Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH EFEKTIVITAS PROGRAM UPAYA KHUSUS
PENINGKATAN PRODUKSI PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI
(UPSUS PAJALE) TERHADAP KUALITAS PEMBERDAYAAN PETANI
DI KECAMATAN BANJAR KABUPATEN PANDEGLANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan
Disusun Oleh:
SYIFA NIDIANNISA
6670142209
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
TAHUN 2018
ABSTRACT
Syifa Nidiannisa. NIM 6670142209. 2018. Thesis. The Influence Of Effectiveness
Especial Effort Of Increasing Production Of Rice, Corn, and Soybeans (Upsus
Pajale) Program To The Quality Of Farmers Empowerment In Banjar Subdistrict,
Pandeglang Regency. Study Program Of Goverment Science. Faculty Of Social
Science and Political Science Sultan Ageng Tirtayasa University. Advisor I : Yeni
Widyastuti, M.Si and Advisor II : Moh. Rizky Godjali, M.IP
The Especial Effort Of Increasing Production Of Rice, Corn, and Soybeans
(Upsus Pajale) is the program which is carried out by the ministry of agriculture
which aims to succeed food sovereignty by focusing on three food commodities;
they are rice, corn and soybeans with activities based on empowerment. The
purpose of this research was to know the effectiveness of Upsus Pajale program
which influenced the quality of farmers empowerment in Banjar District ,
Pandeglang Regency. This research used quantitative research with associative
approach. Based on the calculation of sample using the formula of Taro Yamane
with 7% level of precision, the researcher gained 125 respondents. This research
used the theory of effectiveness according to Sutrisno (2007;125-126) with
indicators of understanding of the program, on target, on time, the goals
achievement, and real change. Meanwhile according to the theory of
empowerment in Soetomo (2011:72-85) consist indicators of decentralized,
bottom up, local variation, learning process, sustainability, social inclusion, and
transformation. The result revealed that the value of effectiveness and
empowerment was in a good category of 71.31% and 69.99%. The conclusion
from this research showed there is the effectiveness of Upsus Pajale Program
which influenced the farmers’ empowerment in Banjar District, Pandeglang
Regency by 29.2%. Agriculture Banten Province Department need to have a
reference when the program is implemented and dismissed so that farmers do not
depend on government assistance by means of continuous monitoring and
reporting.
Keywords: Effectivenes, Farmers Empowerment, Food sovereignty, Upsus Pajale.
ABSTRAK
Syifa Nidiannisa. NIM 6670142209. 2018. Skripsi. Pengaruh Efektivitas Program
Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale)
Terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang. Program Studi Ilmu Pemerintahan. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I : Yeni Widyastuti,
M.Si dan Pembimbing II : Moh. Rizky Godjali, M.IP
Program upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus
Pajale) merupakan program yang diusung oleh Kementrian Pertanian yang ber-
tujuan untuk menyukseskan kedaulatan pangan dengan fokus pada tiga komoditas
pangan yaitu padi, jagung, dan kedelai dengan kegiatan yang berbasis pem-
berdayaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh efektivitas program Upsus Pajale terhadap kualitas pemberdayaan petani
di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan asosiatif. Berdasarkan perhi-
tungan sampel dengan rumus Taro Yamane dengan tingkat presisi sebesar 7% dan
diperoleh sampel sebanyak 125 responden. Penelitian ini menggunakan teori
efektivitas menurut Sutrisno (2007 : 125 – 126) dengan indikator pemahaman
program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan, dan perubahan nyata. Se-
dangkan teori pemberdayaan menurut Soetomo (2011:72-85) dengan indikator
desentralisasi, bottom up, variasi lokal, proses belajar, keberlanjutan, social inclution,
dan transformation. Hasilnya nilai efektivitas dan pemberdayaan termasuk dalam kategori baik yaitu
sebesar 71,31% dan 69,99%. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukan terdapat
pengaruh efektivitas program Upsus Pajale terhadap pemberdayaan petani di
Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang sebesar 29,2 %. Saran dalam
penelitian ini Dinas Pertanian Provinsi Banten perlu memiliki acuan kapan
program diberlakukan dan diberhentikan agar para petani tidak bergantung dengan
bantuan pemerintah dengan cara pengawasan dan pelaporan yang berkelanjutan.
Kata kunci : Efektivitas, Kedaulatan Pangan, Pemberdayaan Petani, Upsus
Pajale.
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan Skripsi yang berjudul
“Pengaruh Efektivitas Program Upaya Khusus Peningkatan Produktivitas
Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di
Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang”.
Adapun tujuan dari pembuatan Skripsi ini adalah untuk dapat memenuhi salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam proses penulisan Skripsi ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan yang terdapat dalam Skripsi ini, karena itulah penulis akan sangat
berbesar hati untuk menerima saran, kritik, serta gagasan yang dapat menjadi
bahan perbaikan bagi penulis.
Skripsi ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
2. Dr. H. Agus Sjafari, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
ii
4. Iman Mukroman, S.Ikom selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, M.Si selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Abdul Hamid, Ph.D selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Ika Arinia Indriyany, MA selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa.
8. Shanty Kartika Dewi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Akademik yang
telah membimbing selama proses perkuliahan serta mendengarkan keluh
kesah penulis sejak awal masuk perkuliahan sampai saat ini.
9. Yeni Widyastuti, M.Si selaku Dosen Pembimbing I. Terima kasih telah
menjadi dosen pembimbing yang baik dan sabar.
10. M Rizky Godjali, M.IP selaku Dosen Pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan waktunya selama proses penyusunan skripsi ini.
11. Pihak Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang yang telah memberikan data
pendukung demi kelancaran penelitian ini.
12. Pihak Dinas Pertanian Provinsi Banten yang telah memberikan data
pendukung demi kelancaran penelitian ini.
13. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa atas ilmu
selama perkuliahan dan proses keperluan administratif.
iii
14. Kedua orangtua, yang selalu mendoakan yang terbaik untuk anak –
anaknya, serta pengrbanannya yang tidak dapat terbayarkan oleh apapun.
Terima Kasih karena kedua orangtuaku adalah motivasi utama dalam
menyelesaikan Skripsi ini.
15. Inne Hardiyanti, Nadia Nur Fitriana, Sifa Mufalina, Yulistia Rahmawati,
Nanda Fransisca, Asyifa Rahmadina, Lista Diana, Rahayu Rachmawati
Mahpudin, Hendra Silaban, Reza Pradana. Terima kasih telah menemani
dan membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.
16. Teman – teman kelas angkatan 2014 Ilmu Pemerintahan yang telah
menjadi kawan main, diskusi, dan kawan ngobrol selama perkuliahan.
17. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu.
Skripsi ini adalah hasil karya penulis. Oleh karena itu penulis dapat
mempertanggungjawabkan skripsi ini sepenuhnya. Demi perbaikan selanjutnya
saran serta kritik yang membangun senantiasa penulis terima dengan lapang hati.
Semoga penelitian ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.
Serang. November 2018
Penulis
Syifa Nidiannisa
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PERNYATAAN
LEMBAR PENGESAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PEENGANTAR ................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ............................................................................... 16
C. Rumusan Masalah ................................................................................... 17
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 17
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori ............................................................................................ 20
B. Penetilian Terdahulu ............................................................................... 33
C. Kerangka Pemikiran ............................................................................... 42
v
D. Hipotesis ................................................................................................. 43
BAB III PENDEKATAN PENELITIAN
A. Variabel Penelitian.................................................................................. 44
1. Definisi Konseptual ......................................................................... 44
2. Definisi Operasional ........................................................................ 46
B. Instrumen Penelitian ............................................................................... 49
C. Responden Penelitian ............................................................................ 50
1. Populasi ........................................................................................... 50
2. Sampel ............................................................................................ 51
D. Teknik Sampling ..................................................................................... 52
E. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 54
F. Uji Validitas dan Realibitas Data .......................................................... 56
1. Uji Validitas ...................................................................................... 56
2. Uji Reliabilitas .................................................................................. 57
G. Teknik Analisis Data ............................................................................. 58
H. Jadwal Penelitian .................................................................................... 62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data ........................................................................................ 63
1. Gambaran Umum Kecamatan Banjar ............................................... 63
2. Identitas Responden .......................................................................... 67
3. Deskripsi Hasil Penelitian ................................................................ 73
B. Pengujian Persyaratan Statistik .............................................................. 124
1. Uji Validitas ..................................................................................... 124
vi
2. Uji Reliabilitas ................................................................................. 128
3. Uji Normalitas ................................................................................. 129
C. Pengujian Hipotesis ................................................................................ 130
D. Pembahasan ............................................................................................ 135
1. Interpretasi Hasil Penelitian .............................................................. 135
2. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................ 138
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................................. 155
B. Saran ..................................................................................................... 156
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 158
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Luas Tanam Jagung Tahun 2016-2017 ............................................... 4
Tabel 2 Luas Tanam Kedelai Tahun 2016-2017 .............................................. 5
Tabel 3 Luas Lahan Pertanian di Provinsi Banten
Tahun 2012-2016 ............................................................................................. 7
Tabel 4 Laju Pertumbuhan Riil PDRB Kab. Pandeglang
Menurut Kategori Lapangan Usaha (persen), 2012-2016 ................................ 9
Tabel 5 Data Status Pembangunan Desa .......................................................... 11
Tabel 6 Jumlah Kepala Keluarga Tani Menurut Status Garapan ..................... 12
Tabel 7 Penerima Benih Komoditas Jagung Tahun 2017 ................................ 13
Tabel 8 Penerima Benih Komoditas Kedelai Tahun 2017 ............................... 13
Tabel 9 Kisi – kisi Instrumen Penelitian .......................................................... 48
Tabel 10 Besar Sampel Tiap Kluster ............................................................... 53
Tabel 11 Skoring / Nilai ................................................................................... 55
Tabel 12 Kriteria Persentase Analisis Deskriptif ............................................. 58
Tabel 13 Interpretasi Terhadap Nilai Koefisien Korelasi ................................ 60
Tabel 14 Jadwal Penelitian............................................................................... 62
Tabel 15 Luas Wilayah Sawah ......................................................................... 65
Tabel 16 Luas Agroekosistem Lahan Kering................................................... 66
Tabel 17 Hasil Uji Validitas Variabel X .......................................................... 125
Tabel 18 Hasil Uji Validitas Variabel Y .......................................................... 126
Tabel 19 Hasil Uji Reliabilitas Variabel X ...................................................... 128
viii
Tabel 20 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y ...................................................... 128
Tabel 21 Hasil Uji Normalitas ......................................................................... 129
Tabel 22 Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi
Pearson Product Moment ................................................................................ 131
Tabel 23 Hasil Perhitungan Uji Regresi Linier Sederhana .............................. 132
Tabel 24 Hasil Perhitungan Uji Koefisien Determinasi ................................... 134
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berfikir ............................................................................ 42
Gambar 2 Peta Wilayah Kecamatan Banjar ..................................................... 63
Gambar 3 Kurva Uji Dua Pihak ....................................................................... 134
x
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ............................. 67
Diagram 2 Identitas Responden Berdasarkan Usia ............................................. 69
Diagram 3 Identitas Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..................... 69
Diagram 4 Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran
Per-Bulan ............................................................................................................ 70
Diagram 5 Identitas Responden Berdasarkan Jenis Komoditas ......................... 71
Diagram 6 Identitas Responden Berdasarkan
Status Kepemilikan Lahan .................................................................................. 72
Diagram 7 Identitas Responden Berdasarkan Luas Lahan ................................. 73
Diagram 8 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 1 ................................... 75
Diagram 9 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 2 ................................... 76
Diagram 10 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 3 ................................. 77
Diagram 11 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 4 ................................. 77
Diagram 12 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 5 ................................. 78
Diagram 13 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 6 ................................. 79
Diagram14 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 7 .................................. 80
Diagram 15 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 8 ................................. 81
Diagram 16 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 9 ................................. 82
Diagram 17 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 10 ............................... 83
Diagram 18 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 11 ............................... 84
Diagram 19 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 12 ............................... 85
xi
Diagram 20 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 13 ............................... 86
Diagram 21 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 14 ............................... 86
Diagram 22 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 15 ............................... 87
Diagram 23 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 16 ............................... 88
Diagram 24 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 17 ............................... 89
Diagram 25 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 18 ............................... 90
Diagram 26 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 19 ............................... 91
Diagram 27 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 20 ............................... 92
Diagram 28 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 21 ............................... 93
Diagram 29 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 22 ............................... 94
Diagram 30 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 23 ............................... 95
Diagram 31 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 24 ............................... 96
Diagram 32 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 25 .............................. 97
Diagram 33 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 26 .............................. 98
Diagram 34 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 27 ............................... 99
Diagram 35 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 28 ............................... 100
Diagram 36 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 29 ............................... 101
Diagram 37 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 30 ............................... 102
Diagram 38 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 31 ............................... 103
Diagram 39 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 32 ............................... 104
Diagram 40 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 33 ............................... 104
Diagram 41 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 34 ............................... 105
Diagram 42 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 35 ............................... 106
xii
Diagram 43 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 36 ............................... 107
Diagram 44 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 37 ............................... 107
Diagram 45 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 38 ............................... 108
Diagram 46 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 39 ............................... 109
Diagram 47 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 40 ............................... 110
Diagram 48 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 41 ............................... 111
Diagram 49 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 42 ............................... 111
Diagram 50 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 43 ............................... 112
Diagram 51 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 44 ............................... 113
Diagram 52 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 45 ............................... 114
Diagram 53 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 46 ............................... 115
Diagram 54 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 47 ............................... 116
Diagram 55 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 48 ............................... 117
Diagram 56 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 49 ............................... 118
Diagram 57 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 50 ............................... 119
Diagram 58 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 51 ............................... 120
Diagram 59 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 52 ............................... 120
Diagram 60 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 53 ............................... 121
Diagram 61 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 54 ............................... 122
Diagram 62 Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 55 ............................... 123
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara agraris karena sebagian besar penduduknya
bermata pencaharian di bidang pertanian. Berdasarkan data BPS pada bulan
Agustus 2016, sekitar 32,85 persen (37,75 juta orang) dari 114,82 juta penduduk
menggantungkan hidupnya di sektor pertanian, baik sebagai petani maupun buruh
tani. Meskipun sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan
perekonomian, namun masih banyak Petani yang hidup dibawah garis
kemiskinan. Oleh karena itu Pemerintahan Jokowi-JK melalui visinya yang
tertuang dalam Nawa Cita, menaruh komitmen dan perhatian serius pada sektor
pertanian, yaitu mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-
sektor strategis ekonomi domestik dengan menitikberatkan pada upaya
mewujudkan Kedaulatan Pangan dan Mensejahterakan Petani melalui kegiatan
yang berbasis pemberdayaan.
Pentingnya pemberdayaan didasarkan pada pemikiran community based
resource manegement (pengelolaan sumberdaya lokal), yang merupakan sebuah
paradigma manajemen pembangunan yang mencoba menjawab tantangan
pembangunan, yaitu kemiskinan, memburuknya lingkungan hidup, dan kurangnya
partisipasi masyrakat di dalam proses pembangunan yang menyangkut diri
mereka. Pemikiran tersebut merupakan mekanisme perencanaan people centerd
2
development (pembangunan yang berorientasi pada manusia) yang menekankan
pada teknologi social learning (pembelajaran sosial) dan strategi perumusan
progam yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengaktualisasikan diri mereka (empowerment).
Pemerintah telah menerapkan berbagai kebijakan dalam pembangunan di
bidang pertanian. Pemerintah menunjukan keseriusannya dalam melakukan
pembangunan pertanian melalui regulasi yang dituangkan dalam Undang-undang
nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani yang
berlaku hingga saat ini. Dalam pasal 1 menyatakan bahwa Perlindungan Petani
adalah segala upaya untuk membantu Petani dalam menghadapi permasalahan
kesulitan memperoleh prasarana dan sarana produksi, kepastian usaha, resiko
harga, kegagalan panen, praktik ekonomi biaya tinggi, dam perubahan iklim.
Sedangkan Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan
kemampuan petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui
pendidikan dan pelatihan, penyuluhan, pendampingan, pengembangan sistem
sarana pemasaran hasil Pertanian, Konsolidasi dan jaminan luasan lahan
pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta
penguatan Kelembagaan Petani.
Berbagai kebijakan telah dikeluarkan Pemerintah dalam bidang pertanian.
Salah satu kebijakan di bidang pertanian yang diusung Pemerintahan Jokowi - JK
yaitu program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai.
Hal ini ditindaklanjuti melalui Kabinet Kerja yang berfokus dalam kemandirian
pangan dan energi untuk menjamin ketahanan dan juga kemandirian pangan yaitu
3
Direktorat Jendral Tanaman Pangan. Pencapaian target produksi yang harus
dicapai untuk padi adalah sebesar 73,40 juta ton, jagung sebesar 20,33 juta ton,
dan kedelai sebesar 1,27 juta ton. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
Kementerian Pertanian untuk mewujudkan target tersebut adalah melalui
Perbaikan atau Pembangunan Jaringan Irigasi Teriser atau PJIT, pengoptimalan
lahan dan air, pemberian bantuan benih dan pupuk, serta Gerakan Penerapan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT). Program Upsus Pajale diterapkan di
berbagai daerah di Indonesia yang memiliki potensi besar di bidang pertanian,
salah satunyaProvinsiBanten.
Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai
dalam pelaksanaannya berada pada pengawasan Pemerintah Provinsi Banten
melalui Dinas Pertanian Provinsi Banten yang berperan dalam pengadaan benih,
alat mesin pertanian, dan pengawasan. Selain itu untuk membantu mempercepat
pelaksanaan Program Upsus Pajale Pemerintah Provinsi Banten juga melibatkan
Pemerintah Kabupaten/Kota melalui Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang.
Tidak hanya Pemerintah Pusat maupun daerah yang mengawal terlaksananya
program Upsus Pajale ini, kalangan NGO seperti KTNA, Akademisi, dan
Mahasiswa. Selain itu dari kalangan militer juga ikut terlibat seperti Danramil,
Babinsa, yang berperan dalam mensosialisasikan program, pengawalan serta
pendampingan program.
Sejak tahun 2016 program Upsus Pajale telah diterapkan di beberapa Provinsi
di Indonesia. Namun dalam perkembangannya produktivitas dari hasil program
Upsus Pajale tersebut beragam dari berbagai daerah. Ada yang berhasil
4
ditandaidengan meningkatnya luas tanam dari tahun 2016 hingga 2017 namun ada
pula yang luas tanamnya menurun. Hal ini dapat dilihat dari beberapa daerah yang
mengalami penururnan luas tanam seperti yang dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 1
Luas Tanam Jagung Tahun 2016-2017
No.
(1)
Provinsi
(2)
LT. JAGUNG (Ha)
Selisih
(5) 2016
(3)
2017
(4)
1 Aceh 23.611 27.046 3.435
2 Sumatera Utara 72.243 67.594 -4.649
3 Sumatera Barat 38.594 45.220 6.626
4 Riau 5.004 1.130 -3.874
5 Jambi 2.762 5.608 2.846
6 Sumetera Selatan 33.466 43.663 10.197
7 Bengkulu 8.852 6.360 -2.492
8 Lampung 161.299 188.103 26.804
9 Kep. Bangka Belitung 179 175 -4
10 Kep. Riau 165 127 -38
11 DKI Jakarta - - -
12 Jawa Barat 94.106 108.626 14.520
13 Jawa Tengah 207.410 242.923 35.513
14 DI Yogyakarta 47.153 47.713 560
15 JawaTimur 562.967 533.335 -29.632
16 Banten 4.234 51.254 47.020
17 Bali 14.950 11.002 -3.948
18 Nusa Tenggara Barat 131.320 154.479 23.159
19 Nusa Tenggara Timur 258.179 252.215 -5.964
20 Kalimantan Barat 11.190 20.450 9.260
21 Kalimantan Tenggara 4.937 9.596 4.659
22 Kalimantan Selatan 18.486 17.937 -549
23 Kalimantan Timur 6.231 2.903 -3.328
24 Kalimantan Utara 1.020 105 -915
25 Sulawesi Utara 59.285 91.006 31.721
26 Sulawesi Tengah 19.273 28.272 8.999
27 Sulawesi Selatan 185.332 137.249 -48.083
28 Sulawesi Tenggara 17.766 20.091 2.325
29 Gorontalo 120.374 104.110 -16.264
5
(1) (2) (3) (4) (5)
30 Sulawesi Barat 26.246 33.232 6.986
31 Maluku 3.497 4.160 663
32 Maluku Utara 4.307 21.421 17.114
33 Papua Barat 518 61 -457
34 Papua 1.827 2.182 355
JUMLAH 2.146.783 2.279.348 132.565
Sumber :Kementrian Pertanian, 2018
Dapat dilihat bahwa di beberapa daerah mengalami peningkatan luas tanam,
namun ada pula daerah yang mengalami penurunan. 14 provinsi di Indonesia dari
tahun 2016 hingga tahun 2017 mengalami penurunan luas tanam pada komoditas
jagung. Diantaranya provinsi Sumatera Utara, Jambi, Bengkulu, Kep Bangka Be-
litung, Kep. Riau, JawaTimur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo, dan Papua
Barat. Selain itubeberapadaerah yang mengalami peningkatan luas tanam terdapat
19 Provinsi diantaranya, provinsi Aceh Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan,
Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kali-
mantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi
Barat, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.
Tabel 2
Luas Tanam Kedelai Tahun 2016-2017
No. Provinsi
LT. KEDELAI
2016 2017 Selisih
1 Aceh 3.289 6.862 3.573
2 Sumatera Utara 3.166 2.429 -737
3 Sumatera Barat 48 18 -30
4 Riau 332 497 165
5 Jambi 1.716 1.561 -155
6 Sumetera Selatan 2.252 4.366 2.114
7 Bengkulu 260 1.136 876
8 Lampung 981 26.882 25.901
9 Kep. Bangka Belitung - - -
6
(1) (2) (3) (4) (5)
10 kep. Riau 3 3 0
11 DKI Jakarta - - -
12 Jawa Barat 4.815 25.414 20.599
13 Jawa Tengah 14.865 21.447 6.582
14 DI Yogyakarta 1.090 825 -265
15 Jawa Timur 16.544 27.511 10.967
16 Banten 2.252 8.623 6.371
17 Bali 599 84 -515
18 Nusa Tenggara Barat 12.074 22.141 10.067
19 Nusa Tenggara Timur 1.949 8.202 6.253
20 Kalimantan Barat 198 497 299
21 Kalimantan Tenggara 607 695 88
22 Kalimantan Selatan 804 5.968 5.164
23 Kalimantan Timur 1.078 67 -1.011
24 Kalimantan Utara 6 11 5
25 Sulawesi Utara 2.698 15.326 12.628
26 Sulawesi Tengah 1.455 1.908 453
27 Sulawesi Selatan 5.486 2.729 -2.757
28 Sulawesi Tenggara 1.912 761 -1.151
29 Gorontalo 138 100 -38
30 Sulawesi Barat 991 2.797 1.806
31 Maluku 598 115 -483
32 Maluku Utara 283 16 -267
33 Papua Barat 104 29 -75
34 Papua 825 420 -405
JUMLAH 83.418 189.440 106.022
Sumber :Kementrian Pertanian, 2018
Selain itu tidak hanya komoditas jagung yang mengalami perubahan yang
signifikan di tiap daerah tetapi komoditas kedelai juga mengalami perubahan. 12
Provinsi di Indonesia, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, DIY, Bali,
Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku
Utara, Papua Barat, dan Papua. Sedangkan 20 provinsi lainnya mengalami pen-
ingkatan luas tanam, diantaranya provinsi Aceh, Riau, Jambi, Sumatera Selatan,
Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimur, NTB, NTT, Kali-
7
mantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi
Tengah, dan Sulawesi Barat. Dari kedua data pada table tersebut yang menarik
adalah Provinsi Banten mengalami peningkatan luas tanam baik pada komoditas
jagung maupun kedelai dimana pada tahun 2016 untuk komoditas jagung sebesar
4.234 dan pada tahun 2017 menjadi 51.254 Ha. Sedangkan untuk komoditas
kedelai pada tahun 2016 sebesar 2.252 Ha menjadi 8.623 Ha pada tahun
2017.Oleh karena itu penelitian mengenai program Upsus Pajale khususnya di
Provinsi Banten menarik untuk dikaji.
Provinsi Banten merupakan daerah yang potensial untuk dijadikan daerah
agrarian terlebih untuk kawasan Banten Selatan yang mencakup Kabupaten
Pandeglang dan Kabupaten Lebak. Disamping itu daerah banten Selatan juga di-
jadikan daerah berbasis ketahanan pangan. Hal ini diperkuat dengan kondisi lu-
aslahan di Provinsi Banten yang sebagaimana dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3
Luas Lahan Pertanian di Provinsi Banten Tahun 2012-2016
(Ha)
No Kabupaten/Kota Tahun
2012 2013 2014 2015 2016
1 Kab. Pandeglang 47.153,00 54.080,00 54.541,00 54.541,00 54.540,00
2 Kab.Lebak 40.150,00 45.843,00 47.572,00 49.444,00 53.946,00
3 Kab. Tangerang 42.702,00 38.644,00 38.644,00 36.934,00 36.635,00
4 Kab. Serang 49.543,00 45.024,00 48.861,00 48.095,00 47.548,80
5 Kota Tangerang 1.310,00 690 618 460 460
6 Kota Cilegon 1.965,00 1.746,00 1.786,00 1.618,00 1.601,90
7 Kota Serang 8.197,00 8.476,00 8.355,00 8.325,00 8.325,00
8
Kota Tangerang
Selatan - 213 103 75 66
Jumlah 191.020,00 194.716,00 200.480,00 199.492,00 203.122,70
Sumber : BPS Provinsi Banten, 2017
8
Jika dilihat dari tabel diatas, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak
merupakan daerah yang cukup potensial di bidang pertanian. Namun potensi di
bidang pertanian tidak didukung dengan perekonomian daerah tersebut.
Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak masih berlomba – lomba untuk
keluar dari status mereka sebagai daerah tertinggal. Jika Kabupaten Lebak tengah
disuntik investasi di bidang industri, lain halnya dengan Pandeglang. Kabupaten
Pandeglang menetapkan sektor pertanian, maritim dan wisata sebagai sumber
pendapatan utama yang tercatat dalam misi ke-3 Kabupaten Pandeglang yaitu
peningkatan nilai tambah sektor pertanian.
Meskipun wilayah Banten memiliki potensi pada sector agraria yang signif-
ikan namun tidak semua daerah selalu mengalami peningkatan dalam sector ini
seperti halnya di Kabupaten Lebak. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh
Akademisi Universitas Sultan Ageng Tirtyasa Riswanda, Abdul Hamid, dan Yeni
Widyastuti terjadinya penurunan andil dalam sektor pertanian di Sawarna,
Kabupaten Lebak disebabkan oleh beberapa faktor. Diantaranya, Pertama,
Kurangnya pengetahuan di bidang teknik bertani modern oleh karena itu petani
tidak bisa memanfaatkan lahan secara maksimal yang menyebabkan upah yang
tidak menjanjikan dan tetap, sehingga mereka lebih memilih menjual lahannya
kepada para investor dan pada akhirnya menjadi buruh di lahan yang dulu
dimilikinya.Kedua, Kurangnya penyuluhan yang dilakukan oleh Dinas Pertanian
terhadap petani yang menyebabkan sempitnya pengetahuan lingkungan seperti
bagaimana membebaskan lahan dari pestisida secara alami.Ketiga, Petani
memiliki hutang untuk membeli pupuk dan pestisida. Keempat, Pesatnya
9
perkembangan di bidang pariwisata yang mengakibatkan berubahnya pola pikir
dan gaya hidup perkotaan. Kelima, tidak adanya kontrol pemerintah terhadap
harga pasar yang mengakibatkan petani menjual hasil panennya secara ilegal
kepada tengkulak – tengkulak. Selain itu kalahnya persaingan antara produk lokal
dan impor dimana beras impor lebih murah harganya dibandingkan beras lokal.
Kabupaten Pandeglang merupakan salah satu wilayah di Provinsi Banten
yang memiliki potensi di bidang pertanian. Kabupaten Pandeglang merupakan
kabupaten yang memiliki luas lahan pertanian terluas di Provinsi Banten, dimana
luas lahan pertaniannya mencapai 58,61 persen dari total lahan pertanian yang
dimiliki Provinsi Banten. Kontribusi terbesar perekonomian Kabupaten
Pandeglang didukung oleh sektor pertanian seperti yang terlihat pada tabel
berikut.
Tabel 4
Laju Pertumbuhan Riil PDRB Kab. Pandeglang Menurut Kategori
Lapangan Usaha (persen), 2012-2016
Lapangan Usaha
(1)
2012
(2)
2013
(3)
2014
(4)
2015
(5)
2016
(6)
A. Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan
31.18 33.98 32.87 33.89 33.94
B. Pertambangan dan Penggalian 13.40 11.46 11.45 10.82 10.44
C. Industri Pengolahan 6.52 6.42 6.13 5.90 5.76
D. Pengadaan Listrik dan Gas 0.47 0.46 0.46 0.57 0.55
E. Pengadaan Air, Pengolahan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang
0.06 0.06 0.06 0.06 0.06
F. Kontruksi 4.69 4.70 4.85 4.89 4.97
G. Perdagangan Besar dan Eceran,
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
11.99 11.60 11.69 11.17 11.25
H. Transportasi dan Pergudangan 5.14 5.43 5.82 5.78 5.72
I. Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum
4.84 4.86 5.18 5.34 5.38
J. Informasi dan Komunikasi 0.35 0.32 0.34 0.31 0.30
K. Jasa keuangan dan Asuransi 2.50 2.52 2.47 2.41 2.56
L. Real Estate 7.52 7.08 6.96 7.04 7.04
10
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
M, N Jasa Perusahaan 0.23 0.23 0.22 0.23 0.23
O. Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
6.00 5.73 6.14 6.25 6.36
P. Jasa Pendidikan 3.17 3.21 3.37 3.34 3.41
Q. Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial
0.96 0.93 0.95 0.95 0.95
R, S, T, U Jasa lainnya 0.96 1.01 1.05 1.06 1.07
Produk Domestik Regional Bruto 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang, 2016
Jika dilihat dari tabel diatas, pada tahun 2016 setidaknya ada empat lapangan
usaha yang memiliki andil terbesar dalam pertumbuhan perekonomian
pandeglang.Lapangan usaha tersebut diantaranya Pertama, Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan yaitu sebesar 1,72 persen, Kedua, perdagan besar dan eceran
sebesar 0.63 persen, Ketiga,real estate sebesar 0.49 persen danKeempat, penyedia
akomodasi makan dan minum sebesar 0.39 persen. Kondisi ini sama seperti tahun
2015, namun di tahun 2016 terjadi penurunan andil terutama di lapangan usaha
pertanian, kehutanan, dan perikanan.
Sejak tahun 2016 Program Upsus Pajale telah diterapkan di beberapa
Kecamatan di Kabupaten Pandeglang. Namun setelah hampir dua tahun program
tersebut dilaksanakan, pada kenyataannya belum mampu mensejahterakan petani.
Masih banyak daerah yang mendapatkan predikat dengan status tertinggal di
Kabupaten Pandeglang diantaranya Kecamatan Banjar, Kaduhejo, dan Cadasari
menurut Keputusan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi masih terdapat desa tertinggal dan desa berkembang dengan nilai
Indeks yang terlampir pada tabel 3:
11
Tabel 5
Data Status Pembangunan Desa
Kecamatan Desa Nilai Indeks Status Pembangunan
Banjar
Cibeurem 46,38 Tertinggal
Citalahab 58,01 Berkembang
Kadubale 49,92 Tertinggal
Kadumaneuh 61,16 Berkembang
Kaduhejo Sukasari 61,16 Berkembang
Bayumundu 45,71 Tertinggal
Cadasari Cadasari 72,25 Berkembang
Kaduela 57,38 Berkembang
Sumber : Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi,
2017
Dari tabel diatas terdapat delapan desa yang menjadi prioritas pembangunan
dikarenakan statusnya yang masih tertinggal dan berkembang. Ada beberapa
kriteria yang dijadikan dalam penetapan status desa menurut Kemendesa,
diantaranya, Pertama dilihat dari perekonomian masyarakat dimana kriteria
ekonomi diukur berdasarkan Persentase penduduk miskin dan pendapatan per
kapita masyarakat. Kedua Sumber daya manusia yang diukur dari angka melek
huruf, angka harapan hidup, dan rata – rata lama sekolah. Ketiga Sarana dan
Prasarana dimana kriteria infrastruktur diukur berdasarkan kondisi infrastruktur
daerah meliputi Transportasi, Pendidikan, Kesehatan, Elektrifikasi, Air bersih,
Telekomunikasi, dan Ekonomi (Pasar). Keempat Aksesibilitas yang diukur
berdasarkan keterjangkauan jarak ke fasilitas umum seperti saraana kesehatan,
sarana pendidikan, dan kantor pusat pemerintahan.
Kecamatan Banjar merupakan salah satu wilayah yang memmiliki peluang
besar di sektor pertanian.Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jumlah penduduk
yang berprofesi di sector agraria.Kondisi tersebut diperkuat dengan sebaran petani
di seluruh desa di Kecamatan Banjar. Kelompok petani yang menggarap lahan
12
pertanian beragam, mulai dari petani yang memiliki lahan sendiri maupun petani
yang menggarap di lahan milik orang lain. Sebagaimana dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 6
Jumlah Kepala Keluarga Tani Menurut Status Garapan
No
Nama Desa
KK Tani Menurut Status Garapan
Pemilik
Penggarap
Penggarap Penyewa
/Penggadai
Jumlah
1 Cibereum 126 85 43 254
2 Cibodas 29 42 14 85
3 Kadulimus 124 163 12 299
4 Bandung 51 43 26 120
5 Kadumaneuh 78 83 15 176
6 Citalahab 142 186 52 380
7 Pasirawi 113 128 26 267
8 Mogana 73 114 23 210
9 Kadubale 68 147 35 250
10 Banjar 83 187 64 334
11 Gunungputri 108 157 68 333
Jumlah 995 1.335 378 2.708
Sumber : BPP Kecamatan Banjar 2018
Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat bahwa status petani menurut lahan garapan
dengan kategori pemilik penggarap mayoritas terdapat di desa Citalahab yaitu
sebanyak 142 KK atau sebesar 14,27 %. Untuk kategori penggarap mayoritas ter-
dapat di desa Banjar yaitu sebanyak 187 KK atau sebesar 14,07%. Sedangkan un-
tuk kategori penyewa atau penggadai mayoritas terdapat di desa Gunung putrid
yaitusebanyak 68 KK atausebesar 17,98%. Jika diakumulasikan dari berbagai kat-
egori, status petani menurut lahan garapan didominasi oleh petani penggarap yaitu
sebanyak 1.335 atau sebesar 49,29 %.
Sejak tahun 2017 Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi,
Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale) diterapkan di Kecamatan Banjar. Dalam
13
program upsus pajale pada tahun 2017 terdapat 324 petani yang terlibat seperti
yang tersajikan pada tabel 7 dan 8.
Tabel 7
Penerima Benih Komoditas Jagung Tahun 2017
KECAMATAN DESA/
KELURAHAN
KELOMPOK
JUMLAH
Banjar Cibeureum Cikaracak 40
Banjar Cibodas Sumber Rejeki 10
Banjar Kadulimus Bina Karya 5
Banjar Bandung Harapan Muda 15
Banjar Bandung Rukun Tani 5
Banjar Kadumaneuh Sinar Wangi 8
Banjar Citalahab Karya Tani 20
Banjar Pasirawi Tunas Muda 25
Banjar Pasirawi Mekar Jaya 10
Banjar Mogana Tani Mukti 35
Banjar Kadubale Sinar Bahagia 5
Banjar Banjar Itikurih 12
Banjar Gunungputri Karya Bakti I 4
JUMLAH 194
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, 2018
Tabel 8
Penerima Benih Komoditas Kedelai Tahun 2017
KECAMATAN DESA/
KELURAHAN
KELOMPOK JUMLAH
Banjar Pasirawi Tunas Muda 50
Banjar Citalahab Karya Tani 50
Banjar Mogana Tani Mukti 30
JUMLAH 130
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang, 2018
Dari tabel 7 dan 8 dapat dilihat bahwa pada tahun 2017 jumlah penerima pada
komoditas jagung sebanyak 194 petani yang tersebar di 11 desa di Kecamatan
Banjar. Sedangkan jumlah penerima pada komoditas kedelai sebanyak 130 orang.
Penerima bantuan dari program Upsus Pajale adalah mereka yang tergabung pada
kelompok tani yang tersebar di 11 desa di Kecamatan Banjar. Setiap ketua
kelompok bertanggung jawab atas pendistribusian benih kepada para petani yang
14
menjadi anggotanya. Sistem penentuan jenis benih yang diterima tergantung
kepada ketersediaan benih dan acak.
Pelaksanaan program Upsus Pajale pada tahun 2017 di Kecamatan Banjar
belum dapat mencerminkan keberhasilan secara menyeluruh. Berdasarkan
observasi awal program ini belum berjalan sesuai dengan tujuan. Hal ini
dipertegas dengan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan penyuluh dari
Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang. Menurut penyuluh dari Dinas Pertanian
Kabupaten Pandeglang menyatakan bahwa program ini belum berjalan sesuai
dengan tujuan jika melihat kondisi beberapa Desa di Kecamatan Banjar.
Dari hasil wawancara dan observasi secara langsung, peneliti menemukan
beberapa masalah. Pertama, kurangnya partisipasi petani dalam kegiatan
penyuluhan yang diberikan, sehingga penyuluh di Kecamatan Banjar haru
berkeliling ke tiap kelompok tani agar ilmu pengetahuan bisa tersampaikan.
Kurangnya partisipasi petani disebabkan karena keterbatasan dana yang dimiliki
petani. Ketika ada sosialisasi dari Dinas Petani yang tinggal jauh dari Balai Desa
atau Balai Penyuluhan Pertanian Kecamatan Banjar harus menempuh jarak yang
lumayan jauh. Kedua, Program Upsus Pajale tidak sesuai dengan waktu yang
telah ditetapkan. Terlambatnya pendistribusian bibit kepada kelompok tani
menyebabkan terhambatnya para petani untuk menggarap sawahnya. Berdasarkan
data yang diperoleh peneliti hal ini disebabkan karena belum siapnya distributor
benih subsidi dalam menyediakan varietas yang dibutuhkan petani.
Ketiga, program upsus pajale di Kecamatan Banjar belum sesuai dengan
kebutuhan masyarakat. Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara peneliti kepada
15
Dudi Supriyadi selaku penyuluh di Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang yang
menyatakan bahwa sistem pemberian bantuan tergantung dari pemerintah pusat.
Seperti misalnya Kementrian Pertanian menargetkan 100 hektar. Nanti dinas yang
bertugas mencari lahan, bagaimanapun caranya 100 hektar itu harus terpenuhi.
(Hasil wawancara tanggal 2 April 2018). Hal ini berarti bahwa bantuan tersebut
bukan atas dasar permintaaan masyarakat sehingga masyarakat merupakan objek
pembangunan bukan subjek pembangunan. Pemberdayaan yang berhasil menuntut
partisipasi aktif masyarakat dalam kegiatan pembangunan.
Keempat, dengan adanya bantuan dari Pemerintah membuat petani
bergantung kepada Pemerintah. Hal ini dipertegas dengan hasil wawancara yang
peneliti lakukan dengan Ketua KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan) Kabupaten
Pandeglang Anton Khaerulsami menyatakan bahwa masyarakat di Kecamatan
Banjar belum bisa dikatakan mandiri, terlihat dari pola pikir para petani ketika
mendapatkan bantuan dari pemerintah, seperti misalnya ketika petani hanya
mendapatkan bantuan setengah dari yang dibutuhkan, program tersebut tidak akan
berjalan dengan maksimal. (hasil wawancara tanggal 12 Maret 2018).
Puspadi (2002) menyatakan pemberdayaan petani mengajak pada
kemandirian petani dalam berusaha tani, yang meliputi: kemampuan petani dalam
berusaha tani, kemampuan petani menentukan keputusan dalam berbagai alternatif
pilihan, dan kemampuan petani dalam mencari modal usaha tani. Namun pada
kenyataannya bantuan Upsus Pajale ini justru menjadikan masyarakat bergantung
pada pemerintah, serta menyalahkan pemerintah sepenuhnya akan kondisi
perekonomian mereka yang lemah. Masyarakat diberdayakan agar sadar dengan
16
apa yang dialaminya tidak hanya untuk individu dari tiap masyarakat tetapi
masyarakat diberdayakan agar terbentuk masyarakat yang aktif dan tidak apatis
lagi dengan kondisi sekitar. Terbentuknya masyarakat yang bertransformasi dari
pasif menjadi aktif serta kritis akan menciptakan masyarakat yang mandiri,
dengan kemandirian tersebut masyarakat nantinya tidak perlu lagi berpangku
tangan atau mengandalkan lagi bantuan pemerintah dalam mengatasi
permasalahan di lingkungannya. Masyarakat akan terbiasa untuk bergerak inisiatif
ketika terjadi permasalahan di lingkungannya. Pemerintah juga menjadi tidak
terlalu terbebani lagi oleh permasalahan yang terjadi di masyarakat. Sebagai man-
hsiswa Ilmu Pemerintahan peneliti menganggap bahwa program Upsus Pajale
penting untuk dikaji karena berkaitan dengan topik kajian kebijakan publik. Ke-
bijakan public merupakan produk yang dibuat oleh pemerintah yang bertujuan
untukmengatasipermasalahan yang terjadi di masyarakat. Salah satu permasalahan
yang terjadi di masyarakat adalah permasalahan ketahanan pangan. Hal inilah
yang melatarbelakangi peneliti untuk tertarik menyusun penelitian dengan judul
“Pengaruh Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap Kualitas Pemberdayaan
Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka peneliti dapat
mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
17
1. Kurangnya partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan yang diberikan
Pemerintah maupun NGO disebabkan karena keterbatasan petani dalam
akses transportasi.
2. Keterlambatan pendistribusian benih dari pemerintah dari waktu yang
telah ditetapkan.
3. Program Upsus Pajale belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat di
Kecamatan Banjar.
4. Bantuan Pemerintah membuat masyarakat bergantung kepada pemerintah.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, maka
rumusan masalah penelitian adalah :
1. Seberapa besar Efektivitas Program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar,
Kabupaten Pandeglang ?
2. Seberapa besar Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar,
Kabupaten Pandeglang?
3. Seberapa besar Pengaruh Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap
Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, penulis
dapat merumuskan tujuan dari penelitian ini yaitu :
18
1. Untuk mengetahui dan mengukur Seberapa besar Efektivitas Program
Upsus Pajale di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang
2. Untuk mengetahui dan mengukur Seberapa besar Kualitas Pemberdayaan
di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang
3. Untuk mengetahui dan mengukur Seberapa besar Pengaruh Program
Upsus Pajale Terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan
di bidang ilmu pemerintahan, khususnya teori tentang kebijakan publik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah skripsi pada jenjang perkuliahan
semester 8 Program Studi Ilmu Pemerintahan.
2. Untuk mengetahui tentang pelaksanaan program Upsus Pajale dan
pengaruhnya bagi Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar.
b. Bagi Pemerintah
Menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi Pemerintah dalam menyusun
rencana dan program yang akan dilaksanakan di masa yang akan datang.
19
c. Bagi Masyarakat
Untuk dapat mengetahui faktor apa saja yang menghambat dan mendukung
dalam pelaksanaan program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Kajian teori dalam sebuah penelitian merupakan sebuah uraian tentang teori
(bukan hanya sekedar pendapat pakar atau penulis buku) dan hasil penelitian yang
relevan dengan variabel yang diteliti, deskripai teori paling tidak berisi tentang
penjelasan terhadap variabel – variabel yang diteliti melalui pendefinisian dan
uraian yang lengkap dan mendalam dari berbagai referensi, sehingga ruang
lingkup, kedudukan dan prediksi terhadap hubungan antar variabel yang akan
diteliti menjadi lebih jelas dan terarah. Oleh karena itu peneliti menjelaskan
beberapa teori yang digunakan sebagai acuan dalam mengkaji penelitian. Dalam
penelitian ini, peneliti mengkaji beberapa teori diantaranya:
1. Kebijakan Publik
Pada dasarnya banyak batasan atau definisi apa yang dimaksud dengan
kebijakan publik (public policy) dalam literatur-literatur ilmu politik. Masing-
masing definisi tersebut memberi penekanan yang berbeda-beda. Perbedaan ini
timbul karena masing-masing ahli mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
Sementara di sisi yang lain, pendekatan dan model yang digunakan oleh para ahli
pada akhirnya juga akan menentukan bagaimana kebijakan publik tersebut hendak
didefinisikan (Winarno, 2007: 16). Definisi kebijakan publik yang dikemukakan
oleh Thomas R. Dye dalam Syafiie (2006: 105) menyatakan bahwa “kebijakan
21
publik adalah apapun juga yang dipilih pemerintah, apakah mengerjakan sesuatu
atau tidak mengerjakan (mendiamkan) sesuatu itu (whatever government choose
to do or not to do)”.
Dye dalam Harbani Pasolong (2008:39) mengemukakan bahwa bila
pemerintah mengambil suatu keputusan maka harus memiliki tujuan yang jelas,
dan kebijakan publik mencakup semua tindakan pemerintah, jadi bukan semata-
mata merupakan pernyataan keinginan pemerintah atau pejabat pemerintah saja.
Sementara Carl Friedrich (dalam Winarno 2007: 17) mengemukakan bahwa:
Kebijakan sebagai suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang,
kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan
hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan
untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau
merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu.
Namun demikian, satu hal yang harus diingat dalam mendefinisikan
kebijakan, adalah bahwa pendefinisian kebijakan tetap harus mempunyai
pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah, daripada
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Definisi
mengenai kebijakan publik akan lebih tepat bila definisi tersebut mencakup pula
arah tindakan atau apa yang dilakukan dan tidak semata-mata menyangkut usulan
tindakan. Winarno mengemukakan bahwa definisi yang lebih tepat mengenai
kebijakan publik adalah sebagaimana definisi yang dikemukakan oleh James
Anderson dalam Winarno (2007: 18) yaitu “kebijakan merupakan arah tindakan
yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor
dalam mengatasi suatu masalah atau suatu persoalan”. Konsep kebijakan ini
22
dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan
dan bukan pada apa yang diusulkan atau dimaksudkan oleh pemerintah.
Amir Santoso dalam Winarno (2007: 19), dengan mengkomparasi berbagai
definisi yang dikemukakan oleh para ahli yang menaruh minat dalam kebijakan
publik mengemukakan bahwa pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan
publik dapat dibagi ke dalam dua wilayah kategori yaitu: Pertama, pendapat ahli
yang menyamakan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan pemerintah. Para
ahli dalam kelompok ini cenderung menganggap bahwa semua tindakan
pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Kedua, menurut Amir Santoso
berangkat dari para ahli yang memberikan perhatian khusus kepada pelaksanaan
kebijakan. Para ahli yang masuk dalam kategori ini terbagi dalam dua kubu, kubu
pertama melihat kebijakan publik dalam tiga lingkungan, yakni perumusan
kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian dan kubu kedua memandang
kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal
dan akibat- akibat yang bisa diramalkan.
Lebih lanjut, Effendi dalam Syafiie (2006: 106) mengemukakan bahwa
pengertian kebijakan publik dapat dirumuskan sebagai berikut:
Pengetahuan tentang kebijakan publik adalah pengetahuan tentang sebab-
sebab, konsekuensi dan kinerja kebijakan serta program publik, sedangkan
pengetahuan dalam kebijakan publik adalah proses menyediakan informasi dan
pengetahuan untuk para eksekutif, anggota legislatif, lembaga peradilan dan
masyarakat umum yang berguna dalam proses perumusan kebijakan serta yang
dapat meningkatkan kinerja kebijakan.
Berdasarkan definisi dan pendapat para ahli di atas, maka dapat dikemukakan
bahwa kebijakan publik adalah produk dari pemerintah maupun aparatur
pemerintah yang hakekatnya berupa pilihan-pilihan yang dianggap paling baik,
23
untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi publik dengan tujuan untuk
dicarikan solusi pemecahannya secara tepat, cepat dan akurat, sehingga benar
adanya apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan pemerintah dapat saja
dipandang sebagai sebuah pilihan kebijakan.
2. Efektivitas
Efektivitas memiliki arti atau tepat guna. Efektif merupakan kata dasar ,
sementara sifat dari efektif adalah efektivitas. Efektivitas menunjukan
keberhasi;an dari segi tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil
kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti makin tinggi efektivitasnya (Siagian,
2001 : 24). Pada dasarnya efektivitas sering dijadikan tolak ukur keberhasilan
suatu organisasi dengan melihat sejauhmana organisasi mampu mencapai
tujuannya.
Menurut Mahmudi (2005 : 92), menjelaskan bahwa efektivitas terkait dengan
hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.
Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan. Semakin besar
kontribusi output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi,
program, atau kegiatan.Menurut Gibran dalam Tangkilisan (2005:65), efektivitas
organisasi dapat diukur sebagai berikut :
1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai
Hal ini bertujuan agar karyawan dalam pelaksanaan tugas mencapai sasaran
yang terarah dan tujuan organisasi dapat tercapai.
2. Kejelasan strategi dalam pencapaian tujuan
Strategi adalah “pada jalan” yang diikuti dalam melakukan berbagai upaya
dalam mencapai sasaran – sasaran yang ditentukan agar para implementer
tidak tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi.
24
3. Proses analisis dan perumusan kebijakansanaan yang mantap
Hal ini berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah
ditetapkan, artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan – tujuan
dengan usaha – usaha pelaksanaan kegiatan operasional.
4. Perencanaan yang matang
Pada hakikatnya berarti memutuskan sekarang apa yang dikerjakan oleh
organisasi di masa depan.
5. Penyusunan program yang tepat
Suatu rencana yang baik masih perlu dijabarkan dalam program – program
pelaksanaan yang tepat, sebab apabila tidak, para pelaksana akan kurang
memiliki pedoman bertindak dan bekerja.
6. Tersedianya sarana dan prasarana
Salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara
produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin
disediakan oleh organisasi.
7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.
Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik mengingat
sifat manusia yang tidak sempurna maka efektivitas organisasi menuntut
terdapatnya sistem pengawasan dan pengendalian.
Selanjutnya Steers dalam Tangkilisan (2005:141) mengemukakan lima kritera
dalam pengukuran efektivitas, yaitu :
1. Pencapaian Tujuan
Pencapaian adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang
sebagai suatuu proses. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu :
kurun waktu dan sasaran yang merupakan target konkrit.
2. Integrasi
Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi
untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi
dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses
sosialisasi.
3. Adaptasi
Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Untuk itu digunakan tolak ukur proses pengadaan dan
pengisian tenaga kerja.
Budiani (2007:53) menyatakan bahwa untuk mengukur efektivitas suatu
program dapat dilakukan dengan menggunakan variabel-variabel sebagai berikut :
1. Ketepatan sasaran program yaitu sejauh mana peserta program tepat dengan
sasaran yang sudah ditemukan sebelumnya.
2. Sosialisasi program yaitu kemampuan penyelenggara program dalam
melakukan sosialisasi program sehingga informasi mengenai pelaksanaan
25
program dapat tersampaikan kepada masyarakat pada umumnya dan sasaran
peserta program pada khususnya.
3. Tujuan program yaitu sejauhmana kesesuaian antara hasil pelaksanaan
program dengan tujun program yang telah ditetapkan sebelumnya.
4. Pemantauan program yaitu kegiatan yang dilakukan setelah
dilaksanakannya program sebagai bentuk perhatian kepada peserta program.
Efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasional
sesuai yang ditetapkan. Efektivitas adalah seberapa baik pekerjaan yang dilakukan
dan sejauh mana organisasi menghasilkan keluaran sesuai dengan yang
diharapkan. Ini dapat diartikan, apabila sesuatu pekerjaan dapat dilakukan dengan
baik sesuai dengan yang direncanakan. Berdasarkan beberapa pendapat dari teori
efektivitas yang telah diuraikan bahwa dalam mengukur efektivitas suatu kegiatan
atau aktivitas perlu diperhatikan beberapa indikator, yaitu 1) Pemahaman
Program, 2) Tepat Sasaran, 3) Tepat Waktu, 4) Tercapainya Tujuan, 5) Perubahan
Nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126).
Berdasarkan definisi diatas, maka dapat diartikan bahwa efektivitas pada
umumnya dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional.
Pada dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tugas sasaran organisasi yang
ditetapkan. Efektivitas juga merupakan alat ukur seberapa baik pekerjaan yang
dilakukan dan sejauh mana seseorang menghasilkan keluaran sesuai dengan yang
direncanakan, sehingga tidak dapat dikatakan efektif tanpa memperhatikan waktu,
tenaga, dan lainnya. Semakin banyak rencana yang dicapai maka semakin efektif
pula tingkat keberhasilan sesuai dengan tujuan yang dicapai. Tingkat efektivitas
juga dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan
dengan hasil nyata uang telah diwujudkan. Namun, jika usaha atau hasil pekerjaan
dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan tidak
26
tercapai atau sasaran yang diharapkan, maka hal itu dikatakan tidak efektif.
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka efektivitas adalah menggambarkan
seluruh siklus input, proses, dan output yang mengacu pada hasil guna daripada
suatu organisasi, program, atau kegiatan yang menyatakan sejauh mana tujuan
(kualitas, kuantitas, waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil tidaknya suatu
organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal ini berarti,
bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata – mata hasil atau
tujuan yang dikehendaki.
3. Pemberdayaan
Sulistiyani (2004:7) menjelaskan bahwa “Secara etimologis pemberdayaan
berasal dari kata dasar “daya‟ yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak
dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk
memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau pemberian daya, kekuatan
atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau
belum berdaya. Dalam konteks pemberdayaan, menurut Nursahbani
Katjasungkana dalam diskusi Tim Perumus Strategi Pembangunan Nasional
(Riant Nugroho, 2008) mengemukakan, ada empat indikator pemberdayaan.
1) Akses, dalam arti kesamaan hak dalam mengakses sumber daya-sumber
daya produktif di dalam lingkungan.
2) Partisipasi, yaitu keikutsertaan dalam mendayagunakan asset atau sumber
daya yang terbatas tersebut.
27
3) Kontrol, yaitu bahwa lelaki dan perempuan mempunyai kesempatan yang
sama untuk melakukan kontrol atas pemanfaatan sumber daya-sumber daya
tersebut.
4) Manfaat, yaitu bahwa lelaki dan perempuan harus samasama menikmati
hasil-hasil pemanfaatan sumber daya atau pembangunan secara bersama dan
setara.
Menurut Prijono dan Pranarka dalam Sulistiyani (2004:78), menyatakan
bahwa pemberdayaan mengandung dua arti. Pengertian yang pertama adalah to
give power or aurthority, pengertian yang kedua to give ability ti or eneble.
Pemaknaan pengertian pertama meliputi memberikan kekuasaan, mengalihkan
kekuatan atau mendelegasikan otoritas kepada pihak yang kurang/belum berdaya.
Di sisi lain pemaknaan pengertian kedua adalah memberikan kemampuan atau
kebudayaan serta peluang kepada pihak lain untuk melakukan sesuatu.
Pemberdayaan atau empowerment secara singkat dapat diartikan sebagai upaya
untuk memberikan kesempatan dan kemampuan kepada masyarakat (miskin)
untuk mampu dan berani bersuara (voice) serta kemampuan dan keberanian untuk
memilih (choice) alternatif perbaikan kehidupan yang baik. Karena itu,
pemberdayaan dapat diartikan sebagai proses terencana guna meningkatkan
skala/upgrade utilitas dari objek yang diberdayakan. Dasar pemikiran suatu objek
atau target group perlu diberdayagunakan karena objek tersebut mencapai
keterbatasan, ketidakberdayaan, keterbelakangan dan kebodohan dari berbagai
aspek. Oleh karena itu guna mengupayakan kesetaraan serta untuk mengurangi
28
kesenjangan diperlukan upaya merevitalisasi untuk mengoptimalkan utilitas
melalui penambahan nilai.
Pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan
meningkatkan memandirian masyarakat. Sejalan dengan itu, pemberdayaan dapat
diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin) untuk
berpartisipasi, bernegosiasi, mempengaruhi dan mengendalikan kelembagaan
masyarakatnya secara bertanggung jawab (accountable) demi perbaikan
kehidupan. Oleh karena itu, memberdayakan masyarakat merupakan upaya untuk
terus menerus meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat bawah yang
tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan
(Mardikanto, 2012 : 36). Adapun tujuan yang ingin dicapai dari pemberdayaan
adalah untuk membentuk individu dan masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian
tersebut meliputi kemandirian berfikir, bertindak dan mengendalikan apa yang
mereka lakukan tersebut. Untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan
berupa sumberdaya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, konatif,
psikomotorik dan afektif serta sumberdaya lainnya yang bersifat fisik material
(Sulistiyani, 2004 : 45).
(Suharto, 2010 : 57-60) mendefinisikan pemberdayaan sebagai sebuah proses
dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkai-an kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat,
termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan,
maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh
sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan
29
atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidup-nya yang baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian,
berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas
kehidupannya.
Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumber daya, kesempatan,
pengetahuan dan keterampilan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas dalam
menentukan masa depan mereka (Suparjan dan Hempri, 2003: 43). Konsep utama
yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan
kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan
dalam komunitasnya. Pemberdayaan memberikan tekanan pada otonom
pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat. Penerapan aspek
demokrasi dan partisipasi dengan titik fokus pada lokalitas akan menjadi landasan
bagi upaya penguatan potensi lokal. Pada arah ini pemberdayaan masyarakat juga
difokuskan pada penguatan individu anggota masyarakat beserta pranata-
pranatanya. Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan ini adalah
menempatkan masyarakat tidak sekedar sebagai obyek melainkan juga sebagai
subyek. Konteks pemberdayaan, sebenarnya terkandung unsur partisipasi yaitu
bagaimana masyarakat dilibatkan dalam proses pembangunan, dan hak untuk
menikmati hasil pembangunan. Pemberdayaan mementingkan adanya pengakuan
subyek akan 16 kemampuan atau daya (power) yang dimiliki obyek. Secara garis
besar, proses ini melihat pentingnya proses ini melihat pentingnya
30
mengalihfungsikan individu yang tadinya obyek menjadi subyek (Suparjan dan
Hempri, 2003: 44).
Menurut Soetomo (2011:72-85), dalam proses pemberdayaan masyarakat
pendekatan yang dipergunakan yaitu:
1. Sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi dalam hal ini diarahkan
pada bentuk kewenangan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap
pengambilan keputusan dan sumber daya. Desentralisasi ini berarti
mencakup lapisan masyarakat miskin akar rumput, bukan semata berhenti
pada elit lokal setempat.
2. Top down menjadi bottom up. Pendekatan pemberdayaan cenderung
mengutamakan alur dari bawah ke atas. Proses dan mekanismenya dapat
melalui dua kemungkinan; pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat direspon sendiri oleh masyarakat bersangkutan dalam bentuk
program pembangunan yang direncanakan dan sekaliguPs dilaksanakan oleh
masyarakat. Kedua, identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
diakomodir oleh pemerintah untuk dimasukkan kedalam program
pembangunan pemerintah.
3. Uniformity menjadi variasi lokal. Pendekatan pemberdayaan sangat
memberikan toleransi kepada variasi lokal/kearifan lokal, dengan demikian
program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan sangat berorientasi
pada permasalahan dan kondisi serta potensi setempat.
4. Sistem komando menjadi proses belajar. Pendekatan pemberdayaan
memosisikan masyarakat lebih berkedudukan sebagai subyek atau aktor,
dalam hal ini, proses belajar yang dilakukan untuk meningkatkan inisiatif
merupakan rangkaian pemantapan kapasitas. Peningkatan kapasitas ini
bermakna pengakuan akan kemampuan masyarakat untuk melakukan
langkah-langkah menuju kemajuan.
5. Ketergantungan menjadi keberlanjutan. Pemberian kewenangan kepada
masyarakat dalam pengelolaan pembangunan akan lebih mendorong tumbuh
kembangnya inisiatif dan kreatifitas yang memacu keberlanjutan.
6. Social exclusion menjadi social inclution. Seluruh lapisan masyarakat
terutama lapisan bawah, mendapatkan peluang yang sama dalam
berpartisipasi pada semua proses kehidupan, dalam mengakses semua
pelayanan, serta dalam mengakses sumber daya dan informasi.
7. Improvement menjadi transformation. Improvement berarti memfokuskan
perbaikan hanya dalam cara kerja dan proses produksi tanpa melakukan
perubahan pada tataran struktur, sedangkan pendekatan pemberdayaan lebih
menekankan pada transformation, dimana fokus perubahan adalah pada
level sistem dan struktur sosialnya.
31
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberdayaan
adalah proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau
pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada
pihak yang kurang atau belum berdaya. Dalam penelitian ini yang dimaksud
pemberdayaan adalah pemberdayaan yang dilakukan terhadap petani yang
mendapatkan bantuan program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Padeglang.
4. Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan
Kedelai (Upsus Pajale)
Peraturan Kementerian Pertanian Republik Indonesia nomor
03/Permentan/0T.140/2/2015 tentang pedoman Upaya Khusus (Upsus)
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai melalui program perbaikan
jaringan irigasi dan sarana pendukungnya telah menetapkan upaya khusus
pencapaian swasembada berkelanjutan padi, jagung, dan kedelai. Program Upsus
Pajale selain bertujuan untuk swasembada pangan juga untuk meningkatkan
kesejahteraan petani dengan kegiatan yang berbasis pemberdayaan. Dalam
meningkatkan kesejahteraan petani Kementrian Pertanian melalui Direktorat
Jendral Tanaman pangan memfasilitasi para petani dalam penyediaan sarana dan
prasarana pertanian meliputi; benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian),
asuransi pertanian, dan kegiatan pengawalan dan pendampingan.
Di Kecamatan Banjar Upsus Pajale mulai diberlakukan sejak bulan Maret
tahun 2017 dan sampai saat ini (tahun 2018) masih berjalan. Adapun petani yang
32
terlibat pada tahun 2017 sebanyak 324 petani dari 11 desa yang ada di Kecamatan
Banjar yang terdiri dari petani jagung sebanyak 194 petani dan petani kedelai
sebanyak 130 petani. Petani yang mendapatkan bantuan dari Program Upsus
Pajale adalah mereka yang terdaftar sebagai anggota kelompok tani seperti
Kelompok Tani Sinar Wangi, Mekar Jaya, Tani Mukti, dan sebagainya. Artinya
petani yang tidak terdaftar sebagai anggota kelompok tani tidak bisa mendapatkan
bantuan dari program upsus pajale. Dalam Program upsus pajale pada tahun 2017
lahan yang digunakan sebanyak 286,8 Ha yang terdiri dari 204 Ha untuk
komoditas jagung daan jenis kedelai sebanyak 82,8 Ha dimana untuk lahan
persawahan sebanyak 2,8 Ha dan lahan kering sebanyak 80 Ha.
Sejak tahun 2017 program upsus pajale dilaksanakan, petani di Kecamatan
Banjar melaksanakan panen raya sebanyak tiga kali dengan hasil produksi dari
panen jagung sebanyak 714 ton dan produksi kedelai sebanyak 100 ton. Kondisi
ini mengalami peningkatan produksi jika dibandingkan dengan hasil produksi
pada tahun 2016 dimana untuk produksi jagung hanya 13 ton dan produksi kedelai
sebanyak 54,25 ton. Peningkatan hasil panen tahun 2017 tidak terlepas dari
adanya bantuan modal yang diberikan pemerintah melalui program upsus pajale.
Selain itu juga dikarenakan sosialisai yang intensif kepada petani dalam
peningkatan komoditas benih, akibatnya petani menjadi lebih mahir mengenai
cara meningkatkan produksi hasil panen.
Berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator penyuluh di Kecamatan
Banjar, hasil produksi panen nantinya akan dikumpulkan di Kelompok Tani
masing- masing. Setelah terkumpul di kelompok tani, masing – masing kelompok
33
tani akan menyerahkan kepada BUM-Des untuk dijual ke pasar di sekitar
pandeglang. Namun apabila petani mendapatkan harga yang lebih tinggi dari yang
ditawarkan BUM-Des, para petani diperbolehkan menjual hasil panen kepada
pihak lain.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah dilakukan oleh
peneliti sebelumnya yang dapat diambil dari berbagai sumber ilmiah, baik Skripsi,
Tesis, Disertasi, atau Jurnal Penelitian. Adapun penelitian terdahulu yang peneliti
kaji dalam penelitian ini berasaal dari Jurnal dan Skripsi.
Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Riandari Irsa (2017) jurusan
Agribisnis Universitas Lampung tentang Persepsi Petani dan Efektivitas
Kelompok Tani Dalam Program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar Baru
Kabupaten Tulang Bawang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi
petani terhadap program Upsus Pajale, mengetahui efektivitas kelompok tani
dalam pelaksanaan program Upsus Pajale dan mengetahui hubungan atara
persepsi petani dengan efektivitas kelompok tani dalam mengikuti program Upsus
Pajale di Kecamatan Banjar Baru. Penelitian ini menggunakan teoriefektivitas
dengan kriteria Halim (2004) diantaranya, Sangat efektif (<40), Tidak efektif( ≥
40 s.d 60),3 Cukup Efektif (≥ 60 s.d > 80), Efektif ≥ 80 s.d 100. Sedangkan untuk
teori persepsi dalam penelitian ini mengunakan beberapa indikator diantaranya
pendidikan, motivasi, lingkungan sosial, dukungan pemerintah, dan tingkat
34
pengetahuan. Pendekatan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif
dengan metode survey.
Berdasarkan hasil analisis bahwa persepsi terhadap program Upsus Pajale
termasuk dalam klasifikasi menguntungkan dimana faktor – faktor yang
berhubungan adalah pendidikan, motivasi, lingkungan sosial, dan dukungan
pemerintah, sedangkan tidak berhubungan adalah tingkat pengetahuan. Dalam hal
Efektivitas kelompok tani termasuk dalam kategori efektif dan persepsi petani
berhubungan dengan efektivitas kelompok tani.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti terletak pada kesamaan tema yaitu membahas mengenai Program Pajale.
Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada teori yang digunakan. Jika
Penelitian Riandari Irsa mengukur efektivitas dengan mengacu pada indikator
Halim (2004) diantaranya, Sangat efektif (<40), Tidak efektif( ≥ 40 s.d 60),
Cukup Efektif (≥ 60 s.d > 80), Efektif ≥ 80 s.d 100. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti menggunakan indikator efektivitas menurut Sutrisno,
(2007 : 125-126)diantaranya, Pemahaman Program, Tepat Sasaran, Tepat Waktu,
dan Tercapainya Tujuan.
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Ayu Fitri Lestari (2016) jurusan
Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa tentang Pengaruh
Efektivitas Program CSR PT Mitsubishi Chemical Indonesia (MCCI) Terhadap
Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Gelem Kecamatan Grogol Kota Cilegon.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh
efektivitas Program CSR PT Mitsubishi Chemical Indonesia (MCCI) Terhadap
35
Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Gelem Kecamatan Grogol Kota Cilegon.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif dengan pendekatan
asosiatif. Penelitian ini menggunakan teori efektivitas menurut Sutrisno (2007 :
125-126) yang terdiri dari pemahaman program, tepat sasaran, tepat waktu,
tercapainya tujuan dan perubahan nyata. Sedangkan teori pemberdayaan menurut
Stewart dalam Makmur (2008:62) terdiri dari dimensi kemampuan, kelancaran,
konsultasi, kerjasama, membimbing dan mendukung. Hasil penelitian
menunjukan bahwa nilai efektivitas cukup baik yaitu sebesar 53,30 % dan nilai
determinasi menunjukan bahwa R square sebesar 0,661 atau 66,1%, sehingga
dapat disimpulkan terdapat pengaruh efektivitas program CSR PT Mitsubishi
Chemical Indonesia (MCCI) Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan
Gelem Kecamatan Grogol Kota Cilegon sebesar 66,1 %. Dalam penelitian ini
terdapat persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, dimana
indikator yang digunakan yaitu menurut Sutrisno diantaranya pemahaman
program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan dan perubahan nyata.
Sedangkan perbedaannya terletak pada indikator Pemberdayaan yang digunakan.
Selain itu perbedaan penelitian terletak pada fokus yang diteliti. Peneliti saat ini
memfokuskan pada efektivitas program upsus pajale terhadap pemberdayaan
petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang.
Ketiga, penelitian yang dilakukan oleh Darmansyah, Muhammad Yusuf
Badjido, dan Ahsan SamadProgram Studi Ilmu Pemerintahan Universitas
Muhammadiyah Makassar tentang Peran Pemerintah Daerah Dalam
Pemberdayaan Masyarakat Petani Kakao Di Desa Kayuangin Kecamatan
36
Malunda Kabupaten Majene. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran
pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat petani kakao di Desa
Kayuangin Kecamatan Malunda Kabupaten Majene dan mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi peran pemerintah daerah dalam pemberdayaan masyarakat
petani kakao di Desa Kayuangin Kecamatan Malunda Kabupaten Majene. Jenis
Penelitian adalah Deskriptif dan gabungan Kualitatif dan kuantitatif dengan
mengambil sampel mulai dari tingkat Stakeholder yang terkait dari tingkat Kepala
Dinas hingga pada simpul-simpul pemerintahan yang lebih rendah seperti
pemerintah desa.Adapun hasil penelitian ini menunjukan bahwa Peran pemerintah
daerah dalam pemberdayaan masyarakat petani kakao di Desa Kayuangin
Kecamatan Malunda Kabupaten Majene belum berjalan baik. Hal ini dapat terlihat
dari tahap pembuatan peraturan daerah (PERDA) sampai dengan terealisasinya
kegiatan lapangan. Akan tetapi pencapaian tujuan Pemberdayan masyarakat petani
belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian tujuan pemberdayaan
masyarakat yaitu diharapkan mampu mengangkat tingkat kesejahteraan petani,
penguatan kelembagaan, meningkatnya kemampuan masyarakat agar mampu
lebih mandiri.
Peran Pemerintah Daerah melalui Dinas Perkebunan dan Kehutanan
Kabupaten Majene telah merealisasikan berbagai program sebagai bentuk upaya
pemerintah dalam peningkatan kesejahteraan sosial namun kebijakannya yang
sudah dilaksanakan namun belum sepenuhnya berjalan dengan baik dan masih
belum maksimal, artinya bahwa pemerintah hanya mendapati laporan tanpa
peninjauan langsung ke lapangan dengan masih maksimalnya bimbingan dan
37
pelatihan, pendidikan dan pelatihan yang belum mampu merubah pemahaman
masyarakat mengenai budidaya kakao yang baik, serta pemantauan dan evaluasi
yang tidak ada tindak lanjutnya. Selain itu Petani belum merasakan manfaat
secara maksimal dari sarana produksi yang telah dibagikan oleh pemerintah
karena mengingat kondisi geografis yang ada sehingga proses pendistribusian
sangat lambat dan membutuhkan biaya lebih bagi masyarakat diperbukitan
dibanding dengan yang ada di pesisir pantai, Petani masih kurang kesadaran agar
menjual biji kakao yang sudah memiliki standar kekeringan tertentu. Masih
banyak petani yang menjual biji kakao dengan pengeringan asalan (tanpa
fermentasi) dan ditambah lagi kelembagaan yang ada seperti Kelompok Tani atau
Gabungan Kelompok Tani belum dapat menguatkan posisi tawar petani di dalam
pasar karena kelembagaan yang ada baru pada tingkat inisiasi saja. Gapoktan pun
tidak berfungsi sebagaimana mestinya namun yang lebih menonjol adalah petani
yang sering menjual langsung ke tengkulak.
Keempat, Penelitian yang dilakukan oleh Akademisi Universitas Sultan
Ageng Tirtayasa Riswanda, Abdul Hamid, dan Yeni Widyastuti (2018) mengenai
Degenerasi Petani: SebuahStudi Etnografi di Sawarna Banten. Penelitian ini
bertujuan untuk mencari tahu bagaimana terjadinya degenerasi petani di Sawarna
dan mengapa regenerasi petani sangat penting dalam mempertahankan
swasembada pangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya krisis regenerasi petani di Sawarna-Banten diantaranya :
Pertama, Kurangnya pengetahuan di bidang teknik bertani modern oleh karena itu
petani tidak bisa memanfaatkan lahan secara maksimal yang menyebabkan upah
38
yang tidak menjanjikan dan tetap, sehingga mereka lebih memilih menjual
lahannya kepada para investor dan pada akhirnya menjadi buruh di lahan yang
dulu dimilikinya. Kurangnya pengetahuan mengenai teknik bertani modern tidak
terlepas dari masyarakat usia produktif telah kehilangan minat mereka di bidang
pertanian. Kedua, Kurangnya pengetahuan lingkungan seperti bagaimana
membebaskan lahan dari pestisida secara alami yang akhirnya petani memilii
hutang untuk membeli pupuk dan pestisida.Kurangnya pengetahuan lingkungan
yang dihadapi petani tidak terlepas dari kurangnya peran penyuluh dari dinas
pertanian setempat dikarenakan jumlah penyuluh yang kurang memadai.Ketiga,
Pesatnya perkembangan di bidang pariwisata yang mengakibatkan berubahnya
pola pikir dan gaya hidup perkotaan. Penduduk di Sawarna lebih memilih
menyewakan rumahnya untuk dijadikan tempat penginapan atau menjadi supir
dan guide daripada menjadi petani dikarenakan selain penghasilan yang lebih
menjanjikan dimana masyarakat bisa sampai mendapatkan penghasilan 1 juta per
hari, selain itu pekerjaan menjadi supir ataupun guide juga terlihat lebih keren
dibandingkan menjadi seorang petani. Keempat, Tidak adanya kontrol pemerintah
terhadap harga pasar yang mengakibatkan petani menjual hasil panennya secara
ilegal kepada tengkulak – tengkulak. Selain itu kalahnya persaingan antara produk
lokal dan impor dimana beras impor lebih murah harganya dibandingkan beras
lokal. Adapun persamaan peneltian yang dilakukan dengan peneliti yaitu terletak
pada tema penelitian. Penelitian ini membahas pentingnya ketahanan pangan
dimana Program upsus pajale juga bertujuan untuk swasembada pangan.
Sedangkan perbedaan penelitian terletak pada fokus penelitian. Fokus penelitian
39
ini yaitu menjelaskan bagaimana krisis regenerasi petani yang terjadi di Sawarna
serta dampaknya untuk ketahanan pangan Indonesia, khususnya di Provinsi
Banten. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu ingin melihat
seberapa besar pengaruh efektivitas program upsus pajale terhadap kualitas
pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar.
Relevansi Penelitian yang peneliti lakukan yaitu mengenai Pengaruh
Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap Pemberdayaan Petani di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang dengan program studi ilmu pemerintahan yang
terletak pada fokus penelitian. Fokus penelitian ini mengenai kebijakan publik
yang dilakukan oleh Pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup dan
kesejahteraan masyarakat yaitu melalui program upsus pajale yang sasarannya
anggota kelompok tani. Hal ini menjadi penting mengingat wacana mengenai
kebijakan publik yang dilakukan oleh Pemerintah merupakan salah satu kajian
yang dilakukan oleh Ilmu Pemerintahan. Kebijakan publik yang berhasil yaitu
kebijakan yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang didasarkan atas
potensi, serta permasalahan yang ada di masyarakat.
C. Kerangka Pemikiran
Kecamatan Banjar merupakan daerah yang cukup potensial di bidang
pertanian. Mayoritas penduduk di Kecamatan Banjar berprofesi di bidang
pertanian. Oleh karena itu Pemerintah melalui program Upsus Pajale memberikan
perhatian kepada para petani yang sulit memiliki modal untuk kegiatan
pertaniannya dari tahun 2017. Program Upus Pajale merupakan program
40
Kementrian Pertanian seperti yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian
Republik Indonesia Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Pedoman Upsus Peningkatan
Produksi Padi, Jagung, Kedelai Melalui Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana
Pendukungnya. Adapun Tujuan dari program Upsus Pajale yaitu terwujudnya
Negara Indonesia menjadi negara yang swasembada pangan serta meningkatkan
kesejahteraan petani melalui kegiatan yang berbasis pemberdayaan. Namun dalam
pelaksanaannya, berdasarkan observasi awal peneliti menemukan beberapa
masalah diantaranya: 1) Kurangnya partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan
yang diadakan oleh Pemerintah maupun NGO. 2) Keterlambatan pendistribusian
benih dari pemerintah dari waktu yang telah ditetapkan. 3) Program Upsus Pajale
ternyata belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat di Kecamatan Banjar. 4)
Bantuan Pemerintah membuat masyarakat bergantung kepada pemerintah.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel, yaitu variabel
efektivitas dan variabel pemberdayaan. Oleh karena itu, teori yang digunakan
dalam penelitian ini adalah teori efektivitas menurut Sutrisno (2007) dan teori
pemberdayaan menurut Soetomo (2011). Adapun alasan pemilihan teori ini
dikarenakan ada kesesuaian antara masalah yang peneliti temukan berdasarkan
hasil observasi awal dengan indikator – indikator yang ada dalam teori efektivitas
dan dalam teori pemberdayaan.
Variabel efektivitas mengacu pada teori efektivitas menurut Sutrisno (2007 :
125 – 126), yaitu :
1. Pemahaman Program
Indikator ini digunakan untuk mengetahui sejauhmana para petani
mengetahui tentang program Upsus Pajale yang diadakan Pemerintah.
2. Tepat Sasaran
41
Indikator ini digunakan untuk mengukur apakah program yang dilaksanakan
oleh Pemerintah sudah sesuai dengan kebutuhan para petani atau belum.
Selain itu indikator ini juga digunakan untuk mengetahui apakah program
Upsus Pajale yang dilaksanakan bermanfaat bagi yang menerima atau tidak.
3. Tepat Waktu
Indikator ini digunakan untuk mengetahui apakah program yang
dilaksanakan oleh Pemerintah telah sesuai dengan waktu yang telah
ditetapkan atau tidak.
4. Tercapainya Tujuan
Pencapaian tujuan dari program Upsus Pajale ini dapat dilihat
daritercapainya tujuan yang telah ditetapkan yaitu untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan perubahan sikap petani.
5. Perubahan Nyata
Indikator ini digunakan untuk melihat perubahan kondisi sosial ekonomi
masyarakat sebelum dan sesudah menerima program Upsus Pajale.
Sedangkan variabel pemberdayaan mengacu pada teori Soetomo (2011),
diantaranya :
1. Sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi dalam hal ini diarahkan
pada bentuk kewenangan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap
pengambilan keputusan dan sumber daya. Desentralisasi ini berarti
mencakup lapisan masyarakat miskin akar rumput, bukan semata berhenti
pada elit lokal setempat.
2. Top down menjadi bottom up. Pendekatan pemberdayaan cenderung
mengutamakan alur dari bawah ke atas. Proses dan mekanismenya dapat
melalui dua kemungkinan; pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat direspon sendiri oleh masyarakat bersangkutan dalam bentuk
program pembangunan yang direncanakan dan sekaligus dilaksanakan oleh
masyarakat. Kedua, identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
diakomodir oleh pemerintah untuk dimasukkan kedalam program
pembangunan pemerintah.
3. Uniformity menjadi variasi lokal. Pendekatan pemberdayaan sangat
memberikan toleransi kepada variasi lokal/kearifan lokal, dengan demikian
program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan sangat berorientasi
pada permasalahan dan kondisi serta potensi setempat.
4. Sistem komando menjadi proses belajar. Pendekatan pemberdayaan
memosisikan masyarakat lebih berkedudukan sebagai subyek atau aktor,
dalam hal ini, proses belajar yang dilakukan untuk meningkatkan inisiatif
merupakan rangkaian pemantapan kapasitas. Peningkatan kapasitas ini
bermakna pengakuan akan kemampuan masyarakat untuk melakukan
langkah-langkah menuju kemajuan.
5. Ketergantungan menjadi keberlanjutan. Pemberian kewenangan kepada
masyarakat dalam pengelolaan pembangunan akan lebih mendorong tumbuh
kembangnya inisiatif dan kreatifitas yang memacu keberlanjutan.
42
6. Social exclusion menjadi social inclution. Seluruh lapisan masyarakat
terutama lapisan bawah, mendapatkan peluang yang sama dalam
berpartisipasi pada semua proses kehidupan, dalam mengakses semua
pelayanan, serta dalam mengakses sumber daya dan informasi.
7. Improvement menjadi transformation. Improvement berarti memfokuskan
perbaikan hanya dalam cara kerja dan proses produksi tanpa melakukan
perubahan pada tataran struktur, sedangkan pendekatan pemberdayaan lebih
menekankan pada transformation, dimana fokus perubahan adalah pada
level sistem dan struktur sosialnya.
Gambar 1
Bagan Kerangka Berfikir
Sumber : Peneliti 2018
Variabel X
Efektivitas menurut
Sutrisno (2007 : 125-126)
Indikator :
1. Pemahaman program
2. Tepat sasaran
3. Tepat waktu
4. Tercapainya tujuan
5. Perubahan nyata.
Variabel Y
Pemberdayaan menurut Soetomo
(2011:72-85)
Indikator :
1. Sentralisasi menjadi desentralisasi.
2. Top down menjadi bottom up.
3. Uniformity menjadi variasi lokal.
4. Sistem komando menjadi proses
belajar.
5. Ketergantungan menjadi keberlanjutan.
6. Social exclusion menjadi social
inclution.
7. Improvement menjadi transformation
Identifikasi Masalah :
1. Kurangnya partisipasi petani dalam kegiatan penyuluhan yang
diberikan Pemerintah maupun NGO.
2. Keterlambatan pendistribusian benih dari pemerintah dari waktu yang
telah ditetapkan.
3. Program Upsus Pajale ternyata belum sesuai dengan kebutuhan
masyarakat di Kecamatan Banjar.
4. Bantuan Pemerintah membuat masyarakat bergantung kepada
pemerintah.
(Sumber : Peneliti, 2018)
43
D. Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah. Karena sifatnya masih sementara, maka perlu dibuktikan kebenarannya
melalui data empirik yang terkumpul (Sugiyono, 2011:138). Untuk membangun
hipotesis perlu adanya asumsi terlebih dahulu, karena asumsi itu merupakan titik
tolak merumuskan hipotesis. Berdasarkan latar belakang masalah yang diperoleh
dari observasi peneliti dan pengumpulan data di lapangan, serta berdasarkan
kerangka berpikir pada Gambar 1, maka hipotesis yang dipakai dalam penelitian
ini adalah :
“Terdapat Pengaruh yang signifikan antara efektivitas Program Upsus Pajale
terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar”.
Selanjutnya hipotesis tersebut diuji secara statistik sehingga bentuknya
menjadi sebagai berikut:
Ha : ρ ≠ 0 Terdapat Pengaruh yang signifikan antara Efektivitas Program
Upsus Pajale terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan
Banjar.
H0 : ρ = 0 Tidak Terdapat Pengaruh yang signifikan antara Efektivitas
Program Upsus Pajale terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di
Kecamatan Banjar.
44
BAB III
PENDEKATAN PENELITIAN
A. Variabel Penelitian
Penelitian Pengaruh Efektivitas Program Upaya Khusus Peningkatan
Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus Pajale) Terhadap Kualitas
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang
menggunakan metode kuantitatif dengan pendekatan yang digunakan yaitu
asosiatif. Menurut Sugiyono (2011:12), penelitian yang menggunakan metode
kuantitatif dengan pendekatan asosiatif merupakan metode penelitian yang
menggunakan angka – angka dengan cara perhitungan statistik dengan
karakteristik masalah berupa hubungan antara dua variabel atau lebih. Sehingga
tujuan penelitian ini adalah menentukan seberapa besar Pengaruh Efektivitas
Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Upsus
Pajale) Terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar,
Kabupaten Pandeglang.
1. Definisi Konseptual
Definisi Konseptual memberikan penjelasan tentang konsep dari variabel
yang akan diteliti menurut pendapat peneliti berdasarkan kerangka teori yang
digunakan. Dengan demikian, definisi konsep dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut
45
a. Efektivitas
Efektivitas memiliki arti berhasil atau tepat guna. Efektif merupakan kata
dasar, sementara sifat dari efektif adalah efektivitas. Efektif lebih
mengarah pada pencapaian sasaran, sementara efisien mengarah pada
kemampuan menggunakan sumber daya yang ada secara baik (tidak
berlebihan) untuk mencapai produktivitas yang tinggi. Sedangkan efisien
berkaitan dengan jumlah pengorbanan yang dikeluarkan dalam upaya
mencapai tujuan. Bila pengorbanannya terlalu besar sehingga
menyebabkan ketidakpuasan maka dikatakan tidak efisien.
b. Pemberdayaan
Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkai-an kegiatan untuk
memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah
kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada
keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu
masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai
pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidup-nya
yang baik yang bersifat fisik, ekonomi maupun sosial seperti memiliki
kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata
pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam
melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.
46
c. Program Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan
Kedelai (Upsus Pajale)
Peraturan Kementerian Pertanian Republik Indonesia nomor
03/Permentan/0T.140/2/2015 tentang pedoman upaya khusus (Upsus)
peningkatan produksi padi, jagung, dan kedelai melalui program
perbaikan jaringan irigasi dan sarana pendukungnya telah menetapkan
upaya khusus pencapaian swasembada berkelanjutan padi, jagung, dan
kedelai. Program Upsus Pajale selain bertujuan untuk swasembada
pangan juga untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan kegiatan
yang berbasis pemberdayaan. Dalam meningkatkan kesejahteraan petani
Kementrian Pertanian melalui Direktorat Jendral Tanaman pangan
memfasilitasi para petani dalam penyediaan sarana dan prasarana
pertanian meliputi; benih, pupuk, pestisida, alat dan mesin pertanian,
asuransi pertanian, dan kegiatan pengawalan dan pendampingan. Di
Kecamatan Banjar Upsus Pajale mulai diberlakukan sejak bulan Maret
tahun 2017 dan sampai saat ini (tahun 2018) masih berjalan. Adapun
petani yang terlibat pada tahun 2017 sebanyak 324 petani dari 11 desa
yang ada di Kecamatan Banjar yang terdiri dari petani jagung sebanyak
194 petani dan petani kedelai sebanyak 130 petani.
2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjabaran konsep atau variabel penelitian
dalam rincian yang terukur (indikator penelitian). Dalam penelitian ini
47
menggunakan dua variabel, hubungan antara variabelnya berbentuk hubungan
kausal, yaitu hubungan yang bersifat sebab akibat. Jadi, disini ada variabel
independen (variabel yang mempengaruhi) dan variabel dependen (dipengaruhi).
Variabel yang pertama / variabel independen (variabel yang mempengaruhi)
adalah efektivitas (variabel X) dan variabel kedua/ variabel dependen
(dipengaruhi) yaitu kualitas pemberdayaan (variabel Y).
Variabel indikator efektivits menurut Sutrisno (2007 : 125-126) memiliki 5
sub indikator, yaitu:
1. Pemahaman program.
2. Tepat Sasaran.
3. Tepat waktu.
4. Tercapainya tujuan.
5. Perubahan nyata (Sutrisno, 2007 : 125-126)
Sedangkan variabel indikator pemberdayaan menurut Soetomo (2011:72-85),
diantaranya:
1 Sentralisasi menjadi desentralisasi. Desentralisasi dalam hal ini diarahkan
pada bentuk kewenangan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap
pengambilan keputusan dan sumber daya. Desentralisasi ini berarti
mencakup lapisan masyarakat miskin akar rumput, bukan semata berhenti
pada elit lokal setempat.
2 Top down menjadi bottom up. Pendekatan pemberdayaan cenderung
mengutamakan alur dari bawah ke atas. Proses dan mekanismenya dapat
melalui dua kemungkinan; pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat direspon sendiri oleh masyarakat bersangkutan dalam bentuk
program pembangunan yang direncanakan dan sekaligus dilaksanakan
oleh masyarakat. Kedua, identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
diakomodir oleh pemerintah untuk dimasukkan kedalam program
pembangunan pemerintah.
3 Uniformity menjadi variasi lokal. Pendekatan pemberdayaan sangat
memberikan toleransi kepada variasi lokal/kearifan lokal, dengan demikian
program-program yang dirumuskan dan dilaksanakan sangat berorientasi
pada permasalahan dan kondisi serta potensi setempat.
4 Sistem komando menjadi proses belajar. Pendekatan pemberdayaan
memosisikan masyarakat lebih berkedudukan sebagai subyek atau aktor,
dalam hal ini, proses belajar yang dilakukan untuk meningkatkan inisiatif
48
merupakan rangkaian pemantapan kapasitas. Peningkatan kapasitas ini
bermakna pengakuan akan kemampuan masyarakat untuk melakukan
langkah-langkah menuju kemajuan.
5 Ketergantungan menjadi keberlanjutan. Pemberian kewenangan kepada
masyarakat dalam pengelolaan pembangunan akan lebih mendorong
tumbuh kembangnya inisiatif dan kreatifitas yang memacu keberlanjutan.
6 Social exclusion menjadi social inclution. Seluruh lapisan masyarakat
terutama lapisan bawah, mendapatkan peluang yang sama dalam
berpartisipasi pada semua proses kehidupan, dalam mengakses semua
pelayanan, serta dalam mengakses sumber daya dan informasi.
7 Improvement menjadi transformation. Improvement berarti memfokuskan
perbaikan hanya dalam cara kerja dan proses produksi tanpa melakukan
perubahan pada tataran struktur, sedangkan pendekatan pemberdayaan
lebih menekankan pada transformation, dimana fokus perubahan adalah
pada level sistem dan struktur sosialnya.
Untuk memudahkan peneliti dalam proses pengumpulan data, maka peneliti
membuat pengembangan instrumen berupa kisi – kisi instrumen sebagai acuan
dalam mengumpulkan data di lapangan sebagai berikut :
Tabel 9
Kisi – kisi Instrumen Penelitian
Variabel
(1)
Indikator
(2)
Sub Indikator
(3)
No item
Instrumen
(4)
Variabel X
Efektivitas
menurut
Sutrisno
(2007:125-126)
1. Pemahaman
Program
a. Pengetahuan
b. Pendampingan
1,2,3
4
2. Tepat Sasaran
a. Ketepatan
penerima manfaat
b. Kesesuaian
program dengan
kebutuhan dan
harapan
masyarakat
5,6,7,8
3. Tepat Waktu a. Kesesuaian
waktu
pelaksanaan
dengan rencana
yang telah
ditetapkan
b. Keberlanjutan
program
9,10,11,12
4. Tercapainya
Tujuan
a. Tercapainya
tujuan program
13,14,15,16
49
Sumber: Peneliti,2018
B. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka dalam
penelitian harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya
dinamakan instrumen penelitian. Jadi instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.
(1) (2) (3) (4)
5. Perubahan Nyata a. Perubahan
kondisi sosial
ekonomi
b. Keberhasilan
program bagi
penerima
program
17,18,19,20
Variabel Y
Pemberdayaan
menurut
Soetomo
(2011:72-85)
1. Sentralisasi
menjadi
desentralisasi
a. Pelibatan
Masyarakat
b. Pelimpahan tugas
dan wewenang
21,22,23,24,25
2. Top down
menjadi bottom
up
a. Paartisipasi
Masyarakat
b. Perumusan
perencanaan
26,27,28,29,30
3. Unfiormity
menjadi variasi
lokal
a. Variasi Program
b. Pertanggungjawa
ban Program
31,32,33,34,35
4. Sistem komando
menjadi proses
belajar
a. Penerimaan
Perintah
b. Proses Belajar
36,37,38,39
5. Ketergantungan
menjadi
keberlanjutan
a. Kemandirian
b. Keberlanjutan
40,41,42,43,44
6. Social exclusion
menjadi social
inclution
a. Penerima
manfaat
b. Partisipasi pihak
luar
45,46,47,48,49,5
0
7. Improvement
menjadi
trasformation
a. Perubahan
b. Evaluasi
51,52,53,54,55
50
Sugiyono (2012:102). Jumlah instrumen penelitian tergantung pada jumlah
variabel penelitian yang telah ditetapkan untuk diteliti. Adapun dalam penelitian
ini terdapat dua variabel yaitu Efektivitas (X) dan Kualitas Pemberdayaan (Y)
dengan menggunakan skala Likert.
Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dalam penelitian
fenomena sosial ini telah ditetapkan secara spesifik oleh peneliti, yang selanjurnya
disebut sebagai variabel penelitian. Dengan menggunakan skala Likert , maka
variabel yang akan diukur dijabarkan menggunakan indikator variabel. Kemudian
indikator tersebut dijadikan titik tolak untuk menusun item-item instrumen yang
dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
C. Responden Penelitian
1. Populasi
Menurut Sugiyono (2012: 80-81), Populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri dari objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteritas tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, dan kemudian ditarik suatu
kesimpulan. Adapun populasi dalam penelitian ini yaitu petani yang mendapatkan
bantuan dari Program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar Tahun 2017.
Berdasarkan data yang diperoleh, ada 11 Desa di Kecamatan Banjar yang
mendapatkan bantuan dari program tersebut dengan jumlah petani sebanyak 324
petani.
51
2. Sampel
Sampel merupakan bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau
keadaan tertentu yang akan diteliti. Tidak semua data dan informasi akan diproses
dan tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan
menggunakan sampel yang mewakilinya. Disamping itu, sampel harus
representatif dalam penggunaan teknik sampling.
Pengambilan sampel dilakukan penulis dengan menggunakan rumus Yamane
yang dikutip oleh Rakhmat (1998: 82) sebagai berikut :
Keterangan :
n : Jumlah sampel
N : Jumlah Populasi
: Presisi yang ditetapkan
Penulis menggunakan tingkat presisi 7%, maka jumlah sampel pada penelitian
ini adalah:
52
Dengan demikian jumlah sampel yang akan dijadikan responden dalam
penelitian ini berjumlah 125 petani.
D. Teknik Sampling
Teknik sampling berguna agar mereduksi anggota populasi menjadi anggota
sampel yang mewakili populasinya, sehingga kesimpulan terhadap populasi dapat
dipertanggungjawabkan, lebih teliti menghitung yang sedikit daripada yang
banyak, menghemat waktu, tenaga serta biaya.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan penulis pada penelitian ini
adalah Proportional Cluster sampling. Teknik ini digunakan untuk menentukan
sampel bila obyek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas. Penarikan
sampel penelitian ini diambil pada desa yang ada di Kecamatan Banjar yang
mendapatkan bantuan dari Program Upsus Pajale. Diperoleh sebanyak 11 desa
yang mendapatkan bantuan dari program tersebut. Hal ini dilakukan karena
peneliti mempertimbangkan karena terlalu banyaknya jumlah petani sehingga
perlu dilakukannya penyaringan terhadap petani yang akan dijadikan sampel
penelitian. Adapun besar sampel untuk tiap kluster dapat ditentukan dengan
menggunakan rumus:
Keterangan :
: Besar sampel tiap kluster
: Jumlah Populasi pada kluster
n : Besar sampel keseluruhan yang akan diambil
53
N : jumlah populasi keseluruhan
Berdasarkan hasil perhitungan yang diperoleh berikut merupakan jumlah
sampel tiap kluster :
Tabel 10
Besar Sampel Tiap Kluster
No Desa/Kelurahan Penghitungan Besar sampel
1 Desa Cibereum
15
2 Desa Cibodas
4
3 Desa Kadulimus
2
4 Desa Bandung
8
5 Desa Kadumaneuh
3
6 Desa Citalahab
27
7 Desa Pasir Awi
33
8 Desa Mogana
25
9 Desa Kadu Bale
2
10 Desa Banjar
5
11 Desa Gunung Putri
1
Besar Sampel Keseluruhan 125
Sumber : Peneliti 2018
Adapun teknik penentuan sampel terpilih berdasarkan simple random
sampling. Margono (2004:126) menyatakan simple random sampling adalah
teknik untuk mendapatkan sampel yang langsung dilakukan pada unit sampling
sebagai unsur populasi yang terpencil memperoleh peluang yang sama untuk
menjadi sampel atau untuk mewakili populasi. Cara demikian dilakukan bila
anggota populasi dianggap homogen mengingat populasi dalam penelitian ini
54
adalah Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang. Dalam penelitian ini
untuk menentukan nama responden terpilih, peneliti menggunakan bantuan
aplikasi Random Name Picker. Adapun langkah – langkah yang peneliti lakukan
untuk menetapkan responden adalah sebagai berikut.
1. Peneliti menghimpun daftar nama petani yang mendapatkan bantuan dari
program Upsus Pajale sebanyak 324 petani dan mengelompokannya sesuai
dengan Desa.
2. Selanjutnya data yang sudah dikelompokan menjadi 11 desa tersebut
peneliti acak menggunakan aplikasi Random Name Picker berdasarkan
desa sesuai dengan proporsinya, jadi peneliti mengacak sebanyak 11 kali.
Misalnya jumlah responden di Desa cibereum sebanyak 40 responden.
Berdasarkan proporsinya, peneliti akan memilih 15 nama menggunakan
aplikasi tersebut.
E. Teknik Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Menurut Sugiyono (2012;142), kuesioner merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pernyataan atau
pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawab. Jenis angket (kuisioner)
dalam penelitian ini adalah angket tertutup. Dimana responden telah diberikan
alternatif jawaban oleh peneliti. Data dikumpulkan dengan menyebarkan
kuisioner kepada petani yang mendapatkan program Upsus Pajale di Kecamatan
Banjar.
55
Terdapat alternatif jawaban yang digunakan penulis dalam penelitian ini,
sebagai berikut :
Tabel 11
Skoring / Nilai
Alternatif Jawaban Skor
Sangat Setuju 4
Setuju 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber : Peneliti, 2018
Sunyoto menyatakan, skala likert dikatakan ordinal karena pernyataan sangat
setuju memiliki tingkat atau prefensi yang lebih tinggi dari setuju dan setuju lebih
tinggi daritidak setuju, dan seterusnya.
2. Studi Dokumentasi
Pengumpulan data diperoleh melalui pengumpulan peraturan, undang – undang,
laporan – laporan serta dokumen – dokumen yang relevan mengenai
permasalahan penelitian ini seperti pedoman pelaksanaan dan pedoman teknis
mengenai program Upsus Pajale, laporan evaluasi pelaksanaan program Upsus
Pajale, dan sebagainya.
3. Studi Literatur dan Kepustakan
Pengumpulan data diperoleh dari berbagai referensi yang relevan mengenai
penelitian ini berdasarkan buku, skripsi, maupun jurnal ilmiah yang berkaitan
dengan program Upsus Pajale, efektivitas, dan pemberdayaan.
4. Pengamatan/observasi
Dalam penelitian ini pengamatan/observasi yang dilakukan adalah non partisipan,
dimana peneliti terlibat dan hanya sebagai pengamat independen.
Beberapa sumber data yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu :
56
1. Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sumber (sampel atau
responden) dengan menggunakan teknik pengumpulan data tertentu. Data
primer dalam penelitian ini didapatkan dari hasil kuesioner dan wawancara
tidak terstruktur.
2. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber kedua, yang dapat
berbentuk buku – buku ilmiah, dokumen, atau bahan lain yang sudah
merupakan data hasil olahan yang digunakan sebagai data awal maupun data
pendukung dalam penelitian.
F. Uji Validitas dan Reliabilitas Data
1. Uji Validitas
Menurut Usman, Husnaini, dan Purnomo (2008 : 207) Validitas ialah
mengukur apa yang ingin diukur. Validitas berfungsi untuk menunjukan tingkat
kesalahan suatu instrumen. Instrumen dikatakan sahih apabila mampu mengukur
variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian serta mampu menunjukan
tingkat kesesuaian antara konsep dan hasil pengukuran.
Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu
daftar pertanyaan atau pernyataan dalam mendefinisikan variabel. Daftar
pernyataan atau pertanyaan yang dibuat oleh penulis pada umumnya mendukung
suatu kelompok variabel tertentu. Dalam penelitian ini teknik yang digunakan
untuk mengetahui kesalahan instrumen adalah teknik korelasi product moment
sebagai berikut.
rhitung = ∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑ ∑ ∑
57
rhitung = Koefisien korelasi
ΣX = Jumlah skor item
ΣY = Jumlah skor total
n = Jumlah responden
Menurut Rosady Ruslan, penentuan pengujian uji validitas adalah r hitung
dibandingkan dengan r tabel dengan melihat taraf signifikansi penelitian, yakni
sebesar 5% atau 0,05 dan jumlah responden, barulah kita akan mendapatkan nilai
r tabel). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan SPSS versi 21 untuk menguji
validitas data. Adapun kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
a. Jika rhitung > rtabel maka butir pertanyaan valid.
b. Jika rhitung < rtabel maka butir pertanyaan tidak valid
2. Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas merupakan persyaratan pokok kedua dari instrumen
pengumpulan data. Peneliti melakukan uji reliabilitas guna untuk mengukur dari
sebuah instrumen, dimana uji reliabilitas terhadap instrumen yang dinyatakan
valid, sedangkan instrumen yang dinyatakan tidak valid maka tidak bisa dilakukan
uji reliabilitas. Dalam pengukuran reliabilitas dapat menggunakan rumus Alpha
Cronbach dengan bantuan SPSS versi21.
Dengan dilakukan uji reliabilitas, maka akan menghasilkan instrumen yang
tepat dan akurat. Apabila koefisien reliabilitas instrumen yang dihasilkan besar,
berarti instrumen tersebut memiliki reliabilitas yang cukup baik.
58
G. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Dalam Sanusi (2003: 115), Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan
untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data
yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan
yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil kuesioner. Setelah data kuesioner
diperoleh kemudian data tersebut diolah dengan menggunakan rumus. Adapun
rumus analisis data kuantitatif yang penulis gunakan yakni:
P = ∑
x 100 %
Keterangan
P = Persentasi Jawaban
∑ = Jumlah skor di tiap pertanyaan
n = Banyak responden
Tabel 12
Kriteria Persentase Analisis Deskriptif
Rentang Presentase Kriteria
76% s/d 100%
51% s/d 75%
26% s/d 50%
1% s/d 25%
Sangat Baik
Baik
Cukup Baik
Kurang Baik
Sumber : Riduwan, 2004
2. Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau berada dalam sebaran normal. Terdapat
beberapa cara yang dapat digunakan dalam analisis normalitas data, yaitu rasio
59
skewness, dan kurtosis, kertas peluang normal, Chi Kuadrad, Liliefors,
Kolmogorof-Smirnov, dan sebagainya. Penulis menggunakan uji Kolomogorof-
Smirnov dengan bantuan software SPSS Versi21. Untuk menyatakan apakah data
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan
membandingkan koefisien AsympSig atau P-value dengan 0,05 (taraf signifikan).
Apabila P-value lebih besar dari 0,05 (taraf signifikansi) yang berarti tidak
signifikan, maka memiliki makna bahwa data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sebaliknya apabila P-value lebih kecil dari 0,05 yang berarti
signifikan, maka bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal.
3. Uji Koefisien Korelasi Product Moment
Tujuan analisa ini untuk mengetahui kuat atau tidaknya hubungan antara
variabel X (Efektivitas) dengan variabel Y (Kualitas Pemberdayaan) dan untuk
mengetahui sejauh mana pengaruh antara satu variabel dengan variabel lainnya.
Teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment dari
Pearson dengan rumus sebagai berikut:
rxy ∑ ∑ ∑
√ ∑ ∑
Keterangan :
r : koefisien korelasi pearson’s Product Moment
n : jumlah individu dalam sampel
x : angka mentah untuk variabel X
y : angka mentah untuk variabel Y (Unaradjan, 2013 : 202)
60
Selanjutnya untuk menguji apakah nilai koefisien korelasi r yang diperoleh
signifikan atau tidak, perlu dilakukan uji signifikan. Uji signifikansi korelasi
Pearson moment dapat dilakukan secara langsung dengan mengkonsultasikan
pada tabel r product moment pada taraf kesalahan 5 % dengan ketentuan:
1. Bila r ≤ rtabel, maka H0 diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada
hubungan yang signifikan antara variabel X (Pengaruh Efektivitas Program
Upsus Pajale) dengan variabel Y ( Kualitas Pemberdayaan Petani ).
2. Bila rxy > rtabel, maka H0 dtolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan
yang signifikan antara variabel X (Pengaruh Efektivitas Program Upsus
Pajale) dengan variabel Y (Kualitas Pemberdayaan Petani ). Untuk
mengetahui seberapa kuat hubungan antara dua variabel yang diteliti secara
representatif di dalam penelitian ini, penelitian menggunakan pedoman
interpretasi korelasi sebagai berikut:
Tabel 13
Interpretasi Terhadap Nilai Koefisien Korelasi
Koefisien Korelasi Hubungan antar Variabel
0,80-1,000 Sangat Kuat
0,60-0,799 Kuat
0,40-0,599 Cukup Kuat
0,20-0,399 Rendah
0,00-0,199 Sangat Rendah
Sumber : (Unaradjan, 2013 : 202)
4. Uji Signifikansi (Uji t)
Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
uji dua pihak dimana t tabel dibagi dua dan diletakan di bagian kanan dan kiri
kurva. Adapun langkah-langkah uji t dua pihak sebagai berikut.
61
a. Menentukan t hitung, sebagai berikut:
Uji t dilakukan untuk menguji signifikansi koefisien korelasi variabel bebas
dengan variabel terikat, yaitu dengan rumus sebagai berikut:
√
√ r
Keterangan:
r : koefisien determinasi
n-2 : derajat keabsahan
t : nilai uji t
b. Menentukan t tabel pada taraf signifikansi 5% (dapat dilihat pada lampiran)
c. Pengujian hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut:
Jika thitung ≥ ttabel maka hipotesis Ha diterima dan H0 ditolak artinya terdapat
pengaruh signifikan antara efektivitas program Upsus Pajale terhadap kualitas
pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang.
Sedangkan Ha ditolak dan H0 diterima apabila thitung < ttabel artinya tidak
terdapat pengaruh signifikan antara efektivitas program Upsus Pajale
terhadap kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang.
5. Analisis Regresi
Analisis regresi sederhana digunakan untuk mengetahui ada tidaknya
linieritas pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Adapun
rumus regresi linier adalah sebagai berikut:
62
Ŷ= a + bX
Keterangan :
Ŷ : Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a : harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b : koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
X : Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
H. Jadwal Penelitian
Tabel 14
Jadwal Penelitian
Kegiatan
Jadwal Penelitian
Januari 2018 – Januari 2019
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Jan
Penyusunan
Proposal
Bimbingan
Proposal
Seminar
Proposal
Perbaikan
Proposal
Penelitian
Lapangan
Penulisan
Laporan
(BAB IV
dan BAB V)
Sidang
Skripsi
Revisi
Skripsi
Sumber : Peneliti, 2018
63
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Deskripsi data dalam penelitian ini menjelaskan tentang objek penelitian yang
meliputi gambaran umum lokasi penelitian secara jelas, identitas responden serta
hal – hal lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian. Berikut adalah
deskripsi data penelitian mengenai Pengaruh Efektivitas Program Upaya Khusus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap Kualitas
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang.
1. Gambaran Umum Kecamatan Banjar
Gambar 2
Peta Wilayah Kecamatan Banjar
Sumber : BPS Kabupaten Pandeglang, 2017
64
Kecamatan Banjar memiliki luas wilayah 2.870 hektar dengan potensi lahan
pertaniannya mencapai 66% atau sekitar 1896 hektar. Hal ini mendeskripsikan
bahwa Kecamatan Banjar memiliki potensi pertanian yang besar mengingat
mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani. Sejak tahun 2017 sebanyak 324
petani mendapatkan bantuan Jagung dan Kedelai dari Program Nasional Upaya
Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai.
Kecamatan Banjar merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Pandeglang Provinsi Banten. Jarak dari Pandeglang sebagai ibukota
Kabupaten Pandeglang sekitar 12 km yang dihubungkan oleh jalan negara,
provinsi, dan kabupaten. Secara administrasi wilayah Kecamatan Banjar memiliki
batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara : Kecamatan Majasari
Selatan : Kecamatan Mekarjaya
Barat : Kecamatan Cimanuk
Timur : Kabupaten Lebak
Kecamatan Banjar secara administrasi terdiri dari 11 desa, 59 rukun warga
(RW) dan162 RT dengan jumlah penduduk 15.823 laki – laki dan 15.549
perempuan. Kecamatan Banjar mempunyai beberapa tipe agroekosistem yaitu
agroekosistem lahan sawah dan lahan kering.
a. Agroekosistem Lahan Sawah
Lahan sawah di Kecamatan Banjar seluas 829 hektar dengan perincian
sebagai berikut :
65
Tabel 15
Luas Wilayah Sawah
No Nama Desa
Jenis Pengairan (Ha)
Teknis 1/2
Teknis Sederhana Pedesaan
Tadah
Hujan Jumlah
1 Cibereum - 18 - - 22 40
2 Cibodas - 17 - - 12 29
3 Kadulimus - 71 - - 4 75
4 Bandung - 41 - - - 41
5 Kadumaneuh - 32 - - 8 40
6 Citalahab - 42 - - 20 62
7 Pasir Awi - 41 - - 39 80
8 Mogana - 38 - - 48 86
9 Kadubale - 82 - - 5 87
10 Banjar - 148 - - - 148
11 Gunungputri - 141 - - - 141
Jumlah - 671 - - 158 829
Sumber: BPP Kecamatan Banjar, 2018.
Dari 11 Desa di Kecamatan Banjar, wilayah Banjar merupakan yang paling
banyak memiliki irigasi ½ teknis yaitu sebanyak 148 hektar ( 22%) dari total
keseluruhan irigasi ½ teknis yang ada di Kecamatan Banjar. Wilayah banjar
memiliki irigasi yang paling banyak dikarenakan wilayah ini merupakan wilayah
yang banyak memiliki air dibanding desa lainnya. Pada tahun 2017 Desa Banjar
selain mendapat bantuan benih juga mendapat bantuan irigasi dari program upaya
khusus peningkatan produksi padi, jagung, kedelai (Upsus Pajale). Sedangkan
untuk lahan tadah hujan, Desa Mogana merupakan desa yang paling banyak yaitu
48 hektar (30,37%) dari total keseluruhan lahan tadah hujan yang ada di
Kecamatan Banjar. Desa mogana merupakan salah satu desa yang sering kesulitan
air, sehingga ketika musim kemarau memanfaatkan pompa air yang didapatkan
dari Pemerintah. Pada agroekosistem sawah Kecamatan banjar mengoptimalkan
budidaya padi, kedelai, dan ubi jalar yang tersebar di 11 desa.
66
b. Agroekosistem Lahan Kering
Tabel 16
Luas Agroekosistem Lahan Kering
No
Nama Desa
Jenis Penggunaan Lahan (Ha)
Pem
ukim
an
Pek
aran
gan
Teg
alan
/
Keb
un
Kola
m/
Tam
bak
Huta
n
Neg
ara
Huta
n
Rak
yat
Per
keb
unan
Bes
ar
Lad
ang/
Hum
a
Lai
nnya
Jumlah
1 Cibereum 10 28 205 1 - - - 4 105 353
2 Cibodas 11 24 157 2 - - 46 - 100 340
3 Kadulimus 19 20 85 2 - - - - 52 178
4 Bandung 8 11 42 2 - - - - 25 88
5 Kadumaneuh 9 11 44 3 - - - - 24 91
6 Citalahab 21 38 149 3 - - 42 - 104 357
7 Pasir Awi 8 37 97 1 - - - - 60 203
8 Mogana 10 24 75 2 - - - - 45 156
9 Kadubale 11 28 41 3 - - - - 23 86
10 Banjar 15 12 76 4 - - - - 52 159
11 Gunungputri 8 10 4 3 - - - - 5 30
Jumlah 130 223 975 26 - - 88 - 595 2041
Sumber: BPP Kecamatan Banjar, 2018.
Pada agroekosistem lahan kering terdapat beberapa kriteria diantaranya untuk
lahan pemukiman Desa Citalahab merupakan wilayah yang paling banyak
terdapat pemukiman yaitu sebesar 21 hektar (16,5%), pekarangan 38 hektar
(17,04%). Hal ini disebabkan karena desa Citalahab merupakan wilayah terluas
diantara desa lainnya di Kecamatan Banjar. Sedangkan untuk lahan tegalan/kebun
wilayah terluas ada di desa Cibeurem yaitu sebesar 205 hektar (21,02%). Pada
agroekosistem lahan perkebunan besar Desa Cibodas merupakan wilayah terluas
sebesar 46 hektar (52%) dari total keseluruhan lahan perkebunan. Perkebunan
yang ada di Desa Cibodas didominasi oleh perkebunan karet dan kelapa sawit.
Pada agroekosistem lahan kering Kecamatan Banjar mengoptimalkan budidaya
jagung, kedelai, kacang tanah, karet, dan kelapa.
67
2. Identitas Responden
Dalam penelitian tentang Pengaruh Efektivitas Program Upaya Khusus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap Kualitas
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang ini
respondennya adalah petani di Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel yang terdapat
dalam teknik probability sampling yaitu area sampling/cluster sampling
(sampling wilayah/area). Untuk mendapatkan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan rumus dari Taro Yamane. Berdasarkan hasil
perhitungan maka didapatkan sampel sebanyak 125 petani sebagai responden.
Dalam mengumpulkan data peneliti mengajukan kuesioner kepada para
responden. Pada pengisian kuesioner, responden diharuskan mengisi identitas diri
yang meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, jumlah pengeluaran per bulan, jenis
komoditas, status kepemilikan lahan, dan luas lahan. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada beberapa diagram dibawah ini.
Diagram 1
Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
68
Dari diagram 1 dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil dari 125 responden
yang berpartisipasi dalam penelitian ini, maka dari segi jenis kelamin didapatkan
jumlah petani laki – laki lebih banyak daripada petani perempuan. Dengan
komposisi jumlah laki – laki sebanyak 116 0rang (93%) sedangkan jumlah petani
perempuan sebanyak 9 orang (7%). Hal ini disebabkan diantaranya karena
budaya patriaki dimana wanita dianggap tidak cakap dalam kegiatan bertani
karena produktivitas petani wanita lebih rendah dibandingkan produktivitas petani
laki – laki, konsekuensinya budaya patriarki ini telah mengahambat partisipasi
wanita dalam kegiatan bertani. Hal – hal yang menyangkut pekerjaan di ladang
dan sawah dibebankan kepada laki – laki sedangkan perempuan lebih banyak
beraktivitas dalam kegiatan rumah tangga. Menurut Paris (1987) perempuan tidak
mampu eksis karena masih adanya diskriminasi terhadap perempuan di sektor
pertanian, serta asumsi bahwa kegiatan pertanian merupakan urusan laki – laki
(Lestari, 2011 : 5). Berdasarkan sensus yang dilakukan oleh BPS Provinsi Banten
pada tahun 2013 jumlah petani laki – laki lebih banyak dibandingkan jumlah
petani perempuan. Dari 665.358 petani di Provinsi Banten, sebanyak 82,09% atau
546.196 jiwa merupakan petani laki – laki dan sebanyak 17,91% atau 119.162
jiwa merupakan petani perempuan.
69
Diagram 2
Identitas Responden Berdasarkan Usia
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa jumlah responden usia
kurang dari atau sama dengan (≤ ) 19 tahun sebanyak 0% atau tidak ada
responden yang berusia kurang dari atau sama dengan (≤ ) 19 dan usia 20-29
tahun. Sedangkan usia 30-39 tahun sebanyak 14,4 % atau 18 responden, usia 40-
49 tahun sebanyak 28 % atau 35 responden, usia ≥ 50 tahun sebanyak 57,6% atau
72 responden. Jadi dapat disimpulkan bahwa frekuensi terbesar responden berada
pada rentang usia ≥ 50 tahun. Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
lapangan mayoritas responden berada pada usia tidak produktif lagi.
Diagram 3
Identitas Responden BerdasarkanTingkat Pendidikan
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
70
Berdasarkan diagram 3, didapatkan jawaban responden bahwa jumlah
responden berdasarkan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD)adalah 61,30% atau
sama dengan 76 responden, berdasarkan tingkat pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) sebanyak 12,90% atau 16 responden, berdasarkan tingkat
pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebanyak 23,39% atau 29 responden,
dan berdasarkan tingkat pendidikan Strata 1 (S1) sebanyak 2,41% atau 3
responden. Dari diagram diatas menggambarkan bahwa tingkat pendidikan
responden didominasi oleh responden dengan latar belakang pendidikan Sekolah
Dasar (SD). Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat pendidikan petani di
kecamatan banjar termasuk dalam kategori rendah. Semakin pesatnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) dewasa ini
membutuhkan seseorang dengan tingkat pendidikan semakin tinggi sehingga akan
berdampak pada produktivitas, pendapatan yang pada akhirnya mampu
meningkatkan kesejahteran. Seperti halnya pendidikan yang dibutuhkan oleh
petani.
Diagram 4
Identitas Responden Berdasarkan Jumlah Pengeluaran Per-Bulan
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
71
Dari diagram 4 dapat dilihat bahwa berdasarkan hasil dari 125 responden
yang berpartisipasi dalam penelitian ini, maka dari segi pengeluaran per – bulan
dalam penelitian ini didapatkan sebanyak 17,6 % atau sebanyak 22 responden
memiliki pengeluaran rumah tangga per bulan sebesar 500.000 – 1.000.000
rupiah, 11,2% atau 14 responden memiliki jumlah pengeluaran per bulan sebesar
1.001.000 – 1.500.000 rupiah, 31,2 % atau 39 responden memiliki jumlah
pengeluaran per bulan sebesar 1.501.000 – 2.000.000 rupiah, sebanyak 40 %
atau 50 responden memiliki jumlah pengeluaran per bulan sebesar >2.000.000.
Jadi dapat disimpulkan mayoritas responden memiliki jumlah pengaluaran
>2.000.000.
Diagram 5
Jenis Komoditas
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 5 dapat diketahui bahwa sebanyak 92% atau 115
responden menanam jenis komoditas jagung, sedangkan sebanyak 8% atau 10
responden menanam jenis komoditas kedelai. Jadi dapat disimpulkan mayoritas
responden menanam jenis komoditas jagung. Mayoritas masyarakat menanam
jenis komoditas jagung dikarenakan beberapa hal diantaranya Pertama, jenis
72
komoditas ini lebih mudah dibudidayakan. Kedua, kualitas benih yang diterima
petani kurang baik karena ketidaksiapan distributor benih dalam menyediakan
benih yang berkualitas. Ketiga,nilai komoditas jagung lebih menguntungkan
komoditas kedelai, dikarena komoditas kedelai lebih sulit dijual dengan harga
yang ditetapkan pemerintah yang berakibat petani mengalami kerugian. Hal ini
terjadi karena kedelai yang dihasilkan kurang berkualitas dan sulit menandingi
kualitas kedelai impor.
Diagram 6
Status Kepemilikan Lahan
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa sebanyak 4,83% atau 6
responden sebagai pemilik tanah, sedangkan sebanyak 95,16% atau 119
responden tidak sebagai pemilik tanah. Jadi dapat disimpulkan mayoritas petani
menanam jagung dan kedelai di tanah sewaan. Data ini mengkonfirmasi bahwa
mayoritas petani di kecamatan banjar masih bergantung kepada lahan milik orang
lain. Hal ini tentu saja akan berdampak pada hasil panen yang diperoleh. Ketika
para petani menggarap di lahan milik orang lain, penghasilan yang didapatkan
petani harus dibagi dua dengan pemilik lahan.
73
Diagram 7
Luas Lahan
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 7 dapat diketahui sebanyak 88,8% atau 111 responden
menanam di lahan seluas 0,1-0,5 ha, sedangkan sebanyak 1,6% responden atau 2
responden menanam di lahan seluas 0,51-1 ha, dan sebanyak1,6% atau 2
responden menanam di lahan seluas > 1ha. Jadi dapat disimpulkan bahwa
mayoritas petani menanam jagung dan kedelai di lahan seluas 0,1-0,5
ha.Berdasarkan standar yang telah ditetapkan oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Pandeglang untuk 1 Ha lahan, anggota kelompok tani akan mendapatkan benih
sebanyak 15 Kg untuk jagung dan 40 Kg untuk benih kedelai.
3. Deskripsi Hasil Penelitian
Deskripsi hasil penelitian didapatkan memalui penyebaran kuesioner yang
ditujukan kepada 125 petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang yang
mendapatkan bantuan dari program Upsus Pajale pada tahun 2017 hingga saat ini.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis data kuantitatif deskriptif, maka
data yang diperoleh tidak hanya berbentuk kalimat dari hasil wawancara dan
pernyataan dari hasil penyebaran kuesioner, melainkan dalam bentuk angka
74
kemudian diolah. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar Pengaruh
Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap Pemberdayaan Petani Di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang.
Pada sub-bab ini peneliti akan menjelaskan mengenai deskripsi data hasil
penelitian yang diperoleh. Data tersebut kemudian dianalisis berdasarkan
perhitungan frekuensi dan persentase yang disajikan dalam bentuk tabel dan
diagram oleh penulis. Penulis akan melakukan pembahasan berdasarkan sub
indikator penelitian yang digunakan penulis. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan dua variabel, yaitu variabel efektivitas (variabel X) dan variabel
pemberdayaan (variabel Y). Oleh karena itu teori yang digunakan dalam
penelitian ini adalah teori efektivitas menurut Sutrisno (2007) yang terdiri dari 5
(lima) indikator yang didalamnya terdapat 10 sepuluh sub indikator yang
diuraikan peneliti, kemudian peneliti menguraikan ke dalam 21 pernyataan.
Sedangkan teori pemberdayaan menurut Soetomo (2011) terdiri dari 7 (tujuh
indikator) yang didalamnya terdapat 14 sub indikator yang diuraikan peneliti,
kemudian peneliti menguraikannya ke dalam 34 pernyataan.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala
likert dimana pilihan jawaban terdiri dari 4 (empat) item antara lain, Pilihan
jawaban sangat setuju atau (SS) memiliki bobot nilai 4, pilihan jawaban Setuju (S)
memiliki bobot nilai 3, pilihan jawaban Tidak Setuju atau (TS) memiliki bobot
nilai 2, dan pilihan jawaban Sangat Tidak Setuju (STS) memiliki bobot nilai 1.
Berikut adalah pemaparan hasi jawaban responden dari pernyataan yang
diberikan melalui kuisioner.
75
a. Penyajian Data Variabel X (Efektivitas Program Upsus Pajale)
1. Hasil Jawaban Responden terhadap Pemahaman Program
Diagram 8
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 1
20,8%
72,8%
6,4%0%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 8 jawaban responden tentang “Masyarakat
mengetahui program Upsus Pajale dari Pemerintah” menunjukan bahwa dari
125 responden terdapat 26 petani (20,8%) yang menjawab sangat setuju, 91
petani (72,8%) menjawab setuju, dan 8 petani (6,4%) yang menjawab tidak
setuju. Dari data tersebut dapat dilihat jawaban petani terhadap pernyataan
bahwa petani mengetahui program Upsus Pajale dari pemerintah sebanyak
26 petani (20,8%) yang menjawab sangat setuju dan 91 petani (72,8%)
menjawab setuju. Hal ini menunjukan bahwa petani mengetahui program
Upsus Pajale dari pemerintah. Mayoritas petani mengetahui program Upsus
Pajale dari para penyuluh yang berkeliling kepada tiap kelompok tani yang
tersebar di 11 (sebelas) desa di Kecamtan Banjar bersamaan dengan pen-
catatan calon penerima dan calon lokasi (CPCL) program upsus pajale.
76
Diagram 9
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 2
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas jawaban responden tentang “Masyarakat
mendapatkan sosialisasi dari Pemerintah terkait program Upsus Pajale”
menunjukan bahwa dari 125 responden terdapat 26 Petani (20,8%) yang
menjawab sangat setuju, 90 responden (72%) menjawab setuju, dan 9 orang
(7,2%) menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas petani atau sebanyak 72% (90 responden) menjawab sangat set-
uju. Mayoritas petani mendapatkan sosialisasi dari program Upsus Pajale
yang diadakan oleh Dinas Pertanian.Sosialisasi tidak hanya dihadiri oleh
Pemerintah saja, melainkan dihahadiri juga oleh kalangan NGO (Non-
Governmental Organizatio) seperti KTNA (Kontak Tani Nelayan Andalan),
akademisi dan mahasiswa sebagai pendamping program. Sedangkan sebesar
7,2% (9) responden yang menjawab tidak setuju merupakan petani yang tid-
ak hadir dalam kegiatan sosialisasi yang diadakan dikarenakan kesibukan
masing – masing dan jarak tempat berlangsungnya kegiatan sosialisasi yang
jauh sedangkan infrastruktur di beberapa kampung belum memadai seperti
banyaknya jalan berbatu.
77
Diagram 10
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 3
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
“Masyarakat memperoleh kejelasan informasi mengenai program Upsus
Pajale” sebesar 8%(10) responden menjawab sangat setuju, 65,6% (82) re-
sponden menjawab setuju, dan 26,4% (33) responden menjawab tidak set-
uju. Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden sebanyak 65,6 (82)
responden merasa bahwa informasi yang disampaikan cukup jelas. Se-
dangkan sebesar 26,4 % (33) responden yang menjawab tidak setuju meru-
pakan mereka yang tidak hadir dalam kegiatan sosialisasi atau tidak mengi-
kuti kegiatan sosialisasi dari awal sampai akhir.
Diagram 11
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 4
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
78
Berdasarkan diagram 11 dapat dilihat bahwa jawaban responden tentang
“Masyarakat memperoleh pengetahuan yang cukup terkait program Upsus
Pajale” sebesar 10,4 % (13) responden menjawab sangat setuju, 28,0% (35)
responden menjawab setuju, 50,4% (63) responden menjawab tidak setuju,
dan 11,2 % (14) responden menjawab sangat tidak setuju. Jadi dapat disim-
pulkan bahwa mayoritas responden sebesar 50,4% (63) petani menganggap
bahwa pengetahuan yang diberikan ketika sosialisasi maupun pendamp-
ingan belum dirasa cukup. Hal ini mengkonfirmasi bahwa sosialisasi yang
gencar dilakukan oleh dinas pertanian belum berjalan efektif walaupun
sosialisasi mampu meningkatkan pengetahuan petani namun pengetahuan
yang didapatkan belum cukup hal ini dapat dilihat dari jumlah produksi
yang dihasilkan belum sesuai dengan target yang diharapkan.
Diagram 12
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 5
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat mengetahui secara jelas bahwa pihak pemberi
bantuan melakukan kunjungan langsung pada lokasi yang mendapatkan
bantuan dari program Upsus Pajale” yaitu sebesar 20% (25) responden men-
79
jawab sangat setuju, 76,8%(96) responden menjawab setuju, dan 3,2% (4)
responden menjawab tidak setuju. Jadi dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden atau sebesar 76,8% petani mengetahui bahwa pihak pemerintah
(dalam hal ini Kementrian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi maupun Ka-
bupaten, Pemerintah Kabupaten Pandeglang, Dinas Ketahanan Pangan, dan
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Banten melakukan
monitoring dan evaluasi ke tempat berlangsungnya kegiatan dari program
Upsus Pajale. Sedangkan sebesar 3,2% (4) responden yang menjawab tidak
setuju adalah mereka yang tidak mengetahui bahwa pihak pemberi bantuan
melakukan kunjungan langsung ke lokasi penanaman.
2. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Tepat Sasaran
Diagram 13
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 6
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat penerima program Upsus Pajale adalah masyarakat
yang memiliki keterbatasan modal dalam berusaha tani” sebesar 7,2% (9)
orang responden menjawab sangat setuju, 44,8% (56) responden menjawab
setuju, 46,4% (58) responden menjawab tidak setuju, dan 1,60% (2) re-
80
sponden menjawab sangat tidak setuju). Jadi dapat disimpulkan mayoritas
responden yaitu sebanyak 46,4 % (56) responden menganggap bahwa pen-
erima program Upsus Pajale bukanlah petani yang memiliki keterbatasan
modal dalam berusaha tani. Data ini mendeskripsikan bahwa penerima
bantuan belum tepat sasaran. Hal ini dikarenakan tidak adanya spesifikasi
yang jelas perihal siapa yang berhak menerima bantuan sebab paradigma
yang dibangun yang terpenting ada pihak yang menerima terlepas petani
tersebut berhak menerima bantuan tersebut atau tidak. Artinya, program ini
tidak sesuai dengan analisa kebutuhan masyarakat.
Diagram 14
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 7
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden
tentang “Masyarakat mendapatkan keuntungan dari program Upsus Pajale
yang telah dilaksanakan” sebesar 23,2% (29) responden menjawab sangat
setuju, 70,4% (88) responden menjawab setuju, dan 6,4% (8) responden
menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan mendapatkan keuntungan dari program Upsus
Pajale. Hal ini mendeskripsikan bahwa dengan adanya bantuan dari
81
Pemerintah berupa pengawalan, pendampingan, sosialisasi, bantuan benih,
pupuk dan alat – alat pertanian mampu meningkatkan hasil produksi petani
yang akan berdampak dengan keuntungan yang didapatkan petani.
Pernyataan ini dibuktikan dengan hasil jawaban responden sebesar 23,2%
(29) responden yang menjawab sangat setuju, 70,4% (88) responden yang
menjawab setuju.
Diagram 15
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 8
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden
mengenai “Masyarakat terpenuhi kebutuhannya dari program Upsus Pajale
”Sebesar 2,4% (3) responden menjawab sangat setuju, 28,8 (36) responden
menjawab setuju, 60 % (75) 60% (75) responden menjawab tidak setuju,
dan sebesar 8,8% (11) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari hasil
pernyataan yang diberikan kepada responden mengenai Masyarakat
terpenuhi kebutuhannya dari program Upsus Pajale, program ini belum bisa
memenuhi kebutuhan masyarakat dibuktikan dengan hasil 60 % dan 8,8%
responden yang menyatakan bahwa program Upsus Pajale ini belum bisa
memenuhi kebutuhan petani. Kurangnya para petani mendapatkan
82
keuntungan dari program ini karena program ini kurang tepat sasaran,
seharusnya penerima program Upsus Pajale ini adalah para petani yang
memiliki keterbatan permodalan. Sehingga kendala para petani mengenai
permodalan dapat dibantu melalui program Upsus Pajale ini.
Diagram 16
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 9
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan Diagram 16 dapat dilihat bahwa tanggapan ressponden
mengenai pernyataan “Masyarakat terpenuhi harapannya dari program
Upsus Pajale” sebesar 4,8% (6) responden menjawab sangat setuju, 27,2%
(34) responden menjawab settuju, 54,4% (68) responden menjawab tidak
setuju, dan sebesar 13,6% (17) responden menjawab sangat tidak setuju.
Program Upsus Pajale ini sangat membantu bagi berlangsungnya kehidupan
para petani. Sehingga dengan adanya program ini para petani sangat
menaruh harapan besar. Tetapi pada kenyataannya para petani belum
mendapatkan keuntungan dan manfaat yang signifikan, yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya harapan-harapan para petani. Pernyataan ini dapat
dibuktikan dengan hasil jawaban responden 54,4 % dan 13,6% menyatakan
tidak setuju dan sangat tidak setuju.
83
3. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Tepat Waktu
Diagram 17
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 10
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa tanggapan responden mengenai
pernyataan “Masyarakat mendapat kepastian waktu Program Upsus Pajale
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan sebelumnya” sebesar 17,6% (22)
responden menjawab sangat setuju, 63,2% (79) responden menjawab setuju,
dan sebesar 19,2% (24) responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut
dapat dilihat mayoritas responden menyatakan bahwa para petani
mendapatkan kepastian waktu sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Walaupun terdapat keterlamabatan pendistribusian benih tapi
pihak pemberi bantuan dalam hal ini Dinas Pertanian memberikan kepastian
waktu kapan para petani akan mendapatkan benih.
84
Diagram 18
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 11
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat melaksanakan Program Upsus Pajale secara
berkala dan terus menerus” sebesar 25,6% (32) responden menjawab sangat
setuju dan 74,4% (93) responden menjawab setuju. Dari hasil jawaban di
atas, dapat diketahui bahwa sampai saat ini (2018) petani di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang masih berpartisipasi dalam Program Upsus
Pajale. Sejak tahun 2016 seluruh kelompok tani di Kecamatan Pandeglang
diwajibkan melaksanakan program pajale secara terus menerus dengan
harapan pada tahun 2019 Kabupaten Pandeglang bisa menjadi salah satu
Kabupaten yang swasembada pangan dan mampu menjadi pemasok pangan
bagi Kabupaten lain di Provinsi Banten.
85
Diagram 19
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 12
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat mendapatkan benih dengan tepat waktu” sebesar
4% (5) responden menjawab sangat setuju, 41,6% (52) responden menjawab
setuju, dan sebesar 54,4% (68) responden menjawab tidak setuju.Dari data
tersebut menunjukan bahwa mayoritas responden tidak mendapatkan benih
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena
ketidaksiapan distributor dalam menyediakan benih dengan jumlah yang be-
sar. Selain itu juga diakibatkan keterbatasan jumlah penyedia benih, dimana
hanya pendistribusian benih hanya berasal dari toko– toko yang
bekerjasama dengan Pemerintah.
86
Diagram 20
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 13
7,2%
30,4%
62,4%
0%0,0%
10,0%20,0%30,0%40,0%50,0%60,0%70,0%
Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 20 dapat dilihat bahwa jawban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat melaksanakan jadwal tanam dan panen dengan
tepat waktu” sebesar 7,2 % (9) responden menjawab sangat setuju, 30,4%
(38) responden menjawab setuju, dan sebesar 62,4% (78) responden menja-
wab tidak setuju. Program Upsus Pajale ini masih banyak kekurangan salah
satunya para petani tidak mendapatkan benih tepat waktu, dan ini akan
mengakibatkan tidak sesuainya jadwal tanam dan panen dengan tepat
waktu, pernyataan ini dibuktikan dengan hasil jawaban responden 62,4 %
atau 78 orang menyatakan tidak setuju.
4. Hasil Jawaban Responden terhadapIndikator Tercapainya tujuan
Diagram 21
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 14
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
87
Dari diagram 21 dapat dilihat bahwa jawaban reponden mengenai pern-
yatan “Masyarakat mampu memenuhi kebutuhan pangan di Kecamatan
Banjar” sebesar 17,6% (22) responden menjawab sangat setuju dan 82,4%
(103) responden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa se-
jak para petani melaksanakan program Upsus Pajale, kebutuhan pasokan
pangan di kecamatan banjar mampu terpenuhi sehingga tidak perlu
memasok dari daerah lain. Beberapa kekurangan-kekurangan dari program
Upsus Pajale diantaranya telatnya distribusi benih dan tidak sesuainya
jadwal tanan dan panen tidak berdampak pada hasil produksi para petani.
Secara umum kebutuhan pangan di Kecamatan Banjar sudah mencukupi dan
tidak perlu pasokan pangan dari daerah lain.
Diagram 22
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 15
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
Masyarakat memiliki semangat untuk berubah setelah mendapatkan bantuan
sebesar 19,2% (24) responden menjawab sangat setuju, 80% (100) respond-
en menjawab setuju, dan 0,8% (1) responden menjawab tidak setuju. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa sejak dilaksanakannya program Upsus Pa-
88
jale mampu meningkatkan semangat petani agar kondisi perekonomian
keluarganya dapat meningkat.
Diagram 23
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 16
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat merasakan kesejahteraan setelah mendapatkan
bantuan dari program Upsus Pajale” sebesar 8,8 % (11) responden menja-
wab sangat setuju, 30,4 % (38) responden menjawab setuju, 52,8% (66) re-
sponden menjawab tidak setuju, dan 8% (10) responden menjawab sangat
tidak setuju. Berdasarkan data diatas dapat dilihat bahwa sebesar 52,8% (66)
responden dan 8% (10) responden belum merasakan kesejaahteraan walau-
pun sudah diberikan bantuan melalui program Upsus Pajale. Hal ini
merupakan dampak dari pernyataan sebelumnya. Ketika program tersebut
tidak tepat sasaran akan berdampak juga pada para petani yang memiliki
keterbatasan modal karena bantuan yang didapatkan belum maksimal.
89
Diagram 24
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 17
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat menunjukan peningkatan kreativitas setelah
mendapat bantuan dari program Upsus Pajale” sebesar 18,4% (23)
responden menjawab sangat setuju dan sebesar 81,6% (102) responden
menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa program Upsus Pajale mampu meningkatkan
kreativitas para petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang. Hal ini
berarti langkah-langkah yang dilakukan oleh pemerintah berupa sosialisasi
dan pendampingan kepada para petani mampu meningkatkan pengetahuan
para petani yang akan berdampak pada peningkatan kreativitas yang
dimiliki para petani.
90
5. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Perubahan Nyata
Diagram 25
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 18
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan ” Masyarakat memiliki penghasilan sendiri dari program Upsus
Pajale” sebesar 20% (25) responden menjawab sangat setuju, dan sebesar
80% (100) responden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat
bahwa mayoritas responden menyatakan dari program Upsus Pajale para
petani memiliki penghasilan sendiri. Program Upsus Pajale ini salah satu
motor penggerak perekonomian masyarakat. Dengan adanya program ini
jumlah produksi para petani meningkat. Jumlah produksi para petani
meningkat akan menambah jumlah penghasilan para petani. Sehingga
perekonomian masyarakat dapat meningkat. Pada tahun 2017 produksi
jagung dan kedelai di Kecamatan Banjar mengalami peningkatan yang
cukup besar. Jika pada tahun 2016 jumlah produksi jagung hanya 13 ton,
namun pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu jumlah produksi
jagung sebanyak 714 ton. Sedangkan untuk komoditas kedelai pada tahun
91
2016 hanya sebanyak 54,25 ton sedangkan pada tahun 2017 sebanyak 100
ton.
Diagram 26
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 19
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat merasakan peningkatan pendapatan setelah
mendapatkan bantuan dari program Upsus Pajale” sebesar 16,8% (21)
responden menjawab sangat setuju dam sebesar 83,2% (104) responden
menjawab setuju, dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden merasakan peningkatan pendapatan setelah mendapatkan bantuan
dari program Upsus Pajale, ini dengan dibuktikan dari pernyataan 104
responden atau 83, 2 % menyatakan bahwa program Upsus Pajale ini baik
dan banyak manfaat yang dirasakan oleh petani. Salah satu manfaat yang
dirasakan oleh petani yaitu peningkatan pendapatan setelah menerima
bantuan programUpsus Pajale.
92
Diagram 27
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 20
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram 27 dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat menjadi tidak bergantung dengan pemilik modal
setelah mendapatkan program Upsus Pajale” sebesar 8% (10) responden
menjawab sangat setuju, 29,6% (37) responden menjawab setuju, 52% (65)
responden menjawab tidak setuju, dan sebesar 10,4% (13) responden
menjawab sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan bahwa para petani masih bergantung
dengan pemilik modal walaupun sudah mendapatkan bantuan dari program
Upsus Pajale. Tujuan pemerintah memberikan program Upsus Pajale ini
kepada para petani agar para petani yang memiliki kekurangan permodalan
dapat dibantu melalui program ini. Tetapi program ini masih ada
kekurangan yaitu belum tepatnya sasaran dari program ini. Seharusnya
program ini dapat dirasakan oleh para petani yang tidak mempunya modal.
Dengan program ini para petani dapat berusaha secara mandiri dan tidak
bergantung kepada pemilik modal. Fakta yang ditemukan dilapangan
menunjukan bahwa para petani belum bisa mandiri dan masih bergantung
93
kepada pemilik modal. Penyataan tersebut dibuktikan dengan data 52 %
menyatakan tidak setuju dan 10,4 % menyatakan sangat tidak setuju.
Diagram 28
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 21
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat luas (diluar penerima program) menikmati hasil
dari program pajale” sebesar 24,8% (31) responden menjawab sangat setuju,
69,6% (87) responden menjawab setuju, dan sebesar 5,6% (7) responden
menjawab tidak setuju. Program Upsus Pajale ini dirasakan tidak hanya oleh
para petani yang mendapatkan bantuan, tetapi program ini dapat dirasakan
oleh masyarakat diluar penerima program ini. Manfaat bagi masyarakat
diluar penerima bantuin ini adalah kemudahan dalam mendapatkan
kebutuhan pangan di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang. Penyataan
ini dibuktikan dengan hasil jawaban responden 24,8 % menyatakan sangat
setuju dan 69,6 % menyatakan setuju.
94
b. Penyajian Data Variabel Y (Pemberdayaan Petani)
1. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Sentralisasi menjadi
Desentralisasi
Diagram 29
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 22
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
“Pemerintah melibatkan masyarakat secara luas dalam menentukan program”
sebesar 10,4% (13) responden menjawab sangat setuju, 40,8% (51) responden
menjawab setuju, 45,6% (57) responden menjawab tidak setuju, dan sebesar
3,2% (4) responden menjawab tidak setuju. Dapat dilihat bahwa mayoritas re-
sponden yaitu sebesar 45,6% merasa tidak dilibatkan dalam menentukan pro-
gram. Data ini menunjukan bahwa sudah ada upaya dari Pemerintah untuk
melibatkan masyarakat dalam mensukseskaan program Upsus Pajale mulai
dari proses perencanaan, manajemen pelaksanaan program, implementasi
program, hingga evaluasi. Hal ini diperkuat dengan adanya keterangan dari
masyarakat penerima program Upsus Pajale, bahwa pada tahap evaluasi
mereka tidak dilibatkan. Padahal dalam sebuah program penting adanya peli-
batan masyarakat dari awal hingga akhir.
95
Diagram 30
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 23
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
“Pemerintah memberikan pilihan dan kebebasan untuk masyarakat dalam
menjalankan program” sebesar 9,6% (12) responden menjawab sangat setuju,
45,6% (57) responden menjawab setuju, 42,4% (53) responden menjawab
tidak setuju, dan sebesar 2,4% (3) responden menjawab sangat tidak setuju.
Dari data tersebut sebesar 42,4% menyatakan pemerintah tidak memberikan
pilihan dan kebebasan dalam menjalankan program. Hal ini dapat dilihat dari
banyaknya intervensi dari berbagai stake holder sehingga hal tersebut mem-
buat masyarakat terpaksa mengikuti instruksi dari pihak yang bersangkutan
tanpa adanya keleluasaan dalam menjalankan program. Sedangkan responden
yang menjawab sangat setuju dan setuju merupakan petani yang tidak
terganggu dengan adanya intervensi dari berbagai stake holder karena dengan
adanya banyak pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program, responden
berharap swasembada pangan akan tercapai dan Pemerintah tidak akan
melakukan impor lagi.
96
Diagram 31
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 24
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
“Masyarakat melibatkan diri sendiri secara sukarela tanpa mobilisasi atau
paksaan” sebesar 12% (15) responden menjawab sangat setuju, 44% (55)
responden menjawab setuju, 40% (50) responden menjawab tidak setuju, dan
sebesar 4% (5) respoden menjawab sangat tidak setuju. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan melibatkan diri sendiri
secara sukarela tanpa mobilisasi atau paksaan. Masyarakat sangat antusias
terhadap program Upsus Pajale dengan banyaknya masyarakat yang
melibatkan diri sendiri secara sukarela tanpa adanya paksaan.Sedangkan
sebesar 40% (50) dan 4% (5) responden menyatakan bahwa mereka melibat-
kan diri dalam program Upsus Pajale karena ajakan dari ketua kelompok tani
atau petani lainnya.
97
Diagram 32
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 25
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Adanya pelimpahan tugas dan wewenang kepada struktur yang
paling rendah” sebesar 21,6 % (27) responden menjawab sangat setuju dan
sebesar 78,4% (98) responden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan Adanya pelimpahan tugas
dan wewenang kepada struktur yang paling rendah. Program Upsus Pajale
merupakan program yang diadakan oleh Kementrian Pertanian, namun dalam
pelaksanaannya program ini dibantu oleh berbagai stake holder dari tingkat
Provinsi sampai di tingkat desa, seperti BPTP (Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian) yang bertugas sebagai koordinator dalam pelaksanaan program.
Dinas Pertanian Provinsi maupun kabupaten yang bertugas untuk
mengusulkan calon penerima dan calon lokasi (CPCL), melakukan
pembinaan, serta melaksanakan monitoring dan evaluasi terhadap
perkembangan pelaksanaan program. Pada tataran Desa berbagai pihak yang
terlibat seperti Bintara Pembina Desa (Babinsa) yang bertugas untuk
98
mengawal dan mendampingi dari pendistribusian benih, penanaman hingga
ketika melaksanakan panen. Selain itu Ketua Gabungan Kelompok Tani
(Gapoktan) bertugas sebagai penanggung jawab dalam pendistribusian benih.
Diagram 33
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 26
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Pelimpahan tugas dan wewenang mempertimbangkan aspek
efektivitas dan efisiensi” sebesar 26,4% (33) responden menjawab sangat
setuju dan sebesar 73,6% (92) responden menjawab setuju. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan dalam pelaksanaan
Pelimpahan tugas dan wewenang mempertimbangkan aspek efektivitas dan
efisiensi. Hal ini mengindikasikan bahwa mekanisme pelimpahan wewenang
dari Pemerintah kepada subjek petani berjalan dengan efektif dan efisien.
Artinya wewenang tidak terpusat di satu pintu yaitu Pemerintah.
99
2. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Top down menjadi
Bottom Up
Diagram 34
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 27
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
“Masyarakat yang aktif dalam pelaksanaan program Upsus Pajale
mendapatkan penghargaan dari pemerintah” sebesar 34,4% (43) responden
menjawab sangat setuju, 60,8% (76) responden menjawab setuju, 4,8 % (6)
responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan bahwa petani yang aktif dalam pelaksanaan
program Upsus Pajale mendapatkan penghargaan dari pemerintah.
Pemerintah memberikan apresiasi kepada para petani yang aktif dalam
pelaksanan program Upsus Pajale dengan cara menambah jumlah bantuan
modal yang diterima oleh petani di tahun berikutnya dengan harapan
tercapainya kesejahteraan bagi para petani.
100
Diagram 35
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 28
9,6%
32%
58,4%
0%0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
70,0%
Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram 35 dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat menghadiri pertemuan diantara anggota kelompok
tani minimal setiap bulan” sebesar 9,6 (12) responden menjawab sangat
setuju, 32% (40) responden menjawab setuju, dan sebesar 58,4% (73)
responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden tidak menghadiri pertemuan diantara anggota kelompok
tani minimal setiap bulan. Hal ini dikarenakan kesibukan masing – masing
petani dalam membagi waktu antara pekerjaan dan kegiatan lainnya.Selain itu
para petani kesulitan dalam menjangkau lokasi dikarenakan infrastruktur
jalan yang kurang memadai.
101
Diagram 36
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 29
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa jawaban responden mengenai
pernyataan “Masyarakat sudah berusaha maksimal dalam melaksanakan
program Upsus Pajale” sebesar 9,6% (12) responden menjawab sangat setuju,
32,8% (41) responden menjawab setuju, 50,4 % (63) responden menjawab
tidak setuju, dan sebesar 7,2% (9) responden menjawab sangat tidak setuju.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
belum berusaha maksimal dalam melaksankan program Upsus Pajale. Hal ini
dikerenakan partisipasi masyarakat masih rendahseperti dalam kegiatan
pertemuan kelompok tani hanya beberapa saja yang hadir dalam pertemuan
kelompok tani.
102
Diagram 37
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 30
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Dari diagram diatas dapat dilihat jawaban responden mengenai
“Pemerintah mampu menganalisis kebutuhan masyarakat sehingga program
Upsus Pajale diadakan” sebesar 7,2% (9) responden menjawab sangat setuju,
33,6% (42) responden menjawab setuju, dan sebesar 59,2% (74) responden
menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan bahwa program Upsus Pajale bukan berdasarkan
kebutuhan masyarakat. Hal ini dikarenakan hadirnya program tersebut dambil
dari inisiatif Pemerintah bukan berdasarkan dari permasalahan yang terjadi di
masyarakat.
103
Diagram 38
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 31
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas mengenai jawaban responden tentang
“Perencanaan yang dibuat oleh Pemerintah merupakan berdasarkan aspirasi
masyarakat” sebesar 6,4 % (8) responden menjawab sangat setuju, 43,2%
(54) reaponden menjawab setuju, 50,4 % (63) responden menjawab tidak set-
uju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas yaitu sebesar 50,4 %
(63) responden menyatakan bahwa perencanaan program Upsus Pajale bukan
berdasarkan aspirasi masyarakat. Pernyataan ini merupakan dampak dari
pernyataan nomor 22.
3. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Uniformity menjadi
Variasi Lokal
Diagram 39
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 32
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
104
Berdasarkan diagram 39 dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “program Upsus Pajale memerhatikan kearifan lokal yang ada di
desa” 16,8% (21) responden menjawab sangat setuju, 83,2% (104) responden
menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden
menyatakan program Upsus Pajale memerhatikan kearifan lokal yang ada.Hal
ini menjadi bukti bahwa Pemerintah memerhatikan nilai – nilai kearifan lokal
berupa penguatan modal sosial diantara sesama petani yaitu nilai – nilai kerja
sama, tolong menolong, toleransi dan paguyuban tetap dipertahankan.
Diagram 40
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 33
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “program Upsus Pajale diberikan sesuai dengan potensi yang di-
miliki masyarakat” 11,2% (14) responden menjawab sangat setuju, 34,4%
(43) resonden menjawab setuju, dan 54,4% (68) responden menjawab tidak
setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas resonden menyatakan
program Upsus Pajale tidak diberikan sesuai dengan potensi yang dimiliki
masyarakat. Hal ini dikarenakan program Upsus Pajale bukan berangkat dari
105
analisa kebutuhan masyarakat tetapi konsep yang digunakan lebih banyak di-
ambil dari paradigma pemerintah.
Diagram 41
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 34
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “pemerintah bertidak secara responsif ketika harga hasil panen
dibawah harga yang telah ditetapkan pemerintah” 9,6% (12) responden men-
jawab sangat setuju, 24 % (30) responden menjawab setuju, 57,6% (72) re-
sponden menjawab tidak setuju dan 8,8% (11) responden menjawab sangat
tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden
menyatakan pemerintah tidak bertidak secara responsif ketika hasil panen
dibawah harga yang telah ditetapkan pemerintah. Data tersebut mengkormasi
bahwa petani seringkali menemukan permasalahan harga hasil panen yang
sering kali dibawah harga yang telah ditetapkan pemerintah sehingga petani
mendapatkan hasil keuntungan yang tidak maksimal terutama pada saat panen
raya.
106
Diagram 42
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 35
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “masyarakat selalu melaporkan hasil panen kepada ketua ke-
lompok” 10,4% (13) responden menjawab sangat setuju, 37,6 % (47) re-
sponden menjawab setuju, 48,8% (61) responden menjawab tidak setuju dan
3,2% (4) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan masyarakat tidak
melaporkan perkembangan program Upsus Pajale kepada ketua kelompok.
Data ini menunjukan bahwa petani enggan untuk melapor perkembangan
yang terjadi dalam program Upsus Pajale, petani baru akan melaporkan hasil
panen ketika terjadi permasalahan di lapangan misalnya ketika petani men-
galami gagal panen atau lahan yang digarap terserang oleh hama.
107
Diagram 43
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 36
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan tabel dan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban re-
sponden mengenai “pemerintah selalu mengawasi pelaksanaan program Up-
sus Pajale” 20,8% (26) responden menjawab sangat setuju, 76,8 % (96) re-
sponden menjawab setuju, dan 2,4% (3) responden menjawab tidak setuju.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
pemerintah selalu mengawasi pelaksanaan program Upsus Pajale. Data ini
mengkonfirmasi bahwa Pemerintah melakukan pengawalan dan pendamp-
ingan kepada para petani di Kecamatan Banjar.
4. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Sistem Komando
menjadi Proses Belajar
Diagram 44
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 37
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
108
Berdasarkan diagram 44 dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “masyarakat merespon positif atas program yang diberikan
pemeintah” 20,8% (26) responden menjawab sangat setuju, 72,8 % (91) re-
sponden menjawab setuju, dan 6,4% (8) responden menjawab tidak setuju.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menya-
takanmasyarakat merespon positif atas program yang diberikan
pemerintah.Para petani berharap program Upsus Pajale memberikan peluang
kepada para petani yang memiliki keterbatasan modal dalam berusaha tani
walaupun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan tetapi para petani
menyatakan setelah mendapatkan bantuan dari program Upsus Pajale bisa
meningkatkan pendapatan rumah tangga walaupun belum sesuai harapan.
Diagram 45
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 38
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “masyarakat memberikan feedback (umpan balik) atas program
Upsus Pajale” 30,4% (38) responden menjawab sangat setuju, 69,6% (87) re-
sponden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan masyarakat memberikan feedback (umpan balik) atas
109
program Upsus Pajale.Adapun feedback yang diberikan petani yang
mendapatkan program Upsus Pajale yaitu berupa saran dan masukan agar
pelaksanaan program Upsus Pajale di tahun berikutnya berjalan sesuai dengan
yang diharapkan. Petani berharap pada pelaksanaan program Upsus Pajale di
tahun berikutnya penerima program Upsus Pajale hanya mereka yang mem-
iliki keterbatasan modal dalam berusaha tani.Selain itu petani berharap bantu-
an yang diberikan lebih maksimal lagi seperti kuantitas benih dan pupuk
seimbang sehingga para petani tidak perlu mencari modal lagi hanya
melaksanakan saja.
Diagram 46
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 39
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “masyarakat belajar dan memiliki peningkatan pengalaman dari
program pemerintah” 24,8% (31) responden menjawab sangat setuju, 75,2%
(94) responden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan masyarakat belajar dan memiliki pening-
katan pengalaman dari program pemerintah. Hal ini mendeskripsikan bahwa
kegiatan sosialisasi dan pendampingan yang diberikan kepada para petani
110
mampu meningkatkan pengalaman dan tambahan wawasan para petani dalam
hal memahami terkait permasalahan yang terjadi sebelumnya.
Diagram 47
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 40
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah mampu
meningkatkan pengetahuan masyarakat di bidang pertanian” sebesar 18,4%
(23) responden menjawab sangat setuju, 80,8% (101) responden menjawab
setuju, dan 0,8% (1) responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan penyuluhan yang
diberikan oleh pemerintah mampu meningkatkan pengetahuan masyarakat di
bidang pertanian.
111
5. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Ketergantungan
menjadi Keberlanjutan
Diagram 48
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 41
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Masyarakat dapat mengelolah hasil panen dari kegiatan
penyuluhan yang diberikan” 9,6% (12) responden menjawab sangat setuju,
67,2% (84) responden menjawab setuju, 22,4% (28) responden menjawab
tidak setuju dan 0,8% (1) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari data
tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan masyarakat
dapat mengelolah hasil panen dari kegiatan penyuluhan yang diberikan.
Diagram 49
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 42
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
112
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai“Ketika terjadi gagal panen masyarakat mampu memecahkan
permasalahannya sendiri” sebesar 5,6% (7) responden menjawab sangat set-
uju, 8,8% (11) responden menjawab setuju, 62,4% (78) responden menjawab
tidak setuju dan 23,2% (29) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan ketika
terjadi gagal panen masyarakat tidak mampu memecahkan permasalahannya
sendiri. Artinya masyarakat masih bergantung kepada pihak lain ketika terjadi
permasalahan di lapangan. Pada hakikatnya konsep pemberdayaan menuntut
adanya kemandirian agar dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat
tersebut.
Diagram 50
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 43
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 50 dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Adanya hasil berupa produk kreatif dari olahan jagung dan
kedelai” 5,6% (7) responden menjawab sangat setuju, 10,4% (13) responden
menjawab setuju, 56,8% (71) responden menjawab tidak setuju dan 27,2%
(34) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat
113
bahwa mayoritas responden menyatakan tidak adanya hasil berupa produk
kreatif dari olahan jagung dan kedelai. Para petani di Kecamatan Banjar
menjual hasil panen seara langsung tanpa diolah kembali dalam bentuk
produk – produk kreatif. Selain itu belum adanya pelatihan bagaimana men-
golah hasil panen menjadi sebab mengapa para petani menjual hasil panen
secara langsung.
Diagram 51
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 44
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Penyuluhan yang diberikan mengenai program Upsus Pajale
memiliki manfaat dimasa yang akan datang” 19,2% (24) responden menja-
wab sangat setuju, 75,2% (94) responden menjawab setuju, dan 5,6% (7) re-
sponden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan penyuluhan yang diberikan mengenai
program Upsus Pajale memiliki manfaat dimasa yang akan datang. Dengan
adanya penyuluhan yang diberikan kepada para petani akan meningkatkan
pengetahuan para petani, misalnya dalam hal penerapan teknologi. Dengan
114
begitu hasil produksi yang dihasilkan bisa maksimal yang harapannya akan
berdampak pada kesejahteraan petani.
6. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Social Exclusion
menjadi Social Inclution
Diagram 52
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 45
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Masyarakat memanfaatkan semua bantuan yang diberikan
pemerintah sesuai dengan ketentuan yang ada” 8,0% (10) responden menja-
wab sangat setuju, 45,6% (57) responden menjawab setuju, dan 46,4% (58)
responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan masyarakat tidak memanfaatkan semua
bantuan yang diberikan pemerintah sesuai dengan ketentuan yang ada.Hal
tersebut mendeskripsikan bahwa walaupun pemerintah sering melakukan
kunjungan langsung ke lokasi pelaksanaan program tetapi tidak menjamin
program terebut berjalan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
115
Diagram 53
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 46
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Semua masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani bisa
mendapatkan bantuan dari program Upsus Pajale” sebesar 28,0% (35) re-
sponden menjawab sangat setuju, 72,0% (90) responden menjawab setuju.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
masyarakat semua masyarakat yang tergabung dalam kelompok tani bisa
mendapatkan bantuan dari program Upsus Pajale. Hal ini mengkonfirmasi
fakta di lapangan bahwa penerima program Upsus Pajale bukan hanya mere-
ka yang memiliki keterbatasan modal dalam berusaha tani tetapi yang ter-
penting tersedianya lahan dan penerima program, terlepas petani tersebut bu-
tuh atau tidak.
116
Diagram 54
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 47
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram 54 dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Masyarakat mendapatkan anggaran yang cukup memadai dari
Pemerintah” sebesar 7,2% (9) responden menjawab sangat setuju, 21,6% (27)
responden menjawab setuju, 55,2% (69) responden menjawab tidak setuju
dan 16% (20) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan masyarakat tidak
mendapatkan anggaran yang cukup memadai dari Pemerintah. Hal ini
mendeskripsikan fakta dilapangan bahwa para petani masih bergantung ter-
hadap pemilik modal dikarenakan bantuan yang diberikan tidak seimbang
seperti dalam satu hektar lahan kelompok tani hanya diberikan pupuk
sebanyak 50Kg. padahal jumlah pupuk yang dibutuhkan sebanyak 100kg se-
hingga para petani harus mencari modal untuk memberi pupuk.
117
Diagram 55
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 48
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Dalam mensukseskan program Upsus Pajale bukan hanya
tanggung jawab pemerintah dan masyarakat”, sebesar 16% (20) responden
menjawab sangat setuju, 83,2% (104) responden menjawab setuju, dan 0,8%
(1) responden menjawab tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa
mayoritas responden menyatakan dalam mensukseskan program Upsus
Pajale bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Data ini
menunjukan bahwa pihak – pihak yang terlibat dalam mensukseskan program
Upsus Pajale bukan hanya pemerintah saja melainkan adanya peran Non
Governent Organization (NGO) dalam hal ini yang dimaksud adalah KTNA
(Kontak Tani Nelayan Andalan), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan
lain sebagainya.
118
Diagram 56
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 49
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Penyuluhan dan sosialisasi tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah
saja”, sebesar 23,2% (29) responden menjawab sangat setuju, 76,8% (96) re-
sponden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan penyuluhan dan sosialisasi tidak hanya dilakukan
oleh Pemerintah saja. Petani menyatakan bahwa dalam kegiatan penyuluhan
dan sosialisasi selain dilakukan oleh Pemerintah, Babinsa juga ikut terlibat
dalam memberikan ilmu kepada para petani. Pemerintah melalui Kementrian
Pertanian mengadakan sekolah lapangan bagi pendamping program Upsus
Pajale. Para pendamping diberikan ilmu – ilmu pertanian dengan harapan bisa
turut serta membantu petani di lapangan. Namun petani di kecamatan banjar
menyatakan tidak ada mahasiswa dan kalangan Akademisi yang terlibat da-
lam kegiatan pengawalan dan pendampingan program Upsus Pajale. Padahal
dalam Peraturan Menteri Pertanian Tahun 2015 tentang pedoman pengawalan
119
dan pendampingan program Upsus Pajale seharusnya mahasiswa dan
Akademisi juga ikut terlibat dalam program ini sebagai pendamping program.
Diagram 57
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 50
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Ketika terdapat hambatan dalam pelaksanaan program Upsus
Pajale tidak hanya pemerintah yang turun untuk menyelesaikan permasala-
han”, sebesar 20% (25) responden menjawab sangat setuju, 80% (100) re-
sponden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan ketika terdapat hambatan dalam pelaksanaan program
Upsus Pajale tidak hanya pemerintah yang turun untuk menyelesaikan
permasalahan. Hal ini mengkonfirmasi fakta di lapangan bahwa dalam
mensukseskan program Upsus Pajale bukan hanya Pemerintah saja yang ter-
libat tetapi pihak lain pun ikut terlibat, seperti Babinsa dan KTNA (Kontak
Tani Nelayan Andalan).
120
7. Hasil Jawaban Responden terhadap Indikator Improvement menjadi
Transformation
Diagram 58
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 51
24,8%
75,2%
0% 0%0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Masyarakat merasakan peningkatan pendapatan dengan adanya
program Upsus Pajale”, 24,8% (31) responden menjawab sangat setuju,
75,2% (94) responden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bah-
wa mayoritas responden menyatakan masyarakat merasakan peningkatan
pendapatan dengan adanya program Upsus Pajale. Hal ini tidak terlepas dari
bantuan subsidi benih dan pupuk yang diberikan oleh Pemerintah sehingga
para petani tidak perlu mengeluarkan keseluruhan modal.
Diagram 59
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 52
23,2%
76,8%
0% 0%0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
Sangat Setuju
Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
121
Berdasarkan diagram 59 dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Motivasi masyarakat meningkat dalam menjalankan program
Upsus Pajale”, 23,2% (29) responden menjawab sangat setuju, 76,8% (96) re-
sponden menjawab setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas
responden menyatakan motivasi masyarakat meningkat dalam menjalankan
program Upsus Pajale. Meningkatnya motivasi para petani tidak terlepas dari
peran penyuluh yang aktif dalam memberikan ilmu kepada para petani selain
itu meningkatnya jumlah bantuan yang diberikan membuat para petani termo-
tivasi agar mampu meningkatkan taraf hidup para petani.
Diagram 60
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 53
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Adanya upaya dari pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM
(berupa pelatihan, dan lain sebagainya)”, sbesar 15,2% (19) respondenmen-
jawab sangat setuju, 84,8% (106) responden menjawab setuju.Dari data terse-
but dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan adanya upaya dari
pemerintah dalam meningkatkan kualitas SDM (berupa pelatihan, dan lain
122
sebagainya ). Seperti yang telah diulas sebelumnya, pemerintah melalui
Kementrian Pertanian mengadakan sekolah lapangan bagi para pendamping
program, seperti Babinsa, penyuluh swadaya, mahasiswa, dan lain sebagainya
yang harapannya ketika terjun ke lapangan bisa membimbing para petani
lainnya agar hasil produksi bisa maksimal.
Diagram 61
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 54
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Pemerintah sudah memberikan yang maksimal untuk masyarakat
melalui program Upsus Pajale”, 10,4% (13) responden menjawab sangat set-
uju, 12,8% (16) responden menjawab setuju, 55,2% (69) responden menja-
wab tidak setuju, dan 21,6 (27) responden menjawab sangat tidak setuju. Dari
data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden menyatakan
pemerintah belum memberikan yang maksimal untuk masyarakat melalui
program Upsus Pajale. Data ini mendeskripsikan fakta dilapangan bahwa
masih terdapat berbagai kekurangan dalam pelaksanaan program Upsus Pa-
jale seperti jumlah bantuan yang tidak seimbang, ketepatan penerima program
123
dan kecepatan respon pemerintah ketika terjadi hambatan dalam pelaksanaan
program Upsus Pajale.
Diagram 62
Jawaban Responden Mengenai Pernyataan 55
Sumber : Penelitian Lapangan, 2018
Berdasarkan diagram diatas dapat diketahui bahwa jawaban responden
mengenai “Bantuan Upsus Pajale sudah baik sehingga bantuan Upsus Pajale
tidak perlu diberikan lagi di tahun berikutnya”, sebesar 1,6% (2) responden
menjawab sangat setuju, 4,8% (6) responden menjawab setuju, 40% (50) re-
sponden menjawab tidak setuju, dan 53,6 (67) responden menjawab sangat
tidak setuju. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas responden
menyatakan masyarakat belum merasa sejahtera sehingga bantuan Upsus
Pajale perlu diberikan lagi di tahun berikutnya. Data ini menunjukan bahwa
masyarakat masih bergantung terhadap program Upsus Pajale. Adanya
ketergantungan masyarakat terhadap program pemerintah merupakan sebuah
konsep pemberdayaan yang kurang tepat, sebab hakikat pemberdayaaan sejat-
inya mampu menciptakan kemandirian masyarakat yang bersangkutan.
124
B. Pengujian Persyaratan Statistik
Pengujian persyaratan statistik yaitu dengan melakukan pengujian dengan
menggunakan uji statistik tertentu. Dalam penelitian mengenai Pengaruh
Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap Kualitas Pemberdayaan Petani di
Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang, peneliti melakukan tiga pengujian
persyaratan statistik yaitu uji validitas, uji reliabilitas dan uji normalitas. Adapun
tujuan dari pengujian persyaratan statistik pada instrumen dalam penelitian ini
yaitu untuk mengetahui apakah instrumen dalam penelitian ini dapat dilanjutkan
pada tahap pengujian selanjutnya atau tidak. Sehingga hasil penelitian yang
didapat sesuai dengan tujuan dari penelitian itu sendiri.
1. Hasil Uji Validitas
Pada penelitian ini, analisis pertama dilakukan oleh peneliti adalah
melakukan uji validitas instrumen. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga ketepatan
dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Uji validitas
digunakan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu angket. Validnya sebuah
instrumen menggambarkan bahwa instrumen tersebut mampu menunjukan tingkat
kesesuaian antar konsep dan hasil pengukuran.
Pengujian validitas yaitu dengan mengkorelasikan antara skor yang diperoleh
pada masing – masing item pernyataan dengan skor total. Skor total ialah nilai
yang diperoleh dari hasil penjumlahan semua skor item, berdasarkan data yang
terkumpul dari variabel X (efektivitas program Upsus Pajale) dan variabel Y
(kualitas pemberdayaan petani). Pada uji validitas ini, peneliti mengambil sampel
sebanyak 125 responden. Apabila 125 sampel valid secara keseluruhan, maka
125
dapat dilanjutkan penyebarannya dalam pengambilan data tetapi apabila pada
instrumen yang di sebar ada yang tidak valid maka instrumen tersebut harus
dihapus atau diganti dengan instrumen baru sebagai pengganti yang kemudian
kuisioner tersebut dapat disebarkan kembali. Berikut adalah hasil uji validitas
variabel X (efektivitas program Upsus Pajale).
Tabel 17
Hasil Uji Validitas Variabel X
(Efektivitas Program Upsus Pajale)
Pernyataan Rhitung Rtabel Keterangan
Pernyataan 1 0,547 0,195 VALID
Pernyataan 2 0,456 0,195 VALID
Pernyataan 3 0,671 0,195 VALID
Pernyataan 4 0,812 0,195 VALID
Pernyataan 5 0,589 0,195 VALID
Pernyataan 6 0,605 0,195 VALID
Pernyataan 7 0,621 0,195 VALID
Pernyataan 8 0,748 0,195 VALID
Pernyataan 9 0,841 0,195 VALID
Pernyataan 10 0,658 0,195 VALID
Pernyataan 11 0,372 0,195 VALID
Pernyataan 12 0,672 0,195 VALID
Pernyataan 13 0,772 0,195 VALID
Pernyataan 14 0,473 0,195 VALID
Pernyataan 15 0.,410 0,195 VALID
Pernyataan 16 0,759 0,195 VALID
Pernyataan 17 0,368 0,195 VALID
Pernyataan 18 0,237 0,195 VALID
Pernyataan 19 0,470 0,195 VALID
Pernyataan 20 0,726 0,195 VALID
Pernyataan 21 0,468 0,195 VALID
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Untuk mengetahui valid atau tidaknya setiap butir pernyatan maka harus
dibandingkan dengan Rtabel. Dengan taraf kesalahan 5% dan N=125 maka dapat
ditentukan Rtabel sebesar 0,195. Jika Rhitung positif dan Rhitung> Rtabel maka butir
126
pernyataan tersebut valid. Tabel diatas menunjukan bahwa setiap item pernyataan
pada variabel X (Efektivitas Program Upsus Pajale) dikatakan “valid” karena nilai
Rhitung lebih besar dari 0,195. Untuk itu dapat dilakukan analisis lebih lanjut.
Setelah melakukan pengujian pada variabel X yaitu Efektivitas Program
Upsus Pajale, peneliti melakukan pengujian validitas pada variabel Y yaitu
Kualitas Pemberdayaan Petani dengan 34 pernyataan sebagai tahap selanjutnya.
Peneliti menggunakan program SPSS versi 21 untuk menguji pernyataan validitas
variabel Y. Adapun hasil uji validitas untuk variabel Y dapat dilihat pada tabel
berikut.
Tabel 18
Hasil Uji Validitas Variabel Y
(Pemberdayaan Petani)
Pernyataan
(1)
Rhitung
(2)
Rtabel
(3)
Keterangan
(4)
Pernyataan 22 0,769 0,195 VALID
Pernyataan 23 0,664 0,195 VALID
Pernyataan 24 0,680 0,195 VALID
Pernyataan 25 0,387 0,195 VALID
Pernyataan 26 0,444 0,195 VALID
Pernyataan 27 0,459 0,195 VALID
Pernyataan 28 0,797 0,195 VALID
Pernyataan 29 0,759 0,195 VALID
Pernyataan 30 0,856 0,195 VALID
Pernyataan 31 0,808 0,195 VALID
Pernyataan 32 0,437 0,195 VALID
Pernyataan 33 0,789 0,195 VALID
Pernyataan 34 0,750 0,195 VALID
Pernyataan 35 0,756 0,195 VALID
Pernyataan 36 0,520 0,195 VALID
Pernyataan 37 0,203 0,195 VALID
Pernyataan 38 0,219 0,195 VALID
Pernyataan 39 0,220 0,195 VALID
Pernyataan 40 0,475 0,195 VALID
127
(1) (2) (3) (4)
Pernyataan 41 0,604 0,195 VALID
Pernyataan 42 0,686 0,195 VALID
Pernyataan 43 0,653 0,195 VALID
Pernyataan 44 0,468 0,195 VALID
Pernyataan 45 0,689 0,195 VALID
Pernyataan 46 0,489 0,195 VALID
Pernyataan 47 0,749 0,195 VALID
Pernyataan 48 0,525 0,195 VALID
Pernyataan 49 0,391 0,195 VALID
Pernyataan 50 0,387 0,195 VALID
Pernyataan 51 0,372 0,195 VALID
Pernyataan 52 0,380 0,195 VALID
Pernyataan 53 0,459 0,195 VALID
Pernyataan 54 0,803 0,195 VALID
Pernyataan 55 0,552 0,195 VALID
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Tabel diatas menunjukan bahwa nilai Rhitung lebih besar dari Rtabel sebesar
0,195, maka dapat disimpulkan bahwa setiap item pernyataan pada variabel Y
(Pemberdayaan Petani) dikatakan “valid” sehingga dapat dilakukan analisis lebih
lanjut terhadap data tersebut.
Jadi, berdasarkan hasil uji validitas sebagaimana terurai pada tabel diatas,
ditemukan bahwa seluruh item pernyataan yang ada dalam kuesioner penelitian
dinyatakan valid. hal ini disebabkan karena nilai Corrected Item Total Correlation
(Korelasi Total) semua indikator penelitian lebih besar dan tidak bernilai negatif
terhadap nilai αr-kritis Product Moment sebesar 0,195 di tingkat kesalahan 5%
atau 0,05. Sehingga dapat dinyatakan bahwa nilai validitas dari variabel X dan Y
adalah 100% valid dan layak untuk digunakan sebagai instrumen penelitian.
128
2. Hasil Uji Reliabilitas
Alat ukur tersebut reliabel bila alat ukur tersebut secara kosisten memberikan
hasil atau jawaban yang sama terhadap gejala yang sama, walau digunakan
berulang kali. Reliabilitas mengandung arti bahwa alat ukur tersebut stabil (tidak
berubah – ubah), dapat diandalkan (dependable), dan tetap (consistent). Berikut
merupakan output dari uji reliabilitas menggunakan SPSS versi 21.
Tabel 19
Hasil Uji Reliabilitas Variabel X
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of
Items
,912 21
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Pada tabel di atas dapat dilihat dari kolom Cronbach's Alpha memiliki nilai
0,912. Maka indikator yang digunakan dalam variabel (X) Efektivitas Program
Upsus Pajale dikatakan sangat reliabel. Berdasarkan pada tabel diatas bahwa nilai
Cronbach's Alpha 0,912 berada pada interval 0,80-1,00 (sangat reliabel).
Tabel 20
Hasil Uji Reliabilitas Variabel Y
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of
Items
,941 34
Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Pada tabel diatas dapat dilihat dari kolom Cronbach's Alpha memiliki nilai
0,941. Maka indikator yang digunakan untuk variabel (Y) Pemberdayaan Petani
dikatakan sangat reliabel. Berdasarkan pada tabel diatas bahwa nilai Cronbach's
Alpha 0,941 berada pada interval 0,80-1,00 (sangat reliabel).
129
3. Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data berasal dari
populasi yang berdistribusi normal atau berada dalam sebaran norma. Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan uji One Sample Kolomogrof-Smirnov dengan
bantuan software SPSS Versi 21, untuk menyatakan apakah data tersebut berasal
dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak dapat dilakukan dengan
membandingkan koefisien AsympSig. atau P-value dengan 0,05 (taraf signifikan).
Apabila P-value lebih besar dari 0,05 (taraf signifikan) yang artinya tidak
signifikan, maka memiliki makna bahwa data berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Sebaliknya apabila P-value lebih kecil dari 0,05 yang berarti
signifikan, maka berarti bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi tidak
normal. Adapun hasil uji normalitas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Tabel 21
Hasil Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 125
Normal
Parametersa,b
Mean ,0000000
Std.
Deviation
9,89072645
Most
Extreme
Differences
Absolute ,113
Positive ,113
Negative -,080
Kolmogorov-Smirnov Z 1,267
Asymp. Sig. (2-tailed) ,081
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
130
Berdasarkan hasil uji normalitas residual dengan metode One Sample
Kolomogrof-Smirnov pada tabel diatas menunjukan bahwa normal yang
ditunjukan pada tabel diatas di kolom AsympSig. atau P-value> 0,05 yaitu 0,081
yang berarti bahwa data sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
dan dihitung menggunakan statistik parametrik.
C. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik
inferensial. Pengujian hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui tingkat signifikasi
dari hipotesis yang diajukan. Dalam pengujian hipotesis dalam penelitian ini,
peneliti melakukan uji koefisien korelasi pearson product moment, uji regresi
linier sederhana, uji signifikansi dan analisis determinasi.
1. Hasil Uji Koefisien Korelasi Pearson Product Moment
Sebagaimana telah dijelaskan pada bab 3, data yang dikumpulkan melalui
kuesioner digunakan untuk mengukur variabel bebas (Efektivitas Program Upsus
Pajale) dan variabel terikat (Kualitas Pemberdayaan Petani). Setelah dilakukan uji
validitas, uji reliabilitas, dan uji normalitas residual ternyata semua data tersebut
valid, reliabel dan berdistribusi normal. Setelah dinyatakan memenuhi syarat
maka selanjutnya untuk menganalisa seberapa besar pengaruh antara variabel X
dengan variabel Y, peneliti menggunakan analisis korelasi Pearson Product
Moment dengan menggunakan SPSS versi 21. Berikut merupakan hasil uji
koefisien korelasi Pearson Product Moment.
131
Tabel 22
Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Pearson Product Moment
Correlations
Efektivitas Pemberdayaan
Efektivitas
Pearson
Correlation 1 ,540
**
Sig. (2-tailed) ,000
N 125 125
Pemberdayaan
Pearson
Correlation ,540
** 1
Sig. (2-tailed) ,000
N 125 125
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa nilai korelasi Pearson
Product Moment antara variabel X (Efetivitas Program Upsus Pajale) dengan Y (
Kualitas Pemberdayaan Petani) menunjukan angka 0,540. Hal tersebut berarti
berdasarkan tabel 11 mengenai pedoman interpretasi koefisien korelasi
didapatkan bahwa nilai 0,540 berada pada interval 0,40 – 0,599 yang berarti
koefisien korelasi atas hubungan anatara variabel X (Efektivitas Program Upsus
Pajale) dengan variabel Y (Kualitas Pemberdayaan Petani) memiliki tingkat
hubungan yang cukup kuat.
2. Hasil Uji Regresi Linier Sederhana
Analisis regresi linier sederhana digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara variabel X (Efektivitas Program Pajale) dan variabel Y(Kualitas
Pemberdayaan Petani). Berikut merupakan hasil perhitungan regresi linier
sederhana dengan bantuan Statistic Program For Social Science (SPSS) versi 21.
132
Tabel 23
Hasil Perhitungan Uji Regresi Linier Sederhana
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 42,553 7,450 5,712 ,000
Efektivita
s ,879 ,123 ,540 7,117 ,000
a. Dependent Variable: Pemberdayaan Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Berdasarkan tabel diatas maka persamaan regresi linier sederhana adalah
sebagai berikut.
Ŷ= a + bX
Ŷ= 42,553 + 0,879X
Keterangan :
Ŷ : Subyek dalam variabel dependen yang diprediksikan
a : harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b : koefisien regresi yang menunjukkan angka peningkatan ataupun
penurunan variabel dependen yang didasarkan pada variabel independen.
Bila b (+) maka naik, dan bila b (-) maka terjadi penurunan.
X : Subyek pada variabel independen yang mempunyai nilai tertentu.
Penjelasan persamaan regresi linier sederhana tersebut adalah sebagai
berikut.
a = Konstanta sebesar 42,553; artinya jika Efektivitas Program Upsus Pajale
nilainya 0, maka pemberdayaan petani nilainya sebesar 42,553.
133
b = Koefisien regresi variabel Efektivitas Program Upsus Pajale sebesar 0,879;
artinya jika Efektivitas Program Upsus Pajale mengalami kenaikan satu
satuan, maka Pemberdayaan Petani akan mengalami peningkatan sebesar
0,879 satuan.
3. Uji Signifikansi
Uji signifikansi korelasi product moment digunakan untuk menguji
signifikansi pengaruh antara dua variabel untuk itu harus di tes apakah korelasi
antara variabel X (Efektivitas Program Upsus Pajale) dengan variabel Y (Kualitas
Pemberdayaan Petani) signifikan atau tidak , dengan demikian perlu dilakukan
uji t. Berdasarkan tabel 21, dapat diektahui bahwa nilai t hitung sebesar 7,117.
Selanjutnya menentukan t tabel, tabel distribusi t dicari pada α = 5% : 2= 2,5%
(uji dua sisi) dengan derajat keabsahan (dk= n-2) = 125 – 2 = 123, maka t tabel
diperoleh sebesar 1,979. Oleh karena itu, t hitung lebih besar dari t tabel (7,117>
1,979) , maka ada pengaruh signifikan anatara Efektivitas Program Upsus Pajale
terhadap Kualitas Pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang.
134
Gambar 4
Kurva Uji Dua Pihak
Pengaruh antara variabel X terhadap variabel Y
Sumber : Peneliti, 2018
4. Analisis Determinasi
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel X (Efektivitas Program
Upsus Pajale) terhadap variabel Y (Kualitas Pemberdayaan Petani), dapat dilihat
dari besarnya pengaruh (R square). Berikut ini merupakan hasil perhitungan uji
koefisien determinasi model summary dengan menggunakan bantuan SPSS versi
21.
Tabel 24
Hasil Perhitungan Uji Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,540a ,292 ,286 9,93085
a. Predictors: (Constant), Efektivitas
b. Dependent Variable: Pemberdayaan Sumber : Hasil Pengolahan SPSS Versi 21, 2018
Untuk menghitung besarnya pengaruh variabel X (Efektivitas Program Upsus
Pajale) terhadap variabel Y (Kualitas Pemberdayaan Petani), peneliti
menggunakan angka R Square (angka korelasi yang dikuadratkan). Dari tabel
diatas menunjukan bahwa R Square sebesar 0,292 atau 29,2%. Hal ini
Wilayah Penolakan H0 Wilayah Penolakan H0 Wilayah Penerimaan H0
-1,979 1,979 7,117
135
menunjukan bahwa pengaruh antar kedua variabel tersebut lemah. Sedangkan
sisanya sebesar 70,8% diperkirakan dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti
lebih lanjut dalam penelitian ini.
D. Pembahasan
1. Interpretasi Hasil Penelitian
Penelitian dengan judul Pengaruh Efektivitas Program Upaya Khusus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap Kualitas
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang bahwa hal
yang paling penting dan utama adalah menjawab rumusan masalah yang dibuat
oleh peneliti pada awal penelitian. Rumusan masalah tersebut adalah “Seberapa
besar pengaruh Efektivitas Program Upsus Pajale Terhadap Kualitas
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang”.
Berdasarkan hasil perhitungan melalui Statistic Program For Social Science
(SPSS) versi 21 menunjukan bahwa adanya hubungan yang cukup kuat antara
variabel X (Efektivitas Program Upsus Pajale) terhadap variabel Y (Kualitas
Pemberdayaan Petani). Dimana hasil perhitungan koefisien korelasi Pearson
Product Moment diperoleh nilai sebesar 0,540. Pengaruh antara variabel X
terhadap variabel Y tersebut juga diperkuat dengan hasil uji signifikansi yang
menyatakan bahwa t hitung lebih besar dari pada t tabel (7,117 > 1,979), maka
ada pengaruh yang signifikan antara efektivitas program Upsus Pajale terhadap
kualitas pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang.
136
Dapat disimpulkan karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak
dan Ha diterima.
Untuk menghitung apakah ada pengaruh antara variabel X (independen-
efektivitas program Upsus Pajale) terhadap variabel Y (dependen – kualitas
pemberdayaan petani), maka menggunakan rumus regresi linier sederhana. Dari
hasil perhitungan SPSS versi 21 menunjukan bahwa persamaan regresi linier
sederhana yaitu Y’ = 42,553 + 0,879X. Artinya konstanta sebesar 42,553, jika X
(efektivitas program Upsus Pajale) nilainya 0, maka Y (kualitas pemberdayaan
petani) nilainya positif sebesar 42,553. Nilai b (koefisien regresi) sebesar 0,879,
artinya jika X (efektivitas program Upsus Pajale) mengalami kenaikan satu
satuan, maka Y (kualitas pemberdayaan petani) mengalami peningkatan sebesar
0,879. Dapat disimpulkan bahwa apabila program Upsus Pajale tidak berjalan
secara efektif, maka tujuan dari program tersebut untuk memberdayakan petani
tidak akan tercapai, sebaliknya apabila program Upsus Pajale berjalan secara
efektif, maka tujuan dari program tersebut untuk memberdayakan petani akan
tercapai.
Selanjutnya untuk menghitung seberapa besar pengaruh variabel X
(efektivitas program Upsus Pajale) terhadap variabel Y (pemberdayaan petani)
dengan melihat hasil perhitungan R square. Nilai R square menunjukan besarnya
pengaruh antara variabel X (Efektivitas Program Upsus Pajale) terhadap variabel
X (Kualitas Pemberdayaan Petani). Berdasarkan hasil perhitungan, dapat
diketahui bahwa nilai R square sebesar 0,292 atau 29,2% yang berarti bahwa
variabel X (independen – efektivitas program Upsus Pajale) mempengaruhi
137
variabel Y (dependen – kualitas pemberdayaan petani ) sebesar 29,2% dan sisanya
70,8% dipengaruhi oleh faktor lain diluar penelitian ini.
Kemudian berdasarkan data yang diperoleh, skor ideal instrumen pada
variabel X (efektivitas program Upsus Pajale) adalah 4 x 21 x 125 = 10500 (4=
nilai tertinggi dari setiap jawaban pernyataan, 22 = jumlah item pernyataan pada
variabel X , 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden). Sedangkan nilai
skor dari hasil penelitian pada variabel X (efektivitas program Upsus Pajale)
adalah 7488. Dengan demikian nilai efektivitas program Upsus Pajale adalah
7488 : 10500 x 100 = 71,31%. Artinya Efektivitas Progam Upaya Khusus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang termasuk dalam kategori baik, karena berdasarkan kriteria analisa
deskriptif 71,31 % termasuk dalam rentang persentase 61 % s/d 80% yaitu kriteria
baik.
Sedangkan skor ideal instrumen pada variabel Y (kualitas pemberdayaan
petani) adalah 4 x 34 x 125 = 17000 (4= nilai tertinggi dari setiap jawaban
pernyataan, 34 = jumlah item pernyataan pada variabel Y , 125 = jumlah sampel
yang dijadikan responden). Sedangkan nilai skor dari hasil penelitian pada
variabel Y (kualitas pemberdayaan petani) adalah 11899. Dengan demikian nilai
pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang adalah 11899
: 17000 x 100 = 69,99%. Artinya kualitas pemberdayaan petani di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang termasuk dalam kategori baik, karena berdasarkan
kriteria analisa deskriptif 69,99% termasuk dalam rentang persentase 61 % s/d
80% yaitu kriteria baik.
138
2. Pembahasan Hasil Penelitian
Dari pembahasan yang memaparkan tentang pengujian hipotesis menjelaskan
bahwa Ha diterima dan H0 ditolak. Hasil uji hipotesis tersebut diperoleh dari nilai
t hitung lebih besar dari t tabel (7,117 > 1,979). Dari data tersebut dapat dijelaskan
bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara efektivitas program Upsus Pajale
terhadap kualitas pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang.
Hasil penelitian dapat melihat kembali pada teori yang digunakan peneliti
dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua variabel,
yaitu variabel efektivitas dan variabel kualitas pemberdayaan. Adapun teori yang
digunakan untuk mengukur efektivitas peneliti menggunakan teori efektivitas
menurut sutrisno (2007) yang terdiri dari lima indikator, yaitu pemahaman
program, tepat sasaran, tepat waktu, tercapainya tujuan, dan perubahan nyata.
Berikut merupakan uraian persentase dari lima indikator tersebut.
a. Pemahaman Program
Dalam indikator pemahaman program terdapat dua sub indikator, yaitu
pengetahuan dan pendampingan yang dijabarkan dalam 5 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 73,91 %. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator pemahaman program yakni 4 x 5 x
125 = 2500 (4 = nilai tertinggi dari setiap pernyataan, 5 = jumlah pernyataan
yang berkaitan dengan indikator pemahaman program, 125 = jumlah sampel
yang dijadikan responden). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi
dengan skor rill yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1830 : 2500 x 100 %
139
= 73,20 %. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sebagian besar
pengetahuan dan pendampingan yang dilakukan sudah baik. Pengetahuan
petani didapat dari sosialisasi yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian
Pandeglang.
Dinas Pertanian Pandeglang melakukan sosialisasi pada beberapa daerah
di Kecamatan Banjar yang berkaitan dalam mengklasifikasikan calon petani
yang akan mendapatkan bantuan dari Program Upsus Pajale sehingga para
petani mengetahui, memahami, dan turut berpartisipasi dalam program Upsus
Pajale. Sedangkan pendampingan dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten
Pandeglang bekerjasama dengan babinsa melakukan pendampingan dimulai
dari pendistribusian benih, alat dan mesin sampai pelaksanaan program yang
sudah berjalan terhitung sejak tahun 2017. Namun meskipun Pemerintah su-
dah melakukan sosialisasi dan pendampingan terhadap para petani di Keca-
matan Banjar peneliti masih menemukan petani yang menyatakan bahwa
pengetahuan yang didapatkan dari kegiatan sosialisasi belum cukup.Hal ini
disebabkan karena para petani belum bisa beradaptasi dengan penggunaan
teknologi sehingga hasil yang diperoleh para petani tidak sesuai dengan yang
diharapkan.Selain itu faktor rendahnya tingkat pendidikan juga menjadi ken-
dala bagi para petani untuk mengimplementasikan teknologi yang sudah dis-
osialisasikan oleh Pemerintah.
b. Tepat Sasaran
Dalam indikator tepat sasaran terdapat dua sub indikator, yaitu ketepatan
penerima manfaat dan kesesuaian program dengan kebutuhan dan harapan
140
masyarakat yang dijabarkan dalam 4 butir pernyataan. Dalam indikator ini
nilai persentasenya mencapai 63,90 %. Hasil tersebut diperoleh dari skor
ideal dari indikator tepat sasaran yakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 = nilai tertinggi
dari setiap pernyataan, 4 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan
indikator tepat sasaran, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1278 : 2000 x 100% = 63,90%. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dalam indikator tepat sasaran dapat
dikatakan baik.
Ketepatan penerima manfaat dapat terlihat dari banyaknya petani yang ter-
libat dalam program Upsus Pajale. Berdasarkan data yang telah dihimpun
oleh peneliti dari 2708 petani di Kecamatan Banjar, setidaknya sudah ada 334
petani yang terlibat dalam program Upsus Pajale sejak tahun 2017 dan
jumlahnya terus meningkat seiring berjalannya waktu. Namun berdasarkan
data yang diperoleh peneliti, penerima program Upsus Pajale juga berasal dari
petani yang digolongkan sudah mandiri, sehingga petani yang memiliki
keterbatasan modal tidak dapat mengejar ketertinggalannya. Sementara untuk
sub indikator kesesuaian program dengan kebutuhan dan harapan masyarakat
masih kurang memadai. Hal ini dapat dilihat dari data yang dihimpun oleh
peneliti yang menyatakan bahwa petani mendapatkan bantuan benih tidak
sesuai dengan komoditi yang diinginkan oleh petani, selain itu kualitas benih
yang didapatkan oleh petani dapat dikatakan kurang baik sehingga harga ko-
moditi pada saat panen tidak sesuai dengan yang diharapkan.Petani menaruh
141
harapan yang besar dalam program ini, namun pada kenyataannya program
ini belum mampu mensejahterakan petani di Kecamatan Banjar.
c. Tepat Waktu
Dalam indikator tepat waktu terdapat dua sub indikator, yaitu kesesuaian
waktu pelaksanaan dengan rencana yang telah ditetapkan dan keberlanjutan
program yang dijabarkan dalam 4 butir pernyataan. Dalam indikator ini nilai
persentasenya mencapai 69,90 %. Hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari
indikator tepat waktu yakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 = nilai tertinggi dari setiap
pernyataan, 4 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator tepat
waktu, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden). Setelah menemukan
skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi oleh responden yaitu
sebesar 1398 : 2000 x 100% = 69,90 %. Dengan demikian dapat dikatakan
pada indikator tepat waktu termasuk dalam kategori baik.
Untuk sub indikator kesesuaian waktu pelaksanaan dengan rencana yang
telah ditetapkan sebelumnya dapat dikatakan tidak tercapai atau tidak ter-
penuhi dikarenakan meskipun petani mendapatkan kepastian tentang waktu
serah terima benih tetapi pada kenyataannya benih tidak sampai kepada para
petani dengan tepat waktu. Hal ini disebabkan karena ketidaksiapan distribu-
tor benih dalam menyediakan benih dengan jumlah yang besar secara bersa-
maan. Sedangkan untuk sub indikator keberlanjutan program sudah dapat
dikatakan baik dimana para petani masih mendapatkan bantuan dari program
Upsus Pajale hingga saat ini. Dengan keberlanjutan dari program ini maka
142
petani berharap agar kedepannya program ini mampu miningkatkan kese-
jahteraan para petani.
d. Tercapainya Tujuan
Dalam indikator tercapainya tujuan terdapat satu sub indikator, yaitu
tercapainya tujuan program yang dijabarkan dalam 4 butir pernyataan. Dalam
indikator ini nilai persentasenya mencapai 74,65 %. Hasil tersebut diperoleh
dari skor ideal dari indikator tercapainya tujuan yakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 =
nilai tertinggi dari setiap pernyataan, 4 = jumlah pernyataan yang berkaitan
dengan indikator tercapainya tujuan, 125 = jumlah sampel yang dijadikan
responden). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill
yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1493 : 2000 x 100% = 74,65 %.
Dengan demikian dapat dikatakan indikator tercapainya tujuan termasuk da-
lam kategori baik.
Tercapainya tujuan dari program ini dapat dilihat dari peningkatan
produksi yang mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya yang ber-
jumlah13 ton untuk komoditas jagung dan 54,25 ton untuk komoditas
kedelai, namun pada tahun 2017 mengalami peningkatan yaitu jumlah
produksi jagung sebanyak 714 ton atau 55 kali lipat dan untuk komoditas
kedelai pada tahun 2016 hanya sebanyak 54,25 ton sedangkan pada tahun
2017 mengalami peningkatan sebanyak 100 ton atau 2 kali lipat.
Selain itu dengan adanya program Upsus Pajale juga berdampak dalam
meningkatnya semangat para petani dalam kegiatan berusaha tani hal ini tidak
terlepas dari bantuan modal yang diberikan Pemerintah. Peningkatan kreativi-
143
tas juga dirasakan oleh para petani sejak diadakannya program Upsus Pajale
hal ini dapat dilihat dari meningkatnya hasil produksi yang diperoleh petani.
Akan tetapi meskipun demikian peneliti masih menemukan fakta bahwa
petani belum merasakan kesejahteraan walaupun sudah mendapatkan bantuan
dari program Upsus Pajale. Hal ini dikarenakan terkadang hasil panen para
petani dijual dibawah harga yang telah ditetapkan Pemerintah.Berdasarkan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 Tentang
Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di
Konsumenmenetapkan untuk harga pembelian di tingkat petani pada
komoditi jagung paling rendah sebesar Rp 3.150/kg dan pada komoditi
kedelai paling rendah 8.500/kg untuk kedelai lokal.Selain itu belum
meningkatnya kesejahteraan petani disebabkan karena tidak semua penerima
program merupakan petani yang memiliki keterbatasan modal sehingga para
petani yang memiliki keterbatasan modal tidak mampu mengimbangi para
petani yang sudah dikatakan mandiri yang mengakibatkan masih adanya
kesenjangan.
e. Perubahan Nyata
Dalam indikator perubahan nyata terdapat dua sub indikator, yaitu
perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberhasilan program bagi
penerima program yang dijabarkan dalam 4 butir pernyataan. Dalam indikator
ini nilai persentasenya mencapai 74,45 %. Hasil tersebut diperoleh dari skor
ideal dari indikator perubahan nyata yakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 = nilai
tertinggi dari setiap pernyataan, 4 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan
144
indikator perubahan nyata, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1489 : 2000 x 100% = 74,45 %. Dengan
demikian dalam indikator perubahan nyata sudah dapat dikatakan baik.
Pada sub indikator perubahan kondisi sosial ekonomi masyarakat dapat
dikatakan tercapai. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya pendapatan para
petani. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti didapatkan in-
formasi bahwa petani bisa menghasilkan 5 - 6 ton/ha dengan harga beli untuk
komoditas jagung yang sudah di pipil Rp. 2000/kg. atau Rp 2.000.000/ton
dan untuk komoditi kedelai sebesar Rp.2500/kg. atau 2.500.000/ton. Sejak
diterapkannya program Upsus Pajale para petani merasakan peningkatan taraf
hidup dari segi perekonomian dimana dengan bantuan yang diberikan oleh
Pemerintah para petani bisa melaksanakan panen hingga sampai empat kali
dalam setahun. Selain itu dari segi pengetahuan dengan diterapkannya
program Upsus Pajale mampu meningkatkan kreativitas para petani dimana
sebelum program Upsus Pajale diterapkan para petani di Kecamatan Banjar
hanya menanam padi saja karena pola pikir para petani yang menganggap
hanya padi saja yang laku di pasaran namun pada saat ini tanaman pangan
jagung dan kedelai juga diminati oleh para petani.
Sedangkan pada sub indikator keberhasilan program bagi penerima pro-
gram dapat dikatakan tercapai. Hal ini dapat dilihat dari kemudahan masyara-
kat dalam memenuhi kebutuhan pangan di Kecamatan Banjar. Selain itu pro-
gram Upsus Pajale ini dapat meningkatkan status desa yang tertinggal men-
145
jadi lebih baik. Akan tetapi peneliti masih menemukan fakta bahwa meskipun
para petani sudah mendapatkan bantuan modal dari Pemerintah, petani tern-
yata masih bergantung kepada pemilik modal untuk mendanai aktivitas per-
taniannya. Karena bantuan yang diberikan pemerintah hanya sebatas penun-
jang aktivitas pertanian.
Sedangkan variabel kualitas pemberdayaan mengacu pada teori menurut
Soetomo (2011:72-85) yang terdiri dari tujuh indikator diantaranya
sentralisasi menjadi desentralisasi, top down menjadi bottom up, uniformity
menjadi variasi lokal, sistem komando menjadi proses belajar, ketergantungan
menjadi keberlanjutan, social exclusion menjadi social inclution, improvement
menjadi transformation. Berikut ini merupakan uraian persentase dari tujuh
indikator tersebut.
a. Sentralisasi menjadi Desentralisasi
Menurut Sutomo (2011:72-85), Berdasarkan indikator Sentralisasi menjadi
Desentralisasi bahwa dalam hal ini desentralisasi diarahkan pada bentuk
kewenangan masyarakat untuk melakukan kontrol terhadap pengambilan
keputusan dan sumber daya. Desentralisasi ini berarti mencakup lapisan
masyarakat miskin akar rumput, bukan semata berhenti pada elit lokal
setempat. Dalam indikator Sentralisasi menjadi Desentralisasi dijabarkan
dalam 5 butir pernyataan. Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai
71,64%. Hasil tersebut diperoleh dari skor ideal dari indikator Sentralisasi
menjadi Desentralisasi yakni 4 x 5 x 125 = 2500 (4 = nilai tertinggi dari setiap
pernyataan,5= jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator Sentralisasi
146
menjadi Desentralisasi, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1791 : 2500 x 100% = 71,64 %. Hal tersebut
didapat dari hasil jawaban responden yang berarti bahwa Pengaruh efektivitas
program Upsus Pajale Terhadap kualitas pemberdayaan petani dapat dikatakan
kategori baik.
Namun peneliti menemukan masalah pada sub indikator ini yaitu dalam
pelibatan masyarakat, dapat dilihat dari diagram 29 bahwa terdapat 45,7% re-
sponden yang tidak dilibatkan dalam menentukan program, karena dalam
menentukan program pada kenyataanya hanya melibatkan para elite lokal
stempat. Selain itu, dapat dilihat diagram 30 sebesar 42,4% responden menya-
takan bahwa masyarakat tidak diberikan pilihan dan kebebasan dalam men-
jalankan program oleh pemerintah, hal ini dikarenakan banyaknya intervensi
berbagai stakeholder
b. Top Down menjadi Bottom Up
Menurut Soetomo (2011:72-85),Pendekatan pemberdayaan cenderung
mengutamakan alur dari bawah ke atas. Proses dan mekanismenya dapat
melalui dua kemungkinan; pertama, identifikasi masalah dan kebutuhan
masyarakat direspon sendiri oleh masyarakat bersangkutan dalam bentuk
program pembangunan yang direncanakan dan sekaligus dilaksanakan oleh
masyarakat. Kedua, identifikasi masalah dan kebutuhan masyarakat
diakomodir oleh pemerintah untuk dimasukkan kedalam program
pembangunan pemerintah baik pusat maupun daerah dalam hal ini Kementri-
147
an Pertanian melalui Dinas terkait untuk dimasukan ke dalam perencanaan
pembangunan.Dalam indikator Top down menjadi bottom up terdapat dua sub
indikator, yaitu partisipasi masyarakat dan perumusan perencanaan yang
dijabarkan dalam 5 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 66,48 %. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Top Down menjadi Bottom Up yakni 4
x 5 x 125 = 2500 (4 = nilai tertinggi dari setiap pernyataan, 5 = jumlah
pernyataan yang berkaitan dengan indikator Top Down menjadi Bottom Up,
125 = jumlah sampel yang dijadikan responden). Setelah menemukan skor
ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi oleh responden yaitu
sebesar 1662 : 2500 x 100% = 66,48%. Hal tersebut didapat dari hasil jawa-
ban responden yang berarti bahwa indikator top down menjadi bottom up
Pengaruh efektivitas program Upsus Pajale terhadap kualitas pemberdayaan
petani dapat dikatakan dalam kategori baik.
Namun peneliti menemukan masalah pada indikator ini diantaranya ku-
rangnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan pertemuan diantara anggota
kelompok tani yang dibuktikan dengan hasil jawaban responden sebesar
58,4% menyatakan bahwa tidak semua petani menghadiri pertemuan dalam
rangka melaporkan perkembangan pelaksanaan program. Responden yang
menyatakan tidak setuju beralasan karena keterbatasan akses lokasi dan waktu
yang menyulitkan para petani untuk menghadiri kegiatan pertemuan. Para
petani memiliki waktu luang yang berbeda –beda dikarenakan jam kerja para
petani yang tidak bisa ditentukan. Selain itu mayoritas responden menyatakan
148
bahwa program Upsus Pajale bukan berdasarkan analisis kebutuhan masyara-
kat yang dibuktikan dengan hasil sebesar 59,2% responden yang menyatakan
tidak setuju bahwa program Upsus Pajale sesuai dengan analisis kebutuhan
masyarakat.
c. Unformity menjadi Variasi Lokal
Menurut Soetomo (2011:72-85), Uniformity menjadi variasi lokal.
Pendekatan pemberdayaan sangat memberikan toleransi kepada variasi
lokal/kearifan lokal, dengan demikian program-program yang dirumuskan
dan dilaksanakan sangat berorientasi pada permasalahan dan kondisi serta
potensi setempat.Dalam indikator Unformity menjadi Variasi Lokal terdapat
dua sub indikator, yaitu variasi program dan pertanggungjawaban program
yang dijabarkan dalam 5 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 69,79%. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Unformity menjadi Variasi Lokalyakni
4 x 5 x 125 = 2500 (4 = nilai tertinggi dari setiap pernyataan, 5 = jumlah
pernyataan yang berkaitan dengan indikator Unformity menjadi Variasi
Lokal, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden). Setelah menemukan
skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi oleh responden yaitu
sebesar 1727 : 2500 x 100% = 69,79%. Hal tersebut didapat dari hasil jawa-
ban responden yang berarti bahwa Pengaruh efektivitas program Upsus Pajale
Terhadap kualitas pemberdayaan petani dapat dikatakan kategori baik.
Namun peneliti menemukan masalah pada indikator unfotmity menjadi
variasi lokal, diantaranya program Upsus Pajale tidak diberikan sesuai dengan
149
potensi yang dimiliki masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan jawaban re-
sponden sebesar 54,4% responden yang menyatakan tidak setuju bahwa pro-
gram tersebut diberikan sesuai dengan potensi yang dimiliki masyarakat. Hal
ini dikarenakan pembagian benih menyesuaikan dengan ketersediaan benih
yang ada bukan berdasarkan usul dari masyarakat. Selain itu pemerintah tidak
bertindak secara responsif ketika harga hasil panen dibeli dibawah harga yang
telah ditetapkan pemerintah yang dibuktikan dengan hasil sebesar 57,6% re-
sponden menyatakan tidak setuju bahwa pemerintah bertindak secara respon-
sive ketika harga hasil panen dibeli dibawah HPP (Harga Pokok Pemerintah),
dan masyarakat tidak selalu melaporkan hasil panen kepada ketua kelompok
dibuktikan dengan hasil sebesar 48,8% responden yang menyatakan tidak set-
uju jika seluruh petani selalu melaporkan hasil panen kepada ketua kelompok.
d. Sistem Komando menjadi Proses Belajar
Menurut Soetomo (2011:72-85),Sistem komando menjadi proses belajar.
Pendekatan pemberdayaan memosisikan masyarakat lebih berkedudukan
sebagai subyek atau aktor, dalam hal ini, proses belajar yang dilakukan untuk
meningkatkan inisiatif merupakan rangkaian pemantapan kapasitas.
Peningkatan kapasitas ini bermakna pengakuan akan kemampuan masyarakat
untuk melakukan langkah-langkah menuju kemajuan. Dalam indikator Sistem
Komando menjadi Proses Belajar terdapat dua sub indikator, yaitu
penerimaan perintah dan proses belajar yang dijabarkan dalam 4 butir
pernyataan.
150
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 80,45 %. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Sistem Komando menjadi Proses
Belajar yakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 = nilai tertinggi dari setiap pernyataan, 4
= jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator Sistem Komando
menjadi Proses Belajar, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 1609 : 2000 x 100% = 80,45 %. Hal tersebut
didapat dari hasil jawaban responden yang berarti bahwa Pengaruh efektivitas
program Upsus Pajale Terhadap kualitas pemberdayaan petani dapat
dikatakan kategori sangat baik.
Seperti yang telah diulas sebelumnya program Upsus Pajale mampu
meningkatkan motivasi para petani dalam kegiatan pertaniannya. Dengan
bantuan modal yang diberikan oleh Pemerintah dapat mengurangi beban para
petani sehingga penghasilan yang didapatkan bisa lebih besar. Selain
meningkatnya motivasi, dengan adanya bantuan ini meningkatkan partisipasi
petani dalam perumusan kebijakan walaupun pada kenyataannya belum
seluruh petani yang terlibat dalam perumusan program.
e. Ketergantungan menjadi Keberlanjutan
Menurut Soetomo (2011:72-85),Ketergantungan menjadi keberlanjutan.
Pemberian kewenangan kepada masyarakat dalam pengelolaan pembangunan
akan lebih mendorong tumbuh kembangnya inisiatif dan kreatifitas yang
memacu keberlanjutan. Dalam indikator Ketergantungan menjadi
151
Keberlanjutan terdapat dua sub indikator, yaitu kemandirian dan
keberlanjutan yang dijabarkan dalam 4 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 61,90%. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Ketergantungan menjadi
Keberlanjutanyakni 4 x 4 x 125 = 2000 (4 = nilai tertinggi dari setiap
pernyataan, 4 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator
Ketergantungan menjadi Keberlanjutan, 125 = jumlah sampel yang dijadikan
responden). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill
yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1238 : 2000 x 100% = 61,90%. Hal
tersebut didapat dari hasil jawaban responden yang berarti bahwa Pengaruh
efektivitas program Upsus Pajale terhadap kualitas pemberdayaan petani
dapat dikatakan kategori baik.
Namun dalam pelaksanaannya peneliti menemukan masalah pada indi-
kator ketergantungan menjadi keberlanjutan, diantaranya yaitu ketika terjadi
gagal panen masyarakat tidak mampu menyelesaikan permasalahannya
sendiri yang dibuktikan dengan hasil sebesar 62,4% responden yang menya-
takan tidak setuju apabila masyarakat mampu menyelesaikan masalahnya
sendiri ketika terjadi gagal panen. Masyarakat memerlukan bantuan dari
pihak lain untuk menangani permasalahan tersebut. Berdasarkan temuan
lapangan ketika terjadi gagal panen Pemerintah turun untuk menyelesaikan
permasalahan walaupun tidak cepat tanggap. Selain itu program Upsus Pajale
belum berkelanjutan. Hal ini diperkuat dengan hasil jawaban responden sebe-
sar 56,8% yang menyatakan tidak setuju bahwa terdapat hasil olahan kreatif
152
dari jagung dan kedelai dikarenakan belum adanya pelatihan dari Pemerintah
untuk membuat olahan jagung dan kedelai. Hasil panen sebagian besar dijual
langsung setelah panen.
f. Social Exclusion menjadi Social Inclusion
Menurut Soetomo (2011:72-85), Social exclusion menjadi social inclution.
Seluruh lapisan masyarakat terutama lapisan bawah, mendapatkan peluang
yang sama dalam berpartisipasi pada semua proses kehidupan, dalam
mengakses semua pelayanan, serta dalam mengakses sumber daya dan
informasi. Dalam indikator Social Exclusion menjadi Social Inclusion
terdapat dua sub indikator, yaitu penerima manfaat dan partisipasi pihak luar
yang dijabarkan dalam 6 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 73,66 %. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Social Exclusion menjadi Social
Inclusion yakni 4 x 6 x 125 = 3000 (4 = nilai tertinggi dari setiap pernyataan,
6 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator Social Exclusion
menjadi Social Inclusion, 125 = jumlah sampel yang dijadikan responden).
Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill yang diisi
oleh responden yaitu sebesar 2210 : 3000 x 100% = 73,66 %. Hal tersebut
didapat dari hasil jawaban responden yang berarti bahwa Pengaruh efektivitas
program Upsus Pajale terhadap kualitas pemberdayaan petani dapat dikatakan
kategori baik.
Namun peneliti menemukan beberapa masalah pada indikator social ex-
clusion menjadi social inclusion diantaranya tidak semua masyarakat me-
153
manfaatkan bantuan sesuai dengan ketentuan yang ada. Hal ini diperkuat
dengan jawaban responden sebesar 46,40% yang menyatakan tidak setuju
bahwa masyarakat memanfaatkn bantuan sesuai dengan ketentuan yang ada
dikarenakan bantuan yang diberikan oleh Pemerintah justru dijual kembali
oleh masyarakat kepada pihak lain dengan alasan untuk membeli pupuk, tidak
tersedianya lahan, dan alasan ekonomi lainnya. Selain itu belum cukupnya
anggaran yang didapatkan oleh para petani salah satunya dalam hal pem-
berian pupuk para petani hanya mendapatkan sebanyak 50Kg untuk 1 Ha la-
han, sedangkan jumlah yang dibutuhkan sebanyak 100Kg juga menjadi
penyebab ada petani yang menjual kembali benih kepada pihak lain.
g. Improvement menjadi transformation
Menurut Soetomo (2011:72-85), Improvement menjadi transformation.
Improvement berarti memfokuskan perbaikan hanya dalam cara kerja dan
proses produksi tanpa melakukan perubahan pada tataran struktur, sedangkan
pendekatan pemberdayaan lebih menekankan pada transformation, dimana
fokus perubahan adalah pada level sistem dan struktur sosialnya. Dalam
indikator Improvement menjadi transformationterdapat dua sub indikator,
yaitu perubahan dan evaluasi yang dijabarkan dalam 5 butir pernyataan.
Dalam indikator ini nilai persentasenya mencapai 66,48%. Hasil tersebut
diperoleh dari skor ideal dari indikator Improvement menjadi
transformationyakni 4 x 5 x 125 = 2500 (4 = nilai tertinggi dari setiap
pernyataan, 5 = jumlah pernyataan yang berkaitan dengan indikator
Improvement menjadi transformation, 125 = jumlah sampel yang dijadikan
154
responden). Setelah menemukan skor ideal kemudian dibagi dengan skor rill
yang diisi oleh responden yaitu sebesar 1662 : 3000 x 100% = 66,48 %. Hal
tersebut didapat dari hasil jawaban responden yang berarti bahwa Pengaruh
efektivitas program Upsus Pajale terhadap kualitas pemberdayaan petani
dapat dikatakan kategori baik.
Namun peneliti menemukan beberapa masalah pada indikator Improve-
ment meenjadi transformation diantaranya, belum maksimalnya pemerintah
dalam pelaksanaan program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar yang dibuk-
tikan dengan hasil sebesar 55,2% responden yang menyatakan tidak setuju
bahwa pemerintah sudah maksimal dalam menjalankan program. Hal ini
mengkonfirmasi fakta bahwa masih terdapatnya beberapa kekurangan dalam
pelaksanaan program Upsus Pajale, seperti kurang responsifnya Pemerintah
ketika terjadi permasalahan di lapangan, bantuan yang tidak tepat sasaran di-
mana seluruh anggota kelompok tani bisa mendapatkan bantuan walaupun
petani tersebut termasuk kedalam kategori mandiri. Selain itu masyarakat
masih mengharapkan bantuan dari Pemerintah walaupun pada tahun sebe-
lumnya sudah mendapatkan bantuan. Hal ini mendeskripsikan bahwa
pelaksanaan program Upsus Pajale belum mampu merubah struktur sosial di
masyarakat.
155
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dikemukakan pada bab – bab
sebelumnya, maka dalam penelitian mengenai Pengaruh efektivitas Program
Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap
Kualitas Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang,
peneliti mengambil kesimpulan bahwa :
1. Berdasarkan analisa deskriptif nilai efektivitas program Upsus Pajale
adalah sebesar 71,31%, artinya Efektivitas Progam Upaya Khusus
Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai di Kecamatan Banjar,
Kabupaten Pandeglang termasuk dalam kategori baik, karena berdasarkan
kriteria analisa deskriptif 71,31 % termasuk dalam rentang persentase 51%
s/d 75% yaitu kriteria baik.
2. Berdasarkan analisa deskriptif nilai kualitas pemberdayaan petani adalah
sebesar 69,99%, artinya kualitas pemberdayaan petani di Kecamatan
Banjar, Kabupaten Pandeglang termasuk dalam kategori baik, karena
berdasarkan kriteria analisa deskriptif 69,99% termasuk dalam rentang
persentase 51 % s/d 75% yaitu kriteria baik.
3. Berdasarkan kriteria interpretasi koefisien determinasi menunjukan bahwa
terdapat pengaruh antara efektivitas program Upsus Pajale terhadap
156
pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang yaitu
sebesar 29,2%. Sedangkan faktor lain yang mempengaruhi pemberdayaan
petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten Pandeglang yaitu sebesar 70,8%
selain variabel efektivitas program upsus pajale yang tidak diteliti. Dengan
demikian rumusan masalah dan hipotesis penelitian mengenai pengaruh
efektivitas program upsus pajale terhadap pemberdayaan petani di
Kecamtan Banjar, Kabupaten Pandeglang teruji yang artinya terdapat
pengaruh signifikan antara efektivitas program Upsus Pajale terhadap
kualitas pemberdayaan petani di Kecamatan Banjar, Kabupaten
Pandeglang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Pengaruh Efektivitas Program Upaya
Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai Terhadap
Pemberdayaan Petani di Kecamatan Banjar Kabupaten Pandeglang, maka
peneliti memberikan saran sebagai berikut :
1. Dinas Pertanian Kabupaten Pandeglang Bidang Tanaman Pangan perlu-
mengadakan hubungan kerja sama yang tertuang dalam Memorandum of
Understanding (MoU) yang berkelanjutan dengan perusahaan pakan ter-
nak, sehingga dapat dijadikan pasar untuk menjual hasil panen para petani
dengan kepastian harga sesuai dengan yang telah ditetapkan Pemerintah-
sehingga para petani tidak dirugikan mengenai fluktuasi harga yang terjadi
di pasar.
157
2. Para stake holder terkait seperti Penyuluh, Mahasiswa/Alumni, dan Ba-
binsa sebaiknya ikut terlibat dalam melakukan monitoring dan evaluasi se-
jakpenetapan CPCL hingga pelaksanaan program di lapangan.
3. Kementrian Pertanian dalam hal ini Direktorat Jendral Tanaman Pan-
ganperlu mengadakan pelatihan dalam hal mengolah hasil panen menjadi
produk olahan kreatif, sehingga produk yang dihasilkan lebih berkualitas.
4. Dinas Pertanian Provinsi Banten Bidang Tanaman Pangan perlu memiliki
target yang spesifik terkait mekanisme berjalannya program Upsus Pa-
jalesekaligus memiliki acuan kapan program diberlakukan dan diberhenti-
kandengan cara sistem pengawasan dan pelaporan yang berkelanjutan.
5. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor – faktor lain
yang mempengaruhi di luar penelitian ini.
158
DAFTAR PUSTAKA
Buku Teks
Sulistyani, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan.
Yogyakarta : Graha Ilmu.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang. 2016. Kecamatan Banjar dalam
Angka 2016. Pandeglang : BPS Kabupaten Pandeglang.
Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. 2015. Sensus Pertanian 2013 Hasil
Pencacahan Lengkap Provinsi Banten. Serang : BPS Provinsi Banten.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta : UPP AMP
YKPN.
Mardikanto, Totok. 2012. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif
Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Pasolong, Harbani. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung: CV Alfabeta.
Sanusi, Anwar. 2006. Metodelogi Penelitian Praktis untuk Ilmu Sosial dan Ilmu
Ekonomi. Jakarta : Buntaran
Siagian, Sondang P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia Cetakan Ketujuh.
Jakarta : Radar Jaya Offset.
Soetomo. 2011. Pemberdayaan Masyarakat Mungkinkah Muncul Antitesisnya?.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Sugiyono. 2011. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suharto, Edi. 2008. Analisis Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta.
Suharto, Edi. 2009. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat.
Bandung : PT Refika Aditama.
Suharto, Edi. 2010. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat : Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Bandung : Refika Aditama.
159
Sunyoto, Danang. 2009. Analisis Regresi dan Uji Hipotesis. Yogyakarta : Med
Press
Suparjan, Hempri Suyatna. 2003. Pengembangan Masyarakat dari Pembangunan
sampai Pemberdayaan. Yogyakarta:Aditya Media.
Sutrisno, Edy. 2007. Budaya Organisasi. Jakarta : Kencana Penada Media Group.
Syafiie, Inu Kencana. 2006. Sistem Administrasi publik Republik Indonesia
(SANKRI). Jakarta : PT Bumi Aksara.
Tangkilisan, Hasel. 2005. Manajemen Publik. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan Publik : Teori dan Proses Edisi Revisi.
Yogyakarta : Media Presindo.
Dokumen dan Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 Tentang
Penetapan Harga Acuan Pembelian Di Petani Dan Harga Acuan Penjualan
Di Tingkat Konsumen.
Peraturan Mentri Pertanian Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Pedoman Upaya
Khusus (UPSUS) Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai Melalui
Program Perbaikan Jaringan Irigasi dan Sarana Pendukungnya.
Peraturan Mentri Pertanian Nomor 14 Tahun 2015 Tentang Pedoman Pengawalan
dan Pendampingan Terpadu Penyuluh, Mahasiswa, Dan Bintara Pembina
Desa dalam rangka Upaya Khusus Peningkatan Produksi Padi, Jagung, Dan
Kedelai.
Undang – undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Dan
Pemberdayaan Petani.
Sumber Lain :
Astuti, A.N. 2010. Efektivitas Kelompok Tani Di Kecamatan Gatak Kabupaten
Sukaharjo. Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Diakses pada
tanggal 15 Februari 2018 pada halaman https://eprints.uns.ac.id/5606/.
Budiani, Ni Wayan. 2007. “Efektivitas Program Penanggulangan Pengangguran
Karang Taruna (Eka Taruna Bhakti) Desa Sumerta Kelod Kecamatan
Denpasar Timur Kota Denpasar”. Jurnal. Denpasar. Jurnal Ekonomi Dan
160
Sosial. Vol. 2 No.1 : 53. Diakses pada 10 Februari 2018 pada halaman
https://media.neliti.com/media/publications/43816-ID
Darmansyah, Muhammad Yusuf Badjido,Ahsan Samad. 2014. Peran Pemerintah
Daerah Dalam Pemberdayaan Masyarakat Petani Kakao Di Desa Kayuangin
Kecamatan Malunda Kabupaten Majene. Jurnal. Universitas Muhammadiyah
Makassar. Makassar. Diakses pada tanggal 14 Februari 2018 pada halaman
https://journal.unismuh.ac.id
Irsa, Riandari. 2017. Persepsi Petani dan Efektivitas Kelompok Tani Dalam
Program Upsus Pajale di Kecamatan Banjar Baru Kabupaten Tulang
Bawang. Skripsi. Universitas Lampung. Lampung. Diakses pada tanggal 28
Februari 2018 pada halaman http://digilib.unila.ac.id/
Puji Lestari, Esti. 2011. Studi Tentang Penyebab Petani Perempuan Lebih Miskin
Daripada Petani Laki – Laki. Pascasarjana Universitas Indonesia. Jakarta.
Diakses pada tanggal 28 September 2018 pada halaman :
http://lib.ui.ac.id/detail?id=20292774&lokasi=lokal
Puspandi, K. 2002. Rekontruksi Sistem Penyuluhan Pertanian. Disertasi Doktor
Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2018 pada halaman
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/631.
Riswanda, Abdul Hamid, dan Yeni Widyastuti. 2018. The Degeneration Of
Farmers : A Critical Etnographic Case Studi In Sawarna Banten. Journal of
Asian Research Vol. 2 No. 2 : 102-122. Diakses pada 7 Juni 2018 pada
halaman http://dx.doi.org/10.22158/jar.v2n2p102
Wahyuni, Ayu. 2016. Pengaruh Efektivitas Program CSR PT Mitsubishi
Chemical Indonesia (MCCI) Terhadap Pemberdayaan Masyarakat di
Kelurahan Gelem Kecamatan Grogol Kota Cilegon. Skripsi. Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Diakses pada 15 Februari 2018 pada halaman
http://repository.fisip-untirta.ac.id/615/
BIODATA
I. Data Pribadi
Nama : Syifa Nidiannisa
Tempat, Tanggal Lahir : Pandeglang, 28 Februari 1996
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jalan Fatoni No. 23B RT/RW 04/03, Pandeglang –
Banten
E-mail : [email protected]
No. HP : 089502330078
II. Pendidikan Formal
SD Negeri 3 Pandeglang (Tahun 2002-2008)
SMP Negeri 1 Pandeglang (Tahun 2008-2011)
SMA Negeri 1 Kota Serang (Tahun 2011-2014)
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Tahun 2014–2018)
Pandeglang, November 2018
Syifa Nidiannisa