110
PENGARUH KADAR PM10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA DALAM RUMAH TERHADAP GEJALA ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN LEBAK BULUS TAHUN 2018 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) Oleh: Hanun Hafiyya 1112101000078 PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018

PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

  • Upload
    vuquynh

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

PENGARUH KADAR PM10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

DALAM RUMAH TERHADAP GEJALA ISPA PADA BALITA DI

KELURAHAN LEBAK BULUS TAHUN 2018

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

Hanun Hafiyya

1112101000078

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018

Page 2: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

i

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di

Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, Agustus 2018

Hanun Hafiyya

Page 3: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi

PENGARUH KADAR PM10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK

UDARA DALAM RUMAH TERHADAP GEJALA ISPA PADA BALITA DI

KELURAHAN LEBAK BULUS TAHUN 2018

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi

Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, September 2018

Disusun Oleh:

Hanun Hafiyya

NIM. 1112101000078

Mengetahui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes

NIP. 19650808 198803 1 002

Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes

NIP. 19721002 200604 2 001

Page 4: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

iii

PANITIA SIDANG SKRIPSI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

HANUN HAFIYYA

NIM. 1112101000078

Jakarta, September 2018

Penguji I

Izza Hananingtyas, M.Kes

NIP. 1989021620142005

Penguji II

Siti Rahmah Lubis, MKKK

NIP. -

Penguji III

Drs. Suharno, M.Kes

NIP. 196009241985011001

Page 5: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

iv

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN

Skripsi, 25 September 2018

HANUN HAFIYYA, NIM: 1112101000078

Pengaruh Kadar PM10 Ambien dengan Kualitas Fisik Udara dalam Rumah

Terhadap Gejala ISPA pada Balita di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

(xiii + 95 halaman, 21 tabel, 2 bagan, 8 gambar, 4 lampiran)

a

ABSTRAK

Latar Belakang: Kegiatan transportasi dan pembangunan infrastruktur menghasilkan

polutan berupa PM10. Pencemaran udara di DKI Jakarta telah mencapai tahap

berbahaya. Partikulat yang dihasilkan dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada

masyarakat terutama Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Balita merupakan

kelompok yang paling rentan menerima dampak pencemaran tersebut. Prevalensi ISPA

di Jakarta Selatan merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan kota administrasi

lainnya. Gejala ISPA dapat terjadi karena pajanan pencemaran udara akibat aktivitas

kendaraan yang tiggi serta pembangunan MRT di Terminal Lebak Bulus.

Tujuan: Untuk mengetahui pengaruh kadar PM10 dalam udara ambien dengan kualitas

fisik udara terhadap gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

Metode: Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan desain studi pontong

lintang (cross sectional). Populasi penelitian adalah seluruh balita yang tinggal di area

titik pengambilan sampel PM10. Titik pengambilan sampel diambil pada 5 titik yang

tersebar pada pada radius jarak 200, 500 dan 1000 meter dari titik sumber polutan.

Hasil Penelitian: Proporsi balita yang mengalami gejala ISPA sebesar 63%. Tidak

terdapat hubungan signifikan antara gejala ISPA dengan kadar PM10 (pvalue=0,943);

suhu (pvalue =0,902); pencahayaan (pvalue =0,056); kelembaban (pvalue =0,495); ventilasi

(pvalue =0,353); dan kepadatan hunian (pvalue =0,928).

Kesimpulan: Kadar PM10 ambien di Kelurahan Lebak Bulus masih dalam syarat baku

mutu partikulat, tetapi berpotensi terjadinya peningkatan. Untuk mengurangi kadar

PM10 di udara sebaiknya dilakukan penanaman tumbuhan penyerap debu di sekitar

terminal. Masyarakat disarankan untuk meningkatkan kualitas udara di dalam rumah

dengan penggunaan ventilasi silang, memelihara tumbuhan dan menggunakan masker

di luar rumah.

Kata Kunci : PM10, kualitas fisik udara, ISPA, balita

Daftar Bacaan : 96 (1982-2018)

Page 6: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

v

SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA

FACULTY OF HEALTH SCIENCES

DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH

ENVIRONMENTAL HEALTH MAJOR

Undergraduate Thesis, 25 September 2018

HANUN HAFIYYA, NIM: 1112101000078

Effect of Ambient PM10 Level and Physical Air Quality on Symptoms of ARI in

Under-Five Children at Lebak Bulus Village 2018

(xiii + 95 pages, 21 tables, 2 charts, 8 pictures, 4 attachments)

ABSTRACT

Background: Transportation and infrastructure development activities produce

pollutants in the form of PM10. Air pollution in capital city of Indonesia, Jakarta, has

reached a dangerous stage. Those particulate matters cause public health problems such

as Acute Respiratory Infection (ARI). Under-five children is the most vulnerable to

receive the impact of pollution. South Jakarta has the highest prevalence of ARI

compared to other administrative cities. ARI’s symptoms can occur due to air pollution

exposure as consequent to high vehicle activity and MRT construction at Lebak Bulus

Terminal.

Objective: To determine the effect of PM10 level in ambient air and physical air quality

on symptoms of ARI in under-five children at Lebak Bulus Village 2018.

Method: Observational analytic with cross sectional study design. The study

population is all under-five children living in PM10 sampling point area. The sampling

point was taken at 5 points spread over a radius distance of 200, 500 and 1000 meters

from source point of the pollutant (terminal).

Results: The proportion of under-five children who experienced symptoms of ARI is

63%. There is no significant relationship between symptoms of ARI with PM10 levels

(pvalue=0,943); temperature (pvalue=0,902); lighting (pvalue=0,056); humidity

(pvalue=0,495); ventilation (pvalue=0,353); and occupancy density (pvalue=0,928).

Conclusion: Ambient PM10 level in Lebak Bulus Village is still in the particulate

quality standard, but have the potential to increase. To reduce PM10 level, it should be

planted dust absorbing trees around the terminal. The community is advised to improve

the air quality inside the house by using cross ventilation, maintaining plants and using

masks outside the home.

Keywords : PM10, physical air quality, ARI, under-five children

References : 96 (1982-2018)

Page 7: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Hanun Hafiyya

Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 25 Februari 1993

Agama : Islam

Alamat : Jalan Pemancingan No. 9 A 007/05 Srengseng Kembangan

Jakarta Barat

Email : [email protected]

RIWAYAT PENDIDIKAN

1998-1999 : TKIT Al-Furqon

1999-2005 : SDIT Al-Furqon

2005-2008 : Pondok Pesantren Husnul Khotimah

2008-2011 : MAN 4 Jakarta

2012-Sekarang : Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

RIWAYAT ORGANISASI

Anggota Pemberdayaan Sumber Daya Manusia (PSDM) BEM Kesehatan Masyarakat

(2014)

Anggota Divisi Sponsorship Seminar Profesi Kesehatan Lingkungan “Combat The

Neglected Tropical Disease Towards a Filariasis-Free Country by 2020” (2015)

PENGALAMAN KERJA

Pengalaman Belajar Lapangan (PBL) Puskesmas Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota

Tangerang Selatan, Banten (2015)

Praktek Kerja Rumah Sakit Ibu dan Anak Budi Kemuliaan Jakarta Pusat (2016)

PELATIHAN

Peserta Training “Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja” Tahun 2015

Peserta Seminar “Manajemen Kebakaran” tahun 2015

Page 8: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

vii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah SWT penguasa yang di bumi dan langit, yang dengan rahmat

dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Kadar

PM10 Ambien dengan Kualitas Fisik Udara dalam Rumah Terhadap Gejala ISPA pada

Balita di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018”.

Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu, peneliti pada kesempatan ini mengucapkan terima

kasih kepada:

1. Orang tua, ayah dan ibu, keluarga tercinta yang selalu mendoakan serta

mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan FIK dan pembimbing I yang telah

memberikan pengarahan selama proses penyusunan.

3. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes selaku Ketua Peminatan Kesehatan

Lingkungan dan pembimbing II yang telah banyak memberikan masukan dan

arahan selama proses penyusunan.

4. Ibu Fajar Ariyanti, S.KM., M.Kes., Ph.D, selaku Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat.

5. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D, selaku Sekretaris Program Studi

Kesehatan Masyarakat.

6. Ibu Ir. Febriyanti, M.Si selaku pembimbing akademik.

7. Ibu-ibu kader Posyandu Lestari 2, Posyandu Aggrek, Posyandu Mawar 1 dan

Posyandu Mawar 2 yang telah membantu selama penelitian berlangsung.

Page 9: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

viii

8. Ibu Izza Hananingtyas, M.Kes, Ibu Siti Rahmah Lubis, M.KKK dan Bapak Drs.

Suharno, M.Kes selaku tim penguji yang telah memberikan masukan untuk

perbaikan skripsi ini.

9. Teman-teman Harus Kurus yang telah meberikan dukungan sepanjang

perjalanan menyusun skripsi.

10. Teman-teman ENVIHSA 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu

memberikan do’a dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman Program Studi Kesehatan Masyarakat angkatan 2012 yang saling

medoakan dan memberikan semangat.

Kepada Allah semua kembali, semoga semua bantuan yang peneliti terima menjadi

catatan baik di hadapan Allah SWT dan mendapat imbalan yang berlipat ganda, Amin.

Jakarta, 24 Agustus 2018

Peneliti

Page 10: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

ix

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................ i

PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................................ ii

ABSTRAK .................................................................................................................... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................. vii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xiii

DAFTAR BAGAN ..................................................................................................... xiv

PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................................ 1

1.2. Rumusan Masalah ........................................................................................... 6

1.3. Pertanyaan Penelitian ...................................................................................... 7

1.4. Tujuan Penelitian............................................................................................. 8

1.4.1. Tujuan Umum .............................................................................................. 8

1.4.2. Tujuan Khusus ............................................................................................. 8

1.5. Manfaat Penelitian........................................................................................... 8

1.6. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................... 9

TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 10

2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut .................................................................. 10

2.1.1. Penyebab ISPA .......................................................................................... 11

2.1.2. Klasifikasi ISPA ........................................................................................ 13

2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA ............................................................................. 15

2.1.4. Cara Penularan ISPA ................................................................................. 16

2.1.5. Mekanisme Terjadinya ISPA..................................................................... 16

2.1.6. Faktor Risiko ISPA .................................................................................... 18

2.1.7. Pencegahan ISPA ...................................................................................... 20

2.2. Pencemaran Udara......................................................................................... 21

2.2.1. Outdoor Air Pollution ................................................................................ 21

2.2.2. Indoor Air Pollution .................................................................................. 23

2.3. Partikulat ....................................................................................................... 23

2.3.1. Sumber Partikulat ...................................................................................... 25

2.3.2. Faktor Meteorologis .................................................................................. 26

2.3.3. Dampak Kesehatan .................................................................................... 26

Page 11: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

x

2.3.4. Baku Mutu Partikulat................................................................................. 27

2.4. Kualitas Udara dalam Rumah ....................................................................... 28

2.4.1. Kualitas Fisik Udara .................................................................................. 29

2.4.2. Kualitas Kimia Udara ................................................................................ 30

2.4.3. Kualitas Biologi Udara .............................................................................. 31

2.5. Kerangka Teori .............................................................................................. 32

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................................... 34

3.1. Kerangka Konsep .......................................................................................... 34

3.2. Definisi Operasional ...................................................................................... 36

3.3. Hipotesis ........................................................................................................ 38

METODOLOGI PENELITIAN................................................................................... 39

4.1. Desain Penelitian ........................................................................................... 39

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian......................................................................... 39

4.3. Sampel Penelitian .......................................................................................... 41

4.4. Teknik Pengambilan Sampel ......................................................................... 42

4.5. Pengumpulan Data ........................................................................................ 43

4.6. Pengolahan Data ............................................................................................ 46

4.7. Analisis Data ................................................................................................. 46

4.1.1. Analisis Univariat ...................................................................................... 46

4.1.2. Analisis Bivariat ........................................................................................ 47

HASIL PENELITIAN ................................................................................................. 48

5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian........................................................... 48

5.1.1. Letak Geografis ......................................................................................... 48

5.1.2. Kependudukan ........................................................................................... 49

5.2. Analisis Univariat .......................................................................................... 49

5.2.1. Gambaran Karakteristik Balita .................................................................. 49

5.2.2. Gambaran Gejala ISPA pada Balita di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

50

5.2.3. Gambaran Kadar PM10 Ambien di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018 50

5.2.4. Gambaran Kualitas Fisik Udara dalam Rumah di Kelurahan Lebak Bulus

Tahun 2018 ............................................................................................................ 51

5.3. Analisis Bivariat ............................................................................................ 54

5.2.1. Hubungan Kadar PM10 Ambien dengan Gejala ISPA pada Balita ............ 54

5.2.2. Hubungan Suhu dalam Rumah dengan Gejala ISPA ................................ 54

5.2.3. Hubungan Pencahayaan dalam Rumah dengan Gejala ISPA .................... 55

5.2.4. Hubungan Kelembaban dalam Rumah dengan Gejala ISPA .................... 55

5.2.5. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Gejala ISPA ..................................... 56

Page 12: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

xi

5.2.6. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA .................................. 56

PEMBAHASAN .......................................................................................................... 57

6.1. Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 57

6.2. Gambaran Gejala ISPA ................................................................................. 57

6.3. Hubungan Kadar PM10 Ambien dengan Gejala ISPA .................................. 61

6.4. Hubungan Suhu dalam Rumah dengan Gejala ISPA .................................... 64

6.5. Hubungan Pencahayaan dalam Rumah dengan Gejala ISPA ....................... 66

6.6. Hubungan Kelembaban dalam Rumah dengan Gejala ISPA ........................ 67

6.7. Hubungan Ventilasi dalam Rumah dengan Gejala ISPA .............................. 68

6.8. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA ...................................... 71

SIMPULAN DAN SARAN ......................................................................................... 73

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 75

LAMPIRAN ................................................................................................................. 83

Page 13: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan National Ambient Air Quality

Standards US EPA ....................................................................................................... 28

Tabel 2.2 Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan PP No. 41 Tahun 1999 ................. 28

Tabel 2.3 Persyaratan Fisik Kualitas Udara dalam Rumah Berdasarkan Permenkes No.

1077 Tahun 2011 ......................................................................................................... 30

Tabel 2.4 Persyaratan Kimia Kualitas Udara dalam Rumah Berdasarkan Permenkes No.

1077 Tahun 2011 ......................................................................................................... 31

Tabel 2.5 Persyaratan Biologi Kualitas Udara dalam Rumah Berdasarkan Permenkes

No. 1077 Tahun 2011 .................................................................................................. 31

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Data Empiris Kaitan PM10

dengan ISPA pada Balita ............................................................................................. 42

Tabel 5.1 Distribusi Balita Menurut Kelompok Usia di Kelurahan Lebak Bulus Tahun

2018.............................................................................................................................. 49

Tabel 5.2 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di Kelurahan Lebak Bulus Tahun

2018.............................................................................................................................. 50

Tabel 5.3 Distribusi Gejala ISPA pada Balita di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

...................................................................................................................................... 50

Tabel 5.4 Distribusi Kadar PM10 Ambien di Kelurahan Lebak Bulus dari Terminal 51

Tabel 5.5 Distribusi Suhu dalam Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018 ...... 51

Tabel 5.6 Distribusi Pencahayaan dalam Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

...................................................................................................................................... 52

Tabel 5.7 Distribusi Kelembaban dalam Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

...................................................................................................................................... 52

Tabel 5.8 Distribusi Ventilasi Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018 .......... 53

Tabel 5.9 Distribusi Kepadatan Hunian dalam Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun

2018.............................................................................................................................. 54

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar PM10 Ambien dan Gejala ISPA

...................................................................................................................................... 54

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu dalam Rumah dan Gejala ISPA 54

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pencahayaan dalam Rumah dan Gejala

ISPA ............................................................................................................................. 55

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kelembaban dalam Rumah dan Gejala

ISPA ............................................................................................................................. 55

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Ventilasi Rumah dan Gejala ISPA .... 56

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kepadatan Hunian dan Gejala ISPA . 56

Page 14: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Representasi Skematik Distribusi Ukuran Partikel di Udara Ambien

(USEPA, 1996) ............................................................................................................ 24

Gambar 4.1 Peta Koordinat Titik Sampel .................................................................... 40

Gambar 4.2 Dusttrak II Aerosol Monitor 8530 ........................................................... 43

Gambar 4.3 Termohigrometer ..................................................................................... 44

Gambar 4.4 Lux Meter ................................................................................................. 45

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Lebak Bulus ..................................................... 48

Gambar 6.1 Cross ventilation (ventilasi silang) secara denah ..................................... 70

Gambar 6.2 Siasat cross ventilation saat kondisi tidak memungkinkan menempatkan

jendela berhadapan....................................................................................................... 70

Page 15: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

xiv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori ........................................................................................... 33

Bagan 2.1 Kerangka Konsep........................................................................................ 35

Page 16: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

( ٥٦األعراف: {ول تفسدوا في األرض بعد إصلحها} (

“Dan janganlah kalian membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah)

memperbaikinya.” (Al-A’Raf: 56)

Allah Swt. telah melarang hamba-Nya untuk tidak melakukan

perbuatan yang menimbulkan kerusakan di muka bumi dan melakukan

sesuatu yang dapat merugikannya setelah diperbaiki. Karena sesungguhnya

apabila segala sesuatunya berjalan sesuai dengan tatanannya, kemudian

terjadi pengrusakan padanya, hal tersebut akan membahayakan semua hamba

Allah Swt. (Ar-Rifa'i, 2005).

Pencemaran udara merupakan dampak dari kerusakan yang terjadi di

muka bumi dan menjadi masalah lingkungan utama yang berisiko terhadap

kesehatan. Pencemaran terjadi karena rusaknya keseimbangan lingkungan

yang menimbulkan berbagai masalah kesehatan di masyarakat. Dengan

mengurangi tingkat polusi udara, negara dapat mengurangi berbagai beban

penyakit. Semakin rendah tingkat polusi udara di suatu daerah, semakin baik

kesehatan kardiovaskular dan pernapasan penduduknya, baik untuk jangka

panjang maupun jangka pendek (WHO, 2016).

Berdasarkan data penelitian WHO yang dilakukan di 632 kota di Asia,

hanya 4 kota yang memenuhi batas bahan pencemar udara yaitu Tezpur-India,

Saporo-Jepang, Arak-Iran dan Tanah Rata-Malaysia. Artinya, 99,4% kota di

Asia memiliki tingkat kadar partikulat di atas baku mutu (Kirk & Scott, 2017).

Page 17: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

2

Pencemaran udara partikulat di perkotaan umumnya berasal dari kegiatan

industri dan gas buang kendaraan bermotor.

Aktvitas kendaraan dan industri merupakan sebab utama tingginya

polutan di udara ibu kota, termasuk Jakarta. Menurut data BPS, pada tahun

2002 tercatat beban pencemeran udara dari sumber bergerak di DKI Jakarta

untuk cemaran debu sebesar 15.977,3 ton/tahun dan cenderung mengalami

peningkatan (Samsoedin, et al., 2015). Sumber lainnya berasal dari kegiatan

industri dan pembangunan infrastruktur yang berlangsung di Jakarta.

Menurut data SLHD (Status Lingkungan Hidup Daerah), Indeks Status

Mutu Udara Jakarta Selatan pada tahun 2015 berada dalam kategori

tercemaran dengan kadar PM10 rata-rata 90,729 μg / Nm3 dalam status

berpotensi lebih tercemar. Hal serupa pernah dikemukakan oleh Kepala Pusat

Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat, Anwar Musaddad. Berdasarkan

hasil riset yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

(Balitbangkes) Kemenkes, kadar polusi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok,

Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sudah mencapai taraf berbahaya

(Nasrul, 2015).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dr. Budi Haryonto,

peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan Lingkungan UI, pada tahun 2010 60%

warga Jakarta mengidap gangguan pernapasan akibat polusi udara. 25,5% di

antaranya yaitu menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) (Nasrul,

2015). Hal ini juga dibuktikan dengan penelitian Yusnabeti, Wulandari, &

Luciana (2010), bahwa kadar PM10 yang tinggi meningkatkan risiko terkena

ISPA.

Page 18: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

3

ISPA adalah infeksi akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih

dari saluran napas mulai hidung sampai alveoli termasuk adneksanya (sinus,

rongga telinga tengah, pleura) (Kemenkes, 2012). ISPA berada dalam 10

besar penyakit terkait lingkungan di dunia yang menyebabkan kematian,

sehingga penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan baik di negara

berkembang maupun negara maju (WHO, 2016).

ISPA dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu infeksi saluran

pernapasan atas dan bawah, tergantung pada organ utama yang terinfeksi

(hidung, sinus, telinga bagian tengah, laring, faring, trakea, bronkus dan paru-

paru) (Bellos, et al 2010). Populasi yang rentan terserang pneumonia adalah

anak-anak usia kurang dari 2 tahun, usia lanjut lebih dari 65 tahun dan orang

yang memiliki masalah kesehatan (Kemenkes, 2016). Kelompok tersebut

rentan karena imun tubuh yang rendah.

Pneumonia termasuk dalam kategori infeksi saluran pernapasan bawah

dan merupakan infeksi penyebab kematian terbesar pada anak di seluruh

dunia. Selama tahun 2015, penumonia menjadi penyebab kematian 920.136

balita di dunia. Jumlah tersebut merupakan 15% dari seluruh jumlah

kematian pada anak berusia di bawah lima tahun (WHO, 2016).

Kejadian ISPA di Indonesia masih tinggi dilihat dari hasil Riskesdas

2013 yaitu dengan prevalensi ISPA sebesar 25%. Angka ini mengalami

penurunan dibandingkan dengan hasil Riskesdas tahun 2007 yaitu sebesar

25,5%. Tetapi ibu kota mengalami hal yang sebaliknya. DKI Jakarta

memiliki prevalensi ISPA sebesar 25,2% sedikit melebihi angka rata-rata

Page 19: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

4

Indonesia, mengalami kenaikan sebesar 2,6% dari tahun 2007 dengan

kelompok yang paling banyak menderita ISPA yaitu balita usia 0-59 bulan.

Berdasarkan Riskesdas DKI Jakarta 2013, prevalensi ISPA tertinggi

dimiliki oleh Kota Administrasi Jakarta Selatan sebesar 31,3% dan diikuti

setelahnya oleh Kepulauan Seribu. Jakarta Selatan mengalami kenaikan yang

sangat pesat sejak Riskesdas 2007. Prevalensi ISPA Jakarta Selatan pada

tahun 2007 sebesar 17,7% yaitu yang terendah dari kota administrasi lain.

Sedangkan pada tahun 2013, Jakarta Selatan merupakan kota yang memiliki

prevalensi ISPA tertinggi. Dilihat dari data rekapitulasi MTBS (Manajemen

Terpadu Balita Sakit) tahun 2017, ISPA merupakan penyakit nomor satu di

Kelurahan Lebak Bulus yang dialami kelompok balita

Faktor utama yang mempengaruhi kejadian ISPA adalah lingkungan.

Indoor dan outdoor air pollution adalah faktor lingkungan utama penyebab

infeksi pernapasan (UNICEF, 2006). Maka dari itu, kualitas udara yang baik

akan menurunkan risiko terjadinya ISPA.

Jakarta Selatan saat ini memiliki beberapa pembangunan infrastruktur

antara lain pembangunan tol, underpass dan MRT (Mass Rapid

Transportation). Ketiga proyek besar ini masih berjalan dalam waktu yang

bersamaan. Tingginya aktivitas kendaraan ditambah pembangunan

infrastruktur meningkatkan konsentrasi polutan di udara termasuk PM10 yang

akhirnya akan menyebabkan dampak kesehatan.

Berdasarkan penelitian Yusnabeti, Wulandari, & Luciana (2010),

kadar PM10 yang tinggi meningkatkan risiko terkena ISPA. Hal serupa

diungkapkan dalam penelitian yang dilakukan di China terhadap anak

Page 20: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

5

prasekolah (Liu, et al., 2013) bahwa PM10 berhubungan dengan batuk,

mengi dan dahak terus menerus.

Tidak hanya kualitas udara luar rumah saja, pencemaran udara dalam

rumah dapat berdampak pada kesehatan karena pada umumnya orang lebih

banyak menghabiskan waktu melakukan kegiatan di dalam rumah. Kualitas

udara dalam rumah tidak hanya dilihat dari keberadaan zat pencemar biologis

tetapi juga oleh kondisi fisik dan kegiatan dalam rumah. Pada penelitian

Yusup dan Sulistyorini (2005) dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara

kualitas fisik udara dalam rumah dengan kejadian ISPA pada balita. Kualitas

fisik udara dalam rumah dapat diukur dengan parameter suhu, pencahayaan,

kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian.

Perubahan suhu ekstrem pada lingkungan akan mempengaruhi fungsi

tubuh. Tubuh akan akan melakukan proses adaptasi agar dapat menerima

perubahan suhu yang terjadi di lingkungan. Hal ini terjadi untuk menjaga

keseimbangan tubuh. Perubahan suhu lingkungan yang ekstrem dapat

merusak keseimbangan tersebut dan berdampak pada kesehatan.

Pencahayaan mempunyai kaitan dengan suhu ruangan. Cahaya yang

terlalu tinggi akan mengakibatkan kenaikan suhu pada ruangan. Pencahayaan

alami juga diperlukan untuk membunuh patogen penyebab penyakit

pernapasan maupun penyakit lainnya. Pertumbuhan dan penyebaran

mikroorganisme di dalam rumah juga dipengaruhi oleh kelembaban, ventilasi

dan kepadatan hunian. Kelembaban yang terlalu rendah atau tinggi dan

ventilasi yang tidak memenuhi syarat dapat menyebabkan suburnya

pertumbuhan mikroorganisme, termasuk patogen penyebab ISPA. Kepadatan

Page 21: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

6

hunian ditentukan dengan banyaknya jumlah penghuni dalam satu kamar

dapat meningkatkan risiko penyebaran ISPA, karena memudahkan

perpindahan patogen dari satu orang ke orang lain.

Proyek MRT dan underpass saat ini berada dalam wilayah Kelurahan

Lebak Bulus. Terminal dalam dan antar kota dengan aktivitas kendaraan yang

sangat tinggi juga berada dalam kelurahan ini. Berdasarkan penelitian

Fauziah, Rahardjo, & Dewi (2017) di terminal Kota Semarang menunjukkan

bahwa semakin banyaknya volume lalu lintas yang ada di terminal,

konsentrasi PM10 di udara ambien semakin meningkat. Penelitian yang

dilakukan di Terminal Pulo Gadung terhadap pekerja yang berada di terminal

menunjukkan bahwa pajanan PM10 berisiko terhadap gangguan kesehatan

(Fauzia & Kusumayati, 2016). Penelitian terkait PM10 akibat pengaruh

aktivitas terminal dan pembangunan di Kelurahan Lebak Bulus belum pernah

dilakukan sebelumnya.

Berdasarkan pernyataan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti

pengaruh kadar PM10 pada udara ambien dan kualitas udara dalam rumah

secara fisik (suhu, pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian)

dengan gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus.

1.2. Rumusan Masalah

ISPA merupakan penyakit nomor satu di Kelurahan Lebak Bulus yang

dialami kelompok balita. Kondisi ini dilihat dari trend penyakit yang dialami

balita pada 6 bulan terakhir di tahun 2017. Faktor yang memungkinkan

menjadi penyebabnya beragam, tetapi kualitas udara merupakan faktor utama

Page 22: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

7

yang mempengaruhi kejadian ISPA. Keberadaan terminal dan tingginya

aktivitas kendaraan meningkatkan risiko pencemaran oleh PM10.

Pada umumnya balita menghabiskan sebagian besar hidupnya dalam

rumah atau tidak berada jauh dari rumah. Sehingga kualitas udara menjadi

sangat penting agar terhindar dari ISPA. Kondisi rumah penduduk di

Kelurahan Lebak Bulus sangat beragam baik dilihat dari luas bangunan

maupun jenis bahan bangunannya. Hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas

udara dalam rumah. Maka dari itu peneliti ingin mengangkat permasalahan

PM10 ambien dari sumber polutan yaitu terminal, dan kualitas udara dalam

rumah terhadap ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana gambaran gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus

tahun 2018?

2. Bagaimana gambaran kadar PM10 dalam udara ambien di Kelurahan

Lebak Bulus tahun 2018?

3. Bagaimana gambaran kualitas fisik udara dalam rumah (suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian) di Kelurahan

Lebak Bulus tahun 2018?

4. Apakah ada hubungan antara kadar PM10 dalam udara ambien dengan

gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018?

5. Apakah ada hubungan antara kualitas fisik udara dalam rumah (suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian) dengan

gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018?

Page 23: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

8

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya pengaruh kadar PM10 dalam udara ambien dengan

kualitas fisik udara terhadap gejala ISPA pada balita di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran gejala ISPA pada balita di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018.

2. Diketahuinya kadar PM10 dalam udara ambien di Kelurahan Lebak

Bulus tahun 2018.

3. Diketahuinya gambaran kualitas fisik udara dalam rumah (suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian) di

Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018.

4. Diketahuinya hubungan kadar PM10 dalam udara ambien dengan

gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018.

5. Diketahuinya hubungan antara kualitas fisik udara dalam rumah

(suhu, pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian)

dengan gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus tahun

2018.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan

untuk pengembangan metode pengelolaan lingkungan dan

penanggulangan pencemaran terutama pada udara.

Page 24: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

9

1.5.2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

meningkatkan kesadaran masyarakat akan polutan terutama partikel

debu terhadap kesehatan.

1.5.3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya terkait PM10, kualitas udara dan ISPA.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar PM10 dalam

udara ambien dan kualitas udara dalam rumah secara fisik (suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian) dengan gejala

ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus yang dilaksanakan pada bulan

Januari hingga Februari 2018. Sasaran penelitian adalah balita usia 0-59

bulan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif dengan

pendekatan cross sectional. PM10 diukur menggunakan alat Dusttrak II

Aerosol Monitor 8530. Dusttrak merupakan monitor partikulat yang sesuai

untuk pemeriksaan kualitas udara ambien, lingkungan atau indoor. Suhu dan

kelembaban diukur menggunakan termohigrometer, pencahayaan diukur

dengan lux meter, luas ventilasi menggunakan roll meter dan kepadatan

hunian dengan wawancara menggunakan kuesioner.

Page 25: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISPA adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya

menular, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar

dari penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan

mematikan, tergantung pada patogen penyebabnya, faktor lingkungan, dan

faktor pejamu (WHO, 2008).

Dalam Glosarium Data dan Informasi Kesehatan (Depkes, 2006), ISPA

merupakan istilah yang diadaptasi dari Acute Respiratory Infection (ARI).

Istilah ini meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernapasan dan akut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh

manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli

beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan

pleura.

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari.

Maka dapat disimpulkan bahwa ISPA merupakan penyakit yang

menyerang organ pada saluran pernapasan mulai dari hidung hingga alveoli

akibat masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh yang berlangsung sampai

dengan 14 hari.

ISPA biasanya hanya bersifat infeksi ringan dan dapat sembuh dengan

sendirinya sehingga tidak terlalu membutuhkan intervensi medis lebih lanjut.

Tetapi, jika tidak ditangani dengan baik dan dibiarkan sakit terus menerus,

Page 26: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

11

dapat menyebar ke seluruh sistem pernapasan. Titik akhir yang lebih serius

dari penyakit ini adalah perawatan di rumah sakit dan kematian (Elliot &

Fleming, 2009).

2.1.1. Penyebab ISPA

Pada saat ini, lebih dari 50 organisme diidentifikasikan sebagai

penyebab utama atau mempunyai hubungan dengan infeksi saluran

pernapasan (Mandell, et al, 2006). Patogen yang menyebabkan ISPA

antara lain:

1. Virus

Lebih dari 90% infeksi pernapasan disebabkan oleh virus,

antara lain:

• Rhinovirus

25-30 persen penyebab utama infeksi saluran pernapasan atas

yaitu rhinovirus (Simoes, et al, 2006). Rhinovirus juga dapat

memicu serangan asma dan telah dikaitkan dengan infeksi

sinus dan telinga (NCIRD, 2017)

• Respiratory syncytial virus (RSV) merupakan patogen

pernapasan yang paling penting dalam kehidupan awal anak.

Pada umumnya semua anak memiliki paling sedikit satu

infeksti RSV di usia 2 tahun (Couriel, 1998)

• Virus Parainfluenza

Virus parainfluenza menyebabkan beberapa infeksi saluran

pernapasan atas dan bawah, seperti rhinitis, otitis,

laringotrakeobronkhitis, bronkhiolitis, selesma (common

Page 27: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

12

cold) dan pneumonia. Terdapat 4 serotipe virus parainfluenza

(1 sampai 4) dan 2 subtipe (4a dan 4b) (Couriel, 1998).

• Virus Influenza

Influenza tipe A dan B jarang menjadi patogen penyebab

ISPA pada balita dibandingkan dengan RSV dan

parainfluenza. Virus ini biasanya menyebabkan infeksi

saluran pernapasan atas dengan gejala demam tinggi dan

nyeri otot, tetapi juga dapat menjadi penyebab infeksi saluran

pernapasan bawah termasuk pneumonia (Couriel, 1998).

• Adenovirus

Adenovirus adalah penyebab umum dari penyakit

pernapasan, tetapi kebanyakan infeksinya tidak parah. Virus

ini dapat menyebabkan gejala flu seperti, sakit tenggorokan,

bronkitis, pneumonia, diare dan mata merah (konjungtivitis).

Adenovirus dapat menyerang semua kelompok usia, tetapi

bayi dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah

lebih berisiko terkena infeksi yang lebih parah (NCIRD,

2015).

2. Bakteri

Keterlibatan utama bakteri terhadap infeksi saluran

pernapasan pada balita berada di epiglotitis, dengan 90 persen

merupakan bakteri H. influenza tipe b yang mempunyai tingkat

mortalitas tinggi (Evans, 1982). Mycoplasma pneumoniae,

Chlamydia species, Legionella species dan Pneumocystis carinii

Page 28: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

13

merupakan patogen bukan virus yang sering menjadi penyebab

pneumonia dan bronkitis akut pada anak maupun orang dewasa

(Graham, et al, 2007).

2.1.2. Klasifikasi ISPA

Secara umum pengelompokkan ISPA pada balita menggunakan

dua sistem klasifikasi yaitu sistem klasifikasi manajemem kasus (case-

management classification system) dan sistem klasifikasi klinis

(clinical classification system) (Graham, et al, 2007).

2.1.2.1. Sistem Klasifikasi Manajemen Kasus

WHO telah mengembangkan pendekatan manajemen kasus

untuk memudahkan petugas kesehatan di daerah pedesaan dalam

menentukan tingkat keparahan ISPA pada balita (Pless, 1994).

Klasifikasi ini biasanya digunakan pada negara-negara

berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan P2PL (2010), ISPA

dikelompokkan menjadi:

1. Untuk kelompok umur 2 bulan - <5 tahun

• Pneumonia sangat berat ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas serta ditemukan salah satu tanda bahaya, yaitu tidak

bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor pada waktu

anak tenang atau gizi buruk.

• Pneumonia berat ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas serta tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

(TDDK).

Page 29: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

14

• Pneumonia ditandai dengan batuk dan atau sukar bernapas,

TDDK dan napas cepat.

• Bukan pneumonia ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas tidak disertai TDDK dan napas cepat.

2. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan

• Pneumonia sangat berat ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas serta ditemukan salah satu tanda bahaya, yaitu

kurang mau minum, kejang, kesadaran menurun, stridor pada

waktu anak tenang, wheezing, demam atau terlalu dingin.

• Pneumonia berat ditandai dengan batuk dan atau sukar

bernapas, TDDK kuat dan napas cepat

• Bukan pneumonia ditandai dengan batuk pilek biasa tanpa

ada tanda bahaya atau tanda pneumonia.

2.1.2.2. Sistem Klasifikasi Klinis

ISPA dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan organ

yang terinfeksi yaitu infeksi saluran pernapasan atas dan bawah

(Simoes, et al, 2006).

1. Infeksi Saluran Pernapasan Atas

Infeksi ini merupakan hal yang umum terjadi pada setiap

manusia hingga menjadi penyebab utama hilangnya waktu kerja

pada negara maju. Jika terlambat ditangani, dapat memperparah

keadaan penderita hingga menyebabkan kerusakan organ dan

kematian (Smith, 1999).

Page 30: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

15

Patogen infeksi saluran pernapasan atas biasanya

merupakan virus, dengan rinovirus sebagai penyebab dominan.

Infeksi bakteri pada kondisi ini akan memperparah kondisi

hingga menjadi infeksi saluran pernapasan bawah. Contoh

penyakit yang diderita yaitu rhinitis, sinusitis, infeksi telinga

dan faringitis akut atau tonsilofaringitis (Simoes, et al., 2006).

2. Infeksi Saluran Pernapasan Bawah

Infeksi ini menyerang jalan napas di bawah epiglotis

termasuk di antaranya yaitu laringitis, bronkiolitis, infeksi paru-

paru seperti pneumonia, tuberkulosis dan emfisema (Hart &

Cuevas, 2007). Saat ini patogen utama penyebab infeksi saluran

pernapasan bawah yaitu RSV kemudian virus influenza (Simoes,

et al., 2006).

2.1.3. Tanda dan Gejala ISPA

Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan yang umum

dapat berupa batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorok, pilek, sakit

telinga dan demam. Gejala lain yang timbul sesuai dengan tingkat

keparahan penyakit (P2PL, 2010).

Gejala awal ISPA biasanya berada di hidung dan paru-paru

bagian atas, yaitu berupa kongesti pada sinus atau paru-paru, pilek,

batuk, sakit tenggorokan serta badan terasa sakit dan lelah (Healthline,

2015). Apabila sakit terus berlanjut, kemungkinan akan timbul demam

dan napas cepat (Kemenkes, 2012). Beberapa gejala yang muncul pada

tahapan lanjut ISPA yaitu dapat berupa kesulitan bernapas, pusing,

Page 31: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

16

kadar oksigen darah rendah, kehilangan kesadaran (Healthline, 2015)

dan stridor pada waktu anak tenang (P2PL, 2010).

2.1.4. Cara Penularan ISPA

Terdapat dua cara penularan penyakit ISPA yaitu transmisi

melalui udara dan dengan kontak langsung. Transmisi melalui udara

terjadi pada beberapa patogen yang menempel pada droplet nuklei

sehingga dapat dibawa oleh udara. Bahkan patogen lain dapat

menempel pada debu dan menyebar melalui sistem ventilasi (Rhinehart

& Friedman, 1999)

Penularan melalui kontak (termasuk kontaminasi tangan yang

diikuti oleh inokulasi tak sengaja) dan aerosol pernapasan infeksius

berbagai ukuran dan dalam jarak dekat bisa juga terjadi untuk sebagian

patogen (WHO, 2008).

Transmisi tersebut yaitu melalui kontak langsung, dimana droplet

pernapasan dari orang yang sakit berpindah kepada yang tidak sakit.

Cara ini disebut juga sebagai penyebaran atau transmisi droplet

(Rhinehart & Friedman, 1999). Organisme utama yang ditularkan

melalui droplet yaitu virus pernapasan. Batuk, bersin dan berbicara

menghasilkan droplet mengandung mikroorganisme patogen yang

dapat menyebar hingga 2 meter (Graham, et al, 2007).

2.1.5. Mekanisme Terjadinya ISPA

Sistem pernapasan terdiri dari kumpulan organ yang

dikelompokkan ke dalam saluran pernapasan atas (rongga hidung,

Page 32: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

17

faring, laring, trakea) dan saluran udara yang lebih rendah (bronkus,

bronkiolus dan paru-paru). Bagian dalam dari organ-organ ini ditutupi

oleh sel-sel epitel yang merupakan penghalang fisik aktif terhadap

patogen sehingga menjadi bagian penting dari pertahanan tubuh

(Manjarrez-Zavala, et al, 2013).

Proses penyaringan, penghangatan dan pelembaban udara terjadi

pada saluran pernapasan bagian atas. Dalam proses ini, saluran

pernapasan atas terpajan berbagai jenis patogen yang dapat masuk dan

tumbuh di berbagai area. Patogen dapat bersarang dalam hidung, faring,

laring atau trakea dan dapat berpoliferasi jika daya tahan tubuh rendah

(Asih & Effendy, 2002).

Dalam keadaan normal, pertahanan dari sel epitel dapat

mengeluarkan zat-zat asing yang masuk ke dalam tubuh sehingga

terhindar dari infeksi. Rongga hidung hingga percabangan bronkhial

dilapisi oleh sel epitel batang, bersilia dan berlapis semu. Dalam sel

epitel tersebut terdapat sel goblet yang memproduksi dan mengeluarkan

mukus (lendir) (Muttaqin, 2008).

dr. Herlina Ida Haryaningsih, SpTHT menjelaskan dalam majalah

Tempo (2015) bahwa, partikel debu atau patogen yang masuk ke dalam

tubuh akan melekat pada palut lendir dan partikel yang besar akan

dikeluarkan melalui reflek bersin. Apabila tidak keluar melalui reflek

bersin maka akan menempel pada mukosa sehingga menyebabkan

reaksi alergi, peradangan dan juga infeksi. Peradangan akan

merangsang keluarnya sekret berlebihan, hal ini merupakan media yang

Page 33: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

18

baik untuk tumbuhnya bakteri. Karena gerakan silia akan mendorong

palut lendir ke belakang rongga hidung dan menuju faring, maka

patogen dalam hidung akan bergerak menuju saluran pernafasan bawah.

2.1.6. Faktor Risiko ISPA

Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan

seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat (Pusdatin,

2010). Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian ISPA antara

lain: faktor demografis berupa usia dan jenis kelamin, pencemaran

udara baik luar maupun dalam, merokok, kepadatan penduduk, gizi

buruk serta berbagai penyakit kronik (Graham, et al, 2007).

Beberapa faktor risiko yang banyak diamati oleh peneli terdahulu,

antara lain:

A. Usia

Bayi merupakan kelompok anak yang paling rentan terkena

pneumonia dibandingkan dengan kelompok anak yang lebih tua

usianya. Di negara berkembang, kejadian ISPA memuncak pada

satu tahun awal kehidupan, tetap tinggi pada tahun kedua, dan

turun drastis setelahnya (Pless, 1994).

B. Jenis Kelamin

Di negara berkembang, kejadian ISPA secara umum lebih tinggi

pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan (sekitar 5-10

persen perbedaan), meski case fatality rate lebih tinggi pada anak

perempuan (Pless, 1994).

Page 34: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

19

C. Status Gizi Balita

Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kerentanan terhadap

infeksi, demikian juga sebaliknya. Balita merupakan kelompok

rentan terhadap berbagai masalah kesehatan sehingga apabila

kekurangan gizi maka akan sangat mudah terserang infeksi

(Kemenkes, 2012).

D. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

BBLR merupakan faktor risiko penting yang mempengaruhi

terjadinya ISPA, banyak bukti yang telah menunjukkan angka

kematian akibat ISPA pada bayi yang lahir dengan berat badan

rendah lebih tinggi dibandingkan dengan yang lahir dengan berat

badan normal (Graham, et al, 2007).

E. Status Imunisasi

Status imunisasi dapat mempengaruhi risiko terjadinya ISPA

pada balita. Hal ini dikarenakan vaksin membantu mengurangi

kematian dengan cara mencegah infeksi secara langsung atau

infeksi akibat komplikasi penyakit lain.

F. ASI Eksklusif

Air susu ibu (ASI) mengandung nutrien, antioksidan, hormon dan

antibodi yang dibutruhkan anak untuk bertahan hidup dan

berkembang, khususnya agar sistem imun anak berfungsi dengan

baik. Bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif lima kali berisiko

mengalami kematian akibat pneumonia dibandingkan yang

Page 35: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

20

diberikan secara eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan

(UNICEF, 2006).

G. Status Sosioekonomi

Status sosioekonomi telah diukur dengan beberapa cara seperti

tingkat prestise kerja, tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan.

Dalam beberapa penelitian telah dibuktikan bahwa status

sosioekonomi berpengaruh terhadap peningkatan kerentanan

balita terkena infeksi saluran pernapasan bawah (Pless, 1994).

2.1.7. Pencegahan ISPA

Upaya pencegahan terhadap ISPA dapat dilakukan dengan

imunisasi dan non-imunisasi. Pencegahan dengan imunisasi dapat

membantu mengurangi kematian akibat ISPA pada balita, yaitu:

1. Vaksinasi membantu mencegah infeksi yang dapat langsung

menyebabkan pneumonia, seperti Haemophilus influenzae type b

(Hib).

2. Vaksinasi yang mencegah ISPA sebagai bentuk komplikasi,

seperti vaksin campak.

Upaya pencegahan non-imunisasi juga perlu dilaksanakan demi

menghindari risiko terinfeksi penyakit menular termasuk ISPA.

Pencegahan ini meliputi pemberian ASI eksklusif, pemberian nutri

yang baik, penghindaran pajanan asap rokok dan polusi udara lain yang

berpotensi penularan, penghindaran dari kontak dengan penderita,

menghindari faktor risiko terjadinya ISPA, meperbaiki lingkungan

hidup dan sikap hidup sehat (Misnadiarly, 2008).

Page 36: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

21

2.2. Pencemaran Udara

WHO mengartikan pencemaran udara sebagai masuknya gas, uap,

partikulat, atau unsur normal yang berlebihan jumlahnya ke dalam atmosfer

dari sumber alam atau aktivitas manusia (Agarwal, 2005).

Environmental Protection Agency (EPA) memberikan definisi

pencemaran udara sebagai kehadiran kontaminan atau bahan pencemar di

udara yang mengganggu kesehatan dan kesejahteraan manusia, atau

menghasilkan efek lingkungan berbahaya lainnya (Vallero, 2014).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999, pencemaran

udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen

lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara

ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien

tidak dapat memenuhi fungsinya.

Dari definisi tersebut dapat diartikan bahwa, pencemaran udara adalah

masuk atau dimasukkannya bahan pencemar dengan jumlah tidak normal ke

dalam udara ambien baik yang dihasilkan dari kejadian alam maupun

kegiatan manusia sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan.

Pencemaran udara dapat dikategorikan menjadi 2 berdasarkan tempat

terjadinya yaitu indoor dan outdoor air pollution.

2.2.1. Outdoor Air Pollution

Berikut adalah bahan pencemar udara yang paling sering

ditemukan:

1. Karbon Monoksida (CO)

Page 37: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

22

Dihasilkan dari pembakaran tidak sempurna bahan-bahan

karbon. Zat ini dapat mempengaruhi kesehatan dengan

menggeser oksigen yang terikat pada hemoglobin dan

mengikatnya menjadi karboksihemoglobin (COHb), sehingga

mengurangi kapasitas darah untuk menyalurkan oksigen ke

dalam tubuh (Sumantri, 2013).

2. Nitrogen Oksida (NOx)

Nitrogen oksida (Nox) merupakan kelompok gas yang terdiri

dari berbagai jumlah molekul oksigen dan nitrogen, dimana

NO2 adalah bentuk yang paling umum ditemukan. Senyawa ini

dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya masalah

pernapasan dengan menimbulkan radang pada lapisan paru-

paru dan mengurangi imunitas terhadap infeksi paru (SEPA.,

2013).

3. Belerang Oksida (Sox)

Belerang oksida adalah kelompok senyawa yang terbentuk

dari molekul sulfur dan oksigen, dimana SO2 adalah bentuk

yang paling umum ditemukan. Senyawa ini dapat

menyebabkan kesulitan bernapas apabila terhirup dan dapat

menyebabkan hujan asam ketika bereaksi dengan uap air di

udara (SEPA, 2013).

4. Partikulat

Partikulat udara menggambarkan campuran zat organik dan

anargonik yang kompleks, seperti debu, jelaga, droplet dan

Page 38: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

23

asap. Karena ukurannya yang sangat kecil, partikulat dapat

masuk ke dalam udara dan bertahan di atmosfer. Partikulat

dapat berasal dari alam maupun hasil kegiatan manusia

(antropogenik). Ukuran partikel dari sumber antropogenik

sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam sistem pernapasan

dan menimbulkan dampak kesehatan (World Bank, 1999)

2.2.2. Indoor Air Pollution

Pencemaran udara dalam merupakan suatu keadaan adanya

satu atau lebih polutan dalam ruangan yang karena konsentrasinya

dapat berisiko menimbulkan gangguan kesehatan penghuninya

(Kemenkes, 2011). Pencemaran udara dalam rumah pada negara

berkembang umumnya disebabkan oleh penggunaan bahan bakar

padat. Bahan bakar tersebut menghasilkan polutan dalam

konsentrasi besar akibat pembakaran yang tidak sempurna.

Hal ini dijelaskan dalam beberapa penelitian terkait

pencemaran udara dalam rumah. Penelitian di India menyatakan

bahwa pencemaran udara dalam rumah akibat bahan bakar memasak

berhubungan dengan mortalitas balita (Naz, et al., 2016).

2.3. Partikulat

Partikulat udara (airborne particulate matter) mewakili campuran

kompleks bahan organik dan anorganik. Partikulat udara ini termasuk di

antaranya yaitu debu, kotoran, jelaga, asap dan droplet cairan. Partikulat dapat

dikelompokkan berdasarkan sifat fisik yang mempengaruhi perpindahan dan

Page 39: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

24

pengendapan di udara dan sifat kimia yang mempengaruhi dampak kesehatan

(World Bank, 1999).

Pencemaran udara partikulat (particulate air pollution) adalah

campuran partikel padat, cair atau padat dan cair yang tersuspensi dalam

udara. Berdasarkan massa dan komposisinya, partikulat cenderung dibagi

menjadi dua kelompok utama yaitu partikel kasar dan partikel halus (WHO,

2000).

1. Partikel kasar (coarse particle) adalah partikel dengan ukuran diameter

aerodinamis lebih besar dari 2,5 µm. Partikel ini secara mekanis

diproduksi oleh pecahnya partikel padat yang lebih besar.

2. Partikel halus (fine particle) adalah partikel yang kebanyakan

mempunyai diameter aerodinamis lebih kecil dari 2,5 µm. Partikel ini

sebagian besar terbentuk dari gas.

Terdapat partikel yang memiliki ukuran kurang dari 0,1 µm disebut

dengan ultrafine particle. Partikel ini sangat beracun bagi paru-paru meski

Gambar 2.1 Representasi Skematik Distribusi Ukuran

Partikel di Udara Ambien (USEPA, 1996)

Page 40: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

25

terbentuk dari bahan yang kurang toksik ketika dalam ukuran yang lebih besar

(MacNee & Donalson, 1999). Hal ini dikarenakan ukurannya yang sangat

kecil sehingga memiliki kemampuan penetrasi yang lebih tinggi dibanding

partikel berukuran lebih besar. Maka dari itu ultrafine particle dapat

menembus jauh ke dalam paru-paru dan peredaran darah.

2.3.1. Sumber Partikulat

Partikulat dapat dihasilkan dari sumber alami atau sumber

buatan manusia (antropogenik).

1. Sumber Alami

Beberapa partikulat berasal dari sumber alami seperti

mikroorganisme, uap air laut, serbuk sari yang terbawa angin,

debu tanah, pasir halus yang terbawa angin dan letusan gunung

berapi atau erupsi geotermal lainnya.

2. Sumber Antropogenik

Partikulat yang berasal dari sumber antropogenik biasanya

dihasilkan dari proses pembakaran termasuk termasuk

pembakaran bahan bakar fosil untuk pembangkit uap,

pemanasan dan kegiatan memasak rumah tangga, pembakaran

di bidang pertanian, pembakaran mesin berbahan bakar diesel

dan berbagai proses industri lainnya.

Partikel yang berasal dari sumber alami pada umumnya merupakan

partikel kasar dan yang berasal dari sumber antropogenik adalah

partikel halus. Tetapi beberapa proses industri yang menghasilkan

debu dalam jumlah besar seperti industri semen, pertambangan,

Page 41: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

26

penghancuran batu dan pabrik tepung, cenderung mengeluarkan

partikel yang lebih besar dari 2,5 µm (World Bank, 1999).

2.3.2. Faktor Meteorologis

Persebaran partikulat di udara sangat dipengaruhi oleh faktor

meteorologis seperti suhu, kelembaban, curah hujan, arah dan

kecepatan angin. Pada saat suhu meningkat keadaan lingkungan akan

panas dan kering sehingga memudahkan partikulat terangkat dan

melayang di udara (Cahyadi, dkk., 2016). Hal ini berbanding terbalik

dengan kelembaban relatif udara.

Pada musim kemarau kondisi suhu meningkat sehinga

konsentrasi PM10 berpotensi meningkat. Pada musim hujan

konsentrasi partikulat PM10 akan sangat kecil karena polutan yang ada

di udara akan hilang ketika terkena air hujan.

Pergerakan udara mempengaruhi nasib polutan termasuk

partikulat. Apabila udara dalam keadaan tenang atau kecepatan

angin rendah, konsentrasi polutan akan meningkat. Tetapi jika

terdapat angin besar atau kecepatan angin tinggi, polutan akan terurai

secara cepat sehingga konsentrasinya menjadi rendah (QLD, 2017).

2.3.3. Dampak Kesehatan

Jalur masuk partikulat ke dalam tubuh hanya dapat melalui

saluran pernapasan. Pengendapan partikel dalam beberapa bagian di

sistem pernapasan tergantung pada ukuran partikel, bentuk, densitas

dan pola pernapasan individu (World Bank, 1999).

Page 42: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

27

Ukuran partikel secara langsung terkait dengan potensi

partikulat untuk menyebabkan masalah kesehatan. Partikel kecil

kurang dari 10 mikrometer diameter menimbulkan masalah terbesar,

karena bisa masuk jauh ke dalam paru-paru dan beberapa bahkan

mungkin masuk ke dalam aliran darah (USEPA, 2016).

Dampak kesehatan yang ditimbulkan partikulat dapat berupa

akut maupun kronis. Penyakit yang dihubungkan dengan partikulat

yaitu gangguan pernapasan, penyakit paru dan penyakit

kardiovaskular (CVD). Paparan jangka pendek PM10 mempengaruhi

kesehatan pernapasan sedangkan kematian akibat paparan jangka

panjang lebih terlihat pada paparan PM2.5 (WHO, 2013).

2.3.4. Baku Mutu Partikulat

Berdasarkan ukuran partikel atau diameter aerodinamisnya,

partikulat dikenal dengan 3 istilah yaitu TSP (Total Suspended

Particulate), PM10 dan PM2.5. TSP adalah partikel dengan berbagai

ukuran lebih dari 10 µm. Sedangkan PM10 dan PM2.5 merupakan

partikel berukuran kurang dari 10 µm dan 2,5 µm.

Beberapa dekade lalu, TSP digunakan sebagai standar atau baku

mutu partikulat. Tetapi seiring dengan perkembangan metode

pemantauan dan analisis data, terjadi pergeseran fokus terhadap

partikel halus. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, partikel halus yang

dapat memasuki daerah toraks saluran pernapasan merupakan faktor

peyebab gangguan kesehatan. Oleh karena itu, USEPA mengganti

TSP menjadi PM10 dan PM2.5 sebagai standar kualitas udara.

Page 43: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

28

Tabel 2.1 Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan National

Ambient Air Quality Standards US EPA

Parameter Jenis

Dampak

Waktu

Pengukuran

Baku Mutu

PM2.5 Primer 1 Tahun 12 μg / m3

Sekunder 1 Tahun 15 μg / m3

Primer dan

Sekunder 24 Jam 35 μg / m3

PM10 Primer dan

Sekunder 24 Jam 150 μg / m3

Baku mutu udara ambien yang digunakan di Indonesia telah

diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1999 tentang

Pengendalian Pencemaran Udara.

Tabel 2.2 Baku Mutu Udara Ambien berdasarkan PP No. 41

Tahun 1999

Parameter Waktu Pengukuran Baku Mutu

PM10 24 Jam 150 μg / Nm3

PM2.5 24 Jam 65 μg / Nm3

1 Tahun 15 μg / Nm3

TSP 24 Jam 230 μg / Nm3

1 Tahun 90 μg / Nm3

2.4. Kualitas Udara dalam Rumah

Udara dalam rumah sangat penting peranannya pada kesehatan balita

karena waktu yang dihabiskan di dalam rumah lebih lama dibanding di luar

rumah. Pada penelitian Sinaga, Suhartono, & Hanani D. (2009) kejadian

pneumonia pada balita di Medan dapat dihubungkan dengan kualitas udara

Page 44: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

29

dalam rumah. Oleh karena itu kualitas udara sangat penting untuk

diperhatikan agar tidak berdampak pada kesehatan.

Kualitas udara di dalam ruang rumah dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain, bahan bangunan (misal; asbes), struktur bangunan (misal;

ventilasi), bahan pelapis untuk furniture serta interior (pada pelarut

organiknya), kepadatan hunian, kualitas udara luar rumah (ambient air

quality), radiasi dari Radon (Rd), formaldehid, debu, dan kelembaban yang

berlebihan (Kemenkes, 2011). Kualitas udara dalam rumah dapat dibagi

dalam kategori fisik, kimia dan biologi.

2.4.1. Kualitas Fisik Udara

Kualitas fisik udara dalam ruang rumah adalah nilai parameter

yang mengindikasikan kondisi fisik udara dalam rumah seperti

partikulat (Particulate Matter/PM2,5 dan PM10), suhu udara,

pencahayaan, kelembaban, serta pengaturan dan pertukaran udara

(Kemenkes, 2011). Pertukaran udara yang baik dapat dilihat dari

jumlah dan luas ventilasi, penggunaan exhaust fan atau air condition

yang dibersihkan secara berkala. Berdasarkan Permenkes No. 1077

Tahun 2011, rumah harus dilengkapi ventilasi minimal 10% dari luas

lantai. Kualitas fisik udara juga dapat dipengaruhi oleh kepadatan

hunian di dalam rumah.

Kepadatan atau keramaian memudahkan penyebaran infeksi

pernapasan, sama halnya dengan penyakit menular lain. Kepadatan

dapat ditemukan pada jumlah anggota keluarga atau jumlah penghuni

kamar (Graham, et al, 2007). Berdasarkan penelitian Munaya &

Page 45: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

30

Utami (2015) terdapat hubungan antara kepadatan hunian dengan

kejadian ISPA pada balita.

Berdasarkan ketentuan rumah sederhana sehat yang diatur

dalam Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

403/KPTS/M/2002, kebutuhan ruang per orang adalam 9 m2.

Ketentuan ini dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia dalam

rumah.

Parameter Satuan Kadar yang

dipersyaratkan

Suhu oC 18-30

Pencahayaan Lux Minimal 60

Kelembaban % Rh 40-60

Laju Ventilasi m/dtk 0.15-0.25

PM10 μg / m3 35 dalam 24 jam

PM2,5 μg / m3 ≤ 70 dalam 24 jam

2.4.2. Kualitas Kimia Udara

Kualitas kimia udara dalam ruang rumah adalah nilai parameter

yang mengindikasikan kondisi kimiawi udara dalam rumah seperti

Sulfur dioksida (SO2), Nitrogen dioksida (NO2), Ozon, Karbon

dioksida (CO2), Karbon monoksida (CO), Timbal (Plumbum=Pb),

dan Asbes. (Kemenkes, 2011).

Tabel 2.3 Persyaratan Fisik Kualitas Udara dalam Rumah

Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011

Page 46: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

31

Parameter Satuan Kadar

Maksimal Keterangan

Sulfur dioksida (SO2) ppm 0,1 24 jam

Nitrogen dioksida (NO2) ppm 0,04 24 jam

Karbon monoksida (CO) ppm 9,00 8 jam

Karbondioksida (CO2) ppm 1000 8 jam

Timbal (Pb) μg / m3 1,5 15 menit

Asbes serat/ml 5 Panjang serat

Formaldehid (HCHO) ppm 0,1 30 menit

Volatile Organic

Compound (VOC)

Ppm 3 8 jam

Environmental Tobacco

Smoke (ETS)

μg / m3 35 24 jam

2.4.3. Kualitas Biologi Udara

Kualitas kimia udara dalam ruang rumah adalah nilai parameter

yang mengindikasikan kondisi biologi udara dalam rumah seperti

bakteri dan jamur. Bakteri patogen yang umum diperiksa yaitu

Legionela, Streptococcus aureus, Clostridium dan bakteri patogen

lain bila diperlukan (Kemenkes, 2011).

Parameter Waktu Pengukuran Kadar Maksimal

Jamur CFU/m3 0

Bakteri Patogen CFU/m3 0

Angka Kuman CFU/m3 < 700

Tabel 2.4 Persyaratan Kimia Kualitas Udara dalam Rumah

Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011

Tabel 2.5 Persyaratan Biologi Kualitas Udara dalam Rumah

Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011

Page 47: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

32

2.5. Kerangka Teori

Berdasarkan penelitian terdahulu dan teori yang telah dijelaskan

sebelumnya, diketahui bahwa kualitas udara baik di dalam maupun luar

rumah berpengaruh terhadap kejadian berbagai penyakit termasuk ISPA.

Faktor lain yang mempengaruhi antara lain karakteristik balita dan

lingkungan sosial ekonomi. Gambaran faktor risiko ISPA tersebut dapat

dilihat dalam Bagan 2-1 Kerangka Teori berikut ini.

Page 48: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

33

Faktor lingkungan

luar rumah:

• Suhu

• Kelembaban

• Curah hujan

• Angin

Sumber Alamiah

• Debu Tanah

• Mikroorganis

me

• Serbuk sari

• Aktivitas

gunung berapi

• Erupsi

geotermal

Saluran

Pernapasan

Udara

Ambien

Gejala Infeksi

Saluran

Pernapasan

(ISPA)

Daya Tahan

Tubuh Balita

Karakteristik Balita:

• Jenis Kelamin

• Usia

• Status Gizi

• BBLR

• Status Imunisasi

• ASI Eksklusif

• Riwayat Penyakit

Kualitas Fisik

Udara Dalam

Rumah:

• Suhu

• Pencahayaan

• Kelembaban

• Ventilasi

• Kepadatan

Hunian

Tingkat Sosial

Ekonomi

PM10

Industri

Transportasi

Mekanisasi

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Page 49: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

34

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah kerangka hubungan variabel yang akan

diamati atau diukur dalam penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh kadar PM10 dalam udara ambien dengan kualitas fisik

udara terhadap gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus. Faktor

yang diteliti yaitu kadar PM10 ambien dan kualitas fisik udara dalam rumah;

suhu, pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian. PM10 dan

kualitas fisik udara merupakan variabel independen dan gejala ISPA pada

balita sebagai variabel dependen.

Tidak semua variabel dalam kerangka teori diamati. Sumber PM10

(alamiah dan kegiatan industri) tidak diukur karena aktivitasnya jarang

ditemukan. PM10 yang dihasilkan didominasi oleh transportasi dan

mekanisasi atau kegiatan pembangunan yang sedang berlangsung di terminal.

Kegiatan ini meningkatkan kadar PM10 di area terminal yang sudah tinggi

akibat kegiatan pembakaran bahan bakar kendaraan. Partikel debu yang

dihasilkan dari kegiatan pembangunan akan terjatuh atau melayang di udara.

Partikel tersebut akan berpindah karena pengaruh angin atau terbawa oleh

pergerakan kendaraan. Sedangkan variabel kualitas udara selain berpengaruh

terhadap partikel debu juga mempengaruhi keberadaan mikroorganisme

penyebab ISPA.

Karakteristik balita dan tingkat sosial ekonomi tidak diteliti karena

fokus penelitian ini yaitu faktor lingkungan fisik terutama udara sebagai

Page 50: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

35

media utama penularan ISPA. Faktor lingkungan luar rumah mempengaruhi

kadar PM10 di udara, tetapi tidak diteliti karena kondisi yang homogen dalam

satu wilayah.

Bagan 3.1 Kerangka Konsep

Kualitas fisik udara

dalam rumah:

• Suhu

• Pencahayaan

• Kelembaban

• Ventilasi

• Kepadatan

Hunian

Gejala ISPA

pada balita

PM10 ambien

Page 51: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

36

3.2. Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur

1 Gejala ISPA

Keadaan balita yang

ditandai dengan batuk,

pilek dan atau sukar

bernapas disertai atau

tidak disertai dengan

demam, sulit menelan

atau sakit telinga dalam

14 hari terakhir saat di

wawancara (Depkes,

2006).

Kuesioner

Kuesioner terkait

gejala ISPA dengan

wawancara

1. Iya

2. Tidak Ordinal

2 Kadar PM10

Ambien

Hasil pengukuran kadar

PM10 di Kelurahan

Lebak Bulus bulan

Januari tahun 2018

Dusttrak II

Aerosol Monitor

8530

Pengukuran

menggunakan

Dusttrak II Aerosol

Monitor 8530

μg / Nm3 Rasio

3 Suhu dalam

rumah

Besaran yang

menyatakan derajat

panas dingin dalam

celcius pada bagian

rumah yang paling sering

digunakan oleh penghuni

Termohigrometer

Pengukuran

menggunakan

termohigrometer

oC Interval

Page 52: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

37

4

Pencahayaan

dalam

rumah

Rata-rata intensitasi

penerangan sinar

matahari yang masuk ke

dalam bagian rumah

yang paling sering

digunakan oleh penghuni

Lux Meter

Pengukuran

menggunakan alat

pengukur intensitas

cahaya lux meter

lux Rasio

5

Kelembaban

dalam

rumah

Persentase jumlah

kandungan air dalam

udara pada bagian rumah

yang paling sering

digunakan oleh penghuni

Termohigrometer

Pengukuran

menggunakan

termohigrometer

%Rh Rasio

6 Ventilasi

Perbandingan luas

lubang penghawaan

permanen selain jendela

dan pintu dengan luas

bagian rumah yang

paling sering digunakan

oleh penghuni

Roll meter

Pengukuran

menggunakan roll

meter

1. Tidak Memenuhi Syarat

(luas ventilasi <10%

luas lantai)

2. Memenuhi Syarat (luas

ventilasi ≥10% luas

lantai)

(Kemenkes, 1999)

Ordinal

7 Kepadatan

Hunian

Jumlah penghuni rumah

dibandingkan dengan

luas rumah

Kuesioner

Kuesioner tentang

jumlah penghuni dan

luas rumah dengan

wawancara

1. Tidak Memenuhi Syarat

(Rasio <9m2)

2. Memenuhi Syarat

(Rasio ≥9m2)

(Menkimpraswil, 2002)

Ordinal

Page 53: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

38

3.3. Hipotesis

3.3.1. Ada hubungan kadar ambien PM10 dengan gejala ISPA pada balita di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

3.3.2. Ada hubungan suhu dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

3.3.3. Ada hubungan kelembaban dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

3.3.4. Ada hubungan pencahayaan dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita

di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

3.3.5. Ada hubungan ventilasi dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

3.3.6. Ada hubungan kepadatan hunian dengan gejala ISPA pada balita di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018.

Page 54: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

39

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu analitik observasional dengan desain studi

pontong lintang (cross sectional). Pada penelitian ini dilakukan pengukuran

terhadap variabel dependen (gejala ISPA) dan independen (kadar PM10, suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi, kepadatan hunian) secara bersamaan.

Desain studi cross sectional adalah penelitian yang mengukur dan

mengumpulkan variabel sebab (risiko) dan akibat (kasus) pada objek

penelitian secara simultan. Pengumpulan data untuk jenis penelitian ini, baik

untuk variabel independen dan variabel dependen dilakukan secara bersama-

sama (Notoatmodjo, 2010).

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni tahun 2018 di

Kelurahan Lebak Bulus Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan. Berdasarkan

laporan BMKG, pada tahun 2017 musim kemarau dimulai pada bulan Mei.

Pada tahun 2018 musim kemarau juga dimulai dari bulan Mei. Penelitian

tidak dilakukan jika hari sebelumnya turun hujan, maka pengukuran

dilakukan saat 7 hari sebelumnya tidak turun hujan.

Page 55: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

40

Terminal Lebak Bulus merupakan titik pusat sumber polutan, yaitu

PM10 karena aktivitas kendaraan yang tinggi dan pembangunan infrastruktur

MRT. Lokasi penelitian ditentukan berdasarkan arah angin rata-rata di

Jakarta Selatan. Berdasarkan Laporan Jakarta Selatan dalam Angka tahun

2015 dan 2016, arah angin rata-rata Jakarta Selatan yaitu ke arah selatan dan

rata-rata kecepatan angin 2,06 m/s dan 2,11 m/s. Berdasarkan laporan cuaca

BMKG, rata-rata kecepatan angin tahun 2018 di sekitar Kelurahan Lebak

Bulus yaitu sebesar 1,52 m/s. Kecepatan angin yang rendah menyebabkan

partikulat tidak terbang terlalu jauh dari sumber polutan. Maka dari itu,

Kelurahan Lebak Bulus yang berada di arah selatan Terminal Lebak Bulus

dijadikan tempat penelitian.

Keterangan :

: Titik pusat polutan

: Radius 500 meter

: Radius 1000 meter

: Titik sampling udara

Sumber : Google Earth

Skala 1:200 m

Gambar 4.1 Peta Koordinat Titik Sampel

Page 56: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

41

Berdasarkan SNI 19-7119.6-2005 terkait penentuan lokasi

pengambilan contoh uji pemantauan kualitas udara ambien, terdapat

beberapa kriteria antara lain arah angin dominan, lokasi atau dekat sumber

polutan pada area pemukiman dan minimal satu titik pada arah angin

berlawanan.

Titik pengambilan sampel diambil pada 2 titik dekat dengan terminal,

2 titik masing-masing pada jarak 500 dan 1000 meter dari titik sumber

polutan. Pada penelitian Suhariyono (2002), pengukuran PM10 dilakukan

pada radius 500 meter antar titik dan menunjukkan perbedaan konsentrasi

yang cukup besar. Pada radius 500 meter hanya diambil satu titik karena

sebagian wilayahnya merupakan milik Badan Tenaga Nuklir Nasional.

Sehingga terdapat 5 area yang tersebar pada wilayah kerja 4 posyandu, yaitu

Posyandu Lestari 2, Posyandu Aggrek, Posyandu Mawar 1 dan Posyandu

Mawar 2.

4.3. Sampel Penelitian

Populasi penelitian adalah balita usia 0-59 bulan yang tinggal di 4

posyandu yang berada di Kelurahan Lebak Bulus. Dalam penelitian ini

jumlah sampel dihitung berdasarkan rumus estimasi proporsi sebagai berikut:

𝑛 = 𝑍1−𝛼 2⁄ √2�� (1 − ��) + 𝑍1−𝛽√𝑃1(1 − 𝑃1) + 𝑃2(1 − 𝑃2)

(𝑃1 − 𝑃2)2

n = besar sampel minimal masing-masing kelompok

1-α = derajat kemaknaan (pada penelitian ini digunakan α=5% ; Z1-α/2=1,96)

1-β = kekuatan uji (pada penelitian ini digunakan β=10% ; Z1-β=1,28)

P1 dan P2= proporsi penelitian sebelumnya

Page 57: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

42

Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Besar Sampel Berdasarkan Data

Empiris Kaitan PM10 dengan ISPA pada Balita

Penelitian P1 P2 n x 2

(Padmita & Wulandari,

2014) 0,667 0,213 46

(Gertrudis, 2010) 0,727 0,463 142

(Fahimah, et al., 2014) 0,688 0,333 80

(Lindawaty, 2010) 0,746 0,339 60

Berdasarkan perhitungan besar sampel di atas maka didapatkan jumlah

yang diambil sebanyak 60 balita usia 0-59 bulan. Jumlah ini diambil dengan

pertimbangan kesanggupan peneliti.

Jumlah balita pada 4 posyandu yaitu 233 balita, maka proporsi balita

pada masing-masing posyandu:

• Posyandu Lestari 2 = 85/233 x 60 = 22

• Posyandu Anggrek = 60/233 x 60 = 15

• Posyandu Mawar 1 = 50/233 x 60 = 13

• Posyandu Mawar 2 = 38/233 x 60 = 10

4.4. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel ditentukan berdasarkan metode purposive sampling karena

disesuaikan dengan daerah titik pengambilan sampel PM10 dan untuk

memastikan bahwa sampel berada dalam area pengukuran. Metode ini

merupakan teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel di antara

populasi sesuai dengan yang diinginkan peneliti berdasarkan kriteria yang

telah ditentukan. Dalam penelitian ini responden harus memenuhi kriteria

sebagai berikut:

Page 58: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

43

1. Responden adalah ibu rumah tangga (IRT) yang memiliki balita.

2. Bertempat tinggal di Kelurahan Lebak Bulus.

3. Responden bersedia diwawancara.

Adapun kriteria eksklusinya, yaitu:

1. Ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah.

2. Ada riwayat gizi buruk.

4.5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan wawancara dan

melakukan pengukuran PM10 ambien, suhu, pencahayaan dan kelembaban

menggunakan alat berikut:

A. Pengukuran PM10 Ambien

Pengukuran kadar PM10 menggunakan alat Dusttrak II Aerosol

Monitor 8530. Sebelum melakukan pengukuran dilakukan kalibrasi

alat terlebih dahulu, berikut prosedurnya:

1. Pasang Zero Filter pada bagian inlet instrumen.

2. Nyalakan alat dengan menekan tombol power.

3. Pada layar instrumen, pilih menu setup.

4. Pilih menu Zero Cal untuk kalibrasi kemudian tekan start.

(Sumber: www.tsi.com diakses pada 25 Mei 2018)

Gambar 4.2 Dusttrak II Aerosol Monitor 8530

Page 59: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

44

5. Pada layar diberitahukan waktu yang tersisa untuk menyelesaikan

kalibrasi. Layar akan menampilkan “Zero Cal Complete” saat

kalibrasi selesai.

Sebelum melakukan pengukuran, pilih dan pasang impactor

pada instrument untuk pengukuran PM10. Berikut adalah prosedur

pengukurannya:

1. Lakukan konfigurasi pada menu run mode terlebih dahulu untuk

menentukan berapa lama pengukuran dilakukan. Pada penelitian

ini pengukuran dilakukan selama 30 menit.

2. Pilih menu main untuk kembali ke display utama.

3. Saat instrumen menyala dan tidak melakukan pengukuran tombol

start berwarna hijau, pilih start.

4. Saat melakukan pengukuran, layar akan menampilkan hasil

pengukuran aktual.

B. Pengukuran Suhu dan Kelembaban

Pengukuran suhu dan kelembaban menggunakan alat

termohigrometer digital. Prosedur pengukurannya sebagai berikut:

(Sumber: www.alatuji.com diakses pada 25 Mei 2018)

Gambar 4.3 Termohigrometer

Page 60: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

45

1. Meletakkan termohigrometer pada tempat yang akan di ukur

kelembaban dan suhu udaranya.

2. Nyalakan alat dengan menekan tombol power.

3. Tunggulah tiga sampai lima menit.

4. Amati hasil pengukuran yang terdapat pada layar.

C. Pengukuran Pencahayaan

Pengukuran pencahayaan menggunakan alat lux meter.

Prosedur pengukurannya sebagai berikut:

1. Nyalakan instrumen dengan menekan tombol power.

2. Pilih kisaran range yang akan diukur (2.000 lux, 20.000 lux atau

50.000 lux) pada tombol Range. Pada penelitian ini range yang

dipilih yaitu 2.000 lux.

3. Arahkan sensor cahaya pada permukaan daerah yang akan diukur

kuat penerangannya.

4. Lihat hasil pengukuran pada layar.

D. Pengukuran Ventilasi

Pengukuran luas lantai ruangan yang paling sering digunakan

serta luas ventilasi selain jendela di ruang tersebut. Pengukuran

Gambar 4.4 Lux Meter

Page 61: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

46

dilakukan oleh satu atau dua orang dengan merentangkan roll meter dari

satu ujung dengan angka nol ke ujung yang berbeda pada objek yang

diukur dan baca angka yang tertera.

4.6. Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah melalui serangkaian tahapan:

1) Data Coding merupakan kegiatan mengelompokkan data dan memberi

kode pada jawaban kuesioner.

2) Data Editing merupakan kegiatan pengecekan dan perbaikan isian

kuesioner untuk memastikan jawaban pada kuesioner sudah lengkap,

jelas dan relevan, dan konsisten.

3) Data Entry merupakan kegiatan memasukkan data dari kuesioner ke

dalam program komputer.

4) Data Cleaning merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang

sudah dimasukkan untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-

kesalahan kode atau ketidaklengkapan.

4.7. Analisis Data

4.1.1. Analisis Univariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi masing-

masing variabel. Variabel tersebut meliputi gejala ISPA, kadar PM10,

suhu, kelembaban, pencahayaan, ventilasi dan kepadatan hunian. Data

dibedakan berdasarkan jenis variabel yaitu numerik dan kategorik

kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Page 62: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

47

4.1.2. Analisis Bivariat

Analisis yang dilakukan untuk melihat hubungan antar 2 variabel,

independen dan dependen. Dalam penelitian ini analisi bivariat

dilakukan untuk melihat hubungan antara kadar PM10, suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian dengan

gejala ISPA. Analisis bivariat yang digunakan yaitu uji parametrik dan

non parametrik, mann-whitney, karena terdapat variabel yang tidak

berdistribusi normal.

Uji parametrik yang digunakan yaitu uji t untuk variabel numerik

dan uji chi-square untuk variabel kategorik. Uji t digunakan untuk

menjawab pertanyaan terkait hubungan kadar PM10, kelembaban dan

pencahayan dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita. Sedangkan

uji chi-square digunakan untuk menjawab hubungan ventilasi dan

kepadatan hunian dengan gejala ISPA pada balita. Uji mann-whitney

digunakan untuk menjawab pertanyaan terkait hubungan suhu dengan

gejala ISPA pada balita.

Hipotesis diterima apabila nilai pvalue<0,05, artinya terdapat

hubungan antara variabel independen dengan dependen. Hipotesis

ditolak apabila nilai pvalue>0,05, artinya tidak ada hubungan antara

variabel independen dengan dependen dan besarnya risiko variabel

independen terhadap variabel dependen dilihat dari nilai OR (Odds

Ratio). Hasil analisis bivariat disajikan dalam bentuk tabel.

Page 63: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

48

BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

5.1.1. Letak Geografis

Kelurahan Lebak Bulus berada di Kecamatan Cilandak, Jakarta

Selatan. Kelurahan Lebak Bulus memiliki luas wilayah sebesar 4,11 km2

dengan 9 RW dan 79 RT. Terdapat Terminal Lebak Bulus dan sedang

dilakukan pembangunan Statsiun MRT. Batas-batas wilayah Kelurahan

Lebak Bulus, yaitu:

Utara : Kelurahan Pondok Pinang, Kota Jakarta Selatan

Selatan : Kelurahan Cinere, Kota Depok

Timur : Kelurahan Pondok Labu, Kota Jakarta Selatan

Barat : Kelurahan Cilandak Barat, Kota Jakarta Selatan

Gambar 5.1 Peta Wilayah Kelurahan Lebak Bulus

Page 64: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

49

5.1.2. Kependudukan

Wilayah Kelurahan Lebak Bulus yang digunakan untuk perumahan

sebesar 92,40%, tertinggi di antara kelurahan lainnya. Populasi

penduduknya yaitu 41.587 jiwa dengan komposisi 20.806 berjenis kelamin

laki-laki dan 20.791 perempuan. Kepadatan penduduk di kelurahan ini

yaitu 10.111,08 jiwa/km2. Terdapat 1 puskesmas, 16 posyandu dan 35

dokter praktek (BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2018).

5.2. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian

terkait gambaran gejala ISPA, kadar PM10 ambien, kualitas fisik udara (suhu,

pencahayaan, kelembaban, ventilasi dan kepadatan hunian) dalam rumah di

Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018.

5.2.1. Gambaran Karakteristik Balita

5.2.1.1. Usia

Tabel 5.1 Distribusi Balita Menurut Kelompok Usia

di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

Usia (bulan) Frekuensi Persentase (%)

0 – 11 11 18,33

12 – 35 26 43,33

36 – 59 23 38,33

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.1, sebagian besar balita merupakan kelompok

usia 12-35 bulan yaitu sebanyak 26 (43,33%) balita, kemudian kelompok

usia 36-59 bulan sebanyak 23 (38,33%) balita dan kelompok 0-11 bulan

dengan jumlah balita 11 (18,33%).

5.2.1.2. Jenis Kelamin

Page 65: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

50

Tabel 5.2 Distribusi Balita Menurut Jenis Kelamin di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 37 62

Perempuan 23 38

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.2 diketahui bahwa jumlah balita dengan jenis

kelamin laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan balita perempuan

dilihat dari jumlah laki-laki yaitu 37 (62%) dan perempuan 23 (38%).

5.2.2. Gambaran Gejala ISPA pada Balita di Kelurahan Lebak Bulus

Tahun 2018

Gejala ISPA dilihat dari hasil wawancara dengan responden mengenai

gejala-gejala yang pernah dialami balita dalam 3 pertanyaan yang masing-

masing diberi skor 0-1. Total skor menentukan apakah balita mengalami

gejala ISPA. Berikut adalah hasil analisis ditribusi frekuensi balita yang

mengalami gejala ISPA.

Tabel 5.3 Distribusi Gejala ISPA pada Balita di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018

Gejala ISPA Frekuensi Persentase (%)

Iya 38 63

Tidak 22 37

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa 63% balita di Kelurahan

Lebak Bulus mengalami gejala ISPA dan 37% lainnya tidak.

5.2.3. Gambaran Kadar PM10 Ambien di Kelurahan Lebak Bulus

Tahun 2018

Pengukuran kadar dilakukan di daerah terbuka sesuai dengan SNI 19-

7119.6-2005 untuk menghindari adanya gangguan yang dapat merubah

Page 66: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

51

hasil pengukuran. Berikut adalah hasil pengukuran kadar PM10 udara

ambien pada 5 titik pengukuran di Kelurahan Lebak Bulus tahun 2018.

Tabel 5.4 Distribusi Kadar PM10 Ambien di Kelurahan Lebak

Bulus dari Terminal

Jarak Titik Kadar (μg

/ Nm3)

Rata-Rata

Kadar (μg

/ Nm3)

Mean Median

200 meter 1 1,27

1,75

1,317 1,11

2 2,23

500 meter 3 1,51 1,51

1000

meter

4 1,02 1,065

5 1,11

Berdasarkan Tabel 5.4 kadar PM10 tertinggi yaitu berada di jarak 200

meter dari terminal yaitu 2,23 μg / Nm3 dan terendah pada jarak 1000 meter

dari terminal yaitu 1,02 μg / Nm3 dengan kadar rata-rata yaitu 1,317 μg /

Nm3. Artinya, semakin dekat dengan sumber pencemaran semakin tinggi

kadar PM10 ambiennya.

5.2.4. Gambaran Kualitas Fisik Udara dalam Rumah di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018

Pengukuran variabel kualitas fisik udara dilakukan menggunakan alat

ukur yaitu termohigrometer untuk suhu dan kelembaban, lux meter untuk

pencahayaan dan roll meter untuk ventilasi. Sedangkan kepadatan hunian

dilihat dari hasil wawancara dengan responden.

5.2.4.1. Suhu

Tabel 5.5 Distribusi Suhu dalam Rumah di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018

Suhu Mean Median SD Nilai

Min

Nilai

Max 95%CI

Suhu dalam

rumah 32,57 32,05 1,25 30,7 35,1

32,25-

32,90

Page 67: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

52

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa rata-rata suhu dalam

rumah di Kelurahan Lebak Bulus yaitu 32,57oC dengan standar deviasi

1,25oC. Suhu dalam rumah terendah yaitu 30,7oC dan yang tertinggi

yaitu 35,1oC. Berdasarkan hasil estimasi interval disimpulkan bahwa

95% diyakini suhu dalam rumah responden adalah 32,25oC sampai

32,90oC.

5.2.4.2. Pencahayaan

Tabel 5.6 Distribusi Pencahayaan dalam Rumah di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

Pencahayan Mean Median SD Nilai

Min

Nilai

Max 95%CI

Pencahayaan

dalam rumah 39,07 30,5 4,31 2 143

30,44-

47,69

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa rata-rata pencahayaan

dalam rumah di Kelurahan Lebak Bulus yaitu 39,07 lux dengan standar

deviasi 4,31 lux. Pencahayaan dalam rumah terendah yaitu 2 lux dan

yang tertinggi yaitu 143 lux. Berdasarkan hasil estimasi interval

disimpulkan bahwa 95% diyakini pencahayaan dalam rumah responden

adalah 30,44 lux sampai 47,69 lux.

5.2.4.3. Kelembaban

Tabel 5.7 Distribusi Kelembaban dalam Rumah di

Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

Kelembaban Mean Median SD Nilai

Min

Nilai

Max 95%CI

Kelembaban

dalam rumah 63,02 62 7 47 77

61,07-

64,96

Berdasarkan Tabel 5.7 diketahui bahwa rata-rata kelembaban

dalam rumah di Kelurahan Lebak Bulus yaitu 63,02%Rh dengan

standar deviasi 7%Rh. Kelembaban dalam rumah terendah yaitu

Page 68: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

53

47%Rh dan tertinggi 77%Rh. Berdasarkan hasil estimasi interval

didapatkan bahwa 95% diyakini kelembaban dalam rumah adalah

61,07%Rh sampai 64,96%Rh.

5.2.4.4. Ventilasi

Pengamatan ventilasi dilihat dari jumlahnya dibandingkan

dengan luas ruangan. Menurut Permenkes No. 1077 Tahun 2011,

ventilasi minimal dalam rumah yaitu 10% dari luas lantai. Responden

yang memiliki ventilasi dengan kriteria tersebut dianggap memenuhi

syarat.

Tabel 5.8 Distribusi Ventilasi Rumah di Kelurahan

Lebak Bulus Tahun 2018

Ventilasi Jumlah Persentase (%)

Memenuhi syarat 15 25

Tidak memenuhi syarat 45 75

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.8 diketahui bahwa jumlah responden yang

memiliki ventilasi memenuhi syarat sebanyak 25%. Jumlah ini lebih

sedikit daripada responden yang memiliki ventilasi tidak memenuhi

syarat yaitu sebanyak 45 responden atau 75%.

5.2.4.5. Kepadatan Hunian

Kepadatan hunian dilihat dari hasil wawancara dengan responden

mengenai jumlah penghuni dalam rumah, kemudian dibandingkan

dengan luas rumah. Hasil perhitungan dikelompokkan berdasarkan

Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

403/KPTS/M/2002 yaitu minimal kebutuhan ruang per orang adalah 9

m2. Responden dengan kepadatan hunian dalam rumah sesuai dengan

kriteria tersebut dianggap memenuhi syarat.

Page 69: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

54

Tabel 5.9 Distribusi Kepadatan Hunian dalam

Rumah di Kelurahan Lebak Bulus Tahun 2018

Kepadatan Hunian Jumlah Persentase (%)

Memenuhi syarat 35 58,33

Tidak memenuhi syarat 25 41,67

Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.9 kepadatan hunian yang memenuhi syarat

yaitu 35 (58,33%) rumah dan tidak memenuhi syarat sebanyak 25

(41,67%) rumah.

5.3. Analisis Bivariat

5.2.1. Hubungan Kadar PM10 Ambien dengan Gejala ISPA pada Balita

Tabel 5.10 Distribusi Responden Berdasarkan Kadar

PM10 Ambien dan Gejala ISPA

Gejala

ISPA N Mean pvalue

Tidak 22 1,308 0,943

Iya 38 1,322

Rata-rata kadar PM10 pada balita yang tidak mengalami gejala ISPA

adalah 1,308 μg / Nm3 dan yang mengalami gejala ISPA 1,322 μg / Nm3.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui pvalue yaitu 0,943 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara kadar PM10

dengan gejala ISPA.

5.2.2. Hubungan Suhu dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Suhu dalam

Rumah dan Gejala ISPA

Gejala ISPA Mean pvalue N

Tidak 30,86 0,902

22

Iya 30,29 38

Rata-rata suhu dalam rumah balita yang tidak mengalami gejala ISPA

adalah 30,86oC dan yang mengalami gejala ISPA 30,29oC. Berdasarkan

Page 70: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

55

hasil uji statistik diketahui pvalue yaitu 0,902 maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada hubungan signifikan antara suhu dalam rumah dengan

gejala ISPA.

5.2.3. Hubungan Pencahayaan dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Tabel 5.12 Distribusi Responden Berdasarkan Pencahayaan

dalam Rumah dan Gejala ISPA

Gejala

ISPA Mean SD SE pvalue N

Tidak 36,602 2,222 1,196 0,056

22

Iya 22,824 2,549 1,164 38

Rata- rata pencahayaan rumah balita yang tidak mengalami gejala

ISPA adalah 36,602 lux dengan standar deviasi 2,222 lux, sedangkan yang

mengalami gejala ISPA yaitu 22,824 lux dengan standar deviasi 2,549 lux.

Hasil uji statistik diperoleh pvalue sebesar 0,056, artinya pada alpha 5%

tidak ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan dalam rumah

dengan gejala ISPA.

5.2.4. Hubungan Kelembaban dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Kelembaban

dalam Rumah dan Gejala ISPA

Gejala

ISPA Mean SD SE pvalue N

Tidak 62,14 6,700 1,428 0,495

22

Iya 63,53 7,999 1,298 38

Rata-rata kelembaban dalam rumah pada balita yang tidak mengalami

gejala ISPA adalah 62,14%Rh dengan standar deviasi 6,7%Rh sedangkan

pada yang mengalami gejala ISPA adalah 63,53%Rh dengan standar

deviasi 7,999 =%Rh. Hasil uji statistik menunjukkan nilai p=0,495, artinya

pada alpha 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban

dalam rumah dengan gejala ISPA.

Page 71: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

56

5.2.5. Hubungan Ventilasi Rumah dengan Gejala ISPA

Tabel 5.14 Distribusi Responden Berdasarkan Ventilasi Rumah

dan Gejala ISPA

Ventilasi

Gejala ISPA Total

pvalue OR

(95%CI) Ya Tidak

N % N % N %

Tidak Memenuhi 27 60 18 40 45 100

0,353 0,545 (0,15-

1,982) Memenuhi Syarat 11 73,3 4 26,7 15 100

Total 38 63,3 22 36,7 60 100

Sebanyak 27 (60%) balita yang mengalami gejala ISPA memiliki

ventilasi yang tidak memenuhi syarat dan 11 (73,3%) balita memiliki

ventilasi memenuhi syarat. Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh pvalue

sebesar 0,353, artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ventilasi

dengan gejala ISPA pada balita.

5.2.6. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA

Tabel 5.15 Distribusi Responden Berdasarkan Kepadatan

Hunian dan Gejala ISPA

Kepadatan

Hunian

Gejala ISPA Total

pvalue OR

(95%CI) Ya Tidak

N % N % N %

Tidak Memenuhi 16 64 9 36 25 100

0,928 1,051 (0,362-

3,051) Memenuhi Syarat 22 62,9 13 37,1 35 100

Total 38 63,3 22 36,7 60 100

Sebanyak 16 (64%) balita yang mengalami gejala ISPA memiliki

kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat dan 22 (62,9%) balita

dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat. Berdasarkan hasil uji

statistik diperoleh pvalue sebesar 0,928, artinya tidak ada hubungan yang

bermakna antara kepadatan hunian dengan gejala ISPA pada balita.

Page 72: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

57

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

1. Recall bias dapat terjadi ketika responden mengalami kesulitan mengingat

kembali kondisi yang ditanyakan.

2. Bias informasi dapat terjadi ketika pengukuran, meski alat telah dikalibrasi

masih ada kemungkinan terjadi kesalahan analisis dan pembacaan hasil

pengukuran.

3. Pemeriksaan kadar PM10 dalam udara ambien dan kualitas udara dalam

rumah tidak dilakukan bersamaan dan tidak 24 jam karena keterbatasan

jumlah alat.

6.2. Gambaran Gejala ISPA

ISPA merupakan gangguan pernapasan yang mencegah fungsi

pernapasan normal. Pada umumnya bermula sebagai infeksi virus di hidung,

trakea (tenggorokan), atau paru-paru. Iritan yang masuk ke dalam saluran

pernapasan dapat berupa polutan atau partikulat. Apabila partikel PM10

masuk ke dalam tubuh, akan melekat pada palut lendir dan menempel pada

mukosa sehingga menyebabkan reaksi alergi, peradangan dan juga infeksi.

Jika tidak diobati akan menyebar ke seluruh sistem pernapasan. Infeksi

pernapasan akut mencegah tubuh mendapatkan oksigen dan dapat

menyebabkan kematian.

Tetapi ISPA merupakan penyakit multifaktor, artinya penyebab

terjadinya ISPA tidak hanya karena satu faktor, antara lain yaitu faktor

demografis, karakteristik balita, perilaku serta faktor lingkungan.

Page 73: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

58

Berdasarkan peneliti-peneliti terdahulu, faktor risiko penyakit ini antara lain

usia, jenis kelamin, tingkat sosioekonomi, perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS), daya tahan tubuh balita, juga kebiasaan merokok anggota keluarga.

Lingkungan merupakan faktor utama yang mempengaruhi terjadinya ISPA.

Faktor risiko lingkungan paling utama penyakit ini adalah kualitas udara baik

di luar maupun dalam rumah seperti suhu, kelembaban, keberadaan debu,

curah hujan, angin, keberadaan polutan di dalam rumah dan lainnya.

Menurut Winslow, setiap gram debu jalan mengandung kurang lebih 50

juta bakteri, sedangkan debu yang berada di dalam ruangan diperkirakan

mengandung 5 juta bakteri per gram (Azwar, 1989). Balita sangat rentan

terhadap efek polusi udara. Ketika mereka bernapas melalui mulut, efek

penyaringan dari saluran hidung terlewatkan dan memungkinkan polutan

masuk lebih dalam ke paru-paru. Balita juga memiliki rasio luas permukaan

terhadap volume paru-paru yang relatif tinggi dan laju pernapasan yang lebih

cepat. Artinya balita sudah menyerap jumlah kontaminan yang lebih dari

ukuran tubuh mereka dibandingkan orang dewasa (PSR, 2009).

Penentuan diagnosis penyakit umumnya dilakukan oleh tenaga medis

dengan wawancara medis dan pemeriksaan fisik. WHO telah

mengembangkan klasifikasi ISPA untuk memudahkan petugas kesehatan

berdasarkan gejala-gejala yang dialami balita. Berdasarkan klasifikasi

tersebut, gejala minimal yang dimiliki balita penderita ISPA yaitu batuk pilek

atau juga disebut common cold. Pada penelitian ini gejala ISPA ditentukan

berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai ada tidaknya

gejala ISPA yang dialami oleh balita. Berdasarkan hasil penelitian dari 60

Page 74: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

59

balita di Kelurahan Lebak Bulus, sebagian besar balita mengalami gejala

ISPA. Hal ini juga dapat dilihat pada penelitian di sekitar Terminal Induk Km.

6, warga pemukiman sekitar biasa mengalami gangguan pernapasan seperti

batuk berlendir, sulit bernapas yang menunjukan gejala ISPA (Niswanti, dkk.

2013).

Persentase balita yang mengalami ISPA tertinggi berada di jarak radius

500 meter yaitu 70% balita di area tersebut mengalami ISPA. Meski yang

tertinggi bukan di area yang paling dekat dengan sumber polutan, akan tetapi

penyakit ini dipengaruhi oleh banyak faktor. Sehingga, selain keberadaan

polusi di udara sekitar terminal ada juga faktor lain seperti karakteristik balita,

sanitasi lingkungan rumah, kualitas udara dalam rumah serta kerapatan

pemukiman. Sebagian besar balita di area ini didominasi oleh kelompok 0-11

bulan. Kemungkinan daya tahan tubuh balita belum terbentuk secara baik.

Untuk menghindari peningkatan proporsi balita yang mengalami gejala

ISPA dapat dilakukan pencegahan. Pencegahan untuk mengendalikan ISPA

dapat dibagi menjadi 4 kategori dasar berdasarkan John T. J dalam Simoes,

et al. (2006), yaitu imunisasi patogen spesifik, diagnosis dan pengobatan dini,

perbaikan gizi serta sanitasi lingkungan.

Berdasarkan kriteria eksklusi sampel, tidak ada responden yang

mempunyai riwayat gizi buruk dan dilihat dari hasil wawancara, 85% balita

sudah mendapatkan imunisasi lengkap. Perlakuan awal terhadap balita yang

sudah mengalami gejala ISPA dapat dilakukan oleh ibu atau keluarga dengan

cara meningkatkan daya tahan tubuh balita dan mencegah agar tidak semakin

Page 75: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

60

parah. Apabila tidak dapat ditangani di rumah, harus segera dibawa ke

pelayanan kesehatan untuk penanganan lebih lanjut.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Attirmidzi disebutkan bahwa

sanitasi lingkungan merupakan salah satu upaya menjaga kebersihan dan

dianjurkan untuk tidak meniru orang-orang Yahudi yang suka menumpuk

sampah di halaman rumahnya (Almath, 2008), karena sampah merupakan

sumber berbagai macam penyakit.

طي ب يحب اطي ب، نظيف يحب النظافة، كريم يحب الكرم جواد يحب الجود، إن للا

فوا افنيتكم ول تشبهوا بليهود ف )الترمذي(نظ

“Sesungguhnya Allah swt. itu baik dan menyukai kebaikan, bersih dan

menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati,

dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah

halaman rumahmu dan jangan meniru orang-orang Yahudi.” (HR.

Attirmidzi)

Selain menjaga sanitasi lingkungan, pencegahan lain yang dapat

dilakukan di rumah yaitu upaya penyehatan udara dalam rumah dengan cara

memiliki ventilasi 10% dari luas lantai ruang, rutin membuka jendela agar

terjadi pertukaran udara, mengatur tata letak ruang, menggunakan exhaust fan,

tidak merokok di dalam rumah serta menghindari penggunaan bahan bakar

rumah tangga yang menghasilkan polutan berbahaya (Kemenkes, 2011).

Membiasakan anak mencuci tangan dan mengganti baju setelah bermain di

luar rumah dapat mencegah debu bertahan di dalam rumah serta penggunaan

masker ketika anak sedang bermain di luar rumah.

Page 76: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

61

6.3. Hubungan Kadar PM10 Ambien dengan Gejala ISPA

Pengukuran kadar PM10 dilakukan sewaktu pada pukul 11.00-14.00

WIB dengan menggunakan Dusttrak II Aerosol Monitor 8530 masing-masing

titik selam 30 menit, serta 7 hari sebelumnya tidak hujan karena partikel

terhirup PM10 dapat terbawa air hujan. Hasil pengukuran PM10 di Kelurahan

Lebak Bulus tidak ada yang melewati baku mutu menurut PP No. 41 Tahun

1999 yaitu sebesar 150 µg/m3. Faktor yang mempengaruhi hal ini antara lain

kecepatan angin saat dilakukan pengukuran berkisar 0,2 m/s. Kecepatan

angin tersebut termasuk dalam kategori tenang menurut Skala Beaufort. Pada

kondisi ini, angin tidak mengangkat debu yang mengendap di permukaan

sehingga kadar debu di titik pengukuran rendah.

Hal lain yang mempengaruhi yaitu kerapatan vegetasi di Kelurahan

Lebak Bulus. Berdasarkan penelitian Lufilah, dkk. (2017) Jakarta Selatan

merupakan wilayah di Jakarta yang memiliki area hijau terluas. Hal ini juga

dapat ditemukan di Kelurahan Lebak Bulus yang memiliki beberapa RTH

(ruang terbuka hijau) dan masih terdapat lahan yang termasuk dalam kategori

vegetasi jarang, sedang maupun lebat seperti rumput, semak dan pepohonan.

Berdasarkan analisis distribusi kadar PM10 pada balita yang mengalami

gejala ISPA lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak mengalami gejala

ISPA, meski perbedaan rata-ratanya tidak terlalu besar. Berdasarkan jarak

pengukuran dengan terminal, terlihat bahwa semakin jauh semakin rendah

kadar PM10 ambien di udara. Pada penelitian Suhariyono (2002), rata-rata

kadar PM10 yang berada paling dekat dengan sumber polutan lebih tinggi

dibandingkan dengan yang berada di pemukiman.

Page 77: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

62

Hal ini dikarenakan jarak terbang partikel besar (PM10) lebih rendah

jika dibandingkan dengan partikel kecil (PM2.5). PM10 hanya dapat bertahan

dalam udara selama berjam-jam, tetapi PM2.5 dapat bertahan berhari-hari

bahkan berminggu-minggu (DEQ, 2006). Tetapi hal tersebut juga

dipengaruhi dengan kondisi lingkungan seperti faktor meteorologis.

Berdasarkan penelitian Aisyiah, dkk. (2014) semakin tinggi suhu udara atau

semakin panas kondisi udara dan kecepatan angin yang berhembus lebih

cepat menyebabkan partikel debu di udara juga semakin tinggi.

Kepadatan penduduk serta kerapatan vegetasi juga mempengaruhi

keberadaan partikel di udara. Semakin padat penduduk dalam suatu wilayah,

mobilisasi akan semakin tinggi sehingga partikel lebih lama bertahan dalam

udara. Kebutuhan lahan akan meningkat seiring bertumbuhnya penduduk

sehingga mengurangi area hijau yang dapat mengurangi jumlah polutan atau

sebagai permukaan tempat partikel terdeposisi.

Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa tidak terdapat hubungan

yang signifikan antara pajanan PM10 dengan gejala ISPA karena responden

didominasi balita pada usia pra sekolah yaitu di bawah 3 tahun, sehingga lebih

banyak menghabiskan waktu di dalam rumah. Pada penelitian Niswanti, dkk.

(2013) menunjukan bahwa terdapat hubungan yang kurang erat antara kadar

debu di pemukiman dengan gejala ISPA dilihat dari p = 0,283 dan r = 0,259.

Hasil ini berbanding terbalik dengan penelitian Padmita dan Wulandari (2014)

yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pajanan

PM10 dengan ISPA pada balita. Pada penelitian Cahyadi, dkk. (2016) juga

Page 78: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

63

diketahui konsentrasi partikulat debu terhirup berhubungan dengan kejadian

ISPA dengan p = 0,010.

Hasil yang tidak signifikan dapat disebabkan oleh rata-rata kadar PM10

yang tidak jauh berbeda antara balita yang mengalami gejala ISPA dengan

yang tidak mengalami. Pergerakan debu ke pemukiman dapat terhalang oleh

beberapa faktor antara lain pembatas fisik vertikal. Pembatas fisik vertikal

yang dimaksud adalah rumah-rumah, gedung-gedung serta pepohonan. Debu

memiliki sifat menempel pada permukaan, sehingga semakin banyak

permukaan yang membatasi pergerakannya semakin kecil kadarnya di udara.

Meski tidak terdapat hubungan antara partikulat dengan gejala ISPA,

akan tetapi ada potensi meningkatnya PM10 di lokasi penelitian. Pada saat

penelitian, temperatur udara berkisar antara 31-33oC dan kecepatan angin

berkisar antara 2-3 m/s. Kondisi ini berpotensi meningkatkan kadar partikulat

ambien. Pada saat suhu meningkat, kelembaban udara relatif menurun,

sehingga udara menjadi kering dan partikulat mudah terangkat atau melayang

di udara dengan bantuan angin. (Cahyadi, et al., 2016). Apabila di tahun-

tahun berikutnya jumlah penduduk meningkat serta kerapatan vegetasi

berkurang akibat pembangunan, maka akan meningkatkan aktivitas

masyarakat. Aktivitas di terminal pun akan bertambah seiring dengan

kebutuhan mobilisasi manusia. Sehingga akan terjadi pencemaran karena

rusaknya keseimbangan lingkungan.

Hal ini juga berlaku pada pencemaran udara akibat aktivitas industri,

tranportasi, pembangunan infrastruktur serta kegiatan manusia lainnya.

Pengrusakan yang terjadi yaitu berupa pencemaran udara. Seperti halnya

Page 79: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

64

yang terjadi pada daerah Kelurahan Lebak Bulus dengan adanya

pembangunan MRT dan kegiatan terminal. Apabila kegiatan-kegiatan

tersebut tidak diimbangi dengan upaya pelestarian lingkungan, pencemaran

udara baik oleh partikulat atau zat lain akan meningkat dan akhirnya

mempengaruhi kesehatan masyarakat sekitar.

Inhalasi merupakan rute utama partikulat masuk ke dalam tubuh. Saat

masuk melalui saluran pernapasan, partikulat menempel pada organ

pernapasan yang berbeda-beda. Pada umumnya partikulat lebih dari 10 µm

disimpan dalam area nasofaring (saluran pernapasan atas – hidung, rongga

hidung dan tenggorokan) sebagian besar karena mekanisme impaksi

(CCOHS, 2018). Oleh karena itu, pencegahan dapat dilakukan dengan

mengurangi atau menyaring debu yang berada dalam udara agar tidak sampai

terhirup, dapat dilakukan dengan cara memakai masker dan penggunaan

ventilasi alamiah ataupun mekanik.

Selain itu, pemeliharaan vegetasi dapat dilakukan untuk mengurangi

debu di udara. Vegetasi dapat mengendalikan aliran udara dengan mereduksi

kecepatan angin, menyaring dan mengarahkan alirannya. Kemampuan pohon

dalam menyaring udara atau menyerap debu berbeda-beda. Jenis pohon yang

paling banyak menyerap debu di Jakarta antara lain pohon lamtoro, kayu

putih dan mimba (Samsoedin, dkk., 2015)

6.4. Hubungan Suhu dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Rumah yang sehat haruslah mempunyai suhu rumah ideal agar suhu

badan dapat dipertahankan. Suhu ruangan harus diatur sedemikian rupa

sehingga tubuh tidak terlalu banyak kehilangan panas atau tidak sampai

Page 80: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

65

kepanasan (Azwar, 1989). Suhu dalam rumah dipengaruhi oleh beberapa

faktor lain seperti penggunaan bahan bakar biomassa, ventilasi yang tidak

memenuhi syarat, kepadatan hunian, bahan dan struktur bangunan, kondisi

geografis serta kondisi topografi (Kemenkes, 2011).

Berdasarkan hasil analisis beda rata-rata diketahui bahwa balita yang

mengalami gejala ISPA mempunyai suhu rumah rata-rata 30,29oC dan hasil

uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara suhu dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita. Hal ini sejalan

dengan penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005). Tetapi berbeda dengan hasil

penelitian Lindawaty (2010) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara suhu dengan gejala ISPA, yaitu kejadian ISPA berisiko

31 kali lebih besar pada balita yang suhu dalam rumahnya tidak memenuhi

syarat dibandingkan dengan yang memenuhi syarat. Kemungkingan karena

hanya sedikit dari responden yang memiliki suhu ideal rumah sehat.

Mikroorganisme memiliki kondisi suhu ideal yang beragam untuk

bertahan hidup. Pada umumnya, bakteri penyebab ISPA memiliki suhu

optimal 35-37oC (Wilson, 2005). Sedangkan berdasarkan Permenkes No.

1077 Tahun 2011 suhu udara dalam rumah yang ideal berkisar antara 18-30oC.

Bila suhu udara dalam rumah di atas persyaratan dapat diturunkan dengan

cara meningkatkan sirkulasi udara dengan menambahkan ventilasi mekanik

buatan dan jika di bawah dapat menggunakan pemanas.

Tingginya suhu udara dalam rumah dapat disebabkan oleh beberapa

faktor, antara lain suhu lingkungan di luar rumah yang berkisar antara 31-

33oC. Berdasarkan laporan BMKG pada tahun 2015 suhu lingkungan rata-

Page 81: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

66

rata yaitu 28,01oC, tahun 2016 sebesar 27,91oC dan tahun 2017 sebesar

27,88oC. Jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya, suhu pada saat

penelitian lebih tinggi beberapa derajat. Suhu dalam rumah sangat

dipengaruhi oleh suhu udara luar karena panas dari luar dapat diserap dengan

cara konduksi yaitu merambat melalui melalui tembok atau atap. Maka dari

itu pentingnya meningkatkan sirkulasi udara salah satunya dengan

menambahkan ventilasi mekanik (Chandra, 2005).

6.5. Hubungan Pencahayaan dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Syarat rumah sehat yaitu memiliki pencahayaan yang cukup, baik alami

maupun buatan. Cahaya memiliki sifat germicid yaitu membunuh

mikroorganisme, termasuk patogen penyebab ISPA. Sinar ultra violet dari

cahaya matahari juga dapat mensterilkan ruangan dari bakteri udara serta

meningkatkan daya tahan tubuh dengan cara merangsang pembentukan sel

darah putih (Azwar, 1989).

Pencahayaan dalam ruang yang baik menurut Permenkes No. 1077

Tahun 2011 yaitu ≥60 lux. Nilai pencahayaan yang terlalu rendah dapat

memicu perkembangan patogen penyebab ISPA (Sati, dkk., 2015). Tetapi

pencahayaan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada

penghuni rumah dan akan meningkatkan suhu ruangan.

Berdasarkan hasil analisis beda rata-rata diketahui bahwa balita yang

mengalami gejala ISPA mempunyai pencahayaan rumah rata-rata 22,824 lux

dan hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara pencahayaan dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita.

Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan oleh rata-rata intensitas

Page 82: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

67

cahaya dalam rumah balita yang mengalami gejala ISPA dengan yang tidak

mengalami gejala ISPA tidak jauh berbeda. Hasil ini sejalan dengan

penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005). Tetapi hasil yang berbeda dilihat

dari penelitian Suryani (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara pencahyaan dengan gejala ISPA.

Rata-rata intensitas cahaya dalam rumah balita di Kelurahan Lebak

Bulus tidak memenuhi persyaratan Permenkes No. 1077 Tahun 2011. Artinya,

sebagian besar balita tinggal dalam rumah dengan intensitas cahaya tidak

memenuhi syarat. Hal ini disebabkan karena penelitian dilakukan pada siang

hari dan pada umumnya responden tidak menyalakan lampu, sehingga

intensitas cahaya yang diukur merupakan pencahayaan alami. Pencahayaan

yang tidak memenuhi syarat disebabkan oleh jarak rumah yang berdekatan

menghalangi masuknya sinar matahari.

6.6. Hubungan Kelembaban dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Berdasarkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011 kelembaban ideal dalam

rumah berkisar antara 40-60%Rh. Kelembaban juga mempengaruhi

pertumbuhan mikroorganisme. Pada umumnya, mikroorganisme penyebab

ISPA memerlukan kelembaban yang cukup tinggi agar dapat bertahan di

dalam droplet statis di udara. Kelembaban berhubungan dengan suhu, artinya

jika suhu semakin rendah maka kelembaban semakin tinggi.

Berdasarkan hasil analisis beda rata-rata diketahui bahwa balita yang

mengalami gejala ISPA mempunyai kelembaban rumah rata-rata 63,53%Rh

dan hasil uji statistik menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara kelembaban dalam rumah dengan gejala ISPA pada balita.

Page 83: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

68

Hubungan yang tidak signifikan ini disebabkan oleh rata-rata kelembaban

dalam rumah balita yang mengalami gejala ISPA dengan yang tidak

mengalami gejala ISPA tidak jauh berbeda. Hasil tersebut didukung oleh

penelitian Yusup dan Sulistyorini (2005) dan Suryani (2015) yang

menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kelembaban

dengan gejala ISPA. Hasil yang berbeda ditunjukan oleh penelitian Syam

(2016) dan Gapar (2015) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kelembaban dengan gejala ISPA.

Rata-rata kelembaban dalam rumah baik pada balita yang mengalami

gejala ISPA maupun yang tidak mengalami gejala ISPA tidak memenuhi

syarat yang ditetapkan Permenkes No. 1077 Tahun 2011. Tingginya

kelembaban dalam rumah disebabkan oleh saat penelitian kelembaban relatif

lingkungan antara 74%Rh sampai 78%Rh dan ventilasi yang kurang

memenuhi syarat. Kelembaban udara lingkungan pada saat penelitian tidak

berbeda jika dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2015

rata-rata kelembaban udara bulan Mei sebesar 72%Rh, tahun 2016 sebesar

82%Rh dan di tahun 2017 sebesar 78%Rh.

6.7. Hubungan Ventilasi dalam Rumah dengan Gejala ISPA

Ventilasi adalah proses penyediaan udara segar ke dalam ruangan dan

pengeluaran udara kotor dari suatu ruangan tertutup, baik secara alamiah

ataupun dengan cara mekanis. Ventilasi mekanis yaitu dengan bantuan alat

khusus untuk mengalirkan udara seperti exhaust fan atau air conditioner

(Gunawan, 2009). Berdasarkan Kepmenkes No. 829 Tahun 1999 ventilasi

yang dimaksud adalah luas penghawaan atau ventilasi alamiah permanen

Page 84: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

69

minimal 10% dari luas lantai. Ventilasi permanen adalah lubang udara yang

selalu terbuka, bukan dengan system buka tutup, artinya selain jendela dan

pintu. Ventilasi ini berada di dekat langit-langit rumah guna untuk

mengeluarkan udara panas di bagian atas dalam ruangan.

Keberadaan ventilasi dalam rumah sangat penting sebagai tempat

pertukaran udara agar dapat menjaga kestabilan suhu dan kelembaban.

Kelembaban merupakan media yang baik bagi pertumbuhan bakteri. Pada

umumnya, bakteri patogen memerlukan kelembaban yang cukup tinggi.

Kurangnya ventilasi juga dapat menyebabkan peningkatan kadar CO2 karena

aliran udara dalam rumah tidak mengalir dengan lancar. Fungsi lain ventilasi

yaitu untuk membebaskan udara ruangan dari mikroorganisme patogen

karena aliran udara terus menerus (Hanifah, 2010).

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan ventilasi menunjukan

bahwa 60% yang mengalami gejala ISPA tidak memenuhi syarat ventilasi

serta hasil uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara ventilasi dengan gejala ISPA pada balita. Hasil yang serupa

diperoleh dari penelitian Gertrudis (2010) bahwa ventilasi tidak memiliki

hubungan bermakna dengan kejadian ISPA pada balita. Namun berbeda

dengan penelitian Lindawaty (2010) yang menyatakan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara ventilasi dengan ISPA pada balita.

Page 85: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

70

Pada penelitian ini hanya melihat luas ventilasi tanpa memperhatikan

penggunaan ventilasi silang atau tidak. Ventilasi silang adalah penghawaan

dimana pergerakan udara yang terjadi menyebrang ruangan dengan cara

menyilang, dari bukaan udara masuk (inlet) ke bukaan udara keluar (outlet)

(Latifah, 2015). Ventilasi silang dapat meningkatkan kualitas udara di dalam

ruangan karena selain terjadi pertukaran udara dalam ruang, terjadi pula

proses penguapan yang menurunkan suhu (Frick, dkk., 2011).

Ventilasi silang tidak selalu dapat diterapkan, tergantung pada tata letak

ruang. Terdapat beberapa siasat yang bisa dilakukan apabila ventilasi silang

tidak bisa diterapkan pada dinding berhadapan, yaitu:

Sumber : (Latifah, 2015)

Gambar 6.1 Cross ventilation (ventilasi silang) secara denah

Sumber : (Wicaksono, 2009)

Gambar 6.2 Siasat cross ventilation saat kondisi tidak

memungkinkan menempatkan jendela berhadapan

Page 86: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

71

Siasat tersebut hanya dapat dilakukan bagi pemilik rumah yang memiliki

wewenang dalam perubahan konstruksi bangunan rumah. Sebagian

responden pada penelitian merupakan penyewa rumah. Sehingga, cara lain

yang dapat dilakukan agar sirkulasi udara tetap mengalir dengan lancar salah

satunya yaitu membuka jendela atau pintu pada pagi hari.

6.8. Hubungan Kepadatan Hunian dengan Gejala ISPA

Perbandingan jumlah penghuni dalam rumah dibandingkan dengan luas

rumah merupakan rasio kepadatan hunian. Kepadatan hunian ideal

berdasarkan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No.

403/KPTS/M/2002 yaitu minimal adalah 9 m2. Pada penelitian ini kepadatan

hunian dikelompokkan menjadi 2 kategori yaitu memenuhi syarat dan tidak

memenuhi syarat. Dianggap memenuhi syarat apabila kepadatan hunian

dalam rumah responden lebih dari atau sama dengan 9 m2.

Hasil analisis distribusi responden berdasarkan kepadatan hunian

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memenuhi persyaratan

minimal kebutuhan ruang per orang dan 64% yang mengalami gejala ISPA

tidak memenuhi syarat kepadatan hunian. Hasil uji statistik menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kepadatan hunian dengan

gejala ISPA pada balita, sejalan dengan penelitian Gertrudis (2010) dan Supit

(2016). Hasil yang berbeda terlihat pada penelitian Soesanto, dkk. (2000)

yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kepadatan

hunian dengan ISPA pada balita.

Responden pada penelitian ini beragam antara yang memiliki rumah

sendiri dan menggunakan rumah sewa. Rata-rata luas rumah responden

Page 87: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

72

dengan kepemilikan pribadi memenuhi persyaratan kebutuhan luas minimum

bangunan dan lahan untuk rumah sederhana dan sehat berdasarkan

Kepmenkimpraswil No. 403/KPTS/M/2002 yaitu 72-90 m2 untuk 4 jiwa.

Sehingga kepadatan hunian responden lebih banyak memenuhi syarat.

Secara teori, kepadatan hunian mempengaruhi penularan penyakit dari

satu manusia ke manusia lainnya, terutama pada balita. Jumlah penghuni

dalam rumah yang berlebihan juga dapat mengganggu kestabilan suhu dan

kelembaban. Peningkatan suhu dan kelembaban terjadi karena uap air dari

keringat atau pernapasan (Darmiah, dkk., 2015). Banyaknya jumlah penghuni

dapat meningkatkan risiko penularan penyakit ISPA karena terjadi kontak

langsung dengan balita atau persebaran melalui aerosol pernapasan infeksius.

Kemungkinan adanya anggota keluarga yang mengalami ISPA dapat juga

mempengaruhi balita mengalami gejala ISPA meski jumlah penghuninya

memenuhi persyaratan. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam hadits

riwayat Bukhari dan Muslim mengenai pencegahan penularan penyakit

(Almath, 2008).

)البخرى ومسلم( رض على مصح رد مم ل يو

“Janganlah orang sakit menjenguk orang sehat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits ini berisi himbauan bagi orang sakit agar tidak berlama-lama dengan

orang sehat untuk menghindari penularan penyakit. Prinsip ini berlaku umum

termasuk apabila ada anggota keluarga yang mengalami ISPA dianjurkan

untuk mengurangi kontak langsung dengan balita atau menggunakan proteksi

selama sakit seperti penggunaan masker.

Page 88: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

73

BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap 60 responden di

Kelurahan Lebak Bulus bulan Mei Tahun 2018 dapat disimpulkan:

1. Distribusi gejala ISPA pada balita di Kelurahan Lebak Bulus yaitu 63%

dari 60 responden dan persentase ISPA tertinggi pada jarak radius 500

meter sebesar 70%.

2. Kadar PM10 ambien di Kelurahan Lebak Bulus yang tersebar pada 5

titik pengukuran memiliki rata-rata yaitu 1,317 μg / Nm3 dan kadar

tertinggi pada jarak radius 200 meter sebesar 2,27 μg / Nm3.

3. Rata-rata suhu dalam rumah di Kelurahan Lebak Bulus yaitu 32,57oC,

rata-rata pencahayaan dalam rumah yaitu 39,07 lux, rata-rata

kelembaban dalam rumah yaitu 63,02%Rh, terdapat 25% responden

yang memiliki ventilasi memenuhi syarat dan 58,33% responden yang

memiliki kepadatan hunian memenuhi syarat.

4. Tidak terdapat hubungan signifikan antara gejala ISPA dengan pajanan

PM10 ambien (pvalue=0,943).

5. Tidak terdapat hubungan signifikan antara gejala ISPA dengan suhu

(pvalue=0,902); pencahayaan (pvalue=0,056); kelembaban (pvalue=0,495);

ventilasi (pvalue=0,353); dan kepadatan hunian (pvalue=0,928).

7.2. Saran

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan, maka saran

yang dapat diberikan, yaitu:

Page 89: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

74

A. Bagi Suku Dinas Lingkungan Hidup Jakarta Selatan

Sebaiknya dilakukan penghijauan dengan penanaman tumbuhan

penyerap debu di sekitar terminal untuk mengurangi paparan polusi

udara termasuk PM10 ke area pemukiman yang berpotensi mengalami

peningkatan.

B. Bagi Puskesmas Kelurahan Lebak Bulus

Puskesmas disarankan untuk memberikan penyuluhan dan sosialisasi

terkait dampak polutan udara terhadap kesehatan dan faktor-faktor yang

mempengaruhi terjadinya ISPA pada balita serta penyuluhan mengenai

rumah sehat.

C. Bagi Masyarakat Kelurahan Lebak Bulus

1. Masyarakat disarankan untuk menjaga sirkulasi udara di dalam

rumah dan mencegah masuknya polutan ke dalam rumah yaitu

dengan penggunaan ventilasi silang, membuka jendela atau pintu

pada pagi hari dan menutupnya pada siang hari atau saat kegiatan

tranportasi sedang padat.

2. Masyarakat disarankan menggunakan masker pada saat keluar

rumah dan sedang mengalami infeksi saluran pernapasan serta

tidak membawa balita pada siang hari keluar rumah.

D. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebaiknya dilakukan pengukuran PM10 dalam rumah dan memeriksa

variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini untuk mengetahui

pengaruhnya terhadap gejala ISPA pada Balita.

Page 90: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

75

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal, S., 2005. Air Pollution. New Delhi: APH Publishing.

Aisyiah, K., Sutikno & Latra, I. N., 2014. Pemodelan Konsentrasi Partikel Debu

(PM10) pada Pencemaran Udara di Kota Surabaya dengan Metode

Geographically-Temporally Weighted Regression. Sains dan Seni Pomits,

2(1), pp. 152-157.

Almath, M. F., 2008. 1100 Hadits Terpilih: Sinar Ajaran Muhammad. 26 penyunt.

Jakarta: Gema Insani.

Ar-Rifa'i, M. N., 2005. Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir. Kelima penyunt. Jakarta:

Gema Insani Press.

Azhar, K., Dharmayanti, I. & Mufida, I., 2016. Kadar Debu Partikulat (PM2,5)

dalam Rumah dan Kejadian ISPA pada Balita di Kelurahan Kayuringin Jaya,

Kota Bekasi Tahun 2014. Media Litbangkes, Maret, 26(1), pp. 45-52.

Azwar, A., 1989. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber

Widya.

Bellos, A. et al., 2010. The Burden of Acute Respiratory Infections in Crisis-

affected Populations: A Systematic Review. Conflict and Health, 4(1), p. 3.

BPS Kota Administrasi Jakarta Selatan, 2018. Kecamatan Cilandak dalam Angka,

Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Budiarto, E. & Anggraeni, D., 2003. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.

Cahyadi, W., Achmad, B., Suhartono, E. & Razie, F., 2016. Pengaruh Faktor

Meteorologis dan Konsentrasi Partikulat (PM10) Terhadap Kejadian Infeksi

Saluran Pernapasan Akut (ISPA). EnviroScienteae, November, 12(3), pp.

302-311.

Canadian Centre for Occupational Health and Safety, 2018. How Do Particulates

Enter the Respiratory System?. [Online]

Available at: www.ccohs.ca

Chandra, B., 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EKG.

Confer, R. G. & Confer, T. R., 1999. Occupational Health and Safety: Terms,

Definitions and Abbreviations. Washington D.C: Lewis.

Couriel, J., 1998. Infection in Children. Dalam: Infectious Diseases of the

Respiratory Tract. Cambridge: Cambridge University Press.

Page 91: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

76

Darmiah, Santoso, I. & Maharso, 2015. Hubungan Kepadatam Hunian dan Kualitas

Fisik Rumah Desa Penda Asam Barito Selatan. Kesehatan Lingkugan, 12(1),

pp. 231-237.

Departemen Kesehatan, 2006. Glosarium Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta:

Pusat Data dan Informasi.

DEQ, 2006. Air: Particulate Matter. [Online]

Available at: http://www.deq.state.ok.us/factsheets/air/pm.pdf

[Diakses 28 September 2018].

Elliot, A. J. & Fleming, D. M., 2009. Common Respiratory Infections Diagnosed

in General Practice. Dalam: Common Cold. Basel: Birkhauser Verlag, pp. 47-

76.

Evans, A. S., 1982. Epidemiological Concepts. Dalam: Bacterial Infections of

Humans: Epidemiology and Control. New York: Plenum, pp. 1-48.

Fahimah, R., Kusumowardani, E. & Dewi, S., 2014. Kualitas Udara Rumah dengan

Kejadian Pneumonia Anak Bawah Lima Tahun. Makara Journal Health

Respiratory, April, 18(1), pp. 25-33.

Fauziah, D. A., Rahardjo, M. & Dewi, N. A. Y., 2017. Analisis Tingkat Pencemaran

Udara di Terminal Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5 Oktober,

5(5), pp. 561-570.

Fauzia, N. & Kusumayati, A., 2016. Tingkat Risiko Kesehatan Akibat Pajanan

PM10 pada Populasi Berisiko di Terminal Bus Pulogadung Jakarta Timur

Tahun 2014. [Online]

Available at: http://lib.ui.ac.id/naskahringkas/2016-06/S55302-

Nurilma%20Fauzia

Frick, H., Ardiyanto, A. & Darmawan, A., 2011. Ilmu Fisika Bangunan.

Yogyakarta: Kanisius.

Gapar, I. G. S., Putra, N. A. & Pujaastawa, I., 2015. Hubungan Kualitas Sanitasi

Rumah dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)

di Wilayah Kerja Puskesmas IV Denpasar Selatan Kota Denpasar. Ecotrophic,

9(2), pp. 41-45.

Gertrudis, 2010. Hubungan antara Kadar Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal

dengan Kejadian ISPA pada Balita di Sekitar Pabrik Semen PT. Indocement,

Citeureup Tahun 2010. Tesis.

Graham, N. M., Nelson, K. E. & Steinhoff, M. C., 2007. The Epidemiology of

Acute Respiratory Infection. Dalam: Infectious Disease Epidemiology.

Burlington: Josh and Bartlett Learning, pp. 699-756.

Gunawan, R., 2009. Rencana Rumah Sehat. Yogyakarta: Kanisius.

Page 92: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

77

Gunawan, R., 2009. Rencana Rumah Sehat. Yogyakarta: Kanisius.

Hanifah, E., 2010. Cara Hidup Sehat. Jakarta: Sarana Bangun Pustaka.

Hart, C. A. & Cuevas, L. E., 2007. Acute Respiratory Infection in Children. Revista

Brasileira de Saude Materno Infantil, 7(1), pp. 23-29.

Healthline, 2015. Acute Respiratory Infection. [Online]

Available at: http://www.healthline.com/health/acute-respiratory-

disease#Overview1

[Diakses 21 Januari 2017].

IUPAC, 1990. Glossary of Atmospheric Chemistry Terms. [Online]

Available at: http://old.iupac.org/reports/1990/6211calvert/glossary.html

Kemenkes, 1999. Keputusan Menteri Kesehatan No. 829 tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan. Jakarta: Kemenkes.

Kemenkes, 2011. Peraturan Menteri Kesehatan No. 1077 tentang Pedoman

Penyehatan Udara dalam Ruang Rumah , Jakarta: Kemenkes.

Kemenkes, 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut,

Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes, 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015, Jakarta: Kementerian

Kesehatan RI.

Kirk, A. & Scott, P., 2017. How High is Air Pollution in Your City and How does

It Compare to The Most Polluted Cities in The World?. [Online]

Available at: http://www.telegraph.co.uk/news/0/high-air-pollution-city-

does-compare-themost-polluted-cities/

[Diakses 2 Juni 2017].

Lapau, B. & Birwin, A., 2017. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Depok: Kencana.

Latifah, N. L., 2015. Fisika Bangunan I. Jakarta: Griya Kreasi.

Lindawaty, 2010. Partikulat (PM10) Udara Rumah Tinggal yang Mempengaruhi

Kejadian ISPA pada Balita di Kecamatan Mampang Prapatan Tahun 2009-

2010. Tesis.

Liu, M.-M.et al., 2013. Effects of Outdoor and Indoor Air Pollution on Respiratory

Health of Chinese Children from 50 Kindergardens. Journal Epidemiology,

23(4), pp. 280-287.

Lufilah, S. N., Makalew, A. D. & Sulistyantara, B., 2017. Pemanfaatan Citra

Landsat 8 Untuk Analisis Indeks Vegetasi di DKI Jakarta. Jurnal Lanskap

Indonesia, 9(1), pp. 73-80.

Page 93: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

78

MacNee, W. & Donalson, K., 1999. Particulate Air Pollution: Injurious and

Protective Mechanism in the Lungs. Dalam: Air Pollution and Health.

California: Academia Press, pp. 653-671.

Mandell, L., Woodhead, M. & Ewig, S., 2006. Respiratory Infection. London:

Edward Arnold.

Manjarrez-Zavala, M. E. et al., 2013. Pathogenesis of Viral Respiratory Infection.

Dalam: Respiratory Disease and Infection: A New Insight.

s.l.:https://www.intechopen.com/books/respiratory-disease-and-infection-a-

new-insight/pathogenesis-of-viral-respiratory-infection.

Menkimpraswil, 2002. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah

No. 403 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sehat. Jakarta:

Menkisprawil.

Misnadiarly, 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas pada Anak, Orang Dewasa,

Usia Lanjut. Jakarta: Pusat Obor.

Munaya, E. F. & Utami, S. T. B., 2015. Faktor Risiko Infeksi Saluran Pernapasan

Akut Nonpneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Magersari,

Kota Magelang. Jurnal Respirologi Indonesia, 35(1), pp. 19-27.

Muttaqin, A., 2008. Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Pernapasan.

Jakarta: Salemba Medika.

Nasrul, E., 2015. Polusi di Jabotabek Bahayakan Anak. [Online]

Available at:

https://republika.co.id/berita/koran/urbana/15/08/25/ntmow623-polusi-di-

jabotabek-bahayakan-anak

[Diakses 1 Juni 2017].

National Center for Immunization and Respiratory Diseases (NCIRD), 2015.

Adenoviruses. [Online]

Available at: https://www.cdc.gov/adenovirus/index.html

[Diakses 22 02 2017].

National Center for Immunization and Respiratory Diseases (NCIRD), 2017.

Common Colds: Protect Yourself and Others. [Online]

Available at: https://www.cdc.gov/features/rhinoviruses/

[Diakses 2 April 2017].

Naz, S., Page, A. & Agho, K. E., 2016. Household Air Pollution and Under-five

Mortality in India (1992–2006). Environmental Health, 15(1), p. 54.

Niswanti, A., Mahreda, E. S., Yamani, A. & Atmowijoyo, T., 2013. Kadar Debu

Ambien di Terminal Induk Km 6 Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan

dan Dampaknya Terhadap Kesehatan Masyarakat. EnviroScientae, Volume

9, pp. 124-133.

Page 94: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

79

P2PL, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2010. Modul

Tatalaksana Standar Pneumonia, Jakarta: Kemenkes.

Padmita, A. C. & Wulandari, R. A., 2014. Exposure to Environmental Factors with

ARI among Children Under Five Years at Hamlet I of Ciampea Village,

Ciampea Sub-District, Bogor 2013. ITMAR, Volume 1, pp. 448-461.

Page, R. M., Cole, G. E. & Timmreck, T. C., 1995. Basic Epidemiological Methods

and Biostatistics: A Practical Guidebook. 1st penyunt. London: Jones and

Barlett.

Pelczar JR, M. J., Chan, E. & Krieg, N. R., 2010. Microbiology: An Application

Based Approach. New Delhi: Tata McGraw Hill.

Pless, I. B., 1994. The Epidemiology of Childhood Disorders. New York: Oxford

University Press.

Prüss-Üstün, A. & Corvalán, C., 2006. Preventing Disease Through Healthy

Environment, France: WHO.

PSR (Physicians for Social Responsibility), 2009. How Air Pollution Contributes

to Lung Disease, Washington: Physicians for Social Responsibility.

Pusdatin, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, 2010. Pneumonia Balita.

Buletin Jendela Epidemiologi, September.

Queensland Government, QLD, 2017. Air Monitoring: Meteorological Factor.

[Online]

Available at: www.qld.gov.au/environment/pollution/monitoring/air-

monitoring/meteorological-factors

Rhinehart, E. & Friedman, M. M., 1999. Infection Control in Home Care. Maryland:

Aspen.

Rosdiana, D. & Hermawati, E., 2015. Hubungan Kualitas Mikrobiologi Udara

dalam Rumah dengan Kejadian ISPA pada Balita. Respirologi Indonesia,

3(2), pp. 83-96.

Samsoedin, I., Susidharmawan, I. W., Pratiwi & Wahyono, D., 2015. Peran Pohon

dalam Menjaga Kualita Udara di Perkotaan. Jakarta: Forda Press.

Sati, L., Sunarsih, E. & Faisa, A. F., 2015. Hubungan Kualitas Udara dalam

Ruangan Asrama Santriwati dengan Kejadian ISPA di Pondok Pesantren

Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2015. Jurnal

Ilmu Kesehatan Masyarakat, Juli, 6(2), pp. 121-133.

SEPA, Scottish Environmental Protection Agency, 2013. The Chemistry of Air

Pollution. [Online]

Available at:

Page 95: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

80

https://www.sepa.org.uk/media/120465/mtc_chem_of_air_pollution.pdf

[Diakses 11 Maret 2017].

Simoes, E. A. F. et al., 2006. Acute Respiratory Infections in Children. Dalam:

Disease Control Priorities in Developing Countries, 2nd Edition. New York:

Oxford University, pp. 483-497.

Sinaga, L., Suhartono, S. & Hanani D., Y., 2009. Analisis Kondisi Rumah Sebagai

Faktor Risiko Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Puskesmas

Sentosa Baru Kota Medan Tahun 2008.. Jurnal Kesehatan Lingkungan

Indonesia, 8(1), pp. 26-34.

Smith, C. B., 1999. Upper Respiratory Tract Infection. Dalam: Clinical Infectious

Diseases: A Practical Approach. New York: Oxford University Press, pp.

513-527.

Soesanto, S. S., Lubis, A. & Atmosukarto, K., 2000. Hubungan Kondisi Perumahan

dengan Penularan Penyakit ISPA dan TB Paru. Media Litbang Kesehatan,

10(2), pp. 27-31.

Suhariyono, G., 2002. Korelasi Karakteristik Paartikel Debu PM10 / PM2,5 dan

Resiko Kesehatan Masyarakat di Rumah-Rumah Sekitar Industri Semen.

Tesis.

Suhendra, 2017. Pabrik Semen Mengepung Pulau Jawa. Tirto.id, 4 Januari, pp.

https://tirto.id/pabrik-semen-mengepung-pulau-jawa-b9Vx.

Sumantri, A., 2013. Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Kencana.

Supit, A. F., Joseph, W. B. S. & Kaunang, W. P. J., 2016. Hubungan antara

Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian Penyakit Infeksi Saluran

Pernapasan Akut pada Balita di Desa Talawaan Atas dan Desa Kima Bajo

Kecamatan Wori Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Ilmiah Farmasi, Mei,

Volume 5, pp. 259-265.

Suryani, I., Edison & Nazar, J., 2015. Hubungan Lingkungan Fisik dan Tidakan

Penduduk dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas

Lubuk Buaya. Jurnal Kesehatan Andalas, 4(1), pp. 157-167.

Syam, D. M. & Ronny, 2016. Suhu, Kelembaban dan Pencahayaan Sebagai Faktor

Risiko Kejadian Penyakit ISPA pada Balita di Kecamatan Balaesang

Kabupaten Donggala. Higiene, September, 2(3), pp. 133-139.

Tempo, 2015. Ketahui Mekanisme Asap Menyebabkan ISPA. Tempo, 23 Oktober,

pp. https://m.tempo.co/read/news/2015/10/23/060712539/ketahui-

mekanisme-asap-menyebabkan-ispa.

UNICEF, 2006. Pneumonia: The Forgotten Killer of Children, Geneva: WHO.

Page 96: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

81

United States Environmental Protection Agency (USEPA), 2016. Health and

Environmental Effects of Particulate Matter (PM). [Online]

Available at: https://www.epa.gov/pm-pollution/health-and-environmental-

effects-particulate-matter-pm

[Diakses 31 Maret 2017].

Vallero, D., 2014. Fundamentals of Air Pollution. Oxford: Elsevier.

Wen, C., 1996. The Fundamentals of Aerosol Dynamics. London: World Scientific.

WHO, World Health Organization, 2000. Air Quality Guidelines for Europe, 2nd

Edition. Copenhagen: WHO.

WHO, 1999. Hazard Prevention and Control in the Work Environment: Airborne

Dust. Jenewa: WHO.

WHO, 2008. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut

(ISPA) yang Cenderung Menjadi Endemi dan Pandemi di Fasilitas

Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Trust Indonesia.

WHO, 2016. Ambient (Outdoor) Air Quality and Health. [Online]

Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs313/en/

[Diakses 1 Juni 2017].

WHO, 2016. An Estimated 12.6 Million Deaths Each Year are Attributable to

Unhealthy Environments. [Online]

Available at: http://www.who.int/mediacentre/news/releases/2016/deaths-

attributable-to-unhealthy-environments/en/

[Diakses 22 November 2016].

WHO, 2016. Pneumonia. [Online]

Available at: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs331/en/

[Diakses 22 November 2016].

Wicaksono, A. A., 2009. Menciptakan Rumah Sehat. Jakarta: Griya Kreasi.

Wilson, M., 2005. Microbial Inhabitants of Human. Cambridge: Cambridge

University Press.

Winarni, Ummah, B. A. & Salim, S. A. N., 2010. Hubungan Antara Perilaku

Merokok Orang Tua dan Anggota Keluarga yang Tinggal dalam Satu Rumah

dengan Kejadian ISPA pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Sempor II

Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,

6(1).

World Bank, 1999. Pollution Prevention and Abatement Handbook 1998: Toward

Cleaner Production. Washington: World Bank.

World Health Environment (WHO), 2013. Health Effects of Particulate Matter.

[Online]

Page 97: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

82

Available at:

http://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0006/189051/Health-effects-

of-particulate-matter-final-Eng.pdf

[Diakses 2 April 2017].

Yusnabeti, Wulandari, R. A. & Luciana, R., 2010. PM10 dan Infeksi Saluran

Pernapasan Akut. Jurnal Kesehatan Makara, Juni, 14(1), pp. 25-30.

Yusup, N. A. & Sulistyorini, L., 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik

dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan, pp. 110-

119.

Page 98: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

83

LAMPIRAN

Page 99: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

84

Lampiran 1

KUESIONER PENELITIAN

PENGARUH KADAR PM10 DENGAN KUALITAS FISIK UDARA DALAM

RUMAH TERHADAP GEJALA ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN

LEBAK BULUS TAHUN 2018

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Saya Hanun Hafiyya, Mahasiswi Kesehatan Lingkungan, Program Studi

Kesehatan Masyarakat, Universitas Islam Negeri Jakarta. Saat ini sedang

melakukan pengumpulan data mengenai pengaruh faktor risiko dengan gejala

infeksi saluran pernapasan (ISPA) pada balita di Kelurahan Lebak Bulus.

Pengumpulan data ini ditujukan sebagai bagian dari penyelesaian tugas akhir untuk

memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat.

Saya berharap anda bersedia menjadi responden penelitian ini dengan

menjawab pertanyaan yang terdapat pada kuesioner ini. Informasi yang anda

berikan akan dijamin kerahasiaannya. Jika anda bersedia menjadi responden,

silakan menandatangani lembar persetujuan berikut.

No. Responden :

Radius :

Tanggal :

Tanda Tangan :

Page 100: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

85

Identitas Responden (Ibu) Kode

A1 Nama :

A2

Alamat:

Identitas Balita

B1 Nama :

B2 Jenis Kelamin : (L/P)

B3 Usia : .......... bulan

Gangguan Saluran Pernapasan

C1

Apakah dalam 14 hari terakhir anak ibu/bapak pernah

mengalami batuk/pilek/sukar bernapas?

a. Iya

b. Tidak

C2 Apakah gejala tersebut dialami sepanjang hari?

a. Iya

b. Tidak

C3

Apakah gejala tersebut disertai demam/sulit menelan/sakit

telinga?

a. Iya

b. Tidak

Kualitas Fisik Udara

D1 Suhu : ……. oC

D2 Kelembaban : ……. %Rh

D3 Pencahayaan : ……. lux

D4 Luas ruangan=…….. m2

D5 Luas ventilasi=…….. m2

D6

Ventilasi 10% dari luas ruangan

a. Iya

b. Tidak

Kepadatan Hunian

E1 Ada berapa penghuni dalam satu rumah? ..... orang

E2 Berapa luas rumah anda? ..... m2

E3 Kepadatan hunian = ......m2/orang

E5 Ada berapa orang yang tidur dalam satu kamar dengan

balita?...... orang

Page 101: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

86

Lampiran 2

Page 102: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

87

Page 103: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

88

Lampiran 3

OUTPUT ANALISIS DATA

1. Usia

2. Jenis Kelamin

3. Gejala ISPA

Gejala ISPA

Frekuensi Persentase

Tidak 22 37%

Iya 38 63%

Total 60 100%

Page 104: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

89

4. Pajanan PM10

Page 105: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

90

5. Suhu dalam Rumah

Test Statisticsa

suhu

Mann-Whitney U 410.000

Wilcoxon W 1151.000

Z -.123

Asymp. Sig. (2-tailed) .902

a. Grouping Variable: ispa

6. Pencahayaan dalam Rumah

Page 106: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

91

Page 107: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

92

7. Kelembaban dalam Rumah

Page 108: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

93

8. Ventilasi Rumah

Page 109: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

94

9. Kepadatan Hunian

Page 110: PENGARUH KADAR PM AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/42352/2/HANUN... · PENGARUH KADAR PM 10 AMBIEN DENGAN KUALITAS FISIK UDARA

95

Lampiran 4

FOTO KEGIATAN PENELITIAN