Divisions (Divisi Perdagangan), bertanggung jawab dan memastikan
kelancaran kativitas perdagangan, meningkatkan sistem perdagangan yang transparan
dan sistematis, menyediakan fasilitas perdagangan yang efisien, memonitor
perkembangan pasar dan mengembangkan peraturan perdagangan dan metode
penyebaran informasi.
Research and Development Divisions (Divisi Penelitian dan Pengembangan),
menyusun secara rutin Jakarta Stock Exchange Factbook dan jurnal Bursa Efek
Indonesia, mempersiapkan pengembangan sistem manajemen informasi dalam
perusahaan dengan bekerja sama dengan divisi teknologi informasi dan divisi keuangan,
memfokuskan kegiatan dalam pengembangan instrumen perdagangan, memonitor dan
meningkatkan daya saing Bursa Efek Indonesia di kawasan Asia Pasifik.
59
Corporate Communication Divisions (Divisi Publik Relasi), memainkan
peranan aktif sebagai penghubung anatar Bursa Efek Indonesia dengan masyarakat
umum di pasar domestik maupun internasional, bertanggung jawab dalam
memperkenalkan bursa di berbagai forum baik dalam negeri maupun luar negeri.
Finance Divisions (Divisi Keuangan), menetapkan ukuran pengawasan bursa,
bekerja sama dengan BAPEPAM dan lembaga hukum dalam menilai pelanggaran di
bursa, mengirimkan staf untuk belajar dengan sistem pengawasan di bursa-bursa saham
lainnya.
Legal Affairs Divisions (Divisi Hukum), mempersiapkan peraturan dan
perjanjian perusahaan, membuat peraturan perdagangan dan keanggotaan, membuat
peraturan pencatatan, bekerja sama dengan lembaga hukum dan menteri kehakiman
mengenai kebijaksanaan hukum yang digunakan, mempersiapkan rapat umum
pemegang saham dan rapat umum luar biasa pemegang saham.
General Affairs Divisions (Divisi Urusan Umum), bertindak sebagai
pendukung divisi-divisi lain dan menyediakan kebutuhan pada semua program kerja,
menyusun garis pedoman perusahaan dan meningkatkan efisiensi Bursa Efek Indonesia.
4.3. Perkembangan Perusahaan Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia
Industri farmasi adalah salah satu industri yang terdaftar pada Bursa Efek
Indonesia. Industri ini terdiri dari 9 perusahaan yang seluruhnya berstatus PMDN
(Penanaman Modal Dalam Negeri)
Adapun gambaran umum mengenai perusahaan pada industri farmasi yang
menjadi sampel penelitian ini antara lain:
4.3.1. PT. Tempo Scan Pasific Tbk
60
PT Tempo Scan Pacific Tbk (Perusahaan) didirikan di Republik Indonesia pada
tanggal 20 Mei 1970, dengan nama PT Scanchemie dalam rangka Penanaman Modal
Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968, yang diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun
1970, berdasarkan akta notaris Ridwan Suselo, S.H., No. 37. Akta pendirian ini
disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No.
J.A.5/27/4 tanggal 13 Februari 1971, dan diumumkan dalam Berita Negara Republik
Indonesia No.25, Tambahan No. 148 tanggal 26 Maret 1971. Anggaran dasar
Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan akta Notaris
Isyana Wisnuwardhani Sadjarwo, S.H., No. 25 tanggal 25 Juli 2008 mengenai
penyesuaian anggaran dasar Perusahaan sesuai dengan Undang-Undang No. 40 tahun
2007. Perubahan ini telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia dengan Surat No. AHU-85063.AH.01.02.TH.2008 tanggal 12
November 2008 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 36,
Tambahan No. 12177 tanggal 5 Mei 2009.
Ruang lingkup kegiatan Perusahaan bergerak dalam bidang usaha farmasi dan
memulai kegiatan komersialnya sejak tahun 1970. Kantor pusat Perusahaan di Gedung
Bina Mulia II, lantai 5, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 11, Jakarta 12950, sedangkan lokasi
pabriknya terletak di Cikarang - Jawa Barat.
4.1.2. PT. Prydam Farma Tbk
Berdiri pada tahun 1976, perusahaan ini memulai kegiatan operasinya pada
tahun 1978 dengan kegiatan produksi dan pemasaran produk untuk hewan. Kcmudian
pada tahun 1985 perusahaan ini mendirikan divisi Farnrnsi. Pada tahun 1993 berdiri PT.
Pyridam Vetiriner, sebuah perusahaan banz yang memproduksi dan mernasarkan
produk perawatan hewan. Perusahaan ini kemudian melakukan perluasan pada bidang
61
yang lebih ke bisnis yaitu pada produksi obat - obatan dan microbacterials. Pada
oktober 2001, perusahaan ini melakukan Public Offering (IPO) dengan menjual
120.000.000 lembar sahamnya.
Pemegang saham perusahaan ini adalah PT. Pyridam International Corporation
sebesar 53,85 %, kemudian In Sarkri Kosasih sebesar 11,54 %, Rani Tjandra scbesar
11,54 % dan masyarakt umum sebesar 23,07 %.
4.3.3. PT. Merck Indonesia Tbk
Perseroan, berkedudukan di Indonesia dan berlokasi di Jl. T.B. Simatupang No.
8, Pasar Rebo, Jakarta Timur, didirikan dalam rangka penanaman modal
asingberdasarkan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 jo. Undang-Undang No. 11 tahun
1970, dengan akte notaries Eliza Pondaag SH tanggal 14 Oktober 1970 No. 29. Akte ini
disetujui oleh Menteri Kehakiman dengan No. J.A.5/173/6 tanggal 28 Desember 1970,
dan diumumkan dalam Tambahan No. 202 pada Berita Negara No. 34 tanggal 27 April
1971.
Anggaran Dasar Perseroan telah mengalami beberapa kali perubahan,
perubahan selanjutnya dengan akte notaries Aulia Taufani SH, pengganti Sutjipto SH
tanggal 4 Juni 2002 No.)1 mengenai perubahan nama Perseroan dari PT. Merck
Indonesia Tbk menjadi PT Merck Tbk. Akte ini telah disetujui oleh Menteri Kehakiman
dan Hak Asasi Manusia dengan No. C-11973 HT.01.04.TH.2002 tanggal 2 Juli 2002.
Untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang No. 40 tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas, maka Perseroan melakukan perubahan terhadap Anggaran
Dasarnya. Perubahan ini dilakukan dengan akte notaries Sutjipto SH tanggal 15 April
2008 No. 81 dan telah disetujui oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan
No. AHU-36704.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008.
62
Perubahan terakhir dilakukan dengan akte notaris Aulia Taufani SH, pengganti
Sutjipto SH tanggal 2 April 2009 No. 8 untuk memenuhi ketentuan Peraturan Bapepam
dan LK No. IX.J.1 mengenai Pokok-Pokok Anggaran Dasar Perseroan yang melakukan
Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas dan Perusahaan Publik. Akte ini telah
diberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dengan No. AHU-
AH.01.10-07999 Tahun 2009 tanggal 16 Juni 2009.
4.3.4. PT. Kimia Farma (Persero) Tbk
PT Kimia Farma (Persero) Tbk. selanjutnya disebut “Perusahaan” didirikan
berdasarkan akta No. 18 tanggal 16 Agustus 1971 dan diubah dengan akta perubahan
No. 18 tanggal 11 Oktober 1971 keduanya dari Notaris Soelaeman Ardjasasmita S.H. di
Jakarta. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman
Republik Indonesia dengan Surat Keputusan No. J.A.5/184/21 tanggal 14 Oktober
1971, yang didaftarkan pada buku registrasi No. 2888 dan No. 2889 tanggal 20 Oktober
1971 di Kantor Pengadilan Negeri Jakarta serta diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia No. 90 tanggal 9 Nopember 1971 dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia No. 508. Anggaran Dasar Perusahaan telah beberapa kali
mengalami perubahan. Perubahan tentang modal disetor terakhir dengan akta No..45
tanggal 24 Oktober 2001 dari Imas Fatimah, S.H. notaris di Jakarta. Akta perubahan ini
telah mendapat persetujuan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia dengan Surat Keputusan No. C-12746HT.01.04.TH.2001 tanggal 8
Nopember 2001. Pada tahun 2008, Anggaran Dasar mengalami perubahan dengan akta
No. 79 tanggal 20 Juni 2008 dari Imas Fatimah, S.H, notaris di Jakarta. Perubahan
Anggaran Dasar ini mengacu kepada Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang
63
Perusahaan Terbatas. Akta perubahan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan Nomor.
AHU-47137.AH.01-02 Tahun 2008 tanggal 04 Agustus 2008.
Perusahaan berdomisili di Jakarta dan memiliki unit produksi yang berlokasi di
Jakarta, Bandung, Semarang, Watudakon (Mojokerto), dan Tanjung Morawa - Medan.
Perusahaan juga memiliki satu unit distribusi yang berlokasi di Jakarta. Pada tahun
2003, Perusahaan membentuk 2 (dua) Anak Perusahaan yaitu PT KF Trading &
Distribution dan PT Kimia Farma Apotek yang sebelumnya masing-masing merupakan
unit usaha Pedagang Besar Farmasi dan Apotek (catatan b). Kantor Pusat Perusahaan
beralamat di Jalan Veteran Nomor 9 Jakarta. Perusahaan mulai beroperasi secara
komersial sejak tahun 1817, yang pada saat itu bergerak dalam bidang distribusi obat
dan bahan baku obat.
Pada tahun 1958, pada saat Pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua
Perusahaan Belanda, status Perusahaan tersebut diubah menjadi beberapa Perusahaan
Negara. Pada tahun 1969, beberapa Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi satu
Perusahaan yaitu Perusahaan Negara Farmasi dan Alat Kesehatan Bhinneka Kimia
Farma disingkat PN Farmasi Kimia Farma. Pada tahun 1971, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 16 Tahun 1971 status Perusahaan Negara tersebut diubah menjadi
Persero dengan nama PT Kimia Farma (Persero).
Hasil produksi Perusahaan saat ini dipasarkan di dalam negeri dan di luar
negeri, yaitu ke Asia, Eropa, Australia, Afrika dan Selandia Baru.
4.3.5. PT. Kalbe Farma Tbk
64
PT Kalbe Farma Tbk. (“Perusahaan”) didirikan di Negara Republik Indonesia,
dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri No. 6 Tahun 1968
yang telah diubah dengan Undang-undang No. 12 Tahun 1970 berdasarkan akta notaris
Raden Imam Soesetyo Prawirokoesoemo No. 3 pada tanggal 10 September 1966. Akta
pendirian ini telah disahkan oleh Menteri Kehakiman (Menkeh) Republik Indonesia
dengan Surat Keputusan No. J.A.5/72/23 tanggal 12 September 1967 dan diumumkan
dalam Tambahan No. 234, Berita Negara Republik Indonesia No. 102 pada tanggal 22
Desember 1967. Anggaran dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan,
terakhir dengan akta notaris DR. Irawan Soerodjo,S.H., Msi., No. 309, tanggal 25 Juni
2008, mengenai perubahan anggaran dasar Perusahaan untuk menyesuaikan dengan
Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas serta peraturan yang
berlaku di bidang Pasar Modal. Perubahan terakhir ini telah disetujui oleh Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam Surat Keputusan No. AHU-
70062.AH.01.02.Tahun 2008 tanggal 26 September 2008.
Seperti yang dinyatakan dalam anggaran dasarnya, ruang lingkup kegiatan
Perusahaan meliputi, antara lain usaha dalam bidang industri dan distribusi produk
farmasi (obat-obatan bagi manusia dan hewan). Saat ini, Perusahaan terutama bergerak
dalam bidang produksi dan pengembangan produk farmasi. Perusahaan memulai
operasi komersial pada tahun 1966.
Perusahaan berkedudukan di Jakarta, dimana kantor pusat berada di Gedung
KALBE, Jl. Let. Jend. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 sedangkan
fasilitas pabriknya berlokasi di Kawasan Industri Delta Silicon, Jl. M.H. Thamrin, Blok
A3-1, Lippo Cikarang, Bekasi, Jawa Barat.
65
4.3.6. PT. Indofarma (Persero) Tbk
Perusahaan ini didirikan pada tanggal 2 Januari 1996 yang pada awalnya sudah
ada pada tahun 1918 dengan nama Pabrik Obat Manggarai. Pada tahun 1942
kepernilikan pabrik obat tersebut berpindah tangan dari Belanda ke penterintah Jepang.
Pada tahun 1950 Pabrik Obat Manggarai di ambil alih oleh pemerintah Indonesia
melalui departemen kesehatan dan termasuk kedalam pusat produksi obat-obatan untuk
pemerintah Indonesia. Pada tahun 1979 berganti nama menjadi Pusat Produksi Obat-
Obatan Departemen Kesehatan dan merupakan organisasi nonprofit. Pada tahun 1981
berganti nama lagi menjadi Indonesia Farma. Untuk mengantisipasi perkembangan
masa depan dan meningkatnya persaingan, pada tahun 1996 status perusahaan tersebut
menjadi perseroan terbatas dengan nama PT. Indonesia Farma atau PT. Indo Farma
singkatnya. Pada tahun itu juga perusahaan ini mengakuisisi 43,5 % saham PT. Rinsima
Abadi Farma yang mempraduksi material mentah untuk membuat obat - obatan. Pada
Januari 2000 perusahaan ini memberikan subsidi kepada PT. Indofarma Global Medika
untuk mendapatkan perjanjian distribusi. Kemudian pada Maret 2001 perusahaan ini
mengakuissisi 20 % saham PT. Asindo Husada Bhakti untuk meningkatkan distribusi
obat - obatan. Pada Maret 2001, perusahaan ini mengeluarkan Public Ofering untuk
sahamnya. Dana besar dari Public Offering itu 53 % digunakan untuk memperbesar
kapasitas dan fasilitas produksi dan 43 % untuk pembentukan modal keria.
Pemegang saham penisahaan ini adalah pemerintah Indonesia sebesar 80,66 %
dan masyarakat umum sebesar 19,34 %.
4.3.7. PT. Darya-Varia laboratoria Tbk
66
(“Perusahaan”) didirikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal
Dalam Negeri No. 6 tahun 1968 berdasarkan akta notaris No. 5 tanggal 5 Februari 1976
dari notaris Abdul Latief, S.H. Akta ini disetujui oleh Menteri Kehakiman dalam Surat
Keputusan No. Y.A.5/288/11 tanggal 28 Mei 1976 dan diumumkan dalam Tambahan
No. 712 pada Berita Negara No. 92 tanggal 18 November 1977. Anggaran Dasar
Perusahaan telah beberapa kali diubah, antara lain mengenai perubahan nama
Perusahaan menjadi PT Darya-Varia Laboratoria Tbk dan perubahan anggaran dasar
Perusahaan dalam rangka Undang-undang No. 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
dilakukan dengan akta notaris No. 107 tanggal 18 Juni 1997 dari notaris Benny
Kristianto, S.H. Perubahan anggaran dasar tersebut telah disetujui oleh Menteri
Kehakiman dalam Surat Keputusan No. C2-6441.HT.01.04.TH.97 tanggal 9 Juli 1997
dan diumumkan dalam Tambahan No. 4747 pada Berita Negara No. 81 tanggal 10
Oktober 1997. Perubahan sehubungan dengan peningkatan modal dasar Perusahaan dari
Rp100.000.000.000 (Rupiah penuh) menjadi Rp280.000.000.000 (Rupiah penuh)
dilakukan dengan akta notaris No. 68 tanggal 15 Juni 1998 dari notaris Benny
Kristianto, S.H. Perubahan ini telah disetujui Menteri Kehakiman dalam Surat
Keputusan No. C2-6421.HT.01.04.TH.98 tanggal 15 Juni 1998 dan diumumkan dalam
Tambahan Berita Negara No. 6400 pada Berita Negara No. 92 tanggal16 November
1998.
Perubahan terhadap Anggaran Dasar Perusahaan sehubungan dengan prosedur
pelaksanaan rapat Direksi dan Komisaris dilakukan dengan akta notaris No. 50 tanggal
30 Juli 2002 dari notaris Benny Kristianto, S.H., yang telah disetujui oleh Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia dalam Surat Keputusan No. C-
67
16570.H.T.01.04.TH.2002 tanggal 30 Agustus 2002 dan diumumkan dalam Tambahan
No. 999 pada Berita Negara No. 89 tanggal 5 November 2002.
4.3.8. PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk
Perusahaan ini didirikan oleh suatu badan investasi asing pada tanggal 8 Juli
1970. Kemudian pada tahun 1983, perusahaan ini melakukan Initial Public Offering
(IPO) dan terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tanggal 29 Maret 1983 dan Bursa Efek
Surabaya pada tanggal 16 Juni 1989. Pada tanggal 6 November 1991, perusahaan ini
100% diambil alih oleh PT. Bristol - Myers Squibb Indonesia Tbk. Produksi dilakukan
di Cibinong dalam area seluas 2,3 Ha. Merck produk yang dipasarkan antara lain :
Capoten, Corgard, Capozide, Kenacort, Kenacomb, Mycostatin, Azactam dan Velosef
serta 36 macam antibiotik lainnya. Yang bukan termasuk obat penekan rasa sakit antara
lain Engran, Counterpain, Vi - grans, Theragran - M, dan Sqibb B Complex.
Pada tahun 2002, perusahaan meluncurkan ukuran baru dari produk kunci yaitu
Counterpain Cool ukuran 5 gram dan 60 gram serta Counterpain Cream ukuran 5 gram.
Juga diperkenalkan produk Excedrin dalam bentuk tablet.
Pemegang saham perusahaan ini adalah Linson Investmentd Ltd, Sword,
Ireland sebesar 22,00 % , kemudian 345 Park Corporation sebesar 68,00 %.
4.3.9. PT. Schering Plough Indonesia Tbk
Berdiri pada tahun 1972 sebagai PT Essex Indonesia, perusahaan ini
merupakan gabungan dari Bernard Murimboh Indonesia dan Schering Corporation of
68
The United states. Setelah go public pada tahun 1990, perusahaan ini berganti nama
menjadi Schering Plough Indonesia. Produksi manufaktur di Surabaya dengan produk -
produk antara lain : GARAMYCIN, dan NETROMYCIN untuk antibiotic,
Betamenthasone Dipropionate dan Valerate Cream untuk perawatan kulit, CLARITIN
dan CLARINASE untuk alergi tak teratur. Perusahaan ini menggunakan PT. Anugerah
Pharmindo Lestari sebagai distributor. Baru - baru ini telah diluncurkan produk untuk
penyakit hepatitis dan kanker yaitu INTRON-A, FUGEREL, LOTRIDERM dan
ELOCON. Perusahaan ini mempunyai ranking terbaik untuk sektor farmasi pada tahun
1996 berdasarakan fundamental dan tehnikal rating di Bursa Efek.
Pemegang saham perusahaan ini adalah Schering Plough Int'l USA sebesar
64,60 %, Schering Plough Health Care Products Inc, USA sebesar 24,60 % dan
masyarakat umum sebesar 10,80 %.
69
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Hasil Penelitian
Dalam bagian Hasil Penelitian ini akan digambarkan berbagai aspek baik dalam
bentuk data maupun dalam bentuk variable penelitian yang telah dirumuskan pada bab
terdahulu, baik mengenai perkembangan dan perubahan maupun mengenai nilai-nilai
statistik dari hasil penelitian. Variabel – variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri
dari variabel independen atau variabel bebas dan variabel dependen atau variabel tidak
bebas. Dalam penelitian ini yang termasuk dalam variabel independen yaitu: . Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE),
sedangkan Harga Saham merupakan variabel dependen. Debt to Equity Ratio
merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal sendiri, Price Earning Ratio
merupakan perbandingan antara Harga Saham dengan laba per lembar saham (Earning
Per Share), sedangkan Return On Equity merupakan perbandingan antara laba bersih
setelah pajak (EAT) dengan modal sendiri.
Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam Industri Farmasi di Bursa Efek
Indonesia periode 2006-2008 berjumlah 9 buah., namun yang menjadi menjadi sampel
dalam penelitian ini hanya 8 (delapan) perusahaan, yang terdiri dari : PT. Tempo Scan
Pasific Tbk, Pyridam Farma Tbk, PT. Merck Indonesia Tbk, PT. Kimia Farma (Persero)
Tbk, PT. Kable Farma Tbk, PT. Indofarma (Persero) Tbk, PT. Darya – Varya
Laboratoria Tbk, PT. Bristol – Myers Squibb Indonesia Tbk.
5.1.2. Perubahan Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio merupakan perbandingan antara total hutang dengan modal
sendiri dimana hasil perbandingan tersebur dinyatakan dalam bentuk persentase. Untuk
70
melihat perubahan Debt to Equity Ratio tentu perlu terlebih dahulu mengetahui
perkembangan total hutang dam modal sendiri. Berdasarkan laporan keuangan
perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang
perkembangan total hutang seperti pada tabel 5.1 berikut ini.
Tabel 5.1
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55
6
1,121,539 1,359,297
Terendah 17,927 28,213 29,402 Sumber : Lampiran 10
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata-rata hutang pada industri
farmasi di Bursa Efek Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Rata-rata
hutang pada tahun 2006 yaitu sebesar Rp 326.485.000.000,- dan mengalami
peningkatan sebesar 19,57% atau meningkat menjadi Rp 390.370.000.000,- pada tahun
2007. Kemudian pada tahun 2008 rata-rata total hutang meningkat sebesar 12,06% dari
tahun 2007 atau sebesar Rp 437.436.000.000,-.
Dari tabel 5.1 di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah
hutang tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah hutang tertinggi dari
tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 1.080.566.000.000,-
71
untuk tahun 2006, Rp. 1.121.539.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp.
1.359.297.000.000,- di tahun 2008. Sedangkan jumlah hutang terkecil dari tahun 2006 -
2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp. 17.927.000.000,- untuk tahun
2006, Rp. 28.213.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 29.402.000.000,- di tahun
2008.
Setelah mengetahui perkembangan rata-rata hutang, langkah selanjutnya adalah
melihat perkembangan modal sendiri perusahaan pada industri Farmasi. Pada tabel 5.2
dapat dilihat perkembangan modal sendiri pada industri Farmasi periode 2006-2008
adalah sebagai berikut.
Tabel 5.2
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253 Sumber : Lampiran 11
Dari tabel 5.2 dapat terlihat bahwa rata-rata modal sendiri pada industri Farmasi
di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 juga mengalami peningkatan, yaitu
pada tahun 2006 rata-rata modal sendiri pada industri ini sebesar Rp.866.506.000.000,-
dan meningkat sebesar 10,65% pada tahun 2007 menjadi Rp. 958.775.000.000,-.
72
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 7,19% dari tahun
2007 atau sebesar Rp.1.027.677.000.000,-.
Sama seperti perkembangan rata-rata hutang, jumlah modal sendiri yang tertinggi
pada tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp.
2.995.817.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 3.386.862.000.000,- untuk tahun 2007 dan
sebesar Rp. 3.622.399.000.000,- di tahun 2008. Sedangkan jumlah modal sendiri
terendah pada tahun 2006 – 2008 dimiliki oleh PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.
65.201.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 66.944.000.000,- untuk tahun 2007 dan Rp.
69.253.000.000,- di tahun 2008.
Dengan membandingkan data mengenai total hutang dan modal sendiri yang
terlihat pada tabel 5.1 dan tabel 5.2, maka dapat dilihat besarnya perubahan rata-rata
Debt to Equity Ratio pada Industri Farmasi. Perubahan rata-rata Debt to Equity ratio
pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 dapat terlihat pada
tabel berikut:
Tabel 5.3
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75
73
Terendah 20,01 18,14 14,59 Sumber : Lampiran 12
Bertolak dari tabel 5.3. dapat diketahui bahwa perubahan rata-rata Debt to
Equity Ratio pada Industri farmasi periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun
2006 nilai rata-rata DER adalah sebesar 48,78% dan angka ini mengalami peningkatan
pada tahun 2007 menjadi 60,42% atau naik sebesar 11,65% dibandingkan dengan tahun
2006. Pada tahun 2008 DER yang diperoleh adalah sebesar 59,39% atau mengalami
penurunan sebesar 1,03%.
Dari tabel 5.3. di atas yang merupakan hasil olahan data penelitian, dapat
diketahui perusahan pada industri Farmasi yang terdaftar di BEI pada periode 2006-
2008 yang memiliki nilai Debt to Equity Ratio (DER) yang tertinggi dan terendah,
dimana yang menjadi tolok ukurnya adalah nilai rata-rata industri. Pada tahun 2006
terdapat sebanyak 2 perusahaan yang memiliki nilai DER di atas rata-rata industri.
Nilai DER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu
sebesar 144,91%. Selanjutnya terdapat 6 perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah
rata-rata industri pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER terendah adalah
PT. Merck Indonesia yaitu sebesar 20,01%.
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai DER di atas
rata-rata industri adalah 1 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai DER tertinggi dimiliki
oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 246,22%. Selain itu, terdapat 7 perusahaan
yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang
memiliki nilai DER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Merck Indonesia
yaitu sebesar 18,14%.
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai DER di atas
rata-rata industri hanya 1 perusahaan. Nilai DER tertinggi yang berada di atas rata-rata
74
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 235,75%. Selanjutnya,
perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008
berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri
dimiliki oleh PT. Merck Indonesia sebesar 14,59%.
5.1.2. Perkembangan Price Earning Ratio (PER).
Price Earning Ratio adalah perbandingan antara harga perlembar saham (yang
diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh pemilik
perusahaan. Harga saham yang diperhitungkan adalah harga akhir penutupan (closing
price).
Untuk melihat perkembangan Price Earning Ratio maka terlebih dahulu perlu
melihat perkembangan harga perlembar saham dan laba perlembar saham yang dimiliki
perusahaan. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada industri Farmasi periode
2006-2008 dapat terlihat gambaran tentang harga saham (closing price) seperti pada
tabel 5.4 berikut ini.
Tabel 5.4
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50
75
Sumber : Lampiran 13
Dari tabel 5.4 dapat terlihat bahwa perkembangan rata-rata harga saham pada
industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami
fluktuasi, yaitu pada tahun 2006 rata-rata harga saham pada industri ini sebesar
Rp.12.426,- dan menurun sebesar 32,40% pada tahun 2007 menjadi Rp. 8.400,-.
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata modal sendiri meningkat sebesar 33,09% dari
tahun 2007 atau sebesar Rp.11.180,-.
Dari tabel 5.4. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki jumlah
harga saham tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Jumlah harga saham
tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu
sebesar Rp. 55.500,-, sedangkan jumlah harga saham tertinggi pada tahun 2007 dimiliki
oleh PT. Merck Indonesia yaitu sebesar Rp. 52.500,- dan pada tahun 2007 jumlah harga
saham tertinggi dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Rp. 52.000,-.
Sedangkan jumlah harga saham terkecil dari tahun 2006 - 2008 dimiliki oleh PT.
Prydam Farma yaitu sebesar Rp.50,- untuk tahun 2006, Rp. 81,- untuk tahun 2007 dan
sebesar Rp. 50,- di tahun 2008.
Setelah mengetahui perkembangan harga saham, langkah selanjutnya adalah
melihat perkembangan laba perlembar saham (Earning Per Share) perusahaan pada
industri Farmasi. Pada tabel 5.5 dapat dilihat perkembangan Earning Per Share pada
industri Farmasi periode 2006-2008 adalah sebagai berikut.
Tabel 5.5
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
76
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2 Sumber : Lampiran 14
Dari tabel 5.5. dapat terlihat bahwa rata-rata Earning Per Share pada industri
Farmasi di Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami peningkatan,
yaitu pada tahun 2006 rata-rata Earning Per Share pada industri ini sebesar Rp.1.039,-
dan meningkat sebesar 12,13% atau sebesar Rp.1.165,- pada tahun 2007. Kemudian
pada tahun 2008 rata-rata Earning Per Share meningkat sebesar 14,96% dari tahun 2007
atau sebesar Rp.1.736,-.
Dari tabel 5.5. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki Earning Per
Share tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Earning per share dari tahun
2006 - 2008 dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar Rp. 4.216,-
untuk tahun 2006, Rp. 5.095,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 9.206,- di tahun 2008.
Sedangkan jumlah Earning Per Share terendah pada tahun 2006 dan 2007 dimiliki oleh
PT. Prydam Farma yaitu sebesar Rp.3,- dan pada tahun 2006 dan sebesar Rp. 3,- pada
tahun 2007, sedangkan pada tahun 2008 earning per share terendah dimiliki oleh PT.
Indofarma (persero) yaitu sebesar Rp.2,-
Merujuk pada data pada tabel 5.4 dan 5.5 yang merupakan data mengenai nilai
harga saham dan earning per share, dapat diketahui perkembangan Price Eraning Ratio
(PER). Dimana, nilai PER diperoleh dengan membandingkan nilai harga perlembar
77
saham dan laba perlembar saham (Earning Per Share). Perkembangan PER ditunjukkan
dalam tabel berikut ini.
Tabel 5.6
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Kali)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,58
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61 Sumber : Lampiran 15
Bertolak dari tabel 5.6. di atas diketahui bahwa rata-rata Price Earning Ratio
(PER) periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata PER adalah
sebesar 16,10 kali dan angka ini mengalami peningkatan pada tahun 2007 menjadi
22,26 kali atau naik sebesar 38,27% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun
2008 PER yang diperoleh mengalami penurunan menjadi 10,33 kali atau turun sebesar
53,58% dari tahun 2007.
Dari tabel 5.6. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang
terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Price Earnig Ratio (PER)
yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.
Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 4 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
rata industri. Nilai PER tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu
78
sebesar 20,83 kali. Selanjutnya terdapat 4 perusahaan yang memiliki nilai DER di
bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai DER
terendah adalah PT. Merck Indonesia yaitu sebesar 10,35 kali.
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai PER di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai PER tertinggi dimiliki
oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 57,36 kali. Selain itu, terdapat 4 perusahaan
yang memiliki nilai PER di bawah rata-rata industri pada tahun 2007. Perusahaan yang
memiliki nilai PER terendah di bawah rata-rata industri adalah PT. Bristol-Myers
Squibb Indonesia yaitu sebesar 2,06 kali.
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
rata industri adalah 2 perusahaan. Nilai PER tertinggi yang berada di atas rata-rata
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (persero) yaitu sebesar 30,8 kali. Selanjutnya,
perusahaan yang memiliki nilai DER di bawah rata-rata industri pada tahun 2008
berjumlah 7 perusahaan. Nilai DER terendah yang berada di bawah rata-rata industri
dimiliki oleh PT. Tempo Scan Pasific yaitu sebesar 5,61 kali.
5.1.3. Perubahan Return On Equity (ROE).
Return On Equity adalah rasio yang mengukur seberapa banyak keuntungan yang
menjadi hak pemilik modal sendiri, dimana hasil perbandingan tersebut dinyatakan
dalam bentuk persentase. Untuk melihat perubahan Return On Equity tentu perlu
terlebih dahulu mengetahui perkembangan Laba bersih setelah pajak (EAT) dan modal
sendiri. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan pada industri Farmasi periode 2006-
2008 dapat terlihat gambaran tentang perkembangan laba bersih setelah pajak (EAT)
seperti pada tabel 5.7 berikut ini :
Tabel 5.7
Laba Bersih Setelah Pajak (EAT)
79
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.240.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 155.080,00 169.239,38
Perkembangan (%) 4,05 9,13
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309
Sumber : Lampiran 16
Dari tabel 5.7. dapat terlihat bahwa rata-rata laba bersih pada industri Farmasi di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2006-2008 mengalami peningkatan, yaitu pada
tahun 2006 rata-rata laba bersih pada industri ini sebesar Rp.149.043.000.000,13,- dan
meningkat sebesar 4,05% atau sebesar Rp.155.080.000.000,- pada tahun 2007.
Kemudian pada tahun 2008 rata-rata laba bersih meningkat sebesar 9,13% dari tahun
2007 atau sebesar Rp.169.239.000.000,38,-.
Dari tabel 5.7. di atas juga dapat diketahui perusahaan yang memiliki laba bersih
tertinggi dan terendah selama periode 2006-2008. Laba bersih dari tahun 2006 - 2008
dimiliki oleh PT. Kalbe Farma yaitu sebesar Rp. 676.582.000.000,-untuk tahun 2006,
Rp. 705.694.000.000,- untuk tahun 2007 dan sebesar Rp. 706.822.000.000,- di tahun
2008. Sedangkan jumlah laba bersih terendah dari tahun 2006-2008 dimiliki oleh PT.
Prydam Farma yaitu sebesar Rp.1.729.000.000,- untuk tahun 2006, Rp. 1.743.000.000,-
untuk tahun 2007, dan sebesar Rp.2.309.000.000,- di tahun 2008.
Merujuk pada data pada tabel 5.2 dan 5.7 yang merupakan data mengenai modal
sendiri dan laba bersih setelah pajak (EAT), dapat diketahui perubahan Return On
80
Equity (ROE). Dimana, nilai ROE diperoleh dengan membandingkan laba bersih
setelah pajak dan modal sendiri. Perkembangan ROE dapat dilihat dalam tabel berikut
ini.
Tabel 5.8
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70 Sumber : Lampiran 17
dari dari tabel 5.8. di atas diketahui bahwa rata-rata Return On Equity (ROE)
periode 2006-2008 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2006 rata-rata ROE adalah sebesar
16,54% dan angka ini mengalami penurunan pada tahun 2007 menjadi 15,22 % atau
turun sebesar 1,32% dibandingkan tahun 2006. Kemudian pada tahun 2008 ROE yang
diperoleh mengalami kenaikan sebesar 1,37% atau meningkat menjadi 16,59% dari
tahun 2007.
Dari tabel 5.8. di atas, dapat diketahui perusahan pada industri Farmasi yang
terdaftar di BEI pada periode 2006-2008 yang memiliki nilai Return On Equity (ROE)
yang tertinggi dan terendah, dimana nilai rata-rata industry merupakan tolak ukurnya.
Pada tahun 2006 terdapat sebanyak 3 perusahaan yang memiliki nilai PER di atas rata-
81
rata industri. Nilai ROE tertinggi pada tahun 2006 dimiliki oleh PT. Merck Indonesia
yaitu sebesar 36,74%. Selanjutnya terdapat 5 perusahaan yang memiliki nilai ROE di
bawah rata-rata industry pada tahun 2006. Perusahaan yang memiliki nilai ROE
terendah adalah PT. Prydam Farma yaitu sebesar 2,65%.
Selanjutnya, pada tahun 2007 jumlah perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Pada tahun 2007, nilai ROE tertinggi dimiliki
oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 32,88%i. Selain itu, terdapat 4
perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada tahun 2007.
Perusahaan yang memiliki nilai ROE terendah di bawah rata-rata industri adalah PT.
Prydam Farma yaitu sebesar 2,60%.
Pada tahun 2008 rata-rata industi perusahaan yang memiliki nilai ROE di atas
rata-rata industri adalah 3 perusahaan. Nilai ROE tertinggi yang berada di atas rata-rata
industri dimiliki oleh PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia yaitu sebesar 43,94%i.
Selanjutnya, perusahaan yang memiliki nilai ROE di bawah rata-rata industri pada
tahun 2008 berjumlah 5 perusahaan. Nilai ROE terendah yang berada di bawah rata-rata
industri dimiliki oleh PT. Indofarma (Persero) yaitu sebesar 1,70%.
5.2. Pembahasan
5.2.1 Analisa Statistik
Untuk melakukan pembahasan atas hasil penelitian dan pengumpulan data dalam
menguji hipotesis yang telah dirumuskan maka semua analisa statistik dilakukan dengan
menggunakan bantuan fasilitas program komputer yaitu program SPSS (statistic
Program Social Science) versi 12.0 for windows.
5.2.1.1 Analisis Signifikansi Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning
Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) terhadap Harga Saham Pada
Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2006-2008.
82
Untuk menguji signifikansi pengaruh Debt to Equity Ratio (DER) dan Price
Earning Ratio (PER) terhadap harga saham secara simultan digunakan alat uji statistic
„F‟, Hipotesis I yang akan diuji, dirumuskan sebagai berikut:
Ho : b1 = b2 = b3 = 0 Artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan
dari variable Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan
Return On Equity terhadap harga saham.
Ha : b1 ≠ b2 ≠ b3 ≠ 0 Artinya terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan dari
variable Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity terhadap harga saham.
Tingkat signifikansi yang digunakan adalah α = 5 % (0,05).
Kriteria pengujian: Jika P Value pada kolom Sig. 0,05 maka Ho diterima.
Jika P Value pada kolom Sig. 0,05 maka Ho ditolak.
Untuk membuktikan hipotesis, maka dapat dilakukan dengan melihat hasil
output dari program SPSS versi 12.0 pada tabel ANOVA sebagai berikut.
Tabel 5.9.
ANOVA Untuk Uji “F” Tentang Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return On Equity Secara Simultan Terhadap Harga Saham.
ANOVA(b)
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 16.256 3 5.419 16.068 .000a
Residual 6.744 20 .337
Total 23.000 23
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS
83
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pengaruh Debt to Equity Ratio,
Price Earning Ratio dan Return On Equity secara simultan terhadap Harga Saham
menghasilkan Fhitung 16,068 dan Sig. sebesar 0,00 sedangkan α yang digunakan sebesar
0,05, maka Sig. α maka berarti Ho ditolak, artinya Artinya terdapat pengaruh yang
signifikan secara simultan dari variabel Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan
Return On Equity terhadap harga saham.
Sedangkan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel Debt to Equity Ratio,
Price Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham pada
industry Farmasi dapat digunkan alat uji statistic “t” yaitu dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
Membuat Rumusan Hipotesis
Ho : b1 = 0 DER tidak mempunyai pengaruh yang sifnifikan terhadap harga
saham.
Ha : b1 ≠ 0 DER mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham.
Ho : b2 = 0 PER tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga
saham.
Ha : b2 ≠ 0 PER mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham.
Ho : b3 = 0 artinya ROE tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
harga saham.
Ha : b3 ≠ 0 artinya ROE mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga
saham.
Tingkat signifkan yang digunakan adalah 0,025 (dengan uji dua arah α/2)
Kriteria pengunjian : Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho diterima.
84
Jika P Value pada kolom Sig. 0,025 maka Ho ditolak.
Dengan bantuan program SPSS versi 12.0 dapat diketahui pada tabel sebagai berikut:
Tabel 5.10.
Uji Statistik „t‟ Untuk Mengetahui Pengaruh Debt to Equity Ratio dan Price
Earning Ratio Secara Simultan Terhadap Harga Saham.
Coefficients(a)
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.446E-17 .119 .000 1.000
ZDER .036 .183 .036 .200 .844
ZPER .159 .196 .159 .812 .426
ZROE .923 .142 .923 6.497 .000
a. Dependent Variable: ZHS
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai Sig. dari Debt to Equity
Ratio adalah 0,844 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima. Ini berarti secara parsial
variabel Debt to Equity Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Nilai
Sig. dari Price Earning Ratio adalah 0,426 karena Sig. 0,025 maka Ho diterima,
artinya Price Earning Ratio juga tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham.
Sedangkan nilai sig dari Return On Equity adalah 0,000 karena sig. 0,025 maka Ho
ditolak, artinya secara parsial Return On Equity berpengaruh signifikan terhadap harga
saham.
5.2.1.2 Besar Pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity Secara Simultan Terhadap Harga Saham.
85
Untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel Debt to Equity Ratio, Price
Earning Ratio dan Return on Equity terhadap Harga Saham secara simultan dapat
dilakukan dengan melihat koefisien determinasi pada tabel berikut ini:
Tabel 5.11.
Koefisien Determinasi Untuk Mengetahui Besarnya Pengaruh Debt to Equity
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Simultan Terhadap
Harga Saham.
Model Summary(b)
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .841a .707 .663 .580708 1.926
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS
Berdasarkan tabel 5.9, dengan melihat nilai R adjusted R Square dapat diketahui
bahwa secara simultan besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio
dan Return on Equity terhadap harga saham adalah sebesar 0,663 atau sebesar 66,3%.
Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama Debt to Equity Ratio, Price Earning
Ratio dan Return on Equity berpengaruh terhadap harga saham sebesar 66,3%, dan
sebesar 33,7% dipengaruhi oleh variabel lain.
Sedangkan, untuk melihat besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price
Earning Ratio dan Return On Equity secara parsial terhadap harga saham dapat dilihat
pada tabel 5.10 berikut ini melalui koefisien determinasi dengan symbol .
86
Tabel 5.12.
Koefisien Determinasi Untuk Mengetahui Besarnya Pengaruh Debt to Equity
Ratio, Price Earning Ratio dan Return On Equity Secara Parsial Terhadap Harga
Saham.
Coefficients(a)
Model
Correlations
R2
Koefisien
Determinasi
R2 x 100% Zero-order Partial Part
1 (Constant)
ZDER -.218 .045 .024 0,002025 0,2025%
ZPER -.296 .179 .098 0,032041 3,2041%
ZROE .825 .824 .787 0,678976 67,8976%
a. Dependent Variable: ZHS
Besarnya pengaruh Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return On
Equity secara parsial terhadap harga saham dapat diketahui melalui koefisien
determinasi dengan symbol , koefisien determinasi ini diperoleh dengan
mengkuadratkan koefiesien korelasi parsial dengan symbol r.
Berdasarkan pada tabel di atas (tabel 5.12) dapat diketahui besarnya pengaruh
Debt to Equity Ratio terhadap harga saham sebesar (0,045) 2 = 0,002025 atau 0,2% .
Besarnya pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar (0,179) 2 =
0,032041 atau 3,2%. Sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga
saham adalah sebesar (0,824)2 = 0,678976 atau 67,9%.
87
5.2.1.3 Variabel yang Berpengaruh Dominan Terhadap Harga Saham
Melalui nilai Koefisien determinasi parsial dapa diketahui besarnya pengaruh
Debt to Equity Ratio terhadap harga saham adalah 0,002025 atau 0,2025%, besarnya
pengaruh Price Earning Ratio terhadap harga saham adalah sebesar 0,032041 atau
3,2041%, sedangkan besarnya pengaruh Return On Equity terhadap harga saham adalah
sebesar 0,678976 atau 67,8976%.
Dengan demikian dapat diketahui bahwa return On Equity merupakan variabel
yang dominan mempengaruhi harga saham pada industri Farmasi yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008 dengan tingkat persentase koefisien
determinasi yang cukup besar, yaitu hanya 67,8976%.
5.2.1.4 Interpretasi Hasil Penelitian
Dengan menggunakan Alat uji hipotesis, maka dapat diketahui signifikansi
pengaruh Debt to Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity
(ROE) terhadap harga saham perusahaan pada industri farmasi yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia periode 2006-2008, baik secara simultan ataupun parsial. Pada uji
hipotesis pengaruh dari Debt to Equity Ratio, Price Earning Ratio dan Return on Equity
secara simultan dengan menggunakan alat analisis uji “ f ”, diketahui bahwa DER, PER
dan ROE secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah dikemukakan sebelumnya, yang
menyatakan bahwa, Debt to Equity Ratio (DER),Price Earning Ratio (PER) dan Return
On Equity (ROE) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham
perusahaan industri Farmasi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008.
Hasil uji ” f “ ini sama dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Nixon
Martin dan Tua Ali Chandra Sidauruk, dimana penelitian yang dilakukan Nixon
88
Martin mengemukakan bahwa EPS, DER, PER, dan MBR secara simultan memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, penelitian yang dilakukan Tua Ali
Chandra Sidauruk juga mengemukakan bahwa secara simultan DER, ROE, EPS, PER
dan MBVR mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham
Sedangkan dari hasil uji t yang digunakan untuk mengetahui pengaruh DER,
PER dan ROE secara parsial terhadap harga saham menunjukkan bahwa, tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari DER dan PER secara parsial terhadap harga saham,
hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham. Hasil
penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin diketahui bahwa, DER secara
parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan MBR
secara parsial mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Sedangkan pada penelitian
yang dilakukan oleh Tua Ali Chandra Sidauruk secara parsial hanya variabel PER
yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga saham.
Dengan melihat koefisien determinasi pada hasil penelitian ini, diketahui bahwa
Return on Equity merupakan variabel yang dominan mempengaruhi harga saham pada
industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode 2006-2008. Dengan demikian
hipotesis ke dua yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penelitian ini, yang
menyatakan bahwa Price Earning Ratio (PER) mempunyai pengaruh yang dominan
terhadap harga saham perusahaan Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode
2006-2008 tidak sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada hasil penelitian yang dilakukan
oleh Nixon Martin, mengenai pengaruh EPS, DER, PER dan MBR terhadap harga
saham, hasil yang diperoleh adalah MBR merupakan variabel dominan yang
mempengaruahi harga saham. Sedangkan pada penlitian yang dilakukan Tua Ali
89
Chandra Sidauruk, mengenai Pengaruh DER, ROE, EPS, PER dan MBVR terhadap
harga saham, hasil yang diperoleh adalah PER merupakan variabel dominan yang
mempengaruahi harga saham
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nixon Martin dan Tua Ali
Chandra Sidauruk dapat dilihat bahwa variabel yang paling dominan mempengaruhi
harga saham adalah Market to Book Ratio (MBR) dan Price Earning Ratio (PER),
dimana ke dua variabel tersebut merupakan rasio Nilai Pasar. Sedangkan dalam
penelitian ini menemukan hasil yang berbeda, dimana variabel yang paling dominan
mempengaruhi harga saham adalah Return On Equity (ROE) yang merupakan rasio
profitabilitas. Jadi, dapat diketahui bahwa pada Industri Metal dan Allied serta Industri
Automotive para investor cenderung melakukan investasi bukan untuk mengharapkan
pembayaran deviden atas laba yang dihasilkan melainkan untuk mendapatkan Capital
gain atas investasi yang mereka lakukan. Sedangkan pada Industri Farmasi menemukan
hasil yang berbeda, dimana investor lebih mengharapkan deviden atas investasi yang
mereka lakukan daripada capital gain. Jadi dapat diketahui, selain perbedaan tahun dan
variabel yang di teliti, karakteristik perusahaan, kondisi perekonomian dunia serta
tujuan yang ingin dicapai suatu perusahaan juga mempengaruhi pandangan investor dan
calon investor dalam melakukan investasi khususnya terhadap saham.
Bertolak pada hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa DER, PER dan
ROE secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham,
sedangkan secara parsial hanya ROE yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap
harga saham. Dari hasil penelitian tersebut memperlihatkan bahwa, DER, PER, dan
ROE secara signifikan mempengaruhi harga saham pada Bursa Efek Indonesia pada
periode 2006-2008 khususnya pada industri farmasi. Oleh karena itu dapat diketahui
90
bahwa, DER yang merupakan rasio solvabilitas, PER yang termasuk kedalam rasio nilai
pasar serta ROE yang termasuk ke dalam rasio profitabilitas banyak digunakan Investor
sebagai tolak ukur dalam menilai saham perusahaan pada Industri Farmasi khususnya.
91
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Dari hasil analisis statistik dapat disimpulkan bahwa secara simultan Debt to
Equity Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE)
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham pada industri
Farmasi di BEI periode 2006-2008. Selanjutnya, secara parsial dapat diketahui
bahwa hanya Return On Equity (ROE) yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap harga saham.
2. Dengan Koefisien determinasi dapat diketahui bahwa pengaruh Debt to Equity
Ratio (DER), Price Earning Ratio (PER) dan Return On Equity (ROE) secara
simultan yaitu sebesar 66,3%, sedangkan secara parsial yaitu Debt to Equity
Ratio (DER) sebesar 0,2%, Price Earning Ratio (PER) sebesar 3,2% dan Return
On Equity (ROE) sebesar 67,9%.
3. Dari hasil perhitungan koefisien determinasi tersebut maka diketahui variabel
penelitian yang berpengaruh dominan terhadap harga saham adalah Return On
Equity (ROE) yaitu sebesar 67,9%.
6.2 Saran
92
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan
sebagai berikut:
1. Disarankan kepada calon investor, selain mempertimbangkan faktor
leverage dan earning perusahaan sebaiknya juga mempertimbangkan
faktor-faktor lain untuk pengambilan keputusan atas saham-saham yang
tercatat dan diperdagangkan dibursa terutama mengenai saham industri
farmasi seperti, kondisi perekonomian dunia yang turut memberikan
pengaruh terhadap pasar modal indonesia.
2. Bagi investor ataupun calon investor hendaknya melihat hasil penelitian
sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penilaian investasi pada
industri yang sama.
3. Kepada calon peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang sama, agar
dapat menguji variabel lain yang relevan mempengaruhi harga saham serta
menambah jangka waktu pengamatan untuk melihat pengaruhnya terhadap
harga saham agar didapat hasil penelitian yang lebih akurat dan sempurna.
93
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Indonesian Capital Market Directory. BAPEPAM. Jakarta.
Helfert, Erich A, 1995. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketujuh, Erlangga, Jakarta.
Husnan, Suad dan Eny Pudjiastuti, 2004. Dasar-dasar Manajemen Keuangan. UPP-
AMP YKPN, Yogyakarta.
Husnan, Suad., 2003. Dasar-dasar Teori Portofolio dan nalisis Sekuritas. Edisi Kedua.
UPP-AMP. Yogyakarta.
Gitosudarmo, Indriyo. 1994, Manajemen Keuangan,Edisi Ketiga, Penerbit BPFE,
Yogyakarta
Margaretha, farah, 2005. Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan Investasi dan
Sumber Dana Jangka Pendek. Grasindo. Jakarta.
Munawir, S. 2004. Analisa Laporan Keuangan. Liberty, Yogyakarta.
Riyanto, Bambang. 2001. Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.
Sartono, Agus. 2008. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Keempat, BPFE,
Yogyakarta.
Sundjaya, Ridwan. S dan Inge Berlian. 2001. manajemen Keuangan Satu. Prenhallindo.
Jakarta.
Prastowo, Dwi dan Juliyanti, Rifka, 2002, Analisis Laporan Keuangan, Edisi Revisi,
Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta
Sawir, Agnes, 2003, Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan
Perusahaan, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka, Jakarta
Syamsudin, Lukman. 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan (Konsep Aplikasi dalam
Perencanaan, Pengawasan, dan Pengambilan Keputusan). Rajawali Pers.
Jakarta.
94
Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi
Pertama. BPFE. Yogyakarta.
Supranto, J, 2001, Statistik (Teori dan Aplikasi) Jilid 2. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Dajan, Anto,1994, Pengantar Metode Statistik jilid II, Penerbit LP3ES, Jakarta.
Sugiyono, 2004, Metode Penelitian Bisnis, Edisi Ketujuh, Penerbit Alfabeta, Bandung
M Iqbal Hasan,2003. Pokok-Pokok Materi Statistik 2. Edisi Kedua, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta.
Mamduh M Hanafi, 2008. Manajemen Keuangan. Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta.
Mamduh M Hanafi dan Abdul Halim, 1996. Analisa Laporan Keuangan. Edisi Pertama,
UPP-AMP YKPN, Yogyakarta.
Jurnal dan Skripsi :
Raja Lambas J. Panggabean, 94 Juni 2005. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya.Vol.3
No.5
(digilib.unsri.ac.id/.../Jurnal%20MM%20Vol%203%20No%205%20Artikel
%204%20Raja... –)
Nixon Martin, 2005, Pengaruh Earning Per Share (EPS), Debt to Equity Ratio (DER),
Price Earning Ratio (PER) dan Market to Book Ratio (MBR) Terhadap Harga
Saham Pada Industri Metal dan Allied Products di Bursa Efek Jakarta
Periode 2000-2003, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jambi.
Tua Ali Cahndra Sidauruk, 2006, Pengaruh Debt to Equity Ratio (DER),Return On
Equity (ROE), Earning Per Share (EPS), Price Earning Ratio (PER) dan
Market to Book Value Ratio (MBVR) Terhadap Harga Saham Pada
Perusahaan Industri Automotive yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta
Periode 2002-2004, Skripsi Fakultas Ekonomi, Universitas Jamb
95
LAMPIRAN 2
Perkembangan Rata-rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN (Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 100.308 126.767 191.178
3 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
4 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
JUMLAH 2.712.188 3.249.725 3.690.663
RATA-RATA 301.354,22 361.080,56 410.073,67
PERKEMBANGAN 19,82 13,57 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 3
Perkembangan Rata-rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN MODAL SENDIRI (Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (1.454) 1.799 8.349
3 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 9.253
4 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 27.324
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
6 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3386.862 3.622.399
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 96.595
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.450
JUMLAH 6.930.590 7.671.996 8 .229.767
RATA-RATA 770.065,56 852.444,00 914.418,56
96
PERKEMBANGAN 10,70 7,27 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 4
Perkembangan Rata-rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN EPS (rupiah)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk (692) 714 1.839
3 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
4 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
6 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
JUMLAH 7.625 10.040 15.731
RATA-RATA 847,22 1.115,56 1.747,89
PERKEMBANGAN 31,67 56,68
Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 5
Perkembangan Rata-rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN
LABA BERSIH (Jutaan Rupiah)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -2.493 2.569 6.621
3 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
4 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
6 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
9
PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia
Tbk 43.172 52.176 94.271
JUMLAH 1.189.852 1.196.209 1.360.536
97
RATA-RATA 132.205,78 132.912,11 151.170,67
PERKEMBANGAN 0,53 13,74
Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 6
Perubahan Rata-rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
NO NAMA PERUSAHAAN DER (%)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 0,00 7046,53 2289,83
3 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
4 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
6 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
JUMLAH 390,20 7529,91 2764,95
RATA-RATA 43,36 836,66 307,22
PERUBAHAN 793,30 -529,44 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 7
Perkembangan Rata-rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
NO NAMA PERUSAHAAN PER (kali)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk -13,00 30,13 5,63
3 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
4 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
6 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
98
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,80
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,10 17,95 7,59
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
JUMLAH 115,79 208,21 88,30
RATA-RATA 12,87 23,13 9,81
PERKEMBANGAN 79,82 -57,59 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 8
Perubahan Rata-rata Return On Equity
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
NO NAMA PERUSAHAAN DER (%)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 171,38 142,80 79,30
3 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
4 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
6 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
JUMLAH 304 264,56 212,03
RATA-RATA 33,74 29,40 23,56
PERUBAHAN -4,35 -5,84 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 9
Perkembangan Rata-rata Harga Saham
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
99
(Dalam Rupiah)
NO NAMA PERUSAHAAN HARGA SAHAM (rupiah)
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Scering Plough Indonesia Tbk 9.000 21.500 10.350
3 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
4 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
5 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 165 305 76
6 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
7 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
8 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
9 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
JUMLAH 108.415 88.701 99.786
RATA-RATA 12.046,11 9.855,67 11.087,33
PERKEMBANGAN (18,18) 12,50 Sumber : ICMD 2009
LAMPIRAN 10
Perkembangan Rata-Rata Hutang
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 447.319 558.369 655.932
2 PT. Prydam Farma Tbk 17.927 28.213 29.402
3 PT. Merck Indonesia Tbk 47.120 50.830 47.741
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 390.930 478.712 497.905
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.080.566 1.121.539 1.359.297
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 406.451 717.874 699.216
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 145.025 98.701 129.812
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 76.542 68.720 80.180
Jumlah 2.611.880 3.122.958 3.499.485
Rata-rata 326.485 390.370 437.436
Perkembangan (%) 19,57 12,06
Tertinggi 1,080,55
6
1,121,539 1,359,297
Terendah 17,927 28,213 29,402 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 11
Perkembangan Rata-Rata Modal Sendiri
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
100
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 1.942.441 2.115.644 2.235.688
2 PT. Prydam Farma Tbk 65.201 66.944 69.253
3 PT. Merck Indonesia Tbk 235.539 280.224 327.324
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 870.654 908.028 947.765
5 PT. Kalbe Farma Tbk 2.994.817 3.386.862 3.622.399
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 280.486 291.563 296.595
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 412.312 462.230 507.849
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 130.594 158.702 214.545
Jumlah 6.932.044 7.670.197 8.221.418
Rata-rata 866.506 958.775 1.027.677
Perkembangan (%) 10,65 7,19
Tertinggi 2.994.817 3.386.862 3.622.399
Terendah 65.201 66.944 69.253 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 12
Perubahan Rata-Rata Debt to Equity Ratio
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Persentase)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 23,03 26,39 29,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 27,49 42,14 42,46
3 PT. Merck Indonesia Tbk 20,01 18,14 14,59
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 44,90 52,72 52,53
5 PT. Kalbe Farma Tbk 36,08 33,11 37,52
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 144,91 246,22 235,75
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 35,17 21,35 25,56
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 58,61 43,30 37,37
Jumlah 390,2046 483,3802 475,1207
Rata-rata 48,78 60,42 59,39
Perubahan (%) 11,65 -1,03
Tertinggi 144,91 246,22 235,75
Terendah 20,01 18,14 14,59 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 13
Perkembangan Rata-Rata Harga Saham (Closing Price)
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 900 750 400
2 PT. Prydam Farma Tbk 50 81 50
101
3 PT. Merck Indonesia Tbk 40.000 52.500 35.500
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 165 305 76
5 PT. Kalbe Farma Tbk 1.190 1.260 400
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 100 205 50
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 1.510 1.600 960
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 55.500 10.500 52.000
Jumlah 99.415 67.201 89.436
Rata-rata 12.426 8.400 11.180
Perkembangan (%) - -32,4 33,09
Tertinggi 55.500 52.500 52.000
Terendah 50 81 50 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 14
Perkembangan Rata-Rata Earning Per Share
Pada Industri Farmasi Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2006-2008
(Dalam Rupiah)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 61 62 71
2 PT. Prydam Farma Tbk 3 3 4
3 PT. Merck Indonesia Tbk 3.863 3.995 4.403
4 PT. Kimia Farma (Persero) Tbk 8 9 10
5 PT. Kalbe Farma Tbk 67 69 70
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5 4 2
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 94 89 126
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 4.216 5.095 9.206
Jumlah 246.079 245.09 296.609
Rata-rata 1.039 1.165 1.736
Perkembangan (%) 12,13 14,96
Tertinggi 4.216 5.095 9.206
Terendah 3 3 2 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 15
Perkembangan Rata-Rata Price Earning Ratio
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,68 12,12 5,61
2 PT. Prydam Farma Tbk 15,47 24,86 11,59
3 PT. Merck Indonesia Tbk 10,35 13,14 8,06
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 20,83 32,46 7,62
102
5 PT. Kalbe Farma Tbk 17,86 18,13 5,75
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 20,34 57,36 30,8
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 16,1 17,95 7,59
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 13,16 2,06 5,65
Jumlah 128,79 178,08 82,67
Rata-rata 16,10 22,26 10,33
Perkembangan (%) - 38,27 -53,59
Tertinggi 20,83 57,36 30,8
Terendah 10,35 2,06 5,61 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 16
Perkembangan Rata-Rata Laba Bersih Setelah Pajak
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008
(Dalam Satuan Relatif)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 272.584 278.358 320.648
2 PT. Prydam Farma Tbk 1.729 1.743 2.309
3 PT. Merck Indonesia Tbk 86.538 89.485 98.620
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 43.990 52.189 55.394
5 PT. Kalbe Farma Tbk 676.582 705.694 706.822
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 15.241 11.077 5.032
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 52.509 49.918 70.819
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 43.172 52.176 94.271
Jumlah 1.192.345 1.193.640 1.353.915
Rata-rata 149.043,13 149.205,00 169.239,38
Perkembangan (%) 0,11 13,43
Tertinggi 676.582 705.694 706.822
Terendah 1.729 1.743 2.309 Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 17
Perubahan Return On Equity
Pada Industri Farmasi di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008.
(Dalam Satuan Persentase)
No Nama Perusahaan Tahun
2006 2007 2008
1 PT. Tempo Scan Pasific Tbk 14,03 13,16 14,34
2 PT. Prydam Farma Tbk 2,65 2,60 3,33
3 PT. Merck Indonesia Tbk 36,74 31,93 30,13
4 PT. Kalbe Farma (Persero) Tbk 5,05 5,75 5,84
5 PT. Kalbe Farma Tbk 22,59 20,84 19,51
6 PT. Indofarma (Persero) Tbk 5,43 3,80 1,70
103
7 PT. Darya-Varia laboratoria Tbk 12,74 10,80 13,94
8 PT. Bristol-Myers Squibb Indonesia Tbk 33,06 32,88 43,94
Jumlah 132 121,76 132,73
Rata-rata 16,54 15,22 16,59
Perubahan (%) -1,32 1,37
Tertinggi 36,74 32,88 43,94
Terendah 2,65 2,60 1,70
Sumber : ICMD 2009 (data diolah)
LAMPIRAN 19
Input SPSS V.12 for Windows
ZHS ZDER ZPER
-0,500 -0,533 -0,133
-0,507 -0,479 -0,352
-0,525 -0,431 -0,910
-0,543 -0,461 -0,065
-0,542 -0,226 0,739
-0,543 -0,221 -0,398
1,500 -0,581 -0,504
2,140 -0,611 -0,265
1,270 -0,668 -0,700
-0,537 -0,181 0,394
-0,530 -0,056 1,390
-0,542 -0,059 -0,738
-0,485 -0,323 0,140
-0,481 -0,371 0,163
-0,525 -0,300 -0,898
-0,541 1,425 0,352
-0,535 3,052 3,523
-0,543 2,883 1,248
-0,469 -0,338 -0,011
-0,464 -0,560 0,147
-0,497 -0,492 -0,740
2,293 0,039 -0,263
-0,009 -0,207 -1,214
2,114 -0,302 -0,906
104
LAMPIRAN 20
Output SPSS V.12 for Windows
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
ZHS .00000 1.000000 24
ZDER .00000 1.000000 24
ZPER .00000 1.000000 24
ZROE .00000 1.000000 24
Correlations
ZHS ZDER ZPER ZROE
Pearson Correlation ZHS 1.000 -.218 -.296 .825
ZDER -.218 1.000 .748 -.404
ZPER -.296 .748 1.000 -.523
ZROE .825 -.404 -.523 1.000
Sig. (1-tailed) ZHS . .154 .080 .000
ZDER .154 . .000 .025
ZPER .080 .000 . .004
ZROE .000 .025 .004 .
N ZHS 24 24 24 24
ZDER 24 24 24 24
ZPER 24 24 24 24
ZROE 24 24 24 24
Variables Entered/Removed
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
105
1 ZROE, ZDER,
ZPERa
. Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary(b)
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .841a .707 .663 .580708 1.926
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 16.256 3 5.419 16.068 .000a
Residual 6.744 20 .337
Total 23.000 23
a. Predictors: (Constant), ZROE, ZDER, ZPER
b. Dependent Variable: ZHS
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 4.446E-17 .119 .000 1.000
ZDER .036 .183 .036 .200 .844
ZPER .159 .196 .159 .812 .426
ZROE .923 .142 .923 6.497 .000
a. Dependent Variable: ZHS
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value -1.00911 1.87359 .00000 .840692 24
Std. Predicted Value -1.200 2.229 .000 1.000 24
106
Standard Error of Predicted
Value
.139 .466 .224 .079 24
Adjusted Predicted Value -1.08019 1.78392 .00394 .853242 24
Residual -1.030276 1.098169 .000000 .541513 24
Std. Residual -1.774 1.891 .000 .933 24
Stud. Residual -1.965 2.036 .000 1.011 24
Deleted Residual -1.263330 1.273212 -.003938 .646773 24
Stud. Deleted Residual -2.132 2.229 .000 1.064 24
Mahal. Distance .356 13.874 2.875 3.178 24
Cook's Distance .000 .363 .052 .088 24
Centered Leverage Value .015 .603 .125 .138 24
a. Dependent Variable: ZHS
Residuals Statistics(a)
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value -1,0400 ,3667 ,0000 ,29645 24
Std. Predicted Value -3,508 1,237 ,000 1,000 24
Standard Error of Predicted
Value ,222 ,773 ,324 ,144 24
Adjusted Predicted Value -1,7921 ,4353 -,0145 ,42245 24
Residual -,79712 2,21276 ,00000 ,95497 24
Std. Residual -,798 2,214 ,000 ,956 24
Stud. Residual -,834 2,272 ,005 ,999 24
Deleted Residual -,87377 2,32964 ,01443 1,05422 24
Stud. Deleted Residual -,828 2,553 ,039 1,059 24
Mahal. Distance ,172 12,802 1,917 3,163 24
Cook's Distance ,002 ,316 ,037 ,068 24
Centered Leverage Value ,007 ,557 ,083 ,138 24
a Dependent Variable: ZHS